Uploaded by User4967

20180713 Laporan KP final

advertisement
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DESAIN PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS
GENERATOR MENGGUNAKAN SOFTWARE MagNet
Disusun oleh :
SYAHRIZAL ALFIKRI RAFSANJANI
14/363557/TK/41654
WYLIAM MURSYIDA
14/363609/TK/41697
MUHAMMAD HAMAM AFANDI
14/367292/TK/42449
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DAN TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DESAIN PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS
GENERATOR MENGGUNAKAN SOFTWARE MagNet
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Program S-1
Pada Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh :
Syahrizal Alfikri Rafsanjani
14/363557/TK/41654
Wyliam Mursyida
14/363609/TK/41697
Muhammad Hamam Afandi
14/367292/TK/42449
Telah disetujui dan disahkan
pada tanggal 16 Maret 2017
Dosen Pembimbing Kerja Praktik
Ir., Tiyono, M.T.
NIP. 195803041988031001
i
[bukti pelaksanaan kerja praktik]
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan hidayah taufiq, rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
kerja praktik dan menyusun laporan kerja praktik ini dengan baik. Laporan kerja
praktik yang berjudul ”DESAIN PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS
GENERATOR
MENGGUNAKAN
SOFTWARE
MagNet”
ini
disusun
berdasarkan hasil pelaksanaan kerja praktik yang dilaksanakan pada tanggal 22
Desember 2016 sampai dengan tanggal 22 Januari 2017 di PT. Lentera Angin
Nusantara Ciheras, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kerja Praktik dan penyusunan laporan kerja praktik ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program S-1 pada Departemen
Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Selama pelaksanaan kerja praktik hingga penyusunan laporan kerja praktik
ini, banyak pihak yang telah membantu, membimbing dan memberi motivasi, saran
dan kritik kepada penulis.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih serta memberikan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr.Eng. Suharyanto, S.T., M.Eng., selaku Ketua Departemen Teknik
Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
2. Bapak Ir., Tiyono, M.T. selaku dosen pembimbing kerja praktik.
3. Kak Inay selaku direktur utama Lentera Bumi Nusantara yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktik di PT. Lentera
Angin Nusantara.
4. Bang Ricky Elson selaku Chief Engineering/RnD Lentera Angin Nusantara
atas motivasi, saran, kritik, serta bimbingan khususnya dalam mempelajari
mesin listrik permanen magnet lebih dalam.
vi
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan dan penulisan laporan ini masih
banyak terdapat kekurangan sehingga penulis dengan senang hati menerima saran
maupun kritik yang bersifat membangun dari pembaca sebagai evaluasi penulis
agar lebih baik di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini
bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Yogyakarta, 14 Maret 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………….................
i
BUKTI PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK ….…………………………….
ii
KATA PENGANTAR …………………………….………………………....... vi
DAFTAR ISI ……………………………………….………………………….. viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..
x
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang………………..…………………………………………
1
1.2 Tujuan …………………………………………………………………..
2
1.2.1 Tujuan Umum ……………………………………………………
2
1.2.2 Tujuan Khusus……………………………………………………
2
1.3 Waktu dan Tempat………………………………………………………
3
1.4 Batasan Masalah ………………………………………………………..
3
1.5 Metode Penelitian ………………………………………………………
3
1.6 Sistematika Penulisan …………………………………………………..
4
BAB II PROFIL PERUSAHAAN ……………………………………………..
6
2.1 Profil PT Lentera Angin Nusantara ………………..……………………
6
2.2 Profil PT Lentera Bumi Nusantara …………………………………..…
7
2.3 Visi dan Misi Perusahaan ………………………...……………………..
8
BAB III DASAR TEORI ……………………………………………………… 10
3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Angin……………………………………… 10
3.1.1 Turbin Angin …………………………………………………..… 10
3.1.2 Pemanfaatan Energi Angin di Indonesia ………………………… 11
3.2 Konsep Elektromagnetik ……………………………………………..… 12
3.2.1 Rapat Fluks Magnet B …………………………………………… 12
3.2.2 Kuat Medan Magnet H ………………………………………..… 14
3.2.3 Material Magnetik …………………………………………….… 15
3.2.4 Permanent Magnet …………………………………………….… 16
3.3 Pemodelan Rugi-rugi pada Generator ………………………………..… 17
3.3.1 Rugi-rugi Tembaga ……………………………………………… 17
viii
3.3.2 Rugi-rugi Inti …………………………………………………..… 17
3.4 Permanent Magnet Synchronous Generator ………………………….… 17
3.4.1 Konstruksi PMSG ……………………………………………..… 18
3.4.2 Cara Kerja PMSG ……………………………………………..… 19
3.4.3 TSD-500 ……………………………………………………….… 21
3.5 Software MagNet …………………………………………………….… 23
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………………………………..… 24
4.1 Persiapan Site Turbin Angin …………………………………...…….… 24
4.2 Perancangan Generator……………………………………………….… 26
4.2.1 Penentuan Dimensi dan Daya Generator Permanent Magnet …… 26
4.2.2 Pemodelan Generator …………………………………………… 27
4.2.3 Pemilihan Material Permanent Magnet dan Stator & Rotor Core.. 36
4.2.3.1 Pemilihan Material Stator & Rotor Core …...…………….… 37
4.2.3.2 Pemilihan Material Permanent Magnet …......……………… 42
4.2.4 Analisis Fast Fourier Transform ………….....………………...… 43
4.2.4.1 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 Slot 16
Pole Berdasarkan Variasi Lebar Stator ...…………………… 45
4.2.4.2 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 Slot 16
Pole Berdasarkan Variasi Lebar Gigi……………………….. 47
4.2.5 Analisis Tegangan dan Daya Generator dalam Rangkaian
Berbeban ………………………………………………………… 49
BAB V PENUTUP ……………………………………………………………. 56
5.1 Kesimpulan …………………………………………………..………… 56
5.2 Saran ……………………………………………………………………. 56
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..…….. 59
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Grafik efisiensi turbin berdasarkan jenisnya................................. 11
Gambar 3.2
Kecepatan angin rata-rata di ketinggian 10 m di Indonesia, Agustus
1999 – Juni 2011................................................................................................... 12
Gambar 3.3
Plot fluks baja elektromagnet sederhana berbentuk C yang menarik
batang baja di kanan.............................................................................................. 13
Gambar 3.4
Contoh kurva magnetisasi B-H...................................................... 15
Gambar 3.5
Contoh kurva magnetisasi di kuadran 2 yang menunjukan
karakteristik demagnetisasi dari material ceramic ferrite..................................... 16
Gambar 3.6
Konstruksi Permanent Magnet Synchronous Generator Inner
Rotor...................................................................................................................... 19
Gambar 3.7
Spesifikasi Generator TSD-500..................................................... 21
Gambar 3.8
Tampilan muka software MagNet saat perancangan PMSG......... 23
Gambar 4.1
Tahapan dalam persiapan pemasangan turbin angin..................... 24
Gambar 4.2
Gambar rangka generator 2 dimensi pada software MagNet........ 28
Gambar 4.3
Desain stator generator 3 dimensi................................................. 29
Gambar 4.4
Gambar desain stator dan lilitan generator.................................... 29
Gambar 4.5
Desain stator generator dan lilitan setelah terhubung.................... 30
Gambar 4.6
Desain stator, lilitan, dan rotor generator...................................... 31
Gambar 4.7
Desain generator setengah model dengan boundary 180°............. 32
Gambar 4.8
Tampilan JMag ketika memilih model generator yang akan
dibuat..................................................................................................................... 33
Gambar 4.9
Hasil pemodelan generator menggunakan aplikasi JMag.............. 34
Gambar 4.10 Hasil import desain generator JMag ke software MagNet............ 34
Gambar 4.11 Hasil simulasi flux linkage generator dengan software MagNet... 35
Gambar 4.12 Hasil plot grafik flux linkage di software MagNet........................ 36
Gambar 4.13 Desain simulasi kelima pilihan commonly used materials pada
software MagNet................................................................................................... 37
Gambar 4.14 Memasukkan tiap data flux linkage ke Ms Excel.......................... 38
Gambar 4.15 Menghitung Ke dari tiap model dengan material yang diuji......... 38
x
Gambar 4.16 Tabel dan grafik hasil perbandingan Ke dari berbagai material
core........................................................................................................................ 39
Gambar 4.17 Daftar pilihan material yang akan diuji......................................... 40
Gambar 4.18 Memasukkan data kurva B-H tiap material ke Ms Excel.............. 41
Gambar 4.19 Grafik hasil perbandingan material silicon steel............................41
Gambar 4.20 Perbandingan nilai koersivitas magnet pada properties material... 42
Gambar 4.21 Tampilan window fourier analysis beserta penjelasannya............ 44
Gambar 4.22 Penjelasan lebar stator pada generator........................................... 45
Gambar 4.23 Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model
dengan perbedaan lebar stator............................................................................... 46
Gambar 4.24 Penjelasan letak lebar gigi pada generator..................................... 47
Gambar 4.25 Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model
dengan perbedaan lebar gigi.................................................................................. 48
Gambar 4.26 Rangkaian rectifier 3 fasa dengan lilitan diparalel........................ 51
Gambar 4.27 Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan parallel........... 51
Gambar 4.28 Grafik tegangan coil hasil simulasi................................................ 52
Gambar 4.29 Rangkaian rectifier dengan lilitan diseri........................................ 53
Gambar 4.30 Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan seri................. 53
xi
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan seharihari. Pentingnya energi listrik untuk dinikmati masyarakat dapat dilihat dari
semakin majunya dunia teknologi dan ekonomi. Energi listrik dapat mempermudah
semua hal seperti contohnya lampu sebagai penerangan untuk melakukan berbagai
aktivitas.
Berdasarkan data PLN realisasi elektrifikasi Indonesia adalah 88,3% pada
akhir tahun 2015. Dengan tiga daerah dengan rasio elektrifikasi terendah adalah
Sulawesi Tenggara (68,84%), Nusa Tenggara Timur (58,64%), dan Papua
(45,93%).
Realisasi
elektrifikasi
masih
rendah
dikarenakan
mahalnya
pembangunan infrastruktur pembangkit listrik dan jaringan listrik. Di sisi lain
sebagian besar kebutuhan energi listrik Indonesia masih bergantung pada batu bara
yang ketersediaannya semakin meinipis seiring dengan meningkatnya kebutuhan
listrik Indonesia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, mulai banyak dikembangkan dan
diteliti sumber energi baru dan terbarukan atau renewable energy, salah satunya
energi listrik yang memanfaatkan energi angin. Masyarakat yang tinggal di daerah
terpencil yang tidak tersedia jaringan listrik masih belum dapat menikmati listrik.
Maka dari itu, dengan pembangkit skala kecil yang sistemnya berdiri sendiri seperti
wind turbine menggunakan Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG)
diharapkan dapat memberikan pasokan daya listrik bagi masyarakat yang tinggal di
daerah terpencil. PT LAN sendiri telah mengembangkan turbin angin skala kecil
500 W yang diberi nama The Sky Dancer (TSD-500).
Atas dasar untuk mempelajari ilmu yang berada di lapangan, kerja praktik
1
menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik program S-1 pada
Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada. Dengan syarat kelulusan yang ditetapkan, mata kuliah kerja praktik
menjadi salah satu pendorong utama bagi tiap-tiap mahasiswa untuk mengenal
kondisi lapangan kerja dan untuk melihat keselarasan ilmu pengetahuan yang
diperoleh di kampus dengan aplikasi di dunia nyata.
1.2 Tujuan
Tujuan penulis dalam pelaksanaan kerja praktik ini adalah sebagai berikut
:
1.2.1 Tujuan Umum :
a. Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik program
S-1 pada Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.
b. Mengetahui
pengembangan
ilmu
dan
teknologi
kelistrikan
dan
mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh di perkuliahan ke lapangan.
1.2.2 Tujuan Khusus :
a. Mengetahui proses kerja turbin angin dan panel surya secara umum yang
sedang dikembangkan oleh PT. Lentera Angin Nusantara
b. Memperoleh teknologi kelistrikan dan konversi energi yang berkaitan
dengan renewable energy
c. Mempelajari cara mendesain brushless permanent magnet generator
menggunakan software MagNet.
2
1.3 Waktu dan Tempat
Kerja praktik dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2016 sampai
dengan 22 Januari 2017 di PT. Lentera Angin Nusantara Jl. Raya Ciheras
RT2/RW2, Kp. Sindang Asih, Dusun Lembur Tengah, Desa Ciheras, Kec.
Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan dijadikan objek studi pada laporan kerja
praktik ini adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan rancangan generator yang digunakan adalah Permanent
Magnet Synchronous Generator tipe Surface Permanent Magnet (SPM)
Inner Rotor. Dipilih dengan mempertimbangkan bahwa rancangan tersebut
adalah jenis rancangan yang digunakan pada generator TSD-500 di PT.
Lentera Angin Nusantara.
b. Simulasi
yang
dilakukan
untuk
mengetahui
berbagai
parameter
perancangan generator dilakukan menggunakan software Infolytica
MagNet 7.5.
1.5 Metode Penelitian
Kerja praktik pada PT. Lentera Angin Nusantara dilaksanakaan dengan
beberapa metode seperti:
a. Metode studi literatur dan pustaka
Mencari informasi melalui buku-buku referensi serta pedoman penggunaan
alat dan data-data yang diberikan oleh pembimbing kerja praktik yang dapat
mendukung penelitian.
3
b. Metode observasi
Mengikuti dan terlibat langsung dalam kegiatan lapangan berupa
pengamatan langsung terhadap objek permasalahan, dalam hal ini yaitu
generator TSD-500.
c. Metode wawancara
Melakukan wawancara dengan cara mengadakan tanya jawab dan diskusi
langsung dengan narasumber yaitu pembimbing maupun tim Lentera Angin
Nusantara.
1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika dalam pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai pokok bahasan yang dikemukakan dalam laporan ini. Berikut
susunan sistematika laporan kerja praktik ini:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang tujuan, waktu dan tempat, batasan
masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Profil Perusahaan
Bab ini berisikan tentang profil perusahaan lokasi kerja praktik yaitu PT.
Lentera Angin Nusantara dan PT. Lentera Bumi Nusantara.
BAB III Dasar Teori
Bab ini berisikan tentang dasar teori pemanfaatan potensi energi angin
dalam pembangkit listrik tenaga angin, konsep elektromagnetik, Permanent Magnet
Synchronous Generator, dan software yang digunakan.
4
BAB IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisikan tentang analisis dan pembahasan proses dalam
perancangan PMSG (Permanent Magnet Synchronous Generator), serta berbagai
tahap dan hasil simulasi perhitungan dari beberapa parameter yang dikaji.
BAB V Penutup
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran penulis selama
melakukan kerja praktik di PT. Lentera Angin Nusantara, Ciheras, Cipatujah,
Tasikmalaya.
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Profil PT Lentera Angin Nusantara
PT. Lentera Angin Nusantara adalah sebuah pusat penelitian dan
pengembangan teknologi pemanfaatan energi terbarukan. Lentera Angin Nusantara
“LAN” diinisiasi pada awal tahun 2011 sebagai suatu forum atau wadah
pengembangan potensi diri melalu teknologi yang ditujukan untuk pemuda
Indonesia untuk mengembangkan negeri. Forum ini didirikan dengan tujuan untuk
berkontribusi dalam pembangunan negeri dan menyelesaikan permasalahan terkait
energi di daerah tertinggal dan di pulau-pulau terpencil di Indonesia.
Kincir angin (wind turbine) dipilih sebagai produk utama yang
dikembangkan untuk memecahkan persoalan yang berkaitan dengan energi.
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan potensi energi angin di Indonesia yang
dapat dikonversi menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan energi di
masyarakat.
Pada tahun 2013, “LAN” secara resmi berdiri di Desa Ciheras,
Tasikmalaya, Jawa Barat. Kegiatan yang menjadi fokus utama adalah pendesainan,
pengembangan, dan pembuatan generator energi baru dan terbarukan, khususnya
kincir angin dengan kualitas dan performa terbaik. Teknologi utama dari
perusahaan seperti generator, controller, serta bilah didesain agar mampu
mengubah energi angin dengan efisiensi yang tinggi untuk menciptakan listrik yang
murah bagi konsumen.
“LAN” terus bergerak untuk menerangi setiap sudut negeri sebagai rasa
tanggung jawab sosial. Proyek pertama yang telah diwujudkan adalah pemasangan
100 buah kincir angin skala kecil TSD-500(The Sky Dancer 500W) di Pulau
Sumba, Nusa Tenggara Timur. Setelah melakukan uji coba dan pengamatan
6
terhadap performa dan kualitas kincir angin di Pulau Sumba selama 2 tahun dan di
site research Ciheras selama 4 tahun, “LAN” berlanjut untuk menaikkan kapasitas
kincir angin menjadi 2000W di pertengahan 2015. Pada tahun 2016, LAN memulai
mengembangkan proyek generator yang mengkombinasikan kincir angin, arus laut,
dan panel surya.
Selain pengembangan teknologi energi terbarukan dan melakukan proyek
pengadaan pembangkitan energi listrik dengan energi terbarukan, PT LAN juga
melakukan transfer pengetahuan dan teknologi dengan mengadakan seminar,
student internship, dan workshop. LAN membuka kesempatan bagi mahasiswa di
seluruh Indonesia untuk belajar mengenai pembangkitan energi listrik tenaga angin
di Pantai Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Upaya tersebut bertujuan agar di
masa yang akan datang, pemuda Indonesia dapat memproduksi generator,
controller wind turbine, bilah turbin angin, dan rangka mekanis turbin angin secara
mandiri.
2.2 Profil PT Lentera Bumi Nusantara
PT Lentera Bumi Nusantara "LBN" adalah induk perusahaan yang
bergerak di berbagai sektor industri berbasis teknologi dan pengembangan
masyarakat. LBN percaya bahwa energi, makanan, dan air adalah tiga kebutuhan
terpenting di dunia. Karena itu, semua penelitian, pengembangan, dan perdagangan
perusahaan difokuskan pada peningkatan dan pemenuhan kebutuhan di ketiga
sektor ini.
Pada tahun 2011, Ricky Elson sebagai ketua membentuk Lentera Angin
Nusantara "LAN", cikal bakal LBN. Bersama dengan sekelompok pemuda, beliau
menjadi kekuatan pendorong dari LAN ini yang berbasis di Desa Ciheras,
Tasikmalaya. Visi dari gerakan technopreneurial ini adalah untuk menerangi setiap
sudut gelap di negeri ini melalui pemanfaatan potensi energi terbarukan.
7
Lentera Angin Nusantara secara resmi menjadi perusahaan pada tahun
2013 dan mulai mengimplementasikan produk teknologi utama mereka, turbin
angin 500W "Sky Dancer" di empat desa di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun yang sama, LAN yang telah menguasai pengetahuan inti dari motor
listrik dan generator, mulai memperluas dengan membangun kerjasama penelitian
dan pengembangan turbin angin dengan PLN Litbang serta pengembangan mobil
listrik Indonesia bersama berbagai pihak.
Pada tahun 2015, berbekal aspirasi untuk memberikan manfaat ekonomi
dan sosial dengan dampak yang lebih besar untuk pengembangan masyarakat,
didirikanlah Lentera Bumi Nusantara "LBN". Dengan LBN sebagai perusahaan
induk, LBN memiliki empat sub divisi, yaitu Lentera Agri Nusantara "LAgN",
Lentera Nano Nusantara "LNN", Lentera EV Nusantara "LEVN", dan tentu saja
Lentera Angin Nusantara "LAN" serta dua divisi pendukung, yaitu Divisi Produk
Kreatif dan Manajemen Teknologi.
Pelaksanaan kegiatan kerja praktik yang dilakukan di LBN di antaranya
adalah pengambilan data potensi angin tahunan, desain dan manufaktur bilah pada
wind turbine, workshop dan pembelajaran seputar generator, bilah, dan controller
wind turbine. Pengambilan data potensi angin dilakukan setiap harinya dengan cara
mengambil dan mengolah data karakteristik angin harian.
2.3 Visi dan Misi Perusahaan
Visi
Lentera Bumi Nusantara memiliki visi penguasaan teknologi energi,
makanan, dan air yang akan digunakan dalam membangun masyarakat.
8
Misi
1.
Melakukan penelitian dan pengembangan dalam konteks penguasaan
teknologi.
2.
Mengimplementasikan teknologi dalam memecahkan masalah energi,
pangan, dan air di masyarakat.
3.
Mengembangkan
teknologi
menjadi
lebih
efisien,
bersih,
dan
berkelanjutan.
4.
Melakukan proses transfer teknologi dalam pengembangan sumber daya
manusia.
9
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Tenaga angin adalah salah satu sumber energi terbarukan. Saat ini, para
engineer dan peneliti berlomba-lomba untuk memaksimalkan energi angin agar
dapat menjadi sumber energi listrik yang lebih efisien. Hal ini disebabkan semakin
tergantungnya masyarakat pada sumber energi listrik dari bahan bakar yang tidak
dapat diperbarui, seperti batu bara. Demi mempersiapkan masa depan, tentunya
pembangkit listrik tenaga angin harus dipersiapkan.
3.1.1 Turbin Angin
Turbin angin merupakan alat konversi energi angin menjadi energi
mekanik. Energi angin yang didapat merupakan hasil dari setengah dikalikan massa
jenis udara (ρ) dikalikan dengan luas penampang cakupan turbin (A) dan pangkat
tiga dari kecepatan angin (𝑣 3 ). Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan efisiensi
dari bilah, mesin listrik dan rectifier, lalu dikurangi losses pada kabel pengiriman.
Untuk menentukan daya dari turbin, mula-mula dilakukan pendataan
terhadap kecepatan angin pada suatu daerah, serta kebutuhan daya dibangkitkan
untuk daerah tersebut. Selanjutnya dihitung rating dari peralatan elektronis yang
digunakan. Dari data tersebut, didapat jumlah turbin yang harus dibangun.
selanjutnya, dihitung daya yang butuh dibangkitkan untuk setiap turbin. Rumus
1
umum dari jumlah energi total per-luasan tertentu adalah 𝑃 = 2 πœŒπ΄π‘£ 3
Daya maksimum turbin yang ingin dibuat diatur dengan menentukan
luasan dari luas penampang cakupan turbin, ini dilakukan agar turbin dapat terus
bekerja dibawah batas ketahanan peralatan yang digunakan, serta didapatkan nilai
optimum untuk harga yang digunakan.
10
Adapun beberapa tipe turbin angin berdasarkan bentuk dan jumlah bilah
antara lain:
a. Tipe Holland (Belanda)
b. Tipe Savonius
c. Tipe Darius
d. Tipe Linear
e. Tipe 2 blade propeller
f. Tipe 3 blade propeller
g. Tipe multi blade
Gambar 3.1: Grafik efisiensi turbin berdasarkan jenisnya.
3.1.2 Pemanfaatan Energi Angin di Indonesia
Tim dari PT. Lentera Angin Nusantara telah melakukan survei di beberapa
tempat di Indonesia. Tempat yang mempunyai kecepatan angin minimal 3 m/s pada
rata-rata ketinggian 10 meter adalah di bagian pesisir Sumatra, pesisir Jawa, dan di
Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2.
11
Gambar 3.2 Kecepatan angin rata-rata di ketinggian 10 m di Indonesia, Agustus
1999-Juni 2010
Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku merupakan wilayah yang paling berpotensi
untuk dilakukannya pengembangan pembangkit listrik tenaga angin karena di
wilayah ini memiliki kecepatan angin hingga 33 m/s. Kecepatan angin tersebut
diperoleh karena pengaruh angin dari samudera pasifik dan samudera hindia, di
mana di wilayah-wilayah tersebut ibarat corong bagi angin-angin tersebut, sehingga
di wilayah ini memiliki kecepatan angin yang besar.
3.2 Konsep Elektromagnetik
3.2.1 Rapat fluks magnet B
Dasar konsep magnetik adalah medan magnetik yang dideskripsikan
sebagai vektor B yang merupakan rapat fluks magnetik. Pada gambar 2 dimensi
direpresentasikan sebagai garis lengkung yang dikenal sebagai garis flux yang
menunjukan besar dan arah B. Arah garis menunjukan arah dari B sementara celah
12
diantara garis menunjukan besar B semakin kecil celah dari garis satu ke garis lain
semakin besar nilai B. Gambar di bawah menujukan plot flux dari baja
elektromagnet sederhana yang berbentuk-C di sebelah kiri yang menarik batang
baja yang berada di sebelah kanan.
Gambar 3.3: Plot fluks baja elektromagnet sederhana berbentuk C yang menarik
batang baja di kanan.
Meskipun medan magnet merupakan fenomena yang tidak terlihat namun
efek yang ditimbulkan oleh B adalah konkrit. Gaya yang timbul di objek seperti
elektromagnetik diatas dapat diekspresikan dalam bentuk B. Sederhananya garis
flux dapat digambarkan sebagai pita elastik yang menarik batang baja ke arah
magnet dengan tekanan tertentu (gaya per luasan) yang diekspresikan sebagai
B2/2µ0 . Pada ekspresi tersebut B merupakan besar nilai vektor B dan µ0 = 4 π x 107
adalah konstanta permeabilitas. Satuan dari B adalah Tesla (T) dan satuan µ0
adalah henry per meter (H/m).
Interpretasi langsung dari rapat fluks B terdapat di persamaan Lorentz
untuk gaya magnet pada sebuah muatan q bergerak dengan kecepatan u :
f = qu x B
(3-1)
13
Jika muatan yang bergerak merupakan arus yang bergerak melalui sebuah
penghantar maka persamaan 3-1 diekspresikan dengan f = Bli untuk gaya pada
penghantar dengan panjang l yang membawa arus. Persamaan ini disebut juga
dengan persamaan aturan tangan kiri yang merupakan rumus dasar dari motor
listrik. Jika penghantar tersebut yang bergerak dengan kecepatan u, maka gaya
Lorentz mengakibatkan perpindahan muatan di penghantar yang dapat
diekspresikan sebagai e = Blu untuk tegangan yang terinduksi. Persamaan ini
disebut juga dengan aturan tangan yang menjadi rumus dasar dari generator listrik.
Pada umumnya yang dibutuhkan bukan B melainkan fluks magnetik φ dan
fluks linkage λ. Fluks didefinisikan dengan φ= B A dimana rapat fluks B bernilai
konstan dan tegak lurus terhadap permukaan luasan A. Flux linkage adalah jumlah
fluks yang kembali ke titik asal melalui kumparan N, λ = N φ. Konsep dari
penambahan fluks berasal dari Hukum Faraday tentang induksi elektromagnetik
yang menyatakan jika tegangan yang terinduksi di kumparan adalah e = dλ /dt.
3.2.2 Kuat Medan Magnet H
Untuk medan magnet di ruang bebas yang timbul karena aliran arus pada
sebuah penghantar, H didefinisikan dengan persamaan B = µ0H. Hubungan antara
H dan arus telah didiskripsikan oleh Hukum Rangkaian Ampere :
(3-2)
Kuantitas H dikenal sebagai kuat medan magnet (magnetic intensity)
dengan satuan ampere per meter (A/m).
3.2.3 Material magnetik
Perilaku kumparan berubah secara dramatis ketika dililitkan pada inti
berbahan material magnetik seperti besi atau baja dibandingkan dengan inti yang
14
berbahan bukan material magnetik seperti kayu. Perilaku material magnetik dapat
dideskripsikan dengan modifikasi hubungan antara B dan H menjadi:
B = µ0 (H+M)
(3-3)
Di mana H adalah kuat medan magnet yang telah dipaparkan pada
persamaan 3-2 dan M adalah induksi magnetik pada material yang bergantung pada
H. Sehingga dapat dikatakan jika H sebagai penyebab M dimana H berhubungan
dengan arus yang mengalir pada penghantar. B yang menyebabkan gaya dan
induksi tegangan muncul sebagai akibat dari H.
Untuk meninjau karakteristik material magnetik maka kita dapat melihat
kurva magnetisasi B-H. Contoh kurva magnetisasi dapat dilihat digambar berikut :
Gambar 3.4: Contoh kurva magnetisasi B-H.
Gambar di atas merupakan kurva magnetisasi dari baja transformer. Kurva
magnetisasi tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu daerah steep initial dimana
sedikit kenaikan H menimbulkan kenaikan yang besar pada B, titik knee, dan
daerah saturasi dimana kenaikan H yang besar sekalipun hanya menaikkan B
dengan sedikit.
3.2.4 Permanent magnet
15
Permanent magnet mempunyai sifat yaitu magnetisasi sisa setelah medan
dari luar dihilangkan. Pada permanent magnet bagian kurva magnetisasi yang
penting untuk diperhatikan adalah kurva yang berada di kuadran dua yang dikenal
sebagai karakteristik demagnetisasi.
Gambar 3.5: Contoh kurva magnetisasi di kuadran 2 yang menunjukan
karakteristik demagnetisasi dari material ceramic ferrite.
Permanent magnet material memiliki 2 variabel penting yang
membedakan dengan material lain yaitu remanence Br dan coercivity Hc. Br adalah
nilai B sisa yang ada di material ketika kuat medan dihilangkan. Hc adalah nilai
negative dari H yang harus diberikan untuk mengurangi nilai B menjadi 0
(menghilangkan magnetisasi).
Untuk contoh kurva magnetisasi di atas karakteristik dari ceramic ferrite
yaitu memiliki nilai Br = 0.4 T dan nilai Hc-270 kA/m.
3.3 Pemodelan rugi-rugi pada generator
3.3.1 Rugi-rugi tembaga
Rugi-rugi tembaga/belitan adalah rugi-rugi akibat arus yang mengalir pada
16
belitan mesin. Total rugi-rugi tembaga dapat dihitung dengan persamaan :
3.3.2 Rugi-rugi inti
Rugi-rugi inti terdiri dari 2 bagian yaitu rugi-rugi hysteresis dan rugi-rugi
arus eddy. Rugi-rugi hysteresis muncul akibat proses magnetisasi dan
demagnetisasi inti di jalur fluks magnetik. Dalam proses perubahan polaritas pada
domain Weiss (Weiss-domain) di inti yang berbalik arah, pada proses ini ada energi
yang terdisipasi [Hoe 97]. Rugi-rugi hysteresis merupakan fungsi frekuensi fe[Hz]
dan kuadrat rapat fluks B[T]2 . Komponen rugi-rugi lain adalah rugi-rugi arus eddy.
Ketika terjadi perubahan medan magnet di sebuah penghantar maka berdasarkan
Hukum Ampere muncul arus akibat induksi di material tersebut. Arus ini mengalir
ke arah tertentu sehingga arus tersebut ini akan memunculkan medan magnet yang
melawan medan magnet original. Pada generator, inti stator, inti rotor, dan magnet
merupakan material konduktif dan memungkinkan terjadinya kenaikan arus eddy.
Rugi-rugi arus eddy merupakan fungsi dari frekuensi, rapat fluks, dan kuadrat dari
ketebalan laminasi (fBβˆ†x)2 .
3.4 Permanent Magnet Synchronous Generator
Generator merupakan mesin listrik yang digunakan untuk mengubah
energi mekanik (gerak) menjadi energi listrik dengan perantara induksi medan
magnet. Perubahan energi ini terjadi karena adanya pergerakan relatif antara medan
magnet dengan kumparan generator. Pergerakan relatif adalah terjadinya perubahan
medan magnet pada kumparan jangkar (tempat bangkitnya tegangan pada
generator) karena pergerakan medan magnet terhadap kumparan jangkar atau
sebaliknya.
Disebut generator sinkron adalah jika pada generator tersebut kecepatan
perputaran medan magnet yang terjadi sama dengan kecepatan perputaran rotor
generator. Generator ini menghasilkan energi listrik bolak balik (alternating
17
current, AC) dan biasa diproduksi untuk menghasilkan listrik AC 1 fasa atau 3 fasa.
Pada dasarnya kumparan medan dari generator sinkron dapat diatur
eksitasinya agar dapat diatur medan magnetnya, sehingga dapat mengatur tegangan
keluaran generator. Namun pada PT. LAN, generator yang digunakan adalah jenis
Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG), sehingga konstruksi pada
rotor tidak menggunakan belitan yang perlu dieksitasi, melainkan menggunakan
bahan magnet permanen yang nilai medannya sudah tetap. Keunggulannya adalah
tidak perlu adanya eksitasi, namun tegangan keluarannya tidak dapat diatur melalui
eksitasi medan.
3.4.1 Konstruksi PMSG
Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) adalah generator
sinkron yang menggunakan magnet permanen sebagai sumber medannya. Magnet
permanen dapat dipasang pada rotor maupun stator. Namun untuk menghindari
penggunaan brush dan meningkatkan efisiensi, magnet permanen dipasang di
bagian rotor, sehingga tegangan induksi akan berada di daerah stator yang diam.
Konstruksi PMSG dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6: Konstruksi Permanent Magnet Synchronous Generator Inner Rotor.
Dari segi mekanis, penempatan rotor tidak selalu berada di bagian dalam.
18
Terdapat juga jenis konstruksi PMSG yang rotornya terletak di luar, atau disebut
juga konstruksi outer rotor. Namun pada turbin angin TSD-500 konstruksi yang
digunakan adalah inner rotor.
Komponen utama yang ada pada PMSG yang berkaitan dengan tegangan
keluaran generator adalah slot dan pole. Slot adalah jumlah gigi pada jangkar yang
dililit oleh belitan/kumparan agar menghasilkan tegangan dari perubahan fluks
magnetik. Sedangkan pole adalah jumlah kutub magnet yang berjejeran dan
berfungsi sebagai medan / sumber fluks magnetik.
Rotor terhubung dengan shaft di tengah dan mendapat putaran dari prime
mover. Pada permukaan rotor terdapat magnet permanen yang dipasang dengan
arah kutub magnet yang bergantian (utara-selatan). Stator terpisah dengan rotor
melalui celah udara. Konstruksi stator dibuat dari laminated steel tipis dan berlapislapis untuk mengurangi rugi arus eddy.
3.4.2 Cara kerja PMSG
Pada setiap generator berlaku hukum right hand Flemming seperti pada
persamaan berikut:
e = Blv
(3-4)
Tegangan yang dihasilkan pada generator merupakan hasil perkalian besar
medan magnet (B), panjang dimensi konduktor (l) dan kecepatan (v). Nilai B dan l
adalah tetap karena merupakan komponen penyusun generator, sehingga nilai B
dan l sering dikatakan sebagai konstanta GGL balik, atau Ke. Nilai kecepatan di
sini adalah kecepatan putar dari generator, sehingga disebut sebagai omega (πœ”).
Sehingga persamaannya menjadi:
e = Ke x πœ”
(3-5)
Sehingga ketika sebuah generator telah diproduksi artinya nilai Ke nya
19
sudah tetap. Maka dari itu desain perancangan generator menjadi sangat penting
untuk menghitung nilai tegangan output generator.
Pada PMSG, magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang
besarnya tetap. Saat rotor berputar maka medan magnet ini juga akan ikut berputar.
Arah medan magnet bergerak dari kutub utara ke selatan melewati gigi-gigi stator
sehingga terdapat fluks magnetik pada besi stator. Karena pada gigi stator ini terlilit
oleh kumparan, maka akan timbul tegangan pada ujung kumparan jika nilai fluks
magnetik berubah tiap satuan waktu. Besar tegangan ini dapat dinyatakan pada
persamaan
πΈπ‘π‘œπ‘–π‘™ = −
βˆ†πœ‘
(3-6)
βˆ†π‘‘
Karena medan magnet berputar, maka nilai fluks yang melewati kumparan
pada gigi stator nilainya akan berubah-ubah sehingga karena perubahan itulah
muncul tegangan induksi. Kumparan 3 fase akan dibedakan sudut fasenya sebesar
120 derajat, kemudian tegangan kumparan dengan fase yang sama akan diserikan.
Tegangan kumparan 3 fase ini yang kemudian dihubungkan pada terminal
generator.
3.4.3 TSD-500
20
Gambar 3.7: Spesifikasi Generator TSD-500.
Bagian utama dari turbin angin berupa generator, blade, cone, fin, dan
ekor. TSD-500 ini merupakan turbin angin horizontal dengan 3 blade propeller
yang memiliki tingkat efisiensi 40%. Turbin ini mulai berputar pada kecepatan
angin 2.5 m/s dan mulai memproduksi listrik pada kecepatan angin 3 m/s. Daya
maksimal yang mampu dihasilkan oleh turbin adalah 500 Wattpeak (Wp) pada
kecepatan angin 12 m/s dan di atasnya. Turbin ini dapat bertahan sampai pada
kecepatan angin 33 m/s.
Blade/bilah turbin menggunakan bahan kayu pinus. Selain kualitasnya
yang ringan dan kuat, bahan ini mudah ditemui di Indonesia (untuk pengembangan
produksi lokal) dan juga harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan
bahan lainnya. Turbin angin TSD-500 dipasang pada ketinggian 4 hingga 6 meter
di atas permukaan tanah. Inilah yang membuat proses instalasi turbin mudah
21
dipelajari dan lebih aman.
Teknologi Cogging-less
Perbedaan mendasar antara The Sky Dancer dengan turbin angin lainnya
terletak pada generatornya. Tipe generator 3 fasa magnet permanen yang digunakan
pada turbin ini memiliki teknologi cogging-less. Cogging merupakan suatu
hentakan (torsi yang berlawanan dengan arah putar turbin) saat memutar rotor yang
mengakibatkan rotor sulit sekali diputer dengan tangan dan hal ini mengurangi
efisiensi kerja turbin, menimbulkan getaran dan bunyi yang mengganggu.
Seandainya angin dalam kecepatan rendah maka turbin akan sangat sulit berputar.
Cogging terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas antara magnet dengan
material non-magnet. Dengan adanya teknologi cogging-less ini maka rotor dapat
diputar tanpa hambatan (sangat mulus dengan tangan sekalipun) sehingga turbin
angin ini mampu berputar pada kecepatan angin rendah.
Teknologi Furling
Teknologi lainnya yang berperan dalam TSD-500 ini adalah teknologi
furling. Teknologi ini dimaksudkan sebagai sistem pengamanan generator dan
baterai. Bila baterai dalam kondisi penuh, maka turbin angin akan secara otomatis
mengerem/berhenti berputar dengan cara menghindar dari arah datangnya angin.
Ekor turbin seakan menari untuk mengarahkan badan turbin menghindari dari arah
datangnya angin dan turbin pun berhenti berputar. Dan bila baterai sudah bisa diisi
kembali maka ekor turbin akan mengarahkan kembali badannya ke arah angin. Oleh
karena itulah, turbin ini memiliki nama The Sky Dancer (Sang Penari Langit).
3.5 Software MagNet
22
Software MagNet adalah software yang digunakan untuk melakukan
simulasi terkait medan elektromagnetik berbasis Finite Element Method (FEM).
Finite Element Method adalah metode komputasi dengan konsep memecah area
hitungan menjadi luasan kecil-kecil lalu dihitung berbagai parameternya satupersatu di tiap luasan tersebut.
Software MagNet ini juga dapat melakukan berbagai analisa terhadap
kemampuan dan performa mesin elektromekanikal, mulai dari generator, motor,
levitasi magnet, transformer, induction heating, dan lain-lain.
Gambar 3.8: Tampilan muka software MagNet saat perancangan PMSG.
Pada penelitian ini, software MagNet digunakan untuk melakukan
simulasi Permanent Magnet Synchronous Generator tipe Surface Permanent
Magnet Inner Rotor, dengan berbagai macam model perbandingan slot-pole.
Analisis yang digunakan yaitu analisis nilai fluks gandeng yang melewati kumparan
pada gigi stator, serta analisis daya generator dalam keadaan berbeban.
BAB IV
23
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan Site Turbin Angin
Persiapan untuk melakukan pemasangan turbin angin dilakukan melalui beberapa
tahapan yang dapat dilihat pada flowchart berikut:
Daya total yang
dibutuhkan
•Pengukuran potensi angin
•Perkiraan perolehan daya
Jumlah Wind Turbine
Beban Listrik
•Jumlah penduduk
•Pendataan alat listrik
•Besar Pemakaian
Gambar 4.1: Tahapan dalam persiapan pemasangan turbin angin.
Sebelum perancangan dilakukan, dilakukan survey terhadap kebutuhan
akan listrik terlebih dahulu. Studi tersebut meliputi jumlah penduduk, pendataan
alat listrik yang sudah ada, serta perkiraan besar pemakaian yang dibutuhkan daerah
tersebut. Studi tersebut bersamaan dengan studi lingkungan, guna mengamati
potensi angin dan perkiraan perolehan daya per-turbin. Setelah keduanya dilakukan,
maka jumlah wind turbin dapat ditentukan dengan total daya yang dibutuhkan sama
dengan atau lebih besar dari jumlah daya yang dibutuhkan.
Penghitungan jumlah penduduk dilakukan untuk menentukan perkiraan
kenaikan kebutuhan listrik akibat pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk
akan memunculkan bangunan baru, serta penambahan kebutuhan akan listrik.
Dengan melakukan pendataan jumlah penduduk, dapat dihitung perkiraan kenaikan
kebutuhan listrik, sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk investasi yang
24
optimal.
Pendataan alat listrik dilakukan untuk daerah yang sebagian sudah disuplai
oleh PLN, sehingga dapat dihitung untuk kekurangannya saja. Besar pemakaian
dihitung dengan menghitung jumlah dan daya untuk setiap peralatan yang akan
dipasang. Dari berbagai hal tersebut, maka diapatkan jumlah daya yang perlu
dibangun. Dari data tersebut, dapat ditentukan daya yang dibutuhkan, serta ukuran
baterai yang dibutuhkan untuk daerah tersebut.
Bersamaan dengan pengumpulan data kependudukan, dapat diambil data
mengenai potensi serta pola angin. Potensi angin diamati dengan mengambil data
kecepatan rata-rata angin pada daerah tersebut. Sedangkan pola angin diambil untuk
melihat kecepatan saat angin lambat, atau saat sedang terjadi badai. Hal ini
berfungsi untuk menentukan torsi awal dari turbin, serta panjang bilah dan sistem
proteksi yang digunakan untuk menghadapi badai.
Dari data yang didapat, dapat ditentukan apakah daerah tersebut memiliki
potensi angin yang besar atau tidak. Serta dapat ditentukan jenis dan daya generator
yang akan digunakan. Penentuan daya generator dilakukan untuk menentukan
rating arus dan tegangan peralatan lain. Hal ini penting dilakukan, karena input daya
dari angin sangat tidak stabil. Kecepatan angin sangat mudah berubah, sedangkan
dalam rumusan daya input turbin angin, kecepatan angin merupakan konstanta
berpangkat 3. Sehingga, dengan sedikit kenaikan kecepatan angin, daya input ke
generator akan bertambah sangat besar. Hal itu berbahaya untuk penyearah dan
baterai yang tersambung ke turbin.
Rumus umum daya tangkapan turbin angin :
1
𝑃𝑀𝑖𝑛𝑑 = 2 πœŒπ΄π‘£ 3
(4-1)
Dan untuk daya yang masuk ke generator:
25
𝑃𝑖𝑛 = 𝑃𝑀𝑖𝑛𝑑 ∗ 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦
(4-2)
Menurut hukum Betz, efisiensi maksimum dari turbin angin sebesar 16/27,
atau sekitar 59,3% dari total daya yang ditangkap. Namun kenyataannya, efisiensi
dari turbin angin jenis 3 blade HAWT hanya memiliki efisiensi rata-rata 35%.
Sehingga, untuk membuat suatu turbin angin dengan daya tertentu, dibutuhkan luas
sapuan blade sekitar 3 kali dari daya angin penuh.
Setelah semua diperhitungkan, barulah dapat ditentukan jumlah dan daya
turbin yang perlu dipasang.
4.2 Perancangan Generator
Perancangan generator dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :
1.
Penentuan diameter dan daya generator permanen magnet
2.
Pemodelan generator
3.
Pemilihan material permanent magnet dan stator & rotor core
4.
Analisis Fast-Fourier Transform
5.
Analisis tegangan dan daya generator dalam rangkaian berbeban
4.2.1 Penentuan Dimensi dan Daya Generator Permanen Magnet
Penentuan dimensi generator menentukan daya maksimum keluaran
generator. Besar daya maksimum generator dipengaruhi oleh luas penampang
kawat lilitan jangkar, serta insulasi dari lilitan tersebut. Semakin luas kawat
penampang, maka arus maksimum yang lewat juga semakin besar. Selain itu, jika
beda tegangan tinggi, maka kemungkinan loncatan antar lilitan semakin tinggi,
sehingga semakin tinggi tegangan, dibutuhkan lapisan yang lebih baik. Sehingga,
ada batas maksimum untuk arus dan tegangan dalam pada generator.
Untuk menaikkan batas tersebut, kita dapat memperbesar luas penampang,
26
mempertebal lapisan isolasi, atau memberi isolasi yang memiliki kualitas lebih
baik. Pemberian isolasi dengan kualitas baik akan menambah biaya yang besar.
Maka, hal yang biasa dilakukan adalah memperluas penampang, atau mempertebal
lapisan isolasi. Untuk menjaga besar tegangan, maka jumlah lilitan pada generator
tidak boleh dikurangi. Dari hal tersebut, maka cara yang dapat dipakai untuk
menaikkan daya maksimum generator adalah dengan memperbesar generator
(memperlebar diameter generator).
Jika dipilih metode menaikkan kualitas lapisan isolasi pada lilitan jangkar,
perubahan pada input diubah pada rating kecepatannya. Tegangan pada generator,
berbanding lurus dengan kecepatan putar. Sehingga, jika rating tegangan naik,
maka rating kecepatan juga naik. Hal tersebut dikarenakan tegangan merupakan
turunan dari flux terhadap waktu yang dapat dirumuskan :
𝑒=
π‘‘πœ™
𝑑𝑑
(4-3)
Untuk permanen magnet, nilai flux tidak dapat diubah. Sehingga, yang
diubah adalah kenaikan waktunya (nilai 𝑑𝑑). Dengan mempercepat putaran, maka
perubahan flux semakin cepat, dan menyebabkan tegangan naik.
4.2.2 Pemodelan Generator
Pemodelan generator dilakukan menggunakan software MagNet. Software
ini berfungsi untuk mengamati kejadian magnetik yang ada di dalam generator.
Dapat pula dilihat gaya yang terjadi pada benda akibat medan listrik. Pada software
MagNet, dapat disusun rangkaian elektris dengan memasukkan lilitan yang ada
pada model. Sehingga, keluaran yang didapat langsung berupa tegangan dalam
generator. Model yang dibuat kemudian di export ke dalam bentuk dwg, untuk
dibentuk atau dicetak ke material.
Pada bagian ini, akan dibahas cara merancang generator menggunakan
software MagNet. Pertama, dilakukan penggambaran rangka stator. Penggambaran
dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu langsung pada software MagNet, atau
27
dengan meng-import gambar dari file berekstensi dwg. Penggambaran secara
otomatis dapat dilakukan menggunakan software Jmag. Sebelum dilakukan
penggambaran, ditentukan ukuran untuk model yang akan dibuat.
Pemodelan menggunakan software MagNet
Penggambaran
dapat
dilakukan
hanya
sebagian
jika
sudah
mempresentasikan keseluruhan generator. Contoh yang digunakan adalah model 18
slot 16 pole. Model ini dapat digambarkan ½ bagian dengan 9 slot dan 8 pole.
Penggambaran dilakukan dengan menggambar rangka 2 dimensi
menggunakan parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Penggambaran
dilakukan 2 dimensi menggunakan ‘add line’ dan ‘add arc’ sebagai garis utama.
Garis yang telah digambar dapat diputar (rotate edges), dipotong (cut edges) dan
diduplikat (copy) untuk mempermudah penggambaran. Desain yang telah digambar
akan berbentuk kurang lebih seperti gambar berikut :
Gambar 4.2: Gambar rangka generator 2 dimensi pada software MagNet.
Setelah gambar tersebut jadi, pilih ‘Select construction surface slice’ lalu
28
pilih bagian dalam pada gambar stator. Setelah itu, dipilih ‘Make component in a
line’ untuk mengubah gambar stator menjadi komponen 3 dimensi. Saat pembuatan
komponen, dipilih material yang digunakan, serta dimasukkan nilai ketebalan
model. Setelah komponen jadi, jika diputar model akan terlihat seperti gambar
berikut :
Gambar 4.3: Desain stator generator 3 dimensi.
Setelah stator selesai dibuat, maka dilakukan penggambaran untuk lilitan.
Lilitan digambar disekitar stator, dengan 1 buah slot diberi 1 lilitan di sebelah kanan
dan kirinya. Cara penggambaran sama dengan cara penggambaran stator
sebelumnya. Hasil dari gambar tersebut akan berbentuk seperti berikut :
Gambar 4.4: Gambar desain stator dan lilitan generator.
29
Setelah gambar jadi, dibuat komponen dengan cara yang sama dengan
pembuatan komponen stator. Komponen dapat dibuat menggunakan tembaga,
alumunium, atau penghantar lain jika diinginkan. Ketebalan untuk setiap komponen
haruslah sama agar tidak terjadi error saat dilakukan perhitungan oleh software.
Setelah komponen jadi, maka dibentuk lilitan dengan memilih 2 komponen yang
akan dijadikan sebuah lilitan, lalu dipilih ‘Make simple coil’ untuk menjadikannya
lilitan. Setelah semua lilitan terhubung, maka model akan terlihat seperti berikut :
Gambar 4.5: Desain stator generator dan lilitan setelah terhubung.
Selanjutnya adalah penggambaran rotor. Sebelum penggambaran
dilakukan, sembunyikan stator agar penggambaran lebih mudah dilakukan. Pilih
semua objek stator, kemudian klik kanan dan hilangkan visible. Setelah itu, pilih
semua garis yang telah digambar, kemudian hapus dengan menekan delete.
Selanjutnya gambar bagian dasar rotor dengan cara yang sama dengan menggambar
stator. Untuk bahan permanen magnet, dipilih material pada sub Permanen Magnet.
Kemudian, atur type magnet untuk menentukan arah magnetnya. Radialy outward
30
dengan radial center pada pusat rotor menunjukkan arah medan keluar dan
digunakan untuk magnet N, sedangkan radialy inward menunjukkan arah medan
masuk dan digunakan untuk magnet S. Setelah inti dan magnet rotor dibentuk, maka
model akan terlihat seperti berikut :
Gambar 4.6: Desain stator, lilitan, dan rotor generator.
Model saat ini tidak memiliki perantara, sehingga tidak dapat di-solve.
Perantara diberikan dengan membentuk komponen AIR di sekeliling dan di dalam
model. Setelah diberikan udara, model diberikan boundary sebagai batas pada
bagian yang terpotong agar seolah-olah model berbentuk lingkaran penuh. Untuk
memberikan boundary, pilih bagian samping model, kemudian add boundary dan
pilih rotate 180°. Setelah diberikan boundary, maka model akan terlihat seperti
berikut :
31
Gambar 4.7: Desain generator setengah model dengan boundary 180°.
Pada bagian ini, seluruh model sudah jadi dan model dapat disolve.
Sebelum solving, akurasi perhitungan dinaikkan dengan mengecilkan toleransi
error pada h-adaption serta menambah maximum Newton iteration pada setting
solver. Selain itu, pengecilan mesh dapat dilakukan pada tiap bagian untuk
menaikkan akurasi pada suatu bagian yang banyak dilewati flux magnetik, atau
pembesaran mesh untuk meringankan solve pada bagian yang sedikit dilewati flux
magnetik.
Tahapan penggambaran 2 dimensi, dapat dilakukan menggunakan
software pembantu seperti JMag. Pada software JMag, penggambaran dilakukan
secara otomatis, sehingga pengguna hanya perlu memasukkan data yang
dibutuhkan, dan software akan membentuk gambar dari nilai tersebut. Setelah
model pada JMag jadi, maka model dapat diexport ke dalam bentuk dwg, yang
kemudian dapat diimport ke dalam MagNet.
32
Pemodelan Menggunakan JMag :
Mula-mula, dilakukan pemilihan bentuk stator dan rotor yang diinginkan.
Generator permanen magnet dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan
bentuk stator dan bentuk permanen magnetnya. Pada software ini, mula-mula
dipilih jenis bentuk stator dan bentuk motor sebagai basis software untuk
memodelkan. Pilihan awal yang muncul di bagian kanan merupakan kombinasikombinasi yang paling sering digunakan. Tampilan dalam pemilihan jenis adalah
sebagai berikut :
Gambar 4.8: Tampilan JMag ketika memilih model generator yang akan dibuat.
Selanjutnya, diberikan spesifikasi dari mesin tersebut di sebelah kiri.
Spesifikasi berupa diameter stator, rotor, lebar airgap, lebar tooth, material, dan
informasi lainnya. Data tersebut diisi sesuai dengan model yang kita rancang.
Setelah semua data dimasukkan, maka dapat terlihat hasil dari JMag adalah seperti
berikut ini :
33
Gambar 4.9: Hasil pemodelan generator menggunakan aplikasi JMag.
Model yang sudah siap, kemudian di export pada bagian menu,
menggunakan export to dwg. Ekstensi dwg digunakan, karena gambar akan diolah
menggunakan software MagNet, sedangkan software magnet hanya dapat
mengimport gambar dalam bentuk dwg. Setelah itu, kembali buka software
MagNet, dan hasil export tersebut kemudian diimport menggunakan menu import
from dwg. Hasil import pada software MagNet akan berbentuk seperti gambar
berikut :
Gambar 4.10: Hasil import desain generator JMag ke software MagNet.
34
Setelah gambar 2 dimensi didapatkan, dibuat komponen 3 dimensi dengan
dasar gambar tersebut. Cara ini lebih mudah dilakukan dibandingkan jika harus
menggambar manual. Selain itu, pilihan bentuk pada software JMag cukup lengkap,
sehingga mudah mendesain model.
Jika hanya digunakan untuk perhitungan kasar, JMag juga menyediakan
solver untuk mengamati besar flux seperti MagNet. Namun, kekurangan dari JMag
adalah model tidak bisa dibentuk secara manual. Sehingga pengguna tidak dapat
melakukan percobaan untuk bentuk generator non-konvensional. Selain itu, pada
JMag pengguna tidak dapat mengamati arah aliran flux. Sehingga jika digunakan
untuk memahami kejadian flux, MagNet lebih baik untuk digunakan. Kelebihan
lain dari MagNet yaitu dapat dilakukan percobaan dengan model bergerak, bahkan
model dapat dimasukkan ke dalam rangkaian elektris.
Berikut ini merupakan contoh hasil perhitungan software MagNet :
Gambar 4.11: Hasil simulasi flux linkage generator dengan software MagNet.
Pada hasil perhitungan dapat dilihat pilihan Torsi, Flux, Arus, Tegangan,
dan hasil perhitungan lain. Pada gambar berikutnya, terlihat flux yang mengalir
pada model. Warna serta pilihan tampilan dapat diatur sesuai dengan yang ingin
ditampilkan. Hasil tersebut yang akan dijadikan perbandingan untuk model yang
35
akan dibuat. Pada gambar tersebut, dapat dilihat besar flux yang mengalir di tiap
lilitan. Pada software MagNet, model bisa digerakkan, sehingga nilai flux tersebut
dapat berubah membentuk grafik sinusoidal. Untuk analisis flux dan tegangan, akan
dibahas pada bagian selanjutnya.
Gambar 4.12: Hasil plot grafik flux linkage di software MagNet.
4.2.3 Pemilihan Material Permanent Magnet dan Stator & Rotor Core
Material utama yang menyusun PMSG adalah material inti/core pada
stator dan rotor, serta material permanent magnet yang digunakan. Kedua material
tersebut berpengaruh terhadap besar tegangan keluaran generator, karena jika
materialnya diubah maka nilai konstanta tegangan balik (Ke) juga akan berubah.
Pemilihan kedua material ini hanya dilakukan secara simulasi pada
software MagNet, dengan list material yang diuji adalah beberapa material yang
sering digunakan pada pembuatan generator (commonly used materials), serta nonoriented fully processed silicon steel untuk material core, dan beberapa jenis
neodymium permanent magnet untuk material permanent magnet-nya. Nilai yang
diperbandingkan sebagai parameter pemilihan material adalah nilai konstanta
36
tegangan balik (Ke), di mana semakin tinggi nilai Ke maka semakin efisien pula
generator tersebut.
Efisien yang dimaksudkan di sini adalah yang menghasilkan nilai Ke
tertinggi, terlepas dari biaya produksi tiap material, karena hal tersebut tidak
termasuk bidang yang dikaji pada laporan ini.
4.2.3.1 Pemilihan Material Stator & Rotor Core
Pemilihan material stator dan rotor core secara umum konsepnya adalah
melakukan simulasi perhitungan konstanta tegangan balik berulang kali untuk jenis
material core yang berbeda. Untuk pemilihan material yang sering digunakan
(commonly used material), material yang akan diuji adalah:
a. Carpenter silicon steel
b. CR10: Cold rolled steel
c. Remko: Soft pure iron
d. TR52: USS Transformer 52 – 29 Gage
e. TR66: USS Transformer 66 – 29 Gage
Gambar 4.13: Desain simulasi kelima pilihan commonly used materials pada
software MagNet.
37
Dilakukan juga analisis di setiap simulasi dengan men-solve pada software
MagNet sehingga akan keluar nilai fluks gandeng / flux linkage-nya, yang
kemudian masing-masing hasilnya dimasukkan ke Ms Excel untuk dilakukan
perhitungan nilai Ke nya, sama seperti pada analisis konstanta tegangan balik
sebelumnya.
Gambar 4.14: Memasukkan tiap data flux linkage ke Ms Excel.
Gambar 4.15: Menghitung Ke dari tiap model dengan material yang diuji.
38
Simulasi dilakukan sebanyak lima kali, sehingga nilai Ke hasil
pengubahan material inti / core adalah sebagai berikut:
Material
Ke
(V/rpm)
Carpenter silicon steel
0.018247
CR10: Cold rolled steel
0.017976
Remko: Soft pure iron
0.018261
TR52: USS Transformer 52 -- 29 Gage
0.018083
TR66: USS Transformer 66 -- 29 Gage
0.018347
Ke (V/rpm)
0.0184
0.0183
0.0182
0.0181
0.018
0.0179
0.0178
0.0177
Carpenter silicon CR10: Cold rolled Remko: Soft pure
TR52: USS
TR66: USS
steel
steel
iron
Transformer 52 -- Transformer 66 -29 Gage
29 Gage
Gambar 4.16: Tabel dan grafik hasil perbandingan Ke dari berbagai material core.
Dari hasil simulasi tersebut menunjukkan bahwa Ke tertinggi didapat
ketika material inti yang digunakan adalah material TR66: USS Transformer 66 -29 Gage.
Kemudian dilakukan simulasi kedua, yaitu pemilihan material inti
menggunakan non-oriented fully processed silicon steel, atau yang berarti baja
39
dengan campuran silikon yang telah diproses secara penuh dan tidak bermedan
searah (bukan magnet permanen).
Gambar 4.17: Daftar pilihan material yang akan diuji.
Dikarenakan jumlah material yang dapat dipilih sangat banyak, maka yang
diuji hanya sebagian saja, yaitu sebanyak 12 material.
Kode dari material di atas tersebut (MXXX-YYA) memiliki arti:
a. X adalah nilai core losses (hysteresis dan eddy current loss). Setiap 1 kg
logam tersebut jika diberi medan magnet 1,5 tesla frekuensi 50 Hz maka
akan mengalami loss sebesar X/100 watt.
b. Y adalah nilai ketebalan tiap lapisan yang bernilai Y/100 mm.
Sehingga seharusnya material paling efisien adalah M235-35A, karena
rugi inti tiap kg nya paling sedikit yaitu 2,35 watt/kg, dan ketebalannya paling tipis
yaitu 0,35 mm. Namun hal ini akan dibuktikan lebih lanjut menggunakan
perbandingan kurva B-H nya dengan mengambil data kurva B-H dari masingmasing material di atas, dimasukkan ke Ms Excel, lalu dibuat grafik
semilogaritmik, dengan skala logaritmik di sumbu x, agar perbedaan kenaikan pada
kurva B-H dapat dilihat dengan lebih jelas.
40
Gambar 4.18: Memasukkan data kurva B-H tiap material ke Ms Excel.
Lalu dibuatlah grafik dari data tersebut sehingga menghasilkan grafik
sebagai berikut.
Gambar 4.19: Grafik hasil perbandingan material silicon steel.
Sehingga terbukti bahwa material silicon steel jenis M235-35A adalah
material yang paling efisien di antara jenis silicon steel yang lain, karena kurva BH nya terletak di paling kiri dibandingkan material silicon steel jenis lain. Hal ini
berarti ketika ada kenaikan medan magnet (B) pada material tersebut, maka kuat
41
medan (H) yang dihasilkan nilainya lebih besar dari jenis yang lain.
4.2.3.2 Pemilihan Material Permanent Magnet
Dalam pemilihan material permanent magnet, konsep yang digunakan
lebih mudah, yaitu membandingkan nilai koersivitas magnet permanen tiap
material. Magnet permanen yang nilai koersivitasnya tertinggi maka material itulah
yang paling efisien (nilai Ke nya terbesar).
Koersivitas adalah sebuah sifat material ferromagnetik untuk menahan
medan magnet luar sehingga ia tidak kehilangan sifat kemagnetannya. Sehingga
material dengan koersivitas tinggi, sekali ia termagnetisasi oleh medan magnet
dengan arah tertentu, akan membutuhkan medan magnet terbalik yang besar untuk
melawan magnetisasi tersebut (medan magnet yang dihasilkan lebih kuat).
Sehingga pemilihan material permanent magnet tidak harus dengan
melakukan simulasi per materialnya, tetapi cukup hanya membandingkan nilai
koersivitasnya saja, yang dapat diakses pada properties tiap material pada software
MagNet. Nilai koersivitas yang dijadikan parameter perbandingan adalah nilai
koersivitas pada saat suhu 20 derajat celsius, karena software MagNet
mengkalkulasi dan mensimulasi dengan suhu default 20 derajat celsius.
Gambar 4.20: Perbandingan nilai koersivitas magnet pada properties material.
42
Dari semua material yang terdapat di software MagNet, material
permanent magnet yang memiliki nilai koersivitas terbesar adalah material
neodymium iron boron 48/11, dengan nilai 1060650 Amps/m.
4.2.4 Analisis Fast Fourier Transform
Analisis FFT(Fast Fourier Transform) diperlukan karena gelombang dari
flux linkage bukan merupakan gelombang sinus murni sehingga gelombang
tersebut perlu dipetakan ke ranah frekuensi untuk mengetahui sinyal-sinyal
penyusun gelombang tersebut. Analisis FFT ini dilakukan dengan menggunakan
program Ms Excel.
Analisis FFT dilakukan pada generator 18 slot 16 pole dan akan dilihat
hasil FFT terhadap perubahan lebar stator dan perubahan lebar rotor. Untuk
melakukan analisis FFT pada Microsoft Excel dilakukan beberapa langkah sebagai
berikut.
Langkah 1 : Setup Microsoft Excel untuk Data Analysis
Pada Microsoft Excel, jika command Data Analysis belum tersedia di
menu Tools, maka Analysis ToolPak perlu diinstall. Untuk menginstall Analysis
ToolPak pada menu Tools click Add-Ins. Pilih Analysis ToolPak check box.
Langkah 2 : Label Kolom
Beri label pada kolom Ms Excel sebagai Time, Data, FFT freq, FFT
mag, FFT complex.
Langkah 3 : Import Data, tentukan sampling time, periode, frequency, dan
sampling frequency, sesuaikan jumlah sample sebanyak 2n
Import data dari simulasi MagNet ke dalam kolom Time dan Data.
Anggap N merupakan jumlah data yang akan diolah. Pada analisis ini jumlah data
yang digunakan adalah 128 buah (27). Karena generator yang diuji memiliki 16
43
kutub magnet maka untuk mendapatkan 1 periode data flux linkage rotor perlu
diputar sejauh 45˚ (jarak 1 pasang kutub magnet). Dengan jumlah data sebanyak
128 buah maka diperlukan data flux linkage setiap rotor diputar sejauh 0,354331˚
(45˚/127). Kemudian untuk menentukan sampling time maka asumsikan kecepatan
motor adalah 1000 rpm atau 6000˚/detik. Dari sini kita dapat menentukan nilai
sampling time yaitu pergeseran sudut dibagi kecepatan motor 0,354331˚/(6000˚/s)
= 5,90551 x 10-5 , menentukan periode melalui perhitungan 127*sampling time,
nilai frequency didapat dari nilai 1/periode, sedangkan nilai sampling frequency
127*periode.
Langkah 4 : isi kolom FFT complex
Pilih Tools -> Data Analysis -> Fourier Analysis, masukan input range
dari data yang akan diolah. Pada contoh ini terdapat 128 data pada kolom G.
Sehingga input range nya adalah $G$2: $G$129. Pilih output range misal $K$2.
Select OK. Kolom K (FFT Complex) sekarang telah berisi bilangan FFT complex.
Gambar 4.21: Tampilan window fourier analysis beserta penjelasannya.
Langkah 5 : Isi Kolom FFT mag
Isikan kolom FFT mag dengan mencari nilai absolute dari nilai FFT
complex dikalikan dengan 2/datapoin (pada kasus ini data poin=127).
Langkah 6 : Isi Kolom FFT freq
44
Isikan kolom FFT freq dengan mengisikan baris pertama dengan angka 0.
Baris kedua dengan penjumlahan baris sebelumnya (baris pertama) dengan
frequency (pada kasus ini frequency = 133,3333 Hz). Baris ketiga dengan
penjumlahan baris sebelumnya (baris kedua) dengan frequency dan seterusnya.
Langkah 7 : Plot Bentuk Gelombang pada Ranah Frequency
Blok data FFT mag dan FFT freq kemudian pilih insert scatter untuk
melakukan plotting bentuk gelombang pada ranah frekuensi.
4.2.4.1 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 slot 16 pole
Berdasarkan Variasi Lebar Stator
Gambar 4.22: Penjelasan lebar stator pada generator.
Analisis dilakukan dengan melihat bentuk gelombang flux linkage pada
lebar stator 1,2 mm; 2 mm; 2,8 mm; 3,2 mm; 4 mm; 4,4 mm; 4,8 mm dengan lebar
gigi tetap pada ukuran 2 mm. Masing-masing model dari generator 18 slots 16 poles
dengan variasi lebar stator tersebut disimulasikan menggunakan software MagNet
untuk didapatkan nilai flux linkage. Kemudian data yang diperoleh diolah
menggunakan Ms Excel untuk mendapatkan hasil fourier transform dengan
algoritma FFT.
45
Gambar 4.23: Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model
dengan perbedaan lebar stator.
Jika ditinjau dari nilai THD (Total Harmonic Distortion) maka
diadapatkan hasil sebagai berikut :
lebar stator (mm)
1,2
2
2,8
3,2
3,6
4
4,4
4,8
THD
1.003717
1.002743
1.000058
1.000057
1.000039
1.000057
1.000057
1.00007
46
Dari analisis FFT ini dapat diketahui jika variasi lebar stator tidak begitu
berpengaruh pada kecenderungan gelombang-gelombang yang tersusun pada
gelombang flux linkage pada generator 18 slots 16 poles.
4.2.4.2 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 slot 16 pole
Berdasarkan Variasi Lebar Gigi
Gambar 4.24: Penjelasan letak lebar gigi pada generator.
Analisis dilakukan dengan melihat bentuk gelombang flux linkage pada
lebar gigi 0,8 mm; 1,0 mm; 1,2 mm; 1,4 mm; 1,6 mm; dengan lebar stator tetap
pada ukuran 1 mm. Masing-masing model dari generator 18 slots 16 poles dengan
variasi lebar gigi tersebut disimulasikan menggunakan software MagNet untuk
didapatkan nilai flux linkage. Kemudian data yang diperoleh diolah menggunakan
Ms Excel untuk mendapatkan hasil fourier transform dengan algoritma FFT.
47
Gambar 4.25: Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model
dengan perbedaan lebar gigi.
Dari analisis FFT ini dapat diketahui jika variasi lebar gigi tidak begitu
berpengaruh pada kecenderungan gelombang-gelombang yang tersusun pada
gelombang flux linkage pada generator 18 slots 16 poles.
48
4.2.5 Analisis Tegangan dan Daya Generator dalam Rangkaian Berbeban
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai penyebab munculnya tegangan
pada lilitan, serta daya maksimum dihasilkan generator. Pencarian nilai-nilai
tersebut dapat dilakukan menggunakan software MagNet. Pemodelan rangkaian
untuk penyearah dan pembebanan dapat dilakukan menggunakan MagNet. Pada
bagian ini, akan dijelaskan mengenai cara modeling rangkaian, serta analisis hasil
pengujian pada software MagNet. Namun sebelum membahas cara pemodelan
rangkaian, akan sedikit dibahas mengenai tegangan dalam pada generator.
Tegangan pada lilitan generator, muncul karena adanya perubahan besar
flux magnetik di dalam lilitan. Hal tersebut dirumuskan dengan :
𝑒=
βˆ†πœ™
𝑑𝑑
(4-4)
Flux (πœ™) merupakan banyaknya garis-garis magnetik melingkar, yang
lewat melalui jalur yang diinginkan. Besar flux magnetik dipengaruhi oleh besar
gaya magnetomotive (magnetomotive force) pada sumber medan dan reluktans
pada jalur yang dilalui flux tersebut. Hubungan tersebut bekerja seperti hubungan
antara sumber tegangan, arus, dan hambatan. Reluktans merupakan jumlah
hambatan yang harus dilalui medan untuk kembali ke titik awal. Semakin kecil
reluktans, maka semakin banyak flux yang lewat. Hubungan antara gaya
magnetomotive, flux dengan reluktans dirumuskan sebagai berikut :
𝐹 = πœ™π‘…π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™
(4-5)
π‘…π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ didapat dari panjang jalur, dibagi dengan permeabilitas bahan dan
luas permukaan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
β„“
β„› = πœ‡π΄
(4-6)
49
Permeabilitas bahan (πœ‡) didapatkan dari permeabilitas relatif bahan (πœ‡π‘Ÿ )
dikalikan dengan permeabilitas udara (πœ‡0 ), atau dapat dituliskan seperti berikut :
πœ‡ = πœ‡ 0 πœ‡π‘Ÿ
(4-7)
Seperti yang sudah disinggung pada analisis sebelumnya, agar memiliki
jumlah flux yang banyak, maka nilai permeabilitas bahan haruslah besar.
Saat generator berputar, maka besar flux yang melalui lilitan akan berubah
tergantung dengan magnet yang ada di depannya. Perubahan flux terhadap waktu
inilah yang berubah menjadi tegangan pada lilitan. Semakin cepat perubahan yang
terjadi atau semakin besar flux maksimum yang lewat, maka semakin besar pula
tegangan yang timbul.
Untuk memodelkan generator bergerak, maka dipilih semua komponen
rotor, kemudian pilih ‘make motion component’. Pada menu tersebut, atur bentuk
gerak menjadi rotate terhadap sumbu z, dan beri kecepatan yang diinginkan dalam
radian/second. Untuk solving, digunakan solve 2d with motion untuk menghitung
komponen bergerak, serta diberi pengaturan waktu gerak yang diambil, serta step
waktunya.
Setelah komponen bergerak, tegangan yang timbul pada lilitan dapat
langsung diambil nilainya dan dimasukkan ke dalam rangkaian. Untuk membentuk
rangkaian, pada bagian window pilih ‘New Circuit Window’, setelah itu akan
muncul jendela baru untuk routing rangkaian. Pada bagian kiri dapat dilihat lilitan
yang terdapat pada model. Lilitan tersebut dijadikan sebagai sumber tegangan untuk
rangkaian yang akan dibuat. Kemudian rangkaian disusun dengan menambah
peralatan elektronis lain menjadi seperti gambar berikut :
50
Gambar 4.26: Rangkaian rectifier 3 fasa dengan lilitan diparalel.
Rangkaian tersebut menunjukkan rangkaian 9 fasa yang dibagi dan
diserikan menjadi 3 fasa, terhubung secara wye. Ketiga fasa tersebut kemudian
masuk ke dalam rectifier untuk disearahkan. Kemudian di bagian akhir terdapat
resistor yang bekerja sebagai beban. Wye digunakan karena memiliki impedans
lebih kecil jika dibandingkan dengan hubungan delta. Pada turbin angin, penyearah
biasanya terletak pada kontroler di dekat baterai. Sedangkan beban berupa baterai,
atau bisa langsung diarahkan ke beban jika baterai sudah penuh. Berikut ini adalah
gambar hasil analisa tegangan pada rangkaian tersebut :
Gambar 4.27: Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan parallel.
51
Pada bagian ini, dapat dilihat bahwa bentuk tegangan tidak berbentuk sinus
sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa flux magnetik yang melalui lilitan tidak
berbentuk sinus sempurna. Diketahui bahwa tegangan merupakan turunan dari flux,
sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan flux tidak berbentuk sinusoid murni.
Jika dilakukan derivasi menggunakan excel, maka grafik flux dan tegangan akan
terlihat seperti berikut :
Gambar 4.28: Grafik tegangan coil hasil simulasi.
Dari gambar tersebut, diketahui bahwa ada gelombang lain pembentuk
flux magnetik yang dapat dianalisis menggunakan metode Fast Fourier Transform.
Dapat dibandingkan bahwa nilai tegangan pada perhitungan excel lebih
besar dibandingkan perhitungan pada MagNet. Hal ini dikarenakan pada rangkaian
closed loop, timbul arus yang mengalir pada lilitan, sehingga menimbulkan drop
tegangan pada kedua sisi lilitan. Pada excel hanya dihitung nilai turunan dari flux,
sedangkan pada MagNet, dihitung pula losses akibat hambatan kawat pada lilitan.
Selain itu, saat diubah ke dc, terdapat 2 dioda yang memotong tiap fasa, sehingga
tegangan dc turun sebesar 1.4 volt dari tegangan semula.
Selain rangkaian tersebut, dilakukan percobaan dengan menserikan
tegangan setelah disearahkan. Bentuk rangkaian penyearah menjadi seperti berikut
52
Gambar 4.29: Rangkaian rectifier dengan lilitan diseri.
Dari rangkaian tersebut, setelah dilakukan percobaan, didapatkan hasil :
Gambar 4.30: Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan seri.
Dari hasil tersebut, jika dibandingkan dengan hasil rangkaian awal
diketahui bahwa rangkaian kedua menghasilkan tegangan lebih tinggi. Hal ini
53
dikarenakan penambahan dilakukan setelah tegangan disearahkan, sehingga tidak
ada tegangan yang saling berlawanan. Namun, untuk tegangan rendah, metode
pertama memiliki nilai tegangan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan untuk
rangkaian kedua, setiap fasa akan melewati 6 buah dioda, sehingga tegangan akan
drop sebesar 4.2 volt dari tegangan semula.
Kelebihan lain dari cara kedua adalah cara tersebut menghasilkan ripple
yang lebih kecil dibandingkan cara pertama. Cara pertama menghasilkan ripple
dengan frekuensi 6 kali frekuensi awal, namun cara kedua menghasilkan ripple 18
kali frekuensi semula. Namun ripple ini dapat dikurangi dengan pemberian filter
berupa kapasitor setelah penyearah.
Daya maksimum suatu generator didapat dari tegangan maksimum,
dikalikan dengan arus maksimum yang lewat pada penampang. Tegangan memiliki
batas yang ditentukan oleh ketahanan insulator terhadap tegangan. Tegangan
dipengaruhi oleh kuat medan magnet, kecepatan putar turbin, dan jumlah lilitan.
Kuat medan magnet cukup sulit diatur, sehingga pengaturan kuat medan magnet
hanya ditentukan dengan jenis permanen magnet yang dipakai. Kecepatan putar
turbin normalnya di rating pada 1000rpm, hal itu dikarenakan putaran turbin
mempengaruhi torsi yang bekerja pada baling. Jika turbin diberi rating kecepatan
tinggi, akan membahayakan untuk baling karena bagian ujung menampung torsi
yang besar pada kecepatan sangat tinggi. Maka dari itu, optimasi dilakukan pada
jumlah lilitan yang terdapat pada stator. Dari nilai flux hasil model, dengan
kecepatan 1000 rpm ditentukan jumlah lilitan agar nilai tegangan maksimum.
Saat ini, banyak pengembangan motor berukuran kecil dengan daya yang
tinggi. Daya tersebut bisa sangat tinggi karena bahan insulasi untuk kawat memiliki
daya tahan terhadap tegangan sangat tinggi. Karena motor berukuran kecil, maka
jumlah lilitan juga terbatas, sehingga rating kecepatan dinaikkan untuk menaikkan
tegangan. Rating kecepatan dapat dinaikkan tinggi karena jari-jari yang tidak terlalu
besar, sehingga torsi juga tidak terlalu besar. Saat semua konstanta didapatkan,
ditentukan rating kecepatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan tegangan
54
maksimum.
Untuk arus yang mengalir, ditentukan oleh luas penampang kawat.
Penggunaan biasanya sebesar 5 Ampere untuk 1 π‘šπ‘š2 penampang. Luas
penampang maksimum didapatkan dari luas slot untuk lilitan, dibagi jumlah lilitan,
kemudian dikalikan dengan fill factor. Fill factor merupakan persen batas
maksimum kawat yang berada di satu luasan. Fill factor tergantung pada produsen
kawat tersebut, semaikin baik kawat, maka semakin tinggi nilai fill factor. fill factor
dituliskan dalam bentuk persentase jumlah yang diperbolehkan. Untuk kawat yang
memiliki kualitas cukup baik, nilai fill factor sekitar 70%.
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Desain Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) dapat dirancang
dengan basis Finite Element Method (FEM) menggunakan software MagNet.
2. Besar daya maksimum keluaran Permanent Magnet Synchronous Generator
(PMSG) ditentukan oleh luas penampang kawat lilitan jangkar serta kekuatan
insulasi dari lilitan tersebut.
3. Pemilihan material inti dan magnet permanen berpengaruh terhadap efisiensi
generator.
4. Dari hasil analisis Fast Fourier Transform didapat bahwa perubahan lebar
stator dan lebar gigi tidak begitu berpengaruh pada kecenderungan
gelombang-gelombang yang menyusun gelombang flux linkage.
5. Cara paling mudah untuk menaikkan daya maksimum generator, maka
ukuran generator diperbesar, agar jumlah lilitan semakin banyak dan luas
penampang lilitan semakin besar.
5.2 Saran
5.2.1 Penelitian Mengenai Susunan Halbach untuk Penempatan Permanen
Magnet
Halbach merupakan cara penyusunan permanen magnet dengan
mengarahkan permanen magnet ke 4 arah. Gambar susunannya dapat dilihat pada
gambar berikut :
56
Gambar 5.1: Konsep penyusunan permanent magnet dengan metode Halbach.
Dari gambar tersebut terlihat penyusunan permanen magnet menggunakan
metode Halbach memfokuskan flux ke 1 arah. Flux yang berasal dari permanen
magnet berbentuk horizontal akan dilemparkan ke atas oleh permanen magnet yang
menghadap ke atas. Dari bentuk tersebut terlihat bahwa seolah-olah ¾ bagian
permanen magnet diarahkan ke atas. Susunan magnet secara radial akan
menghasikan medan magnet yang relatif sama besar pada kedua sisi. Sementara
susunan Halbach akan menghasilkan medan magnet yang lebih kuat di satu sisi,
sedangkan di sisi lain medan magnet relatif lemah.
Jika dimodelkan menggunakan MagNet, maka perbandingan susunan
biasa dengan susunan Halbach akan terlihat seperti berikut :
Gambar 5.2: Perbandingan persebaran flux pada susunan biasa (kiri) dengan
susunan halbach (kanan).
57
Dari tampilan kerapatan muatan tersebut, terlihat bahwa generator dengan
susunan Halbach memiliki jumlah flux melalui lilitan lebih banyak jika
dibandingkan susunan biasa. Hal ini akan sangat berguna untuk mendapatkan
jumlah flux yang besar, sehingga dapat mengurangi lilitan dan menambah luas
kawat untuk menaikkan daya generator.
5.2.2 Penelitian Penggunaan MOSFET Sebagai Penyearah
Salah satu losses pada turbin angin adalah pada bagian penyearah. Dari
sumber yang didapat, diketahui bahwa perbandingan losses pada penyearah
menggunakan dioda dengan MOSFET adalah sebagai berikut :
Gambar 5.3: Grafik perbandingan losses penggunaan dioda dengan MOSFET.
Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa losses pada penyearah
menggunakan MOSFET memiliki losses yang jauh lebih kecil daripada dioda.
Namun, kekurangan MOSFET adalah pada harganya. MOSFET memiliki harga
yang relatif mahal, sehingga cukup sulit untuk diaplikasikan langsung.
58
DAFTAR PUSTAKA
[penulisan urut abjad nama belakang]
59
Download