PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSI UNTUK MEMPERBAIKI PRESTASI BELAJAR SISWA SD MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. I Gede Rasben Dantes, M.T.I Disusun oleh: SARIFA FARIDATIL ILMI AL IDRUS (1829041003) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan hendaknya membantu siswa untuk berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota masyarakat yang berguna (Dantes, 2014: 16). Tetapi fakta yang kita lihat dalam praktek pendidikan saat ini siswa belum sepenuhnya menunjukkan keadaan yang sesuai dengan yang seharusnya terjadi setelah mereka menempuh dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan ada beberapa fenomena yang ditemukan dalam dunia pendidikan dasar saat ini diantaranya: (1) anak yang pendiam ketika di kelas, pasif, dan sangat perasa sehingga mudah tersinggung. tidak berani bertanya atau menjawab, merasa dirinya tidak mampu, kurang berani bergaul serta suka menyendiri, (2) anak yang yang cepat bereaksi setiap guru memberi pertanyaan dikelas, tetapi jawaban yang diberikan seringkali tidak menunjukkan kemampuan berfikir yang logis. Ia ingin menunjukkan diri bahwa dia anak yang pandai, padahal cara anak itu menjawab justru menunjukkan ketidakmampuannya, (3) anak yang sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan dengan nada mengejek, anak ini cenderung menentang guru dan menyumpah serapah guru dengan katakata kasar dan tidak sopan yang terlontar dari mulutnya, (4) anak yang mempunyai sosial ekonomi yang sangat rendah, sehingga merasa dirinya bodoh dan enggan untuk mencoba membuat tugas-tugas yang diberikan oleh guru karena dirinya merasa tidak mampu, (5) anak yang mempunyai potensi intelektual diatas rata-rata, namun prestasi akademiknya dikelas sangat rendah, diikuti dengan semangat belajar juga sangat rendah, sering menyepelekan tugas-tugas yang diberikan dan mengabaikan PR yang diberikan, (6) anak yang mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi dan merespon dengan cara cepat. Namun tidak bisa menerima kegagalan. Ia tidak mau menerima kritikan dari siapapun termasuk gurunya. Dari beberapa fenomena yang dipaparkan diatas, yang paling urgent untuk diselesaikan adalah “ada beberapa siswa diketahui memiliki kemampuan intelektual yang cukup tinggi, namun cenderung malas belajar tidak memiliki kontrol sosio emosional yang baik (sering berkata kasar, tidak sopan menyumpah serapah guru dan tidak mau menerima kritik)”. Ditinjau dari prilaku yang ditunjukkan siswa pada fenomena tersebut, peneliti menduga bahwa siswa mengalami masalah belajar yang disebabkan oleh lemahnya kecerdasan emosi yang berimplikasi kepada prilaku peserta didik menjadi semakin implusif, tidak semangat dalam belajar dan berpengaruh terhadap menurunnya prestasi belajar siswa. Dari berbagai alternatif yang ada, peneliti mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui penanaman nilai-nilai pendidikan karakter kepada siswa. Menurut Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha (dalam Kurniawan, 2013: 32) dengan pendidikan karakter seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa penerapan pendidkan karakter dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecerdasan emosi siswa yang akan disusul dengan meningkatnya prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Kurniawan (2013:32) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak meyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapai segala macam tantangan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademik. Pendidikan karakter dipilih sebagai solusi terbaik, bukan berarti alternatif-alternatif yang ada tidak baik untuk menyelesaikan masalah misalnya alternatif pertama yaitu jika memungkinkan orang tua harus meluangkan waktu maksimal untuk anak menyaksikan perkembangannya, memberikan pengalaman-pengalaman terbaik dan menanamkan nilai-nilai sosial dengan memberi contoh prilkau baik kepada anak yang akan berimplikasi merangsang emosi positif anak. Penjelasan ini diambil dari pendapat Soyomukti (2008: 98) yang mengatakan bahwa aspek afektif harus ditanamkan supaya anak dapat menggunakan potensi perasaan moral dan estetisnya. Alternatif tersebut bukan berarti tidak baik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa hanya saja masalah emosi yang sedang dihadapi siswa sangat kompleks dan berimplikasi terhadap prestasi belajarnya yang semakin menurun. Jadi jika hanya orang tua yang berperan menanamkan nilai-nilai positif tanpa ada campur tangan guru dan pihak sekolah melalui penanaman nilai-nilai pendidikan karakter maka nilai-nilai positif yang ditanamkan tersebut tidak akan bertahan lama terlebih ketika anak sudah mulai mengenal lingkungan baru selain lingkungan keluarga. Selanjutnya alternatif kedua yaitu guru dapat menumbuhkan percaya diri siswa dengan menjelaskan bahwa semua orang mempunyai kemampuan untuk bisa jika orang itu mau belajar. Penjelasan ini didukung oleh pendapat Eric Jensen (dalam Irham dan Wiyani, 2015: 62) yang mengatakan bahwa cara menjaga emosi postif dan memunculkan motivasi siswa dalam belajar adalah tanamkan keyakinan positif kepada peserta didik tentang kemampuan yang dimilikinya sehingga lebih semangat dalam belajar. Alternatif ini tidak dipilih untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi karena hanya menawarkan satu cara yaitu menumbuhkan rasa percaya diri sedangkan masalah yang dihadapi siswa sangat kompleks, jika hanya dengan menumbuhkan rasa percaya diri tidak akan efektif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa dan cara ini juga sudah termasuk dalam salah satu dari tiga implementasi pendidikan karakter yaitu pengembangan diri. Kemudian alternatif ketiga yaitu jika memungkinkan guru harus menciptakan susana belajar yang nyaman, yang dapat membuat siswa berani bertanya dan menjawab pertanyaan guru tanpa harus takut salah, guna menstimulasi emosi positif siswa sehingga ia merasa nyaman dan tidak merasa tertekan dengan lingkungan belajarnya. Penjelasan ini diambil dari pendapat Eric Jensen (dalam Irham dan Wiyani, 2015: 62) yang mengatakan bahwa cara menjaga emosi postif dan memunculkan motivasi siswa dalam belajar adalah menegelola kondisi psikologis siswa, artinya guru membangun kondisi pembelajaran yang memunculkan rasa nyaman, menyenangkan dan membuat siswa selalu ingin mengikuti proses pembelajaran, alternatif ini tidak dipilih untuk menyelesaikan masalah karena aspek penting dalam pendidikan karakter salah satunya adalah memperbaiki kompetensi, kinerja dan karakter guru/kepala sekolah dan solusi tersebut sudah tercover dalam aspek ini, alternatif ke-empat yaitu lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal individu sebelum lingkungan sekolah, oleh karena itu orang tua, saudara dan keluarga inti lainnya diharapkan mampu menjaga perasaan anak dengan memberikan dukungan ketika ia melakukan sesuatu yang positif, mendengarkan anak ketika ia bercerita, menolongnya ketika ia butuh pertolongan, menunjukkan perasaan senang ketika anak senang begitu juga ketika ia sedih. Penjelasan ini diambil dari pendapat Gottman dan De Claire (dalam Januarini) yang mengatakan bahwa prinsip dasar orang tua dalam melatih kecerdasan emosional anak yaitu mendengarkan, empati dan meneguhkan perasaan anak, kemudian alternatif yang ke-lima yaitu bagi orang tua maupun guru hendaknya menjadi role model yang baik bagi anak, orang tua dan guru sebaiknya secara berkesenambungan memberi contoh eksplorasi emosi positif kepada anak dengan cara menunjukkan sikap menghargai orang lain dan taat terhadap suatu aturan. Penjelasan ini diambil dari pendapat Wibmarti (dalam Khodijah, 2014: 147) yang mengatakan bahwa cara yang dapat dilakukan orang tua maupun guru dalam rangka mengajarkan naskah emosi yang sehat pada anak adalah dengan membuat disiplin yang konsisten pada diri kita agar anak belajar menghormati otoritas. Menghormati otoritas sangat diperlukan untuk menghindarkan anak dari tindakan yang tidak benar dan alternatif yang ke-enam yaitu guru sebaiknya tidak perlu memaksa dan terhadap siswa, artinya guru sebagai pendidik bersikap keras harusnya faham dengan kondisi fisik maupun psikis siswa. Semisal ketika jam istirahat tiba dan siswa sedang mengerjakan tugas guru hendaknya memberi intruksi kepada siswa untuk istirahat dan melanjutkan pekerjaan mereka pada jam belajar selanjutnya karena ketika siswa dipaksakan untuk mengerjakan sesuatu ia akan merasa lelah secara fisik dan akan mengalami frustrasi sehingga berakibat kepada penyaluran emosi yang negatif. Penjelasan ini diambil dari pendapat Purwanto (2014: 139) yang menyatakan bahwa pendidik tidak boleh bersikap terlalu keras terhadap anak didiknya. Dengan kekerasan dan paksaan anak tidak akan mematuhi peraturan-peraturan karena banyak mengalami frustrasi. Anak hanya mematuhi peraturan karena merasa takut, bukan karena keinsafan dalam diri sendiri. Sikap keras dan paksaan dapat pula menghasilkan yang sebaliknya, yakni sikap menentang dan keras kepala. Oleh karena berbagai pertimbangan diatas, peneliti memilih pendidikan karakter sebagai alternatif solusi terbaik dalam mengatasi masalah dan mengambil fokus penelitian dengan judul “Pengembangan Kecerdasan Emosi untuk Memperbaiki Prestasi Belajar Siswa SD Melalui Pendidikan Karakter”. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah mengapa siswa mengalami masalah dalam belajar? dan Bagaimana cara mengatasi masalah belajar yang dialami siswa? C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memahami mengapa siswa mengalami masalah dalam belajar dan ntuk memahami bagaimana cara mengatasi masalah belajar yang dialami siswa. D. Manfaat Penelitian Adapun kebermanfaatan dari pemyelesaian masalah dalam penelitian ini diantaranya: 1) Siswa akan memiliki rasa empati dan kontrol diri. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh (Khodijah, 2014: 146) yang mengatakan bahwa unsur terpenting dalam kecerdasan emosi adalah empati dan kontrol diri empati artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain terutama bila orang lain dalam keadaan malang, sedangkan mengendalikan emosi kontrol sendiri diri adalah sehingga kemampuan tidak untuk mengganggu hubungannnya dengan orang lain. Oleh karena itu jika siswa sudah cerdas emosinya maka seyogyanya siswa tersebut memiliki rasa empati dan mampu mengontrol diri keduanya ini akan mengantarkan siswa untuk menghargai orang lain yang ada disekitarnya sehingga tidak akan ada lagi prilaku negatif seperti sering berkata kasar, tidak sopan menyumpah serapah guru dan tidak mau menerima kritik. 2) Meningkatnya prestasi akademik siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha (dalam Kurniawan, 2013: 32) yang mengatakan bahwa Seorang anak yang memiliki kecerdasan emosi akan berpengaruh positif terhadap keberhasilan belajarnya di sekolah. Hal ini juga sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Kurniawan (2013:32) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak meyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapai segala macam tantangan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademik. Selain kedua pendapat tersebut Goelman (dalam Khodijah, 2014: 145) juga menyatakan bahwa kecerdasan umum (intelegensi) semata-mata hanya dapat memprediksi (meramalkan) kesuksesan hidup seseorang hanya 20% saja sedang, 80% lainnya adalah apa yang disebutnya emotional intellegence. BAB II REVIEW TEORITIS, REVIEW EMPIRIS, MODEL PENELITIAN DAN HIPOTESA A. Review Teoritis 1. Kecerdasan Emosi Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali emosi diri sendiri, mengelola dan mengekspresikan diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain dan membina hubungan dengan orang lain Salovey dan Mayer (dalam Khodijah, 2014: 145). Selanjutnya diperjelas lagi oleh (Khodijah, 2014: 146) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Unsur terpenting dalam kecerdasan emosi ini adalah empati dan kontrol diri. Empati artinya dapat merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain, terutama bila orang lain dalam keadaan malang, sedangkan kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi sendiri sehingga tidak mengganggu hubungannya dengan orang lain. Hal yang sama dijelaskan oleh Howard Gardner (dalam Purnama, 2016: 236) kecerdasan emosi terdiri atas banyak kecakapan, diantaranya intrapersonal intelligence dan interpersonal intelligence. intrapersonal intelligence merupakan kecakapan mengenali perasaan diri sendiri yang terdiri atas (1) Kesadaran diri, meliputi keadaan emosi, penilaian pribadi, dan percaya diri. (2) Pengaturan diri, meliputi pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada, adaptif dan inovatif. (3) Motivasi, meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimis. Adapun interpersonal intelligence merupakan kecakapan yang berhubungan dengan orang lain yang terdiri atas (1) Empati, meliputi memahami orang lain, pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis. (2) Keterampilan sosial, meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator, perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi, dan koperasi serta kerja tim. Sedangkan menurut Goelman (dalam Purnama, 2016: 236) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our emosional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion an its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengendalikan diri sendiri dan kemampuan individu dalam berhubungan baik dengan orang lain. 2. Prestasi Belajar Purwanto (2007) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar yang diberikan dalam bentuk raport. Selanjutnya Winkel (1997) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang dicapainya . Sedangkan menurut Nasution, S (1987) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat, prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga aspek tersebut (dalam Hamdu dan Agustina, 2011: 83). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah manifestasi dari keberhasilan belajar siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang diberikan dalam bentuk laporan hasil belajar. 3. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter menurut Prasetyo dan Emusti Rivasintha (dalam Kurniawan, 2013: 30) adalah penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusa insan kamil. Selanjutnya diperjelas oleh pendapat (Judiani,2010: 282) yang dikutip dari (Pusat Kurikulum, 2010) Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Sedangkan menurut Samani & Hariyanto (dalam Ramdhani, 2014: 30) Pendidikan karakter merupakan upaya pembentukan karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan antara satu orang dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan prilakunya dalam kehidupan sehari hari. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai karakter kepada individu untuk membentuk individu menjadi manusia yang berbudipekerti. B. Review Empiris Berikut hasil penelitian tentang pengembangan kecerdasan emosi dan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dalam meningkatkan prestasi belajar. Penelitian Daud (2012) yang meneliti tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Negeri Kota Palopo hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh positif dan siginifikan terhadap hasil belajar biologi siswa SMA Negeri Kota Palopo. Penelitian Rudyanto (2014) yang meneliti tentang Model Discovery Learning dengan Pendekatan Saintifik Bermuatan Karakter untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif hasil penelitian ini menunjukkan pembelajaran matematika dinyatakan efektif, dengan indikator: 1) kemampuan berpikir kreatif mencapai ketuntasan dengan nilai rataan 71,55 dan mencapai ketuntasan klasikal mencapai 90%; 2) karakter rasa ingin tahu dan keterampilan mengkomunikasikan berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kreatif. C. Model Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan tidak dalam bentuk angka-angka, melainkan data yang diperoleh melalui naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik fenomena yang diteliti secara mendalam rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif. Menurut Keirl dan Miller (dalam Moleong, 2004: 131) definisi dari penelitian kulaitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan, manusia, kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasilnya lebih menekankan makna daripada generalisasi. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitaian deskriptif. Menurut (Arikunto, 2010: 3) penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan dan yang lainnya yang dilaporkan dalam bentuk laporan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menyelidiki fenomena yang ada di Sekolah Dasar. D. Hipotesa Jika dalam proses belajar mengajar terintegrasi nilai-nilai pendidikan karakkter maka kecerdasan emosi siswa akan berkembang dan berimplikasi terhadap prestasi belajarnya yang semakin meningkat. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang memiliki berbagai karakteristik, unsur dan nilai terkait dengan fenomena yang diteliti. Subjek yang dimaksud diantaranya guru, siswa, kepala sekolah serta tenaga pendidikan lainnya yang ada di Sekolah Dasar. B. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah masalah menurunnya prestasi belajar siswa yang disebabkan oleh lemahnya kecerdasan emosi dan minimmya penanaman nilai-nilai pendidikan karakter di Sekolah Dasar. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Sekolah Dasar. Sedangkan yang menjadi sampel adalah Sekolah Dasar yang ada di sekitar tempat tinggal peneliti. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. 1) Wawancara (interview) Wawancara (interview) adalah teknik penelitian yang dilaksanakan dengan cara dialog baik secara langsung (tatap muka) maupun melalui saluran media tertentu antara pewawancara dengan yang di wawancarai sebagai sumber data (Sanjaya 2015: 263). Dalam penelitian peneliti akan melakukan wawancara dengan informan yaitu pihak-pihak yang memiliki berbagai karakteristik, unsur dan nilai terkait dengan fenomena yang diteliti. 2) Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung maupun tidak tentang hal-hal yang diamati. Itu biasa gejala-gejala tingkah laku, benda-benda hidup, ataupun benda mati (Sanjaya 2015: 270). Dalam penelitian ini peniliti menggunakan teknik observasi non partisipatif peneliti hanya mengamati secara langsung fenomena yang diteliti tetapi peneliti tidak aktif dan terlibat langsung. Artinya peneliti tidak terlibat dalam proses belajar mengajar yang dilakukan siswa dan guru di dalam kelas. 3) Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Dalam penelitian ini peneliti mengguanakan teknik dokumentasi untuk mencatat hal-hal yang berkaitan dengan fenomena yang diteliti. E. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara berupa garis besar tentang hal-hal yang ingin ditanyakan, pedoman observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang akan mungkin timbul dan akan diamati, dan pedoman dokumentasi berupa check-list. F. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data menurut Milez dan Huberman dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Pengumpulan Data Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara langsung di lapangan. 2) Reduksi Data Reduksi data yaitu memilih hal-hal yang pokok dan sesuai dengan fokus penlitian, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan. 3) Penyajian Data Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, cart atau grafis sehingga dapat dikuasai. 4) Pengambilan Keputusan atau Verifikasi Setelah data disajikan maka, dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu diusahakan mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, halhal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut berusaha diambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keptusan yang didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Keempat komponen diatas, saling mempengaruhi dan terkait. Keterkaitan yang dimaksud khususnya dalam penelitian ini adalah (1) dilakukan penelitian di lapangan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi yang merupakan wujud dari pengumpulan data. (2) untuk memilah mana saja data yang dibutuhkan sesuai dengan fokus penelitian dilakukan reduksi data, (3) setelah data direduksi selanjutnya data disajikan dan (4) apabila ketiga langkah tersebut sudah dilakukan maka peneliti melakukan pengambilan keputusan atau verifikasi. Setelah teknik analisis diatas dilakukan selanjutnya data akan diolah secara deskriptif- kualitatif. Tujuan dari analisis data ini menurut (Nazir, 2003: 16) adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang di selidiki. Sedangkan untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, digunakan teknik trianggulasi dengan sumber yang dilakukan dengan cara pertama membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah, atau tinggi, orang berada serta orang pemerintahan, terakhir membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendkatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Dantes, Nyoman. 2014. Landasan Pendidikan Makropedagogis. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tinjauan Dari Dimensi Daud, Firdaus. 2012. Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 19(2). 243-255. Hamdu G. & Agustina L. 2011. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Pestasi Belajar IPA di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. 12. 81-86. Irham, Muhammad dan Wiyani, Ardy Novan. 2015. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Pembelajaran. Jogjakarta: Arruzmedia. Januarini, Hesti. “Melatih Kecerdasan Emosi Anak. 14 November 2018. https://www.academia.edu/9575598/Melatih_Kecerdasan_Emosi_Anak. Judiani, Sri. 2010. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 16. 280-289. Khodijah, Nyanyu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Arruzmedia. Milez, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI- Press. Moleong, J. L. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT Ghalia Indonesia. Purnama, M. I. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika di SMAN Jakarta Selatan. Jurnal Formatif. 6(3). 233-245. Purwanto, Ngalim M. 2014. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Ramdhani, A.M. 2014. Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Universitas Garut. 08. 28-37. Rudyanto, E.H. 2014. Model Discovery Learning dengan Pendekatan Saintifik Bermuatan Karakter untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Premiere Educandum. 4(1). 2014. 41-48 Sanjaya, Wina. 2015. Penelitian Pendidikan, Jakarta: Kencana. Soyomukt, Nurani. Arruzmedia. 2008. pendidikan berperspektif globalisasi. Jogjakarta: Suyono dan Harianto. 2017. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Yusuf, Syamsu dan Sugandhi,M. 2014. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.