Uploaded by ainunmasyita

hukum agraria

advertisement
MAKALAH AGRARIA
DISUSUN OLEH:
AINUN MASITA
B011181328
HUKUM AGRARIA D
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa yang jumlahnya terbatas dan
disediakan untuk manusia serta mahluk ciptaan Tuhan lainnya sebagai tempat kehidupan dan
sumber kehidupan.
Selain itu tanah sebagai ruang merupakan wahana yang harus dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Bagi bangsa Indonesia pembangunan tidak dapat
dilepaskan dari tanah. Tanah merupakan bagian penting dari usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan social dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yang memiliki nilai setrategis
karena arti kusus dari tanah sebagai factor produksi utama perekonomian bangsa dan Negara.
B.
1.
2.
3.
Rumusan Masalah
Menjelaskan pengertian hukum agrarian dan ruang lingkupnya
Menjelaskan pengertian tanah negara, hak ulayat, dan hak atas tanah
Menjelaskan tentang kebijakan Pemerintah di bidang pertanian
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi
tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa umumnya mampu
memahami tentang hokum agraria
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agraria dan Hukum Agraria dan Ruang Lingkupnya
Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu dengan
bahasa yang lainnya. Dalam bahasa latin kata agraria berasal dari kata ager dan agrarius. Kata
ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai arti sama
dengan perladangan, persawahan, pertanian. Dalam terminologi bahasa indonesia agraria
berarti urusan tanah pertanian, perkebunan, sedangkan dalam bahasa inggris kata agraria
diartikan agrarian yang selalu berarti tanah dan selalu dihubungkan dengan pertanian.
Pengertian agrarian ini, sama sebetulnya dengan agrarian laws bahkan sering kali digunakan
untuk menunjuk kepada perangkat peraturan hukum yang bertujuan mengadakan
pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikan
tanah.
Selain pengertian agraria dilihat dari segi terminologi bahasa sebagaimana di atas,
pengertian agraria dapat pula ditemukan dalam undang-undang pokok Agraria (UUPA). Hal
ini dapat ditemukan jika membaca konsiderans dan pasal-pasal yang terdapat dalam
ketentuan UUPA itu sendiri. Oleh karena itu pengertian agraria dan hukum agraria
mempunyai arti dan makna yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air, dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (pasal 1 ayat (2)). Sementara itu
pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di bawahnya
serta yang berada di bawah air (pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (1)).
Boedi Harsono memasukkan bumi meliputi apa yang dikenal dengan sebutan Landas
Kontinen Indonesia (LKI). Landasan Kontinen Indonesia merupakan dasar laut dan tubuh bumi
di bawahnya di luas perairan wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan dengan UndangUndang Nomor 4 Prp 1960 sampai ke dalam 200 meter atau lebih, di mana masih mungkin
diselenggarakan eksploitasi dan eksplorasi kekayaan alam. Penguasaan penuh dan hak
eksklusif atas kekayaan alam di landasan kontinen Indonesia tersebut ada pada negara RI
(Undang-Undang Nomor 1 tahun 1937 (LN 1937-1, TLN 2994).
Lebih jauh Boedi Harsono mengatakan bahwa pengertian air meliputi baik perairan
pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (pasal 1 ayat (5)). Dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1974 tentang pengairan (yang diubah dengan dengan UU Nomor 7 tahun 2004
tentang sumber daya air) telah diatur pengertian air yang tidak termasuk dalam arti yang
seluas itu. Hal ini meliputi air yang terdapat di dalam dan atapun yang berasal dari sumber
air, baik yang terdapat di atas muupun di bawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air
yang terdapat di laut (pasal 1 angka 3) .
Berkaitan degan pengertian air tersebut, dalam UUPA diatur pula mengenai pengertian
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk di dalamnya bahan galian, mineral
biji-bijian dan segala macam batuan, termasuk batu-batuan mulia yang merupakan endapanendapan alam (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pertambangan ). Untuk pengertian mengenai kekayaan alam yang terkandung di dalam air
adalah ikan dan semua kekayaan yang berada di dalam perairan pedalaman dan laut wilayah
Indonesia (UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang perikanan jo. UU Nomor 31 Tahun 2004). Pada
tahun 1983 hak atas kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan air terwujud
dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut
wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini diatur hak berdaulat untuk melakukan eksploitasi dan
eksplorasi dan lain-lainnya atas sumber daya alam hayati dan nonhayati yang terdapat di
dasar laut serta tubuh bumi di bawahnya dan air di atasnya.
Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, Maka dalam pengertian UUPA Hukum
Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria merupakan
suatu kelompok berbagai bidag hukum. Yang masing-masing mengatur hak-hak penguasan
atas sumber-sumber daya alam tertentu. Sedangkan di lingkungan administrasi
pemerintahan sebutan agraria dipakai dengan arti tanah, baik tanah pertanian maupun non
pertanian. Tetapi Agrarisch Recht atau Hukum Agraria di lingkungan Administrasi
Pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan perundang-perundangan yang memberikan
landasan hukum bagi penguasa dalam melaksanakan kebijakannya dibidang pertanahan.
Adanya Badan Pertanahan Nasional semenjak Keputusan Presiden No 26 tahun 1988 yang
sebagai lembaga pemerintah Non Departemen bertugas membantu administrasi pertanahan,
adapun penggunaan adminstrasi pertanahan tidaklah mengurangi lingkup pengertian agraria
karena meliputi baik tanah-tanah di daratan maupun yang berada di bawah air, baik daratan
maupun air laut.
Hukum agraria memberi lebih banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya
berbagai hal yang mempunyai hubungan pula dengannya, tetapi tidak selalu mengenai tanah.
Karena luasnya cakupan pembahasan Hukum Agraria maka pendapat beberapa pakar pun
berbeda-beda diantaranya, Subekti dan Tjitro Subono menjelaskan bahwa “hukum agraria
adalah keseluruhan ketentuan hukumperdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur
hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan
mengatur pula wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut , misalnya jual beli tanah,
sewa menyewa tanah” . Menurut Lemaire “hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum
yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum
administrasi negara”. S.J. Fockema Andreae merumuskan Agrarische Recht sebagai
keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian, tersebar
dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata, hukum pemerintahan) yang disajikan sebagai
satu kesatuan untuk keperluan studi tertentu.
Ruang Lingkup Agraria dan Hukum Agraria
Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumber daya
agraria/sumber daya alam menurut ketetapan MPR RI No.IX/MPR/2001 tentang
pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Ruang lingkup agraria/sumber
daya alam dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Bumi
Pengertian bumi menurut pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi, termasuk
pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan menurut
pasal 4 ayat (1) UUPA adalah tanah.
 Air
Pengertian air meneurut pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada di perairan
pedalaman maupun air yang berada dilaut wilayah Indonesia. Dalam pasal 1 angka3
Undang-uandang No. 11 tahun 1974 tentang pengairan, disebutkan bahwa pengertian
air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik
yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air yang
terdapat dilaut.

Ruang angkasa
Pengertian ruang angaksa menurut pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas bumi
wilayah Indonesia dan ruang diatas air wilayah Indonesia. Pengertia ruang angkasa
menurut pasal 48 UUPA, ruang diatas bumi dan air yang mengadung tenaga dan
unsur-unsur yang dapat digunakan utnuk usaha-usaha memelihara dan
mempterkembangkan kesuburuan bumi, air, serta kekayaan alam yang terkanding di
dalamnya da hal-hal yang bersangkutan dengan itu.
 Kekayaan alam yang terkandung didalamnya
Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi disebut bahan, yaitu unsur-unsur
kimia, mineral-mineral, biji-biji, dan segala macam batua, termasuk batuan-batuan
mulia yang merupakan endapat-endapan alam (undang-undang No. 11 tahun 1967
tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan). Kekayaan alam yang terkandung
di air adalah ikan dan m perairan pedalaman dan laut di wilayah Indonesia (Undangundang No. 9 tahun 1985 tentang perikanan).
B. Pengertian Tanah Negara, Hak Atas Tanah, dan Hak Ulayat
1. Tanah Negara
Istilah dan pengertian tanah negara ditemukan dalam PP No. 8 Tahun 1953 Tentang
Penguasaan Tanah-tanah negara, Pasal 1 huruf a. tanah negara, ialah tanah yang dikuasai
penuh oleh Negara. Menurut Pasal 2, Kecuali jika penguasaan atas tanah Negara dengan
undang-undang atau peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah
diserahkan kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan
atas tanah Negara ada pada Menteri Dalam Negeri.
2. Hak-hak Atas Tanah
a. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, yang berdimensi dua dengan ukuran
panjang dan lebar. Dasar dari pengaturan hukum pertanahan di Negara kita adalah Pasal 33
Ayat 3 UUD 1945. Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,
maka diadakan pembaharuan hukum bidang Agrariaan termasuk di dalamnya pembaharuan
hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh orang-orang baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
b. Pembagian Hak Atas Tanah
Di Indonesia, hak atas tanah terbagi atas bermacam-macam, baik dilihat dari jenis hak
maupun dari asal-usul surat tanah atau buktibukti hak. Dengan demikian secara garis besar
hak atas tanah dapat dibedakan sebagai berikut :
 Hak Atas Tanah Adat:
Menurut Budi Harsono Hak Ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas
lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang tertentu kepada
penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat
hukum tersebut10. Masyarakat hukum adat yang terhimpun dalam kesatuan marga
tersebut mempunyai hak atas tanah kemudian dikenal dengan nama “Hak Marga”, yaitu
hak masyarakat hukum adat yang merupakan hak ulayat dari komunitas adat yang
bersangkutan. Hak ini dimiliki dan dimanfaatkan secara bersama-sama baik secara
perseorangan maupun secara berkelompok yang diatur oleh kepala marga. Hak ulayat
marga ini pada umumnya tidak mempunyai bukti tertulis dan meliputi wilayah yang
cukup luas. Walaupun tidak tertulis akan tetapi dalam kenyataannya tetap diakui baik
oleh masyarakat hukum adat maupun oleh masyarakat luas.
 Hak Perorangan
Hak atas tanah perorangan yaitu hak individu yang ada pada mulanya berasal dari tanah
marga. Karena seseorang telah lama dan secara terus menekan bahkan secara turuntemurun mengusahakan tanah marga tersebut, maka anggota masyarakat hukum adat
mengakui bahwa tanah marga yang telah diusahakan tersebut menjadi hak individu
yang bersangkutan.
 Hak Atas Tanah menurut UUPA
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA Pasal 2 ayat (2) memberi wewenang
kepada negara untuk:
 mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
 menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
 menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1), pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi
dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Berdasarkan Hak Menguasai Negara, maka atas dasar ketentuan Pasal 2 UUPA, Negara
diberikan wewenang untuk menentukan jenis-jenis hak atas tanah12. Hal ini dapat
diketahui dari ketentuan Pasal 4 UUPA, yang menyatakan sebagai berikut;
Atas dasar Hak Menguasai Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan hukum. Hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah
itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturanperaturan yang lebih tinggi. Selain
hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditentukan pula
hak-hak atas air dan ruang angkasa. Sebagaimana implementasi dari ketentuan Pasal 4
UUPA tersebut maka ditetapkan jenis-jenis hak atas tanah sebagaimana diatur dalam
Pasal 16 UUPA yaitu :
 Hak Milik :
 Hak Guna Bangunan;
 Hak Guna Usaha;
 Hak Pakai;
 Hak Sewa;
 Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan
3. Pengertian Tanah Ulayat dan Hak Ulayat
Tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak
Ulayat. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat
hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
UU No. 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan
itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai
pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui “sepanjang menurut
kenyataannya masih ada”. Dengan demikian, tanah ulayat tidak dapat dialihkan menjadi
tanah hak milik apabila tanah ulayat tesebut menurut kenyataan masih ada, misalnya
dibuktikan dengan adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala adat
bersangkutan maka sebaliknya, tanah ulayat dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila
tanah ulayat tersebut menurut kenyataannya tidak ada atau statusnya sudah berubah
menjadi “bekas tanah ulayat”.
Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat
hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, di mana
kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya
alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan
sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun
dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang
bersangkutan. Sebagai hak dari suatu persekutuan, hak ulayat itu merupakan hak yang
terletak di lapangan hukum publik yang berisi :
 kekuasaan persekutuan untuk mengurus dan mengatur peruntukan, persediaan dan
pencadangan semua bidang-bidang tanah dalam wilayah persekutuan (kewenangan
menetapkan masterplan)
 kekuasaan persekutuan untuk mengurus dan menentukan hubungan hukum antara
warga persekutuan dengan bidang tanah tertentu dalam wilayah persekutuan
(kewenangan pemberian izin/hak atas tanah)
 kekuasaan persekutuan untuk mengurus dan mengatur hubungan hukum antar warga
persekutuan atau antara warga persekutuan dengan orang luar persekutuan
berkenaan dengan bidang-bidang tanah dalam wilayah persekutuan (izin-izin
transaksi yang berhubungan dengan tanah)
C.
Kebijakan Pemerintah di BIdang Pertanian
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian
menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat
penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini,
pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan
tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah,
Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi
menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan
pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang
bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi
pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan
adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerahdaerah kopra di Sulawesi.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap
kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selau ada saja pihak
yang memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang
dirugikan. Itulah sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada
banyak sedikitnya campur tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan
itu mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang
bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan pertanian yang lebih baik adalah yang dapat
mencapai tujuan nasional untuk menaikkan produksi secara optimal dengan
perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.
Beberapa Kebijakan di Bidang Pertanian
 Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak negara dan
biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut kebijakan harga
dan pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari kebijakan itu bertujuan
untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar
pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke
tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian penyangga (support) atas
harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung
mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika
Serikat, Jepang, dan Australia banyak sekali hasil pertanian seperti gandum, kapas,
padi, dan gula yang mendapat perlindungan pemerintah berupa harga penyangga dan
atau subsidi. Indonesia baru mulai mempraktekkan kebijakan harga untuk beberapa
hasil pertanian sejak tahun 1969
 Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat
mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan
tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari
produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani.
 Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki strukutur
produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat
pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik
prasarana fisik maupun sosial ekonomi.
 Kebijakan Pertanian dan Industri
Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh lebih kecil
daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan radio, bukubuku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga atas permintaan
beras dan bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor industri pada
umumnya lebih tinggi daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas
pendapatan atas permintaan barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas
bahan makanan pokok.
 Pendapatan Penduduk Desa dan Kota
Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat dilihat pula dalam
keperluan akan kebijakan yang berbeda antara penduduk kota dan penduduk desa.
Perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah
sedemikian rupa sehingga mempunyai akibat dalam pola pengeluaran konsumsi dan
perilaku ekonomi lain-lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum agraria dalam ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandungdidalamnya.Hukum agraria memberi lebih
banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai
hubungan pula dengannya, tetapi tidak melulu mengenai tanah.
Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan
UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.“bahwa hukum agraria
tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia,
sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan
Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua
tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong.
Download