PELAJARAN KE XI 13 September 2014 "SABAT" Sabat Petang, 6

advertisement
PELAJARAN KE XI 13 September 2014
"SABAT"
Sabat Petang, 6 September
PENDAHULUAN
Yesus dan Hari Sabat. Istilah "Sabat" (artinya: hari perhentian) diperkenalkan oleh Musa dalam Torah (5
kitab pertama dari PL: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan) dan disebutkan untuk pertama
kali dalam kitab Keluaran (16:23). Namun cukup menarik bahwa kata "Sabat" lebih banyak terdapat
dalam empat kitab injil (4 kitab pertama dari PB: Matius, Markus, Lukas, Yohanes) ketimbang di seluruh
Torah. Dalam Alkitab bahasa Indonesia versi Terjemahan Baru (TB), kata "Sabat" pada kelima kitab
Torah berjumlah 37 ayat, dibandingkan dengan 44 ayat pada keempat kitab Injil. Selain itu, dalam Injil
kata Sabat lebih banyak merujuk kepada Sabat hari ketujuh dari pekan, dibandingkan dengan kata Sabat
dalam kitab Torah yang kebanyakan merujuk kepada "sabat" sebagai perayaan kudus.
Yesus sering berhadapan dengan orang-orang Farisi yang selalu berusaha mencari kesalahan-Nya dalam
soal pemeliharaan hari Sabat, seperti yang terjadi pada suatu hari Sabat di sebuah sinagog di mana
terdapat seorang yang tangan sebelahnya lumpuh. Yesus yang mengetahui bahwa orang-orang Farisi
yang ada di situ sedang memperhatikan, langsung saja menyuruh orang itu berdiri di tengah-tengah
mereka. "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau
berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" (Luk. 6:9). Yesus kemudian
menyembuhkan dia pada hari Sabat itu, hal mana membuat orang-orang Farisi itu marah (ay. 11).
Dalam Yudaisme moderen terdapat tidak kurang dari 39 kategori larangan pada hari Sabat, termasuk
hal-hal seperti mengikat ataupun melepas simpul tali dan menulis ataupun menghapus dua huruf
(Mishnah Shabbat, 7:2). Jadi, kaum pria Israel tidak boleh memakai sepatu bertali pada hari Sabat.
Penggunaan listrik dalam bentuk apapun juga dilarang, sebab menyalakan perangkat yang menggunakan
tenaga listrik (arus AC maupun DC/batere) secara teknis dianggap sama dengan menyalakan api yang
tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Jadi, mengemudikan mobil dan menggunakan telpon genggam
atau handy talky sama sekali dilarang pada hari Sabat, kecuali untuk keperluan-keperluan khusus
menyangkut keamanan dan keselamatan.
"Perdebatan-perdebatan Sabat dalam kitab-kitab Injil hanya berkaitan dengan bagaimana hari Sabat itu
dipelihara, tidak pernah soal kapan. Kehidupan dan pengajaran Yesus tidak meninggalkan keraguan
bahwa Sabat hari ketujuh akan terus berlangsung sebagai hari perhentian, bahkan sesudah kematian
dan kebangkitan-Nya...Pekan ini kita akan membahas hubungan Kristus dengan asal-usul dan
kepemilikan hari Sabat" [alinea kedua: dua kalimat terakhir; alinea ketiga: kalimat pertama].
Sementara satuan-satuan waktu (jam, hari, bulan dan tahun) ditentukan berdasarkan penghitungan
astronomis, pekan atau minggu adalah satu-satunya segmen waktu yang dikenal dalam peradaban
manusia--satuan waktu yang terdiri atas tujuh hari--yang tidak didasarkan pada hitungan astronomis
melainkan ditentukan berdasarkan adanya hari Sabat di penghujung minggu. Dalam kitab Kejadian pasal
1 dan 2 kita menemukan petunjuk bahwa penentuan jangka waktu satu minggu ditandai oleh Sabat hari
yang ketujuh.
Minggu, 7 September
HARI YANG DICIPTAKAN (Kristus, Pencipta Hari Sabat)
Minggu penciptaan. Allah bukan hanya menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya, tetapi Ia juga
menciptakan waktu. Lebih spesifik lagi, Allah juga menciptakan hari. "Allah melihat bahwa terang itu
baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu
malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama" (Kej. 1:4-5; huruf miring ditambahkan).
Kitab Kejadian juga dengan tegas menyebutkan bahwa sesudah Allah menyelesaikan penciptaan "langit
dan bumi dan segala isinya" (Kej. 2:1), maka "berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang
telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari
itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu" (ay. 2-3; huruf miring
ditambahkan). Jadi, Sabat hari yang ketujuh diciptakan Allah untuk menandai selesainya minggu
penciptaan, karena itu hari Sabat merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari minggu
penciptaan tersebut.
Sekadar informasi tentang empat kitab Injil, tiga kitab pertama--Matius, Markus, Lukas--itu disebut "injil
sinoptik" (sinoptik="melihat bersama"), artinya isi dari ketiganya ditulis dalam format yang sama, yakni
bertutur tentang ajaran dan tindakan Yesus. Sedangkan injil Yohanes, yang diyakini sebagai kitab yang
ditulis paling akhir dari keempat injil, memusatkan tulisannya pada siapa Yesus itu. Yohanes mengawali
injilnya dengan pernyataan, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia
dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan" (Yoh. 1:1-3; huruf
miring ditambahkan).
"Baik Yohanes dan Paulus tidak meninggalkan keraguan mengenai peran Kristus dalam penciptaan. Allah
Anak, Yesus Kristus, menciptakan segala sesuatu: 'Karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu,
yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan...Segala sesuatu
diciptakan oleh Dia dan untuk Dia' (Kol. 1:16-17). Melalui Kristus, Allah menciptakan alam semesta,
termasuk sistem tata surya kita, bumi dan segala yang ada di dalamnya, yang hidup dan yang
mati...Kristus, yang harus menjadi Penebus manusia, adalah juga Penciptanya. Di situlah, pada akhir dari
minggu Penciptaan, Tuhan memberikan kepada kita satu hari perhentian" [alinea pertama: empat
kalimat terakhir; alinea kedua: dua kalimat pertama].
Hari istirahat. Penciptaan Sabat hari ketujuh, seperti yang kita baca dari Alkitab, berkaitan dengan
perhentian. Allah berhenti pada hari ketujuh setelah enam hari bekerja menciptakan, bukan karena
Allah butuh istirahat, tetapi karena Allah dalam hikmat-Nya yang tak terduga itu melihat bahwa manusia
yang baru diciptakan itu memerlukan istirahat. Itulah sebabnya Yesus menegaskan lagi, "Hari Sabat
dibuat untuk manusia; bukan manusia untuk hari Sabat" (Mrk. 2:27, BIMK). Tentu saja Yesus sangat
paham tentang maksud diadakannya hari Sabat sebagai hari istirahat bagi manusia, sebab Ia sendiri
turut menciptakan hari Sabat itu di masa penciptaan.
"Allah yang sama yang telah menciptakan umat manusia dengan kebutuhan untuk beristirahat, juga
menyediakan sarana untuk beristirahat: satu hari dalam pekan di mana manusia harus menyisihkan
kesibukan dan beban-beban mingguan lalu beristirahat di dalam Dia, sang Pencipta. Sesudah
menyelesaikan Penciptaan, Ia sendiri berhenti pada hari yang ketujuh, bukan karena kelelahan tetapi
untuk memberkati dan menguduskan hari Sabat itu serta memberi kita teladan untuk diikuti" [alinea
terakhir: dua kalimat pertama].
Perhatikan tiga hal yang Allah lakukan pada Sabat hari ketujuh dalam minggu penciptaan: "Lalu Allah
memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala
pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu" (Kej. 2:3; huruf miring ditambahkan). Pada hari Sabat
itu Allah berhenti, karena itu Ia memberkati dan menguduskannya. Di kemudian hari, melalui nabi-Nya
yang lain, Allah berkata tentang umat Israel: "Hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada mereka menjadi
peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan, yang
menguduskan mereka" (Yeh. 20:12; huruf miring ditambahkan). Hari Sabat adalah "tanda" hubungan
antara Allah dengan umat-Nya, dan melalui hari Sabat itu Allah menguduskan mereka. Qadash adalah
kata kerja bahasa Ibrani untuk menguduskan, yang artinya "dipisahkan untuk maksud khusus."
Apa yang kita pelajari tentang hubungan Kristus dengan Sabat hari ketujuh?
1. Hari Sabat, khususnya Sabat hari yang ketujuh dalam pekan, bukan sekadar hari biasa yang menjadi
bagian dari waktu sepekan. Sebagai bagian dari penciptaan, Sabat hari ketujuh merupakan "mahkota"
dari penciptaan sebab hari itu menandai akhir dari minggu penciptaan. Allah berhenti pada hari itu, lalu
memberkati dan menguduskannya.
2. Yesus Kristus telah terlibat dalam penciptaan hari Sabat dan turut berhenti pada hari ketujuh itu.
Sewaktu hidup di dunia ini, "Firman" yang pada masa penciptaan sudah "bersama-sama dengan Allah
dan adalah juga Allah" (Yoh. 1:1) itu pun menegaskan kembali maksud penciptaan hari Sabat sebagai
hari perhentian.
3. Dalam rencana Allah, istirahat adalah bagian dari kehidupan manusia. Allah bukan saja menentukan
satu hari untuk istirahat, tapi Ia juga menetapkan hari apa sebagai hari perhentian--yakni Sabat hari
ketujuh, bukan hari Minggu. Sebab selain berhenti dari segala pekerjaan, Sabat adalah juga hari yang
diberkati dan dikuduskan-Nya.
Senin, 8 September
OTORITAS ATAS HARI SABAT (Kristus, Tuhan atas Hari Sabat)
Alasan untuk berhenti. Dalam Injil, Yesus Kristus sering berhadapan dengan kaum Farisi dan ahli Taurat
dalam soal pemeliharaan Sabat hari ketujuh dalam pekan. Misalnya ketika kaum Farisi mencela muridmurid Yesus yang kedapatan pada hari Sabat telah memetik bulir-bulir gandum untuk memakannya
karena lapar, sembari berjalan melewati ladang-ladang gandum. Di mata para pemuka agama Yahudi
itu, memetik bulir-bulir gandum untuk sekadar cemilan penahan lapar adalah perbuatan melanggar
hukum hari Sabat sebab disamakan dengan "memanen" gandum. "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat
sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat," kata mereka (Mat. 12:2). Terhadap tudingan yang
tidak masuk akal itulah Yesus menyatakan, "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia
untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat" (Mrk. 2:27-28; ayat hafalan).
Apa artinya hari Sabat "diadakan" untuk manusia? Kata Grika yang diterjemahkan dengan diadakan pada
ayat di atas adalah ginomai, sebuah kata kerja yang juga berarti menjadi, dijadikan, atau terjadi (Strong,
G1096). Alkitab versi Bahasa Indonesia Masa Kini menerjemahkan frase ini: "Hari Sabat dibuat untuk
manusia; bukan manusia untuk hari Sabat..." (BIMK; huruf miring ditambahkan). Kalau hari Sabat itu
diadakan, dibuat, atau dijadikan untuk manusia, itu berarti bahwa hari Sabat diciptakan demi
kepentingan manusia. Fakta kronologisnya, dalam minggu penciptaan itu manusia lebih dulu diciptakan
oleh Allah (pada hari keenam, atau hari Jumat dalam kalender kita) baru kemudian hari Sabat diadakan
(pada hari ketujuh, atau hari Sabtu dalam kalender kita).
Dalam lima hari pertama Allah lebih dulu menciptakan langit dan bumi serta segala isinya sebagai
habitat atau lingkungan hidup manusia, setelah itu semua siap baru manusia diciptakan, dan kemudian
Sabat sebagai hari perhentian itu dijadikan. Menarik untuk dicermati bahwa hari Sabat itu diadakan
hanya sehari setelah Adam dan Hawa diciptakan, jadi mereka belum bekerja selama enam hari penuh
sehingga perlu berhenti untuk beristirahat dari "melakukan segala pekerjaan" seperti apa yang
dimaksud oleh Hukum Keempat (Kel. 20:9-10). Sebenarnya, beristirahat bukanlah alasan utama untuk
berhenti pada hari Sabat. Manusia wajib berhenti pada Sabat hari ketujuh, "sebab enam hari lamanya
Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah
sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (ay. 11; huruf miring ditambahkan). Kita
berhenti pada hari Sabat untuk merayakan penciptaan, dan kita berhenti dari pekerjaan kita karena
Allah juga berhenti dari pekerjaan penciptaan pada hari Sabat!
Otoritas dan prioritas. Terhadap kritikan kaum Farisi atas tindakan murid-murid (bukan Yesus!) yang
memetik dan memakan bulir-bulir gandum pada hari Sabat, Yesus mengingatkan mereka tentang
peristiwa ketika imam Ahimelekh di kota Nob mengambil roti sajian dari Bait Suci untuk diberikan
kepada Daud dan pasukannya yang sedang kelaparan (1Sam. 21:1-6), roti yang menurut Hukum Musa
hanya boleh dimakan oleh para imam sebagai "bagian maha kudus" (Im. 24:9). Ahimelekh (namanya
berarti "Saudaraku adalah Raja") adalah cicit dari imam Eli, dan pada waktu itu menjabat sebagai imam
besar dibantu oleh anaknya, Abyatar (disebut sebagai imam besar dalam injil Markus), yang memang
sedang magang untuk menggantikan posisi sang ayah, satu-satunya imam yang luput dari pembantaian
raja Saul yang marah atas perbuatan mereka menolong Daud (baca 1Sam. 22:20).
Sebagai sebuah peristiwa, kisah Daud beserta para pengikutnya yang memakan roti kudus dan dijadikan
sebagai contoh pembanding oleh Yesus (Mat. 12:3-4), dan juga kesalahan para imam di dalam Bait Suci
(ay. 5), sebenarnya tidak sama dengan "pelanggaran" murid-murid seperti yang dituduhkan oleh orangorang Farisi itu. Tetapi dari segi kekudusan, apa yang dilakukan oleh Daud maupun para imam itu adalah
pelanggaran terhadap hukum Musa. Namun di sini Yesus sedang berbicara tentang skala prioritas,
bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu kesejahteran dan keselamatan manusia harus lebih
diutamakan ketimbang ketaatan secara kaku pada hukum, sepanjang hal itu tidak dipermasalahkan oleh
Pemberi hukum itu. "Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah...Karena Anak Manusia
adalah Tuhan atas hari Sabat" (ay. 6, 8).
"Di sini Yesus menegaskan kembali asal mula hari Sabat di Eden, dan mengubah prioritas-prioritas orang
Farisi yang salah mengenai manusia dan Sabat: hari Sabat diadakan untuk keuntungan manusia dan
berlanjut sebagai karunia pemberian Allah demi pelayanan umat manusia, gantinya umat manusia demi
pelayanan hari Sabat. Dan (2), dengan mengatakan: 'Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat'
(Mrk. 2:28), Kristus meneguhkan status-Nya sebagai Pencipta dan Pembuat hukum hari Sabat. Karena
itu, Ia sendiri memiliki otoritas untuk membebaskan hari Sabat dari hukum-hukum buatan manusia"
[alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang Kristus sebagai Tuhan atas hari Sabat?
1. Alkitab sudah mengatakan, dan hukum keempat dari Sepuluh Perintah pun menegaskan, bahwa
manusia wajib berhenti pada hari Sabat setiap pekan karena Allah sendiri sudah berhenti pada Sabat
hari yang ketujuh, dan dengan demikian kita mengenang penciptaan. Jangan kelewat kreatif dengan
menambah alasan-alasan lain meski "masuk akal."
2. Golongan Farisi di zaman Yesus adalah orang-orang yang kreativitasnya terlalu berlebihan sehingga
mereka membuat hari Sabat yang seharusnya adalah karunia Allah yang menguntungkan bagi manusia
menjadi beban yang memberatkan. Sesungguhnya, hari Sabat adalah "hari kenikmatan" dan hari kudus
Allah adalah "hari yang mulia" (Yes. 58:13).
3. Dengan menyodorkan alasan-alasan kemanusiaan sebagai dasar pertimbangan pemeliharaan hari
Sabat, Yesus tidak menjadikan "keadaan darurat" murid-murid-Nya yang kelaparan sebagai pembenaran
untuk pelanggaran kekudusan hari Sabat. Ini juga bukan alasan yang sah untuk makan siang di restoran
sehabis kebaktian Sabat seperti dibiasakan sebagian orang.
Selasa, 9 September
SABAT SEBAGAI HARI PERHENTIAN (Keteladanan Yesus)
Kebiasaan Yesus. Berdasarkan pada pernyataan Yesus dalam Matius 5:17, sebagian orang Kristen
percaya dan mengajarkan bahwa umat Kristen tidak perlu lagi memelihara Sabat hari ketujuh karena
semua perintah dari hukum Allah itu sudah "digenapkan" oleh Yesus. Menurut mereka, unsur berhenti
dari hukum keempat itu sudah digenapi oleh Yesus Kristus sendiri. Dengan mengutip perkataan "Anak
Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat" (Mat. 12:8), dan bahwa dengan beriman kepada Yesus Kristus
maka kita "masuk ke dalam perhentian-Nya" (Ibrani 3 dan 4), maka berhenti pada Sabat hari ketujuh
tidak diperlukan lagi. Tetapi, tentu saja, doktrin seperti ini tidak didasarkan pada pemahaman yang
benar atas maksud ayat-ayat tersebut, bahkan terkesan sebagai dalih yang mengada-ada.
Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Yesus, "menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke
rumah ibadat" (Luk. 4:16). Beribadah pada hari Sabat adalah perintah Allah dalam Sepuluh Perintah
yang ditaati oleh bangsa Israel sejak hukum itu diturunkan kepada mereka melalui Musa di gunung Sinai,
dan perintah pemeliharaan hari Sabat itu terus ditaati hingga sekarang. Selama hidup di dunia ini Yesus
memelihara Sabat hari ketujuh bukan saja karena dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia biasa Ia telah
dilahirkan sebagai seorang Yahudi, tapi juga karena Ia tahu bahwa perintah tentang pemeliharaan hari
Sabat itu abadi dan universil. Yesus tidak pernah membatalkan hukum Allah, termasuk hukum hari
Sabat, gantinya Ia memberi contoh dengan membiasakan diri memelihara hukum itu.
"Fakta bahwa Yesus Kristus selama pelayanan-Nya di dunia memelihara Sabat hari ketujuh, bersamasama dengan orang Yahudi, membuktikan bahwa siklus pekan belum hilang sejak pemberian hukum itu
di Sinai, atau bahkan sejak penciptaan. Keteladanan-Nya sebagai pemelihara hari Sabat adalah contoh
bagi umat Kristen untuk diikuti, baik dalam hal waktu maupun cara pemeliharaannya" [alinea pertama:
dua kalimat terakhir].
Berhenti dalam Yesus. Pada kesempatan berhari Sabat di kampung halaman-Nya di Nazaret itu, Yesus
didaulat untuk membaca Kitabsuci (bagi orang Yahudi adalah Alkitab Perjanjian Lama). Pembacaan
Kitabsuci merupakan bagian dari liturgi ibadah hari Sabat di sinagog, dan biasanya itu dilakukan oleh
pengurus teras sinagog setempat atau tamu yang dihormati. Sebagai warga setempat yang sudah
menjadi tenar di seluruh negeri, wajar jika jemaat memberi kesempatan itu kepada Yesus yang baru
pertama kali pulang kampung. Kepada Yesus diberikan duplikat dari gulungan kitab nabi Yesaya, dan Ia
memilih bagian belakang yang dalam Kitabsuci kita sekarang adalah pasal 61 ayat 1 dan 2. Sesudah itu
Yesus berkata, "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (Luk. 4:21), dan jemaat pun
"membenarkan Dia" sembari terheran-heran (ay. 22).
Yesus memilih bagian dari tulisan nabi Yesaya yang menubuatkan tentang Mesias (artinya "yang
diurapi") untuk menjadi "Pembebas" yang diutus Allah, bukan bagi orang Yahudi saja tapi juga semua
manusia sepanjang zaman, karena waktunya sudah genap "untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan
telah datang" (ay. 19; huruf miring ditambahkan). Kata Grika untuk rahmat dalam ayat ini adalah dektos,
kata sifat yang artinya diterima atau diperkenan, sebuah kata yang padanannya dalam bahasa Ibrani
adalah yobel. "Tahun rahmat" dalam injil Lukas ini sama dengan "tahun Yobel" dalam PL, yaitu "tahun
pembebasan" pada akhir setiap jangka waktu tujuh tahun (baca Imamat 25 dan 27).
"Itu adalah tahun ketujuh, atau Yobel, yakni tahun atau waktu perhentian. Cocok sekali, Yesus memilih
hari perhentian, hari Sabat, untuk mengumumkan pelayanan-Nya dalam hal penebusan, pembebasan,
dan penyembuhan. Sesungguhnya, kita menemukan perhentian dalam Yesus, suatu perhentian yang
diungkapkan dalam cara yang nyata pada setiap hari Sabat" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang keteladanan Yesus dalam hal perhentian hari Sabat?
1. Selama hidup-Nya di atas dunia ini Yesus membiasakan diri untuk beribadah di sinagog, menurut
kebiasaan sebagai orang Yahudi. Kalau Yesus sendiri yang adalah "Tuhan atas hari Sabat" berhenti dan
beribadah pada Sabat hari ketujuh dalam pekan, apakah kita yang mengaku sebagai pengikut-Nya tidak
akan mengikuti teladan ini?
2. Ketika Yesus diminta membaca Kitabsuci, Ia memilih bagian tulisan nabi Yesaya yang bernubuat
perihal Mesias dan tahun pembebasan. Kedatangan-Nya yang pertama menandakan tibanya "tahun
Yobel" bagi seluruh umat manusia, yaitu pembebasan dari hukuman dosa melalui kematian penebusanNya.
3. Dengan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, kita juga menerima "perhentian" di dalam Yesus
(Ibrani 3 dan 4). Dalam hal ini adalah perhentian abadi dalam kerajaan Surga dan di dunia baru, tapi
bukan berarti dengan demikian Yesus membatalkan Sabat hari ketujuh dalam pekan sebagai hari
perhentian.
Rabu, 10 September
SABAT SEBAGAI HARI PENYEMBUHAN (Mujizat Pada Hari Sabat)
Hari Sabat dan penyembuhan. Alkitab mencatat bahwa Yesus kerap mengadakan mujizat penyembuhan
pada hari Sabat, dan hal itu telah memprovokasi golongan Farisi dan para pemuka agama lainnya untuk
mencela Yesus. Begitu seringnya peristiwa itu terjadi sehingga seakan menimbulkan kesan bahwa Yesus
sengaja menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat untuk memancing perhatian orang banyak
terhadap hubungan antara hari Sabat dan penyembuhan, sesuatu yang mungkin saja Dia ingin
kemukakan. Benarkah?
Dalam beberapa kejadian, Yesus memang telah mengedepankan beberapa pemikiran untuk membuka
wawasan kaum Farisi perihal manfaat hari Sabat bagi manusia. Ketika pada suatu hari Sabat orang-orang
Farisi melihat gelagat Yesus hendak menyembuhkan seorang yang menderita kelumpuhan sebelah
tangannya di halaman tempat ibadah, mereka berusaha untuk mencegah dengan pura-pura bertanya
apakah pantas menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Tapi Yesus mengingatkan mereka tentang
menyelamatkan domba yang jatuh ke lobang pada hari Sabat, sambil berkata, "Bukankah manusia jauh
lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat" (Mat. 12:12; huruf
miring ditambahkan). Pada peristiwa lain, Yesus berkata bahwa seorang perempuan yang dirasuk Setan
selama 18 tahun sangat patut untuk "dibebaskan" dari penguasaan iblis, pada hari Sabat (Luk. 13:16).
"Yesus berusaha menekankan satu hal: Menyembuhkan pada hari Sabat tidak melanggar hukum.
Sebaliknya, hal itu lebih sah ketimbang apa yang banyak orang Farisi dan para pemuka agama biasa
lakukan pada hari Sabat...Bukankah nyawa seseorang lebih berharga daripada nyawa seekor binatang?
Sayangnya, para pengeritik Kristus memperlihatkan lebih banyak pengasihan terhadap ternak mereka
sendiri daripada manusia yang sedang menderita. Mereka membolehkan untuk beri minum seekor
hewan, tetapi tidak untuk memulihkan seseorang" [alinea pertama: dua kalimat terakhir; alinea kedua:
tiga kalimat terakhir].
Allah tidak pernah berhenti bekerja. Pada suatu kejadian lain, juga pada hari Sabat, Yesus telah
menyembuhkan seseorang yang sudah menderita lumpuh selama 38 tahun. Yesus yang merasa iba
terhadap pria itu, yang setiap hari menunggu keajaiban di tepi kolam Betesda tanpa pernah berhasil
menjadi orang pertama terjun ke kolam itu saat airnya berguncang, lalu menawarkan kesembuhan.
"Maukah engkau sembuh?" tanya Yesus kepadanya. "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah"
(Yoh. 5:6, 8). Seketika itu juga dia sembuh, dan saking gembiranya dia lupa pada pesan Yesus untuk
merahasiakan kesembuhannya. Bukan penyembuhannya yang dipermasalahkan orang Farisi, tapi
aktivitasnya yang memanggul tikar pada hari Sabat. "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang
mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah," katanya membela diri (ay. 11).
Dalam kepolosannya, saat bersua dengan Yesus di dalam Bait Suci, orang lumpuh yang baru sembuh itu
langsung memberitahukannya kepada para pemimpin agama yang tadi menegurnya. Kali ini Yesus
mengemukakan alasan yang lain kepada mereka yang hendak menganiaya diri-Nya, "Bapa-Ku bekerja
sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga" (ay. 17). Pernyataan ini justru semakin membuat mereka
berniat membunuh Dia, karena selain melanggar hari Sabat juga karena mengakui Allah sebagai Bapa
dan dengan demikian "menyamakan diri-Nya dengan Allah" (ay. 18). Allah berhenti mencipta pada hari
ketujuh minggu penciptaan, tetapi Allah tidak pernah berhenti bekerja pada Sabat hari ketujuh. Sama
seperti Allah Bapa, Yesus pun tidak pernah berhenti bekerja melayani manusia dengan perbuatanperbuatan kebajikan-Nya.
"Yesus mengajarkan bahwa kita seharusnya tidak menjadi legalistik ketika memelihara hari Sabat.
Memeliharanya berarti 'beristirahat' dari segala pekerjaan kita sendiri (Ibr. 4:10), dan lebih penting lagi
berhenti untuk mencoba mengerjakan cara kita sendiri kepada keselamatan--yang sama sekali mustahil.
Setan ingin meyakinkan kita untuk memelihara hari Sabat secara egoistis. Kalau dia tidak dapat
memaksa kita menentang hari Sabat, dia akan berusaha mendorong kita ke ekstrem yang lain:
Legalisme" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang hari Sabat dan mujizat penyembuhan oleh Yesus?
1. Perhentian hari Sabat tidak berarti kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan, melainkan itulah
hari yang paling baik untuk berbuat kebajikan. Berhenti dari kesibukan pekerjaan sehari-hari untuk
kepentingan diri sendiri, tapi sibuk "berbuat baik" demi kepentingan sesama manusia dalam cara apa
saja yang dapat kita lakukan.
2. Yesus sering mengadakan mujizat penyembuhan pada hari Sabat karena Dia berkuasa melakukan itu.
Anda dan saya mungkin tidak mampu memberi kesembuhan dan tidak mendapat karunia untuk
menyembuhkan, tetapi dengan berdoa memohon Yesus melakukannya bagi seseorang kita telah turut
mengambil bagian dari penyembuhan itu.
3. Allah Bapa dan Yesus Kristus tidak pernah berhenti bekerja bahkan pada hari Sabat sekalipun, namun
pekerjaan yang mereka lakukan itu adalah demi kepentingan dan kebaikan umat manusia. Dalam cara-
cara tertentu kita pun dapat membalas kebaikan Tuhan dengan mengerjakan sesuatu bagi kemuliaanNya pada hari Sabat.
Kamis, 11 September
KELESTARIAN HUKUM SABAT (Sabat Sesudah Kebangkitan)
Kekudusan dipertahankan. Nubuatan tentang kejatuhan dan kehancuran kota Yerusalem purba telah
diamarkan oleh Yesus sendiri ketika Ia mengingatkan bahwa bilamana "Pembinasa keji berdiri di tempat
kudus, menurut firman yang disampaikan oleh nabi Daniel" (Mat. 24:15), maka penduduk harus segera
meninggalkan kota dan lari ke wilayah pegunungan untuk menyelamatkan diri (ay. 16-18). Yesus
mengutip nubuatan yang terdapat dalam kitab nabi Daniel (9:26), yang kegenapannya terjadi pada
tahun 70 TM ketika pasukan pimpinan jenderal Titus (belakangan diangkat menjadi kaisar menggantikan
Nero yang bunuh diri tahun 68 TM), dibantu oleh wakilnya Tiberius Julius Alexander (mantan gubernur
Yudea, 46-48 TM), mengepung dan kemudian membinasakan kota Yerusalem beserta Bait Suci dan
mezbahnya. Banyak orang yang berhasil selamat karena melarikan diri sewaktu pasukan Romawi itu
sempat melonggarkan pengepungan, tetapi lebih banyak lagi yang terbunuh karena tetap bertahan di
dalam kota. Menurut sejarahwan Yosepus, tak kurang dari 1,1 juta orang tewas dan 97.000 lainnya
ditawan kemudian dijadikan budak.
Dalam amaran-Nya kepada masyarakat Yahudi waktu itu Yesus mengatakan, "Berdoalah, supaya waktu
kamu melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari Sabat" (Mat. 24:20).
Menghindari pengungsian pada musim dingin karena hal itu sangat memberatkan dan membahayakan,
tetapi menghindari pengungsian pada hari Sabat ialah agar kekudusan hari Sabat tetap terpelihara.
Berdasarkan catatan sejarah, pengepungan dan penyerangan itu dimulai dalam bulan April bertepatan
dengan perayaan Paskah.
"Perkataan Kristus dalam Matius 24:20 menunjukkan kepada kita bahwa dalam tahun 70 Tarikh Masehi,
sekitar empat puluh tahun sesudah kematian-Nya, hari Sabat harus tetap dianggap sama kudusnya
seperti sebelumnya. Kegaduhan, kegemparan, ketakutan, dan perjalanan yang perlu untuk mengungsi
dari Yerusalem tidak pantas terjadi pada hari Sabat" [alinea kedua].
Hari Sabat tidak berubah. Setelah kenaikan Yesus kembali ke surga pemeliharaan Sabat hari ketujuh
terus dijalankan oleh murid-murid dan para rasul sebagaimana tercatat dalam tulisan dokter Lukas
lainnya, yaitu kitab Kisah Para Rasul. Di antaranya, Paulus dan Barnabas ketika berada di kota Antiokhia
di wilayah Pisidia (Kis. 13:14, 42), selain itu juga di Ikonium (14:1). Sewaktu mengadakan perjalanan
bersama Silas, Paulus juga meneruskan kebiasaan beribadah pada hari Sabat di kota Tesalonika (17:1-2),
begitu juga ketika melakukan perjalanan sendirian dan tiba di kota Korintus di mana "setiap hari Sabat
Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang
Yunani" (18:4).
"Bagi para murid itu pergi ke sinagog sama seperti masuk gereja bagi kita sekarang ini: salah satu cara
terbaik untuk memelihara Sabat. Utamanya hal ini nyata bagi rasul Paulus yang hadir dalam ibadah di
sinagog pada hari Sabat ketika tidak ada gereja Kristen. Meskipun dia adalah rasul bagi bangsa-bangsa
kafir dan kampiun dalam soal pembenaran oleh iman, dia terbiasa pergi ke sinagog pada hari Sabat,
bukan saja untuk berkhotbah kepada orang-orang Yahudi tapi juga untuk memelihara kesucian hari
Sabat...Ayat-ayat ini memberi bukti yang kuat bahwa gereja mula-mula tidak mengetahui apa-apa
tentang hari pertama dalam pekan sebagai pengganti hari ketujuh" [alinea ketiga; alinea keempat:
kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Manakala bintang-bintang pagi berdendang bersama, dan semua anak-anak
Allah bersorak karena sukacita, hari Sabat telah dipisahkan sebagai tanda peringatan Allah. Allah
menguduskan dan memberkati hari itu di mana Ia sudah berhenti dari segala pekerjaan-Nya yang ajaib.
Dan hari Sabat ini, yang dikuduskan Allah, harus dipelihara sebagai perjanjian abadi. Itu adalah suatu
peringatan yang harus tegak berdiri dari zaman ke zaman, sampai pada penutupan sejarah dunia" (Ellen
G. White, Review and Herald, 30 Agustus 1898).
Apa yang kita pelajari tentang pemeliharaan hari Sabat sesudah kebangkitan Kristus?
1. Pesan dan harapan Yesus supaya penduduk Yerusalem tidak terpaksa mengungsi pada hari Sabat atau
musim dingin, bila nubuatan tentang penghancuran kota itu terjadi sesuai nubuatan dalam kitab Daniel,
membuktikan kepedulian-Nya terhadap nasib bangsa itu dan juga keprihatinan-Nya akan pentingnya
memelihara kekudusan hari Sabat.
2. Pemeliharaan Sabat hari ketujuh sebagai hari perhentian tidak berakhir dengan penyaliban Yesus atau
kenaikan-Nya ke surga, sebaliknya pemeliharaan hari Sabat menjadi warisan pengajaran dan
keteladanan Kristus. Dari masa ke masa orang-orang Kristen sudah menunjukkan kesetiaan itu, sampai
hukum Sabat diubah oleh manusia secara tidak sah.
3. Hukum tentang hari Sabat dari Sepuluh Perintah tidak pernah dibatalkan ataupun diubah, sama
dengan hukum-hukum lainnya seperti larangan membunuh, mencuri, berdusta, dan lain-lain yang tidak
pernah diubah atau dibatalkan. Sebagaimana Sepuluh Perintah itu abadi, demikianlah hukum Sabat itu
juga abadi.
Jumat, 12 September
PENUTUP
Tanda peringatan. Pernyataan Yesus bahwa Dia ["Anak Manusia"] adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat.
12:8) merupakan sebuah manifesto keilahian sebagai Pemberi hukum, dan keteladanan-Nya dalam
pemeliharaan hari Sabat semasa hidup di dunia ini menunjukkan kesungguhan-Nya terhadap
pelaksanaan hukum itu oleh manusia. Sebagai Oknum ilahi Yesus tidak terikat pada tuntutan dalam
Sepuluh Perintah, bahkan Ia berada di atas hukum itu, namun dalam penjelmaan-Nya sebagai manusia
biasa Yesus menunjukkan kepatuhan-Nya pada tuntutan hukum itu. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pada hukum pemeliharaan hari Sabat itulah kekuasaan ilahi dan ketaatan manusia bertemu.
"Karena ketika berbicara tentang Israel, Ia berkata, 'Hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada mereka
menjadi peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan yang
menjadikan mereka.' Yehezkiel 20:21. Maka hari Sabat adalah tanda kuasa Kristus untuk menjadikan kita
suci. Dan itu diberikan kepada semua orang yang disucikan Kristus. Sebagai suatu tanda dari kuasa-Nya
yang menyucikan, Sabat diberikan kepada semua orang yang melalui Kristus menjadi bagian dari Israel
milik Allah" [empat kalimat terakhir].
Sebagai sebuah "tanda peringatan" hubungan antara Allah dan umat-Nya, hari Sabat menjadi seperti
"bendera nasional" yang menyatakan ikatan kewarganegaraan umat Allah dengan Surga. Layaknya
seorang warganegara yang cinta bangsa dan tanah air kita tentu akan selalu menjunjung tinggi bendera
kebangsaan dan senantiasa membela kehormatannya. Sebagai orang Kristen, "kita adalah warga negara
surga," tulis rasul Paulus (Flp. 3:20, BIMK), dan kita bangga untuk membela kehormatan hari Sabat.
"Berbahagialah orang yang melakukannya, dan anak manusia yang berpegang kepadanya: yang
memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang menahan diri dari setiap perbuatan jahat"
(Yes. 56:2).
Download