Uploaded by User24078

LayananInformasiMediaSosial

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MASYARAKAT
TERHADAP LAYANAN INFORMASI
MELALUI MEDIA SOSIAL :
STUDI KASUS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
KARYA AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Teknologi
T
Informasi
NUR WIDIYANTO
1306431066
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI
JAKARTA
JANUARI 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Nur Widiyanto
NPM
: 1306431066
Tanda tangan
:
Tanggal
: 8 Januari 2015
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Akhir ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Karya Akhir
:
: Nur Widiyanto
: 1306431066
: Magister Teknologi Informasi
: Strategi Meningkatkan Kepuasan Masyarakat
Terhadap Layanan Informasi Melalui Media
Sosial: Studi Kasus Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi
Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu
Komputer, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dr. Achmad Nizar Hidayanto, S.Kom., M.Kom.
(..……..…………...)
Pembimbing
: Puspa Indahati Sandhyaduhita, S.T., M.Sc.
(..……..…………...)
Penguji
: Muhammad Rifki Shihab, B.B.A., M.Sc.
(..……..…………...)
Penguji
: Yova Ruldeviyani, S.Kom., M.Kom.
(..……..………......)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 8 Januari 2015
iii
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Akhir ini. Penulisan karya akhir ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Teknologi Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi,
Fakultas Ilmu Komputer - Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan karya akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Achmad Nizar Hidayanto, S.Kom., M.Kom., selaku dosen pembimbing
pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan karya akhir ini;
(2) Puspa Indahati Sandhyaduhita, S.T., M.Sc., selaku dosen pembimbing kedua
yang juga telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan karya akhir ini;
(3) Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah banyak
membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;
(4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(5) Teman-teman satu angkatan yang telah memberikan dukungan moral.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya akhir ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 8 Januari 2015
Penulis
iv
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Nur Widiyanto
NPM
: 1306431066
Program Studi
: Magister Teknologi Informasi
Fakultas
: Fakultas Ilmu Komputer
Jenis Karya
: Karya Akhir/Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Strategi Meningkatkan Kepuasan Masyarakat Terhadap Layanan Informasi
Melalui Media Sosial: Studi Kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekskutif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database).
Merawat,
dan
mempublikasikan karya akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal
: 8 Januari 2015
Yang menyatakan
(Nur Widiyanto)
v
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
:
:
:
Nur Widiyanto
Magister Teknologi Informasi
Strategi Meningkatkan Kepuasan Masyarakat Terhadap
Layanan Informasi Melalui Media Sosial: Studi Kasus
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Saat ini layanan informasi melalui media sosial dipandang sebagai sebuah layanan
penting bagi instansi pemerintah, termasuk Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud). Jumlah follower akun media sosial Kemdikbud
tumbuh cepat, namun kepuasan masyarakat belum sesuai harapan. Tidak adanya
strategi dan masih rendahnya kualitas informasi merupakan penyebab dari
masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan menyusun strategi media sosial dan
indikator kinerja untuk meningkatkan kualitas informasi media sosial Kemdikbud.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah action research. Data dikumpulkan
melalui wawancara, observasi, dan survei. Strategi media sosial disusun dengan
mengadopsi kerangka kerja Third Wave dan menggunakan analisis SWOT.
Penelitian ini menemukan bahwa kualitas informasi intrinsik sangat penting bagi
kepuasan masyarakat. Penelitian ini menghasilkan 6 strategi pengelolaan, 1
strategi people, 4 strategi konten, dan 1 strategi platform, dan 8 indikator kinerja.
Kata Kunci: strategi media sosial, layanan informasi, kualitas informasi, kepuasan
masyarakat
xiii + 84 halaman; 12 gambar; 31 tabel; 5 rumus; 20 lampiran
vi
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Nama
Program Studi
Judul
:
:
:
Nur Widiyanto
Master of Information Technology
People’s Satisfaction Improvement Strategy on
Information Service Through Social Media: A Case Study
of the Ministry of Education and Culture
Nowadays information service through social media is considered as an important
service for government agency, including Ministry of Education and Culture
(Kemdikbud). In Kemdikbud, number of social media followers are growing
larger, but people’s satisfaction is still below expectation. The lack of strategies
and poor information quality are considered to be main factors causing the
problem. The aim of this study is to formulate media social strategies and
performance indicators to improve information quality on information service
through social media in Kemdikbud. This research used action research
methodology. Data were collected through some interviews, observations, and
surveys. The strategies are formulated by adopting The Third Wave Media Social
Strategy Framework and using SWOT analysis. In this research, it was found that
intrinsic information quality is important for people’s satisfaction. This research
formulated 6 managerial strategies, 1 people strategy, 4 content strategies, 1
platform strategy, and 8 performance indicators.
Keywords: social media strategy, information service, information quality,
people’s satisfaction
xiii + 84 pages; 12 figures; 31 tables; 5 equations; 20 attachments
vii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH ....................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .....................................v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR RUMUS ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................4
1.3 Pertanyaan Penelitian...............................................................................6
1.4 Batasan Masalah ......................................................................................7
1.5 Tujuan Penelitian .....................................................................................7
1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................................7
1.7 Sistematika Penulisan ...............................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10
2.1 Strategi ...................................................................................................10
2.1.1 Pengertian Strategi .......................................................................10
2.1.2 Penyusunan Strategi ....................................................................10
2.1.3 Peranan Analisis SWOT dalam Penyusunan Strategi .................12
2.1.4 Model 7S McKinsey ...................................................................13
2.2 Kepuasan Masyarakat ............................................................................14
2.2.1 Pengertian Kepuasan Masyarakat ................................................14
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan ............................15
2.2.3 Kualitas Informasi .......................................................................16
2.3 Media Sosial ..........................................................................................23
2.3.1 Pengertian Media Sosial ..............................................................23
2.3.2 Klasifikasi Media Sosial ..............................................................24
2.3.4 Metrik Media Sosial ....................................................................25
2.4 Pemanfaatan Media Sosial di Sektor Pemerintah .................................25
2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial ..................................................26
2.5.1 The ZHAW/Lardi Social Media Strategy Framework ................26
2.5.2 Ross Dawson Social Media Strategy Framework .......................27
2.5.3 Third Wave Social Media Strategy Framework .........................28
2.6 Action Research ....................................................................................30
2.7 Metode Ranking Berdasarkan Entropy .................................................31
2.8 Penelitian Sejenis ...................................................................................33
2.9 Kerangka Penelitian ..............................................................................35
viii
Universitas Indonesia
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................39
3.1 Tahapan Penelitian ................................................................................39
3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................................43
3.3 Instrumen Penelitian .............................................................................45
3.4 Metode Pengolahan Data ......................................................................46
BAB 4 PROFIL ORGANISASI ........................................................................48
4.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ............................................................48
4.2 Visi dan Misi ........................................................................................49
4.3 Struktur Organisasi ...............................................................................49
3.4 Pengelolaan Layanan Informasi ...........................................................50
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................................52
5.1 Profil Narasumber dan Demografi Responden .....................................52
5.2 Perencanaan Aksi dan Refleksi ............................................................53
5.3 Analisis Internal Organisai ...................................................................54
5.4 Analisis Eksternal Organisasi ...............................................................57
5.5 Analisis People, Konten, dan Platform ................................................60
5.5.1 Analisis People ............................................................................60
5.5.2 Analisis Konten ...........................................................................62
5.5.3 Analisis Platform .........................................................................66
5.6 Analisis Kualitas Informasi ....................................................................68
5.7 Strategi Media Sosial .............................................................................71
5.7.1 Strategi Pengelolaan Media Sosial ..............................................71
5.7.2 Strategi People.............................................................................75
5.7.3 Strategi Konten ............................................................................76
5.7.4 Strategi Platform .........................................................................77
5.8 Indikator Kinerja ....................................................................................78
5.9 Peta Jalan ...............................................................................................79
5.10 Learning Point ......................................................................................81
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................84
6.1 Kesimpulan ...........................................................................................84
6.2 Saran-saran ............................................................................................85
DAFTAR REFERENSI ......................................................................................87
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Tulang Ikan Permasalahan Penelitian ...................................5
Gambar 2.1 Pembentukan Strategi Aktual .............................................................11
Gambar 2.2 Proses Analisis SWOT .......................................................................13
Gambar 2.3 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone & McLean yang
Diperbaharui .......................................................................................15
Gambar 2.4 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial ZHAW/Lardi ........................27
Gambar 2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Ross Dawson ........................28
Gambar 2.6 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Third Wave ...........................29
Gambar 2.7 Langkah-langkah dalam Action Research ..........................................31
Gambar 2.8 Kerangka Penelitian ...........................................................................39
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian .............................................................................40
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PIH Kemdikbud .................................................50
Gambar 4.2 Jabatan-Jabatan yang Terlibat dalam Pengelolaan Media Sosial
Kemdikbud .........................................................................................51
x
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman.....................12
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Sejenis ............................................................35
Tabel 2.3 Rangkuman Dimensi Kualitas Informasi ...............................................37
Tabel 5.1 Rangkuman Demografi Responden .......................................................53
Tabel 5.2 Pemetaan Hasil Observasi ......................................................................55
Tabel 5.3 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 1 ............................56
Tabel 5.4 Daftar Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan Hasil Wawancara .........57
Tabel 5.5 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 2 dan
Narasumber 3 .........................................................................................58
Tabel 5.6 Pemetaan Analisis Eksternal Organisasi ................................................59
Tabel 5.7 Pemangku Kepentingan Pendidikan dan Kebudayaan...........................60
Tabel 5.8 Pemangku Kepentingan yang Aktif Mengirimkan Pertanyaan..............61
Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Motivasi Terhubung dengan Media
Sosial Kemdikbud .................................................................................62
Tabel 5.10 Jenis Konten di Akun Twitter Kemdikbud ..........................................63
Tabel 5.11 Jenis Konten Berdasarkan Bidang .......................................................64
Tabel 5.12 Konten yang Disukai Masyarakat Menurut Narasumber 3 ..................64
Tabel 5.13 Jawaban Responden Tentang Konten yang Disukai ............................66
Tabel 5.14 Trend Platform Media Sosial Menurut Narasumber 3 ........................66
Tabel 5.15 Jawaban Responden tentang Platform Media Sosial ...........................67
Tabel 5.16 Ranking Dimensi Kualitas Informasi yang Penting Bagi
Masyarakat ..........................................................................................69
Tabel 5.17 Ranking Dimensi Kualitas Informasi Berdasarkan Rerata
Kesenjangan ........................................................................................70
Tabel 5.18 Urutan Prioritas Tindakan yang Akan Diambil ...................................72
Tabel 5.19 Strategi untuk Melawan Ancaman .......................................................73
Tabel 5.20 Strategi untuk Memaksimalkan Peluang .............................................74
Tabel 5.21 Daftar Strategi Pengelolaan Media Sosial yang Dirumuskan ..............74
Tabel 5.22 Daftar Strategi People ..........................................................................75
Tabel 5.23 Strategi Konten untuk Melawan Ancaman ..........................................76
Tabel 5.24 Daftar Strategi Konten .........................................................................77
Tabel 5.25 Daftar Strategi Platform .......................................................................78
Tabel 5.26 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Strategi .......................................78
Tabel 5.27 Pemetaan Strategi ke Program .............................................................79
Tabel 5.28 Peta Jalan..............................................................................................81
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR RUMUS
Rumus 2.1 Rumus Nilai Entropy ...........................................................................32
Rumus 2.2 Rumus Pengolahan Matriks .................................................................32
Rumus 2.3 Rumus Nilai Entropy ...........................................................................32
Rumus 2.4 Rumus Sebaran ....................................................................................32
Rumus 2.5 Rumus Bobot Kriteria ..........................................................................32
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014 ........94
Lampiran 2 Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014
(Lanjutan)..........................................................................................95
Lampiran 3 Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud ....96
Lampiran 4 Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
(Lanjutan)..........................................................................................97
Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator
Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud .............................................98
Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator
Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) ...........................99
Lampiran 7 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator
Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) .........................100
Lampiran 8 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media
Sosial ...............................................................................................101
Lampiran 9 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media
Sosial (Lanjutan) .............................................................................102
Lampiran 10 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media
Sosial ...............................................................................................103
Lampiran 11 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media
Sosial (Lanjutan) .............................................................................104
Lampiran 12 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media
Sosial (Lanjutan) .............................................................................105
Lampiran 13 Kuesioner ........................................................................................106
Lampiran 14 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................107
Lampiran 15 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................108
Lampiran 16 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................109
Lampiran 17 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................110
Lampiran 18 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial ..........................111
Lampiran 19 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan) ........112
Lampiran 20 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan) ........113
xiii
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar dari penelitian yang akan dilakukan
yaitu meliputi penjabaran latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pertanyaan penelitian. Tujuan, manfaat, batasan masalah akan dibahas untuk
menjelaskan arah penelitian ini.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Layanan informasi kepada masyarakat merupakan aspek yang mendapat perhatian
serius dari Pemerintah Indonesia. Hal tersebut tercermin dengan telah
disahkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Dalam undang-undang tersebut diatur tentang kewajiban badan
publik untuk memberikan layanan informasi kepada publik. Salah satu tujuan
yang hendak dicapai dari undang-undang tersebut adalah meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas (pasal 3 butir g).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) termasuk badan publik
seperti yang diatur dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008.
Sesuai dengan tuntutan undang-undang tersebut Kemdikbud berkewajiban
mengelola dan memberikan layanan informasi kepada masyarakat. Komitmen
Kemdikbud untuk melaksanakan undang-undang tersebut tercermin dengan telah
disusun dan disahkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Layanan Informasi Publik di
Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2011 tersebut salah satunya mengatur
tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemdikbud yaitu
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat (PIH) Kemdikbud. Tugas
layanan informasi di lingkungan Kemdikbud dilaksanakan oleh PIH. Peraturan
tentang tugas PIH terkait dengan layanan informasi dijelaskan secara rinci dalam
1
Universitas Indonesia
2
Permendikbud Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Salah satu upaya PIH untuk memberikan layanan informasi yang berkualitas yaitu
menyediakan berbagai saluran informasi yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
Layanan informasi yang disediakan oleh PIH Kemdikbud antara lain
memanfaatkan media telepon, surat elektronik, layanan pesan singkat atau short
message service (SMS), tatap muka dengan petugas layanan informasi, dan laman
(website). Layanan informasi yang dikelola PIH Kemdikbud terus dilakukan
upaya peningkatan kualitasnya antara lain dengan pelatihan pegawai, pengukuran
kepuasan masyarakat, perbaikan sarana layanan, dan lain-lain.
Layanan informasi yang termasuk baru di Kemdikbud adalah layanan informasi
melalui media sosial Facebook dan Twitter. Layanan informasi melalui media
sosial yang dikelola PIH Kemdikbud ini hadir sejak pertengahan tahun 2012.
Pengelolaan media sosial Kemdikbud dilaksanakan oleh Sub Bidang Pengelolaan
Konten Media Bidang Pencitraan Publik PIH. Ketika PIH Kemdikbud membuka
layanan informasi melalui media sosial ini, beberapa kementerian dan lembaga
pemerintah lain telah lebih dulu memiliki layanan ini seperti Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Agama, Sekretariat Kabinet, dan lain-lain.
Di beberapa negara yang maju di bidang pemerintahan elektronisnya seperti
Korea Selatan dan Amerika Serikat, penggunaan media sosial telah dilakukan
secara serius di sektor publik. Di dua negara ini sejumlah kebijakan dan panduan
pemanfaatan media sosial disusun dalam rangka memandu pemanfaatan media
sosial oleh pegawai dan instansi pemerintah (Yi, Oh, & Kim, 2013). Manfaat
penggunaan media sosial di sektor publik, antara lain meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pencapaian pemerintah serta meningkatkan persepsi adanya
transparansi pengelolaan pemerintahan di mata masyarakat (Picazo-Vela,
Guiterrez-Martinez, & Luna-Reyes, 2012). Penggunaan media sosial di sektor
publik sangat potensial untuk meningkatkan layanan pemerintah, menggali ide-ide
baru dari masyarakat, meningkatkan kualitas pembuatan kebijakan dan
pemecahan masalah (Bertot, Jeager, & Hansen, 2012).
Universitas Indonesia
3
Perkembangan jumlah follower dan pengguna yang terhubung dengan akun media
sosial Kemdikbud cukup bagus. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis,
pertumbuhan jumlah follower Twitter Kemdikbud selama kurun waktu bulan Juli
hingga September 2014 rata-rata sebesar 6.000 per bulan. Jumlah follower
@Kemdikbud_RI lebih dari 150.000, sedangkan pengguna Facebook yang
terhubung dengan halaman Facebook Kemdikbud mencapai 850.000 berdasarkan
observasi yang dilakukan penulis tanggal 5 September 2014. Jumlah tersebut jika
dibandingkan dengan pengguna media sosial di Indonesia masih kecil, namun
pertumbuhannya terus meningkat.
Selain aspek jumlah follower, aspek kepuasan masyarakat terhadap layanan
informasi melalui media sosial juga mendapat perhatian dari pimpinan
Kemdikbud. Kemdikbud secara berkala melakukan pengukuran kepuasan
masyarakat terhadap layanan-layanan Kemdikbud melalui sebuah survei. Hasil
pengukuran tingkat kepuasan masyarakat ini digunakan sebagai masukan
perbaikan layanan-layanan di Kemdikbud. Survei kepuasan masyarakat terakhir
dilaksanakan tahun 2013 dengan nama Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan
Kemdikbud Tahun 2013.
Untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui
media sosial Kemdikbud, pengelola media sosial Kemdikbud melakukan
pengukuran dengan sebuah survei secara daring (online). Kepala PIH dalam acara
Semiloka Media Sosial Kemdikbud di Jakarta tanggal 13 Maret 2014
menargetkan kepuasan masyarakat minimal 7,0. Survei kepada pengguna media
sosial tersebut dilaksanakan pada Bulan Agustus 2014. Survei tersebut dilakukan
kepada 255 follower Twitter dan fans Facebook Kemdikbud secara daring
(online). Dalam laporan pengelolaan media sosial Kemdikbud Bulan Agustus
2014 disebutkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi
melalui media sosial Kemdikbud berdasarkan hasil survei adalah 6,65 dengan
skala 0 - 10. Kelemahan pengelolaan media sosial Kemdikbud menurut responden
survei tersebut adalah kurangnya interaksi pengelola akun media sosial
Kemdikbud dengan follower-nya dan kualitas konten yang disajikan belum sesuai
harapan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan masyarakat
Universitas Indonesia
4
terhadap layanan informasi media sosial Kemdikbud belum sesuai dengan
harapan.
1.2 Identifikasi Masalah
Kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial
Kemdikbud yang belum sesuai yang harapan memiliki kaitan dengan aspek
sumber daya manusia (SDM) yang ada di PIH Kemdikbud. Hasil diskusi dalam
acara Semiloka Media Sosial Kemdikbud tanggal 13 Maret 2014 menyebutkan
bahwa Kemdikbud masih kekurangan SDM yang memiliki kompetensi dalam
mengelola media sosial (Lampiran 2, Nomor 21). Jumlah pegawai di Sub Bidang
Pengelolaan Konten Media PIH Kemdikbud hanya berjumlah empat orang.
Berdasarkan analisis beban kerja yang dilakukan PIH Kemdikbud, jumlah
pegawai tersebut masih di bawah jumlah yang dibutuhkan. Selain itu pelatihan
untuk meningkatkan kompetensi tersebut dirasa masih kurang (Lampiran 2,
Nomor 23). Pada tahun 2014 ini baru satu kali dilaksanakan sebuah pelatihan
untuk SDM pengelola media sosial Kemdikbud yaitu tanggal 9 sampai dengan 11
Maret 2014. Hasil diskusi tersebut juga menyebutkan bahwa apresiasi pimpinan
Kemdikbud terhadap pegawai pengelola informasi masih kurang (Lampiran 2,
Nomor 27).
Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud terkait layanan informasi yang belum
berjalan baik juga menjadi salah satu sebab layanan informasi belum optimal
(Lampiran 1, Nomor 6). Belum adanya forum pengelola informasi di lingkungan
Kemdikbud juga memiliki dampak pada koordinasi antar unit kerja dalam hal
layanan informasi kurang optimal (Lampiran 1, Nomor 7). Koordinasi
menggunakan surat menyurat secara formal dirasa kurang cepat untuk memenuhi
tuntutan permintaan informasi dari masyarakat.
Dari segi menajemen pengelolaan media sosial Kemdikbud, dokumen seperti
prosedur operasi standar (POS) pengelolaan media sosial belum disusun
(Lampiran 2, Nomor 18). Selain itu strategi untuk mencapai tujuan pengelolaan
layanan informasi melalui media sosial juga belum disusun oleh PIH Kemdikbud
(Lampiran 2, Nomor 18).
Universitas Indonesia
5
Selain itu berdasarkan observasi yang dilakukan penulis terhadap pengelolaan
media sosial Kemdikbud dari tanggal 1 hingga 5 September 2014, diperoleh fakta
bahwa banyak pertanyaan masyarakat belum dapat dijawab oleh petugas media
sosial. Berdasarkan hasil observasi tersebut, dalam satu hari lebih dari 50
pertanyaan masuk melalui media sosial Kemdikbud, namun kurang dari 50% yang
ditanggapi dan dijawab oleh petugas. Pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang
diberikan oleh petugas juga belum dikelola secara baik, sehingga pimpinan tidak
mengetahui persentase pertanyaan yang belum terjawab dalam kurun waktu
tertentu.
Identifikasi berbagai permasalahan yang menjadi penyebab kepuasan masyarakat
terhadap layanan informasi melalui media sosial yang belum sesuai harapan,
dapat digambarkan dalam diagram tulang ikan (fishbone diagram) berikut ini.
Gambar 1.1. Diagram Tulang Ikan Permasalahan Penelitian
(Sumber: olahan penulis)
Berdasarkan Gambar 1.1 di atas, tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan
informasi melalui media sosial di Kemdikbud yang belum sesuai harapan
disebabkan lima aspek yaitu koordinasi antar unit kerja, SDM, kualitas informasi,
kualitas layanan, dan manajemen. Menurut Koordinator Pengelolaan Media Sosial
Kemdikbud, tidak adanya strategi media sosial adalah akar masalah yang sangat
penting untuk diselesaikan terlebih dahulu. Tidak adanya strategi media sosial
menyebabkan proses perencanaan kurang optimal (Lampiran 5, Nomor 1). Hal
Universitas Indonesia
6
tersebut karena pengelola media sosial tidak memiliki panduan hal-hal apa saja
yang harus diprioritaskan. Selain itu program-program yang disusun sering kali
tidak berkesinambungan. Oleh karena itu strategi media sosial sangat dibutuhkan
dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan media sosial yang bermuara
pada meningkatnya kepuasan masyarakat. Strategi yang dirumuskan perlu
ditindaklanjuti dengan perumusan indikator kinerja, agar
mudah mengukur
tingkat keberhasilan pelaksanaan strategi media sosial. Terkait dengan aspekaspek yang mempengaruhi kepuasan masyarakat seperti kualitas layanan dan
kualitas
informasi,
Koordinator
Pengelolaan
Media
Sosial
Kemdikbud
memandang untuk lebih memprioritaskan aspek kualitas informasi (Lampiran 5,
Nomor 2).
Kualitas informasi atau kualitas konten merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan pengguna terhadap layanan informasi di media sosial
(Chai, Potdar, & Dillon, 2009). Namun demikian kerangka kerja pengukuran
kualitas informasi pada sistem informasi tradisional tidak sesuai untuk konteks
media sosial yang memiliki sifat pemetaan banyak-ke-banyak atau many-to-many
mapping (Stvilia, Twidale, Smith, & Gasser, 2008). Tiap jenis media sosial
memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis lainnya yang berakibat adanya
perbedaan dimensi-dimensi kualitas informasi yang relevan (Agarwal & Yiliyasi,
2010; Emamjome et al., 2013). Dimensi-dimensi kualitas informasi yang penting
dalam konteks layanan informasi melalui media sosial yang dikelola instansi
pemerintah belum terjawab dengan jelas oleh penelitian-penelitan yang ada,
terutama untuk konteks negara berkembang. Dari penjelasan di atas perlu disusun
sebuah strategi untuk meningkatkan kualitas informasi di media sosial
Kemdikbud yang berujung pada meningkatnya kepuasan masyarakat.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari identifikasi masalah di atas dirumuskan dua buah pertanyaan penelitian
yaitu:
1. Bagaimana strategi meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan
informasi melalui media sosial yang sesuai untuk Kemdikbud?
Universitas Indonesia
7
2. Bagaimana indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan dari strategi
media sosial tersebut?
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah untuk penelitian ini yaitu:
1. Strategi media sosial yang akan disusun dalam penelitian ini berkaitan
dengan platform media sosial yang saat ini banyak digunakan oleh
masyarakat di Indonesia.
2. Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap layanan
informasi melalui media sosial dibatasi hanya pada aspek kualitas
informasi.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi media sosial dan indikator
keberhasilannya, dalam rangka meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap
layanan informasi melalui media sosial Kemdikbud.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil setelah penelitian ini selesai adalah :
1. Bagi Kemdikbud, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
dalam rangka meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan
informasi melalui media sosial yang dilaksanakan oleh kementerian
tersebut.
2. Bagi dunia akademik, penelitian ini dapat dijadikan referensi tentang
penyusunan strategi media sosial dengan studi kasus di institusi
pemerintah di sebuah negara berkembang.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari enam bab. Masing-masing bab
akan dibagi lagi dalam beberapa subbab yang akan menguraikan secara lebih rinci
masalah yang dibahas. Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Universitas Indonesia
8
Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian,
batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan laporan dalam
penelitian ini.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Pada bab ini dijelaskan mengenai studi literatur yang dijadikan acuan dalam
penelitian. Bab ini membahas mengenai teori-teori strategi, kepuasan masyarakat,
action research, entropy, media sosial, beberapa kerangka kerja strategi media
sosial, dan sejumlah penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada
akhir bab ini dirumuskan sebuah kerangka penelitian yang menjadi panduan
penelitian.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Bab ini dijelaskan mengenai metodologi penelitian yang digunakan, tahapan
penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode
pengolahan data.
Bab 4 Profil Organisasi
Bab ini menjelaskan tentang gambaran organisasi yang dijadikan tempat studi
kasus penelitian yang meliputi tugas dan fungsi, visi dan misi, struktur organisasi,
serta pengelolaan layanan informasi di organisasi tersebut.
Bab 5 Analisis dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang analisis dan pembahasan langkah-langkah penelitian
yang dilakukan. Bab ini akan menjelaskan perencanaan aksi, analisis internal dan
eksternal organisasi, analisis audiens, konten, dan platform, faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan masyarakat, dan formulasi berbagai analisis tersebut ke
dalam strategi media sosial. Selain itu pada bab ini dibahas indikator keberhasilan
pelaksanaan strategi dan peta jalan (roadmap).
Bab 6 Kesimpulan dan Saran
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.
Bagian kesimpulan memberikan gambaran secara ringkas proses dan hasil
Universitas Indonesia
9
penelitian. Bagian Saran-saran, penulis menyusun sejumlah saran untuk
tercapainya penerapan strategi media sosial di organisasi yang digunakan sebagai
studi kasus. Selain itu saran-saran juga diberikan untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan teori-teori yang menjadi pedoman dalam penelitian ini
yaitu strategi, kepuasan masyarakat, media sosial, action research, entropy, dan
beberapa kerangka kerja strategi media sosial. Selain itu diuraikan juga beberapa
penelitian sejenis yang sudah dilakukan sebelumnya. Dari landasan teori dan
penelitian sejenis tersebut disusunlah kerangka penelitian ini.
2.1 Strategi
Berikut ini diuraikan teori-teori yang menjelaskan tentang strategi yaitu
pengertian strategi, penyusunan strategi, peranan analisis SWOT untuk
penyusunan strategi dan model 7S McKinsey.
2.1.1 Pengertian Strategi
Jhonson, Scholes, dan Whittington (2008) mendeskripsikan strategi sebagai arah
dan lingkup organisasi dalam jangka panjang untuk mencapai keuntungan
organisasi melalui konfigurasi sumber daya yang dimiliki dalam mengatasi
tantangan lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan lingkungan bisnis dan
harapan para pemangku kepentingan. Strategi untuk berkompetisi pada dasarnya
adalah menjadi sesuatu yang berbeda, hal ini terkait dengan memilih posisi yang
berbeda dan sejumlah aktifitas yang memungkinkan kita memiliki nilai tambah
yang unik (Porter, 2001). Menurut Applegate, Austin, & Soule (2009) strategi
adalah serangkaian pilihan yang akan menentukan peluang yang sedang dikejar
dan potensi pasar dari peluang-peluang tersebut. Dari beberapa definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa strategi adalah serangkaian pilihan dalam jangka waktu
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu melalui konfigurasi dari seluruh sumber
daya yang dimiliki.
2.1.2 Penyusunan Strategi
Pada setiap instansi terdapat dua proses dalam penyusunan strategi, yaitu strategi
yang direncanakan dan strategi yang disusun karena kondisi darurat. Proses
penyusunan strategi yang direncanakan atau disebut intended strategy didasari
10
Universitas Indonesia
11
kesadaran, analisis tentang struktur pasar, kekuatan dan kelemahan, kebutuhan
konsumen, dan pendorong pertumbuhan pasar. Strategi tersebut biasanya
diformulasikan dalam sebuah kegiatan dengan waktu mulai dan berakhir tertentu.
Penyusunan strategi yang kedua yaitu strategi yang dibuat karena hal-hal yang
tidak terduga seperti peluang, masalah, dan sukses yang datang tidak terduga.
Strategi ini disebut emergent strategy (Mintzberg & Waters, 1985).
Dalam penyusunan strategi, pimpinan organisasi perlu membuat formulasi hal-hal
yang mereka inginkan secara jelas, dengan distorsi sekecil mungkin. Untuk
memastikan hal tersebut, pimpinan harus mengartikulasikan harapan mereka
dalam bentuk sebuah rencana. Selanjutnya dilakukan elaborasi rencana tersebut
serinci mungkin, dalam bentuk alokasi anggaran, jadwal, dan sebagainya.
Selanjutnya program-program dimasukkan ke dalam rencana tersebut, dan proses
kontrol formal diterapkan untuk memastikan terwujudnya rencana dan programprogram.
Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi suatu perusahaan berasal dari sumbersumber yang terencana maupun sumber yang tidak terduga. Namun faktor-faktor
tersebut mengalir melalui mekanisme penyaringan yaitu proses alokasi sumber
daya. Hal tersebut terjadi karena strategi aktual dari suatu perusahaan diwujudkan
hanya dalam bentuk produk, proses, layanan baru, dan akuisisi sumber daya.
(Christensen & Donovan, 2000). Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana strategi
aktual terbentuk.
Gambar 2.1 Pembentukan Strategi Aktual
(Sumber: Christensen & Donovan, 2000)
Universitas Indonesia
12
2.1.3 Peranan Analisis SWOT dalam Perumusan Strategi
Analisis SWOT adalah perangkat analisis yang sederhana namun handal untuk
membantu organisasi menganalisis sumber daya internalnya (kekuatan dan
kelemahan) dan menyesuaikannya dengan lingkungan eksternal (peluang dan
ancaman). SWOT singkatan dari strength, weakness, opportunity, dan threats.
Analisis SWOT tidak hanya digunakan untuk mengkaji kondisi saat ini, namun
juga bermanfaat dalam penyusunan strategi. Analisis ini dapat digunakan untuk
menyusun strategi melawan ancaman atau memanfaatkan peluang (Chaffey,
2011). Untuk menyusun strategi, masing-masing komponen disusun seperti
tampak pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
(Sumber: Chaffey, 2011)
Organisasi
Opportunities – O
Daftar peluang
Threats – T
Daftar ancaman
Strengths – S
Daftar kekuatan
Strategi SO
Memberdayakan kekuatan
untuk memaksimalkan
peluang
= strategi menyerang
Strategi ST
Memberdayakan kekuatan
untuk meminimalkan
ancaman
= strategi bertahan
Weaknesses – W
Daftar kelemahan
Strategi WO
Membenahi kelemahan
melalui eksploitasi peluang
= Membangun kekuatan
untuk strategi menyerang
Strategi WO
Membenahi kelemahan
dan meminimalkan
ancaman
= Membangun kekuatan
untuk strategi bertahan
Tujuan inti dari analisis SWOT adalah adalah mengidentifikasi strategi yang
selaras, cocok atau sesuai dengan sumber daya dan kapabilitas organisasi untuk
menjawab permintaan lingkungan dimana organisasi tersebut berkompetisi.
Analisis SWOT disusun berdasarkan kekuatan organisasi dalam rangka
memanfaatkan peluang, mengatasi ancaman, dan memperbaiki kelemahan yang
ada (Ritson, 2011). Proses analisis SWOT digambarkan dalam Gambar 2.2
berikut ini.
Universitas Indonesia
13
Gambar 2.2 Proses Analisis SWOT
(Sumber: Ritson, 2011)
Proses analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
internal organisasi. Hasil proses ini adalah daftar kekuatan dan kelemahan
organisasi. Analisis dilanjutkan dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman
dari luar organisasi. Dari analisis empat aspek tersebut, diidentifikasi isu-isu
strategis yang menjadi kunci mewujudkan tujuan dari strategi yang akan disusun.
Proses selanjutnya adalah menyusun strategi berdasarkan analisis keempat aspek
tersebut (Ritson, 2011).
2.1.4 Model 7S McKinsey
Model 7S McKinsey (The McKinsey 7S Model) dicetuskan pada awal tahun 1980
oleh Tom Peters dan Robert Waterman, dua orang konsultan di perusahaan
konsultan McKinsey & Company (Alshaher, 2013). Model ini dapat digunakan
untuk mengelompokkan kekuatan dan kelemahan organisasi agar memudahkan
analisis. Sejak awal diperkenalkan model ini telah digunakan untuk menganalisis
lebih dari 70 organisasi besar. Model ini terdiri dari tujuh elemen yang diawali
huruf “S” yaitu struktur (structure), strategi (strategy), sistem (system),
Universitas Indonesia
14
ketrampilan (skill), corak / budaya (style / culture), pegawai (staff), dan nilai
bersama (shared values). Penjelasan dari tujuh elemen tersebut adalah sebagai
berikut:
1. struktur (structure) yaitu basis spesialisasi dan koordinasi yang
dipengaruhi oleh strategi, ukuran, dan keragaman organisasi.
2. strategi (strategy) yaitu sejumlah rencana aksi organisasi dalam
menghadapi perubahan eksternal.
3. sistem (system) yaitu prosedur baik formal maupun informal yang
mendukung strategi dan struktur.
4. ketrampilan (skill) yaitu keunggulan kompetensi yang dimiliki organisasi.
5. corak / budaya (style / culture) yang terdiri dari budaya organisasi dan
gaya manajemen.
Budaya organisasi
adalah nilai-nilai dominan,
kepercayaan, dan norma yang telah bertahun-tahun berjalan di organisasi,
sedangkan gaya manajemen adalah gaya kepemimpinan dari manajemen
organisasi.
6. pegawai (staff) yaitu pengelolaan sumber daya manusia.
7. nilai bersama (shared values) yaitu konsep-konsep dan ide-ide yang
mendasar tentang bagaimana bisnis dibangun.
2.2 Kepuasan Masyarakat
Berikut ini diuraikan teori-teori yang menjelaskan tentang kepuasan masyarakat
yaitu pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap layanan
informasi, serta kualitas informasi sebagai salah satu faktor penentu kepuasan.
2.2.1 Pengertian Kepuasan Masyarakat
Konsep kepuasan masyarakat/pengguna/konsumen/pegawai telah diteliti di
berbagai bidang keilmuan seperti pemasaran, perdagangan, manajemen, dan
sistem informasi (Chatfield dan AlAnazi, 2013). Kepuasan didefinisikan sebagai
kondisi emosional yang menyenangkan atau positif yang disebabkan karena
pengakuan dari sebuah pekerjaan (Locke, 1976). Berdasarkan definisi kepuasan
dari Locke, Chatfield dan AlAnazi (2013) mendefinisikan kepuasan masyarakat
dalam
konteks
pemerintahan
elektronik
yaitu
kondisi
emosional
yang
Universitas Indonesia
15
menyenangkan atau positif yang disebabkan karena penggunaan transaksi dalam
sistem pemerintahan elektronik untuk suatu keperluan tertentu.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Dalam model kesuksesan sistem informasi DeLone & McLean yang telah
diperbarui dinyatakan bahwa kepuasan pengguna dipengaruhi oleh intensitas
penggunaan sistem informasi. Hubungan kedua faktor tersebut berlaku timbal
balik dalam arti penggunaan sebuah sistem informasi akibat adanya kepuasan.
Kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan memiliki pengaruh baik
kepada penggunaan sistem informasi ataupun kepuasan pengguna (DeLone &
McLean, 2003). Model kesuksesan sistem informasi D & M yang telah
diperbaharui tampak pada Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Model Kesuksesan Sistem Informasi D & M yang Diperbarui
(Sumber: DeLone & McLean, 2003)
Kualitas sistem dalam konteks Internet mengukur karakteristik yang diharapkan
dari sebuah sistem online. Contoh kualitas sistem antara lain ketersediaan
(availability), keterandalan (reliability), waktu respons, dan lain-lain. Kualitas
informasi memotret isu konten dalam sebuah laman (website). Konten sebuah
laman harus personal, lengkap, relevan, mudah dimengerti, dan aman jika ingin
dikunjungi secara rutin oleh pembeli atau pemasok. Kualitas layanan adalah
kualitas dukungan menyeluruh yang diberikan penyedia layanan.
Universitas Indonesia
16
2.2.3 Kualitas Informasi
Kualitas informasi adalah salah satu aspek penting dalam integrasi informasi di
Internet (Naumann & Rolker, 2000). Selama dua dekade terakhir ini cukup
banyak penelitian yang mencoba mendefinisikan dimensi-dimensi kualitas
informasi dan mengelompokkan ke kategori-kategori tertentu. Wang dan Strong
(1996) mengemukakan 16 dimensi kualitas data yang dikelompokkan ke dalam
empat buah kategori. Kategori-kategori dimensi kualitas data tersebut yaitu:
1. Kualitas data intrinsik (Intrinsic data quality), yang terdiri dari dimensi
berikut: (a) akurasi (accuracy), (b) objektivitas (objectivity), (c)
keterpercayaan (believability), dan (d) reputasi (reputation).
2. Kualitas data kontekstual (Contextual data quality), yang terdiri dari
dimensi berikut: (a) nilai tambah (value added), (b) relevansi (relevancy),
(c) kekinian (timeliness), (d) kelengkapan (completeness), dan (e) jumlah
data yang tepat (appropriate amount of data).
3. Kualitas data representasional (Representational data quality), yang terdiri
dari: (a) kemudahan untuk dipahami (interpretability), (b) kemudahan
untuk dimengerti (ease of understanding), (c) representasi yang konsisten
(consistent representation), dan (d) representasi yang singkat (concise
representation).
4. Kualitas data aksesibilitas (Accesibility data quality), yang terdiri dari: (a)
aksesibilitas (accesibility) dan (b) keamanan akses (access security).
DeLone dan McLean (1992) dalam penelitian tentang model kesuksesan sistem
informasi menggunakan 23 dimensi kualitas informasi. Dimensi-dimensi yang
digunakan tersebut meliputi: (a) pentingnya informasi, (b) aspek kegunaan
(usefulness), (c) informatif, (d) aspek dapat digunakan, (e) kemudahan dimengerti,
(f) kemudahan dibaca (readability), (g) kejelasan (clarity), (h) format informasi,
(i) tampilan informasi, (j) konten, (k) akurasi, (l) presisi (precision), (m) singkat
namun jelas, (n) kesesuaian jumlah, (o) kelengkapan, (p) keterpercayaan, (q)
diterima dalam penggunaan (currency), (r) keterandalan (reliability), (s) kekinian,
(t) kekhasan (uniqueness), (u) dapat dibandingkan (comparability), (v) aspek
kuantitatif (quantitativeness), dan (w) bebas dari bias (freedom form bias).
Universitas Indonesia
17
Kahn, Strong, & Wang (2002) mengemukakan sebuah model kualitas informasi
yang dinamakan model kinerja produk dan layanan untuk kualitas informasi atau
product and service performance for information quality model (PSP/IQ). Model
ini memandang kualitas informasi sebagai kualitas produk dan kualitas layanan.
Sebanyak 16 dimensi kualitas informasi dipetakan ke dalam dua jenis kualitas
tersebut, sebagai berikut:
1. Kualitas produk terdiri dari kelompok informasi yang benar dan informasi
yang bermanfaat. Kedua kelompok tersebut terdiri dari sejumlah dimensi
sebagai berikut:
a. Kelompok informasi yang benar terdiri dari dimensi berikut: (a)
bebas kesalahan (free-of-error), (b) representasi yang singkat, (c)
representasi yang konsisten dan (d) kelengkapan.
b. Kelompok informasi yang bermanfaat terdiri dari dimensi berikut:
(a) jumlah informasi yang tepat, (b) relevansi, (c) kemudahan
dimengerti, (d) kemudahan dipahami, dan (e) objektivitas.
2. Kualitas layanan terdiri dari dua kelompok yaitu informasi yang terpercaya
dan informasi yang dapat digunakan. Kedua kelompok tersebut terdiri dari
sejumlah dimensi sebagai berikut:
a. Kelompok informasi yang terpercaya dari dimensi berikut: (a)
kekinian, dan (b) keamanan.
b. Kelompok informasi yang dapat digunakan terdiri dari dimensi
berikut: (a) keterpercayaan, (b) aksesibilitas, (c) kemudahan diolah
(ease of manipulation), (d) reputasi, dan (e) nilai tambah.
Lee et al. (2002) memperkenalkan sebuah metodologi untuk penilaian kualitas
informasi yang diberi nama AIM Quality (AIMQ). Dimensi-dimensi kualitas
informasi yang digunakan dalam AIMQ mengadopsi model PSP/IQ yang
diperkenalkan Kahn, Strong, & Wang (2002). Jumlah dimensi kualitas informasi
yang dinilai berjumlah 16 seperti halnya dimensi-dimensi dalam model PSP/IQ.
Shanks dan Corbitt (1999) mengemukakan bahwa kualitas informasi terdiri empat
tujuan yang diturunkan menjadi 11 dimensi. Keempat tujuan terebut adalah tujuan
Universitas Indonesia
18
konsistensi, lengkap dan akurat, manfaat, dan berbagi pemahaman. Dari empat
tujuan tersebut diuraikan menjadi 11 dimensi sebagai berikut:
1. Tujuan konsistensi terdiri dari sebuah dimensi yaitu tata bahasa yang
formal (formal sintax)
2. Tujuan lengkap dan akurat terdiri dari empat dimensi yaitu: (a)
komprehensif (comprehensive), (b) tidak ambigu (unambiguous), (c)
penuh makna (meaningful), dan (d) benar (correct)
3. Tujuan manfaat terdiri dari empat dimensi yaitu: (a) kekinian, (b) singkat
namun jelas, (c) kemudahan diakses, dan (d) reputasi
4. Tujuan berbagi pemahaman dari empat dimensi yaitu: (a) kemudahan
dimengerti, dan (b) bebas dari bias
Dedeke (2000) menyusun sebuah kerangka kerja (framework) konseptual untuk
mengukur kualitas informasi. Dalam kerangka kerja tersebut, didefinisikan lima
kategori dan 28 dimensi kualitas informasi. Kategori dan dimensi kualitas
informasi menurut Dedeke adalah sebagai berikut:
1. Kategori ergonomis, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) kemudahan
navigasi, (b) kenyamanan, (c) kemudahan dipelajari, (d) sinyal visual, dan
(e) sinyal audio
2. Kategori aksesibilitas, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) akses secara
teknis (technical access), (b) ketersediaan sistem, (c) ketersediaan data, (d)
keamanan, (e) kemudahan berbagi data, dan (d) kemudahan konversi data
3. Kategori transaksional, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) kemudahan
dikendalikan, (b) toleransi kesalahan, (c) kemudahan diadaptasi, (d) unpan
balik sistem, (e) efisiensi, dan (f) responsifitas
4. Kategori kontekstual, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) nilai tambah,
(b) relevansi, (c) kekinian, (d) kelengkapan, dan (e) jumlah data yang tepat
5. Kategori representasi, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) kemudahan
dipahami, (b) konsistensi, (c) singkat namun jelas, (d) struktur, (e)
kemudahan dibaca, dan (f) kontras
Universitas Indonesia
19
Naumann dan Rolker (2000) mengemukakan metode menilai kualitas informasi
suatu organisasi berdasarkan sejumlah metadata informasi. Berdasarkan penelitian
tersebut dimensi kualitas informasi dapat dibedakan menjadi hal-hal yang
berkaitan dengan konten dan yang berkaitan dengan kriteria intelektual. Pemetaan
dimensi-dimensi kualitas informasi kedalam dua kriteria tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kriteria yang berkaitan dengan konten terdiri 15 dimensi kualitas
informasi yaitu: (a) akurasi, (b) dokumentasi, (c) relevansi, (d) nilai
tambah, (e) kelengkapan, (f) kemudahan dipahami, (g) kekinian, (h)
keterandalan, (i) latensi (latency), (j) keterukuran performa, (k) waktu
respons, (l) keamanan, (m) aksesibilitas, (n) harga, dan (o) dukungan ke
pelanggan.
2. Kriteria yang berkaitan dengan aspek intelektual terdiri dari 8 dimensi
yaitu: (a) keterpercayaan, (b) reputasi, (c) objektivitas, (d) dapat
diverifikasi, (e) jumlah data yang tepat, (f) kemudahan dimengerti, (g)
representasi yang singkat, dan (h) representasi yang konsisten.
Eppler (2001) mengemukakan sebuah kerangka kerja yang umum dalam kualitas
informasi. Dimensi-dimensi kualitas informasi diketegorikan dalam dua kelompok
yaitu kualitas konten dan kualitas media. Pemetaan dimensi-dimensi kualitas
informasi kedalam dua kategori tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kualitas konten terdiri dari 8 dimensi kualitas informasi yaitu: (a)
komprehensif, (b) akurasi, (c) kejelasan, (d) dapat diterapkan, (e) singkat,
(f) konsisten, (g) kekinian, (h) kebenaran.
2. Kualitas media terdiri dari 8 dimensi yaitu: (a) kenyamanan, (b) tepat
waktu, (c) dapat ditelusuri (traceable), (d) interaktifitas, (e) aksesibilitas,
(f) keamanan, (g) dapat dirawat, dan (h) cepat.
McGilvray (2008) mengemukakan 13 dimensi kualitas data yang juga dapat
diterapkan sebagai dimensi kualitas informasi. Dimensi-dimensi kualitas data
tersebut yaitu: (a) spesifikasi data, (b) integritas, (c) duplikasi, (d) akurasi, (e)
konsistensi, (f) kekinian dan aksesibilitas, (g) kemudahan digunakan dan dirawat,
Universitas Indonesia
20
(h) jangkauan data, (i) kualitas presentasi, (j) relevansi, (k) tingkat kelapukan data
(data decay), (l) kemudahan dalam transaksi, (m) keamanan dan privasi.
Dalam konteks laman (website), Alexander dan Tate (1999) menyebutkan bahwa
terdapat tujuh dimensi kualitas informasi yaitu otoritas, akurasi, objektifitas,
kekinian, orientasi, dan navigasi. Katerattanakul dan Siau (1999) menyebutkan
terdapat tujuh dimensi kualitas informasi namun dimensinya berbeda dari
Alexander dan Tate. Pemetaan dimensi-dimensi kualitas informasi dalam konteks
laman menurut Katerattanakul dan Siau adalah sebagai berikut:
1. Kualitas intrinsik, terdiri dari dua dimensi kualitas informasi yaitu: (a)
akurasi ditinjau dari segi konten, dan (b) tautan (hyperlink) yang relevan.
2. Kualitas kontekstual terdiri dari sebuah dimensi yaitu informasi tambahan
dari penulis konten.
3. Kualitas representasional terdiri dari tiga dimensi yaitu: (a) konsistensi
secara visual, (b) kejelasan atau informatif, dan (c) tidak membingungkan.
4. Kualitas aksesibilitas terdiri dari sebuah dimensi kualitas informasi yaitu
adanya perangkat untuk navigasi ke halaman-halaman lainnya.
Kerangka kerja untuk menilai kualitas informasi pada halaman blog dikemukakan
oleh Kargar, Azimzadeh, dan Ramli (2008). Dalam konteks weblog atau blog,
terdapat 9 dimensi kualitas informasi yang relevan. Sembilan dimensi kualitas
informasi tersebut yaitu: (a) tingkat kohesif (cohesiveness), (b) singkat namun
jelas, (c) keterpercayaan, (d) kemudahan dimengerti, (e) kelengkapan, (f)
objektivitas, (g) akurasi, (h) informatif, (i) kualitas presentasi.
Zhu, Bernhard, dan Gurevych (2009) mengemukakan sejumlah dimensi kualitas
informasi yang spesifik untuk media sosial berupa laman tanya jawab (question
and answer website). Terdapat 11 dimensi kualitas informasi yang sesuai untuk
mengukur kualitas konten di laman tanya jawab. Dimensi-dimensi tersebut yaitu:
(a) informatif, (b) kesopanan (politeness), (c) kelengkapan, (d) kemudahan
dimengerti, (e) relevansi, (f) singkat namun jelas, (g) keterpercayaan, (h) tingkat
detail (level of detail), (i) originalitas (originality), (j) objektivitas, dan (k)
kebaruan (novelty).
Universitas Indonesia
21
Dalam konteks media sosial, menurut Agarwal & Yiliyasi (2010) terdapat
dimensi-dimensi kualitas informasi yang berbeda dengan dimensi pada sistem
informasi pada umumnya. Untuk sebuah media sosial micro-blogging seperti
Twitter, terdapat tiga dimensi yang khas yaitu: (a) kekinian, (b) singkat namun
jelas, dan (c) kemudahan dimengerti. Untuk situs jejaring sosial atau social
network services (SNS) terdapat delapan dimensi kualitas informasi yaitu: (a)
singkat namun jelas, (b) aksesibilitas, (c) keterpercayaan, (d) reputasi, (e) nilai
tambah, (f) kekinian, (g) kemudahan dimengerti, dan (h) konsistensi.
Menurut Emamjome, Rabaa'i, Gable, & Bandara (2013), dalam konteks laman
tanya jawab, forum, situs jejaring sosial untuk keperluan layanan informasi,
dimensi kualitas informasi terdiri dari 17 dimensi. Dimensi-dimensi tersebut
yaitu: (a) jumlah informasi yang tepat, (b) deskripsi, (c) keragaman information,
(d) semantik, (e) hubungan dengan pengguna, (f) statistik penggunaan, (g)
akurasi, (h) keterpercayaan, (i) objektivitas, (j) reputasi, (k) nilai tambah, (i)
relevansi, (j) kekinian, (k) kelengkapan, (l) kemudahan dipahami, (m) kemudahan
dimengerti, dan (n) kemudahan diolah.
Pengertian dari 16 dimensi kualitas informasi menurut Kahn, Strong dan Wang
(2002) adalah sebagai berikut:
1. Akurasi yang berarti sejauh mana informasi benar, dapat dipercaya, dan
dijamin bebas kesalahan.
2. Objektivitas yang berarti sejauh mana informasi tidak bias dan tidak
memihak.
3. Keterpercayaan yang berarti sejauh mana informasi diterima sebagai hal
yang benar, riil, dan kredibel.
4. Reputasi yang berarti sejauh mana informasi dipercaya atau dinilai tinggi
dalam aspek sumber informasinya.
5. Nilai tambah yang berarti sejauh mana informasi memiliki manfaat dan
ada keuntungan ketika menggunakannya.
6. Relevansi yang berarti sejauh mana informasi dapat diterapkan dan
membantu penyelasaian tugas yang ada.
Universitas Indonesia
22
7. Kekinian yang berarti sejauh mana usia informasi sesuai dengan tugas
yang ada.
8. Kelengkapan yang berarti sejauh mana informasi memiliki jangkauan,
kedalaman dan scope yang memadai untuk tugas yang ada.
9. Jumlah informasi yang tepat yang berarti sejauh mana kuantitas atau
volume informasi sesuai.
10. Kemudahan untuk dipahami yang berarti sejauh mana informasi
dinyatakan dalam bahasa yang tepat, dan definisi data jelas, dan
menggunakan simbol-simbol yang tepat.
11. Kemudahan untuk dimengerti yang berarti sejauh mana informasi
disajikan dengan jelas tanpa ambigu.
12. Representasi secara konsisten yang berarti sejauh mana informasi disajikan
dalam format yang konsisten dengan format-format sebelumnya.
13. Representasi yang singkat tetapi jelas yang berarti sejauh mana informasi
disajikan secara lugas tanpa bertele-tele.
14. Kemudahan diolah yaitu sejauh mana informasi dapat diolah kembali
untuk tugas-tugas yang lain.
15. Aksesibilitas yang berarti sejauh mana informasi tersedia, mudah dan
cepat ditemukan kembali.
16. Keamanan akses yang berarti sejauh mana akses ke informasi dibatasi dan
terjaga keamanannya.
Pengertian dari empat dimensi kualitas informasi berikut ini dikutip dari Zhu,
Bernhard, dan Gurevych (2009), yaitu:
1. Informatif yaitu seberapa banyak informasi disediakan, yang dilengkapi
dengan tautan (link), contoh, kutipan, dan lain-lain.
2. Kesopanan yaitu tingkat respect kepada perasaan dan opini orang lain.
3. Originalitas yaitu sejauh mana sebuah jawaban tidak menyalin dari sumber
yang lain.
4. Kebaruan yaitu sejauh mana tingkat inovatifnya sebuah jawaban.
Universitas Indonesia
23
2.3 Media Sosial
Berikut ini diuraikan beberapa teori tentang media sosial yaitu pengertian,
klasifikasi, dan metrik media sosial.
2.3.1 Pengertian Media Sosial
Henderson dan Bowley (2010) mendefinisikan media sosial sebagai aplikasi dan
teknologi
daring
(online)
kolaboratif
yang
memungkinkan
partisipasi,
keterhubungan, konten yang diciptakan oleh pengguna (user-generated content),
berbagi informasi, dan kolaborasi di antara pengguna sebuah komunitas. Kaplan
dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok
aplikasi berbasis internet yang dibangun dengan pondasi Web 2.0 baik secara
ideologis maupun teknologi, yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran
konten yang diciptakan oleh pengguna. Yadav dan Arora (2012) menyatakan
media sosial adalah kombinasi dari media dan masyarakat, jika media merupakan
alat komunikasi seperti koran dan radio, maka media sosial merupakan instrumen
sosial komunikasi. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media
sosial adalah aplikasi daring (online) berbasis teknologi Web 2.0 yang
memungkinkan partisipasi, keterhubungan, konten yang diciptakan oleh pengguna
(user generated content), berbagi informasi, dan kolaborasi di antara pengguna
media sosial tersebut.
2.3.2 Klasifikasi Media Sosial
Kaplan dan Haenlein (2010) mengelompokkan media sosial ke dalam lima jenis
aplikasi yaitu:
a. Blog, dimana jenis ini merupakan bentuk paling awal dari media sosial.
Blog serupa dengan halaman web pribadi dan dapat hadir dalam variasi
yang berbeda, dari buku harian pribadi yang menggambarkan kehidupan
penulis sampai ringkasan semua informasi yang relevan dalam satu konten
tertentu.
b. Komunitas konten, dimana tujuan komunitas konten adalah berbagi konten
di antara pengguna, contohnya Flickr untuk berbagi foto, YouTube untuk
berbagi video, dan Slideshare untuk berbagi berkas presentasi.
Universitas Indonesia
24
c. Situs jejaring sosial, dimana aplikasi jenis ini memungkinkan pengguna
untuk
terhubung
dengan
menciptakan
profil
informasi
pribadi,
mengundang teman-teman dan kolega untuk memiliki akses ke profil
tersebut, dan mengirim surat elektronik dan pesan instan satu dengan yang
lain. Contoh dari situs jejaring sosial adalah Facebook dan MySpace.
d. Dunia permainan maya, yaitu platform yang meniru lingkungan tiga
dimensi dimana pengguna dapat muncul dalam bentuk avatar pribadi dan
berinteraksi satu sama lain seperti dalam kehidupan nyata. Contoh dari
dunia permainan maya adalah Habbo Hotel, World of Warcraft dan Fanta
World.
e. Dunia sosial maya, dimana aplikasi jenis ini memungkinkan seseorang
memilih perilakunya secara bebas dan pada dasarnya menjalani hidup
maya yang sama dengan kehidupan nyatanya. Contoh dunia sosial maya
adalah Second Life.
2.3.3 Metrik Media Sosial
Setiap jenis media sosial memiliki metrik tersendiri. Twitter memiliki metrik yang
berbeda dengan situs jejaring sosial yang lain. Simply Measured (2014)
menyebutkan metrik untuk Twitter adalah:
• @Reply, yaitu ketika pengguna Twitter berbicara langsung ke kita dengan
menggunakan brand handle di awal tweet.
• Retweet, yaitu ketika pengguna membagikan pesan kita ke audiens
mereka.
• Mention, yaitu ketika pengguna menyertakan brand handle kita dalam
tweet mereka.
• Favorite, yaitu pengguna menjadikan tweet kita sebagai favorite mereka.
• Potential Impressions, yaitu berapa kali sebuah tweet muncul dalam
halaman pengguna Twitter. Metrik ini menunjukkan jangkauan yang
diraih sebuah brand dalam kurun waktu tertentu.
Hasil dari ukuran-ukuran tersebut menurut Simply Measured (2014) adalah
keterlibatan (engagement). Dengan kata lain penjumlahan @Reply, Retweet,
Universitas Indonesia
25
Mention, dan Favorite menghasilkan keterlibatan.
Untuk media jejaring sosial Facebook, metriknya berbeda dengan Twitter. Simply
Measured (2014) menyebutkan bahwa untuk media sosial Facebook, keterlibatan
ditentukan oleh tiga hal yaitu:
• Like, yaitu berapa orang yang menyukai post kita, yang mengindikasikan
berapa baiknya pesan kita di mata masyarakat.
• Comment, yaitu berapa jumlah komentar pada sebuah post kita. Selain
jumlah
komentar,
nada
(tone)
komentar-komentar
tersebut
juga
mengindikasikan hal yang penting.
• Share, yaitu jumlah orang yang membagikan pesan kita yang
mengindikasikan berapa penguatan terhadap suatu pesan oleh orang yang
melihatnya.
Media sosial YouTube yang merupakan jenis komunitas konten, memiliki metrik
yang berbeda dengan situs jejaring sosial. Chatzopoulou, Sheng, dan Faloutsos
(2012) menyebutkan bahwa untuk metrik YouTube meliputi:
• Jumlah disaksikan (viewcount), yaitu berapa kali sebuah video disaksikan.
• Jumlah komentar (number of comments), yaitu berapa banyak pengguna
YouTube yang memberikan komentar pada sebuah video.
• Jumlah rating (number of ratings), yaitu berapa banyak pengguna yang
memberikan rating.
• Rerata rating (average rating), yaitu berapa nilai rerata dari semua
pengguna yang memberikan rating.
2.4 Pemanfaatan Media Sosial di Sektor Pemerintah
Pemanfaatan media sosial di sektor pemerintah dipicu oleh daya tarik yang
ditawarkan media sosial yang memungkinkan percakapan antara masyarakat dan
pemerintah sebagai pelaksana layanan publik (Criado & Rojas-Martin, 2013).
Bonson et al. (2012) menyimpulkan bahwa pemanfaatan media sosial oleh
pemerintah lokal di negara-negara Uni Eropa mampu meningkatkan partisipasi
publik dan transparansi. Manfaat penggunaan media sosial media di sektor
Universitas Indonesia
26
pemerintahan meliputi peningkatan efisiensi dalam diseminasi informasi,
meningkatkan kenyamanan masyarakat mengakses informasi, dan membuka
peluang masyarakat berpartisipasi dalam program-program pemerintah (PicazoVela, Guiterrez-Martinez, & Luna-Reyes, 2012).
Beberapa penulis menggunakan istilah government 2.0 untuk menyebut
penggunaan media sosial dalam layanan di sektor pemerintah. Government 2.0
mengacu pada pemanfaatan teknologi sosial yang memungkinkan pemerintah
mengumpulkan partisipasi masyarakat dalam layanan-layanannya (DiMaio,
2009). Eggers (2007) menyebutkan bahwa government 2.0 adalah bentuk revolusi
digital yang mengubah pemerintah. Government 2.0 dalam waktu singkat dapat
meningkatkan produktifitas pelaksanaan layanan publik dan peningkatan
transparansi.
Partisipasi masyarakat untuk terhubung dengan pemerintah di media sosial sangat
penting dalam kesuksesan government 2.0. Motivasi yang mendorong masyarakat
mengunjungi laman atau akun media sosial pemerintah menurut Thomas dan
Streib (2003) meliputi: (a) memperoleh informasi terbaru, (b) memperoleh
informasi kontak, (c) meminta layanan, (d) mengeluh tentang layanan pemerintah,
dan (e) menyampaikan opini mereka.
Konten yang disampaikan pemerintah melalui akun media sosialnya dapat
dikelompokkan ke dalam enam kategori (Magnusson, Bellstrom, & Thoren,
2012). Enam kategori konten tersebut yaitu: (a) konten yang mendidik
masyarakat, (b) promosi kegiatan yang akan dilaksanakan, (c) promosi daerah, (d)
promosi layanan pemerintah, (e) meminta informasi dari masyarakat, dan (f)
informasi status layanan pemerintah.
2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial
Berikut ini diuraikan beberapa kerangka kerja (framework) strategi media sosial
yaitu kerangka kerja dari ZHAW/Lardi, Ross dawson, dan Third Wave.
Universitas Indonesia
27
2.5.1 The ZHAW/Lardi Social Media Strategy Famework
Kerangka kerja strategi media sosial ZHAW/Lardi menawarkan pendekatan yang
unik, menyeluruh, dan bersifat end-to-end. Kerangka kerja ini membawa suatu
perusahaan dari suatu pemahaman pentingnya media sosial bagi bisnis ke titik
yang mampu mengimplementasikan solusi yang menjawab kebutuhan bisnis
(Lardi dan Fuchs, 2013). Kerangka kerja strategi media sosial ZHAR/Lardi
digambarkan dalam Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial ZHAW/Lardi
(Sumber: Lardi dan Fuchs, 2013)
Secara garis besar kerangka kerja ZHAW/Lardi terdiri dari dua fase utama yaitu
pengembangan strategi dan perencanaan dan penyajian. Pada fase pengembangan
strategi, tujuan bisnis harus ditentukan terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan pada fase pengembangan strategi meliputi sumber daya manusia
(SDM), teknologi, tata kelola, analisis risiko, struktur organisasi, struktur
pendukung, perubahan, dan proses.
2.5.2 Ross Dawson Social Media Strategy Famework
Kerangka kerja strategi media sosial Ross Dawson diperkenalkan oleh Ross
Dawson. Kerangka kerja dimulai dengan aktifitas Learn yang meliputi mulai
menggunakan media sosial, mempelajari trend terbaru, mempelajari studi kasus
yang relevan, dan mengajari pimpinan senior tentang media sosial (Dawson,
2014). Strategi media sosial Ross dawson tampak pada Gambar 2.5 berikut ini.
Universitas Indonesia
28
Gambar 2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Ross Dawson
(Sumber: Dawson, 2014)
Dari aktifitas Learn, terdapat dua kelompok aktifitas yang dilakukan secara
bersama yaitu mulai terlibat di media sosial dan mengembangkan strategi. Dalam
keterlibatan di media sosial kita harus memperhatikan, terlibat dalam percakapan
di media sosial, dan melakukan pengukuran terkait ukuran-ukuran di media sosial.
Pada kelompok aktifitas pengembangan strategi terdiri dari memprioritaskan
tujuan-tujuan, membuat tata kelola, dan mendefinisikan aktifitas-aktifitas di media
sosial (Dawson, 2014).
2.5.3 Third Wave Social Media Strategy Famework
Third Wave, sebuah perusahaan konsultan pemasaran dan media sosial yang
berpusat di Berlin memperkenalkan kerangka kerja strategi media sosial yang
diberi nama Third Wave Social Media Strategy Framework Version 1.1 pada
tahun 2013. Kerangka kerja ini berfungsi sebagai panduan yang membantu kita
bekerja melalui proses yang terstrukutr. Kerangka kerja ini membantu
mendefinisikan sejumlah pertanyaan yang membantu menciptakan strategi media
sosial (Third Wave, 2013). Gambar kerangka kerja strategi media sosial Third
Wave tampak pada Gambar 2.6 berikut ini.
Universitas Indonesia
29
Gambar 2.6 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Third Wave
(Sumber: Third Wave, 2013)
Hal utama yang harus didefinisikan adalah tujuan dan objektif. Pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah tujuan yang hendak dicapai dengan bantuan media
sosial dan ukuran-ukuran apa yang akan diukur yang mengindikasikan suksesnya
strategi. Setelah tujuan didefinisikan, terdapat tiga aspek yang harus dianalisis
sebagai masukan dalam penyusuna strategi yaitu manusia, konten, dan platform.
Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab terkait audiens adalah siapa yang akan
kita ajak bicara, bagaimana minat, tujuan, dan perilaku mereka. Pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab terkait konten adalah apa topik yang akan kita
bicarakan dan apa nilai tambah yang kita berikan. Terkait dengan platform,
pertanyaan yang harus dijawab adalah platform apakah yang paling sesuai untuk
menjangkau mereka yang akan kita tuju.
Sebuah strategi perlu untuk diimplementasikan dan secara berkesinambungan
diuji dan ditingkatkan. Oleh karena itu diperlukan aktifitas Monitoring, Analytics,
Reporting. Pertanyaan yang harus dijawab yaitu bagaimana cara menangkap apa
yang masyarakat perbincangkan tentang kita atau topik yang relevan dengan kita,
bagaimana cara mengukur pencapaian strategi kita, dan bagaimana cara
memperbaiki pendekatan kita. Aspek di dalam organisasi juga perlu diperhatikan.
Pertanyaan-pertanyaan
yang penting untuk
dijawab adalah siapa
yang
Universitas Indonesia
30
bertanggungjawab melaksanakan strategi, bagaimana pembagian peranan dalam
tim, proses apa saja yang diperlukan, dan vendor apa yang perlu digunakan.
Strategi yang dirumuskan dalam kerangka kerja ini meliputi strategi terkait
audiens (people), strategi terkait konten, dan strategi terkait platform yang akan
digunakan.
2.6 Action Research
Action research adalah sebuah istilah yang mengacu kepada sebuah proses iteratif
yang melibatkan baik peneliti maupun pemangku kepentingan (stakeholder) yang
memuat tiga komponen utama yaitu identifikasi masalah, aksi, dan analisis
(Burns, 2007). Action research merupakan metode penelitian kualitatif yang
penting dalam bidang sistem informasi. Letak perbedaan action research jika
dibandingkan dengan case study research adalah peneliti terlibat secara langsung
dalam perubahan organisasi yang sedang direncanakan. Pada case study research
peneliti mempelajari fenomena yang terjadi di suatu organisasi tanpa berniat
merubahnya, sedangkan pada action research peneliti turut merencanakan
perubahan organisasi dan secara simultan mempelajari akibat dari perubahan yang
akan terjadi (Avison, Baskerville, & Myers, 2001).
Kemmis dan McTaggart (2005) menyebutkan bahwa urutan langkah dalam action
research secara umum terdiri dari beberapa langkah yang membentuk spiral.
Langkah-langkah tersebut terdiri dari:
• Merencanakan sebuah perubahan
• Melakukan aksi dan mengamati proses serta konsekuensi perubahan
• Melakukan refleksi dari proses-proses dan konsekuensinya
• Merencanakan ulang
• Melakukan aksi dan mengamati lagi
• Melakukan refleksi lagi dan seterusnya
Langkah-langkah dalam action research secara umum berbentuk spiral seperti
tampak pada Gambar 2.7 berikut ini.
Universitas Indonesia
31
Gambar 2.7 Langkah-langkah dalam action research
(Sumber: Kemmis & McTaggart, 2005)
Dalam kenyataan, langkah-langkah action research tidak selalu rapi seperti
tampak pada Gambar 2.7. Proses-proses dalam implementasinya lebih mengalir,
terbuka, dan responsif. Tiap-tiap langkah dalam spiral tersebut idealnya dilakukan
oleh lebih dari satu partisipan secara kolaboratif dalam proses-proses
participatory action research.
2.7 Metode Ranking Berdasarkan Entropy
Entropy
biasanya
digunakan
dalam
pengukuran
teori
informasi,
yang
menunjukkan kemurnian (purity) sekumpulan data yang berdasarkan pilihan
personal seseorang. Pengukuran entropy dipandang sebagai pengukuran terhadap
tingkat tidak dapat diperkirakannya sebuah sistem (system unpredictability). Dash
Universitas Indonesia
32
dan Liu (2010) menyebutkan bahwa entropy dari satu kelompok observasi
x1,…,xn adalah:
(2,1)
Berdasarkan Rumus 2,1 tersebut, semakin tinggi nilai entropy berarti semakin
seragam distribusi variabel. Semakin rendah nilai entropy menunjukkan semakin
bervariasinya distribusi variabel.
Hsu dan Hsu (2008, p. 186) mendefinisikan sebuah teknik dalam penentuan bobot
tiap kriteria dari sekumpulan kriteria berdasarkan entropy. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam penentuan bobot kriteria dengan metode entropy yaitu:
1. Menormalisasi matriks hasil kuesioner.
Normalisasi matriks dilakukan dengan cara mengurangi nilai semua
kriteria dengan nilai tertinggi.
2. Nilai yang diperoleh pada Langkah 1 dibagi dengan nilai total dari semua
kriteria. Rumus yang digunakan yaitu:
(2,2)
Untuk m > 1, i = 1,…,n, j = 1,…,m, dimana n adalah jumlah pengambil
keputusan dan m adalah jumlah kriteria.
3. Menentukan nilai entropy, sebaran (dispersion), dan bobot (weight) tiap
kriteria berdasarkan hasil dari Langkah 2.
Nilai entropy tiap kriteria dihitung berdasarkan rumus:
(2,3)
Nilai sebaran tiap kriteria dihitung berdasarkan rumus:
(2,4)
Bobot tiap kriteria dihitung berdasarkan rumus:
(2,5)
Universitas Indonesia
33
2.8 Penelitian Sejenis
Berikut ini sejumlah penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini yang
diperoleh dari berbagai jurnal internasional:
1. Developing Social Media Strategy: a Professional Association
Perspective, tahun 2012, oleh Wendy McLean-Cobban.
Dalam penelitian tersebut McLean-Cobban melakukan analisis terhadap
strategi media sosial yang digunakan perkumpulan profesi yang bersifat
nirlaba di Canada. Dari analisis tersebut, McLean-Cobban menyusun
strategi yang dianggap paling sesuai untuk digunakan dalam layanan
media sosial untuk perkumpulan profesi. Pengumpulan data yang
dilakukan McLean-Cobban adalah dari wawancara, dan data yang
dihasilkan adalah data yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian tersebut
adalah strategi media sosial yang dianggap paling sesuai untuk
perkumpulan profesi yang bersifat nirlaba. Namun kelemahan penelitian
tersebut adalah strategi media sosial yang diusulkan tidak digambarkan
dalam bentuk grafis sehingga relatif sulit dimengerti. Hal yang dapat
diambil dari penelitian tersebut adalah dalam penyusunan strategi media
sosial, platform yang dipilih harus spesifik sesuai karakteristik audiens.
2. Social Media in e-Governance: A Study with Special Reference to
India, tahun 2013, oleh Muhamad Tariq Banday dan Muzamil M. Mattoo.
Pada penelitian tersebut Banday dan Mattoo menganalisis strategi media
sosial pemerintah India. Strategi media sosial pemerintah India
menggunakan kerangka kerja Ross Dawson yang dimodifikasi sesuai
kondisi sosial budaya rakyat India. Analisis terhadap strategi media sosial
tersebut dilakukan dengan membandingkan dengan strategi negara-negara
lain. Selain itu Banday dan Mattoo juga menganalisis strategi tersebut
terhadap kondisi sosial masyarakat India. Tujuan penelitian tersebut adalah
mengetahui keterbatasan dan kelemahan strategi media sosial pemerintah
India dan menyusun masukan untuk perbaikan strategi tersebut. Hasil
penelitian tersebut adalah rekomendasi perbaikan terhadap strategi media
sosial pemerintah India. Penelitian yang dilakukan Banday dan Matto
Universitas Indonesia
34
tersebut memiliki kontribusi terhadap penelitian ini karena strategi yang
dianalisis adalah strategi media sosial pemerintah di negara berkembang
yang penduduknya juga besar seperti Indonesia. Saran-saran yang
diberikan dalam penelitian tersebut yaitu dokumen kebijakan tentang
penggunaan media sosial di dalam kontenks pemerintahan elektronik harus
memuat juga panduan tentang kerahasiaan, integritas dan ketersediaan
informasi dan data. Selain itu setiap instansi pemerintah memiliki
karakteristik yang berbeda yang membuat penyesuaian strategi perlu
dilakukan.
3. Comparison of Social Media Use for the US and the Korean
Government, tahun 2013, oleh Myongho Yi, Sam Gyun Oh, dan Sunghun
Kim.
Pada penelitian tersebut Yi, Oh, dan Kim menganalisis kebijakan dan
panduan terkait penggunaan media sosial yang dilakukan oleh pemerintah
Amerika Serikat dan Korea. Penelitian tersebut menggunakan studi
literatur dan analisis dokumen-dokumen yang dikeluarkan di dua negara
tersebut yang terkait media sosial di sektor publik. Berdasarkan penelitian
tersebut, baik pemerintah Amerika Serikat maupun Korea telah memiliki
platform atau portal media sosial sebagai jembatan komunikasi dengan
masyarakat. Terdapat perbedaan mendasar dalam panduan media sosial
yang disusun kedua negara tersebut. Pemerintah Korea lebih mendorong
informasi-informasi yang bersifat personal dan mengandung unsur
emosional untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya,
sedangkan pemerintah Amerika Serikat fokus pada panduan bagi pegawai
pemerintah dalam menggunakan situs jejaring sosial. Panduan tersebut
mengatur bagaimana pegawai pemerintah bersikap dan berinteraksi dalam
berbagai media sosial terutama situs jejaring sosial. Kesamaan perspektif
pemerintah kedua negara tersebut adalah pandangan tentang kesenjangan
dijital (digital divide) dan kerahasiaan informasi. Saran-saran yang
diberikan Yi, Oh, dan Kim adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut
tentang bagaimana cara memanfaatkan media sosial di instansi pemerintah
secara efektif dan efisien.
Universitas Indonesia
35
4. Strategi Media Sosial Untuk Diplomasi Publik: Studi Kasus
Kementerian Luar Negeri, tahun 2014, oleh Hary Hadiansyah.
Latar belakang penelitian Hadiansyah tersebut adalah citra Indonesia di
mata dunia internasional belum sesuai harapan. Media sosial dipandang
sebagai media yang dapat dijadikan sarana diplomasi publik untuk
mengangkat citra Indonesia di mata dunia. Tujuan penelitian yang
dilakukan Hadiansyah tersebut adalah menyusun strategi media sosial
yang paling sesuai untuk Kemenlu dalam rangka diplomasi publik.
Kerangka kerja strategi media sosial yang digunakan adalah Third Wave.
Untuk menyusun strategi tersebut, Hadiansyah menggunakan analisis
SWOT untuk menganalisis aspek internal dan eksternal Kemenlu. Hal
yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah kerangka kerja Third
Wave dan analisis SWOT dapat digunakan dalam menyusun strategi
media sosial di sektor publik.
Perbandingan ketiga penelitian di atas terlihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Sejenis
Aspek
Studi
kasus
Data
Kerangka
kerja yang
digunakan
McLeanBanday dan
Cobban
Mattoo
(2012)
(2013)
Perkumpulan Sektor
profesi
publik
nirlaba
Kualitatif
Kualitatif
-
Ross
Dawson
Yi et al.
(2013)
Hadiansyah
(2014)
Penelitian
ini
Sektor
publik
Sektor
publik
Sektor
publik
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif
dan
kuantitatif
Third Wave
-
Third Wave
2.9 Kerangka Penelitian
Penyusunan konsep kerangka penelitian dimulai dari menentukan kerangka kerja
apa yang dianggap paling sesuai di antara beberapa alternatif yang dapat
digunakan. Kerangka kerja yang dipilih untuk digunakan sebagai panduan strategi
media sosial dalam penelitian ini adalah kerangka kerja media sosial Third Wave.
Kerangka kerja Third Wave dipilih karena berdasarkan observasi yang dilakukan
Universitas Indonesia
36
penulis, komponen-komponen dalam kerangka kerja Third Wave sudah
diidentifikasi dalam pengelolaan media sosial di institusi yang dijadikan studi
kasus
yaitu
Kemdikbud.
Pengelola
media
sosial
Kemdikbud
sudah
mendefinisikan konsep people, konten, dan platform, serta telah melakukan
pengumpulan dan analisis percakapan di media sosial sesuai kerangka kerja Third
Wave. Selain itu hasil penelitian Hadiansyah (2014) menyebutkan bahwa
kerangka kerja Third Wave sesuai untuk menyusun strategi media sosial instansi
pemerintah di Indonesia.
Tujuan dari strategi media sosial yang akan dikembangkan sudah ditentukan dari
awal yaitu kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial
meningkat. Komponen-komponen kerangka kerja Third Wave yaitu people,
konten, platform sebagian sudah diidentifikasi oleh Kemdikbud, sehingga
pengembangan strategi media sosial ini menjadi lebih mudah. Dalam kerangka
kerja Third Wave, strategi yang dirumuskan meliputi strategi people, konten,
platform. Penulis berpendapat bahwa strategi pengelolaan media sosial juga
sangat perlu dirumuskan. Strategi pengelolaan media sosial akan melengkapi
ketiga jenis strategi tersebut, karena fokus pada perbaikan sistem, sumber daya
manusia, koordinasi dengan unit kerja lain, dan lain-lain. Oleh karena itu strategi
media sosial yang akan dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 4 jenis strategi
yaitu strategi pengelolaan, people, konten, dan platform.
Kepuasan pengguna media sosial dipengaruhi oleh beberapa aspek. DeLone dan
McLean (2003) menyebutkan bahwa kepuasan masyarakat terhadap sebuah sistem
informasi dipengaruhi oleh kualitas sistem, kualitas layanan, dan kualitas
informasi. Penelitian ini akan menjaring pendapat masyarakat tentang aspek
kualitas informasi sebagai masukan dalam penyusunan media sosial Kemdikbud.
Aspek kualitas sistem dan kualitas layanan tidak akan dibahas dalam penelitian
ini. Dimensi-dimensi kualitas informasi dirangkum dari 14 literatur yang dibahas
dalam subbab 2.2.3. Rangkuman dimensi-dimensi kualitas informasi disajikan
dalam Tabel 2.3.
Universitas Indonesia
37
McGilvray, 2008
√
√
√
√
√
√
2
Akurasi
Kemudahan
Dimengerti
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3
√
√
√
5
Keterpercayaan
Singkat
Jelas
√
√
√
√
√
√
√
6
Aksesibilitas
√
√
√
√
√
√
√
√
7
Kelengkapan
√
√
√
√
√
√
√
8
Relevansi
√
√
√
√
√
√
√
√
9
Konsistensi
√
√
√
√
√
√
√
10
Objektivitas
√
√
√
√
11
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
14
Reputasi
Kemudahan
Dipahami
Nilai
Tambah
Jumlah
Yang tepat
15
Keamanan
16
17
Informatif
Kemudahan
Diolah
18
Kesopanan
19
20
4
12
13
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Jml tulisan yang mendukung
Lee et al. ,2002
√
Emamjome et al., 2013
Eppler, 2001
√
Zhu et al. 2009
Naumann & Rolker, 2000
Kekinian
Agarwal & Yiliyasi, 2010
Kahn et al. 2002
1
Alexander & Tate 1999
Dedeke, 2000
Dimensi
Katerattanakul & Siau, 1999
Shank & Corbit 1999
No
Kargar et al.2008
DeLone & McLean, 1992
Tabel 2.3 Rangkuman Dimensi Kualitas Informasi
√
√
√
√
12
√
√
√
√
11
√
√
√
11
√
√
√
11
√
√
√
11
√
√
10
√
√
10
√
√
√
√
√
√
√
10
√
√
√
9
√
√
8
√
8
√
7
√
√
√
√
√
√
9
√
√
√
6
5
√
√
5
√
4
√
√
2
Originalitas
√
√
2
Kebaruan
√
√
2
√
√
√
√
√
Dimensi kualitas informasi yang didukung oleh empat literatur atau lebih akan
digunakan dalam penelitian ini. Dimensi-dimensi kualitas tersebut yaitu: (a)
kekinian, (b) akurasi, (c) kemudahan dimengerti, (d) keterpercayaan, (e) singkat
namun jelas, (f) aksesibilitas, (g) kelengkapan, (h) relevansi, (i) konsistensi, (j)
objektivitas, (k) reputasi, (l) kemudahan dipahami, (m) nilai tambah, (n) jumlah
informasi yang tepat, (o) keamanan, (p) informatif, dan (q) kemudahan diolah.
Universitas Indonesia
38
Dimensi-dimensi kualitas informasi yang didukung kurang dari empat literatur
akan digunakan jika sesuai dengan konteks media sosial social network service
(SNS). Dimensi kesopanan dan kebaruan dianggap sesuai dengan media sosial
SNS, sehingga akan digunakan dalam instrumen penelitian. Dimensi originalitas
dianggap hanya sesuai dalam konteks laman tanya jawab dan kurang sesuai
dengan konteks SNS, sehingga tidak dipergunakan. Dari 20 dimensi kualitas
informasi pada Tabel 2.3, hanya sebuah dimensi yang tidak akan diukur dalam
penelitian ini yaitu originalitas.
Dimensi-dimensi kualitas informasi dikelompokkan berdasarkan kategori yang
dikemukakan Wang & Strong (1996) dan Katerattanakul & Siau (1999), yaitu:
1. Kualitas intrinsik, yang terdiri dari empat dimensi yaitu: (a) akurasi, (b)
objektivitas, (c) keterpercayaan, dan (d) reputasi.
2. Kualitas informasi kontekstual, yang terdiri dari tujuh dimensi yaitu: (a)
nilai tambah, (b) relevansi, (c) kekinian, (d) kelengkapan, (e) jumlah
informasi yang sesuai, (f) informatif, dan (g) kebaruan.
3. Kualitas representasional, yang terdiri enam dimensi dari: (a) kemudahan
untuk dipahami, (b) kemudahan untuk dimengerti, (c) konsistensi, (d)
singkat namun jelas, (e) kemudahan diolah, dan (f) kesopanan.
4. Kualitas aksesibilitas yang terdiri dari dua dimensi yaitu: (a) aksesibilitas
dan (b) keamanan.
Hasil pengukuran kualitas informasi akan disajikan dalam daftar kelemahan dan
kekuatan yang akan dianalisis dengan SWOT. Daftar kekuatan dan kelemahan
tersebut dikelompokkan berdasarkan model 7S McKinsey. Aspek lain yang
menjadi pertimbangan adalah aspek internal organisasi yaitu kekuatan dan
kelemahan, serta eksternal organisasi yaitu adanya peluang dan ancaman.
Dalam kerangka kerja strategi media sosial Third Wave, analisis konten, audiens,
dan platform penting dalam penyusunan strategi. Analisis konten dalam media
sosial
Kemdikbud
akan
dikelompokkan
menggunakan
kategori
yang
dikemukakan Magnusson, Bellstrom, dan Thoren (2012) yaitu: (a) konten yang
mendidik masyarakat, (b) promosi kegiatan yang akan dilaksanakan, (c) promosi
Universitas Indonesia
39
daerah, (d) promosi layanan pemerintah, (e) meminta informasi dari masyarakat,
dan (f) informasi status layanan pemerintah. Dari enam kelompok konten tersebut,
kelompok konten promosi daerah tidak digunakan karena tidak sesuai dengan
konteks Kemdikbud sebagai instansi pemerintah di tingkat pusat.
Motivasi yang mendorong masyarakat terhubung dengan akun media sosial
Kemdikbud akan ditanyakan melalui survei. Pilihan jawaban tentang motivasimotivasi tersebut dirangkum dari hasil penelitian Thomas dan Streib (2003) yaitu:
(a) memperoleh informasi terbaru, (b) memperoleh informasi kontak, (c) meminta
layanan, (d) mengeluh tentang layanan pemerintah, dan (e) menyampaikan opini.
Gambar 2.8 Kerangka Penelitian
Gambar 2.8 mengilustrasikan kerangka penelitian yang akan digunakan sebagai
panduan dalam penelitian ini. Strategi yang akan dirumuskan terdiri dari 4 jenis
strategi yaitu strategi pengelolaan media sosial, strategi people, strategi konten,
dan strategi platform. Tujuan yang akan diraih dari pelaksanaan strategi media
sosial tersebut adalah kepuasan masyarakat meningkat. Masukan yang diperlukan
dalam penyusunan strategi media sosial meliputi analisis internal dan eksternal
organisasi, analisis people, konten, dan platform, serta analisis kualitas informasi.
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan metodologi penelitian, tahapan penelitian, metode
pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode pengolahan data yang
digunakan dalam penelitian ini.
3.1 Tahapan Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research. Action
research dipilih sebagai metodologi karena dalam penelitian ini peneliti akan
berkolaborasi dengan pemangku kepentingan yang akan menggunakan strategi
media sosial untuk menghasilkan sebuah strategi yang dianggap paling sesuai.
Konsep action research yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti turut
merencanakan perubahan organisasi dan secara simultan mempelajari akibat dari
perubahan yang akan terjadi (Avison, Baskerville, & Myers, 2001). Untuk
menghasilkan strategi media sosial yang paling sesuai, rancangan strategi media
sosial secara berkesinambungan akan dikonsultasikan dengan pimpinan dan staf
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (PIH Kemdikbud) sebagai pemangku kepentingan (stakeholder).
Tahapan penelitian ini disusun berdasarkan kerangka penelitian (Gambar 2.8) dan
siklus spiral action research. Siklus spiral action research yang digunakan
sebagai acuan adalah konsep yang dikemukakan Kemmis & McTaggart (2005).
Siklus tersebut memuat tiga tahap penting yaitu perencanaan, pelaksanaan aksi
dan observasi, serta refleksi yang dikerjakan secara iteratif. Kerangka kerja
strategi media sosial yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah
kerangka kerja Third Wave yang menghasilkan strategi pengelolaan, strategi
people, strategi konten, dan strategi platform. Tahapan penelitian ini tampak pada
Gambar 3.1 berikut ini.
40
Universitas Indonesia
41
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
Penjelasan tahapan penelitian sesuai Gambar 3.1 adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi masalah yang terdapat di
organisasi, menganalisis akar masalah, dan menentukan solusi terkait teknologi
informasi (TI) untuk menyelesaikan masalah. Input pada langkah ini adalah
hasil survei terkait pengelolaan media sosial di Kemdikbud, dan dokumen yang
Universitas Indonesia
42
berhubungan dengan pengelolaan media sosial Kemdikbud. Analisis akar
masalah digambarkan dengan diagram tulang ikan (fishbone diagram) untuk
mengidentifikasi berbagai akar masalah yang ada dan menentukan akar
masalah yang akan dicarikan solusi. Output pada langkah ini adalah pertanyaan
penelitian.
2. Studi Literatur
Pada langkah ini peneliti mencari dan mengolah berbagai literatur yang relevan
dengan pertanyaan penelitian. Input langkah ini adalah pertanyaan penelitian,
sedangkan outputnya adalah kerangka penelitian.
3. Perencanaan Aksi
Perencanaan aksi merupakan tahap pertama dalam siklus spiral action research.
Pada iterasi pertama, langkah ini menentukan jadwal langkah-langkah
penelitian yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Pada iterasi
kedua dan seterusnya, hasil refleksi digunakan sebagai masukan perencanaan
aksi untuk menentukan langkah-langkah apa saja yang perlu dilaksanakan.
Output langkah ini adalah jadwal sejumlah langkah penelitian.
4. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam
pengelolaan media sosial di Kemdikbud. Metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan ini meliputi:
a. Observasi langsung
Peneliti akan melakukan observasi terhadap operasional pengelolaan
media sosial di Kemdikbud selama lima hari. Selain itu peneliti juga
akan menganalisis percakapan di media sosial Kemdikbud. Hal-hal
yang akan diamati antara lain kesulitan-kesulitan yang dihadapi
petugas, cara kerja petugas, peralatan yang menunjang kegiatan, dan
persentase pertanyaan masyarakat yang terjawab. Hasil observasi akan
dirumuskan menjadi sejumlah pernyataan yang mengindikasikan
kekuatan dan kelemahan pengelolaan media sosial di Kemdikbud.
b. Analisis dokumen
Peneliti akan menganalisis dokumen-dokumen terkait pengelolaan
media sosial seperti notulen rapat, hasil seminar atau semiloka,
Universitas Indonesia
43
sasaran kinerja pegawai, analisis beban kerja, dan laporan bulanan.
Sejumlah pernyataan yang mengindikasikan kekuatan dan kelemahan
akan dikumpulkan dan akan divalidasi oleh koordinator pengelolaan
media sosial Kemdikbud.
c. Wawancara
Wawancara akan dilakukan kepada Narasumber 1 yaitu Koordinator
Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud dan Narasumber 2 yaitu
konsultan komunikasi yang selama tiga tahun terakhir bekerja di PIH
Kemdikbud. Pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan terbuka.
Hal-hal yang ingin diketahui adalah ketersediaan anggaran, jumlah
dan kompetensi petugas, aspek manajemen pengelolaan media sosial,
dan sejumlah kekuatan serta kelemahan yang dapat diidentifikasi.
5.
Identifikasi Peluang dan Ancaman
Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi peluang dan ancaman terhadap
pengelolaan media sosial Kemdikbud. Metode yang digunakan adalah
wawancara dengan dua orang pakar media sosial. Pertanyaan yang diajukan
kepada kedua pakar media sosial tersebut berupa pertanyaan terbuka untuk
menggali gagasan dan pendapat pakar tersebut. Output langkah ini adalah
daftar peluang dan ancaman terkait pengelolaan media sosial Kemdikbud.
6.
Analisis Kualitas Informasi
Tujuan langkah ini adalah mengetahui dimensi kualitas informasi yang
dianggap penting dan persepsi sebagian masyarakat terahadap pengelolaan
media sosial Kemdikbud. Pengukuran kualitas informasi dilakukan dengan
survei kepada follower / fans media sosial Kemdikbud dengan teknik
convenience sampling. Output langkah ini adalah daftar kekuatan dan
kelemahan ditinjau dari aspek kualitas informasi.
7.
Identifikasi People, Content, dan Platform
Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi karakteristik audiens (people),
konten (content), dan platform media sosial. Karakteristik audiens dan konten
media sosial Kemdikbud diidentifikasi dengan melakukan analisis terhadap
percakapan di media sosial Kemdikbud selama tiga bulan terakhir. Analisis
karakteristik platform media sosial dilakukan dengan merangkum pendapat
Universitas Indonesia
44
pakar media sosial. Output langkah ini adalah penjabaran karakteristik
audiens dan konten media sosial Kemdikbud, serta karakteristik platform
yang digunakan.
8.
Penyusunan Strategi Media Sosial
Tujuan langkah ini adalah menyusun startegi media sosial berdasarkan inputinput yang dihasilkan dari langkah-langkah sebelumnya. Strategi media sosial
disusun dengan melakukan focus group discussion (FGD). Peserta FGD
tersebut adalah Kepala PIH Kemdikbud, Kepala Bidang Pencitraan Publik
PIH Kemdikbud, koordinator media sosial Kemdikbud, dan tiga orang
petugas pengelola media sosial Kemdikbud. Output kegiatan ini adalah draft
strategi media sosial Kemdikbud.
9.
Refleksi
Tujuan langkah ini adalah mengevaluasi strategi media sosial yang telah
disusun. Refleksi dilakukan oleh peneliti bersama-sama dengan para
pengelola media sosial melalui sebuah diskusi. Input langkah ini adalah draft
strategi media sosial. Output langkah ini adalah daftar perbaikan strategi
media sosial. Selain itu pada langkah ini juga dirumuskan indikator
keberhasilan pelaksanaan strategi dan peta jalan. Hasil refleksi ini akan
diteruskan ke langkah perencanaan aksi atau penyusunan saran-saran.
10. Penyusunan Saran-saran
Tujuan langkah ini adalah menghasilkan saran-saran agar strategi yang telah
dihasilkan dapat dijalankan dengan baik. Input langkah ini adalah strategi
media sosial, indikator keberhasilan, dan peta jalan, sedangkan outputnya
adalah saran-saran bagi pengelola media sosial Kemdikbud.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data untuk penelitian ini diperoleh dengan beberapa metode berikut ini:
1. Wawancara
Wawancara akan dilakukan kepada Koordinator Pengelolaan Media
Sosial Kemdikbud dan dua orang konsultan media sosial. Pada awalnya
penulis merencanakan wawancara dengan Kepala PIH Kemdikbud, namun
Universitas Indonesia
45
karena kesibukannya wawancara tidak berhasil dijadwalkan. Sebagai
gantinya penulis melakukan wawancara dengan konsultan yang selama
tiga tahun terakhir bekerja di PIH Kemdikbud, sehingga diharapkan
narasumber ini memahami kondisi internal dan eksternal organisasi.
Narasumber ketiga diwawancarai dalam kapasitasnya sebagai pakar media
sosial. Wawancara dilakukan pada Langkah 4, Langkah 5. Data yang
diperoleh merupakan data primer dalam penelitian ini.
2. Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat proses pengelolaan media sosial
Kemdikbud untuk mengidentifikasi sejumlah kekuatan dan kelemahan.
Observasi dilakukan pada Langkah 4 yaitu identifikasi kekuatan dan
kelemahan. Data yang diperoleh adalah data primer penelitian ini.
3. Analisis dokumen
Dokumen yang dianalis meliputi hasil rapat, seminar, pelatihan yang
terkait pengelolaan media sosial Kemdikbud selama kurun waktu satu
tahun terakhir. Analisis dokumen digunakan dalam Langkah 4 yaitu
identifikasi kekuatan dan kelemahan. Data yang diperoleh merupakan data
sekunder dalam penelitian ini.
4. Focus group discussion (FGD)
Kegiatan FGD dilaksanakan untuk merumuskan strategi media sosial.
Peserta FGD adalah Kepala PIH Kemdikbud, Kepala Bidang Pencitraan
Publik PIH Kemdikbud, koordinator media sosial Kemdikbud, dan tiga
orang petugas pengelola media sosial Kemdikbud. FGD dilaksanakan pada
Langkah 8 penelitian ini. Data yang diperoleh merupakan data primer
dalam penelitian ini.
5. Survei
Kegiatan ini bertujuan mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi
kepuasan masyarakat ditinjau dari dimensi kualitas informasi serta
persepsi mereka terhadap dimensi-dimensi tersebut. Survei ini berperan
dalam Langkah 6 dan Langkah 7. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah convenience sampling, dengan pertimbangan utama
adalah waktu penelitian yang relatif singkat.
Universitas Indonesia
46
Survei dilakukan melalui dua buah metode. Metode pertama yaitu
menanyakan kesediaan untuk berpartisipasi kepada pengguna Facebook
yang mengomentari status akun Kemdikbud selama satu bulan terakhir.
Dalam metode pertama ini, penulis mengirimkan pesan kepada 910
pengguna Facebook, dan jumlah yang bersedia berpartisipasi sebanyak 98
orang. Metode survei yang kedua yaitu penulis datang langsung kepada 52
orang follower / fans akun media sosial kemdikbud yang tinggal di sekitar
Jakarta. Dari jumlah 52 orang yang didatangi tersebut semua bersedia
berpartisipasi dalam survei ini. Data hasil survei adalah data primer
penelitian ini.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen untuk penelitian ini terdiri dari:
1. Daftar pertanyaan untuk wawancara
Untuk panduan wawancara kepada tiga orang narasumber disusun daftar
pertanyaan. Daftar pertanyaan yang disiapkan yaitu:
a. Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
•
Akar masalah apa yang penting untuk diselesaikan?
•
Apakah dengan perubahan nomenklatur kementerian,
strategi media sosial tetap penting disusun?
•
Apa kekuatan dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud?
•
Apa
kelemahan
dalam
pengelolaan
media
sosial
Kemdikbud?
b. Narasumber 2 dan Narasumber 3, konsultan media sosial
•
Bagaimana Anda menilai pengelolaan media sosial di
instansi pemerintah?
•
Apa peluang yang dapat dimanfaatkan agar kepuasan
masyarakat meningkat?
•
Apa ancaman yang dihadapi pengelola media sosial
instansi pemerintah?
•
Bagaimana konten dan platform media sosial yang sesuai
bagi instansi pemerintah?
Universitas Indonesia
47
2. Kuesioner
Kuesioner digunakan sebagai perangkat untuk survei kepada follower /
fans media sosial Kemdikbud. Kuesioner ini berupa sejumlah pernyataan
terkait dimensi kualitas informasi di media sosial Kemdikbud. Responden
diminta memilih skala Likert 1 hingga 5 pada kolom harapan dan persepsi
kualitas saat ini dari pernyataan-pernyataan tersebut. Pada kolom harapan,
1=sangat tidak penting, 2=tidak penting, 3=cukup penting, 4=penting, dan
5=sangat penting. Pada kolom persepsi, 1=sangat buruk, 2=buruk,
3=cukup, 4=baik, dan 5=sangat baik. Selain pertanyaan tentang kualitas
informasi, kuesioner ini juga menanyakan motivasi, konten yang disukai,
dan platform yang dapat digunakan di masa mendatang (Lampiran 13
hingga Lampiran 17).
3.4 Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan hasil wawancara
Hasil wawancara dengan narasumber diolah menjadi sejumlah pernyataan
yang mengindikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
Jawaban dari pertanyaan tertutup, pernyataan akan langsung didefinisikan
berupa kalimat positif atau kalimat negatif. Jawaban dari pertanyaan
terbuka akan dilakukan coding untuk menemukan pernyataan-pernyataan
yang mengindikasikan empat komponen SWOT.
2. Pengolahan hasil survei
Jawaban responden yang terkait dengan motivasi terhubung dengan akun
media sosial Kemdikbud, konten yang disukai, dan platform yang
disarankan dihitung dan disajikan dalam tabel dan diurutkan berdasarkan
jumlah pilihan yang terbesar.
Jawaban responden terkait dimensi-dimensi kualitas informasi yang
penting dalam kepuasan mereka diolah untuk menentukan bobot tiap
dimensi.
Teknik yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah teknik
berdasarkan entropy yang dikemukakan oleh Hsu dan Hsu (2008).
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
Universitas Indonesia
48
a. Menormalisasi matriks dengan cara mengurangi tiap nilai dengan nilai
terbesar;
b. Membagi tiap nilai dari matriks pada langkah sebelumnya dengan
jumlah total semua kriteria;
c. Menghitung nilai entropy berdasarkan Rumus 2,3, nilai sebaran
berdasarkan Rumus 2,4, dan bobot tiap kriteria dengan Rumus 2,5.
Hasil penghitungan bobot tiap dimensi kualitas informasi disajikan dalam
tabel dengan urutan berdasarkan nilai terbesar. Untuk mengetahui kualitas
informasi, kesenjangan (gap) antara harapan dan persepsi akan dihitung
dan diakumulasi. Besarnya kesenjangan dihitung dengan mengurangi nilai
harapan dengan persepsi. Kesenjangan akan diinterpretasikan menjadi
pernyataan kekuatan dan kelemahan.
Universitas Indonesia
BAB 4
PROFIL ORGANISASI
Pada bab ini diuraikan profil organisasi yang dijadikan studi kasus dalam
penelitian ini. Profil organisasi yang diuraikan meliputi kedudukan, tugas dan
fungsi, visi dan misi, struktur organisasi, serta pengelolaan layanan informasi di
organisasi tersebut.
4.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Dalam Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 disebutkan bahwa kedudukan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden (Pasal 433 Ayat 1). Kemdikbud dipimpin
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang dibantu dua wakil
menteri yaitu Wakil Menteri Bidang Pendidikan dan Wakil Menteri Bidang
Kebudayaan.
Tugas Kemdikbud adalah menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan dan
kebudayaan
dalam
pemerintahan
untuk
membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara (Pasal 434). Dalam melaksanakan tugastugas tersebut Kemdikbud menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan
dan kebudayaan;
2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
3. Pengawasan
atas
pelaksanaan
tugas
di
lingkungan
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di daerah; dan
5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
49
Universitas Indonesia
50
4.2 Visi dan Misi
Visi dan misi Kemdikbud tertuang dalam dokumen Rencana Strategis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2010 - 2014. Visi Kemdikbud
adalah “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan Nasional
untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan Berkarakter Kuat”. Dalam
rangka mencapai misi tersebut, Kemdikbud telah menetapkan enam misi, yaitu:
1. Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan;
2. Memperluas keterjangkauan layanan pendidikan dan kebudayaan;
3. Meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan kebudayaan;
4. Mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan dan
kebudayaan;
5. Menjamin kepastian / keterjaminan memperoleh layanan pendidikan;
6. Melestarikan dan memperkukuh Bahasa dan Kebudayaan Indonesia.
4.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kemdikbud diatur dalam Pasal 436 Peraturan Presiden Nomor
92 tahun 2011. Unit kerja setingkat eselon I di lingkungan Kemdikbud terdiri dari
15 unit kerja yaitu:
1. Sekretariat Jenderal;
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal;
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar;
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah;
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi;
6. Direktorat Jenderal Kebudayaan;
7. Inspektorat Jenderal;
8. Badan Penelitian dan Pengembangan;
9. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa;
10. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan
dan Penjaminan Mutu Pendidikan;
11. Staf Ahli Bidang Hukum;
Universitas Indonesia
51
12. Staf Ahli Bidang Sosial dan Ekonomi Pendidikan;
13. Staf Ahli Bidang Kerja Sama Internasional;
14. Staf Ahli Bidang Organisasi dan Manajemen; dan
15. Staf Ahli Bidang Budaya dan Psikologi Pendidikan.
4.4 Pengelolaan Layanan Informasi
Pengelolaan layanan informasi di Kemdikbud dikelola dan menjadi tanggung
jawab Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat. Berdasarkan Peraturan
Mendikbud Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemdikbud,
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat (PIH) adalah unsur pelaksana tugas
Kementerian di bidang pengelolaan informasi dan publikasi pendidikan serta
hubungan
masyarakat.
PIH
dipimpin
seorang
kepala
pusat
yang
bertanggungjawab kepada Mendikbud melalui Sekretaris Jenderal. Struktur
organisasi PIH Kemdikbud digambarkan dalam Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PIH Kemdikbud
(Sumber: diolah dari Permendikbud Nomor 1 Tahun 2012)
Universitas Indonesia
52
Pengelolaan layanan informasi kepada masyarakat di PIH Kemdikbud menjadi
tugas Kepala PIH dan dilimpahkan kepada Kepala Bidang Pencitraan Publik.
Pengelolaan layanan informasi kepada masyarakat melalui contact center dikelola
pada Subbidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat. Pengelolaan layanan informasi
melalui media sosial dilaksanakan oleh Subbidang Pengelolaan Konten Media.
Gambar 4.2 berikut ini menggambarkan jabatan-jabatan yang terlibat dalam
pengelolaan media sosial Kemdikbud.
Gambar 4.2 Jabatan-Jabatan yang Terlibat dalam Pengelolaan Media Sosial
Kemdikbud
Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini dan bagaimana strategi media sosial dirumuskan. Pembahasan
dalam bab ini meliputi profil narasumber dan demografi responden, perencanaan
aksi dan refleksi, analisis internal organisasi, analisis eksternal organisasi, analisis
people, konten dan platform, penyusunan strategi media sosial, indikator
keberhasilan, dan peta jalan (roadmap).
5.1. Profil Narasumber dan Demografi Responden
Salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara.
Wawancara dilakukan kepada tiga orang narasumber pada Bulan September,
November, dan Desember 2014. Hasil wawancara tersebut diolah menjadi daftar
SWOT. Profil ketiga narasumber tersebut yaitu:
a. Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
Narasumber 1 telah menjabat jabatan tersebut selama tiga tahun terakhir
sehingga cukup paham dengan kondisi internal organisasi. Selain itu
narasumber ini telah bekerja di bidang layanan informasi selama lebih dari
lima tahun.
b. Narasumber 2, konsultan media sosial
Narasumber 2 saat ini bekerja sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah
bisnis nasional. Selama tiga tahun terakhir narasumber ini bekerja juga
sebagai konsultan komunikasi di PIH Kemdikbud. Di bidang media sosial,
narasumber tersebut berpengalaman mengelola akun Twitter yang
memiliki lebih dari 50 ribu follower.
c. Narasumber 3, konsultan media sosial
Narasumber 3 saat ini bekerja sebagai pemimpin redaksi sebuah portal
berita online yang merupakan kerjasama antara perusahaan telekomunikasi
dari Indonesia dan perusahaan perangkat lunak dari Amerika Serikat.
Selama tiga tahun terakhir narasumber sering diundang sebagai pembicara
53
Universitas Indonesia
54
dalam pengelolaan media sosial di instansi pemerintah. Di bidang media
sosial, narasumber termasuk tokoh yang terkenal di Indonesia dan
berpengalaman mengelola akun Twitter yang memiliki lebih dari 150 ribu
follower.
Selain wawancara, metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei.
Survei dilakukan selama delapan hari dari tanggal 15 hingga 22 Desember 2014.
Selama kurun waktu tersebut, responden yang berpartisipasi dalam survei ini
sebanyak 150 orang follower atau fans akun media sosial Kemdikbud.
Rangkuman demografi responden ditampilkan dalam Tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1 Rangkuman Demografi Responden
Demografi
Jenis Kelamin
Usia
Pekerjaan
Durasi menjadi follower/
fans akun Kemdikbud
Atribut
Laki-laki
Perempuan
20 tahun
21 – 30 tahun
31 – 40 tahun
41 – 50 tahun
> 50 tahun
Pelajar/mahasiswa
Guru/dosen/pendidik
PNS non guru
Pegawai swasta
Ibu rumah tangga
1 bulan
Persentase (%)
48
52
10
29
33
20
8
22
23
26
22
7
15
2 – 6 bulan
7 – 12 bulan
> 12 bulan
47
28
10
5.2 Perencanaan Aksi dan Refleksi
Perencanaan aksi merupakan tahap pertama dalam siklus action research yang
dipakai dalam penelitian ini. Refleksi merupakan tahap ketiga setelah tahap
pelaksanaan aksi dilakukan. Pada iterasi pertama ditentukan bahwa analisis
internal organisasi (Langkah 4), analisis ekternal organisasi (Langkah 5), dan
analisis kualitas informasi (Langkah 6) sesuai tahapan penelitian (Gambar 3.1)
dilakukan secara paralel. Untuk melaksanakan ketiga langkah tersebut penulis
Universitas Indonesia
55
melakukan observasi pengelolaan media sosial Kemdikbud, analisis dokumen,
wawancara dengan tiga orang narasumber, dan melakukan survei. Setelah
menyelesaikan tiga langkah tersebut, penulis melakukan analisis audiens, konten,
dan platform dan dilanjutkan dengan penyusunan strategi media sosial.
Hasil refleksi terhadap draft strategi media sosial Kemdibud menghasilkan saransaran perbaikan untuk mempertajam analisis audiens, konten, dan platform.
Refleksi dilakukan dengan cara diskusi membahas draft strategi media sosial
bersama Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud dan petugas
pengelola media sosial. Pada iterasi kedua dilaksanakan analisis audiens, konten,
dan platform dan memperbaiki draft strategi terkait audiens, konten, dan platform.
Pada tahap refleksi iterasi kedua disepakati bahwa strategi media sosial yang
dihasilkan sudah dianggap sesuai dengan tujuan dan kondisi internal organisasi.
Setelah disepakati sebuah strategi media sosial yang sesuai dirumuskan indikator
keberhasilan dan peta jalan.
5.3 Analisis Internal Organisasi
Analisis internal organisasi dilakukan untuk menghasilkan daftar kekuatan dan
kelemahan pengelolaan media sosial di Kemdikbud. Daftar kekuatan dan
kelemahan tersebut akan digunakan sebagai input penyusunan strategi media
sosial. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan
Narasumber 1 selaku Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud, dan
Narasumber 2 dalam kapasitas sebagai konsultan media sosial.
Hasil observasi selama lima hari yang dilakukan penulis dirangkum menjadi
daftar kekuatan dan kelemahan yang dikelompokkan berdasarkan komponenkomponen 7S McKinsey seperti tampak pada Tabel 5.2. Observasi dilakukan
dengan mengamati secara langsung pengelolaan media sosial Kemdikbud dan
menganalisis dokumen-dokumen pendukung seperti hasil rapat, seminar, laporan
pengelolaan media sosial, analisis beban kerja, dan sasaran kinerja pegawai
(SKP). Selain itu percakapan di media sosial Kemdikbud dianalisis untuk
mengetahui berapa persen pertanyaan masyarakat yang berhasil dijawab.
Universitas Indonesia
56
Tabel 5.2 Pemetaan Hasil Observasi
Kode Pernyataan
S1
W1
W2
W3
W4
W5
Aktivitas pengumpulan dan
analisis terhadap percakapan
di media sosial Kemdikbud
secara rutin dilakukan
Belum memiliki mekanisme
pengarsipan informasi yang
terintegrasi
Belum ada prosedur operasi
standar (POS) dalam
pengelolaan media sosial
Petugas hanya mampu
menjawab sebagian kecil
pertanyaan masyarakat
Jumlah pegawai pengelola
media sosial masih kurang
Menjawab pertanyaan hingga
100% belum menjadi
indikator kinerja utama (IKU)
pegawai
Kekuatan /
Kelemahan
Kekuatan
Kategori
7S
McKinsey
Sistem
Referensi
Kelemahan
Sistem
Lampiran 3
Nomor 2
Kelemahan
Sistem
Lampiran 4
Nomor 3
Kelemahan
SDM
Lampiran 4
Nomor 4
Kelemahan
SDM
Kelemahan
SDM
Lampiran 4
Nomor 5
Lampiran 4
Nomor 6
Lampiran 3
Nomor 1
Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut terlihat bahwa kelemahan lebih mendominasi
dibandingkan kekuatan. Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat lima
kelemahan dan satu kekuatan. Kelemahan-kelemahan dalam pengelolaan media
sosial Kemdikbud terutama terkait dengan sistem dan sumber daya manusia
(SDM).
Dari hasil wawancara dengan Narasumber 1, diidentifikasi sejumlah kekuatan
yang ada dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud. Narasumber 1 menyatakan,
“Pertumbuhan jumlah follower kita cukup baik, cukup signifikan, sekitar 8 % per
bulan” (Lampiran 6, Nomor 3). Dari pernyataan tersebut disimpulkan bahwa
jumlah follower akun media sosial Kemdikbud meningkat signifikan. Selain itu
pernyataan Narasumber 1 terkait ketersediaan anggaran mengindikasikan
kekuatan internal organisai, yaitu “… dukungan anggaran juga memadai untuk
melaksanakan layanan informasi ini” (Lampiran 6, Nomor 4). Tabel 5.3 berikut
ini merangkum pernyataan-pernyataan Narasumber 1 dan interpretasi dari tiap
pernyataan tersebut.
Universitas Indonesia
57
Tabel 5.3 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 1
Pernyataan
“Saat ini kita baru memiliki akun di
Twitter dan Facebook, padahal di sisi lain
Kemdikbud ini punya sumber daya konten
video yang cukup banyak”
Interpretasi
Kemdikbud memiliki sumber
daya konten video yang cukup
banyak
(Lampiran 6, Nomor 5)
“Kemudian dari segi sumber informasi,
jelas kita punya akses ke sumber yang
kredibel di bidang pendidikan dan
kebudayaan”
Pengelola media sosial
Kemdikbud memiliki akses ke
sumber informasi yang kredibel
(Lampiran 6, Nomor 6)
“Selain itu banyak pegawai di PIH ini
yang aktif di media sosial, banyak yang
punya follower banyak di Twitter, di
Facebook juga sangat aktif”
Banyak pegawai Kemdikbud yang
aktif di media sosial
(Lampiran 6, Nomor 7)
“… dari sisi pegawai atau SDM,
jumlahnya masih kurang, apalagi dengan
pertumbuhan follower pertanyaan
masyarakat juga meningkat”
Jumlah pegawai pengelola media
sosial masih kurang
(Lampiran 7, Nomor 8)
“Kompetensi pegawai saya anggap masih
kurang…”
Kompetensi pegawai pengelola
media sosial masih kurang
(Lampiran 7, Nomor 9)
“Hal lain yang juga menjadi hambatan
adalah koordinasi dengan unit kerja lain
belum optimal”
Koordinasi antar unit kerja di
Kemdikbud belum optimal
(Lampiran 7, Nomor 10)
Pernyataan Narasumber 1 tentang koordinasi di organisasinya yang belum optimal
didukung oleh pernyataan Narasumber 2. Narasumber 2 menyatakan “… namun
yang menjadi masalah utama adalah koordinasi” (Lampiran 8, Nomor 1). Jadi
dapat disimpulkan dari pernyataan dua orang narasumber tersebut bahwa
koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal. Narasumber 2
menyatakan sejumlah pernyataan yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan
pengelolaan media sosial di Kemdikbud. Narasumber 2 menyoroti juga masalah
Universitas Indonesia
58
budaya kerja di Kemdikbud yang belum sesuai tuntutan media sosial. Pernyataan
tersebut yaitu “Kemudian masalah budaya, di Kemdikbud ini budaya kerjanya
masih birokratis belum sejalan dengan tuntutan media sosial yang butuh
keluwesan” (Lampiran 8, Nomor 2).
Hasil interprestasi sejumlah pernyataan Narasumber 1 dan Narasumber 2
dirangkum menjadi daftar kekuatan dan kelemahan dalam Tabel 5.4 sebagi
berikut:
Tabel 5.4 Daftar Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan Hasil Wawancara
Kode Pernyataan
S2
S3
S4
S5
S6
W6
W7
W8
Jumlah follower akun media sosial
Kemdikbud meningkat signifikan
Anggaran yang tersedia cukup
memadai
Kemdikbud memiliki sumber daya
konten video yang cukup banyak
Pengelola media sosial Kemdikbud
memiliki akses ke sumber informasi
yang kredibel
Banyak pegawai Kemdikbud yang
aktif di media sosial
Kompetensi pegawai pengelola media
sosial masih kurang
Koordinasi antar unit kerja di
Kemdikbud belum optimal
Budaya kerja di Kemdikbud belum
sesuai tuntutan media sosial
Kekuatan /
Kelemahan
Kekuatan
Kekuatan
Kekuatan
Kategori
7S McKinsey
Keunggulan
kompetensi
Sistem
Kekuatan
Keunggulan
Kompetensi
Sistem
Kekuatan
SDM
Kelemahan
SDM
Kelemahan
Sistem
Kelemahan
Budaya
5.4 Analisis Eksternal Organisasi
Analisis eksternal organisasi dilakukan untuk menghasilkan daftar peluang dan
ancaman terhadap pengelolaan layanan informasi melalui media sosial di
Kemdikbud. Daftar peluang dan ancaman tersebut akan dikolaborasikan dengan
kekuatan dan kelemahan untuk menyusun strategi media sosial. Analisis eksternal
organisasi ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber 2 dan
Narasumber 3.
Universitas Indonesia
59
Narasumber 2 mengidentifikasi sebauh ancaman yang berkaitan dengan opini
publik yang kontra dengan Kemdikbud. Narasumber 2 menyatakan “Banyak
media yang cenderung kontra kebijakan Kemdikbud, dan juga banyak tokohtokoh yang terkenal di media sosial, LSM yang juga kontra dengan Kemdikbud.
Mereka ini cukup sering muncul di media yang menyuarakan opini yang kontra
pemerintah” (Lampiran 8, Nomor 3). Interpretasi terhadap pernyataan tersebut
yaitu banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di
berbagai media. Beberapa pernyataan Narasumber 2 dan Narasumber 3 dan
interpretasinya dirangkum dalam Tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 2 dan Narasumber 3
Pernyataan
“Banyak portal berita online ada forum
diskusinya, yang dapat digunakan untuk
memantau dinamika di masyarakat”
(Lampiran 9, Nomor 4)
“terkait tool untuk menganalisis Twitter
dan Facebook, ada banyak tool di Internet
baik yang gratis ataupun berbayar yang
dapat diintegrasikan dengan analisis yang
selama ini sudah dilakukan”
Interpretasi
Forum diskusi di portal berita
online dapat digunakan untuk
memantau dinamika di
masyarakat
Banyak tersedia perangkat
analisis media sosial di
Internet
(Lampiran 9, Nomor 5)
“Terkait dengan tujuan agar jangkauan
informasi dapat lebih banyak, bisa
memanfaatkan pegawai di Kemdikbud
yang aktif di media sosial”
(Lampiran 9, Nomor 6)
Pegawai Kemdikbud yang
aktif di media sosial dapat
dimanfaatkan untuk
memperluas jangkauan
informasi
“Atau bisa juga dengan menggandeng
tokoh yang terkenal di media sosial sebagai
buzzer”
Tokoh yang terkenal di media
sosial dapat dimanfaatkan
sebagai buzzer
(Lampiran 9, Nomor 7)
“Ini bisa dimanfaatkan gimana konten
video diintegrasikan agar menjadi satu
kesatuan dengan layanan media sosial yang
saat ini ada”
Konten video dapat
diintegrasikan agar menjadi
satu kesatuan dengan layanan
media sosial yang saat ini ada
(Lampiran 9, Nomor 8)
Universitas Indonesia
60
Tabel 5.5 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 2 dan Narasumber 3
(Lanjutan)
Pernyataan
“Kalau masyarakat nggak puas, akun ini
akan ditinggalkan”
(Lampiran 10, Nomor 1)
“Jika ikatan itu tercipta, mudah untuk
mengundang partisipasi pelanggan atau
masyarakat untuk berbagai gerakan
misalnya penyusunan kebijakan, donasi,
dan lain-lain”
Interpretasi
Akun media sosial Kemdikbud
akan ditinggalkan jika
masyarakat tidak puas
Mudah menggerakkan
partisipasi masyarakat jika
tercipta ikatan antara
masyarakat dengan media
sosial Kemdikbud
(Lampiran 10, Nomor 2)
Hasil interpretasi beberapa pernyataan Narasumber 2 dan Narasumber 3 tersebut
dirangkum ke dalam pernyataan peluang dan ancaman. Tabel 5.6 berikut ini
menunjukkan daftar peluang dan ancaman tersebut.
Tabel 5.6 Pemetaan Analisis Eksternal Organisasi
Kode Pernyataan
T1
T2
O1
O2
O3
O4
O5
O6
Banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra
kebijakan Kemdikbud di berbagai media
Akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan
jika masyarakat tidak puas
Forum diskusi di portal berita online dapat
digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat
Banyak tersedia perangkat analisis media sosial di
Internet
Pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial
dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan
informasi
Tokoh-tokoh yang terkenal media sosial dapat
dimanfaatkan sebagai buzzer
Konten video dapat diintegrasikan agar menjadi satu
kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini
ada
Mudah menggerakkan partisipasi masyarakat jika
tercipta ikatan antara masyarakat dengan media
sosial Kemdikbud
Peluang /
Ancaman
Ancaman
Ancaman
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Universitas Indonesia
61
5.5 Analisis People, Konten, dan Platform
Berikut ini akan diuraikan analisis karakteristik audiens (people), konten, dan
platform yang menjadi input penyusunan strategi media sosial.
5.5.1 Analisis People
Pemangku kepentingan (stakeholder) yang diharapkan terhubung dengan akun
media sosial Kemdikbud terdiri dari pemangku kepentingan bidang pendidikan
dan pemangku kepentingan bidang kebudayaan. Dalam dokumen Ringkasan
Eksekutif Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kemdikbud 2013 disebutkan
bahwa pemangku kepentingan bidang pendidikan dan kebudayaan terdiri dari
pemangku kepentingan internal dan pemangku kepentingan eksternal. Daftar
pemangku kepentingan Kemdikbud dirangkum dalam Tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7 Pemangku Kepentingan Pendidikan dan Kebudayaan
(Sumber: Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud, 2013)
Pemangku Kepentingan Bidang Pendidikan
Internal
1. Peserta didik pendidikan formal, nonformal, dan informal
2. Tenaga pendidik dan kependidikan
3. Pengelola satuan pendidikan
Eksternal 4. Lembaga legislatif
5. Dinas pendidikan di daerah
6. Media massa
7. Lembaga Swadaya Masyarakat
Pemangku Kepentingan Bidang Kebudayaan
Internal
1. Kepala sekolah
2. Pengelola situs atau cagar budaya
3. Pengelola dan pelaku seni taman budaya
4. Komunitas budaya
5. Komunitas seni
6. Komunitas film
7. Keraton
8. Pengurus organisasi kepercayaan
9. Komunitas adat
10. Sanggar seni dan budaya
11. Pemuka adat
12. Masyarakat umum
Eksternal 13. LSM Kebudayaan
14. Media massa kebudayaan
15. Dinas Bidang Kebudayaan di daerah
16. DPR/DPRD
Universitas Indonesia
62
Analisis pemangku kepentingan yang terhubung dengan akun media sosial
Kemdikbud dilakukan dengan menganalisis arsip pertanyaan yang masuk ke akun
media sosial Kemdikbud selama 3 bulan terakhir. Dari arsip percakapan tersebut
dilakukan perkiraan tentang profil pengirim tersebut. Dalam proses analisis
tersebut, penulis melakukan analisis terhadap 131 pertanyaan. Dari 131
pertanyaan tersebut sebanyak 121 pertanyaan dengan mudah ditentukan jenis
stakeholder pengirimnya karena secara eksplisit tertulis dalam kalimat-kalimat
yang digunakan. Hasil analisis tersebut selanjutnya didiskusikan dengan pengelola
media sosial Kemdikbud untuk menghasilkan daftar yang disepakati bersamasama. Hasil analisis terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat tersebut
dirangkum dalam Tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Pemangku Kepentingan yang Aktif Mengirimkan Pertanyaan
No Pemangku kepentingan
1
Tenaga pendidik dan
kependidikan
2
Peserta didik
3
Pengelola satuan pendidikan
4
5
Dinas Pendidikan
Masyarakat umum (orang tua
siswa)
Jumlah
Tema pertanyaan
Pertanyaan
49
Nasib guru honorer,
Kurikulum 2013,
Sertifikasi, Beasiswa
36
Kurikulum 2013,
Beasiswa, SNMPTN
16
BOS, Kurikulum 2013,
Akreditasi sekolah
11
Permintaan data
9
Kurikulum 2013,
BOS
Dari Tabel 5.8 di atas tampak bahwa pemangku kepentingan yang dominan
terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud adalah pemangku kepentingan
bidang pendidikan. Pemangku kepentingan bidang kebudayaan tidak aktif
berkomunikasi dengan akun media sosial Kemdikbud. Hal ini juga disebabkan
karena konten-konten kebudayaan di media sosial Kemdikbud masih kurang.
Selain melakukan analisis terhadap jenis pemangku kepentingan, motivasi yang
mendorong masyarakat terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud juga
diukur sebagai masukan strategi media sosial. Masukan dari masyarakat tentang
motivasi tersebut dijaring melalui survei kepada 150 follower atau fans media
sosial Kemdikbud. Pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
63
Pertanyaan
: Apa motivasi Anda menjadi follower/fans media sosial
Kemdikbud?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
Jawaban
:
a. Memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan
b. Memperoleh detail kontak Kemdikbud
c. Bertanya seputar pendidikan dan kebudayaan
d. Mengadukan keluhan tentang pendidikan dan kebudayaan
e. Memberikan opini, saran tentang pendidikan dan kebudayaan
d. Lainnya, sebutkan! …………………………………………………
Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dirangkum dalam Tabel 5.9
berikut ini.
Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Motivasi Terhubung dengan
Media Sosial Kemdikbud
No Jawaban
1
2
3
4
Memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan
kebudayaan
Bertanya seputar pendidikan dan kebudayaan
Mengadukan keluhan tentang pendidikan dan
kebudayaan
Memberikan opini, saran tentang pendidikan dan
kebudayaan
Jumlah
Dipilih
135
51
19
13
Dari Tabel 5.9 tersebut tampak bahwa sebagian besar responden menganggap
memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan adalah
motivasi yang utama. Dari semua responden yang memberikan jawaban, tidak ada
satu pun yang memilih jawaban b yaitu memperoleh detail kontak Kemdikbud,
ataupun mengisi jawaban lain selain yang disediakan.
5.5.2 Analisis Konten
Analisis konten yang ditampilkan pada akun media sosial Kemdikbud dilakukan
dengan menganalisis arsip selama tiga bulan terakhir. Analisis hanya dilakukan
pada satu media sosial saja karena informasi yang disajikan di Twitter dan
Universitas Indonesia
64
Facebook relatif sama. Analisis dilakukan untuk media sosial Twitter karena lebih
mudah dalam memperoleh arsip informasi yang pernah di-tweet. Selama tiga
bulan dari Tanggal 1 Oktober hingga 22 Desember 2014 terdapat 733 informasi
yang di-tweet oleh pengelola media sosial Kemdikbud.
Hasil analisis terhadap konten di akun Twitter Kemdikbud selama tiga bulan
terakhir dirangkum dalam Tabel 5.10. Dari Tabel 5.10 tersebut tampak bahwa
kegiatan kementerian atau kegiatan pejabat Kemdikbud sangat mendominasi
konten di akun Twitter Kemdikbud yaitu sebanyak 531 dari 733 informasi, atau
sebesar 72 %. Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan sudah relatif
banyak yaitu 123 atau 16,8 %. Informasi-informasi seperti layanan Kemdikbud
dan statusnya, konten yang mengundang diskusi, dan lain-lain masih sangat kecil
yaitu di bawah 4%.
Tabel 5.10 Jenis Konten di Akun Twitter Kemdikbud
No Kategori
1
2
3
4
5
Lain-lain:
a. Kegiatan Kemdikbud (pejabat
atau kementerian)
b. Ucapan pada hari besar nasional
dan keagamaan
Informasi yang mendidik dan
memberi pencerahan
Kegiatan yang mengundang
partisipasi masyarakat
Informasi tentang layanan yang
disediakan Kemdikbud dan status
layanan tersebut
Diskusi yang mengundang
partisipasi masyarakat
Jumlah
Tweet
531
23
123
26
25
5
Contoh
kunjungan menteri,
pembukaan pelatihan,
ucapan pada Hari
Guru Nasional
Profil guru
berprestasi, Penjelasan
seputar Kurikulum
2013
Bedah buku, pameran
kerajinan siswa
Prosedur penerimaan
CPNS, Jadwal tes
CPNS
Diskusi tentang Situs
Trowulan
Selain ditinjau dari kategori di atas, konten yang disajikan di media sosial
Kemdikbud dapat juga ditinjau dari bidang yang diurus Kemdikbud yaitu bidang
pendidikan atau bidang kebudayaan. Konten-konten yang tidak termasuk dalam
bidang pendidikan atau kebudayaan, dimasukkan ke kategori lain-lain. Tabel 5.11
Universitas Indonesia
65
berikut ini merangkum jumlah konten ditinjau dari bidang yang diurus
Kemdikbud.
Tabel 5.11 Jenis Konten Berdasarkan Bidang
No Bidang
1
Bidang Pendidikan
Jumlah
Tweet
589
2
Bidang Kebudayaan
23
3
Lain-lain
121
Contoh
Kurikulum 2013,
kesejahteraan guru,
beasiswa
Pendaftaran warisan
budaya, seminar
kebudayaan
Pendaftaran CPNS,
peluncuran software
perpustakaan, ucapan
pada hari besar
keagamaan
Dari Tabel 5.11 tersebut tampak bahwa konten bidang pendidikan sangat
mendominasi, sedangkan konten yang terkait bidang kebudayaan sangat kecil.
Konten bidang pendidikan berjumlah 589 dari 733 informasi atau sekitar 80 %,
sedangkan konten bidang kebudayaan hanya berjumlah 23 atau 3 %. Konten di
luar bidang pendidikan dan kebudayaan berjumlah 121 atau 17 %.
Konten yang disukai masyarakat dirangkum dari pendapat pakar media sosial dan
survei ke masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber 3
diperoleh beberapa pernyataan tentang konten yang disukai masyarakat seperti
dirangkum dalam Tabel 5.12 berikut ini.
Tabel 5.12 Konten yang Disukai Masyarakat Menurut Narasumber 3
Kode
C1
C2
Pernyataan
“Konten yang menjadi rujukan,
terpercaya,
akurat
yang
bisa
menjelaskan dengan jelas dan jernih
tentang masalah yang menjadi
kontroversi di masyarakat”
(Lampiran 11, Nomor 3)
Interpretasi
Masyarakat menyukai
konten yang dapat menjadi
rujukan, terpercaya, dan
akurat yang menjelaskan
dengan jelas kontroversi di
masyarakat
“Konten yang menunjukkan
transparansi terutama di sektor
anggaran” (Lampiran 11, Nomor 4)
Masyarakat mengapresiasi
konten yang menunjukkan
transparansi anggaran
Universitas Indonesia
66
Tabel 5.12 Konten yang Disukai Masyarakat Menurut Narasumber 3 (Lanjutan)
Kode
C3
Pernyataan
“Di media sosial itu masyarakat juga
cenderung menyukai hal-hal yang
ringan, itu sesuai sifat media sosial itu
sendiri, konten yang ringan tapi
inspiratif”
Interpretasi
Masyarakat menyukai
konten ringan namun
inspiratif
(Lampiran 11, Nomor 5)
C4
“Masyarakat cenderung tidak suka
konten-konten yang bersifat
ceremonial”
Masyarakat kurang
menyukai konten yang
bersifat ceremonial
(Lampiran 11, Nomor 6)
Selain pendapat dari narasumber, masukan masyarakat juga dijadikan bahan
pertimbangan yang penting. Masukan dari masyarakat tentang jenis konten yang
mereka sukai dijaring melalui survei. Pertanyaan yang diajukan adalah sebagai
berikut:
Pertanyaan
: Dari beberapa jenis konten berikut ini, manakah yang Anda
sukai?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
Jawaban
:
a. Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan
b. Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan
tersebut
c. Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat
d. Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat, misalnya: penawaran
beasiswa, lomba penulisan buku, dan lain-lain
e. Lainnya, sebutkan! …………………………………………………
Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dirangkum dalam Tabel 5.13
berikut ini.
Universitas Indonesia
67
Tabel 5.13 Jawaban Responden tentang Konten yang Disukai
No Jawaban
Jumlah
Dipilih
144
1
Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan
2
Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud
dan status layanan tersebut
112
3
Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat
79
4
Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat
9
Dari Tabel 5.13 di atas tergambar bahwa terdapat tiga jenis konten yang disukai
sebagian besar responden yaitu: 1) Informasi yang mendidik dan memberi
pencerahan, 2) Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status
layanan tersebut, dan 3) Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat. Dari
tabel tersebut tampak bahwa diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat
hanya disukai oleh sedikit responden.
5.5.3 Analisis Platform
Platform yang sesuai dengan kebutuhan Kemdikbud dirangkum dari pendapat
pakar media sosial dan survei ke masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara
dengan konsultan media sosial diperoleh beberapa pernyataan tentang trend
platform media sosial pada tahun-tahun mendatang. Pernyataan-pernyataan
tersebut diinterpretasikan ke dalam pernyataan tentang platform media sosial.
Tabel 5.14 berikut ini merangkum pernyataan Narasumber 3 tentang platform dan
interpretasinya.
Tabel 5.14 Trend Platform Media Sosial Menurut Narasumber 3
Kode Pernyataan
Interpretasi
P1
“Media sosial untuk berbagi konten video
karena konten video tahun-tahun
mendatang akan terus populer seiring
dengan kecepatan Internet yang semakin
cepat” (Lampiran 12, Nomor 7)
Konten video akan terus
populer seiring
kecepatan Internet yang
meningkat
P2
“Media sosial untuk berbagi foto, Instagram Instagram, media sosial
dapat dijadikan pilihan, saat ini populer di
untuk berbagi foto saat
Indonesia” (Lampiran 12, Nomor 8)
ini populer di Indonesia
Universitas Indonesia
68
Masukan dari masyarakat tentang jenis platform media sosial yang dapat
dimanfaatkan oleh Kemdikbud dijaring melalui survei. Pertanyaan yang diajukan
adalah sebagai berikut:
Pertanyaan
: Saat ini Kemdikbud hanya memanfaatkan media sosial Facebook
dan Twitter. Selain keduanya, media sosial apa yang perlu
dimanfaatkan oleh Kemdikbud dalam rangka memperbaiki
layanan informasi melalui media sosial?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
Jawaban
:
a. Forum diskusi di portal berita yang ada di Indonesia
b. Situs jejaring sosial yang lain seperti Path, Google +
c. Media berbagi konten multimedia, seperti konten video, gambar, file
presentasi, dan lain-lain
d. Media sosial lainnya, sebutkan …………………………………………
Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dirangkum dalam Tabel 5.15
berikut ini.
Tabel 5.15 Jawaban Responden tentang Platform Media Sosial
No Jawaban
Jumlah
Dipilih
131
1
Media berbagi konten multimedia, seperti konten
video, gambar, file presentasi, dan lain-lain
2
Situs jejaring sosial yang lain seperti Path, Google +
25
3
Forum diskusi di portal berita yang ada di Indonesia
19
Dari Tabel 5.15 di atas tergambar bahwa sebagian besar responden menyarankan
agar Kemdikbud memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten. Jawaban
sebagian besar responden ini sejalan dengan pendapat pakar media sosial pada
Tabel 5.14 yaitu media sosial untuk berbagi konten video dan foto akan semakin
populer.
Universitas Indonesia
69
5.6 Analisis Kualitas Informasi
Analisis kualitas informasi akan menghasilkan informasi dimensi-dimensi kualitas
informasi yang penting dalam kepuasan masyarakat serta daftar kelemahan dan
kekuatan ditinjau dari kualitas informasi. Data yang diolah untuk analisis kualitas
informasi adalah data hasil survei kepada 150 orang responden. Informasi yang
akan dirumuskan adalah urutan dimensi-dimensi kualitas informasi yang penting
bagi kepuasan masyarakat. Teknik yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah
teknik berdasarkan entropy yang dikemukakan oleh Hsu dan Hsu (2008).
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
a. Menyusun data jawaban responden untuk kolom harapan ke dalam
bentuk matriks dan menentukan nilai terbesar;
b. Menormalisasi matriks pertama dengan cara mengurangi tiap nilai
dengan nilai terbesar untuk menghasilkan matriks kedua, dan
menghitung jumlah total semua kriteria;
c. Membagi tiap nilai dari matriks kedua dengan jumlah total semua
kriteria;
d. Menghitung nilai entropy berdasarkan Rumus 2,3, nilai sebaran
berdasarkan Rumus 2,4, dan bobot tiap kriteria dengan Rumus 2,5;
e. Mengurutkan dimensi-dimensi kualitas informasi berdasarkan bobot
dari nilai yang paling besar.
f. Menginterpretasikan ranking dimensi kualitas informasi tersebut untuk
keperluan penyusunan strategi media sosial.
Hasil pengurutan dimensi-dimensi kualitas informasi tersebut dirangkum dalam
Tabel 5.16 berikut ini. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5.16
tersebut, dimensi kualitas informasi dalam kelompok kualitas intrinsik dianggap
penting bagi kepuasan responden. Akurasi, keterpercayaan, dan reputasi
merupakan dimensi-dimensi pada kelompok intrinsik yang berada pada ranking 1
hingga 3, sedangkan objektivitas berada pada ranking ke-6. Kelompok kualitas
kontekstual juga dinilai cukup penting terutama kekinian dan kelengkapan.
Universitas Indonesia
70
Tabel 5.16 Ranking Dimensi Kualitas Informasi yang Penting Bagi Masyarakat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Dimensi Kualitas
Informasi
Akurasi
Keterpercayaan
Reputasi
Kekinian
Kelengkapan
Objektivitas
Aksesibilitas
Informatif
Nilai tambah
Kemudahan dipahami
Kemudahan dimengerti
Keamanan
Kesopanan
Relevansi
Singkat namun jelas
Konsistensi
Jumlah informasi sesuai
Kebaruan
Kemudahan diolah
Kategori kualitas
Bobot
Intrinsik
Intrinsik
Intrinsik
Kontekstual
Kontekstual
Intrinsik
Aksesibilitas
Kontekstual
Kontekstual
Representasional
Representasional
Aksesibilitas
Representasional
Kontekstual
Representasional
Representasional
Kontekstual
Kontekstual
Representasional
0,06588331
0,06575331
0,06573676
0,06467676
0,06400123
0,06323232
0,06291255
0,06259575
0,06213152
0,06078987
0,05832157
0,05736736
0,05759900
0,05500121
0,05323523
0,05201988
0,05213513
0,05190755
0,05087988
Selain bobot pentingnya sebuah dimensi kualitas informasi, kesenjangan (gap)
antara harapan dengan persepsi responden terhadap kualitas informasi juga
dihitung. Nilai kesenjangan diperoleh dengan mengurangi harapan dengan
persepsi. Nilai kesenjangan tersebut dihitung reratanya dan kemudian diurutkan
dari nilai kesenjangan yang terbesar.
Tabel 5.17 berikut ini menyajikan urutan rerata kesenjangan dari dimensi-dimensi
kualitas informasi. Berdasarkan data pada Tabel 5.17 di atas, objektivitas
memiliki nilai rerata kesenjangan yang paling tinggi yaitu 1,20. Hal tersebut
berarti okjektifitas informasi di media sosial Kemdibud yang dianggap cukup
penting bagi masyarakat berdasarkan Tabel 5.16, belum memenuhi harapan
mereka. Semua dimensi pada kelompok aksesibilitas memiliki rerata kesenjangan
yang cukup tinggi, yaitu aksesibilitas dengan nilai 1,14 dan keamanan dengan
nilai 0,98. Semua dimensi kualitas informasi memiliki kesenjangan di atas nol,
namum terdapat tiga dimensi yang nilainya di bawah 0,1 yaitu reputasi,
informatif, dan kekinian.
Universitas Indonesia
71
Tabel 5.17 Ranking Dimensi Kualitas Informasi Berdasarkan Rerata Kesenjangan
No Dimensi Kualitas
Informasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Objektivitas
Aksesibilitas
Keamanan
Nilai tambah
Kelengkapan
Kemudahan
dipahami
Jumlah informasi
sesuai
Relevansi
Akurasi
Kebaruan
Kemudahan
dimengerti
Konsistensi
Kesopanan
Kemudahan diolah
Singkat namun jelas
Keterpercayaan
Kekinian
Informatif
Reputasi
Kategori kualitas
Rerata
Harapan
Rerata
Persepsi
Rerata
Kesenjangan
Intrinsik
Aksesibilitas
Aksesibilitas
Kontekstual
Kontekstual
Representasional
4,21
4,17
3,57
4,05
4,22
4,03
2,01
3,03
2,59
3,09
3,29
3,13
1,20
1,14
0,98
0,96
0,93
0,90
Kontekstual
2,95
2,17
0,78
Kontekstual
Intrinsik
Kontekstual
Representasional
3,25
4,36
2,77
4,03
2,56
3,72
2,18
3,45
0,69
0,64
0,59
0,58
Representasional
Representasional
Representasional
Representasional
Intrinsik
Kontekstual
Kontekstual
Intrinsik
2,75
3,51
3,25
3,22
4,31
4,25
4,07
4,31
2,35
3,22
3,00
3,01
4,01
4,22
4,05
4,29
0,40
0,29
0,25
0,21
0,20
0,03
0,02
0,02
Interpretasi berdasarkan data yang disajikan di Tabel 5.16 dan Tabel 5.17 adalah
sebagai berikut:
•
Responden menganggap kualitas informasi di media sosial Kemdikbud
ditinjau dari segi objektivitas dan aksesibilitas jauh dari harapan mereka
(nilai kesenjangan lebih dari 1,0). Kedua dimensi tersebut dipandang
sebagai kelemahan informasi yang disajikan di media sosial Kemdikbud.
•
Responden menganggap kualitas informasi di media sosial Kemdikbud
ditinjau dari segi reputasi, informatif, dan kekinian sudah mendekati
harapan mereka (nilai kesenjangan kurang dari 0,1). Ketiga dimensi
tersebut berpotensi menjadi kekuatan ditinjau informasi di media sosial
Kemdikbud.
•
14 dimensi kualitas informasi yang lain masih belum memenuhi harapan
masyarakat. Namun dari 14 dimensi tersebut, terdapat 5 dimensi yang
penting dan belum memenuhi harapan masyarakat yaitu: akurasi,
Universitas Indonesia
72
kelengkapan, kemudahan dipahami, kemudahan dimengerti, dan nilai
tambah.
5.7 Strategi Media Sosial
Berikut ini diuarikan strategi media sosial yang telah dirumuskan dan dianggap
sesuai dengan kebutuhan Kemdikbud. Strategi media sosial yang dihasilkan
dikelompokkan menjadi strategi pengelolaan media sosial, strategi people, strategi
konten, dan strategi platform.
5.7.1 Strategi Pengelolaan Media Sosial
Strategi media sosial dalam penelitian ini dirumuskan melalui sebuah focus group
discussion (FGD) dengan pimpinan PIH Kemdikbud dan pengelola media sosial
Kemdikbud. Penyusunan strategi media sosial dimulai dengan pemaparan daftar
SWOT, hasil analisis analisis people, konten, dan platform, serta hasil survei oleh
penulis. Diskusi dilanjutkan dengan menentukan prioritas antara melawan
ancaman atau memanfaatkan peluang. Dari setiap peluang dan ancaman yang
akan ditangani dimasukkan ke tabel SWOT bersama daftar kekuatan dan
kelemahan untuk dirumuskan menjadi strategi yang tepat.
Langkah awal yang dilakukan dalam penyusunan strategi pengelolaan media
sosial adalah menentukan prioritas antara melawan ancaman atau memanfaatkan
peluang. Prioritas ditentukan dengan mempertimbangkan dampak dari peluang
atau ancaman tersebut terhadap pengelolaan media sosial Kemdikbud.
Selanjutnya setiap ancaman dan peluang diurutkan berdasarkan dampak yang
paling besar. Hasil pengurutan peluang dan ancaman dirangkum dalam Tabel
5.18.
Tabel 5.18 Urutan Prioritas Tindakan yang Akan Diambil
Prioritas
1
Tindakan
Melawan
ancaman
Urutan peluang / ancaman
T2. Akun media sosial Kemdikbud akan
ditinggalkan jika masyarakat tidak puas
T1. Banyak pihak yang menyuarakan opini
yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai
media
Universitas Indonesia
73
Tabel 5.18 Urutan Prioritas Tindakan yang Akan Diambil (Lanjutan)
Prioritas
2
Tindakan
Memaksimalkan
peluang
Urutan peluang / ancaman
O3. Pegawai Kemdikbud yang aktif di media
sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas
jangkauan informasi
O5. Konten video dapat diintegrasikan agar
menjadi satu kesatuan dengan layanan media
sosial yang saat ini ada
O2. Banyak tersedia perangkat analisis media
sosial di Internet
O1. Forum diskusi di portal berita online dapat
digunakan untuk memantau dinamika di
masyarakat
O4. Tokoh-tokoh yang terkenal media sosial
dapat dimanfaatkan sebagai buzzer
O6. Mudah menggerakkan partisipasi
masyarakat jika tercipta ikatan antara
masyarakat dengan media sosial Kemdikbud
Untuk melawan ancaman akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan jika
masyarakat tidak puas [T2], Kemdikbud lebih memilih strategi WT (WeaknessesThreats Strategies) yaitu membangun kekuatan dalam rangka strategi bertahan.
Kelemahan yang dianggap paling penting untuk diperbaiki adalah: petugas hanya
mampu menjawab sebagian kecil pertanyaan masyarakat [W3]. Dari hasil diskusi
ditemukan kesepakatan memandang bahwa W3 merupakan akibat dari beberapa
kelemahan berikut:
•
W4. Jumlah pegawai pengelola media sosial masih kurang
•
W6. Kompetensi pegawai pengelola media sosial masih kurang
•
W5. Menjawab pertanyaan hingga 100% belum menjadi indikator kinerja
utama (IKU) pegawai
•
W7. Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal
•
W1. Belum memiliki mekanisme pengarsipan informasi yang terintegrasi
•
W2. Belum ada prosedur operasi standar (POS) dalam pengelolaan media
sosial
Universitas Indonesia
74
Untuk mengatasi kelemahan W3, maka yang dapat dilakukan adalah mengatasi
kelemahan-kelemahan yang menjadi sebab W3. Tabel 5.19 berikut ini
menunjukkan pemetaan kelemahan-kelemahan yang berkaitan dengan ancaman
T2 dan strategi yang dirumuskan. Ancaman dimana banyak pihak yang
menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media [T1]
dilawan dengan strategi yang terkait dengan konten yang akan dibahas pada
subbab 5.5.3.
Tabel 5.19 Strategi untuk Melawan Ancaman
Kelemahan-kelemahan:
W3. Petugas hanya mampu menjawab
sebagian kecil pertanyaan masyarakat
W4. Jumlah pegawai pengelola media sosial
masih kurang
W6. Kompetensi pegawai pengelola media
sosial masih kurang
W5. Menjawab pertanyaan hingga 100%
belum menjadi indikator kinerja utama
(IKU) pegawai
W7. Koordinasi antar unit kerja di
Kemdikbud belum optimal
W1. Belum memiliki mekanisme pengarsipan
informasi yang terintegrasi
W2. Belum ada prosedur operasi standar
(POS) dalam pengelolaan media sosial
Ancaman:
Strategi yang dirumuskan:
T2. Akun media sosial
Kemdikbud akan
ditinggalkan jika
masyarakat tidak puas
ST1. Meningkatkan kompetensi dan
menambah jumlah pegawai
pengelola media sosial
ST2. Membangun forum pengelola informasi
di lingkungan Kemdikbud
ST3. Membangun sistem pengelolaan
informasi berbasis teknologi informasi
ST4. Memperbaiki dan menyusun dokumendokumen pendukung pengelolaan
media sosial
Universitas Indonesia
75
Dalam memaksimalkan peluang yang ada, hasil diskusi memilih menerapkan
strategi SO (Strengths-Opportunities Strategies) yaitu memanfaatkan kekuatan
untuk memaksimalkan peluang yang ada. Strategi-strategi yang dirumuskan
dalam rangka memaksimalkan peluang dirangkum dalam Tabel 5.20 berikut ini.
Tabel 5.20 Strategi untuk Memaksimalkan Peluang
Kekuatan-kekuatan:
S1. Aktivitas pengumpulan dan analisis
terhadap percakapan di media sosial
Kemdikbud secara rutin dilakukan
S6. Banyak pegawai Kemdikbud yang aktif di
media sosial
Peluang-peluang:
O1. Forum diskusi di portal
berita online dapat
digunakan untuk
memantau dinamika di
masyarakat
O2. Banyak tersedia
perangkat analisis
media sosial di Internet
O3. Pegawai Kemdikbud
yang aktif di media
sosial dapat
dimanfaatkan untuk
memperluas jangkauan
informasi
Strategi yang dirumuskan:
O1 dan O2 dimaksimalkan dengan S1
menghasilkan ST5
ST5. Mengintegrasikan berbagai perangkat
analisis menjadi sistem analisis yang
komprehensif
O3 dimaksimalkan dengan S6 menghasilkan
ST6
ST6. Memanfaatkan pegawai yang aktif di
media sosial untuk memperluas
jangkauan informasi
Strategi-strategi pengelolaan media sosial yang telah dirumuskan dirangkum
dalam Tabel 5.21 berikut ini.
Tabel 5.21 Daftar Strategi Pengelolaan Media Sosial yang Dirumuskan
Kode
ST1
ST2
ST3
Strategi
Meningkatkan kompetensi dan
menambah jumlah pegawai pengelola
media sosial
Membangun forum pengelola informasi
di lingkungan Kemdikbud
Membangun sistem pengelolaan
informasi berbasis teknologi informasi
Kategori
SDM
Sistem
Sistem
Universitas Indonesia
76
Tabel 5.21 Daftar Strategi Pengelolaan Media Sosial yang Dirumuskan (Lanjutan)
Kode
ST4
ST5
ST6
Strategi
Memperbaiki dan menyusun dokumendokumen pendukung pengelolaan
media sosial
Mengintegrasikan berbagai perangkat
analisis menjadi sistem analisis yang
komprehensif
Memanfaatkan pegawai yang aktif di
media sosial untuk memperluas
jangkauan informasi
Kategori
Sistem
Sistem
SDM
5.7.2 Strategi People
Berdasarkan analisis people pada subbab 5.3.1, disimpulkan bahwa pemangku
kepentingan yang dominan terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud
adalah pemangku kepentingan bidang pendidikan. Pemangku kepentingan bidang
kebudayaan yang menjadi follower / fans akun media sosial Kemdikbud masih
sangat kecil. Terkait hal tersebut, tujuan yang terkait people adalah meningkatkan
jumlah pemangku kepentingan bidang kebudayaan yang menjadi follower / fans
akun media sosial Kemdikbud.
Strategi people dirumuskan dengan mempertimbangkan peluang tokoh-tokoh
yang terkenal media sosial dapat dimanfaatkan sebagai buzzer [O4], dengan
dukungan anggaran yang memadai [S3]. Strategi yang dirumuskan adalah:
memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal media sosial sebagai buzzer
untuk meningkatkan
follower/fans dari pemangku kepentingan kebudayaan
[STPE1]. Tabel 5.22 berikut ini merangkum strategi people yang telah
dirumuskan.
Tabel 5.22 Daftar Strategi People
Kode
STPE1
Strategi
memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal di media
sosial sebagai buzzer untuk meningkatkan follower/fans
dari pemangku kepentingan kebudayaan
Universitas Indonesia
77
5.7.3 Strategi Konten
Strategi konten dirumuskan berdasarkan analisis konten dan analisis kualitas
informasi. Strategi yang dirumuskan mempertimbangkan ancaman banyak pihak
yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media
[T1]. Hasil diskusi yang dilakukan, ancaman tersebut dilawan dengan
memaksimalkan kekuatan yang dimiliki. Perumusan strategi tersebut ditunjukkan
dalam Tabel 5.23 berikut ini.
Tabel 5.23 Strategi Konten untuk Melawan Ancamam
Kekuatan-kekuatan:
S4. Pengelola media sosial Kemdikbud
memiliki akses ke sumber informasi
yang kredibel
Ancaman:
T1. Banyak pihak yang
menyuarakan opini
yang kontra kebijakan
Kemdikbud di berbagai
media
Strategi yang dirumuskan:
STCO1. Menyajikan banyak informasi yang
meluruskan dari sumber-sumber
yang kredibel
Terkait dengan hasil analisis konten yang menyatakan konten bidang kebubayaan
sangat sedikit, dirumuskan sebuah strategi yaitu: meningkatkan konten
kebudayaan hingga mencapai jumlah yang proporsional [STCO2]. Terkait dengan
jenis-jenis konten yang disukai masyarakat, dirumuskan sebuah strategi yaitu:
memprioritaskan konten-konten yang mendidik dan menginspirasi masyarakat
[STCO3].
Dari hasil analisis kualitas informasi, dimensi-dimensi yang penting bagi
masyarakat dan belum memenuhi harapan meliputi: objektivitas, aksesibilitas,
akurasi, kelengkapan, kemudahan dipahami, kemudahan dimengerti, dan nilai
tambah. Strategi yang dirumuskan diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas
aksesibilitas, kelengkapan, dan akurasi. Strategi yang dirumuskan yaitu:
menjadikan laman (website) Kemdikbud sebagai pangkalan informasi yang
lengkap, terpercaya, dan mudah diakses, serta terintegrasi dengan media sosial
Universitas Indonesia
78
[STCO4]. Rangkuman dari strategi-strategi konten yang telah dirumuskan tersaji
pada Tabel 5.24 berikut ini.
Tabel 5.24 Daftar Strategi Konten
Kode
Strategi
STCO1
Menyajikan banyak informasi yang meluruskan dari
sumber-sumber yang kredibel
Meningkatkan konten kebudayaan hingga mencapai
jumlah yang proporsional
Memprioritaskan konten-konten yang mendidik dan
menginspirasi masyarakat
Menjadikan laman (website) Kemdikbud sebagai
pangkalan informasi yang lengkap, terpercaya, dan mudah
diakses, serta terintegrasi dengan media sosial
STCO2
STCO3
STCO4
5.7.4 Strategi Platform
Strategi platform media sosial dirumuskan dengan mempertimbangkan peluang
terkait platform yang telah diidentifikasi. Selain itu masukan masyarakat dari hasil
survei, dan pendapat pakar media sosial tentang platform apa yang tepat
digunakan turut dipertimbangkan dalam penyusunan strategi. Peluang yang terkait
dengan platform media sosial adalah konten video dapat diintegrasikan agar
menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada [O5].
Peluang ini dapat dimaksimalkan dengan kekuatan yang dimiliki Kemdikbud
yaitu memiliki sumber daya konten video yang cukup banyak [S4].
Hasil analisis platform yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa
pakar media sosial merekomendasikan pemanfaatan media sosial untuk berbagi
konten video. Berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden menyarankan
Kemdikbud memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten seperti video,
gambar, berkas presentasi, dan lain-lain.
Dengan mempertimbangkan peluang, kekuatan, saran-saran di atas dirumuskan
sebuah strategi terkait platform media sosial yaitu: memanfaatkan media sosial
untuk berbagi konten video dalam rangka menunjang layanan informasi melalui
Twitter dan Facebook [STPL1]. Media sosial yang dipilih untuk berbagi konten
Universitas Indonesia
79
video adalah YouTube dengan pertimbangan popularitasnya tinggi di Indonesia.
Twitter dan Facebook tetap menjadi media sosial utama dalam layanan informasi,
sedangkan YouTube dimanfaatkan untuk melengkapi informasi agar semakin
kaya dan informatif. Tabel 5.25 berikut ini merangkum strategi platform yang
telah dirumuskan.
Tabel 5.25 Daftar Strategi Platform
Kode
Strategi
STPL1
Memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten video
dalam rangka menunjang layanan informasi melalui
Twitter dan Facebook
5.7 Indikator Kinerja
Indikator kinerja (performance indicators) digunakan sebagai alat ukur dalam
menentukan keberhasilan pelaksanaan strategi dalam kurun waktu tertentu.
Penyusunan indikator kinerja dilaksanakan pada langkah refleksi melalui diskusi
dengan koordinator dan petugas pengelola media sosial Kemdikbud. Indikator
kinerja yang telah dirumuskan disajikan dalam Tabel 5.26 berikut ini.
Tabel 5.26 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Strategi
No
Indikator
1
Jumlah follower Twitter dan
fans Facebook Kemdikbud
tumbuh minimal 8% per bulan
2
Jumlah keterlibatan (engagement)
naik, untuk konten bidang
pendidikan minimal 750, bidang
kebudayaan minimal 500
Komentar di media sosial
Kemdikbud yang bernada positif
minimal 60%
Pertanyaan masyarakat terjawab
minimal 95%
3
4
Cara Pengukuran
Membandingkan jumlah
follower / fans antar bulan atau
menganalisis laporan dari
Twitter dan Facebook
Mengukur tingkat keterlibatan
dengan mengumpulkan data
metrik Twitter dan Facebook
Membandingkan jumlah
komentar positif dan negatif di
media sosial
Membandingkan jumlah
pertanyaan yang terjawab
dengan total pertanyaan yang
diterima
Universitas Indonesia
80
Tabel 5.26 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Strategi (Lanjutan)
No
Indikator
5
Petugas mampu menjawab
pertanyaan maksimal 6 jam
6
Konten video di YouTube
disaksikan minimal oleh 20.000
pemirsa
Kunjungan ke laman (website)
Kemdikbud meningkat 8% per
bulan
Kepuasan masyarakat terhadap
layanan informasi melalui media
sosial Kemdikbud minimal 7.0
pada skala 0 – 10
7
8
Cara Pengukuran
Membandingkan waktu
pertanyaan dikirim dan waktu
jawaban diberikan
Mengumpulkan data metrik
YouTube
Menganalisis laporan Google
Analytics
Melakukan survei kepuasan
masyarakat
5.9 Peta Jalan
Untuk penyusunan peta jalan (roadmap), strategi yang telah dirumuskan
dipetakan menjadi sejumlah program. Penyusunan peta jalan dilaksanakan pada
langkah refleksi melalui diskusi dengan koordinator dan petugas pengelola media
sosial Kemdikbud. Program-program tersebut selanjutnya diurutkan berdasarkan
tingkat kepentingannya. Waktu yang diperlukan melaksanakan program-program
tersebut disepakati tiga tahun dari 2015 hingga 2017. Pemetaan strategi ke
program, tampak pada Tabel 5.27 berikut ini.
Tabel 5.27 Pemetaan Strategi ke Program
Kode
ST1
ST2
ST3
Strategi
Meningkatkan kompetensi dan
menambah jumlah pegawai
pengelola media sosial
Membangun forum pengelola
informasi di lingkungan
Kemdikbud
Membangun sistem pengelolaan
informasi berbasis teknologi
informasi
Program
1. Pelatihan untuk peningkatan
kompetensi pegawai
1. Koordinasi pembentukan
forum
2. Pembentukan forum
pengelola informasi
1. Analisis kebutuhan
2. Perancangan dan desain
sistem
3. Pengembangan sistem
Universitas Indonesia
81
Tabel 5.27 Pemetaan Strategi ke Program (Lanjutan)
Kode
Strategi
ST4
Memperbaiki dan menyusun
dokumen-dokumen pendukung
pengelolaan media sosial
ST5
Mengintegrasikan berbagai
perangkat analisis menjadi sistem
analisis yang komprehensif
ST6
Memanfaatkan pegawai yang
aktif di media sosial untuk
memperluas jangkauan informasi
STPE1 memanfaatkan tokoh kebudayaan
yang terkenal media sosial
sebagai buzzer
STCO4 Menjadikan laman (website)
Kemdikbud sebagai pangkalan
informasi yang lengkap,
terpercaya, dan mudah diakses,
serta terintegrasi dengan media
sosial
STPL1 Memanfaatkan media sosial untuk
berbagi konten video dalam
rangka menunjang layanan
informasi melalui Twitter dan
Facebook
Program
1. Perbaikan dokumen sasaran
kinerja pegawai (SKP)
2. Penyusunan buku panduan
dan prosedur operasi standar
1. Pengkajian berbagai
perangkat analisis yang
tersedia
2. Integrasi perangkat analisis
1. Koordinasi pegawai yang
aktif di media sosial
1. Koordinasi dengan tokoh
kebudayaan
1. Analisis kebutuhan
pengembangan laman
2. Pengembangan laman
1. Koordinasi dengan TV
Edukasi
2. Penyusunan konten video
3. Integrasi media sosial untuk
berbagi konten video
Strategi yang terkait konten yaitu STCO1, STCO2, dan STCO3 tidak
direpresentasikan ke dalam program, namun dilaksanakan dalam kegiatan harian
pengelolaan media sosial. Peta jalan disusun dengan mempertimbangkan prioritas,
kemudahan melaksanakan program, dan masalah anggaran. Program-program
yang dapat cepat dilaksanakan tanpa melibatkan penganggaran diletakkan pada
triwulan pertama tahun 2015. Program-program yang berupa pengembangan
perangkat lunak (software) tidak ditargetkan selesai pada tahun pertama, namun
analisis kebutuhan sistem tersebut dikerjakan di tahun pertama. Peta jalan
ditampilkan dalam Tabel 5.28 berikut ini.
Universitas Indonesia
82
Tabel 5.28 Peta Jalan
No Program
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
2015
2016
2017
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Perbaikan dokumen sasaran kinerja
pegawai (SKP)
Penyusunan buku panduan dan
prosedur operasi standar
Koordinasi pembentukan forum
Pembentukan forum pengelola
informasi
Koordinasi dengan tokoh
kebudayaan
Koordinasi dengan TV Edukasi
Penyusunan konten video
Integrasi media sosial untuk
berbagi konten video
Koordinasi pegawai yang aktif di
media sosial
Pengkajian perangkat analisis
media sosial
Integrasi analisis media sosial
Analisis kebutuhan SI pengelolaan
informasi
Perancangan dan desain SI
pengelolaan informasi
Pengembangan SI pengelolaan
informasi
Analisis kebutuhan laman
(website)
Pengembangan laman Kemdikbud
dan integrasi dengan media sosial
5.10 Learning Point
Setelah melakukan dan menganalisis siklus lengkap penyusunan strategi media
sosial di Kemdikbud, penulis mengemukaan beberapa pendapat sebagai berikut:
1. Analisis SWOT sangat membantu dalam perumusan strategi pengelolaan
media sosial, namun peranannya kurang maksimal ketika merumuskan
strategi konten. Dalam perumusan strategi konten, masukan yang sangat
bermanfaat adalah konten apa yang dibutuhkan dan disukai masyarakat
serta kualitas seperti apa yang memuaskan masyarakat.
Universitas Indonesia
83
2. Kerangka kerja strategi media sosial Third Wave cukup sesuai digunakan
dalam perumusan strategi media sosial di instansi pemerintah. Strategi
yang dibagi menjadi strategi people, konten, dan platform akan
memudahkan pembagian kerja dalam tim pengelola media sosial ketika
strategi tersebut dilaksanakan.
3. Metodologi action research sesuai diterapkan dalam perumusan strategi
media sosial di instansi pemerintah. Keterlibatan pengelola media sosial
mempermudah penentuan prioritas tindakan yang akan diambil dan
strategi yang paling mungkin dilaksanakan.
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini diuraikan kesimpulan dan saran penelitian ini. Bagian kesimpulan
menjawab pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan pada bagian sebelumnya.
Pada bagian saran dijelaskan saran-saran untuk penelitian selanjutnya dan saransaran bagi organisasi tempat penelitian dilaksanakan.
6.1 Kesimpulan
Hasil dari seluruh siklus penelitian dan pembahasan penelitian ini didapatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Strategi yang dipilih dalam menghadapi ancaman yaitu strategi weaknessesthreats (WT) atau membangun kekuatan untuk melawan ancaman, sedangkan
dalam meraih peluang dipilih strategi strengths-opportunities (SO). Strategi
pengelolaan media sosial yang dirumuskan terdiri dari enam strategi yaitu: (a)
meningkatkan kompetensi dan menambah jumlah pegawai pengelola media
sosial, (b) membangun forum pengelola informasi di lingkungan Kemdikbud,
(c) membangun sistem pengelolaan informasi berbasis teknologi informasi, (d)
memperbaiki dan menyusun dokumen-dokumen pendukung pengelolaan
media sosial, (e) mengintegrasikan berbagai perangkat analisis menjadi sistem
analisis yang komprehensif, dan (f) memanfaatkan pegawai yang aktif di
media sosial untuk memperluas jangkauan informasi.
2. Terkait dengan people atau audiens, tujuan yang ditetapkan adalah
meningkatkan jumlah follower / fans media sosial dari pemangku kepentingan
bidang kebudayaan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dirumuskan sebuah
strategi terkait people yaitu memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal di
media
sosial sebagai
buzzer
untuk meningkatkan
follower/fans dari
pemangku kepentingan kebudayaan.
3. Terkait dengan konten di media sosial, dengan mempertimbangkan analisis
konten, jenis konten yang disukai masyarakat, dan analisis kualitas informasi,
dirumuskan empat buah strategi. Keempat strategi tersebut yaitu: (a)
84
Universitas Indonesia
85
menyajikan banyak informasi yang meluruskan dari sumber-sumber yang
kredibel, (b) meningkatkan konten kebudayaan, (c) memprioritaskan kontenkonten yang mendidik dan menginspirasi masyarakat, dan (d) menjadikan
laman (website) Kemdikbud sebagai pangkalan informasi yang lengkap,
terpercaya, dan mudah diakses, serta terintegrasi dengan media sosial.
4. Terkait dengan platform yang akan digunakan, dengan mempertimbangkan
peluang dan trend media sosial ke depan dan kekuatan yang dimiliki,
dirumuskan sebuah strategi yaitu memanfaatkan media sosial untuk berbagi
konten video dalam rangka menunjang layanan informasi yang sudah ada.
5. Agar pelaksanaan strategi mudah dimonitor keberhasilannya dirumuskan
delapan buah indikator kinerja. Indikator-indikator tersebut ditinjau dari
peningkatan jumlah keterlibatan (engagement) masyarakat, jumlah follower /
fans, jumlah kunjungan ke laman (website) Kemdikbud, dan tingkat kepuasan
masyarakat.
6.2 Saran-Saran
Berdasarkan proses penelitian yang sudah dilaksanakan, penulis memberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya
a.
Cakupan penelitian ini dapat diperluas untuk penyusunan strategi layanan
informasi yang mengintegrasikan seluruh saluran seperti telepon, surat
elektronik, media sosial, dan lain-lain untuk meningkatkan kepuasan
masyarakat.
b.
Perlu dilakukan penelitian tentang peranan aspek kualitas layanan
terhadap kepuasan masyarakat terkait layanan informasi di media sosial
instansi pemerintah.
2. Untuk Kemdikbud
a.
Strategi media sosial yang dilaksanakan harus senantiasa dievaluasi
karena perubahan trend media sosial dapat berubah secara drastis dalam
waktu yang singkat.
b.
Indikator keberhasilan pelaksanaan strategi media sosial sebaiknya
dievaluasi secara berkala terutama ketika ada perubahan sumber daya
Universitas Indonesia
86
internal atau munculnya ancaman atau peluang baru.
c.
Agar pelaksanaan strategi berjalan lancar diperlukan dukungan dari
Bagian Tata Usaha PIH Kemdikbud untuk mendukung ketersediaan
anggaran, peningkatan kompetensi pegawai, dan dukungan sarana
prasarana.
Universitas Indonesia
87
DAFTAR REFERENSI
Agarwal, N. & Yiliyasi, Y. (2010). Information Quality Chalenges in Social
Media. Department of Information Science The University of Arkansas at
Little Rock. Research Paper.
Alexander, J.E. & Tate, M.A. (1999). Web Wisdom: How to Evaluate and Create
Information Quality on the Web. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Alshaher, A.A. (2013). The McKinsey 7S Model framework For E-Learning
System Readiness Assessment. International Journal of Advances in
Engineering & Technology, 6(5), pp. 1948-1966.
Applegate, L., Austin, R.D., & Soule, D.L.
(2009).
Corporate Information
Strategy and Management (8 th ed). New York: McGraw-Hill.
Avison, D., Baskerville, R., & Myers, M. (2001). Controlling Action Research
Projects. Information Technology and People, 14(1), pp.28-45.
Banday, M.T. & Matoo, M.M. (2013). Social Media in e-Governance: A Study
with Special Reference to India. Journal of Social Networking, pp. 47-56. 1 Oct
2014, http://dx.doi.org/10.4236/sn.2013.22006
Bertot, J.C., Jeager, P.T., & Hansen, D. (2012). The Impact of Polices on
Government Social Media Usage: Issues, Challenges,and Recommendations.
Government Information Quarterly, 29 (1), pp. 30-40.
Boyd, D.M., & Ellison, N.B. (2007). Social Network Sites: Definition, History,
and Scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication, 13 (1), pp.
210-230.
Burns, D. (2007). Systemic Action Research: A Strategy for Whole System Change.
United Kingdom: The Policy Press.
Universitas Indonesia
88
Chai, K., Potdar, V., & Dillon, T. (2009). Content Quality Assessment Related
Frameworks for Social Media. In Gervasi et al. (Eds.): ICCSA 2009, Part II, pp.
800–814.
Chaffey, D. (2011). E-Business & E-Commerce Management: Strategy,
Implementation and Practice (5th Ed.). Essex: Prentice Hall.
Chatfield, A. & AlAnazi, J. (2013). Service Quality, Citizen Satisfaction, and
Loyalty with Self-Service Delivery Options to Transforming E-government
Services. Proccedings of The 24th Australasian Conference on Information
Systems Melbourne Australia.
Chatzopoulou, G. Sheng, C. & Faloutsos, M. (2012). A First Step Towards
Understanding Popularity in YouTube. Department of Computer Science &
Engineering University of California, Paper.
Christensen, C.M., & Donovan, T. (2000). The Process of Strategy Development
and Implementation. Harvard Business School Working Paper, No. 00-075.
Criado, J.I. & Rojas-Martin, F. (2013). Social Media and Public Administration in
Spain: A Comparative Analysis of The Regionel Level of Government. In J.R
Gil-Garcia (Ed.) E-Government Success Around The World: Cases, Empirical
Studies, and Practical Recommendations. pp. 276-298.
Dash, M., & Liu, H. (1997). Feature Selection Methods for Classifications. An
International Journal of Intelligent Data Analysis, 1 (3).
Dawson, R. (2013) Social Media Strategy Framework. 10 Sept. 2014.
http://www.rossdawsonblog.com/SocialMediaStrategyFrameworkv2.pdf
Dedeke, A. (2000). A Conceptual Framework for Developing Quality Measures
for Information Systems. Proceedings of the 2000 Conference on Information
Quality, pp. 126-128.
Universitas Indonesia
89
DeLone, W.H. & McLean, E.R. (2003). The DeLone and McLean Model of
Information Systems Success: A Ten-Year Update. Journal of Management
Information Systems, 19 (4), pp. 9 – 30.
DiMaio, A. (2009). Government 2.0: A Gartner Definition. 1 Oct. 2014.,
http://blogs.gartner.com/andrea_dimaio/2009/11/13/government-2-0-a-gartnerdefinition/
Eggers, W.D. (2007). Government 2.0: Using Technology to Improve Education,
Cut Red Tape, Reduce Gridlock, and Enhance Democracy. Rowman &
Littlefield.
Emamjome, F., Rabaa’i, A., Gable, G., & Bandara, W. (2013). Information
Quality in Social Media: A Conceptual Model. PACIS 2013 Proceedings.
Paper 72. http://aisel.aisnet.org/pacis2013/72
Eppler, M.J. (2001). A Generic Framework for Information Quality in
Knowledge-intensive Processes. Proceedings of the Sixth International
Conference on Information Quality.
Hadiansyah, H. (2014). Strategi Media Sosial Untuk Diplomasi Publik: Studi
Kasus Kementerian Luar Negeri. Universitas Indonesia. Karya Akhir Magister
Manajemen Teknologi Informasi.
Hsu, P.F., & Hsu, M.G. (2008). Optimizing the Information Outsourcing
Practices of Primary Care Medical Organizations Using Entropy and TOPSIS.
Quality and Quantity, 42 (2) , pp. 181–201.
Jhonson, T., Scholes, K., & Whittington, R. (2008). Exploring Corporate Strategy
(8 th ed.). Prentice Hall.
Kahn, B.K., Strong, D.M., & Wang, R.Y. (2002). Information Quality
Benchmarks: Product and Service Performance. Communications of Th ACM,
45 (4ve), pp. 184–192.
Universitas Indonesia
90
Kaplan, A. M. & Haenlein, M. (2010). Users of the World Unite! The Challenges
and Opportunities of Social Media. Business Horizons, 53 (1), pp. 59-68.
Kargar, M.J., Azimzadeh, M., & Ramli, A.R. (2008). An Experimental
Framework for Ranking Qualty of Information on Weblog. Proccedings of The
International Conference on Information Quality (ICIQ-08), MIT,US, pp. 2943.
Katerattanakul, P. & Siau, K., (1999). Measuring information quality of web sites:
Development of an instrument. Proceedings of The 20th International
Conference on Information Systems, Charlotte, North Carolina, United States,
pp. 279–285.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Layanan Informasi di
Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemmis, S. & McTaggart, R. (2005). Participatory Action Research:
Communicative Action and the Public Sphere. Denzin, N. K. and Lincoln, Y.
S., (eds.) The Sage Handbook of Qualitative Research. (3rd eds). Sage
Publications.
Lardi, K., & Fuchs, R. (2013). Social Media Strategy: Step-by-step Guide to
Building Your Social Business. vdf Hochschulverlag AG.
Lee, Y.W., Strong, D.M., Kahn, B.K., & Wang, R.Y. (2002). AIMQ: A
Methodology for Information Quality Assessment. Journal of Information &
Management, 40 (4), pp. 133–146
Locke, E.A. (1976). The Nature and Causes of Job Satisfaction. In Handbook of
Industrial and Organizational Psychology, M. D. Dunnette (ed). New York:
Reinhart & Winston, pp 1297-1349.
Universitas Indonesia
91
Magnusson, M., Bellström, P., & Thoren, C. (2012). Facebook usage in
government – a case study of information content. Proceedings of The
Americas Conference on Information Systems (AMCIS) 2012. Paper 11.
http://aisel.aisnet.org/amcis2012/proceedings/EGovernment/11
McGilvray, D. (2008). Executing Data Quality Projects: Ten Steps to Quality
Data and Trusted Information. Morgan Kaufmann Publishers.
McLean-Cobban, W. (2012). Developing a Social Media Strategy: A Professional
Association Perspective. The McMaster Journal of Communication, 9 (7), pp.
171-200.
Mintzberg, H. and Waters, J.A (1985). Of Strategies, Deliberate and Emergent
Strategic Management Journal, 6 (3), pp. 257-272
Naumann, F. & Rolker, C. (2000). Assessment methods for information quality
criteria. Proceedings of The 5th International Conference on Information
Quality, pp. 148–162.
Picazo-Vela,
S.,
Guiterrez-Martinez,
I.,
&
Luna-Reyes,
L.F.
(2012).
Understanding Risks, Benefits, and Strategic Alternatives of Social Media
Applications in the Public Sector. Government Information Quarterly, 29 (10),
pp. 504-511.
Porter, M. (2001). Strategy and The Internet. Harvard Business Review, March.
Porter, M. (2012). Understanding Risks, Benefits, and Strategic Alternatives of
Social Media Applications in the Public Sector. Government Information
Quarterly, 29 (9), pp. 504-511.
Pemerintah Republik Indonesia (2008), Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Publik.
Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Universitas Indonesia
92
Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara.
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud (2013). Executive
Summary Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Tahun 2013.
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud (2014). Laporan
Semiloka Media Sosial Kemdikbud 2014.
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud (2014). Laporan
Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud Bulan Agustus Tahun 2014.
Ritson,
N.
(2011).
Strategic
Management.
30
Sept.
2014.
https://books.google.co.id/books?id=mD9ZTTdI2TIC
Shanks, G. & Corbitt, B., (1999). Understanding Data Quality: Social and
Cultural Aspects. Proceedings of the 10th Australasian Conference on
Information Systems.
Simply Measured (2014). The Complete Guide to Facebook Analytics. 14 Sept.
2014.
http://get.simplymeasured.com/rs/simplymeasured/images/
FacebookeBookSimplyMeasured.pdf
Simply Measured (2014). The Complete Guide to Twitter Analytics, How to
Analyze the Metrics that Matter. 5 Sept. 2014. https://gnip.com/docs/SimplyMeasured-Complete-Guide-to-Twitter-Analytics.pdf
Stvilia, B., Twidale, M.B., Smith, L.C., & Gasser, L., (2005). Assessing
information quality of a communitybased encyclopedia. Proceedings of the
International Conference on Information Quality (ICIQ), pp. 442-454.
Third Wave (2013). Social Media Strategy Framework, Version 1.1. 5 Sept. 2014.
http://thirdwaveberlin.com/ThirdWave-SocialMediaStrategyFramework.pdf
Universitas Indonesia
93
Thomas, J.C. & Streib, G. (2003) The New Face of Government: Citizen-Initiated
Contacts in the Era of E-Government. Journal of public administration research
and theory, 15(1), pp. 83-102.
Twitter
Corporation.
(2014).
Twitter:
Define
Metrics.
5
Sept.
2014.
https://business.twitter.com/measure-your-impact.
Wang, R.Y., & Strong, D.M. (1996). Beyond Accuracy: What Data Quality
Means to Data Consumers. Journal of Management Information Systems, 12
(4), pp. 5-33.
Yadav, V., & Arora, M. (2012). The Product Purchase Intentions in Facebook
using Analytical Hierarchical Process. Radix International Journal of
Economic and Business Management, 1 (4), pp. 88-100.
Yi, M., Oh, S.G., & Kim, S. (2013). Comparison of Social Media Use for The
U.S. and The Korean Governments. Government Information Quarterly, 30 (3),
pp. 310-317.
Zeist, R.H.J. & Hendriks, P.R.H. (2008). Specifying Software Quality with the
Extended ISO Model. Journal of Software Quality Management, 4 (6), pp. 145160.
Zhu, Z., Bernhard, D., & Gurevych, I. (2009). A Multi-Dimensional Model for
Assessing The Quality of Answers in Social Q&A Sites. Technische Universität
Darmstadt, Technical Report.
Universitas Indonesia
94
Lampiran 1
Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014
Kelompok 1. Topik: Ketersediaan Informasi Unggulan
1. Isi Portal Kemdikbud harus dibuat dalam Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia, perlu selalu di-update, dan desain yang menarik;
2. Perlunya integrasi dalam pengelolaan informasi antar Unit Kerja;
3. Perlu adanya bank bata dari Unit Utama tentang Program Unggulan untuk
disampaikan ke PIH dan dapat dipublikasikan;
4. Fasilitas yang tersedia harus terus-menerus dipelihara;
5. Kemampuan bandwith perlu diperbesar sehingga jika memasukkan data
banyak tidak mengalami kegagalan dan mudah untuk mengakses data;
6. Meningkatkan rapat koordinasi dengan unit kerja untuk pelaksanaan program.
Saat ini koordinasi belum optimal;
7. Perlu dibentuk Forum/Komunitas antar unit kerja untu mempermudah
komunikasi, karena saat ini belum ada;
8. Perlu pemberian reward bagi yang berprestasi;
9. Perlu terus mengikuti perkembangan kegiatan pimpinan Kementerian.
Kelompok 2. Topik: Sarana dan Prasarana
10. Belum terintegrasinya pengelolaan jaringan di lingkungan Kemdikbud;
11. Kurangnya ketersediaan bandwidth yang dibutuhkan;
12. Dana kurang memadai untuk pengadaan perangkat jaringan dan
pemeliharaan;
13. Perlu tempat khusus untuk pengelolaan TIK/ICT, karena dirasa masih kurang;
14. Kurangnya manajemen data dan informasi di lingkungan Kemdikbud.
Kelompok 3. Topik: Birokrasi dan Kepemimpinan
15. Perlu memberikan masukan pemahaman kepada Pimpinan mengenai
pentingnya memaksimalkan pengelolaan Media Sosial dan Website/Portal;
16. Perlu kebijakan Pimpinan untuk memberi perhatian khusus kepada pengelola
Media Sosial dan Website;
17. Sangat penting legalitas dan regulasi pengelolaan Media sosial;
Universitas Indonesia
95
Lampiran 2
Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014 (Lanjutan)
18. Perlu Prosedur Operasi Standar (POS) dan strategi Pengelolaan Media
Sosial/Website, karena belum ada dan cukup diperlukan;
19. Perlu dibentuk tim yang memiliki kompetensi dalam mengelola Media sosial
dan website, karena kompetensi pengelola saat ini belum memadai;
20. Diperlukan sistem pemberian reward dan punishment bagi pengelola;
Kelompok 4. Topik: Kondisi Sekarang
21. Kurangnya tenaga spesialis yang kompeten / menguasai bidang informasi,
media sosial, dan teknologi informasi (TI);
22. Kompetensi tenaga TI cukup dan memadai tetapi penugasannya tidak
menangani sistem informasi;
23. Minimnya pelatihan yang dilakukan tentang pengelolaan media sosial, sistem
informasi;
24. Belum ada forum komunikasi tenaga di bidang TI dan pengelola informasi;
25. Minimnya sosialisasi pentingnya TI kepada karyawan;
26. Minimnya kerjasama untuk berbagi pengetahuan tentang TI dengan
Perguruan Tinggi;
27. Minimnya apresiasi pimpinan terhadap tenaga TI dan pengelola informasi.
Kelompok 5. Topik: Kebutuhan Pengguna
28. Perlu disediakan informasi yang dibutuhkan oleh Publik;
29. Perlu informasi mudah diakses, contoh mudah dicari Google (mesin pencari),
30. Disain pandangan pertama eye-catching, kapasitas bandwith besar;
31. Disediakan menu Search;
32. Informasi di website dan media sosial selalu di-update;
33. Survei Kepuasan Pengunjung Web dan media sosial perlu dilakukan;
34. Pengaksesan konten dapat dilakukan secara Interaktif;
35. Perlu menggunakan Search Engine Optimization (SEO).
Universitas Indonesia
96
Lampiran 3
Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
Tanggal 24 hingga 28 November 2014
Pengelolaan layanan informasi melalui media sosial di Kemdikbud dilaksanakan
di Gedung C Lantai 2, Kompleks Kemdikbud Senayan Jakarta Pusat. Layanan ini
dipimpin Kepala Subbidang Pengelolaan Konten Media selaku Koordinator yang
membawahi empat orang pegawai. Pada tahun 2014 ini pegawai yang mengelola
layanan informasi ini hanya tiga orang, sedangkan seorang pegawai berstatus
tugas belajar. Semua pegawai di unit kerja tersebut berstatus pegawai negeri sipil
(PNS)
Aktifitas yang dilakukan pegawai pengelola layanan informasi melalui media
sosial antara lain memonitor berita-berita di berbagai portal berita online,
merangkum informasi dari laman Kemdikbud, men-tweet di Twitter dan posting
informasi di Facebook Kemdikbud, dan melakukan analisis percakapan di media
sosial. Aktifitas pengumpulan dan analisis percakapan di media sosial
Kemdikbud dilakukan secara rutin setiap hari serta dilakukan rekapitulasi
mingguan dan bulanan [1]. Analisis dilakukan berdasarkan metrik-metrik media
sosial yang digunakan serta analisis sentimen dari komentar-komentar
masyarakat.
Analisis percakapan di media sosial diarsip dalam bentuk salinan lunak (softcopy) dan dilaporkan ke Kepala PIH Kemdikbud dalam bentuk cetakan. Jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan di media sosial diarsip oleh masing-masing petugas.
Pengarsipan tersebut belum terintegrasi sehingga arsip yang dimiliki seorang
petugas tidak dapat dengan mudah diakses oleh petugas lainnya [2].
Pengarsipan yang belum terintegrasi tersebut menyulitkan ketika harus
menemukan kembali informasi yang dibutuhkan.
Dalam pengelolaan layanan informasi melalui media sosial, saat ini belum ada
dokumen-dokumen yang menjadi panduan atau pedoman. Dokumen yang ada
hanya Surat Keputusan (SK) Kepala PIH Kemdikbud yang menunjuk pengelola
Universitas Indonesia
97
Lampiran 4
Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan)
layanan informasi melalui media sosial. Dokumen seperti buku panduan,
prosedur operasi standar (POS) saat ini belum ada [3]. Petugas
mengemukakan bahwa mereka butuh dokumen-dokumen tersebut untuk dijadikan
panduan dalam tugas sehari-hari.
Dari hasil observasi selama lima hari, jumlah pertanyaan dan keluhan yang
diterima petugas berjumlah 121 pertanyaan. Dari jumlah tersebut yang berhasil
dijawab atau ditanggapi berjumlah 46 pertanyaan atau hanya 38 persen [4].
Petugas mengalami kesulitan menjawab pertanyaan yang memerlukan koordinasi
ke unit kerja lain.
Dari observasi terhadap dokumen analisis beban kerja tahun 2014, jumlah
pegawai yang tersedia masih kurang dibandingkan yang dibutuhkan. Jumlah
pegawai yang dibutuhkan menurut analisis tersebut 6 orang, sedangkan
pegawai yang tersedia hanya 4 orang [5]. Selanjutnya observasi terhadap
dokumen sasaran kinerja pegawai (SKP) dari semua pegawai pengelola media
sosial Kemdikbud. Berdasarkan dokumen SKP tersebut terlihat bahwa tugas
menjawab pertanyaan masyarakat hingga 100% belum menjadi salah satu
indikator kinerja utama (IKU) pegawai [6].
Universitas Indonesia
98
Lampiran 5
Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1,
Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
Tanggal 27 September 2014
Media email
Q:
Dari beberapa masalah yaitu kurangnya jumlah staf, kompetensi staf yang
kurang, tidak adanya forum komunikasi antar unit kerja, tidak adanya
POS, dan tidak adanya strategi media sosial, menurut Bapak masalah apa
yang mendesak ditangani?
A:
Terkait dengan staf kita sudah ajukan permintaan tambahan pegawai.
Tentu saja dalam koridor administrasi kepegawaian yang benar. Yang
perlu segera disusun menurut saya adalah strategi [1]. Strategi ini
sangat
membantu
perencanaan.
Tanpa
strategi
kadang-kadang
perencanaan tidak optimal. Kita sering tidak mengetahui hal-hal yang
masih kurang dan prioritas yang harus dikedepankan. Tanpa strategi
program antar tahun sering tidak tampak kesinambungannya. Selain itu
kita memerlukan analisis tentang konten dan kualitas informasi yang
berkaitan dengan konten tersebut [2]. Kita menganggap konten sangat
urgent saat ini, terkait dengan kepuasan masyarakat.
Tanggal 31 Oktober 2014
Media email
Q:
Dengan
perubahan
nomenklatur
dari
Kemendikbud
menjadi
Kemenbuddikdasmen, apakah strategi media sosial tetap perlu untuk
disusun?
A:
Strategi media sosial tetap penting untuk disusun. Prinsipnya layanan
informasi melalui media sosial tetap penting dan begitu juga strategi agar
masyarakat puas juga sangat penting disusun.
Universitas Indonesia
99
Lampiran 6
Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1,
Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
(Lanjutan)
Tanggal 28 November 2014
Q:
Menurut Bapak, kondisi seperti apa yang merupakan kekuatan dalam
pengelolaan media sosial Kemdikbud?
A:
Pertumbuhan jumlah follower kita cukup baik, cukup signifikan,
sekitar 8 % per bulan [3]. Tentu ini menjadi motivasi bagi kita untuk
bekerja lebih keras. Dibandingkan kementerian lain di Indonesia jumlah
follower Twitter atau fans Facebook kita yang tertinggi. Selain itu
dukungan anggaran juga memadai untuk melaksanakan layanan
informasi ini [4]. Anggarannya tidak gedhe banget, tapi cukup untuk
mendukung
operasional
layanan
informasi.
Tugas
kita
adalah
memperbaiki penyusunan anggaran agar manfaatnya bisa maksimal.
Saat ini kita baru memiliki akun di Twitter dan Facebook, padahal di
sisi lain Kemdikbud ini punya sumber daya konten video yang cukup
banyak [5]. Kita punya TV Edukasi yang dikelola Pustekkom yang
didukung SDM multimedia yang cukup dan peralatan yang juga bagus.
Tapi saat ini belum diintegrasikan dengan Twitter dan Facebook
Kemdikbud.
Kemudian dari segi sumber informasi, jelas kita punya akses ke
sumber yang kredibel di bidang pendidikan dan kebudayaan [6]. Kita
bisa punya akses ke menteri ataupun pejabat-pejabat, atau juga akses ke
dokumen-dokumen seperti peraturan-peraturan dan lain-lain. Ini yang
harus kita kelola sebaik-baiknya agar layanan ini memuaskan masyarakat.
Selain itu banyak pegawai di PIH ini yang aktif di media sosial,
banyak yang punya follower banyak di Twitter, di Facebook juga
sangat aktif [7]. Namun ini belum diberdayakan, mungkin tahun depan
Universitas Indonesia
100
Lampiran 7
Wawancara dengan Narasumber 1,
Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud
(Lanjutan)
akan kita bahas gimana cara agar potensi ini bisa dimaksimalkan agar
menjangkau lebih banyak orang di media sosial.
Q:
Kelemahan apa yang menurut Bapak masih ada dan perlu diperbaiki?
A:
Yang pertama dari sisi pegawai atau SDM, jumlahnya masih kurang,
apalagi dengan pertumbuhan follower pertanyaan masyarakat juga
meningkat [8]. Kompetensi pegawai saya anggap masih kurang,
apalagi di sini kan ada beberapa pegawai yang sudah tua yang untuk
belajar teknologi informasi tidak bisa cepat [9]. Tahun ini pelatihan
untuk pegawai belum banyak, tapi kita upayakan di tahun-tahun
mendatang bisa lebih banyak pelatihan.
Hal lain yang juga menjadi hambatan adalah koordinasi dengan unit
kerja lain belum optimal [10]. Untuk menjawab pertanyaan yang butuh
jawaban dari unit kerja lain kita harus ikut birokrasi dengan bersurat
secara resmi. Ini tentu membuat jawaban lama didapat. Kalau ada forum
dengan bantuan teknologi, tentu bisa lebih cepat. Kalau ga salah, forum
seperti ini dengan bantuan Whatsapp sudah diterapkan di pengelolaan
jaringan yang dipegang Pustekkom. Forum seperti ini jalan di sana,
seharusnya di bidang layanan informasi juga bisa jalan.
Universitas Indonesia
101
Lampiran 8
Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media Sosial
Tanggal 21 Desember 2014
Q:
Bagaimana Bapak menilai pengelolaan media sosial Kemdikbud?
A:
Di Kemdikbud ini sebenarnya SDM udah lengkap, ada bagian yang
meliput, ada yang membuat berita, foto, mengelola Twitter, Facebook,
ada yang melayani pengaduan lewat contact center. Namun yang
menjadi masalah utama adalah koordinasi [1]. Koordinasi antar unit
utama belum jalan, bahkan koordinasi di lingkungan PIH sendiri belum
baik, meminta data dan informasi antar bagian di PIH aja relatif sulit, ini
jadi masalah. Koordinasi tidak bisa berjalan cepat dan sering terhambat
faktor birokrasi.
Kemudian masalah budaya, di Kemdikbud ini budaya kerjanya
masih birokratis belum sejalan dengan tuntutan media sosial yang
butuh keluwesan [2]. Misalnya ada pertanyaan dan itu perlu statement
menteri untuk menjawabnya, kalau ngikut protokoler menteri tentu lama,
padahal tuntutan di media sosial itu butuh kecepatan. Budaya ini perlu
diubah tapi tentu saja tidak harus drastis, perlu kompromi-kompromi
mengurangi birokrasi.
Q:
Ancaman apa yang dihadapi pengelola media sosial di Kemdikbud?
A:
Banyak media yang cenderung kontra kebijakan Kemdikbud, dan
juga banyak tokoh-tokoh yang terkenal di media sosial, LSM yang
juga kontra dengan Kemdikbud. Mereka ini cukup sering muncul di
media yang menyuarakan opini yang kontra pemerintah [3]. Tentu ini
dapat mempengaruhi publik sehingga apapun yang dilakukan Kemdikbud
seolah-olah salah.
Q:
Kemudian peluang apa yang dapat dimanfaatkan agar kepuasan
masyarakat meningkat?
Universitas Indonesia
102
Lampiran 9
Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media Sosial
(Lanjutan)
A:
Saat ini banyak portal berita online ada forum diskusinya, yang
dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat [4]. Ini
bisa menjadi masukan bagi Kemdikbud, sebenarnya apa
yang
berkembang di masyarakat. Dari memonitor forum tersebut, kita dapat
menentukan informasi apa yang penting disampaikan ke publik.
Kemudian terkait tool untuk menganalisis Twitter dan Facebook, ada
banyak tool di Internet baik yang gratis ataupun berbayar yang
dapat diintegrasikan dengan analisis yang selama ini sudah
dilakukan [5]. Tentu tujuannya agar analisisnya lebih komprehensif lebih
holistik. Tahap awal tentu saja perlu dianalisis tool mana yang sesuai,
mana yang paling tepat.
Terkait dengan tujuan agar jangkauan informasi dapat lebih banyak,
bisa memanfaatkan pegawai di Kemdikbud yang aktif di media sosial
[6]. Atau bisa juga dengan menggandeng tokoh yang terkenal di
media sosial sebagai buzzer [7]. Tentu kita lihat dulu apakah tokoh
tersebut selama ini pro dengan pemerintah atau kontra.
Nah kemudian ini ada yang cukup penting, konten video ini bisa digarap
untuk diintegrasikan dengan media sosial Twitter dan Facebook ini. Kalau
nggak salah Pustekkom sudah punya kanal di YouTube. Ini bisa
dimanfaatkan gimana konten video diintegrasikan agar menjadi satu
kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada [8].
Universitas Indonesia
103
Lampiran 10
Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial
Tanggal 24 Desember 2014
Q:
Bagaimana Bapak menilai pengelolaan media sosial di lingkungan
Pemerintah?
A:
Saya lihat mayoritas pengelola media sosial di instansi pemerintah
menganggap dirinya komunikator, yang menyampaikan informasi satu
arah. Padahal di era media sosial ini komunikasinya multi arah. Kalau
tidak terjadi engagement atau percakapan brand dengan follower-nya,
tidak akan sesuai harapan masyarakat.
Di media sosial orang lebih suka berhadapan dengan orang juga, bukan
dengan institusi yang tidak jelas wajahnya, gitu. Sekarang media sosial itu
sama dengan hubungan sosial yang nyata. Jadi kalau yang pegang akun
kementerian menampilkan dirinya sebagai sosok yang akrab dengan
follower, jelas masyarakat akan menyukainya.
Q:
Apa akibatnya jika harapan masyarakat tersebut tidak terpenuhi?
A:
Itu konsekuensi nyata, jika harapan masyarakat tidak terpenuhi
masyarakat nggak puas. Kalau masyarakat nggak puas, akun ini akan
ditinggalkan [1]. Kan orang mengikuti suatu akun berharap memperoleh
informasi, ada ikatan emosianal. Di swasta, pengelola mengharapkan
adanya customer-bonding. Jika ikatan itu tercipta, mudah untuk
mengundang partisipasi pelanggan atau masyarakat untuk berbagai
gerakan misalnya penyusunan kebijakan, donasi, dan lain-lain [2].
Q:
Konten seperti apa yang lebih disukai masyarakat?
A:
Kalau saya lihat, media sosial kementerian dapat menjadi komunikasi,
humas, transparansi. Juga sebagai clearing house. Misalnya Kurikulum
2013 akan ditinjau, kalau menurut versi kementerian. Tapi yang
berkembang di masyarakat itu ‘oh itu Kurikulum 2013 akan dihentikan’.
Sehingga menjadi kontroversi di masyarakat.
Universitas Indonesia
104
Lampiran 11
Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial
(Lanjutan)
Konten yang diharapkan adalah konten yang menjadi rujukan,
terpercaya, akurat yang bisa menjelaskan dengan jelas, dengan
jernih tentang masalah yang menjadi kontroversi di masyarakat [3].
Jadi konten yang bisa jadi rujukan yang menjelaskan duduk perkara
Kurikulum 2013 tadi itu.
Terkait transparansi masyarakat mengharapkan konten-konten yang
menunjukkan transparansi terutama di sektor anggaran [4].
Misalnya konten-konten tentang budgeting, e-procurement, LHKPN, dan
lain-lain.
Di media sosial itu masyarakat juga cenderung menyukai hal-hal
yang ringan, itu sesuai sifat media sosial itu sendiri, konten yang
ringan tapi inspiratif [5]. Misalnya perjuangan guru di daerah terpencil,
pengalaman siswa di sana, itu akan menarik perhatian. Kalau kita lihat
foto anak-anak sekolah naik rakit menuju sekolahnya itu kan menyentuh
perhatian banyak orang. Masyarakat itu cenderung tidak suka kontenkonten yang hanya seremonial [6].
Q:
Saat ini banyak portal berita online yang memiliki forum, apakah ini
ancaman atau peluang?
A:
Justru di situ kesempatan kementerian untuk berpartisipasi untuk ikut
diskusi. Jika tidak diikuti sama saja melepas peluang untuk menjadi
clearing house. Itu salah satu fungsi kehumasan. Apakah humas
kementerian harus ikut? Setidaknya memonitor. Tidak perlu langsung
berkomentar. Kalau sudah punya jawaban versi resmi, dapat dimuat di
semua kanal digital kementerian, misalnya website, Twitter, facebook.
Kemudian di-share di kolom diskusi tersebut.
Q:
Jadi ini lebih tepat dikatakan peluang?
A:
Ya benar, media sosial sesungguhnya itu adalah salah satu alat untuk
mendengarkan. Ibaratnya adalah telinga bagi siapa saja.
Universitas Indonesia
105
Lampiran 12
Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial
(Lanjutan)
Untuk mendengarkan suata masyarakat tanpa di-filter, ada yang pahit,
pedas. Selain juga sebagai komunikasi, kolaborasi.
Q:
Tentang platform, saat ini Kemdikbud hanya menggunakan Twitter dan
Facebook, apakah perlu menggunakan media sosial jenis lain?
A:
Nah sebetulnya begini, kebutuhan membuka kanal media sosial itu
dipengaruhi dimanakah stakeholder kementerian itu berkerumum dimana.
Kalau misalnya stakeholder hanya di dua media sosial itu, ya cukup itu
saja. Tapi jika berkerumun juga di media lain misalnya Path, Pinterest,
Instagram maka perlu dipertimbangkan media sosial lain. Perlu ada survei
kecil-kecilan untuk melihat dimana stakeholder berada.
Kalau YouTube perlu, saat ini YouTube sudah menjadi media sosial.
Konten video tahun-tahun mendatang akan terus nge-trend, saya kira
dengan kecepatan Internet yang semakin cepat, kebutuhan menonton
video semakin meningkat [7]. Saat ini banyak orang menghabiskan
waktu menonton video di YouTube dibandingkan menonton TV, TV
lokal lho maksudnya. Soalnya bisa ditonton kapan saja, dimana saja.
Kalau ingin berbagi foto, Instagram dapat dijadikan pilihan, saat ini
populer di Indonesia [8]. Tapi foto-foto seperti apa yang akan
ditampilkan? Tapi ini perlu dikaji sumber daya mencukupi nggak. Kita
lihat kan kemarin Ibu Ani populer di Instagram, karena foto-foto itu
personal. Kalau kemarin Pak SBY juga masuk instagram saya kita juga
akan populer.
Foto-foto yang seremonial itu kurang menarik. Ini kan foto-foto Pak
Anies tanda tangan, meresmikan gedung, itu kurang menarik. Kurang
inspiratif soalnya. Coba kapan-kapan dibandingkan kalau kita upload
foto-foto guru di daerah terpencil, siswa SD di pedalaman pasti akan
mendapatkan komentar yang berbeda. Jadi intinya sebenarnya dikaji dulu,
sumber daya mencukupi nggak.
Universitas Indonesia
106
Lampiran 13
Kuesioner
Dengan hormat,
Nama Saya Nur Widiyanto, mahasiswa Magister Tekonologi Informasi
Universitas Indonesia. Saat ini Saya sedang menyusun karya akhir tentang
penyusunan strategi media sosial untuk meningkatkan kepuasan masyarakat,
dengan studi kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Untuk keperluan penyusunan karya akhir tersebut, Saya memerlukan partisipasi
Anda sebagai follower Twitter atau fans Facebook Kemdikbud untuk mengisi
kuesioner ini. Waktu yang diperlukan untuk mengisi kuesioner ini sekitar 10
hingga 15 menit.
Tujuan survei ini adalah sebagai salah satu masukan dalam menentukan strategi
perbaikan layanan informasi melalui media sosial dalam rangka meningkatkan
kepuasan masyarakat. Data responden dijamin kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan terkait survei ini, silahkan
hubungi
nomor
handphone
081213733230
atau
email
[email protected].
Bagian I
Petunjuk: Isilah 4 (empat) data pribadi dan jawablah 6 (enam) pertanyaan berikut
ini dengan menyilang (X) huruf di depan jawaban.
Data Pribadi Responden
Email
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
Usia
a.
20
c. 30
e.
Pekerjaan
b. Perempuan
40
b. 20
30
d. 40
50
50
a. Pelajar/Mahasiswa
b. Guru/Dosen/Pendidik
c. PNS
d. Pegawai Swasta
e. Wiraswasta
f. Lainnya, ………………….
Universitas Indonesia
107
Lampiran 14
Kuesioner (Lanjutan)
Kategori Tingkat Partisipasi
1. Berapa lama Anda menjadi follower/fans media sosial Kemdikbud?
1
a.
c. 6
b. 1
12
d.
6
12
2. Aktivitas apa saja yang Anda lakukan di media sosial Kemdikbud?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
a. Membaca informasi yang disajikan
b. Mengirim pertanyaan, saran, atau keluhan
c. Membagi (sharing atau retweet) ke teman-teman saya
d. Ikut serta dalam diskusi
Kategori Motivasi
3. Apa motivasi Anda menjadi follower/fans media sosial Kemdikbud?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
a. Memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan
b. Memperoleh detail kontak Kemdikbud
c. Bertanya seputar pendidikan dan kebudayaan
d. Mengadukan keluhan tentang pendidikan dan kebudayaan
e. Memberikan opini, saran tentang pendidikan dan kebudayaan
d. Lainnya, sebutkan! …………………………………………………
Kategori Konten
4. Dari beberapa jenis konten berikut ini, manakah yang Anda sukai?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
a. Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan
b. Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan
tersebut
c. Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat
Universitas Indonesia
108
Lampiran 15
Kuesioner (Lanjutan)
d. Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat, misalnya: penawaran
beasiswa, lomba penulisan buku, dan lain-lain
e. Lainnya, sebutkan! …………………………………………………
Kategori Pengembangan di Masa Depan
5. Saat ini Kemdikbud hanya memanfaatkan media sosial Facebook dan Twitter.
Selain keduanya, media sosial apa yang perlu dimanfaatkan oleh Kemdikbud
dalam rangka memperbaiki layanan informasi melalui media sosial?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
a. Forum diskusi di portal berita yang ada di Indonesia
b. Situs jejaring sosial yang lain seperti Path, Google +
c. Media berbagi konten multimedia, seperti konten video, gambar, file
presentasi, dan lain-lain
d. Media sosial lainnya, sebutkan …………………………………………
6. Apakah Anda bersedia jika dilibatkan dalam penyusunan kebijakan publik
melalui diskusi di media sosial?
a. Ya, bersedia
b. Tidak bersedia
c. Tidak tahu
Bagian II
Petunjuk: Berikut ini daftar 19 pernyataan tentang kualitas informasi yang
menentukan kepuasan Anda sebagai follower Twitter atau fans Facebook
Kemdikbud. Anda diminta mengisi besarnya harapan dan persepsi Anda tentang
masing-masing pernyataan tersebut. Untuk mengisi kedua aspek tersebut, Anda
diminta menyilang (X) pada angka (1 sampai 5) yang kolom sesuai.
Harapan adalah nilai yang Anda inginkan agar Anda puas sebagai konsumen
layanan informasi. Semakin tinggi nilai harapan, berarti semakin tinggi Anda
memandang pernyataan tersebut sebagai aspek yang penting dalam kepuasan
sebagai konsumen layanan informasi melalui media sosial. Pilihan jawaban yaitu:
1= sangat tidak penting,
2 = tidak penting,
4 = penting,
5 = sangat penting
3 = cukup penting,
Universitas Indonesia
109
Lampiran 16
Kuesioner (Lanjutan)
Persepsi Kualitas Saat Ini adalah nilai yang Anda berikan terhadap persepsi
Anda saat ini tentang kualitas informasi di Facebook dan Twitter Kemdikbud jika
ditinjau dari pernyataan kualitas informasi yang disebutkan. Pilihan jawabannya
yaitu:
1= sangat buruk,
2 = buruk,
3 = cukup baik,
4 = baik,
5 = sangat baik
Contoh:
No.
1
Pernyataan
Informasi cepat diberikan
Harapan
1
2
3
5
Persepsi Kualitas
Saat Ini
1 2
4 5
Jawablah pernyataan berikut seperti petunjuk di atas.
No.
Pernyataan
1
Informasi yang disajikan terkini
atau up-to-date
Informasi yang disajikan akurat
dan bebas kesalahan
Informasi disajikan dengan
kalimat yang jelas, tidak ambigu,
dan mudah dimengerti
Informasi tersedia dan mudah
ditemukan kembali ketika
dibutuhkan
Informasi yang disajikan
dipercaya kebenarannya
Informasi disajikan secara
lengkap dan tidak ada informasi
penting yang hilang
Informasi disajikan secara
singkat namun jelas
Informasi disajikan dengan
format yang sama dengan
informasi sebelumnya
Informasi dapat diterapkan dan
membantu penyelesaian masalah
2
3
4
5
6
7
8
9
Harapan
1
2
3
4
5
Persepsi Kualitas
Saat Ini
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Universitas Indonesia
110
Lampiran 17
Kuesioner (Lanjutan)
No.
Pernyataan
10
Informasi berasal dari orang
yang memiliki reputasi
terpercaya (kredibel), misalnya
presiden, menteri, pejabat tinggi,
dan lain-lain
Informasi yang disajikan
objektif dan tidak memihak
Definisi yang digunakan jelas,
menggunakan kalimat dan
simbol-simbol yang sesuai,
misalnya prosedur pendaftaran
beasiswa disajikan dengan
diagram yang menggambarkan
urutan proses
Informasi memiliki nilai tambah
(value-added) yang bermanfaat
Informasi terjaga keamanannya
dari pihak yang tidak
berkepentingan
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Jumlah informasi sesuai dengan
yang dibutuhkan masyarakat
Informasi mudah diolah untuk
keperluan yang lain
Informasi disajikan secara
informatif, dilengkapi data
pendukung dan tautan (link)
Informasi disajikan dengan
bahasa yang sopan dan
menghargai masyarakat
Informasi mengandung hal-hal
yang baru atau ide-ide yang
inovatif
Harapan
1
2
3
4
5
Persepsi Kualitas
Saat Ini
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
4
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Terima kasih atas partisipasi Anda dalam survei ini.
Universitas Indonesia
111
Lampiran 18
Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial
Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 15.30 – 16.00 WIB
Peserta: Kepala PIH Kemdikbud, Kepala Bidang Pencitraan Publik, Kepala
Subbidang Pengelolaan Konten Media, NW, ASW, EH, MS
Risalah Rapat
Kepala PIH
: Tadi Pak NW sudah memaparkan identifikasi komponen
SWOT, trus analisis konten dan lain-lain. Kita perlu awali
dengan menentukan prioritas kita. Mau melawan ancaman
terlebih dulu atau memanfaatkan peluang?
Kabid
Pencitraan
: Saya setuju, kita mulai dengan memprioritaskan salah satu.
Saya kira lebih penting melawan ancaman terutama media
sosial kita akan ditinggalkan jika mereka nggak puas.
NW
: Kita susun daftar Pak, mana urutan yang paling penting,
melawan ancaman atau memaksimalkan peluang. Kemudian
tiap daftar peluang dan ancaman juga diurutkan.
ASW
: Ancaman T2 yang paling penting terhadap kepuasan
masyarakat. Kalau daftar peluang sama sama penting.
NW
: Kita sudah dapat urutannya, ancaman TI trus T2. Untuk
peluang O3,O5, O2, O1, O4,dan O6.
MS
: Untuk melawan ancaman lebih baik kita pakai cara
memperbaiki kelemahan, terutama yang jumlah pertanyaan
terjawab masih kecil.
Kasubbid.
Konten
Media
: Itu sebenarnya W3 yang jumlah pertanyaan terjawab masih
kecil, itu akibat dari beberapa W yang lain. Jadi maksudnya
petugas ga mampu menjawab karena koordinasi belum jalan,
karena W4 W6 mungkin.
Kepala PIH
: Iya benar, itu karena faktor-faktor yang lain. Saya pamit dulu
dipanggil Menteri, nanti hasilnya dilaporkan ke saya.
EH
: Itu W3 terjadi terutama sulitnya mencari informasi, kita belum
punya sistem yang bagus. Saya masih ngarsip pakai Word,
nggak terintegrasi.
Universitas Indonesia
112
Lampiran 19
Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan)
Kabid
Pencitraan
: Karena W3 akibat dari kelemahan yang lain, cara
mengatasinya dengan mengatasi penyebabnya. W3 kita
sepakati akibat dari W1, W4, W5, W6, W7.
Kasubbid
Konten
Media
: Kita bahas draft yang sudah disusun. Meningkatkan
kompetensi dan jumlah pegawai itu saya setuju. Tapi nanti
harus sesuai prosedur pengadaan pegawai.
NW
: Apakah perlu dibangun sistem pengelolaan informasi?
ASW
: Kita butuh sistem informasi untuk pengelolaan informasi.
Intinya sistem yang memudahkan pencarian informasi, untuk
membantu petugas.
Kabid
Pencitraan
: Draft kita setujui ya? Jadi untuk melawan ancaman perlu
kompetensi pegawai, sistem pengelolaan informasi, dan
menyusun dokumen-dokumen pengelolaan.
MS
: Koordinasi perlu diperbaiki, buat forum pengelola atau apa
gitu.
Kasubbid.
Konten
Media
: Setuju Pak, forum pengelola informasi di Kemdikbud sangat
diperlukan.
NW
: Draft strategi memaksimalkan peluang bagaimana? Perlu
diperbaiki atau ditambahkan?
EH
: Sudah bagus draftnya. Kita memang perlu memaksimalkan
pegawai yang aktif di media sosial.
MS
: Sudah baik Pak. Integrasi tool analisis itu kita perlukan. Kalau
perlu tool yang berbayar ga apa-apa asal bagus.
NW
: Dari analisis audiens, stakeholder kebudayaan masih sangat
sedikit, bagaimana tanggapannya?
Kabid
Pencitraan
: Kita manfaatkan buzzer, kan banyak tokoh-tokoh kebudayaan
yang aktif di medsos seperti Pak Butet, dan lainnya. Tokohtokoh film juga banyak yang aktif, bisa nanti koordinasi.
Universitas Indonesia
113
Lampiran 20
Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan)
Kabid
Pencitraan
: Terkait banyak media yang kontra Kemdikbud ya diimbangi
dengan banyak informasi dari kita, ga perlu dirisaukan, yang
penting meluruskan.
Kasubbid
Konten
Media
: Kita bahas draft yang sudah disusun. Saya setuju dengan
memprioritaskan informasi yang meluruskan. Konten
kebudayaan ditambah lagi, dan konten yang mendidik.
NW
: Konten video perlu dimaksimalkan, kan kita punya TV
Edukasi.
ASW
: Setuju, intinya gabungkan Facebook dan Twitter dengan
YouTube. Video itu untuk menjelaskan yang ga bisa dengan
tulisan.
Kabid
Pencitraan
: Video juga bisa menginspirasi, itu yang penting. Nanti kita
koordinasi dengan TV Edukasi.
MS
: Kita rumuskan Pak, yang platform strateginya menggunakan
konten video yang terintegrasi dengan FB dan Twitter.
Kasubbid.
Konten
Media
: Setuju Pak, nanti dievaluasi lagi strateginya. Trus dibuat peta
jalan.
NW
: Kalau konten foto bagaimana?
EH
: Kita kurang fotografer yang bagus. Kalau foto-foto Menteri
meresmikan sesuatu banyak yang ga tertarik, kurang
inspiratif.
MS
: Video lebih baik jalan dulu.
NW
: Jadi draft sudah disetujui, nanti saya rumuskan dengan
kalimat yang lebih jelas.
Kabid
Pencitraan
: Nanti dikoreksi lagi, kadang-kadang banyak ide muncul
setelah ini.
Universitas Indonesia
Download