LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI MANAJEMEN FISIOTERAPI KARDIOVASKULOPULMONAL PADA GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL EKSTREMITAS INFERIOR SINISTRA BERUPA WALKING DAN TOILETING AKIBAT NYERI DADA, SESAK NAPAS DAN KELEMAHAN OTOT E.C CORONARY HEART DESEASE SEJAK 1 TAHUN YANG LALU OLEH: KELOMPOK 4 MUHAMMAD ARAS R024172002 TONNY NOVIANDY FIRMANSYAH R024172009 NUR FADHILAH IRFANI R024172017 ARINAL MULKI AHYAR R024172018 PRATIWI NURUL IMANSARI R024172039 INUN MAGFIRAH R024172045 NURUL ISTYA MAGFIRAH R024172046 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2019 i LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus Profesi Fisioterapi dengan judul “Manajemen Fisioterapi Kardiovaskulopulmonal pada Gangguan aktifitas fungsional ektremitas inferior sinistra berupa walking dan toileting akibat nyeri dada, sesak napas dan kelemahan otot e.c Coronary Heart Desease sejak 1 tahun yang lalu.” Mengetahui, Clinical Educator Yudi Hardianto, S.Ft., Physio., M.Clin.Rehab Clinical Instructor Dr.Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd., M.Kes ii DAFTAR ISI SAMPUL .................................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................ iiiОшибка! Закладка не определена. BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI ................................................................... 4 A. Anatomi ........................................................................................................ 4 B. Fisiologi ...................................................................................................... 11 BAB III PENYAKIT JANTUNG KORONER ..................................................... 17 A. Etiologi ....................................................................................................... 18 B. Patofisiologi ................................................................................................ 19 C. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis.............................................................. 20 D. Gejala dan Tanda Penyakit Jantung Koroner ............................................ 21 E. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Jantung Koroner ............................ 21 BAB IV MANAJEMEN FISIOTERAPI............................................................... 22 A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi ....................................... 22 B. Diagnosis Fisioterapi .................................................................................. 30 C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi .............................................. 30 D. Evaluasi dan Modifikasi ............................................................................ 33 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35 LAMPIRAN .............................................................................................. ........37 iii BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi ketika pasokan darah ke otot-otot dan jaringan jantung tersumbat oleh penumpukan bahan lemak dalam dinding arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) ini dapat dikatakan sebagai pembunuh nomor satu. Di seluruh dunia, PJK menyebabkan kurang lebih 74.000 kematian setiap tahun. Artinya, rata-rata 200 orang setiap hari. Untuk Indonesia, saat ini penyakit jantung koroner menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26% dari seluruh jumlah kematian akibat penyakit. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. (Riskesdas 2013). Menurut Riset Kesehatan Dasar, secara klinis PJK ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki, kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Pemeriksaan Angiografi dan Elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk memastikan terjadinya PJK. Hasil pemeriksaan EKG yang menunjukkan terjadinya iskemik merupakan salah satu tanda terjadinya PJK secara klinis. Penyakit jantung koroner (PJK), juga disebut penyakit arteri koroner, adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat. PJK terjadi ketika plak menumpuk di dalam arteri koroner. Pasokan arteri ke otot jantung dengan darah yang kaya oksigen. Plak terdiri dari lemak, kolesterol, kalsium, dan zat lain yang ditemukan dalam darah. plak mengeras dan mempersempit arteri, mengurangi aliran darah ke otot jantung. Akhirnya, area plak dapat pecah, menyebabkan gumpalan darah terbentuk di permukaan plak. Jika gumpalan menjadi cukup besar, sebagian besar bisa atau sepenuhnya memblokir aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung yang diberi makan oleh arteri, hal tersebut dapat menyebabkan angina atau serangan jantung. Angina 1 adalah nyeri dada atau ketidaknyamanan yang terjadi ketika darah kaya oksigen tidak cukup mengalir ke area otot jantung. Angina mungkin merasa seperti tekanan atau meremas di dada. Rasa sakit juga dapat terjadi di bahu, lengan, leher, rahang, atau kembali. Serangan jantung terjadi ketika darah mengalir ke suatu daerah otot jantung benar-benar tersumbat. Ini mencegah darah kaya oksigen mencapai area otot jantung, menyebabkannya mati. Tanpa perawatan cepat, serangan jantung bisa berujung serius masalah atau kematian. Seiring waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung dan menyebabkan gagal jantung dan aritmia. Penyebab dan Faktor Risiko Penelitian menunjukkan bahwa PJK mulai saat tertentu Faktor-faktor merusak lapisan dalam koroner arteri. Faktor-faktor ini termasuk merokok, meningkatnya lemak dan kolesterol tertentu dalam darah, tekanan darah tinggi, dan peningkatan gula dalam darah karena resistensi insulin atau diabetes. Faktor risiko utama untuk PJK meliputi: kadar kolesterol darah yang tidak sehat, Tekanan darah tinggi, Merokok, Resistensi insulin, Diabetes, Kegemukan atau obesitas, Sindrom metabolik, Kurangnya aktivitas fisik, Umur (seiring bertambahnya usia, risiko untuk terkena PJK meningkat) dan Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dini. Perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan / atau prosedur medis dapat mencegah atau mengobati PJK pada kebanyakan orang. Perawatan dan Pencegahan mengambil tindakan untuk mengendalikan faktor risiko yang dapat membantu mencegah atau menunda PJK. Perubahan gaya hidup mungkin menjadi satu-satunya perawatan yang dibutuhkan. Perubahan gaya hidup termasuk mengikuti diet jantung sehat, melakukan aktivitas fisik secara teratur, menjaga berat badan yang sehat, berhenti merokok, dan mengurangi stress. (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011). Pasien dengan penyakit jantung memiliki kecenderungan sulit untuk beraktivitas sesuai dengan keparahan penyakit jantung yang dimiliki. Selain itu, tak sedikit dari penderita jantung menghabiskan aktivitasnya di tempat tidur. Hal ini akan mengakibatkan gangguan fisik yang membutuhkan penanganan fisioterapi. Manajemen fisioterapi pada penderita jantung akan berbeda tergantung dengan tingkat keparahan yang dimiliki pasien. Terapi atau intervensi yang diberikan kepada penderita jantung memiliki perlakuan yang khusus dengan fokus pada zona latihan dan METS yang dimiliki pasien. Fisioterapi memiliki tanggung jawab professional untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan jantung yang ada sebagai suatu komponen 2 dalam pemeriksaan dan evaluasi fisioterapi bagi pasien, dan untuk menyarankan dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut bagi pasien yang jika diperlukan serta menggunakan hasil pemeriksaan jantung yang ada sebagai pertimbangan dalam penentuan intervensi fisioterapi yang aman bagi pasien. 3 BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI A. Anatomi Jantung Anatomi Jantung Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum. Gambar 1 : Anatomi Jantung 1. Otot-otot jantung Otot jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu: a. Lapisan Luar, yaitu (Pericardium) Lapisan ini merupakan kantong pembungkus jantung yang berfungsi sebagai pelindung jantung. Lapisan ini teretak di mediastinum minus, korpus sterni, dan costa II-IV yang terdiri dari dua lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. b. Lapisan Tengah, yaitu (Miokardium) Lapisan ini berfungsi menerima darah dari arteri koronaria. Susunan dari lapisan miokardium yaitu: 1) Otot atria yang disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam mencakup serabutserabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria. 4 2) Otot ventrikuler yang membentuk bilik jantung dimulai dari cincin antrioventrikuler sampai ke apeks jantung. 3) Otot atrioventrikuler, yaitu dinding pemisah antara serambi dan bilik (atriumdan ventrikel). c. Lapisan Dalam, yaitu (Endokardium) Lapisan ini terdapat dinding dalam atrium yang dilapisi oleh membrane yang mengilat dan terdiri dari jaringan endotel kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena cava. Gambar 2. Otot-otot jantung 2. Ruang-ruang Jantung a. Atrium Dekstra Terdiri dari rongga utama dan aurikula diluar, bagian dalamnya membentuk suatu rigi atau krista terminalis. Muara atrium kanan terdiri dari: vena cava superior, vena cava inferior, sinuskoronarius, osteum atrioventrikuler dekstra, dan sisafetal atrium kanan (fossa ovalis dan annulus ovalis). b. Ventrikel Dekstra Berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikel dekstra dengan traktus pulmonalis melalui osteumpulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan yang terdiri dari: valvula triskuspidal, valvula pulmonalis, atrium sinistra,dan ventrikel sinistra. c. Atrium Sinistra, terdiri dari rongga utama dan aurikula. d. Ventrikel Sinistra Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikuler sinistra dengan aorta melalui osteum aorta terdiri dari valvula mitralis dan valvula semilunaris aorta. 5 3. Katup-katup Jantung Jantung terdiri dari empat katup, yaitu: a. Katup Trikuspid Katup tricuspid berada diantara atrium kanan dengan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid darah menuju atrium berfungsi kanan dengan cara mencegah kembalinya aliran menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari tiga daun katup. b. Katup Pulmonal Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri.Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari tiga daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis. c. Katup Bicuspid Katup bicuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bicuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup. d. Katup Aorta Katup aorta terdiri dari tiga daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir ke seluruh tubuh. Katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali ke dalam ventrikel kiri. Gambar 3. Katup-katup jantung 6 4. Perdarahan Jantung Perdarahan otot jantung berasal dari 2 pembuluh koroner utama yang keluar dari sinus valsava aorta. Pembuluh koroner pertama adalah ateri koroner kiri atau Left Main Coronary Artery (LMCA) yang berjalan di belakang arteri pulmonal sepanjang 1-2 cm untuk kemudian bercabang menjadi Left Circumflex Artery (LCX) yang berjalan pada sulkus artrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior jantung dan arteri desenden anterior kiri atau Left Anterior Descendent Artery (LAD) yang berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks. Pembuluh darah ini juga bercabang-cabang mendarahi daerah diantara kedua sulkus tersebut.Pembuluh koroner kedua, disebut sebagai arteri koroner kanan, mendarahi nodus sino-atrial dan nodus atrio-entrikuler melalui kedua percabangannya yaitu, arteri atrium anterior kanan dan arteri koroner desenden posterior. Fungsi pembuluh vena jantung diperankan oleh vena koroner yang selau berjalan berdampingan dengan arteri koroner, yang kemudian akan bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius. Selain itu terdapat pula vena thebesii, yaitu vena-vena kecil yang langsung bermuara ke dalam arterium kanan. 5. Peredaran Darah Jantung Vena cava superior dan vena cava inferior mengalirkan darah keatrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru- paru (pulmo).Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup valvula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra. Aorta membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvula semilunaris aorta. 6. Sirkulasi Darah pada Jantung Sirkulasi darah pada anak dan dewasa berbeda, jumlah darah yang mengalir dalam sistem sirkulasi pada orang dewasa mencapai lima sampai enam liter (4,7 5,7 liter). Darah bersirkulasi dalam sistem sirkulasi sistemik dan pulmonal. a. Sirkulasi Sistemik Sistem sirkulasisistemik dimulai ketika darah yang mengandung banyak oksigen yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri ke aorta, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui arteri-arteri hingga mencapai pembuluh darah yang diameternya paling kecil (kapiler). 7 Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian, yang disebut dengan vasomotion sehingga darah mengalir secara intermittent. Dengan aliran yang demikian, terjadi pertukaran zat melalui dinding kapiler yang hanya terdiri dari selapis sel endotel. Ujung kapiler yang membawa darah teroksigenasi disebut arteriole sedangkan ujung kapiler yang membawa darah terdeoksigenasi disebut venule, terdapat hubungan antara arteriole dan venule “capillary bed” yang berbentuk seperti anyaman,ada juga hubungan langsung dari arteriole ke venule melalui arteri - vena anastomosis (A-V anastomosis). Darah dari arteriole mengalir ke venule, kemudian sampai ke vena besar (vena cava superior dan vena cava inferior) dan kembali ke jantung kanan (atrium kanan). Darah dari atrium kanan selanjutnya memasuki ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. b. Sirkulasi Pulmonal Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang berasal dari seluruh tubuh dialirkan melalui vena cava superior dan vena cava inferior kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan jantung kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan kiri). Di dalam paru, darah mengalir ke kapiler paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan, sehingga menghasilkan darah yang teroksigenasi. Oksigen diambil dari udara pernapasan. Darah yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan melalui vena pulmonalis, menuju ke atrium kiri dan selanjutnya memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis). Darah dari ventrikel kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan keseluruh tubuh setelah itu dimulai lagi sirkulasi sistemik. Jadi, secara ringkas,aliran darah dalam sistem sirkulasi normal manusia adalah: Darah dari atrium kiri → melalui katup mitral ke ventrikel kiri → aorta scendens – arcus aorta – aorta descendens – arteri sedang – arteriole → capillary bed → venule – vena sedang –vena besar (vena cava superior dan vena cava inferior) → atrium kanan → melalui katupt rikuspid ke ventrikel kanan → arteri pulmonalis → paru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri. 8 Gambar 4. Sirkulasi paru dan sistemik c. Sirkulasi Koroner Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini, miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner. Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang siklus jantung. Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal kanan. Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan kemudian berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kiri.Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal kiri, dan descendens anterior. Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri, serta arteri descendens anterior dan posterior, meskipun anastomosis ini tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi koroner tersumbat. Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius dan vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-turut terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di 9 dalam ruang jantung, termasuk vena thebesian dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik, misalnya oleh plak ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronaria kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut sangat berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung dan blockade AV. Gambar 5. Arteri dan Vena Koroner di bagian anterior B. Fisiologi Jantung 1. Siklus Jantung Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi jantung (Waty, 2013). Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol. Karena aliran masuk darah yang kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel perlahan – lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi (Waty, 2013). 10 Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan menimbulkan kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik inilah yang mendorong katup AV tertutup (Waty, 2013). Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat (Sherwood, 2001) sampai tekanan tersebut cukup untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal) (Guyton, 2006). Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik (Sherwood, 2001). Pada saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. Darah segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada akhir sistolik, terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara cepat. Peningkatan tekanan di arteri besar menyebabkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga terjadi penutupan katup semilunar (Guyton, 2006). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik. 2. Curah Jantung dan Kontrolnya Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap – tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama satu periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah kecepatan 11 denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70 kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata – rata adalah 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit atau mendekati 5 liter/menit (Waty, 2013). Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial aksi yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut rata – rata adalah 70 kali per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV). Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut jantung, sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas nodus tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah pengaruh parasimpatis jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium melemah (Waty, 2013). Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi – situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur penghantar khusus (Waty, 2013). Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup. Terdapat dua jenis kontrol yang mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua 12 faktor ini meningkatkan volume sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot jantung. Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume sekuncup. Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat, sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum FrankStarling pada jantung (Waty, 2013). Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik vena menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut sebagai preload, karena merupakan beban kerja yang diberikan ke jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus diatasi ventrikel saat berkontraksi disebut sebagai afterload karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung setelah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung, diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin (Sherwood, 2001). 3. Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena penekanan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012). Tekanan arteri rata – rata (mean arterial pressure) adalah tekanan rata – rata yang bertanggung jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh siklus jantung. Perkiraan tekanan arteri rata – rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah sistolik – tekanan darah diastolik) 13 Pengaturan tekanan arteri rata – rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol. Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus – menerus memantau tekanan arteri rata – rata. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal ( Sherwood, 2001). Gambar 6. Faktor – faktor yang meningkatkan tekanan arteri rata – rata (Sumber: Tortora, 2012) Pengukuran tekanan darah diindikasikan pada semua kondisi yang memerlukan penilaian fungsi kardiovaskular, termasuk untuk skrining. Alat yang digunakan dalam pengukuran tekanan darah adalah stetoskop dan sfigmomanometer. Untuk persiapan sebelum memulai pemeriksaan, pemeriksa harus memastikan pasien tidak menggunakan tembakau, kafein, atau melakukan aktivitas fisik dalam 30 menit terakhir (Williams, et al., 2009). Dalam Cardiovascular Health, Nutrition and Physical Activity Section (2003), prosedur pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut: (1) Memeriksa kelengkapan alat, meletakkan manometer menghadap ke arah 14 pemeriksa, lalu memilih ukuran cuff yang sesuai. (2) mempalpasi lokasi arteri brakialis, lalu melilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm di atas fosa antekubiti, sejajar dengan jantung. Lengan pasien diletakkan di atas meja, diposisikan sedikit fleksi dengan bagian palmar menghadap ke atas. (3) Untuk estimasi tekanan sistol, pemeriksa memompa cuff sampai pulsasi arteri radialis menghilang. Kemudian cuff dikempiskan secara perlahan sampai pulsasi kembali dirasakan. Kemudian, menunggu 15 – 30 detik sebelum dilakukan pengukuran selanjutnya. (4) Menghitung maximum inflation level (MIL) dengan menambahkan estimasi tekanan sistol dengan 30 mmHg. (5) Memasang stetoskop dan meletakkan bell atau diafragma stetoskop di atas arteri brakialis. (6) Memompa cuff sampai level yang telah ditentukan pada poin 4. (7) Mengempiskan cuff secara perlahan dengan kecepatan 2 mmHg per detik. Ketika suara pertama kali terdengar, angka yang ditunjukkan sfigmomanometer adalah tekanan sistol. Sedangkan angka yang ditunjukkan ketika suara menghilang sempurna adalah tekanan diastol. (8) Mengempiskan cuff secara cepat dan sempurna, lalu mendokumentasikan hasil pengukuran tekanan darah. 15 BAB III PENYAKIT JANTUNG KORONER PJK tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena PJK meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur 65 tahun ke atas, ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa sekitar 17 juta orang meninggal tiap akibat penyakit kardiovaskuler, terutama PJK (7,2 juta) dan stroke (5,5 juta). (WHO, 2002) Secara umum angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) di Indonesia belum diteliti secara akurat Penyebab kematian di Indonesia telah bergeser dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif yang salah satunya adalah penyakit jantung. Hasil Survei Kesehatan Nasional 2001 menyatakan bahwa kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki angka tertinggi yaitu sebesar 26,3%, lebih tinggi dari kematian karena penyakit infeksi yang menduduki peringkat kedua (22,9%) dari seluruh kematian (Tim Surkenas, 2002). Angka Indonesia tersebut mirip di Amerika Serikat tahun 2004, kematian akibat penyakit jantung sebesar 27% atau sekitar 650.000 orang dan 75% dari jumlah tersebut karena penyakit jantung koroner (PJK) (WHO, 2005). Di Jawa Tengah prevalensi risiko penyakit jantung koroner masih cukup tinggi. Menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,8 % prevalensi tertinggi ada di Kabupaten Pemalang 17,3%, Cilacap 17,1%, Banjarnegara 15,2%. Menurut teorinya terutama pada temuan bahwa lebih dari 83 % dari mereka yang meninggal akibat penyakit jantung koroner berusia 65 tahun atau lebih dari 65 tahun. Berdasarkan laporan dari salah satu rumah sakit di jawa tengah, kasus tertinggi penyakit jantung koroner adalah di Kota Semarang (26%), Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Banyumas (10,89%). Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Tegal yaitu sebesar (0,01%). Rata-rata kasus jantung koroner di Jawa Tengah adalah 525,62 kasus. A. Etiologi Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah 16 dapat hilang. Hal ini dapat merusak system pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian (Lubna, 2014). Faktor risiko dapat berupa semua faktor penyebab (etiologi) ditambah dengan faktor epidemiologis yang berhubungan secara independen dengan penyakit. Faktor – faktor utama penyebab serangan jantung yaitu perokok berat, hipertensi dan kolesterol. Faktor pendukung lainnya meliputi obesitas, diabetes, kurang olahraga, genetik, stres, pil kontrasepsi oral dan gout (Huon, 2002). Faktor risiko seperti umur, keturunan, jenis kelamin, anatomi pembuluh koroner dan faktor metabolisme adalah faktor-faktor alamiah yang sudah tidak dapat diubah. Namun ada berbagai faktor risiko yang justru dapat diubah atau diperbaiki. Sangat jarang orang menyadari bahwa faktor risiko PJK bisa lahir dari kebiasaaan hidup sehari-hari yang buruk misalnya pola komsumsi lemak yang berlebih, perilaku merokok, kurang olaraga atau pengelolaan stress yang buruk (Anies, 2005). Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor dan minor. Faktor risiko mayor meliputi hipertensi, hiperlipidemia, merokok, dan obesitas sedangkan faktor risiko minor meliputi DM, stress, kurang olaraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Menurut D.Wang (2005) faktor risiko PJK pada wanita meliputi : a. Obesitas b. Riwayat Keluarga c. Penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok d. Diabetes Melitus e. Kolesterol f. Merokok Perempuan lebih rentan terserang penyakit kardiovaskular dibanding lakilaki. Beban faktor resiko penyakit kardiovaskular perempuan lebih besar dari laki-laki adalah tingginya LDL, tingginya TG, dan kurangnya aktivitas fisik. Tiga faktor resiko dominan penyakit kardiovaskular pada perempuan adalah umur, hiperetnsi dan kolesterol tinggi. B. Patofisiologi Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan 17 menumpuk pada dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011). Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung. Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bias meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner peningkatan kebutuhan oksigen miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih pada pangkal atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan <50% kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada beratnya arteriosklerosis dan luasnya gangguan jantung (Supriyono, 2008). C. Klasifikasi dan Manifestasi Klinik Menurut Huon Gray (2002:113) penyakit jantung koroner diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1. Silent Ischaemia (Asimtotik) Banyak dari penderita Silent Ischemia yang mengalami PJK tetapi tidak merasakan ada sesuatu yang tidak enakk atau tanda-tanda suatu penyakit 2. Angina Pectoris Angina pectoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard. (Madjid, 2007). Klasifikasi klinis angina pada dasarnya dilakukan untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Pada umumnya angina pectoris dibagi menjadi 3 tipe angina yakni: a. Angina Pektoris Stabil (APS) : sindrom klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, pungggung ataupun lengan, yang biasanya 18 dicetuskan oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau oleh obat nitrogliserin. b. Angina Prinzmetal : nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri koronaria, sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama tiap harinya). c. Angina pektoris tidak stabil (APTS, unstable angina) : ditandai dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru timbul (kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tak stabil. (Madjid, 2007) 3. Infark Miokard Akut (IMA) Serangan Infark Miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, Infark Miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat , sering pada jam-jam awal dipagi hari (Anwar, 2004). Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram ata membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut) (Anwar, 2004). D. Gejala dan Tanda Penyakit Jantung Koroner 1. Sakit dibagian dada, sakit dibagian lengan, pundak, leher, rahang dan juga bagian punggung 2. Mengalami sesak nafas 3. Keluhan pada sakit dada biasanya bervariasi terjadi E. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Jantung Koroner 1. Dengan menerapkan pola hidup sehat Sebaikya menghindari jenis makanan dengan kandungan lemak atau juga kandungan kolesterol tinggi. Misalnya adalah seafood akhirnya bisa mengakibatkan resiko penyakit jantung. Selain itu kurangi menyantap makanan 19 yang digoreng dengan kandungan lemak didalamnya. Dan sebaliknya makanan yang bisa diolah dengan cara direbus, atau juga dipunggung ata juga dikukus. Sebaiknya hindari jenis makanan dengan kandungan rendah lemak atau juga tanpa lemak. Dan sebaiknya pilihlah susu, keju atau juga mentega dan jenis makaan lain yang mengandung rendah lemak. Menggoreng dengan cara menggunakan minyak zaitun yang mempunyai kandungan lebih sedikit yang bisa menjadi pilihan Anda pada menu makanan harian. b. Berhenti merokok Untuk perokok aktif maka sebaiknya mulailah berhenti merokok. Karena merokok sangat tidak baik untuk kesehatan jantung, maka sebaiknya hentikan kebiasaan ini untuk membantu memelihara kesehatan jantung. c. Menghindari stress Stress merupakan salah satu pemicu timbulnya berbagai macam penyakit. Stress memang merupakan salah satu hal yang sangat susah untuk dihindari. Disaat stress terjadi, tubuh akan mengeluarkan hormon cortisol yang bisa mengakibatkan otot menjadi kaki. Dan hormon norepinephrine yang akan dihasilkan oleh tubuh disaat sedang mengalami stress yang pada akhirnya mengakibatkan tekanan darah menjadi naik. Maka menjadi hal yang sangat baik dengan cara mengatasi stress. d. Penyakit hipertensi Penyakit jantung koroner dan pengobatannya harus diatasi dengan menghindari masalah penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi. Karena penyakit ini bisa mengakibatkan terjadinya penyakit jantung. Hal ini disebabkan karena penyakit hipertensi bisa melukai bagian dinding arteri dan bisa memungkinkan kolesterol LDL untuk memasuki saluran arteri dan bisa meningkatkan terjadinya penimbunan lemak didalam darah. e. Obesitas Penyakit jantung koroner dan pengobatannya dengan menghindari obesitas. Kelebihan dari berat badan atau obesitas yang bisa meningkatkan terjadinya resiko tekanan darah tinggi dan juga masalah ketidaknormalan lemak. Dan menghindari atau juga mengobati obesitas serta kegemukan merupakan salah satu cara yang paling utama dalam mencegah penyakit diabetes. Penyakit 20 diabetes yang bisa meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan bisa meningkatkan suatu resiko pada terjadinya serangan jantung f. Melakukan oahraga secara teratur Penyakit jantung koronerdan pengobatannya yang dilakukan dengan olahraga secara teratur. Anda harus melakukan olahraga misalnya seperti berjalan kaki, berjalan cepat atau juga jogging. Dan kegiatan olahraga yang bukan bersifat seperti kompetisi dan juga tidak dilakukan dengan berlebihan akan membantu dalam menguatkan kerja jantung serta membantu melancarkan sistem peredaran darah menuju ke seluruh tubuh. 21 BAB IV MANAJEMEN FISIOTERAPI A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi Anamnesis Umum Nama : Tn. WK Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 71 tahun Pekerjaan :- Alamat : Jl. AR. Dg. Ngunjung No. 40 B Agama : Kristen Hobby :- Berat badan : 90 Kg Tinggi Badan : 170 cm C: Chief of complaint Nyeri pinggang sebelah kiri H: History taking 1. Pasien pernah jatuh duduk, sejak saat itu pasien sering merasakan nyeri pada pinggang sebelah kiri, nyeri di rasakan sampai bokong. 2. Pada saat berjalan lama pasien merasa ingin jatuh, seperti lemah pada bagian yang sakit, pasien kadang dipapah bila berjalan bila sendiri pasien menggunakan tripod. 3. Riwayat penyakit pasien; kolesterol (+), diabetes (+) nilainya 170 mg/dL baru diperiksa seminggu yang lalu, punya riwayat pemasangan 3 cincin pada jantung sejak tahun 70-an, ada riwayat operasi prostat, hipertensi (+), riwayat pernah terserang stroke. Kadang merasakan sesak apabila melakukan pekerjaan yang berat atau berjalan jauh. 4. Belum pernah foto X-Ray pada daerah pinggang 5. Setiap hari pasien melakukan suntik insulin 6. Batuk dan bersin pasien tidak merasakan nyeri 22 7. Pasien sulit untuk memakai celana, sulit ke toilet. Pasien merasakan cemas terhadap penyakit yang dialami. 8. Tidak ada keluhan lain A: Assymetry 1. Inspeksi Statis : a. Anterior : Raut wajah pasien terlihat cemas, memakai knee support bilateral , napas terlihat pendek/dangkal, tidak ada bengkak, tidak ada sianosis. b. Posterior : Scapula simetris, Shoulder simetris, SIPS tidak simetris, posisi tubuh cendrung menumpuh pada sisi dextra. 2. Inspeksi Dinamis : a. Pola gait analysis saat berjalan tidak sempurna, ada beberapa fase gait analysis yang hilang, (Mid swing, toe off, heel strike) dan jalan menggunakan tripod. 3. Palpasi: a. Suhu : Normal / normal b. Kontur kulit : Normal / normal c. Tonus : Normal / normal d. Oedem : Tidak ada e. Tenderness : Nyeri tekan pada m. Piriformis dan erector spine 4. PFGD (Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar) : a. Regio Shoulder Gerakan Fleksi Aktif Pasif TIMT Mampu, tidak full Mampu, ROM. Ekstensi Mampu, full ROM. Abduksi Mampu, full ROM. Adduksi Mampu, full ROM. elastic endfeel. Full ROM, hard endfeel. Full ROM, ROM, elastic endfeel. Mampu elastic Mampu endfeel. Full Mampu nyeri, Mampu 23 Exorotasi Mampu, tidak full Full ROM. Endorotasi Mampu, full ROM. ROM, elastic endfeel. Full ROM, elastic endfeel. Mampu Mampu b. Regio Elbow Gerakan Aktif Fleksi Mampu, full ROM. Ekstensi Pasif Full Supinasi Mampu, full ROM. Pronasi Mampu, full ROM. ROM, elastic endfeel. Mampu, tidak full Full ROM. TIMT ROM, hard endfeel. Full ROM, elastic endfeel. Full ROM, elastic endfeel. Mampu Mampu Mampu Mampu c. Regio Wrist dan finger Gerakan Aktif Fleksi Mampu, full ROM. Ekstensi Mampu, full ROM. Radial deviasi Ulnar deviasi Oposisi Tidak mampu Tidak Mampu Pasif Full TIMT ROM, elastic endfeel. Full ROM, hard endfeel. Full ROM, elastic endfeel. Full ROM endfeel. elastic Mampu Mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak Mampu Full ROM Tidak mampu Gerakan Aktif Pasif TIMT Fleksi Mampu, tidak full Full d. Regio Hip ROM, elastic Mampu 24 ROM. Ekstensi Abduksi Adduksi Eksorotasi Mampu, full ROM. endfeel. Full Mampu, full ROM. Endorotasi Mampu, full ROM. ROM, elastic endfeel. Mampu, tidak full Full ROM. hard endfeel. Mampu, tidak full Full ROM. ROM, ROM, elastic endfeel. Full ROM,elastic endfeel. Full ROM, elastic endfeel. Mampu Mampu Mampu Mampu Mampu e. Regio Knee Gerakan Fleksi Ekstensi Aktif Pasif TIMT Mampu, tidak full Full ROM, elastic ROM endfeel. Mampu, tidak full Full ROM, ROM endfeel. Aktif Pasif hard Mampu Mampu f. Regio Ankle Gerakan Plantar Fleksi Dorso Fleksi Mampu, full ROM Mampu, full ROM Eversi Mampu, full ROM Inversi Mampu, full ROM Full TIMT ROM, soft endfeel. Full ROM, soft endfeel. Full ROM, soft endfeel. Full ROM, endfeel. soft Mampu Mampu Mampu Mampu 25 R: Restrictive 1. Limitasi ROM : Tidak ada limitasi ROM 2. Limitasi ADL : Terdapat limitasi ADL berupa walking dan toiletting 3. Limitasi Pekerjaan : Terbatas 4. Limitasi Rekreasi : Terbatas T: Tissue Impairment and psychogenic prediction 1. Komponen Musculotendinogen : Tenderness m. piriformis, weakness m. quadriceps bilateral. 2. Komponen Osteoarthrogen : Keterbatasan gerak pada region shoulder gerakan fleksi dan Exorotasi , region Elbow gerakan Fleksi dan Ekstensi, region Hip gerakan fleksi, Adduksi dan abduksi, region knee gerakan ekstensi. 3. Komponen Neurogen : Nyeri pada m. multifidus, m. Quaratus Lombor 4. Komponen Psikogen : Cemas 5. Komponen Kardiorespirasi : Post op Stent jantung dan sesak S: Specific Test 1. Tanda Vital Hasil IP : Tekanan darah : 150/90 mmHg Denyut nadi : 88 kali / menit Suhu : 37°C Frekuensi Napas : 20 kali /menit : Normal 2. Tes Palpasi Hasil : Tenderness m. piriformis dan erector spine IP : Terdapat Spasme m. piriformis dan erector spine 3. Visual Analog Scale (VAS) (Nyeri) Hasil : Nyeri Tekan : 5, Nyeri Gerak : 4, Nyeri Diam : 4 IP : Terdapat Nyeri 4. Tes Sensorik (Tajam-Tumpul) Hasil : Pasien mampu merasakan pada sisi sinistra maupun dextra IP : Tidak ada gangguan sensorik 26 5. MMT (manual muscle test) Hasil : (Upper extremtiy dextra: 5, Upper extremity sinistra: 5), (Lower ,extremity dextra: 4, Lower extremity sinistra: 4), IP : Terjadi kelemahan otot pada sisi dextra 6. Gait Analysis Hasil : Heel strike (tidak ada), foot flat (ada), mid stance (ada), heel off (ada), toe off (tidak ada), mid swing (tidak ada) IP : Ada fase gait analysis yang hilang saat berjalan 7. Hamilton Rating Scale Anxiety (HRS-A) Hasil : 18 IP : Kecemasan Sedang 8. SLR Hasil : Nyeri pada 300 IP : Terdapat gangguan pada daerah lumbal. 9. Tes Anti Patrick Hasil : Positif nyeri IP : Terdapat Joint blok pada SIJ posterior 10. Tes Patrick Hasil : - (Negatif) IP : Tidak terdapat gangguan pada pada SIJ 11. Tes kompresi Lumbal Hasil : - (Negatif) IP : Tidak terdapat gangguan pada discus intervertebralis 12. Bunyi Jantung Hasil : Normal IP : Tidak terdapat gangguan bunyi jantung 13. Hasil Laboratorium Hasil : Gula darah 170 mg/dL IP : Terdapat gangguan pada organ pankreas 14. Zona latihan jantung (Jantung koroner) Batas bawah: DNI : 88 + 10% (220 – 71 – 88) 27 : 88 + 10% (61) : 88 + 6,1 : 94,1 Batas atas: DNI : 88 + 20% (220 – 71 – 88) : 88 + 20% (61) : 88 + 12,2 : 100,2 15. METs (Metabolic Equivalen of Task) Hasil :5 IP : Berdiri – berjalan 16. Indeks Bartel Hasil : 63 IP : Dependen sedang 17. Skala Borg Hasil :5 IP : Berat 18. NYHA Hasil : II IP : Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan lelah, palpitasi atau sesak nafas – Gagal jantung ringan 19. HRS-A Hasil : 14 IP : Kecemasan sedang 20. KILLIPS Hasil :2 IP : Terdapat gagal jantung di tandai dengan (ronchi basah maupun S3 pada setengah Lapangan paru) – Mortalitas 17% 28 B. Diagnosis Fisioterapi Adapun diagnosis Fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu: “Gangguan aktifitas fungsional ektremitas inferior sinistra berupa walking dan toileting akibat nyeri dan kelemahan otot e.c Coronary Heart Desease sejak 1 tahun yang lalu” C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu: 1. Problem Fisioterapi: a. Primer: Muscle weakness lower ekstremity sinistra b. Sekunder: 1) Kecemasan 2) Nyeri pada m. piriformis dan m. multifidus 3) Keterbatasan gerak pada regio shoulder, elbow, hip dan knee. 4) Sesak nafas 5) Gangguan Balancing dan stabilization c. Kompleks: Gangguan ADL berupa walking dan toiletting. 2. Planning Fisioterapi: 1. Tujuan jangka panjang : Mengembalikan kemampuan aktifitas fungsional ADL walking dan toiletting. 2. Tujuan jangka pendek: 1) Mengurangi kecemasan 2) Mengurangi nyeri 3) Mengurangi keterbatasan gerak 4) Meningkatkan kekuatan otot 5) Mengurangi sesak nafas dan memperbaiki Balancing dan stabilization 3. Program Fisioterapi : No. 1. PROBLEM MODALITAS DOSIS FISIOTERAPI FISIOTERAPI FISIOTERAPI Kecemasan Komunikasi F : 1x/hari 29 Terapeutik I : Penderita focus T : Interpersonal (Cooping) T : Selama tindakan FT F : 1x/hari MSR Electro Therapy I : 30 cm (Infra Red) T : Lokal T : 5 menit F : 1x/hari Nyeri Electro Therapy I : 38 mA (Interferensi) T : Animal segmental T : 5 menit F : 1x/hari Nyeri Exercise Therapy 2 I : 30% - 60% pressure T : NMT (Friction) T : 2 menit F : 1x/hari Nyeri Exercise Therapy I : 5 hitungan 3 repetisi T : NMT (Efflurage) T : 2 menit F : 1x/hari I : 8 hitungan 3 repetisi Nyeri Exercise therapy T : Stretching exercise (connective tissue release dan elongation) T : 2 menit F : 1x/hari 3. Sesak Nafas Exercise Therapy I : 8 hitungan 3 repetisi T : Breathing Exercise T : 3 menit 4. Keterbatasan Gerak (Regio Shoulder, Exercise Therapy F : 1x/hari I : 8 hitungan 3 repetisi 30 Elbow, Hip, Knee) T : Passive ROM Exercise T : 3 menit F : 1x/hari Exercise Therapy I : 8 hitungan 3 repetisi T : Traksi Translasi T : 3 menit F : 1x/hari Exercise Therapy I : 8 hitungan 3 repetisi T : Strengthening Exercise T : 3 menit F : 1x/hari 5. Muscle Weakness Exercise therapy I : 8 hitungan 2 repetisi T : Active ROM Exercise T : 2 menit F : 1x/hari Exercise therapy I : 8 hitungan 2 repetisi T : PNF exercise T : 5 menit F : 1x/hari 6. Balancing dan stabilization I : 8 hitungan 2 repetisi Exercise therapy T : Bridging Exercise T : 2 menit F : 1x/hari Exercise therapy ADL 7. (Walking I : 8 hitungan T : Standing exercise T : 5 menit dan F : 1x/hari Toiletting) Exercise therapy I :3m T : Walking exercise T : 5 menit 31 D. Home Program Pasien diedukasi untuk melakukan latihan-latihan di rumah dengan pendampingan anggota keluarga berupa latihan pernafasan, latihan berdiri dan berjalan, latihan keseimbangan yang baik, bridging, penguluran otot – otot yang mengalami tegang, melakukan gerakan-gerakan pasif pada region shoulder, elbow, hip, knee, dan ankle untuk menghindari kekuan pada sendi. Menghindari kegiatan atau aktifitas berat seperti mengangkat barang, naik turun tangga yang dapat memperburuk kondisi berkaitan dengan penyakit jantung yang dialami, pasien diharapkan mampu mengelolah pikiran yang positif agar terhindar oleh rasa cemas (kelolah stress). Perlu dukungan dan bantuan dari pihak keluarga dalam proses penyembuhan kondisi pasien. C. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi 1. Evaluasi sesaat: Pasien dilakukan pengukuran hasil setelah intervensi satu kali. Setelah 1 kali intervensi No 1. Problem FT Parameter Manual Muscle weakness muscle test (MMT) Sebelum Setelah intervensi intervensi Interpretasi Upper extremity Upper extremity Tidak terdapat dextra :5 dextra :5 peningkatan Lower extremity Lower extremity kekuatan otot dextra :4 dextra : 4 Nyeri Tekan : 5, Nyeri Tekan : 4, Terdapat 2. 3 Nyeri VAS Kecemasan HRS-A Nyeri Gerak : 4, Nyeri Gerak : 3, penurunan Nyeri Diam : 4 Nyeri Diam : 3 18 13 (Deprsi sedang) (Depresi ringan) intensitas nyeri Ada penurunan tingkat kecemasan 2. Modifikasi: Modifikasi program Fisioterapi yang dapat diberikan berupa peningkatan intensitas dari dosis yang diberikan sebelumnya. Pasien perlu melakukan pemeriksaan Laboratorium secara berkala setelah diberikan intervensi 32 Fisioterapi sebagai pendukung kegiatan evaluasi Fisioterapi terhadap pasien untuk menentukan program modifikasi terapi pada pasien selanjutnya. 33 DAFTAR PUSTAKA Abbas AK, Kumar V, Fausto N. Robbin : Pathologic basis of dissease 7th Philadelphia: Elseiver Saunders:; 2005. P. 7-8. Department of Public Health. 2003. Cardiovascular Health, Nutrition, and Physical Activity Section. Michigan Association for Local Public Health. Available from: http://michigan.gov/documents/BPprocedure.pdf. [Accessed 20 Mei 2012]. Gray, Huon H, Dawkins and Keith D, 2002, Kardiologi. Jakarta: Erlangga Medical Series. Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. The Heart. In: Schmitt, W., Gruliow, R., eds. Textbook of th Medical Physiology. 11 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 108. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI Klabunde RE. Cardiovascular Physiology Concepts Second Ed.2012. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Lubna R Shamsad, 2014. Predicting coronary heart disease through risk factor categories. ASEE 2014 Zone I Conference. University of Bridgeport, Department of Biomedical Engineering, USA, pp 2-6. National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011. What is Coronary Heart Disease? http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/cad/. NHLBI National Heart Lung and Blood Institue, 2011. What is atherosclerosis?. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health_topics/topics/atherosclerosis/ diakses pada: 08 Mei 2019. Notoatmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sari, Sitti Rahma Juni.2017. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Pegawai Negeri Sipil Uin Alauddin Makassar Tahun 2017.Universitas Alauddin Makassar. Philip l, dkk, 2008.At A Glance Edisi Ketiga Sistem Kardivaskuler .Jakarta: Erlangga. Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Supriyono,Mamat. 2008. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok usia. th Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13 ed. USA: John Wiley & Sons. Waty, Merda. 2012. Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Yang Dirawat Di Unit Rawat Kardiovaskular Rsup H.Adam Malik Pada Tahun 2011. Universitas Sumatra Utara. Medan. 34 Werdha, A. 2008, Faktor Risiko Pada Penduduk miskin Perkotaan Di jakarta. Dari: http//www.litbang.depkes.go.id. 35