~--- -- ---- Vol. 15 No.3 Jurnal llmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, him. 192-204 ISSN 0853- 4217 DAMPAK FREE TRADE ARRANGEMENTS(FTA) TERHADAP EKONOMI MAKRO, SEKTORAL, REGIONAL, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Dl INDONESIA I I (THE IMPACT OF FREE TRADE AGREEMENT(FTA) ON INDONESIAN MACRO ECONOMIC, SECTORAL, AND INCOME DISTRIBUTION) Rina Oktaviani 1 >, Widyastutik 1 >, Syarifah Amaliah 1 > ABSTRACT Indonesia's commitment to be involved in the scheme of Free Trade Agreement (FTA) is expected to bring a multiplier effect for the Indonesian economy, including sectoral, regional, and household distributional impact. The study was conducted using recursive dynamic Computable General Equilibrium Model (CGE) with further extension on top-down regional features. In the short term, the impact of the FTA has not seemed to significantly increase the national and regional GOP of each province. Trade liberalization scheme could potentially reduce the real income of households, the largest decline in low-income households in rural areas. Increased household income disparities need to be accounted with a serious community empowerment program to avoid social and economic conflicts. Increased competitiveness on regional and sectoral level is necessary. Improvement on market access is mandatory for several advantageous commodities. By increasing competitiveness, quality of infrastructures, and access to export markets, the export performance can be improved. From the internal side, an efficient supply chain management is also crucial to meet the desires of consumers with quality, time, price and the right amount. Keywords : Free Trade Agreement(FTA), Computable General Equilibrium (CGE), Regional Economics. ABSTRAK Komitmen Indonesia untuk terlibat dalam skema Free Trade Agreement (FTA) diekspektasikan mendatangkan multiplier effect bagi perekonomian Indonesia, tak terkecuali terhadap keragaan ekonomi sektoral, regional, dan distribusi pendapatan rumahtangga. Kajian dilakukan dengan menggunakan alat analisis Computable General Equilibrium Model (CGE). recursive dynamic dengan perluasan fitur regional dan pendekatan top-down. Dalam jangka pendek, dampak FTA belum tampak secara signifikan meningkatkan PDB nasional maupun PDRB regional masing-masing provinsi di Indonesia. Skema liberalisasi perdagangan berpotensi menurunkan pendapatan riil rumah tangga, penurunan terbesar pada rumahtangga berpendapatan rendah di pedesaaan. Peningkatan disparitas pendapatan rumah tangga, walaupun tidak begitu tinggi perlu dihadapi dengan sikap yang serius dengan program pemberdayaan masyarakat agar tidak terjadi konflik sosial dan ekonomi. Peningkatan daya saing baik daya saing wilayah maupun sektoral mutlak diperlukan dan tidak cukup mengandalkan keunggulan komparatif. Dari sisi sektoral, diperlukan peningkatan akses pasar untuk beberapa komoditi yang telah memiliki keunggulan. Dengan meningkatkan daya saing, kwalitas infrastruktur ekspor dan akses pasar, maka kinerja ekspor dapat ditingkatkan. Dari sisi internal sektoral diperlukan respon penawaran yang cepat dengan manajemen rantai pasokan yang efisien untuk memenuhi keinginan konsumen dengan kwalitas, waktu, harga dan jumlah yang tepat. Kata kunci : Free Trade Agreement(FTA), Computable General Equilibrium (CGE), Ekonomi Regional. PENDAHULUAN Perekonomian dunia yang semakin berkembang sejak akhir abad ke 20 semakin membuka hubungan perdagangan antar negara, t) Dep. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Penulis Korenpondensi : [email protected] yang ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antar negara. Menurut pendapat sebagian ahli ekonomi, perdagangan antar negara sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan seminimal mungkin pengenaan tarif dan hambatan lainnya. Hal ini didasari argumen bahwa liberalisasi perdagangan akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang terlibat perdagangan dan bagi dunia serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar Vol. 15 No.3 dibandingkan tidak ada perdagangan. Demikian pula menurut Hadi (2003) selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara perdagangan bebas juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Sementara Stephenson ( 1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan derilikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya. Meningkatnya volume perdagangan karena FTA diekspektasikan akan mendatangkan multiplier effect bagi setiap aspek perekonomian Indonesia. Meskipun dalam sudut pandang makroekonomi liberalisasi perdagangan akan meningkatkan performance perekonomian, tetapi dampak liberalisasi perdagangan yang terjadi pada level ekonomi sektoral, distribusi pendapatan rumahtangga, dan ekonomi regional/ kewilayahan dapat menghasilkan implikasi yang berbeda. Secara teoritis, industri dengan tingkat proteksi yang rendah umumnya memiliki tingkat kesiapan yang tinggi untuk mengembangkan industri sebagai respon atas liberalisasi perdagangan, sementara tantangan industri yang tidak berdayasaing akan menghadapi banyak kendala untuk menghadapi kompetisi perdagangan internasional. Sementara itu, dampak skenario eliminasi tarif impor bagi developing countries seperti Indonesia akan mempengaruhi postur dan besaran penerimaan pemerintah (government revenue). Komponen (government transfer) transfer pemerintah merupakan saluran transmisi yang secara langsung akan mempengaruhi tingkat pendapatan di level rumahtangga. Implikasi atas penyesuaian anggaran pemerintah dan perubahan struktur ekonomi dapat menghasilkan dualitas dampak bagi pendapatan rumahtangga. Di satu sisi, terdapat kelompok rumahtangga yang diuntungkan atas kondisi ini dan di sisi lain terdapat kelompok rumahtangga yang dirugikan. Akumulasi atas dampak individual per strata pendapatan rumahtangga akan difokuskan pada konsepsi distribusi pendapatan rumahtangga. Dimana distribusi pendapatan yang menyebar pada keseluruhan kelompok rumah tangga diisyaratkan sebagai kesukesan pemerataan pendapatan. Adopsi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dimulai tahun 2000 untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan bagian atas solusi masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah telah menjadi crtitical considerations dalam setiap aspek kebijakan yang dapat mempengaruhi J.IImu Pert. Indonesia 193 kondisi regional/ kewilayahan, tak terkecuali komitmen atas liberalisasi perdagangan. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah dibandingkan pendekatan sektoral, akan tetapi pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang keterpaduan antar sektoral, daerah (spatia~ serta antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Sementara implementasi kebijakan desentralisasi fiskal dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan arah kebijakan pembangunan daerah diimbangi dengan wewenang anggaran memiliki potensi meingkatkan efisiensi alokasi sumber daya dan juga efisiensi produksi. Kebijakan alokasi yang terdesentralisasi akan menghasilkan keputusan yang baik karena dilakukan oleh pemerintah yang dekat dengan masyarakat sehingga mengetahui potensi dan permasalahan yang sebenarnya. Desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan antara kelompok masyarakat dan antar wilayah. Dengan demikian pelaksanaan desentralisasi fiskal mempercepat pengurangan kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional (World Bank, 2000; Mahi, 2000; Ebel dan Yilmaz,1999 dalam Sumedi, 2005). Berdasarkan keluasan spektrum dalam memandang "dampak" atas fenomena Free Trade Arrangements (FTA) terhadap Indonesia, maka tujuan utama yang ditetapkan dalam kajian ini difokuskan untuk menganalisis dampak FTA terhadap ekonomi regional dan distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga di Indonesia. BAHAN DAN METODE Pengukuran dampak FTA terhadap ekonomi regional dan distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga di Indonesia dilakukan dengan menggunakan alat analisis Computable General Equilibrium Model (CGE). Karakteristik model CGE yang diaplikasikan dalam kajian ini adalah model CGE recursive dynamic pendekatan top-down, yang mengkombinasikan model ORANI-F (Horridge eta!./ 1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000). Dengan menggunakan pendekatan top-down, keterkaitan atau linkage antara dampak perubahan kebijakan yang bersifat nasional seperti penurunan tarif impor komoditas tertentu terhadap keragaan ekonomi wilayah dan distribusi pendapatan di level rumahtangga dapat dianalisis. I I Vol. 15 No.3 J.IImu Pert. Indonesia 195 Karena alasan keterbatasan-keterbasaan data tersebut, dalam penelitian ini digunakan pendekatan "top-dowrt'. Keuntungan utama menggunakan pendekatan "top-dowrt' yaitu data yang diperlukan secara relatif lebih sederhana, khususnya tidak memerlukan data arus perdagangan inter-regional. Pendekatan ini juga ~:o~:::: ~a: 11odifikasi model menjadi lebih seder!: a~ a. Dengan mengacu Jada rv1odel model ORANI-F (Horridge eta!., 1993) dqn INDOF (Oktaviani, 2000), tahap awal dalam menjalankan model inter-regional dibutuhkan data tentang dikotomi antara barangbarang dan jasa-jasa yang diperdagangkan secara regional (nasional) dan barang-barang yang tidak diperdagangkan (loca~. Industri dibagi ke dalam industri nasional dan industri lokal. Komoditi dibagi kedalam non-margin komoditi lokal, margin komoditi lokal, dan komoditi nasional. Masing-masing share region dari output perekonomian adalah eksogen. Sebagai tambahan, share masing-masing komoditi yang digunakan di dalam region r bersumber dar region syang sama untuk seluruh r. Seluruh tambahan database yang diperlukan untuk pegembangan model CGE adalah untuk masing-masing industri di seluruh region, kita membutuhkan share regional awal dari output dan investasi. Untuk masing-masing komoditi, kita perlu mengetahui share ragional ekspor dan share regional permintaan pemerintah. Tidak ada tambahan data yang diperlukan untuk menghitung share regional konsumsi rumah tangga. Hal tersebut diasumsikan bahwa nilai share awal regional konsumsi rumah tangga untuk seluruh komoditi adalah sama dengan share dari pendapatan upah yang diterima tenaga kerja dari perekonomian tersebut dikalikan dengan pendapatan tenaga kerja perekonomian. Berikut 1n1 adalah beberapa tambahan persamaan yang diperlukan untuk pengembangan model CGE, antar lain: 1. 2. Permintaan Input Barang Antara berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region XlCSI_REGcsir =Xlcsi * RGSHRl;r (1) dimana: = Permintaan input antara Xlcsi berdasarkan komoditi, sumber dan industri. RGSHR11r Share input antara regional berdasarkan industri dan region Permintaan Investasi berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region X2CSI_REGcsir =X2csi * RGSHR4r (2) dimana: X2csi Permintaan investasi berdasarkan komoditi, sumber dan industri. RGSHR2,r 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. = Share investasi regional input antara berdasarkan industri dan region Permintaan Konsumsi Barang berdasarkan Komoditi, Sumber, Region dan Rumah Tangga X3CS_REGcsrh = X3csh * RGSHR3cr (3) dimana: X3csh = Permintaan konsumsi berdasarkan komoditi, sumber dan industri rumahtangga. RGSHR3cr = Share permintaan konsumsi regional berdasarkan komoditi dan region Permintaan Ekspor berdasarkan Region X4_REGcr = X4c * RGSHR4cr (4) dimana: Permintaan ekspor berdasarkan X4c komoditi Share regional ekspor RGSHR4cr berdasarkan komoditi dan region Permintaan "Other" berdasarkan Komoditi, Sumber dan Region (5) XSCS_REGcsr =XScs * RGSHRScr dimana: Permintaan input berdasarkan XScs komoditi dan sumber RGSHRScr Share input lain regional berdasarkan komoditi dan region Permintaan Margin Input Antara berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region XlMARG_REGcsimr = Xlcsim * RGSHRl;r (6) dimana: Xlcsim = permintaan margin input barang antara berdasarkan komoditi, sumber dan industri. Permintaan Margin Investasi berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region X2MARG_REGcsimr = X2csim * RGSHR2,r (7) dimana X2csim = permintaan margin investasi berdasarkan komoditi, sumber, dan industri. Margin Konsumsi Swasta berdasarkan komoditi, sumber, region dan kelompok rumahtangga X3MARG_REGcsmrh = X3csmh * RGSHR3cr (8) dimana X3csmh = margin konsumsi swasta berdasarkan komoditi, sumber, dan rumah tangga. Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi dan Region X4MARG_REGcmr = X4cm * RGSHR4cr (9) dimana: X4cm = Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi ' I i i ' I I f j 196 Vol. 15 No. 3 J.IImu Pert. Indonesia 10. Margin "Other" Berdasarkan komoditi, sumber, dan Region XSMARG_REGcsmr = X5csm * RGSHR5cr (10) dimana: X5csm = permintaan margin input lain berdasarkan komoditi dan sumber 11. Share Regional dari Produksi Industri RGSHRl,r= XlTOT _Rj, XI TOT, (11) dimana: XlTOT_R,r total output regional berdasarkan industri dan region Xl T00 = total output berdasarkan industri 12. Share Regional dari Investasi Industri yang berhubungan pada share produksi regional RGSHR2,r = RGSHRl,r * FREG2,r * FFREG2, (12) dimana: komplemen dari komoditi spesifik FREG2,r berdasarkan industri dan region FFREG21 pergeseran share investasi industri yang sama di setiap region 13. Upah total seluruh Populasi dalam perekonomian sama dengan penjumlahan dari upah total populasi seluruh region (13) LLIHRfXllOJ; *{JNAJ'= LL1HRE0JOJ: *{J 15. Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan Komoditi dan Region RGSHR4cr = FREG4cr * FFREG4c (15) dimana: RGSHR4cr Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan Komoditi dan Region FREG4cr = komplemen dari komoditi ekspor spesifik berdasarkan industri dan region FFREG4c pergeseran share ekspor yang sama di setiap region berdasarkan komoditi 16. Share regional permintaan "other" RGSHR5cr = FREG5cr * FFREG5c ( 16) dimana: RGSHR5cr = Share permintaan "other" Regional berdasarkan komoditi dan Region FREG5cr komplemen dari komoditi "other" spesifik berdasarkan industri dan region FFREG5c pergeseran share komoditi "other" yang sama di setiap region berdasarkan komoditi 17. Output Komoditi Lokal Non Margin l_,(RFGSfr.lln'l .. 'I'IKL\ '"" 'XICS! Rt'0, \'II Rf,·< i.. rolw:\mt'i!-~~~.u;s.·F.I.IRF:3., 'L,. )nB.L'>, l - dimana: ' LABREGTOT, = Total upah tenaga kerja berdasarkan region QNAT Total populasi dalam perekonomian LABREGTOTs Total upah tenaga kerja berdasarkan sumber Q_REGs Total populasi regional berdasarkan sumber 14. Share konsumsi swasta regional berubah searah dengan perubahan share pendapatan tenaga kerja RGSHR3cr = ( 14) I o•[ (1 ~l!Rf:l Rn, II II Ill /() )')I" u 'I EPS_Hc LABREV_REGr WlLAB_IO FREG3cr FFREG3cr ). '.ncs RF< ;, '" , , ) ' 1'-1/i IS, 'litJiS/1.1/iF.J .. 'X.J RF!i .. I )IllS,'"" 'IU.'iiSI/IIilc5, '.\'SCS L(Rio'ii.\'1/.IRt."l .. 'ilB.lS .\'() RF(i l < liUi, '"' I ... - - - '.\11'.1'/ Rlo'ii,, ), I+ L.iREriSII·IRF2., ' I 2B.lS '"" '.\2CS/ RF!i RUiSI/lf!F1., 'L)i'JEI.IS '.\liS R!Ji, 1·-W.·lS *RUI.\'1/~RE"", *X.t RF<I, I 5H.·L\'. ·'""' ,,,,:< t * RFC/Slf.·JR£5 I* X5CS RUi -- )(J[[JF.\1/iUi, LI.J.\/1/( 'RHiSEI.IRf:.l,., 'Y-1\/.IRii RFri .. • iini.''>".~f!RF3 * L L t ·:;JJ.. U(. ,, * .\'.1.\/·1/a; Ll·s.tt.JR ... "'Rr-(;s/ur<r:5,, "'xs.\JAR(i l..fiE!iSEl 1/ihl,. '11\/.IR., ... '.\ 1\I·IRii ,RHiS/1.-JR!:'~, I = Elastisitas rata-rata pengeluaran rumah tangga = Upah berdasarkan region = total upah untuk seluruh industri dan pekerja = komplemen dari komoditi spesifik berdasarkan industri dan region = pergeseran share konsumsi sama berdasarkan yang industri di setiap region 1.... ,, /if:'(i,, .., (17) 18. Penggunaan Komoditi Lokal Margin Rr:c 1 'FFRni J dimana: RUi, '"" . ) · l_,(iiFriSfr.IRE2 .. 'i2liiS,,, ..,.'X2CS/ "'1·2.\/A/(, * X2.\!Jf?(/ RE(j""'' 1 RF(i ... + RUi,. R/:'(1",, (18) 19. Penawaran Komoditi Lokal yang berhubungan pada Produksi dari Industri Lokal XO REG - Cl == ~. 1 ~ I MAKE } MAKE ''I * XJTOT - R (19) /I - ' 20. Output dari Industri Nasional Xl TOT_R,r FF_X1TOT_R1 Xl TOT, * F_Xl TOT_R,r * (20) Dimana: XlTOT_R,r = permintaan input gabungan industri seluruh region dan berdasarkan industri region ----------~ -~~· ~----------------~ ~~~~~~~~ • ~I Vol. 15 No.3 J.IImu Pert. Indonesia 197 F_Xl TOT_R;r = deviasi spesifik regional dari keragaan industri nasional FF_Xl TOT_R; = deviasi regioanl yang sam a dari keragaan industri nasional 21. Keseimbangan output industri seluruh region dengan industri nasional * XITOT 'f.REGSFIARE 1, ,. _R, = XITOT, * RSUlvf _NAT, (21) . Oimana RSUM_NA T; = Total· share produksi regional dari industri nasional 22. Total Upah Berdasarkan Region LABRI:T - RfXi = I (L(RI:'GS!I!IRF:I, *L,V!L4B,,, *) ' L1BRL'GHJT,l(RGS!IRI, *PIL!IB, .. "*XIL:IB, .. )) (22) Oimana: LABREV_REGr = pembayaran upah berdasarkan region LABREGTOTr = tota\ upan tenaga l<.er)a berdasarkan region 23. GOP Riil Regional (Gross Region Products) ZTOT _REG,= XlPRIM _i*2,.ZCON _REG" (23) Oimana ZTOT_REGr ZCON_REG;r GOP riil regional deviasi total output region dari GOP nasional 24. Perbedaan Kontribusi pada total output region dari GOP Nasional [1 IIL.11Jf)] ) r IA!Liff)J)f() /CO.V REG=) " \ I ' * :·11'/W( '[)IPRH" .\I!OT R I!PR/\1 XI/'RHl i 'f.} Will \fc "+ • ' .\!TOT *--" .\ITOl,' . ! (24) Oimana: VALUADD;r faktor Pembayaran dan industri berdasarkan region VALUADDTOTir= Total pembayaran faktor berdasarkan region 25. Tenaga Kerja Agregat Regional PERSO.\TOT RECi = I . '[)LAB!\'DRE(j* PERSOX_REri,) !IBRECTOT, (25) Oimana: PERSONTOT_REGr = LABINDREG;r LABREGTOT;. jumlah tenaga kerja agregat (orang) upah tenaga kerja berdasarkan industri dan region = total upah tenaga kerja berdasarkan region PERSON_RE~r berdasarkan dan region = Pekerja industri (orang) 26. Tenaga Kerja Berdasarkan Region dan Industri PERSON _ REG. ll = X1LAB o * RGSHR1 tr - t (26) Simulasi kebijakan yang dilakukan dalam penelitian ini berasal dari data historis sesungguhnya dan dianggap akan terjadi pada 5 tahun yang akan datang yaitu tahun 2013. Simulasi yang akan dilakukan berhubungan dengan Eliminasi tarif impor menjadi 0 persen terhadap keragaan ekonomi regional dan distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga di Indonesia dengan Model CGE Indonesia dengan justifikasi berdasarkan skema FTA HASIL DAN PEMBAHASAN A. INDONESIA DAN KOMPLEKSITAS FREE TRADE ARRANGEMENTS(FTA) Proses perundingan multilateral (WTO) yang berjalan lambat, menyebabkan banyak negara, termasuk Indonesia, mencari alternatif kerjasama liberalisasi perdagangan melalui kerjasama perdagangan bilateral, regional, maupun transregional lainnya seperti Free Trade Agreement (FTA). FTA (Free Trade Area) dengan negara tertentu pada dasarnya memberikan perlakuan khusus kepada negara mitra dagang tertentu dan mendiskriminasikan mitra yang lain. FTA dapat berupa akses pasar yang lebih baik, tarif dan non tarif yang lebih rendah bahkan tidak ada sama sekali. Oalam FTA plus, akses pasar yang lebih baik juga dikombinasikan dengan berbagai kerjasama dan kemudahan lainnya, seperti perlakuan pajak yang lebih longgar. Oengan demikian, FTA dengan negara tertentu dapat meningkatkan volume perdagangan atara kedua negara, tetapi dilain pihak dapat berdampak negatif terhadap perdagangan dengan mitra lain. Secara keseluruhan, FTA tidak selalu memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan ekonomi negara yang bersangkutan. Oalam beberapa kasus, FTA dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan ekonomi negara yang bersangkutan. Sejak awal 1990-an kerjasama perdagangan melalui jalur bilateral dan regional semakin marak yang mendorong negara mitra lain melakukan hal yang sama guna mengurangi distorsi perdagangan .........~----------------~~ :-~..........~~ 198 Vol. 15 No. 3 akibat perbedaan tarif bea masuk yang diberikan kepada negara mitra. Kerjasama dalam bentuk Free Trade Agreement (FTA) menjadi demikian kompleks. Hal ini terlihat dari terjadinya kombinasi antara FTA bilateral dan regional (regional plus). Sampai dengan tahun 2009, data jumlah skema FTA yang tercatat oleh World Trade Organization sudah mencapai 180 skema kerjasama. Legitimasi FTA Bilateral maupun Regional pada · faktanya diregulasi oleh WTO. Dimana dalam regulasi tersebut, dinyatakan secara spesifik bahwa negara yang berada dalam keanggotaan WTO hanya dapat melakukan negosiasi FTA bilateral, regional, dan transregional di luar sistem WTO apabila memenuhi tiga persyaratan yang mencakup: Pertama, kesepakatan yang dibuat tidak akan menimbulkan hambatan perdagangan terhadap negara-negara di luar keanggotaan konsensus tersebut. Kedua, kawasan perdagangan bebas sebagai tujuan final harus mampu dicapai dengan periode yang reasonable dan diterima secara luas. Dalam perkembangannya kemudian ditetapkanlah sepuluh tahun sebagai periode yang lazim bagi pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas. Ketiga, Kesepakatan harus meliputi seluruh sektor secara substansial. Persyaratan terakhir merupakan butir kesepakatan yang kontroversial dan melahirkan perdebatan panjang ketika dikautkan dengan pengukuran kuantitatif teknis penentuan tarif, maupun secara kualitatif untuk menentukan produk barang dan jasa unggulan. Namun pada prakteknya, kerapkali skema kerjasama perdagangan bilateral dan regional dimana setiap konsensus yang spesifik, dan inkonsisten dengan persyaratan yang telah diajukan WTO (Hepburn et. a!., 2007). Gambar 1 menjelaskan secara grafis mengenai kerumitan konfigurasi arsitektur ekonomi di dunia baik dalam skema regional maupun transregional. Konsep Liberalisasi sering dianalogikan dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara atau suatu negara sedang menjalankan kebijakan liberalisasi bila kebijakan yang diterapkan tersebut menyebabkan perekonomian semakin berorientasi ke luar (outward-oriented) dan juga openness. Dalam menyikapi hal tersebut, Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan strategi kerjasama perdagangan internasional "triple track strategy" sebagai pilar strategi diplomasi perundingan perdagangan internasional. Ketiga pilar strategi tersebut adalah: Pertama, adalah melalui negosiasi multilateral di bawah naungan WTO. Kedua, adalah secara regional terutama sebagai anggota dari ASEAN dan dalam rangka ASEAN ditambah mitra dagang (ASEAN+3). Bersama ASEAN, Indonesia telah J.IImu Pert. Indonesia menyelesaikan kerjasama Free Trade Agreement (FTA) dengan China dan Korea, dan kini tengah dalam proses negosiasi dengan beberapa negara lain seperti dalam kerangka ASEAN-ANZ, ASEAN-India, dan ASEAN-EU. Ketiga, adalah kerjasama perdagangan secara bilateral. Dalam hal kerjasama liberalisasi perdagangan bilateral. Hingga dengan saat ini Indonesia baru menyelesaikan satu perjanjian FTA, yaitu dengan Jepang. Lebih lanjut, di samping skema yang telah ditandatangani, Indonesia telah melakukan Joint Feasibiltty Study (JFS) FTA dengan EFTA dan sedang melakukan JFS-FTA bilateral dengan beberapa negara antara lain Australia, Chile, Tunisia dan India. ...,,.,,,. "'" ......... '"' ·~ ·~ ' Sumber: ADB (2008) Gambar 1. Konfigurasi Arsitektur Ekonomi: Forum Regional dan Transregional KONDISI TARIF IMPOR DAN PAJAK EKSPOR BERLAKU DI INDONESIA Instrumen restriksi tarif ( tarrif barrie!) telah lama dikenal dan diberlakukan oleh berbagai negara, baik negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang (NSB). Kelebihan instrumen ini adalah pembebanannya masih melalui mekanisme pasar, sehingga setiap agen-agen pelaku ekonomi dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran tarif yang dibebankan. Pada tingkat tarif yang rendah, kemampuan daya saing menjadi kata kunci bagi produk suatu negara terutama produk industri manufaktur untuk dapat bersaing baik di pasar domestik maupun dalam memasuki pasar internasional. Pada studi ini akan dilakukan simulasi dampak penurunan tarif impor dan pajak ekspor terhadap keragaan ekonomi regional dan distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga di Indonesia. Besarnya masing-masing sektor penurunan tarif pada ditentukan berdasarkan existing tarif impor dan ekspor yang bersumber dari database Tabel Input ~ Vol. 15 No.3 J.IImu Pert. Indonesia 199 Output 2008 (Tabel 2). Tingkat tarif yang dibebankan terhadap 48 sektor yang telah diagregasi diturunkan hingga mencapai nol persen dalam jangka waktu lima tahun terhitung 2008-2013. Tabel 2. Besaran Tingkat Tarif Impor dan Pajak Ekspor Sektoral dalam Persen Sektor 1 Kacangan 2 }agung 3 Umbian 4 5ayurBuah 5 TanMakLain 6 Karet 7 Tebu 8 Kelapa 9 KlpSawit 10 Kopi 11 Cengkeh 12 TanSerat 13 Kebunlain 14 Tanlain 15 Ternak 16 PotongHwn 17 Unggas 18 Kayu 19 HasiiHutan 20 Perikanan 21 BtBaralogam 22 OiiGas 23 Tmbnglain 24 Makanan 25 Mnyklemak 26 GilingPadi 27 Tepung 28 Gula 29 Makananlain 30 Minuman 31 Rokok 32 Pemintalan 33 TPT 34 BambuKayuRtn 35 Kertas 36 PupukPstsda 37 Kimia 38 KilangMnyk 39 KaretPistk 40 MinBknlogam 41 Semen 42 BesiBaja 43 LgmNonLogam 44 BrgNonLogam 45 Mesin 46 AltAngkutan 47 Indlain 48 SektorJslain ==---------=-_:____-----'=== Tarif Impor 9,565 2,259 5,973 3,816 0,011 0,050 0,676 2,285 3,259 0,360 0,000 0,104 0,734 42,351 0,039 1,532 0,007 0,009 3,938 1,726 1,336 0,000 1,746 3,155 0,320 8,793 1,991 27,428 1,943 2,379 3,032 4,729 3,018 9,003 1,389 0,318 2,483 -25,957 5,178 4,948 0,055 1,705 1,232 3,029 2,543 4,704 4,366 0,000 Pajak Ekspor 0,010 0,008 0,008 0,011 0,011 0,008 0,015 0,012 0,009 0,019 0,007 0,175 0,008 0,017 0,011 0,013 0,007 0,038 0,024 0,009 0,037 0,040 0,030 0,024 0,009 0,004 0,013 0,023 0,014 0,112 0,604 0,014 0,011 0,013 0,010 0,005 0,018 0,005 0,016 0,034 0,031 0,015 O,D15 0,020 0,015 0,013 0,022 0,016 Sumber: Data Diolah (2010) Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat tarif impor yang diterapkan oleh Indonesia dapat ditarik sebuah pada proteksi yang sangat tinggi diberlakukan untuk produk-produk pertanian dan agro based industry. Beberapa komoditas yang masuk ke Indonesia masih dikenakan tarif impor yang tinggi meliputi gula, umbiumbian, kacang-kacangan, padi giling, serta bambu kayu dan rotan. Umumnya, sektor protektif tersebut memiliki nilai kepentingan yang bukan hanya krusial secara ekonomi tetapi juga secara politis. Orientasi stabilitas harga pangan saat ini (terutama pada komoditas beras dan gula sebagai komoditas strategis) mempunyai orientasi kebijakan perdagangan pangan untuk menseparasi pasar domestik dengan pasar internasional. Oleh karena itu, tendensi dan tuntutan jangka panjang untuk menurunkan tarif akan menjadi permasalahan yang kompleks dan perlu dicermati dengan seksama apabila dikaitkan dengan ketahanan pangan, terlebih untuk kedaulatan pangan. Sementara itu, penetapan tarif impor secara relatif menunjukkan besaran yang rendah, terutama untuk industri prioritas ekspor Indonesia seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Semen,Minyak Lemak (Minyak Kelapa Sawit), serta Industri Jasa Lainnya. Dengan demikian sektor dengan level tarifikasi yang rendah seyogyanya memanfaatkan peluang agar bisa mentransformasikan tantangan liberalisasi perdagangan menjadi peluang. Hal ini mengandalkan tentunya tidak cukup hanya keunggulan komparatif. Dari sisi produksi diperlukan respon penawaran yang cepat dengan manajemen rantai pasokan untuk memenuhi keinginan konsumen dengan kwalitas, waktu, harga dan jumlah yang tepat. Untuk memenuhi keinginan konsumen tersebut, intelejen pasar dengan dukungan pemerintah sangat diperlukan. B. DAMPAK FTA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KELOMPOK RUMAH TANGGA DI INDONESIA Dampak FTA terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia Perubahan kinerja ekonomi makro sebagai akibat dari eliminasi tarif impor dalam skema FTA tidak tampak signifikan untuk menopang pertumbuhan PDB Riil. Indonesia diprediksi hanya akan mengalami peningkatan PDB rill yang relatif kecil kurang dari satu persen (0,90 persen). Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan output pada sebagian besar sektor di tingkat mikro. Proksi kesejahteraan masyarakat yang direpresentasikan oleh variabel konsumsi riil rumahtangga agregat meningkat meskipun dengan intensitas yang sangat kecil. Peningkatan konsumsi rumahtangga terjadi karena konsumen memperoleh barang dengan harga yang relatif murah sebagai dampak adanya trade creation effect Manfaat positif J.IImu Pert. Indonesia 200 Vol. 15 No. 3 liberalisasi perdagangan tidak sebatas harga yang murah yang secara makro ditunjukkan dengan penurunan indeks harga konsumen ( -0,014 persen), menstimulasi Dibukanya potensi perdagangan terjadinya consumption effect dimana secara grafis, garis Consumption Possibility Frontier (CPF) akan meningkat ke atas. Ini berarti bahwa adanya perdagangan dengan penurunan tarif membuat masyarakat bisa mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar. Dengan kata lain bahwa pendapatan riil masyarakat (yaitu pendapatan yang diukur dari berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh jumlah uang tersebut) meningkat dengan adanya penurunan tarif. Skema liberalisasi perdagangan secara komprehensif telah menyediakan ruang untuk peningkatan investasi. Persetujuan untuk meliberalisasi perdagangan di sektor barang dan jasa akan mendorong dunia usaha untuk menyesuaikan dengan lingkungan bisnis bilateral tanpa hambatan. Daya tarik bagi investasi akan menjadi semakin tinggi dengan adanya reformasi regulasi, minimisasi resiko ketidakpastian dalam berusaha, dan perbaikan iklim investasi. Dalam periode lima tahun kedepan diperkirakan terjadi ekspansi investasi sebesar 1,243 persen. Preseden negatif kinerja perdagangan ditunjukkan dengan nilai yang negatif neraca perdagangan ( -0,288 Milyar Rupiah). Kebijakan liberalisasi perdagangan yang berusaha untuk menghilangkan hambatan perdagangan. Isu sentral yang harus dicermati mengenai kinerja perdagangan adalah sejauh mana kekuatan penawaran ekspor Indonesia dapat merespon peluang liberalisasi perdagangan. Prediksi menunjukkan bahwa kebijakan liberalisasi baik dalam bentuk duties (pajak ekspor dan tarif impor) berpotensi untuk meningkatkan laju pertumbuhan impor (2,234 persen) lebih cepat (1,112 persen). Realitas daripada ekspor menunjukkan bahwa lebih mudah bagi importir untuk langsung melakukan impor dibanding eksportir merelokasi sumber daya atau faktor produksi untuk mengekspor. Sesungguhnya fenomena yang terjadi pada kinerja ekspor adalah kendala dari s1s1 penawaran. Kondisi ini akan semakin buruk jika perdagangan bebas tidak memberikan insentif dan strategi jangka panjang bagi industri untuk meningkatkan produktivitas melalui efisiensi produksi maupun adopsi teknologi. Peningkatan kwalitas infrastuktur ekspor, seperti peningkatan kualitas pasca panen, packing dan handling serta penguatan laboratorium uji mutu akan meningkatkan daya saing ekspor Indonesia sehingga dapat menembus pasar ekspor. Peningkatan efisiensi manajemen rantai penawaran juga diperlukan agar produk Indonesia dapat menembus akses pasar di negara tujuan ekspor dengan lebih efisien. Tabel 3. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Makroekonomi Indonesia Variabel PDB riil dari sisi pengeluaran Konsumsi riil rumahtangga lnvestasi Riil Pengeluaran Pemerintah Ekspor Impor Persediaan Riil lndeks Harga Konsumen Neraca Perdagangan Upah Riil Rata-rata Upah Nominal rata-rata Dampak Makroekonomi 0,090 0,014 1,243 0,014 1,112 2,324 -0,212 -0,014 -0,288 0,093 0,078 Sumber: Data Diolah (2010) Pada sisi pendapatan, tingkat upah nominal agregat naik sebesar 0,078 persen sebagai akibat peningkatan tingkat upah tenaga kerja terdtdik dan tidak terdidik di tingkat ekonomi mikro. Peningkatan upah nominal yang disertai dengan penurunan laju inflasi menyebabkan tingkat upah rill meningkat sebesar 0,093 persen. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan pendapatan riil pekerja dan secara makro akan meningkatkan tingkat konsumsi agregat. Untuk jangka pendek, peningkatan konsumsi rumahtangga dapat dipenuhi dengan peningkatan impor karena dengan berlakunya FTA harga impor menjadi lebih murah. Akan tetapi, dalam jangka panjang, hal ini akan meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap produk impor. Peningkatan investasi diperlukan agar terjadi peningkatan produksi dan neraca perdagangan. Jika tidak cepat diantisipasi, akan terjadi peningkatan harga produk dalam negeri karena permintaan yang besar hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan tenaga kerja. Secara keseluruhan, peningkatan upah dan biaya produksi akan meningkatkan GDP deflator dan inflasi. Dampak FTA terhadap Regional Indonesia Kinerja Ekonomi Untuk melihat bagaimana dampak liberalisasi perdagangan terhadap kinerja makroekonomi di tingkat regional, maka akan dianalisis dampak terhadap PDRB, kesempatan kerja, dan upah di setiap provinsi di Indonesia. Beberapa provms1 yang mengalami peningkatan PDRB berturut-turut dari tertinggi Sumatera Selatan (0,575 persen), Sulawesi Selatan (0,356 persen), Sumatera Barat (0,288 persen), Sumatera Utara (0,285 persen), Lampung (0,195 persen), Jawa Barat (0,11 persen), Jawa Timur (0,105 persen) (Lihat Tabel 4). -. Vol. 15 No.3 J.IImu Pert. Indonesia 201 Tabel4. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Ekonomi Regional Indonesia Provinsi Nad Sumut Sum bar Riau Jambi Sumsel Babel bengkulu lampung Dki Jabar Banten Jateng Diy Jatim Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut gorontalo Sulteng Sulsel Sultra Bali Ntb Ntt Maluku Malut Pa12ua PDRB Kesem12atan Kerja 0,015 0,285 0,288 -0,132 -0,171 0,575 -0,111 -0,226 0,195 -0,432 0,11 -0,055 -0,095 -0,129 0,105 -0,077 -0,041 0,038 -0,248 -0,07 -0,075 -0,06 0,356 -0,04 -0,085 -0,487 0,374 -0,032 -0,073 -0,614 -0,447 0,474 1,654 -0,687 -0,714 0,54 -0,603 -0,835 -1,031 -1,097 0,514 -0,383 -0,226 -0,576 0,715 -0,591 -0,468 -0,389 -0,797 -0,534 -0,556 -0,577 1,905 -0,556 -0,506 -1,318 -0,028 -0,493 -0,541 -1,619 U(2ah 0,069 1,309 2,74 -0,336 -0,356 1,3 -0,339 -0,52 2,031 -0,611 1,381 -0,027 0,529 -0,107 1,666 -0,208 -0,137 0,011 -0,394 -0,099 -0,157 -0,269 3,015 -0,274 -0,045 -0,928 0,742 -0,179 -0,224 -1,334 Sumber: Data Diolah (2010) Provinsi yang mengalami ekspansi PDRB secara konsisten akan meningkat kesempatan kerjanya dan selanjutnya meningkatkan upah. Namun patut dicermati, kontribusi setiap sektor terhadap PDRB. Walaupun output sektor mengalami peningkatan sebagai dampak FTA, perlu dianalisis secara mendalam bagaimana sharenya terhadap PDRB total di masing-masing prov1ns1. Beberapa prov1ns1 mengalami peningkatan output di beberapa sektor, namun sebenarnya sharenya terhadap PDRB relatif kecil. Seperti halnya Sumatera Selatan walaupun alat angkutan memberikan konstribusi peningkatan PDRB terbesar, namun apabila dilihat share-nya, alat angkutan menduduki posisi kedua setelah karet. Karet termasuk komoditi andalan yang memberikan kontribusi pada PDRB Sumatera Selatan diikuti dengan cengkeh, tanaman serat dan tanaman perkebunan lainnya. Demikian juga untuk Provinsi Sulawesi Selatan kontribusi PDRB lebih banyak diberikan oleh sektor karet, cengkeh, tanaman serat, perkebunan lain, dan ternak. Secara lebih lengkap kontribusi sektor terhadap masing-masing Provinsi Lampiran 1. Komoditas dapat dilihat pada perkebunan tersebut merupakan komoditas ekspor Indonesia. Adanya liberalisasi perdagangan akan meningkatkan volume ekspor dan meningkatkan gairah produksi produk perkebunan. Beberapa provinsi yang peningkatan outputnya tidak disertai peningkatan tenaga kerja antara lain Nanggroe Aceh Darusalam dimana dampak FTA di satu sisi meningkatkan output tapi di sisi lain menurunkan kesempatan kerja. Hal ini wajar mengingat peningkatan output Nanggroe Aceh Darusalam relatif kecil (naik sebesar 0,015 persen) untuk mendongkrak peningkatan kesempatan kerja (turun sebesar -0,447 persen). Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral Tabel 5 menyajikan dampak liberalisasi perdagangan terhadap keragaan ekonomi sektoral dianalisis berdasarkan dampak terhadap output, harga output, kesempatan kerja, upah, ekspor dan impor. Teori ekonomi menjelaskan liberalisasi perdagangan membawa konsekwensi dihapuskannya eliminasi retriksi tarif. Eliminasi tarif akan memberikan insentif bagi produsen untuk meningkatkan output dan menurunkan harga agar dapat bersaing dengan produk impor atau dapat meningkatkan output untuk ekspor. Ekspansi output mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja. Rekruitmen terhadap tenaga kerja baik yang terdidik maupun tidak terdidik akan meningkat. Demikian juga dengan upah, peningkatan permintaan tenaga kerja dengan supply labor tetap akan mendorong peningkatan upah. Peningkatan output berturut-turut menduduki 5 peningkatan tertinggi adalah cengkeh sebesar 0,271 persen, rokok sebesar 0,270 persen, unggas sebesar 0,210 persen, perkebunan lain sebesar 0, 178 persen, dan tanaman serat sebesar 0,165 persen. Beberapa sektor lainnya yang juga mengalami peningkatan output antara lain jagung, umbi-umbian, kopi, ternak, potong hewan, kayu, perikanan, batu bara logam, giling padi, makanan \ain, minuman, TPT, k1\ang minyak, \<.a ret p\astik, semen, dan industri jasa lain. Dampak terhadap variabel-variabel sektoral setiap sektor tersebut diatas konsisten. Peningkatan output akan menurunkan harga output, meningkatkan kesempatan kerja baik terdidik maupun tidak terdidik, menurunkan tingkat upah. Peningkatan output akan berdampak pada peningkatan ekspor. Terjadi peningkatan impor kecuali pada tanaman serat dan unggas. Peningkatan impor terjadi karena bahan baku dari output yang mengalami peningkatan berasal dari impor . Hal ini terjadi pada cengkeh, rokok, dan perkebunan lain seperti coklat. Walaupun 202 Vol. 15 No. 3 J.IImu Pert. Indonesia Indonesia penghasil kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading, untuk keperluan industri coklat, Indonesia masih melakukan impor untuk pasta coklat (Bettamura, 2010). Dengan adanya liberalisasi perdagangan, beberapa sektor mengalami penurunan output. Hal 1n1 menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut kurang mampu bersaing dengan produk impor. Penurunan terbesar terjadi pada komoditi gula dan tebu. Berdasarkan data_ tarif, tarif impor gula menduduki no 2 tertinggi yaitu sebesar 27,428 persen. Penelitian Widyastutik (1995) menunjukkan komoditi gula merupakan salah satu komoditi yang memperoleh proteksi yang tinggi dari pemerintah Tabel 5. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Ekonomi Sektoral Indonesia Sektor Kacangan Jagung Umbian SayurBuah TanMakLain Karet Tebu Kelapa KlpSawit Kopi Cengkeh TanSerat Kebunlain Tan lain Ternak PotongHwn Unggas Kayu HasiiHutan Perikanan BtBaraLogam Oil Gas Tmbnglain Makanan Mnyklemak GilingPadi Tepung Gula Makananlain Minuman Rokok Pemintalan TPT BambuKayuRtn Kertas PupukPstsda Kimia KilangMnyk KaretPistk MinBknlogam Semen BesiBaja LgmNonLogam BrgNonLogam Mesin AltAngkutan Indlain SektorJsLain baik dalam bentuk tarif maupun non tariff seperti subsidi pupuk, maupun intervensi dalam penentuan rendemen. Komoditi gula outputnya turun sebesar 6,391 persen dan impor meningkat menjadi 26,636 persen.Urutan kedua adalah kacang-kacangan. Komoditi kacang-kacangan seperti kacang kedelai juga menerima proteksi dengan adanya penerapan tarif impor. Dibukanya kran tarif menyebabkan insentif untuk berproduksi rendah hal ini dicerminkan output yang turun sebesar 2,809 persen, di sisi lain menyebabkan impor meningkat yaitu sebesar 5,526 persen. Output -2,809 0,061 0,074 -0,045 0,007 0,149 -6,132 -0,041 -0,170 0,160 0,271 0,165 0,178 -0,037 0,151 0,158 0,210 0,072 -0,089 0,036 0,013 -0,003 -0,286 -0,317 -0,031 0,002 -0,220 -6,391 0,035 0,076 0,270 -0,258 0,033 -0,013 -0,099 -0,226 -1,049 0,048 0,155 -0,555 0,110 -0,861 -0,330 -0,672 -0,163 -0,648 -0,667 0,148 Sumber: Data Diolah (2010) Harga Output -3,372 -0,332 -0,382 -0,489 -0,356 -0,147 -4,550 -0,343 -0,257 -0,081 -0,061 -0,185 -0,103 -0,341 -0,287 -0,120 -0,240 -0,267 -0,412 -0,227 -0,053 -0,010 -0,186 -0,167 0,009 -0,065 -0,051 -3,373 -0,390 -0,519 -0,096 -0,362 -0,113 -O,D38 -0,189 -0,325 -0,485 -0,013 -0,379 -0,383 0,087 -0,656 -0,005 -0,586 -0,667 -1,330 -0,409 0,222 Skilled -4,506 0,013 0,010 -0,163 -0,057 0,180 -8,665 -0,116 -0,246 0,213 0,377 0,206 0,244 -0,124 0,093 0,107 0,187 0,029 -0,231 0,018 0,094 0,118 -0,299 -0,430 -0,001 0,047 -0,293 -9,242 0,150 0,162 0,453 -0,378 0,084 -0,007 -0,169 -0,279 -1,375 0,127 0,283 -0,715 0,223 -1,457 -0,414 -0,891 -0,186 -0,926 -0,880 0,502 Kesem[:Jatan Kerja Unskilled -4,876 -0,357 -0,360 -0,533 -0,427 -0,190 -9,035 -0,486 -0,616 -0,157 0,007 -0,164 -0,126 -0,494 -0,277 -0,263 -0,183 -0,341 -0,601 -0,351 -0,276 -0,252 -0,669 -0,800 -0,371 -0,323 -0,663 -9,612 -0,220 -0,208 0,083 -0,748 -0,286 -0,376 -0,539 -0,649 -1,745 -0,243 -0,087 -1,085 -0,147 -1,827 -0,784 -1,261 -0,555 -1,296 -1,250 0,132 Upah Ekspor Impor -0,293 -0,293 -0,293 -0,293 -0,293 -0,276 -0,276 -0,276 -0,276 -0,276 -0,276 -0,276 -0,276 -0,276 -0,257 -0,257 -0,257 -0,216 -0,216 -0,273 0,054 0,054 0,054 -0,198 -0,134 -0,134 -0,134 -0,134 -0,134 -0,134 -0,134 -0,185 -0,185 -0,242 -0,109 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 -0,096 0,240 20,327 3,409 1,017 1,799 2,200 0,784 24,567 1,761 1,302 0,205 0,158 1,846 0,681 2,110 1,188 0,521 0,998 1,417 1,995 0,527 0,484 0,286 1,091 1,065 0,007 0,341 0,542 18,220 1,547 1,408 2,690 2,704 0,892 0,287 1,094 2,177 3,280 0,057 2,963 3,063 -0,424 5,021 0,108 4,496 5,402 11,432 3,181 -0,911 5,526 4,051 11,582 5,874 -0,225 -0,040 -16,262 3,989 6,904 0,692 0,271 -0,154 1,323 66,584 -0,166 2,459 -0,039 -0,693 7,755 2,775 1,256 -0,195 4,388 5,048 0,493 15,861 3,548 26,636 2,882 3,403 2,987 7,830 6,147 3,999 2,637 -0,393 2,879 0,053 10,891 6,736 0,595 0,936 0,791 6,272 3,043 5,512 5,254 0,578 Vol. 15 No.3 J.IImu Pert. Indonesia 203 Dampak FTA terhadap Kondisi Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Indonesia Pada Tabel 6 terlihat bahwa secara umum, skema liberalisasi perdagangan berpotensi untuk menurunkan pendapatan rumah tangga secara riil. Besaran perubahan penurunan distribusi pendapatan secara riil menunjukkan nilai yang sangat kecil berkisar antara -0,136 (rural 1) dan 0,175 persen (urban 3). Dampak penurunan pendapatan paling maksimum dirasakan pada rumah tangga dengan pendapatan terkecil di perdesaan (rural 1). Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar akan terjadi pada rumahtangga pada golongan dengan pendapatan tertinggi di perdesaan (rural 7) dan perkotaan (urban 3). Hal ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan lebih menguntungkan bagi masyarakat berpendapatan tinggi baik di desa maupun di kota sehingga terjadi peningkatan disparitas walaupun tidak begitu besar. Penurunan hambatan perdagangan menginduksi peningkatan perdagangan internasional dimana ekspor dan impor akan meningkat. Diferensiasi produk yang semakin tinggi memberikan keleluasaan bagi rumahtangga untuk mengekspansi konsumsi. Tetapi aksesibililitas dan kondisi existing rumah tangga berdasarkan kategori dalam Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) berbeda. Tabel 6.Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Rumahtangga Pendapatan Riil rurall -0,136 rural2 -0,074 rural3 -0,054 rural4 -0,033 rural5 0,102 rural6 -0,023 rural? 0,145 urban1 -0,026 urban2 0,085 urban3 0,175 Sumber: Data Diolah (2010) KESIMPULAN Perubahan kinerja ekonomi makro sebagai akibat dari eliminasi tarif impor dalam skema FTA tidak tampak signifikan untuk menopang pertumbuhan PDB Riil. Indonesia diprediksi hanya akan mengalami peningkatan PDB rill yang relatif kecil kurang dari satu persen (0,90 persen). Diperlukan peningkatan investasi agar neraca perdagangan Indonesia menjadi positif. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan output pada sebagian besar sektor di tingkat mikro. Hal ini juga dipresentasikan oleh peningkatan PDRB yang hanya dialami oleh 10 dari 30 provinsi di Indonesia dengan kisaran peningkatan sebesar 0,575 persen - 0,015 persen yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Teggara Timur dan NAD. Provinsi yang mengalami ekspansi output secara konsisten akan meningkat kesempatan kerjanya dan selanjutnya meningkatkan upah. Hampir sebagian besar sektor mengalami peningkatan output yaitu cengkeh, rokok, unggas, perkebunan lain, tanaman serat, jagung, umbiumbian, kopi, ternak, potong hewan, kayu, perikanan, batu bara logam, giling padi, makanan lain, minuman, TPT, kilang minyak, karet plastik, semen, dan industri jasa lain. Dampak terhadap variabel-variabel sektoral setiap sektor tersebut diatas konsisten. Peningkatan output akan menurunkan harga output, meningkatkan kesempatan kerja baik skilled maupun unskilled, menurunkan tingkat upah. Peningkatan output akan berdampak pada peningkatan ekspor yang tidak begitu besar sehingga secara agregat lebih kecil dari peningkatan impor. Terjadi peningkatan impor kecuali pada tanaman serat dan unggas. Peningkatan impor terjadi karena bahan baku dari output yang mengalami peningkatan berasal dari impor. Hal ini terjadi pada cengkeh, rokok, dan perkebunan lain seperti coklat. Peningkatan investasi, terutama untuk produk substitusi impor sangat diperlukan sehingga adanya liberalisasi tidak meningkatkan ketergantungan Indonesia pada komoditas impor, terutama impor bahan baku. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, beberapa sektor mengalami penurunan output. Hal 1n1 menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut kurang mampu bersaing dengan produk impor. Penurunan terbesar terjadi pada komoditi gula dan tebu. Urutan kedua adalah kacang-kacangan. Peningkatan efisiensi, terutama untuk industri gula yang selama ini merupakan industri yang diproteksi pemerintah sangat diperlukan sehingga tidak menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap impor gula. Skema liberalisasi perdagangan berpotensi untuk menurunkan pendapatan rumah tangga riil. Besaran perubahan penurunan distribusi pendapatan 204 Vol. 15 No. 3 secara nominal menunjukkan nilai yang sangat kecil. Dampak penurunan pendapatan paling maksimum dirasakan pada rumah tangga dengan pendapatan terkecil baik di perdesaan (rural 1). Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar akan terjadi pada rumahtangga pada golongan dengan pendapatan tertinggi di perdesaan (rural 7) dan Hal ini menunjukkan bahwa perkotaan (urban 3). dalam partisipasi liberalisasi perdagangan terjadi .disparitas pendapatan antar golongan rumahtangga di Indonesia walaupun tidak begitu besar. Walaupun demikian, penurunan hambatan perdagangan menginduksi peningkatan perdagangan internasional dimana ekspor dan impor akan meningkat. Diferensiasi produk yang semakin tinggi memberikan keleluasaan bagi rumahtangga untuk mengekspansi konsumsi. DAFTAR PUSTAKA Bettamura. 2010. Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Coklat di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku Kesatu. Ghalia Indonesia. Jakarta. Horridge, J., Parmenter, B.R. and Pearson, K.R. 1993, "ORANI-F: a general equilibrium model of the Australian economy", Economic and Financial Computing3: 71-140. J.IImu Pert. Indonesia Horridge, M., Madden, J. and Wittwer, G. 2005. Using a Highly Disaggregated Multi-regional SingleCountry Model to Analyse the Impacts of the 2002-03 Drought on Australia. Journal of Policy Modelling 27(3):285-308, May 2005 Oktaviani, R. 2000. The Impact of APEC Trade Liberalisation on Indonesian Economy and Agricultural Sector. Unpublished PhD thesis, Department of Agricultural Economics, The University of Sydney. Stephenson, S. M. 1994. The Uruguay Round and Its Benefit to Indonesia. Ministry of Trade, Republic of Indonesia, Jakarta. Sumedi. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Kesenjangan antar Daerah dan Kinerja Perekonomian Nasional dan Daerah. Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogar, Bogar. Wittwer, G. 1999. WAYANG: A General Equilibrium Model Adapted for the Indonesian Economy. Centre for International Economics Studies and School of Economics, University of Adelaide, Australia. Widyastutik. 1995. Mungkinkan Indonesia Mencapai Swasembada Gula secara Berkelanjutan? Thesis. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, IPB, Bogar. Widyastutik, 0., R., Asmara, A. Irawan, T. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Sektor Pertanian di Indonesia. Hibah Bersaing 2009. DIKTI, Jakarta.