UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN INFORMASI MELALUI MEDIA SOSIAL : STUDI KASUS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KARYA AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi T Informasi NUR WIDIYANTO 1306431066 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI JAKARTA JANUARI 2015 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Nur Widiyanto NPM : 1306431066 Tanda tangan : Tanggal : 8 Januari 2015 ii Universitas Indonesia HALAMAN PENGESAHAN Karya Akhir ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Karya Akhir : : Nur Widiyanto : 1306431066 : Magister Teknologi Informasi : Strategi Meningkatkan Kepuasan Masyarakat Terhadap Layanan Informasi Melalui Media Sosial: Studi Kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. Achmad Nizar Hidayanto, S.Kom., M.Kom. (..……..…………...) Pembimbing : Puspa Indahati Sandhyaduhita, S.T., M.Sc. (..……..…………...) Penguji : Muhammad Rifki Shihab, B.B.A., M.Sc. (..……..…………...) Penguji : Yova Ruldeviyani, S.Kom., M.Kom. (..……..………......) Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 8 Januari 2015 iii Universitas Indonesia KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Akhir ini. Penulisan karya akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknologi Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer - Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dr. Achmad Nizar Hidayanto, S.Kom., M.Kom., selaku dosen pembimbing pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya akhir ini; (2) Puspa Indahati Sandhyaduhita, S.T., M.Sc., selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya akhir ini; (3) Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan (5) Teman-teman satu angkatan yang telah memberikan dukungan moral. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Jakarta, 8 Januari 2015 Penulis iv Universitas Indonesia HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nur Widiyanto NPM : 1306431066 Program Studi : Magister Teknologi Informasi Fakultas : Fakultas Ilmu Komputer Jenis Karya : Karya Akhir/Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Strategi Meningkatkan Kepuasan Masyarakat Terhadap Layanan Informasi Melalui Media Sosial: Studi Kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan” Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekskutif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database). Merawat, dan mempublikasikan karya akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 8 Januari 2015 Yang menyatakan (Nur Widiyanto) v Universitas Indonesia ABSTRAK Nama Program Studi Judul : : : Nur Widiyanto Magister Teknologi Informasi Strategi Meningkatkan Kepuasan Masyarakat Terhadap Layanan Informasi Melalui Media Sosial: Studi Kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Saat ini layanan informasi melalui media sosial dipandang sebagai sebuah layanan penting bagi instansi pemerintah, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Jumlah follower akun media sosial Kemdikbud tumbuh cepat, namun kepuasan masyarakat belum sesuai harapan. Tidak adanya strategi dan masih rendahnya kualitas informasi merupakan penyebab dari masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan menyusun strategi media sosial dan indikator kinerja untuk meningkatkan kualitas informasi media sosial Kemdikbud. Metodologi penelitian yang digunakan adalah action research. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan survei. Strategi media sosial disusun dengan mengadopsi kerangka kerja Third Wave dan menggunakan analisis SWOT. Penelitian ini menemukan bahwa kualitas informasi intrinsik sangat penting bagi kepuasan masyarakat. Penelitian ini menghasilkan 6 strategi pengelolaan, 1 strategi people, 4 strategi konten, dan 1 strategi platform, dan 8 indikator kinerja. Kata Kunci: strategi media sosial, layanan informasi, kualitas informasi, kepuasan masyarakat xiii + 84 halaman; 12 gambar; 31 tabel; 5 rumus; 20 lampiran vi Universitas Indonesia ABSTRACT Nama Program Studi Judul : : : Nur Widiyanto Master of Information Technology People’s Satisfaction Improvement Strategy on Information Service Through Social Media: A Case Study of the Ministry of Education and Culture Nowadays information service through social media is considered as an important service for government agency, including Ministry of Education and Culture (Kemdikbud). In Kemdikbud, number of social media followers are growing larger, but people’s satisfaction is still below expectation. The lack of strategies and poor information quality are considered to be main factors causing the problem. The aim of this study is to formulate media social strategies and performance indicators to improve information quality on information service through social media in Kemdikbud. This research used action research methodology. Data were collected through some interviews, observations, and surveys. The strategies are formulated by adopting The Third Wave Media Social Strategy Framework and using SWOT analysis. In this research, it was found that intrinsic information quality is important for people’s satisfaction. This research formulated 6 managerial strategies, 1 people strategy, 4 content strategies, 1 platform strategy, and 8 performance indicators. Keywords: social media strategy, information service, information quality, people’s satisfaction xiii + 84 pages; 12 figures; 31 tables; 5 equations; 20 attachments vii Universitas Indonesia DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH ....................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .....................................v ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR RUMUS ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................................1 1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................4 1.3 Pertanyaan Penelitian...............................................................................6 1.4 Batasan Masalah ......................................................................................7 1.5 Tujuan Penelitian .....................................................................................7 1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................................7 1.7 Sistematika Penulisan ...............................................................................7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10 2.1 Strategi ...................................................................................................10 2.1.1 Pengertian Strategi .......................................................................10 2.1.2 Penyusunan Strategi ....................................................................10 2.1.3 Peranan Analisis SWOT dalam Penyusunan Strategi .................12 2.1.4 Model 7S McKinsey ...................................................................13 2.2 Kepuasan Masyarakat ............................................................................14 2.2.1 Pengertian Kepuasan Masyarakat ................................................14 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan ............................15 2.2.3 Kualitas Informasi .......................................................................16 2.3 Media Sosial ..........................................................................................23 2.3.1 Pengertian Media Sosial ..............................................................23 2.3.2 Klasifikasi Media Sosial ..............................................................24 2.3.4 Metrik Media Sosial ....................................................................25 2.4 Pemanfaatan Media Sosial di Sektor Pemerintah .................................25 2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial ..................................................26 2.5.1 The ZHAW/Lardi Social Media Strategy Framework ................26 2.5.2 Ross Dawson Social Media Strategy Framework .......................27 2.5.3 Third Wave Social Media Strategy Framework .........................28 2.6 Action Research ....................................................................................30 2.7 Metode Ranking Berdasarkan Entropy .................................................31 2.8 Penelitian Sejenis ...................................................................................33 2.9 Kerangka Penelitian ..............................................................................35 viii Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................39 3.1 Tahapan Penelitian ................................................................................39 3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................................43 3.3 Instrumen Penelitian .............................................................................45 3.4 Metode Pengolahan Data ......................................................................46 BAB 4 PROFIL ORGANISASI ........................................................................48 4.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ............................................................48 4.2 Visi dan Misi ........................................................................................49 4.3 Struktur Organisasi ...............................................................................49 3.4 Pengelolaan Layanan Informasi ...........................................................50 BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................................52 5.1 Profil Narasumber dan Demografi Responden .....................................52 5.2 Perencanaan Aksi dan Refleksi ............................................................53 5.3 Analisis Internal Organisai ...................................................................54 5.4 Analisis Eksternal Organisasi ...............................................................57 5.5 Analisis People, Konten, dan Platform ................................................60 5.5.1 Analisis People ............................................................................60 5.5.2 Analisis Konten ...........................................................................62 5.5.3 Analisis Platform .........................................................................66 5.6 Analisis Kualitas Informasi ....................................................................68 5.7 Strategi Media Sosial .............................................................................71 5.7.1 Strategi Pengelolaan Media Sosial ..............................................71 5.7.2 Strategi People.............................................................................75 5.7.3 Strategi Konten ............................................................................76 5.7.4 Strategi Platform .........................................................................77 5.8 Indikator Kinerja ....................................................................................78 5.9 Peta Jalan ...............................................................................................79 5.10 Learning Point ......................................................................................81 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................84 6.1 Kesimpulan ...........................................................................................84 6.2 Saran-saran ............................................................................................85 DAFTAR REFERENSI ......................................................................................87 ix Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Diagram Tulang Ikan Permasalahan Penelitian ...................................5 Gambar 2.1 Pembentukan Strategi Aktual .............................................................11 Gambar 2.2 Proses Analisis SWOT .......................................................................13 Gambar 2.3 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone & McLean yang Diperbaharui .......................................................................................15 Gambar 2.4 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial ZHAW/Lardi ........................27 Gambar 2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Ross Dawson ........................28 Gambar 2.6 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Third Wave ...........................29 Gambar 2.7 Langkah-langkah dalam Action Research ..........................................31 Gambar 2.8 Kerangka Penelitian ...........................................................................39 Gambar 3.1 Tahapan Penelitian .............................................................................40 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PIH Kemdikbud .................................................50 Gambar 4.2 Jabatan-Jabatan yang Terlibat dalam Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud .........................................................................................51 x Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman.....................12 Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Sejenis ............................................................35 Tabel 2.3 Rangkuman Dimensi Kualitas Informasi ...............................................37 Tabel 5.1 Rangkuman Demografi Responden .......................................................53 Tabel 5.2 Pemetaan Hasil Observasi ......................................................................55 Tabel 5.3 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 1 ............................56 Tabel 5.4 Daftar Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan Hasil Wawancara .........57 Tabel 5.5 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 2 dan Narasumber 3 .........................................................................................58 Tabel 5.6 Pemetaan Analisis Eksternal Organisasi ................................................59 Tabel 5.7 Pemangku Kepentingan Pendidikan dan Kebudayaan...........................60 Tabel 5.8 Pemangku Kepentingan yang Aktif Mengirimkan Pertanyaan..............61 Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Motivasi Terhubung dengan Media Sosial Kemdikbud .................................................................................62 Tabel 5.10 Jenis Konten di Akun Twitter Kemdikbud ..........................................63 Tabel 5.11 Jenis Konten Berdasarkan Bidang .......................................................64 Tabel 5.12 Konten yang Disukai Masyarakat Menurut Narasumber 3 ..................64 Tabel 5.13 Jawaban Responden Tentang Konten yang Disukai ............................66 Tabel 5.14 Trend Platform Media Sosial Menurut Narasumber 3 ........................66 Tabel 5.15 Jawaban Responden tentang Platform Media Sosial ...........................67 Tabel 5.16 Ranking Dimensi Kualitas Informasi yang Penting Bagi Masyarakat ..........................................................................................69 Tabel 5.17 Ranking Dimensi Kualitas Informasi Berdasarkan Rerata Kesenjangan ........................................................................................70 Tabel 5.18 Urutan Prioritas Tindakan yang Akan Diambil ...................................72 Tabel 5.19 Strategi untuk Melawan Ancaman .......................................................73 Tabel 5.20 Strategi untuk Memaksimalkan Peluang .............................................74 Tabel 5.21 Daftar Strategi Pengelolaan Media Sosial yang Dirumuskan ..............74 Tabel 5.22 Daftar Strategi People ..........................................................................75 Tabel 5.23 Strategi Konten untuk Melawan Ancaman ..........................................76 Tabel 5.24 Daftar Strategi Konten .........................................................................77 Tabel 5.25 Daftar Strategi Platform .......................................................................78 Tabel 5.26 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Strategi .......................................78 Tabel 5.27 Pemetaan Strategi ke Program .............................................................79 Tabel 5.28 Peta Jalan..............................................................................................81 xi Universitas Indonesia DAFTAR RUMUS Rumus 2.1 Rumus Nilai Entropy ...........................................................................32 Rumus 2.2 Rumus Pengolahan Matriks .................................................................32 Rumus 2.3 Rumus Nilai Entropy ...........................................................................32 Rumus 2.4 Rumus Sebaran ....................................................................................32 Rumus 2.5 Rumus Bobot Kriteria ..........................................................................32 xii Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014 ........94 Lampiran 2 Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014 (Lanjutan)..........................................................................................95 Lampiran 3 Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud ....96 Lampiran 4 Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan)..........................................................................................97 Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud .............................................98 Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) ...........................99 Lampiran 7 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) .........................100 Lampiran 8 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media Sosial ...............................................................................................101 Lampiran 9 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media Sosial (Lanjutan) .............................................................................102 Lampiran 10 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial ...............................................................................................103 Lampiran 11 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial (Lanjutan) .............................................................................104 Lampiran 12 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial (Lanjutan) .............................................................................105 Lampiran 13 Kuesioner ........................................................................................106 Lampiran 14 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................107 Lampiran 15 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................108 Lampiran 16 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................109 Lampiran 17 Kuesioner (Lanjutan) ......................................................................110 Lampiran 18 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial ..........................111 Lampiran 19 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan) ........112 Lampiran 20 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan) ........113 xiii Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar dari penelitian yang akan dilakukan yaitu meliputi penjabaran latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pertanyaan penelitian. Tujuan, manfaat, batasan masalah akan dibahas untuk menjelaskan arah penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Penelitian Layanan informasi kepada masyarakat merupakan aspek yang mendapat perhatian serius dari Pemerintah Indonesia. Hal tersebut tercermin dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam undang-undang tersebut diatur tentang kewajiban badan publik untuk memberikan layanan informasi kepada publik. Salah satu tujuan yang hendak dicapai dari undang-undang tersebut adalah meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas (pasal 3 butir g). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) termasuk badan publik seperti yang diatur dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008. Sesuai dengan tuntutan undang-undang tersebut Kemdikbud berkewajiban mengelola dan memberikan layanan informasi kepada masyarakat. Komitmen Kemdikbud untuk melaksanakan undang-undang tersebut tercermin dengan telah disusun dan disahkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Layanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2011 tersebut salah satunya mengatur tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemdikbud yaitu Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat (PIH) Kemdikbud. Tugas layanan informasi di lingkungan Kemdikbud dilaksanakan oleh PIH. Peraturan tentang tugas PIH terkait dengan layanan informasi dijelaskan secara rinci dalam 1 Universitas Indonesia 2 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu upaya PIH untuk memberikan layanan informasi yang berkualitas yaitu menyediakan berbagai saluran informasi yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Layanan informasi yang disediakan oleh PIH Kemdikbud antara lain memanfaatkan media telepon, surat elektronik, layanan pesan singkat atau short message service (SMS), tatap muka dengan petugas layanan informasi, dan laman (website). Layanan informasi yang dikelola PIH Kemdikbud terus dilakukan upaya peningkatan kualitasnya antara lain dengan pelatihan pegawai, pengukuran kepuasan masyarakat, perbaikan sarana layanan, dan lain-lain. Layanan informasi yang termasuk baru di Kemdikbud adalah layanan informasi melalui media sosial Facebook dan Twitter. Layanan informasi melalui media sosial yang dikelola PIH Kemdikbud ini hadir sejak pertengahan tahun 2012. Pengelolaan media sosial Kemdikbud dilaksanakan oleh Sub Bidang Pengelolaan Konten Media Bidang Pencitraan Publik PIH. Ketika PIH Kemdikbud membuka layanan informasi melalui media sosial ini, beberapa kementerian dan lembaga pemerintah lain telah lebih dulu memiliki layanan ini seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Agama, Sekretariat Kabinet, dan lain-lain. Di beberapa negara yang maju di bidang pemerintahan elektronisnya seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, penggunaan media sosial telah dilakukan secara serius di sektor publik. Di dua negara ini sejumlah kebijakan dan panduan pemanfaatan media sosial disusun dalam rangka memandu pemanfaatan media sosial oleh pegawai dan instansi pemerintah (Yi, Oh, & Kim, 2013). Manfaat penggunaan media sosial di sektor publik, antara lain meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pencapaian pemerintah serta meningkatkan persepsi adanya transparansi pengelolaan pemerintahan di mata masyarakat (Picazo-Vela, Guiterrez-Martinez, & Luna-Reyes, 2012). Penggunaan media sosial di sektor publik sangat potensial untuk meningkatkan layanan pemerintah, menggali ide-ide baru dari masyarakat, meningkatkan kualitas pembuatan kebijakan dan pemecahan masalah (Bertot, Jeager, & Hansen, 2012). Universitas Indonesia 3 Perkembangan jumlah follower dan pengguna yang terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud cukup bagus. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, pertumbuhan jumlah follower Twitter Kemdikbud selama kurun waktu bulan Juli hingga September 2014 rata-rata sebesar 6.000 per bulan. Jumlah follower @Kemdikbud_RI lebih dari 150.000, sedangkan pengguna Facebook yang terhubung dengan halaman Facebook Kemdikbud mencapai 850.000 berdasarkan observasi yang dilakukan penulis tanggal 5 September 2014. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan pengguna media sosial di Indonesia masih kecil, namun pertumbuhannya terus meningkat. Selain aspek jumlah follower, aspek kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial juga mendapat perhatian dari pimpinan Kemdikbud. Kemdikbud secara berkala melakukan pengukuran kepuasan masyarakat terhadap layanan-layanan Kemdikbud melalui sebuah survei. Hasil pengukuran tingkat kepuasan masyarakat ini digunakan sebagai masukan perbaikan layanan-layanan di Kemdikbud. Survei kepuasan masyarakat terakhir dilaksanakan tahun 2013 dengan nama Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kemdikbud Tahun 2013. Untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial Kemdikbud, pengelola media sosial Kemdikbud melakukan pengukuran dengan sebuah survei secara daring (online). Kepala PIH dalam acara Semiloka Media Sosial Kemdikbud di Jakarta tanggal 13 Maret 2014 menargetkan kepuasan masyarakat minimal 7,0. Survei kepada pengguna media sosial tersebut dilaksanakan pada Bulan Agustus 2014. Survei tersebut dilakukan kepada 255 follower Twitter dan fans Facebook Kemdikbud secara daring (online). Dalam laporan pengelolaan media sosial Kemdikbud Bulan Agustus 2014 disebutkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial Kemdikbud berdasarkan hasil survei adalah 6,65 dengan skala 0 - 10. Kelemahan pengelolaan media sosial Kemdikbud menurut responden survei tersebut adalah kurangnya interaksi pengelola akun media sosial Kemdikbud dengan follower-nya dan kualitas konten yang disajikan belum sesuai harapan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan masyarakat Universitas Indonesia 4 terhadap layanan informasi media sosial Kemdikbud belum sesuai dengan harapan. 1.2 Identifikasi Masalah Kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial Kemdikbud yang belum sesuai yang harapan memiliki kaitan dengan aspek sumber daya manusia (SDM) yang ada di PIH Kemdikbud. Hasil diskusi dalam acara Semiloka Media Sosial Kemdikbud tanggal 13 Maret 2014 menyebutkan bahwa Kemdikbud masih kekurangan SDM yang memiliki kompetensi dalam mengelola media sosial (Lampiran 2, Nomor 21). Jumlah pegawai di Sub Bidang Pengelolaan Konten Media PIH Kemdikbud hanya berjumlah empat orang. Berdasarkan analisis beban kerja yang dilakukan PIH Kemdikbud, jumlah pegawai tersebut masih di bawah jumlah yang dibutuhkan. Selain itu pelatihan untuk meningkatkan kompetensi tersebut dirasa masih kurang (Lampiran 2, Nomor 23). Pada tahun 2014 ini baru satu kali dilaksanakan sebuah pelatihan untuk SDM pengelola media sosial Kemdikbud yaitu tanggal 9 sampai dengan 11 Maret 2014. Hasil diskusi tersebut juga menyebutkan bahwa apresiasi pimpinan Kemdikbud terhadap pegawai pengelola informasi masih kurang (Lampiran 2, Nomor 27). Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud terkait layanan informasi yang belum berjalan baik juga menjadi salah satu sebab layanan informasi belum optimal (Lampiran 1, Nomor 6). Belum adanya forum pengelola informasi di lingkungan Kemdikbud juga memiliki dampak pada koordinasi antar unit kerja dalam hal layanan informasi kurang optimal (Lampiran 1, Nomor 7). Koordinasi menggunakan surat menyurat secara formal dirasa kurang cepat untuk memenuhi tuntutan permintaan informasi dari masyarakat. Dari segi menajemen pengelolaan media sosial Kemdikbud, dokumen seperti prosedur operasi standar (POS) pengelolaan media sosial belum disusun (Lampiran 2, Nomor 18). Selain itu strategi untuk mencapai tujuan pengelolaan layanan informasi melalui media sosial juga belum disusun oleh PIH Kemdikbud (Lampiran 2, Nomor 18). Universitas Indonesia 5 Selain itu berdasarkan observasi yang dilakukan penulis terhadap pengelolaan media sosial Kemdikbud dari tanggal 1 hingga 5 September 2014, diperoleh fakta bahwa banyak pertanyaan masyarakat belum dapat dijawab oleh petugas media sosial. Berdasarkan hasil observasi tersebut, dalam satu hari lebih dari 50 pertanyaan masuk melalui media sosial Kemdikbud, namun kurang dari 50% yang ditanggapi dan dijawab oleh petugas. Pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang diberikan oleh petugas juga belum dikelola secara baik, sehingga pimpinan tidak mengetahui persentase pertanyaan yang belum terjawab dalam kurun waktu tertentu. Identifikasi berbagai permasalahan yang menjadi penyebab kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial yang belum sesuai harapan, dapat digambarkan dalam diagram tulang ikan (fishbone diagram) berikut ini. Gambar 1.1. Diagram Tulang Ikan Permasalahan Penelitian (Sumber: olahan penulis) Berdasarkan Gambar 1.1 di atas, tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial di Kemdikbud yang belum sesuai harapan disebabkan lima aspek yaitu koordinasi antar unit kerja, SDM, kualitas informasi, kualitas layanan, dan manajemen. Menurut Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud, tidak adanya strategi media sosial adalah akar masalah yang sangat penting untuk diselesaikan terlebih dahulu. Tidak adanya strategi media sosial menyebabkan proses perencanaan kurang optimal (Lampiran 5, Nomor 1). Hal Universitas Indonesia 6 tersebut karena pengelola media sosial tidak memiliki panduan hal-hal apa saja yang harus diprioritaskan. Selain itu program-program yang disusun sering kali tidak berkesinambungan. Oleh karena itu strategi media sosial sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan media sosial yang bermuara pada meningkatnya kepuasan masyarakat. Strategi yang dirumuskan perlu ditindaklanjuti dengan perumusan indikator kinerja, agar mudah mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan strategi media sosial. Terkait dengan aspekaspek yang mempengaruhi kepuasan masyarakat seperti kualitas layanan dan kualitas informasi, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud memandang untuk lebih memprioritaskan aspek kualitas informasi (Lampiran 5, Nomor 2). Kualitas informasi atau kualitas konten merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pengguna terhadap layanan informasi di media sosial (Chai, Potdar, & Dillon, 2009). Namun demikian kerangka kerja pengukuran kualitas informasi pada sistem informasi tradisional tidak sesuai untuk konteks media sosial yang memiliki sifat pemetaan banyak-ke-banyak atau many-to-many mapping (Stvilia, Twidale, Smith, & Gasser, 2008). Tiap jenis media sosial memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis lainnya yang berakibat adanya perbedaan dimensi-dimensi kualitas informasi yang relevan (Agarwal & Yiliyasi, 2010; Emamjome et al., 2013). Dimensi-dimensi kualitas informasi yang penting dalam konteks layanan informasi melalui media sosial yang dikelola instansi pemerintah belum terjawab dengan jelas oleh penelitian-penelitan yang ada, terutama untuk konteks negara berkembang. Dari penjelasan di atas perlu disusun sebuah strategi untuk meningkatkan kualitas informasi di media sosial Kemdikbud yang berujung pada meningkatnya kepuasan masyarakat. 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari identifikasi masalah di atas dirumuskan dua buah pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana strategi meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial yang sesuai untuk Kemdikbud? Universitas Indonesia 7 2. Bagaimana indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan dari strategi media sosial tersebut? 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah untuk penelitian ini yaitu: 1. Strategi media sosial yang akan disusun dalam penelitian ini berkaitan dengan platform media sosial yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. 2. Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial dibatasi hanya pada aspek kualitas informasi. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi media sosial dan indikator keberhasilannya, dalam rangka meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial Kemdikbud. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil setelah penelitian ini selesai adalah : 1. Bagi Kemdikbud, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial yang dilaksanakan oleh kementerian tersebut. 2. Bagi dunia akademik, penelitian ini dapat dijadikan referensi tentang penyusunan strategi media sosial dengan studi kasus di institusi pemerintah di sebuah negara berkembang. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari enam bab. Masing-masing bab akan dibagi lagi dalam beberapa subbab yang akan menguraikan secara lebih rinci masalah yang dibahas. Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia 8 Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan laporan dalam penelitian ini. Bab 2 Tinjauan Pustaka Pada bab ini dijelaskan mengenai studi literatur yang dijadikan acuan dalam penelitian. Bab ini membahas mengenai teori-teori strategi, kepuasan masyarakat, action research, entropy, media sosial, beberapa kerangka kerja strategi media sosial, dan sejumlah penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada akhir bab ini dirumuskan sebuah kerangka penelitian yang menjadi panduan penelitian. Bab 3 Metodologi Penelitian Bab ini dijelaskan mengenai metodologi penelitian yang digunakan, tahapan penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan data. Bab 4 Profil Organisasi Bab ini menjelaskan tentang gambaran organisasi yang dijadikan tempat studi kasus penelitian yang meliputi tugas dan fungsi, visi dan misi, struktur organisasi, serta pengelolaan layanan informasi di organisasi tersebut. Bab 5 Analisis dan Pembahasan Bab ini membahas tentang analisis dan pembahasan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. Bab ini akan menjelaskan perencanaan aksi, analisis internal dan eksternal organisasi, analisis audiens, konten, dan platform, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat, dan formulasi berbagai analisis tersebut ke dalam strategi media sosial. Selain itu pada bab ini dibahas indikator keberhasilan pelaksanaan strategi dan peta jalan (roadmap). Bab 6 Kesimpulan dan Saran Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian. Bagian kesimpulan memberikan gambaran secara ringkas proses dan hasil Universitas Indonesia 9 penelitian. Bagian Saran-saran, penulis menyusun sejumlah saran untuk tercapainya penerapan strategi media sosial di organisasi yang digunakan sebagai studi kasus. Selain itu saran-saran juga diberikan untuk penelitian selanjutnya. Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan teori-teori yang menjadi pedoman dalam penelitian ini yaitu strategi, kepuasan masyarakat, media sosial, action research, entropy, dan beberapa kerangka kerja strategi media sosial. Selain itu diuraikan juga beberapa penelitian sejenis yang sudah dilakukan sebelumnya. Dari landasan teori dan penelitian sejenis tersebut disusunlah kerangka penelitian ini. 2.1 Strategi Berikut ini diuraikan teori-teori yang menjelaskan tentang strategi yaitu pengertian strategi, penyusunan strategi, peranan analisis SWOT untuk penyusunan strategi dan model 7S McKinsey. 2.1.1 Pengertian Strategi Jhonson, Scholes, dan Whittington (2008) mendeskripsikan strategi sebagai arah dan lingkup organisasi dalam jangka panjang untuk mencapai keuntungan organisasi melalui konfigurasi sumber daya yang dimiliki dalam mengatasi tantangan lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan lingkungan bisnis dan harapan para pemangku kepentingan. Strategi untuk berkompetisi pada dasarnya adalah menjadi sesuatu yang berbeda, hal ini terkait dengan memilih posisi yang berbeda dan sejumlah aktifitas yang memungkinkan kita memiliki nilai tambah yang unik (Porter, 2001). Menurut Applegate, Austin, & Soule (2009) strategi adalah serangkaian pilihan yang akan menentukan peluang yang sedang dikejar dan potensi pasar dari peluang-peluang tersebut. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi adalah serangkaian pilihan dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai tujuan tertentu melalui konfigurasi dari seluruh sumber daya yang dimiliki. 2.1.2 Penyusunan Strategi Pada setiap instansi terdapat dua proses dalam penyusunan strategi, yaitu strategi yang direncanakan dan strategi yang disusun karena kondisi darurat. Proses penyusunan strategi yang direncanakan atau disebut intended strategy didasari 10 Universitas Indonesia 11 kesadaran, analisis tentang struktur pasar, kekuatan dan kelemahan, kebutuhan konsumen, dan pendorong pertumbuhan pasar. Strategi tersebut biasanya diformulasikan dalam sebuah kegiatan dengan waktu mulai dan berakhir tertentu. Penyusunan strategi yang kedua yaitu strategi yang dibuat karena hal-hal yang tidak terduga seperti peluang, masalah, dan sukses yang datang tidak terduga. Strategi ini disebut emergent strategy (Mintzberg & Waters, 1985). Dalam penyusunan strategi, pimpinan organisasi perlu membuat formulasi hal-hal yang mereka inginkan secara jelas, dengan distorsi sekecil mungkin. Untuk memastikan hal tersebut, pimpinan harus mengartikulasikan harapan mereka dalam bentuk sebuah rencana. Selanjutnya dilakukan elaborasi rencana tersebut serinci mungkin, dalam bentuk alokasi anggaran, jadwal, dan sebagainya. Selanjutnya program-program dimasukkan ke dalam rencana tersebut, dan proses kontrol formal diterapkan untuk memastikan terwujudnya rencana dan programprogram. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi suatu perusahaan berasal dari sumbersumber yang terencana maupun sumber yang tidak terduga. Namun faktor-faktor tersebut mengalir melalui mekanisme penyaringan yaitu proses alokasi sumber daya. Hal tersebut terjadi karena strategi aktual dari suatu perusahaan diwujudkan hanya dalam bentuk produk, proses, layanan baru, dan akuisisi sumber daya. (Christensen & Donovan, 2000). Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana strategi aktual terbentuk. Gambar 2.1 Pembentukan Strategi Aktual (Sumber: Christensen & Donovan, 2000) Universitas Indonesia 12 2.1.3 Peranan Analisis SWOT dalam Perumusan Strategi Analisis SWOT adalah perangkat analisis yang sederhana namun handal untuk membantu organisasi menganalisis sumber daya internalnya (kekuatan dan kelemahan) dan menyesuaikannya dengan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman). SWOT singkatan dari strength, weakness, opportunity, dan threats. Analisis SWOT tidak hanya digunakan untuk mengkaji kondisi saat ini, namun juga bermanfaat dalam penyusunan strategi. Analisis ini dapat digunakan untuk menyusun strategi melawan ancaman atau memanfaatkan peluang (Chaffey, 2011). Untuk menyusun strategi, masing-masing komponen disusun seperti tampak pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (Sumber: Chaffey, 2011) Organisasi Opportunities – O Daftar peluang Threats – T Daftar ancaman Strengths – S Daftar kekuatan Strategi SO Memberdayakan kekuatan untuk memaksimalkan peluang = strategi menyerang Strategi ST Memberdayakan kekuatan untuk meminimalkan ancaman = strategi bertahan Weaknesses – W Daftar kelemahan Strategi WO Membenahi kelemahan melalui eksploitasi peluang = Membangun kekuatan untuk strategi menyerang Strategi WO Membenahi kelemahan dan meminimalkan ancaman = Membangun kekuatan untuk strategi bertahan Tujuan inti dari analisis SWOT adalah adalah mengidentifikasi strategi yang selaras, cocok atau sesuai dengan sumber daya dan kapabilitas organisasi untuk menjawab permintaan lingkungan dimana organisasi tersebut berkompetisi. Analisis SWOT disusun berdasarkan kekuatan organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang, mengatasi ancaman, dan memperbaiki kelemahan yang ada (Ritson, 2011). Proses analisis SWOT digambarkan dalam Gambar 2.2 berikut ini. Universitas Indonesia 13 Gambar 2.2 Proses Analisis SWOT (Sumber: Ritson, 2011) Proses analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal organisasi. Hasil proses ini adalah daftar kekuatan dan kelemahan organisasi. Analisis dilanjutkan dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman dari luar organisasi. Dari analisis empat aspek tersebut, diidentifikasi isu-isu strategis yang menjadi kunci mewujudkan tujuan dari strategi yang akan disusun. Proses selanjutnya adalah menyusun strategi berdasarkan analisis keempat aspek tersebut (Ritson, 2011). 2.1.4 Model 7S McKinsey Model 7S McKinsey (The McKinsey 7S Model) dicetuskan pada awal tahun 1980 oleh Tom Peters dan Robert Waterman, dua orang konsultan di perusahaan konsultan McKinsey & Company (Alshaher, 2013). Model ini dapat digunakan untuk mengelompokkan kekuatan dan kelemahan organisasi agar memudahkan analisis. Sejak awal diperkenalkan model ini telah digunakan untuk menganalisis lebih dari 70 organisasi besar. Model ini terdiri dari tujuh elemen yang diawali huruf “S” yaitu struktur (structure), strategi (strategy), sistem (system), Universitas Indonesia 14 ketrampilan (skill), corak / budaya (style / culture), pegawai (staff), dan nilai bersama (shared values). Penjelasan dari tujuh elemen tersebut adalah sebagai berikut: 1. struktur (structure) yaitu basis spesialisasi dan koordinasi yang dipengaruhi oleh strategi, ukuran, dan keragaman organisasi. 2. strategi (strategy) yaitu sejumlah rencana aksi organisasi dalam menghadapi perubahan eksternal. 3. sistem (system) yaitu prosedur baik formal maupun informal yang mendukung strategi dan struktur. 4. ketrampilan (skill) yaitu keunggulan kompetensi yang dimiliki organisasi. 5. corak / budaya (style / culture) yang terdiri dari budaya organisasi dan gaya manajemen. Budaya organisasi adalah nilai-nilai dominan, kepercayaan, dan norma yang telah bertahun-tahun berjalan di organisasi, sedangkan gaya manajemen adalah gaya kepemimpinan dari manajemen organisasi. 6. pegawai (staff) yaitu pengelolaan sumber daya manusia. 7. nilai bersama (shared values) yaitu konsep-konsep dan ide-ide yang mendasar tentang bagaimana bisnis dibangun. 2.2 Kepuasan Masyarakat Berikut ini diuraikan teori-teori yang menjelaskan tentang kepuasan masyarakat yaitu pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap layanan informasi, serta kualitas informasi sebagai salah satu faktor penentu kepuasan. 2.2.1 Pengertian Kepuasan Masyarakat Konsep kepuasan masyarakat/pengguna/konsumen/pegawai telah diteliti di berbagai bidang keilmuan seperti pemasaran, perdagangan, manajemen, dan sistem informasi (Chatfield dan AlAnazi, 2013). Kepuasan didefinisikan sebagai kondisi emosional yang menyenangkan atau positif yang disebabkan karena pengakuan dari sebuah pekerjaan (Locke, 1976). Berdasarkan definisi kepuasan dari Locke, Chatfield dan AlAnazi (2013) mendefinisikan kepuasan masyarakat dalam konteks pemerintahan elektronik yaitu kondisi emosional yang Universitas Indonesia 15 menyenangkan atau positif yang disebabkan karena penggunaan transaksi dalam sistem pemerintahan elektronik untuk suatu keperluan tertentu. 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Dalam model kesuksesan sistem informasi DeLone & McLean yang telah diperbarui dinyatakan bahwa kepuasan pengguna dipengaruhi oleh intensitas penggunaan sistem informasi. Hubungan kedua faktor tersebut berlaku timbal balik dalam arti penggunaan sebuah sistem informasi akibat adanya kepuasan. Kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan memiliki pengaruh baik kepada penggunaan sistem informasi ataupun kepuasan pengguna (DeLone & McLean, 2003). Model kesuksesan sistem informasi D & M yang telah diperbaharui tampak pada Gambar 2.3 berikut ini. Gambar 2.3 Model Kesuksesan Sistem Informasi D & M yang Diperbarui (Sumber: DeLone & McLean, 2003) Kualitas sistem dalam konteks Internet mengukur karakteristik yang diharapkan dari sebuah sistem online. Contoh kualitas sistem antara lain ketersediaan (availability), keterandalan (reliability), waktu respons, dan lain-lain. Kualitas informasi memotret isu konten dalam sebuah laman (website). Konten sebuah laman harus personal, lengkap, relevan, mudah dimengerti, dan aman jika ingin dikunjungi secara rutin oleh pembeli atau pemasok. Kualitas layanan adalah kualitas dukungan menyeluruh yang diberikan penyedia layanan. Universitas Indonesia 16 2.2.3 Kualitas Informasi Kualitas informasi adalah salah satu aspek penting dalam integrasi informasi di Internet (Naumann & Rolker, 2000). Selama dua dekade terakhir ini cukup banyak penelitian yang mencoba mendefinisikan dimensi-dimensi kualitas informasi dan mengelompokkan ke kategori-kategori tertentu. Wang dan Strong (1996) mengemukakan 16 dimensi kualitas data yang dikelompokkan ke dalam empat buah kategori. Kategori-kategori dimensi kualitas data tersebut yaitu: 1. Kualitas data intrinsik (Intrinsic data quality), yang terdiri dari dimensi berikut: (a) akurasi (accuracy), (b) objektivitas (objectivity), (c) keterpercayaan (believability), dan (d) reputasi (reputation). 2. Kualitas data kontekstual (Contextual data quality), yang terdiri dari dimensi berikut: (a) nilai tambah (value added), (b) relevansi (relevancy), (c) kekinian (timeliness), (d) kelengkapan (completeness), dan (e) jumlah data yang tepat (appropriate amount of data). 3. Kualitas data representasional (Representational data quality), yang terdiri dari: (a) kemudahan untuk dipahami (interpretability), (b) kemudahan untuk dimengerti (ease of understanding), (c) representasi yang konsisten (consistent representation), dan (d) representasi yang singkat (concise representation). 4. Kualitas data aksesibilitas (Accesibility data quality), yang terdiri dari: (a) aksesibilitas (accesibility) dan (b) keamanan akses (access security). DeLone dan McLean (1992) dalam penelitian tentang model kesuksesan sistem informasi menggunakan 23 dimensi kualitas informasi. Dimensi-dimensi yang digunakan tersebut meliputi: (a) pentingnya informasi, (b) aspek kegunaan (usefulness), (c) informatif, (d) aspek dapat digunakan, (e) kemudahan dimengerti, (f) kemudahan dibaca (readability), (g) kejelasan (clarity), (h) format informasi, (i) tampilan informasi, (j) konten, (k) akurasi, (l) presisi (precision), (m) singkat namun jelas, (n) kesesuaian jumlah, (o) kelengkapan, (p) keterpercayaan, (q) diterima dalam penggunaan (currency), (r) keterandalan (reliability), (s) kekinian, (t) kekhasan (uniqueness), (u) dapat dibandingkan (comparability), (v) aspek kuantitatif (quantitativeness), dan (w) bebas dari bias (freedom form bias). Universitas Indonesia 17 Kahn, Strong, & Wang (2002) mengemukakan sebuah model kualitas informasi yang dinamakan model kinerja produk dan layanan untuk kualitas informasi atau product and service performance for information quality model (PSP/IQ). Model ini memandang kualitas informasi sebagai kualitas produk dan kualitas layanan. Sebanyak 16 dimensi kualitas informasi dipetakan ke dalam dua jenis kualitas tersebut, sebagai berikut: 1. Kualitas produk terdiri dari kelompok informasi yang benar dan informasi yang bermanfaat. Kedua kelompok tersebut terdiri dari sejumlah dimensi sebagai berikut: a. Kelompok informasi yang benar terdiri dari dimensi berikut: (a) bebas kesalahan (free-of-error), (b) representasi yang singkat, (c) representasi yang konsisten dan (d) kelengkapan. b. Kelompok informasi yang bermanfaat terdiri dari dimensi berikut: (a) jumlah informasi yang tepat, (b) relevansi, (c) kemudahan dimengerti, (d) kemudahan dipahami, dan (e) objektivitas. 2. Kualitas layanan terdiri dari dua kelompok yaitu informasi yang terpercaya dan informasi yang dapat digunakan. Kedua kelompok tersebut terdiri dari sejumlah dimensi sebagai berikut: a. Kelompok informasi yang terpercaya dari dimensi berikut: (a) kekinian, dan (b) keamanan. b. Kelompok informasi yang dapat digunakan terdiri dari dimensi berikut: (a) keterpercayaan, (b) aksesibilitas, (c) kemudahan diolah (ease of manipulation), (d) reputasi, dan (e) nilai tambah. Lee et al. (2002) memperkenalkan sebuah metodologi untuk penilaian kualitas informasi yang diberi nama AIM Quality (AIMQ). Dimensi-dimensi kualitas informasi yang digunakan dalam AIMQ mengadopsi model PSP/IQ yang diperkenalkan Kahn, Strong, & Wang (2002). Jumlah dimensi kualitas informasi yang dinilai berjumlah 16 seperti halnya dimensi-dimensi dalam model PSP/IQ. Shanks dan Corbitt (1999) mengemukakan bahwa kualitas informasi terdiri empat tujuan yang diturunkan menjadi 11 dimensi. Keempat tujuan terebut adalah tujuan Universitas Indonesia 18 konsistensi, lengkap dan akurat, manfaat, dan berbagi pemahaman. Dari empat tujuan tersebut diuraikan menjadi 11 dimensi sebagai berikut: 1. Tujuan konsistensi terdiri dari sebuah dimensi yaitu tata bahasa yang formal (formal sintax) 2. Tujuan lengkap dan akurat terdiri dari empat dimensi yaitu: (a) komprehensif (comprehensive), (b) tidak ambigu (unambiguous), (c) penuh makna (meaningful), dan (d) benar (correct) 3. Tujuan manfaat terdiri dari empat dimensi yaitu: (a) kekinian, (b) singkat namun jelas, (c) kemudahan diakses, dan (d) reputasi 4. Tujuan berbagi pemahaman dari empat dimensi yaitu: (a) kemudahan dimengerti, dan (b) bebas dari bias Dedeke (2000) menyusun sebuah kerangka kerja (framework) konseptual untuk mengukur kualitas informasi. Dalam kerangka kerja tersebut, didefinisikan lima kategori dan 28 dimensi kualitas informasi. Kategori dan dimensi kualitas informasi menurut Dedeke adalah sebagai berikut: 1. Kategori ergonomis, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) kemudahan navigasi, (b) kenyamanan, (c) kemudahan dipelajari, (d) sinyal visual, dan (e) sinyal audio 2. Kategori aksesibilitas, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) akses secara teknis (technical access), (b) ketersediaan sistem, (c) ketersediaan data, (d) keamanan, (e) kemudahan berbagi data, dan (d) kemudahan konversi data 3. Kategori transaksional, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) kemudahan dikendalikan, (b) toleransi kesalahan, (c) kemudahan diadaptasi, (d) unpan balik sistem, (e) efisiensi, dan (f) responsifitas 4. Kategori kontekstual, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) nilai tambah, (b) relevansi, (c) kekinian, (d) kelengkapan, dan (e) jumlah data yang tepat 5. Kategori representasi, meliputi dimensi-dimensi berikut: (a) kemudahan dipahami, (b) konsistensi, (c) singkat namun jelas, (d) struktur, (e) kemudahan dibaca, dan (f) kontras Universitas Indonesia 19 Naumann dan Rolker (2000) mengemukakan metode menilai kualitas informasi suatu organisasi berdasarkan sejumlah metadata informasi. Berdasarkan penelitian tersebut dimensi kualitas informasi dapat dibedakan menjadi hal-hal yang berkaitan dengan konten dan yang berkaitan dengan kriteria intelektual. Pemetaan dimensi-dimensi kualitas informasi kedalam dua kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kriteria yang berkaitan dengan konten terdiri 15 dimensi kualitas informasi yaitu: (a) akurasi, (b) dokumentasi, (c) relevansi, (d) nilai tambah, (e) kelengkapan, (f) kemudahan dipahami, (g) kekinian, (h) keterandalan, (i) latensi (latency), (j) keterukuran performa, (k) waktu respons, (l) keamanan, (m) aksesibilitas, (n) harga, dan (o) dukungan ke pelanggan. 2. Kriteria yang berkaitan dengan aspek intelektual terdiri dari 8 dimensi yaitu: (a) keterpercayaan, (b) reputasi, (c) objektivitas, (d) dapat diverifikasi, (e) jumlah data yang tepat, (f) kemudahan dimengerti, (g) representasi yang singkat, dan (h) representasi yang konsisten. Eppler (2001) mengemukakan sebuah kerangka kerja yang umum dalam kualitas informasi. Dimensi-dimensi kualitas informasi diketegorikan dalam dua kelompok yaitu kualitas konten dan kualitas media. Pemetaan dimensi-dimensi kualitas informasi kedalam dua kategori tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kualitas konten terdiri dari 8 dimensi kualitas informasi yaitu: (a) komprehensif, (b) akurasi, (c) kejelasan, (d) dapat diterapkan, (e) singkat, (f) konsisten, (g) kekinian, (h) kebenaran. 2. Kualitas media terdiri dari 8 dimensi yaitu: (a) kenyamanan, (b) tepat waktu, (c) dapat ditelusuri (traceable), (d) interaktifitas, (e) aksesibilitas, (f) keamanan, (g) dapat dirawat, dan (h) cepat. McGilvray (2008) mengemukakan 13 dimensi kualitas data yang juga dapat diterapkan sebagai dimensi kualitas informasi. Dimensi-dimensi kualitas data tersebut yaitu: (a) spesifikasi data, (b) integritas, (c) duplikasi, (d) akurasi, (e) konsistensi, (f) kekinian dan aksesibilitas, (g) kemudahan digunakan dan dirawat, Universitas Indonesia 20 (h) jangkauan data, (i) kualitas presentasi, (j) relevansi, (k) tingkat kelapukan data (data decay), (l) kemudahan dalam transaksi, (m) keamanan dan privasi. Dalam konteks laman (website), Alexander dan Tate (1999) menyebutkan bahwa terdapat tujuh dimensi kualitas informasi yaitu otoritas, akurasi, objektifitas, kekinian, orientasi, dan navigasi. Katerattanakul dan Siau (1999) menyebutkan terdapat tujuh dimensi kualitas informasi namun dimensinya berbeda dari Alexander dan Tate. Pemetaan dimensi-dimensi kualitas informasi dalam konteks laman menurut Katerattanakul dan Siau adalah sebagai berikut: 1. Kualitas intrinsik, terdiri dari dua dimensi kualitas informasi yaitu: (a) akurasi ditinjau dari segi konten, dan (b) tautan (hyperlink) yang relevan. 2. Kualitas kontekstual terdiri dari sebuah dimensi yaitu informasi tambahan dari penulis konten. 3. Kualitas representasional terdiri dari tiga dimensi yaitu: (a) konsistensi secara visual, (b) kejelasan atau informatif, dan (c) tidak membingungkan. 4. Kualitas aksesibilitas terdiri dari sebuah dimensi kualitas informasi yaitu adanya perangkat untuk navigasi ke halaman-halaman lainnya. Kerangka kerja untuk menilai kualitas informasi pada halaman blog dikemukakan oleh Kargar, Azimzadeh, dan Ramli (2008). Dalam konteks weblog atau blog, terdapat 9 dimensi kualitas informasi yang relevan. Sembilan dimensi kualitas informasi tersebut yaitu: (a) tingkat kohesif (cohesiveness), (b) singkat namun jelas, (c) keterpercayaan, (d) kemudahan dimengerti, (e) kelengkapan, (f) objektivitas, (g) akurasi, (h) informatif, (i) kualitas presentasi. Zhu, Bernhard, dan Gurevych (2009) mengemukakan sejumlah dimensi kualitas informasi yang spesifik untuk media sosial berupa laman tanya jawab (question and answer website). Terdapat 11 dimensi kualitas informasi yang sesuai untuk mengukur kualitas konten di laman tanya jawab. Dimensi-dimensi tersebut yaitu: (a) informatif, (b) kesopanan (politeness), (c) kelengkapan, (d) kemudahan dimengerti, (e) relevansi, (f) singkat namun jelas, (g) keterpercayaan, (h) tingkat detail (level of detail), (i) originalitas (originality), (j) objektivitas, dan (k) kebaruan (novelty). Universitas Indonesia 21 Dalam konteks media sosial, menurut Agarwal & Yiliyasi (2010) terdapat dimensi-dimensi kualitas informasi yang berbeda dengan dimensi pada sistem informasi pada umumnya. Untuk sebuah media sosial micro-blogging seperti Twitter, terdapat tiga dimensi yang khas yaitu: (a) kekinian, (b) singkat namun jelas, dan (c) kemudahan dimengerti. Untuk situs jejaring sosial atau social network services (SNS) terdapat delapan dimensi kualitas informasi yaitu: (a) singkat namun jelas, (b) aksesibilitas, (c) keterpercayaan, (d) reputasi, (e) nilai tambah, (f) kekinian, (g) kemudahan dimengerti, dan (h) konsistensi. Menurut Emamjome, Rabaa'i, Gable, & Bandara (2013), dalam konteks laman tanya jawab, forum, situs jejaring sosial untuk keperluan layanan informasi, dimensi kualitas informasi terdiri dari 17 dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu: (a) jumlah informasi yang tepat, (b) deskripsi, (c) keragaman information, (d) semantik, (e) hubungan dengan pengguna, (f) statistik penggunaan, (g) akurasi, (h) keterpercayaan, (i) objektivitas, (j) reputasi, (k) nilai tambah, (i) relevansi, (j) kekinian, (k) kelengkapan, (l) kemudahan dipahami, (m) kemudahan dimengerti, dan (n) kemudahan diolah. Pengertian dari 16 dimensi kualitas informasi menurut Kahn, Strong dan Wang (2002) adalah sebagai berikut: 1. Akurasi yang berarti sejauh mana informasi benar, dapat dipercaya, dan dijamin bebas kesalahan. 2. Objektivitas yang berarti sejauh mana informasi tidak bias dan tidak memihak. 3. Keterpercayaan yang berarti sejauh mana informasi diterima sebagai hal yang benar, riil, dan kredibel. 4. Reputasi yang berarti sejauh mana informasi dipercaya atau dinilai tinggi dalam aspek sumber informasinya. 5. Nilai tambah yang berarti sejauh mana informasi memiliki manfaat dan ada keuntungan ketika menggunakannya. 6. Relevansi yang berarti sejauh mana informasi dapat diterapkan dan membantu penyelasaian tugas yang ada. Universitas Indonesia 22 7. Kekinian yang berarti sejauh mana usia informasi sesuai dengan tugas yang ada. 8. Kelengkapan yang berarti sejauh mana informasi memiliki jangkauan, kedalaman dan scope yang memadai untuk tugas yang ada. 9. Jumlah informasi yang tepat yang berarti sejauh mana kuantitas atau volume informasi sesuai. 10. Kemudahan untuk dipahami yang berarti sejauh mana informasi dinyatakan dalam bahasa yang tepat, dan definisi data jelas, dan menggunakan simbol-simbol yang tepat. 11. Kemudahan untuk dimengerti yang berarti sejauh mana informasi disajikan dengan jelas tanpa ambigu. 12. Representasi secara konsisten yang berarti sejauh mana informasi disajikan dalam format yang konsisten dengan format-format sebelumnya. 13. Representasi yang singkat tetapi jelas yang berarti sejauh mana informasi disajikan secara lugas tanpa bertele-tele. 14. Kemudahan diolah yaitu sejauh mana informasi dapat diolah kembali untuk tugas-tugas yang lain. 15. Aksesibilitas yang berarti sejauh mana informasi tersedia, mudah dan cepat ditemukan kembali. 16. Keamanan akses yang berarti sejauh mana akses ke informasi dibatasi dan terjaga keamanannya. Pengertian dari empat dimensi kualitas informasi berikut ini dikutip dari Zhu, Bernhard, dan Gurevych (2009), yaitu: 1. Informatif yaitu seberapa banyak informasi disediakan, yang dilengkapi dengan tautan (link), contoh, kutipan, dan lain-lain. 2. Kesopanan yaitu tingkat respect kepada perasaan dan opini orang lain. 3. Originalitas yaitu sejauh mana sebuah jawaban tidak menyalin dari sumber yang lain. 4. Kebaruan yaitu sejauh mana tingkat inovatifnya sebuah jawaban. Universitas Indonesia 23 2.3 Media Sosial Berikut ini diuraikan beberapa teori tentang media sosial yaitu pengertian, klasifikasi, dan metrik media sosial. 2.3.1 Pengertian Media Sosial Henderson dan Bowley (2010) mendefinisikan media sosial sebagai aplikasi dan teknologi daring (online) kolaboratif yang memungkinkan partisipasi, keterhubungan, konten yang diciptakan oleh pengguna (user-generated content), berbagi informasi, dan kolaborasi di antara pengguna sebuah komunitas. Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun dengan pondasi Web 2.0 baik secara ideologis maupun teknologi, yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten yang diciptakan oleh pengguna. Yadav dan Arora (2012) menyatakan media sosial adalah kombinasi dari media dan masyarakat, jika media merupakan alat komunikasi seperti koran dan radio, maka media sosial merupakan instrumen sosial komunikasi. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media sosial adalah aplikasi daring (online) berbasis teknologi Web 2.0 yang memungkinkan partisipasi, keterhubungan, konten yang diciptakan oleh pengguna (user generated content), berbagi informasi, dan kolaborasi di antara pengguna media sosial tersebut. 2.3.2 Klasifikasi Media Sosial Kaplan dan Haenlein (2010) mengelompokkan media sosial ke dalam lima jenis aplikasi yaitu: a. Blog, dimana jenis ini merupakan bentuk paling awal dari media sosial. Blog serupa dengan halaman web pribadi dan dapat hadir dalam variasi yang berbeda, dari buku harian pribadi yang menggambarkan kehidupan penulis sampai ringkasan semua informasi yang relevan dalam satu konten tertentu. b. Komunitas konten, dimana tujuan komunitas konten adalah berbagi konten di antara pengguna, contohnya Flickr untuk berbagi foto, YouTube untuk berbagi video, dan Slideshare untuk berbagi berkas presentasi. Universitas Indonesia 24 c. Situs jejaring sosial, dimana aplikasi jenis ini memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan menciptakan profil informasi pribadi, mengundang teman-teman dan kolega untuk memiliki akses ke profil tersebut, dan mengirim surat elektronik dan pesan instan satu dengan yang lain. Contoh dari situs jejaring sosial adalah Facebook dan MySpace. d. Dunia permainan maya, yaitu platform yang meniru lingkungan tiga dimensi dimana pengguna dapat muncul dalam bentuk avatar pribadi dan berinteraksi satu sama lain seperti dalam kehidupan nyata. Contoh dari dunia permainan maya adalah Habbo Hotel, World of Warcraft dan Fanta World. e. Dunia sosial maya, dimana aplikasi jenis ini memungkinkan seseorang memilih perilakunya secara bebas dan pada dasarnya menjalani hidup maya yang sama dengan kehidupan nyatanya. Contoh dunia sosial maya adalah Second Life. 2.3.3 Metrik Media Sosial Setiap jenis media sosial memiliki metrik tersendiri. Twitter memiliki metrik yang berbeda dengan situs jejaring sosial yang lain. Simply Measured (2014) menyebutkan metrik untuk Twitter adalah: • @Reply, yaitu ketika pengguna Twitter berbicara langsung ke kita dengan menggunakan brand handle di awal tweet. • Retweet, yaitu ketika pengguna membagikan pesan kita ke audiens mereka. • Mention, yaitu ketika pengguna menyertakan brand handle kita dalam tweet mereka. • Favorite, yaitu pengguna menjadikan tweet kita sebagai favorite mereka. • Potential Impressions, yaitu berapa kali sebuah tweet muncul dalam halaman pengguna Twitter. Metrik ini menunjukkan jangkauan yang diraih sebuah brand dalam kurun waktu tertentu. Hasil dari ukuran-ukuran tersebut menurut Simply Measured (2014) adalah keterlibatan (engagement). Dengan kata lain penjumlahan @Reply, Retweet, Universitas Indonesia 25 Mention, dan Favorite menghasilkan keterlibatan. Untuk media jejaring sosial Facebook, metriknya berbeda dengan Twitter. Simply Measured (2014) menyebutkan bahwa untuk media sosial Facebook, keterlibatan ditentukan oleh tiga hal yaitu: • Like, yaitu berapa orang yang menyukai post kita, yang mengindikasikan berapa baiknya pesan kita di mata masyarakat. • Comment, yaitu berapa jumlah komentar pada sebuah post kita. Selain jumlah komentar, nada (tone) komentar-komentar tersebut juga mengindikasikan hal yang penting. • Share, yaitu jumlah orang yang membagikan pesan kita yang mengindikasikan berapa penguatan terhadap suatu pesan oleh orang yang melihatnya. Media sosial YouTube yang merupakan jenis komunitas konten, memiliki metrik yang berbeda dengan situs jejaring sosial. Chatzopoulou, Sheng, dan Faloutsos (2012) menyebutkan bahwa untuk metrik YouTube meliputi: • Jumlah disaksikan (viewcount), yaitu berapa kali sebuah video disaksikan. • Jumlah komentar (number of comments), yaitu berapa banyak pengguna YouTube yang memberikan komentar pada sebuah video. • Jumlah rating (number of ratings), yaitu berapa banyak pengguna yang memberikan rating. • Rerata rating (average rating), yaitu berapa nilai rerata dari semua pengguna yang memberikan rating. 2.4 Pemanfaatan Media Sosial di Sektor Pemerintah Pemanfaatan media sosial di sektor pemerintah dipicu oleh daya tarik yang ditawarkan media sosial yang memungkinkan percakapan antara masyarakat dan pemerintah sebagai pelaksana layanan publik (Criado & Rojas-Martin, 2013). Bonson et al. (2012) menyimpulkan bahwa pemanfaatan media sosial oleh pemerintah lokal di negara-negara Uni Eropa mampu meningkatkan partisipasi publik dan transparansi. Manfaat penggunaan media sosial media di sektor Universitas Indonesia 26 pemerintahan meliputi peningkatan efisiensi dalam diseminasi informasi, meningkatkan kenyamanan masyarakat mengakses informasi, dan membuka peluang masyarakat berpartisipasi dalam program-program pemerintah (PicazoVela, Guiterrez-Martinez, & Luna-Reyes, 2012). Beberapa penulis menggunakan istilah government 2.0 untuk menyebut penggunaan media sosial dalam layanan di sektor pemerintah. Government 2.0 mengacu pada pemanfaatan teknologi sosial yang memungkinkan pemerintah mengumpulkan partisipasi masyarakat dalam layanan-layanannya (DiMaio, 2009). Eggers (2007) menyebutkan bahwa government 2.0 adalah bentuk revolusi digital yang mengubah pemerintah. Government 2.0 dalam waktu singkat dapat meningkatkan produktifitas pelaksanaan layanan publik dan peningkatan transparansi. Partisipasi masyarakat untuk terhubung dengan pemerintah di media sosial sangat penting dalam kesuksesan government 2.0. Motivasi yang mendorong masyarakat mengunjungi laman atau akun media sosial pemerintah menurut Thomas dan Streib (2003) meliputi: (a) memperoleh informasi terbaru, (b) memperoleh informasi kontak, (c) meminta layanan, (d) mengeluh tentang layanan pemerintah, dan (e) menyampaikan opini mereka. Konten yang disampaikan pemerintah melalui akun media sosialnya dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori (Magnusson, Bellstrom, & Thoren, 2012). Enam kategori konten tersebut yaitu: (a) konten yang mendidik masyarakat, (b) promosi kegiatan yang akan dilaksanakan, (c) promosi daerah, (d) promosi layanan pemerintah, (e) meminta informasi dari masyarakat, dan (f) informasi status layanan pemerintah. 2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Berikut ini diuraikan beberapa kerangka kerja (framework) strategi media sosial yaitu kerangka kerja dari ZHAW/Lardi, Ross dawson, dan Third Wave. Universitas Indonesia 27 2.5.1 The ZHAW/Lardi Social Media Strategy Famework Kerangka kerja strategi media sosial ZHAW/Lardi menawarkan pendekatan yang unik, menyeluruh, dan bersifat end-to-end. Kerangka kerja ini membawa suatu perusahaan dari suatu pemahaman pentingnya media sosial bagi bisnis ke titik yang mampu mengimplementasikan solusi yang menjawab kebutuhan bisnis (Lardi dan Fuchs, 2013). Kerangka kerja strategi media sosial ZHAR/Lardi digambarkan dalam Gambar 2.4 berikut ini. Gambar 2.4 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial ZHAW/Lardi (Sumber: Lardi dan Fuchs, 2013) Secara garis besar kerangka kerja ZHAW/Lardi terdiri dari dua fase utama yaitu pengembangan strategi dan perencanaan dan penyajian. Pada fase pengembangan strategi, tujuan bisnis harus ditentukan terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada fase pengembangan strategi meliputi sumber daya manusia (SDM), teknologi, tata kelola, analisis risiko, struktur organisasi, struktur pendukung, perubahan, dan proses. 2.5.2 Ross Dawson Social Media Strategy Famework Kerangka kerja strategi media sosial Ross Dawson diperkenalkan oleh Ross Dawson. Kerangka kerja dimulai dengan aktifitas Learn yang meliputi mulai menggunakan media sosial, mempelajari trend terbaru, mempelajari studi kasus yang relevan, dan mengajari pimpinan senior tentang media sosial (Dawson, 2014). Strategi media sosial Ross dawson tampak pada Gambar 2.5 berikut ini. Universitas Indonesia 28 Gambar 2.5 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Ross Dawson (Sumber: Dawson, 2014) Dari aktifitas Learn, terdapat dua kelompok aktifitas yang dilakukan secara bersama yaitu mulai terlibat di media sosial dan mengembangkan strategi. Dalam keterlibatan di media sosial kita harus memperhatikan, terlibat dalam percakapan di media sosial, dan melakukan pengukuran terkait ukuran-ukuran di media sosial. Pada kelompok aktifitas pengembangan strategi terdiri dari memprioritaskan tujuan-tujuan, membuat tata kelola, dan mendefinisikan aktifitas-aktifitas di media sosial (Dawson, 2014). 2.5.3 Third Wave Social Media Strategy Famework Third Wave, sebuah perusahaan konsultan pemasaran dan media sosial yang berpusat di Berlin memperkenalkan kerangka kerja strategi media sosial yang diberi nama Third Wave Social Media Strategy Framework Version 1.1 pada tahun 2013. Kerangka kerja ini berfungsi sebagai panduan yang membantu kita bekerja melalui proses yang terstrukutr. Kerangka kerja ini membantu mendefinisikan sejumlah pertanyaan yang membantu menciptakan strategi media sosial (Third Wave, 2013). Gambar kerangka kerja strategi media sosial Third Wave tampak pada Gambar 2.6 berikut ini. Universitas Indonesia 29 Gambar 2.6 Kerangka Kerja Strategi Media Sosial Third Wave (Sumber: Third Wave, 2013) Hal utama yang harus didefinisikan adalah tujuan dan objektif. Pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah tujuan yang hendak dicapai dengan bantuan media sosial dan ukuran-ukuran apa yang akan diukur yang mengindikasikan suksesnya strategi. Setelah tujuan didefinisikan, terdapat tiga aspek yang harus dianalisis sebagai masukan dalam penyusuna strategi yaitu manusia, konten, dan platform. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab terkait audiens adalah siapa yang akan kita ajak bicara, bagaimana minat, tujuan, dan perilaku mereka. Pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab terkait konten adalah apa topik yang akan kita bicarakan dan apa nilai tambah yang kita berikan. Terkait dengan platform, pertanyaan yang harus dijawab adalah platform apakah yang paling sesuai untuk menjangkau mereka yang akan kita tuju. Sebuah strategi perlu untuk diimplementasikan dan secara berkesinambungan diuji dan ditingkatkan. Oleh karena itu diperlukan aktifitas Monitoring, Analytics, Reporting. Pertanyaan yang harus dijawab yaitu bagaimana cara menangkap apa yang masyarakat perbincangkan tentang kita atau topik yang relevan dengan kita, bagaimana cara mengukur pencapaian strategi kita, dan bagaimana cara memperbaiki pendekatan kita. Aspek di dalam organisasi juga perlu diperhatikan. Pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk dijawab adalah siapa yang Universitas Indonesia 30 bertanggungjawab melaksanakan strategi, bagaimana pembagian peranan dalam tim, proses apa saja yang diperlukan, dan vendor apa yang perlu digunakan. Strategi yang dirumuskan dalam kerangka kerja ini meliputi strategi terkait audiens (people), strategi terkait konten, dan strategi terkait platform yang akan digunakan. 2.6 Action Research Action research adalah sebuah istilah yang mengacu kepada sebuah proses iteratif yang melibatkan baik peneliti maupun pemangku kepentingan (stakeholder) yang memuat tiga komponen utama yaitu identifikasi masalah, aksi, dan analisis (Burns, 2007). Action research merupakan metode penelitian kualitatif yang penting dalam bidang sistem informasi. Letak perbedaan action research jika dibandingkan dengan case study research adalah peneliti terlibat secara langsung dalam perubahan organisasi yang sedang direncanakan. Pada case study research peneliti mempelajari fenomena yang terjadi di suatu organisasi tanpa berniat merubahnya, sedangkan pada action research peneliti turut merencanakan perubahan organisasi dan secara simultan mempelajari akibat dari perubahan yang akan terjadi (Avison, Baskerville, & Myers, 2001). Kemmis dan McTaggart (2005) menyebutkan bahwa urutan langkah dalam action research secara umum terdiri dari beberapa langkah yang membentuk spiral. Langkah-langkah tersebut terdiri dari: • Merencanakan sebuah perubahan • Melakukan aksi dan mengamati proses serta konsekuensi perubahan • Melakukan refleksi dari proses-proses dan konsekuensinya • Merencanakan ulang • Melakukan aksi dan mengamati lagi • Melakukan refleksi lagi dan seterusnya Langkah-langkah dalam action research secara umum berbentuk spiral seperti tampak pada Gambar 2.7 berikut ini. Universitas Indonesia 31 Gambar 2.7 Langkah-langkah dalam action research (Sumber: Kemmis & McTaggart, 2005) Dalam kenyataan, langkah-langkah action research tidak selalu rapi seperti tampak pada Gambar 2.7. Proses-proses dalam implementasinya lebih mengalir, terbuka, dan responsif. Tiap-tiap langkah dalam spiral tersebut idealnya dilakukan oleh lebih dari satu partisipan secara kolaboratif dalam proses-proses participatory action research. 2.7 Metode Ranking Berdasarkan Entropy Entropy biasanya digunakan dalam pengukuran teori informasi, yang menunjukkan kemurnian (purity) sekumpulan data yang berdasarkan pilihan personal seseorang. Pengukuran entropy dipandang sebagai pengukuran terhadap tingkat tidak dapat diperkirakannya sebuah sistem (system unpredictability). Dash Universitas Indonesia 32 dan Liu (2010) menyebutkan bahwa entropy dari satu kelompok observasi x1,…,xn adalah: (2,1) Berdasarkan Rumus 2,1 tersebut, semakin tinggi nilai entropy berarti semakin seragam distribusi variabel. Semakin rendah nilai entropy menunjukkan semakin bervariasinya distribusi variabel. Hsu dan Hsu (2008, p. 186) mendefinisikan sebuah teknik dalam penentuan bobot tiap kriteria dari sekumpulan kriteria berdasarkan entropy. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan bobot kriteria dengan metode entropy yaitu: 1. Menormalisasi matriks hasil kuesioner. Normalisasi matriks dilakukan dengan cara mengurangi nilai semua kriteria dengan nilai tertinggi. 2. Nilai yang diperoleh pada Langkah 1 dibagi dengan nilai total dari semua kriteria. Rumus yang digunakan yaitu: (2,2) Untuk m > 1, i = 1,…,n, j = 1,…,m, dimana n adalah jumlah pengambil keputusan dan m adalah jumlah kriteria. 3. Menentukan nilai entropy, sebaran (dispersion), dan bobot (weight) tiap kriteria berdasarkan hasil dari Langkah 2. Nilai entropy tiap kriteria dihitung berdasarkan rumus: (2,3) Nilai sebaran tiap kriteria dihitung berdasarkan rumus: (2,4) Bobot tiap kriteria dihitung berdasarkan rumus: (2,5) Universitas Indonesia 33 2.8 Penelitian Sejenis Berikut ini sejumlah penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini yang diperoleh dari berbagai jurnal internasional: 1. Developing Social Media Strategy: a Professional Association Perspective, tahun 2012, oleh Wendy McLean-Cobban. Dalam penelitian tersebut McLean-Cobban melakukan analisis terhadap strategi media sosial yang digunakan perkumpulan profesi yang bersifat nirlaba di Canada. Dari analisis tersebut, McLean-Cobban menyusun strategi yang dianggap paling sesuai untuk digunakan dalam layanan media sosial untuk perkumpulan profesi. Pengumpulan data yang dilakukan McLean-Cobban adalah dari wawancara, dan data yang dihasilkan adalah data yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian tersebut adalah strategi media sosial yang dianggap paling sesuai untuk perkumpulan profesi yang bersifat nirlaba. Namun kelemahan penelitian tersebut adalah strategi media sosial yang diusulkan tidak digambarkan dalam bentuk grafis sehingga relatif sulit dimengerti. Hal yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah dalam penyusunan strategi media sosial, platform yang dipilih harus spesifik sesuai karakteristik audiens. 2. Social Media in e-Governance: A Study with Special Reference to India, tahun 2013, oleh Muhamad Tariq Banday dan Muzamil M. Mattoo. Pada penelitian tersebut Banday dan Mattoo menganalisis strategi media sosial pemerintah India. Strategi media sosial pemerintah India menggunakan kerangka kerja Ross Dawson yang dimodifikasi sesuai kondisi sosial budaya rakyat India. Analisis terhadap strategi media sosial tersebut dilakukan dengan membandingkan dengan strategi negara-negara lain. Selain itu Banday dan Mattoo juga menganalisis strategi tersebut terhadap kondisi sosial masyarakat India. Tujuan penelitian tersebut adalah mengetahui keterbatasan dan kelemahan strategi media sosial pemerintah India dan menyusun masukan untuk perbaikan strategi tersebut. Hasil penelitian tersebut adalah rekomendasi perbaikan terhadap strategi media sosial pemerintah India. Penelitian yang dilakukan Banday dan Matto Universitas Indonesia 34 tersebut memiliki kontribusi terhadap penelitian ini karena strategi yang dianalisis adalah strategi media sosial pemerintah di negara berkembang yang penduduknya juga besar seperti Indonesia. Saran-saran yang diberikan dalam penelitian tersebut yaitu dokumen kebijakan tentang penggunaan media sosial di dalam kontenks pemerintahan elektronik harus memuat juga panduan tentang kerahasiaan, integritas dan ketersediaan informasi dan data. Selain itu setiap instansi pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda yang membuat penyesuaian strategi perlu dilakukan. 3. Comparison of Social Media Use for the US and the Korean Government, tahun 2013, oleh Myongho Yi, Sam Gyun Oh, dan Sunghun Kim. Pada penelitian tersebut Yi, Oh, dan Kim menganalisis kebijakan dan panduan terkait penggunaan media sosial yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dan Korea. Penelitian tersebut menggunakan studi literatur dan analisis dokumen-dokumen yang dikeluarkan di dua negara tersebut yang terkait media sosial di sektor publik. Berdasarkan penelitian tersebut, baik pemerintah Amerika Serikat maupun Korea telah memiliki platform atau portal media sosial sebagai jembatan komunikasi dengan masyarakat. Terdapat perbedaan mendasar dalam panduan media sosial yang disusun kedua negara tersebut. Pemerintah Korea lebih mendorong informasi-informasi yang bersifat personal dan mengandung unsur emosional untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya, sedangkan pemerintah Amerika Serikat fokus pada panduan bagi pegawai pemerintah dalam menggunakan situs jejaring sosial. Panduan tersebut mengatur bagaimana pegawai pemerintah bersikap dan berinteraksi dalam berbagai media sosial terutama situs jejaring sosial. Kesamaan perspektif pemerintah kedua negara tersebut adalah pandangan tentang kesenjangan dijital (digital divide) dan kerahasiaan informasi. Saran-saran yang diberikan Yi, Oh, dan Kim adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana cara memanfaatkan media sosial di instansi pemerintah secara efektif dan efisien. Universitas Indonesia 35 4. Strategi Media Sosial Untuk Diplomasi Publik: Studi Kasus Kementerian Luar Negeri, tahun 2014, oleh Hary Hadiansyah. Latar belakang penelitian Hadiansyah tersebut adalah citra Indonesia di mata dunia internasional belum sesuai harapan. Media sosial dipandang sebagai media yang dapat dijadikan sarana diplomasi publik untuk mengangkat citra Indonesia di mata dunia. Tujuan penelitian yang dilakukan Hadiansyah tersebut adalah menyusun strategi media sosial yang paling sesuai untuk Kemenlu dalam rangka diplomasi publik. Kerangka kerja strategi media sosial yang digunakan adalah Third Wave. Untuk menyusun strategi tersebut, Hadiansyah menggunakan analisis SWOT untuk menganalisis aspek internal dan eksternal Kemenlu. Hal yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah kerangka kerja Third Wave dan analisis SWOT dapat digunakan dalam menyusun strategi media sosial di sektor publik. Perbandingan ketiga penelitian di atas terlihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Sejenis Aspek Studi kasus Data Kerangka kerja yang digunakan McLeanBanday dan Cobban Mattoo (2012) (2013) Perkumpulan Sektor profesi publik nirlaba Kualitatif Kualitatif - Ross Dawson Yi et al. (2013) Hadiansyah (2014) Penelitian ini Sektor publik Sektor publik Sektor publik Kualitatif Kualitatif Kualitatif dan kuantitatif Third Wave - Third Wave 2.9 Kerangka Penelitian Penyusunan konsep kerangka penelitian dimulai dari menentukan kerangka kerja apa yang dianggap paling sesuai di antara beberapa alternatif yang dapat digunakan. Kerangka kerja yang dipilih untuk digunakan sebagai panduan strategi media sosial dalam penelitian ini adalah kerangka kerja media sosial Third Wave. Kerangka kerja Third Wave dipilih karena berdasarkan observasi yang dilakukan Universitas Indonesia 36 penulis, komponen-komponen dalam kerangka kerja Third Wave sudah diidentifikasi dalam pengelolaan media sosial di institusi yang dijadikan studi kasus yaitu Kemdikbud. Pengelola media sosial Kemdikbud sudah mendefinisikan konsep people, konten, dan platform, serta telah melakukan pengumpulan dan analisis percakapan di media sosial sesuai kerangka kerja Third Wave. Selain itu hasil penelitian Hadiansyah (2014) menyebutkan bahwa kerangka kerja Third Wave sesuai untuk menyusun strategi media sosial instansi pemerintah di Indonesia. Tujuan dari strategi media sosial yang akan dikembangkan sudah ditentukan dari awal yaitu kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial meningkat. Komponen-komponen kerangka kerja Third Wave yaitu people, konten, platform sebagian sudah diidentifikasi oleh Kemdikbud, sehingga pengembangan strategi media sosial ini menjadi lebih mudah. Dalam kerangka kerja Third Wave, strategi yang dirumuskan meliputi strategi people, konten, platform. Penulis berpendapat bahwa strategi pengelolaan media sosial juga sangat perlu dirumuskan. Strategi pengelolaan media sosial akan melengkapi ketiga jenis strategi tersebut, karena fokus pada perbaikan sistem, sumber daya manusia, koordinasi dengan unit kerja lain, dan lain-lain. Oleh karena itu strategi media sosial yang akan dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 4 jenis strategi yaitu strategi pengelolaan, people, konten, dan platform. Kepuasan pengguna media sosial dipengaruhi oleh beberapa aspek. DeLone dan McLean (2003) menyebutkan bahwa kepuasan masyarakat terhadap sebuah sistem informasi dipengaruhi oleh kualitas sistem, kualitas layanan, dan kualitas informasi. Penelitian ini akan menjaring pendapat masyarakat tentang aspek kualitas informasi sebagai masukan dalam penyusunan media sosial Kemdikbud. Aspek kualitas sistem dan kualitas layanan tidak akan dibahas dalam penelitian ini. Dimensi-dimensi kualitas informasi dirangkum dari 14 literatur yang dibahas dalam subbab 2.2.3. Rangkuman dimensi-dimensi kualitas informasi disajikan dalam Tabel 2.3. Universitas Indonesia 37 McGilvray, 2008 √ √ √ √ √ √ 2 Akurasi Kemudahan Dimengerti √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 3 √ √ √ 5 Keterpercayaan Singkat Jelas √ √ √ √ √ √ √ 6 Aksesibilitas √ √ √ √ √ √ √ √ 7 Kelengkapan √ √ √ √ √ √ √ 8 Relevansi √ √ √ √ √ √ √ √ 9 Konsistensi √ √ √ √ √ √ √ 10 Objektivitas √ √ √ √ 11 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14 Reputasi Kemudahan Dipahami Nilai Tambah Jumlah Yang tepat 15 Keamanan 16 17 Informatif Kemudahan Diolah 18 Kesopanan 19 20 4 12 13 √ √ √ √ √ √ √ √ √ Jml tulisan yang mendukung Lee et al. ,2002 √ Emamjome et al., 2013 Eppler, 2001 √ Zhu et al. 2009 Naumann & Rolker, 2000 Kekinian Agarwal & Yiliyasi, 2010 Kahn et al. 2002 1 Alexander & Tate 1999 Dedeke, 2000 Dimensi Katerattanakul & Siau, 1999 Shank & Corbit 1999 No Kargar et al.2008 DeLone & McLean, 1992 Tabel 2.3 Rangkuman Dimensi Kualitas Informasi √ √ √ √ 12 √ √ √ √ 11 √ √ √ 11 √ √ √ 11 √ √ √ 11 √ √ 10 √ √ 10 √ √ √ √ √ √ √ 10 √ √ √ 9 √ √ 8 √ 8 √ 7 √ √ √ √ √ √ 9 √ √ √ 6 5 √ √ 5 √ 4 √ √ 2 Originalitas √ √ 2 Kebaruan √ √ 2 √ √ √ √ √ Dimensi kualitas informasi yang didukung oleh empat literatur atau lebih akan digunakan dalam penelitian ini. Dimensi-dimensi kualitas tersebut yaitu: (a) kekinian, (b) akurasi, (c) kemudahan dimengerti, (d) keterpercayaan, (e) singkat namun jelas, (f) aksesibilitas, (g) kelengkapan, (h) relevansi, (i) konsistensi, (j) objektivitas, (k) reputasi, (l) kemudahan dipahami, (m) nilai tambah, (n) jumlah informasi yang tepat, (o) keamanan, (p) informatif, dan (q) kemudahan diolah. Universitas Indonesia 38 Dimensi-dimensi kualitas informasi yang didukung kurang dari empat literatur akan digunakan jika sesuai dengan konteks media sosial social network service (SNS). Dimensi kesopanan dan kebaruan dianggap sesuai dengan media sosial SNS, sehingga akan digunakan dalam instrumen penelitian. Dimensi originalitas dianggap hanya sesuai dalam konteks laman tanya jawab dan kurang sesuai dengan konteks SNS, sehingga tidak dipergunakan. Dari 20 dimensi kualitas informasi pada Tabel 2.3, hanya sebuah dimensi yang tidak akan diukur dalam penelitian ini yaitu originalitas. Dimensi-dimensi kualitas informasi dikelompokkan berdasarkan kategori yang dikemukakan Wang & Strong (1996) dan Katerattanakul & Siau (1999), yaitu: 1. Kualitas intrinsik, yang terdiri dari empat dimensi yaitu: (a) akurasi, (b) objektivitas, (c) keterpercayaan, dan (d) reputasi. 2. Kualitas informasi kontekstual, yang terdiri dari tujuh dimensi yaitu: (a) nilai tambah, (b) relevansi, (c) kekinian, (d) kelengkapan, (e) jumlah informasi yang sesuai, (f) informatif, dan (g) kebaruan. 3. Kualitas representasional, yang terdiri enam dimensi dari: (a) kemudahan untuk dipahami, (b) kemudahan untuk dimengerti, (c) konsistensi, (d) singkat namun jelas, (e) kemudahan diolah, dan (f) kesopanan. 4. Kualitas aksesibilitas yang terdiri dari dua dimensi yaitu: (a) aksesibilitas dan (b) keamanan. Hasil pengukuran kualitas informasi akan disajikan dalam daftar kelemahan dan kekuatan yang akan dianalisis dengan SWOT. Daftar kekuatan dan kelemahan tersebut dikelompokkan berdasarkan model 7S McKinsey. Aspek lain yang menjadi pertimbangan adalah aspek internal organisasi yaitu kekuatan dan kelemahan, serta eksternal organisasi yaitu adanya peluang dan ancaman. Dalam kerangka kerja strategi media sosial Third Wave, analisis konten, audiens, dan platform penting dalam penyusunan strategi. Analisis konten dalam media sosial Kemdikbud akan dikelompokkan menggunakan kategori yang dikemukakan Magnusson, Bellstrom, dan Thoren (2012) yaitu: (a) konten yang mendidik masyarakat, (b) promosi kegiatan yang akan dilaksanakan, (c) promosi Universitas Indonesia 39 daerah, (d) promosi layanan pemerintah, (e) meminta informasi dari masyarakat, dan (f) informasi status layanan pemerintah. Dari enam kelompok konten tersebut, kelompok konten promosi daerah tidak digunakan karena tidak sesuai dengan konteks Kemdikbud sebagai instansi pemerintah di tingkat pusat. Motivasi yang mendorong masyarakat terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud akan ditanyakan melalui survei. Pilihan jawaban tentang motivasimotivasi tersebut dirangkum dari hasil penelitian Thomas dan Streib (2003) yaitu: (a) memperoleh informasi terbaru, (b) memperoleh informasi kontak, (c) meminta layanan, (d) mengeluh tentang layanan pemerintah, dan (e) menyampaikan opini. Gambar 2.8 Kerangka Penelitian Gambar 2.8 mengilustrasikan kerangka penelitian yang akan digunakan sebagai panduan dalam penelitian ini. Strategi yang akan dirumuskan terdiri dari 4 jenis strategi yaitu strategi pengelolaan media sosial, strategi people, strategi konten, dan strategi platform. Tujuan yang akan diraih dari pelaksanaan strategi media sosial tersebut adalah kepuasan masyarakat meningkat. Masukan yang diperlukan dalam penyusunan strategi media sosial meliputi analisis internal dan eksternal organisasi, analisis people, konten, dan platform, serta analisis kualitas informasi. Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan metodologi penelitian, tahapan penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini. 3.1 Tahapan Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research. Action research dipilih sebagai metodologi karena dalam penelitian ini peneliti akan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan yang akan menggunakan strategi media sosial untuk menghasilkan sebuah strategi yang dianggap paling sesuai. Konsep action research yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti turut merencanakan perubahan organisasi dan secara simultan mempelajari akibat dari perubahan yang akan terjadi (Avison, Baskerville, & Myers, 2001). Untuk menghasilkan strategi media sosial yang paling sesuai, rancangan strategi media sosial secara berkesinambungan akan dikonsultasikan dengan pimpinan dan staf Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PIH Kemdikbud) sebagai pemangku kepentingan (stakeholder). Tahapan penelitian ini disusun berdasarkan kerangka penelitian (Gambar 2.8) dan siklus spiral action research. Siklus spiral action research yang digunakan sebagai acuan adalah konsep yang dikemukakan Kemmis & McTaggart (2005). Siklus tersebut memuat tiga tahap penting yaitu perencanaan, pelaksanaan aksi dan observasi, serta refleksi yang dikerjakan secara iteratif. Kerangka kerja strategi media sosial yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah kerangka kerja Third Wave yang menghasilkan strategi pengelolaan, strategi people, strategi konten, dan strategi platform. Tahapan penelitian ini tampak pada Gambar 3.1 berikut ini. 40 Universitas Indonesia 41 Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Penjelasan tahapan penelitian sesuai Gambar 3.1 adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Masalah Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi masalah yang terdapat di organisasi, menganalisis akar masalah, dan menentukan solusi terkait teknologi informasi (TI) untuk menyelesaikan masalah. Input pada langkah ini adalah hasil survei terkait pengelolaan media sosial di Kemdikbud, dan dokumen yang Universitas Indonesia 42 berhubungan dengan pengelolaan media sosial Kemdikbud. Analisis akar masalah digambarkan dengan diagram tulang ikan (fishbone diagram) untuk mengidentifikasi berbagai akar masalah yang ada dan menentukan akar masalah yang akan dicarikan solusi. Output pada langkah ini adalah pertanyaan penelitian. 2. Studi Literatur Pada langkah ini peneliti mencari dan mengolah berbagai literatur yang relevan dengan pertanyaan penelitian. Input langkah ini adalah pertanyaan penelitian, sedangkan outputnya adalah kerangka penelitian. 3. Perencanaan Aksi Perencanaan aksi merupakan tahap pertama dalam siklus spiral action research. Pada iterasi pertama, langkah ini menentukan jadwal langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Pada iterasi kedua dan seterusnya, hasil refleksi digunakan sebagai masukan perencanaan aksi untuk menentukan langkah-langkah apa saja yang perlu dilaksanakan. Output langkah ini adalah jadwal sejumlah langkah penelitian. 4. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan media sosial di Kemdikbud. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan ini meliputi: a. Observasi langsung Peneliti akan melakukan observasi terhadap operasional pengelolaan media sosial di Kemdikbud selama lima hari. Selain itu peneliti juga akan menganalisis percakapan di media sosial Kemdikbud. Hal-hal yang akan diamati antara lain kesulitan-kesulitan yang dihadapi petugas, cara kerja petugas, peralatan yang menunjang kegiatan, dan persentase pertanyaan masyarakat yang terjawab. Hasil observasi akan dirumuskan menjadi sejumlah pernyataan yang mengindikasikan kekuatan dan kelemahan pengelolaan media sosial di Kemdikbud. b. Analisis dokumen Peneliti akan menganalisis dokumen-dokumen terkait pengelolaan media sosial seperti notulen rapat, hasil seminar atau semiloka, Universitas Indonesia 43 sasaran kinerja pegawai, analisis beban kerja, dan laporan bulanan. Sejumlah pernyataan yang mengindikasikan kekuatan dan kelemahan akan dikumpulkan dan akan divalidasi oleh koordinator pengelolaan media sosial Kemdikbud. c. Wawancara Wawancara akan dilakukan kepada Narasumber 1 yaitu Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud dan Narasumber 2 yaitu konsultan komunikasi yang selama tiga tahun terakhir bekerja di PIH Kemdikbud. Pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan terbuka. Hal-hal yang ingin diketahui adalah ketersediaan anggaran, jumlah dan kompetensi petugas, aspek manajemen pengelolaan media sosial, dan sejumlah kekuatan serta kelemahan yang dapat diidentifikasi. 5. Identifikasi Peluang dan Ancaman Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi peluang dan ancaman terhadap pengelolaan media sosial Kemdikbud. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan dua orang pakar media sosial. Pertanyaan yang diajukan kepada kedua pakar media sosial tersebut berupa pertanyaan terbuka untuk menggali gagasan dan pendapat pakar tersebut. Output langkah ini adalah daftar peluang dan ancaman terkait pengelolaan media sosial Kemdikbud. 6. Analisis Kualitas Informasi Tujuan langkah ini adalah mengetahui dimensi kualitas informasi yang dianggap penting dan persepsi sebagian masyarakat terahadap pengelolaan media sosial Kemdikbud. Pengukuran kualitas informasi dilakukan dengan survei kepada follower / fans media sosial Kemdikbud dengan teknik convenience sampling. Output langkah ini adalah daftar kekuatan dan kelemahan ditinjau dari aspek kualitas informasi. 7. Identifikasi People, Content, dan Platform Tujuan langkah ini adalah mengidentifikasi karakteristik audiens (people), konten (content), dan platform media sosial. Karakteristik audiens dan konten media sosial Kemdikbud diidentifikasi dengan melakukan analisis terhadap percakapan di media sosial Kemdikbud selama tiga bulan terakhir. Analisis karakteristik platform media sosial dilakukan dengan merangkum pendapat Universitas Indonesia 44 pakar media sosial. Output langkah ini adalah penjabaran karakteristik audiens dan konten media sosial Kemdikbud, serta karakteristik platform yang digunakan. 8. Penyusunan Strategi Media Sosial Tujuan langkah ini adalah menyusun startegi media sosial berdasarkan inputinput yang dihasilkan dari langkah-langkah sebelumnya. Strategi media sosial disusun dengan melakukan focus group discussion (FGD). Peserta FGD tersebut adalah Kepala PIH Kemdikbud, Kepala Bidang Pencitraan Publik PIH Kemdikbud, koordinator media sosial Kemdikbud, dan tiga orang petugas pengelola media sosial Kemdikbud. Output kegiatan ini adalah draft strategi media sosial Kemdikbud. 9. Refleksi Tujuan langkah ini adalah mengevaluasi strategi media sosial yang telah disusun. Refleksi dilakukan oleh peneliti bersama-sama dengan para pengelola media sosial melalui sebuah diskusi. Input langkah ini adalah draft strategi media sosial. Output langkah ini adalah daftar perbaikan strategi media sosial. Selain itu pada langkah ini juga dirumuskan indikator keberhasilan pelaksanaan strategi dan peta jalan. Hasil refleksi ini akan diteruskan ke langkah perencanaan aksi atau penyusunan saran-saran. 10. Penyusunan Saran-saran Tujuan langkah ini adalah menghasilkan saran-saran agar strategi yang telah dihasilkan dapat dijalankan dengan baik. Input langkah ini adalah strategi media sosial, indikator keberhasilan, dan peta jalan, sedangkan outputnya adalah saran-saran bagi pengelola media sosial Kemdikbud. 3.2 Metode Pengumpulan Data Data untuk penelitian ini diperoleh dengan beberapa metode berikut ini: 1. Wawancara Wawancara akan dilakukan kepada Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud dan dua orang konsultan media sosial. Pada awalnya penulis merencanakan wawancara dengan Kepala PIH Kemdikbud, namun Universitas Indonesia 45 karena kesibukannya wawancara tidak berhasil dijadwalkan. Sebagai gantinya penulis melakukan wawancara dengan konsultan yang selama tiga tahun terakhir bekerja di PIH Kemdikbud, sehingga diharapkan narasumber ini memahami kondisi internal dan eksternal organisasi. Narasumber ketiga diwawancarai dalam kapasitasnya sebagai pakar media sosial. Wawancara dilakukan pada Langkah 4, Langkah 5. Data yang diperoleh merupakan data primer dalam penelitian ini. 2. Observasi Observasi dilakukan untuk melihat proses pengelolaan media sosial Kemdikbud untuk mengidentifikasi sejumlah kekuatan dan kelemahan. Observasi dilakukan pada Langkah 4 yaitu identifikasi kekuatan dan kelemahan. Data yang diperoleh adalah data primer penelitian ini. 3. Analisis dokumen Dokumen yang dianalis meliputi hasil rapat, seminar, pelatihan yang terkait pengelolaan media sosial Kemdikbud selama kurun waktu satu tahun terakhir. Analisis dokumen digunakan dalam Langkah 4 yaitu identifikasi kekuatan dan kelemahan. Data yang diperoleh merupakan data sekunder dalam penelitian ini. 4. Focus group discussion (FGD) Kegiatan FGD dilaksanakan untuk merumuskan strategi media sosial. Peserta FGD adalah Kepala PIH Kemdikbud, Kepala Bidang Pencitraan Publik PIH Kemdikbud, koordinator media sosial Kemdikbud, dan tiga orang petugas pengelola media sosial Kemdikbud. FGD dilaksanakan pada Langkah 8 penelitian ini. Data yang diperoleh merupakan data primer dalam penelitian ini. 5. Survei Kegiatan ini bertujuan mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan masyarakat ditinjau dari dimensi kualitas informasi serta persepsi mereka terhadap dimensi-dimensi tersebut. Survei ini berperan dalam Langkah 6 dan Langkah 7. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling, dengan pertimbangan utama adalah waktu penelitian yang relatif singkat. Universitas Indonesia 46 Survei dilakukan melalui dua buah metode. Metode pertama yaitu menanyakan kesediaan untuk berpartisipasi kepada pengguna Facebook yang mengomentari status akun Kemdikbud selama satu bulan terakhir. Dalam metode pertama ini, penulis mengirimkan pesan kepada 910 pengguna Facebook, dan jumlah yang bersedia berpartisipasi sebanyak 98 orang. Metode survei yang kedua yaitu penulis datang langsung kepada 52 orang follower / fans akun media sosial kemdikbud yang tinggal di sekitar Jakarta. Dari jumlah 52 orang yang didatangi tersebut semua bersedia berpartisipasi dalam survei ini. Data hasil survei adalah data primer penelitian ini. 3.3 Instrumen Penelitian Instrumen untuk penelitian ini terdiri dari: 1. Daftar pertanyaan untuk wawancara Untuk panduan wawancara kepada tiga orang narasumber disusun daftar pertanyaan. Daftar pertanyaan yang disiapkan yaitu: a. Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud • Akar masalah apa yang penting untuk diselesaikan? • Apakah dengan perubahan nomenklatur kementerian, strategi media sosial tetap penting disusun? • Apa kekuatan dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud? • Apa kelemahan dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud? b. Narasumber 2 dan Narasumber 3, konsultan media sosial • Bagaimana Anda menilai pengelolaan media sosial di instansi pemerintah? • Apa peluang yang dapat dimanfaatkan agar kepuasan masyarakat meningkat? • Apa ancaman yang dihadapi pengelola media sosial instansi pemerintah? • Bagaimana konten dan platform media sosial yang sesuai bagi instansi pemerintah? Universitas Indonesia 47 2. Kuesioner Kuesioner digunakan sebagai perangkat untuk survei kepada follower / fans media sosial Kemdikbud. Kuesioner ini berupa sejumlah pernyataan terkait dimensi kualitas informasi di media sosial Kemdikbud. Responden diminta memilih skala Likert 1 hingga 5 pada kolom harapan dan persepsi kualitas saat ini dari pernyataan-pernyataan tersebut. Pada kolom harapan, 1=sangat tidak penting, 2=tidak penting, 3=cukup penting, 4=penting, dan 5=sangat penting. Pada kolom persepsi, 1=sangat buruk, 2=buruk, 3=cukup, 4=baik, dan 5=sangat baik. Selain pertanyaan tentang kualitas informasi, kuesioner ini juga menanyakan motivasi, konten yang disukai, dan platform yang dapat digunakan di masa mendatang (Lampiran 13 hingga Lampiran 17). 3.4 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengolahan hasil wawancara Hasil wawancara dengan narasumber diolah menjadi sejumlah pernyataan yang mengindikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Jawaban dari pertanyaan tertutup, pernyataan akan langsung didefinisikan berupa kalimat positif atau kalimat negatif. Jawaban dari pertanyaan terbuka akan dilakukan coding untuk menemukan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan empat komponen SWOT. 2. Pengolahan hasil survei Jawaban responden yang terkait dengan motivasi terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud, konten yang disukai, dan platform yang disarankan dihitung dan disajikan dalam tabel dan diurutkan berdasarkan jumlah pilihan yang terbesar. Jawaban responden terkait dimensi-dimensi kualitas informasi yang penting dalam kepuasan mereka diolah untuk menentukan bobot tiap dimensi. Teknik yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah teknik berdasarkan entropy yang dikemukakan oleh Hsu dan Hsu (2008). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: Universitas Indonesia 48 a. Menormalisasi matriks dengan cara mengurangi tiap nilai dengan nilai terbesar; b. Membagi tiap nilai dari matriks pada langkah sebelumnya dengan jumlah total semua kriteria; c. Menghitung nilai entropy berdasarkan Rumus 2,3, nilai sebaran berdasarkan Rumus 2,4, dan bobot tiap kriteria dengan Rumus 2,5. Hasil penghitungan bobot tiap dimensi kualitas informasi disajikan dalam tabel dengan urutan berdasarkan nilai terbesar. Untuk mengetahui kualitas informasi, kesenjangan (gap) antara harapan dan persepsi akan dihitung dan diakumulasi. Besarnya kesenjangan dihitung dengan mengurangi nilai harapan dengan persepsi. Kesenjangan akan diinterpretasikan menjadi pernyataan kekuatan dan kelemahan. Universitas Indonesia BAB 4 PROFIL ORGANISASI Pada bab ini diuraikan profil organisasi yang dijadikan studi kasus dalam penelitian ini. Profil organisasi yang diuraikan meliputi kedudukan, tugas dan fungsi, visi dan misi, struktur organisasi, serta pengelolaan layanan informasi di organisasi tersebut. 4.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dalam Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 disebutkan bahwa kedudukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (Pasal 433 Ayat 1). Kemdikbud dipimpin oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang dibantu dua wakil menteri yaitu Wakil Menteri Bidang Pendidikan dan Wakil Menteri Bidang Kebudayaan. Tugas Kemdikbud adalah menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan dan kebudayaan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Pasal 434). Dalam melaksanakan tugastugas tersebut Kemdikbud menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan dan kebudayaan; 2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di daerah; dan 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 49 Universitas Indonesia 50 4.2 Visi dan Misi Visi dan misi Kemdikbud tertuang dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2010 - 2014. Visi Kemdikbud adalah “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan Berkarakter Kuat”. Dalam rangka mencapai misi tersebut, Kemdikbud telah menetapkan enam misi, yaitu: 1. Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan; 2. Memperluas keterjangkauan layanan pendidikan dan kebudayaan; 3. Meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan kebudayaan; 4. Mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan dan kebudayaan; 5. Menjamin kepastian / keterjaminan memperoleh layanan pendidikan; 6. Melestarikan dan memperkukuh Bahasa dan Kebudayaan Indonesia. 4.3 Struktur Organisasi Struktur organisasi Kemdikbud diatur dalam Pasal 436 Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2011. Unit kerja setingkat eselon I di lingkungan Kemdikbud terdiri dari 15 unit kerja yaitu: 1. Sekretariat Jenderal; 2. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal; 3. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar; 4. Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah; 5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; 6. Direktorat Jenderal Kebudayaan; 7. Inspektorat Jenderal; 8. Badan Penelitian dan Pengembangan; 9. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; 10. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan; 11. Staf Ahli Bidang Hukum; Universitas Indonesia 51 12. Staf Ahli Bidang Sosial dan Ekonomi Pendidikan; 13. Staf Ahli Bidang Kerja Sama Internasional; 14. Staf Ahli Bidang Organisasi dan Manajemen; dan 15. Staf Ahli Bidang Budaya dan Psikologi Pendidikan. 4.4 Pengelolaan Layanan Informasi Pengelolaan layanan informasi di Kemdikbud dikelola dan menjadi tanggung jawab Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat. Berdasarkan Peraturan Mendikbud Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemdikbud, Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat (PIH) adalah unsur pelaksana tugas Kementerian di bidang pengelolaan informasi dan publikasi pendidikan serta hubungan masyarakat. PIH dipimpin seorang kepala pusat yang bertanggungjawab kepada Mendikbud melalui Sekretaris Jenderal. Struktur organisasi PIH Kemdikbud digambarkan dalam Gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Struktur Organisasi PIH Kemdikbud (Sumber: diolah dari Permendikbud Nomor 1 Tahun 2012) Universitas Indonesia 52 Pengelolaan layanan informasi kepada masyarakat di PIH Kemdikbud menjadi tugas Kepala PIH dan dilimpahkan kepada Kepala Bidang Pencitraan Publik. Pengelolaan layanan informasi kepada masyarakat melalui contact center dikelola pada Subbidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat. Pengelolaan layanan informasi melalui media sosial dilaksanakan oleh Subbidang Pengelolaan Konten Media. Gambar 4.2 berikut ini menggambarkan jabatan-jabatan yang terlibat dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud. Gambar 4.2 Jabatan-Jabatan yang Terlibat dalam Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud Universitas Indonesia BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dan bagaimana strategi media sosial dirumuskan. Pembahasan dalam bab ini meliputi profil narasumber dan demografi responden, perencanaan aksi dan refleksi, analisis internal organisasi, analisis eksternal organisasi, analisis people, konten dan platform, penyusunan strategi media sosial, indikator keberhasilan, dan peta jalan (roadmap). 5.1. Profil Narasumber dan Demografi Responden Salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara dilakukan kepada tiga orang narasumber pada Bulan September, November, dan Desember 2014. Hasil wawancara tersebut diolah menjadi daftar SWOT. Profil ketiga narasumber tersebut yaitu: a. Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud Narasumber 1 telah menjabat jabatan tersebut selama tiga tahun terakhir sehingga cukup paham dengan kondisi internal organisasi. Selain itu narasumber ini telah bekerja di bidang layanan informasi selama lebih dari lima tahun. b. Narasumber 2, konsultan media sosial Narasumber 2 saat ini bekerja sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah bisnis nasional. Selama tiga tahun terakhir narasumber ini bekerja juga sebagai konsultan komunikasi di PIH Kemdikbud. Di bidang media sosial, narasumber tersebut berpengalaman mengelola akun Twitter yang memiliki lebih dari 50 ribu follower. c. Narasumber 3, konsultan media sosial Narasumber 3 saat ini bekerja sebagai pemimpin redaksi sebuah portal berita online yang merupakan kerjasama antara perusahaan telekomunikasi dari Indonesia dan perusahaan perangkat lunak dari Amerika Serikat. Selama tiga tahun terakhir narasumber sering diundang sebagai pembicara 53 Universitas Indonesia 54 dalam pengelolaan media sosial di instansi pemerintah. Di bidang media sosial, narasumber termasuk tokoh yang terkenal di Indonesia dan berpengalaman mengelola akun Twitter yang memiliki lebih dari 150 ribu follower. Selain wawancara, metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Survei dilakukan selama delapan hari dari tanggal 15 hingga 22 Desember 2014. Selama kurun waktu tersebut, responden yang berpartisipasi dalam survei ini sebanyak 150 orang follower atau fans akun media sosial Kemdikbud. Rangkuman demografi responden ditampilkan dalam Tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5.1 Rangkuman Demografi Responden Demografi Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Durasi menjadi follower/ fans akun Kemdikbud Atribut Laki-laki Perempuan 20 tahun 21 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun > 50 tahun Pelajar/mahasiswa Guru/dosen/pendidik PNS non guru Pegawai swasta Ibu rumah tangga 1 bulan Persentase (%) 48 52 10 29 33 20 8 22 23 26 22 7 15 2 – 6 bulan 7 – 12 bulan > 12 bulan 47 28 10 5.2 Perencanaan Aksi dan Refleksi Perencanaan aksi merupakan tahap pertama dalam siklus action research yang dipakai dalam penelitian ini. Refleksi merupakan tahap ketiga setelah tahap pelaksanaan aksi dilakukan. Pada iterasi pertama ditentukan bahwa analisis internal organisasi (Langkah 4), analisis ekternal organisasi (Langkah 5), dan analisis kualitas informasi (Langkah 6) sesuai tahapan penelitian (Gambar 3.1) dilakukan secara paralel. Untuk melaksanakan ketiga langkah tersebut penulis Universitas Indonesia 55 melakukan observasi pengelolaan media sosial Kemdikbud, analisis dokumen, wawancara dengan tiga orang narasumber, dan melakukan survei. Setelah menyelesaikan tiga langkah tersebut, penulis melakukan analisis audiens, konten, dan platform dan dilanjutkan dengan penyusunan strategi media sosial. Hasil refleksi terhadap draft strategi media sosial Kemdibud menghasilkan saransaran perbaikan untuk mempertajam analisis audiens, konten, dan platform. Refleksi dilakukan dengan cara diskusi membahas draft strategi media sosial bersama Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud dan petugas pengelola media sosial. Pada iterasi kedua dilaksanakan analisis audiens, konten, dan platform dan memperbaiki draft strategi terkait audiens, konten, dan platform. Pada tahap refleksi iterasi kedua disepakati bahwa strategi media sosial yang dihasilkan sudah dianggap sesuai dengan tujuan dan kondisi internal organisasi. Setelah disepakati sebuah strategi media sosial yang sesuai dirumuskan indikator keberhasilan dan peta jalan. 5.3 Analisis Internal Organisasi Analisis internal organisasi dilakukan untuk menghasilkan daftar kekuatan dan kelemahan pengelolaan media sosial di Kemdikbud. Daftar kekuatan dan kelemahan tersebut akan digunakan sebagai input penyusunan strategi media sosial. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan Narasumber 1 selaku Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud, dan Narasumber 2 dalam kapasitas sebagai konsultan media sosial. Hasil observasi selama lima hari yang dilakukan penulis dirangkum menjadi daftar kekuatan dan kelemahan yang dikelompokkan berdasarkan komponenkomponen 7S McKinsey seperti tampak pada Tabel 5.2. Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung pengelolaan media sosial Kemdikbud dan menganalisis dokumen-dokumen pendukung seperti hasil rapat, seminar, laporan pengelolaan media sosial, analisis beban kerja, dan sasaran kinerja pegawai (SKP). Selain itu percakapan di media sosial Kemdikbud dianalisis untuk mengetahui berapa persen pertanyaan masyarakat yang berhasil dijawab. Universitas Indonesia 56 Tabel 5.2 Pemetaan Hasil Observasi Kode Pernyataan S1 W1 W2 W3 W4 W5 Aktivitas pengumpulan dan analisis terhadap percakapan di media sosial Kemdikbud secara rutin dilakukan Belum memiliki mekanisme pengarsipan informasi yang terintegrasi Belum ada prosedur operasi standar (POS) dalam pengelolaan media sosial Petugas hanya mampu menjawab sebagian kecil pertanyaan masyarakat Jumlah pegawai pengelola media sosial masih kurang Menjawab pertanyaan hingga 100% belum menjadi indikator kinerja utama (IKU) pegawai Kekuatan / Kelemahan Kekuatan Kategori 7S McKinsey Sistem Referensi Kelemahan Sistem Lampiran 3 Nomor 2 Kelemahan Sistem Lampiran 4 Nomor 3 Kelemahan SDM Lampiran 4 Nomor 4 Kelemahan SDM Kelemahan SDM Lampiran 4 Nomor 5 Lampiran 4 Nomor 6 Lampiran 3 Nomor 1 Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut terlihat bahwa kelemahan lebih mendominasi dibandingkan kekuatan. Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat lima kelemahan dan satu kekuatan. Kelemahan-kelemahan dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud terutama terkait dengan sistem dan sumber daya manusia (SDM). Dari hasil wawancara dengan Narasumber 1, diidentifikasi sejumlah kekuatan yang ada dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud. Narasumber 1 menyatakan, “Pertumbuhan jumlah follower kita cukup baik, cukup signifikan, sekitar 8 % per bulan” (Lampiran 6, Nomor 3). Dari pernyataan tersebut disimpulkan bahwa jumlah follower akun media sosial Kemdikbud meningkat signifikan. Selain itu pernyataan Narasumber 1 terkait ketersediaan anggaran mengindikasikan kekuatan internal organisai, yaitu “… dukungan anggaran juga memadai untuk melaksanakan layanan informasi ini” (Lampiran 6, Nomor 4). Tabel 5.3 berikut ini merangkum pernyataan-pernyataan Narasumber 1 dan interpretasi dari tiap pernyataan tersebut. Universitas Indonesia 57 Tabel 5.3 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 1 Pernyataan “Saat ini kita baru memiliki akun di Twitter dan Facebook, padahal di sisi lain Kemdikbud ini punya sumber daya konten video yang cukup banyak” Interpretasi Kemdikbud memiliki sumber daya konten video yang cukup banyak (Lampiran 6, Nomor 5) “Kemudian dari segi sumber informasi, jelas kita punya akses ke sumber yang kredibel di bidang pendidikan dan kebudayaan” Pengelola media sosial Kemdikbud memiliki akses ke sumber informasi yang kredibel (Lampiran 6, Nomor 6) “Selain itu banyak pegawai di PIH ini yang aktif di media sosial, banyak yang punya follower banyak di Twitter, di Facebook juga sangat aktif” Banyak pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial (Lampiran 6, Nomor 7) “… dari sisi pegawai atau SDM, jumlahnya masih kurang, apalagi dengan pertumbuhan follower pertanyaan masyarakat juga meningkat” Jumlah pegawai pengelola media sosial masih kurang (Lampiran 7, Nomor 8) “Kompetensi pegawai saya anggap masih kurang…” Kompetensi pegawai pengelola media sosial masih kurang (Lampiran 7, Nomor 9) “Hal lain yang juga menjadi hambatan adalah koordinasi dengan unit kerja lain belum optimal” Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal (Lampiran 7, Nomor 10) Pernyataan Narasumber 1 tentang koordinasi di organisasinya yang belum optimal didukung oleh pernyataan Narasumber 2. Narasumber 2 menyatakan “… namun yang menjadi masalah utama adalah koordinasi” (Lampiran 8, Nomor 1). Jadi dapat disimpulkan dari pernyataan dua orang narasumber tersebut bahwa koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal. Narasumber 2 menyatakan sejumlah pernyataan yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan pengelolaan media sosial di Kemdikbud. Narasumber 2 menyoroti juga masalah Universitas Indonesia 58 budaya kerja di Kemdikbud yang belum sesuai tuntutan media sosial. Pernyataan tersebut yaitu “Kemudian masalah budaya, di Kemdikbud ini budaya kerjanya masih birokratis belum sejalan dengan tuntutan media sosial yang butuh keluwesan” (Lampiran 8, Nomor 2). Hasil interprestasi sejumlah pernyataan Narasumber 1 dan Narasumber 2 dirangkum menjadi daftar kekuatan dan kelemahan dalam Tabel 5.4 sebagi berikut: Tabel 5.4 Daftar Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan Hasil Wawancara Kode Pernyataan S2 S3 S4 S5 S6 W6 W7 W8 Jumlah follower akun media sosial Kemdikbud meningkat signifikan Anggaran yang tersedia cukup memadai Kemdikbud memiliki sumber daya konten video yang cukup banyak Pengelola media sosial Kemdikbud memiliki akses ke sumber informasi yang kredibel Banyak pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial Kompetensi pegawai pengelola media sosial masih kurang Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal Budaya kerja di Kemdikbud belum sesuai tuntutan media sosial Kekuatan / Kelemahan Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kategori 7S McKinsey Keunggulan kompetensi Sistem Kekuatan Keunggulan Kompetensi Sistem Kekuatan SDM Kelemahan SDM Kelemahan Sistem Kelemahan Budaya 5.4 Analisis Eksternal Organisasi Analisis eksternal organisasi dilakukan untuk menghasilkan daftar peluang dan ancaman terhadap pengelolaan layanan informasi melalui media sosial di Kemdikbud. Daftar peluang dan ancaman tersebut akan dikolaborasikan dengan kekuatan dan kelemahan untuk menyusun strategi media sosial. Analisis eksternal organisasi ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber 2 dan Narasumber 3. Universitas Indonesia 59 Narasumber 2 mengidentifikasi sebauh ancaman yang berkaitan dengan opini publik yang kontra dengan Kemdikbud. Narasumber 2 menyatakan “Banyak media yang cenderung kontra kebijakan Kemdikbud, dan juga banyak tokohtokoh yang terkenal di media sosial, LSM yang juga kontra dengan Kemdikbud. Mereka ini cukup sering muncul di media yang menyuarakan opini yang kontra pemerintah” (Lampiran 8, Nomor 3). Interpretasi terhadap pernyataan tersebut yaitu banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media. Beberapa pernyataan Narasumber 2 dan Narasumber 3 dan interpretasinya dirangkum dalam Tabel 5.5 berikut ini. Tabel 5.5 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 2 dan Narasumber 3 Pernyataan “Banyak portal berita online ada forum diskusinya, yang dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat” (Lampiran 9, Nomor 4) “terkait tool untuk menganalisis Twitter dan Facebook, ada banyak tool di Internet baik yang gratis ataupun berbayar yang dapat diintegrasikan dengan analisis yang selama ini sudah dilakukan” Interpretasi Forum diskusi di portal berita online dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat Banyak tersedia perangkat analisis media sosial di Internet (Lampiran 9, Nomor 5) “Terkait dengan tujuan agar jangkauan informasi dapat lebih banyak, bisa memanfaatkan pegawai di Kemdikbud yang aktif di media sosial” (Lampiran 9, Nomor 6) Pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan informasi “Atau bisa juga dengan menggandeng tokoh yang terkenal di media sosial sebagai buzzer” Tokoh yang terkenal di media sosial dapat dimanfaatkan sebagai buzzer (Lampiran 9, Nomor 7) “Ini bisa dimanfaatkan gimana konten video diintegrasikan agar menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada” Konten video dapat diintegrasikan agar menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada (Lampiran 9, Nomor 8) Universitas Indonesia 60 Tabel 5.5 Interpretasi Hasil Wawancara dengan Narasumber 2 dan Narasumber 3 (Lanjutan) Pernyataan “Kalau masyarakat nggak puas, akun ini akan ditinggalkan” (Lampiran 10, Nomor 1) “Jika ikatan itu tercipta, mudah untuk mengundang partisipasi pelanggan atau masyarakat untuk berbagai gerakan misalnya penyusunan kebijakan, donasi, dan lain-lain” Interpretasi Akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan jika masyarakat tidak puas Mudah menggerakkan partisipasi masyarakat jika tercipta ikatan antara masyarakat dengan media sosial Kemdikbud (Lampiran 10, Nomor 2) Hasil interpretasi beberapa pernyataan Narasumber 2 dan Narasumber 3 tersebut dirangkum ke dalam pernyataan peluang dan ancaman. Tabel 5.6 berikut ini menunjukkan daftar peluang dan ancaman tersebut. Tabel 5.6 Pemetaan Analisis Eksternal Organisasi Kode Pernyataan T1 T2 O1 O2 O3 O4 O5 O6 Banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media Akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan jika masyarakat tidak puas Forum diskusi di portal berita online dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat Banyak tersedia perangkat analisis media sosial di Internet Pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan informasi Tokoh-tokoh yang terkenal media sosial dapat dimanfaatkan sebagai buzzer Konten video dapat diintegrasikan agar menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada Mudah menggerakkan partisipasi masyarakat jika tercipta ikatan antara masyarakat dengan media sosial Kemdikbud Peluang / Ancaman Ancaman Ancaman Peluang Peluang Peluang Peluang Peluang Peluang Universitas Indonesia 61 5.5 Analisis People, Konten, dan Platform Berikut ini akan diuraikan analisis karakteristik audiens (people), konten, dan platform yang menjadi input penyusunan strategi media sosial. 5.5.1 Analisis People Pemangku kepentingan (stakeholder) yang diharapkan terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud terdiri dari pemangku kepentingan bidang pendidikan dan pemangku kepentingan bidang kebudayaan. Dalam dokumen Ringkasan Eksekutif Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kemdikbud 2013 disebutkan bahwa pemangku kepentingan bidang pendidikan dan kebudayaan terdiri dari pemangku kepentingan internal dan pemangku kepentingan eksternal. Daftar pemangku kepentingan Kemdikbud dirangkum dalam Tabel 5.7 berikut ini. Tabel 5.7 Pemangku Kepentingan Pendidikan dan Kebudayaan (Sumber: Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud, 2013) Pemangku Kepentingan Bidang Pendidikan Internal 1. Peserta didik pendidikan formal, nonformal, dan informal 2. Tenaga pendidik dan kependidikan 3. Pengelola satuan pendidikan Eksternal 4. Lembaga legislatif 5. Dinas pendidikan di daerah 6. Media massa 7. Lembaga Swadaya Masyarakat Pemangku Kepentingan Bidang Kebudayaan Internal 1. Kepala sekolah 2. Pengelola situs atau cagar budaya 3. Pengelola dan pelaku seni taman budaya 4. Komunitas budaya 5. Komunitas seni 6. Komunitas film 7. Keraton 8. Pengurus organisasi kepercayaan 9. Komunitas adat 10. Sanggar seni dan budaya 11. Pemuka adat 12. Masyarakat umum Eksternal 13. LSM Kebudayaan 14. Media massa kebudayaan 15. Dinas Bidang Kebudayaan di daerah 16. DPR/DPRD Universitas Indonesia 62 Analisis pemangku kepentingan yang terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud dilakukan dengan menganalisis arsip pertanyaan yang masuk ke akun media sosial Kemdikbud selama 3 bulan terakhir. Dari arsip percakapan tersebut dilakukan perkiraan tentang profil pengirim tersebut. Dalam proses analisis tersebut, penulis melakukan analisis terhadap 131 pertanyaan. Dari 131 pertanyaan tersebut sebanyak 121 pertanyaan dengan mudah ditentukan jenis stakeholder pengirimnya karena secara eksplisit tertulis dalam kalimat-kalimat yang digunakan. Hasil analisis tersebut selanjutnya didiskusikan dengan pengelola media sosial Kemdikbud untuk menghasilkan daftar yang disepakati bersamasama. Hasil analisis terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat tersebut dirangkum dalam Tabel 5.8 berikut ini. Tabel 5.8 Pemangku Kepentingan yang Aktif Mengirimkan Pertanyaan No Pemangku kepentingan 1 Tenaga pendidik dan kependidikan 2 Peserta didik 3 Pengelola satuan pendidikan 4 5 Dinas Pendidikan Masyarakat umum (orang tua siswa) Jumlah Tema pertanyaan Pertanyaan 49 Nasib guru honorer, Kurikulum 2013, Sertifikasi, Beasiswa 36 Kurikulum 2013, Beasiswa, SNMPTN 16 BOS, Kurikulum 2013, Akreditasi sekolah 11 Permintaan data 9 Kurikulum 2013, BOS Dari Tabel 5.8 di atas tampak bahwa pemangku kepentingan yang dominan terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud adalah pemangku kepentingan bidang pendidikan. Pemangku kepentingan bidang kebudayaan tidak aktif berkomunikasi dengan akun media sosial Kemdikbud. Hal ini juga disebabkan karena konten-konten kebudayaan di media sosial Kemdikbud masih kurang. Selain melakukan analisis terhadap jenis pemangku kepentingan, motivasi yang mendorong masyarakat terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud juga diukur sebagai masukan strategi media sosial. Masukan dari masyarakat tentang motivasi tersebut dijaring melalui survei kepada 150 follower atau fans media sosial Kemdikbud. Pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia 63 Pertanyaan : Apa motivasi Anda menjadi follower/fans media sosial Kemdikbud? (Jawaban dapat lebih dari 1) Jawaban : a. Memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan b. Memperoleh detail kontak Kemdikbud c. Bertanya seputar pendidikan dan kebudayaan d. Mengadukan keluhan tentang pendidikan dan kebudayaan e. Memberikan opini, saran tentang pendidikan dan kebudayaan d. Lainnya, sebutkan! ………………………………………………… Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dirangkum dalam Tabel 5.9 berikut ini. Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Motivasi Terhubung dengan Media Sosial Kemdikbud No Jawaban 1 2 3 4 Memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan Bertanya seputar pendidikan dan kebudayaan Mengadukan keluhan tentang pendidikan dan kebudayaan Memberikan opini, saran tentang pendidikan dan kebudayaan Jumlah Dipilih 135 51 19 13 Dari Tabel 5.9 tersebut tampak bahwa sebagian besar responden menganggap memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan adalah motivasi yang utama. Dari semua responden yang memberikan jawaban, tidak ada satu pun yang memilih jawaban b yaitu memperoleh detail kontak Kemdikbud, ataupun mengisi jawaban lain selain yang disediakan. 5.5.2 Analisis Konten Analisis konten yang ditampilkan pada akun media sosial Kemdikbud dilakukan dengan menganalisis arsip selama tiga bulan terakhir. Analisis hanya dilakukan pada satu media sosial saja karena informasi yang disajikan di Twitter dan Universitas Indonesia 64 Facebook relatif sama. Analisis dilakukan untuk media sosial Twitter karena lebih mudah dalam memperoleh arsip informasi yang pernah di-tweet. Selama tiga bulan dari Tanggal 1 Oktober hingga 22 Desember 2014 terdapat 733 informasi yang di-tweet oleh pengelola media sosial Kemdikbud. Hasil analisis terhadap konten di akun Twitter Kemdikbud selama tiga bulan terakhir dirangkum dalam Tabel 5.10. Dari Tabel 5.10 tersebut tampak bahwa kegiatan kementerian atau kegiatan pejabat Kemdikbud sangat mendominasi konten di akun Twitter Kemdikbud yaitu sebanyak 531 dari 733 informasi, atau sebesar 72 %. Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan sudah relatif banyak yaitu 123 atau 16,8 %. Informasi-informasi seperti layanan Kemdikbud dan statusnya, konten yang mengundang diskusi, dan lain-lain masih sangat kecil yaitu di bawah 4%. Tabel 5.10 Jenis Konten di Akun Twitter Kemdikbud No Kategori 1 2 3 4 5 Lain-lain: a. Kegiatan Kemdikbud (pejabat atau kementerian) b. Ucapan pada hari besar nasional dan keagamaan Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan tersebut Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat Jumlah Tweet 531 23 123 26 25 5 Contoh kunjungan menteri, pembukaan pelatihan, ucapan pada Hari Guru Nasional Profil guru berprestasi, Penjelasan seputar Kurikulum 2013 Bedah buku, pameran kerajinan siswa Prosedur penerimaan CPNS, Jadwal tes CPNS Diskusi tentang Situs Trowulan Selain ditinjau dari kategori di atas, konten yang disajikan di media sosial Kemdikbud dapat juga ditinjau dari bidang yang diurus Kemdikbud yaitu bidang pendidikan atau bidang kebudayaan. Konten-konten yang tidak termasuk dalam bidang pendidikan atau kebudayaan, dimasukkan ke kategori lain-lain. Tabel 5.11 Universitas Indonesia 65 berikut ini merangkum jumlah konten ditinjau dari bidang yang diurus Kemdikbud. Tabel 5.11 Jenis Konten Berdasarkan Bidang No Bidang 1 Bidang Pendidikan Jumlah Tweet 589 2 Bidang Kebudayaan 23 3 Lain-lain 121 Contoh Kurikulum 2013, kesejahteraan guru, beasiswa Pendaftaran warisan budaya, seminar kebudayaan Pendaftaran CPNS, peluncuran software perpustakaan, ucapan pada hari besar keagamaan Dari Tabel 5.11 tersebut tampak bahwa konten bidang pendidikan sangat mendominasi, sedangkan konten yang terkait bidang kebudayaan sangat kecil. Konten bidang pendidikan berjumlah 589 dari 733 informasi atau sekitar 80 %, sedangkan konten bidang kebudayaan hanya berjumlah 23 atau 3 %. Konten di luar bidang pendidikan dan kebudayaan berjumlah 121 atau 17 %. Konten yang disukai masyarakat dirangkum dari pendapat pakar media sosial dan survei ke masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber 3 diperoleh beberapa pernyataan tentang konten yang disukai masyarakat seperti dirangkum dalam Tabel 5.12 berikut ini. Tabel 5.12 Konten yang Disukai Masyarakat Menurut Narasumber 3 Kode C1 C2 Pernyataan “Konten yang menjadi rujukan, terpercaya, akurat yang bisa menjelaskan dengan jelas dan jernih tentang masalah yang menjadi kontroversi di masyarakat” (Lampiran 11, Nomor 3) Interpretasi Masyarakat menyukai konten yang dapat menjadi rujukan, terpercaya, dan akurat yang menjelaskan dengan jelas kontroversi di masyarakat “Konten yang menunjukkan transparansi terutama di sektor anggaran” (Lampiran 11, Nomor 4) Masyarakat mengapresiasi konten yang menunjukkan transparansi anggaran Universitas Indonesia 66 Tabel 5.12 Konten yang Disukai Masyarakat Menurut Narasumber 3 (Lanjutan) Kode C3 Pernyataan “Di media sosial itu masyarakat juga cenderung menyukai hal-hal yang ringan, itu sesuai sifat media sosial itu sendiri, konten yang ringan tapi inspiratif” Interpretasi Masyarakat menyukai konten ringan namun inspiratif (Lampiran 11, Nomor 5) C4 “Masyarakat cenderung tidak suka konten-konten yang bersifat ceremonial” Masyarakat kurang menyukai konten yang bersifat ceremonial (Lampiran 11, Nomor 6) Selain pendapat dari narasumber, masukan masyarakat juga dijadikan bahan pertimbangan yang penting. Masukan dari masyarakat tentang jenis konten yang mereka sukai dijaring melalui survei. Pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut: Pertanyaan : Dari beberapa jenis konten berikut ini, manakah yang Anda sukai? (Jawaban dapat lebih dari 1) Jawaban : a. Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan b. Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan tersebut c. Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat d. Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat, misalnya: penawaran beasiswa, lomba penulisan buku, dan lain-lain e. Lainnya, sebutkan! ………………………………………………… Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dirangkum dalam Tabel 5.13 berikut ini. Universitas Indonesia 67 Tabel 5.13 Jawaban Responden tentang Konten yang Disukai No Jawaban Jumlah Dipilih 144 1 Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan 2 Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan tersebut 112 3 Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat 79 4 Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat 9 Dari Tabel 5.13 di atas tergambar bahwa terdapat tiga jenis konten yang disukai sebagian besar responden yaitu: 1) Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan, 2) Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan tersebut, dan 3) Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat. Dari tabel tersebut tampak bahwa diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat hanya disukai oleh sedikit responden. 5.5.3 Analisis Platform Platform yang sesuai dengan kebutuhan Kemdikbud dirangkum dari pendapat pakar media sosial dan survei ke masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsultan media sosial diperoleh beberapa pernyataan tentang trend platform media sosial pada tahun-tahun mendatang. Pernyataan-pernyataan tersebut diinterpretasikan ke dalam pernyataan tentang platform media sosial. Tabel 5.14 berikut ini merangkum pernyataan Narasumber 3 tentang platform dan interpretasinya. Tabel 5.14 Trend Platform Media Sosial Menurut Narasumber 3 Kode Pernyataan Interpretasi P1 “Media sosial untuk berbagi konten video karena konten video tahun-tahun mendatang akan terus populer seiring dengan kecepatan Internet yang semakin cepat” (Lampiran 12, Nomor 7) Konten video akan terus populer seiring kecepatan Internet yang meningkat P2 “Media sosial untuk berbagi foto, Instagram Instagram, media sosial dapat dijadikan pilihan, saat ini populer di untuk berbagi foto saat Indonesia” (Lampiran 12, Nomor 8) ini populer di Indonesia Universitas Indonesia 68 Masukan dari masyarakat tentang jenis platform media sosial yang dapat dimanfaatkan oleh Kemdikbud dijaring melalui survei. Pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut: Pertanyaan : Saat ini Kemdikbud hanya memanfaatkan media sosial Facebook dan Twitter. Selain keduanya, media sosial apa yang perlu dimanfaatkan oleh Kemdikbud dalam rangka memperbaiki layanan informasi melalui media sosial? (Jawaban dapat lebih dari 1) Jawaban : a. Forum diskusi di portal berita yang ada di Indonesia b. Situs jejaring sosial yang lain seperti Path, Google + c. Media berbagi konten multimedia, seperti konten video, gambar, file presentasi, dan lain-lain d. Media sosial lainnya, sebutkan ………………………………………… Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dirangkum dalam Tabel 5.15 berikut ini. Tabel 5.15 Jawaban Responden tentang Platform Media Sosial No Jawaban Jumlah Dipilih 131 1 Media berbagi konten multimedia, seperti konten video, gambar, file presentasi, dan lain-lain 2 Situs jejaring sosial yang lain seperti Path, Google + 25 3 Forum diskusi di portal berita yang ada di Indonesia 19 Dari Tabel 5.15 di atas tergambar bahwa sebagian besar responden menyarankan agar Kemdikbud memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten. Jawaban sebagian besar responden ini sejalan dengan pendapat pakar media sosial pada Tabel 5.14 yaitu media sosial untuk berbagi konten video dan foto akan semakin populer. Universitas Indonesia 69 5.6 Analisis Kualitas Informasi Analisis kualitas informasi akan menghasilkan informasi dimensi-dimensi kualitas informasi yang penting dalam kepuasan masyarakat serta daftar kelemahan dan kekuatan ditinjau dari kualitas informasi. Data yang diolah untuk analisis kualitas informasi adalah data hasil survei kepada 150 orang responden. Informasi yang akan dirumuskan adalah urutan dimensi-dimensi kualitas informasi yang penting bagi kepuasan masyarakat. Teknik yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah teknik berdasarkan entropy yang dikemukakan oleh Hsu dan Hsu (2008). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: a. Menyusun data jawaban responden untuk kolom harapan ke dalam bentuk matriks dan menentukan nilai terbesar; b. Menormalisasi matriks pertama dengan cara mengurangi tiap nilai dengan nilai terbesar untuk menghasilkan matriks kedua, dan menghitung jumlah total semua kriteria; c. Membagi tiap nilai dari matriks kedua dengan jumlah total semua kriteria; d. Menghitung nilai entropy berdasarkan Rumus 2,3, nilai sebaran berdasarkan Rumus 2,4, dan bobot tiap kriteria dengan Rumus 2,5; e. Mengurutkan dimensi-dimensi kualitas informasi berdasarkan bobot dari nilai yang paling besar. f. Menginterpretasikan ranking dimensi kualitas informasi tersebut untuk keperluan penyusunan strategi media sosial. Hasil pengurutan dimensi-dimensi kualitas informasi tersebut dirangkum dalam Tabel 5.16 berikut ini. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5.16 tersebut, dimensi kualitas informasi dalam kelompok kualitas intrinsik dianggap penting bagi kepuasan responden. Akurasi, keterpercayaan, dan reputasi merupakan dimensi-dimensi pada kelompok intrinsik yang berada pada ranking 1 hingga 3, sedangkan objektivitas berada pada ranking ke-6. Kelompok kualitas kontekstual juga dinilai cukup penting terutama kekinian dan kelengkapan. Universitas Indonesia 70 Tabel 5.16 Ranking Dimensi Kualitas Informasi yang Penting Bagi Masyarakat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Dimensi Kualitas Informasi Akurasi Keterpercayaan Reputasi Kekinian Kelengkapan Objektivitas Aksesibilitas Informatif Nilai tambah Kemudahan dipahami Kemudahan dimengerti Keamanan Kesopanan Relevansi Singkat namun jelas Konsistensi Jumlah informasi sesuai Kebaruan Kemudahan diolah Kategori kualitas Bobot Intrinsik Intrinsik Intrinsik Kontekstual Kontekstual Intrinsik Aksesibilitas Kontekstual Kontekstual Representasional Representasional Aksesibilitas Representasional Kontekstual Representasional Representasional Kontekstual Kontekstual Representasional 0,06588331 0,06575331 0,06573676 0,06467676 0,06400123 0,06323232 0,06291255 0,06259575 0,06213152 0,06078987 0,05832157 0,05736736 0,05759900 0,05500121 0,05323523 0,05201988 0,05213513 0,05190755 0,05087988 Selain bobot pentingnya sebuah dimensi kualitas informasi, kesenjangan (gap) antara harapan dengan persepsi responden terhadap kualitas informasi juga dihitung. Nilai kesenjangan diperoleh dengan mengurangi harapan dengan persepsi. Nilai kesenjangan tersebut dihitung reratanya dan kemudian diurutkan dari nilai kesenjangan yang terbesar. Tabel 5.17 berikut ini menyajikan urutan rerata kesenjangan dari dimensi-dimensi kualitas informasi. Berdasarkan data pada Tabel 5.17 di atas, objektivitas memiliki nilai rerata kesenjangan yang paling tinggi yaitu 1,20. Hal tersebut berarti okjektifitas informasi di media sosial Kemdibud yang dianggap cukup penting bagi masyarakat berdasarkan Tabel 5.16, belum memenuhi harapan mereka. Semua dimensi pada kelompok aksesibilitas memiliki rerata kesenjangan yang cukup tinggi, yaitu aksesibilitas dengan nilai 1,14 dan keamanan dengan nilai 0,98. Semua dimensi kualitas informasi memiliki kesenjangan di atas nol, namum terdapat tiga dimensi yang nilainya di bawah 0,1 yaitu reputasi, informatif, dan kekinian. Universitas Indonesia 71 Tabel 5.17 Ranking Dimensi Kualitas Informasi Berdasarkan Rerata Kesenjangan No Dimensi Kualitas Informasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Objektivitas Aksesibilitas Keamanan Nilai tambah Kelengkapan Kemudahan dipahami Jumlah informasi sesuai Relevansi Akurasi Kebaruan Kemudahan dimengerti Konsistensi Kesopanan Kemudahan diolah Singkat namun jelas Keterpercayaan Kekinian Informatif Reputasi Kategori kualitas Rerata Harapan Rerata Persepsi Rerata Kesenjangan Intrinsik Aksesibilitas Aksesibilitas Kontekstual Kontekstual Representasional 4,21 4,17 3,57 4,05 4,22 4,03 2,01 3,03 2,59 3,09 3,29 3,13 1,20 1,14 0,98 0,96 0,93 0,90 Kontekstual 2,95 2,17 0,78 Kontekstual Intrinsik Kontekstual Representasional 3,25 4,36 2,77 4,03 2,56 3,72 2,18 3,45 0,69 0,64 0,59 0,58 Representasional Representasional Representasional Representasional Intrinsik Kontekstual Kontekstual Intrinsik 2,75 3,51 3,25 3,22 4,31 4,25 4,07 4,31 2,35 3,22 3,00 3,01 4,01 4,22 4,05 4,29 0,40 0,29 0,25 0,21 0,20 0,03 0,02 0,02 Interpretasi berdasarkan data yang disajikan di Tabel 5.16 dan Tabel 5.17 adalah sebagai berikut: • Responden menganggap kualitas informasi di media sosial Kemdikbud ditinjau dari segi objektivitas dan aksesibilitas jauh dari harapan mereka (nilai kesenjangan lebih dari 1,0). Kedua dimensi tersebut dipandang sebagai kelemahan informasi yang disajikan di media sosial Kemdikbud. • Responden menganggap kualitas informasi di media sosial Kemdikbud ditinjau dari segi reputasi, informatif, dan kekinian sudah mendekati harapan mereka (nilai kesenjangan kurang dari 0,1). Ketiga dimensi tersebut berpotensi menjadi kekuatan ditinjau informasi di media sosial Kemdikbud. • 14 dimensi kualitas informasi yang lain masih belum memenuhi harapan masyarakat. Namun dari 14 dimensi tersebut, terdapat 5 dimensi yang penting dan belum memenuhi harapan masyarakat yaitu: akurasi, Universitas Indonesia 72 kelengkapan, kemudahan dipahami, kemudahan dimengerti, dan nilai tambah. 5.7 Strategi Media Sosial Berikut ini diuarikan strategi media sosial yang telah dirumuskan dan dianggap sesuai dengan kebutuhan Kemdikbud. Strategi media sosial yang dihasilkan dikelompokkan menjadi strategi pengelolaan media sosial, strategi people, strategi konten, dan strategi platform. 5.7.1 Strategi Pengelolaan Media Sosial Strategi media sosial dalam penelitian ini dirumuskan melalui sebuah focus group discussion (FGD) dengan pimpinan PIH Kemdikbud dan pengelola media sosial Kemdikbud. Penyusunan strategi media sosial dimulai dengan pemaparan daftar SWOT, hasil analisis analisis people, konten, dan platform, serta hasil survei oleh penulis. Diskusi dilanjutkan dengan menentukan prioritas antara melawan ancaman atau memanfaatkan peluang. Dari setiap peluang dan ancaman yang akan ditangani dimasukkan ke tabel SWOT bersama daftar kekuatan dan kelemahan untuk dirumuskan menjadi strategi yang tepat. Langkah awal yang dilakukan dalam penyusunan strategi pengelolaan media sosial adalah menentukan prioritas antara melawan ancaman atau memanfaatkan peluang. Prioritas ditentukan dengan mempertimbangkan dampak dari peluang atau ancaman tersebut terhadap pengelolaan media sosial Kemdikbud. Selanjutnya setiap ancaman dan peluang diurutkan berdasarkan dampak yang paling besar. Hasil pengurutan peluang dan ancaman dirangkum dalam Tabel 5.18. Tabel 5.18 Urutan Prioritas Tindakan yang Akan Diambil Prioritas 1 Tindakan Melawan ancaman Urutan peluang / ancaman T2. Akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan jika masyarakat tidak puas T1. Banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media Universitas Indonesia 73 Tabel 5.18 Urutan Prioritas Tindakan yang Akan Diambil (Lanjutan) Prioritas 2 Tindakan Memaksimalkan peluang Urutan peluang / ancaman O3. Pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan informasi O5. Konten video dapat diintegrasikan agar menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada O2. Banyak tersedia perangkat analisis media sosial di Internet O1. Forum diskusi di portal berita online dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat O4. Tokoh-tokoh yang terkenal media sosial dapat dimanfaatkan sebagai buzzer O6. Mudah menggerakkan partisipasi masyarakat jika tercipta ikatan antara masyarakat dengan media sosial Kemdikbud Untuk melawan ancaman akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan jika masyarakat tidak puas [T2], Kemdikbud lebih memilih strategi WT (WeaknessesThreats Strategies) yaitu membangun kekuatan dalam rangka strategi bertahan. Kelemahan yang dianggap paling penting untuk diperbaiki adalah: petugas hanya mampu menjawab sebagian kecil pertanyaan masyarakat [W3]. Dari hasil diskusi ditemukan kesepakatan memandang bahwa W3 merupakan akibat dari beberapa kelemahan berikut: • W4. Jumlah pegawai pengelola media sosial masih kurang • W6. Kompetensi pegawai pengelola media sosial masih kurang • W5. Menjawab pertanyaan hingga 100% belum menjadi indikator kinerja utama (IKU) pegawai • W7. Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal • W1. Belum memiliki mekanisme pengarsipan informasi yang terintegrasi • W2. Belum ada prosedur operasi standar (POS) dalam pengelolaan media sosial Universitas Indonesia 74 Untuk mengatasi kelemahan W3, maka yang dapat dilakukan adalah mengatasi kelemahan-kelemahan yang menjadi sebab W3. Tabel 5.19 berikut ini menunjukkan pemetaan kelemahan-kelemahan yang berkaitan dengan ancaman T2 dan strategi yang dirumuskan. Ancaman dimana banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media [T1] dilawan dengan strategi yang terkait dengan konten yang akan dibahas pada subbab 5.5.3. Tabel 5.19 Strategi untuk Melawan Ancaman Kelemahan-kelemahan: W3. Petugas hanya mampu menjawab sebagian kecil pertanyaan masyarakat W4. Jumlah pegawai pengelola media sosial masih kurang W6. Kompetensi pegawai pengelola media sosial masih kurang W5. Menjawab pertanyaan hingga 100% belum menjadi indikator kinerja utama (IKU) pegawai W7. Koordinasi antar unit kerja di Kemdikbud belum optimal W1. Belum memiliki mekanisme pengarsipan informasi yang terintegrasi W2. Belum ada prosedur operasi standar (POS) dalam pengelolaan media sosial Ancaman: Strategi yang dirumuskan: T2. Akun media sosial Kemdikbud akan ditinggalkan jika masyarakat tidak puas ST1. Meningkatkan kompetensi dan menambah jumlah pegawai pengelola media sosial ST2. Membangun forum pengelola informasi di lingkungan Kemdikbud ST3. Membangun sistem pengelolaan informasi berbasis teknologi informasi ST4. Memperbaiki dan menyusun dokumendokumen pendukung pengelolaan media sosial Universitas Indonesia 75 Dalam memaksimalkan peluang yang ada, hasil diskusi memilih menerapkan strategi SO (Strengths-Opportunities Strategies) yaitu memanfaatkan kekuatan untuk memaksimalkan peluang yang ada. Strategi-strategi yang dirumuskan dalam rangka memaksimalkan peluang dirangkum dalam Tabel 5.20 berikut ini. Tabel 5.20 Strategi untuk Memaksimalkan Peluang Kekuatan-kekuatan: S1. Aktivitas pengumpulan dan analisis terhadap percakapan di media sosial Kemdikbud secara rutin dilakukan S6. Banyak pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial Peluang-peluang: O1. Forum diskusi di portal berita online dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat O2. Banyak tersedia perangkat analisis media sosial di Internet O3. Pegawai Kemdikbud yang aktif di media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan informasi Strategi yang dirumuskan: O1 dan O2 dimaksimalkan dengan S1 menghasilkan ST5 ST5. Mengintegrasikan berbagai perangkat analisis menjadi sistem analisis yang komprehensif O3 dimaksimalkan dengan S6 menghasilkan ST6 ST6. Memanfaatkan pegawai yang aktif di media sosial untuk memperluas jangkauan informasi Strategi-strategi pengelolaan media sosial yang telah dirumuskan dirangkum dalam Tabel 5.21 berikut ini. Tabel 5.21 Daftar Strategi Pengelolaan Media Sosial yang Dirumuskan Kode ST1 ST2 ST3 Strategi Meningkatkan kompetensi dan menambah jumlah pegawai pengelola media sosial Membangun forum pengelola informasi di lingkungan Kemdikbud Membangun sistem pengelolaan informasi berbasis teknologi informasi Kategori SDM Sistem Sistem Universitas Indonesia 76 Tabel 5.21 Daftar Strategi Pengelolaan Media Sosial yang Dirumuskan (Lanjutan) Kode ST4 ST5 ST6 Strategi Memperbaiki dan menyusun dokumendokumen pendukung pengelolaan media sosial Mengintegrasikan berbagai perangkat analisis menjadi sistem analisis yang komprehensif Memanfaatkan pegawai yang aktif di media sosial untuk memperluas jangkauan informasi Kategori Sistem Sistem SDM 5.7.2 Strategi People Berdasarkan analisis people pada subbab 5.3.1, disimpulkan bahwa pemangku kepentingan yang dominan terhubung dengan akun media sosial Kemdikbud adalah pemangku kepentingan bidang pendidikan. Pemangku kepentingan bidang kebudayaan yang menjadi follower / fans akun media sosial Kemdikbud masih sangat kecil. Terkait hal tersebut, tujuan yang terkait people adalah meningkatkan jumlah pemangku kepentingan bidang kebudayaan yang menjadi follower / fans akun media sosial Kemdikbud. Strategi people dirumuskan dengan mempertimbangkan peluang tokoh-tokoh yang terkenal media sosial dapat dimanfaatkan sebagai buzzer [O4], dengan dukungan anggaran yang memadai [S3]. Strategi yang dirumuskan adalah: memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal media sosial sebagai buzzer untuk meningkatkan follower/fans dari pemangku kepentingan kebudayaan [STPE1]. Tabel 5.22 berikut ini merangkum strategi people yang telah dirumuskan. Tabel 5.22 Daftar Strategi People Kode STPE1 Strategi memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal di media sosial sebagai buzzer untuk meningkatkan follower/fans dari pemangku kepentingan kebudayaan Universitas Indonesia 77 5.7.3 Strategi Konten Strategi konten dirumuskan berdasarkan analisis konten dan analisis kualitas informasi. Strategi yang dirumuskan mempertimbangkan ancaman banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media [T1]. Hasil diskusi yang dilakukan, ancaman tersebut dilawan dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki. Perumusan strategi tersebut ditunjukkan dalam Tabel 5.23 berikut ini. Tabel 5.23 Strategi Konten untuk Melawan Ancamam Kekuatan-kekuatan: S4. Pengelola media sosial Kemdikbud memiliki akses ke sumber informasi yang kredibel Ancaman: T1. Banyak pihak yang menyuarakan opini yang kontra kebijakan Kemdikbud di berbagai media Strategi yang dirumuskan: STCO1. Menyajikan banyak informasi yang meluruskan dari sumber-sumber yang kredibel Terkait dengan hasil analisis konten yang menyatakan konten bidang kebubayaan sangat sedikit, dirumuskan sebuah strategi yaitu: meningkatkan konten kebudayaan hingga mencapai jumlah yang proporsional [STCO2]. Terkait dengan jenis-jenis konten yang disukai masyarakat, dirumuskan sebuah strategi yaitu: memprioritaskan konten-konten yang mendidik dan menginspirasi masyarakat [STCO3]. Dari hasil analisis kualitas informasi, dimensi-dimensi yang penting bagi masyarakat dan belum memenuhi harapan meliputi: objektivitas, aksesibilitas, akurasi, kelengkapan, kemudahan dipahami, kemudahan dimengerti, dan nilai tambah. Strategi yang dirumuskan diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas aksesibilitas, kelengkapan, dan akurasi. Strategi yang dirumuskan yaitu: menjadikan laman (website) Kemdikbud sebagai pangkalan informasi yang lengkap, terpercaya, dan mudah diakses, serta terintegrasi dengan media sosial Universitas Indonesia 78 [STCO4]. Rangkuman dari strategi-strategi konten yang telah dirumuskan tersaji pada Tabel 5.24 berikut ini. Tabel 5.24 Daftar Strategi Konten Kode Strategi STCO1 Menyajikan banyak informasi yang meluruskan dari sumber-sumber yang kredibel Meningkatkan konten kebudayaan hingga mencapai jumlah yang proporsional Memprioritaskan konten-konten yang mendidik dan menginspirasi masyarakat Menjadikan laman (website) Kemdikbud sebagai pangkalan informasi yang lengkap, terpercaya, dan mudah diakses, serta terintegrasi dengan media sosial STCO2 STCO3 STCO4 5.7.4 Strategi Platform Strategi platform media sosial dirumuskan dengan mempertimbangkan peluang terkait platform yang telah diidentifikasi. Selain itu masukan masyarakat dari hasil survei, dan pendapat pakar media sosial tentang platform apa yang tepat digunakan turut dipertimbangkan dalam penyusunan strategi. Peluang yang terkait dengan platform media sosial adalah konten video dapat diintegrasikan agar menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada [O5]. Peluang ini dapat dimaksimalkan dengan kekuatan yang dimiliki Kemdikbud yaitu memiliki sumber daya konten video yang cukup banyak [S4]. Hasil analisis platform yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa pakar media sosial merekomendasikan pemanfaatan media sosial untuk berbagi konten video. Berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden menyarankan Kemdikbud memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten seperti video, gambar, berkas presentasi, dan lain-lain. Dengan mempertimbangkan peluang, kekuatan, saran-saran di atas dirumuskan sebuah strategi terkait platform media sosial yaitu: memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten video dalam rangka menunjang layanan informasi melalui Twitter dan Facebook [STPL1]. Media sosial yang dipilih untuk berbagi konten Universitas Indonesia 79 video adalah YouTube dengan pertimbangan popularitasnya tinggi di Indonesia. Twitter dan Facebook tetap menjadi media sosial utama dalam layanan informasi, sedangkan YouTube dimanfaatkan untuk melengkapi informasi agar semakin kaya dan informatif. Tabel 5.25 berikut ini merangkum strategi platform yang telah dirumuskan. Tabel 5.25 Daftar Strategi Platform Kode Strategi STPL1 Memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten video dalam rangka menunjang layanan informasi melalui Twitter dan Facebook 5.7 Indikator Kinerja Indikator kinerja (performance indicators) digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan strategi dalam kurun waktu tertentu. Penyusunan indikator kinerja dilaksanakan pada langkah refleksi melalui diskusi dengan koordinator dan petugas pengelola media sosial Kemdikbud. Indikator kinerja yang telah dirumuskan disajikan dalam Tabel 5.26 berikut ini. Tabel 5.26 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Strategi No Indikator 1 Jumlah follower Twitter dan fans Facebook Kemdikbud tumbuh minimal 8% per bulan 2 Jumlah keterlibatan (engagement) naik, untuk konten bidang pendidikan minimal 750, bidang kebudayaan minimal 500 Komentar di media sosial Kemdikbud yang bernada positif minimal 60% Pertanyaan masyarakat terjawab minimal 95% 3 4 Cara Pengukuran Membandingkan jumlah follower / fans antar bulan atau menganalisis laporan dari Twitter dan Facebook Mengukur tingkat keterlibatan dengan mengumpulkan data metrik Twitter dan Facebook Membandingkan jumlah komentar positif dan negatif di media sosial Membandingkan jumlah pertanyaan yang terjawab dengan total pertanyaan yang diterima Universitas Indonesia 80 Tabel 5.26 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Strategi (Lanjutan) No Indikator 5 Petugas mampu menjawab pertanyaan maksimal 6 jam 6 Konten video di YouTube disaksikan minimal oleh 20.000 pemirsa Kunjungan ke laman (website) Kemdikbud meningkat 8% per bulan Kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi melalui media sosial Kemdikbud minimal 7.0 pada skala 0 – 10 7 8 Cara Pengukuran Membandingkan waktu pertanyaan dikirim dan waktu jawaban diberikan Mengumpulkan data metrik YouTube Menganalisis laporan Google Analytics Melakukan survei kepuasan masyarakat 5.9 Peta Jalan Untuk penyusunan peta jalan (roadmap), strategi yang telah dirumuskan dipetakan menjadi sejumlah program. Penyusunan peta jalan dilaksanakan pada langkah refleksi melalui diskusi dengan koordinator dan petugas pengelola media sosial Kemdikbud. Program-program tersebut selanjutnya diurutkan berdasarkan tingkat kepentingannya. Waktu yang diperlukan melaksanakan program-program tersebut disepakati tiga tahun dari 2015 hingga 2017. Pemetaan strategi ke program, tampak pada Tabel 5.27 berikut ini. Tabel 5.27 Pemetaan Strategi ke Program Kode ST1 ST2 ST3 Strategi Meningkatkan kompetensi dan menambah jumlah pegawai pengelola media sosial Membangun forum pengelola informasi di lingkungan Kemdikbud Membangun sistem pengelolaan informasi berbasis teknologi informasi Program 1. Pelatihan untuk peningkatan kompetensi pegawai 1. Koordinasi pembentukan forum 2. Pembentukan forum pengelola informasi 1. Analisis kebutuhan 2. Perancangan dan desain sistem 3. Pengembangan sistem Universitas Indonesia 81 Tabel 5.27 Pemetaan Strategi ke Program (Lanjutan) Kode Strategi ST4 Memperbaiki dan menyusun dokumen-dokumen pendukung pengelolaan media sosial ST5 Mengintegrasikan berbagai perangkat analisis menjadi sistem analisis yang komprehensif ST6 Memanfaatkan pegawai yang aktif di media sosial untuk memperluas jangkauan informasi STPE1 memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal media sosial sebagai buzzer STCO4 Menjadikan laman (website) Kemdikbud sebagai pangkalan informasi yang lengkap, terpercaya, dan mudah diakses, serta terintegrasi dengan media sosial STPL1 Memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten video dalam rangka menunjang layanan informasi melalui Twitter dan Facebook Program 1. Perbaikan dokumen sasaran kinerja pegawai (SKP) 2. Penyusunan buku panduan dan prosedur operasi standar 1. Pengkajian berbagai perangkat analisis yang tersedia 2. Integrasi perangkat analisis 1. Koordinasi pegawai yang aktif di media sosial 1. Koordinasi dengan tokoh kebudayaan 1. Analisis kebutuhan pengembangan laman 2. Pengembangan laman 1. Koordinasi dengan TV Edukasi 2. Penyusunan konten video 3. Integrasi media sosial untuk berbagi konten video Strategi yang terkait konten yaitu STCO1, STCO2, dan STCO3 tidak direpresentasikan ke dalam program, namun dilaksanakan dalam kegiatan harian pengelolaan media sosial. Peta jalan disusun dengan mempertimbangkan prioritas, kemudahan melaksanakan program, dan masalah anggaran. Program-program yang dapat cepat dilaksanakan tanpa melibatkan penganggaran diletakkan pada triwulan pertama tahun 2015. Program-program yang berupa pengembangan perangkat lunak (software) tidak ditargetkan selesai pada tahun pertama, namun analisis kebutuhan sistem tersebut dikerjakan di tahun pertama. Peta jalan ditampilkan dalam Tabel 5.28 berikut ini. Universitas Indonesia 82 Tabel 5.28 Peta Jalan No Program 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 2015 2016 2017 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Perbaikan dokumen sasaran kinerja pegawai (SKP) Penyusunan buku panduan dan prosedur operasi standar Koordinasi pembentukan forum Pembentukan forum pengelola informasi Koordinasi dengan tokoh kebudayaan Koordinasi dengan TV Edukasi Penyusunan konten video Integrasi media sosial untuk berbagi konten video Koordinasi pegawai yang aktif di media sosial Pengkajian perangkat analisis media sosial Integrasi analisis media sosial Analisis kebutuhan SI pengelolaan informasi Perancangan dan desain SI pengelolaan informasi Pengembangan SI pengelolaan informasi Analisis kebutuhan laman (website) Pengembangan laman Kemdikbud dan integrasi dengan media sosial 5.10 Learning Point Setelah melakukan dan menganalisis siklus lengkap penyusunan strategi media sosial di Kemdikbud, penulis mengemukaan beberapa pendapat sebagai berikut: 1. Analisis SWOT sangat membantu dalam perumusan strategi pengelolaan media sosial, namun peranannya kurang maksimal ketika merumuskan strategi konten. Dalam perumusan strategi konten, masukan yang sangat bermanfaat adalah konten apa yang dibutuhkan dan disukai masyarakat serta kualitas seperti apa yang memuaskan masyarakat. Universitas Indonesia 83 2. Kerangka kerja strategi media sosial Third Wave cukup sesuai digunakan dalam perumusan strategi media sosial di instansi pemerintah. Strategi yang dibagi menjadi strategi people, konten, dan platform akan memudahkan pembagian kerja dalam tim pengelola media sosial ketika strategi tersebut dilaksanakan. 3. Metodologi action research sesuai diterapkan dalam perumusan strategi media sosial di instansi pemerintah. Keterlibatan pengelola media sosial mempermudah penentuan prioritas tindakan yang akan diambil dan strategi yang paling mungkin dilaksanakan. Universitas Indonesia BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini diuraikan kesimpulan dan saran penelitian ini. Bagian kesimpulan menjawab pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan pada bagian sebelumnya. Pada bagian saran dijelaskan saran-saran untuk penelitian selanjutnya dan saransaran bagi organisasi tempat penelitian dilaksanakan. 6.1 Kesimpulan Hasil dari seluruh siklus penelitian dan pembahasan penelitian ini didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Strategi yang dipilih dalam menghadapi ancaman yaitu strategi weaknessesthreats (WT) atau membangun kekuatan untuk melawan ancaman, sedangkan dalam meraih peluang dipilih strategi strengths-opportunities (SO). Strategi pengelolaan media sosial yang dirumuskan terdiri dari enam strategi yaitu: (a) meningkatkan kompetensi dan menambah jumlah pegawai pengelola media sosial, (b) membangun forum pengelola informasi di lingkungan Kemdikbud, (c) membangun sistem pengelolaan informasi berbasis teknologi informasi, (d) memperbaiki dan menyusun dokumen-dokumen pendukung pengelolaan media sosial, (e) mengintegrasikan berbagai perangkat analisis menjadi sistem analisis yang komprehensif, dan (f) memanfaatkan pegawai yang aktif di media sosial untuk memperluas jangkauan informasi. 2. Terkait dengan people atau audiens, tujuan yang ditetapkan adalah meningkatkan jumlah follower / fans media sosial dari pemangku kepentingan bidang kebudayaan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dirumuskan sebuah strategi terkait people yaitu memanfaatkan tokoh kebudayaan yang terkenal di media sosial sebagai buzzer untuk meningkatkan follower/fans dari pemangku kepentingan kebudayaan. 3. Terkait dengan konten di media sosial, dengan mempertimbangkan analisis konten, jenis konten yang disukai masyarakat, dan analisis kualitas informasi, dirumuskan empat buah strategi. Keempat strategi tersebut yaitu: (a) 84 Universitas Indonesia 85 menyajikan banyak informasi yang meluruskan dari sumber-sumber yang kredibel, (b) meningkatkan konten kebudayaan, (c) memprioritaskan kontenkonten yang mendidik dan menginspirasi masyarakat, dan (d) menjadikan laman (website) Kemdikbud sebagai pangkalan informasi yang lengkap, terpercaya, dan mudah diakses, serta terintegrasi dengan media sosial. 4. Terkait dengan platform yang akan digunakan, dengan mempertimbangkan peluang dan trend media sosial ke depan dan kekuatan yang dimiliki, dirumuskan sebuah strategi yaitu memanfaatkan media sosial untuk berbagi konten video dalam rangka menunjang layanan informasi yang sudah ada. 5. Agar pelaksanaan strategi mudah dimonitor keberhasilannya dirumuskan delapan buah indikator kinerja. Indikator-indikator tersebut ditinjau dari peningkatan jumlah keterlibatan (engagement) masyarakat, jumlah follower / fans, jumlah kunjungan ke laman (website) Kemdikbud, dan tingkat kepuasan masyarakat. 6.2 Saran-Saran Berdasarkan proses penelitian yang sudah dilaksanakan, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk penelitian selanjutnya a. Cakupan penelitian ini dapat diperluas untuk penyusunan strategi layanan informasi yang mengintegrasikan seluruh saluran seperti telepon, surat elektronik, media sosial, dan lain-lain untuk meningkatkan kepuasan masyarakat. b. Perlu dilakukan penelitian tentang peranan aspek kualitas layanan terhadap kepuasan masyarakat terkait layanan informasi di media sosial instansi pemerintah. 2. Untuk Kemdikbud a. Strategi media sosial yang dilaksanakan harus senantiasa dievaluasi karena perubahan trend media sosial dapat berubah secara drastis dalam waktu yang singkat. b. Indikator keberhasilan pelaksanaan strategi media sosial sebaiknya dievaluasi secara berkala terutama ketika ada perubahan sumber daya Universitas Indonesia 86 internal atau munculnya ancaman atau peluang baru. c. Agar pelaksanaan strategi berjalan lancar diperlukan dukungan dari Bagian Tata Usaha PIH Kemdikbud untuk mendukung ketersediaan anggaran, peningkatan kompetensi pegawai, dan dukungan sarana prasarana. Universitas Indonesia 87 DAFTAR REFERENSI Agarwal, N. & Yiliyasi, Y. (2010). Information Quality Chalenges in Social Media. Department of Information Science The University of Arkansas at Little Rock. Research Paper. Alexander, J.E. & Tate, M.A. (1999). Web Wisdom: How to Evaluate and Create Information Quality on the Web. Mahwah, NJ: Erlbaum. Alshaher, A.A. (2013). The McKinsey 7S Model framework For E-Learning System Readiness Assessment. International Journal of Advances in Engineering & Technology, 6(5), pp. 1948-1966. Applegate, L., Austin, R.D., & Soule, D.L. (2009). Corporate Information Strategy and Management (8 th ed). New York: McGraw-Hill. Avison, D., Baskerville, R., & Myers, M. (2001). Controlling Action Research Projects. Information Technology and People, 14(1), pp.28-45. Banday, M.T. & Matoo, M.M. (2013). Social Media in e-Governance: A Study with Special Reference to India. Journal of Social Networking, pp. 47-56. 1 Oct 2014, http://dx.doi.org/10.4236/sn.2013.22006 Bertot, J.C., Jeager, P.T., & Hansen, D. (2012). The Impact of Polices on Government Social Media Usage: Issues, Challenges,and Recommendations. Government Information Quarterly, 29 (1), pp. 30-40. Boyd, D.M., & Ellison, N.B. (2007). Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication, 13 (1), pp. 210-230. Burns, D. (2007). Systemic Action Research: A Strategy for Whole System Change. United Kingdom: The Policy Press. Universitas Indonesia 88 Chai, K., Potdar, V., & Dillon, T. (2009). Content Quality Assessment Related Frameworks for Social Media. In Gervasi et al. (Eds.): ICCSA 2009, Part II, pp. 800–814. Chaffey, D. (2011). E-Business & E-Commerce Management: Strategy, Implementation and Practice (5th Ed.). Essex: Prentice Hall. Chatfield, A. & AlAnazi, J. (2013). Service Quality, Citizen Satisfaction, and Loyalty with Self-Service Delivery Options to Transforming E-government Services. Proccedings of The 24th Australasian Conference on Information Systems Melbourne Australia. Chatzopoulou, G. Sheng, C. & Faloutsos, M. (2012). A First Step Towards Understanding Popularity in YouTube. Department of Computer Science & Engineering University of California, Paper. Christensen, C.M., & Donovan, T. (2000). The Process of Strategy Development and Implementation. Harvard Business School Working Paper, No. 00-075. Criado, J.I. & Rojas-Martin, F. (2013). Social Media and Public Administration in Spain: A Comparative Analysis of The Regionel Level of Government. In J.R Gil-Garcia (Ed.) E-Government Success Around The World: Cases, Empirical Studies, and Practical Recommendations. pp. 276-298. Dash, M., & Liu, H. (1997). Feature Selection Methods for Classifications. An International Journal of Intelligent Data Analysis, 1 (3). Dawson, R. (2013) Social Media Strategy Framework. 10 Sept. 2014. http://www.rossdawsonblog.com/SocialMediaStrategyFrameworkv2.pdf Dedeke, A. (2000). A Conceptual Framework for Developing Quality Measures for Information Systems. Proceedings of the 2000 Conference on Information Quality, pp. 126-128. Universitas Indonesia 89 DeLone, W.H. & McLean, E.R. (2003). The DeLone and McLean Model of Information Systems Success: A Ten-Year Update. Journal of Management Information Systems, 19 (4), pp. 9 – 30. DiMaio, A. (2009). Government 2.0: A Gartner Definition. 1 Oct. 2014., http://blogs.gartner.com/andrea_dimaio/2009/11/13/government-2-0-a-gartnerdefinition/ Eggers, W.D. (2007). Government 2.0: Using Technology to Improve Education, Cut Red Tape, Reduce Gridlock, and Enhance Democracy. Rowman & Littlefield. Emamjome, F., Rabaa’i, A., Gable, G., & Bandara, W. (2013). Information Quality in Social Media: A Conceptual Model. PACIS 2013 Proceedings. Paper 72. http://aisel.aisnet.org/pacis2013/72 Eppler, M.J. (2001). A Generic Framework for Information Quality in Knowledge-intensive Processes. Proceedings of the Sixth International Conference on Information Quality. Hadiansyah, H. (2014). Strategi Media Sosial Untuk Diplomasi Publik: Studi Kasus Kementerian Luar Negeri. Universitas Indonesia. Karya Akhir Magister Manajemen Teknologi Informasi. Hsu, P.F., & Hsu, M.G. (2008). Optimizing the Information Outsourcing Practices of Primary Care Medical Organizations Using Entropy and TOPSIS. Quality and Quantity, 42 (2) , pp. 181–201. Jhonson, T., Scholes, K., & Whittington, R. (2008). Exploring Corporate Strategy (8 th ed.). Prentice Hall. Kahn, B.K., Strong, D.M., & Wang, R.Y. (2002). Information Quality Benchmarks: Product and Service Performance. Communications of Th ACM, 45 (4ve), pp. 184–192. Universitas Indonesia 90 Kaplan, A. M. & Haenlein, M. (2010). Users of the World Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons, 53 (1), pp. 59-68. Kargar, M.J., Azimzadeh, M., & Ramli, A.R. (2008). An Experimental Framework for Ranking Qualty of Information on Weblog. Proccedings of The International Conference on Information Quality (ICIQ-08), MIT,US, pp. 2943. Katerattanakul, P. & Siau, K., (1999). Measuring information quality of web sites: Development of an instrument. Proceedings of The 20th International Conference on Information Systems, Charlotte, North Carolina, United States, pp. 279–285. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Layanan Informasi di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemmis, S. & McTaggart, R. (2005). Participatory Action Research: Communicative Action and the Public Sphere. Denzin, N. K. and Lincoln, Y. S., (eds.) The Sage Handbook of Qualitative Research. (3rd eds). Sage Publications. Lardi, K., & Fuchs, R. (2013). Social Media Strategy: Step-by-step Guide to Building Your Social Business. vdf Hochschulverlag AG. Lee, Y.W., Strong, D.M., Kahn, B.K., & Wang, R.Y. (2002). AIMQ: A Methodology for Information Quality Assessment. Journal of Information & Management, 40 (4), pp. 133–146 Locke, E.A. (1976). The Nature and Causes of Job Satisfaction. In Handbook of Industrial and Organizational Psychology, M. D. Dunnette (ed). New York: Reinhart & Winston, pp 1297-1349. Universitas Indonesia 91 Magnusson, M., Bellström, P., & Thoren, C. (2012). Facebook usage in government – a case study of information content. Proceedings of The Americas Conference on Information Systems (AMCIS) 2012. Paper 11. http://aisel.aisnet.org/amcis2012/proceedings/EGovernment/11 McGilvray, D. (2008). Executing Data Quality Projects: Ten Steps to Quality Data and Trusted Information. Morgan Kaufmann Publishers. McLean-Cobban, W. (2012). Developing a Social Media Strategy: A Professional Association Perspective. The McMaster Journal of Communication, 9 (7), pp. 171-200. Mintzberg, H. and Waters, J.A (1985). Of Strategies, Deliberate and Emergent Strategic Management Journal, 6 (3), pp. 257-272 Naumann, F. & Rolker, C. (2000). Assessment methods for information quality criteria. Proceedings of The 5th International Conference on Information Quality, pp. 148–162. Picazo-Vela, S., Guiterrez-Martinez, I., & Luna-Reyes, L.F. (2012). Understanding Risks, Benefits, and Strategic Alternatives of Social Media Applications in the Public Sector. Government Information Quarterly, 29 (10), pp. 504-511. Porter, M. (2001). Strategy and The Internet. Harvard Business Review, March. Porter, M. (2012). Understanding Risks, Benefits, and Strategic Alternatives of Social Media Applications in the Public Sector. Government Information Quarterly, 29 (9), pp. 504-511. Pemerintah Republik Indonesia (2008), Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Publik. Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Universitas Indonesia 92 Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud (2013). Executive Summary Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013. Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud (2014). Laporan Semiloka Media Sosial Kemdikbud 2014. Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud (2014). Laporan Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud Bulan Agustus Tahun 2014. Ritson, N. (2011). Strategic Management. 30 Sept. 2014. https://books.google.co.id/books?id=mD9ZTTdI2TIC Shanks, G. & Corbitt, B., (1999). Understanding Data Quality: Social and Cultural Aspects. Proceedings of the 10th Australasian Conference on Information Systems. Simply Measured (2014). The Complete Guide to Facebook Analytics. 14 Sept. 2014. http://get.simplymeasured.com/rs/simplymeasured/images/ FacebookeBookSimplyMeasured.pdf Simply Measured (2014). The Complete Guide to Twitter Analytics, How to Analyze the Metrics that Matter. 5 Sept. 2014. https://gnip.com/docs/SimplyMeasured-Complete-Guide-to-Twitter-Analytics.pdf Stvilia, B., Twidale, M.B., Smith, L.C., & Gasser, L., (2005). Assessing information quality of a communitybased encyclopedia. Proceedings of the International Conference on Information Quality (ICIQ), pp. 442-454. Third Wave (2013). Social Media Strategy Framework, Version 1.1. 5 Sept. 2014. http://thirdwaveberlin.com/ThirdWave-SocialMediaStrategyFramework.pdf Universitas Indonesia 93 Thomas, J.C. & Streib, G. (2003) The New Face of Government: Citizen-Initiated Contacts in the Era of E-Government. Journal of public administration research and theory, 15(1), pp. 83-102. Twitter Corporation. (2014). Twitter: Define Metrics. 5 Sept. 2014. https://business.twitter.com/measure-your-impact. Wang, R.Y., & Strong, D.M. (1996). Beyond Accuracy: What Data Quality Means to Data Consumers. Journal of Management Information Systems, 12 (4), pp. 5-33. Yadav, V., & Arora, M. (2012). The Product Purchase Intentions in Facebook using Analytical Hierarchical Process. Radix International Journal of Economic and Business Management, 1 (4), pp. 88-100. Yi, M., Oh, S.G., & Kim, S. (2013). Comparison of Social Media Use for The U.S. and The Korean Governments. Government Information Quarterly, 30 (3), pp. 310-317. Zeist, R.H.J. & Hendriks, P.R.H. (2008). Specifying Software Quality with the Extended ISO Model. Journal of Software Quality Management, 4 (6), pp. 145160. Zhu, Z., Bernhard, D., & Gurevych, I. (2009). A Multi-Dimensional Model for Assessing The Quality of Answers in Social Q&A Sites. Technische Universität Darmstadt, Technical Report. Universitas Indonesia 94 Lampiran 1 Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014 Kelompok 1. Topik: Ketersediaan Informasi Unggulan 1. Isi Portal Kemdikbud harus dibuat dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, perlu selalu di-update, dan desain yang menarik; 2. Perlunya integrasi dalam pengelolaan informasi antar Unit Kerja; 3. Perlu adanya bank bata dari Unit Utama tentang Program Unggulan untuk disampaikan ke PIH dan dapat dipublikasikan; 4. Fasilitas yang tersedia harus terus-menerus dipelihara; 5. Kemampuan bandwith perlu diperbesar sehingga jika memasukkan data banyak tidak mengalami kegagalan dan mudah untuk mengakses data; 6. Meningkatkan rapat koordinasi dengan unit kerja untuk pelaksanaan program. Saat ini koordinasi belum optimal; 7. Perlu dibentuk Forum/Komunitas antar unit kerja untu mempermudah komunikasi, karena saat ini belum ada; 8. Perlu pemberian reward bagi yang berprestasi; 9. Perlu terus mengikuti perkembangan kegiatan pimpinan Kementerian. Kelompok 2. Topik: Sarana dan Prasarana 10. Belum terintegrasinya pengelolaan jaringan di lingkungan Kemdikbud; 11. Kurangnya ketersediaan bandwidth yang dibutuhkan; 12. Dana kurang memadai untuk pengadaan perangkat jaringan dan pemeliharaan; 13. Perlu tempat khusus untuk pengelolaan TIK/ICT, karena dirasa masih kurang; 14. Kurangnya manajemen data dan informasi di lingkungan Kemdikbud. Kelompok 3. Topik: Birokrasi dan Kepemimpinan 15. Perlu memberikan masukan pemahaman kepada Pimpinan mengenai pentingnya memaksimalkan pengelolaan Media Sosial dan Website/Portal; 16. Perlu kebijakan Pimpinan untuk memberi perhatian khusus kepada pengelola Media Sosial dan Website; 17. Sangat penting legalitas dan regulasi pengelolaan Media sosial; Universitas Indonesia 95 Lampiran 2 Hasil Diskusi Semiloka Media Sosial Kemdikbud Tahun 2014 (Lanjutan) 18. Perlu Prosedur Operasi Standar (POS) dan strategi Pengelolaan Media Sosial/Website, karena belum ada dan cukup diperlukan; 19. Perlu dibentuk tim yang memiliki kompetensi dalam mengelola Media sosial dan website, karena kompetensi pengelola saat ini belum memadai; 20. Diperlukan sistem pemberian reward dan punishment bagi pengelola; Kelompok 4. Topik: Kondisi Sekarang 21. Kurangnya tenaga spesialis yang kompeten / menguasai bidang informasi, media sosial, dan teknologi informasi (TI); 22. Kompetensi tenaga TI cukup dan memadai tetapi penugasannya tidak menangani sistem informasi; 23. Minimnya pelatihan yang dilakukan tentang pengelolaan media sosial, sistem informasi; 24. Belum ada forum komunikasi tenaga di bidang TI dan pengelola informasi; 25. Minimnya sosialisasi pentingnya TI kepada karyawan; 26. Minimnya kerjasama untuk berbagi pengetahuan tentang TI dengan Perguruan Tinggi; 27. Minimnya apresiasi pimpinan terhadap tenaga TI dan pengelola informasi. Kelompok 5. Topik: Kebutuhan Pengguna 28. Perlu disediakan informasi yang dibutuhkan oleh Publik; 29. Perlu informasi mudah diakses, contoh mudah dicari Google (mesin pencari), 30. Disain pandangan pertama eye-catching, kapasitas bandwith besar; 31. Disediakan menu Search; 32. Informasi di website dan media sosial selalu di-update; 33. Survei Kepuasan Pengunjung Web dan media sosial perlu dilakukan; 34. Pengaksesan konten dapat dilakukan secara Interaktif; 35. Perlu menggunakan Search Engine Optimization (SEO). Universitas Indonesia 96 Lampiran 3 Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud Tanggal 24 hingga 28 November 2014 Pengelolaan layanan informasi melalui media sosial di Kemdikbud dilaksanakan di Gedung C Lantai 2, Kompleks Kemdikbud Senayan Jakarta Pusat. Layanan ini dipimpin Kepala Subbidang Pengelolaan Konten Media selaku Koordinator yang membawahi empat orang pegawai. Pada tahun 2014 ini pegawai yang mengelola layanan informasi ini hanya tiga orang, sedangkan seorang pegawai berstatus tugas belajar. Semua pegawai di unit kerja tersebut berstatus pegawai negeri sipil (PNS) Aktifitas yang dilakukan pegawai pengelola layanan informasi melalui media sosial antara lain memonitor berita-berita di berbagai portal berita online, merangkum informasi dari laman Kemdikbud, men-tweet di Twitter dan posting informasi di Facebook Kemdikbud, dan melakukan analisis percakapan di media sosial. Aktifitas pengumpulan dan analisis percakapan di media sosial Kemdikbud dilakukan secara rutin setiap hari serta dilakukan rekapitulasi mingguan dan bulanan [1]. Analisis dilakukan berdasarkan metrik-metrik media sosial yang digunakan serta analisis sentimen dari komentar-komentar masyarakat. Analisis percakapan di media sosial diarsip dalam bentuk salinan lunak (softcopy) dan dilaporkan ke Kepala PIH Kemdikbud dalam bentuk cetakan. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di media sosial diarsip oleh masing-masing petugas. Pengarsipan tersebut belum terintegrasi sehingga arsip yang dimiliki seorang petugas tidak dapat dengan mudah diakses oleh petugas lainnya [2]. Pengarsipan yang belum terintegrasi tersebut menyulitkan ketika harus menemukan kembali informasi yang dibutuhkan. Dalam pengelolaan layanan informasi melalui media sosial, saat ini belum ada dokumen-dokumen yang menjadi panduan atau pedoman. Dokumen yang ada hanya Surat Keputusan (SK) Kepala PIH Kemdikbud yang menunjuk pengelola Universitas Indonesia 97 Lampiran 4 Hasil Observasi Terhadap Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) layanan informasi melalui media sosial. Dokumen seperti buku panduan, prosedur operasi standar (POS) saat ini belum ada [3]. Petugas mengemukakan bahwa mereka butuh dokumen-dokumen tersebut untuk dijadikan panduan dalam tugas sehari-hari. Dari hasil observasi selama lima hari, jumlah pertanyaan dan keluhan yang diterima petugas berjumlah 121 pertanyaan. Dari jumlah tersebut yang berhasil dijawab atau ditanggapi berjumlah 46 pertanyaan atau hanya 38 persen [4]. Petugas mengalami kesulitan menjawab pertanyaan yang memerlukan koordinasi ke unit kerja lain. Dari observasi terhadap dokumen analisis beban kerja tahun 2014, jumlah pegawai yang tersedia masih kurang dibandingkan yang dibutuhkan. Jumlah pegawai yang dibutuhkan menurut analisis tersebut 6 orang, sedangkan pegawai yang tersedia hanya 4 orang [5]. Selanjutnya observasi terhadap dokumen sasaran kinerja pegawai (SKP) dari semua pegawai pengelola media sosial Kemdikbud. Berdasarkan dokumen SKP tersebut terlihat bahwa tugas menjawab pertanyaan masyarakat hingga 100% belum menjadi salah satu indikator kinerja utama (IKU) pegawai [6]. Universitas Indonesia 98 Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud Tanggal 27 September 2014 Media email Q: Dari beberapa masalah yaitu kurangnya jumlah staf, kompetensi staf yang kurang, tidak adanya forum komunikasi antar unit kerja, tidak adanya POS, dan tidak adanya strategi media sosial, menurut Bapak masalah apa yang mendesak ditangani? A: Terkait dengan staf kita sudah ajukan permintaan tambahan pegawai. Tentu saja dalam koridor administrasi kepegawaian yang benar. Yang perlu segera disusun menurut saya adalah strategi [1]. Strategi ini sangat membantu perencanaan. Tanpa strategi kadang-kadang perencanaan tidak optimal. Kita sering tidak mengetahui hal-hal yang masih kurang dan prioritas yang harus dikedepankan. Tanpa strategi program antar tahun sering tidak tampak kesinambungannya. Selain itu kita memerlukan analisis tentang konten dan kualitas informasi yang berkaitan dengan konten tersebut [2]. Kita menganggap konten sangat urgent saat ini, terkait dengan kepuasan masyarakat. Tanggal 31 Oktober 2014 Media email Q: Dengan perubahan nomenklatur dari Kemendikbud menjadi Kemenbuddikdasmen, apakah strategi media sosial tetap perlu untuk disusun? A: Strategi media sosial tetap penting untuk disusun. Prinsipnya layanan informasi melalui media sosial tetap penting dan begitu juga strategi agar masyarakat puas juga sangat penting disusun. Universitas Indonesia 99 Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) Tanggal 28 November 2014 Q: Menurut Bapak, kondisi seperti apa yang merupakan kekuatan dalam pengelolaan media sosial Kemdikbud? A: Pertumbuhan jumlah follower kita cukup baik, cukup signifikan, sekitar 8 % per bulan [3]. Tentu ini menjadi motivasi bagi kita untuk bekerja lebih keras. Dibandingkan kementerian lain di Indonesia jumlah follower Twitter atau fans Facebook kita yang tertinggi. Selain itu dukungan anggaran juga memadai untuk melaksanakan layanan informasi ini [4]. Anggarannya tidak gedhe banget, tapi cukup untuk mendukung operasional layanan informasi. Tugas kita adalah memperbaiki penyusunan anggaran agar manfaatnya bisa maksimal. Saat ini kita baru memiliki akun di Twitter dan Facebook, padahal di sisi lain Kemdikbud ini punya sumber daya konten video yang cukup banyak [5]. Kita punya TV Edukasi yang dikelola Pustekkom yang didukung SDM multimedia yang cukup dan peralatan yang juga bagus. Tapi saat ini belum diintegrasikan dengan Twitter dan Facebook Kemdikbud. Kemudian dari segi sumber informasi, jelas kita punya akses ke sumber yang kredibel di bidang pendidikan dan kebudayaan [6]. Kita bisa punya akses ke menteri ataupun pejabat-pejabat, atau juga akses ke dokumen-dokumen seperti peraturan-peraturan dan lain-lain. Ini yang harus kita kelola sebaik-baiknya agar layanan ini memuaskan masyarakat. Selain itu banyak pegawai di PIH ini yang aktif di media sosial, banyak yang punya follower banyak di Twitter, di Facebook juga sangat aktif [7]. Namun ini belum diberdayakan, mungkin tahun depan Universitas Indonesia 100 Lampiran 7 Wawancara dengan Narasumber 1, Koordinator Pengelolaan Media Sosial Kemdikbud (Lanjutan) akan kita bahas gimana cara agar potensi ini bisa dimaksimalkan agar menjangkau lebih banyak orang di media sosial. Q: Kelemahan apa yang menurut Bapak masih ada dan perlu diperbaiki? A: Yang pertama dari sisi pegawai atau SDM, jumlahnya masih kurang, apalagi dengan pertumbuhan follower pertanyaan masyarakat juga meningkat [8]. Kompetensi pegawai saya anggap masih kurang, apalagi di sini kan ada beberapa pegawai yang sudah tua yang untuk belajar teknologi informasi tidak bisa cepat [9]. Tahun ini pelatihan untuk pegawai belum banyak, tapi kita upayakan di tahun-tahun mendatang bisa lebih banyak pelatihan. Hal lain yang juga menjadi hambatan adalah koordinasi dengan unit kerja lain belum optimal [10]. Untuk menjawab pertanyaan yang butuh jawaban dari unit kerja lain kita harus ikut birokrasi dengan bersurat secara resmi. Ini tentu membuat jawaban lama didapat. Kalau ada forum dengan bantuan teknologi, tentu bisa lebih cepat. Kalau ga salah, forum seperti ini dengan bantuan Whatsapp sudah diterapkan di pengelolaan jaringan yang dipegang Pustekkom. Forum seperti ini jalan di sana, seharusnya di bidang layanan informasi juga bisa jalan. Universitas Indonesia 101 Lampiran 8 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media Sosial Tanggal 21 Desember 2014 Q: Bagaimana Bapak menilai pengelolaan media sosial Kemdikbud? A: Di Kemdikbud ini sebenarnya SDM udah lengkap, ada bagian yang meliput, ada yang membuat berita, foto, mengelola Twitter, Facebook, ada yang melayani pengaduan lewat contact center. Namun yang menjadi masalah utama adalah koordinasi [1]. Koordinasi antar unit utama belum jalan, bahkan koordinasi di lingkungan PIH sendiri belum baik, meminta data dan informasi antar bagian di PIH aja relatif sulit, ini jadi masalah. Koordinasi tidak bisa berjalan cepat dan sering terhambat faktor birokrasi. Kemudian masalah budaya, di Kemdikbud ini budaya kerjanya masih birokratis belum sejalan dengan tuntutan media sosial yang butuh keluwesan [2]. Misalnya ada pertanyaan dan itu perlu statement menteri untuk menjawabnya, kalau ngikut protokoler menteri tentu lama, padahal tuntutan di media sosial itu butuh kecepatan. Budaya ini perlu diubah tapi tentu saja tidak harus drastis, perlu kompromi-kompromi mengurangi birokrasi. Q: Ancaman apa yang dihadapi pengelola media sosial di Kemdikbud? A: Banyak media yang cenderung kontra kebijakan Kemdikbud, dan juga banyak tokoh-tokoh yang terkenal di media sosial, LSM yang juga kontra dengan Kemdikbud. Mereka ini cukup sering muncul di media yang menyuarakan opini yang kontra pemerintah [3]. Tentu ini dapat mempengaruhi publik sehingga apapun yang dilakukan Kemdikbud seolah-olah salah. Q: Kemudian peluang apa yang dapat dimanfaatkan agar kepuasan masyarakat meningkat? Universitas Indonesia 102 Lampiran 9 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 2, Konsultan Media Sosial (Lanjutan) A: Saat ini banyak portal berita online ada forum diskusinya, yang dapat digunakan untuk memantau dinamika di masyarakat [4]. Ini bisa menjadi masukan bagi Kemdikbud, sebenarnya apa yang berkembang di masyarakat. Dari memonitor forum tersebut, kita dapat menentukan informasi apa yang penting disampaikan ke publik. Kemudian terkait tool untuk menganalisis Twitter dan Facebook, ada banyak tool di Internet baik yang gratis ataupun berbayar yang dapat diintegrasikan dengan analisis yang selama ini sudah dilakukan [5]. Tentu tujuannya agar analisisnya lebih komprehensif lebih holistik. Tahap awal tentu saja perlu dianalisis tool mana yang sesuai, mana yang paling tepat. Terkait dengan tujuan agar jangkauan informasi dapat lebih banyak, bisa memanfaatkan pegawai di Kemdikbud yang aktif di media sosial [6]. Atau bisa juga dengan menggandeng tokoh yang terkenal di media sosial sebagai buzzer [7]. Tentu kita lihat dulu apakah tokoh tersebut selama ini pro dengan pemerintah atau kontra. Nah kemudian ini ada yang cukup penting, konten video ini bisa digarap untuk diintegrasikan dengan media sosial Twitter dan Facebook ini. Kalau nggak salah Pustekkom sudah punya kanal di YouTube. Ini bisa dimanfaatkan gimana konten video diintegrasikan agar menjadi satu kesatuan dengan layanan media sosial yang saat ini ada [8]. Universitas Indonesia 103 Lampiran 10 Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial Tanggal 24 Desember 2014 Q: Bagaimana Bapak menilai pengelolaan media sosial di lingkungan Pemerintah? A: Saya lihat mayoritas pengelola media sosial di instansi pemerintah menganggap dirinya komunikator, yang menyampaikan informasi satu arah. Padahal di era media sosial ini komunikasinya multi arah. Kalau tidak terjadi engagement atau percakapan brand dengan follower-nya, tidak akan sesuai harapan masyarakat. Di media sosial orang lebih suka berhadapan dengan orang juga, bukan dengan institusi yang tidak jelas wajahnya, gitu. Sekarang media sosial itu sama dengan hubungan sosial yang nyata. Jadi kalau yang pegang akun kementerian menampilkan dirinya sebagai sosok yang akrab dengan follower, jelas masyarakat akan menyukainya. Q: Apa akibatnya jika harapan masyarakat tersebut tidak terpenuhi? A: Itu konsekuensi nyata, jika harapan masyarakat tidak terpenuhi masyarakat nggak puas. Kalau masyarakat nggak puas, akun ini akan ditinggalkan [1]. Kan orang mengikuti suatu akun berharap memperoleh informasi, ada ikatan emosianal. Di swasta, pengelola mengharapkan adanya customer-bonding. Jika ikatan itu tercipta, mudah untuk mengundang partisipasi pelanggan atau masyarakat untuk berbagai gerakan misalnya penyusunan kebijakan, donasi, dan lain-lain [2]. Q: Konten seperti apa yang lebih disukai masyarakat? A: Kalau saya lihat, media sosial kementerian dapat menjadi komunikasi, humas, transparansi. Juga sebagai clearing house. Misalnya Kurikulum 2013 akan ditinjau, kalau menurut versi kementerian. Tapi yang berkembang di masyarakat itu ‘oh itu Kurikulum 2013 akan dihentikan’. Sehingga menjadi kontroversi di masyarakat. Universitas Indonesia 104 Lampiran 11 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial (Lanjutan) Konten yang diharapkan adalah konten yang menjadi rujukan, terpercaya, akurat yang bisa menjelaskan dengan jelas, dengan jernih tentang masalah yang menjadi kontroversi di masyarakat [3]. Jadi konten yang bisa jadi rujukan yang menjelaskan duduk perkara Kurikulum 2013 tadi itu. Terkait transparansi masyarakat mengharapkan konten-konten yang menunjukkan transparansi terutama di sektor anggaran [4]. Misalnya konten-konten tentang budgeting, e-procurement, LHKPN, dan lain-lain. Di media sosial itu masyarakat juga cenderung menyukai hal-hal yang ringan, itu sesuai sifat media sosial itu sendiri, konten yang ringan tapi inspiratif [5]. Misalnya perjuangan guru di daerah terpencil, pengalaman siswa di sana, itu akan menarik perhatian. Kalau kita lihat foto anak-anak sekolah naik rakit menuju sekolahnya itu kan menyentuh perhatian banyak orang. Masyarakat itu cenderung tidak suka kontenkonten yang hanya seremonial [6]. Q: Saat ini banyak portal berita online yang memiliki forum, apakah ini ancaman atau peluang? A: Justru di situ kesempatan kementerian untuk berpartisipasi untuk ikut diskusi. Jika tidak diikuti sama saja melepas peluang untuk menjadi clearing house. Itu salah satu fungsi kehumasan. Apakah humas kementerian harus ikut? Setidaknya memonitor. Tidak perlu langsung berkomentar. Kalau sudah punya jawaban versi resmi, dapat dimuat di semua kanal digital kementerian, misalnya website, Twitter, facebook. Kemudian di-share di kolom diskusi tersebut. Q: Jadi ini lebih tepat dikatakan peluang? A: Ya benar, media sosial sesungguhnya itu adalah salah satu alat untuk mendengarkan. Ibaratnya adalah telinga bagi siapa saja. Universitas Indonesia 105 Lampiran 12 Transkrip Wawancara dengan Narasumber 3, Konsultan Media Sosial (Lanjutan) Untuk mendengarkan suata masyarakat tanpa di-filter, ada yang pahit, pedas. Selain juga sebagai komunikasi, kolaborasi. Q: Tentang platform, saat ini Kemdikbud hanya menggunakan Twitter dan Facebook, apakah perlu menggunakan media sosial jenis lain? A: Nah sebetulnya begini, kebutuhan membuka kanal media sosial itu dipengaruhi dimanakah stakeholder kementerian itu berkerumum dimana. Kalau misalnya stakeholder hanya di dua media sosial itu, ya cukup itu saja. Tapi jika berkerumun juga di media lain misalnya Path, Pinterest, Instagram maka perlu dipertimbangkan media sosial lain. Perlu ada survei kecil-kecilan untuk melihat dimana stakeholder berada. Kalau YouTube perlu, saat ini YouTube sudah menjadi media sosial. Konten video tahun-tahun mendatang akan terus nge-trend, saya kira dengan kecepatan Internet yang semakin cepat, kebutuhan menonton video semakin meningkat [7]. Saat ini banyak orang menghabiskan waktu menonton video di YouTube dibandingkan menonton TV, TV lokal lho maksudnya. Soalnya bisa ditonton kapan saja, dimana saja. Kalau ingin berbagi foto, Instagram dapat dijadikan pilihan, saat ini populer di Indonesia [8]. Tapi foto-foto seperti apa yang akan ditampilkan? Tapi ini perlu dikaji sumber daya mencukupi nggak. Kita lihat kan kemarin Ibu Ani populer di Instagram, karena foto-foto itu personal. Kalau kemarin Pak SBY juga masuk instagram saya kita juga akan populer. Foto-foto yang seremonial itu kurang menarik. Ini kan foto-foto Pak Anies tanda tangan, meresmikan gedung, itu kurang menarik. Kurang inspiratif soalnya. Coba kapan-kapan dibandingkan kalau kita upload foto-foto guru di daerah terpencil, siswa SD di pedalaman pasti akan mendapatkan komentar yang berbeda. Jadi intinya sebenarnya dikaji dulu, sumber daya mencukupi nggak. Universitas Indonesia 106 Lampiran 13 Kuesioner Dengan hormat, Nama Saya Nur Widiyanto, mahasiswa Magister Tekonologi Informasi Universitas Indonesia. Saat ini Saya sedang menyusun karya akhir tentang penyusunan strategi media sosial untuk meningkatkan kepuasan masyarakat, dengan studi kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Untuk keperluan penyusunan karya akhir tersebut, Saya memerlukan partisipasi Anda sebagai follower Twitter atau fans Facebook Kemdikbud untuk mengisi kuesioner ini. Waktu yang diperlukan untuk mengisi kuesioner ini sekitar 10 hingga 15 menit. Tujuan survei ini adalah sebagai salah satu masukan dalam menentukan strategi perbaikan layanan informasi melalui media sosial dalam rangka meningkatkan kepuasan masyarakat. Data responden dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan terkait survei ini, silahkan hubungi nomor handphone 081213733230 atau email [email protected]. Bagian I Petunjuk: Isilah 4 (empat) data pribadi dan jawablah 6 (enam) pertanyaan berikut ini dengan menyilang (X) huruf di depan jawaban. Data Pribadi Responden Email Jenis Kelamin a. Laki-laki Usia a. 20 c. 30 e. Pekerjaan b. Perempuan 40 b. 20 30 d. 40 50 50 a. Pelajar/Mahasiswa b. Guru/Dosen/Pendidik c. PNS d. Pegawai Swasta e. Wiraswasta f. Lainnya, …………………. Universitas Indonesia 107 Lampiran 14 Kuesioner (Lanjutan) Kategori Tingkat Partisipasi 1. Berapa lama Anda menjadi follower/fans media sosial Kemdikbud? 1 a. c. 6 b. 1 12 d. 6 12 2. Aktivitas apa saja yang Anda lakukan di media sosial Kemdikbud? (Jawaban dapat lebih dari 1) a. Membaca informasi yang disajikan b. Mengirim pertanyaan, saran, atau keluhan c. Membagi (sharing atau retweet) ke teman-teman saya d. Ikut serta dalam diskusi Kategori Motivasi 3. Apa motivasi Anda menjadi follower/fans media sosial Kemdikbud? (Jawaban dapat lebih dari 1) a. Memperoleh informasi terbaru tentang pendidikan dan kebudayaan b. Memperoleh detail kontak Kemdikbud c. Bertanya seputar pendidikan dan kebudayaan d. Mengadukan keluhan tentang pendidikan dan kebudayaan e. Memberikan opini, saran tentang pendidikan dan kebudayaan d. Lainnya, sebutkan! ………………………………………………… Kategori Konten 4. Dari beberapa jenis konten berikut ini, manakah yang Anda sukai? (Jawaban dapat lebih dari 1) a. Informasi yang mendidik dan memberi pencerahan b. Informasi tentang layanan yang disediakan Kemdikbud dan status layanan tersebut c. Diskusi yang mengundang partisipasi masyarakat Universitas Indonesia 108 Lampiran 15 Kuesioner (Lanjutan) d. Kegiatan yang mengundang partisipasi masyarakat, misalnya: penawaran beasiswa, lomba penulisan buku, dan lain-lain e. Lainnya, sebutkan! ………………………………………………… Kategori Pengembangan di Masa Depan 5. Saat ini Kemdikbud hanya memanfaatkan media sosial Facebook dan Twitter. Selain keduanya, media sosial apa yang perlu dimanfaatkan oleh Kemdikbud dalam rangka memperbaiki layanan informasi melalui media sosial? (Jawaban dapat lebih dari 1) a. Forum diskusi di portal berita yang ada di Indonesia b. Situs jejaring sosial yang lain seperti Path, Google + c. Media berbagi konten multimedia, seperti konten video, gambar, file presentasi, dan lain-lain d. Media sosial lainnya, sebutkan ………………………………………… 6. Apakah Anda bersedia jika dilibatkan dalam penyusunan kebijakan publik melalui diskusi di media sosial? a. Ya, bersedia b. Tidak bersedia c. Tidak tahu Bagian II Petunjuk: Berikut ini daftar 19 pernyataan tentang kualitas informasi yang menentukan kepuasan Anda sebagai follower Twitter atau fans Facebook Kemdikbud. Anda diminta mengisi besarnya harapan dan persepsi Anda tentang masing-masing pernyataan tersebut. Untuk mengisi kedua aspek tersebut, Anda diminta menyilang (X) pada angka (1 sampai 5) yang kolom sesuai. Harapan adalah nilai yang Anda inginkan agar Anda puas sebagai konsumen layanan informasi. Semakin tinggi nilai harapan, berarti semakin tinggi Anda memandang pernyataan tersebut sebagai aspek yang penting dalam kepuasan sebagai konsumen layanan informasi melalui media sosial. Pilihan jawaban yaitu: 1= sangat tidak penting, 2 = tidak penting, 4 = penting, 5 = sangat penting 3 = cukup penting, Universitas Indonesia 109 Lampiran 16 Kuesioner (Lanjutan) Persepsi Kualitas Saat Ini adalah nilai yang Anda berikan terhadap persepsi Anda saat ini tentang kualitas informasi di Facebook dan Twitter Kemdikbud jika ditinjau dari pernyataan kualitas informasi yang disebutkan. Pilihan jawabannya yaitu: 1= sangat buruk, 2 = buruk, 3 = cukup baik, 4 = baik, 5 = sangat baik Contoh: No. 1 Pernyataan Informasi cepat diberikan Harapan 1 2 3 5 Persepsi Kualitas Saat Ini 1 2 4 5 Jawablah pernyataan berikut seperti petunjuk di atas. No. Pernyataan 1 Informasi yang disajikan terkini atau up-to-date Informasi yang disajikan akurat dan bebas kesalahan Informasi disajikan dengan kalimat yang jelas, tidak ambigu, dan mudah dimengerti Informasi tersedia dan mudah ditemukan kembali ketika dibutuhkan Informasi yang disajikan dipercaya kebenarannya Informasi disajikan secara lengkap dan tidak ada informasi penting yang hilang Informasi disajikan secara singkat namun jelas Informasi disajikan dengan format yang sama dengan informasi sebelumnya Informasi dapat diterapkan dan membantu penyelesaian masalah 2 3 4 5 6 7 8 9 Harapan 1 2 3 4 5 Persepsi Kualitas Saat Ini 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Universitas Indonesia 110 Lampiran 17 Kuesioner (Lanjutan) No. Pernyataan 10 Informasi berasal dari orang yang memiliki reputasi terpercaya (kredibel), misalnya presiden, menteri, pejabat tinggi, dan lain-lain Informasi yang disajikan objektif dan tidak memihak Definisi yang digunakan jelas, menggunakan kalimat dan simbol-simbol yang sesuai, misalnya prosedur pendaftaran beasiswa disajikan dengan diagram yang menggambarkan urutan proses Informasi memiliki nilai tambah (value-added) yang bermanfaat Informasi terjaga keamanannya dari pihak yang tidak berkepentingan 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Jumlah informasi sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat Informasi mudah diolah untuk keperluan yang lain Informasi disajikan secara informatif, dilengkapi data pendukung dan tautan (link) Informasi disajikan dengan bahasa yang sopan dan menghargai masyarakat Informasi mengandung hal-hal yang baru atau ide-ide yang inovatif Harapan 1 2 3 4 5 Persepsi Kualitas Saat Ini 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Terima kasih atas partisipasi Anda dalam survei ini. Universitas Indonesia 111 Lampiran 18 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 15.30 – 16.00 WIB Peserta: Kepala PIH Kemdikbud, Kepala Bidang Pencitraan Publik, Kepala Subbidang Pengelolaan Konten Media, NW, ASW, EH, MS Risalah Rapat Kepala PIH : Tadi Pak NW sudah memaparkan identifikasi komponen SWOT, trus analisis konten dan lain-lain. Kita perlu awali dengan menentukan prioritas kita. Mau melawan ancaman terlebih dulu atau memanfaatkan peluang? Kabid Pencitraan : Saya setuju, kita mulai dengan memprioritaskan salah satu. Saya kira lebih penting melawan ancaman terutama media sosial kita akan ditinggalkan jika mereka nggak puas. NW : Kita susun daftar Pak, mana urutan yang paling penting, melawan ancaman atau memaksimalkan peluang. Kemudian tiap daftar peluang dan ancaman juga diurutkan. ASW : Ancaman T2 yang paling penting terhadap kepuasan masyarakat. Kalau daftar peluang sama sama penting. NW : Kita sudah dapat urutannya, ancaman TI trus T2. Untuk peluang O3,O5, O2, O1, O4,dan O6. MS : Untuk melawan ancaman lebih baik kita pakai cara memperbaiki kelemahan, terutama yang jumlah pertanyaan terjawab masih kecil. Kasubbid. Konten Media : Itu sebenarnya W3 yang jumlah pertanyaan terjawab masih kecil, itu akibat dari beberapa W yang lain. Jadi maksudnya petugas ga mampu menjawab karena koordinasi belum jalan, karena W4 W6 mungkin. Kepala PIH : Iya benar, itu karena faktor-faktor yang lain. Saya pamit dulu dipanggil Menteri, nanti hasilnya dilaporkan ke saya. EH : Itu W3 terjadi terutama sulitnya mencari informasi, kita belum punya sistem yang bagus. Saya masih ngarsip pakai Word, nggak terintegrasi. Universitas Indonesia 112 Lampiran 19 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan) Kabid Pencitraan : Karena W3 akibat dari kelemahan yang lain, cara mengatasinya dengan mengatasi penyebabnya. W3 kita sepakati akibat dari W1, W4, W5, W6, W7. Kasubbid Konten Media : Kita bahas draft yang sudah disusun. Meningkatkan kompetensi dan jumlah pegawai itu saya setuju. Tapi nanti harus sesuai prosedur pengadaan pegawai. NW : Apakah perlu dibangun sistem pengelolaan informasi? ASW : Kita butuh sistem informasi untuk pengelolaan informasi. Intinya sistem yang memudahkan pencarian informasi, untuk membantu petugas. Kabid Pencitraan : Draft kita setujui ya? Jadi untuk melawan ancaman perlu kompetensi pegawai, sistem pengelolaan informasi, dan menyusun dokumen-dokumen pengelolaan. MS : Koordinasi perlu diperbaiki, buat forum pengelola atau apa gitu. Kasubbid. Konten Media : Setuju Pak, forum pengelola informasi di Kemdikbud sangat diperlukan. NW : Draft strategi memaksimalkan peluang bagaimana? Perlu diperbaiki atau ditambahkan? EH : Sudah bagus draftnya. Kita memang perlu memaksimalkan pegawai yang aktif di media sosial. MS : Sudah baik Pak. Integrasi tool analisis itu kita perlukan. Kalau perlu tool yang berbayar ga apa-apa asal bagus. NW : Dari analisis audiens, stakeholder kebudayaan masih sangat sedikit, bagaimana tanggapannya? Kabid Pencitraan : Kita manfaatkan buzzer, kan banyak tokoh-tokoh kebudayaan yang aktif di medsos seperti Pak Butet, dan lainnya. Tokohtokoh film juga banyak yang aktif, bisa nanti koordinasi. Universitas Indonesia 113 Lampiran 20 Risalah Rapat Penyusunan Strategi Media Sosial (Lanjutan) Kabid Pencitraan : Terkait banyak media yang kontra Kemdikbud ya diimbangi dengan banyak informasi dari kita, ga perlu dirisaukan, yang penting meluruskan. Kasubbid Konten Media : Kita bahas draft yang sudah disusun. Saya setuju dengan memprioritaskan informasi yang meluruskan. Konten kebudayaan ditambah lagi, dan konten yang mendidik. NW : Konten video perlu dimaksimalkan, kan kita punya TV Edukasi. ASW : Setuju, intinya gabungkan Facebook dan Twitter dengan YouTube. Video itu untuk menjelaskan yang ga bisa dengan tulisan. Kabid Pencitraan : Video juga bisa menginspirasi, itu yang penting. Nanti kita koordinasi dengan TV Edukasi. MS : Kita rumuskan Pak, yang platform strateginya menggunakan konten video yang terintegrasi dengan FB dan Twitter. Kasubbid. Konten Media : Setuju Pak, nanti dievaluasi lagi strateginya. Trus dibuat peta jalan. NW : Kalau konten foto bagaimana? EH : Kita kurang fotografer yang bagus. Kalau foto-foto Menteri meresmikan sesuatu banyak yang ga tertarik, kurang inspiratif. MS : Video lebih baik jalan dulu. NW : Jadi draft sudah disetujui, nanti saya rumuskan dengan kalimat yang lebih jelas. Kabid Pencitraan : Nanti dikoreksi lagi, kadang-kadang banyak ide muncul setelah ini. Universitas Indonesia