11 a. Seluruh pembelian para pengusaha atas barang modal dan membelanjakan untuk mendirikan industri-industri. b. Pengeluaran masyarakat untuk mendirikan tempat tinggal. c. Pertambahan dalam nilai stok barang-barang perusahaan yang berupa bahan mentah, barang yang belum diproses dan barang jadi. Menurut Harrod-Domar pengeluaran investasi (I) tidak hanya mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (D), tetapi juga terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Dalam prespektif waktu yang lebih panjang ini. I menambah stok kapital (misalnya, pabrik-pabrik, jalan-jalan dan sebagainya). Jadi I = ΔK, dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. Ini berarti pula peningkatan kapasitas produksi masyarakat dan selanjutnya berarti bergesernya kurva S ke kanan. Gambar 2.1 P So a b S1 D1 D0 0 Q Pengeluaran Investasi Sumber : Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993 a : ΔI menggeser D lewat proses multiplier (jangka pendek). b : ΔI menggeser S lewat pertambahan kapasitas produksi (jangka panjang) 12 Investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Keuntungan cenderung menurun dengan adanya kemajuan ekonomi. Pada waktu laju pemupukan modal meningkat, persaingan yang meningkat antar pemilik modal akan menaikkan upah dan sebaliknya menurunkan keuntungan. Perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan luar negeri akan berpengaruh terhadap adanya tindakan spekulasi valuta asing dan pelarian modal ke luar negeri, disebabkan para spekulan valuta asing cukup peka terhadap perubahan dalam tingkat suku bunga, terutama dalam jangka pendek. Rendahnya tingkat suku bunga dalam negeri dibandingkan dengan suku bunga luar negeri, dikarenakan para investor lebih tertarik menyimpan dana atau aset yang dimilikinya, di mana tingkat keuntungan yang akan didapat akan lebih besar. Capital outflow menyebabkan permintaan mata uang asing meningkat, hal ini akan menyebabkan nilai mata uang domestik menjadi turun yang pada gilirannya akan berpengaruh pada perekonomian nasional (Hendra Halwani, 2002: 208209). 2.1.2 Teori Konsep Marginal Efficiency of Capital Keputusan apakah suatu Investasi akan di laksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan yang di harapkan (yang menyatakan dalam persentase satuan waktu waktu) di suatu pihak dan biaya penggunaan dana atau tingkat bunga di pihaklain. Apabila tingkat bunga yang berlaku di pasar uang sebesar 2% setiap bulan (atau 24% setahun), sedangkan 13 keuntungan yang di harapkan sebesar 50% maka investasi tersebut masih menguntungkan karena keuntungan (kotor) yang di harapkan 50% jadi melebihi ongkos pendanaan dapat di katakana 50% - 24% = 26% pertahun untuk 10 tahun. Maka jika pengusaha tersebut “rasional” investasi tersebut akan dilaksanakan. Secara ringkas : a. Jika keuntungan yang diharapkan (MEC) lebih besar dari pada tingkat bunga, maka investasi di laksanakan. b. Jika MEC lebih kecil dari pada tingkat bunga maka investasi tidak dilaksanakan. c. Jika MEC = tingkat bunga maka investasi bisa di laksanakan dan bisa juga tidak. Dari uraian di atas, di ketahui bahwa berapa tingkat pengeluaran investasi yang di harapkan oleh para investasi di tentuakan oleh dua hal yaitu tinkat suku bunga yang berlaku dan marginal efficiency of capital. Perilaku makro para investor ini biasanya di ringkas dalam satu bentuk fungsi marginal efficiency of capital atau fungsi investasi. Tiga hal yang perlu di garis bawahi mengenai fungsi investasi pertama fungsi tersebut mempunyai slope, yang negatif, artinya semakin rendah tingkat bunga semakin besar pula tingkat pengeluaran investasi yang di inginkan. Kedua, dalam kenyataan fungsi tersebut sulit untuk di peroleh sebab posisinya sangat stabil (mudah berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat). Kelebihan fungsi investasi ini akan segera dapat di pahami karena posisinya sangat tergantung pada nilai MEC dari proyek-proyek yang ada dan bahwa MEC adalah 14 keuntungan yang di harapkan oleh investor. Ketiga, yang perlu ditekankan adalah hubungan teori Keynes dengan kenyataan, khususnya masalah tersedianya dana investasi. 2.1.3 Pentingnya Investasi dalam Pertumbuhan Pada setiap moment, persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal : investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang. (Mankiw N. Gregory, 2003 : 178) Pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan, dan barang-barang baru akan meningkatkan stok modal (capital stock) fisikal suatu negara (yaitu jumlah nilai riil bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fiskal) sehingga pada gilirannya akan memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. Investasi jenis ini sering diklasifikasikan sebagai investasi di sektor produktif (directly productive aktivities). Investasi-investasi lainnya yang dikenal dengan sebutan infrastruktur sosial dan ekonomi (social overhead capital) yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi.(Lincolin Arsyad, 1999 : 214) Investasi insani (human invesment) dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia dan juga akan mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan 15 lebih besar terhadap produksi. Sekolah-sekolah formal, sekolah-sekolah kejuruan, dan program-program latihan kerja serta berbagai pendidikan informal lainnya semuanya diciptakan secara lebih efektif untuk memperbesar kemampuan manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebagai hasil dari investasi langsung dalam pembangunan gedung-gedung, peralatan dan bahan-bahan (bukubuku, proyektor, peralatan penelitian, alat-alat latihan kerja, mesin-mesin, dan lain-lain). Latihan-latihan tingkat lanjutan yang relevan bagi tenaga pendidik, demikian pula dengan buku-buku pelajaran ekonomi yang baik, bisa membuat perubahan yang sangat besar dalam mutu, kepemimpinan, dan produktivitas tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu investasi insani sama dengan memperbaiki mutu sekaligus meningkatkan produktivitas sumberdaya-sumberdaya melalui investasi yang strategis tersebut. Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja dan jumlah kapital. Investasi akan menambah jumlah daripada kapital. Tanpa investasi maka tidak akan ada pabrik atau mesin baru, dan dengan demikian tidak ada ekspansi. Pengertian investasi mencakup investasi barang-barang tetap pada perusahaan (business fixed invesment), (residential).(Nopirin, 1995 : 133) persediaan (inventory) serta perumahan 16 2.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2.2.1 Pengertian IPM Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB dalam konteks nasional dan PDRB dalam konteks regional, hanya mampu memotret pembangunan ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang mampu menangkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan manusia. Pembangunan manusia memiliki banyak dimensi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia dengan melihat perkembangannya. Pada Human Development Report (HDR) 1990, IPM pertama kali diperkenalkan. Index tersebut disusun dari pendapatan nasional (sebagai ukuran standar hidup yang layak) dan dua indikator sosial, yaitu angka harapan hidup (indikator umur panjang) serta angka melek huruf usia dewasa (indikator pencapaian pengetahuan). Indeks tersebut merupakan pendekatan yang mencakup dimensi dari berbagai pilihan yang dimiliki manusia. Akan tetapi indeks tersebut masih memiliki kelemahan pada indikator pendapatan, dimana angka rata-rata secara nasional tidak dapat merepresentasikan ketimpangan yang terjadi antar wilayah dan dalam wilayah. Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, diantaranya: a. Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar. b. Pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih. 17 c. Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana. d. Membentuk satu indeks komposit daripada menggunakan sejumlah indeks dasar. e. Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi. Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari dimensi berikut ini: Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan hidup. Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi dari angka partisipasi sekolah untuk tingkat dasar, menengah dan tinggi, dan Standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per kapita dalam bentuk Purchasing Power Parity (PPP). Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). 2.2.2 Indikator-indikator Pembangunan Manusia Untuk mengetahui dan mengidentifikasi seberapa besar kemajuan pembangunan yang telah dicapai suatu wilayah tentunya diperlukan data-data yang cukup up to date dan akurat. Data-data yang disajikan diharapkan sebagai bahan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut. Apakah pembangunan puskesmas dan puskesmas pembantu telah secara nyata 18 meningkatkan derajat kesehatan masyarakat? Apakah pembangunan gedung SD juga telah mampu meningkatkan tingkat partisipasi sekolah di wilayah ini? Apakah program Paket Kejar telah mampu meningkatkan kemampuan baca tulis penduduk secara umum?. Dalam konteks tersebut diatas diperlukan pula ukuranukuran yang tepat untuk digunakan sebagai indikator. Untuk itu perlu kiranya diketengahkan mengenai berbagai ukuran-ukuran yang biasa digunakan sebagai indikator pembangunan. Berbagai program seperti pengadaan pangan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan dan peningkatan kegiatan olah raga dilaksanakan dalam upaya peningkatan taraf kualitas fisik penduduk. Namun demikian seperti dikatakan Azwini, Karomo dan Prijono (1988:469), tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan (pembangunan) dalam beberapa hal agak sulit ditentukan. Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kualitas hidup selama ini sebenarnya hanya mencakup kualitas fisik, tidak termasuk kualitas non fisik. Kesulitan muncul terutama karena untuk menilai keberhasilan pembangunan non fisik indikatornya relatif lebih abstrak dan bersifat komposit. Salah satu pengukuran taraf kualitas fisik penduduk yang banyak digunakan adalah Indeks Mutu Hidup (IMH). Ukuran ini sebenarnya banyak mendapat kritik karena mengandung beberapa kelemahan, terutama yang menyangkut aspek statistik dari keterkaitan antar variabel yang digunakannya. Terlepas dari kelemahan tersebut, ada nilai lebih dari IMH yang membuat indikator ini banyak digunakan sebagai ukuran untuk menilai keberhasilan 19 program pembangunan pada satu wilayah. Nilai lebih dari IMH ini adalah kesederhanaan didalam penghitungannya. Disamping itu, data yang digunakan untuk menghitung IMH ini pada umumnya sudah banyak tersedia. IMH juga bisa dihitung setiap tahun untuk setiap wilayah (nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota), sehingga dapat dilakukan perbandingan antar wilayah. Sejalan dengan makin tingginya intensitas dalam permasalahan pembangunan, kesederhanaan IMH pada akhirnya kurang mampu untuk menjawab tuntutan perkembangan pembangunan yang semakin kompleks itu. Untuk itu perlu indikator lain yang lebih reprensentatif dengan tuntutan permasalahan. Dalam kaitan ini, indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu alternatif yang bisa diajukan. Indikator ini, disampaing mengukur kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; juga mengukur kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; juga mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat di wilayah itu; tercermin dari nilai purcashing power parity index (ppp). Jadi indikator IPM terasa lebih komprehensif dibandingkan dengan IMH. 2.2.3 Konsep dan Metodologi Penyusunan IPM Untuk itu menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan diperlukan satu set indikator komposit yang cukup representatif. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk 20 menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent lving). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli dalam rupiah). Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode brass, varian trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Suseda. Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan Human Development Report (HDR). Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. 21 Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat disajikan sebagai berikut : IPM = 1/3 (X (1) + X (2) + X (3)) Dimana: X(1) : Indeks harapan hidup X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah) X(3) : Indeks standar hidup layak Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut : Indeks X(i) = (X(i) - X(i)min) / (X(i)maks - X(i)min) Dimana : X(i) : Indikator ke-i (i = 1,2,3) X(i)maks : Nilai maksimum X(i) X(i)min : Nilai minimum X(i) 2.3 Deskripsi Mengenai Variabel Bebas 2.3.1 Nilai Tukar Menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. 22 Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993): a. Faktor Fundamental, berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar Negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. b. Faktor Teknis, berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. c. Sentimen Pasar, lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau beritaberita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal. Secara teoritis dampak perubahan tingkat/nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat 23 kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat turun yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran/alokasi modal pada investasi. Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan/barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut. 2.3.2 Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEI, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham (BEI). 24 Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEI) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, sebagai berikut (www.jsx.co.id): 1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masingmasing saham yang didasarkan pada harga dasarnya. 2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JCI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ. 3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEJ yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). 4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut. 5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk dalam JII. 6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi perusahaan dengan track record yang baik. 25 7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ. Anoraga dan Piji (2001: 100-104) mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah Nilai Pasar dari total saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah Nilai Pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program restrukturisasi) dengan harga di BEJ pada hari tersebut. Formula perhitungannya adalah sebagai berikut : Dimana p adalah Harga Penutupan di Pasar Reguler, x adalah Jumlah Saham, dan d adalah Nilai Dasar. 26 Perhitungan Indeks merepresentasikan pergerakan harga saham di pasar/bursa yang terjadi melalui sistem perdagangan lelang. Nilai Dasar akan disesuaikan secara cepat bila terjadi perubahan modal emiten atau terdapat faktor lain yang tidak terkait dengan harga saham. Penyesuaian akan dilakukan bila ada tambahan emiten baru, HMETD (right issue), partial/company listing, waran dan obligasi konversi demikian juga delisting. Dalam hal terjadi stock split, dividen saham atau saham bonus, Nilai Dasar tidak disesuaikan karena Nilai Pasar tidak terpengaruh. Harga saham yang digunakan dalam menghitung IHSG adalah harga saham di pasar reguler yang didasarkan pada harga yang terjadi berdasarkan sistem lelang. Perhitungan IHSG dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap harinya. Dalam waktu dekat, diharapkan perhitungan IHSG dapat dilakukan beberapa kali atau bahkan dalam beberapa menit, hal ini dapat dilakukan setelah sistem perdagangan otomasi diimplementasikan dengan baik. 2.3.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sama halnya dengan PDB, PDRB adalah sebutan untuk menyatakan besarnya pendapatan suatu perekonomian daerah. Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan. Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja 27 perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999). Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu (biasanya satu tahun) adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau dengan kata lain adalah pendapatan nasional, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu unit ekonomi (BPS). PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tamnbah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan strukrtur ekonom, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Angka-angka PDRB dapat dihitung menggunakan tiga pendekatan,yaitu: 1. Menurut Pendekatan Produksi, yaitu PDRB yang dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam waktu tertentu. Unit-unit produksi dalampendekatan ini di kelompokkan menjadi 9 lapangan usaha, yaitu 1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas dan 28 air bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Penyewaan dan Jasa-jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa lain termasuk pelayanan pemerintah. Nilai tanbah (VA) = PendapatanPenjualan – Biaya Bahan atau Barang Antar. 2. Menurut Pendekatan Pendapatan, yaitu PDRB yang dihitung berdasarkan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi suatu Negara dalam waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi dimaksud seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan yang semuanya belum dipotong pajak. atau secara matematis dapat dirumuskan : Y(PDRB) = r + w + i + π. 3. Menurut Pendekatan Peengeluaran (PDRB atas harga pasar), yaitu PDRB yang dihitung berdasarkan semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari : 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasra nirlaba, 2. Konsumsi pemerintah, 3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, 4. Perubahan Stok, 5. Ekspor Netto (ekspor dikurangi impor). Atau secara matematis dapat dirumuskan PDRB = C + I + G + (X-M). Dengan demikian Produk Domestik Regional Bruto yaitu seluruh bilai output yang ditimbukan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu wilayah atau regional kabupaten/kota tanpa memperlihatakan siapa pemilik faktor produksinya. 29 2.3.4 Pengeluaran Pemerintah Peran pemerintah dalam pembangunan telah menjadi objek pembahasan yang menarik sejak lama. Aliran Klasik, yang menganut kebebasan pasar menganggap campur tangan pemerintah sebagai sesuatu yang menghambat dan mengganggu bekerjanya kekuatan-kekuatan objektif dari pasar yang disebut sebagai mekanisme pasar. Penerusnya para penganut aliran Neoklasik bahkan menuduh bahwa campur tangan pemerintah dapat menghambat kebebasan individu (individual freedom) yang merupakan fondasi dari sistem demokrasi. Campur tangan pemerintah dalam arti berfungsinya birokrasi melahirkan regulasi, proteksi dan subsidi import yang merugikan para konsumen. Tiga hal yang terakhir ini dianggap kelompok neoklasik sebagai perilaku tidak baik yang harus dihindarkan. Berbeda dengan kaum klasik dan neoklasik itu adalah pandangan yang melihat peran pemerintah sebagai suatu keniscayaan. Tanpa campur tangan pemerintah, akan terjadi persaingan bebas yang merugikan kelompok ekonomi lemah. Akibatnya, yang terjadi bukan kebebasan pasar tetapi restriksi pasar dalam bentuk monopoli yang dikuasai golongan ekonomi kuat. J. M. Keynes yang dipandang sebagai salah seorang tokoh terkemuka ekonomi pada bagian awal abad ke 20 justru menganggap kebebasan pasar, tanpa ada campur tangan pemerintah, tidak akan mampu melakukan alokasi sumberdaya dan outputs secara optimal (full employment of outputs). Karena itu Keynes memandang perlu adanya peran pemerintah, antara lain dalam bentuk kebijakan anggaran untuk mengatasi pengangguran yang sekaligus juga meningkatkan daya beli dan 30 mendorong adanya kegiatan bisnis. Sejalan dengan Keynes, Pigou juga melihat bahwa kebebasan pasar yang berdasarkan pada maximum keuntungan individu tidak mampu menciptakan alokasi sumberdaya yang optimal bagi kepentingan umum. 2.3.5 Tingkat Suku Bunga Menurut Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain. (Nopirin, 1995). Menurut teori Klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi masyarakat terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil, sebab tingkat pengembalian dan penggunaan dana juga makin besar. (Nopirin, 1995). 31 Gambar 2.2 r E1 r1 S E0 r0 S1 E2 r2 I1 I 0 I0 I2 I1 I Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga Sumber : Sukirno, 2002 Berdasarkan Gambar 2.2 kurva S adalah kurva penawaran dana modal (tabungan) dan I adalah kurva permintaan dana modal (investasi). Keseimbangan tercapai pada titik E0 dan ini menunjukkan bahwa jumlah dana modal yang akan diinvestasikan sebesar 0I0 dan tingkat bunga sebesar 0r0. Jika dimisalkan permintaan dana modal berubah menjadi 0I1, sedangkan penawaran modal tetap sebesar S, keseimbangan berpindah ke E1 yang berarti tingkat bunga naik dari 0r0 menjadi 0r1 dan dana yang diinvestasikan bertambah dari 0I0 menjadi 0I1. Dan apabila permintaan dana modal tetap sebesar I, tetapi panawarannya bertambah menjadi S1, maka keseimbangan berpindah ke E2, Dengan demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari 0r0 menjadi 0r2 dan dana yang diinvestasikan bertambah dari 0I0 menjadi 0I2 (Sukirno, 2002). 2.3.6 Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk karena andilnya dalam proses produksi. Nilai pendapatan perkapita ini diperoleh dengan cara membagi pendapatan 32 regional (nilai PDRB yang telah dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak langsung) dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat pendapatan penduduk, di samping indikator-indikator lainnya. Pendapatan regional perkapita dapat mencerminkan tingkat pendapatan masyarakat yang sesungguhnya. Dasar pendekatan untuk menghitung pendapatan regional perkapita Jawa Barat menggunakan PDRB harga konstan tahun 2000. Untuk mengetahui pendapatan perkapita Jawa Barat pada saat ini dilakukan perhitungan terhadap tingkat perkembangan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya dikurangi dengan tingkat perkembangan penduduk pada tahun yang sama atau secara matematis dirumuskan sebagai berikut : gt = Gt : Pt Dimana : gt = pendapatan perkapita Gt = pendapatan riil pada tahun t Pt = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun t 2.3.7 Produktivitas Istilah atau kata “Productivity”, muncul sekitar tahun 1766 dalam artikel seorang ekonom Perancis, (Francois Quesnay, 1694-1776) berjudul The School of Physiocrats. Dalam tulisan Quesnay berjudul Historical Viewpoint of Economic Theories, penemu teori ekonomi ini mengajukan suatu teori produktivitas pada pertengahan abad ke-18. Teorinya melihat tanah dan pertanian sebagai sumber dari kekayaan yang sebenarnya. Sedangkan produktivitas sebagai konsep dengan output dan input sebagai elemen utama, pertama kali dicetuskan oleh David 33 Ricardo. (Adam Smith, 1723-1790), penulis The Wealth of Nations, menganalisa hubungan antara tenaga kerja dengan pembagian pekerjaan. Adam Smith mengusulkan suatu konsep produktivitas yang dapat diterapkan dalam dunia modern. (Karl Marx, 1819-1883), penemu teori Scientific Socialism, mengkritik teori nilai pekerja (labor values) dari Adam Smith serta membahas masalah produktivitas di antara faktor peralatan, fasilitas, dan tenaga kerja di dalam industri manufaktur. (Samsubar Saleh, 2002) Secara umum produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari penggunaan sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Sedangkan ukuran produktivitas pada umumnya adalah rasio yang berhubungan dengan keluaran (barang dan jasa) terhadap satu atau lebih dari masukan (tenaga kerja, modal, energi, dan sebagainya), yang menghasilkan keluaran tersebut. Secara lebih spesifik, produktivitas adalah volume barang atau jasa yang sebenarnya dihasilkan secara fisik, dibagi dengan volume masukan yang sebenarnya, secara fisik pula. 2.4. Penelitian Sebelumnya Penelitian Sarwedi melakukan penelitian pada tahun 2002 dengan judul : Investasi asing langsung di Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya. Latar belakang penelitiannya dilandaskan pada kenyataan bahwa Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan 34 dana pembangunan tersebut. Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (foreign direct invesment=FDI). Tujuan penelitiannya adalah untuk menggambarkan secara empiris fenomena Penanaman Modal Asing (PMA), khususnya FDI di Indonesia selama rentang waktu 1978-2001. Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai lembaga dan instansi, antara lain berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan BI, World Financial Report-UNCTAD, Depnaker dan BKPM. Model yang digunakan dalam penelitiannya menggunakan Error Correction Model (ECM). DLFDI = 3,1038 + 1,4011 DLGDP + 0,0339 DGRWT – 0,0006 DSP +0,8741 DLWG + (0,8332) (3,04) (0,951) (-2,776) ( 0,836) 0,0640 DLX – 0,2920 LGDP(-1) – 0,82 GRWT(-1) –0,766 LX(-1) – 0,866 SP (0,757) (-0,53) (-2,45) (- 2,30) (-2,311) (-1) –0,9964 LWG(-1) + 0,8655 ECT (-1,42) (2,31) * Catatan: *) = t statistik R2 = 0,7458 Adj R2 = 0,4916 DW Stat = 1,85 F-Stat = 2,93 Uji Diagnosis : Otokorelasi LM(4) Homoskedastistas ARCH(4) Normalitas JB(4) Linieritas Reset(1) = 3,14 = 2,16 = 0,123 = 3.45 Hasil analisis dengan menggunakan model koreksi kesalahan (error correction model= ECM) menunjukkan bahwa variabel makroekonomi (GDP, Growth, ekspor, dan upah pekerja) memiliki hubungan positif terhadap FDI di Indonesia. Sedangkan varibel stabilitas politik (SP) memiliki hubungan negatif. 35 Hal ini mengindikasikan bahwa sesungguhnya penguatan economic determinant yang didukung oleh kebijakan (policy) yang kondusif akan berpengaruh terhadap kinerja FDI di Indonesia. Penelitian Samsubar Saleh melakukan penelitian pada tahun 2002 dengan judul : Faktor-faktor penentu tingkat kemiskinan regional Indonesia. Latar belakang penelitiannya dilandaskan pada perhitungan jumlah penduduk miskin tingkat nasional dan propinsi di Indonesia telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tiga tahun sekali mulai tahun 1976 berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) modul konsumsi. Tujuan penelitiannya untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan regional di Indonesia periode 1996-1999, dapat dilakukan dengan pendekatan regresi. Dalam pendekatan regresi tersebut, variabel yang berfungsi sebagai variabel dependen adalah variabel tingkat kemiskinan. Berdasarkan hasil-hasil empirik dalam penelitiannya, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan per propinsi di Indonesia adalah indeks pembangunan manusia (terdiri dari pendapatan perkapita, angka harapan hidup, rata-rata bersekolah), investasi fisik pemerintah daerah, tingkat kesenjangan pendapatan, tingkat partisipasi ekonomi dan politik perempuan, populasi penduduk tanpa akses terhadp fasilitas kesehatan, populasi penduduk tanpa akses terhadap air bersih, dan krisis ekonomi. 36 2.5. Kerangka Pemikiran Beberapa literatur makro ekonomi mendefinisikan investasi atau pembentukan modal tetap sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital atau penciptaan modal baru (Samuelson dan Mankiw, 2000). Schumpeter menbedakan investasi kedalam investasi terpengaruh (induction investment) yaitu investasi yang besar kecilnya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh perubahan di dalam pendapatan nasisonal, volume penjualan, keuntungan perusahaan dan lain-lain dan investasi otonom (autonomous investment) yaitu investasi yang bessar kecilnya tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh perubahan-perubahan yang bersifat jangka panjang seperti adanya penemuan baru, perkembangan teknologi dan sebagainya. Pengusaha melakukan investasi baik di suatu wilayah maupun sektor tertentu pada dasarnya adalah untuk memperoleh keuntungan. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan tidak lepas dari adanya faktor-faktor penarik dan pendorong baik secara internal maupun eksternal. Stabilitas makro ekonomi, besarnya peluang pasar, iklim usaha yang kondusif karena terbangun oleh berbagai regulasi yang jelas, transparan, aksesibilitas dan sarana prasarana usaha yang mudah dijangkau merupakan faktor-faktor eksternal bagi pengusaha untuk melakukan investasi. Sementara faktor internal tidak lepas dari strategi, tujuan, motifasi pengusaha dalam menjalankan usahanya dan kemampuan mengakses sumber pembiayaan. semua aspek ini merupakan determinasi yang menggiring pada 37 keputusan melakukan investasi di sektor ekonomi dan wilayah tertentu. Adapun indikator-indikator penarik dan pendorong untuk meningkatkan investasi disuatu wilayah diantaranya adalah: Indikator pertama yang mempengaruhi investasi adalah nilai tukar, nilai tukar merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Indikator kedua yang mempengaruhi investasi adalah indeks harga saham gabungan, indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Meningkatnya IHSG memiliki pengaruh positif terhadap investasi, dengan meningkatnya IHSG maka investor akan lebih tertarik untuk menginvestasikan uangnya di pasar saham. Indikator ketiga yang mempengaruhi investasi adalah produk domestik regional bruto, PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu unit ekonomi. PDRB memiliki hubungan yang positif dengan investasi, tingginya PDRB di suatu wilayah akan menjadi suatu pertimbangan untama bagi para investor 38 untuk menanamkan investasinya, dengan asumsi bahwa tingginya PDRB suatu daerah akan mencerminkan bahwa keuntungan yang diperoleh juga mengalami peningkatan. Indikator keempat yang mempengaruhi investasi adalah pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemerintah merupakan realisasi anggaran pengeluaran dan belanja daerah yang dibebankan oleh pemerintah daerah untuk menciptakan alokasi sumberdaya dan output yang maksimal. Pengeluran pemerintah memiliki hubungan yang positif dengan investasi, tingginya pengeluaran pemerintah akan menjadikan suatu pertimbangan bagi para investor untuk melakukan investasi, dengan asumsi bahwa tingginya pengeluaran yang dikeluarakan pemerintah akan meningkatkan segala fasilitas dan infrastruktur di suatu wilayah yang akan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Indikator kelima yang mempengaruhi investasi adalah tingkat suku bunga. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam. Tingkat suku bunga yang tinggi menunjukan semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi masyarakat terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan 39 untuk melakukan investasi juga makin kecil, sebab tingkat pengembalian dan penggunaan dana juga makin besar. Menurut United Nations Development Program (UNDP, 1966) hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik. Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia dan sebaliknya. Di satu sisi pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan sisi lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga perlu didukung oleh pembangunan manusia (SDM) yang memadai pula. IPM merupakan suatu indeks yang menunjukan tentang aspek-aspek peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi. IPM atau Human Development Indeks (HDI) telah dikembangkan oleh United Nations Development Program (UNDP). IPM dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya. Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output penting dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan urutan skala kualitas pembangunan manusia yang mengukir keberhasilan pembangunan. Adapun indikator-indikator yang dapt mengukur kondisi perekonomian suatu wilayah dan dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia diantaranya adalah : 40 Indikator pertama yang mempengaruhi IPM adalah pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemerintah memiliki hubungan positif dengan indeks pembangunan manusia, semakin besarnya pengeluaran pemerintah maka akan meningkatkan indeks pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi pengeluran pemerintah dalam meningkatkan fasilitas dan infrastruktur dibidang pendidikan dan kesehatan maka semakin tinggi pula kualitas pembangunan manusia. Indikator kedua yang mempengaruhi IPM adalah pendapatan per kapita, pendapatan per kapita memiliki hubungan yang positif dengan indeks pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi atau semakin besar pendapatan penduduk per kapita maka semakin besar pula kemampuan penduduk tersebut untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hidupnya. Indikator ketiga yang mempengaruhi IPM adalah produktivitas tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja memiliki hubungan yang positif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi produktivitas tenaga kerja yaitu kemampuan penduduk untuk memperoleh layanan kesehatan dan pendidikan yang layak maka maka semakin tinggi pula kualitas pembangunan manusia. Indikator keempat yang mempengaruhi IPM adalah investasi Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumbersumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesin-mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi tersebut. Investasi memiliki hubungan yang positif terhadap indeks 41 pembangunan manusia, dengan asumsi semakin tinggi investasi akan meningkatkan sektor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, sehingga penyerapan tenaga kerja bertambah, mendorong kenaikan pendapatan yang pada akhirnya memberikan efek terhadap pembangunan secara keseluruhan termasuk pada peningkatan indeks pembangunan manusia.