BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae yang
memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta dan Cylocomorpha.
Ketiga genus pertama merupakan tanaman asli Amerika tropis, sedangkan genus
keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Salah satu spesies dari 24
spesies genus Carica adalah jenis pepaya yang banyak diusahakan petani karena
buahnya dapat dimakan. Pepaya merupakan tanaman herba, batang berongga
tidak bercabang dan tingginya dapat mencapai 10 meter (Kalie, 2010).
Tanaman pepaya memiliki tiga bentuk bunga dasar, yaitu bunga jantan,
bunga betina dan bunga sempurna. Masing-masing bunga ini hanya tumbuh pada
satu pohon yaitu pohon jantan, pohon betina, dan pohon sempurna. Pohon betina,
dan pohon sempurna banyak dibudidayakan oleh petani karena dapat
menghasilkan buah (Kalie, 2010). Tanaman pepaya dapat ditanam di dataran
rendah hingga ketinggian 700 m dpl, pertumbuhan optimal pada ketinggian 200 500 m dpl pada berbagai tipe tanah dengan pH 6 - 7, suhu 22o - 26o C, curah hujan
1000 - 2000 mm/tahun dengan bulan kering (CH < 60 mm) 3 - 4 bulan
(Sujiprihati & Suketi, 2010).
Buah pepaya memiliki tekstur yang sangat halus dan mudah dicerna
sehingga bermanfaat bagi pencernaan (Rukmana, 2008). Menururut Kalie (2010)
kandungan gizi buah pepaya cukup tinggi karena mengandung banyak vitamin A
dan vitamin C, juga mineral kalsium. Setiap 100 gram buah pepaya yang matang
mengandung 46 kalori, 0,5 g protein, 12,2 g karbohidrat, 23 mg kalsium, 12 mg
fosfor, 1,7 mg zat besi, 365 SI vitamin A, 0,04 mg vitanin B1, 78 mg vitamin C,
86,7 g air, dan 75% bagian yang dapat dimakan (Rukmana, 2008). Selain diambil
buahnya yang sudah masak, buah yang mentah dan daunnya dapat dimakan
sebagai sayuran, getahnya yang mengandung papain merupakan enzim proteolitik
yang dapat dimanfaatkan di bidang industri makanan sebagai pelunak daging dan
sebagai bahan baku kosmetik (Sujiprihati & Suketi, 2010).
Tanaman pepaya dapat memberikan banyak manfaat, tidak hanya untuk
kesehatan dan pemunuhan gizi masyarakat, tetapi juga dapat dimanfaatkan
5
sebagai komoditas bisnis untuk bahan baku industri sehingga menjadi komoditas
yang cukup potensial. Di Indonesia, sentra produksi pepaya antara lain terdapat di
Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Subang, Bandung), Jawa Tengah (Boyolali,
Wonogiri, Magelang), Jawa Timur (Kediri, Malang, Banyuwangi), Bali,
Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur (Sujiprihati & Suketi, 2010).
Kecamatan Rancabungur merupakan salah satu daerah di Kabupaten Bogor
yang petaninya banyak menanam pepaya sebagai komoditas utama dalam usaha
pertaniannya. Tanaman pepaya yang umum ditanam hanya terdiri dari pepaya
varietas California dan pepaya varietas Bangkok. Pepaya varietas California yang
banyak dikenal oleh petani sebenarnya merupakan varietas Callina (Pepaya IPB 9)
yang dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB. Pepaya IPB 9
memiliki daging buah yang lebih tebal, manis dan produksinya cukup tinggi
dengan bobot buah 1,5 kg (Sujiprihati & Suketi, 2010).
Pepaya varietas
Bangkok/Thailand merupkan jenis pepaya introduksi dari negara Thailand dengan
ciri buah yang lebih besar (bobot buah bisa mencapai 3,5 kg), daging buah lebih
keras dengan warna merah jingga serta tahan dalam perjalanan/penyimpanan
(Kalie, 2010).
Hama dan Penyakit Tanaman Pepaya
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi
secara umum diantaranya adalah patogen tumbuhan, cuaca yang tidak
menguntungkan, gulma dan serangan hama (Agrios, 1988). Menurut Pracaya
(2008), banyak petani tidak begitu paham perbedaan antara pengertian hama dan
penyakit yang mengakibatkan kekeliruan dalam upaya pengendaliannya sehingga
hama dan penyakit tidak dapat terkendalikan secara efektif.
Hama adalah sekelompok hewan yang cara hidupnya bersinggungan dengan
kepentingan manusia atau semua jenis hewan yang secara ekonomi berpotensi
menimbulkan kerugian karena dapat menurunkan produksi atau dapat mematikan
tanaman budidaya.
Sedangkan definisi penyakit tumbuhan menurut Agrios
(1988) adalah kondisi tumbuhan dimana terjadinya perubahan fungsi-fungsi sel
dan jaringan inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agen-agen
patogen atau faktor lingkungan dan menyebabkan berkembangnya gejala.
Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik (umunya bersifat
6
parasitik) diantaranya virus, fitoplasma, bakteri, cendawan, dan nematoda, serta
oleh faktor abiotik bersifat tidak parasitik (Sinaga, 2006). Intensitas serangan
hama dan kejadian penyakit pada tanaman pepaya dapat berfluktuasi, hal ini
sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim di suatu daerah.
Umumnya
populasi hama dan atau kejadian penyakit sangat tinggi pada musim-musim
tertentu sehingga diperlukan upaya tindakan pengendalian yang tepat.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan suatu konsep pengendalian
yang menganggap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) termasuk hama dan
patogen penyebab penyakit sebagai suatu komponen ekosistem lingkungan yang
keberadaanya perlu dikendalikan.
Prinsip dasar PHT dintaranya melakukan
pemantauan terhadap populasi OPT, mengutamakan pengendalian non-kimiawi
terlebih dahulu dan menggunakan pestisida secara bijak jika diperlukan untuk
mempertahankan OPT pada keadaan yang tidak merugikan. Dengan demikian
suatu pengetahuan, sikap, dan tindakan petani yang sesuai dengan konsep PHT
sangat diperlukan dalam upaya pengendalian yang tepat terhadap OPT. Dengan
tindakan PHT oleh petani, selain dapat memberikan keuntung produksi yang lebih
baik juga akan menjamin keberlangsungan usaha suatu komoditas pertanian.
Hama Penting Tanaman Pepaya
Salah satu organisme pengganggu tanaman yang dapat menjadi faktor
penentu hasil produksi buah pepaya yaitu dari golongan hama baik dari kelompok
serangga, tungau, mollusca maupun hewan mamalia. Hama yang menyerang
tanaman pepaya memang tidak banyak, diperkirakan ada sekitar ± 35 jenis yang
terdiri dari tungau, kutu, lalat buah, kumbang dan ngengat (Kalie, 2010).
Beberapa hama penting yang dapat menyerang tanaman pepaya yaitu:
1. Tungau
Menurut Pracaya (2008), tungau banyak menyerang bagian batang, daun
dan buah yang dapat mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Gejala daun
yang terserang tungau yaitu daun berbayang putih perak pada permukaan bawah
sedangkan pada permukaan atas menjadi kuning, selanjutnya timbul bercakbercak cokelat yang akhirnya menjadi hitam. Terdapat tiga jenis tungau yang
dapat menjadi hama penting pada tanaman pepaya di Indonesia, antara lain
Polyphagotarsonemous latus, Tetranychus telarius L, dan Brevipalpus phoenicis
7
Geysk (Kalie, 2010). Ukuran tubuh tungau sangat kecil, tidak lebih dari 0,5 mm.
Oleh sebab itu, sulit untuk melihatnya dengan mata telanjang, sehingga
pengendalian keberadaan tungau tidak terlalu intensif. Perkembangbiakan tungau
dapat terjadi secara seksual, baik oviparous atau viviparous dengan daur hidup
yang kurang lebih 7 - 14 hari (Pracaya, 2008).
2. Kutu Tanaman
Beberapa jenis kutu tanaman dapat menjadi hama penting pada tanaman
pepaya seperti Myzus persicae Sulzer, Aphis gossypii Glover dan Paracoccus
marginatus.
Myzus persicae Sulzer (Hemiptera: Aphididae). Kutu ini sering terlihat
bergerombol di bawah permukaan daun, tubuhnya lunak berwarna kehijauan atau
kemerahan dengan panjang 2 - 3 mm. Hama ini bersifat polifag, hidup dengan
cara menghisap cairan sel daun sehingga daun yang terserang mengerut dan
keriting. Menurut Hill (1987), Myzus persicae (Sulz.) merupakan hama penting
pada berbagai komoditas tanaman, dan dapat menjadi vektor lebih dari 100
penyakit virus pada tiga puluh famili tanaman yang berbeda.
Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae), merupakan hama yang
berifat polifag, dapat menyerang beberapa famili tanaman yang berbeda (Hill,
1987). Nimfa berwarna cokelat kehitaman, sedangkan aphis dewasa berwarna
hitam mengkilap dengan panjang tubuh 1 - 2 mm. Sebagian besar serangga betina
yang bisa ditemukan bersayap atau tampa sayap (Hill, 1987). Hama ini tercatat
dapat menjadi vektor dari sekitar 44 penyakit virus (Hill, 1987).
Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) termasuk hama baru
di Indonesia pada tanaman pepaya, hama ini pertama kali muncul di daerah Bogor
dan sekitarnya, kemudian merebak ke daerah sentra produksi pepaya disekitar
Bogor seperti Cianjur, Sukabumi, Tangerang, Lebak dan Purwakarta. Kutu putih
ini memiliki tanaman inang selain pepaya, antara lain tanaman singkong, alpukat,
jeruk, mangga, tanaman kacang-kacangan, serta famili Solanaceae dan
Cucurbitaceae. Rata-rata siklus hidup individu jantan dan betina kurang lebih
selama 25 hari (Friamsa, 2009).
8
3. Lalat Buah Dacus dorsalis (Hend.) dan Dacus cucurbitae Coq.
Dacus dorsalis (Hend.) lebih dikenal sebagai Oriental Fruit Fly (famili
Tephritidae) memiliki tanaman inang utama antara lain jambu biji, mangga, jeruk,
pisang, alpukat dan pepaya (Hill, 1987). Sedangkan, Dacus cucurbitae Coq.
memiliki tanaman inang labu-labuan seperti ketimun, waluh, semangka dan
melon. Kedua jenis lalat ini menyerang buah pepaya yang sudah matang (Kalie,
2010). Lalat betina meletakkan telur sekitar 5 mm ke dalam permukaan buah,
larva/belatung memakan daging buah yang juga berasosiasi dengan cendawan dan
bakteri sehingga terjadi busuk.
4. Kepik Nezara viridula L
Nezara viridula L. merupakan kepik (Hemiptera: Pentatomidae) yang
banyak ditemukan di daerah tropis, bersifat polifag dapat memakan berbagai
organ tanaman. Di Indonesia kepik ini menyerang tanaman pepaya, padi, jagung,
tembakau, cabai, kapas, dan berbagai tanaman kacang-kacangan (Kalie, 2010).
Kepik ini sering menyerang buah yang masih berkembang dengan menimbulkan
gejala nekrosis akibat tusukan dan perubahan bentuk, atau bahkan buah muda
yang terserang gugur (Hill, 1987). Tubuh kepik berwarna hijau dengan panjang
kira-kira 16 mm. Stadia telur sampai dewasa sekitar 4 - 8 minggu (Kalie, 2010).
5. Thrips tabaci Lind.
Menurut Kalie (2010), Thrips tabcai Lind. (Thysaopthera: Thripidae) yang
memiliki panjang 1 mm ditemukan dapat menyerang tanaman pepaya, kentang,
cabai, tomat, waluh, bayam dan bawang Bombay.
Hama ini merusak daun
sehingga daun menjadi berbintik-bintik halus berwarna keperakan, bila serangan
berat daun menjadi kering dan akhirnya mati. Thrips tabaci merupakan hama
yang sangat polifag pada berbagai tanaman. Hama ini merupakan vektor penyakit
virus pada tanaman tembakau, tomat, nenas dan tanaman lainnya (Hill, 1987).
Telur diletakkan dalam lapisan epidermis daun dan batang yang masih muda.
Ukuran serangga dewasa sangat kecil, berwarna kuning kecokelatan, lama siklus
hidup satu generasi sampai tiga minggu (Hill, 1987).
Penyakit Penting Tanaman Pepaya
Organ tanaman papaya seperti akar, batang, daun dan buah papaya sangat
rentan terhadap penyakit.
Patogen penyebab penyakit pada tanaman papaya
9
cukup beragam, dapat berupa bakteri, cendawan, virus (Kalie, 2010).
Berdasarkan patogen penyebabnya terdapat beberapa penyakit penting pada
tanaman papaya:
1. Busuk Akar dan Pangkal Batang
Busuk akar dan pangkal batang adalah penyakit yang cukup penting dan
tersebar luas di Indonesia, khususnya di Jawa.
Penyakit dapat timbul pada
bermacam-macam umur. Selain pada akar dan batang, penyakit juga dapat timbul
pada buah baik yang masih berada di kebun maupun dalam penyimpanan
(Semangun, 2007).
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytophthora
palmivora (Bult.) dan Pythium spp. Gejala pada daun bagian bawah terlihat layu,
menguning, dan menggantung di sekitar batang sebelum rontok, selanjutnya daun
muda menunjukkan gejala yang sama sehingga tanaman hanya mempunyai sedikit
daun di puncaknya dan akhirnya tanaman mati (Semangun, 2007).
2. Antraknosa
Antraknosa, yang umumnya terdapat pada bermacam-macam buah, juga
sering terdapat pada pepaya (Semangun, 2007). Penyakit ini terdapat di semua
negara penanam papaya. Kerugian terutama terjadi pada buah, khususnya buah
dalam pengangkutan dan penyimpanan (Semangun, 2007).
Perkembangan
terakhir, berdasarkan pengamatan penyakit antraknosa selain menyerang buah
dapat menyerang batang, pucuk daun dan juga bibit di pembibitan (Wiyono &
Manuwoto, 2008).
Gejala pada buah dan batang (bagian batang yang banyak terserang adalah
bagian dekat pucuk) mirip, yaitu berupa jaringan mati yang terlihat sebagai bercak
kebasahan, kemudian berkembang menjadi bercak konsentrik berwarna abu-abu
atau kehitaman dengan titik-titik orange pada permukaannya, sedangkan gejala
pada daun berupa bercak kecoklatan dan disekitarnya terdapat titik-titik orange,
serangan yang berat dapat menimbulkan gejala mati pucuk (die back) (Wiyono &
Manuwoto, 2008). Pada pembibitan, bila cuaca mendukung dapat menyebabkan
rebah kecambah (damping-off), namun pada umumnya menimbulkan gejala laten
(Wiyono & Manuwoto, 2008).
Penyakit antraknosa pada pepaya disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
gloeosporioides (Penz.) Sacc. yang identik dengan C. papayae (P. Henn.) Syd dan
10
Gloeosporium papayae (P. Henn.). Colletotrichum gloeosporioides dapat hidup
sebagai saprofit pada bagian-bagian tanaman yang sudah mati dan dapat
menyerang bermacam-macam tanaman (Semangun, 2007).
Colletotrichum
gloeosporioides yang berasal dari tanaman mangga, kopi, kakao, jambu mete,
terong, karet dan ubi kayu sudah terbukti mampu menginfeksi papaya dan begitu
juga sebaliknya (Wiyono & Manuwoto, 2008).
3. Penyakit Bakteri
Penyakit bakteri yang disebabkan oleh Erwinia papayae (Rant) Magrou,
pertama kali diketahui terdapat di Jawa Timur, juga terdapat di daerah lain pulau
Jawa, Sulawesi dan Maluku. Patogen ini dapat menimbulkan kerugian besar pada
musim hujan (Semangun, 2007).
Gejala pada tanaman muda daun terlihat
menguning dan membusuk, setelah beberapa lama bagian tanaman sebelah atas
mati diikuti oleh matinya seluruh tanaman. Pada helaian daun tanaman yang lebih
besar tejadi bercak-bercak kering yang bentuknya tidak teratur, gejala yang khas
terdapat pada tangkai daun dan batang yang masih hijau yaitu bercak kebasahan
yang dapat meluas hingga tanaman menjadi gundul (Semangun, 2007).
Erwinia papayae dapat ditularkan oleh serangga. Infeksi dapat terjadi pada
sisi atas maupun sisi bawah daun, tetapi lebih mudah pada sisi bawah (Semangun,
2007).
4. Bercak Cincin
Penyakit bercak cincin (ringspot) yang disebabkan oleh virus bercak cincin
papaya/Papaya Ringspot Virus (PRV) sering juga disebut sebagai penyakit
mosaik, telah tersebar di Jawa khususnya di Jawa Barat. Di Indonesia penyakit ini
lebih banyak ditemukan di pegunungan (Semngun, 2007). Gejala pada daun dapat
berupa daun belang, bentuknya dapat berubah bahkan daun dapat menjadi sangat
sempit. Sedangkan gejala pada batang dan tangkai daun terlihat garis-garis hijau
tua, tangkai daun menjadi pendek, tanaman dapat terhambat pertumbuhannya
(Semangun, 2007). Beberapa kutu daun dapat menularkan virus ini secara nonpersisten, terutama Myzus persicae Sulz. (Semangun, 2007).
Download