1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan menyebabkan kematian sebanyak 3,2 juta jiwa. WHO memprediksi akan terjadi peningkatan menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030. Berdasarkan data PT Askes Persero (2012), DM termasuk diagnosa yang menghabiskan porsi biaya pelayanan kesehatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010, penyakit ini menghabiskan biaya sebesar Rp 58,7 milyar untuk pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan (6,5% dari total biaya rawat jalan). Jumlah penderita DM sebanyak 292.715 jiwa, atau 1,8% dari total peserta Askes Sosial (PT Askes, 2012). Tata laksana DM meliputi penatalaksanaan non farmakologi seperti pengaturan pola makan dan olahraga serta terapi obat dengan menggunakan insulin maupun obat antidiabetes oral (Depkes RI, 2005). Penatalaksanaan DM yang tidak tepat menyebabkan glukosa darah pasien menjadi sulit terkontrol 1 2 sehingga dapat meningkatkan biaya terapi pasien dan menimbulkan munculnya berbagai komplikasi diabetik (Kocurek, 2009; Salas, dkk, 2009). Salah satu komplikasi kronik dari diabetes melitus adalah hipertensi. Prevalensi hipertensi pada penderita dengan diabetes ditemukan 1,5-3 kali lebih tinggi dari pada mereka tanpa diabetes (Arauz-Pacheco et al.,2002; ADA, 2004) Hipertensi diketahui mempercepat dan memperberat penyakit akibat diabetes seperti penyakit jantung koroner, stroke, nefropati diabetik, retinopati diabetik, dan penyakit kardiovaskular akibat diabetes, yang meningkat dua kali lipat bila disertai hipertensi (Barnett et al., 2000). DM merupakan salah satu penyakit kronis, terapi terdiri dari beberapa obat dan pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Hal tersebut dapat menimbulkan Drug Related Problems (DRP). Berdasarkan penelitian Cipolle dkk., (2013) bahwa dari 11.792 pasien, 95% mendapat terapi polifarmasi, hal tersebut meningkatkan angka kejadian DRP, untuk mencegah kejadian DRP maka diperlukan peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian dan diperlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya maupun dengan pasien. Penelitian di Provinsi NTB tahun 2012 tentang pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit menunjukkan persentase pencapaian standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit masih kurang dari 75% (Sidrotullah, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan di RSUD Wangaya, Denpasar, pelayanan kefarmasian oleh apoteker belum berjalan optimal karena informasi yang didapatkan oleh pasien baru sebatas cara dan aturan pakai 2 3 obat. Hal tersebut menunjukkan masih terdapat kendala dalam pelayanan kefarmasian pada penyakit DM. Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat suatu program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) yang merupakan suatu sistem tata laksana pelayanan kesehatan dan edukasi kesehatan bagi peserta Askes Sosial yang menderita penyakit DM tipe 2 agar mencapai kualitas hidup yang optimal secara mandiri (PT Askes Persero, 2012). Dalam pelaksanaan program ini diperlukan peran apoteker. Di California Utara, program PROLANIS DM dilakukan oleh apoteker terlatih yang bertugas meresepkan dan menyesuaikan obat bagi pasien DM. Apoteker juga merujuk pasien untuk pemeriksaan laboratorium, memberikan pendidikan dan memastikan kadar glikemik (Yu et al., 2013). Pada pasien DM, salah satu kegagalan untuk mengontrol gula darah dalam jangka panjang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan serta ketidakpatuhan pasien. Salah satu pelayanan kefarmasian yang harus diberikan terkait dengan penggunaan obat dalam jangka panjang adalah Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dapat menangani masalah terkait obat mencakup pengkajian obat yang harus sesuai dengan diagnosa, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan alternatif terapi. PTO menunjang Penggunaan Obat Rasional (POR) yang mengacu pada 4T dan IW, yang meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan cara penggunaan, serta waspada efek samping obat (Menkes RI, 2011). 3 4 Dalam pelaksanaan PTO diperlukan suatu edukasi oleh apoteker untuk meningkatkan kepatuhan pasien mengenai pengobatan. Tujuan dilakukan edukasi, yaitu agar dapat mengubah pola pikir dan kepatuhan pasien dengan memberikan pengertian ataupun pengetahuan tentang obat dan penyakit. Pengetahuan yang dimilikinya diharapkan dapat menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup pasien yang pada akhirnya akan merubah perilakunya serta dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang dijalaninya (Ditjen Bina Farmasi & Alkes, 2009). Edukasi terbukti penting diberikan dalam usaha meningkatkan pengetahuan, kepatuhan, dan kontrol glikemik pada pasien DM (Chumney et al., 2006). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap perbaikan profil gula darah dan tekanan darah serta tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena besarnya manfaat edukasi pada pasien DM dan edukasi belum dilaksanakan oleh Apoteker di RSUD Wangaya, Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana pengaruh pemberian edukasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi terhadap perbaikan tingkat pengetahuan pasien? 4 5 1.2.2 Bagaimana pengaruh pemberian edukasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi terhadap perbaikan profil gula darah sewaktu dan tekanan darah? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi terhadap perbaikan profil gula darah, tekanan darah dan tingkat pengetahuan pasien, di Poliklinik Penyakit Dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya, Denpasar di Era JKN. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien setelah pemberian edukasi 2. Untuk mengetahui perbaikan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi setelah pemberian edukasi. 3. Untuk mengetahui perbaikan tekanan darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi setelah pemberian edukasi. 5 6 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini bermanfaat untuk mendukung PROLANIS yang merupakan suatu sistem tata laksana pelayanan kesehatan dan edukasi kesehatan bagi peserta Askes Sosial yang menderita penyakit DM tipe 2 di era JKN. 2. Memberikan rekomendasi pada apoteker sebagai tenaga kesehatan dalam melaksanakan edukasi sebagai salah satu bagian dari pelayanan kefarmasian untuk menunjang keberhasilan terapi pengobatan, meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan efek samping pengobatan. 3. Penelitian ini bermanfaat bagi pasien yang memperoleh edukasi yang akan meningkatkan pengetahuan pasien mengenai suatu penyakit, sehingga hal tersebut dapat menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup pasien yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang dijalaninya. 6