HUBUNGAN DIABETES SELF CARE MANAGEMENT DENGAN DIABETIC PERIPHERAL NEUROPATHY PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 1 I Gede Patria Prastika1, Ni Made Wedri2, I Wayan Sukawana3 Prodi D-IV Keperawatan, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Denpasar Denpasar, Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRAK Diabetic peripheral Neuropathy (DPN) merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler dari Diabtes Melitus (DM) yang menimbulkan kerusakan fungsi saraf pada tubuh bagian perifer. Tingginya angka kejadian DPN disebabkan karena kontrol glikemik yang buruk. Kontrol glikemik dapat dicapai dengan melakukan diabetes self care management (DSCM). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara DSCM dengan DPN pada pasien DM tipe 2. Penelitian dilakukan di Puskesmas Klungkung I pada tahun 2019. Rancangan penelitian menggunakan analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. DSCM diukur menggunakan kuesioner SDSCA dan DPN diukur dengan menggunakan kuesioner DNS. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 62,7% responden berjenis kelamin perempuan, 41,2% tidak pernah sekolah, 64,7% tidak bekerja, rata-rata usia 57,69 tahun, dan rata-rata durasi DM 7,18 tahun. Rata-rata skor DSCM responden berada pada kategori kurang. Sebagian besar responden tergolong kedalam neuropati ringan. Hasil uji korelasi pearson menghasilkan nilai r -0,692 dan p value 0,000 (α=0,050). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang kuat, negatif, dan signifikan antara DSCM dengan DPN. Kata kunci : diabetes self care management, diabetic peripheral neuropathy, kontrol glikemik, diabetes melitus tipe 2. ABSTRACT Diabetic peripheral neuropathy (DPN) is one of the microvascular complications of Diabetes Mellitus (DM) which causes the nerves dysfunction on the peripheral side. The high incidence of DPN is caused by poor glycemic control. Glycemic control can be achieved by doing diabetes self care management. The purpose of this study to determine the correlation between DSCM and DPN in type 2 DM. The study has done at Klungkung Public Health Center I in 2019. Research design used correlational analytic with cross sectional approach. Number of samples were 51 people by using purposive sampling. DSCM was measured by using SDSCA questionnaire and DPN was measured by using DNS questionnaire. The result showed that 62.7% of the respondents were female, 41.2% never attended school, 64.7% didn’t work, the average age was 57.69 years, and the average duration of having DM was 7.18 years. The average DSCM score of respondents was in the less category. Most respondents belong to mild neuropathy. Pearson correlation test showed that the result of r value was 0.692 and p value was 0.000 (α = 0.050). According to the results, it can be concluded that there was a strong, negative, and significant correlation between DSCM and DPN. Keywords: diabetes self care management, diabetic peripheral neuropathy, glycemic control, type 2 diabetes mellitus. Jurnal Gema Keperawatan | 1 PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia pada abad ke-21. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan jumlah penderita DM usia 20-79 tahun pada tahun 2017 sejumlah 425 juta jiwa, dan dipredikisi meningkat menjadi 629 juta jiwa pada tahun 2045 (1). Jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 10,3 juta jiwa, diperkirakan meningkat menjadi 16,7 juta jiwa pada tahun 2045. Tingginya angka kejadian DM menyebabkan pada tahun 2017 Indonesia menempati urutan ke enam dengan jumlah penderita DM tertinggi setelah China, India, United States, Brazil dan Mexico (1). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, kasus DM juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data menunjukan penderita DM pada tahun 2016 tercatat 12.553 jiwa, dan pada tahun 2017 mencapai 16.254 (2). Di kabupaten Klungkung, jumlah penderita DM tahun 2017 mencapai 3.955 jiwa, dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 5.195 jiwa (3). Sementara itu, jumlah penyandang DM di wilayah kerja Puskesmas Klungkung I pada tahun 2018 adalah 611 jiwa, yang terdiri dari 272 orang laki-laki, dan 339 orang perempuan (4). Apabila tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan berbagai komplikasi. Salah satu komplikasi kronis yang paling sering terjadi adalah kerusakan saraf (neuropati), dimana lebih dari 60% penderita diabetes akan mengalami komplikasi ini (5). Diabetic peripheral neuropathy (DPN) adalah bentuk paling umum dari neuropati diabetes yang mengacu pada kerusakan saraf perifer, terutama di kaki pada penderita DM (6). Menurut IDF, prevalensi dari DPN berkisar antara 16 – 66% (1). Penyandang DM yang terkena DPN sangat berisiko mengalami ulkus kaki. Ulkus kaki bila tidak dilakukan perawatan dengan baik akan menyebabkan timbulnya infeksi, yang berakhir dengan tindakan amputasi (5). Untuk mencegah maupun memperlambat perkembangan DPN, dapat dilakukan dengan melakukan kontrol glikemik (7). Kontrol glikemik dapat dicapai dengan melakukan pengelolaan terhadap perubahan perilaku perawatan diri terhadap penyakitnya, salah satunya adalah dengan melakukan diabetes self care management (DSCM) (8). DSCM yang dilakukan oleh klien meliputi minum obat secara teratur, pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (exercise), monitoring glukosa darah, melakukan perawatan kaki secara teratur, dan status merokok (8–11). Sikap preventif dalam melakukan pencegahan komplikasi DM, termasuk DPN dapat dilakukan apabila kadar glukosa darah terkontrol sedini mungkin. Adapun kontrol glikemik dapat dilakukan dengan cara melakukan DSCM. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan DSCM dengan DPN pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Klungkung I. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah korelasional, dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 yang mengalami DPN di wilayah kerja Puskesmas Klungkung I. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menggunakan metode wawancara. Data DSCM diukur menggunakan kuesioner Jurnal Gema Keperawatan | 2 The Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA) dan data DPN diukur dengan menggunakan kuesioner Diabetic Neuropathy Symptom (DNS). Teknik analisa data yang digunakan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Data yang dianalisis univariat meliputi usia, jenis kelamin, durasi DM, pendidikan, status pekerjaan, DSCM, dan DPN. Data jenis kelamin, pendidikan, dan status pekerjaan termasuk data kategorik, sehingga dianalisis dengan statistik deskriptif, yaitu menggunakan distribusi frekuensi dan dijabarkan persentase dari masingmasing variabel. Untuk data usia, durasi DM, DSCM, dan DPN termasuk data numerik, oleh karena itu data yang dijabarkan yaitu mean, median, modus, standar deviasi, dan minimal-maksimal. Semua data disajikan dalam bentuk tabel. Untuk analisis bivariat, data DSCM dan DPN dianalisis menggunakan korelasi pearson, karena telah memenuhi syarat uji parametrik, yaitu data harus berdistribusi normal. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Karakteristik Responden berdasarkan Data Demografi No Karakteristik Jenis kelamin 1 Laki-Laki 2 Perempuan Total Pendidikan 1 Tidak Sekolah 2 SD/Sederajat 3 SMP/Sederat 4 SMA/SMK/ Sederajat 5 Perguruan Tinggi Total Status Pekerjaan f % 19 32 51 37.3 62,7 100,0 21 41,2 18 6 5 35,3 11,8 9,8 1 2,0 51 100,0 1 2 Bekerja Tidak Bekerja Total 18 33 35,3 64,7 51 100,0 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, tidak pernah sekolah, dan tidak bekerja. Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 32 orang (62,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Javed, yang mendapatkan hasil DPN lebih banyak dialami oleh perempuan, yaitu sebanyak 68 orang (54,4%) (12). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa neuropati pada diabetisi perempuan dikaitkan dengan adanya hormon estrogen. Secara hormonal, estrogen akan menyebabkan perempuan lebih banyak terkena neuropati akibat penyerapan iodium pada usus terganggu, sehingga mengakibatkan proses pembentukan serabut mielin saraf terganggu, yang nantinya akan memicu terjadi neuropati (13,14). Dari tabel 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah sekolah, yaitu sebanyak 21 orang (41,2%). Sejalan dengan penelitian Wang, yang mendapatkan hasil dari 110 orang yang mengalami DPN, 48,2% orang tidak pernah menjalani pendidikan formal (15). Pada dasarnya, penderita DM yang berpendidikan rendah cenderung tidak memiliki banyak pengetahuan mengenai cara pencegahan serta mengontrol pola hidup sehat sehari-hari agar tidak mengalami komplikasi. Dengan pengetahuan yang cukup akan menjadi modal perubahan sikap dan gaya hidup yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan manajemen DM sehingga akan meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi DM (16). Jurnal Gema Keperawatan | 3 Tabel 1 juga menunjukkan responden dalam penelitian ini sebagian besar tidak bekerja, yaitu sebanyak 33 orang (64,7%). Sejalan dengan penelitian Hutapea, yang mendapatkan hasil 39,8% penderita neuropati berstatus pensiunan, dan hanya sebagian kecil yang bekerja (17). Ketika seseorang tidak bekerja, maka akan menyebabkan kurangnya latihan fisik sehingga jumlah timbunan lemak dalam tubuh tidak akan berkurang dan berisiko mengalami berat badan berlebih (18). Pekerjaan yang dimiliki juga akan memengaruhi jumlah pendapatan yang diperoleh. Penelitian oleh Bai, mendapatkan hasil individu dengan pendapatan yang kurang memiliki skor perilaku perawatan diri yang jauh lebih buruk daripada yang berpenghasilan tinggi (19). DM yang tidak dilakukan perawatan dengan baik inilah yang nantinya akan menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk DPN (5). Tabel 2 Karakteristik Responden berdasarkan Usia dan Durasi DM Karakteristik Usia Durasi DM n Mean Median 51 57,69 59,00 51 7,18 7,00 Tabel 2 menunjukkan rentang usia responden adalah 45-65 tahun, dengan usia rata-rata adalah 57,69 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Rosyida dan Safitri, yang menemukan bahwa kelompok usia yang paling banyak mengalami DPN adalah kelompok usia dewasa tengah (45-65 tahun) (20). Penelitian serupa juga menyatakan neuropati diabetik lebih banyak ditemukan pada usia ≥ 55 tahun, dengan rata-rata usia penderita adalah 57 tahun (21). Penuaan merupakan proses fisiologis yang dihubungkan dengan perubahan anatomi dan fisiologi semua sistem dalam tubuh, termasuk pada sel saraf. Peningkatan usia akan merangsang proses degenerasi dan menyebabkan kerusakan sel saraf yang memicu terjadinya neuropati. Kerusakan saraf tersebut disebabkan karena terjadi perubahan pada dinding pembuluh darah, di mana terjadi penebalan pada lapisan endotel. Perubahan tersebut menyebabkan kekakuan pada pembuluh darah, sehingga transportasi oksigen maupun Modus 63 7 SD Minimal-Maksimal 6,250 45-65 1,584 5-10 nutrisi ke jaringan mengalami penurunan, yang nantinya mengakibatkan terjadinya iskemia dan dalam waktu yang lama akan terjadi neuropati (22,23). Tabel 2 juga menunjukkan ratarata durasi menderita DM adalah 7,18 tahun. Sejalan dengan penelitian Katulanda, yang mendapatkan rata-rata durasi DM pasien dengan DPN adalah 7,8 tahun (24). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Vincent, tingkat keparahan dari neuropati dapat meningkat sejalan dengan lamanya menderita DM (25). Hal ini terjadi akibat dari hiperglikemia persisten yang berkepanjangan akan menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu aktivasi enzim aldose-reduktase yang merubah glukosa menjadi sorbitol. Peningkatan sintesis sorbitol dapat mengakibatkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf yang dapat menimbulkan stres oksidatif dan merangsang jalur-jalur lainnya yang menyebabkan kerusakan saraf dan endotel pembuluh darah (23). Jurnal Gema Keperawatan | 4 Tabel 3 Skor DSCM dan Skor DPN Responden Variabel Skor DSCM Skor DPN n 51 51 Mean 32,96 2,14 Median 31,00 2,00 Berdasarkan tabel 3, rata-rata skor DSCM responden adalah 32,96. Kategori skor DSCM dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu: baik : n ≥ 66, cukup : 33 ≤ n < 66, dan kurang : n < 33 (9). Apabila dikategorikan, maka rata-rata skor DSCM responden adalah kurang. Sejalan dengan penelitian oleh Yasa dan Rahayu, yang mengungkapkan bahwa sebagian besar responden berada pada kategori DSCM rendah, yaitu sebanyak 20 orang (36,4%) (26). Berbeda dengan penelitian Chaidir, Wahyuni dan Furkhani, dari 89 penyandang DM, 54,8% ditemukan memiliki aktivitas self care yang tinggi (27). Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena aktivitas DSCM seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain diabetes knowledge, self efficacy, self care agency, motivasi, aspek emosional, status sosial ekonomi, dukungan sosial, dan komunikasi petugas kesehatan (10,16,28). Hal tersebut juga ditemukan dalam penelitian ini, bahwa kebanyakan responden tidak memahami tentang cara mengelola penyakitnya secara tepat. Selain itu banyak pasien yang sudah malas berobat karena merasa bosan dan tidak kunjung sembuh, serta beberapa responden kurang mendapat motivasi dan dukungan dari keluarganya sehingga membuat pasien tidak peduli dengan penyakitnya. Tabel 3 juga menunjukkan skor DPN terbanyak adalah 1. Skor DPN 1 dapat digolongkan kedalam neuropati ringan, sehingga dapat diketahui neuropati yang dialami responden paling banyak adalah neuropati ringan. Modus 31 1 SD 11,972 1,059 Minimal-Maksimal 15-57 1-4 Penelitian di Semarang juga mendapatkan hasil yang serupa, yaitu responden yang mengalami neuropati ringan lebih banyak dibandingkan dengan yang mengalami neuropati sedang maupun berat, yaitu sebanyak 55,8% dari 113 responden (20). Dalam penelitian ini, kebanyakan responden mempunyai skor DPN 1 karena sebagian besar responden hanya mengalami 1 dari 4 gejala yang terdapat pada item pertanyaan kuesioner DNS. Dari 4 gejala tersebut, gejala yang paling sering muncul adalah gejala pada item pertanyaan 2, yaitu gejala mengalami sensasi terbakar, kesemutan, atau nyeri pada tungkai atau kaki, dan pada item pertanyaan 3, yaitu gejala mengalami sensasi tusukan pada tungkai atau kaki. Berbeda dengan studi yang dilakukan di India, yang mengungkapkan lebih banyak responden yang mengalami neuropati sedang dibandingkan dengan yang mengalami neuropati ringan maupun berat (29). Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena berbagai faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan DPN. Kontrol glikemik yang buruk merupakan faktor utama yang ikut serta terhadap perkembangan DPN. Risiko terjadinya DPN juga meningkat dari waktu ke waktu, semakin lama orang tersebut menderita diabetes, semakin besar kemungkinannya untuk mengalami DPN (30). Faktor – faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya DPN antara lain usia, riwayat hipertensi, dan merokok (30,31). Jurnal Gema Keperawatan | 5 Tabel 4 Hasil Analisa Korelasi Pearson Skor DSCM n 51 Skor DPN r P -0,692 0,000 Berdasarkan tabel 4, diperoleh nilai p value dari uji korelasi pearson sebesar 0,000. Nilai p value < 0,050, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara DSCM dengan DPN. Hasil analisa juga mendapatkan nilai korelasi pearson (r) sebesar -0,692, yang menandakan ada hubungan yang kuat antara DSCM dengan DPN. Tanda negatif menunjukkan semakin tinggi skor DSCM, maka skor DPN akan semakin rendah, begitupun sebaliknya. DPN dapat dicegah ataupun diperlambat dengan melakukan kontrol glikemik (7). Kontrol glikemik dapat dicapai dengan melakukan pengelolaan terhadap perubahan perilaku perawatan diri terhadap penyakitnya, yang dikenal dengan nama self care. Pemberdayaan manajemen perawatan diri pasien (self care) merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan perawatan dengan kondisi kronis seperti DM (8). Kemampuan pasien DM tipe 2 dalam mengelola penyakitnya secara mandiri agar tercapai pengontrolan glukosa darah dan pencegahan terhadap komplikasi dikenal dengan diabetes self care management (DSCM) (8). Terdapat enam aspek dari DSCM yang dapat membantu penderita DM dalam mencapai kontrol glikemik. Antara lain latihan jasmani (exercise), pola makan (diet), pengobatan, monitoring glukosa darah, perawatan kaki, dan status merokok (8–11). Beberapa penelitian membuktikan bahwa aktivitas DSCM berpengaruh terhadap tercapainya kontrol glikemik pada penderita DM. Penelitian yang dilakukan oleh Padma di India membuktikan penderita DM yang secara teratur melakukan aktivitas self care mempunyai kendali glikemik yang baik (32). Penelitian serupa juga mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara activity of daily living, aktivitas fisik, dan kepatuhan diet dengan terkontrolnya kadar gula darah pasien DM (33). Hal ini juga didukung oleh penelitian Nurayati dan Adriani yang menyatakan terdapat hubungan yag signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa penderita DM Tipe 2 (34). Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Arini Rahmawati, faktor yang berhubungan dengan kejadian komplikasi neuropati diabetik pada DM tipe 2 antara lain keteraturan berobat, pola makan, pola aktivitas fisik dan hipertensi. Dimana faktor keteraturan berobat merupakan faktor dominan terhadap kejadian neuropati diabetik (35). Dari hasil penelitian, di Puskesmas Klungkung I terdapat kegiatan prolanis (program pengendalian penyakit kronis) yang merupakan salah satu program untuk mengendalikan penyakit-penyakit kronis yang diderita oleh usia produktif hingga usia lanjut, dimana penderita DM merupakan salah satu sasaran dari program tersebut. Kegiatan prolanis yang dilakukan oleh Puskesmas Klungkung I meliputi pemeriksaan glukosa darah, pemeriksaan tekanan darah, maupun senam. Dari hasil pengamatan ketika kegiatan prolanis berlangsung, Puskesmas Klungkung I belum memberikan edukasi yang mengkhusus terkait aktivitas DSCM kepada penyandang DM, serta belum melakukan skrining terkait komplikasi DM, khususnya neuropati. Jurnal Gema Keperawatan | 6 SIMPULAN Berdasarkan karakteristik responden dari 51 sampel penelitian, sebanyak 62,7% berjenis kelamin perempuan, 41,2% tidak pernah sekolah, 64,7% tidak bekerja, rata-rata usia responden 57,69 tahun, dan ratarata durasi DM responden penelitian ini adalah 7,18. Rata-rata skor DSCM dalam penelitian ini adalah 32,96, yang tergolong dalam kategori kurang. Skor DPN terbanyak dalam penelitian ini adalah 1, yang tergolong kedalam neuropati ringan. Ada hubungan yang kuat, negatif, dan signifikan antara diabetes self care management dengan diabetic peripheral neuropathy, dengan nilai r = -0,692 (p = 0,000). UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Poltekkes Kemenkes Denpasar sebagai institusi tempat peneliti bernaung, dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian ini, seluruh pihak Puskesmas Klungkung I yang telah memberikan izin peneitian dan mendampingi selama proses penelitian, dan semua pihak yang terlibat dan telah membantu dalam penelitian ini yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. ETIKA PENELITIAN Etika dalam penelitian ini meliputi autonomy, confidentiality, justice, serta beneficience dan non maleficience. Persetujuan etika dalam penelitian ini diperoleh di komisi etik penelitian kesehatan (KEPK) Poltekkes Kemenkes Denpasar, dengan nomor surat LB.02.03/EA/KEPK/0134/2019. SUMBER DANA Sumber dana dalam penelitian ini sepenuhnya berumber dari peneliti (swadana). DAFTAR PUSTAKA 1. IDF. IDF Diabetes Atlas Eight Edition 2017. 8th ed. 2017. 2. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Surveilans Kasus Penyakit Tidak Menular di Provinsi Bali. 2017. 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Surveilans Kasus Penyakit Tidak Menular di Kabupaten Klungkung. 2018. 4. Puskesmas Klungkung I. Surveilans Kasus PTM di Puskesmas Klungkung I. 2018. 5. Tandra H. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. 2nd ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2017. 6. Hamed E, Monem MA. A Review of Diabetic Peripheral Neuropathy Management Given Recent Guidelines Updates. Arch Gen Intern Med [Internet]. 2018;2(4):1– 5. Available from: http://www.alliedacademies.org/arti cles/a-review-of-diabeticperipheral-neuropathymanagement-given-recentguidelines-updates-10723.html 7. Tesfaye S, Chaturvedi N, Eaton SE., Ward JD, Manes C, Ionescutirgoviste C, et al. Vascular Risk Factors and Diabetic Neuropathy. New Engl J Medicene [Internet]. 2005;341–50. Available from: https://www.nejm.org/doi/full/10.1 056/NEJMoa032782 8. ADA. Standars of Medical Care in Diabetes - 2017. Diabetes Care. 2017;40 (sup 1)(January). 9. Toobert DJ, Hampson SE, Glasgow RE. The Summary of Diabetes Self-Care Activities Measure. Diabetes Care [Internet]. 2000;23(7):943–50. Available from: http://care.diabetesjournals.org/cont ent/diacare/23/7/943.full.pdf 10. Sousa VD, Zauszniewski JA, Musil Jurnal Gema Keperawatan | 7 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. CM, Lea PJP, Davis SA. Relationships Among Self-Care Agency, Self-Efficacy, Self-Care, and Glycemic Control. Res Theory Nurs Pract [Internet]. 2005;19(3):217–30. Available from: https://www.researchgate.net/public ation/7617658_Relationships_Amo ng_Self-Care_Agency_SelfEfficacy_SelfCare_and_Glycemic_Control PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. PB. PERKENI; 2015. Javed A, Furqan A, Zaheer M, Kasuri N. Gender Based Differences in Diabetic Peripheral Neuropathy. Pakistan J Neurol Sci. 2014;9(4). Aaberg ML, Burch DM, Hud ZR, Zacharias MP. Gender Differences in The Onset of Diabetic Neuropathy. Journals Diabetes Its Complicat. 2008;22:83–7. Franconi F, Campesi I, Occhioni S, Tonolo G. Sex-Gender Differences in Diabetes Vascular Complications and Treatment. Endocrine, Metab Immune Disord - Drug Targets. 2012;12:179–96. Wang DD, Bakhotmah BA, Hu FB, Alzahrani HA. Prevalence and Correlates of Diabetic Peripheral Neuropathy in a Saudi Arabic Population : A Cross-Sectional Study. PLoS One [Internet]. 2014;9(9):1–9. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC4153691/ Ismonah. Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Self Care Management Pasien Diabetes Mellitus dalam Konteks Asuhan Keperawatan. Universitas Indonesia; 2008. Hutapea FS, Kembuan MAHN, 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. P.S. JM. Gambaran Klinis Neuropati pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Neurologi. 2016;4(1). Soewondo P. Pemantauan Pemgendalian Diabetes Melitus. In Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013. Bai, Y.L., Chiou, C.P., & Chang YY. Self –Care Behaviour and Related Factor in Older Peapole with Type 2 Diabetes. J Clin Nurs [Internet]. 2009;18:3308–15. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/18267996 Rosyida K, Safitri N. Gambaran Neuropati Perifer di Semarang. J Luka Indones [Internet]. 2017;2(3):137–44. Available from: http://www.jurnalluka.etncentre.co. id/index.php/jli/article/view/31 Suri MH, Haddani H, Sinulingga S. Hubungan Karakteristik, Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik. J Kedokt dan Kesehat [Internet]. 2015;2(3):305–10. Available from: https://www.google.co.id/#q=hubu ngan+karakteristik+pada+pasien+n europati Priyantono T. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Polineuropati pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Diponegoro; 2005. Subekti I. Neuropati Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiadi S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam; 2009. p. 1947–51. Katulanda P, Ranasinghe P, Jayawardena R, Constantine GR, Sheriff MHR, Matthews DR. The prevalence , patterns and predictors of diabetic peripheral neuropathy in Jurnal Gema Keperawatan | 8 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. a developing country. 2012;1–8. Vincent AM, Russell JW, Low P, Feldman EL. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. 2004;25(4):612–28. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/15294884 Yasa IDPGP, Rahayu VES. Diabetes Self Care Management pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. 2016;9(1):14–21. Chaidir R, Wahyuni AS, Furkhani DW. Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus. 2017;2(June):132–44. Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/06/hubungan _tingkat_self_care_dengan_tingkat _hba1c.pdf Kusniawati. Analisis Faktor yang Berkontribusi terhadap Self Care Diabetes pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Tanggerang. Tesis. Universitas Indonesia; 2011. Bansal D, Gudala K, Muthyala H, Esam HP, Nayakallu R, Bhansali A. Prevalence and Risk Factors of Development of Peripheral Diabetic Neuropathy in Type 2 Diabetes Mellitus in a Tertiary Care Setting. J Diabetes Investig [Internet]. 2014;5(6):714–21. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC4234236/ Hershey DS. Diabetic Peripheral Neuropathy: Evaluation and Management. J Nurse Pract [Internet]. 2017;13(3):199–204.e1. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.nurpra.2 016.08.034 Tesfaye S, Selvarajah D. Advances in the Epidemiology, Pathogenesis and Management of Diabetic 32. 33. 34. 35. Peripheral Neuropathy. Diabetes/Metabolism Res Rev [Internet]. 2012;28(Suppl 1):8–14. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/22271716 Padma K, Bele SD, Bodhare TN, Valsangkar S. Evaluation of Knowledge and Self Care Practices In Diabetic Patients And Their Role In Disease Management. Natl J Community Med [Internet]. 2012;3(1):3–6. Available from: http://connection.ebscohost.com/c/a rticles/83290504/evaluationknowledge-self-care-practicesdiabetic-patients-their-role-diseasemanagement Sam N, Lestari H, Afa JR. Analisis Hubungan Activity of Daily Living (ADL), Aktivitas Fisik dan Kepatuhan Diet terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus. J Ilm Mhs Kesehat Masy [Internet]. 2017;2(7):1–12. Available from: http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMK ESMAS/article/view/3414 Nurayati L, Adriani M. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Amerta Nutr [Internet]. 2017;80–7. Available from: https://ejournal.unair.ac.id/AMNT/article/vi ew/6229/0 Rahmawati A. Faktor Dominan Neuropati Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. J Berk Epidemiol [Internet]. 2018;6(1):60– 8. Available from: https://www.researchgate.net/public ation/327341082_Dominant_Factor _of_Diabetic_Neuropathy_on_Diab etes_Mellitus_Type_2_Patients Jurnal Gema Keperawatan | 9