Hukum Acara tentang Kewajiban Mahkamah Konstitusi Memutus Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2019 Outline • Gagasan Impeachment • Impeachment di Indonesia • Perbandingan proses impeachment di beberapa negara • Hukum Acara MK Gagasan Impeachment Konstruksi Hukum Democratisch Rechstaat Ciri negara hukum (J. Stahl) Pembagian kekuasaan dan sistem Checks & Balances Sistem presidensial Kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat 2) UUD NRI 1945 Negara Hukum (Pasal 1 ayat 3) UUD NRI 1945 UUD (Pasal 1 ayat 2) UUD NRI 1945 Sistem Pemerintahan Republik (Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 Presiden sebagai kepala pemerintahan Menjalankan perintah UUD dan UU Diawasi dalam mekanisme checks and balances Pengawasan Terhadap Perbuatan Presiden Perbuatan berdasarkan Hukum (Recht matigheid) Berdasarkan Undang-Undang (wet matigheid) Berdasarkan Jabatan/tugas (Doel matigheid) Istilah Impeachment Bahasa Arab “ Makzul “ artinya : diturunkan dari jabatan (removal from office) Kamus Bahasa Indonesia : makzul adalah meletakkan jabatan; turun tahta raja Black's Law Dictionary mendefinisikan impeachment sebagai “A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment” Encyclopedia Britanica : “a criminal proceeding instituted against a public official by a legislative body”. Pemakzulan : adalah sebuah proses di mana sebuah badan legislatif secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara Jimly Asshidiqie : Sesungguhnya arti impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya Sejarah Impeachment Di Inggris, impeachment pertama kali digunakan pada bulan November 1330 di masa pemerintahan Edward III terhadap Roger Mortimer, Baron of Wigmore yang kedelapan, dan Earl of March yang pertama. House of Common sebagai Penyidik dan Penuntut, House of Lord yang mengadili. Ketika zaman penjajahan Inggris di Amerika Serikat, impeachment mulai digunakan pada abad ke-17. Akan tetapi, dalam perkembangannya impeachment lebih dikenal di Amerika Serikat daripada di Inggris. Di Amerika Serikat, impeachment diatur dalam UUD yang menyatakan, The House of Representatives (DPR) memiliki kekuasaan untuk melakukan impeachment, sedangkan Senat mempunyai kekuasaan untuk mengadili semua tuntutan impeachment. Cont’d • Sejatinya impeachment merupakan instrumen untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dari pemegangnya. Ketika konstitusi dirancang pada tahun 1787, di Philadelphia, Pensylvania, para bapak bangsa Amerika Serikat sudah melihat adanya kecenderungan para pemimpin menjadi korup ketika berkuasa. Selain korup, para pemimpin itu juga berusaha untuk terus berkuasa selama mungkin. Oleh karena itu, mereka menciptakan sebuah konstitusi yang didasarkan pada fondasi checks and balances yang dapat meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan. Impeachment didesain sebagai instrumen untuk “menegur” perbuatan menyimpang, penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap kepercayaan publik dari orang yang mempunyai jabatan publik. Cont’d • Impeachment tidak hanya berlaku untuk Presiden, tetapi juga Wakil Presiden, dan seluruh pejabat sipil seperti tertera pada UUD AS, Pasal 2 ayat (4) Sepanjang sejarah impeachment di AS, terdapat 16 kasus impeachment yang diadili di Senat. Seperti Senator William Blount (1797), Supreme Court Justice Samuel Chase (1804), bahkan juga seorang hakim pengadilan distrik, sebagaimana yang diberlakukan kepada John Pickering (1804), James H. Peck (1830) dan sebagainya. Impeachment di Indonesia Pengaturan tentang Pemberhentian Presiden Sebelum Amendemen • UUD 1945 sebelum amendemen tidak memuat aturan yang detail tentang mekanisme pemberhentian presiden, baik alasan pemberhentian maupun prosedurnya; • Satu-satunya ketentuan dalam UUD 1945 sebelum perubahan, yang secara implisit mengatur kemungkinan pemberhentian presiden di tengah masa jabatannya adalah: Pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi: “Jika Presiden Mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.” • Kemudian dalam Penjelasan UUD 1945 angka VII Alinea ketiga, dijelaskan: “Jika Dewan Menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UndangUndang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa meminta pertanggungan jawab Presiden.” Pengaturan tentang Pemberhentian Presiden Sebelum Amendemen Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan MPR untuk memberhentikan Presiden diatur dalam Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/1973 dan Tap MPR No. III/MPR 1978 yang menegaskan bahwa: • Apabila DPR menganggap bahwa Presiden sungguh-sungguh melanggar haluan negara maka DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. • Apabila dalam waktu tiga bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum tersebut, maka DPR menyampaikan memorandum kedua. • Dan apabila dalam waktu satu bulan memorandum kedua ini tidak diindahkan Presiden maka DPR dapat meminta MPR untuk mengadakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungan jawab Presiden. Pengaturan tentang Pemberhentian Presiden Setelah Amendemen Pasal 7A Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. *** Pengaturan tentang Pemberhentian Presiden Setelah Amendemen Pasal 7 B (1) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***) (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***) Pengaturan tentang Pemberhentian Presiden Setelah Amendemen 3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***) 4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***) Pengaturan tentang Pemberhentian Presiden Setelah Amendemen 5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.***) 6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***) 7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***) Penjelasan tentang Dasar Pemberhentian Presiden/Wapres menurut Pasal 10 UU MK • • • • • Pengkhianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Perbuatan tercela* adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945. Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela (UU Pemilu) “tidak pernah melakukan perbuatan tercela" adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan norma adat, seperti judi, mabuk, pecandu narkotika, dan zina. Berbagai Kasus Berhentinya Presiden di Indonesia 4 dari 6 Presiden RI mengakhiri masa jabatannya dengan cara yang tidak normal dalam arti berhenti sebelum berakhir masa jabatannya. • Presiden Soekarno berhenti karena diberhentikan oleh MPRS tahun 1967 setelah adanya Memorandum DPR-GR yang menuduh Presiden Soekarno terlibat dalam Gerakan 30S; • Presiden Soeharto berhenti di tengah masa jabatannya yang ke-7 dengan mengundurkan diri karena tekanan dari demonstrasi mahasiswa; • Presiden B.J. Habibie, menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri, juga berhenti dari jabatannya karena pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR; • Presiden Abdurrahman Wahid berhenti di tengah masa jabatannya karena diberhentikan oleh MPR dalam SI-MPR tahun 2001, karena dianggap melanggar Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Perbandingan Proses Impeachment di Beberapa Negara Amerika Serikat • Di Amerika Serikat, pengaturan impeachment terdapat dalam Article 2 Section 4 yang menyatakan, “The President, Vice President, and all civil officers of the United States, shall be removed from office on impeachment for and conviction of treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors”. • Artikel I ayat 2 butir 5 menentukan bahwa HR mempunyai kekuasaan untuk mendakwa. • Artikel I ayat 3 butir 6 menentukan bahwa Senat mengajukan penuntutan dengan dukungan minimum dua pertiga jumlah anggotanya. Korea Selatan • Lembaga negara yang terlibat adalah Majelis Nasional dan Mahkamah Konstitusi Korea selatan. Mahkamah Konstitusi mempunyai yuridiksi atas Impeachment proceedings. Mahkamah ini memiliki otoritas final atas impeachment dengan tanpa hak untuk banding. Mahkamah Konstitusi akan memproses impeachment setelah setelah para anggota parlemen menyetujui dengan suara mutlak atau suara mayoritas sedikitnya 2/3 dari anggota parlemen untuk mendakwanya. • Berbeda dengan Indonesia, posisi Mahkamah Konstitusi tidak berada ditengah, tetapi berada posisi di akhir proses impeachment, sehingga kedudukan dan fungsi Mahkamah Konstitusi menguji apakah keputusan politik untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sudah tepat atau tidak secara yuridis. Untuk pertama kalinya di Korea Selatan perkara impeachment terjadi pada Tahun 2004, yang melibatkan Presiden Roh Moo-Hyun dan yang terakhir adalah Park Geun Hye. Brazil • The Chamber of Deputies has exclusive power: (Art 51) I. to authorize, by two-thirds of its members, institution of legal charges against the President and Vice-President of the Republic and the Ministers of the Federal Government. • The Federal Senate has exclusive power: (Art 52) I. to try the President and the Vice-President of the Republic for impeachable offenses, as well as Ministers of the Federal Government and the Commanders of the Navy, the Army and the Air Force for crimes of the same nature connected with them. • In cases provided for in subparagraphs I and II, the President of the Supreme Federal Tribunal, shall preside, and a conviction, which may only be rendered by two-thirds vote of the Federal Senate, shall be limited to the loss of office, with disqualification to hold any public office for a period of eight years, without prejudice to any other judicial sanctions that may be applicable. • Acts of the President of the Republic that are attempts against the Federal Constitution are impeachable offenses, especially those against the: (Art. 85) I. II. III. IV. V. VI. VII. existence of the Union; free exercise of the powers of the Legislature, Judiciary, Public Ministry and constitutional powers of the units of the Federation; exercise of political, individual and social rights; internal security of the Country; probity in administration; the budget law; compliance with the laws and court decisions. • If two-thirds of the Chamber of Deputies accept an accusation against the President of the Republic, he shall be tried before the Supreme Federal Tribunal for common criminal offenses or before the Federal Senate for impeachable offenses. (Art. 86) §1°. The President shall be suspended from his duties: I. in common criminal offenses, if the accusation or criminal complaint is received by the Supreme Federal Tribunal; II. in impeachable offenses, after proceedings are instituted by the Federal Senate. §2°. If, after a period of one hundred eighty days, the trial has not been concluded, the President's suspension shall end, without prejudice to normal progress of the proceedings. §3°. The President of the Republic shall not be subject to arrest for common offenses until after a judgment of criminal conviction. §4°. During his term of office, the President of the Republic may not be held liable for acts unrelated to the performance of his duties. • The Supreme Federal Tribunal has primary responsibility for safeguarding the Constitution, with the power: I. to try and to decide, as matters of original jurisdiction: • […] b. charges of common criminal offenses against the President of the Republic, the Vice-President, members of the National Congress, the Tribunal's own Ministers, and the Procurator-General of the Republic. Dalam praktik impeachment yang pernah dilakukan di berbagai negara, hanya ada beberapa proses impeachment yang berakhir dengan berhentinya seorang pimpinan negara. Salah satunya adalah Presiden Lithuania, Rolandas Paskas, dimana proses impeachment itu berakhir pada berhentinya Paskas pada tanggal 6 April 2004. Hukum Acara MK Dasar Hukum • Pasal 7A dan 7B UUD NRI Tahun 1945 • UU MK dan UU MD3 • PMK Nomor 21/2009 Para Pihak • Pemohon: DPR yang diwakili oleh pimpinan DPR yang dapat menunjuk kuasa hukumnya. • Termohon: Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan yang dapat didampingi atau diwakili oleh kuasa hukumnya. Permohonan Alat Bukti • Risalah dan/atau berita acara proses pengambilan keputusan DPR bahwa pendapat DPR oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. • Dokumen hasil pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR yang berkaitan langsung dengan materi permohonan. • Risalah dan/atau berita acara rapat DPR. • Alat-alat bukti mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden yang menjadi dasat pendapat DPR. Persidangan • Tahap 1 : Sidang Pemeriksaan Pendahuluan • Tahap 2 : Tanggapan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden • Tahap 3 : Pembuktian oleh DPR • Tahap 4 : Pembuktian oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden • Tahap 5 : Kesimpulan • Tahap 6 : Pengucapan Putusan #Apabila Presiden dan/atau Wakil mengundurkan diri, maka permohonan gugur Presiden Amar Putusan • Tidak Dapat Diterima • Membenarkan Putusan DPR • Ditolak Hal-hal yang perlu dicermati 1. Apakah proses impeachment tunduk pada prinsip-prinsip dan asas-asas yang terdapat di dalam hukum pidana dan hukum acara pidana, atau perlukah disusun satu hukum acara tersendiri? 2. Apakah diperlukan semacam special prosecutor yang dibentuk secara khusus untuk melakukan penuntutan terhadap Presiden di depan sidang yang digelar oleh MK? 3. Bagaimanakah tata cara DPR mengumpulkan bukti-bukti, sehingga bisa sampai pada suatu kesimpulan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden? 4. Apakah yang dimaksud dengan kata “pendapat” yang terdapat di dalam Pasal 7A dan 7B tersebut berupa “pendapat politik” yang berarti secara luas bisa dilatarbelakangi persoalan suka atau tidak suka (like and dislike) kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden ataukah “pendapat hukum” yang berarti harus terukur dan terbingkai oleh norma-norma yuridis? lanjutan 5. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat dan DPR telah menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR dan MPR pun menerima usulan tersebut, maka bisakah di kemudian hari, setelah tidak menjabat lagi, Presiden dan/atau Wakil Presiden diadili (lagi) di peradilan umum dan tidak melanggar asas ne bis in idem dalam hukum pidana? 6. Apakah proses peradilan yang bersifat khusus bagi Presiden dan/atau Wakil Presiden ini tidak bertentangan dengan asas persamaan di depan hukum (equality before the law)? 7. Mengingat putusan MK yang memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat tidak mengikat MPR, apakah ini bisa diartikan bertentangan dengan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) yang dikenal dalam hukum tata negara? TERIMA KASIH