i. pendahuluan - IPB Repository

advertisement
I.
1.1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Industri tahu adalah jenis industri pangan yang mengolah bahan baku kedelai yang
menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan mengandung banyak zat
organik yang dapat dijadikan sebagai tempat berkembangnya mikroba yang akan mencemari
lingkungan sekitar. Limbah cair yang dihasilkan industri tahu banyak mengandung senyawa organik
dan sedikit senyawa anorganik. Senyawa organik apabila berada pada konsentrasi tinggi akan
menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Air limbah dari industri tahu memerlukan
pengolahan sebelum dibuang ke badan air. Kandungan fosfor, nitrogen dan sulfur serta unsur hara
lainnya dengan konsentrasi tinggi di dalam air akan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi
demikian lambat laun akan menyebabkan kematian biota dalam air (Alaert dan Santika, 1984).
Limbah cair industri tahu adalah limbah organik yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme
secara alamiah (biodegradable). Namun, sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam industri
tahu adalah orang-orang yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan
limbah industri tersebut sangat kecil. Bahkan, ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah
limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan
dan harus mendapat perhatian yang serius (Darsono, 2007).
Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung
polutan organik yang cukup tinggi. Beberapa hasil penelitian menginformasikan adanya konsentrasi
Chemical Oxygen Demand (COD) dalam air limbah industri tahu yang cukup tinggi yaitu berkisar
antara 7000-10.000 ppm dan pH yang rendah yaitu 4-5. Berdasarkan kondisi tersebut, air limbah
industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial (Said dan
Heru, 1999).
Sampai saat ini pengolahan limbah cair industri tahu umumnya dilakukan dengan cara
membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob. Aplikasi dari proses biologis
anaerob dapat menurunkan kandungan polutan organik dalam air limbah tetapi efisiensi pengolahan
hanya berkisar antara 50%-70% saja. Jika konsentrasi COD dalam air limbah 7000 ppm, kadar COD
yang keluar masih cukup tinggi yaitu sekitar 2100 ppm sehingga hal ini masih menjadi sumber
pencemaran lingkungan (Said dan Heru, 1999).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menurunkan kandungan bahan pencemar pada
limbah tahu. Dhahiyat (1990) mengolah limbah cair tahu dengan menggunakan tanaman Eceng
Gondok. Penelitian tersebut menggunakan Eceng Gondok dengan variasi jumlah penutupan Eceng
Gondok di kolam yaitu 0%, 25%, dan 50% serta adanya pengenceran limbah tahu pada penelitian
pendahuluan dari 1:0 sampai 1:8. Dari hasil pengamatan disimpulkan penurunan kadar residu
tersuspensi, residu terlarut, BOD, dan COD terbesar terjadi pada penutupan Eceng Gondok 50%
dengan pengenceran 1:8 selama 11 hari waktu kontak.
Salah satu penanganan limbah cair yang ramah lingkungan adalah menggunakan Eceng
Gondok dan Kiambang sebagai biofilter penyerap berbagai zat berbahaya bagi lingkungan. Tumbuhan
Eceng Gondok adalah gulma air yang mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potonganpotongan vegetatifnya yang terbawa arus air akan terus berkembang menjadi Eceng Gondok dewasa.
Eceng Gondok sangat peka terhadap keadaan dengan unsur hara yang kurang mencukupi tetapi
mempunyai respon terhadap konsentrasi unsur hara yang tinggi. Akar Eceng Gondok berupa serabut
yang penuh dengan bulu akar dan tudung akarnya berwarna merah. Bulu-bulu akar berfungsi sebagai
pegangan atau jangkar dan sebagian besar berguna untuk mengabsorbsi zat-zat makanan dalam air
(Nurhayati, 1989). Pemanfaatan tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solm) pada
pengolahan air limbah telah banyak dilakukan karena Eceng Gondok mempunyai kemampuan
berkembang biak dengan cepat dan kemampuan menyerap unsur hara, senyawa organik, serta unsur
kimia lain dari air limbah dalam jumlah yang besar.
Kiambang adalah paku air yang memiliki kemampuan untuk menyerap unsur pencemar
dalam air limbah. Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun pertama yang tumbuh
di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil, dan permukaannya ditutupi rambut
berwarna putih agak transparan sedangkan daun kedua tereduksi menjadi akar sehingga berfungsi
sebagai penyerap makanan (Smith, 1955). Paku air ini tidak memiliki nilai ekonomi tinggi kecuali
sebagai sumber humus karena pertumbuhannya yang pesat dan dapat dijadikan pupuk. Selain itu,
Kiambang dapat digunakan sebagai bagian dari dekorasi dalam ruang atau sebagai tanaman hias di
kolam atau akuarium (Sudarmaji, 1991).
Menurut Lidiawati (2009) tanaman air Eceng Gondok dan Kiambang merupakan pilihan
dalam penanganan limbah cair tahu dengan menggunakan biofilter alami yang ramah lingkungan
karena merupakan makhluk hidup yang dapat melakukan simbiosis mutualisme dengan limbah cair
tahu. Zat organik yang berbahaya dapat diserap oleh tanaman Eceng Gondok dan Kiambang kemudian
tanaman tersebut juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk organik yang menyuburkan
tanah.
Penggunaan Eceng Gondok dan Kiambang dalam pengolahan limbah cair tahu merupakan
salah satu alternatif solusi yang efisien dan efektif mengingat belum banyak industri tahu yang
memiliki instalasi pengolahan limbah. Efluen dari pengolahan limbah cair tahu tersebut diharapkan
dapat aman dibuang ke lingkungan karena kandungan bahan pencemarnya telah diserap secara
optimal oleh Eceng Gondok dan Kiambang. Pemanfaatan Eceng Gondok dan Kiambang pasca
pengolahan limbah adalah sebagai pakan ikan dan ternak serta untuk Eceng Gondok dapat dijadikan
sebagai bahan baku industri kerajinan.
1.2
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas penurunan nutrien pada
limbah tahu dengan menggunakan tanaman air Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms)
dan Kiambang (Salvinia molesta).
Download