Uploaded by User36382

Modul Unit 1 Proteksi

advertisement
UNIT I
TRAFO INSTRUMEN UNTUK RELAY
I. PENGENALAN
Apabila nilai tegangan atau arus pada rangkaian daya terlalu tinggi untuk
dapat dihubungkan langsung kepada alat ukur ataupun relay, maka kopel
(coupling) harus dilakukan melalui trafo instrumen (instrument transformers).
Trafo
instrumen
sering
juga
dinamakan
trafo
pengukuran
(measuring
transformers). Alat ini digunakan untuk mendapatkan suatu replika yang
diperkecil (a scaled down replica) dari besaran input dengan ketelitian tertentu
menurut keperluan penggunaan. Trafo instrumen juga berfungsi melindungi
personil maupun peralatan dari tegangan tinggi.
Kerja relay pengaman tergantung kepada ketelitian reproduksi yang
diberikan oleh trafo instrumen, bukan saja pada keadaan normal tetapi lebih-lebih
pada keadaan ada gangguan. Selama terjadi pertambahan mendadak pada input
trafo instrumen, misalnya arus hubung singkat subtransien yang besar, adakalanya
trafo instrumen tidak memberikan reproduksi yang tepat. Tetapi tidak semua relay
terpengaruh oleh keadaan ini dalam hal kinerjanya. Sebagai misal, perlindungan
saluran dengan relay arus lebih (terutama dengan relay arus lebih waktu tetap atau
definite time over current relay), tidak terpengaruh oleh ketelitian trafo arus dalam
keadaan arus hubung singkat yang besar. Sebaliknya jika perlindungan itu
menggunakan relay diferensial maka kinerja pengaman sangat dipengaruhi oleh
ketelitian trafo arus yang digunakan.
Ada dua jenis trafo instrumen, yaitu trafo tegangan (voltage atau potential
transformer) dan trafo arus (current transformer). Trafo tegangan umumnya
dibuat untuk menghasilkan tegangan sekurnder 120 volt fase ke fase. Dalam
bidang relay pengaman, biasanya tegangan primer dan tegangan sekunder yang
dimaksud oleh data yang tersedia adalah tegangan fase ke fase. Tegangan primer
disediakan menurut standar tegangan yang dianut, karena itu perbandingan
transformasi jarang dipermasalahkan. Trafo arus dibuat dengan bermacam-macam
perbandingan transformasi, biasanya digunakan untuk menghasilkan arus
sekunder 5A atau 1A dalam keadaan maksimum pada saluran daya yang
bersangkutan.
Polaritas trafo instrumen biasanya ditandai (terdapat) pada trafo tersebut,
tetapi andaikata tanda tersebut tidak terbaca dapat dilakukan test (pengujian)
untuk menentukan polaritas tersebut. Tanda polaritas tersebut diperlukan apabila
relay yang bersangkutan harus membandingkan beberapa arus. Jika relay bekerja
berdasarkan besar (magnitude) arus atau tegangan saja, arah atau polaritas tidak
diperlukan.
Perbedaan antara trafo tegangan dan trafo arus yang prinsip adalah dalam
cara pemasangannya di jaringan. Trafo tegangan dihubungkan ke jaringan pada
titik-titik dimana tegangan itu ingin diukur, karena itu pemasangannya sama
dengan trafo daya, hanya saja bentuknya lebih kecil. Trafo arus dipasang seri pada
jaringan, primer dihubungkan ke saluran daya, sekunder melayani burden yang
dipasang seri pada sekundernya. Impedans kumparan primer trafo arus sangat
rendah, dan arus primer bukan dikontrol dengan burden, tetapi arus primer (arus
pada rangkaian daya atau impedans rangkaian daya). Karena itu respons kedua
jenis trafo itu sangat berbeda. Di bawah ini akan dibahas lebih lanjut hal-hal yang
perlu diketahui tentang kedua jenis trafo tersebut, dimulai dari trafo tegangan.
II. TRAFO TEGANGAN
Pada trafo tegangan, diinginkan suatu output tegangan pada sekunder Vs,
yang merupakan replika terskala yang teliti dari tegangan input pada primer Vp.
Perhatikan diagram fasor pada gambar 1. Agar hal itu tercapai, susut tegagan pada
trafo harus dibuat kecil, kerapatan fluks pada inti dibuat rendah agar berada pada
daerah liniear, sehingga arus pacuan (arus magnetisasi) trafo kecil. Syarat ini
menyebabkan ukuran trafo tegangan menjadi lebih besar daripada trafo daya
dengan rating yang sama. Dengan ukuran yang tidak berlebihan, sebaliknya arus
pacuan tidak akan cukup kecil dibandingkan dengan “rated burden” trafo
sehingga kesalahan (error) trafo praktis lebih besar.
Vp
Ip Xp
Ip Rp
Ep
-Vs
Ipl

Ic
Ie
Im
Ic
Ip


Is
Vs
Is Xs
Es
Is Rs
Gambar 1. Diagram fasor trafo tegangan
Keterangan:
Vp
Ep
Vs
Es
Ф
Ie
Im
Ic
Ө
= Primary apphod voltage
= Primary induced e.m.f
= Secondary output voltage
= Secondary induced e.m.f.
= Flux
= Exciting current
= Magnetizing component
= Iron loss component
= Phase angle error

Ip Rp
Ip Xp
Is Rs
Is Xs
Is
Ipl
Ip
= Secondary burden angle
= Primary resistance voltage drop
= Primary reactance voltage drop
= Secondary resistance voltage drop
= Secondary reactance voltage drop
= Secondary current
= Load component of primary current
= Primary currents
1. Kesalahan
Kenyataan bahwa trafo tegangan tidak dapat dibuat ideal, ditunjukkan
dengan adanya kesalahan (error), yang macamnya ada dua yaitu kesalahan nisbah
(ratio error) dan kesalahan fase (phase error). Kesalahan nisbah didevinisikan
sebagai berikut.
K n .Vs  V p
Vp
x100%
dengan Kn adalah nisbah nominal (nominal ratio), sedangkan Vs dan Vp adalah
tegangan sekunder dan tegangan primer yang sesungguhnya.
Kesalahan fase adalah beda fase antara tegangan sekunder yang dibalik,
terhadap tegangan primer, masing-masing sebagai fasor. Nilainya positif, apabila
tegangan sekunder yang dibalik itu mendahului tegangan primer. Pada gambar 1.
besar kesalahan fase trafo tegangan itu adalah 0o. Sesuai dengan standar Inggris,
kesalahan nisbah dan kesalahan fase trafo tegangan untuk pengukuran adalah
seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Batas kesalahan untuk trafo tegangan
0.9 to 1.1 times rated voltage
0.25 to 1.0 rated burden at unity power factor
Class
A
B
C
Voltage error
(per cent)
Phase error
(minutes)
± 0.5
± 1.0
± 2.0
± 20
± 30
± 60
Tabel 2. Tambahan batas kesalahan untuk protective voltage transformer
0.25 to 1.0 times rated burden at unity power factor
0.05 to 0.9 times rated
primary voltage
Class
1.1 to Vf times rated
primary voltage
Voltage error
(per cent)
Phase error
(minutes)
Voltage error
(per cent)
Phase error
(minutes)
±3
±5
± 120
± 250
±3
± 10
± 120
± 300
E
F
Untuk keperluan proteksi, ketelitian trafo tegangan selama sistem dalam
keadaan terganggu juga diperlukan, selain ketelitian dalam keadaan operasi
normal. Jika sistem mengalami hubung singkat, bagian-bagian sistem di dekat
titik hubung singkat
mengalami penurunan tegangan yang besar, dan dalam
keadaan ini trafo tegangan harus dapat bekerja dengan ketelitian yang cukup.
Ketelitian trafo tegangan yang diperlukan untuk proteksi pada bagian bawah
tegangan ditunjukkan pada kolom 2 dan kolom 3 tabel 2.
2. Faktor Tegangan
Nilai Vf pada tabel 2 adalah batas-batas tegangan kerja, dinyatakan dalam
per-unit (p.u.) terhadap tegangan rated. Nilai Vf yang harus digunakan dalam
tabel 2 tersebut terdapat dalam tabel 3. Nilai tegangan tersebut diperlukan untuk
mengoperasikan trafo tegangan secara benar, baik ditinjau dari segi ketelititan
maupun dari segi ketahanan trafo pada keadaan tegangan yang lebih dari tegangan
rated.
Tegangan yang lebih tinggi misalnya dijumpai pada waktu sistem yang
pentanahannya tidak solid mengalami hubung singkat fase ke tanah. Dalam
keadaan ini tegangan titik netral bergeser naik, sehingga tegangan fase-fase yang
lain (yang tidak terhubung ke tanah) terhadap tanah juga naik.
Tabel 3. Tegangan maksimum dan lama-berlangsung yang diizinkan
Earthing conditions
Voltage factor Vf
Duration
1.1
Not limited
Not-earthed
1.5
30s
Earthed
earthed
1.9
30s or 8
hours
Earthed
Non effectively earthed
Primary Windings
System
Effectively or non evectively
earthed Effectively
3. Penyalur Sekunder
Trafo tegangan dirancang untuk dapat teliti menghasilkan output pada
terminal-terminal sekundernya. Di atas telah disinggung bahwa ketelitian itu
dicapai antara lain dengan merancang impedans rendah pada kumparan trafo.
Apabila saluran dari trafo ke beban berimpedans tinggi (misalnya karena kawat
terlalu kecil atau terlalu panjang), saluran itu akan menimbulkan susut tegangan
yang besar, sehingga ketelitian tegangan pada titik beban tidak lagi sesuai dengan
ketelitian di terminal trafo.
Apabila beban tidak dapat dipasang berdekatan dengan trafo tegangan cara
yang ditempuh adalah dengan memasang kotak distribusi (distribution box) di
dekat trafo tegangan, dan relay serta alat ukur yang memerlukan tegangan masingmasing dihubungkan sendiri-sendiri ke kotak distribusi. Tegangan yang diterima
pada relay atau alat ukur lalu dikoreksi dengan susut tegangan pada saluran.
4. Trafo Tegangan dalam Hubungan Sisa (Residually Connected V.T)
Ketiga tegangan-fase pada sistem yang seimbang, berjumlah fasor nul.
Tetapi bila sistem mengalami hubung singkat satu fase ke tanah, keadaannya
berlainan. Jumlah ketiga fasor tegangan itu tidak nul, disebut sebagai tegangan
sisa (residual voltage). Tegangan sisa itu mempunyai arti yang sangat penting
bagi relay pengaman untuk mendeteksi dan membedakan gangguan tanah.
Tegangan sisa sistem diukur dengan memasang primer ketiga fase trafo tegangan
antara ketiga fase sistem dan tanah, sedangkan sekundernya dihubungkan seri satu
sama lain dengan dua ujung terbuka atau yang biasa disebut hubungan delta
terbuka (open delta). Skema hubungan tersebut pada gambar 2.
A
B
C
RESIDUAL
VOLTAGE
Gambar 2. Hubungan tegangan sisa
Besar tegangan sisa tersebut tiga kali besar tegangan urutan nul. Agar
tegangan urutan nul dapat muncul, haruslah terbentuk fluks urutan nul pada travo
tegangan, dan urutan ini harus ada jalan-balik (return path) bagi fluks yang
merupakan jumlah fasor (resultan) ketiga fluks fase. Itulah sebabnya trafo
tegangan tiga fase tidak cukup dibuat dengan tiga kaki (three limbs) yang biasa
dipakai untuk melilitkan kumparan, tetapi perlu ada kaki tambahan tanpa diberi
lilitan kumparan. Biasanya disediakan 5 kaki (five limbs) yang posisinya simetris,
tiga untuk lilitan kumparan fase dan dua untuk fluks sisa, yang ditempatkan di
bagian luar. Pada unit fase tunggal, inti besi sudah merupakan suatu rangkaian
magnetis yang tertutup bagi arus urutan nul, sehingga teidak diperlukan kaki
ekstra.
Di samping itu, diperlukan pentanahan pada netral primer trafo. sebab
tanpa pentanahan netral, arus urutan nul tidak dapat mengalir. Bila netral primer
tidak ditanahkan pada hubungan delta terbuka, mungkin juga terukur suatu
tegangan, tetapi itu bukan tegangan urutan nul, melainkan seluruhnya berupa
tegangan harmonik ketiga.
Agar e.m.f. mempunyai bentuk sinusoidal, dibutuhkan adanya komponen
harmonik ketiga pada arus pacuannya. Untuk suatu trafo 3 fase, arus harmonik
ketiga itu berupa arus urutan nul. Apabila karena tidak ada hubungan netral ke
tanah, tidak terdapat saluran bagi arus urutan nul, maka gelombang fluks magnit
akan berisi komponen harmonik ketiga. Sehingga e.m.f. trafo pada primer dan
sekunder juga berisi komponen harmonik ketiga. Inilah yang akan terukur pada
hubungan delta terbuka, bukan tegangan urutan nul.
Trafo tegangan sering dilengkapi dengan kumparan sekunder yang
dihubungkan bintang (star-connected secondary) dan kumparan tersier yang
dihubungkan delta terbuka (open-delta connected tertiary winding). Ada juga cara
memperoleh tegangan sisa dari trafo tegangan pembantu (auxiliary votage
transformer) hubungan bintang pada primer dan delta terbuka pada sekunder,
dengan primer dihubungkan ke sekunder trafo tegangan utama (main voltage
transformer). Agar mencapai tujuan (yaitu mengukur tegangan sisa) trafo
tegangan utama harus memenuhi semua persyaratan untuk dapat menghasilkan
tegangan urutan nul. Yaitu, harus berupa konstruksi dengan lima-kaki (untuk unit
tiga fase), titik netral primernya harus ditanahkan dan sanggup bekerja pada faktor
tegangan (voltage factor) yang diperlukan sesuai dengan pentanahan sistem daya
yang bersangkutan. Titik bintang trafo tegangan utama dan titik bintang trafo
tegangan pembantu harus diinterkoneksikan, dan trafo tegagan pembantu harus
sesuai dengan faktor tegangan yang dipilih.
III. TRAFO ARUS
Telah disinggung di muka bahwa primer trafo arus dihubungkan seri
dengan rangkaian (atau saluran) daya, dan impedans-impedans kumparan primer
sangat kecil sehingga dapat diabaikan terhadap impedans rangakaian daya, bahkan
apabila
pengaruh
transformasi
seluruh
rangkaian
sekunder
CT
ikut
diperhitungkan. Karena itu impedans rangkaian daya sepenuhnya mengontrol
besar arus yang mengalir pada CT (baik pada sisi primer maupun pada sisi
sekunder). Keadaan ini ditunjukkan pada gambar 3, yang dijadikan dasar untuk
mendapatkan rangkaian ekivalen travo arus.
Z = 21.2Ω
Burden
10 VA
300/5A
E = 6350V
(a)
11 KV source
Z = 21.2Ω
0.2Ω
IDEAL CT
E = 6350V
j50Ω
150Ω
300/5
Burden
10 VA
0.4Ω
n = 300/5A
(b)
I = 300A
Zr2 = 21.2 x 602
= 76.200Ω
Er = 6350 x 60
= 381.000V
j50Ω
SYSTEM
LOAD
0.2Ω
150Ω
(d)
0.4Ω
(c)
Gambar 3. Penurunan rangkaian ekivalen trafo arus
Pada gambar 3 (d), sebuah sumber 11 KV melayani beban 300A melalui
satu saluran. Pada saluran sepanjang CT 300/5 yang mempunyai resistans
kumparan sekunder 0.2Ω, reaktans magnetisasi 50Ω, dan resistans shunt 150Ω.
Burden to system load yang dilayani oleh CT adalah 10VA.
Gambar 3 (a) sama seperti gambar (d), hanya saja tegangan dinyatakan
terhadap netral (1/ 3 x 11 KV) = 6350 V), pada primer digambarkan impedans
system daya ( Z = 6350 V/ 300 A = 21.2Ω), impedans CT belum digambarkan.
Pada gambar 3 (b) merupakan pengembangan gambar (a), CT
digambarkan sebagai sebuah CT ideal digabung dengan reaktans magnetisasi,
resistans shunt, resistans kumparan primer = nul. Arus sekunder terbagi menjadi
dua bagian, yaitu arus shunt, yang mengalir melalui admintans shunt CT (= 1/150
+ 1/j50), dan arus ke burden yang melalui resistans kumparan sekunder (0.2Ω)
dan resistan burden (0.4Ω).
Gambar 3 (c) adalah rangkaian ekivalen dari CT bersama rangkaian daya
yang ditunjukkan pada gambar (d). Pada rangkaian ekivalen ini, impedans
rangkaian daya pada primer (Z==21.2Ω) telah dinyatakan dalam sisi sekunder,
dengan mengalikannya dengan kwadrat perbandingan transformasi (= 602), dan
tegangan sistem daya terhadap netral telah dikalikan dengan perbandingan
transformasi Er = 6350 x 60 = 381.000V). Dari rangkaian ekivalen tersebut dapat
dipelajari sifat-sifat suatu trafo arus yang perlu diketahui dalam penerapannya
untuk relay:
a) Arus sekunder CT tidak akan terpengaruh oleh perubahan impedans burden
dalam batas-batas yang luas. Sebab impedans pada primer jauh lebih besar
daripada seluruh impedans sekunder.
b) Rangkaian sekunder CT tidak boleh dibuka pada saat dirangkaian primer
masih mengalir arus, sebab apabila rangkaian sekunder terbuka, tegangan
induksi pada sekunder CT dapat menjadi sangat tinggi, sebab tegangan
tersebut hanya dibatasi (dijaga) oleh impedans magnetisasi shunt yang
nilainya tinggi, sedangkan arus sekunder seluruhnya berupa arus eksitasi.
Dalam keadaan sekunder tersambung, tegangan itu dibatasi oleh impedans
sekunder yang jauh lebih rendah daripada impedans shunt CT, dan arus
sekunder sekarang terbagi menjadi arus eksitasi dan arus ke burden.
c) Kesalahan nisbah (ratio error) dan kesalahan sudut fase (phase angle error),
dapat dihitung dari karkteristik magnetisasi dan impedans burden yang
diketahui.
1. Kesalahan (Error)
Diagram fasor umum untuk transformer seperti pada gambar 2. dapat
disederhanakan dapat disederhanakan bagi trafo arus dengan menghilangkan
detail yang tidak perlu diperhatikan dalam mempelajari sifat trafo arus. Dengan
demikian didapat diagram fasor trafo arus seperti pada gambar 4.
Is Rs
Es
Is Xs
Vs
Ir
Id
Ip
Is

Ie

Gambar 4. Diagram fasor trafo arus
Keterangan:
Es
Vs
Ip
Is
Ө
Ф
= Secondary induced emf
= Secondary output voltage
= Primary currents
= Secondary current
= Phase angle error
= Flux
Is Rs
Is Xs
Ie
Ir
Iq
= Secondary resistance voltage drop
= Secondary reactance voltage drop
= Exciting current
= Componen of Ie in phase with Is
= Component of Ie in quadrature with Is
Dari diagram di atas terlihat bahwa kesalahan timbul karena burden
dipararel oleh impedans pemacu. Ini menyebabkan sebagian kecil arus input
terpakai untuk memicu inti lilitan. Sehingga mengurangi arus yang menuju ke
burden. Hubungan fasor itu ditulis sebagai berikut:
Is
= Ip – Ie
Arus pacuan Ie tergantung kepada e.m.f pada sekunder (Es) dan kepada
impedans pemacu, Ze. Besar e.m.f. sekunder tergantung kepada impedans-diri
atau self-impedance kumparan sekunder (Zs) dan impedans burden termasuk
saluran penghubungnya (Zb), dalam hubungan sebagai berikut.
Es = Is ( Zs + Zb )
Adapun Is adalah arus sekunder CT dan Ip adalah arus primernya, dinyatakan
dalam sekunder.
Kesalahan nisbah atau kesalahan arus
Ini adalah beda antara magnitude arus primer dinyatakan dalam besaran
sekunder ( |Ip| ), dan magnitude arus sekunder ( |Is| ). Pada gambar kesalahan arus
dapat didekati dengan ( |Ir| ), yaitu magnitude komponen arus Ie yang sefase
dengan Is.
Kesalahan sudut fase
Magnitude arus Iq, yaitu komponen arus Ie yang tegak lurus terhadap Is
mengakibatkan kesalahan sudut fase, yaitu sebesar 0o. Kesalahan sudut fase dan
kesalahan arus tergantung kepada pergeseran fase antara Is dan Ie. Untuk burden
yang sedikit bersifat induktif, pergeseran fase antar Is dan Ie sangat kecil, sehingga
kesalahan sudut fase dapat diabaikan, dan yang ada satu-satunya adalah kesalahan
arus.
2. Kompensasi Lilitan
Kesalahan arus yang ditimbulkan oleh arus Ir dikompensasikan dengan
cara mengurangi jumlah lilitan sekunder sebanyak satu atau dua lilitan. Ini
menyebabkan arus sekunder sedikit lebih tinggi, dengan arus primer yang sama,
sehingga kesalahan arus menjadi lebih kecil.
Pada contoh CT gambar 3, misalnya kesalahan arus terburuk karena suatu
burden induktif pada arus rated bernilai kira-kira 1.2%. Bila perbandingan
transformasi nominal adalah 1:120, pengurangan satu lilitan sekunder akan
menaikkan arus output dengan 0,83%, sehingga kesalahan arus akan berkurang
menjadi -0,37%.
Untuk burden yang lebih rendah atau pada faktor daya yang lain,
kesalahan arus akan bergeser ke arah positif, sampai mencapai +0,7% pada
keadaan tanpa beban, bila reaktans bocor kumparan sekunder diabaikan.
Kesalahan sudut fase tidak dapat dikoreksi, tetapi perlu diingat bahwa kesalahan
itu kecil.
3. Kesalahan Gabungan (Composite Error)
Dalam standar Inggris (B.S.3938:1973), kesalahan gabungan didefinisikan
sebagai nilai r.m.s. dari perbedaan antara arus sekunder yang ideal dan arus
sekunder yang sesungguhnya. Ke dalamnya termasuk kesalahan arus dan
kesalahan fase, dan juga pengaruh harmonik yang terkandung di dalam arus
pacuan. Pada sebuah CT yang fluks bocornya dapat diabaikan dan tidak memakai
kompensasi lilitan, maka kesalahan gabungan berkorespondensi dengan nilai
r.m.s. arus pacuan, biasanya dinyatakan sebagai persentase terhadap arus primer.
Apabila impedans pacuan dimisalkan linear, maka kesalahan vektorial
(vectorial error) Ie dari diagram fasor CT adalah kesalahan gabungan yang
dimaksud itu. Tetapi dalam praktik, impedans pacuan itu tidak linear, akibatnya
arus pacuan mengandung harmonik yang menyebabkan nilai r.m.s. arus naik,
sehingga kesalahan gabungan juga betambah. Pengaruh keadaan ini terjadi pada
bagian jenuh dari inti CT.
Tabel 4. Batas kesalahan untuk berbagai kelas CT.
a) Untuk kelas 0.1 s/d kelas 1
b) Untuk kelas 3 s/d kelas 5
Untuk kelas 0.1 sampai kelas 1 kesalahan arus dan pergeseran fase pada
frekuensi rated tidak boleh melebihi angka-angka pada tabel 4.a bila nilai burden
berikisar dari 25% hingga 100% dari burden rated. Sedangkan untuk kelas 3 dan
kelas 5, kesalahan arus pada frekuensi rated tidak boleh melebihi angka-angka
pada tabel 4b. Apabila burden pada sekunder CT berkisar antara 50%
hingga120% dari rated burden.
Burden yang dipakai dalam pengujian harus mempunyai faktor daya 0,8
lagging, kecuali untuk burden kurang dari 5 VA boleh mempunyai faktor daya
1,0. Burden tidak boleh kurang dari 1VA untuk semua kasus.
1. Arus-batas-ketelitian bagi CT untuk Relay
Peralatan pengaman dimaksudkan untuk menanggapi keadaan gangguan,
dan karena itu diharapkan agar berfungsi pada nilai arus yang besar, di atas rated
normalnya. Trafo arus yang dipakai untuk tujuan ini harus dapat bekerja cukup
teliti sampai pada arus terbesar yang relevan. Nilai ini dikenal sebagai arus batas
ketelitian (accuracy limit current), yang mungkin dinyatakan dalam besaran
primer atau besaran sekunder yang setara. Nisbah (ratio) arus-batas-ketelitian
terhadap arus rated disebut faktor-batas-ketelitian (accuracy limit factor).
Kelas ketelitian CT untuk relay ditunjukkan pada tabel 5. Untuk kelas 5P
dan kelas 10P, kesalahan arus, pergeseran fase, dan kesalahan gabungan pada
frekuensi rated tidak boleh melebihi angka-angka yang diberikan pada tabel 5
untuk beban sekunder (secondary burden) 100% kali rated burden. Faktor daya
untuk keperluan test ini adalah 0,8 lagging, kecuali untuk burden kurang dari
5VA faktor daya diperbolehkan bernilai 1,0.
Tabel 5 ketelitian CT untuk kelas 5P dan 10P
Class
5P
10P
Current error at
rated primary
current (percent)
Phase
displacement at
rated current
(minutes)
Composite error at
rated accuracy
limit primary
current (percent)
±1
±3
±60
5
10
Walaupun burden untuk suatu protective CT hanya beberapa VA pada
arus rated, output yang dibutuhkan dari CT akan sangat tinggi apabila faktor batas
ketelitian yang diperlukan tinggi. Sebagai misal, dengan faktor batas ketelitian =
30 dan burden sebesar 10VA, CT tersebut mungkin harus memberikan 9000VA
kepada rangkaian sekundernya.
Kemungkinan lain, CT tersebut mungkin terbebani dengan burden yang
besar. Untuk pengaman arus lebih dan pengaman gangguan tanah, dengan bagianbagian yang konsumsi VA-nya sama pada nilai setting, bagian gangguan tanah
yang disetel pada 10% akan mempunyai impedans 100 kali impedans bagian arus
lebih yang disetel pada 100%.
Walaupun kejenuhan pada bagian-bagian relay sedikit banyak mengubah
aspek-aspek masalah tersebut, akan terlihat bahwa bagian gangguan tanah adalah
suatu burden besar yang berbahaya (severe burden), dan CT sangat mungkin
mempunyai kesalahan arus yang besar dalam hal ini. Maka di sini penggunaan
kompensasi pada CT tidak memberikan cukup manfaat.
Trafo arus sering digunakan untuk tugas ganda, yaitu untuk pengukuran
dan untuk proteksi. Dalam hal ini kelas ketelitian CT perlu dipilih berdasarkan
tabel 4 dan tabel 5 bersama-sama.
Burden CT yang dikenakan merupakan jumlah burden dari alat-alat ukur
relay. Kompensasi lilitan mungkin diperlukan di sini. Rating peralatan ukur
dinyatakan dalam rated burden dan kelas misalnya 15 VA, kelas 0,5. Rating relay
pengaman dinyatakan dalam rated burden, kelas, dan faktor batas ketelitian, misal
10 VA, kelas 10P10.
2. Trafo arus kelas X
Klasifikasi ketelitian CT yang terdapat pada tabel 5 sesungguhnya hanya
dapat dimanfaatkan untuk pengaman arus lebih. Untuk pemakaian CT pada
pengaman gangguan tanah dan pengaman gangguan arus lebih, sebaiknya
langsung dihitung tegangan sekunder (e.m.f) maksimum yang berguna yang dapat
diperoleh dari CT itu. Dalam konteks ini perlu diketahui titik-lutut (knee point)
dari kurve pacuan (excitation curve). Titik-lutut didevinisikan sebagai titik dimana
kenaikan selanjutnya sebesar 10% pada tegangan sekunder, membutuhkan
kenaikan arus pacuan sebesar 50%. Perhatikan gambar 5.
Data rancangan yang diperlukan dari suatu CT untuk proteksi secara
umum adalah tentang nilai e.m.f. titik lutut (knee point e.m.f), arus pacuan pada
titik lutut, dan nilai resistans kumparan sekunder. Trafo arus yang memenuhi
persyaratan itu digolongkan sebagai kelas x.
Exciting Voltage
VK
+10%VK
+50%IeK
IeK
Exciting Current
Gambar 5. Definisi titik-lutut pada kurve pacuan
3. Rating Arus Sekunder
Burden yang ditimbulkan oleh kebayakan relay atau alat ukur pada arus
rated, tidak banyak diperngaruhi oleh nilai rated arus itu. Ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa kumparan relay harus membangkitkan sejumlah lilitan amper
pada arus rated., sehingga jumlah lilitan relay berbanding terbalik dengan besar
arus, sedangkan impedans kumparan berbanding terbalik dengan kuadrat rated
arus.
Sambungan sekunder CT ke relay, sebaiknya tidak begitu bervariasi,
karena penampang kumparannya sudah tertentu sesuai dengan standard, tanpa
memperhatikan rating CT. Karena itu untuk saluran panjang, resistansinya akan
besar, dan burden yang diakibatkannya akan berubah kwadratis terhadap rating
arus. Sebagai contoh, saluran sepanjang 200 meter yang umm dijumpai pada relay
untuk sistem tegangan extra tinggi mempunyai resistan kira-kira 3Ω, jika
digunakan CT dengan rating 5A akan menghasilkan burden 75 VA hanya dari
saluran saja. Bila burden dari relay sebesar 10 VA, maka burden total menjadi
85VA. Burden sebesar itu membutuhkan CT yang sangat besar, khususnya jika
dikehendaki faktor batas ketelitian yang besar.
Jika rating sekunder CT dipilih 1A, burden dari saluran hanya 3VA dan
jika burden dari rated 10VA maka burden total hanya 13 VA. Ini jauh lebih kecil
dibandingkan pengaman CT dengan rating sekunder 5A, sehingga dapat dilayani
dengan CT berukuran normal. Perlu dicatat bahwa untuk lingkungan normal,
penurunan rating sekunder CT hingga kuran dari 1A, tidak memberi manfaat yang
banyak. Lebih-lebih, pada rating primer yang tinggi (2000A ke atas), perlu diberi
rating sekunder yang lebih besar agar jumlah lilitan sekunder tidak terlalu banyak.
Dalam keadaan seperti itu digunakan arus rating sekunder 2A, 5A, atau mungkin
20A untuk kasus-kasus khusus. Sesudah itu masih perlu dipasang CT pembantu
(Auxiliary CT) untuk menurunkan arus lebuh jauh (menjadi 1A).
Tegangan Sekunder Terbuka
Telah disebutkan bahwa sekunder CT tidak boleh dibuka jika pada primer
mengalir arus. Dengan sekunder terbuka, berarti tidak ada m.m.f. sekunder untuk
melawan m.m.f. yang ditimbulkan oleh arus primer, sehingga seluruh m.m.f.
primer bekerja pada inti besi sebagai besaran magnetisasi. Bila arus itu cukup
besar, inti terdorong ke arah jenuh pada tiap setengah gelombang. Dan laju
perubahan fluks (the rate of fluks change) yang tinggi ketika siklus arus primer
melalui titik nul menginduksikan e.m.f. yang tinggi pada kumparan sekunder CT.
Pada CT kecil, dengan arus primer sebesar arus rated, menimbulkan e.m.f.
beberapa ratus volt, sedangkan pada CT dengan perbandingan transformasi yang
besar, e.m.f. yang dibangkitkan oleh arus primer normal dapat mencapai beberapa
ribu volt. Dan dalam keadaan hubung singkat, tegangan sekunder terbuka menjadi
jauh lebih tinggi.
Tegangan sekunder yang tinggi itu berbahaya, tidak saja bagi isolasi CT
tetapi juga bagi keselamatan manusia. Karena itu, bila ada perlatan pada sekunder
CT akan dilepas, sedangkan arus pada primer CT tidak dapat diputus, maka
sebelum sebelumnya sekunder CT harus dihubung singkat dengan hantaran yang
kapasitas arusnya cukup (termasuk jika ada hubung singkat pada primer CT), dan
sambungan harus dibuat kuat.
4. Rating Arus Waktu-singkat
Seperti juga peralatan lain, suatu CT akan mengalami pembebanan lebih
pada waktu terjadi hubung singkat di rangkaian daya, dan karena itu perlu diberi
short time rating. Rating arus waktu singkat itu didefinisikan sebagai nilai r.m.s.
komponen arus a.c. yang harus mampu dialirkan melalui CT pada waktu yang
ditentukan tanpa menyebabkan kerusakan baik oleh efek panas maupun efek
dinamik, nilai puncak siklus pertama arus tidak boleh kurang dari 2,55 kali nilai
r.m.s. arus simetris. Dari aspek termal, waktu yang ditentukan adalah 0.25, 0.5,
1.0, 2.0, atau 3.0 detik.
Efek dinamik maksimum dialami pada siklus yang pertama, gaya yang
timbul sebanding dengan kwadrat nilai sesaat arus maksimum dan karenanya
menjadi lebih dari 3 kali lebih besar pada puncak gelombang asimetris yang
pertama, dibandingkan dengan arus simetris. Itulah sebabnya, bila sebuah CT
diberikan suatu nilai arus waktu singkat dan waktunya, CT akan mampu dialiri
arus yang lebih rendah dalam waktu yang lebih lama, dalam perbandingan terbalik
terhadap kuadrat nisbah nilai-nilai arus yang bersangkutan. Hal sebaliknya tidak
berlaku, yaitu arus yang lebih besar dari STC (Short Time Current) rating tidak
boleh dikenakan untuk waktu berapapun, kecuali jika hal itu telah memenuhi
kemampuan dinamik CT.
Download