Pluto (nama planet minor: 134340 Pluto) adalah planet katai di sabuk Kuiper dan objek transNeptunus pertama yang ditemukan. Pluto merupakan planet katai terbesar dan bermassa terbesar kedua di Tata Surya dan benda terbesar kesembilan dan bermassa terbesar kesepuluh yang mengorbit Matahari secara langsung. Pluto merupakan objek trans-Neptunus dengan volume terbesar dan massa yang sedikit lebih kecil daripada Eris, planet katai di piringan tersebar. Layaknya objek lain di sabuk Kuiper, Pluto terdiri dari batu dan es[13] dan relatif kecil—kurang lebih seperenam massa Bulan dan sepertiga volume Bulan. Pluto memiliki orbit eksentris dan miring dengan jarak 30 sampai 49 satuan astronomi (4,4–7,3 miliar km) dari Matahari. Ini berarti ada saatnya Pluto lebih dekat ke Matahari daripada Neptunus; resonansi orbit yang stabil dengan Neptunus membuat kedua planet ini tidak bertabrakan. Pada tahun 2014, Pluto berjarak 32,6 sa dari Matahari. Cahaya Matahari butuh waktu 5,5 jam untuk mencapai Pluto pada jarak rataratanya (39,4 sa).[14] Pluto ditemukan tahun 1930 dan awalnya dinyatakan sebagai planet kesembilan dari Matahari. Setelah 1992, status planetnya dipertanyakan setelah para astronom menemukan sabuk Kuiper, lingkaran objek di luar Neptunus yang mencakup Pluto dan benda-benda lainnya. Tahun 2005, Eris, yang massanya 27% lebih besar daripada Pluto, ditemukan. Persatuan Astronomi Internasional (IAU) mengeluarkan definisi resmi "planet" untuk pertama kalinya pada tahun 2006.[15] Pluto tidak sesuai dengan definisi ini dan dipindahkan ke golongan "planet katai" yang baru saja dibuat, lebih tepatnya plutoid.[16] Sejumlah astronom meyakini bahwa Pluto masih dianggap sebagai planet.[17][18][19] Pluto sejauh ini diketahui memiliki lima satelit: Charon (terbesar; diameternya separuh diameter Pluto), Styx, Nix, Kerberos, dan Hydra.[20] Pluto dan Charon kadang dianggap sistem biner karena barisenter orbit mereka terletak di antara kedua objek ini.[21] IAU belum meresmikan definisi planet katai biner, dan Charon dinyatakan secara resmi sebagai satelit Pluto.[22] Pada tanggal 14 Juli 2015, New Horizons menjadi wahana pertama yang terbang melewati Pluto.[23][24][25][26] NASA berencana melakukan pengukuran rinci dan mengambil foto-foto Pluto beserta satelit-satelitnya menggunakan wahana New Horizons.[27][28] Daftar isi 1 Sejarah o 1.1 Penemuan o 1.2 Nama o 1.3 Planet X o 1.4 Pengelompokan 1.4.1 Pengelompokan IAU 2 Orbit dan rotasi o 2.1 Hubungan dengan Neptunus o 2.2 Faktor lain o 2.3 Rotasi o 2.4 Kuasi-satelit 3 Geologi o 3.1 Permukaan o 3.2 Struktur dalam 4 Massa dan ukuran 5 Atmosfer 6 Satelit 7 Asal usul 8 Pengamatan dan penjelajahan o 8.1 Pengamatan o 8.2 Penjelajahan o 8.3 Rencana penjelajahan 9 Galeri 10 Lihat pula 11 Catatan 12 Referensi 13 Pranala luar Sejarah Penemuan Informasi lebih lanjut: Planet di luar Neptunus Foto penemuan Pluto Pada tahun 1840-an, Urbain Le Verrier menggunakan mekanika Newton untuk memperkirakan posisi planet Neptunus yang saat itu belum ditemukan setelah menganalisis perturbasi di orbit Uranus.[29] Pengamatan Neptunus pada akhir abad ke-19 membuat para astronom berspekulasi bahwa orbit Uranus dipengaruhi oleh planet lain selain Neptunus. Tahun 1906, Percival Lowell—seorang warga Boston yang mendirikan Observatorium Lowell di Flagstaff, Arizona, pada 1894—merintis proyek jangka panjang untuk mencari planet kesembilan yang ia juluki "Planet X".[30] Pada 1909, Lowell dan William H. Pickering memberi beberapa perkiraan koordinat langit untuk planet tersebut.[31] Lowell dan observatoriumnya melakukan pencarian ini tanpa hasil sampai ia meninggal dunia tahun 1916. Tanpa sepengetahuan Lowell, surveinya menangkap dua foto Pluto yang kabur pada tanggal 19 Maret dan 7 April 1915, tetapi statusnya belum diketahui saat itu.[31][32] Terdapat empat belas pengamatan pratemuan lainnya waktu itu; temuan tertua dilakukan oleh Observatorium Yerkes tanggal 20 Agustus 1909.[33] Karena terlibat sengketa hukum selama sepuluh tahun dengan Constance Lowell, istri Percival, yang berusaha merebut bagian warisan observatorium Lowell senilai jutaan dolar, pencarian Planet X dihentikan sampai tahun 1929.[34] Direktur observatorium, Vesto Melvin Slipher, langsung menyerahkan tugas pencarian Planet X ke Clyde Tombaugh, seorang warga Kansas berusia 23 tahun yang didatangkan ke Observatorium Lowell karena Slipher terpesona oleh sampel gambar astronominya.[34] Tugas Tombaugh adalah memetakan langit malam secara sistematis melalui beberapa pasangan foto, lalu mempelajari setiap pasangan foto dan menentukan objek-objek yang berpindah posisi. Menggunakan pembanding kedip, ia dengan cepat memindah-mindahkan setiap lempeng foto untuk menciptakan ilusi gerak objek yang berpindah posisi atau berubah bentuk. Pada tanggal 18 Februari 1930, setelah satu tahun mencari, Tombaugh menduga ada objek yang bergerak di lempeng foto yang diambil tanggal 23 dan 29 Januari 1930. Foto berkualitas lebih rendah yang diambil tanggal 21 Januari membuktikan pergerakan tersebut.[35] Setelah pihak observatorium mengambil foto-foto lain untuk memperkuat bukti tersebut, kabar penemuan ini disampaikan ke Harvard College Observatory tanggal 13 Maret 1930.[31] Nama Lihat pula: Venetia Burney Penemuan ini diliput secara luas di seluruh dunia. Observatorium Lowell, pemegang hak pemberian nama objek baru ini, menerima lebih dari 1.000 sumbangan nama dari seluruh dunia, mulai dari Atlas sampai Zymal.[36] Tombaugh meminta Slipher menyumbang nama untuk objek ini sebelum didahului orang lain.[36] Constance Lowell mengusulkan Zeus, Percival, dan Constance. Usulan tersebut diabaikan.[37] Nama Pluto, diambil dari dewa dunia bawah, diusulkan oleh Venetia Burney (1918–2009), pelajar berusia 11 tahun asal Oxford, Inggris, yang tertarik dengan mitologi klasik.[38] Ia mengusulkan nama ini saat sedang bercakap-cakap dengan kakeknya, Falconer Madan, mantan pustakawan di Bodleian Library, Universitas Oxford. Madan meneruskan usulan nama tersebut ke dosen astronomi Herbert Hall Turner. Turner menyampaikannya ke rekan-rekannya di Amerika Serikat.[38] Objek ini memiliki nama resmi pada 24 Maret 1930.[39][40] Setiap anggota Observatorium Lowell diberi hak suara untuk memilih satu dari tiga nama: Minerva (sudah menjadi nama asteroid), Cronus (reputasinya rendah karena diusulkan oleh astronom Thomas Jefferson Jackson See yang kurang tepercaya), dan Pluto. Pluto mendapat suara bulat.[41] Nama ini diumumkan tanggal 1 Mei 1930.[38] Setelah diumumkan, Madan memberikan Venetia hadiah sebesar £5 (setara dengan £290, atau $430 USD tahun 2016),[42].[38] Pilihan nama ini didorong oleh fakta bahwa dua huruf pertama Pluto adalah inisial Percival Lowell, dan simbol astronomi Pluto ( , unicode U+2647, ♇) merupakan monogram yang dibentuk dari huruf 'PL'.[43] Simbol astrologi Pluto mirip dengan simbol Neptunus ( memiliki lingkaran tambahan di tengah trisula ( ), tetapi ). Nama ini pun langsung disambut secara luas. Pada tahun 1930, Walt Disney tampaknya terinspirasi oleh nama ini setelah ia memperkenalkan anjing pendamping Mickey Mouse bernama Pluto, tetapi animator Disney Ben Sharpsteen tidak dapat mengonfirmasi sebab anjing tersebut diberi nama demikian.[44] Tahun 1941, Glenn T. Seaborg mengadopsi nama elemen kimia plutonium dari planet Pluto sesuai tradisi penamaan planet baru. Plutonium diberi nama setelah uranium, dari Uranus, dan neptunium, dari Neptunus.[45] Sebagian besar bahasa di dunia menggunakan nama "Pluto" dalam berbagai transliterasi.[h] Dalam bahasa Jepang, Houei Nojiri mengusulkan terjemahan Meiōsei (冥王星, "Bintang Raja (Dewa) Dunia Bawah"), dan kata ini dipinjam oleh bahasa Cina, Korea, dan Vietnam.[46][47][48] Sejumlah bahasa di India memakai nama Pluto, sedangkan bahasa-bahasa lainnya seperti Hindi memakai nama Yama, Penjaga Neraka dalam mitologi Hindu dan Buddha, demikian halnya dengan bahasa Vietnam.[47] Rumpun bahasa Polinesia cenderung memakai nama dewa dunia bawah pribumi, misalnya Whiro dalam bahasa Maori.[47] Planet X Setelah ditemukan, redupnya Pluto dan tidak adanya piringan pasti membuat gagasan Planet X Lowell diragukan.[30] Perkiraan massa Pluto diperkecil terus menerus sepanjang abad ke-20.[49] Perkiraan massa Pluto Tahun Massa Ilmuwan 1931 1 Bumi Nicholson & Mayall[50][51][52] 1948 0,1 (1/10) Bumi Kuiper[53] 1976 0,01 (1/100) Bumi Cruikshank, Pilcher, & Morrison[54] 1978 0,002 (1/500) Bumi Christy & Harrington[55] 2006 0,00218 (1/459) Bumi Buie et al.[7] Astronom awalnya menghitung massa Pluto berdasarkan dugaan pengaruhnya terhadap Neptunus dan Uranus. Pada tahun 1931, Pluto diperkirakan memiliki massa yang kurang lebih sama dengan Bumi. Perkiraan tahun 1948 menyamakan massa Pluto dengan massa Mars.[51][53] Tahun 1976, Dale Cruikshank, Carl Pilcher, dan David Morrison dari Universitas Hawaii menghitung albedo Pluto untuk pertama kalinya dan membuktikan bahwa albedo Pluto sesuai dengan ciri-ciri es metana; ini berarti Pluto sangat cerah untuk planet seukurannya sehingga ukurannya pasti kurang dari 1 persen massa Bumi.[54] (albedo Pluto 1.3–2.0 kali lebih besar daripada albedo Bumi.[2]) Pada tahun 1978, penemuan satelit Pluto, Charon, memungkinkan pengukuran massa Pluto untuk pertama kalinya: kurang lebih 0,2% massa Bumi, dan terlalu kecil bila ikut mempertimbangkan ketidaksesuaian di orbit Uranus. Beberapa pencarian Planet X alternatif selanjutnya, terutama oleh Robert Sutton Harrington,[56] gagal. Tahun 1992, Myles Standish menggunakan data penerbangan Voyager 2 saat melewati Neptunus tahun 1989 yang merevisi perkiraan massa Neptunus menjadi 0,5%—sebanding dengan massa Mars—untuk menghitung ulang pengaruh gravitasi Pluto terhadap Uranus. Dengan perhitungan baru, ketidaksesuaian orbit dan pencarian Planet X tidak berlaku lagi.[57] Kini, hampir semua ilmuwan sepakat bahwa Planet X sesuai definisi Lowell tidak pernah ada.[58] Lowell membuat prediksi orbit dan posisi Planet X pada tahun 1915 yang persis dengan orbit dan posisi Pluto pada saat itu. Setelah Pluto ditemukan, Ernest W. Brown segera menyimpulkan bahwa prediksi ini hanya kebetulan saja;[59] pendapat ini masih dipercayai sampai sekarang.[57] Pengelompokan Informasi lebih lanjut: Definisi planet Perbandingan artistik Eris, Pluto, Makemake, Haumea, Sedna, 2007 OR10, Quaoar, Orcus, dan Bumi. ( Kotak ini: lihat bicara sunting ) Sejak 1992 sampai seterusnya, banyak benda angkasa yang ditemukan mengorbit di wilayah yang sama seperti Pluto, artinya Pluto merupakan bagian dari populasi objek bernama sabuk Kuiper. Hal ini membuat status planetnya dipertanyakan. Banyak pihak mempersoalkan tergolong atau tidaknya Pluto dengan populasi sekitarnya. Direktur museum dan planetarium menciptakan kontroversi dengan menurunkan Pluto dari model planet-planet Tata Surya. Hayden Planetarium dibuka kembali—bulan Februari 2000 setelah direnovasi—dengan model delapan planet dan baru diliput secara luas hampir satu tahun kemudian.[60] Seiring ditemukannya objek-objek yang ukurannya sama dengan Pluto di wilayah tersebut, para ilmuwan berpendapat bahwa Pluto perlu dikelompokkan sebagai salah satu objek sabuk Kuiper; Ceres, Pallas, Juno, dan Vesta juga kehilangan status planetnya setelah banyak asteroid ditemukan di sekitarnya. Tanggal 29 Juli 2005, para astronom mengumumkan penemuan objek trans-Neptunus baru, Eris, yang diperkirakan lebih besar daripada Pluto. Ini merupakan objek terbesar yang ditemukan di Tata Surya sejak Triton tahun 1846. Para penemu dan pers awalnya menyebut Eris planet kesepuluh, tetapi tidak ada konsensus resmi perihal status planetnya.[61] Pihak lain di komunitas astronom menganggap penemuan ini alasan terkuat untuk mengganti status Pluto menjadi planet minor.[62] Pengelompokan IAU Artikel utama: Definisi planet IAU Perdebatan mulai muncul pada tanggal 24 Agustus 2006 seiring diterbitkannya resolusi IAU yang menetapkan definisi kata "planet" secara resmi. Menurut resolusi tersebut, ada tiga syarat utama agar suatu objek dapat dianggap sebagai "planet": 1. Objek tersebut harus mengorbit Matahari. 2. Objek tersebut memiliki massa yang cukup untuk menciptakan medan gravitasinya sendiri. Lebih spesifiknya, gravitasinya harus mengubah bentuk objek tersebut ke dalam keadaan kesetimbangan hidrostatis. 3. Objek tersebut harus membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.[63][64] Pluto gagal memenuhi syarat ketiga, karena massany hanya 0,07 kali massa objek-objek lain di orbitnya (sebagai perbandingan, massa Bumi 1,7 juta kali lipat massa objek yang tersisa di orbitnya).[62][64] IAU juga memutuskan bahwa benda-benda seperti Pluto yang tidak memenuhi syarat ketiga akan dikelompokkan sebagai planet katai. Pada tanggal 13 September 2006, IAU memasukkan Pluto dan Eris beserta sateltinya, Dysnomia, ke Minor Planet Catalogue. Masingmasing diberi penanda planet kecil resmi "(134340) Pluto", "(136199) Eris", dan "(136199) Eris I Dysnomia".[65] Apabila Pluto diberi penanda saat ditemukan, angka penandanya sekitar 1.164, bukan 134.340. Ada berbagai penolakan dari komunitas astronom terkait pengelompokan ulang ini.[66][67][68] Alan Stern, penyidik utama misi New Horizons NASA ke Pluto, menolak resolusi IAU secara terbuka; ia menyatakan bahwa "definisi ini jelek karena alasan teknis".[69] Stern keberatan karena menurut definisi baru ini, Bumi, Mars, Jupiter, dan Neptunus yang berbagi orbit dengan asteroid tidak bisa dikatakan sebagai planet.[70] Ia berpendapat bahwa semua satelit bulat berukuran besar, termasuk Bulan, justru bisa dikatakan sebagai planet.[19] Klaim Stern yang lain adalah karena kurang dari lima persen astronom yang mendukung resolusi ini, keputusan IAU tidak mewakili seluruh komunitas astronom.[70] Marc W. Buie, astronom Observatorium Lowell, menyampaikan pendapatnya soal definisi baru ini di situs webnya dan menolak definisi ini.[71] Astronom lainnya mendukung IAU. Mike Brown, astronom yang menemukan Eris, mengatakan bahwa "melalui prosedur rumit yang mirip sirkus ini, entah bagaimana muncullah jawaban yang tepat. Jawaban ini sudah dinanti-nanti. Ilmu pengetahuan pada akhirnya akan memperbaiki diri sendiri meskipun melibatkan emosi yang kuat."[72] Kegiatan promosi yang menampilkan rekonstruksi "unjuk rasa" Pluto. Para peserta memerankan pendukung (kiri) dan penentang (kanan) pengelompokan ulang Pluto Tanggapan masyarakat terhadap keputusan IAU beragam. Walaupun banyak yang menerima pengelompokan ulang ini, banyak pula pihak yang berusaha membatalkan keputusan ini lewat petisi daring agar IAU mempertimbangkan kembali definisi baru tersebut. Resolusi yang diperkenalkan oleh beberapa anggota Majelis Negara Bagian California menyebut keputusan IAU sebagai "penistaan ilmu pengetahuan".[73] Dewan Perwakilan Rakyat New Mexico mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa Pluto diakui sebagai planet di langit New Mexico sebagai penghormatan kepada Tombaugh, warga New Mexico; resolusi tersebut juga menyatakan 13 Maret 2007 sebagai Hari Planet Pluto.[74][75] Senat Illinois mengesahkan resolusi serupa pada tahun 2009 atas dasar bahwa Clyde Tombaugh, penemu Pluto, lahir di Illinois. Resolusi tersebut menegaskan bahwa Pluto "diturunkan statusnya secara tidak adil menjadi planet 'kerdil'" oleh IAU.[76] Sejumlah tokoh masyarakat juga menolak perubahan ini atas alasan tidak adanya kesepakatan di kalangan ilmuwan seputar isu ini atau kemungkinan bahwa para ilmuwan selalu mengakui Pluto sebagai planet dengan alasan sentimental sekalipun keputusan IAU menyatakan sebaliknya.[77] Pada tahun 2006, dalam pemilihan Kata Pilihan ke-17, American Dialect Society memilih plutoed (terplutokan) sebagai kata pilihan tahun 2006. "Memplutokan" berarti "menurunkan derajat atau nilai seseorang atau sesuatu".[78] Peneliti dari dua kubu yang bertentangan mengadakan pertemuan pada tanggal 14–16 Agustus 2008 di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory. for a conference that included back-to-back talks on the current IAU definition of a planet.[79] Dengan tajuk "The Great Planet Debate",[80] konferensi ini merilis pernyataan pascakonferensi bahwa para ilmuwan gagal menyepakati definisi planet.[81] Tepat sebelum konferensi ini, pada tanggal 11 Juni 2008, IAU mengumumkan bahwa kata "plutoid" akan digunakan untuk menyebut Pluto dan objek-objek lain dengan sumbu semi-mayor orbit yang lebih besar daripada sumbu semi-mayor Neptunus dan massa yang cukup untuk membuatnya nyaris bulat.[82][83][84] Orbit dan rotasi Periode orbit Pluto adalah 248 tahun Bumi. Ciri orbitnya sangat berbeda dengan ciri orbit planet yang melingkar mengelilingi Matahari dengan bidang acuan nyaris datar (ekliptika). Sebaliknya, orbit Pluto justru sangat terinklinasi relatif ke ekliptika (lebih dari 17°) dan eksentris (eliptis). Eksentrisitas yang tinggi ini berarti ada wilayah orbit Pluto yang lebih dekat dengan Matahari daripada orbit Neptunus. Barisenter Pluto–Charon mencapai perihelion pada tanggal 5 September 1989,[1][i] dan diketahui terakhir kali lebih dekat ke Matahari daripada Neptunus antara tanggal 7 Februari 1979 dan 11 Februari 1999.[85] Dalam jangka panjang, orbit Pluto berantakan (chaotic). Walaupun simulasi komputer dapat digunakan untuk memprediksi posisinya sampai beberapa juta tahun (ke depan dan belakang), setelah waktu jedanya lebih panjang daripada waktu Lyapunov (10–20 juta tahun), perhitungan komputer mulai mengarah ke spekulasi: Pluto sensitif terhadap hal-hal kecil yang tak terukur di Tata Surya dan faktor-faktor tak terbayangkan yang perlahan akan mengganggu orbitnya.[86][87] Orbit Pluto—sudut pandang ekliptika. "Sudut pandang samping" orbit Pluto (merah) menampilkan inklinasi besar ke arah ekliptika. Orbit Pluto—sudut pandang kutub. "Sudut pandang atas" menunjukkan elipsnya orbit Pluto (merah) dibandingkan orbit Neptunus (biru), dan saat-saat ketika Pluto lebih dekat dengan Matahari daripada Neptunus. Bagian yang lebih gelap di kedua orbit menunjukkan tempat perlintasan kedua planet di bawah bidang ekliptika. Foto orbit Charon mengelilingi Pluto yang diambil oleh New Horizons di sepanjang ekliptika 1924 Juli 2014 Hubungan dengan Neptunus Meski orbit Pluto tampaknya melintasi orbit Neptunus apabila dilihat secara langsung dari atas, orbit kedua objek ini sejajar sehingga mereka tidak akan pernah bertabrakan atau berdekatan. Ada beberapa alasan yang memungkinan fenomena ini. Sederhananya, seorang pengamat dapat mengamati dua orbit ini dan melihat bahwa keduanya tidak berpotongan. Ketika Pluto berada di jarak terdekat dengan Matahari, atau terdekat dengan orbit Neptunus bila dilihat dari atas, Pluto juga berada pada jarak terjauh di atas orbit Neptunus. Orbit Pluto melintas kira-kira 8 SA di atas orbit Neptunus sehingga mencegah terjadinya tabrakan.[88][89][90] Titik naik dan turun Pluto, yaitu titik-titik saat orbitnya melintasi ekliptika, saat ini terpisah dari titik naik dan turun Neptunus sebesar lebih dari 21°.[91] Ini sendiri tidak cukup untuk melindungi Pluto; perturbasi dari beberapa planet lain (khususnya Neptunus) mampu mengubah beberapa aspek orbit Pluto (misalnya presesi orbitnya) dalam kurun jutaan tahun dan meningkatkan kemungkinan tabrakan. Ada beberapa mekanisme lain yang memengaruhi Pluto. Salah satunya, Pluto berada dalam resonansi gerak rata-rata 2:3 dengan Neptunus, artinya setiap kali Pluto melakukan dua putaran orbit, Neptunus melakukan tiga putaran. Kedua objek ini kemudian kembali ke posisi awalnya dan siklus ini berulang kembali; setiap siklus berlangsung sekitar 500 tahun. Dalam siklus 500 tahun, pola ini sangat teratur sehingga ketika Pluto pertama kali berada di dekat perihelion, Neptunus berada lebih dari 50° di belakang Pluto. Ketika Pluto mendekati perihelion kedua, Neptunus sudah mengitari satu setengah orbitnya dengan jarak yang sama di depan Pluto. Jarak minimal Pluto dan Neptunus adalah lebih dari 17 SA, lebih besar daripada jarak minimal Pluto dan Uranus (11 SA).[90] Resonansi 2:3 antara kedua objek ini sangat stabil selama jutaan tahun.[92] Ini mencegah perubahan orbit relatif terhadap satu sama lain; siklus ini selalu berulang dengan cara yang sama sehingga kedua objek ini tidak akan bisa melintas dekat satu sama lain. Bahkan apabila orbit Pluto tidak berinklinasi tinggi, kedua objek ini tidak akan bisa bertabrakan.[90] Faktor lain Berbagai penelitian membuktikan bahwa selama jutaan tahun, sifat umum kesejajaran orbit Pluto dan Neptunus tidak berubah.[88][93] Ada beberapa resonansi dan interaksi lain yang mengatur halhal rinci dari gerak relatif keduanya dan menstabilkan Pluto. Resonansi dan interaksi ini berasal dari dua mekanisme tambahan (selain resonansi gerak rata-rata 2:3). Pertama, argumen perihelion Pluto, sudut antara titik tempat Pluto melintasi ekliptika dan titik tempat Pluto berada pada jarak terdekat dengan Matahari, mengalami librasi sekitar 90°.[93] Ini berarti ketika Pluto berada pada jarak terdekat dengan Matahari, Pluto berada di titik terjauh di atas bidang Tata Surya sehingga mencegah pertemuan dengan Neptunus. Hal ini merupakan akibat langsung dari mekanisme Kozai,[88] mekanisme yang mengaitkan eksentrisitas suatu orbit terhadap inklinasinya ke benda sumber perturbasi yang lebih besar—Neptunus dalam kasus ini. Relatif terhadap Neptunus, amplitudo librasinya 38°, jadi pemisahan sudut perihelion Pluto dengan orbit Neptunus selalu lebih besar daripada 52° (90°–38°). Pemisahan sudut terdekat seperti ituterjadi setiap 10.000 tahun sekali.[92] Kedua, bujur titik kenaikan kedua benda angkasa ini—titik tempat keduanya melintasi ekliptika—berada dalam keadaan nyaris resonansi dengan librasi atas. Ketika dua bujur tersebut sama—contohnya seseorang menggambar garis lurus melintasi kedua titik dan Matahari— perihelion Pluto terletak tepat di sudut 90° sehingga Pluto berada pada jarak terdekat dengan Matahari saat Pluto berada di jarak tertinggi di atas orbit Neptunus. Ini disebut superresonansi 1:1. Semua planet Jovian, terutama Jupiter, memainkan peran penting dalam pembentukan superresonansi ini.[88] Untuk memahami sifat librasi, seorang pengamat perlu mengambil sudut pandang kutub, melihat ke bawah di ekliptika dari tempat yang jauh tempat planet-planet mengorbit berlawanan arah jarum jam. Setelah melewati titik kenaikan, Pluto berada di dalam orbit Neptunus dan bergerak lebih kencang, mendekati Neptunus dari belakang. Tarikan graitasi yang kuat antara keduanya mengakibatkan momentum sudut pindah ke Pluto dari Neptunus. Pluto pun bergerak ke orbit yang sedikit lebih besar dan bergerak sedikit lebih lambat menurut hukum ketiga Kepler. Perubahan orbit ini memiliki dampak perlahan terhadap perubahan perihelion dan bujur orbit Pluto (dan Neptunus secara perlahan). Setelah terulang berkali-kali, Pluto melambat dan Neptunus semakin cepat sehingga Neptunus bertemu Pluto di sisi berlawanan orbitnya (dekat titik berlawanan tempat pengamat memulai eksperimen ini). Proses ini kemudian dibalik, dan Pluto kehilangan momentum sudutnya ke Neptunus, sampai Pluto bergerak semakin cepat sehingga bertemu Neptunus lagi di titik aslinya. Seluruh proses ini berlangsung selama 20.000 tahun dari awal sampai akhir.[90][92] Rotasi Periode rotasi Pluto (satu hari) setara dengan 6,39 hari Bumi.[94] Seperti Uranus, Pluto berotasi di "sisinya" pada bidang orbitnya dengan kemiringan sumbu 120°, jadi variasi musimnya ekstrem; saat titik balik matahari, seperempat permukaannya mengalami siang sepanjang tahun, sedangkan seperempat lainnya malam sepanjang tahun.[95] Siang di Pluto tergolong lemah, mirip subuh di Bumi; NASA telah membuat kalkulator "Waktu Pluto" yang menyesuaikan cahaya di Bumi dengan cahaya di Pluto pada siang hari. Misalnya, tanggal 13 Juli 2015, di koordinat Applied Physics Laboratory tempat wahana New Horizons dibangun, Waktu Pluto adalah 20:38,[96][97] empat menit lebih lambat daripada senja semu pukul 20:34 di koordinat tersebut menurut NOAA.[98] Kuasi-satelit Sedikitnya terdapat satu benda minor, (15810) 1994 JR1, yang menjadi kuasi-satelit Pluto, sejenis konfigurasi orbit bersama.[99] Benda tersebut sudah menjadi kuasi-satelit Pluto selama kurang lebih 100.000 tahun dan akan tetap menjadi kuasi-satelit sampai 250.000 tahun berikutnya. Perilaku kuasi-satelit ini terjadi setiap 2 juta tahun sekali.[99][100] Diduga terdapat beberapa orbit bersama (co-orbit) Pluto lainnya.