pengaruh konseling farmasis terhadap kualitas hidup dan kadar

advertisement
PENGARUH KONSELING FARMASIS TERHADAP KUALITAS HIDUP DAN
KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI
PUSKESMAS GEDONG TENGEN PERIODE MARET-MEI 2014
Handaka Ekaningputra Septiar¹, Pinasti Utami²
Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang sulit untuk disembuhkan secara total.
DM dapat mempengaruhi bagian tubuh lain dan dapat berkembang menjadi komplikasi yang
serius bahkan sewaktu-waktu bisa mematikan apabila pengelolaannya tidak tepat. Konseling
kepada pasien diabetes akan membantu penderita untuk dapat merawat dirinya sendiri
sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat diminimalkan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh konseling farmasis terhadap kualitas hidup dan kadar glukosa
darah pasien Diabetes Mellitus tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan konseling.
Penelitian ini termasuk penelitian quasi experimental design dengan menggunakan pre
test dan post test berupa kuesioner dan pengukuran kadar gula darah. Pengumpulan data
dimulai dengan wawancara serta menyebarkan kuesioner Diabetes Quality of Life Clinical
Trial Questionnaire (DQLCTQ). Sampel yang digunakan sebanyak 25 pasien dengan teknik
consecutive sampling. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik t-test.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian konseling oleh farmasis selama 1 bulan
menyebabkan peningkatan skor kualitas hidup yaitu sebelum konseling 215,24 ± 16,42 dan
sesudah konseling 221,72 ± 15,33. Hasil uji statistik kualitas hidup didapat p value < 0,05
yaitu 0,00 yang artinya terdapat perbedaan bermakna. Hasil rata-rata kadar glukosa sewaktu
sebelum konseling 229,32 mg/dL dan sesudah konseling 207,48 mg/dL. Hasil uji statistik
rata-rata kadar glukosa darah sewaktu p value < 0,05 yaitu 0,00 yang artinya terdapat
perbedaan bermakna. Kesimpulan penelitian ini adalah konseling yang dilakukan oleh
seorang farmasis dapat meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan terkontrolnya glukosa
darah sewaktu pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Gedong Tengen.
Kata kunci: Diabetes Mellitus, Gula Darah Sewaktu (GDS), Konseling, Kualitas Hidup.
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a disease that is difficult to be completely cured. This
disease can affect other parts of the body and can develop into serious complications and
even being life-threatening at times if not managed appropriately. The pharmacist's
counseling can help diabetics in managing themselves thus minimizing the possible
complications. This study aims to determine the effect of pharmacist's counseling on quality
of life and blood glucose levels of type 2 diabetics before and after having it.
This research includes studies using quasi-experimental design with pre test and post
test questionnaire and the measurement of blood sugar levels. Collecting data began with
interviewing and distributing questionnaires Diabetes Quality of Life Clinical Trial
Questionnaire (DQLCTQ). The samples used 25 patients with consecutive sampling
technique. Data obtained were analyzed using t-test statistical test.
The results showed that pharmacist's counseling performed for a month led to an
increase in quality of life scores. Before counseling, the score was 215.24 ± 16.42 while
221.72 ± 15.33 after counseling. The result of life quality statistical test with p value <0.05
was 0.00. It means that there are significant differences. The average yield glucose levels
before counseling were 229.32 mg / dL and after counseling were 207.48 mg / dL. The
results of statistical tests mean blood glucose levels with p value <0.05 was 0.00, which
means there are significant differences. The conclusion of this study is pharmacist's
counselling can improve the quality of life and enhance uncontrolled blood glucose type 2
diabetics at Gedong Tengen public health service.
Keywords: Diabetes Mellitus, Blood Sugar When (GDS), Counselling, Quality of Life.
peningkatan. Pada tahun 2010 jumlah
Pendahuluan
Penyakit kronik adalah suatu kondisi
dimana
terjadi
pada
mencapai jumlah 285 juta dan sekitar 80%
kemampuan fisik, psikologi, atau kognitif
kasusnya terjadi di negara-negara yang
dalam melakukan fungsi harian atau
sedang berkembang. Prevalensi DM di
kondisi yang memerlukan pengobatan
seluruh dunia tahun 2030 pada semua
khusus dan terjadi dalam beberapa bulan
kelompok umur diperkirakan meningkat
(Pots et al., 2007). Diabetes Mellitus (DM)
sebesar 4,4% dengan jumlah kasusnya 366
merupakan salah satu penyakit kronik
juta dan peningkatan proporsi utama pada
yang
masyarakat
usia lebih 65 tahun. Prevalensi DM di
(Ignatavicius & Workman, 2010). Diabetes
Amerika pada tahun 2008 diperkirakan
Mellitus
kelompok
sebesar 7,8% (23,6 juta) dan lebih dari
penyakit metabolik dengan tanda-tanda
90% kasusnya adalah DM tipe 2 dan
hiperglikemi
karena
perkiraan prevalensi DM pada usia 20-79
kekurangan sekresi insulin, kelainan kerja
tahun di asia tenggara pada tahun 2025
insulin, atau gabungan keduanya (ADA,
sebesar 7,5% (Holt et al., 2010). Menurut
2011). Insulin merupakan hormon utama
WHO jumlah penderita DM tipe 2 di
yang berhubungan dengan regulasi glukosa
Indonesia meningkat, dari 8,4 juta di tahun
darah yang diproduksi oleh sel beta
2000 menjadi 21,3 juta di tahun 2030.
banyak
keterbatasan
kasus DM di seluruh dunia diperkirakan
terjadi
merupakan
yang
di
suatu
terjadi
pankreas. Dalam keadaan puasa sebagian
Berbagai
penelitian
epidemiologi
besar glukosa diproduksi oleh hepar dan
mengatakan ketika sudah terkena DM
sebagian diperlukan dalam metabolisme
yang
glukosa di otak (Goldstein & Dirk, 2008).
mengendalikan
Prevalensi DM di seluruh dunia pada
semua
kelompok
umur
menunjukkan
harus
dilakukan
kadar
glukosa
dengan
sebaik-baiknya
komplikasi
DM
dapat
adalah
darah
sehingga
dicegah
dan
diharapkan kehidupan penderita DM dapat
kronis sangat rendah. Penelitian yang
berlangsung
melibatkan
normal.
Sehingga
pasien
rawat
jalan
pengendalian kadar glukosa darah menjadi
menunjukkan bahwa lebih dari 70% tidak
sangat
DM.
meminum obat sesuai dosisnya (Basuki,
Pengendalian kadar glukosa darah dapat
2009). Menurut laporan WHO kepatuhan
dilakukan dengan terapi farmakologis dan
rata-rata pasien pada terapi jangka panjang
terapi
Terapi
terhadap penyakit kronis di Negara maju
penggunaan
hanya 50% sedang di Negara berkembang
penting
non
farmakologis
bagi
penderita
farmakologis.
meliputi
antidiabetika oral dan insulin, sementara
lebih rendah lagi (Asti, 2006).
terapi non farmakologi meliputi edukasi,
Penatalaksanaan diabetes yang berhasil,
diet dan SMBG (Self Monitoring Blood
membutuhkan kerjasama yang erat dan
Glucose) (PERKENI, 2011).
terpadu dari penderita dan keluarga dengan
DM tidak dapat disembuhkan tetapi
para tenaga kesehatan yang menanganinya,
dapat dikendalikan. Penderita DM harus
antara lain dokter, farmasis, dan ahli gizi.
mengkonsumsi
Pentingnya
obat
seumur
hidup.
peran
farmasis
Penderita DM biasanya menerima obat
memberikan
lebih dari satu macam, disinilah letak
pengelolaan diabetes ini menjadi lebih
permasalahannya, karena tidak semua
bermakna.
penderita DM memiliki kepahaman akan
penyakitnya.
Ketidakpahaman
pasien
terhadap terapi yang sedang dijalaninya
akan meningkatkan ketidakpatuhan pasien
dalam mengkonsumsi obatnya. Berbagai
penelitian menunjukkan kepatuhan pasien
pada pengobatan penyakit yang bersifat
konseling
dalam
membantu
Bertitik tolak pada hal tersebut diatas,
maka penelitian ini dilakukan dengan
harapan mendapatkan suatu gambaran
mengenai pengaruh konseling farmasis
terhadap kualitas hidup pasien DM di
Puskesmas Gedong Tengen, sehingga
didapatkan model yang sesuai untuk
konseling obat
pada
pasien diabetes
diperoleh
dianalisis
menggunakan
mellitus tipe 2 di puskesmas tersebut
statistik t-test.
sehingga
Hasil dan Pembahasan
harapannya
puskesmas
manajemen
tersebut
dapat
mempertimbangkan
perlunya
sebagai
untuk
konselor
di
farmasis
mendukung
uji
Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Gedong Tengen
Berdasarkan Jenis Kelamin.
Berdasarkan
jenis
kelamin
pada
tercapainya tujuan terapi yang diharapkan.
gambar 4, dapat terlihat dari 25 pasien
Pemilihan Puskesmas Gedong Tengen
kecenderungan perempuan menderita DM
didasari
diabetes
tipe 2 lebih besar dibandingkan laki-laki,
mellitus di puskesmas ini tinggi mencapai
yaitu sebesar 68%. Hal ini sesuai dengan
1798 kasus per tahunnya. Hal ini yang
hasil penelitian Lubis (2012) dan Bintanah
menyebabkan penyakit diabetes mellitus
(2012)
termasuk
penderita DM tipe 2 lebih banyak terjadi
karena
prevalensi
urutan
keempat
penyakit
yang
menunjukkan
bahwa
terbanyak di puskesmas ini.
pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Metode Penelitian
Hasil
ini
juga
diperkuat
oleh
hasil
penelitian Irawan (2010) yang mengatakan
Penelitian ini termasuk penelitian quasi
wanita lebih berisiko mengidap diabetes
experimental design dengan menggunakan
karena
secara
fisik
wanita
memiliki
pre test dan post test berupa kuesioner dan
peluang peningkatan indeks masa tubuh
pengukuran
kadar
gula
darah.
yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan
Pengumpulan
data
dimulai
dengan
(premenstrual
syndrome),
pasca-
membuat
distribusi
wawancara serta menyebarkan kuesioner
menopouse
yang
Diabetes Quality of Life Clinical Trial
lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi
Questionnaire (DQLCTQ). Sampel yang
akibat proses hormonal tersebut sehingga
digunakan sebanyak 25 pasien dengan
teknik consecutive sampling. Data yang
wanita
berisiko
menderita
diabetes
membutuhkan
perhatian
khusus
dan
mellitus tipe 2.
seseorang sebagai perantaranya. Hal ini
Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Gedong Tengen
Berdasarkan Umur.
sejalan dengan hasil penelitian Awad
Pasien dikelompokkan berdasarkan
jumlah pasien DM Tipe 2 pada pasien
umur yang terlihat pada gambar 5, dimana
yang berumur lebih dari 50 tahun. Selain
pada karakteristik mengenai usia dibagi
itu, studi yang dilakukan Sunjaya (2009)
menjadi 4 kelompok yaitu kelompok usia
juga menemukan bahwa kelompok umur
rentang 41-50 tahun, kelompok usia
yang paling banyak menderita diabetes
rentang 51-60 tahun, kelompok usia
mellitus adalah kelompok umur 45-52
rentang 61-70 tahun, dan kelompok usia
(47,5%).
rentang 71-80 tahun pada kelompok usia
seiring
rentang. Tujuan dari pengelompokkan
khususnya pada usia lebih dari 40 tahun.
pasien berdasarkan umur adalah untuk
Hal ini disebabkan karena pada usia
mengetahui prevalensi diabetes mellitus
tersebut
tipe 2 pada kelompok usia tertentu.
intolenransi
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
(2011) yang menunjukkan peningkatan
Peningkatan
dengan
penuaan
mulai
risiko
peningkatan
terjadi
glukosa.
peningkatan
proses
berkurangnya
usia, prevalensi tertinggi pasien terkena
kemampuan
DM tipe 2 yaitu pada kelompok usia
memproduksi insulin (Sunjaya, 2009).
rentang 51-60 tahun dan usia rentang 61-
Selain itu pada individu yang berusia lebih
70 tahun sebesar 40%. Hal ini dapat dilihat
tua
dari pasien yang kebanyakan didampingi
mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%.
oleh
pergi
Hal ini berhubungan dengan peningkatan
periksa ke puskesmas. Hal ini disebabkan
kadar lemak di otot sebesar 30% dan
karena pasien yang sudah lanjut usia
memicu terjadinya resistensi insulin.
sanak
keluarganya
untuk
terdapat
β
umur,
Adanya
menyebabkan
sel
diabetes
pankreas
penurunan
dalam
aktivitas
Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Gedong Tengen
Berdasarkan Pendidikan.
Dari hasil penelitian menunjukkan
dengan
pasien
yang
memiliki
latar
belakang pendidikan diatas SD, mereka
cenderung
lebih
tanggap
dalam
bahwa pasien DM tipe 2 yang menjadi
mengutarakan keluhan yang dialaminya
subyek
latar
saat itu. Hal ini didukung oleh penelitian
belakang pendidikan yang bermacam-
Irawan (2010) yang mengatakan bahwa
macam,
tingkat pendidikan memiliki pengaruh
penelitian
dimana
berasal
jumlah
dari
responden
terbanyak adalah responden lulusan SD
terhadap
sebanyak 9 orang (36%). Pada saat proses
Mellitus Tipe 2. Orang yang tingkat
wawancara pengisian kuesioner, dapat
pendidikannya
dilakukan penilaian bahwa latar belakang
memiliki banyak pengetahuan tentang
pendidikan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan. Dengan adanya pengetahuan
pemahaman pasien akan penyakit yang
tersebut orang akan memiliki kesadaran
dideritanya. Misalnya pada pasien yang
dalam menjaga kesehatannya. Hal ini juga
berpendidikan SD, pasien tidak paham
sejalan dengan hasil penelitian Zahtamal
akan perjalanan penyakit yang dideritanya,
(2007) yang menunjukkan bahwa terdapat
faktor – faktor yang berpengaruh pada
hubungan antara pengetahuan tentang DM
peningkatan kadar gula darah, pola hidup
dengan kejadian DM. Semakin tinggi
dan diet yang baik pada pasien diabetes
tingkat
mellitus,
kemungkinan
serta
pentingnya
kepatuhan
kejadian
penyakit
tinggi
pendidikan
semakin
Diabetes
biasanya
akan
berarti
ada
baik
pula
dalam mengkonsumsi obat – obatan yang
pengetahuan seseorang dalam mencegah
diresepkan dokter di puskesmas, sehingga
terjadinya penyakit termasuk DM Tipe 2,
pasien
SD
termasuk kepatuhannya. Jadi kesimpulan
cenderung bercerita tentang asal usul
karakteristik pasien berdasarkan tingkat
penyakit
pendidikan di Puskesmas Gedong Tengen
yang
yang
berlatar
belakang
dideritanya.
Berbeda
memiliki karakteristik yang hampir sama
fisik sehari-hari merupakan faktor utama
yaitu
yang
sebagian
besar
berpendidikan
menentukan
sensitivitas
insulin.
Sekolah Dasar (SD). Hal ini sesuai dengan
Dalam penelitian ini, sebagian besar
keadaan pasien puskesmas pada umumnya
responden memiliki pekerjaan sebagai
yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
pensiunan. Kadar gula darah yang normal
Tingkat ekonomi rendah.
cenderung
Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Gedong Tengen
Berdasarkan Pekerjaan.
setelah mencapai usia 50 tahun. Untuk
Dari hasil penelitian mengenai jenis
perlu dilakukan aktivitas fisik seperti
meningkat
secara bertahap
menurunkan kadar gula darah tersebut
terbanyak
berolahraga, sebab otot menggunakan
adalah responden yang tidak memiliki
glukosa yang terdapat dalam darah sebagai
pekerjaan (92%). Hal ini dikarenakan
energi (Adib, 2011). Jadi kesimpulan
orang yang tidak bekerja ditambah dengan
karakteristik pasien berdasarkan pekerjaan
sudah berusia lanjut dan beraktivitas fisik
di Puskesmas Gedong Tengen memiliki
ringan sehingga memiliki faktor resiko
karakteristik yang hampir sama yaitu
terkena diabetes mellitus lebih tinggi. Hal
sebagian besar tidak bekerja. Hal ini sesuai
ini dapat dilihat dari kondisi fisik pasien
dengan keadaan pasien puskesmas pada
yang
umumnya yang memiliki tingkat ekonomi
pekerjaan
responden,
rata-rata
didampingi
sehingga
oleh
tidak
melakukan
ke
yang
puskesmas
sanak
keluarganya
memungkinkan
pekerjaan
harus
yang
untuk
sifatnya
rendah.
Pengaruh Konseling Terhadap Kadar
Gula Darah Sewaktu (GDS) Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2.
mandiri. Hal ini didukung oleh penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
yang dilaksanakan oleh Balkau et al
mengetahui apakah pengaruh konseling
(2008),
oleh farmasis dapat menurunkan kadar
pada
13
negara
di
Eropa
disimpulkan bahwa akumulasi aktivitas
gula
darah
sewaktu
pasien
diabetes
mellitus tipe 2 sebelum dan setelah
bahwa terdapat perbedaan penurunan GDS
diberikan konseling. Maka dari itu diambil
yang signifikan antara sebelum dan setelah
sampel sebanyak 25 pasien untuk melihat
konseling atau dengan kata lain pemberian
pengaruh konseling.
konseling oleh farmasis dapat menurunkan
Penilaian tentang penurunan GDS
berdasarkan
analisis
statistik
non
parameter yaitu Wilcoxon Signed Ranks
kadar gula darah sewaktu pasien diabetes
mellitus tipe 2.
Hal ini dikarenakan kepatuhan dari
Test karena data tidak terdistribusi normal.
pasien
Penilaian ini dilakukan dengan tujuan
Kepatuhan pasien terhadap penggunaan
untuk menilai apakah terdapat perubahan
obat ini dapat dilihat dari teraturnya pasien
yang signifikan antara nilai GDS sebelum
memeriksakan diri dan konsultasi setiap
pasien diberikan konseling dan setelah
minggunya ke puskesmas Gedong Tengen.
diberikan konseling oleh farmasis.
Hal ini juga didukung dari pelayanan di
Hipotesis
yang
diajukan
dalam
terhadap
penggunaan
obatnya.
puskesmas yang memberikan feed back
penelitian ini adalah:
positif kepada pasien yaitu memberikan
Ho : nilai kadar GDS sebelum =
setelah konseling
Ha : nilai kadar GDS sebelum ≠
setelah konseling
pelayanan yang maksimal baik dari segi
Pedoman interpretasi hasil analisis uji
t adalah jika signifikansi < α (0,05) maka
Ha diterima.
Dari hasil pengolahan dengan SPSS
menggunakan metode Wilcoxon Signed
Ranks Test diperoleh signifikansi 0,00.
Sehingga karena signifikansi 0,00 < 0,05
maka Ha diterima. Jadi dapat dikatakan
fasilitas puskesmas yang memadai dan
bersuasana
nyaman
sehingga
pasien
merasa nyaman berada di puskesmas. Hal
ini yang dapat memberikan kesan positif
kepada pasien sehingga akan menciptakan
suasana hati yang lebih baik, sehingga
akan mempengaruhi mental dari pasien
menjadi lebih siap dalam melakukan
pemeriksaan. Selain itu, puskesmas juga
memberikan pelayanan yang maksimal
dapat membuat keadaan pasien menjadi
dari segi pengobatan dan pemberian
lebih baik.
konseling terhadap pasien. Hal ini dapat
terlihat
dari
lingkungan
atau
tempat
Pemilihan penurunan kadar gula darah
sebagai
outcome
terapi
yang
diukur
dilakukannya konseling yaitu diruang kerja
didasarkan pada hasil analisis Padgett dkk
farmasis sehingga dapat meminimalkan
(1988) pada review efikasi
gangguan dari luar
diabetes menyimpulkan bahwa kontrol
dan juga dapat
membangun kedekatan antara farmasis
gula
dengan pasien, sehingga dapat membuat
dihubungkan
pasien
dalam
edukasi/konseling yang diberikan dan
dialami
dapat dijadikan parameter positif adanya
merasa
nyaman
mengutarakan
keluhan
selama
Pemberian
ini.
yang
pertanyaan-
pertanyaan yang sifatnya terbuka yang
diberikan
oleh
pengetahuan
dengan
dapat
keefektifan
perbaikan outcome.
Kebanyakan pasien dengan diabetes
tidak mendapatkan perawatan optimal,
membantu pasien dalam mengungkapkan
seringkali kadar gula tidak terkontrol
keluhannya sehingga pasien terlibat secara
dengan baik. Masalah ini memberikan
aktif dalam mendiskusikan manajemen
kesempatan
terapinya. Hal ini juga yang membuat
memberikan
farmasis dapat memberikan arahan-arahan
perawatan
yang
Menurut
dengan
farmasis
dan
ini
sesuai
tenaga
darah
edukasi
kondisi
pasien
kepada
farmasis
kontribusinya
pasien
The
dengan
National
dalam
diabetes.
Community
sehingga dapat mendorong pasien untuk
Pharmacists
patuh terhadap regimen obatnya.
Institute for Pharmacist Care Outcome di
Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa pemberian konseling
Association’s
untuk
USA,
kontribusi
kepada
pencegahan
National
farmasis berfokus
dan
perbaikan
penyakit, termasuk mengidentifikasi dan
menilai kesehatan pasien, memonitor,
diberikan konseling dan setelah diberikan
mengevaluasi,
konseling oleh farmasis.
memberikan
pendidikan
dan konseling, melakukan intervensi, dan
Hipotesis
yang
diajukan
dalam
menyelesaikan terapi yang berhubungan
penelitian ini adalah
dengan
Ho : skor kualitas hidup sebelum =
setelah konseling
Ha : skor kualitas hidup sebelum ≠
setelah konseling
obat
untuk
meningkatkan
pelayanan ke pasien dan kesehatan secara
keseluruhan. Kontribusi farmasis ini pada
Pedoman interpretasi hasil analisis uji
intinya adalah penatalaksanaan penyakit,
berarti mencakup terapi obat dan non-obat.
Hasil Uji Statistik Untuk Mengetahui
Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Dm
Tipe 2 Sebelum dan Setelah Konseling
t adalah jika signifikansi < α (0,05) maka
Ha diterima.
Dari hasil pengolahan dengan SPSS,
dilihat dari tabel paired sampel correlation
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
diperoleh
signifikansi
0,00.
Sehingga
mengetahui apakah pengaruh konseling
karena 0,00 < 0,05, maka Ha diterima. Jadi
oleh farmasis dapat meningkatkan kualitas
dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan
hidup pasien diabetes mellitus tipe 2
skor kualitas hidup sebelum dan setelah
sebelum dan setelah diberikan konseling.
konseling yang signifikan atau dengan kata
Penelitian ini diolah menggunakan
lain
pengaruh
konseling
dapat
SPSS, dimana hasil data ini menggunakan
meningkatan kualitas hidup pada pasien
uji statistik t-test dengan menggunakan
diabetes mellitus tipe 2. Hal ini didukung
metode paired sampel t-test. Uji paired
oleh
penelitian
yang
dilakukan
oleh
sampel t-test dilakukan pada sampel
Palaian et al mengenai pasien yang
dengan tujuan untuk menilai apakah
mendapat konseling dan edukasi dari
terdapat perubahan yang signifikan antara
farmasis menunjukkan adanya peningkatan
skor
kualitas
hidup
sebelum
pasien
kualitas hidup (Palaian et al, 2005).
Ada beberapa hal yang menyebabkan
kualitas
hidup
pasien
mengalami
Mazzuca dan Mullen yang menyatakan
bahwa
terdapat
penurunan
kesalahan
peningkatan pada penelitian ini. Seperti
penggunaan obat yang signifikan dengan
faktor
pemberian
pasien
yang
patuh
terhadap
pengobatannya yang telah ditentukan oleh
konseling
(Davis
dan
Fallowfield, 1991).
tenaga medis di puskesmas mulai dari
Pada
penelitian
ini
walaupun
kepatuhan penggunaan obat, kesadaran
kebanyakan pasiennya berlatar belakang
pasien
dan
Sekolah Dasar (SD) tetapi kualitas hidup
meningkatnya aktivitas fisik dan olahraga
mereka meningkat. Hal ini disebabkan
pada kesehariannya, dan kepatuhan akan
oleh
pola makan yang baik pada pasien diabetes
mendapatkan
mellitus.
optimal
untuk
hidup
Kepatuhan
pasien
sehat
terhadap
lingkungan
mereka
edukasi/konseling
sehingga
yang
secara
mempengaruhi
pengetahuan dan cara pandang mereka
penggunaan obat ini dapat dilihat dari
tentang
teraturnya pasien memeriksakan diri dan
penyakit
konsultasi
dideritanya. Selain itu faktor kerutinan
setiap
minggunya
ke
kesehatan
khususnya
tentang
mellitus
yang
diabetes
puskesmas. Sehingga pasien mendapatkan
pasien
edukasi/konseling yang akan berpengaruh
puskesmas, dan juga pola hidup sehat yang
pada kuantitas dan kualitas pengobatan
dijalani oleh pasien seperti olahraga pagi
yang optimal sehingga secara otomatis
rutin
perilaku pasien akan berubah seiring
menghindari makanan dan minuman yang
peningkatan pengetahuan yang diberikan
kalorinya tinggi.
oleh farmasis. Hubungan konseling dan
Kesimpulan
kepatuhan pasien yang diberi konseling
1.
diperkuat dengan Meta Analisis oleh
dalam
dan
Konseling
melakukan
juga
kontrol
pemahaman
yang
dilakukan
di
untuk
oleh
seorang farmasis dapat meningkatkan
2.
kualitas hidup pada pasien DM tipe 2
Paling
di Puskesmas Gedong Tengen.
Jogjakarta: Buku Biru..
Konseling
yang
farmasis
dapat
dilakukan
Sering
Menyerang
Kita.
oleh
Asti, Tri. 2006, Kepatuhan pasien : Faktor
meningkatkan
Penting dalam Keberhasilan Terapi.
terkontrolnya glukosa darah sewaktu
Info POM, Vol. 7, No. 5, diakses
(GDS) pada pasien DM tipe 2 di
Januari
Puskesmas Gedong Tengen.
http://perpustakaan.pom.go.id/Koleksi
2011
dari
Saran
Lainnya/Buletin%20Info%20POM/05
1.
06.Pdf
2.
Melakukan konseling obat dengan
bantuan media audio visual agar
Awad, N., Langi, Y., dan Pandelaki, K.
pasien yang dikonseling lebih tertarik
2011, Gambaran Faktor Resiko Pasien
sehingga
Diabetes Mellitus Tipe II Di Poliklinik
dapat
meningkatkan
optimalitas hasil.
Endokrin Bagian/Smf Fk-Unsrat Rsu
Perlu dilakukan penelitian lagi dengan
Prof.Dr. R.D Kandou Manado Periode
melakukan
Mei 2011 - Oktober 2011 (Skripsi).
konseling
secara
kolaboratif antara dokter dan farmasis
guna
memberikan
hasil
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
yang
Balkau, B., Mhamdi, L., Oppert, J. M.,
maksimal dalam pemahaman pasien
Nolan, J., Golay, A., dan Porcellati, F.
akan terapinya.
2008, Physical Activity and Insulin
Daftar Pustaka
Sensitivity. Diabetes. 57:2613-2618.
ADA (American Diabetes Association),
Basuki, Endang. 2009, Konseling Medik :
2011, Standards for Medical Care in
Kunci Menuju Kepatuhan Pasien.
Diabetes, Diabetes Care.
Majalah Kedokteran Indonesia, Vol
Adib, M. 2011, Pengetahuan Praktis
Ragam Penyakit Mematikan yang
59 Nomor 2 2009.
Bintanah, S. dan Handarsari, E. 2012,
Ignatavicius, D.D., Workman, M.L. 2010,
Asupan Serat Dengan Kadar Gula
Medical surgical nursing . critical
Darah, Kadar Koleterol Total dan
thinking for collaborative care. Fifth
Status Gizi Pada Pasien DM Tipe 2 Di
Edition. St. Louis. Missouri : Elsevier
Rumah Sakit Roemani Semarang.
Saunders. St.
Jurnal Unimus: Seminar Hasil-Hasil
Penelitian. Hal. 289-297.
Davis
H
dan
Followfied
Irawan, D., 2010, Prevalensi dan Faktor
Risiko Kejadian Diabetes Mellitus
L.,
1991,
Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia
Counseling and Communication in
(analisa
Health
2007). Depok.Universitas Indonesia
Care
Counseling
and
:
Evaluation
Communication,
John Wiley and Sons Ltd, England,
295.
Goldstein, Barry. J., Muller-Wieland, D.
data
sekunder
riskesdas
Press.
Lubis, J.P., 2012, Perilaku Penderita
Diabetes Mellitus Rawat Jalan di
RSUD
Rantauprapat
Kabupaten
2008, Type 2 diabetes principles and
Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola
practice. Second Edition . Informa
Makan.
Healthcare USA. Inc. New York.
Sumatera Utara.
(Skripsi).
Universitas
Holt, Richard, I.G. et al, 2010, Textbook of
Padgett, D., Mumford, E., Hynes, M.,
diabetes. Fourth Edition. UK : A John
Carter, R., 1988, Meta-analysis of
Wiley & Sons, Ltd. UK
the
Holt, T., Kumar, S. 2010, ABC of diabetes.
effects
of
psychososial
educational
interventions
and
on
Sixth Edition. Chicester. West Sussex
management of diabetes mellitus, J
: Willey-Blackwell. A John Wiley &
Clin Epidemiol, 41, 1007-1030.
Sons, Ltd.
Palaian, S., Prabhu, M., Shankar, P.R.,
2006,
Role
of
Pharmacist
in
Counseling Diabetes Patient, The
Internet Journal of Pharmacology.
Perkeni, 2011, Empat Pilar Pengelolaan
Diabetes.[online].
(diupdate
November
11
2011).
http://www.smallcrab.com/
.[diakses
20 November 2011].
Pots, N.L., & Mandleco, B.L., 2007,
Pediatric
nursing
:
Caring
for
children and their families. Clifton
Park, New York : Thomson Delmar
Learning
Sunjaya,
I.,
Nyoman,
2009,
“Pola
Konsumsi Makanan Tradisional Bali
sebagai
Faktor
Risiko
Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Tabanan.” Jurnal
Skala Husada Vol. 6 No.1 hal: 75-81
Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan
Restuastuti, T., 2007, Faktor-Faktor
Risiko
Pasien
Diabetes
Mellitus.
Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.
23, No. 3. Hal. 142-147.
Download