Web Publishing ISSN 2088-7590 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB Volume 9 Nomor 3 Desember 2015 Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB Vol. 9 No. 3 Hal. 113-156 Jakarta Desember 2015 ISSN 2088-7590 Keterangan gambar cover : EOR dengan Microbial/Biosurfactants Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 JTMGB Volume 9 Nomor 3 Desember 2015 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal yang menyajikan hasil penelitian dan kajian sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya. KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSAT NO: 003/SK/IATMI/III/2015 Penanggung Jawab : Ir. Alfi Rusin Pemimpin Redaksi : Ir Raam Krisna Redaktur Pelaksana : Ir. Andry Halim Peer Review : Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Enhanced Oil Recovery) Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Reservoir Engineering) Dr. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo (Production Engineering) Dr. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi Migas) Dr. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) Dr. Ir. Sudarmoyo, SE, MT (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Ratnayu Sitaresmi (Penilaian Formasi - CBM) Dr. Ir. Sugiatmo Kasmungin (Reservoir Engineering) Dr. Ing. Ir. Bonar Tua Halomoan Marbun (Drilling Engineering) Suryono Adisoemarta, PhD. (Petroleum Engineering) Senior Editor : Ir. Junita Musu, M.Sc. Ir. Ida Prasanti Ir. Chairatil Asri Sekretaris : Ir. Bambang Pudjianto (IATMI) Layout Design : Alief Syahru Syaifulloh, S.Kom. (Sekretariat IATMI) Sirkulasi : Abdul Manan, A.Md. (Sekretariat IATMI) Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 Ruang 1-C Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email: [email protected] Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 JTMGB Volume 9 Nomor 3 Desember 2015 DAFTAR ISI Rembesan Minyak di Sungai Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah Agus Sabar Sabdono dan Denys Candra Hutama ............................................................ 113 - 120 Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan Achmad Syarif, Asep Hudiman, Mohamad Amin A. Nazar dan Zeppy I. Budiarto ......... 121 - 130 A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field Aris Buntoro, Edo Pratama and Eka Andhini ................................................................... 131 - 140 Produksi Biosurfaktan untuk Peningkatan Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan DNA Rekombinan Cut Nanda Sari, Usman, Yani Faozani, Leni Herlina, Oni Kristiawan, Safrizal, Abdul Haris dan Ken Sawitri ............................................................................................ 141 - 148 Optimasi Konsentrasi Chemical Matrix Acidizing pada Batuan Pasir dengan Menggunakan Core Sintetik Antonius Dwiyanto dan Muhammad Arham Nur ............................................................. 149 - 156 KATA PENGANTAR JTMGB Edisi Desember 2015 Para Pembaca JTMGB yang budiman, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya kami kembali bisa menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam Majalah Ilmiah JTMGB Volume 9 Nomor 3 Edisi Desember 2015. Majalah ilmiah JTMGB Edisi Desember 2015 hadir dengan 5 (lima) tulisan menarik untuk para pembaca setia JTMGB. Diantaranya adalah tulisan terkait bidang geologi yang membahas Rembesan minyak di sungai Banyumeneng dari struktur geologi sesar naik yang menjadi jalur migrasi minyak menuju ke permukaan karena tekanan yang lebih rendah, dimana ditemukan 5 spot rembesan minyak, 2 diantaranya masih aktif mengeluarkan gas. Dari aspek petrofisik membahas pengelompokan/pembagian klasifikasi rock type formasi Tarakan dan Santul menggunakan persamaan Winland yang memformulasikan hubungan antara porositas, permeabilitas, pore throat radius batuan (R35) terhadap profil tekanan kapiler (Pc) injeksi merkuri. Di bidang Reservoir mengulas optimasi konsentrasi Chemical Matrix Acidizing pada batuan pasir dengan menggunakan core sintetik, merupakan metode stimulasi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki permeabilitas di area sekitar lubang sumur yang mengalami kerusakan sehingga produksi dari sumur tersebut mengalami peningkatan. EOR mengulas 2 tulisan yaitu produksi Biosurfaktan untuk peningkatan perolehan minyak tahap lanjut dengan DNA Rekombinan yang membahas produksi biosurfaktan peptida menggunakan teknik DNA rekombinan dimana metode ini memungkinkan produksi surfaktan dalam jumlah besar dengan harga lebih murah. Penerapan enhanced oil recovery, pembaca dapat menemukan pada artikel yang menyajikan tulisan tentang komparasi injektivitas CO2 dibawah MMP dan diatas MMP pada lapangan “G”, metode miscible injection, yaitu injeksi fluida yang akan bercampur, namun metode ini kurang popular dilakukan di Indonesia karena kondisi reservoir di Indonesia pada umumnya bertekanan rendah jauh dibawah MMP karbon dioksida/. Metode yang umum di Indonesia adalah immiscible injection, yaitu karbon dioksida diinjeksikan sebagai pendorong fluida reservoir tanpa harus bercampur secara kimiawi. Kami berharap edisi JTMGB Desember 2015 ini dapat melengkapi referensi para pembaca. Selamat membaca dan mudah-mudahan memberikan manfaat untuk kita semua. Selamat Tahun Baru 1.1.2016, semoga di tahun 2016, semuanya akan jauh lebih baik. (Alfi Rusin) Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 Date of issue: 2016-01-28 The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Agus Sabar Sabdono (Teknik Geologi UNDIP) Denys Candra Hutama (Teknik Geologi UNDIP) Rembesan Minyak di Sungai Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah Oil Seepage at Banyumeneng river, Demak, Middle of Java JTMGB. Desember 2015, Vol. 9 No. 3, p 113-120 Penelitian ini dilakukan di Sungai Banyumeneng yang berada pada bagian tenggara dari Kota Semarang, kawasan ini merupakan satuan Formasi Kerek (Tmk) yang berumur Miosen Tengah atau sekitar 11-17 juta tahun yang lalu. Lithologi yang dijumpai berupa napal, batupasir dengan ukuran butir sedang-sangat kasar (1/4-2mm) dan batugamping. Pada singkapan ini juga dijumpai struktur geologi sesar naik dengan nilai strike/ dip N 2260E/500. Struktur sesar inilah yang menjadi jalur migrasi minyak menuju ke permukaan karena tekanan yang lebih rendah. Dari lokasi ini ditemukan 5 spot rembesan minyak yang 2 di antaranya masih aktif mengeluarkan gas. Dari hasil measuring stratigraphy didapatkan dominasi batugamping dengan ketebalan berkisar antara 1-2,5 m dengan pola pengendapan coarsening upward dikarenakan perselingan antara batulanau, batupasir dan batugamping menunjukan gradasi ukuran butir yang semakin mengasar. Struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi, claycast, slump dan crossbed yang mengindikasikan lingkungan pengendapan laut tepatnya continental slope. Kata Kunci: Banyumeneng, sesar naik, rembesan minyak. Achmad Syarif (Pertamina EP Asset 5) Asep Hudiman (Pertamina EP Asset 5) Mohamad Amin A. Nazar (Pertamina EP Asset 5) Zeppy I. Budiarto (Pertamina EP Asset 5) Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan Rock Type Clasification Of Tarakan And Santul Formation, Bunyu Field, Tarakan Basin JTMGB. Desember 2015, Vol. 9 No. 3, p 121-130 Rock type adalah unit batuan yang terbentuk atau terendapkan pada kondisi yang serupa serta mengalami proses diagenesa serupa yang menghasilkan hubungan yang unik dalam hal porositas-permeabilitas serta profil tekanan kapiler (Pc) terhadap saturasi air (Sw). Berdasarkan definisi tersebut maka pengelompokkan batuan menjadi suatu rock type hendaknya berdasarkan pada pendefinisian fasies atau litofasies yang dikaitkan dengan karakter petrofisikanya. Salah satu metode yang umum dipakai dalam pembagian rock type adalah menggunakan persamaan Winland yang memformulasikan hubungan antara porositas, permeabilitas, pore throat radius batuan (R35) terhadap profil tekanan kapiler (Pc) injeksi merkuri. Berdasarkan persamaan ini maka satu kisaran nilai R35 akan mewakili satu unit rock type tertentu. Lapangan Bunyu adalah salah satu struktur yang terletak di Cekungan Tarakan yang memiliki reservoir batupasir Formasi Tarakan, Formasi Santul dan Formasi Tabul yang diendapkan pada lingkungan pengendapan delta. Berdasarkan tujuh data full core yang ada, telah diidentifikasi lima litofasies yang dibagi berdasarkan kesamaan sifat fisik batuan, tekstur, struktur, komposisi dan diagenesa. Analisa terhadap kisaran nilai R35 dari sampel core plug menunjukkan hubungan yang cukup konsisten antara rock type terhadap litofasiesnya. Persamaan hubungan antara porositas-permeabilitas, tekanan kapiler-saturasi air selanjutnya dihitung untuk masing-masing rock type-nya. Kata Kunci: Litofasies, Rock Type. Aris Buntoro (Petroleum Engineering UPN “Veteran”) Edo Pratama (Petroleum Engineering UPN “Veteran”) Eka Andhini (Petroleum Engineering UPN “Veteran”) A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field Perbandingan Penggunaan Metode Modern Production Data Analysis terhadap Metode Volumetrik dan Simulasi Reservoir dalam Perkiraan Cadangan Hidrokarbon pada Lapisan Alfa-I dan Beta-III di Lapangan EP JTMGB. Desember 2015, Vol. 9 No. 3, p 131-140 Cut Nanda Sari (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Usman (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Yani Faozani (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Leni Herlina (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Oni Kristiawan (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Safrizal (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Abdul Haris (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Ken Sawitri (R&D Oil & Gas “LEMIGAS”) Produksi Biosurfaktan untuk Peningkatan Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan DNA Rekombinan Production of Biosurfactant for Enhanced Oil Recovery by Recombinant DNA JTMGB. Desember 2015, Vol. 9 No. 3, p 141-148 Alfa and Beta Layers are oil and gas productive layers located on EP Field. According to volumetric method, Alfa-I Layer has Original Oil In Place (OOIP) about 8.28 MMSTB and Beta-III Layer has Original Gas In Place (OGIP) about 9.96 Bscf. Reservoir simulation is conducted to update the reserves for plan of further development strategy. According to simulation results, Alfa-I Layer has OOIP about 7.75 MMSTB and Beta-III Layer has OGIP about 9.81 Bscf. An integrated method is applied for estimating hydrocarbon in place of Alfa-I and Beta-III Layers in addition also can be estimating reservoir characteristics. This method is called by Modern Production Data Analysis, is a method to evaluate the reservoir using combined rate and pressure data without the need to shut in wells. This study aims to apply modern production data analysis by an approach of type curves such Fetkovich, Blasingame, Agarwal-Gardner, and Normalized Pressure Integral type curves and flowing material balance method integrated with volumetric method and reservoir simulation. From the results, Alfa-I Layer has OOIP around 8.59-9.59 MMSTB and Beta-III Layer has OGIP around 5.69-9.01 Bscf according to type curve and flowing material balance methods. And reservoir characteristics of Alfa-I Layer which including permeability around 7.928.97 mD and skin factor around 0.07-0.27, while Beta-III Layer has permeability around 5.43-6.70 mD and skin factor around 0.11-6.94 according to type curve methods. Surfaktan untuk peningkatan poduksi minyak tahap lanjut yang banyak digunakan saat ini dalam industri perminyakan dihasilkan dari sintesis petrokimia. Dengan pendekatan nanobioteknologi, molekul dengan sifat surfaktan dapat direkayasa dari unsur-unsur molekul hayati sebagai alternatif surfaktan sintetis produk petrokimia. Dalam penelitian sebelumnya telah dihasilkan surfaktan peptida yang memiliki potensi sebagai alternatif surfaktan konvensional surfaktan untuk peningkatan produksi minyak tahap lanjut. Makalah ini membahas produksi biosurfaktan peptida menggunakan teknik DNA rekombinan. Metode ini memungkinkan produksi surfaktan dalam jumlah besar dengan harga lebih murah. Dengan bakteri inang Eschericia Coli dan metode purifikasi kromatografi kolom cair yang selektif mengikat protein target berdasar tag yang disisipkan, biaya produksi 1 liter surfaktan peptida dengan konsentrasi 5 µM sebesar Rp. 45.450, lebih rendah 1/50 – 1/60 dari produksi sintesis kimia. Keywords: Volumetric method, Reservoir simulation, Modern production data analysis. Kata Kunci: biosurfaktan, pengurasan minyak tahap lanjut, DNA rekombinan, bakteri inang. Antonius Dwiyanto (Pertamina EP Asset 2) Muhammad Arham Nur (Pertamina EP Asset 2) Optimasi Konsentrasi Chemical Matrix Acidizing pada Batuan Pasir dengan Menggunakan Core Sintetik Optimal Chemical Matrix Acidizing Concentration at Sandstone by Using Synthetic Cores JTMGB. Desember 2015, Vol. 9 No. 3, p 149-156 Lumpur pemboran jenis water base mud merupakan lumpur pemboran yang umum digunakan di lapangan minyak di dunia. Lumpur pemboran selain berfungsi untuk menahan tekanan formasi saat pemboran berlangsung, juga berfungsi untuk mengurangi resiko terjepitnya pipa pemboran oleh cutting pemboran yang tidak dapat terangkat dengan baik ke permukaan. Invasi lumpur pemboran ke dalam area di sekitar lubang sumur sering terjadi, invasi ini bisa mengakibatkan terbentuknya skin positif akibat terjadinya penurunan permeabilitas di area sekitar lubang sumur sehingga mengakibatkan kemampuan sumur untuk mengalirkan fluida berkurang. Acidizing merupakan suatu metode stimulasi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki permeabilitas di area sekitar lubang sumur yang mengalami kerusakan sehingga produksi dari sumur tersebut mengalami peningkatan. Pemilihan konsentrasi chemical acidizing yang optimal dapat dilakukan dengan cara mensimulasikannya di core sintetik yang identik. Acidizing batuan pasir di laboratorium dengan menggunakan campuran HCl 15% + HF 5% telah menyebabkan perbaikan kemampuan alir batuan menjadi dua kali dari sebelum di acidizing. Perbaikan ini menyebabkan kenaikan produksi sumur tersebut. Kata Kunci: acidizing, water base mud, core sintetik. Rembesan Minyak di Sungai Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah Oil Seepage at Banyumeneng river, Demak, Middle of Java Agus Sabar Sabdono1 dan Denys Candra Hutama2 Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro Semarang [email protected]; [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan di Sungai Banyumeneng yang berada pada bagian tenggara dari Kota Semarang, kawasan ini merupakan satuan Formasi Kerek (Tmk) yang berumur Miosen Tengah atau sekitar 11-17 juta tahun yang lalu. Lithologi yang dijumpai berupa napal, batupasir dengan ukuran butir sedangsangat kasar (1/4-2mm) dan batugamping. Pada singkapan ini juga dijumpai struktur geologi sesar naik dengan nilai strike/dip N 2260E/500. Struktur sesar inilah yang menjadi jalur migrasi minyak menuju ke permukaan karena tekanan yang lebih rendah. Dari lokasi ini ditemukan 5 spot rembesan minyak yang 2 di antaranya masih aktif mengeluarkan gas. Dari hasil measuring stratigraphy didapatkan dominasi batugamping dengan ketebalan berkisar antara 1-2,5 m dengan pola pengendapan coarsening upward dikarenakan perselingan antara batulanau, batupasir dan batugamping menunjukan gradasi ukuran butir yang semakin mengasar. Struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi, claycast, slump dan crossbed yang mengindikasikan lingkungan pengendapan laut tepatnya continental slope. Kata kunci: Banyumeneng, sesar naik, rembesan minyak. Abstract This research was conducted in Banyumeneng River located on the southeastern of the Semarang city. This area is part of Kerek formation (Tmk) in Middle Miocene Epoch or about 11-17 million years ago. Lithology is encountered in the form of napal, sandstone with grain size is medium-very coarse(1/4-2mm) and limestones. In this outcrop also found geology structure that is fault which up to the value of the strike / dip is N 2260E / 500. Fault structure that is the migration path towards the oil to the surface because of the lower pressure. From this location 5 spot oil seepage found that 2 of them are still active out of gas. From the results obtained from measuring stratigraphy, dominated by limestones with a thickness ranging from 1-2.5 meters with depositional patterns due to the coarsening upward. It can happen because interbedded siltstone, sandstone and limestone beds shows grain size gradation that coarser. Sedimentary structures is found in the form of laminated, claycast, crossbed, slump that indicates marine depositional environment rather continental slope facies. Keywords : banyumeneng, reverse fault, oil seepage. PENDAHULUAN Sekarang keberadaan energi merupakan hal yang penting dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Kondisi sumberdaya energi yang semakin berkurang sedangkan populasi penduduk terus mengalami peningkatan mengakibatkan kelangkaan energi yang terjadi seperti sekarang ini. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa minyak bumi merupakan energi utama yang berperan penting dalam menopang keberlangsungan kegiatan industri baik dalam skala kecil ataupun besar. Untuk mengatasi masalah ini harus dilakukan penghematan dalam penggunaan energi, mencari sumber energi alternatif serta melakukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan minyak dan gas bumi yang baru. Pada dasarnya sumber energi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu energi konvensional dan unkonvensional. Energi konvensional merupakan sumber energi yang jika habis tidak dapat diperbaharui lagi seperti minyak bumi, batubara dan mineral logam lainnya, sedangkan energi unkonvensional merupakan sumber energi 113 114 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 113-120 yang dapat diperbaharui seperti matahari, air, angin dan biogas. Kegiatan eksplorasi merupakan suatu kegiatan untuk menemukan sumber energi yang dapat dijadikan cadangan. Sesuai dengan data yang dikeluarkan dari SKK Migas bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini kegiatan ekplorasi migas di indonesia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena resiko yang sangat besar sehingga merugikan pihak perusahaan. Daerah target merupakan tempat yang sangat terpencil sehingga sulit untuk diakses serta mengingat ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan eksplorasi. Peran geologist dan geopyhsics sangat diperhitungkan dimana survey geofisika yang dilakukan oleh geopyhsics yang hasilnya akan dianalisis oleh geologist untuk mengetahui gambaran bawah permukaan apakah dengan kondisi yang demikian memungkinkan terdapat minyak, melihat dari struktur batuan yang ada seperti source rock, reservoir rock, trap, migrasi dan caprock. Daerah Banyumeneng, Kabupaten Demak berada di sebelah tenggara kota Semarang yang di sebelah utara berbatasan dengan Desa Kebonbatur, di sebelah selatan berbatasan dengan desa Kawengen, di sebelah timur berbatasan dengan desa Sumberejo dan di sebelah barat berbatasan dengan desa Kalikayen. Secara geologi regional, Banyumeneng memiliki morfologi berupa perbukitan bergelombang miring (van Bemmelen, 1962). Banyumeneng termasuk kedalam Zona Kendeng dan Formasi Kerek yang berumur Miosen Tengah (11-17 juta tahun lalu) yang memiliki satuan lithologi berupa batupasir, batulanau dan batugamping. Sedangkan pada Zona Kendeng terbentuk antiklinorium akibat deformasi kompresi berarah relatif utara-selatan pada kala Plio-Plistosen yang juga mengkibatkan terjadinya patahan di daerah ini. PERMASALAHAN Sungai Banyumeneng merupakan sungai utama yang berada di Kabupaten Demak dengan lebar sungai sekitar 15 m. Pembentukan sungai ini sangat dipengaruhi oleh proses tektonik, hal ini dicirikan dengan banyaknya struktur-struktur geologi yang terbentuk akibat deformasi. Pada bagian tepi sungai dibatasi oleh perbukitan yang didominasi oleh vegetasi berupa pohon bambu, jati, ilalang dan semak belukar. Sungai ini memiliki peranan penting bagi warga sekitar disamping digunakan sebagai irigasi juga digunakan untuk mandi bagi sebagian warga masyarakat ketika mendapati sumur mereka kering akibat musim kemarau. Ditinjau dari aspek pendidikan kawasan ini digunakan sebagai objek studi geologi. Sebenarnya banyak sekali yang bisa dipelajari dari lokasi ini, namun pada kesempatan kali ini penulis akan memberikan ulasan hasil penelitian kami yang berhubungan dengan dunia migas, karena ditemukan beberapa spot rembesan minyak [Gambar 1 dan 2]. Proses terbentuk dan pengaruh kondisi geologi sungai Banyumeneng dan regional menjadi bahan yang akan dibahas dalam penelitian. METODOLOGI Data yang didapatkan dalam paper ini merupakan data yang diambil langsung pada saat survey lapangan yang kemudian dikembangkan melalui analisis dari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan kondisi geologi, minyak dan gas bumi, petrologi dan sedimentologi stratigrafi. HASIL DAN ANALISIS Data yang didapatkan dari survey lapangan berupa hasil observasi secara petrologi, struktur geologi dan measuring stratigraphy. Satuan lithologi yang menjadi penyusun daerah Banyumeneng yaitu satuan lithologi batupasir, satuan lithologi batulanau (napal) dan satuan lithologi batugamping. Satuan lithologi batupasir ini memiliki ukuran butir sedang-sangat kasar (1/2-2 mm), sortasi baik, kemas tertutup, roundness rounded, dan semennya karbonatan. Sedangkan batulanau memiliki ukuran 1/161/256 mm dengan sortasi sangat baik, kemas tertutup dan semennya karbonatan. Batugamping memiliki ukuran 1/8-1/4 mm, sortasi buruk, kemas terbuka dan roundness angular. Struktur satuan lithologi ini berupa perlapisan dan kedudukannya perulangan perselingan dengan nilai strike/dip N 1400E/550. Struktur geologi yang ada di lapangan berupa kekar, sesar geser sinistral dan sesar naik. Kekar terbentuk akibat adanya gaya endogen tetapi belum mengakibatkan lapisan batuan bergeser. Sesar terbentuk akibat adanya Rembesan Minyak di Sungai Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah (Agus Sabar Sabdono dan Denys Candra Hutama) deformasi sehingga menyebabkan lapisan batuan menjadi bergeser [Gambar 3]. Sesar geser sinistral terbentuk pada satuan lithologi batugamping dan batulanau [Gambar 4]. Sedangkan struktur sesar naik dicirikan dengan hangingwall-nya berada diatas footwall-nya. Struktur sesar ini menjadi faktor penting terbentuknya rembesan minyak di permukaan, karena rembesan dapat keluar melalui rekahan-rekahan yang terbentuk akibat proses tektonisme regional. Measuring stratigraphy dilakukan sepanjang 26 meter dengan metode rentang tali. Metode ini dilakukan dengan merentangkan tali sepanjang lapisan batuan yang berupa perlapisan dimana harus tegak lurus dengan jurus perlapisan batuan. Metode ini bertujuan untuk mencari ketebalan sebenarnya dari lapisan batuan dan menentukan umur serta urutan lapisan batuan di daerah survey. Didapatkan hasil berupa nilai strike/dip batuan N 1400E/550 dengan lapisan batugamping dan batulanau yang cukup tebal dan batupasir yang menyisip [Gambar 5]. Struktur sedimen yang ditemukan yaitu crossbed laminasi dan claycast. Pola pengendapan mengkasar keatas (coarsening upward) dan kedudukan lapisan batuan yang berupa perulangan perselingan serta terdapat bidang erosional menunjukkan adanya proses pengendapan dari arah darat dan laut. Proses transportasi material sedimen yaitu turbidit ditandai dengan adanya struktur sedimen claycast dan slump akibat adanya slope. Material ini membawa kandungan karbonat yang tinggi sehingga menyebabkan lithologi di daerah survey mengandung unsur CaCO3 (karbonatan). Sehingga material ini terendapkan di lingkungan pengendapan laut yaitu fasies Continental Slope. PEMBAHASAN Berdasarkan pada hasil survey di lapangan didapatkan lithologi batupasir dengan struktur laminasi, ukuran butir pasir sedang-pasir sangat kasar (1/4-2 mm ), bentuk butir subroundedrounded, sortasi baik dan kemas tertutup serta memiliki struktur cross-bedding, ripple, perlapisan dengan semen karbonatan ketebalan berkisar 0,1-2,34 m, batulanau juga memiliki semen karbonatan dengan ketebalan berkisar 0,30,9 m dan batugamping dengan ketebalan 0,582,67 m yang banyak dijumpai fosil-fosil moluska dan brachiopoda. Dari measuring stratigraphy 115 yang dilakukan sepanjang 26 meter didapatkan perselingan batupasir, batugamping dan batulanau dimana batulanau dan batugamping lebih dominan dibanding batupasir. Pola pengendapannya adalah coarsening upward atau mengkasar ke atas. Hal ini menunjukkan adanya suatu peristiwa geologi yaitu proses pengendapan yang berasal dari dua arah dimana supply of sediment dari darat lebih besar daripada laut yang menyebabkan urutan stratigrafi berupa perselingan. Dengan ditemukan struktur sedimen seperti claycast, laminasi dan crossbed juga menandakan bahwa adanya supply of sediment dari 2 arah dan disertai dengan proses longsoran karena pengaruh slope ataupun pengaruh aktivitas tektonisme dimana daerah Banyumeneng yang termasuk Formasi Kerek dan Zona Kendeng mengalami proses deformasi sangat aktif pada Kala Pliosen. Struktur geologi dibedakan menjadi 2 yaitu struktur primer dan struktur sekunder, struktur primer merupakan struktur yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan itu sendiri, contohnya perlapisan dan laminasi. Sedangkan struktur sekunder merupakan struktur yang terbentuk setelah batuan ada contohnya kekar, sesar dan lipatan. Di lokasi survey ditemukan struktur geologi berupa kekar, sesar geser sinistral dan sesar naik. Kekar yang ditemukan berupa kekar gerus yang berada di tepian sungai, serta kekar tarik yang berada di tebing [Gambar 6]. Kekar gerus merupakan kekar yang saling berpasangan membentuk huruf X, dimana pada daerah ini cenderung berarah utara-selatan atau dikenal dengan pola meratus. Kekar tarik sendiri terbentuk karena adanya gaya yang mendorong batuan untuk bergerak saling menjauhi, sehingga terbentuk alur seperti garis pada batuan. Rembesan minyak (oil seepage) di sungai Banyumeneng ini ditunjukkan dengan gelembung gas. Rembesan ini keluar bersama sama dengan air. Rembesan dipengaruhi oleh kontrol tektonik dan stratigrafi regional [Gambar 7]. Dengan stratigrafi batupasir, batulanau dan batugamping dan adanya perselingan serta bidang erosional menandakan adanya pengendapan yang berbeda waktu. Pengendapan batugamping relatif lebih muda dibanding pengendapan batupasir dan batulanau ditandai dengan struktur sedimen claycast. Struktur sedimen claycast merupakan struktur dimana material gampingan menginklusi 116 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 113-120 material yang lebih halus seperti lanau sehingga menunjukkan adanya pengaruh slope atau gravitasi. Kontrol tektonik erat kaitannya dengan struktur patahan yang relatif berarah utaraselatan dimana jenis gayanya berupa kompresi. Aktivitas tektonisme ini membentuk struktur yaitu sesar yang ditemukan di lapangan dan antiklinorium secara regional yang berumur 3,6 juta tahun lalu. Sesar ini berupa sesar naik yang terjadi akibat gaya kompresi. Dengan lithologi berupa batupasir dan batugamping yang cukup tebal dimana memiliki sifat fisik porositas dan permeabilitas tinggi dapat menyimpan fluida dengan baik. Pengaruh kontrol tektonik regional dengan adanya oil seepage sangat besar karena adanya patahan pula yang ditemukan di lapangan, dimana minyak yang berasal dari source rock yang pergerakannya dipengaruhi oleh tekanan yang ada di bawah permukaan menyebabkan terjadi proses migrasi hidrokarbon dari tekanan yang tinggi menuju ke tekanan yang lebih rendah yaitu sealed stratigraphic ataupun perangkap. Migrasi ini terjadi karena adanya batuan yang memiliki permeabilitas yang tinggi. Ketika minyak berada pada kondisi air yang jenuh, maka minyak akan mencoba menuju ke permukaan. Dengan volume minyak yang tidak terlalu besar di sungai Banyumeneng, dan adanya faktor tektonisme yang intensif serta adanya bidang erosional menunjukkan adanya ruang untuk minyak menuju ke permukaan melalui rekahan (leaking). KESIMPULAN DAN SARAN Daerah Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki stratigrafi dan struktur geologi yang cukup kompleks, dipengaruhi oleh aktivitas tektonik yang intensif pada kala Pliosen [Gambar 9]. Keberadaan struktur geologi inilah yang memungkinkan minyak bumi untuk bermigrasi, menuju tempat yang memiliki tekanan lebih rendah sehingga timbul rembesan minyak. Penelitian lebih lanjut sangat diharapkan baik dari Pemerintah ataupun Perguruan Tinggi mengingat penelitian penulis pada makalah ini terbatas pada metode yang digunakan yaitu metode observasi. Penelitian lebih lanjut dengan metode geologi dan geofisika dapat membuktikan keberadaan basic petroleum system dan potensi hidrokarbon di daerah ini terutama di Formasi Kerek karena memiliki struktur geologi dan stratigrafi yang kompleks dimana berada pada lingkungan pengendapan laut. UCAPAN TERIMA KASIH Saya ucapkan banyak terima kasih kepada ketua IATMI SM UNDIP 2013-2014, pada warga desa Banyumeneng yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian lebih lanjut sehingga paper ini dapat kami selesaikan. Tak lupa terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa mendukung kami untuk dapat menyelesaikan paper ini. REFERENSI Rittenhouse, Gordon. 1972. Stratigraphic-trap classification:AAPG Mem 16 Stratigraphic Field Oil and Gas. 14-28 Halbouty, Michel T. 1972. Rationale for Deliberate Pursuit of Stratigraphic, Unconformity and Paleogeomorphic Traps : AAPG Mem 16 Stratigraphic Field Oil and Gas. 3-10 Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and Stratigraphy Second Edition. A John Wiley and Sons Ltd. United Kingdom. Tucker, Maurice E. 2003. Sedimentary Rock in the Field third edition. Department of Geological Science Unversity of Durham. UK R.E. Thanden, H.Sumadirdja, P.W. Richards,K. Sutisna dan T.C. Amin .1996.Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang,Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. E.Fjhaer, R.M.Holt, P.Horsrud,A.M. Raaen dan R.Risnes.2008.Petroleum Related Rock Mechanic.Amsterdam.Elseiver Magon, Leslie B dan Wallace G.Dow.1994.Petroleum System from Source to Trap.Oklahoma,USA. AAPG Memoir-60 http://media.unpad.ac.id/thesis/270110/2006/14071 0060030_a_2170.pdf [26 september 2014] http://www.skkmigas.go.id/en/statistik/statistikproduksi [26 september 2014] http://www.skkmigas.go.id/en/statistik/statistikpenerimaan-negara-dari-sektor-hulu-migas [25 september 2014] Pemuatan Gambar Kolom Stratigrafi dari Software Corel Draw x6 Rembesan Minyak di Sungai Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah (Agus Sabar Sabdono dan Denys Candra Hutama) LAMPIRAN Gambar 1. Rembesan minyak. Gambar 2. Rembesan minyak pada rekahan. Gambar 3. Struktur perlapisan terdeformasi. Gambar 4. Sesar geser sinistral. Gambar 5. Batugamping klastik. Gambar 6. Struktur kekar tarik. 117 118 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 113-120 Gambar 7. Kolom stratigrafi sungai Banyumeneng. Gambar 8. Grafik penurunan produksi migas Indonesia. Rembesan Minyak di Sungai Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah (Agus Sabar Sabdono dan Denys Candra Hutama) Sungai Banyumeneng, Formasi Kerek Gambar 9. Peta geologi daerah Banyumeneng. 119 120 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 113-120 Gambar 10. Peta kontur daerah Banyumeneng. Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan Dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan Rock Type Clasification Of Tarakan And Santul Formation, Bunyu Field, Tarakan Basin Achmad Syarif1, Asep Hudiman1, Mohamad Amin A. Nazar1 dan Zeppy I. Budiarto1 1Pertamina EP Asset 5 Abstrak Rock type adalah unit batuan yang terbentuk atau terendapkan pada kondisi yang serupa serta mengalami proses diagenesa serupa yang menghasilkan hubungan yang unik dalam hal porositas-permeabilitas serta profil tekanan kapiler (Pc) terhadap saturasi air (Sw). Berdasarkan definisi tersebut maka pengelompokkan batuan menjadi suatu rock type hendaknya berdasarkan pada pendefinisian fasies atau litofasies yang dikaitkan dengan karakter petrofisikanya. Salah satu metode yang umum dipakai dalam pembagian rock type adalah menggunakan persamaan Winland yang memformulasikan hubungan antara porositas, permeabilitas, pore throat radius batuan (R35) terhadap profil tekanan kapiler (Pc) injeksi merkuri. Berdasarkan persamaan ini maka satu kisaran nilai R35 akan mewakili satu unit rock type tertentu. Lapangan Bunyu adalah salah satu struktur yang terletak di Cekungan Tarakan yang memiliki reservoir batupasir Formasi Tarakan, Formasi Santul dan Formasi Tabul yang diendapkan pada lingkungan pengendapan delta. Berdasarkan tujuh data full core yang ada, telah diidentifikasi lima litofasies yang dibagi berdasarkan kesamaan sifat fisik batuan, tekstur, struktur, komposisi dan diagenesa. Analisa terhadap kisaran nilai R35 dari sampel core plug menunjukkan hubungan yang cukup konsisten antara rock type terhadap litofasiesnya. Persamaan hubungan antara porositas-permeabilitas, tekanan kapiler-saturasi air selanjutnya dihitung untuk masing-masing rock type-nya. Kata kunci: Litofasies, Rock Type. Abstract Rock types are units of rock formed or deposited under similar conditions and experiencing similar diagenetic processes which results in a unique porosity-permeability relationship and capillary pressure (Pc) versus water saturation (Sw) profile. Based on that definition, rock type identification and classification should be based on facies or litofacies classification and its relation with petrophysic characters. One of common method to identify rock type is winland equation which established an empirical relationship between porosity, permeability, and pore throat radius (R35) from mercury injection capillary pressure. Using this equation, an individual range of R35 value represented by a specific rock type. Bunyu field is located in Tarakan Basin. The potential hydrocarbon reservoirs are sandstone from Tarakan, Santul and Tabul Formations which were deposited in deltaic environment. Five litofacies have been identified from seven full core samples based on its sedimentary textures and structures. Calculated R35 values from core plug samples show consistent relationship between rock types with their litofacies classification. Empirical relationship between porosity-permeability and capillary pressure-water saturation is then established for each rock types unit. Keywords: Litofacies, Rock Type. PENDAHULUAN Indonesia (Gambar 1). Lapangan ini terletak pada cekungan dan sub-cekungan Tarakan. Produksi Lapangan Bunyu merupakan lapangan lapangan Bunyu dimulai oleh Bataafsche minyak dan gas yang terletak pada bagian Petroleum Maatschappij (BPM) melalui sumur tenggara dari Pulau Bunyu, Kalimantan Timur, B-001 dan B-016, dan B-017 pada tahun 1922. 121 122 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 121-130 Produksi dari lapangan Bunyu pernah terhenti dari tahun 1937-1952 oleh karena Perang Dunia II. BPM kemudian menjadi operator Lapangan Bunyu sampai tahun 1957 yang kemudian diambil alih oleh NIAN dan PERMINDO sampai tahun 1961. Sejak tahun 1968 Lapangan Bunyu Dioperasikan oleh PERTAMIN (yang kemudian berubah nama menjadi PERTAMINA). Pengelola lapangan ini sempat berubah menjadi PT USTRAINDO pada tahun 1993-1994, namun pada tahun 1995 kembali menjadi asset PT PERTAMINA sampai saat ini. Target utama reservoar dari lapangan bunyu adalah batupasir dari formasi Tarakan dan Santul yang terletak di bawah formasi Bunyu. Batupasir dari formasi Tarakan memiliki karakter melensa, dengan tebal antara 5-10 m dengan kisaran laju alir produksi yang sangat variatif mulai di bawah 50 bopd sampai dengan 5400 bopd. Lebarnya kisaran produksi ini selain berkaitan dengan tekanan reservoir juga sangat berkaitan dengan kualitas reservoir batupasirnya. Pendekatan Rock Type yang menghubungkan unit batuan dengan nilai porositas terhadap permeabilitas serta tekanan kapiler terhadap saturasi air diharapkan dapat dipakai untuk memprediksi kualitas reservoir dan tingkat produktivitasnya dengan lebih baik terutama dalam pemodelan dinamis dari reservoir yang bersangkutan. Geologi Regional Cekungan Tarakan adalah sebuah cekungan yang terletak pada daerah daratan dan lautan wilayah Kalimantan. Batas bagian barat dari cekungan ini adalah Tinggian Kucing, dan timur adalah Laut Sulawesi. Tinggian Sampoerna adalah batas utara dari cekungan dengan batas selatan adalah Tinggian Mangkalihat. Berdasarkan atas posisi deposenternya, cekungan tarakan dibagi menjadi empat subcekungan (Gambar 2), yaitu: Subcekungan Tidung, Subcekungan Berau, Subcekungan Muara, dan Sub cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan terbentuk ketika awal Eosen dengan dimulainya proses pemekaran dari laut Sulawesi membentuk cekungan berarah Barat – Timur. Proses pembentukan cekungan ini dikontrol oleh adanya kolisi dari plat India dan Eurasia pada 50 jtl (Hall, 2002). Pada kala ini, sesar turun berarah NW-SE dan NNE-SSW terbentuk secara intensif. Pada fase selanjutnya di Eosen Akhir, cekungan mengalami fase sagging dimana endapan transgresi laut mulai terendapkan sampai Oligosen dan Miosen Awal. Akhir dari fase ini membentuk konfigurasi basement baru sebagai tempat pengendapan sedimen berikutnya. Fase kompresi dan reaktivasi dan patahan terjadi pada Miosen tengah yang disebabkan oleh kolisi dari fragment kontinen di Laut Cina Selatan. Hal ini juga diikuti oleh pengangkatan dari cekungan dan pengendapan progradasi sedimen delta berarah ke timur dari sedimen silisiklastik pada bagian utara Depocenter Tarakan hingga Miosen Akhir dan Pliosen Awal. Fase terakhir adalah fase tektonik kompresi dari cekungan karena kolisi dari kontinen Australia terhadap kontinen Busur Vulkanik Banda. Fase ini menyebabkan fase kompresi dari cekungan selama Pliosen – Pleistosen dan juga inversi dari struktur awal. Pada Kala Pleistosen ini, sedimentasi dari Formasi Tarakan terbentuk pada saat penurunan cekungan yang cepat di wilayah timur Cekungan Tarakan sehingga menyebabkan terbentuknya kembali endapan tebal dari sedimen delta dengan dominasi fluvial. Hal-hal tersebut membuat interaksi siklus progradasi delta dengan perpindahan deposenter ke arah timur dari cekungan tarakan (Ellen, et al., 2009). Fase sedimentasi terakhir dicirikan dengan diendapkannya Formasi Bunyu secara tidak selaras diatas endapan sebelumnya pada fase tektonik yang terakhir hingga saat ini. Stratigrafi dari Lapangan Bunyu menurut Akuanbatin et al. (1984) dibagi menjadi 5 formasi yaitu formasi Meliat (Miosen Tengah), Formasi Tabul (Miosen Tengah – Miosen Akhir), Formasi Santul (Miosen akhir), yang tersusun oleh endapan delta berupa perselingan antara Batulempung, Batulanau, dan Batupasir terendapkan pada delta plain - prodelta. Formasi Tarakan (Pliosen), yang tersusun oleh perslingan batupasir, batulanau, batulempung, dan batubara terendapkan pada lingkungan upper delta plain – fluvial. Formasi Bunyu berumur Pleistosen terletak diatas formasi Tarakan yang terdiri atas batupasir kasar – medium, sedikit konglomerat, serta interkalasi dari batulempung dan batubara terendapkan pada lingkungan fluvial (Gambar 3). Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan Dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan (Achmad Syarif, Asep Hudiman, Mohamad Amin A. Nazar dan Zeppy I. Budiarto) Metode Interpretasi Rock Type Fasies dan Klasifikasi Menurut Selley, (1985) Interpretasi lingkungan pengendapan dan fasies dapat dilakukan dengan data yang terpisah dan terbatas dari singkapan, batuan inti, cutting yang dikombinasikan dengan data seismik dan log. Interpretasi ini didasarkan atas beberapa variabel yang dibentuk oleh interaksi antara parameter fisik, kimia, dan biologi, yaitu geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba, dan fosil. Pada penelitian ini, digunakan data batuan inti dari tujuh sumur dengan interval kedalaman bervariasi antara 878 m sampai dengan 1604 m untuk dapat menentukan litofasies, rock type, fasies pengendapan dan lingkungan pengendapannya. Tahapan interpretasi meliputi pembagian batuan kedalam litofasies berdasarkan kesamaan sifat fisik batuan, tekstur, struktur, komposisi dan diagenesanya; pembagian unit Rock Type berdasarkan kesamaan trend perubahan nilai pore throat radius R35 yang dihitung dengan menggunakan persamaan Winland, dan analisa hubungan karakter petrofisika (porositas vs permeabilitas dan Pc vs Sw) satu rock type terhadap jenis litofasiesnya. Asosiasi litofasies secara vertikal selanjutnya dipakai juga untuk menentukan fasies pengendapan beserta lingkungan pengendapannya. Rock type adalah unit batuan yang terbentuk atau terendapkan pada kondisi yang serupa serta mengalami proses diagenesa seragam sehingga menghasilkan hubungan yang unik dalam hal porositas-permeabilitas serta profil tekanan kapiler Pc terhadap saturasi air (Peralta, O.O., 2009). Berdasarkan definisi tersebut maka pengelompokkan batuan menjadi suatu rock type hendaknya berdasarkan pada pendefinisian fasies atau litofasies yang dikaitkan dengan karakter petrofisikanya. Salah satu metode yang umum dipakai dalam pembagian rock type adalah menggunakan persamaan Winland yang memformulasikan hubungan antara porositas, permeabilitas, pore throat radius batuan terhadap profil tekanan kapiler (Pc) dengan persamaan sebagai berikut : Log(R35) = 0,732 + 0,588log(k) – 0,864log(φ) 123 R35 adalah pore-throat radius yang dihitung dalam kondisi 35% saturasi merkuri pada tes porosimetry merkuri dimana pada kondisi 35% saturasi memberikan hubungan yang paling baik antara pore-throat radius dengan porositas dan permeabilitasnya. Ukuran pore-throat radius dapat berupa micropore, mesopore, ataupun macropore. Micropore berukuran kurang dari 0.5 µm yang mengandung air dengan saturasi air tak tergantikan (irreducible water saturation) dan sedikit hidrokarbon. Ukuran mesopore memilki diameter antara 0.5 – 5 µm, memiliki kandungan hidrokarbon yang cukup baik. Macropore memiliki diameter > 5 µm merupakan ukuran pori yang produktif dalam menunjang produksi hidrokarbon. Kesamaan trend nilai R35 pada penelitian ini dipakai untuk menggolongkan batuan menjadi satu unit Rock Type yang sama. IDENTIFIKASI LITOFASIES DAN KLASIFIKASI ROCK TYPE Pembagian Litofasies Berdasarkan hasil deskripsi megaskopis, data SEM, XRD dan Petrografi dari batuan inti dari tujuh sumur yang tersebar di lapangan Bunyu dapat diidentifikasi lima litofasies yang dibagi berdasarkan kesamaan sifat fisik batuan, tekstur, struktur, komposisi dan diagenesa yang terjadi (Gambar 5), yaitu sebagai berikut: Litofasies Batubara, Batulempung dan Batulanau – Nonreservoar (C) Litofasies ini berwarna hitam, abu-abu sampai coklat muda, memiliki kandungan material organik yang tinggi. Pada batulempung-lanau, sering dijumpai material karbon dan bioturbasi dengan derajat rendah – tinggi didominasi oleh ichnofasies Skolithos dan Cruziana yang menunjukan lingkungan pengendapan dengan energi rendah-sedang, air payau dan substrat yang berbutir halus-medium. Litofasies Batupasir Sangat Halus Lentikuler – Flasser (S1) Data fasies ini didapat pada batuan inti sumur X-0301. Berwarna abu-abu dengan ukuran butir pasir sangat halus, kebundaran subangular- 124 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 121-130 subrounded, grain supported dengan kontak antar butir point > planar, sortasi sedang-baik. Struktur sedimen yang umum dijumpai pada fasies ini adalah lentikuler dan flasser, dengan bioturbasi dari ichnofacies skolithos dengan intensitas sedang-tinggi. Komposisi penyusun dari fasies ini didominasi oleh kuarsa (62-66%) dengan fragment batuan (6,8-8,4%) yang berupa baturijang, metakuarsit, batulempung, sekis, batuan beku serta sedikit feldspar (3,2-3,6%). Mineral aksesori yang mendominasi adalah muskovit, zirkon, klorit, dan material organik karbonan yang kadang terkonsentrasi sebagai lapisan tipis terputus (faintly laminated). Visible porosity berkisar Antara 7,616,8% dengan tipe porositas yang berkembang adalah pori intergranular dan sekunder dari proses pelarutan. Diagenesa yang terjadi adalah kompaksi, sementasi berupa quartz overgrowth, mineral replacement, clay coating dimana illite adalah mineral yang berperan serta kaolinite, siderite dan pirit sebagai mineral pengisi antar pori serta sedikit pelarutan. Litofasies Batupasir Halus-Sedang Silang Siur Sideritik (S3) Litofasies ini terdapat pada hampir seluruh data batuan inti kecuali di sumur X-1402. Litofasies ini berwarna abu-abu sampai coklat (bergantung pada jumlah kandungan siderite) dengan ukuran butir pasir halus, kebundaran subrounded-rounded, grain supported, kontak antar butir umumnya planar, point dan sedikit concave-convex, dengan sortasi yang bagus. Pada litofasies ini struktur sedimen silang-siur berkembang dengan baik, diikuti oleh adanya sedikit sisipan berupa batulempung diantara batupasir membentuk mud drape dengan ketebalan bervariasi. Mineral penciri dari litofasies ini adalah Siderit yang muncul sebagai mineral autigenic dan mineral penganti. Komposisi penyusun utama adalah kuarsa (44,5-47%), feldspar (0,751,75%), fragmen batuan (19-20,5%) yang berupa batulempung, chert dan metakuarsit dan batuan beku. Visible porosity berada pada kisaran 1518%. Diagenesa yang terjadi adalah kompaksi Litofasies Batupasir Sangat Halus-Halus akibat burial sebagai proses yang paling dominan, presipitasi dan sementasi, mineral Silang-Siur (S2) autigenik berupa kaolinit (pengisi pori), ilite (clay Fasies ini terutama terdapat pada coating), dan Pirit, serta pelarutan mineral tidak batuan inti sumur X-1402, X-1406 dan X-1409, stabil khususnya feldspar serta fragmen batuan berwarna abu-abu – putih dengan ukuran butir volkanik yang memperbagus kualitas reservoar. pasir halus, kebundaran subrounded-subangular, kontak antar butir planar-point, grain supported, Litofasies Batupasir Sedang-Kasar dengan klastika batulempung (S4) subrounded-subangular, sortasi bagus-sedang. Struktur sedimen pada umumnya berupa Litofasies ini terdapat pada batuan inti silang-siur yang kadang terpotong oleh bioturbasi X-0202, X-1406, berwarna putih – abu-abu. dengan intensitas redah-sedang. Komposisi penyusun fasies ini didominasi Memiliki ukuran butir hingga pasir sedangoleh kuarsa (49–65%), feldspar (0,7-2,75%), kasar kebundaran subrounded-subangular, grain fragmen batuan (12,25-18,5%) yang berupa supported, kontak antar butir umumnya pointchert, metakuarsit dan batuan beku. Adapun planar, dengan sortasi yang bagus. Pada litofasies ini struktur sedimen silangmineral lain yang ditemukan adalah detrital clay sebagai matriks, Pirit (0,4%), Siderit (0,4- siur berkembang dengan baik dengan sedikit 4%), Kaolinite (1,2-1,6%), dan material karbon klastika batulempung sideritik dan batubara berukuran kerikil dengan derajat kebundaran (material organik). Visible porosity dari batuan berkisar yang cukup baik (subrounded-well rounded). Komposisi penyusun dari fasies ini antara 12,25-18,25%. Diagenesa yang terjadi adalah kompaksi, sementasi berupa quartz didominasi oleh kuarsa (65-68%), feldspar (2overgrowth, presipitasi mineral autigenic berupa 2,8%) dan fragmen batuan (7,6-21,2%) berupa pirit, kaolinit, zeolit, dan siderite, sedikit clay batulempung, baturijang, metaquarzite, sekis, batuan beku serta sedikit plagioklas. Mineral coating, serta pelarutan. Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan Dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan (Achmad Syarif, Asep Hudiman, Mohamad Amin A. Nazar dan Zeppy I. Budiarto) aksesri yang mendominasi adalah muskovit, zirkon, klorit, dan material organik. Visible porosity berada pada kisaran 15,220,4%. Porositas Diagenesa yang terjadi adalah kompaksi akibat burial, presipitasi mineral autigenic berupa Pirit, Kaolinit, Zeolit, dan Siderite. Ketiga mineral terakhir juga berperan dalam penggantian grain-matriks serta sebagai semen. Selain itu sedikit clay coating juga berkembang. Pelarutan dari mineral juga terjadi sehingga porositas sekunder berkembang di fasies ini. Pengelompokan Asosiasi Fasies Pengendapan Pada umumnya satu atau beberapa litofasies akan membentuk satu fasies genetik untuk mendapatkan fasies genetik tertentu dalam konteks. Pengelompokan dari beberapa asosiasi fasies inilah yang disebut sebagai asosiasi fasies pengendapan yang ditentukan berdasarkan atas data batuan inti, fosil jejak, data paleontology, kondisi terhadap marker dan suksesi sikuen stratigrafinya. Melalui metode ini, maka asosiasi fasies pengendapan yang didapat pada batuan inti dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu 1. Batubara dan Batulempung Delta Plain 2. Batupasir Distributary Channel 3. Batupasir Mouth Bar Batubara dan Batulempung Delta Plain memiliki asosiasi litofasies C dengan karakter khusus yang berkembang adalah warna gelap dengan tingginya kandungan material organik. Batupasir Distributary Channel berasosiasi dengan fasies S1, S2, S3 dan S4 dengan litofasies S4 umumnya merupakan bagian bawah dari channel (channel base) yang diikuti oleh litofasies S3, S2, dan S1 pada bagian atas. Batupasir Mouth Bar pada umumnya tersusun oleh litofacies S1, S2 dan S3 dengan karakter peralihan rezim sedimentasi antara sedimen berbutir halus dan sedimen berbutir kasar pada sebuah mouth bar. Klasifikasi Rock Type 125 batuan inti dari tujuh sumur. Nilai R35 yang didapatkan selanjutnya diurutkan dari nilai terkecil ke nilai terbesar dan diplot silang (crossplot) terhadap nomor sampel/kumulatif data (Gambar 4) untuk mendapatkan trend perubahan nilai R35-nya. Satu nilai trend akan mewakili satu unit Rock Type. Nilai porositas dari masingmasing Rock Type selanjutnya juga diplot silang (crossplot) terhadap nilai permeabilitasnya untuk menguji konsistensi hubungan antara porositas terhadap permeabilitas di masing-masing unit Rock Type (Gambar 6). Persamaan hubungan antara porositas vs permeabilitas selanjutnya dapat dipakai untuk mengkonversi nilai porositas menjadi permeabilitas pada sumur atau interval yang tidak memiliki data batuan inti. Konsistensi hubungan antara Pc vs Sw pada masing-masing Rock Type juga diuji dengan melakukan plot silang (crossplot) antara nilai Pc terhadap Sw dimana masing-masing unit Rock Type memiliki trend kurva Pc tersendiri (Gambar 7 dan 8). Dari analisa data batuan inti tujuh sumur Field Bunyu didapatkan lima unit Rock Type sebagai berikut: Rock Type-1 Rock Type ini masuk dalam kategori batuan bukan reservoir. Litofasiesnya berupa batubara (C1) dan batulempung-batulanau (C2). Rock Type ini tidak dilakukan perhitungan porosity, permeability, dan Pc vs Sw sehingga perhitungan pore throat radius tidak dilakukan. Rock Type-2 Rock Type ini masuk dalam kategori batuan reservoir kualitas rendah-sedang. Litofasiesnya berupa batupasir sangat halus lintikular-flaser (S1). Porositas berkisar antara 10,7-15,7% dengan permeabiltas berkisar antara 0,13-1,37 mD, pore throat size berkisar antara 0,21-0,60 µm. Kurva plot silang antar Pc vs Sw menunjukkan nilai Swirr 53,5 % pada tekanan kapiler reservoir (Pc_res) 3,75 Psi. Rock Type-3 Klasifikasi Rock Type dilakukan dengan Rock Type ini masuk dalam kategori menghitung nilai pore throat radius (R35) batuan reservoir kualitas sedang. Litofasiesnya menggunakan persamaan Winland pada data berupa batupasir sangat halus-halus silang- 126 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 121-130 siur (S2). Porositas berkisar antara 15,9-32,0% berdasarkan kesamaan sifat fisik batuan, dengan permeabiltas berkisar antara 19-463 mD, tekstur, struktur, komposisi dan diagenesa pore throat size berkisar antara 2,12-10,63 µm. yang terjadi. Kurva plot silang antar Pc vs Sw menunjukkan 2. Asosiasi litofasies di Formasi Tarakan dan nilai Swirr 26,9 % pada tekanan kapiler reservoir Santul menunjukkan Fasies pengendapan (Pc _res) 8,04 Psi. batupasir mouth bar, batupasir distributary channel serta batubara dan batulempung Rock Type-4 delta plain yang diendapkan pada lingkungan pengendapan delta. Rock Type ini masuk dalam kategori 3. Pembagian unit Rock Type bunyu dilakukan batuan reservoir kualitas baik. Litofasiesnya dengan penentuan kesamaan trend perubahan berupa batupasir sangat halus-sedang silang-siur nilai pore throat radius (R35) terhadap sideritik (S3). Porositas berkisar antara 23,17nomor sampel (kumulatif data). Berdasarkan 37,54% dengan permeabiltas berkisar antara kesamaan trend tersebut dapat diidentifikasi 449-2159 mD, pore throat size berkisar antara lima unit rock type. 11,68-22,82 µm. Kurva plot silang antar Pc vs Sw 4. Masing-masing unit Rock Type memiliki menunjukkan nilai Swirr 18,4 % pada tekanan hubungan Porositas efektif terhadap kapiler reservoir (Pc _res) 159,44 Psi. permeabilitas dan Tekanan kapiler (Pc) terhadap Saturasi Air (Sw) yang tertentu yang Rock Type-5 mencerminkan kualitas reservoirnya. 5. Berdasarkan analisa petrografi dan SEM Rock Type ini masuk dalam kategori batuan pada masing-masing litofasies, tekstur reservoir kualitas sangat baik. Litofasiesnya batuan terutama ukuran butir serta struktur berupa batupasir sangat sedang-kasar berklastika sedimennya dari masing-masing litofasies batulempung (S4). Porositas berkisar antara 25,6diperkirakan merupakan faktor yang paling 37,54% dengan permeabiltas berkisar antara dominan dalam menentukan kualitas reservoir 1370-3578 mD, pore throat size berkisar antara dan unit Rock Type-nya. 22,89-34,72 µm. Kurva plot silang antar Pc vs Sw menunjukkan nilai Swirr 15,6 % pada tekanan REFERENSI kapiler reservoir (Pc _res) 67,14 Psi. Berdasarkan analisa petrografi dan SEM Bahar, A., 2013, Rock typing, short course material, pada masing-masing litofasies, secara umum tidak dipublikasikan proses diagenesa yang terjadi pada batupasir Hall, 2002, Cenozoic geological and plate tectonic Rock Type-2 sampai dengan 5 adalah sama, evolution of SE Asia and SW Pacific: Computerdimana proses yang paling dominan adalah based reconstruction, model and animation, proses kompaksi. Berdasarkan hal tersebut maka Journall of Asian Earth Sciences 20 (2002). perbedaan tekstur batuan terutama ukuran butir Heriyanto, N., Satoto, W., Sardjono, S., 1992. An serta struktur sedimennya dari masing-masing Overview of Hydrocarbon Maturity and Its litofasies kemungkinan menjadi faktor yang Migration Aspects in Bunyu Island, Tarakan paling dominan dalam menentukan kualitas Basin. Proceedings Indonesian Petroleum reservoir dan unit Rock Type-nya. Batupasir Association, 21st Annual Convention, vol. 1, berukuran kasar, tersortasi baik dengan struktur hal. 1-22. sedimen silang siur memiliki kualitas reservoir Lefort, J.J., Thiriet, J.P., Le Quellec, P., Bailey, J.B. yang lebih baik dibandingkan batupasir 2000. Sequence stratigraphy of the offshore berukuran lebih halus dengan struktur flaser dan Tarakan. AAPG, V.84, p. 1395-1518. atau lentikular. Peralta, O.O., 2009, Rock types and flow units in static KESIMPULAN 1. Formasi Tarakan dan Santul di Field Bunyu tersusun oleh lima litofasies yang dibedakan and dynamic reservoir modeling: application to mature fields, SPE Paper No. 122227 Pertamina, 2004, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-1309, tidak dipublikasikan Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan Dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan (Achmad Syarif, Asep Hudiman, Mohamad Amin A. Nazar dan Zeppy I. Budiarto) Pertamina, 2005, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-1402, tidak dipublikasikan Pertamina EP, 2008, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-1406, tidak dipublikasikan Pertamina EP, 2010, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-1409, tidak dipublikasikan Pertamina EP, 2012, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-0202, tidak dipublikasikan 127 Pertamina EP, 2013, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-0301, tidak dipublikasikan Pertamina EP, 2013, Routine, special core analysis and rock description for convetional core from well X-0302, tidak dipublikasikan Potter, G., 2010, Core analysis uncertainty and rock typing, SPWLA Carbonate Workshop material, tidak dipublikasikan Selley, R. (1985). Ancient Sedimentary Environment and their sub-surface diagnosis (3rd ed.). New York: Cornell University Press. LAMPIRAN Gambar 1. Peta lokasi penelitian. Gambar 2. Peta Cekungan - sub Cekungan dan Elemen Struktur Cekungan Tarakan (Ahmad & Samuel, 1984, Lefort, et.al., 2000). 128 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 121-130 Gambar 3. Kolom stratigrafi Cekungan Tarakan (after Heryanto, et. al., 2006). Gambar 4. Plot silang Pore throat size (R35) terhadap nomor sampel (kumulatif data). Warna hijau, biru, merah muda dan jingga mewakili pengelompokan trend nilai R35 pada masing-masing Rock Type (RT-2 s/d RT-5). Klasifikasi Rock Type Formasi Tarakan Dan Santul, Lapangan Bunyu, Cekungan Tarakan (Achmad Syarif, Asep Hudiman, Mohamad Amin A. Nazar dan Zeppy I. Budiarto) 129 Gambar 5. Fasies pengendapan ideal Formasi Tarakan dan Santul di Field Bunyu beserta asosiasi litofasies dan Rock Type-nya. Gambar 6. Plot silang Porosity efektif (PHIE) vs Permeability RT-2 s/d RT-5 beserta persamaan trendline-nya. 130 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 121-130 Gambar 7. Plot silang Tekanan kapiler (Pc) vs Saturasi Air (Sw) injeksi merkuri pada beberapa contoh core plug yang mewakili RT-2 s/d RT-5). Gambar 8. Kurva Pc vs Sw (brine) pada kondisi reservoir dari Rock Type-2 sampai dengan Rock Type-5. A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field Perbandingan Penggunaan Metode Modern Production Data Analysis terhadap Metode Volumetrik dan Simulasi Reservoir dalam Perkiraan Cadangan Hidrokarbon pada Lapisan Alfa-I dan Beta-III di Lapangan EP Aris Buntoro1, Edo Pratama1, and Eka Andhini1 Engineering Department of UPN “Veteran” Yogyakarta Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur Depok Sleman DIY, 55283 Corresponding e-mail: [email protected] 1Petroleum Abstract Alfa and Beta Layers are oil and gas productive layers located on EP Field. According to volumetric method, Alfa-I Layer has Original Oil In Place (OOIP) about 8.28 MMSTB and Beta-III Layer has Original Gas In Place (OGIP) about 9.96 Bscf. Reservoir simulation is conducted to update the reserves for plan of further development strategy. According to simulation results, Alfa-I Layer has OOIP about 7.75 MMSTB and Beta-III Layer has OGIP about 9.81 Bscf. An integrated method is applied for estimating hydrocarbon in place of Alfa-I and Beta-III Layers in addition also can be estimating reservoir characteristics. This method is called by Modern Production Data Analysis, is a method to evaluate the reservoir using combined rate and pressure data without the need to shut in wells. This study aims to apply modern production data analysis by an approach of type curves such Fetkovich, Blasingame, Agarwal-Gardner, and Normalized Pressure Integral type curves and flowing material balance method integrated with volumetric method and reservoir simulation. From the results, Alfa-I Layer has OOIP around 8.59-9.59 MMSTB and Beta-III Layer has OGIP around 5.69-9.01 Bscf according to type curve and flowing material balance methods. And reservoir characteristics of Alfa-I Layer which including permeability around 7.92-8.97 mD and skin factor around 0.07-0.27, while Beta-III Layer has permeability around 5.43-6.70 mD and skin factor around 0.11-6.94 according to type curve methods. Keywords: Volumetric method, Reservoir simulation, Modern production data analysis. Abstrak Lapisan Alfa dan Beta merupakan lapisan produktif mengandung minyak dan gas yang terletak di Lapangan EP. Berdasarkan perkiraan cadangan dengan metode volumetrik, Lapisan Alfa-I mempunyai Original Oil In Place (OOIP) sebesar 8.28 MMSTB dan Lapisan Beta-III mempunyai Original Gas In Place (OGIP) sebesar 9.96 Bscf. Simulasi reservoir dilakukan untuk meng-update besarnya cadangan untuk rencana pengembangan lapangan tahap lanjut. Berdasarkan hasil simulasi, Lapisan Alfa-I mempunyai OOIP sebesar 7.75 MMSTB dan lapisan Beta-III mempunyai OGIP sebesar 9.81 Bscf. Suatu metode terintegrasi diaplikasikan untuk memperkirakan cadangan pada Lapisan Alfa dan Beta disamping juga dapat memperkirakan karakteristik reservoir. Metode ini disebut Modern Production Data Analysis, yang merupakan suatu metode untuk mengevaluasi reservoir menggunakan kombinasi data laju produksi dan tekanan tanpa harus menutup sumur. Studi ini bertujuan untuk mengaplikasikan Modern Production Data Analysis dengan pendekatan type curves diantaranya Fetkovich, Blasingame, AgarwalGardner, dan Normalized Pressure Integral type curves dan metode flowing material balance yang terintegrasi dengan metode volumetrik dan simulasi reservoir. Dari hasil analisa yang diperoleh, Lapisan Alfa-I mempunyai OOIP sekitar 8,59-9,59 MMSTB dan Lapisan Beta-III mempunyai OGIP sekitar 5,69-9,01 Bscf berdasarkan pendekatan type curve dan metode flowing material balance. Dan karakteristik reservoir yang meliputi permeabilitas dan faktor skin pada Lapisan Alfa-I yaitu permeablitas sekitar 7,92-8,97 mD dan faktor skin sekitar 0,07-0,27, sedangkan pada Lapisan Beta-III yaitu permeabilitas sekitar 5,43-6,70 mD dan faktor skin sekitar 0,11-6,94 berdasarkan pendekatan type curve. Kata kunci: Metode volumetrik, Simulasi reservoir, Modern production data analysis. 131 132 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 131-140 I. INTRODUCTION which evolve during production of a well, to extract quantitivie information about reservoir properties. The procedure and theory for ratetransient analysis is analogous to pressuretransient analysis; in fact, the modern concept of rate-transient analysis is to analyze production data like one would a long-term drawdown test, which is a classic well-test procedure. For constant rate production of a single well, the flowing pressure of the well, which changes during the test, is interpreted using classic welltest analysis concepts. Two primary flow-regimes are typically observed (Figure 1): 1) transient flow, where the pressure transient is propagating away from the well during production and 2) boundary-dominated flow, where all reservoir boundaries have been contacted and the reservoir is now depleting like a tank. Transient flow can be interpreted for reservoir properties, and boundary-dominated flow can be interpreted to obtain reservoir volume and hydrocarbon in place. Estimation of hydrocarbon in place and reservoir characteristics for oil and gas reservoirs is needed from the time when such reservoirs are first discovered to future times when they are being developed by drilling stepout wells or infill wells. One of methods to estimate reserves is traditional decline analysis. Generally, the results are meaningful, but they can sometimes be unrealistic (optimistic or pessimistic). Meanwhile, in identifying reservoir characterization, generally by doing well testing, often called pressure transient analysis (PTA). But, this method required shutting in wells and sometimes there is any technical problems happened. Modern Production Data Analysis is a method to evaluate the reservoir using combined rate and pressure data without the need to shut in wells. This analysis is able to estimate hydrocarbon in place, expected ultimate recovery, and recovery factor with flowing material balance and other modern techniques. Reservoir characteristics, such as permeability and skin factor can be determined by using type curves. Alfa and Beta Layers are one of oil and gas productive layers in EP Field. These layers are considered to be planned for further development. It is crucial to estimate hydrocarbon in place of both layers as a platform for development strategy. A new idea is applied to estimate hydrocarbon in place in Alfa and Beta Layers by integrating volumetric method, reservoir simulation, and also modern production data analysis as an alternative solution to predict hydrocarbon in place as well as reservoir characteristics. A new flow chart is presented in estimation of hydrocarbon in Figure 1. Concept of rate transient analysis (R. Clarkson, place where modern production data analysis is Christopher, 2011). integrated with volumetric method and reservoir 2.2 Methods of Modern Production Data simulation. Analysis II. MODERN PRODUCTION DATA 2.2.1 Type Curve Methods ANALYSIS 2.1 Concept of Modern Production Data Analysis 2.2.1.1 Fetkovich type curve Fetkovich presented a new set of type curves that extended the Arps type curves into the Modern production data analysis as known as rate transient analysis (rta), involves transient flow region. He recognized that decline the interpretation of characteristic flow-regimes, curve analysis was applicable only during the A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field (Aris Buntoro, Edo Pratama, and Eka Andhini) time period when production was in boundary dominated flow; i.e., during the depletion period. This meant that the early production life of a well was not analyzable by the conventional decline curve methods. Fetkovich used analytical flow equations to generate type curves for transient flow, and he combined them with the Arps empirical decline curve equations. Accordingly, the Fetkovich type curves are made up of two regions which have been blended to be continuous and thereby encompass the whole production life from early time (transient flow) to late time (boundary dominated flow). The Fetkovich analytical typecurves can be used to calculate three parameters: permeability, skin and reservoir radius. 133 The rate integral is: The derivative of the rate integral is: 2.2.1.3 Agarwal and Gardner type curve The Agarwall and Gardner typecurves are all derived using the well testing definitions of dimensionless rate and time. The models are all based on the constant rate solution. Three sets of type curves; rate vs time typecurves (qD and tDA format), inverse of pressure derivative (1/pDd) vs tDA, and inverse of pressure integral-derivative (1/ pDid) vs tDA. The Agarwal and Gardner type curve method is quite similar to that presented by Palacio and Blasingame, only after matching the normalized rate (q/dP) and the material balance pseudotime against constant rate typecurves in well test format (Agarwal-Gardner type curves), an estimate of a value named the Inverse Pressure Derivative (IPD) is made. The IPD is given by 2.2.1.4 Agarwal and Gardner type curve 2.2.1.2 Blasingame type curve Blasingame typecurves have identical format to those of Fetkovich. However, there are three important differences in presentation; models are based on constant rate solution instead of constant pressure, exponential and hyperbolic stems are absent, only harmonic stem is plotted, rate integral and rate integralderivative typecurves are used (simultaneous typecurve match). Blasingame type curve method uses the normalized rate (q/dP) and the material balance pseudotime (tca) and plots those values to be matched against type curves of dimensionless rate and dimensionless time (constant rate type curves in Fetkovich dimensionless format). Then the integrals defined in the equations below (rateintegral and rate-integral derivative) are plotted. This method uses a normalized pressure (dP/q) instead of a normalized rate as shown in the previous methods (Palacio and Blasingame and Agarwal and Gardner). Again, the method tries to match the normalized pressure versus the material balance pseudo time (tca) data to a plot of dimensionless pressure (Pd) versus dimensionless time (tda), which is a constant rate type curve in well test format. Once the match is performed, the pressure integral is plotted as well as the pressure-integral derivative. Pressure integral: Pressure integral – derivative: 134 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 131-140 2.2.2 Flowing Material Balance Method as hydrocarbon volume. Then, those values are divided with avalaible reservoir parameter (Boi, The Flowing Material Balance uses the Bgi) to get hydrocarbon in place. concept of stabilized or “pseudo-steady-state” flow to evaluate total in-place fluid volumes. 3.2 Reservoir Simulation In a conventional material-balance calculation, reservoir pressure is measured or extrapolated Reservoir simulation is conducted based based on stabilized shut-in pressures at the well. on geology-reservoir 3D model such as porosity, In a flowing situation, the average reservoir facies, permeability distributions and reservoir pressure clearly cannot be measured. However, data namely SCAL and PVT data. Then, these in a stabilized flow situation, there is very close data are processed to support hydrocarbon in connectivity between well flowing pressures place estimation. Thus, reservoir simulaton is (which can be measured) and the average only conducted till initialization step. reservoir pressure. Figure 2 shows how these pressures are related. 3.3 Modern Production Data Analysis Figure 2. Illustration of pseudosteady – state (Fekete-FAST RTA). The figure illustrates that the pressure drop measured at the wellbore while the well is flowing at a constant rate is the same as the pressure drop that would be observed anywhere in the reservoir, including the location which represents average reservoir pressure. This is true only if pseudo-steady-state conditions are present (all boundaries have been reached). III. METHODOLOGY Hydrocarbon in place estimation in Alfa and Beta Layers is conducted by integrating volumetric method, reservoir simulation, and modern production data analysis. Appendix A shows the methodology flow chart in this study. 3.1 Volumetric Method Estimation of hydrocarbon in place with volumetric method by using geological data such as bulk volume, net to gross/ NTG and reservoir properties distributions from each layers, from these data will obtained pore volume map as well Modern production data analysis or rate transient analysis (rta) is conducted in a well from each layers. At initial step, it is important to determine the key well. Thus, well screening criteria is done to determine a key well from each layers where the layers have been divided into blocks as volume calculation results. Data preparation and processing are conducted after selecting a key well, namely production and pressure data, rock and fluid properties, and well completion data. Flow regimes identification is done before applying rate transient analysis in each wells. This analysis is very important to know the reservoir conditions where still in transient or have reached boundary dominated flow system. Because estimation of hydrocarbon in place and reservoir characteristics used rate transient analysis only applicable when the reservoir condition has stabilized. Hydrocarbon in place is estimated by an approach of type curves are blasingame, agarwal and gardner, normalized pressure integral type curves and non-type curve is flowing material balance method while reservoir characteristics are predicted within type curves method. IV. RESULTS AND DISCUSSIONS Based on volumteric calculation, Alfa Layer has total initial oil in place of 19.82 MMSTB. According to sectorization process, Alfa Layer has 3 blocks are Alfa I-III (Table I). Beta Layer has total initial gas in place of 71.50 Bscf and based on sectorization, Beta Layer has A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field (Aris Buntoro, Edo Pratama, and Eka Andhini) 135 4 blocks are Beta I-IV (Table II). In this study, Based on reservoir simulation, Alfa-I Layer analysis is conducted in Alfa-I and Beta-III has OOIP of 8.28 MMSTB while Beta-III Layer Layers, respectively (Figure 3 and 4). has OGIP of 9.81 BSCF (Table III). Initialization at Alfa-I Layer is done by changing capillary pressure Table I. OOIP of Alfa Layer. values while at Beta-III Layer is done by changing depth references values and reservoir temperature. Table III. Simulation results. Table II. OGIP of Beta Layer. Rate transient analysis is conducted by firstly determine a key well in each layers. Screening criteria to determine a key well for this analysis same as criteria for reservoir simulation, such the wells have long time period of production, active well (still produced), and represent block performance. After screening process according to those requirements, Well “X” and Well “Y” are determined as a key well in Alfa-I and Beta-III Layers, respectively. Well “X” is an oil well has been producing for 12 years and Well “Y” is a gas well which has been producing for 10 years. Figure 5 and 6 show production profile of Well “X” and Well “Y”. Figure 3. OOIP distributions in Alfa Layer. Figure 5. Production profile Well “X”. Figure 4. OGIP distributions in Beta Layer. Figure 6. Production profile Well “Y”. 136 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 131-140 In estimating hydrocarbon in place of Well “X” and Well “Y” used rate transient analysis, firstly, it should be analyzed the reservoir flow conditions whether transient or boundary dominated system. In this study, we apply Fetkovich type curve to analyze it. Figure 7 and 8 show Fetkovich type curve analysis in Well “X” and Well “Y”. Based on the results, it shows that flow regime of reservoir has reached boundary dominated flow system. Reservoir characteristics are obtained permeability is 8.97 mD and skin factor is 0.10 for Well “X” and Well “Y” has permeability of 5.43 mD and skin factor of 0.11. Figure 7. Fetkovich type curve analysis in Well “X”. analysis results in Well “X”. Data matching and validating in type curves are shown in Figure 9 – 11 and flowing material balance method is shown in Figure 12. Rate transient analysis results of Well “Y” are shown in Table V while data matching and validating in type curves are shown in Figure 13 – 15 and flowing material balance method is shown in Figure 16. In matching and validating process, the analytical models are constructed. Model history match can be carried out using three different modes: pressure only (P), flow rate only (q) or pressure and flow rate simultaneously (qP). In this case, we use pressure and flow rate simultaneously (qP) for history matching (Figure 17 and 18). In this mode, parameters are varied until a good match is obtained. To get a better match by changing some of the parameter values according to the results from type curves analysis. The red lines show calculated flow rates while the brown lines show calculated flowing pressure. The magenta lines show the calculated reservoir pressures. A good match is obtained due to calculated pressure and flow rate agrees with actual pressure and flow rate. Thus, type curves analysis in both of wells are valid for initial oil and gas in place and reservoir characteristics estimation. Table IV. Rate transient analysis/ rta results in Well “X” (Alfa-I Layer) Figure 8. Fetkovich type curve analysis in Well “Y”. According to the Fetkovich results, initial oil and gas in place can be estimated by using modern type curves and flowing material balance method due to reservoir condition has reached reservoir boundary where pressure and production rate have stabilized at pseudosteadystate flow regime. Table IV shows rate transient Figure 9. Blasingame type curve analysis in Well “X”. A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field (Aris Buntoro, Edo Pratama, and Eka Andhini) Figure 10. Agarwal-Gardner type curve analysis in Well “X”. Figure 11. Normalized Pressure Integral type curve analysis in Well “X”. Figure 12. Flowing Material Balance method in Well “X”. 137 Figure 13. Blasingame type curve analysis in Well “Y”. Figure 14. Agarwal-Gardner type curve analysis in Well “Y”. Figure 15. Normalized Pressure Integral type curve analysis in Well “Y” Table V. Rate transient analysis/ rta results in Well “Y” (BetaIII Layer) Figure 16. Flowing Material Balance method in Well “Y”. 138 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 131-140 analysis is an integrated method due to type curves and non-type curve analysis are integrated to each others and validated in estimating hydrocarbon in place and reservoir characteristics. The results of these methods are shown below: Table VI. The results comparison from Volumetric, Reservoir simulation, and Modern production data analysis Figure 17. History match of Well “X” by analytical model. Figure 18. History match of Well “Y” by analytical model. Modern production data analysis result is an unique results caused the results are not in certain values but ranging values, as used type curves and non type curve method simultaneously and integrated to each others. From the results, Well “X” has OOIP around 8.59-9.59 MMSTB and Well “Y” has OGIP around 5.69-9.01 Bscf according to type curve and flowing material balance methods. And reservoir characteristics Well “X” which including permeability around 7.92-8.97 mD and skin factor around 0.070.27, while Well “Y” has permeability around 5.43-6.70 mD and skin factor around 0.11-6.94 according to type curve methods. These results from both of wells are interpretated for Alfa-I and Beta-III Layers. V. CONCLUSIONS & RECOMMENDATIONS From this study, layers sectorization and key well selection are the key in integrating modern production data analysis or rate transient analysis with volumetric method and reservoir simulation. In addition, modern production data As the results of modern production data analysis are not significantly difference with volumetric and reservoir simulation in estimating hydrocarbon in place as well as could be estimate reservoir characteriscs, it is fully recommended to apply this method in another blocks for plan of further development strategy in Alfa and Beta Layers in EP Field. ACKNOWLEDGMENTS We would like to say thank you so much for LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta and Petroleum Engineering Department of UPN “Veteran” Yogyakarta for supporting this study. Nomenclature B = formation volume factor Bgi = initial gas formation volume factor Bo = oil formation volume factor A Comparison of Utilization of Modern Production Data Analysis to Volumetric & Reservoir Simulation Method in Estimating Hydrocarbon In Place in Alfa-I and Beta-III Layers in EP Field (Aris Buntoro, Edo Pratama, and Eka Andhini) Boi = initial oil formation volume factor Ct = total compressibility h = net pay k = permeability P = pressure Po = reference pressure PD = dimensionless pressure PDd = dimensionless pressure derivative PDi = dimensionless pressure integral PDid = dimensionless pressure integralderivative Pi = initial reservoir pressure Pp = pseudo-pressure Pwf = well flowing pressure q = flow rate qD = dimensionless rate qDd = dimensionless rate qDdi = dimensionless rate integral qDdid = dimensionless rate integralderivative re = exterior radius of reservoir reD = dimensionless exterior radius of reservoir rw = wellbore radius rwa = apparent wellbore radius s = skin factor t = flow time ta = pseudo-time tc = material balance time tca = material balance pseudo-time tD = dimensionless time tDA = dimensionless time tDd = dimensionless time Φ = porosity µ = viscosity REFERENCES Agarwal, R., Gardner, D.C., Kleinsteiber, S.W. and Fussel, D.D..: “Analyzing Well Production Data Using Combined Type-Curve and DeclineCurve Analysis Concepts”, paper SPE 49222 139 presented at the 1998 SPE Annual Technical Conference and Exhibition, 27-30 September, New Orleans, Louisiana. Akhter, Salma, et. al.. 2011. “A Study Commonly Used Conventional Methods for Gas Reserve Estimation”. Jornal of Chemical Engineering, IEB. Vol. ChE. 26. No. 1, December 2011. Craft, B.C. and Hawkins, M.F. 1991. “Applied Petroleum Reservoir Engineering Second Edition”. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Fekete. “Software Training Course – F.A.S.T RTA (Rate Transient Analysis)”. Fekete Associates Inc. Haq, Bashirul and Gomes, Edmond. 2001. “Estimation of Gas in Place of Bangladesh Using Flowing Material Balance Method”. 4th International Conference on Mechanical Engineering, December 26-28, 2001, Dhaka, Bangladesh/pp.I 153-158. Mattar,L and McNeil,R. “The ‘Flowing Gas’ Material Balance”. The Journal of Canadian Petroleum Technology. Mireault, Ray and Dean, Lisa. 2007. ”Reservoir Engineering for Geologists”. Canadian Society of Petroleum Geologists. R. Clarkson, Christopher. 2011. “Integration of Rate-Transient and Microseismic Analysis for Unconventional Gas Reservoirs: Where Reservoir Engineering Meets Geophysics. University of Calgary, Calgary, Alberta, Canada. Rodrigues, Luis Carlos. 2005. “Early Prediction of Reserves in Tight Gas Reservoirs”. Thesis. Mewbourne School of Petroleum and Geological Engineering. Rukmana, Dadang. 2013. “Presentasi Workshop Simulasi Reservoir”. Dinas Pengembangan Lapangan, Divisi Pengkajian dan Pengembangan, Bidang Pengendalian Perencanaan SKK Migas. Schlumberger. 2006. “PETREL Seismic to Simulation Software; Reservoir Engineering Course v.2005 (course ed. 1). 140 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 131-140 Produksi Biosurfaktan untuk Peningkatan Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan DNA Rekombinan Production of Biosurfactant for Enhanced Oil Recovery by Recombinant DNA Cut Nanda Sari1, Usman1, Yani Faozani1, Leni Herlina1, Oni Kristiawan1, Safrizal1, Abdul Haris1 dan Ken Sawitri1 1Research and Development Center for Oil and Gas Technology “LEMIGAS” Abstrak Surfaktan untuk peningkatan poduksi minyak tahap lanjut yang banyak digunakan saat ini dalam industri perminyakan dihasilkan dari sintesis petrokimia. Dengan pendekatan nanobioteknologi, molekul dengan sifat surfaktan dapat direkayasa dari unsur-unsur molekul hayati sebagai alternatif surfaktan sintetis produk petrokimia. Dalam penelitian sebelumnya telah dihasilkan surfaktan peptida yang memiliki potensi sebagai alternatif surfaktan konvensional surfaktan untuk peningkatan produksi minyak tahap lanjut. Makalah ini membahas produksi biosurfaktan peptida menggunakan teknik DNA rekombinan. Metode ini memungkinkan produksi surfaktan dalam jumlah besar dengan harga lebih murah. Dengan bakteri inang Eschericia Coli dan metode purifikasi kromatografi kolom cair yang selektif mengikat protein target berdasar tag yang disisipkan, biaya produksi 1 liter surfaktan peptida dengan konsentrasi 5 µM sebesar Rp. 45.450, lebih rendah 1/50 – 1/60 dari produksi sintesis kimia. Kata Kunci: biosurfaktan, pengurasan minyak tahap lanjut, DNA rekombinan, bakteri inang. Abstract Surfactant for enhanced oil recovery that has been widely used in petroleum industry produced from synthesized petrochemical. Using nanobiotechnology, molecular of surfactant nature characteristic are engineered from molecules natural-based resources as one of alternative surfactant synthesis from petrochemical. The previous research shown that chemically synthesized peptide surfactant offer promising alternative to conventional surfactants for chemical enhanced oil recovery. This paper discusses the peptide biosurfactant production using recombinant DNA tecnique. The technique allows to obtain surfactant peptide in large quantities and cheaper. With a host bacterium Eschericia coli and liquid column chromatography purification method that selectively bind to target proteins based on tags which are inserted, the cost to produce 1 liter of 5 µM peptide surfactant is around Rp. 45.450 (forty five thousand four hundred and fifty rupiah), which is lower 1/50 – 1/60 compared with the production using chemical synthesis. Keyword: biosurfactant, enhanced oil recovery, recombinant DNA, host bacterium. I. PENDAHULUAN Penggunaan surfaktan untuk peningkatan perolehan minyak tahap lanjut (enhanced oil recovery, EOR) telah dikenal luas dalam industri perminyakan. Tambahan perolehan minyak dari proses pendesakan minyak dengan larutan surfaktan bervariasi hingga dapat mencapai 23% (Al-Saadi et al., 2014, Zhu et al., 2014). Kriteria pemilihan surfaktan untuk proses EOR adalah tegangan antarmuka (interfacial tension, IFT) minyak-air rendah, adsorpsi larutan surfaktan pada permukaan batuan reservoar rendah, kompatibel dengan fluida reservoar, dan biaya produksi rendah. Larutan surfaktan yang diinjeksikan ke dalam reservoar berfungsi menurunkan tegangan antarmuka minyak-air melalui adsorpsi dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan molekul. Untuk keberhasilan injeksi surfaktan EOR, IFT harus diturunkan dari kisaran 10 hingga 30 dyne/cm pada tipikal injeksi air menjadi kurang dari 10-3 dyne/cm. Harga IFT yang sangat rendah akan mengurangi tekanan kapiler dalam pori batuan sehingga minyak yang menempel pada permukaan rongga batuan mudah 141 142 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 141-148 terlepas dan mengalir ke sumur produksi. Selain adsorpsi pada batas fase likuidlikuid, surfaktan juga dapat teradsorpsi pada batas fase padat-likuid dan merubah sudut kontak padatlikuid. Dalam teknik perminyakan, karakteristik ini digunakan untuk merubah sifat kebasahan batuan (wettability) dari oil-wet menjadi waterwet sehingga minyak dari reservoar lebih mudah mengalir menuju sumur produksi (Wang and Mohanty, 2014). Surfaktan konvensional yang saat ini banyak digunakan dalam industri perminyakan dihasilkan dari adalah senyawa organik yang memiliki komposisi struktur satu atau lebih “ekor” nonpolar sebagai hidrofobik yang terhubung dengan sebuah polar bagian “kepala” sebagai hidrofilik. Bagian ekor biasanya terdiri atas rantai, lurus atau bercabang, hidrokarbon atau fluorokarbon dengan 8-18 atom karbon. Bagian kepala dapat berupa nonionik, ionik, atau zwitterionik. Interaksi bagian kepala dengan molekul air melalui interaksi dipole atau iondipole. Pada dasarnya karakteristik surfaktan merupakan manifestasi dari rasio antara bagian hidrofilik dan hidrofobik yang dikenal sebagai HLB. Semakin rendah nilai HLB semakin cenderung untuk mudah larut dalam minyak dan membentuk emulsi air dalam minyak. Berbeda dengan surfaktan konvensional, surfaktan peptida memiliki sebuah struktur polyamide backbone dengan dekorasi rantai hidrofilik dan hidrofobik sepanjang sisinya. Struktur peptida dapat dikembangkan sedemikian rupa melalui reformasi ikatan hidrogen reguler polyamide backbone. Peptida yang disusun oleh 20 jenis asam amino dapat memiliki sifat surfaktan apabila asam amino hidrofobik (valine, leucine, dll) berada terpisah secara ruang terhadap asam amino hidrofilik (histidine, threonine, dll). Dengan kata lain, peptida dapat direkayasa memiliki sifat ampifilik - pemisahan bagian hidrofilik dan hidrofobik - dengan mengatur posisi asam amino penyusunnya, yang merupakan syarat utama surfaktan. Dua jenis struktur sekunder peptida yang paling populer adalah α-helix dan β-sheet. Struktur α-helix terbentuk bilamana hidrogen tulang punggung (backbone) grup amide saling mengikat dan tersusun bagaikan uliran, sedangkan struktur β-sheet terbentuk hampir terbentang penuh dimana backbone yang bersebelahan menebar ikatan hidrogen didalam atau diantara molekul. Jenis struktur molekul peptide akan mempengaruhi nilai IFT (Jaya dkk., 2011). Perancangan surfaktan peptida dengan pendekatan bioteknologi protein telah dilakukan melalui proses sebagai berikut (Jaya dkk, 2012): 1) perancangan sekuen asam amino struktur heliks, 2) perancangan sekuen asam amino struktur hidrofobik, 3) perancangan sekuen asam amino struktur hidrofilik bermuatan ion negatif, 4) simulasi sekuen hasil perancangan dengan beberapa parameter simulasi kondisi reservoir, dan 5) sintesis kimia hasil perancangan dan validasi sifat helisitas dengan circular dichroism spectroscopy. Sintesa kimia dilakukan menggunakan solid phase peptide synthesis sementara high pressure liquid chromatography digunakan untuk pemurnian. Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh sekuen molekul asam amino surfaktan peptide, yang selanjutnya disebut SUPEL, dengan sifat helisitas dan stabilitas suhu lebih baik dari AM1 dan AFD4, produk surfaktan peptida yang dipublikasikan pertama kali (Dexter dkk., 2006). Pembuatan surfaktan peptida yang digunakan saat ini menggunakan teknik solid phase peptide synthesis alias pembuatan secara sintesis kimia. Metode ini diterapkan karena cepat dalam tahapan skrining dimana diperlukan surfaktan dalam versi beragam dan waktu cepat. Untuk aplikasi di lapangan dimana hanya digunakan satu jenis surfaktan protein dengan volume yang besar. Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode produksi surfaktan peptida skala besar dengan biaya yang lebih ekonomis. Mengingat protein adalah produk akhir informasi genetik, maka teknologi DNA rekombinan dapat digunakan untuk membuat protein dalam jumlah besar. DNA penyandi surfaktan protein disisipkan ke dalam vektor plasmid untuk dimasukkan ke dalam organisme inang. Dalam penelitian ini digunakan bakteri E coli sebagai organismo inang karena dapat adaptif terhadap berbagai jenis protein (McKinstry dkk, 2014). Dalam organisme inang inilah berdasar informasi dari “cetak biru” DNA yang disisipkan, proses pembuatan surfaktan peptida dilakukan. Metode ini sudah lazim digunakan dalam produksi protein rekombinan untuk aplikasi di bidang kesehatan, pangan, dan lingkungan (Gavanji, 2013). Produksi Biosurfaktan untuk Peningkatan Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan DNA Rekombinan (Cut Nanda Sari, Usman, Yani Faozani, Leni Herlina, Oni Kristiawan, Safrizal, Abdul Haris dan Ken Sawitri) II. METODE PENELITIAN 143 (methionine), maka sekuen DNA yang sebenarnya disintesis dimulai dengan ATG sebelum kodon Metode produksi surfaktan peptida TTC yang mengkode Phe (phenylalanine). dengan teknik DNA rekombinan pada mikroorganisme dilakukan melalui: 1) sintesis 3.2 Penyisipan Fragmen DNA sekuen DNA penyandi surfaktan peptida dengan codon usage, 2) menyisipkan sintesa DNA Fragmen DNA penyandi SUPEL penyandi surfaktan peptida ke vektor ekspresi kemudian disisipkan ke dalam plasmid pET28a plasmid, 3) mentransformasikan vektor yang (Novagen) yang memiliki promoter dari memuat DNA penyandi surfaktan peptida ke virus bakteriofaga T7 sehingga mempunyai dalam organisme inang bakteri E (eschericia) tingkat ekspresi tinggi. Seperti dapat dilihat coli, 4) mengkultur organisme inang E coli pada Gambar 2, berdasar peta vektor pET28a, strain BL21 yang mengandung vektor yang telah untuk mendapatkan surfaktan protein tanpa disisipi oleh DNA penyandi surfaktan peptida, tag, fragmen DNA harus disisipkan pada situs 5) mengekstraksi surfaktan peptida rekombinan pemotongan enzim restriksi NcoI. Sementara dari organisme inang, 6) memurnikan surfaktan untuk mendapatkan surfaktan protein dengan tag peptida rekombinan dengan teknik kromatografi His (Histidine), fragmen DNA harus disisipkan kolom cair dan memastikan kemurnian pada situs pemotongan enzim restriksi NdeI. surfaktan peptida dengan teknik SDS PAGE Untuk mendapatkan fragmen DNA penyandi (sodium dodecyl sulphate-polyacrylamidegel SUPEL dengan situs pemotong enzim restriksi electrophore-sis), 7) melakukan perhitungan yang berbeda, telah dilakukan polymerase chain biaya produksi secara keseluruhan per-volume reaction (PCR) menggunakan sekuen primer surfaktan peptida rekombinan yang dihasilkan. (Kralicek dkk, 2011). Ukuran fragmen DNA hasil PCR III. HASIL DAN PEMBAHASAN dikonfirmasi dengan elektroforesis dalam gel agarosa 2 % yang menggunakan buffer TAE. 3.1 Sintesa Sekuen DNA Setelah elektroforesis, gel dicelup dalam cairan Sybr Safe yang akan memperlihatkan besar Sekuen asam amino dan DNA ukuran DNA dengan visualisi menggunakan alat penyandi protein CheA (Histidine Kinase) GelDoc. Produk PCR dimurnikan menggunakan dari archea thermotoga maritima yang bagian kit NucleoSpin Gel and PCR Clean-up. Lalu phosphotransfer domainnya menjadi protein fragmen hasil amplifikasi dipotong dengan 1TQG.PDB, diunduh dari GenBank (http://www. enzim restriksi masing-masing secara bersamaan ncbi.nlm.nih.gov) dengan kode akses masing- (double digest) pada suhu 37oC selama minimal masing AAA96387 dan U30501. Walaupun 2 jam. Setelah itu, fragmen hasil pemotongan informasi 3 basa nukleotida yang digunakan dielektroforesis dalam gel agarosa 2% (Gambar untuk menerjemahkan 1 asam amino - disebut 3). Selanjutnya, pitanya dipotong dan gel kodon - pada seluruh makhluk hidup yang dilarutkan serta dimurnikan menggunakan kit dirangkum dalam Tabel Kode Genetik adalah NucleoSpin Gel and PCR Clean-up. Fragmen sama, penggunaan jenis kodonnya berbeda-beda. DNA dengan plasmid pET28a kemudian diligasi Artinya T. maritima dan E. coli menggunakan dengan kit DNA Ligation Ver.1. Sekuen DNA kodon yang berbeda untuk menyandi suatu asam dibaca menggunakan alat DNA sequencer amino, misal fenilalanine (Phe atau F) yaitu kapiler 3130. Visualisasi elektroferogram hasil UUC pada T. maritima dan UUU pada E. coli. pembacaan sekuen DNA ditampilkan dalam Karena itu, sekuen DNA penyandi SUPEL yang Gambar 4. akan digunakan untuk memproduksi surfaktan di bakteri E. coli dimodifikasi agar sesuai dengan 3.3 Transformasi Vektor ke Bakteri Inang codon usage dalam bakteri inang. Sekuen DNA penyandi 1TQG.PDB hasil modifikasi Plasmid berbentuk lingkar memiliki diperlihatkan pada Gambar 1. Karena untuk muatan ion negatif dari gugus fosfat DNA. Agar ekspresi protein diperlukan start codon Met plasmid mudah masuk ke dalam bakteri inang 144 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 141-148 E. coli, maka permukaan bakteri diperlakukan agar bermuatan positif dan membran luarnya dihilangkan atau dikenal dengan istilah cell competent. Transformasi atau upaya memasukkan plasmid ke dalam cell competent dilakukan dengan teknik kejut panas / heat shock 17. Tahapannya adalah sebagai berikut. Plasmid diinkubasi bersama cell competent pada suhu 4oC selama 10 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 45 detik, lalu diinkubasi lagi pada suhu 4oC selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan medium LB sebanyak 1 ml, kemudian dikultur dengan cara dikocok pada suhu 37oC selama 1 jam. Terakhir, cairan kultur sebanyak 100 µl dituangkan dan diratakan di atas medium padat LB agar yang mengandung antibiotik kanamycin 50 µg/ml selama semalam dalam suhu 37oC. 3.4 Kultur Keberadaan target DNA penyandi surfaktan protein pada koloni yang telah diratakan dikonfirmasi menggunakan teknik koloni PCR. Setelah dipastikan, koloni dibiakkan dalam medium LB cair untuk membuat stok gliserol 40% dan disimpan dalam suhu -80oC. Kultur awal dilakukan dalam medium LB cair 100 µL dan dikocok dengan shaker horizontal dengan kecepatan 140 rpm pada suhu 37oC selama semalam. Setelah itu, kultur awal ini dipindahkan ke dalam reaktor 3 L yang diisi dengan medium LB cair 2 L bersama bahan pengaktif promoter, bahan penghilang busa adecanol 1 ml. Kultur dilakukan selama semalam dengan kontrol suhu 25oC, aerasi 1 vvm, dan agitasi 600 rpm. Dissolved oxygen (DO) diukur untuk memastikan aktivitas bakteri selama kultur. Metode kultur dengan bahan pengaktif promoter ini - auto induction - adalah metode paling banyak digunakan saat ini untuk menghasilkan protein rekombinan dengan ekspresi sangat tinggi dan paling ekonomis (Studier, 2005). Panen bakteri dilakukan dengan sentrifugasi medium kultur dengan kondisi 5.000 × g, 30 menit, 4oC. Setelah dicuci menggunakan cairan NaCl 0,85% dingin, cell pellet disimpan pada suhu -80oC sampai digunakan untuk ekstraksi. 3.5 Ekstraksi Sebanyak 20 g cell pellet disuspensi dengan 40 µl buffer 50 µM potasium fosfat pH 7,0 untuk surfaktan protein tanpa tag dan 40 µl buffer 50 µM potasium fosfat pH 7,0 yang mengandung 10 µM Imidazole dan 300 µM NaCl untuk surfaktan protein dengan tag Histidine. Suspensi sel kemudian dimasukkan ke dalam alat Frenchpressure untuk memecah sel. Setelah sampel diencerkan 2 × menggunakan buffer yang sama, sampel disentrifugasi dengan kondisi 22.000 × g, 30 menit, 4oC. Supernatan yang mengandung ekstrak larut air dipisahkan untuk digunakan dalam proses selanjutnya yaitu purifikasi. 3.6 Purifikasi Purifikasi menggunakan teknik kromatografi kolom cair (Young dkk., 2012). Untuk sampel ekstrak larut air yang mengandung surfaktan tanpa tag, sampel terlebih dahulu didialisis menggunakan dialysis membrane dengan ukuran lubang 3.500 Da (spectrum laboratories) dalam 5 L buffer 50 µM potasium fosfat pH 7,0 selama semalam, suhu 4oC. Sementara untuk sampel ekstrak larut air yang mengandung surfaktan dengan tag, sampel bisa langsung digunakan untuk tahapan berikutnya, purifikasi kromatografi kolom cair. Prediksi muatan ion yang menentukan nilai pI surfaktan protein SUPEL menggunakan Compute pI/MW (ExPASY Bioinformatics Resource Portal: http:// web.expasy.org/compute_pi). Berdasarkan nilai pI, untuk sampel ekstrak larut air yang mengandung surfaktan protein tanpa tag, purifikasi dilakukan 2 tahap, pertama menggunakan kolom penukar anion Toyopearl DEAE-650, setelah itu menggunakan kolom penukar kation Toyopearl CM-650. Pertama, sampel diinkubasi bersama matriks Toyopearl DEAE-650 dan sampel surfaktan protein berada di fraksi yang tidak berikatan dengan matriks. Selanjutnya sampel dipurifikasi dengan Toyopearl CM-650. Caranya, setelah Toyopearl DEAE-650 M diekuilibrasi dengan buffer 50 µM potasium fosfat, sampel diinjeksi ke dalam kolom, kemudian dialirkan buffer yang sama sebanyak 5 x bed volume untuk melepas protein-protein yang tidak berikatan spesifik dengan matriks. Setelah itu, protein-protein yang berikatan dengan matriks dielusi menggunakan gradien linier 0-100 % buffer 50 µM potasium fosfat pH 7,0 yang mengandung 200 µM NaCl. Produksi Biosurfaktan untuk Peningkatan Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan DNA Rekombinan (Cut Nanda Sari, Usman, Yani Faozani, Leni Herlina, Oni Kristiawan, Safrizal, Abdul Haris dan Ken Sawitri) Purifikasi sampel surfaktan protein dengan tag lebih sederhana yaitu, sampel ekstrak larut air langsung dapat diaplikasikan ke dalam kolom Ni-NTA Agarose. Setelah kolom diekulibrasi dengan buffer 50 µM potasium fosfat pH 7,0 yang mengandung 10 mM imidazole dan 300 mM NaCl (buffer A) sebanyak 3 x bed volume matriks, sampel diinjeksi, lalu dialirkan buffer A lagi sebanyak 3 × bed volume untuk melepas protein-protein yang tidak berikatan spesifik dengan matriks. Perbedaan tahapan dalam produksi surfaktan protein tanpa dan dengan tag dirangkum dalam Tabel 1. Protein tanpa tag memerlukan tahapan yang lebih banyak dalam kegiatan purifikasi dibanding dengan protein dengan tag. Tahap terakhir adalah protein-protein yang berikatan dengan matriks dielusi menggunakan step gradien buffer 50 µM potassium fosfat pH 7,0 yang mengandung 300 µM NaCl tapi kandungan imidazole bertingkat dari 70 µM, 130 µM, 190 µM, 250 µM, 310 µM, 370 µM, 430 µM dan 500 µM. Fraksi hasil elusi, dielektroforesis dalam gel SDS 16,5 % bersama marker polypetide SDSPAGE molecular weight standards dan dicat menggunakan coomassie brilliant blue. Konfirmasi hasil purifikasi surfaktan protein dilakukan dengan elektroforesis SDSPAGE yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan lajur dalam Gambar 5 adalah: 1. SUPEL dengan tag; 2. SUPEL tanpa tag; 3. Peptida J4 (kontrol); 4. Peptida J6 (kontrol). Tanda panah menunjukkan pita surfaktan protein target. Hasil komputasi nilai pI SUPEL tanpa tag dan dengan tag, masing-masing menunjukkan angka 7,98 dan 9,31. Nilai yang cenderung ke arah basa membuat protein ini tidak mampu berikatan dengan matriks anion tapi sebaliknya mampu berikatan dengan matriks kation kromatografi kolom cair. Keberadaan sekuen asam amino yang merupakan situs pemotongan enzim thrombin pada sekuen surfaktan protein dengan tag memungkinkan penghilangan sekuen asam amino tambahan bila keberadaannya tidak diinginkan. 145 teknologi DNA rekombinan. Produksi protein surfaktan menggunakan tag menghasilkan protein rekombinan lebih banyak karena tahapan yang lebih sedikit. Perhitungan biaya bahan habis pakai untuk produksi protein surfaktan menggunakan tag ditampilkan dalam Tabel 2. Seperti diperkirakan, komponen bahan habis pakai terbesar dalam produksi adalah tahapan down stream atau purifikasi yang mencakup 75%. Bila biaya overhead lain seperti sumber daya manusia dan utilitas (listrik, air, dll) diasumsikan 100% dari biaya produksi, maka biaya total Rp. 4.000.000 untuk menghasilkan surfaktan protein menggunakan 1 liter medium. Menurut data Tabel 2, dari 1 liter medium bisa dihasilkan surfaktan protein murni 1,1 g. Sehingga untuk menghasilkan larutan surfaktan protein dengan konsentrasi 5 µM (berat molekul SUPEL adalah 2.500 g/mol) sebanyak 1 liter, diperlukan biaya minimal (12,5 / 1.1) x Rp. 4.000.000 = Rp. 45.450. Apabila diperlukan surfaktan protein sebanyak 100 L, maka perkiraan biaya produksi sekitar Rp. 4.545.000 juta. Dibandingkan dengan biaya produksi menggunakan sintesis kimia, biaya ini 1/50 1/60 lebih rendah. IV. KESIMPULAN Produksi surfaktan peptida SUPEL skala besar dapat dilakukan dengan teknologi DNA rekombinan. Proses produksi dengan bakteri inang Eschericia coli berlangsung relatif cepat dan biaya rendah. Protein rekombinan telah dipurifikasi menggunakan kromatografi kolom cair. Produksi satu liter SUPEL dengan konsentrasi 5 µM memerlukan biaya Rp. 45.450. Biaya ini lebih rendah 1/50 – 1/60 dari produksi SUPEL menggunakan sintesis kimia. Biaya purifikasi yang mencapai 75% merupakan komponen biaya terbesar dalam proses produksi SUPEL dengan DNA rekombinan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi 3.7 Kajian Keekonomian Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” atas dukungan yang diberikan dalam pelaksanaan kegiatan Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa penelitian dan pengembangan produksi biosurfaktan surfaktan protein SUPEL bisa diproduksi dengan untuk peningkatan produksi tahap lanjut. 146 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 141-148 REFERENSI Al-Saadi, F. S., Al-Subhi, H. A., and Sl-Siyabi, H., 2014. Recovery Factor Estimation in EOR Polymerflood Project: Field Case, SPE EOR Conference at Oil and Gas West Asia, 31 March – 2 April, Muscat, Oman. Dexter, A.F., Malcom, A.S., dan Middelberg, A.P.J., 2006. Reversible Active Switching of the Mechanical Properties of a Peptide Film at FluidFluid Interface, Nature Materials, Volume 5, June 2006, pp. 502-506. Jaya, I., Witarto, A.B., Udiharto, M., Usman, Haris, A., Rahayu, S.A., Sugihardjo, Syafrizal, Faozani, Y., Nanda, C., dan Kristiawan, O., 2012. Perancangan Surfaktan Protein untuk Pengurasan Minyak, Prosiding Simposium Nasional dan Kongres IATMI XII, Jakarta. Jaya, I., Witarto, A.B., Haris, A., Faozani, Y., Syafrizal, dan Usman, 2011. Pengaruh Jenis Struktur Molekul Peptida terhadap Tegangan Antar Muka: Sebuah Upaya Pengembangan Surfaktan EOR dengan Penerapan Nanobioteknologi, Diskusi Ilmiah XI, PPPTMGB “LEMIGAS”, Jakarta. Kralicek, A.V., Radjainia, M., Mohamad Ali, N.A.B., Carraher, C., Newcomb, R.D., and Mitra, A.K., 2011. A PCR-directed cell-free approach to optimize protein expression using diverse fusion tags, Protein Expression and Purification, Volume 80, November 2011, pp. 117-124. McKinstry, W. J., Hijnen, M., Tanwar, H.S., Sparrow, L.G., Nagarajan, S., Pham, S.T., and Mark, J., 2014. Expression and purification of soluble recombinant full length HIV-1 Pr55Gag protein in Escherichia coli, Protein Expression and Purification, Volume 100, August 2014, pp. 10-18. Gavanji, S., 2013. Application of Recombinant DNA Technology - A Review, Volume 2 (2), pp. 29-31. Studier, F.W., 2005. Protein production by autoinduction in high-density shaking cultures, Protein Expression and Purification, Volume 41 (2005), pp. 207-234. Wang, L. and Mohanty, K., 2014. Enhanced Oil Recovery in Gasflooded Carbonate Reservoirs by Wettability-Altering Surfactants, SPE Journal, Volume 20 (01), pp. 60-69. Young, C.L., Britton, Z.T., and Robinson, A.S., 2012. Recombinant protein expression and purification: A comprehensive review of affinity tags and microbial applications. Biotechnology Journal, Volume 7 (2012), pp. 620-634. Zhu, Y., Cao, F., Bai, Z., Wang, Z., Wang, H., and Zhao, S., 2014. Studies on ASP Flooding Formulation Based n Alkylbenzene Sulfonate Surfactants, SPE Asia Pacific Oil & Gas Conference and Exhibition, 14-16 October, Adelaide, Australia. LAMPIRAN Tabel 1. Ringkasan tahapan dan hasil purifikasi SUPEL tanpa dan dengan tag. Produksi Biosurfaktan untuk Peningkatan Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan DNA Rekombinan (Cut Nanda Sari, Usman, Yani Faozani, Leni Herlina, Oni Kristiawan, Safrizal, Abdul Haris dan Ken Sawitri) Tabel 2. Komponen biaya produksi bahan habis pakai surfaktan peptida. Gambar 1. Sekuen DNA penyandi 1TQG hasil modifikasi. Gambar 2. Peta vector pET28a (Sumber: Novagen). Gambar 3. Elektroforesis gel agarosa fragmen DNA penyandi SUPEL. 147 148 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 141-148 Gambar 4. Elektroferogram fragmen DNA penyandi SUPEL hasil sintesis DNA. Gambar 5. SDS-PAGE sampel surfaktan protein SUPEL (2.5 kD). Optimasi Konsentrasi Chemical Matrix Acidizing pada Batuan Pasir dengan Menggunakan Core Sintetik Optimal Chemical Matrix Acidizing Concentration at Sandstone by Using Synthetic Cores Antonius Dwiyanto dan Muhammad Arham Nur PT Pertamina EP Asset 2, Jl Jendral Sudirman No.3, Prabumulih, Sumatera Selatan Abstrak Lumpur pemboran jenis water base mud merupakan lumpur pemboran yang umum digunakan di lapangan minyak di dunia. Lumpur pemboran selain berfungsi untuk menahan tekanan formasi saat pemboran berlangsung, juga berfungsi untuk mengurangi resiko terjepitnya pipa pemboran oleh cutting pemboran yang tidak dapat terangkat dengan baik ke permukaan. Invasi lumpur pemboran ke dalam area di sekitar lubang sumur sering terjadi, invasi ini bisa mengakibatkan terbentuknya skin positif akibat terjadinya penurunan permeabilitas di area sekitar lubang sumur sehingga mengakibatkan kemampuan sumur untuk mengalirkan fluida berkurang. Acidizing merupakan suatu metode stimulasi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki permeabilitas di area sekitar lubang sumur yang mengalami kerusakan sehingga produksi dari sumur tersebut mengalami peningkatan. Pemilihan konsentrasi chemical acidizing yang optimal dapat dilakukan dengan cara mensimulasikannya di core sintetik yang identik. Acidizing batuan pasir di laboratorium dengan menggunakan campuran HCl 15% + HF 5% telah menyebabkan perbaikan kemampuan alir batuan menjadi dua kali dari sebelum di acidizing. Perbaikan ini menyebabkan kenaikan produksi sumur tersebut. Kata kunci: acidizing, water base mud, core sintetik Abstract Types of water base drilling mud drilling is commonly used in the oil field in the world. Drilling mud in addition serves to hold the formation pressure while drilling is in progress, also serves to reduce the risk of stuck string drill pipe by cutting that can not be lifted to the surface properly. Drilling mud invasion into the area around the wellbore often happens, this invasion can lead to the formation of a positive skin permeability due to the decrease in the area around the wellbore, resulting in the well’s ability to drain the fluid decreases. Acidizing is a stimulation method that can be done to improve permeability in the area around the damaged wellbore so that the production of these wells has increased. Selection of optimal acidizing chemical concentration can be done by simulation with identical synthetic cores. Sandstone acidizing in the laboratory by using a mixture of 15% HCl + 5% HF has led to the improvement of flow ability of the rock to twice before in acidizing. These improvements led to an increase in production of the well. Keywords: acidizing, water base mud, synthetic cores I. PENDAHULUAN Permeabilitas merupakan besaran yang menyatakan kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan umumnya dinyatakan dalam satuan darcy. Suatu batuan dikatakan mempunyai permeabilitas satu darcy jika satu fasa fluida dengan viskositas satu centipoise mengisi rongga dan mengalir pada laju alir satu centimeter kubik per detik per satu centimeter kuadrat luas penampang di bawah tekanan atau gradien hidrolik satu atmosphere per centimeter. Pada awalnya batuan formasi memiliki nilai permeabilitas tertentu. Kegiatan seperti pemboran atau pun work over bisa menyebabkan 149 150 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 149-156 permeabilitas dari batuan formasi menjadi turun. Penurunan permeabilitas batuan formasi ini yang dinamakan formation damage. Fungsi utama dari lumpur pemboran yaitu mengontrol tekanan di lubang sumur, mengangkat cutting kepermukan, serta menjaga stabilitas lubang sumur ketika pemboran berlangsung. Selain itu lumpur pemboran juga memiliki fungsi lainnya seperti menahan sebagian berat drill string dan casing, mendinginkan dan melumasi drill string, sebagai media logging dan lain-lain. Penggunaan lumpur pemboran memberikan juga akan memberikan beberapa keuntungan seperti mengurangi resiko terjepitnya drill string, mengurangi kehilangan tekanan ketika pemboran berlangsung, mengurangi korosi, mengurangi terjadinya loss circulation, dan meningkatkan laju penetrasi drill string. Water Based Mud merupakan lumpur pemboran yang umum digunakan pada pemboran di lapangan panas bumi. Water Based Mud pada umumnya mudah untuk dibuat dan lebih murah dibanding lumpur lainnya. Kebanyakan pemboran dilakukan secara overbalance, dimana tekanan hidrostatik lumpur dibuat sedikit lebih besar dibanding tekanan formasinya sehingga menyebabkan lumpur pemboran bermigrasi ke dalam area dekat lubang sumur. Partikel-partikel halus yang terdapat pada lumpur pemboran kemungkinan menyumbat pori-pori batuan atau pun filtrat dari lumpur pemboran bereaksi kimia dengan clay di dalam formasi. Hal ini akan menyebabkan permeabilitas batuan dekat lubang sumur menurun secara drastis, sehingga mengakibatkan kemampuan sumur tersebut untuk mengalirkan fluida kepermukaan berkurang. Stimulasi dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dari suatu sumur. Salah satu parameter yang dapat diperbaiki dari stimulasi sumur adalah meningkat permeabilitas batuan di sekitar lubang sumur. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan permeabilitas batuan disekitar lubang sumur seperti melakukan fracturing atau pun acidizing. Karakteristik reservoir di sekitar lubang sumur merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pemilihan metode stimulasi. Dasar dari metode acidizing adalah melarutkan mineral fomasi dan material asing seperti lumpur pemboran yang masuk kedalam formasi ketika proses pemboran maupun work over dilakukan. Keberhasilan proses acidizing ini tergantung dari metode yang dilakukan, jenis asam yang dipakai, serta konsentrasi dari asam yang akan digunakan. Acidizing dapat dikelompokan kedalam dua kelompok besar yaitu matrix acidizing dan acid fracturing. Matrix acidizing didefinisikan penginjeksian asam kedalam porositas formasi dimana tekanan injeksinya lebih kecil dibandingkan dengan tekanan rekah formasi tersebut. Target dari matrix acidizing ini adalah untuk mencapai penetrasi asam secara radial kedalam formasi. Stimulasi ini biasanya dikerjakan dengan cara memperbaiki permeabilitas formasi disekitar lubang sumur melalui pelebaran pori dan melarutkan partikelpartikel yang menyumbat pori batuan. Ada dua jenis asam yang dapat digunakan dalam stimulasi acidizing, yaitu asam inorganik (asam kuat) seperti hydrochloric acid (HCl) dan hydrofluoric acid (HF) serta asam organik (asam lemah) seperti acetic acid dan glacial acetic acid, acetic anhydride, citric acid, dan formic acid. HCl merupakan asam inorganik yang paling sering digunakan pada stimulasi sumur. HCl memiliki banyak keuntungan dalam aplikasinya, diantaranya: • Biayanya murah dan mudah didapat. • Tegangan permukaan dapat dikontrol untuk menambah: - Penetrasi. - Penurunan friksi tekanan. • Dapat diemulsikan untuk laju reaksi yang rendah. • Mudah untuk dibersihkan. • Mengeliminasi produk reaksi yang tidak dapat larut. HCl normalnya dipompakan dengan selang konsentrasi 3.0% sampai dengan 28%. HCl dengan konsentrasi rendah dapat digunakan untuk menghilangkan sumbatan garam. HCl dengan konsentrasi tinggi digunakan untuk mendapatkan waktu reaksi yang lebih lama dan menciptakan channel aliran yang besar. Konsentrasi HCl yang sering digunakan adalah HCl 15%, dengan alasan: • Biaya per unit volume nya termurah untuk asam yang kuat. • Mudah dalam penanganan bahaya. • Menghasilkan kuantitas pelarutan garam terbesar. Optimasi Konsentrasi Chemical Matrix Acidizing Pada Batuan Pasir Dengan Menggunakan Core Sintetik (Antonius Dwiyanto dan Muhammad Arham Nur) 151 HCl merupakan cairan yang tidak menggambarkan metodologi penelitian secara berwarna, tetapi akan menjadi kekuning- umum. kuningan jika terkontaminasi dengan besi, klorin, atau pun zat-zat organik. Biasanya HCl yang dijual dipasaran memiliki konsetrasi 37% dari berat larutannya. HF merupakan asam inorganik lainnya yang biasa digunakan dalam stimulasi. Biasanya HF digunakan: • Bersamaan dengan HCl. • Untuk melakukan acidizing di matrik batuan pasir. • Untuk menghilangkan partikel yang tidak dapat dilarutkan oleh HCl. • Konsentrasi yang umumnya digunakan berkisar 1,5% sampai 6%. HF dapat merusak silika, karet, serta logam seperti besi dan masih banyak material organik lainnya. Pada stimulasi sumur, HF normalnya dikombinasikan dengan HCl. HF merupakan zat yang beracun, baik sendiri maupun ketika dicampur dengan HCl, sehingga dibutuhkan Gambar 1. Metodologi penelitian secara umum. perhatian yang ekstra dalam penanganannya. II. METODOLOGI Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan penelitian antara lain adalah alat dan Penelitian dilakukan dengan melihat bahan dan prosedur penelitian. kemampuan larutan asam dengan konsentrasi tertentu untuk memperbaiki permeabilitas batuan 2.1 Alat dan Bahan yang telah terinvasi lumpur pemboran dan efek Alat-alat dan bahan yang digunakan korosinya. Area disekitar lubang sumur yang terdiri dari alat dan bahan pembuatan core dan telah terinvasi lumpur pemboran dimodelkan lumpur, alat dan bahan acidizing, alat dan bahan dengan core sintetik dengan komposisi mineral tes injektivitas, serta alat dan bahan pengamatan tertentu. Core sintetik tersebut kemudian diukur korosi. Alat dan bahan tersebut ditampilkan pada porositasnya untuk memastikan bahwa core lampiran A sampai dengan B. Pengukur densitas tersebut memiliki karakteristik yang tidak jauh fluida digunakan alat picnometer dan pengukuran berbeda satu sama lainnya. Setelah itu core viskositas fluida digunakan alat viskometer dirusaki lumpur pemboran dengan cara merendam ostwald. core tersebut kedalam lumpur pemboran pada temperatur reservoir. Lalu acidizing dilakukan 2.2 Prosedur Pembuatan Core terhadap core tersebut dengan cara merendam Core yang dibuat merepresentasikan core tersebut kedalam larutan asam yang tersedia dan terakhir adalah melakukan injectivity test batuan reservoir panas bumi sedimen. Core terhadap core yang telah di acidizing dengan tersebut terdiri dari mineral karbonat dan pasir. Prosedur pembuatan core adalah sebagai berikut: mengunakan peralatan core flooding. batuan karbonat dengan Efek korosi diamati dengan cara • Haluskan menggunakan palu. merendam material yang mengandung besi (paku) kedalam larutan asam pada temperatur tertentu • Ayak butiran batuan karbonat dengan menggunakan pengayak. dengan cara mengamati kehilangan massa yang dialami paku yang telah direndam. Gambar 1. • Bahan dasar core dibuat dari campuran 152 • • • • • JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 149-156 butiran batuan karbonat : pasir : semen dengan perbandingan sebesar 4:15:9. Campuran karbonat, pasir, dan semen ditambahkan air secukupnya, diaduk hingga homogen dan dicetak ke dalam selongsong plastik dengan panjang 5 cm dan diameter dalam 2,5 cm. Cetakan core didiamkan tiga hari hingga kering, kemudian core dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan peralatan coring. Core kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan di dalam oven. Gerinda core sehingga dimensinya sama dengan karet penjepit pada core holder. Core ditentukan dimensinya dan ditimbang berat keringnya. Core dijenuhkan oleh air formasi selama 3 hari. Setelah 3 hari, berat basah core ditentukan untuk menentukan volume pori. • • • • dengan cara mengencerkan larutan HCl 32% dan HF 65% menggunakan air injeksi yang telah disaring sebanyak 150 ml dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirer. Panaskan larutan yang telah dibuat hingga temperatur 125ºC. Rendam core didalam larutan selama 10 menit. Angkat core. Ulangi percobaan tersebut untuk core dan larutan-larutan yang lainnya. 2.6 Prosedur Injectivity Test Prosedur penginvasian lumpur kedalam core adalah sebagai berikut: • Tuang lumpur kedalam gelas pyrex 1 liter. • Masukkan core kedalam gelas sampai seluruh bagian core terendam. • Masukkan kedalam oven selama 1 hari. • Panaskan lumpur dan core menggunakan heater, temperatur heater yang digunakan 150°C. • Angkat core dari lumpur, lalu bersihkan. Prosedur acidizing terhadap core adalah sebagai berikut: • Siapkan air injeksi yang telah disaring sebanyak 1200 ml. • Tuangkan air kedalam chamber portable. • Pompakan air dengan menggunakan kompresor menuju chamber fluida penginjeksi yang berada didalam oven. • Panaskan air sampai dengan temperatur 125°C. • Masukkan core ke dalam selubung karet. • Pastikan core tersimpan dengan baik dalam selubung karet. • Masukkan selubung karet kedalam core holder. • Jepit selang karet yang berisi core dengan menggunakan gas nitrogen pada tekanan 110 psi. • Injeksikan air dengan menggunakan pompa Ruska pada tekanan tertentu dan tampung air yang keluar dari core holder serta waktunya untuk mengetahui laju air yang terinjeksikan. • Setelah diinjeksikan pada titik tekanantekanan injeksi tertentu, injeksikan core sampai dengan tekanan 100 psi, matikan pompa dan catat penurunan tekanan dan air yang masih mengalir terhadap waktu. • Lakukan prosedur tersebut untuk core yang lainnya. 2.5 Prosedur Acidizing 2.7 Prosedur Pengamatan Efek Korosi • • 2.3 Prosedur Pembuatan Lumpur Pemboran Lumpur yang digunakan adalah lumpur standar dengan perbandingan 22,5 gr bentonite dan 350 ml air. Prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut: • Siapkan 3 buah cup besi. • Isi tiap cup dengan air 350 ml. • Masukkan kedalam tiap cup tersebut bentonite 22,5 gr. • Aduk dengan menggunakan mixer sampai rata. 2.4 Prosedur Invasi Lumpur Prosedur acidizing terhadap core adalah Prosedur pengamatan efek korosi sebagai berikut: terhadap material besi adalah sebagai berikut: • Tentukan core yang akan di acidizing. • Siapkan 8 botol plastik 100 ml. • Buat larutan asam HCl 15% + HF 3%, HCl • Buat larutan asam HCl 7,5 % + HF 5, HCl 15% + HF 5%, dan HCl 15% + HF 9% 15% + HF 3%, HCl 15% + HF 5%, dan HCl Optimasi Konsentrasi Chemical Matrix Acidizing Pada Batuan Pasir Dengan Menggunakan Core Sintetik (Antonius Dwiyanto dan Muhammad Arham Nur) • • • • • • • • • 15% + HF 9% dengan cara mengencerkan larutan HCl 32% dan HF 65% menggunakan air injeksi yang telah disaring sebanyak 150 ml dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirer. Masukkan larutan yang telah dibuat kedalam botol plastik 100 ml. Masukkan larutan kedalam oven sampai temperaturnya 70°C. Ukur berat mula-mula paku dengan menggunakan timbangan analitik. Masukkan paku kedalam botol yang berisi larutan HCl dan HF dengan konsentrasi tertentu lalu masukkan kembali kedalam oven dan pastikan seluruh permukaan paku benar-benar terendam oleh larutan. Setelah satu jam keluarkan paku dari larutan. Keringkan paku dengan menggunakan tisu lalu timbang. Masukkan paku kedalam botol yang berisi larutan HCl dan HF lalu masukkan kembali kedalam oven ulangi pengukuran tersebut tiap satu jam. Hentikan perendaman pada jam ke 7 dan ukur kembali berat kering paku. Ulangi prosedur tersebut untuk suhu 26ºC. 2.8 Hasil Pengukuran Porositas Porositas merupakan perbandingan antara volume pori dengan volume bulknya. Porositas batuan dapat mengindikasikan kemampuan batuan tersebut untuk menampung fluida. Makin besar porositasnya maka kemampuan batuan tersebut untuk menampung fluida makin besar. Berdasarkan hubungan antar porinya porositas dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: Porositas efektif, yaitu perbandingan antara volume pori yang saling terhubung dengan volume bulk-nya. Porositas absolut, yaitu perbandingan antara volume pori total dengan volume bulk-nya. Porositas dapat dituliskan secara matematika melalui persamaan: Ф = ( Vp / Vb ) x 100% dimana: Ф = porositas, (%) Vp = Volume pori, (cc) Vb = Volume bulk, (cc) 153 Porositas yang diukur dalam percobaan ini adalah porositas efektif dengan metode water saturation. Tabel 1 merupakan hasil pengukuran densitas dan viskositas air injeksi yang digunakan untuk mensaturasi core. Tabel 1. Densitas dan viskositas air injeksi. Porositas core memiliki selang 19-20%. Hal ini memungkinkan untuk menganggap porositas core adalah sama. Nilai porositas masing-masing core terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data core. 2.9 Hasil Injectivity Test Sebelum dilakukan injectivity test, core yang telah dibuat di invasi dengan menggunakan lumpur pemboran lalu diasamkan. Asam yang digunakan terdiri dari tiga campuran yaitu campuran HCl 15%+ HF 3% dan HCl 15% dan HF 5% dan HCl 15%+ HF 9%. Core yang digunakan dalam proses acidizing pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Data core. Dari hasil injeksi air formasi ke dalam core pada tekananan tertentu terlihat bahwa core yang di acidizing dengan campuran HCl 15%+ HF 5% dan HCl 15% dan HF 3% memberikan nilai Injectivity Index yang lebih besar dibanding core yang di acidazing dengan campuran HCl 154 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 149-156 15%+ HF 9%, maupun core yang tidak di acidizing. Penambahan konsentrasi asam HF menjadi 9% justru menurunkan Injectivity Index dari core tersebut. Hal ini dimungkinkan banyak partikel-partikel core yang tergerus oleh HF yang menyumbat pori-pori core, sehingga permeabilitas core menjadi menurun. Hubungan antara tekanan injeksi dengan rate injeksi ditampilkan. Gambar 2 dan 3 juga menggambarkan bahwa nilai permeabilitas core yang di acidizing dengan campuran HCl 15%+ HF 5% dan HCl 15% dan HF 3% lebih baik dibanding core yang di acidizing dengan campuran HCl 15%+ HF 9%. Penurunan suhu dengan cara menginjeksikan air kedalam sumur beberapa hari sebelum injeksi disarankan untuk dilakukan untuk mengurangi laju korosi. Gambar 4. Grafik Time vs weight loss pada temperatur 26°C. Gambar 2. Grafik injection rate vs injection pressure. Gambar 5. Grafik Time vs weight loss pada temperatur 70°C. III. Kesimpulan Gambar 3. Grafik penurunan tekanan. Asam yang akan diinjeksikan ke sumur akan melewati pipa-pipa injeksi dan pipa-pipa produksi. HF dan HCl merupakan asam kuat, sehingga efek korosi harus dipertimbangkan agar pipa-pipa tersebut tidak mengalami kerusakan yang nantinya dapat menurunkan kapasitas produksi sumur tersebut. Efek korosi diamati dengan cara melihat weight loss yang dialami sampel (paku besi) pada temperatur dan campuran tertentu. Dari Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa peningkatan temperatur meningkatkan laju korosi. Sumur panas bumi memiliki temperatur yang lebih besar dibandingkan sumur-sumur minyak dan gas. 1. Campuran HF 5% dan HCl 15% memberikan perbaikan Productivity Index terbaik yaitu 2 kali dari kondisi awal. 2. Kenaikan temperatur mempercepat proses korosi, sehingga proses pendinginan sumur sebelum acidizing perlu dilakukan untuk mengurangi efek dari korosi tersebut. IV. Saran 1. Proses penginvasian lumpur dan acidizing di laboratorium tidak hanya mempertimbangkan temperatur, tetapi juga tekanan dasar sumurnya. 2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih refresentatif, core yang digunakan adalah core asli dari sumur yang akan di acidizing. 3. Pasang pressure gauge tepat di inlet dan outlet core holder agar permeabilitas core dapat diukur. Optimasi Konsentrasi Chemical Matrix Acidizing Pada Batuan Pasir Dengan Menggunakan Core Sintetik (Antonius Dwiyanto dan Muhammad Arham Nur) REFERENSI Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Gulf Professional Publishing, 2001. BJ Service., “Acidizing Concept and Design”, 2000. Bellarby, Jonathan, “Well Completion Design”,Elsevier Science, 2009. Dake, L. P., “Fundamentals of Reservoir Engineering” Elsevier Science, 1978. Darley, H.,”Composition and Properties of Drilling and Completion fluids”,Gulf, 1988. 155 Economides, M., “A Practical Companion to Reservoir Stimulation”, Elsiver Scienece, 1992. Economides, M., “Reservoir Stimulation”, Schlumberger Education Services, 1989. Guom, B., “Petroleum Production Engineering”, Elsevier Science, 2007. Prassl, W.L, “Drilling Engineering”, Curtin University of Technology, 2000. Schecter,R.S, “Oil Well Stimulation”, Prantice-Hall, 1992. LAMPIRAN Lampiran A. Penentuan Chemical di Laboratorium. 156 JTMGB, Vol. 9 No. 3 Desember 2015: 149-156 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 9 Nomor 3, Desember 2015. 1. 2. 3. 4. 5. Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar Prof. Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA. Dr. Ir. Bambang Widarsono Dr. Ir. Ratnayu Sitaresmi INDEKS A acidizing 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155 acoustic properties 63 adsorbed natural gas cylinder tube 97 airgun-mini seismic 97 anjungan pemboran CBM 97 atribut seismik 63, 64, 68, 70, 71, 73 J jetting 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95 B bakteri inang 141, 143, 145 banyumeneng 113, 114, 115, 116, 118, 119, 120 besaran akustik 63, 64, 67, 68, 70, 73 besaran petrofisik 63, 64, 67, 68, 70, 73 biosurfactant 141 biosurfaktan 141, 145 L lapangan marginal 37, 38, 39, 40 litofasies 121, 123, 124, 125, 126, 129 litofacies 121, 125 C chemical 75, 79, 83, 85, 86, 87, 89 CO2 15, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62 commingle 7, 8, 9, 10, 12 core sintetik 149, 151 D DNA rekombinan 141, 142, 143, 145 domestic component level 97 drilling rig CBM 97 dual string 7, 8, 9, 10, 11, 12, 17 E ekosistem rawa-gambut 75 enhanced oil recovery141, 146 environmental physico-chemical 75 EOS 53, 54, 55, 56, 57 F fisika-kimia lingkungan 75, 76, 79 H heterogeneous 19 host bacterium141 I IPR 8, 16, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35 K karakterisasi reservoir 37, 38, 39, 46 kawasan suaka margasatwa 75, 77, 79, 81 korelasi 29, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59 M metode volumetrik 131 minimum miscibility pressure 53, 54, 56, 57, 58 model analitik petrofisik 63, 65, 67, 69, 71, 73 modern production data analysis 131, 132, 134, 138 multilateral well 19, 30 O oil seepage 113, 115, 116 P paraffin 83, 84, 85, 86, 87 peat-swamp ecosystem 75 penetrasi 85, 89, 90, 92, 93, 94, 99 penetration 89 pengurasan minyak tahap lanjut 141 permeabilitas 89, 90 permeability 83, 84, 87, 89 petrophysic analitic model 63 petrophysic properties 63 pola deposisional 37 prediksi permeabilitas 37, 38, 39, 40, 41, 44, 45 R recombinant DNA 141, 146 recovery factor 7, 8, 10, 11, 12, 21, 55, 56 rembesan minyak 113, 114, 115, 116, 117 reservoir simulation 131, 132, 134, 135, 138 reverse fault 113 rock type 121, 122, 123, 125, 126, 128, 129, 130 S seismic attributes 63 seismik airgun mini 97, 106 semen 1, 2 sesar naik 113, 114, 115, 116 simulasi reservoir 37, 38, 39, 42, 43, 46, 131, 139 single string 7, 8, 9, 10, 11, 12 slim tube 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59 stimulasi 83, 84, 85, 86, 87, 89 stimulation 83, 85, 88, 89 sumur dangkal 1, 2 synthetic cores 149 T tabung ANG 97, 98, 101, 102, 103, 109, 110, 112 TKDN 97, 98, 99, 100, 102, 104 V volumetric method 131, 132, 134, 138 W water base mud 149 well testing 83, 84, 85, 87 wildlife sanctuary 75 JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN ISI DAN KRITERIA UMUM Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah/jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki. FORMAT Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut: Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada. Abstrak. Abstrak/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah abstrak/abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata. Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian. Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian. Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan. Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan. Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran. Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan. JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan: Jurnal Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20. Buku Abramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York. Bab dalam Buku Costa, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317. Abstrak Barberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49. Peta Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Prosiding Marhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8. Skripsi/Tesis/Disertasi Marhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX. Informasi dari Internet Cantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006] Software ECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997. Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya. PENGIRIMAN Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi d.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis. ISSN 021664101-2 ISSN 0216-6410 9 7 7 0 2 1 6 6 4 1 0 1 4