Uploaded by User14216

Jurnal Hubungan DSCM dengan DPN Pada Pasien DM Tipe 2

advertisement
HUBUNGAN DIABETES SELF CARE MANAGEMENT DENGAN
DIABETIC PERIPHERAL NEUROPATHY PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2
1
I Gede Patria Prastika1, Ni Made Wedri2, I Wayan Sukawana3
Prodi D-IV Keperawatan, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Denpasar
Denpasar, Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Diabetic peripheral Neuropathy (DPN) merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler
dari Diabtes Melitus (DM) yang menimbulkan kerusakan fungsi saraf pada tubuh
bagian perifer. Tingginya angka kejadian DPN disebabkan karena kontrol glikemik
yang buruk. Kontrol glikemik dapat dicapai dengan melakukan diabetes self care
management (DSCM). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara DSCM
dengan DPN pada pasien DM tipe 2. Penelitian dilakukan di Puskesmas Klungkung I
pada tahun 2019. Rancangan penelitian menggunakan analitik korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 orang dengan
menggunakan teknik purposive sampling. DSCM diukur menggunakan kuesioner
SDSCA dan DPN diukur dengan menggunakan kuesioner DNS. Hasil penelitian
menunjukkan sebanyak 62,7% responden berjenis kelamin perempuan, 41,2% tidak
pernah sekolah, 64,7% tidak bekerja, rata-rata usia 57,69 tahun, dan rata-rata durasi
DM 7,18 tahun. Rata-rata skor DSCM responden berada pada kategori kurang. Sebagian
besar responden tergolong kedalam neuropati ringan. Hasil uji korelasi pearson
menghasilkan nilai r -0,692 dan p value 0,000 (α=0,050). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah ada hubungan yang kuat, negatif, dan signifikan antara DSCM dengan DPN.
Kata kunci : diabetes self care management, diabetic peripheral neuropathy, kontrol
glikemik, diabetes melitus tipe 2.
ABSTRACT
Diabetic peripheral neuropathy (DPN) is one of the microvascular complications of
Diabetes Mellitus (DM) which causes the nerves dysfunction on the peripheral side. The
high incidence of DPN is caused by poor glycemic control. Glycemic control can be
achieved by doing diabetes self care management. The purpose of this study to
determine the correlation between DSCM and DPN in type 2 DM. The study has done
at Klungkung Public Health Center I in 2019. Research design used correlational
analytic with cross sectional approach. Number of samples were 51 people by using
purposive sampling. DSCM was measured by using SDSCA questionnaire and DPN
was measured by using DNS questionnaire. The result showed that 62.7% of the
respondents were female, 41.2% never attended school, 64.7% didn’t work, the average
age was 57.69 years, and the average duration of having DM was 7.18 years. The
average DSCM score of respondents was in the less category. Most respondents belong
to mild neuropathy. Pearson correlation test showed that the result of r value was 0.692 and p value was 0.000 (α = 0.050). According to the results, it can be concluded
that there was a strong, negative, and significant correlation between DSCM and DPN.
Keywords: diabetes self care management, diabetic peripheral neuropathy, glycemic
control, type 2 diabetes mellitus.
Jurnal Gema Keperawatan | 1
PENDAHULUAN
Diabetes
Melitus
(DM)
merupakan
salah
satu
masalah
kesehatan terbesar di dunia pada abad
ke-21. International Diabetes Federation
(IDF) menyatakan jumlah penderita
DM usia 20-79 tahun pada tahun 2017
sejumlah 425 juta jiwa, dan dipredikisi
meningkat menjadi 629 juta jiwa pada
tahun 2045 (1). Jumlah penderita DM di
Indonesia pada tahun 2017 sebanyak
10,3 juta jiwa, diperkirakan meningkat
menjadi 16,7 juta jiwa pada tahun 2045.
Tingginya
angka
kejadian
DM
menyebabkan
pada
tahun
2017
Indonesia menempati urutan ke enam
dengan jumlah penderita DM tertinggi
setelah China, India, United States,
Brazil dan Mexico (1). Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
kasus DM juga mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Data menunjukan
penderita DM pada tahun 2016 tercatat
12.553 jiwa, dan pada tahun 2017
mencapai 16.254 (2). Di kabupaten
Klungkung, jumlah penderita DM tahun
2017 mencapai 3.955 jiwa, dan pada
tahun 2018 mengalami peningkatan
menjadi 5.195 jiwa (3). Sementara itu,
jumlah penyandang DM di wilayah
kerja Puskesmas Klungkung I pada
tahun 2018 adalah 611 jiwa, yang terdiri
dari 272 orang laki-laki, dan 339 orang
perempuan (4).
Apabila tidak dikelola dengan
baik, DM akan menyebabkan berbagai
komplikasi. Salah satu komplikasi
kronis yang paling sering terjadi adalah
kerusakan saraf (neuropati), dimana
lebih dari 60% penderita diabetes akan
mengalami komplikasi ini (5). Diabetic
peripheral neuropathy (DPN) adalah
bentuk paling umum dari neuropati
diabetes yang mengacu pada kerusakan
saraf perifer, terutama di kaki pada
penderita DM (6). Menurut IDF,
prevalensi dari DPN berkisar antara 16
– 66% (1).
Penyandang DM yang terkena
DPN sangat berisiko mengalami ulkus
kaki. Ulkus kaki bila tidak dilakukan
perawatan
dengan
baik
akan
menyebabkan timbulnya infeksi, yang
berakhir dengan tindakan amputasi (5).
Untuk
mencegah
maupun
memperlambat perkembangan DPN,
dapat dilakukan dengan melakukan
kontrol glikemik (7). Kontrol glikemik
dapat dicapai dengan melakukan
pengelolaan
terhadap
perubahan
perilaku perawatan diri terhadap
penyakitnya, salah satunya adalah
dengan melakukan diabetes self care
management (DSCM) (8). DSCM yang
dilakukan oleh klien meliputi minum
obat secara teratur, pengaturan pola
makan (diet), latihan fisik (exercise),
monitoring glukosa darah, melakukan
perawatan kaki secara teratur, dan status
merokok (8–11).
Sikap preventif dalam melakukan
pencegahan komplikasi DM, termasuk
DPN dapat dilakukan apabila kadar
glukosa
darah
terkontrol
sedini
mungkin. Adapun kontrol glikemik
dapat dilakukan dengan cara melakukan
DSCM. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk meneliti hubungan
DSCM dengan DPN pada pasien DM
tipe 2 di Puskesmas Klungkung I.
METODE
Penelitian
ini
merupakan
penelitian kuantitatif non eksperimental.
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah korelasional, dengan pendekatan
cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien DM
tipe 2 yang mengalami DPN di wilayah
kerja Puskesmas Klungkung I. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 51 orang
dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Data yang dikumpulkan
adalah
data
primer
dengan
menggunakan metode wawancara. Data
DSCM diukur menggunakan kuesioner
Jurnal Gema Keperawatan | 2
The Summary of Diabetes Self Care
Activities (SDSCA) dan data DPN
diukur dengan menggunakan kuesioner
Diabetic Neuropathy Symptom (DNS).
Teknik analisa data yang digunakan
yaitu analisis univariat dan analisis
bivariat. Data yang dianalisis univariat
meliputi usia, jenis kelamin, durasi DM,
pendidikan, status pekerjaan, DSCM,
dan DPN. Data jenis kelamin,
pendidikan, dan status pekerjaan
termasuk data kategorik, sehingga
dianalisis dengan statistik deskriptif,
yaitu menggunakan distribusi frekuensi
dan dijabarkan persentase dari masingmasing variabel. Untuk data usia, durasi
DM, DSCM, dan DPN termasuk data
numerik, oleh karena itu data yang
dijabarkan yaitu mean, median, modus,
standar deviasi, dan minimal-maksimal.
Semua data disajikan dalam bentuk
tabel. Untuk analisis bivariat, data
DSCM
dan
DPN
dianalisis
menggunakan korelasi pearson, karena
telah memenuhi syarat uji parametrik,
yaitu data harus berdistribusi normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1
Karakteristik Responden berdasarkan
Data Demografi
No Karakteristik
Jenis kelamin
1 Laki-Laki
2 Perempuan
Total
Pendidikan
1 Tidak
Sekolah
2 SD/Sederajat
3 SMP/Sederat
4 SMA/SMK/
Sederajat
5 Perguruan
Tinggi
Total
Status Pekerjaan
f
%
19
32
51
37.3
62,7
100,0
21
41,2
18
6
5
35,3
11,8
9,8
1
2,0
51
100,0
1
2
Bekerja
Tidak
Bekerja
Total
18
33
35,3
64,7
51
100,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan, tidak pernah
sekolah, dan tidak bekerja. Responden
yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 32 orang (62,7%). Hal ini
sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Javed,
yang
mendapatkan hasil DPN lebih banyak
dialami oleh perempuan, yaitu sebanyak
68 orang (54,4%) (12). Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa
neuropati pada diabetisi perempuan
dikaitkan dengan adanya hormon
estrogen. Secara hormonal, estrogen
akan menyebabkan perempuan lebih
banyak terkena neuropati akibat
penyerapan
iodium
pada
usus
terganggu, sehingga mengakibatkan
proses pembentukan serabut mielin
saraf terganggu, yang nantinya akan
memicu terjadi neuropati (13,14).
Dari tabel 1, dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden tidak
pernah sekolah, yaitu sebanyak 21
orang
(41,2%).
Sejalan
dengan
penelitian Wang, yang mendapatkan
hasil dari 110 orang yang mengalami
DPN, 48,2% orang tidak pernah
menjalani pendidikan formal (15).
Pada dasarnya, penderita DM
yang berpendidikan rendah cenderung
tidak memiliki banyak pengetahuan
mengenai cara pencegahan serta
mengontrol pola hidup sehat sehari-hari
agar tidak mengalami komplikasi.
Dengan pengetahuan yang cukup akan
menjadi modal perubahan sikap dan
gaya hidup yang nantinya diharapkan
dapat
meningkatkan
kepatuhan
manajemen
DM
sehingga
akan
meningkatkan kualitas hidup dan
mencegah komplikasi DM (16).
Jurnal Gema Keperawatan | 3
Tabel 1 juga menunjukkan
responden dalam penelitian ini sebagian
besar tidak bekerja, yaitu sebanyak 33
orang
(64,7%).
Sejalan
dengan
penelitian Hutapea, yang mendapatkan
hasil 39,8% penderita neuropati
berstatus pensiunan, dan hanya sebagian
kecil yang bekerja (17).
Ketika
seseorang tidak bekerja, maka akan
menyebabkan kurangnya latihan fisik
sehingga jumlah timbunan lemak dalam
tubuh tidak akan berkurang dan berisiko
mengalami berat badan berlebih (18).
Pekerjaan yang dimiliki juga akan
memengaruhi jumlah pendapatan yang
diperoleh.
Penelitian
oleh
Bai,
mendapatkan hasil individu dengan
pendapatan yang kurang memiliki skor
perilaku perawatan diri yang jauh lebih
buruk daripada yang berpenghasilan
tinggi (19). DM yang tidak dilakukan
perawatan dengan baik inilah yang
nantinya akan menyebabkan berbagai
komplikasi, termasuk DPN (5).
Tabel 2
Karakteristik Responden berdasarkan Usia dan Durasi DM
Karakteristik
Usia
Durasi DM
n
Mean Median
51 57,69
59,00
51
7,18
7,00
Tabel 2 menunjukkan rentang usia
responden adalah 45-65 tahun, dengan
usia rata-rata adalah 57,69 tahun. Hal
ini sejalan dengan penelitian Rosyida
dan Safitri, yang menemukan bahwa
kelompok usia yang paling banyak
mengalami DPN adalah kelompok usia
dewasa tengah (45-65 tahun) (20).
Penelitian serupa juga menyatakan
neuropati diabetik lebih banyak
ditemukan pada usia ≥ 55 tahun, dengan
rata-rata usia penderita adalah 57 tahun
(21).
Penuaan
merupakan
proses
fisiologis yang dihubungkan dengan
perubahan anatomi dan fisiologi semua
sistem dalam tubuh, termasuk pada sel
saraf.
Peningkatan
usia
akan
merangsang proses degenerasi dan
menyebabkan kerusakan sel saraf yang
memicu
terjadinya
neuropati.
Kerusakan saraf tersebut disebabkan
karena terjadi perubahan pada dinding
pembuluh darah, di mana terjadi
penebalan pada lapisan endotel.
Perubahan
tersebut
menyebabkan
kekakuan pada pembuluh darah,
sehingga transportasi oksigen maupun
Modus
63
7
SD
Minimal-Maksimal
6,250
45-65
1,584
5-10
nutrisi
ke
jaringan
mengalami
penurunan,
yang
nantinya
mengakibatkan terjadinya iskemia dan
dalam waktu yang lama akan terjadi
neuropati (22,23).
Tabel 2 juga menunjukkan ratarata durasi menderita DM adalah 7,18
tahun. Sejalan dengan penelitian
Katulanda, yang mendapatkan rata-rata
durasi DM pasien dengan DPN adalah
7,8 tahun (24). Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Vincent, tingkat
keparahan
dari
neuropati
dapat
meningkat sejalan dengan lamanya
menderita DM (25). Hal ini terjadi
akibat dari hiperglikemia persisten yang
berkepanjangan akan menyebabkan
aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu
aktivasi enzim aldose-reduktase yang
merubah glukosa menjadi sorbitol.
Peningkatan sintesis sorbitol dapat
mengakibatkan
terhambatnya
mioinositol masuk ke dalam sel saraf
yang dapat menimbulkan stres oksidatif
dan merangsang jalur-jalur lainnya yang
menyebabkan kerusakan saraf dan
endotel pembuluh darah (23).
Jurnal Gema Keperawatan | 4
Tabel 3
Skor DSCM dan Skor DPN Responden
Variabel
Skor DSCM
Skor DPN
n
51
51
Mean
32,96
2,14
Median
31,00
2,00
Berdasarkan tabel 3, rata-rata skor
DSCM responden adalah 32,96.
Kategori
skor
DSCM
dapat
digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:
baik : n ≥ 66, cukup : 33 ≤ n < 66, dan
kurang : n < 33 (9). Apabila
dikategorikan, maka rata-rata skor
DSCM responden adalah kurang.
Sejalan dengan penelitian oleh Yasa dan
Rahayu, yang mengungkapkan bahwa
sebagian besar responden berada pada
kategori DSCM rendah, yaitu sebanyak
20 orang (36,4%) (26). Berbeda dengan
penelitian Chaidir, Wahyuni dan
Furkhani, dari 89 penyandang DM,
54,8% ditemukan memiliki aktivitas
self care yang tinggi (27). Perbedaan
hasil ini dapat terjadi karena aktivitas
DSCM seseorang dipengaruhi oleh
berbagai hal, antara lain diabetes
knowledge, self efficacy, self care
agency, motivasi, aspek emosional,
status sosial ekonomi, dukungan sosial,
dan komunikasi petugas kesehatan
(10,16,28). Hal tersebut juga ditemukan
dalam penelitian ini, bahwa kebanyakan
responden tidak memahami tentang cara
mengelola penyakitnya secara tepat.
Selain itu banyak pasien yang sudah
malas berobat karena merasa bosan dan
tidak kunjung sembuh, serta beberapa
responden kurang mendapat motivasi
dan dukungan dari keluarganya
sehingga membuat pasien tidak peduli
dengan penyakitnya.
Tabel 3 juga menunjukkan skor
DPN terbanyak adalah 1. Skor DPN 1
dapat digolongkan kedalam neuropati
ringan, sehingga dapat diketahui
neuropati yang dialami responden
paling banyak adalah neuropati ringan.
Modus
31
1
SD
11,972
1,059
Minimal-Maksimal
15-57
1-4
Penelitian
di
Semarang
juga
mendapatkan hasil yang serupa, yaitu
responden yang mengalami neuropati
ringan lebih banyak dibandingkan
dengan yang mengalami neuropati
sedang maupun berat, yaitu sebanyak
55,8% dari 113 responden (20). Dalam
penelitian ini, kebanyakan responden
mempunyai skor DPN 1 karena
sebagian besar responden hanya
mengalami 1 dari 4 gejala yang terdapat
pada item pertanyaan kuesioner DNS.
Dari 4 gejala tersebut, gejala yang
paling sering muncul adalah gejala pada
item pertanyaan 2, yaitu gejala
mengalami sensasi terbakar, kesemutan,
atau nyeri pada tungkai atau kaki, dan
pada item pertanyaan 3, yaitu gejala
mengalami sensasi tusukan pada
tungkai atau kaki. Berbeda dengan studi
yang dilakukan di India, yang
mengungkapkan
lebih
banyak
responden yang mengalami neuropati
sedang dibandingkan dengan yang
mengalami neuropati ringan maupun
berat (29). Perbedaan hasil ini dapat
disebabkan karena berbagai faktor yang
berkontribusi terhadap perkembangan
DPN.
Kontrol glikemik yang buruk
merupakan faktor utama yang ikut serta
terhadap perkembangan DPN. Risiko
terjadinya DPN juga meningkat dari
waktu ke waktu, semakin lama orang
tersebut menderita diabetes, semakin
besar
kemungkinannya
untuk
mengalami DPN (30). Faktor – faktor
lain yang dapat berkontribusi terhadap
terjadinya DPN antara lain usia, riwayat
hipertensi, dan merokok (30,31).
Jurnal Gema Keperawatan | 5
Tabel 4
Hasil Analisa Korelasi Pearson
Skor
DSCM
n
51
Skor DPN
r
P
-0,692
0,000
Berdasarkan tabel 4, diperoleh
nilai p value dari uji korelasi pearson
sebesar 0,000. Nilai p value < 0,050,
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara DSCM dengan
DPN. Hasil analisa juga mendapatkan
nilai korelasi pearson (r) sebesar -0,692,
yang menandakan ada hubungan yang
kuat antara DSCM dengan DPN. Tanda
negatif menunjukkan semakin tinggi
skor DSCM, maka skor DPN akan
semakin rendah, begitupun sebaliknya.
DPN dapat dicegah ataupun
diperlambat dengan melakukan kontrol
glikemik (7). Kontrol glikemik dapat
dicapai dengan melakukan pengelolaan
terhadap perubahan perilaku perawatan
diri terhadap penyakitnya, yang dikenal
dengan nama self care. Pemberdayaan
manajemen perawatan diri pasien (self
care) merupakan hal yang sangat
penting untuk keberhasilan perawatan
dengan kondisi kronis seperti DM (8).
Kemampuan pasien DM tipe 2 dalam
mengelola penyakitnya secara mandiri
agar tercapai pengontrolan glukosa
darah dan pencegahan terhadap
komplikasi dikenal dengan diabetes self
care management (DSCM) (8).
Terdapat enam aspek dari DSCM yang
dapat membantu penderita DM dalam
mencapai kontrol glikemik. Antara lain
latihan jasmani (exercise), pola makan
(diet), pengobatan, monitoring glukosa
darah, perawatan kaki, dan status
merokok (8–11).
Beberapa penelitian membuktikan
bahwa aktivitas DSCM berpengaruh
terhadap tercapainya kontrol glikemik
pada penderita DM. Penelitian yang
dilakukan oleh Padma di India
membuktikan penderita DM yang
secara teratur melakukan aktivitas self
care mempunyai kendali glikemik yang
baik (32). Penelitian serupa juga
mendapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara
activity of daily living, aktivitas fisik,
dan
kepatuhan
diet
dengan
terkontrolnya kadar gula darah pasien
DM (33). Hal ini juga didukung oleh
penelitian Nurayati dan Adriani yang
menyatakan terdapat hubungan yag
signifikan antara aktivitas fisik dengan
kadar gula darah puasa penderita DM
Tipe 2 (34). Selain itu, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Arini
Rahmawati, faktor yang berhubungan
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetik pada DM tipe 2 antara lain
keteraturan berobat, pola makan, pola
aktivitas fisik dan hipertensi. Dimana
faktor keteraturan berobat merupakan
faktor dominan terhadap kejadian
neuropati diabetik (35).
Dari
hasil
penelitian,
di
Puskesmas Klungkung I terdapat
kegiatan
prolanis
(program
pengendalian penyakit kronis) yang
merupakan salah satu program untuk
mengendalikan
penyakit-penyakit
kronis yang diderita oleh usia produktif
hingga usia lanjut, dimana penderita
DM merupakan salah satu sasaran dari
program tersebut. Kegiatan prolanis
yang dilakukan oleh Puskesmas
Klungkung I meliputi pemeriksaan
glukosa darah, pemeriksaan tekanan
darah, maupun senam. Dari hasil
pengamatan ketika kegiatan prolanis
berlangsung, Puskesmas Klungkung I
belum memberikan edukasi yang
mengkhusus terkait aktivitas DSCM
kepada penyandang DM, serta belum
melakukan skrining terkait komplikasi
DM, khususnya neuropati.
Jurnal Gema Keperawatan | 6
SIMPULAN
Berdasarkan
karakteristik
responden dari 51 sampel penelitian,
sebanyak 62,7% berjenis kelamin
perempuan, 41,2% tidak pernah
sekolah, 64,7% tidak bekerja, rata-rata
usia responden 57,69 tahun, dan ratarata durasi DM responden penelitian ini
adalah 7,18. Rata-rata skor DSCM
dalam penelitian ini adalah 32,96, yang
tergolong dalam kategori kurang. Skor
DPN terbanyak dalam penelitian ini
adalah 1, yang tergolong kedalam
neuropati ringan. Ada hubungan yang
kuat, negatif, dan signifikan antara
diabetes self care management dengan
diabetic peripheral neuropathy, dengan
nilai r = -0,692 (p = 0,000).
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih
kepada Poltekkes Kemenkes Denpasar
sebagai institusi tempat peneliti
bernaung, dosen pembimbing yang
telah
memberikan
masukan,
pengetahuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan penelitian ini, seluruh
pihak Puskesmas Klungkung I yang
telah memberikan izin peneitian dan
mendampingi selama proses penelitian,
dan semua pihak yang terlibat dan telah
membantu dalam penelitian ini yang
tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
ETIKA PENELITIAN
Etika dalam penelitian ini
meliputi autonomy, confidentiality,
justice, serta beneficience dan non
maleficience. Persetujuan etika dalam
penelitian ini diperoleh di komisi etik
penelitian kesehatan (KEPK) Poltekkes
Kemenkes Denpasar, dengan nomor
surat LB.02.03/EA/KEPK/0134/2019.
SUMBER DANA
Sumber dana dalam penelitian ini
sepenuhnya berumber dari peneliti
(swadana).
DAFTAR PUSTAKA
1. IDF. IDF Diabetes Atlas Eight
Edition 2017. 8th ed. 2017.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Surveilans Kasus Penyakit Tidak
Menular di Provinsi Bali. 2017.
3. Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Klungkung.
Surveilans
Kasus
Penyakit Tidak Menular di
Kabupaten Klungkung. 2018.
4. Puskesmas
Klungkung
I.
Surveilans
Kasus
PTM
di
Puskesmas Klungkung I. 2018.
5. Tandra H. Segala Sesuatu yang
Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes. 2nd ed. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 2017.
6. Hamed E, Monem MA. A Review
of Diabetic Peripheral Neuropathy
Management
Given
Recent
Guidelines Updates. Arch Gen
Intern Med [Internet]. 2018;2(4):1–
5.
Available
from:
http://www.alliedacademies.org/arti
cles/a-review-of-diabeticperipheral-neuropathymanagement-given-recentguidelines-updates-10723.html
7. Tesfaye S, Chaturvedi N, Eaton
SE., Ward JD, Manes C, Ionescutirgoviste C, et al. Vascular Risk
Factors and Diabetic Neuropathy.
New Engl J Medicene [Internet].
2005;341–50. Available from:
https://www.nejm.org/doi/full/10.1
056/NEJMoa032782
8. ADA. Standars of Medical Care in
Diabetes - 2017. Diabetes Care.
2017;40 (sup 1)(January).
9. Toobert DJ, Hampson SE, Glasgow
RE. The Summary of Diabetes
Self-Care
Activities
Measure.
Diabetes
Care
[Internet].
2000;23(7):943–50.
Available
from:
http://care.diabetesjournals.org/cont
ent/diacare/23/7/943.full.pdf
10. Sousa VD, Zauszniewski JA, Musil
Jurnal Gema Keperawatan | 7
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
CM, Lea PJP, Davis SA.
Relationships Among Self-Care
Agency, Self-Efficacy, Self-Care,
and Glycemic Control. Res Theory
Nurs
Pract
[Internet].
2005;19(3):217–30.
Available
from:
https://www.researchgate.net/public
ation/7617658_Relationships_Amo
ng_Self-Care_Agency_SelfEfficacy_SelfCare_and_Glycemic_Control
PERKENI. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2015. PB.
PERKENI; 2015.
Javed A, Furqan A, Zaheer M,
Kasuri
N.
Gender
Based
Differences in Diabetic Peripheral
Neuropathy. Pakistan J Neurol Sci.
2014;9(4).
Aaberg ML, Burch DM, Hud ZR,
Zacharias MP. Gender Differences
in The Onset of Diabetic
Neuropathy. Journals Diabetes Its
Complicat. 2008;22:83–7.
Franconi F, Campesi I, Occhioni S,
Tonolo G. Sex-Gender Differences
in Diabetes Vascular Complications
and Treatment. Endocrine, Metab
Immune Disord - Drug Targets.
2012;12:179–96.
Wang DD, Bakhotmah BA, Hu FB,
Alzahrani HA. Prevalence and
Correlates of Diabetic Peripheral
Neuropathy in a Saudi Arabic
Population : A Cross-Sectional
Study. PLoS One [Internet].
2014;9(9):1–9. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC4153691/
Ismonah. Analisis Faktor - Faktor
yang Berhubungan dengan Self
Care Management Pasien Diabetes
Mellitus dalam Konteks Asuhan
Keperawatan.
Universitas
Indonesia; 2008.
Hutapea FS, Kembuan MAHN,
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
P.S.
JM.
Gambaran
Klinis
Neuropati pada Pasien Diabetes
Melitus di Poliklinik Neurologi.
2016;4(1).
Soewondo
P.
Pemantauan
Pemgendalian Diabetes Melitus. In
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2013.
Bai, Y.L., Chiou, C.P., & Chang
YY. Self –Care Behaviour and
Related Factor in Older Peapole
with Type 2 Diabetes. J Clin Nurs
[Internet].
2009;18:3308–15.
Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/18267996
Rosyida K, Safitri N. Gambaran
Neuropati Perifer di Semarang. J
Luka
Indones
[Internet].
2017;2(3):137–44. Available from:
http://www.jurnalluka.etncentre.co.
id/index.php/jli/article/view/31
Suri MH, Haddani H, Sinulingga S.
Hubungan
Karakteristik,
Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf
Pasien Neuropati Diabetik. J
Kedokt dan Kesehat [Internet].
2015;2(3):305–10. Available from:
https://www.google.co.id/#q=hubu
ngan+karakteristik+pada+pasien+n
europati
Priyantono T. Faktor-faktor Risiko
yang
Berpengaruh
Terhadap
Timbulnya Polineuropati pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
Universitas Diponegoro; 2005.
Subekti I. Neuropati Diabetik. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
K MS, Setiadi S, editors. Ilmu
Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta:
Pusat
Penerbitan
Departemen
Penyakit Dalam; 2009. p. 1947–51.
Katulanda P, Ranasinghe P,
Jayawardena R, Constantine GR,
Sheriff MHR, Matthews DR. The
prevalence , patterns and predictors
of diabetic peripheral neuropathy in
Jurnal Gema Keperawatan | 8
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
a developing country. 2012;1–8.
Vincent AM, Russell JW, Low P,
Feldman EL. Oxidative Stress in
the Pathogenesis of Diabetic
Neuropathy. 2004;25(4):612–28.
Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/15294884
Yasa IDPGP, Rahayu VES.
Diabetes Self Care Management
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2. 2016;9(1):14–21.
Chaidir R, Wahyuni AS, Furkhani
DW. Hubungan Self Care dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus.
2017;2(June):132–44.
Available
from:
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/06/hubungan
_tingkat_self_care_dengan_tingkat
_hba1c.pdf
Kusniawati. Analisis Faktor yang
Berkontribusi terhadap Self Care
Diabetes pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit
Umum
Tanggerang.
Tesis.
Universitas Indonesia; 2011.
Bansal D, Gudala K, Muthyala H,
Esam HP, Nayakallu R, Bhansali
A. Prevalence and Risk Factors of
Development
of
Peripheral
Diabetic Neuropathy in Type 2
Diabetes Mellitus in a Tertiary Care
Setting. J Diabetes Investig
[Internet].
2014;5(6):714–21.
Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC4234236/
Hershey DS. Diabetic Peripheral
Neuropathy:
Evaluation
and
Management. J Nurse Pract
[Internet]. 2017;13(3):199–204.e1.
Available
from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.nurpra.2
016.08.034
Tesfaye S, Selvarajah D. Advances
in the Epidemiology, Pathogenesis
and Management of Diabetic
32.
33.
34.
35.
Peripheral
Neuropathy.
Diabetes/Metabolism Res Rev
[Internet]. 2012;28(Suppl 1):8–14.
Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/22271716
Padma K, Bele SD, Bodhare TN,
Valsangkar S. Evaluation of
Knowledge and Self Care Practices
In Diabetic Patients And Their Role
In Disease Management. Natl J
Community
Med
[Internet].
2012;3(1):3–6. Available from:
http://connection.ebscohost.com/c/a
rticles/83290504/evaluationknowledge-self-care-practicesdiabetic-patients-their-role-diseasemanagement
Sam N, Lestari H, Afa JR. Analisis
Hubungan Activity of Daily Living
(ADL), Aktivitas Fisik dan
Kepatuhan Diet terhadap Kadar
Gula Darah Pasien Diabetes
Melitus. J Ilm Mhs Kesehat Masy
[Internet].
2017;2(7):1–12.
Available
from:
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMK
ESMAS/article/view/3414
Nurayati L, Adriani M. Hubungan
Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula
Darah Puasa Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Amerta Nutr
[Internet]. 2017;80–7. Available
from:
https://ejournal.unair.ac.id/AMNT/article/vi
ew/6229/0
Rahmawati A. Faktor Dominan
Neuropati Diabetik pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. J Berk
Epidemiol [Internet]. 2018;6(1):60–
8.
Available
from:
https://www.researchgate.net/public
ation/327341082_Dominant_Factor
_of_Diabetic_Neuropathy_on_Diab
etes_Mellitus_Type_2_Patients
Jurnal Gema Keperawatan | 9
Download