Uploaded by User23527

radiofarmasi

advertisement
NAMA : QONITA QOTRUN NADA
NO BP : 1601081
KELAS : VIB
Biodistribusi
radiofarmaka 99m-tc
ketoconazol pada infeksi
yang disebabkan oleh
candida albicans,
staphylococcus aureus
dan escherichia coli
PENDAHULUAN

99m-Tc Ketoconazol adalah radiofarmaka antibiotik
yang disintesis dengan menandai ketoconazol
dengan
radionuklida
teknesium-99m.
Dimana
radiofarmaka ini diharapkan dapat digunakan untuk
mendeteksi infeksi dikedokteran nuklir sehingga 99mTc Ketoconazol harus selektif dapat terakumulasi
didaerah infeksi oleh karena itu pada penelitian ini
dilakukan uji biodistribusi 99m-Tc Ketoconazol pada
mencit untuk mendeteksi infeksi yang disebabkan
oleh mikroorganisme dimana hasil uji ini menunjukkan
akumulasi 99m-Tc Ketoconazol dibagian paha yang
diinfeksi pada 1 jam setelah injeksi
Pendahuluan



Infeksi merupakan keadaan masuknya mikroorganisme
seperti bakteri, virus dan jamur kedalam tubuh
Pengembangan antibiotik menjadi suatu radiofarmaka
antibiotik untuk penyidik infeksi memiliki peranan penting
untuk tujuan diagnosis, memantau perkembangan suatu
penyakit dan menentukan tindakan pengobatan yang
tepat
Saat ini telah berkembang radiofarmaka antibiotik untuk
penyidik infeksi dengan mengembangkan kit diagnostik
berbasis antibiotik seperti 99m-Tc siprofloksasin, 99m-Tc
etambutol, 99m-Tc kanamisin dimana radiofarmaka
tersebut bersifat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mengingat adanya
infeksi yang disebabkan oleh non bakteri seperti jamur
oleh karena itu radiofarmaka antibiotik ketokenazol
bertanda teknesium-99m dikembangkan
pendahuluan
 Uji
biodistribusi merupakan metode yang
dilakukan untuk menentukan akumulasi
radiofarmaka pada organ target dan
mengetahui pola penyebaran
radiofarmaka diorgan lainnya serta
mengetahui rute pembuangannya dari
dalam tubuh
Kriteria yang harus dimiliki oleh
radiofarmaka untuk deteksi infeksi






Spesifik
Sensitif
Memiliki kemampuan
mendeteksi infeksi
yang bahkan kecil
Memiliki kemampuan
mendeskriminasi infeksi
dari inflamasi
Memiliki kemampuan
memonitor respon
terapi
Memiliki kemampuan
untuk membedakan
infeksi akut dan kronis






Pencucian yang cepat
dari dalam tubuh
Diagnosis pencitraan
cepat (< 2jam)
Pencitraan memiliki
kualitas tinggi
Tidak beracun dan
tidak menimbulkan
efek samping
Murah, mudah
disiapkan dan
digunakan secara luas
Tidak terakumulasi
pada organ atau
jaringan normal
Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian
Alat
single channel
analyzer, laminar air
flow, kamera
gamma, dose
calibrator, inkubator,
water bath shaker
dan autoklaf
Bahan
Bahan :
mencit putih, tikus putih,
kultur C. albicans, S. aureus
dan E. coli, kit radiofarmaka
ketokonazol, larutan Na
99m-TcO4 (polatom),
larutan standar Mc Farland,
asetonitril, akuabides steril
dan NaCl fisiologis steril,
media PDA dan NA
Uji biodistribusi


Sebanyak 18 mencit dibagi menjadi 3 kelompok,
kelompok pertama diinjeksikan suspensi C. albicans
(jamur), kelompok kedua diinjeksikan S. aureus
(bakteri) dan kelompok ketiga diinjeksikan E. coli
(bakteri) secara subkitan pada otot paha kiri. Untuk
kelompok pertama diinkubasi selama 2 x 24 jam
sedangkan kelompok 2 dan 3 diinkubasi selama 1 x
24 jam.
Setelah
masa
inubasi
99m-Tc
ketoconazol
diinjeksikan secara intravena pada bagian ekor
mencit. Pada interval waktu 1 dan 3 jam mencit
dibius kemudian dibedah dimana organ-organ
berupa otot, darah, usus, hati, limpa, ginjal dan
lambung diambil kemudian ditimbang dimana
setiap organ dicacah dan dihitung penimbunan
pada tiap organ
Pencitraan dengan menggunakan kamera
gamma
 Sebanyak 4 ekor tikus masing2 diinjeksikan
suspensi C. albicans, S. aureus dan E coli secara
subkutan pada bagian otot paha kiri dan satu
ekor tidak diberikan perlakuan sebagaii kontrol.
Untuk tikus yang diinjeksikan suspensi C. albicans
diinkubasi selama 2 x 24 jam sedangkan untuk
tikus yang diinjeksikan S. aureus dan E coli
diinkubasi selama 1 x 24 jam. Setelah masa
inkubasi radiofarmaka 99m-Tc ketoconazol
diinjeksikan pada tikus melalui vena ekor .
Selang waktu 1 dan 3 jam dilakukan pencitraan
dengan kamera gamma setelah terlebih dahulu
tikus dibius
Hasil dan pembahasan
 Kemurnian
radiokimia suatu radiofarmaka
harus > 90% untuk dapat digunakan dan salah
satu kriteria untuk radiofarmaka penyidik infeksi
adalah harus terakumulasi di organ yang
terinfeksi.
Kemurnian
radiokimia
99m-Tc
ketoconazol dalam penelitian ini adalah > 95%
dan memenuhi persyaratan untuk dapat
digunakan untuk pengujian selanjutnya
 Salah satu kriteria radiofarmaka untuk deteksi
infeksi adalah tidak terakumulasi pada organ
atau jaringan normal dan harus cepat
diekskresikan dari tubuh
HASIL BIODISTRIBUSI
Hasil biodistribusi
 Hasil
biodistribusi 99m-Tc ketoconazol pada 6
ekor mencit normal memperlihatkan akumulasi
radioaktivitas diorgan hati dan limpa hal ini
disebabkan
oleh
99m-Tc
ketoconazol
dimetabolisme melalui rute hepatobiliari yaitu
usus, hati dan limpa yang kemudian
diekskresikan melalui feses (tabel 1 )
 Adanya radioaktivitas yang tinggi di organ
ginjal
memprlihatkan
bahwa
99m-Tc
ketoconazol juga diekskresika melalui urin
(tabel 1)
HASIL PENCITRAAN DENGAN
SINAR GAMMA (DATA
PENDUKUNG)
Hasil pencitraan radiofarmaka
 Terlihat
jelas adanya akumulasi 99m-Tc
ketoconazol pada organ hati dan ginjal
sebagai rute ekskresi. Dari pengujian ini
dapat disimpulkan bahwa radiofarmaka ini
cepat tereskresi dari tubuh melalui feses dan
urin
UJI SENSITIVITAS


Selanjutnya untuk mengetahui sensitivitas radiofarmaka
99m-Tc ketoconazol terhadap infeksi yang disebabkan
oleh jamur maka dilakukan uji biodistribusi pada hewan
model yang diinfeksikan C. albicans
Pada tabel 2 hasil biodistrbusi 99m-Tc ketoconazol pada
mencit memperlihatkan akumulasi radioaktivitas di organ
terget yaitu otot paha kiri yang diinfeksikan C. albicans
pasca injeksi 1 jam sebesar 1,26 dibandingkan dengan
otot normal 0,37. pada 3 jam p.i akumulasi radioaktivitas
diotot normal sedikit meningkat sehingga menurunkan
nilai rasio terget/non target. Akumulasi yang tinggi diotot
yang diinfeksikan C. albicans diduga karena adanya
mekanisme up-take 99m-Tc ketoconazol oleh C. albicans
dengan cara berinteraksi spesifik dengan membran sel
jamur. Selain mekanisme diatas diduga dengan adanya
peningkatan laju aliran darah ke aderah infeksi
menyebabkan up-take 99m-Tc ketoconazol di organ
target
HASIL PENCITRAAN SINAR
GAMMA
Hasil pencitraan sinar gamma
 Dari
hasil pencitraan sinar gamma dapat
dilihat adanya akumulasi dari 99m-tc
ketoconazol dibagian paha yang diinfeksi
oleh jamur C. albicans. Dapat disimpulkan
bahwa 99m-Tc ketoconazol sensitif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh jamur
Diagnosis infeksi bakteri
 Selain
dapat digunakan untuk infeksi yang
disebabkan oleh jamur diharapkan juga
dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi
yang disebabkan oleh bakteri oleh karena
itu pengujian juga dilakukan pada mencit
yang diinfeksi bakteri S. aureus dan E. coli
pada paha kiri
HASIL BIODISTRIBUSI INFEKSI
BAKTERI
Hasil biodistribusi infeksi bakteri
Pada tabel 3 dan 4, biodistribus 99m-Tc
ketoconazol pada mencit memperlihatkan
akumulasi radioaktivitas diorgan target yaitu otot
paha kiri pada saat 1 jam dan 3 jam p.i
dibandingkan dengan otot normal
 Radioaktivitas yang tinggi dilimpa disebabkan
adanya peningkatan laju aliran darah ke dalam
limpa yang mengalami inflamasi karena adanya
mekanisme pertahanan tubuh yang terinfeksi
bakteri dengan menghasilkan leukosit. Hal ini
menunjukkan bahwa 99m-Tc ketoconazol cukup
sensitif untuk melikalisasi adanya inflamasi dan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Kesimpulan



Dengan demikian, dari data diatas dapat
disimpulkan
bahwa
99m-Tc
ketoconazol
merupakan radiofarmaka untuk deteksi infeksi
yang bersifat non spesifik yaitu mampu
mendeteksi inflamasi yang baiasanya menyertai
infeksi dan bersifat spesifik karna dapat teralokasi
pada daerah infeksi
Radiofarmaka 99m-Tc ketoconazol juga sensitif
terhadap infeksi yang disebabkan oleh jamur
maupun bakteri
99m-Tc ketoconazol dapat bersifat sensitif
terhadap bakteri karena adanya pertambahan
aliran darah dan jumlah leukosit yang terjadi saat
inflamasi
Download