Dampak free trade arrangements (FTA) terhadap

advertisement
~---
--
----
Vol. 15 No.3
Jurnal llmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, him. 192-204
ISSN 0853- 4217
DAMPAK FREE TRADE ARRANGEMENTS(FTA) TERHADAP EKONOMI
MAKRO, SEKTORAL, REGIONAL, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Dl
INDONESIA
I
I
(THE IMPACT OF FREE TRADE AGREEMENT(FTA) ON INDONESIAN MACRO
ECONOMIC, SECTORAL, AND INCOME DISTRIBUTION)
Rina Oktaviani 1 >, Widyastutik 1 >, Syarifah Amaliah 1 >
ABSTRACT
Indonesia's commitment to be involved in the scheme of Free Trade Agreement (FTA) is expected to bring
a multiplier effect for the Indonesian economy, including sectoral, regional, and household distributional impact.
The study was conducted using recursive dynamic Computable General Equilibrium Model (CGE) with further
extension on top-down regional features. In the short term, the impact of the FTA has not seemed to
significantly increase the national and regional GOP of each province. Trade liberalization scheme could
potentially reduce the real income of households, the largest decline in low-income households in rural areas.
Increased household income disparities need to be accounted with a serious community empowerment program
to avoid social and economic conflicts. Increased competitiveness on regional and sectoral level is necessary.
Improvement on market access is mandatory for several advantageous commodities. By increasing
competitiveness, quality of infrastructures, and access to export markets, the export performance can be
improved. From the internal side, an efficient supply chain management is also crucial to meet the desires of
consumers with quality, time, price and the right amount.
Keywords : Free Trade Agreement(FTA), Computable General Equilibrium (CGE), Regional Economics.
ABSTRAK
Komitmen Indonesia untuk terlibat dalam skema Free Trade Agreement (FTA) diekspektasikan
mendatangkan multiplier effect bagi perekonomian Indonesia, tak terkecuali terhadap keragaan ekonomi
sektoral, regional, dan distribusi pendapatan rumahtangga. Kajian dilakukan dengan menggunakan alat analisis
Computable General Equilibrium Model (CGE). recursive dynamic dengan perluasan fitur regional dan
pendekatan top-down. Dalam jangka pendek, dampak FTA belum tampak secara signifikan meningkatkan PDB
nasional maupun PDRB regional masing-masing provinsi di Indonesia. Skema liberalisasi perdagangan
berpotensi menurunkan pendapatan riil rumah tangga, penurunan terbesar pada rumahtangga berpendapatan
rendah di pedesaaan. Peningkatan disparitas pendapatan rumah tangga, walaupun tidak begitu tinggi perlu
dihadapi dengan sikap yang serius dengan program pemberdayaan masyarakat agar tidak terjadi konflik sosial
dan ekonomi. Peningkatan daya saing baik daya saing wilayah maupun sektoral mutlak diperlukan dan tidak
cukup mengandalkan keunggulan komparatif. Dari sisi sektoral, diperlukan peningkatan akses pasar untuk
beberapa komoditi yang telah memiliki keunggulan. Dengan meningkatkan daya saing, kwalitas infrastruktur
ekspor dan akses pasar, maka kinerja ekspor dapat ditingkatkan. Dari sisi internal sektoral diperlukan respon
penawaran yang cepat dengan manajemen rantai pasokan yang efisien untuk memenuhi keinginan konsumen
dengan kwalitas, waktu, harga dan jumlah yang tepat.
Kata kunci : Free Trade Agreement(FTA), Computable General Equilibrium (CGE), Ekonomi Regional.
PENDAHULUAN
Perekonomian
dunia
yang
semakin
berkembang sejak akhir abad ke 20 semakin
membuka hubungan perdagangan antar negara,
t) Dep. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor
Penulis Korenpondensi : [email protected]
yang ditandai dengan semakin cepatnya aliran
barang dan jasa antar negara. Menurut pendapat
sebagian ahli ekonomi, perdagangan antar negara
sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan seminimal
mungkin pengenaan tarif dan hambatan lainnya. Hal
ini didasari argumen bahwa liberalisasi perdagangan
akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang
terlibat perdagangan dan
bagi dunia serta
meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar
Vol. 15 No.3
dibandingkan tidak ada perdagangan. Demikian pula
menurut Hadi (2003) selain meningkatkan distribusi
kesejahteraan antar negara perdagangan bebas juga
akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan
meningkatkan
efisiensi
ekonomi.
Sementara
Stephenson
( 1994) mengidentifikasikan
bahwa
liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi
penggunaan
sumberdaya
domestik
dan
meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan
derilikian suatu negara akan berusaha membuka
dirinya terhadap perdagangan dengan negara
lainnya.
Meningkatnya volume perdagangan karena
FTA diekspektasikan akan mendatangkan multiplier
effect bagi setiap aspek perekonomian Indonesia.
Meskipun dalam sudut pandang makroekonomi
liberalisasi
perdagangan
akan
meningkatkan
performance
perekonomian,
tetapi
dampak
liberalisasi perdagangan yang terjadi pada level
ekonomi
sektoral,
distribusi
pendapatan
rumahtangga, dan ekonomi regional/ kewilayahan
dapat menghasilkan implikasi yang berbeda. Secara
teoritis, industri dengan tingkat proteksi yang rendah
umumnya memiliki tingkat kesiapan yang tinggi
untuk mengembangkan industri sebagai respon atas
liberalisasi perdagangan, sementara
tantangan
industri yang tidak berdayasaing akan menghadapi
banyak kendala untuk menghadapi kompetisi
perdagangan internasional.
Sementara itu, dampak skenario eliminasi tarif
impor bagi developing countries seperti Indonesia
akan mempengaruhi postur dan besaran penerimaan
pemerintah
(government revenue).
Komponen
(government
transfer)
transfer
pemerintah
merupakan saluran transmisi yang secara langsung
akan mempengaruhi tingkat pendapatan di level
rumahtangga. Implikasi atas penyesuaian anggaran
pemerintah dan perubahan struktur ekonomi dapat
menghasilkan dualitas dampak bagi pendapatan
rumahtangga. Di satu sisi, terdapat kelompok
rumahtangga yang diuntungkan atas kondisi ini dan
di sisi lain terdapat kelompok rumahtangga yang
dirugikan. Akumulasi atas dampak individual per
strata pendapatan rumahtangga akan difokuskan
pada konsepsi distribusi pendapatan rumahtangga.
Dimana distribusi pendapatan yang menyebar pada
keseluruhan kelompok rumah tangga diisyaratkan
sebagai kesukesan pemerataan pendapatan.
Adopsi
kebijakan
otonomi
daerah
dan
desentralisasi fiskal yang dimulai tahun 2000 untuk
mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan bagian
atas solusi masalah ketimpangan pembangunan antar
wilayah telah menjadi crtitical considerations dalam
setiap aspek kebijakan yang dapat mempengaruhi
J.IImu Pert. Indonesia 193
kondisi
regional/
kewilayahan,
tak terkecuali
komitmen atas liberalisasi perdagangan. Otonomi
daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan
pembangunan berbasis pengembangan wilayah
dibandingkan pendekatan sektoral, akan tetapi
pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan
lokal memandang keterpaduan antar sektoral, daerah
(spatia~ serta antar pelaku pembangunan di dalam
dan
antar wilayah.
Sementara
implementasi
kebijakan desentralisasi fiskal dengan memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
menentukan arah kebijakan pembangunan daerah
diimbangi dengan wewenang anggaran memiliki
potensi meingkatkan efisiensi alokasi sumber daya
dan juga efisiensi produksi. Kebijakan alokasi yang
terdesentralisasi akan menghasilkan keputusan yang
baik karena dilakukan oleh pemerintah yang dekat
dengan masyarakat sehingga mengetahui potensi
dan permasalahan yang sebenarnya. Desentralisasi
fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan
antara kelompok masyarakat dan antar wilayah.
Dengan demikian pelaksanaan desentralisasi fiskal
mempercepat
pengurangan
kemiskinan
dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang
akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional (World
Bank, 2000; Mahi, 2000; Ebel dan Yilmaz,1999 dalam
Sumedi, 2005).
Berdasarkan
keluasan
spektrum
dalam
memandang "dampak" atas fenomena Free Trade
Arrangements (FTA) terhadap Indonesia, maka
tujuan utama yang ditetapkan dalam kajian ini
difokuskan untuk menganalisis dampak FTA terhadap
ekonomi regional dan distribusi pendapatan antar
kelompok rumah tangga di Indonesia.
BAHAN DAN METODE
Pengukuran dampak FTA terhadap ekonomi
regional dan distribusi pendapatan antar kelompok
rumah tangga di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan alat analisis Computable General
Equilibrium Model (CGE). Karakteristik model CGE
yang diaplikasikan dalam kajian ini adalah model CGE
recursive dynamic pendekatan top-down, yang
mengkombinasikan model ORANI-F (Horridge eta!./
1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000). Dengan
menggunakan pendekatan top-down, keterkaitan
atau linkage antara dampak perubahan kebijakan
yang bersifat nasional seperti penurunan tarif impor
komoditas tertentu terhadap keragaan ekonomi
wilayah
dan distribusi
pendapatan di
level
rumahtangga dapat dianalisis.
I
I
Vol. 15 No.3
J.IImu Pert. Indonesia 195
Karena alasan keterbatasan-keterbasaan data
tersebut, dalam penelitian ini digunakan pendekatan
"top-dowrt'.
Keuntungan
utama menggunakan
pendekatan "top-dowrt' yaitu data yang diperlukan
secara relatif lebih sederhana, khususnya tidak
memerlukan data arus perdagangan inter-regional.
Pendekatan ini juga ~:o~:::: ~a: 11odifikasi model
menjadi lebih seder!: a~ a.
Dengan mengacu Jada rv1odel model ORANI-F
(Horridge eta!., 1993) dqn INDOF (Oktaviani, 2000),
tahap awal dalam menjalankan model inter-regional
dibutuhkan data tentang dikotomi antara barangbarang dan jasa-jasa yang diperdagangkan secara
regional (nasional) dan barang-barang yang tidak
diperdagangkan (loca~. Industri dibagi ke dalam
industri nasional dan industri lokal. Komoditi dibagi
kedalam non-margin komoditi lokal, margin komoditi
lokal, dan komoditi nasional. Masing-masing share
region dari output perekonomian adalah eksogen.
Sebagai tambahan, share masing-masing komoditi
yang digunakan di dalam region r bersumber dar
region syang sama untuk seluruh r.
Seluruh tambahan database yang diperlukan
untuk pegembangan model CGE adalah untuk
masing-masing industri di seluruh region, kita
membutuhkan share regional awal dari output dan
investasi. Untuk masing-masing komoditi, kita perlu
mengetahui share ragional ekspor dan share regional
permintaan pemerintah. Tidak ada tambahan data
yang diperlukan untuk menghitung share regional
konsumsi rumah tangga. Hal tersebut diasumsikan
bahwa nilai share awal regional konsumsi rumah
tangga untuk seluruh komoditi adalah sama dengan
share dari pendapatan upah yang diterima tenaga
kerja dari perekonomian tersebut dikalikan dengan
pendapatan tenaga kerja perekonomian.
Berikut 1n1 adalah beberapa tambahan
persamaan yang diperlukan untuk pengembangan
model CGE, antar lain:
1.
2.
Permintaan Input Barang Antara berdasarkan
Komoditi, Sumber, Industri dan Region
XlCSI_REGcsir
=Xlcsi * RGSHRl;r
(1)
dimana:
= Permintaan
input
antara
Xlcsi
berdasarkan komoditi, sumber
dan industri.
RGSHR11r
Share
input antara
regional
berdasarkan industri dan region
Permintaan Investasi berdasarkan Komoditi,
Sumber, Industri dan Region
X2CSI_REGcsir
=X2csi * RGSHR4r
(2)
dimana:
X2csi
Permintaan investasi berdasarkan
komoditi, sumber dan industri.
RGSHR2,r
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
= Share
investasi regional input
antara berdasarkan industri dan
region
Permintaan
Konsumsi
Barang
berdasarkan
Komoditi, Sumber, Region dan Rumah Tangga
X3CS_REGcsrh = X3csh * RGSHR3cr
(3)
dimana:
X3csh
= Permintaan konsumsi berdasarkan
komoditi, sumber dan industri
rumahtangga.
RGSHR3cr = Share
permintaan
konsumsi
regional berdasarkan komoditi dan
region
Permintaan Ekspor berdasarkan Region
X4_REGcr = X4c * RGSHR4cr
(4)
dimana:
Permintaan ekspor berdasarkan
X4c
komoditi
Share
regional
ekspor
RGSHR4cr
berdasarkan komoditi dan region
Permintaan "Other" berdasarkan
Komoditi,
Sumber dan Region
(5)
XSCS_REGcsr =XScs * RGSHRScr
dimana:
Permintaan input berdasarkan
XScs
komoditi dan sumber
RGSHRScr
Share
input
lain
regional
berdasarkan komoditi dan region
Permintaan Margin Input Antara berdasarkan
Komoditi, Sumber, Industri dan Region
XlMARG_REGcsimr = Xlcsim * RGSHRl;r
(6)
dimana:
Xlcsim = permintaan margin input barang antara
berdasarkan komoditi, sumber dan
industri.
Permintaan
Margin
Investasi
berdasarkan
Komoditi, Sumber, Industri dan Region
X2MARG_REGcsimr = X2csim * RGSHR2,r
(7)
dimana
X2csim = permintaan
margin
investasi
berdasarkan komoditi, sumber, dan
industri.
Margin Konsumsi Swasta berdasarkan komoditi,
sumber, region dan kelompok rumahtangga
X3MARG_REGcsmrh = X3csmh * RGSHR3cr
(8)
dimana
X3csmh = margin konsumsi swasta berdasarkan
komoditi, sumber, dan rumah tangga.
Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi
dan Region
X4MARG_REGcmr
= X4cm * RGSHR4cr
(9)
dimana:
X4cm
= Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan
Komoditi
'
I
i
i
'
I
I
f
j
196 Vol. 15 No. 3
J.IImu Pert. Indonesia
10. Margin "Other" Berdasarkan komoditi, sumber,
dan Region
XSMARG_REGcsmr = X5csm * RGSHR5cr
(10)
dimana:
X5csm = permintaan
margin
input
lain
berdasarkan komoditi dan sumber
11. Share Regional dari Produksi Industri
RGSHRl,r= XlTOT _Rj,
XI TOT,
(11)
dimana:
XlTOT_R,r
total output regional berdasarkan
industri dan region
Xl T00
= total output berdasarkan industri
12. Share Regional dari Investasi Industri yang
berhubungan pada share produksi regional
RGSHR2,r = RGSHRl,r * FREG2,r * FFREG2, (12)
dimana:
komplemen dari komoditi spesifik
FREG2,r
berdasarkan industri dan region
FFREG21
pergeseran share investasi industri
yang sama di setiap region
13. Upah total seluruh Populasi dalam perekonomian
sama dengan penjumlahan dari upah total
populasi seluruh region
(13)
LLIHRfXllOJ; *{JNAJ'= LL1HRE0JOJ: *{J
15. Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan
Komoditi dan Region
RGSHR4cr = FREG4cr * FFREG4c
(15)
dimana:
RGSHR4cr
Share Ekspor Luar Negeri Regional
berdasarkan Komoditi dan Region
FREG4cr
= komplemen dari komoditi ekspor
spesifik berdasarkan industri dan
region
FFREG4c
pergeseran share ekspor
yang
sama di setiap region berdasarkan
komoditi
16. Share regional permintaan "other"
RGSHR5cr = FREG5cr * FFREG5c
( 16)
dimana:
RGSHR5cr = Share permintaan "other" Regional
berdasarkan komoditi dan Region
FREG5cr
komplemen dari komoditi "other"
spesifik berdasarkan industri dan
region
FFREG5c
pergeseran share komoditi "other"
yang sama di setiap region
berdasarkan komoditi
17. Output Komoditi Lokal Non Margin
l_,(RFGSfr.lln'l .. 'I'IKL\ '"" 'XICS!
Rt'0,
\'II
Rf,·< i..
rolw:\mt'i!-~~~.u;s.·F.I.IRF:3., 'L,. )nB.L'>,
l
-
dimana:
'
LABREGTOT, = Total
upah
tenaga
kerja
berdasarkan region
QNAT
Total
populasi
dalam
perekonomian
LABREGTOTs
Total
upah
tenaga
kerja
berdasarkan sumber
Q_REGs
Total
populasi
regional
berdasarkan sumber
14. Share konsumsi swasta regional berubah searah
dengan perubahan share pendapatan tenaga
kerja
RGSHR3cr =
( 14)
I
o•[
(1
~l!Rf:l
Rn,
II II Ill /()
)')I"
u 'I
EPS_Hc
LABREV_REGr
WlLAB_IO
FREG3cr
FFREG3cr
).
'.ncs RF< ;, '" , , ) '
1'-1/i IS, 'litJiS/1.1/iF.J .. 'X.J RF!i ..
I )IllS,'"" 'IU.'iiSI/IIilc5, '.\'SCS
L(Rio'ii.\'1/.IRt."l .. 'ilB.lS
.\'()
RF(i
l
<
liUi, '"'
I
...
- - -
'.\11'.1'/
Rlo'ii,,
),
I+
L.iREriSII·IRF2., ' I 2B.lS '"" '.\2CS/
RF!i
RUiSI/lf!F1., 'L)i'JEI.IS
'.\liS
R!Ji,
1·-W.·lS *RUI.\'1/~RE"", *X.t
RF<I,
I 5H.·L\'. ·'""'
,,,,:<
t
* RFC/Slf.·JR£5 I* X5CS RUi
--
)(J[[JF.\1/iUi,
LI.J.\/1/( 'RHiSEI.IRf:.l,., 'Y-1\/.IRii
RFri .. •
iini.''>".~f!RF3 * L L t ·:;JJ.. U(. ,, * .\'.1.\/·1/a;
Ll·s.tt.JR ... "'Rr-(;s/ur<r:5,,
"'xs.\JAR(i
l..fiE!iSEl 1/ihl,. '11\/.IR., ... '.\ 1\I·IRii
,RHiS/1.-JR!:'~,
I
= Elastisitas
rata-rata
pengeluaran rumah tangga
= Upah berdasarkan region
= total upah untuk seluruh
industri dan pekerja
= komplemen
dari komoditi
spesifik berdasarkan industri
dan region
= pergeseran share konsumsi
sama
berdasarkan
yang
industri di setiap region
1.... ,,
/if:'(i,, ..,
(17)
18. Penggunaan Komoditi Lokal Margin
Rr:c 1 'FFRni J
dimana:
RUi, '"" . ) ·
l_,(iiFriSfr.IRE2 .. 'i2liiS,,, ..,.'X2CS/
"'1·2.\/A/(,
* X2.\!Jf?(/
RE(j""'' 1
RF(i ... +
RUi,.
R/:'(1",,
(18)
19. Penawaran Komoditi Lokal yang berhubungan
pada Produksi dari Industri Lokal
XO
REG
-
Cl
== ~.
1
~
I
MAKE }
MAKE ''I * XJTOT - R (19)
/I
-
'
20. Output dari Industri Nasional
Xl TOT_R,r
FF_X1TOT_R1
Xl TOT,
*
F_Xl TOT_R,r
*
(20)
Dimana:
XlTOT_R,r
= permintaan input gabungan
industri
seluruh
region
dan
berdasarkan
industri
region
----------~
-~~·
~----------------~
~~~~~~~~
•
~I
Vol. 15 No.3
J.IImu Pert. Indonesia 197
F_Xl TOT_R;r
= deviasi spesifik regional dari
keragaan industri nasional
FF_Xl TOT_R; = deviasi regioanl yang sam a dari
keragaan industri nasional
21. Keseimbangan output industri seluruh region
dengan industri nasional
* XITOT
'f.REGSFIARE 1,
,.
_R,
= XITOT, * RSUlvf
_NAT,
(21)
. Oimana
RSUM_NA T;
= Total· share produksi regional
dari industri nasional
22. Total Upah Berdasarkan Region
LABRI:T
-
RfXi =
I
(L(RI:'GS!I!IRF:I, *L,V!L4B,,, *)
'
L1BRL'GHJT,l(RGS!IRI, *PIL!IB, .. "*XIL:IB, .. ))
(22)
Oimana:
LABREV_REGr = pembayaran upah berdasarkan
region
LABREGTOTr = tota\
upan
tenaga
l<.er)a
berdasarkan region
23. GOP Riil Regional (Gross Region Products)
ZTOT _REG,= XlPRIM _i*2,.ZCON _REG"
(23)
Oimana
ZTOT_REGr
ZCON_REG;r
GOP riil regional
deviasi total output region dari
GOP nasional
24. Perbedaan Kontribusi pada total output region
dari GOP Nasional
[1 IIL.11Jf)] )
r IA!Liff)J)f()
/CO.V REG=)
" \
I
' *
:·11'/W(
'[)IPRH"
.\I!OT R
I!PR/\1
XI/'RHl i
'f.} Will \fc
"+
•
'
.\!TOT
*--"
.\ITOl,'
.
!
(24)
Oimana:
VALUADD;r
faktor
Pembayaran
dan
industri
berdasarkan
region
VALUADDTOTir= Total
pembayaran
faktor
berdasarkan region
25. Tenaga Kerja Agregat Regional
PERSO.\TOT RECi
=
I .
'[)LAB!\'DRE(j* PERSOX_REri,)
!IBRECTOT,
(25)
Oimana:
PERSONTOT_REGr =
LABINDREG;r
LABREGTOT;.
jumlah
tenaga
kerja
agregat (orang)
upah
tenaga
kerja
berdasarkan industri dan
region
= total upah tenaga kerja
berdasarkan region
PERSON_RE~r
berdasarkan
dan
region
= Pekerja
industri
(orang)
26. Tenaga Kerja Berdasarkan Region dan Industri
PERSON
_
REG.
ll
= X1LAB o * RGSHR1 tr
-
t
(26)
Simulasi kebijakan yang dilakukan dalam
penelitian ini berasal dari data historis sesungguhnya
dan dianggap akan terjadi pada 5 tahun yang akan
datang yaitu tahun 2013.
Simulasi yang akan
dilakukan berhubungan dengan Eliminasi tarif impor
menjadi 0 persen terhadap keragaan ekonomi
regional dan distribusi pendapatan antar kelompok
rumah tangga di Indonesia dengan Model CGE
Indonesia dengan justifikasi berdasarkan skema FTA
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. INDONESIA
DAN
KOMPLEKSITAS
FREE
TRADE ARRANGEMENTS(FTA)
Proses perundingan multilateral (WTO) yang
berjalan lambat, menyebabkan banyak negara,
termasuk Indonesia, mencari alternatif kerjasama
liberalisasi
perdagangan
melalui
kerjasama
perdagangan
bilateral,
regional,
maupun
transregional lainnya seperti Free Trade Agreement
(FTA). FTA (Free Trade Area) dengan negara tertentu
pada dasarnya memberikan perlakuan khusus kepada
negara
mitra
dagang
tertentu
dan
mendiskriminasikan mitra yang lain. FTA dapat
berupa akses pasar yang lebih baik, tarif dan non
tarif yang lebih rendah bahkan tidak ada sama sekali.
Oalam FTA plus, akses pasar yang lebih baik juga
dikombinasikan dengan berbagai kerjasama dan
kemudahan lainnya, seperti perlakuan pajak yang
lebih longgar. Oengan demikian, FTA dengan negara
tertentu dapat meningkatkan volume perdagangan
atara kedua negara, tetapi dilain pihak dapat
berdampak negatif terhadap perdagangan dengan
mitra lain. Secara keseluruhan, FTA tidak selalu
memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan
ekonomi negara yang bersangkutan. Oalam beberapa
kasus, FTA dapat berdampak negatif terhadap
kesejahteraan ekonomi negara yang bersangkutan.
Sejak awal 1990-an kerjasama perdagangan
melalui jalur bilateral dan regional semakin marak
yang mendorong negara mitra lain melakukan hal
yang sama guna mengurangi distorsi perdagangan
.........~----------------~~
:-~..........~~
198 Vol. 15 No. 3
akibat perbedaan tarif bea masuk yang diberikan
kepada negara mitra. Kerjasama dalam bentuk Free
Trade Agreement (FTA) menjadi demikian kompleks.
Hal ini terlihat dari terjadinya kombinasi antara FTA
bilateral dan regional (regional plus). Sampai dengan
tahun 2009, data jumlah skema FTA yang tercatat
oleh World Trade Organization sudah mencapai 180
skema kerjasama.
Legitimasi FTA Bilateral maupun Regional pada
· faktanya diregulasi oleh WTO.
Dimana dalam
regulasi tersebut, dinyatakan secara spesifik bahwa
negara yang berada dalam keanggotaan WTO hanya
dapat melakukan negosiasi FTA bilateral, regional,
dan transregional di luar sistem WTO apabila
memenuhi tiga persyaratan yang mencakup:
Pertama, kesepakatan yang dibuat tidak akan
menimbulkan hambatan perdagangan terhadap
negara-negara di luar keanggotaan konsensus
tersebut. Kedua, kawasan perdagangan bebas
sebagai tujuan final harus mampu dicapai dengan
periode yang reasonable dan diterima secara luas.
Dalam perkembangannya kemudian ditetapkanlah
sepuluh tahun sebagai periode yang lazim bagi
pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas.
Ketiga, Kesepakatan harus meliputi seluruh sektor
secara substansial. Persyaratan terakhir merupakan
butir kesepakatan yang kontroversial dan melahirkan
perdebatan panjang ketika dikautkan dengan
pengukuran kuantitatif teknis penentuan tarif,
maupun secara kualitatif untuk menentukan produk
barang dan jasa unggulan. Namun pada prakteknya,
kerapkali skema kerjasama perdagangan bilateral dan
regional dimana setiap konsensus yang spesifik, dan
inkonsisten dengan persyaratan yang telah diajukan
WTO (Hepburn et. a!., 2007). Gambar 1 menjelaskan
secara grafis mengenai kerumitan konfigurasi
arsitektur ekonomi di dunia baik dalam skema
regional maupun transregional.
Konsep Liberalisasi sering dianalogikan dengan
semakin terbukanya perekonomian suatu negara atau
suatu negara sedang menjalankan kebijakan
liberalisasi bila kebijakan yang diterapkan tersebut
menyebabkan perekonomian semakin berorientasi ke
luar (outward-oriented) dan juga openness. Dalam
menyikapi hal tersebut, Indonesia telah berkomitmen
untuk melakukan strategi kerjasama perdagangan
internasional "triple track strategy" sebagai pilar
strategi
diplomasi
perundingan
perdagangan
internasional. Ketiga pilar strategi tersebut adalah:
Pertama, adalah melalui negosiasi multilateral di
bawah naungan WTO. Kedua, adalah secara
regional terutama sebagai anggota dari ASEAN dan
dalam rangka ASEAN ditambah mitra dagang
(ASEAN+3). Bersama ASEAN, Indonesia telah
J.IImu Pert. Indonesia
menyelesaikan kerjasama Free Trade Agreement
(FTA) dengan China dan Korea, dan kini tengah
dalam proses negosiasi dengan beberapa negara lain
seperti dalam kerangka ASEAN-ANZ, ASEAN-India,
dan
ASEAN-EU.
Ketiga,
adalah
kerjasama
perdagangan secara bilateral. Dalam hal kerjasama
liberalisasi perdagangan bilateral. Hingga dengan
saat ini Indonesia baru menyelesaikan satu perjanjian
FTA, yaitu dengan Jepang. Lebih lanjut, di samping
skema yang telah ditandatangani, Indonesia telah
melakukan Joint Feasibiltty Study (JFS) FTA dengan
EFTA dan sedang melakukan JFS-FTA bilateral
dengan beberapa negara antara lain Australia, Chile,
Tunisia dan India.
...,,.,,,.
"'" ......... '"'
·~
·~
'
Sumber: ADB (2008)
Gambar 1.
Konfigurasi Arsitektur Ekonomi: Forum
Regional dan Transregional
KONDISI TARIF IMPOR DAN PAJAK EKSPOR
BERLAKU DI INDONESIA
Instrumen restriksi tarif ( tarrif barrie!) telah
lama dikenal dan diberlakukan oleh berbagai negara,
baik negara-negara maju maupun negara-negara
sedang berkembang (NSB). Kelebihan instrumen ini
adalah pembebanannya masih melalui mekanisme
pasar, sehingga setiap agen-agen pelaku ekonomi
dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran tarif
yang dibebankan. Pada tingkat tarif yang rendah,
kemampuan daya saing menjadi kata kunci bagi
produk suatu negara terutama produk industri
manufaktur untuk dapat bersaing baik di pasar
domestik
maupun
dalam
memasuki
pasar
internasional.
Pada studi ini akan dilakukan simulasi dampak
penurunan tarif impor dan pajak ekspor terhadap
keragaan ekonomi regional dan distribusi pendapatan
antar kelompok rumah tangga di Indonesia. Besarnya
masing-masing
sektor
penurunan
tarif pada
ditentukan berdasarkan existing tarif impor dan
ekspor yang bersumber dari database Tabel Input
~
Vol. 15 No.3
J.IImu Pert. Indonesia 199
Output 2008 (Tabel 2). Tingkat tarif yang dibebankan
terhadap 48 sektor yang telah diagregasi diturunkan
hingga mencapai nol persen dalam jangka waktu lima
tahun terhitung 2008-2013.
Tabel 2. Besaran Tingkat Tarif Impor dan Pajak
Ekspor Sektoral dalam Persen
Sektor
1 Kacangan
2 }agung
3 Umbian
4 5ayurBuah
5 TanMakLain
6 Karet
7 Tebu
8 Kelapa
9 KlpSawit
10 Kopi
11 Cengkeh
12 TanSerat
13 Kebunlain
14 Tanlain
15 Ternak
16 PotongHwn
17 Unggas
18 Kayu
19 HasiiHutan
20 Perikanan
21 BtBaralogam
22 OiiGas
23 Tmbnglain
24 Makanan
25 Mnyklemak
26 GilingPadi
27 Tepung
28 Gula
29 Makananlain
30 Minuman
31 Rokok
32 Pemintalan
33 TPT
34 BambuKayuRtn
35 Kertas
36 PupukPstsda
37 Kimia
38 KilangMnyk
39 KaretPistk
40 MinBknlogam
41 Semen
42 BesiBaja
43 LgmNonLogam
44 BrgNonLogam
45 Mesin
46 AltAngkutan
47 Indlain
48 SektorJslain
==---------=-_:____-----'===
Tarif Impor
9,565
2,259
5,973
3,816
0,011
0,050
0,676
2,285
3,259
0,360
0,000
0,104
0,734
42,351
0,039
1,532
0,007
0,009
3,938
1,726
1,336
0,000
1,746
3,155
0,320
8,793
1,991
27,428
1,943
2,379
3,032
4,729
3,018
9,003
1,389
0,318
2,483
-25,957
5,178
4,948
0,055
1,705
1,232
3,029
2,543
4,704
4,366
0,000
Pajak Ekspor
0,010
0,008
0,008
0,011
0,011
0,008
0,015
0,012
0,009
0,019
0,007
0,175
0,008
0,017
0,011
0,013
0,007
0,038
0,024
0,009
0,037
0,040
0,030
0,024
0,009
0,004
0,013
0,023
0,014
0,112
0,604
0,014
0,011
0,013
0,010
0,005
0,018
0,005
0,016
0,034
0,031
0,015
O,D15
0,020
0,015
0,013
0,022
0,016
Sumber: Data Diolah (2010)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat tarif impor
yang diterapkan oleh Indonesia dapat ditarik sebuah
pada proteksi yang sangat tinggi diberlakukan untuk
produk-produk pertanian dan agro based industry.
Beberapa komoditas yang masuk ke Indonesia masih
dikenakan tarif impor yang tinggi meliputi gula, umbiumbian, kacang-kacangan, padi giling, serta bambu
kayu dan rotan. Umumnya, sektor protektif tersebut
memiliki nilai kepentingan yang bukan hanya krusial
secara ekonomi tetapi juga secara politis. Orientasi
stabilitas harga pangan saat ini (terutama pada
komoditas beras dan gula sebagai komoditas
strategis)
mempunyai
orientasi
kebijakan
perdagangan pangan untuk menseparasi pasar
domestik dengan pasar internasional. Oleh karena
itu, tendensi dan tuntutan jangka panjang untuk
menurunkan tarif akan menjadi permasalahan yang
kompleks dan perlu dicermati dengan seksama
apabila dikaitkan dengan ketahanan pangan, terlebih
untuk kedaulatan pangan.
Sementara itu, penetapan tarif impor secara
relatif menunjukkan besaran yang rendah, terutama
untuk industri prioritas ekspor Indonesia seperti
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Semen,Minyak
Lemak (Minyak Kelapa Sawit), serta Industri Jasa
Lainnya. Dengan demikian sektor dengan level
tarifikasi yang rendah seyogyanya memanfaatkan
peluang agar bisa mentransformasikan tantangan
liberalisasi perdagangan menjadi peluang. Hal ini
mengandalkan
tentunya
tidak
cukup
hanya
keunggulan komparatif. Dari sisi produksi diperlukan
respon penawaran yang cepat dengan manajemen
rantai pasokan untuk memenuhi keinginan konsumen
dengan kwalitas, waktu, harga dan jumlah yang
tepat. Untuk memenuhi keinginan konsumen
tersebut,
intelejen
pasar
dengan
dukungan
pemerintah sangat diperlukan.
B. DAMPAK
FTA
TERHADAP
EKONOMI
REGIONAL DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
ANTAR KELOMPOK RUMAH TANGGA DI
INDONESIA
Dampak FTA terhadap Kinerja Makroekonomi
Indonesia
Perubahan kinerja ekonomi makro sebagai
akibat dari eliminasi tarif impor dalam skema FTA
tidak
tampak
signifikan
untuk
menopang
pertumbuhan PDB Riil. Indonesia diprediksi hanya
akan mengalami peningkatan PDB rill yang relatif
kecil kurang dari satu persen (0,90 persen).
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sejalan
dengan peningkatan output pada sebagian besar
sektor di tingkat mikro.
Proksi
kesejahteraan
masyarakat
yang
direpresentasikan oleh
variabel
konsumsi
riil
rumahtangga agregat meningkat meskipun dengan
intensitas yang sangat kecil. Peningkatan konsumsi
rumahtangga terjadi karena konsumen memperoleh
barang dengan harga yang relatif murah sebagai
dampak adanya trade creation effect Manfaat positif
J.IImu Pert. Indonesia
200 Vol. 15 No. 3
liberalisasi perdagangan tidak sebatas harga yang
murah yang secara makro ditunjukkan dengan
penurunan indeks harga konsumen ( -0,014 persen),
menstimulasi
Dibukanya
potensi
perdagangan
terjadinya consumption effect dimana secara grafis,
garis Consumption Possibility Frontier (CPF) akan
meningkat ke atas. Ini berarti bahwa adanya
perdagangan dengan penurunan tarif membuat
masyarakat bisa mengkonsumsi dalam jumlah yang
lebih besar. Dengan kata lain bahwa pendapatan riil
masyarakat (yaitu pendapatan yang diukur dari
berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh jumlah
uang tersebut) meningkat dengan adanya penurunan
tarif.
Skema
liberalisasi
perdagangan
secara
komprehensif telah menyediakan ruang untuk
peningkatan
investasi.
Persetujuan
untuk
meliberalisasi perdagangan di sektor barang dan jasa
akan mendorong dunia usaha untuk menyesuaikan
dengan lingkungan bisnis bilateral tanpa hambatan.
Daya tarik bagi investasi akan
menjadi semakin
tinggi dengan adanya reformasi regulasi, minimisasi
resiko ketidakpastian dalam berusaha, dan perbaikan
iklim investasi. Dalam periode lima tahun kedepan
diperkirakan terjadi ekspansi investasi sebesar 1,243
persen.
Preseden
negatif
kinerja
perdagangan
ditunjukkan dengan nilai yang negatif neraca
perdagangan ( -0,288 Milyar Rupiah).
Kebijakan
liberalisasi perdagangan yang berusaha untuk
menghilangkan hambatan perdagangan. Isu sentral
yang harus dicermati mengenai kinerja perdagangan
adalah sejauh mana kekuatan penawaran ekspor
Indonesia dapat merespon peluang liberalisasi
perdagangan. Prediksi menunjukkan bahwa kebijakan
liberalisasi baik dalam bentuk duties (pajak ekspor
dan tarif impor) berpotensi untuk meningkatkan laju
pertumbuhan impor (2,234 persen) lebih cepat
(1,112
persen).
Realitas
daripada
ekspor
menunjukkan bahwa lebih mudah bagi importir untuk
langsung melakukan impor dibanding eksportir
merelokasi sumber daya atau faktor produksi untuk
mengekspor. Sesungguhnya fenomena yang terjadi
pada kinerja ekspor adalah kendala dari s1s1
penawaran. Kondisi ini akan semakin buruk jika
perdagangan bebas tidak memberikan insentif dan
strategi jangka panjang bagi industri untuk
meningkatkan produktivitas melalui efisiensi produksi
maupun adopsi teknologi. Peningkatan kwalitas
infrastuktur ekspor, seperti peningkatan kualitas
pasca panen, packing dan handling serta penguatan
laboratorium uji mutu
akan meningkatkan daya
saing ekspor Indonesia sehingga dapat menembus
pasar ekspor. Peningkatan efisiensi manajemen rantai
penawaran juga diperlukan agar produk Indonesia
dapat menembus akses pasar di negara tujuan
ekspor dengan lebih efisien.
Tabel 3. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap
Keragaan Makroekonomi Indonesia
Variabel
PDB riil dari sisi pengeluaran
Konsumsi riil rumahtangga
lnvestasi Riil
Pengeluaran Pemerintah
Ekspor
Impor
Persediaan Riil
lndeks Harga Konsumen
Neraca Perdagangan
Upah Riil Rata-rata
Upah Nominal rata-rata
Dampak Makroekonomi
0,090
0,014
1,243
0,014
1,112
2,324
-0,212
-0,014
-0,288
0,093
0,078
Sumber: Data Diolah (2010)
Pada sisi pendapatan, tingkat upah nominal
agregat naik sebesar 0,078 persen sebagai akibat
peningkatan tingkat upah tenaga kerja terdtdik dan tidak
terdidik di tingkat ekonomi mikro. Peningkatan upah
nominal yang disertai dengan penurunan laju inflasi
menyebabkan tingkat upah rill
meningkat sebesar
0,093 persen. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan
pendapatan riil pekerja dan secara makro akan
meningkatkan tingkat konsumsi agregat. Untuk jangka
pendek, peningkatan konsumsi rumahtangga dapat
dipenuhi dengan peningkatan impor karena dengan
berlakunya FTA harga impor menjadi lebih murah. Akan
tetapi, dalam jangka panjang, hal ini akan meningkatkan
ketergantungan Indonesia terhadap produk impor.
Peningkatan
investasi
diperlukan
agar
terjadi
peningkatan produksi dan neraca perdagangan. Jika
tidak cepat diantisipasi, akan terjadi peningkatan harga
produk dalam negeri karena permintaan yang besar
hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan tenaga
kerja. Secara keseluruhan, peningkatan upah dan biaya
produksi akan meningkatkan GDP deflator dan inflasi.
Dampak FTA terhadap
Regional Indonesia
Kinerja
Ekonomi
Untuk melihat bagaimana dampak liberalisasi
perdagangan terhadap kinerja makroekonomi di tingkat
regional, maka akan dianalisis dampak terhadap PDRB,
kesempatan kerja, dan upah di setiap provinsi di
Indonesia.
Beberapa
provms1
yang
mengalami
peningkatan PDRB berturut-turut dari tertinggi Sumatera
Selatan (0,575 persen), Sulawesi Selatan (0,356
persen), Sumatera Barat (0,288 persen), Sumatera
Utara (0,285 persen), Lampung (0,195 persen), Jawa
Barat (0,11 persen), Jawa Timur (0,105 persen) (Lihat
Tabel 4).
-.
Vol. 15 No.3
J.IImu Pert. Indonesia 201
Tabel4. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap
Keragaan Ekonomi Regional Indonesia
Provinsi
Nad
Sumut
Sum bar
Riau
Jambi
Sumsel
Babel
bengkulu
lampung
Dki
Jabar
Banten
Jateng
Diy
Jatim
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sultra
Bali
Ntb
Ntt
Maluku
Malut
Pa12ua
PDRB
Kesem12atan Kerja
0,015
0,285
0,288
-0,132
-0,171
0,575
-0,111
-0,226
0,195
-0,432
0,11
-0,055
-0,095
-0,129
0,105
-0,077
-0,041
0,038
-0,248
-0,07
-0,075
-0,06
0,356
-0,04
-0,085
-0,487
0,374
-0,032
-0,073
-0,614
-0,447
0,474
1,654
-0,687
-0,714
0,54
-0,603
-0,835
-1,031
-1,097
0,514
-0,383
-0,226
-0,576
0,715
-0,591
-0,468
-0,389
-0,797
-0,534
-0,556
-0,577
1,905
-0,556
-0,506
-1,318
-0,028
-0,493
-0,541
-1,619
U(2ah
0,069
1,309
2,74
-0,336
-0,356
1,3
-0,339
-0,52
2,031
-0,611
1,381
-0,027
0,529
-0,107
1,666
-0,208
-0,137
0,011
-0,394
-0,099
-0,157
-0,269
3,015
-0,274
-0,045
-0,928
0,742
-0,179
-0,224
-1,334
Sumber: Data Diolah (2010)
Provinsi yang mengalami ekspansi PDRB secara
konsisten akan meningkat kesempatan kerjanya dan
selanjutnya meningkatkan upah. Namun patut
dicermati, kontribusi setiap sektor terhadap PDRB.
Walaupun output sektor mengalami peningkatan
sebagai dampak FTA, perlu dianalisis secara
mendalam bagaimana sharenya terhadap PDRB total
di masing-masing prov1ns1. Beberapa prov1ns1
mengalami peningkatan output di beberapa sektor,
namun sebenarnya sharenya terhadap PDRB relatif
kecil. Seperti halnya Sumatera Selatan walaupun alat
angkutan memberikan konstribusi peningkatan PDRB
terbesar, namun apabila dilihat share-nya, alat
angkutan menduduki posisi kedua setelah karet.
Karet termasuk komoditi andalan yang memberikan
kontribusi pada PDRB Sumatera Selatan diikuti
dengan cengkeh, tanaman serat dan
tanaman
perkebunan lainnya. Demikian juga untuk Provinsi
Sulawesi Selatan kontribusi PDRB lebih banyak
diberikan oleh sektor karet, cengkeh, tanaman serat,
perkebunan lain, dan ternak. Secara lebih lengkap
kontribusi sektor terhadap masing-masing Provinsi
Lampiran
1. Komoditas
dapat dilihat pada
perkebunan tersebut merupakan komoditas ekspor
Indonesia. Adanya liberalisasi perdagangan akan
meningkatkan volume ekspor dan meningkatkan
gairah produksi produk perkebunan.
Beberapa provinsi yang peningkatan outputnya
tidak disertai peningkatan tenaga kerja antara lain
Nanggroe Aceh Darusalam dimana dampak FTA di
satu sisi meningkatkan output tapi di sisi lain
menurunkan kesempatan kerja. Hal ini wajar
mengingat peningkatan output Nanggroe Aceh
Darusalam relatif kecil (naik sebesar 0,015 persen)
untuk mendongkrak peningkatan kesempatan kerja
(turun sebesar -0,447 persen).
Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap
Kinerja Ekonomi Sektoral
Tabel 5 menyajikan dampak liberalisasi
perdagangan terhadap keragaan ekonomi sektoral
dianalisis berdasarkan dampak terhadap output,
harga output, kesempatan kerja, upah, ekspor dan
impor. Teori ekonomi menjelaskan liberalisasi
perdagangan membawa konsekwensi dihapuskannya
eliminasi
retriksi
tarif.
Eliminasi
tarif akan
memberikan
insentif
bagi
produsen
untuk
meningkatkan output dan menurunkan harga agar
dapat bersaing dengan produk impor atau dapat
meningkatkan output untuk ekspor. Ekspansi output
mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja.
Rekruitmen terhadap tenaga kerja baik yang terdidik
maupun tidak terdidik akan meningkat. Demikian
juga dengan upah, peningkatan permintaan tenaga
kerja dengan supply labor tetap akan mendorong
peningkatan upah.
Peningkatan output berturut-turut menduduki
5 peningkatan tertinggi adalah cengkeh sebesar
0,271 persen, rokok sebesar 0,270 persen, unggas
sebesar 0,210 persen, perkebunan lain sebesar 0,
178 persen, dan tanaman serat sebesar 0,165
persen. Beberapa sektor lainnya yang juga
mengalami peningkatan output antara lain jagung,
umbi-umbian, kopi, ternak, potong hewan, kayu,
perikanan, batu bara logam, giling padi, makanan
\ain, minuman, TPT, k1\ang minyak, \<.a ret p\astik,
semen, dan industri jasa lain. Dampak terhadap
variabel-variabel sektoral setiap sektor tersebut
diatas
konsisten.
Peningkatan
output
akan
menurunkan
harga
output,
meningkatkan
kesempatan kerja baik terdidik maupun tidak terdidik,
menurunkan tingkat upah. Peningkatan output akan
berdampak pada peningkatan ekspor. Terjadi
peningkatan impor kecuali pada tanaman serat dan
unggas. Peningkatan impor terjadi karena bahan
baku dari output yang mengalami peningkatan
berasal dari impor . Hal ini terjadi pada cengkeh,
rokok, dan perkebunan lain seperti coklat. Walaupun
202
Vol. 15 No. 3
J.IImu Pert. Indonesia
Indonesia penghasil kakao terbesar kedua di dunia
setelah Pantai Gading, untuk keperluan industri
coklat, Indonesia masih melakukan impor untuk
pasta coklat (Bettamura, 2010).
Dengan adanya liberalisasi perdagangan,
beberapa sektor mengalami penurunan output. Hal
1n1
menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut
kurang mampu bersaing dengan produk impor.
Penurunan terbesar terjadi pada komoditi gula dan
tebu. Berdasarkan data_ tarif, tarif impor gula
menduduki no 2 tertinggi yaitu sebesar 27,428
persen. Penelitian Widyastutik (1995) menunjukkan
komoditi gula merupakan salah satu komoditi yang
memperoleh proteksi yang tinggi dari pemerintah
Tabel 5.
Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Ekonomi Sektoral Indonesia
Sektor
Kacangan
Jagung
Umbian
SayurBuah
TanMakLain
Karet
Tebu
Kelapa
KlpSawit
Kopi
Cengkeh
TanSerat
Kebunlain
Tan lain
Ternak
PotongHwn
Unggas
Kayu
HasiiHutan
Perikanan
BtBaraLogam
Oil Gas
Tmbnglain
Makanan
Mnyklemak
GilingPadi
Tepung
Gula
Makananlain
Minuman
Rokok
Pemintalan
TPT
BambuKayuRtn
Kertas
PupukPstsda
Kimia
KilangMnyk
KaretPistk
MinBknlogam
Semen
BesiBaja
LgmNonLogam
BrgNonLogam
Mesin
AltAngkutan
Indlain
SektorJsLain
baik dalam bentuk tarif maupun non tariff seperti
subsidi pupuk, maupun intervensi dalam penentuan
rendemen. Komoditi gula outputnya turun sebesar
6,391 persen dan impor meningkat menjadi 26,636
persen.Urutan kedua adalah kacang-kacangan.
Komoditi kacang-kacangan seperti kacang kedelai
juga menerima proteksi dengan adanya penerapan
tarif impor. Dibukanya kran tarif menyebabkan
insentif untuk berproduksi rendah hal ini dicerminkan
output yang turun sebesar 2,809 persen, di sisi lain
menyebabkan impor meningkat yaitu sebesar 5,526
persen.
Output
-2,809
0,061
0,074
-0,045
0,007
0,149
-6,132
-0,041
-0,170
0,160
0,271
0,165
0,178
-0,037
0,151
0,158
0,210
0,072
-0,089
0,036
0,013
-0,003
-0,286
-0,317
-0,031
0,002
-0,220
-6,391
0,035
0,076
0,270
-0,258
0,033
-0,013
-0,099
-0,226
-1,049
0,048
0,155
-0,555
0,110
-0,861
-0,330
-0,672
-0,163
-0,648
-0,667
0,148
Sumber: Data Diolah (2010)
Harga Output
-3,372
-0,332
-0,382
-0,489
-0,356
-0,147
-4,550
-0,343
-0,257
-0,081
-0,061
-0,185
-0,103
-0,341
-0,287
-0,120
-0,240
-0,267
-0,412
-0,227
-0,053
-0,010
-0,186
-0,167
0,009
-0,065
-0,051
-3,373
-0,390
-0,519
-0,096
-0,362
-0,113
-O,D38
-0,189
-0,325
-0,485
-0,013
-0,379
-0,383
0,087
-0,656
-0,005
-0,586
-0,667
-1,330
-0,409
0,222
Skilled
-4,506
0,013
0,010
-0,163
-0,057
0,180
-8,665
-0,116
-0,246
0,213
0,377
0,206
0,244
-0,124
0,093
0,107
0,187
0,029
-0,231
0,018
0,094
0,118
-0,299
-0,430
-0,001
0,047
-0,293
-9,242
0,150
0,162
0,453
-0,378
0,084
-0,007
-0,169
-0,279
-1,375
0,127
0,283
-0,715
0,223
-1,457
-0,414
-0,891
-0,186
-0,926
-0,880
0,502
Kesem[:Jatan Kerja
Unskilled
-4,876
-0,357
-0,360
-0,533
-0,427
-0,190
-9,035
-0,486
-0,616
-0,157
0,007
-0,164
-0,126
-0,494
-0,277
-0,263
-0,183
-0,341
-0,601
-0,351
-0,276
-0,252
-0,669
-0,800
-0,371
-0,323
-0,663
-9,612
-0,220
-0,208
0,083
-0,748
-0,286
-0,376
-0,539
-0,649
-1,745
-0,243
-0,087
-1,085
-0,147
-1,827
-0,784
-1,261
-0,555
-1,296
-1,250
0,132
Upah
Ekspor
Impor
-0,293
-0,293
-0,293
-0,293
-0,293
-0,276
-0,276
-0,276
-0,276
-0,276
-0,276
-0,276
-0,276
-0,276
-0,257
-0,257
-0,257
-0,216
-0,216
-0,273
0,054
0,054
0,054
-0,198
-0,134
-0,134
-0,134
-0,134
-0,134
-0,134
-0,134
-0,185
-0,185
-0,242
-0,109
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
-0,096
0,240
20,327
3,409
1,017
1,799
2,200
0,784
24,567
1,761
1,302
0,205
0,158
1,846
0,681
2,110
1,188
0,521
0,998
1,417
1,995
0,527
0,484
0,286
1,091
1,065
0,007
0,341
0,542
18,220
1,547
1,408
2,690
2,704
0,892
0,287
1,094
2,177
3,280
0,057
2,963
3,063
-0,424
5,021
0,108
4,496
5,402
11,432
3,181
-0,911
5,526
4,051
11,582
5,874
-0,225
-0,040
-16,262
3,989
6,904
0,692
0,271
-0,154
1,323
66,584
-0,166
2,459
-0,039
-0,693
7,755
2,775
1,256
-0,195
4,388
5,048
0,493
15,861
3,548
26,636
2,882
3,403
2,987
7,830
6,147
3,999
2,637
-0,393
2,879
0,053
10,891
6,736
0,595
0,936
0,791
6,272
3,043
5,512
5,254
0,578
Vol. 15 No.3
J.IImu Pert. Indonesia 203
Dampak FTA terhadap Kondisi Distribusi
Pendapatan Rumah Tangga Indonesia
Pada Tabel 6 terlihat bahwa secara umum,
skema liberalisasi perdagangan berpotensi untuk
menurunkan pendapatan rumah tangga secara riil.
Besaran perubahan penurunan distribusi pendapatan
secara riil menunjukkan nilai yang sangat kecil
berkisar antara -0,136 (rural 1) dan 0,175 persen
(urban 3). Dampak penurunan pendapatan paling
maksimum dirasakan pada rumah tangga dengan
pendapatan terkecil
di perdesaan (rural 1).
Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar
akan terjadi pada rumahtangga pada golongan
dengan pendapatan tertinggi di perdesaan (rural 7)
dan perkotaan (urban 3). Hal ini menunjukkan bahwa
liberalisasi perdagangan lebih menguntungkan bagi
masyarakat berpendapatan tinggi baik di desa
maupun di kota sehingga terjadi peningkatan
disparitas walaupun tidak begitu besar. Penurunan
hambatan perdagangan menginduksi peningkatan
perdagangan internasional dimana ekspor dan impor
akan meningkat. Diferensiasi produk yang semakin
tinggi memberikan keleluasaan bagi rumahtangga
untuk mengekspansi konsumsi. Tetapi aksesibililitas
dan kondisi existing rumah tangga berdasarkan
kategori dalam Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) berbeda.
Tabel 6.Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap
Distribusi Pendapatan Rumahtangga
Rumahtangga
Pendapatan Riil
rurall
-0,136
rural2
-0,074
rural3
-0,054
rural4
-0,033
rural5
0,102
rural6
-0,023
rural?
0,145
urban1
-0,026
urban2
0,085
urban3
0,175
Sumber: Data Diolah (2010)
KESIMPULAN
Perubahan kinerja ekonomi makro sebagai
akibat dari eliminasi tarif impor dalam skema FTA
tidak
tampak
signifikan
untuk
menopang
pertumbuhan PDB Riil. Indonesia diprediksi hanya
akan mengalami peningkatan PDB rill yang relatif
kecil kurang dari satu persen (0,90 persen).
Diperlukan peningkatan investasi agar neraca
perdagangan Indonesia menjadi positif. Peningkatan
laju
pertumbuhan
ekonomi
sejalan
dengan
peningkatan output pada sebagian besar sektor di
tingkat mikro. Hal ini juga dipresentasikan oleh
peningkatan PDRB yang hanya dialami oleh 10 dari
30 provinsi di Indonesia dengan kisaran peningkatan
sebesar 0,575 persen - 0,015 persen yaitu Sumatera
Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Nusa Teggara Timur dan NAD. Provinsi yang
mengalami ekspansi output secara konsisten akan
meningkat kesempatan kerjanya dan selanjutnya
meningkatkan upah.
Hampir sebagian besar sektor mengalami
peningkatan output yaitu cengkeh, rokok, unggas,
perkebunan lain, tanaman serat, jagung, umbiumbian, kopi, ternak, potong hewan, kayu,
perikanan, batu bara logam, giling padi, makanan
lain, minuman, TPT, kilang minyak, karet plastik,
semen, dan industri jasa lain. Dampak terhadap
variabel-variabel sektoral setiap sektor tersebut
diatas
konsisten.
Peningkatan
output
akan
menurunkan
harga
output,
meningkatkan
kesempatan kerja baik skilled maupun unskilled,
menurunkan tingkat upah. Peningkatan output akan
berdampak pada peningkatan ekspor yang tidak
begitu besar sehingga secara agregat lebih kecil dari
peningkatan impor.
Terjadi peningkatan impor kecuali pada
tanaman serat dan unggas. Peningkatan impor terjadi
karena bahan baku dari output yang mengalami
peningkatan berasal dari impor. Hal ini terjadi pada
cengkeh, rokok, dan perkebunan lain seperti coklat.
Peningkatan investasi, terutama untuk produk
substitusi impor sangat diperlukan sehingga adanya
liberalisasi tidak meningkatkan ketergantungan
Indonesia pada komoditas impor, terutama impor
bahan baku.
Dengan adanya liberalisasi perdagangan,
beberapa sektor mengalami penurunan output. Hal
1n1
menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut
kurang mampu bersaing dengan produk impor.
Penurunan terbesar terjadi pada komoditi gula dan
tebu. Urutan kedua adalah kacang-kacangan.
Peningkatan efisiensi, terutama untuk industri gula
yang selama ini merupakan industri yang diproteksi
pemerintah sangat diperlukan sehingga tidak
menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap
impor gula.
Skema liberalisasi perdagangan berpotensi
untuk menurunkan pendapatan rumah tangga riil.
Besaran perubahan penurunan distribusi pendapatan
204
Vol. 15 No. 3
secara nominal menunjukkan nilai yang sangat kecil.
Dampak penurunan pendapatan paling maksimum
dirasakan pada rumah tangga dengan pendapatan
terkecil baik di perdesaan (rural 1). Sebaliknya,
peningkatan pendapatan paling besar akan terjadi
pada
rumahtangga
pada
golongan
dengan
pendapatan tertinggi di perdesaan (rural 7) dan
Hal ini menunjukkan bahwa
perkotaan (urban 3).
dalam partisipasi liberalisasi perdagangan terjadi
.disparitas pendapatan antar golongan rumahtangga
di Indonesia walaupun tidak begitu besar. Walaupun
demikian,
penurunan
hambatan
perdagangan
menginduksi peningkatan perdagangan internasional
dimana ekspor dan impor akan meningkat.
Diferensiasi produk yang semakin tinggi memberikan
keleluasaan bagi rumahtangga untuk mengekspansi
konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Bettamura.
2010.
Analisis faktor-faktor yang
Mempengaruhi Output Industri Coklat di
Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.
Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan
Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku
Kesatu. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Horridge, J., Parmenter, B.R. and Pearson, K.R. 1993,
"ORANI-F: a general equilibrium model of the
Australian economy", Economic and Financial
Computing3: 71-140.
J.IImu Pert. Indonesia
Horridge, M., Madden, J. and Wittwer, G. 2005. Using
a Highly Disaggregated Multi-regional SingleCountry Model to Analyse the Impacts of the
2002-03 Drought on Australia. Journal of Policy
Modelling 27(3):285-308, May 2005
Oktaviani, R. 2000. The Impact of APEC Trade
Liberalisation on Indonesian Economy and
Agricultural Sector. Unpublished PhD thesis,
Department of Agricultural Economics, The
University of Sydney.
Stephenson, S. M. 1994. The Uruguay Round and Its
Benefit to Indonesia. Ministry of Trade,
Republic of Indonesia, Jakarta.
Sumedi. 2005.
Dampak Kebijakan Desentralisasi
Fiskal terhadap Kesenjangan antar Daerah dan
Kinerja Perekonomian Nasional dan Daerah.
Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogar, Bogar.
Wittwer, G. 1999. WAYANG: A General Equilibrium
Model Adapted for the Indonesian Economy.
Centre for International Economics Studies and
School of Economics, University of Adelaide,
Australia.
Widyastutik. 1995. Mungkinkan Indonesia Mencapai
Swasembada Gula secara Berkelanjutan?
Thesis. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian,
IPB, Bogar.
Widyastutik, 0., R., Asmara, A. Irawan, T. 2009.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Realisasi Investasi Sektor Pertanian di
Indonesia. Hibah Bersaing 2009. DIKTI,
Jakarta.
Download