10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periklanan Suatu perusahaan mempunyai tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat sosial maupun bisnis. Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk mendapatkan profit atau keuntungan. Untuk mendapatkan laba atau keuntungan tersebut perusahaan dapat memperolehnya dari hasil penjualan produk barang atau jasanya. Didalam penjualan produk inilah, peranan periklanan akan menjadi sangat penting bagi perusahaan mengingat semakin ketatnya persaingan yang terjadi antara perusahaan, Periklanan merupakan salah satu aspek dari komunikasi pemasaran perusahaan. Perusahaan menggunakan periklanan dengan tujuan melakukan komunikasi secara persuasif terhadap masyarakat yang menjadi target. Himpunan Peraturan dan Etika Periklanan Indonesia, mendefinisikan periklanan sebagai “segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat” 8. Sedangkan menurut Monle Lee dalam bukunya yang berjudul “PrinsipPrinsip Pokok Periklanan dalam Persepektif Global”, periklanan adalah “komunikasi komersil dan non-personal tentang sebuah organisasi dan produkproduknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak (audience) target melalui media 8 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, 2007, para. 1 10 11 bersifat massal, seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang atau kendaraan umum”. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa periklanan adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan ide atau pesan tentang suatu produk yang ditujukan kepada target masyarakat tertentu melalui media yang bersifat massal serta memerlukan pembayaran tertentu. Sedangkan jenis-jenis media periklanan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut9 : 1. Iklan media cetak : surat kabar, majalah, jurnal, tabloid, dll 2. Iklan media elektronik : TV, radio (jingle dan sound), dan lain-lain 3. Iklan media online : internet. 4. Poster, papan reklame dan media ruang lainnya 5. Brosur, booklet, katalog, dan lain-lain 6. Surat penawaran melalui direct mail. 7. Pemberian sponsor dengan penekanan pada tujuan pemasaran dan periklanan 8. Bentuk-bentuk iklan khusus, seperti tas belanja, balon udara, dll 2.2 Model Komunikasi Periklanan Dari penjelasan sebelumnya dapat dilihat bahwa periklanan merupakan salah satu bentuk atau bagian dari komunikasi tidak langsung yang dilakukan melalui perantaraan media berbentuk audio (dengar), visual (pandang) dan audio visual 9 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, 2007 12 (dengar pandang)10. Berikut ini adalah gambaran mengenai periklanan di dalam struktur sistem komunikasi : Gambar 2.1. Periklanan Dalam Struktur Sistem Komunikasi11 Melalui periklanan terjadi penyampaian pesan mengenai suatu produk dari perusahaan, sebagai komunikator kepada audience atau konsumen, sebagai komunikan. Didalamnya terdapat pengoperan lambang (verbal-visual) dari perusahaan kepada konsumen agar konsumen mengubah tingkah lakunya sesuai keinginan perusahaan. Komunikasi berhasil jika lambang-lambang dapat diartikan sama oleh pemberi dan penerima pesan. Jika lambang yang dioperkan periklanan kepada konsumen tidak dapat diartikan sama seperti yang diinginkan perusahaan, maka periklanan tersebut tidak berhasil12. 10 Sanyoto, 2006 Sadjiman Ebdi Sanyoto, Metode Perancangan Komunikasi Visual Periklanan, (Yogyakarta : Dimensi Press, 2006), p. 11 12 Sanyoto, 2006 11 13 Proses komunikasi dalam periklanan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2. Model Komunikasi Periklanan.13 Gambar 2.2 menunjukkan model komunikasi dalam periklanan dengan sembilan unsur fundamental didalamnya. Dua unsur merupakan pihak-pihak utama dalam komunikasi –pengirim dan penerima, Dua unsur merupakan alat komunikasi utama –pesan dan media, Empat unsur merupakan fungsi komunikasi utama – pengkodean (encoding), penguraian kode (decoding), tanggapan (response), umpan balik (feedback), dan unsur terakhir dalam sistem tersebut adalah gangguan (noise) yaitu pesan-pesan acak dan bertentangan yang dapat mengganggu komunikasi yang diharapkan. Pengirim atau biasa disebut juga komunikator adalah pihak atau seseorang yang bertugas menyampaikan komunikasi sedangkan penerima atau komunikan 13 Belch, George E. & Michael A. Advertising And Promotion : An Integrated Marketing Communications Perspective (2nd ed.). ( Boston : Richard D. Irwin, Inc, 1993), p. 190 14 adalah pihak yang menerima pesan dalam sebuah kegiatan komunikasi14. Dalam penelitian ini, pengirim pesan adalah PT Bakrie Telecom selaku pemilik brand Esia melalui seluruh program yang diciptakan baik di media cetak maupun di media elektronik. 2.3 Tujuan Periklanan Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan sebuah iklan dibuat. Tujuan periklanan adalah “suatu tugas komunikasi spesifik dan level keberhasilan yang harus dicapai atas audience spesifik pada periode waktu yang spesifik”15. “Tujuan periklanan menyatakan dimana perusahaan ingin berada dalam kaitannya dengan pangsa pasar dan kepekaan publik, dapat berorientasi penjualan atau berorientasi komunikasi” 16. Digolongkan menurut sasarannya, tujuan periklanan televisi dapat dibagi menjadi 17: 1. Iklan Informatif (Informative) Iklan Informatif bertujuan untuk membentuk permintaan pertama. Caranya dengan memberitahukan pasar tentang produk baru, mengusulkan kegunaan baru suatu produk, memberitahukan pasar tentang perubahan harga, menjelaskan cara kerja suatu produk, pelayanan yang tersedia, mengkoreksi kesan yang salah, mengurangi kecemasan pembeli dan membangun citra perusahaan. Biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal peluncuran suatu jenis produk. 14 Sunarjo, 1995, p. 139, 150 Kotler, 2002, p. 658 16 Lee, 2004, p.157 17 Suyanto, 2005, pp. 53-60 15 15 2. Iklan Persuasif (Persuasive) Iklan Persuasif bertujuan untuk membentuk permintaan selektif suatu merek tertentu dan dilakukan pada tahap kompetitif dengan membentuk preferensi merek, mendorong alih merek, mengubah persepsi pembeli tentang atribut produk, membujuk pembeli untuk membeli sekarang serta membujuk pembeli menerima, mencoba, atau mensimulasikan penggunaan produk. 3. Iklan Pengingat (Reminder) Iklan Pengingat bertujuan untuk mengingatkan pembeli pada produk yang sudah mapan bahwa produk tersebut mungkin akan dibutuhkan kemudian, mengingatkan pembeli dimana mereka dapat membelinya, dan mempertahankan kesadaran puncak. 4. Iklan Penambah Nilai Iklan penambah nilai bertujuan untuk menambah nilai merek pada persepsi konsumen dengan melakukan inovasi, perbaikan kualitas, dan penguatan persepsi konsumen. 5. Iklan Bantuan Aktivitas Lain Iklan bantuan aktivitas lain bertujuan membantu memfasilitasi aktivitas lain perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran. Bila digolongkan menurut Advertising Spiral, tujuan periklanan televisi dapat dibagi menjadi 18: 1. Untuk produk baru/perintisan (pioneering), tujuan periklanan adalah menimbulkan kesadaran (awareness) dan mengenalkan produk dan merek seperti 18 Sanyoto, 2006, pp. 56-57, 80 16 yang diiklankan, manfaat, faedah, guna dan keuntungan produk yang diiklankan, sehingga timbul keinginan dan bertindak untuk membeli. 2. Untuk produk bersaing (competitive), tujuan periklanan adalah merebut pembeli produk sejenis dari pesaing dan beralih membeli produk kita, dengan mengutarakan kelebihan, keistimewaan, keunggulan dan keunikan (Unique Selling Prepositions) dari produk yang diiklankan. 3. Untuk produk lama dan mantap (retentive), tujuan periklanan adalah mengingatkan (reminding) dan mempertahankan pembeli agar tetap setia berlangganan, dengan meyakinkan keeksklusifan dan keunikan produk serta berusaha memposisikan produk pada benak audience (positioning). 2.4 Pengemasan Pesan Pengemasan pesan didefinisikan sebagai pikiran dan bahasa yang digunakan oleh komunikator dalam bahasa komunikasi yang dinamakan encoding. Hasil encoding, berupa pesan, kemudian ditransmisikan atau dikirimkan kepada komunikan. Apabila komunikan mengerti isi pesan atau pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi, begitu juga sebaliknya19. Pesan sendiri didefinisikan sebagai “materi pernyataan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan”20. Menurut Syam, pengemasan pesan komunikasi dapat dianalogikan seperti membangun sebuah jembatan. Usaha tersebut terdiri dari berbagai komponen yang saling menghubungkan dan mengembangkan satu sama 19 20 Effendy, 2000 Sunarjo, 1995, p. 112 17 lain untuk membentuk sebuah jembatan21. Ada empat komponen yang mutlak diperhatikan dalam mengemas sebuah pesan, yaitu 22: 1. Isi Pesan ”Apa yang akan dikatakan” Isi pesan adalah materi atau bahan yang dipilih oleh perusahaan untuk menyatakan tujuannya, meliputi informasi-informasi disampaikan, kesimpulankesimpulan yang diambil dan pertimbangan-pertimbangan yang diusulkan 23. Dalam menyusun sebuah isi pesan yang terbaik, perusahaan perlu mencari dan menentukan daya tarik, tema atau ide. Ada tiga jenis daya tarik yang digunakan, yaitu 24: 1. Daya Tarik Rasional. Daya tarik rasional mencoba membangkitkan minat seseorang. Isi pesan menunjukkan mutu, nilai ekonomis, manfaat, dan kinerja sebuah produk, sehingga audience memiliki pengetahuan dan mengenal produk bertanggung jawab atas pilihan mereka. 2. Daya Tarik Emosional. Daya tarik emosional mencoba membangkitkan emosi positif atau negatif yang akan memotivasi pembelian, misalnya menggunakan rasa takut, rasa bersalah, dan malu agar orang melakukan hal-hal tertentu. 3. Daya Tarik Moral. Daya tarik moral diarahkan pada perasaaan audience tentang apa yang benar dan tepat. Daya tarik ini sering digunakan untuk mendorong orang 21 Syam, 2004 Kotler, 2002, p. 633 23 Syam, 2002, p. 5.5 24 Kotler, 2002, pp. 633 - 635 22 18 mendukung masalah-masalah sosial, seperti lingkungan hidup yang lebih bersih, persamaan hak wanita, dll, jarang sekali dikaitkan dengan produk sehari-hari. Dalam bukunya “Metode Perancangan Komunikasi Visual Periklanan”, Sadjiman Sanyotomenyatakan bahwa hal yang paling penting dalam sebuah periklanan adalah isi pesan. Isi pesan merupakan jiwa atau roh yang akan menggerakkan periklanan dalam mempengaruhi audiencenya agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Untuk komunikasi informatif, isi pesan harus memenuhi beberapa kriteria25, yaitu : 1. Isi pesan harus mudah dipahami oleh audience. 2. Isi pesan harus mudah untuk diingat oleh audience. 2. Struktur Pesan ”Bagaimana mengatakannya secara logis” Struktur pesan dapat didefinisikan sebagai susunan pokok-pokok gagasan yang menyatu menjadi satu kesatuan pesan yang utuh. Setiap pokok gagasan yang dibuat diuraikan satu sama lain ke dalam bentuk paragraf demi paragraf yang saling mendukung. Sedangkan tingkat keutuhan pesan, dapat dilihat dari sistematika dan urutan atau lapisan-lapisan yang tidak tumpang tindih26. Menurut Syam dalam bukunya ”Perencanaan Pesan Dan Media”, struktur pesan dapat dibagi menjadi 2 jenis27, yaitu : 1. Struktur Pro-Kontra dan Kontra-Pro Pada stuktur pro-kontra dan kontra-pro, perusahaan atau komunikator menyampaikan pesan kepada audience dengan mengemukakan dua sisi 25 Syam, 2002, pp. 5.5 – 5.6 Syam, 2004 27 Syam, 2004, pp. 4.20 - 4.22 26 19 gagasan, yaitu yang berlawanan (kontra) dan gagasan yang pro dengan audience. 2. Struktur Satu Sisi dan Dua Sisi Pada struktur satu sisi, komunikator hanya menyajikan gagasannya pada satu dimensi saja sedangkan pada struktur dua sisi, komunikator menyajikan program yang akan dilaksanakan dengan melihat sisi keuntungan yang akan diraih, sekaligus kerugian atau dampak yang ditimbulkan. Alan H. Monroe memformulasikan lima hal yang harus diperhatikan dalam menyusun sebuah struktur pesan yang baik dengan istilah urutan bermotif (motivated sequence) dalam akronim yang terkenal ANSVA, terdiri dari28 : 1. Attention (perhatian) Penyusunan pesan harus dimulai dengan upaya untuk menimbulkan perhatian audience atau khalayak sehingga memiliki perasaan yang senang tentang masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, perusahaan berusaha membangkitkan perhatian audience terhadap ide, gagasan atau program yang ditawarkan. Tahap pembangkit perhatian merupakan tahapan yang sangat berpengaruh terhadap proses-proses komunikasi selanjutnya. Bila sebuah pesan sudah berhasil menarik perhatian audience-nya, maka langkahlangkah selanjutnya akan menjadi lebih lancar. 28 Syam, 2004, pp. 5.14 - 5.18 20 2. Needs (kebutuhan) Pada tahap ini, khususnya dalam komunikasi informatif, pesan harus mampu mengkondisikan audience bahwa mereka kurang memiliki pengetahuan mengenai pokok persoalan yang sedang dibicarakan, serta menyadari pentingnya informasi yang bakal diterimanya. 3. Satisfaction (kepuasan) Tahapan pemuasan adalah tahapan yang berisi penawaran jalan keluar atau jalan pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan oleh audience atau khalayak. Pada tahap ini, perusahaan berusaha agar audience memahami dan menyetujui gagasan yang mereka ajukan di dalam pesan iklan. 4. Visualization (visualisasi) Tahapan visualisasi adalah tahapan memproyeksikan gagasan atau program perusahaan ke masa yang akan datang. Perusahaan mengajak audiencenya berpikir ke masa depan tentang untung dan rugi bila gagasan yang ditawarkan diterima atau ditolak. 5. Action (tindakan) Tahapan ini biasanya dilakukan dalam komunikasi lisan, fungsinya adalah untuk merumuskan tahapan visualisasi ke dalam bentuk sikap dan keyakinan tertentu atau tindakan nyata. 21 3. Format Pesan “Bagaimana mengatakannya secara simbolis” Smeltzer menyatakan “kata-kata sebagai bahasa verbal adalah simbol-simbol yang menjelaskan pesan29”. Mengolah kata-kata, dalam arti memilih dan menggunakan kata-kata secara tepat, adalah masalah utama dalam mengemas sebuah pesan karena porsi terbesar kita dalam berkomunikasi adalah melalui bahasa, secara verbal. Dalam pengemasan pesan, “mengolah kata-kata demi efektivitas komunikasi disebut dengan menggayakan pesan30”. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menggayakan sebuah pesan, yaitu : “Menjual langsung, Potongan kehidupan, Gaya hidup, Fantasi, Suasana atau Citra, Musik, Simbol kepribadian, Keahlian Teknis, Bukti Ilmiah, Kesaksian, Demonstrasi, Perbandingan, Animasi, Humor, Dramatisasi dan Kombinasi31”. Dalam menggayakan sebuah pesan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu32 : a. Bahasa enak didengarkan atau dibaca. Agar pesan enak didengar maka nada suara kita hendaklah berirama, ada ritme dan intonasinya jelas b. Bahasa mudah dimengerti. Agar mudah dimengerti kita hindari pemakaian kata-kata atau istilah teknis dan asing 29 Smeltzer, 1991, p. 76 Syam, 2004, p. 4.26 31 Suyanto, 2005, p.113 32 Syam, 2004, pp. 4.28 – 4.33 30 22 c. Kaya perbendaharaan kata. Sehingga dapat menghindari pengulangan pemakaian kata yang sama. Kekayaan kosakata memungkinkan kita terbebas dari pemakaian “katakata penat”, yakni kata-kata yang sering digunakan dan maknanya berbeda bagi setiap orang. d. Mampu mengungkapkan hal-hal secara konkret Konkret berarti nyata, benar-benar terwujud atau sesuai dengan kenyataannya. e. Dapat diuji secara empiris, artinya gaya bahasa yang berdasar pada pengalaman dan pengamatan yang telah dilakukan. f. Memiliki minat insani (human interest). Artinya gaya bahasa yang digunakan menyangkut manusia; manusiawi. Curtis, dkk menyebutkan bahwa “suatu pesan yang digayakan akan memperoleh perhatian yang lebih besar, mempertinggi pengertian dan pemahaman, membantu pengingatan serta meningkatkan daya tarik persuasif33”. 4. Sumber Pesan “Siapa yang seharusnya mengatakan” Sumber pesan adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertugas untuk menyampaikan pesan. Pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik atau terkenal akan lebih menarik perhatian dan mudah diingat. Itulah sebabnya 33 Syam, 2004, p. 4.27 23 perusahaan sering menggunakan orang-orang terkenal sebagai juru bicara dalam iklannya34. Dalam menyampaikan pesan, sumber pesan memiliki beberapa kriteria35, yaitu : 1. Expertise (keahlian) Keahlian adalah keterampilan dalam suatu bidang tertentu atau pengetahuan khusus yang dimiliki oleh sumber pesan dapat mendukung pesan yang disampaikan, misalnya dokter, ilmuwan, profesor, selebriti, dll. “Audience akan lebih mudah terbujuk atau tersugesti bila komunikatornya adalah seseorang yang mereka anggap tahu mengenai hal yang ingin ia ketahui36”. 2. Trustworthiness (kelayakan untuk dipercaya) Kelayakan untuk dipercaya berkaitan dengan anggapan atas tingkat obyektivitas dan kejujuran sumber pesan tersebut. Teman lebih dipercaya daripada seseorang yang tidak dikenal, atau orang yang tidak dibayar untuk merekomendasikan suatu produk dianggap lebih dapat dipercaya daripada orang yang dibayar. Sikap netral audience dapat diubah dan dibentuk menjadi sikap positif, bahkan sikap yang positif dapat berubah menjadi negatif karena dipengaruhi oleh sikap komunikator yang merupakan figur yang 34 Kotler, 2002 Kotler, 2002, p. 637 36 Azwar, 2005, pp. 72-73 35 24 dipercayainya. Segala yang dikatakannya akan dianggap sebagai kebenaran37. 3. Likability (kemampuan untuk disukai) Kemampuan untuk disukai menunjukkan daya tarik sumber pesan di mata audience atau khalayak. Sifat-sifat seperti terus terang, humoris dan apa adanya dapat membuat sumber pesan lebih disukai. Seorang figur yang disukai akan mudah sekali untuk menanamkan suatu sikap dan pendapatnya sehingga audience yang memiliki sikap berbeda menjadi mudah terpengaruh dan menyesuaikan sikapnya dengan “idola”nya tersebut38. Liliweri berpendapat bahwa setiap iklan harus ditata sedemikian rupa sehingga isinya dapat membangkitkan dan menggugah kesadaran khalayak bahwa suatu produk yang diperlukan selama ini ternyata disediakan oleh orang lain39. Selanjutnya, “dipijakkan pada strategi dan pengemasan pesan yang mantap, Iklan haruslah lebih dari sekedar menggugah ingatan konsumen. Audience yang melihat iklan harus memiliki pemahaman mengenai pesan yang disampaikan40”. 2.5 Cara Kerja Periklanan Bagaimana sebenarnya cara kerja iklan? Jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks. Iklan mengkomunikasikan pesan ke dalam beberapa area simultan. 37 Azwar, 2005 Azwar, 2005 39 Sumartono, 2002, p. 54 40 Lee, 2005, p. 176 38 25 Perusahaan berusaha untuk memasukkan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen serta mendorong konsumen untuk bertindak41. Dalam model komunikasi periklanan, kumpulan reaksi yang terjadi setelah penerima melihat, mendengar, atau membaca suatu pesan dikenal sebagai tanggapan. Tanggapan dari penerima yang dikomunikasikan kembali kepada pengirim pesan dapat dimulai dari tindakan yang tidak dapat terlihat seperti menyimpan informasi dalam memori sampai dengan pengambilan tindakan untuk membeli barang yang terdapat dalam iklan televisi42. Iklan bekerja melalui 3 (tiga) dimensi efek yang berbentuk linear, dimulai dari kognitif, afektif sampai behavioral, dengan penjelasan sebagai berikut 43: 1. Cognitive Effects (Efek Kognitif) Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan dan informasi. “Efek kognitif adalah kesadaran, pengetahuan dan keyakinan seseorang yang didapat dari pengalaman langsung dengan obyek maupun dari berbagai sumber mengenai sesuatu yang kemudian membentuk suatu ide atau gagasan mengenai karakteristik obyek tersebut44”. 41 Kotler, 2002 Belch & Belch, 1993 43 Sunarjo, 1995, p. 70 - 71 44 Schiffman, 1997, p. 239 42 26 2. Affective Effects (Efek Afektif) Efek ini berhubungan erat dengan emosi, sikap atau nilai. Secara umum, seringkali dimensi efek afektif disamakan dengan emosi dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sebuah obyek45. 3. Psychomotor Effects (Efek Psikomotorik) Biasa dikenal dengan istilah Behavioral Effects (Efek Behavioral). Efek ini merujuk pada kecenderungan dan perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-pola tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku terhadap sebuah produk. Beberapa model – AIDA Model, Hierarchy Of Effects Model, Innovation Adoptio Model, Information Processing- telah dikembangkan untuk menggambarkan tahapan yang mungkin dilalui oleh konsumen, mulai dari keadaan tidak sadar akan adanya perusahaan, produk, atau merk sampai kepada perilaku membeli46. Khusus dalam penelitian ini, peneliti akan membahas dan menganalisa dari sudut pandang Hierarchy Of Effects Model (Model Hirarki-Efek). Model Hirarki- Efek adalah model yang paling terkenal dan menjadi dasar dari banyak perusahaan untuk menentukan tujuan dan mengukur efek sebuah iklan. Model ini dikembangkan oleh Robert Lavigge dan Gary Steiner. Model Hierarki-Efek menunjukkan proses dimana iklan bekerja. Iklan mempengaruhi konsumen melalui beberapa tahapan dalam urutan, dimulai dari kesadaran pertama mengenai produk atau jasa hingga tahap pembelian yang sesungguhnya. Alasan mendasar dari model ini ialah bahwa iklan bekerja setelah 45 46 Schiffman, 1997, p. 239 Belch & Belch, 2004 27 selang beberapa waktu, bukan secara instan. Pesan iklan yang disampaikan tidak langsung mempengaruhi kepada tindakan tetapi didahului dengan beberapa tingkatan sebelumnya, dimana setiap tingkatan harus terpenuhi sebelum naik ke tingkatan berikutnya. Proses atau cara kerja periklanan yang telah dijelaskan sebelumnya, lebih lanjut, dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 2.7 Hierarchy Of Effects Model47 Tahapan-tahapan yang harus dipenuhi dalam model Hirarki-Efek adalah sebagai berikut48 : 1. Cognitive Effects (Efek Kognitif) a. Awareness (Kesadaran) Jika sebagian besar audience sasaran tidak menyadari merek produk atau jasa yang ditawarkan, tugas perusahaan adalah membangun kesadaran. Kesadaran berarti bahwa pesan yang telah dibuat menimbulkan kesan kepada pembaca atau 47 Belch, George E. & Belch, Michael A. Advertising And Promotion : An Integrated Marketing Communications Perspective (2nd ed.). ( Boston : Richard D. Irwin, Inc, 1993), p. 199 dan Sanyoto, Sadjiman Ebdi. Metode Perancangan Komunikasi Visual Periklanan. ( Yogyakarta : Dimensi Press, 2006), p. 80 48 Belch & Belch, 1993, pp. 199 - 200 28 penonton yang kemudian dapat membantu mengidentifikasi pembuat pesan. Perlu diperhatikan walaupun kesadaran akan iklan datang terlebih dahulu tapi itu bukanlah tujuan terutama dari iklan. Yang menjadi pokok utama dari iklan adalah kesadaran akan merek produk atau jasa yang ditawarkan (Wells, 2005). Untuk melihat seberapa jauh audience memiliki kesadaran akan merek produk atau jasa, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan49, yaitu : 1. Recall, audience dapat mengingat ketika ditanya merek apa saja yang mereka ingat. 2. Recognition, audience dapat mengenali merek tersebut termasuk dalam satu kategori tertentu. 3. Purchase, audience akan memasukan merek tersebut ke dalam alternatif pilihan ketika mereka akan membeli produk atau jasa. 4. Consumption, audience masih mengingat merek tersebut ketika mereka sedang menggunakan produk atau jasa pesaing. b. Knowledge (Pengetahuan) Audience mungkin telah memiliki kesadaran, tetapi tidak mengetahui lebih banyak lagi. Pada tahap ini perusahaan memiliki tugas untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya sehingga audience sasaran memiliki “pengetahuan tentang produk, manfaat, faedah, guna dan keuntungan, serta bagaimana cara menggunakan produk50”. 49 50 Soehadi, 2005, p. 10 Wells, 2005, p. 157 29 2. Affective Effects (Efek Afektif) a. Liking (Menyukai) Pada tahap ini audience mulai memiliki perasaan menyukai terhadap produk. Perusahaan perlu untuk menyajikan alasan serta mengembangkan suatu kampanye komunikasi untuk mendorong perasaan suka tersebut. b. Preference (Kecenderungan) Kecenderungan memiliki arti lebih suka terhadap produk tertentu daripada terhadap produk yang lain, tetapi tidak memilihnya dibandingkan produk lain. Dalam tahap ini, perusahaan harus berusaha membangun preferensi tersebut, dengan mempromosikan mutu, nilai, kinerja, dan keistimewaan lain dari produk tersebut. c. Conviction (Keyakinan) Pada tahap ini, audience mulai menyukai produk tertentu, memilihnya dibandingkan dengan produk lain, tetapi tidak menimbulkan keyakinan untuk membelinya. 3. Behavioral Effects (Efek Behavioral) Purchase (Pembelian) Pada tahap ini, audience memiliki keyakinan terhadap produk yang ditawarkan, merencanakan untuk bertindak kemudian, hingga akhirnya mereka melakukan tindakan untuk membeli produk tersebut. 30 2.6 Iklan Televisi Menurut Dyer (1996), untuk bertahan dalam kompetisi periklanan yang semakin ketat, perusahaan harus tetap berkomunikasi dengan publiknya melalui media massa. Dewasa ini banyak perusahaan yang beriklan di televisi, karena televisi menawarkan kepada perusahaan sebuah gambar audio visual yang dapat menjangkau konsumen potensial produk yang diiklankan.Menurut Sumartono, Media audio visual televisi dinilai sebagai media yang paling berhasil dalam menyebarkan informasi atau cerita dibandingkan dengan media komunikasi lainnya, seperti media cetak dan radio. Kekuatan-kekuatan utama televisi yang menjadikannya menarik sebagai media periklanan adalah51 : a. Jangkauan terluas sehingga metode biaya per seribu televisi cukup efisien bagi perusahaan yang berupaya menjangkau satu pasar utuh. b. Televisi memungkinkan demonstrasi produk atau jasa c. Televisi mudah untuk beradaptasi, memungkinkan adanya kombinasi suara, warna dan gerakan. 2.7 Teknik Kreativitas Iklan Ada beberapa cara kreatif yang dapat digunakan untuk menarik perhatian audience dalam beriklan. Menurut Altstiel dan Grow dalam bukunya ada 6 macam cara kreatif52, yaitu: 51 52 Lee, 2005, p. 267 Altstiel & Grow, 2007 31 1. Music Ketika seseorang tidak dapat mengingat kata-kata dalam iklan namun dapat menyanyikan jingle iklan tersebut, maka iklan tersebut sudah menyatu dengan musik tersebut. Musik ini dapat menggunakan musik yang diciptakan untuk iklan itu, disebut jingle, atau dapat menggunakan musik yang sudah populer. Dapat juga menggunakan musik yang terkenal namun digubah liriknya sesuai kebutuhan. 2. Voice Talent Ada beberapa macam voice talent yaitu celebrity voice over, character voice, dan announcer. 3. Animated Characters/ Animal Iklan yang menggunakan karakter dapat diingat sebagai memori jangka panjang oleh audience. 4. Spokespersons/ Celebrities Dalam periklanan selebriti dapat bekerja baik jika memiliki konektivitas dengan produk yang diiklankannya. 5. Story Lines/ Situations/ Catchphrases Beberapa pengiklan menggunakan testimonial yang digambarkan dalam kehidupan sehari-hari. Atau pengiklan menciptakan slogan yang mudah diingat oleh audiences. 6. Design and Tagline Desain adalah elemen iklan yang dapat membuat iklan tersebut unik. Mungkin warnanya atau model layoutnya. 32 2.8 Brand (Merek) “Mengelola sebuah merek berarti menciptakan suatu asosiasi terhadap merek tersebut sehingga sebuah produk atau merek dapat menancap di benak konsumen sebagai akibat komunikasi yang dilakukan53”. Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa54”. Menurut American Marketing Association dalam Kotler (1997) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk. Pengertian merek menurut David A. Aaker adalah nama dan atau symbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu (1997). Berdasarkan beberapa definisi di atas penelitian ini mengartikan merek sebagai tanda yang berupa rangkaian gambar, kata-kata, dan susunan warna yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. “Identitas merek dapat dikenali dari nama merek, tag line, maupun penyajian grafis dari merek tersebut55”. 53 Surachman, 2008, p.2 Tjiptono,2005, p.2 55 Susanto, 2004, p. 80 54 33 Dalam penelitian ini elemen merek yang diteliti terdiri dari nama merek, logo, warna karakteristik, dan “Nama merek adalah hal mendasar yang menggambarkan tema sentral atau asosiasi kunci suatu produk dalam suatu penyajian iklan yang sederhana maupun yang lebih kompleks56”. ”Logo adalah bentuk, huruf, dan desain yang digunakan untuk memberikan ciri dan membedakannya57”. “Karaktertistik dapat diartikan sebagai hasil dari symbol suatu merek, biasanya dalam periklanan dihubungkan dengan desain suatu produk. Slogan merupakan suatu rangkaian kalimat pendek yang bertujuan untuk mengkomunikasikan informasi tentang suatu merek” (Surachman, 2008, p.34). 2.9 Brand Awareness (kesadaran akan merek) “Tingkat penerimaan awal dari seseorang ketika melihat atau mendengar suatu informasi tentang produk beserta mereknya adalah kesadaran akan merek58”. Definisi dari brand awareness (kesadaran akan merek) menurut Keller adalah sesuatu yang dihubungkan dengan kekuatan dari sebuah merek meninggalkan jejak dalam memori, dicerminkan oleh kemampuan khalayak untuk mengingat atau mengenali merek pada suatu kondisi (2003). Tugas perusahaan adalah membangun kesadaran. Kesadaran berarti bahwa pesan yang telah dibuat menimbulkan kesan kepada pembaca atau penonton yang kemudian dapat membantu mengidentifikasi pembuat pesan. Perlu diperhatikan walaupun kesadaran akan iklan datang terlebih dahulu tapi itu bukanlah tujuan 56 Surachman, 2008, p.33 Kennedy, 2006, p.112 58 Surachman, 2008, p.7 57 34 terutama dari iklan. Yang menjadi pokok utama dari iklan adalah kesadaran akan merek produk atau jasa yang ditawarkan (Wells, 2005). Secara berurutan, tingkatan kesadaran merek dapat dijelaskan dari beberapa hal berikut (Surachman, 2008): 1. Tidak menyadari adanya merek (unaware of brand). 2. Tingkat kesadaran merek yang paling rendah di mana khalayak tidak menyadari akan adanya suatu merek. 3. Pengenalan merek (brand recognition). Tingkat minimal dari kesadaran merek. 4. Mengingat kembali merek (brand recall). Hal ini didasarkan pada apakah seseorang dapat menyebutkan merek tertentu dalam suatu kategori produk tertentu. 5. Puncak pikiran (top of mind). Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingat dan ia dapat menyebutkan nama merek. Brand awareness sendiri terdiri dari dua komponen yaitu Brand Recognition dan Brand Recall, dengan penjelasan berikut (Hoffman, 2005): 1. Brand Recognition adalah kemampuan khalayak untuk membedakan merek yang sudah pernah dilihat atau didengar. Brand recognition ini sebenarnya merupakan respon pertama yang dilakukan oleh khalayak setelah menerima sebuah informasi. Dalam penelitian ini informasi inidiberikan sebagai penjelasan produk melalui suatu iklan di televisi. 2. Brand Recall adalah kemampuan khalayak untuk membangkitkan ingatan akan merek ketika diberi suatu petunjuk yang relevan. 35 Secara umum, dipercaya bahwa untuk meningkatkan brand recall maka nama merek yang dipilih haruslah: a. Nama merek yang sederhana dan mudah untuk diucapkan. Kesederhanaan nama merek dapat mempermudah konsumen dalam memahami nama merek. Nama merek yang pendek dapat memfasilitasi brand recall karena nama merek yang pendek akan mudah untuk diingat. b. Idealnya nama merek harus jelas, dapat dipahami dan tidak memiliki arti yang ambigu. Nama merek yang ambigu akan berpengaruh besar atas pemahaman akan sebuah merek. c. Nama merek harus terdengar akrab dan memiliki arti 2.10 Etika dan Etika Periklanan Kata etika sendiri berasal dari bahasa Latin “Ethic”, yang dalam bahasa Yunani disebut “Ethikos” (a body of moral principles or values). Etika secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusa, yang dapat dibagi dengan nilai baik dan nilai jahat. Menurut Martin dalam CBN, etika didefinisikan sebagai the dicipline which can acts the performance index or references for our control system.Dengan demikian, etika akan memberian semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosial. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (kode) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan 36 akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan ynag secara logika rasional umum dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi itu sendiri) Menurut K. Bertens, etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan definisi periklanan sendiri adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran59. Dari pengertian tersebut, maka kode etika periklanan adalah tata krama yang dibuat oleh asosiasi yang berwenang, Kode etik periklanan merupakan perilaku yang baik dengan mempertimbangkan pendapat umum secara nasional dan internasional. Kode etika periklanan bersifat sukarela dan bertanggung jawab dijanjikan sendiri untuk dipenuhi. Tata krama atau kode etik periklanan yang akan dijadikan pedoman analisis dalam penelitian ini adalah : a. Etika menurut Immanuel Kant Pandangan Immanuel Kant tentang etika : 1. Kehendak Baik Pertanyaan Inti etika Kant adalah apa yang baik pada dirinya sendiri? Kant menolak pola etika-etika sebelumnya yang berpusat pada pertanyaan tentang bagaimana manusia harus hidup agar ia bahagia. Menurut Kant, 59 Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007 37 persoalan yang menentukan dalam moralitas adalah apa yang membuat manusia menjadi baik. Apa yang baik pada dirinya sendiri? Bagi Kant bukanlah benda atau keadaan di dunia dan bukan juga pelbagai sifat maupun kualitas manusia. Sebab keadaan baik di dunia, misalnya persaudaraan, dapat saja disalahgunakan untuk tujuan jahat, lalu menjadi jahat. Begitu pula halnya kualitas seeorang, misalnya keberanian atau kebesaran hati, yang umumnya dianggap terpuji, dapat saja menjadi jahat apabila melandasi rencana jahat. Maka menurut Kant hanya ada satu kenyataan yang baik tanpa batas, baik pada dirinya sendiri, yaitu kehendak baik. Apa itu kehendak baik? Kehendak baik adalah kehendak yang mau melakukan apa yang menjadi kewajibannya, murni demi kewajiban itu sendiri. Untuk memahami pandangan ini, kita harus memperhatikan 2 hal: 1. Kant membedakan dengan tajam antara bentuk (form) dan materi (materie) tindakan. Tujuan atau akibat yang mau dicapai dengan suatu tindakan adalah materinya. Kehendak baik menurut Kant tidak pernah ditentukan oleh materi atau tujuan tindakan, melainkan oleh bentuknya. Maka kehendak taat pada kewajiban-lah yang menentukan moralitas, bukan tujuan tindakan. 2. Orang yang bertindak menurut bentuk tindakan berarti ia bertindak menurut pertimbangan atau patokan tertentu. Patokan ini oleh Kant 38 disebut Maxime (prinsip subjektif yang menentukan kehendak).Suatu tindakan itu baik dalam arti moral apabila berdasarkan maxime (maksim) yang bersifat moral, dan jahat apabila didasarkan maksim yang tidak bersifat moral. Sebuah maksim yang bersifat moral apabila memuat kemauan untuk menghormati hukum moral. Orang baik adalah orang yang bersedia melakukan (“menghendaki”) apa yang menjadi kewajibannya. Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah kehendak mana yang sesuai dengan kewajiban? Kant menjawab, suatu kehendak sesuai dengan kewajiban apabila berdasarkan pertimbangan-pertimbangan (maksim-maksim) yang dapat diuniversalisasikan. Artinya, yang dapat kita kehendaki agar berlaku bukan hanya bagi kita sendiri, melainkan bagi siapa saja. Suatu maksim bersifat moral apabila dapat diuniversalisasikan (dijadikan hukum umum), bersifat amoral/jahat apabila tidak dapat diuniversalisasikan. Oleh karena itu, Kant menegaskan paham-paham moral tidak mungkin diperoleh dari pengalaman empiris-inderawi. Paham-paham moral bersifat apriori dan berdasarkan akal budi praktis, yaitu berdasarkan pengertian mengenai baik dan buruk yang mendahului segala pengalaman. 39 Kehendak adalah akal budi praktis, artinya akal budi yang mengarah ke tindakan (praxis). Ada 2 macam akal budi: • Pengada yang murni moral (Tuhan, Malaikat) yang selalu menghendaki apa yang dipahami sebagai wajib (maka Tuhan tidak dapat berdosa). • Akal budi praktis manusia. Kehendak manusia tidak dapat dengan sendirinya mengikuti apa yang wajib karena juga terpengaruh oleh segala macam kecendrungan, nafsu, dan perasaan alami. Maka bagi manusia prinsip-prinsip objektif (yang menentukan apa yang merupakan kewajiban) adalah perintah (Imperatif). Suatu perintah adalah prinsip yang memuat keharusan, akan tetapi tidak memaksa. Manusia tetap bebas, mau mengikuti perintah itu atau tidak. 2. Imperatif Hipotetis dan Imperatis Kategoris Kant membedakan 2 bentuk perintah (Imperatif): • Imperatif Hipotetis, menyuruh melakukan suatu tindakan hanya atas dasar pengandaian bahwa kita mau mencapai suatu tujuan tertentu. (misalnya, berhentilah merokok – kalau mau menjaga kesehatan). • Imperatif Kategoris, apa yang diperintahkan merupakan kewajiban pada dirinya sendiri, jadi tidak tergantung dari suatu tujuan selanjutnya. Sifat imperatif kategoris adalah “formal”, artinya hanya merumuskan prinsipprinsip yang harus dipenuhi oleh semua tindakan agar mempunyai nilai moral yang baik apa pun tujuan materialnya. 40 3. Kesadaran Moral Kesadaran moral diawali dengan kewajiban yang bersifat mutlak. Kewajiban ini hanya bisa dibebankan kepada manusia oleh Pribadi lain yang juga bersifat mutlak (Tuhan). Dengan bertindak moral dan mengikuti suara hati (praktische Vernunft) berarti manusia mengakui kehadiran Tuhan. Dalam hati manusia menyadari tuntutan Tuhan yang memberi dan menjamin hukum abadi. Bagi Kant, suara hati adalah kesadaran akan suatu otoritas yang secara mutlak mengikat manusia pada kewajibannya. Menurut Kant, kesadaran moral mewajibkan kita untuk mengusahakan “kebaikan tertinggi” (commum bonum) atau kebahagiaan sempurna. Kebaikan tertinggi atau kebahagiaan akhir tersebut, tidak pernah terealisasikan sempurna di dunia karena adanya kejahatan. b. Etika Periklanan menurut Thomas M. Gerrett, SJ Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut. 1. Prinsip Kejujuran Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya 41 menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga. 2. Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak. Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini 42 bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarakat, dll. 3. Iklan dan Tanggung Jawab Sosial Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, terus memperluas batasan kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan. 43 c. Etika Periklanan menurut Buku Pedoman Etika Periklanan Indonesia Etika Periklanan Indonesia (EPI) adalah ketentuan-ketentuan normative yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya.