LAPORAN KERJA PRAKTIK DESAIN PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS GENERATOR MENGGUNAKAN SOFTWARE MagNet Disusun oleh : SYAHRIZAL ALFIKRI RAFSANJANI 14/363557/TK/41654 WYLIAM MURSYIDA 14/363609/TK/41697 MUHAMMAD HAMAM AFANDI 14/367292/TK/42449 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DAN TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK DESAIN PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS GENERATOR MENGGUNAKAN SOFTWARE MagNet Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program S-1 Pada Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Disusun oleh : Syahrizal Alfikri Rafsanjani 14/363557/TK/41654 Wyliam Mursyida 14/363609/TK/41697 Muhammad Hamam Afandi 14/367292/TK/42449 Telah disetujui dan disahkan pada tanggal 16 Maret 2017 Dosen Pembimbing Kerja Praktik Ir., Tiyono, M.T. NIP. 195803041988031001 i [bukti pelaksanaan kerja praktik] ii iii iv v KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan hidayah taufiq, rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kerja praktik dan menyusun laporan kerja praktik ini dengan baik. Laporan kerja praktik yang berjudul ”DESAIN PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS GENERATOR MENGGUNAKAN SOFTWARE MagNet” ini disusun berdasarkan hasil pelaksanaan kerja praktik yang dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2016 sampai dengan tanggal 22 Januari 2017 di PT. Lentera Angin Nusantara Ciheras, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kerja Praktik dan penyusunan laporan kerja praktik ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program S-1 pada Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Selama pelaksanaan kerja praktik hingga penyusunan laporan kerja praktik ini, banyak pihak yang telah membantu, membimbing dan memberi motivasi, saran dan kritik kepada penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih serta memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr.Eng. Suharyanto, S.T., M.Eng., selaku Ketua Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. 2. Bapak Ir., Tiyono, M.T. selaku dosen pembimbing kerja praktik. 3. Kak Inay selaku direktur utama Lentera Bumi Nusantara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktik di PT. Lentera Angin Nusantara. 4. Bang Ricky Elson selaku Chief Engineering/RnD Lentera Angin Nusantara atas motivasi, saran, kritik, serta bimbingan khususnya dalam mempelajari mesin listrik permanen magnet lebih dalam. vi Penulis menyadari dalam penyusunan laporan dan penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga penulis dengan senang hati menerima saran maupun kritik yang bersifat membangun dari pembaca sebagai evaluasi penulis agar lebih baik di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. Yogyakarta, 14 Maret 2017 Penulis vii DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………................. i BUKTI PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK ….……………………………. ii KATA PENGANTAR …………………………….………………………....... vi DAFTAR ISI ……………………………………….………………………….. viii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. x BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………... 1 1.1 Latar Belakang………………..………………………………………… 1 1.2 Tujuan ………………………………………………………………….. 2 1.2.1 Tujuan Umum …………………………………………………… 2 1.2.2 Tujuan Khusus…………………………………………………… 2 1.3 Waktu dan Tempat……………………………………………………… 3 1.4 Batasan Masalah ……………………………………………………….. 3 1.5 Metode Penelitian ……………………………………………………… 3 1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………………….. 4 BAB II PROFIL PERUSAHAAN …………………………………………….. 6 2.1 Profil PT Lentera Angin Nusantara ………………..…………………… 6 2.2 Profil PT Lentera Bumi Nusantara …………………………………..… 7 2.3 Visi dan Misi Perusahaan ………………………...…………………….. 8 BAB III DASAR TEORI ……………………………………………………… 10 3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Angin……………………………………… 10 3.1.1 Turbin Angin …………………………………………………..… 10 3.1.2 Pemanfaatan Energi Angin di Indonesia ………………………… 11 3.2 Konsep Elektromagnetik ……………………………………………..… 12 3.2.1 Rapat Fluks Magnet B …………………………………………… 12 3.2.2 Kuat Medan Magnet H ………………………………………..… 14 3.2.3 Material Magnetik …………………………………………….… 15 3.2.4 Permanent Magnet …………………………………………….… 16 3.3 Pemodelan Rugi-rugi pada Generator ………………………………..… 17 3.3.1 Rugi-rugi Tembaga ……………………………………………… 17 viii 3.3.2 Rugi-rugi Inti …………………………………………………..… 17 3.4 Permanent Magnet Synchronous Generator ………………………….… 17 3.4.1 Konstruksi PMSG ……………………………………………..… 18 3.4.2 Cara Kerja PMSG ……………………………………………..… 19 3.4.3 TSD-500 ……………………………………………………….… 21 3.5 Software MagNet …………………………………………………….… 23 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………………………………..… 24 4.1 Persiapan Site Turbin Angin …………………………………...…….… 24 4.2 Perancangan Generator……………………………………………….… 26 4.2.1 Penentuan Dimensi dan Daya Generator Permanent Magnet …… 26 4.2.2 Pemodelan Generator …………………………………………… 27 4.2.3 Pemilihan Material Permanent Magnet dan Stator & Rotor Core.. 36 4.2.3.1 Pemilihan Material Stator & Rotor Core …...…………….… 37 4.2.3.2 Pemilihan Material Permanent Magnet …......……………… 42 4.2.4 Analisis Fast Fourier Transform ………….....………………...… 43 4.2.4.1 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 Slot 16 Pole Berdasarkan Variasi Lebar Stator ...…………………… 45 4.2.4.2 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 Slot 16 Pole Berdasarkan Variasi Lebar Gigi……………………….. 47 4.2.5 Analisis Tegangan dan Daya Generator dalam Rangkaian Berbeban ………………………………………………………… 49 BAB V PENUTUP ……………………………………………………………. 56 5.1 Kesimpulan …………………………………………………..………… 56 5.2 Saran ……………………………………………………………………. 56 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..…….. 59 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Grafik efisiensi turbin berdasarkan jenisnya................................. 11 Gambar 3.2 Kecepatan angin rata-rata di ketinggian 10 m di Indonesia, Agustus 1999 – Juni 2011................................................................................................... 12 Gambar 3.3 Plot fluks baja elektromagnet sederhana berbentuk C yang menarik batang baja di kanan.............................................................................................. 13 Gambar 3.4 Contoh kurva magnetisasi B-H...................................................... 15 Gambar 3.5 Contoh kurva magnetisasi di kuadran 2 yang menunjukan karakteristik demagnetisasi dari material ceramic ferrite..................................... 16 Gambar 3.6 Konstruksi Permanent Magnet Synchronous Generator Inner Rotor...................................................................................................................... 19 Gambar 3.7 Spesifikasi Generator TSD-500..................................................... 21 Gambar 3.8 Tampilan muka software MagNet saat perancangan PMSG......... 23 Gambar 4.1 Tahapan dalam persiapan pemasangan turbin angin..................... 24 Gambar 4.2 Gambar rangka generator 2 dimensi pada software MagNet........ 28 Gambar 4.3 Desain stator generator 3 dimensi................................................. 29 Gambar 4.4 Gambar desain stator dan lilitan generator.................................... 29 Gambar 4.5 Desain stator generator dan lilitan setelah terhubung.................... 30 Gambar 4.6 Desain stator, lilitan, dan rotor generator...................................... 31 Gambar 4.7 Desain generator setengah model dengan boundary 180°............. 32 Gambar 4.8 Tampilan JMag ketika memilih model generator yang akan dibuat..................................................................................................................... 33 Gambar 4.9 Hasil pemodelan generator menggunakan aplikasi JMag.............. 34 Gambar 4.10 Hasil import desain generator JMag ke software MagNet............ 34 Gambar 4.11 Hasil simulasi flux linkage generator dengan software MagNet... 35 Gambar 4.12 Hasil plot grafik flux linkage di software MagNet........................ 36 Gambar 4.13 Desain simulasi kelima pilihan commonly used materials pada software MagNet................................................................................................... 37 Gambar 4.14 Memasukkan tiap data flux linkage ke Ms Excel.......................... 38 Gambar 4.15 Menghitung Ke dari tiap model dengan material yang diuji......... 38 x Gambar 4.16 Tabel dan grafik hasil perbandingan Ke dari berbagai material core........................................................................................................................ 39 Gambar 4.17 Daftar pilihan material yang akan diuji......................................... 40 Gambar 4.18 Memasukkan data kurva B-H tiap material ke Ms Excel.............. 41 Gambar 4.19 Grafik hasil perbandingan material silicon steel............................41 Gambar 4.20 Perbandingan nilai koersivitas magnet pada properties material... 42 Gambar 4.21 Tampilan window fourier analysis beserta penjelasannya............ 44 Gambar 4.22 Penjelasan lebar stator pada generator........................................... 45 Gambar 4.23 Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model dengan perbedaan lebar stator............................................................................... 46 Gambar 4.24 Penjelasan letak lebar gigi pada generator..................................... 47 Gambar 4.25 Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model dengan perbedaan lebar gigi.................................................................................. 48 Gambar 4.26 Rangkaian rectifier 3 fasa dengan lilitan diparalel........................ 51 Gambar 4.27 Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan parallel........... 51 Gambar 4.28 Grafik tegangan coil hasil simulasi................................................ 52 Gambar 4.29 Rangkaian rectifier dengan lilitan diseri........................................ 53 Gambar 4.30 Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan seri................. 53 xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan seharihari. Pentingnya energi listrik untuk dinikmati masyarakat dapat dilihat dari semakin majunya dunia teknologi dan ekonomi. Energi listrik dapat mempermudah semua hal seperti contohnya lampu sebagai penerangan untuk melakukan berbagai aktivitas. Berdasarkan data PLN realisasi elektrifikasi Indonesia adalah 88,3% pada akhir tahun 2015. Dengan tiga daerah dengan rasio elektrifikasi terendah adalah Sulawesi Tenggara (68,84%), Nusa Tenggara Timur (58,64%), dan Papua (45,93%). Realisasi elektrifikasi masih rendah dikarenakan mahalnya pembangunan infrastruktur pembangkit listrik dan jaringan listrik. Di sisi lain sebagian besar kebutuhan energi listrik Indonesia masih bergantung pada batu bara yang ketersediaannya semakin meinipis seiring dengan meningkatnya kebutuhan listrik Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, mulai banyak dikembangkan dan diteliti sumber energi baru dan terbarukan atau renewable energy, salah satunya energi listrik yang memanfaatkan energi angin. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil yang tidak tersedia jaringan listrik masih belum dapat menikmati listrik. Maka dari itu, dengan pembangkit skala kecil yang sistemnya berdiri sendiri seperti wind turbine menggunakan Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) diharapkan dapat memberikan pasokan daya listrik bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. PT LAN sendiri telah mengembangkan turbin angin skala kecil 500 W yang diberi nama The Sky Dancer (TSD-500). Atas dasar untuk mempelajari ilmu yang berada di lapangan, kerja praktik 1 menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik program S-1 pada Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Dengan syarat kelulusan yang ditetapkan, mata kuliah kerja praktik menjadi salah satu pendorong utama bagi tiap-tiap mahasiswa untuk mengenal kondisi lapangan kerja dan untuk melihat keselarasan ilmu pengetahuan yang diperoleh di kampus dengan aplikasi di dunia nyata. 1.2 Tujuan Tujuan penulis dalam pelaksanaan kerja praktik ini adalah sebagai berikut : 1.2.1 Tujuan Umum : a. Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik program S-1 pada Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. b. Mengetahui pengembangan ilmu dan teknologi kelistrikan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh di perkuliahan ke lapangan. 1.2.2 Tujuan Khusus : a. Mengetahui proses kerja turbin angin dan panel surya secara umum yang sedang dikembangkan oleh PT. Lentera Angin Nusantara b. Memperoleh teknologi kelistrikan dan konversi energi yang berkaitan dengan renewable energy c. Mempelajari cara mendesain brushless permanent magnet generator menggunakan software MagNet. 2 1.3 Waktu dan Tempat Kerja praktik dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2016 sampai dengan 22 Januari 2017 di PT. Lentera Angin Nusantara Jl. Raya Ciheras RT2/RW2, Kp. Sindang Asih, Dusun Lembur Tengah, Desa Ciheras, Kec. Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang akan dijadikan objek studi pada laporan kerja praktik ini adalah sebagai berikut: a. Penggunaan rancangan generator yang digunakan adalah Permanent Magnet Synchronous Generator tipe Surface Permanent Magnet (SPM) Inner Rotor. Dipilih dengan mempertimbangkan bahwa rancangan tersebut adalah jenis rancangan yang digunakan pada generator TSD-500 di PT. Lentera Angin Nusantara. b. Simulasi yang dilakukan untuk mengetahui berbagai parameter perancangan generator dilakukan menggunakan software Infolytica MagNet 7.5. 1.5 Metode Penelitian Kerja praktik pada PT. Lentera Angin Nusantara dilaksanakaan dengan beberapa metode seperti: a. Metode studi literatur dan pustaka Mencari informasi melalui buku-buku referensi serta pedoman penggunaan alat dan data-data yang diberikan oleh pembimbing kerja praktik yang dapat mendukung penelitian. 3 b. Metode observasi Mengikuti dan terlibat langsung dalam kegiatan lapangan berupa pengamatan langsung terhadap objek permasalahan, dalam hal ini yaitu generator TSD-500. c. Metode wawancara Melakukan wawancara dengan cara mengadakan tanya jawab dan diskusi langsung dengan narasumber yaitu pembimbing maupun tim Lentera Angin Nusantara. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika dalam pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai pokok bahasan yang dikemukakan dalam laporan ini. Berikut susunan sistematika laporan kerja praktik ini: BAB I Pendahuluan Bab ini berisikan tentang latar belakang tujuan, waktu dan tempat, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Profil Perusahaan Bab ini berisikan tentang profil perusahaan lokasi kerja praktik yaitu PT. Lentera Angin Nusantara dan PT. Lentera Bumi Nusantara. BAB III Dasar Teori Bab ini berisikan tentang dasar teori pemanfaatan potensi energi angin dalam pembangkit listrik tenaga angin, konsep elektromagnetik, Permanent Magnet Synchronous Generator, dan software yang digunakan. 4 BAB IV Analisis dan Pembahasan Bab ini berisikan tentang analisis dan pembahasan proses dalam perancangan PMSG (Permanent Magnet Synchronous Generator), serta berbagai tahap dan hasil simulasi perhitungan dari beberapa parameter yang dikaji. BAB V Penutup Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran penulis selama melakukan kerja praktik di PT. Lentera Angin Nusantara, Ciheras, Cipatujah, Tasikmalaya. DAFTAR PUSTAKA 5 BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1 Profil PT Lentera Angin Nusantara PT. Lentera Angin Nusantara adalah sebuah pusat penelitian dan pengembangan teknologi pemanfaatan energi terbarukan. Lentera Angin Nusantara “LAN” diinisiasi pada awal tahun 2011 sebagai suatu forum atau wadah pengembangan potensi diri melalu teknologi yang ditujukan untuk pemuda Indonesia untuk mengembangkan negeri. Forum ini didirikan dengan tujuan untuk berkontribusi dalam pembangunan negeri dan menyelesaikan permasalahan terkait energi di daerah tertinggal dan di pulau-pulau terpencil di Indonesia. Kincir angin (wind turbine) dipilih sebagai produk utama yang dikembangkan untuk memecahkan persoalan yang berkaitan dengan energi. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan potensi energi angin di Indonesia yang dapat dikonversi menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan energi di masyarakat. Pada tahun 2013, “LAN” secara resmi berdiri di Desa Ciheras, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kegiatan yang menjadi fokus utama adalah pendesainan, pengembangan, dan pembuatan generator energi baru dan terbarukan, khususnya kincir angin dengan kualitas dan performa terbaik. Teknologi utama dari perusahaan seperti generator, controller, serta bilah didesain agar mampu mengubah energi angin dengan efisiensi yang tinggi untuk menciptakan listrik yang murah bagi konsumen. “LAN” terus bergerak untuk menerangi setiap sudut negeri sebagai rasa tanggung jawab sosial. Proyek pertama yang telah diwujudkan adalah pemasangan 100 buah kincir angin skala kecil TSD-500(The Sky Dancer 500W) di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Setelah melakukan uji coba dan pengamatan 6 terhadap performa dan kualitas kincir angin di Pulau Sumba selama 2 tahun dan di site research Ciheras selama 4 tahun, “LAN” berlanjut untuk menaikkan kapasitas kincir angin menjadi 2000W di pertengahan 2015. Pada tahun 2016, LAN memulai mengembangkan proyek generator yang mengkombinasikan kincir angin, arus laut, dan panel surya. Selain pengembangan teknologi energi terbarukan dan melakukan proyek pengadaan pembangkitan energi listrik dengan energi terbarukan, PT LAN juga melakukan transfer pengetahuan dan teknologi dengan mengadakan seminar, student internship, dan workshop. LAN membuka kesempatan bagi mahasiswa di seluruh Indonesia untuk belajar mengenai pembangkitan energi listrik tenaga angin di Pantai Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Upaya tersebut bertujuan agar di masa yang akan datang, pemuda Indonesia dapat memproduksi generator, controller wind turbine, bilah turbin angin, dan rangka mekanis turbin angin secara mandiri. 2.2 Profil PT Lentera Bumi Nusantara PT Lentera Bumi Nusantara "LBN" adalah induk perusahaan yang bergerak di berbagai sektor industri berbasis teknologi dan pengembangan masyarakat. LBN percaya bahwa energi, makanan, dan air adalah tiga kebutuhan terpenting di dunia. Karena itu, semua penelitian, pengembangan, dan perdagangan perusahaan difokuskan pada peningkatan dan pemenuhan kebutuhan di ketiga sektor ini. Pada tahun 2011, Ricky Elson sebagai ketua membentuk Lentera Angin Nusantara "LAN", cikal bakal LBN. Bersama dengan sekelompok pemuda, beliau menjadi kekuatan pendorong dari LAN ini yang berbasis di Desa Ciheras, Tasikmalaya. Visi dari gerakan technopreneurial ini adalah untuk menerangi setiap sudut gelap di negeri ini melalui pemanfaatan potensi energi terbarukan. 7 Lentera Angin Nusantara secara resmi menjadi perusahaan pada tahun 2013 dan mulai mengimplementasikan produk teknologi utama mereka, turbin angin 500W "Sky Dancer" di empat desa di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pada tahun yang sama, LAN yang telah menguasai pengetahuan inti dari motor listrik dan generator, mulai memperluas dengan membangun kerjasama penelitian dan pengembangan turbin angin dengan PLN Litbang serta pengembangan mobil listrik Indonesia bersama berbagai pihak. Pada tahun 2015, berbekal aspirasi untuk memberikan manfaat ekonomi dan sosial dengan dampak yang lebih besar untuk pengembangan masyarakat, didirikanlah Lentera Bumi Nusantara "LBN". Dengan LBN sebagai perusahaan induk, LBN memiliki empat sub divisi, yaitu Lentera Agri Nusantara "LAgN", Lentera Nano Nusantara "LNN", Lentera EV Nusantara "LEVN", dan tentu saja Lentera Angin Nusantara "LAN" serta dua divisi pendukung, yaitu Divisi Produk Kreatif dan Manajemen Teknologi. Pelaksanaan kegiatan kerja praktik yang dilakukan di LBN di antaranya adalah pengambilan data potensi angin tahunan, desain dan manufaktur bilah pada wind turbine, workshop dan pembelajaran seputar generator, bilah, dan controller wind turbine. Pengambilan data potensi angin dilakukan setiap harinya dengan cara mengambil dan mengolah data karakteristik angin harian. 2.3 Visi dan Misi Perusahaan Visi Lentera Bumi Nusantara memiliki visi penguasaan teknologi energi, makanan, dan air yang akan digunakan dalam membangun masyarakat. 8 Misi 1. Melakukan penelitian dan pengembangan dalam konteks penguasaan teknologi. 2. Mengimplementasikan teknologi dalam memecahkan masalah energi, pangan, dan air di masyarakat. 3. Mengembangkan teknologi menjadi lebih efisien, bersih, dan berkelanjutan. 4. Melakukan proses transfer teknologi dalam pengembangan sumber daya manusia. 9 BAB III DASAR TEORI 3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Angin Tenaga angin adalah salah satu sumber energi terbarukan. Saat ini, para engineer dan peneliti berlomba-lomba untuk memaksimalkan energi angin agar dapat menjadi sumber energi listrik yang lebih efisien. Hal ini disebabkan semakin tergantungnya masyarakat pada sumber energi listrik dari bahan bakar yang tidak dapat diperbarui, seperti batu bara. Demi mempersiapkan masa depan, tentunya pembangkit listrik tenaga angin harus dipersiapkan. 3.1.1 Turbin Angin Turbin angin merupakan alat konversi energi angin menjadi energi mekanik. Energi angin yang didapat merupakan hasil dari setengah dikalikan massa jenis udara (ρ) dikalikan dengan luas penampang cakupan turbin (A) dan pangkat tiga dari kecepatan angin (π£ 3 ). Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan efisiensi dari bilah, mesin listrik dan rectifier, lalu dikurangi losses pada kabel pengiriman. Untuk menentukan daya dari turbin, mula-mula dilakukan pendataan terhadap kecepatan angin pada suatu daerah, serta kebutuhan daya dibangkitkan untuk daerah tersebut. Selanjutnya dihitung rating dari peralatan elektronis yang digunakan. Dari data tersebut, didapat jumlah turbin yang harus dibangun. selanjutnya, dihitung daya yang butuh dibangkitkan untuk setiap turbin. Rumus 1 umum dari jumlah energi total per-luasan tertentu adalah π = 2 ππ΄π£ 3 Daya maksimum turbin yang ingin dibuat diatur dengan menentukan luasan dari luas penampang cakupan turbin, ini dilakukan agar turbin dapat terus bekerja dibawah batas ketahanan peralatan yang digunakan, serta didapatkan nilai optimum untuk harga yang digunakan. 10 Adapun beberapa tipe turbin angin berdasarkan bentuk dan jumlah bilah antara lain: a. Tipe Holland (Belanda) b. Tipe Savonius c. Tipe Darius d. Tipe Linear e. Tipe 2 blade propeller f. Tipe 3 blade propeller g. Tipe multi blade Gambar 3.1: Grafik efisiensi turbin berdasarkan jenisnya. 3.1.2 Pemanfaatan Energi Angin di Indonesia Tim dari PT. Lentera Angin Nusantara telah melakukan survei di beberapa tempat di Indonesia. Tempat yang mempunyai kecepatan angin minimal 3 m/s pada rata-rata ketinggian 10 meter adalah di bagian pesisir Sumatra, pesisir Jawa, dan di Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2. 11 Gambar 3.2 Kecepatan angin rata-rata di ketinggian 10 m di Indonesia, Agustus 1999-Juni 2010 Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku merupakan wilayah yang paling berpotensi untuk dilakukannya pengembangan pembangkit listrik tenaga angin karena di wilayah ini memiliki kecepatan angin hingga 33 m/s. Kecepatan angin tersebut diperoleh karena pengaruh angin dari samudera pasifik dan samudera hindia, di mana di wilayah-wilayah tersebut ibarat corong bagi angin-angin tersebut, sehingga di wilayah ini memiliki kecepatan angin yang besar. 3.2 Konsep Elektromagnetik 3.2.1 Rapat fluks magnet B Dasar konsep magnetik adalah medan magnetik yang dideskripsikan sebagai vektor B yang merupakan rapat fluks magnetik. Pada gambar 2 dimensi direpresentasikan sebagai garis lengkung yang dikenal sebagai garis flux yang menunjukan besar dan arah B. Arah garis menunjukan arah dari B sementara celah 12 diantara garis menunjukan besar B semakin kecil celah dari garis satu ke garis lain semakin besar nilai B. Gambar di bawah menujukan plot flux dari baja elektromagnet sederhana yang berbentuk-C di sebelah kiri yang menarik batang baja yang berada di sebelah kanan. Gambar 3.3: Plot fluks baja elektromagnet sederhana berbentuk C yang menarik batang baja di kanan. Meskipun medan magnet merupakan fenomena yang tidak terlihat namun efek yang ditimbulkan oleh B adalah konkrit. Gaya yang timbul di objek seperti elektromagnetik diatas dapat diekspresikan dalam bentuk B. Sederhananya garis flux dapat digambarkan sebagai pita elastik yang menarik batang baja ke arah magnet dengan tekanan tertentu (gaya per luasan) yang diekspresikan sebagai B2/2µ0 . Pada ekspresi tersebut B merupakan besar nilai vektor B dan µ0 = 4 π x 107 adalah konstanta permeabilitas. Satuan dari B adalah Tesla (T) dan satuan µ0 adalah henry per meter (H/m). Interpretasi langsung dari rapat fluks B terdapat di persamaan Lorentz untuk gaya magnet pada sebuah muatan q bergerak dengan kecepatan u : f = qu x B (3-1) 13 Jika muatan yang bergerak merupakan arus yang bergerak melalui sebuah penghantar maka persamaan 3-1 diekspresikan dengan f = Bli untuk gaya pada penghantar dengan panjang l yang membawa arus. Persamaan ini disebut juga dengan persamaan aturan tangan kiri yang merupakan rumus dasar dari motor listrik. Jika penghantar tersebut yang bergerak dengan kecepatan u, maka gaya Lorentz mengakibatkan perpindahan muatan di penghantar yang dapat diekspresikan sebagai e = Blu untuk tegangan yang terinduksi. Persamaan ini disebut juga dengan aturan tangan yang menjadi rumus dasar dari generator listrik. Pada umumnya yang dibutuhkan bukan B melainkan fluks magnetik φ dan fluks linkage λ. Fluks didefinisikan dengan φ= B A dimana rapat fluks B bernilai konstan dan tegak lurus terhadap permukaan luasan A. Flux linkage adalah jumlah fluks yang kembali ke titik asal melalui kumparan N, λ = N φ. Konsep dari penambahan fluks berasal dari Hukum Faraday tentang induksi elektromagnetik yang menyatakan jika tegangan yang terinduksi di kumparan adalah e = dλ /dt. 3.2.2 Kuat Medan Magnet H Untuk medan magnet di ruang bebas yang timbul karena aliran arus pada sebuah penghantar, H didefinisikan dengan persamaan B = µ0H. Hubungan antara H dan arus telah didiskripsikan oleh Hukum Rangkaian Ampere : (3-2) Kuantitas H dikenal sebagai kuat medan magnet (magnetic intensity) dengan satuan ampere per meter (A/m). 3.2.3 Material magnetik Perilaku kumparan berubah secara dramatis ketika dililitkan pada inti berbahan material magnetik seperti besi atau baja dibandingkan dengan inti yang 14 berbahan bukan material magnetik seperti kayu. Perilaku material magnetik dapat dideskripsikan dengan modifikasi hubungan antara B dan H menjadi: B = µ0 (H+M) (3-3) Di mana H adalah kuat medan magnet yang telah dipaparkan pada persamaan 3-2 dan M adalah induksi magnetik pada material yang bergantung pada H. Sehingga dapat dikatakan jika H sebagai penyebab M dimana H berhubungan dengan arus yang mengalir pada penghantar. B yang menyebabkan gaya dan induksi tegangan muncul sebagai akibat dari H. Untuk meninjau karakteristik material magnetik maka kita dapat melihat kurva magnetisasi B-H. Contoh kurva magnetisasi dapat dilihat digambar berikut : Gambar 3.4: Contoh kurva magnetisasi B-H. Gambar di atas merupakan kurva magnetisasi dari baja transformer. Kurva magnetisasi tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu daerah steep initial dimana sedikit kenaikan H menimbulkan kenaikan yang besar pada B, titik knee, dan daerah saturasi dimana kenaikan H yang besar sekalipun hanya menaikkan B dengan sedikit. 3.2.4 Permanent magnet 15 Permanent magnet mempunyai sifat yaitu magnetisasi sisa setelah medan dari luar dihilangkan. Pada permanent magnet bagian kurva magnetisasi yang penting untuk diperhatikan adalah kurva yang berada di kuadran dua yang dikenal sebagai karakteristik demagnetisasi. Gambar 3.5: Contoh kurva magnetisasi di kuadran 2 yang menunjukan karakteristik demagnetisasi dari material ceramic ferrite. Permanent magnet material memiliki 2 variabel penting yang membedakan dengan material lain yaitu remanence Br dan coercivity Hc. Br adalah nilai B sisa yang ada di material ketika kuat medan dihilangkan. Hc adalah nilai negative dari H yang harus diberikan untuk mengurangi nilai B menjadi 0 (menghilangkan magnetisasi). Untuk contoh kurva magnetisasi di atas karakteristik dari ceramic ferrite yaitu memiliki nilai Br = 0.4 T dan nilai Hc-270 kA/m. 3.3 Pemodelan rugi-rugi pada generator 3.3.1 Rugi-rugi tembaga Rugi-rugi tembaga/belitan adalah rugi-rugi akibat arus yang mengalir pada 16 belitan mesin. Total rugi-rugi tembaga dapat dihitung dengan persamaan : 3.3.2 Rugi-rugi inti Rugi-rugi inti terdiri dari 2 bagian yaitu rugi-rugi hysteresis dan rugi-rugi arus eddy. Rugi-rugi hysteresis muncul akibat proses magnetisasi dan demagnetisasi inti di jalur fluks magnetik. Dalam proses perubahan polaritas pada domain Weiss (Weiss-domain) di inti yang berbalik arah, pada proses ini ada energi yang terdisipasi [Hoe 97]. Rugi-rugi hysteresis merupakan fungsi frekuensi fe[Hz] dan kuadrat rapat fluks B[T]2 . Komponen rugi-rugi lain adalah rugi-rugi arus eddy. Ketika terjadi perubahan medan magnet di sebuah penghantar maka berdasarkan Hukum Ampere muncul arus akibat induksi di material tersebut. Arus ini mengalir ke arah tertentu sehingga arus tersebut ini akan memunculkan medan magnet yang melawan medan magnet original. Pada generator, inti stator, inti rotor, dan magnet merupakan material konduktif dan memungkinkan terjadinya kenaikan arus eddy. Rugi-rugi arus eddy merupakan fungsi dari frekuensi, rapat fluks, dan kuadrat dari ketebalan laminasi (fBβx)2 . 3.4 Permanent Magnet Synchronous Generator Generator merupakan mesin listrik yang digunakan untuk mengubah energi mekanik (gerak) menjadi energi listrik dengan perantara induksi medan magnet. Perubahan energi ini terjadi karena adanya pergerakan relatif antara medan magnet dengan kumparan generator. Pergerakan relatif adalah terjadinya perubahan medan magnet pada kumparan jangkar (tempat bangkitnya tegangan pada generator) karena pergerakan medan magnet terhadap kumparan jangkar atau sebaliknya. Disebut generator sinkron adalah jika pada generator tersebut kecepatan perputaran medan magnet yang terjadi sama dengan kecepatan perputaran rotor generator. Generator ini menghasilkan energi listrik bolak balik (alternating 17 current, AC) dan biasa diproduksi untuk menghasilkan listrik AC 1 fasa atau 3 fasa. Pada dasarnya kumparan medan dari generator sinkron dapat diatur eksitasinya agar dapat diatur medan magnetnya, sehingga dapat mengatur tegangan keluaran generator. Namun pada PT. LAN, generator yang digunakan adalah jenis Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG), sehingga konstruksi pada rotor tidak menggunakan belitan yang perlu dieksitasi, melainkan menggunakan bahan magnet permanen yang nilai medannya sudah tetap. Keunggulannya adalah tidak perlu adanya eksitasi, namun tegangan keluarannya tidak dapat diatur melalui eksitasi medan. 3.4.1 Konstruksi PMSG Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) adalah generator sinkron yang menggunakan magnet permanen sebagai sumber medannya. Magnet permanen dapat dipasang pada rotor maupun stator. Namun untuk menghindari penggunaan brush dan meningkatkan efisiensi, magnet permanen dipasang di bagian rotor, sehingga tegangan induksi akan berada di daerah stator yang diam. Konstruksi PMSG dapat dilihat pada Gambar 3.6. Gambar 3.6: Konstruksi Permanent Magnet Synchronous Generator Inner Rotor. Dari segi mekanis, penempatan rotor tidak selalu berada di bagian dalam. 18 Terdapat juga jenis konstruksi PMSG yang rotornya terletak di luar, atau disebut juga konstruksi outer rotor. Namun pada turbin angin TSD-500 konstruksi yang digunakan adalah inner rotor. Komponen utama yang ada pada PMSG yang berkaitan dengan tegangan keluaran generator adalah slot dan pole. Slot adalah jumlah gigi pada jangkar yang dililit oleh belitan/kumparan agar menghasilkan tegangan dari perubahan fluks magnetik. Sedangkan pole adalah jumlah kutub magnet yang berjejeran dan berfungsi sebagai medan / sumber fluks magnetik. Rotor terhubung dengan shaft di tengah dan mendapat putaran dari prime mover. Pada permukaan rotor terdapat magnet permanen yang dipasang dengan arah kutub magnet yang bergantian (utara-selatan). Stator terpisah dengan rotor melalui celah udara. Konstruksi stator dibuat dari laminated steel tipis dan berlapislapis untuk mengurangi rugi arus eddy. 3.4.2 Cara kerja PMSG Pada setiap generator berlaku hukum right hand Flemming seperti pada persamaan berikut: e = Blv (3-4) Tegangan yang dihasilkan pada generator merupakan hasil perkalian besar medan magnet (B), panjang dimensi konduktor (l) dan kecepatan (v). Nilai B dan l adalah tetap karena merupakan komponen penyusun generator, sehingga nilai B dan l sering dikatakan sebagai konstanta GGL balik, atau Ke. Nilai kecepatan di sini adalah kecepatan putar dari generator, sehingga disebut sebagai omega (π). Sehingga persamaannya menjadi: e = Ke x π (3-5) Sehingga ketika sebuah generator telah diproduksi artinya nilai Ke nya 19 sudah tetap. Maka dari itu desain perancangan generator menjadi sangat penting untuk menghitung nilai tegangan output generator. Pada PMSG, magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap. Saat rotor berputar maka medan magnet ini juga akan ikut berputar. Arah medan magnet bergerak dari kutub utara ke selatan melewati gigi-gigi stator sehingga terdapat fluks magnetik pada besi stator. Karena pada gigi stator ini terlilit oleh kumparan, maka akan timbul tegangan pada ujung kumparan jika nilai fluks magnetik berubah tiap satuan waktu. Besar tegangan ini dapat dinyatakan pada persamaan πΈππππ = − βπ (3-6) βπ‘ Karena medan magnet berputar, maka nilai fluks yang melewati kumparan pada gigi stator nilainya akan berubah-ubah sehingga karena perubahan itulah muncul tegangan induksi. Kumparan 3 fase akan dibedakan sudut fasenya sebesar 120 derajat, kemudian tegangan kumparan dengan fase yang sama akan diserikan. Tegangan kumparan 3 fase ini yang kemudian dihubungkan pada terminal generator. 3.4.3 TSD-500 20 Gambar 3.7: Spesifikasi Generator TSD-500. Bagian utama dari turbin angin berupa generator, blade, cone, fin, dan ekor. TSD-500 ini merupakan turbin angin horizontal dengan 3 blade propeller yang memiliki tingkat efisiensi 40%. Turbin ini mulai berputar pada kecepatan angin 2.5 m/s dan mulai memproduksi listrik pada kecepatan angin 3 m/s. Daya maksimal yang mampu dihasilkan oleh turbin adalah 500 Wattpeak (Wp) pada kecepatan angin 12 m/s dan di atasnya. Turbin ini dapat bertahan sampai pada kecepatan angin 33 m/s. Blade/bilah turbin menggunakan bahan kayu pinus. Selain kualitasnya yang ringan dan kuat, bahan ini mudah ditemui di Indonesia (untuk pengembangan produksi lokal) dan juga harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan bahan lainnya. Turbin angin TSD-500 dipasang pada ketinggian 4 hingga 6 meter di atas permukaan tanah. Inilah yang membuat proses instalasi turbin mudah 21 dipelajari dan lebih aman. Teknologi Cogging-less Perbedaan mendasar antara The Sky Dancer dengan turbin angin lainnya terletak pada generatornya. Tipe generator 3 fasa magnet permanen yang digunakan pada turbin ini memiliki teknologi cogging-less. Cogging merupakan suatu hentakan (torsi yang berlawanan dengan arah putar turbin) saat memutar rotor yang mengakibatkan rotor sulit sekali diputer dengan tangan dan hal ini mengurangi efisiensi kerja turbin, menimbulkan getaran dan bunyi yang mengganggu. Seandainya angin dalam kecepatan rendah maka turbin akan sangat sulit berputar. Cogging terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas antara magnet dengan material non-magnet. Dengan adanya teknologi cogging-less ini maka rotor dapat diputar tanpa hambatan (sangat mulus dengan tangan sekalipun) sehingga turbin angin ini mampu berputar pada kecepatan angin rendah. Teknologi Furling Teknologi lainnya yang berperan dalam TSD-500 ini adalah teknologi furling. Teknologi ini dimaksudkan sebagai sistem pengamanan generator dan baterai. Bila baterai dalam kondisi penuh, maka turbin angin akan secara otomatis mengerem/berhenti berputar dengan cara menghindar dari arah datangnya angin. Ekor turbin seakan menari untuk mengarahkan badan turbin menghindari dari arah datangnya angin dan turbin pun berhenti berputar. Dan bila baterai sudah bisa diisi kembali maka ekor turbin akan mengarahkan kembali badannya ke arah angin. Oleh karena itulah, turbin ini memiliki nama The Sky Dancer (Sang Penari Langit). 3.5 Software MagNet 22 Software MagNet adalah software yang digunakan untuk melakukan simulasi terkait medan elektromagnetik berbasis Finite Element Method (FEM). Finite Element Method adalah metode komputasi dengan konsep memecah area hitungan menjadi luasan kecil-kecil lalu dihitung berbagai parameternya satupersatu di tiap luasan tersebut. Software MagNet ini juga dapat melakukan berbagai analisa terhadap kemampuan dan performa mesin elektromekanikal, mulai dari generator, motor, levitasi magnet, transformer, induction heating, dan lain-lain. Gambar 3.8: Tampilan muka software MagNet saat perancangan PMSG. Pada penelitian ini, software MagNet digunakan untuk melakukan simulasi Permanent Magnet Synchronous Generator tipe Surface Permanent Magnet Inner Rotor, dengan berbagai macam model perbandingan slot-pole. Analisis yang digunakan yaitu analisis nilai fluks gandeng yang melewati kumparan pada gigi stator, serta analisis daya generator dalam keadaan berbeban. BAB IV 23 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Site Turbin Angin Persiapan untuk melakukan pemasangan turbin angin dilakukan melalui beberapa tahapan yang dapat dilihat pada flowchart berikut: Daya total yang dibutuhkan •Pengukuran potensi angin •Perkiraan perolehan daya Jumlah Wind Turbine Beban Listrik •Jumlah penduduk •Pendataan alat listrik •Besar Pemakaian Gambar 4.1: Tahapan dalam persiapan pemasangan turbin angin. Sebelum perancangan dilakukan, dilakukan survey terhadap kebutuhan akan listrik terlebih dahulu. Studi tersebut meliputi jumlah penduduk, pendataan alat listrik yang sudah ada, serta perkiraan besar pemakaian yang dibutuhkan daerah tersebut. Studi tersebut bersamaan dengan studi lingkungan, guna mengamati potensi angin dan perkiraan perolehan daya per-turbin. Setelah keduanya dilakukan, maka jumlah wind turbin dapat ditentukan dengan total daya yang dibutuhkan sama dengan atau lebih besar dari jumlah daya yang dibutuhkan. Penghitungan jumlah penduduk dilakukan untuk menentukan perkiraan kenaikan kebutuhan listrik akibat pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk akan memunculkan bangunan baru, serta penambahan kebutuhan akan listrik. Dengan melakukan pendataan jumlah penduduk, dapat dihitung perkiraan kenaikan kebutuhan listrik, sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk investasi yang 24 optimal. Pendataan alat listrik dilakukan untuk daerah yang sebagian sudah disuplai oleh PLN, sehingga dapat dihitung untuk kekurangannya saja. Besar pemakaian dihitung dengan menghitung jumlah dan daya untuk setiap peralatan yang akan dipasang. Dari berbagai hal tersebut, maka diapatkan jumlah daya yang perlu dibangun. Dari data tersebut, dapat ditentukan daya yang dibutuhkan, serta ukuran baterai yang dibutuhkan untuk daerah tersebut. Bersamaan dengan pengumpulan data kependudukan, dapat diambil data mengenai potensi serta pola angin. Potensi angin diamati dengan mengambil data kecepatan rata-rata angin pada daerah tersebut. Sedangkan pola angin diambil untuk melihat kecepatan saat angin lambat, atau saat sedang terjadi badai. Hal ini berfungsi untuk menentukan torsi awal dari turbin, serta panjang bilah dan sistem proteksi yang digunakan untuk menghadapi badai. Dari data yang didapat, dapat ditentukan apakah daerah tersebut memiliki potensi angin yang besar atau tidak. Serta dapat ditentukan jenis dan daya generator yang akan digunakan. Penentuan daya generator dilakukan untuk menentukan rating arus dan tegangan peralatan lain. Hal ini penting dilakukan, karena input daya dari angin sangat tidak stabil. Kecepatan angin sangat mudah berubah, sedangkan dalam rumusan daya input turbin angin, kecepatan angin merupakan konstanta berpangkat 3. Sehingga, dengan sedikit kenaikan kecepatan angin, daya input ke generator akan bertambah sangat besar. Hal itu berbahaya untuk penyearah dan baterai yang tersambung ke turbin. Rumus umum daya tangkapan turbin angin : 1 ππ€πππ = 2 ππ΄π£ 3 (4-1) Dan untuk daya yang masuk ke generator: 25 πππ = ππ€πππ ∗ ππππππππππ¦ (4-2) Menurut hukum Betz, efisiensi maksimum dari turbin angin sebesar 16/27, atau sekitar 59,3% dari total daya yang ditangkap. Namun kenyataannya, efisiensi dari turbin angin jenis 3 blade HAWT hanya memiliki efisiensi rata-rata 35%. Sehingga, untuk membuat suatu turbin angin dengan daya tertentu, dibutuhkan luas sapuan blade sekitar 3 kali dari daya angin penuh. Setelah semua diperhitungkan, barulah dapat ditentukan jumlah dan daya turbin yang perlu dipasang. 4.2 Perancangan Generator Perancangan generator dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Penentuan diameter dan daya generator permanen magnet 2. Pemodelan generator 3. Pemilihan material permanent magnet dan stator & rotor core 4. Analisis Fast-Fourier Transform 5. Analisis tegangan dan daya generator dalam rangkaian berbeban 4.2.1 Penentuan Dimensi dan Daya Generator Permanen Magnet Penentuan dimensi generator menentukan daya maksimum keluaran generator. Besar daya maksimum generator dipengaruhi oleh luas penampang kawat lilitan jangkar, serta insulasi dari lilitan tersebut. Semakin luas kawat penampang, maka arus maksimum yang lewat juga semakin besar. Selain itu, jika beda tegangan tinggi, maka kemungkinan loncatan antar lilitan semakin tinggi, sehingga semakin tinggi tegangan, dibutuhkan lapisan yang lebih baik. Sehingga, ada batas maksimum untuk arus dan tegangan dalam pada generator. Untuk menaikkan batas tersebut, kita dapat memperbesar luas penampang, 26 mempertebal lapisan isolasi, atau memberi isolasi yang memiliki kualitas lebih baik. Pemberian isolasi dengan kualitas baik akan menambah biaya yang besar. Maka, hal yang biasa dilakukan adalah memperluas penampang, atau mempertebal lapisan isolasi. Untuk menjaga besar tegangan, maka jumlah lilitan pada generator tidak boleh dikurangi. Dari hal tersebut, maka cara yang dapat dipakai untuk menaikkan daya maksimum generator adalah dengan memperbesar generator (memperlebar diameter generator). Jika dipilih metode menaikkan kualitas lapisan isolasi pada lilitan jangkar, perubahan pada input diubah pada rating kecepatannya. Tegangan pada generator, berbanding lurus dengan kecepatan putar. Sehingga, jika rating tegangan naik, maka rating kecepatan juga naik. Hal tersebut dikarenakan tegangan merupakan turunan dari flux terhadap waktu yang dapat dirumuskan : π= ππ ππ‘ (4-3) Untuk permanen magnet, nilai flux tidak dapat diubah. Sehingga, yang diubah adalah kenaikan waktunya (nilai ππ‘). Dengan mempercepat putaran, maka perubahan flux semakin cepat, dan menyebabkan tegangan naik. 4.2.2 Pemodelan Generator Pemodelan generator dilakukan menggunakan software MagNet. Software ini berfungsi untuk mengamati kejadian magnetik yang ada di dalam generator. Dapat pula dilihat gaya yang terjadi pada benda akibat medan listrik. Pada software MagNet, dapat disusun rangkaian elektris dengan memasukkan lilitan yang ada pada model. Sehingga, keluaran yang didapat langsung berupa tegangan dalam generator. Model yang dibuat kemudian di export ke dalam bentuk dwg, untuk dibentuk atau dicetak ke material. Pada bagian ini, akan dibahas cara merancang generator menggunakan software MagNet. Pertama, dilakukan penggambaran rangka stator. Penggambaran dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu langsung pada software MagNet, atau 27 dengan meng-import gambar dari file berekstensi dwg. Penggambaran secara otomatis dapat dilakukan menggunakan software Jmag. Sebelum dilakukan penggambaran, ditentukan ukuran untuk model yang akan dibuat. Pemodelan menggunakan software MagNet Penggambaran dapat dilakukan hanya sebagian jika sudah mempresentasikan keseluruhan generator. Contoh yang digunakan adalah model 18 slot 16 pole. Model ini dapat digambarkan ½ bagian dengan 9 slot dan 8 pole. Penggambaran dilakukan dengan menggambar rangka 2 dimensi menggunakan parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Penggambaran dilakukan 2 dimensi menggunakan ‘add line’ dan ‘add arc’ sebagai garis utama. Garis yang telah digambar dapat diputar (rotate edges), dipotong (cut edges) dan diduplikat (copy) untuk mempermudah penggambaran. Desain yang telah digambar akan berbentuk kurang lebih seperti gambar berikut : Gambar 4.2: Gambar rangka generator 2 dimensi pada software MagNet. Setelah gambar tersebut jadi, pilih ‘Select construction surface slice’ lalu 28 pilih bagian dalam pada gambar stator. Setelah itu, dipilih ‘Make component in a line’ untuk mengubah gambar stator menjadi komponen 3 dimensi. Saat pembuatan komponen, dipilih material yang digunakan, serta dimasukkan nilai ketebalan model. Setelah komponen jadi, jika diputar model akan terlihat seperti gambar berikut : Gambar 4.3: Desain stator generator 3 dimensi. Setelah stator selesai dibuat, maka dilakukan penggambaran untuk lilitan. Lilitan digambar disekitar stator, dengan 1 buah slot diberi 1 lilitan di sebelah kanan dan kirinya. Cara penggambaran sama dengan cara penggambaran stator sebelumnya. Hasil dari gambar tersebut akan berbentuk seperti berikut : Gambar 4.4: Gambar desain stator dan lilitan generator. 29 Setelah gambar jadi, dibuat komponen dengan cara yang sama dengan pembuatan komponen stator. Komponen dapat dibuat menggunakan tembaga, alumunium, atau penghantar lain jika diinginkan. Ketebalan untuk setiap komponen haruslah sama agar tidak terjadi error saat dilakukan perhitungan oleh software. Setelah komponen jadi, maka dibentuk lilitan dengan memilih 2 komponen yang akan dijadikan sebuah lilitan, lalu dipilih ‘Make simple coil’ untuk menjadikannya lilitan. Setelah semua lilitan terhubung, maka model akan terlihat seperti berikut : Gambar 4.5: Desain stator generator dan lilitan setelah terhubung. Selanjutnya adalah penggambaran rotor. Sebelum penggambaran dilakukan, sembunyikan stator agar penggambaran lebih mudah dilakukan. Pilih semua objek stator, kemudian klik kanan dan hilangkan visible. Setelah itu, pilih semua garis yang telah digambar, kemudian hapus dengan menekan delete. Selanjutnya gambar bagian dasar rotor dengan cara yang sama dengan menggambar stator. Untuk bahan permanen magnet, dipilih material pada sub Permanen Magnet. Kemudian, atur type magnet untuk menentukan arah magnetnya. Radialy outward 30 dengan radial center pada pusat rotor menunjukkan arah medan keluar dan digunakan untuk magnet N, sedangkan radialy inward menunjukkan arah medan masuk dan digunakan untuk magnet S. Setelah inti dan magnet rotor dibentuk, maka model akan terlihat seperti berikut : Gambar 4.6: Desain stator, lilitan, dan rotor generator. Model saat ini tidak memiliki perantara, sehingga tidak dapat di-solve. Perantara diberikan dengan membentuk komponen AIR di sekeliling dan di dalam model. Setelah diberikan udara, model diberikan boundary sebagai batas pada bagian yang terpotong agar seolah-olah model berbentuk lingkaran penuh. Untuk memberikan boundary, pilih bagian samping model, kemudian add boundary dan pilih rotate 180°. Setelah diberikan boundary, maka model akan terlihat seperti berikut : 31 Gambar 4.7: Desain generator setengah model dengan boundary 180°. Pada bagian ini, seluruh model sudah jadi dan model dapat disolve. Sebelum solving, akurasi perhitungan dinaikkan dengan mengecilkan toleransi error pada h-adaption serta menambah maximum Newton iteration pada setting solver. Selain itu, pengecilan mesh dapat dilakukan pada tiap bagian untuk menaikkan akurasi pada suatu bagian yang banyak dilewati flux magnetik, atau pembesaran mesh untuk meringankan solve pada bagian yang sedikit dilewati flux magnetik. Tahapan penggambaran 2 dimensi, dapat dilakukan menggunakan software pembantu seperti JMag. Pada software JMag, penggambaran dilakukan secara otomatis, sehingga pengguna hanya perlu memasukkan data yang dibutuhkan, dan software akan membentuk gambar dari nilai tersebut. Setelah model pada JMag jadi, maka model dapat diexport ke dalam bentuk dwg, yang kemudian dapat diimport ke dalam MagNet. 32 Pemodelan Menggunakan JMag : Mula-mula, dilakukan pemilihan bentuk stator dan rotor yang diinginkan. Generator permanen magnet dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk stator dan bentuk permanen magnetnya. Pada software ini, mula-mula dipilih jenis bentuk stator dan bentuk motor sebagai basis software untuk memodelkan. Pilihan awal yang muncul di bagian kanan merupakan kombinasikombinasi yang paling sering digunakan. Tampilan dalam pemilihan jenis adalah sebagai berikut : Gambar 4.8: Tampilan JMag ketika memilih model generator yang akan dibuat. Selanjutnya, diberikan spesifikasi dari mesin tersebut di sebelah kiri. Spesifikasi berupa diameter stator, rotor, lebar airgap, lebar tooth, material, dan informasi lainnya. Data tersebut diisi sesuai dengan model yang kita rancang. Setelah semua data dimasukkan, maka dapat terlihat hasil dari JMag adalah seperti berikut ini : 33 Gambar 4.9: Hasil pemodelan generator menggunakan aplikasi JMag. Model yang sudah siap, kemudian di export pada bagian menu, menggunakan export to dwg. Ekstensi dwg digunakan, karena gambar akan diolah menggunakan software MagNet, sedangkan software magnet hanya dapat mengimport gambar dalam bentuk dwg. Setelah itu, kembali buka software MagNet, dan hasil export tersebut kemudian diimport menggunakan menu import from dwg. Hasil import pada software MagNet akan berbentuk seperti gambar berikut : Gambar 4.10: Hasil import desain generator JMag ke software MagNet. 34 Setelah gambar 2 dimensi didapatkan, dibuat komponen 3 dimensi dengan dasar gambar tersebut. Cara ini lebih mudah dilakukan dibandingkan jika harus menggambar manual. Selain itu, pilihan bentuk pada software JMag cukup lengkap, sehingga mudah mendesain model. Jika hanya digunakan untuk perhitungan kasar, JMag juga menyediakan solver untuk mengamati besar flux seperti MagNet. Namun, kekurangan dari JMag adalah model tidak bisa dibentuk secara manual. Sehingga pengguna tidak dapat melakukan percobaan untuk bentuk generator non-konvensional. Selain itu, pada JMag pengguna tidak dapat mengamati arah aliran flux. Sehingga jika digunakan untuk memahami kejadian flux, MagNet lebih baik untuk digunakan. Kelebihan lain dari MagNet yaitu dapat dilakukan percobaan dengan model bergerak, bahkan model dapat dimasukkan ke dalam rangkaian elektris. Berikut ini merupakan contoh hasil perhitungan software MagNet : Gambar 4.11: Hasil simulasi flux linkage generator dengan software MagNet. Pada hasil perhitungan dapat dilihat pilihan Torsi, Flux, Arus, Tegangan, dan hasil perhitungan lain. Pada gambar berikutnya, terlihat flux yang mengalir pada model. Warna serta pilihan tampilan dapat diatur sesuai dengan yang ingin ditampilkan. Hasil tersebut yang akan dijadikan perbandingan untuk model yang 35 akan dibuat. Pada gambar tersebut, dapat dilihat besar flux yang mengalir di tiap lilitan. Pada software MagNet, model bisa digerakkan, sehingga nilai flux tersebut dapat berubah membentuk grafik sinusoidal. Untuk analisis flux dan tegangan, akan dibahas pada bagian selanjutnya. Gambar 4.12: Hasil plot grafik flux linkage di software MagNet. 4.2.3 Pemilihan Material Permanent Magnet dan Stator & Rotor Core Material utama yang menyusun PMSG adalah material inti/core pada stator dan rotor, serta material permanent magnet yang digunakan. Kedua material tersebut berpengaruh terhadap besar tegangan keluaran generator, karena jika materialnya diubah maka nilai konstanta tegangan balik (Ke) juga akan berubah. Pemilihan kedua material ini hanya dilakukan secara simulasi pada software MagNet, dengan list material yang diuji adalah beberapa material yang sering digunakan pada pembuatan generator (commonly used materials), serta nonoriented fully processed silicon steel untuk material core, dan beberapa jenis neodymium permanent magnet untuk material permanent magnet-nya. Nilai yang diperbandingkan sebagai parameter pemilihan material adalah nilai konstanta 36 tegangan balik (Ke), di mana semakin tinggi nilai Ke maka semakin efisien pula generator tersebut. Efisien yang dimaksudkan di sini adalah yang menghasilkan nilai Ke tertinggi, terlepas dari biaya produksi tiap material, karena hal tersebut tidak termasuk bidang yang dikaji pada laporan ini. 4.2.3.1 Pemilihan Material Stator & Rotor Core Pemilihan material stator dan rotor core secara umum konsepnya adalah melakukan simulasi perhitungan konstanta tegangan balik berulang kali untuk jenis material core yang berbeda. Untuk pemilihan material yang sering digunakan (commonly used material), material yang akan diuji adalah: a. Carpenter silicon steel b. CR10: Cold rolled steel c. Remko: Soft pure iron d. TR52: USS Transformer 52 – 29 Gage e. TR66: USS Transformer 66 – 29 Gage Gambar 4.13: Desain simulasi kelima pilihan commonly used materials pada software MagNet. 37 Dilakukan juga analisis di setiap simulasi dengan men-solve pada software MagNet sehingga akan keluar nilai fluks gandeng / flux linkage-nya, yang kemudian masing-masing hasilnya dimasukkan ke Ms Excel untuk dilakukan perhitungan nilai Ke nya, sama seperti pada analisis konstanta tegangan balik sebelumnya. Gambar 4.14: Memasukkan tiap data flux linkage ke Ms Excel. Gambar 4.15: Menghitung Ke dari tiap model dengan material yang diuji. 38 Simulasi dilakukan sebanyak lima kali, sehingga nilai Ke hasil pengubahan material inti / core adalah sebagai berikut: Material Ke (V/rpm) Carpenter silicon steel 0.018247 CR10: Cold rolled steel 0.017976 Remko: Soft pure iron 0.018261 TR52: USS Transformer 52 -- 29 Gage 0.018083 TR66: USS Transformer 66 -- 29 Gage 0.018347 Ke (V/rpm) 0.0184 0.0183 0.0182 0.0181 0.018 0.0179 0.0178 0.0177 Carpenter silicon CR10: Cold rolled Remko: Soft pure TR52: USS TR66: USS steel steel iron Transformer 52 -- Transformer 66 -29 Gage 29 Gage Gambar 4.16: Tabel dan grafik hasil perbandingan Ke dari berbagai material core. Dari hasil simulasi tersebut menunjukkan bahwa Ke tertinggi didapat ketika material inti yang digunakan adalah material TR66: USS Transformer 66 -29 Gage. Kemudian dilakukan simulasi kedua, yaitu pemilihan material inti menggunakan non-oriented fully processed silicon steel, atau yang berarti baja 39 dengan campuran silikon yang telah diproses secara penuh dan tidak bermedan searah (bukan magnet permanen). Gambar 4.17: Daftar pilihan material yang akan diuji. Dikarenakan jumlah material yang dapat dipilih sangat banyak, maka yang diuji hanya sebagian saja, yaitu sebanyak 12 material. Kode dari material di atas tersebut (MXXX-YYA) memiliki arti: a. X adalah nilai core losses (hysteresis dan eddy current loss). Setiap 1 kg logam tersebut jika diberi medan magnet 1,5 tesla frekuensi 50 Hz maka akan mengalami loss sebesar X/100 watt. b. Y adalah nilai ketebalan tiap lapisan yang bernilai Y/100 mm. Sehingga seharusnya material paling efisien adalah M235-35A, karena rugi inti tiap kg nya paling sedikit yaitu 2,35 watt/kg, dan ketebalannya paling tipis yaitu 0,35 mm. Namun hal ini akan dibuktikan lebih lanjut menggunakan perbandingan kurva B-H nya dengan mengambil data kurva B-H dari masingmasing material di atas, dimasukkan ke Ms Excel, lalu dibuat grafik semilogaritmik, dengan skala logaritmik di sumbu x, agar perbedaan kenaikan pada kurva B-H dapat dilihat dengan lebih jelas. 40 Gambar 4.18: Memasukkan data kurva B-H tiap material ke Ms Excel. Lalu dibuatlah grafik dari data tersebut sehingga menghasilkan grafik sebagai berikut. Gambar 4.19: Grafik hasil perbandingan material silicon steel. Sehingga terbukti bahwa material silicon steel jenis M235-35A adalah material yang paling efisien di antara jenis silicon steel yang lain, karena kurva BH nya terletak di paling kiri dibandingkan material silicon steel jenis lain. Hal ini berarti ketika ada kenaikan medan magnet (B) pada material tersebut, maka kuat 41 medan (H) yang dihasilkan nilainya lebih besar dari jenis yang lain. 4.2.3.2 Pemilihan Material Permanent Magnet Dalam pemilihan material permanent magnet, konsep yang digunakan lebih mudah, yaitu membandingkan nilai koersivitas magnet permanen tiap material. Magnet permanen yang nilai koersivitasnya tertinggi maka material itulah yang paling efisien (nilai Ke nya terbesar). Koersivitas adalah sebuah sifat material ferromagnetik untuk menahan medan magnet luar sehingga ia tidak kehilangan sifat kemagnetannya. Sehingga material dengan koersivitas tinggi, sekali ia termagnetisasi oleh medan magnet dengan arah tertentu, akan membutuhkan medan magnet terbalik yang besar untuk melawan magnetisasi tersebut (medan magnet yang dihasilkan lebih kuat). Sehingga pemilihan material permanent magnet tidak harus dengan melakukan simulasi per materialnya, tetapi cukup hanya membandingkan nilai koersivitasnya saja, yang dapat diakses pada properties tiap material pada software MagNet. Nilai koersivitas yang dijadikan parameter perbandingan adalah nilai koersivitas pada saat suhu 20 derajat celsius, karena software MagNet mengkalkulasi dan mensimulasi dengan suhu default 20 derajat celsius. Gambar 4.20: Perbandingan nilai koersivitas magnet pada properties material. 42 Dari semua material yang terdapat di software MagNet, material permanent magnet yang memiliki nilai koersivitas terbesar adalah material neodymium iron boron 48/11, dengan nilai 1060650 Amps/m. 4.2.4 Analisis Fast Fourier Transform Analisis FFT(Fast Fourier Transform) diperlukan karena gelombang dari flux linkage bukan merupakan gelombang sinus murni sehingga gelombang tersebut perlu dipetakan ke ranah frekuensi untuk mengetahui sinyal-sinyal penyusun gelombang tersebut. Analisis FFT ini dilakukan dengan menggunakan program Ms Excel. Analisis FFT dilakukan pada generator 18 slot 16 pole dan akan dilihat hasil FFT terhadap perubahan lebar stator dan perubahan lebar rotor. Untuk melakukan analisis FFT pada Microsoft Excel dilakukan beberapa langkah sebagai berikut. Langkah 1 : Setup Microsoft Excel untuk Data Analysis Pada Microsoft Excel, jika command Data Analysis belum tersedia di menu Tools, maka Analysis ToolPak perlu diinstall. Untuk menginstall Analysis ToolPak pada menu Tools click Add-Ins. Pilih Analysis ToolPak check box. Langkah 2 : Label Kolom Beri label pada kolom Ms Excel sebagai Time, Data, FFT freq, FFT mag, FFT complex. Langkah 3 : Import Data, tentukan sampling time, periode, frequency, dan sampling frequency, sesuaikan jumlah sample sebanyak 2n Import data dari simulasi MagNet ke dalam kolom Time dan Data. Anggap N merupakan jumlah data yang akan diolah. Pada analisis ini jumlah data yang digunakan adalah 128 buah (27). Karena generator yang diuji memiliki 16 43 kutub magnet maka untuk mendapatkan 1 periode data flux linkage rotor perlu diputar sejauh 45Λ (jarak 1 pasang kutub magnet). Dengan jumlah data sebanyak 128 buah maka diperlukan data flux linkage setiap rotor diputar sejauh 0,354331Λ (45Λ/127). Kemudian untuk menentukan sampling time maka asumsikan kecepatan motor adalah 1000 rpm atau 6000Λ/detik. Dari sini kita dapat menentukan nilai sampling time yaitu pergeseran sudut dibagi kecepatan motor 0,354331Λ/(6000Λ/s) = 5,90551 x 10-5 , menentukan periode melalui perhitungan 127*sampling time, nilai frequency didapat dari nilai 1/periode, sedangkan nilai sampling frequency 127*periode. Langkah 4 : isi kolom FFT complex Pilih Tools -> Data Analysis -> Fourier Analysis, masukan input range dari data yang akan diolah. Pada contoh ini terdapat 128 data pada kolom G. Sehingga input range nya adalah $G$2: $G$129. Pilih output range misal $K$2. Select OK. Kolom K (FFT Complex) sekarang telah berisi bilangan FFT complex. Gambar 4.21: Tampilan window fourier analysis beserta penjelasannya. Langkah 5 : Isi Kolom FFT mag Isikan kolom FFT mag dengan mencari nilai absolute dari nilai FFT complex dikalikan dengan 2/datapoin (pada kasus ini data poin=127). Langkah 6 : Isi Kolom FFT freq 44 Isikan kolom FFT freq dengan mengisikan baris pertama dengan angka 0. Baris kedua dengan penjumlahan baris sebelumnya (baris pertama) dengan frequency (pada kasus ini frequency = 133,3333 Hz). Baris ketiga dengan penjumlahan baris sebelumnya (baris kedua) dengan frequency dan seterusnya. Langkah 7 : Plot Bentuk Gelombang pada Ranah Frequency Blok data FFT mag dan FFT freq kemudian pilih insert scatter untuk melakukan plotting bentuk gelombang pada ranah frekuensi. 4.2.4.1 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 slot 16 pole Berdasarkan Variasi Lebar Stator Gambar 4.22: Penjelasan lebar stator pada generator. Analisis dilakukan dengan melihat bentuk gelombang flux linkage pada lebar stator 1,2 mm; 2 mm; 2,8 mm; 3,2 mm; 4 mm; 4,4 mm; 4,8 mm dengan lebar gigi tetap pada ukuran 2 mm. Masing-masing model dari generator 18 slots 16 poles dengan variasi lebar stator tersebut disimulasikan menggunakan software MagNet untuk didapatkan nilai flux linkage. Kemudian data yang diperoleh diolah menggunakan Ms Excel untuk mendapatkan hasil fourier transform dengan algoritma FFT. 45 Gambar 4.23: Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model dengan perbedaan lebar stator. Jika ditinjau dari nilai THD (Total Harmonic Distortion) maka diadapatkan hasil sebagai berikut : lebar stator (mm) 1,2 2 2,8 3,2 3,6 4 4,4 4,8 THD 1.003717 1.002743 1.000058 1.000057 1.000039 1.000057 1.000057 1.00007 46 Dari analisis FFT ini dapat diketahui jika variasi lebar stator tidak begitu berpengaruh pada kecenderungan gelombang-gelombang yang tersusun pada gelombang flux linkage pada generator 18 slots 16 poles. 4.2.4.2 Analisis FFT pada Permanent Magnet Generator 18 slot 16 pole Berdasarkan Variasi Lebar Gigi Gambar 4.24: Penjelasan letak lebar gigi pada generator. Analisis dilakukan dengan melihat bentuk gelombang flux linkage pada lebar gigi 0,8 mm; 1,0 mm; 1,2 mm; 1,4 mm; 1,6 mm; dengan lebar stator tetap pada ukuran 1 mm. Masing-masing model dari generator 18 slots 16 poles dengan variasi lebar gigi tersebut disimulasikan menggunakan software MagNet untuk didapatkan nilai flux linkage. Kemudian data yang diperoleh diolah menggunakan Ms Excel untuk mendapatkan hasil fourier transform dengan algoritma FFT. 47 Gambar 4.25: Bentuk gelombang di ranah frekuensi untuk masing-masing model dengan perbedaan lebar gigi. Dari analisis FFT ini dapat diketahui jika variasi lebar gigi tidak begitu berpengaruh pada kecenderungan gelombang-gelombang yang tersusun pada gelombang flux linkage pada generator 18 slots 16 poles. 48 4.2.5 Analisis Tegangan dan Daya Generator dalam Rangkaian Berbeban Pada bagian ini, akan dibahas mengenai penyebab munculnya tegangan pada lilitan, serta daya maksimum dihasilkan generator. Pencarian nilai-nilai tersebut dapat dilakukan menggunakan software MagNet. Pemodelan rangkaian untuk penyearah dan pembebanan dapat dilakukan menggunakan MagNet. Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai cara modeling rangkaian, serta analisis hasil pengujian pada software MagNet. Namun sebelum membahas cara pemodelan rangkaian, akan sedikit dibahas mengenai tegangan dalam pada generator. Tegangan pada lilitan generator, muncul karena adanya perubahan besar flux magnetik di dalam lilitan. Hal tersebut dirumuskan dengan : π= βπ ππ‘ (4-4) Flux (π) merupakan banyaknya garis-garis magnetik melingkar, yang lewat melalui jalur yang diinginkan. Besar flux magnetik dipengaruhi oleh besar gaya magnetomotive (magnetomotive force) pada sumber medan dan reluktans pada jalur yang dilalui flux tersebut. Hubungan tersebut bekerja seperti hubungan antara sumber tegangan, arus, dan hambatan. Reluktans merupakan jumlah hambatan yang harus dilalui medan untuk kembali ke titik awal. Semakin kecil reluktans, maka semakin banyak flux yang lewat. Hubungan antara gaya magnetomotive, flux dengan reluktans dirumuskan sebagai berikut : πΉ = ππ π‘ππ‘ππ (4-5) π π‘ππ‘ππ didapat dari panjang jalur, dibagi dengan permeabilitas bahan dan luas permukaan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut : β β = ππ΄ (4-6) 49 Permeabilitas bahan (π) didapatkan dari permeabilitas relatif bahan (ππ ) dikalikan dengan permeabilitas udara (π0 ), atau dapat dituliskan seperti berikut : π = π 0 ππ (4-7) Seperti yang sudah disinggung pada analisis sebelumnya, agar memiliki jumlah flux yang banyak, maka nilai permeabilitas bahan haruslah besar. Saat generator berputar, maka besar flux yang melalui lilitan akan berubah tergantung dengan magnet yang ada di depannya. Perubahan flux terhadap waktu inilah yang berubah menjadi tegangan pada lilitan. Semakin cepat perubahan yang terjadi atau semakin besar flux maksimum yang lewat, maka semakin besar pula tegangan yang timbul. Untuk memodelkan generator bergerak, maka dipilih semua komponen rotor, kemudian pilih ‘make motion component’. Pada menu tersebut, atur bentuk gerak menjadi rotate terhadap sumbu z, dan beri kecepatan yang diinginkan dalam radian/second. Untuk solving, digunakan solve 2d with motion untuk menghitung komponen bergerak, serta diberi pengaturan waktu gerak yang diambil, serta step waktunya. Setelah komponen bergerak, tegangan yang timbul pada lilitan dapat langsung diambil nilainya dan dimasukkan ke dalam rangkaian. Untuk membentuk rangkaian, pada bagian window pilih ‘New Circuit Window’, setelah itu akan muncul jendela baru untuk routing rangkaian. Pada bagian kiri dapat dilihat lilitan yang terdapat pada model. Lilitan tersebut dijadikan sebagai sumber tegangan untuk rangkaian yang akan dibuat. Kemudian rangkaian disusun dengan menambah peralatan elektronis lain menjadi seperti gambar berikut : 50 Gambar 4.26: Rangkaian rectifier 3 fasa dengan lilitan diparalel. Rangkaian tersebut menunjukkan rangkaian 9 fasa yang dibagi dan diserikan menjadi 3 fasa, terhubung secara wye. Ketiga fasa tersebut kemudian masuk ke dalam rectifier untuk disearahkan. Kemudian di bagian akhir terdapat resistor yang bekerja sebagai beban. Wye digunakan karena memiliki impedans lebih kecil jika dibandingkan dengan hubungan delta. Pada turbin angin, penyearah biasanya terletak pada kontroler di dekat baterai. Sedangkan beban berupa baterai, atau bisa langsung diarahkan ke beban jika baterai sudah penuh. Berikut ini adalah gambar hasil analisa tegangan pada rangkaian tersebut : Gambar 4.27: Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan parallel. 51 Pada bagian ini, dapat dilihat bahwa bentuk tegangan tidak berbentuk sinus sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa flux magnetik yang melalui lilitan tidak berbentuk sinus sempurna. Diketahui bahwa tegangan merupakan turunan dari flux, sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan flux tidak berbentuk sinusoid murni. Jika dilakukan derivasi menggunakan excel, maka grafik flux dan tegangan akan terlihat seperti berikut : Gambar 4.28: Grafik tegangan coil hasil simulasi. Dari gambar tersebut, diketahui bahwa ada gelombang lain pembentuk flux magnetik yang dapat dianalisis menggunakan metode Fast Fourier Transform. Dapat dibandingkan bahwa nilai tegangan pada perhitungan excel lebih besar dibandingkan perhitungan pada MagNet. Hal ini dikarenakan pada rangkaian closed loop, timbul arus yang mengalir pada lilitan, sehingga menimbulkan drop tegangan pada kedua sisi lilitan. Pada excel hanya dihitung nilai turunan dari flux, sedangkan pada MagNet, dihitung pula losses akibat hambatan kawat pada lilitan. Selain itu, saat diubah ke dc, terdapat 2 dioda yang memotong tiap fasa, sehingga tegangan dc turun sebesar 1.4 volt dari tegangan semula. Selain rangkaian tersebut, dilakukan percobaan dengan menserikan tegangan setelah disearahkan. Bentuk rangkaian penyearah menjadi seperti berikut 52 Gambar 4.29: Rangkaian rectifier dengan lilitan diseri. Dari rangkaian tersebut, setelah dilakukan percobaan, didapatkan hasil : Gambar 4.30: Nilai tegangan setelah disearahkan rectifier lilitan seri. Dari hasil tersebut, jika dibandingkan dengan hasil rangkaian awal diketahui bahwa rangkaian kedua menghasilkan tegangan lebih tinggi. Hal ini 53 dikarenakan penambahan dilakukan setelah tegangan disearahkan, sehingga tidak ada tegangan yang saling berlawanan. Namun, untuk tegangan rendah, metode pertama memiliki nilai tegangan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan untuk rangkaian kedua, setiap fasa akan melewati 6 buah dioda, sehingga tegangan akan drop sebesar 4.2 volt dari tegangan semula. Kelebihan lain dari cara kedua adalah cara tersebut menghasilkan ripple yang lebih kecil dibandingkan cara pertama. Cara pertama menghasilkan ripple dengan frekuensi 6 kali frekuensi awal, namun cara kedua menghasilkan ripple 18 kali frekuensi semula. Namun ripple ini dapat dikurangi dengan pemberian filter berupa kapasitor setelah penyearah. Daya maksimum suatu generator didapat dari tegangan maksimum, dikalikan dengan arus maksimum yang lewat pada penampang. Tegangan memiliki batas yang ditentukan oleh ketahanan insulator terhadap tegangan. Tegangan dipengaruhi oleh kuat medan magnet, kecepatan putar turbin, dan jumlah lilitan. Kuat medan magnet cukup sulit diatur, sehingga pengaturan kuat medan magnet hanya ditentukan dengan jenis permanen magnet yang dipakai. Kecepatan putar turbin normalnya di rating pada 1000rpm, hal itu dikarenakan putaran turbin mempengaruhi torsi yang bekerja pada baling. Jika turbin diberi rating kecepatan tinggi, akan membahayakan untuk baling karena bagian ujung menampung torsi yang besar pada kecepatan sangat tinggi. Maka dari itu, optimasi dilakukan pada jumlah lilitan yang terdapat pada stator. Dari nilai flux hasil model, dengan kecepatan 1000 rpm ditentukan jumlah lilitan agar nilai tegangan maksimum. Saat ini, banyak pengembangan motor berukuran kecil dengan daya yang tinggi. Daya tersebut bisa sangat tinggi karena bahan insulasi untuk kawat memiliki daya tahan terhadap tegangan sangat tinggi. Karena motor berukuran kecil, maka jumlah lilitan juga terbatas, sehingga rating kecepatan dinaikkan untuk menaikkan tegangan. Rating kecepatan dapat dinaikkan tinggi karena jari-jari yang tidak terlalu besar, sehingga torsi juga tidak terlalu besar. Saat semua konstanta didapatkan, ditentukan rating kecepatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan tegangan 54 maksimum. Untuk arus yang mengalir, ditentukan oleh luas penampang kawat. Penggunaan biasanya sebesar 5 Ampere untuk 1 ππ2 penampang. Luas penampang maksimum didapatkan dari luas slot untuk lilitan, dibagi jumlah lilitan, kemudian dikalikan dengan fill factor. Fill factor merupakan persen batas maksimum kawat yang berada di satu luasan. Fill factor tergantung pada produsen kawat tersebut, semaikin baik kawat, maka semakin tinggi nilai fill factor. fill factor dituliskan dalam bentuk persentase jumlah yang diperbolehkan. Untuk kawat yang memiliki kualitas cukup baik, nilai fill factor sekitar 70%. 55 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Desain Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) dapat dirancang dengan basis Finite Element Method (FEM) menggunakan software MagNet. 2. Besar daya maksimum keluaran Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) ditentukan oleh luas penampang kawat lilitan jangkar serta kekuatan insulasi dari lilitan tersebut. 3. Pemilihan material inti dan magnet permanen berpengaruh terhadap efisiensi generator. 4. Dari hasil analisis Fast Fourier Transform didapat bahwa perubahan lebar stator dan lebar gigi tidak begitu berpengaruh pada kecenderungan gelombang-gelombang yang menyusun gelombang flux linkage. 5. Cara paling mudah untuk menaikkan daya maksimum generator, maka ukuran generator diperbesar, agar jumlah lilitan semakin banyak dan luas penampang lilitan semakin besar. 5.2 Saran 5.2.1 Penelitian Mengenai Susunan Halbach untuk Penempatan Permanen Magnet Halbach merupakan cara penyusunan permanen magnet dengan mengarahkan permanen magnet ke 4 arah. Gambar susunannya dapat dilihat pada gambar berikut : 56 Gambar 5.1: Konsep penyusunan permanent magnet dengan metode Halbach. Dari gambar tersebut terlihat penyusunan permanen magnet menggunakan metode Halbach memfokuskan flux ke 1 arah. Flux yang berasal dari permanen magnet berbentuk horizontal akan dilemparkan ke atas oleh permanen magnet yang menghadap ke atas. Dari bentuk tersebut terlihat bahwa seolah-olah ¾ bagian permanen magnet diarahkan ke atas. Susunan magnet secara radial akan menghasikan medan magnet yang relatif sama besar pada kedua sisi. Sementara susunan Halbach akan menghasilkan medan magnet yang lebih kuat di satu sisi, sedangkan di sisi lain medan magnet relatif lemah. Jika dimodelkan menggunakan MagNet, maka perbandingan susunan biasa dengan susunan Halbach akan terlihat seperti berikut : Gambar 5.2: Perbandingan persebaran flux pada susunan biasa (kiri) dengan susunan halbach (kanan). 57 Dari tampilan kerapatan muatan tersebut, terlihat bahwa generator dengan susunan Halbach memiliki jumlah flux melalui lilitan lebih banyak jika dibandingkan susunan biasa. Hal ini akan sangat berguna untuk mendapatkan jumlah flux yang besar, sehingga dapat mengurangi lilitan dan menambah luas kawat untuk menaikkan daya generator. 5.2.2 Penelitian Penggunaan MOSFET Sebagai Penyearah Salah satu losses pada turbin angin adalah pada bagian penyearah. Dari sumber yang didapat, diketahui bahwa perbandingan losses pada penyearah menggunakan dioda dengan MOSFET adalah sebagai berikut : Gambar 5.3: Grafik perbandingan losses penggunaan dioda dengan MOSFET. Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa losses pada penyearah menggunakan MOSFET memiliki losses yang jauh lebih kecil daripada dioda. Namun, kekurangan MOSFET adalah pada harganya. MOSFET memiliki harga yang relatif mahal, sehingga cukup sulit untuk diaplikasikan langsung. 58 DAFTAR PUSTAKA [penulisan urut abjad nama belakang] 59