Aspek Kelayakan Usaha Dan Strategi Pemasaran

advertisement
8
II. LANDASAN TEORI
A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Menurut UU Usaha Kecil No.9 tahun 1995, Industri Kecil
didefinisikan sebagai bagian dari Usaha Kecil di Indonesia yang memiliki
aset < Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan
atau omset per tahun <
Rp. 1 milyar. Selain itu juga disebutkan kriteria usaha menengah, mandiri dan
tangguh, yaitu:
1. Usaha Menengah
: Omset per tahun Rp.700 Juta s/d 1 Milyar.
2. Usaha Mandiri
: Omset per tahun Rp.100 Juta s/d < 700 Juta.
3. Usaha Tangguh
: Omset per tahun < Rp.100 Juta.
Selain itu juga terdapat beberapa kriteria usaha kecil dan menengah
lainnya. Namun saat ini telah dibahas perubahan mengenai kriteria Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti tercantum dalam UU Nomor 9
tahun 1995 dan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah
Kriteria
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Orang
perseorangan
• Perseorangan / badan
usaha
• Bukan afiliasi usaha
menengah/besar
• Perseorangan/
badan usaha
• Bukan
afiliasi
usaha besar
Kekayaan
bersih
< Rp 50 juta,
tidak termasuk
tanah dan
bangunan
Rp 50 juta – Rp 500 juta, Rp 500 juta – Rp
tidak termasuk tanah dan 10 miliar, tidak
bangunan
termasuk tanah dan
bangunan
Omzet
tahunan
< Rp 300 juta
Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar
Bentuk
usaha
Usaha Mikro
Sumber : www.hukumonline.2007
Rp 2,5 miliar – Rp
50 miliar
9
B. Kelayakan Usaha
Prospek pengembangan bisnis dapat dilihat melalui analisa kelayakan
usaha dari pendirian usaha tersebut dan hal ini diperlukan dalam pengambilan
keputusan untuk melakukan investasi selanjutnya. Dalam bentuk yang lebih
umum studi kelayakan usaha bertujuan untuk memberikan gambaran kepada
pihak yang terkait dengan usaha tersebut, misalnya investor, kreditur dan
pemerintah. Dengan adanya studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran
sampai seberapa jauh pendirian dan pengembangan usaha tersebut layak
dilaksanakan ditinjau dari berbagai aspek antara lain organisasi, pemasaran,
teknik/operasi dan keuangan (Zubir, 2006).
Analisis proyek dilakukan untuk mengambil keputusan dalam
menentukan pemilihan investasi yang tepat dari berbagai alternatif yang dapat
dilaksanakan (Pramudya, 2006). Menurut Pramudya (2006), yang dimaksud
suatu proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan sejumlah
sumber daya untuk memperoleh manfaat. Kegiatan ini membutuhkan biaya
yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu.
Sebelum memasuki suatu bidang usaha pemodal akan melakukan
penilaian apakah kas yang dikeluarkannya untuk membangun dan
mengoperasikan usaha tersebut dapat menghasilkan kas yang lebih besar
(Zubir, 2006). Kas yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan diperoleh
dalam beberapa tahun kemudian.
Hal pertama yang dikaji berkaitan dengan analisis kelayakan usaha
meliputi biaya pembangunan fisik pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
pembangunan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan proyek (Zubir, 2005)
seperti :
1.
Pembelian tanah (termasuk biaya pematangan tanah, pembuatan saluran
air, lapangan parkir, taman dan pemagaran).
2.
Biaya pembangunan (pabrik, kantor, gudang, mess karyawan, pos satpam
dan bangunan penunjang lainnya).
3.
Biaya pembelian mesin-mesin dan pemasangannya (termasuk biaya
tenaga ahli yang digunakan).
4.
Biaya instalasi listrik, air, dan sebagainya.
10
5.
Biaya pembelian kendaraan.
6.
Biaya pembelian peralatan kantor, perabot dan lain-lain.
Untuk memulai suatu usaha juga dibutuhkan modal kerja untuk
kegiatan operasional perusahaan. Modal kerja adalah dana yang dibutuhkan
untuk operasional perusahaan sehari hari yang meliputi kebutuhan dana yang
tertanam dalam harta lancar dalam bentuk piutang usaha, persediaan bahan
baku, bahan dalam proses, barang jadi dan bahan penunjang (termasuk di
dalamnya bahan bakar), serta sejumlah kas minimum yang dibutuhkan untuk
berjaga-jaga atau transaksi (Zubir, 2005). Sumber pembiayaan modal kerja
dapat bersumber dari modal sendiri, hutang dagang, hutang bank, maupun
hutang lainnya.
Menurut Zubir (2006), perhitungan kelayakan usaha yang paling
utama didasarkan pada kriteria Net Present Value (NPV). Inti dari konsep
NPV adalah nilai bersih dari arus kas masuk dan keluar yang dihitung pada
saar ini atau periode nol.
NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari
manfaat dan biaya (Pramudya, 2006) Dapat dikatakan bahwa NPV
menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi (Zubir,
2006). Jika NPV bernilai
positif (NPV > 0), maka proyek layak untuk
dilaksanakan dan sebaliknya jika NPV bernilai negatif (NPV < 0), maka
usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
Menurut Gittenger (1986), NPV dapat dihitung dengan persamaan :
NPV = Σ
Bt - Ct
(1 + i) t
dimana ; Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke- t ( Rp)
Ct = biaya bruto pada tahun ke- t (Rp)
i
= tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,3,.........n)
Kriteria lain yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha adalah
Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PBP). IRR menghitung
tingkat diskonto yang menyebabkan NPV sama dengan nol, sedangkan
11
payback period menghitung kapan atau berapa lama NPV akan menjadi nol
(Zubir, 2006).
Jika biaya modal (discount rate) suatu usaha lebih besar dari IRR,
maka NPV menjadi
negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan dan sebaliknya.
Menurut Gittenger (1986),
IRR dapat
diperoleh dengan persamaan :
IRR = i’ +
NPV '
(i” – i’)
( NPV '− NPV " )
dimana ;
NPV ’
= nilai NPV Positif (Rp)
NPV ”
= nilai NPV Negatif (Rp)
i’
= discount rate nilai NPV positif (%)
i”
= discount rate nilai NPV negatif (%)
Selain itu untuk analisis kelayakan usaha dapat digunakan juga
perhitungan Gross B/C ratio untuk menghitung besarnya manfaat yang
diperoleh untuk setiap rupiah yang dibelanjakan, analisis titik impas (breakeven point analysis) untuk mengetahui tingkat penjualan yang menghasilkan
penerimaan sama dengan biaya total yang dipergunakan dan analisis payback
periode (PBP) untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal.
Menurut Pramudya (2006) Gross B/C
dapat dihitung dengan
persamaan :
∑
t =1
Bt
(1 + i) t
Gross B/C =
∑
t =1
dimana :
Ct
(1 + i) t
Bt
= manfaat yang diperoleh pada tahun ke – t (Rp)
Ct
= biaya yang dikeluarkan 4) pada tahun ke – t(Rp)
i
= tingkat diskonto (%)
t
= jumlah tahun
12
Titik impas (breakeven point) adalah tingkat volume penjualan yang
menyamakan nilai penjualan dengan total biaya atau laba bersih sama dengan
nol, yang dapat dihitung dengan persamaan :
Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp)
Perhitungan
volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan
persaman :
Total Biaya Tetap
BEP (unit) =
(Harga Jual/unit - Biaya Variabel/unit)
Total Biaya Tetap
BEP (Rp) =
1
-
Biaya Variabel per Unit
Harga Jual
PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran investasi dengan
menggunakan aliran kas (Zubir, 2006),
dihitung menurut persamaan :
Nilai Investasi
PBP (tahun) =
x 1 tahun
Kas Masuk Bersih
Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah
payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung
metode lainnya.
Oleh karena seluruh perhitungan arus kas selalu mengandung
ketidakpastian, maka diperlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui
sensitivitas kelayakan usaha terhadap perubahan asumsi yang digunakan
(Zubir, 2006).
Analisis sensitivitas disebut juga what-if analysis.
Analisis ini
menyangkut pengujian terhadap kelayakan suatu usaha dengan berbagai
13
kondisi dan asumsi yang digunakan (Zubir, 2006). Pengujian ini, terutama
dilakukan terhadap asumsi-asumsi yang berada di luar kendali manajemen
perusahaan yang mungkin saja berubah. Dari pengujian sensitivitas dapat
diketahui derajat sensitivitas setiap asumsi dengan NPV. Teknik ini biasa
digunakan untuk mengetahui variabilitas pengembalian (Sundjaja dan Inge,
2003).
Pengujian sensitivitas dapat dilakukan dengan persamaan :
∑ C (df) - ∑ B (df)
Error Benefits
= y =
∑ B (df)
∑ B (df) - ∑ C (df)
Error Cost
= x =
∑ C (df)
dimana : B(df)
= penerimaan pada tahun ke n dengan perhitungan
discount factor (Rp)
C(df)
= biaya pada tahun ke n dengan perhitungan
discount factor (Rp)
C. Strategi Pemasaran
Menurut Chandra (2001) strategi korporat untuk pasar baru dapat
terbagi atas beberapa alternatif, yaitu :
1. Strategi pengembangan pasar (market development strategy), yaitu
strategi yang berusaha menawarkan produk saat ini kepada pasar baru.
Alternatif ini dipilih jika pasar saat ini sudah stagnan atau peningkatan
pangsa pasar sudah sulit dilakukan, karena pangsa pasar yang sudah
sangat tinggi atau karena pesaing sudah sangat kuat. Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan mengidentifikasi pemakaian baru atau pemakai
baru.
2. Strategi ekspansi baru (market expansion strategy), yaitu berekspansi ke
pasar geografis baru. Cara yang dilakukan adalah dengan membuka pasar
di daerah baru.
14
3. Strategi
diversifikasi
(diversification
strategy),
yaitu
strategi
mengembangkan produk baru untuk pasar baru Situasi ini diterapkan jika
sudah tidak ada lagi peluang pertumbuhan untuk produk saat ini atau pasar
saat ini, lingkungan pasar yang dilayani sudah tidak stabil dan berdampak
pada fluktuasi penjualan atau laba.
Menurut Kotler (1998), langkah-langkah pokok dalam pemasaran
target adalah segmentasi pasar (segmentation), penentuan pasar (targeting)
dan penentuan posisi produk (positioning). Segmentasi pasar adalah tindakan
membagi-bagi pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli yang berbeda
yang mungkin menginginkan bauran produk/pemasaran yang berlainan.
Dalam tahap penentuan pasar, penjual memilih segmen pasar yang terbaik.
Untuk melakukannya perusahaan harus mengevaluasi potensi laba masingmasing segmen, daya tarik struktural segmen, serta tujuan dan sumber daya
perusahaan. Pemilihan pasar ini akan menentukan pesaing perusahaan.
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap posisi pesaing dan memutuskan posisi
terbaik bagi perusahaan. Kegunaan dari analisis ini adalah untuk mengetahui
keunggulan perusahaan pesaing. Strategi penentuan posisi produk perusahaan
dapat dipergunakan dalam penentuan strategi pemasaran perusahaan
selanjutnya.
Menurut Porter (2007), dalam menghadapi persaingan terdapat tiga
pendekatan strategis generik (Gambar 4) yang secara potensial akan berhasil
mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri, yaitu :
1. Keunggulan biaya menyeluruh
Strategi ini bertujuan untuk mencapai keunggulan biaya menyeluruh
dalam industri melalui seperangkat kebijakan fungsional yang ditujukan
pada sasaran utama ini. Keunggulan biaya memerlukan konstruksi agresif
dari fasilitas skala yang efisien, usaha yang terus menerus dalam mencapai
penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya dan overhead
yang ketat, penghindaran pelanggan marginal serta meminimalkan biayabiaya umum dan administrasi. Perhatian besar manajerial yang besar
terhadap pengendalian biaya sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
15
Memiliki posisi biaya yang rendah akan membuat perusahaan
memperoleh hasil laba di atas rataan dalam industrinya, meskipun ada
kekuatan persaingan yang besar.
Posisi biaya memberikan kepada
perusahaan tersebut ketahanan terhadap rivalitas dari para pesaing, karena
biayanya yang lebih rendah memungkinkannya untuk dapat menghasilkan
laba setelah para pesaingnya mengorbankan labanya demi persaingan.
Posisi biaya rendah juga melindungi perusahaan dari pembeli yang kuat,
karena pembeli hanya dapat menggunakan kekuatannya untuk menekan
harga sampai tingkat harga dari para pesaing paling efisien berikutnya.
2. Diferensiasi
Strategi diferensiasi adalah strategi mendiferensiasikan produk atau
jasa yang ditawarkan perusahaan, yaitu menciptakan sesuatu yang baru
yang dirasakan oleh industri secara menyeluruh sebagai hal unik.
Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam
bentuknya, antara lain rancangan atau merk, teknologi, karakter khusus,
pelayanan pelanggan, jaringan penyalur, atau bidang-bidang lain.
Diferensiasi memberikan penyekat pada persaingan akibat adanya
loyalitas merk dari pelanggan dan mengakibatkan berkurangnya kepekaan
terhadap harga.
Diferensiasi juga meningkatkan margin laba yang
menghindarkan kebutuhan akan posisi biaya rendah.
Diferensiasi
menghasilkan margin yang lebih tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi kekuatan pemasok dan pembeli.
3. Fokus
Strategi ini memfokuskan diri pada kelompok pembeli, segmen lini
produk, atau pasar wilayah geografis tertenyu.
Strategi fokus
dikembangkan untuk melayani target tertentu secara baik, dan semua
kebijakan fungsional dikembangkan atas pemikiran ini.
Dengan
penerapan strategi ini, perusahaan akan mampu melayani target
strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien dibandingkan
dengan pesaingnya. Strategi ini mengkombinasikan antara posisi biaya
rendah dan keunikan yang dirasakan oleh pelanggan.
16
Keunggulan Strategis
Tingkat Strategis
Keunikan Yang
Posisi Biaya Rendah
Diirasakan Pelanggan
Seluruh Industri
Keunggulan Biaya
Diferensiasi
Hanya Segmen
Menyeluruh
FOKUS
Tertentu
Gambar 4. Tiga strategi generik (Porter, 2007)
Menurut Zubir (2006), aspek pemasaran merupakan faktor strategis
atau kunci dari keberhasilan proyek. Hal-hal penting yang perlu dianalisis
dalam aspek pemasaran adalah :
1. Produk / jasa yang ditawarkan.
2. Permintaan pasar dan prospeknya.
3. Perkembangan penawaran dan prospeknya.
4. Market share dan market space.
5. Program
pemasaran
yang
meliputi
daerah
pemasaran
dan
pengembangannya, kebijakan harga jual dan sistem pembayaran, saluran
distribusi dan promosi.
Inti dari perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan
perusahaan dengan lingkungannya (Porter, 2007).
Walaupun lingkungan
yang relevan sangat luas, mencakup kekuatan-kekuatan sosial dan juga
kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek kunci dari lingkungan perusahaan adalah
industri di mana perusahaan tersebut bersaing (Porter, 2007).
Untuk itu
diperlukan analisis mengenai lingkungan bisnis agar dapat diketahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Gambar 5) yang dihadapi oleh
perusahaan, sehingga dapat ditentukan arah dan kebijakan yang sebaiknya
dilakukan perusahaan dalam mengelola bisnisnya (Umar, 2005).
17
Lingkungan bisnis terbagi atas lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Lingkungan eksternal terbagi atas lingkungan jauh dan lingkungan
industri. Lingkungan jauh dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, ekonomi dan
teknologi. Sedangkan lingkungan industri dipengaruhi oleh aspek hambatan
masuk, daya tawar pemasok, daya tawar pembeli, ketersediaan barang
substitusi dan persaingan dalam industri. Struktur industri mempunyai
pengaruh kuat dalam menentukan aturan main persaingan selain juga strategistrategi yang secara potensial tersedia bagi perusahaan (Porter, 2007).
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara lingkungan internal dan lingkungan
eksternal perusahaan.
Lingkungan jauh
Lingkungan industri
Lingkungan
internal
Gambar 5. Lingkungan eksternal dan internal perusahaan
Salah satu cara untuk melihat prospek permintaan pasar yaitu
dengan menggunakan analisis proyeksi trend. Menurut Rangkuti (2005),
proyeksi permintaan dapat dihitung dengan menggunakan metode regresi
linear dengan menggunakan proyeksi trend sesuai persamaan :
Ŷ=a+bX
dimana : Ŷ = penjualan (peubah dependen)
a = koefisien intercept
b = kemiringan garis regresi
X = waktu (peubah independen)
Koefisien b dihitung dengan persamaan :
18
n ∑XY –(∑X)(∑Y)
b=
n(∑X2) – (∑X)2
dimana :
n = jumlah contoh (periode)
Koefisien a dihitung dengan persamaan :
∑Y - b∑X
a=
n
Penyusunan strategi perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
secara sistematis mempengaruhi perusahan. Tujuan utama perencanaan
strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisikondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi
perubahan lingkungan yang dihadapi (Rangkuti, 2006).
Perencanaan
strategis sangat penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan
memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan
dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada.
Perumusan strategi perusahaan dapat dilakukan dengan analisis
SWOT.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2006).
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities), dan secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Kinerja
perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal.
Untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
perusahaan.
Analisis
faktor
internal
dan
eksternal
dilakukan
dengan
menggunakan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary
(IFAS), External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) dan matriks
profil kompetitif.
19
Tahapan kerja pada matriks IFAS dan EFAS (Rangkuti, 2006)
adalah :
a. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan.
b. Masing-masing faktor diberi bobot berdasarkan pengaruh faktor
tersebut terhadap posisi strategis perusahaan (Tabel 5). Penentuan
bobot
dilakukan
dengan
memberikan
bobot
numerik
dan
membandingkan antara satu peubah dengan peubah lainnya. Untuk
menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala
yang digunakan adalah :
1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator
vertikal.
2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator
horisontal.
3 = jika indikator
horisontal
lebih penting daripada indikator
vertikal.
Tabel 5. Penilaian bobot faktor strategis perusahaan metode matriks
banding berpasangan
A
Faktor Strategis
B
C
...
Bobot
internal/eksternal
A
B
C
...
Total
Sumber : Rangkuti (2006)
c. Masing-masing faktor kemudian diberi rating dengan skala 4
(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan kondisi perusahaan
yang bersangkutan.
Peubah yang bersifat positif (peubah yang
termasuk kategori kekuatan dan peluang) diberi nilai mulai dari 1
sampai dengan
4 (sangat baik). Sedangkan peubah yang bersifat
20
negatif, diberi nilai mulai dari 1 (jika nilai ancaman/kelemahannya
sangat besar) sampai dengan 4 (jika nilai ancaman/kelemahannya
sedikit).
d. Masing-masing bobot dikalikan dengan rating, sehingga diperoleh
nilai untuk masing-masing faktor.
e. Nilai masing-masing faktor dijumlahkan untuk memperoleh nilai total
TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGIS INTERNAL
KUAT
RATAAN
LEMAH
3.0
2.0
1.0
TINGGI
4.0
3.0
1
PERTUMBUHAN
2
PERTUMBUHAN
3
PENCIUTAN
Konsentrasi
melalui integrasi
vertikal
Konsentrasi melalui
integrasi horizontal
Turnaround
MENENGAH
5
PERTUMBUHAN
4
STABILITAS
Hat-hati
2.0
RENDAH
TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.
Konsentrasi melalui
integrasi vertikal
STABILITAS
Tak ada perubahan
strategi, profit
7
PERTUMBUHAN
8
PERTUMBUHAN
Diversifikasi
Konsentrik
Diversifikasi
konglomerasi
6
PENCIUTAN
Captive
Company atau
divestment
9
PENGURANG
AN
Bangkrut/Likuidasi
1.0
Gambar 6. Matriks IE Model GE (Rangkuti, 2006)
Selanjutnya nilai yang diperoleh dianalisis dengan matriks InternalExternal (IE) model General Electric (GE-Model) yang ditunjukkan pada
Gambar 6. Hasil pada matriks IE dapat digunakan untuk menentukan
posisi perusahaan, sehingga dapat diketahui arah strategi yang akan
diterapkan.
Total skor strategi internal menunjukkan kekuatan bisnis
perusahaan sedangkan total skor strategi eksternal menunjukkan
kemenarikan industri.
21
Hasil analisis dengan menggunakan IFAS dan EFAS disusun untuk
menggambarkan faktor strategik perusahaan dengan menggunakan
matriks SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Rangkuti,
2006).
Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan
alternatif strategis (Gambar 7). Selanjutnya dilakukan analisis bauran
pemasaran terdiri dari kajian mengenai produk (product), tempat (place),
harga (price) dan promosi (promotion).
IFAS
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T)
STRENGHTS (S)
WEAKNESSES (W)
Strategi SO
Strategi WO
Strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi ST
Strategi WT
Strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi
ancaman
Strategi yang
meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman
Gambar 7. Matriks SWOT (Rangkuti, 2006)
D. Pengembangan Unit Usaha
Kajian mengenai SBU dilakukan untuk melihat bentuk SBU yang
dikembangkan oleh perusahaan, sehingga dapat ditentukan strategi yang tepat
untuk pengembangan SBU bersangkutan. SBU didefinisikan sebagai suatu
cara mengelola sebuah bisnis sehingga tiap unit menjual sekumpulan
produk/jasa kepada sekumpulan pelanggan dalam persaingan dengan
sekumpulan pesaing (Umar, 2005). Dengan demikian, SBU adalah suatu unit
bisnis yang memiliki produk, pembeli, dan pesaing tersendiri yang berbeda
dari unit bisnis lainnya. Setiap SBU akan membuat keputusan strategisnya
22
sendiri untuk mencapai tujuan dan sasaran SBU yang bersangkutan yang telah
disesuaikan dengan strategi perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Umar (2005), SBU memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
1. External focus adalah pengelolaan dan pengorganisasian suatu SBU yang
mengacu pada permasalahan yang timbul karena faktor-faktor eksternal.
Pembentukan suatu SBU disebabkan oleh perubahan-perubahan yang
terjadi di pasar produsen dan atau perubahan sikap dan perilaku konsumen
terhadap produk tertentu.
2. Identifiable competitor adalah SBU yang didesain sedemikan rupa,
sehingga para pesaing SBU tersebut dapat teridentifikasikan.
3. Autonomous profit center adalah SBU beroperasi sebagai suatu bisnis
tersendiri dengan tujuan dan sasaran sendiri yang dipimpin oleh seorang
manajer, misalnya satu SBU mungkin bertujuan untuk meningkatkan
pangsa pasar dan SBU lainnya bertujuan untuk meningkatkan keuntungan.
4. Distinct market strategy, adalah setiap SBU memiliki strategi pemasaran
tersendiri dan berbeda dengan SBU lainnya.
5. Separate accounting adalah SBU bersaing sebagai unit yang berdiri
sendiri dan harus dapat dihitung keuntungan dan biayanya sehingga harus
memiliki sistem akuntansi yang terpisah dari unit lainnya.
Untuk mengetahui resiko bentuk usaha yang akan dipilih perusahaan
dilakukan analisis resiko keuangan dengan menggunakan analisis diskriminan
(Z-Score). Analisis diskriminan model Altman bermanfaat untuk meramal
tingkat kebangkrutan (Z-score) suatu perusahaan (Umar, 2005).
Untuk
menghitung Z-Score dilakukan perhitungan terhadap 5 rasio keuangan, yaitu:
Aktiva Lancar – Hutang Lancar
1.
Working Capital to Asset Ratio (X1) =
Total Aktiva
Laba Ditahan
2.
Retained Earning to Total Asset Ratio (X2) =
23
Total Aktiva
Laba Operasi
3.
EBIT to Total Asset (X3) =
Total Aktiva
Jumlah Modal Sendiri
4.
Market Value of Equity to Book Value of Debt (X4) =
Jumlah Hutang
Total Penjualan
5.
Sales to Asset Ratio (X5) =
Total Aktiva
Variabel X1, X2, X3 dan X5 bertujuan untuk melihat seberapa besar
modal lancar, laba ditahan, laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dan total
penjualan untuk setiap rupiah aktiva yang dimiliki. Variabel X4 bertujuan
untuk melihat perbandingan antara jumlah modal sendiri dibandingkan
dengan jumlah hutang.
Nilai Z-score dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan
metode Altman yang lazim dipergunakan untuk mengambil keputusan
investasi (Umar, 2005). Persamaan Z-Score adalah :
Z- score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1 X5
Jika
Z-score < 1,81
resiko bangkrut sangat besar
1,81≤ Z-score ≤ 3
tidak
termasuk perusahaan yang
aman ataupun beresiko besar
Z-score > 3
resiko bangkrut kecil
E. Pallet ISPM#15
Bahan baku pallet (Tabel 6) dapat berupa kayu dari hutan /
perkebunan rakyat maupun kayu rawa, karena pallet tidak memerlukan jenis
kayu khusus. Meskipun tidak memerlukan jenis kayu khusus namun atribut
mutu yang harus dipenuhi oleh bahan baku yang digunakan terutama
berkaitan dengan sifat bahan baku yang digunakan. Persyaratan utama yang
harus dipenuhi adalah kayu yang mempunyai kelas awet minimum III dan
24
kelas kuat minimum III, tahan terhadap serangga, tidak lapuk, tidak
mengandung jamur biru, tidak bermata, tidak pecah dengan kadar air
maksimum 15 %. Syarat lain yang harus dipenuhi oleh bahan baku adalah
tidak mudah patah, ringan, mudah dipaku, tidak mudah pecah dan mudah
dikerjakan. Jenis kayu yang berasal dari perkebunan rakyat yang berupa kayu
campuran dikenal dengan nama kayu racuk.
Tabel 6. Bahan baku pallet
No
1
Nama
Sobsi
Jenis Kayu
Kayu Lunak
Tampilan
Putih kecoklatan /
Serat
Kasar
kekuningan
2
Manii
Kayu Sedang
Putih kecoklatan /
Kasar
kekuningan
3
Albasia
Kayu Lunak
Putih / kemerahan
Kasar
4
Jengkol
Kayu keras
Kemerahan
Agak
kasar
5
Mangga
Kayu keras
Putih kekuningan
Lembut
6
Duren
Kayu keras
Merah
Sedang
7
Rambutan
Kayu keras
Merah
Halus
8
Kecapi
Kayu keras
Merah
Halus
9
Meranti
Kayu keras
Merah
Halus
10
Sengon
Kayu keras
Putih kecoklatan
Kasar
11
Nangka
Kayu keras
Putih kuning
Halus
12
Mahoni
Kayu keras
Merah
Halus
Sumber : PT. XYZ, 2007
ISPM#15 merupakan petunjuk yang mengatur standar bahan untuk
kemasan kayu yang digunakan dalam perdagangan dunia, yangditetapkan oleh
FAO pada tahun 2002. Sesuai dengan definisinya ISPM pada dasarnya berisi
standard kerja yang harus dilakukan untuk pengendalian hama dan OPT. Di
Indonesia untuk menjamin penerapapan ISPM#15 diberlakukan juga SMM
ISPM#15 yang disusun oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan).
25
Menurut Barantan (2006a) perlakuan terhadap kemasan kayu yang
digunakan dalam pengiriman komoditas ekspor dilakukan dengan salah satu
dari kedua cara di bawah ini :
1) Pemanasan (Heat Treatment)
Pemanasan harus dilakukan dalam waktu dan suhu yang cukup, sehingga
suhu inti kayu (wood core temperature) mencapai minimal 56 °C selama
sekurang-kurangnya 30 menit dan menurunkan kadar air kayu hingga
setinggi-tingginya 20 %. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan Klin-drying (KD) dan Chemical Pressure Impregnation
(CPI). Produsen pallet ISPM#15 yang menggunakan perlakuan panas
disebut provider.
2) Fumigasi
Untuk fumigasi digunakan metal bromide (CH3Br). Suhu ruangan dan
suhu kayu pada saat fumigasi harus berada di atas 10°C dan fumigasi
dilakukan minimal selama 16 jam. Fumigasi harus dilaksanakan oleh
perusahaan fumigasi yang telah diregistrasi oleh Badan Karantina
Pertanian.
Produsen pallet yang menggunakan perlakuan fumigasi
dinamakan afasid.
Penunjukan sebagai provider diberikan jika perusahaan telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan lulus dalam audit yang dilakukan
oleh Badan Karantina Pertanian melalui Skim Audit Barantan. Untuk setiap
provider dilakukan audit surveilen setiap 6 bulan yang dilakukan oleh Badan
Karantina Pertanian. Jika dari hasil audit tersebut ditemukan penyimpangan,
maka Badan Karantina Pertanian berhak melakukan pembekuan registrasi.
Selanjutnya untuk perusahaan yang beroperasi kurang dari 2 tahun, dilakukan
audit perpanjangan setiap tahun untuk menilai kelayakan untuk perpanjangan
registrasi. Untuk perusahaan yang telah beroperasi lebih dari 2 tahun, audit
perpanjangan dilakukan setiap 2 tahun sekali.
Berdasarkan standar mutu yang ditetapkan oleh ISPM # 15 tersebut,
maka spesifikasi produk yang dihasilkan harus memenuhi standar berikut :
26
1. Kondisi fisik : bebas kulit kayu tidak ada mata mati, tidak lapuk, bebas
jamur, tidak ada retak melebihi 3 cm, tidak ada bekas lubang gerek
serangga atau OPT, menggunakan kayu baru atau fresh wood.
2. Kadar air dalam kayu tidak lebih atau kurang dari 20 %.
3. Perlakuan heat treatment dan atau fumigasi.
4. Legitimasi : terdapat stempel atau marking nomor registrasi sebagai
keabsahan.
Menurut Barantan (2006a), persyaratan teknis yang harus dipenuhi
oleh perusahaan kemasan kayu untuk dapat diregistrasi adalah :
1. Memiliki fasilitas sebagai berikut :
a. Fasilitas perlakuan pemanasan (heat treatment) yang
mampu
memanaskan suhu inti kayu minimal hingga 56°C selama minimal 30
menit.
b. Fasilitas fumigasi sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam
Pedoman Skim Audit Fumigasi Barantan.
c. Fasilitas pendukung produksi, antara lain bengkel/workshop berikut
peralatan untuk membuat kemasan kayu, gudang untuk menyimpan
stock, gedung kantor dan peralatannya, alat transportasi dan fasilitas
lainnya yang diperlukan.
2. Memiliki penanggungjawab teknis dengan kualifikasi sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
b. Memiliki kompetensi di bidang pest control pada kemasan kayu yang
dibuktikan
dengan
sertifikat
pelatihan
yang
diterbitkan
oleh
instansi/lembaga yang berkompeten.
3. Memiliki penanggung jawab sistem mutu dengan kualifikasi berikut :
a. Pendidikan minimal SLTA.
b. Memiliki kompetensi di bidang sistem mutu kemasan kayu yang
dibuktikan
dengan
sertifikat
pelatihan
instansi/lembaga yang berkompeten.
yang
diterbitkan
oleh
Download