PERCOBAAN IV FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING DAN DEMULTIPLEXING (FDM & FDD) 4.1 1. Tujuan Untuk mengetahui blok-blok yang menyusun frequency division multiplexing dan frequency division demultiplexing. 2. Untuk mengetahui proses – proses yang terjadi dalam teknik frequency division multiplexing dan frequency division demultiplexing. 4.2 1. Peralatan Modul frequency division multiplexing dan frequency division demultiplexing. 2. Oscilloscope. 3. Kabel – kabel penghubung / jumper. 4.3 Dasar Teori 4.3.1 Elemen Elemen Gelombang Dalam sebuah sinyal kontinyu sinusoidal terdapat beberapa elemen yang harus diperhatikan guna mencapai efisiensi pentransmisian informasi dari pengirim ke penerima. Terdapat 4 elemen yang harus diperhatikan yaitu: 1. Panjang Gelombang Panjang Gelombang adalah sebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah pola gelombang. Biasanya memiliki denotasi huruf Yunani lambda (λ). Dalam sebuah gelombang sinus, panjang gelombang adalah jarak antara puncak, atau biasa didefinisikan sebagai jarak antara 1 gunung dan 1 lembah atau jarak 1 rengganggan dan 1 rapatan. Dapat dirumuskan sebagai berikut: ….........……………………………(4.1) Keterangan : S = jarak gelombang n = jumlah gelombang. Rumus tersebut dapat juga ditulis dengan rumus sebagai berikut. …………………………………….(4.2) Dengan keterangan V adalah kecepatan gelombang dalam meter per sekon, f merupakan frekuensi gelombang dalam satuan hertz 2. Amplitudo Amplitudo adalah pengukuran skalar yang non-negatif dari besar osilasi suatu gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak / simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoidal. 3. Peak to Peak Peak to Peak atau jika dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia adalah puncak ke puncak, merupakan jarak antara simpangan amplitudo lembah dan simpangan amplitudo puncak. Atau dapat dirumuskan sebagai berikut. ………………………(4.3) 4. Frekuensi Frekuensi adalah banyaknya gelombang tiap satu satuan waktu, frekuensi yang besar dapat dilihat dari bentuk sebuah gelombang, jika gelombang tersebut memiliki densitas atau kerapatan yang tinggi maka frekuensinya pun tinggi, namun jika gelombang terlihat renggang maka dapat dipastikan frekuensinya rendah. Frekuensi dapat dirumuskan sebagai berikut. ………………………………..…….(4.4) Dengan f sama dengan frekuensi dalam hertz, n merupakan jumlah gelombang atau getaran dan t adalah waktu dalam sekon atau dapat pula dirumuskan sebagai berikut. …………………………………..…..(4.5) 4.3.2 Sinyal Sinyal dapat dikatakan juga sebagai suatu besaran fisis yang berubah terhadap waktu, ruang, ataupun dapat berubah terhadap variabel bebas lainnya.. Terdapat 2 jenis sinyal yaitu analog dan digital. 1. Sinyal analog adalah sinyal kontinyu yang mempunyai puncak positif dan puncak negatif dimana karakteristik dari sinyal tersebut akan berubah-ubah sesuai dengan informasi yang dibawanya. Gambar 4.1 Sinyal Analog 2. Sinyal digital adalah sinyal tak kontinyu yang memiliki dua kemungkinan keadaan yaitu logika 0 dan logika 1. Inilah alasan mengapa disebut sinyal tak kontinyu. Selain itu sinyal digital juga mempunyai istilah tepi naik dan tepi turun. Tepi naik merupakan transisi dari negatif ke positif, sedangkan tepi turun merupakan transisi dari positif ke negatif. Gambar 4.2 Sinyal Digital 4.3.3 Sinyal Informasi Sinyal Informasi adalah sinyal baik dalam bentuk analog (kontinyu) atau digital (diskrit) yang membawa entitas berupa informasi berguna yang dikirimkan dari pengirim, informasi tersebut dapat berupa suara,gambar ataupun video. Sinyal informasi memiliki frekuensi yang rendah oleh karena itu diperlukan proses modulasi bersama sinyal carrier agar dapat melewatkan sinyal ini ke penerima dengan keadaan yang baik. Gambar 4.3 Sinyal Informasi 4.3.4 Sinyal Carrier Sinyal carrier atau jika dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia berarti sinyal pembawa, merupakan sinyal baik dalam bentuk analog (kontinyu) atau digital (diskrit) yang memiliki frekuensi atau densitas yang tinggi. Kegunaan utama sinyal carrier adalah pada saat proses modulasi, sinyal ini akan “membawa” sinyal informasi bersamanya agar dapat menghindari efek noise. Gambar 4.4 Sinyal Carrier 4.3.5 Sinyal Penguat Sinyal penguat adalah sinyal yang dikeluarkan oleh sebuah perangkat penguat atau yang biasa dikenal sebagai amplifier, sinyal penguat adalah sinyal yang membantu menguatkan sinyal informasi agar tidak mudah terdegradasi oleh efek derau atau noise yang merupakan musuh utama dalam telekomunikasi. Perbedaan mendasar antara sinyal informasi dan sinyal penguat adalah, sinyal penguat memiliki jarak peak to peak yang lebih besar dibandingkan sinyal informasi. 4.3.6 Modulasi Modulasi adalah proses perubahan (varying) suatu gelombang periodik sehingga menjadikan suatu sinyal mampu membawa suatu informasi. Dengan proses modulasi, suatu informasi (biasanya berfrekeunsi rendah) bisa dimasukkan ke dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa gelombang sinus berfrekuensi tinggi. Terdapat tiga parameter kunci pada suatu gelombang sinusiuodal yaitu : amplitudo, fase dan frekuensi. Ketiga parameter tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan sinyal informasi (berfrekuensi rendah) untuk membentuk sinyal yang termodulasi. 4.3.7 Demodulasi Demodulasi adalah proses balikan dari modulasi, dimana pada proses sebelumnya kita menumpangkan sinyal informasi pada sinyal carrier namun pada proses demodulasi, kita akan melakukan proses pengambilan kembali / pengekstrakan sinyal informasi yang sebelumnya ditumpangkan pada sinyal carrier. 4.3.8 Multiplexing Multiplexing adalah teknik menggabungkan transmisi sinyal digital dan sinyal analog secara bersamaan melalui shared link / multiplexer. Tujuan utama multiplexing adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar dan penerima (transceiver) atau kabel optik. Transmisi jarak jauh dapat dilakukan melalui melalui udara (frekuensi radio), menggunakan media fisik (kabel), menggunakan cahaya (fibre optic). Gambar 4.5 Proses Multiplexing. 1. Frequency Division Multiplexing (FDM) Frequency division multiplexing (FDM) merupakan teknik multiplexing analog. FDM membagi spektrum atau bandwidth pembawa dalam kanal dan mengalokasikan satu pengguna ke setiap saluran / kanal. Setiap pengguna dapat menggunakan frekuensi saluran secara independen dan memiliki akses eksklusif. Semua saluran dibagi sedemikian rupa sehingga tidak saling bertabrakan. Saluran dipisahkan oleh guard band. Guard band adalah adalah frekuensi yang tidak digunakan oleh kedua saluran. Gambar 4.6 Frequency Division Multiplexing (FDM) 2. Time Division Multiplexing (TDM) Time division multiplexing diterapkan terutama pada sinyal digital namun bisa juga diaplikasikan pada sinyal analog. Dalam time division multiplexing saluran terbagi di antara penggunanya melalui slot waktu. Setiap pengguna dapat mengirimkan data dalam slot waktu yang disediakan. Sinyal digital dibagi dalam frames, setara dengan slot waktu yaitu frames dengan ukuran optimal yang dapat ditransmisikan dalam slot waktu yang diberikan. Time division multiplexing dalam mode sinkron. Kedua ujungnya, yaitu multiplexer dan demultiplexer disinkronisasi tepat waktu dan keduanya beralih ke saluran berikutnya secara bersamaan. Gambar 4.7 Multiplexing Menggunakan Teknik TDM Ketika saluran A mentransmisikan frames di salah satu ujungnya, demultiplexer menyediakan media untuk menyalurkan A di ujung yang lain. Saat slot waktu A berada pada posisi, sisi ini beralih ke saluran B. Di ujung lain, Demultiplexer bekerja secara tersinkronisasi dan menyediakan media untuk menyalurkan ke sinyal B. Sinyal dari saluran yang berbeda melakukan perjalanan jalur dengan cara yang disisipkan. 3. Code Division Multiplexing (CDM) CDM (code division multiplexing) dirancang untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh teknik multiplexing sebelumnya yakni TDM dan FDM. CDM (code division multiplexing) biasa dikenal sebagai code division multiple access (CDMA), merupakan sebuah bentuk multiplexing yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu seperti pada TDM atau frekuensi seperti pada FDM, namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan menggunakan sifat-sifat dari kode-kode khusus tersebut untuk melakukan proses multiplexing. Sehingga pada intinya CDM dapat melewatkan beberapa sinyal dalam waktu dan frekuensi yang sama. Adapun prinsip kerja dari teknik multiplexing CDM adalah sebagai berikut a. Kepada setiap pengguna diberikan suatu kode unik (64 bit) yang disebut chip spreading code. b. Untuk pengiriman bit „1‟, digunakan representasi kode (chip spreading code) tersebut. Sedangkan untuk pengiriman bit „0‟, yang digunakan adalah inverse dari kode tersebut. c. Pada saluran transmisi, kode-kode unik yang dikirim oleh sejumlah pengguna akan ditransmisikan dalam bentuk hasil penjumlahan (sum) dari kode-kode tersebut. d. Di sisi penerima, sinyal hasil penjumlahan kode-kode tersebut akan dikalikan dengan kode unik dari si pengirim (chip spreading code) untuk diinterpretasikan. 4.3.9 Tujuan Dari Multiplexing Adapun tujuan dari teknik multiplexing adalah sebagai berikut : 1. Menghemat biaya penggunaan saluran telekomunikasi. 2. Agar proses komunikasi menggunakan resources se-efisien mungkin. 3. Kapasitas dari sebuah media transmisi dapat dimaksimalkan daya gunanya. 4. Karakteristik permintaan telekomunikasi pada umumnya memerlukan penyaluran data dari beberapa terminal kepada satu tujuan. Manfaat dari multiplexing pada hardware 1. Komputer host hanya memerlukan satu port input dan output dalam komunikasi data untuk satu terminal 2. 4.3.10 Hanya satu line transmisi yang dibutuhkan Demultiplexing Demultiplexing adalah proses anti-multiplexing atau proses balikan dari multiplexing, jika pada proses sebelumnya kita mencampurkan banyak sinyal, maka proses balikannya adalah kita memisahkan kembali sinyal yang sebelumnya telah disatukan agar selanjutnya dapat memasuki proses routing ke tempat tujuan dari masing sinyal. Alat yang didesain untuk melakukan tugas ini disebut demultiplexer atau biasa disebut DEMUX. 1 Frequency Division Demultiplexing (FDD) Frequency division demultiplexing adalah suatu teknik untuk mengembalikan sinyal yang telah mengalami multiplexing melalui frequency division multiplexing (FDM) untuk mendapatkan sinyal aslinya (sinyal informasi). Gambar 4.8 Blok Diagram Pengirim (FDM) dan Penerima (FDD) 4.3.11 Band Pass Filter Band pass filter atas sering disingkat dengan BPF adalah filter atau penyaring frekuensi yang melewatkan sinyal frekuensi dalam rentang frekuensi tertentu yaitu melewatkan sinyal yang berada diantara frekuensi batas bawah hingga frekuensi batas atasnya. Dengan kata lain, band pass filter atau tapis lolos atas ini akan menolak atau melemahkan sinyal frekuensi yang berada diluar rentang yang ditentukan tersebut. Gambar 4.9 Rangkaian BPF Gambar 4.10 Grafik Output BPF Untuk mengetahui lebar bandwith yang diizinkan melewati BPF dapat dirumuskan sebagai berikut …………………………….(4.6) Dimana Fh adalah frekuensi batas atas maximum yang dapat dilewatkan dan fl adalah frekuensi batas bawah yang dapat dilewatkan. 4.3.12 Low Pass Filter Low pass filter atau sering disingkat dengan LPF adalah filter atau penyaring yang melewatkan sinyal frekuensi rendah dan menghambat atau memblokir sinyal frekuensi tinggi. Dengan kata lain, LPF akan menyaring sinyal frekuensi tinggi dan meneruskan sinyal frekuensi rendah yang diinginkannya. Sinyal yang dimaksud ini dapat berupa sinyal listrik seperti sinyal audio atau sinyal perubahan tegangan. LPF yang ideal adalah LPF yang sama sekali tidak melewatkan sinyal dengan frekuensi diatas frekuensi cut-off (fc) atau tegangan ouput pada sinyal frekuensi diatas frekuensi cut-off sama dengan 0V. Dalam bahasa Indonesia, low pass filter ini sering disebut dengan penyaring lolos bawah atau tapis pelewat rendah. Low pass RC filter atau penyaring lolos bawah RC ini adalah rangkaian filter yang terdiri dari dari komponen pasif resistor dan kapasitor yang meneruskan sinyal frekuensi rendah dan memblokir sinyal frekuensi tinggi. Untuk membuat low pass RC filter, resistor ditempat secara seri ke sinyal input dan kapasitor ditempatkan sejajar atau paralel dengan sinyal input seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini : Gambar 4.11 Rangkaian LPF Dengan grafik menghasilkan sinyal output sebagai berikut. Gambar 4.12 Grafik Output LPF Dengan merujuk kembali kepada definisi LPF yang hanya melewatkan sinyal dengan frekuensi rendah tertentu dan melemahkan sinyal frekuensi tinggi, dapat terlihat korelasi pengertian tersebut dengan grafik output dimana, pada grafik terlihat proses declining atau penurunan pada axis frekuensi. 4.4 Langkah Percobaan 4.4.1 Frequency Division Multiflexing (FDM) 4.4.1.1 Pengukuran Sinyal Informasi 1. Hidupkan perangkat percobaan 2. Hidupkan saklar dan ukurlah besamya frekuensi sinyal informasi dan bentuk gelornbangnya dengan mengukur pada terminal S1 seperti gambar berikut : Gambar 4.5 Pengeluaran Sinyal Informasi 3. Ulangi untuk terminal S2 dan S3. Catat hasil frekuensi, amplitude dan pk- 4. pk! Bandingkan frekuensi sinyal informasi pada kanal 1, 2, dan 3! 4.4.1.2 Pengukuran Keluaran Penguat 1. Hubungkan kanal 1 osciloscope dengan terminal S1-1 dan hubungkan kanal 2 osciloscope dengan terminal SP-1 (channel dual mode) seperti gambar berikut Gambar 4.6 Pengukuran Keluaran Penguat 2. Lanjutkan pengukuran untuk kanal 2 dan 3. Catat hasilnya! 3. Bandingkan bentuk sinyal informasi dengan bentuk sinyal keluaran penguat masing-masing kanal! 4.4.1.3 Pengukuran Sinyal Carrier 1. Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal S-1 dan hubungkan kanal 2 osciloscope dengan terminal SC-1 (channel dual mode). 2. Lanjutkan untuk kanal 2 dan 3, amati dan catat hasilnya! 4.4.1.4 Pengukuran Keluaran Modulator 1. Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal SP-1 dan hubungkan kanal 2 osciloscope dengan terminal SM-1 (channel dual mode) seperti gambar berikut: Gambar 4.7 Pengukuran Keluaran Modulator 2. Lanjutkan pengukuran untuk kanal 2 dan 3, catat hasilnya! 3. Bandingkan bentuk sinyal keluaran penguat (SP) dengan keluaran modulator (SM)! 4.4.1.5 Pengukuran Keluaran Multiplexer 1. Hubungkan perangkat FDM dengan oscilloscope (channel dual mode) seperti pada gambar berikut: Gambar 4.8 Pengukuran Keluaran Multiplexer 2. Lakukan untuk kanal 1, 2, dan 3 dengan channel dual mode. Catat hasilnya! 3. 4.4.2 Perhatikan bentuk sinyal keluaran Multiplexer dan berikan komentar! Frequency Division Demultiplexing (FDD) 4.4.2.1 Pengukuran Low Pass Filter (LPF) 1. Sambungkan CH-1 oscilloscope pada LPF. 2. Amati sinyal keluaran LPF. Perhatikan bahwa noise mulai dihilangkan dengan menyaring frekuensi tinggi dan membiarkan frekuensi rendah untuk menuju BPF. 4.4.2.2 Pengukuran Keluaran Band Pass Filter (BPF) 1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan BPF-1 dan kanal-2 oscilloscope dengan LPF. Amati sinyal keluaran dengan channel dual mode dan catat hasilnya! 2. Ulangi hanya untuk BPF-3. 4.4.2.3 Pengukuran Oscillator Sub-Carrier 1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan SC-1. Amati sinyal keluaran dengan channel single mode dan catat hasilnya! 2. Ulangi untuk SC-2 dan SC-3. 4.4.2.4 Pengukuran Keluaran Demodulator 1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan D-1. Amati sinyal keluaran dengan channel single mode dan catat hasilnya! 2. Ulangi untuk D-2 dan D-3. 4.4.2.5 Pengukuran Keluaran Demultiplexer 1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan S-1 dan kanal-2 oscilloscope dengan KP-1. Amati sinyal keluaran dengan channel dual mode dan catat hasilnya! 2. Ulangi untuk kanal 2 dan 3. 3. Bandingkan antara sinyal informasi sebelum dimultiplexing (S) dengan sinyal informasi setelah didemultiplexing (KP)! 4.5 Gambar dan Data Hasil Percobaan 4.5.1 Frequency Division Multiflexing (FDM) 4.5.1.1 Pengukuran Sinyal Informasi 1. Sinyal Informasi Kanal 1 Adapun gambar keluaran sinyal informasi pada kanal 1 sebagai berikut: Gambar 4.9 Sinyal Informasi Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 809,7 Hz Pk-Pk = 5,28 V Amplitudo = 5,16 V Sinyal Informasi Kanal 2 Adapun gambar keluaran sinyal informasi pada kanal 2 sebagai berikut : Gambar 4.10 Sinyal Informasi Kanal 2 Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang dihasilkan pada kanal 2 sebagai berikut. Frekuensi = 1,502 kHz Pk-Pk = 3,00 V Amplitudo = 2,96 V 2. Sinyal Informasi Kanal 3 Adapun gambar keluaran sinyal informasi pada kanal 3 sebagai berikut : Gambar 4.11 Sinyal Informasi Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 2.053 kHz Pk-Pk = 4,76 V Amplitudo = 4,68 V 4.5.1.2 Pengukuran Keluaran Penguat 1. Sinyal Penguat Kanal 1 Gambar 4.12 Sinyal Penguat Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: Frekuensi = 808,1 Hz Pk-Pk = 14,2 V Amplitudo = 14,1 V 2. Sinyal Penguat Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: Gambar 4.13 Sinyal Penguat Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 2,058 kHz Pk-Pk = 10,1 V Amplitudo = 9,84 V Sinyal Penguat Kanal 3 Gambar 4.14 Sinyal Penguat Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 2.058 kHz Pk-Pk = 9,84 V Amplitudo = 9,84 V 4.5.1.3 Pengukuran Sinyal Carrier 1. Sinyal Carrier Kanal 1 Gambar 4.15 Sinyal Carrier Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 14,29 kHz Pk-Pk = 4,48 V Amplitudo = 4,40 V Sinyal Carrier Kanal 2 Gambar 4.16 Sinyal Carrier Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: Frekuensi = 23,81kHz Pk-Pk = 2,12 V Amplitudo = 1,88 V 2. Sinyal Carrier Kanal 3 Gambar 4.17 Sinyal Carrier Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 33.33 kHz Pk-Pk = 3,26 V Amplitudo = 3,12 V 4.5.1.4 Pengukuran Keluaran Modulator 1. Sinyal Modulator Kanal 1 Gambar 4.18 Sinyal Modulator Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: Frekuensi = 7,018 kHz Pk-Pk = 1,78 V Amplitudo =1,42V 2. Sinyal Modulator Kanal 2 Gambar 4.19 Sinyal Modulator Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut : 3. Frekuensi = 23,81 kHz Pk-Pk = 616 mV Amplitudo = 864 mV Sinyal Modulator Kanal 3 Gambar 4.20 Sinyal Modulator Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut : Frekuensi = 13,79 kHz Pk-Pk = 3,0 V Amplitudo = 640 mV 4.5.1.5 Pengukuran Keluaran Multiplexer 1. Sinyal Multiplexer Kanal 1 Gambar 4.21 Sinyal Multiplexer Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 8,000 kHz Pk-Pk = 3,08 V Amplitudo = 2,16 V Sinyal Multiplexer Kanal 2 Gambar 4.22 Sinyal Multiplexer Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: Frekuensi = 16,93kHz Pk-Pk = 3,72 V Amplitudo = 960 mV 2. Sinyal Multiplexer Kanal 3 Gambar 4.23 Sinyal Multiplexer Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut : 4.5.2 Frekuensi = 13,70 kHz Pk-Pk = 3,04 V Amplitudo = 2,32 V Frequency Division Demultiplexing (FDD) 4.5.2.1 Pengukuran Low Pass Filter (LPF) 1. Sinyal Low Pass Filter Gambar 4.24 Sinyal Low Pass Filter Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal low pass filter yang dihasilkan, sebagai berikut: Frekuensi = 86,96 kHz Pk-Pk = 260 mV Amplitudo = 82,0 mV 4.5.2.2 Pengukuran Keluaran Band Pass Filter (BPF) 1. Sinyal Band Pass Filter Kanal 1 Gambar 4.25 Sinyal Band Pass Filter Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal band pass filteryang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 14,29 kHz Pk-Pk = 264,0 mV Amplitudo = 96,0 mV Sinyal Band Pass Filter Kanal 2 Gambar 4.26 Sinyal Band Pass Filter Kanal 2 Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Filter yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut : Frekuensi = 21,08 KHz Pk-Pk = 73,0 mV Amplitudo = 61,0 mV 2. Sinyal Band Pass Filter Kanal 3 Gambar 4.27 Sinyal Band Pass Filter Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal bandpassfilter yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 37,04 kHz Pk-Pk = 106 mV Amplitudo = 56 mV 4.5.2.3 Pengukuran Oscillator Sub-Carrier 1. Sinyal Sub-Carrier Kanal 1 Gambar 4.28 Sinyal Sub-Carrier Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal sub-carrier yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: Frekuensi = 14,06 kHz Pk-Pk = 2,56 V Amplitudo = 2,54 V 2. Sinyal Sub-Carrier Kanal 2 Gambar 4.29 Sinyal Sub-Carrier Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal sub-carrier yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 23,58 kHz Pk-Pk = 1,78 V Amplitudo = 1,68 V Sinyal Sub-Carrier Kanal 3 Gambar 4.30 Sinyal Sub-Carrier Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal sub-carrier yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 33,73 kHz Pk-Pk = 1,31 V Amplitudo = 1,27 V 4.5.2.4 Pengukuran Keluaran Demodulator 1. Sinyal Demodulator Kanal 1 Gambar 4.31 Sinyal Demodulator Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal demodulator yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 819,7 Hz Pk-Pk = 776 mV Amplitudo = 232 mV Sinyal Demodulator Kanal 2 Gambar 4.32 Sinyal Demodulator Kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal demodulator yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: Frekuensi = 11,76 kHz Pk-Pk = 504 mV Amplitudo = 112 mV 3. Sinyal Demodulator Kanal 3 Gambar 4.33 Sinyal Demodulator Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal demodulator yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 4,545 kHz Pk-Pk = 544 mV Amplitudo = 192 mV 4.5.2.5 Pengukuran Keluaran Demultiplexer 1. Sinyal Demultiplexer Kanal 1 Gambar 4.34 Sinyal Demultiplexer Kanal 1 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal demultiplexer yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut: Frekuensi = 813,0 Hz Pk-Pk = 1,01 V Amplitudo = 912 mV 2. Sinyal Demultiplexer kanal 2 Gambar 4.35 Sinyal Demultiplexer kanal 2 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal demultiplexer yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut: 2. Frekuensi = 4.522 kHz Pk-Pk = 464 mV Amplitudo = 272 mV Sinyal Demultiplexer Kanal 3 Gambar 4.36 Sinyal Demultiplexer Kanal 3 Dari gambar diatas dapat diketahui parameter sinyal demultiplexer yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut: Frekuensi = 2.033 kHz Pk-Pk = 492 mV Amplitudo = 338 mV 4.6 Analisa Data Hasil Percobaan 4.6.1 Frequency Division Multiplexing (FDM) 1. Sinyal Informasi Bentuk sinyal informasi dapat dilihat pada gambar. Berdasarkan gambar (4.9 4.10 dan 4.11) dapat dilihat bahwa amplitudo sinyal informasi praktik berturut turut pada kanal 1, kanal 2 dan kanal 3 sebesar 5,16 volt, 2,96 volt, dan 4,68 volt. Dapat kita perhatikan dengan seksama nilai amplitudo sinyal informasi kanal 1 lebih besar diantara amplitudo dua sinyal lainnya yang berasal dari kanal 3 dan kanal 2. Kemudian untuk jarak peak to peak diantara ketiga kanal diperoleh data bahwa jarak puncak ke puncak kanal 1 merupakan yang terbesar dengan angka 5,28 Volt dibandingkan kedua sinyal lainnya yaitu kanal 2 dengan 3 volt dan kanal 3 dengan peak to peak sebesar 4,68 Volt. Untuk parameter sinyal informasi diketahui bahwa nilai Pk-pk lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo praktik. Berdasarkan perhitungan formula untuk mendapatkan peak to peak pada nomor 4.3 dan formula 4.5 untuk mencari panjang gelombang sinyal informasi , didapatkan nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis pada kanal 2 dan kanal 3 . Serta untuk sinyal informasi memiliki panjang gelombang yang sangat besar dengan yang terbesar pada kana1 sebesar 370,50 km , diikuti dengan kanal 2 sebesar 199,73 km dan kanal 3 sebesar 120,0 km Berdasarkan pengamatan dari sinyal yang dihasilkan dari ketiga kanal bahwa, nilai pada amplitudo praktik lebih besar dari nilai amplitudo teoritis dan besarnya panjang gelombang berbanding terbalik dengan besar frekuensinya, serta perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi kanal oscillator Berikut merupakan perhitungannya: Parameter sinyal informasi pada kanal 1: Frekuensi : 809,7 Hz Pk-pk : 5,28 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 5,28 = 2,64 V Amplitudo praktik : 5,16 V Panjang Gelombang : : : 370,50 km Parameter sinyal informasi pada kanal 2 : Frekuensi : 1,502 kHz Pk-pk :3V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 3= 1,5 V Amplitudo praktik : 2,96 V Panjang Gelombang : : :199,73 km Parameter sinyal informasi pada kanal 3: Frekuensi : 2.053 kHz Pk-pk : 4,76 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 4,76 = 2,38 V Amplitudo praktik : 4,68 V Panjang Gelombang : : :120,00 km 2. Sinyal Penguat Sinyal penguat seperti yang dijabarkan pada dasar teori poin 4.3.5 memiliki kegunaan untuk menguatkan sinyal informasi agar dapat menahan efek degradasi dari noise dan sampai di penerima dalam keadaan yang baik, perbedaan mendasar antara sinyal informasi dan sinyal penguat ada pada jarak peak to peak, dimana sinyal penguat memiliki jarak peak to peak yang besarnya signifikan dibandingkan sinyal informasi. Bentuk sinyal penguat dapat dilihat pada gambar (4.12, 4.13 dan 4.14).. Melalui parameter dapat dilihat bahwa amplitudo praktik sinyal penguat pada kanal 1, kanal 2 dan 3 beruturut turut sebesar 14,2 V , 9,84 V, dan 9,84 V . Berdasarkan pengamatan, nilai amplitude sinyal penguat kanal 1 lebih sebar dibandingkan 2 kanal lainnya. Berdasarkan perhitungan menggunakan formula untuk mendapatkan panjang gelombang pada formula nomor (4.5) dan untuk mendapatkan amplitude teoritis, dengan formula nomor (4.3) didapatkan analisis seperti berikut. Perubahan nilai amplitudo praktik dengan perubahan nilai Pk-Pk pada sinyal penguat adalah sebanding dimana semakin besar perubahan Pk-Pk akan diikuti dengan kenaikan amplitude sinyal penguat. Sehingga nilai Pk-Pk sinyal penguat pada kanal 1 memiliki nilai yang paling besar. Berdasarkan perhitungan secara teori, nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan amplitudo teoritis pada kanal 3. Dan dapat diketahui juga nilai amplitudo praktik pada setiap kanal lebih tinggi dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis. Perbandingan gambaran sinyal pada setiap kanal dapat dilihat pada poin 4.5 yaitu Gambar dan Data Hasil Percobaan pada bagian Sinyal Penguat. Dapat dilihat dari parameter dan perhitungan yang dilakukan, setiap kanal mengalami perubahan frekuensi. Namun perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi kanal oscillator. Berikut merupakan perhitungannya dari uraian di atas: Parameter sinyal penguat pada kanal 1: Frekuensi : 808,1Hz Pk-pk : 14,2 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 14,2 = 7,1 V Amplitudo praktik : 14,1 V Panjang Gelombang : : :371,24 km Parameter sinyal penguat pada kanal 2: Frekuensi : 2, 058 Hz Pk-pk : 10,1 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 10,1 = 5,05 V Amplitudo praktik : 9,84 V Panjang Gelombang : : :119,61 km Parameter sinyal penguat pada kanal 3: Frekuensi : 2,058 kHz Pk-pk : 9,84 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 9,84 = 4,92 V Amplitudo praktik : 9,84 V Panjang Gelombang : : :119,61 km 3. Sinyal Carrier Pada gambar (4.15, 4.16, dan 4.17) ditampilkan bentuk sinyal carrier. Sinyal carrier seperti yang telah dijabarkan dalam landasan teori pada poin 4.34 adalah sinyal berfrekuensi atau berdensitas tinggi yang memiliki guna utama membawa sinyal informasi pada proses modulasi. Diketahui bahwa amplitudo praktik sinyal carrier pada kanal 1, kanal 2 dan kanal 3 berturut turut yaitu sebesar 4,40V, 1,88 V, dan 3,12 V. Berdasarkan pengamatan, tiap kanal menghasilkan amplitudo yang berbeda beda , kanal 1 memiliki amplitudo terbesar dengan nilai 4,40 V diikuti dengan kanal 3 dan 2 dengan nilai 3,12 V dan 1,88V. Perubahan nilai yang terjadi pada amplitudo praktik pada sinyal carrier berbanding lurus dengan perubahan nilai jarak Pk-Pk. Dimana nilai Pk-Pk sinyal carrier pada kanal 1 (4,48 V) merupakan Pk-Pk paling besar jika dibandingkan dengan nilai Pk-Pk pada kanal 2(2,12 V) dan 3(3,26 V) Berdasarkan perhitungan, nilai amplitudo teoritis menggunakan formula nomor 4.3 untuk menghitung amplitude teoritis dan nomor 4.5 untuk menghitung panjang gelombang didapatkan analisis sebagai berikut: Nilai sinyal yang paling besar adalah pada kanal 1 dengan 2,24 V dibandingkan dengan kanal 2 dan 3 sebesar (1,06 dan 1,63) V. Dan diketahui pula bahwa nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis pada semua kanal. Perbandingan gambaran sinyal pada setiap kanal dapat dilihat pada poin 4.5 yaitu Gambar dan Data Hasil Percobaan pada bagian Sinyal Carrier. Dapat diamati bahwa hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang berbanding terbalik, dimana kenaikan frekuensi akan menyebabkan penurunan pada nilai panjang gelombang.Kemudian terdapat korelasi linear antara amplitudo dan jarak Pk-Pk suatu sinyal dimana, besarnya jarak Pk-Pk suatu sinyal akan menyebabkan besarnya nilai amplitudo yang dimiliki sinyal tersebut. Berikut adalah parameter yang dapat membuktikan perbandingan di atas: Parameter sinyal carrier pada kanal 1: Frekuensi : 14,29 kHz Pk-pk : 4,48 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 4,48 = 2,24 V Amplitudo praktik : 4,40 V Panjang Gelombang : : :20,933 km Parameter sinyal carrier pada kanal 2: Frekuensi : 23,81 kHz Pk-pk : 2,12 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 2,12 = 1,06 V Amplitudo praktik : 4,40 V Panjang Gelombang : : :12,59 km Parameter sinyal carrier pada kanal 3: Frekuensi : 33.33 kHz Pk-pk : 3,26 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 3,26 = 1,63 V Amplitudo praktik : 3,12 V Panjang Gelombang : : :9,09 km 4. Sinyal Modulasi Pada gambar 4.18 , 4.19 dan 4.20 ditampilkan bentuk sinyal modulasi.Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi yang berfrekuensi rendah pada sinyal carrier/ pembawa yang berfrekuensi tinggi, metode modulasi yang digunakan dalam praktikum adalah modulasi amplitudo, dimana amplitudo sinyal carrier diubah ubah berdasarkan amplitudo sinyal informasi. Dapat diketahui nilai amplitudo praktik pada kanal 1 kanal 2 dan kanal 3 berturut turut sebesar 4,40 V, 864 mV , dan 640 mV. Dapat diamati pada gambar bahwa dari kanal 1 hingga kanal 3, modulasi AM telah diaplikasikan pada ketiga kanal dengan indeks modulasi diantara 0 dan 1, yang artinya sinyal termodulasi dengan baik tanpa fenomena over modulation, dimana saat indeks modulasi melebihi angka 1, sinyal AM akan mengalami deformasi yang menyebabkan hilangnya entitas informasi. Berdasarkan perhitungan untuk mencari nilai peak to peak pada formula poin 4.3 dan untuk mencari besar panjang gelombang berdasarkan formula poin 4.5 didapatkan pengamatan bahwa nilai amplitudo teoritis pada kanal 3 lebih besar dibandingkan amplitudo teoritis pada kanal 1, dan diketahui bahwa nilai amplitudo praktik pada ketiga kanal lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitude teoritis.. Berdasarkan pengamatan pada output sinyal termodulasi diketahui bahwa nilai amplitudo yang didapatkan pada saat praktik, kanal 1 lebih besar daripada kanal 2 dan 3, hal ini terjadi karena nilai amplitudo praktik dari sinyal informasi dan sinyal carrier kanal 1 yang masuk ke alat pemodulasi/modulator juga lebih besar dibandingkan kedua kanal lainnya. Kemudian untuk besar panjang gelombang, nilainya memiliki hubungan berbanding terbalik dengan nilai frekuensi, dimana semakin besar frekuensi maka panjang gelombang akan semakin kecil. Seperti pada data perhitungan dibawah, pada kanal 2 yang memiliki frekuensi terbesar dengan 23,81 khz dikuti dengan kanal 3 sebesar 19,79 khz dan kanal 2 sebesar 7,018 khz, panjang gelombang yang dimiliki oleh ketiga kanal di atas berbeda urutannya dimana yang memiliki panjang gelombang terkecil yaitu kanal 2 adalah yang memiliki frekuensi terbesar. Adapun perhitungan adalah sebagai berikut : Parameter sinyal modulasi pada kanal 1: Frekuensi : 7,018 kHz Pk-pk : 1,78 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 1,78 = 0,89 V Amplitudo praktik : 1,42 V Panjang Gelombang : : :42,74 km Parameter sinyal modulasi pada kanal 2: Frekuensi : 23,81 kHz Pk-pk : 616 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 616 = 308 mV Amplitudo praktik : 864 mV Panjang Gelombang : : :12,59 km Parameter sinyal modulasi pada kanal 3: Frekuensi : 13,79 kHz Pk-pk : 3,0 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 3,0 = 1,50 V Amplitudo praktik : 640 mV Panjang Gelombang : : : 21, 75 km 5. Sinyal Multiplexing Multiplexing seperti yang telah dijabarkan pada landasan teori poin 4.3.8 secara singkat adalah proses penggunaan sebuah lajur transmisi oleh banyak sinyal. Metode multiplexing yang digunakan pada praktikum adalah frequency division multiplexing, dimana total bandwidth dari sebuah jalur transmisi dibagi menjadi pecahan pecahan kecil yang dapat digunakan untuk melewatkan sinyal. Pada gambar 4.21 , 4.22 dan 4.22 berturut turut ditampilkan bentuk sinyal multiplexing. Diketahui bahwa amplitudo praktik sinyal multiplexing pada kanal 1 yaitu sebesar 2,16 V, kanal 2 sebesar 960 mV dan kanal 3 sebesar 2,32 V. Berdasarkan pengamatan, Perubahan nilai yang terjadi pada amplitudo praktik pada sinyal multiplexing tidak sebanding dengan perubahan nilai Pk- Pk. Dimana nilai Pk-Pk sinyal multiplexing pada kanal 2 sebesar 3,72 V merupakan Pk-Pk yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai Pk-Pk pada kedua kanal lainnya yaitu kanal 1 sebesar 3,08 V dan kanal 2 sebesar 3,04 V. Hal ini dikarenakan pada proses multiplexing terjadi pencampuran /mixing dari banyak sinyal dengan berbagai macam nilai amplitudo sehingga, nilai amplitude bervariasi dan tidak memiliki korelasi dengan Pk-Pk . Berdasarkan perhitungan menggunakan formula 4.3 untuk mencari amplitude teoritis dan formula 4.5 untuk mencari besar panjang gelombang, didapatkan analisis data sebagai berikut. Nilai amplitudo teoritis sinyal yang paling besar adalah pada kanal 2 sebesar 1,86 V diikuti dengan kanal 1 sebesar 1,545 V dan kanal 3 sebesar 1,52 V. Dan diketahui pula bahwa nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis pada semua kanal. Untuk nilai panjang gelombang, terjadi hubungan berbanding terbalik dengan besar frekuensi pada setiap kanal, diman pada kanal 2 yang memiliki frekuensi terbesar yaitu 16,93 khz memiliki panjang gelombang terkecil sebesar 17,72 km dan untuk kanal 1 yang berfrekuensi paling kecil yaitu 8 khz memiliki panjang gelombang terbesar yaitu sebesar : 37,5 km. Berikut adalah parameter yang dapat membuktikan perbandingan di atas : Parameter sinyal multiplexing pada kanal 1: Frekuensi : 8,000 kHz Pk-pk : 3,08 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 3,08 = 1.545 V Amplitudo praktik : 2,16 V Panjang Gelombang : : : 37,50 km Parameter sinyal multiplexing pada kanal 2: Frekuensi : 16,93 kHz Pk-pk : 3,72 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 3,72 = 1.86 V Amplitudo praktik : 960 mV Panjang Gelombang : : : 17,72 km Parameter sinyal multiplexing pada kanal 3: Frekuensi : 13,70 kHz Pk-pk : 3,04 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 3,04 = 1,52 V Amplitudo praktik : 2,32 V Panjang Gelombang : : : 21,89 km 4.6.2 1. Data pada Frequency Division Demultiplexing (FDD) Sinyal Low Pass Filter (LPF) Low Pass Filter seperti yang telah diuraikan pada landasan teori pada poin 4.3.12 merupakan elemen pada rangkaian berupa kapasitor dan komponen lainnya yang berfungsi untuk menyaring hanya sinyal berfrekuensi rendah yang dapat melewati filter, sedangkan sinyal berfrekuensi tinggi akan dilemahkan oleh LPF. Bentuk fisis sinyal pada oscilloscope diperlihatkan pada gambar 4.24 ditampilkan bentuk sinyal low pass filter. Diketahui bahwa amplitudo praktik sinyal low pass filter sebesar 82,0 mV. Selanjutnya sinyal dengan frekuensi rendah akan dialirkan ke band pass filter untuk filtrasi tahap selanjutnya. Diketahui pula bahwa nilai amplitudo praktik lebih kecil dibandingkan dengan Berdasarkan formula 4.3 untuk mencari Pk-Pk dan formula 4.5 untuk mencari besar panjang gelombang didapatkan nilai amplitudo teoritis dan panjang gelombang sebagai berikut: Parameter sinyal low pass filter: Frekuensi : 86,96 kHz Pk-pk : 260 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 260 = 130 mV Amplitudo praktik : 82,0 mV Panjang Gelombang : : : 3,49 km Berdasarkan perhitungan, dapat diamati bahwa hubungan frekuensi dan panjang gelombang adalah berbanding terbalik, dimana saaat sebuah sinyal memiliki frekuensi besar, tentu akan memiliki panjang gelombang kecil dan sebaliknya. 2. Sinyal Band Pass Filter (BPF) Band pass filter atau BPF seperti yang telah dipaparkan pada landasan teori poin 4.3.11 merupakan filter atau penyaring pada perangkat elektronik yag terdiri dari komponen kapasitor dan resistor. Variabel yang membedakan BPF dan LPF adalah, pada BPF, akan menyaring frekuensi antara batas atas dan batas bawah saja. Pada gambar 4.25, 4.26 , dan 4.27 ditampilkan bentuk sinyal keluaran Band Pass Filter (BPF). Nilai amplitudo praktik sinyal BPF pada kanal 1 sebesar 96,0 mV lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo praktik sinyal BPF pada kanal 2 dan kanal 3 yang nilainya adalah 56,0 mV. Perubahan amplitudo praktik pada sinyal band pass filter sebanding dengan perubahan Pk-Pk. Dimana Pk-Pk sinyal BPF pada kanal 1 nilainya lebih besar dibandingkan nilai Pk-Pk pada kanal 2 dan 3. Selain itu nilai amplitudo teoritis pada setiap kanal nilainya lebih besar daripada nilai amplitudo praktik. Melalui perhitungan untuk mendapatkan panjang gelombang pada formula 4.3 dan untuk mendapatkan nilai amplitudo teoritis pada poin 4.5 didapatkan bahwa, nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis pada kanal 2 dan kanal 3. Kemudian hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang adalah berbanding terbalik, pada kanal 3 dan kanal 2 yang memiliki frekuensi terbesar (37,04 khz) memiliki panjang gelombang yang kecil, sebesar 8,09 km, sedangkan untuk sinyal berfrekuensi lebih rendah pada kanal 1 sebesar 14,29 khz memiliki panjang gelombang yang lebih besar dengan nilai14,23 km dan 20,99 km Berikut adalah parameter dan perhitungan yang dapat membuktikan perbandingan di atas: Parameter sinyal band pass filter pada kanal 1: Frekuensi : 14,29 kHz Pk-pk : 264,0 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 264,0 = 132 mV Amplitudo praktik : 96,0 mV Panjang Gelombang : : : 20,99 km Parameter sinyal band pass filter pada kanal 2: Frekuensi : 37,04 kHz Pk-pk : 106,0 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 106,0 = 53 mV Amplitudo praktik : 56 mV Panjang Gelombang : : : 8,09 km Parameter sinyal band pass filter pada kanal 3: Frekuensi : 37,04 kHz Pk-pk : 106,0 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 106,0 = 53 mV Amplitudo praktik : 56 mV Panjang Gelombang : : : 8,09 km 3. Sinyal Oscillator Sub-Carrier Pada gambar 4.28 ,4.29 dan 4.30 ditampilkan bentuk sinyal oscillator sub-carrier. Nilai amplitudo praktik sinyal oscillator sub-carrier pada kanal 1, kanal 2 dan kanal 3 berturut turut sebesar 2,54 V , 1,68 V dan 1,27 V. Dapat diamati bahwa amplitude sinyal dari kanal 1 merupakan yang terbesar dibandingkan kedua kanal lainnya. Perubahan nilai amplitudo praktik pada sinyal oscillator sub-carrier memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan dengan perubahan nilai peak to peak (Pk-Pk) . Dimana nilai Pk- Pk pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan nilai Pk-Pk pada kanal 2 dan 3. Melalui perhitungan berdasarkan formula 4.3 untuk menghitung amplitude teoritis dan formula 4.5 untuk menghitung nilai panjang gelombang didapatkan nilai dengan analisis sebagai berikut . Nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 yang bernilai 1,28 Volt lebih besar dibandingkan nilai amplitudo teoritis pada kanal 2 sebesar 0,89 Volt dan kanal 3 sebesar 0,655 Volt. Kemudian dapat dilihat pula hubungan besar frekuensi sinyal dan besar dari nilai panjang gelombang adalah berbanding terbalik dimana semakin besar frekuensi gelombang, maka panjang gelombang akan mengecil seperti dilihat dari perbandingan antara kanal 1 , 2 dan 3 diantara ketiga kanal, kanal 3 memiliki frekuensi paling besa (33,73 khz) namun memiliki panjang gelombang paling pendek sebesar (8,89 km) sedangkan kanal 1 yang memiliki frekuensi terkecil diantara ketiganya sebesar 14,06 khz memiliki panjang gelombang terbesar yaitu 21,33 km Berikut adalah parameter dan perhitungan yang dapat membuktikan perbandingan di atas : Parameter sinyal oscillator sub-carrier pada kanal 1: Frekuensi : 14,06 kHz Pk-pk : 2,56 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 2,56 = 1,28 V Amplitudo praktik : 2,54 V Panjang Gelombang : : : 21,33 km Parameter sinyal oscillator sub-carrier pada kanal 2: Frekuensi : 23,58 kHz Pk-pk : 1,78 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 1,78 = 0,89 V Amplitudo praktik : 1,68 V Panjang Gelombang : : : 12,72 km Parameter sinyal oscillator sub-carrier pada kanal 3: Frekuensi : 33,73 kHz Pk-pk : 1,31 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 1,31 = 0,655 V Amplitudo praktik : 1,27 V Panjang Gelombang : : : 8,89 km 4. Sinyal Demodulasi Demodulasi dapat dikatakan sebagai proses balikan dari modulasi, dimana pada proses modulasi kita mencampurkan/ menumpangkan sinyal informasi pada sinyal pembawa /carrier, pada proses demodulasi kita melakukan ekstraksi atau pengambilan kembali sinyal informasi yang pada proses modualasi sebelumnya ditumpangkan pada sinyal carrier. Pada gambar 4.31 , 4.32 dan 4.33 beruturut turut ditampilkan bentuk sinyal keluaran demodulator. Nilai amplitudo praktik sinyal demodulasi pada kanal 1 sebesar 232 mV, kanal 2 sebesar 112 mV dan kanal 3 sebesar 192 mV. Berdasarkan pengamatan, amplitudo sinyal yang dihasilkan dari kanal 1 merupakan yang terbesar dibandingkan kedua kanal lainnya . Dari pernyataan di atas dapat kita temukan hubungan linear antara nilai amplitudo praktik dan Pk-Pk praktik. Dimana Pk-Pk sinyal demodulasi pada kanal 1 (776mV) nilainya lebih besar dibandingkan nilai Pk-Pk pada kanal 2(504 mV) dan kanal 3(544 mV). Melalui perhitungan dengan menggunakan formula 4.3 untuk mengetahui nilai amplitudo teoritis dan dengan formula 4.5 untuk mengetahui nilai panjang gelombang . Data yang didapatkan pada saat proses kalkulasi memiliki analisis sebagai berikut, nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 sebesar (388mV) lebih besar dibandingkan kanal 3 (272 mV) dan kanal 2 (252mV) dan nilai amplitudo teoritis selalu memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan amplitudo praktik. Untuk panjang gelombang, didapatkan hubungan berbanding terbalik antara besar panjang gelombang dan besar frekuensi, dimana semakin besar frekuensi akan berimbas pada mengecilnya nilai panjang gelombang pada suatu sinyal, seperti pada kanal 2 yang memiliki frekuensi tertinggi sebsear 11,76 khz memiliki panjang gelombang terkecil yaitu 25,51 km , sedangkan untuk kanal 2 yang memilki frekuensi terkecil dengan nilai 819,7 hertz memiliki nilai panjang gelombang yang masif yaitu sebesar 365,98 km. Berikut adalah parameter dan perhitungan perbandingan di atas: Parameter sinyal demodulasi pada kanal 1: Frekuensi : 819,7 Hz Pk-pk : 776 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 776 = 388 mV Amplitudo praktik : 232 mV Panjang Gelombang : : : 365,98 km Parameter sinyal demodulasi pada kanal 2: Frekuensi : 11,76 kHz Pk-pk : 504 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 504 = 252 mV Amplitudo praktik : 112 mV Panjang Gelombang : : : 25,51 km Parameter sinyal demodulasi pada kanal 3: Frekuensi : 4,545 kHz Pk-pk : 544 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 544 = 272 mV Amplitudo praktik : 192 mV Panjang Gelombang : : : 66,06 km yang dapat membuktikan 5. Sinyal Demultiplexing Demultiplexing dapat kita artikan sebagai proses balikan multiplexing, dimana pada multiplexing kita menggunakan satu jalur transmisi untuk melewatkan banyak sinyal, pada proses demultiplexing , kita akan memisah misah kembali sinyal tersebut sesuai kanal mereka masing masing, metode demultiplexing yang digunakan pada saat praktikum adalah demultiplexing frekuensi. Pada gambar 4.34, 4.35 dan 4.36 ditampilkan berturut turut bentuk sinyal demultiplexing. Diketahui bahwa amplitudo praktik sinyal demultiplexing pada kanal 1 kanal 2 dan 3 yaitu sebesar 912mV , 272 mV, dan 338 mV. Berdasarkan data amplitude diatas dapat diamati bahwa kanal 1 memiliki amplitude terbesar, nilai yang ada pada amplitudo praktik pada sinyal demultiplexing sebanding dengan perubahan nilai Pk-Pk. Dimana nilai Pk-Pk sinyal demultiplexing pada kanal 1 (1,01 V) merupakan Pk-Pk yang paling besar jika dibandingkan dengan nilai Pk-Pk pada kanal 2 (464 mV) dan kanal 3 (492mV). Berdasarkan perhitungan menggunakan formula 4.3 untuk menghitung amplitude teoritis dan formula 4.5 untuk menghitung nilai panjang gelombang didapatkan data dengan analisis berikut : Nilai amplitudo teoritis sinyal yang paling besar adalah pada kanal 1 sebesar 505 mV diikuti dengan kanal 3 sebesar dan 246mV kanal 2 sebesar 232mV . Dan diketahui pula bahwa nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis pada semua kanal. Kemudian didapatkan juga hubungan antara frekuesi dan panjang gelombang, dimana kedua variable tersebut berbanding terbalik. Semakin besar frekuesi, maka panjang gelombang akan semakin kecil sebagai contoh pada kanal 2 dengan frekuensi terbesar 4,522 khz memilki panjang gelombang terkecil yaitu 66,34 km sebaliknya pada kanal 1 dengan frekuensi terkecil diantara ketiganya yaitu 813,0 Hz memiliki panjang gelombang terbesar yaitu 369,03 km .Berikut adalah parameter yang dapat membuktikan perbandingan di atas: Parameter sinyal demultiplexing pada kanal 1: Frekuensi : 813,0 Hz Pk-pk : 1,01 V Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 1,01 = 505 mV Amplitudo praktik : 912 mV Panjang Gelombang : : : 369,03 km Parameter sinyal demultiplexing pada kanal 2: Frekuensi : 4,522 kHz Pk-pk : 464 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 464 = 232mV Amplitudo praktik : 272 mV Panjang Gelombang : : : 66,34 km Parameter sinyal demultiplexing pada kanal 3: Frekuensi : 2,032 kHz Pk-pk : 492 mV Amplitudo teoritis : ½ x (Pk-pk) : ½ x 492 = 246 mV Amplitudo praktik : 338 mV Panjang Gelombang : : : 147,63 km Untuk membuktikan korelasi antara sinyal demultiplexing dan sinyal informasi pada saat awal praktikan mentransmisikan sinyal pada ketiga kanal disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.1 Output Sinyal Informasi Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3 Frekuensi 809.7 Hz 1,502 kHz 2,053 kHz Peak to Peak 5,28 V 3V 4,76 V Amplitudo Teoritis 2,64 V 1,5 V 2,38 V Amplitudo Praktik 5,16 V 2,96 V 4,68 V Panjang Gelombang 370,50 km 199,73 km 120,00 km Tabel 4.2 Output Sinyal Demultiplexing Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3 Frekuensi 813,0 Hz 4,522 kHz 2,032 kHz Peak to Peak 1,01 V 464 mV 452 mV Amplitudo Teoritis 505 mV 232 mV 246 mV Amplitudo Praktik 912 mV 272 mV 338 mV Panjang Gelombang 369,03 km 66,34 km 147,63km Berdasarkan kedua data yang dilampirkan pada tabel di atas, menunjukan hubungan bahwa sinyal keluaran demultiplexing yang kita dapatkan dari ketiga kanal memiliki parameter yang hampir identik dengan sinyal informasi yang praktikan transmisikan pada percobaan mengukur parameter sinyal informasi. Kemudian untuk perbedaan output sinyal dari ketiga kanal antara informasi dan demultiplexing dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 4.37 (a) Sinyal Informasi Kanal 1(b) Sinyal Demultiplexing kanal 1 Gambar 4.38 (a) Sinyal Informasi Kanal 2 (b) Sinyal Demultiplexing Kanal 2 Gambar 4.39 (a) Sinyal Informasi Kanal 3 (b) Sinyal Demultiplexing Kanal 3 Untuk gambar output sinyal dapat dilihat pada gambar diatas, terlihat sedikit perbedaan pada bentuk sinyal informasi dengan sinyal demultiplexing pada ketiga kanal, pada sinyal demultiplexing terlihat sedikit deformasi pada amplitudo sinyal yang disebabkan oleh efek derau atau noise kemudian terjadi pergeseran fase dari fase awalnya pada saat ditransmisikan sebagai sinyal informasi, peristiwa ini dinamakan delay. Hasil ini menunjukan bahwa praktikum telah sesuai dengan teori demultiplexing dimana merupakan proses pengambilan kembali sinyal yang sebelumnya telah ditransmisikan bersama sama dalam suatu lajur transmisi. 4.7 Simpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sinyal informasi adalah sinyal yang berisi informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima. Pada sinyal informasi, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal informasi karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. 2. Sinyal penguat adalah sinyal yang menguatkan sinyal informasi agar tidak mudah terkena gangguan atau noise. Pada sinyal penguat, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal penguat karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. Sinyal ini berperan penting dalam menjaga keutuhan sinyal informasi. 3. Sinyal carrier adalah sinyal berfrekuensi tinggi yang berfungsi untuk menumpangkan sinyal informasi agar dapat ditransmisikan pada jarak jauh. Pada sinyal carrier, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal carrier karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. Frekuensi sinyal ini jauh lebih tinggi dari sinyal informasi. 4. Sinyal modulator adalah hasil modulasi sinyal informasi (ditumpangkan) dengan sinyal carrier. Pada sinyal modulator, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal modulator karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan dan noise. 5. Sinyal keluaran multiplexer merupakan perpaduan dari sinyal informasi dan sinyal carrier. Pada keluaran sinyal multiplexer, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya juga akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal keluaran multiplexer karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. Pada sinyal ini, sinyal informasi telah ditumpangkan pada sinyal carrier. 6. Sinyal Low Pass Filter adalah sinyal yang telah dilewatkan dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cut-off (fc) dan telah dilemahkan dengan frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi cut-off (fc). Pada sinyal LPF, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal LPF karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. LPF berfungsi untuk meloloskan sinyal berfrekuensi rendah dan membuang sinyal yang berfrekuensi tinggi untuk menghilangkan noise. 7. Sinyal keluaran BPF adalah sinyal yang berfungsi untuk mendapatkan rentang frekuensi yang akan didemultiplexing. Pada keluaran sinyal BPF, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal BPF karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. 8. Sinyal Sub-Carrier adalah sinyal yang memiliki bentuk menyerupai sinyal informasi dimana bentuk sinyalnya lebih rapat daripada sinyal informasi. Pada keluaran sinyal Sub-Carrier, semakin tinggi frekuensi sinyalnya maka akan semakin pendek panjang gelombangnya, dan semakin rendah frekuensi sinyalnya maka panjang gelombangnya akan semakin panjang. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal Sub-Carrier karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. 9. Sinyal keluaran demodulator adalah sinyal hasil proses demodulasi. Pada keluaran sinyal keluaran demodulator, semakin tinggi frekuensi sinyal maka bentuk sinyal keluaran demodulator akan semakin mirip dengan bentuk sinyal informasi dimana bentuk gelombang sinusnya semakin terlihat. Perbedaan hasil amplitudo pada sinyal demodulator karena faktor alat, kelayakan setiap komponen alat, ketelitian praktikan, noise. Sinyal ini merupakan kebalikan dari sinyal modulator. 10. Sinyal keluaran Demultiplexer adalah sinyal hasil dari proses demultiplexing yang telah menyerupai bentuk sinyal informasi yang asli agar sinyal yang diterima oleh receiver sebisa mungkin sesuai dengan sinyal yang dikirim oleh pengirim. Hanya saja bentuk sinyal informasi pada multiplexing lebih halus dibandingkan dengan bentuk sinyal informasi pada demultiplexing. Hal ini terjadi karena pada proses transmisi terdapat noise sehingga bentuk sinyal informasi pada demultiplexing yang berwarna biru terlihat lebih kasar dibandingkan dengan sinyal informasi pada multiplexing yang berwarna kuning. DAFTAR PUSTAKA Ariawan, Rusdi. 2010. Noise. https://www.scribd.com/doc/32688082/Jenis-jenis-Noise-Dalam-SistemKomunikasi. Diakses pada tanggal 25 Febuari 2019. Fahmizal. 2011. Modulasi Sinyal. https://fahmizaleeits.wordpress.com/tag/tujuan-modulasi/. Diakses pada tanggal 25 Febuari 2019. Fidzonly. 2013. Multiplexing. https://fidzonly.wordpress.com/tag/multiplexing/.html Diakses tanggal 2 Maret 2019 Herianto. 2007. Resume-jarkom2. http://herianto.files.wordpress.com/2007/04/resume-jarkom2.pdf Diakses pada tanggal 2 Maret 2019 Khisbullah. 2011. Kuantisasi Sinyal. http://khisbullah-sainsdanteknologi.blogspot.co.id/2011/11/modulasi-pulsa.html. Diakses pada tanggal 28 Febuari 2019 Randy . 2012. Multiplex dan Demultiplex. http://randytc.blogspot.com/2012/06/multiplex-dan-demultiplex_29.html Diakses pada tanggal 2 Maret 2019