BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monyet ekor panjang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan salah satu primata
yang tersebar luas di kawasan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina,
dan daerah Wallace Selatan. Sekitar satu juta tahun yang lalu, monyet ekor panjang
di Indonesia bermigrasi dari kawasan Asia Tenggara kemudian menuju ke Lempeng
Sunda saat daerah tersebut masih menyatu dengan daratan Asia (Fooden, 1995).
Monyet ekor panjang selanjutnya menyebar di kepulauan selatan Indonesia berjalan
dari barat ke timur dengan Jawa Timur sebagai pintu penyebarannya (Wandia,
2007).
Taman Nasional Alas Purwo adalah taman nasional yang terletak di
Kecamatan Purwoharjo Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dengan
luas sekitar 43.420 ha. Terdapat keanekaragaman fauna di Taman Nasional Alas
Purwo, beberapa jenis mamalia yang dijumpai diantaranya yaitu banteng (Bos
javanicus), rusa (Cervus timorensis), ajag (Cuon alpinus), babi hutan (Sus scrofa),
kijang (Muntiacus muntjak), macan tutul (Panthera pardus), lutung budeng
(Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), jelarang
(Ratufa bicolor), rase (Vivericula indica), linsang (Prionodon linsang), luwak
(Paradoxurus hermaphroditus), garangan (Herpestes javanicus), dan kucing hutan
(Prionailurus bengalensis) (Departemen Kehutanan, 2013).
Monyet ekor panjang dapat dijumpai di pintu gerbang Taman Nasional Alas
Purwo di sekitar penginapan Trianggulasi. Berdasarkan demografi populasi, monyet
ekor panjang di Taman Nasional Alas Purwo berada dalam populasi-populasi lokal
yang terpisah satu dengan yang lain. Keberadaan populasi yang terisolasi itu cukup
rentan terhadap kehanyutan genetik dan tekanan silang dalam (Hartl dan Clark,
1997), sehingga berpeluang besar untuk kehilangan keragaman genetik populasi dan
selanjutnya akan mengancam keberadaan jangka panjangnya.
Keragaman genetik populasi lokal dapat dianalisis menggunakan pendekatan
DNA selain pendekatan morfologi (fenotipe). Pendekatan menggunakan DNA lebih
memberikan kepastian variasi genetik yang sebenarnya. Salah satu marka molekul
yang banyak digunakan dalam studi genetika populasi adalah mikrosatelit.
Mikrosatelit juga dikenal sebagai Simple Sequence Repeats (SSRs) atau Simple
Tandem Repeats (STRs), merupakan runutan pendek sederhana (khususnya di-, tri-,
dan tetranukleotida) dimana terulang secara berurutan dalam genom eukariot
(Hearne et al., 1992; Avise, 1994). Marka mikrosatelit merupakan marka genetik
yang sering digunakan selain untuk mempelajari struktur populasi (Steffen et al.,
1993), juga untuk mempelajari pautan (linkage), dan pemetaan kromosom (Silva et
al., 1999).
Mikrosatelit mempunyai keunggulan sebagai marka molekul yaitu dapat
mendeteksi keragaman alel pada populasi/ individu karena bersifat kodominan.
Selain itu, mikrosatelit memiliki tingkatan polimorfisme yang tinggi sehingga dapat
mempelajari struktur genetik suatu populasi dengan lebih baik, dan mudah didekati
melalui teknik PCR (Ellegren et al., 1992). Akan tetapi tidak semua lokus
mikrosatelit baik digunakan untuk mengungkapkan variasi genetik populasi. Lokus
yang bersifat polimorfik lebih baik digunakan untuk mendeteksi variasi genetik
populasi daripada yang bersifat monomorfik. Karenanya karakterisasi lokus
mikrosatelit perlu dilakukan sebelum digunakan untuk mengungkapkan variasi
genetik populasi.
Polimorfisme lokus mikrosatelit bervariasi pada suatu populasi. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor pemisahan populasi, kawin acak, dan migrasi yang berbedabeda antara populasi satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, lokus D4S2456
pada populasi monyet ekor panjang di Pura Pulaki memiliki 5 alel, sementara di
populasi Mekori terdapat 8 alel (Wandia et al., 2009). Penelitian yang dilakukan
oleh Fedri Rell (2012) mengenai polimorfisme lokus mikrosatelit D10S1432 pada
populasi monyet ekor panjang di Sangeh menemukan 3 jenis alel. Namun,
polimorfisme lokus tersebut pada populasi monyet ekor panjang lain belum pernah
diungkapkan. Berdasarkan informasi diatas, penulis tertarik untuk meneliti
karakteristik lokus mikrosatelit D10S1432 pada populasi monyet ekor panjang di
Taman Nasional Alas Purwo yang berada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil
perumusan masalah sebagai berikut ini:
a. Berapa jumlah alel lokus mikrosatelit D10S1432 pada populasi monyet ekor
panjang di Alas Purwo?
b. Berapa frekuensi alel lokus mikrosatelit D10S1432 pada populasi monyet ekor
panjang di Alas Purwo?
c. Berapa nilai keragaman genetik (heterozigositas) populasi monyet ekor panjang
di Alas Purwo yang menggunakan lokus mikrosatelit D10S1432?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui jumlah alel lokus mikrosatelit D10S1432 pada populasi monyet
ekor panjang di Alas Purwo.
b. Mengetahui frekuensi alel lokus mikrosatelit D10S1432 pada populasi monyet
ekor panjang di Alas Purwo.
c. Mengukur keragaman genetik (heterozigositas) populasi monyet ekor panjang di
Alas Purwo yang menggunakan lokus mikrosatelit D10S1432.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Tersedianya informasi yang akurat mengenai karakteristik lokus mikrosatelit
pada populasi monyet ekor panjang di Taman Nasional Alas Purwo.
b. Tersedianya informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian
lebih lanjut.
c. Informasi yang ditemukan pada penelitian ini sangat bermanfaat pada
pemahaman dunia konservasi terutama pengetahuan mengenai genetika
konservasi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat strategi
konservasi dan pengembangan (manajemen populasi) spesies dimasa yang akan
datang.
1.5. Kerangka Konsep
Genom Monyet Ekor Panjang
DNA Kromosom
DNA Extra Kromosom
DNA Kromosom Sex
DNA Autosom
Penyandi Protein
Mikrosatelit D10S1432
Non Penyandi
Transposom
Regulator
Minisatelit
 Ukuran populasi efektif
 Mutasi
 Migrasi
 Kawin acak
 Hanyutan genetik
 Seleksi
Jumlah dan Jenis alel
Keterangan :
Frekuensi alel
Variabel yang tidak ditelititi
Variabel yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Konsep
Heterozigositas
Download