BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semangka Sistematika semangka: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Citrullus Species : Citrullus vulgaris Schard (Rukmana, 1994) Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupakan salah satu buah yang sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru dunia, mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke Amerika. Semangka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat jus. Biji semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan isinya sebagai kuaci. Buah semangka memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair berwarna merah atau kuning (Prajnanta, 2003). Universitas Sumatera Utara Semangka termasuk jenis tanaman menjalar atau merambat. Helai daun menyirip, permukaan daunnya berbulu, bentuk daun mirip jantung di bagian pangkalnya, ujung meruncing, tepinya bergelombang dan berwarna hijau tua. Tanaman semangka menghasilkan 3 macam bunga, yaitu bunga jantan, betina dan bunga sempurna (Rukmana, 1994). Bentuk buah semangka bervariasi, tergantung varietasnya. Pada umumnya dibedakan 3 bentuk buah, yaitu oval, bulat memanjang dan silinder. Daging buah semangka dibedakan menjadi empat macam warna, yaitu merah muda, merah tua, putih dan kuning. Selain semangka berbiji juga telah dikembangkan jenis semangka tanpa biji (triploid;3n) (Rukmana, 1994). Di dunia terdapat 1200 jenis semangka. Setiap jenis memiliki tekstur dan rasa yang berbeda, dan setiap jenisnya umumnya memiliki bentuk yang berbeda pula (Murray, 2007). Komposisi gizi yang terkandung dalam daging buah semangka per 100 gramnya disajikan dalam Tabel 2.1 (Rukmana, 1994). Tabel 2.1 Komposisi Gizi Semangka per 100 gram No. Komposisi Gizi Banyaknya 1 Air 92,30 g 2 Kalori 28,00 g 3 Protein 0,10 g 4 Lemak 0,20 g 5 Karbohidrat 7,20 g 6 Kalsium 8,00 mg 7 Fosfor 7,00 mg 8 Zat Besi 0,20 mg 9 Serat 0,50 mg 10 Natrium 1,00 mg Universitas Sumatera Utara 11 Kalium 82,00 mg 12 Magnesium 10 mg 13 Zink 0,1 mg 14 Mangan 0,038 mg 2.2 Mineral Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh. Tubuh tidak mampu mensintesa mineral sehingga unsur-unsur ini harus disediakan lewat makanan (Budiyanto, 2001). Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium. Sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga (Almatsier, 2004). Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraselular yang mencakup 95% dari seluruh kation. Oleh karena itu, mineral ini sangat berperan dalam pengaturan cairan tubuh, termasuk tekanan darah dan keseimbangan asambasa (Barasi, 2009). Perubahan kadar natrium dapat mempengaruhi tekanan darah tetapi tidak dengan sendirinya menyebabkan tekanan darah tinggi. Meskipun demikian, terdapat cukup banyak bukti yang mendukung anggapan bahwa mengurangi asupan natrium dapat menurunkan tekanan darah (Barasi, 2009). Kalium terutama merupakan ion intraselular dan dihubungkan dengan mekanisme pertukaran dengan natrium. Peningkatan asupan kalium dalam diet Universitas Sumatera Utara telah dihubungkan dengan penurunan tekanan darah, karena kalium memicu natriuresis (kehilangan natrium melalui urin). Diduga bahwa peningkatan asupan kalium untuk mengimbangi natrium dalam diet bermanfaat bagi kesehatan jantung (Barasi, 2009). Kadar magnesium yang normal dapat mempertahankan tonus otot polos, dan berimplikasi terhadap kontrol tekanan darah. Magnesium juga dapat melindungi otot jantung dari kerusakan selama iskemi (Barasi, 2009). 2.3 Analisis Mineral dalam Sampel 2.3.1 Persiapan Sampel Untuk Penetapan Kadar Mineral Untuk menentukan kandungan mineral bahan harus dihancurkan atau didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion), dan microwave-destruction. Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi tititk didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur dari pada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud meghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Beberapa destruksi basah yang umumnya dilakukan adalah dengan menggunakan HNO 3 lalu mendiamkannya semalaman dan kemudian dipanaskan selama 4 jam pada suhu 120ºC, metode lainnya dimana destruksi dilakukan dengan menggunakan HNO 3 dan langsung dipanaskan selama 45 menit pada suhu 90ºC dan dilanjutkan pada suhu 140ºC hingga asam yang tersisa tinggal sedikit. Universitas Sumatera Utara Metode destruksi basah lainnya adalah dengan menggunakan campuran HNO 3 dan HCLO 4 atau kombinasi antara HNO 3 dan H 2 O 2 (Laing, 2003). Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik dengan penambahan asam pengoksidasi atau campuran dari asam asam tersebut. Penembahan asam pengoksidasi dan pemanasan yang cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi basah biasanya menggunakan HNO3, HClO4, H2SO4, atau campuran dari ketiga asam tersebut. 2.3.3 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini seringkali mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atomatom logam berbentuk gas yag digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel. Prinsip dari spektofotometer serapan atom adalah atom atom pada keadaan dasar mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar. Jika pada cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan nyala yang mengandung atom atom yang bersangkutan maka sebagian cahaya itu akan diserap dan banyaknya penyerapan akan berbandig lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Universitas Sumatera Utara Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom- atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Dasar analisis menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom Pemilihan bahan bakar dan gas pengoksidasi serta komposisi perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala (Rohman, 2009). Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana, hidrogen dan asetilen, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen dan N2O (Khopkar, 1990). Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada AAS adalah peristiwaperistiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Rohman, 2009). 2.4 Validasi Metode Analisis Universitas Sumatera Utara Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap perameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter validasi diuraikan di bawah ini. 2.4.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery Test) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Menurut Wardani, (2007), suatu metode dikatakan sangat baik jika nilai % perolehan kembalinya pada rentang 100%±10%, dan dinyatakan baik pada 100%±20% 2.4.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi atau biasa disebut LOD (Limit Of Detection) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004) Universitas Sumatera Utara