SISTEM KETATANEGARAAN RI BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945 INDONESIA SUMBER HUKUM KETATANEGARAAN REPUBLIK Negara adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sekumpulan masyarakat yang mempunyai keinginan untuk bersatu yang diatur dalam sebuah organisasi yang berbentuk pemerintahan yang mengatur berbagai kehidupan bersifat mengikat dan memaksa dan bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang aman, tertib, damai, sejahtera. Hukum Ketatanegaraan di Indonesia telah disebutkan dan dijelaskan dalam UUD atau Konstitusi Negara Indonesia. Ada dua perbedaan pendapat dalam memaknai istilah UUD dan Konstitusi. Menurut tokoh paham kaum lama, Herman Heller menyatakan bahwa UUD dan Konstitusi itu berbeda, konstitusi memiliki 3 pengertian, yaitu: 1) Konstitusi merupakan kehidupan politik dalam bermasyarakat. 2) Kegiatan mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang berlaku dan dijadikan sebagai kaidah hukum, maka konstitusi disebut dengan UUD (Rechverfassung). 3) Tulisan naskah sebagai undang-undang dasar tertinggi dalam suatu Negara. Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa UUD adalah bagian dari konstitusi. Sedangkan menurut tokoh paham modern, Oliver Cromwell, UUD dan konstitusi digunakan sebagai landasan hukum bangsa. Pereseran makna konstitusi muncul karena adanya civil law yang menganut kodifikasi (penyatuan) yang berujuan untuk mencapai kesatuan hukum, kepastian hukum, dan keserhanaan hukum. Dimasa penjajahan sudah diterapkan berbagai peraturan ketatanegaraan di Hindia-Belanda. Ada dua system yang diterapkan yaitu, sistem Regeling Reglement (RR) pada sistem ini adalah sistem peraturan pemerintah yang dibuat oleh gurbernur jendral, akan tetapi karena sistem ini dirasa terdiri dari satu pihak saja maka setelah itu sistem ini dirubah menjadi Indischee Staatsregeling (IS) pada sistem ini tidak hanya diberlakukan peraturan yang setingkat UU yang dibuat oleh gurbernur jendral Ordonantie saja, namun juga harus melalui persetujuan parlemen Volksraad. Sumber hukum ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 oleh PPKI yang telah dirancang oleh BPUPKI dan bertahan 4 tahun.menurut Marsudi (2012:62) berikut ini masa berlaku beberapa UUD di Indonesia, yaitu: 1) UUD 1945 (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949), dalam UUD ini tercantum beberapa peraturan perundangan, yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Dalam prakteknya terdapat beberapa jenis peraturan, yaitu, Penetapan Pemerintah, Peraturan Presiden, Penetapan Pemerintah, Maklumat Pemerintah, dan Maklumat Presiden (Wakil Presiden). 2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 s/d17 Agustus 1950), terdapat beberapa peraturan yaitu, Konstitusi Sementara RIS, Undang-undang (Undang-undang Darurat), dan Peraturan Pemerintah. Dalam pelaksanaannya terdapat peraturan lain, misalnya peraturan menteri. 3) UUDS 1950 (17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959), masa iniberlaku Undang-Undang, Undang-undang Darurat, Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan-Peraturan Tingkat Daerah. 4) UUD 1945 masa orde lama (5 Juli 1959 s/d 11 Maret 1966) peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perppu, Peraturan Pemerintah/Peratura Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan Menteri. Selain itu juga terdapat peraturan perundangan tingkat daerah. 5) UUD 1945 masa ode baru (11 Maret 1966 s/d 28 Juli 1998), tata urutan peraturan perundangan RI menurut Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 adalah UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Presiden, dan Peraturan-Peraturan lain Pelaksanaannya. Menurut Marsudi (2012:62-63) pada saat Reformasi saat ini tantang peraturan perundangan diatur dalam Tap MPR No.III/MPR/2000, terdiri dari Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan Undang-undang Dasar 1945, ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah. Setelah itu hierarki peraturan perundangan RI berubah berdasarkan UU No.10 tahun 2004 dan UU No 12 tahun 2012 tentang pembentukkan Peraturan Perundang-undangan. Jenis dan peraturan Perundang-undangan RI menurut UU tersebut adalah UUD 1945, undang-undang/Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah mencakup peraturandaerah tingkat provinsi, peraturan daerah tingkat kota/kabupaten dan peraturan tingkat desa. Tata hukum di Indonesia selain tata hukum tertulis juga terdapat tata hukum tidak tertulis yang disebut dengan istilah Konvensi yaitu, sebuah aturan ketatanegaraan yang menjadi kebiasaan untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada dalam sebuah peraturan Negara. KEDUDUKAN PANCASILA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI Di Indonesia terdapat landasan hukum yang merupakan kekuatan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menjamin kehidupan berbangsa dan bernegara yang diinginkan yang berbentuk landasan filosofis yaitu yang disebut Pancasila yang mempunyai lima prinsip dan digunakan sebagaidasar untuk mencapai tujuan nasional Negara Indonesia, yaitu: 1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2) Memajukan kesejahteraan umum, 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, 4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Pada pembukaan UUD 1945 selain pancasila terdapat juga 4 pokok pikiran, yang dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945 sebelum amandemen, yaitu: 1) Bahwa negara Idonesia adalah negara yang melindungi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan perseorangan baik itu golongan, ras, maupun suku. 2) Bahwa negara Indonesia mewujudkan keadilan social bagi seluruh warganya. 3) Bahwa negara Indonesia diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat. 4) Bahwa negara Indonesia adalah Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap alinea yang terdapat dalam UUD 1945 mengandung cita-cita luhur yang menjiwai seluruh materi dalam UUD. Alinea pertama, menegaskan bahwa kemerdekan adalah hak segala bangasa, sehingga semua bentuk penajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Alinea kedua, menjelaskan tentang perjuangan panjang bangsa Indonesia untuk mencapai Indonesia ang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea ketiga, menunjukkan pengakuan bangsa Indonesia akan kekuasaan Tuhan yang telah memberika kekuatan kepada bangsa Indoneia sehingga dapat merdeka. Alinea keempat, menggambarkan visi bangsa Indonesia untuk membangun sistem kenegaraan yang diselenggarakan untukmewujudkan Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. SISTEM PEMERINTHAN INDONESIA Dalam sistem pemerintahan di Indonesia sejak masa kemerdekaan sampai era reformasi ini mengalami pelaksanaan yang berbeda. Pada saat awal kemerdekaan menggunakan UUD 1945 sebagai peraturan pemerintahan dengan sistem presidensial, akan tetapi pada kenyataannya pelaksanaannya menggunakan sistem parlementer. Seiring berjalannya waktu dan Indonesia mengalami berbagai sistem pemerintahan saat ini, Indonesia yakin bahwa Negara kesatuan yang berbentuk Republik Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensial dirasa masih cocok untuk diterapkan, akan tetapi kenyataannya dalam UUD 1945 merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh sistem parlementer, sehingga para ahli menyatakan bahwa Indonesia cenderung merupakan sistem kuasi presidensial (presidensial semu). Kenyataan ini dapat dilihat, pada pertnggung jawaban presiden kepada MPR sebagai lembaga tertinggi Negara. Selainitu juga kewenagan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, selain itu juga kewenangan MPR untuk memberhentikan Presiden di tengah jalan karena Presiden melakukan pelanggaran dan kesalahan dalam memerintah negarannya. Setelah 1945 diamandemen sistem yang dianut pemerintahan Indonesia mengarah presidensial. Pada sistem pemerintahan ini presiden tidak lagi dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh lembaga tertinngi negara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Akan tetapi presiden langsung dipilih oleh rakyat dan MPR hanya melantik. Selain MPR yang menjadi lembaga tertinggi Negara pada sistem presiensial, presiden kedudukannya juga menjadi lembaga tertinggi Negara. Jika presiden dinyatakan melanggar UUD atau melakukan perbuatan yang tercela, maka tugas MPR hanya menetapkan saja, tidak memutuskan dan yang memutuskan ialah Mahkamah Konstitusi (MK). Pada sistem presidensial, presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Sebagai Kepala Negara, tugas presiden sebagai tercantum dalam beberapa pasal UUD 1945, yaitu: 1) Pasal 10, presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut,dan angkatan udara. 2) Pasal 11, presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang dan membuat pernjanjian dengan negara lain. 3) Pasal 12, presiden menyatakan keadaan bahaya. 4) Pasal 13, presiden mengangkat duta dan konsul. 5) Pasal 14, presiden memberi grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi. 6) Pasal 15, presiden gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan Dalam sistem ini presiden tidak sepenuhnya mempunyai kekuasaan presiden harus memperhatikan pertimbangan dari beberapa pihak, diantaranya DPR dan Mahkamah Agung. Dan juga tugas presiden sebagai kepala pemerintahan ada dalam UUD 1945 juga diantaranya yaitu: 1) Pasal 17, presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. 2) Pasal 22, dalam keadaan darurat presiden berhak menetapkan peraturan pemerinth pengganti undang-undang. 3) Pasal 18, tentang pemerintahan daerah, hal ini berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari yang dalam penyelenggaraannya dijalankan oleh presiden sebagai lembaga eksekutif. Organ negara di Indonesia pada masa reformasi mengalami berbagai pergeseran, dari yang semula menganut sistem Separation of Power (pembagiaan kekuasaan), bergeser kearah Distribution of Power. Pergeseran ini dapat dilihat pada pasal 9 ayat 1 sebelum amandemen yang menyatakan bahwa kekuasaan membuat perundang-undangan dilaksanakan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Setelah amandemen dapat dilihat pada pasal 20ayat 1 menyatakan dengan tegas bahwa kekuasaan membentuk UU dilakukan oleh DPR, berbeda dengan pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa presiden hanya berhak mengajukan RUU kepada DPR. LEMBAGA NEGARA Sebuah Negara dalam menjalankan aktivitas kenegaraan memerlukan sebuah lembaga atau organisasi untuk mengatur kehidupan bernegaranya. Lembaga Negara biasanya dikenal juga dengan istilah Lembaga Pemerintahan. Sebuah lembaga dibentuk berdasarkan dan sesuai dengan tujuan UUD 1945. Ada 3 bentuk pembentukan Negara berdasakan UUD 1945, yaitu: 1) Lembaga yang dibentuk secara eksplisit tercantum dalam UUD merupakan organ konstitusi. 2) Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU termasuk organ Undang-undang. 3) Lembaga yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden merupakan organ Keppres Negara itu seperti sebuah organisasi. Organisasi dalam negara untuk menjalankan aktifitas diperlukan sebuah lembaga atau organ negara. Menurut ahli Hans Kelsen organ negara adalah orang yang bekerja menjalankan suatu fungsi negara yang ditentukan oleh tata hukum. Selain itu, organ negara dapat diartikan sebagai jabatan yang ditentukan oleh hukum yang berfungsi sebagai menciptakan norma dan menjalankan norma. Lembaga negara disebut lembaga pemerintahan dan lembaga negara. Lembaga yang dibentuk oleh UUD yang disebut dengan organ konstitusi. Adapula lembagayang dibentuk oleh UU yang disebut dengan organ UU. Sedangkan lembaga yang dibentuk oleh keputusan presiden disebut dengan organ keputusan presiden (keppres). Dari ketiga lembaga tersebut kedudukannya tidak sama, perbedaan tersebut disebabkan oleh peraturan pembentukkannya. Berdasarkan lembaga negara tersebut, ada yang berfungsi sebagai primer/ utama dan ada juga sebagai penunjang, sedangkan menurut hirarkhinya lembaga negara dibagi tiga tingkatan, yaitu: 1) Lembaga tinggi negara 2) Lembaga negara 3) Lembaga Daerah Berdasarkan bagan, lembaga tinggi negara tersebut kekuasaan yang terdapat dalam negara ada tiga, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada lembaga legislatif terdapat MPR, DPR, dan DPD. Di dalam lembaga eksekutif terdapat BPK, Presiden dan Wapres yang berperan untuk melaksanakan pemerintahan berdasarkan peraturan yang telah dibuat. Sedangkan di dalam lembaga yudikatif terdapat MA, MK, dan KY yang memiliki fungsi kehakiman atau penegak hukum. Berdasarkan perubahan UUD 1945 tidak mengenal lembaga tertinggi dan tinggi negara, malainkan lembaga kekuasaan negara yang terdiri atas berikut: 1. Lembaga Legislatif, yaitu MPR, terdiri atas DPR dan DPD. 2. Lembaga Eksekutif, taitu Presiden dan Wakil Presiden. 3. Lembaga Yudikatif yang memegang kekuasaan kehakiman, yang terdiri dari MA, MK dan KY. 4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Syahrial Syarbaini, hal 118) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Setelah proses amandemen UUD 1945 kedudukan MPR mengalami penurunan, semula MPR sebagai lembaga tertinggi negara berubah menjadi lembaga tinggi negara. MPR beranggotakan DPR dan DPD yang langsung dipilih rakyat tiap 5 tahun sekali. Keanggotaan MPR diresmikan oleh keputusan presiden bersamaan dengan peresmian anggota DPR dan DPD. MPR melaksanakan sidang sedikitnya satu kali dalam waktu lima tahun di ibukota negara. Perbandingan tugas dan wewenang MPR sebelum dan sesudah UUD 1945 Amandemen No. UUD 1945 UUD 1945 Amandemen 1. Mengubah dan menetapkan UUD Mengubah dan menetapkan UUD 2. Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan dalam Sidang Paripurna MPR Melantikt Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam Sidang Paripurna MPR 3. Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden Apabila Presiden atau Wakil Presiden melanggar hukum atau GBHN Memutuskan usul DPR berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/ atau Wakil Presiden diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasan dalam Sidang Paripurna MPR Sebelum amandemen UUD 1945, MPR mempunyai tugas dan wewenang untuk memilih dan mengangkat presiden dan wapres. Selain itu MPR berwenang untuk memberhentikan presiden dan wapres apabila presiden dan wapres dianggap melanggar GBHN. Sehingga penurunan ini didasari oleh alasan hukum, ekonomi, maupun politik. Setelah diamandemen MPR hanya bertugas untuk melantik presiden dan wapres, sedangkan yang memilih adalah masyarakat. MPR juga tidak berwenang untuk memberhentikannya karena yang berwenang adalah MK yang menyatakan bahwa presiden dan wapres telah melanggar hukum. Sehingga alasan politis sulit untuk memberhentikan presiden dan wapres. Menurut Syahrial Syarbaini tentang MPR: Perbedaan MPR sebelum dan sesudah perubahan UUD dapat dilihat dari bagan berikut: Perbedaan Sebelum 1945 perubahan Komposisi DPR, utusan golongan Rekrutmen DPR (lewat PEMILU dan diangkat), utusan daerah dan golongan yang diangkat Seluruh anggota DPR dan DPD dipilih lewat PEMILU Legislasi Oleh DPR Kekuasaan di legislasi berada di DPR, DPD juga dapat mengajukan dan membahas RUU berkaitan dengan otonomi daerah Kewenangan Tak terbatas Terbatas atas tiga, yaitu mengubah UUD, melantik Presiden/ Wakil Presiden, dan impeachment daerah, UUD dan Sesudah perubahan UUD 1945 Anggota DPR dan DPD Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR terdiri dari 550 orang yang dipilih melalui PEMILU, yang beranggota dari partai politik. Keanggotaan DPR diresmikan secara langsung oleh presiden dan menjadi anggota DPR dalam waktu 5 tahun. DPR sebagai lembaga tinggi negara mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi DPR ialah mempunyai kekuasaan untuk membentuk UU. Bila menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara adalah fungsi anggaran DPR. Sedangkan fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemerintahan negara. Tugas dan wewenang DPR antara lain: 1) 2) 3) Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti UU. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan. 4) Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 5) Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD. 6) Melaksanakan pengawasan terhadan pelaksanaa UU anggara APBN serta kebijakan pemerintah. Sebagai lembaga tinggi negara DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak menyataka pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau menganai kejadian luar biasa terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai rekomendasi penyelasaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa presiden dan/atau wapres melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wapres. Anggota DPR juga mempunyai hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, dan imunitas. Hak imunitas atau hak kekebalan hukum anggota DPR adalah hak untuk tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena penyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat-rapat DPR dengan pemerintah dan rapat-rapat DPR lainnya sesuai dengan peraturan UU. Menurut Syahrial Syarbaini tentang hak DPR, yaitu: 1) Hak meminta keterangan (interpelasi) 2) Hak mengadakan penyelidikan (angket) 3) Hak mengadakan perubahan (amandemen) 4) Hak mengajukan pertanyaan pendapat 5) Hak mengajukan/ menganjurkan seseorang, jika ditentukan oleh suatu peraturan perundangan 6) Hak mengajukan rancangan undang-undang (inisiatif) 7) Hak mengajukan pertanyaan, protokoler, dan hak keuangan/ administratif Menurut Inu Kencana dan Azhari tentang hak DPR, yaitu: 1. Hak Petisi (hak untuk mengajuka pertanyaan bagi setiap anggota) 2. Hak Budget (untukmenetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara/ daerah) 3. Hak Interprestasi (untuk meminta keterangan terutama pada eksekutif) 4. Hak Amandemen (hak untuk mengadakan perubahan peraturan) 5. Hak Angket (untuk mengadakan penyelidikan karena diduga terlibat kasus) 6. Hak Inisiatif (untuk mengajukan rancangan undang-undang) 7. Hak Prakars 8. Hak mengajukan pertanyaan pendapat Kewajiban DPR, yaitu: a) Mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 b) Menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara/ daerah c) Memperhatikan aspirasi masyarakat DPR 1. 2. 3. memiliki alat kelengkapan, yaitu: Pimpinan DPR Fraksi-fraksi Komisi-komisi 4. 5. 6. 7. Badan Musyawarah Badan Urusan Rumah Tangga Badan Kerjasama antar Parlemen Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DPD adalah wakil-wakil dari provinsi yang dipilih melalui PEMILU. Setiap provinsi diwakili oleh 4 orang. DPD diresmikan melalui keputusan Presiden. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun. DPD memiliki fungsi, yaitu: 1) Mengajukan usul, yang wewenangnya adalah DPD mengajukan rancangan undang-undang yang berberkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR 2) Ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan legislasi tertentu, contohnya rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. 3) Pengawasan terhadap pelaksanaan undang –undang yang sedang berlaku. Presiden Syarat untuk menjadi Presiden adalah Harus WNI sejak lahir dan tidak pernah berganti kewarganegaraan, tidak harus orang Indonesia asli. Masa jabatannya adalah 5 tahun dan setelah itu hanya dapat menjadi presiden lagi pada periode ke dua. Presiden memegang kekuasaan pemerintah negara Indonesia. Dalam menjalankan pemerintahannya herus berdasar kepada Undang-undang Dasar 1945. Presiden dibantu oleh Wakil Presiden. Peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga kepresidenan dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Peraturan yang dikeluarkan untuk melaksanakan peraturan yang lebih tinggi 2) Peraturan yang ditetapkan secara mandiri, tidak untuk menjalankan peraturan yang lebih tinggi 3) Keputusan hukum yang bersifat penetapan administratif Presiden dan Wakil Presiden dapat diturunkan dari jabatan jika melakukan pelanggaran hukum, sebagai berikut: 1) Pengkhianatan kepada negara 2) Korupsi 3) Penyuapan 4) Tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela 5) Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Menurut Inu Kencana dan Azhari tentang Presiden dan Wakil Presiden yaitu: Kekuasaan dan kewenangan kepala negara meliputi: 1. Melangsungkan perjanjian dengan negara lain 2. Mengadakan perdamaian dengan negara lain 3. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya 4. Mengumumkan perang terhadap negara lain 5. Mengangkat, melantik dan memberhentikan duta serta konsul untuk negara lain 6. Menenrima surat kepercayaan dari negara lain melalui duta dan konsul negara lain 7. Memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan tingkat nasional, dan lain-lain 8. Menguasai Angkatan Laut, Darat, dan Udara serta Kepolisian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) BPK adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Anggota BPK terdiri dari 9 orang yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Wewenang BPK menurut pasal 9 ayat 1 adalah: 1) Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan danmelaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan 2) Menyusun dan menyajikan laporan pemerintaan 3) Menminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya 4) Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara 5) Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK 6) Menetapkan standar pemeriksaan keuangan setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara 7). Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab diluar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK 8). Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK 9). Membina jabatan fungsional Pemeriksa 10). Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan 11). Memberi pertimbangan atas rencana sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah. Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan pengadilan yang diatur dalam UUD 1945 amandemen, dan lebih rinci diatur dalam UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota, dengan jumlah hakim agung maksimal 60 orang. Syarat untuk menjadi hakim agung antara lain: 1) WNI 2) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3) Berijazah sarjana hukum, atau sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang hukum 4) Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun Sistemnya yaitu, Komisi Yudisial mengajukan calon Hakim Agung kepada DPR. Setelah itu DPR mengajukan nama kepada Presiden untuk ditetapkan atau diangkat sebagai Hakim Agung. Sedang ketua dan wakil ketu Hakim Agung dipilih oleh semua anggota Hakim Agung. Mahkamah Agung bertugas dan berwenang unruk memeriksa dan memutuskan: 1) Permohonan kasasi 2) Sengketa tentang kewenangan mengadili 3) Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan dari semua lingkungan pengadilan karena: 1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang 2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku 3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya keputusan yang bersangkutan. Menurut Inu Kencana dan Azhari tentang Mahkamah Agung: Susunan Mahkamah Agung : 1) Seorang Ketua Mahkamah Agung 2) Seorang Wakil Ketua Mahkamah Agung 3) Beberapa Orang Ketua Muda 4) Hakim Anggota, yaitu Hakim Agung 5) Panitera dan Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi (MK) Mahkamah konstitusi beranggotakan 9 hakim konstitusi yang ditetapkan oleh presiden. Hakim konstitusi diajukan masingmasing 3 orang oleh ahkamah Agung, 3 orang oleh DPR, 3 orang oleh Presiden. Masa jabatannya 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Kewajiban dan wewenang MK: 1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya final dan mengikat untuk menguji undang-undang terhadap UUD 2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 3) Memutus pembubaran partai politik 4) Memutus perselisihan tentang hasil PEMILU 5) Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/ atau Wakil Presiden Ketika terdapat permohonan atau gugatan, beberapa bentuk persidangan yang dilakukan antara lain: 1) Sidang Panel (Sidang pendahuluan yang tujuannya melakukan pemeriksaan terhadap kedudukan hukum pemohon dan isi permohonan 2) Rapat permusyawaratan Hakim (RPH), yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. RPH membahas secara mendalam materi permohonan atau gugatan untuk mengambil suatu keputusan 3) Sidang Pleno, dilaksanakan secara terbuka untuk umum yang harus dihadiri minimal tujuh hakim MK, persidangan ini meliputi mendengarkan pemohon, keterangan saksi, ahli dan pihak terkait serta alat-alat bukti, dan akhir dari persidangan ini adalah pembacaan keputusan. Komisi Yudisial (KY) Diatur dalam UUD 1945 pasal 24C yang terdiri dari empat ayat, berdasarkan UU No.22 Tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Anggota KY berjumlah 7 orang yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi Yudisial memiliki kewenangan, mengusulkan pengangkatan Hakim Agung. Dalam mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, Komisi Yudisial bertugas: 1) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung 2) Melakukan seleksi terhadap Hakim Agung 3) Menetapkan calon Hakim Agung 4) Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal terhadap hakim, yang kesemuanya itu dilakukan dalam rangka menjaga dan menegakkan keehormatan martabat. Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Hakim yang diduhga telah melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diperiksa oleh Mahkamah Agung dan/ atau Komisi Yudisial. EMPAT PILAR KEBANGSAAN PANCASILA, UUD 45, NKRI DAN BHINEKA TUNGGAL IKA PILAR BHINEKA TUNGGAL IKA Dalam berbagai wacana yang disampaikan baik dalam forum resmi maupun non resmi, seperti yang telah disampaikan di depan, terungkap bahwa terdapat empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Empat pilar tersebut adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan empat pilar tersebut ada yang berpendapat sebagai harga mati. Pada tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato politiknya, menegaskan kembali konsensus dasar yang telah menjadi kesepakatan bangsa tersebut, yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Konsensus dasar tersebut merupa-kan konsensus final, yang perlu dipegang teguh dan bagaimana memanfaatkan konsensus dasar tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman baik internal maupun eksternal. Hal ini diungkap kembali oleh Bapak Presiden pada kesempatan berbuka bersama dengan para eksponen ’45 pada tanggal 15 Agustus 2010 di istana Negara. Namun di sisi lain sebagian masyarakat memperta-nyakan atau mempersoalkan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam kaitannya dengan implementasi Undang-undang No.32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Mengacu pada pasal 10 UU tersebut, dinyatakan bahwa “pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya.” Berbasis pada pasal tersebut, beberapa pemerintah daerah tanpa memperha-tikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melaju tanpa kendali, bertendensi melangkah sesuai dengan keinginan dan kemauan daerah, yang berakibat terjadinya tindakan yang dapat saja mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa yang menyimpang dari makna sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Namun apabila kita cermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota DPRD wajib “memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya apabila prinsip Bhinneka Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam melaksanakan UU Pemerintah Daerah dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak wajib memahami makna yang benar terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana meman-faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan kenegaraan pada umumnya. Sejak awal telah begitu banyak pihak yang berusaha membahas untuk memahami dan memberi makna Pancasila, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu pilar Bhinneka Tunggal Ika masih kurang menarik bagi pihak-pihak untuk membahas dan memikirkan bagaimana implementasinya, padahal Bhinneka Tunggal Ika memegang peran yang sangat penting bagi negara-bangsa yang sangat pluralistik ini. Dengan bertitik tolak dari pemikiran ini, dicoba untuk membahas makna Bhinneka Tunggal Ika dan bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga Bhinneka Tunggal Ika benar-benar dapat menjadi tiang penyangga yang kokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Penemuan dan Landasan Hukum Bhinneka Tunggal Ika Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada bahasa Sanskrit, hampir sama dengan semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa Amerika Serikat yang maknanya diversity in unity, perbedaan dalam kesatuan. Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar empat abad setelah mpu Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin tidak ada hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu. Kutipan tersebut berasal dari pupuh 139, bait 5, kekawin Sutasoma yang lengkapnya sebagai berikut: Jawa Kuna Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa. Alih bahasa Indonesia Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Sasanti yang merupakan karya mPu Tantular, yang diharapkan dijadikan acuan bagi rakyat Majapahit dalam berdharma, oleh bangsa Indonesia setelah menyatakan kemerdekaannya, dijadikan semboyan dan pegangan bangsa dalam membawa diri dalam hidup berbangsa dan bernegara. Seperti halnya Pancasila, istilah Bhinneka Tunggal Ika juga tidak tertera dalam UUD 1945 (asli), namun esensinya terdapat didalamnya , seperti yang dinyatakan :” Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusanutusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.” Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan :”Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250zelfbesturende landschappen dan voksgemeenschappen. Daerah daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.” Maknanya bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan perlu ditampung keanekaragaman atau kemajemukan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan Undang-Undang Dasar Sementera tahun 1950, pasal 3 ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan lambang negara oleh Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut terbit Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang Lambang Negara. Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula. Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang Negara Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa : Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya; 2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan 3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA. Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagaki berikut: Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga pembangunan yang kokoh dan kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yang digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung Garuda tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya melambangkan tanggal 17, jumlah bulu pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah bulu dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45. Dengan demikian jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945. Sementara itu perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan Negara Indonesia yang terletak di garis khalustiwa, dilambangkan dengan garis hitam horizontal yang membagi perisai, sedang lima segmen menggambarkan sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang terletak di tengah perisai yang menggambarkan sinar ilahi. Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari bulatan dan persegi menggambarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sekaligus melambangkan monodualistik manusia Indonesia.Kebangsaan dilambangkan oleh pohon beringin, sebagai tempat berlindung; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-rakatan/perwakilandilambangkan dengan banteng yang menggambarkan kekuatan dan kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan kapas dan padi yang menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran. Dari gambaran tersebut, maka untuk dapat memahami lebih dalam makna Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari pemahaman makna merdeka, dan dasar negara Pancasila. Marilah secara singkat kita mencoba untuk memberi makna kemerdekaan sesuai dengan kesepakatan bangsa. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama disebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.” Memang semula kemerdekaan atau kebebasan diberi makna bebas dari penjajahan negara asing tetapi ternyata bahwa kemerdekaan atau kebebasan ini memiliki makna yang lebih luas dan lebih dalam karena menyangkut harkat dan martabat manusia, yakni berkaitan dengan hak asasi manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam olah fikir, bebas berkehendak dan memilih, bebas dari segala macam ketakutan yang merupakan aktualisasi dari konsep hak asasi manusia yakni mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau kebe-basan memiliki makna lebih luas, karena dengan globalisasi berkembang neoliberalisme, neokapitalisme, terjadilah penjajahan dalam bentuk baru. Terjadilah penjajahan dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang sosial budaya dan dalam aspek kehidupan yang lain. Dengan kemerdekaan kita maknai bebas dari berbagai eksploatasi manusia oleh manusia dalam segala dimensi kehidupan dari manapun, baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Sementara itu penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila yang telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka penerapan Bhinneka Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi dengan sepertinya. Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika Berikut disampaikan konsep dasar yang terdapat dalam Bhinneka Tunggal Ika yang kemudian terjabar dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memahami konsep dasar dimaksud ada baiknya kita renungkan lambang negara yang tidak terpisahkan dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu kita mengadakan refleksi terhadap lambang negara tersebut. Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common denominatorpada keanekaragaman tersebut. Dengan faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah. Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa difahami pengertian pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik tidak terjerumus ke dalam faham pluralisme. Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu faham yang mengakui bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang tidak tergantung yang satu dari yang lain. Masing-masing faham atau entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau berbagai entitas tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku bangsa dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu adanya substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi suku-suku bangsa tersebut. Faham pluralisme melahirkan faham individualisme yang mengakui bahwa setiap individu berdiri sendiri lepas dari individu yang lain. Faham individualisme ini mengakui adanya perbedaan individual atau yang biasa disebut individual differences. Setiap individu memiliki cirinya masing-masing yang harus dihormati dan dihargai seperti apa adanya. Faham individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa manusia terlahir di dunia dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka harkat dan martabat individu dapat didudukkan dengan semestinya. Trilogi faham pluralisme, individualisme danliberalisme inilah yang melahirkan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat. Sebagai contoh berikut disampaikan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dan Deklarasi Hak Manusia dan Warganegara Perancis yang melandasi pelaksanaan sistem demokrasi di negara tersebut yang berdasar pada faham pluralisme, individualisme dan liberalisme. United States Declaration of Independence We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty, and pursuit of Happiness. That to secure these rights, governments are instituted among men, deriving just powers from the consent of the governed. Declaration of the Rights of Man and Citizen – Declaration des droits de l’homme et du citoyen— Men are born and remain free and equal in rights. Social distinction can be based only upon public utility. The aim of every political association is the preservation of the natural and imprescriptible rights of man. These rights are liberty, property, security, and resistance to oppression. Dari deklarasi tersebut nampak dengan nyata faham pluralisme, individualisme dan liberalisme menjelujuri sistem demokrasi yang diterapkan di kedua negara tersebut. Dua deklarasi tersebut dinyatakan hampir bersamaan waktunya, yakni pada akhir abad ke XIX, yang satu di Amerika Serikat, yang satu di salah satu negara di Eropa. Meskipun demikian mereka tetap mengakui bahwa manusia tidak mungkin hidup seorang diri. Untuk dapat menunjang hidupnya dan untuk melestarikan dirinya, mereka memerlukan pihak lain; beberapa pihak mengatakan bahwa hal ini terjadi didorong oleh naluri atau instinctberkelompok. Mereka memerlukan hidup bersama entah bagaimana bentuknya, dengan mendasarkan diri pada belief system yang dianutnya. Di antara hubungan manusia dengan pihak lain berbentuk pengabdian, bahwa yang satu semata-mata harus mengabdi kepada pihak yang lain. Terdapat juga pengakuan bahwa hubungan antar manusia itu adalah dalam kesetaraan. Sebagai akibat pola hidup manusia menjadi sangat beragam. Didorong oleh realitas tersebut, maka bangsa Amerika dalam menerapkan pluralisme, individualisme dan liberalisme mencari pola bagaimana dapat membentuk suatu kehidupan bersama. Dalam hidup bersama diperlukan kesepakatan untuk dijadikan pegangan bersama dalam melangkah ke depan menghadapi tantangan hidup bersama. Dikembangkan pola yang disebut “kontrak sosial,” bahwa anggota masyarakat harus merelakan sebagian dari hak individu demi terwujudnya kehidupan bersama. Semangat bersatu dalam kehidupan bersama ini nampak dalam semboyan yang terdapat dalam motto lambang negaranya yang berbunyi “ e pluribus unum,” yang berarti “out of many, one” dari yang banyak itu satu, atau unity in diversity. Metoda yang diterapkan dalam membentuk kesatuan, disebut metodamelting pot, yang kalau dinilai lebih jauh sudah menyimpang dari prinsip pluralisme. Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang menggam-barkan keanekaragaman; suatu pengakuan bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh bangsa Indonesia mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia bersifat pluralistik, beraneka ragam ditinjau dari suku-bangsanya, adat budayanya, bahasa ibunya, agama yang dipeluknya, dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keaneka ragaman ini harus didudukkan secara proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus dinilai sebagai asset bangsa, bukan sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita cermati bahwa pluralitas ini merupakan sunnatullah. Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indone-sia dalam menghadapi keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan motto yang dipegang oleh bangsa Amerika, yakni “e pluribus unum.” Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia mengacu pada prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang diutamakan adalah kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945: kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa; emerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya rakyat dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas; -bangsa Indonesia adalah untukmencerdaskan kehidupan bangsa; Persatuan Indonesia, yang tiada lain merupakan wawasan kebangsaan. -bangsa Indonesia adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas bahwa prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Istilah individu atau konsep individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain bahwa sifat pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada individualisme dan liberalisme. Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan yang bersifat mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu seperti halnya agama. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masingmasing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari luar. 2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas. 3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan. 4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3)ko-eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundangundangan khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah , menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud. Implementasi Bhineka Tunggal Ika Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 1. 1. Perilaku inklusif. Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama. 1. 2. Mengakomodasi sifat pluralistik Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus reformasi. 1. 3. Tidak mencari menangnya sendiri Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesarbesarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat. 1. 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution. 1. 5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud. DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI Selain dampak positif, globalisasi dan kemajuan iptek membawa dampak negatif dalam kehidupan manusia. Dampak negatif tersebut terlihat dengan munculnya beberapa paham antara lain: Paham elitisme Paham ini cenderung bergaya hidup berbeda dengan rakyat kebanyakan. Sikap terbuka sekaligus waspada terhadap pengaruh globalisasi dan penerapan iptek amatlah penting. Hal ini dimaksudkan agar bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang modern. Masyarakat disebut modern, apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi apabila masyarakat mengalami peningkatan pendapatan atau produksi dalam kurun waktu tertentu atau dalam bahasa ekonomi, masyarakat mengalami pertumbuhan ekonomi. Apabila dilihat dari sudut pandang politik masyarakat disebut modern apabila tercipta integrasi politik yang kukuh yang diikuti partisipasi dalam proses politik oleh berbagai segmen dan lapisan masyarakat. Paham hedonisme Paham ini melihat bahwa kesenangan atau kenikmatan menjadi tujuan hidup dan tindakan hidup manusia. Paham materialisme Paham ini selalu mengutamakan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi. Dengan demikian hubungan batiniah manusia tidak menjadi bahan pertimbangan dalam hubungan antarmanusia. Paham sekulerisme Paham ini mencerminkan kehidupan keduniawian. Paham individualisme Sikap yang mementingkan kepentingan sendiri. INDONESIA SEBAGAI ANGGOTA PBB Indonesia masuk anggota PBB tanggal 28 September 1950 yang tercatat menjadi anggota ke-60. Tetapi Indonesia pernah keluar dari anggota PBB. Pada tanggal 28 Desember 1966 secara resmi Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB. Masuknya kembali Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh sejumlah negara terutama dari Asia. Di PBB inilah bangsa Indonesia memperjuangkan negaranegara yang belum merdeka dan aktif ikut serta menciptakan perdamaian dunia dengan dikirimnya pasukan perdamian PBB dari Indonesia seperti Pasukan Garuda untuk perdamaian Kamboja, Timur Tengah, dan sebagainya. Asal Usul PBB PBB sebutan yang diciptakan oleh mendiang Presiden Franklin D. Roosevelt tanggal 1 Januari 1942. Piagam PBB disusun oleh 50 negara pada konferensi mengenai organisasi internasional di San Francisco tanggal 25 April – 26 Juni 1945. Para wakil bekerja atas usul yang dirumuskan oleh wakil-wakil Tiongkok, Uni Sovyet, Inggris, dan Amerika Serikat di Dumberton Oaks. PBB secara resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945 pada saat piagam telah diratifikasi oleh Tiongkok, Prancis, Inggris, Uni Sovyet, dan Amerika Serikat. Markas besar PBB dirikan di atas tanah yang disumbangkan oleh Jutawan John D. Rockefeller Jr. terletak di tepi East River dan tanah tambahan dari New York City. Ttujuan didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah: a. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional/dunia. b. Mengembangkan hubungan-hubungan persaudaraan antarbangsa. c. Bekerja sama secara internasional untuk memecahkan persoalan-persoalan ekonomi internasional, sosial, kebudayaan dan kemanusiaan, dan untuk memajukan rasa hormat untuk hak-hak manusia dan kemerdekaankemerdekaan asasi. d. Untuk menjadi pusat bagi persesuaian tindakan-tindakan bangsabangsa dalam usaha mencapai tujuan bersama. Setelah Perang Dunia II banyak negara Asia Afrika yang merdeka seperti Indonesia, Libia, Burma, Srilanka, Vietnam, Pakistan, India, dan Filipina. Tetapi masih banyak juga yang belum merdeka. Bangsa Asia Afrika masa lalunya sangat menderita karena penjajahan bangsa lain. Banyak negara-negara Asia Afrika yang berpandangan sama atas situasi dunia saat itu. Terasa betul adanya “perang dingin“ antara Amerika Serikat dengan Uni Sovyet. Bangsa bangsa Asia Afrika memandang bahwa “perang dingin“ itu sebagai ancaman bagi perdamaian dunia, maka pada bulan Desember 1954 tercapai kesepakatan antara lima negara Asia untuk menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang dilaksanakan pada tanggal 18–25 April 1955 di Gedung Merdeka Bandung. Pemrakarsa KAA adalah Indonesia diwakili oleh PM Mr. Ali Sastroamijoyo; India diwakili oleh PM Jawaharlal Nehru; PM Pakistan oleh Mohammad Ali; PM Srilanka Sir John Kotelawala, dan PM Burma oleh U Nu. Tujuan 1. 2. 3. diadakan KAA antara lain: Memajukan kerja sama bangsa-bangsa Asia Afrika dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Memberantas diskriminasi ras dan kolonialisme. Memperbesar peranan Asia Afrika di dunia dalam mengusahakan perdamaian dunia. Konferensi Asia Afrika menghasilkan dokumen bersejarah dengan nama Dasasila Bandung yang berisi prinsip prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamian dunia. Prinsip-prinsip itu adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam Piagam PBB. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa Mengakui persamaan ras dan persamaan bangsa, baik besar maupun kecil. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalsoal dalam negeri negara lain. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB. 6. 1) Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar. 2) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain. 7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara. 8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai seperti perundingan, persetujuan. Abritase atau penyelesaian hukum atau cara damai lain-lain lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan yang sesuai dengan Piagam PBB. 9. Memajukan kepentingan bersama dan bekerja sama. 10. Menghormati hukum dan kewajiban internasional. Dengan hasil keputusan dan prinsip-prinsip Konferensi Asia Afrika telah mempengaruhi situasi politik dunia saat itu antara lain: 1. Ketegangan dunia semakin berkurang. 2. Perjuangan bangsa-bangsa Asia Afrika demi kemerdekaannya semakin meningkat. 3. Australia dan Amerika Serikat mulai berusaha menghapuskan rasdiskrimasi di negaranya. 4. Politik bebas aktif yang dijalankan oleh Indonesia, India, Burma, dan Srilanka mulai diikuti oleh negara-negara lain yang tidak termasuk Blok Barat dan Blok Timur. 5. Belanda kesulitan dalam menghadapi negara-negara Asia Afrika di PBB sebab dalam Sidang Umum PBB, negara Asia Afrika mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat. 6. Diselenggarakan konferensi-konferensi berbagai golongan masyarakat Asia Afrika, antara lain 1) Konferensi Ahli Hukum Asia Afrika di Tokyo tahun 1961; 2) Konferensi Pengarang Asia Afrika di Kolombo tahun 1962; 3) Konferensi Wartawan Asia Afrika di Jakarta tahun 1963 dan 4) Konferensi Islam Asia Afrika di Bandung tahun 1965. PERAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA, (HUBUNGAN INTERNASIONAL) DI ERA GLOBALISASI Hubungan luar negeri diarahkan pada upaya untuk memperjuangkan dan melindungi kepentingan nasional, turut serta mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial yang dilandasi prinsip politik luar negeri bebas aktif dan semangat Dasasila Bandung. Hubungan luar negeri ditujukan untuk lebih meningkatkan kerja sama internasional di berbagai bidang atas dasar saling menguntungkan, meningkatkan citra positif Indonesia di luar negeri dan memantapkan pemahaman tentang Wawasan Nusantara. Hubungan luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerja sama antarnegara berkembang dan antarnegara maju sesuai dengan kemampuan dan demi kepentigan nasional. Dalam politik luar negeri ini citra positif Indonesia harus dikembangkan, ditingkatkan, dan diperluas melalui promosi, peningkatan hasil pembangunan, peningkatan diplomasi dan lobi internasional, pertukaran pemuda, pelajar dan mahasiswa serta kegiatan olah raga. Peranan Indonesia dalam membina dan mempererat persahabatan dan kerja sama antarbangsa yang saling menguntungkan perlu terus diperluas dan ditingkatkan terutama untuk meningkatkan investasi, memperluas ekspor barang dan jasa, menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi, mempromosikan tujuan daerah wisata dan memberikan bantuan kemanusiaan di luar negeri. Perjuangan bangsa Indonesia di dunia internasional yang menyangkut kepentingan nasional seperti melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain dan hak-hak warga negara Republik Indonesia di luar negeri perlu ditingkatkan. Peran aktif Indonesia terus ditingkatkan dalam mendorong dan mengembangkan hubungan dan kerja sama antarkawasan dan antarnegara. Perkembangan, perubahan, dan gejolak dunia harus diikuti dan dikaji secara saksama agar secara dini dapat memperkirakan terjadinya dampak negatif yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional serta menghambat kelancaran pembangunan nasional dan pencapaian tujuan nasional. Ketimpangan dan ketidakadilan negara industri maju perlu diperkecil dengan meningkatkan pelaksanaan perjanjian perdagangan internasional, menghilangkan hambatan-hambatan dalam upaya ekspor negara-negara berkembang sehingga terjadi kesetaraan antara negara industri maju dengan negara-negara berkembang. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus memantapkan diri dalam menghadapi sistem perdagangan bebas yang telah disepakati di tingkat regional, dan global dalam rangka mewujudkan tata ekonomi dunia baru. Perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan tatanan dunia baru dan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial perlu penggalangan dan pemupukan solidaritas dan kesatuan sikap serta kerja sama internasional dengan memanfaatkan forum regional maupun global. Peran aktif Indonesia dalam pelucutan senjata khususnya senjata pemusnah massal, seperti senjata nuklir, biologi, dan kimia terus ditingkatkan Hal ini merupakan amanat politik luar negeri Indonesia bebas aktif. Politik bebas aktif artinya bangsa Indonesia bebas menentukan sikap dan nasibnya sendiri yang berkaitan dengan mewujudkan tujuan nasional dan hubungan internasional. Dalam politik luar negeri bebas aktif bangsa Indonesia harus ikut serta menciptakan perdamaian dunia, hal tersebut ditegaskan dalam tujuan negara dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yaitu ikut serta menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam melaksanakan politik luar negeri harus perpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar yang telah ditentukan dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. pelaksanaan politik luar negeri Indonesia bebas aktif antara lain: Membina persahabatan dan persaudaraan antarnegara di dunia dengan prinsip saling menghormati. Menciptakan ketertiban dunia atas dasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Menjalin kerja sama dengan negara-negara di dunia dalam upaya mengembangkan dan membangun bangsa dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan. Membentuk satu masyarakat yang demokratis, adil, dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah diperolehnya. Dalam percaturan internasional peranan politik luar negeri bebas aktif Indonesia harus dimaksimalkan sebab merupakan salah satu sarana mewujudkan kepentingan nasional dalam pergaulan antarbangsa. Sehubungan hal tersebut pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif dilandaskan pada UUD 1945 dan Pancasila. Artinya bahwa pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif harus berpegang teguh pada prinsip prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif dalam percaturan internasional tampak pada peran Indonesia sebagai: AFTA AFTA merupakan bentuk pasar bebas negara-negara ASEAN. Dalam pasar bebas setiap negara mau tidak mau harus menerima produk dari negara-negara kelompok ASEAN dan harus menerima persaingan tenaga kerja. Maka kita tidak boleh heran apabila orang jualan sate saja, bakso saja, soto saja mungkin berasal dari negara lain. Maka khusus bangsa Indonesia harus meningkatkan kualitas produksi, perdagangan, pelayanan jasa maupun meningkatkan sumber daya manusianya, agar nantinya kita dapat bersaing dalam era pasar bebas. Peran Indonesia dalam ASEAN (Association of South East Asia Nation) Indonesia juga aktif dalam kerja sama regional ASEAN yaitu organisasi negara-negara di Kawasan Asia Tenggara yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967. Anggota ASEAN sekarang Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pada awalnya ASEAN didirikan oleh 5 negara di Kawasan Asia Tenggara. Tokoh pendiri ASEAN itu adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), Tun Abdul Razak (Wakil Perdana Menteri Malaysia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Narisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina), dan Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand). ASEAN dibentuk dalam upaya menggalang kerja sama bidang ekonomi dan sosial budaya di Kawasan Asia Tenggara. Tujuan dibentuknya ASEAN antara lain: 1. Mempererat kemajuan ekonomi dan sosial budaya di Kawasan Asia Tenggara. 2. Meningkatkan kerja sama antarbangsa untuk saling membantu satu sama lain, mengatasi masalah bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya, serta pengetahuan dan teknologi. 3. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan dan tertib hukum di Kawasan Asia Tenggara. 4. Bekerja sama dalam upaya meningkatkan pendayagunaan pertanian, industri, perluasan perdagangan komoditas internasional, perbaikan sarana distribusi dan komunikasi, dan peningkatan taraf hidup rakyat. Peran Indonesia dalam Organisasi Internasional APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) APEC merupakan forum kerja sama bidang ekonomi antarnegara-negara di Kawasan Asia dan Pasifik. APEC dibentuk di Canberra, Australia pada bulan Desember 1989. Indonesia sebagai anggota juga berperan aktif. Hal ini terbukti pada saat pertemuan di Seattle, Indonesia ditunjuk menjadi ketua periode 1994–1995. Indonesia telah menunjukkan keberhasilannya dalam penyelenggaraan pertemuan APEC di Bogor pada tanggal 14–15 November 1994. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 18 negara anggota APEC. Indonesia mempunyai peranan penting dalam organisasi ini dalam upaya menjalin kerja sama Secara formal, sejumlah negara di dunia bergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO/World Trade Organization) yang memudahkan perdagangan antarnegara. Peran Indonesia ini dilandasi oleh politik luar negeri bebas aktif yang sejiwa dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.