penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan

advertisement
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN
STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN
DARUSALAAM BOGOR
CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRACT
Chyntiarama Fajriyantika Food Service Management, Food Consumption and
Nutritional Status of Students in Darusalaam Islamic Boarding School. Under the
guidance Yayuk Farida Baliwati.
The objective of this study was to assess of food service management, food
consumption and nutritional status among Darussalam Boarding School‟s students.
A cross sectional study was conducted in this study through observational survey
methods. The samples were chosen purposively, both students and food handler.
The number of students were 85 and food handler whose 10 people.
The percentage of food handler hygiene and sanitation of food processing
were 57.7%. It was included in lack cathegories. The average of energy adequacy of
students include in mild deficiency, while protein adequacy of students more than
normal standard. Based on Spearman test, there is no correlation between energy
intake and nutritional status (p=0,599 r=0,058). The similar result also showed on
protein intake and nutritional status (p=0,990 r=0,001).
Key words: hygiene, sanitation, nutritional status, students, energy and protein
intake, Islamic boarding school.
3
RINGKASAN
CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA. Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi
Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.
Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui penyelenggaraan
makanan, konsumsi pangan dan status gizi pada santri putri Pondok Pesantren
Darusalaam Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis krakteristik
penjamah makanan, menganalisis karakteristik santri putri, menganalisis higiene
penjamah makanan, menganalisis sanitasi makanan, menganalisis ketersediaan
pangan, menganalisis konsumsi santri putri, menganalisis status gizi santri putri,
menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan emergi dan protein dengan
status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey
observational. Tempat penelitian yaitu Pondok Pesantren Darusalaam yang
terletak di Ciomas Kabupaten Bogor. Pertimbangan pengambilan tempat
penelitian antara lain santri tinggal dalam satu lingkungan dan tinggal bersama
di sebuah asrama yang disediakan oleh Pondok Pesantren, Pondok Pesantren
menyelenggarakan makanan untuk para santri dan pihak pondok bersedia untuk
dijadikan sebagai tempat penelitian. Pengumpulan data penelitian dilakukan
pada bulan Juli sampai Agustus 2011.
Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri SMP, SMA dan penjamah
makanan di Pondok Pesantren Darusalaam Bogor. Populasi santri putri
sebanyak 136 santri. Pemilihan contoh menggunakan metode purposive
sampling. Pertimbangan yang digunakan untuk pemilihan santri putri sebagai
contoh yaitu santri putri tidak memiliki catatan khusus atau pelanggaran, bersedia
dijadikan sebagai contoh dalam penelitian dan dalam keadaan sehat. Jumlah
santri putri dalam penelitian ini sebesar 85 santri. Pertimbangan yang digunakan
dalam pengambilan contoh pada tenaga pengelola makanan adalah contoh
merupakan karyawan Pondok Pesantren yang bertugas mengolah makanan
pada saat penelitian berlangsung, bersedia dijadikan contoh dan diwawancara
saat penelitian dan contoh dalam keadan sehat. Total penjamah makanan adalah
10 orang, yang seluruhnya diambil sebagai contoh penelitian.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
sekunder yang dikumpulkan adalah keadaan umum Pondok Pesantren dan
daftar menu makanan yang disediakan. Data primer diperoleh melalui
wawancara dan pengamatan secara langsung kepada contoh. Data primer
meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri (tanggal lahir, berat
badan dan tinggi badan), higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, praktek
higiene penjamah makanan dan sanitasi makanan diukur dengan pertanyaan
yang menggunakan dua tingkatan jawaban memiliki jawaban yaitu jika jawaban
dari pertanyaan adalah “ya” skornya 1, sedangkan untuk jawaban “tidak” memiliki
skor 0, ketersediaan makanan, konsumsi pangan menggunakan metode food
recall 2x24 jam dan frekuensi konsumsi pangan, dan status gizi santri putri
menggunakan software WHO Anthroplus 2007.
Penjamah makanan di Pondok Pesantren Darussalaam terdiri dari 6 juru
masak yang memiliki tugas menerima belanjaan bahan makanan,mengolah dan
memorsikan makanan untuk santri putra. Penjamah makanan yang lainnya
adalah 2 santri putri yang bertugas memorsikan makanan dan 2 pengurus santri
putri yang bertugas mengawasi pemorsian makanan. Rata-rata umur penjamah
makanan 52 tahun, pendidikan terakhir penjamah makanan tidak tamat SD
(50%) dan rata-rata contoh lama bekerja 15 tahun. Persentase santri putri dalam
4
penelitian ini adalah 51%, masuk kedalam kategori remaja awal (11-13 tahun),
rata-rata umur santri putri adalah 13 tahun. Persentase higiene tenaga penjamah
dan sanitasi lingkungan pengolahan makanan adalah 57,7% termasuk kedalam
kategori kurang. Konsumsi pangan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam
berasal dari penyelenggaraan makanan Pesantren Darusalaam dan dari Luar
Pesantren Darusalaam. Ketersediaan pangan dari penyelenggaraan makan
Pondok Pesantren menyumbang energi 1186 kkal dan protein 18,9 gram
seluruhnya dikonsumsi oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren berasal dari kantin dan bekal dari
orangtua santri pada saat berkunjung. Konsumsi pangan dari luar Pondok
Pesantren menyumbang energi dan protein yang hampir sama besar dengan
konsumsi dari dalam Pondok Pesantren yaitu 1168 kkal dan protein sebesar 26.8
gram dengan persentase dan dikonsumsi seluruhnya oleh santri putri Pondok
Pesantren Darusalaam, sehingga konsumsi energi santri putri Pesantren
Darusalaam sebesar 2036 kkal dan protein 45,7 gram. Rata-rata kebutuhan
santri putri untuk energi adalah 2036 kkal dan protein 59 gram, sehingga tingkat
kecukupan energi terhadap kebutuhan santri putri Pondok Pesantren
Darusalaam untuk energi adalah 86% termasuk dalam kategori defisit tingkat
ringan dan protein 129% termasuk kedalam kategori kelebihan.
Sebagian besar yaitu 77 santri putri memiliki status gizi normal (90,6%),
namun adapula 3 santri putri yang memiliki status gizi kurang (3,5%), 4 santri
putri berstatus gizi gemuk (4,7%) dan 1 santri putri mempunyai status gizi obese
(1,2%). Hasil uji korelasi spearman, korelasi antara tingkat konsumsi energi dan
status gizi p=0,599 r=0,058, sedangkan tingkat konsumsi protein dengan status
gizi p=0,990 r=0,001, hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara
tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi.
5
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN
STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN
DARUSALAAM BOGOR
CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
6
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan
Status
Gizi
Santri
Putri
Darusalaam Bogor
Nama
: Chyntiarama Fajriyan Tika
NIM
: I14086028
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS
NIP: 19630312 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
Pondok
Pesantren
i
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penyusunan tugas akhir dengan judul “Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi
dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor” dapat
terselesaikan. Penulisan tugas akhir ini merupakan syarat bagi penulis untuk
dapat memperoleh gelas Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat,
Fakultas
Ekologi
Manusia,
Institut
Pertanian
Bogor.
Terselesaikannya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan
penuh
kesabaran
telah
meluangkan
waktu
dan
pikirannya,
memberikan arahan, masukan, kritikan, semangat dan nasehat kepada
penulis untuk menyelesaikan tugas ahkir ini.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan.
3. Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, Msc selaku dosen pembimbing akademik.
4. Papah dan Mamah, ka Farhan Muchalik, Teh Rizki Amalia, Ka Afwan
Abdullah, Mba Dila, Chorunnisa Thahara, yang senantiasa memberikan do‟a.
Untuk keponakan dan saudara tercinta (Ajib, Azzam, Hilmi, Zukrufa dan
Akbar, Ibu Yuli dan Siti Zulaicha) terimakasih atas kasih sayang, dukungan,
semangat dan keceriaan yang diberikan kepada penulis.
5. Kepala Pondok Pesantren Darusalaam, ustadz Parnadi dan ustadzah Ina
selaku narasumber yang telah membantu pengambilan data di Pondok
Pesantren Darusalaam Bogor.
6. Teman-teman Alih Jenis Program Gizi masyarakat angkatan ke-2 (Dina
mardiyah, Frema Apdita,
Desri Maulina Sari, Anjas Nurlina, Mawi
Rizkiumardani, Ummi Rufaizah, Nurhansyah Dijaisiyah, Fitri Isnaini, Harisa
Totelesi, Dina Murniati, Yulia Puspita, Nuning Hidayati, Hilma Syafly, Revida
Rosa, Hilma Amilia, Asyshifa Riana) dan GM 43, GM 44.
7. Teman-teman kosan Malea Vina Mardiyanti dan Ika terimakasih atas
semangat, nasehat dan bantuannya.
8. Teman-teman kosan Bapak Aziz (Alpriwina Putri, Citra, Winendah Ayu, Pipit,
Mela dan Oki) terimakasih atas keceriaan yang diberikan.
ii
9. Teman seperjuangan bimbingan Ayuningtyas Nur Husna P, Frida, Hadi Guna
Praja dan Akila Zahra.
10. Rekan-rekan pembahas (Eko Gunawan, Hadi, Frema Apdita, Dina Mardiyah
dan Mumtaz) atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
11. Serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya.
Bogor, April 2012
Chyntiarama Fajriyan Tika
iii
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vii
PENDAHULUAN..................................................................................................1
Latar Belakang.....................................................................................................1
Tujuan...................................................................................................................3
Hipotesis...............................................................................................................4
Kegunaan.............................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
Remaja.................................................................................................................5
Penyelenggaraan Makanan.................................................................................6
Higiene penjamah makanan....................................................................10
Sanitasi makanan....................................................................................12
Ketersediaan pangan..............................................................................17
konsumsiPangan.................................................................................................17
status Gizi............................................................................................................19
Kerangka Pemikiran............................................................................................21
METODE PENELITIAN.......................................................................................23
Desain, tempat, dan waktu penelitian.....................................................23
Jumlah dan cara penarikan contoh.........................................................23
Jenis dan cara pengumpulan data..........................................................23
Pengolahan dan analisis data.................................................................26
Definisi operasional.................................................................................28
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................30
Gambaran Umum Dapur Penyelenggaraan Makanan........................................30
Penyelenggaraan Makanan................................................................................30
Karakteristik Penjamah Makanan............................................................31
Higiene penjamah makanan....................................................................32
Sanitasi makanan....................................................................................33
Ketersediaan makanan...........................................................................39
Konsumsi Pangan...............................................................................................40
Status Gizi...........................................................................................................45
KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................47
iv
Kesimpulan..............................................................................................47
Saran.......................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
LAMPIRAN..........................................................................................................53
v
DAFTAR TABEL
Hal
1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/u...........................................................20
2 Jenis dan cara pengumpulan data……………………………..……………......24
3 Karakteristik santri putri Pondok Pesantren Darusalaam................................32
4 Perbandingan standar higiene dan sanitasi terhadap hasil pengamatan.......34
5 Kerangka menu Pondok Pesantren Darusalaam............................................37
6 Menu makanan selama dua hari yang disediakan Pondok Pesantren...........39
7 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan santri putri....................................40
8 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan karbohidrat....40
9 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi pangan hewani...........................41
10 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi pangan nabati............................41
11 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sayuran.........42
12 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan buah-buahan.42
13 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsipangan produk susu...43
14 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan jajanan..........43
15 Ketersediaan dan konsumsi pangan santri putri Pondok Pesantren..............44
16 Tingkat kecukupan terhadap kebutuhan santri putri Pondok Pesantren........44
17 Sebaran santri putriberdasarkan statusgizi (imt/u).........................................45
vi
DAFTAR GAMBAR
Hal
1 Kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi dan status gizi santri
putri Pondok Pesantren Darusalaam. ............................................................. 22
2 Alur kerja penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam. ...... 31
3 Kurva status gizi (z-skor) dengan indikator IMT/U ........................................... 46
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ......................................................................53
Lampiran 2 Hasil uji statistik ...............................................................................60
Lampiran 3 Contoh menu Pondok Pesantren Darusalaam Bogor ...............60
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semenjak dasawarsa 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa
di dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia atau
SDM. Investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana
ekonomi untuk membangun industri seperti: jalan, jembatan, pembangkit listrik,
irigasi dan lainnya. Makin disadari bahwa pembangunan ekonomi baru
bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila
mereka semuanya dapat hidup sejahtera, Deklarasi Universal Persyerikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, menyatakan
bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan
yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Untuk memenuhi
hak asasi tersebut pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus menanam modal
atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana ekonomi dalam arti
sempit, tetapi dalam arti yang luas dan modern yaitu mencakup investasi di
bidang kesehatan dan gizi (Soekirman, 2000).
Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting
dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga merupakan
faktor kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Gizi sangat berpengaruh juga
terhadap produktivitas manusia (Almatsier, 2002). Remaja merupakan salah satu
sumberdaya manusia yang harus diperhatikan karena remaja merupakan
generasi penerus bangsa yang berperan penting dalam pembangunan nasional
dimasa yang akan datang. Dengan demikian, kualitas manusia dimasa yang
akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas remaja masa kini. Masa remaja
memiliki masa pertumbuhan yang cepat dan sangat aktif yang disebut
”adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat gizi yang relatif besar
jumlahnya (Sediaoetama, 2000).
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja, diantaranya
adalah pendidikan, umur, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, aktifitas fisik,
kebiasaan merokok, kebiasaan minum minuman keras, kebiasaan sarapan pagi,
konsumsi obat modern, konsumsi obat tradisional, kecukupan asupan zat gizi,
sakit diderita satu tahun lalu, keluhan sakit satu bulan lalu dan anemi (Permaisih,
2003). Dalam beberapa hal masalah gizi pada remaja merupakan kelanjutan dari
masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan
kekurangan berat badan (Arisman, 2004).
2
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007) menyebutkan,
presentase remaja berdasarkan IMT di provinsi Jawa Barat memiliki status gizii
kurus yaitu 15%, sedangkan 2% remaja di Jawa Barat memiliki status gizi sangat
kurus dan 8% status gizi remaja kurus (RISKESDAS 2010), sehingga dapat
disimpulkan bahwa status gizi pada remaja di Jawa Barat yang tergolong kurus
menurun 7%, meskipun status gizi pada remaja menurun, namun Data
RISKESDAS (2010) menyebutkan persentase konsumsi energi pada remaja di
Indonesia sebesar 54,4%, hal ini menunjukan bahwa konsumsi energi pada
remaja di bawah minimal. Remaja merupakan penentu kualitas SDM yang
diharapkan dapat meneruskan cita-cita pembangunan, untuk itu aspek
kesehatan dan gizi pada masa remaja perlu diperhatikan. Masalah gizi pada
remaja dapat terjadi pada setiap remaja, tidak terkecuali pada remaja yang
menuntut ilmu di Pondok Pesantren. Santri merupakan siswa atau siswi yang
saat itu sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren.
Jumlah Pondok Pesantren di Indonesia sebanyak 24.206 (Departemen
Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009), dan propinsi Jawa Barat
memiliki Pondok Pesantren terbanyak yaitu 7.691 lembaga atau 31% dari total
Pondok Pesantren di Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah
di Indonesia dengan populasi pesantren tertinggi se-Jawa Barat maupun di
Indonesia. Kabupaten Bogor memiliki jumlah pesantren hingga 2.500 lembaga
atau 10% dari total Pondok Pesantren di Indonesia dan 33% total pesantren di
Jawa Barat. Jumlah yang terbilang sangat tinggi, bahkan dibandingkan dengan
kabupaten atau kota di Jawa Timur atau Jawa Tengah yang notabene dikenal
sebagai basis kuat pesantren (Fahir 2011). Di Indonesia, jumlah remaja atau
santri yang belajar di
Pondok Pesantren adalah sebanyak 3.647.719
(Departemen Agama, 2009). Jumlah santri yang tersebar di berbagai pesantren
di kabupaten Bogor sebanyak 9.199 santri atau 0,25% dari seluruh santri di
Indonesia.
Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada periode puncak tumbuh
kembang, kurangnya asupan zat gizi karena pola makan yang salah, pengaruh
dari lingkungan pergaulan (ingin langsing). Laporan Riset Kesehatan Dasar
prevalensi anemia pada perempuan (>15 tahun) sebesar 20% (Depkes, 2008).
Remaja putri yang kurang gizi tidak dapat mencapai status gizi yang optimal
(kurus, pendek dan pertumbuhan tulang tidak proposional), kurang zat besi dan
gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (Pardede, 2002). Menurut Arisman
(2004), perempuan mengalami pertumbuhan lebih dahulu (usia 10-12 tahun)
3
daripada laki-laki, karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia
reproduksi. Oleh karena itu remaja juga membutuhkan zat gizi yang cukup untuk
mejamin pertumbuhan optimal (Khomsan, 2004). Konsumsii pangan merupakan
informasi tetang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimakan
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi ini hal
yang harus diperhatikan dalam perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Dodik, 1994). Menurut Suhardjo (1989)
Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi.
Malnutrisi selalu menjadi masalah ekologi, hal itu merupakan hasil akhir dari
faktor-faktor interaksi dari himpunan ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik,
lingkungan biologi, sosial dan lingkungan budayanya. Dua faktor penting dalam
pemeliharaan kesehatan adalah higiene dan sanitasi, keduanya ini penting baik
bagi masing-masing individu maupun bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu,
wajarlah apabila setiap institusi memperhatikan dengan benar masalah higiene
dan sanitasi di lingkungannya masing-masing (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985).
Dengan adanya penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren,
sehingga memudahkan santri putri untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Berdasarkan pemaparan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang ”Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan
dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darussalaam Bogor”.
Tujuan
Tujuan Umum:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelenggaraan
makanan, konsumsi pangan dan status gizi pada santri putri Pondok Pesantren
Darusalaam Bogor.
Tujuan Khusus:
1. Menganalisis krakteristik penjamah makanan dan santri putri Pondok
Pesantren Darusalaam.
2. Menganalisis
higiene
penjamah
makanan
di
Pondok
Pesantren
Darusalaam.
3. Menganalisis sanitasi makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.
4. Menganalisis ketersediaan pangan di Pondok Pesantren Darusalaam.
5. Menganalisis konsumsi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam
6. menganalisis status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
7. Menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi santri putri dengan
status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
4
Hipotesis
Konsumsi pangan santri putri berhubungan dengan status gizi santri putri
Pondok Pesantren Darusalaam.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran mengenai sumbangan konsumsi pangan dan penyelenggaraan
makanan terhadap status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam usaha untuk
memperbaiki dan meningkatkan pelayanan makanan di Pondok Pesantren
Darusalaam.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Remaja merupakan kelompok usia tertentu yang definisinya berbeda
diantara banyak negara, bahkan berbeda-beda disuatu negara tergantung pada
sosial budaya dan kondisi masing-masing. World Health Organitation (WHO)
mendifinisikan remaja sebagai periode antara umur 10-19 tahun, sedangkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) difinisi orang muda (youth) adalah periode
15-24 tahun (Surjadi, 2002). Remaja adalah seseorang yang sedang mengalami
perkembangan yang pesat menuju kedewasaan dan berusia 12-19 tahun
(Ackhir, 1991).
Dalam tumbuh kembang menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual semua remaja akan melewati tahapan berikut, yaitu
masa remaja awal (early adolsence) umur 11-13 tahun, masa remaja
pertengahan (middle adolsence) umur 14-16 tahun , dan masa remaja lanjut (late
adolsence) umur 17-20 tahun (Soetjiningsih, 2004). Menurut Mar‟at (2009)
batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12
hingga 21 tahun, rentan waktu usia remaja di bedakan atas tiga, yaitu 12-15
tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Menurut
Soesilowidradini (1990) dalam Puspitawati (2009) ciri-ciri remaja masa remaja
awal (13-17 tahun) adalah sebagai berikut:
1.
Rasa emosional yang tinggi seperti cepat marah, takut, cemas, ingin tahu, iri
hati, sedih dan kasih sayang.
2.
Perasaan yang tidak stabil seperti kesedihan yang tiba-tiba berganti dengan
kegembiraan, rasa percaya diri berganti dengan keraguan, rasa ”alruisme”
atau berkorban diri demi mementingkan orang lain dibandingkan dengan diri
sendiri, berganti dengan ”sikap acuk tak acuh”.
3.
Mempunyai banyak masalah berhubungan dengan : (a) keadaan jasmani,
(b) kebebasan, (c) nilai-nilai yang dianut dan (d) peranan pria dan wanita
dewasa, (e) lawan jenis, (f) masyarakat dan (g) kemampuan mengerjakan
sesuatu yang terkadang sukar untuk diselesaikan karena menganggap
orangtua dan guru terlalu tua untuk mengerti pikiran dan perasaannya.
6
Briawan (2008) mengatakan remaja putri adalah kelompok populasi yang
rawan terhadap defisiensi gizi. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan
rentan.
Pertama,
percepatan
pertumbuhan
dan
perkembangan
tubuh
memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya
hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat
gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan
obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004).
Hasil
penelitian Pratiwi (2010) pada remaja di Kabupaten Bogor frekuensi konsumsii
pangan sumber protein nabati, protein hewani, sayuran, dan buah bila
dibandingkan dengan anjuran PUGS masih belum terpenuhi yaitu untuk pangan
sumber protein hewani hanya empat per tujuh kali, sumber protein nabati,
sayuran, dan buah hanya dua pertujuh dari anjuran PUGS. Berdasarkan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi, hampir seluruh contoh terkategori defisit tingkat
berat untuk tingkat kecukupan energi dan protein serta terkategori kurang untuk
tingkat kecukupan zat besi.
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan merupakan suatu proses rangkaian kegiatan
yang melibatkan orang banyak sehingga diperlukan pengorganisasian yang baik
guna
mendapatkan
hasil
yang
memuaskan
(Latifah
dkk,
1996).
Penyelenggaraan makanan adalah suatu proses kegiatan kelompok manusia,
alat dan dana untuk menghasilkan makanan yang layak dan bermutu (Uripi,
1993). Penyelenggaraan makanan bagi orang banyak adalah pengolahan
makanan dalam jumlah lebih besar dari keluarga (6-10 orang). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa batas 50 porsi merupakan batas penyelenggaraan makanan
bagi orang banyak (mukrie 1983 mengacu pada Uripi, 1993).
Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran
belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan makanan,
penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran kebutuhan makanan,
penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan,
persiapan, pengolahan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan
ketentuan
yang
berlaku.manajemen
penyelenggaraan
makanan
sendiri
sebenarnya berfungsiuntuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik
(Mukrie,1990).
7
1. Perencanaan Menu
Menu berasal dari bahasa perancis le menu yang berarti daftar makanan
yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Menu merupakan pedoman bagi
yang menyiapkan makanan atau hidangan, pedoman bagi yang menyiapkan
makanan atau hidangan, bahkan merupakan penuntun bagi mereka yang
menikmatinya karena akan tergambar tentang apa dan bagaimana makanan
tersebut dibuat (Arnawa & Astina, 1995). Salah satu tanggung jawab yang besar
dari
manajer
penyelenggaraan
makanan
untuk
orang
banyak
adalah
perencanaan menu. Perencanaan menu merupakan serangkaian kegiatan
penyusanan berbagai hidangan dengan variasi, komposisi yang serasi dan
kombinasi warna, untuk memenuhi pelaksanaan manajemen pelayanan
makanan di Institusi. Prinsip-prinsip penyusunan menu adalah makanan yang
disajikan harus memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan dana yang tersedia dan
disukai serta memuaskan orang yang mengkonsumsinya (Departemen pertanian
1987 dalam Latifah, 1996).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu
berupa prinsip perencanaan makanan seimbang atau makanan sehat, yaitu:
1.
Jumlah yang cukup, berarti jumlah yang dikonsumsi memenuhi
kecukapan gizi yang dianjurkan.
2.
Terdiri dari beragam makanan, berarti keragaman makanan yang dipilih
sesuai dengan konsep makanan beragam dan seimbang.
3.
Pertimbangan gizi, selera dan ekonomi, berarti makanan dipilih
berdasarkan pertimbangan gizi, selera dan ekonomi agar terhindar dari
makanan yang voluminous.
4.
Penyajian, sangat perlu diperhatikan yaitu dalam porsi dan komposisi
penyajian, waktu penyajian atau waktu makan dan pendistribusian
makanannya (Hardinsyah, 1990).
2. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
Perencanaan kebutuhan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan
jumlah, macam atau jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk
kurun waktu tertentu. Setelah menu direncanakan dengan baik, kemudian dibuat
daftar kebutuhan bahan makanan. Daftar ini berisi jenis-jenis bahan makanan,
jumlah (volume atau dalam satuan berat), tipe (standar), bentuk dan sebagainya.
Berdasarkan daftar ini disusun daftar belanja, yang berisi catatan semua
kebutuhan untuk menu yang direncanakan tersebut, termasuk jenis, jumlah dan
perkiraan harga bahan makanan. Sebagai salah satu tahap dari kegiatan ini
8
adalah taksiran kebutuhan bahan makanan yang sangat diperlukan untuk
kegiatan pembelian bahan makanan (Uripi, 1993). Perencanaan anggaran
belanja makanan adalah kegiatan penyususnan biaya yang diperlukan untuk
penyediaan makanan (Latifah, 1996).
Petugas
yang
bertanggung
jawab
dibagian
pembelian
harus
mempertimbangkan beberapa hal antara lain: jumlah bahan makaann yang
diperlukan untuk tiap-tiap porsi, karena berdasarkan kebutuhan perporsi kita
dapat menentukan banyaknya bahan yang harus dibeli untuk keseluruhan,
berapa lama bahan makanan tersebut dapat bertahan tetapi tetap dalam kondisi
baik dan pastikan bahwa makanan tersebut baik dan aman untuk dimakan.
Selain itu, petugas juga harus memiliki pengetahuan tentang bahan makanan
dan pengetahuan tentang bagaimana bahan makanan tersebut setelah ditangani
setelah dibeli (Widyawati & Yuliarsih, 2002). Pembelian bahan makanan dapat
dilakukan
dengan
cara
pelelangan
atau
langsung
dibeli
dari
pasar.
Pembelanjaan dalam jumlah besar dapat dilaksanakan melalui leveransir atau
pemborong (Uripi, 1994).
3. Pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan
Pembelian bahan makanan merupakan sebuah proses pengadaan suatu
produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai.
Pembelian bahan pangan dibedakan menjadi dua tipe yaitu cetralized purchasing
(pembelian terpusat) dan group and corporate purchasing (pembelian kelompok)
(Palacio & Theis, 2009). Penerimaan bahan makanan adalah suatu legiatan yang
meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan
kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi
yang ditetapkan (Departemen kesehatan, 2006).
Setelah bahan makanan diterima dengan baik, maka bahan tersebut
harus disimpan menurut jenisnya. Bahan makanan tersebut harus segera diberi
kode tanggal penerimaan, agar sistem pengeluaran dilakukan menurut tanggal
yang diterima terlebih dahulu, serta tidak boleh terjadi pengeluaran secara acak.
Faktor penyimpanan sangat penting dalam penyelenggaraan makanan, terutama
dalam hal pembelanjaan yang berjumlah banyak dimana tidak semua bahan
dapat diolah dengan segera. Penyimpanan bahan makanan basah disimpan
diruang pendingin atau lemari es.
9
4. Pengolahan bahan makanan
Pengolahan bahan makanan menangani bahan-bahan makanan mulai
dari persiapan, pengolahan, pemasakan, sampai menjadi hidangan yang lezat.
Pengolahan bahan makana dimulai dari persiapan bahan, pembersihan,
pengupasan, pembuangan bagian makanan yang tidak dapat dipergunakan,
pemotongan, serta pemberian bentuk dengan perlakuan tertentu terhadap bahan
makanan sebelum dimasak dan menyediakan bumbu.
Tujuan memasak bahan makanan adalah untuk mempertahankan nilai
gizi bahan makanan, mempertinggi nilai cerna, menambah rasa, memperindah
rupa, warna dan kekerasan asli dari bahan makanan, membebaskan dan
menghilangkan kuman yang berbahaya yang mungkin ada dalam makanan.
5. Pelayanan dan pendistribusian makanan
Sistem pelayanan makanan dibedakan atas empat macam, yaitu sistem
pelayanan siap dipiring, sistem pelayanan siap di lodor, sistem pelayanan meja
samping, dan sistem pelayanan siap di meja hidangan (Uripi, 1993).
Menghidangkan atau mendistribusikan makanan merupakan tigas akhir dari
petugas penyelenggaraan makanan. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menghidangkan makanan yaitu:
a. Kebersihan ruangan, tempat dan alat makan
b. Kerapihan mengatur meja makan
c. Pemakaian alat hidang yang cocok
d. Sifat masakan (perlu dihidangkan panas atau dingin)
e. Waktu atau saat makan
f.
Jumlah orang yang makan
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa penyelenggaraan makanan
orang banyak merupakan suatu proses kegiatan penyediaan makanan bagi
orang banyak yang layak dan bermutu. Serangkaian tindakan harus dilakukan
oleh setiap penyelenggaraan makanan dalam pemeliharaan higiene dan sanitasi
makanan
guna
mencegah
terjadinya
pencemaran
makanan.
Tindakan
pemeliharaan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok berikut:
1. Pemeliharaan higiene dan sanitasi perorangan, yaitu setiap pekerja yang
terlibat dalam proses pengolahan, pemasakan, dan penyajian makanan.
2. Pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan itu sendiri (Moehyi, 1992).
10
Higiene penjamah makanan
Menurut troller dalam Uripi (1994), hygiene lebih dititik beratkan pada
kebiasaan atau cara hidup seseorang untuk pencegahan terjadinya penyakit,
baik pada dirinya maupun pada orang lain. Dan akan lebih tepat apabila kita
pergunakan istilah “higiene perorangan”. Higiene adalah sikap bersih perilaku
petugas penyelenggara makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas
penyelenggara makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan
orang banyak (widyati dan yuliarsih, 2002).
Petugas kantin dan dapur harus bebas dari segala macam penyakit, dan
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang teratur guna menjaga
agar jangan sampai petugas kantin menjadi pembawa penyakit (carrier) typhus,
disentri dan penyakit-penyakit menular atau parasit-parasit lainnya. Mereka
harus mendapatkan penyuluhan dan latihan di bidang kebersihan, sanitasi dan
higiene (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985). Untuk menjadi tenaga pengolah harus
mendapatkan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah
mempunyai sertifikat kesehatan, serta mengetahui tentang higiene dan sanitasi
makanan (Uripi 1994). Menurut widyati dan yuliarsih (2002) beberapa hal yang
harus diperhatikan dan dilakukan oleh petugas dalam menangani makanan
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kesehatan
Pada saat pengolahan makanan tidak sedang sakit dan bukan
carrier suatu penyakit, memeriksakan kesehatannya secara berkala
(Uripi, 1994).
2. Kebersihan tangan dan jari tangan
Dianjurkan agar setiap kali keluar dari kamar mandi atau kamar
kecil sebaiknya tangan dibersihkan dengan air hangat dan sabun, lalu
dikeringkan dengan serbet kertas (tisu) untuk tangan atau pengeringan
tangan (hand dryer). Karyawan yang menyelenggarakan makanan secara
langsung tidak diperbolehkan menggunakan cincin, baik yang bermata
maupun tidak, juga jam tangan karena bakteri-bakteri dapat tertinggal di
cincin yang tidak mungkin dapat dibersihkan pada saat bekerja. Kuku
harus dipotong pendek karena sumber kotoran/penyakit, serta tidak perlu
menggunakan pewarna kuku yang kemungkinan besar akan mengelupas
dan jatuh ke dalam makanan.
11
Sewaktu
mencicipi
makanan
yang
telah
matang
harus
menggunakan sendok, dan bila makanan-makanan tersebut diporsikan
harus menggunakan alat pengambil, misalnya sendok, penjepit, garpu.
Namun, bila situasi tidak memungkinkan menggunakan alat tersebut,
dianjurkan menggunakan sarung tangan dari pelastik transparan yang
tipis dan sekali pakai.
3. Kesehatan rambut
Pencucian rambut dilaksanakan secara teratur karena rambut
yang kotor akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat
mendorong karyawan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan
kotoran-kotoran dari kepala jatuh berterbangan ke dalam makanan serta
kuku menjadi kotor. Pada saat bekerja para karyawan diharuskan
menggunakan penutup kepala (hair cap).
4. Kebersihan hidung
Selama bekerja usahakan jangan mengorek hidung karena pada
hidung manusia terdapat banyak sekali bakteri. Dalam keadaan terpaksa,
pergunakan sapu tangan atau tisu yang langsung dapat dibuang. Setelah
itu, tangan harus dicuci. Apabila bersin, hidung harus ditutup dengan
sapu tangan sambil wajah dipalingkan dari arah makanan yang sedang
dipersiapkan, untuk menghindari bakteri-bakteri yang berasal dari hidung.
5. Kebersihan mulut dan gigi
Dalam rongga mulu terdapat banyak sekali bakteri terutama pada
gigi yang berlubang.
Menurut widyawati dan yuliarsih (2002) adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan selain kebersihan personal juga perlu memerhatikan perlengkapan
yang di pakai oleh tenaga penjamah, antara lain:
1. Pakaian karyawan
Pakaian yang digunakan di dapur harus pakaian khusus. Pakaian
karyawan di dapur selayaknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh
pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang/putih, terbuat dari
bahan yang kuat, dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya
tidak begitu ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja.
2. Sepatu
Sepatu yang digunakan adalah sepatu kerja, artinya haknya
pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai.
12
Sanitasi makanan
Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit atau pengawasan terhadap
faktor-faktor lingkungan, yang dapat merupakan mata rantai hubungan dari
penyebaran penyakit. Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah satu
usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada kegiatan dan tindakan
yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang
dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap
dikonsumsi (Uripi, 1994).
Tempat pengolahan yang baik adalah tempat dimana kebersihannya
terjaga, mempunyai persediaan air bersih yang cukup, alat-alat dapur yang
digunakan harus selalu bersih, tersedia tempat sampah, tersedia saluran
pembuangan air limbah, pertukaran udara selalu segar atau ventilasi udara
cukup, penerangan yang cukup, tersedia bak pencuci tangan, bumbu masakan
ditempatkan pada tempat khusus, sehingga terhindar dari debu, tidak terjangkau
oleh serangga, racun serangga tidak ditempatkan ditempat pengolahan (Uripi,
1994).
Menurut widyati dan yuliarsih (2002), sanitasi makanan tidak dapat
dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk
mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan
aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
salahsatunya adalah faktor fisik, faktor fisik
adalah ruangan yang kurang
mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab,
dan lain-lain. Untuk menghindari kerusakan makanan maka perlu diperhatikan
beberapa hal, seperti berikut ini:
1. sanitasi ruang dapur
sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan kontraksi dapur,
seperti berikut:
a) Lantai dapur
Hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin,
tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang
berlemak, dan tidak retak.
b) Dinding
Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah
dibersihkan. Pada umumnya, dinding terbuat dari keramik.
13
c) Langit-langit
Sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan
sederhana desainnya.
d) Ventilasi
Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan
makanan dalam jumlah yang besar. Dengan ventilasi yang baik
asap yang timbul pada waktu mengolah makanan dapat keluar
dari
dapur.
Ventilasi
yang
baik
dapat
dilakukan
dengan
menyediakan jendela, lubang angin, extractor fan, dan pengisap
asap (exhauster hood) yang diletakan tergantung di langit-langit
yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan.
e) Cahaya
Cahaya yang baik sangat baik penting bagi penyelenggaraan
makanan untuk orang banyak. Ada dua macam cahaya, yaitu
cahaya alam dan cahaya buatan. Dengan ruangan yang cukup
terang maka kotoran dan benda-benda yang halus yang masuk ke
dalam masakan atau hidangan dapat terlihat.
f) Saluran air
Saluran pembuangan air, baik air sisa pencucian bahan makanan
maupun pembuangan sisa makanan yang cair serta air kotor dari
pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan
lancar. Apabila saluran tersebut terletak didalam dapur maka
sebaiknya sepanjang saluran tersebut ditutup dengan alat yang
dapat dibuka atau ditutup, misalnya dengan menggunakan pelat
baja. Selain itu, dengan menggunakan alat tersebut akan
memudahkan perbaikan apabila terjadi kemacetan aliran air.
2.1. Sanitasi dan kebersihan peralatan
Menurut Uripi (1994) kebersihan alat yang digunakan dalam
penyelenggaraan makanan harus selalu dijaga, agar konsumen yang
menggunakan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Peralatan
didalam penyelenggaraan makanan meliputi peralatan untuk memasak
seperti panci, piring, wajan dan sebagainya, dan peralatan untuk makan
seperti plato, gelas sendok, garpu dan sebagainya, peralatan-peralatan
tersebut haruslah dibersihkan dan dicuci setelah di gunakan.
14
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam penggunaan peralatan
penyelenggaraan makanan meliputi: pencucian, pengeringan setelah
pencucian, dan penyimpanan. Selain itu bahan dari peralatan untuk
memasak harus disesuaikan dengan kegunaannya.
1. Pencucian peralatan
pencucian alat-alat pengolahan masakan
2. Pengeringan peralatan setelah pencucian
Setelah dicuci, peralatan sebaiknya diletakan pada rak-rak yang
khusus, yang terhindar dari pengotoran oleh debu dan serangga.
Sebaiknya penempatan tersebut adalah pada ruangan yang
sirkulasi udaranya segar, akan lebih baik kena sinar matahari.
3. Penyimpanan peralatan
Setelah kering, peralatan disimpan didalam lemari yang tertutup,
pada rak-rak yang telah ditetapkan sehingga memudahkan untuk
mengambil pada hari atau pekerjaan selanjutnya.
4. Bahan perlatan untuk memasak
Perlatan yang digunakan untuk memasak makanan harus terbuat
dari bahan-bahan yang tidak berbahaya, seperti barang-barang
stainless steel, poselein dan pelastik. Peralatan yang terbuat dari
tembaga, arsen, timah hitam, tidak diperbolehkan untuk digunakan
didalam memasak makanan.
2.2.
Sanitasi air
Air merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan makanan
karena mulai dari persiapan penyimpanan bahan mentah sampai dengan
membersihkan kembali setelah dihidangkan air selalu digunakan. Oleh
karena itu, air yang bersih dan aman untuk digunakan harus mendapat
perhatian pula dan air merupakan media yang baik untuk perkembangan
jasad renik. Syarat air yang baik dan layak digunakan untuk diminum
ialah tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh (jernih), tidak mempunyai
rasa tertentu (netral), dan tidak mengandung bakteri coli (Widyati &
Yuliarsih, 2002).
Menurut Saksono (1986) Air yang digunakan di dalam pemrosesan
dan penyiapan makanan sepatutnya memiliki mutu yang dapat diminum.
Air yang digunakan dalam makanan sebagai bahan utama dan sebagai
agensia pembersih untuk bahan-bahan dan perlengkapan. Air harus
bebas dari jasad renik yang bisa menimbulkan penyakit. Bilamana di
15
dalam suatu tempat penyediaan makanan tidak menerima air minum
melalui pipa penyalur, bisa juga mengangkut air dari sumber di luar yang
sudah di perbolehkan dengan memakai wadah yang disetujui pula. Dalam
keadaan darurat, pendidihan bisa digunakan untuk menghancurkan jasad
renik yang menimbulkan penyakit yang berada di alam air.
3. Sanitasi pembuangan sampah
Umumnya bak sampah terbuat dari pelastik ringan lengkap dengan
penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong
pelastik sampah agar bila telah penuh ujung dari kantong pelastik
tersebut diikat lalu diangkat keluar dari bak sampah tersebut dan diganti
dengan kantong pelastik yang baru. Karena sampah terbungkus dalam
kantong pelastik maka sampah tersebut tidak terlalu banyak mengundang
lalat dan sekaligus tidak berbau (Widyati & Yuliarsih, 2002).
Menurut Saksono (1986) Komposisi sampah terdiri dari barangbarang hasil buangan atau kotoran atau sisa-sisa makanan manusia yang
banyak bercampur dengan air dan air-air buangan lainnya seperti bekas
cucian, air bekas mandi dan residu yang dihasilkan dari sisa-sisa
makanan dan barang-barang yang tidak berguna, yang hampir semuanya
barang-barang sayuran dan sebangsanya. Komposisi sampah rata-rata
99% air dan tingkat keasamannya netral.
Cara-cara perlakuan terhadap sampah mentah diamankan dengan
beberapa tahap, antara lain:
1)
Pengumpulan
ke
dalam
tangki
pembusukan
atau
pusat
penghancuran sampah yang berasal dari tanaman.
2)
Pemisahan benda-benda organik
dengan sungguh-sungguh
seperti sampah dihadirkan untuk beberapa jam.
3)
Memahami benar-benar tentang masalah Lumpur melalui jasad
renik anaerob.
4)
Pemrosesan Lumpur menjadi bubur dan memperlakukannya
sebagai suatu penyubur.
5)
Memperlakukan
bagian
yang
berair
dengan
aerasi
atau
mengangin-anginkan dan oksidasi dengan menolong bakteri
aerob.
16
4. Sanitasi pada produksi makanan
Menurut Uripi (1994) adapun sanitasi pada produk makanan meliputi:
1. Sanitasi pada pengadaan bahan makanan
Didalam
pengadaan
bahan
makanan
terutama
kita
harus
memperhatikan tentang sumber bahan makanan dan keadaan bahan
makanana itu sendiri. Disini pengawasan mutu bahan makanan
memegang peranan penting (Uripi, 2004).
2. Sanitasi pada penyimpanan bahan makanan
Menurut widyati dan yuliarsih (2002) untuk menjaga ruang
penyimpanan bahan makanan maka ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian,
yaitu
bahan
makanan
yang
disimpan
dan
ruang
penyimpannya.
a) bahan makanan yang akan disimpan harus dalam keadaan bersih.
b) Ruang penyimpanan dibersihkan secara rutin, dan bila ada yang
tumpah harus dibersihkan segera mungkin untuk menghindari
datangnya binatang-binatang dan serangga, misalnya semut dan
kecoa.
c) Seandainya bahan makanan yang disimpan ada yang busuk harus
cepat dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan
desinfektan pada waktu-waktu tertentu.
d) Perlu diperhatikan bahwa pada saat penyemprotan bahan makanan
tidak boleh berada di dalam gudang.
5. Sanitasi makanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam higiene dan sanitasi
pengolahan makanan antara lain adalah sanitasi tempat pengolahan,
higiene tenaga pengolah, serta higiene dan sanitasi cara pengolahan.
Menurut Fardiaz (1992) Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai
indikator sanitasi dalam pengolahan pangan adalah mikroorganisme yang
umum
terdapat
didalam
kotoran
manusia
atau
hewan.
Adanya
mikroorganisme indikator di dalam suatu makanan menunjukan terjadinya
polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik selama persiapan
maupun pengolahannya.
17
Makanan yang
dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,
diantaranya:
1. Berada dalam derajat kematangan yang dikendaki
2. Bebas dari pencemaran disetiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga,
parasit, dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan
pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
Ketersediaan pangan
Menurut Moehyi (1992) makanan yang disediakan oleh penyelenggaraan
makanan haruslah dapat menghasilkan keadaan gizi dan kesehatan yang
optimal. Oleh karena itu, faktor gizi dalam penyelenggaraan makanan tidak dapat
diabaikan. Untuk menjamin terlaksananya berbagai fungsi faal normal dalam
tubuh dan untuk memperoleh tingkat gizi dan kesehatan yang optimal, tubuh
memerlukan sejumlah zat gizi. Oleh sebab itu, setiap jenis zat gizi diperlukan
dalam jumlah tertentu pula. Kelengkapan zat gizi diperlukan dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan setiap orang merupakan syarat utama yang harus
dipenuhi oleh makanan yang dimakan setiap hari. Ada tiga aspek dalam
penyelenggaraan makanan yang erat kaitannya dengan faktor gizi, yaitu sebagai
berikut:
1. Kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan
2. Penanaman kebiasaan makanan yang sehat
3. Penganekaragaman makanan yang menguntungkan
Konsumsi Pangan
Menurut almatsir (2004), pangan adalah salah satu kebutuhan pokok
yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi
dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan
berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi
bergantung pada berbagai faktor sepeti umur, gender, berat badan, iklim dan
aktivitas fisik.
Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu,
18
sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis
makanan yang dikonsumsi. Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan
memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang
bergizi,
perubahan
sikap
serta
perubahan
perilaku
sehari-hari
dalam
menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannnya. Kebutuhan gizi adalah
sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan
(Hardinsyah & Martianto, 1992).
Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan
diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi,
mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya
enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok
makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok
mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2004).
Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan gizi. Klasifikasi tingkat
kecukupan energi dan protein menurut depkes (1996) diacu dalam sukandar
(2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG) ; (2) defisit tingkat sedang
(70-79% AKG) ; (3) defiisit tingkat ringan (80-89% AKG) ; (4) normal (90-119%
AKG) ; kelebihan (≥120% AKG).
Energi
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi
energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi
seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka-panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan
ekonomi. Menurut
Almatsier (2005) pada
anak-anak, ibu hamil, dan ibu
menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan
jaringan-jarigan baru.
Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air (Almatsier, 2005). Soehardi (2004) menyatakan jika
tidak terdapat cukup karbohidrat dan lemak, protein di bakar di dalam tubuh
untuk memberikan kalori. Tetapi, fungsi protein yang utama adalah membangun
dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang sudah rusak. Protein membantu
sel-sel otak baru untuk menggantikan sel-sel lama yang sudah mati. Protein
adalah nutrisi untuk perkembangan, pertumbuhan, dan hidupnya tubuh. Protein
19
juga berfungsi sebagai pengatur, yaitu pengatur tubuh, penghasil enzim, pemikat
sistem imun, dan menstimulasi kelenjar endokrin.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001). Gibson (2005) menyatakan bahwa
status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
zat gizi makanan didalam tubuh. Gizi membicarakan makanan dalam
hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan
makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan
jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga (Suhardjo dkk, 1986).
Antropometri sangat umum digunakan untuk menukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al, 2001). Berdasarkan
Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode
antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini
adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan
penggunanaan
energi)
dapat
menurunkan
spesifikasi
dan
sensitivitas
pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran
dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi.
Sedangkan kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b)
metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat
gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang,
kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu.
Antropometri merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
menilai status gizi dan merupakan indikator yang tepat dan efisien untuk menilai
pertumbuhan remaja. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak
usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi
menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status
gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
20
Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U
Variabel
-3 ≤ z ≤ -2
-2 ≤ z ≤ +1
+1 ≤ z ≤ +2
z > +2
Sumber : WHO 2007
Kategori
Kurus
Normal
Gemuk
Obese
Remaja membutuhkan energi dan nutrien untuk melakukan deposisi
jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang
terjadi kedua kali setelah yang pertama dialami pada tahun pertama
kehidupannya. Nutrisi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang sangat erat.
Jika asupan nutrisi berlangsung optimal maka pertumbuhan potensialnya akan
terpenuhi atau berlangsung optimal pula. Total nutrien yang dibutuhkan jauh
lebih tinggi pada masa remaja daripada ketika menjalani siklus kehidupannya
yang lain (Suandi, 2004).
Kelompok umur remaja menunjukan fase pertumbuhan yang pesat, yang
disebut „’adolescene growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif
besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat,
karena pada umur inilah perhatian untuk berolahraga sedang meningkat. Bila
konsumsi zat gizi tidak ditingkatkan, mungkin akan terjadi defisiensi relatif
terutama defisiensi vitamin-vitamin. Defisiensi sumber sumber energi akan
menyebabkan anak-anak kelompok ini langsing, bahkan sampai kurus. Pada
remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai pembuangan
sejumlah Fe (Djaeni, 2004).
21
KERANGKA PEMIKIRAN
Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam terdiri dari
penjamah makanan dan proses penyelenggaraan makanan. Penjamah makanan
merupakan input dari penyelenggaraan makanan, penjamah makanan makanan
terdiri dari karakteristik penjamah makanan dan higiene penjamah makanan.
Proses penyelenggaraan makanan terdiri dari jumlah dan jenis makanan yang
tersedia dan sanitasi lingkungan. Proses penyelenggaraan terdiri dari sanitasi
dan jenis dan jumlah makanan yang tersedia di Pondok Pesantren Darusalaam.
Konsumsi pangan Pondok Pesantren Darusalaam berasal dari penyelenggaraan
makanan Pondok Pesantren dan dari luar Pondok Pesantren Darusalaam.
Remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, pada masa inilah
remaja mulai menyelektif makanan apa saja yang akan dikonsumsi, hal ini terkait
dengan
pencitraan
pada
penampilan
(body
image),
sehingga
dapat
mempengaruhi konsumsi atau asupan pada remaja dan berujung pada status
gizi seseorang. Status kesehatan pada penelitian ini tidak dilihat namun status
kesehatan saling berhubungan langsung terhadap status gizi dan konsumsi
pangan santri. Gambar 1 merupakan penggambaran dari kerangka pikir
penyelenggaraan makanan, konsumsi dan status gizi santri putri Pondok
Pesantren Darusalaam.
22
Penyelenggaraan makanan
Penjamah makanan
Karakteristik
penjamah
makanan
Proses penyelenggaraan makanan
Hygiene
penjamah
makanan
Karakteristik santri putri
- Umur
- Berat badan
- Tinggi badan
Sanitasi
Jenis dan jumlah makanan
yang tersedia di Pondok
Pesantren
Jenis dan jumlah
makanan
yang
tersedia di luar
Pondok Pesantren
Konsumsi pangan
- Di dalam Pondok
Pesantren
- Di luar Pondok Pesantren
Status gizi
Status kesehatan
Keterangan :
: variabel yang di teliti
: variabel yang tidak diteliti
: berhubungan langsung
: Saling berhubungan
Gambar 1 Kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan
status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
23
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study
dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode
purposive yaitu di Pondok Pesantren Darusalaam yang terletak di Ciomas
Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi berdasarkan jumlah santri yang tinggal dalam
satu lingkungan dan tinggal bersama di sebuah asrama yang disediakan oleh
Pondok Pesantren, total santri sebesar 340 santri, Pondok Pesantren
menyelenggarakan makanan untuk para santri dan pihak pondok bersedia untuk
dijadikan sebagai tempat penelitian. Pengumpulan data penelitian dilakukan
bulan Juli sampai Agustus 2011.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri SMP, SMA dan karyawan
penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam bogor. Populasi santri
putri sebanyak 136 santri. Pemilihan contoh menggunakan metode purposive
sampling. Kriteria pengambilan contoh antara lain berjenis kelamin perempuan,
tidak memiliki catatan khusus atau pelanggaran, bersedia dijadikan sebagai
contoh dalam penelitian dan dalam keadaan sehat. Jumlah santri putri dalam
penelitian ini adalah 85 santri.
Kriteria yang digunakan untuk pengambilan contoh penjamah makanan
antara lain contoh merupakan karyawan ponpes yang bertugas mengolah
makanan pada saat penelitian berlangsung, bersedia dijadikan contoh dan
diwawancara saat penelitian dan contoh dalam keadan sehat. Jumlah penjamah
makanan dalam penelitian ini adalah 10 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum Pondok Pesantren dan
daftar menu makanan yang di sediakan. Data primer diperoleh melalui
wawancara menggunakan alat bantu kuesioner dan pengamatan secara
langsung kepada santri putri dan penjamah makanan. Wawancara yang
dilakukan yaitu kepada tenaga penyelenggara makanan, santri putri Pondok
Pesantren dan pengurus Pondok Pesantren. Data primer meliputi data
karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan
lama berkerja), karakteristik santri putri Pondok Pesantren (umur, tanggal lahir,
berat badan dan tinggi badan), sanitasi makanan, higiene tenaga penjamah,
24
konsumsi pangan, dan status gizi santri putri Pondok Pesantren. Adapun jenis
data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data
Variabel
Jenis data
Karakteristik
- Umur
penjamah
- Jenis kelamin
makanan
- Tingkat pendidikan
- Lama bekerja
Karakteristik
- Umur
santri putri
- Kelas
- Tanggal lahir
Higiene
- Kondisi kesehatan tenaga
penjamah
penjamah
makanan
- Perlengkapan kerja inividu
saat mengolah makanan
Sanitasi
Ketersediaan
pangan
Konsumsi
pangan
Status gizi
Cara pengumpulan data
Wawancara
langsung
kepada tenaga pengelola
makanan
dengan
menggunakan kuesioner.
Pengisian kuesioner
Wawancara
dan
pengamatan
langsung
dengan
menggunakan
kuesioner yang teriri dari
16 pertanyaan.
- Sanitasi ruang pengolahan
Wawancara
dan
- Sanitasi
dan
kebersihan pengamatan
langsung
peralatan
dengan
menggunakan
- Penanganan
dan kuesioner yang terdiri dari
penyimpanan makanan dan 36 pertanyaan.
minuman
- Sanitasi sarana, fasilitas dan
sanitasi air
Ketersediaan bahan makanan : Kuesioner
- Jenis bahan makanan
- Frekuensi pembelian
- Jumlah
- Pemakaian bahan/bulan
- Tempat pembelian dan cara
membeli bahan makanan
Ketersediaan
makanan, Penimbangan makanan
meliputi :
selama 2 hari dengan
- Waktu makan
menggunakan timbangan
- Menu makanan
digital ketelitian 1
- Bahan/komposisi makanan
- Metode food recall 2x24 jam, Kuesioner
makanan dari dalam Pondok
Pesantren dan dari luar
Pondok Pesantren.
- Frekuensi konsumsi pangan
(7 hari kebelakang)
- Berat badan (BB)
Penimbangan
menggunakan timbangan
injak dengan ketelitian 0,1
- Tinggi Badan (TB)
kg.
Pengukuran tinggi badan
menggunakan microtoise
- Status gizi (IMT/U)
dengan ketelitian 0,1 cm.
Perhitungan berdasarkan
WHO 2007
25
Data
penyelenggaraan
makanan
Pesantren
diketahui
dengan
menggunakan wawancara dan observasi langsung. Data menu makanan yang
disediakan dilihat berdasarkan daftar standar menu. Ketersediaan makanan yang
disediakan oleh Pondok Pesantren diperoleh melalui penimbangan satu porsi
makanan yang akan disajikan (sebelum dikonsumsi) dengan timbangan digital
selama dua hari dan juga melalui wawancara dengan tenaga penjamah makanan
yang memorsikan makanan, sehingga didapat standar porsi yang digunakan
untuk menghitung kebutuhan makanan. Higiene dan sanitasi didapat dari hasil
wawancara dengan penjamah makanan, observasi langsung di tempat
pengolahan makanan. Wawancara dan observasi pada higiene penjamah
makanan dan sanitasi makanan mengacu terhadap kuesioner yang terdiri dari 16
pertanyaan terkait dengan higiene penjamah makanan dan 36 pertanyaan
sanitasi makanan dan lingkungan pengolahan makanan.
Penilaian konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan cara kuantitatif yaitu recall 2x24 jam. Data konsumsi pangan yang
diperoleh dengan cara food recall 2x24 jam yaitu dengan meminta santri putri
untuk menyebutkan jumlah makanan yang dimakan selama dua hari dengan
ukuran rumah tangga. Makanan yang dimakan adalah makanan utama,
makanan selingan, jenis pangan dan jumlah yang dikonsumsi dalam bentuk
matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk bahan pangan mentah dan
dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya data
konsumsi pangan dievaluasi menjadi angka kecukupan menggunakan data tabel
Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.
Pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui status gizi dengan
menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). data yang
diperlukan adalah berat badan, tinggi badan dan tanggal lahir santri putri (untuk
mengetahui umur santri putri dalam bulan dan tahun). Pengukuran berat badan
dilakukan dengan cara santri putri berdiri di atas timbangan dengan ketelitian 0,1
kg dengan cara melepaskan sepatu atau alas kaki dan barang-barang yang ada
di dalam saku dengan tetap menggunakan pakaian. Pengukuran tinggi badan
dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan
ketelitian 0,1 cm. Data tanggal lahir santri putri didapat dari kuesioner yang diisi
oleh santri putri.
26
Pengolahan dan Analisis Data
Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan
data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis.
Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif dan statistika menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Data karakteristik penjamah makanan meliputi jenis kelamin dikategorikan
menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan, umur, tingkat pendidikan yang
meliputi tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana dan lama
berkerja. Sementara untuk data karakteristik santri putri (umur) dijelaskan secara
deskriptif.
Praktek hygiene penjamah makanan dan sanitasi mengacu pada 52
pertanyaan di dalam kuesioner, masing-masing pernyataan pada kuesioner
higiene tenaga penjamah sebanyak 16 pernyataan, sedangkan jumlah
pernyataan pada kuesioner sanitasi terdapat 36 pernyataan, kemudian dijelaskan
secara deskriptif. Praktek hygiene penjamah makanan dan sanitasi diukur
dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan skala jawaban yaitu “ya”
dan “tidak”, penilaian Dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu untuk yang
memiliiki skor baik (>80%), sedang (60%-80%), dan kurang (<60%) (Totelesi,
2011).
Data konsumsi pangan yang diperoleh dari recall 2x24 jam dan FFQ, data
hasil recall yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT) dikonversi ke
dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksirkan atau memperkirakan ke dalam
ukuran berat (gram) menggunakan beberapa alat bantu seperti ukuran rumah
tangga (sendok nasi, sendok makan, dan lain-lain) dan dengan menimbang
langsung contoh makanan yang dimakan. Kemudian data konsumsi dalam
ukuran gram dihitung kandungan energi (kkal) dan protein (g) dengan
menggunakan DKBM.
Data tersebut diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi
sendiri oleh contoh setelah mendapat penjelasan dari peneliti. Kemudian
dikonversikan dalam bentuk satuan energi (kal) dan protein (g) menggunakan
DKBM. Rumus yang digunakan adalah :
KEj = Bi X GjX BDDj
100
100
27
Keterangan:
Kej
: Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Bj
: Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Gj
: Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan
BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD)
Angka Kecukupan Gizi kemudian digunakan untuk menghitung tingkat
kecukupan zat gizi. Tingkat kecukupan zat gizi santri putri diperoleh
menggunakan rumus (Hardinsyah & Tambunan, 2004):
Tingkat kecukupan zat gizi : konsumsi zat gizi aktual
angka kecukupan gizi
X 100%
Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes (1996)
menjadi lima kategori yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat
sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-120%
AKG), dan kelebihan (>120% AKG).
Angka ketersediaan pangan asrama diketahui dengan menimbang bahan
pangan satu porsi makan selama dua hari dengan timbangan digital dengan
ketelitian 1. Kemudian dikonversi kedalam bentuk energi dan protein dengan
Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Pengukuran status gizi dengan metode antropometri melalui perhitungan
indeks massa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U) dengan menggunakan
software WHO Anthroplus 2007. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan nilai
yang telah ditentukan oleh WHO 2007. Kategori status gizi pada anak yang
berumur 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤
z ≤ +2) dan obese (z > +2). Analisis yang digunakan adalah analisis spearman
untuk melihat hubungan antara tingkat konsumsi terhadap status gizi
28
Definisi Operasional
Santri putri adalah siswi SMP dan SMA Pondok Pesantren yang sedang
menjalani proses pendidikan di Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.
Penyelenggaraan makanan adalah kegiatan yang bertujuan menyediakan
makanan pada santri degan memperhatikan higiene tenaga penjamah,
sanitasi makanan dan ketersediaan pangan.
Karakteristik tenaga penjamah adalah identitas tenaga penjamah yang meliputi
usia, jenis kelamin (laki-laki atau Perempuan), tingkat pendidikan (Tidak
lulus SD, lulus SD, SMP, SMA, Diploma dan Sarjana), dan lama bekerja.
Higiene penjamah makanan adalah kondisi kebersihan penjamah makanan
pada saat mengelola makanan dan minuman karena merupakan syarat
untuk mencapai derajat kesehatan. Praktek hygiene penjamah makanan
mengacu pada kuesioner sebanyak 16 pernyataan, kemudian di jelaskan
secara deskriptif.
Sanitasi makanan adalah tindakan penjamah makanan saat mengelola
makanan meliputi penjagaan kebersihan ruang pengolahan, kebersihan
peralatan
pengolahan
makanan,
kebersihan
penanganan
dan
penyimpanan makanan minuman dan penjagaan kebersihan sarana,
fasilitas dan sanitasi air, dengan tujuan mencegah segala macam
penyakit dan bahaya yang ditimbulkan oleh makanan sehingga merusak
kesehatan. Penjelasan sanitasi lingkungan mengacu pada kuesioner
yang terdiri dari 36 pernyataan, kemudian dijelaskan secara deskriptif.
Ketersediaan pangan adalah jumlah makanan yang disediakan oleh dapur
Pondok Pesantren Darusalaam per porsi makanan yang ditimbang
dengan timbangan digital kemudian dikonversikan ke dalam energi dan
protein dengan DKBM 2004.
Konsumsi makan adalah jumlah makanan dan minuman yang dihabiskan oleh
siswa-siswi dari porsi yang telah disajikan, sehingga dapat dilihat tingkat
konsumsi makanan yang di nilai dari zat gizi, tingkat konsumsi zat gizi
dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut
umur dan berat badan (WNKPG 2004). Tingkat konsumsi energi
diperoleh dengan menggunakan cut-off point Depkes (1996) yang
dibedakan menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang
(70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan
kelebihan (≥ 120%).
29
Status gizi adalah kondisi santri putri yang dapat diukur ditentukan melalui WHO
2007 dengan Kategori status gizi pada anak yang berumur 5 – 19 tahun
yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan
obese (z >+2).
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Dapur Penyelenggaraan Makanan
Pondok Pesantren Darusalaam
Pondok Pesantren Darusalaam berdiri diatas tanah seluas 6.400 m2,
berlokasi di kampung Bubulak Desa Padasuka Ciomas Kabupaten Bogor,
merupakan wakaf dari H. Harun Jazhar (almarhum). Secara geografis, lokasi
pesantren Darusalaam dikelilingi oleh perumahan dengan radius rata-rata
150 meter dari pesantren. Pondok Pesantren Darusalaam memiliki dapur
sebagai salah satu perolehan makanan para santri putra dan putri. Dapur
seluas ± 200m2 itu setiap harinya menyediakan ± 400 porsi. Di dalam dapur
Pondok Pesantren Darusalaam terbagi menjadi lima ruangan yang terdiri dari
ruangan penyimpanan bahan makanan kering, mushola, kamar mandi, ruang
pengolahan makanan, dan pencucian alat-alat dan bahan makanan. Di
ruangan yang terpisah terdapat satu ruang seluas ± 200m2, ruangan tersebut
merupakan ruang makan untuk santri putra.
Ruang penyimpanan bahan makanan kering hanya diperuntukan
menyimpan bahan makanan kering seperti beras, bumbu-bumbu dan
kerupuk. Di samping ruang penyimpanan bahan makanan adalah mushola,
selain sebagai tempat beribadah digunakan juga sebagai tempat istirahat
penjamah makanan, disamping mushola adalah kamar mandi yang khusus
digunakan oleh para penjamah makanan. Alur penyelenggaraan makanan
dimulai dari penerimaan bahan makanan mentah sampai pemorsian
dilakukan diruang pengolahan. Ruang pencucian bahan makanan disatukan
dengan pencucian alat-alat pengolahan makanan, di ruangan tersebut juga
terdapat rak-rak penyimpanan alat-alat bersih. Sistem penyelenggaraan
makanan menggunakan sistem desentralisasi, yaitu dapur menyediakan
makanan untuk santri putra dan putri dalam porsi besar setelah itu makanan
di bagiakan perindividu oleh pengurus Pondok Pesantren bagian kesehatan.
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam bersifat
nonkomersial, yaitu tidak memiliki tujuan mencari keuntungan. Alur kerja
penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam dapat dilihat
pada gambar 2.
31
Proses penyelenggaraan
makanan
Hygiene penjamah
makanan
Sanitasi makanan
Ketersediaan
pangan
Gambar 2 Alur kerja penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren
Darusalaam.
Penyelenggaraan
makanan
Pondok
Pesantren
Darusalaam
Berdasarkan tempat memasak dan menyajikan makanan penyelenggaraan
makanan di Pondok Pesantren Darusalaam merupakan penyelenggaraan
makanan institusi, karena tempat memasak dan menyajikan makanan berada
di suatu tempat. Dalam alur proses penyelenggaraan makanan, salah satu
aspek dalam penyelenggaraan makanan yang harus diperhatikan adalah
higiene penjamah makanan, sanitasi makanan dan ketersediaan pangan
sehingga menghasilkan konsumsi pangan yang baik.
Karakteristik penjamah makanan
Contoh dalam penelitian ini terdiri dari penjamah makanan dan siswi
Pondok Pesantren, pada penjamah makanan data yang didapat adalah usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama bekerja. Data karakteristik pada
santri putri Pondok Pesantren yaitu umur.
Terdapat
10
orang
penjamah makanan
di
Pondok
Pesantren
Darussalaam yang terdiri dari enam juru masak yang memiliki tugas menerima
belanjaan bahan makanan,mengolah dan memorsikan makanan untuk santri
putra. Sedangkan empat penjamah makanan yang lainnya adalah dua santri
putri yang bertugas memorsikan makanan dan diawasi oleh dua pengurus
santri putri. Sebagian besar jenis kelamin penjamah makanan adalah
perempuan. Rata-rata umur penjamah makanan 52 tahun, sebanyak 50%
penjamah makanan tidak tamat SD dan rata-rata contoh lama bekerja 15
tahun. Jam kerja penjamah makanan adalah enam hari kerja dengan satu kali
libur secara bergiliran.
32
Karakteristik santri putri
Karakteristik santri putri terdiri dari usia, berat badan, tinggi badan dan
tanggal lahir. Data berat badan, tinggi badan dan tanggal lahir diperoleh untuk
menghitung status gizi santri putri, sedangkan usia santri putri dipaparkan pada
tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik santri putri Pondok Pesantren Darusalaam
Usia (Tahun)
10-12
13-15
16-19
Total
Rata-rata±SD
N
26
51
8
85
%
30,6
60
9,4
100
13,6±1,5
Usia contoh santri putri Pondok Pesantren beragam, sebanyak 51%
siswi Pondok Pesantren masuk kedalam kategori remaja awal (11-13 tahun)
dan masa remaja pertengahan (14-16 tahun), dan rata-rata umur contoh siswi
13 tahun masuk ke dalam remaja awal.
Dua faktor penting dalam pemeliharaan kesehatan adalah higiene dan
sanitasi,keduanya penting baik bagi masing-masing individu maupun seluruh
masyarakat. Higiene sanitasi yang buruk akan menimbulkan kesehatan yang
buruk bagi para pekerja dan juga konsumennya.
Higiene penjamah makanan
Hygiene penjamah makanan merupakan sikap atau perilaku para
penjamah (pengolah dan penyaji makanan). Aspek-aspek penilaian higiene
penjamah makanan terdiri dari kondisi para penjamah seperti kondisi kesehatan
penjamah makanan pada saat terpapar langsung oleh makanan, seragam
ataupun perlengkapan masak yang dikenakan seperti sepatu, baju masak
ataupun penutup kepala khusus memasak, dan perilaku pejamah makanan.
Pada saat penelitian berlangsung kondisi kesehatan penjamah
makanan dalam keadaan sehat dan bersih. Penjamah makanan tidak memiliki
seragam khusus namun mereka memakai celemek bersih, tiap tiga hari sekali
di ganti dengan yang baru, penjamah makanan tidak memiliki sepatu khusus,
melainkan memakai sandal jepit yang sudah dipakai dari rumah. Penjamah
makanan tidak merokok, tidak menggunakan perhiasan, tidak menggaruk
anggota tubuh khususnya telinga saat mengolah makanan, selalu mencuci
tangan sebelum mengolah makanan, tidak menyetuh makananan secara
langsung, tidak bersin atau batuk kearah makanan dan mengeringkan tangan
dengan lap tangan sebelum menyajikan makanan. Namun saat mengolah
makanan para penjamah makanan terlihat berbicara dengan sesama penjamah
33
makanan tanpa menggunakan masker atau penutup mulut. Penjamah
makanan tidak memiliki penutup kepala khusus, tetapi memakai kerudung,
kerudung yang dipakai diganti setiap hari.
Sanitasi makanan
Sanitasi merupakan salah satu aspek penting selain hygiene penjamah
makanan. Dapur penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam
memiliki Lantai dapur dan dinding terbuat dari semen. Saluran pembuangan air
hanya terdapat ditempat cuci piring yaitu terletak di luar dapur pengolahan,
pada saat penelitian berlangsung terlihat sesaat binatang pengerat seperti tikus
melintas di sekitar dapur, namun
tidak ada penanganan khusus untuk
menangani binatang pengerat. Pencucian alat-alat pengolahaan langsung
dilakukan
setelah
pengolahan
makanan
selesai,
pencucian
peralatan
menggunakan air yang mengalir. Setelah penyucian alat-alat masak dilakukan
pengelapan oleh lap bersih khusus
untuk peralatan. Setelah itu, alat-alat
diletakan di rak-rak yang yang tidak tertutup. Rak penyimpanan alat-alat terbuat
dari bahan anti karat, bidangnya rata dan selalu dijaga kebersihannya.
Dapur pengolahan tidak memiliki kulkas, karena bahan-bahan basah
seperti sayuran, minyak dan gula dibeli setiap hari, bahan-bahan kering seperti
garam dan gula terletak di dalam toples khusus bahan sehingga terhindar dari
bahan-bahan makanan yang lain khususnya bahan makanan basah. Wadah
makanan yang bersih disiapkan untuk meletakan makanan/ minuman, namun
setelah makanan diporsikan, makanan tidak ditutupi sehingga makanan
berpotensi dihinggapi lalat. Disekitar dapur pengolahan tidak didapatkan
bahan-bahan beracun seperti obat nyamuk.
Penyelenggaraan
makanan
di
Pondok
Pesantren
Darusalaam
dipanatau oleh ustadz bagian keuangan, selain mengawasi tugas lainya adalah
merencanakan menu, belanja dan mendistribusikan bahan mentah. Luas
bangunan dapur penyelenggaraan makanan sebesar ± 200 m2, terdiri dari
ruang penyimpanan bahan kering, toilet dan mushola. Sarana pencucian
peralatan memasak berada di samping dapur, tidak ada tempat pencucian
khusus sarana pencucian peralatan hanya ada satu kran air dan satu ember
besar, tidak terdapat kotak obat-obatan P3K di ruang dapur, jika ada yang
terluka,
pegawai
langsung
menuju
ruang
kesehatan
yang
letaknya
berseberangan dari dapur pengolahan. Alat-alat masak yang digunakan cukup
sederhana antara lain: kompor, dandang, wajan, panci, pisau, talenan dan
ulekan.
34
Terdapat satu tempat sampah yang tersedia di dapur penyelenggaraan
makan, tempat sampah terbuat karung plastik, semua jenis sampah dibuang ke
dalam tempat sampah tersebut, tidak ada pemisahan jenis sampah. Sampah
yang sudah penuh kemudian di bakar, waktu pembakaran dilakukan sore hari
oleh petugas kebersihan pesantren, hal ini dapat mengurangi penumpukan
sampah yang berlebihan. Sumber air minum adalah air galon isi ulang, setiap
hari dilakukan pengisian ulang.
Tabel 4 Perbandingan standar higiene dan sanitasi terhadap hasil pengamatan
Standar hygiene dan sanitasi
Hygiene penjamah makanan
Penjamah makanan pada saat pengolahan makanan
tidak sedang sakit.
Hasil pengamatan
Penjamah
makanan
kondisi sehat dan bersih
dalam
Pakaian yang digunakan adalah pakaian khusus
dengan model yang dapat melindungi tubuh pada
waktu
memasak,
mudah
dicuci,
berwarna
terang/putih agar terlihat kebersihannya, terbuat dari
bahan yang kuat/tidak mudah sobek, dapat
menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya tidak
begitu ketat sehingga dapat mengganggu pada
waktu bekerja.
Penjamah
makanan
tidak
memiliki sergam khusus namun
memakai
celemek
saat
mengolah makanan, namun baju
yang digunkan adalah baju yang
bersih.
Sepatu yang digunakan adalah sepatu kerja, artinya
memakai hak pendek, tidak licin, ringan dan enak
dipakai.
Penjamah
makanan
tidak
memiliki sepatu khusus/sepatu
kerja saat mengolah makanan
Penjamah makanan tidak memiliki luka yang terbuka
dan tidak merokok saat mengolh makanan.
Penjamah tidak memiliki luka
yang terbuka dan tidak merokok.
Penjamah makanan secara langsung tidak
diperbolehkan menggunakan cincin, baik yang
bermata maupun tidak, juga jam tangan. Kuku harus
dipotong pendek, tidak menggunakan pewarna kuku
yang kemungkinan besar akan mengelupas dan
jatuh ke dalam makanan.
Penjamah
makanan
tidak
menggunakan perhiasan, tidak
berkuku panjang dan tidak
mengecat kuku.
Sewaktu mencicipi makanan yang telah matang
harus menggunakan sendok, dan bila makananmakanan tersebut diporsikan harus menggunakan
alat seperti sendok, penjepit, garpu atau sarung
tangan dari pelastik transparan sekali pakai.
Penjamah
makanan
tidak
menyentuh langsung pangan
dalam
mengolah
makanan
maupun sewaktu menyajikan.
Mempergunakan sendok makan
apabila ingin mencicipi makanan
yang matang
Pada saat bekerja para karyawan diharuskan
menggunakan penutup kepala
Penjamah
makanan
menutup
kepala atau tidak membiarkan
rambut tergerai.
Penjamah makanan tidak menggaruk telinga saat
mengolah makanan. Tidak bersin atau batuk kearah
makanan, jika ingin bersin atau batuk sebaiknya
memalingkan wajah dari arah makanan.
Sanitasi ruang pengolahan
Lantai dapur hendaknya dibuat dari bahan yang
mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyk
goreng atau bahan makanan lain yang berlemak,
dan tidak retak.
Tidak menggruk telingan dan tidak
bersin atau batuk kearah makanan.
Lantai dapur terbuat dari tanah liat
yang tidak dialasi keramik.
35
Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat dan
mudah dibersihkan. Pada umumnya dinding terbuat
dari keramik.
Dinding terbuat dari semen namun
tidak dialasi keramik.
Sebaiknya langit-langit dibuat dari bahan yang
mudah dibersihkan dan sederhana desainnya.
Langit-langit tidak terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan.
Ventilasi yang baik dapat dilakukan dengan
menyediakan jendela, lubang angin, extractor fan,
dan pengisap asap (exhauster hood) yang diletakan
tergantung di langit-langit yang posisinya tepat
berada di atas pusat pengolahan.
Tidak adanya ventilasi yang baik
(seperti jendela, lubang angin,
extractor fan, dan penghisap asap)
yang diletakan tergantung di langitlangit yang posisinya tepat berada
di atas pusat pengolahan.
Cahaya yang baik sangat baik penting bagi
penyelenggaraan makanan untuk orang banyak. Ada
dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dan cahaya
buatan. Dengan ruangan yang cukup terang maka
kotoran dan benda-benda yang halus yang masuk ke
dalam masakan atau hidangan dapat terlihat.
Tidak memiliki pencahayaan yang
baik. Hanya mengandalkan sinar
matahari yang masuk dari sela-sela
ventilasi dapur.
Apabila saluran tersebut terletak didalam dapur maka
sebaiknya sepanjang saluran tersebut ditutup dengan
alat yang dapat dibuka atau ditutup, misalnya dengan
menggunakan pelat baja. Selain itu, dengan
menggunakan alat tersebut akan memudahkan
perbaikan apabila terjadi kemacetan aliran air.
Pengolahan makanan berdekatan
dengan saluran pembuangan air.
Sebaiknya pencucian alat-alat pengolahan sesaat
setelah peralatan selesai digunakan.
Peralatan pengolahan
langsung dibersihkan.
Setelah dicuci, peralatan sebaiknya diletakan pada
rak-rak yang khusus, yang terhindar dari pengotoran
oleh debu dan serangga. Sebaiknya penempatan
tersebut adalah pada ruangan yang sirkulasi udaranya
segar, akan lebih baik kena sinar matahari.
Setelah dicuci peralatan diletakan
dirak khusus yang terhindar dari
debu
dan
serangga.
Rak
penyimpanan peralatan dibuat anti
karat, rata dan bersih.
Setelah kering, peralatan disimpan didalam lemari
yang tertutup, pada rak-rak yang telah ditetapkan
sehingga memudahkan untuk mengambil pada hari
atau pekerjaan selanjutnya.
Setelah alat-alat kering peralatan
disimpan dilemari yang tidak
tertutup.
Perlatan yang digunakan untuk memasak makanan
harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya,
seperti barang-barang stainless steel, poselein dan
pelastik.
Penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman
Sebaiknya makanan atau minuman yang tidak
dikemas selalu tertutup untuk menghindari kotorn
masuk kedalam makanan.
Peralatan yang digunakan untuk
memasak tebuat dari bahan-bahan
yang tidak berbahaya.
Sebaiknya makanan / minuman disajikan atau dikemas
dalam
pengemas
bersih
untuk
menghindari
terkontaminasi makanan.
Makanan / minuman disajikan atau
dikemas dalam pengemas bersih
Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan
makanan / minuman
Menggunakan pelastik beks untuk
kemasan makanan dan minuman
Tidak terdapat bahan pangan yang berserakan
Terdapat bahan pangan yang
berserakan,
seperti
sampah
sayuran dan bungkus pelastik.
Sarana, fasilitas dan sanitasi air
Pada pengolahan makanan terdapat air bersih, tempat
cuci tngan, lap tangan, tempat sampah yang tertutup,
dan sampah dibuang pada tempatnya.
alat-alat
Makanan / minuman yang tidak
dikemas dan tidak selalu tertutup.
Sudah terdapat air bersih, tempat
cuci tngan, lap tangan, tempat
sampah yang tertutup, dan sampah
36
dibuang pada tempatnya di tempat
pengolahan makanan.
Sebaiknya terdapat pengelolaan tempat sampah dan
air limbah sendiri.
Kualitas air yang baik adalah tidak berwarna, tidak
berbau, tidak keruh (jernih) dan tidak mempunyai rasa
tertentu (netral).
Total pertanyaan
Skor higiene dan sanitasi
Belum adanya pengelolaan tempat
sampah dan air limbah sendiri
Kualitas air baik (tidak berwarna,
tidak berbau, tidak keruh (jernih)
dan tidak mempunyai rasa tertentu
(netral)
52
57,7%
Praktek higiene penjamah makanan dan sanitasi makanan memiliki
jawaban “ya” memiliki skor 1 terdapat 30 jawaban, sedangkan jumlah jawaban
“tidak” memiliki skor nilai 0 terdapat 22 jawaban. Total pertanyaan 52 soal.
Sehingga, didapat persentase higiene tenaga penjamah dan sanitasi
lingkungan pengolahan makanan adalah 57,7% masuk kedalam kategori
kurang. Para penjamah makanan belum pernah mengikuti penyuluhan dan
pelatihan tentang hygiene dan sanitasi, dengan bertambahnya wawasan
tentang hygiene dan sanitasi, maka perilaku penjamah makanan terhadap
keamanan pangan akan lebih baik. Hasil penelitian Totelesi (2011)
memaparkan bahwa terdapat hubungan positif nyata antara pengetahuan
dengan sikap terhadap keamanan pangan, hal ini berarti sikap contoh yang
sedang terhadap keamanan pangan mengakibatkan praktek keamanan pangan
yang sedang pula.
Jenis dan jumlah makanan yang tersedia. Sebelum menentukan
makanan yang akan disediakan, dibuat perencanaan menu terlebih dahulu.
Perencanaan menu dalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah
untuk memenuhi selera sasaran yang dilayani dan kebutuhan zat gizi untuk
memenuhi prinsip gizi seimbang (Depkes, 2006). Proses perencanaan menu,
pembelian barang mentah dan pendistribusian dilakukan oleh bagian
keuangan, jumlah bahan makanan yang dibelanjakan berdasarkan pada
standar resep yang telah ditetapkan sebelumnya. Tabel 4 memaparkan
kerangka menu penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam,
sedangkan contoh menu Pondok Pesantren selama satu siklus (7 hari) beserta
satuan penukarnya ada di Lampiran 3.
37
Tabel 5 Kerangka menu di Pondok Pesantren Darusalaam
Waktu
Makan
Pagi
Kerangka Menu
Bahan Makanan
Makanan pokok I
Beras
Makanan pokok II
Siang
Makanan pokok
Lauk hewani
Lauk nabati
Sayur
Mie kering, bihun
Telur, daging ayam, tempe, tahu,
sayuran
Beras
daging ayam
tempe, tahu
Sayuran
Malam
Makanan pokok
Beras
Lauk nabati
tempe, tahu
Sayur
Sayuran
Lauk hewani/ nabati/sayuran
Menurut Depkes (2006) siklus menu yang akan direncanakan yaitu siklus
5,7 dan 10 hari atau lebih. Penyusunan siklus menu harus menentukan waktu
siklus yang digunakan, menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan
dalam satu siklus menu dan menentukan frekuensi makan yang meliputi sumber
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah dan makanan selingan.
Proses
evaluasi
menu
adalah
memantau
pemberian
makanan
secara
berkesinambungan untuk menilai status gizi penerima makanan. Siklus menu di
dapur Pondok pesantren Darusalaam yang digunakan adalah tujuh hari, jenis
bahan makanan yang digunakan kurang bervariasi dan pemberian lauk hewani
hanya diberikan satu minggu sekali. Frekuensi makan untuk santri putri di
Pondok Pesantren Darusalaam sebanyak tiga kali dalam sehari. dapur Pondok
Pesantren Darusalaam tidak memberikan buah dan makanan selingan untuk
santrinya. Evaluasi menu di Pondok Pesantren Darusalaam dilakukan setiap
minggu dengan mempertimbangkan biaya yang tersedia.
Hasil
penelitian
Adila
Rina
(2012)
menyatakan
bahwa
Proses
penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Sahid dan Pondok Pesantren
Modern Umul Quro Al-Islami terdiri atas perencanaan menu, pelaksanaan, dan
pencatatan serta pelaporan. Perencanaan menu Pondok Pesantren Sahid
dilakukan oleh Kepala Bagian Kerumahtanggaan Asrama Puteri, sedangkan
Pondok Pesantren Modern Umul Quro Al-Islami dilakukan oleh penanggung
jawab dapur dan dikonsultasikan dengan pimpinan pesantren. Berbeda dengan
Pondok Pesantren Darusalaam proses penyelenggaraan makanan terdiri atas
perencanaan menu dan pelaksanaan, tidak ada konsultasi secara langsung
kepada pimpinan pesantren.
38
Pembelian bahan makanan dilakukan secara langsung, pembelian
bahan makanan berupa sayur-sayuran, minyak dan gula dilakukan setiap hari.
Namun bahan makanan seperti beras dan kerupuk pembelian setiap empat
hari sekali. Terdapat tiga tempat pembelian bahan-bahan makanan, untuk
bahan makanan seperti beras, ikan tongkol, ikan asin membeli di pasar anyer.
Pembelian telur dan minyak goreng membeli di pasar Ciomas, sedangkan
semua bumbu dan sayur-sayuran membeli di pasar anyer, khusus pembelian
daging ayam, langsung membeli di pemotongan ayam Pagelaran.
Penerimaan bahan makanan dilakukan oleh salah satu penjamah
makanan. Kemudian, jika bahan makanan berupa makanan kering, langsung di
simpan di ruang penyimpanan, namun jika bahan makanan basah seperti
sayur-sayuran, bahan makanan langsung dimasak saat itu juga, pengolahan
bahan makanan memiliki dua tahapan yaitu persiapan dan pemasakan.
Persiapan yang dilakukan adalah mengupas, memotong, dan mencuci bahan
makanan.
Proses memasak dilakukan tiga kali dalam sehari dan pada jam-jam
tertentu, makan pagi dimulai pukul 06.00, siang 11.00 dan malam 16.00.
setelah makanan matang, makanan dibagi menjadi tiga porsi besar, untuk
santri putri, santri putra dan ustadz/ustadzah. Santri putra makan di tempat
yang telah disediakan, terletak di samping dapur pengolahan, sedangkan santri
putri makan di kamar masing-masing. Pondok Pesantren Darusalaam memiliki
12 kamar untuk santri putri, masing-masing kamar ditempati lima sampai 19
orang tergantung dari besar kamar itu sendiri. Sebelumnya makanan sudah
diporsikan oleh bagian kesehatan yang terdiri dari dua orang, untuk nasi
diporsikan di sangku yang terbuat dari pelastik, sedangkan lauk pauknya seperi
makanan yang di goreng ditempatkan di piring, namun untuk penempatan
sayur di tempatkan di baskom pelastik kecil, setelah makanan diporsikan,
makanan diambil oleh petugas piket tiap kamar, petugas piket setiap harinya
berganti, pengambilan makanan disesuaikan dengan jam makan santri yaitu
untuk sarapan pukul 06.30, makan siang 12.30 atau setelah sholat dhuhur, dan
makan malam 08.00 atau setelah sholat isya.
Pondok Pesantren tidak menyediakan makanan selingan dan buahbuahan, namun para santri mendapatkan makanan selingan ataupun buahbuahan berasal dari kantin di sekitar Pondok Pesantren, selain jajanan kantin
juga menjual berbagai lauk pauk yang di buat oleh ustadzah atau istri-istri
ustad yang tinggal satu komplek dengan pesantren. Selain itu, saat orangtua
39
datang berkunjung membawa makanan lauk yang bersifat tahan lama seperti
abon atau makanan yang tidak tahan lama seperti ayam goreng, daging dan
buah-buahan.
Ketersediaan makanan
Pada saat penelitian berlangsung dilakukan perhitungan Ketersediaan
makanan Pondok Pesantren Darusalaam, perhitungan dilakukan untuk
seberapa besar kontribusi makanan utama yang didapat dari dapur pondok
untuk memenuhi gizi santri khususnya santri putri Pondok Pesantren
Darusalaam, Tabel 6 memaparkan perhitungan ketersediaan makanan selama
dua hari yang disediakan oleh dapur Pondok Pesantren Darusalaam.
Tabel 6 Menu makanan selama 2 hari yang disediakan Pondok Pesantren
Hari
Hari 1
Hari 2
Menu makanan
Nasi
Nasi
URT
(gr)
600
Bihun goring
Bihun
40
62
1.2
Sayur sop
Wortel
20
6
0.1
Buncis
15
5
0.3
Kol
20
2
0.1
Kerupuk
Kerupuk
5
17
0.7
Sayur sop
Wortel
20
6
0.1
Buncis
15
5
0.3
Kol
20
2
0.1
Ikan asin
ikan asin
15
65
5
Nasi
Nasi
600
1068
8,4
Sayur tahu
Tahu
25
17
1.9
Sayur asem
kc. Panjang
15
5
0.3
labu siam
20
4
0.1
daun so
10
9
0.4
kc. Panjang
15
5
0.3
labu siam
20
4
0.1
daun so
10
9
0.4
Kerupuk
5
17
0.7
total
2.373
37.7
rata-rata/hari
1186
18,9
sayur asem
Kerupuk
Bahan makanan
E
(Kkal)
1068
P
(gr)
8,4
Tingkat ketersediaan santri putri dihitung dengan cara menimbang
makanan pada saat penelitian berlangsung, setelah itu dibandingkan dengan
kebutuhan santri putri dan konsumsi santri putri.
40
Tabel 7 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan santri putri.
Kandungan
Gizi
Energi (kkal)
1186
2036
Tingkat ketersediaan
terhadap kebutuhan (%)
58,3
Protein (gr)
18,9
59
32
Ketersediaan
Kebutuhan
Tabel 7 menunjukan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan energi
santri putri sebesar 58,3% termasuk kedalam defisit tingkat berat, sedangkan
tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan protein santri putri sebesar 32%
termasuk kedalam kategori defisit tingkat berat (Depkes 1996). Terdapat
beberapa contoh yang mengkonsumsi makanan di luar dari dapur pesantren
didapat dari kantin dan bawaan dari orangtua santri yang datang berkunjung.
Konsumsi Pangan
Frekuensi konsumsi pangan pada penelitian ini, frekuensi konsumsi
pangan diukur dalam kali perminggu. Jenis pangan yang dilihat meliputi
pangan sumber karbohidrat, pangan sumber protein nabati, pangan sumber
protein hewani, sayur-sayuran, buah-buahan, susu dan jajanan.
Tabel 8 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan
karbohidrat
Bahan
makanan
Nasi
Mie
instant
Bihun
Kentang
Roti
Singkong
Ubi jalar
Sering
(>1x/hari<3x/minggu)
N
%
85
100
62
73
12
44
68
58
11
14
53
80
68
13
Jarang
(1x/minggu)
N
23
%
27
Tidak
mengkonsu
msi
N
%
-
73
36
13
13
8
86
42
15
15
9
5
4
14
66
6
5
16
78
Total
N
85
85
%
100
100
85
85
85
85
85
100
100
100
100
100
Bahan pangan sumber karbohidrat yang lebih sering dikonsumsi oleh
santri putri adalah nasi sebanyak 85 santri, karena nasi disediakan oleh
penyelenggaraan makan di Pondok Pesantren. Selain itu mie instant
merupakan jumlah terbesar kedua konsumsi sumber karbohidrat. Mie instant
berasal dari kantin disekitar pondok, adapula mie telor adalah salah satu
menu yang terdapat dipenyelenggaraan makan Pondok Pesantren. Bihun
merupakan salah satu makanan sumber karbohidrat yang jarang dikonsumsi
oleh santri putri, selain tersedia dipenyelenggaraan makan para santri
mengkonsumsi bihun berasal dari kantin di sekitar pondok yang sudah diolah
menjadi bihun goreng. Konsumsi kentang santri masuk kedalam kategori
sering, selain dikonsumsi sebagai lauk pauk, umumnya santri mengkonsumsi
41
kentang yang telah diolah menjadi keripik sebagai cemilan. Bahan pangan
sumber karbohidrat lainnya seperti roti, kentang, ketela/singkong, dan ubi
jalar di dapat dari kantin sekitar Pondok Pesantren sebagai jajanan. Tabel 9
menunjukan sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan
hewani.
Tabel 9 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan hewani.
Bahan
makanan
Daging
ayam
Sosis
Usus
ayam
Telur
ayam
Ikan teri
Sarden
Sering
(>1x/hari<3x/minggu)
N
%
Jarang
(1x/minggu)
Tidak
mengkonsumsi
Total
n
85
%
100
N
-
%
-
N
85
%
100
75
13
88
15
9
4
10
5
1
68
1
80
85
85
100
100
56
66
29
34
-
-
85
100
71
26
83
31
7
3
8
4
7
56
8
66
85
85
100
100
Dari tujuh jenis bahan pangan hewani yaitu daging ayam, sosis, usus
ayam, telur ayam, ikan teri, ikan tongkol, sarden lebih banyak dikonsumsi
oleh santri putri adalah daging ayam yaitu sebanyak 85 santri namun masuk
kedalam kategori jarang karena pondok pesantren menyediakannya sekali
dalam seminggu atau pada saat hari-hari besar Islam. Sosis, usus ayam, dan
sarden didapat dari luar penyelenggaraan makan. Telur ayam, ikan teri,dan
ikan tongkol berasal dari penyelenggaraan makan dan kantin Pondok
Pesantren.
Tabel 10 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan nabati
Bahan
makan
an
Tahu
Tempe
Taucho
Kacang
hijau
Sering
(>1x/hari<3x/minggu)
n
%
77
91
80
94
17
20
Jarang
(1x/minggu
)
N
%
8
9
5
6
60
71
20
23
Tidak
mengkonsum
si
n
%
25
29
48
56
Total
N
85
85
85
85
%
100
100
100
100
`Tempe dan tahu lebih banyak dikonsumsi oleh santri putri dengan
frekuensi yang sama yaitu 3x/minggu, frekuensi menu tempe dan tahu di
penyelenggaraan makan pondok dengan segala olahan biasanya disajikan
masing-masing 2x dalam seminggu, selain itu para santri juga gemar
mengkonsumsi gorengan tempe dan tahu yang dijual di kantin pesantren.
Taucho merupakan salah satu pangan nabati yang jarang dikonsumsi oleh
para santri dengan frekuensi 1x/minggu, diperoleh dari penyelenggaraan
makan di pesantren. Kacang hijau yang diolah menjadi bubur kacang hijau
42
menjadi salah satu pilihan jajanan yang dijual kantin pesantren. Tabel 11
menunjukan sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan
jenis sayuran.
Tabel 11 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sayuran
Bahan
makanan
Bayam
Daun
singkong
Kangkung
Sawi
Kol
Wortel
Buncis
Sering
(>1x/hari<3x/mingg
u)
N
%
-
Jarang
(1x/minggu)
n
85
85
%
100
100
N
-
%
-
N
85
85
%
100
100
19
3
31
9
85
66
49
45
44
100
78
58
53
52
-
-
33
9
32
39
11
38
85
85
85
85
85
100
100
100
100
100
22
3
36
11
Tidak
mengkonsumsi
Total
Sebagian besar santri putri mengkonsumsi bayam, daun singkong,
kangkung, sawi, kol, wortel dan buncis 1x dalam seminggu, semua jenis
sayuran diatas masuk kedalam menu penyelenggaraan makanan pesantren,
tidak hanya berasal manu lauk pauk saja, sayuran seperti kol dan wortel
dibuat menjadi gorengan seperti bakwan menjadi jajanan yang berasal dari
kantin pesantren. Konsumsi
sawi tidak hanya didapat dari pesantren ,
namun juga didapat dari kantin pesantren biasanya dimasak bersama mie
instant. Tabel 12 menunjukan sebaran santri putri berdasarkan frekuensi
konsumsi pangan buah-buahan.
Tabel 12 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan buahbuahan.
Bahan
makanan
Pisang
Jeruk
Jambu biji
Mangga
Papaya
Salak
Semangka
Sering
(>1x/hari<3x/minggu)
N
%
47
55
26
31
10
12
9
11
8
9
18
21
8
9
Jarang
(1x/minggu)
Tidak mengkonsumsi
Total
n
10
15
15
9
6
10
6
n
28
44
60
67
71
57
71
%
100
100
100
100
100
100
100
%
12
18
18
11
7
12
7
%
33
52
71
79
84
67
84
N
85
85
85
85
85
85
85
Berdasarkan tabel 12 santri putri sebagian besar mengkonsumsi
pisang, jeruk, pepaya, salak dan semangka dengan frekuensi <3x/minggu
sedangkan jambu biji dan mangga dengan frekuensi 1x/minggu. Pangan jenis
buah-buahan berasal dari pemberian orangtua santri yang pada saat itu
datang mengunjungi santri. Kantin pondok pesantren juga menjual buah
potong seperti semangka, pepaya dan buah utuh seperti pisang, jeruk, jambu
biji dan salak, selain itu juga menjual es buah yang berisi buah pepaya,
43
mangga dan jambu biji yang telah di porsikan ke dalam pelastik. Frekuensi
konsumsi pangan jenis produk susu santri putri dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan produk
susu
Bahan
makanan
Susu
kental
manis
Susu
formula
Susu
segar
Yoghurt
Sering
(>1x/hari<3x/minggu)
N
%
38
45
Jarang
(1x/minggu)
Tidak
mengkonsumsi
Total
N
11
%
13
n
36
%
42
n
85
%
100
19
22
4
5
62
73
85
100
31
36
7
8
47
55
85
100
21
25
12
14
52
61
85
100
Susu segar merupakan pangan jenis produk susu yang memiliki jumlah
tinggi dalam konsumsinya dengan frekuensi 3x/minggu di bandingkan dengan
susu formula dan yoghurt dengan konsumsi frekuensi yang sama. Tidak
semua pangan jenis produk susu berasal dari kantin sekitar pesantren,ada
pula para santri mendapatkan produk susu berasal dari orangtua yang datang
pada saat mengunjungi santri. Tabel 14 menunjukan sebaran santri putri
berdasarkan frekuensi konsumsi pangan jajan.
Tabel 14 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan jajanan
Bahan
makanan
Biscuit,
crackers,
wafer
Makaroni
Donat
Sering
(>1x/hari<3x/minggu)
N
%
78
92
Jarang
(1x/minggu)
N
5
%
6
n
2
%
2
n
85
%
100
42
34
1
1
42
51
49
60
85
85
100
100
59
40
Tidak
mengkonsumsi
Total
Sebagian besar santri putri mengkonsumsi biskuit, crackers dan wafer
1x/hari, pangan jajanan tidak hanya berasal dari kantin, jajanan juga berasal
dari orangtua pada saat datang berkunjung. Santri putra dan putri memiliki
hak yang sama pada saat hari libur yaitu pada hari jumat para santri
diperkenankan untuk keluar dari komplek pesantren namun ada pembatasan
waktunya, untuk santri putri dimulai dari pukul 7 pagi hingga pukul 12 siang,
sedangkan santri putri dimulai dari pukul 12 (setelah sholat dhuhur berjamaah
di masjid) sampai pukul 5 sore. Sehingga perolehan makanan tidak hanya
didapat dari lingkungan pesantren tapi luar pesantren santri dapat
memperolehnya.
44
Konsumsi Pangan Santri Putri
Konsumsi
pangan
pada
santri
putri
tidak
hanya
berasal
dari
penyelenggaraan makanan namun berasal dari kantin didalam Pondok
Pesantren, tabel 15 memaparkan jumlah konsumsi santri putri yang berasal dari
dapur penyelenggaraan makanan dan luar penyelenggaraan makanan.
Tabel 15 ketersediaan dan konsumsi pangan santri putri Pondok Pesantren
Zat gizi
Energi
(kkal)
Protein
(gr)
Dalam
∑
%
1186 100
Ketersediaan
Luar
Total
∑
%
∑
%
1168 100 2401 100
Dalam
∑
%
1186
100
Konsumsi
Luar
∑
%
1168 100
∑
2354
%
100
18,9
26,8
18,9
26,8
45,7
100
100
100
52
100
100
100
Total
Ketersediaan pangan dari penyelenggaraan makan Pondok Pesantren
menyumbang energi 1186 kkal dan protein 18,9 gram dan seluruhnya
dikonsumsi oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam. Konsumsi pangan
pada peneltian ini diukur menghitung sisa makanan dipiring. Menurut Gregoire &
Spears (2007), daya terima suatu makanan dapat diukur dengan menggunakan
sisa makanan di piring (plate waste). Konsumsi pangan sebesar 100%
mengindikasikan daya terima santri terhadap menu yang dihidangkan tinggi.
Menurut Moehyi (1992), daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh
rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan melalui berbagai indera
dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman, dan
indera pengecap.
Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren berasal dari kantin dan
bekal dari orangtua santri pada saat berkunjung. Konsumsi pangan dari luar
Pondok Pesantren menyumbang energi dan protein yang hampir sama besar
dengan konsumsi dari dalam Pondok Pesantren yaitu 1168 Kal dan protein
sebesar 26.8 gram dan dikonsumsi seluruhnya oleh santri putri Pondok
Pesantren Darusalaam. Konsumsi pangan yang tinggi dapat menunjang aktivitas
dan memenuhi kebutuhan gizi para santri. Pada Tabel 16 dapat dilihat tingkat
kecukupan terhadap kebutuhan santri.
Tabel 16 Konsumsi terhadap kebutuhan santri putri Pondok Pesantren
Daarusalaam
Zat gizi
Konsumsi
Kebutuhan
Energi (kkal)
Protein (gr)
2354
45,7
2036
59
Tingkat kecukupan terhadap kebutuhan
100%
86
129
Berdasarkan tabel 16 tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan
adalah 86% termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan. Tingkat
45
kecukupan protein terhadap kebutuhan adalah 129% termasuk dalam
kategori kelebihan. Tingkat kecukupan protein yang masuk dalam kategori
kelebihan menunjukkan bahwa pangan yang dikonsumsi memiliki kandungan
protein yang tinggi. Kecukupan energi yang tergolong defisit tingkat ringan
perlu mendapatkan perhatian yang baik, karena kekurangan energi dapat
menjadi faktor penyebab timbulnya penyakit infeksi dan kekurangan gizi.
Kecukupan pangan terhadap kebutuhan akan berpengaruh terhadap status
gizi.
Status gizi
Perhitungan status gizi menggunakan indeks masa tubuh menurut
umur
(IMT/U)
yang
mengacu
pada
WHO
2007.
WHO
2007
merekomendasikan perbandingan indeks massa tubuh menurut usia (IMT/U)
untuk mengkategorikan contoh berdasarkan status gizi pada kisaran usia 519 tahun. Klasifikasi pengkategorian status gizi santri putri dibagi menjadi
empat kelompok yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1≤
z+2) dan obese (z>+2). Penentuan status gizi ditentukan berdasarkan
software anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007.
Tabel 17 Sebaran santri putri berdasarkan status gizi (IMT/U)
-
Status gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Obese
Total
N
3
77
4
1
85
%
3,5
90,6
4,7
1,2
100
Tabel 17 memaparkan, sebagian besar yaitu 77 santri putri memiliki
status gizi normal (90,6%), namun adapula 3 santri putri yang memiliki status
gizi kurang (3,5%), 4 santri putri berstatus gizi gemuk (4,7%) dan 1 santri
putri mempunyai status gizi obese (1,2%). Periode remaja merupakan
periode kritis di mana terjadi perubahan fisik, biokimia, dan emosional yang
cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi
badan (peak high velocity) dan berat badan (peak weight velocity), perlu
diperhatikan asupan makanan pada masa-masa pertumbuhan.
46
Standar WHO
Status gizi santri putri
Gambar 3 Kurva status gizi (z-skor) dengan indikator IMT/U
Berdasarkan gambar 3, nilai rata-rata z-skor santri putri yang
diperoleh menggunakan indikator IMT/U, menunjukan bahwa kurva z-skor
bergeser ke kiri bila dibandingkan dengan standar WHO, hal ini menunjukan
bahwa status gizi santri putri mendekati status gizi kurang, sehingga hal ini
perlu perhatian adanya perhatian khusus terkait dengan konsumsi santri putri
agar status gizi santri putri tidak termasuk kedalam kategori kurang.
Hubungan tingkat konsumsi Energi dan Protein dengan status gizi
Berdasarkan hasil uji korelasi spearman, korelasi antara tingkat
konsumsi energi dan status gizi p=0,599 r=0,058, sedangkan tingkat
konsumsi protein dengan status gizi p=0,990 r=0,001, hal ini menunjukan
bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein
dengan status gizi. Status gizi merupakan dampak jangka panjang dari
konsumsi, penelitian ini hanya melihat konsumsi dua hari saja, sehingga
kurang menggambarkan dari status gizi seseorang.
Beberapa faktor selain konsumsi yang mempengaruhi status gizi
seseorang antara lain adalah penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat
gizi makanan didalam tubuh. Selain itu, kondisi ekonomi dan pengetahuan
gizi dapat pula mempengaruhi status gizi seseorang seperti pada penelitian
Abudayya et al (2010) memaparkan remaja putri (13-18 tahun) di Bangladesh
yang memiliki kondisi ekonomi menengah kebawah dan pengetahuan gizi
yang kurang memiliki status gizi kurang dan stunted.
47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Contoh dalam penelitian ini adalah penjamah makanan dan santri putri
Pondok Pesantren Darusalaam. Terdapat 10 orang penjamah makanan di
Pondok Pesantren Darussalaam, terdiri dari 6 juru masak yang memiliki tugas
menerima belanjaan bahan makanan,mengolah dan memorsikan makanan untuk
santri putra. Penjamah makanan yang lainnya adalah 2 santri putri yang bertugas
memorsikan makanan dan 2 pengurus santri putri yang bertugas mengawasi
pemorsian makanan. Rata-rata umur penjamah makanan 52 tahun, pendidikan
terakhir penjamah makanan tidak tamat SD (50%) dan rata-rata contoh lama
bekerja 15 tahun. Persentase santri putri dalam penelitian ini adalah 51%, masuk
kedalam kategori remaja awal (11-13 tahun), rata-rata umur santri putri adalah
13 tahun. Persentase higiene tenaga penjamah dan sanitasi lingkungan
pengolahan makanan adalah 57,7% termasuk kedalam kategori kurang.
Ketersediaan pangan dari penyelenggaraan makan Pondok Pesantren
menyumbang energi 1186 kkal dan protein 18,9 gram seluruhnya dikonsumsi
oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam. Konsumsi pangan dari luar
Pondok Pesantren berasal dari kantin dan bekal dari orangtua santri pada saat
berkunjung. Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren menyumbang energi
dan protein yang hampir sama besar dengan konsumsi dari dalam Pondok
Pesantren yaitu
1168 Kal dan protein sebesar
26,8 gram seluruhnya
dikonsumsi oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam. tingkat kecukupan
energi terhadap kebutuhan adalah 86% termasuk dalam kategori defisit tingkat
ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan adalah 129% termasuk
dalam kategori kelebihan.
Sebagian besar yaitu 77 santri putri memiliki status gizi normal (90,6%),
namun adapula 3 santri putri yang memiliki status gizi kurang (3,5%), 4 santri
putri berstatus gizi gemuk (4,7%) dan 1 santri putri mempunyai status gizi obese
(1,2%). Hasil uji korelasi spearman, korelasi antara tingkat konsumsi energi dan
status gizi p=0,599 r=0,058, sedangkan tingkat konsumsi protein dengan status
gizi p=0,990 r=0,001, hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara
tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi.
Saran
Asupan makanan santri yang masih rendah dapat ditingkatkan
dengan menganekaragamkan penyusunan menu dari segi pengolahan dan
48
keanekaragaman bahan makanan. Untuk meningkatkan pengetahuan dan
praktek hygiene dan sanitasi, sebaiknya para penjamah makanan diberikan
pelatihan mengenai keamanan makanan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Ackhir YA. 1991. Meningkatkan Hubungan Remaja dengan Orang Tua. Jakarta:
Pustaka Antara.
Adila Rina. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima Menu Makanan Dan
Kontribusinya Terhadap Kecukupan Gizi Santri Putri Pondok Pesantren
Modern Di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor
Almatsier Sunita. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
_________. 2005. Prinsip
Utama.
Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Aniroen, soemarja, et al. 1991. Buku Pedoman Teknis Penyediaan Pengolahan
dan Penyaluran Makanan di Rumah Sakit. Jakarta:Depkes RI.
Anwar Faisal. 1998. Diktat Mineral Besi. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Manusia Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor.
Arnawa P, Astina. 1995. Tata Hidang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Arisman. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi “Gizi dalam daur kehidupan”. Jakarta: Buku
Kedokteran AGC.
_______ 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi “Gizi dalam daur kehidupan”. Jakarta: Buku
Kedokteran AGC.
Bellatrix nadia. 2011. Analisis Tingkat Ketersediaan dan Daya Terima Makanan
di Sekolah Terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pada Siswa dan Siswi
SD Marsudirini Parung Bogor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Briawan D. 2008. Efikasi Suplementasi Besi Multivitamin terhadap Perbaikan
Status Besi Remaja Wanita. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor.
Departemen Agama. 2000. Direktori Pondok Pesantren.
________________. 2009. Buku Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan
Tahun Pelajaran 2008/2009.
Departemen kesehatan RI. 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan
Untuk Petugas). Direktorat Jendral Bina kesehatan Masyarakat,
Direktorat Gizi Masyarakat.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Rosdakarya : Bandung.
Djaeni A. 2004. Ilmu Gizi Untuk mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.
50
Fahir Akhmad. 2010. Pemkab Bogor Kembangkan manajemen Pengelolaan
Pesantren.http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/25341/lihat/katego
ri/96/Hukum. [20 Januari 2011].
Fardiaz S. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan.
Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
Gaman P.M, Sherrington K.B. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
Dan Mikro Biologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford : Oxford University
Perss.
Gregoire MB, Spears MC. 2007. Foodservice Organization, A Managerial and
System Approach. 6th Edition. New Jersey: Pearson, Prentice Hall.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Hardinsyah. 2001, Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Jakarta
__________, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor : Fakultas Ekologi Manusia.
__________, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, IPB.
Heldi. 2010. Profil Kota Bogor. http://heldi.net/2010/01/profil-daerah-kota-bogor/
. [20 januari 2011].
Jelliffe. Derrick B. 1989. Community Nutritional Assessment With Special
Reference to Less Technically Developed Countries. Oxford university
press. New york.
Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta:PT
Grasindo.
Latifah Ifalatul Dkk. 1996. Penyelenggaraan makanan. Program Studi Gizi
Bidang Studi Guru Kejuruan Gizi Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Mastuhu. 2004. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. INIS : Jakarta.
Mukrie NA. 1990. Manajemen Makanan Institusi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Nilawati S, Krisnatuti, Mahendra B, Djing OG. 2008. Care Yourself Kolesterol.
Jakarta: Penebar Plus.
Palacio JP, Theis M. 2009. Introduction to Foodservice. Ed ke-11. Ohio: Peorson
Education.
51
Pardede N. 2002. Masa Remaja Dalam Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak edisi
ke-1. Sagung Seto: Jakarta.
Permaisih. 2003. Status Gizi Remaja dan Faktor-faktor yang mempengaruhi.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003permaisih-886-gizi. [23 oktober 2010].
__________, rosmalina yuniar. Gambaran status gizi santri remaja pria di
kabupaten bogor. Prosiding temu ilmiah, kongres XIII persagi. 2005: 278280.
Poedyasmoro. Mustafa, A., Supariasa, I.D.N., 2002. Buku Praktis Ahli Gizi.
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Malang.
Prabu
P.
2008.
Higiene
dan
Sanitasi
Makanan.
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/27/higiene-dan-sanitaimakanan/. [25 April 2012].
Purnomo H. 2009. Ilmu Pangan. Depok: Penerbit Universitas Indonesia.
Pusat penelitian dan pengembangan gizi badan penelitian dan pengembangan
kesehatan depkes RI. 1979. Pengetahuan tentang konsumsi makanan.
Bogor.
Puspitawati Herien. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi Oleh Sistem sekolah
Dan Keluarga. Bogor: IPB Press.
Abudayya A, et all. 2010. Previewing Nutritional Status, Dietary Intake and
Relevant Knowledge of Adolescent Girls in Rural Bangladesh.
http://www.sciencedirect.com. (6 september 2012)
Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Sattus Gizi Secara Antropometri [diktat].
Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat.
Soehardi soenarso. 2004. Memelihara kesehatan Jasmani Melalui Makanan.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Soekirman. 2000. Ilmu gizi dan aplikasinya untuk keluarga dan masyakat
Direktorat jendral pendidikan tinggi. Jakarta : departemen pendidikan
nasional
Soetjiningsih. 1998 . Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Suandi. 2004. Gizi Pada Masa Remaja. Dalam : Soetjiningsih, Tumbuh Kembang
Remaja dan Permasalahannya, Sagung Seto : Jakarta.
Sudjaja B, Tomasoa WJC. 1991. Teknik Mengolah dan Menyajikan Hidangan.
Jakarta: Depdikbud.
52
Suhardjo dkk. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian Edisi VI. Jakarta: Press
Universitas Indonesia.
_______, Hardinsyah. 1989. Tingkat Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Lima
Provinsi Di Pulau Jawa. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan Dan
Gizi IPB.
Supariasa IDN, B Bakri & I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Totelesi Harisa. 2011. Tinjauan Pengetahuan, Sikap, dan Prektek Penjamah
Makanan Tentang Keamanan Pangan dan Sanitasi di Rumah Makan
Sekitar Kampus IPB Darmaga [Skripsi]. Bogor.Fakultas Ekologi Manusia.
IPB.
Uripi Vera S. 1994. Sanitasi Dan Keselamat Kerja Pada Usaha Jasa Boga.
Jurusan gizi mayarakat dan sumberdaya keluarga fakultas pertanian bogor.
_________. 1993. Penyelenggaraan Makanan Di Rumah Sakit. Bogor: Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
_________, Nooryuliati Liliek, Rudjito Djiteng. 1993. Diktat Manajemen Gizi
Institusi II. Bogor: Program Studi Diploma Gizi Bidang Studi Guru Kejuruan
Gizi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years).
http://www.who.int/growthref/who2007bmi-for-age/en/index.html
(11
Desember 2011)
Widyati R, Yuliarsih. 2002. Higiene & Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Ziemek M.1993. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI
SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR
Nomor
Nama
Alamat
Tanggal wawancara
:
:
:
:
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
54
A. KARAKTERISTIK PENJAMAH MAKANAN
A. Nama lengkap
:
B. No. Tlp
:
C. Tempat tanggal lahir
:
D. Pelatihan yang pernah diikuti
:
E. Usia
:
F. Jenis Kelamin
:
laki-laki
Perempuan
G. Tingkat Pendidikan
:
Tidak tamat SD
Tamat SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
Lainnya……
H. Lama Bekerja
Cara pengisian:
Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut anda dengan memberikan
tanda ceklis (√) pada kolom yang tersedia. Jika tidak ada jawaban yang
sesuai, berikanlah jawaban singkat ditempat yang telah disediakan.
B. Hygiene dan sanitasi
I
Hygiene penjamah makanan
1
Penjamah makanan dalam kondisi sehat dan bersih
2
Penjamah makanan memiliki seragam khusus/celemek saat mengolah makanan
3
Penjamah makanan menggunakan baju yang bersih
4
Penjamah makanan memiliki sepatu khusus/sepatu kerja (hak pendek, ringan, tidak licin dan
enak dipakai) saat mengolah makanan
5
Penjamah makanan tidak mempunyai luka yang terbuka
6
Penjamah makanan tidak merokok saat mengolah makanan
7
Penjamah makanan tidak berkuku panjang dan tidak mengecat kuku
8
Penjamah makanan menutup kepala atau tidak membiarkan rambut tergerai
9
Penjamah makanan tidak menggunakan perhiasan saat mengolah makanan
Penjamah makanan tidak menggaruk telinga saat bekerja
10
Penjamah makanan selalu mencuci tangan sebelum mengolah pangan
11
Ya
Tidak
55
12
Penjamah makanan tidak menyentuh langsung pangan dalam mengolah maupun sewaktu
menyajikan
13
Penjamah makanan tidak bersin atau batuk kearah makanan selama mengolah makanan.
14
Penjamah makanan tidak mengobrol ketika mengolah makanan
15
Mempergunakan sendok makan apabila ingin mencicipi makanan yang matang
Penjamah makanan mengeringkan tangan dengan lap tangan sebelum menyajikan pangan
16
II
III
Sanitasi ruang pengolahan
17
Lantai dapur terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan tidak menyerap bahan makanan
yang berminyak dan tidak retak
18
Dinding terbuat dari bahan yang kuat
19
Langit-langit terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya
20
Adanya ventilasi yang baik (seperti jendela, lubang angin, extractor fan, dan penghisap asap)
21
Memiliki pencahayaan yang baik
22
Saat pengolahan tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air
23
Tidak ada binatang pengerat, serangga dan binatang lainnya ditempat pengolahan makanan
dan minuman
Sanitasi dan kebersihan peralatan
24
Pencucian alat-alat pengolahan sesaat setelah pengolahan makanan selesai
25
Setelah dicuci peralatan diletakan dirak khusus yang terhindar dari debu dan serangga
Rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan bersih.
26
IV
27
Setelah alat-alat kering peralatan disimpan dilemari yang tertutup
28
Peralatan yang digunakan untuk memasak tebuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya
(steiless steel, porselin dan pelastik)
29
Pencucian peralatan dengan air yang mengalir/ selalu diganti
30
Terdapat lap khusus yang bersih untuk peralatan
31
Peralatan disimpan dalam keadaan bersih dan kering
Penanganan dan Penyimpanan Makanan dan Minuman
32
Bahan-bahan makanan yang cepat rusak seperti susu atau santan disimpan di kulkas/ termos
es
33
Bahan-bahan kering seperti gula disimpan terpisah dengan bahan-bahan basah
Penggunaan minyak goreng tidak lebih dari 3 kali
34
Makanan / minuman yang tidak dikemas selalu ditutup
35
36
37
38
Tidak terdapat bahan-bahan beracun (misalnya obat nyamuk) di area makanan
Makanan / minuman diletakkan di wadah yang bersih (tidak dialasi koran / benda lain yang
berpotensi menimbulkan cemaran)
Makanan / minuman disajikan atau dikemas dalam pengemas bersih
Ya
Tidak
56
Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan makanan / minuman
39
40
V
C
Tidak terdapat bahan pangan yang berserakan
Sarana, Fasilitas dan sanitasi air
Ya
41
Tersedia air bersih
42
Tersedia tempat cuci tangan
43
Tersedia lap tangan
44
Tersedia tempat sampah dan tertutup
45
Sampah dibuang pada tempatnya
46
Terdapat pengelolaan tempat sampah dan air limbah sendiri
47
Kualitas air (tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh (jernih) dan tidak mempunyai rasa
tertentu (netral)
49
Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan
50
Tidak terdapat air tergenang disekitar tempat pengolahan
51
Air sabun pencuci piring selalu diganti
52
memiliki saluran pembuangan air yang dapat dibuka dan ditutup
Penyelenggaraan makanan
C.1 kuesioner standar porsi
Ha
ri ke-
Waktu Makan
Menu Makanan
Bahan/ komposisi/ food item
Jumlah makanan yang diolah
URT
gram
Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Sore/Malam
C.2 Manajemen penyelenggaraan makanan
1.
2.
Apakah sudah ada struktur organisasi/manajemen di penyelenggaraan makanan anda?
Berapa jumlah karyawan yang anda miliki?
Koki/tukang masak/chef
:…. Orang
Bagian pembelian
:….orang
Bagian penyimpanan/gudang :…. Orang
Lain-lain
:…. Orang
Tidak
57
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bagaimanakah alur/jalannya proses pengolahan dimulai dari bahan mentah hingga
menjadi makanan jadi?
Kapan pembelian bahan makanan/bahan baku dilakukan?
Siapa yang membeli bahan baku?
Dimana anda membeli bahan baku?
Pasar, untuk bahan makanan….
Supermarket/swalayan, untuk bahan makanan…..
Supplier, untuk bahan makanan….
Siapa yang merencanakan menu? Contoh menu?
Apakah makanan yang disajikan sudah beragam?
Bagaimana dengan Penyajian makanan, porsi dan komposisi penyajian, waktu penyajian
atau waktu makan dan pendistribusian makanannya
58
Kuesioner Penelitian
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI
SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR
Tanggal wawancara :
Pewawancara
:
A. Identitas santri putri
1. Nama
:
2. Kelas
:
3. Tanggal lahir :
4. Berat badan :
5. Tinggi badan :
kg
cm
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
59
D. Kuesioner Konsumsi
D. 1 Food Recall
Konsumsi Pangan 1x24 jam
(Hari ke- )
Nama responden/ subyek
Pesantren....................
Jenis kelamin
.....................
Umur
.............
Berat badan
Tinggi badan
Waktu
Makan
Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Sore/Malam
Menu Makanan
: ..................................
Pondok
: L/P
Tgl wawancara :
: …………tahun
Nama pewawancara :
: ……......kg
: .............cm
Bahan/ komposisi/
food item
Data berikut adalah
makanan
yang
dikonsumsi dari jam
00.00
hingga
jam
24.00, pada hari ........
Kode Pangan
Jumlah makanan yang
dikonsumsi
URT
gram
60
Lampiran 2 Hasil uji statistik
Test distribution is Normal.
BAZ
N
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
tingk_kons_E
85
-.4462
1.07607
.065
.054
-.065
.596
.869
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Tkt kons_P
85
60.2491
16.58550
.174
.174
-.080
1.607
.011
85
44.8250
15.77877
.159
.159
-.120
1.469
.027
Correlations
BAZ
Spearman's rho
BAZ
Correlation
Coefficient
tingk_kons_E
1.000
.058
.001
.
.599
.990
Sig. (2-tailed)
N
tingk_kons_E
85
85
85
Correlation
Coefficient
.058
1.000
.905**
Sig. (2-tailed)
.599
.
.000
N
tkt_kons_P
tkt_kons_P
85
85
85
Correlation
Coefficient
.001
.905**
1.000
Sig. (2-tailed)
.990
.000
.
85
85
85
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 3 Contoh menu Pondok Pesantren Darusalaam Bogor
Waktu
makan
Pagi
Siang
malam
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu
Nasi
Bihun
goring
Nasi
Sayur
sop
Kerupuk
Nasi
Sayur
tahu
Nasi
Sayur
asem
Nasi
Sayur
buncis
Nasi
Sayur
buncis
Nasi
Tahu
bacem
Nasi
Tahu
bacem
Nasi
Sayur
asem
kerupuk
Nasi
Tempe
bacem
Nasi
Tempe
goreng
Sayur
asem
Nasi
Sayur
asem
Tempe
Nasi
Telur
goreng
Nasi
Opor ayam
Nasi
Sayur
sop
Ikan
asin
Nasi
Mie
goring
Nasi
Tahu
goreng
Sayur
sawi
Nasi
Sayur
tahu
Kerupuk
Nasi
Sayur sop
Kerupuk
Nasi
Sayur
kangkung
Nasi
Sayur
gambas
kerupuk
Download