BUDAYA SOSIAL EKONOMI DALAM BISNIS DI WILAYAH KOTA SURAKARTA Anwar Hamdani STIE “AUB” Surakarta Abstrak Dewasa ini Indonesia khususnya di wilayah kota Surakarta memasuki suatu era dimana bisnis menjadi ujung tombak dari pembangunan nasional. Hal tersebut bukan saja sebagai tuntutan dari dalam bangsa Indonesia itu sendiri yang memang bertekad untuk mencapai kesejahteraan umum, tetapi juga sebagai konsekuensi logis dari perubahan dunia yang semakin tak terbatas. Di Indonesia, perhatian terhadap bisnis yang etis sendiri mulai gencar sejak tahun 2000-an dengan keluarnya pendapat pejabat pemerintah, akademisi, dan pela ku sbisnis yang intinya menghimbau para pelaku bisnis agar mementingkan etika di bidang bisnis. Di satu pihak dihimbau untuk diutamakan, di lain pihak etika bisnis diliputi kecurigaan bahkan sinisme. Sikap sinis ini dapat dimengerti bila mengingat kasus ko rupsi yang sempat membudaya di Indonesia meski telah ada perangkat hukum yang sifatnya memaksa bagi pelanggarnya. Keterpurukan ini semua menunjukkan bahwa bisnis di wilayah kota Surakarta belum memiliki arah dan nilai yang jelas untuk menuju pada titik tuj uan yang mulia dari bisnis yaitu dunia bisnis yang memiliki karakter dan citra yang "bonafit". Kata Kunci: Budaya, Ekonomi, Bisnis PENDAHULUAN D i dalam aktivitas bisnis, muara akhir dari proses aktivitas tersebut adalah kepercayaan, dan ini adalah kriteria penting untuk ukuran bonafiditasnya suatu perusahaan. Secara pararel, kinerja atau keunggulan bersaing dari sebuah peru sahaan pada akhinya ditentukan oleh sejauh mana produktivitas yang tercermin melalui kualitas produk dan jasa (pelayanan) yang diberikan terhadap masyarakat sebagai konsumen; dan pada sisi konsumen apa yang dilakukannya menciptakan keper cayaan Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan Derwin ungkapan lain dapat dinyatakan bahwa bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber -sumber ekonomi yang disediakan oleh lingku ngannya (Muslich, 1998:17). Pengembangan perusahaan merupakan suatu proses, yang tidak lepas dari pengaruh "day to day operation" (operasi sehari-hari), dan juga menerima dampak dari pengaruh lingkungan, balk internal maupun ekstemal. Sehingga dapat dika takan perkembangan suatu perusahaan (organisasi) berjalan melalui suatu proses, dan proses pengembangan tersebut tidak lepas dari pengaruh kondisi usaha organisasi dan budaya dalam pe rusahaan tersebut. Atmosoeprapto (2001: 69) ber pendapat "budaya pensahaan" sering juga disebut "budaya kerja", karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) Sumber Daya Manusia; maka makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi. Penyatuan pandangan dari Sumber Daya Manusia di dalam pemsahaan ini diperlukan dalam bentuk ketegasan dari perusahaan, yang dituartgkan dalam bentuk budaya kerja yang akan mencerminkan spesifikasi dan karakter perusahaan tersebut. Lebih lanjut Atmosoeprapto (2000: 89) menerangkan bahwa kinerja (performance) lebih mudah dinilai karena te rukur, sedangkan "citra" tidak teru kur tetapi bisa dirasakan. Kedua-duanya sating mempe- ngaruhi satu sama lain, bahkan bisa dikatakan bagaikan dua sisi mata ua ng yang tidak bisa dipisahkan. Citra dari suatu perusahaan sangat ditentukan oleh peri laku perusahaan sebagai organisasi (organi zation behavior) dan kinerja perusahaan. Sehingga dapat kita tank benang merahnya, bahwa produktivitas yang baik akan menumbuhkan sebuah citra yang baik, dimana citra adalah suatu persepsi orang atas kita atau suatu organisasi, yang tumbuh dari opini masyarakat. Produktivitas dan citra yang baik dan suatu organisasi itu akan menumbuhkembangkan dukungan "Stake holders" (pemegang saham), karyawan instansi terkait, mitra usaha, pelanggan, pemasok terhadap perusahaan. Bisnis itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu sistem total yang terdiri dari sub-sub sistem yang lebih kecil yang dise but sistem industri. Setiap industri terdiri dari banyak perusahaan dengan berbagai ukuran perusahaan dan setiap perusahaan mencakup beberapa subsistem seperti organisasi dan sumber daya manusia, produksi, pemasaran, keuangan (Jatmiko, 2004: 4). KAJIAN PUSTAKA A. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Organisasi adalah suatu unit (satuan) sosial yang dikoordinasikan dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terns menerus untuk mencapai suatu tujuan atau serangkai tujuan bersama (Robbins, 2003: 4). Organisasi-organisasi ada untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda, misal: sekolah memberikan pelayanan pendi dikan, organisasi keagamaan melayani kebutuhan spiritual bagi para penganut agama tertentu; sedangkan organisasi bisnis (perusahaan) menghasilka n barangbarang dan jasa-jasa untuk memuaskan kebutuhan ekonomi masyarakat. Salah satu hal faktor utama dalam kesuksesan suatu organisasi adalah pengo r ganisasian sumber daya manusia dengan pembagian tenaga kerja dan spesialisasi kerja. Mengingat tujuan ut ama dibentuknya organisasi adalah sebagai saran menyatukan sumberdaya yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, maka apabila penyatuan sumberdaya tersebut sesuai dengan spesialisasi kerja akan dapat menghasilkan efektivitas dan efisiensi. Kombinasi atau penggabungan sumberdaya dapat menghasilkan sinergi. Sinergi teijadi apabila output total atas usaha-usaha bersama lebih besar dan pada output dan usaha secara individual (Jatmiko, 2004: 162). B. Produksi dan Operasi Produksi adalah semua aktivitas yang menambah nisi guna suatu barang atau produk. Suatu aktivitas membuat produk agar tersedia bagi pemakai atau konsumen disebut aktivitas produksi. Produksi mem punyai make yang lebih luas dari pada pabrikasi (manufacturing), karena aktivitas produksi mencakup baik industri-industri pabrikasi (manufacturing) maupun industri jasa (Jatmiko, 2004: 128). Sistem produksi terdiri dari semua aktivitas yang berhubungan dengan masukan proses transformasi atau merubah bentuk, dan keluaran (output). Produktivitas adalah hubungan antara output dan input dalam suatu sistem produksi. Namun Atmosoeprapto (2001:1) menambahkan bahwa produktivitas bukan hanya sekedar output dibagi per unit input. Man tetapi produktivitas juga merupakan basil dari efisiensi pengelolaa n masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Efektivitas merupakan ukuran yang meng gambarkan sejauh mana sasaran dapat dicapai, sedangkan efisensi menggam barkan bagaimana sumber-sumber daya dikelola secara tepat dan benar. Sependapat dengan teori tersebut, Bilinear dan Kapustin, seperti yang dikutip oleh Sinungan (1987:13), berpendapat bahwa produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif ter hadap sumber-sumber konversi tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisien. 1) Pemasaran Pemasaran didefmisikan sebagai suatu sistem aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusi kan barang dan jasa untuk kepentingan pasar, baik pasar konsumen rumah tangga dan atau pasar industri (Jatmiko, 2004: 90). Dalam hal ini perusahaan hams memahami bahwa inti dari setiap usaha pemasaran adalah mengetahui perilaku konsumen dan lingkungan pemasarannya. Sehingga pihak manajemen dapat menen tukan kebijakan strategi pemasaran apa yang akan digunakan. 2) Keuangan Perusahaan Manurut (Jatmiko, 2004: 206) di dalam aktivitas bisnis salah satu ukuran keberhasilan perusahaan didasarkan pada tingkat keberhasilan atau kinerja keuangan atau finasial yang dicapainya. Sasaransasaran yang harus dicapai dari keberhasilan kinerja keuangan adalah : a. Memaksimumkan keuntungan b. Memaksimumkan pangsa pasar c. Memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham (Shareholders) Pembiayaan dengan modal sendiri memang memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah dapat memini mumkan pembayaran bunga dana pinja man. Namun, di dalam aktivitas bisnis, ada alasan lain mengapa suatu perusahaan tidak membiayai aktivitas bisnisnya dengan modal sendiri adalah karena dengan modal sendiri pada umumnya lebih mahal dari pada dibiayai dengan hutang. Karena para pemegang saham (shareholders) yang menanamkan atau menginvestasikan dana dalam suatu perusahaan menghadapi risiko yang lebih besar dari pada orang yang meminjam dana untuk membiayai p erusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, kesejahteraan para pemegang saham (stakeholders) merupakan kepentingan yang utama, sehingga perusahaan di dalam melakukan aktivitas bisnisnya ha rus memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham tersebut dalam be ntuk pembagian deviden yang semakin tinggi. Di dalam pengukuran keberhasilan suatu usaha atau bussiness, terdapat bebe rapa pendekatan, antara lain pendekatan dengan menggunakan perspektif balancedscorecard model yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992, dalam Moeljono, 2003: 57). Selanjutnya, dengan suatu penelitian pada tahun 1996 yang menggunakan beberapa perusahaan yang berhasil, Kaplan dan Norton mengem bangkan metode pengukuran kinerja untuk `organisasi masa depan', yang disari kan menjadi empat perspektif yaitu sebagai berikut : a. To succeed financially, how should he look to our shareholder ? (keberhasilan dalam investasi, adalah bagai mana seharusnya perusahaan mense jahterakan investor ?) b. To succeed with our vision, how should we look to our customers ? (Untuk keberhasilan dalam visi, adalah bagai mana seharusnya perusahaan membe rikan pelayanan terbaiknya terhadap pelanggan?) a. To satisfy our shareholders and customers, at what internal business processes must we excel (Untuk kesejahteraan investor dan kepuasan pelanggan, adalah seam spesifik bagaimana perusahaan mengungguli kompetitor lain ?) d. To succeed with our vision, how shall we sustain our capacity to learn and to grow ? e. (Untuk keberhasilan dalam visi, adalah bagaimana perusahaan membentuk kesiapan mental untuk tarus berinovasi dan berkernbang ?) Dari semua fungsional dalam dunia bisnis yang diuraikan tersebut, manakala semua tercakup dalam sistem perusahaan akan menghasilkan sebuah bisnis (peru sahaan) yang bonafit deng an wujud tercapainya sasaran manajemen SDM, manajemen produksi dan operasi, mana jemen pemasaran dan manajemen keuangan. Fungsi yang berjalan di sebuah unit bisnis akan menuju pada sebuah perusahaan yang bonafit. Namun demikian juga perlu disa dari bahwa bonafiditas bisnis bukan saja ditentukan oleh keberhasilan menjalankan fungsi-fungsi manajemen perusahaan. Terdapat variabel yang panting itu mengenai nilai, budaya kerja dan etika dalam ekonomi dan bisnis. Naskah ini melihat peranan budaya kerja, etika dan nilainilai yang terjadi di masyarakat dikaitkan dengan bisnis yang login menggambarkan bukan saja fungsi manajemen yang menjadikan suatu bisnis menjadi sukses, namun ada variabel budaya kerja, etika dan nilai itu berperan. C. Nilai-Nilai dalam Bisnis Bisnis menmakan bagian dari hidup kita sehari-hari. Kita membeli barang di waning, supermarket. Kita makan di kantin, restoran. Kita melakukan perjalanan dengan bus, taksi, kereta api, pesawat terbang. Dan berbagai aktivitas lainnya. Menurut Jatmiko (2004: 3) Bisnis adalah suatu sistem yang menghasilkan atau memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan pelanggan. Dengan menekankan pada definisi "sistem", kita dapat mengapresiasi keterkaitan hubungan antara perusahaan bisnis dan konstituen-konsituen lain dalam masyarakat. Setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh sektor bisnis ber dampak pada sistem sosial yang lebih besar. Sistem bisnis sangat berkaitan dengan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Mendukung pemyataan diatas, Deal dan Kennedy (2001:4) berpendapat bahwa bisnis adalah lembaga instinisi/ organisasi yang bersifat humanity, bukan merupakan sekumpulan gedung -gedung, stuktur organisasi, analisis strategis, d an perencanan lima tahunan. Dalam menelusuri dan mengung - kapkan nilai-nilai dalam bisnis hendaknya perlu kita kaji dahulu beberapa kondisi permasalahan mengenai dunia bisnis yang terjadi di tanah air. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga asing, seperti Political and Economic Risk Consultance Ltd (PERC) di Hongkong dan Transparency International di Berlin tahun 1997, menempatkan Indonesia pada peringkat tertinggi dalam kasus pelang garan korupsi (Gunardi, 1999: 2). Kita pun melihat, akhir-akhir ini semakin terasa tuntutan dari masyarakat mendesakkan pengusutan tuntas korupsi, kolusi dan nepotisme (ICKN), perbaikan undang-undang anti korupsi, pembuatan undang-undang baru anti monopoli, dan lain-lain. Semua dimaksudkan untuk mem bongkar seluruh perangkat dan mem bentuk kembali perangkat barn yang nantinya diharapkan bisa efektif untuk mencegah praktek-praktek curang yang merugikan masyarakat. Salah santu contoh nyata dalam aktivitas perekonomian nasional kita, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa badan usaha milik negara (BUMN) adalah pelaku ekonomi yang paling besar peranannya. Antara lain karena mereka memiliki "kue bisnis" yang paling besar pula. Gabungan lima BUMN Pertamina, Telkom, Garuda, Lembaga Keuangan dan PLN saja telah jauh lebih besar dibanding resources tenaga kena, peluang bisnis dalam arti penguasaan pasar serta dananya. Tetapi bukan berarti BUMN tanpa kelemahan. Sementara orang mengatakan gambaran umum BUMN adalah organisasi bisnis yang besar gemuk dan lamban. Padahal "ritme" bisnis di era globalisasi/ regionalisasi juga menghadirkan kecepatan sebagai faktor untuk memenangkan persaingan. Problema struktural (strucural handycap) tennasuk penyebab pokok kelambanan BUMN. Karena terkait langsung dengan birokrasi pemerintah. Hubungan birokrasi langsung tersebut membuat BUMN sulit ber gerak lincah, sebab pengambilan keputusan panting dalam proses bisnisnya cenderung memakan waktu lama dan berbelit. Mereka misalnya harus terlebih dahulu menunggu konfirmasi dari departemennya; sementara perubahan dan gerakangerakan di pasar semakin dinamis. Kondisi kebirokratisan tersebut jauh lebih menyulitkan BUMN saat di lanes di lingkungan persaingan bebas. Bukan salah BUMN sebenarnya, sebab ia memang diposisikan monopolistis. Praktek monopoli itulah yang menyebabkan sulitnya, malahan mungkin mustahilnya BUMN mengukur efisiensinya. Ukuran efisiensi itu sendiri bukan sekedar perimbangan input dan output, tetapi kemampuan untuk bersaing secara efektif Jadi kunci efisiensi adalah persaingan dan takarannya de ngan demikian adalah seberapa jauh sebuah organisasi bisnis memenangkan persaingan. Upaya-upaya melepaskan posisi monopoli diberbagai BUMN seperti TELKOM dan PLN dengan pola Built Operate and Own (BOO); Built, Operate and Transfer (SOT) serta Kerja Sama Operasi (KSO), merupakan usaha mencip takan kompetisi dan perlu diterapkan pada BUMN agar terjadi proses efisiensi secara alamiah dari dalam (Abeng, 2000: 11 -14). Pelaku ekonomi yang lain adalah swasta. Benar mereka tumbuh dan ber kembang dari pasar, tetapi pasar tersebut adalah ciptaan pemerintah itu sendiri. Dan sebagai institusi bisnis, banyak swasta yang partumbuhannya terjadi semata -mata karena faktor proteksi pemerintah. D. Budaya Kerja Jika dikatakan bahwa logika pengu saha adalah memanage pasar, dan pasar adalah pemerintah yang memproteksinya, maka model manajemennya yang paling subur adalah "lobby". Pasar demikian gampang diraih, dikembangkan dan loyal dengan "lobby management". Strateginya tentulah memanfaatkan jasa jasa kekuasaan untuk perolehan p roteksi dan pasar, dengan mengedepankan kedekatan pribadi maupun rupa -rupa kompensasi non-bisnis" (Abeng, 2000: 16). Pengembangan budaya yang tidak terarah seperti yang digambarkan diatas bisa memacu berkembangnya pola hidup yang terlalu mengejar kebebasan mutlak sehingga meninggalkan/menyimpang dari sistem nilai yang sudah ada. Dan dampak akhirnya bisa mengakibatkan timbulnya kerawanan sosial yang akan dapat berpe ngaruh negatif terhadap produktivitas yang pada gilirannya akan berdampak negatif pula pada pertumbuhan ekonomi. Pertama kali perlu disadari bahwa bisnis dalam arti pertukaran terdapat dalam setiap kebudayaan sehingga dengan demikian bisnis dilandasi nilai dan norma norma yang ada Akan tetapi sejarah telah membuktikan bahwa hanya dengan peran akal budilah maka teknologi produk den produksi berkembang, dan bisnis menjadi semakin kaya varian produknya dan semakin kompleks. Akibatnya kompetisi pun tak terelakkan, yang lalu diwadahi dalam sistem ekonomi perusahaan swasta, dan bersamaan dengan itu nilai dan norma yang ada tertantang validitas dan relevan sinya. Sejauh nilai dan norma itu masih mampu melandasi hubungan bisnis antar manusia di dalam kultur itu raja, maka belum ada yang dipersoalkan. Akan tetapi, ketika bisnis itu sudah lama bersinggungan dengan kultur-kultur yang lain dan itu ta k terelakkan mengingat Indonesia terdiri dan berbagai macam kultur medan kompetisi pun makin luas, dan nilai norma yang ada dituntut justifikasinya (Gunardi, 1999: 4). Nilai dan teori mengenai nilai sangat berhubungan dengan berbagai bidang studi, misalnya dengan filsafat, etika atau dengan manajemen. Pendekatan yang pertama dilakukan oleh Langeveld sebagaimana dalam Ndraha (1997: 17), ia membahas teori nilai dan etika. Hofstede dalam Culture's Consequences (1980: 19) mendefinisikan nilai sebagai "kecenderungan mendasar yang lebih menyukai atau memilih suatu keadaan tertentu". Sedangkan Dananjaja dalam sistem Nilai Manajer Indonesia (1986: 22) berpendapat bahwa nilai adalah "pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih panting atau kurang panting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar dan apa yang kurang benar. Seperti diketahui, nilai bersifat abstrak la baru dapat diamati atau dira sakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana, seperti suara pada pita, program pada disket, atau gambar pada film. Jadi budaya dengan nilai tak terpisahkan (Ndraha 1997: 25). "Apakah sebenamya yang tercakup dalam konsep kebudayaan itu?" banyak orang mengartikan konsep itu dalam arti yang terbatas, ialah pikiran, karya, dan basil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan. Sebalilmya, banyak orang terutama par a ahli ilmu sosial, mengartikan konsep kebudayaan itu dalam arti yang amat luas yaitu selunih total dari pikiran, karya, dan basil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar (Koentjaraningrat, 2004:1). Bahwa kebudayaan itu mem punyai paling sedikit tiga wujud, ialah : (1) Wujud pertama adalah wujud ideel dari kebudayaan. Sifatnya abstra k, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideel ini dapat kita sebut adat tata-kelakuan atau secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya. Kebudayaan ideal ini biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. (2) Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, yang dar i detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun selalu mengikuti pola -pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. (3) Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, da n memerlukan keterangan banyak karma merupakan seluruh total dari basil fisik dari aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto (Koentjaraningrat, 2004:5-6). Dari penjelasan mengenai kondisi peunasalahan dalam dunia bisnis di tank air tersebut. Maka, di dalam konsep nilai nilai dalam bisnis dapat kita pahami bahwa dimensi keberadaan suatu perusahaan terwujud dalam keterkaitan dengan lin gkungan masyarakatnya. Sebagaimana yang diungkapkan Gunardi (1999:18), bahwa lingkungan masyarakat berupa individu atau institusi yang mem pengaruhi atau dipengaruhi oleh tmdakan, keputusan, kebijakan, praktek -praktek, atau tujuan perusahaan itu secara institusional disebut pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Adapun kepentingan yang dimaksud mencakup tiga tingkatan, yaitu: 1. Kepedulian sederhana karma pengaruh dari perusahaan itu (an interest). 2. Hal legal atau moral untuk suatu per lakuan tertentu atau susunan perlindungan tertentu (a legal or mom! right). 3. Klaim legal terhadap kepemilikan perusahaan (ownership) Dalam kenyataannya, setiap peru sahaan dengan bidang usaha berbeda mempunyai pihak-pihak kepentingan yang berbeda, misalnya perusahaa n makanan instan tentu akan mempunyai pihak -pihak berkepentingan yang berbeda dengan peru-sahaan yang bergerak di bidang jasa pariwisata Bahkan, dua perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang sama dan besar kapasitas usahanya pun sama akan mempunyai pihak-pihak berkepentingan yang berbeda, tergantung pada kesadaran, kebijakan, strategi dan agesivitas perusahaan itu yang pada gilirannya mempengaruhi keberadaan, vitalitas, dan kesuksesan perusahaan. Stakeholders sebagai suatu komunitas di sini tak hanya sekadar kolektivitas individu yang masing-masing mempunyai kepentingan sendirisendiri, namun mereka juga mempunyai kepentingan untuk bersama sama, berbagi identitas dan makna -makna ini dikarenakan, sejarah suatu budaya peru sahaan melibatkan pengetah uan, pengalaman, dan penghayatan nilai bersama yang diakui oleh individu-individu di dalam perusahaan. Dari semua elemen itu, Gunardi (1999:109) menyatakan nilai dasar melan dasi sekaligus mengikat seluruh elemen lain bersama-sama. Penjelmaan nilaitersebut menjadi identifikasi atau karakter yang khas bagi perusahaan tersebut di dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Secara tegas, dapat disimpulkan bahwa budaya korporat akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Paling tidak, budaya koporat yang sudah ter intemalisasi melalui nilai-nilai yang diyakini bersama oleh anggota organisasi, akan memberikan kemampuan untuk meminimalkan deviasi dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi yang tak terduga Hal ini sangat menentukan bagi organisasi berin teraksi dengan lingkungan, serta dalam cara-cara mengelola personil secara internal atau hubungan atasan bawahan. Dalam kaitannya budaya dengan Keunggulan bisnis, Hampden-Turner (1994) sebagaimana dalam Ndraha (1997: 114) menjelaskan bahwa, la mempelajari dua pola budaya perusahan Kedua pola itu diperagakan melalui dua lingkaran, (1) Vicious Circle "lingkaran setan" dan (2) Virtous Circle "lingkaran suci". Pada Vicious Circle, budaya "promotes an extreme formality" (birokrasi yang kaku). Untuk menegakkan formalitas t ersebut diperlukan "increasing centralization of authority" (sentralitas kekuasaan). Tetapi, semakin tinggi fonnalitas dan se makin tersentralisasi kekuasaan, sema kin banyak penyimpangan informasi dan sikap ber tindak sendiri dilakukan oleh unit kerja bisnis, karena pada hakikatnya mereka "precipitating considerable informal resistance and dissent' (resisten dan terjadi perbedaan pendapat apabila menyerap budaya informal). Pada gilirannya itu sernakin mendorong peningkatan fonna litas dan sentralisasi kekua saan. Dalam praktek, fonnalisasi kekuasaan itu ber bentuk keseragaman, keserentakan, pene tapan target yang hams dikejar dengan jabatan sebagai jaminannya, manajemen top-down, dan pembentukan wadah tunggal setiap institusi ekonomi sosial agar mudah dikendalikan dari atas. Kondisi seperti itulah oleh Hampden -Tumer diibaratkan roda lingkaran yang jari jarinya lemah sehingga putaran rodanya kemana mana, akhimya cepat lepas. Berbeda halnya dengan Virtous Circle, budaya dengan cennat mancatat dan memperha tikan semua sikap dan perilaku informal (carefully notes what informal activity) yang terdapat di kalangan unit kerja bisnis, yang dilakukan demi keinginan dan kepuasan konsumen (of most values to customers). Dan memformulasikan hal itu ke dalam prosedur operasional organisasi, sehingga sistem informasi terpusat justru menghargai dan mendorong aktivitas informal di atas. Kondisi itu oleh Hampden Tumer diibaratkan roda lingkaran yang jari jarinya kuat sehingga rodanya senantiasa stabil dan terkendalikan, secepat apa pun putarannya. Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita -cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai "kerja" atau "bekerja." Berpijak dari nilai nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia, Triguno (1996:3) mengemukakan bahwa apabila budaya kerja diolah sedemikian rupa menjadi nilai nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dapat menghadapi tantangan di era globa - lisasi. Dan apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat sistem, alat -alat pendukung maka akan tercipta budaya kerja yang berorientasi memuaskan konsumen atau masyarakat. Untuk melakukan program Budaya Kerja, menurut Triguno (1996:27) diper lukan persiapan yang berupa penciptaan lingkungan kerja dengan paradigma yang disepakati untuk mencapai tujuan organi sasi dengan cara yang lebih efektif. Unsur budaya kerja itu adalah mata rantai proses, dimana tiap kegiatan berkaitan dengan proses lainnya atau suatu hasil pekerjaan merupakan suatu masukan bagi proses pekerjaan lainnya. Salah satu BUMN yang meraih kesuksesan adalah Bank Rakyat Indonesia, dimana pada tahun 2002 berdasarkan laporan dari majalah INFOBANK – mengadakan rating - menyebutkan bahwa BRI mempunyai kinerja dengan rangking tertinggi diantara bank-bank dengan aset raksasa - diatas Rp 20 trilliun (Moelyono, 2003: 126). Sebagai perusahaan yang ber pegang teguh pada TKI (tradisi, kehor matan, dan identitas), BRI dari sebuah bank yang mengandalkan pada "penugasan" pemerintah menjadi korporasi yang mempunyai core bossiness pengelolaan (bukan lagi sekadar "penyaluran") kredit. BRI bahkan dikenal bukan saja sebagai bank yang fokus pada usaha kecil dan mene ngah, namun juga menjadi bank yang mempunyai standar pelayanan tinggi. Semau hasil yang diraih trsebut bukanlah "langkah cepat", akan tetapi lebih mene kankan pada sebuah proses transformasi budaya. Pada tahun 1999, menindak lanjuti pembentukan IWG (Implemen tation Working Group) BRI melakukan transformasi budaya dengan melakukan brainstorming tentang nilai-nilai (values) yang dianggap hidup di organisasi. Dengan core values (Integritas, Profesionalisme, Kepuasan Nasabah, Keteladanan, dan Penghargaan pada SDM), menjadi panduan bersama bagi seluruh insan BRI dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Apabila kita bandingkan, sejalan dengan kajian empirik di atas Islam menetapkan prinsip dasar perdagangan dan niaga, yaitu : kejujuran, kepercayaan, dan ketulusan. Menurut (Ahmad, 2001: 99 -108) ajaran Al-Qur'an yang menyangkut keadi lan adalah bisnis ini bisa kita kategorikan pada dun judul Pertama yang bersifat imperatif (bentuk perintah) dan yang berbentuk perlindungan. 1. Imperatif (bentuk perintah) Kategori ini mengandung perintah dan rekomendasi yang berkaitan dengan peri laku dalam bisnis, antara lain yaitu a) Hendaknya janji, kesepakatan dan kontrak dipenuhi Al-Qur'an mengharuskan agar semua kontrak dan janji kesepakatan dihormati, dan semua kewajiban dipenuhi. Juga mengi ngatkan dengan keras bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah dalam hal yang berkaitan dengan ikatan janji dan kontrak yang dilakukan. b) Jujur dalam Timbangan dan takaran (ukuran) Al-Qur'an banyak sekali memerin tahkan kaum muslimm dalam ayat ayatnya untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dan pengamanan baik takaran maupun timbangan Siapa saja yang melakukan kecurangan dalam timbangan dan takaran dia akan mendapat konse kuensi yang pahit dan getir dari Allah. c) Kerja, gaji dan bayaran Etika kerja dalam Islam mengharuskan bahwasanya gaji dan bayaran serta spesifikasi dan sebuah pekejaan yang akan dikerjakan hendaknya jelas jelas disetujui pada saat mengadakan kese pakatan awal. Ini juga mengharuskan bahwa gaji yang telah ditentukan, dan juga bayaran-bayaran yang lain hendaknya dibayarkan pada saat pekerjaan itu telah selesai tanpa ada d) e) f) g) h) sedikitpun penundaan dan pengu rangan. Jujur, tulus hati dan benar Pada seat penipuan dan tipu daya dikutuk dan dilarang, bahkan hampir mendekati titik nadir, kejujuran bukan hanya diperintahkan, dinyatakan sebagai keharusan yang mutlak dan absolut. Effisien dan kompeten Al-Qur'an memerintahkan manusia untuk menguasai alam ini dan memper gunakan sumber-sumber kekayaannya Untuk menghindari penyelewengan dan kelalaian hendaknya dibutu hkan tugas-tugas tersebut dilakukan dengan cara yang seefisien mungkin dan penuh kompetensi. Seleksi berdasarkan keahlian Standar Al-Qur'an untuk kepatutan sebuah pekerjaan adalah berdasarkan pada keahlian dan kompetensi dalam bidangnya. Karena tanpa kompe tensi dan kejujuran tidak akan laha efisiensi. Bahwasanya kualifikasi al-qur’an bisa dilihat pada surat 28:26 mem berikan gambaran bahwa prioritas pemilihan orang pekerja hendaknya didasarkan seseorang tersebut mele bihi yang lain dalam kapasitasnya, balk secara fisik dan juga mental, untuk memangku pekerjaan yang disediakan. Investigasi dan Verifikasi Al-Qur'an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penye lidikan dan verifikasi (tabayina) ter hadap semua pemyataan dan infonnasi yang datang sebelum ia melakukan satu keputusan dan melakukan satu aksi (tindakan). Serbaneka Kaum muslimin diperintahkan untuk bekerjasama antara satu dengan yang lain dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran. Sebalilmya kerjasama dalam hal-hal yang berbau dosa dan permusuhan sangat dilarang. Saat mengomentari ayat 5 surat Al Maidah, Ibnu Katsir berkata: "Keadilan adalah kewajiban bagi setiap orang, terhadap semua orang dan segala situasi". 2. Perlindungan A1-Qur'an memberikan petunjuk petunjuk yang pasti bagi orang -orang yang beriman yang berguna sebagai alat perlindungan. Terdapat dalam beberapa ayat antara lain : Surat A l-Bagarah ayat 282-283, clan surat tersebut itu bisa kita ambit beberapa hal yang sangat penting, yaitu: a) Penulisan Kontrak Al-Qur'an menganjurkan hend aknya sebuah kontrak bisnis ditulis diatas kertas. Jai secant khusus direkomen dasikan jika transaksi itu berbentuk kredit, baikitu kredit dalam yang bentuk besar ataupun kecil untuk melindungi terjadinya Maim pal su yang dilakukan oleh salah satu pihak. b) Saksi-saksi Al-Qur'an juga memerintahkan bahwa transaksi yang berbentuk kredit hendaknya disaksikan oleh dua orang lakilaki dewasa, atau jika tidak, maka saksi dilakukan dengan menghadirkan seorang laki-laki dan dua Orang perempuan. Ini adalah sebuah perlindungan agar tidak terjadi praktek curang yang dilakukan oleh salah satu pihak dikemudian hari. c) Rahn (gadai) Salah satu bentuk perlindungan dalam kasus transaksi kredit, ialah pengam bilan barang milik orang yang ber hutang ke tangan yang memberi hutang sebagai gadai (jaminan) hingga hutang yang diambil kembali dibayar. d) Prinsip tanggung jawab individu Setiap individu adalah bertanggung jawab terhadap semua bentuk transaksi yang dilakukan, tidak ada privilege (hak istimewa) tertentu atau imunitas untuk menghadap konsekuensi apa yang dilakukan setiap orang akan dimintai pertanggungjawa bannya baik di dunia maupun diakhirat. 3. Etika Bisnis Pemyataan yang sering terlontar, bahwa bisnis adalah bisnis, seolah -olah merupakan filosofi bisnis yang telah dite rima secara umum di masyarakat (teru tama masyarakat di negara -nengara sekuler). Pengertian statement "bisnis adalah bisnis" itu menyiratkan bahwa bisnis hanya bertumpu pada aspek komersil saja, klimak's mekanisme memperoleh keuntungan ekonomi masyarakat dan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan seolah bebas nilai, bebas norma dan bebas etika. Tetapi jika kita lihat lebih terutama jka kita tinjau dan teori dan perkembangan ilmu bisnis, temyata bisnis tidak bebas nilai, baik dan nilai moral maupun nilai etika. Misalnya kita lihat dari tujuan yang umumnya ingin dicapai oleh bisnis adalah meningkatkan kesejahteraan stake holders (Muslich, 1998:23). Para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan pasti berkepentingan dengan jalannya operasional sebuah perusahaan. Maksimisasi profit adalah orientasi dan pebisnis, karena jelas nantinya stakeholders pun akan turut memperoleh hasil deviden yang maksimum juga. Dan sebaliknya, namun terkadang stakeholders terbagi lagi atas pihak berke pentingan internal dan ekstemal. P ihak internal adalah "orang dalam" dari suatu perusahaan; baik itu instansi yang secara langsung terlibat, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak ekstemal adalah orang atau instansi yang secara tidak langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan seperti, konsumen, dan pemerintah. Paham stakeholders ini membuka perspektif baru untuk mendekati masalah tujuan perusahaan. Kita bisa mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah manfaat semua stakeholders. Sekaligus juga disini kita mempunyai kemungkinan barn untuk membahas segi etis dari suatu keputusan bisnis (Battens, 2002:164). Misahwa, tidak etis kalau dalam suatu keputusan bisnis hanya kepentinganpara pelaku bisnis yang dipertimbangkan. Tetapi, nilai -nilai yang ditanamkan oleh para stakeholders juga harus dipertimbangkan. Salah satu contohnya adalah di dalam teori hubungan antar manusia atau manajamen sumber daya manusia ter cakup kriteria etika bisnis. Teori hubungan antar manusia lebih ditekankan pada pendekatan hubungan psikologis terhaclap pan karyawan perusahaan, yakni dengan mencermati perilaku individu dan kelompok sebagai suatu human relation group untuk memacu tingkat produktivitas kerja pan pekerja, penekanannya pada hubungan antara produktivitas kerja dengan kebutuhan fisik dan sosial tenaga kerja. Faktor fisik bukan merupakan determinant tunggal produktivitas sebab manusia bukan sekedar makhluk ekono teknikal tetapi merupakan dimensi rasio emosional. Oleh karena itu kelompok sosial sangat berpengaruh atas perilaku dan produktivitas. Dari perkembangan teori pemberdayaan sumber daya manusia ini terlihat bahwa etika bisnis yang sub stansinya adalah pengelolaan sumber daya manusia ird menurut sejarahnya mengarah pada pemberdayaan yang manusiawi sesuai dengan pemenuhan kebutuhan manusia secara hakiki. Ini sesuai dengan pnnsip peningkatan produktivitas per usahaan, dan mendukung adanya dasar bahwa sumber daya manusia atau para pekerja adalah mitra perusahaan yang hams memberikan sesuatu yang saling menguntungkan. Etika bisnis diartikan sebagai penge tahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas menun jang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Jadi ukuran yang sering digunakan adalah norma, agama, nilai positif dan universalitas. Oleh !arena itu istilah etika sering dikonotasikan dengan istilah -istilah: tata krama, sopan santun, pedoman moral, norma susila dan lain-lain yang berpijak pada norma-norma tata hubungan antar unsur atau antar elemen di dalam masya - rakat dan linglumgannya (Muslich, 1998: 4). Secara garis besarnya, etika (ethics) dapat dilihat sebagai "pedoman yang beri sikan aturan-aturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi". Di dalam pedoman tersebut ter serap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukanya kegiatan profesi si pelaku sebagai mana seharusnya, sesuai dengan hak dan kewajibannya. Peranan etika dalam se suatu struktur kegiatan adalah fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu. Sebagai sebuah ide atau ideologi, etika terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang ber-sangkutan. Kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antar manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan meman tapkan etika dalam kehidupan be rmasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia. Salah satu isu yang cukup penting untuk diperhatikan dalam kajian kajian mengenai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya adalah corak dari kebudayaan manajemen yang ada setempat, atau pada corak kebudayaan korporasi bila perhatian kajian terletak pada kegiatan pengelolaan manajemen sumber daya dalam sebuah korporasi. Perhatian pada pengelolaan manajemen ini akan dapat menyingkap dan mengungkapkan corak nilai-nilai budaya dan operasionalisasi nilai-nilai budaya tersebut atau etos, dalam pengelolaan manajemen yang dikaji. Kajian seperti ini juga akan dapat menyingkap dan mengungkap corak etika (ethics) yang ada dalam struktur-struktur kegiatan sesuatu pengelolaan manajemen yang memproses masukan (in-put) menjadi keluaran (out-put). Apakah memang ada atau tidak ada pedoman etika dalam setiap struktur manajemen? Atau, adakah pedoman etika yang ideal (yang dicita citakan dan yang dipamerkan) dan yang aktual (yang betul-betul digunakan dalam proses-proses manajemen, dan yang biasanya disembunyikan dari pengamatan umum)? Pemmsalahan etika ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan mana jemen sumber daya yang dilakukan oleh berbagai organisasi, lembaga, atau pranata yang ada dalam masyarakat (Suparlan, 2002: 98-105). Menurut (Muslich, 1998:31 -35) etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum dalam pengelolaan bisnis agar dapat mem peroleh kemajuan dan kejayaan. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Prinsip Otonom Yang dimaksud dengan prinsip otonom adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang garap yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dipunyainya. Dalam penger tian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan policy eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerja ataupun komunitas yang dihadapinya dan mengacu pada nilai nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. 2. Prinsip kejujuran Kegiatan bisnis akan berhasil dengan gemilang jika dikelola dengan prinsip kejujuran baik terhadap karyawan, konsumen, distributor dan pihak -pihak lain yang terkait dalam bisnis. 3. Prinsip tidak bemiat jahat Komitmen untuk meningkatkan kese jahteraan masyarakat konsumen dan masyarakat pada umumnya, dan dari komitmen inilah tentunya niatan yang ada pada setiap pelaku bisnis terhadap stake holder dan konsumen adalah maksud-maksud mencapai tujuan yang baik dan positif. 4. Prinsip keadilan Prinsip keadilan yang dipergu -nakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontri busi langsung atau tidak langsung ter hadap keberhasilan bisnis. Contoh yang dapat dikemukakan, misalnya dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Memberikan harga yang layak bagi para konsumen, memberikan upah yang layak bagi para manajer dan karyawan, menyepakati harga yang pantas bagi pan pemasok, dan mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan 5. Prinsip hormat pada diri sendiri Pengertian prinsip ini merupakan prinsip tindakan bisnis yang dam paknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. lika bisnis membe rikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon yang lama dan begitu pula dengan sebali knya. Jadi hukum kausa prima akan senantiasa berlaku dalam bisnis atas stake holdersnya, oleh karma itu prinsip hormat pada din sendiri mesti diberlakukan pada etika bisnis. Perihal etis dalam bisnis dikem bangkan temtama melalui tiga faktor, yaitu pengaturan sistem ekonomi yang meru pakan komitmen logis terhadap aturan aturan sistem pasar babas, regulasi din dimana bisnis ditimtut untuk mengatur dirinya sandhi melalui kode etik yang pengawasannya dilakukan misalnya oleh suatu komisi khusus, dan regulasi oleh pemerintah; misalnya undang-undang anti trust dan anti monopoli (Gunardi, 1999:1). PENUTUP Tampaknya sulit untuk memungkiri adanya kesulitan menemukan suatu teori yang secara fundamental mengungkapkan hakikat bisnis, namun juga secara kompre - hensif mampu mencakup kompleksitas dunia bisnis. satu-satunya teori yang paling mendekati kriteria tersebut adalah konsep perusahaan dan lingkungannya (stake holders concept). Bahwa, posisi suatu perusahaan ditengah-tengah pihak-pihak (institusi) berkepentingan yang tak bisa tidak hams diperhitungkan dalam satrap keputusan dan langkah operasional peru sahaan. Skandal-skandal bisnis yang akhirakhir ini tedadi pada akhimya memba ngunkan masyarakat, bahwa temyata ada yang salah dalam dunia bisnis atau dapat dikatakan adanya krisis etika bisnis. Padahal sebagaimana kith ketahui jika perusahaan dapat memiliki kode etik dan secara sadar melaksanakanny a, maka manfaat kode etik perusahaan dapat dilukiskan sebagai berikut : 1. Kode etik dapat meningkatkan kredi bilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai Corporate Culture. Hal itu temtama panting, karena secara intern semua karyawan terikat dengan standar yang sama, sehingga akan mengambil keputusan yang sama untuk kasus-kasus yang sejenis. Misalnya, mereka akan menolak dilibatkan dalam tindak korupsi. 2. Kode etik dapat membantu dalam menghilangkan grey area atau kawasan kelabu di bidang etik a Beberapa arnbiguitas moral yang Bering merongrong kineda perusa haan, dengan demikian dapat dihin darkan, misalnya menerima komisi atau hadiah. 3. Kode etik dapat menjelaskan bagai mana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya. 4. Kode etik menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya – dapat mengontrol dirinya sendiri (self regulation). Pemerintah menunjang prakarsa dari masyarakat bisnis melalui peraturan-peraturan yang menciptakan kerangka moral dalam aktivitas bisnis. DAFTAR PUSTAKA Meng, T., 2000, Dari Meja Tanri Abeng: Managing atau Chaos? (Tantangan Globalisasi dan Ketidak pastian), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Atmosoeprapto, Kisdario, 2000, Produk tivitas Aktualisasi Budaya Pengantar Etika Bisnis, Yogya : Penerbit Kanisius. Danandjaja, Andreas A., 1986, Sistem Nilai Manajer Indonesia, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo. Deal, Terrence E. dan Allan A Kennedy , 2001, Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life, USA: Addison-Wesley Publishing Company.Inc. Endro, Gunardi, 1999, Redefinisi Bisnis: Suatu Penggalian Etika Reutamaan Aristoteles, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Hofstede, Geert, 1980, Culture's Consequences International Differences in Work -related Values, Sage Publ., Beverly Hills, California. Jatmiko, RD., 2004, Pengantar Bisnis, Malang: Penerbit UMM Press. Koentjaraningrat, 2004, Rebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Moeljono, Djokosantoso, 2002, Pengaruh Budaya Rorporat (Corporate Culture) terhadap Produktivita s Pelayanan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Disertasi Tidak Dipublikasikan, Yogyakarta, UGM. Muslich, 1998, Etika Pendekatan Substantif dan Fungsional, Edisi Pertama, Yogyakarta: EKONISIA. Ndraha, Taliziduhu, 1997, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta. Prawiranegara, S., 1988, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam (kumpulan karangan terpilih), Jakarta: CV Haji Masagung. Robbins, Stephen P, (2003), (terje mahan), Perilaku Organisasi, Edith 9, Jilid 1, Jakarta:PT Indeks Kelompok Gramedia. Samuelson P.A. dan Nordaus W.D., 1993, (terjemahan), Ekonomi, Cetakan kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga. Sinungan, Muchdarsyah., 1987, Produk tivitas apa dan Bagaimana, Jakarta: Bina Aksara. Spitzer, Q. dan Evans, R., 1998, (Terjemahan), Heads You Win: Cara Berpikir Perusahaan-perusahaan Terbaik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sudarijanto, Cacuk, 2001, Jurus Manajemen Cacuk Sudarijanto, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.