BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 1) Landasan Teori 2.1.1 Hedging Hedging adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan multinasional untuk melindungi perusahaan dari eksposur terhadap valuta asing (Madura, 2012:211). Hedging didefinisikan sebagai tindakan untuk membatasi risiko dan eksposur, dimana eksposur itu timbul akibat kurs valuta asing yang berubah. Salah satu alat yang paling berguna untuk mengurangi risiko kurs tukar adalah dengan hedging. Menurut Ismiyanti (2011) menyatakan bahwa hedging dengan instrumen derivatif adalah salah satu cara untuk meminimalisir risiko fluktuasi kurs valuta asing. Hedging dilakukan oleh sebuah perusahaan atau perorangan untuk melindunginya terhadap perubahan harga yang sebaliknya dapat mempengaruhi laba secara negatif. Pembatasan risiko terhadap eksposur valuta asing sangatlah dibutuhkan oleh perusahaan yang menjalankan operasinya tidak lepas dari aktivitas transaksi luar negeri. Hal tersebut mengingat adanya fluktuasi valuta asing yang tidak dapat diprediksi sehingga menyebabkan kerugian yang dialami perusahaan terlihat dalam laporan keuangan perusahaan dimana perusahaan akan menanggung beban lebih besar akibat eksposur valuta asing. Dampak dari kerugian tersebut dapat dilihat dari penurunan laba perusahaan, penurunan laba per saham serta penurunan harga saham 10 di pasar modal. Hal yang dapat dilakukan untuk membatasi maupun mengurangi risiko tersebut untuk melindungi perusahaannya adalah dengan melakukan hedging menggunakan instrumen derivatif. Hedging untuk risiko valuta asing dilakukan dengan membentuk portofolio menggunakan instrumen derivatif valuta asing. Perusahaan dapat melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang, untuk menghindari risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya transaksi bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut (Guniarti, 2014). Brigham dan Houston (2011:347) menyatakan derivatif merupakan suatu kontrak keuangan antara dua pihak untuk mentransaksikan suatu aset saat harga tetap pada tanggal yang akan terjadi di masa depan. Derivatif merupakan kontrak antara dua pihak untuk membeli atau menjual sejumlah barang (aktiva finansial ataupun komoditas) pada tanggal yang telah disepakati di masa yang akan datang dengan harga yang telah disetujui saat ini (Utomo, 2000). Apabila perusahaan multinasional telah memutuskan untuk melakukan hedging pada seluruh atau sebagian eksposur transaksinya, perusahaan dapat menggunakan perangkat – perangkat hedging berupa kontrak futures, kontrak forward, currency swap dan opsi. Instrumen keuangan derivatif antara lain futures contracts, forward contract, options contracts dan swaps contracts (Madura, 2009:154). 2.1.1.1 Kontrak futures Kontrak futures menurut Hull (2008: 1) merupakan sebuah perjanjian untuk membeli atau menjual aset pada suatu periode tertentu di masa yang akan datang dengan kepastian harga yang telah disepakati sebelumnya. Sebuah perusahaan yang 11 membeli kontrak futures berhak menerima suatu valuta asing dengan jumlah tertentu, dengan harga tertentu, dan pada tanggal tertentu. Untuk meng-hedge kewajiban valuta asing di masa mendatang, perusahaan mungkin ingin membeli kontrak futures yang mewakili valuta yang sama dengan valuta yang mendominasi kewajiban tersebut. Apabila memegang kontrak ini, perusahaan dengan demikian telah mengunci jumlah valuta negara asal yang dibutuhkan untuk membayar kewajiban masa depan (Madura, 2012:323) 2.1.1.2 Kontrak Forward Hull (2008:5) menyatakan, kontrak forward hampir sama dengan kontrak futures pada perjanjian untuk membeli atau menjual aset pada waktu tertentu di masa yang akan datang dengan harga yang tertentu. Kontrak forward sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar yang ingin melakukan hedging. Untuk melakukan hedging memakai kontrak forward, perusahaan multinasional harus membeli kontrak forward untuk valuta yang sama dengan valuta yang mendominasi kewajiban dimasa depan. Madura (2012;62) menjelaskan bahwa kontrak forward diimplementasikan menggunakan kurs forward (forward rate) dimana kurs forward mewakili kurs penukaran valuta pada suatu waktu di masa depan. Jika perusahaan multinasional memperkirakan akan adanya kebutuhan atau penerimaan suatu valuta asing tertentu di masa depan, perusahaan tersebut dapat melakukan kontrak forward untuk mengunci kurs permbelian atau penjualan valuta tersebut. 12 2.1.1.3 Swap Madura (2012:344) menjelaskan currency swap merupakan kesempatan untuk menukarkan satu valuta asing dengan valuta lain pada kurs dan tanggal tertentu, dimana bank berfungsi sebagai perantara antara dua belah pihak yang ingin melakukan swap. Melakukan swap juga akan mendapat keuntungan akan terhindar dari risiko pertukaran uang dan tentunya tidak akan mengganggu pos-pos di balancesheet. 2.1.1.4 Opsi Pengertian dari opsi adalah suatu kontrak antara dua pihak dimana salah satu pihak (sebagai pembeli) mempunyai hak tetapi bukan kewajiban, untuk membeli atau menjual suatu aset atau efek tertentu dengan harga yang telah ditentukan pula, pada atau sebelum waktu yang ditentukan, dari atau ke pihak lain (Bapepam). Chance (2004) menjelaskan Opsi berisi dua jenis yaitu : 1) Opsi beli (Call Options) adalah opsi yang digunakan untuk membeli sebuah aset dalam harga tetap, harga tertentu pada tanggal tertentu sampai batas jatuh tempo. Harga tertentu yang konstan membuat opsi beli menjadi lebih berharga 2) Opsi jual (Put Options) adalah opsi yang digunakan untuk menjual sejumlah aset seperti saham dan sebagainya. Opsi jual memungkinkan pemegangnya untuk menjual dengan harga tetap, penurunan harga saham akan membuat opsi jual lebih berharga begitu juga sebaliknya. Pemegang option tidak diwajibkan untuk melaksanakan haknya atau akan melaksanakan haknya jika perubahan dari harga 13 underlying assetnya akan menghasilkan keuntungan baik dengan menjual atau membeli underlying asset tersebut. Perusahaan yang melakukan hedging terhadap risiko valuta asing dapat membentuk portofolio menggunakan instrumen derivatif valuta asing baik di pasar forward, futures, opsi dan kesepakatan swap sehingga perusahaan dalam melakukan pembelian atau penjualan valuta asing dapat mengurangi risiko kurs yang berubah dan menghindari kerugian yang tinggi. 2.1.2 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu pengklasifikasian besar kecil perusahan menurut berbagai cara. Pada dasarnya terdapat tiga kategori ukuran perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size), dan perusahaan kecil (small firm.) (Suwito dan Herawaty, 2005). Semakin besar sebuah perusahaan, maka akan semakin besar pula risiko yang diterima oleh perusahaan tersebut. Perusahaan yang besar memiliki lebih banyak kegiatan operasional dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Kegiatan operasional yang lebih banyak cenderung akan menimbulkan risiko yang lebih besar pula. Hal ini dapat mendorong suatu perusahaan besar untuk mengambil keputusan dalam melakukan hedging. Besarnya ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kemudahan suatu perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan (Aretz,et al, 2007). Menurut Guniarti (2014), Perusahaan dengan ukuran besar cenderung bertindak hati-hati dalam melakukan pengelolaan perusahaan dan cenderung melakukan aktivitas 14 hedging yang lebih banyak. Ukuran perusahaan dapat menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan oleh suatu investor untuk keputusan investasi. Investor mempunyai suatu anggapan bahwa perusahaan yang besar lebih stabil dan mampu untuk menghasilkan laba yang lebih besar daripada perusahaan yang relative kecil, apabila risiko tersebut stabil maka investor akan menerima risiko yang semakin rendah. (Ashmad, 2012). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan sebagai besar kecilnya perusahaan yang dapat dikategorikan berdasarkan total aset dan hasil penjualan tahunannya. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 mengkategorikan ukuran perusahaan sebagai berikut: usaha mikro memiliki total aset maksimal Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), usaha kecil total aset lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai maksimal Rp500.000.000,00 (lima ratu juta rupiah), usaha menengah memiliki total aset lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai maksimal Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), usaha besar memiliki total aset lebih besar dari usaha menengah. Menurut Riyanto (2010), suatu perusahaan besar yaitu perusahaan yang sahamnya tersebar sangat luas, sedangkan perusahaan kecil dimana sahamnya tersebar hanya di lingkungan kecil. Perusahaan besar tentu lebih diperhatikan oleh masyarakat dan tidak ingin mengalami penurunan aset yang dimilikinya sehingga diperlukan melakukan pengelolaan risiko dengan ketat. 15 2.1.3 Tingkat Hutang Menurut Hanafi (2010;29), hutang didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang mungkin timbul dimasa mendatang dari kewajiban organisasi sekarang untuk mentransfer aset atau memberikan jasa ke pihak lain dimasa mendatang, sebagai akibat transaksi atau kejadian dimasa lalu. Hutang termasuk kewajiban lancar yaitu kewajiban perusahaan kepada pihak lain kecuali kepada pemilik perusahaan yang harus dipenuhi atau dilunasi dalam jangka pendek (kurang dari setahun). Hutang muncul terutama karena penundaan pembayaran untuk barang atau jasa yang telah diterima oleh organisasi dan dari dana yang dipinjam. Hutang merupakan salah satu cara untuk mendapatkan suntikan dana secara cepat, namun hal tersebut akan membawa dampak adanya risiko tambahan dari penggunaan hutang tersebut seperti fluktuatifnya suatu komoditas, valuta asing, dan suku bunga. Semakin besarnya hutang dari pihak eksternal dan semakin tinggi risiko kesulitan keuangan maka tindakan lindung nilai atau hedging yang dilakukan juga akan semakin banyak. Putro (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan hutang lebih banyak dalam struktur modalnya terdapat kecenderungan untuk melakukan hedging. Perusahaan yang dalam struktur modalnya memiliki tingkat hutang yang tinggi cenderung akan lebih berhati-hati lagi dalam menjalankan operasi perusahaannya terutama dalam aktivitas transaksi luar negeri yang menggunakan valuta asing karena perusahaan tersebut selain harus membayar bunga yang tinggi akibat tingkat hutang yang tinggi, perusahaan juga tidak ingin manambah beban 16 risiko akibat adanya fluktuasi kurs mata uang dalam melakukan transaksi luar negeri. Hal ini menyebabkan perusahaan akan mengelola risikonya dengan sangat ketat guna membatasi risiko dan mengurangi risiko fluktuasi kurs valuta asing yaitu dengan melakukan aktivitas hedging menggunakan instrumen derivatif. 2.1.4 Kesulitan Keuangan Menurut Hanafi dan Abdul (2007:278), kesulitan keuangan dapat digambarkan dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek sampai insolvable. Kesulitan keuangan merupakan suatu kondisi perusahaan ataupun perbankan yang mengalami kesulitan keuangan akibat dari ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Kesulitan juga dapat dikatakan sebagai sebuah kondisi dimana perusahaan tidak mampu dalam membayar segala kewajibannya atau tidak terdapatnya dana untuk melunasi hutang jangka panjang maupun jangka pendek perusahaan saat jatuh tempo (Hasymi, 2007). Sebuah perusahaan dalam kesulitan keuangan biasanya tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang menggunakan aset cair (Sengupta & Faccio, 2011). Kesulitan keuangan juga dapat disebabkan oleh rendahnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari proses operasinya (Shaari et al, 2013). Beberapa kesulitan keuangan disebabkan oleh adanya hutang akibat kemiskinan (Ware, 2015). Kesulitan keuangan perusahaan mengacu pada keadaan keuangan yang genting yang disebabkan oleh kemunduran eksternal atau kegagalan pengendalian keuangan secara 17 internal (Zhang, et al, 2013). Kesulitan keuangan perusahaan adalah proses bertahap dan kumulatif, yang dikembangkan dari keadaan sehat (Zhuang & Chen, 2014). Indikasi terjadinya kesulitan keuangan dapat diketahui dari kinerja keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan dapat diperoleh dari informasi akuntansi yang berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan mengenai posisi kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan serta infromasi lainnya yang diperlukan oleh pemakai informasi akuntansi. Adapun kesulitan keuangan jangka pendek yang biasanya bersifat sementara dan mungkin tidak begitu parah, jika tidak ditangani secepat mungkin akibatnya dapat berkembang menjadi kesulitan keuangan yang besar dan jika terjadi berlarutlarut, perusahaan bisa dilikuidasi ataupun direorganisasi (Hidayat dan Wahyu Merianto, 2014) Kebangkrutan perusahaan memiliki konsekuensi yang signifikan yang dapat merugikan perekonomian perusahaan sehingga menyebabkan investor dan kreditor menderita kerugian keuangan yang cukup besar (Habib, et al, 2012). Menurut Asquith, Gertner, dan Scharfstein (1994) melakukan pengukuran kesulitan keuangan menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan kesulitan keuangan. Menurut Lou (1987) dan Hill et al. (1996), dilihat dengan adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden. Menurut Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mendefinisikan kesulitan keuangan jika tahun perusahaan mengalami laba operasi bersih negatif. 18 Kesulitan keuangan akan menyebabkan adanya biaya baik langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung termasuk fee untuk akuntan dan pengacara. Biaya tidak langsung adalah kehilangan penjualan atau keuntungan yang disebabkan adanya pembatasan yang dilakukan oleh pengadilan. Manajemen dengan indikator kesulitan keuangan dapat melakukan persiapan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk akibat biaya yang timbul melalui melakukan perlindunan menggunakan instrumen derivatif. 2.2 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian biasanya disusun dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2014:93). Berdasarkan rumusan masalah serta penelitian-penelitian terdahulu, maka didapat hipotesis sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap keputusan hedging Perusahaan yang besar cenderung mudah menjalankan aktivitasnya dalam memperoleh pendanaan. Pendanaan diperoleh melalui transaksi valuta asing baik itu dalam melakukan hedging sehingga agar transaksi terlindungi dari risiko fluktuasi kurs, maka perusahaan dapat melakukan aktivitas hedging. Perusahaan besar cenderung memiliki kegiatan operasional yang lebih banyak sehingga cenderung akan menimbulkan risiko yang lebih besar pula. Hal ini dapat mendorong suatu perusahaan besar untuk mengambil keputusan dalam melakukan hedging. 19 Menurut Guniarti (2014), perusahaan dengan ukuran besar cenderung bertindak hati-hati dalam melakukan pengelolaan perusahaan dan cenderung melakukan aktivitas hedging yang lebih banyak. Amrit Judge (2005); Raghavendra dan Velmurugan (2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap keputusan hedging dan mengindikasikan bahwa perusahaan yang lebih besar lebih banyak melakukan hedging daripada perusahaan yang kecil. Nguyen and Faff (2003) dan Putro (2012) juga menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap keputusan hedging. Berdasarkan landasan teori dan data empiris dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan terhadap permasalahan penelitian ini adalah: H1: 2.2.2 Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan hedging Pengaruh tingkat hutang terhadap keputusan hedging Perusahaan yang dalam struktur modalnya memiliki tingkat hutang yang tinggi cenderung akan lebih berhati-hati lagi dalam menjalankan operasi perusahaannya terutama dalam aktivitas transaksi luar negeri yang menggunakan valuta asing karena perusahaan tersebut selain harus membayar bunga yang tinggi akibat tingkat hutang yang tinggi, perusahaan juga tidak ingin manambah beban risiko akibat adanya fluktuasi kurs mata uang dalam melakukan transaksi luar negeri. Hal ini menyebabkan perusahaan akan mengelola risikonya dengan sangat ketat guna membatasi risiko dan mengurangi risiko fluktuasi kurs valuta asing yaitu dengan melakukan aktivitas hedging menggunakan instrumen derivatif. 20 Menurut Nguyen and Faff (2003), dan Iqbal (2015), Aretz et al. (2007), Rochet et al. (2004), Allayanis et al. (2001), Ahmad et al. ( 2012), Takao et al. (2009), Afza et al. (2011) menemukan pengaruh yang positif signifikan dari tingkat hutang terhadap penggunan derivative dalam keputusan hedging. Menurut Putro (2012) juga mengemukakan hal yang sama bahwa semakin besarnya hutang dari pihak eksternal dan semakin tinggi risiko kesulitan keuangan maka tindakan lindung nilai atau hedging yang dilakukan juga akan semakin banyak. Berdasarkan landasan teori dan data empiris dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan terhadap permasalahan penelitian ini adalah: H2: Tingkat Hutang perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan hedging 2.2.3 Pengaruh kesulitan keuangan terhadap keputusan hedging Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan mendorong perusahaan untuk berhati-hati mengelola keuangannya sehingga terdorong untuk melakukan perlindungan dari berbagai risiko dalam melakukan transaksi valuta asing maka itu perusahaan cenderung memutuskan melakukan hedging. Penelitian yang dilakukan oleh Nance et al. (1993), Triki (2006), Guniarti (2011), Raghavendra dan Velmurugan (2014) menyatakan bahwa kesulitan keuangan berhubungan negatif terhadap hedging. Putro (2012) juga menemukan bahwa kesulitan keuangan menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap probabilitas aktivitas hedging dengan instrumen derivatif Berdasarkan landasan teori dan data 21 empiris dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan terhadap permasalahan penelitian ini adalah: H3: Kesulitan keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap keputusan hedging 22