TUGAS INDIVIDU Kajian Studi Kasus : Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Kota Semarang) Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Oleh : Nama : Erlin Susanti No. urut : 4 NRP : 03111750077007 PROGRAM PASCA SARJANA (S2) BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN ASET INFRASTRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN, DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2018 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 3 1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 3 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3. Tujuan .......................................................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN GAMBARAN UMUM ............................................... 6 2.1. Konsep Infrastruktur .................................................................................... 6 2.1.1. Manfaat Transportasi ....................................................................... 8 2.1.2. Pengaruh Infrastruktur Jalan terhadap Manfaat Ekonomi .............. 9 2.1.3. Pengaruh Infrastruktur jalan terhadap Manfaat Sosial ................... 10 2.2. Konsep Pengembangan Wilayah ................................................................. 10 2.3. Gambaran Umum Wilayah Kota Semarang ................................................ 13 2.3.1. Sejarah Kota Semarang ................................................................... 13 2.3.2. Aspek Geografi dan Demografi ........................................................ 15 2.3.3. Perkembangan Penduduk ................................................................ 17 2.3.4. Potensi Ekonomi ............................................................................... 20 BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................... 25 3.1. Metode Penyusunan Makalah ..................................................................... 25 3.2. Analisa Potensi Perkembangan Wilayah ...................................................... 25 3.2.1. Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ............................... 28 3.2.2. Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman ................... 32 3.2.3. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur .............................................. 32 3.3. Rencana Pengembangan Kawasan Potensial .............................................. 37 3.4. Skenario Rencana Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Kota Semarang ..................................................................................................... 41 3.4.1. Isu Strategis Pembangunan Kota Semarang .................................... 41 3.4.2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan ................................................. 48 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 1 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 51 4.1. Kesimpulan ............................................................................................ 51 4.2. Saran ...................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 54 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 2 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrstruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas,2003). Modernisasi ekonomi memerlukan infrastruktur yang modern pula. Berbagai kegiatan ekonomi memerlukan infrastruktur untuk berkembang. Jalan dan jembatan, lapangan terbang, pelapuhan, kawasan perindustrian, irigasi dan penyediaan air, listrik, dan jaringan telepon perlu dikembangkan. Perkembangan infrastruktur haruslah selaras dengan pembangunan ekonomi. Pada tahap pembangunan yang rendah, infrastruktur yang diperlukan masih terbatas. Pada tingkat ini penumpuan perkembangan adalah untuk membangun jalan, jembatan, irigasi, listrik, dan infrastruktur lain dalam taraf yang sederhana. Semakin maju suatu perekonomian, semakin banyak infrastruktur diperlukan. Dengan demikian mengembangkan infrastruktur harus secara terus menerus dilakukan dan harus diselaraskan dengan kemajuan ekonomi yang telah dicapai dan yang ingin diwujudkan pada masa depan (sukirno,2004, hal 442). Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses interaktif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang selalu berkembang yang telah diujiterapkan. Selanjutnya dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dalam sejarah perkembangannya, konsep pengembangan wilayah di Indonesia terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah di atas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970 an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 3 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hiriarki kota-kota dan hikarki prasarana jalan melalui orde kota. Pada periode 80 an ini pula, lahir strategi nasional pembangunan perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sistem kota nasional yang efisien dalan konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal bakal lahirnya konsep program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP. Pada era 90 an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antara kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millenium bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi negara kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris di atas, maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumberdaya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalan rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalan wadah NKRI. Berpijak pada pengertian di atas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumberdaya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya. Begitu halnya yang terjadi pada Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi jawa tengah yang terdiri dari 16 kecamatan memiliki berbagai potensi ekonomi yang baik. Angka pertumbuhan ekonomi di kota Semarang terus menunjukkan peningkatan. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat kota Semarang. Dahulu inflansi kota Semarang dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan fluktuatif. Untuk mengatasi inflasi pemerintah Semarang memiliki kebijakan denganmeningkatkan berbagai bisnis perdagangan sektor industri. Ini adalah sektor potensial untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai saat ini. Dilain pihak mata pencaharian penduduk di kota Semarang pada umumnya masih bekerja di bidang pertanian. Hal ini sesuai dengan Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 4 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 potensi wilayah kota Semarang sebagian besar masih merupakan lahan pertanian. Sedangkan posisi kedua diduduki oleh para pekerja industri, yang diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan akan mendominasi menggantikan para pekerja bidang pertanian. Tumbuhnya perekonomian di Kota Semarang dikarenakan letak Semarang yang cukup strategis, yakni pada jalur lintasan yang ramai untuk lalu lintas darat, laut, dan udara. Kota Semarang memiliki Terminal Induk Terboyo, Stasiun Kereta Api Tawang, Pelabuhan Tanjung Emas, dan Bandar Ahmad Yani. Letak Geografi yang sangat unik dan indah, yakni dataran rendah di bagian utara tepi pantai Laut Jawa dan dataran tinggi di bagian selatan. Dalam mewujudkan konsistensi perencanaan pembangunan daerah di Kota Semarang, maka perlu adanya kebijakan pembangunan yang terdapat dalam RPJPD Kota Semarang tahun 2005-2025 untuk tahap perencanaan tahun 2016-2020. Untuk itu diprioritaskan pada pemantapan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang. Dengan menekankan pada pencapaian daya saing wilayah dan masyarakat yang berlandaskan pada keunggulan sumber daya manusia yang berkualitas, pelayanan dasar yang makin luas, infrastruktur wilayah yang makin berkualitas, pelayanan dasar yang makin luas, dan kondusivitas wilayah yang makin mantap serta kemampuan ilmu dan teknologi yang makin meningkat. Dengan fokus kebijakan untuk mewujudkan sumber daya manusia Kota Semarang yang berkualitas, mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan kehidupan politik yang demokratis dan bertanggung jawab, mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah, mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan, mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada makalah ini adalah apa saja pembangunan infrastruktur yang telah dan akan dilakukan dalam upaya pengembangan wilayah Kota Semarang. 1.3. Tujuan Untuk mengkaji apa saja perencanaan pembangunan infrastruktur yang telah dan akan dilakukan dalam upaya pengembangan wilayah Kota Semarang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 5 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN GAMBARAN UMUM 2.1. Konsep Infrastruktur Fox (2004), mendefinisikan infrastruktur sebagai, “those Services derived from the set of public work traditionally supported by the public sector to enhance private sector production and to allow for household consumption”. Moteff (2003), mendefinisikan infrastruktur tidak hanya terbatas pada sudut pandang ekonomi melainkan juga pertahanan dan keberlanjutan pemerintah. Selanjutnya Vaughn and Pollard (2003), menyatakan infrastruktur secara umum meliputi jalan, jembatan, air dan sistem pembuangan, bandar udara, pelabuhan, bangunan umum, dan juga termasuk sekolahsekolah, fasilitas kesehatan, penjara, rekreasi, pembangkit listrik, keamanan, kebakaran, tempat pembuangan sampah, dan telekomunikasi. Merujuk pada konsep dan definisi infrastruktur di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa infrastruktur secara umum meliputi fasilistas-fasilitas publik yang disiapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah sebagai pelayan public (sebagai akibat mekanisme pasar tidak bekerja) untuk menunjang dan mendorong aktivitas ekonomi maupun sosial suatu masyarakat. Infrastruktur yang disiapkan pun perlu disesuaikan dengan kebutuhan setiap wilayah, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Infrastruktur yang dibutuhkan negara maju tentunya berbeda dengan yang dibutuhkan oleh negara berkembang bahkan terbelakang. Hal yang sama juga untuk wilayah perkotaan dan pedesaan, atau daerah industri dengan wilayah pertanian dan pesisir atau kepulauan. Jadi, penulis dapat mendeskripsikan infrastruktur perkotaan sebagai sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pemerintah, ataupun pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta dalam rangka menunjang aktivitas ekonomi maupun sosial masyarakat seperti jalan, jembatan, kendaraan, terminal, pelabuhan, bandar udara, perumahan, pasar, perbankkan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, air bersih, penerangan dan sanitasi yang dapat mendukung tercapainya kehidupan yang layak bagi masyarakat baik materil maupun spiritual. Kurangnya infrastruktur menyebabkan banyak masyarakat hidup terkurung di wilayah terisolasi dengan tingkat kemiskinan yang sangat parah. Berbagai persoalan mendera kehidupan masyarakat mulai dari kemiskinan, wabah penyakit menular, gizi buruk, buta huruf dan keterbelakangan. Obat mujarab yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit tersebut adalah dengan membangun infrastruktur dasar seperti jalan raya, irigasi, air bersih, pendidikan, kesehatan dan sebagainya (Hermanto et al.1995; Hermanto Dardak 2009). Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 6 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Infrastruktur jalan merupakan lokomotif untuk menggerakkan pembangunan ekonomi bukan hanya di perkotaan tetapi juga di wilayah pedesaan atau wilayah terpencil. Melalui proyek, sektor infrastruktur dapat menciptakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, infrastruktur merupakan pilar menentukan kelancaran arus barang, jasa, manusia, uang dan informasi dari satu zona pasar ke zona pasar lainnya. Kondisi ini akan memungkinkan harga barang dan jasa akan lebih murah sehingga bisa dibeli oleh sebagian besar rakyat Indonesia yang penghasilannya masih rendah. Jadi, perputaran barang, jasa, manusia, uang dan informasi turut menentukan pergerakan harga di pasar-pasar, dengan kata lain, bahwa infrastruktur jalan menetralisir harga-harga barang dan jasa antar daerah (antar kota dan kampung-kampung). Ada tiga alasan pokok yang dapat dikemukakan tentang pentingnya pembangunan infrastruktur diantaranya : a. Pembangunan infrastruktur mampu menyediakan lapangan pekerja. Hal ini merupakan salah satu nilai penting dan langkah ke arah terciptanya rakyat dan negara adil dan makmur. b. Pembangunan infrastruktur dasar, infrastruktur teknologi, dan infrastruktur sains secara langsung akan mempengaruhi iklim investasi. Pertumbuhan kapital dan aliran investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur pendukung baik pada zona kapet, kawasan industri, pelabuhan, pasar-pasar, dan perguruan tinggi yang dapat mendorong penemuan-penemuan baru di bidang sains dan dapat diterapkan oleh kalangan industri dan pelaku pasar. c. Infrastruktur akan sangat mempengaruhi bahkan menentukan integrasi sosial-ekonomi rakyat satu daerah dengan daerah lainnya. d. Pembangunan infrastruktur akan membuka isolasi fisik dan nonfisik di sejumlah wilayah. Dalam rangka politik integrasi bangsa di bidang sosial dan ekonomi tantangan bagi pemerintah ialah membangun infrastruktur yang dapat mengatasi isolasi fisik daerah di Indonesia awal abad 21 kini. Sebab isolasi fisik akan membawa dampak terhadap pembangunan sosial ekonomi pada wilayah-wilayah. Karena isolasi wilayah sehingga hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan sulit dipasarkan ke kota terdekat sehingga praktis hanya dikonsumsi anggota keluarga. Akibatnya, tingkat pendapatan tetap rendah, kemudian mereka diklaim sebagai masyarakat miskin. Sehubungan dengan paparan tersebut di atas, maka peran pemerintah sangat diharapkan dapat melahirkan terobosan baru dalam politik infrastruktur. Beberapa di antaranya yaitu, pemerintah perlu mengkaji ulang dasar kebijakan infrastruktur selama ini yang lebih banyak dilaksanakan dengan indikator jumlah penduduk pada satu daerah serta nilai ekonomis dari proyek investasi tersebut. Hal ini sangat penting karena jika pertimbangan indikator-indikator tersebut sebagai rujukan dasar kebijakan pembangunan infrastruktur, maka daerah yang jumlah penduduknya kurang akan tetap tertinggal. Dampak lain dari Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 7 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 kebijakan dengan indikator ekonomi dan penduduk seperti itu adalah dapat menimbulkan arus urbanisasi besar-besaran ke kota yang dilengkapi fasilitas infrastruktur yang memadai dan murah. Kebijakan infrastruktur mestinya dapat dilakukan untuk mencegah urbanisasi atau pemusatan jaringan infrastruktur di kota-kota yang akan menarik terjadinya tingkat urbanisasi yang tinggi (Aglomerasi Tarigan, 2005). 2.1.1. Manfaat Transportasi Dalam makalah ini juga menganalisis dampak pembangunan jalan terhadap pertumbuhan usaha ekonomi, pendapatan rakyat, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat kota Semarang. Adler (1983) menyatakan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum disimpulkan bahwa suatu pembangunan pengangkutan telah mendorong pembangunan ekonomi, antara lain pertama, syarat paling penting adalah bahwa pembangunan ekonomi tidak akan terjadi sama sekali seandainya tidak ada pembangunan pengangkutan. Kedua; bahwa sumberdaya yang digunakan dalam pembangunan baru tentu akan tetap tidak digunakan atau penggunaannya kurang produktif seandainya tidak ada perbaikan pengangkutan. Artinya bahwa kegiatan ekonomi baru yang ditimbulkan itu tidak menyaingi kegiatan yang sedianya akan timbul seandainya tidak ada pembangunan pengangkutan. Sedangkan ‘secara sosial’ jasa transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai kemudahan, antara lain; (a) pelayanan untuk individu maupun kelompok; (b) pertukaran atau penyampaian informasi; (c) perjalanan untuk bersantai; (d) perluasan jangka perjalanan sosial; (e) pemendekan jarak antar rumah dan tempat kerja; (f) bantuan dalam memperluas kota atau melancarkan penduduk menjadi kelompok yang lebih kecil (Nasution, 1999; M. Siregar, 1983). Anwar (1995), menyatakan bahwa kemajuan kehidupan masyarakat dapat berkorelasi sangat signifikan dengan perubahan teknologi baru yang bertambah baik dalam transportasi dan angkutan umum. Hubungan signifikan ini bisa dapat ditinjau dari sisi manfaat sosial ekonomi maupun biaya sosial yang diakibatkan oleh adanya jasa transportasi. Farris dan Harding dalam Anwar dan Tito (1996), menyatakan bahwa kegiatan transportasi khususnya di perkotaan selalu menghasilkan manfaat (social benefits) sekaligus bersama biaya sosial (social costs). Manfaat sosial dari transportasi adalah: (1) tumbuhnya lapangan kerja yang lebih luas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) penghematan waktu dalam perjalanan; (3) perluasan pasar komoditas pertanian; (4) beralihnya barter ke transaksi pasar (pasar tradisional); serta (5) berubahnya perilaku masyarakat. Selanjutnya ‘manfaat politik’ dari sarana dan prasarana transportasi secara umum yaitu : (1) Terciptanya persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 8 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 wilayah; (2) Transportasi dapat menyebabkan pelayanan kepada masyarakat dapat diperluas dengan lebih merata pada seluruh pelosok Negara; (3) Keamanan negara terhadap serangan dari luar yang tidak dikehendaki mungkin sekali dapat bergantung pada transportasi yang memudahkan mobilisasi segala daya (kemampuan dan ketahanan) nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan perang selama masa perang; dan (4) Sistem transportasi yang efisien memungkinkan negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah bencana serta mengangkut bahan baku ke daerah bencana. Lebih lanjut Adler menyatakan bahwa manfaat penting dari pembangunan transportasi antara lain: (1) berkurangnya biaya eksploitasi; (2) mendorong pembangunan ekonomi; (3) menghemat waktu bagi penumpang dan angkutan barang; (4) berkurangnya kerusakan dan kecelakaan; (5) bertambahnya kenyamanan dan perasaan yang menyenangkan. Namun menurutnya tidak semua manfaat terdapat pada semua jalur transportasi, manfaat tersebut berbeda- beda antar satu jalur dengan lainnya, hal tersebut sehubungan dengan pembangunan sarana dan prasarana yang tersedia. Biaya sosial yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan seperti; kecelakaan lalulintas, penggusuran tanah hak ulayat masyarakat karena pembangunan jalan, pengeksploitasian sumberdaya alam, dan perubahan pola hidup masyarakat yang suka meniru kehidupan masyarakat perkotaan. 2.1.2. Pengaruh Infrastruktur Jalan Terhadap Manfaat Ekonomi Beberapa hasil penelitian tentang teori pertumbuhan baru (new Growth Theory) mencoba menjelaskan pentingnya infrastruktur dalam mendorong perekonomian. Teori ini memasukkan infrastruktur sebagai input dalam memepengaruhi output agregat dan juga merupakan sumber yang mungkin dalam meningkatkan batasbatas kemajuan teknologi yang didapat dari munculnya eksternalitas pada pembangunan infrastruktur (Hulten dan Schwab, 1991, p. 91). Merujuk pada pembahasan sebelumnya, secara singkat hipotesis kapital publik meningkatkan output pada sektor privat secara langsung dan tidak langsung. Efek langsung berdasarkan pada hipotesis, karena kapital publik menyediakan intermediated service pada sektor privat dalam proses produksi atau dengan kata lain produk marginal layanan kapital publik adalah positif. Efek tidak langsung muncul dari asumsi bahwa kapital publik dan kapital privat bersifat komplementer dalam produksi. Sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya, infrastruktur mempunyai efek limpahan atau eksternalitas, terutama yang tampak dalam kegiatan produksi. Eksternalitas infrastruktur mempengaruhi kegiatan produksi dengan memberikan eksesibilitas, kemudahan dan kemungkinan kegiatan produksi menjadi lebih produktif. Eksternalitas ini yang disebut dengan eksternalitas positif. Oleh karena itu, ada suatu penyederhanaan masalah mengenai eksternalitas positif yang diakibatkan oleh infrastruktur ke dalam fungsi produksi. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 9 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sektor publik mempunyai peranan penting dalam kegiatan produksi. Secara nyata, sektor publik dapat dimasukkan ke dalam fungsi produksi sebab adanya peran penting dari sektor publik sebagai salah satu input dalam produksi. peran sektor publik yang produktif akan menciptakan potensi keterkaitan positif antara pemerintah dan pertumbuhan ekonomi (Barro, 1990, p. 53). Dalam studi literaturnya mengenai public spending, Barro (190, p. 54) meulai memasukkan beberapa asumsi untuk menjelaskan keterkaitan antara pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Diasumsikan bahwa pemerintah disini adalah pelayanan publik yang disediakan tanpa adanya pengenaan biaya penggunaan dan tidak dihalangi dengan efek kemacetan (congesion effects). 2.1.3. Pengaruh Infrastruktur Jalan Terhadap Manfaat Sosial Infrastruktur jalan memiliki manfaat terhadap ekonomi dan sosial. Dalam Ikhsantono (2009) kegiatan ekonomi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis barang dan orang sehingga menimbulkan adanya transaksi. Manfaat sosial transportasi menyediakan berbagai kemudahan, diantaranya pelayanan untuk perorangan atau kelompok, pertukaran atau penyampaian informasi, perjalanan untuk bersantai, memendekkan jarak, memencarkan penduduk. Di samping itu ada manfaat lainnya yaitu manfaat politis yaitu pengangkutan menciptakan persatuan dan kesatuan yang semakin kuat dan meniadakan isolasi, pengangkutan menyebabkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas dengan merata pada setiap bagian wilayah suatu negara, keamanan negara terhadap serangan dari luar negeri yang tidak dikehendaki mungkin sekali tergantung pada pengangkutan yang efisien yang memudahkan mobilitas segala daya (kemampuan dan ketahanan) nasional, serta memungkinkan perpindahan pasukan-pasukan perang selama masa perang, sistem pengangkutan yang mungkin efisien memungkinkan negara memindahkan dan pengangkut penduduk dari daerah yang mengalami bencana ke tempat yang lebih aman. 2.2. Konsep Pengembangan Wilayah Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Pengembangan wilayah mulai dikembangkan pada sekitar tahun 1980-an oleh para Geografiwan Eropa, terutama dari Nederland, dengan kerjasama antar universitas di Eropa. Hasilnya adalah lahirnya program studi baru bernama Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah. Sebelum berdiri menjadi disiplin tersendiri yang memadukan Ilmu Geografi dengan Ilmu Perencanaan Wilayah, proyek ini dikenal dengan nama Rural and Regional Development Planning (RRDP). Pertama adalah Walter Isard sebagai seorang pelopor ilmu wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab dan akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950 an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling down effect Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 10 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 dengan argumentasi bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950 an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash effect dan spreadwash effect. Keempat adalah Freadmann (era 1960 an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Kelima adalah Douglass (era 70 an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota (rural-urban linkages) dalam pengembangan wilayah. Menurut PPRI No. 47/1997 yang dimaksudkan dengan wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional tertentu. Jadi pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan pihak terkait (stakeholders) di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya dengan teknologi untuk memberi nilai tambah (added value) atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif/wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan sumberdaya manusia dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan peralatan pendukung (instrument) yang ada. Dengan target tersebut dirancang skenario-skenario tertentu agar kekurangan-kekurangan yang dihadapi dapat diupayakan melalui pemanfaatan sumberdaya. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, masih muncul persoalan berupa kekurangan teknologi untuk mengolah sumberdaya yang ketersediaannya cukup melimpah. Konsep Marshal Plan yang berhasil menuntun pembangunan Eropa setelah Perang Dunia II telah mendorong banyak negara berkembang (developing countries) untuk berkiblat dan menerapkan konsep tersebut. Padahal kenyataan menunjukkan bahwa konsep tersebut membawa kegagalan dalam menciptakan pembangunan secara merata antar daerah. Secara geografis misalnya beberapa pusat pertumbuhan maju secara dramatis, sementara beberapa pusat pertumbuhan lainnya masih jauh tertinggal atau jauh dari kemampuan berkembang. Kajian pengembangan wilayah di Indonesia selama ini selalu didekati dari aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sektoral lebih menyatakan ukuran dari aktivitas masyarakat suatu wilayah dalam mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya. Sementara itu, kajian aspek spasial/keruangan lebih menunjukkan arah dari kegiatan sektoral atau dimana lokasi serta dimana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral tersebut. Pada aspek inilah Sistem Informasi Geografi (SIG) mempunyai peran yang cukup strategis, Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 11 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 dikarenakan SIG mampu menyajikan aspek keruangan/spasial dari fenomena/fakta yang dikaji (Susilo, K., 2000). Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya konsep pengembangan wilayah yang harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah yang didasarkan pada penataan ruang. Dalam kaitan itu terdapat 3 (tiga) kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional, dan konsep pendekatan desentralisasi (Alkadri et all, Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, 1999). Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan melalui proses/mekanisme tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep ini di Indonesia sampai dengan tahun 2000 telah melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota/ wilayah mempunyai hirarki sebagai pusat pelayanan relatif terhadap kota/wilayah yang lain. Sedangkan konsep desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan sumberdaya manusia. Pendekatan tersebut mempunyai berbagai kelemahan. Dari kondisi ini munculah beberapa konsep untuk menanggapi kelemahan tersebut. Konsep tersebut antara lain ‘people center approach’ yang menekankan pada pembangunan sumberdaya manusia, ‘natural resources-based development’ yang menekankan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan, serta ‘technology based development’ yang melihat teknologi sebagai kunci dari keberhasilan pembangunan wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi konsep tersebut kurang berhasil dalam membawa kesejahteraan rakyat. Fenomena persaingan antar wilayah, tren perdagangan global yang sering memaksa penerapan sistem ‘outsourcing’, kemajuan teknologi yang telah merubah dunia menjadi lebih dinamis, perubahan mendasar dalam sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi, otonomi, keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat telah mendorong perubahan paradigma dalam pengembangan wilayah. Dengan semakin kompleksnya masalah tersebut dapat dibayangkan akan sangat sulit untuk mengelola pembangunan secara terpusat, seperti pada konsepkonsep yang dijelaskan tersebut. Pilihan yang tepat adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 12 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 pembangunan di wilayahnya sendiri (otonomi). Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) berupa kekayaan alam berlimpah, upah murah atau yang dikenal dengan ‘bubble economics’, sudah usang karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis. Walaupun teori keunggulan komparatif tersebut telah bermetamorfose dari hanya memperhitungkan faktor produksi menjadi berkembangnya kebijaksanaan pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, ternyata daya saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut (Alkadri et.al. (1999). Kenyataan menunjukkan bahwa daya saing dapat pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara menerus. Menurut Porter (1990) keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan teknologi. Namun demikian setiap wilayah masih mempunyai faktor keunggulan khusus yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu yaitu adanya inovasi untuk pembaharuan. Suatu wilayah dapat meraih keunggulan daya saing melalui 4 (empat) hal yaitu keunggulan faktor produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan masyarakat, dan besarnya investasi. Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang mengandalkan 3 (tiga) pilar, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi. Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu wilayah, yang akan berbeda antar wilayah, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat jaringan keruangan (spatial network) dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain apabila salah di dalam mengelola jaringan keruangan tadi tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh pemerintah pusat. Konsep pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang. 2.3. Gambaran Umum Wilayah Kota Semarang 2.3.1. Sejarah Kota Semarang Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-6 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 13 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1435 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu). Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang ditempatkan oleh Kerajaan Demak, dikenal sebagai Pangeran Made Pandan (Sunan Pandanaran I), untuk menyebarkan agama Islam dari perbukitan Pragota. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu tumbuhlah pohon asam yang jarang (bahasa Jawa: asem arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu yang kemudian menjadi Semarang. Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II (kelak disebut sebagai Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran II atau Sunan Pandanaran Bayat atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran saja). Di bawah pimpinan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H disahkan oleh Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 Mei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang. Seiring dengan jatuhnya Pajang ke tangan Kesultanan Mataram, wilayah Semarang masuk dalam wilayahnya. Pada tanggal 15 Januari 1678 Amangkurat II dari Kesultanan Mataram di Kartasura, menggadaikan Semarang dan sekitarnya kepada VOC sebagai bagian pembayaran hutangnya[7]. Dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas. Pada tahun 1705 akhirnya Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena telah dibantu untuk merebut kembali Keraton Kartasura. Sejak saat itu Semarang resmi menjadi kota milik VOC dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1906 dengan Stadblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuklah pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester (Walikota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang Belanda berakhir pada tahun 1942 dengan datangnya pemerintahan pendudukan Jepang. Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang dikepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 14 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan bala tentara Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada Pasukan Republik. Perjuangan ini dikenal sebagai Pertempuran Lima Hari. Tahun 1946 Inggris atas nama Sekutu menyerahkan kota Semarang kepada pihak Belanda. Ini terjadi pada tanggal 16 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihat, pihak Belanda menangkap Mr. Imam Sudjahri, Walikota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan. Selama masa pendudukan Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Namun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian di luar kota sampai dengan bulan Desember 1948. Gambar 1. Kota Semarang pada Tahun 1770 Gambar 2. Kota Semarang pada Tahun 1859 2.3.2. Aspek Geografi dan Demografi Sebagai Pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373,70 km2 (BPS Kota Semarang), berdasarkan pembagiannya terdiri atas 37,90 km2 (10,14%) lahan sawah dan 335,81 (89,86%) bukan lahan sawah serta berdasarkan posisi astronomi berada di antara garis 6° 50’ – 7° 10’ Lintang Selatan dan garis 109° 35’ – 110° 50’ Bujur Timur yang lokasinya berbatasan langsung dengan : Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 15 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai berkisar 13,6 km. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan. Dari jumlah tersebut, terdapat 2 (dua) kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen dengan luas wilayah sebesar 57,55 km² dan Kecamatan Gunungpati dengan luas wilayah sebesar 54,11 km². Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sementara itu wilayah kecamatan dengan mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan dengan luas wilayah 5,93 km² dan Kecamatan Semarang Tengah dengan luas wilayah sebesar 6,14 km². Kota Semarang sebagai salah satu kota yang berada di garis pantai utara Pulau Jawa memiliki ketinggian antara 0,75 sampai dengan 348,00 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel wilayah Semarang Selatan. Tugu, Mijen, dan Gunungpati. Untuk dataran rendah mempunyai ketinggian 0,75 mdpl. Kota Semarang yang terletak di bagian utara Provinsi Jawa Tengah memiliki kenampakan yang yang umumnya juga dimiliki oleh kota/kabupaten lain yang berada di Pulau Jawa. Umumnya, sebagian besar kenampakan geomorfologi Pulau Jawa terdiri dari dataran rendah di bagian utara, serta perbukitan dan pegunungan di bagian selatan. Kota Semarang didominasi oleh dataran rendah khususnya pada bagian utara dan perbukitan di bagian selatan. Sama halnya dengan kenampakan morfologi Pulau Jawa, semakin mengarah ke selatan, morfologi Kota Semarang cenderung berupa area perbukitan. Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78% merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu : Lereng I (0-2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara, Tugu, sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen. Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan. Lereng III (15-40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 16 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Candisari. Lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara) dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati terutama di sekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Berdasarkan data topografi Kota Semarang yang tercantum dalam RTRW Kota Semarang 2011 – 2031, sebanyak 43,89% luasan wilayah Kota Semarang memiliki kelerengan yang berkisar 0 – 2%. Hal ini karena sebagian besar Kota Semarang merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2,45 mdpl. Gambar 3. Peta Administratif Wilayah Kota Semarang Per Kecamatan 2.3.3. Perkembangan Penduduk Dalam konteks kependudukan, dalam kurun waktu enam tahun terakhir terhitung sejak 2011 – 2016, perkembangan penduduk di Kota Semarang cenderung dinamis. Sejak 2011 – 2016, jumlah penduduk Kota Semarang mengalami peningkatan. Namun, jika dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan penduduk Kota Semarang mengalami penurunan rata-rata pertahun mencapai 0,81% setiap tahunnya. Berdasarkan sebaran atau distribusi penduduknya, kecamatan di Kota Semarang yang memiliki jumlah penduduk tertinggi dalam kurun waktu enam tahun terakhir (2011 – Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 17 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 2016) adalah Kecamatan Pedurungan. Adapun kecamatan lain yang memiliki penduduk relatif lebih tinggi ( >100.000 jiwa ) dibandingkan kecamatan lainnya adalah Kecamatan Semarang Barat, Tembalang, Banyumanik, Semarang Utara dan Ngaliyan. Meskipun relatif memiliki luasan lahan yang lebih sedikit dibandingkan kecamatan lain yang berada di pinggiran, kecamatan-kecamatan yang termasuk kedalam area pusat kota memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dibanding kecamatan lain di wilayah pinggiran. Sebagian penduduk yang memilih bermukim di area pusat kota umumnya lebih mengutamakan kemudahan akses terhadap aktivitas perdagangan dan jasa yang sebagian besar terpusat di pusat Kota Semarang. Dalam konteks pembangunan Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang juga merupakan bagian dari rangkaian kawasan strategis nasional KEDUNGSEPUR bersama dengan Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kabupaten Grobogan. Sebagai kota metropolitan, Kota Semarang dalam kedudukannya di kawasan strategis nasional KEDUNGSEPUR menjadi pusat aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan. Fungsi inilah yang kemudian berdampak pada perkembangan pembangunan yang ada di Kota Semarang karena sebagaimana yang diketahui, aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan menjadi aktivitas yang paling banyak mengundang manusia untuk beraktivitas di dalamnya. Oleh karenanya, Kota Semarang menjadi salah satu kota yang memiliki daya tarik bagi penduduk pendatang untuk beraktivitas di dalamnya. Selain itu, Kota Semarang juga merupakan bagian dari segitiga pusat pertumbuhan regional JOGLOSEMAR bersama dengan Jogjakarta dan Solo. Dalam perkembangannya, Kota Semarang berkembang sebagai kota perdagangan dan jasa dimana perkembangan aktivitas perdagangan (perniagaan) dan jasa menjadi tulang punggung pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pada umumnya, pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Semarang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kelahiran, kematian, kedatangan dan perpindahan. Secara keseluruhan, dalam kurun enam tahun terakhir (2011 – 2016) kedatangan dan kepindahan penduduk Kota Semarang dinilai cukup signifikan dibandingan kelahiran dan kematian. Data menunjukkan jumlah penduduk yang datang relatif lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk yang lahir, mati maupun pindah. Kondisi yang demikian disebabkan salah satunya oleh daya tarik Kota Semarang sebagai pusat aktivitas khususnya perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan. Namun di tahun 2016 jumlah penduduk pindah lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk datang. Penduduk yang pindah sebagian besar Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 18 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 berasal dari Semarang bagian bawah seperti Kecamatan Semarang Utara dan Semarang Timur disebabkan kondisi geografis yang sudah padat serta kondisi wilayah yang terendam oleh rob dan banjir, sehingga penduduk mencari daerah yang lebih luas dan tidak banjir. Di sisi lain, pada wilayah-wilayah pengembangan seperti Kecamatan Mijen, Gunungpati dan Genuk, jumlah penduduk yang datang lebih tinggi daripada penduduk yang pindah. Hal ini disebabkan karena adanya pembangunan kawasan perumahan baru di wilayah pengembangan tersebut. Penduduk Semarang umumnya adalah suku Jawa dan menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Agama mayoritas yang dianut adalah Islam. Semarang memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Seperti di daerah lainnya di Jawa, terutama di Jawa Tengah, mereka sudah berbaur erat dengan penduduk setempat dan menggunakan Bahasa Jawa dalam berkomunikasi sejak ratusan tahun silam. Sumber : Profil Kependudukan Kota Semarang (BPS Kota Semarang, 2017) Gambar 4. Perkembangan Penduduk Kota Semarang Tahun 2011 – 2016 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 19 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : Profil Kependudukan Kota Semarang (BPS Kota Semarang, 2017) *) Angka sangat sementara Tabel 1. Sebaran Penduduk per Kecamatan Kota Semarang Tahun 2011 - 2016 2.3.4. Potensi Ekonomi a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat kondisi perekonomian suatu wilayah pada periode tertentu. Penghitungan PDRB dilakukan atas dasar harga berlaku (harga-harga pada tahun penghitungan) dan atas dasar harga konstan (harga-harga pada tahun yang dijadikan tahun dasar penghitungan) untuk dapat melihat pendapatan yang dihasilkan dari lapangan usaha (sektoral) maupun dari sisi penggunaan. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. sedang PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB ADHB digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi. Sementara itu PDRB ADHK digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 20 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : BPS Kota Semarang, 2016 *) Data sangat sementara Tabel 2. Nilai PDRB dan Kontribusi Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Kota Semarang Tahun 2011 – 2016 (Milyar Rupiah) Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 21 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : BPS Kota Semarang, 2016 *) Data sangat sementara Tabel 3. Nilai PDRB dan Kontribusi Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kota Semarang Tahun 2011 – 2016 (Milyar Rupiah) Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 22 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Dari Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat besarnya PDRB ADHB dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (2011-2016) mengalami peningkatan dari Rp. 91.034,10 milyar pada tahun 2011 menjadi sebesar Rp. 145.993,68 milyar pada tahun 2016. Peningkatan PDRB ADHK 2010 juga sejalan dengan peningkatan PDRB ADHB yang menunjukkan peningkatan dari Rp. 86.142,97 milyar pada tahun 2011 menjadi sebesar Rp. 115.298,17 milyar pada tahun 2016. Struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Kota Semarang telah bergeser dari lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke lapangan usaha ekonomi lainnya yang terlihat dari penurunan peranan setiap tahunnya terhadap pembentukan PDRB Kota Semarang. Sumbangan terbesar pada tahun 2016 dihasilkan oleh lapangan usaha Industri Pengolahan, kemudian lapangan usaha Konstruksi, lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, serta lapangan usaha Informasi dan Komunikasi. Sementara peranan lapangan usaha lainnya di bawah 5%. Gambaran lebih jauh struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor Primer yang terdiri dari sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta Pertambangan dan Penggalian adalah sebagai penyedia kebutuhan dasar dan bahan, pada tahun 2016 peranannya sebesar 1,14%, sedikit menurun dibandingkan tahun 2015 sebesar 1,21%. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan; Pengadaan Listrik, Gas; Pengadaan Air serta sektor Konstruksi peranannya sedikit menurun dari 54,68% pada tahun 2015 menjadi 54,52% pada tahun 2016. Sektor tersier yang sifat kegiatannya sebagai jasa, tahun 2016 peranannya meningkat menjadi 44,35% dari tahun 2015 sebesar 44,10%. PDRB perkapita merupakan PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang tinggal di daerah tersebut. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Di tahun 2015, PDRB per kapita Kota Semarang mencapai Rp. 78.947.034,90. Di tahun 2016, PDRB per kapita Kota Semarang kembali meningkat menjadi Rp. 85.871.441,63 dengan pertumbuhan sebesar 8,77%. Jika dilihat dari pertumbuhannya, PDRB per kapita Kota Semarang dari tahun 2011 hingga 2016 mengalami pergerakan yang fluktuatif. Pada tahun 2011 mencapai 10,61% dan menurun di dua tahun berikutnya namun meningkat lagi di tahun 2014. Kemudian kembali menurun di tahun 2015 menjadi 8,33% dan naik menjadi 8,77% di tahun 2016. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 23 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Perkembangan kedua sektor tersebut menunjukan bahwa kota Semarang sedang giat membangun yang mengindikasi meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Semarang dengan kata lain semakin menggeliatnya perkembangan perekonomian kota. Secara umum indikator makro ekonomi Kota Semarang periode 2011-2016 menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Semarang menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 24 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 BAB III PEMBAHASAN 3.1. Metode Penyusunan Makalah Metode pengumpulan data dalam penulisan makalah ini adalah data sekunder, yaitu data yang digunakan oleh para peneliti terdahulu. Bentuk pengumpulan data yang kedua adalah melalui pengumpulan literatur (desk study). Pengumpulan literatur mencakup teori-teori yang relevan dengan tema kegiatan, serta rangkuman atau review dari studistudi terdahulu, beserta referensi peraturan perundangan. Metoda analisis yang digunakan adalah pemodelan dinamika sistem untuk mengetahui dinamika wilayah saat sebelum dan sesudah dibangunnya infrastruktur perhubungan serta setelah dikembangkannya kawasan-kawasan potensial. Pemodelan dinamika sistem ini disusun dengan mempertimbangkan aspek nilai lahan dan pergerakan serta dampaknya pada penyerapan tenaga kerja yang akan terjadi dengan menggunakan skenario pembangunan infrastruktur pendukung dan pengembangan beberapa kawasan potensial. 3.2. Analisa Potensi Perkembangan Wilayah Kota Semarang Secara fisik, perkembangan Kota Semarang dapat diidentifikasi mengarah ke arah barat, timur dan selatan. Terkait dengan luasan lahan terbangun, rata-rata pertumbuhan lahan terbangun di Kota Semarang dari tahun 1999 hingga 2014 mencapai 742,5 Ha/tahun atau sekitar 15% di tahun 1999 dan 44,1 persen di tahun 2014. Peningkatan luasan lahan terbangun terbesar terlihat pada tahun 2009 yang mencapai 1300 Ha. Jika laju pertambahan lahan terbangun dibiarkan sebagaimana apa adanya tanpa intervensi perencanaan pembangunan, maka dapat diperkirakan bahwa dalam kurun waktu 16 hingga 17 tahun kedepan, seluruh luasan wilayah Kota Semarang akan menjadi lahan terbangun seluruhnya. Berdasarkan karakteristik wilayah Kota Semarang, dapat diidentifikasi wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya seperti perikanan, pertanian, pariwisata, industri, pertambangan dan lain-lain. Berdasarkan RTRW Kota Semarang 2011-2031 pengembangan struktur ruang Kota Semarang memiliki 3 fokus kebijakan yaitu : (i) kebijakan dan strategi pengembangan fungsi regional dan nasional; (ii) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan metropolitan Semarang; (iii) kebijakan dan strategi pengembangan struktur pelayanan kegiatan (internal) Kota Semarang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 25 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sedangkan pengembangan pola ruang memiliki fokus kebijakan yaitu : (i) kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan lindung; (ii) kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan budidaya. Selain itu, terdapat potensi pengembangan wilayah di beberapa kawasan strategis di Kota Semarang sebagai berikut : 1. Kawasan Strategis Bidang Pertumbuhan Ekonomi a. Kawasan Cepat Berkembang. Kawasan cepat berkembang ini perlu diprioritaskan penataan ruangnya karena potensi yang dimiliki apabila tidak diarahkan justru menimbulkan permasalahan. Sedangkan kawasan perbatasan di Kota Semarang memiliki peranan yang sangat penting, karena kawasan inilah yang akan mengintegrasikan perkembangan Kota Semarang dengan daerah yang ada disekitarnya. Kawasan cepat berkembang di Kota Semarang adalah kawasan pusat kota yang terletak pada Koridor Peterongan – Tawang - Siliwangi (PETAWANGI). Trend perubahan intensitas kegiatan perdagangan di kawasan PETAWANGI untuk 20 tahun kedepan diperkirakan akan terus terjadi. Berdasarkan dokumen RTRW 2011-2031, arahan kebijakan untuk kawasan cepat berkembang dikembangkan untuk : Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala besar harus memberikan ruang bagi kegiatan sektor informal untuk melakukan kegiatannya. Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa harus mempertimbangkan rasio kecukupan ruang parkir dan ruang terbuka hijau dalam rangka menciptakan kawasan PETAWANGI yang nyaman. Pengaturan pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa yang spesifik per koridor jalan untuk menciptakan spesifikasi perkembangan kawasan. Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa harus menghindari perkampungan atau kawasan yang memiliki nilai historis bagi Kota Semarang b. Kawasan Perlu Kerja Sama dengan Daerah Sekitarnya (Kawasan Perbatasan). Kawasan perkotaan Semarang telah tumbuh hingga keluar batas administrasi Wilayah Kota Semarang. Kondisi ini menyebabkan terdapat keterkaitan pengembangan antara Wilayah Kota Semarang dengan Daerah Kabupaten disekitarnya, khususnya di kawasan perbatasan. Berdasarkan dokumen RTRW Kota Semarang 2011-2031, perlu dilakukan pengelolaan kawasan di perbatasan sehingga tidak terjadi konflik antar dua wilayah : 1. Kawasan Genuk – Sayung Pengembangan industri Transportasi (pengelolaan pelajon/ commuter) Penyediaan perumahan dan fasilitas pendukungnya Penanganan rob dan banjir 2. Kawasan Pedurungan – Mranggen Pengembangan industri Transportasi (pengelolaan pelajon/ commuter) Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 26 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Penyediaan perumahan dan fasilitas pendukungnya 3. Kawasan Mangkang – Kaliwungu Pengembangan industri Transportasi (pengelolaan pelajon/ commuter) Penyediaan perumahan dan fasilitas pendukungnya Penanganan rob dan banjir 4. Kawasan Banyumanik – Ungaran Perkembangan kawasan perdagangan & jasa Penyediaan fasilitas transportasi (terminal) Penyediaan perumahan dan fasilitas pendukungnya 5. Kawasan DAS Kaligarang Perkembangan kawasan terbangun di hulu DAS Kaligarang Pola kerja sama pengelolaan kawasan DAS Kaligarang dalam tataran Pemerintah Kabupaten/ Kota 2. Kawasan Strategis Bidang Sosial Budaya Kawasan strategis bidang sosial budaya di Kota Semarang adalah Kawasan Cagar Budaya Kota Lama. Kawasan bersejarah Kota Lama merupakan kawasan cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan keberadaannya. Dalam pemanfaatannya, kawasan cagar budaya dapat ditingkatkan fungsinya untuk dapat menunjang kegiatan pariwisata, yang nantinya dapat memberikan kontribusi pendapatan dari sektor pariwisata. Berdasarkan dokumen RTRW 2011-2031, rencana penanganan Kawasan Kota Lama adalah : a. Pemeliharaan dan pelestarian bangunan dari pengaruh kegiatan dan ketahanan kontruksi bangunan b. Revitalisasi fungsi dan penggunaan bangunan c. Pengembangan sistem kepariwisataan Kota Semarang yang terintegrasi dengan pengembangan kawasan Kota Lama 3. Kawasan Strategis Bidang Pendayagunaan Sumber Daya Alam atau Teknologi Tinggi Kawasan strategis bidang pendayagunaan sumber daya alam atau teknologi tinggi di Kota Semarang adalah Kawasan pelabuhan Tanjung Mas. Berdasarkan dokumen RTRW Kota Semarang 2011-2031, arahan pengelolaan di kawasan pelabuhan ditekankan pada kegiatan : a. Memperlancar pergerakan manusia dan barang di dalam kawasan pelabuhan maupun kawasan pelabuhan dengan kawasan diluarnya melalui peningkatan jaringan jalan yang memadai dan pengembangan sistem terminal yang terintegrasi dengan pergerakan darat (pergerakan jalan raya dan kereta api) dan pergerakan udara. b. Perlunya dilakukan penanganan percepatan penurunan permukaan tanah dan banjir rob. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 27 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 c. Penyusunan kebijakan penataan ruang kawasan pelabuhan dalam rangka memadukan kegiatan pelabuhan dengan kawasan yang ada disekitarnya. 5. Kawasan Strategis Bidang Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup Kawasan strategis bidang fungsi dan daya dukung lingkungan hidup adalah Kawasan Bendungan/ Waduk Jatibarang. Pembangunan Bendungan/ Waduk Jatibarang yang akan difungsikan sebagai pengendali limpasan air ke kawasan bawah Kota Semarang. Bendungan/waduk ini direncanakan berlokasi di Kecamatan Mijen dan Gunungpati. 3.2.1. Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Semarang merupakan simpul utama kegiatan di Jawa Tengah karena merupakan jalur distribusi dan outlet dari dan ke kabupaten/kota dan Provinsi Jawa Tengah. Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat daya saing daerah. Berikut ini diuraikan fasilitas wilayah/infrastruktur yang mendorong pertumbuhan wilayah sekaligus sebagai pendorong tumbuhnya perekonomian masyarakat kota Semarang. 1. Infrastruktur Jalan Sarana jalan di Kota Semarang yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Semarang sepanjang 722,46 km dengan kondisi yang relatif baik. Rasio panjang jalan dengan kondisi jalan baik mencapai 52,5%, kondisi sedang 35,6%, rusak ringan 10% dan rusak berat hanya sebesar 1,9%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4. Sumber : Dinas Bina Marga Kota Semarang, 2016 Tabel 4. Profil Kondisi Jalan Kota Di Kota Semarang Tahun 2016 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 28 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Data jembatan sampai dengan tahun 2015 terdata sebanyak 200 buah atau sepanjang 4.600 meter. Dan yang kondisinya terdata secara detil masih sejumlah 33 buah dengan perincian data jembatan dalam kondisi baik sekali sejumlah 20 buah dan kondisi jembatan yang rusak ringan sejumlah 12 buah. Perkembangan urusan pekerjaan umum dan penataan ruang dijabarkan berdasarkan beberapa variabel yang ditunjukkan tabel 5. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 29 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : BPS, Binamarga, D.PSDA, DKP, D. PJPR & DTKP Kota Semarang, 2016 *) Data sangat sementara/Data tahun sebelumnya Tabel 5. Realisasi Kinerja Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Masih adanya jaringan jalan dalam kondisi tidak baik sekitar 10% menjadi tugas pemerintah untuk makin meningkatkan kualitas serta pengoptimalan integrasi jaringan jalan dan fasilitas jalan di Kota Semarang. Persentase kesesuaian pemanfaatan ruang dengan Perencanaan Tata Ruang mencapai 79%, sehingga masih terdapat wilayah yang belum sesuai dengan peruntukan tata ruang. Terlaksananya peningkatan pengelolaan reklame di Kota Semarang, dimana di sepanjang tahun 2010-2015 telah dilaksanakan melalui intensifikasi penagihan tunggakan reklame, penandaan reklame, dan penertiban reklame ilegal yang jumlahnya meningkat secara signifikan sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2012 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagianbagian Jalan, dimana tidak diperbolehkan lagi memasang reklame melintang di jalan (bando), di median jalan termasuk delta, baik di Jalan Nasional, Provinsi, maupun Kota. 2. Sarana Lingkungan (Sanitasi, Drainase, Sampah) Jumlah daya tampung sampah apabila menggunakan open damping dalam kajian Masterplan Persampahan adalah 330.723,05 M3 yang tercapai pada 2015. Namun karena pelaksanaan pembuangan sampah di TPA saat ini merupakan campuran antara open dumping dan sanitary landfill sehingga umur TPA jadi bisa lebih lama. 3. Sistem Penyediaan Air Minum Terkait pelayanan air minum, dari data terlihat bahwa cakupan persentase rumah tangga yang terlayani air minum semakin meningkat, namun dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan air minum tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan pengelolaan pelayanannya. Saat ini masih sering dijumpai banyaknya keluhan masyarakat terkait pengelolaan air minum yang belum lancar distribusi maupun keluhan terhadap kualitas air yang dihasilkan. Hal ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah sebagai bagian dari upaya pemenuhan dan pengoptimalan sarana prasarana dasar permukiman yang berkualitas. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 30 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 4. Infrastruktur Keairan Terkait penanganan rob dan banjir, merupakan tugas yang sangat berat bagi Pemerintah Kota Semarang terutama saat datangnya musim penghujan. Potensi letak Kota Semarang yang berada di pinggir pantai menjadikan Kota Semarang sebagai daerah berpotensi mengalami banjir dan rob. Namun begitu berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi hal tersebut. Untuk meminimalisir terjadinya banjir dan rob dilakukan kegiatankegiatan perawatan sungai-sungai secara berkala. Usaha-usaha tersebut terbukti efektif dalam menurunkan genangan banjir dan rob. Dari data sektoral Perangkat Daerah terlihat menurunnya persentase kawasan banjir dan rob dari 5,34% di tahun 2015 menjadi 5,02% di tahun 2016. Salah satu usaha yang ditempuh Kota Semarang terkait dana penataan sungai yang sangat besar, pemerintah Kota Semarang bisa memanfaatkan dana-dana yang bersumber dari dana non-APBD, seperti APBD provinsi maupun Pemerintah Pusat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6. Sumber : Dinas PSDA & ESDM Kota Semarang, 2016 *) Data sangat sementara/Data diolah Tabel 6. Penanganan Banjir di Kota Semarang Berdasarkan data yang ada, penanganan banjir dan rob di Kota Semarang dapat dikatakan cukup berhasil, namun dengan masih adanya kawasan yang tergenang banjir dan rob mengindikasikan bahwa di Kota Semarang masih terdapat saluran, drainase dan goronggorong yang belum berfungsi optimal. Hal ini disebabkan juga karena kondisi di lapangan saat ini masih terdapat infrastruktur pengendali rob dan banjir yang belum terbangun secara menyeluruh (misal polder banger, kolam retensi yang masih dalam proses pembangunan) sehingga sistem drainase belum dapat terintegrasi secara menyeluruh dalam mengatasi masalah banjir dan rob di Kota Semarang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 31 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 3.2.2. Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Perkembangan dalam urusan perumahan rakyat dan kawasan permukiman dapat dilihat pada tabel 7. Sumber : DTKP Kota Semarang, 2016 *) Data sangat sementara/Data tahun sebelumnya Tabel 7. Realisasi Kinerja Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Dari penjelasan tabel diatas dijelaskan juga bahwa luas lingkungan permukiman kumuh menurun dari tahun 2015 sebesar 0,99% menjadi 0,79% pada tahun 2016. Meskipun secara statistik angka tersebut menurun, namun dari data tersebut juga menunjukkan adanya lingkungan permukiman yang masih kumuh/ buruk seluas 0,79% atau sekitar 2,9 km2 dari seluruh wilayah Kota Semarang yang masih harus dituntaskan. Berdasarkan SK Walikota Semarang No. 050/801/2014 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Kota Semarang telah diputuskan sebesar 415,83 ha atau 4,16 km2 atau mencapai 1,11% dari wilayah Kota Semarang 3.2.3. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur Ketersediaan fasillitas wilayah/infrastruktur Kota Semarang meliputi aksesibilitas wilayah, penataan wilayah, ketersediaan air minum, ketersediaan fasilitas listrik dan telepon, fasilitas perdagangan dan jasa serta ketersediaan fasilitas lainnya. Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan salah satu daya tarik Kota Semarang dalam meningkatkan daya saing daerah. 1. Infrastruktur Perhubungan Kota Semarang selain merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, juga merupakan jalur perlintasan dari wilayah barat (Jakarta) menuju wilayah Timur (Surabaya) dan Selatan (Yogyakarta) atau sebaliknya sehingga Kota Semarang merupakan penopang jalur distribusi perekonomian Jawa Tengah. Kondisi infrastruktur merupakan unsur penting yang perlu mendapatkan perhatian agar dapat berfungsi dengan optimal. Dalam mendukung aksesibilitas, panjang jalan yang Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 32 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 dikelola oleh Pemerintah Kota Semarang sampai dengan tahun 2016 adalah sepanjang 722,46 km. Daya saing lainnya di bidang sarana prasarana perhubungan adalah dimilikinya pelabuhan udara/ laut, terminal bus, stasiun kereta api yang mampu menghubungkan seluruh kota di Indonesia. Kota Semarang selain merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, juga merupakan jalur perlintasan dari wilayah barat (Jakarta) menuju wilayah Timur (Surabaya) dan Selatan (Yogyakarta) atau sebaliknya sehingga Kota Semarang merupakan penopang jalur distribusi perekonomian Jawa Tengah. 2. Bandara Udara Ahmad Yani Bandar Udara Internasional Ahmad Yani yang dapat melayani penumpang domestik antar pulau juga dapat melayani penumpang internasional. Pada tahun 2015 jumlah kedatangan penumpang dari pintu domestik mencapai 1.781.719 penumpang meningkat dari tahun 2014 sebesar 1.671.740 penumpang, sedangkan dari sektor keberangkatan mencapai 1.751.687 penumpang meningkat dibanding tahun 2014 dengan jumlah 1.642.072 penumpang. Sedangkan jika dilihat dari pintu kedatangan internasional mencapai 68.044 penumpang, meningkat dibandingkan tahun 2014 lalu yaitu sebanyak 77.712 penumpang. Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Bandar Udara Ahmad Yani Semarang, BPS Kota Semarang, 2015 Tabel 8. Arus Lalu Lintas Angkutan Udara Domestik Pesawat, Penumpang, Bagasi Barang/Cargo dan Pos Paket di Bandar Udara Ahmad Yani Kota Semarang Tahun 2010-2015 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 33 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Bandar Udara Ahmad Yani Semarang, BPS Kota Semarang, 2015 Tabel 9. Arus Lalu Lintas Angkutan Udara Domestik Pesawat, Penumpang, Bagasi Barang/Cargo dan Pos Paket di Bandar Udara Ahmad Yani Kota Semarang Tahun 2010-2015 3. Pelabuhan Tanjung Emas Pelabuhan Tanjung Emas yang merupakan pelabuhan pelayaran nusantara untuk melayani penumpang kapal antar Provinsi. Namun demikian beberapa kapal pesiar internasional juga dapat singgah di pelabuhan ini. Selain itu pelabuhan Tanjung Emas juga untuk melayani angkutan barang yaitu dengan adanya Terminal Peti Kemas untuk melayani bongkar muat muatan baik nasional maupun internasional. Pada tahun 2015 jumlah kunjungan kapal untuk pelayaran nusantara mencapai 1.036 kapal, untuk pelayaran rakyat mencapai 546 kapal, untuk pelayaran khusus (non pelayaran) sejumlah 152 kapal, untuk pelayaran luar negri mencapai sebesar 679 kapal. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 34 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : Administrator Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dan BPS Kota Semarang, 2015 Tabel 10. Banyaknya Kunjungan Kapal dan Bongkar Muat Barang Pelabuhan Laut Tanjung Emas Semarang Tahun 2010-2015 4. Terminal Bus Terminal bus untuk melayani angkutan bus didalam kota, antar kota bahkan antar Provinsi. Beberapa terminal di Kota Semarang berdasarkan tipe pelayanan yaitu: Tipe A terminal berada di Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu, terminal penumpang B di kelurahan Terboyo Kecamatan Genuk dan Terminal tipe B Penggaron di Kecamatan Pedurungan. Terminal dengan Tipe C yaitu di Kelurahan Cangkiran Kecamatan Mijen, di Kelurahan Cepoko Kecamatan Gunungpati, di Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara dan Meteseh Kecamatan Tembalang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 35 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : BPS Kota Semarang, 2016 Tabel 11. Arus Lalu Lintas Penumpang dan Bus yang Masuk di Terminal Terboyo Kota Semarang Tahun 2010-2015 5. Stasiun Kereta Api Stasiun kereta api di Kota Semarang untuk melayani angkutan penumpang dan barang. Untuk pelayanan angkutan kelas Eksekutif dan Bisnis pelayanan di utamakan di Stasiun Tawang, sedangkan pelayanan angkutan penumpang kelas ekonomi dan bisnis dipusatkan di Stasiun Poncol. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 36 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : BPS Kota Semarang, 2016 Tabel 12. Banyaknya Penumpang Kereta Api Melalui PT KA (Persero) Daerah Operasi IV Kota Semarang Tahun 2010-2015 3.3. Rencana Pengembangan Kawasan Potensial Dalam konsep pengembangan wilayah suatu daerah, tidak bisa dipisahkan dengan potensi daerah itu sendiri. Kawasan strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Adapun rencana pengembangan kawasan strategis di Kota Semarang adalah : 1. Kawasan Segitiga Peterongan – Tawang – Siliwangi Kawasan pusat kota yang terletak pada Kawasan Segitiga Peterongan – Tawang – Siliwangi. Kawasan segitiga ini memiliki kekuatan pengembangan yang sangat besar, potensi pengembangan pada kawasan ini adalah kegiatan perdagangan dan jasa. Secara umum Kawasan Segitiga Peterongan – Tawang – Siliwangi adalah kawasan yang memiliki kepadatan bangunan yang tinggi. Dalam kawasan saat ini telah terjadi transformasi kegiatan perdagangan dan jasa dari skala kecil dan menengah ke skala besar. Hal ini terbukti dengan tumbuhnya beberapa pusat perbelanjaan dan fungsi jasa (perkantoran swasta dan hotel) yang mengalihfungsikan lahan yang sebelumnya berfungsi sebagai pertokoan dan permukiman. Tren perubahan intensitas kegiatan perdagangan di Kawasan Segitiga Peterongan – Tawang – Siliwangi untuk 20 tahun kedepan diperkirakan akan terus terjadi. 2. Pelabuhan Tanjung Emas Pelabuhan Tanjung Mas merupakan fasilitas nasional yang ada di Kota Semarang. Kawasan ini memiliki kegiatan yang spesifik yang memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung pergerakan barang dan jasa yang melewati laut. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 37 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 3. Kawasan Strategis Bidang Sosial Budaya Kawasan strategis bidang sosial budaya di Kota Semarang adalah meliputi : 1. Kawasan Masjid Agung Semarang di Kecamatan Semarang Tengah; 2. Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah di Kecamatan Gayamsari; 3. Kawasan Gedong Batu di Kecamatan Semarang Barat; dan 4. Kawasan Kota Lama di Kecamatan Semarang Utara. Kawasan strategis bidang sosial budaya merupakan kawasan cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan keberadaannya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kekayaan budaya berupa peninggalan-peninggalan sejarah yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Dalam pemanfaatannya, kawasan cagar budaya dapat ditingkatkan fungsinya untuk dapat menunjang kegiatan pariwisata, yang nantinya dapat memberikan kontribusi pendapatan dari sektor pariwisata. 4. Kawasan Waduk Jatibarang Pembangunan Waduk Jatibarang yang difungsikan sebagai pengendali limpasan air ke kawasan bawah Kota Semarang. Selain fungsi hidrologi kawasan Kawasan Waduk Jatibarang juga dijadikan kawasan wisata dengan berbagai fasilitas pendukungnya. 5. Kawasan Reklamasi Pantai Kawasan reklamasi pantai ditetapkan berada di wilayah Kecamatan Semarang Utara yang pengembangannya dalam rangka pengoptimalan kawasan pesisir dengan memperhatikan dampak lingkungan. 6. Kawasan Industri a. Kawasan berikat yang meliputi Kawasan Industri Lamicitra Nusantara di Kecamatan Semarang Utara, dan Kawasan Industri Wijayakusuma di Kecamatan Tugu. b. Kawasan industri dan pergudangan yang meliputi : Kawasan peruntukan Industri di Kecamatan Genuk dengan luas kurang lebih 303 (tiga ratus tiga) hektar; Kawasan Industri Tugu melalui pengembangan Kawasan Industrial Estate dengan luas kurang lebih 495 hektar; Kawasan Industri Candi melalui Kawasan Industrial Estate dengan luas kurang lebih 450 hektar; Kawasan industri dan Pergudangan Tanjung Emas melalui pengembangan Kawasan Industrial Estate beserta pergudangan; Kawasan Industri di Kecamatan Mijen dengan luas kurang lebih 175 hektar; Kawasan peruntukan Industri di Kecamatan Pedurungan dengan luas kurang lebih 58 hektar; Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 38 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 c. Kawasan Industri Merdeka Wirastama di Kecamatan Genuk dengan luas kurang lebih 300 hektar; Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tambak Lorok di Kecamatan Semarang Utara; dan Kawasan Depo Pertamina di Kecamatan Semarang Timur. Industri kecil dan rumah tangga yang meliputi : Industri kecil dan rumah tangga Bugangan di Kecamatan Semarang Timur dan kawasan Lingkungan Industri Kecil (LIK) di Kecamatan Genuk; Industri kecil dan rumah tangga Bugangan di Kecamatan Semarang Timur dan kawasan Lingkungan Industri Kecil (LIK) di Kecamatan Genuk; Industri kecil dan rumah tangga yang menimbulkan polusi diarahkan ke kawasan industri; 7. Perhotelan dan Restoran Kota Semarang sebagai kota perdagangan dan jasa, dapat dilihat dari ketersediaan fasilitas hotel, penginapan, restoran/rumah makan, pasar modern dan pasar tradisional. Sampai dengan tahun 2016 jumlah fasilitas perdagangan dan jasa mengalami peningkatan, jumlah restoran/rumah makan/kedai sebanyak 509 buah. Perkembangan fasilitas perdagangan dan jasa di Kota Semarang pada tahun 2016 mengalami peningkatan hal ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah hotel sebanyak 7 buah dan restoran/rumah makan sebanyak 35 buah dari tahun 2015. Jumlah hotel berbintang sebanyak 54 buah; hotel non bintang 77 buah. Disamping itu juga terdapat fasilitas pendidikan, tempat wisata alam dan wisata buatan. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Semarang memilki daya tarik bagi investor untuk investasi dan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk berkunjung di Kota Semarang. Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, 2016 Tabel 13. Perkembangan Jenis, Kelas dan Jumlah Penginapan/Hotel di Kota Semarang Tahun 2011-2016 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 39 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, 2016 Tabel 14. Perkembangan Jumlah Restoran dan Rumah Makan di Kota Semarang Tahun 2011-2016 8. Ketersediaan Air Minum Untuk pelayanan umum terhadap fasilitas air minum di Kota Semarang dapat dikatakan mengalami perkembangan yang relatif meningkat tiap tahun. Jumlah pemakaian air melalui PDAM kota Semarang pada tahun 2016 tercatat 45,84 juta m3. Pemakaian terbanyak terdapat pada pelanggan Rumah Tangga sebanyak 37,50 juta m3 atau sekitar 82,44 % dari seluruh pemakaian air minum. Yang menjadi persoalan dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan air minum perlu diimbangi dengan peningkatan pengelolaan pelayanan air minum. Berdasarkan laporan Pusat Penanganan Pengaduan Masyarakat (P3M), jumlah pengaduan terkait pelayanan air minum oleh PDAM per Januari – November 2017 sebanyak 389 laporan dengan rincian 347 laporan sudah terselesaikan dan 42 laporan masih dalam proses atau sekitar 90% sudah terselesaikan. 9. Komunikasi dan Informatika Perkembangan jaringan telekomunikasi beberapa tahun terakhir cukup menggembirakan, terlihat dengan banyaknya satuan sambungan yang dipasarkan kepada masyarakat. Jika dilihat dari sebaran tiap kecamatan yang ada, maka jaringan telepon telah menjangkaunya seluruh kelurahan yang ada di tiap-tiap kecamatan. Ketersediaan daya listrik sangat memungkinkan bagi pengembangan investasi. Sedangkan untuk fasilitas telepon seiring dengan perkembangan teknologi untuk jaringan tetap (jaringan telepon lokal, SLI, SLJJ, dan tertutup) mengalami kecenderungan menurun. Tetapi untuk jaringan bergerak yakni satelit dan telepon seluler mengalami perkembangan cukup pesat. Jangkauan komunikasi saat ini tidak menjadi suatu permasalahan, melalui layanan jaringan bergerak yang ditawarkan oleh perusahaan penyedia jaringan telepon antara lain Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 40 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Telkomsel, Indosat, XL, Axis, Tri, dan lain-lain pelanggan secara cepat dapat menggunakannya. 3.4. Skenario Rencana Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Kota Semarang 3.4.1. Isu Strategis Pembangunan Kota Semarang Isu strategis merupakan tantangan atau peluang yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi masyarakat di masa mendatang. Suatu analisis isu-isu strategis menghasilkan rumusan kebijakan yang bersifat antisipatif dan solutif atas berbagai kondisi yang tidak ideal di masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka menengah dan panjang. Sedangkan pada sisi lain, permasalahan pembangunan daerah menggambarkan kinerja daerah atau kondisi masyarakat yang belum ideal. Analisis isu strategis menghasilkan rumusan kebijakan yang bersifat antisipatif dan solutif atas berbagai kondisi yang tidak ideal di masa depan untuk meningkatkan efektivitas perencanaan pembangunan. Dengan demikian, rumusan tentang permasalahan pembangunan dan isu strategis merupakan bagian penting dalam penentuan kebijakan pembangunan jangka menengah Kota Semarang. 1. Permasalahan Pembangunan Kota Semarang Permasalahan pembangunan daerah merupakan kesenjangan antara sasaran pembangunan yang ingin dicapai di masa mendatang dengan kondisi riil saat perencanaan pembangunan dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis permasalahan pembangunan daerah pada masing-masing bidang urusan sesuai dengan kondisi objektif daerah, serta kesepakatan dari para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan daerah, maka diketahui permasalahan utama Kota Semarang yakni “Belum optimalnya kesejahteraan masyarakat Kota Semarang”. Permasalahan utama pembangunan Kota Semarang tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam 4 (empat) pokok permasalahan sebagai berikut : a. Kualitas sumber daya manusia yang masih perlu ditingkatkan; b. Belum optimalnya penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance); c. Belum optimalnya pembangunan tata ruang dan penyediaan infrastruktur dasar; dan d. Inovasi dan daya saing nilai tambah produksi pada sektor perekonomian masih perlu ditingkatkan. Untuk lebih memahami secara mendalam maka keterkaitan permasalahan pokok dengan permasalahan utama dapat ditunjukkan pada gambar 5. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 41 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Gambar 5. Permasalahan Utama dan Permasalahan Pokok Pembangunan Kota Semarang Permasalahan pembangunan daerah Kota Semarang diidentifikasi melalui kajian data dan informasi pembangunan daerah khususnya data strategis pembangunan. Berikut penjabaran permasalahan pembangunan Kota Semarang berdasarkan gambaran umum kondisi pembangunan daerah di Kota Semarang : a. Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Masih Perlu Ditingkatkan Belum optimalnya kualitas SDM Kota Semarang berhubungan dengan permasalahan pokok antara lain belum optimalnya akses dan mutu pendidikan, belum optimalnya akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan pendapatan per kapita yang dipengaruhi oleh sektor ekstratif skala besar. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas melalui peningkatan mutu pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan. Rumusan permasalahan yang berhubungan dengan Kualitas Sumber Daya Manusia yang Masih Perlu Ditingkatkan dapat dilihat pada tabel berikut : Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 42 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Tabel 15. Rumusan Permasalahan Kualitas Sumber Daya Manusia yang Masih Perlu Ditingkatkan b. Penyelenggaraan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Masih Belum Optimal Pembangunan berkelanjutan menjadi pokok perhatian dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Semarang. Mencermati kinerja “tata kelola pemerintahan yang baik” di lingkungan Pemerintahan Kota Semarang yang belum optimal, beberapa faktor penyebabnya dapat diidentifikasi antara lain : belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 43 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 kompeten, bersih, dan bebas KKN; masih perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik; serta akuntabilitas kinerja yang belum memuaskan. Rumusan permasalahan yang berhubungan dengan Penyelenggaraan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Masih Belum Optimal dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16. Rumusan Permasalahan Penyelenggaraan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Masih Belum Optimal c. Belum Optimalnya Pembangunan Tata Ruang Dan Penyediaan Infrastruktur Dasar Pembangunan infrastruktur berkualitas dengan kapasitas yang memadai dan merata merupakan faktor penting untuk mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi. Kualitas dan kapasitas infrastruktur yang memadai akan memperlancar konektivitas, menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga wilayah Kota Semarang akan mampu menjadi wilayah yang tangguh, produktif dan berkelanjutan. Belum optimalnya kinerja pelayanan dan infrastruktur kota Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 44 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 menjadi permasalahan di Kota Semarang. Permasalahan lain yang menjadi perhatian adalah terkait dengan tata ruang wilayah. Perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang yang baik menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan wilayah. Masih belum optimalnya kesesuaian pemanfaatan ruang merupakan hal yang menjadi perhatian dalam lima tahun ke depan. Pembangunan infrastruktur dasar lainnya yang menjadi perhatian pemerintah Kota Semarang adalah lingkungan pemukiman. Seperti yang kita ketahui bahwa Pemerintah Pusat mencanangkan program 100-0-100 yaitu target 100% akses air minum, 0% kawasan permukiman kumuh, dan 100% akses sanitasi layak, yang harus dicapai oleh Kabupaten/kota pada tahun 2019. Kota Semarang, sebagai kota yang maju memiliki persentase rumah tangga kumuh yang nilainya lebih besar dibandingkan kabupaten di sekitarnya. Hal ini menjadi perhatian Pemerintah Kota Semarang untuk memerhatikan rumah tangga kumuh sehingga target nasional tercapai 0% kawasan kumuh di Semarang. Rumusan permasalahan yang berhubungan dengan Belum Optimalnya Pembangunan Tata Ruang dan Penyediaan Infrastruktur Dasar dapat dilihat pada tabel 17. Tabel 17. Rumusan Permasalahan Belum Optimalnya Pembangunan Tata Ruang dan Penyediaan Infrastruktur Dasar Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 45 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 d. Inovasi dan Daya Saing Nilai Tambah Produksi Pada Sektor Perekonomian Masih Perlu Ditingkatkan Perekonomian suatu wilayah menjadi salah satu tolok ukur utama dalam melihat tingkat kesejahteraan masyarakat baik secara makro maupun mikro. Hal tersebut merupakan poin penting mengingat kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh perekonomian terkait dengan finansial atau kebutuhan. Salah satu problem yang menghambat percepatan kemajuan Kota Semarang adalah masih belum optimalnya daya saing produk unggulan daerah, terutama untuk produk-produk usaha mikro. Selain itu masih belum optimalnya inovasi juga merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan daya saing. Secara teori, variabel daya saing ini menjadi faktor kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi baik skala nasional, regional, dan global. Daya saing dalam hal ini terkait dengan kapasitas produksi, kapasitas inovasi, dan kemampuan daerah Kota Semarang menarik investasi dalam kerangka meningkatkan struktur perekonomian. Rumusan permasalahan yang berhubungan dengan Inovasi dan Daya Saing Nilai Tambah Produksi Pada Sektor Perekonomian Masih Perlu Ditingkatkan dapat dilihat pada tabel 18. Tabel 18. Rumusan Permasalahan Inovasi dan Daya Saing Nilai Tambah Produksi pada Sektor Perekonomian Masih Perlu Ditingkatkan 2. Isu Strategis Pembangunan Daerah Isu-isu strategis merupakan isu-isu yang jika diprioritaskan antisipasi dan penanganannya maka peluang tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan lima tahun mendatang akan lebih besar dan lebih pasti. Namun jika isu-isu strategis ini tidak ditangani dengan serius, maka hal yang sebaliknya akan Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 46 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 terjadi yakni tujuan dan sasaran menjadi sulit tercapai. Suatu isu strategis dirumuskan melalui identifikasi berbagai isu internasional, nasional, dan regional. Berdasarkan identifikasi dari berbagai isu tersebut dapat ditentukan isu strategis yang akan ditangani dalam lima tahun ke depan diantaranya adalah : a. Isu Internasional Isu strategis internasional merupakan suatu kondisi yang dialami secara global oleh seluruh negara di dunia dimana isu tersebut merupakan prioritas utama setiap negara dalam penyusunan rumusan kebijakan di negaranya masing-masing. Isu strategis internasional sebagian besar mengusung perihal degradasi kualitas lingkungan hidup hingga ancaman menipisnya sumber daya tak terbaharui yang merupakan bahan bakar untuk energi. Sebagai kota yang telah dan didorong untuk menjadi Isu strategis di tingkat internasional yang relevan bagi perencanaan pembangunan masa mendatang bagi Kota Semarang antara lain : pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/MDGs), kondisi perekonomian global yang berpengaruh ke perekonomian nasional dan daerah, mitigasi perubahan iklim global (global warning/climate change), serta kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat. b. Isu Kebijakan Nasional Isu-isu secara nasional yang memiliki potensi besar untuk mempengaruhi arah pembangunan Kota Semarang pada masa mendatang adalah kebijakan dari pemerintah pusat. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan semakin efektif dan efisien yang dicerminkan oleh terjaganya daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihan untuk mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari; Terus membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup; meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidup; serta semakin mantapnya kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah Indonesia. Daya saing perekonomian Indonesia semakin kuat dan kompetitif dengan semakin terpadunya industri manufaktur dengan pertanian, kelautan, dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan; terpenuhinya ketersediaan infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia usaha; Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 47 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Makin selarasnya pembangunan pendidikan, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi; serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan, dan penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang ditandai oleh berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi; Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat tercapai; mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat; Terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia; Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air dan pengembangan sumber daya air; serta terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Kota Semarang sebagai kota perdagangan dan jasa, yang menjadi ibukota dari Provinsi Jawa Tengah masuk dalam lokasi prioritas nasional. Kota Semarang masuk dalam kawasan perkotaan Kedungsepur dengan rincian sebagai berikut : Tabel 19. Lokasi Prioritas Kawasan Strategis Nasional Perkotaan sebagai Pusat Pertumbuhan Wilayah di Jawa-Bali 3.4.2. Tujuan Dan Sasaran Pembangunan Misi yang akan dilakukan untuk mewujudkan visi pembangunan, selanjutnya akan dirumuskan tujuan dan sasaran pembangunan daerah Kota Semarang Tahun 20162021 sebagai berikut : Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 48 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Tabel 20. Tujuan Pembangunan Kota Semarang Tahun 2016-2021 Dengan berdasarkan visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan pada pembahasan bab sebelumnya, dalam rangka mencapai sasaran-sasaran pembangunan maka dirumuskan strategi pada tiap sasaran RPJMD yang terinci pada tabel 21. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 49 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Tabel 21. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Strategi Kota Semarang Tahun 2016-2021 Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 50 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Letak dan kondisi geografis Kota Semarang yang sangat strategis adalah salah satu daya tarik minat investor untuk menanam modal, posisi strategis tersebut antara lain adalah Kota Semarang juga merupakan bagian dari rangkaian kawasan strategis nasional KEDUNGSEPUR bersama dengan Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kabupaten Grobogan. Sebagai kota metropolitan, Kota Semarang dalam kedudukannya di kawasan strategis nasional KEDUNGSEPUR menjadi pusat aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan. Fungsi inilah yang kemudian berdampak pada perkembangan pembangunan yang ada di Kota Semarang karena sebagaimana yang diketahui, aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan menjadi aktivitas yang paling banyak mengundang manusia untuk beraktivitas di dalamnya. Oleh karenanya, Kota Semarang menjadi salah satu kota yang memiliki daya tarik bagi penduduk pendatang untuk beraktivitas di dalamnya. Selain itu, Kota Semarang juga merupakan bagian dari segitiga pusat pertumbuhan regional JOGLOSEMAR bersama dengan Jogjakarta dan Solo. Dalam perkembangannya, Kota Semarang berkembang sebagai kota perdagangan dan jasa dimana perkembangan aktivitas perdagangan (perniagaan) dan jasa menjadi tulang punggung pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan Umum Pengembangan Perekonomian Daerah diarahkan kepada penguatan struktur ekonomi Semarang pada masa yang akan datang agar tidak lagi tergantung pada industri Kecil dan Rumah Tangga dan memecahkan masalah pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja. Upaya pencapaian pengembangan wilayah dan ekonomi di Kota Semarang sangat terkait dengan penyediaan infrastruktur kota Semarang yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan prasarana dasar bagi warga masyarakat seperti prasarana jalan, sarana pemukiman, air bersih, kebersihan kota, dan drainase kota. Oleh karena itu upaya pengembangan infrastruktur perkotaan dan kualitas lingkungan hidup perlu terus dilakukan seiring dengan perkembangan kota dan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan infrastruktur dan kualitas lingkungan hidup yang baik. Model transportasi di Kota Semarang meliputi transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang menghubungkan pusat kota dengan seluruh wilayah Semarang, yang meliputi angkutan dalam kota dan antar kota di wilayah sekitar Semarang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 51 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Ruang wilayah Kota Semarang selain memiliki potensi juga memiliki keterbatasan. Oleh karena itu di dalam memanfaatkan ruang baik untuk kegiatan pembangunan maupun untuk kegiatan lain perlu dilaksanakan secara bijaksana, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan azas terpadu, tertib, serasi, seimbang dan lestari. Dengan demikian baik ruang sebagai wadah kehidupan dan penghidupan maupun sebagai sumber daya perlu dilindungi guna mempertahankan kemampuan daya dukung dan daya tampung bagi kehidupan manusia. Dari analisis dinamika sistem yang dilakukan dari Tahun 2011 sampai Tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong pembangunan wilayah dan perekonomian di Kota Semarang. Agar pemanfaatan dan perlindungan ruang dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna perlu dirumuskan penetapan struktur dan pola ruang wilayah, kebijaksanaan, strategi pengembangan dan pengelolaannya di dalam suatu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang yang merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah dengan kepastian hukum berupa Peraturan Daerah Kota Semarang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang. 4.2. Saran Perkembangan infrastruktur dan ekonomi yang meningkat memang sangat dibutuhkan oleh Kota Semarang saat ini untuk mendorong pendapatan masyarakat. Namun, pembangunan infrastruktur yang baik akan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan berdampak merata dan dirasakan oleh seluruh masyarakat Kota Semarang Secara umum kondisi perhubungan Kota Semarang saat ini mulai menghadapi masalah serius dan semakin menjadi ancaman besar di masa datang bila tidak dilakukan terobosan penting. Terlebih lagi dengan perkembangan kota dan pertumbuhan kendaraan yang sangat tinggi. Sehingga dapat diambil solusi dengan sistem angkutan umum massal. Strategi yang diperlukan untuk dapat lebih mengembangkan wilayah Kota Semarang, antara lain dengan pembangunan dan perbaikan pemeliharaan sarana prasarana infrastruktur publik (sebagai contoh proyek perbaikan Bandara Udara Ahmad Yani yang saat ini menjadi bandara internasional terbaik di Indonesia dank e-16 terbaik di dunia, serta paling hemat energi dan ramah lingkungan), jalan tol, jalan nasional dan pengembangan pelabuhan untuk industri di Kawasan Lamicitra Nusantara. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 52 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 Beberapa infrastruktur yang juga dibutuhkan dan perlu direncanakan untuk dibangun di Kota Semarang antara lain pembangunan Stadion Semarang, pembangunan Jembatan Semarang, kawasan reklamasi pantai, pembangunan jaringan pipa PDAM, dan penyediaan listrik, bermanfaat juga sebagai pemasukan bagi Pemerintah Kota Semarang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 53 Studi Kasus Pengembangan Wilayah Kota Semarang 2018 DAFTAR PUSTAKA Peraturan Walikota Semarang Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Semarang Tahun 2016-2021. BPS Kota Semarang, 2017. http://www.semarang.go.id/ Profil dan Sejarah Kota Semarang, waktu akses tanggal 10 Mei 2018. Rr. Lulus Prapti NSS, Edy Suryawardana dan Dian Triyani, 2015. Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Rakyat di Kota Semarang. Tugas Mata Kuliah Sistem Wilayah Lingkungan 54