Uploaded by common.user24687

Teknik-Listrik

advertisement
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Evaluasi Pengaruh Ketidakseimbangan Beban Trafo Distribusi 20 kV
Penyulang Toddopuli
Wa Ode Sitti Hajriani F.A. 1), Syarifuddin2), Satriani Said Akhmad3)
1
Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D3 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
3 Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
Abstrak
Dalam penyaluran tenaga listrik ternyata sukar diperoleh beban yang seimbang, terutama beban-beban satu fasa yang
mendapat pelayanan dari sistem tiga fasa. Sehingga keadaan ini dapat mengakibatkan rugi-rugi daya dan bagi konsumen
yaitu tejadinya penurunan tegangan. Hal ini terjadi karena adanya arus yang mengalir pada penghantar netral trafo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidakseimbangan beban yang diakibatkan oleh beban satu fasa sistem
distribusi tiga fasa, rugi daya jaringan, dan penghantar netral yang ditimbulkan akibat beban yang tidak seimbang.
Sehubungan dengan itu, penelitian ini dilakukan di penyulang Toddopuli pada PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang
dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif dan simulasi menggunakan ETAP Power Station 12.6.0.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa nilai faktor ketidakseimbangan trafo distribusi 20
kV pada Penyulang Toddopuli adalah sebesar 0,14 dengan nilai ini dapat dikatakan masih dalam keadaan seimbang dan
masih dapat ditolerir oleh PLN, dengan besar rugi-rugi daya jaringan 415,70 kW dan 23,88 kW pada penghantar netral
trafo dengan selisih tertinggi antara hasil simulasi ETAP 12.6.0 dengan perhitungan manual mengenai rugi-rugi daya
jaringan terdapat pada gardu dengan kode GT.PT005.
Keywords: Transformator, Faktor Ketidakseimbangan, Rugi-Rugi Daya.
I. PENDAHULUAN
Dalam menjaga stabilitas sistem tenaga listrik,
kualitas daya merupakan hal yang penting. Untuk menjaga
stabilitas tersebut perlu diperhatikan pembebanan pada
transformator distribusi. Karena dalam analisis
pembebanan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi
beban lebih akibat beban tidak seimbang.
Sehingga perencanaan sistem akan selalu berusaha
untuk menyeimbangkan beban-beban satu fasa atau perfasa sedemikian rupa agar dapat mengalirkan arus
seimbang pada salurannya, namun dalam mengalirkan
tenaga listrik tersebut terjadi pembagian beban-beban yang
pada awalnya merata tetapi karena ketidakserempakan
waktu pemakaian atau penyalaan beban-beban tersebut
maka menimbulkan ketidakseimbangan beban yang
berdampak
pada
penyediaan
tenaga
listrik,
ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa (fasa R,
fasa S, dan fasa T), inilah yang menyebabkan mengalirnya
arus di netralnya transformator, arus netral inilah yang
menimbulkan rugi-rugi pada transformator sehingga
kemampuannya dalam melayani beban menurun. Oleh
karena itu diperlukan data untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh ketidakseimbangan beban terhadap rugirugi pada transformator.
Dalam melakukan penelitian ini objek penelitian
akan dilakukan pada transformator di Penyulang
Toddopuli. Pemilihan Penyulang Toddopuli berdasarkan
data pengukuran beban trafo distribusi pada PT PLN
(Persero) Wilayah SULSELRABAR Rayon Panakkukang.
yang pernah mengalami gangguan pada tahun 2017.
Berdasarkan permasalahan di atas maka dari itu
penulis mengambil judul tentang “Evaluasi Pengaruh
Ketidakseimbangan Beban Trafo Distribusi 20 kV
Penyulang Toddopuli”.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Sistem Saluran Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga
listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan
tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (bulk power
source) sampai ke konsumen. Tenaga listrik yang
dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan
tegangan dari 11 kV sampai 24 kV di naikan tegangannya
oleh Gardu Induk (GI) dengan transformator penaik
tegangan menjadi 70 kV, 154 kV, 220 kV atau 500 kV
kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan
menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian
daya listrik pada saluran transmisi, dalam hal ini kerugian
daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir
(I2.R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya
diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil
sehingga kerugian daya juga akan kecil pula. Dari saluran
transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan
transformator penurun tegangan pada gardu induk
distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut
penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi
primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu
distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan
tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem
tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya
disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke pelanggan
1
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
konsumen. Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu
digunakan
tegangan
setinggi
mungkin,
dengan
menggunakan transformator step-up. Nilai tegangan yang
sangat tinggi ini menimbulkan beberapa konsekuensi
antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya
harga perlengkapan-perlengkapannya, selain itu juga tidak
cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi
beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan
saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan
menggunakan transformator step-down. Dalam hal ini
jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang
penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. [1]
[2]
978-602-18168-7-5
D. Sistem Distribusi Sekunder dengan Beban Tak
Seimbang
Pembebanan tidak seimbang ini terjadi pada
transformator yang distribusi akibat karakteristik beban
yang terhubung pada transformator berbeda-beda untuk
ketiga fasanya. Keadaan seimbang adalah suatu keadaan
ketika:
IS
IT
120º
120º
120º
IR
Gambar 2 Vektor Diagram Arus Keadaan Beban Seimbang
(Badaruddin, 2012) [4]
Gambar 1 Pengelompokan Sistem Distribusi Tenaga
Listriik. (Suhadi dkk, 2008)
B. Transformator
Transformator merupakan peralatan listrik yang
berfungsi untuk menyalurkan daya/tenaga dari tegangan
tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya. Transformator
menggunakan prinsip hukum Faraday dan hukum Lorentz
dalam menyalurkan daya, dengan arus bolak-balik yang
mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu
akan berubah menjadi magnet.
C. Klasifikasi Beban
Setelah mengetahui mengenai definisinya, beban listrik
itu sendiri kemudian diklasifikasikan atau dikelompokkan
kedalam beberapa kelas-kelas. Pengelompokkan ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pola konsumsi
energi listrik pada tiap sektor yang memiliki beban. Oleh
karena itu penyedia energi pada bagian distribusi pun
dapat membagi bagian-bagian beban agar seimbang
penggunaanya dan tetap memiliki cadangan energi yang
cukup. Sehingga pengklasifikasian beban ini dianggap
perlu agar dapat diketahui berapa jumlah beban dan berapa
jumlah daya yang akan disalurkan untuk menjalankan
beban tersebut. Berdasarkan jenis konsumen energi listrik,
secara garis besar, ragam beban dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa jenis seperti di bawah ini.
1) Beban rumah tangga, 2) beban komersial,
3) beban industri,
4) beban fasilitas umum
(Suswanto, 2009:186). [3] [7]
1) Ketiga vektor arus/tegangan sama besar, 2) ketiga
vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain
(Pursito, 2013:3). [5]
Sedangkan beban dikatakan berada dalam keadaan
tidak seimbang adalah ketika berada pada posisi berikut
ini.
1) Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk
susdut 120º satu sama lain, 2) ketiga vektor tidak
sama besar dan membentuk sudut 120º satu sama
lain, 3) ketiga vektor tidak sama besar dan tidak
membentuk sudut 120º satu sama lain (Badaruddin,
2012:10).
IS
135º
IT
105º
120º
IN
IR+IT
IR
Gambar 3 Vektor Diagram Arus Keadaan Beban Tak Seimbang
(Badaruddin, 2012)
E. Arus Netral Akibat Beban Tak Seimbang
Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik
dikenal sebagai arus yang mengalir pada kawat netral di
sistem distibusi tegangan rendah tiga fasa empat kawat
(R,S,T dan N). Arus netral ini akan muncul jika kondisi
beban tidak seimbang dan karena adanya arus harmonisa
akibat beban non linear.
2
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
IT Arus Saluran
VTN
VRN
-
N
R
+
T
IR
-
VSN
IS
S
Sumber
Terhubung Y
Arus Fasa
N
+
R
IN
S
Beban
Terhubung Y
Arus di penghantar
netral dalam keadaan
seimbang bernilai 0
Gambar 4 Sistem Distribusi dengan Arus Netral Akibat Beban
Tak Seimbang
(Suhadi,2008)
Untuk arus tiga fasa dari suatu sistem yang tidak
seimbang dapat juga diselesaikan dengan metode
komponen simetris. Metode ini telah dipaparkan oleh
Fortescue yang membuktikan bahwa suatu sistem yang
tidak seimbang dari fasor yang berhubungan dapat
diuraikan menjadi sistem dengan fasor seimbang yang
dinamakan komponen-komponen simetris. Dengan
menggunakan notasi-notasi yang sama seperti pada
tegangan akan didapatkan persamaan untuk arus fasanya :
= + +
(1)
=
+
+
(2)
=
+
+
(3)
Dengan tiga langkah yang dijabarkan dalam
menentukan urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol
terlebih dahulu, maka arus-arus urutan juga dapat
ditentukan dengan cara yang sama, sehingga didapatkan
juga :
= ( +
+
)
(4)
= (
+
+
)
(5)
= ( + + )
(6)
Dengan :
I1 = Arus urutan positif (A)
I2 = Arus urutan negatif (A)
I0 = Arus urutan nol (A)
= 120
Arus urutan positif berasal dari komponen urutan
positif, komponen ini terdiri dari 3 fasor yang sama
besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasor 120 ,
dan mempunyai urutan fasor yang sama dengan fasor
aslinya. Sedangkan arus urutan negatif berasal dari
komponen urutan negatif, komponen ini terdiri atas 3 fasor
yang sama terpisah dengan lainnya dalam fasa sebesar
120 , dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan
dengan fasor aslinya. Dan arus urutan nol berasal dari
komponen urutan nol, komponen ini terdiri atas 3 fasor
yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa nol antara
simetris fasor yang satu dengan yang lainnya.
Pada komponen simetris simbol a dipergunakan
untuk menunjukkan operator yang menimbulkan sautu
perputaran sebesar 120 dengan arah yang berlawanan
dengan arah perputaran jarum jam. Operator semacam ini
adalah bilangan kompleks yang besarnya satu dan
sudutnya 120 dan difenisikan sebagai:
= 1 120 atau = - 0,5 + j0,866
978-602-18168-7-5
Dalam sistem tiga fasa empat kawat ini jumlah arus sama
dengan arus netral yang kembali lewat kawat netral, jadi:
+ + =
(7)
Dengan mensubsitusikan persamaan (6) ke (7) maka
diperoleh.
=3
(8)
Rugi-rugi daya listrik pada sistem distribusi
dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain faktor
konfigurasi dari sistem jaringan distribusi, transformator,
kapasitor, isolasi dan rugi – rugi daya listrik. Jika suatu
arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada
penghantar tersebut akan terjadi rugi-rugi daya menjadi
panas karena pada penghantar tersebut terdapat resistansi.
Rugi-rugi dengan beban terpusat pada ujung saluran
distribusi primer dirumuskan sebagai berikut:
V = I ( R cos φ + X sin φ ) L
(9)
P = 3 I2 . R . L
(10)
Dengan :
I = Arus yang mengalir per fasa (Ampere)
R = Resistansi saluran per fasa (Ohm/km)
X = Reaktansi saluran per fasa (Ohm/km)
Cos φ = Faktor daya beban (0,85)
L = Panjang saluran (km)
Pemilihan jenis kabel yang akan digunakan pada
jaringan distribusi merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan dalam perencanaan dari suatu sistem tenaga
listrik karena dapat memperkecil rugi-rugi daya.
F. Faktor Ketidakseimbangan Beban
Apabila impedansi ZR , ZS, dan ZT tidak sama maka
nilai arus-arus IR, IS, dan IT tidak sama, sehingga tegangan
VR , VS, dan VT tidak sama pula. Nilai impedansi dapat
diperoleh jika nilai tegangan dan arus diketahui dan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
(11)
Perbandingan antara nilai komponen urutan negatif
dengan komponen urutan positif disebut faktor
ketidakseimbangan beban (unbalance factor) atau dapat
disingkat dengan F.
Apabila data yang diketahui merupakan nilai
tegangan, maka faktor ketidakseimbangan beban
dinyatakan berdasarkan perbandingan antara tegangan
urutan negatif dengan tegangan urutan positif, yaitu:
(12)
Apabila data yang diketahui merupakan nilai arus,
maka faktor ketidakseimbangan beban dinyatakan dengan
berdasarkan perbandingan antara arus urutan negatif
dengan arus urutan positif, yaitu:
(13)
Dengan :
FK = Faktor ketidakseimbangan beban
V1 = Tegangan urutan negatif (Volt)
V2 = Tegangan urutan positif (Volt)
I1 = Arus urutan positif (Ampere)
I2 = Arus urutan negatif (Ampere)
Pada sistem distribusi tiga fasa empat kawat terdapat
komponen utama urutan nol, sehingga untuk menentukan
3
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
faktor ketidakseimbangan beban, maka komponen urutan
nol tersebut dihilangkan.
G. ETAP Power Station 12.6.0
ETAP (Electric Transient and Analysis Program)
PowerStation 12.6.0 merupakan suatu perangkat lunak
yang mendukung sistem tenaga listrik. Perangkat ini
mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi
tenaga listrik, online untuk pengelolaan data real-time
atau digunakan untuk mengendalikan sistem secara
real-time. [6]
III.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penyulang Toddopuli pada GI
Panakukkang menjadi salah satu objek dengan terfokus
pada data pembebanan trafo ditsribusi pada bulan
Oktober-Desember 2017. Berikut flowchartnya:
Mulai
Pengumpulan Data:
1.Single line diagram
Penyulang Toddopuli
2.Data
Pengukuran
Toddopuli
GI
Panakukkang
Beban
Penyulang
3. Data Panjang Penghantar dari penyulang
Toddopuli
Perhitungan Faktor
Ketidakseimbangan Beban
Analisis Ketidakseimbangan Beban
Tidak
Simulasi dengan menggunakan
aplikasi ETAP Power Station 12.6.0
Simulasi
Berhasil
Ya
Pembuatan Laporan
Selesai
Gambar 5 Flowchart Penelitian
Adapun teknik pengumpulan data adalah dengan
melakukan studi literartur yang terkait dengan judul,
melakukan observasi lapangan pada beban yang diteliti
serta mengambil data-data yang dibutuhkan lalu
melakukan wawancara kepada karyawan sistem distribusi
mengenai masalah dan menganalisis data yang digunakan
menggunakan analisis deskriptif dan simulasi. Data-data
pengukuran pada jaringan distribusi yang telah penulis
dapatkan, dihitung dan kemudian disimulasikan dengan
menggunakan perangkat lunak ETAP Power Station versi
12.6.0. Dari hasil simulasi tersebut penulis dapat
menganalisa
permasalahan
yang
ada,
serta
membandingkan rugi-rugi daya pada tiap gardu distribusi
di penghantar penyulang.
978-602-18168-7-5
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menentukan Beban Tak Seimbang pada Trafo
Distribusi
Dari data yang diperoleh selama mengadakan
penelitian di PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang
maka diperoleh data pengukuran beban pada penyulang
Toddopuli di daerah Panakukkang. Pengukuran ini
dilakukan dengan memperkirakan saat terjadinya beban
maksimum, dengan untuk beban perumahan dan
penerangan dilakukan pada malam hari. Pengukuran
dilakukan dimalam hari, sebab penggunaan beban paling
tinggi untuk jenis beban rumah tangga paling banyak
terjadi di malam hari. Oleh karena itu untuk
mengevaluasi pengaruh ketidakseimbangan beban pada
trafo Toddopuli maka dapat dilakukan dengan
menghitung beban tak seimbang yang ada pada trafo
tersebut.
Sebelum menentukan nilai arus komponen positif
dan negatif, maka perlu diketahui bahwa faktor daya
beban yang diperbolehkan oleh PLN adalah sebesar 0,85
sehingga cos R = cos S = cos T = 0,85 dengan urutan
fasa R, S, dan T dan fasa R sebagai fasa referensi. Untuk
arus tiga fasa dari suatu sistem yang tidak seimbang dapat
diselesaikan dengan metode komponen simetris. Pada
data pengukuran telah diperoleh nilai arus pada urutan
fasa R, S, dan T sehingga hal ini akan mempermudah
dalam menganalisanya kedalam arus urutan positif dan
negatif. Arus urutan positif disimbolkan dengan I1 dan
arus urutan negatif disimbolkan dengan I2 .
Dengan mengambil satu sampel trafo distribusi
yang dimana trafo ini merupakan salah satu trafo yang
memiliki pembagian jurusan penampang terbanyak yaitu
sebanyak empat jurusan, pada trafo ini berdasarkan data
yang diperoleh, memiliki nilai persen pembebanan yang
cukup tinggi yaitu 99.68%. Oleh karena itu untuk melihat
seberapa besar faktor ketidakseimbangan dari trafo ini,
maka perlu untuk dilakukan perhitungan. Trafo ini adalah
trafo distribusi yang memiiki kode GT.PTP014. Dimana
sebuah gardu trafo distribusi ini beralamatkan di Jl.
Anggrek Raya Komp. Maizonet Dekat Pasar Hobby,
berdasarkan observasi lapangan, rata-rata jenis beban
yang digunakan pada gardu ini adalah beban rumah
tangga, berikut adalah data pengukurannya:
A.
Tabel 1. Tabel Data Pembebanan Trafo GT.PTP014/Jl. Anggrek
Raya Komp.Maizonet Dekat Pasar Hobby
N
o.
Kode
Gard
u
Alamat/Lokas
i Gardu
Kapasitas
Trafo/ S
(kVA)
1
GT.P
TP01
4
Jl.Anggrek
Raya Komp.
Maizonet
Dekat Pasar
Hobby
200
Arus (A)
IR
IS
IT
IN
276
32
9
28
9
86
Teganga
n
V(Volt)
F-F
396
Sumber: PT. PLN (Persero) Rayon Panakukkang
Setelah mengambil salah satu sample gardu distribusi
untuk diteliti maka selanjutnya dapat dihitung arus urutan
positif dan negatifnya dengan menggunakan persamaan
(4) dan (5), maka penyelesainnya:
Diketahui:
IN = 86 A
V = 396 Volt
4
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Maka
=
(
+a +
= (276
(1
0º + 1
120º)2 . 289
120º)
= (276
240º . 289
)
120º)
= (276
0º . 329
0º + 329
0º + 329
240º +
0º
+1
0º + 289
360º )
=
( 276 + 329
+ 289 )
=
+1
= 298 A
= ( +
+a )
=
(
+
+a )
=
(276
0º + (1
120º . 289
120º)
= (276
0º + 1
120º . 289
120º)
= (276
240º )
= (46,42
0º)2 . 329
º . 329
240º
240º +
1
= 15,47
0º + 329
º
+ 289
-44,42º )
-44,42º A [12]
Berikut adalah penjelasan mengenai perhitungannnya.
Untuk dapat menjumlahkan nilai yang berada di dalam
kurung yaitu nilai bilangan polar maka sebelumnya harus
diubah terlebih dahulu kedalam bilangan rectangular,
berikut adalah penjabarannya:
Nilai dari
= (276
0º + 329
º + 289
240º )
Kemudian di jabarkan menjadi tiga bagian sebab nilai dari
tiap masing-masing bilangan polar perlu diubah satu
persatu kedalam bilangan rectangular,
Berikut adalah perhitungan dari hasil yang diperoleh
diatas:
- IR = 276
0º (Bentuk Bilangan Polar dari IR )
Untuk dapat mengubah bilangan polar kedalam
bilangan rectangular maka perlu diketahui terlebih
dahulu nilai dari a dan b, kedua nilai tersebut
merupakan variable dari rumus bilangan rectangular
yaitu a + jb.
a = 276 cos 0º b = 276 sin 0º
IR = a + jb
IR = 276 + j (0)
Maka nilai IR dalam bentuk bilangan rectangular
adalah sebesar 276 + j (0) .
- IS = 329
º (Bentuk Bilangan Polar dari IS )
a = 329 cos 120º b = 329 sin 120º
a = 329 (-0,5)
b = 329 (0,86)
a = -164,5
b = 282,94
IS = a + jb
IS = -164,5 + j 282,94
Maka nilai IS dalam bentuk bilangan rectangular
adalah sebesar -164,5 + j 282,94.
- IT = 289
240º (Bentuk Bilangan Polar dari IT )
978-602-18168-7-5
a = 289 cos 240º b = 289 sin 240º
a = 289 (-0,5)
b = 289 (-0,86)
a = -144,5
b = -250,28
IT = a + jb
IT = -144,5 – j 250,28
Maka nilai IT dalam bentuk bilangan rectangular
adalah sebesar -144,5 – j 250,28.
Ketiga nilai diatas kemudian dijumlahkan untuk
mendapatkan nilai yang dapat di bagi dengan tiga pada
penetuan nilai komponen urutan negatif.
= (276
0º + 329
º + 289
240º )
= ( 276 + j (0) + ( -164,5 + j 282,94 ) + (144,5 – j 250,28) )
= ((276-164,5-144,5) + j (0 + 282,94 –
250,28))
=
(-33 + j 32,66 ) (Dalam bentuk
rectangular)
Maka telah diperoleh nilai dari penjumlah ketiga bilangan
rectangular yaitu -33 + j 32,66. Namun nilai ini belum
mencapai nilai akhirnya, sebab nilai akhirnya harus
kembali diubah kedalam bentuk bilangan polar seperti
semula. Sehingga untuk dapat memperoleh hasil dari nilai
urutan negatifnya (I2) maka nilai dari bentuk rectangular
harus diubah kembali menjadi bentuk polar:
= (-33 + j 32,66 )
Dengan mengambil perumpamaan bahwa nilai -33 adalah
nilai dari a dan 32,66 merupakan nilai dari b, maka berikut
penyelesainnya.
=
=
=
=
=
= 46,42
=
= - 44,42 º
Maka diperoleh bentuk bilangan polar dari bilangan
rectangular -33 + j 32,66 adalah sebesar 46,42
44,42º.
Sehingga nilai akhir dari nilai arus urutan negatif adalah:
= (46,42
-44,42º )
= 15,47
-44,42º A
Dengan menggunakan persamaan (13). Maka harga faktor
ketidakseimbangan ( ) beban pada GT.PTP014 dapat
diketahui:
=
= 0,05 A
Nilai faktor ketidakseimbangan umumnya bernilai 0-1,
apabila berada pada nilai 0 maka masih dapat dikatakan
seimbang. Namun apabila berada pada nilai diatas 1 maka
dikatakan bahwa beban tidak seimbang. Dengan
menggunakan persamaan faktor ketidakseimbangan dan
cara penyelesaian seperti diatas, maka menghitung
5
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
besarnya faktor ketidakseimbangan beban pada trafo
distribusi lainnya pada Penyulang Toddopuli pada
lampiran I dapat dilihat pada Tabel 3.
Sedangkan apabila digambarkan kedalam vektor
diagram arus untuk keadaan beban tak seimbang pada
gardu trafo GT.PTP014 maka dapat dilihat sebagai
berikut:
Diketahui:
IR
= 276
0º
IS
= 329
240º
IT
= 289
120º
Sehingga apabila akan digambarkan ke dalam vektor
diagram arus maka bilangan polar dari setiap fasa harus
diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk rectangular.
Setelah diubah ke dalam bentuk rectangular maka berikut
adalah hasil yang diperoleh:
IR
= 276 + j 0
IS
= -164,5 – j 282,94
IT
= - 144,5 + j 248,54
Dengan nilai Arus Netral (IN) yang muncul dapat di
dapatka dengan persamaan 16 pada halaman 29. Yaitu:
IR + I S + IT = IN
276 + j0 + (-164,5) – j282,94 + (-144,5) + j 248,54 = IN
276 – 164,5 – 144,5 + j0 – j282,94 + j248,54 = IN
-33 – j 34,4 = IN
47,66
46,17º
Setelah mendapatkan nilai rectangular pada masingmasing fasa maka selanjutnya dapat digambarkan kedalam
bentuk diagram arus sebagai berikut:
Gambar 6 Vektor Diagram Arus Keadaan Tak Seimbang pada
GT.PTP014
Dengan mengambil salah satu sampel pada gardu trafo
yang ada maka dapat di tampilkan kedalam bentuk ETAP
12.6.0 dengan menggunakan simulai ULF (Unbalanced
Load Flow) Analysis sebagai berikut:
Gambar 7 Contoh Report Ketidakseimbangan Arus pada
Aplikasi ETAP 12.6.0
Mengidentifikasi Rugi-Rugi Daya
Setelah mendapatkan nilai faktor ketidakseimbangan
dari masing-masing trafo distribusi dan menganalisa
ketidakseimbangannya maka selanjutnya perlu diektahui
seberapa besar rugi-rugi daya yang terjadi. Rugi-rugi daya
pada suatu sistem distribusi dapat terjadi karena adanya
arus yanga mengalir suatu penghantar. Untuk
mengidentifikasi rugi-rugi daya yang terjadi maka perlu
diketahui terlebih dahulu besar dari nilai resistansi dan
reaktansi pada suatu penghantar. Pada penyulang
toddopuli
transformator
distribusi
GT.PTP014
menggunakan jenis kabel penghantar LVTC (Low Voltage
Twisted Cable) 3 kawat penghantar fasa dan 1 kawat
penghantar netral dengan ukuran 3 x 70 + 1 x 50 mm2.
Dengan panjang penghantar pada penyulang ini adalah
sebesar 10,66 km. Menurut SPLN No.64 Tahun 1985,
nilai resistansi dan reaktansi pada suatu kabel penghantar
dapat dilihat pada tabel karakteristik penghantar
alumunium JTR (Jaringan Tegangan Rendah).
B.
Tabel 2 Tabel Karakteristik Penghantar Alumunium JTR
Resistansi
Reaktansi
Penghantar
pada f =
Penghantar
KHA
Pada 28 ºC
50 Hz
(A)
(ohm / km)
(ohm /
km)
Jenis
Ukuran
Fasa Netral
3x35+1x50
125
0,894
0,599
0,3790
mm2
3x50+1x50
154
0,661
0,599
0,3678
mm2
Kabel
Twisted 3x70+1x50
196
0,457
0,599
0,3572
mm2
3x95+1x50
242
0,317
0,599
0,3449
mm2
Sumber: PT. PLN (Persero) 2010. Kriteria Desain Enjiniring
Konstruksi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik dan SPLN No. 64
Tahun 1985 [8] [9]
6
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Dengan menggunakan persamaan (9) dan (10), maka
rugi-rugi dengan beban terpusat pada ujung saluran
distribusi primer dan diketahui panjang saluran distribusi
sekunder pada trafo tersebut adalah sebesar 0,2 km maka
dapat dihitung sebagai berikut:
Nilai Cos φ = 0,85 sehingga untuk memperoleh dari
nilai Sin φ maka dapat diselesaikan dengan,
- Sin φ = …
Cos φ = 0,85
Sin2 φ + cos2 φ = 1
Sin2 φ + (0,85)2 = 1
Sin2 φ + 0,72 = 1
Sin2 φ = 0,28
Sinφ = 0,52
978-602-18168-7-5
Tabel 3 Tabel Perhitungan Faktor Ketidakseimbangan dan
Rugi-Rugi Daya pada Penyulang Toddopuli
Sehingga nilai dari jatuh tegangannya adalah,
V = I ( R cos φ + X sin φ ) L
V = 86 ((0,457 . 0,85) + (0,35 . 0,52) ). 0,2
V = 17,2 (0,38 + 0,18)
V = 9,43 Volt
Sesuai SPLN No. 72 tahun 1987, dimana jatuh
teganagn yang diperbolehkan dalam penyaluran distribusi
hanya boleh sebesar +5% dan -10%, sehingga nilai standar
jatuh tegangan pada penyulang toddopuli perlu untuk
diubah ke presentase jatuh tegangan. Berikut
penjelasannya: [11]
( V%) = x 100%
( V%) =
x 100%
( V%) = 4,28 %
Maka nilai jatuh tegangan pada gardu trafo GT.PTP044
masih dalam keadaan normal dan masih standar.
Sedangkan nilai rugi-rugi daya yang terjadi pada
penghantar netral maka dapat diperoleh sebagai berikut:
Pn = In 2 . Rn . L
Pn = (86)2 . 0,599. 0,2
Pn = 886,04 watt
Pn = 0,88 kW
Sedangkan untuk mencari besar rugi-rugi daya yang
terjadi pada fasanya maka dengan menggunakan
persamaan (9) maka berikut penyelesaiannya:
Untuk nilai I dapat diperoleh dengan menghitung total
arus rata-rata pada trafo distribusi GT.PTP014, sedangkan
nilai R dapat dilihat pada Tabel 3 dengan nilai L sebesar
0,2 km.
P = 3. I 2 . R . L
P = 3. (298) 2 . 0,457. 0,2
P = 24,35 kW
Setelah diperoleh nilai dari rugi-rugi daya pada trafo
GT.PTP014 maka untuk mendapatkan besar nilai rugi-rugi
daya pada trafo yang lain di penyulang ini maka dapat
menggunakan persamaan yang sama dan dengan cara yang
sama seperti diatas, berikut adalah tabel data dari rugi-rugi
daya,dan faktor ketidakseimbangan yang terjadi dari trafo
GT.PTP001 hingga trafo GT.PTP044:
Berdasarkan data yang telah dihitung diatas maka
dapat dilihat bahwa rata-rata faktor ketidakseimbangan
beban pada penyulang Toddopuli adalah sebesar 0,14. Hal
ini dapat terjadi karena nilai faktor ketidakseimbangan
(FK) yang diperoleh untuk beberapa transformator
7
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
distribusi berada pada harga 0 (0 < F < 1).Menurut Songli,
2009 yang telah melaksanakan penelitian pada penyulang
Tamalanrea daerah BTP nilai tersebut masih berada dalam
keadaan seimbang sehingga dapat dikatakan bahwa gardugardu trafo distribusi pada Penyulang tersebut berada pada
keadaan yang seimbang. [10]
Pada Tabel 3 diatas dapat dilihat juga bahwa gardu
GT.PTP033 yang berada pada Jl. Pandang Raya PTC
merupakan gardu yang memiliki nilai rugi-rugi jaringan
yang terbesar yaitu 43.22 kW. Untuk standar sendiri rugirugi daya pada suatu jaringan diusahakan menjadi sekecil
mungkin. Karena besar kecilnya rugi-rugi dari suatu
sistem tenaga listrik menunjukkan tingkat efisiensi sistem
tersebut.
Setelah dijumlahkan maka total rugi-rugi daya pada
penghantar netral di Penyulang ini adalah sebesar 23.88
kW.
Dengan nilai rata-rata jatuh tegangan yang ada pada
tabel 3 adalah sebesar 6,37 Volt yang apabila diubah
dalam bentuk persentase maka hasilnya adalah sebesar
2,89 % sehingga dapat dikatakan bahwa nilai jatuh
tegangan pada penyulang Toddopuli masih dalam keadaan
standar. Dengan nilai persentase jatuh tegangan terbesar
adalah sebesar 7,5 % dan masih dalam keadaan tidak
melebihi standar PLN.
Menghitung Rugi-Rugi Daya Aktif dengan ETAP
12.6.0
Setelah mendapatkan nilai rugi-rugi daya pada suatu
saluran trafo distribusi secara manual maka selanjutnya
adalah menghitung rugi-rugi daya melalui simulasi pada
aplikasi ETAP versi 12.6.0. Simulasi ini berguna untuk
membandingkan seberapa besar perbedaan nilai rugi-rugi
daya antara aplikasi dan perhitungan manual. Adapun tata
caranya adalah dengan membuat single line diagram dari
sebuah trafo distribusi tersebut terlebih dahulu. Single Line
Diagram ini dapat dibuat dengan menggunakan data-data
pembebanan trafo pada tiap gardu yang ada pada
Penyulang Toddopuli. Setelah diperoleh data-data
pembebanan pada gardu distribusi GT.PTP014 maka
langkah selanjutnya adalah membuat Single Line Diagram
pada aplikasi ETAP 12.6.0. Pada aplikasi ini data yang
dibutuhkan adalah data beban dapat dilihat pada Lampiran
I (terlampir) serta data jenis kabel yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 2. Dan untuk data lebih rincinya dapat
dilihat pada Lampiran I. Pada Penyulang Toddopuli
menggunakan jenis kabel LVTC (3x70+50mm2) pada
saluran tegangan rendah dengan panjang kabel sebesar 200
m.
C.
978-602-18168-7-5
Pada aplikasi ini, simulasi yang digunakan adalah simulasi
Load Flow Analysis. Dari simulasi tersebut maka dapat
diperoleh data rugi-rugi dayanya. Berikut adalah data rugirugi daya yang diperoleh:
Gambar 9. Data Hasil Simulasi Gardu Distribusi GT.PTP014
Maka hasil yang diperoleh antara perhitungan manual
dan simulasi aplikasi pada gardu distribusi GT.PTP014
adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Tabel Perbandingan Nilai Rugi-Rugi Daya pada
Perhitungan Manual dan Aplikasi pada GT.PTP014
No.
1
Kode
Gardu
Alamat/Lokasi
Gardu
GT.PTP014
Jl.Anggrek
Raya Komp.
Maizonet
Dekat Pasar
Hobby
Rugi-Rugi Daya
(kW)
ETAP
Manual
12.6.0
24.35
23.7
Untuk perbandingan antara perhitungan manual dan
simulasi aplikasi pada gardu trafo distribusi lainnya maka
dapat dilihat pada lampiran III dan berikut adalah tabel
rangkuman dari perbandingan keduanya untuk seluruh
gardu trafo distribusi:
Tabel 5 Tabel Perbandingan Nilai Rugi-Rugi Daya pada
Perhitungan dan Aplikasi ETAP pada Penyulang Toddopuli
Gambar 8 Single Line Diagram Gardu Distribusi GT.PTP014
8
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
menunjukkan perbedaan yang lebih kecil dari perhitungan
manual dan ada yang perbedaan yang lebih besar dari
perhitungan manual.
Perbedaan yang paling besar ditunjukkan pada kode
gardu GT.PTP003, GT.PTP005, GT.PTP006, GT.PTP013,
GT.PTP022, GT.PTP025, GT.PTP027, GT.PTP029,
GT.PTP033, GT.PTP035, GT. PTP039 dan GT.PTP41.
Sedangkan kode gardu lainnya yang tidak disebutkan
diatas merupakan kode gardu yang memiliki perbedaan
nilai yang tidak terlalu besar atau kecil. Pada kode gardu
diatas juga merupakan kode gardu yang memiliki selisih
nilai yang besar. Sedangkan untuk selisih nilai terbesarnya
terdapat pada gardu GT.PTP005.
Perbedaan antara perhitungan manual dan simulasi
pada aplikasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya adalah karena nilai yang dihasilkan dari simulasi
menjadi lebih besar dan lebih kecil. Hal ini dapat terjadi
sebab pada simulasi ini membulatkan nilai beban yang
diinputkan menjadi lebih besar. Sehingga ketika simulasi
dijalankan maka nilai yang dihasilkan terkadang menjadi
lebih besar Aplikasi ini berfungsi sebagai simulasi
sehingga ketika dijalankan nilainya pun masih terdapat
perbedaan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis mengenai
ketidakseimbangan beban trafo distribusi 20 kV pada
Penyulang Toddopuli, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pengaruh dari adanya ketidakseimbangan beban trafo
distribusi 20 kV pada Penyulang Toddopuli di PT.
PLN (Persero) Rayon Panakukkang adalah
munculnya arus di netral trafo. Sehingga arus yang
mengalir di netral trafo ini menyebabkan terjadinya
rugi-rugi.
2. Berdasarkan perhitungan dan analisis faktor
ketidakseimbangan beban trafo maka dapat diperoleh
nilai rata-rata faktor ketidakseimbangan beban pada
Penyulang Toddopuli adalah sebesar 0,14. Dimana
nilai ini masih dalam keadaan seimbang dan masih
dapat ditolerir oleh PT. PLN Rayon Panakukkang.
3. Rugi-rugi daya jaringan yang terjadi pada Penyulang
Toddopuli adalah sebesar 415.70 kW dengan rugirugi daya pada penghantar netralnya sebesar 23.88
kW. Transformator yang memiliki nilai rugi-rugi
daya jaringan yang terbesar adalah terdapat pada
transformator dengan kode gardu GT.PTP033. Dan
selisih terbesar antara perhitungan manual dengan
simulasi ETAP Power Station 12.6.0 mengenai rugirugi daya jaringan terdapat pada trafo distribusi
dengan kode gardu GT.PTP005.
Berdasarkan Tabel 5 diatas maka dapat dilihat
perbedaan nilai antara perhitungan rugi-rugi daya pada
aplikasi ETAP 12.6.0 dengan perhitungan secara manual.
Dari tabel tersebut terlihat beberapa nilai ada yang
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada Allah SWT, kedua
orang tua yang telah mendukung dalam penyelesaian
penelitian ini serta kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan motivasi dalam karya ini.
9
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
REFERENSI
[1]
Suhadi dkk. 2008. Teknik Distribusi Tenaga Listrik
Jilid I. Buku Ajar SMK. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
[2] Suhadi dkk. 2008. Teknik Distribusi Tenaga Listrik
Jilid III. Buku Ajar SMK. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
[3] Suswanto, Daman. 2009. Sistem Distribusi Tenaga
Listrik. Untuk Mahasiswa Teknik Elektro. Padang:
Universitas Negeri Padang.
[4] Badaruddin. 2012. Pengaruh Ketidakseimbangan
Beban Terhadap Arus Netral dan Losses Pada
Trafo Distribusi Proyek Rusunami Gading
Icon.Laporan
Penelitian
Internal.
Jakarta:
Universitas Mercu Buana.
[5] Pursito, dan Iwa Garniwa MK. 2013. Analisis
Pengaruh
Ketidakseimbangan
Beban
dan
Harmonisa Terhadap Pembebanan di Kawat Netral
dan Rugi Daya Transformator. Jurnal Teknik
Elekro, (Online) (http: //lib.ui.ac.id) (diakses 07
Oktober 2017).
[6] Multa, Lesnanto dan Restu Prima Aridani. 2013.
Modul Pelatihan ETAP. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
[7] Kadir, Abdul. 2006. Distribusi dan Utilasi Tenaga
Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
[8] SPLN No.64 Tahun 1985.
[9] Hutauruk, T.S. 1985. Transmisi Daya Listrik.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
[10] Sangli, Yulianus. 2009. Pembebanan Tidak
Seimbang pada Transformator. Jurnal Teknik
Elektro, (Online), Adiwidia Edisi Juli 2009, No.2
(https://medianeliti.com) (diakses 12 Maret 2018).
[11] SPLN No. 72 tahun 1987
[12] William, D dan Stevenson,Jr. 1983. Analisis Sistem
Tenaga Listrik Edisi Keempat. Dialih bahasakan
oleh Kamal Kadir. Bandung: Penerbit Erlangga.
10
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Peramalan Beban Konsumsi Energi Listrik Jangka Pendek
Dengan Metode ARIMA Pada Gedung Teknik Elektro
Kampus 2 PNUP
Shaum Attaqwa1),Nirwan Noor2),Ashar AR3)
1,2,3) Jurusan Teknik Elektro PNUP
[email protected]
Abstrak
Salah satu metode peramalan yang sering digunakan adalah metode time series ARIMA (Autoregressive
Integrated Moving Average). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana cara menggunakan metode ARIMA
untuk meramalkan beban konsumsi listrik jangka pendek dan mengetahui berapa besar pemakaian konsumsi listrik periode
51-60 hari kedepan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif analisis data primer, dengan data berupa
pengukuran besar beban konsumsi listrik dari Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP pada pukul 09.00-15.00, selama
kurang dari 3 bulan yang dituliskan dalam satuan kilo Volt Ampere (kVA). Tahapan penelitian dimulai dari observasi,
pengukuran data, pengolahan data, peramalan beban dan diakhiri dengan menganalisis hasil peramalan. Hasil Penelitian
menunjukkan model terbaik dari metode ARIMA yang dianalisis dengan melalui 4 tahap; tahap identifikasi, tahap estimasi
dan tahap diagnosis, yaitu ARIMA (2,2,1) yang digunakan untuk melakukan peramalan beban konsumsi listrik jangka
pendek. Nilai MSE (Mean Square Error) dari model tersebut yaitu sebesar 36,72. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian tersebut adalah metode ARIMA (2,2,1) yang dimana layak digunakan untuk meramalkan beban konsumsi listrik
jangka pendek di Gedung Teknik Elektro Kampus 2 PNUP.
Keywords: ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), Peramalan Jangka Pendek, MSE (Mean Square Error)
I. PENDAHULUAN
Peramalan beban jangka pendek (short term
forecasting) bertujuan untuk meramalkan beban konsumsi
listrik pada jangka waktu hari, bulan bahkan tahun dengan
periode tertentu. Salah satu metode peramalan yang saat
ini sedang berkembang dan umum digunakan untuk
memperkirakan suatu data deret waktu jangka pendek
adalah metode ARIMA (Autoregressive Integrated
Moving Average) atau dikenal juga sebagai metode Boxjenkins.
Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average) atau metode Box-Jenkins merupakan metode
yang sangat tepat untuk mengatasi kerumitan deret waktu
dan situasi peramalan lainnya[1]. Metode dapat
dipergunakan untuk meramalkan data history dengan
kondisi yang sulit dimengerti pengaruhnya terhadap data
secara teknis dan sangat akurat untuk peramalan periode
jangka pendek (S. As).
II. KAJIAN LITERATUR
A. Metode ARIMA
Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average) merupakan metode yang secara intensif
dikembangkan dan dipelajari oleh George Box dan
Gwilym Jenkins, oleh karena itu nama mereka sering
dikaitkan dengan proses ARIMA yang diaplikasikan untuk
analisis data dan peramalan data runtun waktu. ARIMA
sebenarnya merupakan usaha untuk mencari pola data
yang paling cocok dari sekelompok data, sehingga metode
ARIMA memerlukan sepenuhnya data historis dan data
sekarang untuk menghasilkan ramalan jangka pendek [1].
Secara umum model Box – Jenkins dirumuskan dengan
notasi ARIMA(p,d,q).
Dalam hal ini:
p = Orde atau derajat AR (Autoregressive)
d = Orde atau derajat pembeda (Differencing)
q = Orde atau derajat MA (Moving Average)
Hubungan antara metode ARIMA dengan model
ARIMA adalah model ARIMA merupakan bagian dari
metode ARIMA[1]. Menurut model Box – Jenkins secara
umum model ARIMA terdiri dari:
1. Model AR ( Autoregressive )
Model AR adalah model yang menerangakan bahwa
variabel dependent dipengaruhi oleh variabel dependent
itu sendiri[1]. Secara umum model AR mempunyai bentuk
persamaan sebagai berikut :
!" = Ø! + Ø! !!!! + ⋯ + Ø! !!!! + Ɛ! ...........................(1)
Dimana:
Yt
= nilai variabel dependent pada waktu t
Ø!
= konstanta
Ø! , Ø! , Ø! = koefisien atau parameter dari model
autoregressive
Ɛ!
= residual pada waktu t
Orde dari model AR diberi notasi p yang ditentukan
oleh jumlah periode variabel dependent yang masuk dalam
model.
2. Model MA ( Moving Average )
Menurut [1], secara umum bentuk model MA
mempunyai persamaan sebagai berikut.
11
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
!" = !! + Ɛ! − !! Ɛ!!! − !! Ɛ!!! − ⋯ + !! Ɛ!!! .....(2)
Dimana :
!"
= nilai variabel dependent pada waktu t
Ɛ!!! , Ɛ!!! , Ɛ!!! = nilai residual sebelumnya (lag)
!! , !! , !! , !! = koefisien
model
MA
yang
menunjukkan bobot
Ɛ!
= residual pada waktu t
Perbedaan model AR dengan model MA terletak
pada jenis variabel independent. Bila variabel pada model
MA yang menjadi variabel independent adalah nilai
residual pada periode sebelumnya sedangkan variabel
pada model AR adalah nilai sebelumnya dari variabel
independent.
3. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average )
Model AR dan MA digabungkan untuk memperoleh
model ARIMA[1]. Secara umum model ARIMA
mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut :
!" = Ø! + Ø! !!!! + ⋯ + Ø! !!!! + !! Ɛ!!! − !! Ɛ!!! −
⋯ !! Ɛ!!! + Ɛ! .................................................................(3)
Penggabungan tersebut diharapkan model ARIMA
bisa mengakomodasi pola data yang tidak diidentifikasi
secara sendiri-sendiri oleh model MA atau AR. Orde dari
model ARIMA ditentukan oleh jumlah periode variabel
independent baik dari nilai sebelumnya dari variabel
independent maupun nilai residual periode sebelumnya.
Secara lengkap langkah - langkah dalam menentukan
model ARIMA[1] adalah sebagai berikut :
a. Menghasilakan data yang stasioner
Data stasioner yaitu data yang memiliki nilai ratarata dan varians yang tetap sepanjang waktu. Oleh karena
itu data stasioner adalah data yang bersifat trend yaitu
tidak mengalami penurunan maupun kenaikan. Misalnya
data yang bersifat trend adalah contoh data yang tidak
stasioner karena data mengalami penurunan dan kenaikan
atau mengalami pasang surut dan memiliki nilai rata-rata
berubah – ubah sepanjang waktu. Bila data yang menjadi
input dari model ARIMA tidak stasioner, maka perlu
dilakukan modifikasi data yaitu dengan prroses
differencing atau pembeda supaya menghasilkan data yang
stasioner. Proses tersebutdilakukan dengan cara
mengurangi nilai data pada suatu periode dengan nilai
periode sebelumnya.
b. Mengidentifikasi model sementara
Pada
tahap
ini
dilakukan
dengan
cara
membandingkan distribusi koefisien autokorelasi dan
koefisien autokorelasi parsial aktual dengan distribusi
teoritis[1]. Secara umum tahapan tersebut memiliki prinsip
sebagai berikut :
1) Bila koefisien korelasi mengalami penurunan secara
eksponensial mendekati nol, asumsi tersebut pada
umumnya terjadi proses AR (Autoregressive). Estimasi
ordo AR dapat dilihat dari jumlah koefisien
autokorelasi parsial yang berbeda signifikan dari nol.
Misal contoh jika koefisien autokorelasi mengalami
penurunan secara eksponensial mendekati nol dan
978-602-18168-7-5
hanya koefisien autokorelasi parsial orde satu yang
signifikan maka model sementara tersebut adalah
AR(1).
2) Apabila koefisien korelasi parsial mengalami
penurunan secara eksponensial mendekati nol, asumsi
tersebut pada umumnya terjadi proses MA (Moving
Average). Estimasi ordo MA dapat dilihat dari jumlah
koefisien autokorelasi yang berbeda signifikan dari nol
3) Apabila koefisien autokorelasi maupun autokorelasi
parsial menurun secara eksponensial mendekati nol
pada umumnya terjadi proses ARIMA. Orde dari
ARIMA dapat dilihat dari jumlah koefisien
autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial yang
berbeda signifikan dari nol.
c. Melakukan estimasi parameter terhadap model
Pada tahap ini dilakukan pencarian estimasi untuk
parameterparameter yang terbaik dalam model sementara
tersebut. Untuk melakukan perhitungan dengan metode
estimasi digunakan software program Minitab 14.
Menguji hipotesis dilakukan agar mengetahui apakah
parameter yang diperoleh signifikan atau tidak.
Hipotesis :
H0 : Parameter = 0 (parameter model tidak cukup
signifikan dalam model).
H1 : Parameter ≠ 0 (parameter model cukup signifikan
dalam model).
Statistik !!!"#$% :
!"#"$%"$&!"# =
!"#"$%&%# !"#$%&"$
!" !"#"!"#"$ !"#$%&"$
.................................(4)
Kriteria Uji :
!! ditolak apabila |!!!"#$% | > ! !!,!!!
d. Menggunakan model terpilih untuk peramalan
Apabila model sudah memenuhi, maka tahap
selanjutnya adalah melakukan peramalan pada periode
yang akan datang. Pemilihan model dalam metode
ARIMA dapat dilakukan dengan cara mengamati
distribusi koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi
parsial.
1) Koefisien Autokorelasi
Koefisien autokorelasi sama halnya dengan koefisien
korelasi, hanya saja koefisien ini menunjukkan keeratan
hubungan antara nilai variabel yang sama namun pada
periode waktu yang berbeda. Koefisien korelasi
merupakan arah dan hubungan antara 2 variabel yang
dapat menggambarkan kejadian pada satu variabel jika
terjadi perubahan pada variabel lainnya.
Cara mengidentifikasikan pola data koefisien
autokorelasi menurut[1] dengan menggunakan pedoman
umum sebagai berikut :
a) Jika nilai koefisien autokorelasi pada time lag 2
periode, 3 periode tidak berbeda signifikan daripada 0
maka data tersebut dapat diketahui bahwa data tersebut
adalah data stasioner. Lag adalah jarak atau langkah
dari fungsi autokorelasi.
b) Jika nilai koefisien autokorelasi pada time lag 1 secara
berurutan berbeda secara signifikan daripada 0, maka
data tersebut menunjukkan pola trend atau data
tersebut tidak stasioner.
12
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
c) Jika nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag
memiliki jarak yang sistematis dan berbeda secara
signifikan daripada 0, maka data tersebut merupakan
data musiman.
2) Autokorelasi Parsial
Koefisien autokorelasi parsial yaitu mengukur
tingkat keeratan hubungan antara Xt dengan Xt-k,
sedangkan pengaruh dari time lag 1,2,3…dan seterusnya
sampai k-1 dianggap tetap. Dengan demikian koefisien
autokorelasi parsial yaitu mengukur derajat hubungan
antara nilai yang sekarang dengan nilai yang sebelumnya
(untuk time lag tertentu), sedangkan pengaruh nilai
variabel time lag yang lain dianggap tetap.
B. Peramalan (Forecast)
Peramalan adalah proses menduga sesuatu yang akan
terjadidi masa yang akan datang. Berdasarkan teori
peramalan (forecasting) adalah perkiraan terjadinya
sebuah kejadian di masa depan, berdasarkan data yang ada
di masa lampau[2]. Peramalan bertujuan memperoleh
ramalan yang dapat mengurangi kesalahan meramal yang
biasanya diukur dengan menggunakan metode Mean
Squared Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE), dan
lainnya[2].
1. Teknik Peramalan
Teknik peramalan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Teknik peramalan kualitatif
Lebih menitik beratkan pada pendapat (judgement)
manusia dalam proses peramalan. Data historis yang
ada menjadi tidak begitu penting dalam teknik ini
karena hanya dibutuhkan sebagai pendukung pendapat.
b. Teknik peramalan kuantitatif
Sangat mengandalkan pada data historis yang dimiliki.
Teknik kuantitatif ini biasanya dikelompokkan menjadi
dua, yaitu teknik statistik dan deterministik. Teknik
statistik menitikberatkan pada pola, perubahan pola,
dan faktor gangguan yang disebabkan pengaruh
random, termasuk dalam teknik ini adalah teknik
smoothing, dekomposisi dan teknik box-jenkis.
Menurut Makridakis dan Wheelwrigt[3], peramalan
kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat situasi
sebagai berikut :
1) Terdapat informasi masa lalu
2) Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam
bentuk data numerik.
3) Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola
masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.
2. Hubungan Peramalan dengan Rencana Forecasting
adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu
yang akan datang, sedangkan rencana merupakan
penentuan apa yang akan dilakukan pada waktu yang
akan dating[2].
III. METODE PENELITIAN
Proses penelitian dilakukan pengukuran pada ruangan
panel pusat yang ada pada Gedung Jurusan Teknik Elektro
Kampus 2 PNUP. Waktu penelitian dilakukan selama
kurang lebih 3 bulan pada tahun 2018. Adapun alat ukur
978-602-18168-7-5
yang dipakai untuk mengambil data ialah Metrel tipe MI
1982. Variable yang akan digunakan dalam penelitian ini
yaitu data beban puncak konsumsi listrik daya semu
(kVA) perharinya.
Data akan dianalisis menggunakan analisis runtun
waktu berdasarkan pengolahan software minitab versi 16.
Tahap-tahap dalam menganalisa data adalah sebagai
berikut:
a. Kestasioneran Data
Data stasioner adalah data yang mempunyai rata-rata
dan varians yang konstan sepanjang waktu[4]. Dengan
kata lain data stasioner adalah data yang tidak mengalami
kenaikan atau penurunan. Dalam tahap ini , apabila data
tidak stasioner maka data harus dimodifikasi dengan cara
differencing.
b. Identifikasi Model
Pada tahap ini identifikasi model sementara
dilakukan dengan cara melihat grafik ACF dan grafik
PACF.
c. Estimasi Parameter Model
Setelah diperoleh model sementara, langkah
selanjutnya dilakukan uji signifikansi prameter. Untuk
melakukan pengujian signifikansi parameter digunakan
programkomputer dalam perhitungannya, dalam hal ini
menggunakan program Minitab 16.
d. Verifikasi
Pada tahap ini dilakukan verifikasi dengan cara
overfitting yaitu pemilihan model terbaik berdasarkan nilai
MSE terendah..
e. Peramalan
Setelah diproses model memadai, peramalan pada
satu atau lebih periode ke depan dapat dilakukan.
Pemilihan model dalam bentuk ARIMA dilakukan dengan
menginput model terpilih dari hasil grafik ACF dan juga
PACF dengan nilai MSE terendah maka akan keluar hasil
peramalannya.
Gambar 1. Flowchart simulasi minitab
13
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kestasioneran Data
978-602-18168-7-5
Untuk menentukan model ARIMA pada suatu
peramalan di tentukan dari lag yang keluar pada garis
pembatas merah (Cut-Off) dari grafik ACF untuk
membentuk model MA(q) dan grafik PACF untuk
membentuk model AR(p). Pada gambar 2 menunjukkan
terjadinya Cut-Off di lag 1 pada grafik ACF dan pada
gambar 3 menujukkan terjadinya Cut-Off di lag 1 dan 2
pada grafik PACF. Maka keluarlah beberapa model
dugaan yang bisa terbentuk dengan landasan (p,d,q) yaitu
((0,2,1), (1,2,0), (1,2,1), (2,2,0), (2,2,1).
C. Estimasi Parameter Model
Tabel 1. Pengujian estimasi parameter dari model
Model
Gambar 2. Grafik Trend analisis data differencing 2
Kestasioneran data dimulai dari proses melihat grafik
trend analisis data ril. Akan tetapi karena data ril tidak
stasioner maka datanya perlu di differencing 1x untuk
membantu data agar bisa stasioner terhadap rata-rata.
Setelah mendapatkan data differencing 1 ternyata trend
analisis nya sudah stasioner akan tetapi tidak ada lag yang
mengalami cut-off yang mengidentifikasikan tidak ada
model yang terbentuk di grafik ACF (Auto Correlation
Function) dan PACF (Partial Auto Corelation Function).
Dari proses di atas maka dilanjutkan differencing yang
kedua kalinya untuk menstasionerkan datanya. Dari
Gambar 1 di atas menunjukkan data yang di differencing
kedua kalinya sudah stasioner dan terbentuk model pada
ACF dan PACF nya yang membentuk nilai d=2.
B. Identifikasi Model
Parameter
P-value
MSE
ARIMA(0,2,1)
MA(1)
0,953
0
73,27
ARIMA(1,2,0)
AR(1)
-0,473
0,001
50,38
AR(1)
-0,144
0,359
MA(1)
0,955
0
AR(1)
-0,683
0
AR(2)
-0,513
0
AR(1)
-0,428
0
AR(2)
-0,593
0
MA(1)
-0,97
0
ARIMA(1,2,1)
ARIMA(2,2,0)
ARIMA(2,2,1)
70,33
47,34
36.72
D. Verifikasi
Setelah kelima model sementara diketahui, maka
langkah berikutnya yaitu melakukan verifikasi model
untuk mengetahui model mana yang lebih baik. Proses
verifikasi dilakukan dengan memilih model dengan nilai
rata-rata MSE paling kecil/terendah.
Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa model ARIMA (2,2,1) merupakan model yang
terbaik, karena nilai MSE nya lebih sedikit dari pada nilai
MSE pada model keempat lainnya yaitu sebesar 36,72.
E. Peramalan
Tabel 2. Hasil peramalan beban periode 51 – 57 hari kedepan
Gambar 3. Grafik ACF (Auto Correlation Function) data
differencing 2
Gambar 4. Grafik PACF (Partial Auto Correlation Function)
diffrencing 2
Periode
Peramalan
(kVA)
51
46,864
52
49,837
53
49,555
54
49,264
55
50,918
56
49,799
57
51,487
Total
347,724
14
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
52
50
48
46
44
1
2
3
4
5
6
7
Peramalan (kVA)
Gambar 5. Grafik hasil peramalan beban gedung teknik elektro
kampus 2 PNUP
Hasil peramalan data konsumsi listrik di Gedung
Teknik Elektro Kampus 2 PNUP pada periode 51-57
totalnya sebesar 347,724
kVA. Berdasarkan hasil
peramalan dengan menggunakan software Minitab 16
dijelaskan bahwa pemakaian konsumsi listrik tertinggi di
gedung tersebut terjadi pada periode 57 yaitu sebesar
51,487 kVA dan yang terendah pada periode 51yaitu
sebesar 46,846 kVA.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis model time series yang terbaik untuk
melakukan peramalan diperoleh model ARIMA (2,2,1)
karena memiliki nilai rata-rata standard error yang
lebih sedikit dari pada model yang lain.
2. Dengan model ARIMA (2,2,1) maka ramalan data
konsumsi listrik di Gedung Teknik Elektro Kampus 2
PNUP pada periode ke 51 – 57 diperkirakan totalnya
sebanyak 347,724 kVA.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi
wadah bagi saya dalam menuntut ilmu.
2. Kedua orang tua tercinta dan keempat saudara yang
menjadi motivator saya.
[1]
[2]
[3]
[4]
REFERENSI
Sugiarto dan Harijono (2000). Peramalan Bisnis.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
Subagyo. (1984). Analisis Perencanaan dan
Pengenalian. Jakarta: Erlangga.
Makridakis, S. W. (1995). Metode dan Aplikasi
Peramalan. Jakarta: Erlangga.
Soejati (1987). Materi Porox Analysis Runtun Waktu.
Jakarta: Karunika.
15
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Keandalan Sistem Jaringan Distribusi Pada Penyulang Kartini PT.PLN
(Persero) Rayon Watang Sawitto Dengan Metode Section Technique
(SAIFI-SAIDI)
1,2
Sitti Syarah1), Sofyan2)
Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D3 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected], [email protected]
Abstract
Energi listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat besar peranannya bagi masyarakat khususnya masyarakat
indonesi. Bertambahnya permintaan penyediaan distribusi energy listrik menyebabkan penyaluran tenaga listrik yang
bermutu dan andal menjadi suatu keharusan. Keandalan setiap komponen peralatan distribusi dapat mempengaruhi
penyaluran pelayanan daya. Suatu system jaringan distribusi tenaga listrik dapat dikatakan andal apabila gangguan dan
pemadaman yang terjadi dalam waktu satu tahun dibawah angka indeks keandalan yang telah ditetapkan. Salah satu cara
untuk menghitung nilai indeks keandalan sistem jaringan distribusi adalah dengan metode Section Technique. Indeks
keandalan yang dihitung yaitu nilai SAIFI dan SAIDI. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi keandalan jaringan
distribusi pada penyulang Kartini dengan metode Section Technique. Penyulang Kartini merupakan salah satu penyulang
di Gardu Induk Pinrang yang berada diwilayah kerja PT.PLN (Persero) Rayon Watang Sawitto. Setelah dilakukan
perhitungan didapat nilai indeks keandalan untuk jaringan distribusi penyulang Kartini yaitu SAIFI 2.92 kali/tahun dan
SAIDI 8.91 jam/tahun. Untuk mengetahui apakah indeks yang telah dihitung tersebut termasuk kategori andal atau tidak,
maka dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh PT.PLN (Persero) dalam SPLN 68-2 : 1986 yaitu SAIFI 3.2
kali/tahun dan SAIDI 21/tahun. Dari hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa jaringan distribusi penyulang
Kartini termasuk kategori andal karena telah memenuhi standar PLN.
Keywords: Keandalan, Jaringan Distribusi, Section Technique, SAIFI, SAIDI.
I.
PENDAHULUAN
Pada era modern kebutuhan akan tenaga listrik menjadi
kebutuhan primer bagi masyarakat. Bertambahnya
permintaan penyediaan listrik dari masyarakat dan adanya
industri-industri yang baru menuntut adanya penyaluran
energi listrik secara terus menerus. Kualitas energi listrik
yang diterima oleh konsumen sangat dipengaruhi oleh
sistem pendistribusiannya. Sistem distribusi adalah sistem
yang paling dekat dengan pelanggan sehingga diperlukan
suatu sistem distribusi tenaga listrik dengan keandalan yang
tinggi untuk menyalurkan tenaga listrik. Keandalan dalam
sistem distribusi adalah suatu ukuran tingkat pelayanan
penyediaan tenaga listrik dari sistem ke pelanggan. Sistem
yang mempunyai keandalan yang tinggi akan mampu
memberikan tenaga listrik pada saat dibutuhkan, sedangkan
sistem dengan keandalan rendah dengan tingkat penyediaan
energi listrik yang rendah akan sering mengalami
pemadaman.
Melihat kondisi kelistrikan saat ini yang masih sering
mengalami pemadaman, maka perlu adanya penelitian
tingkat keandalan sistem distribusi tenaga listrik. Indeksindeks yang digunakan adalah SAIFI (System Average
Interruption Frequency Index) dan SAIDI ( System Average
Interruption Duration Index). Ada bebrapa teknik analisis
jaringan distribusi 20 kV salah satunya adalah dengan
menggunakan metode Section Technique, yaitu metode
dengan melakukan evaluasi keandalan dengan cara
memecah sistem dalam bagian yang lebih kecil atau section
sehingga lebih mempermudah perhitungan, meminimalisir
kesalahan dan selang waktu yang dibutuhkan lebih singkat.
II.
LANDASAN TEORI
A.
Defenisi Keandalan
Menurut Rukmi [1] “Keandalan sistem jaringan
distribusi ialah suatu ukuran ketersediaan/ tingkat
pelayanan penyediaan tenaga listrik dari sistem ke pemakai.
Ukuran keandalan dapat dinyatakan seberapa sering sistem
mengalami pemadaman, berapa lama pemadaman terjadi
dan berapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk
memulihkan kondisi dari pemadaman yang terjadi
(restoration)”.
B. Keandalan dalam Sistem Tenaga Listrik
Menurut Fatoni, Achmad [2] “Tingkat keandalan dari
sistem distribusi diukur dari sejauh mana penyaluran tenaga
listrik dapat berlangsung secara kontinu kepada para
pelanggan tanpa perlu terjadi pemadaman. Seiring dengan
kemajuan zaman, terjadi pertumbuhan beban ditandai
munculnya kawasan industri, bisnis serta pemukiman yang
baru, dua hal ini tentunya menuntut tingkat keandalan yang
semakin tinggi”.
C. Metode Section Technique
Menurut Wicaksono [3] “Section Technique merupakan
suatu metode terstruktur untuk menganalisis suatu sistem.
Metode ini dalam mengevaluasi keandalan sistem distribusi
didasarkan pada bagaimana suatu kegagalan dari suatu
peralatan mempengaruhi operasi sistem. Efek atau
16
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
konsekuensi dari gangguan individual peralatan secara
sistematis diidentifikasi dengan menganalisis apa yang
terjadi jika gangguan terjadi. Kemudian masing-masing
kegagalan peralatan dianalisis dari semua titik beban (load
point)”.
Indeks
keandalan
merupakan
suatu
metode
pengevaluasian parameter keandalan suatu peralatan
distribusi tenaga listrik terhadap keandalan mutu pelayanan
kepada pelanggan. Indeks keandalan yang dihitung adalah
indeks-indeks titik beban dan indeks-indeks sistem baik
secara section maupun keseluruhan. Indeks titik beban
antara lain :
1. Laju kegagalan (failure rate) adalah suatu nilai dari
gangguan yang dihitung dalam suatu unterval waktu
tertentu dan dihitung dalam satuan kegagalan
pertahun. Untuk nilai laju kegagalan yang
diperlukan untuk perhitungan dengan metode section
technique adalah nilai laju kegagalan tiap-tiap load
point, dimana laju kegagalan tiap load point dapat
diperolah dari penjumlahan tiap peralatan pada
sistem
seperti
CB,
Transformer,
maupun
sectionalizer yang mempengaruhi load point yang
akan dihitung. Rumus menghitung nilai laju
kegagalan tiap load point (ƛLP) yaitu:
ƛLP = ∑i.ƛi …………..(1)
Dimana :
ƛLP = Laju kegagalan tiap LP (kegagalan/tahun/km)
ƛi = Laju kegagalan tiap peralatan i (kegagalan/
tahun/km)
i = Jenis peralatan yang berpengaruh terhadap LP
(kegagalan/ tahun/km)
2. Lama gangguan (U) berarti waktu ketika tidak
adanya ketersediaan dalam menyuplay energi lisrik
ke pelanggan. Untuk menghitung keandalan sistem
distribusi, dibutuhkan nilai durasi kegagalan tiap
load point (ULP). Durasi kegagalan load point
diperoleh dari perkalian antara laju kegagalan (λLP)
dengan repair time (r) masing-masing peralatan
yang mempengaruhi load point. Rumus untuk
menghitung durasi kegagalan loadpoint (ULP)
yaitu:
ULP = ∑i ƛi.ri …………..(2)
Dimana:
ULP = Lama gangguan (jam/tahun/km)
ƛi = Laju kegagalan setiap peralatan
(kegagalan/tahun/km)
ri = Waktu Perbaikan (jam/tahun)
i = Jenis peralatan yang berpengaruh terhadap
LP (kegagalan/tahun/ km).
Pada metode Section Technique, indeks keandalan
yang dihitung yaitu:
1. System Average Interruption Duration Index (SAIDI)
SAIDI adalah nilai rata-rata dari lamanya
kegagalan untuk setiap pelanggan selama satu tahun.
Persamaannya adalah:
SAIDI=
………..(3)
Dimana :
NLP = jumlah konsumen pada load point
N = jumlah konsumen pada section
ULP = durasi gangguan peralatan pada load point
978-602-18168-7-5
2.
System Average Interruption Frequency Index
(SAIFI)
SAIFI adalah jumlah rata-rata kegagalan yang
terjadi per pelanggan yang dilayani per satuan waktu
(umumnya tahun). Indeks ini ditentukan dengan
membagi jumlah semua kegagalan dalam satu tahun
dengan jumlah pelanggan yang dilayani oleh sistem
tersebut.Persamaanya dapat dilihat pada persamaan
berikut :
SAIFI=
…………..(4)
Dimana :
NLP = jumlah konsumen pada load point
N = jumlah konsumen pada saluran
ƛ LP = frekuensi gangguan peralatan load point
D. Standar Keandalan Sistem 20 kV
Untuk mengukur suatu keandalan suatu sistem
maka diperlukan patokan/ standar yang berguna untuk
menilai keadaan sistem dalam kondisi baik ataupun
kurang baik. Maka berdasarkan standar PLN no 68-2 :
1986 bahwa sistem dalam kondisi baik jika telah
memenuhi standart seperti dibawah:
1. SAIFI : 3.2 kali/pelanggan/tahun.
2. SAIDI : 21 jam/pelanggan/tahun.
E. Indeks Kegagalan Peralatan Distribusi
Berikut ini adalah table data kegagalan untuk
saluran udara dan peralatan sistem distribusi yang
melengkapi failure rate, repair time, dan switching
time yang dapat dilihat pada table 1 dan 2. Data ini
menjadi standar perhitungan dalam analisis keandalan
pada kegiatan ini.
Tabel 1. Data indeks kegagalan saluran udara
Saluran Udara
Sustained failure rate
0.2
(Kegagalan/tahun/km)
Momentary failure rate
0.003
(Kegagalan/tahun/km)
r (repair time)(jam)
3
rs (switching time)(jam)
0.15
Tabel 2. Data indeks kegagalan peralatan
ƛ (failure rate)
r (repair
Komponen
(Kegagalan/tah
time)
un/km)
(jam)
Trafo Distribusi
0.005
10
Circuit Breaker
Sectionalizer
0.004
10
Recloser
0.003
10
0.005
10
Sumber: SPLN No.59 : 1985, “Keandalan Pada Sistem
Distribusi 20 kV dan 6 Kv”, Perusahaan Umum
Listrik Negara, Jakarta, 1985.
III.
METODE PENELITIAN
Metode penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa
metode yaitu studi pustaka, observasi data serta bimbingan
dan konseling. Secara singkat diagram alir penelitian adalah
Sebagai berikut:
17
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Mulai
Mulai
Mulai
Studi
Studi Literatur
Literatur
Membagi Section berdasarkan
Load Point dan Sectionalizer
Pengumpulan
Pengumpulan data
data
1.
1. Single
Single Line
Line Penyulang
Penyulang
2.
2. Jumlah
Jumlah Pelanggan
Pelanggan
3.
3. Panjang
Panjang Saluran
Saluran
4.
4. Parameter
Parameter setiap
setiap
komponen
komponen berdasarkan
berdasarkan
SPLN
SPLN
Menghitung Laju Kegagalan dan
Durasi Gangguan setiap Section
Tidak
Metode
Metode Section
Section Technique
Technique
Tidak
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Ya
Hasil
Hasil SAIDI-SAIFI
SAIDI-SAIFI
Ya
Membandingkan
Membandingkan dengan
dengan
SPLN
SPLN
Hasil SAIDI SAIFI setiap
Section
Hasil
Hasil dan
dan Analisis
Analisis
Selesai
Selesai
Selesai
Gambar 2. Metode Section Technique
Gambar 1. Flowchart Kegiatan
Berikut ini adalah Single Line Diagram Yang Dievaluasi
PT PLN (PERSERO) WILAYAH
SULSELRABAR AREA PINRANG
RAYON WATANG SAWITTO
F8
LBS. SALO
LBS P8
GOT.BI
3 Ø 200 KVA
Jl. Kandea
GOT.H
3 Ø 200 KVA
Jl. Kakap
GOT.AC
1 Ø 50 KVA
Jl. Salo
GOT.BR
1 Ø 50 KVA
Jl. Salo
GOT.X
3 Ø 160 KVA
Jl. Emy Saelan
GOT.EE
3 Ø 50 KVA
Jl. Kandea
GOT.BQ
3 Ø 160 KVA
Jl. Emy Saelan
DIGAMBAR
DIRENCANA
DIPERIKSA
DISETUJUI
: FADILLAH & SYARAH
: APRIZAL ARIF
: PUTHUT INDRAMAWAN
: H. M. AKIL
NO. GAMBAR
TANGGAL
: 001 / SLD. TRAFO / SWTO / 2016
: 09 / 05 / 2016
REV. GAMBAR
TANGGAL
: 001 / SLD. TRAFO / SWTO / 2017
: 29 / 08 / 2017
KETERANGAN :
: Gardu Portal
: Trafo 3 Phasa
: Gardu Cantol
: Trafo 1 Phasa
: LBS NC
: Gardu Batu
: LBS NO
: Gardu Portal
Belum Operasi
SS0
: Gardu Cantol
Belum Operasi
: LBS Secso
KWH Exim
SINGLE LINE DIAGRAM TRAFO DISTRIBUSI
RAYON WATANG SAWITTO
GOT.EI
3 Ø 50 KVA
Jl. Kemuning
GOT.AJ
GOT.CA
3 Ø 160 KVA 3 Ø 200 KVA
Jl. Mongensidi Jl. Matahari
GOT.CS
3 Ø 100 KVA
Jl. Ambo Dondi
GOT.K
3 Ø 200 KVA
Jl. Ambo Dondi
GOT.C
3 Ø 160 KVA
Jl. Mongensidi
GOT.BZ
3 Ø 100 KVA
Jl. Mongensidi
GOT.FV
3 Ø 100 KVA
Jl. CEMPAKA
GOT.CT
3 Ø 100 KVA
Jl. Pattimura
GOT.BP
3 Ø 200 KVA
Jl. Pattimura
GOT.CC
3 Ø 200 KVA
Jl. Sultan Hasanuddin
GOT.B
3 Ø 200 KVA
Jl. Sultan Hasanuddin
GOT.AQ
3 Ø 160 KVA
Jl. Marannue
(Pabrik Es)
LBS
MONGINSIDI
GOT.CI
3 Ø 160 KVA
Jl. Anggrek
GOT.DO
3 Ø 25 KVA
STM BARAMULI
(BTS Telkomsel)
GOT.A
3 Ø 200 KVA
Jl. A. Yani
LBS
AHMAD YANI
GOT.O
3 Ø 150 KVA
Kp. Palia
GOT.N
3 Ø 200 KVA
Kp. Borialo
GOT.AH
3 Ø 100 KVA
Kp. Poleko
LBS
KARTINI
GOT.GA
3 Ø 25 KVA
Kp. Paleteang
LBS
TEUKU UMAR
GOT.CJ
1 Ø 50 KVA
Kp. Libukang
GOT.EY
3 Ø 100 KVA
Jl. Ke Libukang
GOT.AT
3 Ø 50 KVA
Depan Stadion
LBS
LIBUKANG
GOT.Q
1 Ø 50 KVA
Kp. Libukang
LBS
POLEKO
KWH EXIM
Kp. Kanni
GOT.FI
3 Ø 100 KVA
Kp. Libukang
Pabrik Gelas 1
GOT.AU
3 Ø 50 KVA
Kp. Palia
GOT.P
GOT.BW
1 Ø 50 KVA 1 Ø 50 KVA
Kp. Kanni
Kp. Kanni
GOT.BG
3 Ø 25 KVA
Pom. Bensin Palia
GOT.FJ
3 Ø 100 KVA
Kp. Libukang
Pabrik Gelas 2
GOT.EZ
3 Ø 100 KVA
Kp. Libukang
GOT.AK
3 Ø 160 KVA
PDAM
GOT.DN
3 Ø 25 KVA
Kp. Libukang
GOT.DM
3 Ø 25 KVA
Kp. Libukang
(BTS HCPT)
GOT.CX
1 Ø 50 KVA
Kp. Libukang
GOT.R
3 Ø 150 KVA
Kp. Libukang
KWH EXIM
Kp. Libukang
Gambar 3. Single Line Penyulang Kartini
Dan single line ini dibagi menjadi 3 section.
18
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
1. Section 1
F8
LBS. SALO
L6
GOT.AC
L7
GOT.BR
L3
L8
L9
GOT.EE
GOT.BI
LBS P8
L1
L5
L4
GOT.X
GOT.BQ
L18
L10
GOT.BZ
GOT.EI
L12
L11
GOT.H
L13
GOT.CA
L15
L17
L14
L16
L20
L19
L21
GOT.C
GOT.AQ
GOT.AJ
L2
GOT.CS
GOT.FV
L22
GOT.K
L25
L23
GOT.CT
L24
GOT.BP
LBS
MONGINSIDI
Gambar 4. Single Line section 1
2. Section 2
GOT.FV
L30
LBS
MONGINSIDI
GOT.CI
GOT.CC
L32
L29
L27
LBS
AHMAD YANI
GOT.A
GOT.B
L28
L26
L31
L33
GOT.DO
GOT.N
LBS
POLEKO
GOT.O
L37
L34
L35
L42
L40
L39
L36
L38
L45
L44
L43
GOT.AU
GOT.P
KWH EXIM
Kp. Kanni
GOT.BW
L41
GOT.AH
GOT.BG
LBS
KARTINI
GOT.GA
Gambar 5. Single line section 2
3. Section 3
GOT.FI
L55
GOT.GA
L46
LBS
TEUKU UMAR
L47
L49
L48
GOT.FJ
L54
GOT.AT
L50
GOT.EY
L52
L51
LBS
LIBUKANG
GOT.CJ
GOT.EZ
L53
GOT.Q
L56
GOT.DN
L57
GOT.DM
L58
GOT.AK
L59
GOT.R
L60
GOT.CX
L62
L61
Gambar 6. Single line section
19
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyulang Kartini disuplai dari ganduk induk
pinrang. Penyulang ini memiliki variasi beban di load
point (titik beban) berupa beban industri dan rumah
tangga. Penyulang ini memiliki 43 load point atau titik
beban berupa trafo distribusi. Data jumlah pelanggan
tiap load point dan panjang tiap saluran dapat dilihat
pada tabel berikut:
Langkah pertama yang dilakukan dalam
menganalisis nilai keandalan dengan metode section
technique adalah dengan membagi penyulang dengan
beberapa section, kemudian menghitung nilai laju
kegagalan (ƛ) dan durasi kegagalan (U) tiap-tiap titik
beban pada setiap section.
Penyulang Kartini terbagi menjadi 3 section,
berikut ini adalah perhitungan untuk setiap titik beban
penyulang Kartini.
1. Section 1
Berikut ini adalah perhitungan nilai laju
kegagalan (ƛ) dan durasi kegagalan (U) section 1 dengan
18 load point berupa trafo distribusi dan jumlah
pelanggan sebanyak 3922.
Untuk menghitung laju kegagalan ƛLP setiap
peralatan dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan 1. Diambi dari kasus pada peralatan Line 1.
ƛLP diperoleh dengan mengalikan λi pada data Line 1
dengan Panjang Salurannya. Secara keseluruhan untuk
section 1 ƛLPnya adalah 1.103 kegagalan/tahun/km.
Untuk menghitung jumlah kegagalan ULP setiap
peralatan dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan 2. Diambi dari kasus pada peralatan CB. ULP
diperoleh dengan mengalikan ƛLP peralatan CB dengan
waktu perbaikannya setelah dilakukan perhitungan nilai
ULP Secara keseluruhan untuk section 1 adalah 3.435
jam/tahun/km.
Dari hasil perhitungan maka diperoleh grafik
hubungan antara ƛLP dan ULP adalah sebagai berikut:
978-602-18168-7-5
Tabel 3. Perhitungan Keandalan tiap load point section 1
No.
LP
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
LP1
LP2
LP3
LP4
LP5
LP6
LP7
LP8
LP9
LP10
LP11
LP12
LP13
LP14
LP15
LP16
LP17
LP18
Total
SAIFI
SAIDI
0.03
0.03
0.13
0.00
0.09
0.08
0.03
0.12
0.02
0.09
0.10
0.09
0.09
0.01
0.08
0.04
0.02
0.06
1.11
0.10
0.09
0.39
0.01
0.29
0.24
0.08
0.38
0.07
0.27
0.30
0.28
0.30
0.03
0.25
0.11
0.05
0.19
3.43
Berdasarkan tabel 3, dapat diperoleh SAIFI pada
section 1 dengan nilai 1.11 kali/tahun dan untuk SAIDI
sebesar 3.43 jam/tahun. SAIFI LP1 diperoleh dari
mengalikan jumlah pelanggan pada LP1 dengan ƛLP
kemudian membaginya dengan total pelanggan secara
keseluruhan. Perhitungannya dapat dilihat berikut ini:
SAIFI LP1 =
=
= 0.03 kali/tahun
Sedangkan SAIDI untuk LP1 diperoleh dari
mengalikan pelanggan pada LP1 kemudian membaginya
dengan total pelanggan keseluruhan. Perhitungannya
dapat dilihat berikut ini:
SAIDI LP1 =
=
Gambar 7. Grafik Hubungan ƛLP dan ULP
Dengan mengetahui nilai indeks titik beban section
1 dapat diperoleh indeks
keandalan section 1 berdasarkan persamaan 3 dan 4 pada
dan diperoleh hasil sebagai berikut:
= 0.10 kali/tahun
2. Section 2
Cara penyelesaian untuk section 2 sama halnya
dengan section 1 dengan 12 load point berupa trafo
distribusi dan total pelanggan sebanyak 1904.
Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan keandalan
pada section 2 maka diperoleh SAIFI untuk section 2
sebesar 1.14 kali/tahun dan SAIDI sebesar 3.48
jam/tahun.
3. Section 3
Setelah melakukan perhitungan keandalan section
3 dengan jumlah load point 13 dan jumlah pelanggan
sebanyak 1063 diperoleh hasil SAIFI untuk section 3
sebesar 0.67 kali/tahun dan SAIDI sebesar 2.00
jam/tahun.
20
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Selanjutnya menjumlahkan indeks keandalan tiap
section untuk menghitung ideks keandalannya. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Indeks Keandalan Penyulang Kartini
Indeks Keandalan Sistem
SAIDI
SAIFI
1
3.43
1.11
2
3.48
1.14
3
2.00
0.67
Total
8.91
2.92
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai
indeks keandalan penyulang Kartini yaitu SAIDI 8.91
jam/tahun dan SAIFI 2.92 kali/tahun. Nilai SAIDI dan
SAIFI ini kemudian dibandingkan dengan SPLN untuk
mengetahui apakah penyulang Kartini termasuk dalam
kategori andal atau tidak. Sesuai dengan SPLN No. 68-2
Tahun 1986 tentang “Tingkat Jaminan Sistem Tenaga
Listrik Bagian Dua”, sistem dapat dikatakan andal
apabila mempunyai nilai SAIDI 21 jam/tahun dan SAIFI
3.2 kali/tahun. Nilai indeks keandalan penyulang Kartini
baik SAIDI maupun SAIFI sudah tergolong andal dan
memenuhi standar PLN.Berikut ini adalah grafik
perbandingannya:
Section
978-602-18168-7-5
REFERENSI
[1] Rukmi, Hartati. dkk. 2007. Penentuan Angka
Keluar Peralatan Untuk Evaluasi Keandalan Sistem
Distribusi Tenga Listrik. Vol 6 No 2.
[2] Fatoni, Achmad. dkk. 2016. Analisa Keandalan
Sistem Distribusi 20 kV PT.PLN Rayon Lumajang
dengan Metode FMEA (Failure Modes and Affects
Analysis). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November.
[3] Wicaksono, Henki Projo. dkk. 2012. Analisis
Keandalan Sistem Distribusi Menggunakan
Program Analisis Kelistrikan Transien dan Metode
Section Technique. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November.
[4] SPLN No.68-2 : 1986. Tingkat Jaminan Sistem
Tenaga Listrik, Jakarta : Perusahaan Umum Listrik
Negara.
[5] SPLN No.59 : 1985. Keandalan Pada Sistem
Distribusi 20 kV dan 6 kV, Jakarta : Perusahaan
Umum Listrik Negara.
Gambar 8.Grafik perbandingan indeks keandalan
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis indeks
keandalan sistem jaringan distribusi pada penyulang
Kartini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Indeks Keandalan pada penyulang Kartini PT.PLN
(Persero) Rayon Watang Sawitto untuk nilai SAIDI
sebesar 8.91 jam/tahun dan nilai SAIFI sebesar 2.86
kali/tahun.
2. Berdasarkan hasil perhitungan keandalan pada
penyulang Kartini diperoleh nilai sebesar 8.91
jam/tahun untuk SAIDI dan 2.91 kali/tahun untuk
SAIFI sehingga penyulang Kartini termasuk kategori
andal karena telah memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh PLN sebesar 21 jam/tahun untuk
SAIDI dan 3.2 kali/tahun untuk SAIFI.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
PT.PLN (Persero) Rayon Watang Sawitto .
21
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Analisis Faktor-Faktor Penuaan Minyak Transformator
Sofyan1),Agus Efendy2),Kurniawati Naim3)
1,2,3)
Jurusan Teknik Elektro
[email protected]
Abstrak
Transformator merupakan mesin listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tegangan listrik dari tegangan tinggi ke
tegangan rendah atau sebaliknya. Kelangsungan operasi dan umur dari transformator sangat bergantung kepada umur dan
kualitas sistem isolasinya. Salah satunya adalah kualitas dari minyak transformator. Pemakaian transformator dalam jangka
panjang dapat menyebabkan minyak transformator akan mengalami penurunan karakteristik elektrik, fisik, dan kimia. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara umur pemakaian transformator dan pembeban
transformator terhadap sifat elektrik, sifat fisik, dan sifat kimia minyak transformator.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literature, metode eksperimen, dan metode analisis. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa semakan besar umur pemakaian dan tingkat pembebanan transformator, maka skala
warna, berat jenis, viskositas, dan kadar air serta kadar asam minyak transformator juga semakin besar. Adapun hasil
percobaan flash point dan tegangan tembus menunjukkan bahwa semakin besar umur pemakaian dan tingkat pembebanan
transformator maka nilai flash point dan tegangan tembus semakin kecil Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas minyak
transformator menurun.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah penurunan kualitas minyak transformator merupakan
fungsi waktu dan pembebanan. Semakin lama pengoperasian dan semakin tinggi presentase pembebanan suatu
transformator, maka kualitas isolasi minyak transformator akan semakin menurun.
Keywords: Minyak Transformator, Sifat Elektrik, Sifat Fisik, Sifat Kimia
I. PENDAHULUAN
Transformator adalah salah satu alat yang sangat
penting dalam suatu sistem tenaga listrik. Fungsi utama
dari transformator adalah untuk mengubah level tegangan
dari satu level tegangan ke level tegangan yang lain. Pada
pemakaian suatu transformator tegangan tinggi, sangat
diperlukan isolasi untuk memisahkan antara bagian yang
bertegangan dan bagian yang tidak bertegangan serta
untuk mengisolasi bagian-bagian antara fasa yang
bertegangan sehingga tidak terjadi lompatan listrik atau
percikan.
Kelangsungan operasi dan umur dari transformator
sangat bergantung kepada umur dan kualitas sistem
isolasinya. Salah satunya adalah kualitas dari sistem
isolasi minyak transformator. Selama transformator
beroperasi maka di dalam minyak transformator akan
mengalami beban berupa medan listrik dan juga beban
thermal yang berasal baik dari belitan maupun inti trafo.
Pemakaian transformator dalam jangka panjang dapat
menyebabkan minyak trafo akan mengalami penurunan
karakteristik dielektrik, fisika dan kimia. Selain itu juga
menyebabkan timbulnya gas-gas terlarut yang berada
dalam minyak transformator. Sebagian gas-gas yang
timbul mempunyai sifat mudah terbakar (combustible.
Apabila gas-gas tersebut melebihi batas daya larut pada
minyak transformator maka akan menimbulkan gangguan
pada transformator yang sedang beroperasi, sehingga perlu
dilakukan preventive maintenance untuk menjaga
reliabilitas dari minyak trafo. Nilai dari reliabilitas minyak
trafo akan terus menurun dan laju kerusakan (hazard rate)
akan terus meningkat selama waktu beroperasi.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Minyak Transformator
Semua peralatan elektrik, untuk mengkonversi energi
dari suatu bentuk ke bentuk yang lain, tak dapat beroperasi
tanpa kehilangan daya. Daya yang hilang tersebut hampir
semuanya berbentuk panas. Panas yang terdisipasi pada
saat alat bekerja dalam kondisi steady-state disebut
temperatur kerja. Batas temperature kerja tersebut
tergantung pada jenis material yang digunakan. Suatu
peralatan elektrik harus memiliki isolasi elektrik dan juga
harus memiliki isolasi termal.
Transformator sering dioperasikan untuk jangka waktu
yang pendek diatas tegangan ratingnya atau untuk
menahan sistem yang sedang mengalami transien karena
peristiwa switching atau karena gelombang petir. Untuk
itu komponen dari transformator, baik isolasi padat
maupun minyak harus dapat beroperasi pada stress
tegangan setinggi mungkin sehingga tidak mengganggu
suplai energi ke konsumen [1].
B. Fungsi Minyak Transformator
Dalam transformator, minyak berfungsi sebagai bahan
isolator yang memberikan fungsi isolasi antar belitan, dari
belitan tegangan tinggi dengan belitan tegangan rendah
dan juga antara lilitan dalam satu belitan pada
transformator-transformator besar seperti transformator
tenaga. Minyak transformator juga memberikan fungsi
isolasi antara belitan-belitan dengan badan transformator
22
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
dan benda-benda lain di luar transformator [2]. Selain itu
minyak
transformator juga berfungsi sebagai media
pendingin untuk menyerap panas dari inti trafo dan dari
belitan trafo. Sejauh ini minyak terbukti sebagai material
isolasi yang paling cocok untuk trafo, karena memiliki
kemampuan menyerap panas dengan baik dan memiliki
kemampuan
mengisolasi bagian-bagian yang memiliki
beda potensial pada transformator agar tidak terjadi
lompatan listrik (flas over) ataupun percikan listrik (spark
over) .
C. Sifat- Sifat Minyak Transformator
1. Sifat-Sifat Elektrik
Agar minyak dapat berfungsi sebagai isolasi yang
baik maka diperlukan adanya
perhatian
pada
sifat-sifat listriknya. Karakteristik yang
perlu
diketahui adalah :
a) Tegangan tembus (kV / cm)
Tegangan tembus adalah tegangan dimana
tembus listrik (peristiwa kegagalan minyak isolasi
melaksanakan fungsinya sebagai bahan dielektrik)
terjadi diantara elektroda yang terpisah 2.5 mm,
Peristiwa tembus listrik (breakdown) ini terjadi bila
kuat medan yang dipikul melebihi kekuatan
dielektriknya [3].
2. Sifat-Sifat Fisik
a) Warna dan Penampilan
Warna dan kejernihan minyak transformator
dapat memberikan informasi dengan cepat tentang
kualitas dan kondisi suatu minyak transformator.
Biasanya minyak yang berwarna merah tua,
menunjukkan minyak tersebut sudah tua, sudah
mulai memburuk dengan terbentuknya lumpur
(sludge).
Dengan
mencium
bau
minyak
transformator, dapat diketahui bahwa minyak
transformator tersebut akan menimbulkan bunga api
jika dikenai medan listrik.
b) Densitas (Massa Jenis)
Minyak transformator yang mengandung lebih
banyak struktur molekul aromatik mempunyai
densitas lebih tinggi jika dibanding dengan minyak
transformator yang mengandung molekul Paraffinic
dan Naptanik. Densitas suatu minyak transformator
berkurang dengan kenaikan temperatur dan koefisien
densitas. Koefisien densitas standar adalah 0,00065 /
0
C yang digunakan untuk menentukan densitas pada
berbagai temperature dari yang terukur. Koefisien
standar ini berbeda untuk setiap jenis minyak trafo,
tergantung dari struktur molekul dan kualitas
penyulingannya.
c) Viskositas
Viskositas adalah suatu ukuran dari besarnya
perlawanan suatu bahan cair untuk mengalir atau
ukuran dari besarnya tahanan geser dalam dari suatu
bahan cair. Makin tinggi viskositas suatu bahan cair,
makin besar pula tahanan dalamnya.
Viskositas
ini disebut viskositas dinamis
atau viskositas mutlak, namun yang lebih banyak
digunakan
adalah viskositas kinematik yang
diperoleh dengan membagi nilai viskositas
dinamik
dengan
massa
jenis minyak yang
978-602-18168-7-5
satuannya dalam stokes atau lebih umum dalam
centistokes (cst).
d) Titik nyala (Flash Point)
Operasi yang aman untuk minyak di dalam
transformator membutuhkan titik nyala yang tinggi.
Api dan ledakan merupakan resiko paling besar
ketika minyak digunakan dalam peralatan listrik.
Oleh karena itu temperatur kerja minyak seharusnya
jauh dibawah titik nyalanya. Titik nyala adalah suhu
dimana cairan mulai terbakar bila didekati dengan
bunga api kecil. Untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kebakaran dari peralatan dipilih minyak
dengan titik nyala yang tinggi. Titik nyala dari
minyak yang baru tidak boleh lebih kecil dari 135 oC,
sedangkan suhu minyak bekas tidak boleh kurang
dari 130 oC. Untuk mengetahui titik nyala minyak
transformator dapat ditentukan dengan menggunakan
alat Close Up Tester.
3. Sifat-Sifat Kimia
a) Kadar air
Air
didalam
minyak
mempunyai
dua
keadaan yaitu keadaan larut dan
keadaan
emulsi. Air yang larut menyebabkan konduksi
ionik sedangkan emulsinya menyebabakan konduksi
elektrophoretik. Dari hasil pengujian menunjukkan
bahwa makin tinggi
kandungan air
tidak
menunjukkan adanya kenaikan tan δ Sebaliknya
kenaikan jumlah air dalam bentuk emulsi akan
menyebabkan kenaikan Tan δ .
Terjadinya
emulsi
dipengaruhi
oleh
adanya
partikel-partikel pencemar dalam minyak
baik yang bersifat polar dan non-polar. Partikelpartikel ini akan menyerap air sehingga terbentuk
emulsi.
b) Kadar asam
Kandungan asam di dalam kimia dikenal
dengan bilangan asam. Bilangan asam itu
sendiri
adalah
jumlah
Miligram Potassium
Hydroxide (KOH)
yang
dibutuhkan
untuk
menitrasi semua unsur-unsur asam yang ada
pada 1 gram sampel
minyak. Satuan dari
bilangan
asam
adalah miligram KOH/gram
minyak.
Proses oksidasi pada cairan minyak isolasi
transformator akan menghasilkan produk-produk dari
senyawa asam. Pengukuran keasaman secara berkala
merupakan salah satu cara untuk memonitoring
perkembangan oksidasi. Pembentukan endapan pada
transformator yang merupakan hasil akhir dari proses
oksidasi sebelumnya didahului oleh penambahan
kandungan asam [4].
III. METODE PENELITIAN
Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan
April sampai bulan Agustus 2018 pada beberapa lokasi.
Pengambilan sampel minyak pada penelitian ini
dilaksanakan di bengkel transformator di daerah kerja PT
PLN (Persero) Rayon Panakkukang Makassar, Jalan
Hertasning, Makassar. Pengujian sifat elektrik sampel
23
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
minyak transformator dilakukan di Bengkel Listrik Teknik
Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang. Dan Pengujian
karakteristik fisik dan kimia sampel minyak transformator
dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan
pengukuran dan pengujian terhadap sampel minyak
transformator yang telah dipakai selama waktu operasi
tertentu dengan pembebanan yang berbeda dengan
mengambil salah satu jenis minyak transformator tertentu,
yaitu minyak mineral Diala B (shell oil ).
Dalam penelitian ini digunakan tiga metode penelitian
yakni:
1. Studi Literatur
Studi literatur dilaksanakan pada tahap awal
pelaksanaan penelitian ini. Studi literatur dilakukan
dengan
mengumpulkan
literatur-literatur
yang
berhubungan dengan permasalahan dan pembahasan
pada penelitian ini.
2. Metode Eksperimen / Pengujian
Pengukuran dan pengujian dilakukan terhadap
beberapa sifat-sifat fisika, sifat kimia, dan sifat elektrik
dengan menggunakan metode pengujian dan
pengukuran standar IEC, ASTM dan SPLN. Kegiatan
eksperimen atau pengujian dilakukan di laboratorium
dan pelaksanaanya setelah studi literatur.
3. Metode Analisis
Metode Analisis ini dilakukan pada tahap akhir
penelitian ini. Pelaksanaannya setelah diperoleh datadata hasil pengujian
di laboratorium. Hasil
pengukuran dan pengujian dari sampel, kemudian
dibandingkan dengan spesifikasi standar yang telah
ditetapkan berdasarkan literatur-literatur.
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Pengukuran sifat-sifat fisik meliputi : uji viskositas, uji
titik nyala (flash point), berat jenis dan pengamatan
warna .
2. Pengujian sifat kimia yang akan diketahui adalah
kadar air, dan kadar asam.
3. Pengujian sifat listrik yang akan diketahui adalah
tegangan tembus (VBD).
Adapun data transformator yang menjadi sampel
dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Tabel 1 Data Sampel Minyak Transformator yang Diuji coba
RataUmur
Kode
Daya
Rata
Trafo
No
Merek
Beban
Sampel
(KVA)
(Tahun)
(%)
1
A
200
LMK
70
1
2
B
160
Sintra
74.5
1
3
C
100
Kaltra
62
1
4
D
100
Sintra
77.5
3
5
E
50
LMK
89
5
6
F
200
Starlite
90.5
8
Schneider
7
G
315
93.5
17
Electric
8
H
200
Starlite
69
19
9
I
50
Starlite
71.5
19
10
J
25
LMK
92
20
978-602-18168-7-5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengukuran Sifat-Sifat Minyak Transformator
Hasil pengujian minyak transformator dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2 Hasil Pengujian Minyak Transformator
No Sampel
Hasil Pengujian
1
2
1
A
46.8
0
0.819 28.69
3
4
143 0.428 0.03
5
6
7
2
B
93.2
0
0.826 27.48
146 1.808 0.03
3
C
33.6
0.5
0.821 26.2
143 0.932 0.03
4
D
134.8
0.5
0.83 19.04
135 0.448 0.045
5
E
42
0.5
0.821 15.22
141 0.398 0.045
6
F
125.6
1
0.872 31.3
132 1.355 0.045
7
G
4.4
1.5
0.995 3.799
130 23.07 0.04
8
H
28.8
2
0.864 16.32
127 2.039 0.04
9
I
31.2
2
0.87 17.58
128 0.396 0.04
10
J
4.4
6.5
1.002 4.368
120
32.3 0.045
Keterangan:
Pengujian 1 = Tegangan Tembus (kV/cm)
Pengujian 2 = Skala Warna
Pengujian 3 = Berat Jenis (gr/cm3)
Pengujian 4 = Viskositas (cSt)
Pengujian 5 = Flash Point (oC)
Pengujian 6 = Kadar Air (%)
Pengujian 7 = Kadar Asam (mgKOH/gr)
B. Korelasi Hasil Pengujian dengan Umur Transformator
dan Pembebanan
1. Pengaruh Umur Terhadap Sifat Listrik, Sifat Fisik dan
Sifat Kimia
a. Pengaruh Umur Pemakaian terhadap Sifat Listrik
1) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Tegangan Tembus Minyak Transformator
Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas
dengan umur operasi minyak transformator dibuat
grafik hubungan umur minyak transformator dengan
nilai tegangan tembus minyak seperti terlihat pada
grafik dibawah ini:
Gambar 1 Grafik Hubungan antara Umur Minyak
Transformator Tegangan Tembus
24
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Dari grafik bisa disimpulkan hubungan antara
tegangan tembus dan umur minyak trafo di atas dapat
diketahui bahwa tegangan tembus cenderung turun
dengan semakin lama minyak beroperasi di dalam
transformator.
Besarnya
tegangan
tembus
dipengaruhi oleh adanya ketidakmurnian seperti
partikel padat, kandungan air, kandungan gas seperti
dijelaskan sebelumnya. Semakin lama minyak
transformator beroperasi, maka ketidakmurnian pada
minyak akan semakin bertambah.
b.
Pengaruh Umur Pemakaian terhadap Sifat Fisik
1) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Warna Minyak Transformator
Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas
dengan umur operasi minyak transformator dibuat
grafik hubungan umur minyak transformator dengan
nilai warna minyak seperti terlihat pada grafik
dibawah ini:
Gambar 3 Grafik Hubungan antara Umur Minyak
Transformator Berat Jenis
Dari grafik bisa disimpulkan bahwa nilai berat
jenis berbanding lurus dengan umur pemakaian
transformator, semakin lama usia pemakaian
minyak transformator maka berat jenis minyak
transformator semakin besar. Hal ini dikarenakan
semakin lama transformator di operasikan maka
akan muncul sludge yang akan mengakibatkan berat
jenis bertambah. Sludge muncul akibat oksidasi
yang terjadi pada saat transformator beroperasi.
3) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Viskositas Minyak Transformator.
Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas
dengan umur operasi minyak transformator dibuat
grafik hubungan umur minyak transformator dengan
nilai viskositas seperti terlihat pada grafik dibawah
ini:
Gambar 2 Grafik Hubungan antara Umur Minyak
Transformator Perubahan Warna
Dari grafik bisa disimpulkan hubungan antara
warna dengan umur minyak transformator di atas,
dapat dibuat kesimpulan bahwa warna minyak akan
berubah karena pengaruh umur operasi minyak
transformator. Semakin lama minyak beroperasi di
dalam transformator, maka warna minyak
cenderung berubah menjadi lebih gelap. Perubahan
warna minyak terjadi akibat lunturnya warna
vernish dari kumparan-kumparan yang terendam di
dalam minyak transformator.
2) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Berat Jenis Minyak Transformator
Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas
dengan umur operasi minyak transformator dibuat
grafik hubungan umur minyak transformator dengan
nilai berat jenis seperti terlihat pada grafik berikut
ini:
Gambar 4 Grafik Hubungan antara Umur Minyak
Transformator Viskositas
Dari grafik bisa disimpulkan hubungan antara
viskositas dan umur minyak transformator
cenderung turun karena pengaruh umur operasi.
Viskositas akan turun dikarenakan adanya
peningkatan kadar air yang mengakibatkan minyak
lebih encer
4) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Flash Point Minyak Transformator
Untuk mengetahui hubungan antara Viskositas
dengan umur operasi minyak transformator dibuat
grafik hubungan umur minyak transformator dengan
25
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
nilai flash point Minyak seperti terlihat pada grafik
dibawah ini:
Gambar 5 Grafik Hubungan antara Umur Minyak
Transformator Perubahan Flash Point
Dari grafik bisa disimpulkan semakin tua umur
transformator maka semakin rendah nilai flash
pointnya, begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan
karena adanya zat pengotor yang mempengaruhi
kemurnian minyak transformator yang dapat dilihat
dari fisiknya yakni warnanya yang semakin gelap.
c. Pengaruh Umur terhadap Sifat-Sifat Kimia Minyak
Transformator
1) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Kadar Air Minyak Transformator
Semakin lama umur pemakaian transformator
maka semakin tinggi kadar air dalam minyaknya.
Hal ini disebabkan karena Medan listrik akan
menyebabkan titik air yang tertahan didalam minyak
yang memanjang searah medan, dan pada medan
yang kritis tetesan ini menjadi tidak stabil dan pada
akhirnya terbentuknya kanal peluahan. Sehingga
semakin lama pengoperasian transformator maka
jumlah kanal peluahan pada minyak transformator
semakin banyak. Apabila kadar air pada minyak
transformator tinggi maka besar kemungkinan
terjadinya tembus listrik.
2) Pengaruh Umur Pemakaian Minyak Transformator
terhadap Kadar Asam Minyak Transformator
Kandungan asam cenderung bertambah karena
pengaruh umur. Pengaruh lingkungan dan usia
pengoperasian
minyak
yang
tidak
sama,
menyebabkan kandungan asamnya juga berbeda.
Asam bisa timbul apabila terjadi pemanasan yang
berlebih (thermal stress) pada minyak. Hal ini akan
terus berlangsung seiring dengan usia pengoperasian
minyak transformator. Hal inilah yang dapat
menyebabkan kadar asam bertambah. Oleh sebab itu
kandungan asam pada minyak bekas lebih besar jika
dibandingkan dengan minyak baru. Bertambahnya
kadar asam didalam minyak menyebabkan karat dari
bahan logam, yang selanjutnya menyebabkan
kerusakan mekanis.
978-602-18168-7-5
2. Pengaruh Pembebanan Terhadap Sifat Listrik, Sifat
Fisik dan Sifat Kimia
a. Pengaruh Pembebanan terhadap Sifat Listrik
1) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap
Tegangan tembus Minyak Transformator
Semakin besar tingkat pembebanan transformator
maka semakin menurun nilai tegangan tembusnya.
Hal ini disebabkan karena tingkat pembebanan
berbanding lurus dengan temperatur, apabila
temperatur pada transformator tinggi maka akan
menyebabkan terbentuknya carbon, dimana apabila
hal ini terus berulang maka kadar karbon semakin
meningkat, dan menimbulkan gas N2 dan O2 pada
minyak, sehingga tegangan tembus semakin
menurun.
b. Pengaruh Pembebanan terhadap Sifat Fisik
1) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap
Warna Minyak Transformator
Semakin tinggi tingkat pembebanan suatu
transformator maka semakin tinggi skala warna
pada minyak transformator, yang menunjukkan
bahwa warna minyak semakin gelap. Hal ini
disebabkan karena presentase beban dan stressing
tegangan yang tinggi mengakibatkan adanya
perubahan temperatur yang terjadi didalam minyak
transformator.
2) Pengaruh Pembebanan Transformator
terhadap
Berat Jenis Minyak Transformator
Hubungan antara pembebanan transformator
dengan berat jenis minyak transformator berbanding
lurus, semakin besar pembebanan yang diberikan
maka semakin besar berat jenisnya. Hal ini
disebabkan karena pembebanan transformator
menyebabkan peningkatan temperature sehingga
terjadi proses oksidasi. Proses ini menimbulkan zat
pengotor atau sludge. Semakin banyak sludge yang
muncul maka berat jenis minyak semakin besar.
Sehingga semakin besar tingkat pembebanan suatu
transformator maka semakin besar nilai berat jenis
minyak transformator
3) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap
Viskositas Minyak Transformator.
Semakin besar tingkat pembebanan transformator
maka semakin kecil nilai viskositasnya. Hal ini
disebabkan karena pembebanan pada transformator
menghasilkan titik air, semakin tinggi pembebanan
suatu transformator maka semakin banyak pula titik
air yang dihasilkan. Hal ini mengakibatkan minyak
transformator menjadi sedikit encer sehingga nilai
viskositas menurun.
4) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap
Flash Point Minyak Transformator
Hubungan antara pembebanan transformator
dengan nilai flash point berbanding terbalik.
Semakin besar pembebanan yang diberikan pada
transformator maka nilai flash point menurun. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi pembebanan
transformator maka semakin besar gas yang
dilepaskan, gas-gas tersebut bersifat volatile
combusite yakni gas yang mudah menguap. Gas
26
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
volatile combusite menyebabkan nilai flash poinnya
menurun sehingga minyak menjadi mudah terbakar
c. Pengaruh Pembebanan terhadap Sifat-Sifat Kimia
Minyak Transformator
1) Pengaruh Pembebanan Transformator
terhadap
Kadar Air Minyak Transformator
Pembebanan transformator berbanding lurus
dengan kadar air minyak transformator. Hal ini
dapat dilihat pada grafik, yakni semakin besar
pembebanan transformator, semakin besar pula
kadar air dalam minyak transformator. Hal ini
terjadi karena dalam pembebanan transformator,
pada kondisi medan listrik yang tinggi, molekul uap
air yang terlarut memisah dari minyak dan
terpolarisasi membentuk suatu dipol. Jika jumlah
molekul-molekul uap air banyak, maka akan
terbentuk kanal peluahan. Kanal ini akan merambat
dan memanjang sampai menghasilkan tembus listrik
sehingga kemampuan isolasi minyak transformator
menurun
2) Pengaruh Pembebanan Transformator terhadap
Kadar Asam Minyak Transformator
Semakin besar pembebanan transformator maka
kadar asam minyak transformator semakin besar
pula. Minyak yang telah terpakai mempunyai kadar
asam yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa
minyak tersebut telah terkontaminasi atau
teroksidasi dengan material lain seperti vernish, cat,
atau zat-zat asing lainnya. Peningkatan kadar asam
dalam minyak transformator merupakn akibat dari
pembebanan transformator yang berlebih serta
pengaruh stress listrik dan terlepasnya oksigen.
Dengan meningkatnya kadar asam dalam minyak,
maka kualitas minyak transformator menjadi turun
C. Korelasi antara Umur Transformator terhadap Tingkat
Pembebanan Transformator
Setelah melakukan pengujian dan analisis
terhadap hubungan umur pemakaian dan tingkat
pembebanan transformator dengan sifat elektrik, sifat
kimia, dan sifat fisik minyak transformator, maka
dapat diperoleh korelasi antara umur pemakaian
dengan tingkat pembebanan tranformator. Pada
percobaan warna, berat jenis, viskositas, kadar air,
dan kadar asam diperoleh bahwa semakin besar umur
pemakaian dan tingkat pembebanan transformator,
maka skala warna, berat jenis, viskositas, dan kadar
air serta kadar asam minyak transformator juga
semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa
kualitas minyak transformator menurun. Adapun hasil
percobaan flash point dan tegangan tembus
menunjukkan bahwa semakin besar umur pemakaian
dan tingkat pembebanan transformator maka nilai
flash point dan tegangan tembus semakin kecil.
Namun hal ini juga menunjukkan bahwa kualitas
minyak transformator menurun. Jadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa penurunan kualitas minyak
transformator merupakan akibat dari lamanya umur
pengoperasian transformator dan tingginya tingkat
pembebanan transformator.
978-602-18168-7-5
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas isolasi minyak transformator dipengaruhi oleh
umur pemakaian transformator. Semakin lama minyak
transformator digunakan maka skala warna, berat jenis,
viskositas, kadar air, dan kadar asam semakin tinggi
sedangkan flash point dan tegangan tembus semakin
menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
lama pengoperasian transformator, maka semakin
rendah kualitas minyak transformatornya.
2. Tingkat pembebanan pada transformator sangat
mempengaruhi kualitas isolasi minyak transformator.
Semakin tinggi tingkat pembebanan transformator,
maka nilai flash point dan tegangan tembus semakin
menurun dan skala warna, berat jenis, viskositas, kadar
air, serta kadar asam semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas minyak transformator
semakin
menurun
jika
tingkat
pembebanan
transformator semakin tinggi
3. Penurunan kualitas minyak transformator merupakan
fungsi waktu dan pembebanan. Semakin lama
pengoperasian dan semakin tinggi presentase
pembebanan suatu transformator, maka kualitas isolasi
minyak transformator akan semakin menurun.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi
wadah bagi saya dalam menuntut ilmu.
2. Kedua orang tua tercinta dan keempat saudara yang
menjadi motivator saya.
REFERENSI
[1] SPLN 49-1. 1982. Minyak Isolasi. Perusahaan
Umum Listrik Negara.
[2] Abduh, Syamsir. 2003. Teori Kegagalan Isolasi
.Jakarta : Universitas Trisakti.
[3] Fritz, Simamora J. (2011). Analisis Pengaruh
Kenaikan
Temperatur
dan
Umur
Minyak
Transformator Terhadap Degradasi Tegangan
Tembus Minyak Transformator. Depok: Universitas
Indonesia.
[4] Citarsa, Fery. 2011. Pengaruh Sifat Kimia Terhadap
Sifat Listrik dari Minyak Isolasi Transformator. Nusa
Tenggara Barat : Universitas Mataram.
27
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Analisis Koordinasi Zona Area Proteksi PLTU Mamuju
dan Trafo GI Mamuju
Nurhayati Rasyid1), Ahmad Rizal Sultan2) , Marwan3)
1,2,3
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
email : [email protected]
email : [email protected]
email : [email protected]
Abstrak
Proteksi pada sistem tenaga listrik merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem ketanagalistrikan.
Tujuan sistem proteksi adalah untuk menimalisir gangguan atau melindungi sistem tenaga listrik dari akses gangguan yang
terjadi pada sistem, jika sistem proteksi tidak baik, maka mengakibatkan menurunnya keandalan sistem pada
pendistribusian tenaga listrik. Sehubungan dengan hal ini, sehingga penelitian bertujuan untuk mengevaluasi sistem
proteksi dan menganalisis jenis gangguan yang terjadi khususnya gangguan hubung singkat. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan melakukan analisa secara sederhana, menghitung arus hubung singkat dan
mengevaluasi sistem proteksi. Untuk menjustifikasi hasil analisa yang diperoleh maka digunakan software Etap Power
Station 16.0.0 dan software DigSilent Power Factory 15.1.7. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini disimpulkan bahwa
sistem proteksi yang terpasang pada PLTU Mamuju dan Trafo Gi Mamuju tidak bekerja dengan baik. Sehingga setelah
dilakukan simulasi ulang dengan menggunakan Etap maka hasilnya sistem proteksi tersebut dapat bekerja dengan normal.
Berdasarkan hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat dapat diketahui arus gangguan hubung singkat If! !"#" =
0,507 kA, If! !"#" = 0,439 kA, If! !"#"!!"#"$ = 0,493 kA, dan If! !"#"!!"#"$ = 0,167 kA. Dari hasil simulasi diperoleh nilai arus
hubung singkat If! !"#" = 0,510 kA, If! !"#" = 0,441 kA, If! !"#"!!"#"$ = 0,483 kA, dan If! !"#"!!"#"$ = 0,228 kA. Nilai arus
gangguan hubung singkat terbesar terjadi pada gangguan hubung singkat 3 fasa sedangkan gangguan hubung singkat
terkecil terjadi pada gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah.
Keywords : Sistem Proteksi, Arus Gangguan, Software, Hubung Singkat, Simulasi.
I. PENDAHULUAN
Sistem tenaga listrik adalah sistem penyediaan
tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau
pusat listrik terhubung satu dengan lainnya oleh jaringan
transmisi
dengan
pusat
beban
atau
jaringan
distribusi.Secara umum sistem tenaga listrik terdiri dari
tiga bagian utama yaitu pembangkitan tenaga listrik,
penyaluran tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik.[1]
Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi
yang dilakukan kepada peralatan-peralatan listrik yang
terpasang pada suatu sistem tenaga misalnya generator,
transformator jaringan dan lain-lain terhadap kondisi
abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu
dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih,
beban lebih, frekuensi sistem rendah,sinkron dan lainlain.[2]
Dalam penyaluran energi listrik sering terjadi
gangguan-gangguan yang dapat menghambat penyaluran
energi listrik ke konsumen. Dari berbagai jenis gangguan
yang terjadi, gangguan hubung singkat adalah gangguan
yang paling sering terjadi pada penyaluran energi listrik.
Hubung singkat merupakan suatu hubungan abnormal
(termasuk busur api) pada impedansi yang relatif rendah
terjadi secara kebetulan atau disengaja antara dua titik
yang mempunyai potensial yang berbeda.[3]
Berdasarkan kejadian yang terjadi di lapangan (Trafo
GI Mamuju dan PLTU Mamuju), diantaranya sistem
proteksi yang tidak bekerja dengan baik, dimana setiap
terjadi gangguan pada penyulang 20 kV sistem proteksi
yang bekerja pertama kali adalah sistem proteksi pada
pembangkit Mamuju. Akibatnya terjadi pemadaman pada
gardu hubung yang lainnya seperti gardu hubung
Sinyonyoi, gardu hubung Rayon Mamuju dan gardu
hubung Husni Thamrin. Kemudian seringnya terjadi
gangguan khususnya gangguan hubung singkat. Hal ini
yang mendasari penulis sehingga ingin menganalisis
koordinasi zona area proteksi PLTU Mamuju dan Trafo GI
Mamuju.
II. KAJIAN LITERATUR
2.1 Sistem Proteksi
Sistem proteksi tenaga listrik adalah sistem proteksi
yang dilakukan kepada peralatan-peralatan listrik yang
terpasang pada suatu sistem tenaga misalnya generator,
transformator jaringan dan lain-lain terhadap kondisi
abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu
dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih,
beban lebih, frekuensi sistem rendah,sinkron dan lain-lain.
[2]
Relay Arus Lebih/Over Current Relay(OCR)
Ketika terjadi gangguan fasa ke tanah, maka
besarnya arus gangguan (If) akan termonitor melalui CT
(current transformator) yang kemudian akan diteruskan
melalui rangkaian sekunder CT menuju relay proteksi
(OCR). Relay proteksi akan membaca besarnya arus
28
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
gangguan. Jika arus gangguan melebihi setting relay, maka
relay akan bekerja memberi perintah/order trip pada CB
(Circuit Breaker) sehingga daerah terganggu terputus
(terlokalisir) dari sirkuit yang sehat.[2]
Relay Gangguan Tanah/Ground Fault Relay (GFR)
Relay gangguan tanah adalah suatu relay yang
bekerja berdasarkan adanya kenaikan arus yang melebihi
suatu nilai setting pengaman tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu bekerja apabila terjadi gangguan hubung
singkat fasa ke tanah. Relay gangguan tanah hanya efektif
dipakai untuk pentanahan netral langsung atau dengan
tahanan rendah.[2]
2.2 Gangguan Hubung Singkat
Hubung singkat adalah hubungan konduksi sengaja
atau tidak sengaja melalui hambatan atau impedansi yang
cukup rendah antara dua atau lebih titik yang dalam
keadaan normalnya mempunya nilai potensial yang
berbeda.[3]
Menghitung Impedansi Sumber
Data yang diperlukan adalah data hubung singkat pada bus
primer trafo.[1]
!! =
(!"#$%#$% !" !"#$%)!
!"#" !"#"$% !"#$%&'
.................................(1)
Dimana :
!!
= Impedansi sumber (Ω)
Untuk mengkonversi impedansi yang terletak di sisi 150
kV, dilakukan dengan cara sebagai berikut
!!
!"!" !" !"
=
!"!
!"#!
× !! (!"!" !"# !") ...............(2)
!!(!"#" !""%) =
!"#"$%&"$ !"#$%
Perhitungan yang akan dilakukan disini adalah
perhitungan besarnya nilai impedansi positif (!!!" ),
negatif (!!!" ) dan nol (!!!" ) dari titik gangguan sampai
ke sumber,[5]
!!!" = !!!" = !!! + !!! + !!(!"#$%&'#() ............(7)
Keterangan :
!!! = Impedansi sumber sisi 20 kV (Ω)
!!! = Impedansi trafo tenaga urutan positif dan negatif(Ω)
!! = Impedansi urutan positif dan negatif (Ω)
Untuk perhitungan !!!"
!!!" = !!! + 3RN + !!(!"#$%&'#() .....................(8)
Keterangan :
!!! = Impedansi trafo tenaga urutan nol (Ω)
RN = Tahanan tanah trafo tenaga (Ω)
!! = Impedansi urutan nol (Ω)
Karena lokasi gangguan penyulang dibagi beberapa titik
gangguan, maka dihitung pula nilai impedansi penyulang
pada jarak 0%,25%,50%,75% dan 100%.
Setelah mendapatkan impedansi ekuivalen jaringan
sesuai dengan lokasi gangguan, selanjutnya menghitung
arus gangguan hubung singkat. Untuk nilai impedansinya
menggunakan impedansi ekuivalen jaringan dan juga
tergantung pada jenis gangguan hubung singkatnya yaitu 3
fasa, 2 fasa, 2 fasa ke tanah dan 1 fasa ke tanah.[6]
Arus Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa
!! =
Menghitung Reaktansi Trafo
(!"#$%#$% !" !"#$%)!
978-602-18168-7-5
...............(3)
Keterangan:
!!
= Impedansi trafo tenaga (Ω)
Menghitung Reaktansi Urutan Positif dan Negatif
(!!" = !!" )
!! = !%(!"#" !"#$%) ! !!(!"#" !"!" !""%) ...........(4)
Menghitung Reaktansi Urutan Nol (!!" )
Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyd, dimana
kapasitas belitan delta biasanya adalah ⅓ dari kapasitas
belitan Y, maka : [4]
!!! = 3 ! !!! ....................................................(5)
Menghitung Impedansi Penyulang
Untuk menghitung impedansi penyulang,
perhitungan dilakukan berdasarkan besarnya nilai
impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung,
dimana besar nilai penyulang tergantung pada jenis
penghantar,
ukuran
penampang
dan
panjang
penghantarnya.[5]
!! = !! % !"#$"#% ! !"#$"#% !"#$%&'#( !"
! !! /!! .............................................(6)
Keterangan :
!! = Impedansi Urutan Positif (Ω)
!! = Impedansi Urutan Negatif (Ω)
Menghitung Impedansi Ekuivalen Jaringan
!!
!!
....................................................(9)
Dimana :
!!
= Arus gangguan hubung singkat tiga fasa (A)
!!
= Tegangan pragangguan (V)
!!
= Impedansi urutan positif (Ω)
Arus Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa
!! =
!!
!! ! !!
.............................................(10)
Dimana :
!!
= Arus gangguan hubung singkat dua fasa (A)
!!
= Tegangan pragangguan (V)
!!
= Impedansi urutan positif (Ω)
!!
= Impedansi urutan negatif (Ω)
Arus Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa ke Tanah
!! =
!!
!! ! !! !! /(!! ! !! )
..............................(11)
Dimana :
!! = Arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah (A)
!! = Tegangan pragangguan (V)
!! = Impedansi urutan positif (Ω)
!! = Impedansi urutan negatif (Ω)
!! = Impedansi urutan nol (Ω)
Arus Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah
!! =
!!
!! ! !! ! !!
.........................................(12)
Dimana :
!! = Arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah (A)
!! = Tegangan pragangguan (V)
29
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
!! = Impedansi urutan positif (Ω)
!! = Impedansi urutan negatif (Ω)
!! = Impedansi urutan nol (Ω)
2.3 Sistem Pembumian
Sistem pembumian atau biasa disebut sebagai
grounding adalah sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber
tenaga, dari lonjakan listrik, petir dll.[4]
Sistem yang tidak ditanahkan/Open Grounding
Suatu sistem dikatakan tidak diketanahkan/open
grounding atau sistem delta. Jika tidak ada hubungan
galvanis antara sistem itu dengan tanah.[4]
Pembumian Titik Netral Tanpa Impedansi/Solid
Grounding
Sistem pembumian langsung adalah dimana titik netrral
sistem dihubungkan langsung dengan tanah, tanpa
memasukkan harga suatu impedansi.[4]
Pembumian Titik Netral Melalui Tahanan/Resistance
Grounding
Pembumian titik netral melalui tahanan/resistance
grounding yang dimaksud adalah suatu sistem yang
mempunyai titik netral dihubungkan dengan tanah melalui
tahanan/resistor.[4]
III.
978-602-18168-7-5
seperti gardu hubung Sinyoyoi, gardu hubung Rayon
Mamuju dan gardu hubung Husni Thamrin. Berdasarkan
kejadian ini, maka kami melakukan evaluasi sistem
pentanahan trafo dengan mengubah sistem pentanahan
pada trafo pembangkit, dari solid grounding menjadi open
grounding. Hal ini dilakukan dengan alasan karena pada
prinsipnya sistem-sistem yang diketanahlan menggunakan
solid grounding, bila terjadi gangguan tanah selalu
mengakibatkan terganggunya saluran, yaitu gangguan
harus diisolir dengan membuka pemutus daya. Sistem
pentanahan diubah menjadi open grounding hasilnya
adalah sistem pengaman pada saat terjadi gangguan
kembali normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
hasil evaluasi yang dilakukan berikut ini
METODE PENELITIAN
Berikut ini gambaran langkah-langkah penelitian
yang kami lakukan, yang dijelaskan melalui flowchart
berikut ini:
Gambar 2. Hasil Simulasi setelah diberikan arus gangguan hubung
singkat pada bus 10 (trafo mamuju mengguankan solid grounding)
Gambar 3. Hasil Report setelah diberikan arus gangguan hubung
singkat pada bus 10
Gambar 1. Flowchart Metode Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Evaluasi sistem proteksi zona area PLTU Mamuju
dan Trafo GI Mamuju Menggunakan Software Etap
Dalam pengujian ini, sistem proteksi yang berada
pada PLTU Mamuju dan Trafo GI Mamuju akan di
evaluasi dengan menggunakan software Etap. Sistem
pegujian yang dilakukan berdasarkan kejadian yang terjadi
di lapangan dimana sistem proteksi yang bekerja pertama
kali setiap terjadi gangguan pada penyulang 20 kV adalah
sistem proteksi pada pembangkit Mamuju. Akibatnya
terjadi pemadaman pada gardu hubung yang lainnya,
Pada hasil report diatas menunjukkan bahwa saat
terjadi gangguan, arus hubung singkat pada PLTU
Mamuju yaitu sebesar 0,168 kA dengan waktu trip 60 ms
kemudian relay gardu hubung Sinyonyoi sebesar 0,168 kA
dengan waktu trip 90 ms kemudian relay gardu hubung
Rayon Mamuju sebesar 0,168 kA dengan waktu trip 425
ms kemudian relay Husni Thamrin sebesar 0,259 kA
dengan waktu trip 471 ms kemudian relay incoming
sebesar 0,259 kA dengan waktu trip 981 ms. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam evaluasi ini
sistem pentanahan yang dilakukan dievaluasi kembali dari
sistem solid grounding menjadi open grounding, evaluasi
30
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
yang telah kami lakukan dengan menggunakan sistem
open grounding dapat dilihat melalui gambar berikut ini :
978-602-18168-7-5
Menghitung impedansi penyulang
!! = !! =(0,2161+j0,3305) x 52=11,2424+j17,186 Ω
!! = (0,3631+j1,6180) x 52 = 18,8812 + j 84,136 Ω
Karena penyulang dibagi beberapa titik gangguan, maka
nilai impedansi penyulang pada jarak 0%, 25%, 50%,
75%, dan 100% adalah seperti pada tabel 1-4:
Impedansi urutan positif dan negatif penyulang
Tabel 1. Impedansi urutan positif dan negatif penyulang
Gambar 4. Hasil simulasi setelah diberikan gangguan hubung
singkat pada bus 10
% Panjang
Impedansi Penyulang (!! dan !! )
0
0 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 0 Ω
25
25 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 2,810 + j 4,296 Ω
50
50 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 5,621 + j 8,593 Ω
75
75 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 8,431 + j 12,889 Ω
100
100 % x (11,2424 + ! 17,186 Ω) = 11,2424 + j 17,186 Ω
Impedansi urutan nol penyulang
Tabel 2. Impedansi urutan nol penyulang
Impedansi Penyulang (!! dan !! )
% Panjang
0
0 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 0 Ω
25
25 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 4,720 + j 21,034 Ω
50
50 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 9,440 + j 42,068 Ω
75
75 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω) = 14,160 + j 63,102 Ω
100
100 % x (18,8812 + ! 84,136 Ω)=18,881 + ! 84,136 Ω
Impedansi ekuivalen urutan positif dan negatif
!!!" = !!!" = !0,952 + !1,6625 + !! (!"#$%&'#()
Gambar 5. Hasil Report setelah diberikan arus gangguan hubung
singkat pada bus 10
Dari gambar 4.3 menunjukkan bahwa ketika
sistem pentanahan diubah menjadi open grounding maka
ketika terjadi gangguan, sistem proteksi yang pertama kali
bekerja adalah relay Husni Thamrin kemudian relay
Incoming 2. Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa saat
terjadi gangguan, besar arus hubung singkat pada relay
husni thamrin adalah sebesar 0,277 kA dan waktu trip 451
ms kemudian rele Incoming 2 sebesar 0,277 kA dan waktu
trip 924 ms, ini menunjukkan sistem pengaman sudah
bekerja dengan normal dan juga sistem pengaman pada
gardu induk pembangkit sudah tidak bekerja lagi (kembali
normal).
4.2 Jenis Gangguan
Sebelum menghitung besarnya gangguan hubung
singkat maka beberapa variabel yang harus diketahui yang
dijadikan dasar untuk menghitung jenis gangguan yang
dimaksud, yaitu :
Menghitung impedansi sumber pada sisi 150 kV
!!(!"#!") =
(!"#$%#$% !" !"#$%)²
=
(!"#)²
!"#" !"#"$% !"#$%&'
!"#,!
!"!
!"(!"!" !" !") =
×
53,549
=
0,952
!"#!
= !2,6145 + !! (!"#$%&'#()
Tabel 3. Impedansi ekuivalen urutan positif dan negatif
% Panjang
Impedansi Jaringan (!! dan !! )
0
j 2,6145 Ω
25
j 2,6145 + 2,810 + j 4,296 = 2,81 + j 6,911
50
j 2,6145 + 5,621 + j 8,593 = 5,621 + j 11,207
75
j 2,6145 + 8,431 + j 12,889 = 8,431 + j 15,53
100
j 2,6145 + 11,2424 + j 17,186 = 11,2424 + j 19,8
Impedansi ekuivalen urutan nol
!!!"
= ! 4,9875 + 3×40 + !!(!"#$%&'#()
= ! 4,9875 + 120 + !!(!"#$%&'#()
Tabel 4. Impedansi ekuivalen urutan nol
% Panjang
Impedansi Jaringan (!! dan !! )
0
j 4,9875 + 120 Ω
25
j 4,9875 + 120 + 4,720 + j 21,034 = 124,72 + j26,021 Ω
50
j 4,9875 + 120 + 9,440 + j 42,068 = 129,44 + j 47,055 Ω
= 53,549 Ω
75
j4,9875 + 120 + 14,160 + j 63,102 = 134,16 + j68,089 Ω
Ω
100
Menghitung impedansi trafo
j 4,9875 + 120 + 18,8812 + ! 84,136 = 138,88 + j
89,123 Ω
(!")²
!" !"#" !"" % =
= 13,3 Ω
!"
Reaktansi urutan positif dan negatif (!"! , !"! )
!"! = !"! = 12,5% x 13,3 = 1,6625 Ω
Reaktansi urutan nol (!"! )
!!! = 3 x 1,6625 = 4,9875 Ω
Menghitung Arus Gangguan Hubung Singkat
Setelah menghitung beberapa variabel diatas, maka
besarnya arus gangguan hubung singkat yang terjadi dapat
dilihat pada tabel 5-8
31
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Arus gangguan hubung singkat 3 fasa
Arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah
Tabel 5. Arus gangguan hubung singkat 3 fasa
% Panjang
Arus Hubung Singkat 3 Fasa
0
20000 3
=
0 + !2,6145
11547
25
20000 3
=
2,81 + !6,911
50
20000 3
=
5,621 + !11,207
75
20000 3
=
8,431 + !15,53
8,431! + 15,53!
100
20000 3
=
11,2424 + !19,8
11,2424! + 19,8!
0! + 2,6145!
978-602-18168-7-5
Tabel 8. Arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah
% Panjang
= 4415,523 !
11547
2,81! + 6,911!
0
= 1544,986 !
11547
5,621! + 11,207!
11547
25
=
Arus gangguan hubung singkat 2 fasa
Tabel 6. Arus gangguan hubung singkat 2 fasa
20000
=
2 ×(0 + !2,6145)
20000
=
2,81 + !6,911
25
20000
0! + 5,229!
=
= 3819,823 !
20000
5,62! + 13,822!
75
= 1340,4 !
50
20000
=
5,621 + !11,207
11,242! + 22,414!
20000
75
20000
=
8,431 + !15,53
16,862! + 31,06!
100
20000
=
11,2424 + !19,8
22,4848! + 39,6!
20000
20000
20000
3
8,431 + !15,530 + 8,431 + !15,530 + 134,16 + !68,0895
34641
=
= 190,7462 !
99,1495! + 151,022!
3×
Arus Hubung Singkat 2 Fasa
0
20000
3
5,621 + !11,207 + 5,621 + !11,207 + 129,44 + !47,055
34641
=
= 223,785 !
69,469! + 140,682!
3×
= 507,134 !
50
% Panjang
20000
3
=
2,81 + !6,911 + 2,81 + !6,911 + 124,72 + !26,0215
34641
=
= 250,164 !
39,8435! + 130,34!
3×
= 920,986 !
= 653,445 !
11547
Arus Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah
20000
3×
3
=
!2,6145 + !2,6145 + 120 + !4, 9874
34641
=
= 285,6344 !
10,2165! + 120!
= 795,59 !
= 565,9 !
= 438,191 !
20000
3
11,2424 + !19,8 + 11,2424 + !19,8×138,88 + !89,1275
34641
=
= 157,817 !
128,7275! + 161,3468!
3×
=
100
4.3 Simulasi Gangguan Hubung Singkat Menggunakan
Software Etap
Arus gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah
Tabel 7. Arus gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah
% Panjang
Arus Hubung Singkat 2 Fasa ke Tanah
=
0
=
=
25
=
=
50
=
=
75
=
100
=
=
20000
!2,6145 + !2,6145 ×120 + !4, 9874 / !2,6145 + 120 + !4,9875
20000
0,11347! + 5,2218!
= 3828,184 !
20000
2,81 + !6,911 + 2,81 + !6,911×124,72 + !26,0215
/ 2,81 + !6,911 + 124,72 + !26,0215
20000
6,058! + 13,09962!
= 1387,77 !
20000
5,621 + !11,207 + 5,621 + !11,207×129,44 + !47,055
/ 5,621 + !11,207 + 129,44 + !47,055
20000
11,737! + 20,334!
= 857,8262 !
20000
8,431 + !15,530 + 8,431 + !15,530×134,16 + !68,0895
/ 8,431 + !15,530 + 134,16 + !68,0895
20000
17,0345! + 27,28583!
Gambar 6. Simulasi Hubung Singkat Menggunakan Etap
4.4 Simulasi Gangguan Hubung Singkat Menggunakan
Software Digsilent
= 619,762 !
20000
11,2424 + !19,8 + 11,2424 + !19,8×138,88 + !89,1275
/ 11,2424 + !19,8 + 138,88 + !89,1275
20000
21,98! + 34,03!
= 490,641 !
Gambar 7. Simulasi Hubung Singkat Menggunakan Digsilent
32
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Tabel 9. Perbandingan hasil perhitungan dengan hasil simulasi
arus gangguan hubung singkat 3 fasa
Arus Hubung Singkat (kA)
Panjang
Jarak
Hasil
Hasil
Hasil Simulasi
(%)
(Km)
Perhitungan
Simulasi
(DigSILENT)
(Manual)
(Etap)
4,416
0
0
5,112
4,501
impedansi saluran tergantung pada panjang kabel, jenis
kabel dan diameter kabel yang digunakan.
Setelah melakukan perhitungan dan simulasi dapat
diketahui bahwa besarnya arus gangguan hubung singkat
terbesar adalah pada gangguan hubung singkat 3 fasa dan
gangguan hubung singkat terkecil adalah pada gangguan
hubung singkat 1 fasa ke tanah sedangkan gangguan 2 fasa
dan gangguan 2 fasa ke tanah besar nilai arus gangguan
hubung singkatnya tidak jauh berbeda.
Dari hasil perhitungan manual dan hasil simulasi
menggunakan Digsilent dan Etap terlihat bahwa besarnya
nilai arus gangguan hubung singkat tidak berbeda jauh, hal
ini berarti bahwa perhitungan sudah benar. Dengan
melakukan analisis gangguan hubung singkat maka dapat
diperoleh arus gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
tenaga listrik sehingga dapat dilakukan perancangan
sistem proteksi yang tepat bagi sistem sehingga dapat
melindungi peralatan dari kerusakan akibat arus gangguan
yang dihasilkan pada saat terjadi gangguan hubung
singkat.
V. KESIMPULAN
Sistem proteksi yang digunakan pada PLTU Mamuju
dan Trafo GI Mamuju adalah solid grounding. Setelah
dilakukan evaluasi, sistem proteksi tersebut tidak bekerja
dengan baik bila terjadi gangguan, untuk mengantisipasi
hal tersebut maka sistem proteksi diganti menggunakan
open grounding. Hasilnya sistem proteksi tersebut dapat
bekerja dengan normal bila terjadi gangguan.
Gangguan yang terjadi pada PLTU Mamuju dan
Trafo GI Mamuju adalah gangguan hubung singkat,
gangguan beban lebih dan gangguan tegangan lebih.
Gangguan yang paling sering terjadi adalah gangguan
hubung singkat.
25
13
1,68
1,556
1,547
50
26
0,713
0,926
0,921
75
39
0,382
0,658
0,653
0,507
100
52
0,236
0,51
Tabel 10. Perbandingan hasil perhitungan dengan hasil simulasi
arus gangguan hubung singkat 2 fasa
Arus Hubung Singkat (kA)
Panjang
Jarak
Hasil
Hasil
Hasil Simulasi
(%)
(Km)
Simulasi
Perhitungan
(DigSILENT)
(Etap)
(Manual)
0
0
4,427
3,898
3,824
25
13
1,455
1,348
1,340
50
26
0,618
0,802
0,797
75
39
0,331
0,569
0,565
100
52
0,205
0,441
0,439
Tabel 11. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi arus
gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah
Arus Hubung Singkat (kA)
Panjang Jarak
Hasil
Hasil
Hasil
(%)
(Km) Simulasi
Simulasi
Perhitungan
(Etap)
(DigSILENT)
(Manual)
0
0
4,353
5,065
3,829
25
13
1,4
1,307
1,385
50
26
0,588
0,869
0,851
75
39
0,322
0,620
0,621
100
52
0,204
0,483
0,493
Tabel 12. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi arus
gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah
Arus Hubung Singkat (kA)
Panjang Jarak
Hasil
Hasil
Hasil
(%)
(Km) Simulasi
Simulasi
Perhitungan
(Etap)
(DigSILENT)
(Manual)
0
0
0,311
5,398
0,287
25
13
0,277
0,89
0,254
50
26
0,211
0,467
0,220
75
39
0,146
0,31
0,191
100
52
0,101
0,228
0,167
Dari tabel 9 - 12 dapat disimpulkan bahwa gangguan
hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, 2 fasa ke tanah dan 1 fasa ke
tanah besarnya arus gangguan yang terjadi dipengaruhi
oleh jarak titik gangguan. Semakin jauh jarak titik
gangguan maka semakin kecil nilai arus gangguan hubung
singkat yang terjadi begitupun sebaliknya, semakin dekat
jarak titik gangguan maka semakin besar nilai arus
gangguan hubung singkat yang terjadi. Hal ini
membuktikan bahwa besarnya arus gangguan hubung
singkat dipengaruhi oleh panjang saluran. Karena besarnya
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Jurusan
Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang, PT PLN
(Persero) Unit Pembangkit dan Transmisi Sulselrabar yang
telah membantu dalam pengumpulan data serta
pembelajaran yang diberikan.
REFERENSI
[1] Arismunandar, Artono. 2004. Buku Pegangan Teknik
Tenaga Listrik. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
[2] Herwan, Edil. 2009. Sistem Pengaman Tenaga Listrik.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
[3] Stevenson. W. D. Jr. 1990. Analisis Sistem Tenaga
Listrik edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
[4] Hutauruk, T.S., Prof. Ir. M.Sc. 1991. Pengetanahan
Netral Sistem Tenaga & Pengetanahan Peralatan
cetakan kedua. Jakarta:Erlangga 1991.
[5] Manaf, Abdul., Drs. 1990. Rangkaian Listrik I.
Bandung: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik
Bandung.
[6] Nizam, Muhammad. 2008. Pembangkit Listrik
Terdistribusi (Distributed Generation) Sebagai Upaya
Pemenuhan Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia.
Jurnal Kartika. Vol: 7, No. 1, September 2008.
Surakarta:UNS.
33
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Peningkatan Sistem ESP dalam Efisiensi Penggunaan Daya Listrik
di Tonasa V
1
Deva Riyanto K1), Tadjuddin2), Purwito 3)
Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D4 Teknik Listrik, Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
2
Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
3
Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
Abstrak
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar penggunaan daya pada system ESP yang digunakan di plant unit
tonasa 5 dapat termonitor dan terkendali dengan baik, meminimalisir kerusakan – kerusakan yang sering terjadi pada trafo
ESP akibat penggunaan daya yang terlalu berlebih, dan memberikan efisiensi dan benefit yang maksimal untuk perusahaan
dalam optimasi penggunaan daya pada sistem ESP. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Problem Solving,
yang bertujuan agar system ESP pada unit operasional Tonasa V di PT. Semen Tonasa ini dapat berkerja secara optimal
dan memberikan benefit maupun nilai efisiensi yang besar bagi perusahaan. Langkah dan solusi problem solve yang
diambil adalah dengan melakukan penambahan program pada PLC Siemens S7-400 yang dapat mengontrol perubahan
setting point control ESP secara automatis agar penggunaan daya keluaran pada ESP tersebut dapat diredam sampai batas
minimum. Dari data hasil dapat dilihat pemakaian daya pada trafo utama ESP sangat rendah hanya running di sekitar 160 –
180 kW yang sebelumnya running kontinyu di sekitar 550kW. Hal ini juga membuktikan bahwa selama 24 jam pemakaian
daya di trafo utama ESP, hampir sekitar 20 jam pemakaian daya yang maksimal dapat di redam ke minimum pemakaian.
Keywords: Electrostatic Precipitator, Problem Solving, Efisiensi, PLC, Automatic.
I. PENDAHULUAN
Dalam Proses pembuatan semen, material yang
digunakan ada 2 (dua) macam bahan utama yaitu batu
kapur dan tanah liat. Kedua material tersebut kemudian
digiling bersama di mesin Raw Mill, selanjutnya ditransport menuju area Pre-heater untuk proses kalsinasi.
Hasil material tersebut selanjutnya dilakukan proses
pembakaran di tungku yang biasa dikenal dengan nama
Kiln dengan temperatur sekitar diatas 1300 °C. Proses
inilah yang membentuk material berupa terak / clinker
sebagai bahan utama pembuatan semen dan mempunyai
kandungan kimiawi yang sesuai standar. Terak / clinker
berdiameter sekitar 10 cm dan suhu 150 - 200 °C.
Proses selanjutnya terak / clinker digiling di Finish Mill
menjadi satu dicampur dengan material tambahan seperti
gypsum, trass, dan batu kapur untuk memperoleh
kualitas standar.
Salah satu area terpenting pada proses pembuatan
semen adalah area Electrostatic Precipitator (ESP). ESP
merupakan elemen penting yang di gunakan untuk
menjaga emisi cerobong pada industri tetap dalam batas
rendah dan normal. Fungsi utama ESP Raw Mill adalah
untuk menangkap debu - debu sisa hasil penggilingan
dari dalam raw mill ataupun kiln yang masih lolos dalam
sistem penyaringan cyclone menggunakan system
Electric High Voltage. Namun pada seiring
penggunaannya, system ESP ini menimbulkan berbagai
permasalahan yang frekuensi trouble nya sangat tinggi,
dari beberapa trafo yang rusak, penggunaan kapasitas
daya yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan isolator
retak/pecah, kebocoran oli pada bushing trafo, dll.
Sehingga disini mahasiswa akan diberi peran untuk
memberikan solusi agar permasalahan- permasalahan
yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik.
II. KAJIAN LITERATUR
Electrostatic Precipitator (ESP)
ESP Raw mill merupakan elemen penting yang di
gunakan untuk menjaga emisi cerobong pada industri
tetap dalam batas rendah dan normal. Fungsi utama ESP
Raw Mill adalah untuk menangkap debu-debu sisa hasil
penggilingan dari dalam raw mill ataupun kiln yang
masih lolos dalam sistem penyaringan cyclone
menggunakan system Electric High Voltage. Corona
generation merupakan system keunggulan yang dimiliki
oleh ESP, karena sistem ini mengacu pada high voltage
discharge yang berfungsi untuk mengikat gas molekul
dan ion ion negative (debu) ke dinding collecting plate.
Semakin tinggi voltage yang di berikan akan semakin
banyak pula ion negative yang akan di keluarkan pada
sistem ini.Keandalan dalam Sistem Tenaga Listrik
B. PLC (Programable Logic Control)
Programmable Logic Controllers (PLC) adalah
komputer elektronik yang mudah digunakan (user) yang
memiliki fungsi kendali untuk berbagai tipe dan tingkat
kesulitan yang beraneka ragam. Programmable Logic
A.
34
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Controller (PLC) digunakan untuk aplikasi komersial
dan industri. PLC memonitor input, membuat keputusan
berdasarkan program dan mengontrol output untuk
mengotomatisasikan proses atau mesin.
Adapun fungsi dari PLC secara umum sebagai
berikut :
1. Control sekuensial yaitu proses input sinyal biner
menjadi output yang digunakan untuk keperluan
pemrosesan teknik secara berurutan, disini PLC
menjaga agar semua step/langkah dalam proses
sekuensial berlangsung dalam urutan yang tepat.
2. Monitoring Plant yaitu monitor suatu system
missal : temperature, tekanan, tingkat ketinggian
dan mengambil tindakan diperlukan sehubungan
dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai sudah
melebihi batas)
Data tersebut digunakan untuk menganalisa
permasalahan permasalahan yang sebenarnya terjadi.
Setelah Analisa permasalahan telah didapat maka akan
dilakukan tahap penyelesaian masalah yang meliputi
seperti :
1. Pembuatan program simatic manager siemens PLC
2. Analisa program terhadap perubahan daya ESP
3. Pengamatan perubahan daya yang dihasilkan oleh
ESP
Setelah tahapan penyelesaian masalah dan
pengamatan hasil perbaikan telah dilakukan maka dapat
memasuki tahapan untuk perhitunngan nilai efisiensi
daya yang di peroleh, hal ini dilakukan agar terlihat
optimalisasi ESP yang telah dilakukan dan benefit
maupun efisiensi yang diperoleh dapat terhitung dengan
baik dalam problem solving ini.
Secara singkat diagram alir proses penyelesaian
masalah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
C.
Simatic Manager Siemens Software
Simatic Manager adalah software milik Siemens
Automation Industri yang di gunakan untuk membuat
program program pada PLC Siemens S7. Software ini
mengintegrasi dan mengkomunikasikan peralatan
peralatan industri melewati PLC Siemens S7-400 agar
dapat dikendalikan dan dioperasikan dengan baik dan
aman sesuai dengan proses produksinya.
Software Simatic Manager yang dimiliki oleh unit
plant seksi pengendalian Electrical & Instruments KCM
digunakan untuk berbagai macam pengoperasian dan
pengendalian operasi pabrik Tonasa V. Software
Automasi ini mengintegrasikan peralatan instrument dan
electrical yang ada di lapangan dengan menggunakan
PLC Siemens S7-400 yang kemudian dapat
dikomunikasikan dengan HMI yang ada di Server PC
CCR Tonasa V.
Simatic Manager Project memiliki integrasi ke
beberapa jenis PLC Siemens yang berbeda sesuai dengan
yang di download ke project hardware konfigurasinya.
Hal ini membuat program tersebut dapat melakukan
Multiprojecting guna menggabungkan semua plant
system menjadi satu HMI yang dapat termonitor dengan
mudah. Dalam satu project structure, terdapat berbagai
macam indikasi dan interlocking program yang dapat
mengatur proses operational yang ada di lokasi dengan
menggunakan berbagai bahasa pemrograman PLC.
III. METODE PENELITIAN
Metode penulisan jurnal ini dilakukan dengan
beberapa metode yaitu studi literatur, observasi data serta
wawancara. Teknik analisa / penyelesaian masalah yang
diambil disini menggunakan metode Problem Solving.
Langkah yang akan dilakukan pada penggunaan
metode problem solving ini adalah dengan menggunakan
data data yang diperoleh pada tahap observasi yang akan
diolah sebagai bahan analisa penelitian seperti :
1. Data penggunaan daya sistem ESP.
2. Data monitoring HMI simatic manager siemens
PLC.
3. Data troubleshooting regu pemeliharaan area ESP.
START
Data pada sistem ESP
Data HMI Simatic Manager
Siemens S7-400
Pengambilan Data
Data Trouble Shooting
Problem ESP
Analisa Masalah
Tidak
Ya
Pembuatan Program
Simatic Manager Siemens
PLC
Penyelesaian Masalah
Analisa Program Terhadap
Perubahan Daya ESP
Pengamatan Perubahan
Daya yang dihasilkan oleh
ESP
Perhitungan Nilai
Efisiensi Daya
Finish
Gambar 1. Flowchart Diagram Proses Penyelesaian Masalah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum melakukan analisa permasalahan
diperlukan data data dan laporan hasil permasalahan
yang sering terjadi di area tersebut, data yang di perlukan
antara lain adalah :
1. Data Sistem ESP
Data sistem ESP pada saat running normal
mengeluarkan arus rata rata sekitar 395 Amphere
pada 70k Volt di semua unit trafo ESP. Dapat
35
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
disimpulkan bahwa kinerja maksimum semua trafo
ESP dapat menghasilkan emisi cerobong yang
rendah di sekitar 67,9 mm/m3 atau sekitar 19,4 %
syarat minimum emisi cerobong.
2. Data HMI dan Simatic Manager
Dari data point trand pada mimic HMI didapatkan
hasil pemakaian daya trafo utama ESP pada pukul
18.00 wita sampai dengan 18.00 wita keesokan
harinya rata rata mengeluarkan daya sebesar 500 –
620 kW. Dan pemakaian daya ini kontinyu selama
ESP tersebut aktif untuk meminimalisir keluaran
debu di cerobong KILN Tonasa V
3. Data Trouble Shooting Prolem ESP
Berikut beberapa permasalahan yang sering terjadi
pada system electrical ESP sesuai dengan laporan
Trouble Shooting adalah :
• Indikasi KV dan mA tidak bisa naik dan
mengikuti set point yang telah diberikan.
• Kebocoran oli pada tank trafo dan bushing trafo.
• Sering muncul alarm pada panel SCS: “High
pressure, Temp trafo, dan oil level minimum”.
• Keramik isolator sering pecah dan retak.
• Terjadi sparking di sekitar trafo.
• Breaker utama sering trip.
• Kabel incoming trafo yang getas : bisa di
sebabkan oleh temperature lingkungan yang
terlalu panas, ataupun arus amphere yang terlalu
tinggi melewati jalur kabel tersebut.
• Rusaknya trafo itu sendiri, contoh EP04, EP06,
dan yang terakhir EP09.
Dari beberapa data data permasalahan yang telah
di peroleh, dapat dianalisa dan disimpulkan bahwa faktor
utama yang terjadi pada system ESP di Tonasa 5 ini
adalah : “Penggunaan trafo ESP yang terlalu maksimum
(24hours + Maximum Setting mA)”. Sehingga
diputuskan bahwa solusi dan langkah yang akan diambil
agar sistem ESP ini berjalan dengan optimal adalah :
Pembuatan program PLC di Simatic Manager Software
sebagai Auto SetPoint yang dapat meredam kinerja trafo
trafo electrode ESP pada saat emisi rendah di bawah
20% (80 mg/m3).
Dari hasil analisa yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pemakaian daya pada ESP dapat
dikendalikan secara automatis oleh program yang akan
di buat ke dalam PLC, hal ini dilakukan agar penggunaan
sistem ESP yang tidak perlu dapat diredam sampai batas
minimum penggunaan. Dalam tahapan penyelesaian
masalah ini dilakukan beberapa step dan langkah kerja
agar monitoring hasil perbaikan dapat diamati dengan
baik.
Berikut adalah penjelasan pembuatan logic auto
ESP pada software simatic manager Siemens S7-400 :
1. Interlock Auto Set ESP ini mengacu pada emisi
cerobong dan temp inlet ESP, jika emisi di
bawah 25% (<80 mg/m3) dan temperature inlet
ESP < 150 deg maka program auto ESP akan
berkerja (ON).
2. Saat program bekerja, setting ESP akan
otomatis turun perlahan setiap delay timer 20
menit.
3. Selama penunjukan emisi cerobong dan
temperature inlet ESP masih masih dalam batas
normal interlock, program akan terus
memberikan setting hingga batas minimus set
300mA pada tiap trafo ESP.
Gambar 3. Perbandingan Perubahan Program Autosetpoint
dengan Konsumsi Daya pada Trafo Utama
ESP Comparation
1200
700
200
-300
Normal
Adjust
Voltage
Prim_Curr
I_DC_limit
Sparkrate
I_DC
Dapat dilihat dari data screensot point trand pada
gambar 3 bahwa setiap penurunan auto setpoint yang
dilakukan (green line) oleh program dapat menurunkan
konsumsi daya (yellow line) pada trafo utama ESP.
Program akan melakukan penurunan setting secara
bertahap sesuai dengan waktu yang di berikan. Saat
interlock yang diberikan tidak tercapai (dalam hal ini
adalah pengukuran emisi cerobong dan temperatur inlet
ESP), maka setting akan kembali ke normal posisi
setpoint dan daya pada trafo utama juga kembali tinggi
agar emisi cerobong masih dalam batas normal sesuai
dengan standart dan ketentuan yang berlaku.
Gambar 2. Perbandingan ESP Running Normal dengan ESP
minimum Adjust
36
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Gambar 4. Hasil Point Trand Penggunaan Daya setelah Auto
ESP Berkerja
Dari data hasil point trand pada gambar 4 dapat
dilihat bahwa setelah penggunaan program auto setpoint
ESP ini berkerja dengan baik, pemakaian daya pada trafo
utama ESP sangat rendah hanya running di sekitar 160 –
180 kW yang sebelumnya running kontinyu di sekitar
550kW. Dan dapat dilihat bahwa selama 24 jam
pemakaian daya di trafo utama ESP, hampir sekitar 20
jam pemakaian daya yang maksimal dapat di redam ke
minimum pemakaian.
Hal ini dapat menambah optimasi kinerja ESP itu
sendiri, selain agar kinerja sub trafo tidak terlalu
maksimum pada saat emisi rendah juga menghasilkan
potensi benefit yang sangat tinggi karena pemakaian
daya yang maksimum dapat di redam hingga batas
minimum pemakaian sehingga sistem ESP ini dapat
berkerja dengan Optimal.
Beberapa benefit yang di dapatkan dengan
penggunaan AUTO ESP ini adalah:
• Trafo discharge lebih tahan dan handal, karena
penggunaannya hanya maksimal di saat emisi
tinggi atau saat dalam kondisi Raw Mill Stop. Trafo
yang stabil memiliki kualitas power yang baik saat
berkerja maksimal sehingga debu yang terhisap di
ESP lancar mengakibatkan emisi cerobong yang
rendah.
• Mencegah kerusakan pada sub trafo 140KV
seharga Rp. 450.000.000
• Mencegah seringnya penggantian isolator EP
seharga RP. 22.000.000
• Menghindari card elektronika rusak, kebocoran oli
dan kabel power getas yang sering terjadi pada tiap
ESP.
• Penghematan Power ESP hingga 400 KW/ jam,
yang jika di Rupiahkan :
HPP BTG Tonasa = Rp. 1070/ KWh
Rp/jam = HPP x Total Penghematan
= 1070 x 400
= Rp. 428.000/ jam
Jika sehari bisa berhemat sampai 20 jam, total
penghematan di dapat adalah:
= 20 x 428.000 = Rp. 8.560.000/ hari
= Rp. 256.800.000/ bulan
= Rp. 3.081.600.000/ tahun
978-602-18168-7-5
V. KESIMPULAN
Berdasarkan dari analisa permasalahan, pemilihan
solusi, hasil serta benefit yang telah didapatkan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penerapan program Automatic Setpoint ESP ini
telah berhasil membuat kinerja pada sistem ESP
sangat Optimal karena sistem ESP hanya berkerja
maksimal disaat yang dibutuhkan saja, saat kondisi
emisi rendah sistem ESP dapat meredam sampai
batas minimum penggunaan daya agar kondisi
peralatan ESP dapat terjaga dengan baik.
2. Pemilihan solusi menggunakan program pada PLC
sebagai alat untuk mengatasi berbagai masalah
yang terjadi pada sistem ESP dinilai sangat tepat,
karena tidak mengeluarkan biaya yang cukup besar
untuk pembuatannya namun menghasilkan optimasi
dan benefit yang sangat baik bagi sistem ESP
maupun perusahaan PT. Semen Tonasa.
3. PT. Semen Tonasa dapat melakukan penghematan
dan efisiensi penggunaan daya listrik pada sistem
ESP sendiri sebesar Rp. 8,56 jt per harinya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
PT. SEMEN TONASA atas segala fasilitas dan referensi
yang telah diberikan selama penulis melakukan
penyusunan skripsi.
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
REFERENSI
FLSMidth
Airtech,
(2007).
Electrostatic
Precipitator Reference Manual. PIACS BUS
Remote Facilities, via PIACS Gateway or PIACS
Manager For PIACS DC mk. 3 Ver. 2.
FLSMidth Airtech (2009). Electrostatic Precipitator
Operation Principle.
FLSMidth Airtech, (2010). ELECTROSTATIC
PRECIPITATOR for KILN / RAW MILL,
Documentation For Electrical Equipment, PT.
Semen Gresik (Pangkep), Tonasa V, Indonesia.
PNUP Makassar, (2016). Pedoman Penulisan
Proposal dan Skripsi Program Diploma Empat
(DIV) Bidang Rekayasa dan Tata Niaga Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
PT. Semen Tonasa, (2015), Panduan dan Peraturan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Industri,
Tonasa 2015.
SIEMENS AG (2003). Siemens Simatic S7
Information Training Automation and Drives,
Programing 1, COURSE ST-7PRO1, Ver. A 5.4
SIEMENS AG (2008). SITRAIN Training for
Automation and Industrial Solutions SIMATIC S7,
PRO Advance Training ST-7 PRO 2.
SIEMENS AG (2013). CPU-CPU Communication
With SIMATIC Controllers, Simatic S7, V2.1.
http://support.automation.siemens.com/WW/vie
w/de/78028908
37
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Studi Kelayakan Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada Gedung Hotel Harper
Makassar
Muh Rizal 11), Ahmad Rosyid Idris 22), Naely Muchtar 33)
123)
Jurusan Teknik Elektro PNUP
[email protected]
Abstrak
Pemanfaatan teknologi sel surya sebagai sumber energi listrik di Indonesia masih belum berkembang baik padahal
Indonesia terletak di garis khatilistiwa sehingga mendapat sinar matahari yang melimpah. Hal ini sangat disayangkan
mengingat tingkat kebutuhan listrik yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknis penggunaan
panel sel surya sebagai sumber energi listrik dan tingkat kelayakan untuk diimplementasikan di gedung hotel harper
makassar. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem PLTS grid
connected tanpa baterai. Hasil penelitian menunjukan perencanaan sistem PLTS di gedung hotel ini secara ekonomis
sangat menguntungkan berdasarkan analisis ekonomi Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), dan Discounted
Payback Period (DPP)
Keywords: PLTS, hotel harper, analisis kelayakan
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan energi yang ada saat ini, sebagian besar
terpenuhi oleh energi bahan bakar fosil seperti minyak
bumi, batubara dan gas alam. Namun persediaan energi
yang ada saat ini semakin berkurang. Jika tak segera
ditangani, kemungkinan tak terhindarkan lagi adanya
krisis energi. Untuk itu inovasi tentang energi alternatif,
terutama dari sumber daya yang tak terbatas, sangatlah
diperlukan seiring perkembangan teknologi, untuk
memenuhi kebutuhan energi masyarakat di masa yang
akan datang. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan
adalah inovasi mengenai teknologi sel surya.
Atap gedung adalah bagian paling atas dari sebuah
bangunan atau gedung, yang permukaannya datar dan
tidak ditutupi oleh langit-langit, sehingga terbuka. Atap
gedung biasanya dikelilingi oleh pagar pembatas,
seringnya berupa tembok/pagar besi. kawasan perkotaan
yang sebagian besar ruangnya dipenuhi dengan bangunanbangunan besar (pencakar langit), memiliki potensi besar
untuk dikembangkan pembangkit listrik tenaga surya.
Gedung Hotel Harper Perintis memiliki atap yang cukup
luas dan sebagian besarnya tidak terpakai. Hal ini akan
sangat baik apabila atap gedung tersebut dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik yang bersumber dari
cahaya matahari. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dibuat studi ekonomis PLTS dengan memanfaatkan atap
Gedung Hotel Harper Perintis sebagai lahan PLTS
tersebut.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Menurut Bahasa, kata fotovoltaik berasal dari bahasa
Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang
merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan
tegangan listrik. Secara sederhana dapat diartikan sebagai
listrik dari cahaya. Fotovoltaik (photovoltaic - PV)
merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi
sinar
matahari.
Prinsip
fotovoltaik
adalah
mengkonversikan energi foton dari sinar matahari menjadi
energi listrik. Konversi ini terjadi pada sel-sel fotovoltaik
yang berupa lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni
dan bahan semikondukator lainnya. Apabila bahan
tersebut mendapat energi foton maka elektron akan
terlepas dari ikatan atomnya menjadi elektron yang
bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan
listrik arus searah. Kumpulan sel-sel fotovoltaik yang
dihubungkan secara seri atau paralel atau gabungan seri
dan paralel membentuk suatu modul fotovoltaik.
B. Sistem PLTS
1. PLTS off-grid
PLTS off-grid merupakan sistem PLTS yang tidak
terhubung dengan jaringan. Sistem ini berdiri sendiri,
sering disebut dengan stand-alone sistem. Sistem ini
biasanya merupakan sistem dengan pola pemasangan
tersebar (distributed) dan dengan kapasitas pembangkitan
skala kecil. Untuk sistem ini biasanya dilengkapi sistem
penyimpanan (storage) tenaga listrik dengan media
penyimpanan baterai. Diharapkan baterai mampu
menjamin ketersediaan pasokan listrik untuk beban listrik
saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari.
Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua
yaitu, PLTS Off-grid domestic dan PLTS off-grid nondomestic.
2.
PLTS on-grid
Grid Connected PV Sistem atau PLTS terinter
koneksi merupakan solusi Green Energi bagi penduduk
perkotaan baik perumahan ataupun perkantoran. Sistem
ini menggunakan modul surya (photovoltaic module)
untuk menghasilkan listrik yang ramah lingkungan dan
bebas emisi. Dengan adanya sistem ini akan mengurangi
tagihan listrik rumah tangga, dan memberikan nilai
38
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
tambah pada pemiliknya. Sesuai namanya, grid connected
PV, maka sistem ini akan tetap berhubungan dengan
jaringan PLN dengan mengoptimalkan pemanfaatan
energi PV untuk menghasilkan energi listrik semaksimal
mungkin
(photovoltaic) dan backup power. Sedangkan secara
konstruksi maka baterai dibedakan menjadi tipe basah, gel
dan AGM (Absorbed Glass Mat). Baterai jenis AGM
biasanya juga dikenal dengan VRLA (Valve Regulated
Lead Acid). Baterai kering deep cycle juga dirancang
untuk menghasilkan tegangan yang stabil. Penurunan
kemampuannya tidak lebih dari 1-2% per bulan tanpa
perlu discharge
3.
PLTS hybrid
Sistem hybrid yaitu sistem yang melibatkan 2 atau
lebih sistem pembangkit listrik, umumnya sistem
pembangkit yang banyak digunakan untuk hybrid adalah
genset, PLTS, Mikrohidro, dan tenaga angin. Sehingga
sistem hybrid bisa berarti PLTS-Genset, PLTSMikrohidro, PLTS-Tenaga Angin, dan lainnya. Di
Indonesia hybrid sistem telah banyak digunakan, baik
PLTS Genset, PLTS Mikrohidro, maupun PLTS tenaga
angin-mikrohidro. Namun demikian hybrid PLTS-Genset
yang paling banyak dipakai. Umumnya digunakan pada
captive genset/isolated grid (stand alone genset, yakni
genset yang tidak diinterkoneksi).
C. Komponen PLTS
1. Modul Surya
Komponen utama dalam sistem PLTS adalah panel
surya yang merupakan rakitan dari beberapa sel surya. Sel
surya tersusun dari dua lapisan semi konduktor dengan
muatan berbeda. Lapisan atas sel surya itu bermuatan
negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif.
Sel-sel itu dipasang dengan posisi sejajar dan seri dalam
sebuah panel yang terbuat dari alumunium ataupun baja
anti karat yang dilindungi oleh kaca atau plastik.
Kemudian pada tiap-tiap sel diberi sambungan listrik
untuk dapat disambungkan dengan sel lain (Hanna, 2012)
D. Perhitungan Kapasitas Komponen PLTS
1. Menghitung Area Array (PV Area)
Area array (PV Area) diperhitungkan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
PV Area = EL / Gav x TCF x ηPV x ηout (m2)……….(1)
Ket:
EL
= Energi yang dibangkitkan (kWh/hari)
PV Area = Luas permukaan panel surya (m2)
Gav
= Intensitas Matahari harian (kW/m2/hari)
TCF
= Temperature coefficient faktor (%)
ηPV
= Efisiensi panel surya (%)
ηout
= Efisiensi keluaran (%) asumsi 0,9
2.
Menghitung Daya yang Dibangkitkan (watt peak)
Dari perhitungan area array, maka besar daya yang
dibangkitkan PLTS (wattpeak) dapat diperhitungkan
dengan rumus sebagai berikut:
Pwatt !!!! = PV Area x PSI x ηPV (watt)……………(2)
Ket:
PV Area
= Luas permukaan panel surya (m2)
PSI
= Peak Solar Insolation adalah 1.000 W/m2
ηPV
= Efisiensi panel surya (%)
Solar Charge Controller (SCC)
Solar charge controller adalah alat yang digunakan
untuk mengontrol proses pengisian muatan listrik dari
panel surya ke aki dan inverter. Terdapat setidaknya dua
jenis solar controller yaitu yang menggunakan teknologi
PWM (pulse width modulation) dan MPPT (maximum
power point tracking).
Selanjutnya berdasarkan besar daya yang akan
dibangkitkan (wattpeak), maka jumlah panel surya yang
diperlukan, diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah panel surya = Pwatt !!!! / PMPP (unit)…….(3)
Ket:
Pwatt = Daya yang dibangkitkan (WP)
PMPP
= Daya maksimum keluaran panel surya
(watt)
3.
3.
2.
Inverter
Inverter adalah suatu rangkaian elektronika daya yang
digunakan untuk mengkonversi atau mengubah tegangan
searah (DC) menjadi tegangan bolak-balik (AC). Inverter
merupakan kebalikan dari converter yang memiliki fungsi
mengubah tegangan bolak-balik( AC) menjadi tegangan
searah (DC). Saat ini terdapat beberapa tipologi inverter
,mulai dari inverter yang hanya menghasilkan tegangan
bolak-balik saja (push-pull inverter), sampai dengan
inverter yang mampu menghasilkan tegangan sinus murni
tanpa harmonisasi.
Selain itu inverter juga bisa
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan
fasanya, mulai dari satu fasa, tiga fasa, sampai dengan
multifasa.
4.
Baterai
Berdasarkan aplikasinya maka baterai dibedakan
untuk automotive, marine dan deep cycle. Deep cycle itu
meliputi baterai yang biasa digunakan untuk PV
Kapasitas Controller
Kapasitas Charge controller ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
Capacity SCC=( Demand watt x Safety Faktor )/(Sistem
Voltage ) (ampere)…………………………………..(4)
Dimana safety factor (faktor keamanan) ditentukan
sebesar 1,25
4.
Kapasitas Inverter
Kapasitas inverter ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
Cap.Inv = Demand watt x Safety Faktor (watt)……...(5)
III.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Gedung Hotel
Harper Perintis. Di tempat ini peneliti mengambil acuan
sebagai
sumber
data
penelitian.Penelitian
dan
39
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
pengumpulan data berlangsung selama 3 bulan yang
dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei
2017Dalam menganalisis pemakaian PLTS pada gedung
Hotel Harper Perintis, ada beberapa prosedur yang
dilakukan, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Mengenali struktur bangunan terlebih dahulu
Mengumpulkan data audit energi gedung
Menganalisis tingkat konsumsi energi pada gedung
Membuat dan menyajikan solusi untuk merancang
PLTS agar sesuai dengan tingkat konsumsi energi
gedung secara ekonomis.
5. Memberikan kesimpulan terhadap penelitian yang
telah dilakukan.
Gambar 1 Diagram Alir
Dalam skripsi ini metode analisis data yang digunakan
adalah analisis deskriptif dengan perhitungan berdasarkan
teori dan menggunakan software GUIDE Matlab. Dalam
tahap ini, peneliti melakukan proses perancangan model
keuangan dengan mendasarkan pada kebutuhan akan
laporan-laporan yang berguna untuk menjawab tingkat
kelayakan proyek ini. Setelah itu, peneliti melakukan
validasi untuk pengecekan kesesuaian hasil penggunaan
model keuangan sehingga pada akhirnya akan diperoleh
hasil yang menjawab tujuan penelitian
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sistem PLTS Hotel Harper
PLTS yang dikembangkan pada Hotel Harper ini
direncanakan mensuplai 6 % dari pemakaian energi pukul
08.00-17.00 WITA. Ini berarti bahwa sumber energi
listrik utama masih disuplai dari jaringan listrik PLN.
Maka sistem PLTS yang dikembangkan pada hotel Harper
adalah sistem PLTS grid-connected dengan jaringan PLN
tanpa baterai, yaitu PLTS yang terkoneksi dengan
jaringan PLN dan tidak menggunakan baterai lebih cocok
untuk diterapkan pada Hotel Harper.Penggabungan PLTS
dan jaringan PLN pada sisi konsumen yaitu setelah kWh
meter seperti gambar berikut:
Gambar 2 PLTS grid-connected tanpa baterai.
B. Analisis Teknis Pemasangan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya
1. Perhitungan Rencana Area Array dan Jumlah Panel
Surya
Mengetahui besarnya energi yang akan disuplai
mutlak diperlukan dalam mengkaji dan merencanakan
sebuah pembangkit listrik. Begitu pula dengan
pembangkit listrik tenaga surya. Adapun kapasitas PLTS
yang akan dibangkitkan adalah sebesar 6 % dari
pemakaian energi pukul 08.00-17.00 WITA, yang
berdasarkan hasil perhitungan rata-rata 1,537.037 kWh.
Maka energi yang akan disuplai oleh PLTS adalah:
EL = 6 % x Pemakaian energi listrik rata-rata
= 6 % x 1,537.037 kWh
= 92,22222 kWh
Nilai Gav yang digunakan dalam merancang PLTS
adalah nilai rata-rata Gav paling minimum. Hal ini
dirancang agar biarpun dalam nilai intensitas minimum
PLTS masih bisa melayani beban yang diinginkan. Panel
surya yang dipergunakan adalah panel surya jenis
monokristalin dengan kapasitas 300 Wp. Untuk nilai ηPV
adalah efisiensi panel surya yaitu sebesar 16,8%.
Sedangkan nilai η out adalah efisiensi komponenkomponen yang melengkapi sistem PLTS. Dalam kasus
ini, PLTS grid-connected tanpa baterai, komponen yang
melengkapi hanya inverter, maka η out adalah efisiensi
inverter yaitu sebesar 97%. Berikut adalah spesifikasi dari
panel surya.
Tabel 1. Spesifikasi panel surya monocrystalline
Spesifikasi
Max Power (Pmax)
Max Power Voltage (Vmp)
Max Power Current (Imp)
Open Circuit Voltage(Voc)
Short Circuit Current(Isc)
Nominal Operating Cell Temp
(NOCT)
Max Sistem Voltage
Max Series Puse
Weight
Demension
Efficiency
Keterangan
300W
36,2V
8,28A
43,4V
9,27A
45±20C
1000V
16A
20,65Kg
1956 x 992 x 40 mm
16,8%
Suhu standar panel surya dapat bekerja dengan baik
adalah 25oC. Sedangkan berdasarkan data temperatur ratarata paling maksimum mencapai 35oC. Maka kenaikan
temperatur dari 25oC menjadi 35oC adalah sebesar 10oC.
Jadi akan ada pengurangan daya yang dihasilkan oleh
panel surya sebesar:
Psaat Δt = 0,5% x Δt x Pmaks
40
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
= 0,5% x 10oC x 300 W
= 15 W
Maka daya yang dikeluarkan oleh panel surya pada suhu
lingkungan sekitar sebesar 35oC adalah sebesar:
Pmaks t’ = Pmaks - Psaat Δt
= 300 W – 15 W
= 285 W
Faktor Koreksi Temperatur (FKT) yaitu sebesar:
!"#$% !!
FKT =
!"#$%
!"# !
=
!"" !
= 0,95
Apabila nilai Gav, η PV, η out, dan nilai FKT
disubtitusikan pada rumus luas array, maka dapat
diperoleh:
!!
Luas Array =
=
!!" ! ! !" ! !"# ! ! !"#
!",!!!!!"#$
!,! ! !,!"# ! !,!" ! !,!"
= 156,76 m2 ≈ 157 m2
Dengan luas array sebesar 157 m2, secara teknis sangat
layak untuk diterapkan, karena luas atap bangunan hotel
Harper melebihi ukuran tersebut.
Setelah diketahui luas array sebesar 157 m2, PSI sebesar
1000 W/m2, efisiensi panel surya sebesar 0,168, maka
daya yang dibangkitkan oleh PLTS dapat diketahui yaitu
dengan perhitungan berikut:
PWatt peak = Luas array x PSI x η PV
= 157 m2 x 1000 W/m2 x 0,168
= 26376 Watt
Panel surya yang digunakan untuk PLTS yang
dikembangkan pada hotel Harper ini adalah panel surya
dengan kapasitas 300 Wp. Sehingga berdasarkan kapasitas
tersebut, maka jumlah panel surya yang diperlukan adalah
sebanyak:
Jumlah panel surya =
=
!!"## !"#$
!!"#$
!"#$" !"## !"#$
!"" !"# !"#$
= 87,92 ≈ 88 buah
Hotel Harper disuplai oleh jaringan PLN dengan daya
terpasang 865 kVA, 3 fasa. Sehingga suplai daya oleh
PLTS juga harus memenuhi keseimbangan setiap fasa.
Akan tetapi panel surya sebanyak 88 buah tidak seimbang
dibagi 3 fasa, maka panel surya ditambah menjadi 90
buah. Panel surya sebanyak 90 buah dibagi menjadi 3,
masing-masing 30 buah setiap fasa. Agar memperoleh
tegangan besar, maka panel surya harus dikombinasikan
secara seri dan parallel.
2.
Pemasangan Panel Surya
Salah satu hal yang pentig untuk diperhatikan dalam
pemasangan sel surya di satu tempat adalah orientasi arah
pemasangan rangkain panel surya. Letak geografis kota
Makassar ada di posisi kordinat 119o BT dan 5,8o LS,
yang berarti kota Makassar berada di bumi bagian selatan
(di bawah garis khatulistiwa). Hal ini berarti panel surya
yang ingin dipasangkan sebaiknya diarahkan condong ke
utara untuk mendapatkan pancaran sinar matahari lebih
mudah dan optimal. Mengacu pada jurnal dari Hasan
(2012), dengan judul perancangan pembangkit listrik
978-602-18168-7-5
tenaga surya di pulau saugi, posisi kemiringan instalasi
panel surya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Posisi kemiringan instalasi panel surya
Garis Lintang
Sudut Kemiringan
0 - 15°
15°
15 - 25°
25°
25 - 30°
30°
30 - 35°
40°
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
pemasangan panel surya pada kota Makassar, dalam hal
ini pemasangan panel surya pada hotel Harper dengan
sudut kemiringan 15o menghadap ke utara. Untuk
mendapatkan daya yang besar, maka panel surya harus
dikombinasikan secara seri dan parallel. Panel surya
sebanyak 30 buah pada masing-masing fasanya. Sepuluh
buah panel surya dihubungkan secara seri kemudian
dihubungkan secara parallel dengan masing-masing
sepuluh buah panel yang lainnya
VMPP = 362 V
I MPP = 24,84
Gambar 2 Rencana array PLTS setiap fasa
Tegangan maksimum dan arus maksimum yang
dihasilkan panel setiap fasanya yaitu:
VMPP = 10 x 36,2 V = 362 V
IMPP = 3 x 8,28 A = 24,84 A.
Sehingga daya maksimum yang dihasilkan panel surya
setiap fasanya adalah:
PMPP = VMPP x IMPP
= 362 V x 24,84 A
= 8.992,08 W.
3. Kapasitas Inverter
Yang terpenting dalam mengkaji PLTS adalah
menentukan dengan tepat spesifikasi dan kapasitas
inverter yang digunakan. Kapasitas inverter yang
direkomendasikan adalah dalam julat 95 % sampai dengan
110 % kapasitas modul surya yang akan dipasang. Maka
inverter yang dipilih adalah inverter dengan bentuk
gelombang true sine wave dengan kapasitas 10.000 W.
4.
Menghitung Energi Yang Dihasilkan PLTS
Hasil keluaran maksimum dari modul surya
ditentukan sesuai rating kapasitas modul surya yang
dipasang. Pada PLTS hotel Harper yang direncanakan,
kapasitas keseluruhan panel surya yang terpasang yaitu
sebesar 90 x 285 = 25.650 Wp. Energi yang dihasilkan
oleh modul surya berkaitan dengan data intensitas
matahari. Pada perencanaan PLTS hotel Harper, intensitas
yang digunakan adalah intensitas harian terendah sebesar
3,8 kWh/m2/hari. Energi yang dihasilkan PLTS selama 1
hari sebesar:
41
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Eout = Ei x Gav
= 25.650 Wp x 3,8 jam/hari
= 97.470 Wh ≈ 97,47 kWh/hari
Sehingga energi yang dihasilkan selama 1 tahun adalah
sebesar:
A kWh = 97,47 kWh x 365/tahun
= 35.576,55 kWh/tahun
C. Analisis Biaya Pembangkit Listrik Tenaga Surya
1. Biaya Investasi Awal Pembangkit Listrik Tenaga
Surya
Yang termasuk kedalam biaya investasi awal PLTS
pada hotel Harper Makassar adalah biaya komponen
PLTS, biaya rak panel, dan pemasangan instalasi PLTS.
Adapun komponen PLTS untuk sistem grid connected
dengan jaringan PLN tanpa menggunakan baterai terdiri
dari panel surya dan inverter.
2% dari total biaya investasi awal untuk komponen sistem
PLTS (Kaltschmitt dkk, 2001). Berdasarkan hal tersebut
maka untuk PLTS pada hotel Harper ini besar biaya
operasional dan pemiliharaan setiap tahun ditetapkan 1%
dari total investasi awal setiap komponen. Biaya
operasional dan pemiliharaan ini dianggap mencakup
baiaya pembersihan panel surya serta biaya pemiliharaan
dan pemeriksaan komponen sistem PLTS. Penetapan
angka 1% untuk biaya operasional dan pemiliharaan dari
sistem PLTS adalah dengan dasar bahwa Negara
Indonesia hanya mengalami 2 musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Sehingga, biaya
operasional dan pemiliharaan komponen sistem PLTS
tidak sebesar dengan biaya operasional dan pemiliharaan
untuk sistem PLTS di negara yang mengalami 4 musim.
Selain itu kota Makassar tidak pernah mengalami bencana
alam seperti daerah lain yang terpapar abu vulkanik
misalnya ditempat yang mempunyai gunung berapi.
Untuk itu, biaya operasional dan pemiliharaan (OP)
tahunan PLTS pada hotel Harper adalah diperhitungkan
sebagai berikut:
OP = 1% x IA
= 1% x Rp 731.000.000,00
= Rp 7.310.000,00 / tahun
3. Menghitung Biaya Energi PLTS
Biaya energi penting untuk diketahui sebagai
pertimbangan kelayakan suatu proyek PLTS. Biaya
penjualan dan pembelian listrik ini berlaku untuk sistem
PLTS hotel Harper. Karena sistem PLTS yang terintegrasi
dengan sistem kelistrikan dari PLN dan tidak cadangan
baterai maka ketika panel surya menghasilkan energi
listrik dan tidak ada pemakaian dari hotel, maka seluruh
energi listrik yang di hasilkan akan masuk ke dalam
sistem jaringan listrik PLN. Begitu juga sebaliknya ketika
tidak ada yang dihasilkan dari panel surya dan ada
pemakian listrik dari hotel, maka listrik yang dibutuhkan
itu diambil dari sistem jaringan listrik PLN. Oleh karena
itu ada perhitungan biaya tambahan untuk biaya penjualan
dan pembelian listrik dari dan kepada PLN dalam sistem
listrik ini. Menurut Peraturan Menteri ESDM nomor 12
tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi
terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, menyebutkan
bahwa biaya pembelian energi listrik dari sumber energi
terbarukan adalah Rp 2.677,00/ kWh untuk wilayah pulau
Sulawesi. Total daya yang dihasilkan pertahun adalah
35.576,55 kWh. Maka biaya pembelian energi listrik
pertahun yang dihasilkan PLTS adalah 35.576,55 kWh x
Rp 2.677,00 = Rp 95.238.425,00
Tabel 3. Biaya Investasi Awal PLTS
Nama
Harga
Total Harga
Jmh
Stn
Komponen
(Rp)
(Rp)
Panel surya
99
Bh
4,500,000
445500000
Inverter
Biaya
pengiriman
Biaya instalasi
dan setting
PLTS
Rak sel surya
Biaya
pengerjaan rak
Biaya
pengiriman
material
Total biaya
investasi
2.
3
Bh
60,000,000
180000000
1
kali
30,000,000
30000000
1
kali
15,000,000
15000000
99
Bh
500,000
49500000
1
kali
8,000,000
8000000
1
kali
3,000,000
3000000
731000000
Perhitungan Biaya Operasional Dan Pemiliharaan
Th
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Arus kas
bersih (Rp)
FD
731,000,000
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
87,928,425
1
0.9
0.81
0.73
0.66
0.59
0.53
0.48
0.43
0.39
0.19
0.17
0.15
0.14
0.12
0.11
0.1
0.09
0.08
0.07
PVNCF
(Rp)
79135582.5
71222024.3
64187750.3
58032760.5
51877770.8
46602065.3
42205644
37809222.8
34292085.8
16706400.8
14947832.3
13189263.8
12309979.5
10551411
9672126.75
8792842.5
7913558.25
7034274
6154989.75
Komutatif
PVNCF
(Rp)
731,000,000
79,135,583
150357606.8
214545357
272578117.5
324455888.3
371057953.5
413263597.5
451072820.3
485364906
648032492.3
662980324.5
676169588.3
688479567.8
699030978.8
708703105.5
717495948
725409506.3
732443780.3
738598770
Biaya operasional dan pemiliharaan setiap tahunnya
untuk sistem PLTS umumnya diperhitungkan sebesar 1-
D. Analisis Kelayakan Investasi PLTS pada Hotel
Harper Makassar
1. Aspek Ekonomis
Untuk melihat kelayakan dari investasi proyek
rancangan sistem PLTS, maka adalah penting melihat dari
nilai alur kas proyek. Setiap alur kas dibuat dengan
proyeksi perhitungan pendapatan dan biaya yang terjadi
selama 25 tahun (berdasarkan perkiraan umur komponen
sistem PLTS) dengan penggunaan tingkat diskonto 11%
Arus kas keluar yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
operasional dan pemeliharaan setiap tahunnya. Pada PLTS
42
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
hotel Harper Makassar, arus kas keluar untuk operasional
dan pemeliharaan yaitu sebesar Rp 7.310.000,00.
Sedangkan arus kas masuk PLTS diperhitungkan dengan
mengalikan kWh produksi selama setahun dengan biaya
energi per kWh. Kas masuk PLTS sebesar 35.576,55 kWh
x Rp 2.677,00 yaitu Rp 95.238.425,00. Berikut adalah
alur kas dari sistem PLTS grid connected tanpa baterai
yang direncanakan pada Hotel Harper Makassar.
a. Analisis Ekonomi dengan Metode Net Present Value
(NPV)
Analisis dengan metode NPV menyatakan bahwa
seluruh aliran kas bersih dinilai sekarang atas dasar factor
diskonto. Teknik ini menghitung selisih antara seluruh kas
bersih nilai sekarang dengan investasi awal.
Dengan total nilai sekarang arus kas bersih yang
merupakan hasil perkalian antara arus kas bersih dengan
factor diskonto adalah sebesar Rp 738.598.770,00 dan
biaya investasi awal sebesar Rp 731.000.000,00.
Perhitungan analisis kelayakan dengan metode ini yaitu:
NPV=Rp 738.598.770,00 -Rp 731.000.000,00
NPV=Rp 7.598.000,00
Dengan NPV bernilai positif (NPV > 0), maka PLTS
adalah layak untuk diterapkan.
b. Analisis Ekonomi dengan Metode Profitability Index
(PI)
Metode ini membandingkan antara total kas bersih
nilai sekarang dengan investasi awal. Total nilai sekarang
arus kas bersih yaitu sebesar Rp 738.598.770,00 dan biaya
investasi awal sebesar Rp 731.000.000,00. Maka besar
nilai Profitability Index diperhitungkan dengan persamaan
yaitu:
PI=(Rp 738.598.770,00)/(Rp 731.000.000,00.)
PI=1,3822
Perbandingan total seluruh kas bersih nilai sekarang
dengan investasi awal PLTS adalah sebesar 1,3822 (> 1),
maka PLTS layak untuk dilakukan.
c. Analisis Ekonomi dengan Metode Discounted
Payback Period (DPP)
Metode ini menganalisis lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui
penerimaan-penerimaan yang dihasilkan oleh proyek
(investasi). Berdasarkan tabel 8 diatas, maka nilai
Discounted Payback Period diperhitungkan dengan
persamaan 9 berikut:
DPP=Year before recovery+IA/(NPV Kumulatif)
DPP=23+(Rp 731.000.000,00.)/(Rp 738.598.770,00)
DPP=23+0,9
DPP=23,9
Jadi dalam jangka waktu 23 tahun 9 bulan, investasi awal
dari PLTS dapat tergantikan. Maka berdasarkan hal diatas
bahwa PLTS Hotel Harper juga layak untuk diterapkan
karena masa pengembalian modal investasi awal kurang
dari jangka waktu umur proyek yaitu selama 25 tahun.
untuk diletakkan pada bagian atap dengan kemiringan
250 menghadap ke utara
2. Dengan intesitas matahari rata-rata paling minimum
sebesar 3.8 kWh/m2/hari dan suhu rata-rata paling
maksimum sebesar 350C, PLTS mampu memproduksi
listrik hingga 97,47 kWh/hari atau sebesar angka
35.576,55 kWh/tahun. Hasil dari pengolahan alur
khas menyatakan bahwa secara metode Net Present
Value (NPV), metode profitability Index (PI) dan
metode Discounted Payback Period (DPP), dari ketiga
metode tersebut menyimpulkan PLTS pada hotel
Harper layak diterapkan.
V. KESIMPULAN
1. Rancangan teknis sistem PLTS adalah sistem PLTS
grid-connect tanpa baterai dengan menggunakan 90
buah panel surya monocristalin 300 Wp dan 3 buah
inverter single fasa 10.000 Watt.Panel surya dirancang
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
REFERENSI
Eriyanto. (2017). Evaluasi Pemanfaatan PLTS
Terpusat Siding Kabupaten Bengkayang. Jurnal
ELKHA Vol. 9, No 1, 35-37.
Hakim, M. F. (2017). Perancangan Rooftop Off Grid
Solar Panel Pada Rumah Tinggal Sebagai Alternatif
Sumber Energi Listrik. Jurnal Dinamika DotCom ,
Vol 8 No 1.
Hanna, P. (2012). Analisis Keekonomian Kompleks
Perumahan Berbasis Energi Sel Surya. Depok:
Program Sarjana Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Kaltschmitt, Martin, dkk. (2007). Renewble Energy:
Technology, Economic and Environment. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Konnery, T. (2011). Strategi Pencapaian
Pemanfaatan PLTS di Indonesia Sampai Tahun
2025. Jakarta: Fakultas Teknik, Program Magister
Teknik Elektro, Universitas Indonesia.
Nazif, H. (2015). Pemodelan Dan Simulasi PvInverter Terintegrasi Ke Grid Dengan Kontrol Arus
“Ramp Comparison Of Current Control”. Jurnal
Nasional Teknik Elektro, Vol 4 No 2.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia. Nomor 17 tahun 2013.
Holleman, Richard J, dkk. (2000). IEEE
Recommended Practice for Utility Interface of
Photovoltaic (PV) Systems. IEEE-SA Standards
Board.
Rusdi, M. (2016). Pedoman Penelitian Proposal dan
Skripsi Program Diploma Empat(D-4) Bidang
Rekayasa dan Tata Niaga. Makassar: Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
S.G., R. (2016). Perencanaan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya Di Atap Gedung Harry Hartanto
Universitas Trisakt. Seminar Nasional Cendekiawan,
1-11.
43
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Studi Perencanaan Jaringan Distribusi di Desa Karassing Kecamatan
Herlang Kabupaten Bulukumba
1
Kurniawati Naim1)
Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan dan menentukan komponen/material yang digunakan untuk perencanaan
jaringan distribusi di Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian
dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta berupa data dan informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian.
Hasil yang diperoleh ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan rumus yang digunakan dalam menetapkan kriteria
peralatan listrik yang digunakan, seperti rumus untuk menghitung besar arus dan jatuh tegangan pada distribusi tenaga
listrik sehingga dapat ditentukan luas penampang dan panjang penghantar untuk perencanaan jaringan distribusi tenaga
listrik berdasarkan nilai arus dan jatuh tegangan yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada JTM digunakan
kawat penghantar AAAC 3x35 mm². Pada JTR digunakan kabel LTVC dengan luas penampang 3x16 mm² dengan panjang
penghantar 191.444 meter.Pada peerencanaan ini digunakan tiang beton 13 m : 350 daN. Untuk keseluruhan digunakan 42
batang tiang. Dan besar daya yang terpasang sekarang adalah 94750 VA dan perkiraan daya yang akan terpasang 5 tahun
mendatang adalah 359650 VA untuk menyuplai desa tersebut.
Keywords: Desa Karassing, Perencanaan jaringan distribusi.
I. PENDAHULUAN
Desa Karassing adalah salah satu desa yang berada
di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba Provinsi
Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil wawancara bersama
aparat desa Karassing menyatakan bahwa jumlah
penduduk yang ada di Desa tersebut sekitar tujuh puluh
kepala keluarga. Desa ini memiliki potensi ekonomi
yang perlu dikembangkan, yakni pertanian dan hasil
hutan. Namun sebagian besar aktivitas sehari-hari
dilakukan secara tradisional. Hal ini disebabkan belum
terjangkaunya pelayanan listrik, utamanya yang
menyangkut penerangan listrik dan penggerak mesinmesin produksi.
Sebagian besar masyarakat didaerah tersebut belum
mendapatan pelayanan listrik yang sesuai. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pelayanan listrik sangatlah
dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup serta
membantu masyarakat dalam menerima berbagai
informasi melalui media elektronik, seperti televise dan
radio. Selain itu, energi listrik juga meningkatkan
efesiensi waktu dan tenaga.
Sehubungan dengan hal tersebut, diadakan
perencanaan khusus mengenai jaringan tenaga listrik di
daerah tersebut. Adapun judul dalam penulisan proyek
akhir ini adalah “Perencanaan Jaringan Distribusi di
Desa Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten
Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan”
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
merencanakan dan menentukan komponen/material yang
digunakan untuk perencanaan jaringan distribusi di Desa
Karassing Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba
Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan dengan
cara mengumpulkan fakta-fakta berupa data dan
informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian.
Hasil yang diperoleh ini digunakan sebagai acuan dalam
menentukan rumus yang digunakan dalam menetapkan
kriteria peralatan listrik yang digunakan, seperti rumus
untuk menghitung besar arus dan jatuh tegangan pada
distribusi tenaga listrik sehingga dapat ditentukan luas
penampang dan panjang penghantar untuk perencanaan
jaringan distribusi tenaga listrik berdasarkan nilai arus
dan jatuh tegangan yang diperoleh
II. KAJIAN LITERATUR
Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem
tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk
menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar
sampai ke konsumen[1]. Jaringan distribusi terbagi atas
jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi
sekunder.
A. Jaringan Distribusi Primer (Tegangan Menengah)
Jaringan tegangan menengah adalah jaringan yang
bertegangan 150 kV kemudian diturunkan menjadi 20
kV, atau levelnya berkisar antara 50 kV hingga 20 kV.
Tingkat tegangan saluran primer yang umum di
44
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Indonesia : 3kV, 6kV, 7kV, 12kV, 15kV dan 20kV.
Jaringan primer biasanya tiga fasa dan berlangsung dari
gardu induk sampai pada bebannya dimana kemudian
dilakukan percabangan pada sub-feeder tiga fasa, atau
dapat langsung dihubungkan dengan gardu induk.
B. Jaringan Distribusi Sekunder (Tegangan Rendah)
Dari tegangan 20kV tegangan diturunkan menjadi
220/380 Volt dan disebut dengan tegangan rendah.
Kontruksi saluran distribusi tegangan rendah umumnya
umunya menggunakan saluran udara.
Saluran sekunder berfungsi untuk menyalurkan daya
listrik dari gardu distribusi kerangkaian pemakai yang
dihubungkan dengan panel-panel pembagi beban.
Jaringan sekunder pada sistem distribusi tenaga listrik
adalah 220/380 Volt. [1]
Komponen jaringan distribusi yang dipakai dalam
perencanaan jaringan distribusi yang nantinya menjadi
salah satu kesatuan atau satu system. Komponen tersebut
yaitu
1. Tiang penyangga adalah tiang yang dipasang pada
saluran listrik. Jarak pendirian tiang (gawang) pada
JTM, maksimal 40 meter dalam kota dan maksimal
55 meter untuk diluar kota (perkampungan).
Sedangkan pada JTR jarak pendirian tiang (gawang)
tidak melebihi 50 meter. Pemakaian panjang tiang
pada JTM adalah 11 meter dengan kekuatan kerja
200 daN sampai 13 meter dengan kekuatan kerja 350
daN, sedangkan pada JTR adalah 9 meter dengan
kekuatan kerja 200 daN 350 daN 500 daN 800 daN.
2. Penghantar adalah komponen yang digunakan dalam
menghantarkan arus listrik. Kha (Kemampuan Hantar
Arus) merupakan kemampuan suatu penghantar
listrik dalam menghantarkan arus listrik, banyak
faktor yang mempengaruhi suatu KHA pada
penghantar, diantaranya suatu suhu pada penghantar
dan suhu pada lingkungan sekitar. Dalam distribusi
digunakan dua jenis penghantar, yaitu kawat
penghantar dan kabel penghantar.
Tabel 1 KHA Terus-menerus dari penghantar Campuran
Aluminium Paduan Telanjang (AAAC)[2]
Luas Penampang (mm²)
16
25
35
50 (7 kawat )
50 (19 kawat)
70
95
120
150
185
240
300
Sumber : PUIL 2000 :350
KHA Terus-menerus (A)
105
135
170
210
210
155
320
365
425
490
585
670
978-602-18168-7-5
3. Kawat penghantar adalah untuk menyambungkan
sumber tegangan dengan beban untuk jaringan
distribusi tegangan menengah, sehingga kerugian
tegangan jatuhnya kecil sekali. Dengan demikian
tegangan sumber ini bisa menghasilkan arus listrik
pada tahanan bahan.
4. Kabel adalah media penghantar untuk menyalurkan
arus listrik berupa bahan logam atau bahan lainnya.
Pada jaringan tegangan rendah menggunakan kabel
berinti tunggal dengan bentuk konduktor dipilin
bulat, instansi kabel sedemikian rupa sehingga
hantaran kabel membentuk kabel pilin dimana
beberapa kabel berinti tunggal saling dililitkan
sehingga saling membentuk suatu kelompok kabel
yang twisted dipasang pada tiang saluran distribusi
sekunder dengan peralatannya kira-kira 20 cm
dibawah puncak tiang dengan kabel netral sebagai
penyanggannya, sehingga dengan demikian beban
kabel twisted dipikul oleh kabel netral. [3]
Gardu distribusi merupakan salah satu komponen
dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk
menghubungkan jaringan daya listrik ke konsumen atau
untuk membagikan/mendistribusikan tenaga listrik pada
beban/konsumen baik konsumen tegangan menengah
maupun konsumen tegangan rendah. Macam-macam
gardu distribusi yaitu Gardu portal dan Gardu cantol.[4]
Alat pengaman atau pelindung adalah suatu alat
yang berfungsi melindungi atau mengamankan suatu
sistem penyaluran tenaga listrik dengan cara membatasi
tegangan lebih (over voltage) atau arus lebih (over
current) yang mengalir pada sistem tersebut, dan
mengalirkannya ketanah (ground). Alat pengaman pada
gardu distribusi sisi tegangan menengah terdapat
Ligthning Arrester dan Fuse Cut Out. Sedangkan pada
gardu distribusi sisi tegangan rendah terdapat No Fuse
Breaker dan Sekering.[2]
Isolator biasanya disebut bahan penyekat.
Penyekatan listrik terutama dimaksudkan agar arus
listrik tidak dapat mengalir jika pada bahan penyekat
tersebut diberi tegangan listrik. Adapun jenisnya sebagai
berikut:[2]
1. Isolator Tumpu (Pin-Isolator). Beban yang dipikul oleh
isolator berupa beban penghantar, jika penghantar
dipasang dibagian atas isolator (Top side) untuk
tarikan dengan sudut maksimal 2° dan beban tarik
ringan jika penghantar dipasang dibagian sisi (leher)
isolator untuk tarikan dengan sudut maksimal 18°.
Isolator dipasang tegak lurus diatas travers.
2. Isolator Tarik. Beban yang dipikul oleh isolator berupa
beban berat penghantar ditambah dengan beban akhir
pengencangan (tarikan) penghantar, seperti pada
konstruksi tiang awal/akhir, tiang sudut, tiang
percabangan dan tiang penegang. Isolator dipasang
dibagian sisi Travers atau searah dengan tarikan
penghantar. Penghantar diikat dengan Strain Clamp
dengan pengencangan mur-bautnya. Isolator jenis ini
pada sebagian kontruksi SUTM dijawa Barat dipakai
juga untuk tarikan lurus atau sudut kecil yang dipasang
menggantung dibawah travers dan sebagai pengikat
45
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
penghantarnya digunakan Suspension Clamp seperti
pada kontruksi SUTT.
Adapun Jenis Tiang yang dapat digunakan yaitu
1. Tupang tarik (Treck Schoor) dipasang pada sudut
tarikan 45° s/d 60° melawan arah tarikan konduktor.
2. Pemasangan tupang tekan (Druck Schoor) digunakan
untuk melawan arah tarikan untuk melawan arah
tarikan konduktor dengan menggunakan tiang untuk
menekan tiang utama.
Metode Perkiraan Beban
1. Analisis regresi adalah cara mempelajari perubahan
deret waktu suatu proses dari waktu yang lalu ke waktu
yang akan datang, yang dapat diketahui dari sekarang.
Adapun metode yang biasa digunakan yakni analisa
linier sederhana.
Y = a + bX
(1)
Y = Jumlah penduduk
X = Variabel waktu
a = Konstanta (titik potong grafik dengan sumbu Y)
b = konstanta (koefisien arah dari grafik)
dimana :
a=
b=
!!
!!
!
!!
!!
!!
!!
!!
!
!!
!
!!
!!
!!
!!
!!
(3)
(4)
m = massa penghantar (kg)
g = gravitasi (m/! ! )
!! !
!!
q=
!,!" ! ! ! ! ! !"# ᵠ
!! ! !
[!! ! ]
(6)
Perhitungan Arus Beban pada Transformator
Daya transformator distribusi bila ditinjau dari sisi
tegangan menengah dapat dirumuskan sebagai berikut:
Daya transformator 3 fasa
S = 3 × !!! × I
(7)
Daya transformator 1 fasa
S = !!" × I
(8)
!!! =
(5)
L = panjang total penghantar (m)
a = jarak gawang (m)
s = panjang andongan/ sag (m)
Jatuh tegangan merupakan besarnya tegangan yang
hilang pada suatu penghantar.Perhitungan jatuh tegangan
praktis pada batas-batas tertentu dengan hanya
menghitung
besarnya
tahanan
masih
dapat
dipertimbangkan, namun pada sistem jaringan
khususnya pada sistem tegangan menengah masalah
3 × !!"
(9)
Dengan demikian, untuk menghitung arus beban
transformator dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
Arus beban transformator 3 fasa
I=
Sag atau andongan adalah jarak antara garis lurus
horizontal dengan titik terendah penghantar. Berat
penghantar dihitung berdasarkan panjang penghantar
sebenarnya sebagai fungsi dari jarak andongan dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
L=a+
induktansi dan kapasitasnya diperhitungkan karena
nilainya cukup berarti.
Perhitungan praktis jatuh tegangan untuk kondisi tanpa
beban induktansi:
Definisi simbol dan satuan:
P = beban dalam (watt)
V = tegangan antara 2 saluran (volt)
Q = penampang saluran (!! ! )
ΔV = jatuh tegangan (volt)
Δu = jatuh tegangan (%)
L = Panjang saluran [meter sirkuit]
I = arus beban (A)
λ = konduktivitas bahan penghantar Cu= 56;
Aluminium= 32,7.
Sistem fasa tiga dengan cos ϕ
Bila diketahui besarnya arus I, ΔV [volt], maka:
(2)
Berat Pengahantar dan Gaya Berat Penghantar
Berat penghantar adalah massa penghantar tiap-tiap km
(kg/km)
Gaya berat penghantar = m × g
978-602-18168-7-5
!
! × !!!
(10)
Arus beban transformator 1 fasa
I=
!
(11)
!!"
S = Daya terpakai transformator (KVA)
!!! = Tegangan fasa – fasa (KV)
!!"! Tegangan fasa – netral (KV)
I = Arus beban (A)
III.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu perencanaan jaringan distribusi
yaitu bertempat di Desa Karassing Kecamatan Herlang
Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.
Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah
1. Studi Pustaka. Penulis melakukan studi pustaka dengan
cara mengumpulkan dan membaca literature yang
relevan dengan isi laporan ini.
2. Studi Lapangan (Observasi). Penulis meninjau
langsung ke lokasi untuk mengambil data penduduk,
46
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
data Kwh meter lima tahun terakhir dan mengamati
kelayakan perencanaan jaringan distribusi dengan
melihat dan potensi yang bisa dikembangkan serta
mata pencaharian pada daerah lokasi perencanaan.
3. Tanya jawab. Dalam mengumpulkan data penduduk
dan denah lokasi penulis melakukan tanya jawab
secara langsung dengan suvervisor PLN dalam
perencanaan jaringan distribusi didaerah tersebut.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriktif, yaitu metode yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan fakta-fakta apa adanya, berupa data dan
informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian.
Hasil yang diperoleh melalaui analisis deskriptif ini
digunakan sebagai acuan dalam menentukan rumus yang
digunakan dalam menetapkan kriteria peralatan listrik
yang digunakan, seperti rumus untuk menghitung besar
arus dan jatuh tegangan pada distribusi tenaga listrik
sehingga dapat ditentukan luas penampang dan panjang
penghantar untuk perencanaan jaringan distribusi tenaga
listrik berdasarkan nilai arus dan jatuh tegangan yang
diperoleh.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tahun 2017 di Desa Karassing Kecamatan
Herlang Kabupaten Bulukumba jumlah konsumen rata
rata 300 konsumen dan diperkirakan meningkat dari
tahun ke tahun sehingga perencanaan jaringan distribusi
di desa tersebut akan di rancang sesuai dengan kondisi
dan jumlah konsumen yang akan meningkat
kedepannya.
978-602-18168-7-5
Dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) nilai a dan
b didapatkan dan dimasukkan ke persamaan (1) sehingga
prediksi konsumen untuk tahun ke-6 (2017) diperoleh:
106 pelanggan
Dengan menggunakan metode perhitungan maka
diperoleh jumlah penduduk dan konsumen untuk 5 tahun
kedepan sesuai tabel 3 di bawah ini.
Tabel 4 Perkiraan Jumlah Penduduk dan Konsumen 5 Tahun
Mendatang
TAHUN
2017
2018
2019
2020
2021
PENDUDUK
374
387
407
442
522
KONSUMEN
106
115
135
171
248
Perkiraan Pemakaian Beban (daya) untuk
Pemasangan Sekarang
Data jumlah pelanggan di Desa
Karassing
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba sebanyak 90
unit rumah.
Adapun dayanya dapat dilihat pada gambar 1
dengan perhitungan sebagai berikut:
Daya (VA)
Total Daya
R
S
T
900 250 3500 900 250 900 250
159850 VA
90 13 3
41
6
28
6
Gambar 1 Diagram Daya Pemasangan Sekarang
Tabel 2 Jumlah Penduduk Pada Tahun 2012-2016
Tahun
2012
2013
2014
2015
2016
Σn = 5
X
1
2
3
4
5
Σx=
15
Y
347
350
354
365
368
ΣY=
1784
!!
1
4
9
16
25
ΣX2=55
XY
347
700
1062
1460
1840
XY=
5409
Dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) nilai a dan
b didapatkan dan dimasukkan ke persamaan (1) sehingga
prediksi penduduk untuk tahun ke-6 (2017) diperoleh:
343 jiwa
jumlah pada feeder 1
total daya yang terpakai adalah 159850 VA. Daya
terpasang (trafo) yang ada pada PLN di Indonesia
adalah 164,000 VA. Adapun transformator yang
dipasang untuk saat ini yaitu transformator
dengan daya 100 kVA.
Perkiraan Pemakaian Beban (Daya) untuk 5 Tahun
Mendatang
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui jumlah daya
yang akan digunakan dan dari perkiraan pemakain
beban, dapat diketahui transformator yang akan dipasang
untuk 5 tahun mendatang. Adapun dayanya dapat dilihat
pada gambar diagram dibawah ini:
Perkiraan Jumlah Pelanggan (Konsumen) 5 Tahun
Mendatang
Daya (VA)
Total Daya
R
Tabel 3 Jumlah Konsumen Pada Tahun 2012 – 2016
Tahun
2012
2013
2014
2015
2016
Σn = 5
X
1
2
3
4
5
Σx=
15
Konsumen (Y)
70
85
87
92
98
ΣY= 432
!!
1
4
9
26
25
ΣX2=
55
XY
347
700
1062
1460
1840
XY=
1359
S
T
900 250 3500 900 250 900 250
359650 VA
93 15 3
83
10
82
10
Gambar 2 Diagram Daya 5 Tahun Mendatang
Karena kapasitas trafo yang tersedia tidak ada yang
persis sama dengan yang dibutuhkan,maka digunakan
trafo yang mendekati yaitu trafo dengan kapasitas
414.000 VA.
47
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Arus Beban Transformator Distribusi
Dengan menggunakan persamaan 10, didapatkan Arus
primer Ip = 2,57 A dan Arus Sekunder Is = 135,30 A
Luas Penampang Penghantar
Untuk menentukan luas penampang penghantar harus
menyesuaikan nilai arus nominal penghantar twisted
pada tabel 1, maka luas penampang penghantar rata-rata
yang digunakan dengan arus nominal rata-rata 135.30 A
adalah 3x50 + 1x50!! !
Panjang Penghantar
Dengan menggunakan persamaan 5, didapatkan panjang
penghantar sebesar 2 km
Jatuh Tegangan (∆!)
Dengan menggunakan persamaan 6, didapatkan jatuh
tegangan pada sisi sekunder sebesar 0,45 volt atau
sebesar 1,18% dan jatuh tegangan pada sisi primer
sebesar 8,6 volt atau sebesar 0,43%
Sistem jaringan distribusi di desa Karassing
menggunakan sistem radial, hal ini disebabkan karena
pola radial sangat sederhana dan sesuai untuk
pedesaan.Selain itu, penyaluran tenaga listriknya
dihitung mulai dari FCO yang ada ke konsumen.
Tiang Penyangga
Untuk semua saluran digunakan tiang 11 M; 200 daN
(tiang besi) dan tiang 13 M; 350 daN (tiang beton).
Adapun jumlah tiang yang digunakan ialah 21 tiang
dengan panjang penghantar 1100 meter.Jarak antara
tiang ditetapkan 50 meter, tetapi disesuaikan dengan
kondisi setempat dapat diubah menjadi 52, 55, dan 60
meter. Panjang tiang yang ditanam untuk tiang 11 meter
adalah 1,83 meter dan untuk tiang 13 meter ditanam 2,16
meter.
Tupang Tarik
Medan yang berbentuk sudut 0º hingga 90º dimana
daya tarik kawat memberi gaya vertical berlawanan arah
dengan arah penarikan kawat.
Tupang Tekan
Tupang tekan digunakan pada sudut yang
dibentuk oleh saluran distribusi antara 180º sampai
dibawah 360º
Traverst
Traverst aspan, tempat pemasangan isolator aspan pada
tiang-tiang ujung dan Traverst tumpu, tempat
pemasangan isolator tumpu.
Isolator
Isolator Gantung dipakai pada tiang-tiang sudut dan
tiang- tiang akhir dan Isolator Pasak dipakai vertikal
dengan lengan tiang atau diujung untuk menyangga
penghantar.
978-602-18168-7-5
Penghantar
Penghantaryang digunakan untuk perancangan jaringan
tegangan rendah menggunakan penghantar berinti
Aluminium berisolasi XLPE atau PVC pada suhu
keliling 30º dengan luas penampang nominal 3x25 !! !
dan kuat hantar arusnya 103mm2. Pemasangan dan
penarikan kawat harus menggunakan rolling yang
terbuat dari aluminium atau kayu dan dilaksanakan
dengan hati-hati agar kawat tersebut tidak mengalami
kerusakan. Kawat tidak boleh ditarik sehingga
menggesek batu atau benda keras lainnya. Andongan
dari semua kawat penghantar yaitu AAAC, AAC,
LVTC harus diusahakan dengan teliti menurut daftar
yang diberikan dan disetujui oleh pimpinan proyek.
Arrester
Spesifikasi arrester yang digunakan adalah:
a) Nominal sistem voltage 20/11,5 KV
b) Maksimal sistem voltage 24/13,8 KV
c) Start point earthing low resister
d) Nominal discharge current 10 atau 5 KA
e) Max impulse spark over voltage 87 KV
f) Max wave from spark over voltage 100 KV
Bagi perlindungan kabel digunakan yang nominal
discharge current 10 KV dan yang melindungi
peralatan 5 KA.
Pemasangan Transformator Distribusi
Setelah mengetahui beban yang terpakai pada setiap
gardu distribusi, maka kita dapat menentukan kapasitas
trafo yang digunakan. Pada gardu distribusi 1 memiliki
daya sebesar 225.700 VA, dari total daya yang terpakai
ditambahkan 15% untuk sprare jika nantinya dilakukan
perluasan area. Jadi total daya yang diperlukan ialah:
259.585 VA, maka kapasitas transformator yang
digunakan adalah 250.000 VA.
Konstruksi bangunan rumah transformator harus
cukup luas agar trafo dapat bebas masuk dari setiap sisi
serta cukup tinggi agar dapat membuka transformator
tersebut.Jarak minimum berikut ini dari sisi dinding
dianggap memuaskan.
V. KESIMPULAN
1. Dari hasil perencanaan, pada JTM digunakan kawat
penghantar AAAC 3x35 mm². Pada JTR digunakan
kabel LTVC dengan luas penampang 3x16 mm²
dengan panjang penghantar 191.444 meter.Pada
peerencanaan ini digunakan tiang beton 13 m : 350
daN. Untuk keseluruhan digunakan 42 batang tiang.
Dan besar daya yang terpasang sekarang adalah
94750 VA dan perkiraan daya yang akan terpasang 5
tahun mendatang adalah 359650 VA untuk
menyuplai desa tersebut.
2. Dalam perencanaan jaringan di Desa Karasssing
dilakukan beberapa perhitungan seperti penentuan
pembagian grup beban, menghitung panjang
penghantar, dan menentukan komponen yang akan
digunakan didesa tersebut.
48
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada :
1. Oshin surista yang telah membantu dalam dalam
pengambilan data penelitian ini .
2. Ir, Tajuddin, M.T. atas masukan perbaikan terhadap
penelitian ini
3. Asriyadi, S.ST, M.Eng atas masukan metode dan
penulisan penelitian ini.
REFERENSI
[1] Kadir, Abdul. 2006. Distribusi dan Utilisasi Tenaga
Listrik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: UIPress.
[2] Badan Standar Nasional. 2011. Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2011. Jakarta: Yayasan PUIL
[3] SPLN 3. 2010. Standar Kontruksi Jaringan
Tegangan Rendah Tenaga Listrik. Jakarta Selatan:
Perusahaan Umum Listrik Negara
[4] Arismunandar, Artono & Kuwahara, Sususmu,
1973 : Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid
III : Gardu Induk, Cetakan Pertama, Tokyo:
Association For International Technical Promotion
& Jakarta: Pradnya Paramita.
49
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Prakiraan Kebutuhan Daya Listrik pada Kota Makassar dari Tahun
2018 Sampai dengan Tahun 2028
Nurul Zakinah
Jurusan Teknik Elektro/ Program Studi D4 Teknik Listrik
Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pertumbuhan pelanggan listrik di Kota Makassar dari tahun ke tahun semakin meningkat, tercatat pada tahun 2012
jumlah keseluruhan pelanggaan sebesar 554.001 pelanggan hingga pada tahun 2016 jumlah keseluruhan pelanggan di Kota
Makassar mencapai 704.100 pelanggan. Dengan melihat laju pertumbuhan pelanggan yang sagat pesat, penulis bermaksud
menghitung prakiraan kebutuhan daya listrik di Kota Makassar untuk beberapa tahun yang akan datang guna untuk
memprediksi tersedianya pasokan daya demi memenuhi kebutuhan beban listrik di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan cara memprakirakan kebutuhan daya listrik dan untuk menghitung besar daya yang dibutuhkan untuk
menyuplai kebutuhan beban Kota Makassar tiap tahun mulai dari tahun 2018 sampai tahun 2028 serta menghitung besar
pemakaian daya listrik tiap tahun mulai dari tahun 2018 sampai tahun 2028. Pengumpulan data menggunakan metode studi
literatur, wawancara dan observasi. Kemudian dilakukan uji statistik menggunakan aplikasi SPSS versi 24, karena data
bersifat linier dan memiliki dua variabel bebas maka analisis data dilakukan dengan cara perhitungan metode analisis
regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda menggunakan Microsoft Excel. Hasil prakiraan menggunakan
model regresi linier berganda untukmemperkirakan daya listrik yang dibutuhkan dan daya listrik terpakai di Kota
Makasaar mulai tahun 2018 sampai dengan 2028 berturut-turut sebesar 1.167.121.320 VA dan 203.769.838 kWh.
Keywords : Daya,Regresi Linier,Prakiraan
I. PENDAHULUAN
Perkembangan listrik di Indonesia utamanya di Kota
Makassar berlangsung sangat cepat, hal ini seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk hingga 1.658.503 jiwa
yang tercatat pada tahun 2016 sehingga terjadi permintaan
daya listrik yang semakin meningkat[1].
Masalah yang unik dalam sistem pembangkit tenaga
listrik adalah daya yang dibangkitkan harus selalu sama
dengan daya yang dikonsumsi oleh konsumen yang
menggunakan daya listrik dan dikatakan sebagai beban
sistem. Apabila daya yang dibangkitkan lebih kecil dari
pada beban sistem maka frekuensi tegangan akan turun,
sebaliknya apabila lebih besar maka frekuensi dan
tegangan akan naik. Mutu listrik yang baik apabila
frekuensi dan tegangan tidak terlalu jauh menyimpang dari
nilai nominal, untuk ini haruslah diusahakan agar daya
yang dibangkitkan selalu sama dengan beban listrik yang
digunakan.
Berdasarkan jumlah pelanggan listrik di Kota
Makassar pada tahun 2012 yang menggunakan jenis beban
sosial sebanyak 7.399 pelanggan, beban rumah tangga
sebanyak 526.154 pelanggan, beban bisnis sebanyak
28.947 pelanggan, beban industri sebanyak 686 pelanggan,
dan beban pemerintah sebanyak 3.749 pelanggan[5]. Pada
tahun 2013 mengalami peningkatan di semua jenis beban,
seperti pada jenis beban sosial sebanyak 7.762 pelanggan,
beban rumah tangga sebanyak 562.052 pelanggan, beban
bisnis sebanyak 31.861 pelanggan, beban industri
sebanyak 711 pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak
3.906 pelanggan[5]. Sedangkan pada tahun 2014 juga
mengalami peningkatan disemua jenis beban, seperti jenis
beban sosial sebanyak 8.125 pelanggan, beban rumah
tangga sebanyak 595.622 pelanggan,
beban bisnis
sebanyak 37.091 pelanggan, beban industri sebanyak 738
pelanggan, dan beban pemerintah sebanyak 4.011
pelanggan[5]. Di tahun 2015 juga mengalami peningkatan
disemua jenis beban, seperti jenis beban sosial sebanyak
8.517 pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 624.560
pelanggan, beban bisnis sebanyak 40.262 pelanggan,
beban industri sebanyak 758 pelanggan, dan beban
pemerintah sebanyak 4.137 pelanggan[5]. Dan di tahun
2016 pun juga mengalami peningkatan disemua jenis
beban, seperti jenis beban sosial sebanyak 9.094
pelanggan, beban rumah tangga sebanyak 657.977
pelanggan, beban bisnis sebanyak 425.53 pelanggan,
beban industri sebanyak 784 pelanggan, dan beban
pemerintah sebanyak 4.430 pelanggan[5].
Dengan melihat laju pertumbuhan pelanggan di Kota
Makassar yang sangat pesat, disusul dengan pembangunan
pemukiman dan pusat-pusat perdagangan maka penulis
bermaksud menghitung prakiraan kebutuhan daya di kota
makassar untuk beberapa tahun yang akan datang guna
untuk memprediksi tersedianya pasokan daya untuk
memenuhi kebutuhan beban listrik di Kota Makassar, oleh
50
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
karena
itu
diperlukan
mengantisipasi hal tersebut.
langkah-langkah
untuk
II. KAJIAN LITERATUR
2.1 Umum
Sistem tenaga listrik terbagi atas tiga komponen
utama yaitu bagian pembangkit, bagian transmisi dan
bagian distribusi.Di Kota Makassar terbagi atas dua area
yaitu Area Makassar Selatan dan Area Makassar Utara
yang sebelumnya merupakan satu kesatuan yaitu PT. PLN
(Persero) Area Makassar. Pemecahan area makassar ini
dimulai sejak bulan April 2016. Setidaknya ada sepuluh
rayon yang berada di bawah pengawasan PLN Area
Makassar saat sebelum pemecahan yakni rayon Makassar
Selatan, rayon Makassar Utara, rayon Makassar Barat,
rayon Makassar Timur, rayon Maros, rayon Kalibajeng,
rayon Takalar, rayon Sungguminasa, rayon Pangkep dan
rayon Malino. Setelah pemecahan sampai saat ini Area
Makassar Selatan mengawasi enam rayon yang terdiri dari
rayon
Panakukkang,
rayon
Mattoangin,
rayon
Sungguminasa, rayon Kalibajeng, rayonTakalar, dan rayon
Malino sedangkan Area Makassar Utara megawasi empat
rayon yaitu rayon Daya, rayon Maros, rayon Karebosi dan
rayon Pangkep[4].
2.2 Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan
tenaga listrik (energi listrik) dari gardu induk ke gardu
distribusi dan mendistribusikan tenaga listrik tersebut ke
beban. Jaringan distribusi primer yang bertegangan
menengah berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari
gardu induk ke transformator distribusi yang terhubung ke
beban industri[10].
2.2 Beban Listrik
Mutu Listrik yang baik adalah apabila frekuensi dan
tegangan tidak terlalu jauh menyimpang dari nilai
nominal, untuk itu haruslah diusahakan agar daya yang
dibangkitkan selalu sama dengan beban[7]. Untuk
mengetahui beban listrik perlu memperhatikan jenis beban
listrik, menurut daerah biasanya digolongkan dalam
beberapa golongan, yakni:
1. Berdasarkan lingkungan atau lokasi:
a. Beban pusat pertokoan
b. Beban perumahan
c. Beban perumahan luar kota
d. Beban pedesaan
2. Berdasarkan jenis pelanggan:
a. Beban umum
b. Beban industri
3. Berdasarkan jadwal pelayanan listrik:
a. Beban perumahan
b. Beban penerangan jalan
c. Beban perkantoran
d. Beban industri
4. Berdasarkan jenis kegiatan pelanggan:
a. Beban Perumahan / Rumah Tangga
b. Beban Industri
c. Beban bisnis / Perdagangan
d. Beban sosial
978-602-18168-7-5
2.3 Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan alat statistik yang banyak
digunakan dalam berbagai bidang.Analisis tersebut
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen.Ada tiga macam tipe
analisis regresi, tipe pertama adalah regresi linier
sederhana yang berfungsi untuk mengetahui hubungan
linier antara dua variabel, satu variabel dependen dan satu
variabel independen.Tipe kedua adalah regresi linier
berganda yang merupakan model regresi linier dengan satu
variabel dependen dan lebih dari satu variabel
independen.Tipe ketiga adalah regresi non linier yang
berasumsi bahwa hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen tidak linier pada parameter regresinya
[6].Adapun rumus analisis regresi linier sederhana yang
digunakan[6] :
! = ! + !"
(1)
Dimana:
Y
=
Variabel Response atau Variabel Akibat
(Dependent)
X
=
Variabel Predictor atau Variabel Faktor
Penyebab
(Independent)
a
=
konstanta
b
=
koefisien regresi (kemiringan); besaran
Response yang ditimbulkan oleh Predictor.
Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan
Rumus dibawah ini :
!=
b=
( !)!!( !)
!
!( !")!( !)( !)
!( ! ! )!( !)!
(2)
(3)
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut[6]:
Y = a + b1X1 + b2X2 ..+bnXn
(4)
Dimana :
a
= Variabel Terikat
X1
= Variabel bebas pertama
X2
= Variabel bebas pertama
Xn
= Variabel bebask ke .. n
a, b1 dan b2 = Konstanta
2.4 Uji Korelasi
Analisis korelasi adalah metode statistika yang
digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linear
antara dua variabel atau lebih.Korelasi dilambangkan
dengan r dengan ketentuan nilai r berkisar antara - 1≤ r ≤
1. Artinya, jika nilai korelasi mendekati 1 atau -1 berarti
hubungan antara 2 variabel semakin kuat, sebaliknya jika
nilai korelasi mendekati nol berarti hubungan antara 2
variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan
hubungan yang searah yang menunjukkan jika variabel x
naik maka variabel y juga akan naik dan nilai negatif
menunjukkan hubungan terbalik yang menunjukkan jika
variabel x naik maka variabel y akan turun[12].
Tabel 1. Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi[8]
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,8 - 1
sangat kuat
0,6-0,79
Kuat
0,4-0,59
cukup kuat
0,2-0,39
Lemah
0 - 0,19
sangat lemah
51
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
III.
978-602-18168-7-5
METODE PENELITIAN
IV.
Penelitian di mulai dengan mengumpulkan data
dengan cara melakukan studi literatur, wawancara dan
melakukan observasi langsung.Sedangkan teknik analisis
data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis
regresi. Secara singkat diagram alir kegiatan sebagai
berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sistem Kelistrikan di Kota Makassar
Secara umum sistem kelistrikan di Kota Makassar
terbagi atas dua area yaitu Area Makassar Selatan dan
Area Makassar Utara yang sebelumnya merupakan satu
kesatuan yaitu PT PLN (Persero) Area Makassar.
4.2 Daya Terpasang dan Daya Terpakai di Kota
Makassar
Daya terpasang adalah besarnya daya yang disepakati
oleh PLN dan Pelanggan dalam perjanjian jual beli tenaga
listrik yang menjadi dasar perhitungan biaya beban
sedangkan daya terpakai adalah besarnya daya yang telah
digunakan[3]. Berikut adalah jumlah data daya terpasang
dan daya terpakai yang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
MULAI
Studi Literatur
Pengumpulan Data :
1. Data penduduk dan jumlah rumah tangga
2. Data jumlah pelanggan rumah tangga,
komersial, publik dan industri
3. Data daya tersambung
4. Data daya tepakai
Menentukan Metode sesuai data yang diperoleh
Tidak
Menghitung kebutuhan daya
Apakah perhitungan sudah
sesuai dengan hasil suvei
YA
Hasil analisis penelitian
Kesimpulan
SELESAI
Tabel 2. Jumlah Daya Terpasang (VA) PLN Area Makassar Tahun 2012[5]
Bulan
Sosial
Rumah Tangga
Bisnis
Industri
Pemerintah
Januari
44221800
470501900
261875350
196799450
60430519
februari
44405450
463901550
266887250
197514650
61498819
maret
45501700
467690650
271425750
198976150
61859519
april
45770950
470489850
275655000
201249850
62826819
mei
47759350
473552200
280664100
203671050
62037569
juni
47104200
485338650
284396300
203979050
62307319
juli
47351300
481911100
286747800
205605950
62250769
agustus
50293600
483235900
288547700
216148450
62278969
september
50562250
486355900
289894400
216830650
62333919
oktober
50850400
491841450
291724000
216906150
61413719
nopember
51295100
494717200
279731900
217873250
62485319
desember
51443750
497469050
281380600
217700250
62571219
Tabel 3. Jumlah Daya Terpakai (kWh) PLN Area Makassar Tahun 2012[5]
Bulan
Sosial
Rumah
Tangga
Bisnis
Industri
Pemerintah
Januari
7271778
80829357
42666249
62078448
10965891
februari
5920790
72293041
39439269
50653727
9481303
maret
6428844
67634365
41551454
54999376
9706846
52
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Bulan
Sosial
Rumah
Tangga
Bisnis
Industri
Pemerintah
april
6340214
68026500
40235399
54934994
9866006
mei
6937417
71931251
43430950
67350171
9858825
juni
7180977
79996429
45224602
51914732
10019013
juli
7285126
82499128
45875960
47094388
10186564
agustus
6505800
71001868
44155295
57978855
9947439
september
6946896
82356412
46168286
59837028
10162471
oktober
7376136
93159671
47115168
59160096
10133296
nopember
7456746
74518814
41714782
72426156
9843243
desember
8657608
84375160
48181253
60145564
10364141
4.3 Jumlah Pelanggan di Kota Makassar
Perkembangan kebutuhan daya listrik dan pemakaian
daya listrik tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan
jumlah pelanggan. Dari data yang diperoleh menunjukkan
bahwa jumlah pelanggan
peningkatan, berikut data
pelanggan di Kota Makassar :
cenderung mengalami
perkembangan jumlah
Tabel 4. Jumlah Pelanggan Listrik PLN Area Makassar Tahun 2012[5]
Bulan
Sosial
Rumah Tangga
Bisnis
Industri
Pemerintah
Januari
7120
505551
27442
663
3638
Februari
7164
505209
27704
667
3650
Maret
7204
504831
28025
671
3662
April
7217
504780
28245
673
3691
Mei
7311
504929
28420
675
3675
Juni
7200
517392
28872
675
3683
Juli
7229
517096
29138
679
3686
Agustus
7271
513410
32839
681
3690
September
7380
516751
29570
686
3700
Oktober
7350
520873
29857
686
3721
Nopember
7377
523626
28757
688
3727
Desember
7399
526154
28947
686
3749
4.4 Pembahasan
4.4.1 Seleksi Model Peramalan Terbaik
Mengacu pada data aktual jumlah daya terpasang dan
daya terpakai untuk pelanggan sosial, rumah tangga,
bisnis, industri dan pemerintah di Kota Makassar mulai
tahun 2012-2016 maka dengan demikian dapat dicari
model peramalan terbaik yang akan digunakan dalam
mengestimasi jumlah daya listrik terpasang dan terpakai
tahun 2018-2028. Sebelum menentukan metode
peramalan, perlu adanya uji statistik dalam hal ini analisis
regresi guna mengetahui adanya hubungan antara jumlah
daya listrik yang akan datang dengan jumlah daya listrik
masa sebelumnya.
4.4.2 Prakiraan Jumlah Pelanggan tahun 2018-2028
Sebelum melakukan perhitungan terlebih dahulu
membuat tabel bantu dari data tabel daya
terpasang.Berikut adalah tabel variabel bebas untuk
menghitung prakiraan kebutuhan daya listrik di masa yang
akan datang dimana X1 adalah periode (bulan) dan X2
adalah jumlah pelanggan yang telah diprediksi
sebelumnya menggunakan metode regresi linier sederhana
53
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Tabel 5. Variabel bebas untuk prakiraan kebutuhan daya listrik tahun 2018-2028
Tahun
X1
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
2018
2019
2020
2021
X2
692360
695048
697736
700425
703113
705801
708489
711177
713865
716553
719241
721929
724617
727305
729993
732681
735369
738057
740745
743434
746122
748810
751498
754186
756874
759562
762250
764938
767626
770314
773002
775690
778378
781066
783754
786442
789131
791819
794507
797195
799883
802571
805259
807947
810635
Tahun
2022
2023
2024
2025
X1
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
X2
813323
816011
818699
821387
824075
826763
829451
832139
834828
837516
840204
842892
845580
848268
850956
853644
856332
859020
861708
864396
867084
869772
872460
875148
877837
880525
883213
885901
888589
891277
893965
896653
899341
902029
904717
907405
910093
912781
915469
918157
920845
923534
926222
928910
931598
Tahun
2026
2027
2028
X1
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
X2
934286
936974
939662
942350
945038
947726
950414
953102
955790
958478
961166
963854
966543
969231
971919
974607
977295
979983
982671
985359
988047
990735
993423
996111
998799
1001487
1004175
1006863
1009551
1012240
1014928
1017616
1020304
1022992
1025680
1028368
1031056
1033744
1036432
1039120
1041808
1044496
5784808067832320
= 1251
4623252952685
b!
Menghitung nilai a dengan rumus :
8151954384936720000000 − 8151428578860460000000
! = ! − !! !! − !! !!
(7)
=
2344439292958710 − 2339816040006020
! = 564089408 − 113731 31 − 1251 578118
525806076255273000
! = −162744627
b! =
= 113731
4623252952685
Dengan menggunakan persamaan di atas,
Menghitung nilai b2 dengan rumus :
penulis
dapat
memprakirakan kebutuhan daya listrik di
!!! ( !! !)! ( !! !! )( !! !)
b! =
(6)
Kota
Makassar
10 tahun kedepan dengan memasukkan
!!!
!!! ! ( !! !! )!
nilai Tabel 5 ke dalam persamaan.
b!
3032457491916890000 − 3026672683849050000 Untuk bulan desember tahun 2025 :
! = −162744627 + 113731 168 + 1251(947726)
=
2344439292958710 − 2339816040006020
b! ==
!!!
!!!
!! ! ! ( !! !! )( !! !)
!!! ! ( !! !! )!
(5)
b! =
54
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
! =1041967520 VA
Untuk bulan desember tahun 2028 :
! = −162744627 + 113731 204 + 1251(1044496)
! = 1167121320 VA
Jadi jumlah daya terpasang pada bulan
desember tahun 2025 dan 2028 berturut-turut adalah
1041967520 VA dan 1167121320 VA. Berikut adalah
tabel hasil prakiraan daya terpasang di kota makassar :
Tabel 6. Hasil prakiraan daya terpasang di kota
makassar tahun 2018-2028
Tahun
Daya (VA)
2018
749941988
2019
791659921
2020
833377855
2021
875095788
2022
916813721
2023
958531654
2024
1000249587
2025
1041967520
2026
1083685453
2027
1125403387
2028
1167121320
Dengan menggunakan metode yang sama seperti di
atas, maka penulis juga dapat menghitung estimasi
pemakaian daya listrik di Kota Makassar 10 tahun yang
akan datang.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa untuk memprakirakan
kebutuhan daya listrik pada Kota Makassar mulai tahun
2018 sampai dengan tahun 2028, dilakukan uji statistik
dalam hal ini uji korelasi dan uji regresi. Setelah
melakukan uji statistik dimana tingkat hubungan antar
variabel sangat kuat dan data bersifat linier maka dapat
ditentukan metode regresi linier dapat digunakan untuk
menghitung estimasi prakiraan kebutuhan daya listrik di
Kota Makassar dan karena data yang digunakan
memiliki dua variabel bebas dan satu variabel terikat
maka metode analisis regresi berganda menjadi metode
yang paling tepat.
1.
2.
3.
978-602-18168-7-5
4.
Kelas A14 yang senantiasa membantu dan
menemani dari awal hingga akhir studi penulis di
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
REFERENSI
[1] BAPPEDA Kota Makassar. 2018. RPJPD Kota
Makassar. Makassar
I.R, Rulin Susanto P. 2015.
Perencanaan Penyediaan Daya Pada Perumahan
Royal Spring Di Gowa. Makassar : Jurusan Teknik
Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang.
PT.PLN (Persero).Kementrian BUMN. Istilah
Kelistrikan.(online),
(http://www.bumn.go.id/pln/halaman/123, diakses
5 Agustus 2018)
PT.PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar Area
Makassar
Selatan.
2018.
(online),
(https://www.scribd.com/doc/223002051/ProfilPerusahaan-PT-PLN-Persero-Area-Makassar,
diakses tanggal 30 Juli 2018)
PT.PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar Area
Makassar Selatan. 2018. Laporan Penjualan
Tenaga Listrik Versi Pusat Total.Makassar
Siregar,
Syofian.2013.
Metode
Penelitian
Kuantitatif dilengkapi dengan Perbandingan
Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta.: Kencana
Prenadamedia Grup.
Sriwati. 2013. Prakiraan Kebutuhan Daya Listrik
di Kabupaten Maros Tahun 2010 sampai 2020:
ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013.
Sudjana. 1980. Metode Statistika. Bandung:
Erlangga.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suswanto,Daman. 2009. Sistem Distribusi Tenaga
Listrik. Padang : Universitas Negeri Padang
Wahyudi, Muh. Iqra dan Rustan Wesi.2013.
Prediksi Kebutuhan Daya Listrik Pada Kabupaten
Soppeng Sampai Tahun 2025. Tugas Akhir.
Makassar : Jurusan Teknik Elektro Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi
ke-3. Jakarta: Gramedia
[2] Nehemia,
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
UCAPAN TERIMA KASIH
Teristimewa kepada kedua orang tua dan seluruh
keluarga tercinta atas segala doa dan bantuan baik
moril maupun materil.
Bapak Bakhtiar, S.T., M.T. selaku pembimbing I
dan Bapak Marwan, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D. selaku
pembimbing II yang telah meluangkan waktu guna
membimbing dan mengarahkan kami sampai
Tugas Akhir ini selesai.
Manager
PT
PLN
(Persero)
Wilayah
SULSELRABAR Area Makassar Selatan.
55
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Perancangan Simulasi Pembangkit Listrik Energi Terbarukan Sebagai
Energi Alternatif
Pauzan Asri1),Ahmad Rosyid Idris2),Kurniawati Naim3)
1,2,3)
Jurusan Teknik Elektro PNUP
[email protected]
Abstrak
Angin dan cahaya matahari merupakan sumber daya alam yang melimpah dan dapat diubah menjadi energi listrik.
Akan tetapi masalah yang dihadapai apabila ingin mengkonversi energi ini adalah ketidak stabilan energi yang dihasilkan
tergantung dari intensitas cahaya matahari dan energi angin. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibuatlah suatu
sistem hibrida yang menggabungkan pembangkit dari sumber yang berbeda. Sehingga nantinya diharapkan energi yang
dihasilkan dapat saling melengkapi apabila salah satu tegangan tidak dapat bekerja karena keterbatasan sumber energinya.
Dalam penelitian ini pembangkit yang diaplikasikan adalah pembangkit surya dan pembangkit angin. Penggabungan
pembangkit ini menggunakan sebuah konverter dimana tegangan DC dari panel surya akan di ubah menjadi tegangan AC 3
phasa, sehingga nantinya tegangan yang dihasilkan akan masuk ke trafo untuk distep up 20 Kv sehingga dapat masuk ke
jaringan distribusi. Untuk lebih memudahkan dalam design pembangkit hibrida ini peneliti menggunakan software
simulink matlab untuk memodelkan panel surya dan pembangkit energi angin serta konverternya. Dari pengujian yang
telah dilakukan terdapat harmonisa yang disebabkan oleh konverter, hal ini dikarenakan proses switching dari IGBT yang
berimbas pada munculnya noise dan rugi-rugi daya.
Keywords: simulasi, panel sel surya, energi angin, konverter,hybrid, Simulink Matlab, grid 20 kVA
I. PENDAHULUAN
Energi listrik merupakan energi yang sangat vital
bagi kehidupan dan aktifitas manusia sehari-hari baik yang
digunakan dalam skala rumah tangga maupun
perindustrian. Sebagian besar kebutuhan energi listrik ini
masih dipenuhi dari pembangkit yang menggunakan
sumber energi dari bahan fosil. Sedangkan bahan bakar
fosil bila digunakan akan semakin menipis dan habis. Oleh
sebab itu salah satu solusi dalam mengatasi krisis energi
ini adalah menggunakan sumber daya energi baru
terbarukan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, teknik hybrid
banyak digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis
pembangkit listrik, seperti pembangkit energi angin, surya
dan diesel, pembangkit energi angin dan surya,
pembangkit energi angin dan diesel. Dalam teknik hybrid
ini diperlukan sebuah pengendali yang digunakan untuk
mengoptimalkan pemakaian energi dari masing masing
sumber, disesuaikan dengan beban dan ketersediaan energi
dari sumber energi yang digunakan.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Sel Surya
Sel surya adalah suatu elemen aktif yang mengubah
cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya pada
umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm, yang
terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub
positif dan kutub negatif. Prinsip dasar pembuatan sel
surya adalah memanfaatkan efek fotovoltaik, yaitu suatu
efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari
menjadi energi listrik. Prinsip ini pertama kali
diketemukan oleh Bacquere, seorang ahli fisika
berkebangsaan Perancis tahun 1839. Apabila sebuah
logam dikenai suatu cahaya dalam bentuk foton dengan
frekuensi tertentu, maka energi kinetik dari foton akan
menembak ke atom-atom logam tersebut. Atom logam
yang iradiasi akan melepaskan elektron-elektronnya.
Elektron-elektron bebas inilah yang mengalirkan arus
dengan jumlah tertentu. Sel surya adalah semikonduktor
dimana radiasi surya langsung diubah menjadi energi
listrik. Material yang sering digunakan untuk membuat sel
surya adalah silikon kristal. Pada saat ini silikon
merupakan bahan yang banyak digunakan untuk
pembuatan sel surya. Agar dapat digunakan sebagai bahan
sel surya, silikon dimurnikan hingga satu tingkat yang
tinggi.
1. Cara Kerja Sel Surya
Modul photovoltaic atau solar cell adalah suatu alat
semikonduktor yang mengkonversi foton (cahaya) menjadi
listrik. Konversi ini disebut efek photovoltaic, dengan kata
lain efek photovoltaic adalah fenomena dimana suatu sel
photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan
mengubahnya menjadi energi listrik. Efek photovoltaic
didefiniskan sebagai suatu fenomena munculnya voltase
listrik akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan
dengan sistem padatan atau cairan saat diexpose dibawah
energi cahaya.
56
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat
adanya perpindahan elektron bebas di dalam suatu atom.
Sel surya pada umumnya menggunakan
material
semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material
semikonduktor adalah suatu padatan berupa logam, yang
konduktifitas elektriknya ditentukan oleh elektron
valensinya. Material semikonduktor konduktifitasnya akan
meningkat secara signifikan. Saat foton dari sumber
cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari atom
semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang
cukup besar untuk memisahkan elektron tersebut terlepas
dari struktur atomnya. Elektron yang terlepas tersebut
bermuatan negatif menjadi bebas bergerak di dalam
bidang kristal dan berada pada daerah pita konduksi dari
material
semikonduktor.
hilangnya
elektron
mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan pada
struktur kristal yang disebut dengan “hole” dengan
muatan positif.
Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan
bersifat negatif bertindak sebagai donor elektron. Daerah
ini disebut negative type (n-type). Sedangkan daerah
semikonduktor dengan hole, bersifat positif dan bertindak
sebagai penerima (acceptor) elektron. Daerah ini disebut
dengan positive type (p-type). Ikatan dari kedua sisi positif
dan negatif menghasilkan energi listrik internal yang akan
mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke
arah berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi sisi
negatif, sedangkan hole bergerak menjauhi sisi positif.
Ketika p-n junction ini dihubungkan dengan sebuah beban
(lampu) maka akan tercipta sebuah arus listrik.
2.
Karakterstik Sel Surya
Daya yang dihasilkan dari sel surya adalah tegangan
(V) operasi dikalikan dengan arus (I) operasi. Tegangan
dan arus keluaran yang dihasilkan ketika sel surya
memperoleh penyinaran merupakan karakteristik yang
disajikan dalam kurva I-V pada gambar 7. Kurva ini
menunjukkan bahwa pada saat arus dan tegangan berada
pada titik kerja maksimal (Maximum Power Point) maka
akan menghasilkan daya keluaran maksimum (PMMP).
Tegangan di Maximum Power Point (MPP) VMPP, lebih
kecil dari tegangan open circuit (VOC) dan arus saat MPP
IMPP, adalah lebih rendah dari arus short circuit (ISC).
Gambar 1. Kurva karakteristik sel surya
3.
Efisiensi sel surya
Efisiensi Sel Surya dipengaruhi oleh beberapa hal,
anatara lain tegangan open circuit (VOC), arus short circuit
(ISC) dan Fill Factor (FF).
978-602-18168-7-5
!=
Voc. Isc. FF
Pin
Keterangan :
η : efisiensi sel surya
VOC : open circuit voltage (volt)
ISF : source circuit current (ampere)
FF : Fill Factor
4.
Model Matematika Panel Surya
Rangkaian sel surya dapat direpresentasikan sebagai
sumber arus yang terhubung pararel dengan sebuah dioda
dan tahanan (RSH) dan terhubung seri dengan tahanan (RS).
Dengan rangkaian ini maka didapat model matematis dari
sel surya yang nantinya dikembangkan untuk pemodelan
sel surya.
Gambar 2. Rangkain sel surya
Persamaan rangkaian di atas adalah :
!!" + !!"
! = !! − !! !"#
!! ∙ ! ∙ ! ∙ !
!
−1
!! = !!"# + !! !!" − !!" ∗ ! 1000
! ∙ !!"
!!" = !!"# !"#
−1
!! ∙ ! ∙ ! ∙ !
!! = I!"#
!
!!
!
!"#
! ∙ !!! 1 1
− −1
! ∙ ! !! !
Keterangan :
I : arus keluaran sel surya (ampere)
IL : arus yang dibangkitkan oleh sel surya (ampere)
I0 : arus balik saturasi (ampere)
Voc : tegangan hubung terbuka (volt)
Irs : arus saturasi balik pada diode (A)
Ns : jumlah sel surya yang dihubung seri
A : faktor ideal polysilikon
k : konstanta Boltzman (1,3806 x 10−19 J. K −19 )
Tak : temperatur kerja modul surya (°C)
q : muatan listrik sebuah elektron (1,602 x 10−19 C)
Iscr : arus hubung tertutup referensi (ampere)
Ki : koefisien temperatur (0,006)
Trk : temperatur referensi modul surya (°K)
λ : radiasi matahari
Eg : gap energi (ev)
B. Pembangkit Energi Angin
Salah satu sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan dan dapat menghasilkan energi yang cukup
besar adalah Pembangkit Listik Tenaga Angin karena
57
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
memanfaatkan energi angin yang rendah emisi karbon.
Pembangkit Listrik Tenaga Angin adalah suatu teknologi
pembangkit listrik yang mengubah potensi energi angin
menjadi energi listrik.
1.
Prinsip Kerja Pembangkit Energi Angin
Prinsip kerja dari pembangkit ini adalah mengubah
energi angin menjadi energi mekanik. Selanjutnya, energi
mekanik diubah menjadi energi listrik dengan
menggunakan generator.
Saat angin melewati blade yang mengakibatkan turbin
angin berputar dengan kecepatan tertentu maka munculah
energi mekanik (daya poros). Karena putaran turbin tidak
teralu cepat (low speed) yang disebabkan besarnya ukuran
turbin, maka poros turbin dihubungkan dengan roda gigi
(gearbox). roda gigi mengubah laju putar menjadi lebih
cepat (high speed), konsekuensinya momen gaya menjadi
lebih kecil. Selanjutnya, putaran poros turbin
menggerakkan rotor generator. Rotor berputar di medan
magnet menimbulkan gaya gerak listrik dari generator.
Energi listrik dari pembangkit dapat langsung dikonsumsi
oleh beban atau ditransmisikan ke jaringan listrik utama
(grid) dan didistribusikan ke pelanggan.
Ekstraksi energi angin oleh turbin ditentukan oleh
koefisien Cp (maksimum 59%, 35% untuk desain bagus),
efisiensi transmisi roda gigi dan bearings (Nb, bisa
mencapai 95%, dan efisiensi generator (Ng , ~80%),
Sehingga, efisiensi total dari Pembangkit Listrik Tenaga
Angin dipengaruhi oleh Cp, Nb dan Ng .
2. Model matematika turbin angin.
Daya turbin angin dapat dinyatakan pada kondisi ideal
dan secara riil. Persamaan matematik turbin angin ideal
turbin didasarkan pada hukum bernoulli. Untuk
aplikasinya, daya turbin dinyatakan dengan persamaan.
Untuk menjelaskan daya turbin angin secara ideal dan riil
sebagai berikut.
a) Daya turbin angina ideal
Berikut ilustrasi angin yang mengalir pada turbin.
978-602-18168-7-5
Idealnya, daya output turbin angin dipengaruhi oleh
V1 dan A2. Sehingga persamaan menjadi
!
!!,!"#$% = !!
Dimana nilai dari
!"
!
!!! = !!
!"
!
!" !
!!!
= 0,593 disebut Betz Coefficient.
Keterangan :
V1 : kecepatan angin pada titik 1 (m/s)
V2 : kecepatan angin pada titik 2 (m/s)
V3 : kecepatan angin pada titik 3 (m/s)
V4 : kecepatan angin pada titik 4 (m/s)
A1 : luas penampang pada titik 1 (m2)
A2 : luas penampang pada titik 2 (m2)
A3 : luas penampang pada titik 3 (m2)
A4 : luas penampang pada titik 4 (m2)
b) Daya turbin angina secara real
Untuk implementasinya, daya output turbin angin atau
Pm dinyatakan dengan persamaan berikut
!
!"! !
!
!! !!!"! !
!! = !!
!! =
!!
Secara umum, nilai Cp sebagai fungsi tip speed ratio
(λ) dan sudut pitch blade (β). Nilai CP dan tip speed ratio
(λ). Dapat dinyatakan dengan
!! = ! ∙ ! = !!
!!
!!
− !! ! − !! !
!!!
!!
+ !! !
1
1
0,035
=
−
!! ! + 0,08! ! ! + 1
!! !
!=
!
Sehingga daya turbin dan torsi adalah
!! =
!! =
!
!"! ! ! !
!
!!
!!
!!
!!
!!
!!
− !! ! − !! !
− !! ! − !! !
!!!
!!
!!!
!!
+ !! !!!!
+ !!
!! !
!
!
!"! !
!
!!
2!
!! = ! = !
!"# !
60
!∙!
!=
!"# !
30
Besarnya koefisien !1 sampai !6
C1 = 0,5176
C4 = 5
Gambar 3. Ilustrasi angina pada turbin
Dari gambar di atas di dapatkan persamaan.
C2 = 116
C3 = 0,4
Keterangan :
!
!! = !! = !!!
!
!! = !!!
!
!! = !! = !!!
C5 = 21
C6 = 0,0068
Cp : power coefficient
V : kecepatan angin (m/s)
Tr : torsi turbin angin (Nm)
!! = 3!!
Daya mekanik turbin angin.
!
! !
!
! ! !
!"
!
!!,!"#$% = !! − !! = ! ! !! !!! − !! !!! = !!
!
! !!
! ! !
ωR : kecepatan rotasi turbin angin (rad/s)
n : putaran poros kincir (rpm)
58
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
4,44!"#$
120
4,44!"
!=
120
! = !"#
ρ : kerapatan udara (kg/m3)
!=
A : luas penampang turbin (m2)
Pm : daya turbin angin (Watt)
R : radius rotor turbin (m)
C. Generator
Generator arus bolak-balik (AC) atau disebut dengan
alternator adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk
mengkonversi energi mekanik (gerak) menjadi energi
listrik (elektrik) dengan perantara induksi medan magnet.
Perubahan energi ini terjadi karena adanya perubahan
medan magnet pada kumparan jangkar (tempat
terbangkitnya tegangan pada generator).
Generator sinkron atau generator AC (alternating
current) mempunyai arti bahwa rotor generator sinkron
yang terdiri dari belitan medan dengan suplai arus searah
akan menghasilkan medan magnet yang diputar dengan
kecepatan yang sama dengan kecepatan putar rotor.
Dikatakan generator sinkron karena jumlah putaran
rotornya sama dengan jumlah putaran medan magnet
(medan putar) pada stator. Kecepatan Sinkron ini
dihasilkan dari kecepatan putar rotor dengan kutub kutub
magnet yang berputar dengan kecepatan yang sama
dengan medan putar pada stator. Mesin sinkron tidak dapat
start sendiri karena kutub-kutub yang berat dan tidak dapat
tiba-tiba mengikuti kecepatan medan putar pada waktu
saklar terhubung dengan jala-jala oleh sebab itu diperlukan
suatu alat bantu start (prime mover). Ada dua jenis
generator sinkron, yaitu generator sinkron 1 phasa dan
generator sinkron 3 phasa.
3. Prinsip Kerja Generator Sinkron
Kumparan medan yang terdapat pada rotor
dihubungkan dengan sumber eksitasi yang dispulai oleh
arus searah sehingga menimbulkan fluks yang besarnya
tetap terhadap waktu. Kemudian penggerk mula (prime
mover) yang sudah terkopel dengan rotor segera
dioperasikan sehingga rotor akan berputar pada kecepatan
nominalnya sesuai dengan persamaan :
120 ∙ !
!=
!
Keterangan :
n : kecepatan putar rotor (rpm)
p : jumlah kutub rotor
f : frekuensi (Hz)
GGL induksi (Ea) pada alternator akan terinduksi
pada kumparan jangkar alternator bila rotor diputar
disekitar stator. Besarnya kuat medan pada rotor dapat
diatur dengan cara mengatur arus medan (If) yang
diberikan pada rotor. Besarnya GGL induksi (Ea) rata-rata
yang dihasilkan kumparan jangkar alternator ini dapat
dilihat dalam persamaan berikut :
! = 4,44 ∙ ! ∙ ! ∙ !
!"
!=
120
!"
! = 4,44 ∙
∙!∙!
120
Keterangan :
E : GGL induksi (Volt)
n : putaran (rpm)
T : banyak lilitan / fase = 1/2
p : jumlah kutub
φ : fluks magnetik (weber)
Z : banyak sisi kumparan
D. Konverter
Arus listrik terdiri dari dua macam yaitu arus searah
(DC) dan arus bolak –balik (AC). Konverter disini
berfungsi mengubah signal dari satu bentuk ke bentuk lain,
oleh karena itu konverter dibagi menjadi empat macam ,
yaitu :
1. Chopper (konverter DC ke DC)
2. Rectifier (konverter AC ke DC)
3. Inverter (konverter DC ke AC)
4. AC –AC konverter
III. METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan pada semester genap tahun
2018, tepatnya bulan Januari hingga Mei 2017. Penelitian
dan pengambilan data ini dilakukan di Kampus 2
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
A. Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan
penelitian ini yaitu :
1. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan tatap muka atau wawancara secara
langsung untuk mengetahui kondisi riil dan mendapatkan
data-data yang diperlukan dan informasi penting lainnya
dalam penyusunan tugas akhir ini.
2. Studi Literatur
Studi literatur adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan mengadakan studi dari buku-buku/pustaka, situssitus internet dan literatur lain yang berkaitan dengan
maslah yang dibahas dalam penulisan ini.
3. Pengujian dan Analisis
Metode ini digunakan untuk melakukan pengujian
simulasi yang telah dibuat dan menganalisa hasil yang
didapat.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini dilakukan beberapa pengujian simulasi
dari beberapa bagian dari pembangkit hybrid yaitu
Pembangkit listrik tenaga surya, Pembangkit Listrik
Tenaga Angin serta pengujian secara keseluruhan
pembangkit hybrid.
59
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
A. Pengujian pembangkit tenaga surya, pembangkit
tenaga angin dan hybrid
1.
978-602-18168-7-5
Dari pengujian yang dilakukan, didapatkan hasil
berupa tegangan 3 phasa
Pembangkit listrik tenaga surya
Gambar 5. Tegangan PLTB
Gambar 1. Rangkain PLTS
Dari pengujian yang dilakukan keluaran dari PLTS
dengan inverter dapat menghasilkan keluaran tegangan AC
3 phasa yang berbentuk sinus.
Gambar 6. Arus PLTB
3.
Gambar 2. Tegangan keluaran PLTS dengan inverter
Gambar 3. Arus PLTS dengan inverter
2.
Pembangkit listrik tenaga bayu
Hybrid
Setelah melakukan pengujian terhadap masingmasing pembangkit secara terpisah yang dilakukan pada
pengujian ini adalah melakukan penggabungan terhadap
pembangkit tersebut atau disebut dengan pembangkit
hybrid.
Gambar 7. Tegangan jaringan distribusi
Gambar 4. Rangkain PLTB
Gambar 9. Arus jaringan distibusi
60
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
B. Analisa
Simulasi dan pemodelan yang dilakukan penulis
adalah menggabungkan dua pemabngkit listrik yaitu
pemabngkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit
listrik tenaga angin(PLTB). dalam pemodelan PLTS untuk
masukannya di dapat dari pengamatan radiasi dan
temperatur. sedang untuk pemodelan PLTB masukannya
di dapat dari pengamatan kecepatan angin dan kecepatan
turbin angin.
Panel surya dalam simulasi terdapat 10 buah panel
surya yang di serikan. tegangan yang di hasilkan oleh 10
buah panel surya sebesar 225,4 Volt dan arus yang di
hasilkan tidak konstan dikarenakan radiasi dan suhu juga
tidak konstan, arusnya sebesar 7 ampere di titik
maksimum.
Untuk mencari titik daya maksimum digunakan
MPPT (maximum Power Point Tracking) dan boost
konverter. disini berguna untuk menaikkan tegangan panel
surya. Tegangan pnael surya yang diseri sebanyak 10 buah
adalah 225,4 di naikkan menjadi 450 Volt DC. namun
tegangan ini harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk
tegangan bolak balik atau AC dengan menggunakan
invereter dan output dari inverter mampu mengasilkan
tegangan 380 Volt dan arus 3 ampere
Pada pembangkit angin generator sinkron yang
terdapat didalamnya mampu menghasilkan tegangan
sebesar 380 Volt dan arus sebesar 6 ampere.
Sebelum melakukan penggabungan ke dua
pembangkit terlebih dahulu masing masing output
tegangan pembangkit di naikkan teganganya dengan trafo
step up sebesar 20 kVA.
Kemudian
ke
dua
pembangkit
dilakukan
penggabungan inilah yang disebut pembangkit hybrid.
tegangan yang mampu dihasilkan dari pembangkit hybrid
setelah disuntikkan ke grid sebesar 15 kVA. tegangan ini
mengalami penurunan di karenakan rugi rugi daya yang
terjadi pada saat pendistribusian karena dalam simulasi ini
menggunakan kabel sepanjang 20 km dan arus yang
dihasilkan sebesar 18 ampere arus ini relatif kecil karena
hanya menggunakan beban 10 kw saja.
978-602-18168-7-5
VI. UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi
wadah bagi saya dalam menuntut ilmu.
2. Kedua orang tua tercinta dan semua keluarga saya
yang menjadi motivator saya
REFERENSI
[1] Daryanto, Y. (5 April 2007). Kajian Potensi Angin
Untuk Pembangkit Listrik Tenaga. Balai PPTAGGUPT-LAGG.
[2] Hidayat, T. (2009). Tesis : Simulasi Sistem
Pembangkit Listrik Hybrid Dengan. Depok:
Universitas Indonesia.
[3] Kusdiana, D. (3 Desember 2008). Kondisi Riil
Kebutuhan Energi di Indonesia dan Sumber-Sumber
Energi Alternatif Terbarukan. Jurnal Listrik dan
emamfaatan Energi .
[4] Mineral, K. E. (2016). Program Strategis EBTKE
dan Ketenaga listrikan. Jurnal Energi .
[5] Sudrajat, A. (2017). Pelatihan Perencanaan Sistem
Pembangkit Listrik Tenaga surya. BPPT.
[6] Sulasno. (2009). Teknik Konversi Energi Listrik dan
Sistem Pengaturan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[7] Sutarno. (2013). Sumber Daya Energi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
[8] Riad Kadiri, Jean-Paul Gaubert, “An Improved
Maximum Power Point Tracking for Photovoltaic
Grid-Connected Inverter Based on Voltage-Oriented
Control,” IEEE Trans. Ind. Electron., vol. 58, no. 1,
Januhari. 2011.
[9] Hidayat Taufi .”Simulasi sistem pembangkit Listirik
Hibrid Dengan pemamfaatan Potensi Energi
Terbarukan Di Kampus UI, Depok”. 1997.
[10] Tim CASINDO, N. (2011). Rencana Aksi Energi
Terbarukan Provinsi NTB. Mataram: Casindo.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini model pembangkit angin dan
energi
surya
dapat dihubungkan dengan cara
mengubah bentuk tegangan yang dihasilkan panel
surya yang semula DC menjadi tegangan AC dengan
menggunakan inverter AC 3 phase. Karena akan
masuk ke grid 20kV untuk itu ditambahkan trafo step
up 20kV pada kedua pembangkit .
2. Setelah dilakukan percobaan performa yang di
hasilkan oleh pembangkit hibrida kurang memenuhi
standar untuk masuk ke dalam grid 20 kV, hal ini
dikarenakan tegangan yang dihasilkan oleh panel
surya dan juga pembangkit tenaga angin hanya
mencapai 15 kV.
61
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Pemodelan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
Studi Kasus PLTB Sidrap
1,2
Supiarti Nurul Qamariah), Aksan2)
Jurusan Teknik Elektro/Program Studi D4 Teknik Listrik,
Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
Abstract
Energi angin merupakan energi terbarukan yang sangat masih digunakan saat ini dengan presentase
koneksi ke jaringan listrik yang sangat signifikan. Meskipun demikian, penelitian tentang koneksi grid turbin
angin masih tetap perlu dilakukan terutama dalam hal desain dan teknologi untuk mendukung pengoperasian
turbin mengacu pada karakteristik angin yang sangat bergantung pada kondisi geografis wilayah. Dalam hal ini,
untuk memahami prinsip kerja dari PLTB serta kinerja sebuah turbin, maka diperlukan suatu pemodelan dan
simulasi.Adapun yang perlu di pahami yaitu pengaruh kecepatan angin terhadap daya output generator. Dalam
penelitian ini digunakan Wind Turbine Model pada Matlab/Simulink yang menggambarkan secara utuh proses
kerja turbin angin. Prinsip Kerja Turbin Angin Prinsip kerja dari turbin angin cukup sederhana yaitu energi
angin yang memutar blade dari turbin angin, kemudian diteruskan untuk memutar rotor pada generator,
sehingga akan menghasilkan energi listrik. Dalam hal ini tegangan AC yang dihasilkan oleh generator akan di
konversikan menjadi tegangan DC untuk selanjutnya dihubungkan pada DC Bus beban.Hasil penelitian ini
menunjukkan pengaruh kecepatan angin terhadap tegangan dan daya listrik keluaran dengan tingkat efisiensi
yang tinggi. Pengetesan model simulasi akan dibuktikan dengan memastikan bahwa hasil simulasi bernilai tidak
jauh beda dengan daya yang tertera di lapangan.
Keywords: Pemodelan, simulasi, Turbin angin, Kecepatan angin, MATLAB Simuulink
I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi dan permintaan
kebutuhan akan tenaga listrik yang terus meningkat
perlu diimbangi dengan usaha penyediaan listrik
yang mencukupi. Usaha penyediaan tenaga listrik
meliputi usaha pembangkitan, transmisi, distribusi
dan penjualan tenaga listrik. Ketersediaan suplai
tenaga listrik secara kontinyu dengan mutu yang
baik dan memenuhi standar keselamatan
ketenagalistrikan
sangat
diperlukan
guna
mewujudkan sistem ketenagalistrikan nasional
yang berkelanjutan, andal, aman, dan ramah
lingkungan. Letak geografis pulau Sulawesi
Selatan memiliki potensi energi terbarukan dari
sumber energi angin dengan intensitas kecepatan
angin rata-rata 8.5 m/s..
Kondisi ini cukup layak untuk dimanfaatkan
sebagai sumber energi terbarukan. Hal ini telah
diimplemetasikan melalui pembangunan PLTB
Sidrap yang merupakan pembangkit listrik angin
terbesar di Indonesia yang akan menghasilkan daya
70 megawatt (MW) dengan 30 kincir angin.
Pembangkit ini dioperasikan oleh PT UPC Sidrab
Bayu
Energi.
Teknologi
ini
merupakan
percontohan untuk dikembangkan ke daerah lain,
terutama daerah yang memiliki potensi energi
angin yang besar guna memenuhi kebutuhan listrik
nasional. Hal ini bertujuan agar kesejahteraan
masyarakat di Indonesia dapat merata .Suatu sistem
pembangkit listrik tenaga angin harus selalu
dipantau dan dikontrol, agar keberlangsungan
memasok energi listrik terus terjamin.
II. LANDASAN TEORI
Pembangkit energi angin mengubah energi
kinetik yang dihasilkan angin menjadi energi listrik
Komponen utama pembangkit energi angin adalah
turbin angin (wind turbine), unit generator listrik
(electrical generation unit) dan pengendali seperti
terlihat pada gambar di bawahKeandalan dalam
Sistem Tenaga Listrik
Energi yang dihasilkan oleh turbin angin
dinyatakan sebagai berikut Energi kinetik
yang dihasilkan oleh benda yang bergerak
adalah
!
!!"# = !" !
(1)
!
Dimana m adalah massa udara yang
mengenai turbin angin, dan v adalah kecepatan
angin. Massa m tersebut dapat diturunkan dari
persamaan berikut
! = ! !"
(2)
Kini turbin angin lebih banyak digunakan
untuk mengakomodasi kebutuhan listrik
masyarakat, dengan menggunakan prinsip
62
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
konversi energi dan menggunakan sumber
daya alam yang dapat diperbaharui yaitu angin.
Walaupun sampai saat ini pembangunan turbin
angin masih belum dapat menyaingi
pembangkit listrik konvensional (Contoh:
PLTD,PLTU,dll), turbin angin masih lebih
dikembangkan oleh para ilmuwan karena
dalam waktu dekat manusia akan dihadapkan
dengan masalah kekurangan sumber daya alam
tak terbaharui.(Contoh : batubara, minyak
bumi)
sebagai
bahan
dasar
untuk
membangkitkan listrik.
Perhitungan daya yang dapat dihasilkan oleh
sebuah turbin angin dengan diameter kipas r
adalah
!
! = !"! ! ! !
(3)
!
Dimana :
ρ : kerapatan angin pada waktu tertentu
υ : kecepatan angin pada waktu tertentu
R : jari-jari rotor
Dikalikan dengan 0,2 atau 0,3 untuk
mendapatkan hasil yang cukup eksak. Prinsip
dasar kerja dari turbin angin adalah mengubah
energi mekanis dari angin menjadi energi putar
pada kincir, lalu putaran kincir digunakan
untuk memutar generator, yang akhirnya akan
menghasilkan listrik.
Sebenarnya prosesnya tidak semudah itu,
karena terdapat berbagai macam sub-sistem
yang dapat meningkatkan safety dan efisiensi
dari turbin angin, yaitu :
1.
2.
Gearbox
Alat ini berfungsi untuk mengubah
putaran rendah pada kincir menjadi
putaran tinggi. Biasanya Gearbox yang
digunakan sekitar 1:60.
Brake System
Digunakan
untuk
menjaga
putaran pada poros setelah gearbox agar
bekerja pada titik aman saat terdapat angin
yang besar. Alat ini perlu dipasang karena
generator memiliki titik kerja aman dalam
pengoperasiannya. Generator ini akan
menghasilkan energi listrik maksimal pada
saat bekerja pada titik kerja yang telah
ditentukan. Kehadiran angin di luar
duguaan akan menyebabkan putaran yang
cukup cepat pada poros generator,
sehingga jika tidak di atasi maka putaran
ini dapat merusak generator. Dampak dari
kerusakan akibat putaran berlebih
diantaranya : overheat, rotor breakdown,
kawat pada generator putus karena tidak
dapat menahan arus yang cukup besar.
3.
Generator
Ini adalah salah satu komponen
terpenting dalam pembuatan sistem turbin
4.
angin Generator ini dapat mengubah
energi gerak menjadi energi listrik. Prinsip
kerjanya
dapat
dipelajari
dengan
menggunakan
teori
medan
elektromagnetik.
Singkatnya, (mengacu pada salah
satu cara kerja generator) poros pada
generator dipasang dengan material
ferromagnetik permanen. Setelah itu
disekeliling poros terdapat stator yang
bentuk fisisnya adalah kumparankumparan kawat yang membentuk loop.
Ketika poros generator mulai berputar
maka akan terjadi perubahan fluks pada
stator yang akhirnya karena terjadi
perubahan fluks ini akan dihasilkan
tegangan dan arus listrik tertentu.
Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan
ini disalurkan melalui kabel jaringan
listrik untuk akhirnya digunakan oleh
masyarakat. Tegangan dan arus listrik
yang dihasilkan oleh generator ini berupa
AC(alternating current) yang memiliki
bentuk
gelombang
kurang
lebih
sinusoidal.
Penyimpan energy
Karena keterbatasan
adanya
ketersediaan akan energi angin (tidak
sepanjang hari angin akan selalu tersedia)
maka ketersediaan listrik pun tidak
menentu. Oleh karena itu digunakan alat
penyimpan energi yang berfungsi sebagai
back-up energi listrik. Ketika beban
penggunaan daya listrik masyarakat
meningkat atau ketika kecepatan angin
suatu daerah sedang menurun, maka
kebutuhan permintaan akan daya listrik
tidak dapat terpenuhi.
Oleh karena itu kita perlu
menyimpan
sebagian
energi
yang
dihasilkan ketika terjadi kelebihan daya
pada saat turbin angin berputar kencang
atau saat penggunaan daya pada
masyarakat menurun. Penyimpanan energi
ini diakomodasi dengan menggunakan alat
penyimpan energi. Contoh sederhana yang
dapat dijadikan referensi sebagai alat
penyimpan energi listrik adalah aki mobil.
Aki
mobil
memiliki
kapasitas
penyimpanan energi yang cukup besar.
Aki 12 volt, 65 Ah dapat dipakai untuk
mencatu rumah tangga (kurang lebih)
selama 0.5 jam pada daya 780 watt.
Kendala dalam menggunakan alat ini
adalah alat ini memerlukan catu daya DC
(Direct
Current)
untuk
mengcharge/mengisi energi, sedangkan dari
generator dihasilkan catu daya AC
(Alternating Current). Oleh karena itu
diperlukan
rectifier-inverter
untuk
63
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
5.
mengakomodasi keperluan ini. Rectifierinverter akan dijelaskan berikut.
Rectifier-inverter
Rectifier
berarti
penyearah.
Rectifier dapat menyearahkan gelombang
sinusodal(AC) yang dihasilkan oleh
generator menjadi gelombang DC.
Inverter
berarti
pembalik.
Ketika
dibutuhkan
daya
dari
penyimpan
energi(aki/lainnya) maka catu yang
dihasilkan oleh aki akan berbentuk
gelombang DC. Karena kebanyakan
kebutuhan rumah tangga menggunakan
catu daya AC , maka diperlukan inverter
untuk mengubah gelombang DC yang
dikeluarkan oleh aki menjadi gelombang
AC, agar dapat digunakan oleh rumah
III.
METODE PENELITIAN
Metode penulisan jurnal ini dilakukan dengan
beberapa metode yaitu studi literatur, observasi
data serta wawancara. Secara singkat diagram alir
penelitian adalah
Sebagai berikut:
MULAI
Studi Literatur
Pengumpulan Data :
·
Data perencanaan proyek PLTB Sidrap
·
Data potensi kecepatan angin sulawesi
selatan
·
Data teknis tiap komponen PLTB,
turbin angin ,baterai, inverter, gearbox,
brake system, generator, tower
Permodelan sistem pembangkitan PLTB Sidrap
dengan menggunakan MATLAB SIMUINK
Tidak
Simulasi Memenuhi
YA
Analisis hasil simulasi
SELESAI
Gambar 1. Flowchart Penelitian
978-602-18168-7-5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Energi yang dihasilkan turbin angin
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, kecepatan
angin, ketinggian dan karakteristik daerah lokasi
dimana
data
kecepatan angin diambil Simulator turbin angin
pada penelitian ini mengacu pada model generator
induksi. Adapun tinjaun lokasi penelitian ini studi
kasus Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang
berada di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.
Dengan
simulasi
ini,
pengguna
dapat
mengobservasi karakteristik daya listrik turbin
angin, misalnya dengan menampilkan daya mesin
generator dan karakteristik torsi berdasarkan
variabilitas kecepatan angin.
1.
Prinsip kerja dari Pembangkit Listrik
Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau
sering juga disebut dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu (PLTB) adalah salah satu pembangkit
listrik energi terbarukan yang ramah lingkungan
dan memiliki efisiensi kerja yang baik jika
dibandingkan dengan pembangkit listrik energi
terbarukan lainnya. Sistem pembangkitan listrik
menggunakan angina sebagai sumber energy
merupakan ssitem alternatif yang sangat
berkembang pesat, mengingat angin merupakan
salah satu energi yang tidak terbatas di alam.
Prinsip kerja PLTB adalah dengan memanfaatkan
energi kinetik angin yang masuk ke dalam area
efektif turbin untuk memutar baling-baling/kincir
angin, kemudian energi putar ini diteruskan ke
generator untuk membangkitkan energi listrik.
Energi angin memutar turbin angin.
Turbin angin bekerja berkebalikan dengan kipas
angin (bukan menggunakan listrik untuk
menghasilkan listrik, namun menggunakan angin
untuk menghasilkan listrik). Kemudian angin akan
memutar sudut turbin, lalu diteruskan untuk
memutar rotor pada generator di bagian belakang
turbin angin. Generator mengubah energi gerak
menjadi energi listrik dengan teori medan
elektromagnetik, yaitu poros pada generator
dipasang dengan material ferromagnetik permanen.
Setelah itu di sekeliling poros terdapat stator yang
bentuk fisisnya adalah kumparan-kumparan kawat
yang membentuk loop. Ketika poros generator
mulai berputar maka akan terjadi perubahan fluks
pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan
fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus listrik
tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan
ini disalurkan melalui kabel jaringan listrik untuk
akhirnya digunakan oleh masyarakat. Tegangan
dan arus listrik yang dihasilkan oleh generator ini
berupa AC (alternating current) yang memiliki
bentuk gelombang kurang lebih sinusoidal. Energi
Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai
sebelum dapat dimanfaatkan.
64
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
1.
Simulasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
a. Karakteristik daya turbin angin
Berikut adalah grafik hasil simulasi output generator
dengan input pitch angle 0°
978-602-18168-7-5
pada daya output (daya aktif)
saat sudut 0 adalah
konstan.(7) Daya keluaran dari turbin angin tidak
bergantung pada kecepatan angin, sehingga ketika
kecepatan angin berubah, daya output tetap seperti
pada gambar. Daya maksimum untuk turbin angin
yang dirancang dalam penelitian ini adalah 2,5 MW.
2. Simulasi MATLAB R2017a
Gambar 2 Sudut pitch 0°, untuk kecepatan angin sama dengan
8,5 m/s dan daya output 2,5MW
Gambar. 5 Rangkaian simulasi wind turbin
Gambar 5. Rangkaian simulasi wind turbin
Gambar 3 Sudut pitch 0°, untuk kecepatan angin sama
dengan 10 m/s dan daya output 2,5MW
Pada penelitian ini, input dari blok turbin angin
adalah kecepatan angin, pitch angle, dan kecepatan
generator.Dimana pitch angle selalu bernilai tetap dan
kecepatan generator diatur mengikuti karakteristik dari
turbin angin. Pada penelitian ini, pemodelan system
pembangkit listrik tenaga angin secara keseluruhan
ditunjukkan pada Gambar 4
Pengambilan data di lakukan dengan menambkan block
scope dan juga display pada masing masing pembangkit
dan juga beban untuk mengamati tegangan dan arus
yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Setelah
dirangkai sesuai dengan (lampiran 1) maka di peroleh
data sebagai berikut.
Gambar.6 Ouput Daya Aktif Generator (P)
Gambar 4 Sudut pitch 0°, untuk kecepatan angin sama
dengan 12 m/s dan daya output 2,5MW
Dalam penelitian ini, kita dapat melihat
pengaruh
perubahan
kecepatan
angin
Hasil Simulasi pada display menunjukkan bahwa
- Pada jangkauan waktu 0-1 detik output daya aktif
bernilai 0.5 MW
- Pada jangkauan 1-4 detik output daya aktif bernilai
2 MW
65
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
-
Hasil akhir grafik yaitu output daya aktif Turbin
angin sebesar 2,636 MW.
Persentase error
!"#$"# !"#" !"#$% !"#$%&!" !"#$"%
! 100%
!"#$"# !"#" !"#$% !"#
2,63 !"
=
! 100% = 1.052 %
2,5 !"
978-602-18168-7-5
diperoleh tidak memiliki perbedaan yang signifikan
dengan data di lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
PT. PLN Unit Pelayanan Transmisi (UPT) wilayah
SULSELRABAR.
[1]
[2]
[3]
[4]
Gambar 7. Output daya reaktif generator (Q)
REFERENSI
Hidayat Taufik. Tesis : Simulasi Sistem
Pembangkit Listrik Hibrid Dengan Pemanfaatan
Potensi Energi Terbarukan Di Kampus UI, Depok.
1997.
Asy’ari. H. 2010, Pemanfaatan Potensi Angin
untuk Pembangkit Listrik Tenaga Angin Skala
Kecil, Simposium RAPI IX, UMS, Surakarta.
Almukhtar. “Effect of drag on the performance for
an efficient wind turbine blade design” Energy
Procedia 18 (2012) 404-415.
Yishuang Qi, Qingjin Meng “The application of
fuzzy PID Control in Pitch Wind Turbine” 2012
international conference on future energy,
environment, and materials. Energy procedia 16
(2012) 1635-1641.
Hasil Simulasi pada display menunjukkan
bahwa Pada jangkauan waktu 0-2 detik output daya
reaktif bernilai 1.5 Var Pada jangkauan 2-4 detik output
daya reaktif bernilai 0,8 Var
Hasil akhir grafik yaitu output daya reaktif Turbin angin
sebesar 1,288 Var
Persentase error
!"#$"# !"#" !"#$%&' !"#$%&!" !"#$"%
! 100%
!"#" !"#$"# !"#
1,288 !"
=
! 100%
1,113941 !"
= 1.156%
Hasil dari simulasi tidak mengalami perbedaan
yang signifikan dengan daya output dari PLN. Adanya
perbedaan ini dikarenakan kinerja alat yang kurang
maksimal.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitia, dari simulasi yang
telah didapatkan maka dapat diambil kesimpulan yaitu
Prinsip Kerja Turbin Angin Prinsip kerja dari turbin
angin cukup sederhana yaitu energi angin yang memutar
blade dari turbin angin, kemudian diteruskan untuk
memutar rotor pada generator, sehingga akan
menghasilkan energi listrik. Dalam hal ini tegangan AC
yang dihasilkan oleh generator akan di konversikan
menjadi tegangan DC untuk selanjutnya dihubungkan
pada DC Bus beban. Adapun dari hasil simulasi dari
turbin angin, perolehan daya aktif, hasil akhir grafik
yaitu output daya aktif Turbin angin sebesar 2,636 MW.
Perolehan daya aktif, hasil akhir grafik yaitu output daya
reaktif Turbin angin sebesar 1,288 Var. Hasil yang
66
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Analisis Kestabilan Transient Generator Sinkron
pada PLTU Bosowa Energi Jeneponto
Surachman Adriansyah 1), Sofyan2), Alimin L. 3)
1,2,3)
Jurusan Teknik Elektro
[email protected]
2
[email protected]
3
[email protected]
1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan frekuensi dan tegangan terhadap sistem saat diberi beban dan
berapa waktu yang diperlukan sistem untuk kembali stabil ketika mengalami perubahan beban yang menyebabkan
terjadinya fluktuasi frekuensi dan tegangan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis hasil simulasi
pengendali Load Frequency Control (LFC) dan Automatic Voltages Regulator (AVR) pada Simulink Matlab untuk
mensimulasikan pengaruh perubahan beban terhadap keluaran frekuensi dan tegangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sistem yang mengalami perubahan beban yang semakin tinggi akan membuat fluktuasi frekuensi mengalami
penurunan yang besar dan waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai kestabilan cenderung konstan. Hasil penelitian
yang diperoleh yaitu nilai keluaran frekuensi adalah antara 45 – 46 Hz pada kondisi perubahan beban 10% dan 15% diatas
beban normal serta 10% dan 15% dibawah beban normal dari nilai frekuensi standar 50 Hz.dan waktu yang dibutuhkan
sistem untuk kembali stabil saat terjadi gangguan adalah konstan pada waktu 10 s.
Keywords: Transient, Fluktuasi frekuensi dan tegangan, (LFC) Load Frequency Control, (AVR) Automatic Voltages
Regulator.
I. PENDAHULUAN
Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga
yang dapat melayani beban secara berkelanjutan.
Stabilitas suatu sistem tenaga listrik adalah kemampuan
dari sistem untuk kembali normal setelah mengalami
gangguan. Masalah stabilitas terkait dengan penilaian
mesin sinkron setelah gangguan, secara umum dibagi
dalam dua kategori utama, yaitu stabilitas steady state dan
stabilitas transient.
Berdasarkan masalah stabilitas yang ada, penelitian
ini bertujuan untuk Menganalisis kestabilan frekuensi dan
tegangan terhadap sistem saat diberi beban dan
mengetahui waktu yang diperlukan sistem untuk kembali
normal, dengan cara melakukan simulasi dari data yang
diinput pada Simulink MATLAB berupa data konstanta
waktu governor, konstanta waktu turbin, dan lain-lain.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan kajian dalam meningkatkan pengembangan pada
bidang kelistrikan khususnya kestabilan sistem tenaga
listrik.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik.
Stabilitas suatu sistem tenaga listrik adalah
kemampuan dari sistem itu untuk kembali bekerja secara
normal setelah mengalami suatu gangguan. Sebaliknya
ketidakstabilan suatu sistem adalah kehilangan sinkron
dari sistem itu. Jadi masalah stabilitas terkait dengan
penilaian mesin sinkron setelah gangguan. masalah
stabilitas secara umum dibagi dalam dua kategori utama,
yaitu stabilitas steady state dan stabilitas transient[1].
Adapun klasifikasi kestabilan sistem tenaga secara garis
besar dapat dilihat pada bagan berikut :
Kestabilan Sistem
Tenaga
Kestabilan Sudut
Rotor
Kestabilan
Transient
Kestabilan
Frekuensi
Kestabilan
Waktu
Sedang
Kestabilan Tegangan
Kestabilan
Waktu
Panjang
Kestabilan
Sinyal Kecil
Kestabilan tak
Berisolasi
Mode
Pembangkit
Lokal
Kestabilan
Tegangan Pada
Gangguan Kecil
Kestabilan
Berisolasi
Mode
Interarea
Kestabilan
Tegangan Pada
Gangguan
Besar
Mode
Kontrol
Mode
Torsional
Gambar 1. Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga
B. Generator Sinkron.
Generator arus bolak-balik atau disebut dengan
alternator adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk
mengkonversi energi mekanik menjadi energi listrik
dengan perantara induksi medan magnet[2]. Alternator
berfungsi membangkitkan tenaga listrik dan ditempatkan
dipusat –pusat pembangkitan tenaga listrik, seperti PLTA,
PLTD, PLTU, PLTGU, PLTN dan lainnya.
67
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Seperti mesin listrik lainnya, alternator juga bekerja
berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Apabila
rotor alternator diputar pada kecepatan konstan, fluks
magnetik yang dihasilkan arus eksitasi pada belitan medan
rotor menginduksikan tegangan pada belitan jangkar
stator. Tegangan induksi stator ini meningkat secara linier
sesuai dengan peningkatan arus eksitasi hingga terjadi
saturasi (kejenuhan) pada inti rotor. Apabila terminal
stator dihubungkan dengan beban, akan mengalir arus
pada belitan jangkar stator, dan terjadilah transfer daya
listrik dari alternator ke beban.
978-602-18168-7-5
keluaran dari exciter ini akan berubah-ubah tergantung
dengan tegangan keluaran dari generator yang dibebani[4].
Gambar 4. Model Kendalian AVR
III.
2. Bentuk Sederhana Kontruksi Generator
Gambar
Sinkron
C. Load Frequency Control (LFC)
Load Frequency Control (LFC) Merupakan suatu
sistem yang digunakan untuk menjaga fluktuasi yang
ditimbulkan oleh perubahan beban. LFC memiliki tujuan
yang harus dicapai dalam pengoperasian sistem tenaga,
terutama untuk menjaga variasi frekuensi sistem dalam
pembagian beban yang harus dipikul oleh tiap generator
selama proses pertukaran daya untuk memenuhi
kebutuhan beban yang telah dijadwalkan[3].
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di PLTU Bosowa Energi
Jeneponto, Desa Punagayya, Bangkala, Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan. Penelitian hanya membahas
tentang analisis hasil simulasi pengendali Load Frequency
Control (LFC) dan Automatic Voltages Regulator (AVR)
pada beban normal, 10% dan 15% diatas beban normal
serta 10 % dan 15% dibawah beban normal menggunakan
Simulink MATLAB dengan mengabaikan rugi-rugi daya.
Data diperoleh berdasarkan hasil observasi langsung
dan wawancara karyawan PLTU Bosowa Energi
Jeneponto. Setelah mengumpulkan data terkait pusat
pembangkit, langkah selanjutnya adalah membuat
pemodelan generator pada Simulink MATLAB. Data dari
keluaran Simulink MATLAB tersebut kemudian dianalisis
sehingga diperoleh data berupa frekuensi dan tegangan
keluaran pada generator.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 3. Model Kendalian LFC
D. Automatic Voltage Regulator (AVR)
Automatic Voltage Regulator (AVR) adalah sebuah
perangkat pengatur tegangan yang digunakan pada
generator sinkron untuk menyetabilkan tegangan keluaran
yang dihasilkan. Prinsip kerja yang digunakan pada sistem
penyetabilan tegangan ini adalah dengan mengatur
tegangan keluaran DC dari exciter untuk kemudian
diinjeksikan ke lilitan medan generator atau yang biasa
disebut dengan eksitasi atau penguatan. Karena
pengaturan sistem tegangan dari AVR ini maka tegangan
Gambar 5. Respon Sistem saat Kondisi Beban Normal
Saat beban dinaikkan 1.562 p.u pada detik ke 20
sampai 60 terjadi perubahan frekuensi menjadi -0.105 p.u
68
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
dan perubahan tegangan menjadi 0.536 p.u. Selanjutnya
beban diturunkan 1.562 p.u saat mencapai detik ke 120
sampai 160 sehingga terjadi perubahan frekuensi menjadi
0.115 p.u dan perubahan tegangan menjadi 0.469 p.u.
1. Menghitung
deviasi
frekuensi
menggunakan
persamaan :
−∆P!
−1.562
∆ω!! =
=
1
1
D+
0.8 +
R
0.05
∆ω!! = −0.075 p. u
2.
978-602-18168-7-5
=
!!"# !!!"#$%
=
!.!"!!
= 49.00%
4.
x100%
!!"#$%
!.!"!!!.!"!#
x100%
Menghitung nilai maksimum overshoot dan settling
time.
Menghitung nilai frekuensi :
∆f = ∆ω!! ∗ 50
∆f = −0.075 ∗ 50
∆f = −3.75 Hz
f = 50 + ∆f
f = 50 − 3.75
f = 46.25 Hz
3.
Menghitung nilai maksimum overshoot dan settling
time.
Gambar 7. Maksimum Overshoot Dan Settling Time Kondisi
Normal
Frekuensi : 10 s
Tegangan : 10 s
5.
Menghitung nilai tegangan keluaran
V = Cmax * Vdasar
= 1.020 * 13800
= 14076 V
Hasil respon sistem terhadap frekuensi dan tegangan
akibat perubahan beban pada tiap kondisi pembebanan
dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Gambar 6. Maksimum Overshoot dan Settling Time Kondisi
Normal
!"#$%&'& !"#$%ℎ!!" frekuensi:
Cmax = 0.110
Cfinal = Cmax x 2%
= 0.110 x 0.02
= 0.0022
!
!!
= !"# !"#$% x100%
!!"#$%
!.!!"!!.!!""
=
x100%
!.!!""
= 49.00 %
!"#$%&'& !"#$%ℎ!!" tegangan:
Cmax = 1.020
Cfinal = Cmax x 2%
= 1.020 x 0.02
= 0.0204
Tabel 1. Nilai Frekuensi dan Tegangan Terhadap Perubahan
Beban
Beban
(p.u)
1.562
1.718
1.796
1.327
1.405
Frekuensi
∆ω!! (p.u)
-0.075
-0.082
-0.086
-0.063
-0.067
Hz
46.25
45.90
45.70
46.85
46.65
Tegangan
p.u
1.020
1.075
1.102
0.936
0.964
V
14076
14835
15207.6
12916.8
13303.2
Hasil perhitungan nilai overshoot dan penentuan settling
time terhadap frekuensi dan tegangan pada tiap kondisi
pembebanan dapat dilihat dari tabel berikut ini :
69
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Tabel 2. Nilai Overrshoot dan Settling time Terhadap Perubahan
Beban
Generator PLTA Cirata Unit 2. Semarang: Jurusan
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
[4] Ponggawa, V. (2010). Studi Stabilitas Transient
Generator Sinkron. Makassar: Program Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin.
Beban
(p.u)
1.562
1.718
1.796
1.327
1.405
Frekuensi
Overshoot
(%)
49.00
49.83
49.80
49.52
49.00
Settling
time (s)
10
10
10
10
10
Tegangan
Overshoot
(%)
49.00
49.00
49.09
49.05
49.20
Settling
time (s)
10
10
10
10
10
Berdasarkan kedua tabel diatas, dapat diketahui
bahwa nilai keluaran frekuensi dan tegangan bergantung
pada nilai gangguan, dalam hal ini didefinisikan sebagai
pembebanan. Begitupun dengan nilai overshoot dan
Settling Time menunjukkan nilai yang konstan pada tiap
kondisi. Nilai overshoot konstan pada angka 49 % dan
nilai Settling Time konstan pada angka 10 s yang terjadi
pada pada waktu 160 s – 170 s.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan pada
bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Nilai keluaran frekuensi adalah antara 45 – 46 Hz
pada kondisi perubahan beban 10% dan 15% diatas
beban normal serta 10% dan 15% dibawah beban
normal darri nilai frekuensi standar 50 Hz.
2. Waktu yang dibutuhkan sistem untuk kembali stabil
saat terjadi gangguan adalah konstan pada waktu 10 s,
dimana perubahan respon sistemnya dapat dilihat
antara 160s dan 170s pada setiap kondisi
pembebanan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah
mewadahi penulis dalam meningkatkan pengetahuan
khususnya dibidang kelistrikan.
2. Kedua orang tua tercinta dan ketiga saudara yang
selalu memotivasi penulis.
REFERENSI
[1] Cekdin, C. (2007). Sistem Tenaga Listrik.
Palembang: ANDI.
[2] Syarifuddin. (2013). Mesin Arus Bolak-Balik.
Makassar: PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK
NEGERI UJUNG PANDANG .
[3] Dini Yasa Istiqomah, A. T. (2014). Analisa Indeks
Kekuatan Sistem Untuk Penggunaan Load Frequency
Control (LFC) pada fungsi SCADA di PT. PLN
(Persero) P3B JB dengan Mengamati Respon Daya
70
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Studi Efisiensi Penggunaan Electrostatic Precipitator (ESP) pada PT.
Makassar Tene
Vivi Yulianti1)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pembangkit listrik tenaga uap batu bara menghasilkan abu dari pembakaran di boiler yang keluar melalui
cerobong asap yang bercampur dengan udara. Abu dari pembakaran batubara dalam boiler menghasilkan abu terbang yang
dapat menjadi sumber pencemar udara. Maka dari itu diperlukan alat untuk menangkap abu hasil pembakaran tersebut agar
tidak mencemari udara yaitu dengan menggunakan electrostatic precipitator (ESP). Skripsi ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana penerapan cara kerja ESP pada PT. Makassar Tene, mengetahui indeks maksimum yang biasa
keluar melalui cerobong asap dan meminimalisir abu yang keluar. Sehingga mampu meningkatkan kinerja ESP
berdasarkan besarnya tegangan yang digunakan untuk perubahan emisi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwa
semakin besar emisi ke dalam ESP, semakin besar tegangan yang diperluka, yang merupakan tegangan maksimum aktual
76 kV dan emisi maksimum yang masuk (30 mg / Nm3), serta efisiensi ESP juga dipengaruhi oleh tegangan yang
dihasilkan, semakin besar tegangan yang dihasilkan maka efisiensi akan meningkat
Keywords: Electrostatic Precipitator (ESP),Tegangan, Abu
I. PENDAHULUAN
Pada Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),
boiler memegang peranan penting dalam menghasilkan
energi listrik. Namun pada saat boiler/ketel uap beroperasi
untuk mengubah air menjadi uap dengan cara pembakaran
menggunakan serbuk batu bara akan terjadi kotoran
berupa debu batubara yang berterbangan didalam
boiler/ketel yang pada akhirnya akan dibuang ke udara
terbuka melalui cerobong asap. Untuk sebuah PLTU
membutuhkan bahan bakar batu bara dalam jumlah besar.
Jumlah emisi bahan
bakar berupa gas buang dan
partikulat hasil pembakaran yang ditimbulkan merupakan
hal penting yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Perlu
sebuah penanganan untuk mengatasi ekses dari hasil
pembakaran yang merupakan komponen pencemar udara.
Partikulat hasil pembakaran tidak dapat langsung
dibuang keudara bebas, melainkan ditangkap oleh unit
Electrostatic Precipitator (ESP). PLTU PT. Makassar
Tene telah menggunakan ESP sejak beroperasi yaitu pada
tahun 2009 sampai sekarang. Namun, terkadang pada saat
tertentu abu yang keluar dari cerobong asap masih terlihat
banyak ketika dilihat dari dekat. Ambang batas gas buang
yang ditetapkan oleh standar BAPEDAL adalah sebesar
230 mg/Nm3.
Studi tentang efisiensi penggunaan ESP sangat perlu
dilakukan untuk mengetahui dan meminimalisir gas buang
yang keluar dari cerobong asap PLTU agar sesuai dengan
indeks maksimum debu yang diperbolehkan. Sebagai
solusi dari permasalahan tersebut, maka penulis
melakukan penelitian dengan judul “Studi Efisiensi
Penggunaan Electrostatic Precipitator (ESP) pada PT.
Makassar Tene”.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Pembangkit Tenaga Listrik terdapat peralatan
elektrikal, mekanikal, dan bangunan kerja. Terdapat juga
komponen-komponen
utama
pembangkitan
yaitu
generator, turbin yang berfungsi untuk mengkonversi
energi (potensi) mekanik menjadi energi (potensi)
listrik.Berikut gambar PLTU di PT. Makassar Tene:
Gambar 1. PLTU PT. Makassar Tene
(Sumber data : PT. Makassar Tene)
B. Batu Bara
Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara
dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik
yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah
terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh
kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan
tahun sehingga membentuk lapisan batubara. ADapun
gambar batu bara pada umumnya adalah :
71
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
banyak debu, dan debu tersebut akan terbawa bersama gas
buang menuju cerobong. Sebelum gas buang tersebut
keluar melalui cerobong, maka gas buang tersebut akan
melewati kisi-kisi suatu sistem ESP. Adapun gambaran
secara umum ESP adalah :
Gambar 2. Batu bara: (1) Lignite, (2) Bitumen, dan (3) Antrasit
(Sumber data : http://4.bp.blogspot.com)
Gasifikasi batubara adalah sebuah proses untuk
mengubah batubara padat menjadi gas batubara yang
mudah terbakar (combustible gases), setelah proses
pemurnian gas-gas karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen
(N2) akhirnya dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting
gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas,
gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara
ataupun abu hasil pembakaran.
C. Abu
Abu adalah material padat yang tersisa setelah
terjadinya proses pembakaran. Dalam jumlah banyak, abu
menjadi salah satu polutan yang sangat berbahaya jika
bercampur dengan atmosfer. Salah satu penghasil polusi
abu yang cukup tinggi adalah boiler. Setiap boiler yang
menggunakan bahan bakar fosil (kecuali gas alam) pasti
menghasilkan emisi abu. Bahan bakar fosil yang paling
banyak mengandung abu adalah batubara. Kandungan abu
di dalam batubara berkisar antara 5-30% tergantung dari
jenisnya serta proses penambangannya. Berikut abu yang
terlihat melaui mikrosko sebagai berikutp
Gambar 3 Abu yang dihasilkan dari Boiler
(sumber : http://www.tapc.com)
Adapun ambang batas gas buang yang ditetapkan oleh
standar BAPEDAL adalah sebesar 230 mg/Nm3.
D. Electrostatic Precipitator (ESP)
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu
alternatif penangkap debu dengan effisiensi tinggi
(mencapai diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat
cukup besar. Dengan menggunakan ESP ini, jumlah
limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya
sekitar 0,48 % (efektifitas penangkapan debu mencapai
99,52%), ukuran partikel debu terkecil yang diperoleh < 2
µ. Hasil pembakaran di ruang bakar tersebut mengandung
Gambar
4 Sistem Electrostatic Precipitator (ESP)
(sumber : www.flowvision-energy.com)
Gambar 5. Bagian-Bagian dari Electrostatic Precipitator (ESP)
(sumber : http://www.tapc.com)
Cara kerja dari electrostatic precipitator (ESP) adalah:
melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan
listrik yang terbentuk antara discharge electrode dengan
plat pengumpul, flue gas yang mengandung butiran debu
pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati
medan listrik, partikel debu tersebut akan terionisasi
sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan negatif
(-). Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-)
kemudian menempel pada pelat-pelat pengumpul
(collector plate), lihat gambar 4. Debu yang dikumpulkan
di pelat pengumpul dipindahkan kembali secara periodik
dari pelat pengumpul melalui suatu getaran (rapping).
Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper),
lihat gambar 1 dan 2, dan ditransport (dipindahkan) ke fly
ash silo dengan cara di vacum atau dihembuskan.dan
beban statis (lumped load).
E. Komponen Electrostatic Precipitator (ESP)
1. Screen Inlet
Screen Inlet digunakan untuk menyaring debu yang
masuk dari hasil pembakaran oleh boiler.
2. Penangkap Debu
Di dalam ESP terdapat dua jenis elektroda, yaitu
discharge electrode yang bermuatan negatif (-) dan
collecting electrode yang bermuatan positif (+).
a. Discharger Electrode
Discharge Electrode berfungsi untuk mengionisasi
partikel debu sehingga partikel debu bermuatan
negatif.
b. Collecting Electrode
Colecting electrode berfungsi untuk menangkap
partikel abu yang bermuatan negatif. Colecting
electrode terbuat dari pelat baja dan dipasang sejajar.
72
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Berikut gambar discharger electrode dan collecting
electrode di dawah :
3. Rapping
Rapping berfungsi menjatuhkan debu yang sudah
menempel pada Collecting electrode dengan cara
memberikan getaran atau dipukul/diketuk. Rapping dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
a. Rapping Collecting Electrode
Rapping Collecting Electrode berfungsi
untuk memukul Collecting electrode secara
periodik agar abu yang sudah menempel pada
Collecting Electrode jatuh ke Hopper
b. Rapping Discharge Electrode
Rapping Discharger Electrode berfungsi
untuk memukul Discharger Electrode secara
periodik agar abu yang menempel jatuh ke
Hopper. Apabila
Collecting Electrode dan
Discharger Electrode bersih maka proses
penangkapan abu di dalam ESP akan lebih baik.
Supaya bisa bekerja masing–masing Rapping
digerakkan oleh motor.
4. Tangki Penampungan Awal (Hopper)
Tangki penampungan awal (Hopper) digunakan
untuk menampung debu yang telah dijatuhkan oleh
rapping.
Tangki Penampungan Akhir (Bunker)
Tangki penampungan akhir berfungsi untuk
menampung debu dari hopper. Kemudian debu dari
bunker akan di transfer ke tempat industri pembuatan
semen.
F. Proses Pembentukan Medan Listrik
Proses Pembentukan Medan Listrik Proses
pembentukan medan listrik; (1) Terdapat dua jenis
elektroda, yaitu discharge electrode yang bermuatan
negatif dan plat pengumpul bermuatan positif. (2)
Discharge electrode diletakkan diantara plat pengumpul
pada jarak tertentu. (3) Discharge electrode diberi listrik
arus searah (DC) dengan muatan minus, pada level
tegangan antara 55 – 75 Kv DC (sumber listrik awalnya
adalah 380 volt AC, kemudian dinaikkan oleh transformer
menjadi sekitar 55 – 75 Kv dan dirubah menjadi listrik DC
oleh inverter), diambil hanya potensial negatifnya saja. (4)
Pelat pengumpul ditanahkan (di-grounding) agar
bermuatan positif. (5) Dengan demikian, pada saat
discharge electrode diberi arus DC maka medan listrik
terbentuk pada ruang yang berisi tirai-tirai elektroda
tersebut dan partikel-partikel debu akan tertarik pada
pelat-pelat tersebut. Gas bersih akan terus bergerak ke
cerobong asap.
Adapun persamaan untuk mendapatkan besar
kuat medan listrik adalah :
!
Ec =
(1)
!
Dimana
E = Kuat medan Listrik (kV/m)
V = Tegangan (kV)
d = Diameter ESP (m)
sedangkan untuk mendapatkan besar kuat medan listrik
rata-rata yaitu :
978-602-18168-7-5
Erata-rata =
!!"#"!$!! !
!"#$%!&!
!
(2)
G. Kecepatan Migrasi Partikel (ω)
Kecepatan migrasi partikel adalah kecepatan gerak
partikel ketika diberi muatan negatif bergerak menuju
elektroda
pelat
pengumpul.
Variabel
yang
mempengaruhinnya yaitu ukuran partikel, kuat medan
listrik dan viskositas gas. sehingga kecepatan migrasi
partikel dapat dinyatakan dengan persamaan:
!=2
!! !"!!!!
!µ
Dimana :
! = Kecepatan migrasi partikel ( m/! )
A = Jari-jari partikel (m)
p = Tekanan (1 atm)
!! = Kuat medan listrik (v/m)
!! = Kuat medan precipitator (v/m)
Dapat dianggap bahwa !! = !! = E
µ = Viskositas gas (pascal . detik)
!0 = Permittivity (8,85x 10-12 !/!)
Ec = Ep
Adapun
persamaan lain untuk
kecepatan migrasi, yaitu :
!
! = − !! (1- !)
!
Dimana:
! = Kecepatan migrasi partikel (!/s)
Q = Laju aliran gas (!3/s )
A = Luas media penangkap (!2)
! = Efisiensi ESP
(3)
mencari
(4)
H. Efisiensi Pengumpulan Partikel
Efisiensi pengumpulan partikel dari sebuah ESP
pertama dikembangkan secara empiris oleh Elvald
Anderson ditahun 1919 dan dikembangkan secara teoritis
oleh W. deutsch di tahun 1922. Persamaan ini dikenal
sebagai persamaan Deutsch-Anderson. Adapun persamaan
Deutsch-Anderson sebagai berikut:
!"
!!! = 1− !− ( )
(5)
!
Dimana:
! = Kecepatan migrasi partikel (!/! )
A = Luas media penangkapan (!2)
Q = Laju aliran gas (!3/! )
e = Bilangan napier (2,718)
III. METODE PENELITIAN
A.Penelitian ini dilaksanakan di PT Makassar Tene.
Pada lingkup power plant Di tempat ini penulis
mengambil acuan sebagai sumber data penelitian selama 3
bulan yang dilakukan pada tanggal 30 Januari s/d 30 April
2018
B.Prosedur PenelitianAdapun beberapa prosedur yang
dilakukan, yaitu :
1. Mengumpulkan data.
2. Analisa dan pengolahan data.
3. Membuat dan menyajikan solusi untuk
mengetahui cara meminimalisir jumlah indeks
debu yang keluar melalui cerobong asap.
73
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
4.
Memberikan kesimpulan terhadap penelitian
yang diangkat
START
Pengumpulan Data :
·
Spesifikasi ESP
·
Jumlah Emisi Hasil
Pembakaran di Boiler
·
Tegangan dan Arus pada ESP
Pengolahan Data :
·
Perhitungan Efisiensi ESP
·
Abu yang tertangkap resistansi Partikel
·
Kecepatan Migrasi Partikel
TIDAK
Analisis data untuk mengefisiensi
penggunaan ESP dan menentukan
solusi untuk meminimalisir
978-602-18168-7-5
Tabel 2. Jumlah Emisi Maksimum
Field
Abu (Kg/s)
Masuk
Tertangkap
Terlepas
ESP
1
146
126
20
2
20
14,42
5,58
3
5,58
1,27
4,31
(Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene)
Tabel 3. Tegangan dan Arus Setting
Field
Tegangan
Arus
(kV)
(mA)
ESP
1
100
400
2
3
YA
KESIMPULAN
Tabel 4. Tegangan dan Arus Aktual
Tegangan (KV)
Arus (mA)
Gambar 6 Flowchart Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Electrostatic Precipitator (ESP)
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu
alternatif penangkap debu dengan efisiensi tinggi
(mencapai 90%) dan rentang partikel yang cukup besar.
Dengan menggunakan ESP ini, jumlah limbah abu yang
keluar dicerobong diharapkan hanya sekitar 0,48 %
(efektifitas penangkapan debu mencapai 99,52%).
B. Data Penelitian
Berdasarkan data yang didapat melalui hasil survei pada
power plant PT. Makassar Tene adalah :
ESP
Tabel 1. Jumlah Emisi Minimum
Field
Abu (Kg/s)
Masuk
Tertangkap
Terlepas
1
106,48
95,73
10,75
2
10,75
4,81
5,94
3
5,94
3,16
2,78
(Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene)
400
400
(Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene)
SELESAI
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Survei adalah melakukan kunjungan atau
pengamatan langsung pada Power Plant PT.
Makassar Tene.
2. Wawancara Yaitu metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan mengadakan tatap
muka atau wawancara secara langsung.
3. Studi Literatur adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan mengadakan studi dari
buku-buku/pustaka, situs-situs internet dan
literatur lain yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas dalam penulisan ini.
D. Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif dengan perhitungan
berdasarkan teori.
100
100
Field
MIN
MAX
MIN
MAX
ESP
1
73,1
84,67 16,08 126,67
2
62,14
72,3
18,17 139,33
3
56
65,59
17,5
148,46
Rata-Rata
64
76
17
138
(Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene)
Tabel 5. Spesifikasi ESP
No.
Spesifikasi ESP
Satuan
1
Diameter (d)
0,15 m
-12
2
Permttivity (K0)
8,85 x 10
-5
3
Viskositas gas (µ)
1,8 x 10
3
4
Laju aliran gas (Q)
183,9 m /s
2
5
Luas Penampang (A)
11773 m
6
Efisiensi desain (η)
99,52 %
-6
7
Tekanan (Pa)
0,5 x 10
8
Bilangan napier (e)
2,718
(Sumber data : Power Plant PT. Makassar Tene)
Tabel 6. Partikulat Minimum dan maksimum yang keluar
3
No
Partikulat (mg/m )
Minimum
Maksimum
1
2,78
10
(Sumber data : Safety room PT. Makassar Tene)
C. Penerapan Cara Kerja ESP
Pada umumnya prinsip kerja electrostatic
precipitator (ESP) itu sama yaitu untuk menangkap debu
hasil pembakaran yang berpotensi merusak lingkungan. Di
PT. Makassar Tene memiliki pembangkit sendiri yaitu
PLTU yang bahan baku nya menggunakan batu bara
dimana hasil pembakarannya keluar melalui cerobong .
D. Menghitung Kuat Medan Listrik dan Kecepatan
Migrasi Partikel berdasarkan Kondisi Aktual
Adapun untuk mendapatkan besar kuat medan
listriknya menggunakan persamaan 1 dan 2 yaitu :
1. Besar kuat medan listrik pada saat emisi
minimum :
!
!"
E= =
= 427 kV/m
!
!,!"
74
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
2.
Besar kuat medan listrik pada saat emisi
maksimum :
!
!"
E= =
= 507 kV/m
!
!,!"
978-602-18168-7-5
efisiensi desain dan efisiensi aktual terjadi perbedaan
dimana efisiensi desain baik minimum ataupun maksimum
nilai efisensi tegangannya yaitu 99,52%.
Jadi, besar kuat medan listrik rata-rata, yaitu :
!"# !!"#
Erata-rata =
= 467 kV/m
!
Sehingga, kecepatan migrasi partikel aktual pada
ESP didapatkan dengan menggunakan persamaan 3 yaitu :
ω=
=
=
=
!!! !! !
! !!
!"
(!,!" ! !"!!" ) (!"#$#% ! !"! )
!,! ! !"!!
!"#$$%&,!" ! !"!!"
Gambar 8 Grafik Abu Masuk, Tertangkap, Terlepas terhadap
Tegangan
!,! ! !"!!
= 0,036 m/s
Dari hasil perhitungan untuk kecepatan migrasi partikel
pada kondisi aktual ESP di PT.Makassar Tene mengalami
penurunan yang disebabkan oleh peralatan yang sudah
lama dan terjadi korosi pada plat-plat seperti collecting
electrode. Dan adanya gesekan rapping yang
mengakibatkan palu atau pemukul kurang maksimal
bekerja.
E. Menghitung Efisiensi ESP
Adapun cara untuk mengetahui efisiensi dari ESP
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan DeutschAnderson, yaitu :
!"
η = 1 – e-( )
!
= 1 – 2,718-(
!,!"# ! !!""#)
= 1 – 2,718-(2,31)
= 1 – 0,0992
= 0,9008
η = 90,08 %
!"#,!
F. Analisis Jumlah maksimum abu yang tertangkap oleh
ESP
Dari data yang didapatkan di Power Plant PT.
Makassar Tene bahwa abu batubara yang masuk adalah
Tabel 1 Jumlah Emisi Minimum didapatkan efisiensi
minimum yaitu 95,54% dan Tabel 2 Jumlah Emisi
Maksimum diatas didapatkan efisiensi sebesar 98,1%.
G. Hubungan Efisiensi terhadap Tegangan
Setelah melakukan pengambilan dan analisis
data, maka dibuat grafik perbandingan efisiensi terhadap
tegangan dan emisi terhadap tegangan, adalah :
Gambar 7. Grafik Hunbungan Efisiensi ESP terhadap Tegangan
Dari gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa
tegangan efisiensi aktual minimum dan tegangan aktual
maksimum (rata-rata) adalah 96,8%. Jadi dapat diketahui
bahwa semakin besar tegangan maka akan semakin
mempengaruhi besarnya efisiensi. Tapi dilihat dari
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar
tegangan maka semakin besar pula jumlah abu atau emisi
yang tertangkap oleh ESP. Dan dari tegangan inilah yang
mempengaruhi efisiensi ESP. Berdasarkan grafik diatas
sebanyak 2,78 g/s campuran abu/emisi, gas buang
partikulet dan dari 2,78 g/s tersebut gas buang partikulet
maksimum yang terlepas ke udara adalah 10 mg/Nm3 yang
merupakan hasil pengujian oleh Safety room di PT.
Makassar Tene. Artinya indeks gas maksimum yang
keluar dari cerobong sesuai dengan batas ambang oleh
kep13/MENLH/3/1995+attachment
IIB/kep205/BAPEDAL/07/1996) yaitu sebesar 230
mg/Nm3.
V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analaisis yang telah dilakukan maka
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan cara kerja ESP PLTU PT. Makassar
Tene, tegangan keluaran yang dihasilkan adalah
kurang lebih 60 kV dialirkan ke discharge
electrode sehingga debu yang bermuatan negatif
akan ditangkap oleh collecting electrode, abu
yang ditangkap akan dijatuhkan dengan
menggunakan
rapping
akan
ditampung
dipenampungan awal . Ketika penampungan
awal penuh, gate valve yang dikendalikan oleh
motor akan terbuka kurang lebih/30 detik dan
akan kembali tertutup apabila penampungan awal
sudah kosong. Pada saat debu jatuh dari
penampungan awal kompresor dengan pressure
tinggi akan menyemprot debu ke tempat
penampungan akhir (bunker).
2. Besar indeks maksimum partikulat yang keluar
melalui cerobong asap PLTU PT. Makassar Tene
yaitu sebesar 10 mg/Nm3 dengan tegangan
keluaran maksimum 76 kV dengan ambang batas
sebesar 230 mg/Nm3. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa partikulat yang keluar jauh dari
ambang batas yang artinya ESP di PT. Makassar
Tene efisien dengan tegangan keluaran optimum
76 kV.
3. Efisiensi ESP tergantung pada tegangan yang
dibangkitkan semakin besar tegangan maka
efisiensi akan naik yang berarti gas yang keluar
melalui cerobong asap sedikit.
75
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
B.Saran
Sebaiknya dilakukan maintenance pada pelatpelat collecting electrode yang mulai berkorosi dan
rapping yang sudah mulai bengkok seupaya dapat menjaga
efisiensi ESP.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua atas segala doa, pengorbanan,
motivasi, kasih sayang yang menjadi penggugah
semangatpenulis.
2. Bapak Dr.Ir.H.HamzahYusuf,M.S., selaku
direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang.
3. Ibu Dr.Ir.HafsahNirwana,M.T., selaku Ketua
Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
4. Bapak Sofyan, M.T., selaku ketua Program
Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
5. Bapak Ir. Hamma M.T. selaku pembimbing 1
dan Bapak Ir. Ahmad Gaffar M.T., selaku
pembimbing 2 yang telah menyediakan waktu
luangnya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2014, yang
telah banyak membantu dan berbagi ilmu
kepada penulis.
7. Staff PT. Makassar Tene , Rivai Abdi yang telah
membantu dan menyediakan waktu luangnya
dalam pengambilan data.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
978-602-18168-7-5
[5] Thomas M Grace,”Recovery Boiler Equipment and
Operation”, T.M. Grace Co,Inc. Appleton,
Wisconsin.
[6] Afrian, Noza. 2015. Anaisis kinerja Electrostatic
Precipitator (ESP) berdasarkan tegangan DC yang
digunakan terhadap perubahan emisi pada power
boiler industri pulp and paper. Riau: Universitas
Riau.
[7] Technology, Hologram. 2013. “Pengertian Batu
Bara”,
http://batubara123.blogspot.com/2013/11/pengertian-batubara.html, diakses pada 28 August 2018, 06:59:16.
[8] Asrori, Huda Nur. 2018. “Pengertian Batubara dan
Proses
Pembentukannya,
GEOGRAPHER:
Pengertian Batubara dan Proses Pembentukannya,
GEOGRAPHER”.
http://ilmunyageografi.blogspot.com/2017/06/pengert
ian-batubara-dan-proses.html. diakses pada 14
August 2018, 15:13:47.
REFERENSI
[1] Chiang, T. W. 2001. Simulasi electrostatic
precipitator keping sejajar 10 KV DC. Skripsi.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen
Petra. Surabaya. [Anonim, “ Operation and
Maintanance Manual ESP Basic”, TAI & Chyun
Association, Inc. Korea.
[2] Whardani, E. M. Sutisna dan A. H. Dewi. 2012.
Evaluasi pemanfaatan abu terbang (Fly ash) batubara
sebagai campuran media tanam pada tanaman tomat
(Solanum lycopersicum). Jurnal Itenas Rekayasa
Institut Teknologi Nasional, Vol. XVI, No. 1. Hal 45.
[dy Rustandi “ Maentenance for ESP, Fly Ash and
Sand Handling System”, PT. Truba Jaya
Engineering.
[3] Mikael, Risberg. 2011. Black Liquar Gasification.
Lulea University of Technology, Sweden.
[4] Politeknik Negeri Ujung Pandang. (2016). Pedoman
Penulisan Proposal dan Skripsi Program Diploma
Empat (D-4). Makassar: Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
76
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Studi Aliran Daya Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene
Putri Dwi Asriyani
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Daya listrik akan selalu menuju ke beban, sehingga disebut aliran daya atau aliran beban. Aliran daya, yaitu
penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif, daya reaktif, faktor daya yang terdapat pada setiap simpul atau bus
suatu sistem tenaga listrik. Hal itu dianggap perlu dalam melakukan perhitungan aliran daya untuk mendapatkan data dan
informasi yang berguna dalam merencanakan perluasan sistem tenaga listrik dan dalam menentukan operasi terbaik untuk
jaringan sistem kelistrikan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kondisi aliran daya, rugi-rugi daya (losses) pada
saluran transmisi serta jatuh tegangan pada setiap bus sistem kelistrikan PT. Makassar Tene. Dalam penelitian ini
digunakan software ETAP Power Station 12.6.0 dengan metode Newton-Raphson untuk mempermudah dalam perhitungan
aliran daya. Dari hasil simulasi didapatkan pada swing bus, nilai daya aktif (P) sebesar 7,618 MW, daya reaktif (Q) sebesar
1,288 MVAR, dan daya semu (S) sebesar 7,726 MVA. Dan besar rugi daya untuk daya aktif sebesar 0,124 MW dan untuk
daya reaktif sebesar 1,426 MVAR. Serta besar nilai tegangan jauh dibawah persyaratan yang ditetapkan, yaitu drop
tegangan maksimum (kritis) mempunyai nilai ± 5% dari tegangan nominal.
Keywords: Aliran Daya, Software ETAP Power Station 12.6.0, Metode Newton-Raphson.
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan akan sumber daya energi listrik semakin
meningkat, begitupun dari sektor industri, hal ini salah
satunya terjadi di PT. Makassar Tene yang dimana energi
listrik diambil dari unit pembangkit energi listrik tenaga
uap yang dimiliki PT. Makassar Tene tersebut. Masalah
yang terjadi adalah akan masuk beberapa beban baru
untuk menunjang proses produksi terus mengalami
peningkatan dan mutu kualitas produknya. Sehingga
dengan masuknya penambahan beban baru tersebut,
diharapkan masih dapat memadai kebutuhan daya energi
listrik tersebut.
Hal ini berpengaruh pada sistem kelistrikan PT.
Makassar Tene. Untuk itu, perlu dilakukan analisis aliran
daya untuk mengetahui kondisi secara keseluruhan dari
sistem tenaga listrik pada PT. Makassar Tene saat ini.
Demikian hal ini dianggap penting dan diangkat sebagai
tugas akhir dalam menyelesaikan studi diploma empat di
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
II. KAJIAN LITERATUR
2.1 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik merupakan sebuah sistem
kelistrikan yang menyalurkan daya listrik dari pembangkit
listrik ke konsumen. Daya listrik yang disalurkan tersebut
melalui sebuah jaringan yang disebut dengan jaringan
transmisi dan distribusi. Melalui jaringan ini daya listrik
dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam penyalurannya
komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu
dari yang lainnya. Sehingga secara umum sistem tenaga
listrik dibagi atas 3 bagian utama, yaitu: pembangkit,
transmisi dan distribusi.
2.2 Aliran Daya
Daya listrik akan selalu menuju ke beban, sehingga
disebut aliran daya atau aliran beban. Studi tentang aliran
daya listrik sangatlah penting karena sebagai perencanaan
perluasan sistem tenaga listrik dan dalam menentukan
operasi terbaik untuk sistem tenaga listrik [3].
Aliran daya listrik adalah suatu pembahasan studi
dalam sistem tenaga listrik untuk mengetahui parameterparameter seperti besarnya losses (rugi-rugi daya,
tegangan, dan arus), kemampuan alokasi daya yang
dibutuhkan serta memenuhi perkembangan beban
merupakan salah satu tujuan dari diadakannya analisis
aliran daya.
2.3 Konsep Dasar Aliran Daya
Dalam persamaan maupun perhitungan daya, hal
pokok yang harus dipahami adalah dengan memahami
konsep segitiga daya. Berikut ini akan dijelaskan tentang
segitiga daya menggunakan gambar disertai penjelasan
dan perhitungannya [6].
Daya aktif (P) adalah daya listrik yang dibangkitkan
di sisi keluaran generator, kemudian termanfaatkan oleh
konsumen, dapat dikonversi ke bentuk energi lainnya
seperti energi gerak ataupun dapat diubah kebentuk energi
listrik. Perlu diingat bahwa tenaga kuda (HP) [5].
Sedangkan daya reaktif (Q) adalah suatu besaran
yang digunakan untuk menggambarkan adanya fluktuasi
daya pada saluran transmisi dan distribusi akibat
dibangkitkannya medan/daya magnetik atau beban yang
bersifat. Daya ini memiliki satuan volt-ampere-reaktif
(VAR) atau kilovar (kVAR) [5].
Daya semu (S) merupakan jumlah daya total yang
terdiri dari daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) [5].
Dalam suatu analisis sistem tenaga listrik khususnya
pada analisis aliran daya selalu mengacu pada konsepkonsep dasar aliran daya sebagai berikut:
77
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
1. Daya Listrik Pada Rangkaian Satu Fasa
Daya yang diserap oleh suatu beban pada setiap saat
sama dengan jatuh tegangan (voltage drop) pada beban
tersebut dalam volt dikalikan dengan arus yang mengalir
lewat beban dalam ampere, jika terminal-terminal beban
digambarkan sebagai a dan n serta jika tegangan dan arus
dinyatakan dengan,
Van = Vmax cos ωt, Ian = Imax cos (ωt-θ)
θ = positif (+), untuk arus langging
θ = negatif(-), untuk arus leading
Maka daya sesaat (S) :
S = Vmax ⨯ Imax cos (ωt-θ)
S = V⨯ I
Vmax ⨯ Imax
Vmax ⨯ Imax
S=
cosθ (1 + cosωt) +
sin θ sin 2ωt
2
2
Atau,
S = |𝑉||𝐼| cosθ(1 + cos 2ωt) + |𝑉||𝐼| sin θ sin 2ωt
Keterangan:
|𝑉| dan |𝐼| adalah harga efektif dari tegangan dan arus
|𝑉||𝐼| cosθ(1 + cos 2ωt) selalu positif, dengan harga ratarata :
P = |𝑉||𝐼| cosθ
|𝑉||𝐼| sin θ sin 2ωt mempunyai harga positif dan negatif
dengan harga rata-rata nol
Q = |𝑉||𝐼| sinθ
Ket :
P
: disebut daya nyata atau aktif (Watt)
Cosθ : disebut faktor kerja
Q
: disebut daya reaktif
“positif” untuk beban induktif
“negatif” untuk beban kapasitif
2. Daya Listrik Pada Rangkaian Tiga Fasa
Daya yang diberikan oleh generator tiga fasa atau yang
diserap oleh beban tiga fasa adalah jumlah daya dari tiaptiap fasa. Pada sistem tiga fasa seimbang berlaku rumusrumus:
P = 3VpIpcosθp
Q = 3VpIpsinθp
Ket :
θp : sudut antara arus fasa (lagging) dan tegangan fasa
Hubungan yang terjadi pada rangkaian sistem tiga fasa
umumnya ada dua hubungan yaitu hubungan bintang (Y)
dan segitiga (Δ).
Hubungan bintang (Y) :
𝑉1
Vp = ; I p = I 1
√3
Hubungan segitiga (Δ) :
I1
V p = V 1; I p =
√3
Kemudian dimasukkan ke persamaan diatas menjadi:
P = √3 V1I1cosθp
Q = √3 V1I1sinθp
Sehingga :
S = √𝑃2 + 𝑄2 = √3 V1I1
3. Faktor Daya
Daya rata-rata bukan lagi fungsi rms (root mean
square) dari arus dan tegangan saja, tetapi ada unsur
perbedaan sudut phasa arus dan tegangan dari persamaan
sephasa dan φ = 0o, maka persamaan daya menjadi :
978-602-18168-7-5
P = V·I cosφ
Untuk :
φ = 60o; maka P = V·I cos (60o) = 0,3 V·I
φ = 90o; maka P = V·I cos (90o) = 0
Arus yang mengalir pada sebuah tahanan akan
menimbulkan tegangan pada tahanan tersebut, yaitu
sebesar :
P = Vr·Im cosφ
Keterangan :
P
: daya aktif (Watt)
Vr
: tegangan (Volt)
Im
: arus maksimal (Ampere)
Cosφ
: faktor daya
Karena tidak ada sudut fasa antara arus dengan
tegangan pada tahanan, maka sudut φ = 0o. Sehingga:
P=V·I
Tegangan dikalikan dengan arus disebut daya semu.
Daya rata-rata dibagi daya semu disebut dengan faktor
daya. Untuk arus dan tegangan sinusoid, faktor daya dapat
dihitung:
𝑃
V·I cosφ
Faktor daya =
=
= cosφ
𝑉·𝐼
𝑉·𝐼
φ adalah sudut faktor daya, sudut ini menentukan
kondisi terdahulu atau tertinggal tegangan terhadap arus.
Bila sebuah beban diberikan tegangan, impedansi dari
beban tersebut maka dapat menentukan besar arus dan
sudut phasa yang mengalir pada beban tersebut. Faktor
daya merupakan petunjuk yang menyatakan sifat suatu
beban.
4. Losses (Rugi Daya)
Konduktor pada bagian penyaluran energi listrik
mempunyai resistansi terhadap arus listrik, jadi ketika
sistem beroperasi pada bagian penyaluran ini akan terjadi
rugi daya yang berubah menjadi energi panas. Rugi daya
pada gardu induk relatif kecil, sehingga rugi daya dalam
sistem tenaga listrik dapat dianggap terdiri dari rugi daya
pada jaringan transmisi dan jaringan distribusi. Jika energi
listrik disalurkan melalui jaringan arus bolak-balik tiga
fasa, maka rugi daya pada jaringan tersebut adalah:
ΔP1 = 3·I2·R·L (Watt)
Keterangan :
I : arus konduktor (Ampere)
R : resistansi konduktor (Ω)
L : panjang saluran (meter)
2.4 Metode Perhitungan Aliran Daya
Metode Newton-Raphson pada dasarnya merupakan
metode Gauss-Siedel yang diperluas dan disempurnakan.
Metode Newton-Raphson adalah uraian dari deret Taylor
untuk satu fungsi dengan dua variabel atau lebih untuk
memecahkan pesoalan aliran daya yaitu dengan mencari
daya aktif, daya reaktif, tegangan dan faktor daya.
Metode Newton-Raphson mempunyai perhitungan
lebih baik dari pada metoda Gauss-Siedel bila untuk
sistem tenaga yang besar karena lebih efisien dan praktis.
Jumlah iterasi (perhitungan) yang dibutuhkan untuk
memperoleh pemecahan ditentukan berdasarkan ukuran
system [3].
78
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Pada sistem yang terdiri n bus, persamaan untuk
penyelesaian aliran daya sebanyak (n-1), yang dalam
matriks dapat dinyatakan dalam bentuk:
978-602-18168-7-5
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
𝜕𝑃1
4.1 Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Makassar
Tene
Untuk memenuhi kebutuhan daya PT. Makassar
Tene dalam melakukan produksi secara berkelanjutan
diperlukan daya listrik yang memadai, agar proses
produksi terus mengalami peningkatan dan mutu kualitas
produknya.
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
4.2 Justifikasi Metode Sistem Aliran Daya
Pada bagian ini saya akan mengvalidasi sistem aliran
daya dengan membandingkan hasil yang diperoleh melalui
sistem manual dengan software ETAP Power
Station12.6.0. Hal ini dilakukan untuk menjustifikasi
metode yang saya gunakan dalam perhitungan aliran daya.
Untuk memudahkan, maka sistem aliran yang saya
validasi adalah 4 busbar. Berikut Single Line Diagram
Sistem 4 Bus PT. Makassar Tene:
∆𝑃1
∆𝑃1
⋮
⋮ 𝜕𝑃1 𝜕𝑃1
∂Ф1
∂Фn-1 ⋮ ∂V1
∂Vn-1
∆𝑃𝑛−1
∆𝑃𝑛−1
∂Pn-1
∂Pn-1 ⋮ ∂Pn-1 ∂Pn-1
∂Ф1
∂Фn-1
∂V1
∂Vn-1
⋯
⋯
= ____________ ⋮ ____________
𝜕𝑄1
𝜕𝑄1 ⋮ 𝜕𝑄1
𝜕𝑄1
∆𝑄1
∆𝑄1
∂V1
∂Vn-1 ⋮ ∂V1
∂Vn-1
∂Q n-1
∂Q n-1 ⋮ ∂Q n-1 ∂Q n-1
∆𝑄𝑛−1
∆𝑄𝑛−1
∂Ф
∂Фn-1 ⋮ ∂V1
∂Vn-1
[ 1
] [
⋮
[
]
]
𝜕𝑃1
𝐽
∆𝑃
] = [1
∆𝑄
𝐽3
𝐽2 ∆Ф
][ ]
𝐽4 ∆𝑉
𝐽
∆Ф
] = [1
𝐽3
∆𝑉
𝐽2 −1 ∆𝑃
] [ ]
𝐽4
∆𝑄
[
Atau,
[
Keterangan :
ΔP dan ΔQ : Selisih daya aktif dan daya reaktif antara
nilai yang diketahui dan nilai yang dihitung.
ΔV dan ΔF : Selisih tegangan bus dan sudut fasa
J1, J2, J3, dan J4 disebut sub matriks Jacobian dari matriks
Jacobian J.
MULAI
PENGUMPULAN DATA :
OBSERVASI
WAWANCARA
DOKUMENTASI
Gambar 2. Single Line Diagram dengan 4 Bus
MEMBUAT SIMULASI PADA
SOFTWARE ETAP
MENGHITUNG SECARA MANUAL
TIDAK
Dengan menggunakan software ETAP maka hasil
simulasi yang di dapatkan seperti dijelaskan melalui tabel
berikut:
Tabel 1. Hasil Simulasi Aliran Daya 4 bus dengan menggunakan
ETAP Power Station 12.6.0
Pembangkitan
VA LIDASI HASI L SIMULA SI DE NGAN
HAS IL PERHI TUNGAN S ES UAI ?
YA
Bus
KESIMPULAN
SELESAI
Gambar 1. Flowchart Prosedur Penelitian
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Makassar Tene. Di
tempat ini penulis mengambil acuan sebagai sumber data
penelitian selama 4 bulan yang dilakukan pada bulan April
s/d Agustus 2018.
3.2 Prosedur Penelitian
Berikut mengenai urutan dalam prosedur penelitian:
1
2
3
4
Daya
Aktif
(W)
48
-
Daya
Reaktif
(VAR)
263
-
Aliran Daya
Daya
Aktif
(W)
37
10
Daya
Reaktif
(VAR)
166
97
Tegangan
V
10500
10500
400
400
Tabel 2. Hasil Perhitungan Manual Aliran Daya 4 Bus
Pembangkitan
Aliran Daya
Tegangan
Daya
Daya
Daya
Daya
Bus
V
Aktif
Reaktif
Aktif
Reaktif
(MW)
(Mvar)
(MW)
(Mvar)
1
54
279
10500
2
10500
3
57,3
196,2
400
4
11,9
113,1
400
79
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
4.1 Hasil Simulasi Aliran Daya Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene
Berikut gambar single line diagram hasil simulasi aliran daya sistem kelistrikan PT. Makassar Tene sebagai berikut:
Gambar 3. Single Line Diagram Hasil Simulasi Aliran Daya Sistem Kelistrikan PT. Makassar Tene
80
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Dari hasil simulasi aliran daya menggunakan software
ETAP Power Station 12.6.0, dapat dilihat besar nilai daya
aktif dan daya reaktif pada PT. Makassar Tene sebagai
berikut:
Tabel 3. Hasil Simulasi Aliran Daya menggunakan ETAP Power
Station 12.6.0
Saluran
Dari
Bus
Ke
Bus
Bus 1
Bus 1
Bus 5
Bus 5
Bus 7
Bus 7
Bus 7
Bus 7
Bus 7
Bus11
Bus 14
Bus 18
Bus 19
Bus 20
Bus 21
Bus 22
Bus 23
Bus 25
Bus 37
Bus 40
Bus 47
Bus 48
Bus 49
Bus 50
Bus 51
Bus 52
Bus 56
Bus 57
Bus 58
Bus 59
Bus 60
Bus 64
Bus 66
Bus66
Bus 5
Bus 7
Bus 37
Bus 48
Bus 49
Bus 50
Bus 51
Bus 52
Bus 12
Bus 13
Bus 57
Bus 58
Bus 59
Bus 60
Bus 56
Bus 1
Bus 5
Bus 40
Bus 8
Bus 5
Bus 22
Bus 18
Bus 19
Bus 20
Bus 21
Bus 11
Bus 12
Bus 13
Bus 14
Bus 15
Bus 2
Bus 64
Aliran Daya
Daya
Daya
Aktif
Reaktif
(MW)
(Mvar)
0,352
0,025
2,187
0,404
5,035
1,258
0,230
0,003
1,220
0,259
1,458
0,201
1,390
0,230
1,390
0,230
1,576
0,335
0,141
0,051
0,128
0,001
1,428
0,178
1,363
0,209
1,363
0,209
1,547
0,313
1,212
0,303
2,539
0,429
2,539
0,429
0,230
0,003
0,229
0,003
2,539
0,429
1,220
0,259
1,458
0,201
1,390
0,230
1,390
0,230
1,576
0,335
1,212
0,060
1,428
0,041
1,363
0,011
1,363
0,011
1,547
0,017
0,351
0,020
0,352
0,025
Arus
(Amp)
PF
(%)
19,4
122,3
393,0
12,7
68,6
81,0
77,5
77,5
88,6
221,9
190,9
2125,2
2034,4
2034,4
2326,1
1800,4
141,6
141,6
12,7
332,3
141,6
68,6
99,1
77,5
98,7
88,6
1802,5
2122,0
2033,7
2033,7
2326,2
509,1
19,4
99,8
98,3
98,3
100,0
97,8
99,1
98,7
98,7
97,8
94,1
100,0
99,2
98,8
98,8
98,0
98,6
98,6
98,6
100,0
100,0
98,6
97,8
99,1
98,7
98,7
97,8
99,9
100,0
100,0
100,0
100,0
99,8
99,8
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa daya
aktif (P) terbesar yang mengalir dari tiap bus terdapat pada
Bus 5 ke Bus 7 sebesar 5,035 MW, daya reaktif (Q)
terbesar yang mengalir dari tiap bus terdapat juga terdapat
pada Bus 5 ke Bus 7 sebesar 1,258 MVAr, dan arus
terbesar yang mengalir dari tiap bus terdapat pada Bus 21
ke Bus 60 yaitu 2326,1 Ampere.
4.2 Perhitungan
Rugi
Daya
(losses)
Sistem
Kelistrikan PT. Makassar Tene
Dalam melakukan perhitungan rugi-rugi daya
diperlukan data saluran transmisi yang meliputi data arus,
panjang serta tahanan saluran transmisi. Berikut hasil
978-602-18168-7-5
perhitungan rugi-rugi daya saluran transmisi PT. Makassar
Tene:
Tabel 4. Hasil Perhitungan Rugi-rugi Daya Saluran Transmisi
PT. Makassar Tene
Saluran
Dari Bus
Bus 1
Bus 1
Bus 5
Bus 5
Bus 7
Bus 7
Bus 7
Bus 7
Bus 7
Bus 11
Bus 14
Bus 18
Bus 19
Bus 20
Bus 21
Bus 22
Bus 23
Bus 25
Bus 37
Bus 40
Bus 47
Bus 48
Bus 49
Bus 50
Bus 51
Bus 52
Bus 56
Bus 57
Bus 58
Bus 59
Bus 60
Bus 64
Bus 66
Ke Bus
Bus 66
Bus 5
Bus 7
Bus 37
Bus 48
Bus 49
Bus 50
Bus 51
Bus 52
Bus 12
Bus 13
Bus 57
Bus 58
Bus 59
Bus 60
Bus 56
Bus 1
Bus 5
Bus 40
Bus 8
Bus 5
Bus 22
Bus 18
Bus 19
Bus 20
Bus 21
Bus 11
Bus 12
Bus 13
Bus 14
Bus 15
Bus 2
Bus 64
Rugi-rugi Daya
(MW)
0,00000
0,00000
0,00001
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
3,14347
2,88059
2,88059
3,76588
2,25604
0,00000
0,00000
0,00134
0,00480
0,00000
0,01416
0,08171
0,04997
0,08105
0,05225
0,00000
0,00008
0,00007
0,00007
0,00010
0,01127
0,00113
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rugirugi daya terbesar yang mengalir dari setiap bus terdapat
pada Bus 21 ke Bus 60 sebesar 3,76588 MW. Sedangkan,
rugi-rugi daya yang bernilai 0,00000 MW merupakan
hasil perhitungan yang dimana nilai tahanannya sangat
kecil.
4.3 Perhitungan Jatuh Tegangan pada Setiap Bus
yang ada ada PT. Makassar Tene
Dalam melakukan perhitungan jatuh tegangan atau
rugi tegangan pada setiap bus diperlukan data bus beban
yang meliputi data tegangan, arus, tahanan jenis, panjang
81
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
saluran, faktor daya serta luas penampang yang akan
dihitung. Berikut hasil perhitungan jatuh tegangan setiap
bus PT. Makassar Tene:
Tabel 5. Hasil Perhitungan Jatuh Tegangan Setiap Bus PT.
Makassar Tene
Bus
Bus 1
Bus 2
Bus 5
Bus 7
Bus 8
Bus 11
Bus 12
Bus 13
Bus 14
Bus 15
Bus 18
Bus 19
Bus 20
Bus 21
Bus 22
Bus 23
Bus 25
Bus 37
Bus 40
Bus 47
Bus 48
Bus 49
Bus 50
Bus 51
Bus 52
Bus 56
Bus 57
Bus 58
Bus 59
Bus 60
Bus 64
Bus 66
Rugi
Tegangan
(Volt)
0,703
1,517
2,013
3,903
0,990
5,991
6,323
6,627
6,058
6,930
10,552
10,101
10,101
11,549
8,939
0,703
0,703
0,025
0,990
1,406
1,362
1,609
1,539
1,539
1,760
3,580
4,221
4,041
4,041
4,620
0,117
0,039
Tegangan
Akhir
(kV)
10,499
0,398
10,498
10,496
0,399
0,394
0,394
0,393
0,394
0,393
0,389
0,390
0,390
0,388
0,391
10,499
10,499
10,500
0,399
10,499
10,499
10,498
10,498
10,498
10,498
0,396
0,396
0,396
0,396
0,395
0,400
10,500
Persentase
Tegangan (%)
0,0067
0,3792
0,0192
0,0372
0,2475
1,4978
1,5808
1,6568
1,5146
1,7325
2,6379
2,5252
2,5252
2,8873
2,2348
0,0067
0,0067
0,0002
0,2475
0,0134
0,0130
0,0153
0,0147
0,0147
0,0168
0,8950
1,0552
1,0103
1,0103
1,1550
0,0293
0,0004
978-602-18168-7-5
V.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis aliran daya listrik sistem
kelistrikan PT. Makassar Tene dapat disimpulkan bahwa
kondisi kelistrikan secara keseluruhan sudah baik dan
sesuai persyaratan. Dari hasil dari penelitian ini
didapatkan bahwa nilai daya aktif (P) sebesar 7.618 MW,
daya reaktif (Q) sebesar 1.288 MVAR, dan daya semu (S)
sebesar 7.726 MVA. Dan besar rugi daya untuk daya aktif
sebesar 0,124 MW dan untuk daya reaktif sebesar 1,426
MVAR. Serta besar nilai tegangan jauh dibawah
persyaratan yang ditetapkan, yaitu drop tegangan
maksimum (kritis) mempunyai nilai ± 5% dari tegangan
nominal.
REFERENSI
[1] Agung, H. 2009. Analisis Load Flow dalam Sistem
Tenaga Listrik di PT. Sinar Sosro Ungaran. Skripsi.
Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas
Negeri Semarang.
[2] Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian.
Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
[3] Dhimas, P. H. 2014. Pemanfaatan Software ETAP
Power Station 4.0.0 untuk Menganalisis Aliran Daya
Listrik di Gardu Induk Ungaran 150 kV. Skripsi.
Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas
Negeri Semarang.
[4] Prabowo, H. 2007. Analisis Aliran Daya di Wilayah
Kerja PT PLN (Persero) UPT Semarang. Skripsi.
Semarang: Jurusan Teknik Elektro Universitas
Negeri Semarang.
[5] Sigit, A. P. 2015. Analisis Aliran Daya (Load Flow)
dalam Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Software
ETAP Power Station 4.0.0 di PT. Kota Jati Furnindo
Jepara. Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro
Universitas Negeri Semarang.
[6] Stevenson, Jr. W. D. 1990. Analisis Sistem Tenaga
Listrik, Jakarta: Erlangga.
[7] Stevenson, Jr. W. D. 1996. Analisis Sistem Tenaga
Listrik. Diterjemahkan oleh Kamal Idris. Bandung:
PT. Philips Ralin Electronics
[8] Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan,
Bandung: CV. Alfabeta.
[9] Sulasno. 1993. Analisis Sistem Tenaga Listrik,
Semarang: Satya Wacana.
[10] Zuhal. 1998. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan
Elektronika Daya, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rugi
tegangan terbesar yang mengalir dari setiap bus terdapat
pada Bus 21 sebesar 11,549 Volt. Sehingga, sisa tegangan
akhir yang didapatkan sebesar 0,388 kV dan persentase
rugi tegangannya sebesar 2,8873%. Sedangkan, rugi
tegangan terkecil terdapat pada Bus 5, Bus 6 dan Bus 14
sebesar 0 Volt. Sehingga, tegangan akhir yang didapatkan
tetap.
82
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Rancang Bangun Prototipe Pemisah dan Pengangkut
Barang dengan Sistem Pneumatik Berbasis PLC
Andi Khaidir Qadri Agussalim1), Ilham Hidayat Nasir2), Hamdani3)
1,2,3)
1
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected], 2 [email protected]
Abstrak
Sistem Pneumatik dan Programmable Logic Controller (PLC) merupakan dua hal yang sudah familiar dalam dunia
industri. Sistem pneumatik memiliki keunggulan dibandingkan sistem penggerak lainnya. Diantara keunggulan dari sistem
pneumatik yaitu fluida kerja yang dapat diperoleh dengan mudah, tidak peka terhadap suhu, aman terhadap kebakaran dan
ledakan, fluida kerja yang cepat serta banyak keunggulan lainnya. Sedangkan PLC merupakan suatu bentuk sistem kontrol
yang dirancang untuk menggantikan suatu rangkaian relay sequence, hal ini dikarenakan PLC dapat memiliki membuat
kontrol sequence yang lebih kompleks dari relay. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan proses perancangan, perakitan
hingga pengujian prototipe sistem pneumatik yang pengontrolannya menggunakan PLC. Proses perancangan dimulai
dengan membuat pemodelan dengan aplikasi Festo Fluidsim, kemudian membuat sketsa gambar, perakitan perangkat keras
dan perangkat lunak, pengujian hingga pengambilan data kinerja alat. Metode pengontrolan yang digunakan dibagi
menjadi dua bagian, yaitu metode manual dan automatis. Pada metode manual aktuator dapat dikendalikan secara mandiri
melalui saklar, sedangkan pada mode automatis mengikuti urutan-urutan kerja yang telah diprogram melalui hubungan
antara tiap sensor. Hasil menunjukkan bahwa prototipe ini dapat bekerja dengan tingkat keberhasilan 100% pada tekanan
kerja 3 sampai 4 bar.
Keywords: Sistem Pneumatik, Pneumatik, PLC, Robotic Arm, Lengan Robot.
I. PENDAHULUAN
Salah satu inovasi yang banyak dikembangkan dalam
dunia industri adalah sistem pneumatik. Sistem pneumatik
memiliki keunggulan dibandingkan sistem lainnya.
Diantara keunggulan dari sistem pneumatik yaitu fluida
kerja yang dapat diperoleh dengan mudah, tidak peka
terhadap suhu, aman terhadap kebakaran dan ledakan,
fluida kerja yang cepat serta banyak keunggulan lainnya.
Diatntara pengaplikasian sistem pneumatik yaitu sebagai
penggerak akhir pada suatu sistem industri.
Tulisan ini berisikan penyajian metode pembuatan
pemisah dan pengangkut barang dengan sistem pneumatik
yang menggunakan PLC sebagai controller, mulai dari
pemodelan, perakitan, dan pengujian keberhasilan sistem
sesuai dengan rancangan yang telah dibuat.
tekanan kerja yang diinginkan. Kompresor udara biasanya
mengisap udara dari atmosfir. Namun ada pula yang
mengisap udara atau gas yang bertekanan lebih tinggi dari
tekanan atmosfir. Dalam hal ini kompresor bekerja sebagai
penguat. Sebaliknya ada kompresor yang mengisap
Pneumatik & Hidrolik ”Pneumatik” gas yang bertekanan
lebih rendah dari tekanan atmosfir. Dalam hal ini
kompresor disebut pompa vakum [2]. Kompresor pada
sistem pneumatik digunakan sebagai penyuplai udara
bertekanan untuk menggerakkan aktuatur.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Sistem Pneumatik
Sistem pneumatik (pneumatic system) adalah semua
sistem yangmenggunakan tenaga yang disimpan dalam
bentuk udara yangdimampatkan, serta dimanfaatkan untuk
menghasilkan suatu kerja.
Udara mampat adalah udara atmosfer yang diisap oleh
kompresordan dimampatkan dari tekanan normal (0,98
bar) sampai tekanan yanglebih tinggi (antara 4 – 8 bar) [1].
Sistem Pneumatik memiliki beberapa komponen,
diantaranya:
Kompresor
Kompresor adalah mesin untuk memampatkan udara
atau gas. Kompresor dibutuhkan agar mendapatkan
Gambar 1. Salah Satu Jenis Kompresor
Aktutor Berayun
Aktuator Berayun Udara bertekanan menggerak-kan
baling-baling. Gerakan baling-baling dikirim langsung ke
poros penggerak. Sudut ayunan antara 0o sampai 270o.
Torsi yang dihasilkan antara 0,5 Nm sampai 20 Nm pada
tekanan kerja 6 bar, tergantung ukuran baling-baling [2].
83
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
B. PLC Omron CPM1A 30 – CDR – A
Gambar 2. Simbol dan Kontruksi Aktuator Berayun
Selenoid Valve
Selenoid Valve adalah katup yang digerakkan oleh
energ listrik, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya
yang berfungsi untuk mengaktifkan relay dan dapat
diaktifkan menggunakan arus AC maupun DC. Katup
pneumatic (valve) mempunyai lubang keluaran, lubang
masukan, lubang jebakan udara (exhaust) dan lubang Inlet
Main. Lubang Inlet Main, berfungsi sebagai terminal atau
tempat udara masuk, lalu lubang keluaran (Outlet Port)
dan lubang masukan (Inlet Port), berfungsi sebagai tempat
tekanan angin keluar dan masuk yang dihubungkan denga
peneumatic, sedangkan lubang jebakan udara (exhaust),
berfungsi untuk mengeluarkan udara bertekanan yang
terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika
katup pneumatic bekerja [3].
Gambar 3. Konstruksi Selenoid Valve
Silinder Kerja Ganda
Silinder kerja ganda merupakan bagian dari aktuator
gerak lurus. Silinder
kerja
ganda (double
acting
cylinder) memiliki
lubang
untuk memasukan dan
mengeluarkan angin pada kedua ujungnya. Bila sumber
angin dimasukkan melalui lubang dibagian belakang
silinder maka torak akan bergerak maju dan angin akan
keluar melalui lubang bagian depan silinder [4].
Gambar 4. Ilustrasi Cara Kerja Silinder Kerja Ganda
Gambar 5. PLC Omron CPM1A 30 – CDR – A
Gambar 4 adalah PLC Omron CPM1A-30-CDR A
yang merupakan salah satu tipe dari dari PLC Omron
CPM1A. PLC tipe ini memiliki 30 I/O terdiri dari 18 input
dan 12 output, maksud dari DR – A yang tertera pada body
PLC yaitu ‘D’ memiliki arti bahwa output dari PLC ini
berupa tegangan DC, selanjutnya ‘R’ memiliki arti bahwa
output dari PLC ini berupa relay dan yang terakhir yaitu
‘A’ memiliki arti bahwa input dari PLC ini berupa
tegangan AC [5].
C. Motor DC
Motor arus searah adalah suatu mesin listrik yang
berfungsi mengubah tenaga listrik arus searah menjadi
tenaga mekanik berupa putaran. Jadi motor arus searah
berfungsi menghasilkan tenaga mekanik untuk beberapa
keperluan seperti menggerakkan mesin-mesin produksi
dan tansportasi material [6].
D. Sensor
Sensor Through-beam (One-way light barrier)
Sensor Through-beam merupakan salah satu jenis
sensor photoelectric yang terdiri dari bagian transmitter
(pemancar cahaya) dan bagian receiver (penerima). Sensor
Through-beam memiliki elemen sumber dan detektor
cahaya yang terpisah dan di susun sejajar saling
berhadapan, dengan sorotan cahaya memotong jalur yang
akan dilewati oleh obyek. Area sorotan efektif adalah
kolom dimana cahaya melintas lurus diantara lensa-lensa
cahaya) [7]. Simbolnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Gambar 6. Simbol Sensor Through-beam
84
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Sensor Induktif
Sensor induktif mendeteksi keberadaan benda-benda
logam dengan menghasilkan medan elektromagnetik dan
mendeteksi perubahan di medan ini [8]. Simbolnya dapat
dilihat pada gambar 6.
978-602-18168-7-5
F. Software Festo Fluidsim
Software Festo Fluidsim adalah perangkat lunak yang
komprehensif untuk penciptaan, simulasi, instruksi dan
studi elektro pneumatik, elektro hidrolik dan sirkuit
digital. Semua fungsi program berinteraksi dengan lancar,
menggabungkan berbagai bentuk media dan sumber
pengetahuan dengan cara yang mudah diakses [11].
Gambar 7. Simbol Sensor Induktif
Sensor Magnetik (Reed Switch)
Sensor Magnetik berfungsi untuk mendeteksi benda
yang memiliki unsur magnetik. Disusun dari dua plat
kontak yang tertutup hermetis (kedap udara) pada tabung
gelas yang diisi dengan gas pelingung. Pada saat magnet
permanen mencapai saklar magnet, ujung-ujung tab
kontak yang saling bertemu, menarik satu sama lain dan
menjadi kontak [9].
Gambar 10. Jendela Pembuka Festo Fluidsim
III.
METODE PENELITIAN
Gambar 8. Simbol Sensor Magnetik
E. Software CX-Programmer
CX-Programmer adalah software pemrograman untuk
PLC merek OMRON. Software ini beroperasi di bawah
sistem operasi Windows. Gambar 16 adalah tampilan dari
software CX-Programmer [10].
Gambar 10. Flowchart Metodologi Penelitian
Gambar 9. Jendela Pembuka CX-Programmer
Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu membuat
prototipe yang akan diteliti. Untuk membuat prototipe
terlebih dahulu dilakukan pemodelan sistem pada aplikasi
Festo Fluidsim. selanjutnya setelah pemodelan dianggap
berhasil dibuatlah sketsa gambar protoripe dan
perencanaan algoritma pemrograman. Perakitan perangkat
keras dibagi kedalam dua bagian, yaitu perangkat utama
dan perangkat pendukung. Pada perangkat utama
dirakitlah sistem robotic arm dan sistem pemisah logam.
85
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Pada sistem robotic arm terdapat empat aktuator
pneumatik yaitu sebuah aktuator berarun dan tiga buah
double acting cylinder yang dihubungkan dengan besi
hingga membentuk lengan robot (robotic arm), sedangkan
untuk sistem pemisah logam digunakan double acting
cylinder yang dibagian depannya dipasang besi plat untuk
mendorong material logam. Adapun komponen
pendukung terdiri dari meja kerja yang dibuat dari besi
dan conveyor belt yang dirakit dari motor DC, pipa, dan
talang air.
Setelah prototipe selesai maka dilakukanlah
pengambilan data. Tujuan dari pengambilan data adalah
untuk menganalisis kinerja dan tingkat keberhasilan alat
data yang diambil berupa data sensor, data pengujian alat
pada tekanan tertentu, dan data hasil pengujian alat dengan
beberapa kali percobaan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
978-602-18168-7-5
prototipe ini berpengaruh besar terhadap kinerja dan
tingkat keberhasilan prototipe. Pengujian sensor berfungsi
untuk mengetahui kelayakan outut dari sensor sebagai
input PLC, dimana diketahui bahwa input sebesar 24 VDC
dan toleransi +10% dan -15% artinya minimal input PLC
sebesar -20.4 VDC dan maksimal 21.6 VDC.
Sensor Induktif dan Photoelectric
Sensor induktif dan photoelectric pada protipe ini
memiliki tipe yang sama yaitu NPN, artinya kedua sensor
ini menggunakan detektor yang dikombinasikan dengan
sensor NPN. Pengujian senssor dilakukan dengan
memberikan tegangan input yang berasal dari power
supply lalu outpunya diukur dengan multimeter. Sensor
NPN merupakan sensor dengan output negatif (-) artinya
untuk mengukur outputnya diperlukan teganyan positif (+)
dari power supply.
Tabel 1. Data Sensor Induktif dan Photoelectric
A. Hasil Akhir Prototipe
No
Sensor
1
Induktif
2
Photoelectric
Spesifikasi
NPN, NC, 6
- 36 VDC
NPN, NO,
12 - 24
VDC
Vin
(Volt)
Vout
(Volt)
Efesiensi
!!"
(
×
!!"#
100%)
24.84
24.11
96.91%
24.87
24.87
100%
Pada Tabel 1 diketahui bahwa output sensor induktif
sebesar 24.11, dan sensor photoelectric sebesar 24.87,
artinya kedua output sensor ini masih dapat digunakan
pada input PLC.
Gambar 11. Hasil Akhir Prototipe
Garmbar 10 merupakan hasil akhir prototipe yang telah
dibuat. Prototipe ini bekerja berdasarkan dua mode, yaitu
mode otomatis dan manual. Pada mode otomatis conveyor
belt akan berjalan dan membawa material. Saat material
berjaalan, material akan melewati sensor induktif. Jika
pada material terdapat unsur logam sensor induktif akan
mengirimkan sinyal ke PLC untuk mengaktifkan selenoid
valve yang berfungsi mengalirkan udara ke silinder untuk
mendorong material turun dari conveyor belt. Namun jika
pada material tidak mengandung unsur logam maka
conveyor belt akan membawa material hingga ke ujung
conveyor belt yang nantinya akan diangkat oleh lengan
robot. Untuk mode manual aktuator dapat dikendalikan
secara tersendiri.
B. Data Kinerja Prototipe
Data Sensor
Salah satu komponen pendukung dalam prototipe ini
adalah sensor. Sensor-sensor yang digunakan pada
Reed Switch
Reed Switch pada protipe ini memiliki dua tipe yaitu 2
wire (input dan output) serta 3 wire (supply dan output),
pada sensor jenis 2 wire dapat diberi input positif maupun
negatif, output pada sensor ini akan bernilai positif jika
diberi input positif dan begitupun sebaliknya. Sedangkan
untuk tipe 3 wire merupakan tipe sensor NPN dengan 2
wire untuk input/supply dan satu output. Output dari
sensor ini hanya bernilai negatif. Pengujian sensor 2 wire
dilakukan dengan memberikan input negatif lalu output
diukur dengan multimeter dengan tegangan positif dari
Power Supply, sedangkan untuk pengukuran 3 wire
dilakukan sama halnya pada sensor induktif dan
photoelectric.
Tabel 2. Data Pengujian Reed Switch 2 Wire
No
1
2
Kode
Aktuator
C2
C3
Efesiensi
×100%)
Vin
(Volt)
Vout
(Volt)
24.86
24.39
98.11%
RS2
24.85
24.56
98.83%
RS1
24.86
24.38
98.1%
RS2
24.86
24.37
98%
Sensor
RS1
(
!!"
!!"#
C2 dan C3 merupakan kode dari Silinder 2 dan 3 (lihat
gambar 22), sedangkan RS1 sensor ketika posisi silinder
masuk (posisi awal), dan RS2 merupakan sensor ketika
posisi silinder keluar (bekerja).
86
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Tabel 3. Data Pengujian Reed Switch 3 Wire
No
Kode
Aktuator
1
SR
2
C1
Vin
(Volt)
Vout
(Volt)
Efesiensi
!!"
(
×
!!"#
100%)
RS1
24.86
24.85
99.96%
RS2
24.86
24.85
99.96%
RS1
24.86
24.85
99.96%
RS2
24.86
24.78
99.68%
Sensor
SR dan C1 berurutan merupakan kode dari Semi Rotari
Actuator dan Silinder 1 (lihat gambar 22), sedangkan RS1
sensor ketika posisi silinder masuk (posisi awal), dan RS2
merupakan sensor ketika posisi silinder keluar (bekerja)
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 2 dan 3,
diketahui bahwa setiap output dari reed switch dapat
digunakan untuk input PLC pada prototipe ini.
Berdasarkan kedua tabel itu pula diketahui bahwa
kemampuan sensor 3 wire lebih baik dibandingkan 2 wire
berdasarkan kemampuan untuk mengeluarkan output
sesuai dengan input yang diberikan.
978-602-18168-7-5
berbentuk kubus berukuran 5 cm × 5 cm × 5 cm dengan
berat sebesar 100gr. Hasil menunjukkan bahwa sistem ini
dapat bekerja dengan baik pada tekanan kerja antara 3
hingga 4 bar.
Sedangkan pada tekanan 5 bar sistem tidak dapat
bekerja secara sempurna dikarenakan semi rotary hanya
dapat bekerja pada tekanan maksimal 4 bar. Hal ini dapat
diantisipasi dengan memasang khusus regulator tegangan
pada semi rotary.
Adapun pada tekanan 2.5 bar sistem tidak bekerja
dengan baik dikarenakan untuk menggerakan silinder C1
dengan beban yang berat membutuhkan tekanan minimal 3
bar.
Tabel 5. Data Pengujian Pemisah Logam dengan Beberapa
Tekanan Kerja
Tekanan
(bar)
5
Data Tekanan Kerja
Pengujian tekanan kerja bertujuan untuk mengetahui
tekanan kerja terbaik dan batas tekanan yang dapat
digunakan untuk mengerakkan prototipe.
Tabel 4. Data Pengujian Robotic Arm dengan Beberapa Tekanan
Kerja
Tekanan
(bar)
5
4
3
2.5
Percobaan
Waktu
Kerja
(detik)
I
-
II
-
III
-
IV
-
V
-
I
7
II
7
III
7
IV
7
V
7
I
8
II
8
III
7
IV
7
V
8
I
-
II
-
III
-
IV
-
V
-
4
Tingkat Keberhasilan
!"#$%&''( !"#$%&'(
(
×
!"#$%& !"#$%&''(
100%)
0%
100%
100%
0%
Tabel 4 menunjukkan pengujian sistem robotic arm
pada beberapa tekanan kerja dan material yang digunakan
3
2.5
Percobaan
Waktu
Kerja
(detik)
I
3
II
3
III
3
IV
3
V
3
I
3
II
3
III
3
IV
3
V
3
I
3
II
3
III
3
IV
3
V
3
I
3
II
3
III
3
IV
3
V
3
(
Tingkat Keberhasilan
×100%)
!"#$%&''( !"#$%&'(
!"#$%& !"#$%&''(
100%
100%
100%
100%
Tabel 5 menunjukkan hasil pengujian sistem pemisah
logam pada beberapa tekanan kerja dan material yang
digunakan berbentuk kubus berukuran 5 cm × 5 cm × 5 cm
dengan berat sebesar 100gr. Hasil menunjukkan bahwa
sistem dapat bekerja 100% pada setiap tekanan yang
diujikan.
Ketika kedua sistem ini digabungkan maka agar
dapat bekerja dengan baik dibutuhkan udara dengan
tekanan kerja antara 3 sampai 4 bar.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa:
1. Prototipe yang dibuat pada penelitian ini dapat
bekerja dengan sangat efektif.
87
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
2.
Prototipe ini dapat bekerja dengan tingkat
keberhasilan 100% pada tekanan kerja 3 hingga 4
bar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada setiap
pihak yang telah berperan dalam penelitian ini terkhusus
kepada kedua pembimbing dan Ketua Prodi D4 Teknik
listrik PNUP.
978-602-18168-7-5
Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
.
.
REFERENSI
[1] Widiantono, H. (2004). Sistem Kontrol Pneumatik
Pada Pintu Bus Otomatis. Semarang: Fakultas
Teknik Universitas Negeri Semarang.
[2] Sudaryono. (2013). Pneumatik dan Hidrolik. Jakarta:
Kementerian Pendidikan & Kebudayaan.
[3] Suwito, W., Rif’an, M., & Siwindarto, P. (2014).
Pengaturan Posisi Piston Silinder Pneumatic Pada
Lengan Robot Krai. Pubilkasi Hasil Penelitian
Skripsi Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya.
[4] Octavia, A., Supriyato, C. M., & Sukron. (2008).
Aplikasi Sistem Pneumatik Pada Mobile Robot Untuk
Menaiki Dan Menuruni Tangga. Jakarta: Universitas
Bina Nusantara.
[5] Hastuti, Effendi, H., & Hijriani, S. (2017). Penerapan
Trainer Plc Omron Sebagai Media Pembelajaran
Mata Diklat Instalasi Motor Listrik. Invotek: Jurnal
Inovasi, Vokasional Dan Teknologi, Vol. 17 No.1,
49-56.
[6] Syarifuddin, & Noor, N. A. (2012). Mesin Arus
Searah dan Transformator. Makassar: Program Studi
Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
[7] Priyanto , A. P. (2015). Prototipe Mesinpemilahan
Barang Sesuai Jenisnya. Yogyakarta: Program Studi
Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
[8] Yunianto, A. (2017). Modul Limit Switch Dan Sensor
Pada Pneumatik Dan Elektro Pneumatik. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
[9] Setiawan, I., Sumardi, & Setiawan, I. (2004).
Perancangan Lengan Robot Pneumatik Pemindah
Plat Menggunakan Programmable Logic Controller.
Laboratorium Teknik Kontrol Otomatik Jurusan
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
[10] Hastuti, Effendi, H., & Hijriani, S. (2017). Penerapan
Trainer Plc Omron Sebagai Media Pembelajaran
Mata Diklat Instalasi Motor Listrik. Invotek: Jurnal
Inovasi, Vokasional Dan Teknologi, Vol. 17 No.1,
49-56.
[11] Adhyatama, D. D. (2013). Efektivitas Penggunaan
Festo Fluidsim Sebagai Media Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pneumatik Siswa Kelas
Xii Di Smk Muda Patria Kalasan. Yogyakarta:
88
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Audit Konsumsi Energi Listrik Pada Gedung Harper Perintis Makassar
Nur Haeda1), Talib Bini2), Ahmad Rosyid Idris3)
1,2,3)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
E-mail: [email protected]
Abstrak
Gedung Harper Perintis Makassar adalah hotel yang menggunakan golongan tarif listrik B-3 (865kVA). Pelaksanaan
audit energi listrik dilakukan sesuai dengan standar SNI 03-6196-2011. Dari hasil metode analisis deskriptif dan
perhitungan berdasarkan teori maka diperoleh Intensitas Konsumsi Energi (IKE) yaitu 22.42 kWh/m2/bulan, hal ini
termasuk dalam kategori “Boros”. Karena komponen yang menyerap energi listrik yang paling besar adalah sistem
pengkondisian udara (AC) sebesar 53%, dibandingkan dengan pemakaian listrik perangkat lainnya. Untuk itu perlu
dilakukan analisis Peluang Konservasi Energi (PKE), untuk mengetahui besar efisiensi penggunaan energi bangunan suatu
gedung. Dari perhitungan analisis PKE dapat diperoleh enam kondisi penghematan dengan besarnya IKE listrik persatuan
luas yang dikondisikan yaitu dari 22.32 kWh/m2/bulan menjadi 19.04 kWh/m2/bulan. Terlihat bahwa terjadi penurunan
nilai IKE listrik setelah dilakukan penghematan.
Keywords: Audit Energi, Intensitas Konsumsi Energi (IKE), Peluang Konservasi Energi (PKE).
I. PENDAHULUAN
Ketersediaan energi yang ada untuk operasional hotel
tentunya menjadi salah satu faktor yang dapat menjaga
kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap sebuah
hotel. Sebuah survei menemukan bahwa sebelum krisis
ekonomi tahun 1997, komponen biaya energi di perhotelan
hanya mencapai 10% dari total biaya rutin, tetapi sekarang
biaya tersebut naik hingga mencapai 30% [3]. Seiring
dengan meningkatnya biaya energi yang ditetapkan, maka
biaya untuk pembelian energi akan berpotensi mengalami
kenaikan.
Melihat kondisi tersebut di atas, salah satu usaha
yang bisa ditempuh untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan energi listrik adalah dengan melakukan audit
energi Hasil dari audit energi digunakan sebagai dasar
untuk mengelola dan mengatur energi yang terpakai dalam
suatu bangunan agar efisien tanpa mengurangi tingkat
pelayanan bagi para konsumen. Berdasarkan uraian
permasalahan dan landasan teori, penulis merencanakan
audit energi pada Gedung Harper Perintis Makassar
dengan tujuan untuk mengetahui profil pengunaan energi,
besarnya nilai intensitas konsumsi energi, serta untuk
mengetahui efesiensi penghematan yang diperoleh.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Audit Energi
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) definisi
dari audit energi adalah proses evaluasi pemanfaatan
energi dan identifikasi peluang penghematan energi serta
rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi
dan pengguna sumber energi dalam rangka konservasi
energi [5].
B. Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) merupakan istilah
yang digunakan untuk mengetahui besarnya pemakaian
energi pada suatu sistem (bangunan). Namun energi yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah energi listrik. Pada
hakekatnya Intensitas Konsumsi Energi ini adalah hasil
bagi antara konsumsi energi total selama periode tertentu
(satu tahun) dengan luasan bangunan. Satuan IKE adalah
kWh/m2.
Rumus dari IKE dapat ditulis sebagai berikut:
IKE (kWh/m²) =
Total kWh
Luas Area Dikondisikan
……….....(1)
Dan pemakaian IKE ini telah ditetapkan di berbagai
negara antara lain ASEAN dan APEC. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh ASEAN-USAID pada
tahun 1987 yang laporannya baru dikeluarkan tahun
1992, target besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
listrik untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
(Direktorat Pengembangan Energi)
1) IKE untuk perkantoran (komersil): 240 kWh/m2 per
tahun.
2) IKE untuk pusat belanja : 330 kWh/ m2 per tahun IKE
untuk hotel / apartemen : 300 kWh/ m2 per tahun
3) IKE untuk rumah sakit : 380 kWh/ m2 per tahun
Berdasarkan Pedoman pelaksanaan konservasi
energi dan pengawasan di lingkungan Depdiknas (2004),
diperoleh nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik,
sebagai berikut:
1) 4,17- 7,92 kWh/m²/bln berkriteria sangat efisien.
2) 7,92- 12,08 kWh/m²/bln berkriteria efisien.
3) 12,08- 14,58 kWh/m²/bln berkriteria cukup
efisien.
4) 14,58- 19,17 kWh/m²/bln berkriteria cukup
boros.
5) 19,17- 23,75 kWh/m²/bln berkriteria boros.
6) 23,75- 37,5 kWh/m²/bln berkriteria sangat boros.
89
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
C. Peluang Konservasi Energi (PKE)
Peluang Konservasi Energi (PKE) didefinisikan
sebagai suatu kegiatan pemanfaatan energi secara lebih
efisien (optimal) dan rasional tanpa mengurangi
penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan
untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan.
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan yaitu:
Mengurangi sekecil mungkin pemakaian energi
(mengurangi kW dan jam operasi), Memperbaiki kinerja
peralatan dan penggunaan sumber energi yang murah.
978-602-18168-7-5
Mulai
Pengumpulan dan Penyusunan Data Historis Bulan
Sebelumnya
Data Historis Energi Bulan
Sebelumnya
Menghitung Besar IKE Bulan Sebelumnya
IKE > Target ?
III. METODE PENELITIAN
Proses penelitian dilaksanakan pada bulan Desember
2017 sampai dengan Agustus 2018. Tempat pelaksanaan
pengambilan data dalam penelitian kali ini di khususkan
pada Gedung Harper Perintis Makassar. Adapun alat ukur
yang digunakan pada penelitian ini ialah Thermometer
Infrared, Lux meter, dan Tang amper.
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam
penelitian adalah metode analisis deskriptif dan
perhitungan berdasarkan teori untuk mengetahui besar
efisiensi penggunaan energi bangunan gedung. Efesiensi
penggunaan energi listrik pada gedung dapat diketahui
setelah melakukan perhitungan besar Intensitas Konsumsi
Energi (IKE) gedung dengan melewati beberapa prosedur.
Prosedur penelitian dilaksanakan mengikuti langkahlangkah yang terstruktur dan sistematis. Sebagaimana
yang disarankan SNI 03-6196-2011, audit energi pada
bangunan gedung terdiri dari tiga bagian yaitu audit energi
singkat, audit energi awal, dan audit energi rinci.
Pelaksanaan sebagai berikut:
1) Persiapan audit energi berupa mempelajari literatur
dan persiapan alat ukur.
2) Melakukan
audit
energi
singkat
dengan
mengumpulkan dan menyusun data energi bangunan.
3) Menganalisis profil penggunaan energi di Gedung
Harper Perintis Makassar.
4) Melakukan audit energi awal.
5) Menghitung besarnya IKE awal.
6) Melakukan audit energi rinci.
7) Menghitung besarnya IKE rinci.
8) Mengidentifikasi peluang konservasi energi.
9) Hasil dari identifikasi peluang konservasi energi
maka dilanjutkan menganalisis peluang konservasi
energi.
10) Analisis dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan
perhitungan manual dan dengan menggunakan
program yang telah dibuat dengan GUIDE Matlab.
Hasil analisis direkomendasi untuk penghematan dan
pembuatan laporan akhir.
11) Hasil perbandingan yang tidak memunculkan
peluang penghematan akan langsung dibuat laporan
akhir.
Tidak
Ya
Melakukan Audit Energi Rinci
Data Hasil Audit Rinci
Mengenal Kemungkinan PKE
Analisa PKE
Menghitung Besarnya IKE
Selesai
Gambar 1. Flowchart Analisis Audit Energi
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Audit Energi Singkat
Gedung Harper Perintis Makassar merupakan hotel
kelas Bintang 4 yang memiliki 5 lantai dengan jumlah
keseluruhan kamar yaitu 159 kamar, tetapi yang
digunakan untuk kamar tamu hanya 158 kamar, dimana
dari total kamar tersebut mempunyai 4 kelas kamar yaitu
kelas Superior yang berjumlah 72, kelas Deluxe yang
berjumlah 4, kelas Junior Suite yang berjumlah 5, kelas
Deluxe Suite berjumlah 77. Adapun profil kelistrikan
gedung Private Care Center adalah sebagai berikut:
Kondisi maksimum (beban puncak) terjadi pada
pukul 18.00 – 22.00 WITA,
- Daya yang terpasang
: 865 kVA
- Faktor daya
: 0.99
- Golongan Tarif Dasar Listrik :B-3 865kVA)
B. Audit Energi Awal
Dalam perhitungan audit energi awal ini, akan
dijelaskan mengenai profil gedung, dan juga akan dicari
nilai IKE (Intensitas Konsumsi Energi) listrik Gedung
Harper Perintis Makassar dengan memanfaatkan data
historis energi listrik (data yang diperoleh tanpa hasil
pengukuran) serta data luas area gedung Harper Perintis
Makassar yang dikondiskan.
90
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Tabel 1. Komposisi Luas Gedung Harper Perintis Makassar
Luas
No
Area
Luas Total
dikondisikan
1
Lantai dasar
3039.72
2456.28
2
Lantai satu
2816.32
1524.32
3
Lantai dua
1257.72
1036.8
4
Lantai tiga
1257.72
1036.8
5
Lantai lima
1257.72
1036.8
6
Lantai enam
1257.72
1036.8
10886.92
8127.8
Total
Grafik Konsumsi Energi Listrik Gedung Harper
Perintis Makassar
150.000,000
100.000,000
50.000,000
0,000
!"#
138,333.333 !"ℎ/!"#$%
8127.8
= 17.02 !"ℎ/!2/bulan
=
Sebagai pedoman, telah ditetapkan nilai standar IKE
listrik untuk bangunan di Indonesia oleh Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2004
dimana untuk nilai antara 14.58 – 19.17 kWh/m²/bulan
termasuk dalam kriteria yang agak boros, oleh karena itu
perlu dilakukan audit energi rinci lebih lanjut untuk
mendapatkan nilai IKE listrik yang masuk dalam kategori
lebih baik dari sebelumnya.
C.
Audit Energi Rinci
Berdasarkan data analisis penggunaan energi listrik
di Gedung Harper Perintis Makassar selama satu bulan
diperoleh konsumsi listrik untuk penerangan sebesar
7,624.26 kWh/bulan, sistem pengkondisian udara sebesar
96,436 kWh/bulan, perangkat elektronik 62,627
kWh/bulan dan beban motor 15,696 kWh/bulan. Berikut
ini adalah persentase penggunaan energi listrik pada
Gedung Harper Perintis Makassar.
Gambar 1. Grafik Pemakaian Energi Listrik Harper Perintis
Makassar (Periode Mei – Oktober 2017)
Tabel 2. Data Konsumsi Energi Listrik Gedung Harper Perintis
Makassar Mei-Oktober 2017
Bulan
1
Mei
2
Juni
3
Juli
4
Agustus
5
Septem
ber
6
Oktober
Total
Ratarata/Bulan
Pemakaian Energi Listrik (kWh)
WBP
24,000.0
00
27,000.0
00
22,000.0
00
26,000.0
00
25,000.0
00
25,000.0
00
149,000.
000
24,833.3
33
LWBP
115,000.
000
118,000.
000
97,000.0
00
121,000.
000
115,000.
000
115,000.
000
681,000.
000
113,500.
000
Total
139,000.
000
145,000.
000
119,000.
000
147,000.
000
140,000.
000
140,000.
000
830,000.
000
138,333.
333
!"#$% !"ℎ
!"#$ !"#$ !"#!"#$%$&'"
Presentase Penggunaan Energi Listrik Gedung
Harper Perintis Makassar
Total Pemakaian Energi Listrik (kWh)
N
o
=
Energy
cost
155,971,
205
162,703,
775
133,529,
305
164,947,
965
157,093,
300
157,093,
300
931,338,
850
155,223,
142
Dari data luas gedung pada tabel 1 dan data
konsumsi energi pada Tabel 2. Maka dapat dihitung
besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik pada
Gedung Harper Perintis Makassar selama periode tertentu.
Adapun untuk perhitungan dalam periode sebulan adalah
sebagai berikut:
9%
34%
4%
53%
Sistem
Penerangan
Sistem
Pengkondisian
Udara
Gambar 3. Persentase Penggunaan Energi listrik pada Gedung
Harper Perintis Makassar
D. Peluang Konservasi Energi (PKE)
Dari persentase penggunaan energi listrik dapat dilihat
bahwa penggunaan energi listrik untuk sistem
pengkondisian udara (AC) adalah sebesar 53%. AC
merupakan komponen yang menyerap energi listrik yang
paling besar dibandingkan dengan pemakaian listrik
perangkat lainnya. Sedangkan untuk bagian penerangan
hanya mengkonsumsi 4% dari total pemakaian, yakni
sebanyak 7,624.26 kWh/bulan.
Berdasarkan SNI 6196:2011, terdapat beberapa jenis
rekomendasi untuk penghematan energi, yakni:
1) Peningkatan efisiensi penggunaan energi tanpa biaya,
2) Perbaikan dengan investasi kecil (biaya ringan),
3) Perbaikan dengan investasi besar (biaya berat).
Dari hasil analisis PKE diatas diperoleh jumlah
penggunaan energi listrik pada Gedung Harper Perintis
Makassar. Setelah dilakukan analisis PKE untuk
perangkat-perangkat yang dapat dihemat, didapatkan 6
91
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
kondisi sehingga di dapatkan intensitas konsumsi energi
listrik yang lebih rendah sehingga penggunaan energi
listrik pada peralatan dapat lebih efisien, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:
978-602-18168-7-5
Tabel 8. Konsumsi Energil Listrik Setelah PKE dengan
Pengaturan Pengoperasian Jam Kerja Pada Perangkat Elektronik
(investasi tanpa biaya)
No
Perangkat
Total kWh/bulan
1
Tabel 1. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan
Penggantian MC-22 10% (investasi biaya ringan)
No
Perangkat
Total kWh/bulan
1
Lampu
7,624
2
AC
95,457
3
Beban Elektronik
62,627
4
Beban Motor
15,696
Total
181,404
Tabel 4. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan
Pengaturan Pengoperasian Jam Kerja Pada Beban Motor dengan
Pemasangan Penampungan Air (investasi biaya besar)
No
Perangkat
Total kWh/bulan
1
Lampu
7,624
2
AC
96,436
3
Beban Elektronik
62,627
4
Beban Motor
13,584
Total
180,271
Tabel 5. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan
penggantian MC-22 30% (investasi biaya ringan)
No
Perangkat
Total kWh/bulan
1
Lampu
7,624
2
AC
93,499
3
Beban Elektronik
62,627
4
Beban Motor
15,696
Total
179,446
Perangkat
Total kWh/bulan
1
Lampu
7,624
2
AC
93,039
3
Beban Elektronik
62,627
4
Beban Motor
15,696
Total
178,986
Tabel 7. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan
penggantian jenis AC berteknologi Inverter/VRV (investasi biaya
besar)
No
Perangkat
Total kWh/bulan
1
Lampu
7,624
2
AC
79,107
3
Beban Elektronik
62,627
4
Beban Motor
15,696
Total
165,054
7,624
2
AC
96,436
3
Beban Elektronik
34,962
4
Beban Motor
15,696
Total
154,718
Berikut hasil perhitungan IKE dengan beberapa
kondisi peluang konservasi energi yang telah dilakukan:
Tabel 2. Besar intensitas konsumsi energi listrik pada Gedung
Harper Perintis Makassar
IKE
Kondisi
(kWh/m2/bulan)
Sebelum PHE
22.42
Sesudah Penggantian ke MC-22
(10%, investasi biaya ringan)
22.32
Sesudah Pengaturan
Pengoperasian Jam Kerja Pada
Beban Motor dengan Pemasangan
Penampungan Air (investasi biaya
besar)
22.18
Sesudah Penggantian ke MC-22
(30%, investasi biaya ringan)
22.08
Sesudah Penggantian Jenis AC
Sesuai dengan Intensitas
Pendinganinan Setiap Ruangan
(investasi biaya berat)
22.02
Sesudah Penggantian jenis AC
berteknologi Inverter/VRV
(Investasi biaya besar)
20.31
Sesudah Pengaturan
Pengoperasian Jam Kerja Pada
Perangkat Elektronik (investasi
tanpa biaya)
19.04
Tabel 6. Konsumsi Energi Listrik Setelah PKE dengan
penggantian AC sesuai kapasitas BTU/h (investasi biaya besar)
No
Lampu
Dari perhitungan diatas dapat diperoleh nilai IKE per
satuan luas yang dikondisikan setelah penghematan adalah
sebesar 22.32 kWh/m²/bulan, 22.18 kWh/m²/bulan, 22.08
kWh/m²/bulan,
22.02
kWh/m²/bulan,
20.31
kWh/m²/bulan, dan 19.04 kWh/m²/bulan, terlihat bahwa
terjadi penurunan nilai IKE listrik setelah dilakukan
penghematan.
Implementasi Program Aplikasi Pendukung Audit
Energi
Pengujian dilakukan pada program aplikasi mandiri
yang dinamakan “Aplikasi Pendukung Audit Energi”,
dimana perangkat lunak ini dibuat menggunakan
perangkat pemrograman GUI Matlab dan dalam
penggunaannya bersifat opensource atau bebas. Berikut
merupakan contoh hasil running programnya:
E.
92
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Gambar 4. Tampilan Grafik Audit Awal
Gambar 1. Tampilan window Perhitungan IKE
978-602-18168-7-5
energi rinci) per satuan luas yang dikondisikan (net
area) adalah sebesar 22.42 kWh/m2/bulan yang
termasuk dalam kriteria “Boros”.
3) Konservasi Energi dapat diperoleh besarnya IKE listrik
persatuan luas yang dikondisikan adalah sebesar 22.32
kWh/m2/bulan untuk penggantian ke MC-22 (10%,
investasi biaya ringan), 22.18 kWh/m2/bulan untuk
pengaturan pengoperasian jam kerja pada beban motor
dengan pemasangan penampungan air (investasi biaya
besar), 22.08 kWh/m2/bulan untuk penggantian ke
MC-22 (30%, investasi biaya ringan), 22.02
kWh/m2/bulan untuk Penggantian Jenis AC Sesuai
dengan Intensitas Pendinganinan Setiap Ruangan
(investasi biaya berat), 20.31 kWh/m2/bulan untuk
penggantian jenis AC berteknologi Inverter/VRV
(investasi biaya besar), dan 19.04 kWh/m2/bulan untuk
pengaturan pengoperasian jam kerja pada perangkat
elektronik (investasi tanpa biaya).
UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah
menjadi wadah bagi saya dalam menuntut ilmu.
2) Kedua orang tua tercinta dan saudara yang menjadi
motivator saya.
3) Pihak instansi Gedung Harper Perintis Makassar
REFERENSI
Gambar 6. Tampilan window Identifikasi PKE
V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka
beberapa kesimpulan hasil audit energi dan analisis
konservasi energi pada Gedung Harper Perintis Makassar
yang dapat penulis ambil antara lain:
1) Proses audit energi dilakukan dengan 3 tahap yakni
audit energi singkat, audit energi awal, dan audit energi
rinci. Pada tahap audit energi singkat, kegiatannya
meliputi pengumpulan data profil gedung dan profil
kelistrikan. Kemudian tahan audit awal kegiatannya
meliputi mengumpukan sejumlah data energy dan
rekening energi listrik. Tahap audit energi rinci,
meliputi mengumpukan dan mengukur sejumlah data
secara rinci dan analisis finansial hemat energy sesuai
dengan SNI 03-6196-2011.
2) Pemakaian energi listik di Gedung Harper Perintis
Makassar selama sebulan data dari system beban
penerangan sebesar 7,624.26 kWh/bulan, system
pengkondisian udara sebesar 96,436 kWh/bulan, dan
system beban lainnya sebesar 78,323 kWh/bulan.
Sehingga total pemakaian perbulannya sebesar 182,304
kWh/bulan. Jadi dapat diperoleh besarnya Intensitas
Konsumsi Energi (IKE) listrik hasil pengukuran (audit
[1] Berchman, Hanny dkk. 2012. Panduan Penghematan
Enegi
di
Gedung
Pemerintah,
(Online,(www.iced.or.id), diakses 22 Maret 2018).
[2] Farid, Andi Fahrul. 2016. Audit Energi Hotel
Ramayana Makassar. Makassar: Politeknik Negeri
Ujung Pandang.
[3] Kepala Dinas Parawisata Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. 2005. Buku Pedoman Efisiensi
Energi di Hotel. Jakarta.
[4] Marwan. 2017. Belajar Mudah Matlab Beserta
Aplikasinya. Yogyakarta: ANDI.
[5] Prosedur Audit Energi Pada Bangunan Gedung,
Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada
Bangunan Gedung dan Konservasi Energi Sistem
Pencahayaan Bangunan Gedung (SNI 03-6196-2000,
SNI 036090-2000, SNI 03-6197-2000).Badan
Standarisai Nasional. 2004.
[6] Pedoman Pelaksanaan Efesiensi Energi di
PDAM.).Direktorat Pengembangan Air Minum.2004.
[7] Prlhartono, Joko dkk. 2012. Audit Energi dan
Peluang Penghematan Energi Listrik Gedung
Mahkamah Konstitusi Jakarta. Riau: Teknik Mesin
Universitas Pasir Pangaraian.
[8] Rianto.A. (2007). Audit Energi dan Analisis Peluang
Penghematan Konsumsi Energi pada Sistem
Pengkondisian Udara di Hotel Santika Premiere
Semarang. Semarang: UNNES.
[9] Wijaya, Riki Chandra. Modul Guide Matlab.Jambi:
Universitas Negeri Jambi.
93
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Pemanfaatan Power Quality Meter (PQM) dalam Pengukuran pada
Instalasi Tenaga
Hasnawiyah1), Ahmad Rizal Sultan2), Sarma Thaha3)
1,2,3)
1
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected], 2 [email protected] , 3 [email protected]
Abstrak
Energi listrik merupakan salah satu energi yang paling banyak digunakan dalam sisi kehidupan manusia dan sudah
menjadi kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin meningkatnya jumlah populasi
manusia, permintaan akan energi listrik di seluruh dunia juga semakin meningkat. Kualitas daya listrik yang buruk itulah yang
dapat mengakibatkan kegagalan atau salah operasi beban listrik pada konsumen. Oleh karena itu perlu mengetahui kualitas
daya listrik dengan melakukan pengukuran kualitas daya dengan menggunakan alat Power Quality Meter (PQM) dalam
pengukuran. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui prosedur pengukuran pada alat PQM dan mengetahui nilai-nilai
besaran yang diukur dari alat PQM. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan didapatkan nilai-nilai parameter kualitas
daya seperti arus, tegangan, sudut phasa, daya, frekuensi dan harmonisa. Pada pengukuran yang dilakukan ketika menyalakan
secara bersamaan antara satu motor dengan motor lainnya maka nilai harmonisa arus yang didapatkan memiliki nilai harmonisa
yang besar. Dengan nilai total harmonisa arus didapatkan dari hasil total penjumlahan pada motor tersebut.
Keywords: Power Quality Meter (PQM), Arus, Tegangan, Sudut Phasa, Daya, Frekuensi, Harmonisa.
I. PENDAHULUAN
Energi listrik merupakan salah satu energi yang paling
banyak digunakan dalam sisi kehidupan manusia dan sudah
menjadi kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan
berkembangnya zaman dan semakin meningkatnya jumlah
populasi manusia, permintaan akan energi listrik di seluruh
dunia juga semakin meningkat. Dalam bidang teknologi
informasi, bidang industri semuanya dapat beroperasi
dengan baik dengan adanya suplai daya listrik. Suplai daya
listrik tersebut tentunya harus memenuhi standar dan
memiliki kualitas daya listrik yang baik. Ketika semakin
sensitifnya suatu peralatan baik di industri maupun di rumah
tangga, kualitas daya listrik menjadi suatu hal yang perlu
diperhatikan. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan
kerusakan-kerusakan peralatan sensitif tersebut.
Kualitas daya listrik yang buruk itulah yang dapat
mengakibatkan kegagalan atau salah operasi beban listrik
pada konsumen. Kualitas daya listrik sangat diperhatikan,
karena akan berdampak langsung pada mesin produksi, serta
keefektifan proses produksi.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi
maka peralatan atau alat ukur yang digunakan dalam
pengukuran besaran besaran listrik dalam sebuah instalasi
juga mengalami kemajuan. Saat ini telah digunakan Power
Quality Meter (PQM). Oleh karena itu perlu mengetahui
kualitas daya listrik dengan melakukan pengukuran kualitas
daya dengan menggunakan alat Power Quality Meter (PQM)
dalam pengukuran. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis tertarik mempelajari lebih dalam melalui tugas akhir
dengan judul Pemanfaatan PQM dalam Pengukuran pada
instalasi tenaga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Daya Listrik
Kualitas daya listrik adalah tenaga listrik yang andal,
energi listrik dengan kualitas baik dan memenuhi standar
dan mempunyai kontribusi yang penting bagi kehidupan
jaman sekarang. Terdapat beberapa definisi yang berbeda
terhadap pengertian tentang kualitas daya listrik, tergantung
kerangka acuan yang digunakan dalam mengartikan istilah
tersebut. Sebagai contoh suatu pengguna utilitas kelistrikan
dapat mengartikan kualitas daya listrik sebagai keandalan, di
mana dengan menggunakan angka statistik 99,98 persen,
sistem tenaga listriknya mempunyai kualitas yang dapat
diandalkan. Suatu industri manufaktur dapat mengartikan
kualitas daya listrik adalah karakteristik dari suatu catu daya
listrik yang memungkinkan peralatan-peralatan yang
dimiliki industri tersebut dapat bekerja dengan baik.
Karakteristik yang dimaksud tersebut dapat menjadi sangat
berbeda untuk berbagai kriteria.
Kualitas daya listrik adalah setiap masalah daya listrik
yang berbentuk penyimpangan tegangan, arus atau frekuensi
yang mengakibatkan kegagalan ataupun kesalahan operasi
pada peralatan-peralatan yang terjadi pada konsumen energi
listrik (Roger C. Dugan, 1996).
Daya adalah suatu nilai dari energi listrik yang
dikirimkan dan didistribusikan, di mana besarnya daya
listrik tersebut sebanding dengan perkalian besarnya
tegangan dan arus listriknya. Sistem suplai daya listrik dapat
94
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
dikendalikan oleh kualitas dari tegangan, dan tidak dapat
dikendalikan oleh arus listrik karena arus listrik berada pada
sisi beban yang bersifat individual, sehingga pada dasarnya
kualitas daya adalah kualitas dari tegangan itu sendiri (Roger
C. Dugan, 1996).
yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang
menemukan fenomena ini pertama kali. Frekuensi sebesar 1
Hz menyatakan peristiwa yang terjadi satu kali per detik, di
mana frekuensi (f ) sebagai hasil kebalikan dari periode (T ),
seperti rumus di bawah ini :
2.2 Parameter Kualitas Daya Listrik
Secara umum kualitas daya listrik pada kondisi steady state
ditentukan oleh parameter-parameter berikut:
f = 1/T ........................................................................... (2.1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tegangan (Volt)
Arus (Ampere)
Frekuensi (Hz)
Faktor daya (cos phi)
Daya (S,P & Q)
Harmonisa
2.2.1 Tegangan Listrik
Secara umum tegangan listrik dititik suplai di izinkan
bervariasi (+5%) dan (–10%) sesuai standar PLN sedangkan
dalam ANSI C 84.1 diijinkan (–10%) dan (+ 4 %) dalam
kondisi normal sedangkan kondisi tertentu (darurat)
diijinkan (-13 %) dan (+ 6 %). Untuk tegangan 1 fasa ialah
198-231 volt dan 3 fasa 330,6-402,8 volt.
Ketidakseimbangan tegangan pada pintu masuk
layanan tanpa kondisi beban harus dibatasi sampai 3% atau
kurang per standar ANSI C84.1. Fasilitas Perusahaan akan
dirancang untuk memenuhi pedoman ini.
Persen ketidakseimbangan tegangan :
Di setiap negara mempunyai frekuensi tegangan listrik yang
berbeda-beda. Frekuensi tegangan listrik yang berlaku di
Indonesia adalah 50 Hz.
2.2.3 Faktor Daya
Faktor daya (Cosφ) dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara daya aktif (Watt) dan daya semu (VA)
yang digunakan dalam listrik arus bolak balik. Faktor daya
dapat juga didefenisikan sebagai beda sudut antara nilai
tegangan (V) dan nilai arus (I) yang biasanya dinyatakan
dalam besaran cos φ.
Terdapat tiga macam daya listrik yang digunakan untuk
menggambarkan penggunaan energi listrik, yaitu daya nyata
atau daya aktif, daya reaktif serta daya semu atau daya
kompleks.
Daya aktif adalah daya yang terpakai untuk melakukan
energi sebenarnya. Daya ini dinyatakan dengan simbol P
dengan satuan Watt atau kW. Daya aktif ini diperlukan
untuk diubah ke dalam bentuk energi lain misalnya energi
panas, cahaya dan sebagainya.
P = V . I . cos φ ........................................................... (2.2)
=(V max dif - Vav 3 ph X 100%)/(Vav 3 ph) (2.1)
P = 3 . V_L . I_L . cos φ ............................................. (2.3)
Dimana:
Dimana,
P
= Daya aktif (Watt)
V
= Tegangan (Volt)
I
= Arus (Ampere)
cos φ
= faktor kerja untuk daya aktif
Daya reaktif adalah jumlah daya yang diperlukan untuk
pembentukan medan magnet. Dari pembentukan medan
magnet maka akan terbentuk fluks medan magnet. Daya
reaktif dinyatakan dengan satuan VAr (Volt Ampere reaktif)
adalah daya listrik yang dihasilkan oleh beban-beban yang
bersifat reaktansi. Terdapat dua jenis beban reaktansi, yaitu
reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif. Beban – beban
yang bersifat induktif akan menyerap daya reaktif untuk
menghasilkan medan magnet. Contoh beban listrik yang
bersifat induktif antara lain transformator, motor induksi
satu fasa maupun tiga fasa yang biasa digunakan untuk
menggerakkan kipas angin, pompa air, lift, eskalator,
kompresor, konveyor dan lain-lain. Beban – beban yang
bersifat kapasitif akan menyerap daya reaktif untuk
menghasilkan medan listrik. Contoh beban yang bersifat
kapasitif adalah kapasitor.
Vmax dif = tegangan fasa paling berbeda dari rata-rata tiga
fasa
Vav 3 ph = tegangan rata-rata tiga fase
Distorsi Harmonic adalah tegangan atau arus pada frekuensi
yang merupakan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi
dasar 60 Hz (120 Hz, 180 Hz, 240 Hz, dll.). Harmonik
menggabungkan dengan tegangan dasar atau arus dan
menghasilkan bentuk gelombang yang terdistorsi. Distorsi
harmonisa ada karena karakteristik perangkat dan beban
nonlinier pada sistem tenaga. Standar IEEE 519 memberikan
batas distorsi harmonik untuk kedua tegangan dan arus pada
titik kopling umum (PCC).
2.2.2 Frekuensi
Tegangan dan arus listrik yang digunakan pada sistem
kelistrikan merupakan listrik bolak-balik yang berbentuk
sinusoidal. Tegangan dan arus listrik sinusoidal merupakan
gelombang yang berulang, sehingga gelombang sinusoidal
mempunyai frekuensi. Frekuensi adalah ukuran jumlah
putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang
diberikan. Satuan frekuensi dinyatakan dalam hertz (Hz)
Q = V. I sin φ .............................................................. (2.4)
Q = 3. V_L . I_L . sin φ .............................................. (2.5)
95
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Dimana,
Q
V
I
sin φ
= Daya reaktif (VAr)
= Tegangan (Volt)
= Arus (Ampere)
= faktor kerja untuk daya reaktif
Daya kompleks (daya nyata) dinyatakan dengan simbol
S dengan satuan VA (Volt Ampere) atau kVA adalah hasil
kali antara besarnya tegangan dan arus listrik yang mengalir
pada beban
S = V . I (2.6)
Dimana,
S
= daya kompleks (VA)
V
= Tegangan (Volt)
I
= Arus (Ampere)
Hubungan ketiga buah daya listrik yaitu daya aktif P,
daya reaktif Q serta daya kompleks S, dinyatakan dengan
sebuah segitiga, yang disebut segitiga daya sebagai berikut.
Hal ini dapat dinyatakan seperti pada Gambar 1 :
Gambar 1. Segitiga daya
Dari gambar segitiga daya tersebut, hubungan antara ketiga
daya listrik dapat dinyatakan sebagai berikut :
S=
! ! + ! ! ...............................................(2.7)
P = S cos φ
P = VI cos φ
Q = S sin φ
Q = VI sin φ
Daya nyata (P) = Pa + Pb + Pc .....................(2.13)
978-602-18168-7-5
2.2.4 Harmonisa
Harmonisa adalah gejala pembentukan-pembentukan
gelombang sinus dengan frekuensi kelipatan bulat dari
frekuensi fundamental. Gelombang fundamental apabila
digabungkan
dengan
frekuensi
harmonisa
akan
menghasilkan gelombang yang terdistorsi.
Harmonisa merupakan suatu fenomena yang terjadi
akibat dioperasikannya beban listrik nonlinier, beban listrik
nonlinier adalah beban listrik yang memiliki sifat
menyimpang dari hukum ohm. Dimana tegangan dan arus
tidak sebanding, artinya respon tegangan yang diberikan
pada beban tidak sebanding dengan arus beban yang muncul.
Beban linier merupakan kebalikan dari beban non-lionier,
dimana respon tegangan yang diberikan pada beban
sebanding dengan arus yang dihasilkan. Bentuk gelombang
harmonisa dan bentuk gelombang dasar (fundamental).
Jika sumber harmonisa yang dihasilkan oleh beban
nonlinier merupakan dari satu peralatan listrik maka
harmonisa yang dihasilkannya berupa individu, ketika satu
peralatan listrik ini bergabung dengan berbagai macam
beban nonlinier lainnya maka akan terjadi harmonisa yang
banyak. Jika ditotalkan maka akan dapat harmonisa total dari
peralatan listrik tersebut.
2.3 Power Quality Meter (PQM)
PQM merupakan sebuah alat yang memiliki fungsi
untuk mengetahui kualitas daya dari sebuah komponen
instalasi listrik, listrik yang dihubungkan pada peralatan ini.
Selain itu, PQM ini dapat pula digunakan untuk mengetahui
arus yang terukur dari setiap phasa yang terhubung ke
motor, selain itu alat ini dapat pula digunakan untuk
mengetahui keseimbangan dari tegangan yang dihasilkan
oleh setiap phasa di motor tersebut.
III. METODE PENELITIAN
Melakukan pengamatan pada alat ukur (arus, tegangan,
frekuensi, daya, harmonisa dan faktor daya) untuk
mengetahui nilai yang dihasilkan pada alat power quality
meter (PQM) kemudian membandingkan hasil yang
didapatkan dengan teori. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui kualitas daya pada motor listrik.
Daya Reaktif (!) = !a + !b + !c ...............(2.14)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya semu (S) = Sa + Sb + Sc .....................(2.15)
4.1 Prosedur Pengukuran
Adapun beberapa prosedur pengukuran pada alat power
quality meter (PQM) sebagai berikut:
a) Menghubungkan alat ke sumber 3 fasa
b) Menekan tombol on pada panel sekaligus menyalakan
alat power quality meter (PQM)
c) Sebelum melakukan pengukuran, nilai CT primer pada
alat PQM disesuaikan dengan nilai CT yang digunakan
pada rangkaian. Agar nilai yang dibaca pada alat PQM
sesuai dengan pembacaan alat CT yang digunakan.
Dimana nilai rasio yang digunakan pada alat CT yaitu
Hal utama yang menyebabkan faktor daya suatu
instalasi listrik menjadi rendah disebabkan penggunaan
beban induktif. Beban induktif motor induksi umumnya
memiliki faktor daya yang rendah. Ketika motor induksi
dijalankan dengan kondisi beban penuh maka faktor dayanya
sebesar 0,8- 0,85, ketika dibebani pada kondisi beban rendah
(tanpa beban), maka faktor dayanya berkisar pada nilai 0,2 0,3.
96
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
50/5 A. Dimana untuk mengatur CT pada alat PQM
yaitu dengan menekan tombol menu lalu memilih
setpoints, lalu pilih S2 system setup kemudian pilih
current/voltage config, lalu pilih phase CT primary lalu
menekan tombol enter lalu menekan tombol atas value
untuk menambah dan tombol value kebawah untuk
menurunkan nilai CT sesuai dengan nilai yang
diinginkan.
d) Setelah selesai mengatur alat PQM, selanjutnya
menyalakan motor yang akan diukur
e) Menekan tombol menu pada alat power quality meter
(PQM).
f) Selanjutnya, pilih menu actual values lalu pilih
metering. Kemudian pilih parameter yang akan diukur
seperti current, voltage, power, dan lainnya.
g) Setelah semua yang ada pada metering diukur,
selanjutnya mengukur harmonisa dengan mengganti
metering ke power quality.
h) Selanjutnya mengganti motor ke motor yang lain yang
akan diukur dan menyalakannya.
4.2 Pengukuran di setiap Motor
Pada pengukuran ini, setiap motor listrik yang
digunakan akan diukur. Adapun hasil pengukuran yang
didapatkan sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengukuran Setiap Motor
ARUS
Ia
Ib
Ic
Iavg
M1
5A
4A
5A
5A
Van
Vbn
Vcn
Vavg L-N
Vab
Vbc
Vca
Vavg L-L
M1
232 V
223 V
231 V
228 V
393 V
395 V
400 V
396 V
<Van
<Vbn
<Vcn
< Ia
< Ib
<Ic
M1
0°
241 °
120 °
69 °
323 °
200 °
P
Q
M1
0,82 kW
S
3,51
kVAr
3,60 kVA
Cos ɵ
Pa
0,23 °
0,43 kW
M2
6A
5A
6A
6A
M3
M4
M5
5A
5A
7A
4A
4A
6A
6A
6A
7A
5A
5A
7A
TEGANGAN
M2
M3
M4
M5
224 V
233 V
231 V
232 V
212 V
224 V
223 V
223 V
224 V
232 V
232 V
232 V
221 V
229 V
231 V
229 V
378 V
394 V
393 V
393 V
380 V
396 V
396 V
396 V
387 V
402 V
401 V
400 V
382 V
397 V
396 V
396 V
SUDUT PHASA
M2
M3
M4
M5
0°
0°
0°
0°
240 °
240 °
241 °
241 °
119 °
199 °
120 °
120 °
69 °
69 °
67 °
69 °
323 °
323 °
323 °
323 °
200 °
198 °
200 °
200 °
DAYA
M2
M3
M4
M5
0,89 kW
0,84
0,88 kW
1,02 kW
kW
3,94
3,61
3,59
4,92 kVAr
kVAr
kVAr
kVAr
4,03 kVA
3,70
3,69
5,06 kVA
kVA
kVA
0,22 °
0,23 °
0,24 °
0,21 °
0,49 kW
0,44
0,47 kW
0,55 kW
978-602-18168-7-5
Qa
Sa
1,15
kVAr
1,21 kVA
Cos ɵ
Pb
0,35 °
0,14 kW
Qb
Sb
1,06
kVAr
1,08 kVA
Cos ɵ
Pc
0,14 °
0,25 kW
Qc
Sc
1,31
kVAr
1,34 kVA
Cos ɵ
0,19 °
F
M1
49,94 Hz
Ia THD
Ib THD
Ic THD
Van THDF
Vbn THDF
Vcn THDF
kW
1,15
1,16
kVAr
kVAr
1,24
1,26
kVA
kVA
0,36 °
0,36 °
0,38 °
0,16 kW
0,14
0,15 kW
kW
1,17
1,09
1,05
kVAr
kVAr
kVAr
1,19 kVA
1,10
1,07
kVA
kVA
0,13 °
0,13 °
0,14 °
0,26 kW
0,25
0,25 kW
kW
1,48
1,38
1,35
kVAr
kVAr
kVAr
1,51 kVA
1,41
1,38
kVA
kVA
0,17 °
0,18 °
0,19 °
FREKUENSI
M2
M3
M4
49,98 Hz
50,12
50,06
Hz
Hz
HARMONISA
M1
M2
M3
M4
6,0
5,2
6,6 %
6,9
%
%
%
6,3
6,2
7,2 %
6,9
%
%
%
5,4
5,4
6,3 %
6,5
%
%
%
2,6
2,5
2,7 %
2,4
%
%
%
1,3
1,8
1,3 %
1,4
%
%
%
2,7
2,8
2,7 %
2,8
%
%
%
1,29
kVAr
1,39 kVA
1,62 kVAr
1,70 kVA
0,32 °
0,21 kW
1,49 kVAr
1,51 kVA
0,14 °
0,31 kW
1,82 kVAr
1,86 kVA
0,17 °
M5
49,97 Hz
M5
7,0 %
7,2 %
6,7 %
2,9 %
1,4 %
3,0 %
4.3 Pengukuran Panel Cabang 1 (M1, M2 dan M3)
Adapun hasil pengukuran panel cabang 1 dimana
motor yang dinyalakan yaitu motor 1, motor 2, dan motor 3
sebagai berikut:
Tabel 2. Pengukuran Arus
Ia
17 A
Ib
15 A
Ic
17 A
Iavg
16 A
Tabel 1.Pengukuran Tegangan
Van
Vbn
Vcn
227
V
220
V
221
V
Vavg
L-N
223
V
Vab
Vbc
Vca
384
V
384
V
389
V
Vavg
L-L
385
V
Tabel 4. Pengukuran Sudut Phasa
<Van
<Vbn
Vcn
0°
241 °
242°
<Ia
<Ib
<Ic
74 °
323 °
195 °
97
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Tabel 5. Pengukuran Daya
P
Q
S
Cos ɵ
Pa
Qa
Sa
Cos ɵ A
2,45 kW
10,40 kVAr
10,70 kVA
0,23 °
1,9 kW
3,60 kVAr
3,75 kVA
0,29 °
Pb
Qb
Sb
Cos ɵ B
Pc
Qc
Sc
Cos ɵ C
0,39 kW
3,23 kVAr
3,27 kVA
0,13 °
0,93 kW
3,57 kVAr
3,70 kVA
0,25 °
Tabel 6. Pengukuran Frekuensi
Frekuensi
50,15 Hz
978-602-18168-7-5
4.3.4 Pengukuran dengan menyalakan ke-5 Motor
Adapun hasil pengukuran panel utama dimana
menyalakan kelima motor secara bersama-sama sebagai
berikut:
Tabel 14. Pengukuran Arus
Ia
24 A
8,3 %
6,3 %
22,3 %
Ic
22 A
Iavg
24 A
Tabel 15. Pengukuran Tegangan
Van
Vbn
Vcn
226
V
221
V
224
V
Vavg
L-N
224 V
Vab
Vbc
Vca
386
V
386
V
391
V
Vavg
L-L
387 V
Tabel 16. Pengukuran Sudut Phasa
Tabel 7. Pengukuran Harmonisa
Ia THD
Ib THD
Ic THD
Ib
25 A
Van THD
Vbn THD
Vcn THD
<Van
<Vbn
Vcn
2,8 %
1,3 %
2,8 %
0°
241 °
120°
<Ia
<Ib
<Ic
54 °
313 °
171 °
Tabel 2. Pengukuran Daya
4.3 Pengukuran Panel Cabang 2 (M4 dan M5)
Adapun hasil pengukuran panel cabang 2 dimana
motor yang dinyalakan motor 4 dan motor 5 sebagai berikut
:
Tabel 8. Pengukuran Arus
Ia
12 A
Ib
11 A
Ic
13 A
Iavg
12 A
Tabel 9. Pengukuran Tegangan
Van
Vbn
Vcn
229
V
223
V
225
V
Vavg
L-N
226
V
Vab
Vbc
Vca
389
V
389
V
394
V
Vavg
L-L
390
V
Tabel 10. Pengukuran Sudut Phasa
<Van
<Vbn
Vcn
0°
241 °
120°
<Ia
<Ib
<Ic
73 °
323 °
201 °
Tabel 11. Pengukuran Daya
P
Q
S
Cos ɵ
Pa
Qa
Sa
Cos ɵ A
1,54 kW
7,98 kVAr
8,13 kVA
0,19 °
0,79 kW
2,68 kVAr
2,81 kVA
0,28 °
Pb
Qb
Sb
Cos ɵ B
Pc
Qc
Sc
Cos ɵ C
0,35 kW
2,41 kVAr
2,44 kVA
0,15 °
0,40 kW
2,87 kVAr
2,90 kVA
0,13 °
Tabel 12. Pengukuran Frekuensi
Frekuensi
50,07 Hz
Tabel 13. Pengukuran Harmonisa
Ia THD
Ib THD
Ic THD
5,8 %
6,3 %
8,3 %
Van THD
Vbn THD
Vcn THD
P
Q
S
Cos ɵ
Pa
Qa
Sa
Cos ɵ A
6,76 kW
14,12 kVAr
15,63 kVA
0,43 °
2,77 kW
4,65 kVAr
5,43 kVA
0,51 °
Pb
Qb
Sb
Cos ɵ B
Pc
Qc
Sc
Cos ɵ C
1,47 kW
5,37 kVAr
5,57 kVA
0,26 °
2,55 kW
4,08 kVAr
4,82 kVA
0,53 °
Tabel 3. Pengukuran Frekuensi
Frekuensi
49,93 Hz
Tabel 19. Pengukuran Harmonisa
Ia THD
Ib THD
Ic THD
41,4 %
24,0 %
56,3 %
Van THD
Vbn THD
Vcn THD
2,3 %
1,3 %
2,5 %
Dari data hasil pengukuran, dilihat dari hasil yang di
dapatkan dapat di bandingkan nilai standar yang berlaku
bagi parameter yang terukur. Dimana disetiap parameter
yang terukur dilihat nilai-nilainya masih memenuhi standar
yang ada, namun untuk nilai harmonisa arus yang terukur
sangat tinggi dan melampaui nilai standar harmonisa arus,
ini di sebabkan karena pengaruh dari arus starting yang
terjadi pada motor sangat tinggi sehingga mengakibatkan
frekuensi turun dan menaikkan nilai harmonisa. Pada tabel
hasil pengukuran harmonisa arus di setiap phasa memiliki
nilai harmonisa diatas nilai standar 5 % . Dimana nilai
harmonisa Ia = 41,4 %, Ib = 24,0 %, dan Ic = 56,3 %.
Sedangkan harmonisa tegangan yang terukur memenuhi
standar yang ada yaitu dibawah 5% dimana nilai harmonisa
tegangan yaitu Van = 2,3 %, Vbn 1,3 %, Vcn = 2,5 %.
2,8 %
1,3 %
2,8 %
98
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan maka
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengukuran alat PQM yang telah dilakukan dapat
diketahui bagaimana prosedur pengukuran pada alat
PQM, dimana pada alat terdapat 2 menu yaitu setpoint
dan actual values. Setpoint untuk pengaturan pada alat,
sedangkan actual values untuk melihat hasil
pengukuran.
2. Dari hasil pengukuran yang didapatkan pada alat PQM
nilai-nilai besaran yang terukur yaitu arus, tegangan,
sudut phasa, daya, frekuensi dan harmonisa. Dari nilai
besaran yang terukur pada alat PQM memiliki nilai
yang sesuai dengan standar yang ada. Namun untuk
nilai besaran pada harmonisa untuk harmonisa arus
yang terukur melewati nilai standar harmonik arus.
Dimana ini disebabkan karena adanya penyimpangan
yang terjadi antara nilai arus dan tegangan yang tidak
sebanding, serta nilai harmonisa akan semakin besar
ketika satu motor digabungkan dengan berbagai macam
motor lainnya. Dimana jika ditotalkan maka akan
mendapatkan harmonisa total dari motor yang
digunakan.
978-602-18168-7-5
[2] Fuchs, Ewald F. &Masoum, Mohammad A.S. Power
Quality in Power Systems and Electrical Machines.
Elsevier Inc, 2008.
[3] Jusmin Sutanto, dkk, 2001. Implikasi Harmonisa
Dalam Sistem Tenaga Listrik & Alternatif Solusinya.
[4] Safai sujana : Pengukuran dan Alat Ukur Listrik,
Penerbit.
[5] William D Copper : Instrumentasi Elektronik dan
Teknik Pengukuran, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Tugas Akhir
ini, maka diperoleh saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya
menambahkan
pengukuran
dengan
menambahkan kapasitor pada rangkaian pengukuran
agar dapat memperbaiki nilai faktor daya pada motor.
1.
2.
3.
4.
UCAPAN TERIMA KASIH
Teristimewa kepada kedua orang tua dan seluruh
keluarga tercinta atas segala doa dan bantuan baik
moril maupun materil.
Bapak Ahmad Rizal Sultan S.T.,M.T.,P.hD, sebagai
Pembimbing I dan ibu Sarma Thaha S.T.,M.T., sebagai
Pembimbing II yang telah menvurahkan waktu dan
kesempatannya untuk mengarahkan penulis dalam
meyelesaikan skripsi ini.
Manager PT PLN (Persero) Wilayah SULSELRABAR
Area Makassar Selatan.
Kelas A14 yang senantiasa membantu dan menemani
dari awal hingga akhir studi penulis di Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Eka Resjiyanti Ibrahim. (2016). Analisis Pengaruh
Harmonisa pada Transformator 3 Fasa. Tugas Akhir.
PNUP, Makassar.
99
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Analisis Gangguan pada Gardu GT.PAL 020 di Kompleks Bumi
Permata Hijau Jalan Sultan Alauddin Makassar
1)
Amalia Azhari Iskandar1), Hamma2)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
E-mail: [email protected]
2)
Politeknik Negeri Ujung Pandang
Abstrak
Gardu distribusi merupakan salah satu komponen utama dari suatu sistem distribusi PLN yang berfungsi untuk
menghubungkan jaringan ke konsumen. Bila terjadi arus lebih pada saluran distribusi ini dapat menyebabkan kerusakan
pada alat-alat listrik karena jika arus kerja bertambah melampaui batasan yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika
proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan kerusakan isolasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya gangguan pada Fuse Cut Out serta bagaimana cara
mengatasinya. Pengumpulan data menggunakan metode studi literatur, metode wawancara, metode observasi dan metode
analisis. Penelitian ini difokuskan pada gardu distribusi GT.PAL 020 di kompleks Bumi Permata Hijau jalan sultan
Alauddin Makassar dengan analisis data yang diperoleh menggunakan beberapa persamaan dasar. Dari hasil analisis
diketahui penyebab terjadinya kerusakan pada Fuse Cut Out disebabkan oleh beban yang digunakan pada transformator
GT.PAL 020 melampaui dari kapasitas transformator dan NH Fuse yang tidak sesuai dengan spesifikasi transformator
sehingga tidak bekerja sebagaimana mestinya mengakibatkan fuse cut out yang berkerja yaitu dengan putusnya fuselink.
Keywords: Transformator, FCO, Fuse Link, NH Fuse.
I. PENDAHULUAN
Gardu distribusi merupakan salah satu komponen
dari suatu sistem distribusi PLN yang berfungsi untuk
menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk
mendistribusikan tenaga listrik pada konsumen atau
pelanggan, baik itu pelanggan tegangan menengah
maupun pelanggan tegangan rendah. Dalam Gardu
Distribusi ini biasanya digunakan transformator distribusi
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan listrik dari
jaringan distribusi tegangan tinggi menjadi tegangan
terpakai pada jaringan distribusi tegangan rendah. Bila
terjadi arus lebih pada saluran distribusi ini dapat
menyebabkan kerusakan pada alat-alat listrik karena jika
arus kerja bertambah melampaui batasan yang ditentukan
dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak memadai
atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan
mengakibatkan kerusakan isolasi. Kondisi yang sering
terjadi pada gardu GT.PAL 020 di perumahan Bumi
Permata Hijau jalan Sultan Alauddin adalah beberapa kali
salah satu Fuse Cut Out (FCO) tersebut meledak dan
mengakibatkan beberapa rumah didalam perumahan
tersebut mengalami trip karena putusnya tegangan ke
konsumen.
II. LANDASAN TEORI
A. Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Jaringan yang keluar dari pembangkit tenaga listrik
sampai pada gardu induk disebut jaringan transmisi
sedangkan jaringan yang keluar dari gardu induk
sampai kepada konsumen disebut dengan jaringan
distribusi. Oleh karena itu, sistem distribusi merupakan
salah satu sistem tenaga listrik yang paling dekat
pelanggan [2]. Adapun gambar sistem tenaga listrik dapat
dilihat dibawah ini :
Gambar 1. Sistem Tenaga Listrik
B. Gardu Distribusi
Gardu distribusi adalah sebuah komponen penting
dalam penyaluran distribusi listrik yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan dari tegangan menengah ke
tegangan rendah untuk disalurkan dan digunakan oleh
pelanggan. Di dalam gardu distribusi terdapat beberapa
peralatan listrik seperti panel hubung bagi (PHB) TM,
panel hubung bagi (PHB) TR, dan transformator distribusi
(20kV/380 volt). Pada PHB-TM ada FCO, arrester
(penangkap petir) dan lain-lain. Pada PHB-TR ada NH
fuse, rel, headbump dan lain-lain.
Transfomator merupakan suatu alat magnetoelektrik
yang sederhana, andal dan efisien untuk mengubah
tegangan arus bolak balik dari suatu tingkat ke tingkat
lain. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti
yang terbuat dari besi berlapis dan buah kumparan, yaitu
kumparan primer dan sekunder.
C. Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Sistem proteksi tenaga listrik adalah sistem proteksi
yang dipasang pada sebuah peralatan-peralatan listrik
100
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
suatu sistem tenaga listrik, misalnya motor generator,
transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi
abnormal over kondisasi sistem itu sendiri. Abnormal itu
dapat berupa antara lain : hubung singkat, tegangan lebih,
frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain.
Manfaat dari sistem proteksi adalah sebagai berikut:
1. Menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan
peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi
abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi
perangkat proteksi yang digunakan maka akan
semakin sedikit pengaruh gangguan kepada
kemungkinan kerusakan alat.
2. Cepat melokalisir luas daerah yang mengalami
gangguan, menjadi sekecil mungkin.
3. Dapat memberikan pelayanan listrik dengan
keandalan yang tinggi kepada konsumen dan
juga mutu listrik yang baik.
4. Mengamankan manusia terhadap bahaya yang
ditimbulkan oleh listrik.
Untuk menjaga gardu distribusi tetap bekerja secara
optimal sebaiknya digunakan beberapa komponen
pengaman. Adapun komponen-komponen pengaman
yaitu Fuse Cut Out, Lightning Arrester, Panel Tegangan
Rendah, Saklar Pemutus Utama, dan NH Fuse. Fungsi
tiap komponen pengaman sebagai berikut :
1. Fuse Cut Out (FCO)
- Peralatan pengaman yang ditempatkan di sisi
tegangan menengah.
- Fuse yang dipasang di atas setingkat dari arus
nominal.
2. Lightning Arrester
- Peralatan pengaman tegangan lebih, akibat
sambaran petir, maupun switching.
- Ditempat di sisi tegangan menengah dan
dibumikan.
3. Panel Tegangan Rendah
- Peralatan bantu, tempat meletakkan saklar
pemutus utama, rel-rel tegangan rendah dan fuse
holder, serta peralatan tegangan rendah lainnya.
4. Saklar Pemutus Utama
- Pengaman transformator jika terjadi hubung
singkat pada tegangan rendah.
5. NH Fuse
- Berfungsi untuk membatasi arus jurusan.
- Sebagai pengaman jika terjadi beban lebih atau
hubung singkat pada jaringan tegangan rendah.
D.
Definisi FCO
FCO merupakan sebuah alat pemutus rangkaian
listrik yang berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja
dengan cara meleburkan bagian dari fuse link yang telah
dirancang khusus dan disesuaikan ukurannya untuk itu.
Perlengkapan fuse ini terdiri dari sebuah fuse support, fuse
holder dan fuse link sebagai pisau pemisahnya dan dapat
diindetifikasi dengan hal-hal seperti berikut :
1. Tegangan Isolasi Dasar ( TID ) pada tingkat
distribusi.
2. Utamanya digunakan untuk penyulang TM dan
proteksi transformator
978-602-18168-7-5
3.
Konstruksi mekanis didasarkan pemasangan pada
tiang.
4. Dihubungkan ke sistim distribusi dengan batasbatas tegangan operasinya.
Adapun gambar dibawah ini merupakan bagian utama
dari FCO, yaitu[4]:
Gambar 2. Fuse Cut Out
Adapun cara menentukan Fuse Link adalah dengan
persamaan (1), sebagai berikut:
!"#$ !"#$ =
!"#"$%&"$ !"#$%&'"(#!'" (!"#)
!×!"#$%#$% !" (!)
............(1)
Penangkal petir adalah suatu alat pelindung bagi
peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir. Alat
pelindung terhadap gangguan surja ini berfungsi
melindungi peralatan sistem tenaga listrik dengan cara
membatasi surja tegangan lebih yang datang dan
mengalirkannya ke tanah [8]. Berikut contoh gambar dari
Lightning Arrester yang dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 3. Lightning Arrester
Pada dasarnya semua konstruksi jaringan distribusi
tidak ada yang benar-benar aman dari gangguan yang
datangnya dari dalam sistem itu sendiri maupun dari dari
luar sistem. Gangguan tersebut merupakan potensi yang
merugikan ditinjau dari beberapa hal, maka perlunya
dipasang sistem proteksi yang berfungsi untuk mencegah
atau membatasi kerusakan pada gardu beserta
peralatannya dan menjaga keselamatan umum.
1. Cara menentukan kapasitas NH Fuse pada gardu
distribusi
Adapun caranya dengan rumus persamaan (2),
sebagai berikut :
!" =
!"#"$%&"$ !"#$%&'"(#!'" (!"#)
√!×!"#$%#$%
.........................(2)
Setelah mendapatkan hasil dari menentukan NH fuse pada
gardu distribusi selanjutnya dibagi dengan jurusannya.
Berikut contoh gambar dari NH Fuse yang dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
101
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Gambar 4. NH Fuse
Untuk mengetahui persentase kapasitas transformator
digunakan rumus persamaan (3), yaitu:
%=
!"!#$ !"#$%&&$% !"#$ !"#$%&%'( (!"#)
!"#"$%&"$ !"#$% (!"#)
×100%.........(3)
978-602-18168-7-5
tegangan menengah (PHB-TM), transformator distribusi
(TD) dan perlengkapan hubung bagi tegangan rendah
(PHB-TR) untuk memasok kebutuhan tenaga listrik bagi
para pelanggan baik dengan tegangan menengah (TM 20
kV) maupun tegangan rendah (TR 220/380).
Untuk menjaga gardu distribusi tetap bekerja secara
optimal sebaiknya digunakan beberapa komponen
pengaman. Adapun komponen-komponen pengamannya
yaitu Fuse Cut Out, Lightning Arrester, panel tegangan
rendah, saklar pemutus utama, NH Fuse.
Berikut adalah gambar single line gardu distribusi,
yaitu :
III. METODE PENILITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dan pengambilan data berlangsung selama
4 bulan yang dilaksanakan mulai pada bulan Februari –
Mei 2018. Permasalahan yang terdapat pada sistem
tenaga listrik adalah bermacam-macam jenisnya,
berdasarkan judul dari pembahasan tugas akhir ini, perlu
adanya pembatasan permasalahan yaitu penelitian ini
dilakukan dengan mengambil data gangguan pada gardu
distribusi GT.PAL 020 di kompleks Bumi Permata Hijau
jalan Sultan Alauddin Makassar.
1
2
3
4
5
3.2 Prosedur Penelitian
Berikut ini adalah alur dalam melakukan penelitian:
Gambar 5. Single Line gardu distribusi
Keterangan :
1. SUTM ( Saluran Udara Tegangan Menengah)
2. FCO ( Fuse Cut Out)
3. LA ( Lightning Arrester )
4. Transformator Distribusi
5. PHB TR ( Papan Hubung Bagi Tegangan Rendah )
Gambar 4. Diagram Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Menentukan Pengaman pada Gardu Distribusi
Gardu distribusi merupakan salah satu komponen
dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk
menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk
membagikan atau mendistribusikan tenaga listrik pada
beban/konsumen tegangan menengah maupun konsumen
tegangan rendah.
Secara umum gardu ditsribusi tenaga listrik yang
paling dikenal adalah suatu bangunan gardu listrik berisi
atau terdiri dari instalasi perlengkapan hubung bagi
2. Menentukan FCO dan Fuse Link
Pemilihan fuse cut out sebagai pengaman beban lebih
ini haruslah secara cermat. Adapun dalam pemilihan
tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah menggunakan
metode-metode pemilihan seperti perbandingan jenis,
bentuk, serta karakteristik fuse cut out. Sedangkan untuk
menentukan nilai yang akan digunakan adalah dengan
menghitung batas-batas ketahanan pelebur terhadap
gangguan yang akan terjadi.
Hasil pemilihan FCO sebagai pengaman beban lebih
tersebut terbagi menjadi 4 tahapan. Yang pertama adalah
membandingkan jenis FCO berdasarkan prinsip kerja dan
dihasilkan FCO tipe ekspulsi. Tahapan yang kedua adalah
membandingkan FCO berdasarkan bentuk fisiknya dan
didapatkan FCO tipe open (terbuka). Untuk tahapan yang
ketiga yaitu memilih FCO dengan membandingkan
berdasarkan tipe kelasnya dan didapatkan hasil berupa
FCO dengan tipe kelas 2 (tipe jatuh). Setelah melakukan
perbandingan-perbandingan tersebut maka dihasilkan
pemilihan FCO berupa FCO tipe ekspulsi (letupan) kelas 2
(tipe jatuh) bentuk open (terbuka). Sedangkan untuk
102
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
penentuan
arus
pengenalnya
dilakukan
menghitung batas ketahanan FCO tersebut.
dengan
3. Data Penelitian
Gardu GT. PAL 020 di Jl. Sultan Alauddin area PT.
PLN (Persero) Area Makassar Selatan penyulang
Alauddin di suplai dari gardu induk Panakukkang 150 kV.
Pada penyulang Alauddin terdapat 24 gardu transformator
yang dilayani, salah satu adalah GT.PAL 020 di Jl. Sultan
Alauddin di Perumahan BPH. Gardu GT. PAL 020
terdapat 3 jurusan dan melayani kurang lebih 316
pelanggan.
4. Menentukan Fuse Link pada FCO
Untuk menentukan Fuse Link pada FCO digunakan
rumus persamaan (1) yaitu :
Kapasitas
: 400 kVA = 400.000 Volt Ampere
Tegangan TM
: 20 KV = 20.000 Volt
Jenis Transformator
!"#$ !"#$ =
=
: 3 Fasa
!"""""
!×!""""
!"""""
!"#$$
= 11,56 A
Dari hasil perhitungan diatas sebesar 11,56 Ampere.
Karena tidak terdapat kapasitas Fuse Link sebesar 11,56
Ampere maka Fuse Link yang digunakan sebesar 12
Ampere. Dan berdasarkan hasil dari wawancara dari salah
satu pegawai PLN di area Makassar Selatan mengatakan
kapasitas Fuse Link yang terpasang di transformator
sebesar 12 Ampere tiap fasanya. Hasil dari perhitungan
dan Fuse Link yang terpasang sama. Dan apabila pada saat
terjadi kelebihan arus dari kapasitas Fuse Link maka
terjadinya pemutusan Fuse Link [6] .
5. Menentukan kapasitas NH Fuse untuk Jaringan
Distribusi
Untuk menentukan kapasitas NH Fuse untuk jaringan
distribusi digunakan rumus persamaan (2), yaitu:
978-602-18168-7-5
Untuk mengetahui arus tiap jurusannya digunakan rumus
persamaan (3), yaitu :
Arus tiap jurusan =
Jumlah Jurusan
!" =
=
400000
3×400
400000
692,8
= 577,35 A
: 20 KV/ 231-400
: 3 Jurusan
!
= 192,45 A
Berdasarkan perhitungan NH Fuse diatas, maka
didapatkan nilai arus NH Fuse tiap jurusannya sebesar
192,45 Ampere. Sehingga NH Fuse yang digunakan harus
lebih dari kapasitas berdasarkan perhitungan. Adapun NH
Fuse yang terpasang di tiap jurusannya berbeda-beda.
Pada fasa R yang terpasang jurusan pertama sebesar 355
Ampere, jurusan dua sebesar 250 Ampere, jurusan tiga
sebesar 355 Ampere. Pada fasa S jurusan empat sebesar
200 Ampere, jurusan lima sebesar 200 Ampere, jurusan
enam 250 Ampere. Pada fasa T jurusan tujuh sebesar 250
Ampere, jurusan delapan sebesar 250 Ampere, jurusan
sembilan sebesar 250 Ampere. Sebaiknya besar kapasitas
tiap NH Fuse sama agar menghasilkan beban
transformator yang seimbang, akan tetapi yang terpasang
di gardu kapasitas NH Fuse itu berbeda beda. Sehingga
tidak
menghasilkan
keseimbangan
beban
pada
transformator. Maka, sebaiknya NH Fuse yang terpasang
perlu penyetaraan kapasitas agar terjadi keseimbangan
beban pada transformator.
Karena NH Fuse yang terpasang berbeda beda
kapasitasnya bahkan ada yang mencapai 355 Ampere,
sedangkan berdasarkan perhitungan hanya 192,45 Ampere
maka hal ini mengakibatkan NH Fuse melebihi
kapasitasnya dan tidak bisa berjalan sebagaimana
mestinya sehingga pengaman pada tegangan menengah
yaitu FCO yang berkerja yaitu dengan putusnya fuse link.
Terjadinya perbedaan kapasitas NH Fuse pada gardu
GT.PAL 020 itu diakibatkan karena kurangnya
pemeliharaan pada gardu distribusi, sehingga dapat
berimplikasi pada gangguan transformator. Maka
sebaiknya dilakukan penyetaraan NH Fuse di gardu
GT.PAL 020 dengan sebesar 210 Ampere berdasarkan
tabel daya transformator dan NH Fuse.
Perhitungan
persentase
kapasitas
menggunakan rumus persamaan (3) :
%=
!"!#$ !"#$%&&$% !"#$ !"#$%&%'( (!"#)
%=
!"# !"#
Kapasitas Transformator : 400 kVA
Tegangan
!"",!"
!"#"$%&"$ !"#$% (!"#)
!"" !"#
transformator
×100%
×100%
= 1,41 %
Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan hasil
persentase kapasitas transformator melebihi 1,41% dari
batas kapasitas transformator yang terpasang pada
GT.PAL 020. Hal ini mengakibatkan putusnya fuse link
dikarenakan beban yang tersambung melampaui batas
pada fasa tertentu dan dari aturan yang sebenarnya
(kebutuhan beban) di NH fuse sehingga beban
transformator melampaui dari 100% (overload).
103
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan dengan judul Analisis Gangguan pada Gardu
GT.PAL 020 di kompleks Bumi Permata Hijau jalan
Sultan Alauddin Makassar dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Penyebab terjadinya kerusakan pada FCO
disebabkan oleh beban yang tersambung pada
transformator GT.PAL 020 melampaui kapasitas
fasa tertentu dari transformator dan NH Fuse tidak
bisa mengamankan karena nilainya diatas kapasitas
yang menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi NH
Fuse sehingga FCO yang berkerja untuk
mengamankan transformator pada saat terjadinya
gangguan (overload) yaitu dengan putusnya fuse link.
2. Untuk mengatasi terjadinya kerusakan FCO, maka
perlu dilakukan penyetaraan pada beban yang
dilayani, perlunya dilakukan pemeliharaan yaitu
berupa penyerataan NH Fuse dan dilakukan
managemen transformator.
978-602-18168-7-5
FCO sebagai Pengaman Transformator 3 Phasa
terhadap Gangguan Surya Petir di Penyulang
Pandean Lamper 5 Rayon Semarang Timur. Teknik
Elektro, hal 1-2.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kedua
orang tua, Bapak Ir. Hamma M.T. dan Ibu Kurniawati
Naim S.T., M.T., PT.PLN (Persero) Area Makassar
Selatan.
REFERENSI
[1] Pangestu, & Agung, R. M. (2013). Analisa PMT Trip
pada Penyulang Tambak Lorok 7 yang disebabkan
oleh Putusnya Fuse Cut Out Pengaman Trafo 3
Phasa di Tiang U7-72. Semarang: Universitas
Dipenogoro.
[2] Pelayanan Teknik Banten Selatan. (2012, April 17).
Yantek Bansel. Dipetik januari 17, 2018, dari Yantek
Bansel:
https://yantekbansel.wordpress.com/2012/04/17/jarin
gan-tegangan-menengah-jtm/.
[3] Pelayanan Teknik Bnaten Selatan. (2012, april 17).
Yantek Bansel. Dipetik januari 17, 2018, dari Yantek
Bansel:
https://yantekbansel.wordpress.com/2012/04/17/jarin
gan-tegangan-rendah-jtr/.
[4] PLN. (2010). Standar Kontruksi Gardu Distribusi
dan Gardu Hubung Tenaga Listrik.
[5] Politeknik Negeri Ujung Pandang. (2016). Pedoman
Penulisan Proposal dan Skripsi Program Diploma
Empat (D-4). Makassar: Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
[6] PT.PLN (Persero). (2017). SPESIFIKASI FUSE CUT
OUT. Jakarta Selatan: 2017.
[7] Setiono, I., & Prasetyo, D. (2016). Sistem Pengaman
Penyaluran Energi Listrik Satu Fasa Tegangan
Rendah dengan Menggunakan Fuse Cut Out. Jurnal
Teknik Elektro, hal 1-2 & 4-6.
[8] Wardana, A. N., & Subari, A. (2014). Perbandingan
Pengaruh Penempatan Arrester Sebelum dan Sesudah
104
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Perencanaan Perbaikan Faktor Daya pada PT Makassar Tene
Nurul Rahmi
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penggunaan listrik dengan kapasitas besar terkadang menghadapi berbagai macam permasalahan. Permasalahan tersebut
antara lain adanya beban-beban induktif yang muncul akibat banyaknya macam beban yang terpasang yang menyebabkan
penurunan faktor daya. Penurunan faktor daya akan meningkatkan permintaan daya reaktif sehingga kualitas daya menurun
dan rugi-rugi naik. Untuk memenuhi kebutuhan daya reaktif secara umum dilakukan perbaikan faktor daya dengan
menggunakan kapasitor bank listrik. Perbaikan faktor daya adalah memberikan arus dengan phasa mendahului dalam
rangkaian sehingga memberikan perlawanan yang akan menetralisir arus pemagnetan yang ketinggalan phasanya. Faktor daya
harus ditingkatkan agar dapat memperbaiki daya keluaran maksimal dan dengan perbaikan faktor daya menyababkan
penghematan terhadap energi listrik yang dipakai untuk menyuplai daya beban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
kompensasi daya reaktif dan mengetahui pengaruh pemasangan kapasitor bank pada faktor daya. Penilitian ini difokuskan pada
Sub Station #1 PT Makassar Tene dengan analisis data yang diperoleh menggunakan beberapa persamaan dasar. Dari hasil
analisis diketahui hasil kompensasi daya reaktif sebesar 40,49 kVAR dan memerlukan kapasitor 7 step dengan tiap bank
mengoreksi 5000 kVAR.
Keywords: Daya, Kapasitor Bank, Perbaikan.
I.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin
meningkatnya jumlah populasi manusia, permintaan akan
energi listrik di seluruh dunia juga semakin meningkat.
Dalam bidang teknologi informasi maupun pada bidang
industri semuanya dapat beroperasi dengan baik dengan
adanya suplai daya listrik. Suplai daya listrik tersebut
tentunya harus memenuhi standar dan memiliki kualitas
daya listrik yang baik. Kualitas daya listrik yang baik
ditunjang oleh faktor daya yang baik pula.
Namun seringkali dalam pemakaian energi listrik
menimbulkan kerugian disebabkan oleh daya yang
dikonsumsi tidak sesuai dengan daya yang dibutuhkan
beban. Beban industri sebagian besar bersifat induktif
sehingga pemakaian daya reaktif meningkat. Peningkatan
pemakaian daya reaktif inilah yang menyebabkan faktor
daya dari pelanggan turun. Faktor daya (cosϕ) adalah
perbandingan daya aktif dan daya nyata.
Faktor daya yang turun yang dapat mengakibatkan
kerugian besar pada konsumen, khususnya pada industri.
Pada PT. Makassar Tene yang beroperasi secara terusmenerus selama 24 jam memerlukan faktor daya yang baik
untuk menjaga kontuinitas sumber daya listriknya.
Untuk itu perlu dipasang suatu alat yang berfungsi
untuk mengkompensasi daya reaktif tersebut agar faktor
daya tidak kurang dari standar yang telah ditetapkan oleh
penyedia layanan jaringan listrik.
Untuk memperbaiki faktor daya secara umum
digunakan kapasitor bank. Kapasitor bank memberikan
sumbangan arus mendahului (leading), sehingga juga akan
memberikan faktor daya leading. Dengan demikian kapasitor
bank disebut juga KVar generator. Pemasangan kapasitor
bank akan berpengaruh terhadap perbaikan faktor daya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Daya Listrik
Kualitas daya listrik adalah tenaga listrik yang andal,
energi listrik dengan kualitas baik dan memenuhi standar
dan mempunyai kontribusi yang penting bagi kehidupan
jaman sekarang. Pengertian ini didasarkan dari tiga kompnen
penting tentang kualitas daya listrik, yaitu [3] :
a. Kontinuitas
b. Level tegangan
c. Efisiensi
2.2 Daya
2.2.1 Daya Aktif
Daya aktif adalah daya yang terpakai untuk melakukan
energi sebenarnya. Daya ini dinyatakan dengan simbol P
dengan satuan Watt atau kW. Daya aktif ini diperlukan
untuk diubah ke dalam bentuk energi lain misalnya energi
panas, cahaya dan sebagainya.
P = V . I . cos φ ........................................................... (2.2)
P = 3 . !! . !! . cos φ ................................................ (2.3)
Dimana,
P
= Daya aktif (Watt)
V
= Tegangan (Volt)
105
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
I
cos φ
= Arus (Ampere)
= faktor kerja untuk daya aktif
2.2.2 Daya Reaktif
Daya reaktif adalah jumlah daya yang diperlukan untuk
pembentukan medan magnet. Dari pembentukan medan
magnet maka akan terbentuk fluks medan magnet. Daya
reaktif dinyatakan dengan satuan VAR (Volt Ampere
Reaktan) adalah daya listrik yang dihasilkan oleh bebanbeban yang bersifat reaktansi Beban – beban yang bersifat
kapasitif akan menyerap daya reaktif untuk menghasilkan
medan listrik. Contoh beban yang bersifat kapasitif adalah
kapasitor [6].
Q = V. I sin φ
Q = 3. !! . !! . sin φ
Dimana,
Q
= Daya reaktif (VAR)
V
= Tegangan (Volt)
I
= Arus (Ampere)
sin φ
= faktor kerja untuk daya reaktif
2.2.3 Daya Semu
Daya semu dinyatakan dengan simbol S dengan satuan
VA (Volt Ampere) atau kVA adalah hasil kali antara
besarnya tegangan dan arus listrik yang mengalir pada
beban.
S = V . I .......................................................................(2.6)
Dimana,
S
= daya kompleks (VA)
V
= Tegangan (Volt)
I
= Arus (Ampere)
Hubungan ketiga buah daya listrik yaitu daya aktif P, daya
reaktif Q serta daya kompleks S, dinyatakan dengan sebuah
segitiga, yang disebut segitiga daya sebagai berikut.
978-602-18168-7-5
2.2.4 Faktor Daya
Faktor daya yang dinotasikan cos φ didefinisikan
sebagai perbandingan antara arus yang dapat menghasilkan
kerja didalam suatu rangkaian terhadap arus total yang
masuk kedalam rangkaian atau dapat dikatakan sebagai
perbandingan daya aktif (kW) dan daya semu (kVA) (Rizal,
2012).
Faktor daya = P / S ................................. (2.13)
= kW / kVA
= V . I cos ϕ / V . I
Faktor
daya
dapat
diperbaiki
dengan
memasang kapasitor pengoreksi faktor daya pada sistem
distribusi listrik atau instalasi listrik di pabrik atau industri.
2.2.5 Sifat Beban Listrik
1.
2.
3.
Beban resistif
Beban Induktif
Beban Kapasitif
2.2.6 Perbaikan Faktor Daya
Prinsip dari perbaikan faktor daya adalah memberikan
arus dengan phasa mendahului dalam rangkaian sehingga
meemberikan perlawanan yang akan menetralisir arus
pemagnetan yang ketinggalan phasanya. Faktor daya harus
ditingkatkan agar dapat memperbaiki daya keluaran
maksimal dan dengan perbaikan faktor daya menyababkan
penghematan terhadap energi listrik yang dipakai untuk
menyuplai daya beban.
Kapasitor yang digunakan pada perbaikan faktor daya
adalah bekerja pada frekuensi yang berlaku di Indonesia
yaitu 50 Hz. Berikut rumus yang digunakan untuk perbaikan
faktor daya [5] :
!
P =
!!!
Qc = Pf x Daya Beban
Qc = P (tgϕ1 – tgϕ2) KVAr
Dimana,
P = daya nyata (Watt)
ϕ1 = faktor daya lama
ϕ2 = faktor daya setelah diperbaiki
Qc = daya reaktif kapasitor (KVAr)
Gambar 1. Segitiga Daya
(sumber: mastermepengineering.wordpress.com)
Dari gambar segitiga daya tersebut, hubungan antara
ketiga daya listrik dapat dinyatakan sebagai berikut :
S = !! + !!
P = S cos ϕ
P = VI cos ϕ
Q = S sin ϕ
Q = VI sin ϕ∴
!
Cos ϕ = pf =
!
2.2.7 Keuntungan Perbaikan Faktor Daya
Dengan adanya perbaikan faktor daya akan
memperoleh beberapa keuntungan antara lain :
1. Menghilangkan denda PLN atas kelebihan
pemakaian daya reaktif.
2. Menurunkan pemakaian kVA total.
3. Meningkatkan daya yang disuplai oleh trafo.
4. Penurunan rugu tegangan.
5. Menurunkan rugi pada kabel.
6. Meningkatkan persediaan daya yang tersedia pada
trafo.
7. Optimasi jaringan :
106
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
a.
b.
c.
8.
Optimasi biaya : ukuran kabel diperkecil.
Penurunan rugi tegangan.
Meningkatkan kemampuan jaringan dalam
menyalurkan daya.
Optimasi mengurangi naiknya arus/ suhu pada
kabel, sehingga mengurangi rugi-rugi.
2.2.8 Penentuan Kebutuhan Daya Reaktif
No
Komponen
Kebutuhan Daya
Reaktif
1
Transformator
0,05 kVAr / kVa
2
Motor induksi
0,5 – 0,9 kVAr / kVa
978-602-18168-7-5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Kasus
Pada instalasi listrik 3 fasa memiliki tiga macam daya
yaitu daya semu, daya aktif dan daya reaktif. Untuk
mendapatkan daya aktif semaksimal mungkin dilakukanlah
perbaikan faktor daya. Pada PT Makassar Tene terdapat
banyak beban beban induktif yang menyebabkan faktor daya
rendah dan menyebabkan menurunnya tegangan pada
industri tersebut. Oleh karena itu diperlukan kompensasi
daya reaktif dengan memasang kapasitor bank.
Adapun single line diagram penempatan kapasitor bank
pada PT Makassar Tene, sebagai berikut:
GENERATOR
7,5MVA
3
Lampu fluorescent
2 kVAr / kVa
4
Jaringan transmisi
20 – 50 kVAr / kVa
2.3 Kapasitor Bank
Kapasitor adalah komponen elektronik yang digunakan
untuk menyimpan muatan listrik, dan secara sederhana
terdiri dari dua konduktor yang dipisahkan oleh bahan
penyekat (bahan dielektrik) tiap konduktor disebut keping.
Kapasitor disebut juga kondensator adalah alat atau
komponen listrik yang dibuat sedemikian rupa sehingga
mampu menyimpan muatan listrik untuk sementara waktu.
Kapasitor terdiri dari dua konduktor (lempengan logam)
yang dipisahkan oleh bahan penyekat (isolator). Isolator ini
sering disebut bahan (zat) dielektrik. Sebuah kapasitor
mempunyai prinsip sebagai generator yang bisa
menghasilkan daya reaktif. Berikut merupakan gambar suatu
kapasitor bank.
2.4 Metode Penempatan Kapasitor Bank
Metode penempatan dan hubungan kapasitor
tergantung dari mana kita akan menggunakan kapasitor
tersebut dan berapa output kapasitor yang kita perlukan. Ada
tiga jenis dasar dalam merencanakan penempatan kapasitor
yaitu Global Compensation, Individual Compensation,
Group Compensation [1].
III.
METODE PENELITIAN
Pengambilan data pada penelitian kali ini pada PT.
Makassar Tene. Adapun waktu pengambilan data pada
penelitian ini, dimulai dari bulan Februari 2018 sampai
dengan Juni 2018 dan diolah di kampus Politeknik Negeri
Ujung Pandang. Penelitian di mulai dengan mengumpulkan
data dengan cara melakukan studi literatur, wawancara dan
melakukan observasi langsung.Sedangkan teknik analisis
data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis
regresi.
6MW
VCB
1250A
VCB
1250A
VCB
1250A
VCB
1250A
VCB
1250A
SUB 1
TRAFO #1
1600kVA
10,5kV/0,4kV
ACB
3200A
SUB. STATION #1
400A
250A
6x630A
SUB 1
TRAFO #2
1600kVA
10,5kV/0,4kV
ACB
3200A
ACB
3200A
0,4 kV
0,4 kV
630A
200A
230A
400A 400A 130A 630A
3x330A
630A
630A 250A
400A
Gambar 2. Single Line Diagram Penempatan Kapasitor Bank
Substation #1 PT Makassar Tene
Pada single line diagram diatas dapat dilihat
penempatan kapasitor bank menggunakan metode global
compensation pada busbar substation #1 sebelum beban.
4.2 Data Arus dan Faktor Daya
Berikut merupakan data arus dan faktor daya tiap jam
selama enam hari pada PT Makassar Tene mulai dari pukul
07.00 sampai dengan pukul 18.00.
Tabel 1. Arus dan Faktor Daya Hari Pertama
Pukul
Arus (A)
Cosϕ
07.00
197
0,71
08.00
262
0,72
09.00
264
0,78
10.00
247
0,72
11.00
241
0,70
107
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Pukul
Arus (A)
Cosϕ
Pukul
Arus (A)
Cosϕ
12.00
259
0,71
16.00
261
0,72
13.00
230
0,75
17.00
261
0,72
14.00
261
0,72
18.00
0,80
15.00
227
0,73
267
250,5
16.00
235
0,73
17.00
240
0,74
18.00
241
0,76
Rata-Rata
242
0,73
(sumber: Power Plant PT Makassar Tene)
Tabel 2. Arus dan Faktor Daya Hari Kedua
Rata-Rata
0,73
(sumber: Power Plant PT Makassar Tene)
Tabel 4. Arus dan Faktor Daya Hari Keempat
Pukul
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
Rata-Rata
Arus (A)
276
276
276
278
278
278
245
248
241
242
269
246
262,7
cosϕ
0,76
0,76
0,76
0,76
0,76
0,80
0,74
0,74
0,76
0,76
0,76
0,70
Pukul
Arus (A)
Cosϕ
07.00
225
0,77
08.00
235
0,74
09.00
229
0,76
10.00
212
0,76
11.00
256
0,74
12.00
243
0,70
13.00
216
0,72
14.00
221
0,65
15.00
224
0,70
16.00
247
0,72
Tabel 5. Arus dan Faktor Daya Hari Kelima
Pukul
Arus (A) cosϕ
0,77
07.00
223
17.00
249
0,70
08.00
220
0,77
18.00
229
0,71
09.00
221
0,78
Rata-Rata
232,1
0,72
10.00
220
0,73
11.00
222
0,75
12.00
221
0,79
(sumber: Power Plant PT Makassar Tene)
Tabel 3. Arus dan Faktor Daya Hari Ketiga
0,75
(sumber: Power Plant PT Makassar Tene)
Pukul
Arus (A)
Cosϕ
13.00
224
0,76
07.00
236
0,69
14.00
231
0,79
08.00
261
0,69
15.00
230
0,72
09.00
245
0,68
16.00
230
0,80
10.00
254
0,82
17.00
236
0,80
11.00
246
0,82
18.00
238
0,80
12.00
237
0,69
Rata-Rata
226,3
0,77
13.00
234
0,67
14.00
265
0,79
15.00
240
0,74
(sumber: Power Plant PT Makassar Tene)
108
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Tabel 6. Arus dan Faktor Daya Hari Keenam
978-602-18168-7-5
Nilai daya reaktif (QC) yang digunakan untuk
perbaikan faktor daya dapat dihitung menggunakan
persamaan (2.16) yaitu:
!!
= Q1 – Q2
Pukul
Arus (A)
cosϕ
07.00
196
0,71
08.00
240
0,70
09.00
263
0,74
10.00
278
0,80
11.00
248
0,71
12.00
261
0,81
13.00
251
0,77
= 114438,35 - 75738,35
= 38700 VAR
= 38,7 kVAR
Sehingga untuk memperbaiki faktor daya dari 0,73 menjadi
0,85 dibutuhkan kapasitor dengan rating sebesar 38,7 kVAR.
Berikut merupakan data hasil perhitungan kompensasi
daya reaktif (QC) berdasarkan metode segitiga daya.
14.00
255
0,81
Tabel 7. Tabel Hasil Perhitungan Kompensasi Daya Reaktif (!! )
15.00
228
0,78
16.00
226
0,73
17.00
241
0,77
18.00
Rata-Rata
238
243,75
0,80
0,76
(sumber: Power Plant PT Makassar Tene)
4.3 Perhitungan Kebutuhan Kapasitor
Berdasarkan tabel 2 data arus dan faktor daya terlihat
bahwa faktor daya lebih rendah dari faktor daya standard
yaitu 0,85.
Dari data-data pada tabel dapat dihitung daya aktif (P)
dengan menggunakan rumus sebagai berikut;
Daya (P) = Vn x I x cosϕ x 3 ..................................(2.2)
= 400 x 242 x 0,73 x 3
= 122248,72 W
Rata-rata faktor daya awal (cosϕ1) yang didapatkan
pada tabel 2 yaitu 0,73, sehingga faktor daya:
cosϕ1
= 0,73
ϕ1
= !"# !! x 0,73
ϕ1
= 43,11
Sehingga dapat dihitung nilai daya reaktif pada faktor daya
awal (Q1).
Q1= P x tan ϕ1 ............................................................(2.15)
= 122248,72 x tan 43,11
= 114438,35 VAR
Rata-rata faktor daya pada tabel 2 cukup rendah yaitu 0,73.
Faktor daya tersebut akan diperbaiki menjadi ( !"# ! )
adalah 0,85 dengan menggunakan kapasitor bank. Maka
perhitungannya menjadi:
!"# !
= 0,85
= 31,78
!
Q2
= P x tan !
= 122248,72 tan 31,78
= 75738,35 VAR
Analisa perhitungan setelah faktor daya dinaikkan
menjadi 0,85, perubahan terlihat pada daya reaktif lebih
rendah.
Hari ke-
!"#
I
II
III
IV
V
VI
Rata-rata
0,73
0,72
0,73
0,75
0,77
0,76
0,74
!
!"#
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
!
P
(kW)
122,24
115,77
126,54
136,34
120,72
128,19
124,9
Qc (kVAR)
39,11
38,7
40,49
36,81
15,69
30,91
33,82
Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat hasil
perhitungan Cosϕ1 rata-rata adalah 0,74 sementara Cosϕ2
rata-rata adalah 0,85 menghasilkan kompensasi daya reaktif
sebesar 33,82 kVAR.
4.4 Perhitungan Kapasitor
Berdasarkan perhitungan kompensasi daya reaktif
didapatkan nilai QC tertinggi adalah 40,49 kVAR. Sehingga
dalam pemasangan kapasitor sistem dirancang menggunakan
1 modul 8 step dengan tiap bank mengkoreksi 5 kVAR atau
5000 VAR. Sehingga dapat dihitung nilai arus kapasitor
dengan rumus sebagai berikut:
!"#
!! =
................................................................... (2.17)
!
!"""
=
!""
= 12,5 A
Menghitung reaktansi kapasitif
!
!! = .................................................................... (2.18)
!!
=
!""
!",!
= 32 Ω
Jadi, kapasitas kapasitor yang dibutuhkan adalah
!
C=
............................................................... (2.19)
!!"!!
=
=
!
! ! !,!" ! !" ! !"
!
!""#$
= 9,95x10!!
= 99,5 microFarad
109
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan
dengan judul Perencanaan Perbaikan Faktor Daya pada PT
Makassar Tene dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Dari hasil perhitungan memperlihatkan bahwa besarnya
kompensasi daya reaktif yang harus diberikan ialah
sebesar 40,49 kVAR. Sehingga dalam pemasangannya
nanti system dirancang menggunakan 1 modul 7 step
dengan tiap bank mengoreksi atau mengkompensasi 5
kVAR dengan nilai kapasitornya sebesar 99,5
microFarad.
2. Dengan menaikkan faktor daya menjadi 0,85
menyebabkan penurunan arus beban. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa, semakin besar nilai faktor daya
maka semakin kecil pula arus yang mengalir pada
jaringan distribusi.
UCAPAN TERIMA KASIH
1.
2.
3.
Teristimewa kepada kedua orang tua dan seluruh
keluarga tercinta atas segala doa dan bantuan baik moril
maupun materil.
Bapak Ir. Hamma, M.T. selaku pembimbing I dan
Bapak Ahmad Rosyid Idris, S.T., M.T. selaku
pembimbing II yang telah meluangkan waktu guna
membimbing dan mengarahkan kami sampai Tugas
Akhir ini selesai.
Para staff engineering dan power plant pada PT
Makassar Tene yang telah membantu menyediakan
waktu luangnya dalam proses pengambilan data dan
wawancara.
978-602-18168-7-5
4.
5.
Rekan-rekan mahasiswa seangkatan yang turut
membantu dan memotivasi dalam menyelesaikan
laporan tugas akhir ini.
Rekan-rekan mahasiswa seangkatan yang turut
membantu dan memotivasi dalam menyelesaikan
laporan tugas akhir ini.
REFERENSI
[1] Alland, Khadafi., Arfah Z, Efrita, 2013 Perancangan
Kebutuhan Kapasitor Bank untuk Perbaikan Faktor
Daya pada Line Mess I di PT. Bumi Lamongan Sejati
(WBL). Surabaya: Fakultas Teknilogi Industri, ITATS.
[2] Bukhari Ahmad. Perbaikan Power Faktor Pada
Konsumen Rumah Tangga Menggunakan Kapasitor
Bank [jurnal ilmiah mahasiswa].2012.
[3] Dugan Roger C., McGraghan Mark F., Beaty H.
Wayne. Electrical Power System Quality. New York :
McGraw-Hill, 1996.
[4] Eryuhanggoro Yugi. Perancangan perbaikan faktor
daya pada beban 18.956 kW/ 6600 V, menggunakan
Kapasitor Bank di PT. Indorama Ventures Indonesia
[Tugas Akhir]. Jakarta:2013.
[5] Kaladri Dede. S. Studi Pemasangan Kapasitor Bank
Untuk Memperbaiki Faktor Daya Dalam Rangka
Menekan Biaya Operasional Pada Jaringan Distribusi
20 KV [Tugas Akhir].
[6] Noptin H, “Analisis Pengaruh Pemasangan Mini
Kapasitor Bank Terhadap Kualitas Listrik Di Rumah
Tangga Serta Perancangan Filter Aktif Menggunakan
Kontroler PI Sebagai Pelindung Kapasitor Dari
Harmonisa”,
Fakultas
Teknik
ITS.
2012.
110
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Rancang Bangun Alat Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit
Listrik Tenaga Hybrid Via LCD
1,2)
Yusfika D 1), Deriantama Wahyu D 2)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Tamalanrea Makassar 90245 Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Dengan adanya energi listrik terbarukan kebutuhan listrik di masyarakat diperlukan untuk memberikan litrik, sehingga
seluruh masyarakat dapat menikmati menggunakan listrik untuk meningkatkan produktifitas dan perekenomian masyarakat.
Pembangkit Listrik Tenaga Hibryd (PLTH), salah satu dari energi terbarukan yaitu dengan memanfaat energi angin dan sel
surya untuk memutar kincir generator untuk menghasilkan listrik, akan tetapi diperlukannya alat monitoring untuk dilakukan
peningkatan kualitas PLTH yang efektif dan efisien. Tujuan tugas akhir ini adalah membuat perancangan alat monitoring
dengan mengukur putara motor, kecepatan angin, intensitas cahaya dan suhu pada PLTH,sebagai penunjang peningkatan
kualitas PLTH yang efektif dan efisien.Komponen yang digunakan antara lain sensor tegangan, sensor arus ACS712 30A,
sensor anemometer, sensor optocoupler, Sensor DHT-22 dan Sensor BH1750. Pada pembacaan nilai ketepatan digunakan
mikrokontroller Arduino Uno sebagai pengolah data dan memprogram tiap sensor parameter keluaran turbin angin dan sel
surya. Data yang diperoleh akan diolah dan dikirim dengan pemanfaatan media komunikasi serial dari arduino ke LCD
grafik. Data yang sudah didapatkan kemudian akan diproses oleh software Arduino IDE lalu akan dihubungkan LCD
grafik, juga dapat di tampilkan grafik dari data yang diperoleh secara realtime.
Keywords: Monitoring, Parameter, LCD Grafik.
I. PENDAHULUAN
Dari zaman yang serba modern ini, kebutuhan
manusia sangat bergantung pada kebutuhan energi listrik
karena ketersediaan energi listrik merupakan keharusan
dalam menunjang aktifitas manusia saat ini. Oleh karena
itu pantas bila energi listrik disebutkan mempunyai
pengaruh besar dalam memperlancar produktifitas
manusia sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan energi listrik
saat ini masih didominasi dari sumber-sumber energi fosil
yang tidak baru dan terbarukan. Berbagai macam sumber
energi terbarukan telah dikembangkan seperti pembangkit
listrik tenaga angin pembangkit listrik tenaga surya.
Sumber energi angin dan sumber tenaga surya
merupakan sumber energi terbarukan yang cukup populer
yang bersih dan tersedia secara bebas. Energi terbarukan
adalah sumber-sumber yang bisa habis secara alamiah.
Energi terbarukan berasal dari elemen-elemen alam yang
tersedia di bumi dalam jumlah besar, misal: matahari dan
angin.
Dimana energi surya hanya tersedia pada siang hari
ketika cuaca cerah (tidak mendung atau hujan). Sedangkan
energi angin tersedia pada waktu yang seringkali tidak
dapat diprediksi dan sangat berfluktuasi tergantung cuaca
atau musim. Sehingga kondisi ini akan mempengaruhi
tingkat kekuatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid
(PLTH) dalam menghasilkan energi listrik dan akan
mempersulit untuk mengetahui parameter-parameter yang
dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid
(PLTH). Parameter-parameter yang dihasilkan oleh
Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) ini diantaranya
adalah tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan
generator, intensitas cahaya dan suhu kemudian diolah dan
disimpan pada baterai penyimpanan. Dimana Sistem
pembangkit energi hybrid adalah sistem yang
menggabungkan beberapa sumber energi untuk memasok
energi listrik ke beban
Adapun simulator Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid
(PLTH) yang terdapat pada laboratorium pengukuran
listrik dan bengkel automasi industri di jurusan Teknik
Elektro PNUP yang digunakan sebagai bahan
pembelajaran untuk mahasiswa yang masih terdapat
kekurangan yaitu pada sistem monitoringnya. Dari
kekurangan tersebut, kemudian mendorong penulis untuk
merancang dan membuat alat monitoring simulator
Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) yang dapat
berfungsi untuk memantau beberapa parameter seperti
tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan
generator, intensitas cahaya dan suhu yang kemudian akan
ditampilkan pada suatu LCD Grafik sehingga dapat
memudahkan kegiatan praktikum dalam memonitoring
parameter-parameter yang dibutuhkan.
II. PENDAHULUAN
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid
Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid adalah
pembangkit listrik yang menggunakan lebih dari satu
pembangkit.
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Pembangkit listrik tenaga angin adalah suatu
pembangkit listrik yang menggunakan angin sebagai
sumber energi untuk menghasilkan energi listrik.
111
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit
listrik yang mengubah energi surya menjadi energi listrik.
3.1.2 Waktu Perancangan
Perancangan dan pembuatan Perancangan Alat
Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit Listrik
Tenaga Hybrid (PLTH) selama 7 bulan mulai dari bulan
Februari sampai dengan bulan Agustus 2018.
2.4 Panel Surya
Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya
yang mengubah cahaya menjadi listrik. Mereka disebut
surya atas matahari atau "sol" karena matahari merupakan
sumber cahaya terkuat yang dapat dimanfaatkan.
3.2 Alat dan Bahan Perancangan
Pada perancangan ini, alat dan bahan yang digunakan
adalah:
2.5 Turbi Angin
Turbin angin merupakan sebuah alat yang digunakan
dalam system konversi energy angin (SKEA). Turbin
angin berfungsi merubah energy kinetik angin menjadi
energy mekanik berupa putaran poros.
2.6 Parameter Pengukuran Alat Monitoring
Parameter alat monitoring yaitu batasan ukur pada
alat monitoring dibandingkan nilai presisi dari sensor
terhadap alat ukur untuk memonitoring parameter yang
dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid.
Parameter tersebut adalah tegangan, arus, daya, kecepatan
angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu.
Parameter tersebut perlu dimonitoring dikarenakan
parameter tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu
merupakan parameter yang penting dan dihasilkan oleh
Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid. Penggunaan
mikrokontroller Arduino Uno sebagai penampil parameter
tersebut dalam bentuk nilai dan grafik melalui komunikasi
serial usb Arduino Uno ke Lcd Grafik.
2.7 Energi Angin
Angin merupakan udara yang bergerak disebabkan
adanya perbedaan tekanan udara yang mengalir dari
daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan lebih
rendah.
2.8 Energi Cahaya
Ada beberapa hal yang membatasi harga efisiensi sel,
salah satunya adalah cahaya. Kehilangan efisiensi
dihubungkan dengan cahaya yang mempunyai tidak cukup
energi atau mempunyai energi yang tinggi.
2.9 Sel Sulya
Sel surya merupakan sebuah perangkat yang
mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik
dengan proses efek fotovoltaic, karenanya dinamakan juga
sel fotovoltaic (Photovoltaic cell - disingkat PV).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Perancangan
3.1.1 Tempat Perancangan
Perancangan akan dilakukan di Laboratorium
Pembangkit dan Penyaluran Tenaga Listrik jurusan
Teknik Elektro Kampus II Politeknik Negeri Ujung
Pandang di Jl. Tamalanrea Raya (BTP).
Tabel 1. Daftar Alat
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
14.
Nama Alat
Tang
Obeng
Multimeter
Solder
Penghisap Timah
Gurinda
Bor Listrik
Las
Tools Kit Kunci
Cutter
Tang PressSkun
Anemometer
Regulator VAC
Blower Air-Ventilation Fan
Krisbow
Lux Meter
Jumlah
1 set
1 set
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 set
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Tabel 2. Bahan Alat
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Nama Bahan
LCD Grafik
Modul Power Supply 5 VDC (5 A)
Sensor Arus ACS712
Modul Sensor Tegangan
Sensor Optocoupler
Sensor Anemometer
Sensor Light Lux Meter BH1750
Arduino Uno
Lampu 100 W 220 VAC
Lampu 7 W 12 VDC
Hybrid Contoller
Battery
Hybrid Controler
Power Supply 12VDC 3A
Inverter
Jumlah
1 buah
1 buah
1 buah
3 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 biji
25 biji
1 buah
1 buah
1 buah
3.3 Prosedur Perancangan
Prosedur perancangan merupakan tahapan untuk
merancang rangkaian yang dibutuhkan dalam pembuatan
alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu. Proses
perancangan dan pembuatan alat monitoing tegangan,
112
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator,
intensitas cahaya dan suhu ini melalui beberapa tahap.
Tahap-tahap perancangan dan pembuatan meliputi
perancangan penggunaan catu daya (DC power supply)
dan perancangan penggunaan sensor.
3.3.1 Catu Daya
Catu daya adalah rangkaian yang digunakan untuk
menyuplai tegangan ke alat monitoring PLTH. Prinsip
kerja catu daya yang digunakan adalah menurunkan
tegangan 5 Vdc sesuai dengan kebutuhan mikrokontroler.
3.3.2 Perancangan Sensor
Perancangan ini meliputi beberapa perancangan
sensor antara lain sensor tegangan, sensor arus, sensor
kecepatan angin, sensor kecepatan generator, sensor
intensitas cahaya, dan sensor suhu.
3.3.2.1 Sensor Tegangan
Sensor ini digunakan untuk mengukur tegangan
yang dihasilkan dari generator. Adapun keluaran dari
sensor ini tidak boleh melewati 5 Volt DC agar tidak
merusak inputan dari mikrokontroler yang hanya bisa
menerima input maksimal 5 Volt DC.
3.3.2.2 Sensor Arus
Perancangan pemilihan sensor arus digunakan
sensor arus ACS712.Pada gambar 21 merupakan
rangkaian dari sensor arus ACS712.
3.3.2.3 Sensor Kecepatan Angin
Pengukuran kecepatan angin terdiri dari baling –
baling mangkok yang dikompel dengan piringan sensor
dengan 18 celah, sensor kecepatan optocoupler.
3.3.2.4 Sensor Kecepatan Generator (RPM)
Proses penginderaan sensor kecepatan merupakan
proses kebalikan dari suatu motor, dimana suatu
poros/objek yang berputar pada suatu generator akan
menghasilkan suatu tegangan yang sebanding dengan
kecepatan putaran object.
3.3.2.5 Sensor Intensitas Cahaya
Sensor cahaya BH1750 intensitas sensor modul
dengan 16bit AD converter (ADC) built-in yang dapat
langsung output sinyal digital, tidak ada kebutuhan untuk
perhitungan yang rumit. Sensor BH1750 ini lebih akurat
dan lebih mudah untuk menggunakan, dari pada
menggunakan versi foto dioda, atau ldr sederhana yang
hanya output tegangan dan perlu dihitung untuk
mendapatkan data intensitas.
3.3.2.6 Sensor Suhu DHT-22
DHT-22 adalah chip tunggal kelembaban relatif
dan multi sensor suhu yang terdiri dari modul yang
dikalibrasi keluaran digital. Pada pengukuran suhu data
yang dihasilkan 14 bit, sedangkan untuk kelembaban data
yang dihasilkan 12 bit. Keluaran dari DHT-22 adalah
digital sehingga untuk mengaksesnya diperlukan
978-602-18168-7-5
pemrograman dan tidak diperlukan pengkondisi sinyal
atau ADC.
3.3.3 Prosedur Perancangan
1. Melakukan studi literatur untuk mengumpulkan
referensi yang berkaitan dengan sistem yang akan
dirancang.
2. Melakukan pengadaan alat dan bahan yang
dibutuhkan.
3. Merancang perangkat keras (hardware).
4. Membuat desain user interface menggunakan
aplikasi perangkat lunak yang telah ditentukan.
5. Melakukan pengujian terhadap fungsi dari sistem
yang telah dibuat.
6. Membuat laporan hasil penelitian.
3.4 Tahap Pembuatan
Tahap pembuatan digunakan untuk merealisasikan
alat monitoring setelah dilakukan perencanaan alat
monitoring tersebut. Tahap pembuatan ini meliputi:
1. Pencetakan gambar rangkaian
2. Proses Pelarutan Pcb
3. Proses Pengeboran PCB
4. Proses Pemasangan Dan Penyolderan Komponen
5. Proses Pemrograman
6. Proses Pemasangan Alat Monitoring
3.5 Prinsip Kerja
Secara umum prinsip kerja dari alat monitoring
parameter keluaran dari generator turbin angin dan panel
surya ini ialah untuk melakukan monitoring daya yang
dihasilkan dari sebuah generator AC turbin angin dan sel
surya. Dengan memanfaatkan beberapa sensor yang
mampu membaca parameter seperti tegangan, arus, daya,
kecepatan angin (m/s), kecepatan putaran generator
(RPM), intensitas cahaya dan suhu. Data yang telah
didapatkan kemudian diolah oleh mikrokontroler,
selanjutnya akan ditampilkan pada sebuah LCD. Proses
perancangan dalam pembuatan alat monitoring seperti
tegangan, arus, daya, kecepatan angin (m/s), kecepatan
putaran generator (RPM), intensitas cahaya dan suhu.
Tahapan prinsip kerja dari alat monitoring parameter
keluaran dari generator turbin angin dan panel surya
tersebut terdiri dari:
1. Permulaan mulai melakukan studi literatur untuk
mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan
sistem yang akan dirancang.
2. Melakukan pengadaan alat dan bahan yang
dibutuhkan, jika masih terdapat dilakukan
perencanaan ulang.
3. Merancang perangkat keras (hardware).
4. Membuat desain user interface menggunakan
aplikasi perangkat lunak yang telah ditentukan.
5. Melakukan pengujian terhadap fungsi dari sistem
yang telah dibuat, jika terjadi gangguan dilakukan
perbaikan pada alat monitoring arus, tegangan, daya,
kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas
cahaya dan suhu.
6. Membuat laporan hasil penelitian
113
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
7. Selesai.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian
Pengujian unjuk kerja alat digunakan untuk menguji
unjuk kerja dari alat monitoring tegangan, arus, daya,
kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya
dan suhu. Proses ini digunakan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian pengukuran tegangan, arus, daya, kecepatan
angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu
pada alat monitoring. Proses pengujian dan pengambilan
data alat yang dilakukan tegangan, arus, daya, kecepatan
angin, kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu.
Pengujian dan pengambilan data alat monitoring ini
meliputi pengujian dan pengambilan data alat monitoring
tanpa beban dan berbeban. Pengambilan data alat
monitoring PLTH menggunakan bantuan alat ukur
digital dan regulator 220-100Vac dihubungkan ke blower
air-ventilation fan Krisbow. Berikut ini adalah langkahlangkah pengujiannya:
1) Menghubungkan ke laptop/catudaya 12Vdc 5A ke input
perancangan alat monitoring tegangan, arus, daya,
kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya
dan suhu.
2) Menghubungkan output generator Vac 3 fasa ke input
Wind turbine generator control.
3) Memasang multimeter dan ampere meter digital di-output
alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu.
4) Memasang beban lampu TL 7W 12Vdc di output alat
monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu dan
memasang beban lampu 100W 220Vdc di output Inverter
untuk pengujian berbeban.
5) Melakukan pengamatan tegangan dengan multimeter
digital sebagai alat pembanding.
6) Memasang input sensor anemometer dan sensor
kecepatan putar generator pada terminal alat monitoring.
7) Melakukan pengukuran dengan tachometer sebagai media
pembanding kecepatan putaran generator.
8) Melakukan pengukuran dengan anemometer sebagai
media pembanding kecepatan angin.
9) Melakukan pengukuran dengan lux meter sebagai media
pembanding intensitas cahaya.
10) Melakukan pengukuran dengan thermometer sebagai
media pembanding suhu
11) Mencatat hasil pengujian sesuai dengan pengukuran dan
penampilan pada alat monitoring tegangan, arus, daya,
kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas cahaya
dan suhu.
4.3.1 Langkah Pengujian
Langkah-langkah pengujian tersebut dilakukan
untuk pengujian di beberapa proses. Diantaranya dapat
dilakukan dibeberapa pengujian, yaitu:
978-602-18168-7-5
yang digunakan sebagai input dari alat monitoring
tegangan, arus, daya, kecepatan angin, kecepatan
generator, intensitas cahaya dan suhu. Berikut ini adalah
tahapan dan alat bahan yang digunakan:
Alat dan bahan:
1) Sumber Tegangan 12 Vdc
2) Regulator Tegangan 220-100 VAC
3) Inverter
4) Baterai Aki
5) Tacho Meter
6) Anemo Meter
7) Watt Meter
8) Ampere Meter
9) Volt Meter
10) Lampu TL
11) Lampu Pijar
12) Lampu 12 VDC 7 W
13) Motor 1 Phase220 VAC 75 W
14) Kabel Jumper
15) Blower Air-Ventilation Fan Krisbow
16) Lux Meter
17) Lampu TL
18) Kipas angin matsuviva 220-240VAC 60 Hz 0.14 A
4.3.1.2 Langkah Pengujian.
1) Menghubungkan sumber catu daya 12 Vdc ke input
alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan
angin, kecepatan generator intensitas cahaya dan
suhu pada Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid.
2) Melakukan pengukuran dan mencatat hasil
pengukuran selisih antara alat monitoring terhadap
alat ukur digital.
4.4 Proses Pengujian
Proses pengujian diantaranya melihat, mengamati,
menguji dan memeriksa kinerja disetiap komponen
sensor tegangan, sensor arus, sensor angin, sensor
kecepatan generator, sensor intensitas cahaya dan sensor
suhu. Adapun proses pengujian dilakukan sebagai
berikut:
1. Pengujian Sensor Tegangan
No
Tegangan
Input (v)
1
12
2.
No.
1.
2.
3.
4.3.1.1 Pengujian Setiap Komponen
Pengujian yang dilakukan di pengujian komponen
ini dilakukan untuk mengetahui fungsi dari setiap sensor
Tegangan (v)
Multimeter
Sensor Tegangan
Output
11.96
12.4
Pengujian Sensor Arus
Jenis
Beban
DC
Lampu
TL
Lampu
Pijar
Kipas
Arus (Ampere)
Sensor
Multimeter
ACS712
Persentase
Kesalahan
(%)
0.50
0.74
4.8
0.50
0.81
6.2
0.27
5
16
5.33
0.18
Jumlah
Rata – Rata
114
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
3.
Pengujian Sensor Kecepatan Angin
Tegan
Kecepatan Angin (m/s)
gan
Sensor
No.
Input
Anemometer
AnemoBlower
meter
(Volt)
1.
220
6.70
5.2
2.
200
6.55
4.2
3.
180
6.38
4.0
4.
160
6.31
3.9
5.
140
6.17
3.8
6.
120
5.30
3.7
Jumlah
Rata – Rata
Persentase
Kesalahan
(%)
0.22
3.57
3.58
3.81
3.84
3.01
18.03
3.005
4.
Pengujian Sensor Generator
Tegang Kecepatan Generator
an
(rpm)
Persentase
No.
Input
Kesalahan (%)
Tacho
Sensor
Blower
meter Optocoupler
(Volt)
1.
220
460.2
571
2.40
2.
200
457.9
563
2.29
3.
180
445.5
548
2.30
4.
160
426.1
526
2.34
5.
140
381.2
494
2.95
6.
120
284.9
438
5.37
Jumlah
17.65
Rata – Rata
2.94
5.
978-602-18168-7-5
perancangan dan pemilihan Mikrokontroller Arduino,
Sensor Tegangan, Sensor Arus, Sensor Kecepatan
Angin, Sensor Kecepatan Generator, sensor intensitas
cahaya dan sensor suhu tahap desain skema rangkaian,
tahap pemasangan dan perangkaian komponen pada
skema rangkaian.
2. Unjuk kerja dari alat monitoring tegangan, arus, daya,
kecepatan angin, kecepatan generator, intensitas
cahaya dan suhu ini meliputi pengukuran tegangan,
arus, daya, kecepatan angin, kecepatan generator,
intensitas cahaya dan suhu. Adapun tingkat persentase
kesalahan tegangan sebesar 3.67%, pengukuran arus
sebesar 5.33%, pengukuran daya mengikuti hasil dari
perkalian tegangan dengan arus sebesar 5 W untuk
beban lampu pijar dan 10 W untuk beban lampu TL,
persentase kesalahan pembacaan kecepatan angin
sebesar 3.005%, pembacaan kecepatan generator
sebesar 2.94% pembacaan dan pembacaan suhu 8.13%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari perancangan dan unjuk kerja
alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu diperoleh
saran sebagai berikut:
1. Lebih memperdalam ilmu mengenai mikrokontroler
dan
pemrograman, khususnya mengenai arduino uno.
1.
Pengujian Sensor Suhu
Termometer
1.
Tegangan
Input
Blower
(Volt)
220
28.8
2.
200
3.
2.
Suhu (0C)
Persentase
3.
26.4
8.33
4.
28.9
26.5
8.30
180
28.9
26.5
8.30
4.
160
28.9
26.6
7.95
5.
140
28.9
26.6
7.95
6.
120
29.9
26.6
7.95
No.
Sensor Kesalahan (%))
DHT22
Jumlah
48.78
Rata – Rata
8.13
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dari perancangan dan unjuk kerja
alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Alat monitoring tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
kecepatan generator, intensitas cahaya dan suhu
dirancang dengan beberapa tahapan yaitu tahap
perancangan dan pemilihan sensor meliputi
5.
6.
7.
8.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kedua orang tua atas segala doa, pengorbanan,
motivasi, kasih sayang yang menjadi penggugah
semangat penulis.
Bapak Dr. Ir. H. Hamzah Yusuf, M.S., selaku
direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Ibu Dr. Ir. Hafsah Nirwana, M.T., selaku Ketua
Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
Bapak Sofyan, M.T., selaku ketua Program
Studi
D 4 Teknik
Listrik Politeknik Negeri
Ujung Pandang.
Bapak Aksan, S.T,.M.T. selaku pembimbing 1 dan
Ibu Naely Mucthar S.Pd.,M.Pd., selaku pembimbing
2 yang telah menyediakan waktu luangnya dalam
penyusunan skripsi ini.
Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2014 Teknik
Listrik (D4) yang telah banyak membantu dan
berbagi ilmu kepada penulis.
Eprom Politeknik Negeri Ujung Pandang
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
REFERENSI
[1] Al Ghozi, Syaifullah dan Otniel Triyosia. 2015.
Rancang Bangun Two-Axis Solar Tracking System
Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno. Skripsi.
Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang.
115
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
[2] Alfianyah, Elsa. 2009. Rancang Bangun Sistem
Monitoring Daya Listrik Pada Fotovoltaik secara
Realtime Berbasis Mikrokontroler Atmega 16.
Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
[3] Arif, Budiman. 2016. Alat Monitoring Tegangan,
Arus Daya, Dan Kecepatan Blade Berbasis
Mikrokontroller Pada Pembangkit Listrik Tenaga
Angin. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Yogyakarta.
[4] Arrosyid, Harun dkk. 2014. Implementasi Wireless
Sensor Network Untuk Monitoring Parameter Energi
Listrik Sebagai Peningkatan Layanan Bagi Penyedia
Energi Listrik. Surabaya: Politeknik Negeri
Surabaya.
[5] Amazon.co.uk. Wind Solar Hybrid Controller.
(https://www.amazon.co.uk/Anself-ControllerAutomatic-Identification
Protection/dp/B01B1PGGW8),diakses 11 Januari
2018.
[6] Elektronika. Dasar. web. id. Rangkaian Sensor
Optocouple(http://elektronikadasar.web.id/membuatsensor-putaran-kecepatan/), diakses 11 Januari 2018
[7] Kahfi, Ashabul dan Rahmat Harianto. 2017.
Perancangan Alat Monitoring Parameter Keluaran
Generator Turbin Angin. Skripsi. Makassar:
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
[8] Mittal, Neeraj. 2001. Investigation of Performance
Characteristic of a Novel VAWT. Tesis. UK:
Department of Mechanical Engineering University of
Strathclyde.
[9] Muttaqin, Rusdan. 2017. Analisa Performansi dan
Monitoring Pembangkit Listrik Tenaga Surya di
Departemen Teknik Fisika FTI-ITS. Skripsi.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
116
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Rancang Bangun Alat Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit
Listrik Tenaga Hibrid Via Personal Computer
A. Rezky Wahyuni1), Andi Waris2), Aksan3), A.Wawan Indrawan4)
1,2,3)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Tingginya motivasi dan minat mahasiswa untuk mempelajari dan mengembangkan pembangkit tenaga listrik yang
baru dan terbarukan khususnya tenaga hibrid kian meningkat, sementara simulator PLTH yang terdapat pada laboratorium
praktikum pembangkit pada jurusan Teknik Elektro PNUP yang digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa
masih terdapat kekurangan yaitu pada sistem monitoringnya. Penelitian ini dilakukan untuk merancang dan membuat alat
monitoring simulator PLTH yang berfungsi untuk memonitor besaran tegangan, arus, daya, kecepatan angin, putaran
generator, suhu dan intensitas cahaya dengan memanfaatkan beberapa sensor seperti sensor tegangan, sensor arus ACS712,
sensor cahaya BH1750, sensor suhu DHT22, sensor anemometer dan sensor putaran generator yang kemudian diolah oleh
mikrokontroler Arduino Uno selanjutnya dikirimkan secara komunikasi serial ke PC secara realtime sehingga dapat
memudahkan kegiatan praktikum dalam memonitor parameter-parameter yang dibutuhkan. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa pengujian setiap sensor yang digunakan sudah baik, hal ini dikarenakan perbandingan antara pengukuran sensor
yang digunakan dengan pengukuran alat ukur standar didapatkan memiliki persentase error sama dengan atau kurang dari
10%. Dimana sensor tegangan memiliki persentase error terbesar 5.08%, sensor arus ACS712 20A 10%, sensor suhu
DHT22 1.79%, sensor cahaya BH1750 0.39%, sensor anemometer 5.4%, dan sensor optocoupler 1.21%. Dilakukan pula
perekaman data terhadap besaran nilai yang diperoleh pada pengujian dalam kurun waktu tertentu melalui aplikasi Delphi
7.
Keywords: Monitoring, Arduino Uno, Borland Delphi 7, Sensor, Database.
I. PENDAHULUAN
Energi terbarukan yang berkembang pesat saat ini
adalah energi angin dan energi matahari yang merupakan
energi terbarukan yang bersih dan tersedia secara bebas
(free). Namun energi terbarukan tersebut tidaklah tersedia
setiap saat, oleh karenanya untuk dapat menyediakan catu
daya listrik yang kontinu dengan efisiensi yang optimal
perlu dilakukan hibridasi dengan memadukan beberapa
jenis pembangkit listrik energi terbarukan menjadi
Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH). PLTH ini akan
bekerja berdasarkan intensitas cahaya matahari dan
kekuatan angin. Dapat diketahui bahwa intensitas cahaya
matahari hanya tersedia pada siang hari ketika cuaca cerah
(tidak mendung atau hujan). Sedangkan energi angin
tersedia pada waktu yang seringkali tidak dapat diprediksi
(sporadic), dan sangat berfluktuasi tergantung cuaca atau
musim. Sehingga kondisi ini akan memengaruhi tingkat
kekuatan dari PLTH dalam menghasilkan energi listrik
dan akan mempersulit untuk mengetahui parameterparameter yang dihasilkan oleh PLTH. Berangkat dari
permasalahan tersebut, mendorong penulis untuk
merancang dan membuat alat monitoring simulator PLTH
pada laboratorium sistem tenaga pada jurusan Teknik
Elektro PNUP yang dapat berfungsi untuk memantau
beberapa parameter seperti tegangan, arus, daya,
kecepatan angin, putaran generator dan intensitas cahaya
yang kemudian akan ditampilkan pada suatu PC sehingga
dapat
memudahkan
kegiatan
praktikum
dalam
memonitoring parameter-parameter yang dibutuhkan
tersebut.
II. KAJIAN LITERATUR
A.
Monitoring
Widiastuti dan Susanto [1] menyatakan bahwa
“Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis
informasi berdasarkan indikator yang ditetapkan secara
sistematis dan kontinu tentang kegiatan atau program
sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
penyempurnaan program atau kegiatan itu selanjutnya”.
Monitoring dilakukan dengan memantau data pengukuran
setiap parameter keluaran PLTH.
B.
Energi Angin
Di Indonesia, kecepatan angin pada siang hari bisa
lebih kencang dibandingkan malam hari. Untuk udara
yang bergerak terlalu dekat dengan permukaan tanah,
kecepatan angin yang diperoleh akan kecil sehingga daya
yang dihasilkan sangat sedikit. Semakin tinggi akan
semakin baik. Pada keadaan ideal, untuk memperoleh
kecepatan angin dikisaran 5-7 m/s, umumnya diperlukan
ketinggian 5-12 m [2].
C.
Energi Matahari
Energi matahari dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi listrik melalui peralatan konversi energi yakni sel
surya. Indonesia merupakan negara yang terletak di garis
khatulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber
energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi
matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh
wilayah Indonesia [3].
117
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
D.
Defenisi PLTH
PLTH adalah gabungan atau integrasi antara
beberapa pembangkit listrik berbasis BBM dengan
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, umumnya
sistem pembangkit yang banyak digunakan untuk PLTH
adalah generator diesel, pembangkit listrik tenaga surya,
pembangkit listrik tenaga mikrohidro, pembangkit litsrik
tenaga bayu [4]. Dalam penelitian ini, PLTH terdiri dari
PLTB dan PLTS dimana kedua jenis pembangkit ini
dioperasikan bersamaan untuk melayani beban.
E.
Sensor Arus ACS712
Sensor ini digunakan untuk mengukur arus dari
baterai. Pada gambar 1 merupakan rangkaian dari sensor
arus ACS712.
978-602-18168-7-5
untuk suhu [8]. Dibagian dalamnya terdapat kapasitas
polimer sebagai elemen untuk sensor kelembaban relatif
dan pita regangan sebagai sensor temperatur. Output
kedua sensor digabungkan dan dihubungkan pada ADC 14
bit dan sebuah interface serial pada satu chip yang sama.
I.
Sensor Kecepatan Angin
Pengukuran kecepatan angin terdiri dari baling –
baling mangkok yang dikompel dengan piringan sensor 18
celah dan sensor kecepatan optocoupler. Piringan sensor
ini digunakan untuk mengindera kecepatan putar balingbaling mangkok. Titik pusat piringan sensor dan balingbaling mangkok dihubungkan dengan sebuah poros,
sehingga kecepatan putar piringan sensor sama dengan
kecepatan putar baling-baling. Sensor kecepatan ini akan
membaca slot pada piringan sensor, dimana piringan
sensor ini menghasilkan pulsa – pulsa listrik yang akan
diindra oleh optocoupler (sensor kecepatan) melalui
lubang pada setiap pinggir piringan [5].
J.
Gambar 1. Rangkaian Sensor Arus ACS712
Pin 1 dan 2 merupakan input dari sumber (fasa),
sedangkan pin 3 & 4 merupakan output (fasa) yang
tersambung ke beban. Pin 5 dan 8 merupakan pin untuk
VCC 5V dan ground dari sumber catu daya. Sensor
ACS712 ini memiliki range deteksi arus beragam yaitu
5A, 20A dan 30A [5].
F. Sensor Tegangan
Sensor ini digunakan untuk mengukur tegangan
keluaran dari turbin angin dan panel surya. Adapun
keluaran dari sensor ini tidak boleh melewati 5 VDC agar
tidak merusak inputan dari mikrokontroler yang hanya
bisa menerima input maksimal 5 VDC [6], berikut
diagram rangkaian sensor tegangan.
30 kΩ
S
7K4 Ω
-
Gambar 2. Diagram Rangkaian Sensor Tegangan
G.
Sensor Cahaya BH1750
Modul sensor cahaya BH1750 adalah sebuah modul
sensor cahaya berbasis IC BH1750FVI dari ROHM
semikonduktor yang sensitif terhadap intensitas cahaya
disekitarnya (ambience light). Menggunakan komunikasi
I2C dengan kemampuan mendeteksi cahaya 1-65535 lx.
Sensor cahaya ini dapat melakukan pengukuran dengan
keluaran satuan lux (lx). Modul BH1750 memerlukan
tegangan 3,3 VDC – 5,5 VDC dengan menggunakan IC
BH1750 [7].
H.
Gambar 3. Rangkaian Sensor Optocoupler
K.
VCC
GND
Sensor Putaran Generator
Sensor putaran ini dibuat dengan optocoupler tipe
“U” yang ditengahnya diletakkan sebuah roda cacah. Roda
cacah yang diletakkan ditengah optocoupler tersebut
berfungsi untuk mempengaruhi intensitas cahaya yang
diberikan oleh LED pada optocoupler ke photo transistor
yang akan memberikan perubahan level logika sesuai
dengan putaran roda cacah. Kecepatan perubahan logika
photo transistor akan sebanding dengan kecepatan putaran
roda cacah [9].
Sensor Suhu DHT22
Sensor DHT22 memiliki range pengukuran yaitu 0
sampai 100% untuk kelembaban dan -400C sampai 1250C
Arduino Uno
Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis
ATmega328. Memiliki 14 pin input dari output digital
dimana 6 pin input tersebut dapat digunakan sebagai
output PWM dan 6 pin input analog, 16 MHz osilator
kristal, koneksi USB, jack power, ICSP header, dan
tombol reset. Untuk mendukung mikrokontroler agar
dapat digunakan, cukup menghubungkan Board Arduino
Uno ke komputer dengan menggunakan kabel USB atau
listrik dengan AC ke adaptor DC atau baterai untuk
menjalankannya [10], bentuk Arduino Uno seperti pada
Gambar 4.
Gambar 4. Arduino Uno
L.
Borland Delphi
Delphi adalah suatu bahasa pemrograman
(development language) yang digunakan untuk merancang
118
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
suatu aplikasi program. Delphi termasuk dalam
pemrograman bahasa tingkat tinggi (high level language),
maksudnya
yaitu
perintah-perintah
programnya
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh manusia
[11]. Khusus untuk pemrograman database, borland
delphi menyediakan fasilitas objek yang sangat kuat dan
lengkap serta memudahkan dalam pembuatan program
untuk aplikasi database. Format database yang dimiliki
delphi yaitu format database paradox, dBase, Ms Access,
ODBC, syBase, Oracle dan lain-lain [12].
Gambar 7. Desain 3D Jalur Rangkaian Alat Monitoring PLTH
Gambar 5. Borland Delphi
Pada tahap perancangan software, pembuatan
program aplikasi Borland Delphi 7 pada penelitian ini
dikelompokkan menjadi Form splash screen, Form Login,
Form Monitoring, dan Form Report.
Adapun teknik analisis data yang digunakan sebagai
berikut.
M.
Database
Basis data (database) adalah kumpulan informasi
yang disimpan di dalam komputer secara sistematik
sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program
komputer untuk memperoleh informasi dari basis data
tersebut. (Arrosyid) [13].
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
perancangan hardware dan software alat monitoring
simulator PLTH. Tahap perancangan hardware ini
dilakukan dengan proses desain schematic dan PCB
menggunakan software Altium Designer 10. Pada
rangkaian layout ini sudah termasuk adanya layout untuk
ke Arduino Uno, sensor arus, sensor tegangan, dan
beberapa terminal blok, sehingga relatif lebih simple dan
tidak membutuhkan ruang yang besar. Berikut desain
schematic dan desain 3D rangkaian kontrol Alat
Monitoring PLTH.
Gambar 8. Diagram Blok Alat Monitoring PLTH
Alat monitoring ini dirancang untuk dapat melakukan
monitoring parameter yang dihasilkan oleh generator AC
yang terkopel dengan turbin angin dan panel surya dengan
memanfaatkan beberapa sensor yang mampu membaca
besaran seperti arus (A), tegangan (V), kecepatan angin
(m/s), putaran generator (RPM), suhu (0C) dan intensitas
cahaya (Lux). Data yang telah didapatkan tersebut
kemudian diolah oleh mikrokontroler Arduino Uno,
selanjutnya dikirimkan secara komunikasi serial ke PC
secara realtime dengan perangkat lunak menggunakan
borland delphi 7 sebagai pengolah data. Sehingga secara
garis besar, program yang dibuat merupakan tampilan
tatap muka kepada pengguna (user interface). Algoritma
yang digunakan dapat dilihat pada flowchart berikut:
Gambar 6. Desain Schematic Alat Monitoring PLTH
119
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Gambar 12. Form Login
Gambar 13. Form Monitoring
C.
Gambar 9. Flowchart Alat Monitoring PLTH
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perancangan Rancang Bangun Alat
Monitoring Parameter Keluaran Pembangkit Listrik
Tenaga Hibrid via Personal Computer, maka alat yang
dirancang ini telah selesai.
A.
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Hasil pengujian pada penelitian ini terbagi menjadi
dua yaitu, pengujian hardware dan pengujian software.
Maka untuk mengetahui kelayakan dari sensor yang
digunakan, maka dilakukan pengujian pembacaan setiap
sensor.
Standar Deviasi
!
!
!!!(!!!! )
!=
(!!!)
........................................... (1)
Standar Error (Ketidakpastian)
!
!" =
................................................................. (2)
Implementasi Perangkat Keras
!
Simpangan (Error)
! = !" − ! ................................................... (3)
Error (rata-rata simpangan)
%!""#" =
!"!(!)
!"
! 100% .......................... (4)
Keterangan:
- ! = Standar deviasi - !" = Standar Error
- !i = Nilai x ke-I
- !" = Nilai yang dikehendaki
- ! = Nilai rata-rata
- ! = Simpangan (Error)
- ! = Ukuran banyaknya data
Gambar 10. Bentuk Fisik rangkaian Alat Monitoring
1.
B. Implementasi Perangkat Lunak
No
Gambar 11. Form Splash Screen
A
1
2
3
4
5
6
Pengujian Sensor Tegangan.
Tabel 1. Pengujian Sensor Tegangan
Rata-rata Tegangan
Output (Volt)
Vin
Standar Standar
Error
(V) Multi- Sensor Deviasi Error
meter Tegangan
B
C
D
E
F
G
0
0
0
0
0
0
1
1
0.99
0.008
0.003 0.01
2
2
2.05
0.019
0.008 0.05
3
3
3.07
0
0
0.07
4
4
4.09
0.016
0.007 0.09
5
5
5.16
0
0
0.16
%
Error
H
0
1
2.5
2.3
2.2
3.2
120
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
A
7
8
9
10
11
12
13
B
6
7
8
9
10
11
12
C
6
7
8
9
10
11
12
D
6.25
7.31
8.34
9.45
10.54
11.56
12.61
E
0
0.008
0
0
0
0.008
0
F
0
0.003
0
0
0
0.003
0
G
0.25
0.31
0.34
0.45
0.54
0.56
0.61
H
4.1
4.4
4.2
5
5.4
5.09
5.08
Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian
dengan Vin = 1 Volt, diperoleh error 0.01, persentase error
1%, standar deviasi 0.008, dan ketidakpastian 0.003.
Secara keseluruhan pengujian sensor tegangan ini
memiliki persentase error dibawah 10%. Hal ini
menunjukkan kinerja sensor yang digunakan sudah baik.
2.
Pengujian Sensor Arus
Pengujian sensor arus dilakukan dengan memberikan
beban, baik itu beban DC ataupun Ac, Dalam pengujian
ini kami menggunakan beban DC.
Tabel 2. Pengujian Sensor Arus ACS712
Rata-rata Arus
Jenis
%
(Ampere)
Standar Standar
No Beban
Multi- Sensor Deviasi Error Error Error
DC
meter ACS712
Lampu
0.2
4.8
1
4.09
3.89
0.027
0.012
Pijar
Lampu
2
0.54
0.5
0.041
0.018 0.04 7.4
TL
3
Kipas
0.2
0.18
0.008
0.003 0.02 10
Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian
dengan jenis beban lampu pijar, diperoleh error 0.2,
persentase error 4.8%, standar deviasi 0.027, dan
ketidakpastian 0.012. Secara keseluruhan pengujian sensor
arus ini memiliki persentase error sama dengan atau
kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan kinerja sensor yang
digunakan cukup baik.
3.
No
1
2
3
4
5
6
Pengujian Sensor Suhu
Tabel 3. Pengujian Sensor Suhu DHT22
Rata-rata
Tegangan
Suhu (0C)
Input
Standar Standar
Blower
Termo Sensor Deviasi Error
(Volt)
meter DHT22
220
28.8
28.34
0.054
0.024
200
28.9
28.44
0.1
0.044
180
28.9
28.44
0.054
0.024
160
28.9
28.44
0.054
0.024
140
28.9
28.46
0.054
0.024
120
29
28.48
0.056
0.025
Error
%
Error
0.46
0.46
0.46
0.46
0.44
0.52
1.59
1.59
1.59
1.59
1.52
1.79
Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian
dengan tegangan input blower 220 volt, diperoleh error
0.46, persentase error 1.59%, standar deviasi 0.054, dan
ketidakpastian 0.024. Secara keseluruhan pengujian sensor
arus ini memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini
menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik.
978-602-18168-7-5
4.
Pengujian Sensor Cahaya BH1750
Tabel 4. Pengujian Sensor Cahaya BH1750
No
Rata-rata
Tegangan
Intensitas
Input
Cahaya (Lux) Standar Standar Error
Blower
Deviasi Error
Lux
Sensor
(Volt)
%
Error
meter BH1750
1
220
7020
7002.4
1.949
0.87
17.6
0.25
2
200
4896
4879.6
0.894
0.39
16.4
0.33
3
180
3356
3345.2
1.788
0.79
10.8
0.32
4
160
2096
2088.6
0.894
0.39
7.4
0.35
5
140
1252
1247.2
1.303
0.58
4.8
0.38
6
120
664
661.4
0.894
0.39
2.6
0.39
Berdasarkan tabel hasil pengujian, untuk pengujian
dengan tegangan input blower 220 volt, diperoleh error
17.6, persentase error 0.25%, standar deviasi 1.949, dan
ketidakpastian 0.87. Secara keseluruhan pengujian sensor
arus ini memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini
menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik.
5.
Pengujian Sensor
Optocoupler
Anemometer
dan
Sensor
Tabel 5. Pengujian Sensor Anemometer
Rata-rata
Kecepatan Angin
Tegangan
(m/s)
Input
No
Blower
Sensor
Anemo(Volt)
Anemometer
meter
1
220
6.7
6.63
Standar
Deviasi
Standar
Error
Error
%
Error
0.086
0.086
0.04
0.59
2
200
6.55
6.5
0.057
0.057
0.05
0.76
3
180
6.38
6.35
0.057
0.057
0.03
0.47
4
160
6.31
6.21
0.057
0.057
0.1
1.58
5
140
6.17
6.21
0.082
0.082
0.04
0.64
6
120
5.3
5.59
0.09
0.09
0.29
5.4
Berdasarkan table 5 hasil pengujian dengan tegangan
input blower 220 volt, diperoleh error 0.04, persentase
error 0.59%, standar deviasi 0.086, dan ketidakpastian
0.086. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini
memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini
menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik.
Tabel 6. Pengujian Sensor Optocoupler
Tegang
an
No
Input
Blower
(Volt)
1
220
Rata-rata
Putaran Generator
(RPM)
Sensor
TachoOptometer
coupler
463.8
463.2
Standar
Deviasi
Standar
Error
Error
%
Error
1.643
0.073
0.6
0.12
2
200
456
453.6
2.509
1.122
2.4
0.52
3
180
449.1
445.8
1.643
0.073
3.3
0.73
4
160
441.3
439.8
1.643
0.073
1.5
0.33
5
140
418.5
413.4
3.911
1.749
5.1
1.21
6
120
307.4
304.8
1.643
0.073
2.6
0.84
Berdasarkan table 6 hasil pengujian dengan tegangan
input blower 220 volt, diperoleh error 0.6, persentase
error 0.12%, standar deviasi 1.643, dan ketidakpastian
121
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
0.073. Secara keseluruhan pengujian sensor arus ini
memiliki persentase error kurang dari 10%. Hal ini
menunjukkan kinerja sensor yang digunakan baik.
978-602-18168-7-5
Ujung Pandang, serta kerabat dekat penulis khususnya di
Program Studi D4 Teknik Listrik.
REFERENSI
6. Pengujian Software
Gambar 14. Monitoring Parameter Keluaran PLTH secara Real
Time
Gambar 14 menunjukkan bahwa monitoring
parameter keluaran PLTH dilakukan secara real time
dengan delay pengambilan data selama 10 detik. dan
hasilnya dapat dilihat pada database yang telah dibuat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15 dan Gambar 16.
Gambar 15. Tampilan Database di Delphi 7
Gambar 16. Tampilan Database di Ms.Access
1)
2)
V. KESIMPULAN
Perancangan dan pembuatan alat monitoring
tegangan, arus, daya, kecepatan angin, putaran
generator dan intensitas cahaya pada simulator
PLTH.
Pembuatan aplikasi visual yang dapat menampilkan
besaran tegangan, arus, daya, kecepatan angin,
putaran generator dan intensitas cahaya pada
simulator PLTH secara real time.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih ditujukan kepada kedua Dosen
Pembimbing, Dosen Teknik Listrik Politeknik Negeri
[1] Widiastuti, Nelly Indriani dan Rani Susanto. 2012.
Kajian Sistem Monitoring Dokumen Akreditasi
Teknik Informatika UNIKOM. Majalah Ilmiah
UNIKOM Vol.12 No.2.
[2] Pelle, Yulian. 2013. Analisa Gabungan Dua
Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Laboratorium
Listrik Politeknik Negeri Sriwijawa. Tugas Akhir.
Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.
[3] Rahardjo, I dan Fitriana I. 2006. Analisi Potensi
Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia.
Strategi Penyediaan Listrik Nasional dalam rangka
Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala
Kecil, PLTN dan Energi Terbarukan.
[4] Herlina. 2009. Analisis Dampak Lingkungan dan
Biaya Pembangkitan Listrik Pembangkit Listrik
Tenaga Hibrida di Pulau Sebesi Lampung Selatan.
Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
[5] Kahfi, Ashabul dan Rahmat Harianto. 2017.
Perancangan Alat Monitoring Parameter Keluaran
Generator Turbin Angin. Skripsi. Makassar:
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
[6] Fachri, Muhammad Rizal dkk. 2015. Pemantauan
Parameter Panel Surya Berbasis Arduino secara Real
Time. Jurnal Rekayasa Elektrika Vol. 11, No. 4,
Agustus 2015, hal. 123-128.
[7] prasetyanta, Benediktus Dimas Eka. 2017.
Purwarupa Sistem Kontrol dan Pemantauan
Greenhouse untuk Pembibitan Anggrek Dendrobium
dengan Tampilan Web. Tugas Akhir.Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
[8] Launda, Andry Petrus dkk. 2017. Prototipe System
Pengering Biji Pala Berbasis Mikrokontroler
Arduino Uno. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer
Vol. 6, No. 3, 2017, hal. 141-147, ISSN: 2301-8402.
[9] Heriyanto. 2015. Implementasi RFID TAGS pada
Sistem Kontrol Pintu Geser Otomatos Berbasis
Mikrokontroler. Tugas Akhir. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
[10] Fitriandi, Afrizal dkk. 2016. Rancang Bangun Alat
Monitoring
Arus
dan
Tegangan
Berbasis
Mikrokontroler
dengan
SMS
Gateway.
ELECTRICIAN – Jurnal Rekayasa dan Teknologi
Elektro Vol 10, No. 2, Mei 2016.
[11] Riyanto. 2017. Rancang Bangun Sistem Informasi
Pelayanan Haji Plus dan Umroh (Studi Kasus: PT.
Arminareka Perdana Wonosobo). Tugas Akhir.
Yogyakarta: Universitas Teknologi Yogyakarta.
[12] Alam, M. Agus J. 2003. BELAJAR sendiri:
Mengolah Database dengan Borland Delphi 7.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
[13] Arrosyid, Moch Harun dkk. 2011. Implementasi
Wireless Sensor Network Untuk Monitoring
Parameter Energi Listrik Sebagai Peningkatan
Layanan Bagi Penyedia Energi Listrik. Surabaya:
Politeknik Negeri Surabaya.
122
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Studi Aliran Daya pada Kelistrikan SULSELBAR dengan masuknya
PLTU Mamuju 2 x 25 MW
Abdul Wahid Kadir1), Bakhtiar2), Satriani Said Akhmad3)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Email: [email protected]
Abstrak
Sistem kelistrikan yang baik ialah sebuah sistem yang handal dalam penyaluran aliran daya, yaitu mampu mengurangi
besar rugi-rugi daya dan mengefisiensikan besarnya jatuh tegangan pada sistem. Untuk itu dilakukan perhitungan aliran
daya yang mengalir dari bus ke bus dalam sistem interkoneksi dan besarnya rugi-rugi daya serta efisiensi penyaluran
tenaga listrik pada saluran transmisi. Pada skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan menentukan aliran daya pada
Aliran daya sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum dan setelah PLTU Mamuju 2x25 MW terhubung. Berdasarkan hasil
simulasi yang dibuat menggunakan aplikasi ETAP 12.6.0. perubahan aliran daya sebelum dan setelah PLTU Mamuju 2 x
25 MW terhubung, perubahan terbesar ditemukan pada arah aliran daya antara bus Gardu Induk (GI) Majene dan GI
Mamuju dengan perubahan arah aliran daya yang sebelumnya dari GI Majene ke GI Mamuju berbalik arah dari GI
Mamuju ke GI Majene hal ini karena daya yang dibangkitkan oleh PLTU Mamuju 2 x 25 MW sebesar 30 MW melebihi
kebutuhan daya pada GI Mamuju yang hanya sekitar 24,6 MW, dan kebelihan energi tadi selanjutnya disalurkan ke GI
Majene. Perubahan nilai rugi rugi daya juga terjadi yaitu rugi-rugi daya saluran dari GI Mamuju ke GI Majene menjadi
lebih baik dari 0,05 MW menjadi 0,004 MW, sedangkan rugi-rugi daya terbesar secara keseluruhan sistem kelistrikan
SULSEBAR terjadi pada saluran antara GI Tallasa ke GI Sungguminasa sebesar 3,7 MW.
Keywords: Aliran Daya, Rugi-rugi Daya, ETAP 12.6.0.
I. PENDAHULUAN
Studi aliran daya adalah studi yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai aliran daya atau
tegangan sistem dalam kondisi operasi terus-menerus
(tunak). Informasi ini sangat dibutuhkan untuk
mengevaluasi kemampuan kerja sistem tenaga dan
menganalisis kondisi pembangkitan maupun pembebanan.
Analisis ini juga memerlukan informasi aliran daya dalam
kondisi normal maupun darurat[1]. Studi aliran daya
memberikan informasi mengenai beban saluran transmisi,
losses, dan tegangan di setiap lokasi untuk evaluasi
regulasi kinerja sistem tenaga. Oleh sebab itu studi aliran
daya sangat diperlukan dalam perencanaan serta
pengembangan sistem di masa yang akan datang. Untuk
metode penyelesaian yang digunakan pada studi aliran
daya ini adalah metode Newton Rhapson. Kebutuhan akan
sumber daya energi listrik semakin meningkat salah
satunya di Sulawesi Barat. Masalah yang terjadi adalah
topologi daerah yang berbukit menjadi hambatan
tersendiri dalam pengembangan saluran transmisi dan
distribusi tenaga listrik. Sehingga dibangun pembangkit
baru yaitu PLTU Mamuju 2 x 25 MW yang diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut.
Penulis bermaksud menganalisis aliran daya pada
sistem kelistrikan Sulawesi Selatan dan Barat
(SULSELBAR) dengan terhubungnya PLTU Mamuju 2 x
25 MW, hal ini dianggap penting sebagai bahan evaluasi
kinerja pembangkitan dan menemukan perubahan yang
terjadi pada sistem kelistrikan tersebut. Demikian hal ini
dianggap penting dan diangkat sebagai tugas akhir dalam
menyelesaikan studi diploma empat di Politeknik Negeri
Ujung Pandang.
II. KAJIAN LITERATUR
Secara umum tujuan dari analisis aliran daya adalah
dimaksudkan untuk mendapatkan [2] :
1. Besar dan sudut tegangan masing-masing bus
sehingga dapat diketahui tingkat pemenuhan
batas-batas operasi yang diperbolehkan.
2. Besar arus dan daya yang dialirkan pada
jaringan, sehingga bisa diidentifikasi tingkat
pembebanannya.
3. Kondisi awal bagi studi-studi selanjutnya, seperti
studi kontingensi.
Studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan
studi yang sangat penting. Studi aliran daya
mengungkapkan kinerja dan aliran daya (nyata dan
reaktif). Untuk keadaan tertentu tatkala sistem bekerja
secara tunak atau terus menerus. Studi aliran daya juga
memberikan informasi mengenai beban saluran transmisi
pada sistem, tegangan di setiap lokasi untuk evaluasi
regulasi kinerja sistem tenaga dan bertujuan untuk
menentukan besarnya daya nyata, daya reaktif di berbagai
titik pada sistem daya yang dalam keadaan berlangsung
[3].
A. Rugi-rugi daya
Daya listrik yang disalurkan dari gardu induk atau
transformator distribusi ke pemakai mengalami rugi
tegangan dan rugi daya, ini disebabkan karena saluran
distribusi mempunyai tahanan, induktansi, dan kapasitansi.
Karena saluran distribusi primer ataupun sekunder
berjarak pendek maka kapasitas dapat diabaikan. Rumus
rugi daya :
123
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Rugi daya nyata = ! ! !
!!
!
Rugi daya reaktif = ! ! !
!!
!
978-602-18168-7-5
(1)
(2)
Dengan :
R = Resistansi (Ohm/km)
X= Reaktansi (Ohm/km)
L= Panjang saluran (km)
Dapat pula ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
[4]
:
Rugi-rugi Daya = 3 I2 R L
(3)
Dengan :
I = Arus Saluran (A)
R = Resistansi Saluran (Ohm)
B. Efisiensi Saluran Transmisi
Daya listrik yang tersalurkan dari sumber ke beban
jumlahnya berbeda, hal ini dikarenakan terjadinya rugirugi daya. Sehingga hal ini dapat menentukan efisiensi
daya pada sistem tersebut. Untuk menetukan besar
efisiensi daya menggunakan rumus sebagai berikut:
!"
!"
! 100%
(4)
Keterangan :
Pr = Daya yang diterima (W)
Ps = Daya yang dikirim (W)
C. Segitiga Daya
Daya semu (S) merupakan resultan dari dua
komponen, yaitu daya nyata (P) dan komponen daya
reaktif (Q).
! = !. !. !"# ∅
! = !. !. !"# ∅
! = ! ! + √! ! atau S= V.I
Keterangan :
P = Daya aktif (Watt)
Q = Daya reaktif (Var)
S = Daya terpasang (VA)
V = Tegangan (V)
A = Arus (Ampere)
∅ = Beda sudut asa (Deg atau Rad)
III. METODE PENELITIAN
Pada Penelitian ini sistem kelistrikan SULSELBAR
menjadi objek penelitian. Berikut flowchart untuk
menyelesaikan penelitian ini :
Gambar 1. Flowchart Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan melakukan halhal sebagai berikut :
1. Studi literatur untuk mendapatkan informasi dari
berbagai sumber, baik itu dari jurnal-jurnal
elektronik maupun buku-buku yang pembahasannya
sesuai dengan judul maupun tujuan dari tugas akhir
ini. Adapun salah satu buku yang dijadikan referensi
perhitungan dari tugas akhir ini adalah buku karya
William D. dan Stevenson, Jr. tentang Analisis
Sistem Tenaga Listrik edisi keempat yang dialih
bahasakan oleh seorang insinyur bernama Ir. Kamal
Idris. Buku ini diterbitkan oleh Lembaga Penerbitan
Erlangga pada tahun 1983.
2. Kemudian melakukan wawancara yang dilakukan
dengan mewawancarai Bapak Supardin di PT UPT
PLN SULSELRABAR. Teknik wawancara penulis
lakukan dengan menanyakan segala sesuatu yang
tidak diketahui atau tidak jelas dari data yang
diperoleh.
124
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
3. Metode pengumpulan data (dokumentasi) adalah
metode yang dilakukan untuk mengumpulkan
seluruh data yang terkait dengan hal-hal tentang
kegiatan penelitian. Adapun data-data yang
dikumpulkan adalah berupa data Single Line
Diagram, data saluran transmisi, data transformator
serta data beban sistem kelistrikan SULSELRABAR.
4. Penyajian data yang telah dikelompokkan
sedemikian rupa, kemudian mengolah data tersebut
menggunakan ETAP 12.6, untuk menentukan aliran
daya, rugi-rugi daya dan efisiensi pada jaringan
transmisi SULSELBAR. Melakukan verifikasi data
yang telah dibuat kepada pihak PT UPT PLN
SULSELRABAR, serta dosen terkait.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
978-602-18168-7-5
No
3
4
5
6
7
8
Berikut merupakan hasil pengumpulan data yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir ini, meliputi
data yang telah disebutkan sebelumnya. Dbawah ini
merupakan single line diagram sistem kelistrikan
SULSELRABAR sesuai topologi atau geografi fisik
Sulawesi Bagian Selatan (SULBAGSEL).
9
10
Gardu
Induk
Tujuan
Arus
(A)
Tahanan
(Ohm/K
m)
Panjang
Saluran
(Km)
1
GI
Majene
GI
Mamuju
35,5
0,129
114,3
2
GI
GI
61,8
0,121
50,16
GI
Polmas
GI ParePare
GI
Pinrang
GI
Balusu
Abarru
GI
Kima
GI
Bosowa
13
GI Tello
14
GI Tallo
Lama
15
GI Tello
20
Gardu
Induk
Asal
GI
Bakaru
GI
Polmas
GI ParePare
GI ParePare
GI
Balusu
GI Tello
19
No
Majene
12
18
Tabel 1. Nilai arus hasil simulasi sistem kelistrikan
SULSELBAR sebelum PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung
Polmas
GI Tello
17
Kemudian berikut kondisi ketika PLTU Mamuju 2 x
25 MW belum terhubung, berupa data arus dan saluran
transmisi sistem kelistrikan SULSELRABAR:
Gardu
Induk
Tujuan
11
16
Gambar 2. Sistem kelistrikan SULSELRABAR dengan ETAP
12.6.0
Gardu
Induk
Asal
21
22
23
24
25
26
GI
Sunggu
Minasa
GI
Sunggu
Minasa
GI
Tallasa
GI
Punagay
a
GI
PLTU
Bosowa
GI
PLTU
Bosowa
GI
Punagay
a
GI
Jenepon
to
GI
Jenepon
to
GI
Bantaen
g
GI
Buluku
Arus
(A)
Tahanan
(Ohm/K
m)
Panjang
Saluran
(Km)
212,6
0,017
50,01
30,8
0,123
90,27
51,9
0,123
26,06
174,1
0,129
22
253,1
0,129
22
238,1
0,129
46
87,4
0,123
43
81,9
0,129
20,92
81,9
0,129
34,42
158,7
0,123
6
181,6
0,084
6,9
32,9
0,056
10
153,8
0,111
4,5
595,5
0,037
10,93
115,2
0,058
11,89
678,9
0,084
27,5
GI
Tallasa
773,8
0,0345
19,06
GI
Tallasa
619,8
0,0345
28,7
174,9
0,0345
10,6
124,1
0,129
24,49
90,7
0,129
46,4
88,6
0,0345
28
88,6
0,129
20
52,8
0,134
59,05
Abarru
GI
Pangkep
GI
Pangkep
GI
Pangkep
GI
Bosowa
GI Kima
GI Tello
Lama
GIS
Bontoal
a
GI
Panakuk
ang
GI Tello
GI
Tanjung
Bunga
GI
Sunggu
minasa
GI
Punagay
a
GI
Jenepon
to
GI
Buluku
mba
GI
Bantaen
g
GI
Buluku
mba
GI
Sinjai
125
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
No
27
28
29
30
31
32
Gardu
Induk
Asal
mba
GI
Buluku
mba
GI Bone
GI
Soppeng
GI
Soppeng
GI
Sengkan
g
GI
Sidrap
33
GI
Sidrap
34
BB
PLTB
Sidrap
35
BB
Maros
36
BB
Maros
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
BB
Patalasa
ng
GI
Makale
GI
Palopo
BB
Wotu
BB1
Pamona
BB 2
Pamona
GI Poso
GI
Sidera
GI
Sidera
GI
Tallise
GI
Pangkep
70 kV
GI
Mandai
GI Tallo
Lama
70 kV
Gardu
Induk
Tujuan
Arus
(A)
Tahanan
(Ohm/K
m)
Panjang
Saluran
(Km)
GI Bone
23,8
0,122
137,2
GI
Sinjai
28,6
0,116
74,01
GI Bone
75,2
0,119
43,27
GI
Sidrap
20,5
0,121
53,08
GI
Sidrap
978-602-18168-7-5
Tabel 2. Nilai arus hasil simulasi sistem kelistrikan
SULSELBAR setelah PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung
Gardu
Gardu
Tahanan Panjang
Induk
Arus
No
Induk
(Ohm/K
Saluran
Tujua
(A)
Asal
m)
(Km)
n
1
GI
Mamuju
GI
Majene
13
0,129
114,3
2
GI
Polmas
GI
Majene
18
0,121
50,16
3
GI
Bakaru
GI
Polmas
113,5
0,017
50,01
4
GI
Polmas
15,6
0,123
90,27
51,7
0,123
26,06
GI
Balusu
144,5
0,129
22
Abarru
231,6
0,129
22
216,5
0,129
46
108,5
0,123
43
100,6
0,129
20,92
100,6
0,129
34,42
180,7
0,123
6
182
0,084
6,9
32,7
0,056
10
161,8
0,111
4,5
616,5
0,037
10,93
115,5
0,058
11,89
732,9
0,084
27,5
GI
Tallasa
853
0,0345
19,06
GI
Tallasa
649
0,0345
28,7
GI
432
0,0345
10,6
234,6
0,0145
40
210,1
0,122
19,1
5
36,1
0,0345
7
6
150,3
0,0345
123
7
25
96,6
0,0345
8
Abarru
31,2
120,8
0,0345
9
GI
Kima
24,9
96,6
0,0345
10
GI
Bosowa
27
69,9
0,073
11
GI
Tello
45,1
187,3
0,129
12
76,8
81,1
0,0345
GI
Tello
78,4
82,6
0,0345
13
GI
Tello
96
185,9
0,111
14
GI
Sidera
87,6
172,2
0,111
GI
Tallo
Lama
GI Silae
23,2
46,5
0,111
15
GI
Tello
GI
Tallise
45,6
191,6
0,111
16
PJPP1
24
200,9
0,111
GI
Sunggu
Minasa
GI
Mandai
46
141
0,244
17
GI
Sunggu
Minasa
GI Daya
15,6
148,9
0,236
18
GI
Bontoal
a
GI
Tallasa
20,4
85,8
0,236
GI ParePare
BB
PLTB
Sidrap
BB
Maros
BB
Patalasa
ng
GI
Sunggu
minasa
GI
Sunggu
minasa
GI
Sidrap
GI
Makale
GI
Palopo
BB
Wotu
GI Poso
Kemudian berikut kondisi setelah PLTU Mamuju 2 x
25 MW terhubung.
19
20
21
GI
ParePare
GI
ParePare
GI
Balusu
GI
Punaga
ya
GI
PLTU
Bosowa
GI
GI
ParePare
GI
Pinran
g
GI
Pangke
p
GI
Pangke
p
GI
Pangke
p
GI
Bosow
a
GI
Kima
GI
Tello
Lama
GIS
Bontoa
la
GI
Panaku
kang
GI
Tello
GI
Tanjun
g
Bunga
GI
Sunggu
minasa
126
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
No
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Gardu
Induk
Asal
PLTU
Bosowa
GI
Punaga
ya
GI
Jenepon
to
GI
Jenepon
to
GI
Bantaen
g
GI
Buluku
mba
GI
Buluku
mba
GI
Bone
GI
Soppen
g
GI
Soppen
g
GI
Sengka
ng
32
GI
Sidrap
33
GI
Sidrap
34
BB
PLTB
Sidrap
35
BB
Maros
36
BB
Maros
37
38
39
40
41
42
43
BB
Patalasa
ng
GI
Makale
GI
Palopo
BB
Wotu
BB1
Pamona
BB 2
Pamona
GI Poso
Gardu
Induk
Tujua
n
Punaga
ya
GI
Jenepo
nto
GI
Buluku
mba
GI
Bantae
ng
GI
Buluku
mba
Arus
(A)
Tahanan
(Ohm/K
m)
Panjang
Saluran
(Km)
146
0,129
24,49
112,6
0,129
46,4
47
28
111,2
0,129
20
GI
Sinjai
74,5
0,134
59,05
GI
Bone
42,6
0,122
137,2
GI
Sinjai
25,3
0,116
74,01
GI
Bone
59,6
0,119
43,27
GI
Sidrap
23,5
0,121
53,08
GI
Sidrap
205
0,0145
40
190,2
0,122
19,1
26,6
0,0345
7
120,7
0,0345
123
70
0,0345
40
87,5
0,0345
40
70
0,0345
10
37,3
0,073
105,48
122,3
0,129
37,35
79,9
0,0345
100
81,5
0,0345
109
186,7
0,111
43,57
172,9
0,111
43,57
BB
Patalas
ang
GI
Sunggu
minasa
GI
Sunggu
minasa
GI
Sidrap
GI
Makale
GI
Palopo
BB
Wotu
GI
Poso
GI
Sidera
45
46
0,0345
BB
Maros
No
44
111,2
GI
ParePare
BB
PLTB
Sidrap
978-602-18168-7-5
48
49
50
Gardu
Induk
Asal
GI
Sidera
GI
Sidera
GI
Tallise
GI
Pangke
p 70 kV
GI
Mandai
GI
Tallo
Lama
70 kV
GI
Sengka
ng
Gardu
Induk
Tujua
n
GI
Silae
GI
Tallise
Arus
(A)
Tahanan
(Ohm/K
m)
Panjang
Saluran
(Km)
46,7
0,111
43,57
192,6
0,111
10
PJPP1
201,6
0,111
17,6
GI
Mandai
190
0,244
37,7
GI
Daya
147,6
0,236
5
GI
Bontoa
la
85,4
0,236
4,2
GI
Sidrap
205
0,072
35,4
Menentukan rugi-rugi daya dilakukan dengan
menggunakan persamaan 3 pada tinjauan pustaka, berikut
penulis menggunakan sampel pada saluran transmisi
Sulawesi Barat yaitu antara Gardu Induk Majene ke Gardu
Induk Mamuju :
- GI Majene – GI Mamuju
Diketahui:
I = 35,5 A
R = 0,129 Ohm/km
Panjang Saluran = 114,3 km
Sehingga, rugi-rugi daya = 3 ! ! ! ! ! ! !
= 3 ! 35,5! ! 0,129 ! 114,3
= 0,055 MW.
Karena terdapat 2 saluran maka rugi-rugi daya total
yaitu :
Rugi-rugi daya total = 2 x 0,055 = 0,11 MW.
Setelah menentukan rugi-rugi daya saluran transmisi,
kemudian menentukan efisiensi penyaluran energi listrik
tersebut, sesuai dengan persamaan 4 pada tinjauan
pustaka, dengan menggunakan sampel saluran transmisi
yang sama pada perhitungan rugi-rugi daya sebagai
berikut :
- GI Majene – GI Mamuju
Diketahui : Daya Kirim : 17,4 MW
Rugi-rugi daya : 0,11 MW
Berdasarkan persamaan 4.2 pada halaman 21 tentang
efisiensi
Sehingga, efisiensi Saluran
=
!"#" !"#$%&'($) − !"#$ !"#"
!100%
!"#" !"#$%&'($)
Efisiensi =
!",!!!,!!
!",!
!100% = 99,3%
Berikut data hasil perhitungan rugi-rugi daya dan
efisiensi pada sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum
dan setelah PLTU Mamuju terhubung :
127
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Tabel 3. Nilai rugi-rugi daya dan efisiensi energi lirik sesuai
hasil simulasi sistem kelistrikan SULSELBAR sebelum PLTU
Mamuju 2 x 25 MW terhubung.
No
Gardu
Induk Asal
Gardu
Induk
Tujuan
GI ParePare
GI ParePare
GI
Mamuju
GI
Majene
GI
Polmas
GI ParePare
GI
Pinrang
GI
Balusu
7
GI Balusu
Abarru
8
Abarru
9
GI Kima
10
GI Bosowa
1
GI Majene
2
GI Polmas
3
GI Bakaru
4
GI Polmas
5
6
11
GI Tello
12
GI Tello
13
GI Tello
14
GI Tallo
Lama
15
GI Tello
16
GI Makale
17
GI
SungguMin
asa
GI
SungguMin
asa
GI
Pangkep
GI
Pangkep
GI
Pangkep
GI
Bosowa
GI
Kima
GI Tello
Lama
GIS
Bontoal
a
GI
Panakuk
ang
99,36
30,2
0,14
99,54
54,2
0,12
99,79
7,2
0,03
99,56
25
GI
Jeneponto
26
27
28
GI
Sengkang
GI
Bulukumba
GI
Bulukumba
29
GI Bone
30
GI Soppeng
11,4
0,03
99,77
86,2
0,52
99,40
31
GI Soppeng
130,6
1,09
99,16
32
GI
Sengkang
121
2,02
98,33
33
GI Sidrap
16,7
0,12
99,27
34
GI Sidrap
16,8
0,05
99,68
35
BB PLTB
Sidrap
0,06
99,86
36
BB Maros
93,6
0,11
99,88
37
BB Maros
10,8
0,004
99,97
38
BB
Patalasang
78
0,86
99,91
39
GI Palopo
GI
Sidrap
27
0,51
99,16
40
BB Wotu
GI Tello
296
0,05
99,71
57
6,39
99,90
GI
Punagaya
21
GI PLTU
Bosowa
GI
Tallasa
GI
Punagaya
0,11
GI
Jeneponto
39,6
20
23
17,4
24
99,47
GI Tallasa
GI PLTU
Bosowa
Efisie
nsi
(%)
0,09
19
22
Rugirugi
daya
(MW)
No
Gardu
Induk Asal
16,9
GI
Tanjung
Bunga
GI
Sunggu
minasa
GI
Tallasa
18
Daya
Terkiri
m
(MW)
978-602-18168-7-5
GI
Punagay
a
GI
Jenepon
to
41
344,4
1,18
98,15
198,9
1,14
99,41
160,4
0,03
42
99,93
64,2
0,15
99,55
GI Bone
GI
Sinjai
GI Bone
GI
Sidrap
GI
Sidrap
GI ParePare
BB
PLTB
Sidrap
BB
Maros
BB
Patalasa
ng
GI
Sunggu
minasa
GI
Sunggu
minasa
GI
Makale
GI
Palopo
BB
Wotu
GI Poso
GI Poso
44
GI Sidera
45
GI Sidera
46
GI Tallise
GI
Sidera
GI Silae
GI
Tallise
PJPP1
47
GI Pangkep
70 kV
GI
Mandai
GI Mandai
GI Tallo
Lama 70
kV
GI Daya
GI
Bontoal
a
48
0,29
GI
Buluku
mba
GI
Bantaen
g
GI
Soppeng
GI
Sinjai
43
99,29
45,5
BB1
Pamona
BB 2
Pamona
Gardu
Induk
Tujuan
49
Daya
Terkiri
m
(MW)
Rugirugi
daya
(MW)
Efisie
nsi
(%)
23,5
0,02
99,37
23,2
0,06
99,90
23,1
0,07
99,74
12,7
0,03
99,48
3,4
0,02
99,16
5
0,17
99,58
33,8
0,02
99,48
7,2
0,19
99,78
120
0,62
99,84
110,4
0,00
99,44
12,6
0,58
99,99
77,8
0,04
99,26
25
0,06
99,85
31,2
0,01
99,81
24,9
0,23
99,96
45,1
0,14
98,88
76,8
0,15
99,82
78,4
1,00
99,80
96
0,86
98,96
87,6
0,86
99,02
23,2
0,06
99,73
45,6
0,24
99,46
24
0,24
99,01
46
1,10
97,61
15,6
0,08
99,50
20,4
0,04
99,79
128
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Tabel 4. Nilai rugi-rugi daya dan efisiensi energi lirik sesuai
hasil simulasi sistem kelistrikan SULSELBAR setelah PLTU
Mamuju 2 x 25 MW terhubung
No
Gardu
Induk
Asal
Gardu
Induk
Tujuan
Daya
Terki
rim
(MW)
Rugirugi
daya
(MW)
Efisie
nsi
(%)
978-602-18168-7-5
No
Gardu
Induk
Asal
25
GI
Bantaeng
26
1
GI
Mamuju
GI
Majene
2,6
0,015
99,42
2
GI Polmas
GI
Majene
9,4
0,012
99,87
27
3
GI Bakaru
GI
Polmas
29,2
0,033
99,89
28
4
GI Polmas
GI ParePare
3,2
0,008
99,75
5
GI ParePare
GI
Pinrang
11,3
0,026
99,77
6
GI ParePare
GI
Balusu
71,6
0,356
99,50
32
7
GI Balusu
Abarru
119,2
0,913
99,23
33
8
Abarru
GI
Pangkep
109,8
1,669
98,48
9
GI Kima
GI
Pangkep
22
0,187
99,15
10
GI
Bosowa
GI
Pangkep
21
0,082
11
GI Tello
GI
Bosowa
21,4
12
GI Tello
GI Kima
GI Tello
15
16
17
18
19
20
GI
SungguMi
nasa
GI
SungguMi
nasa
GI Tallasa
GI
Punagaya
GI PLTU
Bosowa
21
GI PLTU
Bosowa
22
GI
Punagaya
23
GI
Jeneponto
24
GI
Jeneponto
29
30
31
34
GI
Bulukumb
a
GI
Bulukumb
a
GI Sinjai
GI
Soppeng
GI
Soppeng
GI
Sengkang
GI Sidrap
BB PLTB
Sidrap
BB PLTB
Sidrap
Gardu
Induk
Tujuan
Daya
Terki
rim
(MW)
GI
Buluku
mba
28,6
0,096
99,67
GI Sinjai
18,2
0,132
99,28
GI Bone
9,2
0,091
99,01
GI Bone
1,1
0,016
98,50
GI Bone
21,8
0,110
99,50
8,4
0,021
99,75
106
0,146
99,86
99,4
0,506
99,49
4
0,001
99,97
61,2
0,371
99,39
17,8
0,020
99,89
22,2
0,032
99,86
17,8
0,005
99,97
12,6
0,064
99,49
GI
Sidrap
GI
Sidrap
GI ParePare
GI
Sidrap
BB
Maros
BB
Patalasa
ng
GI
Sunggu
minasa
GI
Sunggu
minasa
GI
Sidrap
Rugirugi
daya
(MW)
Efisie
nsi
(%)
35
BB Maros
99,61
36
BB Maros
0,135
99,37
37
BB
Patalasang
44,7
0,072
99,84
38
GI Makale
GI
Panakuk
ang
79,8
0,078
99,90
39
GI Palopo
GI
Makale
30,4
0,216
99,29
GI Tello
306,8
0,922
99,70
40
BB Wotu
GI
Palopo
76
0,132
99,83
0,150
99,81
0,055
99,90
BB
Wotu
77,6
57
GI Poso
96,8
1,011
98,96
88,2
0,867
99,02
23,4
0,063
99,73
45,8
0,247
99,46
24,1
0,238
99,01
GI
Mandai
47,2
0,996
97,89
GI Daya
15,3
0,077
99,50
GI
Bontoala
20,2
0,043
99,79
GI
Soppeng
106
0,643
99,70
GI
Tanjung
Bunga
GI
Sunggu
minasa
GI
Tallasa
GI
Tallasa
GI
Punagay
a
GI
Jenepont
o
GI
Buluku
mba
GI
Bantaen
g
41
42
371,8
7,445
98,00
219,6
1,435
99,35
168,1
1,251
99,26
112,1
0,205
99,82
75,6
0,404
99,47
29,1
0,228
99,22
28,7
0,036
99,88
BB1
Pamona
BB 2
Pamona
43
GI Poso
44
GI Sidera
45
GI Sidera
46
GI Tallise
GI
Pangkep
70 kV
GI
Mandai
GI Tallo
Lama 70
kV
GI
Sengkang
47
48
49
50
GI
Sidera
GI Silae
GI
Tallise
PJPP1
129
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Aliran daya sistem jaringan listrik SULSELRABAR
mengalami perubahan arah aliran daya sebelum dan
sesudah masuknya PLTU Mamuju 2 x 25 MW yaitu
pada aliran daya listrik yang awalnya berasal dari GI
Majene ke GI Mamuju menjadi berbalik arah dari GI
Mamuju ke GI Majene.
2. Pada kondisi malam hari/beban puncak nilai rugirugi daya terbesar pada GI Tallasa ke GI
Sungguminasa sebesar 6,37 MW, setelah PLTU
Mamuju 2 x 25 MW keadaan sebaliknya menjadi
7,31 MW, hal ini terjadi karena lonjakan arus yang
tinggi Sedangkan rugi rugi daya paling rendah adalah
pada saluran transmisi dari GI Sidrap ke GI PLTB
Sidrap sebesar 0,0001 MW pada kondisi setelah
PLTU Mamuju 2 x 25 MW terhubung setelah
sebelumnya pada kondisi sebelum terhubung
memiliki rugi-rugi daya sebesar 0,58 MW.
3. Nilai efisiensi saluran sesuai dengan rugi-rugi daya,
ketika rugi daya kecil maka efisiensi penyaluran
tenaga lirik semakin baik, sedangkan ketika rugi daya
besar maka efisiensi penyaluran tidak baik pula.
Efisiensi penyaluran dapat dikatakan cukup baik ratarata mencapai 99%, Pada kondisi malam hari/ beban
puncak efisiensi paling rendah adalah 98,15% pada
saluran transmisi dari GI Sungguminasa ke GI
Tallasa untuk kondisi PLTU Mamuju 2 x 25 MW
sedangkan setelah terhubung efisiensi menjadi 98%
hal ini dipengaruhi karena rugi-rugi daya yang
bertambah sebesar 12,8%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada Allah SWT,
kedua orang tua serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan peelitian ini.
REFERENSI
[1] Cekdin, C. (2010). Sistem Tenaga Listrik.
Palembang: ANDI Yogyakarta.
[2] Saadat, H. (1998). Power system analysis. New york:
The McGraw-Hill Companies.
[3] Destiarini, T. (2009, November). Studi & Analisa
Aliran Daya Pada Sistem Sumatera Utara – Nangroe
Aceh Darussalam Dengan Menggunakan Program
Power System Simulation Engineering (PSS/E) Versi
31.0.0. Repositori Institusi Universitas Sumatera
Utara, 4. Dipetik Maret 28, 2018, dari
repository.usu.ac.id.
[4] Kosasih, & Barum, G. (2017, Maret). Analisa RugiRugi Daya Pada Saluran Transmisi Tegangan Tinggi
150 kV pada Gardu Induk Jajar-Gondangrejo. Jurnal
Teknik Elektro, 4. Dipetik Maret 28, 2018, dari
eprints.ums.ac.id.
130
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Analisis Sistem Proteksi Impedance Relay (Distance Relay) pada
Jaringan Transmisi 70 KV GI Mandai – GI Pangkep
Dewi Purnamasari1), Ahmad Gaffar2), Hamma3)
1,2,3
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Email: [email protected]
Abstrak
Pada penelitian ini membahas tentang distance relay sebagai salah satu jenis alat alat proteksi yang digunakan pada
saluran transmisi 70 KV antara GI Mandai – GI Pangkep. Penelitian ini dibuat mengingat kebutuhan akan listrik selalu
bertambah yang memungkinkan terjadinya gangguan pada system tenaga listrik khususnya pada jaringan transmisi.
Saluran transmisi tegangan tinggi ada dua jenis yaitu: Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Kabel
Tegangan Tinggi (SKTT). Fungsi dari SUTT adalah sebagai penyalur tenaga listrik dari pusat pembangkit gardu induk atau
dari gardu induk yang satu ke gardu induk lainnya. Yang dimaksud dengan system proteksi jaringan transmisi tegangan
tinggi adalah system pengamanan terhadap gangguan yang terjadi pada SUTT tersebut. Tujuan penelitian untuk
menghitung berapa setting impedansi relai jarak dan bagaimana kecepatan kerja nya. Berikut langkah-langkah yang
menjadi acuan dari penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini yaitu : mengenali permasalahan yang akan diteliti,
mengumpulkan data settingan relay jarak, pengujian settingan relay jarak, membuat dan menyajikan solusi terhadap
settingan relay dengan pola proteksi yang lebih optimal, dan memberikan kesimpulan terhadap kasus yang penulis angkat
pada tulisan. Kecepatan relay sangatlah baik untuk melindungi system yang ada. Apabila terjadi gangguan, maka relay
bekerja dengan cepat. Sehingga apabila distance relay memproteksi letak dan jarak terjadinya gangguan maka distance
relay akan bekerja dengan cepat serta memilih pemutus jaringan yang terdekat dari gangguan untuk membuka. Maka
kegagalan relay proteksi sangatlah kecil.
Keywords: Distance Relay, Setting Impedansi, Jaringan Transmisi 70 KV, DIG SILENT.
I. PENDAHULUAN
System proteksi merupakan sebuah system
pengaman yang dipasang mulai dari pembangkit hingga ke
konsumen.proteksi dapat dipasang pada peralatanperalatan listrik suatu system tenaga listrik misalnya
generator, transformator, jaringan dan lain-lain. System
proteksi dipergunakan untuk mengamankan system tenaga
listrik dari gangguan listrik atau gangguan lebih, dengan
cara memisahkan bagian system tenaga listrik yang
terganggu dengan system tenaga listrik yang tidak
terganggu, sehingga system kelistrikan yang tidak
terganggu dapat terus bekerja (mengalirkan arus ke
beban). Pada saluran transmisi dipasang relai untuk
mengamankan jaringan dari kemungkinan gangguan yang
terjadi. Relai jarak adalah pengaman utama pada
SUTT/SUTET. Relai jarak bekerja dengan mengukur
impedansi transmisi yang terbagi menjadi beberapa daerah
cakupan yaitu zona 1, zona 2, zona 3, serta dilengkapi juga
dengan teleproteksi sebagai agar proteksi bekerja selalu
cepat dan selektif di daerah pengamanannya. Selain
sebagai proteksi utama penghantar, relai ini jga berfungsi
sebagai proteksi cadangan jauh terhadap proteksi utama
penghantar didepannya.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat,
pemerintah membangun beberapa Pusat Pembangkit
Tenaga Listrik dibeberapa lokasi di Sulawesi Selatan
(Sulselrabar). Bersamaan dengan dibangunnya Pusat
Pembangkit Tenaga Listrik tersebut, dibangun pula
jaringan transmisi 70 KV untuk menyalurkan daya yang
dihasilkan.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Proteksi terhadap tenaga listrik ialah system
pengamanan yang dilakukan terhadap peralatan-peralatan
listrik, yang terpasang pada system tenaga lsitrik yang
bertujuan untuk mencegah atau membatasi kerusakan
peralatan terhadap gangguan, sehingga kelangsungan
penyaluran tenaga listrik dapat dipertahankan.
1. Tujuan Sistem Proteksi
Gangguan pada system tenaga listrik hamper
seluruhnya merupakan gangguan hubung singkat, yang
akan menimbulkan arus yang cukup besar. Semakin besar
sistemnya semakin besar gangguannya. Arus gangguan
yang besar bila tidak segera diatasi akan merusak
peralatannyang dilalui arus gangguan. Untuk melokalisir
daerah yang terganggu itu maka diperlukan suatu system
proteksi yang pada dasarnya adalah alat pengaman yang
bertujuan untuk melepaskan atau membuka system yang
terganggu, sehingga arus gangguan ini akan padam.
Adapun tujuan dari system proteksi antara lain:
1. Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat
gangguan pada peralatan yang terganggu atau
peralatan yang dilalui oleh arus gangguan.
2. Untuk melokalisir (mengisolir) daerah gangguan
menjadi sekecil mugkin.
3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan
keandalan yang tinggi kepada konsumen.
4. Untuk menjaga kelangsungan penyaluran energy
listrik ke konsumen.
131
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
2.
Persyaratan Relai Proteksi
Persyaratan penting dari relai proteksi yaitu:
1. Kecepatan kerja
Tujuan terpenting dari rele proteksi adalah
memisahkan bagian yang terkena gangguan, dari system
jaringan yang normal dengan cept (speed) agar tidak
menimbulkan kerugian yang lebih besar. Untuk dapat
meningkatkan keandalan operasi system, digunakan
proteksi dengan kecepatan kerja yang lebih tinggi
dipadukan dengan pemutus jaringan kecepatan tinggi.
Adakalanya relay
proteksi dikehendaki dengan
perlambatan waktu (time delay) yang digunakan pada
koordinasi proteksi dan beberapa daerah proteksi yang
berturut-turut bilamana kondisi system memungkinkan
adanya perlambatan waktu kerja dari relay tersebut.
2. Kepekaan (sensitive)
Sensitifitas relay proteksi yang diguanakan harus mampu
untuk memberikan respon terhadap gangguan yang timbul
dalam system, yakni dapat bekerja pada awal kejadian
gangguan.
3. Selektifitas
Kemampuan system proteksi untuk mengetahui letak
terjadinya gangguan, dan memilih pemutus jaringan yang
terdekat dan tempat gangguan untuk membuka.
4. Keandalan
Kemampuan suatu relay untuk dapat bekerja dengan baik
dan benar pada berbagai kondisi system. Keandalan
system proteksi ini terbagi atas dua yaitu:
1. Kemampuan relay yang selalu bekerja dengan baik
pada kondisi abnormal (saat ada gangguan),dan
2. Kemampuan relay untuk tidak bekerja pada kondisi
normal.
3. Waktu kerja Relay proteksi ada 3 yaitu:
1. Sesaat (instantaneous)
Kontak-kontak relay menutup dengan segera
tanpa pengizinan waktu tunda setelah arus dalam
penggerakannya mencapai nilai yang telah ditentukan.
2. Batas waktu tertentu (definite time limit)
Ada interval waktu tertentu antara saat arus dalam
kumparan penggerakannya melebihi batas yang telah
ditentukan dan saat kontak-kontak relay bekerja. Waktu
tersebut seharusnya tidak bergantung pada besar arus yang
melewati kumparan penggeraknya, tetapi sama untuk
semua arus yang lebih besar dari arus yang telah
ditentukan (setting current).
3. Waktu kebalikan (inverse time)
Penundaan waktu berbanding terbalik dengan
besarnya arus gangguan, maka penundaan waktu semakin
kecil.
4. Relai Proteksi
1. Pengertian Relai
Relai sebagai alat untuk mendeteksi adanya
gangguan yang selanjutnya memberikan perintah trip
kepada pemutus tenaga (PMT).
Relai merupakan peralatan proteksi yang akan
merasakan jika terjadi gangguan yang dirancang untuk
menghasilkan perubahan pada rangkaian output bila nilai
input teah mencapai nilai yang telah ditetapkan kemudian
memberikan perintah trip kepada PMT.
978-602-18168-7-5
2. Relai Jarak
1) Pengertian Relai Jarak
Relai jarak adalah relai yang bekerja berdasarkan
setting waktu dan jarak lokasi gangguan ke relai dengan
perbandingan tegangan dan arus gangguan. Relai ini
digunakan sebagai alat proteksi pada jaringan transmisi
dan dapat digolongkan kedalam rele yang mempunyai dua
besaran input. Pengukurannya yaitu membandingkan arus
gangguan yang dirasakan oleh relai dengan tegangan
dimana relai terpasang, sehingga titik tempat terjadinya
gangguan dapat diukur.
2) Prinsip Kerja Relai Jarak
Relai jarak mengukur tegangan pada titik relai dan arus
gangguan yang terlihat dari relai dengan membagi besaran
tegangan dan arus, maka impedansi sampai titik terjadinya
gangguan dapat ditentukan.
Relai jarak bekerja dengan mengukur besaran impedansi
(Z), dan transmisi dibagi menjadi beberapa daerah
cakupan pengamanan yaitu Zone-1, Zone-2, dan Zone-3,
serta dilengkapi juga dengan teleproteksi (TP) sebagai
upaya agar proteksi bekerja selalu cepat dan selektif
didalam daerah pengamanannya. Perhitungan impedansi
dapat dihitung sebagai berikut :
Zf=Vf/If
Dimana :
Zf = Impedansi ( Ohm )
Vf = Tegangan ( Volt )
If = Arus gangguan ( Ampere )
Distance relay (relai jarak) akan bekerja dengan cara
membandingkan impedansi gangguan yang terukur dengan
setting impedansi pada distance relay, dengan ketentuan
(syafar, 2010) :
a. Jika harga impedansi gangguan lebih kecil daripada
setting impedansi distance relay , maka distance
relay akan bekerja
b. Jika harga impedansi gangguan lebih besar atau
sama dengan setting impedansi distance relay, maka
distance relay tidak akan bekerja.
1) Penyetelan Relai Jarak
Peneyetelan relai jarak artinya mengatur nilai Z relai
jarak sampai berapa jauh mampu melindungi bagian dari
SUTT, dalam praktik biasa disebut dengan penyetelan
zone protection dari relai jarak. Relai jarak pada umumnya
mempunyai 3 elemen pengukur dan setisp elemen
pengukur mempunyai zone protection sendiri, sehingga
relai jarak memiliki 3 zone protection.
Zona 1 bertujuan melindungi seksi pertama dari SUTT,
yaitu rel GI dimana relai berada sampai rel GI berikutnya
terhadap relai. Begitu seterusnya, zona 2 untuk seksi
kedua dan zona 3 untuk seksi ketiga.
Dengan mempertimbangkan adanya kesalahan-kesalahan
(errors) pengukuran pada transformator tegangan dan
transformator arus serta adanya kesalahan pada penyetelan
relai, maka umumnya penyetelan zone protection tidak
dibuat sama dengan impedansi seksi SUTT yang
dilindungi relai melainkan berselisih kira-kira 15%.
Ketelitian pengukuran impedansi saluran transmisi banyak
dipengaruhi oleh ketelitian trafo arus, trafo tegangan, serta
oleh relai pengamannya sendiri. Dengan pengaruh
tersebut, maka relai jarak biasanya dibuat atas 3 daerah
132
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
proteksi. Daerah proteksi atau zona 1 berfungsi sebagai
proteksi utama untuk saluran yang dilindunginya dan
tergolong sebagai instantaneous relay karena reaksinya
yang cepat, daerah proteksi relai jarak ini sejauh 80%-90%
dari panjang saluran gardu induk. Penyetelan perlambatan
waktu untuk daerah proteksi ini (t1) umumnya tanpa
perlambatan waktu dengan maksud bahwa penyetelan
waktu adalah 0. Daerah proteksi 2 berfungsi untuk
melindungi 15%-20% bagian dari jaringan yang tidak
terproteksi oleh daerah proteksi 1 ditambah 50% dari
saluran berikutnya dengan perlambatan waktu (t2).
Daerah proteksi 3 mencakup 50% dari saluran yang tidak
terjangkau oleh daerah proteksi 2, dengan waktu
perlambatan operasi yang lebih lambat (t3) disamping itu
di daerah proteksi 3 masih menjangkau 25% jaringan
berikutnya. Impedansi yang digunakan sebagai dasar
penyetelan relai jarak adalaj impedansi urutan positif, dan
impedansi saluran transmisi pada sisi sekunder Current
Transformator (CT) dan Voltage Transformator (VT)
dapat dihitung dengan rumus :
Z! =
!"#$%&'(&)%& !"
!"#$%&'(&)%& !"
Dimana :
perbandingan CT =
perbandingan CT =
x Z!
!"#$ !"#$%"
!"#$ !"#$%&"'
!"#$ !"#$%"
!"#$ !"#$%&"'
Keterangan :
!! = Impedansi sisi sekunder CT dan VT / impedansi
yang terukur oleh relai jarak (Ω)
!! = Impedansi sisi primer CT dan VT / impedansi
saluran transmisi (Ω)
CT = Current Trnasformer (A)
VT = Voltage Transformer (V)
5.
Distance Relay / Relay Jarak
Distance relay atau relai jarak atau digunakan sebagai
pengaman utama (main protection) pada Suatu sistem
transmisi, baik SUTT maupun SUTET, dan sebagai
cadangan atau backup untuk seksi didepan. Pada waktu
SUTT terganggu maka relai jarak akan melihat turunnya
impedansi dari SUTT kemduian relai jarak pun akan
bekerja.
Bagian-bagian pokok Distance Relay
Distance Relay terdiri dari 3 bagian-bagian pokok yakni
elemen star , elemen pengukur, dan elemen pengatur
waktu.
a. Elemen star
Apabila terjadi gangguan pada SUTT, arus I bertambah
besar dan kumparan arus K.A akan menghasilkan gaya
tarik yang melawan pegas Tarik, sehingga akhirnya kontak
relay elemen star akan menutup kontaknya dan
memberikan tegangan kepada elemen pengatur waktu
yang menyebabkan elemen pengatur waktu juga akan
bekerja. Adanya gangguan pada SUTT seringkali juga
menyebabkan turunnya tegangan sehingga gaya Tarik
kumparan tegangan K.T juga menurun. Hal ini akan
mempercepat proses keja relay elemen start untuk
menutup kontaknya. Maka dikatakan bahwa elemen star
978-602-18168-7-5
bekerja sebanding terhadap arus I dan bekerja berbanding
terbalik terhadap tegangan V atau sebanding terhadap I/V
= I/Z, dan diakatakan relai bersifat mho.
b. Elemen pengukur
Suatu keping induksi yang digerakkan oleh dua
kumparan tegangan yang masing-masing menghasilkan
kopel yang berlawanan arah pada keping induksi.
c. Elemen pengatur waktu
Mengatur waktu kerja elemen pengukur untuk setiap
zona protkesi misalnya t1 untuk zona 1, t2 untuk zona 2,
dan t3 untuk zona 3.
Apabila terjadi gangguan pada SUTT, maka mula-mula
elemen star S bekerja. Elemen star memerintahkan elemen
pengatur waktu T yang umumnya berhubungan langsung
dengan elemen pengatur zona I Z1, sehingga apabila
gangguan terjadi dalam zona 1 maka relai akan bekerja
seketika tanpa time delay (penundaan waktu).
Faktor yang mempengaruhi Distance Relay
a. Pengaruh Infeed
Yang dimaksud Infeed yaitu adanya pengaruh
penambahan atau pengurangan arus yang melalui titik
terhadap arus yang ditinjau. Adanya pengaruh ini akan
membuat impedansi yang dilihat relai jarak seolah-olah
menjadi lebih besar atau menjadi lebih kecil.
b. Mutual Impedansi
Bila SUTT menggunakan satu tower yang digunakan
untuk sirkit-1 dan sirkit-2, maka akan timbul mutual
induktif kopling diantara dua sirkit tersebut. Untuk
pengukuran impedansi urutan positif dan negative
pengaruh mutual kopling sangat kecil sehingga dapat
diabaikan. Namun untuk pengukuran impedansi urutan nol
maka pengaruh mutual kopling tidak bisa diabaikan.
Proteksi penghantar yang hanya menggunakan pengukuran
arus seperti perbandingan fasa atau pilot wire tidak
dipengaruhi oleh mutual kopling.
c. Power Swing
Power swing adalah variasi aliran daya dimana
distance relay mendeteksi ada lokus impedan yang
bergerak dari daerah beban memasuki daerah kerja
distance relay.
d. Pengaruh Impedansi Sumber
Pada dasarnya impedansi sumber akan mempengaruhi
besar arus dan tegangan yang terbaca oleh distance relay.
e. Pengaruh Tahanan Gangguan
ahanan gangguan merupakan tahanan murni, bila
bertambah secara vektoris dengan impedansi saluran maka
akan menggeser lokus impedan menjadi lebih besar
sehingga relai menjadi lebih lambat (Z2,Z3) atau tidak trip
sama sekali (diluar jangkauan setting). Penyebab dari
tahanan gangguan pada SUTT adalah terjadi hubung
singkat yang menimbulkan busur api akibat terkena
pohon, layangan, binatang, manusia, dan sambaran petir.
III. METODE PENELITIAN
Proses penelitian dilakukan pengumpulan data setting
relai jarak yang digunakan pada saluran transmisi 70 kv
dari GI Pangkep – GI Mandai di PT.PLN (Persero) UPT
Sulselrabar untuk dijadikan pembanding sehingga
mendapatkan hasil yang diinginkan.
133
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Mulai
Pengumpulan
data
Menghitung settingan relay
jarak
Menyetting relay jarak
Pengujian Settingan Relay
Jarak
TIDAK
Settingan
Relay
YA
Selesai
Gambar 1. Flowchart penelitian
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Gardu Induk A ke Gardu Induk B
Zone 1 = (80% x Zab) x Zs
Zone 2 = (Zab + (20% x Zbc)) x Zs
Zone 3 = (Zab + Zbc +(25% x Zcd) x Zs
Gardu Induk B ke gardu induk C
Zone 1 = (80% x Zbc) x Zs
Zone 2 = (Zbc + (20% x Zcd)) x Zs
Zone 3
= (Zbc + (125% + Zcd) x Zs
Dimana :
Z
=
Impedansi
Saluran
transmisi
(ohm/km)
Untuk menentukan impedansi yag diukur oleh
relay atau impedansi sisi sekundar (Zs), terlebih dahulu
harus ditentukan rasio antara trafo arus (CT) dan trafo
tegangan (VT) yaitu:
!""
Rasio CT1
=
= 80
CT2
=
CT3
=
!
!""
!
!""
!
= 120
= 160
978-602-18168-7-5
CT4
=
CT5
=
!"##
!
!"""
!
!""""
= 320
= 400
Rasio VT
=
= 636.363
!!"
Dengan menggunakan rumus :
Zs = Zp = Rasio CT / Rasio VT x ZL
Dimana :
Zs = Impedansi sekunder trafo
Zp = Impedansi primer trafo
ZL = Impedansi line transmisi
Maka impedansi sisi sekunder adalah :
Konstanta penghantar transmisi XLPE 325 !! !
!"
Zs1
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.125 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.061∠61.4237o ohm/km
!"#
Zs2
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.18857 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.09304∠61.4237o ohm/km
!"#
Zs3
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.2514 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.124∠61.4237o ohm/km
!"#
Zs4
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.5028 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.248∠61.4237o ohm/km
!""
Zs5
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.6285 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.310∠61.4237o ohm/km
Ditinjau dari arah GI Pangkep – GI Mandai
Besar setting relay impedansi pada GI Pangkep yaitu :
!"#
Zs
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.18857 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.09304∠61.4237o ohm/km
Zone 1 = (80% x panjang saluran Pangkep – Mandai) x
Zs
= (80% x 37,70) x 0.093
= 2.80 ohm
Zone 2 =(panjang saluran Pangkep – Mandai + 20%
panjang saluran Mandai – Tello) x Zs
= (37.70 + 20% x 12.1) x 0.093
= 3.73 ohm
Zone 3 = (panjang saluran Pangkep – Mandai + 125% x
panjang saluran Mandai – Tello) x Zs
= (37.70 + 125% x 12.1) x 0.093
= 4.91 ohm
Besar setting relay impedansi pada GI Mandai yaitu :
Zone 1 = (80% x panjang saluran Mandai – Tello ) x Zs
= (80% x 12.1) x 0.093
= 0.90 ohm
Zone 2 = (120% x panjang saluran Mandai – Tello) x Zs
= (120% x 12.1) x 0.093
= 1.35 ohm
Ditinjau dari arah GI Mandai – GI Pangkep
Besar setting relay impedansi pada GI Tello yaitu :
!"#
Zs
=
x (0.23601 + j0.4333)
!"!.!"!
= 0.18857 x (0.4934∠61.4237o)
= 0.09304∠61.4237o ohm/km
134
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Zone 1 = (80% x panjang saluran Tello – Mandai) x Zs
= (80% x 12.1) x 0.093
= 0.90 ohm
Zone 2 =(panjang saluran Tello – Mandai + 20% panjang
saluran Mandai – Pangkep) x Zs
= (12.1 + 20% x 37.70) x 0.093
= 1.82 ohm
Zone 3 = (panjang saluran Tello – Mandai + 125% x
panjang saluran Mandai – Pangkep) x Zs
= (12.1 + 125% x 37.70) x 0.093
= 5.50 ohm
Besar setting relay impedansi pada GI Mandai yaitu :
Zone 1 = (80% x panjang saluran Mandai – Pangkep ) x
Zs
= (80% x 37.70) x 0.093
= 2.80 ohm
Zone 2 = (120% x panjang saluran Mandai – Pangkep) x
Zs
= (120% x 37.7) x 0.093
= 4.20 ohm
Kemudian, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 1 Hasil perhitungan setting relay Jarak arah GI Pangkep ke
GI Mandai
Gardu Induk
Pangkep
Mandai
Setting Impedance (Ω)
Zone 1
Zone 2
2.80
3.73
0.90
1.35
Zone 3
4.91
-
Tabel 2 Hasil perhitungan setting relay jarak arah GI Mandai –
GI Pangkep
Gardu Induk
Tello
Mandai
Setting Impedance (Ω)
Zone 1
Zone 2
0.90
1.82
2.80
4.20
Zone 3
5.50
-
Setting waktu kerja
Zone 1 = tanpa perlambatan waktu / instan
Zone 2 = setting waktu 1 detik
Zone 3 = setting waktu 1,6 detik
Evaluasi sistem proteksi pada saluran Transmisi 70
KV GI Pangkep – GI Mandai
Berdasarkan hasil perhitungan dan data yang
bersumber dari PT. PLN (Persero) UPT SULSELRABAR,
seperti yang dilihat pada tabel 8 :
Tabel 3 Perbandingan hasil perhitungan dengan data dari PLN
Lokasi
Daerah
Relay
Proteksi
Arah Pangkep - Mandai
Z1
Pangkep –
Z2
Mandai
Z3
Z1
Mandai –
Z2
Tello
Z3
Arah Mandai – Pangkep
Z1
Tello
–
Z2
Mandai
Z3
Hasil
Perhitungan Ω
Setting
PLN Ω
2.80
3.73
4.91
0.90
1.35
-
1.78
2,67
4.0
1.78
2.67
-
0.90
1.82
5.50
0.61
0.91
3.60
978-602-18168-7-5
Z1
2.80
1.89
Z2
4.20
2.82
Z3
Berdasarkan evaluasi perbandingan antara setting
perhitungan dengan setting PT.PLN (Persero) GI Pangkep
– GI Mandai begitupun sebaliknya terdapat perbedaan
yang tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan oleh
tingkat masing – masing kinerja relay yang berbeda. Dasar
pemilihan zona 1 rele jarak adalah sebesar 80% dari
saluran transmisi yang diproteksinya. Hal ini dikarenakan
jaungkauan rele jarak dipengaruhi oleh kesalahan –
kesalahan seperti dibawah ini :
Trafo arus CT = Error (ECT)
Trafo tegangan PT = Error (EPT)
Relay = Error (ER)
Data saluran = Error (EDT)
Asumsi kesalahan total E = ECT + EPT + ER + EDT =
20%.
Mandai
Pangkep
–
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang bias didapatkan dari penelitian ini
antara lain :
1. Kecepatan relay sangatlah baik untuk melindungi
system yang ada. Apabila terjadi gangguan, maka
relay bekerja dengan cepat. Sehingga apabila distance
relay memproteksi letak dan jarak terjadinya
gangguan maka distance relay akan bekerja dengan
cepat serta memilih pemutus jaringan yang terdekat
dari gangguan untuk membuka. Maka kegagalan relay
proteksi sangatlah kecil.
2. Adanya selisih hasil perhitungan impedansi distance
relay dengan setting impedansi distance relay dari
pihak PT.PLN (Persero) pada saluran transmisi GI
Mandai – GI Pangkep disebabkan oleh adanya tingkat
ketelitian pengukuran impedansi saluran transmisi
yang banyak dipengaruhi oleh ketelitian trafo arus,
trafo tegangan, serta relay pengamannya sendiri.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Politeknik Negeri Ujung Pandang karena telah menjadi
wadah bagi saya dalam menuntut ilmu.
2. Kedua orang tua tercinta dan ketiga saudara yang
menjadi motivator saya.
REFERENSI
[1]
Marsudi, Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga Listrik” ,
Jogjakarta: Graha Ilmu, 2006.
[2] PT,PLN, “Pedoman dan Petunjuk System Proteksi
Transmisi dan Gardu Induk Jawa Bali. Jakarta:
PT.PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur
Beban Jawa Bali”, 2013.
[3] Tobing, Bonggas L, “Peralatan Tegangan Tinggi”,
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan Perusahaan
Umum Listrik Negara, 2003.
[4] William, D.Stevenson, "Analisis Sistem Tenaga
Listrik", Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 1990.
135
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Sistem Kontrol Multivariabel Temperatur dan Pressure Berbasis DCS
Zara Trimurti Sayojanagandi1), Hamdani2), A. Wawan Indrawan3)
1,2,3)
Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Pengontrolan DCS telah banyak diterapkan pada peralatan di dunia industri, khususnya plant-plant berskala besar
seperti boiler dan heat exchanger. Proses yang terjadi pada boiler melibatkan proses pemanasan dan penguapan. Untuk
lebih memahami proses pengendalian DCS pada proses penguapan, penerapan pengontrolan tekanan uap yang terdapat
pada pemanas tidak dapat diamati dengan satu variabel kontrol saja. Untuk itu diperlukan perancangan sistem kontrol
multivariabel pada mini-plant SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer dengan input variabel temperatur dan
pressure menggunakan DCS CENTUM VP Yokogawa dengan metode cascade control. Pengontrolan ini bertujuan untuk
membuat suatu sistem kontrol yang lebih optimal dibanding menggunakan single control sehingga komponen perangkat
keras mampu bersinergi dengan DCS CENTUM VP dan menghasilkan sistem pengendalian dengan multivariabel MISO
yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan sistem pengendalian multivariabel MISO dengan cascade control lebih stabil
dan lebih cepat 3 detik untuk nilai pressure dan 21 detik untuk nilai temperatur dibanding single control dengan hasil
keluaran pressure 15% mendekati steady state 20.7 psi dan keluaran temperatur mencapai steady state 60oC.
Keywords: DCS, Temperatur, Pressure, Cascade Control, MISO, Boiler.
I. PENDAHULUAN
Teknologi pengontrolan modern dalam industri
berkembang semakin pesat karena kebutuhan sistem
kontrol yang semakin kompleks dan memerlukan
ketelitian yang tinggi. Perangkat pengontrol pun telah
berkembang dari relay, kontrol PID, PLC (Programmble
Logic Controller) hingga DCS (Distributed Control
System).
Pengontrolan DCS telah banyak diterapkan pada
peralatan di dunia industri, khususnya plant-plant berskala
besar seperti boiler dan heat exchanger. Proses yang
terjadi pada boiler melibatkan proses pemanasan dan
penguapan sedangkan heat exchanger melibatkan proses
perpindahan panas. Kedua plant ini berkaitan satu sama
lain pada PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang
menerapkan siklus Rankine sebagai dasar instalasi dan
pengoperasiannya. Untuk lebih memahami proses
pengendalian DCS pada proses penguapan, penerapan
pengontrolan tekanan uap yang terdapat pada boiler tidak
dapat diamati dengan satu variabel kontrol saja.
Tujuan dari sebuah sistem kontrol adalah
memaksakan seperangkat variabel proses tertentu untuk
berperilaku dengan cara yang diinginkan dan ditentukan
dengan cara memenuhi beberapa persyaratan domain
waktu atau frekuensi atau mencapai kinerja terbaik seperti
yang diungkapkan oleh indeks pengoptimalan. Untuk itu
diperlukan perancangan sistem kontrol multivariabel pada
mini-plant boiler dengan input variabel temperatur dan
pressure menggunakan DCS CENTUM VP Yokogawa
dengan metode cascade control.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Distributed Control System (DCS)
DCS merupakan sistem kontrol yang mampu
menghimpun (mengakuisisi) data dari lapangan dan
memutuskan akan dikontrol berdasarkan data tersebut,
secara singkat DCS ialah ambil/baca data serta melakukan
pengontrolan berdasarkan data tersebut. Data-data yang
telah diakuisisi (diperoleh) dari lapangan bisa disimpan
untuk rekaman atau keperluan-keperluan masa datang,
atau digunakan dalam proses-proses saat itu juga, atau bisa
juga, digabung dengan data-data dari bagian lain proses,
untuk kontrol lajutan dari proses yang bersangkutan [1].
B. Sistem Kontrol Multivariabel
Untuk mengendalikan proses, beberapa variabel
manipulasi harus tersedia, memungkinkan pengenalan
tindakan kontrol dalam proses untuk memaksanya
berkembang dengan cara yang diinginkan. Dalam jenis
proses yang akan kita hadapi, lebih dari satu variabel yang
dimanipulasi selalu tersedia, memberikan lebih banyak
kekayaan dan pilihan dalam mengendalikan prosesnya.
Dalam sebuah pabrik yang dikendalikan secara otomatis,
variabel yang dimanipulasi ini akan bertindak berdasarkan
proses, beberapa variabel internal harus diukur, yang
dianggap sebagai variabel output. Sekali lagi, lebih dari
satu variabel output akan dipertimbangkan. Target kontrol
dapat berupa variabel-variabel ini sendiri atau beberapa
hal lain yang berhubungan langsung dengan mereka:
menjaga agar tetap konstan dalam sistem peraturan, untuk
melacak beberapa referensi dalam sistem servo, atau
melakukan beberapa cara yang ditentukan dengan sifat
temporal, harmonis atau stokastik [2]. Untuk sistem
pengendalian kali ini kita menggunakan sistem MISO
(Multiple Input-Single Output).
Boiler
Boiler adalah bejana tertutup yang terdiri atas sistem
air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Panas
pembakaran dari sistem bahan bakar dialirkan ke air
sampai terbentuk air panas hingga air menghasilkan uap
C.
136
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
air atau steam. Uap air atau steam pada tekanan tertentu
kemudian digunakan untuk mengalirkan steam ke suatu
proses lainnya [3]. Berdasarkan standarisasi ASME
Section IV HG-300, desain tekanan untuk heating boiler
yang diperbolehkan setidaknya sebesar 30 psi [4].
Mini-plant boiler yang akan digunakan adalah
SOLTEQ Boiler Heating Batching Control Trainer
Model: SE107. Mini-plant ini terdiri dari sistem proses
berbasis zat cair yang didesain untuk mempelajari simulasi
boiler drum yang menghasilkan air panas untuk
memanaskan air produk dari tangki batching melalui shell
and tube heat exchanger. Untuk studi heat exchanger, air
yang dipanaskan melewati tabung shell and tube heat
exchanger sementara air dingin dipompa melalui shell dan
terjadi perpindahan panas. Air dingin yang dipanaskan
atau disebut juga dengan Product kemudian dialirkan ke
tangki batch/product tank [5].
Cascade Control
Ciri khas sistem pengendalian cascade (bertingkat)
adalah adanya manipulated variable (variabel yang
dimanipulasi) sebuah pengendali yang menjadi set point
dari pengendali lain [6].
Alasan penggunaan cascade control dalam
mengendalikan plant adalah sebagai berikut :
1. Respon keluaran dari single control tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
2. Terdapat penambahan variabel sekunder di dalam
pengendalian plant.
3. Dengan adanya pengendali sekunder yang lebih
cepat, dapat mengatasi gangguan pada kalang
sekunder.
Alasan tidak digunakannya cascade control adalah:
1. Biaya atau rugi-rugi pengukuran variabel sekunder.
2. Keruwetan pada pengendaliannya [7].
D.
E. Pressure Control (Pengendalian Tekanan)
Tekanan adalah gaya yang diberikan oleh gas dan
cairan karena beratnya, sebagaimana tekanan atmosfer di
permukaan bumi dan tekanan wadah atau bejana cairan
mendesak pada bagian bawah dan dinding wadah [8]. Ada
3 tipe pengukuran pressure, yakni:
1. Absolute pressure - tekanan atmosfer plus tekanan
gauge.
2. Gauge Pressure - tekanan absolut minus tekanan
atmosfer.
3. Differential Pressure - perbedaan pressure pada 2
lokasi berbeda[9].
F. Temperature Control (Pengendali Suhu)
Suhu adalah ukuran energi panas dalam suatu benda,
yang merupakan panas relative atau dinginnya media dan
biasanya diukur dalam derajat menggunakan salah satu
jenis skala Fahrenheit (F), atau Celcius (C), Rankine (R),
atau Kelvin (K) [8].
Dari perspektif termodinamika, perubahan suhu
sebagai fungsi energi rata-rata pergerakan molekul.
Karena panas ditambahkan ke sistem, gerak molekul
meningkat dan sistem mengalami kenaikan suhu. Namun
sulit untuk mengukur energi gerakan molekuler secara
978-602-18168-7-5
langsung, sehingga sensor suhu umumnya dirancang untuk
mengukur properti yang berubah sebagai respons terhadap
suhu. Perangkat kemudian dikalibrasi ke skala suhu biasa
yang sesuai standar (yaitu titik didih air pada tekanan yang
diketahui) [10].
G. Termodinamika
Termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang
secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi
panas dengan kerja. Dalam analisis termodinamika selalu
dibutuhkan data nilai property dari suatu zat, pada semua
lingkup keadaan untuk masing - masing zat yang diteliti.
Karena itu data property biasanya dipresentasikan dalam
bentuk Tabel Termodinamika, yang berisi data property
dari beberapa zat yang sering digunakan dalam aplikasi
termodinamika. Tabel tersebut membutuhkan data
property yang sangat banyak, yang dikumpulkan dari hasil
pengukuran yang membutuhkan waktu yang lama. Jenis
property yang biasanya ada dalam Tabel Termodinamika
adalah tekanan, temperatur, volume spesifik, energy
internal, panas laten, dan dua property baru yaitu entalpi
(h) dan entropi (s) [11].
III. METODE PENELITIAN
Perancangan sistem yaitu dengan menentukan
spesifikasi alat uji kemudian melakukan perancangan
sesuai spesifikasi yang telah ditentukan dengan
memperhatikan data-data komponen serta membuat blok
diagram rangkaian. Setelah melakukan perancangan
sistem, maka dilakukan tahapan realisasi perancangan
sistem kontrol yang berfokus pada penggunaan software
yang terdapat pada DCS CENTUM VP, meliputi:
1. Function Block
2. Trend
3. Graphic.
Flowchart perancangan sistem kontrol multivariabel dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Flowchart perancangan sistem
137
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Cara kerja sistem pengendalian secara singkat
ditunjukkan pada Gambar 2.
978-602-18168-7-5
menampilkan hasil dari kontrol tersebut pada DCS.
Diagram blok uji transmitter dan cascade control pada
Control Drawing Builder dan Graphic Builder
ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Blok Diagram Sistem
1.
Set point pada sistem ialah value yang diinginkan
sebesar 60% dari nilai maksimum, Set point sistem
berasal dari penentuan SV pada face plate di program
CENTUM VP.
2. Kontroler yang digunakan sebanyak dua macam
yaitu, DCS Pressure Controller dan DCS
Temperature Controller.
3. Plant berupa objek fisik yang dikendalikan dalam
sistem, ialah mini-plant SOLTEQ Boiler Heating
Batching Control Trainer.
4. Aktuator berupa valve. Aktuator dapat memanipulasi
nilai
yang
ditentukan
hingga
didapatkan
dikendalikan.
5. Sensor digunakan untuk memantau objek fisis yang
dikontrol, meliputi Temperature Transmitter dan
Pressure Transmitter.
6. Disturbance adalah gangguan pada sistem yang
didapatkan pada pengukuran dan pengujian, yaitu
berupa gangguan eksternal.
7. Output ialah nilai yang didapatkan hasil dari
pengendalian, yaitu pressure pada valve.
Untuk memastikan bahwa perancangan sesuai
dengan direncanakan maka dilakukan pengujian sistem,
serta hasil pengujian akan dianalisis. Langkah-langkah
yang dilakukan pengujian sistem secara umum secara
berikut:
• Pengujian Transmitter
Pengujian bertujuan mengetahui tingkat
kelinieran transmitter dalam pembacaan variabel
input sistem.
• Pengujian Sistem Keseluruhan
Pengujian sistem keseluruhan bertujuan
mengetahui respon sistem dengan konstanta blok
pengontrolan cascade DCS CENTUM VP,
mengetahui ts (settling time) sistem untuk mencapai
setpoint sebesar 60° celcius, mengetahui pengaruh
error terhadap respon pengendalian sistem.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada DCS CENTUM VP dibuat program yang dapat
menguji transmitter yang akan digunakan serta dapat
mengontrol 2 variabel input transmitter secara cascade
dengan cara membuat diagram blok kontrol pada Control
Drawing Builder yang terdapat pada FCS serta membuat
Graphic Builder yang terdapat pada HIS agar dapat
memonitor diagram blok kontrol yang dibuat serta
Gambar 3. Diagram blok uji transmitter dan cascade control
Transmitter diuji dengan parameter secara acak
terlebih dahulu agar kelayakan pakainya dapat dilihat
sebelum digunakan pada sistem kontrol multivariabel.
Hasil uji pressure transmitter ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji pressure transmitter PT705
Waktu
SV
MV
PV
1
2
3
4
3:36:35 PM
60
60
2.1
3:36:36 PM
60
60
4.1
3:36:37 PM
60
60
13.1
3:36:38 PM
60
60
26.5
3:36:39 PM
60
60
39.6
3:36:40 PM
60
60
50.6
3:36:41 PM
60
60
59.0
3:36:42 PM
60
60
64.9
3:36:43 PM
60
60
68.9
3:36:44 PM
60
60
71.5
3:36:45 PM
60
60
73.1
3:36:46 PM
60
60
74.0
3:36:47 PM
60
60
74.5
3:36:48 PM
60
60
74.7
3:36:49 PM
60
60
74.7
Pengujian transmitter PT705 dengan nilai tekanan
awal 2.1% dari tekanan maksimum, diperoleh waktu 15
detik untuk mencapai nilai tekanan tertinggi 74.7% dari
tekanan maksimum. Berdasarkan data trend tersebut,
pressure transmitter yang digunakan masih dalam kondisi
yang baik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengamatan respon PT705
138
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Setelah melakukan pengujian pada mini-plant
menggunakan sistem kontrol multivariabel secara cascade,
maka hasil data pengujian keseluruhan dapat diketahui
seperti pada Tabel 2:
Tabel 2. Hasil data trend output pressure
Waktu
SV
MV
PV
3:30:18 PM
60
100
2.4
3:30:20 PM
60
100
12.8
3:30:26 PM
60
88.2
68.6
3:30:30 PM
60
79.8
74.4
3:30:36 PM
60
75.0
74.7
3:30:40 PM
60
72.9
74.0
3:30:46 PM
60
70.4
72.6
3:30:50 PM
60
68.8
71.7
3:30:56 PM
60
67.05
70.2
3:31:00 PM
60
93.8
43.6
3:31:05 PM
60
100
2.4
Pengujian sistem kontrol multivariabel dengan nilai
awal tekanan 2.4% dari tekanan maksimum, diperoleh
waktu 47 detik untuk present value mendekati
manipulated value yaitu MV= 75% dan PV= 74.7%.
Diperoleh waktu 1 menit 16 detik untuk manipulated
value kembali normal.
Berdasarkan standarisasi ASME Section IV HG-300,
desain tekanan untuk heating boiler yang diperbolehkan
setidaknya sebesar 30 psi. Sama halnya dengan range
maksimum tekanan yang diperbolehkan pada mini-plant
SOLTEQ yaitu 30 psi (2.1 kgf/cm2). Untuk mencegah
kerusakan pada mini plant yang akan digunakan, diberikan
setpoint sebesar 60% sehingga nilai output yang akan
diperoleh ialah sebesar 18 psi (1.26 kgf/cm2). Sistem
kontrol juga diberi blok fungsi (function block) sequence
dan relation untuk mengoperasikan dan mengendalikan
pompa dan heater boiler drum pada mini-plant SOLTEQ.
978-602-18168-7-5
Perhitungan persentase besarnya error diberikan dalam
persamaan:
%!""#" =
(!"#$" !"#$%$!&!!"#$" !"# !"#$%)
!"#$" !"# !"#$%
×100% …… (1)
Nilai set point pressure 60% dari nilai tekanan maksimum
ialah sebesar 18 psi. Untuk perhitungan persentase error
pengendalian pressure sebagai berikut:
%!""#" =
%!""#" =
!".!!!"
!.!
!"
!"
×100%
×100%
%!""#" = 15%
Berdasarkan Tabel Termodinamika A-6, hasil output
tersebut merupakan Superheated Water dengan keterangan
sebagai berikut:
Specific Volume (v) = 1.3983 m3/kg
Internal Energy (u) = 2547.0328 kJ/kg
Enthalpy (h) = 2729.5356 kJ/kg
Entropy (s) = 7.3589 kJ/kg*K
Hasil pengujian ini menunjukkan sistem secara
keseluruhan bekerja baik meskipun adanya error transien
dan error steady state, dan error - error tersebut dapat
dikendalikan oleh pengontrolan DCS. Komponen
perangkat keras mampu bersinergi dan menghasilkan
sistem pengendalian pada mini-plant SOLTEQ Boiler
Heating Batching Control Trainer dengan multivariabel
MISO. Jika dibandingkan antara single control dan
cascade control pada pengujian ini, didapatkan perbedaan
antara kedua sistem kontrol tersebut antara lain:
1. Pada single control diperoleh waktu 15 detik untuk
mencapai nilai tekanan tertinggi. Sedangkan pada
cascade control diperoleh waktu 12 detik untuk
mencapai nilai tekanan tertinggi.
2. Pada respon single control, manipulated value
konstan terhadap present value sehingga ketika
dioperasikan maka present value dapat melampaui
set point yang telah diberikan. Sedangkan pada
respon cascade control, manipulated value
termanipulasi untuk menyesuaikan present value
agar dapat mencapai set point yang telah diberikan
dan menstabilkan value yang ada pada sistem
tersebut sesuai dengan set point.
V. KESIMPULAN
Gambar 5. Hasil output pressure sistem kontrol multivariabel
Pada Gambar 5, tanggapan pengendalian pressure
mendekati set point (60%), yaitu antara tekanan 0.72 psi
sampai tekanan 20.7 psi dengan manipulated value 67.8%
dan kembali normal dalam waktu 4 detik. Nilai tekanan
tidak dapat mencapai set point karena air pada boiler drum
dialirkan ke heat exchanger dan preheater drum dengan
pompa AP705, pada sistem kontrol telah diberi kondisi
pada sequence table jika level air pada preheater lebih
besar atau sama dengan 70% maka pompa AP705 secara
otomatis akan padam.
Berdasarkan pengujian dan analisis yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Komponen perangkat keras mampu bersinergi
dengan DCS CENTUM VP dan menghasilkan
sistem pengendalian multivariabel MISO yang
optimal dengan hasil keluaran pressure 15%
mendekati steady state 20.7 psi dan keluaran
temperatur mencapai steady state 60oC.
2. Respon keluaran sistem dengan cascade control
cenderung stabil dan lebih cepat 3 detik untuk nilai
pressure dan 21 detik untuk nilai temperatur jika
dibandingkan dengan single control.
139
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang, segenap
Dosen dan Staf pengajar Jurusan Teknik Elektro
Politeknik Negeri Ujung Pandang serta Kedua Orang Tua,
Saudara dan Kerabat yang senantiasa memberi dukungan
dalam penelitian ini.
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
REFERENSI
Mu’amar, Awal dkk. 2010. Perancangan Sistem
Control Level Dan Pressure Pada Boiler Di
Workshop Intrumentasi Berbasis DCS CENTUM
CS3000 YOKOGAWA. Skripsi. Surabaya: Jurusan
Teknik Fisika FTI ITS.
Albertos, Pedro & Antonio Sala. 2004.
Multivariable Control Systems: An Engineering
Approach. London: Springer-Verlag.
Anonim.2006. Peralatan Energi Panas: Boiler dan
Pemanas Fluida Termis. UNEP.
American Society of Mechanical Engineers. 2007.
ASME Boiler & Pressure Vessel Code Section IV:
Rules for Construction of Heating Boilers. USA: The
American Society of Mechanical Engineers.
Solution Engineering Sdn Bhd. 2014. SOLTEQ
Boiler Heating Batching Control Trainer Model:
SE107 Catalog. Kuala Lumpur, Malaysia.
Patranabis, D. 1996. Principles of Process Control.
2nd ed. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited.
K.W., Dheka Bakti dkk. 2011. Pengendalian Suhu
Secara Cascade Control Menggunakan Proporsional
– Integral Berbasis Mikrokontroller ATMEGA 8535.
Skripsi. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Sutarno. 2014. Instrumentasi Industri dan Kontrol
Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arindya, Radita. 2014. Instrumentasi dan Kontrol
Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu.
University of Michigan. 2006. Chemical Engineering
Process Dynamics and Controls. Michigan:
University of Michigan.
Tim Dosen Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra
Surabaya. 2016. Termodinamika Teknik 1. Bahan
Ajar. Surabaya.
140
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Analisis Perubahan Pengukuran Arus Setelah Pemasangan Current
Transformer 70 kV pada Gardu Induk Pangkep
1,2)
Abd.Haris Hamma1), Sarma Thaha2)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jln Perintis Kemerdekaan km. 10
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pengukuran parameter listrik dalam sistem tenaga listrik membutuhkan instrumen yang dapat mengonversi nilai
parameter listrik yang besar ke level yang aman bagi alat ukur maupun proteksi. Untuk itu dibutuhkan transformator arus
(Current Transformer). Pemilihan CT dalam pengukuran arus terutama terkait transaksi haruslah tepat, agar tidak ada pihak
yang dirugikan, baik itu pihak yang suplay daya listrik maupun penerima daya listrik. Dalam skripsi ini, dibahas tentang
penggantian CT di salah satu saluran transmisi di Gardu Induk Pangkep/Tonasa yang melayani beban 70 kV Tonasa.
Untuk mengurangi atau meminimalisir kesalahan pengukuran maka dilakukan penggantian CT, dimana sebelumnya
menggunakan CT pengukuran 0,5s dan selanjutnya diganti menjadi kelas 0,2s. Kelas pengukuran 0,5s tingkat error-nya
lebih besar dibandingkan kelas 0,2, sehingga hasil pengukuran transaksi menjadi lebih tepat.
I. PENDAHULUAN
Gardu Induk merupakan kumpulan peralatan listrik
tegangan tinggi yang mempunyai fungsi dan kegunaan
dari masing-masing peralatan yang satu sama lain saling
terkait sehingga penyaluran energi listrik dapat terlaksana
dengan baik. Salah satu peralatan utama yang memegang
peranan penting dalam proses penyaluran energi listrik
ialah transformator daya.
Transformator merupakan suatu alat listrik statis
yang mampu mengubah tenaga listrik arus bolak balik
pada suatu tingkatan tegangan ke tingkat tegangan lain
atau dari suatu tingkatan arus ke tingkatan arus lain
dengan frekuensi yang sama melalui prinsip induksi
elektromagnetis. Pada umumnya transformator terdiri atas
sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah
kumparan, yaitu kumparan primer, dan kumparan
sekunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari
rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan itu. Kumparan
terbuat dari kawat tembaga yang dibelit seputar kaki inti
transformator. Salah satu jenis transformator adalah
transformator distribusi.
Gardu induk pangkep
merupakan gardu yang langsung mengalirkan energi ke
PT.SEMEN TONASA , apabila terjadi kesalahan
pengukuran maka akan ada pihak yang dirugikan baik
PT.PLN maupun PT.SEMEN TONASA.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Current Transformator
Pada dasarnya prinsip kerja transformator arus sama
dengan transformator daya atau tenaga. Jika pada
kumparan primer mengalir arus I1, maka pada kumparan
primer timbul gaya gerak magnet sebesar N1I1. Gaya
gerak magnet ini memproduksi fluks pada inti, kemudian
membangkitkan gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan
sekunder. Jika terminal kumparan sekunder tertutup, maka
pada kumparan sekunder mengalir arus I2, arus ini
menimbulkan gaya gerak magnet N2I2 pada kumparan
sekunder
B. Kesalahan Transformator (Transformator Error)
Kesalahan transformator adalah perbandingan antara
arus primer dan arus sekunder.
!"
Kn =
!"
Di mana:
Kn : perbandingan transformasi
Ip : arus pengenal transformasi
Is : arus pengenal sekunder
C. Kelas Akurasi
Kelas akurasi adalah arus pada trafo arus yang dibatasi
oleh kesalahan arus dan kesalahan fasa. Standar kelas
akurasi yang dipergunakan untuk pengukuran seperti
terlihat dalam tabel di bawah ini.
•
Untuk kelas 0,1 ; 0,2 ; 0,5 dan 1, pada frekuensi
pengenal kesalahan arus dan pergeseran fasa tidak
melebihi dari nilai yang ditentukan seperti terlihat
dalam tabel 2.1, burden sekunder antara 25% sampai
dengan 100 % dari burden (kemampuan trafo
dibebani) pengenal.
141
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
Tabel 1. Batas Kesalahan Arus dan Kesalahan Sudut Untuk
Kelas 0,1-1,0 Sesuai IEC 60044-1
Kela +/- % Kesalahan rasio arus +/- Pergeseran fase
s
pada % dari arus pengenal
pada % dari arus
Kete
pengenal menit (1/60
litia
derajat)
n
5
20
100
120
5
20
10
12
0
0
0,1
0,4
0,2
0,1
0,1
15
8
5
5
0,2
0,75
0,35
0,2
0,2
30
15
10
10
0,5
1,5
0,75
0,5
0,5
90
45
30
30
1
3
1,5
1
1
180
90
60
60
Untuk kelas 0,2s dan 0,5s, dipergunakan untuk
aplikasi khusus
untuk kWh meter yang mana
pengukuran yang tepat pada arus antara 50 mA
sampai dengan 6 A. Kesalahan arus dari pergeseran
fasa, tidak melebihi dari nilai yang ditentukan seperti
terlihat pada tabel 2.2, bila burden sekunder antara
25 % sampai dengan 100 % dari burden pengenal.
Pemakaian kelas ini diutamakan pada rasio 25/5,
50/5, 100/5 dengan arus pengenal 5 Ampere.
•
Tabel 2. Batas Kesalahan Untuk CT Keperluan Khusus
+/− % Kesalahan ratio arus
pada % dari arus pengenal
Kelas
Ketelitian
1
5
20
100
120
+/− % Pergeseran fase
pada % dari arus
pengenal,
menit
(Centiradians)
1 5 20 100 120
0,2S*
0,75
0,35 0,2
0,2
0,2 30 15 11
10
10
0,5S*
1,5
0,75 0,5
0,5
0,5 90
30
30
•
45 30
Untuk kelas 3 dan 5, kesalahan arus dari pergeseran
fasa tidak melebihi dari nilai yang ditentukan seperti
terlihat pada tabel 2.3, bila burden sekunder antara
50% sampai dengan 100% dari burden pengenalnya.
Tabel 3. Batas Kesalahan Untuk Kelas 3 dan 5 Sesuai IEC
60044-
Kelas Ketelitian
+/-% Kesalahan
ratio arus pada %
dari arus pengenal
Pemakaian
50
100
3
3
3
Instruments
5
5
5
Instruments
Keterangan :
* : untuk laboratorium
** : untuk precision revenue metering
*> : untuk standard metering
978-602-18168-7-5
III.
METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di kantor kantor
PT. PLN (Persero) Gardu Induk Pangkep Jl.Biringere
Pangkep Sulawesi Selatan.
B. Waktu Penelitian
Penelitian dan penganmbilan data berlansung
selama 4 bulan yang dilaksanakan mulai pada bulan
Februari – April 2018.
C. Prosedur Penelitian
Dalam menyelesaikan laporan Skripsi ini, Peneliti
mengikuti langkah-langkah yang terstruktur agar laporan
ini dapat dikerjakan secara sistematis dan terarah. Berikut
langkah-langkah yang menjadi acuan dari peneliti:
1. Mengenali objek yang akan diteliti berupa
observasi langsung (Studi Lapangan).
2. Melakukan pengambilan data kegiatan yang
dibutuhkan
3. Melakukan pengolahan data kegiatan yang telah
diperoleh dengan mengacu pada tinjauan pustaka.
4. Melakukan analisis terhadap data-data yang telah
diolah, salah satunya dengan membandingkan
hasil pengolahan data terhadap teori sesuai
standar dan ketentuan yang ada, dan menjadikan
rumusan masalah serta tinjauan pustaka sebagai
acuan analisa dan pembahasan.
5. Memberikan solusi atau saran yang dapat
dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja
transformator apabila terjadi ketidaksesuaian
dengan hasil pengolahan data yang akurat
terhadap standar dan ketentuan yang berlaku.
6. Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah
dilakukan sehingga tujuan ataupun rumusan
masalah dari obyek kegiatan dapat terjawab.
Alat utama, teknik pengumpulan dan pengolahan data,
definisi operasional variabel penelitian, dan teknik analisis
yang digunakan untuk menyimpulkan hasil penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
Berikut adalah metode atau teknik yang digunakan
dalam mengumpulkan data dari kegiatan yang dilakukan:
1. Studi literatur
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
menggunakan berbagai referensi, baik melalui buku,
tugas akhir ataupun jurnal kegiatan, hingga melalui
internet berbentuk dokumen ataupun digital library
yang berkaitan dengan kasus yang akan dikaji.
2. Metode observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengadakan kunjungan ke lapangan guna mengamati
kondisi langsung trafo yang mengalami masalah.
Adapun data-data yang akan diambil melalui
observasi ini berupa pengambilan gambar bagianbagian trafo yang mengalami kerusakan dan data
hasil pengujian tahanan isolasi.
3. Metode wawancara
Pada saat wawancara, peneliti melakukan tanya
jawab dengan pihak yang memahami masalah sistem
ketenagalistrikan yang berkaitan dengan kasus yang
142
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
akan dikaji. Peneliti bermaksud untuk lebih
memahami mengenai penyebab kegagalan isolasi
kertas pada transformator.
E.
Metode Analisis Data
Dalam mengolah data peneliti mengumpulkan datadata berupa hasil uji pengukuran trafo CT. Mengumpulkan
data transformator serta menampilkan data visual
kerusakan transformator kemudian menganalisa data
tersebut guna menghasilkan kesimpulan mengenai
penyebab kesalahan pengukuran penyalur daya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis Dari Hasil Perhitungan
Kelas CT sebelum dilakukan penggantian yaitu 0,5S
dan CT yang dipasang setelah penggantian menggunakan
kelas 0,2S. Dilihat dari tabel 2 tingkat ketelitian dari kelas
0,2S lebih baik dibandingkan kelas 0,5S. Selanjutnya
akan dianalisa perbandingan nilai MWatt dan MVAr
sebelum dan setelah penggantian CT untuk saluran
transmisi Tonasa 5 dan 3.
978-602-18168-7-5
C.
Analisis Pengukuran Daya Reaktif
Jika diambil sampel dari tabel 4.9 pada pukul 11.00,
maka CT untuk saluran Tonasa 5 memiliki beban 196 A
atau 49 % dari kapasitasnya. Berdasarkan Tabel untuk CT
dengan kelas ketelitian 0.5S maka pembebanan sebesar
90% akan memiliki kesalahan ratio sebesar 0.5%.
Dari Tabel 4.17 diperoleh selisih pengukuran antara
nilai MVAr secara Teori dan Pengukuran sebesar 5,05%
untuk Tonasa 5 dan 3,63% untuk Tonasa 3. Hal ini tentu
saja tidak sesuai dengan batas kesalahan yang seharusnya
untuk CT kelas 0.5S. Namun dalam kasus ini salah satu
faktor penyebabnya adalah tidak diperhitungkannya kelas
dari Transformator tegangan serta kelas pengukuran dari
alat ukur MVAr itu sendiri.
Adapun rata-rata error pengukuran MVAR sebelum
penggantian setelah adalah 3,48 % untuk Tonasa 5 dan
3,04% untuk Tonasa 3.
Tabel 4.17 Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran
MW sebelum penggantian CT
Jam
B.
Analisis Nilai Pengukuran Daya Nyata
Jika diambil sampel dari tabel 4.9 pada pukul 11.00,
maka CT untuk saluran Tonasa 5 memiliki beban 196 A
atau 49 % dari kapasitasnya. Berdasarkan Tabel untuk CT
dengan kelas ketelitian 0.5S maka pembebanan sebesar
90% akan memiliki kesalahan ratio sebesar 0.5%.
Dari Tabel 4.15 diperoleh selisih pengukuran antara
nilai MW secara Teori dan Pengukuran sebesar 22,02%.
Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan batas kesalahan yang
seharusnya untuk CT kelas 0.5S. Namun dalam kasus ini
salah
satu
faktor
penyebabnya
adalah
tidak
diperhitungkannya kelas dari Transformator tegangan serta
kelas pengukuran dari alat ukur MW itu sendiri.
Adapun rata-rata error pengukuran MW sebelum
penggantian setelah adalah 18,53 % untuk Tonasa 5 dan
7,19% untuk Tonasa 3
Tabel 4. Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran
MW sebelum penggantian CT
Jam
11,00
TONASA 5
Pengu
Selis
Teori
kuran
ih
(MW)
(MW)
(%)
22,88
19,8
22,02
TONASA 3
Penguku
Teori
ran
(MW)
(MW)
9,43
9,2
Selis
ih
(%)
8,46
Untuk pengukuran MW setelah CT diganti menjadi
kelas 0.2S, dengan mengambil sampel dari tabel 4.16 pada
pukul yang sama yaitu 11.00 maka error nilai MW antara
nilai perhitungan teori dan pengukuran langsung di energi
meter sebesar 14.82% untuk Tonasa 5 dan 6,67% untuk
Tonasa 3. Sedangkan rata-rata error sebesar 14,86% untuk
Tonasa 5 dan 7,07% untuk Tonasa 3.
Tabel 4.16 Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran
Jam
11,00
TONASA 5
Teori Penguku Selisih
(MW)
ran
(%)
(MW)
15,60
12,2
14,82
Teori
(MW)
7,68
TONASA 3
Pengu- Selisih (%)
kurn
(MW)
7,7
6,67
11,00
TONASA 5
Pengu
Selis
kuran
ih
(MVA
(%)
r)
5,2
5,93
5,05
Teori
(MVA
r)
TONASA 3
Teor
i
(MV
Ar)
4,60
Penguku
ran
(MVAr)
Selisi
h
(%)
4,5
3,63
Untuk pengukuran MVAr setelah CT diganti menjadi
kelas 0.2S, dengan mengambil sampel dari tabel 4.18 pada
pukul yang sama yaitu 11.00 maka error nilai MVAr
antara nilai perhitungan teori dan pengukuran langsung di
energi meter sebesar 3,87% untuk Tonasa 5 dan 2,87%
untuk Tonasa 3. Sedangkan rata-rata error sebesar 1,21%
untuk Tonasa 5 dan 2,86% untuk Tonasa 3
Tabel 4.18 Sampel analisa perbandingan Teori dan Pengukuran
MVAr setelah penggantian CT
Jam
11,00
TONASA 5
TONASA 3
Teori
(MVAr)
Penguk
uran
(MVAr)
Selisih
(%)
Teori
(MVAr)
Penguk
uran
(MVAr)
Selisi
h
(%)
4,68
3,8
3,87
3,86
3,8
2,87
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Skripsi ini,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Untuk meminimalisir kesalahan pengukuran maka
dilakukan penggantian trafo dari kelas pengukuran
0,5S ke kelas 0,2S
2. Terdapat perbaikan pengukuran MW setelah
penggantian CT dari kelas 0.5S menjadi kelas 0.2S dari
rata-rata error pengukuran sebesar 18,53 % untuk
Tonasa 5 dan 7,19% untuk Tonasa 3 menjadi 14,86%
untuk Tonasa 5 dan 7,07 untuk Tonasa 3
3. Terdapat perbaikan pengukuran MVAr setelah
penggantian CT dari kelas 0.5S menjadi kelas 0.2S dari
rata-rata error pengukuran sebesar 3,48 % untuk
Tonasa 5 dan 3,04% untuk Tonasa 3 menjadi 1,21%
untuk Tonasa 5 dan 2,86% untuk Tonasa 3.
143
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada teman-teman
D4 Teknik Listrik yang selalu membantu dalam
pembuatan skripsi ini.
REFERENSI
[1] ABB (2008); Manual Book Application Guide –
Instrument Transformer.
[2] Aryanto, T. (2013). Frekuensi Gangguan Terhadap
Kinerja Sistem Proteksi di Gardu Induk 150 kV
Jepara. Skripsi Universitas Negeri Semarang.
[3] Pandang, P. N. (2016). Pedoman Penulisan Proposal
dan Skripsi Program Diploma Empat (D-4) Bidang
Rekayasa dan Tata Niaga. Makassar: Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
[4] Priyono, S. (2011). Koordinasi Sistem Proteksi Trafo
30 MVA di Gardu Induk 150 kV Krapyak. Skripsi
Universitas Diponegoro.
[5] PT PLN (Persero). 2014. Buku Pedoman
Pemeliharaan
Primer
GI
Kepdir
05202.K.Dir.2014.----------. 2014. Buku Operation
&Maintenance (SE114).
[6] SPLN 76:1987, Transformator Arus, Standar
Perusahaan Umum Listrik Negara.
[7] SPLN 60-7:1992, Kamar Uji Instrumen Ukur Listrik,
Standar Perusahaan Listrik Negara.
[8] Stevenson, William D. 1996. Analisis Sistem Tenaga
Listrik. Jakarta: Erlangga.
144
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Mitigasi Gangguan Transmisi 70 kV Tello – Borongloe Akibat
Sambaran Petir
1,2,3
Rasni S. 1), Ahmad Rizal Sultan2), Kurniawati Naim3)
Program Studi D3 Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang
[email protected]
Abstrak
Gangguan sambaran petir yang sering terjadi pada saluran transmisi adalah akibat dari back flashover yang disebabkan
oleh besarnya resistansi dari tower dan pembumian kaki tower. Agar dampak gangguan tersebut dapat diminimalisir, maka
dikembangkan penelitian tentang direct grounding sebagai mitigasi gangguan transmisi akibat sambaran petir pada saluran
transmisi Tello-Borongloe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah direct grounding pada tower yang
mempunyai tahanan pembumian layak dan tidak layak dan untuk mengetahui dampak pemasangan direct grounding pada
tower transmisi sebagai mitigasi gangguan sambaran petir pada saluran transmisi Tello-Borongloe. Berdasarkan hasil
pengukuran tahanan pembumian direct grounding didapat nilai tahanan pembumian yaitu dibawah 1 ohm. Untuk
mengetahui apakah kondisi tahanan pembumian direct grounding pada tower layak dan tidak layak, maka perlu
dibandingkan dengan standar, dimana direct grounding mempunyai nilai standar pembumian yang sama dengan standar
ketentuan nilai pembumian tiang yang digunakan oleh PLN dan PUIL SNI 04-0225-2011 yaitu maksimal 5 ohm. Maka
dapat dilihat bahwa semua direct grounding pada tower dalam kondisi layak karena telah memenuhi standar. Pemasangan
direct grounding memberikan dampak pada tower transmisi di saluran transmisi Tello-Borongloe, yaitu menurunkan nilai
tahanan pembumian tower, penyaluran sambaran petir menjadi efektif dan sistem terjaga keandalannya.
Keywords: Back flashover, Direct Grounding, Mitigasi, Transmisi
I. PENDAHULUAN
II. KAJIAN LITERATUR
Salah satu gangguan sistem transmisi adalah akibat
sambaran petir. Gangguan sambaran petir yang sering
terjadi pada saluran transmisi adalah akibat dari sambaran
balik atau back flashover yang disebabkan oleh besarnya
tahanan atau resistansi dari tower dan pembumian kaki
tower. Besarnya resistansi tersebut mengakibatkan arus
petir tidak dapat terbuang sempurna ke tanah sehingga
menyebabkan timbulnya beda potensial antara tower dan
kawat fasa. Beda potensial yang melebihi nilai BIL (Basic
Insulation Level) dari isolator menyebabkan media isolasi
udara breakdown sehingga terjadi gangguan fasa ke
tanah.
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah
saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang
(penghantar) di udara bertegangan diatas 35 s/d 245 kV
sesuai standar dibidang ketenagalistrikan. [1]
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
sambaran balik antara lain yaitu nilai resistansi tower,
nilai resistansi pembumian kaki tower, nilai BIL isolator.
Selain itu juga faktor dari karakteristik petir, kondisi
lingkungan pada daerah sambaran petir. Untuk
meningkatkan keandalan sistem ini, diperlukan
pembumian yang baik pada setiap tower transmisi,
dimana saluran transmisi Tello – Borongloe mempunyai
tower sebanyak 52 tower. Adapun efek gangguan petir
yang terjadi mengakibatkan hilangnya tegangan pada GI
Borongloe. Oleh karena itu, agar dampak gangguan
tersebut dapat diminimalisir, maka pada penelitian ini
akan membahas tentang direct grounding sebagai
mitigasi gangguan transmisi akibat sambaran petir.
Komponen - komponen utama dari SUTT terdiri dari:
menara transmisi atau tiang transmisi beserta fondasinya,
isolator-isolator, kawat penghantar (conductor), dan
kawat tanah (ground wires). [2]
Mitigasi gangguan diartikan sebagai upaya-upaya
yang dilakukan untuk mengurangi ataupun mencegah
suatu bencana. Bencana yang dimaksudkan disini yaitu
sambaran petir. Upaya yang dilakukan bukan mencegah
petirnya, namun lebih ke upaya untuk mengurangi atau
mencegah dampak yang ditimbulkan oleh sambaran petir.
Gangguan yang terjadi pada jaringan transmisi dibagi
menjadi dua jenis, yakni gangguan sistem dan gangguan
non sistem.[3] faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pada SUTT adalah: [2]
1) Burung atau dedaunan
Burung atau dedaunan yang terbang dan menyentuh
dua kawat penghantar SUTT baik antar fasa atau fasa
dengan tower, maka dapat memungkinkan terjadinya
loncatan bunga api listrik.
145
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
2) Polusi (debu)
Debu yang menempel pada isolator bisa bersifat
konduktif, sehingga dapat menyebabkan loncatan bunga
api listrik pada isolator tersebut.
Pembumian adalah perlengkapan pembumian sistem
transmisi yang berfungsi untuk meneruskan arus listrik
dari tower SUTT maupun SUTET ke tanah dan
menghindari terjadi back flashover pada insulator saat
grounding system terkena sambaran petir. [1]
3) Pohon yang tumbuh di dekat SUTT
Pohon yang tumbuh dekat dengan SUTT dapat
menyebabkan jarak aman (clearance) berkurang. Jarak
aman yang berkurang dapat berakibat timbulnya
gangguan pada SUTT.
4) Keretakan pada isolator
Bila terjadi keretakan pada isolator, maka secara
mekanis, apabila ada petir yang menyambar akan terjadi
arus yang tembus (breakdown) pada isolator.
5) Petir
Back flashover, kejadian dimana petir menyambar
bagian-bagian grounding sistem (seperti tower dan GSW)
tetapi arus petir tidak dapat dialirkan ke tanah karena
impact local grounding desainya yang tidak bekerja
dengan baik. Adapun flashover, kejadian dimana
perlindungan GSW tidak maksimal sehingga petir
menyambar langsung pada konduktor. [1]
Back flashover adalah terjadinya flashover pada
saluran transmisi yang disebabkan oleh sambaran petir
yang menimbulkan tegangan lebih mengalir pada saluran
transmisi yang amplitudo tegangannya melebihi batas
level isolasi peralatan (BIL) yang cenderung disebabkan
besarnya tahanan atau resistansi dari tower dan
pembumian kaki tower. Peristiwa flashover berupa
loncatan api yang terjadi antar isolator atau kompenen
listrik tegangan tinggi. Hal ini dapat terjadi akibat
gagalnya isolasi dari sistem tegangan tinggi tersebut.
BIL peralatan bisa berkurang karena terbentuknya
lapisan konduktif di permukaan peralatan misalnya
isolator diakibatkan oleh adanya polutan yang menempel.
Lapisan yang terbentuk di permukaan isolator ini
menyebabkan mengalirnya arus bocor (leakage current).
Dengan mengalirnya arus bocor, terjadi pemanasan di
lapisan tersebut. Lapisan ini dapat membentuk pita kering
(dry band) akibat dialiri arus bocor secara terus menerus.
Pada tegangan tertentu, kondisi ini dapat menyebabkan
pelepasan muatan melintasi pita kering. Pelepasan muatan
dapat memanjang sehingga terbentuk busur listrik (arc)
dan terjadi lewat flashover yang melalui seluruh
permukaan isolator, seperti gambar berikut.
Faktor yang menentukan besarnya tahanan jenis tanah
adalah jenis tanah, Lapisan /komposisi tanah, iklim dan
kelemban tanah dan suhu.
Kesulitan yang biasa dijumpai dalam mengukur
tahanan jenis tanah adalah bahwa dalam kenyataannya
komposisi tanah tidaklah homogen pada seluruh volume
tanah, yang bervariasi secara vertikal maupun horizontal,
sehingga pada lapisan tertentu mungkin terdapat dua atau
lebih jenis tanah dengan tahanan jenis yang berbeda.
Untuk memperoleh harga yang sebenarnya dari tahanan
jenis tanah, harus dilakukan pengukuran langsung di
tempat. Nilai resistansi jenis tanah sangat berbeda – beda
bergantung komposisi pada jenis tanah. [3] Nilai
resistansi jenis tanah tersebut ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Resistansi Jenis Tanah Berdasarkan Jenis Tanah yang
Berbeda.
Jenis Tanah
Tahanan Jenis (Ω –m)
Tanah Rawa
30
Tanah Liat
100
Pasir Basah
200
Kerikil Basah
500
Kerikil Kering
1000
Tanah Berbatu
3000
Tabel di atas digunakan sebagian standar nilai
resistansi jenis tanah, namun karena komposisi tanah
tidaklah homogen pada seluruh volume tanah maka perlu
dilakukan pengukuran untuk mengetahui nilai tahanan
jenis tanah tersebut, adapun persamaan untuk menghitung
tahanan jenis tanah sebagai berikut:
ρ = 2π.a. R
(1)
Dimana:
ρ = Tahanan jenis tanah (Ω –m)
a = Jarak antar elektroda (m)
R = Tahanan tanah (Ω)
a) Pembumian Tower Transmisi secara Umum
Pembumian pada tower transmisi secara umum yaitu
GSW menyatu dengan body tower dan kaki tower
dilengkapi dengan elektroda pada keempat sisinya,
adapun pola pembumiannya dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 1. Gangguan Arc pada Isolator dan Menara Transmisi
146
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Gambar 4. Pembumian dengan Counterpoise
Skun Grounding
Gambar 2. Pembumian Tower Transmisi secara Umum
b) Pembumian dengan Elektroda Tancap (Driven Ground)
Pembumian dengan driven ground adalah pembumian
yang dilakukan dengan cara menancapkan batang
elektroda ke tanah, seperti pada gambar berikut.
Gambar 3. Pembumian dengan Driven Ground
c) Pembumian dengan Counterpoise
Pembumian dengan counterpoise adalah pembumian
yang dilakukan dengan cara menanam kawat elektrode
sejajar atau radial beberapa cm di bawah tanah (90 s.d.
200 cm), seperti gambar berikut.
d) Pembumian Langsung (Direct Grounding)
Salah satu upaya untuk meningkatkan performa dalam
perlindungan terhadap sambaran petir langsung adalah
dengan membuat saluran pembuangan sambaran petir
langsung dari groundwire ke pembumian atau dikenal
sebagai direct grounding. Metode direct grounding ini
tidak lagi mengalirkan arus listrik akibat sambaran petir
melalui body dari tower transmisi.
Groundwire atau Earth wire (kawat petir / kawat
tanah) adalah media untuk melindungi kawat fasa dari
sambaran petir. Prinsip dari pemakaian kawat tanah ini
adalah bahwa kawat tanah (groundwire) akan menjadi
sasaran sambaran petir sehingga melindungi kawat phasa
dengan daerah/zona tertentu. Kawat tanah yang
digunakan untuk melindungi saluran tenaga listrik,
diletakkan pada ujung teratas saluran dan terbentang
sejajar dengan kawat phasa. Kawat tanah ini dapat
ditanahkan secara langsung atau secara tidak langsung
dengan menggunakan sela yang pendek. Sehingga, bila
petir menyambar maka petir tersebut langsung dialirkan
ke tanah tanpa melalui body tower. Bila tegangan lebih
yang terjadi akibat petir belum habis pada satu tower
maka tegangan tersebut dialirkan ke tower lainnya tapi
tetap melalui groundwire karena groundwire tidak
menempel di body akibat adanya isolator support yang
membatasi antara groundwire dan menara transmisi, pola
pembumiannya dapat dilihat pada gambar 5.
Bila pemasangan direct grounding dipasang tanpa
isolator support atau dengan kata lain kawat tanah/ GSW
dipasang lewat body tower (seperti gambar 2) maka dapat
menimbulkan back flashover, dimana tegangan lebih
yang ditimbulkan oleh sambaran petir tersebut memilih
jalur tercepat untuk mengalirkannya, yaitu melalui
isolator, bila amplitudo tegangannya melebihi batas level
isolasi (BIL) dari isolator maka tegangan lebih tersebut
akan
merambat
ke
penghantar/fasa,
sehingga
menimbulkan gangguan. Disamping itu, bila pembumian
tower sebelah lebih kecil dari tower yang terkena petir,
maka gangguan tadi langsung lewat konduktor fasa dan
terjadilah gangguan ground fault yang muncul pada
indikasi relay. Besarnya tahanan driven ground terhadap
tanah:
Rdg=ρ/(2π.L) [ln (2.L)/√(a.r)]
(2)
Dimana :
Rdg = tahanan direct grounding (Ω)
L = panjang elektroda kawat (m)
ρ = tahanan jenis tanah (Ω-m)
r = jari-jari kawat elektroda (m)
a = jarak antar batang pembumian (m)
Pola pembumian direct grounding yaitu groundwire/
GSW langsung ditanahkan, dan menggunakan isolator
support, dapat dilihat pada gambar 5 berikut:
147
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Saluran transmisi udara Tello – Borongloe memiliki
tegangan operasi sebesar 70 kV, dengan panjang saluran
12,4 km dan jumlah total menara secara keseluruhan
untuk jalur ini yakni sebanyak 52 buah tower, 20
diantaranya menggunakan direct grounding. Data tahanan
pembumian tower yang sudah terpasang direct grounding
dapat dilihat pada tabel berikut:
Gambar 5. Pembumian Langsung (Direct Grounding)
III.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) Tragi
Panakukkang khususnya pada saluran transmisi TelloBorongloe. Kegiatan ini berlangsung selama bulan
Februari hingga bulan April 2018.
Adapun diagram alir penyusunan Tugas Akhir ini
sebagai berikut:
Mulai
Studi Literatur
Mengumpulkan Data
1. Jumlah Tower Transmisi
2. Tanggal gangguan
3. Nilai Tahanan Pembumian
4. Data Teknis Direct
grounding
Melakukan Pengukuran
Hasil Pengukuran
Analisa
Kesimpulan
Selesai
Gambar 6. Flowchart Prosedur Kegiatan
Tabel 2. Hasil Pengukuran Tahanan Pembumian Direct
Grounding pada Saluran Transmisi 70 kV Tello – Borongloe
Hasil Ukur
No
Tinggi
Panjang
Tahanan
No
Tower
Tower
GSW
Pembumian
Direct grounding
1
Tip 7
23 M
33 M
0.3 Ω
2
Tip 8
24 M
34 M
0.5 Ω
3
Tip 9
24 M
34 M
0.3 Ω
4
Tip 10
23 M
33 M
0.4 Ω
5
Tip 11
23 M
33 M
0.1 Ω
6
Tip 12
24 M
34 M
0.1 Ω
7
Tip 13
24 M
34 M
0.1 Ω
8
Tip 14
25 M
35 M
0.25 Ω
9
Tip 15
24 M
34 M
0.1 Ω
10
Tip 16
24 M
34 M
0.1 Ω
11
Tip 17
24 M
34 M
0.1 Ω
12
Tip 18
24 M
34 M
0.1 Ω
13
Tip 19
24 M
34 M
0.1 Ω
14
Tip 20
24 M
34 M
0.1 Ω
15
Tip 21
24 M
34 M
0.1 Ω
16
Tip 22
27 M
37 M
0.1 Ω
17
Tip 23
27 M
37 M
0.1 Ω
18
Tip 24
27 M
37 M
0.5 Ω
19
Tip 25
27 M
37 M
0.3 Ω
20
Tip 26
24 M
34 M
0.1 Ω
Adapun nilai tahanan pembumian tower yang belum
terpasang Direct Grounding atau dengan kata lain masih
menggunakan metode pembumian biasa pada tower
transmisi Tello-Borongloe dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3. Hasil Pengukuran Tahanan Pembumian Tower Tanpa
Direct Grounding pada Saluran Transmisi 70 kV Tello –
Borongloe
Hasil Ukur Tahanan
No
No Tower
Pembumian
1
Tip 1
0.9 Ω
2
Tip 2
1.2 Ω
3
Tip 3
2.8 Ω
4
Tip 4
3.2 Ω
5
Tip 5
2.2 Ω
6
Tip 6
3.6 Ω
7
Tip 27
1.6 Ω
8
Tip 28
1.8 Ω
9
Tip 29
2.4 Ω
10
Tip 30
1.8 Ω
11
Tip 31
1.4 Ω
12
Tip 32
1.6 Ω
13
Tip 33
2.2 Ω
14
Tip 34
3.8 Ω
15
Tip 35
4.2 Ω
148
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Tip 36
Tip 37
Tip 38
Tip 39
Tip 40
Tip 41
Tip 42
Tip 43
Tip 44
Tip 45
Tip 46
Tip 47
Tip 48
Tip 49
Tip 50
Tip 51
Tip 52
3.8 Ω
5.0 Ω
5.0 Ω
5.2 Ω
4.2 Ω
3.6 Ω
4.2 Ω
3.0 Ω
2.4 Ω
1.2 Ω
0.9 Ω
1.2 Ω
3.0 Ω
2.2 Ω
1.8 Ω
0.9 Ω
1.0 Ω
Langkah yang dilakukan dalam menghitung nilai
tahanan pembumian direct grounding adalah dengan
mencari nilai tahanan jenis tanah, kemudian menghitung
nilai tahanan pembumian direct grounding tower
transmisi pada saluran transmisi Tello-Borongloe.
Sebagai sampel perhitungan, diambil satu contoh tower
yaitu tip 7, dengan rincian sebagai berikut:
• R = 0,3 Ω
• a=2m
• π = 3.14
• L=2m
• r = 0,013 m
Untuk menghitung nilai resistansi tahanan jenis tanah
(ρ) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 6.
Cara untuk menghitung tahanan jenis tanah sebagai
berikut:
ρ = 2π. a. R
= 2(3.14).2.0,3
= 3,77 Ωm
Sedangkan untuk memperoleh nilai tahanan
pembumian direct grounding (Rdg) diperoleh dengan
menggunakan persamaan 8. Cara untuk menghitung nilai
Rdg adalah sebagai berikut:
Rdg = ρ/(2π.L) [ln (2.L)/√(a.r)]
= 3,77/ (2(3,14).2) [ln (2.2)/√(2.0,013)]
= 3,77/ 12,56 [ln 4/√0,026]
= 3,77/ 12,56 [ln 4/0,16]
= 3,77/ 12,56 [ln 25]
978-602-18168-7-5
Tabel 4. Perhitungan Teori Tahanan Pembumian Direct
Grounding pada SUTT 70 kV Tello – Borongloe
No
No Tower
Hasil Ukur
Perhitungan Teori
1
Tip 7
0.3 Ω
0.96 Ω
2
Tip 8
0.5 Ω
1.3 Ω
3
Tip 9
0.3 Ω
0.96 Ω
4
Tip 10
0.4 Ω
1Ω
5
Tip 11
0.1 Ω
0.26 Ω
6
Tip 12
0.1 Ω
0.26 Ω
7
Tip 13
0.1 Ω
0.26 Ω
8
Tip 14
0.25 Ω
0.65 Ω
9
Tip 15
0.1 Ω
0.26 Ω
10
Tip 16
0.1 Ω
0.26 Ω
11
Tip 17
0.1 Ω
0.26 Ω
12
Tip 18
0.1 Ω
0.26 Ω
13
Tip 19
0.1 Ω
0.26 Ω
14
Tip 20
0.1 Ω
0.26 Ω
15
Tip 21
0.1 Ω
0.26 Ω
16
Tip 22
0.1 Ω
0.26 Ω
17
Tip 23
0.1 Ω
0.26 Ω
18
Tip 24
0.5 Ω
1.3 Ω
19
Tip 25
0.3 Ω
0.96 Ω
20
Tip 26
0.1 Ω
0.26 Ω
Gambar 7. Nilai Tahanan Praktek dan Teori Direct Grounding
A. Jumlah Tahanan Pembumian Direct Grounding
Tower yang Layak dan Tidak Layak
Direct Grounding mempunyai nilai standar
pembumian yang sama dengan standar ketentuan nilai
pembumian tiang yang digunakan oleh PLN sistem 70 kV
dan PUIL SNI 04-0225-2011 yaitu maksimal 5 ohm.
Berikut tabel klasifikasi tingkat kelayakan tahanan
pembumian direct grounding.
Adapun rincian dari tahanan pembumian baik dengan
direct grounding maupun tanpa direct grounding sebagai
berikut:
= 3,77/ 12,56 [3,21]
= 0,96 Ω
Jadi nilai tahanan yang didapatkan dari perhitungan
menggunakan rumus yaitu sebesar 0,96 Ω, sedangkan
pada pengukuran langsung dilapangan yaitu sebesar 0,3
Ω.
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilakukan
dengan cara dan rumus yang sama pada sampel diatas.
Adapun hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel
4 berikut ini:
Tabel 5. Akumulasi Kelayakan Tahanan Pembumian
Layak
Maksimum Tidak Layak
(buah)
(buah)
(buah)
Direct Grounding
20
0
0
Tanpa Direct
29
2
1
Grounding
149
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2018
Makassar, 17 September 2018
978-602-18168-7-5
Tabel 6. Data Rekap Gangguan Transmisi Sampai Bulan April
2018Berdasarkan data di atas, pemadaman yang terjadi
Gambar 8. Grafik kelayakan Tahanan Pembumian
B. Dampak Pemasangan Direct Grounding pada Tower
Transmisi
Tujuan utama dari sistem proteksi petir adalah
memberikan perlindungan terhadap manusia, aset dan
peralatan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh petir.
Salah satu mitigasi yang dilakukan yaitu perbaikan nilai
tahanan pembumian tower dan peningkatan performa dari
pembumian tower transmisi 70 kV jalur Tello-Borongloe
dengan metode direct grounding. Mitigasi dilakukan
bukan untuk mencegah petirnya, namun lebih ke upaya
untuk mengurangi atau mencegah dampak yang
ditimbulkan oleh sambaran petir.
Pemasangan direct grounding memberikan dampak
pada tower transmisi di saluran transmisi Tello –
Borongloe, yaitu menurunkan nilai tahanan pembumian
tower, penyaluran sambaran petir menjadi efektif dan
sistem terjaga keandalannya.
Penurunan nilai tahanan pembumian tower dengan
direct grounding dapat dilihat dari data hasil pengukuran,
dimana jika dibandingkan dengan tower yang belum
terpasag direct grounding nilai tahanan pembumian direct
grounding lebih kecil. Disamping itu, dengan
pemasangan direct grounding penyaluran sambaran petir
menjadi efektif karena dengan adanya isolator support
sehingga, bila petir menyambar maka petir tersebut
langsung dialirkan ke tanah tanpa melalui body tower.
Selain itu, dengan direct grounding, sistem terjaga
keandalannya karena belum ada gangguan yang
diakibatkan oleh nilai tahanan pembumian tower buruk,
meskipun pemasangan direc grounding belum sampai
setahun.
Pada tahun 2018 terdapat 1 kasus gangguan yang
terjadi pada saluran transmisi Tello – Borongloe, berikut
adalah data rekap gangguan hingga bulan April 2018,
tepatnya beberapa bulan setelah direct grounding
dipasang.
pada jalur Tello-Borongloe bulan Maret bukanlah
disebabkan akibat sambaran petir, melainkan karena
adanya pembangunan gedung yang dekat dengan jaringan
transmisi sehingga menyebabkan adanya pekerja yang
terkena tegangan yang menyebabkan tansmisi jalur TelloBorongloe Trip. Efektifitas pemasangan direct grounding
sendiri masih belum dapat disimpulkan karena intensitas
petir masih belum terlalu tinggi dan pemasangan direct
grounding yang belum sampai setahun, tepatnya baru 4
bulan, sehingga data yang terkumpul masih minim.
V.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari penelitian
ini, diantaranya:
1. Jumlah direct grounding tower yang mempunyai
tahanan pembumian layak adalah sebanyak 20 buah
dengan nilai tahanan pembumian di bawah 1 Ω dan
tidak layak digunakan sebanyak 0 (nol) buah.
Adapun untuk kondisi tahanan pembumian tanpa
direct grounding (dengan pembumian biasa) yang
layak adalah sebanyak 29 buah dengan nilai tahanan
pembumian di bawah 5 Ω dan nilai tahanan
pembumian tidak layak sebanyak 1 buah dengan nilai
pembumian 5,2 Ω, serta nilai tahanan pembumian
maksimum sebanyak 1 buah dengan nilai pembumian
5 Ω.
2. Pemasangan direct grounding memberikan dampak
pada tower transmisi di saluran transmisi TelloBorongloe, yaitu menurunkan nilai tahanan
pembumian tower, penyaluran sambaran petir
menjadi efektif dan sistem terjaga keandalannya.
Namun, daerah/zona direct grounding dalam
melindungi kawat phasa terbatas.
REFERENSI
[1] PT PLN (Persero). 2014. Buku Pedoman Saluran
Udara Tegangan Tinggi dan Ekstra Tinggi
(SUTT/SUTET) Kepdir 0520-1.K.Dir.2014. Jakarta.
[2] Hutauruk, T. S. 1996. Transmisi Daya Listrik.
Bandung: Erlangga.
[3] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Persyaratan
Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011). Jakarta:
Yayasan PUIL.
150
Download