BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Budaya Organisasi

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian Budaya Organisasi
Budaya perusahaan atau budaya organisasi telah di definisikan dalam
beberapa perumusan, dari sudut pandang yang berbeda-beda. Pengertian budaya
organisasi menurut Moeljono (2005) adalah sistem nilai-nilai yang diyakini semua
anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan
berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan yang telah
ditetapkan. Pengertiannya, bahwa budaya organisasi adalah nilai yang menentukan
arah perilaku dari anggota di dalam organisasi.
Sedangkan Schein (2004) budaya organisasi merupakan pola asumsi dasar
yang ditemukan, diteliti atau dikembangkan oleh berbagai kelompok yang ada dalam
organisasi. Definisi Schein ini menggambarkan bahwa budaya meliputi hal-hal dasar
yang dipelajari oleh anggota organisasi dan terus dikembangkan didalam suatu
kegiatan organisasi tersebut. Budaya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang
mengarahkan perilaku anggota organisasi (Luthans, 1992). Setiap orang akan
berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima di lingkungannya. Pada
Gambar 2.1 dapat dilihat bagaimana terbentuknya budaya organisasi :
15 16 Manajemen Puncak
Filsafat pendiri
organisasi
Kriteria
seleksi
Budaya Organisasi
Sosialisasi Sumber : Robbins, 2001.
Gambar 2.1 : Terbentuknya Budaya Perusahaan
Fungsi budaya menurut Robbins (1996) sebagai berikut : “ Budaya melakukan
sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi”. Pertama, budaya mempunyai suatu
peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas
antara suatu organisasi dan yang lainnya. Kedua, budaya membawa suatu rasa
identitas bagi anggota - anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri seseorang.
Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan
perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan
standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dilakukan dan dikatakan oleh para
karyawan.
Kultur organisasi (organizational culture) mengacu pada sebuah sistem
makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut
dengan organisasi lain (Robbins, 2008). Definisi yang dikemukan Robbins, maka
budaya organisasi akan menciptakan pola keyakinan dan perilaku yang sama pada
karyawan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas perusahaan. Budaya oraganisasi
17 yang tersosialisasikan dengan baik kepada karyawan akan mempermudah karyawan
dalam menjalankan tugasnya serta mencapai tujuan perusahaan, maka dari itu
sangatlah penting bagi setiap karyawan untuk memahami konsep budaya organisasi
perusahaannya. Selain berpengaruh terhadap individu, budaya organisasi tentu juga
berpengaruh terhadap kelompok. Banyak tugas-tugas perusahaan yang dikerjakan
oleh beberapa orang sekaligus atau kelompok, jika kelompok tersebut tidak bisa
memahami budaya organisasi dengan baik maka kinerja kelompok tersebut tidak
akan optimal.
Kotter dan Hesket (1998) menjelaskan: “Adanya budaya organisasi memberi
suatu manfaat kepada organisasi. Selain memiliki sejumlah fungsi tersendiri, budaya
organisasi mempunyai dua tingkat yang berbeda dilihat dari dua sisi kejelasan dan
ketahanan mereka terhadap perubahan.”. Menurut Kotter dan Heskett (1998) : “Ada 2
macam budaya yang harus dipertahankan karena meningkatkan kinerja. Organisasi
harus berpegang pada budaya yang baik yang menuntut untuk menjadi tidak fleksibel
ketika berhadapan dengan nilai- nilai adaptif inti dan fleksibel ketika berhadapan
dengan kebanyakan praktik dan nilai-nilai yang lainnya”.
18 Berikut ini adalah dua budaya yang harus dipertahankan oleh suatu
perusahaan yaitu :
a. Budaya Adaptif
Menurut Kotter dan Heskett (1998), mengemukakan bahwa budaya adaptif
adalah : “Budaya yang menghargai dan mendorong kewiraswastaan, yang dapat
membantu sebuah perusahaan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dengan
memungkinkannya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru”.
b. Budaya Kuat
Menurut Robbins (1996) mengemukakan bahwa budaya kuat adalah budaya
yang dicirikan oleh nilai-nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur
dengan baik, dan dirasakan bersama secara luas. Model budaya perusahaan yang
menjadi titik perhatian penulis dalam penelitian ini adalah didasarkan atas empat ciriciri khas budaya yang terlihat dalam literatur yang memiliki pengaruh pada kinerja
organisasi (Sorenson, 2002) yaitu:
1.
Pemberdayaan (Empowerment):
Literatur penelitian menunjukkan bahwa organisasi-organisasi yang efektif
memberdayakan dan melibatkan karyawan mereka, membangun organisasinya
berdasarkan kelompok-kelompok kerja, dan mengembangkan kemampuan
sumber daya manusia di semua tingkatan. Para anggota organisasi merasakan
mendapat kewenangan dan dapat memberikan inisiatif dalam menyelesaikan
19 pekerjaannya, berkomitment atas pekerjaan mereka, dan merasakan rasa
kepemilikan yang sangat kuat.
2.
Konsistensi (Consistency):
Literatur Penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang efektif, memiliki
budaya perusahaan yang membangun pola pikir dan sistem organisasi internal
yang mengatur jalannya perusahaan berdasarkan dukungan kesepakatan bersama;
berakar pada nilai-nilai budaya perusahaan dimana pemimpin dan anak buah
terlatih mencapai kesepakatan dan bekerjasama dari berbagai sudut pandang
yang berbeda.
3.
Pengembangan Kapabilitas (Capability Development):
Literatur penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang efektif memiliki
Budaya perusahaan yang secara terus menerus melakukan investasi dalam hal
pengembangan keahlian dan kapabilitas karyawannya dalam rangka menjaga
tingkat persaingan yang kompetitif dan keberlangsungan kebutuhan bisnis.
Karyawan merasakan bahwa mereka memiliki kontribusi positif terhadap proses
pencapaian tujuan perusahaan.
4.
Misi (Mission):
Literatur penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang efektif memiliki
Budaya perusahaan yang membentuk perilaku organisasinya untuk mengarah ke
masa yang akan datang, dan mampu menginternalisasi dan mengindentifikasi
misi perusahaan kepada tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
20 Robbins, (2005) menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu
sistem nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal
tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem nilai
tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7
karakteristik adalah :
1.
Inovasi dan pengambilan risiko (innovation and risk taking). Tingkatan dimana
para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
2.
Perhatian yang rinci (attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan
diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian
kepada rincian.
3.
Orientasi
hasil
(outcome
orientation).
Tingkatan
dimana
manajemen
memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil.
4.
Orientasi pada manusia (people orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang–orang anggota
organisasi itu.
5.
Orientasi tim (team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja
diorganisir di sekitar tim – tim, bukannya individu – individu.
6.
Keagresifan (aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang (anggota
organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.
7.
Stabilitas (stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di
pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
21 2.2.
Pengertian Kompensasi
Sistem kompensasi sering kali menjadi topik yang paling hangat dibicarakan,
baik oleh karyawan ataupun manajemen di dalam sebuah organisasi. Sistem
kompensasi yang baik dapat mendorong kinerja karyawan dan meningkatkan daya
saing organisasi. Sebaliknya, sistem kompensasi yang buruk dapat menurunkan
motivasi karyawan dan berdampak kepada rendahnya kinerja organisasi secara
keseluruhan. Lebih jauh dari itu, sistem kompensasi yang buruk dapat menyebabkan
organisasi kehilangan orang-orang terbaiknya yang pindah ke pesaing.
Menurut Rosidah (2003) kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh
pegawai sebagai balas jasa (kontra prestasi) atas kerja mereka. Pada dasarnya
kompensasi merupakan kontribusi yang diterima oleh pegawai atas pekerjaan yang
telah dikerjakannya. Pernyataan ini juga diperkuat lagi oleh Triton (2010) bahwa
kompensasi adalah semua balas jasa baik berbentuk uang, barang langsung atau tidak
langsung yang diberikan kepada karyawan atas kontribusi karyawan dalam mencapai
tujuan atau sasaran organisasi. Pemberian upah merupakan imbalan, pembayaran
untuk pelayanan yang telah diberikan oleh pegawai berupa uang maupun bukan
berupa uang (non financial).
Tujuan utama dari sistem kompensasi adalah menyelaraskan tujuan dan
keinginan karyawan dengan tujuan dan keinginan organisasi (Heneman, 2001).
Keinginan organisasi, misalnya, adalah memiliki karyawan yang berpikir dan
berprilaku seperti pemilik bisnis. Untuk hal-hal pokok seperti tujuan organisasi dan
22 penghargaan untuk setiap pencapaian perlu diketahui semua karyawan melalui
strategi korporat yang membantu menentukan tujuan yang diraih karyawan dan
sistem kompensasi yang menghubungkan upaya karyawan meraih tujuan tersebut
(Heneman, 2001).
Sumber : Heneman, 2001
Gambar 2.2 Komponen Kompensasi
Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2 di atas. Secara umum, sistem
kompensasi terdiri dari empat komponen utama, yaitu Base Pay (Gaji Pokok), Benefit
(Manfaat dan Tunjangan), Short Term Incentive (Insentif Jangka Pendek), dan Long
Term Incentive (Insentif Jangka Panjang). Sistem Gaji Pokok sebaiknya dirancang
sesuai strategi bisnis guna mendukung kinerja organisasi secara efektif. Organisasi
dengan strategi bisnis berbeda memerlukan strategi SDM (Sumber Daya Manusia)
berbeda pula, yaitu strategi kompensasi yang selaras dengan strategi bisnis,
23 perencanaan strategi operasional, dan nilai-nilai organisasi dengan pertimbangan
tuntutan yang ada (Berger, 2008).
Gaji Pokok biasanya ditetapkan dengan menghitung nilai jabatan terlebih
dahulu. Nilai jabatan diperoleh melalui proses evaluasi jabatan, yaitu serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan nilai relatif suatu
jabatan terhadap jabatan-jabatan lainnya yang ada di dalam suatu organisasi.
Beberapa metode yang biasa dilakukan dalam proses evaluasi jabatan adalah metode
ranking, metode grading (classification), dan metode point system (Berger, 2008).
Metode yang paling banyak digunakan saat ini adalah metode point system
(sistem poin). Dengan metode ini, setiap jabatan yang ada di dalam organisasi dapat
ditentukan poinnya sebagai acuan nilai relatif dari jabatan tersebut terhadap jabatan
lain yang ada. Poin nilai jabatan ini diperoleh dengan menetapkan faktor penting yang
disebut sebagai compensible factor. Pada perusahaan-perusahaan besar yang jumlah
jabatannya ratusan, sering kali metode grading dan point system dikombinasikan
penerapannya.
Dengan pendekatan nilai jabatan ini, gaji pokok yang diterima seorang
karyawan relatif akan sama dengan orang lain yang menduduki jabatan dengan nilai
jabatan yang sama. Hal ini biasanya menimbulkan ketidakpuasan dari orang-orang
yang memiliki kompetensi individu yang lebih tinggi dibandingkan orang lain,
meskipun pendidikan dan pengalamannya sama, pada kategori jabatan dengan nilai
jabatan yang juga sama. Ketidakpuasan ini bisa berakibat pada keputusan mereka
24 untuk meninggalkan perusahaan dan pindah ke perusahaan lain yang dianggap lebih
menghargai kompetensi yang mereka miliki.
2.3
Pengertian Employee Engagement
Employee engagement pertama kali dikemukakan oleh kelompok peneliti
Gallup. Dalam penelitiannya disampaikan bahwa employee engagement dapat
memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan
karyawan, kepuasan konsumen, serta keberhasilan untuk organisasi (Baumruk, 2004).
Menurut Marciano (2010) employee engagement adalah hubungan tingkat
emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan dalam
pekerjaannya, terhadap perusahaan, manajernya, dan rekan kerjanya, yang pada
gilirannya mempengaruhinya untuk memberikan usaha dan karya terhadap
pekerjaanya lebih dari yang diharapkan, yang didorong oleh keinginan diri sendiri
“Employee engagement is a heightened emotional and intellectual connection that an
employee has for his/her job, organization, manager and coworkers that, in turn,
influences him/her to apply additional discretionary effort to his/her work.”
Menurut jurnal Catteeuw (2007) employee engagement adalah tingkat dimana
karyawan merasa puas dengan pekerjaan mereka, merasa dihargai, dan merasakan
kolaborasi serta kepercayaan. Karyawan yang merasakan keterikatan akan bertahan
bersama perusahaan lebih lama, dan secara berkesinambungan menemukan cara-cara
baru untuk memberikan nilai tambah kepada perusahaan dengan cara yang lebih
cerdas, dan lebih efektif. Hasil akhirnya adalah perusahaan akan berkinerja tinggi
dimana karyawan merasa puas dan sejahtera, dan pada akhirnya produktifitas akan
25 meningkat dan bertahan dalam jangka panjang (“Engagement is the degree to which
employees are satisfied with their jobs, feel valued, and experience collaboration and
trust. Engaged employees will stay with the company longer, and continually find
smarter, more effective ways to add value to the organization. The end result is a
high-performing company where people are flourishing and productivity is increased
and sustained.”) Catteeuw, Frank; Flynn, Eileen; Vonderhorst, James, “Employee
Engagement: Boosting Productivity in Turbulent Times”, Organization Development
Journal; summer 2007.
2.3.1 Faktor-Faktor pembentuk Employee Engagement
Berdasarkan penelitian Vazirani (2007), terdapat beberapa faktor-faktor kritis
yang menuntun kepada employee engagement. Faktor-faktor tersebut membangun
model employee engagement yang sederhana. Beberapa faktor yang teridentifikasi
diberikan pada gambar 2.3 di bawah ini.
Sumber : Vazirani, 2007
Gambar 2.3. Model Employee Engagement
26 Menurut Debalina (2010) menyarankan adanya tiga aspek mendasar dari
employee engagement, yaitu:
a. Aspek para karyawan dan pengalaman psikologis unik yang dialami masingmasing karyawan
b. Aspek pengusaha / perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan
kondisi yang mendukung employee engagement
c. Aspek interaksi antar karyawan di semua level / tingkatan.
2.3.2 Dimensi Employee Engagement
Menurut, Fleming dan Asplund (2007), dimensi employee engagement terdiri
dari tingkatan pemenuhan kebutuhan karyawan, tingkatan kontribusi karyawan yang
telah diberikan, tingkatan karyawan merasa memiliki, serta tingkatan kesempatan
karyawan untuk tumbuh. Secara garis besar, tingkatan dimensi employee engagement
dapat terlihat pada gambar 2.4 sebagai berikut.
27 Sumber : Fleming dan Asplund (2007)
Gambar 2.4. Dimensi Employee Engagement
Berikut ini adalah penjelasan mengenai 4 (empat) dimensi tersebut di atas.
1) Tingkatan pertama dimensi employee engagement yaitu “What do I get?”, yang
menjelaskan tentang kebutuhan dasar (basic need) yang dibutuhkan oleh seorang
karyawan untuk berkontribusi kepada organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan
ketika karyawan dalam suatu organisasi sudah mengetahui dengan jelas apa yang
diharapkan dari pekerjaan mereka terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya
dalam perusahaan. Pada level ini kebutuhan dasar menggambarkan materi atau
28 perlengkapan/peralatan
yang
dibutuhkan
karyawan
dalam
melaksanakan
pekerjaannya. Materi atau perlengkapan tersebut dapat berupa material fisik
(seperti: kendaraan bermotor, komputer/laptop, handphone/alat komunikasi,
hingga sekedar alat dan/atau media tulis), atau berupa material seperti informasi
atau pengetahuan dasar maupun spesifik yang dibutuhkan terkait posisi atau
pekerjaannya (seperti product knowledge, policy and procedure, dan lain-lain)
2) Tingkatan kedua menjelaskan mengenai “What do I give?”, yaitu terkait dengan
dimensi dukungan manajemen (management support) di dalam organisasi tempat
karyawan bekerja dengan melihat kontribusi yang sudah diberikan karyawan
terhadap organisasinya apakah mendapatkan tanggapan atau dukungan yang
setimpal dari manajemen perusahaan atau tidak.
3) Tingkatan ketiga yaitu “Do I belong?” yang menjelaskan dimensi employee
engagement yaitu rasa memiliki (belongness) dimana dimensi ini memperlihatkan
seorang karyawan yang merasa bahwa dirinya benar-benar diterima di dalam
organisasi atau tim kerjanya sehingga memiliki rasa bangga menjadi bagian dari
organisasi tersebut dan pada akhirnya menunjukkan sejauh mana kerjasama tim
terjadi (teamwork).
4) Tingkatan keempat, yaitu “How we can grow?”, yang menjelaskan dimensi
belajar/berkembang dan bertumbuh (development and grow) pada karyawan.
Dimensi ini mencoba mengidentifikasi apakah organisasi mempunyai atau
memberikan program dan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan
berkembang sehingga akan berdampak positif terhadap organisasi.
29 Pendapat dari Schaufeli dan Baker (2003), bahwa employee engagement
diartikan sebagai hal yang positif, memenuhi, dan dalam bekerja memiliki
karakteristik yang ditandai dengan adanya vigor (semangat), dedication (dedikasi),
dan absorption (penyerapan). Karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Vigor, merupakan karakter pegawai yang memiliki energi tinggi, memiliki
kemauan bekerja, tidak mudah lelah, dan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan.
b. Dedication, karakter pegawai yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan
pekerjaannya, antusias, menginspirasi dan memiliki kebanggan, serta menyukai
tantangan.
c. Absorption, merupakan karakter pegawai yang menikmati pekerjaannya,
berkonsentrasi penuh dalam bekerja dan tidak terpisahkan dengan pekerjaannya,
serta merasa waktu cepat berlalu saat bekerja.
Pemahaman dimensi employee engagement juga dapat merujuk pada teori
Schaufeli dan Baker (2003), employee engagement dapat didefinisikan meliputi 3
dimensi, yaitu :
a) Rasional (Rational)
Sejauh mana karyawan memahami dengan baik peran, tugas dan tanggung
jawab mereka (pemikiran/thinking). Hal ini juga meliputi keterikatan
intelektual/intellectual engagement yaitu bagaimana karyawan berpikir yang
terbaik mengenai pekerjaannya, dan bagaimana melakukannya dengan lebih
baik.
30 b) Emosi (Emotional)
Tingkat gairah/antusias yang dibawa karyawan ke dalam pekerjaan dan
terhadap organisasi mereka.Hal ini juga meliputi keterikatan afektif /affective
engagement yaitu bagaimana karyawan merasakan hal positif saat mereka
melakukan pekerjaan dengan baik.
c) Motivasional (Motivational)
Karyawan bersedia melakukan upaya lebih untuk melakukan tindakan
peranan mereka dengan baik. Hal ini juga meliputi keterikatan sosial/social
engagement dimana karyawan secara aktif bertindak mengambil kesempatan
untuk berdiskusi mengenai peningkatan-peningkatan /improvements yang
berkaitan dengan pekerjaan.
2.4
Pengertian Motivasi
Winardi (2001) berpendapat bahwa motivasi merupakan hasil sebuah proses
yang bersifat internal atau eksternal bagi individu yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan konsistensi dalam hal melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Sedangkan Wursanto (2004) mengatakan bahwa motivasi adalah alasan-alasan,
dorong-dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan ia melakukan
sesuatu atau perbuatan sesuatu. Motivasi penting karena dengan motivasi ini
diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai
produktifitas kerja yang tinggi.
31 Tujuan pemberian motivasi antara lain: mendorong gairah dan semangat kerja
karyawan, meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan
produktifitas kerja karryawan, meningkatkan loyalitas dan kestabilan karyawan
perusahaan, meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan,
mengefektifkan pengadaan karyawan, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang
baik, meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan, meningkatkan tingkat
kesejahteraan karyawan, mempertingggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap
tugas-tugasnya serta meningkatkan efisiensi penggunaan tanggung jawab karyawan
terhadapa tugas-tuganya.
Salah satu teori kebutuhan yang berhubungan dengan motivasi kerja adalah teori
kebutuhan yang dikembangkan oleh Maslow (2002) yang dikenal dengan nama Need
Hierarchy atau Teori Hirarki kebutuhan, yaitu lima tingkat kebutuhan manusia
sebagai berikut:
a.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar dan merupakan
dorongan yang sangat kuat pada diri manusia karena merupakan kebutuhan untuk
mempertahankan hidupnya, misalnya kebutuhan makanan, minuman dan tempat
beribadah.
b.
Kebutuahan akan rasa aman merupakan kebutuhan pada tingkat kedua. Orang
mempunyai harapan untuk dapat memenuhi standar hidup yang dianggap wajar.
Bila kebutuhan akan akan rasa aman ini belum terpenuhi maka oranag akan
merasa takut sekali akan kehilangan pekerjaan atau kehilangan pendapatannya.
32 c.
Kebutuhan sosial sering juga disebut sebagai kebutuhan untuk dicintai dan
mencintai, atau kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu.
d.
Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan pada tingkat keempat. Orang
mempunyai kecendrungan untuk dipandang bahwa mereka adalah penting,
bahwa apa yanag mereka lakukan itu ada artinya, serta bahwa mereka
mempunyai kontribusi pada organisasi/lingkungan dimana mereka berada.
e.
Kebutuhan aktuliasasi diri merupakan kebutuhan pada tingkat yang paling tinggi
dimana seseorang merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya adalah penting.
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya
(Siagian, 2012).
Menurut Mangkunegara (2001) motivasi diartikan sebagai suatu kondisi yang
berpengaruh
membangkitkan,
mengarahkan
dan
memelihara
perilaku
yang
berubungan dengan lingkungan kerja. Menurut Robbins (2003) motivasi merupakan
proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu
ke arah pencapaian sasaran. Sementara itu menurut Nawawi (2001) menyatakan
bahwa motivasi sebagai suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Selanjutnya Sopiah (2008) menulis bahwa motivasi adalah sebagai keadaan di mana
33 usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau
tujuan tertentu. Hasil-hasil yang dimaksud bisa berupa produktivitas, kehadiran atau
perilaku kerja kreatif lainnya.
2.4.1 Tujuan Motivasi Kerja
Menurut Hasibuan (2005) tujuan pemberian motivasi yaitu :
1)
Mendorong gairah dan semangat karyawan;
2)
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3)
Meningkatkan produktivitas karyawan;
4)
Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
5)
Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;
6)
Mengefektifkan pengadaan karyawan;
7)
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
8)
Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;
9)
Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;
10)
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya;
11)
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku;
12)
Dan lain sebagainya.
34 2.4.2 Manfaat Motivasi Kerja
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja sehingga
produktifits kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang – orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Maknanya adalah suatu pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan
dalam skala waktu yang sudah ditentukan, maka karyawan yang melakukan pekerjaan
tersebut merasa tidak terlalu dibebankan. Sesuatu yang dikerjakan karena ada
motivasi yang mendorongnya akan membuat karyawan senang mengerjakannya.
Karyawanpun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya
itu betul – betul berharga bagi karyawan yang termotivasi, sehingga karyawan
tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi
menghasilkan output sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau
oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak
pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi, (Arep & Tanjung, 2003).
2.5
Pengertian Kinerja Karyawan
Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk
aktivitas. Kemampuan bertindak itu dapat diperoleh manusia baik secara alami (ada
sejak lahir) atau dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku
tertentu tetapi perilaku itu hanya diaktualisasi pada saat-saat tertentu saja. Potensi
untuk berperilaku tertentu itu disebut ability (kemampuan), sedangkan ekspresi dari
potensi ini dikenal sebagai performance (kinerja).
35 Menurut Bono dan Judge (2003), Kinerja karyawan selama kurun waktu
tertentu dapat diukur dari kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan. Variabel
kinerja karyawan dibentuk dari delapan indikator yaitu : (1) Perilaku inovatif, (2)
Pengambilan inisiatif, (3) Tingkat potensi diri, (4) Manajemen waktu, (5) Pencapaian
kuantitas dan kualitas pekerjaan, (6) Kemampuan diri untuk mencapai tujuan, (7)
Hubungan dengan rekan kerja dan pelanggan, dan (8) Pengetahuan akan produk
perusahaannya serta produk pesaing.
Kinerja merupakan hasil atau tingkatan keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai, 2004). Lebih lanjut Rivai menyatakan
bahwa kinerja tidak berdiri sendiri tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan
kompensasi, dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan dan sifat – sifat individu.
Dengan kata lain kinerja ditentukan oleh kemampuan, keinginan dan lingkungan.
Oleh karena itu agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai
keinginan yang tinggi untuk mengerjakan dan mengetahui pekerjaannya serta dapat
ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan.
Syarat untuk menimbulkan kinerja adalah bahwa tugas dan jabatan yang
dipegangnya itu sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Tugas dan jabatan yang
kurang sesuai dengan kemampuan dan minat pegawai akan memberikan hambatan,
bahkan frustasi, yang justru akan menimbulkan ketegangan yang seringkali menjelma
dalam sikap dan tingkah laku agresif, terlalu banyak kritik, memberontak atau
36 perilaku lainnya (Nitisemito,2002). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah kondisi dari sebuah kelompok dimana mereka
melakukan pekerjaan dengan lebih giat dan lebih baik dengan tujuan masing-masing
individu. Seorang pegawai yang kinerjanya tinggi mempunyai sikap-sikap yang
positif seperti kegembiraan, kerjasama, kebanggaan dalam dinas, ketaatan kepada
kewajiban serta adanya kesetiaan dari pegawai tersebut (Moekijat, 2003). Kinerja
diukur melalui indikator sebagai berikut (Moekijat,2003):
a.
Kegembiraan
Kegembiraan merupakan rasa senang pegawai yang muncul dalam diri karena
perasaan yang optimis. Optimis merupakan sikap atau pandangan hidup yang
dalam segala hal dipandang kebaikan saja. Orang yang optimis adalah orang
yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal. Pegawai yang
selalu gembira biasanya mempunyai peluang yang besar untuk mengerjakan
dengan baik, sedangkan pegawai yang tidak mempunyai gembira, biasanya
pekerjaan yang dihasilkan tidak akan maksimal.
b.
Kerjasama
Kerjasama di antara rekan kerja merupakan kondisi yang diinginkan oleh
manajemen perusahaan, agar setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Motivasi kerja seorang pegawai tidak bisa lepas dari lingkungan kerja seorang
pegawai atau kehidupan pribadinya. Hubungan antara pegawai dalam
peningkatan mutu kehidupan berkarya dapat beraneka ragam. Berbagai teknik
yang digunakan pada intinya berkisar pada peningkatan partisipasi para pegawai
37 dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan mereka dan
hubungannya dengan sesama rekan kerja.
c.
Kebanggaan dalam dinas
Perasaan senang terhadap pekerjaan merupakan perasaan senang pada diri
pegawai terhadap pekerjaan yang diberikan perusahaan. Apabila seseorang
mengerjakan suatu pekerjaan dengan senang atau menarik bagi dirinya, maka
basil pekerjaannya akan lebih memuaskan daripada mengerjakan pekerjaan yang
tidak disenangi. Demikian pula apabila akan memberikan tugas pada seseorang,
maka alangkah baiknya bila sebelumnya mengetahui apakah orang tersebut
senang atau tidak dengan pekerjaan yang akan diberikan. Hal ini dilakukan agar
mendapatkan suatu hasil yang lebih memuaskan. Jadi rasa senang dengan suatu
pekerjaan juga merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan mutu
dari hasil produksi.
d.
Ketaatan pada peraturan
Ketaatan kepada kewajiban merupakan tindakan pegawai terhadap peraturan
yang telah ditetapkan perusahaan apakah bisa menaatinya. Pegawai yang
mempunyai konsekuensi tinggi harus mau menaati semua kewajibannya sesuai
dengan kesepakatan saat pertama kali bekerja.
e.
Kesetiaan
Kesetiaan adalah sikap mental pegawai yang ditujukan pada keberadaan
perusahaannya. Kesetiaan timbul dari dalam diri sendiri. Pegawai merasakan
38 kesadaran yang tinggi bahwa antara dirinya dengan perusahaan merupakan dua
pihak yang saling membutuhkan. Pegawai tersebut membutuhkan perusahaan
tempat mencari sumber penghidupan dan pemenuhan kebutuhan sosial lainnya.
Di sisi lain perusahaan juga dianggap mempunyai kepentingan pada karyawan,
karena dengan pegawai itulah, perusahaan akan dapat melakukan produksi dalam
rangka pencapaian tujuannya. Dengan demikian, kesetiaan yang tinggi dapat
mendorong tingginya kepedulian terhadap perusahaan.
39 2.6.
Penelitian Terdahulu
No
Penelitian
Judul
Tujuan
Hasil penelitian
1
Salleh, et al
The Effect of
Motivation on
Job Performance
of State
Government
Employees in
Malaysia
Penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara
motivasi terhadap kinerja
pegawai pemerintah negara
bagian dan memeriksa hubungan
antara prestasi kerja secara
keseluruhan dengan dimensi
motivasi dan kinerja pegawai.
Dari 150 responden kuesioner
yang dibagikan, sebanyak 135
responden menyelesaiakan
dengan baik dan digunakan untuk
analisis data, menghasilkan
tingkat respons 90 persen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
motivasi afiliasi berhubungan
positif dengan kinerja pegawai (r
= 0,188, p < 0,05). Kesimpulan,
orang dengan tingkat motivasi
afiliasi yang tinggi dan memiliki
kecenderungan kuat untuk
membangun hubungan
interpersonal dengan orang lain,
akan lebih mungkin berkinerja
tinggi.
Relationship
between
Motivation and
Job Performance
at the University
of Mines and
Technology,
Tarkwa, Ghana:
Leadership
Lessons
Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah yang
terkait dengan prestasi kerja dan
menguji hubungan antara
motivasi dan prestasi kerja staf di
Universitas Pertambangan dan
Teknologi.
Sampel dari 200 responden yang
terdiri dari 40 anggota senior, 60
staf senior dan 100 staf junior
menggunakan simple random
sampling.Kuesioner yang
diberikan memiliki reliabilitas
co-efisien 0,785, 0,765, 0,626
dan 0,855. Data yang
dikumpulkan dianalisis dengan
statistik deskriptif dan
inferensial. Hasil yang diperoleh
menyatakan gaji bulanan yang
rendah dan kurangnya motivasi
adalah faktor utama yang
mengurangi semangat kerja di
Universitas Tarkwa.
(2011)
2
Afful &
Broni (2012)
40 2.6. Penelitian Terdahulu (lanjutan)
No
Penelitian
3
Kiruja dan
Elegwa
(2013)
4
Negash, et al
(2014)
Judul
Tujuan
Hasil penelitian
Effect of
Motivation on
Employee
Performance In
Public Middle
Level Technical
Training
Institutions In
Kenya
Tujuan Penelitian ini untuk
menetapkan pengaruh motivasi
terhadap kinerja karyawan di
Lembaga Teknis Pelatihan Pubic
Tingkat Mengengah di Kenya.
Metodologi Penelitian ini
mengadopsi desain penelitian
deskriptif berfokus pada
pengaruh motivasi terhadap
kinerja karyawan di lembaga
teknis pelatihan public tingkat
menengah.
Populasi untuk penelitian ini
terkonsentrasi pada
administrator, kepala
departemen, staf pengajar dan
staf non mengajar. Dari 315
responden, 287 responden
menyelesaikan kuesioner sesuai
dengan arahan.. Hasil analisis
korelasi dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa motivasi
karyawan memiliki hubungan
positif dengan kinerja karyawan,
yang
signifikan secara statistik (pvalue <0,05). Ini berarti bahwa
meningkatkan motivasi karyawan
secara positif dapat
meningkatkan kinerja karyawan.
Dalam penelitian ini, terindikasi
bahwa motivasi karyawan adalah
prediktor signifikan dari kinerja
karyawan di Lembaga Teknis
Pelatihan Pubic Tingkat
Mengengah di Kenya.
The effect of
compensation on
employees
motivation:
In Jimma
University
academic staff
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui peran
kompensasi terhadap motivasi
karyawan di Jimma
Universitas staf akademik.
Penelitian ini secara khusus
bertujuan untuk menguji apakah
ada hubungan antara kompensasi
dengan motivasi kerja karyawan,
faktor yang berkontribusi
terhadap motivasi kerja dan
pengaruh kompensasi terhadap
motivasi kerja karyawan..
Data primer dikumpulkan
melalui kuesioner terhadap 230
responden Staf akademik
Universitas Jimma . Penelitian
telah menunjukkan bahwa
responden tidak termotivasi dan
puas dalam sistem pembayaran.
Hasil dari analisis regresi adalah
signifikan (p = 0,05). Hasil
penelitian juga
menunjukkan hubungan antara
pembayaran, promosi,
pengakuan, kondisi kerja,
manfaat dan motivasi pada
tingkat signifikan (p = 0,05). Ini
berarti ada hubungan yang
signifikan antara independen dan
variabel dependen. Responden
menyimpulkan komponen
kompensasi sebagai faktor yang
memotivasi mereka pada
pekerjaan mereka.
41 2.6. Penelitian Terdahulu (lanjutan)
No
Penelitian
Judul
5
Kartiningsih
(2007)
Analisis
Pengaruh Budaya
Organisasi dan
Keterlibatan
Kerja Terhadap
Komitmen
Organisasi Dalam
Meningkatkan
Kinerja
Karyawan
(Studi Pada PT.
Bank Tabungan
Negara (Persero)
Cabang
Semarang)
Tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji pengaruh budaya
organisasi dan keterlibatan kerja
terhadap komitmen organisasi
untuk meningkatkan kinerja
Karyawan
Penelitian ini dilakukan di Bank
BTN Cabang Semarang,
responden yang
digunakan sebanyak 136
karyawan, menggunakan
Structural Equation Modeling
(SEM). Hasil penelitian
menunjukkan budaya organisasi
dan keterlibatan kerja
mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap komitmen
organisasi dalam meningkatkan
kinerja karyawan. Pengaruh dari
budaya organisasi terhadap
komitmen organisasi adalah
0,34; pengaruh dari keterlibatan
kerja terhadap komitmen
organisasi adalah 0,21;
pengaruh budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan adalah
0,22; pengaruh keterlibatan kerja
terhadap kinerja karyawan adalah
0,24; dan pengaruh komitmen
organisasi terhadap kinerja
karyawan adalah 0,23.
Pengaruh
Motivasi dan
Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja
Karyawan
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh motivasi kerja dan
kepuasan kerja terhadap kinerja
karyawan baik secara parsial
maupun simultan
Jenis penelitian yang digunakan
adalah asosiatif dengan metode
analisis yang digunakan adalah
analisis regresi sederhana dan
berganda. Pengumpulan data
dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner kepada seluruh
karyawan Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA) Mutiara Bunda.
Populasi dalam penelitian ini
adalah karyawan Rumah Sakit
Ibu dan Anak Mutiara Bunda
yang berjumlah 77 orang.
Seluruh anggota populasi
dijadikan unit analisis dan
selanjutnya diperlakukan sebagai
responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan
signifikan antara motivasi kerja
dan kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan.
6
Hidayat &
Ferdiansyah
(2011)
Tujuan
Hasil penelitian
42 2.6. Penelitian Terdahulu (lanjutan)
No
Penelitian
Judul
Tujuan
7
Ahmad (2011)
Pengaruh Disiplin
dan Motivasi
Terhadap Kinerja
Pegawai Sekretariat
Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam
Kementerian Agama
RI
Untuk mengetahui Pengaruh
disiplin kerja dan motivasi kerja
terhadap kinerja pegawai
Sekretariat Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian
Agama RI.
Jumlah populasi sebanyak 56
orang dengan menggunakan
rumus Slovin dan mendapatkan
hasil sejumlah 49 responden.
Maka ditetapkan sampel
penelitian ini berjumlah 49
responden dari 56 orang jumlah
Populasi dan dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Hasil
analisis korelasi menunjukkan
tidak terdapat hubungan positif
dan signifikan disiplin kerja
terhadap kinerja pegawai,
sedangkan Hasil analisis korelasi
menunjukkan terdapat hubungan
positif dan signifikan motivasi
kerja terhadap kinerja pegawai
Setditjen Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI.
Koefisien regresi 0.840
mempunyai sig. sebesar 0.00 < α
= 0.05, memperlihatkan bahwa
motivasi berpengaruh terhadap
kinerja
8
Logahan
et al
(2012)
Analisis Pengaruh
Lingkungan Kerja
dan Pemberian
Kompensasi
Terhadap Kinerja
Karyawan
CV MUM
INDONESIA
Bertujuan untuk mengetahui
pengaruh lingkungan kerja dan
kompensasi karyawan CV Mum
Indonesia.
Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
deskriptif, Pearson Regresi, dan
Regresi Berganda. Data
diperoleh dari kuesioner dengan
menggunakan skala likert.
Penelitian ini dilakukan terhadap
30 orang responden dari 4 cabang
yang dikumpulkan yaitu cabang
Mall Citraland, Depo Bangunan
Serpong, Pasar Baru Square dan
Greenville. Hasil yang dicapai
dalam penelitian ini adalah
lingkungan kerja tidak memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja karyawan di CV
Mum Indonesia, dengan nilai
korelasi sebesar 0.068.
Kompensasi signifikan memiliki
hubungan yang cukup kuat dan
searah, terhadap kinerja
karyawan di CV Mum Indonesia
dengan korelasi sebesar 0.580.
Lingkungan kerja dan
kompensasi memiliki dampak
signifikan terhadap kinerja
karyawan di CV Mum Indonesia
dengan korelasi sebesar 0.580.
Hasil penelitian
43 2.6. Penelitian Terdahulu (lanjutan)
No
Penelitian
Judul
Tujuan
Hasil penelitian
9
Dian (2013)
Pengaruh Budaya
Organisasi dan
Kompensasi
Terhadap Motivasi
Kerja Serta
Implikasinya
Terhadap Kinerja
Karyawan (studi
Bank BTN, Cabang
Bandung)
Bertujuan untuk mengetahui kuat
atau lemahnya hubungan budaya
organisasi terhadap tingkat
motivasi kerja karyawan di Bank
BTN, Cabang Bandung.
Penelitian ini menggunakan
pendekatan survey dengan jenis
verificative explanation research
terhadap 133 karyawan, analisis
dilakukan menggunakan analisis
deskriptif dan verifikatif (SEM).
Analisis deskriptif menunjukan
bahwa kuat lemah nya budaya
organisasi, yang termasuk dalam
kategori kuat dapat di refleksikan
dan dibentuk oleh indicator
inovasi dan pengambilan resiko,
perhatian kepada detail, orientasi
hasil, orientasi orang, tim,
agresivitas dan kemantapan.
Hasil analisis verifikatif
menunjukan bahwa kuat
lemahnya budaya organisasi
memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat
kinerja karyawan, tingkat
kompensasi memiliki pengaruh
yang cukup tinggi terhadap
kinerja karyawan.
10
Juliningrum
& Achmad
(2013)
Pengaruh
Kompensasi,
Budaya Organisasi,
terhadap Motivasi
Kerja dan Kinerja
Pegawai PTIIK
Universitas
Brawijaya
Penelitian ini bertujuan
memberikan wacana
mengenai permasalahan yang
terkait dengan kinerja
pegawai dilihat dari konteks
kompensasi, budaya organisasi,
motivasi kerja. Dimana wacana
mengenai hal
tersebut marak dikembangkan
dalam sejumlah
organisasi.
Jumlah populasi dan responden
yang dipilih adalah seluruh
pegawai PNS dan Non PNS pada
PTIIK UB. Teknik analisis data
menggunakan path analysis.
Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa Kompensasi
belum mampu memberikan
kontribusi terhadap motivasi
kerja dan kinerja, akan tetapi
budaya organisasi seperti
penerapan tentang aturan-aturan
yang diberikan pegawai
berpengaruh terhadap motivasi
kerja pegawai PTIIK UB
sehingga akan memberikan
kontribusi positif terhadap
kinerja pegawai. Sedangkan
motivasi mampu memberikan
kontribusi terhadap kinerja
pegawai.
Download