TINJAUAN PUSTAKA Tanah gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa Inggris antara lain disebut ‘’ Peat, Bog, atau Fen’’ istilah ini berkenan dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa Kalimantan Selatan (Suku Banjar). Menurut Andriese (1992), gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakan yaitu rawa gambut yang diartikan kadang- kadang sebagai lahan basah. Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral umumnya. Tanah gambut mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan asal, proses pembentukan, dan lingkungannya (Noor, 2001). Gambut dalam taksonomi tanah (Soil Survey Staff, 1975) didefenisikan sebagai (bila tanah tanah yang mengandung bahan tidak mengandung liat) organik atau lebih lebih dari dari 20% 30% (bila tanah mengandung liat 60% atau lebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm. Deposit gambut dijumpai hampir di seluruh dunia dan 60% berada Rusia. Di Kanada dijumpai 136 juta Ha, jerman 2 juta Ha, Swedia 2,4 juta Ha dan Irlandia 1,2 juta Ha (Goeswono, 1983). Menurut Darmawijaya (1990) bahwa tanah gambut didefenisikan sebagai tanah yang mengandung lebih dari 50% lapisan tanah dalam 80 cm, merupakan tanah organik dan bila sudah di usahakan sebagai lahan pertanian. Ketebalannya tidak lebih dari 50 cm. Tanah gambut Universitas Sumatera Utara dengan ketebalan lebih dari 130 cm disebut tanah rawa bergambut dan bila kurang dari 130 cm disebut tanah bergambut dengan klasifikasi sebagai berikut: i) Tanah Gambut, mengandung bahan organik lebih dari 65%. ii) Tanah Bergambut, mengandung bahan organik 35 – 65% iii) Tanah Humus, mengandung bahan organik 12 – 35% Berdasarkan pembentukannya, gambut dibedakan atas : a) Gambut Ombrogen, yaitu gambut yang pembentukannya dipengaruhi curah hujan. Gambut ini tergolong kurang subur, karena terbentuk dari tanaman pepohonan yang kadar kayunya tinggi. Selain itu karena pengaruh pasang surut air sungai atau laut yang tidak mencapai wilayah ini, maka kondisi lahan miskin hara. b) Gambut Topogen, yaitu Gambut yang pembentukannya dipengaruhi keadaan topografi dan air tanah. Gambut ini berada dikawasan tropik dan mempunyai kesuburan lahan relatif lebih baik (Noor, 2001) Lahan gambut dalam keadaan alami selalu tergenang air sepanjang tahun sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan budidaya, kecuali terlebih dahulu diadakan reklamasi. Dengan kondisi alami yang selalu basah maka proses perombakan atau pematangan tanah gambut menjadi terhambat. Oleh karena itu diperlukan perbaikan tata air dengan tujuan memberikan suasana yang kondusif bagi proses perombakan atau pematangan tanah gambut dengan masuknya oksigen. Proses perombakan atau pematangan tanah penting untuk meningkatkan kesuburan tanah (Indranada, 1989). Menurut Soekardi dan Hidayat (1998) dalam Noor (2001) dicatat bahwa luas lahan gambut di Sumatera Utara berada di urutan kedelapan terluas yaitu Universitas Sumatera Utara sebesar 335 ribu hektar (1,8%) dari total 18,48 juta hektar yang terdapat di indonesia. Kedalamannya lahan gambut yang tergolong sangat dalam (tebal antara 4 -12 m) sekitar 3,16 juta hektar, lahan gambut dalam sampai sangat dalam (Tebal antara 2 - 4 m) sekitar 1,30 juta hektar dan lahan gambut dalam campuran dengan jenis tanah lainnya sekitar 4,34 juta hektar (Euroconsult, 1984). Gambut tengahan (1 - 2 m) sebesar 3,721 juta hektar dan gambut dangkal (<1m) sebesar 4,262 juta hektar. Tanah gambut sebagai salah satu contoh dari lahan basah mempunyai banyak permasalahan. Dalam Semilokanas Pengolahan Lahan Gambut untuk Pengembangan Perkebunan mengatakan bahwa umumnya gambut mempunyai reaksi masam sampai sangat masam, kandungan unsur hara berada pada kisaran rendah sampai sangat rendah, dan KTK sangat tinggi sedangkan kejenuhan basanya sangat rendah. Gambut juga mengandung asam- asam organik yang bersifat racun bagi tanaman (Noor, 2001). Susunan kandungan senyawa organik dan hara mineral dari tanah gambut sangat beragam. Tergantung pada jenis jaringan penyusun gambut, lingkungan pembentukan dan perlakuan reklamasi. Senyawa organik utama terdapat dalam gambut antara lain hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Selain senyawa tersebut jugat terdapat senyawa tanin dan resin dalam jumlah kecil. Kadar senyawa polisakarida, hemiselulosa dan tanin menurun relatif cepat jika gambut makin dalam sampai jeluk 40 cm dan selanjutnya menurun sangat kecil, kecuali hemiselulosa dari hutan alami. Selulosa meningkat secara perlahan jika gambut makin dalam kecuali hutan alami (Yonebayashi et al., 1997 dalam Noor, 2001). Tanah gambut tropis mempunyai kandungan mineral yang rendah dengan kandungan bahan organik lebih dari 90 %. Secara kimiawi gambut bereaksi Universitas Sumatera Utara masam (pH dibawah 4). Gambut dangkal memiliki pH lebih tinggi (4,0 – 5,1), gambut dalam (200 – 300 cm), gambut dangkal (50 – 100 cm), gambut tengahan (100 – 200cm), gambut sangat dalam (> 300cm). Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman kelapa sawit karena memiliki rasio C/N yang tinggi (Ardjakusuma dkk, 2001). Kapasitas tukar kation (KTK) gambut adalah tinggi akan tetapi kejenuhan basa (KB) yang rendah menunjukkan adanya status hara yang tidak berimbang. Unsur hara mikro seperti Zn, Cu dan B juga rendah dan beberapa tanaman budidaya pada gambut seperti kelapa sawit sering menunjukan gejala bercak kekuningan (orange fround disease) akibat defesiensi unsur hara (Pangudijatno, 1989). Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada tanah gambut adalah pirit dan asam – asam organik. Setelah mengalami reklamasi maka pH tanah gambut menurun dibandingkan dengan sebelum reklamasi. Kadar N pada tanah gambut relatif tinggi, sedangkan kadar P beragam. Namun sebagian N dan P dalam bentuk organik sehingga memerlukan proses mineralisai untuk dapat digunakan tanaman. Kapasitas Tukar kation (KTK) tanah gambut lebih besar dibandingkan dengan tanah mineral, tetapi nilai KTK perlu dikoreksi oleh faktor perbedaan dalam kerapatan lindak. KTK tanah gambut berdasarkan bobot antara 900 – 200 cmol (+) kg (berat)-1, tetapi berdasarkan volume tanah hanya berkisar 8- 60 cmol (+) kg (volume)-1 (Noor, 2001). Masganti (2003) menulis bahwa sifat kimia tanah gambut seperti tingkat keasaman tinggi merupakan kendala yang harus dihadapi dalam usaha menjadikan tanah tersebut sebagai sumber pangan nasional baru. Hasil penelitian yang Universitas Sumatera Utara dilakukan Masganti menunjukkan efisensi dan efektivitas pemupukan P tanaman jagung lebih tinggi pada tanah gambut saprik dibandingkan tanah gambut fibrik. Hal itu disebabkan oleh daya penyimpanan dan daya penyediaan P dalam tanah gambut saprik lebih tinggi daripada fibrik. Morfologi kelapa sawit Akar Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya berdiameter 6–10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam kedalam tanah dengan sudut beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya 2 - 4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7- 1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener (Pahan, 2007). Akar kuartener tidak mengandung lignin, panjangnya hanya 1- 4 mm dengan diameter 0,1 – 0,3 mm. Biasanya, akar kuartener ini diasumsikan sebagai akar absorpsi utama (feeding root), walaupun hanya sedikit bukti – bukti langsung terhadap pernyataan tersebut. Dari akar tersier juga ada cabang akar yang panjangnya sampai 2 cm dengan diameter 0,2 – 0,8 mm yang dinamakan akar kuartener. Namun sebenarnya akar tersebut lebih tepat disebut “ cabang akar tersier” karena mengandung lignin serta strukturnya lebih tebal dari akar kuartener (Pahan, 2007). Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10 – 15 mm. Pertumbuhan radikula mula – mula menggunakan makanan cadangan yang ada dalam endosperm, yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer, akar primer yang tumbuh dari pangkal Universitas Sumatera Utara batang ribuan jumlahnya. Akar primer yang mati segera diganti dengan yang baru. Diameter akar primer berkisar berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 mm, tetapi kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2- 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 – 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter 0,1 – 0,5 mm dan panjangnya sampai 1 – 4 mm. Akar tersier dan kuarter berjumlah sangat banyak dan membentuk massa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Kelapa sawit tidak memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan bahwa penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar – akar kuarter (Semangun, 2008). Batang Pembengkakan pangkal batang terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga pangkal – pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Dalam satu sampai dua tahun pertama perkembangan batang lebih mengarah kesamping, diameter batang dapat mencapai 60 cm. Setelah itu perkembangan mengarah keatas, sehingga diameter batang hanya sekitar 40 cm, dan pertumbuhan meninggi berlangsung lebih cepat (Semangun, 2008). Pohon kelapa sawit hanya memiliki satu titik tumbuh terminal. Percabangan jarang sekali terjadi, ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical) diselimuti oleh daun – daun muda yang masih kecil dan lembut. Pada ujung batang ini terdapat meristem batang (apical meristem). Pemanjangan batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah 35- 75 mm per tahun. Tingkat Universitas Sumatera Utara pemanjangan sedemikian kecilnya sehingga hanya cukup untuk mengkomodasikan penempelan pangkal daun pada batang. Sehingga walaupun batang mempunyai ruas (internodia), pada batang pohon – pohon dewasa yang daunnya telah rontok hanya terlihat susunan bekas – bekas pangkal daun (Semangun, 2008). Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh – pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parenkim. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana pertumbuhan batang sedikit agak membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya yaitu menghasilkan daun dan infloresen bunga. Seperti umumnya tanaman monokotil, penebalan sekunder tidak terjadi pada batang (Pahan, 2007). Penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas “ penebalan meristem primer” yang terletak dibawah meristem pucuk dan ketiak daun. Pada tahun pertama atau kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu, batang akan mengecil biasanya hanya berdiameter 40 cm tetapi pertumbuhan tingginya menjadi lebih cepat. Umumnya pertambahan tinggi batang bisa mencapai 35 – 75 cm per tahun tergantung pada keadaan lingkungan tumbuh dan keragaman genetik. Laju produksi daun kemungkinan tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan batang. Di Afrika (Pantai gading) yang produksi daunnya terakumulasi pada musim hujan saja, panjang buku (internode) batang pada beberapa progeni berkisar antara 14 – 33 mm. Sementara di Malaysia yang produksi daunnya hampir merata sepanjang tahun rata – rata Universitas Sumatera Utara panjang buku batang berkisar dari 15 mm (tanaman umur 4,5 tahun) dan 25 mm pada tanaman umur 10,5 tahun (Pahan, 2007). Daun Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut : Kumpulan anak daun (leaftlets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib). Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat. Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberikan kekuatan pada batang (Pahan, 2007). Bentuk seludang daun yang terlihat pada daun dewasa sudah tidak lengkap dan merupakan sisa dari perkembangan yang ada. Pada daun yang sedang berkembang, seludang berbentuk pipa dan membungkus daun muda secara sempurna. Namun, karena daun berkembang terus – menerus sedangkan seludang sudah tidak berkembang lagi, serabut – serabut seludang menjadi robek dan tercerai membentuk barisan duri (spine) sepanjang tepi – tepi petiole yang merupakan pangkal dari serabut tersebut. Sejumlah kecil jaringan serabut ini juga dijumpai pada bagian ketiak daun (Pahan, 2007). Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate) beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate) atau menyirip. Misalnya pada bibit berumur lima bulan susunan daun terdiri 5 lanset, 4 berbelah dua, dan 10 berbentuk bulu. Susunan daun kelapa sawit mirip dengan kelapa Universitas Sumatera Utara (nyiur) yaitu membentuk daun menyirip. Letak daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut filotaksis. Daun yang berurutan dari bawah ke atas membentuk suatu spiral dengan rumus daun 1/8. Terdapat dua pola filotaksis yang secara sederhana dapat dikatakan yang satu berputar ke kiri dan yang lain berputar ke kanan (Semangun, 2008). Daun terdiri dari atas tangkai daun (petiole) yang pada kedua tepinya terdapat dua baris duri (spines). Tangaki daun bersambung dengan tulang daun utama (rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri – kananya terdapat anak – anak daun (pinna pinnata), tiap anak daun terdiri atas tulang anak daun (lidi) dan helaian daun (lamina). Anak daun yang terpanjang (pada pertengahan daun) dapat mencapai 1,2 m. Jumlah anak daun dapat mencapai 250 – 300 helai per daun. Jumlah produksi daun adalah 30 – 40 daun per tahun pada pohon – pohon yang berumur 5 – 6 tahun setelah itu produksi daun menurun menjadi 20 – 25 per tahun (Semangun, 2008). Bunga Tanaman kelapa sawit dilapangan mulai berbunga pada umur 12 – 14 bulan sebagian dari tandan bunga akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah antesis. Seperti yang telah disinggung di muka kelapa sawit adalah tumbuhan berumah satu (monoecious) artinya karangan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon tetapi tempatnya berbeda. Semua bakal karangan bunga berisikan bakal bunga jantan maupun betina, namun pada pertumbuhan dini salah satu jenis kelamin menjadi rudimenter dan berhenti tumbuh sehingga berkembang adalah jenis kelamin yng satu lagi. Dengan demikian sebenarnya kelapa sawit bukan monoecious sejati. Selanjutnya karangan bunga jantan dan Universitas Sumatera Utara betina pada satu pohon biasanya tidak “ matang’’ pada saat bersamaaan sehingga bunga betina pada satu pohon diserbuki oleh serbuk sari dari pohon lain. Oleh karena itu ditinjau dari penyerbukannya (polinasi) kelapa sawit menyerupai tumbuhan berumah dua (dioecious) (Semangun, 2008). Karangan bunga tumbuh dari ketiak daun (axil) semua ketiak daun menghasilkan bakal karangan bunga tetapi sebagian di antaranya mengalami aborsi pada stadium dini sehingga tidak semua ketiak daun menghasilkan tandan bunga. Sejak terbentuknya bakal karangan bunga (primordia) sampai terlihatnya karangan bunga pada pohon dibutuhkan waktu sekitar matang untuk penyerbukan sekitar 33 – 34 bulan (Semangun, 2008). Bunga kelapa sawit merupak bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Bunga jantan maupun bunga betina mempunyai ibu tangkai bunga (peduncle/rachis) yang merupakan struktur pendukung spikelet. Umumnya dari pangkal rachis muncul sepanjang daun pelindung (spathes) yang mebungkus infloresen sampai dengan saat – saat menjelang terjadinya anthesis. Dari rachisb ini terbentuk struktur triangular bract yang kemudian membentuk tangkai – tangkai bunga (spikelets) (Pahan, 2007). Infloresen dibedakan berdasr morfologi spikelet walupun infloresen digolongkan sebagai “ jantan dan betina” kenyataannya infloresen betina juga menghasilkan bunga jantan sedangkan infloresen jantan biasanya mempunyai beberapa bunga betina pada bagian dasar spikelet. Berdasarkan irisan bunga yang belum mekar (immature) infloresen jantan dan infloresn betina berasal dari satu Universitas Sumatera Utara struktur yang sama. Inisasi primordia stamen (organ jantan) dan karpel (organ betina) terbentuk secara bersamaan (Pahan, 2007) Buah Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagi buah drupe terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp (yang secara kaprah biasanya disebut pericarp) dan endocarp (cangkang) yang mebungkus 1- 4 inti/ kernel (umumnya hanya satu inti). Inti memiliki testa (kulit) endosperm yang padat dan sebuah embrio. Berdasarkan tipe buah yang abnormal dikenaljuga jenis kelapa sawit poissoni dan diwakka wakka mempunyai dua lapisan daging buah yang menyelimuti buah utama. Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan androecium bunga betina dan di dalamnya kadang – kadang dijunpai struktur yang sifat mirip dengan cangkang dan kernel (Pahan, 2007). Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe) menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600 berbuntuk lonjong sampai membulat. Panjang buah 2 – 5 cm, beratnya sampai 30 gram bagian – bagian buah terdiri atas eksokarp (exocarp) atau kulit buah, mesokarp (mesocarp) atau sabut dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp (pericarp). Biji terdiri dari atas endokarp (endocarp) atau cangkang dan inti (kernel) sedangkan inti sendiri terdiri dari atas endosperm (endosperm) atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plamula) haustorium dan bakal akar (radikula) (Semangun, 2008). Bagian – bagian buah yang menghasilkan minyak adalah (1) mesokarp, yang mengandung minyak kelapa sawit (crude palm oil/ CPO) dan (2) inti yang Universitas Sumatera Utara mengandung minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil/ PKO). Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk panen) sekitar lima setengah bulan setelah terjadinya penyerbukan (Semangun, 2008). Budidaya Kelapa sawit Pembibitan Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah pemulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman dilapangan, sedangkan bibit unggul merupakn modal dasar dari perusahaan untuk mencapai produktivitas dan mutu kelapa sawit yang tinggi. Untuk memperoleh bibit yang benar – benar baik, sehat, seragam harus dilakukan sortasi yang ketat. Keberhasilan penanaman kelapa sawit yang dipelihara selam 25 tahun di lapangan tidak luput dari sifat – sifat bahan atau bibit yang dipakai (Semangun, 2008). Pembibitan adalah suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan biji atau benih menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Pada beberapa jenis tanaman termasuk kelapa sawit proses pembibitan diperlukan karena dipandang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan pennanaman benih langsung dilapangan (Semangun, 2008). Sistem pembibitan kelapa sawit terdiri dari sistem pembibitan di lapangan dan sistem pembibitan di kantong plastik polythene (polibag). Umumnya pembibitan dilapangan tidak dipakai lagi karena memerlukan areal yang luas dan perawatan yang lebih intensif pada fase – fase awal pennanman kecambah. Selain itu pemindahan tanaman dari pembibitan dan transportasi bibit ke lapangan akan lebih sulit karena bibit harus di- puter (bowling) (Pahan, 20007). Universitas Sumatera Utara Penanaman Pembuatan larikan tanaman cukup mudah karena letak ajir tanaman sangat beraturan. Letak ajir tanaman dapat berbentuk segiempat (bujr sangkar) atau segitiga sama sisi. Arah larikan tanaman kelapa sawit pada dasarnya adalah Utara – Selatan pada tanah datar atau relatif datar, sedangkan pada areal berbukit arahnya mengikuti garis kountur. Jarak tanam kelapa sawit 9 x 9 x 9 m yang menghasilkan populasi 142 – 143 pohon/ Ha. Jarak tanam dianggap standar jadi prakteknya dapat divariasikan menurut kondisi lahan (jenis tanah, bahan baku tanam (bibit), faktor – faktor iklim. Variasi jarak tanam dan konsekuensinya pada jarak tanam 9 x 9 x9 m jarak antar tanaman dalam barisan 9 m dengan jarak antar barisan 7,8 m (Semangun, 2008). Pada pelaksanaanya mula – mula dibuat garis lurus yang berfungsi sebagai baris awal. Baris awal ini di tandai dengan pancang tanaman berjarak 9 m. Ini mewakili larikan tanaman yang pertama kemudian disediakan tali plastik atau rantai besi yang panjang nya 18 m dan ditengah – tengahnya diberi tanda pancang (pasak). Untuk memudahkan kedua ujung tali plastik ditancapkan ke tanah pada posisi pohon pertama dan kedua dari baris awal dan kemudian tali plsatik direntang sampai tegang dengan memegang pancang pada titik tengah ke arah larikan tanaman kedua (Semangun, 2008). Pemupukan Salah satu tindakan yang amat penting dalam kultur teknik tanaman kelapa sawit adalah pemupukan. Tujuan pemupukan adalah menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah agar tanman dapat menyerap sesuai kebutuhan. Pemupukan harus dilakukan secara teratur menurut bagan pemupukan Universitas Sumatera Utara sedangkan bagan pemupukan dibuat berdasarkan hasil percobaan pemupakan tanaman kelapa sawit pada jenis tanah tertentu (Semangun, 2008). Untuk areal TBM (Tanaman belum menghasilkan) pada umur satu bulan pupuk Za diberikan dengan penaburan secara merata sampai sekitar 3 – 40 cm dari pangkal batang. Untuk bulan – bulan selanjutnya ZA, RP, MOP, dan Kieserit ditaburkan secara merta sampai sejauh lebar tajuk, sedangkan pupuk borat (HGF Borate) diberikan penaburan merata pada ketiak pelepah daun pada lingkar kesatu dan kedua sesudah daun tombak (daun teratas). Jika umur TBM hanya berlangsung 30 bulan, Pemupukan bulan ke- 32 tidak dilaksanakan dan berlaku pedoman pemupukan untuk areal TM (Semangun, 2008). Untuk areal TM (Tanaman menghasilkan) berumur kurang dari 8 tahun pupuk urea dan ZA ditabur merata mulai sejauh 50 cm dari pangkal batang sampai pinggir piringan. Pupuk lainnya (MOP, Kieserit, dan RP) ditabur merata mulai dari jari – jari 1 m sampai 2,50 m dari pangkal batang. Untuk tanaman yang berumur 8 tahun atau lebih pupuk ZA, MOP, dan Kieserit ditabur merata mulai dari jari – jari 2,5 m dari pangkal batang. Pupuk RP disebar di gawangan pada tanaman umur 8 tahun atau lebih pupuk MOP dapat diganti dengan abu janjangan dengan dosis 1,5 – 2 kali lipat MOP penyebaranya dengan MOP (Pahan, 2007). Pengendalian hama dan penyakit Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi tandan buah segar adalah adanya serangan hama, penyakit, dengan persaingan dengan gulma. Dengan cara pemantauan atau pengamatan dengan memakai GIS (Global Information System) dapat dipetakan dengan cepat status serangan hama, penyakit, dan gulma serta monotoring efikasi pengendalianya. Dari setiap blok Universitas Sumatera Utara bahkan setiap tanaman dipetakan berdasarkan status serangan akibat dilakukan aplikasi pestisida pada interval tertentu misalnya sekali tiap tiga bulan (Semangun, 2008) Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Integrated Pest Management) Berkembang pesat dan diterapkan secara meluas setelah timbulnya kesadaran yang lebih mantap tentang bahaya – bahaya yang diakibatkan penggunaan pestisida secara tidak bijaksana serta dampaknya yang sangat negatif terhadap kelestarian lingkungan. Prinsip PHT adalah memadukan berbagai langkah mencakup: (1) Pencegahan kemungkinan timbulnya serangan organisme penggangu tumbuhan (OPT), (2) Menekan perkenmbangan populasi organisme penggangu tanman bila serngan timbul juga, (3) Pengambilan langkah – langkah pemberantasan bila populasi hama pengganggu berkembang kearah terjadinya ledakan (ekplosi) (Semangun, 2008). Pemeliharaan tanaman Pemeliharan tanaman secara optimal dilakukan mulai dari pembibitan (penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit). Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) pengendalian gulma di piringan , hama dan penyakit, pemupukan dan membangun tanamn pentup tanah kacangan. Sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) pengendalian gulma di piringan, hama, dan penyakit “ memburu” alang – alang dan mikania, membabat gawangan, pemupukan, memelihara parit drainase dan jalan pengangkutan (Semangun, 2008) Pemeliharan pembibitan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan program pembibitan. Tanpa pemeliharaan yang baik, bibit yang Universitas Sumatera Utara unggul sekalipun tidak akan bisa mengekspresikan keunggulan dan semuanya akan sia – sia (Pahan, 2007). Panen dan Produksi Persiapaan panen merupakan pekerjaan mutlak yang dilakukan sebelum TBM dimutasikan menjadi TM. Persiapan panen yang baik tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal – hal yang perlu dilakukan di dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah yaitu (1) persiapan kondisi areal, (2) penyedian tenaga potong buah, (3) pembagian seksi potong buah dan (4) penyediaan alat – alat kerja (Pahan, 2007). Dalam melaksanakan pekerjaan panen, para pemanen dapat diorganisasikan dengan pembentukan tim – tim pemanen. Tiap tim terdiri dari 2 – 3 orang dari setiap tim bagian pekerjaan mulai dari penentuan tandan – tandan yang akan dipanen sampai pelaksanaanya kemudian dilakukan pengangkutan hasil panen ke TPH. Dengan cara ini tiap tim yang terdiri dari dua orang akan mampu mengerjakan dua petak secara lebih dan efesien daripada bila kedua petak tersebut dikerjakan sendiri – sendiri (Semangun, 2008) Manajemen lahan gambut Pengaturan tata air Dalam suplai / penyerapan air tanah ada dua fenomena yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan kecukupannya, yaitu : i. Pada kondisi jenuh (tegangan air rendah) dalam periode lama, akan terjadi defisiensi oksigen yang mengganggu respirasi akar. ii. Laju adsorbsi air akan rendah apabila kadar air tanah mendekati koefisien layu (tegangan air tinggi). Universitas Sumatera Utara Jumlah tenaga pancaran matahari (panjang hari) sangat berkaitan dengan awan serta curah hujan yang turun. Makin banyak awan atau makin tinggi curah hujan, penyinaran matahari biasanya makin pendek. Dan ini akan berarti keadaan air dalam tanah akan makin baik (bercukupan) akan tetapi keadaan penyinaran matahari yang diterima tanaman akan makin kurang, padahal sinar matahari sangat diperlukan pula dalam tanaman (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988). Sesuai kondisi pembentukan tanah gambut, yang terbentuk di dataran rawa menyebabkan tanah ini mengalami penggenangan secara permanen, sehingga pertanian tanah yang kering tidak mungkin dapat dilakukan bila tidak dilakukan usaha pembuangan air (drainase). Dalam keadaan alami lahan gambut selalu basah dan sebagaian secara permanen dalam keadaan tergenang air. Sifat dan keadaan tata air lahan gambut dipengaruhi oleh perilaku pasang surut sungai/ laut, iklim, dan topografi. Perilaku pasang surut adalah manifestasi pengaruh gaya tarik benda – benda langit sehingga secara silih berganti terjadi pasang dan surut. Dalam hal ini, secara berkala terjadi pasang tunggal atau pasang tinggi (spring tide) sebanyak dua kali setiap sebulan yaitu pada hari ke – 1 (bulan mati) dan ke – 14 (bulan purnama). Pada rentang waktu antara dua pasang tinggi terjadi pasang ganda (neap tide) dengan ketinggian air yang berfluktuasi menurut hari dan jam. Pasang ganda terjadi dua kali dalam 1 x 24 jam. Perbedaan ketinggian air antara pasang tertinggi (high tide) dan surut terendah (low tide) berkisar 2,0 – 2,5 m (Noor, 2001). Ketinggian air tanah di lahan gambut pasang surut sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan permukaan air di lahan gambut dapat mencapai 0,5 m diatas permukaan tanah. Tetapi pada musim kemarau dapat turun mencapai 1,5 m Universitas Sumatera Utara dibawah permukaan tanah. Muka air di pusat kubah lahan gambut ombrogen serawak antara April – Oktober mencapai 19 cm dan di bagian pinggir hanya 10 cm. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan topografi dan laju aliran limpas dari wilayah pusat kubah ke wilayah pinggir. Sekalipun laju aliran limpas dan pergerakan lateral di lahan gambut cukup tinggi, tetapi aliran air secara vertikal dan lateral melalui gambut sangat lambat (Rieley et al, 1996). Teknik menjaga kelembaban tanah gambut Kelembaban tanah gambut pada tanaman perkebunan kelapa sawit, gambut harus dipertahankan dan jangan sekali – kali membiarkan lahan gambut dalam keadaan kering sehingga gambut akan berubah sifat fisknya menjadi keras seperti pasir dan tidak dapat menyerap air lagi, memiliki sifat tidak balik (Irreversibel). Didaerah bergelombang, drainase tanah lebih baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan suhu) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan cepat. Di daerah yang berlereng curam kadang – kadang terjadi terus – menerus erosi permukaan sehingga terbentuklah tanah – tanah dangkal (Noor, 2001). Tingkat kelembaban gambut ini perlu diperhatikan, karena dengan tingkat kematangan ini sifat fisik dan kimia tanah akan lebih baik bila sudah lanjut. Tingkat kelembaban gambut ditentukan oleh tingkat pelapukan dan sifat bahan tumbuhan yang menyusunnya. Gambut yang berasal dari bahan kayu umumnya lebih baik daripada yang berasal dari hutan bambu atau hutan palma (Noor, 2001). Universitas Sumatera Utara Pembuatan saluran drainase Dalam mengusahakan tanah gambut untuk pertanian yang harus ditur adalah letah muka air tanah atau ketinggian air tanah (water stand). Permukaan air tanah untuk tanah organik adalah sekitar 40 – 60 cm. dari atas permukaan tanah kebawah. Tanah gambut mempunyai sifat memegang air sanagt tinggi baik atas dasar volume maupun berat isi. Kebanyakan air tertahan dalam pori – pori kasar (air gravitasi) atau dalam pori – pori halus sehingga tidak tersedia dan tidak dapat dipergunakan untuk melarutkan zat – zat hara yang diperlukan oleh tanaman. Dengan demikian hara yang ada pada lapisan gambut menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Munir, 1984). Sifat menahan air yang tinggi menyebabkan tanah gambut akan mengkerut bila kering dan yang tinggal adalah sisa – sisa bahan – bahan vegetasi atau tanaman yang mudah terbakar. Mantel air terletak pada pasir semu yang tidak akan basah kembali bila diberi air dan kandungan air bersifat physical dan tanah demikian bersifat irreversible. Penggunaan tanah gambut untuk pertanian harus dilakukan perbaikan drainase. Pembuatan saluran drainase dimaksudkan untuk memperlancar proses oksidai, humifikasi, menaikan pH tanah dan mengatur tinggi rendahnya air tanah (Munir, 1984). Perbaikan drainase akan menyebabkan terjadinya penyusutan volume tanah. Besarnya penyusutan (subsidence) dipengaruhi lebar dan dalamnya saluran, bahan pembentuk gambut dan tingkat pelapukan. Untuk daerah pasang surut tipe A, B, C, D, pembuatan saluran menjadi sangat penting. Naik turunya air di dalam saluran sebagai akibat tarikan dan dorongan pasang surut sangat menguntungkan daerah Histosol. Pada waktu penggenangan zat asam menjadi terlarut dan pada Universitas Sumatera Utara waktu surut terbawa kedalam saluran untuk selanjutnya masuk kedalam sungai/ laut. Sebaliknya air sungai basa dapat masuk kedalam tanah gambut pada waktu pasang dan bereaksi. Proses yang terjadi dapat mengubah baik tingakat pelapupukan maupun pertukaran unsur – unsur atau masuknya energi baru yang diperlukan tanaman terutama garam – garam (Munir, 1984). Amandemen Kapur Dolomit Perbaikan pH tanah bisa dikatakan telah menyelesaikan 50% masalah kesuburan tanah pada tanah masam. Cara yang efektif untuk meningkatkan pH adalah memberikan dolomit. Pada dolomit struktur kristalnya lebih kasar sehingga akan terurai dan bereaksi lebih lama daripada kalsit. Jika pH belum diketahui dibutuhkan minimal 4 ton / ha. Idealnya pengapuran dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Tujuannya agar tersedia cukup waktu bagi kapur untuk bereaksi dengan tanah. Jumlah kapur yang diberikan sangat tergantung pada nilai KTK dan pH tanah. Semakin tinggi KTK semakin banyak kapur yang harus ditambahkan (Novizan, 2002). Pemberian 4 ton dolomit per hektar dapat menaikkan pH dari 3,3 menjadi 4,5 – 4,8 dan meningkatkan kejenuhan basa dari 23% menjadi 35,6%, kejenuhan basa yang ideal bagi tanaman budidaya berkisar 30%. Pemberian Cu (50 ppm) selain dapat meningkatkan berat kering padi juga dapat menurunkan kadar asam – asam organik yang meracun tanaman hingga 68 – 80% (Kasworo et al, 1994 dalam Novizan, 2002). Kapur dolomit berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan. Dikenal sebagai bahan untuk menaikkan pH. Dolomit adalah sumber Ca (30%) dan Mg Universitas Sumatera Utara (19%). Kelarutannya agak rendah dan kualitasnya ditentukan oleh ukuran butir. Semakin halus butirannya akan semakin baik kualitasnya (Novizan, 2002). Pengolahan kapur dolomit ini sebenarnya tidak sulit karena tidak perlu dibakar seperti halnya kapur tohor. Bahan bakunya langsung digiling halus dalam mesin pemecah batu. Kadar air kapur ini maksimal 5%. Kandungan kalsium oksida dan magnesium oksidanya 47% serta kalsium karbonat dan magnesium karbonat 85%. Berikut ini dosis dolomit untuk menetralkan tanah masam sampai pH 5.02. Tabel 1. Dosis dolomit yang perlu untuk menetralkan pH tanah pH Tanah Dosis Dolomit pH Tanah Dosis Dolomit (ton / ha) (ton / Ha) 4,0 10,24 5,1 5,02 4,1 9,7 5,2 4,54 4,2 9,28 5,3 4,08 4,3 8,82 5,4 3,60 4,4 8,34 5,5 3,12 4,5 7,87 5,6 2,65 4,6 7,39 5,7 2,17 4,7 6,91 5,8 1,69 4,8 6,45 5,9 1,23 4,9 5,98 6,0 0,75 5,0 5,49 (Lingga dan Marsono, 2000). Lumpur Laut Air laut mengandung berbagai garam. Utamanya garam dapur (NaCl), disamping itu terdapat juga garam lain berupa kombinasi kation basa ( K, Ca, dan Mg) dan anion sulfat, bikarbonat dan klor. Kandungan ion tersebut dapat mencapai > 500 me /L, suatu kondisi tingkat kegaraman yang sangat jauh Universitas Sumatera Utara diatas kondisi tanah pertanian umumnya. Dampak yang timbul jika lumpur laut terangkut kelahan pertanian adalah : i. Kandungan garam terlarut yang sangat tinggi, baik berupa nutrisi maupun yang bersifat toksik bagi tanaman (terutama boron), menyebabkan keracunan bagi tanaman secara umum, dimulai dari pecah dan busuknya jaringan akar. ii. Suasana lumpur laut yang reduktif dapat menyebabkan rusaknya sistem perakaran tanaman yang masih tersisa karena ketersediaan oksigen menjadi sangat terbatas. iii. Peruraian bahan organik yang semula tertahan akibat kelangkaan oksigen dilumpur sewaktu ada di laut dapat menjadi lebih cepat bilamana cukup tersedia sinar matahari dan adanya aliran air segar. Dalam suasana reduksi, besi yang semula memberikan warna kecoklatan pada bahan endapan berubah menjadi besi reduksi yang sifatnya larut yang berwarna hijau cerah. Pada suasana reduktif dan kaya bahan organik, lumpur laut akan berwarna kelabu gelap sampai kehitaman. Tahapan reduksi berikutnya menyebabkan sulfat yang terdapat dalam air laut juga dapat reduksi menjadi sulfida, suatu ciri bau busuk bila lumpur laut tersebut diusik atau terekspose ke udara (Azwar, 2005). Garam- garam yang terhidrolisis akan menyebabkan perubahan pH dan ini akan mempengaruhi kelarutan garam mudah larut. Pengaruh garam yang ditambahkan kedalam sistem tanah memberikan pengaruh beragam pada kelarutan senyawa fosfat. Klorida – klorida alkali mengurangi kelarutan fosfat pada tanah berkapur melalui interaksi dengan kalsium karbonat (Poerwidodo, 1999). Universitas Sumatera Utara Bjerreguard, dalam Yulianto, (1999) menyatakan bahwa dalam era industrial limbah logam kadmium yang dibuang ke dalam lingkungan tercata sangat meningkat selam lima puluh tahun terakhir. Kadmium hadir dalam lingkungan laut berasal dari bermacam sumber. Wilayah pantai khususnya yang mendapat cukup besar. Pupuk Hayati Pupuk Hayati Penambat Nitrogen Pupuk biologi yaitu kultur mikoorganisme yang digunakan untuk menginokulasi tanah, biji, atau bagian tanaman yang bertujuan untuk memperbaiki status unsur hara tanaman. Contoh yang paling dikenal adalah inokulum Rhizobium yang digunakan untuk menstimulasi pengikatan N2 pada tanaman Leguminosa. Dijumpai lagi berbagai jenis pupuk mikroorganisme yang bertujuan untuk memperbaiki nutrisi fosfat seperti pelarut fosfat. Ektomycorrhiza, endomychoriza dan mikroorganisme yang berperan untuk memperbaiki nutris kalium (glico bakteri) (Sutedjo dan Kertasapoetra, 1991). Keberadaan mikroorganisme di dalam tanah sangat penting karena mempunyai peranan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah. Peranan mikroorganisme dalam tanah antara lain : daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan hara untuk dimanfaatkan tanaman dan lain- lain. Mikroorganisme yang lain mempunyai peranan dalam proses dekomposisi bahan organik dan secara simultan membentuk senyawa baru. Meskipun demikian cukup banyak mikroorganisme merupakan penyakit atau parasit atau bersifat antagonis (Sutanto, 2002). Universitas Sumatera Utara Saat ini penggunaan mikroba tanah sebagai pupuk biologi telah berkembang yaitu pemakaian inokulum yang mengandung sel - sel hidup dari mikroba penambat N, pelarut fosfat, perombak selulosa, dan lainya, termasuk sumber organik lainnya yang mempercepat proses – proses mikrobiologi tertentu di dalam tanah untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman (Hanafiah, 1994 dalam Razali 2002). Metoda langsung merupakan usaha untuk merubah jumlah dan aktifitas suatu kelompok organisme tertentu, seperti inokulasi biji atau akar dengan mikroba tertentu. Masalah utama dari penggunaan inokulum ini adalah jaminan terhadap kelangsungan hidup dari mikroorganisme yang diinokulasikan antara lain disebabkan kompetisinya dengan jasad hidup natif (yang sudah ada didalam tanah), ataupun ketersediaan sumber energi (makanan) yang terbatas. Untuk itu inokulum yang digunakan hendaklah mengandung mikroba yang kompetitif, sedangkan masalah energi dapat diatasi dengan memberikan amandemen organik pada waktu inokulasi (Hanafiah, 1992). Apabila jaringan tanaman didalam tanah terdekomposisi karena kegiatan bermacam – macam mikroorganisme, maka akan dihasilkan bermacam – macam senyawa organik dan anorganik. Karbohidrat dan protein dengan mudah terdekomposisi menjadi fosfat (PO4), sulfat (H2SO4), nitrat (NO3), amoniak (NH3), karbondioksida (CO2), air (H2O), dan beberapa unsur lainnya. Minyak, lemak dan lilin relatif sukar terdekomposisi. Biasanya pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri menghasilkan asam – asam. Variasi pH yang cukup ekstrim menunjukkan adanya masalah dalam proses dekomposisi (Sutanto, 2002). Universitas Sumatera Utara Mikoriza Vesicular Arbuscular (MVA) Hubungan yang saling menguntungkan antara cendawan dengan tumbuhan tingkat tinggi disebut dengan mikoriza. Mikoriza merupakan suatu struktur sistem perakaran yang termasuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutulis antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Istilah mikoriza sering digunakan untuk menjeleskan hubungan saling ketergantungan antara tanaman inang yang menerima hara mineral dan cendawan yang memperoleh senyawa speskarbon dari hasil fotosintesis tanaman inang. Asosiasi yang saling menguntungkan antara cendawan dari Glomales (zygomycetes) dengan tanaman inang disebut asbuskular atau cendawan vesicular asbuskular mikoriza yang paling banyak terjadi pada spesies tanaman karena penting dan sangat berperan dapat meningkatkan status hara tanaman mikotropik pada tanah dengan konsentrasi hara yang terbatas, khususnya fosfat (Lambais dan Mehdi, 1995). Secara umum tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik daripada tanaman tanpa mikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1990). Keadaan tergenang akan mengurangi infeksi mikoriza karena menyebabkan suasana anaerob yang tidak sesuai bagi jamur untuk bertahan dan berkembang sedangkan pada kelembaban rendah akan menghambat perkembangan spora (Nelson and Safir, 1982) melaporkan bahwa kekeringan tidak menghambat pertumbuhan mikoriza namun meningkatkan perkembangan Universitas Sumatera Utara akar lateral dan setelah pembasahan kembali laju pemanjangan akar dan jumlah mikoriza meningkat dengan cepat. Ada indikasi tanggap tanaman pada serapan P terhadap MVA, kandungan P pada tanaman bermikoriza umumnya lebih tinggi daripada tanaman bermikoriza dan ada keserupan pengaruh inokulasi MVA dengan pemberian pupuk P pertumbuhan tanaman di tanah dengan P tersedaia rendah sampai sedang (Mosse, 1981). Diantaranya unsur P terdapat hubungan terbalik antara ketersediaan P tanah dengan derajat infeksi dan berlimpah spora (Gianinazzi Pearson dan Diem, 1982). Mosse (1981) menyatakan bahwa kadar P yang tinggi dapat menyebabkan permeabilitas dan eksudasi akar menurun. Hal ini di duga menjadi penyebab terhambatnya perkecambahn mikoriza pada akar tanaman inang. Kadar N yang tinggi juga akan menghambat infeksi mikoriza (Daniels and Menge, 1981). Menurut Abbot and Robson (1991) setiap spesies MVA mempunyai kemampuan spesifik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang kekurangan fosfor, paling tidak ada empat faktor yang berhubungan dengan kemampuan spesifik (efektifitas) dari suatu spesies MVA, yaitu i. Kemampuan MVA untuk membuat hifa yang efektif dan penyebaran hifa yang baik di dalam tanah. ii. Kemampuan MVA untuk membentuk infeksi yang ektensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang pada suatu tanaman. iii. Kemampuan dari hifa MVA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah iv. Umur dari proses transport mekanisme sepanjang hifa kedalam akar tanaman Universitas Sumatera Utara