1 Seluruh pembelian para pengusaha atas barang modal dan

advertisement
11
a. Seluruh pembelian para pengusaha atas barang modal dan membelanjakan
untuk mendirikan industri-industri.
b. Pengeluaran masyarakat untuk mendirikan tempat tinggal.
c. Pertambahan dalam nilai stok barang-barang perusahaan yang berupa
bahan mentah, barang yang belum diproses dan barang jadi.
Menurut
Harrod-Domar
pengeluaran
investasi
(I)
tidak
hanya
mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (D), tetapi juga terhadap
penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Dalam
prespektif waktu yang lebih panjang ini. I menambah stok kapital (misalnya,
pabrik-pabrik, jalan-jalan dan sebagainya). Jadi I = ΔK, dimana K adalah stok
kapital dalam masyarakat. Ini berarti pula peningkatan kapasitas produksi
masyarakat dan selanjutnya berarti bergesernya kurva S ke kanan.
Gambar 2.1
P
So
a
b
S1
D1
D0
0
Q
Pengeluaran Investasi
Sumber : Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993
a : ΔI menggeser D lewat proses multiplier (jangka pendek).
b : ΔI menggeser S lewat pertambahan kapasitas produksi (jangka panjang)
12
Investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung dan
harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan
pada keuntungan nyata. Keuntungan cenderung menurun dengan adanya
kemajuan ekonomi. Pada waktu laju pemupukan modal meningkat, persaingan
yang meningkat antar pemilik modal akan menaikkan upah dan sebaliknya
menurunkan keuntungan.
Perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan luar negeri akan berpengaruh
terhadap adanya tindakan spekulasi valuta asing dan pelarian modal ke luar
negeri, disebabkan para spekulan valuta asing cukup peka terhadap perubahan
dalam tingkat suku bunga, terutama dalam jangka pendek. Rendahnya tingkat
suku bunga dalam negeri dibandingkan dengan suku bunga luar negeri,
dikarenakan para investor lebih tertarik menyimpan dana atau aset yang
dimilikinya, di mana tingkat keuntungan yang akan didapat akan lebih besar.
Capital outflow menyebabkan permintaan mata uang asing meningkat, hal ini
akan menyebabkan nilai mata uang domestik menjadi turun yang pada gilirannya
akan berpengaruh pada perekonomian nasional (Hendra Halwani, 2002: 208209).
2.1.2
Teori Konsep Marginal Efficiency of Capital
Keputusan apakah suatu Investasi akan di laksanakan atau tidak,
tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan yang di harapkan
(yang menyatakan dalam persentase satuan waktu waktu) di suatu pihak dan biaya
penggunaan dana atau tingkat bunga di pihaklain. Apabila tingkat bunga yang
berlaku di pasar uang sebesar 2% setiap bulan (atau 24% setahun), sedangkan
13
keuntungan yang di harapkan sebesar 50% maka investasi tersebut masih
menguntungkan karena keuntungan (kotor) yang di harapkan 50% jadi melebihi
ongkos pendanaan dapat di katakana 50% - 24% = 26% pertahun untuk 10 tahun.
Maka jika pengusaha tersebut “rasional” investasi tersebut akan dilaksanakan.
Secara ringkas :
a. Jika keuntungan yang diharapkan (MEC) lebih besar dari pada tingkat
bunga, maka investasi di laksanakan.
b. Jika MEC lebih kecil dari pada tingkat bunga maka investasi tidak
dilaksanakan.
c. Jika MEC = tingkat bunga maka investasi bisa di laksanakan dan bisa juga
tidak.
Dari uraian di atas, di ketahui bahwa berapa tingkat pengeluaran investasi
yang di harapkan oleh para investasi di tentuakan oleh dua hal yaitu tinkat suku
bunga yang berlaku dan marginal efficiency of capital. Perilaku makro para
investor ini biasanya di ringkas dalam satu bentuk fungsi marginal efficiency of
capital atau fungsi investasi.
Tiga hal yang perlu di garis bawahi mengenai fungsi investasi pertama
fungsi tersebut mempunyai slope, yang negatif, artinya semakin rendah tingkat
bunga semakin besar pula tingkat pengeluaran investasi yang di inginkan. Kedua,
dalam kenyataan fungsi tersebut sulit untuk di peroleh sebab posisinya sangat
stabil (mudah berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat). Kelebihan
fungsi investasi ini akan segera dapat di pahami karena posisinya sangat
tergantung pada nilai MEC dari proyek-proyek yang ada dan bahwa MEC adalah
14
keuntungan yang di harapkan oleh investor. Ketiga, yang perlu ditekankan adalah
hubungan teori Keynes dengan kenyataan, khususnya masalah tersedianya dana
investasi.
2.1.3
Pentingnya Investasi dalam Pertumbuhan
Pada setiap moment, persediaan modal adalah determinan output
perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa berubah sepanjang
waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya,
terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal : investasi dan
depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan
peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi
mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal
berkurang. (Mankiw N. Gregory, 2003 : 178)
Pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan, dan barang-barang baru akan
meningkatkan stok modal (capital stock) fisikal suatu negara (yaitu jumlah nilai
riil bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fiskal) sehingga pada
gilirannya akan memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output
yang lebih besar. Investasi jenis ini sering diklasifikasikan sebagai investasi di
sektor produktif (directly productive aktivities). Investasi-investasi lainnya yang
dikenal dengan sebutan infrastruktur sosial dan ekonomi (social overhead capital)
yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah dan
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi.(Lincolin Arsyad, 1999 : 214)
Investasi
insani
(human
invesment)
dapat
memperbaiki
kualitas
sumberdaya manusia dan juga akan mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan
15
lebih besar terhadap produksi. Sekolah-sekolah formal, sekolah-sekolah kejuruan,
dan program-program latihan kerja serta berbagai pendidikan informal lainnya
semuanya diciptakan secara lebih efektif untuk memperbesar kemampuan
manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebagai hasil dari investasi
langsung dalam pembangunan gedung-gedung, peralatan dan bahan-bahan (bukubuku, proyektor, peralatan penelitian, alat-alat latihan kerja, mesin-mesin, dan
lain-lain). Latihan-latihan tingkat lanjutan yang relevan bagi tenaga pendidik,
demikian pula dengan buku-buku pelajaran ekonomi yang baik, bisa membuat
perubahan yang sangat besar dalam mutu, kepemimpinan, dan produktivitas
tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu investasi insani sama dengan memperbaiki
mutu sekaligus meningkatkan produktivitas sumberdaya-sumberdaya melalui
investasi yang strategis tersebut.
Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja dan jumlah
kapital. Investasi akan menambah jumlah daripada kapital. Tanpa investasi maka
tidak akan ada pabrik atau mesin baru, dan dengan demikian tidak ada ekspansi.
Pengertian investasi mencakup investasi barang-barang tetap pada perusahaan
(business
fixed
invesment),
(residential).(Nopirin, 1995 : 133)
persediaan
(inventory)
serta
perumahan
16
2.2
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
2.2.1
Pengertian IPM
Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB dalam
konteks nasional dan PDRB dalam konteks regional, hanya mampu memotret
pembangunan ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih
komprehensif, yang mampu menangkap tidak saja perkembangan ekonomi akan
tetapi juga perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan manusia. Pembangunan
manusia memiliki banyak dimensi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia dengan
melihat perkembangannya.
Pada Human Development Report (HDR) 1990, IPM pertama kali
diperkenalkan. Index tersebut disusun dari pendapatan nasional (sebagai ukuran
standar hidup yang layak) dan dua indikator sosial, yaitu angka harapan hidup
(indikator umur panjang) serta angka melek huruf usia dewasa (indikator
pencapaian pengetahuan). Indeks tersebut merupakan pendekatan yang mencakup
dimensi dari berbagai pilihan yang dimiliki manusia. Akan tetapi indeks tersebut
masih memiliki kelemahan pada indikator pendapatan, dimana angka rata-rata
secara nasional tidak dapat merepresentasikan ketimpangan yang terjadi antar
wilayah dan dalam wilayah.
Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki
tujuan penting, diantaranya:
a. Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar.
b. Pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih.
17
c. Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana.
d. Membentuk satu indeks komposit daripada menggunakan sejumlah indeks
dasar.
e. Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.
Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari dimensi
berikut ini:

Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan
hidup.

Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi dari
angka partisipasi sekolah untuk tingkat dasar, menengah dan tinggi, dan

Standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per kapita dalam bentuk
Purchasing Power Parity (PPP).
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh
kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya
(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia
hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis
dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan
ekonomi).
2.2.2
Indikator-indikator Pembangunan Manusia
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi seberapa besar kemajuan
pembangunan yang telah dicapai suatu wilayah tentunya diperlukan data-data
yang cukup up to date dan akurat. Data-data yang disajikan diharapkan sebagai
bahan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut.
Apakah pembangunan puskesmas dan puskesmas pembantu telah secara nyata
18
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat? Apakah pembangunan gedung SD
juga telah mampu meningkatkan tingkat partisipasi sekolah di wilayah ini?
Apakah program Paket Kejar telah mampu meningkatkan kemampuan baca tulis
penduduk secara umum?. Dalam konteks tersebut diatas diperlukan pula ukuranukuran yang tepat untuk digunakan sebagai indikator. Untuk itu perlu kiranya
diketengahkan mengenai berbagai ukuran-ukuran yang biasa digunakan sebagai
indikator pembangunan.
Berbagai program seperti pengadaan pangan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan dan peningkatan kegiatan olah raga dilaksanakan dalam upaya
peningkatan taraf kualitas fisik penduduk. Namun demikian seperti dikatakan
Azwini, Karomo dan Prijono (1988:469), tolok ukur yang dapat digunakan
untuk menentukan keberhasilan (pembangunan) dalam beberapa hal agak sulit
ditentukan.
Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kualitas hidup selama ini
sebenarnya hanya mencakup kualitas fisik, tidak termasuk kualitas non fisik.
Kesulitan muncul terutama karena untuk menilai keberhasilan pembangunan non
fisik indikatornya relatif lebih abstrak dan bersifat komposit.
Salah satu pengukuran taraf kualitas fisik penduduk yang banyak
digunakan adalah Indeks Mutu Hidup (IMH). Ukuran ini sebenarnya banyak
mendapat kritik karena mengandung beberapa kelemahan, terutama yang
menyangkut aspek statistik dari keterkaitan antar variabel yang digunakannya.
Terlepas dari kelemahan tersebut, ada nilai lebih dari IMH yang membuat
indikator ini banyak digunakan sebagai ukuran untuk menilai keberhasilan
19
program pembangunan pada satu wilayah. Nilai lebih dari IMH ini adalah
kesederhanaan didalam penghitungannya. Disamping itu, data yang digunakan
untuk menghitung IMH ini pada umumnya sudah banyak tersedia. IMH juga bisa
dihitung setiap tahun untuk setiap wilayah (nasional, propinsi, maupun
kabupaten/kota), sehingga dapat dilakukan perbandingan antar wilayah.
Sejalan
dengan
makin
tingginya
intensitas
dalam
permasalahan
pembangunan, kesederhanaan IMH pada akhirnya kurang mampu untuk
menjawab tuntutan perkembangan pembangunan yang semakin kompleks itu.
Untuk itu perlu indikator lain yang lebih reprensentatif dengan tuntutan
permasalahan. Dalam kaitan ini, indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM;
Human Development Index) merupakan salah satu alternatif yang bisa diajukan.
Indikator ini, disampaing mengukur kualitas fisik; tercermin dari angka harapan
hidup; juga mengukur kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata
penduduk bersekolah dan angka melek huruf; juga mempertimbangkan
kemampuan ekonomi masyarakat di wilayah itu; tercermin dari nilai purcashing
power parity index (ppp). Jadi indikator IPM terasa lebih komprehensif
dibandingkan dengan IMH.
2.2.3
Konsep dan Metodologi Penyusunan IPM
Untuk itu menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara
berkelanjutan diperlukan satu set indikator komposit yang cukup representatif.
IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP
pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap
mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk
20
menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia.
Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan
(knowledge), dan hidup layak (decent lving). Peluang hidup dihitung berdasarkan
angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama
sekolah angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas; dan hidup layak
diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power
Parity (paritas daya beli dalam rupiah).
Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup yang dihitung
menggunakan metode tidak langsung (metode brass, varian trussel) berdasarkan
variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.
Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah yang dihitung berdasarkan data Suseda. Sebagai catatan, UNDP dalam
publikasi tahunan Human Development Report (HDR). Indikator angka melek
huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan
indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel
secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi
riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted
real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia
indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara.
21
Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129)
dapat disajikan sebagai berikut :
IPM = 1/3 (X (1) + X (2) + X (3))
Dimana:
X(1)
: Indeks harapan hidup
X(2)
: Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata
lama sekolah)
X(3)
: Indeks standar hidup layak
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan
antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai
maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat
disajikan sebagai berikut :
Indeks X(i) = (X(i) - X(i)min) / (X(i)maks - X(i)min)
Dimana :
X(i)
: Indikator ke-i (i = 1,2,3)
X(i)maks
: Nilai maksimum X(i)
X(i)min
: Nilai minimum X(i)
2.3
Deskripsi Mengenai Variabel Bebas
2.3.1
Nilai Tukar
Menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga
rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai
dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain.
Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen,
dan lain sebagainya.
22
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di
pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati
untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing
khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar
modal
(Sitinjak
dan
Kurniasari,
2003).
Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):
a. Faktor Fundamental, berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar Negara, ekspektasi
pasar dan intervensi Bank Sentral.
b. Faktor Teknis, berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa
pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara
penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
c. Sentimen Pasar, lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita
politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik
atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau beritaberita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
Secara teoritis dampak perubahan tingkat/nilai tukar dengan investasi
bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat
kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran,
perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan
sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar
akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik
atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat
23
kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat turun yang disebabkan
kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan
permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan
direspon dengan penurunan pada pengeluaran/alokasi modal pada investasi.
Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure
switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu.
Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor
yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan
meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan/barang-barang ekspor
(traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non
traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik
akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.
2.3.2
Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris
disebut juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah
satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu
Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983,
sebagai indikator pergerakan harga saham di BEI, Indeks ini mencakup
pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI.
Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada
tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat
pada saat itu berjumlah 13 saham (BEI).
24
Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEI) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks,
sebagai berikut (www.jsx.co.id):
1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masingmasing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta
Composite Index (JCI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa
dan saham preferen yang tercatat di BEJ.
3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap
sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9
(sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang
ditetapkan oleh BEJ yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange
Industrial Classification).
4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa
kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai
likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari
saham-saham tersebut.
5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan
syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment
Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang
masuk dalam JII.
6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi
perusahaan dengan track record yang baik.
25
7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk
mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi
persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan
berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi
perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa.
Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini
hanya menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek
penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa
dan saham preferen yang tercatat di BEJ.
Anoraga dan Piji (2001: 100-104) mengatakan, secara sederhana yang
disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan
indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham
dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau
kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah Nilai Pasar dari total saham yang
tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah Nilai Pasar adalah total perkalian
setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program
restrukturisasi) dengan harga di BEJ pada hari tersebut. Formula perhitungannya
adalah sebagai berikut :
Dimana p adalah Harga Penutupan di Pasar Reguler, x adalah Jumlah
Saham, dan d adalah Nilai Dasar.
26
Perhitungan Indeks merepresentasikan pergerakan harga saham di
pasar/bursa yang terjadi melalui sistem perdagangan lelang. Nilai Dasar akan
disesuaikan secara cepat bila terjadi perubahan modal emiten atau terdapat faktor
lain yang tidak terkait dengan harga saham. Penyesuaian akan dilakukan bila ada
tambahan emiten baru, HMETD (right issue), partial/company listing, waran dan
obligasi konversi demikian juga delisting. Dalam hal terjadi stock split, dividen
saham atau saham bonus, Nilai Dasar tidak disesuaikan karena Nilai Pasar tidak
terpengaruh. Harga saham yang digunakan dalam menghitung IHSG adalah harga
saham di pasar reguler yang didasarkan pada harga yang terjadi berdasarkan
sistem lelang. Perhitungan IHSG dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan
perdagangan setiap harinya. Dalam waktu dekat, diharapkan perhitungan IHSG
dapat dilakukan beberapa kali atau bahkan dalam beberapa menit, hal ini dapat
dilakukan setelah sistem perdagangan otomasi diimplementasikan dengan baik.
2.3.3
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sama halnya dengan PDB, PDRB adalah sebutan untuk menyatakan
besarnya pendapatan suatu perekonomian daerah. Sedangkan Produk Domestik
Bruto (PDB) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh
suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun
penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara
yang bersangkutan. Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja
27
perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai
uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999).
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
daerah dalam suatu periode tertentu (biasanya satu tahun) adalah data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atau dengan kata lain adalah pendapatan
nasional, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB
pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh suatu unit ekonomi (BPS).
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tamnbah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar. PDRB atas harga berlaku dapat digunakan untuk melihat
pergeseran dan strukrtur ekonom, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Angka-angka PDRB dapat dihitung menggunakan tiga pendekatan,yaitu:
1. Menurut Pendekatan Produksi, yaitu PDRB yang dihitung berdasarkan
jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di suatu wilayah dalam waktu tertentu. Unit-unit produksi
dalampendekatan ini di kelompokkan menjadi 9 lapangan usaha, yaitu 1.
Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan 2.
Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas dan
28
air bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.
Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Penyewaan dan Jasa-jasa
Perusahaan 9. Jasa-jasa lain termasuk pelayanan pemerintah. Nilai tanbah
(VA) = PendapatanPenjualan – Biaya Bahan atau Barang Antar.
2. Menurut Pendekatan Pendapatan, yaitu PDRB yang dihitung berdasarkan
jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta
dalam proses produksi suatu Negara dalam waktu tertentu. Balas jasa
faktor produksi dimaksud seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal
dan keuntungan yang semuanya belum dipotong pajak. atau secara
matematis dapat dirumuskan :
Y(PDRB) = r + w + i + π.
3. Menurut Pendekatan Peengeluaran (PDRB atas harga pasar), yaitu PDRB
yang dihitung berdasarkan
semua komponen permintaan akhir yang
terdiri dari : 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasra
nirlaba, 2. Konsumsi pemerintah, 3. Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto, 4. Perubahan Stok, 5. Ekspor Netto (ekspor dikurangi impor). Atau
secara matematis dapat dirumuskan PDRB = C + I + G + (X-M).
Dengan demikian Produk Domestik Regional Bruto yaitu seluruh bilai
output yang ditimbukan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu wilayah atau
regional kabupaten/kota tanpa memperlihatakan siapa pemilik faktor produksinya.
29
2.3.4
Pengeluaran Pemerintah
Peran pemerintah dalam pembangunan telah menjadi objek pembahasan
yang menarik sejak lama. Aliran Klasik, yang menganut kebebasan pasar
menganggap campur tangan pemerintah sebagai sesuatu yang menghambat dan
mengganggu bekerjanya kekuatan-kekuatan objektif dari pasar yang disebut
sebagai mekanisme pasar. Penerusnya para penganut aliran Neoklasik bahkan
menuduh bahwa campur tangan pemerintah dapat menghambat kebebasan
individu (individual freedom) yang merupakan fondasi dari sistem demokrasi.
Campur tangan pemerintah dalam arti berfungsinya birokrasi melahirkan regulasi,
proteksi dan subsidi import yang merugikan para konsumen. Tiga hal yang
terakhir ini dianggap kelompok neoklasik sebagai perilaku tidak baik yang harus
dihindarkan.
Berbeda dengan kaum klasik dan neoklasik itu adalah pandangan yang
melihat peran pemerintah sebagai suatu keniscayaan. Tanpa campur tangan
pemerintah, akan terjadi persaingan bebas yang merugikan kelompok ekonomi
lemah. Akibatnya, yang terjadi bukan kebebasan pasar tetapi restriksi pasar dalam
bentuk monopoli yang dikuasai golongan ekonomi kuat. J. M. Keynes yang
dipandang sebagai salah seorang tokoh terkemuka ekonomi pada bagian awal
abad ke 20 justru menganggap kebebasan pasar, tanpa ada campur tangan
pemerintah, tidak akan mampu melakukan alokasi sumberdaya dan outputs secara
optimal (full employment of outputs). Karena itu Keynes memandang perlu
adanya peran pemerintah, antara lain dalam bentuk kebijakan anggaran untuk
mengatasi pengangguran yang sekaligus juga meningkatkan daya beli dan
30
mendorong adanya kegiatan bisnis. Sejalan dengan Keynes, Pigou juga melihat
bahwa kebebasan pasar yang berdasarkan pada maximum keuntungan individu
tidak mampu menciptakan alokasi sumberdaya yang optimal bagi kepentingan
umum.
2.3.5
Tingkat Suku Bunga
Menurut Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku
bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi,
misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada
tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya),
sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss
atau gain. (Nopirin, 1995).
Menurut teori Klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga.
Makin tinggi tingkat suku bunga, maka makin tinggi pula keinginan masyarakat
untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi masyarakat
terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi
guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat suku
bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan untuk melakukan
investasi juga makin kecil, sebab tingkat pengembalian dan penggunaan dana juga
makin besar. (Nopirin, 1995).
31
Gambar 2.2
r
E1
r1
S
E0
r0
S1
E2
r2
I1
I
0
I0
I2 I1
I
Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga
Sumber : Sukirno, 2002
Berdasarkan Gambar 2.2 kurva S adalah kurva penawaran dana modal
(tabungan) dan I adalah kurva permintaan dana modal (investasi). Keseimbangan
tercapai pada titik E0 dan ini menunjukkan bahwa jumlah dana modal yang akan
diinvestasikan sebesar 0I0 dan tingkat bunga sebesar 0r0. Jika dimisalkan
permintaan dana modal berubah menjadi 0I1, sedangkan penawaran modal tetap
sebesar S, keseimbangan berpindah ke E1 yang berarti tingkat bunga naik dari 0r0
menjadi 0r1 dan dana yang diinvestasikan bertambah dari 0I0 menjadi 0I1. Dan
apabila permintaan dana modal tetap sebesar I, tetapi panawarannya bertambah
menjadi S1, maka keseimbangan berpindah ke E2, Dengan demikian perubahan
tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari 0r0 menjadi 0r2 dan dana yang
diinvestasikan bertambah dari 0I0 menjadi 0I2 (Sukirno, 2002).
2.3.6
Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang
diterima oleh masing-masing penduduk karena andilnya dalam proses produksi.
Nilai pendapatan perkapita ini diperoleh dengan cara membagi pendapatan
32
regional (nilai PDRB yang telah dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak
langsung) dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat
pendapatan penduduk, di samping indikator-indikator lainnya. Pendapatan
regional perkapita dapat mencerminkan tingkat pendapatan masyarakat yang
sesungguhnya. Dasar pendekatan untuk menghitung pendapatan regional
perkapita Jawa Barat menggunakan PDRB harga konstan tahun 2000. Untuk
mengetahui pendapatan perkapita Jawa Barat pada saat ini dilakukan perhitungan
terhadap tingkat perkembangan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya dikurangi
dengan tingkat perkembangan penduduk pada tahun yang sama atau secara
matematis dirumuskan sebagai berikut :
gt = Gt : Pt
Dimana :
gt
= pendapatan perkapita
Gt
= pendapatan riil pada tahun t
Pt
= Jumlah penduduk pada pertengahan tahun t
2.3.7
Produktivitas
Istilah atau kata “Productivity”, muncul sekitar tahun 1766 dalam artikel
seorang ekonom Perancis, (Francois Quesnay, 1694-1776) berjudul The School
of Physiocrats. Dalam tulisan Quesnay berjudul Historical Viewpoint of Economic
Theories, penemu teori ekonomi ini mengajukan suatu teori produktivitas pada
pertengahan abad ke-18. Teorinya melihat tanah dan pertanian sebagai sumber
dari kekayaan yang sebenarnya. Sedangkan produktivitas sebagai konsep dengan
output dan input sebagai elemen utama, pertama kali dicetuskan oleh David
33
Ricardo. (Adam Smith, 1723-1790), penulis The Wealth of Nations, menganalisa
hubungan antara tenaga kerja dengan pembagian pekerjaan. Adam Smith
mengusulkan suatu konsep produktivitas yang dapat diterapkan dalam dunia
modern. (Karl Marx, 1819-1883), penemu teori Scientific Socialism, mengkritik
teori nilai pekerja (labor values) dari Adam Smith serta membahas masalah
produktivitas di antara faktor peralatan, fasilitas, dan tenaga kerja di dalam
industri manufaktur. (Samsubar Saleh, 2002)
Secara umum produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari penggunaan
sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Sedangkan ukuran produktivitas pada
umumnya adalah rasio yang berhubungan dengan keluaran (barang dan jasa)
terhadap satu atau lebih dari masukan (tenaga kerja, modal, energi, dan
sebagainya), yang menghasilkan keluaran tersebut. Secara lebih spesifik,
produktivitas adalah volume barang atau jasa yang sebenarnya dihasilkan secara
fisik, dibagi dengan volume masukan yang sebenarnya, secara fisik pula.
2.4.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian Sarwedi melakukan penelitian pada tahun 2002 dengan judul :
Investasi asing langsung di Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya. Latar
belakang
penelitiannya
dilandaskan
pada
kenyataan
bahwa
Indonesia
membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan
nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk
mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan
regional maupun kawasan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan
34
dana pembangunan tersebut. Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan
dalam negeri, pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri, salah
satunya
adalah
Penanaman
Modal
Asing
Langsung
(foreign
direct
invesment=FDI).
Tujuan penelitiannya adalah untuk menggambarkan secara empiris
fenomena Penanaman Modal Asing (PMA), khususnya FDI di Indonesia selama
rentang waktu 1978-2001. Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari berbagai lembaga dan instansi, antara lain berasal
dari Statistik Ekonomi dan Keuangan BI, World Financial Report-UNCTAD,
Depnaker dan BKPM. Model yang digunakan dalam penelitiannya menggunakan
Error Correction Model (ECM).
DLFDI = 3,1038 + 1,4011 DLGDP + 0,0339 DGRWT – 0,0006 DSP +0,8741 DLWG +
(0,8332)
(3,04)
(0,951)
(-2,776)
( 0,836)
0,0640 DLX – 0,2920 LGDP(-1) – 0,82 GRWT(-1) –0,766 LX(-1) – 0,866 SP
(0,757)
(-0,53)
(-2,45)
(- 2,30)
(-2,311)
(-1) –0,9964 LWG(-1) + 0,8655 ECT
(-1,42)
(2,31) *
Catatan: *) = t statistik
R2
= 0,7458
Adj R2
= 0,4916
DW Stat
= 1,85
F-Stat
= 2,93
Uji Diagnosis :
Otokorelasi LM(4)
Homoskedastistas ARCH(4)
Normalitas JB(4)
Linieritas Reset(1)
= 3,14
= 2,16
= 0,123
= 3.45
Hasil analisis dengan menggunakan model koreksi kesalahan (error
correction model= ECM) menunjukkan bahwa variabel makroekonomi (GDP,
Growth, ekspor, dan upah pekerja) memiliki hubungan positif terhadap FDI di
Indonesia. Sedangkan varibel stabilitas politik (SP) memiliki hubungan negatif.
35
Hal ini mengindikasikan bahwa sesungguhnya penguatan economic determinant
yang didukung oleh kebijakan (policy) yang kondusif akan berpengaruh terhadap
kinerja FDI di Indonesia.
Penelitian Samsubar Saleh melakukan penelitian pada tahun 2002 dengan
judul : Faktor-faktor penentu tingkat kemiskinan regional Indonesia. Latar
belakang penelitiannya dilandaskan pada perhitungan jumlah penduduk miskin
tingkat nasional dan propinsi di Indonesia telah dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) setiap tiga tahun sekali mulai tahun 1976 berdasarkan data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) modul konsumsi.
Tujuan
penelitiannya
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan regional di Indonesia periode 1996-1999,
dapat dilakukan dengan pendekatan regresi. Dalam pendekatan regresi tersebut,
variabel yang berfungsi sebagai variabel dependen adalah variabel tingkat
kemiskinan.
Berdasarkan hasil-hasil empirik dalam penelitiannya, bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kemiskinan per propinsi di Indonesia adalah indeks
pembangunan manusia (terdiri dari pendapatan perkapita, angka harapan hidup,
rata-rata bersekolah), investasi fisik pemerintah daerah, tingkat kesenjangan
pendapatan, tingkat partisipasi ekonomi dan politik perempuan, populasi
penduduk tanpa akses terhadp fasilitas kesehatan, populasi penduduk tanpa akses
terhadap air bersih, dan krisis ekonomi.
36
2.5.
Kerangka Pemikiran
Beberapa literatur makro ekonomi mendefinisikan investasi atau
pembentukan modal tetap sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital atau
penciptaan modal baru (Samuelson dan Mankiw, 2000).
Schumpeter
menbedakan
investasi
kedalam
investasi
terpengaruh
(induction investment) yaitu investasi yang besar kecilnya sangat tergantung atau
dipengaruhi oleh perubahan di dalam pendapatan nasisonal, volume penjualan,
keuntungan perusahaan dan lain-lain dan investasi otonom (autonomous
investment) yaitu investasi yang bessar kecilnya tidak dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh perubahan-perubahan yang
bersifat jangka panjang seperti adanya penemuan baru, perkembangan teknologi
dan sebagainya.
Pengusaha melakukan investasi baik di suatu wilayah maupun sektor
tertentu pada dasarnya adalah untuk memperoleh keuntungan. Investasi yang
dilakukan oleh perusahaan tidak lepas dari adanya faktor-faktor penarik dan
pendorong baik secara internal maupun eksternal. Stabilitas makro ekonomi,
besarnya peluang pasar, iklim usaha yang kondusif karena terbangun oleh
berbagai regulasi yang jelas, transparan, aksesibilitas dan sarana prasarana usaha
yang mudah dijangkau merupakan faktor-faktor eksternal bagi pengusaha untuk
melakukan investasi.
Sementara faktor internal tidak lepas dari strategi, tujuan, motifasi
pengusaha dalam menjalankan usahanya dan kemampuan mengakses sumber
pembiayaan. semua aspek ini merupakan determinasi yang menggiring pada
37
keputusan melakukan investasi di sektor ekonomi dan wilayah tertentu. Adapun
indikator-indikator penarik dan pendorong untuk meningkatkan investasi disuatu
wilayah diantaranya adalah:
Indikator pertama yang mempengaruhi investasi adalah nilai tukar, nilai
tukar merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata
uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar
rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya.
Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi
aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan
berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap
mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap
ekonomi dan pasar modal.
Indikator kedua yang mempengaruhi investasi adalah indeks harga saham
gabungan, indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham
preferen yang tercatat di BEI. Meningkatnya IHSG memiliki pengaruh positif
terhadap investasi, dengan meningkatnya IHSG maka investor akan lebih tertarik
untuk menginvestasikan uangnya di pasar saham.
Indikator ketiga yang mempengaruhi investasi adalah produk domestik
regional bruto, PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu unit ekonomi.
PDRB memiliki hubungan yang positif dengan investasi, tingginya PDRB
di suatu wilayah akan menjadi suatu pertimbangan untama bagi para investor
38
untuk menanamkan investasinya, dengan asumsi bahwa tingginya PDRB suatu
daerah akan mencerminkan bahwa keuntungan yang diperoleh juga mengalami
peningkatan.
Indikator keempat yang mempengaruhi investasi adalah pengeluaran
pemerintah, pengeluaran pemerintah merupakan realisasi anggaran pengeluaran
dan belanja daerah yang dibebankan oleh pemerintah daerah untuk menciptakan
alokasi sumberdaya dan output yang maksimal.
Pengeluran pemerintah memiliki hubungan yang positif dengan investasi,
tingginya pengeluaran pemerintah akan menjadikan suatu pertimbangan bagi para
investor untuk melakukan investasi, dengan asumsi bahwa tingginya pengeluaran
yang dikeluarakan pemerintah akan meningkatkan segala fasilitas dan
infrastruktur di suatu wilayah yang akan menciptakan iklim investasi yang
kondusif.
Indikator kelima yang mempengaruhi investasi adalah tingkat suku bunga.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga
adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap
Dolar yang dipinjam.
Tingkat suku bunga yang tinggi menunjukan semakin tinggi pula
keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang
lebih tinggi masyarakat terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi
pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan
fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan
39
untuk melakukan investasi juga makin kecil, sebab tingkat pengembalian dan
penggunaan dana juga makin besar.
Menurut United Nations Development Program (UNDP, 1966) hubungan
antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik.
Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia dan
sebaliknya. Di satu sisi pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung
oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan sisi lain pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan juga perlu didukung oleh pembangunan manusia (SDM) yang
memadai pula.
IPM merupakan suatu indeks yang menunjukan tentang aspek-aspek
peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
memadai, serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan kemudahan
dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi. IPM
atau Human Development Indeks (HDI) telah dikembangkan oleh United Nations
Development Program (UNDP). IPM dapat memberikan kontribusi positif
terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan dan
kemampuan ekonominya.
Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output penting
dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan urutan
skala kualitas pembangunan manusia yang mengukir keberhasilan pembangunan.
Adapun indikator-indikator yang dapt mengukur kondisi perekonomian suatu
wilayah dan dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia diantaranya
adalah :
40
Indikator pertama
yang mempengaruhi
IPM adalah pengeluaran
pemerintah, pengeluaran pemerintah memiliki hubungan positif dengan indeks
pembangunan manusia, semakin besarnya pengeluaran pemerintah maka akan
meningkatkan indeks pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi
pengeluran pemerintah dalam meningkatkan fasilitas dan infrastruktur dibidang
pendidikan dan kesehatan maka semakin tinggi pula kualitas pembangunan
manusia.
Indikator kedua yang mempengaruhi IPM adalah pendapatan per kapita,
pendapatan per kapita memiliki hubungan yang positif dengan indeks
pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi atau semakin besar
pendapatan penduduk per kapita maka semakin besar pula kemampuan penduduk
tersebut untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hidupnya.
Indikator ketiga yang mempengaruhi IPM adalah produktivitas tenaga
kerja, produktivitas tenaga kerja memiliki hubungan yang positif terhadap indeks
pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi produktivitas tenaga kerja
yaitu kemampuan penduduk untuk memperoleh layanan kesehatan dan pendidikan
yang layak maka maka semakin tinggi pula kualitas pembangunan manusia.
Indikator keempat yang mempengaruhi IPM adalah investasi Menurut
Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, investasi adalah pengeluaran
yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumbersumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesin-mesin baru
lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari
investasi tersebut. Investasi memiliki hubungan yang positif terhadap indeks
41
pembangunan
manusia,
dengan
asumsi
semakin
tinggi
investasi
akan
meningkatkan sektor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, sehingga
penyerapan tenaga kerja bertambah, mendorong kenaikan pendapatan yang pada
akhirnya memberikan efek terhadap pembangunan secara keseluruhan termasuk
pada peningkatan indeks pembangunan manusia.
Download