Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Evaluasi Pengaruh Ketidakseimbangan Beban Trafo Distribusi 20 kV Penyulang Toddopuli Wa Ode Sitti Hajriani F.A. 1), Syarifuddin2), Satriani Said Akhmad3) 1 Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D3 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] 3 Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] Abstrak Dalam penyaluran tenaga listrik ternyata sukar diperoleh beban yang seimbang, terutama beban-beban satu fasa yang mendapat pelayanan dari sistem tiga fasa. Sehingga keadaan ini dapat mengakibatkan rugi-rugi daya dan bagi konsumen yaitu tejadinya penurunan tegangan. Hal ini terjadi karena adanya arus yang mengalir pada penghantar netral trafo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidakseimbangan beban yang diakibatkan oleh beban satu fasa sistem distribusi tiga fasa, rugi daya jaringan, dan penghantar netral yang ditimbulkan akibat beban yang tidak seimbang. Sehubungan dengan itu, penelitian ini dilakukan di penyulang Toddopuli pada PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif dan simulasi menggunakan ETAP Power Station 12.6.0. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa nilai faktor ketidakseimbangan trafo distribusi 20 kV pada Penyulang Toddopuli adalah sebesar 0,14 dengan nilai ini dapat dikatakan masih dalam keadaan seimbang dan masih dapat ditolerir oleh PLN, dengan besar rugi-rugi daya jaringan 415,70 kW dan 23,88 kW pada penghantar netral trafo dengan selisih tertinggi antara hasil simulasi ETAP 12.6.0 dengan perhitungan manual mengenai rugi-rugi daya jaringan terdapat pada gardu dengan kode GT.PT005. Keywords: Transformator, Faktor Ketidakseimbangan, Rugi-Rugi Daya. I. PENDAHULUAN Dalam menjaga stabilitas sistem tenaga listrik, kualitas daya merupakan hal yang penting. Untuk menjaga stabilitas tersebut perlu diperhatikan pembebanan pada transformator distribusi. Karena dalam analisis pembebanan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi beban lebih akibat beban tidak seimbang. Sehingga perencanaan sistem akan selalu berusaha untuk menyeimbangkan beban-beban satu fasa atau perfasa sedemikian rupa agar dapat mengalirkan arus seimbang pada salurannya, namun dalam mengalirkan tenaga listrik tersebut terjadi pembagian beban-beban yang pada awalnya merata tetapi karena ketidakserempakan waktu pemakaian atau penyalaan beban-beban tersebut maka menimbulkan ketidakseimbangan beban yang berdampak pada penyediaan tenaga listrik, ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa (fasa R, fasa S, dan fasa T), inilah yang menyebabkan mengalirnya arus di netralnya transformator, arus netral inilah yang menimbulkan rugi-rugi pada transformator sehingga kemampuannya dalam melayani beban menurun. Oleh karena itu diperlukan data untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ketidakseimbangan beban terhadap rugirugi pada transformator. Dalam melakukan penelitian ini objek penelitian akan dilakukan pada transformator di Penyulang Toddopuli. Pemilihan Penyulang Toddopuli berdasarkan data pengukuran beban trafo distribusi pada PT PLN (Persero) Wilayah SULSELRABAR Rayon Panakkukang. yang pernah mengalami gangguan pada tahun 2017. Berdasarkan permasalahan di atas maka dari itu penulis mengambil judul tentang “Evaluasi Pengaruh Ketidakseimbangan Beban Trafo Distribusi 20 kV Penyulang Toddopuli”. II. KAJIAN LITERATUR A. Sistem Saluran Distribusi Tenaga Listrik Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (bulk power source) sampai ke konsumen. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan tegangan dari 11 kV sampai 24 kV di naikan tegangannya oleh Gardu Induk (GI) dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV, 154 kV, 220 kV atau 500 kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I2.R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke pelanggan 1 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 konsumen. Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan transformator step-up. Nilai tegangan yang sangat tinggi ini menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain itu juga tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan transformator step-down. Dalam hal ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. [1] [2] 978-602-18168-7-5 D. Sistem Distribusi Sekunder dengan Beban Tak Seimbang Pembebanan tidak seimbang ini terjadi pada transformator yang distribusi akibat karakteristik beban yang terhubung pada transformator berbeda-beda untuk ketiga fasanya. Keadaan seimbang adalah suatu keadaan ketika: IS IT 120º 120º 120º IR Gambar 2 Vektor Diagram Arus Keadaan Beban Seimbang (Badaruddin, 2012) [4] Gambar 1 Pengelompokan Sistem Distribusi Tenaga Listriik. (Suhadi dkk, 2008) B. Transformator Transformator merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk menyalurkan daya/tenaga dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya. Transformator menggunakan prinsip hukum Faraday dan hukum Lorentz dalam menyalurkan daya, dengan arus bolak-balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi magnet. C. Klasifikasi Beban Setelah mengetahui mengenai definisinya, beban listrik itu sendiri kemudian diklasifikasikan atau dikelompokkan kedalam beberapa kelas-kelas. Pengelompokkan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pola konsumsi energi listrik pada tiap sektor yang memiliki beban. Oleh karena itu penyedia energi pada bagian distribusi pun dapat membagi bagian-bagian beban agar seimbang penggunaanya dan tetap memiliki cadangan energi yang cukup. Sehingga pengklasifikasian beban ini dianggap perlu agar dapat diketahui berapa jumlah beban dan berapa jumlah daya yang akan disalurkan untuk menjalankan beban tersebut. Berdasarkan jenis konsumen energi listrik, secara garis besar, ragam beban dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis seperti di bawah ini. 1) Beban rumah tangga, 2) beban komersial, 3) beban industri, 4) beban fasilitas umum (Suswanto, 2009:186). [3] [7] 1) Ketiga vektor arus/tegangan sama besar, 2) ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain (Pursito, 2013:3). [5] Sedangkan beban dikatakan berada dalam keadaan tidak seimbang adalah ketika berada pada posisi berikut ini. 1) Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk susdut 120º satu sama lain, 2) ketiga vektor tidak sama besar dan membentuk sudut 120º satu sama lain, 3) ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu sama lain (Badaruddin, 2012:10). IS 135º IT 105º 120º IN IR+IT IR Gambar 3 Vektor Diagram Arus Keadaan Beban Tak Seimbang (Badaruddin, 2012) E. Arus Netral Akibat Beban Tak Seimbang Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik dikenal sebagai arus yang mengalir pada kawat netral di sistem distibusi tegangan rendah tiga fasa empat kawat (R,S,T dan N). Arus netral ini akan muncul jika kondisi beban tidak seimbang dan karena adanya arus harmonisa akibat beban non linear. 2 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 IT Arus Saluran VTN VRN - N R + T IR - VSN IS S Sumber Terhubung Y Arus Fasa N + R IN S Beban Terhubung Y Arus di penghantar netral dalam keadaan seimbang bernilai 0 Gambar 4 Sistem Distribusi dengan Arus Netral Akibat Beban Tak Seimbang (Suhadi,2008) Untuk arus tiga fasa dari suatu sistem yang tidak seimbang dapat juga diselesaikan dengan metode komponen simetris. Metode ini telah dipaparkan oleh Fortescue yang membuktikan bahwa suatu sistem yang tidak seimbang dari fasor yang berhubungan dapat diuraikan menjadi sistem dengan fasor seimbang yang dinamakan komponen-komponen simetris. Dengan menggunakan notasi-notasi yang sama seperti pada tegangan akan didapatkan persamaan untuk arus fasanya : = + + (1) = + + (2) = + + (3) Dengan tiga langkah yang dijabarkan dalam menentukan urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol terlebih dahulu, maka arus-arus urutan juga dapat ditentukan dengan cara yang sama, sehingga didapatkan juga : = ( + + ) (4) = ( + + ) (5) = ( + + ) (6) Dengan : I1 = Arus urutan positif (A) I2 = Arus urutan negatif (A) I0 = Arus urutan nol (A) = 120 Arus urutan positif berasal dari komponen urutan positif, komponen ini terdiri dari 3 fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasor 120 , dan mempunyai urutan fasor yang sama dengan fasor aslinya. Sedangkan arus urutan negatif berasal dari komponen urutan negatif, komponen ini terdiri atas 3 fasor yang sama terpisah dengan lainnya dalam fasa sebesar 120 , dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya. Dan arus urutan nol berasal dari komponen urutan nol, komponen ini terdiri atas 3 fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa nol antara simetris fasor yang satu dengan yang lainnya. Pada komponen simetris simbol a dipergunakan untuk menunjukkan operator yang menimbulkan sautu perputaran sebesar 120 dengan arah yang berlawanan dengan arah perputaran jarum jam. Operator semacam ini adalah bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya 120 dan difenisikan sebagai: = 1 120 atau = - 0,5 + j0,866 978-602-18168-7-5 Dalam sistem tiga fasa empat kawat ini jumlah arus sama dengan arus netral yang kembali lewat kawat netral, jadi: + + = (7) Dengan mensubsitusikan persamaan (6) ke (7) maka diperoleh. =3 (8) Rugi-rugi daya listrik pada sistem distribusi dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain faktor konfigurasi dari sistem jaringan distribusi, transformator, kapasitor, isolasi dan rugi – rugi daya listrik. Jika suatu arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada penghantar tersebut akan terjadi rugi-rugi daya menjadi panas karena pada penghantar tersebut terdapat resistansi. Rugi-rugi dengan beban terpusat pada ujung saluran distribusi primer dirumuskan sebagai berikut: V = I ( R cos φ + X sin φ ) L (9) P = 3 I2 . R . L (10) Dengan : I = Arus yang mengalir per fasa (Ampere) R = Resistansi saluran per fasa (Ohm/km) X = Reaktansi saluran per fasa (Ohm/km) Cos φ = Faktor daya beban (0,85) L = Panjang saluran (km) Pemilihan jenis kabel yang akan digunakan pada jaringan distribusi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan dari suatu sistem tenaga listrik karena dapat memperkecil rugi-rugi daya. F. Faktor Ketidakseimbangan Beban Apabila impedansi ZR , ZS, dan ZT tidak sama maka nilai arus-arus IR, IS, dan IT tidak sama, sehingga tegangan VR , VS, dan VT tidak sama pula. Nilai impedansi dapat diperoleh jika nilai tegangan dan arus diketahui dan dapat dirumuskan sebagai berikut: (11) Perbandingan antara nilai komponen urutan negatif dengan komponen urutan positif disebut faktor ketidakseimbangan beban (unbalance factor) atau dapat disingkat dengan F. Apabila data yang diketahui merupakan nilai tegangan, maka faktor ketidakseimbangan beban dinyatakan berdasarkan perbandingan antara tegangan urutan negatif dengan tegangan urutan positif, yaitu: (12) Apabila data yang diketahui merupakan nilai arus, maka faktor ketidakseimbangan beban dinyatakan dengan berdasarkan perbandingan antara arus urutan negatif dengan arus urutan positif, yaitu: (13) Dengan : FK = Faktor ketidakseimbangan beban V1 = Tegangan urutan negatif (Volt) V2 = Tegangan urutan positif (Volt) I1 = Arus urutan positif (Ampere) I2 = Arus urutan negatif (Ampere) Pada sistem distribusi tiga fasa empat kawat terdapat komponen utama urutan nol, sehingga untuk menentukan 3 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 faktor ketidakseimbangan beban, maka komponen urutan nol tersebut dihilangkan. G. ETAP Power Station 12.6.0 ETAP (Electric Transient and Analysis Program) PowerStation 12.6.0 merupakan suatu perangkat lunak yang mendukung sistem tenaga listrik. Perangkat ini mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi tenaga listrik, online untuk pengelolaan data real-time atau digunakan untuk mengendalikan sistem secara real-time. [6] III. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penyulang Toddopuli pada GI Panakukkang menjadi salah satu objek dengan terfokus pada data pembebanan trafo ditsribusi pada bulan Oktober-Desember 2017. Berikut flowchartnya: Mulai Pengumpulan Data: 1.Single line diagram Penyulang Toddopuli 2.Data Pengukuran Toddopuli GI Panakukkang Beban Penyulang 3. Data Panjang Penghantar dari penyulang Toddopuli Perhitungan Faktor Ketidakseimbangan Beban Analisis Ketidakseimbangan Beban Tidak Simulasi dengan menggunakan aplikasi ETAP Power Station 12.6.0 Simulasi Berhasil Ya Pembuatan Laporan Selesai Gambar 5 Flowchart Penelitian Adapun teknik pengumpulan data adalah dengan melakukan studi literartur yang terkait dengan judul, melakukan observasi lapangan pada beban yang diteliti serta mengambil data-data yang dibutuhkan lalu melakukan wawancara kepada karyawan sistem distribusi mengenai masalah dan menganalisis data yang digunakan menggunakan analisis deskriptif dan simulasi. Data-data pengukuran pada jaringan distribusi yang telah penulis dapatkan, dihitung dan kemudian disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak ETAP Power Station versi 12.6.0. Dari hasil simulasi tersebut penulis dapat menganalisa permasalahan yang ada, serta membandingkan rugi-rugi daya pada tiap gardu distribusi di penghantar penyulang. 978-602-18168-7-5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Menentukan Beban Tak Seimbang pada Trafo Distribusi Dari data yang diperoleh selama mengadakan penelitian di PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang maka diperoleh data pengukuran beban pada penyulang Toddopuli di daerah Panakukkang. Pengukuran ini dilakukan dengan memperkirakan saat terjadinya beban maksimum, dengan untuk beban perumahan dan penerangan dilakukan pada malam hari. Pengukuran dilakukan dimalam hari, sebab penggunaan beban paling tinggi untuk jenis beban rumah tangga paling banyak terjadi di malam hari. Oleh karena itu untuk mengevaluasi pengaruh ketidakseimbangan beban pada trafo Toddopuli maka dapat dilakukan dengan menghitung beban tak seimbang yang ada pada trafo tersebut. Sebelum menentukan nilai arus komponen positif dan negatif, maka perlu diketahui bahwa faktor daya beban yang diperbolehkan oleh PLN adalah sebesar 0,85 sehingga cos R = cos S = cos T = 0,85 dengan urutan fasa R, S, dan T dan fasa R sebagai fasa referensi. Untuk arus tiga fasa dari suatu sistem yang tidak seimbang dapat diselesaikan dengan metode komponen simetris. Pada data pengukuran telah diperoleh nilai arus pada urutan fasa R, S, dan T sehingga hal ini akan mempermudah dalam menganalisanya kedalam arus urutan positif dan negatif. Arus urutan positif disimbolkan dengan I1 dan arus urutan negatif disimbolkan dengan I2 . Dengan mengambil satu sampel trafo distribusi yang dimana trafo ini merupakan salah satu trafo yang memiliki pembagian jurusan penampang terbanyak yaitu sebanyak empat jurusan, pada trafo ini berdasarkan data yang diperoleh, memiliki nilai persen pembebanan yang cukup tinggi yaitu 99.68%. Oleh karena itu untuk melihat seberapa besar faktor ketidakseimbangan dari trafo ini, maka perlu untuk dilakukan perhitungan. Trafo ini adalah trafo distribusi yang memiiki kode GT.PTP014. Dimana sebuah gardu trafo distribusi ini beralamatkan di Jl. Anggrek Raya Komp. Maizonet Dekat Pasar Hobby, berdasarkan observasi lapangan, rata-rata jenis beban yang digunakan pada gardu ini adalah beban rumah tangga, berikut adalah data pengukurannya: A. Tabel 1. Tabel Data Pembebanan Trafo GT.PTP014/Jl. Anggrek Raya Komp.Maizonet Dekat Pasar Hobby N o. Kode Gard u Alamat/Lokas i Gardu Kapasitas Trafo/ S (kVA) 1 GT.P TP01 4 Jl.Anggrek Raya Komp. Maizonet Dekat Pasar Hobby 200 Arus (A) IR IS IT IN 276 32 9 28 9 86 Teganga n V(Volt) F-F 396 Sumber: PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang Setelah mengambil salah satu sample gardu distribusi untuk diteliti maka selanjutnya dapat dihitung arus urutan positif dan negatifnya dengan menggunakan persamaan (4) dan (5), maka penyelesainnya: Diketahui: IN = 86 A V = 396 Volt 4 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Maka = ( +a + = (276 (1 0º + 1 120º)2 . 289 120º) = (276 240º . 289 ) 120º) = (276 0º . 329 0º + 329 0º + 329 240º + 0º +1 0º + 289 360º ) = ( 276 + 329 + 289 ) = +1 = 298 A = ( + +a ) = ( + +a ) = (276 0º + (1 120º . 289 120º) = (276 0º + 1 120º . 289 120º) = (276 240º ) = (46,42 0º)2 . 329 º . 329 240º 240º + 1 = 15,47 0º + 329 º + 289 -44,42º ) -44,42º A [12] Berikut adalah penjelasan mengenai perhitungannnya. Untuk dapat menjumlahkan nilai yang berada di dalam kurung yaitu nilai bilangan polar maka sebelumnya harus diubah terlebih dahulu kedalam bilangan rectangular, berikut adalah penjabarannya: Nilai dari = (276 0º + 329 º + 289 240º ) Kemudian di jabarkan menjadi tiga bagian sebab nilai dari tiap masing-masing bilangan polar perlu diubah satu persatu kedalam bilangan rectangular, Berikut adalah perhitungan dari hasil yang diperoleh diatas: - IR = 276 0º (Bentuk Bilangan Polar dari IR ) Untuk dapat mengubah bilangan polar kedalam bilangan rectangular maka perlu diketahui terlebih dahulu nilai dari a dan b, kedua nilai tersebut merupakan variable dari rumus bilangan rectangular yaitu a + jb. a = 276 cos 0º b = 276 sin 0º IR = a + jb IR = 276 + j (0) Maka nilai IR dalam bentuk bilangan rectangular adalah sebesar 276 + j (0) . - IS = 329 º (Bentuk Bilangan Polar dari IS ) a = 329 cos 120º b = 329 sin 120º a = 329 (-0,5) b = 329 (0,86) a = -164,5 b = 282,94 IS = a + jb IS = -164,5 + j 282,94 Maka nilai IS dalam bentuk bilangan rectangular adalah sebesar -164,5 + j 282,94. - IT = 289 240º (Bentuk Bilangan Polar dari IT ) 978-602-18168-7-5 a = 289 cos 240º b = 289 sin 240º a = 289 (-0,5) b = 289 (-0,86) a = -144,5 b = -250,28 IT = a + jb IT = -144,5 – j 250,28 Maka nilai IT dalam bentuk bilangan rectangular adalah sebesar -144,5 – j 250,28. Ketiga nilai diatas kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai yang dapat di bagi dengan tiga pada penetuan nilai komponen urutan negatif. = (276 0º + 329 º + 289 240º ) = ( 276 + j (0) + ( -164,5 + j 282,94 ) + (144,5 – j 250,28) ) = ((276-164,5-144,5) + j (0 + 282,94 – 250,28)) = (-33 + j 32,66 ) (Dalam bentuk rectangular) Maka telah diperoleh nilai dari penjumlah ketiga bilangan rectangular yaitu -33 + j 32,66. Namun nilai ini belum mencapai nilai akhirnya, sebab nilai akhirnya harus kembali diubah kedalam bentuk bilangan polar seperti semula. Sehingga untuk dapat memperoleh hasil dari nilai urutan negatifnya (I2) maka nilai dari bentuk rectangular harus diubah kembali menjadi bentuk polar: = (-33 + j 32,66 ) Dengan mengambil perumpamaan bahwa nilai -33 adalah nilai dari a dan 32,66 merupakan nilai dari b, maka berikut penyelesainnya. = = = = = = 46,42 = = - 44,42 º Maka diperoleh bentuk bilangan polar dari bilangan rectangular -33 + j 32,66 adalah sebesar 46,42 44,42º. Sehingga nilai akhir dari nilai arus urutan negatif adalah: = (46,42 -44,42º ) = 15,47 -44,42º A Dengan menggunakan persamaan (13). Maka harga faktor ketidakseimbangan ( ) beban pada GT.PTP014 dapat diketahui: = = 0,05 A Nilai faktor ketidakseimbangan umumnya bernilai 0-1, apabila berada pada nilai 0 maka masih dapat dikatakan seimbang. Namun apabila berada pada nilai diatas 1 maka dikatakan bahwa beban tidak seimbang. Dengan menggunakan persamaan faktor ketidakseimbangan dan cara penyelesaian seperti diatas, maka menghitung 5 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 besarnya faktor ketidakseimbangan beban pada trafo distribusi lainnya pada Penyulang Toddopuli pada lampiran I dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan apabila digambarkan kedalam vektor diagram arus untuk keadaan beban tak seimbang pada gardu trafo GT.PTP014 maka dapat dilihat sebagai berikut: Diketahui: IR = 276 0º IS = 329 240º IT = 289 120º Sehingga apabila akan digambarkan ke dalam vektor diagram arus maka bilangan polar dari setiap fasa harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk rectangular. Setelah diubah ke dalam bentuk rectangular maka berikut adalah hasil yang diperoleh: IR = 276 + j 0 IS = -164,5 – j 282,94 IT = - 144,5 + j 248,54 Dengan nilai Arus Netral (IN) yang muncul dapat di dapatka dengan persamaan 16 pada halaman 29. Yaitu: IR + I S + IT = IN 276 + j0 + (-164,5) – j282,94 + (-144,5) + j 248,54 = IN 276 – 164,5 – 144,5 + j0 – j282,94 + j248,54 = IN -33 – j 34,4 = IN 47,66 46,17º Setelah mendapatkan nilai rectangular pada masingmasing fasa maka selanjutnya dapat digambarkan kedalam bentuk diagram arus sebagai berikut: Gambar 6 Vektor Diagram Arus Keadaan Tak Seimbang pada GT.PTP014 Dengan mengambil salah satu sampel pada gardu trafo yang ada maka dapat di tampilkan kedalam bentuk ETAP 12.6.0 dengan menggunakan simulai ULF (Unbalanced Load Flow) Analysis sebagai berikut: Gambar 7 Contoh Report Ketidakseimbangan Arus pada Aplikasi ETAP 12.6.0 Mengidentifikasi Rugi-Rugi Daya Setelah mendapatkan nilai faktor ketidakseimbangan dari masing-masing trafo distribusi dan menganalisa ketidakseimbangannya maka selanjutnya perlu diektahui seberapa besar rugi-rugi daya yang terjadi. Rugi-rugi daya pada suatu sistem distribusi dapat terjadi karena adanya arus yanga mengalir suatu penghantar. Untuk mengidentifikasi rugi-rugi daya yang terjadi maka perlu diketahui terlebih dahulu besar dari nilai resistansi dan reaktansi pada suatu penghantar. Pada penyulang toddopuli transformator distribusi GT.PTP014 menggunakan jenis kabel penghantar LVTC (Low Voltage Twisted Cable) 3 kawat penghantar fasa dan 1 kawat penghantar netral dengan ukuran 3 x 70 + 1 x 50 mm2. Dengan panjang penghantar pada penyulang ini adalah sebesar 10,66 km. Menurut SPLN No.64 Tahun 1985, nilai resistansi dan reaktansi pada suatu kabel penghantar dapat dilihat pada tabel karakteristik penghantar alumunium JTR (Jaringan Tegangan Rendah). B. Tabel 2 Tabel Karakteristik Penghantar Alumunium JTR Resistansi Reaktansi Penghantar pada f = Penghantar KHA Pada 28 ºC 50 Hz (A) (ohm / km) (ohm / km) Jenis Ukuran Fasa Netral 3x35+1x50 125 0,894 0,599 0,3790 mm2 3x50+1x50 154 0,661 0,599 0,3678 mm2 Kabel Twisted 3x70+1x50 196 0,457 0,599 0,3572 mm2 3x95+1x50 242 0,317 0,599 0,3449 mm2 Sumber: PT. PLN (Persero) 2010. Kriteria Desain Enjiniring Konstruksi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik dan SPLN No. 64 Tahun 1985 [8] [9] 6 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Dengan menggunakan persamaan (9) dan (10), maka rugi-rugi dengan beban terpusat pada ujung saluran distribusi primer dan diketahui panjang saluran distribusi sekunder pada trafo tersebut adalah sebesar 0,2 km maka dapat dihitung sebagai berikut: Nilai Cos φ = 0,85 sehingga untuk memperoleh dari nilai Sin φ maka dapat diselesaikan dengan, - Sin φ = … Cos φ = 0,85 Sin2 φ + cos2 φ = 1 Sin2 φ + (0,85)2 = 1 Sin2 φ + 0,72 = 1 Sin2 φ = 0,28 Sinφ = 0,52 978-602-18168-7-5 Tabel 3 Tabel Perhitungan Faktor Ketidakseimbangan dan Rugi-Rugi Daya pada Penyulang Toddopuli Sehingga nilai dari jatuh tegangannya adalah, V = I ( R cos φ + X sin φ ) L V = 86 ((0,457 . 0,85) + (0,35 . 0,52) ). 0,2 V = 17,2 (0,38 + 0,18) V = 9,43 Volt Sesuai SPLN No. 72 tahun 1987, dimana jatuh teganagn yang diperbolehkan dalam penyaluran distribusi hanya boleh sebesar +5% dan -10%, sehingga nilai standar jatuh tegangan pada penyulang toddopuli perlu untuk diubah ke presentase jatuh tegangan. Berikut penjelasannya: [11] ( V%) = x 100% ( V%) = x 100% ( V%) = 4,28 % Maka nilai jatuh tegangan pada gardu trafo GT.PTP044 masih dalam keadaan normal dan masih standar. Sedangkan nilai rugi-rugi daya yang terjadi pada penghantar netral maka dapat diperoleh sebagai berikut: Pn = In 2 . Rn . L Pn = (86)2 . 0,599. 0,2 Pn = 886,04 watt Pn = 0,88 kW Sedangkan untuk mencari besar rugi-rugi daya yang terjadi pada fasanya maka dengan menggunakan persamaan (9) maka berikut penyelesaiannya: Untuk nilai I dapat diperoleh dengan menghitung total arus rata-rata pada trafo distribusi GT.PTP014, sedangkan nilai R dapat dilihat pada Tabel 3 dengan nilai L sebesar 0,2 km. P = 3. I 2 . R . L P = 3. (298) 2 . 0,457. 0,2 P = 24,35 kW Setelah diperoleh nilai dari rugi-rugi daya pada trafo GT.PTP014 maka untuk mendapatkan besar nilai rugi-rugi daya pada trafo yang lain di penyulang ini maka dapat menggunakan persamaan yang sama dan dengan cara yang sama seperti diatas, berikut adalah tabel data dari rugi-rugi daya,dan faktor ketidakseimbangan yang terjadi dari trafo GT.PTP001 hingga trafo GT.PTP044: Berdasarkan data yang telah dihitung diatas maka dapat dilihat bahwa rata-rata faktor ketidakseimbangan beban pada penyulang Toddopuli adalah sebesar 0,14. Hal ini dapat terjadi karena nilai faktor ketidakseimbangan (FK) yang diperoleh untuk beberapa transformator 7 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 distribusi berada pada harga 0 (0 < F < 1).Menurut Songli, 2009 yang telah melaksanakan penelitian pada penyulang Tamalanrea daerah BTP nilai tersebut masih berada dalam keadaan seimbang sehingga dapat dikatakan bahwa gardugardu trafo distribusi pada Penyulang tersebut berada pada keadaan yang seimbang. [10] Pada Tabel 3 diatas dapat dilihat juga bahwa gardu GT.PTP033 yang berada pada Jl. Pandang Raya PTC merupakan gardu yang memiliki nilai rugi-rugi jaringan yang terbesar yaitu 43.22 kW. Untuk standar sendiri rugirugi daya pada suatu jaringan diusahakan menjadi sekecil mungkin. Karena besar kecilnya rugi-rugi dari suatu sistem tenaga listrik menunjukkan tingkat efisiensi sistem tersebut. Setelah dijumlahkan maka total rugi-rugi daya pada penghantar netral di Penyulang ini adalah sebesar 23.88 kW. Dengan nilai rata-rata jatuh tegangan yang ada pada tabel 3 adalah sebesar 6,37 Volt yang apabila diubah dalam bentuk persentase maka hasilnya adalah sebesar 2,89 % sehingga dapat dikatakan bahwa nilai jatuh tegangan pada penyulang Toddopuli masih dalam keadaan standar. Dengan nilai persentase jatuh tegangan terbesar adalah sebesar 7,5 % dan masih dalam keadaan tidak melebihi standar PLN. Menghitung Rugi-Rugi Daya Aktif dengan ETAP 12.6.0 Setelah mendapatkan nilai rugi-rugi daya pada suatu saluran trafo distribusi secara manual maka selanjutnya adalah menghitung rugi-rugi daya melalui simulasi pada aplikasi ETAP versi 12.6.0. Simulasi ini berguna untuk membandingkan seberapa besar perbedaan nilai rugi-rugi daya antara aplikasi dan perhitungan manual. Adapun tata caranya adalah dengan membuat single line diagram dari sebuah trafo distribusi tersebut terlebih dahulu. Single Line Diagram ini dapat dibuat dengan menggunakan data-data pembebanan trafo pada tiap gardu yang ada pada Penyulang Toddopuli. Setelah diperoleh data-data pembebanan pada gardu distribusi GT.PTP014 maka langkah selanjutnya adalah membuat Single Line Diagram pada aplikasi ETAP 12.6.0. Pada aplikasi ini data yang dibutuhkan adalah data beban dapat dilihat pada Lampiran I (terlampir) serta data jenis kabel yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Dan untuk data lebih rincinya dapat dilihat pada Lampiran I. Pada Penyulang Toddopuli menggunakan jenis kabel LVTC (3x70+50mm2) pada saluran tegangan rendah dengan panjang kabel sebesar 200 m. C. 978-602-18168-7-5 Pada aplikasi ini, simulasi yang digunakan adalah simulasi Load Flow Analysis. Dari simulasi tersebut maka dapat diperoleh data rugi-rugi dayanya. Berikut adalah data rugirugi daya yang diperoleh: Gambar 9. Data Hasil Simulasi Gardu Distribusi GT.PTP014 Maka hasil yang diperoleh antara perhitungan manual dan simulasi aplikasi pada gardu distribusi GT.PTP014 adalah sebagai berikut: Tabel 4 Tabel Perbandingan Nilai Rugi-Rugi Daya pada Perhitungan Manual dan Aplikasi pada GT.PTP014 No. 1 Kode Gardu Alamat/Lokasi Gardu GT.PTP014 Jl.Anggrek Raya Komp. Maizonet Dekat Pasar Hobby Rugi-Rugi Daya (kW) ETAP Manual 12.6.0 24.35 23.7 Untuk perbandingan antara perhitungan manual dan simulasi aplikasi pada gardu trafo distribusi lainnya maka dapat dilihat pada lampiran III dan berikut adalah tabel rangkuman dari perbandingan keduanya untuk seluruh gardu trafo distribusi: Tabel 5 Tabel Perbandingan Nilai Rugi-Rugi Daya pada Perhitungan dan Aplikasi ETAP pada Penyulang Toddopuli Gambar 8 Single Line Diagram Gardu Distribusi GT.PTP014 8 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 menunjukkan perbedaan yang lebih kecil dari perhitungan manual dan ada yang perbedaan yang lebih besar dari perhitungan manual. Perbedaan yang paling besar ditunjukkan pada kode gardu GT.PTP003, GT.PTP005, GT.PTP006, GT.PTP013, GT.PTP022, GT.PTP025, GT.PTP027, GT.PTP029, GT.PTP033, GT.PTP035, GT. PTP039 dan GT.PTP41. Sedangkan kode gardu lainnya yang tidak disebutkan diatas merupakan kode gardu yang memiliki perbedaan nilai yang tidak terlalu besar atau kecil. Pada kode gardu diatas juga merupakan kode gardu yang memiliki selisih nilai yang besar. Sedangkan untuk selisih nilai terbesarnya terdapat pada gardu GT.PTP005. Perbedaan antara perhitungan manual dan simulasi pada aplikasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah karena nilai yang dihasilkan dari simulasi menjadi lebih besar dan lebih kecil. Hal ini dapat terjadi sebab pada simulasi ini membulatkan nilai beban yang diinputkan menjadi lebih besar. Sehingga ketika simulasi dijalankan maka nilai yang dihasilkan terkadang menjadi lebih besar Aplikasi ini berfungsi sebagai simulasi sehingga ketika dijalankan nilainya pun masih terdapat perbedaan. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis mengenai ketidakseimbangan beban trafo distribusi 20 kV pada Penyulang Toddopuli, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengaruh dari adanya ketidakseimbangan beban trafo distribusi 20 kV pada Penyulang Toddopuli di PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang adalah munculnya arus di netral trafo. Sehingga arus yang mengalir di netral trafo ini menyebabkan terjadinya rugi-rugi. 2. Berdasarkan perhitungan dan analisis faktor ketidakseimbangan beban trafo maka dapat diperoleh nilai rata-rata faktor ketidakseimbangan beban pada Penyulang Toddopuli adalah sebesar 0,14. Dimana nilai ini masih dalam keadaan seimbang dan masih dapat ditolerir oleh PT. PLN Rayon Panakukkang. 3. Rugi-rugi daya jaringan yang terjadi pada Penyulang Toddopuli adalah sebesar 415.70 kW dengan rugirugi daya pada penghantar netralnya sebesar 23.88 kW. Transformator yang memiliki nilai rugi-rugi daya jaringan yang terbesar adalah terdapat pada transformator dengan kode gardu GT.PTP033. Dan selisih terbesar antara perhitungan manual dengan simulasi ETAP Power Station 12.6.0 mengenai rugirugi daya jaringan terdapat pada trafo distribusi dengan kode gardu GT.PTP005. Berdasarkan Tabel 5 diatas maka dapat dilihat perbedaan nilai antara perhitungan rugi-rugi daya pada aplikasi ETAP 12.6.0 dengan perhitungan secara manual. Dari tabel tersebut terlihat beberapa nilai ada yang UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kami ucapkan kepada Allah SWT, kedua orang tua yang telah mendukung dalam penyelesaian penelitian ini serta kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam karya ini. 9 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 REFERENSI [1] Suhadi dkk. 2008. Teknik Distribusi Tenaga Listrik Jilid I. Buku Ajar SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. [2] Suhadi dkk. 2008. Teknik Distribusi Tenaga Listrik Jilid III. Buku Ajar SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. [3] Suswanto, Daman. 2009. Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Untuk Mahasiswa Teknik Elektro. Padang: Universitas Negeri Padang. [4] Badaruddin. 2012. Pengaruh Ketidakseimbangan Beban Terhadap Arus Netral dan Losses Pada Trafo Distribusi Proyek Rusunami Gading Icon.Laporan Penelitian Internal. Jakarta: Universitas Mercu Buana. [5] Pursito, dan Iwa Garniwa MK. 2013. Analisis Pengaruh Ketidakseimbangan Beban dan Harmonisa Terhadap Pembebanan di Kawat Netral dan Rugi Daya Transformator. Jurnal Teknik Elekro, (Online) (http: //lib.ui.ac.id) (diakses 07 Oktober 2017). [6] Multa, Lesnanto dan Restu Prima Aridani. 2013. Modul Pelatihan ETAP. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. [7] Kadir, Abdul. 2006. Distribusi dan Utilasi Tenaga Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. [8] SPLN No.64 Tahun 1985. [9] Hutauruk, T.S. 1985. Transmisi Daya Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga. [10] Sangli, Yulianus. 2009. Pembebanan Tidak Seimbang pada Transformator. Jurnal Teknik Elektro, (Online), Adiwidia Edisi Juli 2009, No.2 (https://medianeliti.com) (diakses 12 Maret 2018). [11] SPLN No. 72 tahun 1987 [12] William, D dan Stevenson,Jr. 1983. Analisis Sistem Tenaga Listrik Edisi Keempat. Dialih bahasakan oleh Kamal Kadir. Bandung: Penerbit Erlangga. 10 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Peramalan Beban Konsumsi Energi Listrik Jangka Pendek Dengan Metode ARIMA Pada Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP Shaum Attaqwa1),Nirwan Noor2),Ashar AR3) 1,2,3) Jurusan Teknik Elektro PNUP [email protected] Abstrak Salah satu metode peramalan yang sering digunakan adalah metode time series ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana cara menggunakan metode ARIMA untuk meramalkan beban konsumsi listrik jangka pendek dan mengetahui berapa besar pemakaian konsumsi listrik periode 51-60 hari kedepan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif analisis data primer, dengan data berupa pengukuran besar beban konsumsi listrik dari Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP pada pukul 09.00-15.00, selama kurang dari 3 bulan yang dituliskan dalam satuan kilo Volt Ampere (kVA). Tahapan penelitian dimulai dari observasi, pengukuran data, pengolahan data, peramalan beban dan diakhiri dengan menganalisis hasil peramalan. Hasil Penelitian menunjukkan model terbaik dari metode ARIMA yang dianalisis dengan melalui 4 tahap; tahap identifikasi, tahap estimasi dan tahap diagnosis, yaitu ARIMA (2,2,1) yang digunakan untuk melakukan peramalan beban konsumsi listrik jangka pendek. Nilai MSE (Mean Square Error) dari model tersebut yaitu sebesar 36,72. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut adalah metode ARIMA (2,2,1) yang dimana layak digunakan untuk meramalkan beban konsumsi listrik jangka pendek di Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP. Keywords: ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), Peramalan Jangka Pendek, MSE (Mean Square Error) I. PENDAHULUAN Peramalan beban jangka pendek (short term forecasting) bertujuan untuk meramalkan beban konsumsi listrik pada jangka waktu hari, bulan bahkan tahun dengan periode tertentu. Salah satu metode peramalan yang saat ini sedang berkembang dan umum digunakan untuk memperkirakan suatu data deret waktu jangka pendek adalah metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) atau dikenal juga sebagai metode Boxjenkins. Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) atau metode Box-Jenkins merupakan metode yang sangat tepat untuk mengatasi kerumitan deret waktu dan situasi peramalan lainnya[1]. Metode dapat dipergunakan untuk meramalkan data history dengan kondisi yang sulit dimengerti pengaruhnya terhadap data secara teknis dan sangat akurat untuk peramalan periode jangka pendek (S. As). II. KAJIAN LITERATUR A. Metode ARIMA Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan metode yang secara intensif dikembangkan dan dipelajari oleh George Box dan Gwilym Jenkins, oleh karena itu nama mereka sering dikaitkan dengan proses ARIMA yang diaplikasikan untuk analisis data dan peramalan data runtun waktu. ARIMA sebenarnya merupakan usaha untuk mencari pola data yang paling cocok dari sekelompok data, sehingga metode ARIMA memerlukan sepenuhnya data historis dan data sekarang untuk menghasilkan ramalan jangka pendek [1]. Secara umum model Box – Jenkins dirumuskan dengan notasi ARIMA(p,d,q). Dalam hal ini: p = Orde atau derajat AR (Autoregressive) d = Orde atau derajat pembeda (Differencing) q = Orde atau derajat MA (Moving Average) Hubungan antara metode ARIMA dengan model ARIMA adalah model ARIMA merupakan bagian dari metode ARIMA[1]. Menurut model Box – Jenkins secara umum model ARIMA terdiri dari: 1. Model AR ( Autoregressive ) Model AR adalah model yang menerangakan bahwa variabel dependent dipengaruhi oleh variabel dependent itu sendiri[1]. Secara umum model AR mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut : !" = Ø! + Ø! !!!! + ⋯ + Ø! !!!! + Ɛ! ...........................(1) Dimana: Yt = nilai variabel dependent pada waktu t Ø! = konstanta Ø! , Ø! , Ø! = koefisien atau parameter dari model autoregressive Ɛ! = residual pada waktu t Orde dari model AR diberi notasi p yang ditentukan oleh jumlah periode variabel dependent yang masuk dalam model. 2. Model MA ( Moving Average ) Menurut [1], secara umum bentuk model MA mempunyai persamaan sebagai berikut. 11 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 !" = !! + Ɛ! − !! Ɛ!!! − !! Ɛ!!! − ⋯ + !! Ɛ!!! .....(2) Dimana : !" = nilai variabel dependent pada waktu t Ɛ!!! , Ɛ!!! , Ɛ!!! = nilai residual sebelumnya (lag) !! , !! , !! , !! = koefisien model MA yang menunjukkan bobot Ɛ! = residual pada waktu t Perbedaan model AR dengan model MA terletak pada jenis variabel independent. Bila variabel pada model MA yang menjadi variabel independent adalah nilai residual pada periode sebelumnya sedangkan variabel pada model AR adalah nilai sebelumnya dari variabel independent. 3. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average ) Model AR dan MA digabungkan untuk memperoleh model ARIMA[1]. Secara umum model ARIMA mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut : !" = Ø! + Ø! !!!! + ⋯ + Ø! !!!! + !! Ɛ!!! − !! Ɛ!!! − ⋯ !! Ɛ!!! + Ɛ! .................................................................(3) Penggabungan tersebut diharapkan model ARIMA bisa mengakomodasi pola data yang tidak diidentifikasi secara sendiri-sendiri oleh model MA atau AR. Orde dari model ARIMA ditentukan oleh jumlah periode variabel independent baik dari nilai sebelumnya dari variabel independent maupun nilai residual periode sebelumnya. Secara lengkap langkah - langkah dalam menentukan model ARIMA[1] adalah sebagai berikut : a. Menghasilakan data yang stasioner Data stasioner yaitu data yang memiliki nilai ratarata dan varians yang tetap sepanjang waktu. Oleh karena itu data stasioner adalah data yang bersifat trend yaitu tidak mengalami penurunan maupun kenaikan. Misalnya data yang bersifat trend adalah contoh data yang tidak stasioner karena data mengalami penurunan dan kenaikan atau mengalami pasang surut dan memiliki nilai rata-rata berubah – ubah sepanjang waktu. Bila data yang menjadi input dari model ARIMA tidak stasioner, maka perlu dilakukan modifikasi data yaitu dengan prroses differencing atau pembeda supaya menghasilkan data yang stasioner. Proses tersebutdilakukan dengan cara mengurangi nilai data pada suatu periode dengan nilai periode sebelumnya. b. Mengidentifikasi model sementara Pada tahap ini dilakukan dengan cara membandingkan distribusi koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial aktual dengan distribusi teoritis[1]. Secara umum tahapan tersebut memiliki prinsip sebagai berikut : 1) Bila koefisien korelasi mengalami penurunan secara eksponensial mendekati nol, asumsi tersebut pada umumnya terjadi proses AR (Autoregressive). Estimasi ordo AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi parsial yang berbeda signifikan dari nol. Misal contoh jika koefisien autokorelasi mengalami penurunan secara eksponensial mendekati nol dan 978-602-18168-7-5 hanya koefisien autokorelasi parsial orde satu yang signifikan maka model sementara tersebut adalah AR(1). 2) Apabila koefisien korelasi parsial mengalami penurunan secara eksponensial mendekati nol, asumsi tersebut pada umumnya terjadi proses MA (Moving Average). Estimasi ordo MA dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi yang berbeda signifikan dari nol 3) Apabila koefisien autokorelasi maupun autokorelasi parsial menurun secara eksponensial mendekati nol pada umumnya terjadi proses ARIMA. Orde dari ARIMA dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial yang berbeda signifikan dari nol. c. Melakukan estimasi parameter terhadap model Pada tahap ini dilakukan pencarian estimasi untuk parameterparameter yang terbaik dalam model sementara tersebut. Untuk melakukan perhitungan dengan metode estimasi digunakan software program Minitab 14. Menguji hipotesis dilakukan agar mengetahui apakah parameter yang diperoleh signifikan atau tidak. Hipotesis : H0 : Parameter = 0 (parameter model tidak cukup signifikan dalam model). H1 : Parameter ≠ 0 (parameter model cukup signifikan dalam model). Statistik !!!"#$% : !"#"$%"$&!"# = !"#"$%&%# !"#$%&"$ !" !"#"!"#"$ !"#$%&"$ .................................(4) Kriteria Uji : !! ditolak apabila |!!!"#$% | > ! !!,!!! d. Menggunakan model terpilih untuk peramalan Apabila model sudah memenuhi, maka tahap selanjutnya adalah melakukan peramalan pada periode yang akan datang. Pemilihan model dalam metode ARIMA dapat dilakukan dengan cara mengamati distribusi koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial. 1) Koefisien Autokorelasi Koefisien autokorelasi sama halnya dengan koefisien korelasi, hanya saja koefisien ini menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama namun pada periode waktu yang berbeda. Koefisien korelasi merupakan arah dan hubungan antara 2 variabel yang dapat menggambarkan kejadian pada satu variabel jika terjadi perubahan pada variabel lainnya. Cara mengidentifikasikan pola data koefisien autokorelasi menurut[1] dengan menggunakan pedoman umum sebagai berikut : a) Jika nilai koefisien autokorelasi pada time lag 2 periode, 3 periode tidak berbeda signifikan daripada 0 maka data tersebut dapat diketahui bahwa data tersebut adalah data stasioner. Lag adalah jarak atau langkah dari fungsi autokorelasi. b) Jika nilai koefisien autokorelasi pada time lag 1 secara berurutan berbeda secara signifikan daripada 0, maka data tersebut menunjukkan pola trend atau data tersebut tidak stasioner. 12 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 c) Jika nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag memiliki jarak yang sistematis dan berbeda secara signifikan daripada 0, maka data tersebut merupakan data musiman. 2) Autokorelasi Parsial Koefisien autokorelasi parsial yaitu mengukur tingkat keeratan hubungan antara Xt dengan Xt-k, sedangkan pengaruh dari time lag 1,2,3…dan seterusnya sampai k-1 dianggap tetap. Dengan demikian koefisien autokorelasi parsial yaitu mengukur derajat hubungan antara nilai yang sekarang dengan nilai yang sebelumnya (untuk time lag tertentu), sedangkan pengaruh nilai variabel time lag yang lain dianggap tetap. B. Peramalan (Forecast) Peramalan adalah proses menduga sesuatu yang akan terjadidi masa yang akan datang. Berdasarkan teori peramalan (forecasting) adalah perkiraan terjadinya sebuah kejadian di masa depan, berdasarkan data yang ada di masa lampau[2]. Peramalan bertujuan memperoleh ramalan yang dapat mengurangi kesalahan meramal yang biasanya diukur dengan menggunakan metode Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE), dan lainnya[2]. 1. Teknik Peramalan Teknik peramalan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Teknik peramalan kualitatif Lebih menitik beratkan pada pendapat (judgement) manusia dalam proses peramalan. Data historis yang ada menjadi tidak begitu penting dalam teknik ini karena hanya dibutuhkan sebagai pendukung pendapat. b. Teknik peramalan kuantitatif Sangat mengandalkan pada data historis yang dimiliki. Teknik kuantitatif ini biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik statistik dan deterministik. Teknik statistik menitikberatkan pada pola, perubahan pola, dan faktor gangguan yang disebabkan pengaruh random, termasuk dalam teknik ini adalah teknik smoothing, dekomposisi dan teknik box-jenkis. Menurut Makridakis dan Wheelwrigt[3], peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat situasi sebagai berikut : 1) Terdapat informasi masa lalu 2) Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik. 3) Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang. 2. Hubungan Peramalan dengan Rencana Forecasting adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan dilakukan pada waktu yang akan dating[2]. III. METODE PENELITIAN Proses penelitian dilakukan pengukuran pada ruangan panel pusat yang ada pada Gedung Jurusan Teknik Elektro Kampus 2 PNUP. Waktu penelitian dilakukan selama kurang lebih 3 bulan pada tahun 2018. Adapun alat ukur 978-602-18168-7-5 yang dipakai untuk mengambil data ialah Metrel tipe MI 1982. Variable yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu data beban puncak konsumsi listrik daya semu (kVA) perharinya. Data akan dianalisis menggunakan analisis runtun waktu berdasarkan pengolahan software minitab versi 16. Tahap-tahap dalam menganalisa data adalah sebagai berikut: a. Kestasioneran Data Data stasioner adalah data yang mempunyai rata-rata dan varians yang konstan sepanjang waktu[4]. Dengan kata lain data stasioner adalah data yang tidak mengalami kenaikan atau penurunan. Dalam tahap ini , apabila data tidak stasioner maka data harus dimodifikasi dengan cara differencing. b. Identifikasi Model Pada tahap ini identifikasi model sementara dilakukan dengan cara melihat grafik ACF dan grafik PACF. c. Estimasi Parameter Model Setelah diperoleh model sementara, langkah selanjutnya dilakukan uji signifikansi prameter. Untuk melakukan pengujian signifikansi parameter digunakan programkomputer dalam perhitungannya, dalam hal ini menggunakan program Minitab 16. d. Verifikasi Pada tahap ini dilakukan verifikasi dengan cara overfitting yaitu pemilihan model terbaik berdasarkan nilai MSE terendah.. e. Peramalan Setelah diproses model memadai, peramalan pada satu atau lebih periode ke depan dapat dilakukan. Pemilihan model dalam bentuk ARIMA dilakukan dengan menginput model terpilih dari hasil grafik ACF dan juga PACF dengan nilai MSE terendah maka akan keluar hasil peramalannya. Gambar 1. Flowchart simulasi minitab 13 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kestasioneran Data 978-602-18168-7-5 Untuk menentukan model ARIMA pada suatu peramalan di tentukan dari lag yang keluar pada garis pembatas merah (Cut-Off) dari grafik ACF untuk membentuk model MA(q) dan grafik PACF untuk membentuk model AR(p). Pada gambar 2 menunjukkan terjadinya Cut-Off di lag 1 pada grafik ACF dan pada gambar 3 menujukkan terjadinya Cut-Off di lag 1 dan 2 pada grafik PACF. Maka keluarlah beberapa model dugaan yang bisa terbentuk dengan landasan (p,d,q) yaitu ((0,2,1), (1,2,0), (1,2,1), (2,2,0), (2,2,1). C. Estimasi Parameter Model Tabel 1. Pengujian estimasi parameter dari model Model Gambar 2. Grafik Trend analisis data differencing 2 Kestasioneran data dimulai dari proses melihat grafik trend analisis data ril. Akan tetapi karena data ril tidak stasioner maka datanya perlu di differencing 1x untuk membantu data agar bisa stasioner terhadap rata-rata. Setelah mendapatkan data differencing 1 ternyata trend analisis nya sudah stasioner akan tetapi tidak ada lag yang mengalami cut-off yang mengidentifikasikan tidak ada model yang terbentuk di grafik ACF (Auto Correlation Function) dan PACF (Partial Auto Corelation Function). Dari proses di atas maka dilanjutkan differencing yang kedua kalinya untuk menstasionerkan datanya. Dari Gambar 1 di atas menunjukkan data yang di differencing kedua kalinya sudah stasioner dan terbentuk model pada ACF dan PACF nya yang membentuk nilai d=2. B. Identifikasi Model Parameter P-value MSE ARIMA(0,2,1) MA(1) 0,953 0 73,27 ARIMA(1,2,0) AR(1) -0,473 0,001 50,38 AR(1) -0,144 0,359 MA(1) 0,955 0 AR(1) -0,683 0 AR(2) -0,513 0 AR(1) -0,428 0 AR(2) -0,593 0 MA(1) -0,97 0 ARIMA(1,2,1) ARIMA(2,2,0) ARIMA(2,2,1) 70,33 47,34 36.72 D. Verifikasi Setelah kelima model sementara diketahui, maka langkah berikutnya yaitu melakukan verifikasi model untuk mengetahui model mana yang lebih baik. Proses verifikasi dilakukan dengan memilih model dengan nilai rata-rata MSE paling kecil/terendah. Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model ARIMA (2,2,1) merupakan model yang terbaik, karena nilai MSE nya lebih sedikit dari pada nilai MSE pada model keempat lainnya yaitu sebesar 36,72. E. Peramalan Tabel 2. Hasil peramalan beban periode 51 – 57 hari kedepan Gambar 3. Grafik ACF (Auto Correlation Function) data differencing 2 Gambar 4. Grafik PACF (Partial Auto Correlation Function) diffrencing 2 Periode Peramalan (kVA) 51 46,864 52 49,837 53 49,555 54 49,264 55 50,918 56 49,799 57 51,487 Total 347,724 14 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 52 50 48 46 44 1 2 3 4 5 6 7 Peramalan (kVA) Gambar 5. Grafik hasil peramalan beban gedung teknik elektro kampus 2 PNUP Hasil peramalan data konsumsi listrik di Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP pada periode 51-57 totalnya sebesar 347,724 kVA. Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan software Minitab 16 dijelaskan bahwa pemakaian konsumsi listrik tertinggi di gedung tersebut terjadi pada periode 57 yaitu sebesar 51,487 kVA dan yang terendah pada periode 51yaitu sebesar 46,846 kVA. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Analisis model time series yang terbaik untuk melakukan peramalan diperoleh model ARIMA (2,2,1) karena memiliki nilai rata-rata standard error yang lebih sedikit dari pada model yang lain. 2. Dengan model ARIMA (2,2,1) maka ramalan data konsumsi listrik di Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP pada periode ke 51 – 57 diperkirakan totalnya sebanyak 347,724 kVA. UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi wadah bagi saya dalam menuntut ilmu. 2. Kedua orang tua tercinta dan keempat saudara yang menjadi motivator saya. [1] [2] [3] [4] REFERENSI Sugiarto dan Harijono (2000). Peramalan Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka. Subagyo. (1984). Analisis Perencanaan dan Pengenalian. Jakarta: Erlangga. Makridakis, S. W. (1995). Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Erlangga. Soejati (1987). Materi Porox Analysis Runtun Waktu. Jakarta: Karunika. 15 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Keandalan Sistem Jaringan Distribusi Pada Penyulang Kartini PT.PLN (Persero) Rayon Watang Sawitto Dengan Metode Section Technique (SAIFI-SAIDI) 1,2 Sitti Syarah1), Sofyan2) Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D3 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected], [email protected] Abstract Energi listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat besar peranannya bagi masyarakat khususnya masyarakat indonesi. Bertambahnya permintaan penyediaan distribusi energy listrik menyebabkan penyaluran tenaga listrik yang bermutu dan andal menjadi suatu keharusan. Keandalan setiap komponen peralatan distribusi dapat mempengaruhi penyaluran pelayanan daya. Suatu system jaringan distribusi tenaga listrik dapat dikatakan andal apabila gangguan dan pemadaman yang terjadi dalam waktu satu tahun dibawah angka indeks keandalan yang telah ditetapkan. Salah satu cara untuk menghitung nilai indeks keandalan sistem jaringan distribusi adalah dengan metode Section Technique. Indeks keandalan yang dihitung yaitu nilai SAIFI dan SAIDI. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi keandalan jaringan distribusi pada penyulang Kartini dengan metode Section Technique. Penyulang Kartini merupakan salah satu penyulang di Gardu Induk Pinrang yang berada diwilayah kerja PT.PLN (Persero) Rayon Watang Sawitto. Setelah dilakukan perhitungan didapat nilai indeks keandalan untuk jaringan distribusi penyulang Kartini yaitu SAIFI 2.92 kali/tahun dan SAIDI 8.91 jam/tahun. Untuk mengetahui apakah indeks yang telah dihitung tersebut termasuk kategori andal atau tidak, maka dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh PT.PLN (Persero) dalam SPLN 68-2 : 1986 yaitu SAIFI 3.2 kali/tahun dan SAIDI 21/tahun. Dari hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa jaringan distribusi penyulang Kartini termasuk kategori andal karena telah memenuhi standar PLN. Keywords: Keandalan, Jaringan Distribusi, Section Technique, SAIFI, SAIDI. I. PENDAHULUAN Pada era modern kebutuhan akan tenaga listrik menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Bertambahnya permintaan penyediaan listrik dari masyarakat dan adanya industri-industri yang baru menuntut adanya penyaluran energi listrik secara terus menerus. Kualitas energi listrik yang diterima oleh konsumen sangat dipengaruhi oleh sistem pendistribusiannya. Sistem distribusi adalah sistem yang paling dekat dengan pelanggan sehingga diperlukan suatu sistem distribusi tenaga listrik dengan keandalan yang tinggi untuk menyalurkan tenaga listrik. Keandalan dalam sistem distribusi adalah suatu ukuran tingkat pelayanan penyediaan tenaga listrik dari sistem ke pelanggan. Sistem yang mempunyai keandalan yang tinggi akan mampu memberikan tenaga listrik pada saat dibutuhkan, sedangkan sistem dengan keandalan rendah dengan tingkat penyediaan energi listrik yang rendah akan sering mengalami pemadaman. Melihat kondisi kelistrikan saat ini yang masih sering mengalami pemadaman, maka perlu adanya penelitian tingkat keandalan sistem distribusi tenaga listrik. Indeksindeks yang digunakan adalah SAIFI (System Average Interruption Frequency Index) dan SAIDI ( System Average Interruption Duration Index). Ada bebrapa teknik analisis jaringan distribusi 20 kV salah satunya adalah dengan menggunakan metode Section Technique, yaitu metode dengan melakukan evaluasi keandalan dengan cara memecah sistem dalam bagian yang lebih kecil atau section sehingga lebih mempermudah perhitungan, meminimalisir kesalahan dan selang waktu yang dibutuhkan lebih singkat. II. LANDASAN TEORI A. Defenisi Keandalan Menurut Rukmi [1] “Keandalan sistem jaringan distribusi ialah suatu ukuran ketersediaan/ tingkat pelayanan penyediaan tenaga listrik dari sistem ke pemakai. Ukuran keandalan dapat dinyatakan seberapa sering sistem mengalami pemadaman, berapa lama pemadaman terjadi dan berapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi dari pemadaman yang terjadi (restoration)”. B. Keandalan dalam Sistem Tenaga Listrik Menurut Fatoni, Achmad [2] “Tingkat keandalan dari sistem distribusi diukur dari sejauh mana penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung secara kontinu kepada para pelanggan tanpa perlu terjadi pemadaman. Seiring dengan kemajuan zaman, terjadi pertumbuhan beban ditandai munculnya kawasan industri, bisnis serta pemukiman yang baru, dua hal ini tentunya menuntut tingkat keandalan yang semakin tinggi”. C. Metode Section Technique Menurut Wicaksono [3] “Section Technique merupakan suatu metode terstruktur untuk menganalisis suatu sistem. Metode ini dalam mengevaluasi keandalan sistem distribusi didasarkan pada bagaimana suatu kegagalan dari suatu peralatan mempengaruhi operasi sistem. Efek atau 16 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 konsekuensi dari gangguan individual peralatan secara sistematis diidentifikasi dengan menganalisis apa yang terjadi jika gangguan terjadi. Kemudian masing-masing kegagalan peralatan dianalisis dari semua titik beban (load point)”. Indeks keandalan merupakan suatu metode pengevaluasian parameter keandalan suatu peralatan distribusi tenaga listrik terhadap keandalan mutu pelayanan kepada pelanggan. Indeks keandalan yang dihitung adalah indeks-indeks titik beban dan indeks-indeks sistem baik secara section maupun keseluruhan. Indeks titik beban antara lain : 1. Laju kegagalan (failure rate) adalah suatu nilai dari gangguan yang dihitung dalam suatu unterval waktu tertentu dan dihitung dalam satuan kegagalan pertahun. Untuk nilai laju kegagalan yang diperlukan untuk perhitungan dengan metode section technique adalah nilai laju kegagalan tiap-tiap load point, dimana laju kegagalan tiap load point dapat diperolah dari penjumlahan tiap peralatan pada sistem seperti CB, Transformer, maupun sectionalizer yang mempengaruhi load point yang akan dihitung. Rumus menghitung nilai laju kegagalan tiap load point (ƛLP) yaitu: ƛLP = ∑i.ƛi …………..(1) Dimana : ƛLP = Laju kegagalan tiap LP (kegagalan/tahun/km) ƛi = Laju kegagalan tiap peralatan i (kegagalan/ tahun/km) i = Jenis peralatan yang berpengaruh terhadap LP (kegagalan/ tahun/km) 2. Lama gangguan (U) berarti waktu ketika tidak adanya ketersediaan dalam menyuplay energi lisrik ke pelanggan. Untuk menghitung keandalan sistem distribusi, dibutuhkan nilai durasi kegagalan tiap load point (ULP). Durasi kegagalan load point diperoleh dari perkalian antara laju kegagalan (λLP) dengan repair time (r) masing-masing peralatan yang mempengaruhi load point. Rumus untuk menghitung durasi kegagalan loadpoint (ULP) yaitu: ULP = ∑i ƛi.ri …………..(2) Dimana: ULP = Lama gangguan (jam/tahun/km) ƛi = Laju kegagalan setiap peralatan (kegagalan/tahun/km) ri = Waktu Perbaikan (jam/tahun) i = Jenis peralatan yang berpengaruh terhadap LP (kegagalan/tahun/ km). Pada metode Section Technique, indeks keandalan yang dihitung yaitu: 1. System Average Interruption Duration Index (SAIDI) SAIDI adalah nilai rata-rata dari lamanya kegagalan untuk setiap pelanggan selama satu tahun. Persamaannya adalah: SAIDI= ………..(3) Dimana : NLP = jumlah konsumen pada load point N = jumlah konsumen pada section ULP = durasi gangguan peralatan pada load point 978-602-18168-7-5 2. System Average Interruption Frequency Index (SAIFI) SAIFI adalah jumlah rata-rata kegagalan yang terjadi per pelanggan yang dilayani per satuan waktu (umumnya tahun). Indeks ini ditentukan dengan membagi jumlah semua kegagalan dalam satu tahun dengan jumlah pelanggan yang dilayani oleh sistem tersebut.Persamaanya dapat dilihat pada persamaan berikut : SAIFI= …………..(4) Dimana : NLP = jumlah konsumen pada load point N = jumlah konsumen pada saluran ƛ LP = frekuensi gangguan peralatan load point D. Standar Keandalan Sistem 20 kV Untuk mengukur suatu keandalan suatu sistem maka diperlukan patokan/ standar yang berguna untuk menilai keadaan sistem dalam kondisi baik ataupun kurang baik. Maka berdasarkan standar PLN no 68-2 : 1986 bahwa sistem dalam kondisi baik jika telah memenuhi standart seperti dibawah: 1. SAIFI : 3.2 kali/pelanggan/tahun. 2. SAIDI : 21 jam/pelanggan/tahun. E. Indeks Kegagalan Peralatan Distribusi Berikut ini adalah table data kegagalan untuk saluran udara dan peralatan sistem distribusi yang melengkapi failure rate, repair time, dan switching time yang dapat dilihat pada table 1 dan 2. Data ini menjadi standar perhitungan dalam analisis keandalan pada kegiatan ini. Tabel 1. Data indeks kegagalan saluran udara Saluran Udara Sustained failure rate 0.2 (Kegagalan/tahun/km) Momentary failure rate 0.003 (Kegagalan/tahun/km) r (repair time)(jam) 3 rs (switching time)(jam) 0.15 Tabel 2. Data indeks kegagalan peralatan ƛ (failure rate) r (repair Komponen (Kegagalan/tah time) un/km) (jam) Trafo Distribusi 0.005 10 Circuit Breaker Sectionalizer 0.004 10 Recloser 0.003 10 0.005 10 Sumber: SPLN No.59 : 1985, “Keandalan Pada Sistem Distribusi 20 kV dan 6 Kv”, Perusahaan Umum Listrik Negara, Jakarta, 1985. III. METODE PENELITIAN Metode penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu studi pustaka, observasi data serta bimbingan dan konseling. Secara singkat diagram alir penelitian adalah Sebagai berikut: 17 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Mulai Mulai Mulai Studi Studi Literatur Literatur Membagi Section berdasarkan Load Point dan Sectionalizer Pengumpulan Pengumpulan data data 1. 1. Single Single Line Line Penyulang Penyulang 2. 2. Jumlah Jumlah Pelanggan Pelanggan 3. 3. Panjang Panjang Saluran Saluran 4. 4. Parameter Parameter setiap setiap komponen komponen berdasarkan berdasarkan SPLN SPLN Menghitung Laju Kegagalan dan Durasi Gangguan setiap Section Tidak Metode Metode Section Section Technique Technique Tidak Berhasil Berhasil Berhasil Ya Hasil Hasil SAIDI-SAIFI SAIDI-SAIFI Ya Membandingkan Membandingkan dengan dengan SPLN SPLN Hasil SAIDI SAIFI setiap Section Hasil Hasil dan dan Analisis Analisis Selesai Selesai Selesai Gambar 2. Metode Section Technique Gambar 1. Flowchart Kegiatan Berikut ini adalah Single Line Diagram Yang Dievaluasi PT PLN (PERSERO) WILAYAH SULSELRABAR AREA PINRANG RAYON WATANG SAWITTO F8 LBS. SALO LBS P8 GOT.BI 3 Ø 200 KVA Jl. Kandea GOT.H 3 Ø 200 KVA Jl. Kakap GOT.AC 1 Ø 50 KVA Jl. Salo GOT.BR 1 Ø 50 KVA Jl. Salo GOT.X 3 Ø 160 KVA Jl. Emy Saelan GOT.EE 3 Ø 50 KVA Jl. Kandea GOT.BQ 3 Ø 160 KVA Jl. Emy Saelan DIGAMBAR DIRENCANA DIPERIKSA DISETUJUI : FADILLAH & SYARAH : APRIZAL ARIF : PUTHUT INDRAMAWAN : H. M. AKIL NO. GAMBAR TANGGAL : 001 / SLD. TRAFO / SWTO / 2016 : 09 / 05 / 2016 REV. GAMBAR TANGGAL : 001 / SLD. TRAFO / SWTO / 2017 : 29 / 08 / 2017 KETERANGAN : : Gardu Portal : Trafo 3 Phasa : Gardu Cantol : Trafo 1 Phasa : LBS NC : Gardu Batu : LBS NO : Gardu Portal Belum Operasi SS0 : Gardu Cantol Belum Operasi : LBS Secso KWH Exim SINGLE LINE DIAGRAM TRAFO DISTRIBUSI RAYON WATANG SAWITTO GOT.EI 3 Ø 50 KVA Jl. Kemuning GOT.AJ GOT.CA 3 Ø 160 KVA 3 Ø 200 KVA Jl. Mongensidi Jl. Matahari GOT.CS 3 Ø 100 KVA Jl. Ambo Dondi GOT.K 3 Ø 200 KVA Jl. Ambo Dondi GOT.C 3 Ø 160 KVA Jl. Mongensidi GOT.BZ 3 Ø 100 KVA Jl. Mongensidi GOT.FV 3 Ø 100 KVA Jl. CEMPAKA GOT.CT 3 Ø 100 KVA Jl. Pattimura GOT.BP 3 Ø 200 KVA Jl. Pattimura GOT.CC 3 Ø 200 KVA Jl. Sultan Hasanuddin GOT.B 3 Ø 200 KVA Jl. Sultan Hasanuddin GOT.AQ 3 Ø 160 KVA Jl. Marannue (Pabrik Es) LBS MONGINSIDI GOT.CI 3 Ø 160 KVA Jl. Anggrek GOT.DO 3 Ø 25 KVA STM BARAMULI (BTS Telkomsel) GOT.A 3 Ø 200 KVA Jl. A. Yani LBS AHMAD YANI GOT.O 3 Ø 150 KVA Kp. Palia GOT.N 3 Ø 200 KVA Kp. Borialo GOT.AH 3 Ø 100 KVA Kp. Poleko LBS KARTINI GOT.GA 3 Ø 25 KVA Kp. Paleteang LBS TEUKU UMAR GOT.CJ 1 Ø 50 KVA Kp. Libukang GOT.EY 3 Ø 100 KVA Jl. Ke Libukang GOT.AT 3 Ø 50 KVA Depan Stadion LBS LIBUKANG GOT.Q 1 Ø 50 KVA Kp. Libukang LBS POLEKO KWH EXIM Kp. Kanni GOT.FI 3 Ø 100 KVA Kp. Libukang Pabrik Gelas 1 GOT.AU 3 Ø 50 KVA Kp. Palia GOT.P GOT.BW 1 Ø 50 KVA 1 Ø 50 KVA Kp. Kanni Kp. Kanni GOT.BG 3 Ø 25 KVA Pom. Bensin Palia GOT.FJ 3 Ø 100 KVA Kp. Libukang Pabrik Gelas 2 GOT.EZ 3 Ø 100 KVA Kp. Libukang GOT.AK 3 Ø 160 KVA PDAM GOT.DN 3 Ø 25 KVA Kp. Libukang GOT.DM 3 Ø 25 KVA Kp. Libukang (BTS HCPT) GOT.CX 1 Ø 50 KVA Kp. Libukang GOT.R 3 Ø 150 KVA Kp. Libukang KWH EXIM Kp. Libukang Gambar 3. Single Line Penyulang Kartini Dan single line ini dibagi menjadi 3 section. 18 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 1. Section 1 F8 LBS. SALO L6 GOT.AC L7 GOT.BR L3 L8 L9 GOT.EE GOT.BI LBS P8 L1 L5 L4 GOT.X GOT.BQ L18 L10 GOT.BZ GOT.EI L12 L11 GOT.H L13 GOT.CA L15 L17 L14 L16 L20 L19 L21 GOT.C GOT.AQ GOT.AJ L2 GOT.CS GOT.FV L22 GOT.K L25 L23 GOT.CT L24 GOT.BP LBS MONGINSIDI Gambar 4. Single Line section 1 2. Section 2 GOT.FV L30 LBS MONGINSIDI GOT.CI GOT.CC L32 L29 L27 LBS AHMAD YANI GOT.A GOT.B L28 L26 L31 L33 GOT.DO GOT.N LBS POLEKO GOT.O L37 L34 L35 L42 L40 L39 L36 L38 L45 L44 L43 GOT.AU GOT.P KWH EXIM Kp. Kanni GOT.BW L41 GOT.AH GOT.BG LBS KARTINI GOT.GA Gambar 5. Single line section 2 3. Section 3 GOT.FI L55 GOT.GA L46 LBS TEUKU UMAR L47 L49 L48 GOT.FJ L54 GOT.AT L50 GOT.EY L52 L51 LBS LIBUKANG GOT.CJ GOT.EZ L53 GOT.Q L56 GOT.DN L57 GOT.DM L58 GOT.AK L59 GOT.R L60 GOT.CX L62 L61 Gambar 6. Single line section 19 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyulang Kartini disuplai dari ganduk induk pinrang. Penyulang ini memiliki variasi beban di load point (titik beban) berupa beban industri dan rumah tangga. Penyulang ini memiliki 43 load point atau titik beban berupa trafo distribusi. Data jumlah pelanggan tiap load point dan panjang tiap saluran dapat dilihat pada tabel berikut: Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis nilai keandalan dengan metode section technique adalah dengan membagi penyulang dengan beberapa section, kemudian menghitung nilai laju kegagalan (ƛ) dan durasi kegagalan (U) tiap-tiap titik beban pada setiap section. Penyulang Kartini terbagi menjadi 3 section, berikut ini adalah perhitungan untuk setiap titik beban penyulang Kartini. 1. Section 1 Berikut ini adalah perhitungan nilai laju kegagalan (ƛ) dan durasi kegagalan (U) section 1 dengan 18 load point berupa trafo distribusi dan jumlah pelanggan sebanyak 3922. Untuk menghitung laju kegagalan ƛLP setiap peralatan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 1. Diambi dari kasus pada peralatan Line 1. ƛLP diperoleh dengan mengalikan λi pada data Line 1 dengan Panjang Salurannya. Secara keseluruhan untuk section 1 ƛLPnya adalah 1.103 kegagalan/tahun/km. Untuk menghitung jumlah kegagalan ULP setiap peralatan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 2. Diambi dari kasus pada peralatan CB. ULP diperoleh dengan mengalikan ƛLP peralatan CB dengan waktu perbaikannya setelah dilakukan perhitungan nilai ULP Secara keseluruhan untuk section 1 adalah 3.435 jam/tahun/km. Dari hasil perhitungan maka diperoleh grafik hubungan antara ƛLP dan ULP adalah sebagai berikut: 978-602-18168-7-5 Tabel 3. Perhitungan Keandalan tiap load point section 1 No. LP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 LP11 LP12 LP13 LP14 LP15 LP16 LP17 LP18 Total SAIFI SAIDI 0.03 0.03 0.13 0.00 0.09 0.08 0.03 0.12 0.02 0.09 0.10 0.09 0.09 0.01 0.08 0.04 0.02 0.06 1.11 0.10 0.09 0.39 0.01 0.29 0.24 0.08 0.38 0.07 0.27 0.30 0.28 0.30 0.03 0.25 0.11 0.05 0.19 3.43 Berdasarkan tabel 3, dapat diperoleh SAIFI pada section 1 dengan nilai 1.11 kali/tahun dan untuk SAIDI sebesar 3.43 jam/tahun. SAIFI LP1 diperoleh dari mengalikan jumlah pelanggan pada LP1 dengan ƛLP kemudian membaginya dengan total pelanggan secara keseluruhan. Perhitungannya dapat dilihat berikut ini: SAIFI LP1 = = = 0.03 kali/tahun Sedangkan SAIDI untuk LP1 diperoleh dari mengalikan pelanggan pada LP1 kemudian membaginya dengan total pelanggan keseluruhan. Perhitungannya dapat dilihat berikut ini: SAIDI LP1 = = Gambar 7. Grafik Hubungan ƛLP dan ULP Dengan mengetahui nilai indeks titik beban section 1 dapat diperoleh indeks keandalan section 1 berdasarkan persamaan 3 dan 4 pada dan diperoleh hasil sebagai berikut: = 0.10 kali/tahun 2. Section 2 Cara penyelesaian untuk section 2 sama halnya dengan section 1 dengan 12 load point berupa trafo distribusi dan total pelanggan sebanyak 1904. Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan keandalan pada section 2 maka diperoleh SAIFI untuk section 2 sebesar 1.14 kali/tahun dan SAIDI sebesar 3.48 jam/tahun. 3. Section 3 Setelah melakukan perhitungan keandalan section 3 dengan jumlah load point 13 dan jumlah pelanggan sebanyak 1063 diperoleh hasil SAIFI untuk section 3 sebesar 0.67 kali/tahun dan SAIDI sebesar 2.00 jam/tahun. 20 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Selanjutnya menjumlahkan indeks keandalan tiap section untuk menghitung ideks keandalannya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Indeks Keandalan Penyulang Kartini Indeks Keandalan Sistem SAIDI SAIFI 1 3.43 1.11 2 3.48 1.14 3 2.00 0.67 Total 8.91 2.92 Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai indeks keandalan penyulang Kartini yaitu SAIDI 8.91 jam/tahun dan SAIFI 2.92 kali/tahun. Nilai SAIDI dan SAIFI ini kemudian dibandingkan dengan SPLN untuk mengetahui apakah penyulang Kartini termasuk dalam kategori andal atau tidak. Sesuai dengan SPLN No. 68-2 Tahun 1986 tentang “Tingkat Jaminan Sistem Tenaga Listrik Bagian Dua”, sistem dapat dikatakan andal apabila mempunyai nilai SAIDI 21 jam/tahun dan SAIFI 3.2 kali/tahun. Nilai indeks keandalan penyulang Kartini baik SAIDI maupun SAIFI sudah tergolong andal dan memenuhi standar PLN.Berikut ini adalah grafik perbandingannya: Section 978-602-18168-7-5 REFERENSI [1] Rukmi, Hartati. dkk. 2007. Penentuan Angka Keluar Peralatan Untuk Evaluasi Keandalan Sistem Distribusi Tenga Listrik. Vol 6 No 2. [2] Fatoni, Achmad. dkk. 2016. Analisa Keandalan Sistem Distribusi 20 kV PT.PLN Rayon Lumajang dengan Metode FMEA (Failure Modes and Affects Analysis). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November. [3] Wicaksono, Henki Projo. dkk. 2012. Analisis Keandalan Sistem Distribusi Menggunakan Program Analisis Kelistrikan Transien dan Metode Section Technique. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November. [4] SPLN No.68-2 : 1986. Tingkat Jaminan Sistem Tenaga Listrik, Jakarta : Perusahaan Umum Listrik Negara. [5] SPLN No.59 : 1985. Keandalan Pada Sistem Distribusi 20 kV dan 6 kV, Jakarta : Perusahaan Umum Listrik Negara. Gambar 8.Grafik perbandingan indeks keandalan V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis indeks keandalan sistem jaringan distribusi pada penyulang Kartini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Indeks Keandalan pada penyulang Kartini PT.PLN (Persero) Rayon Watang Sawitto untuk nilai SAIDI sebesar 8.91 jam/tahun dan nilai SAIFI sebesar 2.86 kali/tahun. 2. Berdasarkan hasil perhitungan keandalan pada penyulang Kartini diperoleh nilai sebesar 8.91 jam/tahun untuk SAIDI dan 2.91 kali/tahun untuk SAIFI sehingga penyulang Kartini termasuk kategori andal karena telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh PLN sebesar 21 jam/tahun untuk SAIDI dan 3.2 kali/tahun untuk SAIFI. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada PT.PLN (Persero) Rayon Watang Sawitto . 21 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Analisis Faktor-Faktor Penuaan Minyak Transformator Sofyan1),Agus Efendy2),Kurniawati Naim3) 1,2,3) Jurusan Teknik Elektro [email protected] Abstrak Transformator merupakan mesin listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tegangan listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya. Kelangsungan operasi dan umur dari transformator sangat bergantung kepada umur dan kualitas sistem isolasinya. Salah satunya adalah kualitas dari minyak transformator. Pemakaian transformator dalam jangka panjang dapat menyebabkan minyak transformator akan mengalami penurunan karakteristik elektrik, fisik, dan kimia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara umur pemakaian transformator dan pembeban transformator terhadap sifat elektrik, sifat fisik, dan sifat kimia minyak transformator. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literature, metode eksperimen, dan metode analisis. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa semakan besar umur pemakaian dan tingkat pembebanan transformator, maka skala warna, berat jenis, viskositas, dan kadar air serta kadar asam minyak transformator juga semakin besar. Adapun hasil percobaan flash point dan tegangan tembus menunjukkan bahwa semakin besar umur pemakaian dan tingkat pembebanan transformator maka nilai flash point dan tegangan tembus semakin kecil Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas minyak transformator menurun. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah penurunan kualitas minyak transformator merupakan fungsi waktu dan pembebanan. Semakin lama pengoperasian dan semakin tinggi presentase pembebanan suatu transformator, maka kualitas isolasi minyak transformator akan semakin menurun. Keywords: Minyak Transformator, Sifat Elektrik, Sifat Fisik, Sifat Kimia I. PENDAHULUAN Transformator adalah salah satu alat yang sangat penting dalam suatu sistem tenaga listrik. Fungsi utama dari transformator adalah untuk mengubah level tegangan dari satu level tegangan ke level tegangan yang lain. Pada pemakaian suatu transformator tegangan tinggi, sangat diperlukan isolasi untuk memisahkan antara bagian yang bertegangan dan bagian yang tidak bertegangan serta untuk mengisolasi bagian-bagian antara fasa yang bertegangan sehingga tidak terjadi lompatan listrik atau percikan. Kelangsungan operasi dan umur dari transformator sangat bergantung kepada umur dan kualitas sistem isolasinya. Salah satunya adalah kualitas dari sistem isolasi minyak transformator. Selama transformator beroperasi maka di dalam minyak transformator akan mengalami beban berupa medan listrik dan juga beban thermal yang berasal baik dari belitan maupun inti trafo. Pemakaian transformator dalam jangka panjang dapat menyebabkan minyak trafo akan mengalami penurunan karakteristik dielektrik, fisika dan kimia. Selain itu juga menyebabkan timbulnya gas-gas terlarut yang berada dalam minyak transformator. Sebagian gas-gas yang timbul mempunyai sifat mudah terbakar (combustible. Apabila gas-gas tersebut melebihi batas daya larut pada minyak transformator maka akan menimbulkan gangguan pada transformator yang sedang beroperasi, sehingga perlu dilakukan preventive maintenance untuk menjaga reliabilitas dari minyak trafo. Nilai dari reliabilitas minyak trafo akan terus menurun dan laju kerusakan (hazard rate) akan terus meningkat selama waktu beroperasi. II. KAJIAN LITERATUR A. Minyak Transformator Semua peralatan elektrik, untuk mengkonversi energi dari suatu bentuk ke bentuk yang lain, tak dapat beroperasi tanpa kehilangan daya. Daya yang hilang tersebut hampir semuanya berbentuk panas. Panas yang terdisipasi pada saat alat bekerja dalam kondisi steady-state disebut temperatur kerja. Batas temperature kerja tersebut tergantung pada jenis material yang digunakan. Suatu peralatan elektrik harus memiliki isolasi elektrik dan juga harus memiliki isolasi termal. Transformator sering dioperasikan untuk jangka waktu yang pendek diatas tegangan ratingnya atau untuk menahan sistem yang sedang mengalami transien karena peristiwa switching atau karena gelombang petir. Untuk itu komponen dari transformator, baik isolasi padat maupun minyak harus dapat beroperasi pada stress tegangan setinggi mungkin sehingga tidak mengganggu suplai energi ke konsumen [1]. B. Fungsi Minyak Transformator Dalam transformator, minyak berfungsi sebagai bahan isolator yang memberikan fungsi isolasi antar belitan, dari belitan tegangan tinggi dengan belitan tegangan rendah dan juga antara lilitan dalam satu belitan pada transformator-transformator besar seperti transformator tenaga. Minyak transformator juga memberikan fungsi isolasi antara belitan-belitan dengan badan transformator 22 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 dan benda-benda lain di luar transformator [2]. Selain itu minyak transformator juga berfungsi sebagai media pendingin untuk menyerap panas dari inti trafo dan dari belitan trafo. Sejauh ini minyak terbukti sebagai material isolasi yang paling cocok untuk trafo, karena memiliki kemampuan menyerap panas dengan baik dan memiliki kemampuan mengisolasi bagian-bagian yang memiliki beda potensial pada transformator agar tidak terjadi lompatan listrik (flas over) ataupun percikan listrik (spark over) . C. Sifat- Sifat Minyak Transformator 1. Sifat-Sifat Elektrik Agar minyak dapat berfungsi sebagai isolasi yang baik maka diperlukan adanya perhatian pada sifat-sifat listriknya. Karakteristik yang perlu diketahui adalah : a) Tegangan tembus (kV / cm) Tegangan tembus adalah tegangan dimana tembus listrik (peristiwa kegagalan minyak isolasi melaksanakan fungsinya sebagai bahan dielektrik) terjadi diantara elektroda yang terpisah 2.5 mm, Peristiwa tembus listrik (breakdown) ini terjadi bila kuat medan yang dipikul melebihi kekuatan dielektriknya [3]. 2. Sifat-Sifat Fisik a) Warna dan Penampilan Warna dan kejernihan minyak transformator dapat memberikan informasi dengan cepat tentang kualitas dan kondisi suatu minyak transformator. Biasanya minyak yang berwarna merah tua, menunjukkan minyak tersebut sudah tua, sudah mulai memburuk dengan terbentuknya lumpur (sludge). Dengan mencium bau minyak transformator, dapat diketahui bahwa minyak transformator tersebut akan menimbulkan bunga api jika dikenai medan listrik. b) Densitas (Massa Jenis) Minyak transformator yang mengandung lebih banyak struktur molekul aromatik mempunyai densitas lebih tinggi jika dibanding dengan minyak transformator yang mengandung molekul Paraffinic dan Naptanik. Densitas suatu minyak transformator berkurang dengan kenaikan temperatur dan koefisien densitas. Koefisien densitas standar adalah 0,00065 / 0 C yang digunakan untuk menentukan densitas pada berbagai temperature dari yang terukur. Koefisien standar ini berbeda untuk setiap jenis minyak trafo, tergantung dari struktur molekul dan kualitas penyulingannya. c) Viskositas Viskositas adalah suatu ukuran dari besarnya perlawanan suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran dari besarnya tahanan geser dalam dari suatu bahan cair. Makin tinggi viskositas suatu bahan cair, makin besar pula tahanan dalamnya. Viskositas ini disebut viskositas dinamis atau viskositas mutlak, namun yang lebih banyak digunakan adalah viskositas kinematik yang diperoleh dengan membagi nilai viskositas dinamik dengan massa jenis minyak yang 978-602-18168-7-5 satuannya dalam stokes atau lebih umum dalam centistokes (cst). d) Titik nyala (Flash Point) Operasi yang aman untuk minyak di dalam transformator membutuhkan titik nyala yang tinggi. Api dan ledakan merupakan resiko paling besar ketika minyak digunakan dalam peralatan listrik. Oleh karena itu temperatur kerja minyak seharusnya jauh dibawah titik nyalanya. Titik nyala adalah suhu dimana cairan mulai terbakar bila didekati dengan bunga api kecil. Untuk mencegah kemungkinan timbulnya kebakaran dari peralatan dipilih minyak dengan titik nyala yang tinggi. Titik nyala dari minyak yang baru tidak boleh lebih kecil dari 135 oC, sedangkan suhu minyak bekas tidak boleh kurang dari 130 oC. Untuk mengetahui titik nyala minyak transformator dapat ditentukan dengan menggunakan alat Close Up Tester. 3. Sifat-Sifat Kimia a) Kadar air Air didalam minyak mempunyai dua keadaan yaitu keadaan larut dan keadaan emulsi. Air yang larut menyebabkan konduksi ionik sedangkan emulsinya menyebabakan konduksi elektrophoretik. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa makin tinggi kandungan air tidak menunjukkan adanya kenaikan tan δ Sebaliknya kenaikan jumlah air dalam bentuk emulsi akan menyebabkan kenaikan Tan δ . Terjadinya emulsi dipengaruhi oleh adanya partikel-partikel pencemar dalam minyak baik yang bersifat polar dan non-polar. Partikelpartikel ini akan menyerap air sehingga terbentuk emulsi. b) Kadar asam Kandungan asam di dalam kimia dikenal dengan bilangan asam. Bilangan asam itu sendiri adalah jumlah Miligram Potassium Hydroxide (KOH) yang dibutuhkan untuk menitrasi semua unsur-unsur asam yang ada pada 1 gram sampel minyak. Satuan dari bilangan asam adalah miligram KOH/gram minyak. Proses oksidasi pada cairan minyak isolasi transformator akan menghasilkan produk-produk dari senyawa asam. Pengukuran keasaman secara berkala merupakan salah satu cara untuk memonitoring perkembangan oksidasi. Pembentukan endapan pada transformator yang merupakan hasil akhir dari proses oksidasi sebelumnya didahului oleh penambahan kandungan asam [4]. III. METODE PENELITIAN Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan April sampai bulan Agustus 2018 pada beberapa lokasi. Pengambilan sampel minyak pada penelitian ini dilaksanakan di bengkel transformator di daerah kerja PT PLN (Persero) Rayon Panakkukang Makassar, Jalan Hertasning, Makassar. Pengujian sifat elektrik sampel 23 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 minyak transformator dilakukan di Bengkel Listrik Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. Dan Pengujian karakteristik fisik dan kimia sampel minyak transformator dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pengukuran dan pengujian terhadap sampel minyak transformator yang telah dipakai selama waktu operasi tertentu dengan pembebanan yang berbeda dengan mengambil salah satu jenis minyak transformator tertentu, yaitu minyak mineral Diala B (shell oil ). Dalam penelitian ini digunakan tiga metode penelitian yakni: 1. Studi Literatur Studi literatur dilaksanakan pada tahap awal pelaksanaan penelitian ini. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan dan pembahasan pada penelitian ini. 2. Metode Eksperimen / Pengujian Pengukuran dan pengujian dilakukan terhadap beberapa sifat-sifat fisika, sifat kimia, dan sifat elektrik dengan menggunakan metode pengujian dan pengukuran standar IEC, ASTM dan SPLN. Kegiatan eksperimen atau pengujian dilakukan di laboratorium dan pelaksanaanya setelah studi literatur. 3. Metode Analisis Metode Analisis ini dilakukan pada tahap akhir penelitian ini. Pelaksanaannya setelah diperoleh datadata hasil pengujian di laboratorium. Hasil pengukuran dan pengujian dari sampel, kemudian dibandingkan dengan spesifikasi standar yang telah ditetapkan berdasarkan literatur-literatur. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu: 1. Pengukuran sifat-sifat fisik meliputi : uji viskositas, uji titik nyala (flash point), berat jenis dan pengamatan warna . 2. Pengujian sifat kimia yang akan diketahui adalah kadar air, dan kadar asam. 3. Pengujian sifat listrik yang akan diketahui adalah tegangan tembus (VBD). Adapun data transformator yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini Tabel 1 Data Sampel Minyak Transformator yang Diuji coba RataUmur Kode Daya Rata Trafo No Merek Beban Sampel (KVA) (Tahun) (%) 1 A 200 LMK 70 1 2 B 160 Sintra 74.5 1 3 C 100 Kaltra 62 1 4 D 100 Sintra 77.5 3 5 E 50 LMK 89 5 6 F 200 Starlite 90.5 8 Schneider 7 G 315 93.5 17 Electric 8 H 200 Starlite 69 19 9 I 50 Starlite 71.5 19 10 J 25 LMK 92 20 978-602-18168-7-5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran Sifat-Sifat Minyak Transformator Hasil pengujian minyak transformator dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 2 Hasil Pengujian Minyak Transformator No Sampel Hasil Pengujian 1 2 1 A 46.8 0 0.819 28.69 3 4 143 0.428 0.03 5 6 7 2 B 93.2 0 0.826 27.48 146 1.808 0.03 3 C 33.6 0.5 0.821 26.2 143 0.932 0.03 4 D 134.8 0.5 0.83 19.04 135 0.448 0.045 5 E 42 0.5 0.821 15.22 141 0.398 0.045 6 F 125.6 1 0.872 31.3 132 1.355 0.045 7 G 4.4 1.5 0.995 3.799 130 23.07 0.04 8 H 28.8 2 0.864 16.32 127 2.039 0.04 9 I 31.2 2 0.87 17.58 128 0.396 0.04 10 J 4.4 6.5 1.002 4.368 120 32.3 0.045 Keterangan: Pengujian 1 = Tegangan Tembus (kV/cm) Pengujian 2 = Skala Warna Pengujian 3 = Berat Jenis (gr/cm3) Pengujian 4 = Viskositas (cSt) Pengujian 5 = Flash Point (oC) Pengujian 6 = Kadar Air (%) Pengujian 7 = Kadar Asam (mgKOH/gr) B. Korelasi Hasil Pengujian dengan Umur Transformator dan Pembebanan 1. Pengaruh Umur Terhadap Sifat Listrik, Sifat Fisik dan Sifat Kimia a. Pengaruh Umur Pemakaian terhadap Sifat Listrik 1) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Tegangan Tembus Minyak Transformator Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas dengan umur operasi minyak transformator dibuat grafik hubungan umur minyak transformator dengan nilai tegangan tembus minyak seperti terlihat pada grafik dibawah ini: Gambar 1 Grafik Hubungan antara Umur Minyak Transformator Tegangan Tembus 24 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Dari grafik bisa disimpulkan hubungan antara tegangan tembus dan umur minyak trafo di atas dapat diketahui bahwa tegangan tembus cenderung turun dengan semakin lama minyak beroperasi di dalam transformator. Besarnya tegangan tembus dipengaruhi oleh adanya ketidakmurnian seperti partikel padat, kandungan air, kandungan gas seperti dijelaskan sebelumnya. Semakin lama minyak transformator beroperasi, maka ketidakmurnian pada minyak akan semakin bertambah. b. Pengaruh Umur Pemakaian terhadap Sifat Fisik 1) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Warna Minyak Transformator Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas dengan umur operasi minyak transformator dibuat grafik hubungan umur minyak transformator dengan nilai warna minyak seperti terlihat pada grafik dibawah ini: Gambar 3 Grafik Hubungan antara Umur Minyak Transformator Berat Jenis Dari grafik bisa disimpulkan bahwa nilai berat jenis berbanding lurus dengan umur pemakaian transformator, semakin lama usia pemakaian minyak transformator maka berat jenis minyak transformator semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin lama transformator di operasikan maka akan muncul sludge yang akan mengakibatkan berat jenis bertambah. Sludge muncul akibat oksidasi yang terjadi pada saat transformator beroperasi. 3) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Viskositas Minyak Transformator. Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas dengan umur operasi minyak transformator dibuat grafik hubungan umur minyak transformator dengan nilai viskositas seperti terlihat pada grafik dibawah ini: Gambar 2 Grafik Hubungan antara Umur Minyak Transformator Perubahan Warna Dari grafik bisa disimpulkan hubungan antara warna dengan umur minyak transformator di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa warna minyak akan berubah karena pengaruh umur operasi minyak transformator. Semakin lama minyak beroperasi di dalam transformator, maka warna minyak cenderung berubah menjadi lebih gelap. Perubahan warna minyak terjadi akibat lunturnya warna vernish dari kumparan-kumparan yang terendam di dalam minyak transformator. 2) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Berat Jenis Minyak Transformator Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas dengan umur operasi minyak transformator dibuat grafik hubungan umur minyak transformator dengan nilai berat jenis seperti terlihat pada grafik berikut ini: Gambar 4 Grafik Hubungan antara Umur Minyak Transformator Viskositas Dari grafik bisa disimpulkan hubungan antara viskositas dan umur minyak transformator cenderung turun karena pengaruh umur operasi. Viskositas akan turun dikarenakan adanya peningkatan kadar air yang mengakibatkan minyak lebih encer 4) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Flash Point Minyak Transformator Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas dengan umur operasi minyak transformator dibuat grafik hubungan umur minyak transformator dengan 25 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 nilai flash point Minyak seperti terlihat pada grafik dibawah ini: Gambar 5 Grafik Hubungan antara Umur Minyak Transformator Perubahan Flash Point Dari grafik bisa disimpulkan semakin tua umur transformator maka semakin rendah nilai flash pointnya, begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya zat pengotor yang mempengaruhi kemurnian minyak transformator yang dapat dilihat dari fisiknya yakni warnanya yang semakin gelap. c. Pengaruh Umur terhadap Sifat-Sifat Kimia Minyak Transformator 1) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Kadar Air Minyak Transformator Semakin lama umur pemakaian transformator maka semakin tinggi kadar air dalam minyaknya. Hal ini disebabkan karena Medan listrik akan menyebabkan titik air yang tertahan didalam minyak yang memanjang searah medan, dan pada medan yang kritis tetesan ini menjadi tidak stabil dan pada akhirnya terbentuknya kanal peluahan. Sehingga semakin lama pengoperasian transformator maka jumlah kanal peluahan pada minyak transformator semakin banyak. Apabila kadar air pada minyak transformator tinggi maka besar kemungkinan terjadinya tembus listrik. 2) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator terhadap Kadar Asam Minyak Transformator Kandungan asam cenderung bertambah karena pengaruh umur. Pengaruh lingkungan dan usia pengoperasian minyak yang tidak sama, menyebabkan kandungan asamnya juga berbeda. Asam bisa timbul apabila terjadi pemanasan yang berlebih (thermal stress) pada minyak. Hal ini akan terus berlangsung seiring dengan usia pengoperasian minyak transformator. Hal inilah yang dapat menyebabkan kadar asam bertambah. Oleh sebab itu kandungan asam pada minyak bekas lebih besar jika dibandingkan dengan minyak baru. Bertambahnya kadar asam didalam minyak menyebabkan karat dari bahan logam, yang selanjutnya menyebabkan kerusakan mekanis. 978-602-18168-7-5 2. Pengaruh Pembebanan Terhadap Sifat Listrik, Sifat Fisik dan Sifat Kimia a. Pengaruh Pembebanan terhadap Sifat Listrik 1) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Tegangan tembus Minyak Transformator Semakin besar tingkat pembebanan transformator maka semakin menurun nilai tegangan tembusnya. Hal ini disebabkan karena tingkat pembebanan berbanding lurus dengan temperatur, apabila temperatur pada transformator tinggi maka akan menyebabkan terbentuknya carbon, dimana apabila hal ini terus berulang maka kadar karbon semakin meningkat, dan menimbulkan gas N2 dan O2 pada minyak, sehingga tegangan tembus semakin menurun. b. Pengaruh Pembebanan terhadap Sifat Fisik 1) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Warna Minyak Transformator Semakin tinggi tingkat pembebanan suatu transformator maka semakin tinggi skala warna pada minyak transformator, yang menunjukkan bahwa warna minyak semakin gelap. Hal ini disebabkan karena presentase beban dan stressing tegangan yang tinggi mengakibatkan adanya perubahan temperatur yang terjadi didalam minyak transformator. 2) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Berat Jenis Minyak Transformator Hubungan antara pembebanan transformator dengan berat jenis minyak transformator berbanding lurus, semakin besar pembebanan yang diberikan maka semakin besar berat jenisnya. Hal ini disebabkan karena pembebanan transformator menyebabkan peningkatan temperature sehingga terjadi proses oksidasi. Proses ini menimbulkan zat pengotor atau sludge. Semakin banyak sludge yang muncul maka berat jenis minyak semakin besar. Sehingga semakin besar tingkat pembebanan suatu transformator maka semakin besar nilai berat jenis minyak transformator 3) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Viskositas Minyak Transformator. Semakin besar tingkat pembebanan transformator maka semakin kecil nilai viskositasnya. Hal ini disebabkan karena pembebanan pada transformator menghasilkan titik air, semakin tinggi pembebanan suatu transformator maka semakin banyak pula titik air yang dihasilkan. Hal ini mengakibatkan minyak transformator menjadi sedikit encer sehingga nilai viskositas menurun. 4) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Flash Point Minyak Transformator Hubungan antara pembebanan transformator dengan nilai flash point berbanding terbalik. Semakin besar pembebanan yang diberikan pada transformator maka nilai flash point menurun. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pembebanan transformator maka semakin besar gas yang dilepaskan, gas-gas tersebut bersifat volatile combusite yakni gas yang mudah menguap. Gas 26 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 volatile combusite menyebabkan nilai flash poinnya menurun sehingga minyak menjadi mudah terbakar c. Pengaruh Pembebanan terhadap Sifat-Sifat Kimia Minyak Transformator 1) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Kadar Air Minyak Transformator Pembebanan transformator berbanding lurus dengan kadar air minyak transformator. Hal ini dapat dilihat pada grafik, yakni semakin besar pembebanan transformator, semakin besar pula kadar air dalam minyak transformator. Hal ini terjadi karena dalam pembebanan transformator, pada kondisi medan listrik yang tinggi, molekul uap air yang terlarut memisah dari minyak dan terpolarisasi membentuk suatu dipol. Jika jumlah molekul-molekul uap air banyak, maka akan terbentuk kanal peluahan. Kanal ini akan merambat dan memanjang sampai menghasilkan tembus listrik sehingga kemampuan isolasi minyak transformator menurun 2) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap Kadar Asam Minyak Transformator Semakin besar pembebanan transformator maka kadar asam minyak transformator semakin besar pula. Minyak yang telah terpakai mempunyai kadar asam yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa minyak tersebut telah terkontaminasi atau teroksidasi dengan material lain seperti vernish, cat, atau zat-zat asing lainnya. Peningkatan kadar asam dalam minyak transformator merupakn akibat dari pembebanan transformator yang berlebih serta pengaruh stress listrik dan terlepasnya oksigen. Dengan meningkatnya kadar asam dalam minyak, maka kualitas minyak transformator menjadi turun C. Korelasi antara Umur Transformator terhadap Tingkat Pembebanan Transformator Setelah melakukan pengujian dan analisis terhadap hubungan umur pemakaian dan tingkat pembebanan transformator dengan sifat elektrik, sifat kimia, dan sifat fisik minyak transformator, maka dapat diperoleh korelasi antara umur pemakaian dengan tingkat pembebanan tranformator. Pada percobaan warna, berat jenis, viskositas, kadar air, dan kadar asam diperoleh bahwa semakin besar umur pemakaian dan tingkat pembebanan transformator, maka skala warna, berat jenis, viskositas, dan kadar air serta kadar asam minyak transformator juga semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas minyak transformator menurun. Adapun hasil percobaan flash point dan tegangan tembus menunjukkan bahwa semakin besar umur pemakaian dan tingkat pembebanan transformator maka nilai flash point dan tegangan tembus semakin kecil. Namun hal ini juga menunjukkan bahwa kualitas minyak transformator menurun. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan kualitas minyak transformator merupakan akibat dari lamanya umur pengoperasian transformator dan tingginya tingkat pembebanan transformator. 978-602-18168-7-5 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kualitas isolasi minyak transformator dipengaruhi oleh umur pemakaian transformator. Semakin lama minyak transformator digunakan maka skala warna, berat jenis, viskositas, kadar air, dan kadar asam semakin tinggi sedangkan flash point dan tegangan tembus semakin menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama pengoperasian transformator, maka semakin rendah kualitas minyak transformatornya. 2. Tingkat pembebanan pada transformator sangat mempengaruhi kualitas isolasi minyak transformator. Semakin tinggi tingkat pembebanan transformator, maka nilai flash point dan tegangan tembus semakin menurun dan skala warna, berat jenis, viskositas, kadar air, serta kadar asam semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas minyak transformator semakin menurun jika tingkat pembebanan transformator semakin tinggi 3. Penurunan kualitas minyak transformator merupakan fungsi waktu dan pembebanan. Semakin lama pengoperasian dan semakin tinggi presentase pembebanan suatu transformator, maka kualitas isolasi minyak transformator akan semakin menurun. UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi wadah bagi saya dalam menuntut ilmu. 2. Kedua orang tua tercinta dan keempat saudara yang menjadi motivator saya. REFERENSI [1] SPLN 49-1. 1982. Minyak Isolasi. Perusahaan Umum Listrik Negara. [2] Abduh, Syamsir. 2003. Teori Kegagalan Isolasi .Jakarta : Universitas Trisakti. [3] Fritz, Simamora J. (2011). Analisis Pengaruh Kenaikan Temperatur dan Umur Minyak Transformator Terhadap Degradasi Tegangan Tembus Minyak Transformator. Depok: Universitas Indonesia. [4] Citarsa, Fery. 2011. Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Sifat Listrik dari Minyak Isolasi Transformator. Nusa Tenggara Barat : Universitas Mataram. 27 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Analisis Koordinasi Zona Area Proteksi PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju Nurhayati Rasyid1), Ahmad Rizal Sultan2) , Marwan3) 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang email : [email protected] email : [email protected] email : [email protected] Abstrak Proteksi pada sistem tenaga listrik merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem ketanagalistrikan. Tujuan sistem proteksi adalah untuk menimalisir gangguan atau melindungi sistem tenaga listrik dari akses gangguan yang terjadi pada sistem, jika sistem proteksi tidak baik, maka mengakibatkan menurunnya keandalan sistem pada pendistribusian tenaga listrik. Sehubungan dengan hal ini, sehingga penelitian bertujuan untuk mengevaluasi sistem proteksi dan menganalisis jenis gangguan yang terjadi khususnya gangguan hubung singkat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan analisa secara sederhana, menghitung arus hubung singkat dan mengevaluasi sistem proteksi. Untuk menjustifikasi hasil analisa yang diperoleh maka digunakan software Etap Power Station 16.0.0 dan software DigSilent Power Factory 15.1.7. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini disimpulkan bahwa sistem proteksi yang terpasang pada PLTU Mamuju dan Trafo Gi Mamuju tidak bekerja dengan baik. Sehingga setelah dilakukan simulasi ulang dengan menggunakan Etap maka hasilnya sistem proteksi tersebut dapat bekerja dengan normal. Berdasarkan hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat dapat diketahui arus gangguan hubung singkat If! !"#" = 0,507 kA, If! !"#" = 0,439 kA, If! !"#"!!"#"$ = 0,493 kA, dan If! !"#"!!"#"$ = 0,167 kA. Dari hasil simulasi diperoleh nilai arus hubung singkat If! !"#" = 0,510 kA, If! !"#" = 0,441 kA, If! !"#"!!"#"$ = 0,483 kA, dan If! !"#"!!"#"$ = 0,228 kA. Nilai arus gangguan hubung singkat terbesar terjadi pada gangguan hubung singkat 3 fasa sedangkan gangguan hubung singkat terkecil terjadi pada gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Keywords : Sistem Proteksi, Arus Gangguan, Software, Hubung Singkat, Simulasi. I. PENDAHULUAN Sistem tenaga listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan lainnya oleh jaringan transmisi dengan pusat beban atau jaringan distribusi.Secara umum sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama yaitu pembangkitan tenaga listrik, penyaluran tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik.[1] Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dilakukan kepada peralatan-peralatan listrik yang terpasang pada suatu sistem tenaga misalnya generator, transformator jaringan dan lain-lain terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah,sinkron dan lainlain.[2] Dalam penyaluran energi listrik sering terjadi gangguan-gangguan yang dapat menghambat penyaluran energi listrik ke konsumen. Dari berbagai jenis gangguan yang terjadi, gangguan hubung singkat adalah gangguan yang paling sering terjadi pada penyaluran energi listrik. Hubung singkat merupakan suatu hubungan abnormal (termasuk busur api) pada impedansi yang relatif rendah terjadi secara kebetulan atau disengaja antara dua titik yang mempunyai potensial yang berbeda.[3] Berdasarkan kejadian yang terjadi di lapangan (Trafo GI Mamuju dan PLTU Mamuju), diantaranya sistem proteksi yang tidak bekerja dengan baik, dimana setiap terjadi gangguan pada penyulang 20 kV sistem proteksi yang bekerja pertama kali adalah sistem proteksi pada pembangkit Mamuju. Akibatnya terjadi pemadaman pada gardu hubung yang lainnya seperti gardu hubung Sinyonyoi, gardu hubung Rayon Mamuju dan gardu hubung Husni Thamrin. Kemudian seringnya terjadi gangguan khususnya gangguan hubung singkat. Hal ini yang mendasari penulis sehingga ingin menganalisis koordinasi zona area proteksi PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju. II. KAJIAN LITERATUR 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dilakukan kepada peralatan-peralatan listrik yang terpasang pada suatu sistem tenaga misalnya generator, transformator jaringan dan lain-lain terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah,sinkron dan lain-lain. [2] Relay Arus Lebih/Over Current Relay(OCR) Ketika terjadi gangguan fasa ke tanah, maka besarnya arus gangguan (If) akan termonitor melalui CT (current transformator) yang kemudian akan diteruskan melalui rangkaian sekunder CT menuju relay proteksi (OCR). Relay proteksi akan membaca besarnya arus 28 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 gangguan. Jika arus gangguan melebihi setting relay, maka relay akan bekerja memberi perintah/order trip pada CB (Circuit Breaker) sehingga daerah terganggu terputus (terlokalisir) dari sirkuit yang sehat.[2] Relay Gangguan Tanah/Ground Fault Relay (GFR) Relay gangguan tanah adalah suatu relay yang bekerja berdasarkan adanya kenaikan arus yang melebihi suatu nilai setting pengaman tertentu dan dalam jangka waktu tertentu bekerja apabila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah. Relay gangguan tanah hanya efektif dipakai untuk pentanahan netral langsung atau dengan tahanan rendah.[2] 2.2 Gangguan Hubung Singkat Hubung singkat adalah hubungan konduksi sengaja atau tidak sengaja melalui hambatan atau impedansi yang cukup rendah antara dua atau lebih titik yang dalam keadaan normalnya mempunya nilai potensial yang berbeda.[3] Menghitung Impedansi Sumber Data yang diperlukan adalah data hubung singkat pada bus primer trafo.[1] !! = (!"#$%#$% !" !"#$%)! !"#" !"#"$% !"#$%&' .................................(1) Dimana : !! = Impedansi sumber (Ω) Untuk mengkonversi impedansi yang terletak di sisi 150 kV, dilakukan dengan cara sebagai berikut !! !"!" !" !" = !"! !"#! × !! (!"!" !"# !") ...............(2) !!(!"#" !""%) = !"#"$%&"$ !"#$% Perhitungan yang akan dilakukan disini adalah perhitungan besarnya nilai impedansi positif (!!!" ), negatif (!!!" ) dan nol (!!!" ) dari titik gangguan sampai ke sumber,[5] !!!" = !!!" = !!! + !!! + !!(!"#$%&'#() ............(7) Keterangan : !!! = Impedansi sumber sisi 20 kV (Ω) !!! = Impedansi trafo tenaga urutan positif dan negatif(Ω) !! = Impedansi urutan positif dan negatif (Ω) Untuk perhitungan !!!" !!!" = !!! + 3RN + !!(!"#$%&'#() .....................(8) Keterangan : !!! = Impedansi trafo tenaga urutan nol (Ω) RN = Tahanan tanah trafo tenaga (Ω) !! = Impedansi urutan nol (Ω) Karena lokasi gangguan penyulang dibagi beberapa titik gangguan, maka dihitung pula nilai impedansi penyulang pada jarak 0%,25%,50%,75% dan 100%. Setelah mendapatkan impedansi ekuivalen jaringan sesuai dengan lokasi gangguan, selanjutnya menghitung arus gangguan hubung singkat. Untuk nilai impedansinya menggunakan impedansi ekuivalen jaringan dan juga tergantung pada jenis gangguan hubung singkatnya yaitu 3 fasa, 2 fasa, 2 fasa ke tanah dan 1 fasa ke tanah.[6] Arus Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa !! = Menghitung Reaktansi Trafo (!"#$%#$% !" !"#$%)! 978-602-18168-7-5 ...............(3) Keterangan: !! = Impedansi trafo tenaga (Ω) Menghitung Reaktansi Urutan Positif dan Negatif (!!" = !!" ) !! = !%(!"#" !"#$%) ! !!(!"#" !"!" !""%) ...........(4) Menghitung Reaktansi Urutan Nol (!!" ) Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyd, dimana kapasitas belitan delta biasanya adalah ⅓ dari kapasitas belitan Y, maka : [4] !!! = 3 ! !!! ....................................................(5) Menghitung Impedansi Penyulang Untuk menghitung impedansi penyulang, perhitungan dilakukan berdasarkan besarnya nilai impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung, dimana besar nilai penyulang tergantung pada jenis penghantar, ukuran penampang dan panjang penghantarnya.[5] !! = !! % !"#$"#% ! !"#$"#% !"#$%&'#( !" ! !! /!! .............................................(6) Keterangan : !! = Impedansi Urutan Positif (Ω) !! = Impedansi Urutan Negatif (Ω) Menghitung Impedansi Ekuivalen Jaringan !! !! ....................................................(9) Dimana : !! = Arus gangguan hubung singkat tiga fasa (A) !! = Tegangan pragangguan (V) !! = Impedansi urutan positif (Ω) Arus Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa !! = !! !! ! !! .............................................(10) Dimana : !! = Arus gangguan hubung singkat dua fasa (A) !! = Tegangan pragangguan (V) !! = Impedansi urutan positif (Ω) !! = Impedansi urutan negatif (Ω) Arus Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa ke Tanah !! = !! !! ! !! !! /(!! ! !! ) ..............................(11) Dimana : !! = Arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah (A) !! = Tegangan pragangguan (V) !! = Impedansi urutan positif (Ω) !! = Impedansi urutan negatif (Ω) !! = Impedansi urutan nol (Ω) Arus Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah !! = !! !! ! !! ! !! .........................................(12) Dimana : !! = Arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah (A) !! = Tegangan pragangguan (V) 29 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 !! = Impedansi urutan positif (Ω) !! = Impedansi urutan negatif (Ω) !! = Impedansi urutan nol (Ω) 2.3 Sistem Pembumian Sistem pembumian atau biasa disebut sebagai grounding adalah sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik, petir dll.[4] Sistem yang tidak ditanahkan/Open Grounding Suatu sistem dikatakan tidak diketanahkan/open grounding atau sistem delta. Jika tidak ada hubungan galvanis antara sistem itu dengan tanah.[4] Pembumian Titik Netral Tanpa Impedansi/Solid Grounding Sistem pembumian langsung adalah dimana titik netrral sistem dihubungkan langsung dengan tanah, tanpa memasukkan harga suatu impedansi.[4] Pembumian Titik Netral Melalui Tahanan/Resistance Grounding Pembumian titik netral melalui tahanan/resistance grounding yang dimaksud adalah suatu sistem yang mempunyai titik netral dihubungkan dengan tanah melalui tahanan/resistor.[4] III. 978-602-18168-7-5 seperti gardu hubung Sinyoyoi, gardu hubung Rayon Mamuju dan gardu hubung Husni Thamrin. Berdasarkan kejadian ini, maka kami melakukan evaluasi sistem pentanahan trafo dengan mengubah sistem pentanahan pada trafo pembangkit, dari solid grounding menjadi open grounding. Hal ini dilakukan dengan alasan karena pada prinsipnya sistem-sistem yang diketanahlan menggunakan solid grounding, bila terjadi gangguan tanah selalu mengakibatkan terganggunya saluran, yaitu gangguan harus diisolir dengan membuka pemutus daya. Sistem pentanahan diubah menjadi open grounding hasilnya adalah sistem pengaman pada saat terjadi gangguan kembali normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada hasil evaluasi yang dilakukan berikut ini METODE PENELITIAN Berikut ini gambaran langkah-langkah penelitian yang kami lakukan, yang dijelaskan melalui flowchart berikut ini: Gambar 2. Hasil Simulasi setelah diberikan arus gangguan hubung singkat pada bus 10 (trafo mamuju mengguankan solid grounding) Gambar 3. Hasil Report setelah diberikan arus gangguan hubung singkat pada bus 10 Gambar 1. Flowchart Metode Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi sistem proteksi zona area PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju Menggunakan Software Etap Dalam pengujian ini, sistem proteksi yang berada pada PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju akan di evaluasi dengan menggunakan software Etap. Sistem pegujian yang dilakukan berdasarkan kejadian yang terjadi di lapangan dimana sistem proteksi yang bekerja pertama kali setiap terjadi gangguan pada penyulang 20 kV adalah sistem proteksi pada pembangkit Mamuju. Akibatnya terjadi pemadaman pada gardu hubung yang lainnya, Pada hasil report diatas menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan, arus hubung singkat pada PLTU Mamuju yaitu sebesar 0,168 kA dengan waktu trip 60 ms kemudian relay gardu hubung Sinyonyoi sebesar 0,168 kA dengan waktu trip 90 ms kemudian relay gardu hubung Rayon Mamuju sebesar 0,168 kA dengan waktu trip 425 ms kemudian relay Husni Thamrin sebesar 0,259 kA dengan waktu trip 471 ms kemudian relay incoming sebesar 0,259 kA dengan waktu trip 981 ms. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam evaluasi ini sistem pentanahan yang dilakukan dievaluasi kembali dari sistem solid grounding menjadi open grounding, evaluasi 30 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 yang telah kami lakukan dengan menggunakan sistem open grounding dapat dilihat melalui gambar berikut ini : 978-602-18168-7-5 Menghitung impedansi penyulang !! = !! =(0,2161+j0,3305) x 52=11,2424+j17,186 Ω !! = (0,3631+j1,6180) x 52 = 18,8812 + j 84,136 Ω Karena penyulang dibagi beberapa titik gangguan, maka nilai impedansi penyulang pada jarak 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% adalah seperti pada tabel 1-4: Impedansi urutan positif dan negatif penyulang Tabel 1. Impedansi urutan positif dan negatif penyulang Gambar 4. Hasil simulasi setelah diberikan gangguan hubung singkat pada bus 10 % Panjang Impedansi Penyulang (!! dan !! ) 0 0 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 0 Ω 25 25 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 2,810 + j 4,296 Ω 50 50 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 5,621 + j 8,593 Ω 75 75 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 8,431 + j 12,889 Ω 100 100 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 11,2424 + j 17,186 Ω Impedansi urutan nol penyulang Tabel 2. Impedansi urutan nol penyulang Impedansi Penyulang (!! dan !! ) % Panjang 0 0 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 0 Ω 25 25 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 4,720 + j 21,034 Ω 50 50 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 9,440 + j 42,068 Ω 75 75 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 14,160 + j 63,102 Ω 100 100 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω)=18,881 + ! 84,136 Ω Impedansi ekuivalen urutan positif dan negatif !!!" = !!!" = !0,952 + !1,6625 + !! (!"#$%&'#() Gambar 5. Hasil Report setelah diberikan arus gangguan hubung singkat pada bus 10 Dari gambar 4.3 menunjukkan bahwa ketika sistem pentanahan diubah menjadi open grounding maka ketika terjadi gangguan, sistem proteksi yang pertama kali bekerja adalah relay Husni Thamrin kemudian relay Incoming 2. Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan, besar arus hubung singkat pada relay husni thamrin adalah sebesar 0,277 kA dan waktu trip 451 ms kemudian rele Incoming 2 sebesar 0,277 kA dan waktu trip 924 ms, ini menunjukkan sistem pengaman sudah bekerja dengan normal dan juga sistem pengaman pada gardu induk pembangkit sudah tidak bekerja lagi (kembali normal). 4.2 Jenis Gangguan Sebelum menghitung besarnya gangguan hubung singkat maka beberapa variabel yang harus diketahui yang dijadikan dasar untuk menghitung jenis gangguan yang dimaksud, yaitu : Menghitung impedansi sumber pada sisi 150 kV !!(!"#!") = (!"#$%#$% !" !"#$%)² = (!"#)² !"#" !"#"$% !"#$%&' !"#,! !"! !"(!"!" !" !") = × 53,549 = 0,952 !"#! = !2,6145 + !! (!"#$%&'#() Tabel 3. Impedansi ekuivalen urutan positif dan negatif % Panjang Impedansi Jaringan (!! dan !! ) 0 j 2,6145 Ω 25 j 2,6145 + 2,810 + j 4,296 = 2,81 + j 6,911 50 j 2,6145 + 5,621 + j 8,593 = 5,621 + j 11,207 75 j 2,6145 + 8,431 + j 12,889 = 8,431 + j 15,53 100 j 2,6145 + 11,2424 + j 17,186 = 11,2424 + j 19,8 Impedansi ekuivalen urutan nol !!!" = ! 4,9875 + 3×40 + !!(!"#$%&'#() = ! 4,9875 + 120 + !!(!"#$%&'#() Tabel 4. Impedansi ekuivalen urutan nol % Panjang Impedansi Jaringan (!! dan !! ) 0 j 4,9875 + 120 Ω 25 j 4,9875 + 120 + 4,720 + j 21,034 = 124,72 + j26,021 Ω 50 j 4,9875 + 120 + 9,440 + j 42,068 = 129,44 + j 47,055 Ω = 53,549 Ω 75 j4,9875 + 120 + 14,160 + j 63,102 = 134,16 + j68,089 Ω Ω 100 Menghitung impedansi trafo j 4,9875 + 120 + 18,8812 + ! 84,136 = 138,88 + j 89,123 Ω (!")² !" !"#" !"" % = = 13,3 Ω !" Reaktansi urutan positif dan negatif (!"! , !"! ) !"! = !"! = 12,5% x 13,3 = 1,6625 Ω Reaktansi urutan nol (!"! ) !!! = 3 x 1,6625 = 4,9875 Ω Menghitung Arus Gangguan Hubung Singkat Setelah menghitung beberapa variabel diatas, maka besarnya arus gangguan hubung singkat yang terjadi dapat dilihat pada tabel 5-8 31 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Arus gangguan hubung singkat 3 fasa Arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah Tabel 5. Arus gangguan hubung singkat 3 fasa % Panjang Arus Hubung Singkat 3 Fasa 0 20000 3 = 0 + !2,6145 11547 25 20000 3 = 2,81 + !6,911 50 20000 3 = 5,621 + !11,207 75 20000 3 = 8,431 + !15,53 8,431! + 15,53! 100 20000 3 = 11,2424 + !19,8 11,2424! + 19,8! 0! + 2,6145! 978-602-18168-7-5 Tabel 8. Arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah % Panjang = 4415,523 ! 11547 2,81! + 6,911! 0 = 1544,986 ! 11547 5,621! + 11,207! 11547 25 = Arus gangguan hubung singkat 2 fasa Tabel 6. Arus gangguan hubung singkat 2 fasa 20000 = 2 ×(0 + !2,6145) 20000 = 2,81 + !6,911 25 20000 0! + 5,229! = = 3819,823 ! 20000 5,62! + 13,822! 75 = 1340,4 ! 50 20000 = 5,621 + !11,207 11,242! + 22,414! 20000 75 20000 = 8,431 + !15,53 16,862! + 31,06! 100 20000 = 11,2424 + !19,8 22,4848! + 39,6! 20000 20000 20000 3 8,431 + !15,530 + 8,431 + !15,530 + 134,16 + !68,0895 34641 = = 190,7462 ! 99,1495! + 151,022! 3× Arus Hubung Singkat 2 Fasa 0 20000 3 5,621 + !11,207 + 5,621 + !11,207 + 129,44 + !47,055 34641 = = 223,785 ! 69,469! + 140,682! 3× = 507,134 ! 50 % Panjang 20000 3 = 2,81 + !6,911 + 2,81 + !6,911 + 124,72 + !26,0215 34641 = = 250,164 ! 39,8435! + 130,34! 3× = 920,986 ! = 653,445 ! 11547 Arus Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah 20000 3× 3 = !2,6145 + !2,6145 + 120 + !4, 9874 34641 = = 285,6344 ! 10,2165! + 120! = 795,59 ! = 565,9 ! = 438,191 ! 20000 3 11,2424 + !19,8 + 11,2424 + !19,8×138,88 + !89,1275 34641 = = 157,817 ! 128,7275! + 161,3468! 3× = 100 4.3 Simulasi Gangguan Hubung Singkat Menggunakan Software Etap Arus gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah Tabel 7. Arus gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah % Panjang Arus Hubung Singkat 2 Fasa ke Tanah = 0 = = 25 = = 50 = = 75 = 100 = = 20000 !2,6145 + !2,6145 ×120 + !4, 9874 / !2,6145 + 120 + !4,9875 20000 0,11347! + 5,2218! = 3828,184 ! 20000 2,81 + !6,911 + 2,81 + !6,911×124,72 + !26,0215 / 2,81 + !6,911 + 124,72 + !26,0215 20000 6,058! + 13,09962! = 1387,77 ! 20000 5,621 + !11,207 + 5,621 + !11,207×129,44 + !47,055 / 5,621 + !11,207 + 129,44 + !47,055 20000 11,737! + 20,334! = 857,8262 ! 20000 8,431 + !15,530 + 8,431 + !15,530×134,16 + !68,0895 / 8,431 + !15,530 + 134,16 + !68,0895 20000 17,0345! + 27,28583! Gambar 6. Simulasi Hubung Singkat Menggunakan Etap 4.4 Simulasi Gangguan Hubung Singkat Menggunakan Software Digsilent = 619,762 ! 20000 11,2424 + !19,8 + 11,2424 + !19,8×138,88 + !89,1275 / 11,2424 + !19,8 + 138,88 + !89,1275 20000 21,98! + 34,03! = 490,641 ! Gambar 7. Simulasi Hubung Singkat Menggunakan Digsilent 32 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Tabel 9. Perbandingan hasil perhitungan dengan hasil simulasi arus gangguan hubung singkat 3 fasa Arus Hubung Singkat (kA) Panjang Jarak Hasil Hasil Hasil Simulasi (%) (Km) Perhitungan Simulasi (DigSILENT) (Manual) (Etap) 4,416 0 0 5,112 4,501 impedansi saluran tergantung pada panjang kabel, jenis kabel dan diameter kabel yang digunakan. Setelah melakukan perhitungan dan simulasi dapat diketahui bahwa besarnya arus gangguan hubung singkat terbesar adalah pada gangguan hubung singkat 3 fasa dan gangguan hubung singkat terkecil adalah pada gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah sedangkan gangguan 2 fasa dan gangguan 2 fasa ke tanah besar nilai arus gangguan hubung singkatnya tidak jauh berbeda. Dari hasil perhitungan manual dan hasil simulasi menggunakan Digsilent dan Etap terlihat bahwa besarnya nilai arus gangguan hubung singkat tidak berbeda jauh, hal ini berarti bahwa perhitungan sudah benar. Dengan melakukan analisis gangguan hubung singkat maka dapat diperoleh arus gangguan yang mungkin terjadi pada sistem tenaga listrik sehingga dapat dilakukan perancangan sistem proteksi yang tepat bagi sistem sehingga dapat melindungi peralatan dari kerusakan akibat arus gangguan yang dihasilkan pada saat terjadi gangguan hubung singkat. V. KESIMPULAN Sistem proteksi yang digunakan pada PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju adalah solid grounding. Setelah dilakukan evaluasi, sistem proteksi tersebut tidak bekerja dengan baik bila terjadi gangguan, untuk mengantisipasi hal tersebut maka sistem proteksi diganti menggunakan open grounding. Hasilnya sistem proteksi tersebut dapat bekerja dengan normal bila terjadi gangguan. Gangguan yang terjadi pada PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju adalah gangguan hubung singkat, gangguan beban lebih dan gangguan tegangan lebih. Gangguan yang paling sering terjadi adalah gangguan hubung singkat. 25 13 1,68 1,556 1,547 50 26 0,713 0,926 0,921 75 39 0,382 0,658 0,653 0,507 100 52 0,236 0,51 Tabel 10. Perbandingan hasil perhitungan dengan hasil simulasi arus gangguan hubung singkat 2 fasa Arus Hubung Singkat (kA) Panjang Jarak Hasil Hasil Hasil Simulasi (%) (Km) Simulasi Perhitungan (DigSILENT) (Etap) (Manual) 0 0 4,427 3,898 3,824 25 13 1,455 1,348 1,340 50 26 0,618 0,802 0,797 75 39 0,331 0,569 0,565 100 52 0,205 0,441 0,439 Tabel 11. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi arus gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah Arus Hubung Singkat (kA) Panjang Jarak Hasil Hasil Hasil (%) (Km) Simulasi Simulasi Perhitungan (Etap) (DigSILENT) (Manual) 0 0 4,353 5,065 3,829 25 13 1,4 1,307 1,385 50 26 0,588 0,869 0,851 75 39 0,322 0,620 0,621 100 52 0,204 0,483 0,493 Tabel 12. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah Arus Hubung Singkat (kA) Panjang Jarak Hasil Hasil Hasil (%) (Km) Simulasi Simulasi Perhitungan (Etap) (DigSILENT) (Manual) 0 0 0,311 5,398 0,287 25 13 0,277 0,89 0,254 50 26 0,211 0,467 0,220 75 39 0,146 0,31 0,191 100 52 0,101 0,228 0,167 Dari tabel 9 - 12 dapat disimpulkan bahwa gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, 2 fasa ke tanah dan 1 fasa ke tanah besarnya arus gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh jarak titik gangguan. Semakin jauh jarak titik gangguan maka semakin kecil nilai arus gangguan hubung singkat yang terjadi begitupun sebaliknya, semakin dekat jarak titik gangguan maka semakin besar nilai arus gangguan hubung singkat yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwa besarnya arus gangguan hubung singkat dipengaruhi oleh panjang saluran. Karena besarnya UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang, PT PLN (Persero) Unit Pembangkit dan Transmisi Sulselrabar yang telah membantu dalam pengumpulan data serta pembelajaran yang diberikan. REFERENSI [1] Arismunandar, Artono. 2004. Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik. Jakarta: PT Pradnya Paramita. [2] Herwan, Edil. 2009. Sistem Pengaman Tenaga Listrik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. [3] Stevenson. W. D. Jr. 1990. Analisis Sistem Tenaga Listrik edisi keempat. Jakarta: Erlangga. [4] Hutauruk, T.S., Prof. Ir. M.Sc. 1991. Pengetanahan Netral Sistem Tenaga & Pengetanahan Peralatan cetakan kedua. Jakarta:Erlangga 1991. [5] Manaf, Abdul., Drs. 1990. Rangkaian Listrik I. Bandung: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung. [6] Nizam, Muhammad. 2008. Pembangkit Listrik Terdistribusi (Distributed Generation) Sebagai Upaya Pemenuhan Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia. Jurnal Kartika. Vol: 7, No. 1, September 2008. Surakarta:UNS. 33 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Peningkatan Sistem ESP dalam Efisiensi Penggunaan Daya Listrik di Tonasa V 1 Deva Riyanto K1), Tadjuddin2), Purwito 3) Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D4 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] 2 Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] 3 Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] Abstrak Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar penggunaan daya pada system ESP yang digunakan di plant unit tonasa 5 dapat termonitor dan terkendali dengan baik, meminimalisir kerusakan – kerusakan yang sering terjadi pada trafo ESP akibat penggunaan daya yang terlalu berlebih, dan memberikan efisiensi dan benefit yang maksimal untuk perusahaan dalam optimasi penggunaan daya pada sistem ESP. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Problem Solving, yang bertujuan agar system ESP pada unit operasional Tonasa V di PT. Semen Tonasa ini dapat berkerja secara optimal dan memberikan benefit maupun nilai efisiensi yang besar bagi perusahaan. Langkah dan solusi problem solve yang diambil adalah dengan melakukan penambahan program pada PLC Siemens S7-400 yang dapat mengontrol perubahan setting point control ESP secara automatis agar penggunaan daya keluaran pada ESP tersebut dapat diredam sampai batas minimum. Dari data hasil dapat dilihat pemakaian daya pada trafo utama ESP sangat rendah hanya running di sekitar 160 – 180 kW yang sebelumnya running kontinyu di sekitar 550kW. Hal ini juga membuktikan bahwa selama 24 jam pemakaian daya di trafo utama ESP, hampir sekitar 20 jam pemakaian daya yang maksimal dapat di redam ke minimum pemakaian. Keywords: Electrostatic Precipitator, Problem Solving, Efisiensi, PLC, Automatic. I. PENDAHULUAN Dalam Proses pembuatan semen, material yang digunakan ada 2 (dua) macam bahan utama yaitu batu kapur dan tanah liat. Kedua material tersebut kemudian digiling bersama di mesin Raw Mill, selanjutnya ditransport menuju area Pre-heater untuk proses kalsinasi. Hasil material tersebut selanjutnya dilakukan proses pembakaran di tungku yang biasa dikenal dengan nama Kiln dengan temperatur sekitar diatas 1300 °C. Proses inilah yang membentuk material berupa terak / clinker sebagai bahan utama pembuatan semen dan mempunyai kandungan kimiawi yang sesuai standar. Terak / clinker berdiameter sekitar 10 cm dan suhu 150 - 200 °C. Proses selanjutnya terak / clinker digiling di Finish Mill menjadi satu dicampur dengan material tambahan seperti gypsum, trass, dan batu kapur untuk memperoleh kualitas standar. Salah satu area terpenting pada proses pembuatan semen adalah area Electrostatic Precipitator (ESP). ESP merupakan elemen penting yang di gunakan untuk menjaga emisi cerobong pada industri tetap dalam batas rendah dan normal. Fungsi utama ESP Raw Mill adalah untuk menangkap debu - debu sisa hasil penggilingan dari dalam raw mill ataupun kiln yang masih lolos dalam sistem penyaringan cyclone menggunakan system Electric High Voltage. Namun pada seiring penggunaannya, system ESP ini menimbulkan berbagai permasalahan yang frekuensi trouble nya sangat tinggi, dari beberapa trafo yang rusak, penggunaan kapasitas daya yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan isolator retak/pecah, kebocoran oli pada bushing trafo, dll. Sehingga disini mahasiswa akan diberi peran untuk memberikan solusi agar permasalahan- permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik. II. KAJIAN LITERATUR Electrostatic Precipitator (ESP) ESP Raw mill merupakan elemen penting yang di gunakan untuk menjaga emisi cerobong pada industri tetap dalam batas rendah dan normal. Fungsi utama ESP Raw Mill adalah untuk menangkap debu-debu sisa hasil penggilingan dari dalam raw mill ataupun kiln yang masih lolos dalam sistem penyaringan cyclone menggunakan system Electric High Voltage. Corona generation merupakan system keunggulan yang dimiliki oleh ESP, karena sistem ini mengacu pada high voltage discharge yang berfungsi untuk mengikat gas molekul dan ion ion negative (debu) ke dinding collecting plate. Semakin tinggi voltage yang di berikan akan semakin banyak pula ion negative yang akan di keluarkan pada sistem ini.Keandalan dalam Sistem Tenaga Listrik B. PLC (Programable Logic Control) Programmable Logic Controllers (PLC) adalah komputer elektronik yang mudah digunakan (user) yang memiliki fungsi kendali untuk berbagai tipe dan tingkat kesulitan yang beraneka ragam. Programmable Logic A. 34 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Controller (PLC) digunakan untuk aplikasi komersial dan industri. PLC memonitor input, membuat keputusan berdasarkan program dan mengontrol output untuk mengotomatisasikan proses atau mesin. Adapun fungsi dari PLC secara umum sebagai berikut : 1. Control sekuensial yaitu proses input sinyal biner menjadi output yang digunakan untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan, disini PLC menjaga agar semua step/langkah dalam proses sekuensial berlangsung dalam urutan yang tepat. 2. Monitoring Plant yaitu monitor suatu system missal : temperature, tekanan, tingkat ketinggian dan mengambil tindakan diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai sudah melebihi batas) Data tersebut digunakan untuk menganalisa permasalahan permasalahan yang sebenarnya terjadi. Setelah Analisa permasalahan telah didapat maka akan dilakukan tahap penyelesaian masalah yang meliputi seperti : 1. Pembuatan program simatic manager siemens PLC 2. Analisa program terhadap perubahan daya ESP 3. Pengamatan perubahan daya yang dihasilkan oleh ESP Setelah tahapan penyelesaian masalah dan pengamatan hasil perbaikan telah dilakukan maka dapat memasuki tahapan untuk perhitunngan nilai efisiensi daya yang di peroleh, hal ini dilakukan agar terlihat optimalisasi ESP yang telah dilakukan dan benefit maupun efisiensi yang diperoleh dapat terhitung dengan baik dalam problem solving ini. Secara singkat diagram alir proses penyelesaian masalah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : C. Simatic Manager Siemens Software Simatic Manager adalah software milik Siemens Automation Industri yang di gunakan untuk membuat program program pada PLC Siemens S7. Software ini mengintegrasi dan mengkomunikasikan peralatan peralatan industri melewati PLC Siemens S7-400 agar dapat dikendalikan dan dioperasikan dengan baik dan aman sesuai dengan proses produksinya. Software Simatic Manager yang dimiliki oleh unit plant seksi pengendalian Electrical & Instruments KCM digunakan untuk berbagai macam pengoperasian dan pengendalian operasi pabrik Tonasa V. Software Automasi ini mengintegrasikan peralatan instrument dan electrical yang ada di lapangan dengan menggunakan PLC Siemens S7-400 yang kemudian dapat dikomunikasikan dengan HMI yang ada di Server PC CCR Tonasa V. Simatic Manager Project memiliki integrasi ke beberapa jenis PLC Siemens yang berbeda sesuai dengan yang di download ke project hardware konfigurasinya. Hal ini membuat program tersebut dapat melakukan Multiprojecting guna menggabungkan semua plant system menjadi satu HMI yang dapat termonitor dengan mudah. Dalam satu project structure, terdapat berbagai macam indikasi dan interlocking program yang dapat mengatur proses operational yang ada di lokasi dengan menggunakan berbagai bahasa pemrograman PLC. III. METODE PENELITIAN Metode penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu studi literatur, observasi data serta wawancara. Teknik analisa / penyelesaian masalah yang diambil disini menggunakan metode Problem Solving. Langkah yang akan dilakukan pada penggunaan metode problem solving ini adalah dengan menggunakan data data yang diperoleh pada tahap observasi yang akan diolah sebagai bahan analisa penelitian seperti : 1. Data penggunaan daya sistem ESP. 2. Data monitoring HMI simatic manager siemens PLC. 3. Data troubleshooting regu pemeliharaan area ESP. START Data pada sistem ESP Data HMI Simatic Manager Siemens S7-400 Pengambilan Data Data Trouble Shooting Problem ESP Analisa Masalah Tidak Ya Pembuatan Program Simatic Manager Siemens PLC Penyelesaian Masalah Analisa Program Terhadap Perubahan Daya ESP Pengamatan Perubahan Daya yang dihasilkan oleh ESP Perhitungan Nilai Efisiensi Daya Finish Gambar 1. Flowchart Diagram Proses Penyelesaian Masalah IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan analisa permasalahan diperlukan data data dan laporan hasil permasalahan yang sering terjadi di area tersebut, data yang di perlukan antara lain adalah : 1. Data Sistem ESP Data sistem ESP pada saat running normal mengeluarkan arus rata rata sekitar 395 Amphere pada 70k Volt di semua unit trafo ESP. Dapat 35 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 disimpulkan bahwa kinerja maksimum semua trafo ESP dapat menghasilkan emisi cerobong yang rendah di sekitar 67,9 mm/m3 atau sekitar 19,4 % syarat minimum emisi cerobong. 2. Data HMI dan Simatic Manager Dari data point trand pada mimic HMI didapatkan hasil pemakaian daya trafo utama ESP pada pukul 18.00 wita sampai dengan 18.00 wita keesokan harinya rata rata mengeluarkan daya sebesar 500 – 620 kW. Dan pemakaian daya ini kontinyu selama ESP tersebut aktif untuk meminimalisir keluaran debu di cerobong KILN Tonasa V 3. Data Trouble Shooting Prolem ESP Berikut beberapa permasalahan yang sering terjadi pada system electrical ESP sesuai dengan laporan Trouble Shooting adalah : • Indikasi KV dan mA tidak bisa naik dan mengikuti set point yang telah diberikan. • Kebocoran oli pada tank trafo dan bushing trafo. • Sering muncul alarm pada panel SCS: “High pressure, Temp trafo, dan oil level minimum”. • Keramik isolator sering pecah dan retak. • Terjadi sparking di sekitar trafo. • Breaker utama sering trip. • Kabel incoming trafo yang getas : bisa di sebabkan oleh temperature lingkungan yang terlalu panas, ataupun arus amphere yang terlalu tinggi melewati jalur kabel tersebut. • Rusaknya trafo itu sendiri, contoh EP04, EP06, dan yang terakhir EP09. Dari beberapa data data permasalahan yang telah di peroleh, dapat dianalisa dan disimpulkan bahwa faktor utama yang terjadi pada system ESP di Tonasa 5 ini adalah : “Penggunaan trafo ESP yang terlalu maksimum (24hours + Maximum Setting mA)”. Sehingga diputuskan bahwa solusi dan langkah yang akan diambil agar sistem ESP ini berjalan dengan optimal adalah : Pembuatan program PLC di Simatic Manager Software sebagai Auto SetPoint yang dapat meredam kinerja trafo trafo electrode ESP pada saat emisi rendah di bawah 20% (80 mg/m3). Dari hasil analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemakaian daya pada ESP dapat dikendalikan secara automatis oleh program yang akan di buat ke dalam PLC, hal ini dilakukan agar penggunaan sistem ESP yang tidak perlu dapat diredam sampai batas minimum penggunaan. Dalam tahapan penyelesaian masalah ini dilakukan beberapa step dan langkah kerja agar monitoring hasil perbaikan dapat diamati dengan baik. Berikut adalah penjelasan pembuatan logic auto ESP pada software simatic manager Siemens S7-400 : 1. Interlock Auto Set ESP ini mengacu pada emisi cerobong dan temp inlet ESP, jika emisi di bawah 25% (<80 mg/m3) dan temperature inlet ESP < 150 deg maka program auto ESP akan berkerja (ON). 2. Saat program bekerja, setting ESP akan otomatis turun perlahan setiap delay timer 20 menit. 3. Selama penunjukan emisi cerobong dan temperature inlet ESP masih masih dalam batas normal interlock, program akan terus memberikan setting hingga batas minimus set 300mA pada tiap trafo ESP. Gambar 3. Perbandingan Perubahan Program Autosetpoint dengan Konsumsi Daya pada Trafo Utama ESP Comparation 1200 700 200 -300 Normal Adjust Voltage Prim_Curr I_DC_limit Sparkrate I_DC Dapat dilihat dari data screensot point trand pada gambar 3 bahwa setiap penurunan auto setpoint yang dilakukan (green line) oleh program dapat menurunkan konsumsi daya (yellow line) pada trafo utama ESP. Program akan melakukan penurunan setting secara bertahap sesuai dengan waktu yang di berikan. Saat interlock yang diberikan tidak tercapai (dalam hal ini adalah pengukuran emisi cerobong dan temperatur inlet ESP), maka setting akan kembali ke normal posisi setpoint dan daya pada trafo utama juga kembali tinggi agar emisi cerobong masih dalam batas normal sesuai dengan standart dan ketentuan yang berlaku. Gambar 2. Perbandingan ESP Running Normal dengan ESP minimum Adjust 36 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Gambar 4. Hasil Point Trand Penggunaan Daya setelah Auto ESP Berkerja Dari data hasil point trand pada gambar 4 dapat dilihat bahwa setelah penggunaan program auto setpoint ESP ini berkerja dengan baik, pemakaian daya pada trafo utama ESP sangat rendah hanya running di sekitar 160 – 180 kW yang sebelumnya running kontinyu di sekitar 550kW. Dan dapat dilihat bahwa selama 24 jam pemakaian daya di trafo utama ESP, hampir sekitar 20 jam pemakaian daya yang maksimal dapat di redam ke minimum pemakaian. Hal ini dapat menambah optimasi kinerja ESP itu sendiri, selain agar kinerja sub trafo tidak terlalu maksimum pada saat emisi rendah juga menghasilkan potensi benefit yang sangat tinggi karena pemakaian daya yang maksimum dapat di redam hingga batas minimum pemakaian sehingga sistem ESP ini dapat berkerja dengan Optimal. Beberapa benefit yang di dapatkan dengan penggunaan AUTO ESP ini adalah: • Trafo discharge lebih tahan dan handal, karena penggunaannya hanya maksimal di saat emisi tinggi atau saat dalam kondisi Raw Mill Stop. Trafo yang stabil memiliki kualitas power yang baik saat berkerja maksimal sehingga debu yang terhisap di ESP lancar mengakibatkan emisi cerobong yang rendah. • Mencegah kerusakan pada sub trafo 140KV seharga Rp. 450.000.000 • Mencegah seringnya penggantian isolator EP seharga RP. 22.000.000 • Menghindari card elektronika rusak, kebocoran oli dan kabel power getas yang sering terjadi pada tiap ESP. • Penghematan Power ESP hingga 400 KW/ jam, yang jika di Rupiahkan : HPP BTG Tonasa = Rp. 1070/ KWh Rp/jam = HPP x Total Penghematan = 1070 x 400 = Rp. 428.000/ jam Jika sehari bisa berhemat sampai 20 jam, total penghematan di dapat adalah: = 20 x 428.000 = Rp. 8.560.000/ hari = Rp. 256.800.000/ bulan = Rp. 3.081.600.000/ tahun 978-602-18168-7-5 V. KESIMPULAN Berdasarkan dari analisa permasalahan, pemilihan solusi, hasil serta benefit yang telah didapatkan dapat disimpulkan bahwa : 1. Penerapan program Automatic Setpoint ESP ini telah berhasil membuat kinerja pada sistem ESP sangat Optimal karena sistem ESP hanya berkerja maksimal disaat yang dibutuhkan saja, saat kondisi emisi rendah sistem ESP dapat meredam sampai batas minimum penggunaan daya agar kondisi peralatan ESP dapat terjaga dengan baik. 2. Pemilihan solusi menggunakan program pada PLC sebagai alat untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada sistem ESP dinilai sangat tepat, karena tidak mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pembuatannya namun menghasilkan optimasi dan benefit yang sangat baik bagi sistem ESP maupun perusahaan PT. Semen Tonasa. 3. PT. Semen Tonasa dapat melakukan penghematan dan efisiensi penggunaan daya listrik pada sistem ESP sendiri sebesar Rp. 8,56 jt per harinya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada PT. SEMEN TONASA atas segala fasilitas dan referensi yang telah diberikan selama penulis melakukan penyusunan skripsi. [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] REFERENSI FLSMidth Airtech, (2007). Electrostatic Precipitator Reference Manual. PIACS BUS Remote Facilities, via PIACS Gateway or PIACS Manager For PIACS DC mk. 3 Ver. 2. FLSMidth Airtech (2009). Electrostatic Precipitator Operation Principle. FLSMidth Airtech, (2010). ELECTROSTATIC PRECIPITATOR for KILN / RAW MILL, Documentation For Electrical Equipment, PT. Semen Gresik (Pangkep), Tonasa V, Indonesia. PNUP Makassar, (2016). Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Program Diploma Empat (DIV) Bidang Rekayasa dan Tata Niaga Politeknik Negeri Ujung Pandang. PT. Semen Tonasa, (2015), Panduan dan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Industri, Tonasa 2015. SIEMENS AG (2003). Siemens Simatic S7 Information Training Automation and Drives, Programing 1, COURSE ST-7PRO1, Ver. A 5.4 SIEMENS AG (2008). SITRAIN Training for Automation and Industrial Solutions SIMATIC S7, PRO Advance Training ST-7 PRO 2. SIEMENS AG (2013). CPU-CPU Communication With SIMATIC Controllers, Simatic S7, V2.1. http://support.automation.siemens.com/WW/vie w/de/78028908 37 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Studi Kelayakan Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada Gedung Hotel Harper Makassar Muh Rizal 11), Ahmad Rosyid Idris 22), Naely Muchtar 33) 123) Jurusan Teknik Elektro PNUP [email protected] Abstrak Pemanfaatan teknologi sel surya sebagai sumber energi listrik di Indonesia masih belum berkembang baik padahal Indonesia terletak di garis khatilistiwa sehingga mendapat sinar matahari yang melimpah. Hal ini sangat disayangkan mengingat tingkat kebutuhan listrik yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknis penggunaan panel sel surya sebagai sumber energi listrik dan tingkat kelayakan untuk diimplementasikan di gedung hotel harper makassar. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem PLTS grid connected tanpa baterai. Hasil penelitian menunjukan perencanaan sistem PLTS di gedung hotel ini secara ekonomis sangat menguntungkan berdasarkan analisis ekonomi Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), dan Discounted Payback Period (DPP) Keywords: PLTS, hotel harper, analisis kelayakan I. PENDAHULUAN Kebutuhan energi yang ada saat ini, sebagian besar terpenuhi oleh energi bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas alam. Namun persediaan energi yang ada saat ini semakin berkurang. Jika tak segera ditangani, kemungkinan tak terhindarkan lagi adanya krisis energi. Untuk itu inovasi tentang energi alternatif, terutama dari sumber daya yang tak terbatas, sangatlah diperlukan seiring perkembangan teknologi, untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat di masa yang akan datang. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan adalah inovasi mengenai teknologi sel surya. Atap gedung adalah bagian paling atas dari sebuah bangunan atau gedung, yang permukaannya datar dan tidak ditutupi oleh langit-langit, sehingga terbuka. Atap gedung biasanya dikelilingi oleh pagar pembatas, seringnya berupa tembok/pagar besi. kawasan perkotaan yang sebagian besar ruangnya dipenuhi dengan bangunanbangunan besar (pencakar langit), memiliki potensi besar untuk dikembangkan pembangkit listrik tenaga surya. Gedung Hotel Harper Perintis memiliki atap yang cukup luas dan sebagian besarnya tidak terpakai. Hal ini akan sangat baik apabila atap gedung tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik yang bersumber dari cahaya matahari. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat studi ekonomis PLTS dengan memanfaatkan atap Gedung Hotel Harper Perintis sebagai lahan PLTS tersebut. II. KAJIAN LITERATUR A. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Menurut Bahasa, kata fotovoltaik berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Secara sederhana dapat diartikan sebagai listrik dari cahaya. Fotovoltaik (photovoltaic - PV) merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi sinar matahari. Prinsip fotovoltaik adalah mengkonversikan energi foton dari sinar matahari menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada sel-sel fotovoltaik yang berupa lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya. Apabila bahan tersebut mendapat energi foton maka elektron akan terlepas dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah. Kumpulan sel-sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri atau paralel atau gabungan seri dan paralel membentuk suatu modul fotovoltaik. B. Sistem PLTS 1. PLTS off-grid PLTS off-grid merupakan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan. Sistem ini berdiri sendiri, sering disebut dengan stand-alone sistem. Sistem ini biasanya merupakan sistem dengan pola pemasangan tersebar (distributed) dan dengan kapasitas pembangkitan skala kecil. Untuk sistem ini biasanya dilengkapi sistem penyimpanan (storage) tenaga listrik dengan media penyimpanan baterai. Diharapkan baterai mampu menjamin ketersediaan pasokan listrik untuk beban listrik saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua yaitu, PLTS Off-grid domestic dan PLTS off-grid nondomestic. 2. PLTS on-grid Grid Connected PV Sistem atau PLTS terinter koneksi merupakan solusi Green Energi bagi penduduk perkotaan baik perumahan ataupun perkantoran. Sistem ini menggunakan modul surya (photovoltaic module) untuk menghasilkan listrik yang ramah lingkungan dan bebas emisi. Dengan adanya sistem ini akan mengurangi tagihan listrik rumah tangga, dan memberikan nilai 38 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 tambah pada pemiliknya. Sesuai namanya, grid connected PV, maka sistem ini akan tetap berhubungan dengan jaringan PLN dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi PV untuk menghasilkan energi listrik semaksimal mungkin (photovoltaic) dan backup power. Sedangkan secara konstruksi maka baterai dibedakan menjadi tipe basah, gel dan AGM (Absorbed Glass Mat). Baterai jenis AGM biasanya juga dikenal dengan VRLA (Valve Regulated Lead Acid). Baterai kering deep cycle juga dirancang untuk menghasilkan tegangan yang stabil. Penurunan kemampuannya tidak lebih dari 1-2% per bulan tanpa perlu discharge 3. PLTS hybrid Sistem hybrid yaitu sistem yang melibatkan 2 atau lebih sistem pembangkit listrik, umumnya sistem pembangkit yang banyak digunakan untuk hybrid adalah genset, PLTS, Mikrohidro, dan tenaga angin. Sehingga sistem hybrid bisa berarti PLTS-Genset, PLTSMikrohidro, PLTS-Tenaga Angin, dan lainnya. Di Indonesia hybrid sistem telah banyak digunakan, baik PLTS Genset, PLTS Mikrohidro, maupun PLTS tenaga angin-mikrohidro. Namun demikian hybrid PLTS-Genset yang paling banyak dipakai. Umumnya digunakan pada captive genset/isolated grid (stand alone genset, yakni genset yang tidak diinterkoneksi). C. Komponen PLTS 1. Modul Surya Komponen utama dalam sistem PLTS adalah panel surya yang merupakan rakitan dari beberapa sel surya. Sel surya tersusun dari dua lapisan semi konduktor dengan muatan berbeda. Lapisan atas sel surya itu bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Sel-sel itu dipasang dengan posisi sejajar dan seri dalam sebuah panel yang terbuat dari alumunium ataupun baja anti karat yang dilindungi oleh kaca atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sel diberi sambungan listrik untuk dapat disambungkan dengan sel lain (Hanna, 2012) D. Perhitungan Kapasitas Komponen PLTS 1. Menghitung Area Array (PV Area) Area array (PV Area) diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: PV Area = EL / Gav x TCF x ηPV x ηout (m2)……….(1) Ket: EL = Energi yang dibangkitkan (kWh/hari) PV Area = Luas permukaan panel surya (m2) Gav = Intensitas Matahari harian (kW/m2/hari) TCF = Temperature coefficient faktor (%) ηPV = Efisiensi panel surya (%) ηout = Efisiensi keluaran (%) asumsi 0,9 2. Menghitung Daya yang Dibangkitkan (watt peak) Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan PLTS (wattpeak) dapat diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut: Pwatt !!!! = PV Area x PSI x ηPV (watt)……………(2) Ket: PV Area = Luas permukaan panel surya (m2) PSI = Peak Solar Insolation adalah 1.000 W/m2 ηPV = Efisiensi panel surya (%) Solar Charge Controller (SCC) Solar charge controller adalah alat yang digunakan untuk mengontrol proses pengisian muatan listrik dari panel surya ke aki dan inverter. Terdapat setidaknya dua jenis solar controller yaitu yang menggunakan teknologi PWM (pulse width modulation) dan MPPT (maximum power point tracking). Selanjutnya berdasarkan besar daya yang akan dibangkitkan (wattpeak), maka jumlah panel surya yang diperlukan, diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut: Jumlah panel surya = Pwatt !!!! / PMPP (unit)…….(3) Ket: Pwatt = Daya yang dibangkitkan (WP) PMPP = Daya maksimum keluaran panel surya (watt) 3. 3. 2. Inverter Inverter adalah suatu rangkaian elektronika daya yang digunakan untuk mengkonversi atau mengubah tegangan searah (DC) menjadi tegangan bolak-balik (AC). Inverter merupakan kebalikan dari converter yang memiliki fungsi mengubah tegangan bolak-balik( AC) menjadi tegangan searah (DC). Saat ini terdapat beberapa tipologi inverter ,mulai dari inverter yang hanya menghasilkan tegangan bolak-balik saja (push-pull inverter), sampai dengan inverter yang mampu menghasilkan tegangan sinus murni tanpa harmonisasi. Selain itu inverter juga bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan fasanya, mulai dari satu fasa, tiga fasa, sampai dengan multifasa. 4. Baterai Berdasarkan aplikasinya maka baterai dibedakan untuk automotive, marine dan deep cycle. Deep cycle itu meliputi baterai yang biasa digunakan untuk PV Kapasitas Controller Kapasitas Charge controller ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Capacity SCC=( Demand watt x Safety Faktor )/(Sistem Voltage ) (ampere)…………………………………..(4) Dimana safety factor (faktor keamanan) ditentukan sebesar 1,25 4. Kapasitas Inverter Kapasitas inverter ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Cap.Inv = Demand watt x Safety Faktor (watt)……...(5) III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada Gedung Hotel Harper Perintis. Di tempat ini peneliti mengambil acuan sebagai sumber data penelitian.Penelitian dan 39 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 pengumpulan data berlangsung selama 3 bulan yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2017Dalam menganalisis pemakaian PLTS pada gedung Hotel Harper Perintis, ada beberapa prosedur yang dilakukan, yaitu : 1. 2. 3. 4. Mengenali struktur bangunan terlebih dahulu Mengumpulkan data audit energi gedung Menganalisis tingkat konsumsi energi pada gedung Membuat dan menyajikan solusi untuk merancang PLTS agar sesuai dengan tingkat konsumsi energi gedung secara ekonomis. 5. Memberikan kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan. Gambar 1 Diagram Alir Dalam skripsi ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan perhitungan berdasarkan teori dan menggunakan software GUIDE Matlab. Dalam tahap ini, peneliti melakukan proses perancangan model keuangan dengan mendasarkan pada kebutuhan akan laporan-laporan yang berguna untuk menjawab tingkat kelayakan proyek ini. Setelah itu, peneliti melakukan validasi untuk pengecekan kesesuaian hasil penggunaan model keuangan sehingga pada akhirnya akan diperoleh hasil yang menjawab tujuan penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sistem PLTS Hotel Harper PLTS yang dikembangkan pada Hotel Harper ini direncanakan mensuplai 6 % dari pemakaian energi pukul 08.00-17.00 WITA. Ini berarti bahwa sumber energi listrik utama masih disuplai dari jaringan listrik PLN. Maka sistem PLTS yang dikembangkan pada hotel Harper adalah sistem PLTS grid-connected dengan jaringan PLN tanpa baterai, yaitu PLTS yang terkoneksi dengan jaringan PLN dan tidak menggunakan baterai lebih cocok untuk diterapkan pada Hotel Harper.Penggabungan PLTS dan jaringan PLN pada sisi konsumen yaitu setelah kWh meter seperti gambar berikut: Gambar 2 PLTS grid-connected tanpa baterai. B. Analisis Teknis Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 1. Perhitungan Rencana Area Array dan Jumlah Panel Surya Mengetahui besarnya energi yang akan disuplai mutlak diperlukan dalam mengkaji dan merencanakan sebuah pembangkit listrik. Begitu pula dengan pembangkit listrik tenaga surya. Adapun kapasitas PLTS yang akan dibangkitkan adalah sebesar 6 % dari pemakaian energi pukul 08.00-17.00 WITA, yang berdasarkan hasil perhitungan rata-rata 1,537.037 kWh. Maka energi yang akan disuplai oleh PLTS adalah: EL = 6 % x Pemakaian energi listrik rata-rata = 6 % x 1,537.037 kWh = 92,22222 kWh Nilai Gav yang digunakan dalam merancang PLTS adalah nilai rata-rata Gav paling minimum. Hal ini dirancang agar biarpun dalam nilai intensitas minimum PLTS masih bisa melayani beban yang diinginkan. Panel surya yang dipergunakan adalah panel surya jenis monokristalin dengan kapasitas 300 Wp. Untuk nilai ηPV adalah efisiensi panel surya yaitu sebesar 16,8%. Sedangkan nilai η out adalah efisiensi komponenkomponen yang melengkapi sistem PLTS. Dalam kasus ini, PLTS grid-connected tanpa baterai, komponen yang melengkapi hanya inverter, maka η out adalah efisiensi inverter yaitu sebesar 97%. Berikut adalah spesifikasi dari panel surya. Tabel 1. Spesifikasi panel surya monocrystalline Spesifikasi Max Power (Pmax) Max Power Voltage (Vmp) Max Power Current (Imp) Open Circuit Voltage(Voc) Short Circuit Current(Isc) Nominal Operating Cell Temp (NOCT) Max Sistem Voltage Max Series Puse Weight Demension Efficiency Keterangan 300W 36,2V 8,28A 43,4V 9,27A 45±20C 1000V 16A 20,65Kg 1956 x 992 x 40 mm 16,8% Suhu standar panel surya dapat bekerja dengan baik adalah 25oC. Sedangkan berdasarkan data temperatur ratarata paling maksimum mencapai 35oC. Maka kenaikan temperatur dari 25oC menjadi 35oC adalah sebesar 10oC. Jadi akan ada pengurangan daya yang dihasilkan oleh panel surya sebesar: Psaat Δt = 0,5% x Δt x Pmaks 40 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 = 0,5% x 10oC x 300 W = 15 W Maka daya yang dikeluarkan oleh panel surya pada suhu lingkungan sekitar sebesar 35oC adalah sebesar: Pmaks t’ = Pmaks - Psaat Δt = 300 W – 15 W = 285 W Faktor Koreksi Temperatur (FKT) yaitu sebesar: !"#$% !! FKT = !"#$% !"# ! = !"" ! = 0,95 Apabila nilai Gav, η PV, η out, dan nilai FKT disubtitusikan pada rumus luas array, maka dapat diperoleh: !! Luas Array = = !!" ! ! !" ! !"# ! ! !"# !",!!!!!"#$ !,! ! !,!"# ! !,!" ! !,!" = 156,76 m2 ≈ 157 m2 Dengan luas array sebesar 157 m2, secara teknis sangat layak untuk diterapkan, karena luas atap bangunan hotel Harper melebihi ukuran tersebut. Setelah diketahui luas array sebesar 157 m2, PSI sebesar 1000 W/m2, efisiensi panel surya sebesar 0,168, maka daya yang dibangkitkan oleh PLTS dapat diketahui yaitu dengan perhitungan berikut: PWatt peak = Luas array x PSI x η PV = 157 m2 x 1000 W/m2 x 0,168 = 26376 Watt Panel surya yang digunakan untuk PLTS yang dikembangkan pada hotel Harper ini adalah panel surya dengan kapasitas 300 Wp. Sehingga berdasarkan kapasitas tersebut, maka jumlah panel surya yang diperlukan adalah sebanyak: Jumlah panel surya = = !!"## !"#$ !!"#$ !"#$" !"## !"#$ !"" !"# !"#$ = 87,92 ≈ 88 buah Hotel Harper disuplai oleh jaringan PLN dengan daya terpasang 865 kVA, 3 fasa. Sehingga suplai daya oleh PLTS juga harus memenuhi keseimbangan setiap fasa. Akan tetapi panel surya sebanyak 88 buah tidak seimbang dibagi 3 fasa, maka panel surya ditambah menjadi 90 buah. Panel surya sebanyak 90 buah dibagi menjadi 3, masing-masing 30 buah setiap fasa. Agar memperoleh tegangan besar, maka panel surya harus dikombinasikan secara seri dan parallel. 2. Pemasangan Panel Surya Salah satu hal yang pentig untuk diperhatikan dalam pemasangan sel surya di satu tempat adalah orientasi arah pemasangan rangkain panel surya. Letak geografis kota Makassar ada di posisi kordinat 119o BT dan 5,8o LS, yang berarti kota Makassar berada di bumi bagian selatan (di bawah garis khatulistiwa). Hal ini berarti panel surya yang ingin dipasangkan sebaiknya diarahkan condong ke utara untuk mendapatkan pancaran sinar matahari lebih mudah dan optimal. Mengacu pada jurnal dari Hasan (2012), dengan judul perancangan pembangkit listrik 978-602-18168-7-5 tenaga surya di pulau saugi, posisi kemiringan instalasi panel surya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Posisi kemiringan instalasi panel surya Garis Lintang Sudut Kemiringan 0 - 15° 15° 15 - 25° 25° 25 - 30° 30° 30 - 35° 40° Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pemasangan panel surya pada kota Makassar, dalam hal ini pemasangan panel surya pada hotel Harper dengan sudut kemiringan 15o menghadap ke utara. Untuk mendapatkan daya yang besar, maka panel surya harus dikombinasikan secara seri dan parallel. Panel surya sebanyak 30 buah pada masing-masing fasanya. Sepuluh buah panel surya dihubungkan secara seri kemudian dihubungkan secara parallel dengan masing-masing sepuluh buah panel yang lainnya VMPP = 362 V I MPP = 24,84 Gambar 2 Rencana array PLTS setiap fasa Tegangan maksimum dan arus maksimum yang dihasilkan panel setiap fasanya yaitu: VMPP = 10 x 36,2 V = 362 V IMPP = 3 x 8,28 A = 24,84 A. Sehingga daya maksimum yang dihasilkan panel surya setiap fasanya adalah: PMPP = VMPP x IMPP = 362 V x 24,84 A = 8.992,08 W. 3. Kapasitas Inverter Yang terpenting dalam mengkaji PLTS adalah menentukan dengan tepat spesifikasi dan kapasitas inverter yang digunakan. Kapasitas inverter yang direkomendasikan adalah dalam julat 95 % sampai dengan 110 % kapasitas modul surya yang akan dipasang. Maka inverter yang dipilih adalah inverter dengan bentuk gelombang true sine wave dengan kapasitas 10.000 W. 4. Menghitung Energi Yang Dihasilkan PLTS Hasil keluaran maksimum dari modul surya ditentukan sesuai rating kapasitas modul surya yang dipasang. Pada PLTS hotel Harper yang direncanakan, kapasitas keseluruhan panel surya yang terpasang yaitu sebesar 90 x 285 = 25.650 Wp. Energi yang dihasilkan oleh modul surya berkaitan dengan data intensitas matahari. Pada perencanaan PLTS hotel Harper, intensitas yang digunakan adalah intensitas harian terendah sebesar 3,8 kWh/m2/hari. Energi yang dihasilkan PLTS selama 1 hari sebesar: 41 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Eout = Ei x Gav = 25.650 Wp x 3,8 jam/hari = 97.470 Wh ≈ 97,47 kWh/hari Sehingga energi yang dihasilkan selama 1 tahun adalah sebesar: A kWh = 97,47 kWh x 365/tahun = 35.576,55 kWh/tahun C. Analisis Biaya Pembangkit Listrik Tenaga Surya 1. Biaya Investasi Awal Pembangkit Listrik Tenaga Surya Yang termasuk kedalam biaya investasi awal PLTS pada hotel Harper Makassar adalah biaya komponen PLTS, biaya rak panel, dan pemasangan instalasi PLTS. Adapun komponen PLTS untuk sistem grid connected dengan jaringan PLN tanpa menggunakan baterai terdiri dari panel surya dan inverter. 2% dari total biaya investasi awal untuk komponen sistem PLTS (Kaltschmitt dkk, 2001). Berdasarkan hal tersebut maka untuk PLTS pada hotel Harper ini besar biaya operasional dan pemiliharaan setiap tahun ditetapkan 1% dari total investasi awal setiap komponen. Biaya operasional dan pemiliharaan ini dianggap mencakup baiaya pembersihan panel surya serta biaya pemiliharaan dan pemeriksaan komponen sistem PLTS. Penetapan angka 1% untuk biaya operasional dan pemiliharaan dari sistem PLTS adalah dengan dasar bahwa Negara Indonesia hanya mengalami 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Sehingga, biaya operasional dan pemiliharaan komponen sistem PLTS tidak sebesar dengan biaya operasional dan pemiliharaan untuk sistem PLTS di negara yang mengalami 4 musim. Selain itu kota Makassar tidak pernah mengalami bencana alam seperti daerah lain yang terpapar abu vulkanik misalnya ditempat yang mempunyai gunung berapi. Untuk itu, biaya operasional dan pemiliharaan (OP) tahunan PLTS pada hotel Harper adalah diperhitungkan sebagai berikut: OP = 1% x IA = 1% x Rp 731.000.000,00 = Rp 7.310.000,00 / tahun 3. Menghitung Biaya Energi PLTS Biaya energi penting untuk diketahui sebagai pertimbangan kelayakan suatu proyek PLTS. Biaya penjualan dan pembelian listrik ini berlaku untuk sistem PLTS hotel Harper. Karena sistem PLTS yang terintegrasi dengan sistem kelistrikan dari PLN dan tidak cadangan baterai maka ketika panel surya menghasilkan energi listrik dan tidak ada pemakaian dari hotel, maka seluruh energi listrik yang di hasilkan akan masuk ke dalam sistem jaringan listrik PLN. Begitu juga sebaliknya ketika tidak ada yang dihasilkan dari panel surya dan ada pemakian listrik dari hotel, maka listrik yang dibutuhkan itu diambil dari sistem jaringan listrik PLN. Oleh karena itu ada perhitungan biaya tambahan untuk biaya penjualan dan pembelian listrik dari dan kepada PLN dalam sistem listrik ini. Menurut Peraturan Menteri ESDM nomor 12 tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, menyebutkan bahwa biaya pembelian energi listrik dari sumber energi terbarukan adalah Rp 2.677,00/ kWh untuk wilayah pulau Sulawesi. Total daya yang dihasilkan pertahun adalah 35.576,55 kWh. Maka biaya pembelian energi listrik pertahun yang dihasilkan PLTS adalah 35.576,55 kWh x Rp 2.677,00 = Rp 95.238.425,00 Tabel 3. Biaya Investasi Awal PLTS Nama Harga Total Harga Jmh Stn Komponen (Rp) (Rp) Panel surya 99 Bh 4,500,000 445500000 Inverter Biaya pengiriman Biaya instalasi dan setting PLTS Rak sel surya Biaya pengerjaan rak Biaya pengiriman material Total biaya investasi 2. 3 Bh 60,000,000 180000000 1 kali 30,000,000 30000000 1 kali 15,000,000 15000000 99 Bh 500,000 49500000 1 kali 8,000,000 8000000 1 kali 3,000,000 3000000 731000000 Perhitungan Biaya Operasional Dan Pemiliharaan Th 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Arus kas bersih (Rp) FD 731,000,000 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 87,928,425 1 0.9 0.81 0.73 0.66 0.59 0.53 0.48 0.43 0.39 0.19 0.17 0.15 0.14 0.12 0.11 0.1 0.09 0.08 0.07 PVNCF (Rp) 79135582.5 71222024.3 64187750.3 58032760.5 51877770.8 46602065.3 42205644 37809222.8 34292085.8 16706400.8 14947832.3 13189263.8 12309979.5 10551411 9672126.75 8792842.5 7913558.25 7034274 6154989.75 Komutatif PVNCF (Rp) 731,000,000 79,135,583 150357606.8 214545357 272578117.5 324455888.3 371057953.5 413263597.5 451072820.3 485364906 648032492.3 662980324.5 676169588.3 688479567.8 699030978.8 708703105.5 717495948 725409506.3 732443780.3 738598770 Biaya operasional dan pemiliharaan setiap tahunnya untuk sistem PLTS umumnya diperhitungkan sebesar 1- D. Analisis Kelayakan Investasi PLTS pada Hotel Harper Makassar 1. Aspek Ekonomis Untuk melihat kelayakan dari investasi proyek rancangan sistem PLTS, maka adalah penting melihat dari nilai alur kas proyek. Setiap alur kas dibuat dengan proyeksi perhitungan pendapatan dan biaya yang terjadi selama 25 tahun (berdasarkan perkiraan umur komponen sistem PLTS) dengan penggunaan tingkat diskonto 11% Arus kas keluar yaitu biaya yang dikeluarkan untuk operasional dan pemeliharaan setiap tahunnya. Pada PLTS 42 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 hotel Harper Makassar, arus kas keluar untuk operasional dan pemeliharaan yaitu sebesar Rp 7.310.000,00. Sedangkan arus kas masuk PLTS diperhitungkan dengan mengalikan kWh produksi selama setahun dengan biaya energi per kWh. Kas masuk PLTS sebesar 35.576,55 kWh x Rp 2.677,00 yaitu Rp 95.238.425,00. Berikut adalah alur kas dari sistem PLTS grid connected tanpa baterai yang direncanakan pada Hotel Harper Makassar. a. Analisis Ekonomi dengan Metode Net Present Value (NPV) Analisis dengan metode NPV menyatakan bahwa seluruh aliran kas bersih dinilai sekarang atas dasar factor diskonto. Teknik ini menghitung selisih antara seluruh kas bersih nilai sekarang dengan investasi awal. Dengan total nilai sekarang arus kas bersih yang merupakan hasil perkalian antara arus kas bersih dengan factor diskonto adalah sebesar Rp 738.598.770,00 dan biaya investasi awal sebesar Rp 731.000.000,00. Perhitungan analisis kelayakan dengan metode ini yaitu: NPV=Rp 738.598.770,00 -Rp 731.000.000,00 NPV=Rp 7.598.000,00 Dengan NPV bernilai positif (NPV > 0), maka PLTS adalah layak untuk diterapkan. b. Analisis Ekonomi dengan Metode Profitability Index (PI) Metode ini membandingkan antara total kas bersih nilai sekarang dengan investasi awal. Total nilai sekarang arus kas bersih yaitu sebesar Rp 738.598.770,00 dan biaya investasi awal sebesar Rp 731.000.000,00. Maka besar nilai Profitability Index diperhitungkan dengan persamaan yaitu: PI=(Rp 738.598.770,00)/(Rp 731.000.000,00.) PI=1,3822 Perbandingan total seluruh kas bersih nilai sekarang dengan investasi awal PLTS adalah sebesar 1,3822 (> 1), maka PLTS layak untuk dilakukan. c. Analisis Ekonomi dengan Metode Discounted Payback Period (DPP) Metode ini menganalisis lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan oleh proyek (investasi). Berdasarkan tabel 8 diatas, maka nilai Discounted Payback Period diperhitungkan dengan persamaan 9 berikut: DPP=Year before recovery+IA/(NPV Kumulatif) DPP=23+(Rp 731.000.000,00.)/(Rp 738.598.770,00) DPP=23+0,9 DPP=23,9 Jadi dalam jangka waktu 23 tahun 9 bulan, investasi awal dari PLTS dapat tergantikan. Maka berdasarkan hal diatas bahwa PLTS Hotel Harper juga layak untuk diterapkan karena masa pengembalian modal investasi awal kurang dari jangka waktu umur proyek yaitu selama 25 tahun. untuk diletakkan pada bagian atap dengan kemiringan 250 menghadap ke utara 2. Dengan intesitas matahari rata-rata paling minimum sebesar 3.8 kWh/m2/hari dan suhu rata-rata paling maksimum sebesar 350C, PLTS mampu memproduksi listrik hingga 97,47 kWh/hari atau sebesar angka 35.576,55 kWh/tahun. Hasil dari pengolahan alur khas menyatakan bahwa secara metode Net Present Value (NPV), metode profitability Index (PI) dan metode Discounted Payback Period (DPP), dari ketiga metode tersebut menyimpulkan PLTS pada hotel Harper layak diterapkan. V. KESIMPULAN 1. Rancangan teknis sistem PLTS adalah sistem PLTS grid-connect tanpa baterai dengan menggunakan 90 buah panel surya monocristalin 300 Wp dan 3 buah inverter single fasa 10.000 Watt.Panel surya dirancang [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] REFERENSI Eriyanto. (2017). Evaluasi Pemanfaatan PLTS Terpusat Siding Kabupaten Bengkayang. Jurnal ELKHA Vol. 9, No 1, 35-37. Hakim, M. F. (2017). Perancangan Rooftop Off Grid Solar Panel Pada Rumah Tinggal Sebagai Alternatif Sumber Energi Listrik. Jurnal Dinamika DotCom , Vol 8 No 1. Hanna, P. (2012). Analisis Keekonomian Kompleks Perumahan Berbasis Energi Sel Surya. Depok: Program Sarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kaltschmitt, Martin, dkk. (2007). Renewble Energy: Technology, Economic and Environment. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Konnery, T. (2011). Strategi Pencapaian Pemanfaatan PLTS di Indonesia Sampai Tahun 2025. Jakarta: Fakultas Teknik, Program Magister Teknik Elektro, Universitas Indonesia. Nazif, H. (2015). Pemodelan Dan Simulasi PvInverter Terintegrasi Ke Grid Dengan Kontrol Arus “Ramp Comparison Of Current Control”. Jurnal Nasional Teknik Elektro, Vol 4 No 2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Nomor 17 tahun 2013. Holleman, Richard J, dkk. (2000). IEEE Recommended Practice for Utility Interface of Photovoltaic (PV) Systems. IEEE-SA Standards Board. Rusdi, M. (2016). Pedoman Penelitian Proposal dan Skripsi Program Diploma Empat(D-4) Bidang Rekayasa dan Tata Niaga. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. S.G., R. (2016). Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Di Atap Gedung Harry Hartanto Universitas Trisakt. Seminar Nasional Cendekiawan, 1-11. 43 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Studi Perencanaan Jaringan Distribusi di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba 1 Kurniawati Naim1) Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan dan menentukan komponen/material yang digunakan untuk perencanaan jaringan distribusi di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta berupa data dan informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian. Hasil yang diperoleh ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan rumus yang digunakan dalam menetapkan kriteria peralatan listrik yang digunakan, seperti rumus untuk menghitung besar arus dan jatuh tegangan pada distribusi tenaga listrik sehingga dapat ditentukan luas penampang dan panjang penghantar untuk perencanaan jaringan distribusi tenaga listrik berdasarkan nilai arus dan jatuh tegangan yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada JTM digunakan kawat penghantar AAAC 3x35 mm². Pada JTR digunakan kabel LTVC dengan luas penampang 3x16 mm² dengan panjang penghantar 191.444 meter.Pada peerencanaan ini digunakan tiang beton 13 m : 350 daN. Untuk keseluruhan digunakan 42 batang tiang. Dan besar daya yang terpasang sekarang adalah 94750 VA dan perkiraan daya yang akan terpasang 5 tahun mendatang adalah 359650 VA untuk menyuplai desa tersebut. Keywords: Desa Karassing, Perencanaan jaringan distribusi. I. PENDAHULUAN Desa Karassing adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil wawancara bersama aparat desa Karassing menyatakan bahwa jumlah penduduk yang ada di Desa tersebut sekitar tujuh puluh kepala keluarga. Desa ini memiliki potensi ekonomi yang perlu dikembangkan, yakni pertanian dan hasil hutan. Namun sebagian besar aktivitas sehari-hari dilakukan secara tradisional. Hal ini disebabkan belum terjangkaunya pelayanan listrik, utamanya yang menyangkut penerangan listrik dan penggerak mesinmesin produksi. Sebagian besar masyarakat didaerah tersebut belum mendapatan pelayanan listrik yang sesuai. Untuk mengatasi masalah tersebut, pelayanan listrik sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup serta membantu masyarakat dalam menerima berbagai informasi melalui media elektronik, seperti televise dan radio. Selain itu, energi listrik juga meningkatkan efesiensi waktu dan tenaga. Sehubungan dengan hal tersebut, diadakan perencanaan khusus mengenai jaringan tenaga listrik di daerah tersebut. Adapun judul dalam penulisan proyek akhir ini adalah “Perencanaan Jaringan Distribusi di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan” Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk merencanakan dan menentukan komponen/material yang digunakan untuk perencanaan jaringan distribusi di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta berupa data dan informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian. Hasil yang diperoleh ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan rumus yang digunakan dalam menetapkan kriteria peralatan listrik yang digunakan, seperti rumus untuk menghitung besar arus dan jatuh tegangan pada distribusi tenaga listrik sehingga dapat ditentukan luas penampang dan panjang penghantar untuk perencanaan jaringan distribusi tenaga listrik berdasarkan nilai arus dan jatuh tegangan yang diperoleh II. KAJIAN LITERATUR Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar sampai ke konsumen[1]. Jaringan distribusi terbagi atas jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder. A. Jaringan Distribusi Primer (Tegangan Menengah) Jaringan tegangan menengah adalah jaringan yang bertegangan 150 kV kemudian diturunkan menjadi 20 kV, atau levelnya berkisar antara 50 kV hingga 20 kV. Tingkat tegangan saluran primer yang umum di 44 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Indonesia : 3kV, 6kV, 7kV, 12kV, 15kV dan 20kV. Jaringan primer biasanya tiga fasa dan berlangsung dari gardu induk sampai pada bebannya dimana kemudian dilakukan percabangan pada sub-feeder tiga fasa, atau dapat langsung dihubungkan dengan gardu induk. B. Jaringan Distribusi Sekunder (Tegangan Rendah) Dari tegangan 20kV tegangan diturunkan menjadi 220/380 Volt dan disebut dengan tegangan rendah. Kontruksi saluran distribusi tegangan rendah umumnya umunya menggunakan saluran udara. Saluran sekunder berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari gardu distribusi kerangkaian pemakai yang dihubungkan dengan panel-panel pembagi beban. Jaringan sekunder pada sistem distribusi tenaga listrik adalah 220/380 Volt. [1] Komponen jaringan distribusi yang dipakai dalam perencanaan jaringan distribusi yang nantinya menjadi salah satu kesatuan atau satu system. Komponen tersebut yaitu 1. Tiang penyangga adalah tiang yang dipasang pada saluran listrik. Jarak pendirian tiang (gawang) pada JTM, maksimal 40 meter dalam kota dan maksimal 55 meter untuk diluar kota (perkampungan). Sedangkan pada JTR jarak pendirian tiang (gawang) tidak melebihi 50 meter. Pemakaian panjang tiang pada JTM adalah 11 meter dengan kekuatan kerja 200 daN sampai 13 meter dengan kekuatan kerja 350 daN, sedangkan pada JTR adalah 9 meter dengan kekuatan kerja 200 daN 350 daN 500 daN 800 daN. 2. Penghantar adalah komponen yang digunakan dalam menghantarkan arus listrik. Kha (Kemampuan Hantar Arus) merupakan kemampuan suatu penghantar listrik dalam menghantarkan arus listrik, banyak faktor yang mempengaruhi suatu KHA pada penghantar, diantaranya suatu suhu pada penghantar dan suhu pada lingkungan sekitar. Dalam distribusi digunakan dua jenis penghantar, yaitu kawat penghantar dan kabel penghantar. Tabel 1 KHA Terus-menerus dari penghantar Campuran Aluminium Paduan Telanjang (AAAC)[2] Luas Penampang (mm²) 16 25 35 50 (7 kawat ) 50 (19 kawat) 70 95 120 150 185 240 300 Sumber : PUIL 2000 :350 KHA Terus-menerus (A) 105 135 170 210 210 155 320 365 425 490 585 670 978-602-18168-7-5 3. Kawat penghantar adalah untuk menyambungkan sumber tegangan dengan beban untuk jaringan distribusi tegangan menengah, sehingga kerugian tegangan jatuhnya kecil sekali. Dengan demikian tegangan sumber ini bisa menghasilkan arus listrik pada tahanan bahan. 4. Kabel adalah media penghantar untuk menyalurkan arus listrik berupa bahan logam atau bahan lainnya. Pada jaringan tegangan rendah menggunakan kabel berinti tunggal dengan bentuk konduktor dipilin bulat, instansi kabel sedemikian rupa sehingga hantaran kabel membentuk kabel pilin dimana beberapa kabel berinti tunggal saling dililitkan sehingga saling membentuk suatu kelompok kabel yang twisted dipasang pada tiang saluran distribusi sekunder dengan peralatannya kira-kira 20 cm dibawah puncak tiang dengan kabel netral sebagai penyanggannya, sehingga dengan demikian beban kabel twisted dipikul oleh kabel netral. [3] Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan daya listrik ke konsumen atau untuk membagikan/mendistribusikan tenaga listrik pada beban/konsumen baik konsumen tegangan menengah maupun konsumen tegangan rendah. Macam-macam gardu distribusi yaitu Gardu portal dan Gardu cantol.[4] Alat pengaman atau pelindung adalah suatu alat yang berfungsi melindungi atau mengamankan suatu sistem penyaluran tenaga listrik dengan cara membatasi tegangan lebih (over voltage) atau arus lebih (over current) yang mengalir pada sistem tersebut, dan mengalirkannya ketanah (ground). Alat pengaman pada gardu distribusi sisi tegangan menengah terdapat Ligthning Arrester dan Fuse Cut Out. Sedangkan pada gardu distribusi sisi tegangan rendah terdapat No Fuse Breaker dan Sekering.[2] Isolator biasanya disebut bahan penyekat. Penyekatan listrik terutama dimaksudkan agar arus listrik tidak dapat mengalir jika pada bahan penyekat tersebut diberi tegangan listrik. Adapun jenisnya sebagai berikut:[2] 1. Isolator Tumpu (Pin-Isolator). Beban yang dipikul oleh isolator berupa beban penghantar, jika penghantar dipasang dibagian atas isolator (Top side) untuk tarikan dengan sudut maksimal 2° dan beban tarik ringan jika penghantar dipasang dibagian sisi (leher) isolator untuk tarikan dengan sudut maksimal 18°. Isolator dipasang tegak lurus diatas travers. 2. Isolator Tarik. Beban yang dipikul oleh isolator berupa beban berat penghantar ditambah dengan beban akhir pengencangan (tarikan) penghantar, seperti pada konstruksi tiang awal/akhir, tiang sudut, tiang percabangan dan tiang penegang. Isolator dipasang dibagian sisi Travers atau searah dengan tarikan penghantar. Penghantar diikat dengan Strain Clamp dengan pengencangan mur-bautnya. Isolator jenis ini pada sebagian kontruksi SUTM dijawa Barat dipakai juga untuk tarikan lurus atau sudut kecil yang dipasang menggantung dibawah travers dan sebagai pengikat 45 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 penghantarnya digunakan Suspension Clamp seperti pada kontruksi SUTT. Adapun Jenis Tiang yang dapat digunakan yaitu 1. Tupang tarik (Treck Schoor) dipasang pada sudut tarikan 45° s/d 60° melawan arah tarikan konduktor. 2. Pemasangan tupang tekan (Druck Schoor) digunakan untuk melawan arah tarikan untuk melawan arah tarikan konduktor dengan menggunakan tiang untuk menekan tiang utama. Metode Perkiraan Beban 1. Analisis regresi adalah cara mempelajari perubahan deret waktu suatu proses dari waktu yang lalu ke waktu yang akan datang, yang dapat diketahui dari sekarang. Adapun metode yang biasa digunakan yakni analisa linier sederhana. Y = a + bX (1) Y = Jumlah penduduk X = Variabel waktu a = Konstanta (titik potong grafik dengan sumbu Y) b = konstanta (koefisien arah dari grafik) dimana : a= b= !! !! ! !! !! !! !! !! ! !! ! !! !! !! !! !! (3) (4) m = massa penghantar (kg) g = gravitasi (m/! ! ) !! ! !! q= !,!" ! ! ! ! ! !"# ᵠ !! ! ! [!! ! ] (6) Perhitungan Arus Beban pada Transformator Daya transformator distribusi bila ditinjau dari sisi tegangan menengah dapat dirumuskan sebagai berikut: Daya transformator 3 fasa S = 3 × !!! × I (7) Daya transformator 1 fasa S = !!" × I (8) !!! = (5) L = panjang total penghantar (m) a = jarak gawang (m) s = panjang andongan/ sag (m) Jatuh tegangan merupakan besarnya tegangan yang hilang pada suatu penghantar.Perhitungan jatuh tegangan praktis pada batas-batas tertentu dengan hanya menghitung besarnya tahanan masih dapat dipertimbangkan, namun pada sistem jaringan khususnya pada sistem tegangan menengah masalah 3 × !!" (9) Dengan demikian, untuk menghitung arus beban transformator dapat menggunakan rumus sebagai berikut: Arus beban transformator 3 fasa I= Sag atau andongan adalah jarak antara garis lurus horizontal dengan titik terendah penghantar. Berat penghantar dihitung berdasarkan panjang penghantar sebenarnya sebagai fungsi dari jarak andongan dihitung dengan rumus sebagai berikut: L=a+ induktansi dan kapasitasnya diperhitungkan karena nilainya cukup berarti. Perhitungan praktis jatuh tegangan untuk kondisi tanpa beban induktansi: Definisi simbol dan satuan: P = beban dalam (watt) V = tegangan antara 2 saluran (volt) Q = penampang saluran (!! ! ) ΔV = jatuh tegangan (volt) Δu = jatuh tegangan (%) L = Panjang saluran [meter sirkuit] I = arus beban (A) λ = konduktivitas bahan penghantar Cu= 56; Aluminium= 32,7. Sistem fasa tiga dengan cos ϕ Bila diketahui besarnya arus I, ΔV [volt], maka: (2) Berat Pengahantar dan Gaya Berat Penghantar Berat penghantar adalah massa penghantar tiap-tiap km (kg/km) Gaya berat penghantar = m × g 978-602-18168-7-5 ! ! × !!! (10) Arus beban transformator 1 fasa I= ! (11) !!" S = Daya terpakai transformator (KVA) !!! = Tegangan fasa – fasa (KV) !!"! Tegangan fasa – netral (KV) I = Arus beban (A) III. METODE PENELITIAN Tempat dan waktu perencanaan jaringan distribusi yaitu bertempat di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah 1. Studi Pustaka. Penulis melakukan studi pustaka dengan cara mengumpulkan dan membaca literature yang relevan dengan isi laporan ini. 2. Studi Lapangan (Observasi). Penulis meninjau langsung ke lokasi untuk mengambil data penduduk, 46 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 data Kwh meter lima tahun terakhir dan mengamati kelayakan perencanaan jaringan distribusi dengan melihat dan potensi yang bisa dikembangkan serta mata pencaharian pada daerah lokasi perencanaan. 3. Tanya jawab. Dalam mengumpulkan data penduduk dan denah lokasi penulis melakukan tanya jawab secara langsung dengan suvervisor PLN dalam perencanaan jaringan distribusi didaerah tersebut. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriktif, yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta apa adanya, berupa data dan informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian. Hasil yang diperoleh melalaui analisis deskriptif ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan rumus yang digunakan dalam menetapkan kriteria peralatan listrik yang digunakan, seperti rumus untuk menghitung besar arus dan jatuh tegangan pada distribusi tenaga listrik sehingga dapat ditentukan luas penampang dan panjang penghantar untuk perencanaan jaringan distribusi tenaga listrik berdasarkan nilai arus dan jatuh tegangan yang diperoleh. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahun 2017 di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba jumlah konsumen rata rata 300 konsumen dan diperkirakan meningkat dari tahun ke tahun sehingga perencanaan jaringan distribusi di desa tersebut akan di rancang sesuai dengan kondisi dan jumlah konsumen yang akan meningkat kedepannya. 978-602-18168-7-5 Dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) nilai a dan b didapatkan dan dimasukkan ke persamaan (1) sehingga prediksi konsumen untuk tahun ke-6 (2017) diperoleh: 106 pelanggan Dengan menggunakan metode perhitungan maka diperoleh jumlah penduduk dan konsumen untuk 5 tahun kedepan sesuai tabel 3 di bawah ini. Tabel 4 Perkiraan Jumlah Penduduk dan Konsumen 5 Tahun Mendatang TAHUN 2017 2018 2019 2020 2021 PENDUDUK 374 387 407 442 522 KONSUMEN 106 115 135 171 248 Perkiraan Pemakaian Beban (daya) untuk Pemasangan Sekarang Data jumlah pelanggan di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba sebanyak 90 unit rumah. Adapun dayanya dapat dilihat pada gambar 1 dengan perhitungan sebagai berikut: Daya (VA) Total Daya R S T 900 250 3500 900 250 900 250 159850 VA 90 13 3 41 6 28 6 Gambar 1 Diagram Daya Pemasangan Sekarang Tabel 2 Jumlah Penduduk Pada Tahun 2012-2016 Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 Σn = 5 X 1 2 3 4 5 Σx= 15 Y 347 350 354 365 368 ΣY= 1784 !! 1 4 9 16 25 ΣX2=55 XY 347 700 1062 1460 1840 XY= 5409 Dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) nilai a dan b didapatkan dan dimasukkan ke persamaan (1) sehingga prediksi penduduk untuk tahun ke-6 (2017) diperoleh: 343 jiwa jumlah pada feeder 1 total daya yang terpakai adalah 159850 VA. Daya terpasang (trafo) yang ada pada PLN di Indonesia adalah 164,000 VA. Adapun transformator yang dipasang untuk saat ini yaitu transformator dengan daya 100 kVA. Perkiraan Pemakaian Beban (Daya) untuk 5 Tahun Mendatang Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui jumlah daya yang akan digunakan dan dari perkiraan pemakain beban, dapat diketahui transformator yang akan dipasang untuk 5 tahun mendatang. Adapun dayanya dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini: Perkiraan Jumlah Pelanggan (Konsumen) 5 Tahun Mendatang Daya (VA) Total Daya R Tabel 3 Jumlah Konsumen Pada Tahun 2012 – 2016 Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 Σn = 5 X 1 2 3 4 5 Σx= 15 Konsumen (Y) 70 85 87 92 98 ΣY= 432 !! 1 4 9 26 25 ΣX2= 55 XY 347 700 1062 1460 1840 XY= 1359 S T 900 250 3500 900 250 900 250 359650 VA 93 15 3 83 10 82 10 Gambar 2 Diagram Daya 5 Tahun Mendatang Karena kapasitas trafo yang tersedia tidak ada yang persis sama dengan yang dibutuhkan,maka digunakan trafo yang mendekati yaitu trafo dengan kapasitas 414.000 VA. 47 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Arus Beban Transformator Distribusi Dengan menggunakan persamaan 10, didapatkan Arus primer Ip = 2,57 A dan Arus Sekunder Is = 135,30 A Luas Penampang Penghantar Untuk menentukan luas penampang penghantar harus menyesuaikan nilai arus nominal penghantar twisted pada tabel 1, maka luas penampang penghantar rata-rata yang digunakan dengan arus nominal rata-rata 135.30 A adalah 3x50 + 1x50!! ! Panjang Penghantar Dengan menggunakan persamaan 5, didapatkan panjang penghantar sebesar 2 km Jatuh Tegangan (∆!) Dengan menggunakan persamaan 6, didapatkan jatuh tegangan pada sisi sekunder sebesar 0,45 volt atau sebesar 1,18% dan jatuh tegangan pada sisi primer sebesar 8,6 volt atau sebesar 0,43% Sistem jaringan distribusi di desa Karassing menggunakan sistem radial, hal ini disebabkan karena pola radial sangat sederhana dan sesuai untuk pedesaan.Selain itu, penyaluran tenaga listriknya dihitung mulai dari FCO yang ada ke konsumen. Tiang Penyangga Untuk semua saluran digunakan tiang 11 M; 200 daN (tiang besi) dan tiang 13 M; 350 daN (tiang beton). Adapun jumlah tiang yang digunakan ialah 21 tiang dengan panjang penghantar 1100 meter.Jarak antara tiang ditetapkan 50 meter, tetapi disesuaikan dengan kondisi setempat dapat diubah menjadi 52, 55, dan 60 meter. Panjang tiang yang ditanam untuk tiang 11 meter adalah 1,83 meter dan untuk tiang 13 meter ditanam 2,16 meter. Tupang Tarik Medan yang berbentuk sudut 0º hingga 90º dimana daya tarik kawat memberi gaya vertical berlawanan arah dengan arah penarikan kawat. Tupang Tekan Tupang tekan digunakan pada sudut yang dibentuk oleh saluran distribusi antara 180º sampai dibawah 360º Traverst Traverst aspan, tempat pemasangan isolator aspan pada tiang-tiang ujung dan Traverst tumpu, tempat pemasangan isolator tumpu. Isolator Isolator Gantung dipakai pada tiang-tiang sudut dan tiang- tiang akhir dan Isolator Pasak dipakai vertikal dengan lengan tiang atau diujung untuk menyangga penghantar. 978-602-18168-7-5 Penghantar Penghantaryang digunakan untuk perancangan jaringan tegangan rendah menggunakan penghantar berinti Aluminium berisolasi XLPE atau PVC pada suhu keliling 30º dengan luas penampang nominal 3x25 !! ! dan kuat hantar arusnya 103mm2. Pemasangan dan penarikan kawat harus menggunakan rolling yang terbuat dari aluminium atau kayu dan dilaksanakan dengan hati-hati agar kawat tersebut tidak mengalami kerusakan. Kawat tidak boleh ditarik sehingga menggesek batu atau benda keras lainnya. Andongan dari semua kawat penghantar yaitu AAAC, AAC, LVTC harus diusahakan dengan teliti menurut daftar yang diberikan dan disetujui oleh pimpinan proyek. Arrester Spesifikasi arrester yang digunakan adalah: a) Nominal sistem voltage 20/11,5 KV b) Maksimal sistem voltage 24/13,8 KV c) Start point earthing low resister d) Nominal discharge current 10 atau 5 KA e) Max impulse spark over voltage 87 KV f) Max wave from spark over voltage 100 KV Bagi perlindungan kabel digunakan yang nominal discharge current 10 KV dan yang melindungi peralatan 5 KA. Pemasangan Transformator Distribusi Setelah mengetahui beban yang terpakai pada setiap gardu distribusi, maka kita dapat menentukan kapasitas trafo yang digunakan. Pada gardu distribusi 1 memiliki daya sebesar 225.700 VA, dari total daya yang terpakai ditambahkan 15% untuk sprare jika nantinya dilakukan perluasan area. Jadi total daya yang diperlukan ialah: 259.585 VA, maka kapasitas transformator yang digunakan adalah 250.000 VA. Konstruksi bangunan rumah transformator harus cukup luas agar trafo dapat bebas masuk dari setiap sisi serta cukup tinggi agar dapat membuka transformator tersebut.Jarak minimum berikut ini dari sisi dinding dianggap memuaskan. V. KESIMPULAN 1. Dari hasil perencanaan, pada JTM digunakan kawat penghantar AAAC 3x35 mm². Pada JTR digunakan kabel LTVC dengan luas penampang 3x16 mm² dengan panjang penghantar 191.444 meter.Pada peerencanaan ini digunakan tiang beton 13 m : 350 daN. Untuk keseluruhan digunakan 42 batang tiang. Dan besar daya yang terpasang sekarang adalah 94750 VA dan perkiraan daya yang akan terpasang 5 tahun mendatang adalah 359650 VA untuk menyuplai desa tersebut. 2. Dalam perencanaan jaringan di Desa Karasssing dilakukan beberapa perhitungan seperti penentuan pembagian grup beban, menghitung panjang penghantar, dan menentukan komponen yang akan digunakan didesa tersebut. 48 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada : 1. Oshin surista yang telah membantu dalam dalam pengambilan data penelitian ini . 2. Ir, Tajuddin, M.T. atas masukan perbaikan terhadap penelitian ini 3. Asriyadi, S.ST, M.Eng atas masukan metode dan penulisan penelitian ini. REFERENSI [1] Kadir, Abdul. 2006. Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: UIPress. [2] Badan Standar Nasional. 2011. Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011. Jakarta: Yayasan PUIL [3] SPLN 3. 2010. Standar Kontruksi Jaringan Tegangan Rendah Tenaga Listrik. Jakarta Selatan: Perusahaan Umum Listrik Negara [4] Arismunandar, Artono & Kuwahara, Sususmu, 1973 : Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid III : Gardu Induk, Cetakan Pertama, Tokyo: Association For International Technical Promotion & Jakarta: Pradnya Paramita. 49 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Prakiraan Kebutuhan Daya Listrik pada Kota Makassar dari Tahun 2018 Sampai dengan Tahun 2028 Nurul Zakinah Jurusan Teknik Elektro/ Program Studi D4 Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Pertumbuhan pelanggan listrik di Kota Makassar dari tahun ke tahun semakin meningkat, tercatat pada tahun 2012 jumlah keseluruhan pelanggaan sebesar 554.001 pelanggan hingga pada tahun 2016 jumlah keseluruhan pelanggan di Kota Makassar mencapai 704.100 pelanggan. Dengan melihat laju pertumbuhan pelanggan yang sagat pesat, penulis bermaksud menghitung prakiraan kebutuhan daya listrik di Kota Makassar untuk beberapa tahun yang akan datang guna untuk memprediksi tersedianya pasokan daya demi memenuhi kebutuhan beban listrik di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan cara memprakirakan kebutuhan daya listrik dan untuk menghitung besar daya yang dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan beban Kota Makassar tiap tahun mulai dari tahun 2018 sampai tahun 2028 serta menghitung besar pemakaian daya listrik tiap tahun mulai dari tahun 2018 sampai tahun 2028. Pengumpulan data menggunakan metode studi literatur, wawancara dan observasi. Kemudian dilakukan uji statistik menggunakan aplikasi SPSS versi 24, karena data bersifat linier dan memiliki dua variabel bebas maka analisis data dilakukan dengan cara perhitungan metode analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda menggunakan Microsoft Excel. Hasil prakiraan menggunakan model regresi linier berganda untukmemperkirakan daya listrik yang dibutuhkan dan daya listrik terpakai di Kota Makasaar mulai tahun 2018 sampai dengan 2028 berturut-turut sebesar 1.167.121.320 VA dan 203.769.838 kWh. Keywords : Daya,Regresi Linier,Prakiraan I. PENDAHULUAN Perkembangan listrik di Indonesia utamanya di Kota Makassar berlangsung sangat cepat, hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk hingga 1.658.503 jiwa yang tercatat pada tahun 2016 sehingga terjadi permintaan daya listrik yang semakin meningkat[1]. Masalah yang unik dalam sistem pembangkit tenaga listrik adalah daya yang dibangkitkan harus selalu sama dengan daya yang dikonsumsi oleh konsumen yang menggunakan daya listrik dan dikatakan sebagai beban sistem. Apabila daya yang dibangkitkan lebih kecil dari pada beban sistem maka frekuensi tegangan akan turun, sebaliknya apabila lebih besar maka frekuensi dan tegangan akan naik. Mutu listrik yang baik apabila frekuensi dan tegangan tidak terlalu jauh menyimpang dari nilai nominal, untuk ini haruslah diusahakan agar daya yang dibangkitkan selalu sama dengan beban listrik yang digunakan. Berdasarkan jumlah pelanggan listrik di Kota Makassar pada tahun 2012 yang menggunakan jenis beban sosial sebanyak 7.399 pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 526.154 pelanggan, beban bisnis sebanyak 28.947 pelanggan, beban industri sebanyak 686 pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak 3.749 pelanggan[5]. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan di semua jenis beban, seperti pada jenis beban sosial sebanyak 7.762 pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 562.052 pelanggan, beban bisnis sebanyak 31.861 pelanggan, beban industri sebanyak 711 pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak 3.906 pelanggan[5]. Sedangkan pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan disemua jenis beban, seperti jenis beban sosial sebanyak 8.125 pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 595.622 pelanggan, beban bisnis sebanyak 37.091 pelanggan, beban industri sebanyak 738 pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak 4.011 pelanggan[5]. Di tahun 2015 juga mengalami peningkatan disemua jenis beban, seperti jenis beban sosial sebanyak 8.517 pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 624.560 pelanggan, beban bisnis sebanyak 40.262 pelanggan, beban industri sebanyak 758 pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak 4.137 pelanggan[5]. Dan di tahun 2016 pun juga mengalami peningkatan disemua jenis beban, seperti jenis beban sosial sebanyak 9.094 pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 657.977 pelanggan, beban bisnis sebanyak 425.53 pelanggan, beban industri sebanyak 784 pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak 4.430 pelanggan[5]. Dengan melihat laju pertumbuhan pelanggan di Kota Makassar yang sangat pesat, disusul dengan pembangunan pemukiman dan pusat-pusat perdagangan maka penulis bermaksud menghitung prakiraan kebutuhan daya di kota makassar untuk beberapa tahun yang akan datang guna untuk memprediksi tersedianya pasokan daya untuk memenuhi kebutuhan beban listrik di Kota Makassar, oleh 50 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 karena itu diperlukan mengantisipasi hal tersebut. langkah-langkah untuk II. KAJIAN LITERATUR 2.1 Umum Sistem tenaga listrik terbagi atas tiga komponen utama yaitu bagian pembangkit, bagian transmisi dan bagian distribusi.Di Kota Makassar terbagi atas dua area yaitu Area Makassar Selatan dan Area Makassar Utara yang sebelumnya merupakan satu kesatuan yaitu PT. PLN (Persero) Area Makassar. Pemecahan area makassar ini dimulai sejak bulan April 2016. Setidaknya ada sepuluh rayon yang berada di bawah pengawasan PLN Area Makassar saat sebelum pemecahan yakni rayon Makassar Selatan, rayon Makassar Utara, rayon Makassar Barat, rayon Makassar Timur, rayon Maros, rayon Kalibajeng, rayon Takalar, rayon Sungguminasa, rayon Pangkep dan rayon Malino. Setelah pemecahan sampai saat ini Area Makassar Selatan mengawasi enam rayon yang terdiri dari rayon Panakukkang, rayon Mattoangin, rayon Sungguminasa, rayon Kalibajeng, rayonTakalar, dan rayon Malino sedangkan Area Makassar Utara megawasi empat rayon yaitu rayon Daya, rayon Maros, rayon Karebosi dan rayon Pangkep[4]. 2.2 Jaringan Distribusi Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik (energi listrik) dari gardu induk ke gardu distribusi dan mendistribusikan tenaga listrik tersebut ke beban. Jaringan distribusi primer yang bertegangan menengah berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari gardu induk ke transformator distribusi yang terhubung ke beban industri[10]. 2.2 Beban Listrik Mutu Listrik yang baik adalah apabila frekuensi dan tegangan tidak terlalu jauh menyimpang dari nilai nominal, untuk itu haruslah diusahakan agar daya yang dibangkitkan selalu sama dengan beban[7]. Untuk mengetahui beban listrik perlu memperhatikan jenis beban listrik, menurut daerah biasanya digolongkan dalam beberapa golongan, yakni: 1. Berdasarkan lingkungan atau lokasi: a. Beban pusat pertokoan b. Beban perumahan c. Beban perumahan luar kota d. Beban pedesaan 2. Berdasarkan jenis pelanggan: a. Beban umum b. Beban industri 3. Berdasarkan jadwal pelayanan listrik: a. Beban perumahan b. Beban penerangan jalan c. Beban perkantoran d. Beban industri 4. Berdasarkan jenis kegiatan pelanggan: a. Beban Perumahan / Rumah Tangga b. Beban Industri c. Beban bisnis / Perdagangan d. Beban sosial 978-602-18168-7-5 2.3 Analisis Regresi Analisis regresi merupakan alat statistik yang banyak digunakan dalam berbagai bidang.Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen.Ada tiga macam tipe analisis regresi, tipe pertama adalah regresi linier sederhana yang berfungsi untuk mengetahui hubungan linier antara dua variabel, satu variabel dependen dan satu variabel independen.Tipe kedua adalah regresi linier berganda yang merupakan model regresi linier dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen.Tipe ketiga adalah regresi non linier yang berasumsi bahwa hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak linier pada parameter regresinya [6].Adapun rumus analisis regresi linier sederhana yang digunakan[6] : ! = ! + !" (1) Dimana: Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent) X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent) a = konstanta b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang ditimbulkan oleh Predictor. Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus dibawah ini : != b= ( !)!!( !) ! !( !")!( !)( !) !( ! ! )!( !)! (2) (3) Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut[6]: Y = a + b1X1 + b2X2 ..+bnXn (4) Dimana : a = Variabel Terikat X1 = Variabel bebas pertama X2 = Variabel bebas pertama Xn = Variabel bebask ke .. n a, b1 dan b2 = Konstanta 2.4 Uji Korelasi Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linear antara dua variabel atau lebih.Korelasi dilambangkan dengan r dengan ketentuan nilai r berkisar antara - 1≤ r ≤ 1. Artinya, jika nilai korelasi mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara 2 variabel semakin kuat, sebaliknya jika nilai korelasi mendekati nol berarti hubungan antara 2 variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan yang searah yang menunjukkan jika variabel x naik maka variabel y juga akan naik dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik yang menunjukkan jika variabel x naik maka variabel y akan turun[12]. Tabel 1. Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi[8] Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,8 - 1 sangat kuat 0,6-0,79 Kuat 0,4-0,59 cukup kuat 0,2-0,39 Lemah 0 - 0,19 sangat lemah 51 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 III. 978-602-18168-7-5 METODE PENELITIAN IV. Penelitian di mulai dengan mengumpulkan data dengan cara melakukan studi literatur, wawancara dan melakukan observasi langsung.Sedangkan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis regresi. Secara singkat diagram alir kegiatan sebagai berikut : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem Kelistrikan di Kota Makassar Secara umum sistem kelistrikan di Kota Makassar terbagi atas dua area yaitu Area Makassar Selatan dan Area Makassar Utara yang sebelumnya merupakan satu kesatuan yaitu PT PLN (Persero) Area Makassar. 4.2 Daya Terpasang dan Daya Terpakai di Kota Makassar Daya terpasang adalah besarnya daya yang disepakati oleh PLN dan Pelanggan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik yang menjadi dasar perhitungan biaya beban sedangkan daya terpakai adalah besarnya daya yang telah digunakan[3]. Berikut adalah jumlah data daya terpasang dan daya terpakai yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini : MULAI Studi Literatur Pengumpulan Data : 1. Data penduduk dan jumlah rumah tangga 2. Data jumlah pelanggan rumah tangga, komersial, publik dan industri 3. Data daya tersambung 4. Data daya tepakai Menentukan Metode sesuai data yang diperoleh Tidak Menghitung kebutuhan daya Apakah perhitungan sudah sesuai dengan hasil suvei YA Hasil analisis penelitian Kesimpulan SELESAI Tabel 2. Jumlah Daya Terpasang (VA) PLN Area Makassar Tahun 2012[5] Bulan Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Pemerintah Januari 44221800 470501900 261875350 196799450 60430519 februari 44405450 463901550 266887250 197514650 61498819 maret 45501700 467690650 271425750 198976150 61859519 april 45770950 470489850 275655000 201249850 62826819 mei 47759350 473552200 280664100 203671050 62037569 juni 47104200 485338650 284396300 203979050 62307319 juli 47351300 481911100 286747800 205605950 62250769 agustus 50293600 483235900 288547700 216148450 62278969 september 50562250 486355900 289894400 216830650 62333919 oktober 50850400 491841450 291724000 216906150 61413719 nopember 51295100 494717200 279731900 217873250 62485319 desember 51443750 497469050 281380600 217700250 62571219 Tabel 3. Jumlah Daya Terpakai (kWh) PLN Area Makassar Tahun 2012[5] Bulan Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Pemerintah Januari 7271778 80829357 42666249 62078448 10965891 februari 5920790 72293041 39439269 50653727 9481303 maret 6428844 67634365 41551454 54999376 9706846 52 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Bulan Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Pemerintah april 6340214 68026500 40235399 54934994 9866006 mei 6937417 71931251 43430950 67350171 9858825 juni 7180977 79996429 45224602 51914732 10019013 juli 7285126 82499128 45875960 47094388 10186564 agustus 6505800 71001868 44155295 57978855 9947439 september 6946896 82356412 46168286 59837028 10162471 oktober 7376136 93159671 47115168 59160096 10133296 nopember 7456746 74518814 41714782 72426156 9843243 desember 8657608 84375160 48181253 60145564 10364141 4.3 Jumlah Pelanggan di Kota Makassar Perkembangan kebutuhan daya listrik dan pemakaian daya listrik tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan jumlah pelanggan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah pelanggan peningkatan, berikut data pelanggan di Kota Makassar : cenderung mengalami perkembangan jumlah Tabel 4. Jumlah Pelanggan Listrik PLN Area Makassar Tahun 2012[5] Bulan Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Pemerintah Januari 7120 505551 27442 663 3638 Februari 7164 505209 27704 667 3650 Maret 7204 504831 28025 671 3662 April 7217 504780 28245 673 3691 Mei 7311 504929 28420 675 3675 Juni 7200 517392 28872 675 3683 Juli 7229 517096 29138 679 3686 Agustus 7271 513410 32839 681 3690 September 7380 516751 29570 686 3700 Oktober 7350 520873 29857 686 3721 Nopember 7377 523626 28757 688 3727 Desember 7399 526154 28947 686 3749 4.4 Pembahasan 4.4.1 Seleksi Model Peramalan Terbaik Mengacu pada data aktual jumlah daya terpasang dan daya terpakai untuk pelanggan sosial, rumah tangga, bisnis, industri dan pemerintah di Kota Makassar mulai tahun 2012-2016 maka dengan demikian dapat dicari model peramalan terbaik yang akan digunakan dalam mengestimasi jumlah daya listrik terpasang dan terpakai tahun 2018-2028. Sebelum menentukan metode peramalan, perlu adanya uji statistik dalam hal ini analisis regresi guna mengetahui adanya hubungan antara jumlah daya listrik yang akan datang dengan jumlah daya listrik masa sebelumnya. 4.4.2 Prakiraan Jumlah Pelanggan tahun 2018-2028 Sebelum melakukan perhitungan terlebih dahulu membuat tabel bantu dari data tabel daya terpasang.Berikut adalah tabel variabel bebas untuk menghitung prakiraan kebutuhan daya listrik di masa yang akan datang dimana X1 adalah periode (bulan) dan X2 adalah jumlah pelanggan yang telah diprediksi sebelumnya menggunakan metode regresi linier sederhana 53 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Tabel 5. Variabel bebas untuk prakiraan kebutuhan daya listrik tahun 2018-2028 Tahun X1 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 2018 2019 2020 2021 X2 692360 695048 697736 700425 703113 705801 708489 711177 713865 716553 719241 721929 724617 727305 729993 732681 735369 738057 740745 743434 746122 748810 751498 754186 756874 759562 762250 764938 767626 770314 773002 775690 778378 781066 783754 786442 789131 791819 794507 797195 799883 802571 805259 807947 810635 Tahun 2022 2023 2024 2025 X1 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 X2 813323 816011 818699 821387 824075 826763 829451 832139 834828 837516 840204 842892 845580 848268 850956 853644 856332 859020 861708 864396 867084 869772 872460 875148 877837 880525 883213 885901 888589 891277 893965 896653 899341 902029 904717 907405 910093 912781 915469 918157 920845 923534 926222 928910 931598 Tahun 2026 2027 2028 X1 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 X2 934286 936974 939662 942350 945038 947726 950414 953102 955790 958478 961166 963854 966543 969231 971919 974607 977295 979983 982671 985359 988047 990735 993423 996111 998799 1001487 1004175 1006863 1009551 1012240 1014928 1017616 1020304 1022992 1025680 1028368 1031056 1033744 1036432 1039120 1041808 1044496 5784808067832320 = 1251 4623252952685 b! Menghitung nilai a dengan rumus : 8151954384936720000000 − 8151428578860460000000 ! = ! − !! !! − !! !! (7) = 2344439292958710 − 2339816040006020 ! = 564089408 − 113731 31 − 1251 578118 525806076255273000 ! = −162744627 b! = = 113731 4623252952685 Dengan menggunakan persamaan di atas, Menghitung nilai b2 dengan rumus : penulis dapat memprakirakan kebutuhan daya listrik di !!! ( !! !)! ( !! !! )( !! !) b! = (6) Kota Makassar 10 tahun kedepan dengan memasukkan !!! !!! ! ( !! !! )! nilai Tabel 5 ke dalam persamaan. b! 3032457491916890000 − 3026672683849050000 Untuk bulan desember tahun 2025 : ! = −162744627 + 113731 168 + 1251(947726) = 2344439292958710 − 2339816040006020 b! == !!! !!! !! ! ! ( !! !! )( !! !) !!! ! ( !! !! )! (5) b! = 54 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 ! =1041967520 VA Untuk bulan desember tahun 2028 : ! = −162744627 + 113731 204 + 1251(1044496) ! = 1167121320 VA Jadi jumlah daya terpasang pada bulan desember tahun 2025 dan 2028 berturut-turut adalah 1041967520 VA dan 1167121320 VA. Berikut adalah tabel hasil prakiraan daya terpasang di kota makassar : Tabel 6. Hasil prakiraan daya terpasang di kota makassar tahun 2018-2028 Tahun Daya (VA) 2018 749941988 2019 791659921 2020 833377855 2021 875095788 2022 916813721 2023 958531654 2024 1000249587 2025 1041967520 2026 1083685453 2027 1125403387 2028 1167121320 Dengan menggunakan metode yang sama seperti di atas, maka penulis juga dapat menghitung estimasi pemakaian daya listrik di Kota Makassar 10 tahun yang akan datang. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa untuk memprakirakan kebutuhan daya listrik pada Kota Makassar mulai tahun 2018 sampai dengan tahun 2028, dilakukan uji statistik dalam hal ini uji korelasi dan uji regresi. Setelah melakukan uji statistik dimana tingkat hubungan antar variabel sangat kuat dan data bersifat linier maka dapat ditentukan metode regresi linier dapat digunakan untuk menghitung estimasi prakiraan kebutuhan daya listrik di Kota Makassar dan karena data yang digunakan memiliki dua variabel bebas dan satu variabel terikat maka metode analisis regresi berganda menjadi metode yang paling tepat. 1. 2. 3. 978-602-18168-7-5 4. Kelas A14 yang senantiasa membantu dan menemani dari awal hingga akhir studi penulis di Politeknik Negeri Ujung Pandang. REFERENSI [1] BAPPEDA Kota Makassar. 2018. RPJPD Kota Makassar. Makassar I.R, Rulin Susanto P. 2015. Perencanaan Penyediaan Daya Pada Perumahan Royal Spring Di Gowa. Makassar : Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. PT.PLN (Persero).Kementrian BUMN. Istilah Kelistrikan.(online), (http://www.bumn.go.id/pln/halaman/123, diakses 5 Agustus 2018) PT.PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar Area Makassar Selatan. 2018. (online), (https://www.scribd.com/doc/223002051/ProfilPerusahaan-PT-PLN-Persero-Area-Makassar, diakses tanggal 30 Juli 2018) PT.PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar Area Makassar Selatan. 2018. Laporan Penjualan Tenaga Listrik Versi Pusat Total.Makassar Siregar, Syofian.2013. Metode Penelitian Kuantitatif dilengkapi dengan Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta.: Kencana Prenadamedia Grup. Sriwati. 2013. Prakiraan Kebutuhan Daya Listrik di Kabupaten Maros Tahun 2010 sampai 2020: ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013. Sudjana. 1980. Metode Statistika. Bandung: Erlangga. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suswanto,Daman. 2009. Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Padang : Universitas Negeri Padang Wahyudi, Muh. Iqra dan Rustan Wesi.2013. Prediksi Kebutuhan Daya Listrik Pada Kabupaten Soppeng Sampai Tahun 2025. Tugas Akhir. Makassar : Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia [2] Nehemia, [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] UCAPAN TERIMA KASIH Teristimewa kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan bantuan baik moril maupun materil. Bapak Bakhtiar, S.T., M.T. selaku pembimbing I dan Bapak Marwan, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu guna membimbing dan mengarahkan kami sampai Tugas Akhir ini selesai. Manager PT PLN (Persero) Wilayah SULSELRABAR Area Makassar Selatan. 55 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Perancangan Simulasi Pembangkit Listrik Energi Terbarukan Sebagai Energi Alternatif Pauzan Asri1),Ahmad Rosyid Idris2),Kurniawati Naim3) 1,2,3) Jurusan Teknik Elektro PNUP [email protected] Abstrak Angin dan cahaya matahari merupakan sumber daya alam yang melimpah dan dapat diubah menjadi energi listrik. Akan tetapi masalah yang dihadapai apabila ingin mengkonversi energi ini adalah ketidak stabilan energi yang dihasilkan tergantung dari intensitas cahaya matahari dan energi angin. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibuatlah suatu sistem hibrida yang menggabungkan pembangkit dari sumber yang berbeda. Sehingga nantinya diharapkan energi yang dihasilkan dapat saling melengkapi apabila salah satu tegangan tidak dapat bekerja karena keterbatasan sumber energinya. Dalam penelitian ini pembangkit yang diaplikasikan adalah pembangkit surya dan pembangkit angin. Penggabungan pembangkit ini menggunakan sebuah konverter dimana tegangan DC dari panel surya akan di ubah menjadi tegangan AC 3 phasa, sehingga nantinya tegangan yang dihasilkan akan masuk ke trafo untuk distep up 20 Kv sehingga dapat masuk ke jaringan distribusi. Untuk lebih memudahkan dalam design pembangkit hibrida ini peneliti menggunakan software simulink matlab untuk memodelkan panel surya dan pembangkit energi angin serta konverternya. Dari pengujian yang telah dilakukan terdapat harmonisa yang disebabkan oleh konverter, hal ini dikarenakan proses switching dari IGBT yang berimbas pada munculnya noise dan rugi-rugi daya. Keywords: simulasi, panel sel surya, energi angin, konverter,hybrid, Simulink Matlab, grid 20 kVA I. PENDAHULUAN Energi listrik merupakan energi yang sangat vital bagi kehidupan dan aktifitas manusia sehari-hari baik yang digunakan dalam skala rumah tangga maupun perindustrian. Sebagian besar kebutuhan energi listrik ini masih dipenuhi dari pembangkit yang menggunakan sumber energi dari bahan fosil. Sedangkan bahan bakar fosil bila digunakan akan semakin menipis dan habis. Oleh sebab itu salah satu solusi dalam mengatasi krisis energi ini adalah menggunakan sumber daya energi baru terbarukan. Untuk mengatasi permasalahan di atas, teknik hybrid banyak digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis pembangkit listrik, seperti pembangkit energi angin, surya dan diesel, pembangkit energi angin dan surya, pembangkit energi angin dan diesel. Dalam teknik hybrid ini diperlukan sebuah pengendali yang digunakan untuk mengoptimalkan pemakaian energi dari masing masing sumber, disesuaikan dengan beban dan ketersediaan energi dari sumber energi yang digunakan. II. KAJIAN LITERATUR A. Sel Surya Sel surya adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm, yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan kutub negatif. Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah memanfaatkan efek fotovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari menjadi energi listrik. Prinsip ini pertama kali diketemukan oleh Bacquere, seorang ahli fisika berkebangsaan Perancis tahun 1839. Apabila sebuah logam dikenai suatu cahaya dalam bentuk foton dengan frekuensi tertentu, maka energi kinetik dari foton akan menembak ke atom-atom logam tersebut. Atom logam yang iradiasi akan melepaskan elektron-elektronnya. Elektron-elektron bebas inilah yang mengalirkan arus dengan jumlah tertentu. Sel surya adalah semikonduktor dimana radiasi surya langsung diubah menjadi energi listrik. Material yang sering digunakan untuk membuat sel surya adalah silikon kristal. Pada saat ini silikon merupakan bahan yang banyak digunakan untuk pembuatan sel surya. Agar dapat digunakan sebagai bahan sel surya, silikon dimurnikan hingga satu tingkat yang tinggi. 1. Cara Kerja Sel Surya Modul photovoltaic atau solar cell adalah suatu alat semikonduktor yang mengkonversi foton (cahaya) menjadi listrik. Konversi ini disebut efek photovoltaic, dengan kata lain efek photovoltaic adalah fenomena dimana suatu sel photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi listrik. Efek photovoltaic didefiniskan sebagai suatu fenomena munculnya voltase listrik akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau cairan saat diexpose dibawah energi cahaya. 56 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya perpindahan elektron bebas di dalam suatu atom. Sel surya pada umumnya menggunakan material semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material semikonduktor adalah suatu padatan berupa logam, yang konduktifitas elektriknya ditentukan oleh elektron valensinya. Material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat secara signifikan. Saat foton dari sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari atom semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk memisahkan elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya. Elektron yang terlepas tersebut bermuatan negatif menjadi bebas bergerak di dalam bidang kristal dan berada pada daerah pita konduksi dari material semikonduktor. hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan pada struktur kristal yang disebut dengan “hole” dengan muatan positif. Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif bertindak sebagai donor elektron. Daerah ini disebut negative type (n-type). Sedangkan daerah semikonduktor dengan hole, bersifat positif dan bertindak sebagai penerima (acceptor) elektron. Daerah ini disebut dengan positive type (p-type). Ikatan dari kedua sisi positif dan negatif menghasilkan energi listrik internal yang akan mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke arah berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan hole bergerak menjauhi sisi positif. Ketika p-n junction ini dihubungkan dengan sebuah beban (lampu) maka akan tercipta sebuah arus listrik. 2. Karakterstik Sel Surya Daya yang dihasilkan dari sel surya adalah tegangan (V) operasi dikalikan dengan arus (I) operasi. Tegangan dan arus keluaran yang dihasilkan ketika sel surya memperoleh penyinaran merupakan karakteristik yang disajikan dalam kurva I-V pada gambar 7. Kurva ini menunjukkan bahwa pada saat arus dan tegangan berada pada titik kerja maksimal (Maximum Power Point) maka akan menghasilkan daya keluaran maksimum (PMMP). Tegangan di Maximum Power Point (MPP) VMPP, lebih kecil dari tegangan open circuit (VOC) dan arus saat MPP IMPP, adalah lebih rendah dari arus short circuit (ISC). Gambar 1. Kurva karakteristik sel surya 3. Efisiensi sel surya Efisiensi Sel Surya dipengaruhi oleh beberapa hal, anatara lain tegangan open circuit (VOC), arus short circuit (ISC) dan Fill Factor (FF). 978-602-18168-7-5 != Voc. Isc. FF Pin Keterangan : η : efisiensi sel surya VOC : open circuit voltage (volt) ISF : source circuit current (ampere) FF : Fill Factor 4. Model Matematika Panel Surya Rangkaian sel surya dapat direpresentasikan sebagai sumber arus yang terhubung pararel dengan sebuah dioda dan tahanan (RSH) dan terhubung seri dengan tahanan (RS). Dengan rangkaian ini maka didapat model matematis dari sel surya yang nantinya dikembangkan untuk pemodelan sel surya. Gambar 2. Rangkain sel surya Persamaan rangkaian di atas adalah : !!" + !!" ! = !! − !! !"# !! ∙ ! ∙ ! ∙ ! ! −1 !! = !!"# + !! !!" − !!" ∗ ! 1000 ! ∙ !!" !!" = !!"# !"# −1 !! ∙ ! ∙ ! ∙ ! !! = I!"# ! !! ! !"# ! ∙ !!! 1 1 − −1 ! ∙ ! !! ! Keterangan : I : arus keluaran sel surya (ampere) IL : arus yang dibangkitkan oleh sel surya (ampere) I0 : arus balik saturasi (ampere) Voc : tegangan hubung terbuka (volt) Irs : arus saturasi balik pada diode (A) Ns : jumlah sel surya yang dihubung seri A : faktor ideal polysilikon k : konstanta Boltzman (1,3806 x 10−19 J. K −19 ) Tak : temperatur kerja modul surya (°C) q : muatan listrik sebuah elektron (1,602 x 10−19 C) Iscr : arus hubung tertutup referensi (ampere) Ki : koefisien temperatur (0,006) Trk : temperatur referensi modul surya (°K) λ : radiasi matahari Eg : gap energi (ev) B. Pembangkit Energi Angin Salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan dapat menghasilkan energi yang cukup besar adalah Pembangkit Listik Tenaga Angin karena 57 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 memanfaatkan energi angin yang rendah emisi karbon. Pembangkit Listrik Tenaga Angin adalah suatu teknologi pembangkit listrik yang mengubah potensi energi angin menjadi energi listrik. 1. Prinsip Kerja Pembangkit Energi Angin Prinsip kerja dari pembangkit ini adalah mengubah energi angin menjadi energi mekanik. Selanjutnya, energi mekanik diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan generator. Saat angin melewati blade yang mengakibatkan turbin angin berputar dengan kecepatan tertentu maka munculah energi mekanik (daya poros). Karena putaran turbin tidak teralu cepat (low speed) yang disebabkan besarnya ukuran turbin, maka poros turbin dihubungkan dengan roda gigi (gearbox). roda gigi mengubah laju putar menjadi lebih cepat (high speed), konsekuensinya momen gaya menjadi lebih kecil. Selanjutnya, putaran poros turbin menggerakkan rotor generator. Rotor berputar di medan magnet menimbulkan gaya gerak listrik dari generator. Energi listrik dari pembangkit dapat langsung dikonsumsi oleh beban atau ditransmisikan ke jaringan listrik utama (grid) dan didistribusikan ke pelanggan. Ekstraksi energi angin oleh turbin ditentukan oleh koefisien Cp (maksimum 59%, 35% untuk desain bagus), efisiensi transmisi roda gigi dan bearings (Nb, bisa mencapai 95%, dan efisiensi generator (Ng , ~80%), Sehingga, efisiensi total dari Pembangkit Listrik Tenaga Angin dipengaruhi oleh Cp, Nb dan Ng . 2. Model matematika turbin angin. Daya turbin angin dapat dinyatakan pada kondisi ideal dan secara riil. Persamaan matematik turbin angin ideal turbin didasarkan pada hukum bernoulli. Untuk aplikasinya, daya turbin dinyatakan dengan persamaan. Untuk menjelaskan daya turbin angin secara ideal dan riil sebagai berikut. a) Daya turbin angina ideal Berikut ilustrasi angin yang mengalir pada turbin. 978-602-18168-7-5 Idealnya, daya output turbin angin dipengaruhi oleh V1 dan A2. Sehingga persamaan menjadi ! !!,!"#$% = !! Dimana nilai dari !" ! !!! = !! !" ! !" ! !!! = 0,593 disebut Betz Coefficient. Keterangan : V1 : kecepatan angin pada titik 1 (m/s) V2 : kecepatan angin pada titik 2 (m/s) V3 : kecepatan angin pada titik 3 (m/s) V4 : kecepatan angin pada titik 4 (m/s) A1 : luas penampang pada titik 1 (m2) A2 : luas penampang pada titik 2 (m2) A3 : luas penampang pada titik 3 (m2) A4 : luas penampang pada titik 4 (m2) b) Daya turbin angina secara real Untuk implementasinya, daya output turbin angin atau Pm dinyatakan dengan persamaan berikut ! !"! ! ! !! !!!"! ! !! = !! !! = !! Secara umum, nilai Cp sebagai fungsi tip speed ratio (λ) dan sudut pitch blade (β). Nilai CP dan tip speed ratio (λ). Dapat dinyatakan dengan !! = ! ∙ ! = !! !! !! − !! ! − !! ! !!! !! + !! ! 1 1 0,035 = − !! ! + 0,08! ! ! + 1 !! ! != ! Sehingga daya turbin dan torsi adalah !! = !! = ! !"! ! ! ! ! !! !! !! !! !! !! − !! ! − !! ! − !! ! − !! ! !!! !! !!! !! + !! !!!! + !! !! ! ! ! !"! ! ! !! 2! !! = ! = ! !"# ! 60 !∙! != !"# ! 30 Besarnya koefisien !1 sampai !6 C1 = 0,5176 C4 = 5 Gambar 3. Ilustrasi angina pada turbin Dari gambar di atas di dapatkan persamaan. C2 = 116 C3 = 0,4 Keterangan : ! !! = !! = !!! ! !! = !!! ! !! = !! = !!! C5 = 21 C6 = 0,0068 Cp : power coefficient V : kecepatan angin (m/s) Tr : torsi turbin angin (Nm) !! = 3!! Daya mekanik turbin angin. ! ! ! ! ! ! ! !" ! !!,!"#$% = !! − !! = ! ! !! !!! − !! !!! = !! ! ! !! ! ! ! ωR : kecepatan rotasi turbin angin (rad/s) n : putaran poros kincir (rpm) 58 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 4,44!"#$ 120 4,44!" != 120 ! = !"# ρ : kerapatan udara (kg/m3) != A : luas penampang turbin (m2) Pm : daya turbin angin (Watt) R : radius rotor turbin (m) C. Generator Generator arus bolak-balik (AC) atau disebut dengan alternator adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mengkonversi energi mekanik (gerak) menjadi energi listrik (elektrik) dengan perantara induksi medan magnet. Perubahan energi ini terjadi karena adanya perubahan medan magnet pada kumparan jangkar (tempat terbangkitnya tegangan pada generator). Generator sinkron atau generator AC (alternating current) mempunyai arti bahwa rotor generator sinkron yang terdiri dari belitan medan dengan suplai arus searah akan menghasilkan medan magnet yang diputar dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan putar rotor. Dikatakan generator sinkron karena jumlah putaran rotornya sama dengan jumlah putaran medan magnet (medan putar) pada stator. Kecepatan Sinkron ini dihasilkan dari kecepatan putar rotor dengan kutub kutub magnet yang berputar dengan kecepatan yang sama dengan medan putar pada stator. Mesin sinkron tidak dapat start sendiri karena kutub-kutub yang berat dan tidak dapat tiba-tiba mengikuti kecepatan medan putar pada waktu saklar terhubung dengan jala-jala oleh sebab itu diperlukan suatu alat bantu start (prime mover). Ada dua jenis generator sinkron, yaitu generator sinkron 1 phasa dan generator sinkron 3 phasa. 3. Prinsip Kerja Generator Sinkron Kumparan medan yang terdapat pada rotor dihubungkan dengan sumber eksitasi yang dispulai oleh arus searah sehingga menimbulkan fluks yang besarnya tetap terhadap waktu. Kemudian penggerk mula (prime mover) yang sudah terkopel dengan rotor segera dioperasikan sehingga rotor akan berputar pada kecepatan nominalnya sesuai dengan persamaan : 120 ∙ ! != ! Keterangan : n : kecepatan putar rotor (rpm) p : jumlah kutub rotor f : frekuensi (Hz) GGL induksi (Ea) pada alternator akan terinduksi pada kumparan jangkar alternator bila rotor diputar disekitar stator. Besarnya kuat medan pada rotor dapat diatur dengan cara mengatur arus medan (If) yang diberikan pada rotor. Besarnya GGL induksi (Ea) rata-rata yang dihasilkan kumparan jangkar alternator ini dapat dilihat dalam persamaan berikut : ! = 4,44 ∙ ! ∙ ! ∙ ! !" != 120 !" ! = 4,44 ∙ ∙!∙! 120 Keterangan : E : GGL induksi (Volt) n : putaran (rpm) T : banyak lilitan / fase = 1/2 p : jumlah kutub φ : fluks magnetik (weber) Z : banyak sisi kumparan D. Konverter Arus listrik terdiri dari dua macam yaitu arus searah (DC) dan arus bolak –balik (AC). Konverter disini berfungsi mengubah signal dari satu bentuk ke bentuk lain, oleh karena itu konverter dibagi menjadi empat macam , yaitu : 1. Chopper (konverter DC ke DC) 2. Rectifier (konverter AC ke DC) 3. Inverter (konverter DC ke AC) 4. AC –AC konverter III. METODE PENELITIAN Penelitian akan dilakukan pada semester genap tahun 2018, tepatnya bulan Januari hingga Mei 2017. Penelitian dan pengambilan data ini dilakukan di Kampus 2 Politeknik Negeri Ujung Pandang. A. Metode Penelitian Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini yaitu : 1. Wawancara Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan tatap muka atau wawancara secara langsung untuk mengetahui kondisi riil dan mendapatkan data-data yang diperlukan dan informasi penting lainnya dalam penyusunan tugas akhir ini. 2. Studi Literatur Studi literatur adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengadakan studi dari buku-buku/pustaka, situssitus internet dan literatur lain yang berkaitan dengan maslah yang dibahas dalam penulisan ini. 3. Pengujian dan Analisis Metode ini digunakan untuk melakukan pengujian simulasi yang telah dibuat dan menganalisa hasil yang didapat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini dilakukan beberapa pengujian simulasi dari beberapa bagian dari pembangkit hybrid yaitu Pembangkit listrik tenaga surya, Pembangkit Listrik Tenaga Angin serta pengujian secara keseluruhan pembangkit hybrid. 59 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 A. Pengujian pembangkit tenaga surya, pembangkit tenaga angin dan hybrid 1. 978-602-18168-7-5 Dari pengujian yang dilakukan, didapatkan hasil berupa tegangan 3 phasa Pembangkit listrik tenaga surya Gambar 5. Tegangan PLTB Gambar 1. Rangkain PLTS Dari pengujian yang dilakukan keluaran dari PLTS dengan inverter dapat menghasilkan keluaran tegangan AC 3 phasa yang berbentuk sinus. Gambar 6. Arus PLTB 3. Gambar 2. Tegangan keluaran PLTS dengan inverter Gambar 3. Arus PLTS dengan inverter 2. Pembangkit listrik tenaga bayu Hybrid Setelah melakukan pengujian terhadap masingmasing pembangkit secara terpisah yang dilakukan pada pengujian ini adalah melakukan penggabungan terhadap pembangkit tersebut atau disebut dengan pembangkit hybrid. Gambar 7. Tegangan jaringan distribusi Gambar 4. Rangkain PLTB Gambar 9. Arus jaringan distibusi 60 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 B. Analisa Simulasi dan pemodelan yang dilakukan penulis adalah menggabungkan dua pemabngkit listrik yaitu pemabngkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga angin(PLTB). dalam pemodelan PLTS untuk masukannya di dapat dari pengamatan radiasi dan temperatur. sedang untuk pemodelan PLTB masukannya di dapat dari pengamatan kecepatan angin dan kecepatan turbin angin. Panel surya dalam simulasi terdapat 10 buah panel surya yang di serikan. tegangan yang di hasilkan oleh 10 buah panel surya sebesar 225,4 Volt dan arus yang di hasilkan tidak konstan dikarenakan radiasi dan suhu juga tidak konstan, arusnya sebesar 7 ampere di titik maksimum. Untuk mencari titik daya maksimum digunakan MPPT (maximum Power Point Tracking) dan boost konverter. disini berguna untuk menaikkan tegangan panel surya. Tegangan pnael surya yang diseri sebanyak 10 buah adalah 225,4 di naikkan menjadi 450 Volt DC. namun tegangan ini harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk tegangan bolak balik atau AC dengan menggunakan invereter dan output dari inverter mampu mengasilkan tegangan 380 Volt dan arus 3 ampere Pada pembangkit angin generator sinkron yang terdapat didalamnya mampu menghasilkan tegangan sebesar 380 Volt dan arus sebesar 6 ampere. Sebelum melakukan penggabungan ke dua pembangkit terlebih dahulu masing masing output tegangan pembangkit di naikkan teganganya dengan trafo step up sebesar 20 kVA. Kemudian ke dua pembangkit dilakukan penggabungan inilah yang disebut pembangkit hybrid. tegangan yang mampu dihasilkan dari pembangkit hybrid setelah disuntikkan ke grid sebesar 15 kVA. tegangan ini mengalami penurunan di karenakan rugi rugi daya yang terjadi pada saat pendistribusian karena dalam simulasi ini menggunakan kabel sepanjang 20 km dan arus yang dihasilkan sebesar 18 ampere arus ini relatif kecil karena hanya menggunakan beban 10 kw saja. 978-602-18168-7-5 VI. UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi wadah bagi saya dalam menuntut ilmu. 2. Kedua orang tua tercinta dan semua keluarga saya yang menjadi motivator saya REFERENSI [1] Daryanto, Y. (5 April 2007). Kajian Potensi Angin Untuk Pembangkit Listrik Tenaga. Balai PPTAGGUPT-LAGG. [2] Hidayat, T. (2009). Tesis : Simulasi Sistem Pembangkit Listrik Hybrid Dengan. Depok: Universitas Indonesia. [3] Kusdiana, D. (3 Desember 2008). Kondisi Riil Kebutuhan Energi di Indonesia dan Sumber-Sumber Energi Alternatif Terbarukan. Jurnal Listrik dan emamfaatan Energi . [4] Mineral, K. E. (2016). Program Strategis EBTKE dan Ketenaga listrikan. Jurnal Energi . [5] Sudrajat, A. (2017). Pelatihan Perencanaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga surya. BPPT. [6] Sulasno. (2009). Teknik Konversi Energi Listrik dan Sistem Pengaturan. Yogyakarta: Graha Ilmu. [7] Sutarno. (2013). Sumber Daya Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu. [8] Riad Kadiri, Jean-Paul Gaubert, “An Improved Maximum Power Point Tracking for Photovoltaic Grid-Connected Inverter Based on Voltage-Oriented Control,” IEEE Trans. Ind. Electron., vol. 58, no. 1, Januhari. 2011. [9] Hidayat Taufi .”Simulasi sistem pembangkit Listirik Hibrid Dengan pemamfaatan Potensi Energi Terbarukan Di Kampus UI, Depok”. 1997. [10] Tim CASINDO, N. (2011). Rencana Aksi Energi Terbarukan Provinsi NTB. Mataram: Casindo. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada penelitian ini model pembangkit angin dan energi surya dapat dihubungkan dengan cara mengubah bentuk tegangan yang dihasilkan panel surya yang semula DC menjadi tegangan AC dengan menggunakan inverter AC 3 phase. Karena akan masuk ke grid 20kV untuk itu ditambahkan trafo step up 20kV pada kedua pembangkit . 2. Setelah dilakukan percobaan performa yang di hasilkan oleh pembangkit hibrida kurang memenuhi standar untuk masuk ke dalam grid 20 kV, hal ini dikarenakan tegangan yang dihasilkan oleh panel surya dan juga pembangkit tenaga angin hanya mencapai 15 kV. 61 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Pemodelan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Studi Kasus PLTB Sidrap 1,2 Supiarti Nurul Qamariah), Aksan2) Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D4 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] Abstract Energi angin merupakan energi terbarukan yang sangat masih digunakan saat ini dengan presentase koneksi ke jaringan listrik yang sangat signifikan. Meskipun demikian, penelitian tentang koneksi grid turbin angin masih tetap perlu dilakukan terutama dalam hal desain dan teknologi untuk mendukung pengoperasian turbin mengacu pada karakteristik angin yang sangat bergantung pada kondisi geografis wilayah. Dalam hal ini, untuk memahami prinsip kerja dari PLTB serta kinerja sebuah turbin, maka diperlukan suatu pemodelan dan simulasi.Adapun yang perlu di pahami yaitu pengaruh kecepatan angin terhadap daya output generator. Dalam penelitian ini digunakan Wind Turbine Model pada Matlab/Simulink yang menggambarkan secara utuh proses kerja turbin angin. Prinsip Kerja Turbin Angin Prinsip kerja dari turbin angin cukup sederhana yaitu energi angin yang memutar blade dari turbin angin, kemudian diteruskan untuk memutar rotor pada generator, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Dalam hal ini tegangan AC yang dihasilkan oleh generator akan di konversikan menjadi tegangan DC untuk selanjutnya dihubungkan pada DC Bus beban.Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh kecepatan angin terhadap tegangan dan daya listrik keluaran dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Pengetesan model simulasi akan dibuktikan dengan memastikan bahwa hasil simulasi bernilai tidak jauh beda dengan daya yang tertera di lapangan. Keywords: Pemodelan, simulasi, Turbin angin, Kecepatan angin, MATLAB Simuulink I. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi dan permintaan kebutuhan akan tenaga listrik yang terus meningkat perlu diimbangi dengan usaha penyediaan listrik yang mencukupi. Usaha penyediaan tenaga listrik meliputi usaha pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik. Ketersediaan suplai tenaga listrik secara kontinyu dengan mutu yang baik dan memenuhi standar keselamatan ketenagalistrikan sangat diperlukan guna mewujudkan sistem ketenagalistrikan nasional yang berkelanjutan, andal, aman, dan ramah lingkungan. Letak geografis pulau Sulawesi Selatan memiliki potensi energi terbarukan dari sumber energi angin dengan intensitas kecepatan angin rata-rata 8.5 m/s.. Kondisi ini cukup layak untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Hal ini telah diimplemetasikan melalui pembangunan PLTB Sidrap yang merupakan pembangkit listrik angin terbesar di Indonesia yang akan menghasilkan daya 70 megawatt (MW) dengan 30 kincir angin. Pembangkit ini dioperasikan oleh PT UPC Sidrab Bayu Energi. Teknologi ini merupakan percontohan untuk dikembangkan ke daerah lain, terutama daerah yang memiliki potensi energi angin yang besar guna memenuhi kebutuhan listrik nasional. Hal ini bertujuan agar kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat merata .Suatu sistem pembangkit listrik tenaga angin harus selalu dipantau dan dikontrol, agar keberlangsungan memasok energi listrik terus terjamin. II. LANDASAN TEORI Pembangkit energi angin mengubah energi kinetik yang dihasilkan angin menjadi energi listrik Komponen utama pembangkit energi angin adalah turbin angin (wind turbine), unit generator listrik (electrical generation unit) dan pengendali seperti terlihat pada gambar di bawahKeandalan dalam Sistem Tenaga Listrik Energi yang dihasilkan oleh turbin angin dinyatakan sebagai berikut Energi kinetik yang dihasilkan oleh benda yang bergerak adalah ! !!"# = !" ! (1) ! Dimana m adalah massa udara yang mengenai turbin angin, dan v adalah kecepatan angin. Massa m tersebut dapat diturunkan dari persamaan berikut ! = ! !" (2) Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik masyarakat, dengan menggunakan prinsip 62 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 konversi energi dan menggunakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui yaitu angin. Walaupun sampai saat ini pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi pembangkit listrik konvensional (Contoh: PLTD,PLTU,dll), turbin angin masih lebih dikembangkan oleh para ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber daya alam tak terbaharui.(Contoh : batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar untuk membangkitkan listrik. Perhitungan daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah turbin angin dengan diameter kipas r adalah ! ! = !"! ! ! ! (3) ! Dimana : ρ : kerapatan angin pada waktu tertentu υ : kecepatan angin pada waktu tertentu R : jari-jari rotor Dikalikan dengan 0,2 atau 0,3 untuk mendapatkan hasil yang cukup eksak. Prinsip dasar kerja dari turbin angin adalah mengubah energi mekanis dari angin menjadi energi putar pada kincir, lalu putaran kincir digunakan untuk memutar generator, yang akhirnya akan menghasilkan listrik. Sebenarnya prosesnya tidak semudah itu, karena terdapat berbagai macam sub-sistem yang dapat meningkatkan safety dan efisiensi dari turbin angin, yaitu : 1. 2. Gearbox Alat ini berfungsi untuk mengubah putaran rendah pada kincir menjadi putaran tinggi. Biasanya Gearbox yang digunakan sekitar 1:60. Brake System Digunakan untuk menjaga putaran pada poros setelah gearbox agar bekerja pada titik aman saat terdapat angin yang besar. Alat ini perlu dipasang karena generator memiliki titik kerja aman dalam pengoperasiannya. Generator ini akan menghasilkan energi listrik maksimal pada saat bekerja pada titik kerja yang telah ditentukan. Kehadiran angin di luar duguaan akan menyebabkan putaran yang cukup cepat pada poros generator, sehingga jika tidak di atasi maka putaran ini dapat merusak generator. Dampak dari kerusakan akibat putaran berlebih diantaranya : overheat, rotor breakdown, kawat pada generator putus karena tidak dapat menahan arus yang cukup besar. 3. Generator Ini adalah salah satu komponen terpenting dalam pembuatan sistem turbin 4. angin Generator ini dapat mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Prinsip kerjanya dapat dipelajari dengan menggunakan teori medan elektromagnetik. Singkatnya, (mengacu pada salah satu cara kerja generator) poros pada generator dipasang dengan material ferromagnetik permanen. Setelah itu disekeliling poros terdapat stator yang bentuk fisisnya adalah kumparankumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan melalui kabel jaringan listrik untuk akhirnya digunakan oleh masyarakat. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh generator ini berupa AC(alternating current) yang memiliki bentuk gelombang kurang lebih sinusoidal. Penyimpan energy Karena keterbatasan adanya ketersediaan akan energi angin (tidak sepanjang hari angin akan selalu tersedia) maka ketersediaan listrik pun tidak menentu. Oleh karena itu digunakan alat penyimpan energi yang berfungsi sebagai back-up energi listrik. Ketika beban penggunaan daya listrik masyarakat meningkat atau ketika kecepatan angin suatu daerah sedang menurun, maka kebutuhan permintaan akan daya listrik tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu kita perlu menyimpan sebagian energi yang dihasilkan ketika terjadi kelebihan daya pada saat turbin angin berputar kencang atau saat penggunaan daya pada masyarakat menurun. Penyimpanan energi ini diakomodasi dengan menggunakan alat penyimpan energi. Contoh sederhana yang dapat dijadikan referensi sebagai alat penyimpan energi listrik adalah aki mobil. Aki mobil memiliki kapasitas penyimpanan energi yang cukup besar. Aki 12 volt, 65 Ah dapat dipakai untuk mencatu rumah tangga (kurang lebih) selama 0.5 jam pada daya 780 watt. Kendala dalam menggunakan alat ini adalah alat ini memerlukan catu daya DC (Direct Current) untuk mengcharge/mengisi energi, sedangkan dari generator dihasilkan catu daya AC (Alternating Current). Oleh karena itu diperlukan rectifier-inverter untuk 63 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 5. mengakomodasi keperluan ini. Rectifierinverter akan dijelaskan berikut. Rectifier-inverter Rectifier berarti penyearah. Rectifier dapat menyearahkan gelombang sinusodal(AC) yang dihasilkan oleh generator menjadi gelombang DC. Inverter berarti pembalik. Ketika dibutuhkan daya dari penyimpan energi(aki/lainnya) maka catu yang dihasilkan oleh aki akan berbentuk gelombang DC. Karena kebanyakan kebutuhan rumah tangga menggunakan catu daya AC , maka diperlukan inverter untuk mengubah gelombang DC yang dikeluarkan oleh aki menjadi gelombang AC, agar dapat digunakan oleh rumah III. METODE PENELITIAN Metode penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu studi literatur, observasi data serta wawancara. Secara singkat diagram alir penelitian adalah Sebagai berikut: MULAI Studi Literatur Pengumpulan Data : · Data perencanaan proyek PLTB Sidrap · Data potensi kecepatan angin sulawesi selatan · Data teknis tiap komponen PLTB, turbin angin ,baterai, inverter, gearbox, brake system, generator, tower Permodelan sistem pembangkitan PLTB Sidrap dengan menggunakan MATLAB SIMUINK Tidak Simulasi Memenuhi YA Analisis hasil simulasi SELESAI Gambar 1. Flowchart Penelitian 978-602-18168-7-5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Energi yang dihasilkan turbin angin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, kecepatan angin, ketinggian dan karakteristik daerah lokasi dimana data kecepatan angin diambil Simulator turbin angin pada penelitian ini mengacu pada model generator induksi. Adapun tinjaun lokasi penelitian ini studi kasus Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang berada di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Dengan simulasi ini, pengguna dapat mengobservasi karakteristik daya listrik turbin angin, misalnya dengan menampilkan daya mesin generator dan karakteristik torsi berdasarkan variabilitas kecepatan angin. 1. Prinsip kerja dari Pembangkit Listrik Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau sering juga disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) adalah salah satu pembangkit listrik energi terbarukan yang ramah lingkungan dan memiliki efisiensi kerja yang baik jika dibandingkan dengan pembangkit listrik energi terbarukan lainnya. Sistem pembangkitan listrik menggunakan angina sebagai sumber energy merupakan ssitem alternatif yang sangat berkembang pesat, mengingat angin merupakan salah satu energi yang tidak terbatas di alam. Prinsip kerja PLTB adalah dengan memanfaatkan energi kinetik angin yang masuk ke dalam area efektif turbin untuk memutar baling-baling/kincir angin, kemudian energi putar ini diteruskan ke generator untuk membangkitkan energi listrik. Energi angin memutar turbin angin. Turbin angin bekerja berkebalikan dengan kipas angin (bukan menggunakan listrik untuk menghasilkan listrik, namun menggunakan angin untuk menghasilkan listrik). Kemudian angin akan memutar sudut turbin, lalu diteruskan untuk memutar rotor pada generator di bagian belakang turbin angin. Generator mengubah energi gerak menjadi energi listrik dengan teori medan elektromagnetik, yaitu poros pada generator dipasang dengan material ferromagnetik permanen. Setelah itu di sekeliling poros terdapat stator yang bentuk fisisnya adalah kumparan-kumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan melalui kabel jaringan listrik untuk akhirnya digunakan oleh masyarakat. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh generator ini berupa AC (alternating current) yang memiliki bentuk gelombang kurang lebih sinusoidal. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. 64 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 1. Simulasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu a. Karakteristik daya turbin angin Berikut adalah grafik hasil simulasi output generator dengan input pitch angle 0° 978-602-18168-7-5 pada daya output (daya aktif) saat sudut 0 adalah konstan.(7) Daya keluaran dari turbin angin tidak bergantung pada kecepatan angin, sehingga ketika kecepatan angin berubah, daya output tetap seperti pada gambar. Daya maksimum untuk turbin angin yang dirancang dalam penelitian ini adalah 2,5 MW. 2. Simulasi MATLAB R2017a Gambar 2 Sudut pitch 0°, untuk kecepatan angin sama dengan 8,5 m/s dan daya output 2,5MW Gambar. 5 Rangkaian simulasi wind turbin Gambar 5. Rangkaian simulasi wind turbin Gambar 3 Sudut pitch 0°, untuk kecepatan angin sama dengan 10 m/s dan daya output 2,5MW Pada penelitian ini, input dari blok turbin angin adalah kecepatan angin, pitch angle, dan kecepatan generator.Dimana pitch angle selalu bernilai tetap dan kecepatan generator diatur mengikuti karakteristik dari turbin angin. Pada penelitian ini, pemodelan system pembangkit listrik tenaga angin secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 4 Pengambilan data di lakukan dengan menambkan block scope dan juga display pada masing masing pembangkit dan juga beban untuk mengamati tegangan dan arus yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Setelah dirangkai sesuai dengan (lampiran 1) maka di peroleh data sebagai berikut. Gambar.6 Ouput Daya Aktif Generator (P) Gambar 4 Sudut pitch 0°, untuk kecepatan angin sama dengan 12 m/s dan daya output 2,5MW Dalam penelitian ini, kita dapat melihat pengaruh perubahan kecepatan angin Hasil Simulasi pada display menunjukkan bahwa - Pada jangkauan waktu 0-1 detik output daya aktif bernilai 0.5 MW - Pada jangkauan 1-4 detik output daya aktif bernilai 2 MW 65 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 - Hasil akhir grafik yaitu output daya aktif Turbin angin sebesar 2,636 MW. Persentase error !"#$"# !"#" !"#$% !"#$%&!" !"#$"% ! 100% !"#$"# !"#" !"#$% !"# 2,63 !" = ! 100% = 1.052 % 2,5 !" 978-602-18168-7-5 diperoleh tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan data di lapangan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada PT. PLN Unit Pelayanan Transmisi (UPT) wilayah SULSELRABAR. [1] [2] [3] [4] Gambar 7. Output daya reaktif generator (Q) REFERENSI Hidayat Taufik. Tesis : Simulasi Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Dengan Pemanfaatan Potensi Energi Terbarukan Di Kampus UI, Depok. 1997. Asy’ari. H. 2010, Pemanfaatan Potensi Angin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Angin Skala Kecil, Simposium RAPI IX, UMS, Surakarta. Almukhtar. “Effect of drag on the performance for an efficient wind turbine blade design” Energy Procedia 18 (2012) 404-415. Yishuang Qi, Qingjin Meng “The application of fuzzy PID Control in Pitch Wind Turbine” 2012 international conference on future energy, environment, and materials. Energy procedia 16 (2012) 1635-1641. Hasil Simulasi pada display menunjukkan bahwa Pada jangkauan waktu 0-2 detik output daya reaktif bernilai 1.5 Var Pada jangkauan 2-4 detik output daya reaktif bernilai 0,8 Var Hasil akhir grafik yaitu output daya reaktif Turbin angin sebesar 1,288 Var Persentase error !"#$"# !"#" !"#$%&' !"#$%&!" !"#$"% ! 100% !"#" !"#$"# !"# 1,288 !" = ! 100% 1,113941 !" = 1.156% Hasil dari simulasi tidak mengalami perbedaan yang signifikan dengan daya output dari PLN. Adanya perbedaan ini dikarenakan kinerja alat yang kurang maksimal. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitia, dari simulasi yang telah didapatkan maka dapat diambil kesimpulan yaitu Prinsip Kerja Turbin Angin Prinsip kerja dari turbin angin cukup sederhana yaitu energi angin yang memutar blade dari turbin angin, kemudian diteruskan untuk memutar rotor pada generator, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Dalam hal ini tegangan AC yang dihasilkan oleh generator akan di konversikan menjadi tegangan DC untuk selanjutnya dihubungkan pada DC Bus beban. Adapun dari hasil simulasi dari turbin angin, perolehan daya aktif, hasil akhir grafik yaitu output daya aktif Turbin angin sebesar 2,636 MW. Perolehan daya aktif, hasil akhir grafik yaitu output daya reaktif Turbin angin sebesar 1,288 Var. Hasil yang 66 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Analisis Kestabilan Transient Generator Sinkron pada PLTU Bosowa Energi Jeneponto Surachman Adriansyah 1), Sofyan2), Alimin L. 3) 1,2,3) Jurusan Teknik Elektro [email protected] 2 [email protected] 3 [email protected] 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan frekuensi dan tegangan terhadap sistem saat diberi beban dan berapa waktu yang diperlukan sistem untuk kembali stabil ketika mengalami perubahan beban yang menyebabkan terjadinya fluktuasi frekuensi dan tegangan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis hasil simulasi pengendali Load Frequency Control (LFC) dan Automatic Voltages Regulator (AVR) pada Simulink Matlab untuk mensimulasikan pengaruh perubahan beban terhadap keluaran frekuensi dan tegangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem yang mengalami perubahan beban yang semakin tinggi akan membuat fluktuasi frekuensi mengalami penurunan yang besar dan waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai kestabilan cenderung konstan. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu nilai keluaran frekuensi adalah antara 45 – 46 Hz pada kondisi perubahan beban 10% dan 15% diatas beban normal serta 10% dan 15% dibawah beban normal dari nilai frekuensi standar 50 Hz.dan waktu yang dibutuhkan sistem untuk kembali stabil saat terjadi gangguan adalah konstan pada waktu 10 s. Keywords: Transient, Fluktuasi frekuensi dan tegangan, (LFC) Load Frequency Control, (AVR) Automatic Voltages Regulator. I. PENDAHULUAN Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga yang dapat melayani beban secara berkelanjutan. Stabilitas suatu sistem tenaga listrik adalah kemampuan dari sistem untuk kembali normal setelah mengalami gangguan. Masalah stabilitas terkait dengan penilaian mesin sinkron setelah gangguan, secara umum dibagi dalam dua kategori utama, yaitu stabilitas steady state dan stabilitas transient. Berdasarkan masalah stabilitas yang ada, penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis kestabilan frekuensi dan tegangan terhadap sistem saat diberi beban dan mengetahui waktu yang diperlukan sistem untuk kembali normal, dengan cara melakukan simulasi dari data yang diinput pada Simulink MATLAB berupa data konstanta waktu governor, konstanta waktu turbin, dan lain-lain. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam meningkatkan pengembangan pada bidang kelistrikan khususnya kestabilan sistem tenaga listrik. II. KAJIAN LITERATUR A. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik. Stabilitas suatu sistem tenaga listrik adalah kemampuan dari sistem itu untuk kembali bekerja secara normal setelah mengalami suatu gangguan. Sebaliknya ketidakstabilan suatu sistem adalah kehilangan sinkron dari sistem itu. Jadi masalah stabilitas terkait dengan penilaian mesin sinkron setelah gangguan. masalah stabilitas secara umum dibagi dalam dua kategori utama, yaitu stabilitas steady state dan stabilitas transient[1]. Adapun klasifikasi kestabilan sistem tenaga secara garis besar dapat dilihat pada bagan berikut : Kestabilan Sistem Tenaga Kestabilan Sudut Rotor Kestabilan Transient Kestabilan Frekuensi Kestabilan Waktu Sedang Kestabilan Tegangan Kestabilan Waktu Panjang Kestabilan Sinyal Kecil Kestabilan tak Berisolasi Mode Pembangkit Lokal Kestabilan Tegangan Pada Gangguan Kecil Kestabilan Berisolasi Mode Interarea Kestabilan Tegangan Pada Gangguan Besar Mode Kontrol Mode Torsional Gambar 1. Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga B. Generator Sinkron. Generator arus bolak-balik atau disebut dengan alternator adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mengkonversi energi mekanik menjadi energi listrik dengan perantara induksi medan magnet[2]. Alternator berfungsi membangkitkan tenaga listrik dan ditempatkan dipusat –pusat pembangkitan tenaga listrik, seperti PLTA, PLTD, PLTU, PLTGU, PLTN dan lainnya. 67 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Seperti mesin listrik lainnya, alternator juga bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Apabila rotor alternator diputar pada kecepatan konstan, fluks magnetik yang dihasilkan arus eksitasi pada belitan medan rotor menginduksikan tegangan pada belitan jangkar stator. Tegangan induksi stator ini meningkat secara linier sesuai dengan peningkatan arus eksitasi hingga terjadi saturasi (kejenuhan) pada inti rotor. Apabila terminal stator dihubungkan dengan beban, akan mengalir arus pada belitan jangkar stator, dan terjadilah transfer daya listrik dari alternator ke beban. 978-602-18168-7-5 keluaran dari exciter ini akan berubah-ubah tergantung dengan tegangan keluaran dari generator yang dibebani[4]. Gambar 4. Model Kendalian AVR III. 2. Bentuk Sederhana Kontruksi Generator Gambar Sinkron C. Load Frequency Control (LFC) Load Frequency Control (LFC) Merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menjaga fluktuasi yang ditimbulkan oleh perubahan beban. LFC memiliki tujuan yang harus dicapai dalam pengoperasian sistem tenaga, terutama untuk menjaga variasi frekuensi sistem dalam pembagian beban yang harus dipikul oleh tiap generator selama proses pertukaran daya untuk memenuhi kebutuhan beban yang telah dijadwalkan[3]. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PLTU Bosowa Energi Jeneponto, Desa Punagayya, Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Penelitian hanya membahas tentang analisis hasil simulasi pengendali Load Frequency Control (LFC) dan Automatic Voltages Regulator (AVR) pada beban normal, 10% dan 15% diatas beban normal serta 10 % dan 15% dibawah beban normal menggunakan Simulink MATLAB dengan mengabaikan rugi-rugi daya. Data diperoleh berdasarkan hasil observasi langsung dan wawancara karyawan PLTU Bosowa Energi Jeneponto. Setelah mengumpulkan data terkait pusat pembangkit, langkah selanjutnya adalah membuat pemodelan generator pada Simulink MATLAB. Data dari keluaran Simulink MATLAB tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh data berupa frekuensi dan tegangan keluaran pada generator. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3. Model Kendalian LFC D. Automatic Voltage Regulator (AVR) Automatic Voltage Regulator (AVR) adalah sebuah perangkat pengatur tegangan yang digunakan pada generator sinkron untuk menyetabilkan tegangan keluaran yang dihasilkan. Prinsip kerja yang digunakan pada sistem penyetabilan tegangan ini adalah dengan mengatur tegangan keluaran DC dari exciter untuk kemudian diinjeksikan ke lilitan medan generator atau yang biasa disebut dengan eksitasi atau penguatan. Karena pengaturan sistem tegangan dari AVR ini maka tegangan Gambar 5. Respon Sistem saat Kondisi Beban Normal Saat beban dinaikkan 1.562 p.u pada detik ke 20 sampai 60 terjadi perubahan frekuensi menjadi -0.105 p.u 68 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 dan perubahan tegangan menjadi 0.536 p.u. Selanjutnya beban diturunkan 1.562 p.u saat mencapai detik ke 120 sampai 160 sehingga terjadi perubahan frekuensi menjadi 0.115 p.u dan perubahan tegangan menjadi 0.469 p.u. 1. Menghitung deviasi frekuensi menggunakan persamaan : −∆P! −1.562 ∆ω!! = = 1 1 D+ 0.8 + R 0.05 ∆ω!! = −0.075 p. u 2. 978-602-18168-7-5 = !!"# !!!"#$% = !.!"!! = 49.00% 4. x100% !!"#$% !.!"!!!.!"!# x100% Menghitung nilai maksimum overshoot dan settling time. Menghitung nilai frekuensi : ∆f = ∆ω!! ∗ 50 ∆f = −0.075 ∗ 50 ∆f = −3.75 Hz f = 50 + ∆f f = 50 − 3.75 f = 46.25 Hz 3. Menghitung nilai maksimum overshoot dan settling time. Gambar 7. Maksimum Overshoot Dan Settling Time Kondisi Normal Frekuensi : 10 s Tegangan : 10 s 5. Menghitung nilai tegangan keluaran V = Cmax * Vdasar = 1.020 * 13800 = 14076 V Hasil respon sistem terhadap frekuensi dan tegangan akibat perubahan beban pada tiap kondisi pembebanan dapat dilihat dari tabel berikut ini : Gambar 6. Maksimum Overshoot dan Settling Time Kondisi Normal !"#$%&'& !"#$%ℎ!!" frekuensi: Cmax = 0.110 Cfinal = Cmax x 2% = 0.110 x 0.02 = 0.0022 ! !! = !"# !"#$% x100% !!"#$% !.!!"!!.!!"" = x100% !.!!"" = 49.00 % !"#$%&'& !"#$%ℎ!!" tegangan: Cmax = 1.020 Cfinal = Cmax x 2% = 1.020 x 0.02 = 0.0204 Tabel 1. Nilai Frekuensi dan Tegangan Terhadap Perubahan Beban Beban (p.u) 1.562 1.718 1.796 1.327 1.405 Frekuensi ∆ω!! (p.u) -0.075 -0.082 -0.086 -0.063 -0.067 Hz 46.25 45.90 45.70 46.85 46.65 Tegangan p.u 1.020 1.075 1.102 0.936 0.964 V 14076 14835 15207.6 12916.8 13303.2 Hasil perhitungan nilai overshoot dan penentuan settling time terhadap frekuensi dan tegangan pada tiap kondisi pembebanan dapat dilihat dari tabel berikut ini : 69 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Tabel 2. Nilai Overrshoot dan Settling time Terhadap Perubahan Beban Generator PLTA Cirata Unit 2. Semarang: Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. [4] Ponggawa, V. (2010). Studi Stabilitas Transient Generator Sinkron. Makassar: Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Beban (p.u) 1.562 1.718 1.796 1.327 1.405 Frekuensi Overshoot (%) 49.00 49.83 49.80 49.52 49.00 Settling time (s) 10 10 10 10 10 Tegangan Overshoot (%) 49.00 49.00 49.09 49.05 49.20 Settling time (s) 10 10 10 10 10 Berdasarkan kedua tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai keluaran frekuensi dan tegangan bergantung pada nilai gangguan, dalam hal ini didefinisikan sebagai pembebanan. Begitupun dengan nilai overshoot dan Settling Time menunjukkan nilai yang konstan pada tiap kondisi. Nilai overshoot konstan pada angka 49 % dan nilai Settling Time konstan pada angka 10 s yang terjadi pada pada waktu 160 s – 170 s. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai keluaran frekuensi adalah antara 45 – 46 Hz pada kondisi perubahan beban 10% dan 15% diatas beban normal serta 10% dan 15% dibawah beban normal darri nilai frekuensi standar 50 Hz. 2. Waktu yang dibutuhkan sistem untuk kembali stabil saat terjadi gangguan adalah konstan pada waktu 10 s, dimana perubahan respon sistemnya dapat dilihat antara 160s dan 170s pada setiap kondisi pembebanan. UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah mewadahi penulis dalam meningkatkan pengetahuan khususnya dibidang kelistrikan. 2. Kedua orang tua tercinta dan ketiga saudara yang selalu memotivasi penulis. REFERENSI [1] Cekdin, C. (2007). Sistem Tenaga Listrik. Palembang: ANDI. [2] Syarifuddin. (2013). Mesin Arus Bolak-Balik. Makassar: PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG . [3] Dini Yasa Istiqomah, A. T. (2014). Analisa Indeks Kekuatan Sistem Untuk Penggunaan Load Frequency Control (LFC) pada fungsi SCADA di PT. PLN (Persero) P3B JB dengan Mengamati Respon Daya 70 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Studi Efisiensi Penggunaan Electrostatic Precipitator (ESP) pada PT. Makassar Tene Vivi Yulianti1) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Pembangkit listrik tenaga uap batu bara menghasilkan abu dari pembakaran di boiler yang keluar melalui cerobong asap yang bercampur dengan udara. Abu dari pembakaran batubara dalam boiler menghasilkan abu terbang yang dapat menjadi sumber pencemar udara. Maka dari itu diperlukan alat untuk menangkap abu hasil pembakaran tersebut agar tidak mencemari udara yaitu dengan menggunakan electrostatic precipitator (ESP). Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana penerapan cara kerja ESP pada PT. Makassar Tene, mengetahui indeks maksimum yang biasa keluar melalui cerobong asap dan meminimalisir abu yang keluar. Sehingga mampu meningkatkan kinerja ESP berdasarkan besarnya tegangan yang digunakan untuk perubahan emisi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwa semakin besar emisi ke dalam ESP, semakin besar tegangan yang diperluka, yang merupakan tegangan maksimum aktual 76 kV dan emisi maksimum yang masuk (30 mg / Nm3), serta efisiensi ESP juga dipengaruhi oleh tegangan yang dihasilkan, semakin besar tegangan yang dihasilkan maka efisiensi akan meningkat Keywords: Electrostatic Precipitator (ESP),Tegangan, Abu I. PENDAHULUAN Pada Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), boiler memegang peranan penting dalam menghasilkan energi listrik. Namun pada saat boiler/ketel uap beroperasi untuk mengubah air menjadi uap dengan cara pembakaran menggunakan serbuk batu bara akan terjadi kotoran berupa debu batubara yang berterbangan didalam boiler/ketel yang pada akhirnya akan dibuang ke udara terbuka melalui cerobong asap. Untuk sebuah PLTU membutuhkan bahan bakar batu bara dalam jumlah besar. Jumlah emisi bahan bakar berupa gas buang dan partikulat hasil pembakaran yang ditimbulkan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Perlu sebuah penanganan untuk mengatasi ekses dari hasil pembakaran yang merupakan komponen pencemar udara. Partikulat hasil pembakaran tidak dapat langsung dibuang keudara bebas, melainkan ditangkap oleh unit Electrostatic Precipitator (ESP). PLTU PT. Makassar Tene telah menggunakan ESP sejak beroperasi yaitu pada tahun 2009 sampai sekarang. Namun, terkadang pada saat tertentu abu yang keluar dari cerobong asap masih terlihat banyak ketika dilihat dari dekat. Ambang batas gas buang yang ditetapkan oleh standar BAPEDAL adalah sebesar 230 mg/Nm3. Studi tentang efisiensi penggunaan ESP sangat perlu dilakukan untuk mengetahui dan meminimalisir gas buang yang keluar dari cerobong asap PLTU agar sesuai dengan indeks maksimum debu yang diperbolehkan. Sebagai solusi dari permasalahan tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Efisiensi Penggunaan Electrostatic Precipitator (ESP) pada PT. Makassar Tene”. II. KAJIAN LITERATUR A. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Tenaga Listrik terdapat peralatan elektrikal, mekanikal, dan bangunan kerja. Terdapat juga komponen-komponen utama pembangkitan yaitu generator, turbin yang berfungsi untuk mengkonversi energi (potensi) mekanik menjadi energi (potensi) listrik.Berikut gambar PLTU di PT. Makassar Tene: Gambar 1. PLTU PT. Makassar Tene (Sumber data : PT. Makassar Tene) B. Batu Bara Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara. ADapun gambar batu bara pada umumnya adalah : 71 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 banyak debu, dan debu tersebut akan terbawa bersama gas buang menuju cerobong. Sebelum gas buang tersebut keluar melalui cerobong, maka gas buang tersebut akan melewati kisi-kisi suatu sistem ESP. Adapun gambaran secara umum ESP adalah : Gambar 2. Batu bara: (1) Lignite, (2) Bitumen, dan (3) Antrasit (Sumber data : http://4.bp.blogspot.com) Gasifikasi batubara adalah sebuah proses untuk mengubah batubara padat menjadi gas batubara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) akhirnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara ataupun abu hasil pembakaran. C. Abu Abu adalah material padat yang tersisa setelah terjadinya proses pembakaran. Dalam jumlah banyak, abu menjadi salah satu polutan yang sangat berbahaya jika bercampur dengan atmosfer. Salah satu penghasil polusi abu yang cukup tinggi adalah boiler. Setiap boiler yang menggunakan bahan bakar fosil (kecuali gas alam) pasti menghasilkan emisi abu. Bahan bakar fosil yang paling banyak mengandung abu adalah batubara. Kandungan abu di dalam batubara berkisar antara 5-30% tergantung dari jenisnya serta proses penambangannya. Berikut abu yang terlihat melaui mikrosko sebagai berikutp Gambar 3 Abu yang dihasilkan dari Boiler (sumber : http://www.tapc.com) Adapun ambang batas gas buang yang ditetapkan oleh standar BAPEDAL adalah sebesar 230 mg/Nm3. D. Electrostatic Precipitator (ESP) Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap debu dengan effisiensi tinggi (mencapai diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup besar. Dengan menggunakan ESP ini, jumlah limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,48 % (efektifitas penangkapan debu mencapai 99,52%), ukuran partikel debu terkecil yang diperoleh < 2 µ. Hasil pembakaran di ruang bakar tersebut mengandung Gambar 4 Sistem Electrostatic Precipitator (ESP) (sumber : www.flowvision-energy.com) Gambar 5. Bagian-Bagian dari Electrostatic Precipitator (ESP) (sumber : http://www.tapc.com) Cara kerja dari electrostatic precipitator (ESP) adalah: melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara discharge electrode dengan plat pengumpul, flue gas yang mengandung butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan listrik, partikel debu tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan negatif (-). Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-) kemudian menempel pada pelat-pelat pengumpul (collector plate), lihat gambar 4. Debu yang dikumpulkan di pelat pengumpul dipindahkan kembali secara periodik dari pelat pengumpul melalui suatu getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper), lihat gambar 1 dan 2, dan ditransport (dipindahkan) ke fly ash silo dengan cara di vacum atau dihembuskan.dan beban statis (lumped load). E. Komponen Electrostatic Precipitator (ESP) 1. Screen Inlet Screen Inlet digunakan untuk menyaring debu yang masuk dari hasil pembakaran oleh boiler. 2. Penangkap Debu Di dalam ESP terdapat dua jenis elektroda, yaitu discharge electrode yang bermuatan negatif (-) dan collecting electrode yang bermuatan positif (+). a. Discharger Electrode Discharge Electrode berfungsi untuk mengionisasi partikel debu sehingga partikel debu bermuatan negatif. b. Collecting Electrode Colecting electrode berfungsi untuk menangkap partikel abu yang bermuatan negatif. Colecting electrode terbuat dari pelat baja dan dipasang sejajar. 72 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Berikut gambar discharger electrode dan collecting electrode di dawah : 3. Rapping Rapping berfungsi menjatuhkan debu yang sudah menempel pada Collecting electrode dengan cara memberikan getaran atau dipukul/diketuk. Rapping dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Rapping Collecting Electrode Rapping Collecting Electrode berfungsi untuk memukul Collecting electrode secara periodik agar abu yang sudah menempel pada Collecting Electrode jatuh ke Hopper b. Rapping Discharge Electrode Rapping Discharger Electrode berfungsi untuk memukul Discharger Electrode secara periodik agar abu yang menempel jatuh ke Hopper. Apabila Collecting Electrode dan Discharger Electrode bersih maka proses penangkapan abu di dalam ESP akan lebih baik. Supaya bisa bekerja masing–masing Rapping digerakkan oleh motor. 4. Tangki Penampungan Awal (Hopper) Tangki penampungan awal (Hopper) digunakan untuk menampung debu yang telah dijatuhkan oleh rapping. Tangki Penampungan Akhir (Bunker) Tangki penampungan akhir berfungsi untuk menampung debu dari hopper. Kemudian debu dari bunker akan di transfer ke tempat industri pembuatan semen. F. Proses Pembentukan Medan Listrik Proses Pembentukan Medan Listrik Proses pembentukan medan listrik; (1) Terdapat dua jenis elektroda, yaitu discharge electrode yang bermuatan negatif dan plat pengumpul bermuatan positif. (2) Discharge electrode diletakkan diantara plat pengumpul pada jarak tertentu. (3) Discharge electrode diberi listrik arus searah (DC) dengan muatan minus, pada level tegangan antara 55 – 75 Kv DC (sumber listrik awalnya adalah 380 volt AC, kemudian dinaikkan oleh transformer menjadi sekitar 55 – 75 Kv dan dirubah menjadi listrik DC oleh inverter), diambil hanya potensial negatifnya saja. (4) Pelat pengumpul ditanahkan (di-grounding) agar bermuatan positif. (5) Dengan demikian, pada saat discharge electrode diberi arus DC maka medan listrik terbentuk pada ruang yang berisi tirai-tirai elektroda tersebut dan partikel-partikel debu akan tertarik pada pelat-pelat tersebut. Gas bersih akan terus bergerak ke cerobong asap. Adapun persamaan untuk mendapatkan besar kuat medan listrik adalah : ! Ec = (1) ! Dimana E = Kuat medan Listrik (kV/m) V = Tegangan (kV) d = Diameter ESP (m) sedangkan untuk mendapatkan besar kuat medan listrik rata-rata yaitu : 978-602-18168-7-5 Erata-rata = !!"#"!$!! ! !"#$%!&! ! (2) G. Kecepatan Migrasi Partikel (ω) Kecepatan migrasi partikel adalah kecepatan gerak partikel ketika diberi muatan negatif bergerak menuju elektroda pelat pengumpul. Variabel yang mempengaruhinnya yaitu ukuran partikel, kuat medan listrik dan viskositas gas. sehingga kecepatan migrasi partikel dapat dinyatakan dengan persamaan: !=2 !! !"!!!! !µ Dimana : ! = Kecepatan migrasi partikel ( m/! ) A = Jari-jari partikel (m) p = Tekanan (1 atm) !! = Kuat medan listrik (v/m) !! = Kuat medan precipitator (v/m) Dapat dianggap bahwa !! = !! = E µ = Viskositas gas (pascal . detik) !0 = Permittivity (8,85x 10-12 !/!) Ec = Ep Adapun persamaan lain untuk kecepatan migrasi, yaitu : ! ! = − !! (1- !) ! Dimana: ! = Kecepatan migrasi partikel (!/s) Q = Laju aliran gas (!3/s ) A = Luas media penangkap (!2) ! = Efisiensi ESP (3) mencari (4) H. Efisiensi Pengumpulan Partikel Efisiensi pengumpulan partikel dari sebuah ESP pertama dikembangkan secara empiris oleh Elvald Anderson ditahun 1919 dan dikembangkan secara teoritis oleh W. deutsch di tahun 1922. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Deutsch-Anderson. Adapun persamaan Deutsch-Anderson sebagai berikut: !" !!! = 1− !− ( ) (5) ! Dimana: ! = Kecepatan migrasi partikel (!/! ) A = Luas media penangkapan (!2) Q = Laju aliran gas (!3/! ) e = Bilangan napier (2,718) III. METODE PENELITIAN A.Penelitian ini dilaksanakan di PT Makassar Tene. Pada lingkup power plant Di tempat ini penulis mengambil acuan sebagai sumber data penelitian selama 3 bulan yang dilakukan pada tanggal 30 Januari s/d 30 April 2018 B.Prosedur PenelitianAdapun beberapa prosedur yang dilakukan, yaitu : 1. Mengumpulkan data. 2. Analisa dan pengolahan data. 3. Membuat dan menyajikan solusi untuk mengetahui cara meminimalisir jumlah indeks debu yang keluar melalui cerobong asap. 73 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 4. Memberikan kesimpulan terhadap penelitian yang diangkat START Pengumpulan Data : · Spesifikasi ESP · Jumlah Emisi Hasil Pembakaran di Boiler · Tegangan dan Arus pada ESP Pengolahan Data : · Perhitungan Efisiensi ESP · Abu yang tertangkap resistansi Partikel · Kecepatan Migrasi Partikel TIDAK Analisis data untuk mengefisiensi penggunaan ESP dan menentukan solusi untuk meminimalisir 978-602-18168-7-5 Tabel 2. Jumlah Emisi Maksimum Field Abu (Kg/s) Masuk Tertangkap Terlepas ESP 1 146 126 20 2 20 14,42 5,58 3 5,58 1,27 4,31 (Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene) Tabel 3. Tegangan dan Arus Setting Field Tegangan Arus (kV) (mA) ESP 1 100 400 2 3 YA KESIMPULAN Tabel 4. Tegangan dan Arus Aktual Tegangan (KV) Arus (mA) Gambar 6 Flowchart Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Electrostatic Precipitator (ESP) Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap debu dengan efisiensi tinggi (mencapai 90%) dan rentang partikel yang cukup besar. Dengan menggunakan ESP ini, jumlah limbah abu yang keluar dicerobong diharapkan hanya sekitar 0,48 % (efektifitas penangkapan debu mencapai 99,52%). B. Data Penelitian Berdasarkan data yang didapat melalui hasil survei pada power plant PT. Makassar Tene adalah : ESP Tabel 1. Jumlah Emisi Minimum Field Abu (Kg/s) Masuk Tertangkap Terlepas 1 106,48 95,73 10,75 2 10,75 4,81 5,94 3 5,94 3,16 2,78 (Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene) 400 400 (Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene) SELESAI C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Survei adalah melakukan kunjungan atau pengamatan langsung pada Power Plant PT. Makassar Tene. 2. Wawancara Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan tatap muka atau wawancara secara langsung. 3. Studi Literatur adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengadakan studi dari buku-buku/pustaka, situs-situs internet dan literatur lain yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan ini. D. Analisis Data Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan perhitungan berdasarkan teori. 100 100 Field MIN MAX MIN MAX ESP 1 73,1 84,67 16,08 126,67 2 62,14 72,3 18,17 139,33 3 56 65,59 17,5 148,46 Rata-Rata 64 76 17 138 (Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene) Tabel 5. Spesifikasi ESP No. Spesifikasi ESP Satuan 1 Diameter (d) 0,15 m -12 2 Permttivity (K0) 8,85 x 10 -5 3 Viskositas gas (µ) 1,8 x 10 3 4 Laju aliran gas (Q) 183,9 m /s 2 5 Luas Penampang (A) 11773 m 6 Efisiensi desain (η) 99,52 % -6 7 Tekanan (Pa) 0,5 x 10 8 Bilangan napier (e) 2,718 (Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene) Tabel 6. Partikulat Minimum dan maksimum yang keluar 3 No Partikulat (mg/m ) Minimum Maksimum 1 2,78 10 (Sumber data : Safety room PT. Makassar Tene) C. Penerapan Cara Kerja ESP Pada umumnya prinsip kerja electrostatic precipitator (ESP) itu sama yaitu untuk menangkap debu hasil pembakaran yang berpotensi merusak lingkungan. Di PT. Makassar Tene memiliki pembangkit sendiri yaitu PLTU yang bahan baku nya menggunakan batu bara dimana hasil pembakarannya keluar melalui cerobong . D. Menghitung Kuat Medan Listrik dan Kecepatan Migrasi Partikel berdasarkan Kondisi Aktual Adapun untuk mendapatkan besar kuat medan listriknya menggunakan persamaan 1 dan 2 yaitu : 1. Besar kuat medan listrik pada saat emisi minimum : ! !" E= = = 427 kV/m ! !,!" 74 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 2. Besar kuat medan listrik pada saat emisi maksimum : ! !" E= = = 507 kV/m ! !,!" 978-602-18168-7-5 efisiensi desain dan efisiensi aktual terjadi perbedaan dimana efisiensi desain baik minimum ataupun maksimum nilai efisensi tegangannya yaitu 99,52%. Jadi, besar kuat medan listrik rata-rata, yaitu : !"# !!"# Erata-rata = = 467 kV/m ! Sehingga, kecepatan migrasi partikel aktual pada ESP didapatkan dengan menggunakan persamaan 3 yaitu : ω= = = = !!! !! ! ! !! !" (!,!" ! !"!!" ) (!"#$#% ! !"! ) !,! ! !"!! !"#$$%&,!" ! !"!!" Gambar 8 Grafik Abu Masuk, Tertangkap, Terlepas terhadap Tegangan !,! ! !"!! = 0,036 m/s Dari hasil perhitungan untuk kecepatan migrasi partikel pada kondisi aktual ESP di PT.Makassar Tene mengalami penurunan yang disebabkan oleh peralatan yang sudah lama dan terjadi korosi pada plat-plat seperti collecting electrode. Dan adanya gesekan rapping yang mengakibatkan palu atau pemukul kurang maksimal bekerja. E. Menghitung Efisiensi ESP Adapun cara untuk mengetahui efisiensi dari ESP dapat diketahui dengan menggunakan persamaan DeutschAnderson, yaitu : !" η = 1 – e-( ) ! = 1 – 2,718-( !,!"# ! !!""#) = 1 – 2,718-(2,31) = 1 – 0,0992 = 0,9008 η = 90,08 % !"#,! F. Analisis Jumlah maksimum abu yang tertangkap oleh ESP Dari data yang didapatkan di Power Plant PT. Makassar Tene bahwa abu batubara yang masuk adalah Tabel 1 Jumlah Emisi Minimum didapatkan efisiensi minimum yaitu 95,54% dan Tabel 2 Jumlah Emisi Maksimum diatas didapatkan efisiensi sebesar 98,1%. G. Hubungan Efisiensi terhadap Tegangan Setelah melakukan pengambilan dan analisis data, maka dibuat grafik perbandingan efisiensi terhadap tegangan dan emisi terhadap tegangan, adalah : Gambar 7. Grafik Hunbungan Efisiensi ESP terhadap Tegangan Dari gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa tegangan efisiensi aktual minimum dan tegangan aktual maksimum (rata-rata) adalah 96,8%. Jadi dapat diketahui bahwa semakin besar tegangan maka akan semakin mempengaruhi besarnya efisiensi. Tapi dilihat dari Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar tegangan maka semakin besar pula jumlah abu atau emisi yang tertangkap oleh ESP. Dan dari tegangan inilah yang mempengaruhi efisiensi ESP. Berdasarkan grafik diatas sebanyak 2,78 g/s campuran abu/emisi, gas buang partikulet dan dari 2,78 g/s tersebut gas buang partikulet maksimum yang terlepas ke udara adalah 10 mg/Nm3 yang merupakan hasil pengujian oleh Safety room di PT. Makassar Tene. Artinya indeks gas maksimum yang keluar dari cerobong sesuai dengan batas ambang oleh kep13/MENLH/3/1995+attachment IIB/kep205/BAPEDAL/07/1996) yaitu sebesar 230 mg/Nm3. V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analaisis yang telah dilakukan maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan cara kerja ESP PLTU PT. Makassar Tene, tegangan keluaran yang dihasilkan adalah kurang lebih 60 kV dialirkan ke discharge electrode sehingga debu yang bermuatan negatif akan ditangkap oleh collecting electrode, abu yang ditangkap akan dijatuhkan dengan menggunakan rapping akan ditampung dipenampungan awal . Ketika penampungan awal penuh, gate valve yang dikendalikan oleh motor akan terbuka kurang lebih/30 detik dan akan kembali tertutup apabila penampungan awal sudah kosong. Pada saat debu jatuh dari penampungan awal kompresor dengan pressure tinggi akan menyemprot debu ke tempat penampungan akhir (bunker). 2. Besar indeks maksimum partikulat yang keluar melalui cerobong asap PLTU PT. Makassar Tene yaitu sebesar 10 mg/Nm3 dengan tegangan keluaran maksimum 76 kV dengan ambang batas sebesar 230 mg/Nm3. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa partikulat yang keluar jauh dari ambang batas yang artinya ESP di PT. Makassar Tene efisien dengan tegangan keluaran optimum 76 kV. 3. Efisiensi ESP tergantung pada tegangan yang dibangkitkan semakin besar tegangan maka efisiensi akan naik yang berarti gas yang keluar melalui cerobong asap sedikit. 75 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 B.Saran Sebaiknya dilakukan maintenance pada pelatpelat collecting electrode yang mulai berkorosi dan rapping yang sudah mulai bengkok seupaya dapat menjaga efisiensi ESP. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua atas segala doa, pengorbanan, motivasi, kasih sayang yang menjadi penggugah semangatpenulis. 2. Bapak Dr.Ir.H.HamzahYusuf,M.S., selaku direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang. 3. Ibu Dr.Ir.HafsahNirwana,M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. 4. Bapak Sofyan, M.T., selaku ketua Program Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang. 5. Bapak Ir. Hamma M.T. selaku pembimbing 1 dan Bapak Ir. Ahmad Gaffar M.T., selaku pembimbing 2 yang telah menyediakan waktu luangnya dalam penyusunan skripsi ini. 6. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2014, yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu kepada penulis. 7. Staff PT. Makassar Tene , Rivai Abdi yang telah membantu dan menyediakan waktu luangnya dalam pengambilan data. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 978-602-18168-7-5 [5] Thomas M Grace,”Recovery Boiler Equipment and Operation”, T.M. Grace Co,Inc. Appleton, Wisconsin. [6] Afrian, Noza. 2015. Anaisis kinerja Electrostatic Precipitator (ESP) berdasarkan tegangan DC yang digunakan terhadap perubahan emisi pada power boiler industri pulp and paper. Riau: Universitas Riau. [7] Technology, Hologram. 2013. “Pengertian Batu Bara”, http://batubara123.blogspot.com/2013/11/pengertian-batubara.html, diakses pada 28 August 2018, 06:59:16. [8] Asrori, Huda Nur. 2018. “Pengertian Batubara dan Proses Pembentukannya, GEOGRAPHER: Pengertian Batubara dan Proses Pembentukannya, GEOGRAPHER”. http://ilmunyageografi.blogspot.com/2017/06/pengert ian-batubara-dan-proses.html. diakses pada 14 August 2018, 15:13:47. REFERENSI [1] Chiang, T. W. 2001. Simulasi electrostatic precipitator keping sejajar 10 KV DC. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra. Surabaya. [Anonim, “ Operation and Maintanance Manual ESP Basic”, TAI & Chyun Association, Inc. Korea. [2] Whardani, E. M. Sutisna dan A. H. Dewi. 2012. Evaluasi pemanfaatan abu terbang (Fly ash) batubara sebagai campuran media tanam pada tanaman tomat (Solanum lycopersicum). Jurnal Itenas Rekayasa Institut Teknologi Nasional, Vol. XVI, No. 1. Hal 45. [dy Rustandi “ Maentenance for ESP, Fly Ash and Sand Handling System”, PT. Truba Jaya Engineering. [3] Mikael, Risberg. 2011. Black Liquar Gasification. Lulea University of Technology, Sweden. [4] Politeknik Negeri Ujung Pandang. (2016). Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Program Diploma Empat (D-4). Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. 76 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Studi Aliran Daya Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene Putri Dwi Asriyani Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Daya listrik akan selalu menuju ke beban, sehingga disebut aliran daya atau aliran beban. Aliran daya, yaitu penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif, daya reaktif, faktor daya yang terdapat pada setiap simpul atau bus suatu sistem tenaga listrik. Hal itu dianggap perlu dalam melakukan perhitungan aliran daya untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna dalam merencanakan perluasan sistem tenaga listrik dan dalam menentukan operasi terbaik untuk jaringan sistem kelistrikan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kondisi aliran daya, rugi-rugi daya (losses) pada saluran transmisi serta jatuh tegangan pada setiap bus sistem kelistrikan PT. Makassar Tene. Dalam penelitian ini digunakan software ETAP Power Station 12.6.0 dengan metode Newton-Raphson untuk mempermudah dalam perhitungan aliran daya. Dari hasil simulasi didapatkan pada swing bus, nilai daya aktif (P) sebesar 7,618 MW, daya reaktif (Q) sebesar 1,288 MVAR, dan daya semu (S) sebesar 7,726 MVA. Dan besar rugi daya untuk daya aktif sebesar 0,124 MW dan untuk daya reaktif sebesar 1,426 MVAR. Serta besar nilai tegangan jauh dibawah persyaratan yang ditetapkan, yaitu drop tegangan maksimum (kritis) mempunyai nilai ± 5% dari tegangan nominal. Keywords: Aliran Daya, Software ETAP Power Station 12.6.0, Metode Newton-Raphson. I. PENDAHULUAN Kebutuhan akan sumber daya energi listrik semakin meningkat, begitupun dari sektor industri, hal ini salah satunya terjadi di PT. Makassar Tene yang dimana energi listrik diambil dari unit pembangkit energi listrik tenaga uap yang dimiliki PT. Makassar Tene tersebut. Masalah yang terjadi adalah akan masuk beberapa beban baru untuk menunjang proses produksi terus mengalami peningkatan dan mutu kualitas produknya. Sehingga dengan masuknya penambahan beban baru tersebut, diharapkan masih dapat memadai kebutuhan daya energi listrik tersebut. Hal ini berpengaruh pada sistem kelistrikan PT. Makassar Tene. Untuk itu, perlu dilakukan analisis aliran daya untuk mengetahui kondisi secara keseluruhan dari sistem tenaga listrik pada PT. Makassar Tene saat ini. Demikian hal ini dianggap penting dan diangkat sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi diploma empat di Politeknik Negeri Ujung Pandang. II. KAJIAN LITERATUR 2.1 Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan sebuah sistem kelistrikan yang menyalurkan daya listrik dari pembangkit listrik ke konsumen. Daya listrik yang disalurkan tersebut melalui sebuah jaringan yang disebut dengan jaringan transmisi dan distribusi. Melalui jaringan ini daya listrik dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam penyalurannya komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Sehingga secara umum sistem tenaga listrik dibagi atas 3 bagian utama, yaitu: pembangkit, transmisi dan distribusi. 2.2 Aliran Daya Daya listrik akan selalu menuju ke beban, sehingga disebut aliran daya atau aliran beban. Studi tentang aliran daya listrik sangatlah penting karena sebagai perencanaan perluasan sistem tenaga listrik dan dalam menentukan operasi terbaik untuk sistem tenaga listrik [3]. Aliran daya listrik adalah suatu pembahasan studi dalam sistem tenaga listrik untuk mengetahui parameterparameter seperti besarnya losses (rugi-rugi daya, tegangan, dan arus), kemampuan alokasi daya yang dibutuhkan serta memenuhi perkembangan beban merupakan salah satu tujuan dari diadakannya analisis aliran daya. 2.3 Konsep Dasar Aliran Daya Dalam persamaan maupun perhitungan daya, hal pokok yang harus dipahami adalah dengan memahami konsep segitiga daya. Berikut ini akan dijelaskan tentang segitiga daya menggunakan gambar disertai penjelasan dan perhitungannya [6]. Daya aktif (P) adalah daya listrik yang dibangkitkan di sisi keluaran generator, kemudian termanfaatkan oleh konsumen, dapat dikonversi ke bentuk energi lainnya seperti energi gerak ataupun dapat diubah kebentuk energi listrik. Perlu diingat bahwa tenaga kuda (HP) [5]. Sedangkan daya reaktif (Q) adalah suatu besaran yang digunakan untuk menggambarkan adanya fluktuasi daya pada saluran transmisi dan distribusi akibat dibangkitkannya medan/daya magnetik atau beban yang bersifat. Daya ini memiliki satuan volt-ampere-reaktif (VAR) atau kilovar (kVAR) [5]. Daya semu (S) merupakan jumlah daya total yang terdiri dari daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) [5]. Dalam suatu analisis sistem tenaga listrik khususnya pada analisis aliran daya selalu mengacu pada konsepkonsep dasar aliran daya sebagai berikut: 77 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 1. Daya Listrik Pada Rangkaian Satu Fasa Daya yang diserap oleh suatu beban pada setiap saat sama dengan jatuh tegangan (voltage drop) pada beban tersebut dalam volt dikalikan dengan arus yang mengalir lewat beban dalam ampere, jika terminal-terminal beban digambarkan sebagai a dan n serta jika tegangan dan arus dinyatakan dengan, Van = Vmax cos ωt, Ian = Imax cos (ωt-θ) θ = positif (+), untuk arus langging θ = negatif(-), untuk arus leading Maka daya sesaat (S) : S = Vmax ⨯ Imax cos (ωt-θ) S = V⨯ I Vmax ⨯ Imax Vmax ⨯ Imax S= cosθ (1 + cosωt) + sin θ sin 2ωt 2 2 Atau, S = |𝑉||𝐼| cosθ(1 + cos 2ωt) + |𝑉||𝐼| sin θ sin 2ωt Keterangan: |𝑉| dan |𝐼| adalah harga efektif dari tegangan dan arus |𝑉||𝐼| cosθ(1 + cos 2ωt) selalu positif, dengan harga ratarata : P = |𝑉||𝐼| cosθ |𝑉||𝐼| sin θ sin 2ωt mempunyai harga positif dan negatif dengan harga rata-rata nol Q = |𝑉||𝐼| sinθ Ket : P : disebut daya nyata atau aktif (Watt) Cosθ : disebut faktor kerja Q : disebut daya reaktif “positif” untuk beban induktif “negatif” untuk beban kapasitif 2. Daya Listrik Pada Rangkaian Tiga Fasa Daya yang diberikan oleh generator tiga fasa atau yang diserap oleh beban tiga fasa adalah jumlah daya dari tiaptiap fasa. Pada sistem tiga fasa seimbang berlaku rumusrumus: P = 3VpIpcosθp Q = 3VpIpsinθp Ket : θp : sudut antara arus fasa (lagging) dan tegangan fasa Hubungan yang terjadi pada rangkaian sistem tiga fasa umumnya ada dua hubungan yaitu hubungan bintang (Y) dan segitiga (Δ). Hubungan bintang (Y) : 𝑉1 Vp = ; I p = I 1 √3 Hubungan segitiga (Δ) : I1 V p = V 1; I p = √3 Kemudian dimasukkan ke persamaan diatas menjadi: P = √3 V1I1cosθp Q = √3 V1I1sinθp Sehingga : S = √𝑃2 + 𝑄2 = √3 V1I1 3. Faktor Daya Daya rata-rata bukan lagi fungsi rms (root mean square) dari arus dan tegangan saja, tetapi ada unsur perbedaan sudut phasa arus dan tegangan dari persamaan sephasa dan φ = 0o, maka persamaan daya menjadi : 978-602-18168-7-5 P = V·I cosφ Untuk : φ = 60o; maka P = V·I cos (60o) = 0,3 V·I φ = 90o; maka P = V·I cos (90o) = 0 Arus yang mengalir pada sebuah tahanan akan menimbulkan tegangan pada tahanan tersebut, yaitu sebesar : P = Vr·Im cosφ Keterangan : P : daya aktif (Watt) Vr : tegangan (Volt) Im : arus maksimal (Ampere) Cosφ : faktor daya Karena tidak ada sudut fasa antara arus dengan tegangan pada tahanan, maka sudut φ = 0o. Sehingga: P=V·I Tegangan dikalikan dengan arus disebut daya semu. Daya rata-rata dibagi daya semu disebut dengan faktor daya. Untuk arus dan tegangan sinusoid, faktor daya dapat dihitung: 𝑃 V·I cosφ Faktor daya = = = cosφ 𝑉·𝐼 𝑉·𝐼 φ adalah sudut faktor daya, sudut ini menentukan kondisi terdahulu atau tertinggal tegangan terhadap arus. Bila sebuah beban diberikan tegangan, impedansi dari beban tersebut maka dapat menentukan besar arus dan sudut phasa yang mengalir pada beban tersebut. Faktor daya merupakan petunjuk yang menyatakan sifat suatu beban. 4. Losses (Rugi Daya) Konduktor pada bagian penyaluran energi listrik mempunyai resistansi terhadap arus listrik, jadi ketika sistem beroperasi pada bagian penyaluran ini akan terjadi rugi daya yang berubah menjadi energi panas. Rugi daya pada gardu induk relatif kecil, sehingga rugi daya dalam sistem tenaga listrik dapat dianggap terdiri dari rugi daya pada jaringan transmisi dan jaringan distribusi. Jika energi listrik disalurkan melalui jaringan arus bolak-balik tiga fasa, maka rugi daya pada jaringan tersebut adalah: ΔP1 = 3·I2·R·L (Watt) Keterangan : I : arus konduktor (Ampere) R : resistansi konduktor (Ω) L : panjang saluran (meter) 2.4 Metode Perhitungan Aliran Daya Metode Newton-Raphson pada dasarnya merupakan metode Gauss-Siedel yang diperluas dan disempurnakan. Metode Newton-Raphson adalah uraian dari deret Taylor untuk satu fungsi dengan dua variabel atau lebih untuk memecahkan pesoalan aliran daya yaitu dengan mencari daya aktif, daya reaktif, tegangan dan faktor daya. Metode Newton-Raphson mempunyai perhitungan lebih baik dari pada metoda Gauss-Siedel bila untuk sistem tenaga yang besar karena lebih efisien dan praktis. Jumlah iterasi (perhitungan) yang dibutuhkan untuk memperoleh pemecahan ditentukan berdasarkan ukuran system [3]. 78 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Pada sistem yang terdiri n bus, persamaan untuk penyelesaian aliran daya sebanyak (n-1), yang dalam matriks dapat dinyatakan dalam bentuk: 978-602-18168-7-5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 𝜕𝑃1 4.1 Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene Untuk memenuhi kebutuhan daya PT. Makassar Tene dalam melakukan produksi secara berkelanjutan diperlukan daya listrik yang memadai, agar proses produksi terus mengalami peningkatan dan mutu kualitas produknya. Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi: 4.2 Justifikasi Metode Sistem Aliran Daya Pada bagian ini saya akan mengvalidasi sistem aliran daya dengan membandingkan hasil yang diperoleh melalui sistem manual dengan software ETAP Power Station12.6.0. Hal ini dilakukan untuk menjustifikasi metode yang saya gunakan dalam perhitungan aliran daya. Untuk memudahkan, maka sistem aliran yang saya validasi adalah 4 busbar. Berikut Single Line Diagram Sistem 4 Bus PT. Makassar Tene: ∆𝑃1 ∆𝑃1 ⋮ ⋮ 𝜕𝑃1 𝜕𝑃1 ∂Ф1 ∂Фn-1 ⋮ ∂V1 ∂Vn-1 ∆𝑃𝑛−1 ∆𝑃𝑛−1 ∂Pn-1 ∂Pn-1 ⋮ ∂Pn-1 ∂Pn-1 ∂Ф1 ∂Фn-1 ∂V1 ∂Vn-1 ⋯ ⋯ = ____________ ⋮ ____________ 𝜕𝑄1 𝜕𝑄1 ⋮ 𝜕𝑄1 𝜕𝑄1 ∆𝑄1 ∆𝑄1 ∂V1 ∂Vn-1 ⋮ ∂V1 ∂Vn-1 ∂Q n-1 ∂Q n-1 ⋮ ∂Q n-1 ∂Q n-1 ∆𝑄𝑛−1 ∆𝑄𝑛−1 ∂Ф ∂Фn-1 ⋮ ∂V1 ∂Vn-1 [ 1 ] [ ⋮ [ ] ] 𝜕𝑃1 𝐽 ∆𝑃 ] = [1 ∆𝑄 𝐽3 𝐽2 ∆Ф ][ ] 𝐽4 ∆𝑉 𝐽 ∆Ф ] = [1 𝐽3 ∆𝑉 𝐽2 −1 ∆𝑃 ] [ ] 𝐽4 ∆𝑄 [ Atau, [ Keterangan : ΔP dan ΔQ : Selisih daya aktif dan daya reaktif antara nilai yang diketahui dan nilai yang dihitung. ΔV dan ΔF : Selisih tegangan bus dan sudut fasa J1, J2, J3, dan J4 disebut sub matriks Jacobian dari matriks Jacobian J. MULAI PENGUMPULAN DATA : OBSERVASI WAWANCARA DOKUMENTASI Gambar 2. Single Line Diagram dengan 4 Bus MEMBUAT SIMULASI PADA SOFTWARE ETAP MENGHITUNG SECARA MANUAL TIDAK Dengan menggunakan software ETAP maka hasil simulasi yang di dapatkan seperti dijelaskan melalui tabel berikut: Tabel 1. Hasil Simulasi Aliran Daya 4 bus dengan menggunakan ETAP Power Station 12.6.0 Pembangkitan VA LIDASI HASI L SIMULA SI DE NGAN HAS IL PERHI TUNGAN S ES UAI ? YA Bus KESIMPULAN SELESAI Gambar 1. Flowchart Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Makassar Tene. Di tempat ini penulis mengambil acuan sebagai sumber data penelitian selama 4 bulan yang dilakukan pada bulan April s/d Agustus 2018. 3.2 Prosedur Penelitian Berikut mengenai urutan dalam prosedur penelitian: 1 2 3 4 Daya Aktif (W) 48 - Daya Reaktif (VAR) 263 - Aliran Daya Daya Aktif (W) 37 10 Daya Reaktif (VAR) 166 97 Tegangan V 10500 10500 400 400 Tabel 2. Hasil Perhitungan Manual Aliran Daya 4 Bus Pembangkitan Aliran Daya Tegangan Daya Daya Daya Daya Bus V Aktif Reaktif Aktif Reaktif (MW) (Mvar) (MW) (Mvar) 1 54 279 10500 2 10500 3 57,3 196,2 400 4 11,9 113,1 400 79 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 4.1 Hasil Simulasi Aliran Daya Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene Berikut gambar single line diagram hasil simulasi aliran daya sistem kelistrikan PT. Makassar Tene sebagai berikut: Gambar 3. Single Line Diagram Hasil Simulasi Aliran Daya Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene 80 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Dari hasil simulasi aliran daya menggunakan software ETAP Power Station 12.6.0, dapat dilihat besar nilai daya aktif dan daya reaktif pada PT. Makassar Tene sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Simulasi Aliran Daya menggunakan ETAP Power Station 12.6.0 Saluran Dari Bus Ke Bus Bus 1 Bus 1 Bus 5 Bus 5 Bus 7 Bus 7 Bus 7 Bus 7 Bus 7 Bus11 Bus 14 Bus 18 Bus 19 Bus 20 Bus 21 Bus 22 Bus 23 Bus 25 Bus 37 Bus 40 Bus 47 Bus 48 Bus 49 Bus 50 Bus 51 Bus 52 Bus 56 Bus 57 Bus 58 Bus 59 Bus 60 Bus 64 Bus 66 Bus66 Bus 5 Bus 7 Bus 37 Bus 48 Bus 49 Bus 50 Bus 51 Bus 52 Bus 12 Bus 13 Bus 57 Bus 58 Bus 59 Bus 60 Bus 56 Bus 1 Bus 5 Bus 40 Bus 8 Bus 5 Bus 22 Bus 18 Bus 19 Bus 20 Bus 21 Bus 11 Bus 12 Bus 13 Bus 14 Bus 15 Bus 2 Bus 64 Aliran Daya Daya Daya Aktif Reaktif (MW) (Mvar) 0,352 0,025 2,187 0,404 5,035 1,258 0,230 0,003 1,220 0,259 1,458 0,201 1,390 0,230 1,390 0,230 1,576 0,335 0,141 0,051 0,128 0,001 1,428 0,178 1,363 0,209 1,363 0,209 1,547 0,313 1,212 0,303 2,539 0,429 2,539 0,429 0,230 0,003 0,229 0,003 2,539 0,429 1,220 0,259 1,458 0,201 1,390 0,230 1,390 0,230 1,576 0,335 1,212 0,060 1,428 0,041 1,363 0,011 1,363 0,011 1,547 0,017 0,351 0,020 0,352 0,025 Arus (Amp) PF (%) 19,4 122,3 393,0 12,7 68,6 81,0 77,5 77,5 88,6 221,9 190,9 2125,2 2034,4 2034,4 2326,1 1800,4 141,6 141,6 12,7 332,3 141,6 68,6 99,1 77,5 98,7 88,6 1802,5 2122,0 2033,7 2033,7 2326,2 509,1 19,4 99,8 98,3 98,3 100,0 97,8 99,1 98,7 98,7 97,8 94,1 100,0 99,2 98,8 98,8 98,0 98,6 98,6 98,6 100,0 100,0 98,6 97,8 99,1 98,7 98,7 97,8 99,9 100,0 100,0 100,0 100,0 99,8 99,8 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa daya aktif (P) terbesar yang mengalir dari tiap bus terdapat pada Bus 5 ke Bus 7 sebesar 5,035 MW, daya reaktif (Q) terbesar yang mengalir dari tiap bus terdapat juga terdapat pada Bus 5 ke Bus 7 sebesar 1,258 MVAr, dan arus terbesar yang mengalir dari tiap bus terdapat pada Bus 21 ke Bus 60 yaitu 2326,1 Ampere. 4.2 Perhitungan Rugi Daya (losses) Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene Dalam melakukan perhitungan rugi-rugi daya diperlukan data saluran transmisi yang meliputi data arus, panjang serta tahanan saluran transmisi. Berikut hasil 978-602-18168-7-5 perhitungan rugi-rugi daya saluran transmisi PT. Makassar Tene: Tabel 4. Hasil Perhitungan Rugi-rugi Daya Saluran Transmisi PT. Makassar Tene Saluran Dari Bus Bus 1 Bus 1 Bus 5 Bus 5 Bus 7 Bus 7 Bus 7 Bus 7 Bus 7 Bus 11 Bus 14 Bus 18 Bus 19 Bus 20 Bus 21 Bus 22 Bus 23 Bus 25 Bus 37 Bus 40 Bus 47 Bus 48 Bus 49 Bus 50 Bus 51 Bus 52 Bus 56 Bus 57 Bus 58 Bus 59 Bus 60 Bus 64 Bus 66 Ke Bus Bus 66 Bus 5 Bus 7 Bus 37 Bus 48 Bus 49 Bus 50 Bus 51 Bus 52 Bus 12 Bus 13 Bus 57 Bus 58 Bus 59 Bus 60 Bus 56 Bus 1 Bus 5 Bus 40 Bus 8 Bus 5 Bus 22 Bus 18 Bus 19 Bus 20 Bus 21 Bus 11 Bus 12 Bus 13 Bus 14 Bus 15 Bus 2 Bus 64 Rugi-rugi Daya (MW) 0,00000 0,00000 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 3,14347 2,88059 2,88059 3,76588 2,25604 0,00000 0,00000 0,00134 0,00480 0,00000 0,01416 0,08171 0,04997 0,08105 0,05225 0,00000 0,00008 0,00007 0,00007 0,00010 0,01127 0,00113 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rugirugi daya terbesar yang mengalir dari setiap bus terdapat pada Bus 21 ke Bus 60 sebesar 3,76588 MW. Sedangkan, rugi-rugi daya yang bernilai 0,00000 MW merupakan hasil perhitungan yang dimana nilai tahanannya sangat kecil. 4.3 Perhitungan Jatuh Tegangan pada Setiap Bus yang ada ada PT. Makassar Tene Dalam melakukan perhitungan jatuh tegangan atau rugi tegangan pada setiap bus diperlukan data bus beban yang meliputi data tegangan, arus, tahanan jenis, panjang 81 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 saluran, faktor daya serta luas penampang yang akan dihitung. Berikut hasil perhitungan jatuh tegangan setiap bus PT. Makassar Tene: Tabel 5. Hasil Perhitungan Jatuh Tegangan Setiap Bus PT. Makassar Tene Bus Bus 1 Bus 2 Bus 5 Bus 7 Bus 8 Bus 11 Bus 12 Bus 13 Bus 14 Bus 15 Bus 18 Bus 19 Bus 20 Bus 21 Bus 22 Bus 23 Bus 25 Bus 37 Bus 40 Bus 47 Bus 48 Bus 49 Bus 50 Bus 51 Bus 52 Bus 56 Bus 57 Bus 58 Bus 59 Bus 60 Bus 64 Bus 66 Rugi Tegangan (Volt) 0,703 1,517 2,013 3,903 0,990 5,991 6,323 6,627 6,058 6,930 10,552 10,101 10,101 11,549 8,939 0,703 0,703 0,025 0,990 1,406 1,362 1,609 1,539 1,539 1,760 3,580 4,221 4,041 4,041 4,620 0,117 0,039 Tegangan Akhir (kV) 10,499 0,398 10,498 10,496 0,399 0,394 0,394 0,393 0,394 0,393 0,389 0,390 0,390 0,388 0,391 10,499 10,499 10,500 0,399 10,499 10,499 10,498 10,498 10,498 10,498 0,396 0,396 0,396 0,396 0,395 0,400 10,500 Persentase Tegangan (%) 0,0067 0,3792 0,0192 0,0372 0,2475 1,4978 1,5808 1,6568 1,5146 1,7325 2,6379 2,5252 2,5252 2,8873 2,2348 0,0067 0,0067 0,0002 0,2475 0,0134 0,0130 0,0153 0,0147 0,0147 0,0168 0,8950 1,0552 1,0103 1,0103 1,1550 0,0293 0,0004 978-602-18168-7-5 V. KESIMPULAN Dari hasil analisis aliran daya listrik sistem kelistrikan PT. Makassar Tene dapat disimpulkan bahwa kondisi kelistrikan secara keseluruhan sudah baik dan sesuai persyaratan. Dari hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai daya aktif (P) sebesar 7.618 MW, daya reaktif (Q) sebesar 1.288 MVAR, dan daya semu (S) sebesar 7.726 MVA. Dan besar rugi daya untuk daya aktif sebesar 0,124 MW dan untuk daya reaktif sebesar 1,426 MVAR. Serta besar nilai tegangan jauh dibawah persyaratan yang ditetapkan, yaitu drop tegangan maksimum (kritis) mempunyai nilai ± 5% dari tegangan nominal. REFERENSI [1] Agung, H. 2009. Analisis Load Flow dalam Sistem Tenaga Listrik di PT. Sinar Sosro Ungaran. Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Semarang. [2] Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. [3] Dhimas, P. H. 2014. Pemanfaatan Software ETAP Power Station 4.0.0 untuk Menganalisis Aliran Daya Listrik di Gardu Induk Ungaran 150 kV. Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Semarang. [4] Prabowo, H. 2007. Analisis Aliran Daya di Wilayah Kerja PT PLN (Persero) UPT Semarang. Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Semarang. [5] Sigit, A. P. 2015. Analisis Aliran Daya (Load Flow) dalam Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Software ETAP Power Station 4.0.0 di PT. Kota Jati Furnindo Jepara. Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Semarang. [6] Stevenson, Jr. W. D. 1990. Analisis Sistem Tenaga Listrik, Jakarta: Erlangga. [7] Stevenson, Jr. W. D. 1996. Analisis Sistem Tenaga Listrik. Diterjemahkan oleh Kamal Idris. Bandung: PT. Philips Ralin Electronics [8] Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: CV. Alfabeta. [9] Sulasno. 1993. Analisis Sistem Tenaga Listrik, Semarang: Satya Wacana. [10] Zuhal. 1998. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rugi tegangan terbesar yang mengalir dari setiap bus terdapat pada Bus 21 sebesar 11,549 Volt. Sehingga, sisa tegangan akhir yang didapatkan sebesar 0,388 kV dan persentase rugi tegangannya sebesar 2,8873%. Sedangkan, rugi tegangan terkecil terdapat pada Bus 5, Bus 6 dan Bus 14 sebesar 0 Volt. Sehingga, tegangan akhir yang didapatkan tetap. 82 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Rancang Bangun Prototipe Pemisah dan Pengangkut Barang dengan Sistem Pneumatik Berbasis PLC Andi Khaidir Qadri Agussalim1), Ilham Hidayat Nasir2), Hamdani3) 1,2,3) 1 Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected], 2 [email protected] Abstrak Sistem Pneumatik dan Programmable Logic Controller (PLC) merupakan dua hal yang sudah familiar dalam dunia industri. Sistem pneumatik memiliki keunggulan dibandingkan sistem penggerak lainnya. Diantara keunggulan dari sistem pneumatik yaitu fluida kerja yang dapat diperoleh dengan mudah, tidak peka terhadap suhu, aman terhadap kebakaran dan ledakan, fluida kerja yang cepat serta banyak keunggulan lainnya. Sedangkan PLC merupakan suatu bentuk sistem kontrol yang dirancang untuk menggantikan suatu rangkaian relay sequence, hal ini dikarenakan PLC dapat memiliki membuat kontrol sequence yang lebih kompleks dari relay. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan proses perancangan, perakitan hingga pengujian prototipe sistem pneumatik yang pengontrolannya menggunakan PLC. Proses perancangan dimulai dengan membuat pemodelan dengan aplikasi Festo Fluidsim, kemudian membuat sketsa gambar, perakitan perangkat keras dan perangkat lunak, pengujian hingga pengambilan data kinerja alat. Metode pengontrolan yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu metode manual dan automatis. Pada metode manual aktuator dapat dikendalikan secara mandiri melalui saklar, sedangkan pada mode automatis mengikuti urutan-urutan kerja yang telah diprogram melalui hubungan antara tiap sensor. Hasil menunjukkan bahwa prototipe ini dapat bekerja dengan tingkat keberhasilan 100% pada tekanan kerja 3 sampai 4 bar. Keywords: Sistem Pneumatik, Pneumatik, PLC, Robotic Arm, Lengan Robot. I. PENDAHULUAN Salah satu inovasi yang banyak dikembangkan dalam dunia industri adalah sistem pneumatik. Sistem pneumatik memiliki keunggulan dibandingkan sistem lainnya. Diantara keunggulan dari sistem pneumatik yaitu fluida kerja yang dapat diperoleh dengan mudah, tidak peka terhadap suhu, aman terhadap kebakaran dan ledakan, fluida kerja yang cepat serta banyak keunggulan lainnya. Diatntara pengaplikasian sistem pneumatik yaitu sebagai penggerak akhir pada suatu sistem industri. Tulisan ini berisikan penyajian metode pembuatan pemisah dan pengangkut barang dengan sistem pneumatik yang menggunakan PLC sebagai controller, mulai dari pemodelan, perakitan, dan pengujian keberhasilan sistem sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. tekanan kerja yang diinginkan. Kompresor udara biasanya mengisap udara dari atmosfir. Namun ada pula yang mengisap udara atau gas yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfir. Dalam hal ini kompresor bekerja sebagai penguat. Sebaliknya ada kompresor yang mengisap Pneumatik & Hidrolik ”Pneumatik” gas yang bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfir. Dalam hal ini kompresor disebut pompa vakum [2]. Kompresor pada sistem pneumatik digunakan sebagai penyuplai udara bertekanan untuk menggerakkan aktuatur. II. KAJIAN LITERATUR A. Sistem Pneumatik Sistem pneumatik (pneumatic system) adalah semua sistem yangmenggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yangdimampatkan, serta dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu kerja. Udara mampat adalah udara atmosfer yang diisap oleh kompresordan dimampatkan dari tekanan normal (0,98 bar) sampai tekanan yanglebih tinggi (antara 4 – 8 bar) [1]. Sistem Pneumatik memiliki beberapa komponen, diantaranya: Kompresor Kompresor adalah mesin untuk memampatkan udara atau gas. Kompresor dibutuhkan agar mendapatkan Gambar 1. Salah Satu Jenis Kompresor Aktutor Berayun Aktuator Berayun Udara bertekanan menggerak-kan baling-baling. Gerakan baling-baling dikirim langsung ke poros penggerak. Sudut ayunan antara 0o sampai 270o. Torsi yang dihasilkan antara 0,5 Nm sampai 20 Nm pada tekanan kerja 6 bar, tergantung ukuran baling-baling [2]. 83 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 B. PLC Omron CPM1A 30 – CDR – A Gambar 2. Simbol dan Kontruksi Aktuator Berayun Selenoid Valve Selenoid Valve adalah katup yang digerakkan oleh energ listrik, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk mengaktifkan relay dan dapat diaktifkan menggunakan arus AC maupun DC. Katup pneumatic (valve) mempunyai lubang keluaran, lubang masukan, lubang jebakan udara (exhaust) dan lubang Inlet Main. Lubang Inlet Main, berfungsi sebagai terminal atau tempat udara masuk, lalu lubang keluaran (Outlet Port) dan lubang masukan (Inlet Port), berfungsi sebagai tempat tekanan angin keluar dan masuk yang dihubungkan denga peneumatic, sedangkan lubang jebakan udara (exhaust), berfungsi untuk mengeluarkan udara bertekanan yang terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika katup pneumatic bekerja [3]. Gambar 3. Konstruksi Selenoid Valve Silinder Kerja Ganda Silinder kerja ganda merupakan bagian dari aktuator gerak lurus. Silinder kerja ganda (double acting cylinder) memiliki lubang untuk memasukan dan mengeluarkan angin pada kedua ujungnya. Bila sumber angin dimasukkan melalui lubang dibagian belakang silinder maka torak akan bergerak maju dan angin akan keluar melalui lubang bagian depan silinder [4]. Gambar 4. Ilustrasi Cara Kerja Silinder Kerja Ganda Gambar 5. PLC Omron CPM1A 30 – CDR – A Gambar 4 adalah PLC Omron CPM1A-30-CDR A yang merupakan salah satu tipe dari dari PLC Omron CPM1A. PLC tipe ini memiliki 30 I/O terdiri dari 18 input dan 12 output, maksud dari DR – A yang tertera pada body PLC yaitu ‘D’ memiliki arti bahwa output dari PLC ini berupa tegangan DC, selanjutnya ‘R’ memiliki arti bahwa output dari PLC ini berupa relay dan yang terakhir yaitu ‘A’ memiliki arti bahwa input dari PLC ini berupa tegangan AC [5]. C. Motor DC Motor arus searah adalah suatu mesin listrik yang berfungsi mengubah tenaga listrik arus searah menjadi tenaga mekanik berupa putaran. Jadi motor arus searah berfungsi menghasilkan tenaga mekanik untuk beberapa keperluan seperti menggerakkan mesin-mesin produksi dan tansportasi material [6]. D. Sensor Sensor Through-beam (One-way light barrier) Sensor Through-beam merupakan salah satu jenis sensor photoelectric yang terdiri dari bagian transmitter (pemancar cahaya) dan bagian receiver (penerima). Sensor Through-beam memiliki elemen sumber dan detektor cahaya yang terpisah dan di susun sejajar saling berhadapan, dengan sorotan cahaya memotong jalur yang akan dilewati oleh obyek. Area sorotan efektif adalah kolom dimana cahaya melintas lurus diantara lensa-lensa cahaya) [7]. Simbolnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 6. Simbol Sensor Through-beam 84 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Sensor Induktif Sensor induktif mendeteksi keberadaan benda-benda logam dengan menghasilkan medan elektromagnetik dan mendeteksi perubahan di medan ini [8]. Simbolnya dapat dilihat pada gambar 6. 978-602-18168-7-5 F. Software Festo Fluidsim Software Festo Fluidsim adalah perangkat lunak yang komprehensif untuk penciptaan, simulasi, instruksi dan studi elektro pneumatik, elektro hidrolik dan sirkuit digital. Semua fungsi program berinteraksi dengan lancar, menggabungkan berbagai bentuk media dan sumber pengetahuan dengan cara yang mudah diakses [11]. Gambar 7. Simbol Sensor Induktif Sensor Magnetik (Reed Switch) Sensor Magnetik berfungsi untuk mendeteksi benda yang memiliki unsur magnetik. Disusun dari dua plat kontak yang tertutup hermetis (kedap udara) pada tabung gelas yang diisi dengan gas pelingung. Pada saat magnet permanen mencapai saklar magnet, ujung-ujung tab kontak yang saling bertemu, menarik satu sama lain dan menjadi kontak [9]. Gambar 10. Jendela Pembuka Festo Fluidsim III. METODE PENELITIAN Gambar 8. Simbol Sensor Magnetik E. Software CX-Programmer CX-Programmer adalah software pemrograman untuk PLC merek OMRON. Software ini beroperasi di bawah sistem operasi Windows. Gambar 16 adalah tampilan dari software CX-Programmer [10]. Gambar 10. Flowchart Metodologi Penelitian Gambar 9. Jendela Pembuka CX-Programmer Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu membuat prototipe yang akan diteliti. Untuk membuat prototipe terlebih dahulu dilakukan pemodelan sistem pada aplikasi Festo Fluidsim. selanjutnya setelah pemodelan dianggap berhasil dibuatlah sketsa gambar protoripe dan perencanaan algoritma pemrograman. Perakitan perangkat keras dibagi kedalam dua bagian, yaitu perangkat utama dan perangkat pendukung. Pada perangkat utama dirakitlah sistem robotic arm dan sistem pemisah logam. 85 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Pada sistem robotic arm terdapat empat aktuator pneumatik yaitu sebuah aktuator berarun dan tiga buah double acting cylinder yang dihubungkan dengan besi hingga membentuk lengan robot (robotic arm), sedangkan untuk sistem pemisah logam digunakan double acting cylinder yang dibagian depannya dipasang besi plat untuk mendorong material logam. Adapun komponen pendukung terdiri dari meja kerja yang dibuat dari besi dan conveyor belt yang dirakit dari motor DC, pipa, dan talang air. Setelah prototipe selesai maka dilakukanlah pengambilan data. Tujuan dari pengambilan data adalah untuk menganalisis kinerja dan tingkat keberhasilan alat data yang diambil berupa data sensor, data pengujian alat pada tekanan tertentu, dan data hasil pengujian alat dengan beberapa kali percobaan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 978-602-18168-7-5 prototipe ini berpengaruh besar terhadap kinerja dan tingkat keberhasilan prototipe. Pengujian sensor berfungsi untuk mengetahui kelayakan outut dari sensor sebagai input PLC, dimana diketahui bahwa input sebesar 24 VDC dan toleransi +10% dan -15% artinya minimal input PLC sebesar -20.4 VDC dan maksimal 21.6 VDC. Sensor Induktif dan Photoelectric Sensor induktif dan photoelectric pada protipe ini memiliki tipe yang sama yaitu NPN, artinya kedua sensor ini menggunakan detektor yang dikombinasikan dengan sensor NPN. Pengujian senssor dilakukan dengan memberikan tegangan input yang berasal dari power supply lalu outpunya diukur dengan multimeter. Sensor NPN merupakan sensor dengan output negatif (-) artinya untuk mengukur outputnya diperlukan teganyan positif (+) dari power supply. Tabel 1. Data Sensor Induktif dan Photoelectric A. Hasil Akhir Prototipe No Sensor 1 Induktif 2 Photoelectric Spesifikasi NPN, NC, 6 - 36 VDC NPN, NO, 12 - 24 VDC Vin (Volt) Vout (Volt) Efesiensi !!" ( × !!"# 100%) 24.84 24.11 96.91% 24.87 24.87 100% Pada Tabel 1 diketahui bahwa output sensor induktif sebesar 24.11, dan sensor photoelectric sebesar 24.87, artinya kedua output sensor ini masih dapat digunakan pada input PLC. Gambar 11. Hasil Akhir Prototipe Garmbar 10 merupakan hasil akhir prototipe yang telah dibuat. Prototipe ini bekerja berdasarkan dua mode, yaitu mode otomatis dan manual. Pada mode otomatis conveyor belt akan berjalan dan membawa material. Saat material berjaalan, material akan melewati sensor induktif. Jika pada material terdapat unsur logam sensor induktif akan mengirimkan sinyal ke PLC untuk mengaktifkan selenoid valve yang berfungsi mengalirkan udara ke silinder untuk mendorong material turun dari conveyor belt. Namun jika pada material tidak mengandung unsur logam maka conveyor belt akan membawa material hingga ke ujung conveyor belt yang nantinya akan diangkat oleh lengan robot. Untuk mode manual aktuator dapat dikendalikan secara tersendiri. B. Data Kinerja Prototipe Data Sensor Salah satu komponen pendukung dalam prototipe ini adalah sensor. Sensor-sensor yang digunakan pada Reed Switch Reed Switch pada protipe ini memiliki dua tipe yaitu 2 wire (input dan output) serta 3 wire (supply dan output), pada sensor jenis 2 wire dapat diberi input positif maupun negatif, output pada sensor ini akan bernilai positif jika diberi input positif dan begitupun sebaliknya. Sedangkan untuk tipe 3 wire merupakan tipe sensor NPN dengan 2 wire untuk input/supply dan satu output. Output dari sensor ini hanya bernilai negatif. Pengujian sensor 2 wire dilakukan dengan memberikan input negatif lalu output diukur dengan multimeter dengan tegangan positif dari Power Supply, sedangkan untuk pengukuran 3 wire dilakukan sama halnya pada sensor induktif dan photoelectric. Tabel 2. Data Pengujian Reed Switch 2 Wire No 1 2 Kode Aktuator C2 C3 Efesiensi ×100%) Vin (Volt) Vout (Volt) 24.86 24.39 98.11% RS2 24.85 24.56 98.83% RS1 24.86 24.38 98.1% RS2 24.86 24.37 98% Sensor RS1 ( !!" !!"# C2 dan C3 merupakan kode dari Silinder 2 dan 3 (lihat gambar 22), sedangkan RS1 sensor ketika posisi silinder masuk (posisi awal), dan RS2 merupakan sensor ketika posisi silinder keluar (bekerja). 86 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Tabel 3. Data Pengujian Reed Switch 3 Wire No Kode Aktuator 1 SR 2 C1 Vin (Volt) Vout (Volt) Efesiensi !!" ( × !!"# 100%) RS1 24.86 24.85 99.96% RS2 24.86 24.85 99.96% RS1 24.86 24.85 99.96% RS2 24.86 24.78 99.68% Sensor SR dan C1 berurutan merupakan kode dari Semi Rotari Actuator dan Silinder 1 (lihat gambar 22), sedangkan RS1 sensor ketika posisi silinder masuk (posisi awal), dan RS2 merupakan sensor ketika posisi silinder keluar (bekerja) Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 2 dan 3, diketahui bahwa setiap output dari reed switch dapat digunakan untuk input PLC pada prototipe ini. Berdasarkan kedua tabel itu pula diketahui bahwa kemampuan sensor 3 wire lebih baik dibandingkan 2 wire berdasarkan kemampuan untuk mengeluarkan output sesuai dengan input yang diberikan. 978-602-18168-7-5 berbentuk kubus berukuran 5 cm × 5 cm × 5 cm dengan berat sebesar 100gr. Hasil menunjukkan bahwa sistem ini dapat bekerja dengan baik pada tekanan kerja antara 3 hingga 4 bar. Sedangkan pada tekanan 5 bar sistem tidak dapat bekerja secara sempurna dikarenakan semi rotary hanya dapat bekerja pada tekanan maksimal 4 bar. Hal ini dapat diantisipasi dengan memasang khusus regulator tegangan pada semi rotary. Adapun pada tekanan 2.5 bar sistem tidak bekerja dengan baik dikarenakan untuk menggerakan silinder C1 dengan beban yang berat membutuhkan tekanan minimal 3 bar. Tabel 5. Data Pengujian Pemisah Logam dengan Beberapa Tekanan Kerja Tekanan (bar) 5 Data Tekanan Kerja Pengujian tekanan kerja bertujuan untuk mengetahui tekanan kerja terbaik dan batas tekanan yang dapat digunakan untuk mengerakkan prototipe. Tabel 4. Data Pengujian Robotic Arm dengan Beberapa Tekanan Kerja Tekanan (bar) 5 4 3 2.5 Percobaan Waktu Kerja (detik) I - II - III - IV - V - I 7 II 7 III 7 IV 7 V 7 I 8 II 8 III 7 IV 7 V 8 I - II - III - IV - V - 4 Tingkat Keberhasilan !"#$%&''( !"#$%&'( ( × !"#$%& !"#$%&''( 100%) 0% 100% 100% 0% Tabel 4 menunjukkan pengujian sistem robotic arm pada beberapa tekanan kerja dan material yang digunakan 3 2.5 Percobaan Waktu Kerja (detik) I 3 II 3 III 3 IV 3 V 3 I 3 II 3 III 3 IV 3 V 3 I 3 II 3 III 3 IV 3 V 3 I 3 II 3 III 3 IV 3 V 3 ( Tingkat Keberhasilan ×100%) !"#$%&''( !"#$%&'( !"#$%& !"#$%&''( 100% 100% 100% 100% Tabel 5 menunjukkan hasil pengujian sistem pemisah logam pada beberapa tekanan kerja dan material yang digunakan berbentuk kubus berukuran 5 cm × 5 cm × 5 cm dengan berat sebesar 100gr. Hasil menunjukkan bahwa sistem dapat bekerja 100% pada setiap tekanan yang diujikan. Ketika kedua sistem ini digabungkan maka agar dapat bekerja dengan baik dibutuhkan udara dengan tekanan kerja antara 3 sampai 4 bar. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Prototipe yang dibuat pada penelitian ini dapat bekerja dengan sangat efektif. 87 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 2. Prototipe ini dapat bekerja dengan tingkat keberhasilan 100% pada tekanan kerja 3 hingga 4 bar. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada setiap pihak yang telah berperan dalam penelitian ini terkhusus kepada kedua pembimbing dan Ketua Prodi D4 Teknik listrik PNUP. 978-602-18168-7-5 Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. . . REFERENSI [1] Widiantono, H. (2004). Sistem Kontrol Pneumatik Pada Pintu Bus Otomatis. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. [2] Sudaryono. (2013). Pneumatik dan Hidrolik. Jakarta: Kementerian Pendidikan & Kebudayaan. [3] Suwito, W., Rif’an, M., & Siwindarto, P. (2014). Pengaturan Posisi Piston Silinder Pneumatic Pada Lengan Robot Krai. Pubilkasi Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. [4] Octavia, A., Supriyato, C. M., & Sukron. (2008). Aplikasi Sistem Pneumatik Pada Mobile Robot Untuk Menaiki Dan Menuruni Tangga. Jakarta: Universitas Bina Nusantara. [5] Hastuti, Effendi, H., & Hijriani, S. (2017). Penerapan Trainer Plc Omron Sebagai Media Pembelajaran Mata Diklat Instalasi Motor Listrik. Invotek: Jurnal Inovasi, Vokasional Dan Teknologi, Vol. 17 No.1, 49-56. [6] Syarifuddin, & Noor, N. A. (2012). Mesin Arus Searah dan Transformator. Makassar: Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. [7] Priyanto , A. P. (2015). Prototipe Mesinpemilahan Barang Sesuai Jenisnya. Yogyakarta: Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma. [8] Yunianto, A. (2017). Modul Limit Switch Dan Sensor Pada Pneumatik Dan Elektro Pneumatik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. [9] Setiawan, I., Sumardi, & Setiawan, I. (2004). Perancangan Lengan Robot Pneumatik Pemindah Plat Menggunakan Programmable Logic Controller. Laboratorium Teknik Kontrol Otomatik Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. [10] Hastuti, Effendi, H., & Hijriani, S. (2017). Penerapan Trainer Plc Omron Sebagai Media Pembelajaran Mata Diklat Instalasi Motor Listrik. Invotek: Jurnal Inovasi, Vokasional Dan Teknologi, Vol. 17 No.1, 49-56. [11] Adhyatama, D. D. (2013). Efektivitas Penggunaan Festo Fluidsim Sebagai Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pneumatik Siswa Kelas Xii Di Smk Muda Patria Kalasan. Yogyakarta: 88 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Audit Konsumsi Energi Listrik Pada Gedung Harper Perintis Makassar Nur Haeda1), Talib Bini2), Ahmad Rosyid Idris3) 1,2,3) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang E-mail: [email protected] Abstrak Gedung Harper Perintis Makassar adalah hotel yang menggunakan golongan tarif listrik B-3 (865kVA). Pelaksanaan audit energi listrik dilakukan sesuai dengan standar SNI 03-6196-2011. Dari hasil metode analisis deskriptif dan perhitungan berdasarkan teori maka diperoleh Intensitas Konsumsi Energi (IKE) yaitu 22.42 kWh/m2/bulan, hal ini termasuk dalam kategori “Boros”. Karena komponen yang menyerap energi listrik yang paling besar adalah sistem pengkondisian udara (AC) sebesar 53%, dibandingkan dengan pemakaian listrik perangkat lainnya. Untuk itu perlu dilakukan analisis Peluang Konservasi Energi (PKE), untuk mengetahui besar efisiensi penggunaan energi bangunan suatu gedung. Dari perhitungan analisis PKE dapat diperoleh enam kondisi penghematan dengan besarnya IKE listrik persatuan luas yang dikondisikan yaitu dari 22.32 kWh/m2/bulan menjadi 19.04 kWh/m2/bulan. Terlihat bahwa terjadi penurunan nilai IKE listrik setelah dilakukan penghematan. Keywords: Audit Energi, Intensitas Konsumsi Energi (IKE), Peluang Konservasi Energi (PKE). I. PENDAHULUAN Ketersediaan energi yang ada untuk operasional hotel tentunya menjadi salah satu faktor yang dapat menjaga kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap sebuah hotel. Sebuah survei menemukan bahwa sebelum krisis ekonomi tahun 1997, komponen biaya energi di perhotelan hanya mencapai 10% dari total biaya rutin, tetapi sekarang biaya tersebut naik hingga mencapai 30% [3]. Seiring dengan meningkatnya biaya energi yang ditetapkan, maka biaya untuk pembelian energi akan berpotensi mengalami kenaikan. Melihat kondisi tersebut di atas, salah satu usaha yang bisa ditempuh untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi listrik adalah dengan melakukan audit energi Hasil dari audit energi digunakan sebagai dasar untuk mengelola dan mengatur energi yang terpakai dalam suatu bangunan agar efisien tanpa mengurangi tingkat pelayanan bagi para konsumen. Berdasarkan uraian permasalahan dan landasan teori, penulis merencanakan audit energi pada Gedung Harper Perintis Makassar dengan tujuan untuk mengetahui profil pengunaan energi, besarnya nilai intensitas konsumsi energi, serta untuk mengetahui efesiensi penghematan yang diperoleh. II. KAJIAN LITERATUR A. Audit Energi Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) definisi dari audit energi adalah proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi dan pengguna sumber energi dalam rangka konservasi energi [5]. B. Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Intensitas Konsumsi Energi (IKE) merupakan istilah yang digunakan untuk mengetahui besarnya pemakaian energi pada suatu sistem (bangunan). Namun energi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah energi listrik. Pada hakekatnya Intensitas Konsumsi Energi ini adalah hasil bagi antara konsumsi energi total selama periode tertentu (satu tahun) dengan luasan bangunan. Satuan IKE adalah kWh/m2. Rumus dari IKE dapat ditulis sebagai berikut: IKE (kWh/m²) = Total kWh Luas Area Dikondisikan ……….....(1) Dan pemakaian IKE ini telah ditetapkan di berbagai negara antara lain ASEAN dan APEC. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh ASEAN-USAID pada tahun 1987 yang laporannya baru dikeluarkan tahun 1992, target besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik untuk Indonesia adalah sebagai berikut: (Direktorat Pengembangan Energi) 1) IKE untuk perkantoran (komersil): 240 kWh/m2 per tahun. 2) IKE untuk pusat belanja : 330 kWh/ m2 per tahun IKE untuk hotel / apartemen : 300 kWh/ m2 per tahun 3) IKE untuk rumah sakit : 380 kWh/ m2 per tahun Berdasarkan Pedoman pelaksanaan konservasi energi dan pengawasan di lingkungan Depdiknas (2004), diperoleh nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik, sebagai berikut: 1) 4,17- 7,92 kWh/m²/bln berkriteria sangat efisien. 2) 7,92- 12,08 kWh/m²/bln berkriteria efisien. 3) 12,08- 14,58 kWh/m²/bln berkriteria cukup efisien. 4) 14,58- 19,17 kWh/m²/bln berkriteria cukup boros. 5) 19,17- 23,75 kWh/m²/bln berkriteria boros. 6) 23,75- 37,5 kWh/m²/bln berkriteria sangat boros. 89 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 C. Peluang Konservasi Energi (PKE) Peluang Konservasi Energi (PKE) didefinisikan sebagai suatu kegiatan pemanfaatan energi secara lebih efisien (optimal) dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan yaitu: Mengurangi sekecil mungkin pemakaian energi (mengurangi kW dan jam operasi), Memperbaiki kinerja peralatan dan penggunaan sumber energi yang murah. 978-602-18168-7-5 Mulai Pengumpulan dan Penyusunan Data Historis Bulan Sebelumnya Data Historis Energi Bulan Sebelumnya Menghitung Besar IKE Bulan Sebelumnya IKE > Target ? III. METODE PENELITIAN Proses penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai dengan Agustus 2018. Tempat pelaksanaan pengambilan data dalam penelitian kali ini di khususkan pada Gedung Harper Perintis Makassar. Adapun alat ukur yang digunakan pada penelitian ini ialah Thermometer Infrared, Lux meter, dan Tang amper. Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian adalah metode analisis deskriptif dan perhitungan berdasarkan teori untuk mengetahui besar efisiensi penggunaan energi bangunan gedung. Efesiensi penggunaan energi listrik pada gedung dapat diketahui setelah melakukan perhitungan besar Intensitas Konsumsi Energi (IKE) gedung dengan melewati beberapa prosedur. Prosedur penelitian dilaksanakan mengikuti langkahlangkah yang terstruktur dan sistematis. Sebagaimana yang disarankan SNI 03-6196-2011, audit energi pada bangunan gedung terdiri dari tiga bagian yaitu audit energi singkat, audit energi awal, dan audit energi rinci. Pelaksanaan sebagai berikut: 1) Persiapan audit energi berupa mempelajari literatur dan persiapan alat ukur. 2) Melakukan audit energi singkat dengan mengumpulkan dan menyusun data energi bangunan. 3) Menganalisis profil penggunaan energi di Gedung Harper Perintis Makassar. 4) Melakukan audit energi awal. 5) Menghitung besarnya IKE awal. 6) Melakukan audit energi rinci. 7) Menghitung besarnya IKE rinci. 8) Mengidentifikasi peluang konservasi energi. 9) Hasil dari identifikasi peluang konservasi energi maka dilanjutkan menganalisis peluang konservasi energi. 10) Analisis dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan perhitungan manual dan dengan menggunakan program yang telah dibuat dengan GUIDE Matlab. Hasil analisis direkomendasi untuk penghematan dan pembuatan laporan akhir. 11) Hasil perbandingan yang tidak memunculkan peluang penghematan akan langsung dibuat laporan akhir. Tidak Ya Melakukan Audit Energi Rinci Data Hasil Audit Rinci Mengenal Kemungkinan PKE Analisa PKE Menghitung Besarnya IKE Selesai Gambar 1. Flowchart Analisis Audit Energi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Audit Energi Singkat Gedung Harper Perintis Makassar merupakan hotel kelas Bintang 4 yang memiliki 5 lantai dengan jumlah keseluruhan kamar yaitu 159 kamar, tetapi yang digunakan untuk kamar tamu hanya 158 kamar, dimana dari total kamar tersebut mempunyai 4 kelas kamar yaitu kelas Superior yang berjumlah 72, kelas Deluxe yang berjumlah 4, kelas Junior Suite yang berjumlah 5, kelas Deluxe Suite berjumlah 77. Adapun profil kelistrikan gedung Private Care Center adalah sebagai berikut: Kondisi maksimum (beban puncak) terjadi pada pukul 18.00 – 22.00 WITA, - Daya yang terpasang : 865 kVA - Faktor daya : 0.99 - Golongan Tarif Dasar Listrik :B-3 865kVA) B. Audit Energi Awal Dalam perhitungan audit energi awal ini, akan dijelaskan mengenai profil gedung, dan juga akan dicari nilai IKE (Intensitas Konsumsi Energi) listrik Gedung Harper Perintis Makassar dengan memanfaatkan data historis energi listrik (data yang diperoleh tanpa hasil pengukuran) serta data luas area gedung Harper Perintis Makassar yang dikondiskan. 90 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Tabel 1. Komposisi Luas Gedung Harper Perintis Makassar Luas No Area Luas Total dikondisikan 1 Lantai dasar 3039.72 2456.28 2 Lantai satu 2816.32 1524.32 3 Lantai dua 1257.72 1036.8 4 Lantai tiga 1257.72 1036.8 5 Lantai lima 1257.72 1036.8 6 Lantai enam 1257.72 1036.8 10886.92 8127.8 Total Grafik Konsumsi Energi Listrik Gedung Harper Perintis Makassar 150.000,000 100.000,000 50.000,000 0,000 !"# 138,333.333 !"ℎ/!"#$% 8127.8 = 17.02 !"ℎ/!2/bulan = Sebagai pedoman, telah ditetapkan nilai standar IKE listrik untuk bangunan di Indonesia oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2004 dimana untuk nilai antara 14.58 – 19.17 kWh/m²/bulan termasuk dalam kriteria yang agak boros, oleh karena itu perlu dilakukan audit energi rinci lebih lanjut untuk mendapatkan nilai IKE listrik yang masuk dalam kategori lebih baik dari sebelumnya. C. Audit Energi Rinci Berdasarkan data analisis penggunaan energi listrik di Gedung Harper Perintis Makassar selama satu bulan diperoleh konsumsi listrik untuk penerangan sebesar 7,624.26 kWh/bulan, sistem pengkondisian udara sebesar 96,436 kWh/bulan, perangkat elektronik 62,627 kWh/bulan dan beban motor 15,696 kWh/bulan. Berikut ini adalah persentase penggunaan energi listrik pada Gedung Harper Perintis Makassar. Gambar 1. Grafik Pemakaian Energi Listrik Harper Perintis Makassar (Periode Mei – Oktober 2017) Tabel 2. Data Konsumsi Energi Listrik Gedung Harper Perintis Makassar Mei-Oktober 2017 Bulan 1 Mei 2 Juni 3 Juli 4 Agustus 5 Septem ber 6 Oktober Total Ratarata/Bulan Pemakaian Energi Listrik (kWh) WBP 24,000.0 00 27,000.0 00 22,000.0 00 26,000.0 00 25,000.0 00 25,000.0 00 149,000. 000 24,833.3 33 LWBP 115,000. 000 118,000. 000 97,000.0 00 121,000. 000 115,000. 000 115,000. 000 681,000. 000 113,500. 000 Total 139,000. 000 145,000. 000 119,000. 000 147,000. 000 140,000. 000 140,000. 000 830,000. 000 138,333. 333 !"#$% !"ℎ !"#$ !"#$ !"#!"#$%$&'" Presentase Penggunaan Energi Listrik Gedung Harper Perintis Makassar Total Pemakaian Energi Listrik (kWh) N o = Energy cost 155,971, 205 162,703, 775 133,529, 305 164,947, 965 157,093, 300 157,093, 300 931,338, 850 155,223, 142 Dari data luas gedung pada tabel 1 dan data konsumsi energi pada Tabel 2. Maka dapat dihitung besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik pada Gedung Harper Perintis Makassar selama periode tertentu. Adapun untuk perhitungan dalam periode sebulan adalah sebagai berikut: 9% 34% 4% 53% Sistem Penerangan Sistem Pengkondisian Udara Gambar 3. Persentase Penggunaan Energi listrik pada Gedung Harper Perintis Makassar D. Peluang Konservasi Energi (PKE) Dari persentase penggunaan energi listrik dapat dilihat bahwa penggunaan energi listrik untuk sistem pengkondisian udara (AC) adalah sebesar 53%. AC merupakan komponen yang menyerap energi listrik yang paling besar dibandingkan dengan pemakaian listrik perangkat lainnya. Sedangkan untuk bagian penerangan hanya mengkonsumsi 4% dari total pemakaian, yakni sebanyak 7,624.26 kWh/bulan. Berdasarkan SNI 6196:2011, terdapat beberapa jenis rekomendasi untuk penghematan energi, yakni: 1) Peningkatan efisiensi penggunaan energi tanpa biaya, 2) Perbaikan dengan investasi kecil (biaya ringan), 3) Perbaikan dengan investasi besar (biaya berat). Dari hasil analisis PKE diatas diperoleh jumlah penggunaan energi listrik pada Gedung Harper Perintis Makassar. Setelah dilakukan analisis PKE untuk perangkat-perangkat yang dapat dihemat, didapatkan 6 91 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 kondisi sehingga di dapatkan intensitas konsumsi energi listrik yang lebih rendah sehingga penggunaan energi listrik pada peralatan dapat lebih efisien, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini: 978-602-18168-7-5 Tabel 8. Konsumsi Energil Listrik Setelah PKE dengan Pengaturan Pengoperasian Jam Kerja Pada Perangkat Elektronik (investasi tanpa biaya) No Perangkat Total kWh/bulan 1 Tabel 1. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan Penggantian MC-22 10% (investasi biaya ringan) No Perangkat Total kWh/bulan 1 Lampu 7,624 2 AC 95,457 3 Beban Elektronik 62,627 4 Beban Motor 15,696 Total 181,404 Tabel 4. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan Pengaturan Pengoperasian Jam Kerja Pada Beban Motor dengan Pemasangan Penampungan Air (investasi biaya besar) No Perangkat Total kWh/bulan 1 Lampu 7,624 2 AC 96,436 3 Beban Elektronik 62,627 4 Beban Motor 13,584 Total 180,271 Tabel 5. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan penggantian MC-22 30% (investasi biaya ringan) No Perangkat Total kWh/bulan 1 Lampu 7,624 2 AC 93,499 3 Beban Elektronik 62,627 4 Beban Motor 15,696 Total 179,446 Perangkat Total kWh/bulan 1 Lampu 7,624 2 AC 93,039 3 Beban Elektronik 62,627 4 Beban Motor 15,696 Total 178,986 Tabel 7. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan penggantian jenis AC berteknologi Inverter/VRV (investasi biaya besar) No Perangkat Total kWh/bulan 1 Lampu 7,624 2 AC 79,107 3 Beban Elektronik 62,627 4 Beban Motor 15,696 Total 165,054 7,624 2 AC 96,436 3 Beban Elektronik 34,962 4 Beban Motor 15,696 Total 154,718 Berikut hasil perhitungan IKE dengan beberapa kondisi peluang konservasi energi yang telah dilakukan: Tabel 2. Besar intensitas konsumsi energi listrik pada Gedung Harper Perintis Makassar IKE Kondisi (kWh/m2/bulan) Sebelum PHE 22.42 Sesudah Penggantian ke MC-22 (10%, investasi biaya ringan) 22.32 Sesudah Pengaturan Pengoperasian Jam Kerja Pada Beban Motor dengan Pemasangan Penampungan Air (investasi biaya besar) 22.18 Sesudah Penggantian ke MC-22 (30%, investasi biaya ringan) 22.08 Sesudah Penggantian Jenis AC Sesuai dengan Intensitas Pendinganinan Setiap Ruangan (investasi biaya berat) 22.02 Sesudah Penggantian jenis AC berteknologi Inverter/VRV (Investasi biaya besar) 20.31 Sesudah Pengaturan Pengoperasian Jam Kerja Pada Perangkat Elektronik (investasi tanpa biaya) 19.04 Tabel 6. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan penggantian AC sesuai kapasitas BTU/h (investasi biaya besar) No Lampu Dari perhitungan diatas dapat diperoleh nilai IKE per satuan luas yang dikondisikan setelah penghematan adalah sebesar 22.32 kWh/m²/bulan, 22.18 kWh/m²/bulan, 22.08 kWh/m²/bulan, 22.02 kWh/m²/bulan, 20.31 kWh/m²/bulan, dan 19.04 kWh/m²/bulan, terlihat bahwa terjadi penurunan nilai IKE listrik setelah dilakukan penghematan. Implementasi Program Aplikasi Pendukung Audit Energi Pengujian dilakukan pada program aplikasi mandiri yang dinamakan “Aplikasi Pendukung Audit Energi”, dimana perangkat lunak ini dibuat menggunakan perangkat pemrograman GUI Matlab dan dalam penggunaannya bersifat opensource atau bebas. Berikut merupakan contoh hasil running programnya: E. 92 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Gambar 4. Tampilan Grafik Audit Awal Gambar 1. Tampilan window Perhitungan IKE 978-602-18168-7-5 energi rinci) per satuan luas yang dikondisikan (net area) adalah sebesar 22.42 kWh/m2/bulan yang termasuk dalam kriteria “Boros”. 3) Konservasi Energi dapat diperoleh besarnya IKE listrik persatuan luas yang dikondisikan adalah sebesar 22.32 kWh/m2/bulan untuk penggantian ke MC-22 (10%, investasi biaya ringan), 22.18 kWh/m2/bulan untuk pengaturan pengoperasian jam kerja pada beban motor dengan pemasangan penampungan air (investasi biaya besar), 22.08 kWh/m2/bulan untuk penggantian ke MC-22 (30%, investasi biaya ringan), 22.02 kWh/m2/bulan untuk Penggantian Jenis AC Sesuai dengan Intensitas Pendinganinan Setiap Ruangan (investasi biaya berat), 20.31 kWh/m2/bulan untuk penggantian jenis AC berteknologi Inverter/VRV (investasi biaya besar), dan 19.04 kWh/m2/bulan untuk pengaturan pengoperasian jam kerja pada perangkat elektronik (investasi tanpa biaya). UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1) Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi wadah bagi saya dalam menuntut ilmu. 2) Kedua orang tua tercinta dan saudara yang menjadi motivator saya. 3) Pihak instansi Gedung Harper Perintis Makassar REFERENSI Gambar 6. Tampilan window Identifikasi PKE V. KESIMPULAN Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka beberapa kesimpulan hasil audit energi dan analisis konservasi energi pada Gedung Harper Perintis Makassar yang dapat penulis ambil antara lain: 1) Proses audit energi dilakukan dengan 3 tahap yakni audit energi singkat, audit energi awal, dan audit energi rinci. Pada tahap audit energi singkat, kegiatannya meliputi pengumpulan data profil gedung dan profil kelistrikan. Kemudian tahan audit awal kegiatannya meliputi mengumpukan sejumlah data energy dan rekening energi listrik. Tahap audit energi rinci, meliputi mengumpukan dan mengukur sejumlah data secara rinci dan analisis finansial hemat energy sesuai dengan SNI 03-6196-2011. 2) Pemakaian energi listik di Gedung Harper Perintis Makassar selama sebulan data dari system beban penerangan sebesar 7,624.26 kWh/bulan, system pengkondisian udara sebesar 96,436 kWh/bulan, dan system beban lainnya sebesar 78,323 kWh/bulan. Sehingga total pemakaian perbulannya sebesar 182,304 kWh/bulan. Jadi dapat diperoleh besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik hasil pengukuran (audit [1] Berchman, Hanny dkk. 2012. Panduan Penghematan Enegi di Gedung Pemerintah, (Online,(www.iced.or.id), diakses 22 Maret 2018). [2] Farid, Andi Fahrul. 2016. Audit Energi Hotel Ramayana Makassar. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. [3] Kepala Dinas Parawisata Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2005. Buku Pedoman Efisiensi Energi di Hotel. Jakarta. [4] Marwan. 2017. Belajar Mudah Matlab Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: ANDI. [5] Prosedur Audit Energi Pada Bangunan Gedung, Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan Gedung dan Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Bangunan Gedung (SNI 03-6196-2000, SNI 036090-2000, SNI 03-6197-2000).Badan Standarisai Nasional. 2004. [6] Pedoman Pelaksanaan Efesiensi Energi di PDAM.).Direktorat Pengembangan Air Minum.2004. [7] Prlhartono, Joko dkk. 2012. Audit Energi dan Peluang Penghematan Energi Listrik Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. Riau: Teknik Mesin Universitas Pasir Pangaraian. [8] Rianto.A. (2007). Audit Energi dan Analisis Peluang Penghematan Konsumsi Energi pada Sistem Pengkondisian Udara di Hotel Santika Premiere Semarang. Semarang: UNNES. [9] Wijaya, Riki Chandra. Modul Guide Matlab.Jambi: Universitas Negeri Jambi. 93 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Pemanfaatan Power Quality Meter (PQM) dalam Pengukuran pada Instalasi Tenaga Hasnawiyah1), Ahmad Rizal Sultan2), Sarma Thaha3) 1,2,3) 1 Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected], 2 [email protected] , 3 [email protected] Abstrak Energi listrik merupakan salah satu energi yang paling banyak digunakan dalam sisi kehidupan manusia dan sudah menjadi kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia, permintaan akan energi listrik di seluruh dunia juga semakin meningkat. Kualitas daya listrik yang buruk itulah yang dapat mengakibatkan kegagalan atau salah operasi beban listrik pada konsumen. Oleh karena itu perlu mengetahui kualitas daya listrik dengan melakukan pengukuran kualitas daya dengan menggunakan alat Power Quality Meter (PQM) dalam pengukuran. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui prosedur pengukuran pada alat PQM dan mengetahui nilai-nilai besaran yang diukur dari alat PQM. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan didapatkan nilai-nilai parameter kualitas daya seperti arus, tegangan, sudut phasa, daya, frekuensi dan harmonisa. Pada pengukuran yang dilakukan ketika menyalakan secara bersamaan antara satu motor dengan motor lainnya maka nilai harmonisa arus yang didapatkan memiliki nilai harmonisa yang besar. Dengan nilai total harmonisa arus didapatkan dari hasil total penjumlahan pada motor tersebut. Keywords: Power Quality Meter (PQM), Arus, Tegangan, Sudut Phasa, Daya, Frekuensi, Harmonisa. I. PENDAHULUAN Energi listrik merupakan salah satu energi yang paling banyak digunakan dalam sisi kehidupan manusia dan sudah menjadi kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia, permintaan akan energi listrik di seluruh dunia juga semakin meningkat. Dalam bidang teknologi informasi, bidang industri semuanya dapat beroperasi dengan baik dengan adanya suplai daya listrik. Suplai daya listrik tersebut tentunya harus memenuhi standar dan memiliki kualitas daya listrik yang baik. Ketika semakin sensitifnya suatu peralatan baik di industri maupun di rumah tangga, kualitas daya listrik menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan kerusakan-kerusakan peralatan sensitif tersebut. Kualitas daya listrik yang buruk itulah yang dapat mengakibatkan kegagalan atau salah operasi beban listrik pada konsumen. Kualitas daya listrik sangat diperhatikan, karena akan berdampak langsung pada mesin produksi, serta keefektifan proses produksi. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi maka peralatan atau alat ukur yang digunakan dalam pengukuran besaran besaran listrik dalam sebuah instalasi juga mengalami kemajuan. Saat ini telah digunakan Power Quality Meter (PQM). Oleh karena itu perlu mengetahui kualitas daya listrik dengan melakukan pengukuran kualitas daya dengan menggunakan alat Power Quality Meter (PQM) dalam pengukuran. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik mempelajari lebih dalam melalui tugas akhir dengan judul Pemanfaatan PQM dalam Pengukuran pada instalasi tenaga. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Daya Listrik Kualitas daya listrik adalah tenaga listrik yang andal, energi listrik dengan kualitas baik dan memenuhi standar dan mempunyai kontribusi yang penting bagi kehidupan jaman sekarang. Terdapat beberapa definisi yang berbeda terhadap pengertian tentang kualitas daya listrik, tergantung kerangka acuan yang digunakan dalam mengartikan istilah tersebut. Sebagai contoh suatu pengguna utilitas kelistrikan dapat mengartikan kualitas daya listrik sebagai keandalan, di mana dengan menggunakan angka statistik 99,98 persen, sistem tenaga listriknya mempunyai kualitas yang dapat diandalkan. Suatu industri manufaktur dapat mengartikan kualitas daya listrik adalah karakteristik dari suatu catu daya listrik yang memungkinkan peralatan-peralatan yang dimiliki industri tersebut dapat bekerja dengan baik. Karakteristik yang dimaksud tersebut dapat menjadi sangat berbeda untuk berbagai kriteria. Kualitas daya listrik adalah setiap masalah daya listrik yang berbentuk penyimpangan tegangan, arus atau frekuensi yang mengakibatkan kegagalan ataupun kesalahan operasi pada peralatan-peralatan yang terjadi pada konsumen energi listrik (Roger C. Dugan, 1996). Daya adalah suatu nilai dari energi listrik yang dikirimkan dan didistribusikan, di mana besarnya daya listrik tersebut sebanding dengan perkalian besarnya tegangan dan arus listriknya. Sistem suplai daya listrik dapat 94 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 dikendalikan oleh kualitas dari tegangan, dan tidak dapat dikendalikan oleh arus listrik karena arus listrik berada pada sisi beban yang bersifat individual, sehingga pada dasarnya kualitas daya adalah kualitas dari tegangan itu sendiri (Roger C. Dugan, 1996). yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali. Frekuensi sebesar 1 Hz menyatakan peristiwa yang terjadi satu kali per detik, di mana frekuensi (f ) sebagai hasil kebalikan dari periode (T ), seperti rumus di bawah ini : 2.2 Parameter Kualitas Daya Listrik Secara umum kualitas daya listrik pada kondisi steady state ditentukan oleh parameter-parameter berikut: f = 1/T ........................................................................... (2.1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tegangan (Volt) Arus (Ampere) Frekuensi (Hz) Faktor daya (cos phi) Daya (S,P & Q) Harmonisa 2.2.1 Tegangan Listrik Secara umum tegangan listrik dititik suplai di izinkan bervariasi (+5%) dan (–10%) sesuai standar PLN sedangkan dalam ANSI C 84.1 diijinkan (–10%) dan (+ 4 %) dalam kondisi normal sedangkan kondisi tertentu (darurat) diijinkan (-13 %) dan (+ 6 %). Untuk tegangan 1 fasa ialah 198-231 volt dan 3 fasa 330,6-402,8 volt. Ketidakseimbangan tegangan pada pintu masuk layanan tanpa kondisi beban harus dibatasi sampai 3% atau kurang per standar ANSI C84.1. Fasilitas Perusahaan akan dirancang untuk memenuhi pedoman ini. Persen ketidakseimbangan tegangan : Di setiap negara mempunyai frekuensi tegangan listrik yang berbeda-beda. Frekuensi tegangan listrik yang berlaku di Indonesia adalah 50 Hz. 2.2.3 Faktor Daya Faktor daya (Cosφ) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara daya aktif (Watt) dan daya semu (VA) yang digunakan dalam listrik arus bolak balik. Faktor daya dapat juga didefenisikan sebagai beda sudut antara nilai tegangan (V) dan nilai arus (I) yang biasanya dinyatakan dalam besaran cos φ. Terdapat tiga macam daya listrik yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan energi listrik, yaitu daya nyata atau daya aktif, daya reaktif serta daya semu atau daya kompleks. Daya aktif adalah daya yang terpakai untuk melakukan energi sebenarnya. Daya ini dinyatakan dengan simbol P dengan satuan Watt atau kW. Daya aktif ini diperlukan untuk diubah ke dalam bentuk energi lain misalnya energi panas, cahaya dan sebagainya. P = V . I . cos φ ........................................................... (2.2) =(V max dif - Vav 3 ph X 100%)/(Vav 3 ph) (2.1) P = 3 . V_L . I_L . cos φ ............................................. (2.3) Dimana: Dimana, P = Daya aktif (Watt) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere) cos φ = faktor kerja untuk daya aktif Daya reaktif adalah jumlah daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Dari pembentukan medan magnet maka akan terbentuk fluks medan magnet. Daya reaktif dinyatakan dengan satuan VAr (Volt Ampere reaktif) adalah daya listrik yang dihasilkan oleh beban-beban yang bersifat reaktansi. Terdapat dua jenis beban reaktansi, yaitu reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif. Beban – beban yang bersifat induktif akan menyerap daya reaktif untuk menghasilkan medan magnet. Contoh beban listrik yang bersifat induktif antara lain transformator, motor induksi satu fasa maupun tiga fasa yang biasa digunakan untuk menggerakkan kipas angin, pompa air, lift, eskalator, kompresor, konveyor dan lain-lain. Beban – beban yang bersifat kapasitif akan menyerap daya reaktif untuk menghasilkan medan listrik. Contoh beban yang bersifat kapasitif adalah kapasitor. Vmax dif = tegangan fasa paling berbeda dari rata-rata tiga fasa Vav 3 ph = tegangan rata-rata tiga fase Distorsi Harmonic adalah tegangan atau arus pada frekuensi yang merupakan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasar 60 Hz (120 Hz, 180 Hz, 240 Hz, dll.). Harmonik menggabungkan dengan tegangan dasar atau arus dan menghasilkan bentuk gelombang yang terdistorsi. Distorsi harmonisa ada karena karakteristik perangkat dan beban nonlinier pada sistem tenaga. Standar IEEE 519 memberikan batas distorsi harmonik untuk kedua tegangan dan arus pada titik kopling umum (PCC). 2.2.2 Frekuensi Tegangan dan arus listrik yang digunakan pada sistem kelistrikan merupakan listrik bolak-balik yang berbentuk sinusoidal. Tegangan dan arus listrik sinusoidal merupakan gelombang yang berulang, sehingga gelombang sinusoidal mempunyai frekuensi. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Satuan frekuensi dinyatakan dalam hertz (Hz) Q = V. I sin φ .............................................................. (2.4) Q = 3. V_L . I_L . sin φ .............................................. (2.5) 95 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Dimana, Q V I sin φ = Daya reaktif (VAr) = Tegangan (Volt) = Arus (Ampere) = faktor kerja untuk daya reaktif Daya kompleks (daya nyata) dinyatakan dengan simbol S dengan satuan VA (Volt Ampere) atau kVA adalah hasil kali antara besarnya tegangan dan arus listrik yang mengalir pada beban S = V . I (2.6) Dimana, S = daya kompleks (VA) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere) Hubungan ketiga buah daya listrik yaitu daya aktif P, daya reaktif Q serta daya kompleks S, dinyatakan dengan sebuah segitiga, yang disebut segitiga daya sebagai berikut. Hal ini dapat dinyatakan seperti pada Gambar 1 : Gambar 1. Segitiga daya Dari gambar segitiga daya tersebut, hubungan antara ketiga daya listrik dapat dinyatakan sebagai berikut : S= ! ! + ! ! ...............................................(2.7) P = S cos φ P = VI cos φ Q = S sin φ Q = VI sin φ Daya nyata (P) = Pa + Pb + Pc .....................(2.13) 978-602-18168-7-5 2.2.4 Harmonisa Harmonisa adalah gejala pembentukan-pembentukan gelombang sinus dengan frekuensi kelipatan bulat dari frekuensi fundamental. Gelombang fundamental apabila digabungkan dengan frekuensi harmonisa akan menghasilkan gelombang yang terdistorsi. Harmonisa merupakan suatu fenomena yang terjadi akibat dioperasikannya beban listrik nonlinier, beban listrik nonlinier adalah beban listrik yang memiliki sifat menyimpang dari hukum ohm. Dimana tegangan dan arus tidak sebanding, artinya respon tegangan yang diberikan pada beban tidak sebanding dengan arus beban yang muncul. Beban linier merupakan kebalikan dari beban non-lionier, dimana respon tegangan yang diberikan pada beban sebanding dengan arus yang dihasilkan. Bentuk gelombang harmonisa dan bentuk gelombang dasar (fundamental). Jika sumber harmonisa yang dihasilkan oleh beban nonlinier merupakan dari satu peralatan listrik maka harmonisa yang dihasilkannya berupa individu, ketika satu peralatan listrik ini bergabung dengan berbagai macam beban nonlinier lainnya maka akan terjadi harmonisa yang banyak. Jika ditotalkan maka akan dapat harmonisa total dari peralatan listrik tersebut. 2.3 Power Quality Meter (PQM) PQM merupakan sebuah alat yang memiliki fungsi untuk mengetahui kualitas daya dari sebuah komponen instalasi listrik, listrik yang dihubungkan pada peralatan ini. Selain itu, PQM ini dapat pula digunakan untuk mengetahui arus yang terukur dari setiap phasa yang terhubung ke motor, selain itu alat ini dapat pula digunakan untuk mengetahui keseimbangan dari tegangan yang dihasilkan oleh setiap phasa di motor tersebut. III. METODE PENELITIAN Melakukan pengamatan pada alat ukur (arus, tegangan, frekuensi, daya, harmonisa dan faktor daya) untuk mengetahui nilai yang dihasilkan pada alat power quality meter (PQM) kemudian membandingkan hasil yang didapatkan dengan teori. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas daya pada motor listrik. Daya Reaktif (!) = !a + !b + !c ...............(2.14) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Daya semu (S) = Sa + Sb + Sc .....................(2.15) 4.1 Prosedur Pengukuran Adapun beberapa prosedur pengukuran pada alat power quality meter (PQM) sebagai berikut: a) Menghubungkan alat ke sumber 3 fasa b) Menekan tombol on pada panel sekaligus menyalakan alat power quality meter (PQM) c) Sebelum melakukan pengukuran, nilai CT primer pada alat PQM disesuaikan dengan nilai CT yang digunakan pada rangkaian. Agar nilai yang dibaca pada alat PQM sesuai dengan pembacaan alat CT yang digunakan. Dimana nilai rasio yang digunakan pada alat CT yaitu Hal utama yang menyebabkan faktor daya suatu instalasi listrik menjadi rendah disebabkan penggunaan beban induktif. Beban induktif motor induksi umumnya memiliki faktor daya yang rendah. Ketika motor induksi dijalankan dengan kondisi beban penuh maka faktor dayanya sebesar 0,8- 0,85, ketika dibebani pada kondisi beban rendah (tanpa beban), maka faktor dayanya berkisar pada nilai 0,2 0,3. 96 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 50/5 A. Dimana untuk mengatur CT pada alat PQM yaitu dengan menekan tombol menu lalu memilih setpoints, lalu pilih S2 system setup kemudian pilih current/voltage config, lalu pilih phase CT primary lalu menekan tombol enter lalu menekan tombol atas value untuk menambah dan tombol value kebawah untuk menurunkan nilai CT sesuai dengan nilai yang diinginkan. d) Setelah selesai mengatur alat PQM, selanjutnya menyalakan motor yang akan diukur e) Menekan tombol menu pada alat power quality meter (PQM). f) Selanjutnya, pilih menu actual values lalu pilih metering. Kemudian pilih parameter yang akan diukur seperti current, voltage, power, dan lainnya. g) Setelah semua yang ada pada metering diukur, selanjutnya mengukur harmonisa dengan mengganti metering ke power quality. h) Selanjutnya mengganti motor ke motor yang lain yang akan diukur dan menyalakannya. 4.2 Pengukuran di setiap Motor Pada pengukuran ini, setiap motor listrik yang digunakan akan diukur. Adapun hasil pengukuran yang didapatkan sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pengukuran Setiap Motor ARUS Ia Ib Ic Iavg M1 5A 4A 5A 5A Van Vbn Vcn Vavg L-N Vab Vbc Vca Vavg L-L M1 232 V 223 V 231 V 228 V 393 V 395 V 400 V 396 V <Van <Vbn <Vcn < Ia < Ib <Ic M1 0° 241 ° 120 ° 69 ° 323 ° 200 ° P Q M1 0,82 kW S 3,51 kVAr 3,60 kVA Cos ɵ Pa 0,23 ° 0,43 kW M2 6A 5A 6A 6A M3 M4 M5 5A 5A 7A 4A 4A 6A 6A 6A 7A 5A 5A 7A TEGANGAN M2 M3 M4 M5 224 V 233 V 231 V 232 V 212 V 224 V 223 V 223 V 224 V 232 V 232 V 232 V 221 V 229 V 231 V 229 V 378 V 394 V 393 V 393 V 380 V 396 V 396 V 396 V 387 V 402 V 401 V 400 V 382 V 397 V 396 V 396 V SUDUT PHASA M2 M3 M4 M5 0° 0° 0° 0° 240 ° 240 ° 241 ° 241 ° 119 ° 199 ° 120 ° 120 ° 69 ° 69 ° 67 ° 69 ° 323 ° 323 ° 323 ° 323 ° 200 ° 198 ° 200 ° 200 ° DAYA M2 M3 M4 M5 0,89 kW 0,84 0,88 kW 1,02 kW kW 3,94 3,61 3,59 4,92 kVAr kVAr kVAr kVAr 4,03 kVA 3,70 3,69 5,06 kVA kVA kVA 0,22 ° 0,23 ° 0,24 ° 0,21 ° 0,49 kW 0,44 0,47 kW 0,55 kW 978-602-18168-7-5 Qa Sa 1,15 kVAr 1,21 kVA Cos ɵ Pb 0,35 ° 0,14 kW Qb Sb 1,06 kVAr 1,08 kVA Cos ɵ Pc 0,14 ° 0,25 kW Qc Sc 1,31 kVAr 1,34 kVA Cos ɵ 0,19 ° F M1 49,94 Hz Ia THD Ib THD Ic THD Van THDF Vbn THDF Vcn THDF kW 1,15 1,16 kVAr kVAr 1,24 1,26 kVA kVA 0,36 ° 0,36 ° 0,38 ° 0,16 kW 0,14 0,15 kW kW 1,17 1,09 1,05 kVAr kVAr kVAr 1,19 kVA 1,10 1,07 kVA kVA 0,13 ° 0,13 ° 0,14 ° 0,26 kW 0,25 0,25 kW kW 1,48 1,38 1,35 kVAr kVAr kVAr 1,51 kVA 1,41 1,38 kVA kVA 0,17 ° 0,18 ° 0,19 ° FREKUENSI M2 M3 M4 49,98 Hz 50,12 50,06 Hz Hz HARMONISA M1 M2 M3 M4 6,0 5,2 6,6 % 6,9 % % % 6,3 6,2 7,2 % 6,9 % % % 5,4 5,4 6,3 % 6,5 % % % 2,6 2,5 2,7 % 2,4 % % % 1,3 1,8 1,3 % 1,4 % % % 2,7 2,8 2,7 % 2,8 % % % 1,29 kVAr 1,39 kVA 1,62 kVAr 1,70 kVA 0,32 ° 0,21 kW 1,49 kVAr 1,51 kVA 0,14 ° 0,31 kW 1,82 kVAr 1,86 kVA 0,17 ° M5 49,97 Hz M5 7,0 % 7,2 % 6,7 % 2,9 % 1,4 % 3,0 % 4.3 Pengukuran Panel Cabang 1 (M1, M2 dan M3) Adapun hasil pengukuran panel cabang 1 dimana motor yang dinyalakan yaitu motor 1, motor 2, dan motor 3 sebagai berikut: Tabel 2. Pengukuran Arus Ia 17 A Ib 15 A Ic 17 A Iavg 16 A Tabel 1.Pengukuran Tegangan Van Vbn Vcn 227 V 220 V 221 V Vavg L-N 223 V Vab Vbc Vca 384 V 384 V 389 V Vavg L-L 385 V Tabel 4. Pengukuran Sudut Phasa <Van <Vbn Vcn 0° 241 ° 242° <Ia <Ib <Ic 74 ° 323 ° 195 ° 97 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Tabel 5. Pengukuran Daya P Q S Cos ɵ Pa Qa Sa Cos ɵ A 2,45 kW 10,40 kVAr 10,70 kVA 0,23 ° 1,9 kW 3,60 kVAr 3,75 kVA 0,29 ° Pb Qb Sb Cos ɵ B Pc Qc Sc Cos ɵ C 0,39 kW 3,23 kVAr 3,27 kVA 0,13 ° 0,93 kW 3,57 kVAr 3,70 kVA 0,25 ° Tabel 6. Pengukuran Frekuensi Frekuensi 50,15 Hz 978-602-18168-7-5 4.3.4 Pengukuran dengan menyalakan ke-5 Motor Adapun hasil pengukuran panel utama dimana menyalakan kelima motor secara bersama-sama sebagai berikut: Tabel 14. Pengukuran Arus Ia 24 A 8,3 % 6,3 % 22,3 % Ic 22 A Iavg 24 A Tabel 15. Pengukuran Tegangan Van Vbn Vcn 226 V 221 V 224 V Vavg L-N 224 V Vab Vbc Vca 386 V 386 V 391 V Vavg L-L 387 V Tabel 16. Pengukuran Sudut Phasa Tabel 7. Pengukuran Harmonisa Ia THD Ib THD Ic THD Ib 25 A Van THD Vbn THD Vcn THD <Van <Vbn Vcn 2,8 % 1,3 % 2,8 % 0° 241 ° 120° <Ia <Ib <Ic 54 ° 313 ° 171 ° Tabel 2. Pengukuran Daya 4.3 Pengukuran Panel Cabang 2 (M4 dan M5) Adapun hasil pengukuran panel cabang 2 dimana motor yang dinyalakan motor 4 dan motor 5 sebagai berikut : Tabel 8. Pengukuran Arus Ia 12 A Ib 11 A Ic 13 A Iavg 12 A Tabel 9. Pengukuran Tegangan Van Vbn Vcn 229 V 223 V 225 V Vavg L-N 226 V Vab Vbc Vca 389 V 389 V 394 V Vavg L-L 390 V Tabel 10. Pengukuran Sudut Phasa <Van <Vbn Vcn 0° 241 ° 120° <Ia <Ib <Ic 73 ° 323 ° 201 ° Tabel 11. Pengukuran Daya P Q S Cos ɵ Pa Qa Sa Cos ɵ A 1,54 kW 7,98 kVAr 8,13 kVA 0,19 ° 0,79 kW 2,68 kVAr 2,81 kVA 0,28 ° Pb Qb Sb Cos ɵ B Pc Qc Sc Cos ɵ C 0,35 kW 2,41 kVAr 2,44 kVA 0,15 ° 0,40 kW 2,87 kVAr 2,90 kVA 0,13 ° Tabel 12. Pengukuran Frekuensi Frekuensi 50,07 Hz Tabel 13. Pengukuran Harmonisa Ia THD Ib THD Ic THD 5,8 % 6,3 % 8,3 % Van THD Vbn THD Vcn THD P Q S Cos ɵ Pa Qa Sa Cos ɵ A 6,76 kW 14,12 kVAr 15,63 kVA 0,43 ° 2,77 kW 4,65 kVAr 5,43 kVA 0,51 ° Pb Qb Sb Cos ɵ B Pc Qc Sc Cos ɵ C 1,47 kW 5,37 kVAr 5,57 kVA 0,26 ° 2,55 kW 4,08 kVAr 4,82 kVA 0,53 ° Tabel 3. Pengukuran Frekuensi Frekuensi 49,93 Hz Tabel 19. Pengukuran Harmonisa Ia THD Ib THD Ic THD 41,4 % 24,0 % 56,3 % Van THD Vbn THD Vcn THD 2,3 % 1,3 % 2,5 % Dari data hasil pengukuran, dilihat dari hasil yang di dapatkan dapat di bandingkan nilai standar yang berlaku bagi parameter yang terukur. Dimana disetiap parameter yang terukur dilihat nilai-nilainya masih memenuhi standar yang ada, namun untuk nilai harmonisa arus yang terukur sangat tinggi dan melampaui nilai standar harmonisa arus, ini di sebabkan karena pengaruh dari arus starting yang terjadi pada motor sangat tinggi sehingga mengakibatkan frekuensi turun dan menaikkan nilai harmonisa. Pada tabel hasil pengukuran harmonisa arus di setiap phasa memiliki nilai harmonisa diatas nilai standar 5 % . Dimana nilai harmonisa Ia = 41,4 %, Ib = 24,0 %, dan Ic = 56,3 %. Sedangkan harmonisa tegangan yang terukur memenuhi standar yang ada yaitu dibawah 5% dimana nilai harmonisa tegangan yaitu Van = 2,3 %, Vbn 1,3 %, Vcn = 2,5 %. 2,8 % 1,3 % 2,8 % 98 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada pengukuran alat PQM yang telah dilakukan dapat diketahui bagaimana prosedur pengukuran pada alat PQM, dimana pada alat terdapat 2 menu yaitu setpoint dan actual values. Setpoint untuk pengaturan pada alat, sedangkan actual values untuk melihat hasil pengukuran. 2. Dari hasil pengukuran yang didapatkan pada alat PQM nilai-nilai besaran yang terukur yaitu arus, tegangan, sudut phasa, daya, frekuensi dan harmonisa. Dari nilai besaran yang terukur pada alat PQM memiliki nilai yang sesuai dengan standar yang ada. Namun untuk nilai besaran pada harmonisa untuk harmonisa arus yang terukur melewati nilai standar harmonik arus. Dimana ini disebabkan karena adanya penyimpangan yang terjadi antara nilai arus dan tegangan yang tidak sebanding, serta nilai harmonisa akan semakin besar ketika satu motor digabungkan dengan berbagai macam motor lainnya. Dimana jika ditotalkan maka akan mendapatkan harmonisa total dari motor yang digunakan. 978-602-18168-7-5 [2] Fuchs, Ewald F. &Masoum, Mohammad A.S. Power Quality in Power Systems and Electrical Machines. Elsevier Inc, 2008. [3] Jusmin Sutanto, dkk, 2001. Implikasi Harmonisa Dalam Sistem Tenaga Listrik & Alternatif Solusinya. [4] Safai sujana : Pengukuran dan Alat Ukur Listrik, Penerbit. [5] William D Copper : Instrumentasi Elektronik dan Teknik Pengukuran, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. 5.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Tugas Akhir ini, maka diperoleh saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya menambahkan pengukuran dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian pengukuran agar dapat memperbaiki nilai faktor daya pada motor. 1. 2. 3. 4. UCAPAN TERIMA KASIH Teristimewa kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan bantuan baik moril maupun materil. Bapak Ahmad Rizal Sultan S.T.,M.T.,P.hD, sebagai Pembimbing I dan ibu Sarma Thaha S.T.,M.T., sebagai Pembimbing II yang telah menvurahkan waktu dan kesempatannya untuk mengarahkan penulis dalam meyelesaikan skripsi ini. Manager PT PLN (Persero) Wilayah SULSELRABAR Area Makassar Selatan. Kelas A14 yang senantiasa membantu dan menemani dari awal hingga akhir studi penulis di Politeknik Negeri Ujung Pandang. DAFTAR PUSTAKA [1] Eka Resjiyanti Ibrahim. (2016). Analisis Pengaruh Harmonisa pada Transformator 3 Fasa. Tugas Akhir. PNUP, Makassar. 99 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Analisis Gangguan pada Gardu GT.PAL 020 di Kompleks Bumi Permata Hijau Jalan Sultan Alauddin Makassar 1) Amalia Azhari Iskandar1), Hamma2) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang E-mail: [email protected] 2) Politeknik Negeri Ujung Pandang Abstrak Gardu distribusi merupakan salah satu komponen utama dari suatu sistem distribusi PLN yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen. Bila terjadi arus lebih pada saluran distribusi ini dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat listrik karena jika arus kerja bertambah melampaui batasan yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan kerusakan isolasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya gangguan pada Fuse Cut Out serta bagaimana cara mengatasinya. Pengumpulan data menggunakan metode studi literatur, metode wawancara, metode observasi dan metode analisis. Penelitian ini difokuskan pada gardu distribusi GT.PAL 020 di kompleks Bumi Permata Hijau jalan sultan Alauddin Makassar dengan analisis data yang diperoleh menggunakan beberapa persamaan dasar. Dari hasil analisis diketahui penyebab terjadinya kerusakan pada Fuse Cut Out disebabkan oleh beban yang digunakan pada transformator GT.PAL 020 melampaui dari kapasitas transformator dan NH Fuse yang tidak sesuai dengan spesifikasi transformator sehingga tidak bekerja sebagaimana mestinya mengakibatkan fuse cut out yang berkerja yaitu dengan putusnya fuselink. Keywords: Transformator, FCO, Fuse Link, NH Fuse. I. PENDAHULUAN Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi PLN yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk mendistribusikan tenaga listrik pada konsumen atau pelanggan, baik itu pelanggan tegangan menengah maupun pelanggan tegangan rendah. Dalam Gardu Distribusi ini biasanya digunakan transformator distribusi yang berfungsi untuk menurunkan tegangan listrik dari jaringan distribusi tegangan tinggi menjadi tegangan terpakai pada jaringan distribusi tegangan rendah. Bila terjadi arus lebih pada saluran distribusi ini dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat listrik karena jika arus kerja bertambah melampaui batasan yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan kerusakan isolasi. Kondisi yang sering terjadi pada gardu GT.PAL 020 di perumahan Bumi Permata Hijau jalan Sultan Alauddin adalah beberapa kali salah satu Fuse Cut Out (FCO) tersebut meledak dan mengakibatkan beberapa rumah didalam perumahan tersebut mengalami trip karena putusnya tegangan ke konsumen. II. LANDASAN TEORI A. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Jaringan yang keluar dari pembangkit tenaga listrik sampai pada gardu induk disebut jaringan transmisi sedangkan jaringan yang keluar dari gardu induk sampai kepada konsumen disebut dengan jaringan distribusi. Oleh karena itu, sistem distribusi merupakan salah satu sistem tenaga listrik yang paling dekat pelanggan [2]. Adapun gambar sistem tenaga listrik dapat dilihat dibawah ini : Gambar 1. Sistem Tenaga Listrik B. Gardu Distribusi Gardu distribusi adalah sebuah komponen penting dalam penyaluran distribusi listrik yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari tegangan menengah ke tegangan rendah untuk disalurkan dan digunakan oleh pelanggan. Di dalam gardu distribusi terdapat beberapa peralatan listrik seperti panel hubung bagi (PHB) TM, panel hubung bagi (PHB) TR, dan transformator distribusi (20kV/380 volt). Pada PHB-TM ada FCO, arrester (penangkap petir) dan lain-lain. Pada PHB-TR ada NH fuse, rel, headbump dan lain-lain. Transfomator merupakan suatu alat magnetoelektrik yang sederhana, andal dan efisien untuk mengubah tegangan arus bolak balik dari suatu tingkat ke tingkat lain. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis dan buah kumparan, yaitu kumparan primer dan sekunder. C. Sistem Proteksi Tenaga Listrik Sistem proteksi tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada sebuah peralatan-peralatan listrik 100 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 suatu sistem tenaga listrik, misalnya motor generator, transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal over kondisasi sistem itu sendiri. Abnormal itu dapat berupa antara lain : hubung singkat, tegangan lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain. Manfaat dari sistem proteksi adalah sebagai berikut: 1. Menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikit pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan alat. 2. Cepat melokalisir luas daerah yang mengalami gangguan, menjadi sekecil mungkin. 3. Dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen dan juga mutu listrik yang baik. 4. Mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik. Untuk menjaga gardu distribusi tetap bekerja secara optimal sebaiknya digunakan beberapa komponen pengaman. Adapun komponen-komponen pengaman yaitu Fuse Cut Out, Lightning Arrester, Panel Tegangan Rendah, Saklar Pemutus Utama, dan NH Fuse. Fungsi tiap komponen pengaman sebagai berikut : 1. Fuse Cut Out (FCO) - Peralatan pengaman yang ditempatkan di sisi tegangan menengah. - Fuse yang dipasang di atas setingkat dari arus nominal. 2. Lightning Arrester - Peralatan pengaman tegangan lebih, akibat sambaran petir, maupun switching. - Ditempat di sisi tegangan menengah dan dibumikan. 3. Panel Tegangan Rendah - Peralatan bantu, tempat meletakkan saklar pemutus utama, rel-rel tegangan rendah dan fuse holder, serta peralatan tegangan rendah lainnya. 4. Saklar Pemutus Utama - Pengaman transformator jika terjadi hubung singkat pada tegangan rendah. 5. NH Fuse - Berfungsi untuk membatasi arus jurusan. - Sebagai pengaman jika terjadi beban lebih atau hubung singkat pada jaringan tegangan rendah. D. Definisi FCO FCO merupakan sebuah alat pemutus rangkaian listrik yang berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja dengan cara meleburkan bagian dari fuse link yang telah dirancang khusus dan disesuaikan ukurannya untuk itu. Perlengkapan fuse ini terdiri dari sebuah fuse support, fuse holder dan fuse link sebagai pisau pemisahnya dan dapat diindetifikasi dengan hal-hal seperti berikut : 1. Tegangan Isolasi Dasar ( TID ) pada tingkat distribusi. 2. Utamanya digunakan untuk penyulang TM dan proteksi transformator 978-602-18168-7-5 3. Konstruksi mekanis didasarkan pemasangan pada tiang. 4. Dihubungkan ke sistim distribusi dengan batasbatas tegangan operasinya. Adapun gambar dibawah ini merupakan bagian utama dari FCO, yaitu[4]: Gambar 2. Fuse Cut Out Adapun cara menentukan Fuse Link adalah dengan persamaan (1), sebagai berikut: !"#$ !"#$ = !"#"$%&"$ !"#$%&'"(#!'" (!"#) !×!"#$%#$% !" (!) ............(1) Penangkal petir adalah suatu alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir. Alat pelindung terhadap gangguan surja ini berfungsi melindungi peralatan sistem tenaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah [8]. Berikut contoh gambar dari Lightning Arrester yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 3. Lightning Arrester Pada dasarnya semua konstruksi jaringan distribusi tidak ada yang benar-benar aman dari gangguan yang datangnya dari dalam sistem itu sendiri maupun dari dari luar sistem. Gangguan tersebut merupakan potensi yang merugikan ditinjau dari beberapa hal, maka perlunya dipasang sistem proteksi yang berfungsi untuk mencegah atau membatasi kerusakan pada gardu beserta peralatannya dan menjaga keselamatan umum. 1. Cara menentukan kapasitas NH Fuse pada gardu distribusi Adapun caranya dengan rumus persamaan (2), sebagai berikut : !" = !"#"$%&"$ !"#$%&'"(#!'" (!"#) √!×!"#$%#$% .........................(2) Setelah mendapatkan hasil dari menentukan NH fuse pada gardu distribusi selanjutnya dibagi dengan jurusannya. Berikut contoh gambar dari NH Fuse yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini: 101 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Gambar 4. NH Fuse Untuk mengetahui persentase kapasitas transformator digunakan rumus persamaan (3), yaitu: %= !"!#$ !"#$%&&$% !"#$ !"#$%&%'( (!"#) !"#"$%&"$ !"#$% (!"#) ×100%.........(3) 978-602-18168-7-5 tegangan menengah (PHB-TM), transformator distribusi (TD) dan perlengkapan hubung bagi tegangan rendah (PHB-TR) untuk memasok kebutuhan tenaga listrik bagi para pelanggan baik dengan tegangan menengah (TM 20 kV) maupun tegangan rendah (TR 220/380). Untuk menjaga gardu distribusi tetap bekerja secara optimal sebaiknya digunakan beberapa komponen pengaman. Adapun komponen-komponen pengamannya yaitu Fuse Cut Out, Lightning Arrester, panel tegangan rendah, saklar pemutus utama, NH Fuse. Berikut adalah gambar single line gardu distribusi, yaitu : III. METODE PENILITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengambilan data berlangsung selama 4 bulan yang dilaksanakan mulai pada bulan Februari – Mei 2018. Permasalahan yang terdapat pada sistem tenaga listrik adalah bermacam-macam jenisnya, berdasarkan judul dari pembahasan tugas akhir ini, perlu adanya pembatasan permasalahan yaitu penelitian ini dilakukan dengan mengambil data gangguan pada gardu distribusi GT.PAL 020 di kompleks Bumi Permata Hijau jalan Sultan Alauddin Makassar. 1 2 3 4 5 3.2 Prosedur Penelitian Berikut ini adalah alur dalam melakukan penelitian: Gambar 5. Single Line gardu distribusi Keterangan : 1. SUTM ( Saluran Udara Tegangan Menengah) 2. FCO ( Fuse Cut Out) 3. LA ( Lightning Arrester ) 4. Transformator Distribusi 5. PHB TR ( Papan Hubung Bagi Tegangan Rendah ) Gambar 4. Diagram Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Menentukan Pengaman pada Gardu Distribusi Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk membagikan atau mendistribusikan tenaga listrik pada beban/konsumen tegangan menengah maupun konsumen tegangan rendah. Secara umum gardu ditsribusi tenaga listrik yang paling dikenal adalah suatu bangunan gardu listrik berisi atau terdiri dari instalasi perlengkapan hubung bagi 2. Menentukan FCO dan Fuse Link Pemilihan fuse cut out sebagai pengaman beban lebih ini haruslah secara cermat. Adapun dalam pemilihan tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah menggunakan metode-metode pemilihan seperti perbandingan jenis, bentuk, serta karakteristik fuse cut out. Sedangkan untuk menentukan nilai yang akan digunakan adalah dengan menghitung batas-batas ketahanan pelebur terhadap gangguan yang akan terjadi. Hasil pemilihan FCO sebagai pengaman beban lebih tersebut terbagi menjadi 4 tahapan. Yang pertama adalah membandingkan jenis FCO berdasarkan prinsip kerja dan dihasilkan FCO tipe ekspulsi. Tahapan yang kedua adalah membandingkan FCO berdasarkan bentuk fisiknya dan didapatkan FCO tipe open (terbuka). Untuk tahapan yang ketiga yaitu memilih FCO dengan membandingkan berdasarkan tipe kelasnya dan didapatkan hasil berupa FCO dengan tipe kelas 2 (tipe jatuh). Setelah melakukan perbandingan-perbandingan tersebut maka dihasilkan pemilihan FCO berupa FCO tipe ekspulsi (letupan) kelas 2 (tipe jatuh) bentuk open (terbuka). Sedangkan untuk 102 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 penentuan arus pengenalnya dilakukan menghitung batas ketahanan FCO tersebut. dengan 3. Data Penelitian Gardu GT. PAL 020 di Jl. Sultan Alauddin area PT. PLN (Persero) Area Makassar Selatan penyulang Alauddin di suplai dari gardu induk Panakukkang 150 kV. Pada penyulang Alauddin terdapat 24 gardu transformator yang dilayani, salah satu adalah GT.PAL 020 di Jl. Sultan Alauddin di Perumahan BPH. Gardu GT. PAL 020 terdapat 3 jurusan dan melayani kurang lebih 316 pelanggan. 4. Menentukan Fuse Link pada FCO Untuk menentukan Fuse Link pada FCO digunakan rumus persamaan (1) yaitu : Kapasitas : 400 kVA = 400.000 Volt Ampere Tegangan TM : 20 KV = 20.000 Volt Jenis Transformator !"#$ !"#$ = = : 3 Fasa !""""" !×!"""" !""""" !"#$$ = 11,56 A Dari hasil perhitungan diatas sebesar 11,56 Ampere. Karena tidak terdapat kapasitas Fuse Link sebesar 11,56 Ampere maka Fuse Link yang digunakan sebesar 12 Ampere. Dan berdasarkan hasil dari wawancara dari salah satu pegawai PLN di area Makassar Selatan mengatakan kapasitas Fuse Link yang terpasang di transformator sebesar 12 Ampere tiap fasanya. Hasil dari perhitungan dan Fuse Link yang terpasang sama. Dan apabila pada saat terjadi kelebihan arus dari kapasitas Fuse Link maka terjadinya pemutusan Fuse Link [6] . 5. Menentukan kapasitas NH Fuse untuk Jaringan Distribusi Untuk menentukan kapasitas NH Fuse untuk jaringan distribusi digunakan rumus persamaan (2), yaitu: 978-602-18168-7-5 Untuk mengetahui arus tiap jurusannya digunakan rumus persamaan (3), yaitu : Arus tiap jurusan = Jumlah Jurusan !" = = 400000 3×400 400000 692,8 = 577,35 A : 20 KV/ 231-400 : 3 Jurusan ! = 192,45 A Berdasarkan perhitungan NH Fuse diatas, maka didapatkan nilai arus NH Fuse tiap jurusannya sebesar 192,45 Ampere. Sehingga NH Fuse yang digunakan harus lebih dari kapasitas berdasarkan perhitungan. Adapun NH Fuse yang terpasang di tiap jurusannya berbeda-beda. Pada fasa R yang terpasang jurusan pertama sebesar 355 Ampere, jurusan dua sebesar 250 Ampere, jurusan tiga sebesar 355 Ampere. Pada fasa S jurusan empat sebesar 200 Ampere, jurusan lima sebesar 200 Ampere, jurusan enam 250 Ampere. Pada fasa T jurusan tujuh sebesar 250 Ampere, jurusan delapan sebesar 250 Ampere, jurusan sembilan sebesar 250 Ampere. Sebaiknya besar kapasitas tiap NH Fuse sama agar menghasilkan beban transformator yang seimbang, akan tetapi yang terpasang di gardu kapasitas NH Fuse itu berbeda beda. Sehingga tidak menghasilkan keseimbangan beban pada transformator. Maka, sebaiknya NH Fuse yang terpasang perlu penyetaraan kapasitas agar terjadi keseimbangan beban pada transformator. Karena NH Fuse yang terpasang berbeda beda kapasitasnya bahkan ada yang mencapai 355 Ampere, sedangkan berdasarkan perhitungan hanya 192,45 Ampere maka hal ini mengakibatkan NH Fuse melebihi kapasitasnya dan tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya sehingga pengaman pada tegangan menengah yaitu FCO yang berkerja yaitu dengan putusnya fuse link. Terjadinya perbedaan kapasitas NH Fuse pada gardu GT.PAL 020 itu diakibatkan karena kurangnya pemeliharaan pada gardu distribusi, sehingga dapat berimplikasi pada gangguan transformator. Maka sebaiknya dilakukan penyetaraan NH Fuse di gardu GT.PAL 020 dengan sebesar 210 Ampere berdasarkan tabel daya transformator dan NH Fuse. Perhitungan persentase kapasitas menggunakan rumus persamaan (3) : %= !"!#$ !"#$%&&$% !"#$ !"#$%&%'( (!"#) %= !"# !"# Kapasitas Transformator : 400 kVA Tegangan !"",!" !"#"$%&"$ !"#$% (!"#) !"" !"# transformator ×100% ×100% = 1,41 % Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan hasil persentase kapasitas transformator melebihi 1,41% dari batas kapasitas transformator yang terpasang pada GT.PAL 020. Hal ini mengakibatkan putusnya fuse link dikarenakan beban yang tersambung melampaui batas pada fasa tertentu dan dari aturan yang sebenarnya (kebutuhan beban) di NH fuse sehingga beban transformator melampaui dari 100% (overload). 103 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan judul Analisis Gangguan pada Gardu GT.PAL 020 di kompleks Bumi Permata Hijau jalan Sultan Alauddin Makassar dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Penyebab terjadinya kerusakan pada FCO disebabkan oleh beban yang tersambung pada transformator GT.PAL 020 melampaui kapasitas fasa tertentu dari transformator dan NH Fuse tidak bisa mengamankan karena nilainya diatas kapasitas yang menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi NH Fuse sehingga FCO yang berkerja untuk mengamankan transformator pada saat terjadinya gangguan (overload) yaitu dengan putusnya fuse link. 2. Untuk mengatasi terjadinya kerusakan FCO, maka perlu dilakukan penyetaraan pada beban yang dilayani, perlunya dilakukan pemeliharaan yaitu berupa penyerataan NH Fuse dan dilakukan managemen transformator. 978-602-18168-7-5 FCO sebagai Pengaman Transformator 3 Phasa terhadap Gangguan Surya Petir di Penyulang Pandean Lamper 5 Rayon Semarang Timur. Teknik Elektro, hal 1-2. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kedua orang tua, Bapak Ir. Hamma M.T. dan Ibu Kurniawati Naim S.T., M.T., PT.PLN (Persero) Area Makassar Selatan. REFERENSI [1] Pangestu, & Agung, R. M. (2013). Analisa PMT Trip pada Penyulang Tambak Lorok 7 yang disebabkan oleh Putusnya Fuse Cut Out Pengaman Trafo 3 Phasa di Tiang U7-72. Semarang: Universitas Dipenogoro. [2] Pelayanan Teknik Banten Selatan. (2012, April 17). Yantek Bansel. Dipetik januari 17, 2018, dari Yantek Bansel: https://yantekbansel.wordpress.com/2012/04/17/jarin gan-tegangan-menengah-jtm/. [3] Pelayanan Teknik Bnaten Selatan. (2012, april 17). Yantek Bansel. Dipetik januari 17, 2018, dari Yantek Bansel: https://yantekbansel.wordpress.com/2012/04/17/jarin gan-tegangan-rendah-jtr/. [4] PLN. (2010). Standar Kontruksi Gardu Distribusi dan Gardu Hubung Tenaga Listrik. [5] Politeknik Negeri Ujung Pandang. (2016). Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Program Diploma Empat (D-4). Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. [6] PT.PLN (Persero). (2017). SPESIFIKASI FUSE CUT OUT. Jakarta Selatan: 2017. [7] Setiono, I., & Prasetyo, D. (2016). Sistem Pengaman Penyaluran Energi Listrik Satu Fasa Tegangan Rendah dengan Menggunakan Fuse Cut Out. Jurnal Teknik Elektro, hal 1-2 & 4-6. [8] Wardana, A. N., & Subari, A. (2014). Perbandingan Pengaruh Penempatan Arrester Sebelum dan Sesudah 104 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Perencanaan Perbaikan Faktor Daya pada PT Makassar Tene Nurul Rahmi Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penggunaan listrik dengan kapasitas besar terkadang menghadapi berbagai macam permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain adanya beban-beban induktif yang muncul akibat banyaknya macam beban yang terpasang yang menyebabkan penurunan faktor daya. Penurunan faktor daya akan meningkatkan permintaan daya reaktif sehingga kualitas daya menurun dan rugi-rugi naik. Untuk memenuhi kebutuhan daya reaktif secara umum dilakukan perbaikan faktor daya dengan menggunakan kapasitor bank listrik. Perbaikan faktor daya adalah memberikan arus dengan phasa mendahului dalam rangkaian sehingga memberikan perlawanan yang akan menetralisir arus pemagnetan yang ketinggalan phasanya. Faktor daya harus ditingkatkan agar dapat memperbaiki daya keluaran maksimal dan dengan perbaikan faktor daya menyababkan penghematan terhadap energi listrik yang dipakai untuk menyuplai daya beban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kompensasi daya reaktif dan mengetahui pengaruh pemasangan kapasitor bank pada faktor daya. Penilitian ini difokuskan pada Sub Station #1 PT Makassar Tene dengan analisis data yang diperoleh menggunakan beberapa persamaan dasar. Dari hasil analisis diketahui hasil kompensasi daya reaktif sebesar 40,49 kVAR dan memerlukan kapasitor 7 step dengan tiap bank mengoreksi 5000 kVAR. Keywords: Daya, Kapasitor Bank, Perbaikan. I. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia, permintaan akan energi listrik di seluruh dunia juga semakin meningkat. Dalam bidang teknologi informasi maupun pada bidang industri semuanya dapat beroperasi dengan baik dengan adanya suplai daya listrik. Suplai daya listrik tersebut tentunya harus memenuhi standar dan memiliki kualitas daya listrik yang baik. Kualitas daya listrik yang baik ditunjang oleh faktor daya yang baik pula. Namun seringkali dalam pemakaian energi listrik menimbulkan kerugian disebabkan oleh daya yang dikonsumsi tidak sesuai dengan daya yang dibutuhkan beban. Beban industri sebagian besar bersifat induktif sehingga pemakaian daya reaktif meningkat. Peningkatan pemakaian daya reaktif inilah yang menyebabkan faktor daya dari pelanggan turun. Faktor daya (cosϕ) adalah perbandingan daya aktif dan daya nyata. Faktor daya yang turun yang dapat mengakibatkan kerugian besar pada konsumen, khususnya pada industri. Pada PT. Makassar Tene yang beroperasi secara terusmenerus selama 24 jam memerlukan faktor daya yang baik untuk menjaga kontuinitas sumber daya listriknya. Untuk itu perlu dipasang suatu alat yang berfungsi untuk mengkompensasi daya reaktif tersebut agar faktor daya tidak kurang dari standar yang telah ditetapkan oleh penyedia layanan jaringan listrik. Untuk memperbaiki faktor daya secara umum digunakan kapasitor bank. Kapasitor bank memberikan sumbangan arus mendahului (leading), sehingga juga akan memberikan faktor daya leading. Dengan demikian kapasitor bank disebut juga KVar generator. Pemasangan kapasitor bank akan berpengaruh terhadap perbaikan faktor daya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Daya Listrik Kualitas daya listrik adalah tenaga listrik yang andal, energi listrik dengan kualitas baik dan memenuhi standar dan mempunyai kontribusi yang penting bagi kehidupan jaman sekarang. Pengertian ini didasarkan dari tiga kompnen penting tentang kualitas daya listrik, yaitu [3] : a. Kontinuitas b. Level tegangan c. Efisiensi 2.2 Daya 2.2.1 Daya Aktif Daya aktif adalah daya yang terpakai untuk melakukan energi sebenarnya. Daya ini dinyatakan dengan simbol P dengan satuan Watt atau kW. Daya aktif ini diperlukan untuk diubah ke dalam bentuk energi lain misalnya energi panas, cahaya dan sebagainya. P = V . I . cos φ ........................................................... (2.2) P = 3 . !! . !! . cos φ ................................................ (2.3) Dimana, P = Daya aktif (Watt) V = Tegangan (Volt) 105 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 I cos φ = Arus (Ampere) = faktor kerja untuk daya aktif 2.2.2 Daya Reaktif Daya reaktif adalah jumlah daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Dari pembentukan medan magnet maka akan terbentuk fluks medan magnet. Daya reaktif dinyatakan dengan satuan VAR (Volt Ampere Reaktan) adalah daya listrik yang dihasilkan oleh bebanbeban yang bersifat reaktansi Beban – beban yang bersifat kapasitif akan menyerap daya reaktif untuk menghasilkan medan listrik. Contoh beban yang bersifat kapasitif adalah kapasitor [6]. Q = V. I sin φ Q = 3. !! . !! . sin φ Dimana, Q = Daya reaktif (VAR) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere) sin φ = faktor kerja untuk daya reaktif 2.2.3 Daya Semu Daya semu dinyatakan dengan simbol S dengan satuan VA (Volt Ampere) atau kVA adalah hasil kali antara besarnya tegangan dan arus listrik yang mengalir pada beban. S = V . I .......................................................................(2.6) Dimana, S = daya kompleks (VA) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere) Hubungan ketiga buah daya listrik yaitu daya aktif P, daya reaktif Q serta daya kompleks S, dinyatakan dengan sebuah segitiga, yang disebut segitiga daya sebagai berikut. 978-602-18168-7-5 2.2.4 Faktor Daya Faktor daya yang dinotasikan cos φ didefinisikan sebagai perbandingan antara arus yang dapat menghasilkan kerja didalam suatu rangkaian terhadap arus total yang masuk kedalam rangkaian atau dapat dikatakan sebagai perbandingan daya aktif (kW) dan daya semu (kVA) (Rizal, 2012). Faktor daya = P / S ................................. (2.13) = kW / kVA = V . I cos ϕ / V . I Faktor daya dapat diperbaiki dengan memasang kapasitor pengoreksi faktor daya pada sistem distribusi listrik atau instalasi listrik di pabrik atau industri. 2.2.5 Sifat Beban Listrik 1. 2. 3. Beban resistif Beban Induktif Beban Kapasitif 2.2.6 Perbaikan Faktor Daya Prinsip dari perbaikan faktor daya adalah memberikan arus dengan phasa mendahului dalam rangkaian sehingga meemberikan perlawanan yang akan menetralisir arus pemagnetan yang ketinggalan phasanya. Faktor daya harus ditingkatkan agar dapat memperbaiki daya keluaran maksimal dan dengan perbaikan faktor daya menyababkan penghematan terhadap energi listrik yang dipakai untuk menyuplai daya beban. Kapasitor yang digunakan pada perbaikan faktor daya adalah bekerja pada frekuensi yang berlaku di Indonesia yaitu 50 Hz. Berikut rumus yang digunakan untuk perbaikan faktor daya [5] : ! P = !!! Qc = Pf x Daya Beban Qc = P (tgϕ1 – tgϕ2) KVAr Dimana, P = daya nyata (Watt) ϕ1 = faktor daya lama ϕ2 = faktor daya setelah diperbaiki Qc = daya reaktif kapasitor (KVAr) Gambar 1. Segitiga Daya (sumber: mastermepengineering.wordpress.com) Dari gambar segitiga daya tersebut, hubungan antara ketiga daya listrik dapat dinyatakan sebagai berikut : S = !! + !! P = S cos ϕ P = VI cos ϕ Q = S sin ϕ Q = VI sin ϕ∴ ! Cos ϕ = pf = ! 2.2.7 Keuntungan Perbaikan Faktor Daya Dengan adanya perbaikan faktor daya akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain : 1. Menghilangkan denda PLN atas kelebihan pemakaian daya reaktif. 2. Menurunkan pemakaian kVA total. 3. Meningkatkan daya yang disuplai oleh trafo. 4. Penurunan rugu tegangan. 5. Menurunkan rugi pada kabel. 6. Meningkatkan persediaan daya yang tersedia pada trafo. 7. Optimasi jaringan : 106 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 a. b. c. 8. Optimasi biaya : ukuran kabel diperkecil. Penurunan rugi tegangan. Meningkatkan kemampuan jaringan dalam menyalurkan daya. Optimasi mengurangi naiknya arus/ suhu pada kabel, sehingga mengurangi rugi-rugi. 2.2.8 Penentuan Kebutuhan Daya Reaktif No Komponen Kebutuhan Daya Reaktif 1 Transformator 0,05 kVAr / kVa 2 Motor induksi 0,5 – 0,9 kVAr / kVa 978-602-18168-7-5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Studi Kasus Pada instalasi listrik 3 fasa memiliki tiga macam daya yaitu daya semu, daya aktif dan daya reaktif. Untuk mendapatkan daya aktif semaksimal mungkin dilakukanlah perbaikan faktor daya. Pada PT Makassar Tene terdapat banyak beban beban induktif yang menyebabkan faktor daya rendah dan menyebabkan menurunnya tegangan pada industri tersebut. Oleh karena itu diperlukan kompensasi daya reaktif dengan memasang kapasitor bank. Adapun single line diagram penempatan kapasitor bank pada PT Makassar Tene, sebagai berikut: GENERATOR 7,5MVA 3 Lampu fluorescent 2 kVAr / kVa 4 Jaringan transmisi 20 – 50 kVAr / kVa 2.3 Kapasitor Bank Kapasitor adalah komponen elektronik yang digunakan untuk menyimpan muatan listrik, dan secara sederhana terdiri dari dua konduktor yang dipisahkan oleh bahan penyekat (bahan dielektrik) tiap konduktor disebut keping. Kapasitor disebut juga kondensator adalah alat atau komponen listrik yang dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menyimpan muatan listrik untuk sementara waktu. Kapasitor terdiri dari dua konduktor (lempengan logam) yang dipisahkan oleh bahan penyekat (isolator). Isolator ini sering disebut bahan (zat) dielektrik. Sebuah kapasitor mempunyai prinsip sebagai generator yang bisa menghasilkan daya reaktif. Berikut merupakan gambar suatu kapasitor bank. 2.4 Metode Penempatan Kapasitor Bank Metode penempatan dan hubungan kapasitor tergantung dari mana kita akan menggunakan kapasitor tersebut dan berapa output kapasitor yang kita perlukan. Ada tiga jenis dasar dalam merencanakan penempatan kapasitor yaitu Global Compensation, Individual Compensation, Group Compensation [1]. III. METODE PENELITIAN Pengambilan data pada penelitian kali ini pada PT. Makassar Tene. Adapun waktu pengambilan data pada penelitian ini, dimulai dari bulan Februari 2018 sampai dengan Juni 2018 dan diolah di kampus Politeknik Negeri Ujung Pandang. Penelitian di mulai dengan mengumpulkan data dengan cara melakukan studi literatur, wawancara dan melakukan observasi langsung.Sedangkan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis regresi. 6MW VCB 1250A VCB 1250A VCB 1250A VCB 1250A VCB 1250A SUB 1 TRAFO #1 1600kVA 10,5kV/0,4kV ACB 3200A SUB. STATION #1 400A 250A 6x630A SUB 1 TRAFO #2 1600kVA 10,5kV/0,4kV ACB 3200A ACB 3200A 0,4 kV 0,4 kV 630A 200A 230A 400A 400A 130A 630A 3x330A 630A 630A 250A 400A Gambar 2. Single Line Diagram Penempatan Kapasitor Bank Substation #1 PT Makassar Tene Pada single line diagram diatas dapat dilihat penempatan kapasitor bank menggunakan metode global compensation pada busbar substation #1 sebelum beban. 4.2 Data Arus dan Faktor Daya Berikut merupakan data arus dan faktor daya tiap jam selama enam hari pada PT Makassar Tene mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 18.00. Tabel 1. Arus dan Faktor Daya Hari Pertama Pukul Arus (A) Cosϕ 07.00 197 0,71 08.00 262 0,72 09.00 264 0,78 10.00 247 0,72 11.00 241 0,70 107 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Pukul Arus (A) Cosϕ Pukul Arus (A) Cosϕ 12.00 259 0,71 16.00 261 0,72 13.00 230 0,75 17.00 261 0,72 14.00 261 0,72 18.00 0,80 15.00 227 0,73 267 250,5 16.00 235 0,73 17.00 240 0,74 18.00 241 0,76 Rata-Rata 242 0,73 (sumber: Power Plant PT Makassar Tene) Tabel 2. Arus dan Faktor Daya Hari Kedua Rata-Rata 0,73 (sumber: Power Plant PT Makassar Tene) Tabel 4. Arus dan Faktor Daya Hari Keempat Pukul 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 Rata-Rata Arus (A) 276 276 276 278 278 278 245 248 241 242 269 246 262,7 cosϕ 0,76 0,76 0,76 0,76 0,76 0,80 0,74 0,74 0,76 0,76 0,76 0,70 Pukul Arus (A) Cosϕ 07.00 225 0,77 08.00 235 0,74 09.00 229 0,76 10.00 212 0,76 11.00 256 0,74 12.00 243 0,70 13.00 216 0,72 14.00 221 0,65 15.00 224 0,70 16.00 247 0,72 Tabel 5. Arus dan Faktor Daya Hari Kelima Pukul Arus (A) cosϕ 0,77 07.00 223 17.00 249 0,70 08.00 220 0,77 18.00 229 0,71 09.00 221 0,78 Rata-Rata 232,1 0,72 10.00 220 0,73 11.00 222 0,75 12.00 221 0,79 (sumber: Power Plant PT Makassar Tene) Tabel 3. Arus dan Faktor Daya Hari Ketiga 0,75 (sumber: Power Plant PT Makassar Tene) Pukul Arus (A) Cosϕ 13.00 224 0,76 07.00 236 0,69 14.00 231 0,79 08.00 261 0,69 15.00 230 0,72 09.00 245 0,68 16.00 230 0,80 10.00 254 0,82 17.00 236 0,80 11.00 246 0,82 18.00 238 0,80 12.00 237 0,69 Rata-Rata 226,3 0,77 13.00 234 0,67 14.00 265 0,79 15.00 240 0,74 (sumber: Power Plant PT Makassar Tene) 108 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Tabel 6. Arus dan Faktor Daya Hari Keenam 978-602-18168-7-5 Nilai daya reaktif (QC) yang digunakan untuk perbaikan faktor daya dapat dihitung menggunakan persamaan (2.16) yaitu: !! = Q1 – Q2 Pukul Arus (A) cosϕ 07.00 196 0,71 08.00 240 0,70 09.00 263 0,74 10.00 278 0,80 11.00 248 0,71 12.00 261 0,81 13.00 251 0,77 = 114438,35 - 75738,35 = 38700 VAR = 38,7 kVAR Sehingga untuk memperbaiki faktor daya dari 0,73 menjadi 0,85 dibutuhkan kapasitor dengan rating sebesar 38,7 kVAR. Berikut merupakan data hasil perhitungan kompensasi daya reaktif (QC) berdasarkan metode segitiga daya. 14.00 255 0,81 Tabel 7. Tabel Hasil Perhitungan Kompensasi Daya Reaktif (!! ) 15.00 228 0,78 16.00 226 0,73 17.00 241 0,77 18.00 Rata-Rata 238 243,75 0,80 0,76 (sumber: Power Plant PT Makassar Tene) 4.3 Perhitungan Kebutuhan Kapasitor Berdasarkan tabel 2 data arus dan faktor daya terlihat bahwa faktor daya lebih rendah dari faktor daya standard yaitu 0,85. Dari data-data pada tabel dapat dihitung daya aktif (P) dengan menggunakan rumus sebagai berikut; Daya (P) = Vn x I x cosϕ x 3 ..................................(2.2) = 400 x 242 x 0,73 x 3 = 122248,72 W Rata-rata faktor daya awal (cosϕ1) yang didapatkan pada tabel 2 yaitu 0,73, sehingga faktor daya: cosϕ1 = 0,73 ϕ1 = !"# !! x 0,73 ϕ1 = 43,11 Sehingga dapat dihitung nilai daya reaktif pada faktor daya awal (Q1). Q1= P x tan ϕ1 ............................................................(2.15) = 122248,72 x tan 43,11 = 114438,35 VAR Rata-rata faktor daya pada tabel 2 cukup rendah yaitu 0,73. Faktor daya tersebut akan diperbaiki menjadi ( !"# ! ) adalah 0,85 dengan menggunakan kapasitor bank. Maka perhitungannya menjadi: !"# ! = 0,85 = 31,78 ! Q2 = P x tan ! = 122248,72 tan 31,78 = 75738,35 VAR Analisa perhitungan setelah faktor daya dinaikkan menjadi 0,85, perubahan terlihat pada daya reaktif lebih rendah. Hari ke- !"# I II III IV V VI Rata-rata 0,73 0,72 0,73 0,75 0,77 0,76 0,74 ! !"# 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 ! P (kW) 122,24 115,77 126,54 136,34 120,72 128,19 124,9 Qc (kVAR) 39,11 38,7 40,49 36,81 15,69 30,91 33,82 Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat hasil perhitungan Cosϕ1 rata-rata adalah 0,74 sementara Cosϕ2 rata-rata adalah 0,85 menghasilkan kompensasi daya reaktif sebesar 33,82 kVAR. 4.4 Perhitungan Kapasitor Berdasarkan perhitungan kompensasi daya reaktif didapatkan nilai QC tertinggi adalah 40,49 kVAR. Sehingga dalam pemasangan kapasitor sistem dirancang menggunakan 1 modul 8 step dengan tiap bank mengkoreksi 5 kVAR atau 5000 VAR. Sehingga dapat dihitung nilai arus kapasitor dengan rumus sebagai berikut: !"# !! = ................................................................... (2.17) ! !""" = !"" = 12,5 A Menghitung reaktansi kapasitif ! !! = .................................................................... (2.18) !! = !"" !",! = 32 Ω Jadi, kapasitas kapasitor yang dibutuhkan adalah ! C= ............................................................... (2.19) !!"!! = = ! ! ! !,!" ! !" ! !" ! !""#$ = 9,95x10!! = 99,5 microFarad 109 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan judul Perencanaan Perbaikan Faktor Daya pada PT Makassar Tene dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Dari hasil perhitungan memperlihatkan bahwa besarnya kompensasi daya reaktif yang harus diberikan ialah sebesar 40,49 kVAR. Sehingga dalam pemasangannya nanti system dirancang menggunakan 1 modul 7 step dengan tiap bank mengoreksi atau mengkompensasi 5 kVAR dengan nilai kapasitornya sebesar 99,5 microFarad. 2. Dengan menaikkan faktor daya menjadi 0,85 menyebabkan penurunan arus beban. Hal tersebut memperlihatkan bahwa, semakin besar nilai faktor daya maka semakin kecil pula arus yang mengalir pada jaringan distribusi. UCAPAN TERIMA KASIH 1. 2. 3. Teristimewa kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan bantuan baik moril maupun materil. Bapak Ir. Hamma, M.T. selaku pembimbing I dan Bapak Ahmad Rosyid Idris, S.T., M.T. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu guna membimbing dan mengarahkan kami sampai Tugas Akhir ini selesai. Para staff engineering dan power plant pada PT Makassar Tene yang telah membantu menyediakan waktu luangnya dalam proses pengambilan data dan wawancara. 978-602-18168-7-5 4. 5. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan yang turut membantu dan memotivasi dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan yang turut membantu dan memotivasi dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini. REFERENSI [1] Alland, Khadafi., Arfah Z, Efrita, 2013 Perancangan Kebutuhan Kapasitor Bank untuk Perbaikan Faktor Daya pada Line Mess I di PT. Bumi Lamongan Sejati (WBL). Surabaya: Fakultas Teknilogi Industri, ITATS. [2] Bukhari Ahmad. Perbaikan Power Faktor Pada Konsumen Rumah Tangga Menggunakan Kapasitor Bank [jurnal ilmiah mahasiswa].2012. [3] Dugan Roger C., McGraghan Mark F., Beaty H. Wayne. Electrical Power System Quality. New York : McGraw-Hill, 1996. [4] Eryuhanggoro Yugi. Perancangan perbaikan faktor daya pada beban 18.956 kW/ 6600 V, menggunakan Kapasitor Bank di PT. Indorama Ventures Indonesia [Tugas Akhir]. Jakarta:2013. [5] Kaladri Dede. S. Studi Pemasangan Kapasitor Bank Untuk Memperbaiki Faktor Daya Dalam Rangka Menekan Biaya Operasional Pada Jaringan Distribusi 20 KV [Tugas Akhir]. [6] Noptin H, “Analisis Pengaruh Pemasangan Mini Kapasitor Bank Terhadap Kualitas Listrik Di Rumah Tangga Serta Perancangan Filter Aktif Menggunakan Kontroler PI Sebagai Pelindung Kapasitor Dari Harmonisa”, Fakultas Teknik ITS. 2012. 110 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Rancang Bangun Alat Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid Via LCD 1,2) Yusfika D 1), Deriantama Wahyu D 2) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Dengan adanya energi listrik terbarukan kebutuhan listrik di masyarakat diperlukan untuk memberikan litrik, sehingga seluruh masyarakat dapat menikmati menggunakan listrik untuk meningkatkan produktifitas dan perekenomian masyarakat. Pembangkit Listrik Tenaga Hibryd (PLTH), salah satu dari energi terbarukan yaitu dengan memanfaat energi angin dan sel surya untuk memutar kincir generator untuk menghasilkan listrik, akan tetapi diperlukannya alat monitoring untuk dilakukan peningkatan kualitas PLTH yang efektif dan efisien. Tujuan tugas akhir ini adalah membuat perancangan alat monitoring dengan mengukur putara motor, kecepatan angin, intensitas cahaya dan suhu pada PLTH,sebagai penunjang peningkatan kualitas PLTH yang efektif dan efisien.Komponen yang digunakan antara lain sensor tegangan, sensor arus ACS712 30A, sensor anemometer, sensor optocoupler, Sensor DHT-22 dan Sensor BH1750. Pada pembacaan nilai ketepatan digunakan mikrokontroller Arduino Uno sebagai pengolah data dan memprogram tiap sensor parameter keluaran turbin angin dan sel surya. Data yang diperoleh akan diolah dan dikirim dengan pemanfaatan media komunikasi serial dari arduino ke LCD grafik. Data yang sudah didapatkan kemudian akan diproses oleh software Arduino IDE lalu akan dihubungkan LCD grafik, juga dapat di tampilkan grafik dari data yang diperoleh secara realtime. Keywords: Monitoring, Parameter, LCD Grafik. I. PENDAHULUAN Dari zaman yang serba modern ini, kebutuhan manusia sangat bergantung pada kebutuhan energi listrik karena ketersediaan energi listrik merupakan keharusan dalam menunjang aktifitas manusia saat ini. Oleh karena itu pantas bila energi listrik disebutkan mempunyai pengaruh besar dalam memperlancar produktifitas manusia sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan energi listrik saat ini masih didominasi dari sumber-sumber energi fosil yang tidak baru dan terbarukan. Berbagai macam sumber energi terbarukan telah dikembangkan seperti pembangkit listrik tenaga angin pembangkit listrik tenaga surya. Sumber energi angin dan sumber tenaga surya merupakan sumber energi terbarukan yang cukup populer yang bersih dan tersedia secara bebas. Energi terbarukan adalah sumber-sumber yang bisa habis secara alamiah. Energi terbarukan berasal dari elemen-elemen alam yang tersedia di bumi dalam jumlah besar, misal: matahari dan angin. Dimana energi surya hanya tersedia pada siang hari ketika cuaca cerah (tidak mendung atau hujan). Sedangkan energi angin tersedia pada waktu yang seringkali tidak dapat diprediksi dan sangat berfluktuasi tergantung cuaca atau musim. Sehingga kondisi ini akan mempengaruhi tingkat kekuatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) dalam menghasilkan energi listrik dan akan mempersulit untuk mengetahui parameter-parameter yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH). Parameter-parameter yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) ini diantaranya adalah tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu kemudian diolah dan disimpan pada baterai penyimpanan. Dimana Sistem pembangkit energi hybrid adalah sistem yang menggabungkan beberapa sumber energi untuk memasok energi listrik ke beban Adapun simulator Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) yang terdapat pada laboratorium pengukuran listrik dan bengkel automasi industri di jurusan Teknik Elektro PNUP yang digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa yang masih terdapat kekurangan yaitu pada sistem monitoringnya. Dari kekurangan tersebut, kemudian mendorong penulis untuk merancang dan membuat alat monitoring simulator Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) yang dapat berfungsi untuk memantau beberapa parameter seperti tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu yang kemudian akan ditampilkan pada suatu LCD Grafik sehingga dapat memudahkan kegiatan praktikum dalam memonitoring parameter-parameter yang dibutuhkan. II. PENDAHULUAN 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid adalah pembangkit listrik yang menggunakan lebih dari satu pembangkit. 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Angin Pembangkit listrik tenaga angin adalah suatu pembangkit listrik yang menggunakan angin sebagai sumber energi untuk menghasilkan energi listrik. 111 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit listrik yang mengubah energi surya menjadi energi listrik. 3.1.2 Waktu Perancangan Perancangan dan pembuatan Perancangan Alat Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) selama 7 bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2018. 2.4 Panel Surya Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah cahaya menjadi listrik. Mereka disebut surya atas matahari atau "sol" karena matahari merupakan sumber cahaya terkuat yang dapat dimanfaatkan. 3.2 Alat dan Bahan Perancangan Pada perancangan ini, alat dan bahan yang digunakan adalah: 2.5 Turbi Angin Turbin angin merupakan sebuah alat yang digunakan dalam system konversi energy angin (SKEA). Turbin angin berfungsi merubah energy kinetik angin menjadi energy mekanik berupa putaran poros. 2.6 Parameter Pengukuran Alat Monitoring Parameter alat monitoring yaitu batasan ukur pada alat monitoring dibandingkan nilai presisi dari sensor terhadap alat ukur untuk memonitoring parameter yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid. Parameter tersebut adalah tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Parameter tersebut perlu dimonitoring dikarenakan parameter tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu merupakan parameter yang penting dan dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid. Penggunaan mikrokontroller Arduino Uno sebagai penampil parameter tersebut dalam bentuk nilai dan grafik melalui komunikasi serial usb Arduino Uno ke Lcd Grafik. 2.7 Energi Angin Angin merupakan udara yang bergerak disebabkan adanya perbedaan tekanan udara yang mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan lebih rendah. 2.8 Energi Cahaya Ada beberapa hal yang membatasi harga efisiensi sel, salah satunya adalah cahaya. Kehilangan efisiensi dihubungkan dengan cahaya yang mempunyai tidak cukup energi atau mempunyai energi yang tinggi. 2.9 Sel Sulya Sel surya merupakan sebuah perangkat yang mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik dengan proses efek fotovoltaic, karenanya dinamakan juga sel fotovoltaic (Photovoltaic cell - disingkat PV). III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Perancangan 3.1.1 Tempat Perancangan Perancangan akan dilakukan di Laboratorium Pembangkit dan Penyaluran Tenaga Listrik jurusan Teknik Elektro Kampus II Politeknik Negeri Ujung Pandang di Jl. Tamalanrea Raya (BTP). Tabel 1. Daftar Alat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 14. Nama Alat Tang Obeng Multimeter Solder Penghisap Timah Gurinda Bor Listrik Las Tools Kit Kunci Cutter Tang PressSkun Anemometer Regulator VAC Blower Air-Ventilation Fan Krisbow Lux Meter Jumlah 1 set 1 set 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 set 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah Tabel 2. Bahan Alat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Nama Bahan LCD Grafik Modul Power Supply 5 VDC (5 A) Sensor Arus ACS712 Modul Sensor Tegangan Sensor Optocoupler Sensor Anemometer Sensor Light Lux Meter BH1750 Arduino Uno Lampu 100 W 220 VAC Lampu 7 W 12 VDC Hybrid Contoller Battery Hybrid Controler Power Supply 12VDC 3A Inverter Jumlah 1 buah 1 buah 1 buah 3 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 biji 25 biji 1 buah 1 buah 1 buah 3.3 Prosedur Perancangan Prosedur perancangan merupakan tahapan untuk merancang rangkaian yang dibutuhkan dalam pembuatan alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Proses perancangan dan pembuatan alat monitoing tegangan, 112 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu ini melalui beberapa tahap. Tahap-tahap perancangan dan pembuatan meliputi perancangan penggunaan catu daya (DC power supply) dan perancangan penggunaan sensor. 3.3.1 Catu Daya Catu daya adalah rangkaian yang digunakan untuk menyuplai tegangan ke alat monitoring PLTH. Prinsip kerja catu daya yang digunakan adalah menurunkan tegangan 5 Vdc sesuai dengan kebutuhan mikrokontroler. 3.3.2 Perancangan Sensor Perancangan ini meliputi beberapa perancangan sensor antara lain sensor tegangan, sensor arus, sensor kecepatan angin, sensor kecepatan generator, sensor intensitas cahaya, dan sensor suhu. 3.3.2.1 Sensor Tegangan Sensor ini digunakan untuk mengukur tegangan yang dihasilkan dari generator. Adapun keluaran dari sensor ini tidak boleh melewati 5 Volt DC agar tidak merusak inputan dari mikrokontroler yang hanya bisa menerima input maksimal 5 Volt DC. 3.3.2.2 Sensor Arus Perancangan pemilihan sensor arus digunakan sensor arus ACS712.Pada gambar 21 merupakan rangkaian dari sensor arus ACS712. 3.3.2.3 Sensor Kecepatan Angin Pengukuran kecepatan angin terdiri dari baling – baling mangkok yang dikompel dengan piringan sensor dengan 18 celah, sensor kecepatan optocoupler. 3.3.2.4 Sensor Kecepatan Generator (RPM) Proses penginderaan sensor kecepatan merupakan proses kebalikan dari suatu motor, dimana suatu poros/objek yang berputar pada suatu generator akan menghasilkan suatu tegangan yang sebanding dengan kecepatan putaran object. 3.3.2.5 Sensor Intensitas Cahaya Sensor cahaya BH1750 intensitas sensor modul dengan 16bit AD converter (ADC) built-in yang dapat langsung output sinyal digital, tidak ada kebutuhan untuk perhitungan yang rumit. Sensor BH1750 ini lebih akurat dan lebih mudah untuk menggunakan, dari pada menggunakan versi foto dioda, atau ldr sederhana yang hanya output tegangan dan perlu dihitung untuk mendapatkan data intensitas. 3.3.2.6 Sensor Suhu DHT-22 DHT-22 adalah chip tunggal kelembaban relatif dan multi sensor suhu yang terdiri dari modul yang dikalibrasi keluaran digital. Pada pengukuran suhu data yang dihasilkan 14 bit, sedangkan untuk kelembaban data yang dihasilkan 12 bit. Keluaran dari DHT-22 adalah digital sehingga untuk mengaksesnya diperlukan 978-602-18168-7-5 pemrograman dan tidak diperlukan pengkondisi sinyal atau ADC. 3.3.3 Prosedur Perancangan 1. Melakukan studi literatur untuk mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan sistem yang akan dirancang. 2. Melakukan pengadaan alat dan bahan yang dibutuhkan. 3. Merancang perangkat keras (hardware). 4. Membuat desain user interface menggunakan aplikasi perangkat lunak yang telah ditentukan. 5. Melakukan pengujian terhadap fungsi dari sistem yang telah dibuat. 6. Membuat laporan hasil penelitian. 3.4 Tahap Pembuatan Tahap pembuatan digunakan untuk merealisasikan alat monitoring setelah dilakukan perencanaan alat monitoring tersebut. Tahap pembuatan ini meliputi: 1. Pencetakan gambar rangkaian 2. Proses Pelarutan Pcb 3. Proses Pengeboran PCB 4. Proses Pemasangan Dan Penyolderan Komponen 5. Proses Pemrograman 6. Proses Pemasangan Alat Monitoring 3.5 Prinsip Kerja Secara umum prinsip kerja dari alat monitoring parameter keluaran dari generator turbin angin dan panel surya ini ialah untuk melakukan monitoring daya yang dihasilkan dari sebuah generator AC turbin angin dan sel surya. Dengan memanfaatkan beberapa sensor yang mampu membaca parameter seperti tegangan, arus, daya, kecepatan angin (m/s), kecepatan putaran generator (RPM), intensitas cahaya dan suhu. Data yang telah didapatkan kemudian diolah oleh mikrokontroler, selanjutnya akan ditampilkan pada sebuah LCD. Proses perancangan dalam pembuatan alat monitoring seperti tegangan, arus, daya, kecepatan angin (m/s), kecepatan putaran generator (RPM), intensitas cahaya dan suhu. Tahapan prinsip kerja dari alat monitoring parameter keluaran dari generator turbin angin dan panel surya tersebut terdiri dari: 1. Permulaan mulai melakukan studi literatur untuk mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan sistem yang akan dirancang. 2. Melakukan pengadaan alat dan bahan yang dibutuhkan, jika masih terdapat dilakukan perencanaan ulang. 3. Merancang perangkat keras (hardware). 4. Membuat desain user interface menggunakan aplikasi perangkat lunak yang telah ditentukan. 5. Melakukan pengujian terhadap fungsi dari sistem yang telah dibuat, jika terjadi gangguan dilakukan perbaikan pada alat monitoring arus, tegangan, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. 6. Membuat laporan hasil penelitian 113 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 7. Selesai. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Pengujian unjuk kerja alat digunakan untuk menguji unjuk kerja dari alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Proses ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengukuran tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu pada alat monitoring. Proses pengujian dan pengambilan data alat yang dilakukan tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Pengujian dan pengambilan data alat monitoring ini meliputi pengujian dan pengambilan data alat monitoring tanpa beban dan berbeban. Pengambilan data alat monitoring PLTH menggunakan bantuan alat ukur digital dan regulator 220-100Vac dihubungkan ke blower air-ventilation fan Krisbow. Berikut ini adalah langkahlangkah pengujiannya: 1) Menghubungkan ke laptop/catudaya 12Vdc 5A ke input perancangan alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. 2) Menghubungkan output generator Vac 3 fasa ke input Wind turbine generator control. 3) Memasang multimeter dan ampere meter digital di-output alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. 4) Memasang beban lampu TL 7W 12Vdc di output alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu dan memasang beban lampu 100W 220Vdc di output Inverter untuk pengujian berbeban. 5) Melakukan pengamatan tegangan dengan multimeter digital sebagai alat pembanding. 6) Memasang input sensor anemometer dan sensor kecepatan putar generator pada terminal alat monitoring. 7) Melakukan pengukuran dengan tachometer sebagai media pembanding kecepatan putaran generator. 8) Melakukan pengukuran dengan anemometer sebagai media pembanding kecepatan angin. 9) Melakukan pengukuran dengan lux meter sebagai media pembanding intensitas cahaya. 10) Melakukan pengukuran dengan thermometer sebagai media pembanding suhu 11) Mencatat hasil pengujian sesuai dengan pengukuran dan penampilan pada alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. 4.3.1 Langkah Pengujian Langkah-langkah pengujian tersebut dilakukan untuk pengujian di beberapa proses. Diantaranya dapat dilakukan dibeberapa pengujian, yaitu: 978-602-18168-7-5 yang digunakan sebagai input dari alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Berikut ini adalah tahapan dan alat bahan yang digunakan: Alat dan bahan: 1) Sumber Tegangan 12 Vdc 2) Regulator Tegangan 220-100 VAC 3) Inverter 4) Baterai Aki 5) Tacho Meter 6) Anemo Meter 7) Watt Meter 8) Ampere Meter 9) Volt Meter 10) Lampu TL 11) Lampu Pijar 12) Lampu 12 VDC 7 W 13) Motor 1 Phase220 VAC 75 W 14) Kabel Jumper 15) Blower Air-Ventilation Fan Krisbow 16) Lux Meter 17) Lampu TL 18) Kipas angin matsuviva 220-240VAC 60 Hz 0.14 A 4.3.1.2 Langkah Pengujian. 1) Menghubungkan sumber catu daya 12 Vdc ke input alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator intensitas cahaya dan suhu pada Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid. 2) Melakukan pengukuran dan mencatat hasil pengukuran selisih antara alat monitoring terhadap alat ukur digital. 4.4 Proses Pengujian Proses pengujian diantaranya melihat, mengamati, menguji dan memeriksa kinerja disetiap komponen sensor tegangan, sensor arus, sensor angin, sensor kecepatan generator, sensor intensitas cahaya dan sensor suhu. Adapun proses pengujian dilakukan sebagai berikut: 1. Pengujian Sensor Tegangan No Tegangan Input (v) 1 12 2. No. 1. 2. 3. 4.3.1.1 Pengujian Setiap Komponen Pengujian yang dilakukan di pengujian komponen ini dilakukan untuk mengetahui fungsi dari setiap sensor Tegangan (v) Multimeter Sensor Tegangan Output 11.96 12.4 Pengujian Sensor Arus Jenis Beban DC Lampu TL Lampu Pijar Kipas Arus (Ampere) Sensor Multimeter ACS712 Persentase Kesalahan (%) 0.50 0.74 4.8 0.50 0.81 6.2 0.27 5 16 5.33 0.18 Jumlah Rata – Rata 114 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 3. Pengujian Sensor Kecepatan Angin Tegan Kecepatan Angin (m/s) gan Sensor No. Input Anemometer AnemoBlower meter (Volt) 1. 220 6.70 5.2 2. 200 6.55 4.2 3. 180 6.38 4.0 4. 160 6.31 3.9 5. 140 6.17 3.8 6. 120 5.30 3.7 Jumlah Rata – Rata Persentase Kesalahan (%) 0.22 3.57 3.58 3.81 3.84 3.01 18.03 3.005 4. Pengujian Sensor Generator Tegang Kecepatan Generator an (rpm) Persentase No. Input Kesalahan (%) Tacho Sensor Blower meter Optocoupler (Volt) 1. 220 460.2 571 2.40 2. 200 457.9 563 2.29 3. 180 445.5 548 2.30 4. 160 426.1 526 2.34 5. 140 381.2 494 2.95 6. 120 284.9 438 5.37 Jumlah 17.65 Rata – Rata 2.94 5. 978-602-18168-7-5 perancangan dan pemilihan Mikrokontroller Arduino, Sensor Tegangan, Sensor Arus, Sensor Kecepatan Angin, Sensor Kecepatan Generator, sensor intensitas cahaya dan sensor suhu tahap desain skema rangkaian, tahap pemasangan dan perangkaian komponen pada skema rangkaian. 2. Unjuk kerja dari alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu ini meliputi pengukuran tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Adapun tingkat persentase kesalahan tegangan sebesar 3.67%, pengukuran arus sebesar 5.33%, pengukuran daya mengikuti hasil dari perkalian tegangan dengan arus sebesar 5 W untuk beban lampu pijar dan 10 W untuk beban lampu TL, persentase kesalahan pembacaan kecepatan angin sebesar 3.005%, pembacaan kecepatan generator sebesar 2.94% pembacaan dan pembacaan suhu 8.13%. 5.2 Saran Berdasarkan hasil dari perancangan dan unjuk kerja alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu diperoleh saran sebagai berikut: 1. Lebih memperdalam ilmu mengenai mikrokontroler dan pemrograman, khususnya mengenai arduino uno. 1. Pengujian Sensor Suhu Termometer 1. Tegangan Input Blower (Volt) 220 28.8 2. 200 3. 2. Suhu (0C) Persentase 3. 26.4 8.33 4. 28.9 26.5 8.30 180 28.9 26.5 8.30 4. 160 28.9 26.6 7.95 5. 140 28.9 26.6 7.95 6. 120 29.9 26.6 7.95 No. Sensor Kesalahan (%)) DHT22 Jumlah 48.78 Rata – Rata 8.13 V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dari perancangan dan unjuk kerja alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu dirancang dengan beberapa tahapan yaitu tahap perancangan dan pemilihan sensor meliputi 5. 6. 7. 8. UCAPAN TERIMA KASIH Kedua orang tua atas segala doa, pengorbanan, motivasi, kasih sayang yang menjadi penggugah semangat penulis. Bapak Dr. Ir. H. Hamzah Yusuf, M.S., selaku direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang. Ibu Dr. Ir. Hafsah Nirwana, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. Bapak Sofyan, M.T., selaku ketua Program Studi D 4 Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang. Bapak Aksan, S.T,.M.T. selaku pembimbing 1 dan Ibu Naely Mucthar S.Pd.,M.Pd., selaku pembimbing 2 yang telah menyediakan waktu luangnya dalam penyusunan skripsi ini. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2014 Teknik Listrik (D4) yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu kepada penulis. Eprom Politeknik Negeri Ujung Pandang Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. REFERENSI [1] Al Ghozi, Syaifullah dan Otniel Triyosia. 2015. Rancang Bangun Two-Axis Solar Tracking System Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno. Skripsi. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. 115 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 [2] Alfianyah, Elsa. 2009. Rancang Bangun Sistem Monitoring Daya Listrik Pada Fotovoltaik secara Realtime Berbasis Mikrokontroler Atmega 16. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. [3] Arif, Budiman. 2016. Alat Monitoring Tegangan, Arus Daya, Dan Kecepatan Blade Berbasis Mikrokontroller Pada Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Yogyakarta. [4] Arrosyid, Harun dkk. 2014. Implementasi Wireless Sensor Network Untuk Monitoring Parameter Energi Listrik Sebagai Peningkatan Layanan Bagi Penyedia Energi Listrik. Surabaya: Politeknik Negeri Surabaya. [5] Amazon.co.uk. Wind Solar Hybrid Controller. (https://www.amazon.co.uk/Anself-ControllerAutomatic-Identification Protection/dp/B01B1PGGW8),diakses 11 Januari 2018. [6] Elektronika. Dasar. web. id. Rangkaian Sensor Optocouple(http://elektronikadasar.web.id/membuatsensor-putaran-kecepatan/), diakses 11 Januari 2018 [7] Kahfi, Ashabul dan Rahmat Harianto. 2017. Perancangan Alat Monitoring Parameter Keluaran Generator Turbin Angin. Skripsi. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. [8] Mittal, Neeraj. 2001. Investigation of Performance Characteristic of a Novel VAWT. Tesis. UK: Department of Mechanical Engineering University of Strathclyde. [9] Muttaqin, Rusdan. 2017. Analisa Performansi dan Monitoring Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Departemen Teknik Fisika FTI-ITS. Skripsi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November. 116 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Rancang Bangun Alat Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid Via Personal Computer A. Rezky Wahyuni1), Andi Waris2), Aksan3), A.Wawan Indrawan4) 1,2,3) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang E-mail: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Tingginya motivasi dan minat mahasiswa untuk mempelajari dan mengembangkan pembangkit tenaga listrik yang baru dan terbarukan khususnya tenaga hibrid kian meningkat, sementara simulator PLTH yang terdapat pada laboratorium praktikum pembangkit pada jurusan Teknik Elektro PNUP yang digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa masih terdapat kekurangan yaitu pada sistem monitoringnya. Penelitian ini dilakukan untuk merancang dan membuat alat monitoring simulator PLTH yang berfungsi untuk memonitor besaran tegangan, arus, daya, kecepatan angin, putaran generator, suhu dan intensitas cahaya dengan memanfaatkan beberapa sensor seperti sensor tegangan, sensor arus ACS712, sensor cahaya BH1750, sensor suhu DHT22, sensor anemometer dan sensor putaran generator yang kemudian diolah oleh mikrokontroler Arduino Uno selanjutnya dikirimkan secara komunikasi serial ke PC secara realtime sehingga dapat memudahkan kegiatan praktikum dalam memonitor parameter-parameter yang dibutuhkan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengujian setiap sensor yang digunakan sudah baik, hal ini dikarenakan perbandingan antara pengukuran sensor yang digunakan dengan pengukuran alat ukur standar didapatkan memiliki persentase error sama dengan atau kurang dari 10%. Dimana sensor tegangan memiliki persentase error terbesar 5.08%, sensor arus ACS712 20A 10%, sensor suhu DHT22 1.79%, sensor cahaya BH1750 0.39%, sensor anemometer 5.4%, dan sensor optocoupler 1.21%. Dilakukan pula perekaman data terhadap besaran nilai yang diperoleh pada pengujian dalam kurun waktu tertentu melalui aplikasi Delphi 7. Keywords: Monitoring, Arduino Uno, Borland Delphi 7, Sensor, Database. I. PENDAHULUAN Energi terbarukan yang berkembang pesat saat ini adalah energi angin dan energi matahari yang merupakan energi terbarukan yang bersih dan tersedia secara bebas (free). Namun energi terbarukan tersebut tidaklah tersedia setiap saat, oleh karenanya untuk dapat menyediakan catu daya listrik yang kontinu dengan efisiensi yang optimal perlu dilakukan hibridasi dengan memadukan beberapa jenis pembangkit listrik energi terbarukan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH). PLTH ini akan bekerja berdasarkan intensitas cahaya matahari dan kekuatan angin. Dapat diketahui bahwa intensitas cahaya matahari hanya tersedia pada siang hari ketika cuaca cerah (tidak mendung atau hujan). Sedangkan energi angin tersedia pada waktu yang seringkali tidak dapat diprediksi (sporadic), dan sangat berfluktuasi tergantung cuaca atau musim. Sehingga kondisi ini akan memengaruhi tingkat kekuatan dari PLTH dalam menghasilkan energi listrik dan akan mempersulit untuk mengetahui parameterparameter yang dihasilkan oleh PLTH. Berangkat dari permasalahan tersebut, mendorong penulis untuk merancang dan membuat alat monitoring simulator PLTH pada laboratorium sistem tenaga pada jurusan Teknik Elektro PNUP yang dapat berfungsi untuk memantau beberapa parameter seperti tegangan, arus, daya, kecepatan angin, putaran generator dan intensitas cahaya yang kemudian akan ditampilkan pada suatu PC sehingga dapat memudahkan kegiatan praktikum dalam memonitoring parameter-parameter yang dibutuhkan tersebut. II. KAJIAN LITERATUR A. Monitoring Widiastuti dan Susanto [1] menyatakan bahwa “Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi berdasarkan indikator yang ditetapkan secara sistematis dan kontinu tentang kegiatan atau program sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan program atau kegiatan itu selanjutnya”. Monitoring dilakukan dengan memantau data pengukuran setiap parameter keluaran PLTH. B. Energi Angin Di Indonesia, kecepatan angin pada siang hari bisa lebih kencang dibandingkan malam hari. Untuk udara yang bergerak terlalu dekat dengan permukaan tanah, kecepatan angin yang diperoleh akan kecil sehingga daya yang dihasilkan sangat sedikit. Semakin tinggi akan semakin baik. Pada keadaan ideal, untuk memperoleh kecepatan angin dikisaran 5-7 m/s, umumnya diperlukan ketinggian 5-12 m [2]. C. Energi Matahari Energi matahari dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik melalui peralatan konversi energi yakni sel surya. Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia [3]. 117 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 D. Defenisi PLTH PLTH adalah gabungan atau integrasi antara beberapa pembangkit listrik berbasis BBM dengan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, umumnya sistem pembangkit yang banyak digunakan untuk PLTH adalah generator diesel, pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga mikrohidro, pembangkit litsrik tenaga bayu [4]. Dalam penelitian ini, PLTH terdiri dari PLTB dan PLTS dimana kedua jenis pembangkit ini dioperasikan bersamaan untuk melayani beban. E. Sensor Arus ACS712 Sensor ini digunakan untuk mengukur arus dari baterai. Pada gambar 1 merupakan rangkaian dari sensor arus ACS712. 978-602-18168-7-5 untuk suhu [8]. Dibagian dalamnya terdapat kapasitas polimer sebagai elemen untuk sensor kelembaban relatif dan pita regangan sebagai sensor temperatur. Output kedua sensor digabungkan dan dihubungkan pada ADC 14 bit dan sebuah interface serial pada satu chip yang sama. I. Sensor Kecepatan Angin Pengukuran kecepatan angin terdiri dari baling – baling mangkok yang dikompel dengan piringan sensor 18 celah dan sensor kecepatan optocoupler. Piringan sensor ini digunakan untuk mengindera kecepatan putar balingbaling mangkok. Titik pusat piringan sensor dan balingbaling mangkok dihubungkan dengan sebuah poros, sehingga kecepatan putar piringan sensor sama dengan kecepatan putar baling-baling. Sensor kecepatan ini akan membaca slot pada piringan sensor, dimana piringan sensor ini menghasilkan pulsa – pulsa listrik yang akan diindra oleh optocoupler (sensor kecepatan) melalui lubang pada setiap pinggir piringan [5]. J. Gambar 1. Rangkaian Sensor Arus ACS712 Pin 1 dan 2 merupakan input dari sumber (fasa), sedangkan pin 3 & 4 merupakan output (fasa) yang tersambung ke beban. Pin 5 dan 8 merupakan pin untuk VCC 5V dan ground dari sumber catu daya. Sensor ACS712 ini memiliki range deteksi arus beragam yaitu 5A, 20A dan 30A [5]. F. Sensor Tegangan Sensor ini digunakan untuk mengukur tegangan keluaran dari turbin angin dan panel surya. Adapun keluaran dari sensor ini tidak boleh melewati 5 VDC agar tidak merusak inputan dari mikrokontroler yang hanya bisa menerima input maksimal 5 VDC [6], berikut diagram rangkaian sensor tegangan. 30 kΩ S 7K4 Ω - Gambar 2. Diagram Rangkaian Sensor Tegangan G. Sensor Cahaya BH1750 Modul sensor cahaya BH1750 adalah sebuah modul sensor cahaya berbasis IC BH1750FVI dari ROHM semikonduktor yang sensitif terhadap intensitas cahaya disekitarnya (ambience light). Menggunakan komunikasi I2C dengan kemampuan mendeteksi cahaya 1-65535 lx. Sensor cahaya ini dapat melakukan pengukuran dengan keluaran satuan lux (lx). Modul BH1750 memerlukan tegangan 3,3 VDC – 5,5 VDC dengan menggunakan IC BH1750 [7]. H. Gambar 3. Rangkaian Sensor Optocoupler K. VCC GND Sensor Putaran Generator Sensor putaran ini dibuat dengan optocoupler tipe “U” yang ditengahnya diletakkan sebuah roda cacah. Roda cacah yang diletakkan ditengah optocoupler tersebut berfungsi untuk mempengaruhi intensitas cahaya yang diberikan oleh LED pada optocoupler ke photo transistor yang akan memberikan perubahan level logika sesuai dengan putaran roda cacah. Kecepatan perubahan logika photo transistor akan sebanding dengan kecepatan putaran roda cacah [9]. Sensor Suhu DHT22 Sensor DHT22 memiliki range pengukuran yaitu 0 sampai 100% untuk kelembaban dan -400C sampai 1250C Arduino Uno Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328. Memiliki 14 pin input dari output digital dimana 6 pin input tersebut dapat digunakan sebagai output PWM dan 6 pin input analog, 16 MHz osilator kristal, koneksi USB, jack power, ICSP header, dan tombol reset. Untuk mendukung mikrokontroler agar dapat digunakan, cukup menghubungkan Board Arduino Uno ke komputer dengan menggunakan kabel USB atau listrik dengan AC ke adaptor DC atau baterai untuk menjalankannya [10], bentuk Arduino Uno seperti pada Gambar 4. Gambar 4. Arduino Uno L. Borland Delphi Delphi adalah suatu bahasa pemrograman (development language) yang digunakan untuk merancang 118 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 suatu aplikasi program. Delphi termasuk dalam pemrograman bahasa tingkat tinggi (high level language), maksudnya yaitu perintah-perintah programnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh manusia [11]. Khusus untuk pemrograman database, borland delphi menyediakan fasilitas objek yang sangat kuat dan lengkap serta memudahkan dalam pembuatan program untuk aplikasi database. Format database yang dimiliki delphi yaitu format database paradox, dBase, Ms Access, ODBC, syBase, Oracle dan lain-lain [12]. Gambar 7. Desain 3D Jalur Rangkaian Alat Monitoring PLTH Gambar 5. Borland Delphi Pada tahap perancangan software, pembuatan program aplikasi Borland Delphi 7 pada penelitian ini dikelompokkan menjadi Form splash screen, Form Login, Form Monitoring, dan Form Report. Adapun teknik analisis data yang digunakan sebagai berikut. M. Database Basis data (database) adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program komputer untuk memperoleh informasi dari basis data tersebut. (Arrosyid) [13]. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah perancangan hardware dan software alat monitoring simulator PLTH. Tahap perancangan hardware ini dilakukan dengan proses desain schematic dan PCB menggunakan software Altium Designer 10. Pada rangkaian layout ini sudah termasuk adanya layout untuk ke Arduino Uno, sensor arus, sensor tegangan, dan beberapa terminal blok, sehingga relatif lebih simple dan tidak membutuhkan ruang yang besar. Berikut desain schematic dan desain 3D rangkaian kontrol Alat Monitoring PLTH. Gambar 8. Diagram Blok Alat Monitoring PLTH Alat monitoring ini dirancang untuk dapat melakukan monitoring parameter yang dihasilkan oleh generator AC yang terkopel dengan turbin angin dan panel surya dengan memanfaatkan beberapa sensor yang mampu membaca besaran seperti arus (A), tegangan (V), kecepatan angin (m/s), putaran generator (RPM), suhu (0C) dan intensitas cahaya (Lux). Data yang telah didapatkan tersebut kemudian diolah oleh mikrokontroler Arduino Uno, selanjutnya dikirimkan secara komunikasi serial ke PC secara realtime dengan perangkat lunak menggunakan borland delphi 7 sebagai pengolah data. Sehingga secara garis besar, program yang dibuat merupakan tampilan tatap muka kepada pengguna (user interface). Algoritma yang digunakan dapat dilihat pada flowchart berikut: Gambar 6. Desain Schematic Alat Monitoring PLTH 119 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Gambar 12. Form Login Gambar 13. Form Monitoring C. Gambar 9. Flowchart Alat Monitoring PLTH IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perancangan Rancang Bangun Alat Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid via Personal Computer, maka alat yang dirancang ini telah selesai. A. Hasil Pengujian dan Pembahasan Hasil pengujian pada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu, pengujian hardware dan pengujian software. Maka untuk mengetahui kelayakan dari sensor yang digunakan, maka dilakukan pengujian pembacaan setiap sensor. Standar Deviasi ! ! !!!(!!!! ) != (!!!) ........................................... (1) Standar Error (Ketidakpastian) ! !" = ................................................................. (2) Implementasi Perangkat Keras ! Simpangan (Error) ! = !" − ! ................................................... (3) Error (rata-rata simpangan) %!""#" = !"!(!) !" ! 100% .......................... (4) Keterangan: - ! = Standar deviasi - !" = Standar Error - !i = Nilai x ke-I - !" = Nilai yang dikehendaki - ! = Nilai rata-rata - ! = Simpangan (Error) - ! = Ukuran banyaknya data Gambar 10. Bentuk Fisik rangkaian Alat Monitoring 1. B. Implementasi Perangkat Lunak No Gambar 11. Form Splash Screen A 1 2 3 4 5 6 Pengujian Sensor Tegangan. Tabel 1. Pengujian Sensor Tegangan Rata-rata Tegangan Output (Volt) Vin Standar Standar Error (V) Multi- Sensor Deviasi Error meter Tegangan B C D E F G 0 0 0 0 0 0 1 1 0.99 0.008 0.003 0.01 2 2 2.05 0.019 0.008 0.05 3 3 3.07 0 0 0.07 4 4 4.09 0.016 0.007 0.09 5 5 5.16 0 0 0.16 % Error H 0 1 2.5 2.3 2.2 3.2 120 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 A 7 8 9 10 11 12 13 B 6 7 8 9 10 11 12 C 6 7 8 9 10 11 12 D 6.25 7.31 8.34 9.45 10.54 11.56 12.61 E 0 0.008 0 0 0 0.008 0 F 0 0.003 0 0 0 0.003 0 G 0.25 0.31 0.34 0.45 0.54 0.56 0.61 H 4.1 4.4 4.2 5 5.4 5.09 5.08 Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian dengan Vin = 1 Volt, diperoleh error 0.01, persentase error 1%, standar deviasi 0.008, dan ketidakpastian 0.003. Secara keseluruhan pengujian sensor tegangan ini memiliki persentase error dibawah 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang digunakan sudah baik. 2. Pengujian Sensor Arus Pengujian sensor arus dilakukan dengan memberikan beban, baik itu beban DC ataupun Ac, Dalam pengujian ini kami menggunakan beban DC. Tabel 2. Pengujian Sensor Arus ACS712 Rata-rata Arus Jenis % (Ampere) Standar Standar No Beban Multi- Sensor Deviasi Error Error Error DC meter ACS712 Lampu 0.2 4.8 1 4.09 3.89 0.027 0.012 Pijar Lampu 2 0.54 0.5 0.041 0.018 0.04 7.4 TL 3 Kipas 0.2 0.18 0.008 0.003 0.02 10 Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian dengan jenis beban lampu pijar, diperoleh error 0.2, persentase error 4.8%, standar deviasi 0.027, dan ketidakpastian 0.012. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini memiliki persentase error sama dengan atau kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang digunakan cukup baik. 3. No 1 2 3 4 5 6 Pengujian Sensor Suhu Tabel 3. Pengujian Sensor Suhu DHT22 Rata-rata Tegangan Suhu (0C) Input Standar Standar Blower Termo Sensor Deviasi Error (Volt) meter DHT22 220 28.8 28.34 0.054 0.024 200 28.9 28.44 0.1 0.044 180 28.9 28.44 0.054 0.024 160 28.9 28.44 0.054 0.024 140 28.9 28.46 0.054 0.024 120 29 28.48 0.056 0.025 Error % Error 0.46 0.46 0.46 0.46 0.44 0.52 1.59 1.59 1.59 1.59 1.52 1.79 Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian dengan tegangan input blower 220 volt, diperoleh error 0.46, persentase error 1.59%, standar deviasi 0.054, dan ketidakpastian 0.024. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik. 978-602-18168-7-5 4. Pengujian Sensor Cahaya BH1750 Tabel 4. Pengujian Sensor Cahaya BH1750 No Rata-rata Tegangan Intensitas Input Cahaya (Lux) Standar Standar Error Blower Deviasi Error Lux Sensor (Volt) % Error meter BH1750 1 220 7020 7002.4 1.949 0.87 17.6 0.25 2 200 4896 4879.6 0.894 0.39 16.4 0.33 3 180 3356 3345.2 1.788 0.79 10.8 0.32 4 160 2096 2088.6 0.894 0.39 7.4 0.35 5 140 1252 1247.2 1.303 0.58 4.8 0.38 6 120 664 661.4 0.894 0.39 2.6 0.39 Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian dengan tegangan input blower 220 volt, diperoleh error 17.6, persentase error 0.25%, standar deviasi 1.949, dan ketidakpastian 0.87. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik. 5. Pengujian Sensor Optocoupler Anemometer dan Sensor Tabel 5. Pengujian Sensor Anemometer Rata-rata Kecepatan Angin Tegangan (m/s) Input No Blower Sensor Anemo(Volt) Anemometer meter 1 220 6.7 6.63 Standar Deviasi Standar Error Error % Error 0.086 0.086 0.04 0.59 2 200 6.55 6.5 0.057 0.057 0.05 0.76 3 180 6.38 6.35 0.057 0.057 0.03 0.47 4 160 6.31 6.21 0.057 0.057 0.1 1.58 5 140 6.17 6.21 0.082 0.082 0.04 0.64 6 120 5.3 5.59 0.09 0.09 0.29 5.4 Berdasarkan table 5 hasil pengujian dengan tegangan input blower 220 volt, diperoleh error 0.04, persentase error 0.59%, standar deviasi 0.086, dan ketidakpastian 0.086. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik. Tabel 6. Pengujian Sensor Optocoupler Tegang an No Input Blower (Volt) 1 220 Rata-rata Putaran Generator (RPM) Sensor TachoOptometer coupler 463.8 463.2 Standar Deviasi Standar Error Error % Error 1.643 0.073 0.6 0.12 2 200 456 453.6 2.509 1.122 2.4 0.52 3 180 449.1 445.8 1.643 0.073 3.3 0.73 4 160 441.3 439.8 1.643 0.073 1.5 0.33 5 140 418.5 413.4 3.911 1.749 5.1 1.21 6 120 307.4 304.8 1.643 0.073 2.6 0.84 Berdasarkan table 6 hasil pengujian dengan tegangan input blower 220 volt, diperoleh error 0.6, persentase error 0.12%, standar deviasi 1.643, dan ketidakpastian 121 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 0.073. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik. 978-602-18168-7-5 Ujung Pandang, serta kerabat dekat penulis khususnya di Program Studi D4 Teknik Listrik. REFERENSI 6. Pengujian Software Gambar 14. Monitoring Parameter Keluaran PLTH secara Real Time Gambar 14 menunjukkan bahwa monitoring parameter keluaran PLTH dilakukan secara real time dengan delay pengambilan data selama 10 detik. dan hasilnya dapat dilihat pada database yang telah dibuat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15 dan Gambar 16. Gambar 15. Tampilan Database di Delphi 7 Gambar 16. Tampilan Database di Ms.Access 1) 2) V. KESIMPULAN Perancangan dan pembuatan alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin, putaran generator dan intensitas cahaya pada simulator PLTH. Pembuatan aplikasi visual yang dapat menampilkan besaran tegangan, arus, daya, kecepatan angin, putaran generator dan intensitas cahaya pada simulator PLTH secara real time. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih ditujukan kepada kedua Dosen Pembimbing, Dosen Teknik Listrik Politeknik Negeri [1] Widiastuti, Nelly Indriani dan Rani Susanto. 2012. Kajian Sistem Monitoring Dokumen Akreditasi Teknik Informatika UNIKOM. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.12 No.2. [2] Pelle, Yulian. 2013. Analisa Gabungan Dua Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Laboratorium Listrik Politeknik Negeri Sriwijawa. Tugas Akhir. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya. [3] Rahardjo, I dan Fitriana I. 2006. Analisi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Strategi Penyediaan Listrik Nasional dalam rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN dan Energi Terbarukan. [4] Herlina. 2009. Analisis Dampak Lingkungan dan Biaya Pembangkitan Listrik Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida di Pulau Sebesi Lampung Selatan. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. [5] Kahfi, Ashabul dan Rahmat Harianto. 2017. Perancangan Alat Monitoring Parameter Keluaran Generator Turbin Angin. Skripsi. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. [6] Fachri, Muhammad Rizal dkk. 2015. Pemantauan Parameter Panel Surya Berbasis Arduino secara Real Time. Jurnal Rekayasa Elektrika Vol. 11, No. 4, Agustus 2015, hal. 123-128. [7] prasetyanta, Benediktus Dimas Eka. 2017. Purwarupa Sistem Kontrol dan Pemantauan Greenhouse untuk Pembibitan Anggrek Dendrobium dengan Tampilan Web. Tugas Akhir.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. [8] Launda, Andry Petrus dkk. 2017. Prototipe System Pengering Biji Pala Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Vol. 6, No. 3, 2017, hal. 141-147, ISSN: 2301-8402. [9] Heriyanto. 2015. Implementasi RFID TAGS pada Sistem Kontrol Pintu Geser Otomatos Berbasis Mikrokontroler. Tugas Akhir. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [10] Fitriandi, Afrizal dkk. 2016. Rancang Bangun Alat Monitoring Arus dan Tegangan Berbasis Mikrokontroler dengan SMS Gateway. ELECTRICIAN – Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro Vol 10, No. 2, Mei 2016. [11] Riyanto. 2017. Rancang Bangun Sistem Informasi Pelayanan Haji Plus dan Umroh (Studi Kasus: PT. Arminareka Perdana Wonosobo). Tugas Akhir. Yogyakarta: Universitas Teknologi Yogyakarta. [12] Alam, M. Agus J. 2003. BELAJAR sendiri: Mengolah Database dengan Borland Delphi 7. Jakarta: Elex Media Komputindo. [13] Arrosyid, Moch Harun dkk. 2011. Implementasi Wireless Sensor Network Untuk Monitoring Parameter Energi Listrik Sebagai Peningkatan Layanan Bagi Penyedia Energi Listrik. Surabaya: Politeknik Negeri Surabaya. 122 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Studi Aliran Daya pada Kelistrikan SULSELBAR dengan masuknya PLTU Mamuju 2 x 25 MW Abdul Wahid Kadir1), Bakhtiar2), Satriani Said Akhmad3) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Email: [email protected] Abstrak Sistem kelistrikan yang baik ialah sebuah sistem yang handal dalam penyaluran aliran daya, yaitu mampu mengurangi besar rugi-rugi daya dan mengefisiensikan besarnya jatuh tegangan pada sistem. Untuk itu dilakukan perhitungan aliran daya yang mengalir dari bus ke bus dalam sistem interkoneksi dan besarnya rugi-rugi daya serta efisiensi penyaluran tenaga listrik pada saluran transmisi. Pada skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan menentukan aliran daya pada Aliran daya sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum dan setelah PLTU Mamuju 2x25 MW terhubung. Berdasarkan hasil simulasi yang dibuat menggunakan aplikasi ETAP 12.6.0. perubahan aliran daya sebelum dan setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung, perubahan terbesar ditemukan pada arah aliran daya antara bus Gardu Induk (GI) Majene dan GI Mamuju dengan perubahan arah aliran daya yang sebelumnya dari GI Majene ke GI Mamuju berbalik arah dari GI Mamuju ke GI Majene hal ini karena daya yang dibangkitkan oleh PLTU Mamuju 2 x 25 MW sebesar 30 MW melebihi kebutuhan daya pada GI Mamuju yang hanya sekitar 24,6 MW, dan kebelihan energi tadi selanjutnya disalurkan ke GI Majene. Perubahan nilai rugi rugi daya juga terjadi yaitu rugi-rugi daya saluran dari GI Mamuju ke GI Majene menjadi lebih baik dari 0,05 MW menjadi 0,004 MW, sedangkan rugi-rugi daya terbesar secara keseluruhan sistem kelistrikan SULSEBAR terjadi pada saluran antara GI Tallasa ke GI Sungguminasa sebesar 3,7 MW. Keywords: Aliran Daya, Rugi-rugi Daya, ETAP 12.6.0. I. PENDAHULUAN Studi aliran daya adalah studi yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai aliran daya atau tegangan sistem dalam kondisi operasi terus-menerus (tunak). Informasi ini sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi kemampuan kerja sistem tenaga dan menganalisis kondisi pembangkitan maupun pembebanan. Analisis ini juga memerlukan informasi aliran daya dalam kondisi normal maupun darurat[1]. Studi aliran daya memberikan informasi mengenai beban saluran transmisi, losses, dan tegangan di setiap lokasi untuk evaluasi regulasi kinerja sistem tenaga. Oleh sebab itu studi aliran daya sangat diperlukan dalam perencanaan serta pengembangan sistem di masa yang akan datang. Untuk metode penyelesaian yang digunakan pada studi aliran daya ini adalah metode Newton Rhapson. Kebutuhan akan sumber daya energi listrik semakin meningkat salah satunya di Sulawesi Barat. Masalah yang terjadi adalah topologi daerah yang berbukit menjadi hambatan tersendiri dalam pengembangan saluran transmisi dan distribusi tenaga listrik. Sehingga dibangun pembangkit baru yaitu PLTU Mamuju 2 x 25 MW yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut. Penulis bermaksud menganalisis aliran daya pada sistem kelistrikan Sulawesi Selatan dan Barat (SULSELBAR) dengan terhubungnya PLTU Mamuju 2 x 25 MW, hal ini dianggap penting sebagai bahan evaluasi kinerja pembangkitan dan menemukan perubahan yang terjadi pada sistem kelistrikan tersebut. Demikian hal ini dianggap penting dan diangkat sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi diploma empat di Politeknik Negeri Ujung Pandang. II. KAJIAN LITERATUR Secara umum tujuan dari analisis aliran daya adalah dimaksudkan untuk mendapatkan [2] : 1. Besar dan sudut tegangan masing-masing bus sehingga dapat diketahui tingkat pemenuhan batas-batas operasi yang diperbolehkan. 2. Besar arus dan daya yang dialirkan pada jaringan, sehingga bisa diidentifikasi tingkat pembebanannya. 3. Kondisi awal bagi studi-studi selanjutnya, seperti studi kontingensi. Studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan studi yang sangat penting. Studi aliran daya mengungkapkan kinerja dan aliran daya (nyata dan reaktif). Untuk keadaan tertentu tatkala sistem bekerja secara tunak atau terus menerus. Studi aliran daya juga memberikan informasi mengenai beban saluran transmisi pada sistem, tegangan di setiap lokasi untuk evaluasi regulasi kinerja sistem tenaga dan bertujuan untuk menentukan besarnya daya nyata, daya reaktif di berbagai titik pada sistem daya yang dalam keadaan berlangsung [3]. A. Rugi-rugi daya Daya listrik yang disalurkan dari gardu induk atau transformator distribusi ke pemakai mengalami rugi tegangan dan rugi daya, ini disebabkan karena saluran distribusi mempunyai tahanan, induktansi, dan kapasitansi. Karena saluran distribusi primer ataupun sekunder berjarak pendek maka kapasitas dapat diabaikan. Rumus rugi daya : 123 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Rugi daya nyata = ! ! ! !! ! Rugi daya reaktif = ! ! ! !! ! 978-602-18168-7-5 (1) (2) Dengan : R = Resistansi (Ohm/km) X= Reaktansi (Ohm/km) L= Panjang saluran (km) Dapat pula ditentukan dengan persamaan sebagai berikut [4] : Rugi-rugi Daya = 3 I2 R L (3) Dengan : I = Arus Saluran (A) R = Resistansi Saluran (Ohm) B. Efisiensi Saluran Transmisi Daya listrik yang tersalurkan dari sumber ke beban jumlahnya berbeda, hal ini dikarenakan terjadinya rugirugi daya. Sehingga hal ini dapat menentukan efisiensi daya pada sistem tersebut. Untuk menetukan besar efisiensi daya menggunakan rumus sebagai berikut: !" !" ! 100% (4) Keterangan : Pr = Daya yang diterima (W) Ps = Daya yang dikirim (W) C. Segitiga Daya Daya semu (S) merupakan resultan dari dua komponen, yaitu daya nyata (P) dan komponen daya reaktif (Q). ! = !. !. !"# ∅ ! = !. !. !"# ∅ ! = ! ! + √! ! atau S= V.I Keterangan : P = Daya aktif (Watt) Q = Daya reaktif (Var) S = Daya terpasang (VA) V = Tegangan (V) A = Arus (Ampere) ∅ = Beda sudut asa (Deg atau Rad) III. METODE PENELITIAN Pada Penelitian ini sistem kelistrikan SULSELBAR menjadi objek penelitian. Berikut flowchart untuk menyelesaikan penelitian ini : Gambar 1. Flowchart Penelitian Metode penelitian dilakukan dengan melakukan halhal sebagai berikut : 1. Studi literatur untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber, baik itu dari jurnal-jurnal elektronik maupun buku-buku yang pembahasannya sesuai dengan judul maupun tujuan dari tugas akhir ini. Adapun salah satu buku yang dijadikan referensi perhitungan dari tugas akhir ini adalah buku karya William D. dan Stevenson, Jr. tentang Analisis Sistem Tenaga Listrik edisi keempat yang dialih bahasakan oleh seorang insinyur bernama Ir. Kamal Idris. Buku ini diterbitkan oleh Lembaga Penerbitan Erlangga pada tahun 1983. 2. Kemudian melakukan wawancara yang dilakukan dengan mewawancarai Bapak Supardin di PT UPT PLN SULSELRABAR. Teknik wawancara penulis lakukan dengan menanyakan segala sesuatu yang tidak diketahui atau tidak jelas dari data yang diperoleh. 124 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 3. Metode pengumpulan data (dokumentasi) adalah metode yang dilakukan untuk mengumpulkan seluruh data yang terkait dengan hal-hal tentang kegiatan penelitian. Adapun data-data yang dikumpulkan adalah berupa data Single Line Diagram, data saluran transmisi, data transformator serta data beban sistem kelistrikan SULSELRABAR. 4. Penyajian data yang telah dikelompokkan sedemikian rupa, kemudian mengolah data tersebut menggunakan ETAP 12.6, untuk menentukan aliran daya, rugi-rugi daya dan efisiensi pada jaringan transmisi SULSELBAR. Melakukan verifikasi data yang telah dibuat kepada pihak PT UPT PLN SULSELRABAR, serta dosen terkait. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 978-602-18168-7-5 No 3 4 5 6 7 8 Berikut merupakan hasil pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir ini, meliputi data yang telah disebutkan sebelumnya. Dbawah ini merupakan single line diagram sistem kelistrikan SULSELRABAR sesuai topologi atau geografi fisik Sulawesi Bagian Selatan (SULBAGSEL). 9 10 Gardu Induk Tujuan Arus (A) Tahanan (Ohm/K m) Panjang Saluran (Km) 1 GI Majene GI Mamuju 35,5 0,129 114,3 2 GI GI 61,8 0,121 50,16 GI Polmas GI ParePare GI Pinrang GI Balusu Abarru GI Kima GI Bosowa 13 GI Tello 14 GI Tallo Lama 15 GI Tello 20 Gardu Induk Asal GI Bakaru GI Polmas GI ParePare GI ParePare GI Balusu GI Tello 19 No Majene 12 18 Tabel 1. Nilai arus hasil simulasi sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung Polmas GI Tello 17 Kemudian berikut kondisi ketika PLTU Mamuju 2 x 25 MW belum terhubung, berupa data arus dan saluran transmisi sistem kelistrikan SULSELRABAR: Gardu Induk Tujuan 11 16 Gambar 2. Sistem kelistrikan SULSELRABAR dengan ETAP 12.6.0 Gardu Induk Asal 21 22 23 24 25 26 GI Sunggu Minasa GI Sunggu Minasa GI Tallasa GI Punagay a GI PLTU Bosowa GI PLTU Bosowa GI Punagay a GI Jenepon to GI Jenepon to GI Bantaen g GI Buluku Arus (A) Tahanan (Ohm/K m) Panjang Saluran (Km) 212,6 0,017 50,01 30,8 0,123 90,27 51,9 0,123 26,06 174,1 0,129 22 253,1 0,129 22 238,1 0,129 46 87,4 0,123 43 81,9 0,129 20,92 81,9 0,129 34,42 158,7 0,123 6 181,6 0,084 6,9 32,9 0,056 10 153,8 0,111 4,5 595,5 0,037 10,93 115,2 0,058 11,89 678,9 0,084 27,5 GI Tallasa 773,8 0,0345 19,06 GI Tallasa 619,8 0,0345 28,7 174,9 0,0345 10,6 124,1 0,129 24,49 90,7 0,129 46,4 88,6 0,0345 28 88,6 0,129 20 52,8 0,134 59,05 Abarru GI Pangkep GI Pangkep GI Pangkep GI Bosowa GI Kima GI Tello Lama GIS Bontoal a GI Panakuk ang GI Tello GI Tanjung Bunga GI Sunggu minasa GI Punagay a GI Jenepon to GI Buluku mba GI Bantaen g GI Buluku mba GI Sinjai 125 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 No 27 28 29 30 31 32 Gardu Induk Asal mba GI Buluku mba GI Bone GI Soppeng GI Soppeng GI Sengkan g GI Sidrap 33 GI Sidrap 34 BB PLTB Sidrap 35 BB Maros 36 BB Maros 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 BB Patalasa ng GI Makale GI Palopo BB Wotu BB1 Pamona BB 2 Pamona GI Poso GI Sidera GI Sidera GI Tallise GI Pangkep 70 kV GI Mandai GI Tallo Lama 70 kV Gardu Induk Tujuan Arus (A) Tahanan (Ohm/K m) Panjang Saluran (Km) GI Bone 23,8 0,122 137,2 GI Sinjai 28,6 0,116 74,01 GI Bone 75,2 0,119 43,27 GI Sidrap 20,5 0,121 53,08 GI Sidrap 978-602-18168-7-5 Tabel 2. Nilai arus hasil simulasi sistem kelistrikan SULSELBAR setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung Gardu Gardu Tahanan Panjang Induk Arus No Induk (Ohm/K Saluran Tujua (A) Asal m) (Km) n 1 GI Mamuju GI Majene 13 0,129 114,3 2 GI Polmas GI Majene 18 0,121 50,16 3 GI Bakaru GI Polmas 113,5 0,017 50,01 4 GI Polmas 15,6 0,123 90,27 51,7 0,123 26,06 GI Balusu 144,5 0,129 22 Abarru 231,6 0,129 22 216,5 0,129 46 108,5 0,123 43 100,6 0,129 20,92 100,6 0,129 34,42 180,7 0,123 6 182 0,084 6,9 32,7 0,056 10 161,8 0,111 4,5 616,5 0,037 10,93 115,5 0,058 11,89 732,9 0,084 27,5 GI Tallasa 853 0,0345 19,06 GI Tallasa 649 0,0345 28,7 GI 432 0,0345 10,6 234,6 0,0145 40 210,1 0,122 19,1 5 36,1 0,0345 7 6 150,3 0,0345 123 7 25 96,6 0,0345 8 Abarru 31,2 120,8 0,0345 9 GI Kima 24,9 96,6 0,0345 10 GI Bosowa 27 69,9 0,073 11 GI Tello 45,1 187,3 0,129 12 76,8 81,1 0,0345 GI Tello 78,4 82,6 0,0345 13 GI Tello 96 185,9 0,111 14 GI Sidera 87,6 172,2 0,111 GI Tallo Lama GI Silae 23,2 46,5 0,111 15 GI Tello GI Tallise 45,6 191,6 0,111 16 PJPP1 24 200,9 0,111 GI Sunggu Minasa GI Mandai 46 141 0,244 17 GI Sunggu Minasa GI Daya 15,6 148,9 0,236 18 GI Bontoal a GI Tallasa 20,4 85,8 0,236 GI ParePare BB PLTB Sidrap BB Maros BB Patalasa ng GI Sunggu minasa GI Sunggu minasa GI Sidrap GI Makale GI Palopo BB Wotu GI Poso Kemudian berikut kondisi setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung. 19 20 21 GI ParePare GI ParePare GI Balusu GI Punaga ya GI PLTU Bosowa GI GI ParePare GI Pinran g GI Pangke p GI Pangke p GI Pangke p GI Bosow a GI Kima GI Tello Lama GIS Bontoa la GI Panaku kang GI Tello GI Tanjun g Bunga GI Sunggu minasa 126 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 No 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Gardu Induk Asal PLTU Bosowa GI Punaga ya GI Jenepon to GI Jenepon to GI Bantaen g GI Buluku mba GI Buluku mba GI Bone GI Soppen g GI Soppen g GI Sengka ng 32 GI Sidrap 33 GI Sidrap 34 BB PLTB Sidrap 35 BB Maros 36 BB Maros 37 38 39 40 41 42 43 BB Patalasa ng GI Makale GI Palopo BB Wotu BB1 Pamona BB 2 Pamona GI Poso Gardu Induk Tujua n Punaga ya GI Jenepo nto GI Buluku mba GI Bantae ng GI Buluku mba Arus (A) Tahanan (Ohm/K m) Panjang Saluran (Km) 146 0,129 24,49 112,6 0,129 46,4 47 28 111,2 0,129 20 GI Sinjai 74,5 0,134 59,05 GI Bone 42,6 0,122 137,2 GI Sinjai 25,3 0,116 74,01 GI Bone 59,6 0,119 43,27 GI Sidrap 23,5 0,121 53,08 GI Sidrap 205 0,0145 40 190,2 0,122 19,1 26,6 0,0345 7 120,7 0,0345 123 70 0,0345 40 87,5 0,0345 40 70 0,0345 10 37,3 0,073 105,48 122,3 0,129 37,35 79,9 0,0345 100 81,5 0,0345 109 186,7 0,111 43,57 172,9 0,111 43,57 BB Patalas ang GI Sunggu minasa GI Sunggu minasa GI Sidrap GI Makale GI Palopo BB Wotu GI Poso GI Sidera 45 46 0,0345 BB Maros No 44 111,2 GI ParePare BB PLTB Sidrap 978-602-18168-7-5 48 49 50 Gardu Induk Asal GI Sidera GI Sidera GI Tallise GI Pangke p 70 kV GI Mandai GI Tallo Lama 70 kV GI Sengka ng Gardu Induk Tujua n GI Silae GI Tallise Arus (A) Tahanan (Ohm/K m) Panjang Saluran (Km) 46,7 0,111 43,57 192,6 0,111 10 PJPP1 201,6 0,111 17,6 GI Mandai 190 0,244 37,7 GI Daya 147,6 0,236 5 GI Bontoa la 85,4 0,236 4,2 GI Sidrap 205 0,072 35,4 Menentukan rugi-rugi daya dilakukan dengan menggunakan persamaan 3 pada tinjauan pustaka, berikut penulis menggunakan sampel pada saluran transmisi Sulawesi Barat yaitu antara Gardu Induk Majene ke Gardu Induk Mamuju : - GI Majene – GI Mamuju Diketahui: I = 35,5 A R = 0,129 Ohm/km Panjang Saluran = 114,3 km Sehingga, rugi-rugi daya = 3 ! ! ! ! ! ! ! = 3 ! 35,5! ! 0,129 ! 114,3 = 0,055 MW. Karena terdapat 2 saluran maka rugi-rugi daya total yaitu : Rugi-rugi daya total = 2 x 0,055 = 0,11 MW. Setelah menentukan rugi-rugi daya saluran transmisi, kemudian menentukan efisiensi penyaluran energi listrik tersebut, sesuai dengan persamaan 4 pada tinjauan pustaka, dengan menggunakan sampel saluran transmisi yang sama pada perhitungan rugi-rugi daya sebagai berikut : - GI Majene – GI Mamuju Diketahui : Daya Kirim : 17,4 MW Rugi-rugi daya : 0,11 MW Berdasarkan persamaan 4.2 pada halaman 21 tentang efisiensi Sehingga, efisiensi Saluran = !"#" !"#$%&'($) − !"#$ !"#" !100% !"#" !"#$%&'($) Efisiensi = !",!!!,!! !",! !100% = 99,3% Berikut data hasil perhitungan rugi-rugi daya dan efisiensi pada sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum dan setelah PLTU Mamuju terhubung : 127 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Tabel 3. Nilai rugi-rugi daya dan efisiensi energi lirik sesuai hasil simulasi sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung. No Gardu Induk Asal Gardu Induk Tujuan GI ParePare GI ParePare GI Mamuju GI Majene GI Polmas GI ParePare GI Pinrang GI Balusu 7 GI Balusu Abarru 8 Abarru 9 GI Kima 10 GI Bosowa 1 GI Majene 2 GI Polmas 3 GI Bakaru 4 GI Polmas 5 6 11 GI Tello 12 GI Tello 13 GI Tello 14 GI Tallo Lama 15 GI Tello 16 GI Makale 17 GI SungguMin asa GI SungguMin asa GI Pangkep GI Pangkep GI Pangkep GI Bosowa GI Kima GI Tello Lama GIS Bontoal a GI Panakuk ang 99,36 30,2 0,14 99,54 54,2 0,12 99,79 7,2 0,03 99,56 25 GI Jeneponto 26 27 28 GI Sengkang GI Bulukumba GI Bulukumba 29 GI Bone 30 GI Soppeng 11,4 0,03 99,77 86,2 0,52 99,40 31 GI Soppeng 130,6 1,09 99,16 32 GI Sengkang 121 2,02 98,33 33 GI Sidrap 16,7 0,12 99,27 34 GI Sidrap 16,8 0,05 99,68 35 BB PLTB Sidrap 0,06 99,86 36 BB Maros 93,6 0,11 99,88 37 BB Maros 10,8 0,004 99,97 38 BB Patalasang 78 0,86 99,91 39 GI Palopo GI Sidrap 27 0,51 99,16 40 BB Wotu GI Tello 296 0,05 99,71 57 6,39 99,90 GI Punagaya 21 GI PLTU Bosowa GI Tallasa GI Punagaya 0,11 GI Jeneponto 39,6 20 23 17,4 24 99,47 GI Tallasa GI PLTU Bosowa Efisie nsi (%) 0,09 19 22 Rugirugi daya (MW) No Gardu Induk Asal 16,9 GI Tanjung Bunga GI Sunggu minasa GI Tallasa 18 Daya Terkiri m (MW) 978-602-18168-7-5 GI Punagay a GI Jenepon to 41 344,4 1,18 98,15 198,9 1,14 99,41 160,4 0,03 42 99,93 64,2 0,15 99,55 GI Bone GI Sinjai GI Bone GI Sidrap GI Sidrap GI ParePare BB PLTB Sidrap BB Maros BB Patalasa ng GI Sunggu minasa GI Sunggu minasa GI Makale GI Palopo BB Wotu GI Poso GI Poso 44 GI Sidera 45 GI Sidera 46 GI Tallise GI Sidera GI Silae GI Tallise PJPP1 47 GI Pangkep 70 kV GI Mandai GI Mandai GI Tallo Lama 70 kV GI Daya GI Bontoal a 48 0,29 GI Buluku mba GI Bantaen g GI Soppeng GI Sinjai 43 99,29 45,5 BB1 Pamona BB 2 Pamona Gardu Induk Tujuan 49 Daya Terkiri m (MW) Rugirugi daya (MW) Efisie nsi (%) 23,5 0,02 99,37 23,2 0,06 99,90 23,1 0,07 99,74 12,7 0,03 99,48 3,4 0,02 99,16 5 0,17 99,58 33,8 0,02 99,48 7,2 0,19 99,78 120 0,62 99,84 110,4 0,00 99,44 12,6 0,58 99,99 77,8 0,04 99,26 25 0,06 99,85 31,2 0,01 99,81 24,9 0,23 99,96 45,1 0,14 98,88 76,8 0,15 99,82 78,4 1,00 99,80 96 0,86 98,96 87,6 0,86 99,02 23,2 0,06 99,73 45,6 0,24 99,46 24 0,24 99,01 46 1,10 97,61 15,6 0,08 99,50 20,4 0,04 99,79 128 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Tabel 4. Nilai rugi-rugi daya dan efisiensi energi lirik sesuai hasil simulasi sistem kelistrikan SULSELBAR setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung No Gardu Induk Asal Gardu Induk Tujuan Daya Terki rim (MW) Rugirugi daya (MW) Efisie nsi (%) 978-602-18168-7-5 No Gardu Induk Asal 25 GI Bantaeng 26 1 GI Mamuju GI Majene 2,6 0,015 99,42 2 GI Polmas GI Majene 9,4 0,012 99,87 27 3 GI Bakaru GI Polmas 29,2 0,033 99,89 28 4 GI Polmas GI ParePare 3,2 0,008 99,75 5 GI ParePare GI Pinrang 11,3 0,026 99,77 6 GI ParePare GI Balusu 71,6 0,356 99,50 32 7 GI Balusu Abarru 119,2 0,913 99,23 33 8 Abarru GI Pangkep 109,8 1,669 98,48 9 GI Kima GI Pangkep 22 0,187 99,15 10 GI Bosowa GI Pangkep 21 0,082 11 GI Tello GI Bosowa 21,4 12 GI Tello GI Kima GI Tello 15 16 17 18 19 20 GI SungguMi nasa GI SungguMi nasa GI Tallasa GI Punagaya GI PLTU Bosowa 21 GI PLTU Bosowa 22 GI Punagaya 23 GI Jeneponto 24 GI Jeneponto 29 30 31 34 GI Bulukumb a GI Bulukumb a GI Sinjai GI Soppeng GI Soppeng GI Sengkang GI Sidrap BB PLTB Sidrap BB PLTB Sidrap Gardu Induk Tujuan Daya Terki rim (MW) GI Buluku mba 28,6 0,096 99,67 GI Sinjai 18,2 0,132 99,28 GI Bone 9,2 0,091 99,01 GI Bone 1,1 0,016 98,50 GI Bone 21,8 0,110 99,50 8,4 0,021 99,75 106 0,146 99,86 99,4 0,506 99,49 4 0,001 99,97 61,2 0,371 99,39 17,8 0,020 99,89 22,2 0,032 99,86 17,8 0,005 99,97 12,6 0,064 99,49 GI Sidrap GI Sidrap GI ParePare GI Sidrap BB Maros BB Patalasa ng GI Sunggu minasa GI Sunggu minasa GI Sidrap Rugirugi daya (MW) Efisie nsi (%) 35 BB Maros 99,61 36 BB Maros 0,135 99,37 37 BB Patalasang 44,7 0,072 99,84 38 GI Makale GI Panakuk ang 79,8 0,078 99,90 39 GI Palopo GI Makale 30,4 0,216 99,29 GI Tello 306,8 0,922 99,70 40 BB Wotu GI Palopo 76 0,132 99,83 0,150 99,81 0,055 99,90 BB Wotu 77,6 57 GI Poso 96,8 1,011 98,96 88,2 0,867 99,02 23,4 0,063 99,73 45,8 0,247 99,46 24,1 0,238 99,01 GI Mandai 47,2 0,996 97,89 GI Daya 15,3 0,077 99,50 GI Bontoala 20,2 0,043 99,79 GI Soppeng 106 0,643 99,70 GI Tanjung Bunga GI Sunggu minasa GI Tallasa GI Tallasa GI Punagay a GI Jenepont o GI Buluku mba GI Bantaen g 41 42 371,8 7,445 98,00 219,6 1,435 99,35 168,1 1,251 99,26 112,1 0,205 99,82 75,6 0,404 99,47 29,1 0,228 99,22 28,7 0,036 99,88 BB1 Pamona BB 2 Pamona 43 GI Poso 44 GI Sidera 45 GI Sidera 46 GI Tallise GI Pangkep 70 kV GI Mandai GI Tallo Lama 70 kV GI Sengkang 47 48 49 50 GI Sidera GI Silae GI Tallise PJPP1 129 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Aliran daya sistem jaringan listrik SULSELRABAR mengalami perubahan arah aliran daya sebelum dan sesudah masuknya PLTU Mamuju 2 x 25 MW yaitu pada aliran daya listrik yang awalnya berasal dari GI Majene ke GI Mamuju menjadi berbalik arah dari GI Mamuju ke GI Majene. 2. Pada kondisi malam hari/beban puncak nilai rugirugi daya terbesar pada GI Tallasa ke GI Sungguminasa sebesar 6,37 MW, setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW keadaan sebaliknya menjadi 7,31 MW, hal ini terjadi karena lonjakan arus yang tinggi Sedangkan rugi rugi daya paling rendah adalah pada saluran transmisi dari GI Sidrap ke GI PLTB Sidrap sebesar 0,0001 MW pada kondisi setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung setelah sebelumnya pada kondisi sebelum terhubung memiliki rugi-rugi daya sebesar 0,58 MW. 3. Nilai efisiensi saluran sesuai dengan rugi-rugi daya, ketika rugi daya kecil maka efisiensi penyaluran tenaga lirik semakin baik, sedangkan ketika rugi daya besar maka efisiensi penyaluran tidak baik pula. Efisiensi penyaluran dapat dikatakan cukup baik ratarata mencapai 99%, Pada kondisi malam hari/ beban puncak efisiensi paling rendah adalah 98,15% pada saluran transmisi dari GI Sungguminasa ke GI Tallasa untuk kondisi PLTU Mamuju 2 x 25 MW sedangkan setelah terhubung efisiensi menjadi 98% hal ini dipengaruhi karena rugi-rugi daya yang bertambah sebesar 12,8%. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada Allah SWT, kedua orang tua serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan peelitian ini. REFERENSI [1] Cekdin, C. (2010). Sistem Tenaga Listrik. Palembang: ANDI Yogyakarta. [2] Saadat, H. (1998). Power system analysis. New york: The McGraw-Hill Companies. [3] Destiarini, T. (2009, November). Studi & Analisa Aliran Daya Pada Sistem Sumatera Utara – Nangroe Aceh Darussalam Dengan Menggunakan Program Power System Simulation Engineering (PSS/E) Versi 31.0.0. Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara, 4. Dipetik Maret 28, 2018, dari repository.usu.ac.id. [4] Kosasih, & Barum, G. (2017, Maret). Analisa RugiRugi Daya Pada Saluran Transmisi Tegangan Tinggi 150 kV pada Gardu Induk Jajar-Gondangrejo. Jurnal Teknik Elektro, 4. Dipetik Maret 28, 2018, dari eprints.ums.ac.id. 130 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Analisis Sistem Proteksi Impedance Relay (Distance Relay) pada Jaringan Transmisi 70 KV GI Mandai – GI Pangkep Dewi Purnamasari1), Ahmad Gaffar2), Hamma3) 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Email: [email protected] Abstrak Pada penelitian ini membahas tentang distance relay sebagai salah satu jenis alat alat proteksi yang digunakan pada saluran transmisi 70 KV antara GI Mandai – GI Pangkep. Penelitian ini dibuat mengingat kebutuhan akan listrik selalu bertambah yang memungkinkan terjadinya gangguan pada system tenaga listrik khususnya pada jaringan transmisi. Saluran transmisi tegangan tinggi ada dua jenis yaitu: Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT). Fungsi dari SUTT adalah sebagai penyalur tenaga listrik dari pusat pembangkit gardu induk atau dari gardu induk yang satu ke gardu induk lainnya. Yang dimaksud dengan system proteksi jaringan transmisi tegangan tinggi adalah system pengamanan terhadap gangguan yang terjadi pada SUTT tersebut. Tujuan penelitian untuk menghitung berapa setting impedansi relai jarak dan bagaimana kecepatan kerja nya. Berikut langkah-langkah yang menjadi acuan dari penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini yaitu : mengenali permasalahan yang akan diteliti, mengumpulkan data settingan relay jarak, pengujian settingan relay jarak, membuat dan menyajikan solusi terhadap settingan relay dengan pola proteksi yang lebih optimal, dan memberikan kesimpulan terhadap kasus yang penulis angkat pada tulisan. Kecepatan relay sangatlah baik untuk melindungi system yang ada. Apabila terjadi gangguan, maka relay bekerja dengan cepat. Sehingga apabila distance relay memproteksi letak dan jarak terjadinya gangguan maka distance relay akan bekerja dengan cepat serta memilih pemutus jaringan yang terdekat dari gangguan untuk membuka. Maka kegagalan relay proteksi sangatlah kecil. Keywords: Distance Relay, Setting Impedansi, Jaringan Transmisi 70 KV, DIG SILENT. I. PENDAHULUAN System proteksi merupakan sebuah system pengaman yang dipasang mulai dari pembangkit hingga ke konsumen.proteksi dapat dipasang pada peralatanperalatan listrik suatu system tenaga listrik misalnya generator, transformator, jaringan dan lain-lain. System proteksi dipergunakan untuk mengamankan system tenaga listrik dari gangguan listrik atau gangguan lebih, dengan cara memisahkan bagian system tenaga listrik yang terganggu dengan system tenaga listrik yang tidak terganggu, sehingga system kelistrikan yang tidak terganggu dapat terus bekerja (mengalirkan arus ke beban). Pada saluran transmisi dipasang relai untuk mengamankan jaringan dari kemungkinan gangguan yang terjadi. Relai jarak adalah pengaman utama pada SUTT/SUTET. Relai jarak bekerja dengan mengukur impedansi transmisi yang terbagi menjadi beberapa daerah cakupan yaitu zona 1, zona 2, zona 3, serta dilengkapi juga dengan teleproteksi sebagai agar proteksi bekerja selalu cepat dan selektif di daerah pengamanannya. Selain sebagai proteksi utama penghantar, relai ini jga berfungsi sebagai proteksi cadangan jauh terhadap proteksi utama penghantar didepannya. Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat, pemerintah membangun beberapa Pusat Pembangkit Tenaga Listrik dibeberapa lokasi di Sulawesi Selatan (Sulselrabar). Bersamaan dengan dibangunnya Pusat Pembangkit Tenaga Listrik tersebut, dibangun pula jaringan transmisi 70 KV untuk menyalurkan daya yang dihasilkan. II. KAJIAN LITERATUR A. Sistem Proteksi Tenaga Listrik Proteksi terhadap tenaga listrik ialah system pengamanan yang dilakukan terhadap peralatan-peralatan listrik, yang terpasang pada system tenaga lsitrik yang bertujuan untuk mencegah atau membatasi kerusakan peralatan terhadap gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga listrik dapat dipertahankan. 1. Tujuan Sistem Proteksi Gangguan pada system tenaga listrik hamper seluruhnya merupakan gangguan hubung singkat, yang akan menimbulkan arus yang cukup besar. Semakin besar sistemnya semakin besar gangguannya. Arus gangguan yang besar bila tidak segera diatasi akan merusak peralatannyang dilalui arus gangguan. Untuk melokalisir daerah yang terganggu itu maka diperlukan suatu system proteksi yang pada dasarnya adalah alat pengaman yang bertujuan untuk melepaskan atau membuka system yang terganggu, sehingga arus gangguan ini akan padam. Adapun tujuan dari system proteksi antara lain: 1. Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat gangguan pada peralatan yang terganggu atau peralatan yang dilalui oleh arus gangguan. 2. Untuk melokalisir (mengisolir) daerah gangguan menjadi sekecil mugkin. 3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen. 4. Untuk menjaga kelangsungan penyaluran energy listrik ke konsumen. 131 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 2. Persyaratan Relai Proteksi Persyaratan penting dari relai proteksi yaitu: 1. Kecepatan kerja Tujuan terpenting dari rele proteksi adalah memisahkan bagian yang terkena gangguan, dari system jaringan yang normal dengan cept (speed) agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar. Untuk dapat meningkatkan keandalan operasi system, digunakan proteksi dengan kecepatan kerja yang lebih tinggi dipadukan dengan pemutus jaringan kecepatan tinggi. Adakalanya relay proteksi dikehendaki dengan perlambatan waktu (time delay) yang digunakan pada koordinasi proteksi dan beberapa daerah proteksi yang berturut-turut bilamana kondisi system memungkinkan adanya perlambatan waktu kerja dari relay tersebut. 2. Kepekaan (sensitive) Sensitifitas relay proteksi yang diguanakan harus mampu untuk memberikan respon terhadap gangguan yang timbul dalam system, yakni dapat bekerja pada awal kejadian gangguan. 3. Selektifitas Kemampuan system proteksi untuk mengetahui letak terjadinya gangguan, dan memilih pemutus jaringan yang terdekat dan tempat gangguan untuk membuka. 4. Keandalan Kemampuan suatu relay untuk dapat bekerja dengan baik dan benar pada berbagai kondisi system. Keandalan system proteksi ini terbagi atas dua yaitu: 1. Kemampuan relay yang selalu bekerja dengan baik pada kondisi abnormal (saat ada gangguan),dan 2. Kemampuan relay untuk tidak bekerja pada kondisi normal. 3. Waktu kerja Relay proteksi ada 3 yaitu: 1. Sesaat (instantaneous) Kontak-kontak relay menutup dengan segera tanpa pengizinan waktu tunda setelah arus dalam penggerakannya mencapai nilai yang telah ditentukan. 2. Batas waktu tertentu (definite time limit) Ada interval waktu tertentu antara saat arus dalam kumparan penggerakannya melebihi batas yang telah ditentukan dan saat kontak-kontak relay bekerja. Waktu tersebut seharusnya tidak bergantung pada besar arus yang melewati kumparan penggeraknya, tetapi sama untuk semua arus yang lebih besar dari arus yang telah ditentukan (setting current). 3. Waktu kebalikan (inverse time) Penundaan waktu berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan, maka penundaan waktu semakin kecil. 4. Relai Proteksi 1. Pengertian Relai Relai sebagai alat untuk mendeteksi adanya gangguan yang selanjutnya memberikan perintah trip kepada pemutus tenaga (PMT). Relai merupakan peralatan proteksi yang akan merasakan jika terjadi gangguan yang dirancang untuk menghasilkan perubahan pada rangkaian output bila nilai input teah mencapai nilai yang telah ditetapkan kemudian memberikan perintah trip kepada PMT. 978-602-18168-7-5 2. Relai Jarak 1) Pengertian Relai Jarak Relai jarak adalah relai yang bekerja berdasarkan setting waktu dan jarak lokasi gangguan ke relai dengan perbandingan tegangan dan arus gangguan. Relai ini digunakan sebagai alat proteksi pada jaringan transmisi dan dapat digolongkan kedalam rele yang mempunyai dua besaran input. Pengukurannya yaitu membandingkan arus gangguan yang dirasakan oleh relai dengan tegangan dimana relai terpasang, sehingga titik tempat terjadinya gangguan dapat diukur. 2) Prinsip Kerja Relai Jarak Relai jarak mengukur tegangan pada titik relai dan arus gangguan yang terlihat dari relai dengan membagi besaran tegangan dan arus, maka impedansi sampai titik terjadinya gangguan dapat ditentukan. Relai jarak bekerja dengan mengukur besaran impedansi (Z), dan transmisi dibagi menjadi beberapa daerah cakupan pengamanan yaitu Zone-1, Zone-2, dan Zone-3, serta dilengkapi juga dengan teleproteksi (TP) sebagai upaya agar proteksi bekerja selalu cepat dan selektif didalam daerah pengamanannya. Perhitungan impedansi dapat dihitung sebagai berikut : Zf=Vf/If Dimana : Zf = Impedansi ( Ohm ) Vf = Tegangan ( Volt ) If = Arus gangguan ( Ampere ) Distance relay (relai jarak) akan bekerja dengan cara membandingkan impedansi gangguan yang terukur dengan setting impedansi pada distance relay, dengan ketentuan (syafar, 2010) : a. Jika harga impedansi gangguan lebih kecil daripada setting impedansi distance relay , maka distance relay akan bekerja b. Jika harga impedansi gangguan lebih besar atau sama dengan setting impedansi distance relay, maka distance relay tidak akan bekerja. 1) Penyetelan Relai Jarak Peneyetelan relai jarak artinya mengatur nilai Z relai jarak sampai berapa jauh mampu melindungi bagian dari SUTT, dalam praktik biasa disebut dengan penyetelan zone protection dari relai jarak. Relai jarak pada umumnya mempunyai 3 elemen pengukur dan setisp elemen pengukur mempunyai zone protection sendiri, sehingga relai jarak memiliki 3 zone protection. Zona 1 bertujuan melindungi seksi pertama dari SUTT, yaitu rel GI dimana relai berada sampai rel GI berikutnya terhadap relai. Begitu seterusnya, zona 2 untuk seksi kedua dan zona 3 untuk seksi ketiga. Dengan mempertimbangkan adanya kesalahan-kesalahan (errors) pengukuran pada transformator tegangan dan transformator arus serta adanya kesalahan pada penyetelan relai, maka umumnya penyetelan zone protection tidak dibuat sama dengan impedansi seksi SUTT yang dilindungi relai melainkan berselisih kira-kira 15%. Ketelitian pengukuran impedansi saluran transmisi banyak dipengaruhi oleh ketelitian trafo arus, trafo tegangan, serta oleh relai pengamannya sendiri. Dengan pengaruh tersebut, maka relai jarak biasanya dibuat atas 3 daerah 132 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 proteksi. Daerah proteksi atau zona 1 berfungsi sebagai proteksi utama untuk saluran yang dilindunginya dan tergolong sebagai instantaneous relay karena reaksinya yang cepat, daerah proteksi relai jarak ini sejauh 80%-90% dari panjang saluran gardu induk. Penyetelan perlambatan waktu untuk daerah proteksi ini (t1) umumnya tanpa perlambatan waktu dengan maksud bahwa penyetelan waktu adalah 0. Daerah proteksi 2 berfungsi untuk melindungi 15%-20% bagian dari jaringan yang tidak terproteksi oleh daerah proteksi 1 ditambah 50% dari saluran berikutnya dengan perlambatan waktu (t2). Daerah proteksi 3 mencakup 50% dari saluran yang tidak terjangkau oleh daerah proteksi 2, dengan waktu perlambatan operasi yang lebih lambat (t3) disamping itu di daerah proteksi 3 masih menjangkau 25% jaringan berikutnya. Impedansi yang digunakan sebagai dasar penyetelan relai jarak adalaj impedansi urutan positif, dan impedansi saluran transmisi pada sisi sekunder Current Transformator (CT) dan Voltage Transformator (VT) dapat dihitung dengan rumus : Z! = !"#$%&'(&)%& !" !"#$%&'(&)%& !" Dimana : perbandingan CT = perbandingan CT = x Z! !"#$ !"#$%" !"#$ !"#$%&"' !"#$ !"#$%" !"#$ !"#$%&"' Keterangan : !! = Impedansi sisi sekunder CT dan VT / impedansi yang terukur oleh relai jarak (Ω) !! = Impedansi sisi primer CT dan VT / impedansi saluran transmisi (Ω) CT = Current Trnasformer (A) VT = Voltage Transformer (V) 5. Distance Relay / Relay Jarak Distance relay atau relai jarak atau digunakan sebagai pengaman utama (main protection) pada Suatu sistem transmisi, baik SUTT maupun SUTET, dan sebagai cadangan atau backup untuk seksi didepan. Pada waktu SUTT terganggu maka relai jarak akan melihat turunnya impedansi dari SUTT kemduian relai jarak pun akan bekerja. Bagian-bagian pokok Distance Relay Distance Relay terdiri dari 3 bagian-bagian pokok yakni elemen star , elemen pengukur, dan elemen pengatur waktu. a. Elemen star Apabila terjadi gangguan pada SUTT, arus I bertambah besar dan kumparan arus K.A akan menghasilkan gaya tarik yang melawan pegas Tarik, sehingga akhirnya kontak relay elemen star akan menutup kontaknya dan memberikan tegangan kepada elemen pengatur waktu yang menyebabkan elemen pengatur waktu juga akan bekerja. Adanya gangguan pada SUTT seringkali juga menyebabkan turunnya tegangan sehingga gaya Tarik kumparan tegangan K.T juga menurun. Hal ini akan mempercepat proses keja relay elemen start untuk menutup kontaknya. Maka dikatakan bahwa elemen star 978-602-18168-7-5 bekerja sebanding terhadap arus I dan bekerja berbanding terbalik terhadap tegangan V atau sebanding terhadap I/V = I/Z, dan diakatakan relai bersifat mho. b. Elemen pengukur Suatu keping induksi yang digerakkan oleh dua kumparan tegangan yang masing-masing menghasilkan kopel yang berlawanan arah pada keping induksi. c. Elemen pengatur waktu Mengatur waktu kerja elemen pengukur untuk setiap zona protkesi misalnya t1 untuk zona 1, t2 untuk zona 2, dan t3 untuk zona 3. Apabila terjadi gangguan pada SUTT, maka mula-mula elemen star S bekerja. Elemen star memerintahkan elemen pengatur waktu T yang umumnya berhubungan langsung dengan elemen pengatur zona I Z1, sehingga apabila gangguan terjadi dalam zona 1 maka relai akan bekerja seketika tanpa time delay (penundaan waktu). Faktor yang mempengaruhi Distance Relay a. Pengaruh Infeed Yang dimaksud Infeed yaitu adanya pengaruh penambahan atau pengurangan arus yang melalui titik terhadap arus yang ditinjau. Adanya pengaruh ini akan membuat impedansi yang dilihat relai jarak seolah-olah menjadi lebih besar atau menjadi lebih kecil. b. Mutual Impedansi Bila SUTT menggunakan satu tower yang digunakan untuk sirkit-1 dan sirkit-2, maka akan timbul mutual induktif kopling diantara dua sirkit tersebut. Untuk pengukuran impedansi urutan positif dan negative pengaruh mutual kopling sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Namun untuk pengukuran impedansi urutan nol maka pengaruh mutual kopling tidak bisa diabaikan. Proteksi penghantar yang hanya menggunakan pengukuran arus seperti perbandingan fasa atau pilot wire tidak dipengaruhi oleh mutual kopling. c. Power Swing Power swing adalah variasi aliran daya dimana distance relay mendeteksi ada lokus impedan yang bergerak dari daerah beban memasuki daerah kerja distance relay. d. Pengaruh Impedansi Sumber Pada dasarnya impedansi sumber akan mempengaruhi besar arus dan tegangan yang terbaca oleh distance relay. e. Pengaruh Tahanan Gangguan ahanan gangguan merupakan tahanan murni, bila bertambah secara vektoris dengan impedansi saluran maka akan menggeser lokus impedan menjadi lebih besar sehingga relai menjadi lebih lambat (Z2,Z3) atau tidak trip sama sekali (diluar jangkauan setting). Penyebab dari tahanan gangguan pada SUTT adalah terjadi hubung singkat yang menimbulkan busur api akibat terkena pohon, layangan, binatang, manusia, dan sambaran petir. III. METODE PENELITIAN Proses penelitian dilakukan pengumpulan data setting relai jarak yang digunakan pada saluran transmisi 70 kv dari GI Pangkep – GI Mandai di PT.PLN (Persero) UPT Sulselrabar untuk dijadikan pembanding sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. 133 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Mulai Pengumpulan data Menghitung settingan relay jarak Menyetting relay jarak Pengujian Settingan Relay Jarak TIDAK Settingan Relay YA Selesai Gambar 1. Flowchart penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gardu Induk A ke Gardu Induk B Zone 1 = (80% x Zab) x Zs Zone 2 = (Zab + (20% x Zbc)) x Zs Zone 3 = (Zab + Zbc +(25% x Zcd) x Zs Gardu Induk B ke gardu induk C Zone 1 = (80% x Zbc) x Zs Zone 2 = (Zbc + (20% x Zcd)) x Zs Zone 3 = (Zbc + (125% + Zcd) x Zs Dimana : Z = Impedansi Saluran transmisi (ohm/km) Untuk menentukan impedansi yag diukur oleh relay atau impedansi sisi sekundar (Zs), terlebih dahulu harus ditentukan rasio antara trafo arus (CT) dan trafo tegangan (VT) yaitu: !"" Rasio CT1 = = 80 CT2 = CT3 = ! !"" ! !"" ! = 120 = 160 978-602-18168-7-5 CT4 = CT5 = !"## ! !""" ! !"""" = 320 = 400 Rasio VT = = 636.363 !!" Dengan menggunakan rumus : Zs = Zp = Rasio CT / Rasio VT x ZL Dimana : Zs = Impedansi sekunder trafo Zp = Impedansi primer trafo ZL = Impedansi line transmisi Maka impedansi sisi sekunder adalah : Konstanta penghantar transmisi XLPE 325 !! ! !" Zs1 = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.125 x (0.4934∠61.4237o) = 0.061∠61.4237o ohm/km !"# Zs2 = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.18857 x (0.4934∠61.4237o) = 0.09304∠61.4237o ohm/km !"# Zs3 = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.2514 x (0.4934∠61.4237o) = 0.124∠61.4237o ohm/km !"# Zs4 = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.5028 x (0.4934∠61.4237o) = 0.248∠61.4237o ohm/km !"" Zs5 = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.6285 x (0.4934∠61.4237o) = 0.310∠61.4237o ohm/km Ditinjau dari arah GI Pangkep – GI Mandai Besar setting relay impedansi pada GI Pangkep yaitu : !"# Zs = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.18857 x (0.4934∠61.4237o) = 0.09304∠61.4237o ohm/km Zone 1 = (80% x panjang saluran Pangkep – Mandai) x Zs = (80% x 37,70) x 0.093 = 2.80 ohm Zone 2 =(panjang saluran Pangkep – Mandai + 20% panjang saluran Mandai – Tello) x Zs = (37.70 + 20% x 12.1) x 0.093 = 3.73 ohm Zone 3 = (panjang saluran Pangkep – Mandai + 125% x panjang saluran Mandai – Tello) x Zs = (37.70 + 125% x 12.1) x 0.093 = 4.91 ohm Besar setting relay impedansi pada GI Mandai yaitu : Zone 1 = (80% x panjang saluran Mandai – Tello ) x Zs = (80% x 12.1) x 0.093 = 0.90 ohm Zone 2 = (120% x panjang saluran Mandai – Tello) x Zs = (120% x 12.1) x 0.093 = 1.35 ohm Ditinjau dari arah GI Mandai – GI Pangkep Besar setting relay impedansi pada GI Tello yaitu : !"# Zs = x (0.23601 + j0.4333) !"!.!"! = 0.18857 x (0.4934∠61.4237o) = 0.09304∠61.4237o ohm/km 134 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Zone 1 = (80% x panjang saluran Tello – Mandai) x Zs = (80% x 12.1) x 0.093 = 0.90 ohm Zone 2 =(panjang saluran Tello – Mandai + 20% panjang saluran Mandai – Pangkep) x Zs = (12.1 + 20% x 37.70) x 0.093 = 1.82 ohm Zone 3 = (panjang saluran Tello – Mandai + 125% x panjang saluran Mandai – Pangkep) x Zs = (12.1 + 125% x 37.70) x 0.093 = 5.50 ohm Besar setting relay impedansi pada GI Mandai yaitu : Zone 1 = (80% x panjang saluran Mandai – Pangkep ) x Zs = (80% x 37.70) x 0.093 = 2.80 ohm Zone 2 = (120% x panjang saluran Mandai – Pangkep) x Zs = (120% x 37.7) x 0.093 = 4.20 ohm Kemudian, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Hasil perhitungan setting relay Jarak arah GI Pangkep ke GI Mandai Gardu Induk Pangkep Mandai Setting Impedance (Ω) Zone 1 Zone 2 2.80 3.73 0.90 1.35 Zone 3 4.91 - Tabel 2 Hasil perhitungan setting relay jarak arah GI Mandai – GI Pangkep Gardu Induk Tello Mandai Setting Impedance (Ω) Zone 1 Zone 2 0.90 1.82 2.80 4.20 Zone 3 5.50 - Setting waktu kerja Zone 1 = tanpa perlambatan waktu / instan Zone 2 = setting waktu 1 detik Zone 3 = setting waktu 1,6 detik Evaluasi sistem proteksi pada saluran Transmisi 70 KV GI Pangkep – GI Mandai Berdasarkan hasil perhitungan dan data yang bersumber dari PT. PLN (Persero) UPT SULSELRABAR, seperti yang dilihat pada tabel 8 : Tabel 3 Perbandingan hasil perhitungan dengan data dari PLN Lokasi Daerah Relay Proteksi Arah Pangkep - Mandai Z1 Pangkep – Z2 Mandai Z3 Z1 Mandai – Z2 Tello Z3 Arah Mandai – Pangkep Z1 Tello – Z2 Mandai Z3 Hasil Perhitungan Ω Setting PLN Ω 2.80 3.73 4.91 0.90 1.35 - 1.78 2,67 4.0 1.78 2.67 - 0.90 1.82 5.50 0.61 0.91 3.60 978-602-18168-7-5 Z1 2.80 1.89 Z2 4.20 2.82 Z3 Berdasarkan evaluasi perbandingan antara setting perhitungan dengan setting PT.PLN (Persero) GI Pangkep – GI Mandai begitupun sebaliknya terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan oleh tingkat masing – masing kinerja relay yang berbeda. Dasar pemilihan zona 1 rele jarak adalah sebesar 80% dari saluran transmisi yang diproteksinya. Hal ini dikarenakan jaungkauan rele jarak dipengaruhi oleh kesalahan – kesalahan seperti dibawah ini : Trafo arus CT = Error (ECT) Trafo tegangan PT = Error (EPT) Relay = Error (ER) Data saluran = Error (EDT) Asumsi kesalahan total E = ECT + EPT + ER + EDT = 20%. Mandai Pangkep – V. KESIMPULAN Kesimpulan yang bias didapatkan dari penelitian ini antara lain : 1. Kecepatan relay sangatlah baik untuk melindungi system yang ada. Apabila terjadi gangguan, maka relay bekerja dengan cepat. Sehingga apabila distance relay memproteksi letak dan jarak terjadinya gangguan maka distance relay akan bekerja dengan cepat serta memilih pemutus jaringan yang terdekat dari gangguan untuk membuka. Maka kegagalan relay proteksi sangatlah kecil. 2. Adanya selisih hasil perhitungan impedansi distance relay dengan setting impedansi distance relay dari pihak PT.PLN (Persero) pada saluran transmisi GI Mandai – GI Pangkep disebabkan oleh adanya tingkat ketelitian pengukuran impedansi saluran transmisi yang banyak dipengaruhi oleh ketelitian trafo arus, trafo tegangan, serta relay pengamannya sendiri. UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi wadah bagi saya dalam menuntut ilmu. 2. Kedua orang tua tercinta dan ketiga saudara yang menjadi motivator saya. REFERENSI [1] Marsudi, Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga Listrik” , Jogjakarta: Graha Ilmu, 2006. [2] PT,PLN, “Pedoman dan Petunjuk System Proteksi Transmisi dan Gardu Induk Jawa Bali. Jakarta: PT.PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali”, 2013. [3] Tobing, Bonggas L, “Peralatan Tegangan Tinggi”, Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan Perusahaan Umum Listrik Negara, 2003. [4] William, D.Stevenson, "Analisis Sistem Tenaga Listrik", Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 1990. 135 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Sistem Kontrol Multivariabel Temperatur dan Pressure Berbasis DCS Zara Trimurti Sayojanagandi1), Hamdani2), A. Wawan Indrawan3) 1,2,3) Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Pengontrolan DCS telah banyak diterapkan pada peralatan di dunia industri, khususnya plant-plant berskala besar seperti boiler dan heat exchanger. Proses yang terjadi pada boiler melibatkan proses pemanasan dan penguapan. Untuk lebih memahami proses pengendalian DCS pada proses penguapan, penerapan pengontrolan tekanan uap yang terdapat pada pemanas tidak dapat diamati dengan satu variabel kontrol saja. Untuk itu diperlukan perancangan sistem kontrol multivariabel pada mini-plant SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer dengan input variabel temperatur dan pressure menggunakan DCS CENTUM VP Yokogawa dengan metode cascade control. Pengontrolan ini bertujuan untuk membuat suatu sistem kontrol yang lebih optimal dibanding menggunakan single control sehingga komponen perangkat keras mampu bersinergi dengan DCS CENTUM VP dan menghasilkan sistem pengendalian dengan multivariabel MISO yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan sistem pengendalian multivariabel MISO dengan cascade control lebih stabil dan lebih cepat 3 detik untuk nilai pressure dan 21 detik untuk nilai temperatur dibanding single control dengan hasil keluaran pressure 15% mendekati steady state 20.7 psi dan keluaran temperatur mencapai steady state 60oC. Keywords: DCS, Temperatur, Pressure, Cascade Control, MISO, Boiler. I. PENDAHULUAN Teknologi pengontrolan modern dalam industri berkembang semakin pesat karena kebutuhan sistem kontrol yang semakin kompleks dan memerlukan ketelitian yang tinggi. Perangkat pengontrol pun telah berkembang dari relay, kontrol PID, PLC (Programmble Logic Controller) hingga DCS (Distributed Control System). Pengontrolan DCS telah banyak diterapkan pada peralatan di dunia industri, khususnya plant-plant berskala besar seperti boiler dan heat exchanger. Proses yang terjadi pada boiler melibatkan proses pemanasan dan penguapan sedangkan heat exchanger melibatkan proses perpindahan panas. Kedua plant ini berkaitan satu sama lain pada PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang menerapkan siklus Rankine sebagai dasar instalasi dan pengoperasiannya. Untuk lebih memahami proses pengendalian DCS pada proses penguapan, penerapan pengontrolan tekanan uap yang terdapat pada boiler tidak dapat diamati dengan satu variabel kontrol saja. Tujuan dari sebuah sistem kontrol adalah memaksakan seperangkat variabel proses tertentu untuk berperilaku dengan cara yang diinginkan dan ditentukan dengan cara memenuhi beberapa persyaratan domain waktu atau frekuensi atau mencapai kinerja terbaik seperti yang diungkapkan oleh indeks pengoptimalan. Untuk itu diperlukan perancangan sistem kontrol multivariabel pada mini-plant boiler dengan input variabel temperatur dan pressure menggunakan DCS CENTUM VP Yokogawa dengan metode cascade control. II. KAJIAN LITERATUR A. Distributed Control System (DCS) DCS merupakan sistem kontrol yang mampu menghimpun (mengakuisisi) data dari lapangan dan memutuskan akan dikontrol berdasarkan data tersebut, secara singkat DCS ialah ambil/baca data serta melakukan pengontrolan berdasarkan data tersebut. Data-data yang telah diakuisisi (diperoleh) dari lapangan bisa disimpan untuk rekaman atau keperluan-keperluan masa datang, atau digunakan dalam proses-proses saat itu juga, atau bisa juga, digabung dengan data-data dari bagian lain proses, untuk kontrol lajutan dari proses yang bersangkutan [1]. B. Sistem Kontrol Multivariabel Untuk mengendalikan proses, beberapa variabel manipulasi harus tersedia, memungkinkan pengenalan tindakan kontrol dalam proses untuk memaksanya berkembang dengan cara yang diinginkan. Dalam jenis proses yang akan kita hadapi, lebih dari satu variabel yang dimanipulasi selalu tersedia, memberikan lebih banyak kekayaan dan pilihan dalam mengendalikan prosesnya. Dalam sebuah pabrik yang dikendalikan secara otomatis, variabel yang dimanipulasi ini akan bertindak berdasarkan proses, beberapa variabel internal harus diukur, yang dianggap sebagai variabel output. Sekali lagi, lebih dari satu variabel output akan dipertimbangkan. Target kontrol dapat berupa variabel-variabel ini sendiri atau beberapa hal lain yang berhubungan langsung dengan mereka: menjaga agar tetap konstan dalam sistem peraturan, untuk melacak beberapa referensi dalam sistem servo, atau melakukan beberapa cara yang ditentukan dengan sifat temporal, harmonis atau stokastik [2]. Untuk sistem pengendalian kali ini kita menggunakan sistem MISO (Multiple Input-Single Output). Boiler Boiler adalah bejana tertutup yang terdiri atas sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Panas pembakaran dari sistem bahan bakar dialirkan ke air sampai terbentuk air panas hingga air menghasilkan uap C. 136 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 air atau steam. Uap air atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan steam ke suatu proses lainnya [3]. Berdasarkan standarisasi ASME Section IV HG-300, desain tekanan untuk heating boiler yang diperbolehkan setidaknya sebesar 30 psi [4]. Mini-plant boiler yang akan digunakan adalah SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer Model: SE107. Mini-plant ini terdiri dari sistem proses berbasis zat cair yang didesain untuk mempelajari simulasi boiler drum yang menghasilkan air panas untuk memanaskan air produk dari tangki batching melalui shell and tube heat exchanger. Untuk studi heat exchanger, air yang dipanaskan melewati tabung shell and tube heat exchanger sementara air dingin dipompa melalui shell dan terjadi perpindahan panas. Air dingin yang dipanaskan atau disebut juga dengan Product kemudian dialirkan ke tangki batch/product tank [5]. Cascade Control Ciri khas sistem pengendalian cascade (bertingkat) adalah adanya manipulated variable (variabel yang dimanipulasi) sebuah pengendali yang menjadi set point dari pengendali lain [6]. Alasan penggunaan cascade control dalam mengendalikan plant adalah sebagai berikut : 1. Respon keluaran dari single control tidak sesuai dengan yang diharapkan. 2. Terdapat penambahan variabel sekunder di dalam pengendalian plant. 3. Dengan adanya pengendali sekunder yang lebih cepat, dapat mengatasi gangguan pada kalang sekunder. Alasan tidak digunakannya cascade control adalah: 1. Biaya atau rugi-rugi pengukuran variabel sekunder. 2. Keruwetan pada pengendaliannya [7]. D. E. Pressure Control (Pengendalian Tekanan) Tekanan adalah gaya yang diberikan oleh gas dan cairan karena beratnya, sebagaimana tekanan atmosfer di permukaan bumi dan tekanan wadah atau bejana cairan mendesak pada bagian bawah dan dinding wadah [8]. Ada 3 tipe pengukuran pressure, yakni: 1. Absolute pressure - tekanan atmosfer plus tekanan gauge. 2. Gauge Pressure - tekanan absolut minus tekanan atmosfer. 3. Differential Pressure - perbedaan pressure pada 2 lokasi berbeda[9]. F. Temperature Control (Pengendali Suhu) Suhu adalah ukuran energi panas dalam suatu benda, yang merupakan panas relative atau dinginnya media dan biasanya diukur dalam derajat menggunakan salah satu jenis skala Fahrenheit (F), atau Celcius (C), Rankine (R), atau Kelvin (K) [8]. Dari perspektif termodinamika, perubahan suhu sebagai fungsi energi rata-rata pergerakan molekul. Karena panas ditambahkan ke sistem, gerak molekul meningkat dan sistem mengalami kenaikan suhu. Namun sulit untuk mengukur energi gerakan molekuler secara 978-602-18168-7-5 langsung, sehingga sensor suhu umumnya dirancang untuk mengukur properti yang berubah sebagai respons terhadap suhu. Perangkat kemudian dikalibrasi ke skala suhu biasa yang sesuai standar (yaitu titik didih air pada tekanan yang diketahui) [10]. G. Termodinamika Termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Dalam analisis termodinamika selalu dibutuhkan data nilai property dari suatu zat, pada semua lingkup keadaan untuk masing - masing zat yang diteliti. Karena itu data property biasanya dipresentasikan dalam bentuk Tabel Termodinamika, yang berisi data property dari beberapa zat yang sering digunakan dalam aplikasi termodinamika. Tabel tersebut membutuhkan data property yang sangat banyak, yang dikumpulkan dari hasil pengukuran yang membutuhkan waktu yang lama. Jenis property yang biasanya ada dalam Tabel Termodinamika adalah tekanan, temperatur, volume spesifik, energy internal, panas laten, dan dua property baru yaitu entalpi (h) dan entropi (s) [11]. III. METODE PENELITIAN Perancangan sistem yaitu dengan menentukan spesifikasi alat uji kemudian melakukan perancangan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan dengan memperhatikan data-data komponen serta membuat blok diagram rangkaian. Setelah melakukan perancangan sistem, maka dilakukan tahapan realisasi perancangan sistem kontrol yang berfokus pada penggunaan software yang terdapat pada DCS CENTUM VP, meliputi: 1. Function Block 2. Trend 3. Graphic. Flowchart perancangan sistem kontrol multivariabel dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Flowchart perancangan sistem 137 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Cara kerja sistem pengendalian secara singkat ditunjukkan pada Gambar 2. 978-602-18168-7-5 menampilkan hasil dari kontrol tersebut pada DCS. Diagram blok uji transmitter dan cascade control pada Control Drawing Builder dan Graphic Builder ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 2. Blok Diagram Sistem 1. Set point pada sistem ialah value yang diinginkan sebesar 60% dari nilai maksimum, Set point sistem berasal dari penentuan SV pada face plate di program CENTUM VP. 2. Kontroler yang digunakan sebanyak dua macam yaitu, DCS Pressure Controller dan DCS Temperature Controller. 3. Plant berupa objek fisik yang dikendalikan dalam sistem, ialah mini-plant SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer. 4. Aktuator berupa valve. Aktuator dapat memanipulasi nilai yang ditentukan hingga didapatkan dikendalikan. 5. Sensor digunakan untuk memantau objek fisis yang dikontrol, meliputi Temperature Transmitter dan Pressure Transmitter. 6. Disturbance adalah gangguan pada sistem yang didapatkan pada pengukuran dan pengujian, yaitu berupa gangguan eksternal. 7. Output ialah nilai yang didapatkan hasil dari pengendalian, yaitu pressure pada valve. Untuk memastikan bahwa perancangan sesuai dengan direncanakan maka dilakukan pengujian sistem, serta hasil pengujian akan dianalisis. Langkah-langkah yang dilakukan pengujian sistem secara umum secara berikut: • Pengujian Transmitter Pengujian bertujuan mengetahui tingkat kelinieran transmitter dalam pembacaan variabel input sistem. • Pengujian Sistem Keseluruhan Pengujian sistem keseluruhan bertujuan mengetahui respon sistem dengan konstanta blok pengontrolan cascade DCS CENTUM VP, mengetahui ts (settling time) sistem untuk mencapai setpoint sebesar 60° celcius, mengetahui pengaruh error terhadap respon pengendalian sistem. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada DCS CENTUM VP dibuat program yang dapat menguji transmitter yang akan digunakan serta dapat mengontrol 2 variabel input transmitter secara cascade dengan cara membuat diagram blok kontrol pada Control Drawing Builder yang terdapat pada FCS serta membuat Graphic Builder yang terdapat pada HIS agar dapat memonitor diagram blok kontrol yang dibuat serta Gambar 3. Diagram blok uji transmitter dan cascade control Transmitter diuji dengan parameter secara acak terlebih dahulu agar kelayakan pakainya dapat dilihat sebelum digunakan pada sistem kontrol multivariabel. Hasil uji pressure transmitter ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji pressure transmitter PT705 Waktu SV MV PV 1 2 3 4 3:36:35 PM 60 60 2.1 3:36:36 PM 60 60 4.1 3:36:37 PM 60 60 13.1 3:36:38 PM 60 60 26.5 3:36:39 PM 60 60 39.6 3:36:40 PM 60 60 50.6 3:36:41 PM 60 60 59.0 3:36:42 PM 60 60 64.9 3:36:43 PM 60 60 68.9 3:36:44 PM 60 60 71.5 3:36:45 PM 60 60 73.1 3:36:46 PM 60 60 74.0 3:36:47 PM 60 60 74.5 3:36:48 PM 60 60 74.7 3:36:49 PM 60 60 74.7 Pengujian transmitter PT705 dengan nilai tekanan awal 2.1% dari tekanan maksimum, diperoleh waktu 15 detik untuk mencapai nilai tekanan tertinggi 74.7% dari tekanan maksimum. Berdasarkan data trend tersebut, pressure transmitter yang digunakan masih dalam kondisi yang baik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Pengamatan respon PT705 138 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Setelah melakukan pengujian pada mini-plant menggunakan sistem kontrol multivariabel secara cascade, maka hasil data pengujian keseluruhan dapat diketahui seperti pada Tabel 2: Tabel 2. Hasil data trend output pressure Waktu SV MV PV 3:30:18 PM 60 100 2.4 3:30:20 PM 60 100 12.8 3:30:26 PM 60 88.2 68.6 3:30:30 PM 60 79.8 74.4 3:30:36 PM 60 75.0 74.7 3:30:40 PM 60 72.9 74.0 3:30:46 PM 60 70.4 72.6 3:30:50 PM 60 68.8 71.7 3:30:56 PM 60 67.05 70.2 3:31:00 PM 60 93.8 43.6 3:31:05 PM 60 100 2.4 Pengujian sistem kontrol multivariabel dengan nilai awal tekanan 2.4% dari tekanan maksimum, diperoleh waktu 47 detik untuk present value mendekati manipulated value yaitu MV= 75% dan PV= 74.7%. Diperoleh waktu 1 menit 16 detik untuk manipulated value kembali normal. Berdasarkan standarisasi ASME Section IV HG-300, desain tekanan untuk heating boiler yang diperbolehkan setidaknya sebesar 30 psi. Sama halnya dengan range maksimum tekanan yang diperbolehkan pada mini-plant SOLTEQ yaitu 30 psi (2.1 kgf/cm2). Untuk mencegah kerusakan pada mini plant yang akan digunakan, diberikan setpoint sebesar 60% sehingga nilai output yang akan diperoleh ialah sebesar 18 psi (1.26 kgf/cm2). Sistem kontrol juga diberi blok fungsi (function block) sequence dan relation untuk mengoperasikan dan mengendalikan pompa dan heater boiler drum pada mini-plant SOLTEQ. 978-602-18168-7-5 Perhitungan persentase besarnya error diberikan dalam persamaan: %!""#" = (!"#$" !"#$%$!&!!"#$" !"# !"#$%) !"#$" !"# !"#$% ×100% …… (1) Nilai set point pressure 60% dari nilai tekanan maksimum ialah sebesar 18 psi. Untuk perhitungan persentase error pengendalian pressure sebagai berikut: %!""#" = %!""#" = !".!!!" !.! !" !" ×100% ×100% %!""#" = 15% Berdasarkan Tabel Termodinamika A-6, hasil output tersebut merupakan Superheated Water dengan keterangan sebagai berikut: Specific Volume (v) = 1.3983 m3/kg Internal Energy (u) = 2547.0328 kJ/kg Enthalpy (h) = 2729.5356 kJ/kg Entropy (s) = 7.3589 kJ/kg*K Hasil pengujian ini menunjukkan sistem secara keseluruhan bekerja baik meskipun adanya error transien dan error steady state, dan error - error tersebut dapat dikendalikan oleh pengontrolan DCS. Komponen perangkat keras mampu bersinergi dan menghasilkan sistem pengendalian pada mini-plant SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer dengan multivariabel MISO. Jika dibandingkan antara single control dan cascade control pada pengujian ini, didapatkan perbedaan antara kedua sistem kontrol tersebut antara lain: 1. Pada single control diperoleh waktu 15 detik untuk mencapai nilai tekanan tertinggi. Sedangkan pada cascade control diperoleh waktu 12 detik untuk mencapai nilai tekanan tertinggi. 2. Pada respon single control, manipulated value konstan terhadap present value sehingga ketika dioperasikan maka present value dapat melampaui set point yang telah diberikan. Sedangkan pada respon cascade control, manipulated value termanipulasi untuk menyesuaikan present value agar dapat mencapai set point yang telah diberikan dan menstabilkan value yang ada pada sistem tersebut sesuai dengan set point. V. KESIMPULAN Gambar 5. Hasil output pressure sistem kontrol multivariabel Pada Gambar 5, tanggapan pengendalian pressure mendekati set point (60%), yaitu antara tekanan 0.72 psi sampai tekanan 20.7 psi dengan manipulated value 67.8% dan kembali normal dalam waktu 4 detik. Nilai tekanan tidak dapat mencapai set point karena air pada boiler drum dialirkan ke heat exchanger dan preheater drum dengan pompa AP705, pada sistem kontrol telah diberi kondisi pada sequence table jika level air pada preheater lebih besar atau sama dengan 70% maka pompa AP705 secara otomatis akan padam. Berdasarkan pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Komponen perangkat keras mampu bersinergi dengan DCS CENTUM VP dan menghasilkan sistem pengendalian multivariabel MISO yang optimal dengan hasil keluaran pressure 15% mendekati steady state 20.7 psi dan keluaran temperatur mencapai steady state 60oC. 2. Respon keluaran sistem dengan cascade control cenderung stabil dan lebih cepat 3 detik untuk nilai pressure dan 21 detik untuk nilai temperatur jika dibandingkan dengan single control. 139 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 UCAPAN TERIMA KASIH Kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang, segenap Dosen dan Staf pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang serta Kedua Orang Tua, Saudara dan Kerabat yang senantiasa memberi dukungan dalam penelitian ini. [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] REFERENSI Mu’amar, Awal dkk. 2010. Perancangan Sistem Control Level Dan Pressure Pada Boiler Di Workshop Intrumentasi Berbasis DCS CENTUM CS3000 YOKOGAWA. Skripsi. Surabaya: Jurusan Teknik Fisika FTI ITS. Albertos, Pedro & Antonio Sala. 2004. Multivariable Control Systems: An Engineering Approach. London: Springer-Verlag. Anonim.2006. Peralatan Energi Panas: Boiler dan Pemanas Fluida Termis. UNEP. American Society of Mechanical Engineers. 2007. ASME Boiler & Pressure Vessel Code Section IV: Rules for Construction of Heating Boilers. USA: The American Society of Mechanical Engineers. Solution Engineering Sdn Bhd. 2014. SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer Model: SE107 Catalog. Kuala Lumpur, Malaysia. Patranabis, D. 1996. Principles of Process Control. 2nd ed. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. K.W., Dheka Bakti dkk. 2011. Pengendalian Suhu Secara Cascade Control Menggunakan Proporsional – Integral Berbasis Mikrokontroller ATMEGA 8535. Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Sutarno. 2014. Instrumentasi Industri dan Kontrol Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arindya, Radita. 2014. Instrumentasi dan Kontrol Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu. University of Michigan. 2006. Chemical Engineering Process Dynamics and Controls. Michigan: University of Michigan. Tim Dosen Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra Surabaya. 2016. Termodinamika Teknik 1. Bahan Ajar. Surabaya. 140 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Analisis Perubahan Pengukuran Arus Setelah Pemasangan Current Transformer 70 kV pada Gardu Induk Pangkep 1,2) Abd.Haris Hamma1), Sarma Thaha2) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Jln Perintis Kemerdekaan km. 10 E-mail: [email protected] Abstrak Pengukuran parameter listrik dalam sistem tenaga listrik membutuhkan instrumen yang dapat mengonversi nilai parameter listrik yang besar ke level yang aman bagi alat ukur maupun proteksi. Untuk itu dibutuhkan transformator arus (Current Transformer). Pemilihan CT dalam pengukuran arus terutama terkait transaksi haruslah tepat, agar tidak ada pihak yang dirugikan, baik itu pihak yang suplay daya listrik maupun penerima daya listrik. Dalam skripsi ini, dibahas tentang penggantian CT di salah satu saluran transmisi di Gardu Induk Pangkep/Tonasa yang melayani beban 70 kV Tonasa. Untuk mengurangi atau meminimalisir kesalahan pengukuran maka dilakukan penggantian CT, dimana sebelumnya menggunakan CT pengukuran 0,5s dan selanjutnya diganti menjadi kelas 0,2s. Kelas pengukuran 0,5s tingkat error-nya lebih besar dibandingkan kelas 0,2, sehingga hasil pengukuran transaksi menjadi lebih tepat. I. PENDAHULUAN Gardu Induk merupakan kumpulan peralatan listrik tegangan tinggi yang mempunyai fungsi dan kegunaan dari masing-masing peralatan yang satu sama lain saling terkait sehingga penyaluran energi listrik dapat terlaksana dengan baik. Salah satu peralatan utama yang memegang peranan penting dalam proses penyaluran energi listrik ialah transformator daya. Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah tenaga listrik arus bolak balik pada suatu tingkatan tegangan ke tingkat tegangan lain atau dari suatu tingkatan arus ke tingkatan arus lain dengan frekuensi yang sama melalui prinsip induksi elektromagnetis. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer, dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan itu. Kumparan terbuat dari kawat tembaga yang dibelit seputar kaki inti transformator. Salah satu jenis transformator adalah transformator distribusi. Gardu induk pangkep merupakan gardu yang langsung mengalirkan energi ke PT.SEMEN TONASA , apabila terjadi kesalahan pengukuran maka akan ada pihak yang dirugikan baik PT.PLN maupun PT.SEMEN TONASA. II. KAJIAN LITERATUR A. Current Transformator Pada dasarnya prinsip kerja transformator arus sama dengan transformator daya atau tenaga. Jika pada kumparan primer mengalir arus I1, maka pada kumparan primer timbul gaya gerak magnet sebesar N1I1. Gaya gerak magnet ini memproduksi fluks pada inti, kemudian membangkitkan gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan sekunder. Jika terminal kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder mengalir arus I2, arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N2I2 pada kumparan sekunder B. Kesalahan Transformator (Transformator Error) Kesalahan transformator adalah perbandingan antara arus primer dan arus sekunder. !" Kn = !" Di mana: Kn : perbandingan transformasi Ip : arus pengenal transformasi Is : arus pengenal sekunder C. Kelas Akurasi Kelas akurasi adalah arus pada trafo arus yang dibatasi oleh kesalahan arus dan kesalahan fasa. Standar kelas akurasi yang dipergunakan untuk pengukuran seperti terlihat dalam tabel di bawah ini. • Untuk kelas 0,1 ; 0,2 ; 0,5 dan 1, pada frekuensi pengenal kesalahan arus dan pergeseran fasa tidak melebihi dari nilai yang ditentukan seperti terlihat dalam tabel 2.1, burden sekunder antara 25% sampai dengan 100 % dari burden (kemampuan trafo dibebani) pengenal. 141 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 Tabel 1. Batas Kesalahan Arus dan Kesalahan Sudut Untuk Kelas 0,1-1,0 Sesuai IEC 60044-1 Kela +/- % Kesalahan rasio arus +/- Pergeseran fase s pada % dari arus pengenal pada % dari arus Kete pengenal menit (1/60 litia derajat) n 5 20 100 120 5 20 10 12 0 0 0,1 0,4 0,2 0,1 0,1 15 8 5 5 0,2 0,75 0,35 0,2 0,2 30 15 10 10 0,5 1,5 0,75 0,5 0,5 90 45 30 30 1 3 1,5 1 1 180 90 60 60 Untuk kelas 0,2s dan 0,5s, dipergunakan untuk aplikasi khusus untuk kWh meter yang mana pengukuran yang tepat pada arus antara 50 mA sampai dengan 6 A. Kesalahan arus dari pergeseran fasa, tidak melebihi dari nilai yang ditentukan seperti terlihat pada tabel 2.2, bila burden sekunder antara 25 % sampai dengan 100 % dari burden pengenal. Pemakaian kelas ini diutamakan pada rasio 25/5, 50/5, 100/5 dengan arus pengenal 5 Ampere. • Tabel 2. Batas Kesalahan Untuk CT Keperluan Khusus +/− % Kesalahan ratio arus pada % dari arus pengenal Kelas Ketelitian 1 5 20 100 120 +/− % Pergeseran fase pada % dari arus pengenal, menit (Centiradians) 1 5 20 100 120 0,2S* 0,75 0,35 0,2 0,2 0,2 30 15 11 10 10 0,5S* 1,5 0,75 0,5 0,5 0,5 90 30 30 • 45 30 Untuk kelas 3 dan 5, kesalahan arus dari pergeseran fasa tidak melebihi dari nilai yang ditentukan seperti terlihat pada tabel 2.3, bila burden sekunder antara 50% sampai dengan 100% dari burden pengenalnya. Tabel 3. Batas Kesalahan Untuk Kelas 3 dan 5 Sesuai IEC 60044- Kelas Ketelitian +/-% Kesalahan ratio arus pada % dari arus pengenal Pemakaian 50 100 3 3 3 Instruments 5 5 5 Instruments Keterangan : * : untuk laboratorium ** : untuk precision revenue metering *> : untuk standard metering 978-602-18168-7-5 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di kantor kantor PT. PLN (Persero) Gardu Induk Pangkep Jl.Biringere Pangkep Sulawesi Selatan. B. Waktu Penelitian Penelitian dan penganmbilan data berlansung selama 4 bulan yang dilaksanakan mulai pada bulan Februari – April 2018. C. Prosedur Penelitian Dalam menyelesaikan laporan Skripsi ini, Peneliti mengikuti langkah-langkah yang terstruktur agar laporan ini dapat dikerjakan secara sistematis dan terarah. Berikut langkah-langkah yang menjadi acuan dari peneliti: 1. Mengenali objek yang akan diteliti berupa observasi langsung (Studi Lapangan). 2. Melakukan pengambilan data kegiatan yang dibutuhkan 3. Melakukan pengolahan data kegiatan yang telah diperoleh dengan mengacu pada tinjauan pustaka. 4. Melakukan analisis terhadap data-data yang telah diolah, salah satunya dengan membandingkan hasil pengolahan data terhadap teori sesuai standar dan ketentuan yang ada, dan menjadikan rumusan masalah serta tinjauan pustaka sebagai acuan analisa dan pembahasan. 5. Memberikan solusi atau saran yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja transformator apabila terjadi ketidaksesuaian dengan hasil pengolahan data yang akurat terhadap standar dan ketentuan yang berlaku. 6. Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan sehingga tujuan ataupun rumusan masalah dari obyek kegiatan dapat terjawab. Alat utama, teknik pengumpulan dan pengolahan data, definisi operasional variabel penelitian, dan teknik analisis yang digunakan untuk menyimpulkan hasil penelitian. D. Metode Pengumpulan Data Berikut adalah metode atau teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data dari kegiatan yang dilakukan: 1. Studi literatur Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai referensi, baik melalui buku, tugas akhir ataupun jurnal kegiatan, hingga melalui internet berbentuk dokumen ataupun digital library yang berkaitan dengan kasus yang akan dikaji. 2. Metode observasi Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan kunjungan ke lapangan guna mengamati kondisi langsung trafo yang mengalami masalah. Adapun data-data yang akan diambil melalui observasi ini berupa pengambilan gambar bagianbagian trafo yang mengalami kerusakan dan data hasil pengujian tahanan isolasi. 3. Metode wawancara Pada saat wawancara, peneliti melakukan tanya jawab dengan pihak yang memahami masalah sistem ketenagalistrikan yang berkaitan dengan kasus yang 142 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 akan dikaji. Peneliti bermaksud untuk lebih memahami mengenai penyebab kegagalan isolasi kertas pada transformator. E. Metode Analisis Data Dalam mengolah data peneliti mengumpulkan datadata berupa hasil uji pengukuran trafo CT. Mengumpulkan data transformator serta menampilkan data visual kerusakan transformator kemudian menganalisa data tersebut guna menghasilkan kesimpulan mengenai penyebab kesalahan pengukuran penyalur daya. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Dari Hasil Perhitungan Kelas CT sebelum dilakukan penggantian yaitu 0,5S dan CT yang dipasang setelah penggantian menggunakan kelas 0,2S. Dilihat dari tabel 2 tingkat ketelitian dari kelas 0,2S lebih baik dibandingkan kelas 0,5S. Selanjutnya akan dianalisa perbandingan nilai MWatt dan MVAr sebelum dan setelah penggantian CT untuk saluran transmisi Tonasa 5 dan 3. 978-602-18168-7-5 C. Analisis Pengukuran Daya Reaktif Jika diambil sampel dari tabel 4.9 pada pukul 11.00, maka CT untuk saluran Tonasa 5 memiliki beban 196 A atau 49 % dari kapasitasnya. Berdasarkan Tabel untuk CT dengan kelas ketelitian 0.5S maka pembebanan sebesar 90% akan memiliki kesalahan ratio sebesar 0.5%. Dari Tabel 4.17 diperoleh selisih pengukuran antara nilai MVAr secara Teori dan Pengukuran sebesar 5,05% untuk Tonasa 5 dan 3,63% untuk Tonasa 3. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan batas kesalahan yang seharusnya untuk CT kelas 0.5S. Namun dalam kasus ini salah satu faktor penyebabnya adalah tidak diperhitungkannya kelas dari Transformator tegangan serta kelas pengukuran dari alat ukur MVAr itu sendiri. Adapun rata-rata error pengukuran MVAR sebelum penggantian setelah adalah 3,48 % untuk Tonasa 5 dan 3,04% untuk Tonasa 3. Tabel 4.17 Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran MW sebelum penggantian CT Jam B. Analisis Nilai Pengukuran Daya Nyata Jika diambil sampel dari tabel 4.9 pada pukul 11.00, maka CT untuk saluran Tonasa 5 memiliki beban 196 A atau 49 % dari kapasitasnya. Berdasarkan Tabel untuk CT dengan kelas ketelitian 0.5S maka pembebanan sebesar 90% akan memiliki kesalahan ratio sebesar 0.5%. Dari Tabel 4.15 diperoleh selisih pengukuran antara nilai MW secara Teori dan Pengukuran sebesar 22,02%. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan batas kesalahan yang seharusnya untuk CT kelas 0.5S. Namun dalam kasus ini salah satu faktor penyebabnya adalah tidak diperhitungkannya kelas dari Transformator tegangan serta kelas pengukuran dari alat ukur MW itu sendiri. Adapun rata-rata error pengukuran MW sebelum penggantian setelah adalah 18,53 % untuk Tonasa 5 dan 7,19% untuk Tonasa 3 Tabel 4. Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran MW sebelum penggantian CT Jam 11,00 TONASA 5 Pengu Selis Teori kuran ih (MW) (MW) (%) 22,88 19,8 22,02 TONASA 3 Penguku Teori ran (MW) (MW) 9,43 9,2 Selis ih (%) 8,46 Untuk pengukuran MW setelah CT diganti menjadi kelas 0.2S, dengan mengambil sampel dari tabel 4.16 pada pukul yang sama yaitu 11.00 maka error nilai MW antara nilai perhitungan teori dan pengukuran langsung di energi meter sebesar 14.82% untuk Tonasa 5 dan 6,67% untuk Tonasa 3. Sedangkan rata-rata error sebesar 14,86% untuk Tonasa 5 dan 7,07% untuk Tonasa 3. Tabel 4.16 Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran Jam 11,00 TONASA 5 Teori Penguku Selisih (MW) ran (%) (MW) 15,60 12,2 14,82 Teori (MW) 7,68 TONASA 3 Pengu- Selisih (%) kurn (MW) 7,7 6,67 11,00 TONASA 5 Pengu Selis kuran ih (MVA (%) r) 5,2 5,93 5,05 Teori (MVA r) TONASA 3 Teor i (MV Ar) 4,60 Penguku ran (MVAr) Selisi h (%) 4,5 3,63 Untuk pengukuran MVAr setelah CT diganti menjadi kelas 0.2S, dengan mengambil sampel dari tabel 4.18 pada pukul yang sama yaitu 11.00 maka error nilai MVAr antara nilai perhitungan teori dan pengukuran langsung di energi meter sebesar 3,87% untuk Tonasa 5 dan 2,87% untuk Tonasa 3. Sedangkan rata-rata error sebesar 1,21% untuk Tonasa 5 dan 2,86% untuk Tonasa 3 Tabel 4.18 Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran MVAr setelah penggantian CT Jam 11,00 TONASA 5 TONASA 3 Teori (MVAr) Penguk uran (MVAr) Selisih (%) Teori (MVAr) Penguk uran (MVAr) Selisi h (%) 4,68 3,8 3,87 3,86 3,8 2,87 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Skripsi ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk meminimalisir kesalahan pengukuran maka dilakukan penggantian trafo dari kelas pengukuran 0,5S ke kelas 0,2S 2. Terdapat perbaikan pengukuran MW setelah penggantian CT dari kelas 0.5S menjadi kelas 0.2S dari rata-rata error pengukuran sebesar 18,53 % untuk Tonasa 5 dan 7,19% untuk Tonasa 3 menjadi 14,86% untuk Tonasa 5 dan 7,07 untuk Tonasa 3 3. Terdapat perbaikan pengukuran MVAr setelah penggantian CT dari kelas 0.5S menjadi kelas 0.2S dari rata-rata error pengukuran sebesar 3,48 % untuk Tonasa 5 dan 3,04% untuk Tonasa 3 menjadi 1,21% untuk Tonasa 5 dan 2,86% untuk Tonasa 3. 143 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada teman-teman D4 Teknik Listrik yang selalu membantu dalam pembuatan skripsi ini. REFERENSI [1] ABB (2008); Manual Book Application Guide – Instrument Transformer. [2] Aryanto, T. (2013). Frekuensi Gangguan Terhadap Kinerja Sistem Proteksi di Gardu Induk 150 kV Jepara. Skripsi Universitas Negeri Semarang. [3] Pandang, P. N. (2016). Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Program Diploma Empat (D-4) Bidang Rekayasa dan Tata Niaga. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang. [4] Priyono, S. (2011). Koordinasi Sistem Proteksi Trafo 30 MVA di Gardu Induk 150 kV Krapyak. Skripsi Universitas Diponegoro. [5] PT PLN (Persero). 2014. Buku Pedoman Pemeliharaan Primer GI Kepdir 05202.K.Dir.2014.----------. 2014. Buku Operation &Maintenance (SE114). [6] SPLN 76:1987, Transformator Arus, Standar Perusahaan Umum Listrik Negara. [7] SPLN 60-7:1992, Kamar Uji Instrumen Ukur Listrik, Standar Perusahaan Listrik Negara. [8] Stevenson, William D. 1996. Analisis Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Erlangga. 144 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Mitigasi Gangguan Transmisi 70 kV Tello – Borongloe Akibat Sambaran Petir 1,2,3 Rasni S. 1), Ahmad Rizal Sultan2), Kurniawati Naim3) Program Studi D3 Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang [email protected] Abstrak Gangguan sambaran petir yang sering terjadi pada saluran transmisi adalah akibat dari back flashover yang disebabkan oleh besarnya resistansi dari tower dan pembumian kaki tower. Agar dampak gangguan tersebut dapat diminimalisir, maka dikembangkan penelitian tentang direct grounding sebagai mitigasi gangguan transmisi akibat sambaran petir pada saluran transmisi Tello-Borongloe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah direct grounding pada tower yang mempunyai tahanan pembumian layak dan tidak layak dan untuk mengetahui dampak pemasangan direct grounding pada tower transmisi sebagai mitigasi gangguan sambaran petir pada saluran transmisi Tello-Borongloe. Berdasarkan hasil pengukuran tahanan pembumian direct grounding didapat nilai tahanan pembumian yaitu dibawah 1 ohm. Untuk mengetahui apakah kondisi tahanan pembumian direct grounding pada tower layak dan tidak layak, maka perlu dibandingkan dengan standar, dimana direct grounding mempunyai nilai standar pembumian yang sama dengan standar ketentuan nilai pembumian tiang yang digunakan oleh PLN dan PUIL SNI 04-0225-2011 yaitu maksimal 5 ohm. Maka dapat dilihat bahwa semua direct grounding pada tower dalam kondisi layak karena telah memenuhi standar. Pemasangan direct grounding memberikan dampak pada tower transmisi di saluran transmisi Tello-Borongloe, yaitu menurunkan nilai tahanan pembumian tower, penyaluran sambaran petir menjadi efektif dan sistem terjaga keandalannya. Keywords: Back flashover, Direct Grounding, Mitigasi, Transmisi I. PENDAHULUAN II. KAJIAN LITERATUR Salah satu gangguan sistem transmisi adalah akibat sambaran petir. Gangguan sambaran petir yang sering terjadi pada saluran transmisi adalah akibat dari sambaran balik atau back flashover yang disebabkan oleh besarnya tahanan atau resistansi dari tower dan pembumian kaki tower. Besarnya resistansi tersebut mengakibatkan arus petir tidak dapat terbuang sempurna ke tanah sehingga menyebabkan timbulnya beda potensial antara tower dan kawat fasa. Beda potensial yang melebihi nilai BIL (Basic Insulation Level) dari isolator menyebabkan media isolasi udara breakdown sehingga terjadi gangguan fasa ke tanah. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di udara bertegangan diatas 35 s/d 245 kV sesuai standar dibidang ketenagalistrikan. [1] Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya sambaran balik antara lain yaitu nilai resistansi tower, nilai resistansi pembumian kaki tower, nilai BIL isolator. Selain itu juga faktor dari karakteristik petir, kondisi lingkungan pada daerah sambaran petir. Untuk meningkatkan keandalan sistem ini, diperlukan pembumian yang baik pada setiap tower transmisi, dimana saluran transmisi Tello – Borongloe mempunyai tower sebanyak 52 tower. Adapun efek gangguan petir yang terjadi mengakibatkan hilangnya tegangan pada GI Borongloe. Oleh karena itu, agar dampak gangguan tersebut dapat diminimalisir, maka pada penelitian ini akan membahas tentang direct grounding sebagai mitigasi gangguan transmisi akibat sambaran petir. Komponen - komponen utama dari SUTT terdiri dari: menara transmisi atau tiang transmisi beserta fondasinya, isolator-isolator, kawat penghantar (conductor), dan kawat tanah (ground wires). [2] Mitigasi gangguan diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi ataupun mencegah suatu bencana. Bencana yang dimaksudkan disini yaitu sambaran petir. Upaya yang dilakukan bukan mencegah petirnya, namun lebih ke upaya untuk mengurangi atau mencegah dampak yang ditimbulkan oleh sambaran petir. Gangguan yang terjadi pada jaringan transmisi dibagi menjadi dua jenis, yakni gangguan sistem dan gangguan non sistem.[3] faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada SUTT adalah: [2] 1) Burung atau dedaunan Burung atau dedaunan yang terbang dan menyentuh dua kawat penghantar SUTT baik antar fasa atau fasa dengan tower, maka dapat memungkinkan terjadinya loncatan bunga api listrik. 145 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 2) Polusi (debu) Debu yang menempel pada isolator bisa bersifat konduktif, sehingga dapat menyebabkan loncatan bunga api listrik pada isolator tersebut. Pembumian adalah perlengkapan pembumian sistem transmisi yang berfungsi untuk meneruskan arus listrik dari tower SUTT maupun SUTET ke tanah dan menghindari terjadi back flashover pada insulator saat grounding system terkena sambaran petir. [1] 3) Pohon yang tumbuh di dekat SUTT Pohon yang tumbuh dekat dengan SUTT dapat menyebabkan jarak aman (clearance) berkurang. Jarak aman yang berkurang dapat berakibat timbulnya gangguan pada SUTT. 4) Keretakan pada isolator Bila terjadi keretakan pada isolator, maka secara mekanis, apabila ada petir yang menyambar akan terjadi arus yang tembus (breakdown) pada isolator. 5) Petir Back flashover, kejadian dimana petir menyambar bagian-bagian grounding sistem (seperti tower dan GSW) tetapi arus petir tidak dapat dialirkan ke tanah karena impact local grounding desainya yang tidak bekerja dengan baik. Adapun flashover, kejadian dimana perlindungan GSW tidak maksimal sehingga petir menyambar langsung pada konduktor. [1] Back flashover adalah terjadinya flashover pada saluran transmisi yang disebabkan oleh sambaran petir yang menimbulkan tegangan lebih mengalir pada saluran transmisi yang amplitudo tegangannya melebihi batas level isolasi peralatan (BIL) yang cenderung disebabkan besarnya tahanan atau resistansi dari tower dan pembumian kaki tower. Peristiwa flashover berupa loncatan api yang terjadi antar isolator atau kompenen listrik tegangan tinggi. Hal ini dapat terjadi akibat gagalnya isolasi dari sistem tegangan tinggi tersebut. BIL peralatan bisa berkurang karena terbentuknya lapisan konduktif di permukaan peralatan misalnya isolator diakibatkan oleh adanya polutan yang menempel. Lapisan yang terbentuk di permukaan isolator ini menyebabkan mengalirnya arus bocor (leakage current). Dengan mengalirnya arus bocor, terjadi pemanasan di lapisan tersebut. Lapisan ini dapat membentuk pita kering (dry band) akibat dialiri arus bocor secara terus menerus. Pada tegangan tertentu, kondisi ini dapat menyebabkan pelepasan muatan melintasi pita kering. Pelepasan muatan dapat memanjang sehingga terbentuk busur listrik (arc) dan terjadi lewat flashover yang melalui seluruh permukaan isolator, seperti gambar berikut. Faktor yang menentukan besarnya tahanan jenis tanah adalah jenis tanah, Lapisan /komposisi tanah, iklim dan kelemban tanah dan suhu. Kesulitan yang biasa dijumpai dalam mengukur tahanan jenis tanah adalah bahwa dalam kenyataannya komposisi tanah tidaklah homogen pada seluruh volume tanah, yang bervariasi secara vertikal maupun horizontal, sehingga pada lapisan tertentu mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan tahanan jenis yang berbeda. Untuk memperoleh harga yang sebenarnya dari tahanan jenis tanah, harus dilakukan pengukuran langsung di tempat. Nilai resistansi jenis tanah sangat berbeda – beda bergantung komposisi pada jenis tanah. [3] Nilai resistansi jenis tanah tersebut ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Resistansi Jenis Tanah Berdasarkan Jenis Tanah yang Berbeda. Jenis Tanah Tahanan Jenis (Ω –m) Tanah Rawa 30 Tanah Liat 100 Pasir Basah 200 Kerikil Basah 500 Kerikil Kering 1000 Tanah Berbatu 3000 Tabel di atas digunakan sebagian standar nilai resistansi jenis tanah, namun karena komposisi tanah tidaklah homogen pada seluruh volume tanah maka perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui nilai tahanan jenis tanah tersebut, adapun persamaan untuk menghitung tahanan jenis tanah sebagai berikut: ρ = 2π.a. R (1) Dimana: ρ = Tahanan jenis tanah (Ω –m) a = Jarak antar elektroda (m) R = Tahanan tanah (Ω) a) Pembumian Tower Transmisi secara Umum Pembumian pada tower transmisi secara umum yaitu GSW menyatu dengan body tower dan kaki tower dilengkapi dengan elektroda pada keempat sisinya, adapun pola pembumiannya dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1. Gangguan Arc pada Isolator dan Menara Transmisi 146 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Gambar 4. Pembumian dengan Counterpoise Skun Grounding Gambar 2. Pembumian Tower Transmisi secara Umum b) Pembumian dengan Elektroda Tancap (Driven Ground) Pembumian dengan driven ground adalah pembumian yang dilakukan dengan cara menancapkan batang elektroda ke tanah, seperti pada gambar berikut. Gambar 3. Pembumian dengan Driven Ground c) Pembumian dengan Counterpoise Pembumian dengan counterpoise adalah pembumian yang dilakukan dengan cara menanam kawat elektrode sejajar atau radial beberapa cm di bawah tanah (90 s.d. 200 cm), seperti gambar berikut. d) Pembumian Langsung (Direct Grounding) Salah satu upaya untuk meningkatkan performa dalam perlindungan terhadap sambaran petir langsung adalah dengan membuat saluran pembuangan sambaran petir langsung dari groundwire ke pembumian atau dikenal sebagai direct grounding. Metode direct grounding ini tidak lagi mengalirkan arus listrik akibat sambaran petir melalui body dari tower transmisi. Groundwire atau Earth wire (kawat petir / kawat tanah) adalah media untuk melindungi kawat fasa dari sambaran petir. Prinsip dari pemakaian kawat tanah ini adalah bahwa kawat tanah (groundwire) akan menjadi sasaran sambaran petir sehingga melindungi kawat phasa dengan daerah/zona tertentu. Kawat tanah yang digunakan untuk melindungi saluran tenaga listrik, diletakkan pada ujung teratas saluran dan terbentang sejajar dengan kawat phasa. Kawat tanah ini dapat ditanahkan secara langsung atau secara tidak langsung dengan menggunakan sela yang pendek. Sehingga, bila petir menyambar maka petir tersebut langsung dialirkan ke tanah tanpa melalui body tower. Bila tegangan lebih yang terjadi akibat petir belum habis pada satu tower maka tegangan tersebut dialirkan ke tower lainnya tapi tetap melalui groundwire karena groundwire tidak menempel di body akibat adanya isolator support yang membatasi antara groundwire dan menara transmisi, pola pembumiannya dapat dilihat pada gambar 5. Bila pemasangan direct grounding dipasang tanpa isolator support atau dengan kata lain kawat tanah/ GSW dipasang lewat body tower (seperti gambar 2) maka dapat menimbulkan back flashover, dimana tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir tersebut memilih jalur tercepat untuk mengalirkannya, yaitu melalui isolator, bila amplitudo tegangannya melebihi batas level isolasi (BIL) dari isolator maka tegangan lebih tersebut akan merambat ke penghantar/fasa, sehingga menimbulkan gangguan. Disamping itu, bila pembumian tower sebelah lebih kecil dari tower yang terkena petir, maka gangguan tadi langsung lewat konduktor fasa dan terjadilah gangguan ground fault yang muncul pada indikasi relay. Besarnya tahanan driven ground terhadap tanah: Rdg=ρ/(2π.L) [ln (2.L)/√(a.r)] (2) Dimana : Rdg = tahanan direct grounding (Ω) L = panjang elektroda kawat (m) ρ = tahanan jenis tanah (Ω-m) r = jari-jari kawat elektroda (m) a = jarak antar batang pembumian (m) Pola pembumian direct grounding yaitu groundwire/ GSW langsung ditanahkan, dan menggunakan isolator support, dapat dilihat pada gambar 5 berikut: 147 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran transmisi udara Tello – Borongloe memiliki tegangan operasi sebesar 70 kV, dengan panjang saluran 12,4 km dan jumlah total menara secara keseluruhan untuk jalur ini yakni sebanyak 52 buah tower, 20 diantaranya menggunakan direct grounding. Data tahanan pembumian tower yang sudah terpasang direct grounding dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 5. Pembumian Langsung (Direct Grounding) III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) Tragi Panakukkang khususnya pada saluran transmisi TelloBorongloe. Kegiatan ini berlangsung selama bulan Februari hingga bulan April 2018. Adapun diagram alir penyusunan Tugas Akhir ini sebagai berikut: Mulai Studi Literatur Mengumpulkan Data 1. Jumlah Tower Transmisi 2. Tanggal gangguan 3. Nilai Tahanan Pembumian 4. Data Teknis Direct grounding Melakukan Pengukuran Hasil Pengukuran Analisa Kesimpulan Selesai Gambar 6. Flowchart Prosedur Kegiatan Tabel 2. Hasil Pengukuran Tahanan Pembumian Direct Grounding pada Saluran Transmisi 70 kV Tello – Borongloe Hasil Ukur No Tinggi Panjang Tahanan No Tower Tower GSW Pembumian Direct grounding 1 Tip 7 23 M 33 M 0.3 Ω 2 Tip 8 24 M 34 M 0.5 Ω 3 Tip 9 24 M 34 M 0.3 Ω 4 Tip 10 23 M 33 M 0.4 Ω 5 Tip 11 23 M 33 M 0.1 Ω 6 Tip 12 24 M 34 M 0.1 Ω 7 Tip 13 24 M 34 M 0.1 Ω 8 Tip 14 25 M 35 M 0.25 Ω 9 Tip 15 24 M 34 M 0.1 Ω 10 Tip 16 24 M 34 M 0.1 Ω 11 Tip 17 24 M 34 M 0.1 Ω 12 Tip 18 24 M 34 M 0.1 Ω 13 Tip 19 24 M 34 M 0.1 Ω 14 Tip 20 24 M 34 M 0.1 Ω 15 Tip 21 24 M 34 M 0.1 Ω 16 Tip 22 27 M 37 M 0.1 Ω 17 Tip 23 27 M 37 M 0.1 Ω 18 Tip 24 27 M 37 M 0.5 Ω 19 Tip 25 27 M 37 M 0.3 Ω 20 Tip 26 24 M 34 M 0.1 Ω Adapun nilai tahanan pembumian tower yang belum terpasang Direct Grounding atau dengan kata lain masih menggunakan metode pembumian biasa pada tower transmisi Tello-Borongloe dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Hasil Pengukuran Tahanan Pembumian Tower Tanpa Direct Grounding pada Saluran Transmisi 70 kV Tello – Borongloe Hasil Ukur Tahanan No No Tower Pembumian 1 Tip 1 0.9 Ω 2 Tip 2 1.2 Ω 3 Tip 3 2.8 Ω 4 Tip 4 3.2 Ω 5 Tip 5 2.2 Ω 6 Tip 6 3.6 Ω 7 Tip 27 1.6 Ω 8 Tip 28 1.8 Ω 9 Tip 29 2.4 Ω 10 Tip 30 1.8 Ω 11 Tip 31 1.4 Ω 12 Tip 32 1.6 Ω 13 Tip 33 2.2 Ω 14 Tip 34 3.8 Ω 15 Tip 35 4.2 Ω 148 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Tip 36 Tip 37 Tip 38 Tip 39 Tip 40 Tip 41 Tip 42 Tip 43 Tip 44 Tip 45 Tip 46 Tip 47 Tip 48 Tip 49 Tip 50 Tip 51 Tip 52 3.8 Ω 5.0 Ω 5.0 Ω 5.2 Ω 4.2 Ω 3.6 Ω 4.2 Ω 3.0 Ω 2.4 Ω 1.2 Ω 0.9 Ω 1.2 Ω 3.0 Ω 2.2 Ω 1.8 Ω 0.9 Ω 1.0 Ω Langkah yang dilakukan dalam menghitung nilai tahanan pembumian direct grounding adalah dengan mencari nilai tahanan jenis tanah, kemudian menghitung nilai tahanan pembumian direct grounding tower transmisi pada saluran transmisi Tello-Borongloe. Sebagai sampel perhitungan, diambil satu contoh tower yaitu tip 7, dengan rincian sebagai berikut: • R = 0,3 Ω • a=2m • π = 3.14 • L=2m • r = 0,013 m Untuk menghitung nilai resistansi tahanan jenis tanah (ρ) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 6. Cara untuk menghitung tahanan jenis tanah sebagai berikut: ρ = 2π. a. R = 2(3.14).2.0,3 = 3,77 Ωm Sedangkan untuk memperoleh nilai tahanan pembumian direct grounding (Rdg) diperoleh dengan menggunakan persamaan 8. Cara untuk menghitung nilai Rdg adalah sebagai berikut: Rdg = ρ/(2π.L) [ln (2.L)/√(a.r)] = 3,77/ (2(3,14).2) [ln (2.2)/√(2.0,013)] = 3,77/ 12,56 [ln 4/√0,026] = 3,77/ 12,56 [ln 4/0,16] = 3,77/ 12,56 [ln 25] 978-602-18168-7-5 Tabel 4. Perhitungan Teori Tahanan Pembumian Direct Grounding pada SUTT 70 kV Tello – Borongloe No No Tower Hasil Ukur Perhitungan Teori 1 Tip 7 0.3 Ω 0.96 Ω 2 Tip 8 0.5 Ω 1.3 Ω 3 Tip 9 0.3 Ω 0.96 Ω 4 Tip 10 0.4 Ω 1Ω 5 Tip 11 0.1 Ω 0.26 Ω 6 Tip 12 0.1 Ω 0.26 Ω 7 Tip 13 0.1 Ω 0.26 Ω 8 Tip 14 0.25 Ω 0.65 Ω 9 Tip 15 0.1 Ω 0.26 Ω 10 Tip 16 0.1 Ω 0.26 Ω 11 Tip 17 0.1 Ω 0.26 Ω 12 Tip 18 0.1 Ω 0.26 Ω 13 Tip 19 0.1 Ω 0.26 Ω 14 Tip 20 0.1 Ω 0.26 Ω 15 Tip 21 0.1 Ω 0.26 Ω 16 Tip 22 0.1 Ω 0.26 Ω 17 Tip 23 0.1 Ω 0.26 Ω 18 Tip 24 0.5 Ω 1.3 Ω 19 Tip 25 0.3 Ω 0.96 Ω 20 Tip 26 0.1 Ω 0.26 Ω Gambar 7. Nilai Tahanan Praktek dan Teori Direct Grounding A. Jumlah Tahanan Pembumian Direct Grounding Tower yang Layak dan Tidak Layak Direct Grounding mempunyai nilai standar pembumian yang sama dengan standar ketentuan nilai pembumian tiang yang digunakan oleh PLN sistem 70 kV dan PUIL SNI 04-0225-2011 yaitu maksimal 5 ohm. Berikut tabel klasifikasi tingkat kelayakan tahanan pembumian direct grounding. Adapun rincian dari tahanan pembumian baik dengan direct grounding maupun tanpa direct grounding sebagai berikut: = 3,77/ 12,56 [3,21] = 0,96 Ω Jadi nilai tahanan yang didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus yaitu sebesar 0,96 Ω, sedangkan pada pengukuran langsung dilapangan yaitu sebesar 0,3 Ω. Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara dan rumus yang sama pada sampel diatas. Adapun hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini: Tabel 5. Akumulasi Kelayakan Tahanan Pembumian Layak Maksimum Tidak Layak (buah) (buah) (buah) Direct Grounding 20 0 0 Tanpa Direct 29 2 1 Grounding 149 Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018 Makassar, 17 September 2018 978-602-18168-7-5 Tabel 6. Data Rekap Gangguan Transmisi Sampai Bulan April 2018Berdasarkan data di atas, pemadaman yang terjadi Gambar 8. Grafik kelayakan Tahanan Pembumian B. Dampak Pemasangan Direct Grounding pada Tower Transmisi Tujuan utama dari sistem proteksi petir adalah memberikan perlindungan terhadap manusia, aset dan peralatan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh petir. Salah satu mitigasi yang dilakukan yaitu perbaikan nilai tahanan pembumian tower dan peningkatan performa dari pembumian tower transmisi 70 kV jalur Tello-Borongloe dengan metode direct grounding. Mitigasi dilakukan bukan untuk mencegah petirnya, namun lebih ke upaya untuk mengurangi atau mencegah dampak yang ditimbulkan oleh sambaran petir. Pemasangan direct grounding memberikan dampak pada tower transmisi di saluran transmisi Tello – Borongloe, yaitu menurunkan nilai tahanan pembumian tower, penyaluran sambaran petir menjadi efektif dan sistem terjaga keandalannya. Penurunan nilai tahanan pembumian tower dengan direct grounding dapat dilihat dari data hasil pengukuran, dimana jika dibandingkan dengan tower yang belum terpasag direct grounding nilai tahanan pembumian direct grounding lebih kecil. Disamping itu, dengan pemasangan direct grounding penyaluran sambaran petir menjadi efektif karena dengan adanya isolator support sehingga, bila petir menyambar maka petir tersebut langsung dialirkan ke tanah tanpa melalui body tower. Selain itu, dengan direct grounding, sistem terjaga keandalannya karena belum ada gangguan yang diakibatkan oleh nilai tahanan pembumian tower buruk, meskipun pemasangan direc grounding belum sampai setahun. Pada tahun 2018 terdapat 1 kasus gangguan yang terjadi pada saluran transmisi Tello – Borongloe, berikut adalah data rekap gangguan hingga bulan April 2018, tepatnya beberapa bulan setelah direct grounding dipasang. pada jalur Tello-Borongloe bulan Maret bukanlah disebabkan akibat sambaran petir, melainkan karena adanya pembangunan gedung yang dekat dengan jaringan transmisi sehingga menyebabkan adanya pekerja yang terkena tegangan yang menyebabkan tansmisi jalur TelloBorongloe Trip. Efektifitas pemasangan direct grounding sendiri masih belum dapat disimpulkan karena intensitas petir masih belum terlalu tinggi dan pemasangan direct grounding yang belum sampai setahun, tepatnya baru 4 bulan, sehingga data yang terkumpul masih minim. V. KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini, diantaranya: 1. Jumlah direct grounding tower yang mempunyai tahanan pembumian layak adalah sebanyak 20 buah dengan nilai tahanan pembumian di bawah 1 Ω dan tidak layak digunakan sebanyak 0 (nol) buah. Adapun untuk kondisi tahanan pembumian tanpa direct grounding (dengan pembumian biasa) yang layak adalah sebanyak 29 buah dengan nilai tahanan pembumian di bawah 5 Ω dan nilai tahanan pembumian tidak layak sebanyak 1 buah dengan nilai pembumian 5,2 Ω, serta nilai tahanan pembumian maksimum sebanyak 1 buah dengan nilai pembumian 5 Ω. 2. Pemasangan direct grounding memberikan dampak pada tower transmisi di saluran transmisi TelloBorongloe, yaitu menurunkan nilai tahanan pembumian tower, penyaluran sambaran petir menjadi efektif dan sistem terjaga keandalannya. Namun, daerah/zona direct grounding dalam melindungi kawat phasa terbatas. REFERENSI [1] PT PLN (Persero). 2014. Buku Pedoman Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Ekstra Tinggi (SUTT/SUTET) Kepdir 0520-1.K.Dir.2014. Jakarta. [2] Hutauruk, T. S. 1996. Transmisi Daya Listrik. Bandung: Erlangga. [3] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011). Jakarta: Yayasan PUIL. 150