UNIVERSITAS INDONESIA ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS TEORI MODEL ADAPTASI ROY KARYA ILMIAH AKHIR Oleh : TATI SETYAWATI PONIDJAN 1306346355 PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 UNIVERSITAS INDONESIA ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS TEORI MODEL ADAPTASI ROY KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak Oleh : TATI SETYAWATI PONIDJAN 1306346355 PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2016 i Ponidjan, FIK UI, 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati STiRAT PERNYATAAI\I BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari tsrnyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas lndonesia kepada saya Depok, lUffitgn.e,[ .:::&,i,j T.EMPEL .,f\, 16 Juni 2016 \ i \ agTszRorgag+t+to4 \'\UMJ,Z F --\----a ..L-r'^ i-= n" :. *.? + U'=jRUPIAH '- '\) / 1. ENA[4 RIBU Tati Setvawati Ponidjan NPM: 1306346355 n Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 HALAMAN PERNYATAAN ORISINAI.ITAS Iftrya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujulq telah saya nyatakan dengan benar. Nama Tati Setyawati Ponidjan ].iPM 1306346355 Tanda tangan 'fanggal M 16 Juni 2016 lil Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 HALAMAN PENGESAHAN Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh : Nama NPM : Tati Setyawati Ponidjan : 1306346355 Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak Judul : Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori Model Adaptasi Roy Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Supervisor Utama Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc. Supervisor Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An. Penguji I dr. Endang Windiastuti, Sp.A (K). Penguji 2 Nurhidayatun, Ns., Sp.Kep.An. Disetujui Pada , 1 Al= H (... . ......... ....... di : Depok tanggal : 22 Juni 2016 IV Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 ....) KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi Melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori Model Adaptasi Roy”. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Allenidekania, SKp., M.Sc., selaku supervisor utama, atas saran, arahan dan bimbingannya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 2. Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An., selaku supervisor yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 3. Dr. Nani Nurhaeni S.Kp., M.N., selaku koordinator utama Praktek Klinik Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak, yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama praktik residensi. 4. Dr. Endang Windiastuti, Sp. A (K) selaku penguji yang telah memberikan arahan dan masukan. 5. Nurhidayatun Ns., Sp.Kep.An. selaku penguji yang telah memberikan arahan dan masukan. 6. Dra. Junaiti Sahar, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Yeni Rustina, M.App.Sc., Ph.D., selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan saran dan arahan pada penulis selama pendidikan. 8. Ketua Program Studi dan seluruh staff pengajar Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan. 9. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu di Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. v Ponidjan, FIK UI, 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 10. Kepala ruangan, pembimbing praktek klinik keperawatan, serta teman sejawat di ruang perawatan anak non infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSAB Harapan Kita Jakarta dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang telah membimbing dan berpartisipasi selama praktek residensi. 11. Keluarga besar, suamiku Dr. Jean H. Raule M.Kes serta anak-anakku tercinta Enmilia B. Raule dan Jehyeng B. Raule yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan doa bagi penulis selama pendidikan. 12. Rekan seperjuangan angkatan tahun 2013 lebih khusus pada peminatan Keperawatan Anak Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Besar harapan penulis, kiranya Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan keperawatan di Indonesia, terlebih khusus pada keperawatan anak. Depok, 16 Juni 2016 Penulis Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 vi HALAMAN PER}IYATAAi\I PE,RSETUJUAN PT]BLIKASI TUGAS AKIIIR UNTUK KEPENTINGAIY AINU)EMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama NPM Program studi Departemen Fakultas Jenis karya Tati Setyawati Ponidjan I 306346355 Ners Spesialis Keperawatan Keperawatan Anak Ilmu Keperawatan Karya Ilmiah Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Noz exclusive Rayalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : ..ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI INTERVENSI PENDIDTKAN KESEHATAN BERBASIS TEORI MODEL ADAPTASI ROY" Beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas lndonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat Pada di tanggal : : Depok 16 Juni 2016 vt1 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 ABSTRAK Nama : Tati Setyawati Ponidjan Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Judul : Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori Model Adaptasi Roy Malnutrisi, kaheksia, dan obesitas/overweight merupakan masalah nutrisi yang sering ditemui pada anak kanker akibat dari proses penyakit dan efek kemoterapi. Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan memberikan gambaran praktek ners spesialis dalam mengaplikasikan model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami masalah nutrisi. Praktek ners spesialis dilakukan untuk mencapai kompetensi sesuai peran perawat. Aplikasi model adaptasi Roy tertuang dalam lima kasus terpilih dengan masalah yang ditemukan adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan obesitas. Pendidikan kesehatan berbasis pembuktian ilmiah digunakan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk meningkatkan adaptasi anak sehingga dapat bertoleransi terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Evaluasi keperawatan lima kasus tersebut adalah satu kasus beradaptasi secara integrasi, empat kasus beradaptasi secara kompensasi. Karya ilmiah ini merekomendasikan teori model adaptasi Roy dapat diaplikasikan pada asuhan keperawatan anak kanker dengan masalah nutrisi. Kata Kunci : Anak kanker, asuhan keperawatan, Model Adaptasi Roy, nutrisi, pendidikan kesehatan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati viii Ponidjan, FIK UI, 2016 ABSTRACT Name : Tati Setyawati Ponidjan Study Program : Specialist Pediatric Nurse Program, Nursing Faculty in University of Indonesia. Title : Nursing Care in Children Who have Cancer with Nutrition Problems Through Health Education Intervention Based on Roy Adaptation Model Theory. Malnutrition, cachexia, and obesity/overweight, is a common nutritional problem in children who have cancer as a result of the disease process and the effects of chemotherapy. The aim of this final assignment was to provide an overview of the practice specialist nurses by applying the Roy adaptation model in nursing care of children who have cancer with nutritional problems. Practice spesialis nurses to achieve competency according the role of nurses. Roy adaptation model was applied in five selected cases and the nursing problem found was imbalance nutrition less than the body needs, risk imbalance nutrition less than the body needs and obesity. Health education is evidence based practice be used as a nursing intervention to improve the adaptation level of the child so that it can tolerate the fulfillment of nutrition needs. Nursing evaluation in five selected cases was one case integrated adaptation level and four cases compensatory adaptation level. This paper recommend Roy adaptation model theory can be applied to nursing care in children who have cancer with nutrition problems. Keywords: Children who have cancer, nursing care, Roy adaptation model, nutrition, health education ix Ponidjan, FIK UI, 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………………………………… PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………………………….. HALAMAN PENGESAHAN……..………………………………………………… KATA PENGANTAR………………………………………………………………. PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………………………………… ABSTRAK…………………………………………………………………………... ABSTRAC…………………………………………………………………………... DAFTAR ISI………………………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... DAFTAR SKEMA…………………………………………………………………... DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………… i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv xv 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………………………………………………………………. 1.2. Tujuan Penulisan.……………………………………………………………. 1.3. Sistematika Penulisan...……………………………………………………... 1 7 7 2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN 2.1. Gambaran Kasus……….……………………………………………………. 2.2. Tinjauan Teoritis….…………………………………………………………. 2.2.1. Kanker pada Anak ……………………………………………………. 2.2.2. Nutrisi pada Anak Kanker ……………………………………………. 2.3. Integrasi Teori Keperawatan dalam Proses Keperawatan…………………… 2.3.1. Model Adaptasi Roy…………………………………………………... 2.3.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy……………………………. 2.4. Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan Anak dengan kanker………………………………………………………………………. 2.4.1. Pengkajian……………………………………………………………. 2.4.2. Diagnosis Keperawatan………………………………………………. 2.4.3. Tujuan dan Intervensi………………………………………………… 2.4.4. Implementasi dan Evaluasi…………………………………………… 3. PENCAPAIAN KOMPETENSI 3.1. Pencapaian kontrak belajar…..…………………………………………..….. 3.1.1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut…………. 3.1.2. Kontrak belajar Praktik Klinik Khusus ……………………………... 3.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian Kompetensi………………………………………………………………….. 3.2.1. Peran Pemberi Asuhan……………………………………………….. 3.2.2. Peran Sebagai Advokat.………………………………………………. 3.2.3. Peran sebagai Pendidik ………………………………………………. 3.2.4. Peran Sebagai Peneliti ……………………………………………….. 3.2.5. Peran sebagai Inovator………………………………………………... 3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice……………………………. x Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 9 16 16 24 38 38 40 48 48 51 52 54 70 70 74 75 76 77 78 80 80 81 4. PEMBAHASAN 4.1. Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi…………………………. 4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi.. 84 96 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan……………………………………………………………………. 99 5.2. Saran………………………………………………………………………… 100 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi Ponidjan, FIK UI, 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Sistem Adaptasi pada Manusia……………………………………… 40 Gambar 3.1. Diagram pengetahuan keluarga dalam mengantisipasi mual muntah karena Kemoterapi ………………………………………………..… xii Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 83 DAFTAR SKEMA Skema 2.2. Web of Causation hepatoblastoma menggunakan pendekatan model adaptasi Roy…………………………………………………………. xiii Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawatixiv Ponidjan, FIK UI, 2016 47 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada An. H.……………………………………….. 10 Tabel 2.2. Evaluasi Keperawatan pada An. A.N.…………………………………….. 11 Tabel 2.3. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A..…………………..……………….. 13 Tabel 2.4. Evaluasi Keperawatan pada An. G.K.…………………………………….. 14 Tabel 2.5. Evaluasi Keperawatan pada An. S.A.…………………………………….. 16 Tabel 2.6. Kategori Satatus Gizi Anak……………………………………………….. 27 Tabel 2.7. RDA pada Bayi dan Anak…………………………………………………. 28 Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Energi Menggunakan REE………………………… 29 Tabel 2.9. Hasil Pengkajian Perilaku dan Stimulus pada An. M.A……….…………. 48 Tabel 2.10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan pada An. M.A……………………… 52 Tabel 2.11. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan pada An. M.A……………………. 54 Tabel 2.12. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. saat Persiapan Pulang …………... 69 xivPonidjan, FIK UI, 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Format Pengkajian Model Adaptasi Roy Lampiran 2. Kontrak belajar Lampiran 3. Laporan Proyek Inovasi Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup xv Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang berasal dari pertumbuhan sel tubuh yang progresif dan abnormal. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya perubahan pada deoxiribonucleid acid (DNA), sehingga sel kehilangan fungsinya secara normal. Pertumbuhan sel kanker akan berlangsung cepat dan mendesak sel normal tubuh, sistem pembuluh darah serta organ vital lainnya sehingga menghasilkan berbagai gejala (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Manifestasi klinis penyakit kanker tergantung dari jenis kanker, lokasi pada tubuh, luasnya dan umur anak. Bila sel kanker ini sudah menyebar (metastasis) dan menginfiltrasi organ tubuh yang lain maka menyebabkan hilangnya fungsi organ secara progresif dan dapat berakhir dengan kematian (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Kanker sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan, karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Angka kematian penyakit kanker di tingkat dunia pada tahun 2012, berkisar 8,2 juta orang (WHO, 2014), sedangkan pada tingkat nasional angka kematian kanker berkisar 5,7 % dari keseluruhan kasus kematian (Kemenkes RI, 2014). Menurut data dari GLOBOCAN, IARC pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker pada tingkat dunia. Data dari Riskesdas Kemenkes RI 2013, penyakit kanker di Indonesia memiliki prevalensi berkisar 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 347.792 penduduk dan menduduki peringkat ke 7 dari seluruh penyebab kematian. Anak dengan penyakit kanker di Indonesia berkisar 2,5% dari keseluruhan penyakit kanker yang ada (IARC, 2008). Terdapat 11.000 kasus kanker pada anak setiap tahunnya dan sepertiga dari kanker anak adalah leukemia (Kemenkes RI, 2015). Menurut Marcdante, Kliegmen, Jenson, dan Behrhman (2011), jenis kanker yang tersering pada anak adalah leukemia dan limfoma, kemudian diikuti dengan tumor otak/susunan saraf pusat, sarcoma jaringan lunak, dan kanker tulang. Banyak tanda dan gejala kanker bersifat non spesifik, namun sebagian besar anak dengan penyakit kanker menunjukkan gejala demam, kelelahan dan anoreksia. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 1 Ponidjan, FIK UI, 2016 2 Anoreksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkurangnya keinginan makan sehingga menurunkan jumlah asupan nutrisi. Beberapa faktor yang berkontribusi terjadinya anoreksia, antara lain; masalah psikologis (stres, cemas, depresi), kemampuan fisik menurun, kelelahan, perubahan rasa/taste dan bau serta pengobatan yang lama. Selain itu akibat interaksi dengan sel kanker, tubuh melepaskan hormon; cytokinins termasuk tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan interleukin 1, yang menghambat selera makan dan berpengaruh terhadap pengaturan asupan nutrisi (Schoeman, 2015). Asupan nutrisi yang tidak adekuat pada anak kanker dapat menyebabkan penurunan berat badan. Bila keadaan ini berlangsung terus, maka dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi (undernutrition), yaitu tubuh mengalami defisiensi energi, protein dan zat nutrient lainnya. Prevalensi malnutrisi pada anak kanker dilaporkan berkisar antara 8%-60%. Jenis kanker yang berisiko terjadinya malnutrisi adalah tumor padat, tumor otak dan leukemia nonlymphocytic (Ladas, Sacks, Brophy & Rogers, 2006). Menurut Nieuwouldt (2011), malnutrisi (undernutrition) memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada anak kanker. Efek jangka pendek adalah penurunan massa otot dan lemak tubuh sehingga merubah komposisi tubuh, respon dan toleransi terhadap kemoterapi menurun, pengobatan menjadi lama, biokimia tubuh terganggu mengakibatkan terjadinya anemia dan hipoalbuminemia, serta beresiko tinggi terjadinya infeksi. Sedangkan efek jangka panjang adalah gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan saraf (neurodevelopment), kepadatan tulang menjadi tidak normal, penurunan kualitas hidup dan beresiko terjadinya kanker sekunder. Kaheksia merupakan malnutrisi berat dan didefinisikan sebagai sindrom multifaktor yang ditandai dengan hilangnya massa otot skeletal (dengan atau tanpa kehilangan massa lemak) yang tidak dapat kembali sepenuhnya dengan dukungan nutrisi biasa/konvensional (Fearon, et al. 2011). Kaheksia pada anak kanker disebut dengan Cancer cachexia syndrome atau Cancer anorexia cachexia syndrome (Hopkinson, 2016). Kaheksia ditandai dengan kehilangan berat badan dan penurunan selera makan/anorexia. Kaheksia merupakan akibat dari keganasan tumor dan juga merupakan efek samping dari pemberian pengobatan (Tomlinson & Kline,2010). Pada keganasan tumor ada dua komponen yang mempengaruhi terjadinya kaheksia yaitu penurunan asupan nutrient oleh karena keterlibatan/ Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 3 desakan tumor pada gastrointestinal atau meningkatnya energi akibat pembelahan sel yang cepat serta perubahan metabolisme karena proses inflamasi secara sistemik (Akbulut, 2011). Secara umum pengobatan kanker terdiri dari kemoterapi, radioterapi dan pembedahan. Ketepatan diagnosa dan pengembangan regimen terapi kanker telah memberikan perubahan terhadap angka kelangsungan hidup anak. Saat ini kelangsungan hidup anak kanker dibawah usia 5 tahun adalah 83%, angka ini meningkat dari 67% pada tahun 1980an (Geiger & Wolfgram, 2013). Pengobatan kanker yang sering dilakukan adalah kemoterapi. Hal ini disebabkan karena prevalensi leukemia dan limfoma pada anak lebih tinggi dibandingkan kasus kanker lainnya, sementara pengobatan leukemia dan limfoma menggunakan kemoterapi (Permono et al. 2012). Kemoterapi adalah pemberian obat antineoplastic agent, sedangkan radioterapi adalah proses penghantaran radiasi pengion, yang keduanya bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker (Marcdante et al. 2011). Kedua pengobatan ini memiliki efek samping, antara lain terhadap sistem pencernaan yang mempengaruhi status nutrisi. Diperkirakan 60 % anak yang mendapat mengobatan kanker mengalami malnutrisi (Montgomery et al. 2013). Menurut James, Nelson, dan Ashwill (2013), baik radioterapi dan kemoterapi dapat memberikan stimulus terhadap rangsangan mual muntah. Kemoterapi yang dapat menimbulkan rangsangan mual muntah antara lain; cisplatin, cyclophosphamide, carmustine, dacarbazin, carboplatin, ifosfamide, cytarabine, daunorubicin (Geiger & Wolfgram, 2013). Mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi (chemotherapy induced nausea and vomiting/CINV) dapat terjadi mulai beberapa menit hingga sampai beberapa hari setelah pemberian kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian Aapro (2005), 25%-30% anak menderita mual muntah saat mendapat kemoterapi sekalipun sudah diantisipasi dengan terapi antiemetic. Mual muntah yang berkepanjangan dapat mengakibatkan penurunan intake nutrisi dan akhirnya terjadi penurunan berat badan (Geiger & Wolfgram 2013). Berdasarkan fakta ini maka anak yang dikemoterapi dengan gejala mual muntah berisiko terjadinya masalah kekurangan nutrisi. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 4 Selain efek samping mual muntah, diare dapat terjadi pada anak kanker yang mendapat radiasi di daerah abdomen dan pemberian kemoterapi seperti prokarbazin, merkaptopurin, metotreksat, dactinomycin (Hockenberry & Wilson, 2009). Mukositis atau kerusakan mukosa dapat terjadi dimanapun sepanjang saluran gastrointestinal yang menyebabkan hilangnya epitelium intestinal dan timbul inflamasi sehingga terjadi diare. Mukositis juga dapat terjadi pada daerah oral yang dapat memperberat gejala anoreksia karena nyeri dan ketidaknyamanan saat makan (Hockenberry & Wilson, 2009). Masalah keperawatan terkait nutrisi pada anak kanker tidak hanya masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kurang dari kebutuhan tubuh tetapi menyangkut juga masalah nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh, seperti obesitas/overweight. Menurut Withycombe et al. (2015) obesitas dapat terjadi pada anak kanker yang mendapat pengobatan, seperti pemberian kemoterapi pada anak dengan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL). Obesitas terjadi saat program atau pada akhir program kemoterapi setelah anak mendapat pengobatan kortikosteroid dalam dosis tinggi yang lama. Data yang didapatkan dari penelitian Withycombe et al. (2009) 23% anak dengan ALL menjadi obesitas pada akhir program kemoterapi. Obesitas beresiko terjadi gangguan kardiovasikular dan gangguan metabolik (Lughetti, Bruzzi, Predieri & Paolucci, 2012). Masalah nutrisi yang kompleks pada anak kanker memerlukan perhatian perawat. Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan masukan nutrisi seperti memberikan pilihan pada anak untuk memilih makanan yang disukai, menyajikan makanan secara aktraktif, menghindari makanan yang berbumbu kuat dan menggunakan peralatan yang menarik. Namun walaupun pendekatan seperti ini sudah dilakukan beberapa anak tetap tidak mau makan sehingga penurunan berat badan tetap terjadi (Hockenberry & Wilson, 2009). Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat dinilai dari status gizi anak. Status gizi adalah cerminan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada seseorang, yang diperoleh dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Menilai status gizi anak menggunakan pengukuran antropometri seperti berat badan, tinggi/panjang badan, dan lingkar lengan atas. Adapun kategori status gizi anak berada pada rentang normal sampai pada obesitas atau sangat kurus/gizi buruk (Nasar, Djoko, Hartarti, & Budiwiarti, 2015). Nutrisi memegang peranan penting pada perawatan anak kanker, karena terpenuhinya kebutuhan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 5 nutrisi dapat menyiapkan tubuh bertoleransi dengan baik terhadap pengobatan kanker. Selain itu nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatan kualitas hidup anak (Schoeman, 2015). Mengingat pentingnya kebutuhan nutrisi dan masalah nutrisi yang terjadi pada anak kanker, maka perawat perlu melakukan penatalaksanaan nutrisi dalam konteks asuhan keperawatan. Perawat spesialis memegang peranan penting melakukan tugas sesuai standar kinerja yang telah ditetapkan, dari segi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sesuai standar kompetensi yang telah dirumuskan oleh International Council of Nursing (ICN, 2009) kompetensi seorang ners spesialis yaitu melakukan praktek secara profesional sesuai etik dan legal, baik dalam manajemen dan asuhan keperawatan serta mengembangkan kualitas pelayanan keperawatan. Standar kompetensi diperlukan agar masyarakat mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas. Perawat spesialis dalam memenuhi kompetensi ini menjalankan praktek sesuai peran perawat antara lain sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokasi, pendidik, peneliti dan inovator (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi yang dilakukan perawat dalam menjalankan perannya sebagai pendidik. Menurut Potter dan Perry (2005), pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap anak dan keluarga dalam memelihara kesehatannya. Intervensi ini juga mempunyai keterkaitan dengan peran perawat lainnya, seperti pemberian pendidikan kesehatan dapat membuat keluarga menjadi lebih memahami intervensi yang dilakukan sehingga koperatif dan ikut terlibat dalam asuhan keperawatan. Dengan demikian asuhan keperawatan yang diberikan dapat menjadi lebih efektif. Selain itu, praktek asuhan keperawatan juga harus didasari oleh pengetahuan keperawatan ilmiah melalui pengembangan dan pemanfaatan teori keperawatan, salah satunya adalah teori Model Adaptasi Roy yang digunakan dalam Karya ilmiah Akhir ini. Model Adaptasi Roy memandang anak sebagai suatu sistem adaptasi. Seorang anak dalam kehidupnya akan berinteraksi dengan lingkungan dan mendapatkan berbagai stimulus akibat perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 6 Ada 3 tipe stimulus yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Agar dapat mempertahankan kehidupannya seorang anak harus berespon positif terhadap perubahan lingkungan dengan melakukan adaptasi (Tomey & Alligood, 2010). Masalah keperawatan muncul ketika anak tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan tersebut sehingga mempengaruhi status kesehatannya. Mekanisme koping dibutuhkan untuk membentuk prilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan sehingga anak dapat mempertahankan kesehatannya (Alligood, 2014). Model Adaptasi Roy memberikan arahan bagi perawat dan sebagai landasan berpikir dalam praktik keperawatan. Perawat menggunakan asuhan keperawatan sebagai metode pemecahan masalah dengan melakukan intervensi untuk mendukung mekanisme koping anak agar terjadi adaptasi (Alligood, 2014). Tujuan penggunaan Model Adaptasi Roy pada karya ilmiah akhir ini dimaksudkan agar anak dengan kanker dapat beradaptasi terhadap masalah nutrisi yang dialaminya sehingga meningkatkan toleransi tubuh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Tujuan akhir yang diharapkan dari Model Adaptasi Roy adalah tercapainya sehat, peningkatan kualitas hidup dan meninggal dengan damai (Tomey & Alligood, 2010). Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2015), terdapat sekitar 650 kasus kanker anak setiap tahunnya di Jakarta. Kasus ini tersebar pada beberapa tempat pelayanan kesehatan di Jakarta termasuk RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita dan RSPAD Gotot Soebroto. Pengalaman penulis saat praktik di ruang non infeksi pada ketiga rumah sakit tersebut, sering ditemukan adanya masalah nutrisi pada anak kanker, baik masalah risiko maupun masalah aktual. Perilaku inefektif yang sering muncul adalah anoreksia, mual muntah, nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh. Menurut Model Adaptasi Roy, nutrisi merupakan salah satu indikator dalam mode adaptasi fisiologis. Nutrisi merupakan komponen penting yang diperlukan oleh tubuh harus dipenuhi kebutuhannya. Untuk itu dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, berbagai informasi mengenai nutrisi dapat diperoleh anak dan keluarga melalui pendidikan kesehatan sebagai Evidence Based Practice (EBP). Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 7 Berdasarkan gambaran diatas dan fenomena nutrisi yang ada pada anak kanker, maka penulis menggunakan pendidikan kesehatan sebagai Evidence Based Practice (EBP) dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker dengan menggunakan pendekatan teori Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan. Laporan ini terdiri dari lima kasus kelolaan yaitu kasus Osteosarkoma, Limfoma non hodgkin, Hepatoblastoma, Tumor wilm’s, dan Leukemia limfoblastik akut. Masalah nutrisi yang ditemukan pada kasus tersebut adalah satu kasus dengan risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, tiga kasus dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan satu kasus dengan obesitas. Setelah mengaplikasikan EBP dan menggunakan pendekatan model adaptasi Roy maka hasil evaluasi pada asuhan keperawatan tersebut adalah satu kasus dapat beradaptasi secara integrasi (masalah nutrisi tidak terjadi) dan empat kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah nutrisi teratasi sebagian). 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Memberikan gambaran pelaksanaan praktik ners spesialis dalam mengaplikasikan Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak yang mengalami masalah nutrisi melalui intervensi pendidikan kesehatan. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami masalah nutrisi dengan menggunakan aplikasi Model Adaptasi Roy. b. Memberikan uraian analisis efektivitas aplikasi Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami masalah mutrisi. c. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi ners spesialis dalam praktik spesialis keperawatan anak. 1.3. Sistematika Penulisan Penulisan karya ilmiah akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut; Bab 1 adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 berisikan aplikasi teori keperawatan pada asuhan keperawatan, yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 8 konsep keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi Model Adaptasi Roy dalam proses keperawatan anak dengan kanker. Bab 3 merupakan pencapaian kompetensi ners spesialis yang terdiri dari pencapaian kontrak belajar, pembahasan praktik spesialis keperawatan anak dan pencapaian kompetensi serta implementasi evidence based nursing practice. Bab 4 merupakan pembahasan tentang penerapan Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi, serta pembahasan tentang praktik ners spesialis keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi. Bab yang terakhir yaitu bab 5 yang berisikan simpulan dan saran dari penulisan karya ilmiah akhir ini. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 9 BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Bab ini menguraikan tentang ringkasan 5 kasus kelolaan dengan masalah nutrisi pada anak kanker di 2 rumah sakit yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita. Selain itu pada bab ini juga memuat tentang tinjauan teoritis yang digunakan sebagai acuan dalam kasus kelolaan, yaitu teori mengenai kanker pada anak, nutrisi pada anak kanker, integrasi teori dan konsep model adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan serta aplikasi teori model adaptasi Roy pada 1 kasus yang terpilih. 2.1. Gambaran Kasus 2.1.1. Kasus 1 An. H. perempuan, usia 16 tahun 5 bulan diagnosis osteosarcoma, masuk RS pada tanggal 16 Pebruari 2016 jam 10.00, prokemoterapi. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium (Juni 2015) gambaran histologik sesuai dengan osteosarkoma konvensional type kondroblastik. Pengkajian dilakukan pada tanggal yang sama. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; sadar penuh, frekuensi pernapasan 20x/menit, frekuensi nadi 98x/menit, suhu badan 36,4oC, tekanan darah 116/72 mmHg. Pemeriksaan fisik; ekstremitas kiri bawah sudah diamputasi (16/12/2016) oleh karena proses malignan, mobilisasi klien menggunakan alat penyanggah tubuh (tongkat). Hasil pemeriksaan laboratorium (10/02/2016); hemoglobin 9,8 g/dl, hematokrit 33,1%, trombosit 752.000/µL, leukosit 10.960/µL. Berat badan 50,5 kg, tinggi badan 154 cm, lingkar lengan atas 26 cm, BB/TB 50,5/44(114%), IMT 21,29 dengan kategori status gizi normal. Protokol kemoterapi osteosarkoma pada an. H adalah siklus 1; Cisplatin 90 mg (IV/drips) perhari selama 2 hari, Adriamisin 37,5 mg (IV/drips) perhari selama 3 hari. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. H. adalah risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi, risiko infeksi. Tanggal 18 Februari 2016, klien mengalami muntah 6 kali dan anoreksia sehingga muncul masalah baru yaitu risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kekurangan volume cairan. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan kemoterapi sesuai protokol, Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 9 Ponidjan, FIK UI, 2016 10 memantau pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan, menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, kolaborasi pemberian antiemetik, edukasi antisipasi mual muntah karena kemoterapi, memberikan nutrisi 1760 kkal/hari, memberikan cairan sesuai kebutuhan, monitor masukan dan keluaran cairan serta status hidrasi. Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 5 hari (16-20 Pebruari 2016) dan pada tanggal 20 Pebruari 2016 klien pulang. Data evaluasi saat pasien pulang adalah tanda-tanda vital stabil, tidak ada mual muntah, berat badan tetap (50,5 kg), status hidrasi baik, tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi. Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada An.H. Tanggal ditegakkan Hasil Implementasi Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi Risiko infeksi 16/02/2016 Risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Risiko kekurangan volume cairan tidak terjadi. 18/02/2016 Masalah tidak terjadi Masalah tidak terjadi Masalah tidak terjadi Masalah tidak terjadi No 1. 2. 3. 4. Diagnosis Keperawatan 16/02/2016 18/02/2016 Tanggal Evaluasi 19/02/2016 20/02/2016 20/02/2016 20/02/2016 2.1.2. Kasus 2 Anak A.N. Perempuan usia 4 tahun 8 bulan, masuk RS pada tanggal 3 maret 2016 dengan rencana prokemoterapi setelah selesai fase induksi protokol pengobatan leukemia akut non limfoblastik pada tanggal 15-25 Januari 2016. Sesuai pemeriksaan (06/01/2016) ditemukan sel blast 90%, pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang didapatkan kesimpulan AMoL (Acute monoblastic leukemia) relaps dan pemeriksaan leukemia phenotyping kesan B-lineage with abberant exp CD 13. Saat masuk RS klien kelihatan lemah, nilai Hb: 5,8 gr/dl. Klien mengalami demam yang naik turun, nyeri pada mata dan anoreksia. Tanggal 8 maret 2016 klien dipindahkan ke ruang febril neutropenia oleh karena nilai neutrophil 1%, mielosit 2%. Pengkajian dilakukan residen pada tanggal 9 maret 2016 (hari perawatan ke 7) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 26x/menit, frekuensi nadi 127x/menit, suhu badan 38,3oC, tekanan darah 105/66 mmHg. Pada pemeriksaan fisik, tampak lemah Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 11 dan kurus, proptosis mata kanan dan kiri, penglihatan mata kanan relatif baik. Berat badan 13,5 kg, tinggi badan 101 cm, lingkar lengan atas 13 cm. Status gizi kurang, LLA/U 13/16,7 (-3<z<-2), terdapat penurunan berat badan sekitar 2 kg dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 maret 2016 didapatkan hasil; Hb:7,9 gr/dl, Ht:24,6%, Trombosit: 27.800/µL, Leukosit: 84.300/µL, basophil 0%, eosinofil 0%, neutrophil 1%, limfosit 2%, monosit 3% dan albumin (7/03/2016) 3,4 gr/dl. Ibu mengatakan; selera makan anak menurun (anoreksia) dan mata kiri membesar dengan cepat. Klien mengeluh nyeri pada mata kiri. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. A.N. adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera akibat profil darah abnormal, risiko infeksi, hipertermia, nyeri akut. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan nutrisi 1530 kkal/hari, memberikan pendidikan kesehatan tentang pemberian nutrisi, kolaborasi pemberian transfusi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan, menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, memberikan kompres hangat, kolaborasi pemberian antipiretik, manajemen nyeri. Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 7 hari (9-15 Maret 2016). Data evaluasi setelah 7 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil, peningkatan asupan nutrisi, pengukuran LLA naik (13,2 cm), tidak ada mual muntah, klien dapat mengontrol nyeri, pemeriksaan laboratorium (15/3/2016) Hb: 9,2 gr/dl, Ht:29,9%, Trombosit: 84.000/µL, Leukosit: 45.620/µL, neutrophil 3%, limfosit 10%, monosit 0% dan albumin 3,82 gr/dl. Pada tanggal 16 Maret 2016 klien memulai prokemoterapi protokol limfoma non hodgkin. Tabel 2.2. Evaluasi Keperawatan pada An.A.N. No 1. 2. 3. 4. 5. Diagnosis Keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Risiko cedera berhubungan dengan profil darah abnormal Risiko infeksi Hipertermia Nyeri akut Tanggal ditegakkan 09/03/2016 09/03/2016 09/03/2016 09/03/2016 09/03/2016 Hasil Implementasi Tanggal Evaluasi Masalah teratasi sebagian Risiko cedera 15/03/2016 Risiko infeksi Masalah teratasi Masalah teratasi sebagian 15/03/2016 11/03/2016 15/03/2016 15/03/2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 12 2.1.3. Kasus 3 An. M.A. laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan, masuk RS pada tanggal 4 maret 2016 dengan keluhan perut semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu, terdapat penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 4 bulan terakhir. Klien didiagnosis dengan hepatoblastoma sesuai pemeriksaan CT Scan abdomen multiphase (02/02/2016) tampak massa morfologi di segmen 4,5,6 hepar, dengan ukuran 17x10,6x14,7 cm. Klien dipindahkan dari ruang perawatan bedah ke ruang perawatan anak non infeksi pada tanggal 12 maret 2016 dengan rencana prokemoterapi. Pengkajian dilakukan residen pada tanggal 14 maret 2016 jam 08.00 (hari perawatan ke 11). Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 22x/menit, frekuensi nadi 114x/menit, suhu badan 36,6oC, tekanan darah 90/59 mmHg. Pada pemeriksaan fisik, klien tampak lemah dan kurus, konjungtiva anemis, iga gambang, ada baggy pants, perut tampak buncit, pergerakan terbatas, lingkar perut bagian pusat 62 cm dan perut atas 58 cm, berat badan 13,3 kg, tinggi badan 99 cm, lingkar lengan atas 11,3 cm. Status gizi buruk, LLA/U 11,3/16 (<-3 SD). Hasil pemeriksaan laboratorium (11/3/2016); hemoglobin 9,8 g/dl, hematokrit 30,7%, trombosit 413.000/µL, leukosit 16.680/µL, eosinofil 0,4%, neutrofil 68,6%, limfosit 19,4%, monosit 11,2%, albumin 3,12 gr/dl. Pemeriksaan urine (11/3/2016) warna kuning keruh, bakteria positif. Ibu mengatakan; selera makan anak menurun (anoreksia), klien malas minum, balance cairan: -209 ml, diuresis; 0,78 ml/KgBB/jam Klien mengeluh ada rasa nyeri pada perut dan pada jam 10.00; Suhu badan 37,9oC. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. M.A. adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan volume cairan, nyeri akut, risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, hipertermia. Pada tanggal 16 Maret 2016, muncul masalah baru yaitu risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi. Intervensi yang dilakukan adalah memasang NGT dan memberikan nutrisi 1490 kkal, memberikan pendidikan kesehatan tentang pemberian nutrisi melalui NGT, memberikan masukan cairan sesuai kebutuhan, monitor masukan dan keluaran cairan serta monitor status hidrasi, manajemen nyeri, stimulasi tumbuh kembang, memberikan kompres Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 13 hangat, kolaborasi pemberian antipirektik, memberikan kemoterapi sesuai protokol dan memantau pemberian kemoterapi. Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 10 hari (14-23 Maret 2016), pada tanggal 23 Maret 2016 klien pulang. Data evaluasi saat pasien pulang adalah tanda-tanda vital stabil, tidak ada mual muntah, lingkar lengan atas tetap (11,3 cm), terpasang NGT, status hidrasi baik, keluarga dapat mengontrol nyeri pada anak, interaksi dan komunikasi anak baik, tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi. Tabel 2.3. Evaluasi Keperawatan pada An.M.A. Tanggal ditegakkan Hasil Implementasi Tanggal Evaluasi 14/03/2016 3. Nyeri akut 14/03/2016 4. Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Hipertermia Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi. 14/03/2016 Masalah teratasi sebagian Masalah tidak terjadi Masalah teratasi sebagian Masalah tidak terjadi Masalah teratasi Masalah tidak terjadi 23/03/2016 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Risiko kekurangan volume cairan No 1. 5. 6. Diagnosis Keperawatan 14/03/2016 14/03/2016 16/03/2016 22/03/2016 22/03/2016 18/03/2016 18/03/2016 18/03/2016 2.1.4. Kasus 4 Anak G.K. Perempuan, usia 2 tahun 2 bulan, masuk RS pada tanggal 3 April 2016 rencana prokemoterapi protokol Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) 2013 High Risk fase akhir intensifikasi minggu ke 17. Sesuai pemeriksaan BMP (Bone marrow puncture) dan dianostik molekuler (29/10/2015), ditemukan sel atopik menyerupai limfoblast 8,5% dan phenotyping kesan B-lineage. Program kemoterapi yang akan di berikan adalah: Metotreksat 12 mg/it, Vincristin 0,8 mg/IV, Dexametasone 2x1,6 mg/po (tapering off) dan Cytarabine 45 mg/IV/drips 3x (pemberian selang sehari). Pengkajian dilakukan oleh residen pada tanggal 4 April 2016 (hari perawatan ke 2) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 24x/menit, frekuensi nadi 110x/menit, suhu badan 36,5oC, tekanan darah 90/65 mmHg. Pada pemeriksaan fisik klien tampak gemuk, berat badan saat ini 16 kg, tinggi badan 85 cm, lingkar lengan atas 19,3 cm. Berat badan sebelum kemoterapi 10 kg, status gizi obesitas BB/TB 16/11,4 (>+3SD). Ibu mengatakan nafsu Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 14 makan anaknya meningkat. Klien mendapat terapi Dexametasone 2x1,6 mg /PO. Pemeriksaan laboratorium (03/04/2016); hemoglobin 14,5 g/dl, hematokrit 44,5%, trombosit 468.000/µL, leukosit 9.520/µL, basofil 0,5%, eosinofil 0,1%, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 54,8%, limfosit 27,2%, monosit 17,4%. Tanggal 7 April 2016 jam 06.30 Suhu badan klien : 37,9oC. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. G.K. adalah obesitas, risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi, risiko infeksi. Pada tanggal 7 April 2016, muncul masalah baru yaitu hipertermia. Intervensi yang dilakukan adalah memberi makan sesuai program diet 1163 kkal/hari, monitor jumlah masukan nutrisi, pendidikan kesehatan modifikasi perilaku makan, memberikan kemoterapi sesuai protokol, memantau pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan, menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, memberikan kompres hangat dan kolaborasi pemberian antipiretik. Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 5 hari (4-8 April 2016). Data evaluasi setelah 5 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil,keluarga dapat mengontrol perilaku makan anak, berat badan tetap (16 kg), tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi,demam naik turun, terakhir demam dengan suhu badan 38oC. jam 12.00 (08/04/20016). Pemeriksaan laboratorium (07/04/2016) Leukosit: 4.750/µL, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 70,3%. Pada tanggal 16 April 2016 masalah keperawatan teratasi semuanya, tidak ada masalah baru dan klien pulang. Tabel 2.4. Evaluasi Keperawatan pada An.G.K. No Diagnosis Keperawatan Tanggal ditegakkan Hasil Implementasi Tanggal Evaluasi Masalah teratasi sebagian Masalah tidak terjadi Risiko infeksi Masalah teratasi sebagian 08/04/2016 1. Obesitas 04/04/2016 2. Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi Risiko infeksi Hipertermia 04/04/2016 3. 4. 04/04/2016 07/04/2016 08/04/2016 08/04/2016 08/04/2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 15 2.1.5. Kasus 5 Anak S.A. Perempuan, usia 5 tahun, masuk RS pada tanggal 12 April 2016 rencana prokemoterapi. Sesuai pemeriksaan Patologi Anatomi massa jaringan intraabdomen (Juni 2015), dan pemeriksaan USG Abdomen (Juli 2015) menunjukkan gambaran tumor wilms, ginjal kanan membesar dengan massa besar terutama pole bawah. Sejak 1 September 2015 klien memulai kemoterapi protokol tumor willms dan kemoterapi terakhir tanggal 22 Pebruari 2016 (minggu ke 25). hasil CT Abdomen tgl 17 Februari 2016; terdapat perluasan massa ke ruang intraabdomen bawah serta ke region mid abdomen (ukuran ± 80,7x135x83,3mm) dan ke superior/subhepatik ukuran (60-70x40x82-83mm). Pengkajian dilakukan residen pada tanggal 13 April 2016 (hari perawatan ke 2) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 24x/menit, frekuensi nadi 120x/menit, suhu badan 36,7oC, tekanan darah 90/67 mmHg. Pada pemeriksaan fisik tampak ada iga gambang, wasting, dan baggy pants. Perut tampak membuncit, lingkar perut bagian pusat 55 cm, bagian perut atas 59 cm. Berat badan 14 kg, tinggi badan 113 cm, lingkar lengan atas 10 cm. Sejak sakit, klien mengalami penurunan berat badan ± 6 kg. Status gizi buruk, LLA/U 10/16,9 (<-3SD), ibu mengatakan nafsu makan anaknya menurun. Pada kulit perut tampak kemerahan (eritema) bekas garukan, klien mengeluh ada rasa gatal pada perut. Hasil pemeriksaan laboratorium (12/04/2016); Hemoglobin 10,6 g/dl,Hematokrit 32,3%, Leukosit 13.900/µL, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 82,7%, limfosit 9,6%,Trombosit 510/µL, Albumin 2,7 gr/dl, CRP 13,3 mg/L. Program kemoterapi saat ini adalah protokol tumor willms (Stad.IV/ relaps) minggu 1: Ifosfamid 1000 mg/IV/hr (5x), Carboplatine 270 mg/IV/hr (2x),Etoposide 65 mg/IV/hr (5 x). Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. S.A. adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera berhubungan dengan proses malignasi dan kemoterapi, risiko infeksi dan risiko kerusakan integritas kulit. Pada tanggal 15 April 2016, muncul masalah baru yaitu hipertermia dan pada tanggal 18 April 2016 terdapat masalah kerusakan membran mukosa oral, nyeri akut, dan ketidakefektifan pola napas. Intervensi yang dilakukan adalah memasang NGT dan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 16 memberikan nutrisi 1300 kkal, pendidikan kesehatan tentang pemberian nutrisi melalui NGT, memberikan kemoterapi sesuai protokol, memantau pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan, menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, perawatan mulut, perawatan kulit dan kolaborasi pemberian krim antiinflamasi, memberikan kompres hangat dan kolaborasi pemberian antipirektik, melakukan manajemen non farmakologi untuk mengatasi nyeri dan pemberian terapi oksigen. Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 8 hari (13-20 April 2016). Data evaluasi setelah 8 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil, terpasang NGT, terpasang nasal kanul dengan O2 2 ltr/mnt. Lingkar lengan atas tetap (10 cm), sudah 29 jam bebas demam, integritas kulit perut baik, mukositis tidak bertambah, tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi, mendapat terapi MO 4x10 mg/iv/drips/ 1,9 mg/jam. Pemeriksaan laboratorium (18/04/2016) Leukosit: 8.90/µL, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 73,6%. Pada tanggal 25 April 2016 klien meninggal karena gagal napas dan mutiple organ failure cc. wilms tumor. Tabel 2.5. Evaluasi Keperawatan pada An.S.A. Tanggal ditegakkan Hasil Implementasi Tanggal Evaluasi 13/04/2016 4. Risiko kerusakan integritas kulit. 13/04/2016 5. 6. Hipertermia kerusakan membran mukosa oral 15/04/2016 18/04/2016 Masalah teratasi sebagian Masalah tidak terjadi Masalah tidak terjadi Masalah tidak terjadi Masalah teratasi Masalah teratasi sebagian 20/04/2016 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi. Risiko infeksi 7. Nyeri akut 18/04/2016 20/04/2016 8. ketidakefektifan pola napas. 18/04/2016 Masalah teratasi sebagian Masalah teratasi sebagian No 1. 2. Diagnosis Keperawatan 13/04/2016 13/04/2016 18/04/2016 20/03/2016 20/03/2016 18/03/2016 20/04/2016 20/04/2016 2.2. Tinjauan Teoritis 2.2.1. Kanker Pada Anak Kanker berawal dari pertumbuhan sel yang abnormal. Pertumbuhan sel kanker terjadi secara cepat karena sel terus mengadakan proliferasi akibat perubahan pada deoxyribonucleid acid (DNA) sehingga sel akan kehilangan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 17 fungsinya secara normal. Sel kanker ini dapat mengganggu (invasion) jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan metastasis yaitu menyebar ke bagian tubuh yang lebih jauh (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Kanker pada anak berbeda dengan kanker pada orang dewasa. Pada orang dewasa sel kanker lebih banyak terdapat pada jaringan epithelial dan berkembang menjadi tumor padat karsinoma. Sedangkan pada anak, sel kanker lebih banyak berasal dari lapisan embrionik mesodermal, yaitu sel yang akan bertumbuh menjadi otot, tulang, jaringan ikat, tulang rawan, organ sesksual, ginjal, pembuluh darah dan limfe, darah dan organ limfoid (Bowden & Greenberg, 2010). Pertumbuhan sel kanker pada anak lebih cepat (relatively short period) dibandingkan dengan orang dewasa, anak yang kelihatan sehat akan nampak sakit dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada orang dewasa, kanker merupakan hasil dari kebiasaan makan dan gaya hidup sedangkan pada pada anak biasanya embryonic; berkembang sejak dari masa fetus dan oncogenic (Ball, Bindler, & Cowen. 2010). Kanker yang sering terdapat pada anak adalah leukemia akut, limfoma dan tumor otak. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), Acute myeloblastic leukemia (AML), tumor wilms, neuroblastoma, hepatoblastoma dan retinoblastoma lebih sering pada bayi dan masa kanak-kanak awal. Kanker tulang, hodgin, keganasan gonad adalah jenis kanker yang tersering didapat pada masa remaja (Marcdante et al. 2011). 2.2.1.1. Etiologi dan Patofisiologi kanker Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan penyebab yang mendasari adalah faktor genetik. Perubahan pada DNA yang normal menjadi faktor predisposisi berkembang menjadi kanker pada anak. Sebagian kecil dari faktor genetik berhubungan dengan abnormalitas kromosom. Selain itu, diduga bahwa kanker juga berkembang dari kegagalan sistem imun membedakan sel yang normal dan tidak normal (James, Nelson, & Ashwill, 2013; Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Terpapar dengan lingkungan diduga dapat memicu terjadinya karsinogenesis pada anak yang dilahirkan. Lingkungan tersebut seperti radiasi, obatUniversitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 18 obatan, virus, dan alkylating agents. Terpapar bahan ini pada orang tua sebelum konsepsi terjadi atau pada ibu yang sedang hamil (Bowden & Greenberg, 2010). Sistem imun berfungsi sebagai pertahanan tubuh, dimana sel-sel fagosit akan melindungi tubuh dengan menghancurkan sel yang tidak normal atau sel yang bersifat kanker. Anak dengan defisiensi sistem imun akan gagal mempertahankan tubuhnya dan beresiko mendapat penyakit kanker. Penggunaan obat yang menekan sistem imun pada anak dapat berkembang menjadi limfoma non hodgkin. Anak dengan AIDS berisiko tinggi mendapat penyakit hodgkin, limfoma non hodgin, kaposi sarcoma dan leiomyosarcoma (Stanescu, Foarfa, Georgescu, & Georgescu, 2007). Virus dan bahan kimia yang masuk dalam tubuh dapat merubah system imun dan merubah gen normal yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan yang disebut dengan proto-oncogenes. Perubahan gen ini akan menyebabkan terjadi deviasi sel sehingga menjadi sel kanker (oncogenes). Jenis kanker yang terkait dengan perubahan proto-oncogenes menjadi oncogenes adalah leukemia dan limfoma burkit (Ball, Bindler, & Cowen, 2010; Pillitteri, 2010). Perubahan gen termasuk juga autosomal dominant, autosomal recessive, dan X-linked transfer. Perubahan gen seperti ini lebih agresif dibandingkan dengan mutasi tunggal dari satu gen dan biasanya muncul pada awal kehidupan karena diwarisi. Jenis kanker yang dihubungkan dengan perubahan ini adalah retinoblastoma, tomor wilms, kanker tyroid dan kanker usus. Abnormal kromosom yang dapat merubah gen yaitu hyperploidy, translokasi, delesi dan kerusakan kromosom. Perubahan kromosom dihubungkan dengan peningkatan insidens kanker (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). 2.2.1.2. Jenis Kanker Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah, dimana sel-sel darah putih berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali. Keganasan ini berasal dari sum-sum tulang, sehingga fungsi sel-sel Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 19 lain dapat ikut terganggu. Leukemia yang sering ditemukan pada anak adalah Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) dan Acute myeloblastic leukemia (AML). 30-40% keganasan pada masa anakanak adalah leukemia akut. Di negara berkembang, 83% merupakan ALL dan 17% adalah AML (Permono et al. 2012). Proliferasi sel pada ALL berawal dari progenitor lymphoid cell, sedangkan AML dari progenitor myeloid cell (Tomlinson & Kline, 2010). Ada beberapa jenis kanker yang termasuk dalam kanker jaringan padat (solid tumor), antara lain; ewing’s sarcoma, osteosarcoma, tumor hati, neuroblastoma, tumor wilm’s, retinoblastoma, rhabdomysarsoma, dan tumor sel germinal (Tomlinson & Kline, 2010). Osteosarkoma adalah tumor utama pada tulang yang berkembang dari sel pembentuk tulang mesenchymal. Osteosarkoma sering ditemukan pada anak remaja karena berhubungan dengan pertumbuhan yang cepat pada tulang di periode remaja. Lokasi tumor ini biasanya berada pada tulang femur bagian distal, proximal tibia dan proximal humerus (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Insiden osteosarcoma pertahun adalah 2-3 kasus per 1 juta anak usia 15-19 tahun (Bielack, Carrie, & Jost, 2008) dan 5,6 kasus per 1 juta anak usia dibawah 15 tahun (Caudill & Arndt, 2007). Hepatoblastoma adalah salah satu jenis tumor pada hepar/hati dan merupakan jenis tumor hati yang paling sering ditemui pada anak, dengan perkiraan sekitar 65%. Hepatoblastoma merupakan tumor besar, tunggal dan dapat merubah bentuk normal dari hati. Tumor ini biasanya terjadi pada lobus kanan hati (Permono et al. 2012). Hepatoblastoma merupakan embrional tumor yang muncul pada bayi dan anak lebih muda dengan 95% kasus dibawah usia 4 tahun dan 4% kasus didapat saat lahir (Litten & Tomlinson, 2008). Tumor wilm’s adalah tumor embrional ginjal yang diduga berasal dari proliferasi blastema metanefrik primitif (Marcdante et al. 2011). Tumor dapat timbul pada satu atau kedua ginjal dan adanya kelainan kongenital meningkatkan risiko terjadinya tumor wilm’s (Bowden & Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 20 Greenberg, 2010). Perkembangan blastema untuk membentuk struktur ginjal terjadi pada janin usia 8-34 minggu. Sekitar 80 % tumor willm’s muncul pada anak usia dibawah 6 tahun dengan insiden tertinggi pada usia 2-4 tahun (Permono et al. 2012). 2.2.1.3. Manisfestasi klinis Kanker Tanda dan gejala yang muncul pada anak kanker dapat nampak jelas (overt sign) dan ada yang tidak spesifik (covert sign). Manifestasi klinis yang nampak jelas yaitu; pucat, adanya massa, purpura, berat badan berkurang, demam berulang atau demam lama, dan muntah dipagi hari. Sedangkan yang tidak spesifik antara lain; sakit kepala, nyeri tulang, lymphadenopathy, kelelahan, kelemahan, perubahan gaya berjalan, perubahan kepribadian dan perubahan keseimbangan (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Ball, Bindler, dan Cowen (2010) mejelaskan bahwa umumnya tanda dan gejala pada anak kanker adalah sebagai berikut; 1) Nyeri; dihasilkan dari efek langsung maupun tidak langsung dari neoplasma terhadap reseptor saraf, seperti adanya obstruksi, peregangan atau kerusakan jaringan dan inflamasi. 2) Anemia; akan timbul saat kekurangan zat besi dan adanya perdarahan kronik. Supresi pada sumsum tulang menyebabkan pembentukan sel darah merah menjadi berkurang. 3) Kaheksia; adalah sekumpulan gejala dengan karakteristik anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan, cepat kenyang. 4) Memar/ekimosis; timbul karena jumlah produksi trombosit yang kurang dalam sum-sum tulang dan akan terjadi perdarahan jika ada trauma fisik. 5) Infeksi; terjadi ketika adanya penurunan atau imatur dari system imun karena dihambat maturasinya dalam sum-sum tulang oleh sel kanker. Kemungkinan infeksi akan muncul pada anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid. 6) Gejala neurological; akan timbul bila sel kanker sudah mengenai otak atau system saraf, seperti peningkatan tekanan intrakranial, mata yang tidak normal dan penurunan kesadaran. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 21 7) Teraba ada massa; pada abdominal, mediastinal, pada leher atau bagian tubuh lainnya. 2.2.1.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dan temuan yang dapat muncul pada anak kanker menurut Bowden dan Greenberg (2010) adalah; 1) Pemeriksaan darah lengkap; peningkatan leukosit, penurunan hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit dan netrofil. 2) Kimia darah; peningkatan kalium,kalsium, magnesium, fosfor, urea nitrogen darah (pada awal kemoterapi atau sindrom lisis tumor), tingginya asam urat dan kreatinin dihubungkan dengan kegagalan ginjal. 3) Urinalisis; infeksi saluran perkemihan, penurunan fungsi ginjal 4) Tumor markers; Alpha-fetoprotein dapat meningkat (pada hepatoblastoma, tumor sel germinal) 5) Immunophenotyping; menemukan dan membedakan tipe sel leukemia 6) Pungsi lumbal; menegakkan diagnosa (adanya sel blast) dan stadium kanker. 7) Bone marrow aspiration; adanya sel blast. Lebih dari 25% ditemukan pada ALL (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). 8) Radiologi; ditemukan adanya massa yang abnormal pada dinding dada, paru-paru dan mediastinum. 9) Computerized tomography scanner (CT scan), scan tulang dan positron emission tomography (PET) ; adanya abnormal massa, lesi dan pembesaran organ karena adanya tumor atau metastase. CT scan kepala sebaiknya dilakukan pada anak dengan sakit kepala persisten, muntah atau adanya gangguan neurologik (Marcdante et al. 2011). 10) Ultrasound; adanya massa yang abnormal dan pembesaran node limpha atau pembesaran organ. 11) Biopsi; adanya sel abnormal pada spesimen jaringan. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 22 2.2.1.5. Penatalaksanaan Kanker Terapi modalitas utama pada anak kanker adalah pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Selain itu terapi lain yang dapat digunakan adalah biologic response modifier (BRM) dan transplantasi stem sel (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Menurut Bowden dan Greenberg (2010) terapi kanker ditentukan dari tipe kanker, lokasi tumor dan metastasisnya. Terapi ini dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasi. Tujuan penatalaksanaan kanker adalah untuk kuratif, suportif dan atau end of life care. Tindakan kuratif yaitu pengobatan untuk membunuh pertumbuhan sel kanker. Tindakan suportif antara lain manajemen nyeri, pemberian transfusi dan antibiotik, serta tindakan lain untuk pertahanan tubuh dan kenyamanan. Sedangkan end of life care dilakukan untuk membuat anak menjadi lebih nyaman (comfort) tanpa adanya tindakan kuratif (Ball, Bindler & Cowen, 2010). Pembedahan pada anak kanker bertujuan untuk mengangkat atau membuang semua penyakit kanker (tumor) yang terlihat, agar fungsi normal tubuh tetap terpelihara. Prognosis baik pada penyakit kanker berhubungan dengan pendeteksian dini dan membuang massa tumor tersebut (Bowden & Greenberg, 2010). Selain membuang seluruh tumor, pembedahan dilakukan juga untuk mengurangi ukuran massa tumor, jika pengangkatan seluruh tumor tidak memungkinkan. Teknik ini disebut dengan debulk (Tomlinson & Kline, 2010). Pembedahan juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Untuk tujuan ini anak dilakukan biopsi dengan mengambil contoh (sampel) jaringan untuk diperiksa. Tindakan pembedahan pada anak kanker temasuk melakukan insersi central venous catheters (CVC) untuk pemberian kemoterapi, nutrisi parentral, antibiotik atau untuk mendapatkan spesimen darah (Sean et al. 2010). Radioterapi adalah terapi dengan menggunakan proses penghantaran radiasi pengion untuk membunuh sel-sel kanker secara langsung. Pada umumnya radioterapi menggunakan partikel foton, namun partikel lain dapat juga digunakan seperti elektron, neutron dan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 23 proton. Radioterapi hanya diberikan pada tumor yang bersifat radiosensitif (Marcdante et al. 2011). Radiasi merupakan senyawa bersifat toksik yang dapat merusak sintesis dari asam nukleid sehingga DNA dari sel yang diradiasi tidak dapat bereplikasi. Efek samping dari radioterapi adalah rusaknya sel normal pada membran mukosa, folikel rambut dan sum-sum tulang (Bowden & Greenberg, 2010). Diperkirakan 20% anak kanker memerlukan radioterapi (Tomlinson & Kline, 2010). Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat/bahan yang bersifat toksik terhadap sel, sehingga tidak terjadi pembelahan sel kanker dan menyebaran sel kanker dapat dicegah. Pada umumnya agen kemoterapi membunuh sel kanker pada siklus fase sel aktif membelah dengan merusak DNA atau RNA sel (Tomlinson & Kline, 2010). Ada 4 fase dalam siklus sel dimana sel aktif membelah, yaitu fase gap pertama (G1), sintesis (S), gap kedua (G2) dan mitosis (M). Sel kanker tidak dapat memperbaiki kerusakan pada DNA karena kemoterapi, sedangkan sel normal mampu memperbaiki dirinya. Pada siklus normal setelah fase mitosis,sel akan membelah menghasilkan 2 sel, namun hal ini tidak terjadi pada sel kanker yang dikemoterapi (Bowden & Greenberg, 2010; Tomlinson & Kline, 2010). Banyaknya sel kanker yang rusak tergantung dari proporsional dosis dan kombinasi obat yang diberikan. Kombinasi obat terdiri dari beberapa jenis obat, yang bekerja pada beda fase pembelahan sel. Kombinasi obat juga bertujuan untuk mencegah resisten obat. Dosis obat yang diberikan sesuai dengan luas permukaan tubuh/body surface area (Bowden & Greenberg, 2010). Kemoterapi dapat diberikan melalui jalur oral, subkutan, intramuscular, intravena dan intratekal. Pemberian kemoterapi pada anak dapat berlangsung berapa bulan sampai tahunan (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Adapun jenis agen kemoterapi yaitu antimetabolit, agen alkilasi, antibiotik, alkaloid vinca, enzim dan hormon (Kline, 2008; Potts, & Mandleco, 2011). Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 24 Pemberian kemoterapi menggunakan panduan pengobatan yang disebut dengan protokol. Pengobatan dalam protokol disesuaikan dengan jenis kanker, stadium, lokasi dan tipe dari sel kanker (Ball, Bindler & Cowen, 2010). Hampir seluruh kasus tumor padat (solid tumor) menggunakan kemoterapi sebagai pengobatan karena memiliki risiko mikrometatastik, kecuali neuroblastoma dan tumor SSP stadium rendah. Kemoterapi dapat diberikan pada saat tumor primer masih ada, yang disebut dengan kemoterapi neoadjuvan dan dapat diberikan setelah pembedahan pengangkatan tumor primer atau kemoterapi adjuvant (Marcdante et al. 2011). Kemoterapi adalah pengobatan secara sistemik untuk membunuh sel yang cepat mereplikasi seperti sel kanker. Namun kemoterapi tidak dapat membedakan sel kanker dan sel normal lain dalam tubuh yang cepat bereplikasi seperti sel pada sistem hematopoetik, gastrointestinal dan sistem integumen. Sel-sel pada sistem ini dapat ikut terprovokasi sehingga menjadi rusak dan mati (Ball, Bindler & Cowen, 2010; James, Nelson, & Ashwill, 2013). efek samping yang ditimbulkan dari pemberian kemoterapi adalah anemia, neutropenia dan trombositopenia karena supresi pada sum-sum tulang. Mual muntah, anoreksia, mukositis pada mulut dan perianal, diare dan konstipasi adalah efek samping pada gastrointestinal. Sedangkan pada sistem integumen terjadi alopesia, perubahan warna kulit dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline, 2010; James, Nelson, & Ashwill, 2013). 2.2.2. Nutrisi pada Anak Kanker Makanan yang bermanfaat bagi kesehatan diartikan sebagai nutrisi. Makanan mengandung elemen-elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh yang disebut dengan nutrient. Ada 2 jenis kategori nutrient berdasarkan kuantitasnya, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Nutrien yang diperlukan dalam jumlah yang banyak (gram/hari) disebut makronutrien, seperti karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan vitamin dan mineral termasuk Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 25 mikronutrien karena diperlukan dalam jumlah sedikit (Sjarif, Lestari, Mexitalia, & Nasar, 2014). Menurut Potter dan Perry (2006), nutrisi diperlukan sebagai energi untuk fungsi organ dan pergerakkan tubuh, mempertahankan stabilitas suhu tubuh, pertumbuhan dan perbaikan sel. Anak yang dirawat dirumah sakit memerlukan makanan berkualitas dalam arti cukup energi (karbohidrat, lemak) dan protein serta tambahan zat gizi lainnya jika diperlukan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisi antara lain umur, jenis kelamin, status gizi, keadaan klinis dan penyakit yang diderita seperti penyakit kanker (WHO, 2009). Nutrisi yang adekuat pada anak kanker memegang peranan penting dalam hasil pengukuran klinis, seperti respon pengobatan dan kualitas hidup. Namun pada kenyataannya nutrisi pada anak kanker masih kurang diperhatikan. Ditemukan 5-50% anak kanker dalam keadaan kekurangan gizi pada saat didiagnosa dan pada saat pemberian terapi, angka malnutrisi ini dapat meningkat menjadi 40-80%. Anak kanker rentan menjadi malnutrisi karena meningkatnya kebutuhan berhubungan dengan penyakit, pengobatan dan tumbuh kembangnya (Niuwouldt, 2011). Dilain sisi, pemberian pengobatan kanker seperti kortikosteroid dapat menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan (Withycombe et al. 2015). Untuk itu kebutuhan nutrisi pada anak kanker, baik dengan status gizi normal, kurang atau buruk dan lebih atau obesitas pada prinsipnya bertujuan agar berat badan menjadi ideal (Sjarif et al. 2014). 2.2.2.1. Status Gizi Mengkaji nutrisi pada anak meliputi 4 aspek, yaitu; riwayat nutrisi, pemeriksaan klinis, antropometri dan data biokimia (Schoeman, 2015). 1) Riwayat nutrisi meliputi data tentang frekuensi dan banyaknya makanan yang dikonsumsi sebelum dirawat dan saat dirawat. Selain itu data yang perlu dikaji adalah diet saat ini, obat-obatan dan suplemen yang dikonsumsi (Nasar et al. 2015). Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 26 2) Pemeriksaan klinis adalah riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan masalah nutrisi, termasuk data sosial budaya dan lingkungan. Menurut Nasar et al. (2015), data dari pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan nutrisi antara lain; asites, menurunnya massa otot, lemak tubuh. Selain itu anak tampak lemah, menurun kekuatan otot dan edema (Tomlinson & Kline, 2010). 3) Antropometrik merupakan pengukuran susunan tubuh atau dimensi tubuh yaitu dimensi tulang, jaringan lemak dan otot Pengukuran antropometrik meliputi berat badan, tinggi/panjang badan, lingkar kengan atas (Sjarif et al. 2014). Komponen antropometrik lainnya adalah indeks masa tubuh (IMT) dan berat badan per tinggi badan (Tomlinson & Kline, 2010). 4) Data biokimia adalah data hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fungsi organ yang berhubungan dengan nutrisi. Data laboratoriun pemeriksaan darah antara lain serum elektrolit, glukosa darah, blood urea nitrogen (BUN), albumin, protein total, termasuk pemeriksaan status hidrasi, urine dan faeses (Tomlinson & Kline, 2010). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995 tahun 2010, penilaian status gizi anak mengacu pada standar pertumbuhan anak WHO 2005 dengan menggunakan parameter antropometri. Indeks antropometri yang digunakan untuk menentukan status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Kategori status gizi anak terdapat pada tabel berikut ini: Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 27 Tabel 2.6. Kategori Status Gizi Anak Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Umur 0-60 Bulan Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) Umur 0-60 Bulan Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB) Umur 0-60 Bulan Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Umur 0-60 Bulan Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Umur 5-18 Tahun Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score) Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Sangat pendek Pendek Normal Tinggi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas < -3 SD -3 SD sampai < -2 SD -2 SD sampai 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai < -2 SD -2 SD sampai 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai < -2 SD -2 SD sampai 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai < -2 SD -2 SD sampai 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai < -2 SD -2 SD sampai 1 SD > 1 SD sampai 2 SD > 2 SD Sumber: Kepmenkes RI No 1995 tahun 2010 Grafik pertumbuhan (Growth Chart) anak dapat digunakan untuk menentukan status gizi. Pada anak baru lahir sampai 5 tahun menggunakan grafik pertumbuhan WHO 2006 dan lebih dari 5 tahun sampai 18 tahun menggunakan grafik pertumbuhan Centre for Disease Control (CDC). Menentukan status gizi lebih akurat mengunakan indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB). Menurut Waterlow (1972) dalam Sjarif et al. (2014), status gizi dapat juga ditentukan dengan menghitung persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal dengan kategori sebagai berikut: Obesitas (>120%), Gizi lebih (>110-120%), Gizi cukup (110-90%), Gizi kurang (70-90%) dan Gizi buruk (<70%). Pada anak dengan kondisi tertentu seperti overhidrasi, edema, organomegali, penentuan status gizi dapat mengunakan standar baku Wolanski yaitu menghitung persentase Lingkar lengan atas aktual terhadap Lingkar lengan atas ideal dengan kategori sebagai berikut: Gizi baik (85-100%), Gizi kurang Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 28 (70-<85%), dan <70% adalah Gizi buruk (Abad-Jorge, Morris, Perks, & Roman, 2011). 2.2.2.2. Kebutuhan Nutrisi pada Anak Kanker Karbohidrat termasuk salah satu sumber energi yang dibutuhkan anak dari berbagai makanan. Jumlah energi yang dihasilkan dari 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal. Protein dibutuhkan secara biologis protein atau asam amino minimal untuk mempertahankan kebutuhan fungsional tubuh. Protein dibutuhkan pada anak sebagai zat pembangun. Salah satu sumber energi terbesar adalah lemak dan dalam penyerapan vitamin A,D,E,K dibutuhkan lemak. Jumlah energi yang dihasilkan dari 1 gram lemak adalah 9 kkal (Nasar et al. 2015). Kebutuhan energi berbeda pada setiap anak karena bersifat individual. Namun perhitungan menggunakan RDA (Recommended daily allowances) merupakan salah satu metode yang dianggap cukup memadai dalam pemberian nutrisi pada pasien anak secara umum (Sjarif et al. 2014). Rumusan yang digunakan untuk perhitungan kebutuhan energi adalah : Berat badan (BB) ideal x RDA (sesuai usia tinggi/height-age) Tabel 2.7. RDA pada Bayi dan Anak Umur (Tahun) 0,0-0,5 0,5-1,0 1-3 4-6 7-10 Laki-laki 11-14 Perempuan Laki-laki 15-18 Perempuan Sumber: Sjarif et al. (2014). Kalori (kkal/kg) Protein (g/kg) Cairan (ml/kg) 108 98 102 90 70 55 47 45 40 2,2 1,5 1,23 1,2 1,0 1,0 1,0 0,8 0,8 140-160 125-145 115-125 90-110 70-85 70-85 70-85 50-60 50-60 Menurut Tomlinson dan Kline (2010) pada kondisi akut anak kanker, perkiraan kebutuhan nutrisi sehari-hari dapat menggunakan metode REE (Resting energi expenditure) yaitu jumlah energi yang Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 29 dibutuhkan dalam keadaan istirahat untuk mepertahankan hemostatik normal. Perhitungan perkiraan kebutuhan energi menggunakan metode ini adalah dengan mengalikan hasil REE dengan nilai faktor stres dan atau faktor aktivitas. Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Energi Menggunakan REE Tahap 1 (Perhitungan REE) Tahap 2 (perkalian dengan faktor stres/faktor aktivitas) Usia (Tahun) REE (W=BB dalam kg) Kondisi anak : Bedrest, gizi baik dengan stres ringanLaki-laki 60,9xW-54 sedang = REE x 1,3 1-3 Sangat aktif dengan stres ringan-sedang = Perempuan 61xW-51 REE x 1,5 Laki-laki 22,7xW÷495 Tidak aktif dengan stres berat (kanker, 3-10 sepsis, trauma, pembedahan) = REE x 1,5 Perempuan 22,5xW÷499 Sedikit aktivitas dan membutuhkan energi Laki-laki 17,5xW÷651 tumbuh kejar = REE x 1,5 10-18 Aktif dan membutuhkan energi tumbuh Perempuan 12,2xW÷746 kejar = REE x 1,7 Laki-laki 15,3xW÷679 Aktif dengan stres berat = REE x 1,7 18-30 Perempuan 14,7xW÷496 Sumber: WHO (1985) dalam Tomlinson & Kline (2010) Kebutuhan akan protein pada anak kanker yang sementara terapi kortikosteroid, kemoterapi dan radiasi, dapat meningkat sekitar 1,52,5 g/kg berat badan atau dua kali RDA (Tomlinson & Kline, 2010). Kebutuhan akan lemak sekitar 25-30% dari total energi, dan pada anak kanker sangat dianjurkan akan kecukupan vitamin dan mineral untuk pemulihan setelah pembedahan dan sebagai antioksidan (Nasar et al. 2015). Dari beberapa penelitian yang ditemukan melaporkan bahwa kebutuhan akan energi pada anak kanker dapat meningkat sekitar 20-90% (Bechard et al. 2006 dalam Tomlinson & Kline, 2010). 2.2.2.3. Efek Kanker terhadap Asupan Nutrisi Anak Pemenuhan nutrisi yang adekuat pada anak kenker dapat menjadi tantangan dalam perawatan. Pada umumnya anak dengan kanker menunjukkan penurunan asupan nutrisi dan kerusakan penggunaan nutrient saat pengobatan yang dapat meningkatkan kejadian Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 30 malnutrisi. Kurangnya masukan nutrisi merupakan akibat dari proses penyakit kanker dan atau karena efek samping pengobatan. Pada awal terdiagnosa kanker, seorang anak dapat mengalami penurunan berat badan sekitar ≥ 5%. Masalah nutrisi akan semakin bertambah jika kehilangan berat badan tersebut disertai dengan penurunan asupan nutrisi <70% minimal 5 hari, BB/TB atau BMI <presentil 10 dan saluran cerna mengalami disfungsi lebih dari 5 hari (Tomlinson & Kline, 2010). Kekurangan nutrisi ditemukan sekitar 0-50% sesuai dengan jenis kanker yang ada pada anak tersebut (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Berbagai faktor dapat menyebabkan anak kanker kekurangan nutrisi, antara lain perubahan metabolisme berhubungan dengan tingginya kebutuhan protein yang menyebabkan hilangnya protein tubuh untuk menghasilkan energi. Faktor lain adalah masalah pada gastrointestinal karena tumor, nyeri dan stres, hormonal serta inflamasi (Schoeman, 2015). Tumor pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan obstruksi antara lain tumor lidah, faring dan esophagus. Adanya obstruksi ini mengakibatkan intake nutrisi menjadi tidak adekuat. Menurut Yarbro, Wujcik, dan Gobel, (2011), kelelahan, situasi rumah sakit seperti isolasi dan menu makanan rumah sakit secara psikologis dapat menurunkan selera makan anak. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi berkembang menjadi malnutrisi pada anak kanker. Malnutrisi adalah suatu kondisi yang terjadi dimana tubuh tidak mendapat jumlah yang cukup dari vitamin, mineral dan zat nutrient lainnya untuk mempertahankan fungsi organ dan jaringan yang sehat. Defenisi lain dari malnutrisi berfokus pada keseimbangan energi dan protein yang berupa variasi dari dua tingkatan yaitu undernitrition dan overnutrition (Niuwouldt, 2011). Malnutrisi sering dijumpai pada anak dengan kanker jaringan padat (solid tumor). Masalah yang bisa ditimbulkan karena malnutrisi pada anak kanker adalah menurunnya toleransi terhadap terapi, risiko Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 31 terjadinya relaps, menurunnya toleransi asupan protein dan kalori dan risiko infeksi (Selwood, Ward, & Gibson, 2010). Kaheksia merupakan malnutrisi berat yang dapat terjadi pada anak kanker karena proses keganasan tumor dan akibat efek samping dari pengobatan. Penurunan berat badan dan kurang selera makan merupakan gejala khas dari anak kanker dengan kaheksia atau disebut dengan Cancer anorexia cachexia syndrome dan Cancer cachexia syndrome. Menurut Fearon, et al. (2011) kaheksia pada anak kanker merupakan sindrom multifaktorial yang tidak dapat sepenuhnya dikoreksi dengan dukungan nutrisi biasa/konvensional dan dapat menyebabkan kerusakan fungsi tubuh secara progresif. Kaheksia ditandai dengan hilangnya massa otot skeletal (dengan atau tanpa kehilangan massa lemak). Karakteristik patofisiologinya karena kekurangan protein dan energi akibat dari asupan makanan yang kurang dan metabolisme yang tidak normal. Ada beberapa mekanisme yang berkontribusi terjadinya kaheksia pada anak kanker yaitu; pelepasan cytokines oleh tumor, imun dan stromal sel merubah transmisi sistem saraf dan berefek pada penurunan nafsu makan anak. TNF-α (tumor necrosis factor-α) dan IL-1 (Interleukin-1) dapat meningkatkan corticotrophin-releasing peptide yaitu transmitter sel saraf yang menekan intake makanan. IL-a (Interleukin-a) akan menghambat (blocking) stimulasi makan dengan neuropeptide Y sehingga terjadi perubahan signal rasa cepat kenyang. Terjadi proses katabolisme protein terhadap penyimpanan cadangan protein tubuh pada sel otot. Bertambahnya kecepatan lipolysis karena keterlibatan cytokine pada lipoprotein lipase. Tidak toleransinya glukosa terjadi karena adanya resisten insulin (Schoeman, 2015). Selain karena proses malignasi pada penyakit kanker, pemberian terapi seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi dapat menyebabkan pencernaan terjadi seperti malnutrisi. Pembedahan laryngectomy, pada sistem pharyngolaryngectomy, Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 32 esophagectomy, gastrectomy, duodenectomy akan mempengaruhi masukan nutrisi karena efek pembedahan pada kemampuan menelan, motilitas usus dan malabsorbsi. Penurunan berat badan dan malnutrisi terjadi pada 90% penderita kanker yang mendapat radioterapi pada bagian kepala, leher, thorax, abdomen dan pelvic. Radioterapi pada bagian kepala, leher dan thorax dapat menyebabkan malnutrisi karena xerostomia, mukositis, nyeri dan hypophagia. Radioterapi pada bagian abdomen dapat menyebabkan malabsorbsi. 50% penderita kanker yang mendapat radioterapi pada abdomen bagian atas akan mengalami muntah. Mekanisme terjadinya muntah karena radioterapi berhubungan dengan pelepasan serotonin oleh sel enterochromaffin pada gastrointestinal (Nicolini et al. 2013). Pemberian kemoterapi pada anak dapat menimbulkan efek samping yang beresiko terjadinya malnutrisi karena menurunnya intake nutrisi. Efek samping yang ditimbulkan kemoterapi antara lain adalah mual muntah (Chemotherapy induced nausea and vomiting/CINV) akibat adanya stimulus pada sistem saraf pusat. Mual diatur oleh sistem saraf otonom dan muntah diatur pada pusat muntah yaitu di medulla oblongata. Pusat mual muntah ini menerima input aferen/stimulus dari lima sumber, salah satunya adalah chemoreseptor trigger zone. Stimulus ini terjadi karena aktivasi reseptor oleh serotonin (5-HT) yang dilepaskan oleh sel enterochromaffin (Rodgers, et al. 2012). Mual muntah dapat terjadi secara akut, yaitu beberapa menit sampai beberapa jam setelah pemberian kemoterapi, atau terjadi delayed; 24 jam sampai 7 hari setelah pemberian kemoterapi. Agen kemoterapi yang sering menimbulkan mual muntah adalah cysplatin, carboplatin, doxorubicin, cyclophosphamide, oxaliplatin dan antiblastik lainnya (Nicolini et al. 2013). Menurut Rodgers et al. (2012) mual muntah dapat berefek secara fisik dan psikologis. Selain dapat menyebabkan kekurangan nutrisi dan penurunan berat badan, efek lain adalah dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit tubuh, cemas dan stres. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 33 Pemberian kemoterapi beresiko merusak jaringan mukosa pada saluran pencernaan yang dapat berkembang menjadi mukositis yaitu inflamasi pada mukosa. Mukositis dapat terjadi pada sepanjang saluran pencernaan, seperti stomatitis, esophagitis, gastritis, enteritis, colitis dan proctitis. Sonis (2007), menjelaskan patofisiologi mukositis terdiri dari 5 fase, sebagai berikut: 1) Fase initiation yaitu fase pembentukan ROS (Reactive oxygen species) yang merusak membran sel dan jaringan ikat. 2) Fase Up regulation dan massage generation adalah fase kerusakan mukosa yang disebabkan oleh kematian sel. Pada fase ini tejadi aktivasi dari proinflamatory cytokines. 3) Fase Signaling dan amplification merupakan fase perluasan kerusakan mukosa karena keterlibatan cytokines. 4) Fase Ulceration yaitu fase kerusakan integritas jaringan mukosa sehingga terjadi lesi, yang merupakan tempat masuknya bakteri. 5) Fase Healing adalah fase pemulihan, terjadi setelah ada pembentukan sel epitel mukosa baru sekitar hari ke 14 setelah kemoterapi. Agen kemoterapi yang berhubungan dengan mukositis antara lain cisplatin, etoposide, cyclophosphamide, 5-fluorouracil. Manifestasi yang terjadi pada mukositis yaitu; adanya ulserasi mukosa, nyeri dan perdarahan (Nicolini et al. 2013). Adanya kondisi ini dapat menyebabkan intake nutrisi yang buruk karena ketidaknyamanan saat makan, kesulitan menelan, dan anoreksia Anoreksia diperburuk dengan perubahan dan kerusakan sensori penciuman dan rasa karena efek dari agen kemoterapi (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Diare adalah peningkatan jumlah dan frekuensi BAB disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Diare pada anak kanker dapat disebabkan karena efek kemoterapi, perubahan diet, inflamasi pada usus besar dan iskemia pada usus. Agen kemoterapi yang dapat menginduksi diare antara lain fluorouracil (5-FU) dan irinotecan (CPT-11). Insiden diare pada anak kanker yang mendapat kedua Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 34 agen kemoterapi ini adalah 80%. Diare pada anak kanker merupakan predisposisi terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dehidrasi, gagal ginjal dan gangguan integritas kulit. Selain itu diare dapat menyebabkan kekurangan nutrisi karena masalah absorbsi pada usus (Tomlinson & Kline, 2010). Menurunnya aktivitas, kurangnya masukan nutrisi dan nyeri dapat berkontribusi terjadinya konstipasi pada anak (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Penyebab konstipasi yang paling sering pada anak kanker adalah pemberian terapi opioids analgesic dan vinca alcaloids (seperti vincristine dan vinblastine). Kedua terapi ini dapat menurunkan motilitas otot pada usus. Diperkirakan 50-95% anak yang diberi terapi opioids analgesic mengalami konstipasi, sedangkan pada pemberian vinca alcaloids diperkirakan 30% (Woolery et al. 2006). Konstipasi dapat meningkatkan efek mual muntah, nyeri pada perut, anoreksia dan penundaan pemberian kemoterapi (Tomlinson & Kline, 2010). Selain malnutrisi dan kaheksi, obesitas juga ditemukan pada anak kanker. Anak kanker dikategorikan obesitas jika Body mass index (BMI) ≥ 95 persentil (Tomlinson & Kline, 2010). Obesitas merupakan penumpukkan lemak tubuh yang berlebihan, yang ditandai dengan BB/TB > 120% (Nasar et al. 2015). Jenis kanker yang berisiko sering terjadinya kegemukan saat kemoterapi antara lain ALL. Menurut penelitian Withycombe et al. (2009) peningkatan berat badan sebesar 50% pada anak ALL dapat terjadi pada akhir fase konsolidasi dan pada akhir program kemoterapi dapat terjadi obesitas sebesar 23%. Penelitian lain dari Chow et al. (2007), selain 21,2% obesitas, ditemukan juga 17% overweight anak ALL pada akhir program kemoterapi. Risiko obesitas pada ALL sering dihubungkan dengan pemberian terapi kortikosteroid seperti prednison dan dexametason dengan dosis yang tinggi dan lama (Tomlinson & Kline, 2010; Schoeman, 2015). Anak kanker yang mendapat kortikosteroid menunjukkan adanya peningkatan nafsu makan dan mengkonsumsi makanan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 35 berlemak mengandung tinggi garam dapat meningkatkan penimbunan lemak pada jaringan adiposa (Schoeman, 2015). Selain itu, defisiensi growth hormon dapat terjadi karena gangguan metabolik akibat glukortikoid. Kurangnya hormon ini berkontribusi terjadinya obesitas. Pada anak dengan ALL penimbunan lemak lebih mudah terjadi dari pada anak sehat namun sampai saat ini etiologi obesitas pada ALL belum sepenuhnya dipahami dengan jelas. Kurangnya aktivitas fisik pada anak juga akan menambah risiko obesitas (Lughetti et al. 2012). Obesitas dapat membahayakan kondisi kesehatan. Anak kanker dengan obesitas berisiko mendapat gangguan metabolik seperti penyakit diabetes, penyakit kardiovasikuler, hypertensi, dan penyakit kanker lain (kanker sekunder). Secara psikologis obesitas dapat membuat anak menjadi rendah diri dan depresi. Obesitas pada anak kanker dapat menurunkan kualitas hidup (Withycombe et al. 2015). Penelitian Butturini et al. (2007), melaporkan bahwa obesitas berhubungan dengan meningkatnya kejadian relaps pada anak ALL usia ≥ 10 tahun. 2.2.2.4. Penatalaksanaan Nutrisi pada Anak Kanker Penatalaksanaan nutrisi pada anak kanker dilakukan segera mungkin untuk mencegah risiko terjadinya masalah nutrisi seperti malnurisi, kaheksia dan masalah lainnya akibat gizi buruk atau obesitas. Pendekatan multidisiplin sebagai tim merupakan metode yang baik untuk memberikan dukungan nutrisi yang efektif pada anak kanker. Anggota tim ini termasuk dokter, perawat, dan dietisien (Selwood, Ward, & Gibson, 2010). Dukungan nutrisi diberikan berdasarkan hasil pengkajian status nutrisi pada anak yang meliputi riwayat nutrisi, pemeriksaan klinis, antropometrik dan data biokimia. (Tomlinson & Kline, 2010). Selain itu, menurut Robinson et al. (2012 data yang perlu dikaji berhubungan dengan nutrisi adalah informasi pengobatan, riwayat pengobatan, gejala yang dikeluhkan secara subjektif, masukan oral, profil keluarga termasuk sumber daya yang tersedia. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 36 Masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada anak kanker berdasarkan hasil pengkajian nutrisi dapat berupa masalah aktual maupun risiko. Masalah aktual antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berat badan berlebih dan obesitas (NANDA/North american nursing diagnosis association, 2015). Sedangkan masalah risiko yaitu risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Adapun tujuan penatalaksaan nutrisi pada anak kanker adalah mendukung dan mempertahankan pertumbuhan yang normal, mengembalikan status nutrisi normal dari kondisi malnutrisi, mencegah terjadinya malnutrisi, mendukung prilaku makan yang normal dan meningkatkan kualitas hidup (Niuwouldt, 2011). Intervensi masalah nutrisi yang dilakukan pada anak kanker pada prinsipnya adalah konseling nutrisi, menstimulasi selera makan, pemberian nutrisi melalui oral, enteral dan parentral (Montgomery et al. 2013). Secara alamiah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker dilakukan melalui mulut (oral). Tehnik ini dianggap paling ideal dan lebih disukai (Bowden & Greenberg, 2010; Sjarif et al. 2014). Intervensi yang dapat dilakukan antara lain kolaborasi obat antiemetik pada pemberian kemoterapi berisiko mual muntah, memberikan makanan sesuai kebutuhan dengan porsi sedikit tapi sering, mengkaji tiap 24 jam masukan nutrisi, mengevaluasi berat badan dan tinggi badan secara rutin, lakukan perawatan mulut, tingkatkan asupan serat dan cairan (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Edukasi tentang nutrisi yang adekuat perlu diberikan pada anak dan orang tua, termasuk informasi tentang makanan yang aman serta efek terapi terhadap nutrisi (Nasar et al.2015). Penanganan pada gizi buruk mengacu pada pedoman penatalaksanaan gizi buruk menurut WHO 1999, sebagai berikut; pengobatan/pencegahan hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, koreksi defisiensi zat gizi dan gangguan keseimbangan elektrolit, pengobatan dan pencegahan infeksi, pemberian makanan awal Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 37 (stabilisasi) dan tumbuh kejar (rehabilitasi), stimulasi sensoris dan dukungan emosional serta persiapan tindak lanjut di rumah. Sedangkan penanganan pada obesitas mengacu pada 3 prinsip, yaitu; penatalaksanaan diet, modifikasi perilaku makan dan peningkatan aktivitas. Penatalaksanaan diet pada anak tetap memperhatikan pada faktor tumbuh kembang anak. Pada anak usia 0-3 tahun, tidak perlu dilakukan pengurangan kalori, namun cukup dengan mempertahankan BB atau mengurangi BB yang berlebihan. Anak usia 4-6 tahun nutrisi diberikan sesuai dengan perhitungan kebutuhan energi dan melakukan pola makan yang benar. Pada anak usia 7-19 tahun dilakukan pengurangan asupan secara bertahap dan target pengurangan BB cukup sampai pada 20% diatas BB ideal (Nasar et al.2015). Pada anak yang tidak dapat dipenuhi kebutuhan nutrisi melalui oral maka perlu dipikirkan pemberian nutrisi enteral (NE) menggunakan feeding tube seperti Nasogastric tube (Tomlinson & Kline, 2010). Asupan nutrisi peroral < 70% pada anak kanker perlu dilakukan pemasangan NGT untuk pemberian nutrisi enteral (Schoeman, 2015). Pemberian nutrisi enteral diberikan pada anak dengan fungsi gastrointestinal yang masih normal (Sjarif et al. 2014). Namun pada anak kanker dengan neutropenia memiliki risiko perdarahan karena insersi NGT. Anak yang tidak mendapat nutrisi adekuat melalui jalur enteral karena tidak berfungsinya saluran gastrointestinal, makanan tidak dapat masuk ke dalam saluran gastrointestinal dan tidak toleran tubuh terhadap nutrisi enteral maka dilakukan pemberian nutrisi melalui jalur parentral (Montgomery et al. 2013). Nutrisi parentral (NP) merupakan pemberian makronutrient dan mikronutrien dalam bentuk cairan melalui pembuluh darah (intavena). Cairan nutrisi parentral sebaiknya tidak melebihi dari 1.000 mOsm karena osmolaritas yang tinggi dapat merusak pembuluh darah vena. Komposisi nutrisi parentral dari total energi biasanya adalah 70% dextrose dan asam amino, 30% lemak (Tomlinson & Kline, 2010). Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 38 Evaluasi perlu dilakukan untuk menilai intervensi nutrisi yang sudah diberikan. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat di nilai dari pengamatan perilaku makan, pengukuran antropometri, pemeriksaan fisik, analisis diet dan pemeriksaan laboratorium. Evaluasi dilakukan untuk menilai repon jangka pendek dan jangka panjang. Respon jangka pendek yaitu daya terima makanan/obat, teleransi saluran cerna dan efek samping dalam saluran pencernaan. Sedangkan respon jangka panjang yaitu respon terhadap penyembuhan penyakit dan tumbuh kembang anak. Hasil dari evaluasi diperlukan juga untuk penataan kembali pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak (Sjarif et al. 2014). 2.3. Integrasi Teori Keperawatan dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan. 2.3.1. Model Adaptasi Roy Roy mendeskripsikan manusia sebagai suatu sistem adaptasi. Manusia sebagai sistem adaptasi mempunyai kapasitas untuk berpikir, berperasaan, kesadaran untuk merubah lingkungan dan dirubah oleh lingkungan. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian yang saling berhubungan yaitu masukan (input), proses kontrol, keluaran (output) dan umpan balik (feedback). Masukan bagi manusia diartikan sebagai stimulus. Stimulus merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan respon (Roy, 2009). Stimulus berasal dari lingkungan internal dan eksternal yang ada disekitar manusia. Ada 3 tipe stimulus yang berasal dari lingkungan, yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Lingkungan merupakan sumber berbagai stimulus, dapat mengancam atau mendukung integritas seseorang. Tugas manusia adalah mempertahankan integritas dari stimulus lingkungan (Alligood, 2014). Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses kehidupan. Ada tiga tingkatan adaptasi yaitu integrasi, kompensasi dan kompromi. Tingkat adaptasi berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam berespon positif terhadap situasi (Roy, 2009). Jika seseorang dapat berespon positif terhadap perubahan lingkungan maka terjadilah adaptasi sehingga tujuan adaptasi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 39 dapat dicapai yaitu tetap bertahan hidup, dapat bertumbuh, melakukan reproduksi dan terjadi perubahan pada lingkungan dan orang tersebut. Adaptasi mendukung integritas seseorang untuk mencapai kesehatan. Namun jika terjadi respon yang tidak efektif (ineffective) maka dapat mengganggu integritas seseorang (Tomey & Alligood, 2010). Ada 2 subsistem yang saling berhubungan yaitu pertama adalah sub sistem proses kontrol terdiri dari regulator dan kognator. Sedangkan yang kedua adalah subsistem afektor terdiri dari 4 mode adaptasi yaitu kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Regulator dan kognator berperan sebagai mekanisme koping. Mekanisme koping adalah kemampuan yang ada sejak lahir (Innate coping) atau yang didapat (Acquired coping) untuk berinteraksi terhadap perubahan lingkungan. Innate coping merupakan proses secara otomatis dan diturunkan secara genetik, sedangkan Acquired coping diperoleh dari belajar (Tomey & Alligood, 2010). Koping regulator adalah mode adaptif fisiologi yaitu respon otomatis melalui persarafan, endokrin dan kimia tubuh. Sedangkan koping kognator adalah respon dari 4 saluran kognitif dan emosi, yaitu proses informasi persepsi, belajar, membuat keputusan dan emosi (Tomey & Alligood, 2010). 4 mode adaptif merupakan satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan. Hubungan dari keempat mode adaptif ini akan nampak ketika terjadi stimulus yang berefek terhadap satu atau lebih mode adaptif. Perilaku yang di hasilkan dapat merupakan stimulus untuk mode adaptif yang lain (Roy, 2009). Persepsi merupakan interpretasi terhadap stimulus dan persepsi ini berhubungan dengan regulator. Input terhadap regulator dapat merubah persepsi dan persepsi adalah proses dari kognator (Tomey & Alligood, 2010). Perilaku seseorang (output) merupakan hasil mekanisme koping dari masukan stimulus dan tingkat adaptasi. Output dapat berupa perilaku adaptif dan inefektif. Perilaku yang terjadi dapat merubah tingkat adaptasi. Proses integrasi dapat berubah menjadi kompensasi bahkan kompromi jika adaptasi tidak adekuat (Roy, 2009).. Model adaptasi Roy sebagai suatu sistem dapat dilihat pada gambar berikut ini: Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 40 Masukan Proses kontrol Stumulus Tingkat adaptasi Mekanisme koping Regulator Kognator Efektor Keluaran Fungsi fisiologis Konsep diri Fungsi peran Interdependensi Respon adaptif Respon inefektif Umpan balik Gambar 2.1. Sistem adaptasi pada manusia Sumber: Tomey & Alligood, (2010). Model adaptasi Roy berfokus pada manusia. Konsep keperawatan, manusia, kesehatan dan lingkungan, semuanya saling berhubungan dalam sentral konsep ini. Kesehatan menurut Roy adalah suatu keadaan dan proses dimana manusia menjadi terintegrasi dan utuh. Kesehatan merefleksikan bagaimana seseorang berhasil beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang beradaptasi agar dapat mencapai kesehatan dan kualitas hidup yang optimal (Alligood, 2014). 2.3.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy Proses keperawatan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah yang komprehensif, berorientasi kepada tujuan dan dilakukan oleh perawat kompeten dalam merawat seseorang atau kelompok orang. Menurut Roy (2009), proses keperawatan berhubungan secara langsung dengan melihat manusia sebagai sistem adaptasi. Konsep proses keperawatan terdiri dari enam langkah yang dinamis, bergerak terus secara bersamaan. Enam langkah tersebut yaitu pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, menentukan tujuan keperawatan, intervensi dan evaluasi (Alligood, 2014). Berikut ini akan dijelaskan enam langkah proses keperawatan menurut Roy. 2.3.2.1. Pengkajian Perilaku Perilaku menurut Roy adalah aksi atau reaksi terhadap stimulus. Perilaku dapat diobservasi melalui mengamatan, pengukuran oleh perawat atau tidak dapat diobservasi namun dilaporkan oleh orang lain. Mengeksplorasi perilaku diwujudkan dalam empat mode adaptasi yang memungkinkan perawat dapat memahami tingkat adaptasi saat ini dan untuk merencanakan intervensi yang dapat Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 41 meningkatkan tingkat adaptasi. Respon yang muncul dapat berupa respon adaptif atau inefektif (Alligood, 2014). Menurut Roy (2009); Tomey & Alligood, (2010), empat mode tersebut sebagai berikut; 1) Mode Adaptasi Fisiologis Perilaku dalam mode adaptasi fisiologis merupakan manisfestasi aktivitas fisiologis dari sel, jaringan, organ dan system dalam tubuh manusia. Mode ini terdiri dari 5 kebutuhan dasar (oksigen, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, pelindungan) dan 4 proses kompleks (sensasi, cairan dan elentrolit, fungsi neurologi, fungsi endokrin) yang terlibat dalam adaptasi fisiologis. (1) Oksigenisasi Respon inefektif yang dapat muncul adalah syok, hipoksia, gangguan ventilasi dan perfusi jaringan, pertukaran gas dan transportasi oksigen tidak adekuat, proses pengambilan dan kompensasi yang kurang dalam perubahan kebutuhan oksigen. Indikator respon adaptif pada oksigeniasasi adalah proses ventilasi dan pertukaran gas stabil, transportasi gas dan proses kompensasi adekuat. (2) Nutrisi Respon inefektif yang dapat muncul adalah mual dan muntah, anoreksia, penurunan berat badan, nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh, strategi koping tidak efektif terhadap perubahan ingesti. Indikator respon adaptif pada nutrisi adalah proses pencernaan stabil, asupan nutrisi sesuai kebutuhan tubuh, kebutuhan nutrisi dan metabolik sesuai dengan perubahan pada ingesti (3) Eliminasi Respon inefektif yang dapat muncul adalah flatus berlebihan, diare, konstipasi, retensi urin, inkontinensia urin dan feses, tidak efektif strategi koping terhadap perubahan eliminasi. Indikator respon adaptif pada eliminasi adalah efektifnya proses homeostatik bowel dan formasi urine, eliminasi urin Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 42 dan feses stabil, strategi koping efektif terhadap perubahan eliminasi. (4) Aktivitas dan istirahat Respon inefektif yang dapat muncul adalah intolerans aktivitas, imobilitas, tidak adekuat pola istirahat dan tidur, keterbatasan pergerakkan, deprivasi tidur, gangguan pola tidur. Indikator respon adaptif pada aktivitas dan istirahat adalah integrasi mobilitas, kondisi lingkungan yang menunjang tidur, pola aktivitas dan istirahat adekuat, kompensasi pergerakan efektif saat inactive. (5) Perlindungan/proteksi Respon inefektif yang dapat muncul adalah gatal, luka tekan, kerusakan integritas kulit, lambat sembuh, infeksi, alergi, perubahan status imun, hipotermia, demam. Indikator respon adaptif pada perlindungan/proteksi adalah kulit utuh, adekuat proses penyembuhan, adekuat pengaturan suhu dan daya tahan tubuh. (6) Sensasi Respon inefektif yang dapat muncul adalah nyeri, gangguan sensasi primer, gangguan dan penyimpangan sensori, gangguan komunikasi. Indikator respon adaptif pada sensasi adalah sensori masukan informasi efektif, proses sensasi adekuat, pola persepsi stabil, strategi koping efektif pada perubahan sensasi. (7) Cairan, Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa Respon inefektif yang dapat muncul adalah syok, edema, retensi cairan intraseluler, dehidrasi, kurang atau lebih elektrolit tubuh, asam basa tidak seimbang. Indikator respon adaptif pada cairan, elektrolit dan asam basa adalah cairan dan elektrolit tubuh seimbang, status asam-basa seimbang. (8) Fungsi Neurologi Respon inefektif yang dapat muncul adalah gangguan proses kognitif, menurun daya ingat, penurunan kesadaran, mood yang tidak stabil, defisit kognitif dan kerusakan otak Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 43 sekunder. Indikator respon adaptif pada fungsi neurologi adalah proses perasaan dan berpikir utuh, proses perhatian efektif, fungsi sistem saraf efektif. (9) Fungsi Endokrin Respon inefektif yang dapat muncul adalah stres, regulasi hormon dan perkembangan reproduksi tidak adekuat, produksi hormon tidak stabil. Indikator respon adaptif pada fungsi endokrin adalah strategi koping terhadap stres efektif, regulasi hormon dan perkembangan reproduksi adekuat, produksi hormon stabil. 2) Mode Adaptasi Konsep Diri Konsep diri adalah gabungan antara keyakinan dan perasaan tentang diri sendiri yang terbentuk dari persepsi internal dan persepsi akan reaksi orang lain. Mode adaptasi konsep diri merefleksikan bagaimana mengekspresikan dirinya seseorang berasarkan dalam kelompoknya umpan balik dari lingkungan. Komponen dari mode ini adalah fisik diri dan personal diri. Fisik diri terdiri dari sensasi dan body image, sedangkan personal diri terdiri dari konsistensi diri, ideal diri, etika moral dan spiritual. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah gangguan body image, kecemasan, kehilangan, merasa bersalah, tidak berdaya, dan rendah diri. Indikator respon adaptif pada mode adaptasi konsep diri yaitu body image positif, keutuhan fisik, kompensasi yang adekuat terhadap perubahan tubuh, konsistensi diri yang stabil, moral etika dan spiritual yang efektif, harga diri berfungsi, koping efektif terhadap kehilangan. 3) Mode Adaptasi Fungsi Peran Mode adaptasi fungsi peran adalah mode sosial yang berfokus pada peran seseorang dalam lingkungan kelompok dan masyarakat. Peran yang dilakukan dapat berupa peran primer, sekunder dan tersier. Dalam melakukan peran seseorang menampakkan perilaku instrumental dan ekpresif. Perilaku Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 44 instrumental adalah perilaku yang menggambarkan secara fisik, sedangkan perilaku ekspresif menggambarkan perasaan dan sikap. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah kegagalan peran, kebingungan peran, konflik peran. Indikator respon adaptif pada mode adaptasi fungsi peran yaitu peran yang jelas, perilaku peran instrumental dan ekpresif terintegrasi, peran primer, sekunder dan tersier yang utuh, pola peran stabil. 4) Mode Adaptasi Interdependensi Mode adaptasi interdependensi berfokus pada interaksi hubungan antar manusia (individu atau kelompok). Hubungan interdependen ini terkait dengan kesediaan dan kesanggupan untuk memberi dan menerima; kasih sayang, rasa hormat, nilai, memelihara, pengatahuan, dan materi dari orang lain. Ada dua area perilaku interdependensi yaitu hubungan dengan orang yang berarti (penting) dan hubungan dengan orang lain sebagai support system. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah memberi dan menerima tidak efektif, cemas karena perpisahan, komunikasi tidak adekuat, mengansingkan diri, kesepian, dependensi dan interdependensi tidak efektif. Indikator respon adaptif pada mode adaptasi Interdependensi yaitu menerima dan memberi kasih sayang, rasa hormat, koping efektif terhadap perpisahan dan kesendirian, kedewasaan hubungan yang adekuat, hubungan dan komunikasi efektif, adekuatnya support system. 2.3.2.2. Pengkajian Stimulus Mengkaji stimulus diperlukan ketrampilan observasi, mengukur, dan wawancara pada pasien dan orang yang mengetahui situasi yang terjadi. Stimulus dapat memberikan efek pada seseorang sehingga menimbulkan respon yang diidentifikasikan sebagai perilaku. Ada tiga klasifikasi stimulus yaitu; stimulus fokal, kontekstual dan residual. Stimulus fokal didefenisikan sebagai stimulus yang paling dekat dan langsung berkonfrontasi dengan sistem adaptif sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dan sakit. Stimulus fokal membutuhkan banyak perhatian dan energi adaptasi. Stimulus Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 45 kontekstual adalah stimulus lain yang muncul dan berkontribusi pada stimulus fokal. Stimulus kontekstual antara lain adalah budaya, status sosial ekonomi, suku, kepercayaan, dinamika keluarga, umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan secara fisik dan psikologis. Sedangkan stimulus residual adalah faktor lingkungan yang memberikan efek yang kurang jelas dalan suatu situasi, seperti sikap dan keyakinan (Roy, 2009; Tomey & Alligood, 2010). 2.3.2.3. Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan menurut Roy adalah proses membuat suatu pernyataan/keputusan berdasarkan interpretasi data tentang status adaptasi dari sistem adaptasi seseorang. Pernyataan diagnosis menentukan perilaku yang menyebabkan diagnosis dan penilaian mengenai stimulus yang mengancam atau mendukung adaptasi. Pernyataan yang dibuat dapat berupa masalah aktual dan potensial berhubungan dengan adaptasi (Alligood, 2014). 2.3.2.4. Tujuan Keperawatan Fokus dari tujuan keperawatan adalah meningkatkan perilaku adaptasi, yaitu dengan merubah perilaku inefektif menjadi perilaku adaptif dan mempertahankan perilaku adaptif. Tujuan keperawatan memuat pernyataan hasil yang jelas tentang perilaku yang diinginkan. Pernyataan tujuan mencerminkan perilaku adaptif tunggal, dapat dirubah, realistis, terukur serta memiliki waktu terjadinya perubahan perilaku. (Roy, 2009; Alligood, 2014). 2.3.2.5. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah suatu pendekatan keperawatan yang dipilih perawat untuk meningkatkan adaptasi dengan merubah stimulus atau memperkuat proses adaptasi. Meningkatkan adaptasi dapat dilakukan dengan mengatur stimulus seperti meningkatkan, menurunkan atau menghilangkan stimulus tersebut. Merubah stimulus dapat menambah kapasitas dari proses koping sehingga berespon positif dan menghasilkan perilaku adaptif (Roy, 2009). Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 46 2.3.2.6. Evaluasi Keperawatan Tahap evaluasi merupakan tahap menilai efektivitas dari intervensi keperawatan yang sudah dilakukan, apakah perilaku yang dinyatakan dalam tujuan sudah dicapai atau belum. Intervensi dikatakan efektif jika perilaku setelah implementasi sudah sesuai dengan tujuan, sehingga terjadi perilaku adaptasi. Ada tiga tingkatan adaptasi yaitu integrasi, kompensasi dan kompromi. Dikatakan Integrasi jika fungsi dan struktur dari proses kehidupan terpenuhi kebutuhannya. Kompensasi adalah tingkatan dimana kognator dan regulator diaktifkan oleh penolakan proses integrasi. Sedangkan kompromi adalah tidak adekuatnya proses integrasi dan kompensasi, yang menghasilkan masalah adaptasi (Roy, 2009; Tomey & Alligood, 2010). Jika tujuan keperawatan belum dicapai, maka perlu cari masalahnya, apakah tujuan yang buat tidak realistik atau tidak dapat diterima. Mungkin juga intervensi yang dipilih memerlukan pendekatan yang berbeda. Untuk itu proses keperawatan akan kembali lagi dari tahap awal/tahap pertama (Roy, 2009). Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 47 Skema 2.2. Web of Causation Hepatoblastoma Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy Lahir prematur Faktor lingkungan; orang tua terpapar radiasi, obat-obatan, virus, alkylating agen Genetik : Trisomi 2,8 &20 Translokasi (1;4), (q12;q34) Hilangnya heterosigositas 11p15 Beckwits-Wiedeman Syndrome (BWS), Familial Adenomatous Polyposis (FAP), Li-Fraumeni Syndrome, Trisomi 18, Glycogen storage desease type I. Faktor predisposisi Sel prekusor hati Penurunan berat badan (respon inefektif) Penggunaan protein tubuh untuk menghasilkan energi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Distensi abdomen (respon inefektif) Proliferasi sel epitel & mansenkimal imatur yang tidak terkendali Metabolisme meningkat Pembentukan massa (tumor) pada lobus hati Mendesak organ sekitar Nosiseptor terstimulasi (respon inefektif) Pelepasan cytokines Risiko kekurangan volume cairan Hepatoblastoma Efek samping (respon inefektif) Kemoterapi Metastasis Risiko cedera Nyeri Malas minum, anoreksia (prespon inefektif) Pengkajian; Perilaku Stimulus Kelemahan (respon inefektif Bone marrow Eritrosit Anemia (respon inefektif) Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Risiko cedera Paru-paru Massa menekan saluran pernapasan Leukosit Trombosit Leukopenia (respon inefektif) Trombositopenia (respon inefektif) Infeksi (respon inefektif ) Risiko infeksi Risiko perdarahan Obstruksi saluran pernapasan (respon inefektif) Gangguan pertukaran gas Hipertermi Tujuan : terjadi perubahan perilaku inefektif menjadi perilaku adaptif dan mempertahankan perilaku adaptif. Intervensi dan Implementasi; merubah stimulus dan menambah kapasitas proses koping Integrasi; fungsi dan struktur dari proses kehidupan terpenuhi kebutuhannya Evaluasi Kompensasi; kognator dan regulator diaktifkan oleh penolakan proses integrasi Kompromi; tidak adekuatnya proses integrasi dan kompensasi Sumber: Hockenberry & Wilson, 2009; Roy, 2009; Tomlinson & Kline, 2010; Permono et al. 2012. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 48 2.4. Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan pada anak dengan Kanker Berikut ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan pada anak M.A.I. dengan hepatoblastoma dan gizi buruk menggunakan pendekatan model adaptasi Roy di ruang rawat anak non infeksi RSUP DR Cipto Mangunkusumo Jakarta. Anak M.A. laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan masuk rumah sakit pada tanggal 4 maret 2016 jam 14.00 dengan keluhan perut semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu dan terdapat penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 4 bulan. Pengkajian dilakukan residen pada tanggal 14 maret 2016 jam 08.00 (hari perawatan ke 11). Sebelum ke RSCM pernah dilakukan USG pada RS. S. B. (Desember 2015), dengan hasil terdapat massa di subhepar lobus kanan-kiri, hepar tidak membesar, tumor padat ukuran 11x7x7cm. Selanjutnya pemeriksaan CT Scan abdomen multiphase di RSCM (02/02/2016) tampak massa morfologi di segmen 4,5,6 hepar, dengan ukuran 17x10,6x14,7 cm. Klien selanjutnya dirawat di ruang perawatan bedah anak (BCH), dengan rencana akan dilakukan pembedahan biopsi hati. Selama di BCH, terdapat demam yang naik turun puncak 37,8oC. Klien sudah dilakukan transfusi 2 kali (140 cc dan 120 cc, Hb awal 4,9 gr/dl). Klien batal dilakukan biopsi karena AFP (Alfa Feto Protein) > 400.000 IU/ml dan tidak mendapat tempat di PICU. Saat ini klien sudah dipindahkan ke ruang perawatan anak non infeksi gedung A, sejak tanggal 12 Maret 2016 jam 15.00 dengan rencana kemoterapi. Selama 2 hari di rawat (12-13 Maret 2016), klien mengeluh nyeri pada daerah perut. 2.4.1. Pengkajian Perilaku dan Stimulus Tanggal 14 Maret 2016 (hari perawatan ke 11) Tabel 2.9. Hasil Pengkajian Perilaku dan Stimulus pada An. M.A. No Mode Perilaku Fokal Adaptasi Fisiologis 1. Oksigenisasi Tanda tanda vital : SB 36,6oC, Nadi Anemia dan Sirkulasi 114x/mnt, RR 22x/m, TD 90/59 mmHg. Bunyi napas anak vesikuler pada paru kiri dan kanan, pergerakan dada simetris, irama teratur. Tidak ada ronchi dan wheezing, akral hangat, CRT <2 detik, konjungtiva anemis. Bunyi jantung I dan II reguler, mur-mur dan Stimulus Konstektual Residual Defisiensi zat gizi/nutrient Sistem adaptif Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 49 2. 3. 4. 5. gallop tidak ada. Pemeriksaan laboratorium (terakhir) tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil; Hemoglobin 9,8 g/dl, Eritrosit 4,13 106/µL, MCV/VER 73,1 fL, MCH/HER 23,3 pg, MCHC/ KHER 31,9 g/dL, Trombosit 413 103/µL. LED 55 mm. Hasil rotgen thorax (5/3/16): tidak tampak kelainan, tampak bayangan jantung mengisi ½ rongga retrosternal, tidak ada pembesaran KGB. Nutrisi Klien tampak kurus, konjungtiva anemis, iga gambang dan ada baggy pants. Perut klien tampak buncit, lingkar perut bagian pusat 62 cm dan perut atas 58 cm. Pada palpasi perut teraba ada massa 18x20 cm. Berat badan 13,3 kg, tinggi badan 99 cm, lingkar lengan atas 11,3 cm. Status gizi buruk dengan malnutrisi, BB/U 13,3/15,2 (-1 SD), TB/U 99/99,7 (1<Z<med), BB/TB 13,3/14,9 (-2<Z<-1 SD), LLA/U 11,3/16 (<-3 SD), HA 3 tahun. Skrining gizi (STRONG-KIDS) : 5 (resiko tinggi), toleransi makan kurang baik (anoreksia). Klien mendapat diet makanan biasa 1000 kkal dan makanan cair F135 4x100 ml, namun makanan padat hanya dimakan 1/3 porsi dan makanan cair 1x tidak dihabiskan. Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil; Hemoglobin 9,8 g/dl, Hematokrit 30,7%. Tanggal 5 maret 2015 diperoleh hasil albumin 3,12 gr/dl. Eliminasi Klien buang air kecil 4-5 x perhari, warna kuning, menggunakan diapers, tidak ada kesulitan dalam B.A.K.dan B.A.B 1 x/hari, konsistensi lunak. Kulit perineal utuh tidak ada iritasi. Aktivitas Pergerakan klien terbatas karena perut dan Istirahat membuncit, kekuatan otot: 5555 5555 5555 5555 Lebih banyak berbaring, lemah, hemoglobin 9,8 g/dl, barthel index: ketergantungan total. Cairan dan Terdapat stopper pada tangan kiri, Elektrolit turgor kulit elastis, membran mukosa lembab. Klien minum menggunakan sedotan, jenis cairan yang diminum adalah F135 4x100 ml. Klien malas minum, F135 1x tidak dihabiskan (4050%). Masukan cairan jam 06.00-06.00 (24 jam terakhir): 440 ml, haluaran urine 250 ml + IWL 399 ml = 649 ml. Gizi buruk, anoreksia, anemia Metabolisme Sistem meningkat, adaptif massa intra abdomen, zat gizi kurang. Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Lemah Anemia, gizi buruk Sistem adaptif Malas minum, Intake cairan tidak adekuat Penekanan daerah sekitar massa pada abdomen Sistem adaptif Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 50 Balance cairan: -209 ml, Diuresis; 0,78 ml/KgBB/jam, (klinis tidak ada tanda dehidrasi). 6. Proteksi dan Klien tidak ada riwayat alergi, personal Perlindungan hygiene tampak bersih, resiko jatuh tinggi (Humty Dumty). Tidak ada tanda flebitis. Pemeriksaan laboratorium (darah) tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil; Hemoglobin 9,8 g/dl, Leukosit 16.68 103/µL, Basofil 0,4%, Eosinofil 0,4%, Neutrofil 68,6%, Limfosit 19,4%, Monosit 11,2%. Pemeriksaan laboratorium (urine) tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil; warna kuning keruh, bakteria positif, berat jenis 1.020, PH 6.0, nitrit positif. Pemeriksaan Immunoserologi tanggal 5 maret 2016: Prokalsitonin 1,07 ng/ml, CRP (kuantitatif) 170,4. mg/L. Obat yang diberikan : Cefixime 75 mg 2x1 PO dan Paracetamol 150 mg 3x1 PO. Jam 10.00; Suhu badan 37,9oC 7. Sensasi Klien dapat berbicara sederhana, kontak adekuat, tidak mengalami gangguan dalam penglihatan, pendengaran, fungsi penciuman dan pengecapan baik. Risiko dekubitus sedang (skala braden 19). Klien mengeluh ada rasa nyeri, skala FLACC: 2-3 Pada palpasi perut teraba ada massa 18x20 cm. perut membuncit, dengan lingkar perut atas 58 cm dan pada pusat 62 cm. 8. Fungsi Klien sadar penuh (compos mentis) Neurologi dengan GCS 15, refleks patologis dan rangsangan meningeal tidak ada. 9. Fungsi Sejak terjadi pembesaran perut 4 bulan Endokrin yang lalu, kondisi klien lemah, aktivitas terbatas dan sering terbaring di tempat tidur. Klien tidak ada pembesaran kelenjar,tampak anemia. Perkembangan anak saat ini usia 3 tahun 7 bulan (toddler) dengan BB/TB 13,3/14,9 (2<Z<-1 SD), LLA/U 11,3/16 (<-3 SD). Fisik diri: klien lebih banyak ditempat Konsep diri tidur, bagian tubuh yang lebih banyak digerakkan adalah tangan, badan sulit digerakkan karena adanya pembesaran perut (buncit). Personal diri: klien kelihatan tenang jika ditemani keluarga, terutama oleh ibunya. Klien merupakan anak ke tiga dari tiga Fungsi Peran bersaudara. Saat ini klien tidak dapat melakukan peran primer, seperti bermain. Bermain kadang dilakukan bersama dengan kakaknya dirumah. Saat sakit klien lebih banyak terbaring Peningkatan suhu tubuh Inflamasi pada sistem perkemihan Statis urine, kurang bergerak Nyeri Penekanan daerah sekitar massa dalam abdomen Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Kurang Pengetahuan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan Usia ibu: 23 thn Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 51 di tempat tidur karena perut yang membuncit. Ayah kadang datang berkunjung dan keluarga berharap anaknya dapat cepat sembuh. Klien sangat bergantung pada perawat Fungsi Interdependensi dan orang tua dalam perawatannya, karena kondisi perut yang membuncit serta umur klien 3 tahun 7 bulan. Klien lebih sering didampingi ibunya untuk memenuhi kebutuhan seharinya, antara lain mengganti diapers,memberi makan. Sistem adaptif Sistem adaptif Sistem adaptif Efek samping; risiko mual muntah, stomatitis, anafilaktik, toksitas ginjal, ototoksitas, Agen kemoterapi Doxorubicin Cisplatin Sistem adaptif Tanggal 16 Maret 2016 Fisiologis 6. Proteksi dan tanggal 14 Maret 2016 diperoleh hasil; Perlindungan Hemoglobin 8,7 g/dl, Leukosit 15,28 103/µL, Basofil 0,4%, Eosinofil 0,5%, Neutrofil 69,6%, Limfosit 21,0%, Monosit 8,5%. Klien sudah mendapat transfusi PRC (15 Maret 2016) sebanyak 192 ml. Protokol kemoterapi mulai hari ini: Doxorubicin 12,5 mg (iv), tanggal 16 Maret 2016; Cisplatin 35 mg (iv) tanggal 17 Maret 2016; Doxorubicin 12,5 mg (iv), tanggal 18 Maret 2016. 2.4.2. Diagnosis Keperawatan Tanggal 14 Maret 2016 1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 2) Risiko kekurangan volume cairan 3) Hipertermia 4) Nyeri akut 5) Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Tanggal 16 Maret 2016 6) Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 52 2.4.3. Tujuan dan Intervensi Tabel 2.10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan pada An. M.A. No. 1. Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan Ketidakseimbangan Setelah diberikan nutrisi kurang dari perawatan selama 5 x 24 kebutuhan tubuh jam, terjadi keseimbangan nutrisi secara adekuat dengan kriteria hasil ; 1. Nafsu makan meningkat 2. Porsi makanan meningkat secara bertahap 3. Tidak ada muntah 4. Keinginan untuk makan selingan 5. Ukuran lingkar lengan bertambah atau dapat dipertahankan 6. Albumin; 3,2-4,5 g/dL Intervensi Keperawatan Kaji kemampuan makan klien Pantau adanya rasa mual dan muntah (frekuensi, banyaknya, tingkat keparahan) Kaji ketidaknyamanan dan distensi abdomen Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan nutrisi sesuai kondisi klien Jelaskan pada orang tua tentang kebutuhan nutrisi pada anak Kolaborasi jalur pemberian nutrisi sesuai kondisi klien Pantau jumlah asupan nutrisi yang dikonsumsi klien Menganjurkan orang tua untuk merelakskan anak saat makan. Berikan makanan porsi kecil tapi sering Sajikan makanan dengan menarik Pantau berat badan secara rutin Atur lingkungan yang mendukung selera makan (kebersihan,kebisingan, bau yang menyengat) Bersihkan mulut sebelum makan Atur posisi duduk atau fowler saat makan Kolaborasi pemberian terapi untuk atasi anemia antara lain transfusi PRC. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematocrit, SGOT/SGPT, albumin) 2. Risiko kekurangan volume cairan Setelah diberikan perawatan selama 5 x 24 jam, keseimbangan cairan tubuh dapat dipertahankan, dengan kriteria hasil ; 1. Intake peroral adekuat 2. Balance intake dan output cairan 24 jam 2. BB stabil 3. Turgor kulit elastis 4. Membran mukosa lembab 5. Tidak ada muntah 6. Tidak ada diare 7. Elektrolit serum (Na: 132-147 mEq, K: 3,35,4 mEq, Cl: 94-111 mEq). Mengkaji kebutuhan cairan klien Pantau intake dan output cairan Pantau status hidrasi (membrane mukosa, turgor kulit) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan Berikan intake cairan sesuai kebutuhan Pantau berat badan secara rutin Pantau pemberian cairan parentral Pantau kadar serum dan elektrolit darah Pertahankan pencatatan intake-output cairan dengan akurat. Pantau protein total dan ureum, kreatinin. 3. Hipertermia Setelah diberikan perawatan selama 5 x 24 Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk dan tingkatkan sirkulasi udara ruangan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 53 jam, suhu tubuh dapat dipertahankan dalam rentang suhu normal dengan kriteria hasil ; 1. Suhu tubuh 36,537,5oC 2. Tidak ada keluhan demam yang naik turun Pantau suhu tubuh secara rutin Pertahankan intake cairan dan nutrisi Lakukan kompres hangat di dahi, axila dan lipatan paha Lakukan tepid sponge, jika memungkinkan Berikan pakaian yang lembut, tidak terlalu tebal dan dapat menyerap keringat. Ganti baju klien dengan baju yang kering jika klien berkeringat banyak Kolaborasi pemberian antipirektik Kolaborasi pemberian antibiotik Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (urine lengkap, leukosit, CRP) 4. Nyeri akut Setelah diberikan perawatan selama 5 x 24 jam, nyeri dapat ditoleransi anak, dengan kriteria hasil ; 1. Anak beristirahat tenang 2. Melakukan aktivitas sederhana tanpa ada keluhan nyeri 3. Skala nyeri berkurang 4. Anak tidak rewel, menangis atau merintih 5. Keluarga dapat melakukan manajemen nyeri Bujuk anak mengungkapkan rasa nyeri Kaji nyeri karakteristik nyeri yaitu; lokasi, kualitas, intensitas, skala, faktor yang memperberat dan meringankan nyeri Pantau tanda-tanda vital Beri anak posisi nyaman Pantau tanda-tanda nonverbal dari nyeri, seperti gelisah/rewel,merintih,menangis, berhati-hati dengan abdomen, kurang selera makan Identifikasi faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan pasien seperti kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan. Lakukan manajemen non farmakologi untuk mengatasi nyeri, seperti distraksi Melibatkan orang tua dalam manajemen nyeri non farmakologi Kolaborasi pemberian terapi analgetik sesuai indikasi Beri tindakan kenyamanan misalnya membelai, mengusap. 5. Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Setelah diberikan perawatan selama 5 x 24 jam, klien mampu mempertahankan tumbuh kembangnya, dengan kriteria hasil ; 1. Dapat bermain, bermain dengan orang lain 2. Berkomunikasi dengan orang lain 3. Bergerak sesuai toleransi Membina hubungan saling percaya dengan klien Menginformasikan pada orang tua tentang tumbuh kembang anak sesuai usiannya. Mendemontrasikan pada keluarga aktivitas yang dapat menstimulasi tumbuh kembang anak seperti mendengarkan lagu, nonton kartun, sentuhan dan pijat. Fasilitasi interaksi anak dengan anak lain seusiannya Dukung aktivitas yang dapat membuat klien berinteraksi dengan anak lain. Berbicara/komunikasi dengan klien Melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan bermain. Melakukan mobilisasi posisi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 54 6. Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi Setelah diberikan perawatan selama 3 x 24 jam, tidak terjadi cedera/komplikasi, dengan kriteria hasil ; 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal (suhu badan 36,537,5: frekuensi pernapasan 20-30 x/menit; denyut nadi 90-140 x/menit; tekanan darah ratarata 95/65 mmHg) 2. Tidak ada sianotis, mengi dan urtikaria. 3. Mual muntah tidak ada 4. Tidak ada kemerahan, bengkak dan nyeri pada sekitar kateter IV. Beri kemoterapi sesuai pedoman (protokol) Kolaborasi pemberian antiemetic sebelum pemberian kemoterapi Berikan cairan intravena sesuai program Observasi anak selama 20 menit pertama pemberian agen kemoterapi untuk melihat tanda-tanda anafilaksis (sianosis, hipotensi, mengi, urtikaria) Observasi tanda-tanda vital secara berkala Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Lakukan kebersihan mulut (oral hygiene) minimal 2x/hari Berikan intake cairan peroral, sedikit tapi sering. Obasevasi tanda-tanda infiltrasi pada sisi intravena; nyeri, rasa tersengat, bengkak,kemerahan. Implementasikan kebijakan institusi untuk mengatasi infiltrasi Hentikan penginfusan obat dan bilas jalur intravena dengan normal salin, bila reaksi dicurigai. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (darah lengkap). 2.4.4. Implementasi dan Evaluasi Tabel 2.11. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. Tanggal 14 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 1 2 1 1,2 3 3 3 Jam 09.00 Kolaborasi dengan dietiesien kebutuhan nutrisi pada klien; kebutuhan kalori klien adalah (RDA) 100 x 14,8 (kgBB ideal); 1480 kkal/hari. Klien mendapat diet makanan biasa 1000 kkal diberi 2 kali (jam 12.00,18.00) dan makanan cair F135 4x100 ml (jam 06,00,09.00, 15.00,21.00). Mengkaji kebutuhan cairan klien; BB 13,3 kg = 1165 ml Menjelaskan pada orang tua pentingnya usupan nutrisi pada anak kanker Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml Jam 10.00 Mengukur suhu badan klien; 37,9oC Memberikan kompres hangat pada dahi, axila dan lipatan paha Memberikan terapi paracetamol sirup 150 Diagnosis 1 Respon Adaptif : Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah. Albumin 3,53 g/dl. Ibu memahami tentang asupan nutrisi pada anak kanker. Respon Inefektif : Klien makan ½ porsi diet makanan biasa, makanan cair 2 kali tidak dihabiskan (diminum sekitar 60%). hasil laboratorium; hemoglobin 8,7 g/dl, hematokrit 28,1%, Eritrosit 3,89 106/µL, MCV 72,2 fL, MCH 24,4 pg, MCHC 31 g/dl, SGOT 119 U/L, SGPT 24 U/L. Proses Adaptasi : Klien Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 55 4 4 4 4 5 5 2,3,4 2 3 1 1 2 1 4 1,2 3 5 5 4 4 4 mg (6 ml) PO Jam 11.00 Mengkaji karakterstik nyeri; klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak, skala nyeri 3. Mengajarkan pada orang tua untuk melakukan teknik distraksi yaitu mendengarkan musik melalui handphone. Memberikan tindakan kenyamanan dengan membelai dan mengusap bagian perut bawah Melakukan evaluasi nyeri;klien dapat beristirahat tenang, skala nyeri 1 Jam 11.30 Memberi edukasi pada orang tua tentang pentingnya stimulasi tumbuh kembang pada anak Menganjurkan pada ayah untuk selalu datang berkunjung dan terlibat dalam perawatan anaknya. Jam 12.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 37oC, Nadi 112x/mnt, RR 22x/m, TD 96/66 mmHg. Monitor status hidrasi klien; turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk Observasi tanda-tanda infeksi; daerah sekitar kanul stopper tidak ada tanda flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri). Jam 12.30 Mengatur posisi duduk pada klien Memberikan klien nutrisi, diet makanan biasa; klien makan ½ porsi. Memberikan minum pada klien 50 ml Jam 13.00 Mengkaji kemampuan makan klien dan status nutrisi: klien malas makan (anoreksia) dan tampak kurus., konjungtiva anemis. Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Jam 15.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml Jam 16.00. Mengontrol suhu ruangan; 23oC (sejuk) Mengajak klien berkomunikasi, bercanda dan menonton video kartun anak-anak menggunakan tab Memperkenalkan anak (pasien) disamping kiri dan kanan tempat tidur klien. Jam 17.30. Klien mengeluh nyeri perut, skala nyeri 2 Memberikan posisi nyaman dengan bantal disamping kiri-kanan Observasi orang tua melakukan tehnik beradaptasi secara kompromi terhadap ketidakseimbangan nutrisi. Intervensi : melakukan monitoring nutrisi,manajemen nutrisi, memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu makanan biasa 1000 kkal dan makanan cair F135 4x100 ml. Transfusi PRC. Diagnosis 2 Respon Adaptif : turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk. Hasil laboratorium; Kreatinin darah 0,20 mg/dl, Natrium 137 mEq/L, Kalium 5,39 mEq/L, Klorida 97,0 mEq/L. Respon Inefektif : balance cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 300 ml, haluaran 150 ml, Diuresis 0,93 ml/kgBB /jam, klien malas minum. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko kekurangan volume cairan. Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi, balance cairan. Berikan cairan sesuai kebutuhan. Diagnosis 3 Respon Adaptif : suhu badan klien; 37,1oC. sekitar kanul stopper tidak ada tanda flebitis (kemerahan,bengkak, nyeri). Respon Inefektif : Leukosit 16.14 103/µL, Eosinofil 0,5%, Pemeriksaan laboratorium (urine) tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil; warna kuning keruh, bakteria positif, berat jenis 1.020, PH 6.0, nitrit positif. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah hipertermia Intervensi : lakukan kompres hangat dan berikan paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO jika ada demam. Diagnosis 4 Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat siang,skala nyeri 1 Respon Inefektif : ; klien Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 56 2 3 1 1 1 1 1 1,2,3,4 1,2,3,4 4 1,2 distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 18.00. Menghitung balance cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 300 ml, haluaran 150 ml, balance cairan 150 ml. Diuresis 0,93 ml/kgBB/jam Memberikan terapi antibiotik; Cefixime 75 mg PO (2x1 sejak tanggal 12 Maret 2016). Jam 18.30. Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi, diet makanan biasa; klien makan ½ porsi Jam 19.00 Mengkaji faktor ketidaknyamanan makan; klien ada rasa nyeri, perut buncit Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah. Membersihkan mulut klien dan menganjurkan pada orang tua untuk melakukan oral hygiene secara rutin. Jam 19.30. Menerima hasil laboratorium; Hemoglobin 8,7 g/dl, Hematokrit 28,1%, Eritrosit 3,89 106/µL, Trombosit 466 103/µL. Leukosit 16.14 103/µL, Basofil 0,4%, Eosinofil 0,5%, Neutrofil 69,6%, Limfosit 21,0%, Monosit 8,5%. LED 72 mm. MCV 72,2 fL, MCH 24,4 pg, MCHC 31 g/dl, SGOT 119 U/L, SGPT 24 U/L, Albumin 3,43 g/dl. Bilirubin direk 0,40 mg/dl, gula darah sewaktu 72 mg/dl. Kreatinin darah 0,20 mg/dl, Ureum darah 12 mg/dl, Natrium 137 mEq/L, Kalium 5,39 mEq/L, Klorida 97,0 mEq/L. Konsultasi DPJP; klien akan diberikan transfusi PRC target hb 12 (12-8,7)x4x14 kg = 184 ml. Dianfrak PRC 200 ml. Jam 20.00 Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg PO Jam 21.00. Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak, skala nyeri 2-3. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nyeri Intervensi : Melakukan teknik distraksi, tindakan kenyamanan dan pemberian analgetik. Diagnosis 5 Respon Adaptif : Orang tua mengatakan mengerti tentang stiimulasi tumbuh kembang anak. Respon Inefektif : aktivitas terbatas, interaksi klien masih pasif. Klien sedikit berinteraksi, respon komunikasi kurang. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Intervensi : Stimulasi tumbuh kembang anak sesuai usia perkembangan. Tanggal 15 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan 1,2,3,4,5 Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 Jam 08.00 Mengikuti ronde DPJP, hasil; Diagnosis 1 Edukasi orang tua untuk pemberian Respon Adaptif : Ibu klien kemoterapi, rencana dilakukan mengatakan anaknya tidak ada Echocardiografi, ukur lingkar perut setiap muntah. Klien tidak anemis. hari, rencana besok mulai kemoterapi. Ibu memahami tentang efek kemoterapi terhadap asupan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 57 2 1 1,2 4 4 1,2,3,4,5 1 1 1 2 2 4 4 1,2 1,2 1,2 1,2 1 1,2 5 5 4 4 Menghitung balance cairan 24 jam nutrisi (06.00-06.00); masukan 500 ml, haluaran Respon Inefektif : Klien 350 ml+IWL 399 ml, balance cairan -249 makan 1/2, diet makanan ml. Diuresis 1,09 ml/kgBB/jam biasa, makanan cair 2 kali tidak dihabiskan (diminum Jam 09.00 Mengkaji lingkar perut klien; 64 cm dan 61 sekitar 70-80%). Ibu cm. mengatakan anaknya kurang Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml selera makan Klien mengeluh nyeri perut, sambil Proses Adaptasi : Klien merengek, skala nyeri 2 beradaptasi secara kompromi Orang tua melakukan tehnik distraksi dan terhadap ketidakseimbangan mengusap-usap perut bagian bawah nutrisi. Intervensi : melakukan Jam 10.00. Klien dilakukan peemeriksaan monitoring nutrisi, manajemen Echocardiografi nutrisi, memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu makanan biasa Jam 12.00 Mengatur posisi semifowler pada klien 1000 kkal dan makanan cair Memberikan klien nutrisi, diet makanan F135 4x100 ml. biasa; klien makan ½ porsi Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien Diagnosis 2 mengatakan anaknya tidak ada muntah. Respon Adaptif : turgor kulit Memberikan minum pada klien 50 ml elastis, membran mukosa Monitor status hidrasi klien; turgor kulit lembab, akral hangat, CRT < 2 elastis, membran mukosa lembab, akral dtk. hangat, CRT < 2 dtk Respon Inefektif : balance Memberikan terapi Paracetamol sirup 150 cairan 24 jam (06.00-06.00); mg PO masukan 500 ml, haluaran 749 Memberikan posisi nyaman dengan bantal ml, balance cairan -249 ml. disamping kiri-kanan Diuresis 1,09 ml/kgBB/jam, klien malas minum. Jam 12.30 Menyambung stopper (line1) dengan IVFD Proses Adaptasi : Klien cairan NaCl 0,9% beradaptasi secara kompensasi Melakukan crosschek golongan darah, terhadap masalah risiko nomor seri transfusi dan tanggal kekurangan volume cairan. kadaluwarsa. Intervensi : Observasi tanda Memberikan transfusi PRC 192 ml (50 tanda vital, status hidrasi, ml/jam) balance cairan. Berikan cairan sesuai kebutuhan. Jam 15.00 Memberikan nutrisi peroral (F135) 100 ml Diagnosis 3 Memberikan penjelasan pada orang tua Respon Adaptif : suhu tentang efek kemoterapi terhadap asupan badan klien; 37,1oC. sekitar nutrisi kanul stopper tidak ada tanda flebitis (kemerahan, bengkak, Jam 16.30 Melakukan aff transfusi, membilas dengan nyeri). cairan IVFD NaCl 0,9% 50 ml. Respon Inefektif : ibu Ayah datang berkunjung dan terlibat mengatakan jam 04.00 dalam perawatan anaknya. anaknya ada deman (38,1 oC) Observasi ayah melakukan stimulasi Proses Adaptasi : klien tumbuh kembang dengan berkomunkasi, beradaptasi secara membelai, bercanda. kompensasi terhadap masalah hipertermia Jam 17.00. Klien mengeluh nyeri perut, sambil Intervensi : lakukan kompres merengek, skala nyeri 2 hangat dan berikan Observasi orang tua melakukan tehnik paracetamol sirup 150 mg (6 distraksi (bersenandung) dan mengusapml) PO jika ada demam. usap perut bagian bawah Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 58 1,2 2,3,4 2 3 3 3 3 1 1 3 1 1,2,3,4,5 2 3 3,4 5 5 1,2 Diagnosis 4 Jam 17.30. Aff cairan NaCl 0,9%, stopper di tutup Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1 Jam 18.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 38,3oC, Respon Inefektif : ; klien Nadi 140x/mnt, RR 28x/m, TD 102/52 tampak merintih/menangis mmHg. jika merasa nyeri. Nyeri Menghitung intake-output cairan 12 jam hilang timbul, bertambah jika (06.00-18.00); masukan 512 ml, haluaran klien banyak bergerak, skala 200 ml, Diuresis 1,25 ml/kgBB/jam nyeri 2. Lingkar perut klien; Memberikan kompres hangat pada dahi, 64 cm dan 61 cm. axila dan lipatan paha Proses Adaptasi : klien Memberikan terapi paracetamol sirup 150 beradaptasi secara kompensasi mg (6 ml) PO terhadap masalah nyeri Memberikan terapi antibiotik; Cefixime Intervensi : Melakukan 75 mg PO teknik distraksi, tindakan Observasi tanda-tanda infeksi; daerah kenyamanan dan pemberian sekitar kanul stopper tidak ada tanda analgetik. flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri). Diagnosis 5 Jam 19.00 Mengatur posisi duduk pada klien Respon Adaptif : Respon Memberikan klien nutrisi, diet makanan anak lebih komunikatif dari biasa; klien makan ½ porsi sebelumnya, mau bermain, Mengontrol suhu ruangan; sejuk (±22oC). ayah melakukan stimulasi tumbuh kembang. Jam 19.30 Mengkaji kemampuan makan klien dan Respon Inefektif : aktivitas status nutrisi: klien malas makan klien terbatas, interaksi klien (anoreksia), tampak kurus, perut tampak sedikit, komunikasi belum buncit. maksimal. Monitoring kesimpulan hasil Proses Adaptasi : klien Echocardiografi; Minimal Pericardial beradaptasi secara kompensasi Effusion, tidak ada kontraindikasi terhadap masalah risiko kemoterapi keterlambatan pertumbuhan Memberikan minum pada klien 50 ml dan perkembangan Intervensi : Stimulasi tumbuh Jam 20.00 Mengukur suhu badan klien; 37,1oC kembang anak sesuai usia Memberikan terapi paracetamol sirup 150 perkembangan. mg PO Mengajak klien berkomunikasi, bercanda. Merubah posisi klien Jam 21.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml Tanggal 16 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan 1,2,3,4,5 2 Implementasi Keperawatan Jam 08.00 Mengikuti ronde devisi HematoOnkologi, hasil; Kemoterapi dilakukan hari ini dengan dosis reduksi 30%, mulai dengan Doxorubicin 2 kali, kemudian Cisplatin (setelah pemeriksaan Otoacoustic Emission/OAE) Menghitung balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 772 ml, haluaran 530 ml+IWL 399 ml, balance cairan -157 ml. Diuresis 1,6 Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 Diagnosis 1 Respon Adaptif : Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah. anak tidak anemis. Respon Inefektif : Klien makan ½ porsi, diet makanan biasa, makanan cair 2 kali tidak dihabiskan (dimimun sekitar 70-80%). Ibu Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 59 5 1,4 1 1,4 1,2 6 4 4 5 5 3 3 3,4 3 4 1,4 1 2 1 2 1 6 6 2,6 ml/kgBB/jam Jam 08.30 Mengajak klien berkomunikasi, bercanda. Merubah posisi klien Jam 09.00 Mengikuti ronde DPJP; bila nutrisi tidak adekuat, edukasi orang tua untuk pemasangan NGT Mengkaji lingkar perut klien; 64 cm dan 61 cm. Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml Jam 10.00. Klien konsul pemeriksaan OAE Jam 11.00 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 3 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 11.30 Mengajak anak bermain ditempat tidur sambil istirahat. (menggunakan buku bergambar berwarna) Melibatkan ibu bermain bersama Jam 12.00 Mengukur suhu badan klien; 38,oC Memberikan kompres hangat pada dahi, axila dan lipatan paha Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Observasi tanda-tanda infeksi; daerah sekitar kanul stopper tidak ada tanda flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri). Memberikan posisi nyaman dengan bantal disamping kiri-kanan Jam 12.30 Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi, diet makanan biasa; klien makan ½ porsi Memberikan minum pada klien 50 ml Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah. Monitor status hidrasi klien; turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk Jam 15.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml Monitoring kesimpulan hasil pemeriksaan OAE; tidak terdapat gangguan pada sel rambut luar koklea di kedua telinga. Memberi edukasi pada ibu tentang efek kemoterapi dan antisipasi mual muntah karena kemoterapi Jam 16.00 Memberikan cairan NaCl 0,9% 250 ml + Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam mengatakan anaknya kurang selera makan. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompromi terhadap ketidakseimbangan nutrisi. Intervensi : melakukan monitoring nutrisi, manajemen nutrisi, memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu makanan biasa 1000 kkal dan makanan cair F135 4x100 ml. Diagnosis 2 Respon Adaptif : turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk. Diuresis 1,6 ml/kgBB/ jam. Respon Inefektif : balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 772 ml, haluaran 929 ml, balance cairan -157 ml. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko kekurangan volume cairan. Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi, balance cairan. Berikan cairan sesuai kebutuhan. Diagnosis 3 Respon Adaptif : suhu badan klien; 37,3oC. Respon Inefektif : Orang tua mengatakan suhu badan anaknya naik turun, jam 06.00 suhu badan klien teraba hangat. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah hipertermia Intervensi : lakukan kompres hangat dan berikan paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO jika ada demam. Diagnosis 4 Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1 Respon Inefektif : ; klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak, skala nyeri 2-3. Lingkar perut klien; Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 60 4 4 2,3,4,6 3,6 3 6 1,2,6 1,4 1 1 2 6 6 2,6 3 3 3,4 3 6 1,2 3 Jam 16.30 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Observasi orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 18.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 37,3oC, Nadi 130x/mnt, RR 24x/m, TD 102/66 mmHg. Menghitung Intake-output cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 525 ml, haluaran 280 ml, Diuresis 1,7 ml/kgBB/jam Memberikan terapi antibiotik; Cefixime 75 mg PO Observasi tanda-tanda adanya extravasasi pada lokasi sekitar IVFD; tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri. Klien tidak ada mual muntah Jam 18.30 Mengatur posisi duduk pada klien Memberikan klien nutrisi, diet makanan biasa; klien makan ½ porsi Jam 19.00 Mengkaji kemampuan makan klien dan status nutrisi: klien malas makan (anoreksia), tampak kurus, perut tampak buncit. Memberikan minum pada klien 50 ml Memberikan cairan kumur; minosep gargle 5 ml Observasi orang tua melakukan perawatan mulut pada klien Jam 20.00 Memberikan cairan 2A + K(7 mEq) + Ca(7mEq) + Mg(3mEq) + Ondancentron 2 mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml, iv 75 ml/jam Mengukur suhu badan klien; 39,oC Memberikan kompres hangat pada dahi, axila dan lipatan paha Memberikan terapi paracetamol 150 mg /iv Mengganti pakaian klien dengan kain yang lembut dan dapat menyerap keringat Memberikan obat tetes telinga Carbogliserine 3 tetes (3x3 tetes sejak tanggal 16 Maret 2016). Jam 21.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml Mengukur suhu badan klien; 37,3oC 64 cm dan 61 cm. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nyeri Intervensi : Melakukan teknik distraksi, tindakan kenyamanan dan pemberian analgetik Diagnosis 5 Respon Adaptif : Anak senang bermain di tempat tidur, ada interaksi aktif Respon Inefektif : aktivitas terbatas, interaksi klien mulai aktif namun kadang ada pasif, malas bergerak. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Intervensi : Stimulasi tumbuh kembang anak sesuai usia perkembangan Diagnosis 6 Respon Adaptif : Klien tidak ada mual muntah, tidak ada tanda-tanda extravasasi. Respon Inefektif : lingkar perut 64cm dan 61cm, status gizi buruk Klien mendapat kemoterapi Doxorubicin 12,5 mg iv. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi Intervensi : Beri kemoterapi sesuai protokol, lakukan pencegahan terhadap efek samping, seperti mukositis, mual-muntah, ototoksitas, gangguan elektrolit, dan extravasasi. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 61 Tanggal 17 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 2,6 6 2 3 1,4 1,2 1,2 4 4 5 5 3 3,4 3 4 2,3,4,6 6 Jam 07.30 Mengkaji riwayat cairan sebelumnya; - jam 05.00 diberikan Manitol 20% 65 ml selama 30 menit. - Jam 06.00 line 1 diberikan NaCl 0,9% 500 ml+Cisplatin 35 mg/IV, 20 ml/jam. Line 2 cairan 2A+K (7 mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3 mEq) +Ondancentron 2 mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml (IV), 55 ml/jam. - Klien BAB lembek seperti bubur, warna kuning kecoklatan sebanyak 4 kali sejak jam 21.00-06.00. KLien telah diberi Zink 20 mg po (2 hari sekali). Observasi pemberian kemoterapi Menghitung balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 1385 ml, haluaran 580 ml+IWL 399 ml, balance cairan +406 ml. Diuresis 1,8 ml/kgBB/ jam Jam 08.00 Mengikuti ronde devisi HematoOnkologi, hasil; Klien terdapat demam dengan adanya bakteri dalam urine, berikan antibiotik cefotaxim. Mengkaji lingkar perut klien; 66 cm dan 61 cm. Jam 09.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml, anak malas minum (40% dihabiskan) Konsul DPJP; pasang NGT Jam 09.30 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 10.00 Mengajak klien berkomunikasi, bercanda (melakukan stimulasi tumbuh kembang) Mengajak anak bermain ditempat tidur sambil istirahat, melibatkan ibu bermain bersama Jam 12.00 Mengukur suhu badan klien; 36,6oC Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO Memberikan posisi nyaman dengan bantal disamping kiri-kanan Mengukur tanda-tanda vital; SB 37oC, Nadi 112x/mnt, RR 24x/m, TD 110/78 mmHg. Observasi tanda-tanda ekstravasasi pada lokasi sekitar IVFD Diagnosis 1 Respon Adaptif : Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah, Klien tidak anemis, keluarga memahami dan koperatif terhadap pemasangan NGT, keluarga memehami cara pemberian nutrisi melalui NGT, nutrisi dapat diberikan melalui NGT. Respon Inefektif : perut klien tampak buncit, lingkar perut 66 cm dan pusat 61 cm, klien terpasang NGT. Klien ada BAB ada BAB lembek seperti bubur 2 kali, semalam 4 kali. Ibu mengatakan anaknya kurang selera makan. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap ketidakseimbangan nutrisi. Intervensi : melakukan monitoring nutrisi, manajemen nutrisi, memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu 1480 kkal berupa makanan cair F135 6x135 ml dan IVFD. Diagnosis 2 Respon Adaptif : turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk. balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 1385 ml, haluaran 979 ml, balance cairan +406 ml. Diuresis 1,8 ml/kgBB/jam. Respon Inefektif : Klien ada BAB ada BAB lembek seperti bubur 2 kali, semalam 4 kali. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko kekurangan volume cairan. Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi, balance cairan. Observasi BAB, berikan cairan sesuai kebutuhan. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 62 1 1 2 2 1,6 1,2 1,2 1,2 1 2,6 4 4 5 5 2,3,4,6 2,6 3 6 1,2 Jam 12.30 Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi, diet makanan biasa; klien makan ½ porsi Memberikan minum pada klien 40 ml Monitor status hidrasi klien; turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk. Klien ada BAB lembek seperti bubur, warna kuning kecoklatan sebanyak 1 kali Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah Jam 15.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml, anak malas minum (30% dihabiskan) Edukasi orang tua tentang pemasangan NGT; orang tua setuju untuk dipasang NGT Jam 16.00. Klien dilakukan pemasangan NGT Konsul dietisien untuk perubahan diet; kebutuhan kalori klien adalah (RDA) 100 x 14,8 (kgBB ideal); 1480 kkal/hari. Klien mendapat diet makanan cair F135 8x135 ml. Mengganti cairan line 2 dengan 2A+K(7 mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3 mEq) + Ondancentron 2 mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml, (IV) 55 ml/jam Jam 16.30 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 17.00 Ayah datang berkunjung dan terlibat dalam perawatan anaknya. Observasi ayah melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan berkomunikasi, membelai, bercanda Jam 18.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,4oC, Nadi 110x/mnt, RR 24x/m, TD 116/85 mmHg. Menghitung Intake-output cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 1100 ml, haluaran 420 ml, Diuresis 2,6 ml/kgBB/ jam. Klien ada BAB lembek seperti bubur, warna kuning kecoklatan sebanyak 1 kali Klien tidak ada mual muntah Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO. Observasi tanda-tanda adanya extravasasi pada lokasi sekitar IVFD; tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri. Jam 18.30 Melakukan edukasi pada orang tua Diagnosis 3 Respon Adaptif : suhu badan klien; 36,3oC. Respon Inefektif : Orang tua mengatakan suhu badan anaknya naik turun, jam 03.00 suhu badan klien 38,3oC. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah hipertermia Intervensi : lakukan kompres hangat dan berikan paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO jika ada demam. Diagnosis 4 Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat dengan baik, skala nyeri 1, orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan baik Respon Inefektif : ; klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak, skala nyeri 2. Lingkar perut klien 66 cm dan 61 cm. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nyeri Intervensi : Melakukan teknik distraksi, tindakan kenyamanan dan pemberian analgetik. Diagnosis 5 Respon Adaptif : Anak senang bermain, ada interaksi, mau berkomunikasi dengan orang lain, Orang tua dapat melakukan stimulasi tumbuh kembang. Respon Inefektif : aktivitas terbatas, interaksi klien sedikit aktif, malas bergerak. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Intervensi : Stimulasi tumbuh kembang anak sesuai usia perkembangan. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 63 1,4 1,2 6 6 3,4 1,2 tentang cara pemberian makanan cair melalui NGT menggunakan Feeding Burrete. Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 30 ml air. Jam 19.00 Memberikan cairan kumur; minosep gargle 5 ml Observasi orang tua melakukan perawatan mulut pada klien Jam 20.00 Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Jam 21.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 30 ml air. Diagnosis 6 Respon Adaptif : Klien tidak ada mual muntah. Lokasi sekitar IVFD; tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri. Tanda-tanda vital normal, tidak ada sianotis. Orang tua dapat melakukan perawatan mulut anak dengan baik Respon Inefektif : Klien ada BAB ada BAB lembek seperti bubur 2 kali, semalam 4 kali. Klien akan mendapat kemoterapi Doxorubicin 12,5 mg iv. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko cedera berhubungan proses malignan dan kemoterapi Intervensi : Beri kemoterapi sesuai protokol, lakukan pencegahan terhadap efek samping, seperti mukositis, mual-muntah, ototoksitas, gangguan elektrolit, dan extravasasi. Tanggal 18 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 2,3 2 1,4 1,2 1,2 4 4 2,6 Jam 07.30 Menerima hasil laboratorium urinalisis; warna kuning, keruh, leukosit 2-4, eritrosit 1-2, bakteria +, berat jenis 1.010, PH 0,6. Kesimpulan; ISK Menghitung balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 2390 ml, haluaran 1050 ml+IWL 399 ml, balance cairan +941 ml. Diuresis 3,3 ml/kgBB/ jam Jam 08.00 Mengkaji lingkar perut klien; 67 cm dan 63 cm. Mengukur LLA : 11,3 cm (tetap). Jam 09.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 30 ml air. Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan teknik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 10.00 Mengganti cairan line 2 dengan Diagnosis 1 Respon Adaptif : Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah. Makanan cair F135 6x135 ml, semua dapat diberikan melalui NGT. BAB konsistensi lunak 1 kali (pagi), ukuran LLA tetap (11,3 cm). Klien sudah mulai meminta makanan selingan. Respon Inefektif : klien tampak buncit, lingkar perut 67 cm dan pusat 63 cm. klien terpasang NGT. Ibu klien mengatakan anaknya kurang berselera pada makanan biasa. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap ketidakseimbangan nutrisi. Intervensi : melakukan monitoring nutrisi, manajemen nutrisi, memenuhi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 64 5 2 2,6 2,3,6 3,4 3 1,4 1,2 1,6 6 1,2 4 4 2,6 2,3,6 2 3 1,2,6 1 2A+K(7 mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3 mEq) + Ondancentron 2 mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml, (IV) 75 ml/jam Observasi orang tua stimulasi tumbuh kembang dengan berkomunkasi, membelai, bercanda. Jam 12.00 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk Memberikan cairan NaCl 0,9% 250 ml + Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam (selama 4 jam) Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC, Nadi 116x/mnt, RR 28x/m, TD 109/68 mmHg. Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO Jam 12.30 Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 30 ml air. Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah Jam 13.00 Observasi tanda-tanda ekstravasasi pada lokasi sekitar IVFD cairan NaCl 0,9% 250 ml + Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam Jam 15.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 30 ml air. Jam 16.30 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 17.00 Aff line 2 (line 1 sudah di aff jam 16.00), menutup stopper. Jam 18.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,3oC, Nadi 120x/mnt, RR 26x/m, TD 101/65 mmHg. Menghitung Intake-output cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 1770 ml, haluaran 920 ml, Diuresis 5,76 ml/kgBB/ jam Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO. Monitoring; klien tidak ada mual muntah Klien meminta makanan selingan kebutuhan nutrisi, yaitu 1480 kkal berupa makanan cair F135 6 x 135 ml dan IVFD Diagnosis 2 Respon Adaptif : turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk, klien sudah 2 kali meminta minum (50-60 ml). Balance cairan 24 jam (06.0006.00); masukan 2340 ml, haluaran 1449 ml, balance cairan +891 ml. Diuresis 3,3 ml/kgBB/jam. Respon Inefektif : Ibu mengatakan anaknya minum tidak banyak, klien terpasang NGT. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko kekurangan volume cairan. Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi, balance cairan. Berikan cairan sesuai kebutuhan. Diagnosis 3 Respon Adaptif : suhu badan klien; 36,3oC. Ibu mengatakan sudah tidak ada peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh diatas normal terakhir kemarin (17/3/2016) jam 03.00 Respon Inefektif : Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara integrasi terhadap masalah hipertermi Intervensi : Diagnosis 4 Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1. Orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan baik Respon Inefektif : ; klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak, skala nyeri 2. Lingkar perut klien; 67 cm dan 63 cm Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 65 1,4 1,2 6 6 3,4 5 5 1,2 1,2,3 (biscuit) Jam 18.30 Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Jam 19.00 Memberikan cairan kumur; minosep gargle 5 ml Observasi orang tua melakukan perawatan mulut pada klien Jam 20.00 Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg PO Ayah datang berkunjung dan terlibat dalam perawatan anaknya. Observasi ayah melakukan stimulasi tumbuh kembang Jam 21.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Menerima hasil laboratorium analisis tinja; Makroskopis, mikroskopis dan pencernaan dalam batas normal terhadap masalah nyeri Intervensi : Melakukan teknik distraksi, tindakan kenyamanan dan pemberian analgetik. Diagnosis 5 Respon Adaptif : Anak senang bermain, interaksi dan komunikasi baik, dapat duduk, Orang tua dapat melakukan stimulasi tumbuh kembang. Respon Inefektif : Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara integrasi terhadap masalah risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Intervensi : Stimulasi tumbuh kembang anak sesuai usia perkembangan. Diagnosis 6 Respon Adaptif : Klien tidak ada mual muntah, Lokasi sekitar IVFD; tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri. Tanda-tanda vital normal, tidak ada sianotis. Orang tua dapat melakukan perawatan mulut anak dengan baik. IVFD sudah di aff, klien sudah selesai prokemoterapi Respon Inefektif : Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara integrasi terhadap masalah risiko cedera berhubungan proses malignan dan kemoterapi. Intervensi : - Tanggal 21 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 1,4 1,2,4 Jam 07.30 Mengkaji perkembangan perawatan pada hari sebelumnya; Lingkar perut klien tanggal 19 maret 2016; 67,5 cm dan 62,5 cm, tanggal 20 Maret 2016; 68,5 cm dan 63cm. Pengikuran saat ini; 66 cm dan 62 cm. Tanggal 19 Maret 2016, menerima hasil laboratorium; Hemoglobin 8,3 g/dl, Hematokrit 27%, Trombosit 279.000/µL, Leukosit 11.780/µL, Diagnosis 1 Respon Adaptif : Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah. Klien tidak anemis. Makanan cair F135 4x135 ml, semua dapat diberikan melalui NGT. BAB konsistensi lunak 1 kali (pagi). Klien sudah mulai meminta makanan selingan. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 66 1 1,2 1 2 1 1,4 1,2 1,2 4 4 2 2,4 4 1,2 1 2 1,2 Basofil 0,1%, Eosinofil 0,2%, Neutrofil 73,4%, Limfosit 18,4%, Monosit 5,9%, LED 13 mm, MCV 72,8 fL, MCH 22,4 pg, MCHC 30,7 g/dl, SGOT 80 U/L, SGPT 19 U/L, Albumin 2,92 g/dl, Globulin 3,48, Alb.glob.ratio 0,9, Protein total 6,4.gr/dl, Kreatinin darah 0,20 mg/dl, Ureum darah 24 mg/dl. Memberikan Albumin 25%+Lasix 10 mg 50 ml/IV, selama 3 hari (19-20-21 Maret 2016) Tanggal 20 Maret 2016 melakukan transfusi PRC 200 ml Ada muntah; tanggal 19 maret 2016 1 kali, 20 maret 2016 1 kali. Menghitung balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 1190 ml, haluaran 1340 ml+IWL 399 ml, balance cairan -549 ml. Diuresis 4,2 ml/kgBB/jam Jam 08.00 Mengikuti ronde devisi metabolik; kemampuan makan klien mulai meningkat (makanan selingan/ biskuit dihabiskan), perubahan diet makanan menjadi makanan biasa 800 kkal 2 kali, dan F135 6x135 ml (720 kkal) Jam 09.00 Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah Jam 09.30 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 12.00 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,8oC, Nadi 110x/mnt, RR 24x/m, TD 102/60 mmHg. Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO Mengatur posisi duduk pada klien Memberikan klien nutrisi makanan biasa; klien makan 2/3 porsi Memberikan klien minum 70 ml Jam 15.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Respon Inefektif : klien tampak buncit, lingkar perut 66 cm dan pusat 62 cm. klien terpasang NGT. klien makan makanan biasa ½ - 2/3 porsi. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap ketidakseimbangan nutrisi. Intervensi : melakukan monitoring nutrisi, manajemen nutrisi, memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu yaitu 1480 kkal berupa makanan biasa 800 kkal 2 kali, dan F135 4x135 ml (720 kkal) Diagnosis 2 Respon Adaptif : turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk, klien sudah 2 kali meminta minum (50-60 ml). Diuresis 4,2 ml/kgBB/jam. Respon Inefektif : Ibu mengatakan anaknya masih malas minum, klien terpasang NGT. balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 1190 ml, haluaran 1739 ml, balance cairan -549 ml. Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah risiko kekurangan volume cairan. Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi, balance cairan. Berikan cairan sesuai kebutuhan. Diagnosis 4 Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1. Orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan baik Respon Inefektif : ; klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak, skala nyeri 2. Lingkar perut klien; 66 cm dan 62 cm Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nyeri Intervensi : Melakukan teknik distraksi, tindakan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 67 1 4 4 2,4 1,2 2 1,4 2 1,2 4 1,2 Memberikan Albumin 25%+Lasix 10 mg 50 ml/iv. Jam 17.00 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 18.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC, Nadi 120x/mnt, RR 26x/m, TD 101/65 mmHg Monitoring; klien tidak ada mual muntah Menghitung Intake-output cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 620 ml, haluaran 350 ml, Diuresis 2,2 ml/kgBB/ jam Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO. Jam 18.30 Mengatur posisi duduk pada klien Memberikan klien nutrisi makanan biasa; klien makan ½ porsi Memberikan klien minum 60 ml Jam 20.00 Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Jam 21.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. kenyamanan dan pemberian analgetik. Tanggal 22 Maret 2016 Diagnosis Keperawatan Implementasi Keperawatan 1,2,4 Jam 07.30 Menerima hasil laboratorium; Hemoglobin 9,5 g/dl, Hematokrit 29,6%, Eritrosit 3,8 106/µL, Trombosit 173.000/µ, Leukosit 15.280/µL, Basofil 0,1%, Eosinofil 0,6%, Neutrofil 88,9%, Limfosit 8,5%, Monosit 1,9%,LED 15 mm, MCV 76,1 fL, MCH 24,4 pg, MCHC 32,1 g/dl, Albumin 4,44 g/dl. Mengukur lingkar perut; 65 cm dan 61,5 cm. Monitoring mual dan muntah; jam 05.00 klien ada muntah 1 kali (isi cairan). Menghitung balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 1200 ml, haluaran 780 ml+IWL 399 ml, balance cairan +21 ml. Diuresis 2,4 ml/kgBB/jam Evaluasi Keperawatan Jam 21.00 1,4 1,2 2 Diagnosis 1 Respon Adaptif : Ibu klien mengatakan selera makan anaknya mulai meningkat. Klien tidak anemis. Makanan cair F135 4x135 ml, semua dapat diberikan melalui NGT. Klien meminta makanan selingan. Albumin 4,44 g/dl. Respon Inefektif : klien tampak buncit, lingkar perut 65 cm dan pusat 61,5 cm. klien terpasang NGT. klien makan makanan biasa 2/3 porsi. Ibu mengatakan anaknya ada muntah 1 kali (jam 05.00). Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara kompensasi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 68 1,4 1,2 1,2 4 4 2 1,2,4 4 1,4 1 2 1,2 1,2 4 4 1,2,4 1,2 2 1,4 1 2 4 Jam 09.00 Mengatur posisi semifowler pada klien Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada muntah Jam 11.00 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 12.00 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,5oC, Nadi 112x/mnt, RR 22x/m, TD 96/58 mmHg. Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO Mengatur posisi duduk pada klien Memberikan klien nutrisi makanan biasa; klien makan 2/3 porsi Memberikan klien minum 80 ml Jam 13.00 Melakukan discharge planning Jam 15.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Jam 16.00 Klien mengeluh nyeri perut, sambil merengek, skala nyeri 2 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan mengusap-usap perut bagian bawah Jam 18.00 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC, Nadi 118x/mnt, RR 22x/m, TD 98/62 mmHg Monitoring; klien tidak ada mual muntah Menghitung Intake-output cairan 12 jam (06.00-18.00); masukan 660 ml, haluaran 400 ml, Diuresis 2,5 ml/kgBB/ jam Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim 350 mg PO. Jam 18.30 Mengatur posisi duduk pada klien Memberikan klien nutrisi makanan biasa; klien makan 2/3 porsi Memberikan klien minum 70 ml Jam 20.00 Memberikan terapi paracetamol sirup 150 mg (6 ml) PO terhadap ketidakseimbangan nutrisi. Intervensi : melakukan monitoring nutrisi, manajemen nutrisi, memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu yaitu 1480 kkal berupa makanan biasa 800 kkal 2 kali, dan F135 4x135 ml (720 kkal) Diagnosis 2 Respon Adaptif : turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, akral hangat, CRT < 2 dtk, balance cairan 24 jam (06.00-06.00); masukan 1200 ml, haluaran 780 ml+IWL 399 ml, balance cairan +21 ml. diuresis 2,4 ml/kgBB/jam klien sudah 2 kali meminta minum (60-70ml). Ibu mengatakan keinginan minum anak semakin meningkat Respon Inefektif : Proses Adaptasi : Klien beradaptasi secara integrasi terhadap masalah risiko kekurangan volume cairan. Intervensi : Diagnosis 4 Respon Adaptif : Klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1. Orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan baik. Lingkar perut menurun bertahap selama 2 hari. (65 cm dan 61,5 cm). Respon Inefektif : ; klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nyeri Intervensi : Melakukan teknik distraksi, tindakan kenyamanan dan pemberian analgetik. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 69 1,2 Jam 21.00 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml melalui NGT dan membilas dengan 50 ml air. Tabel 2.12. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. saat Persiapan Pulang Tanggal 23 Maret 2016 (Jam 10.00 klien pulang/keluar RS) Diagnosis Keperawatan Evaluasi Keperawatan Diagnosis 1 ; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Jam 09.00 Respon Adaptif : klien tidak anemis, Makanan cair F135 4x135 ml, semua dapat diberikan melalui NGT. Albumin 4,44 g/dl, ukuran LLA tetap (11,3 cm) , Klien berkeinginan makanan selingan. Ibu klien mengatakan selera makan anaknya sudah meningkat, dan tidak ada muntah. Respon Inefektif : klien tampak kurus, perut klien tampak buncit, lingkar perut menurun bertahap selama 2 hari ( sekarang; 65 cm dan pusat 61 cm). klien makan 2/3 porsi, masih terpasang NGT. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Diagnosis 4 ; Nyeri akut Respon Adaptif : klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1. Orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan baik. Respon Inefektif : klien tampak merintih/menangis jika merasa nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak bergerak. Lingkar perut 65 cm dan 61 cm. Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nyeri Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 70 BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI Bab ini menguraikan tentang ringkasan pencapaian kompetensi ners spesialis anak saat melakukan praktik klinik keperawatan pada beberapa rumah sakit sebagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi menggambarkan kemampuan ketrampilan tehnikal, intelektual dan interpersonal. Bab ini memuat tentang kompetensi yang ingin dicapai dalam kontrak belajar dan pencapaiannya, pembahasan pencapaian kompetensi serta implementasi Evidence Based Nursing Practice yang di gunakan pada asuhan keperawatan. 3.1. Pencapaian Kontrak Belajar Kontrak belajar mengambarkan kompetensi yang ingin dicapai melalui praktik klinik keperawatan ners spesialis anak. Kontrak belajar dibuat dalam 2 tahap yaitu; Praktek ners spesialis tahap pertama, untuk praktik klinik keperawatan anak lanjut dan Praktek ners spesialis tahap kedua untuk praktek klinik khusus. Kontrak belajar dibuat sebelum residen praktik dan dikonsultasikan kepada supervisior dan supervisior utama. Kontrak belajar meliputi tujuan praktik, aktivitas yang dikaitkan dengan kompetensi, metode pelaksanaan aktivitas dan waktu atau jadwal pelaksanaan. 3.1.1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut Praktik klinik keperawatan anak lanjut terdiri dari; keperawatan anak lanjut I (perawatan neonatus), keperawatan anak lanjut II (perawatan penyakit infeksi/akut) dan keperawatan anak lanjut III (perawatan penyakit non infeksi/kronis). 1) Keperawatan anak lanjut I (perawatan neonatus) Praktik keperawatan neonatus dilaksanakan dengan target waktu selama 4 minggu, pada pelayanan neonatus tingkat I, II dan III. Pelayanan keperawatan neonatus tingkat I adalah neonatus normal, stabil dan cukup bulan. Pelayanan keperawatan neonatus tingkat II adalah bayi prematur yang memerlukan resusitasi dan stabilisasi, bayi dengan penggunaan ventilasi mekanik jangka waktu singkat. Sedangkan pelayanan keperawatan neonatus tingkat III adalah pelayanan keperawatan neonatus intensif, yang memerlukan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 70 Ponidjan, FIK UI, 2016 71 pengawasan terus menerus. Untuk itu target kompetensi pengelolaan kasus yang dibuat residen sesuai dengan tingkat pelayanan neonatus adalah kasus bayi dengan hiperbilirubin, BBLR dan IRDS (Idiopatik respiration distress syndrome). Target ketrampilan prosedur pada perawatan neonatus adalah perawatan metode kangguru, penilaian masa gestasi, manajemen laktasi, resusitasi bayi, penerapan asuhan perkembangan, pemantauan menggunakan alat kardiorespirasi, pemantauan neonatus dengan terapi sinar. Praktik ners spesialis keperawatan neonatus dilaksanakan diruang perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta selama 4 minggu, yaitu pada tanggal 14 September-9 Oktober 2015. Praktek dilakukan pada ruang seruni (perawatan neonatus tingkat I dan II) dan ruang kemuning (perawatan neonatus tingkat III/NICU). Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3 (tiga) neonatus sebagai kasus kelolaan, yaitu neonatus cukup bulan dengan hiperbilirubinemia, neonatus dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR); neonatus kurang bulan (NKB), kecil masa kehamilan (KMK), neonatus dengan transient tachypnea of the newborn (TTN), Pada ruang perinatologi ini, residen juga memberikan asuhan keperawatan pada neonatus dengan berbagai kasus, seperti; hyaline membrane disease (HMD), pneumonia, necrotizing enterocolitis (NEC), ventricular septal defect (VSD), sepsis awitan dini, hirschsprung dengan kolostomi, neonatus kurang bulan dengan sindrom down. Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan keperawatan pada ruang perinatologi adalah stabilisasi kondisi bayi, mengoperasikan inkubator, menilai masa gestasi dengan menggunakan ballard score, development care, pemberian fototerpy, monitoring penggunaan alat bantu pernapasan-jantung (ventilator), manajemen BBLR (perawatan metode kanguru), pemberian nutrisi dan cairan, pemberian obat-obatan, pendidikan kesehatan tentang laktasi, pendidikan kesehatan tentang penyakit /kondisi klien, discharge planning dan melakukan dokumentasi keperawatan. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 72 2) Keperawatan anak lanjut II (perawatan penyakit infeksi/akut) Praktik keperawatan penyakit infeksi/akut dilaksanakan dengan target 6 minggu, di ruang perawatan anak infeksi. Lingkup praktek keperawatan penyakit infeksi/akut adalah memberikan asuhan keperawatan pada anak berbagai usia dengan kondisi/penyakit akut pada berbagai sistem tubuh, yang menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan dasar. Target kompetensi diruang rawat infeksi adalah merawat anak dengan masalah sistem pernapasan, gangguan keseimbangan cairan, masalah sistem gastro-hepatologi dan infeksi sistem persarafan. Untuk itu target kompetensi pengelolaan kasus yang dibuat residen sesuai dengan target pemberian asuhan keperawatan. Target kompetensi yang disusun dalam kontrak belajar adalah merawat anak dengan kasus broncopneumonia, diare dan meningitis. Praktik ners spesialis dilaksanakan diruang perawatan anak infeksi (gedung A) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 6 minggu, yaitu pada tanggal 26 Oktober-4 Desember 2015. Praktek dilakukan pada semua ruang perawatan anak infeksi dengan rotasi setiap 1 minggu. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3 (tiga) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan pneumonia aspirasi, anak dengan diare + riwayat dehidrasi & asidosis metabolik, dan anak dengan atresia biliary + Infeksi saluran perkemihan (ISK). Pada ruang perawatan anak infeksi ini, residen juga memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; Laringomalasia, sepsis, kolestosis, epilepsi, hydrocephalus, atresia ani, meningitis TB, fungus ball dan human immunodeficiency virus (HIV), ventricular septal defect (VSD) dan decompensasi cordis, atresia ani dan gizi buruk, budd chiary syndrome, efusi pleura, hematemesis cc varices oesofagus. Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan keperawatan pada ruang perawatan anak infeksi adalah monitoring menggunakan Nursing Early Warning Scoring System (NEWSS), menilai GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, melakukan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 73 suction, mengidentifikasi status nutrisi, memberikan nutrisi melalui NGT dan Nasojejunal feeding tube (NJFT), memasang NGT, memberikan terapi oksigen, memberikan terapi inhalasi (nebulizer), merawat luka, memasang infus, mengambil sampel darah vena, merawat tracheostomy, merawat colostomy, pendidikan kesehatan tentang laktasi, pendidikan kesehatan tentang penyakit /kondisi klien, discharge planning dan melakukan dokumentasi keperawatan. 3) Keperawatan anak lanjut III (perawatan penyakit non infeksi/kronis) Praktik keperawatan penyakit non infeksi/kronis dilaksanakan di ruang perawatan anak non infeksi dengan target waktu selama 6 minggu. Lingkup praktek keperawatan penyakit non infeksi/kronis adalah memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kondisi/penyakit kronik pada berbagai sistem tubuh, yang menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan dasar. Target kompetensi diruang rawat non infeksi dapat dipilih dari beberapa kasus sebagai berikut; merawat anak dengan gangguan hematologi, kardiovasikuler, sistem perkemihan, onkologi dan anak dengan kebutuhan khusus. Untuk itu target kompetensi pengelolaan kasus yang dibuat residen dalam kontrak belajar yaitu; merawat anak dengan thalasemia, leukemia limfoblastik akut dan sindroma nefrotik. Praktik ners spesialis diruang perawatan anak non infeksi dilaksanakan di RSPAD Gotot Soebroto selama 6 minggu, pada tanggal 7 Desember 2015-15 Januari 2016. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3 (tiga) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan neuroblastoma, leukemia mieloblastik akut, limfoma non hodgkin. Pada ruang perawatan anak non infeksi ini, residen juga memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; leukemia limfoblastik akut, ewing sarcoma, kanker nasofaring, yolk salk tumor, kanker ovarium, retinoblastoma, hemophilia, idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP), diabetes malitus dan hypertensi. Kompetenesi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan keperawatan pada ruang perawatan anak non infeksi adalah menilai Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 74 GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, mengidentifikasi status nutrisi, memberikan nutrisi melalui NGT, memasang NGT, memberikan terapi oksigen, memberikan terapi inhalasi (nebulizer), memasang infus, mengambil sampel darah vena, manajemen nyeri (non farmakologi), kompres, memberikan transfusi darah (PRC dan TC), perawatan stomatitis, pemberian dan monitoring kemoterapi, pemberian obat-obatan, terapeutic play, pendidikan kesehatan tentang penyakit/kondisi klien, discharge planning dan melakukan dokumentasi keperawatan. 3.1.2. Kontrak Belajar Praktik Klinik Khusus Praktik keperawatan klinik khusus adalah praktek berdasarkan area peminatan yang diminati oleh residen. Area peminatan yang dipilih oleh residen adalah non infeksi. Praktek ini dilaksanakan dengan target waktu 11 minggu. Pada praktek klinik khusus, residen dapat menambah ketrampilan profesionalnya sekaligus dapat melengkapi target yang sudah ditentukan pada semester sebelumnya, sehingga menjadi lebih percaya diri pada area peminatan yang diminatinya. Target kompetensi kasus kelolaan pada praktik klinik khusus ini adalah merawat anak dengan gangguan nutrisi, gangguan pembekuan darah/kelainan darah, gangguan kardiovasikuler dan gangguan pada sistem perkemihan. Kasus kelolaan yang disusun oleh residen pada kontrak belajar adalah merawat anak dengan gangguan nutrisi, merawat anak dengan gangguan kardiovasikuler, merawat anak dengan gangguan sistem perkemihan, dan merawat anak dengan gangguan hematologi-onkologi. Praktik keperawatan klinik khusus oleh ners spesialis diruang perawatan anak non infeksi dilaksanakan pada 2 rumah sakit, yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dilaksanakan selama 6 minggu, yaitu pada tanggal 15 Februari-25 Maret 2016 dan RSAB Harapan kita Jakarta dilaksanakan selama 5 minggu, yaitu pada tanggal 28 Maret-29 April 2016. Praktek dilakukan pada ruang perawatan kemoterapi, ruang perawatan netropeni, ruang perawatan kanker dan ruang perawatan penyakit non infeksi (kardiovasikuler dan perkemihan). Residen melakukan asuhan keperawatan pada 5 (lima) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 75 osteosarkoma, gagal ginjal kronik, hepatoblastoma + gizi buruk, leukemia limfoblastik akut + obesitas, tumor willm’s + gizi buruk. Pada ruang perawatan anak non infeksi ini, residen juga memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; leukemia limfoblastik akut, leukemia myeloblastik akut, neuroblastoma, limfoma non hodgkin, yolk salk tumor, retinoblastoma, hemophilia, idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP), hematemesis melena cc. varices oesofagus, synovio sarcoma, soft tissue tumor region femur, teratoma, Germ cell tumor, thalasemia, anemia aplastik, sistemik lupus eritematous, penyakit jantung rematik, sindroma nefrotik resisten steroid (SNRS). Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan keperawatan pada ruang perawatan anak non infeksi adalah monitoring menggunakan NEWSS, menilai GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, mengidentifikasi status nutrisi, memasang NGT, memberikan nutrisi melalui NGT, memberikan terapi inhalasi (nebulizer), memberikan terapi oksigen, mengambil sampel darah vena, memasang infus, manajemen nyeri (non farmakologi), kompres, memberikan transfusi darah (PRC dan TC), manajemen mual muntah (akupresur), perawatan stomatitis, melakukan prosedur dialisis ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), menggunakan pemberian continous obat-obatan, pemberian dan monitoring kemoterapi, terapeutic play, pendidikan kesehatan tentang penyakit/kondisi klien, discharge planning dan melakukan dokumentasi keperawatan. 3.2. Pembahasan Kompetensi Praktik Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian Standar kompetensi perawat diartikan sebagai patokan atau ukuran yang disepakati terhadap kemampuan seorang perawat dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannnya sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kemampuan tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diobservasi. (PPNI, 2010). Standar kompetensi perawat diperlukan untuk memastikan agar masyarakat sebagai penerima pelayanan mendapatkan asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 76 Standar kompetensi perawat merupakan pedoman bagi perawat untuk menjalankan peran profesinya. Menurut International Council of Nursing (ICN, 2009) standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang ners spesialis adalah melakukan praktek secara profesional sesuai etik dan legal (professional, ethical and legal practice), melakukan manajemen keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan (care provision and management), mengembangkan kualitas pelayanan keperawatan termasuk mengembangkan profesionalisme dan personalisme (professional, personal and quality development). Pencapaian kompetensi perawat ini diperoleh melalui praktek ners spesialis keperawatan anak dalam 2 tahap, yaitu Tahap pertama dilaksanakan selama 16 minggu, yaitu pada tanggal 14 September 2015-15 Januari 2016 dan tahap kedua selama 11 minggu, yaitu tanggal 15 Februari 2015-29 April 2016. Praktek ners spesialis tahap pertama dilaksanakan di RSAB Harapan Kita Jakarta, RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan RSPAD Gotot Soebroto. Sedangkan praktek ners spesialis tahap kedua dilaksanakan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RSAB Harapan Kita Jakarta. Berikut ini adalah pencapaian kompetensi ners spesialis anak sesuai peran perawat sebagai pemberi asuhan, advokator, pendidik, peneliti dan sebagai inovator. 3.2.1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan langsung pada bayi, anak dan keluarga. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan secara komprehensif mengacu pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian keperawatan, menganalisa masalah keperawatan, menegakkan diagnosa keperawatan, merencanakan dan melakukan intervensi keperawatan serta melakukan evaluasi keperawatan. Residen memberikan asuhan keperawatan pada anak sesuai standar kompetensi dengan memperhatikan prinsip tanggung jawab, etik dan legal keperawatan. Penerapan prinsip ini yaitu dengan menjaga kerahasiaan informasi dari klien dan keluarga, memberikan kebebasan pada klien dan keluarga untuk menetukan sendiri asuhan keperawatan yang diberikan dan menghormati hak-hak dari pada klien. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dengan memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak dan keluarga, mendampingi keluarga Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 77 sebagai partner sesuai prinsip family centered care, dan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya dalam meningkatkan kesehatan anak. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan residen pada 3(tiga) ruangan perawatan anak yaitu perinatologi, anak infeksi dan non infeksi. Pada ruang perawatan perinatologi residen memberi asuhan keperawatan pada bayi dengan 10 (sepuluh) kasus yang berbeda. Di ruang perawatan anak infeksi, pemberian asuhan keperawatan dilakukan residen pada 17 (tujuhbelas) kasus, sedangkan di ruang non infeksi sebanyak 26 (duapuluh enam) kasus yang berbeda. Pemberian asuhan keperawatan di ruang perawatan perinatologi sudah sesuai dengan target kompetensi dalam kontrak belajar, baik untuk pengelolaan kasus maupun ketrampilan prosedur. Pada ruang perawatan anak infeksi, target pengelolaan kasus meningitis diganti dengan atresia biliary + Infeksi saluran perkemihan (ISK) karena kasus meningitis TB ada pada saat 2 hari menjelang selesai praktik di ruangan tersebut, sehingga kasus meningitis diambil sebagai kasus resume. Sedangkan pada ruang perawatan non infeksi, target kasus thalassemia dan sindroma nefrotik tidak di dapatkan pada tahap 1, namun kasus tersebut dapat dicapai residen pada tahap ke 2. Target kasus kelolaan untuk penyakit gangguan kardiovasikuler pada tahap 2 di ruang perawatan non infeksi dicapai residen dengan memberi asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung rematik. Namun target kasus kelolaan dibuat dalam bentuk resume karena minimnya kasus tersebut di lahan praktek. Pencapaian ketrampilan prosedur untuk ruang perawatan anak infeksi dan non infeksi sudah dapat dicapai sesuai target kompetensi. 3.2.2. Peran Sebagai Advokat Peran sebagai advokat dilakukan oleh residen dengan membantu klien dan orang tua dalam menginterpretasikan berbagai informasi dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga keluarga dapat menentukan keputusan sendiri tanpa paksaan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Dalam melaksanakan peran ini ners spesialis berfungsi sebagai penghubung antara keluarga dengan tim kesehatan lainya dengan tetap memperhatikan aspek etik dan legal keperawatan. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 78 Permasalahan yang pernah dihadapi oleh residen saat praktik ners spesialis keperawatan anak yaitu pada saat orang tua klien mempertanyakan tentang perubahan protokol kemoterapi anaknya. Klien terdiagnosa dengan Acute myeloblastic leukemia (AML) setahun yang lalu dan dalam menjalani kemoterapi klien sudah pernah mengalami perubahan protokol kemoterapi dari protokol AML menjadi protokol Leukemia akut non fimfoblastik. Saat ini klien dirawat untuk dilakukan kemoterapi mengalami perubahan protokol lagi menjadi Non hodgkin lymphoma (NHL). Tindakan yang dilakukan residen terkait dengan peran advokator adalah berupaya menfasilitasi keluarga dengan berkonsultasi dengan dokter tentang perubahan protokol kemoterapi tersebut. Dokter kemudian mendatangi keluarga dan menjelaskan alasan perubahan protokol tersebut yaitu karena disesuaikan dengan hasil biopsi sebelumnya. Residen tetap mendampingi keluarga saat penjelasan berlangsung. Setelah mendapatkan penjelasan, keluarga diminta untuk memutuskan sendiri apakah bersedia atau tidak bersedia melanjutkan kemoterapi dengan protokol baru tersebut. Residen dalam menjalankan peran ini berusaha bersikap profesional dan caring serta menghormati hak-hak klien. Keluarga klien akhirnya memutuskan bersedia kemoterapi menggunakan protokol Non hodgkin lymphoma. 3.2.3. Peran Sebagai Pendidik Memberikan pendidikan kesehatan merupakan salah satu peran penting dari ners spesialis anak. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan residen pada berbagai tingkatan, yaitu pada klien dan keluarga, mahasiswa DIII dan S1 keperawatan yang praktek seruangan dengan residen serta kepada perawat ruangan sebagai teman sejawat. Pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dilakukan dengan tujuan agar anak dan keluarga dapat beradaptasi dengan hospitalisasi dan prosedur tindakan serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam merawat anaknya. metode yang digunakan pada anak dan keluarga adalah ceramah dan diskusi, yang meliputi informasi tentang; manfaat ASI dan teknik menyusui yang baik, perawatan metode kangguru, pemberian makanan melalui NGT menggunakan feeding burette, efek kemoterapi, antisipasi mual dan muntah, mencuci tangan menggunakan 6 langkah WHO, Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 79 perawatan mulut dan mukositis, manajemen nyeri menggunakan teknik distraksi. Pendidikan kesehatan pada mahasiswa DIII dan S1 Keperawatan dilakukan pada saat residen praktik di ruang perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta, di ruang perawatan infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan di ruang perawatan non infeksi RSPAD Gotot Soebroto. Saat tersebut, bertepatan ada mahasiswa keperawatan yang praktek bersama dengan residen. Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan bedside teaching. Pendidikan kesehatan meliputi materi tentang asuhan keperawatan yang terdapat pada ruang perinatologi, infeksi dan non infeksi, seperti asuhan keperawatan pada anak dengan hyperbilirubin, BBLR, hydrocephalus, atresia bilier, leukemia (ALL dan AML) dan kemoterapi. Kegiatan pendidikan kesehatan tidak terstruktur yang dilakukan residen pada perawat ruangan dilaksanakan saat selesai operan dinas pagi, yang dilanjutkan dengan pemberian materi dan diskusi. Pendidikan kesehatan tentang hasil penelitian dalam jurnal yang dapat diaplikasikan sesuai hasil pengamatan fenomena yang ada di tempat praktik saat itu. diantaranya adalah; efektivitas kain putih yang digantung pada sisi lampu fototerapi, efektivitas posisi prone terhadap residu lambung bayi premature, pemberian makanan cair melalui NGT menggunakan feeding burette, menentukan panjang NGT dengan menggunakan metode nose-ear-midumbilicus/NEMU dan manajemen mual muntah karena kemoterapi menggunakan akupresur. Pendidikan kesehatan terstrukur dilakukan residen secara tim (3 orang residen) di ruangan non infeksi (ruang anggrek) RSAB Harapan Kita Jakarta. Presentasi menggunakan power point dan LCD dengan topik “Perawatan Paliatif”. Topik ini dipilih karena hanya 1 perawat saja di ruang anggrek tersebut yang pernah mengikuti seminar perawatan paliatif. Sementara selama 5 minggu praktik pada ruangan tersebut, terdapat 6 pasien yang dirawat dengan paliatif. Metode yang digunakan pada pendidikan kesehatan ini adalah ceramah, dan diskusi. Presentasi ini Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 80 dihadiri oleh perawat ruangan, pembimbing praktik, kepala ruangan dan bagian keperawatan rumah sakit. 3.2.4. Peran Sebagai Peneliti Penelitian merupakan salah satu metode efektif yang digunakan untuk mendapatkan intervensi keperawatan yang berdasarkan pada evidence based practice (pembuktian ilmiah). Sebagai calon perawat spesialis anak, residen berkewajiban memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Untuk itu residen perlu melakukan penelusuran berbagai jurnal penelitian yang terkait dengan kasus yang ada agar hasil tersebut dapat diaplikasikan. Hasil penelitian yang sudah diaplikasikan pada kasus kelolaan antara lain; a. Pemberian posisi prone untuk menurunkan residu lambung pada bayi prematur (Chen, Tzeng, Gau, Kuo & Chen, 2013). b. Menurunkan kadar bilirubin dengan menggunakan kain putih yang digantung pada sisi lampu fototerapi (Sivanandan, Chawla, Mirsa, Agarwal & Deorari, 2009). c. Menentukan panjang NGT dengan menggunakan metode nose-earmid-umbilicus/NEMU lebih akurat dari pada metode nose-earxiphoid/NEX (Ellett, Cohen, Perkins, Croffie, Lane & Austin, 2012). d. Melakukan intervensi psikoedukasi pada anak yang mendapat kemoterapi dalam mengendalikan mual dan muntahnya (Chan et al. 2015). e. Melakukan pengkajian mual pada anak kanker dengan menggunakan Baxter Retching Faces/BARF (Baxter et al. 2011) f. Penggunaan terapi massage untuk menurunkan nyeri pada anak kanker (Manuel & Mota, 2013). 3.2.5. Peran Sebagai Innovator Peran sebagai innovator merupakan peran residen sebagai change agent atau sebagai agen pembaharu. Peran sebagai innovator dilaksanakan residen dengan membuat proyek inovasi. Proyek inovasi dilaksanakan sebanyak 2 kali pada saat praktek ners spesialis tahap 1 diruang perawatan anak infeksi dan praktek ners spesialis tahap 2 diruang non infeksi (gedung A) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada tahap 1, proyek inovasi dilaksanakan secara berkelompok (3 residen), sedangkan pada tahap 2, Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 81 proyek inovasi laksanakan secara mandiri. Pelaksanaan proyek inovasi ini disesuaikan dengan kebutuhan pada unit pelayanan dimana residen melakukan praktik. Proyek inovasi ini didasarkan pada evidence based practice dan analisis masalah menggunakan metode PICO yaitu populasi/problem, intervensi, comparation dan outcome. Setelah masalah diidentifikasikan, maka disusunlah strategi penyelesaian masalah yang meliputi kegiatan searching literatur/jurnal, membuat kerangka acuan/proposal, melakukan konsultasi pada pembimbing dan supervisior, melakukan koordinasi dengan kepala ruangan/poliklinik, presentasi dan sosialisasi, melakukan implemetasi intervensi, dan melakukan evaluasi terkait pelaksanan proyek inovasi. Adapun langkah-langkah pelaksanaan proyek inovasi menggunakan pendekatan PDSA (plan, do, study, act). Plan adalah mengidentifikasi persiapan akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan. Do adalah melaksanakan kegiatan perubahan. Kegiatan yang dilakukan perlu dievaluasi pada tahap study untuk mengetahui keberhasilan perubahan, dan act adalah melakukan tindakan perbaikan sesuai hasil keberhasilan perubahan. 3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice Evidence Based Nursing Practice atau praktek keperawatan berbukti ilmiah pada karya ilmiah ini berorientasi pada pendidikan kesehatan anak dan keluarga di ruang perawatan terkait dengan pemberian nutrisi pada anak. EBP ini dipilih sesuai hasil analisa residen terhadap masalah yang terjadi di lahan praktik dan digunakan sebagai solusi masalah yang dirancang dalam proyek inovasi. Proyek inovasi diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi pengembangan mutu kualitas pelayanan keperawatan, lebih khusus pada pelayanan keperawatan anak. Inovasi pertama yang dilakukan residen adalah tentang pemberian nutrisi (makanan cair) melalui NGT menggunakan feeding burette. Masalah yang ditemukan banyaknya kekeliruan yang dilakukan keluarga dalam pemberian makanan cair melalui NGT dengan menggunakan feeding burette. Hal ini dapat beresiko terjadinya bahaya aspirasi. Pemberian nutrisi pada klien merupakan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 82 tanggung jawab perawat dengan melibatkan keluarga sebagai aplikasi filosofi Family centered care. Untuk itu perawat perlu melakukan edukasi agar pemberian nutrisi ini dapat dilakukan dengan benar. Berdasarkan pengamatan residen di ruangan infeksi selama 10 hari terdapat 4 pasien pulang dengan terpasang NGT. Tujuan inovasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam pemberian nutrisi melalui NGT menggunakan feeding burette. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengedentifikasi pasien anak yang mendapat nutrisi enteral melalui NGT menggunakan feeding burette. Selanjutnya ners spesialis melakukan pretest pengetahuan dan ketrampilan dengan menggunakan lembar pertanyaan dan lembar observasi. Kontrak waktu yang baik dibuat bersama keluarga untuk pelaksanaan edukasi. Edukasi dilakukan dengan menggunakan media leaflet berwarna selama 15-30 menit. Evaluasi dilakukan setelah sehari pelaksanaan edukasi dengan melakukan observasi terhadap pemberian nutrisi enteral melalui NGT menggunakan feeding burette. Post test pengetahuan dilakukan dengan mengisi kembali lembar kuesioner. Hasil evaluasi dari intervensi ini terhadap 16 keluarga didapatkan adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pemberian nutrisi (makanan cair) melalui NGT menggunakan feeding burette. Pengetahuan awal sebesar 41,71% dan sesudah edukasi menjadi 71,59%. Keterampilan awal 55,05% dan sesudah edukasi menjadi 86,29%. Inovasi kedua tentang antisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat kemoterapi di poliklinik hemato-onkologi. Masalah yang ditemukan yaitu antisipasi mual muntah berupa pemberian terapi antiemetik saja dan intervensi keperawatan untuk menunjang terapi tersebut kurang dilakukan oleh perawat. Tujuan inovasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam mengantisipasi mual muntah karena kemoterapi melalui pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat. Selain itu hasil inovasi ini dapat digunakan sebagai kajian prosedur tindakan keperawatan yang direkomendasikan dalam praktek keperawatan. Pendidikan kesehatan menggunakan leaflet yang berisikan informasi tentang terapi akupresur, perawatan mulut standar, pembuatan larutan garam (konsentrasi hampir sama dengan NaCl 0,9%) untuk kumur, mengurangi stimulasi lingkungan dan pengaturan makan minum. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 83 Langkah-kangkah yang dilakukan mengacu pada metode PDSA, yaitu plan, persiapan pendidikan kesehatan seperti; pasien sheet, Satuan Acara Penyuluhan, leaflet dan kuesioner pengetahuan. Do (melakukan intervensi), pada hari 0 : mengidentifikasi klien sesuai kriteria, melakukan pretest, melakukan pendidikan kesehatan termasuk demontrasi akupesur, pembuatan larutan garam untuk kumur dan melakukan posttest pengetahuan. Hari ke 1 sampai hari ke 3 : melakukan kontak melalui telepon/handphone pada keluarga untuk mengetahui intervensi yang sudah dilakukan dan episode mual muntah. Study, melakukan evaluasi hasil intervensi yaitu dengan menganalisis perubahan pengetahuan, manajemen non farmakologi yang sudah dilakukan dan episode mual muntah. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: terjadi peningkatan pengetahuan pada sampel berjumlah 13 anak setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Tidak terjadi muntah pada anak yang diedukasi setelah mendapat kemoterapi dengan jenis minimal, low dan moderate emetic risk. Besarnya perubahan pengetahuan dapat dilihat pada diagram berikut ini; Gambar 3.1. Diagram Pengetahuan Keluarga dalam Mengantisipasi Mual Muntah karena Kemoterapi Pada tahap Act, diharapkan hasil ini dapat ditindak lanjuti untuk menunjang keberhasilan program kemoterapi. Hasil ini sudah dipresentasikan oleh residen pada tanggal 22 Maret 2016 di ruang pertemuan perawat gedung kiara RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sosialisasi ini dihadiri oleh pembimbing praktek dari institusi dan rumah sakit, kepala ruangan perawatan non infeksi, kepala perawatan rawat jalan, perawat ruang non infeksi di rawat nginap dan di poliklinik hemato-onkologi, serta perawat anak di ruangan lain yang tertarik dengan topik presentasi. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 84 BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang pembahasan penerapan model adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi. Pembahasan ini dibagi sesuai tahap asuhan keperawatan menurut model adaptasi Roy, yaitu pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, tujuan, intervensi, dan implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan. Selain itu pada bab ini juga membahas praktik ners spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi. 4.1. Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk memelihara kehidupan manusia, menunjang pertumbuhan, dan membantu perbaikan jaringan. Menurut Roy (2009), pemenuhan kebutuhan nutrisi termasuk salah satu mode adaptasi fisiologis yang dapat dipengaruhi oleh prilaku inefektif atau adaptif. Salah satu indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat dilihat dari status gizi anak (Sjarif et al. 2014). Bila asupan nutrisi kurang, dapat berpeluang terjadinya penurunan berat badan dan akhirnya anak akan menjadi kurus. Sebaliknya jika asupan nutrisinya lebih, dapat berpeluang terjadinya peningkatan berat badan dan akhirnya anak akan menjadi gemuk. Untuk itu asupan nutrisi yang adekuat pada anak harus sesuai atau seimbang dengan pengeluaran energi (Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2009). Berikut ini akan dibahas penerapan model adaptasi Roy yang digunakan sebagai kerangka berpikir dalam asuhan keperawatan pada 5 kasus kelolaan dengan masalah nutrisi. Adapun diagnosis medis dari 5 kasus kelolaan ini adalah Osteosarkoma, Limfoma non hodgkin, Hepatoblastoma, Tumor willm’s, dan Leukemia limfoblastik akut. Kelima kasus memiliki status gizi yang tidak sama, yaitu 2 kasus dengan status gizi buruk, 1 kasus dengan status gizi kurang, 1 kasus dengan status obesitas dan 1 kasus dengan gizi normal. Menurut Sjarif et al. (2014), pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker, baik dengan status gizi normal, gizi kurang, gizi buruk, gizi lebih atau obesitas pada prinsipnya bertujuan Universitas Indonesia 84 Ponidjan, FIK UI, 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 85 agar berat badan menjadi ideal. Pembahasan pada 5 kasus ini disesuaikan dengan enam langkah proses keperawatan menurut teori model adaptasi Roy. 4.1.1. Pengkajian Perilaku Pengkajian perilaku dapat dilakukan dengan pengukuran, pengamatan dan laporan dari anak serta keluarga sebagai data subjektif. Ada 4 mode adaptasi yang digunakan untuk mengkaji perilaku yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Pada adaptasi fisiologis, perilaku yang perlu dikaji terkait dengan oksigenisasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, perlindungan/proteksi, sensasi, cairan dan elektrolit, fungsi neurologi dan endokrin (Alligood, 2014). Sesuai data hasil pengkajian perilaku pada ke 5 kasus menunjukkan adanya perilaku inefektif sehubungan dengan kebutuhan nutrisi. Pada. anak M.A (kasus 3) dan S.A (kasus 5) memiliki status gizi buruk/malnutrisi (<-3SD) yang disertai dengan adanya iga gambang dan baggy pants. Pada kasus 5 ditemukan pula adanya wasting. Sedangkan pada anak A.N. (kasus 2) memiliki status gizi kurang (-3<z<-2). Penentuan status gizi pada ketiga anak ini menggunakan pengukuran LLA/U. Menurut Abad-Jorge, et al. (2011), pada keadaan tertentu yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran status gizi maka penentuan status gizi tidak menggunakan pengukuran BB/TB, namun menggunakan pengukuran LL/U. Pada kasus 3 dan 5 terdapat massa intraabdomen yang menyebabkan perut menjadi buncit. Sedangkan pada kasus 2 terdapat massa pada kedua mata (proptosis). Anak H (kasus 1) memiliki status gizi normal (IMT 21,29/-1<z<1), namun beresiko terjadi masalah nutrisi karena perilaku inefektif yang nampak dari anak H adalah muntah 2 kali pascakemoterapi yang disertai dengan mual dan anoreksia. Sedangkan pada anak G.K (kasus 4) memiliki status gizi obesitas (BB/TB: 16/11,4; 140%) dengan perilaku inefektif yaitu peningkatan selera makan. Menurut Sjarif et al. (2014), status gizi kategori obesitas jika persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal >120%. Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus 3, 5, dan 2, ketiganya mengalami penurunan berat badan sejak terdiagnosis penyakit kanker. Anak M.A. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 86 (kasus 3) mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 4 bulan terakhir, anak S.A.(kasus 5) sebanyak 6 kg setahun terakhir dan anak A.N. (kasus 2) sebanyak 2 kg dalam 3 bulan terakhir. Menurut Tomlinson dan Kline (2010), pada awal terdiagnosa kanker seorang anak akan mengalami penurunan berat badan lebih dari 5%. Penurunan berat badan ini disebabkan karena peningkatan proses metabolisme katabolik, yang berdampak pada hilangnya jaringan adiposa dan masa otot serta peningkatan (RES) resting energy expenditure (Tisdale, 2009). Pada anak kanker kebutuhan akan nutrisi dapat meningkat hingga lebih dari 20 %. Jenis kanker pada anak M.A., S.A. dan A.N. adalah hepatoblastoma, tumor willms dan limfoma non hodgin. Ketiga penyakit kanker ini termasuk jenis tumor padat (solid tumor). Selwood, Ward, dan Gibson, (2010), malnutrisi sering dijumpai pada anak dengan kanker jaringan padat (solid tumor). Anak dengan solid tumor dan metastasis mempunyai prognosis yang lebih berat jika terjadi kekurangan nutrisi, yang berdampak secara signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup anak (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Anak dengan kanker pada umumnya menunjukkan penurunan asupan nutrisi, hal ini disebabkan karena proses penyakit kanker atau efek samping pengobatan, salah satunya adalah mual dan muntah (Tomlinson & Kline, 2010), Pada kasus 1 terjadi mual muntah setelah pemberian kemoterapi. agen kemoterapi yang diberikan salah satunya adalah sisplatin. Menurut Aseeri et al. (2012), sisplatin termasuk agen kemoterapi golongan high emetic risk, dengan besarnya risiko adalah 90%. Mual muntah dapat bervariasi, mulai dari beberapa menit hingga beberapa hari setelah pemberian kemoterapi. Jenis mual muntah pada anak H. adalah delayed nausea vomiting, karena sudah lebih dari 24 jam setelah pemberian kemoterapi (Geiger & Wolfgram 2013). Mual muntah ini bila tidak diantisipasi dapat menimbulkan masalah nutrisi seperti kekurangan gizi, kekurangan elektrolit, dehidrasi dan penurunan berat badan dan masalah psikologis (Rodgers, et al. 2012). Efek samping lain dari pemberian kemoterapi adalah stomatitis. Stomasitis adalah inflamasi dan ulserasi pada mukosa oral. Pada anak S.A. (kasus 5) ditemukan adanya stomatitis pada hari ke 5 setelah pemberian kemoterapi. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 87 Salah satu agent kemoterapi yang diberikan pada anak S.A. adalah etoposide, Menurut Nicolini (2013) etoposide adalah salah satu agen kemoterapi yang dapat menyebabkan mukositis/stomatitis. Stomatitis dapat menyebabkan menurunnya asupan nutrisi karena adanya rasa nyeri, kesulitan menelan dan rasa tidak nyaman saat makan (James, Nelson, & Aswill (2013). Pada kasus 2,3,5 dan 1 dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kurang dari kebutuhan tubuh mengalami perilaku inefektif yang sama yaitu anoreksia. Menurut Marcdante et al. (2011), salah satu gejala yang ditemukan pada sebagian besar anak kanker adalah anoreksia. Selanjutnya menurut Muliawati, Haroen, dan Rotty (2012), anoreksia akan menyebabkan penurunan berat badan dan jika keadaan ini tidak diatasi, maka anak akan mengalami malnutrition (undernutrition) yaitu tubuh mengalami defisiensi energi, protein dan zat nutrient lainnya. Malnutrisi memiliki pengaruh buruk terhadap anak kanker yaitu respon dan toleransi terhadap kemoterapi menjadi menurun, pengobatan menjadi lama, terjadi anemia dan hipoabuminemia serta berisiko terjadinya infeksi (Niuwouldt, 2011). Prevalensi malnutrisi pada anak kanker berkisar 8%-60% (Ladas et al. 2006). Akibat lanjut dari malnutrisi adalah sindroma anoreksia kaheksia (cancer anorexia cachexia syndrome) dimana anak mengalami berkurangnya massa otot karena asupan tidak adekuat dan perubahan metabolik (Hopkinson, 2016). Efek samping pengobatan pada anak kanker tidak hanya menimbulkan kekurangan nutrisi seperti malnutrisi, akan tetapi dapat juga menimbulkan kegemukan/obesitas. Pada kasus 5 dengan leukemia limfoblastik akut, didapatkan status gizi obesitas setelah mendapat program kemoterapi (dexamethasone 2 tablet/hari). Sebelum sakit berat badan anak G.K (kasus 4) adalah 11,5 kg, dan pada saat memulai program kemoterapi turun menjadi 10 kg, setelah mengikuti program kemoterapi sekitar 16 minggu (tahap akhir fase intensifikasi), berat badan klien menjadi 16 kg. Menurut Withycombe et al. (2009) Jenis kanker yang berisiko sering terjadinya kegemukan saat kemoterapi antara lain Leukemia limfoblastik akut. Peningkatan berat badan sebesar 50% pada anak ALL dapat terjadi pada Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 88 akhir fase konsolidasi dan pada akhir program kemoterapi dapat terjadi obesitas sebesar 23%. Menurut Tomlinson dan Kline, (2010); Schoeman, (2015), Obesitas pada ALL berhubungan dengan pemberian terapi kortikosteroid seperti prednison dan dexametason dengan dosis yang tinggi dan lama. Pengkajian perilaku dalam model adaptasi Roy mencakup juga mode adaptasi konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Komponen konsep diri adalah fisik diri dan personal diri. Fisik diri terdiri dari sensasi dan gambaran diri, sedangkan pada personal diri terdiri dari konsistensi diri, etika moral, ideal diri dan spiritual (Alligood, 2014). Pada anak kasus 4 yang mengalami obesitas dan anak kasus 3 dengan gizi buruk, pengkajian konsep diri tidak dapat dilakukan karena usia perkembangan anak masih toddler. Pada usia ini pengkajian konsep diri sulit dinilai karena masih dalam tahap perkembangan konsep diri (Hockenberry & Wilson, 2009). Pada anak H. dan A.N tidak terjadi gangguan konsep diri. Sedangkan pada anak S.A. tidak ada perilaku yang menunjukkan gangguan konsep diri namun dapat berisiko terjadi gangguan konsep diri karena kondisi kronis dan gizi buruk. Konsep diri pada anak dapat dipengaruhi oleh interaksi anak dengan lingkungan dan perkembangan anak (Roy, 2009). Semua anak pada kasus kelolaan tidak dapat melaksanakan fungsi peran secara baik dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain. Hal ini disebabkan karena faktor fisik dan usia anak yang belum mampu mandiri sementara kemandirian merupakan indikator fungsi interdependensi dalam model adaptasi Roy. Data usia anak adalah 1 anak berusia 5 tahun, 3 anak berusia dibawah 5 tahun dan 1 anak berusia 16 tahun 5 bulan namun mengalami amputasi ekstremitas kiri bawah. Menurut Roy (2009), mode adaptif dapat menjadi stimulus pada mode adaptif yang lain. Seperti mode fisiologis (usia, fisik) dapat menjadi stimulus untuk mode peran dan interdependensi. 4.1.2. Pengkajian Stimulus Pengkajian stimulus dilakukan residen untuk mengetahui faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya perilaku inefektif terkait dengan masalah Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 89 nutrisi. Menurut Roy (2009); Alligood, (2014), ada 3 stimulus yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang sehingga terjadi perilaku inefektif, yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal adalah stimulus yang paling dekat dan langsung berkonfrontasi dengan sistem adaptif sehingga menimbulkan perilaku inefektif pada pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pada anak kasus 1,2,3 dan 5, memiliki perilaku inefektif yang sama, yaitu perilaku pemenuhan nutrisi yang kurang dengan stimulus fokal anoreksia. Namun terdapat stimulus kontekstual yang berbeda. Stimulus kontekstual pada kasus 1 adalah efek samping kemoterapi, sedangkan pada anak kasus 2 stimulus kontekstualnya adalah proses penyakit kanker. Selain itu pada kasus 1 terdapat juga stimulus fokal lain yaitu muntah. Menurut Schoeman (2015), pada proses penyakit kanker terjadi pelepasan cytokines termasuk tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan interleukin 1 yang dapat menghambat selera makan sehingga anak menjadi anoreksia. Rasa cepat kenyang timbul akibat kerja dari IL-a (Interleukin-a) yang menghambat (blocking) stimulasi makan dengan neuropeptide Y. Menurut Geiger dan Wolfgram (2013), muntah terjadi karena adanya rangsangan pada pusat muntah (vomiting center) di otak, yaitu di medulla oblongata. Rangsangan ini disebabkan karena agen kemoterapi menstimulasi sel dalam saluran pencernaan untuk melepaskan serotonin sehingga mengaktivasi reseptor. Aktivasi reseptor akan mengaktivasi pusat muntah melalui jalur averen vagal sehingga terjadi respon muntah. Lain lagi dengan anak pada kasus 3 dan 5, selain karena proses penyakit kanker, terdapat pula stimulus kontekstual lain yang mempengaruhi anoreksia (stimulus fokal), yaitu adanya penekanan oleh massa tumor didaerah abdomen. Penekanan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri. Keterlibatan/desakan tumor pada system gastrointestinal dapat menurunkan asupan nutrisi (Akbulut, 2011). Nyeri pada anak M.A (kasus 3), S.A (kasus 5) dan A.N (kasus 2) dikategorikan nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan, dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksikan (NANDA,2015). Nyeri dapat berefek Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 90 tidak baik pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti aktivitas makan. (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Anak pada kasus 4 memiliki perilaku inefektif yaitu asupan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh. Stimulus fokal pada anak ini adalah peningkatan selera makan akibat efek kemoterapi (dexamethasone) sebagai stimulus kontekstualnya. Pemberian terapi ini dapat menyebabkan perubahan pada oksidasi substrat dan energy expenditure serta dapat meningkatkan selera makan anak. Selain itu terjadi adiposity karena adanya resistensi leptin akibat dari penekanan sekresi hormon pertumbuhan oleh glukokortikoid (Lughhetti, et.al. 2012). Penelitian Reilley (2001) dalam Tomlinson dan Kline, (2010) melaporkan bahwa adiposity rebound pada anak dengan ALL lebih cepat terjadi dibandingkan dengan anak yang sehat. 4.1.3. Diagnosis Keperawatan Roy mendefenisikan diagnosis keperawatan sebagai pernyataan/keputusan berdasarkan interpretasi data tentang status adaptasi dari sistem adaptasi seseorang. Pernyataan diagnosis menentukan perilaku yang menyebabkan diagnosis dan penilaian mengenai stimulus yang mengancam atau mendukung adaptasi. Pernyataan yang dibuat dalam diagnosa keperawatan dapat berupa masalah aktual dan potensial berhubungan dengan adaptasi (Alligood, 2014). Diagnosis keperawatan yang ditegakkan terkait masalah nutrisi pada 5 kasus terdiri dari 4 kasus dengan masalah aktual dan 1 kasus dengan masalah risiko. Diagnosis keperawatan pada anak kasus 3, 5, dan 2 adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Data penunjang yang didapatkan untuk menegakkan diagnosis ini adalah status gizi buruk dengan malnutrisi, status gizi kurang, anoreksia, penurunan berat badan. Pada kasus 3 dan 5, anak mengalami kaheksia (Cancer anorexia cachexia syndrome) Gejala khas dari kaheksia adalah penurunan berat badan dan kurang selera makan (anoreksia). Kaheksia terjadi karena karena proses keganasan tumor dan akibat efek samping dari pengobatan dengan karakteristik patofisiologi adanya kekurangan protein dan energi akibat dari asupan makanan yang kurang dan metabolisme yang tidak normal (Fearon, Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 91 et al. 2011). Pada kasus 2, anak tidak ada kaheksia namun terjadi penurunan berat badan 2 kg dalam 3 bulan terakhir dengan tatus gizi kurang (LL/U: 13/16,7). Berbeda dengan ke 4 kasus lainnya, pada anak H (kasus 1) ditegakkan diagnosis risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Risiko ketidak seimbangan nutrisi ini, disebabkan karena anak H. mengalami muntah berisikan makanan sebanyak 6 kali. Kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk. Sekalipun status gizi anak H adalah gizi normal, namun usia anak berada pada masa remaja. Menurut Hockenberry dan Wilson (2009), masa remaja terjadi pertumbuhan linear yang cepat. Pada masa ini anak memerlukan asupan nutrisi yang adekuat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tersebut, sehingga asupan nutrisi tidak boleh dikurangi namun harus dipertahankan bila berat badan ≥20% dari berat badan ideal (Nasar et al. 2015). Menurut Rodgers et al. (2012) mual muntah akibat kemoterapi dapat berefek secara fisik dan psikologis sehingga dapat menurunkan kualitas hidup anak. Diagnosis baru dapat ditegakkan jika tidak masalah ini tidak ditangani, antara lain risiko ketidak seimbangan elektrolit, risiko/kekurangan volume cairan tubuh dan kecemasan. kasus 4 didiagnosis dengan obesitas karena presentil > ke 95 untuk usia dan jenis kelamin. Obesitas merupakan penumpukkan lemak tubuh yang berlebihan. Indikator obesitas adalah BB/TB > 120% (Nasar et al. 2015). Pada kasus 4, nilai BB/TB; 140,4%, selain itu adanya perilaku inefektif yaitu asupan nutrisi yang lebih dari kebutuhan tubuh. Menurut Withycombe et al. (2015), obesitas berisiko terjadinya penyakit kardiovasikuler, hypertensi, gangguan metabolik seperti penyakit diabetes, dan penyakit kanker (sekunder) lain. Selain itu obesitas dapat membuat anak menjadi rendah diri dan depresi. 4.1.4. Tujuan Keperawatan Tujuan keperawatan pada model adaptasi Roy berfokus pada peningkatan perilaku adaptasi dan mempertahankan perilaku adaptif. Menurut Roy (2009), meningkatkan perilaku adaptasi dilakukan dengan merubah perilaku Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 92 inefektif menjadi perilaku adaptif. Meningkatkan perilaku adaptasi dilakukan pada semua mode adaptasi, yaitu mode adaptasi fisiologis, konsep diri, peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan pada ke 5 kasus dengan masalah nutrisi adalah agar anak dapat beradaptasi terhadap masalah nutrisi yang dialaminya sehingga meningkatkan toleransi tubuh terhadap kebutuhan nutrisi (Tomey & Alligood, 2010). Tujuan keperawatan pada 5 kasus ini, baik masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan obesitas, pada prinsipnya adalah terjadinya keseimbangan nutrisi antara asupan dan penggunaan energi tubuh secara adekuat. Menurut Nasar et al. (2007) tujuan penatalaksanaan nutrisi pada anak kanker adalah mencegah terjadinya malnutrisi akibat pengobatan atau tindakan medis, mengurangi terjadinya komplikasi, mencepat proses penyembuhan, mengurangi lamanya masa perawatan, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu penatalaksaan nutrisi bertujuan untuk mendukung dan mempertahankan pertumbuhan normal, mengembalikan status nutrisi normal dari kondisi malnutrisi, mendukung prilaku makan yang normal dan meningkatkan kualitas hidup (Niuwouldt, 2011). 4.1.5. Intervensi Keperawatan Pada tahap ini perawat melakukan upaya meningkatkan perilaku adaptasi dengan merubah stimulus dan memperkuat proses adaptasi. Menurut Alligood (2014), meningkatkan perilaku adaptif dapat dilakukan perawat dengan cara pendidikan kesehatan, perawatan fisik, konseling dan anticipatory guidance. Upaya asuhan nutrisi yang koprehensif pada anak memerlukan 3 jenis asuhan, yaitu medical care oleh dokter, nursing care oleh perawat dan nutritional care oleh dietisien. Ketiga asuhan ini saling berkaitan, mempunyai perannya masing-masing dan bekerja sama melakukan 5 kegiatan yang meliputi; menentukan masalah nutrisi, menetukan kebutuhan nutrisi, memilih cara pemberian zat gizi dan sediaan zat gizi serta mengevaluasi respon (Sjarif et al. 2014). Penatalaksanaan nutrisi memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada kasus 3 dan 4 (anak M.A. dan G.K) usia Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 93 anak berada pada tahap toddler, kasus 2 dan 5 (anak A.N. dan S) berada pada tahap prasekolah, sedangkan kasus 1 (anak H) berada pada tahap remaja. Kebutuhan nutrisi pada anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak selain untuk aktivitas sehari-hari juga untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan dari pada sel, jaringan, organ dan sistem tubuh memerlukan nutrisi sebagai sumber energi untuk proses metabolisme. Untuk itu asupan nutrisi yang adekuat diperlukan anak agar pertumbuhan dan perkembangan menjadi optimal (Hockenberry & Wilson, 2009). Pemenuhan nutrisi pada anak pada umumnya dilakukan melalui oral. Namun akibat kondisi tertentu seperti adanya anoreksia pada kasus 3 dan 5 dilakukan intervensi pemasangan NGT, karena asupan nutrisi hanya berkisar 50-60% saja. Pemasangan NGT ini dilakukan untuk memberikan nutrisi yang adekuat. Menurut Schoeman (2015), asupan nutrisi peroral < 70% pada anak kanker perlu dilakukan pemasangan NGT. Pemasangan NGT sebaiknya dilakukan pada pasien yang memiliki nilai trombosit diatas 50.000//µL untuk mencegah terjadinya perdarahan. Oleh karena itu perawat harus melakukan validasi nilai trombosit sebelum melakukan pemasangan NGT (Alba, 2010). Pada kasus 2, walaupun mengalami penurunan intake nutrisi namun tidak dilakukan pemasangan NGT. Pada kasus ini residen melibatkan keluarga dalam menyediakan makanan kesukaan klien dan mendampingi klien saat makan sehingga terjadi peningkatan asupan nutrisi. Menurut Niven (2012). Keluarga merupakan salah satu support system dapat membantu stategi koping anak. Ada 3 macam dukungan yang dapat dilakukan keluarga pada anak, yaitu dukungan nyata misalnya menyediakan makanan, dukungan pengharapan, dengan mempengaruhi dari segi persepsi, serta dukungan emosional seperti pemberian kasih sayang. Menurut Tipton et al. (2007), Intervensi yang dapat dilakukan pada anak yang mengalami masalah mual muntah adalah dengan pemberian terapi antiemetic dan terapi modalitas, antara lain guided imagery, terapi musik, relaksasi otot, aromaterapi, modifikasi diet, akupuntur, akupresur dan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 94 pemberian pendidikan kesehatan. Pada anak H (kasus 1), residen melakukan pendidikan kesehatan untuk mengontrol mual muntah akibat kemoterapi. Pendidikan kesehatan berisikan informasi antara lain melakukan akupresur, oral hygiene dan pengaturan makanan. Akupresur adalah cara pengobatan dengan memberikan rangsangan berupa penekanan atau pemijatan pada titik tertentu ditubuh untuk menghasilkan efek terapi. Bagian tubuh yang sering dipijat untuk menurunkan mual dan muntah adalah titik P6 (Fengge, 2011). Menurut penelitian Chan, el al. (2015) pada anak yang mendapat edukasi tentang pencegahan mual muntah menunjukkan kemampuan mengontral mual muntah lebih baik dari yang tidak mendapat edukasi. Episode mual muntah pada anak yang tidak mendapat edukasi lebih tinggi dibandingkan yang mendapat edukasi. Intervensi pada anak G. (kasus 4), berfokus pada pengendalian perilaku makan dengan melakukan modifikasi perilaku, antara lain beri minum sebelum makan, jangan makan saat melakukan kegiatan, mengalihkan rasa ingin makan pada kegiatan lain seperti bermain. Pada kasus 4 ini, tidak dilakukan pengurangan kalori karena anak masih mengalami pertumbuhan linier dan sementara dikemoterapi. Pada anak kanker yang sementara mengalami pertumbuhan linier dan dikemoterapi, kebutuhan akan nutrisi dapat meningkat dari kebutuhan normal. Dari beberapa penelitian yang ditemukan melaporkan bahwa kebutuhan akan energi pada anak kanker dapat meningkat sekitar 20-90% (Bechard et al. 2006 dalam Tomlinson & Kline, 2010). Menurut Nasar et al. (2015); Sjarif et al. (2014), penatalaksanaan diet obesitas pada anak usia 0-3 tahun adalah dengan memberikan diet seimbang sesuai dengan RDA atau memberikan kalori sesuai kebutuhan normal. 4.1.6. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan. Menurut Roy (2009), pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data kembali untuk mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada pasien setelah dilakukan implementasi sesuai intervensi. Pada tahap ini residen residen melakukan evaluasi terhadap 5 kasus kelolaan dan diperoleh hasil sebagai berikut 1 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 95 kasus dapat beradaptasi secara integrasi (masalah nutrisi tidak terjadi) dan 4 kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah nutrisi teratasi sebagian). Pada kasus 2 dengan status gizi kurang dan kasus 4 dengan obesitas, terjadi perubahan perilaku adaptif pada saat evaluasi. Namun respon adaptif berbeda pada kedua anak. Pada kasus 2, anak dapat beradaptasi terhadap anoreksia sehingga terjadi penambahan ukuran LLA. Pada saat pengkajian awal (09/03/2016) Ukuran LLA anak adalah 13 cm dan setelah 7 hari perawatan LLA menjadi 13,2 cm. Namun demikian berdasarkan penilaian status gizi, anak masih berada pada status gizi kurang. Sedangkan pada kasus 4, anak dapat beradaptasi terhadap peningkatan selera makan dengan terkontrolnya perilaku makan anak sehingga asupan nutrisi dapat dikendalikan. Pada kasus 4 tidak terjadi kenaikan berat badan selama 5 hari perawatan dan anak status gizi anak masih obesitas. Kesimpulan evaluasi pada kasus 2 dan 4 adalah masalah nutrisi teratasi sebagian. Menurut Roy (2009) anak pada kasus 2 dan 4 dapat beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nutrisi. Pada kasus 3 dan 5 tidak semua perilaku inefektif menjadi adaptif saat dilakukan evaluasi seperti anak masih terpasang NGT, masih ada stimulus nyeri pada abdomen. Namun ada perilaku yang menjadi adaptif yaitu pengukuran LLA stabil dapat dipertahankan, asupan nutrisi menjadi terpenuhi menggunakan NGT, tidak ada mual muntah, albumin dalam batas normal. Kesimpulan evaluasi adalah masalah nutrisi teratasi sebagian. Menurut Roy (2009) anak pada kasus 3 dan 5 beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah nutrisi. Pada kasus 1 dengan masalah risiko, terjadi perilaku adaptif saat evaluasi, yaitu tidak ada mual muntah, asupan nutrisi adekuat, berat badan dapat dipertahankan. Kesimpulan evaluasi adalah masalah risiko tidak terjadi atau anak pada kasus 1 dapat beradaptasi secara integrasi terhadap masalah nutrisinya (Roy, 2009). Tingkat adaptasi pada kasus 2,3, dan 5 (anak A.N, M.A, dan S) berada pada tingkat kompensasi. Hal ini dipengaruhi antara lain karena proses penyakit kanker yang menimbulkan dampak anoreksia serta masih adanya rasa nyeri yang hilang timbul pada bagian tubuh anak. Pada anak A.N. (kasus 2) nyeri Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 96 masih dirasakan dimata (proptosis) serta nyeri masih dirasakan di perut pada anak M.A, dan S (kasus 3 dan 5). Rasa nyeri ini dapat mempengaruhi selera makan anak sehingga menurunkan asupan nutrisi. 4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi Praktik ners spesialis keperawatan anak dilaksanakan residen pada ruang perinatologi, ruang perawatan anak infeksi dan ruang perawatan anak non infeksi dengan total waktu 27 minggu yang dibagi dalam 2 tahap. Praktik ini dilaksanakan pada 3 rumah sakit, yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita dan RSPAD Gotot Soebroto, dengan tujuan untuk mencapai kompetensi ners spesialis keperawatan anak. Kompetensi dalam pemberian asuhan keperawatan dapat dicapai residen pada ketiga lahan praktik tersebut. Pada ruang perinatologi residen dapat mengelola kasus pada 3 tingkatan pelayanan kesehatan, dengan total kasus yang dikelola adalah 10 kasus berbeda. Pada ruang perawatan anak infeksi residen mengelola kasus sebanyak 17 kasus berbeda, sedangkan pada ruang non infeksi, residen mengelola 26 kasus yang berbeda. Begitu juga dengan komptensi keterampilan prosedur sudah tercapai sesuai dengan target pencapaian. Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien, dilakukan residen dengan memperhatikan prinsip tanggung jawab, etik dan legal keperawatan. Dari praktik yang sudah dilakukan, residen mendapat pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang dapat meningkatkan konsistensi diri dari residen. Residen mendapat dukungan dari berbagai pihak saat melakukan praktik ners spesialis. Dukungan ini diperoleh dari perawat ruangan saat bekerja sama sebagai tim dalam mengelola asuhan keperawatan dari pasien. Dukungan juga diperoleh dari kepala ruangan (head nurse) dan supervisior yang membimbing residen tentang teknis dan manajemen keperawatan yang ada di ruangan. Dukungan lain datangnya dari pembimbing akademik yang datang ke lahan praktik untuk melakukan supervisi sekaligus membimbing residen. Selain peran pemberi asuhan keperawatan, residen melakukan peran lain seperti peran sebagai advokad. Peran ini dilakukan residen dengan membantu klien dan orang tua dalam menginterpretasikan berbagai informasi dalam asuhan Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 97 keperawatan. Residen berperan sebagai penghubung antara klien dan tim kesehatan lainnya. Berdasarkan observasi residen, klien dan orang tua merasa terbantu dengan dilakukannya peran advokat ini sehingga membuat residen menjadi lebih percaya diri untuk melakukan peran ini pada klien lain. Peran sebagai pendidik dilakukan residen pada berbagai tingkatan yaitu pada klien dan keluarga, pada mahasiswa (DIII dan S1) serta pada perawat ruangan ditempat residen praktik. Pada klien dan keluarga, pendidikan kesehatan dilakukan saat residen mengelola kasus, sedangkan pada mahasiswa dilakukan bedside teaching dengan memberikan pengetahuan dan ketrampilan sehubungan dengan kasus yang ada. Residen merasa lebih terpacu untuk menambah wawasan ilmu, karena ada beberapa mahasiswa yang berinisiatif meminta untuk dibimbing. Pada perawat ruangan, residen membagi informasi terbaru tentang evidence based practice yang diperoleh residen melalui searching berbagai jurnal. EBP yang dipilih merupakan EBP yang dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan sebagai alternatif pemecahan masalah di ruangan praktek. Residen pernah diminta untuk sharing mengenai perawatan paliatif pada perawat ruangan sebagai kegiatan terstruktur. Sekalipun berupa kegiatan tim, residen berupaya mengembangkan diri dengan ilmu dan pengetahuan agar dapat membagi pengetahuan dengan rekan sejawat. Kegiatan tersebut dihadiri oleh perawat ruangan, pembimbing, kepala ruangan dan bagian keperawatan rumah sakit. Kompetensi selanjutnya adalah peran sebagai innovator atau agen pembaharu. Peran sebagai inovator dilakukan residen sebanyak 2 kali dalam kegiatan proyek inovasi. Topik inovasi dipilih sesuai fenomena masalah yang ada di lahan praktik dan berorientasi pada pendidikan kesehatan terkait dengan kebutuhan nutrisi. Informasi dalam inovasi ini didasarkan pada evidence based practice. Hasil inovasi sudah disosilisasikan di ruangan praktik agar dapat dipertimbangkan sebagai masukan untuk perkembangan keperawatan. Sesuai informasi dari pembimbing praktik, salah satu proyek inovasi sudah ditindak lanjuti dan sementara di proses untuk dijadikan standar operasional prosedur di ruangan praktik. Berdasarkan evaluasi yang sudah dilakukan dari praktik klinik keperawatan, residen dapat melakukan kerja sama dengan rekan sejawat diruangan, namun hal Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 98 ini juga menjadi tantangan bagi residen karena dianggap sebagai perawat dengan pendidikan spesialis memiliki pengetahuan yang dapat dijadikan sumber informasi. Hal ini memicu residen untuk selalu berupaya memperbaharui pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menjadi lebih baik. Hambatan yang dihadapi saat praktik adalah ketika praktik di salah satu rumah sakit dan tidak menemukan kasus kelolaan sesuai target kompetensi. Upaya solusi yang dilakukan residen adalah mencari target kompetensi pada praktek tahap berikutnya (tahap 2) sehingga target kometensi dapat tercapai semuanya. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 99 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan dari penerapan teori model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak kanker dengan masalah nutrisi pada karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Data pengkajian perilaku yang diperoleh dari 5 kasus adalah kasus 3 dan 5 dengan gizi buruk, kasus 2 dengan gizi kurang, kasus 1 dengan gizi normal, dan kasus 4 dengan obesitas. Masalah yang ditemukan adalah 3 masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 1 masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan 1 kasus dengan masalah obesitas. Intervensi yang sudah dilakukan antara lain pemberian nutrisi yang adekuat, melakukan pendidikan kesehatan terkait nutrisi, seperti pendidikan tentang; kebutuhan nutrisi, pemberian makan melalui NGT, mengontrol perilaku makan dan antisipasi mual muntah karena pemberian kemoterapi. 2. Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang dapat digunakan dalam asuhan keperawatan pada anak kanker dengan masalah nutrisi. Evaluasi aplikasi teori ini pada lima kasus kelolaan menunjukkan adanya respon adaptif pada anak yang dirawat sehingga dapat meningkatkan toleransi anak terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Hasil evaluasi yang diperoleh 1 kasus beradaptasi secara integrasi (masalah tidak terjadi) dan 4 kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah teratasi sebagian). 3 kasus berhasil pulang dan dirawat jalan, 1 kasus masih dirawat untuk memulai kemoterapi dengan protokol baru sedangkan 1 kasus masih dirawat dan kemudian meninggal karena sudah terjadi metastase ke organ lain sehingga terjadi kegagalan beberapa organ. Respon yang berbeda ini disebabkan karena jenis kanker dan stadium kanker yang berbeda yang mendasari terjadinya perubahan adaptasi tubuh dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi. 3. Kompetensi yang menjadi target residen dalam praktik ners spesialis dapat dicapai seluruhnya melalui aplikasi praktik selama 27 minggu di tiga rumah sakit yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita dan RSPAD Gotot Soebroto, pada bagian perinatologi, anak infeksi dan anak non infeksi. Kompetensi ini diperoleh residen dengan melakukan pengalaman 99Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 100 pembelajaran melalui peran perawat sebagai pemberi asuhan, advokat, pendidik, peneliti dan sebagai agen pembaharu (innovator). Dalam melakukan peran ini residen tetap memperhatikan prinsip tanggung jawab, etik dan legal keperawatan. Pencapaian ini mendorong residen untuk lebih percaya diri dalam melakukan praktik ners spesialis. 5.2. Saran 1. Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak kanker dengan masalah nutrisi. Untuk itu disarankan dalam pelayanan kesehatan agar dapat mengunakan teori ini dalam asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian yang mendalam terhadap perilaku dan stimulus sehingga dapat merumuskan diagnosa dan melakukan intervensi perawatan dengan tepat. Selain itu dalam mendukung mekanisme koping anak terhadap masalah nutrisi diperlukan pendidikan kesehatan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan keluarga sehingga dapat terjadi perilaku adaptif. 2. Pemenuhan kebutuhan nurisi pada anak kanker memerlukan perhatian dari perawat. Dalam pelayanan kesehatan pada umumnya pemberian nutrisi melalui NGT dilakukan oleh keluarga. Hal ini dilakukan sebagai pengaplikasian prinsip Family Centered Care (FCC) agar keluaga ikut terlibat dalam asuhan keperawatan. Namun pemberian nutrisi ini merupakan tanggung jawab perawat, untuk itu disarankan bagi perawat agar melakukan pemantauan secara berkesinambungan terhadap pemberian nutrisi ini. Pemantauan meliputi posisi NGT, jumlah masukan, lamanya pemberian dan kebersihan feeding burette. Selain itu, sebelum pemberian nutrisi ini perlu dilakukannya pendidikan kesehatan pada keluarga tentang pemberian nutrisi melalui NGT menggunakan feeding burette. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan, seperti aspirasi. Pendidikan kesehatan perlu juga dilakukan bagi anak dan keluarga yang anak mendapat kemoterapi berisiko mual muntah. Pendidikan kesehatan tentang antisipasi mual dan muntah dimaksudkan agar anak dan keluarga dapat melakukan upaya meminimalkan efek kemoterapi dan menunjang pemberian terapi antiemetic, sehingga dengan demikian pemenuhan nutrisi dapat menjadi adekuat. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 DAFTAR PUSTAKA Aapro, M. (2005). Optimising antiemetic therapy: what are the problems and how can they be overcome. Curr Med Res Opin. 21: 885-89 Abad-Jorge, A., Morris, C.J.A., Perks, P, & Roman, B. (2011). Pediatric Nutrition Standards of Care Based on The Nutrition Care Process Model. Virginia : Department of Nutrition Services University of Virginia Health System and Morrison Management Specialists. Abla, O. (2010). Handbook of supportive care in pediatric oncology. London: Jones and Bartlett Publisher. Akbulut, G. (2011). New perspective for nutritional support of cancer patients: Enteral/parenteral nutrition. Experimental and Therapeutic Medicine, 2, 675684. Alligood M.R..(2014). Nursing theorist utilization & application. 5th.ed. St. Louis Missouri : Mosby Elsevier, Inc. Aseeri, M., Mukhtar, A., Alkasana, S., Elimam, N., & Jastaniah, W. (2012). A retrospective review of antiemetic use for chemotherapy-induced nausea and vomiting in pediatric oncology patients at a tertiary care center. Journal of Oncology Pharm Practice. 19(2):138-144. Ball, J.W., Bindler, R.C., & Cowen, K.J. (2010). Child health nursing: Partnering with child & families, 2nd ed. New Jersey: Pearson Education. Baxter, A.L., Watcha, M.F., Baxter, W.V., Leong, T, & Wyatt, M.M. (2011). Development and validation of a pictorial nausea rating scale for children. Pediatrics, 127, e1542–e1549. Bauer, J., Jurgens, H., & Fruhwald, M.C. (2011). Important aspects of nutrition in children with cancer. Adv. Nutrition. 2, 67–77. Bielack, S.S. Carrie, D., & Jost, L. (2008). Osteosarcoma: ESMO clinical recommendations for diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology, 19(Suppl 2), ii94-ii96. Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M. & Wagner, C.M. (2013). Nursing intervention classification (NIC). 6th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier. Butturini, A.M., Dorey, F.J., Lange, B.J., Henry, D.W., Gaynon, P.S., Fu, C., … Carroll, W.L. (2007). Obesity and outcome in pediatric acute lymphoblastic leukemia. J Clin Oncol, 25(15), 2063-2069. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku ajar praktik keperawatan klinis Kozier & Erb, edisi 5. Jakarta: EGC Bowden, V.R.., & Greenberg, C.S. (2010). Children and their families: The continuum of care, 2nd ed. Philadelphia: Lippincott. Carpenito, L.J. (2009). Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktik klinis. edisi 9. Jakarta: EGC Caudill, J.S.C., & Arndt, C.A.S.(2007). Diagnosis and management of bone malignancy in adolescence. Adolescent Medicine, 18, 62-78. Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W.,… Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology patients. European Journal of Oncology Nursing. 19: 182-190. Chen, S.S., Tzeng, Y.L., Gau, B.S,. Kuo, P.C., & Chen, J.Y. (2013). Effects of prone and supine positioning on gastric residuals in preterm infants: A time series with cross-over study. International Journal of Nursing Studies, 50, 1459-1467. Chow, E.J., Pihoker, C., Hunt, K., Wilkinson, K., & Friedman, D.L. (2007). Obesity and hypertension among children after treatment foe acute lymphoblastic leukemia. Cancer, 110, 2313-2330. Ellett, M.L.C., Cohen, M.D., Perkins, S.M., Croffie,J.M.B., Lane, K.A., & Austin, J.K. (2012). Comparing methods of determining insertion length for placing gastric tubes in children 1 month to 17 years of age. J. Spec Pediatr Nurs, 17(1), 19-32. Fearon, K., Strasser, F., Anker, S.D., Bosaeus, I., Bruera, E., Fainsinger, R.L., … Baracos, V.E. (2011). Definition and classification of cancer cachexia: an international consensus. Lancet Oncology. 12(5), 489-495. Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop Cirle Corp. Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized controlled trial. Trial. 14;103. Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. 8th.ed. St Louis: Mosby Elsevier. Hopkinson, J.B. (2016). Food connection : a qualitative exploratory study of weight and eating related distress in families affected by advanced cancer. European Journal of Oncology Nursing. 20, 87-96. ICN (2009). ICN framework of competencies for the nurse specialist. Switzerland: ICN. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 International Agency for Research of Cancer (2012). Globocan 2012: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. http://Globocan.iarc.fr. diunduh pada tanggal 25 April 2016. International Agency for Research of Cancer (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh tanggal 26 Pebruari 2016. James, S.R., Nelson, K.A., & Aswill, J.W. (2013). Nursing care of children: Principles & practice, 4th ed. St. Louis: Elsevier. Kemenkes RI (2015). Situasi penyakit kanker. Buletin Pusat data dan informasi kesehatan. www.depkes.go.id. Diunduh pada tanggal 25 April 2016. Kemenkes RI (2014) Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id.article/. Diunduh tanggal 29 Pebruari 2016 Kemenkes RI (2013). Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016 Kemenkes RI (2010). Kepmenkes RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kline, N. (2008). Essentials of pediatric oncology nursing: A core curriculum, 3rd ed. Glenview, Illinois: Association of pediatric hematology oncology nurses. Ladas, E.J., Sacks, N., Brophy, P., & Rogers, P. (2006). Standards of nutritional care in pediatric oncology: Results from a nationwide survey on the standarts of practice in pediatric oncology. Pediatric Blood Cancer. 46, 339-344. Litten, J.B., & Tomlinson, G.E. (2008). Liver tumors in children. The Oncologist, 13, 812-820. Lughetti, L., Bruzzi, P., Predieri B., & Paolucci, P. (2012). Obesity in patients with acute lymphoblastic leukemia in childhood. Italian Journal of Pediatrics, 38(4), 1-11. Manuel, L., & Mota, A.A.S.C. (2013). Massage in children with cancer, effectiveness of a protocol. Journal of Pediatric, 89(6), 595-600. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2011). Ilmu kesehatan anak esensial, edisi ke 6. Singapore: Saunders Elsevier. Montgomery, K., Belongia, M., Mulberry, M.H., Schulta, C., Phillips, S., Simpson, P.M., & Nugent, M.L. (2013). Perseption of nutrition support in pediatric oncology patient and parents. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 30(2), 9098. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M, & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes classification (NOC). 5th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Muliawati, Y., Haroen, H., & Rotty, L.W.A. (2012). Cancer anorexia-cachexia syndrome. Acta Medica Indonesiana-The Indonesian Journal of Internal Medicine, 44: 2. Akses 2 Mei 2016. http://www.inaactamedica.org/archives/2012/22745148.pdf. NANDA. (2015). Nursing diagnosis definition and classification, 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell. Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta: FK Universitas Indonesia. Nasar, S.S., Prawitasari, T., Lestari, E.D., Djais, J., & Susanto, J. S. (2007). Skrining malnutrisi pada anak yang dirawat di rumah. Depkes RI. Nicolini, A., Ferrari, P., Masoni, M.C., Fini, M., Pagani, S., Giampietro, O., Capri, A. (2013). Malnutrition, anorexia and cachexia in cancer patients: A mini-review on pathogenesis and treatment. Biomedicine & Pharmacotherapy, 67, 807-817. Niuwouldt C.H. (2011). Nutrition and child with cancer: Where do we stand and where do we need to go. S Afr J Clin Nutr, 24(3), 23-26. Niven, M. (2012). Psikologi kesehatan; pengantar untuk perawat dan profesional kesehatan lain. Jakarta: EGC. Permono, H.B., Sotaryo., Urgasena, IGD., Widiastuti, E., & Abdulsalam, M. (2012). Buku ajar hematologi-onkologi anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pillitteri, A. (2010). Maternal and child health nursing: Care of the childbearing & childrearing family (6th ed). Philadelphia: Lippincott. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental keperawatan, ed. 4, vol.1. Jakarta: EGC. Potts, N.L. & Mandleco, B.L. (2011). Pediatric nursing: Caring for children and their families, 2nd ed. New York: Thomson Delmar Learning. PPNI (2010). Standar profesi & kode etik perawat Indonesia. Jakarta: PPNI. Robinson, D.L., Loman, D.G., Balakas, K. & Flowers, M. (2012). Nutritional screening and early intervention in children, adolescents, and young adults with cancer. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 29(6), 346-355. Rodgers,,C., Kollar, D., Taylor, O., Bryant, R., Crockett, K.,… Hockenberry, M. (2012). Nausea and vomiting perspective among children receiving moderate to highly emetogenic chemotherapy treatment. Cancer Nursing. 35(3): 203-210. Roy, C. (2009). The Roy Adaptation Model. 3rd ed. New Jersey : Upper Saddle River. Schoeman, J.(2015). Nutritional assessment and intervention in pediatric oncology unit. Indian Journal of Cancer. 52, 186-190. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Selwood, K., Ward, E., & Gibson, F. (2010). Assestment and management of nutritional challenges in children’s cancer care: A survey of current practice in the united kingdom. European Journal of Oncology Nursing, 14, 439-446. Sean, R., Dariushnia, M.M., Wallace, M.J., Nasir, H., Siddiqi, M.D., Richard, B. … Cardella, M.D. (2010). Quality improvement guidelines for central venous access. J. Vasc Interv Radiol, 21, 976-981. Sivanandan, S., Chawla, D., Mirsa, S., Agarwal, R., & Deorari, A.K. (2009). Effect of sling application on efficacy of Phototherapy in health term neonates with non hemolytic jauncide: a randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 46, 23-28. Sjarif, D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M., & Nasar, S.S. (2014). Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolic. Jakarta: IDAI Sonis, S. (2007). Phatobiology of oral mucositis: novel insight and opportunities. The Journal of Supportive Oncology, 5,3-11. Stanescu, L., Foarfa,C., Georgescu, A.C., & Georgescu, I. (2007). Kaposi’s sarcoma associated with AIDS. Romanian Journal of Morphology and Embryology, 48, 181-187. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2010). Nursing theorist and their work. 7th.ed. St. Louis Missouri : Mosby Elsevier, Inc. Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2010). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical Handbook. 2nd ed. London New York: Spinger. Tipton, J. McDaniel, R., Barbour, L., Jhonston, M.,Kayne, M., LeRoy, P., & Ripple, M.L. (2007). Putting evidence into practice: Evidence-based interventions to prevent, manage and treat chemotherapy-induced nausea and vomiting. Clinical Journal of Oncology Nursing, 11(1), 69-78. Tisdale, M.J. (2009). Mechanisms of cancer cachexia. Physiological Reviews, 89 (2), 381–410. Thompson, L.A., Knapp, C.A., Feeg, V., Madden, V.L., & Shenkman, E.A. (2010). Pediatricians management practices for chronic pain. Journal of Palliative Medicine, 13(2),171-178. Withycombe, J.S., Smith, L.M., Meza, J.L., Markle, C., Faulkner, M.S., Ritter, L., … Moore, K. (2015). Weight change during childhood acute lymphoblastic leukemia induction therapy predicts obesity: a report from the children’s oncology group. Pediatr Blood Cancer. 62(3), 434-439.. Withycombe, J.S., Post-White, J.E., Meza, J.L., Hawks, R.G., Smith, L.M., Sacks, N., & Seibel, N.L. (2009). Weight patterns in children with high risk ALL: a report from the children oncology group (COG). Pediatr Blood Cancer. 53, 1249-1254. WHO-Depkes. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta : WHO Indonesia. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Woolery, M., Carroll, E., Feen, E., Wieland, H., Jarosinski, P., Corey, B., Wallen, G. (2006). A constipation assessment scale for use in pediatric oncology. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 23, 65-74. World Health Organization (2014). Cancer. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016. Yabro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, H. B . (2011). Cancer Nursing: Principles and practice. 7th edition. Canada: Jones and Barlett Publisher. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 FORMAT PENGKAJIAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI CALLISTA ROY DATA UMUM Identitas Klien Nomor RM Nama Tempat/tgl lahir Jenis Kelamin Anak ke Agama Pendidikan Alamat Tgl Masuk RS Tgl Pengkajian Ruang rawat Diagnosa Medis : …………………………… : …………………………… : …………………………… : …………………………... : …………………………… : …………………………... : …………………………... : …………………………... …………………………... : …………………………... : …………………………... : …………………………... : …………………………... Identitas Penanggung jawab Sumber data Nama Usia Hubungan dengan klien Pendidikan Agama Pekerjaan Suku Alamat Tipe Keluarga Gol. darah : Ibu Ayah : ……………………………………… : ……………………………………… : ……………………………………… : ……………………………………… : …………………………………….... : ……………………………………… : ……………………………………… : ……………………………………… …………………………………….... : Kandung Adopsi Asuh : Ibu……… Ayah………… RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama/Alasan masuk RS ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… Riwayat Penyakit Sekarang ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………… Riwayat Kesehatan dahulu Prenatal Kesiapan untuk hamil : Kehamilan yang dinginkan Kegagalan KB Kehamilan Pemeriksaan kehamilan : di……………………Oleh………………Sejumlah…….. Keluhan yang dirasakan selama hamil : ……………………………………………………………. Gangguan kehamilan : Hyperemesis Preeklamsi Eklamsi …………. Riwayat terkena radiasi : Tidak Ya : ……………………………………….. Riwayat jatuh selama hamil : Tidak Ya : ……………………………………….. Riwayat mengonsumsi obat selama hamil : Tidak Ya : ……………………………………….. Riwayat mendapat imunisasi TT : Tidak Ya : ……………………………………….. Riwayat berat badan selama hamil : ……………………………………………………………. Intranatal Persalinan : Tempat…………….Jenis……………..Penolong………... Penyulit persalinan : Tidak ada Partus lama Perdarahan………….. Komplikasi dialami ibu setelah persalinan : Tidak ada Ada : ………………………………… Kematian ibu saat persalinanan : Tidak Ya Postnatal Masa gestasi : …………Minggu Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan Kondisi setelah lahir : Antropometri APGAR SCORE Kondisi plasenta dan tali pusat Pemberian obat-obatan IMD Riwayat nutrisi : : : : : : Riwayat Tumbuh kembang Gigi Perkembangan sesuai tahap usia UMUR SOSIAL 2 bulan Senyum 4 bulan 6 bulan Senyum Menggapai mainan 9 bulan Bermain ciluk ba 12 bulan Minum dengan cangkir Menggunakan sendok Melepaskan pakaian Bermain interaktif Memasang kancing baju Memakai baju tanpa Bantuan 18 bulan 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun : Waktu pertama kali tumbuh……….. Jumlah gigi……….. : MOTORIK HALUS MOTORIK KASAR Mengikuti gerak Mengangkat kepala 45 o dari perut Menggenggam Membalikkan badan Memindahkan benda Duduk dari tangan satu ke tangan lainnya Mengambil benda Berdiri dengan ibu jari dan telunjuk Menjemput benda Berjalan dengan 5 jari Mencoret-coret kertas Naik tangga Riwayat Penyakit Riwayat pernah mendapat penyakit Riwayat pernah mendapat kecelakaan Riwayat pernah di rawat di Rumah Sakit : : : Riwayat alergi Riwayat transfusi Riwayat operasi Riwayat mengkonsumsi obat-obatan/zat/ bahan berbahaya tanpa anjuran dokter : Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat penyakit keluarga …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… …………………………………… Langsung menangis Sianosis Ikterik Kejang Kelainan kongenital : ………………….. BBL……..gr PBL……...cm LK………cm APGAR(1) …………….. APGAR(5)……………… ……………………………………………………………. Vit K Salep mata Lainya : …………………. Ya Tidak ASI Eksklusif Lain-lain :…………………………. Membuat garis Meniru membuat garis Menggambar Berdiri dengan 1 kaki Mengayuh sepeda Melompat dengan 1 kaki Meniru gambar Menangkap bola Tidak Ya: …………………… Pada umur……… Tidak Ya: …………………… Pada umur……… Tidak Ya, sejumlah……kali, Kapan :…...……… ……………………………………………………………. : Tidak Ya: Alergen………….Reaksi alergi……… : Tidak Ya: Apa………..Reaksi yang timbul……... : Tidak Ya, sejumlah……kali, Kapan :…...……… Tidak Ya: …………………… Pada umur……… Genogram Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan A. MODE ADAPTASI FISIOLOGIS Oksigenisasi dan sirkulasi Pengkajian Perilaku Tekanan darah : ……/..….mmHg Respirasi :……x/mnt Nadi :………x/mnt Suhu : …….. oC CRT……..detik Sianosis Pergerakan dada : Simetris Retraksi intercostal Retraksi suprasternal Irama nafas : Reguler Ireguler Dyspneu Kussmoul Bunyi nafas : Vesikuler Ronchi Wheezing Rules Stredor Masalah pernapasan lainnya : - Batuk; Tidak ada Ada; Produktif, Tidak Ya - Cuping hidung; Tidak ada Ada - Hemoptesis; Tidak ada Ada - Clubbing kuku; Tidak ada Ada - Bentuk dada; Normal Tidak normal………... Bantuan pada pernapasan : Tidak ada Oksigen(…….l/mnt) Suctioning Bunyi jantung : Murni Suara tambahan; ……………………….…. Irama jantung : Reguler Ireguler Warna kulit : Merah muda Pucat Akral : Hangat Dingin Perdarahan : Tidak ada Ada; ………………………………….…… Analisa Gas Darah (Tgl……….) : PH….. PaO2….....mmHg PaCO2 ….….mmHg HCO3…….mmHg SaO2……...% Radiologi (Tgl…………) : .……………………………………………………………….….. EKG (Tgl………….) : .…………………………………………………………………... CT Scan (Tgl…………..) : ..………………………………………………………………….. Laboratorium (Tgl……………) : …..……………………………………………………………….. Terapi : ..………………………………………………………………….. Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... Stimulus Kontekstual : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... Stimulus Residual : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... Nutrisi Pengkajian Perilaku BB :……….kg TB :………cm Anoreksia Sulit menelan Skala Muntah : ………… Frekuensi makan :….x/hr………... Jumlah kebutuhan :……….kkal Keadaan perut LLA :………..cm Nyeri menelan Mual Muntah;………………. Jenis makanan : ………………… Cara pemenuhan………....... Diet khusus: Tidak Ya;………………………………… : Datar Cembung Distensi Acites Nyeri tekan Hepatomegali Splenomegali Massa di…………………………… Bising usus…….x/m Alergi makanan : Tidak Ya;…….. ……………………………………… Masalah pada mulut : Somatisis;…………… Labioskizis Labiopalatoskizis Warna kulit : Kemerahan Ikterik Cyanosis Albino Pucat Keadaan kulit : Ruam Kering Lembab Edema Petekie/ekimosis Mukosa : Lembab Kering Pucat Lesi Gusi : Perdarahan Radang Konjungtiva : Tidak anemis Anemis Status Gizi : …………... BB/U;…… TB/U atau PB/U;…… BB/TB;……. Skrining Gizi (STRONG-KIDS) : Skor 0(risiko rendah) 1-3(risiko sedang) 4-5(risikoberat) Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan Universitas Indonesia Parameter 1. Pasien tampak kurus 2. Terdapat penurunan BB selama 1 bulan terakhir (berdasarkan data objektif BB atau penilaian subjektif orang tua atau untuk bayi < 1 thn BB tidak naik selama 3 bln terakhir) 3. Terdapat salah satu kondisi berikut : Diare ≥ 5x/hr atau muntah > 3x/hr dalam seminggu terakhir atau asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir 4. Terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan beresiko malnutrisi *) Skor 0=tidak 1=ya 0=tidak 1=ya 0=tidak 1=ya 0=tidak 2=ya *) Diare kronik (>2 mggu), tersangka penyakit jantung bawaan, tersangka HIV, tersangka kanker, penyakit hati kronik, penyakit ginjal kronik, TB paru, luka bakar luas, kelainan anatomi mulut, trauma, kelainan metabolic bawaan, retardasi mental, keterlambatan perkembangan, rencana/pasca operasi mayor, terpasang stoma, lain-lain (berdasarkan pertimbangan dokter) Laboratorium (Tgl……………) Terapi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Stimulus Kontekstual Stimulus Residual Eliminasi Pengkajian Perilaku Urine Frekuensi BAK…………x/hr BAK spontan Masalah BAK Penggunaan alat bantu Laboratorium (tgl……………) Feses Anus Frekuensi BAB………….x/hr Karakteristik feses Kesulitan BAB Masalah BAB Laboratorium (Tgl……………) Terapi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Stimulus Kontekstual Stimulus Residual : Hb…….gr/dl Ht……..% Gula darah…….mg/dl Eritrosit……..juta/µL Trombosit…………ribu/µL Albumin…….gr/dl SGOT…….U/l SGPT……….U/l : ..………………………………………………………………….. : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... Bau……… Warna……… Jumlah……..ml (Diuresis.…..cc/jam) Kesulitan BAK;…………………………………………… : Hypospadia Hidrocel Letak tesis……………….. Lesi Distensi : …………………………………………………………………… : …………………………………………………………………… : Atresia Fistula/fisura ani Lecet/ruam Konsistensi………. Warna…………. : Darah Lendir Lainnya;……………… : …………………………………………………………………… : Tanda-tanda prolapsus/polip Stoma; letak……………. : …………………………………………………………………… : …………………………………………………………………… : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... : ..………………………………………………………………….. .…………………………………………………………………... Aktivitas dan Istirahat Pengkajian Perilaku Pergerakan : Tidak ada hambatan Ada hambatan;……………………. Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan ROM : Tidak terbatas Terbatas;…………………………... Kekuatan otot : --------------- Keadaan Penggunaan alat bantu aktivitas Rekreasi Skrining status fungsional pada anak Mandiri (skor 20) : Polidikti Edema Lesi Garis sidney : .………………………………………………………………….. : Jenis……………………….. Frekuensi………………………. usia 12-18 thn (Barthel index) : : Perlu bantuan; Ringan (skor12-19) Sedang (skor 9-11) Berat (skor 5-8) Ketergantungan total (skor <5) Kelemahan Hemiplegia Hemiparese Barthel Index Indikator Skor Mengendalikan rangsangan BAB ; 0 = Tidak terkendali /tidak teratur (perlu pencahar) 1 = Kadang-kadang tidak terkendali (satu kali/minggu) 2 = Mandiri/tidak mampu mengendalikan Mengendalikan rangsangan BAK 0 = Tidak terkendali atau pakai kateter dan tidak mampu mengendalikan 1 = Kadang-kadang tidak terkendali (satu kali/24 jam) 2 = Mandiri Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) 0 = Butuh pertolongan orang lain 1 = Mandiri Penggunaan toilet masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) 0 = Tergantung pertolongan orang lain 1 = Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan, tetapi dapat mengerjakan kegiatan yang lain 2 = mandiri (masuk dan keluar,berpakaian dan membersihkan diri) Makan 0 = Tidak mampu 1 = Perlu ditolong memotong makanan 2 = Mandiri Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0 = Tidak mampu duduk seimbang 1 = Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang) 2 = Bantuan sedikit (verbal dan fisik) 3 = mandiri Berpindah/berjalan 0 = Tidak mampu 1 = Bisa(pindah) dengan kursi roda 2 = Berjalan dengan bantuan 1 orang 3 = Mandiri Memakai baju 0 = Tergantung orang lain 1 = Sebagian dibantu (misalnya mengancingkan baju) 2 = mandiri Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 1 = Butuh pertolongan 2 = Mandiri Mandi 0 = Tergantung orang lain 1 = Mandiri ……….. ………… ………… ………… ..………. ………… ………… …………. ………… ………… Total skor…………. Tidur Kebiasaan sebelum tidur Masalah tidur Terapi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal : : : : Durasi;……….jam Pola tidur;……………………………. …………………………………………………………………... …………………………………………………………………... ………………………………………………………………….. : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan Stimulus Kontekstual Stimulus Residual Cairan dan Elektrolit Pengkajian Perilaku Jenis cairan yang dikonsumsi Cara mengkonsumsi cairan Jumlah cairan yang dikonsumsi Turgor kulit Rasa haus Mata cekung Dehidrasi Laboratorium (Tgl……………) Terapi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Stimulus Kontekstual Stimulus Residual Proteksi dan Perlindungan Pengkajian Perilaku Keadaan umum Imunisasi Alergi Kulit Personal hygiene Respon peradangan Laboratorium (Tgl…………….) Terapi : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ASI PASI Lainnya………… Jika ASI; frekuensi….. : Menggunakan; Botol susu Cup Lainnya;………… : ………….ml Balance Cairan;…………………………… : Baik(elastis) Menurun Jelek : Tidak Ya : Tidak Ya : Tidak Ya; Ringan Sedang Berat : Elektrolit darah; Natrium………...mmol/l Kalium….…….mmol/l Chlorida……..…mmol/l : IVFD; Jenis….……… Jumlah……….tpm Lainnya…………. : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : …………………………………………………………………... : Hepatitis 0 BCG Combo 1 Combo 2 Combo 3 Polio 1 Polio 2 Polio 3 Lainnya………………………………………………………… : Obat…………………… Lainnya…………………………….. : Kebersihan……………. Dekubitus………. Luka………….. : Tangan………………... Mulut……………………………….. Rambut………………. Genitalia…………………………….. : Panas Merah Bengkak Nyeri : CRP………..mg/l Leukosit…………/µl Hitung Jenis; ......... …………………………………………………………………… : …………………………………………………………………... Risiko Jatuh (Skala Humty Dumty) Untuk anak usia 12-18 tahun Umur Jenis Kelamin Diagnosa 4.<3 thn 2.Laki-laki 4.Kelainan neuro 3.3-7 thn 1.Perempuan 3.Perubahan dalam 2.7-13 thn O2,dehidrasi,anemia 1.>13 thn anoreksi,sinkop 2.Kelainan psikis/ Perilaku 1.Diagnosa lain Risiko rendah = skor 7-11, Risiko tinggi = skor ≥12 Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Gangguan Kognitif 3.Tidak sadar terhadap keterbatasan 2.Lupa keterbatasan 1.Mengetahui Kemampuan Diri Faktor Lingkungan 4.Riwayat jatuh 3.Menggunakan alat bantu 2.Ditempat tidur 1.Diluar ruang rawat Respon Pembedahan/ Anastesi 3.Dalam 24 jam 2.Dalam 48 jam dan riwayat jatuh 1.>48 jam Penggunaan Obat 3.Macam-macam obat sedasi, hipnotik,barbiturate, fenotiazin,anti depresan,laksans/ diuretika,narkotik 2.Salah satu obat diatas 1.Pengobatan lain Total skor ………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan Stimulus Kontekstual Stimulus Residual Sensasi Pengkajian Perilaku Penglihatan Ketajaman penglihatan Bola mata Pupil Palpebra Kotoran mata Penghidu Letak hidung Penciuman Pengeluaran cairan Pendengaran Ketajaman pedengaran Kebersihan Bentuk Posisi puncak pina Pengecapan Kondisi mulut Kulit Suhu Masalah pada kulit Luka : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : : : : : Baik Asimetris Reaktif Cekung Tidak ada Menurun (R - L) Buta (R - L) Pergerakan bola mata; ………………....……... Non reaktif (R – L) Anisokor Tidak membuka sempurna Edema Ada; banyaknya……………………………. : : : Simetris Baik Tidak ada : : : : Baik Menurun (R - L) Baik Kotor (R - L) Simetris Asimetris Sejajar kantus mata Tidak sejajar kantus mata : Besih : : : Teraba hangat Teraba panas Teraba dingin Gatal Lesi Erupsi Eritema Lainnya;……..... Tidak ada Ada; luka……………………………………. Asimetris Tidak baik Sekret Darah Kebersihan;…………. Kotor Masalah pada mulut;……………… Risiko decubitus (Skala Braden) Persepsi Sensori Kemampuan untuk merespon ketidak nyamanan tekanan 1.Tidak berespon 2.Sangat terbatas 3.Sedikit terbatas 4.Tidak ada Gangguan Aktivitas Kelembaban Sejauh mana kulit terpapar kelembaban 1.Kelembabab konstan 2.Sering lembab 3.Kadang lembab 4.Jarang lembab Tingkat aktivitas fisik 1.Tergeletak di tempat tidur 2.Tidak bisa berjalan 3.Berjalan pada Jarak terbatas 4.Berjalan di Sekitar ruangan Mobilitas Kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh 1.Tidak bisa bergerak 2.Sangat terbatas 3.Sedikit terbatas 4.Tidak ada batasan Nutrisi Friksi dan Gesekan Pola asupan makanan 1.Sangat buruk 2.Kurang adekuat 3.Adekuat 4.Sangat baik 1.Masalah 2.Potensi masalah 3.Tidak ada masalah Total skor……………. Skor : 6-10(sangat tinggi),11-14(tinggi), 15-19(sedang), 20-23(rendah) Nyeri : Tidak Ya; Lokasi…………. Intensitas…………….... Perilaku nyeri……………………………………………………. Skala nyeri; ……… Visual Analog Scale/FACES (anak≥3tahun) 0 2 4 6 8 10 Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan FLACC Scale (untuk < anak 3 tahun) Wajah (Face) Ekstremitas(Legs) Gerakan(Activity) 0.Tidak ada ekspresi khusus 1.Kadang menangis/ mengerutkan dahi, menarik diri 2.Sering mengerutkan dahi, rahang mengatup 0.Posisi relaks 1.Posisi tegang,gelisah 2..Menendang/menarik diri 0.Berbaring tenang, bergerak mudah 1.Mengeliat, bolakbalik,tegang 2.Posisi tubuh meringkuk,kaku/ spasme Menangis(Cry) 0.Tidak menangis 1.Merintih,merengek kadang mengeluh 2.Menjerit, menangis tersedu-sedu Kemampuan Ditenangkan (Consolability) 0.Senang,relaks 1.Dapat ditenangkan dengan sentuhan, pelukan atau bicara 2.Tidak dapat /sulit ditenangkan dengan sentuhan,distraksi Total Skor…………….. Terapi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Stimulus Kontekstual Stimulus Residual Fungsi Neurologi Pengkajian Perilaku Kesadaran GCS Kejang Refleks primitis Refleks fisiologi Iritasi meningeal Nervus cranial Tes diagnostic (Tgl……………) Terapi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Stimulus Kontekstual Stimulus Residual Fungsi Endokrin Pengkajian Perilaku Pembesaran kelenjar Kreatinisme Gigantisme Laboratorium (Tgl……………) Terapi : …………………………………………………………………... : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : Compos mentis Apatis Somnolent Soporus Coma : E….., M…..., V……., Total :…………………. : Tidak Ya; jumlah……….x/hari, Durasi :………..dt : Menangis; Kuat Lemah Rooting; Kuat Lemah Sucking; Kuat Lemah Grap; Kuat Lemah Morro; Kuat Lemah : Biseps……/……. Triseps….…/…….. Patella……../……… : Brudzinsky; Positif Negatif Kernig Sign; Positif Negatif Kaku kuduk : Positif Negatif : Normal Tidak normal; gambarkan penyimpangannya ………………………………………………………………….. : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : : : Tidak Tidak Tidak Ya; ……………………………………………... Ya Ya : GDS……..mg/dl GDP…..…mg/dl GD2JPP……….mg/dl : ………………………………………………………………….. Pengkajian stimulus : ………………………………………………………………….... Stimulus Fokal Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan Stimulus Kontekstual Stimulus Residual : ………………………………………………………………….... : ………………………………………………………………….... B. MODE ADAPTASI KONSEP DIRI Pengkajian Perilaku Fisik Diri Perasaan terhadap penyakit yang : ……………………………………………….………………...... dialami ? …………………………………………………………………... Perasaan terhadap kehilangan : ………………………………………………………………….. bagian/anggota tubuh ? …………………………………………………………………… Bagian tubuh yang paling disukai? : …………………………………………………………………… Bagian tubuh yang tidak disukai? : …………………………………………………………………… Bagian tubuh yang paling menarik? : ………………………………………………………………….... Ketidakpuasan terhadap : Ukuran tubuh Fungsi Penampilan Komunikasi nonverbal : Tidak mau melihat bagian tubuh; ………………………….. Tidak mau menyentuh bagian tubuh;………………………. Personal Diri Adakah perasaan takut : Tidak Ya;……………………………………………….. Perasaan kehilangan orang : Tidak Ya;……………………………………………….. terdekat Pemahaman anak tentang sakit dan : …………………………………………………………………… rawat inap …………………………………………………………………... Ekspresi perasaan : Menyalahkan Tidak berdaya Sedih Norma dan nilai dalam keluarga : …………………………………………………………………… Aktivitas keagamaan yang diikuti : …………………………………………………………………… Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… Stimulus Kontekstual : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… Stimulus Residual : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… C. MODE ADAPTASI FUNGSI PERAN Pengkajian perilaku Tingkat perkembangan saat ini : …………………………………………………………………… Peran primer : …………………………………………………………………… Peran sekunder : …………………………………………………………………… Peran tertier : …………………………………………………………………… Suport system dalam keluarga : …………………………………………………………………… Hubungan antar anggota keluarga : …………………………………………………………………… Pengharapan keluarga : …………………………………………………………………… Harapan terhadap diri sendiri : …………………………………………………………………… Peran selama sakit : …………………………………………………………………… Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… Stimulus Kontekstual : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... Stimulus Residual D. MODE ADAPTASI FUNGSI INTERDEPENDENSI Pengkajian Perilaku Perasaan orang tua saat ini : …………………………………………………………………… Pengasuh anak : …………………………………………………………………… Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan Keterlibatan orang tua Kecemasan anak karena perpisahan Kecemasan terhadap orang lain Kemandirian dan sosialisasi Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal Stimulus Kontekstual Stimulus Residual : Ibu Ayah Berkunjung; Ya Tidak Ya Tidak Menyentuh; Ya Tidak Ya Tidak Memeluk; Ya Tidak Ya Tidak Berbicara; Ya Tidak Ya Tidak Kontak mata; Ya Tidak Ya Tidak : Tidak Ya; dengan siapa………………………….. : Tidak Ya; dengan siapa………………………….. : ………………………………………………………………….. : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... …………………………………………………………………… : ………………………………………………………………….... Asuhan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan S.Ponidjan UNIVERSITAS INDONESIA KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I Oleh: Tati Setyawati Ponidjan NPM. 1306346355 PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2015 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT I (3 SKS) Nama Aplikan NPM Tempat Praktik Waktu No 1 : : : : Tati Setyawati Ponidjan 1306346355 RSAB Harapan Kita (Perina) 14 September – 9 Oktober 2015 Tujuan Praktik Kompetensi Metode Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien neonatus dengan masalah infeksi/ metabolisme/ kogenital Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan Hyperbilirubinemia (bukan karena BBLR) meliputi: 1. Melakukan Pengkajian (menggunakan teori Adaptasi Roy) a. Riwayat kesehatan (sepsis, atresia bilier), riwayat keluarga (resus darah ibu dan anak berbeda), riwayat persalinan (cepal hematom) b. Keadaan umum, tanda vital, antropometri c. Pemeriksaan head to toe, ikterus pada kulit dan selaput lendir (menilai kadar bilirubin menurut metode Kremer) d. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan golongan darah, leukosit, hemoglobin, bilirubin,warna urine dan feses Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; Risiko cedera (kernikterus), risiko kurang volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit, risiko hipertermia, resiko cedera karena efek fototerapi, perubahan peran orang tua, kecemasan orang tua Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Waktu Pelaksanaan 14-18 September 2015 Out come 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan. Mandiri : Observasi tanda-tanda vital secara rutin, pemberian nutrisi/cairan, fototerapy, antisipasi efek fototerapy, perawatan integritas kulit, meningkatkan bonding orang tua-anak, mempertahankan lingkungan yang tenang, ajak orang tua berpartisipasi dalam perawatan. Kolaborasi : asistensi transfuse tukar, pemberian obatobatan. b. Menerapkan hasil temuan riset. Dokumentasi 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : Turgor kulit baik dan tidak ada iritasi, tanda-tanda vital dalam batas normal, warna kuning pada kulit berkurang/hilang, kadar bilirubin inderek pada darah kurang dari 12,5 mg/dl (bayi cukup bulan), 10 mg/dl (bayi kurang bulan), orang tua mau berpartisipasi dan kecemasan berkurang. b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6 Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan etik legal Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan jurnal reflektif Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien neonatus dengan masalah respirasi Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan IRDS (Idiopatik Respiration Distress Syndrome)/ penyakit membrane hyaline meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan, riwayat keluaraga, riwayat persalinan. b. Keadaan umum , tanda vital, antropometri Pemeriksaan head to toe (sistem pernapasan; status pernapasan, sianosis, retraksi, edema pada ekstremitas, tonus otot menurun, gruinting, napas cuping hidung) c. Pemeriksaan penunjang : Foto thorax, analisa gas darah, glukosa darah Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan; gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan napas tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, koping keluarga tidak efektif, risiko injuri karena tidak seimbangnya asam basa, risiko perubahan peran orang tua. Dokumentasi 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan. b. Mandiri : observasi tanda-tanda vital dan SaO2 secara rutin, perawatan bayi dalam inkubator, pemberian oksigen, pemberian nutrisi adekuat, developmental care, mendukung bonding keluarga, menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman Kolaborasi : CPAP, terapy survaktan, pemberian obatobatan (antibiotik, furosemid, fenobarbital) Dokumentasi 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 21-25 September 2015 1 (satu) laporan asuhan keperawatan 3 Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien neonatus dengan masalah thermoregulasi 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : AGD dan SaO2 dalam batas normal, berkurang/tidak ada tanda-tanda distress pernapasan (retraksi,sianotis, cuping hidung), suara napas vesikuler, berat badan sesuai tumbang, warna kulit merah muda, orang tua melakukan bonding pada anaknya b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi 7. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) meliputi: 1. Melakukan Pengkajian (menggunakan teori Adaptasi Roy) a. Riwayat kesehatan, riwayat keluarga, riwayat persalinan b. Keadaan umum , tanda vital, berat badan < 2500 gr, masa gestasi < 37 minggu Pemeriksaan head to toe, antropometri, tonus otot menurun, reflex primitif tidak ada/kurang termasuk menghisap dan menelan, lemak sub kutan kurang, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar, puting susu dan genitalia imatur. c. Pemeriksaan penunjang : Glukosa darah, elektrolit serum, analisa gas darah. Observasi Wawancara Pemeriksaan perkembangan Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 1 (satu) laporan jurnal reflektif 28 September 1 (satu) laporan lengkap asuhan - 2 Oktober keperawatan 2015 sebagai kasus kelolaan b. Menetapkan masalah keperawatan; hipotermia, risiko aspirasi, nutrisi kurang kebutuhan tubuh, gangguan pertukaran gas, risiko infeksi, Resiko cedera (kernicterus) 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan. Mandiri : Monitoring tanda-tanda vital dan intake-out put cairan secara rutin, perawatan bayi dalam inkubator, Perawatan Metode Kanguru (PMK), pemberian oksigen, nutrisi adekuat, tindakan menggunakan prinsip bersih dan steril, mendukung bonding keluarga, mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman, melakukan discharge planning. Kolaborasi : Pemberian obat-obatan b. Menerapkan hasil temuan riset Dokumentasi 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : Tanda-tanda vital dan AGD dalam batas normal, berat badan bertambah, kulit utuh dan warna merah muda, Tidak ada tanda-tanda infeksi, intake dan out put seimbang, orang tua melakukan bonding pada anaknya b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan etik legal Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan jurnal reflektif Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 4. Mahasiswa mampu melakukan presentasi kasus Asuhan keperawatan pada klien neonatus dengan masalah infeksi/kongenital/ metabolisme/ respirasi/ thermoregulasi 5-9 Oktober Presentasi menggunakan PPT, diskusi Presentase kasus kelolaan meliputi; WOC, pengkajian lengkap, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi. Ceramah/Tanya jawab Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan jurnal reflektif Melakukan bimbingan terkait praktik keperawatan di perina pada mahasiswa magister atau profesi atau D3 keperawatan Ceramah/Tanya jawab Daftar hadir 2015 KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT II (4 SKS) Nama Aplikan NPM Tempat Praktik Waktu No 1. : : : : Tati Setyawati Ponidjan 1306346355 RS Cipto Mangunkusumo (Infeksi) 26 Oktober – 4 Desember 2015 Tujuan Praktik Kompetensi Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan masalah sistem pernapasan Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan broncho pneumonia meliputi: 1. Melakukan Pengkajian (menggunakan teori Adaptasi Roy) a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat pertumbuhan perkembangan (imunisasi,ASI dan nutrisi) b. Keadaan umum, tanda vital. Metode Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Waktu Pelaksanaan 26 Oktober 6 November 2015 Out Come 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan c. Pemeriksaan head to toe (system pernapasan : batuk, frekuensi nafas, usaha bernafas, pola nafas, bunyi nafas, cuping hidung,wheezing, retraksi dada , sianosis), status hidrasi, nyeri kepala dan abdomen. d. Pemeriksaan penunjang; AGD, LED, thorax foto 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; pola nafas tidak efektif, tidak efektif bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas,volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh,kecemasan orang tua, kurang pengetahuan orang tua. 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan Mandiri : Monitoring tanda tanda vital dan status pernapasan, mengatur posisi pasien, mobilisasi, pencegahan infeksi, nutrisi dan hidrasi yang adekuat, mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman,menjelaskan proses penyakit pada orang tua. Kolaborasi : oksigenasi (terapi oksigen, inhalasi), fisioterapi dada, pemberian obat-obatan (antibiotika, antiprektika, analgetik, mukolitik dan ekspektoran) b. Menerapkan hasil temuan riset 4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : bunyi napas bersih (tidak ada rales atau ronki), pernapasan teratur, anak tidak gelisah, tidak sianosis, intake dan output cairan seimbang, Dokumentasi Dokumentasi Praktik keperawatan Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 suhu badan normal,membran mukosa lembab, turgor kulit baik, orang tua memahami proses penyakit anaknya. b. Menentukan rencana tindak lanjut 2. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan gangguan keseimbangan cairan 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan etik legal Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 2 (dua) laporan jurnal reflektif Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan diare meliputi: 1. Melakukan Pengkajian (menggunakan teori Adaptasi Roy) a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat pertumbuhan perkembangan b. Keadaan umum, tanda vital (hipertermi, takikardia, takipnea), BAB, mual dan muntah, anoreksia c. Pemeriksaan head to toe : turgor kulit jelek, ubunubun dan mata cekung, membrane mukosa kering, keram abdominal. d. Pemeriksaan penunjang; kultur tinja, darah (PH, leukosit, elektrolit) Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; kurang volume cairan tubuh, risiko gangguan integritas kulit, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kurang pengetahuan Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 9 – 20 November 2015 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan 3. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan infeksi sistem persarafan 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan Mandiri : Monitoring tanda-tanda vital, rehidrasi, observasi intake dan output, nutrisi adekuat, mempertahanakan keutuhan kulit, mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman, melakukan discharge planning. Kolaborasi : Pemberian obat-obatan (antibiotika), antiprektika, pedialite atau oralit b. Menerapkan hasil temuan riset Dokumentasi 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : kulit utuh, intake dan output seimbang, tidak terjadi penyebaran infeksi, BB tidak turun, peningkatan pengatahuan b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan etik legal Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 2 (dua) laporan jurnal reflektif Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan Meningitis meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dan riwayat pertumbuhan perkembangan b. Keadaan umum, tanda vital , kejang Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 23 November - 1 (satu) laporan 4 Desember asuhan 2015 keperawatan c. Pemeriksaan head to toe: sakit kepala, muntah, mudah terstimulasi perubahan sensori, fotofobia, kaku kuduk, opistotonus, kernig dan brudzinski positif, penurunan kesadaran, peteki atau pruritus (tanda infeksi meningococcal). d. Pemeriksaan penunjang; punksi lumbal,darah (leukosit, glukosa, protein), kultur darah. 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; hipertermi, perubahan perfusi serebral, gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas, risiko injuri, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan Dokumentasi c. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan Mandiri : observasi tanda-tanda vital dan status neurologi, oksigenasi, mempertahankan hidrasi, mengatur posisi pasien, mengontrol kejang, nutrisi adekuat, mempertahankan ventilasi, mengurangi peningkatan tekanan intracranial, mobilisasi pasif, memberikan dukungan kepada keluarga. Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; antibiotika, antikonfulsan dan terapi suportif b. Menerapkan hasil temuan riset Dokumentasi d. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan e. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : suhu badan normal, perfusi serebral adekuat (kesadaran membaik), sakit kepala berkurang, tidak terjadi injuri (karena kejang), berat Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 badan tidak turun, status pernapasan normal, intake dan output seimbang. b. Menentukan rencana tindak lanjut f. Pendokumentasian asuhan keperawatan Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek 4. Mahasiswa mampu melakukan proyek inovasi dalam praktik klinik keperawatan sebagai pembaharu (change agent). Dokumentasi Observasi Dokumentasi Menyusun instrument Melakukan pengkajian dan analisa Menentukan masalah Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian masalah Presentasi rencana proyek inovasi Implementasi proyek inovasi Melakukan evaluasi Presentasi pelaksanaan proyek inovasi Membuat laporan kegiatan Observasi Ceramah/Tanya jawab Dokumentasi Melakukan bimbingan terkait praktik keperawatan di perina pada mahasiswa magister atau profesi atau D3 keperawatan Ceramah/Tanya jawab Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2 (dua) laporan jurnal reflektif 26 Oktober – 4 Laporan inovasi Desember 2015 Daftar hadir KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT III (4 SKS) Nama Aplikan NPM Tempat Praktik Waktu No 1. : : : : Tati Setyawati Ponidjan 1306346355 RSPAD Gatot Soebroto (non infeksi) 7 Desember 2015 – 15 Januari 2016 Tujuan Praktik Kompetensi Metode Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan masalah sistem Hematologi Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan Thalasemia meliputi: 1. Melakukan Pengkajian (menggunakan teori Adaptasi Roy) a. Riwayat kesehatan (genetika), perjalanan penyakit dan riwayat pertumbuhan perkembangan b. Keadaan umum (lemah), tanda vital (sesak napas), disritmia c. Pemeriksaan head to toe Muka pucat dan bentuk mongoloid, perawakan pendek, tebalnya tulang kranial, pembesaran limpa, letargia, nyeri tulang dan dada, epistaksis, membrane mukosa kering, d. Pemeriksaan penunjang; sel darah merah (mikrositosis, hipokromia, anisositosis, imatur sel darah, menurunan Hb dan Ht). Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; perubahan perfusi jaringan, tidak toleran terhadap aktivitas, nyeri, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, tidak efektif koping kelurga. Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Waktu Pelaksanaan 7 – 18 Desember 2015 Out Come 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan Mandiri : observasi perfusi jaringan (tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membrane mukosa), mendukung anak toleran terhadap aktifitas, memberikan nutrisi yang adekuat, mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman, memberikan dukungan pada keluarga. Kolaborasi : Pemberian obat-obatan (iron chelating agent), transfuse. b. Menerapkan hasil temuan riset Dokumentasi 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan 5. Evaluasi a. Kulit hangat dan warna merah muda, membrane mukosa lembab, berat badan tidak menurun, anak tidak mual dan muntah, toleran terhadap aktivitas, keluarga dapat mengendalikan stres. b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan etik legal Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 2 (dua) laporan jurnal reflektif Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan masalah Onkologi Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) meliputi: 1. Melakukan Pengkajian (menggunakan teori Adaptasi Roy) a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dan riwayat pertumbuhan b. Keadaan umum, tanda vital (takipnea, hipertermia, hipertensi) c. Pemeriksaan head to toe Pucat, petechie, purpura, anoxia, penurunan BB, nyeri pada tulang dan persendian, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly. d. Pemeriksaan penunjang; pemeriksaan darah tepi (leukosit imatur), aspirasi sum-sum tulang (BMP), lumbal punksi Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; risiko infeksi, resiko injuri, resiko kurang volume cairan tubuh, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri Dokumentasi 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan Mandiri ; pencegahan risiko infeksi, pencegahan resiko pendarahan, pencegahan resiko kurang volume cairan tubuh, nutrisi yang adekuat, mencegah kerusakan kulit, mengurangi nyeri, mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman. Kolaborasi : pemberian obat-obatan (kemoterapy) b. Menerapkan hasil temuan riset Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 21 Desember 1 Januari 2016 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan 3. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan masalah system perkemihan 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : mual dan muntah berkurang, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada tanda-tanda pendarahan, integritas kulit utuh b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 1 (satu) laporan etik legal Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi 2 (dua) laporan jurnal reflektif Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat pertumbuhan perkembangan b. Keadaan umum, tanda vital (hipertensi), anoreksia, fatigue. c. Pemeriksaan head to toe : edema (wajah, abdomen, genitalia, ekstremitas), berat badan meningkat, nyeri abdomen. d. Pemeriksaan penunjang; analisa urine (proteinuria), pemeriksaan darah (hipoalbuminemia, hiperlipidemia) Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 2. Merumuskan masalah keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan masalah keperawatan ; kelebihan Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 4-15 Januari 2016 1 (satu) laporan asuhan keperawatan volume cairan, kurangnya volume cairan (intravaskuler), risiko infeksi, gangguan integritas kulit, intolerans aktivitas, perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan keperawatan Mandiri : pencegahan terhadap infeksi, hidrasi secara adekuat, mencegah cairan overload, menjaga integritas kulit, nutrisi adekuat Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; terapi diuretik, terapi albumin, prednison b. Menerapkan hasil temuan riset Dokumentasi 4. Implementasi perencanaan keperawatan Praktik keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : tidak terjadi kerusakan kulit, leukosit normal, tidak terjadi hipertermia, nyeri abdomen berkurang, tekanan darah dalam batas normal, balance intake dan output, Hgb dan Hct dalam batas normal b. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan Dokumentasi Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek Observasi Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2 (dua) laporan jurnal reflektif H ti (6 G k cd E] (da L(6 o_v ,\o #rH Eli E.n -o a E H F,- c.I Fi (B x di d L- (l)*i -(g =F^ EbF =Xi X s!v gE ';e = 3 6: v. * _f; tsEi-_; E9 o!w a o '- !> 0)> rr 6 x 6^ r.-G aa JN! L::_ xo .. * ISo-s .=l-y (d_-!q >'h = ix E AE ELr'A ^r' =+tl^ IsEB-';E y J- E E 5.-2 c4 = $g fi E E AE E: H !.EIgHEiE f : -._-_y_!E! N Ee = g +g; ,>E=9=t=2 "l ryo*;.*'A* i ;{6J(j6J()(J(J(J):;=<s<<== 4- ,w 6 =zz,zzz.z.z. Es a i-;; d=j oie ob > 8- Ex E *'* E Ad sqe fiHp* FI*E Eh.FS > E€{ .+ ll^1 L C) o'l (,) o. a0) I'r J4 a o w dl €] *l6l >l rlol al FI '.=t al ()I OJ <l zl 'J thl qt ot ) si o o () €) ,El ?dl d .Mt al >tJ ol ql AI TI I s E g 6J$l g AEI \-#t LI <l.t -l AI HI Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 UNIVERSITAS INDONESIA KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK KHUSUS RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK II Oleh: Tati Setyawati Ponidjan NPM. 1306346355 PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2016 Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS PRAKTIK KLINIK KHUSUS DALAM KEPERAWATAN ANAK (6 SKS) Nama Aplikan NPM Tempat Praktik Waktu NO 1. : : : : Tati Setyawati Ponidjan 1306346355 Ruang rawat anak non infeksi 1. 15 Februari 2016 25 Maret 2016 (RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta) 2. 28 Maret 2016 – 29 April 2016 (RSAB Harapan Kita Jakarta) TUJUAN PRAKTEK Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien anak dengan penyakit non infeksi yang mengalami masalah nutrisi menggunakan pendekatan teori Model Adaptasi Roy KOMPETENSI METODE 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan penyakit non infeksi menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada klien anak Subsistem Regulator Mode adaptasi Fisiologi - Oksigenisasi dan sirkulasi; ventilasi,transportasi oksigen, perfusi jaringan dan kompensasi sesuai kebutuhan oksigen - Nutrisi; antropometri, status gizi, penurunan nafsu makan, mual muntah, kemampuan menelan, kebutuhan kalori, masalah pada mulut (seperti stomatisis), skrining gizi (Strong-kids). - Eliminasi; retensi urine, diare, konstipasi, inkontinensia bowel atau urine - Aktivitas dan istirahat; mobilisasi, pergerakan, tidur - Cairan dan elektrolit; dehidrasi, retensi cairan, asambasa, elektrolit, syok - Proteksi dan perlindungan; integritas kulit, infeksi, reaksi alergi, status imun - Sensasi; nyeri, persepsi, sensori - Fungsi neurologi; kesadaran,kognitif,memori,perilaku - Fungsi endokrin; regulasi hormone Subsistem Kognator ; Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, support nutrisi dari keluarga, kecemasan Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 WAKTU PELAKSANAAN 15 Februari – 26 Februari 2016 OUT COME 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan (WOC, Pengkajian, intervensi, implementasi,da n evaluasi keperawatan) Universitas Indonesia b. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus Stimulus fokal; nyeri, kemoterapi, kompresi pada abdomen, gangguan pada saluran cerna. Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, tingkat fisik, dinamika keluarga, pengetahuan, status ekonomi, budaya, lingkungan. riwayat penyakit yang sama. Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat memberikan dampak bagi individu 2. Mampu merumuskan masalah keperawatan a. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan data hasil pengkajian yang merupakan perilaku adaptif atau inefektif serta stimulus stressor b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan kanker, sesuai dengan masalah nutrisi yang ditemukan dan kemungkinan masalah lainya yang berhubungan, menurut NANDA 2015-1017: Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Risiko berat badan berlebih (00234) Berat badan berlebih (00233) Risiko kekurangan volume cairan (00028) Konstipasi (00011) Keletihan (00092) Intolerans aktivitas (00092) Risiko infeksi (00004) Kerusakan membrane mukosa oral (00045) Risiko kerusakan integritas kulit (00047) Risiko keterlambatan perkembangan (00112) Defisiensi pengetahuan (00126) Gangguan proses keluarga (00060) Gangguan citra tubuh (00118) Defisit perawatan diri (00108) Ansietas (00146) Hambatan interaksi sosial (00052) 3. Mampu menyusun rencana/intervensi keperawatan dengan Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Dokumentasi Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri, mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi interdependensi, melalui ; a. Mandiri; pemantauan/monitoring nutrisi, menilai status gizi, manajemen nutrisi, pemberian enteral tube feeding/nutrisi enteral, manajemen mual & muntah, oral hygiene, pendidikan kesehatan, dukungan dalam kegiatan sehari-hari, menyusun dan memberikan discharge planning ,menerapkan Family Centered Care b. Kolaborasi; kebutuhan gizi, terapi nutrisi parentral terapi cairan, kolaborasi pemeriksaan penunjang 2. 4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan dengan masalah nutrisi Praktik keperawatan dan edukasi 5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi, dan kompromi; peningkatan berat badan/dapat dipertahankan, selera makan meningkat, tidak ada mual dan muntah. Mampu menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien anak dengan penyakit non infeksi masalah nutrisi dengan pendekatan teori Model Adaptasi Roy Dokumentasi 7. Menerapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis kejadian,rencana perubahan) Observasi Dokumentasi Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan memberikan Asuhan gangguan kardiovaskuler, menggunakan pendekatan Model keperawatan pada Adaptasi Roy klien anak dengan a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada gangguan klien anak Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2 (dua) laporan jurnal reflektif 14 Maret 2016 – 25 Maret 2016 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan (WOC, Universitas Indonesia kardiovaskuler (Penyakit Jantung) menggunakan pendekatan teori Model Adaptasi Roy Subsistem Regulator Mode adaptasi Fisiologi - Oksigenisasi dan sirkulasi; dyspnea, takikardia, tachypnea, sianosis, napas cuping hidung, retraksi dada, mur-mur, gallop, bunyi jantung tambahan (EKG), disritmia/aritmia (ECG), kulit pucat kebiruan, clubbing finger, cardiomegaly (USG), distensi vena jugularis, peningkatan CPV - Nutrisi; berat badan menurun, anoreksia, mual dan muntah, konjungtiva anemis, hepatomegaly, Hb menurun - Eliminasi : BAB tidak teratur, terdapat nyeri abdomen - Aktivitas dan istirahat; fatigue,kekuatan otot berkurang - Proteksi dan perlindungan; peningkatan suhu tubuh - Cairan dan elektrolit; edema, muntah, penurunan asupan oral - Proteksi dan perlindungan; hyperthermia, kadar leukosit darah dapat meningkat. - Sensasi; nyeri dada - Fungsi neorologi; kesadaran menurun, irritabilitas, kejang. - Sistem endokrin; regulasi hormon Subsistem Kognator ; Perasaan kehilangan, support system, ketakutan, kecemasan, tidak berdaya, perubahan peran c. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus Stimulus fokal; gaya hidup, kelainan kongenital Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, budaya, tingkat fisik, dinamika keluarga, riwayat penyakit yang sama, pengetahuan, status ekonomi,lingkungan. Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat memberikan dampak bagi individu 2. Mampu merumuskan masalah keperawatan a. Mampu menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian yang merupakan perilaku perilaku adaptif atau inefektif serta stimulus stressor Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Pengkajian, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan) Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan gangguan kardiovaskuler dan kemungkinan masalah keperawatan lainya yang berhubungan, menurut NANDA 2015-1017: Penurunan curah jantung (00240) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201 Gangguan pertukaran gas (00030) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204) Intolerans aktivitas (00092) Risiko keterlambatan perkembangan (00112) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Risiko infeksi (00004) Gangguan proses keluarga (00060) Ansietas (00146) Defisiensi pengetahuan (00126) Hambatan interaksi social (00052) 3. Mampu menyusun rencana asuhan/intervensi keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri, mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi interdependensi melalui; a. Mandiri : mempertahankan curah jantung yang adekuat, pemberian oksigenisasi, pemberian posisi untuk menunjang ekspansi paru, memberikan hidrasi sesuai kebutuhan, melakukan aktivitas sesuai kondisi, nutrisi adekuat, pencegahan infeksi, support tumbuh kembang, pendidikan kesehatan, menyusun dan memberikan discharge planning ,menerapkan Family Centered Care Dokumentasi b. Kolaborasi : pemberian obat-obatan; antagonis kalsium, beta bloker, diuretika, ACE-Inhibitor, aldosterone, digitalis. 4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan dengan gangguan kardiovasikuler Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Praktik keperawatan Edukasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia 3. 5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi, dan kompromi; disritmia terkontrol, menurunnya episode dyspnea, peningkatan toleransi aktivitas, keseimbangan cairan intake dan output, tidak ada distress pernapasan, saturasi oksigen dalam rentang normal, perubahan perilaku yang baru. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi 6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien anak dengan gangguan kardiovaskuler menggunakan Model Adaptasi Roy Dokumentasi 7. Menerapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis kejadian,rencana perubahan) Observasi Dokumentasi Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan memberikan Asuhan gangguan sistem perkemihan, menggunakan pendekatan keperawatan pada Model Adaptasi Roy klien anak dengan a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada gangguan sistem klien anak perkemihan Subsistem Regulator menggunakan Mode adaptasi Fisiologi pendekatan teori - Oksigenisasi dan sirkulasi; hipertensi, aritmia, Model Adaptasi Roy anemia, pernapasan dangkal. - Nutrisi; berat badan menurun, anoreksia, muntah, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, meningkat BUN dan kreatinin - Eliminasi; proteinuria, oliguria - Aktivitas dan istirahat; fatigue - Cairan dan elektrolit; edema pada wajah, abdomen, genitalia dan ekstremitas, hiperkalemia, hipokalsemia - Proteksi dan perlindungan; iritasi kulit - Sensasi; nyeri abdomen/pinggang, penurunan sensasi rasa Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2 (dua) laporan jurnal reflektif 14 Maret 2016 – 25 Maret 2016 1 (satu) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan (WOC, Pengkajian, intervensi,imple mentasi, dan evaluasi keperawatan) Universitas Indonesia - Fungsi neurologi; kesadaran menurun,irritabilitas, kejang - Fungsi endokrin; regulasi hormon Subsistem Kognator ; Ketakutan, kecemasan, tidak berdaya, perubahan peran b. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus Stimulus fokal; gaya hidup Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, budaya, tingkat fisik, dinamika keluarga, riwayat penyakit yang sama, pengetahuan, status ekonomi,lingkungan. Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat memberikan dampak bagi individu 2. Mampu merumuskan masalah keperawatan a. Mampu menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan gangguan sistem perkemihan dan kemungkinan masalah keperawatan lainya yang berhubungan, menurut NANDA 2015-1017: Kelebihan volume cairan (00026) Gangguan eliminasi urine (00016) Retensi urine (00023) Kurangnya volume cairan (00027) Risiko infeksi (00004) Risiko kerusakan integritas kulit (00047) Intolerans aktivitas (00092) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Defisiensi pengetahuan (00126) Gangguan proses keluarga (00060) Ansietas (00146) Dokumentasi 3. Mampu menyusun rencana asuhan/intervensi keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri, mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi Dokumentasi Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia interdependensi melalui; a. Mandiri : Monitor berat badan dan tanda-tanda vital, pemantauan hidrasi dan intake output cairan, pencegahan terhadap infeksi, hidrasi secara adekuat, mencegah cairan overload, menjaga integritas kulit, mobilisasi, nutrisi adekuat, support tumbuh kembang, pendidikan kesehatan, menyusun dan memberikan discharge planning, menerapkan Family Centered Care b. Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; terapi diuretik, terapi albumin, prednisone, diet rendah garam dan tinggi protein 4. Mahasiswa mampu melakukan proyek inovasi dalam praktik klinik 4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan dengan gangguan system perkemihan Praktik keperawatan Edukasi 5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi, dan kompromi; tidak terjadi kerusakan kulit, leukosit normal, tidak terjadi hipertermia, nyeri abdomen berkurang, tekanan darah dalam batas normal, balance intake dan output, Hgb dan Hct dalam batas normal. Menentukan rencana tindak lanjut Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik 6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien anak dengan gangguan sistem perkemihan menggunakan Model Adaptasi Roy Dokumentasi 7. Men erapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan Observasi Dokumentasi 8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis kejadian,rencana perubahan) Observasi Dokumentasi a. Menyusun instrument b. Melakukan pengkajian dan analisa c. Menentukan masalah Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Observasi Praktik keperawatan Ceramah/ Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2 (dua) laporan jurnal reflektif 15/2/2016-29/4/2016 Minggu ke: Laporan inovasi 1-3 1-3 1-3 Universitas Indonesia keperawatan sebagai pembaharu (change agent) pada area kebutuhan nutrisi, topik; pendidikan kesehatan mengantisipasi mual muntah kemoterapi 5. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Hematologi Onkologi yang mengalami masalah nutrisi dengan pendekatan teori Model Adaptasi Roy; Keganasan hematologi Neuroblastoma Limfoma Ca.Nasofaring Tumor solid d. Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian masalah e. Presentasi rencana proyek inovasi f. Implementasi proyek inovasi g. Melakukan evaluasi h. Presentasi pelaksanaan proyek inovasi i. Membuat laporan kegiatan Tanya jawab Dokumentasi 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak kanker: Observasi a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat kesehatan Wawancara keluarga Pemeriksaan b.Tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada klien anak fisik menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy Dokumentasi Subsistem Regulator (Mode adaptasi Fisiologi) - Oksigenisasi dan sirkulasi; ventilasi,transportasi oksigen, perfusi jaringan dan kompensasi sesuai kebutuhan oksigen - Nutrisi; antropometri, status gizi, penurunan nafsu makan, mual muntah, kemampuan menelan, kebutuhan kalori, masalah pada mulut (seperti stomatisis), skrining gizi (Strong-kids). - Eliminasi; retensi urine, diare, konstipasi, inkontinensia bowel atau urine - Aktivitas dan istirahat; mobilisasi, pergerakan, tidur - Cairan dan elektrolit; dehidrasi, retensi cairan, asambasa, elektrolit, syok - Proteksi dan perlindungan; integritas kulit, infeksi, reaksi alergi, status imun - Sensasi; nyeri, persepsi, sensori - Fungsi neurologi; kesadaran,kognitif,memori,perilaku - Fungsi endokrin; regulasi hormon Subsistem Kognator ; Mode adaptasi konsep diri; gambaran diri, integritas fisik, prinsip dan ideal diri Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 1-3 4 4-5 6 6 6 15 Pebruari 2016 – 29 April 2016 2 (dua) laporan lengkap asuhan keperawatan sebagai kasus kelolaan (WOC, Pengkajian, intervensi,implem entasi,dan evaluasi keperawatan) Total 5 (lima) asuhan keperawwtan sebagai kasus kelolaan KIA Universitas Indonesia Mode adaptasi fungsi peran; hubungan social, Mode adaptasi fungsi interdependensi; nilai,memberi dan menerima, perpisahan c. Tingkat kedua ; pengkajian stimulus Stimulus fokal; stimulus yang secara langsung menyebabkan sakit Stimulus kontekstual; kondisi kesehatan, jenis kelamin, usia, budaya, dinamika keluarga Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat memberikan dampak bagi individu baik efeknya negatif atau positif 2. Mampu merumuskan masalah keperawatan a. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan data hasil pengkajian yang merupakan perilaku adaptif atau inefektif serta stimulus stressor b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan kanker, sesuai dengan masalah nutrisi yang ditemukan dan kemungkinan masalah lainya, menurut NANDA 2015-1017: Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Risiko berat badan berlebih (00234) Berat badan berlebih (00233) Risiko kekurangan volume cairan (00028) Kekurangan volume cairan (00027) Gangguan eliminasi urine (00016) Konstipasi (00011) Keletihan (00092) Intolerans aktivitas (00092) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201) Ketidakefektifan pola pernapasan (00032) Defisiensi pengetahuan (00126) Gangguan citra tubuh (00118) Risiko infeksi (00004) Risiko perdarahan (00206) Kerusakan membrane mukosa oral (00045) Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Dokumentasi Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia Risiko kerusakan integritas kulit (00047) Hipertermia (00007) Gangguan rasa nyaman (00214) Nyeri akut (00132) Risiko keterlambatan perkembangan (00112) Gangguan proses keluarga (00060) Gangguan citra tubuh (00118) Defisit perawatan diri (00108) Keputusasaan (00124) Hambatan interaksi social (00052) 3. Mampu menyusun rencana/intervensi keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri, mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi interdependensi, melalui ; a. Mandiri; pemantauan/monitoring nutrisi, menilai status gizi, manajemen nutrisi, pemberian enteral tube feeding/nutrisi enteral, manajemen mual & muntah, oral hygiene, manajemen nyeri, pendidikan kesehatan, dukungan dalam kegiatan sehari-hari, menyusun dan memberikan discharge planning , menerapkan Family Centered Care b. Kolaborasi; kemoterapi, kebutuhan gizi, terapi nutrisi parentral, terapi antiemetik, analgetik, antibiotik terapi cairan & transfusi Dokumentasi 4. a. Mampu melakukan implementasi keperawatan Praktik dengan merubah stimulus atau memperkuat proses adaptasi keperawatan b. Menerapkan hasil temuan riset Edukasi c. Melakukan edukasi yang berhubungan dengan masalah nutrisi 5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi Observasi keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi, Wawancara dan kompromi; peningkatan berat badan/ berat badan dapat Pemeriksaan dipertahankan,selera makan meningkat,tidak ada mual,muntah fisik nyeri berkurang/hilang, intake dan output cairan seimbang. Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia 6A dd 9+ .)() HH J4S oo AN aa -S- rO\ ,(\ an \or -l O\o ol= c..l ke le !9y9 et l.'()- = ii- F.'tr z'tr 3T KT aa u\..oa (B(d(€ l-=lr(lt:-= 6)P=>'()F.l ri ;t cl s H!U ^YJ aa 6 O FE €.q SE 3i HE -8t oo oF on iE € aaaaaa eE* ie E = FEg 5-e ia r EE [; .e (/E * dqa = ;$qlsE -E EEq E5 i E 3€ -sE- i'E o-; -i,* ';: Ex= Pt'= =tr *E=E E EEE BE soE EE EE i: E*E [e 5E IF,* J: EA EE E EgE ET EE Ei == o-i.= e (J -7 5 = a; 5€ 3 o@ F-y i.! E XE='zoE E.A sU q E:30 6'6 =t q.E! =i E7 = f otr 7 a.a 5 s 9 S SEE E€ EE €.ii 2'E 2 o- z.Y, 2 oc Z A LA q-!l (g() ^(+i 'cg' S) \y$. '-S .n.e CU (.i lr lr ,.o G) tJi N o ,& 0) l-.,1 o 0) .l) '3 f .E trI c!31 '=l rt5t 5l :wt !sl 6)l al ._l !l FI trl ()t cil <t vl q ul z) B fl 63t ol o.l FI -l cil ql >lJ al dI MI _t (l.)t \€l ERi s:JEl I ztrl LI <l NI o o .g c o E ;(! o o tr .u f L\ ar Vj N d \ *t \ \< e) te Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 LAPORAN PROYEK INOVASI OPTIMALISASI PENDIDIKAN KESEHATAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRACTICE DALAM MENGANTISIPASI MUAL DAN MUNTAH PADA ANAK YANG MENDAPAT KEMOTERAPI OLEH : TATI SETYAWATI PONIDJAN NPM : 1306346355 PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmatNya saaya dapat menyelesaikan laporan inovasi ini yang berjudul: “ Optimalisasi Pendidikan Kesehatan Berdasarkan Evidence Based Practice dalam Mengantisipasi Mual Muntah pada Anak Yang Mendapat Kemoterapi”. Penulisan laporan inovasi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan inovasi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc., selaku Supervisor utama atas arahan dan bimbingannya selama praktik residensi. 2. Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An, selaku Supervisor yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama praktik residensi. 3. Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku Koordinator Utama Praktik Klinik Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak, yang telah memberikan motivasi dan bimbingan. 4. Mediana Bangun, Ns., Sp.Kep.An., selaku Pembimbing Praktek Klinik Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak di ruang rawat anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. 5. Tati Mulyani S.Kep.,Ns., Selaku kepala ruang rawat anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang telah memberikan arahan selama praktik residensi. 6. Kepala ruang rawat jalan, kepala ruangan dan perawat poliklinik onkologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk praktik. 7. Semua Dosen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan seluruh rekan sejawat di ruang rawat anak, lebih khusus ruang non infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Besar harapan penulis, kiranya inovasi praktik EBP ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan keperawatan di Indonesia, terlebih khusus pada keperawatan anak. Jakarta, Maret 2016 Penulis ii Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR………………………………………………………………. ii DAFTAR ISI………………………………………………………………………… iii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………………………………………………………………. 1.2. Tujuan Penerapan……………………………………………………………. 1.3. Manfaat Penerapan…....…………………………………………………….. 1 3 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemoterapi…….……….……………………………………………………. 2.2. Mual dan Muntah pada Kemoterapi………………………………………… 2.3. Agen Kemoterapi yang Menimbulkan Mual Muntah…..…………………… 2.4. Agen Antiemetik pada Kemoterapi……....…………………………………. 2.5. Manajemen Mual dan Muntah………………………………………………. 2.6. Konsep Edukasi……………………………………………………………… 5 5 6 7 7 12 3. IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH 3.1. Identifikasi Masalah dengan Menggunakan Analisis Pico……………...….. 3.2. Pertanyaan Masalah……………………………………………………….…. 3.3. Penelusuran Jurnal…...………………………………………….…………... 3.4. Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah……………………………….…. 3.5. Startegi Penyelesaian masalah………………………………………………. 13 13 13 16 16 4. PLAN OF ACTION (PDSA) 4.1. Plan……………………..…………………………………………………... 4.2. Do……………………………………………………………………...……. 4.3. Study………………………………………………………………………… 4.4. Act…………………………………………………………………………... 4.5. Waktu Pelaksanaan………………………………………………………….. 18 18 19 19 20 5. PELAKSANAAN KEGIATAN 5.1. Pendidikan Kesehatan…………..…………………………………………… 22 5.2. Antisipasi Mual Muntah……….....……………..…….…………………….. 23 5.3. Faktor pendukung dan keterbatasan………………………………………… 24 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan………………………..…………………………………………… 25 6.2. Saran……………………………...……………..…….…………………….. 25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian. Kasus kematian oleh karena penyakit ini pada tingkat dunia, berkisar 8,2 juta pertahun (WHO, 2014). Diperkirakan pada tahun 2020 kematian karena kanker dapat meningkat hingga 10,3 juta pertahunnya (International Union Agains Cancer, 2009). Di Indonesia, kematian yang disebabkan oleh karena kanker berkisar 5,7 % dari total kasus kematian (Kemenkes RI, 2014). Sedangkan prevalensi kasus ini, secara nasional berjumlah 1,4 per 1.000 penduduk atau sekitar 347.792 penduduk. (Riskesdas, 2013). Kanker pada anak di Amerika Serikat berkisar 1% dari keseluruhan penyakit kanker (Marcdante, Kliegmen, Jenson, Behrman, 2011). Namun kasus ini meningkat di negara berkembang seperti Indonesia. Kanker pada anak di Indonesia berkisar 2,5% dari keseluruhan penyakit kanker (IARC, 2008). Prevalensi yang dijumpai pada anak usia dibawah 1 tahun adalah 0,3 per 1000 penduduk. Selanjutnya pada usia 1-4 tahun sejumlah 0,1 perseribu penduduk dan usia 5-14 tahun 0,1 perseribu penduduk (Riskesdas, 2013). Leukemia dan lymphoma adalah jenis kanker yang tersering pada anak, selanjutnya diikuti dengan tumor otak, sarcoma jaringan lunak dan tulang (Marcdante et al. 2011). Pengobatan utama pada anak dengan kanker adalah menggunakan kemoterapi selain radioterapi dan pembedahan. Kemoterapi menggunakan obat antineoplastic agents untuk membunuh sel kanker dan dapat diberikan melalui oral, intravena, intramuskular, subkutan dan intratekal. Protokol pemberian kemoterapi berbeda kombinasinya sesuai jenis kanker dan pemberian kemoterapi ini dapat menimbulkan berbagai efek samping. Kemoterapi yang diberikan dapat juga memprovokasi sel normal termasuk sel pada saluran pencernaan, sehingga menimbulkan rangsangan mual dan muntah (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Beberapa agen kemoterapi dapat menimbulkan mual dan muntah. Efek ini dapat di bedakan sesuai besarnya resiko yaitu; kemoterapi beresiko tinggi mual dan muntah (Highly Emetogenic Chemotherapy), kemoterapi beresiko sedang mual Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 2 muntah (Moderately Emetogenic Chemotherapy) dan kemoterapi beresiko rendah mual muntah (Low Emetogenic Chemotherapy). Pemberian Highly Emetogenic Chemotherapy beresiko 90 % mual muntah dan pemberian Moderately Emetogenic Chemotherapy beresiko 30-90 % mual muntah (Schwartzberg, 2007). Terjadinya mual dan muntah dapat bervariasi mulai dari beberapa menit setelah pemberian kemoterapi hingga lebih dari beberapa hari setelah pemberian kemoterapi. Untuk itu pemberian kemoterapi khususnya pada Highly Emetogenic Chemotherapy dan Moderately Emetogenic Chemotherapy biasanya disertai dengan terapi antiemetic (Geiger & Wolfgram, 2013). Namun penelitian Aapro (2005), menemukan bahwa 25-30% mual muntah dapat terjadi sekalipun sudah mendapat terapi antiemetic. Efek mual muntah dapat berakibat buruk jika tidak ditangani dengan baik. Akibat yang dapat ditimbulkan seperti; masalah fisik karena ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi, kekurangan gizi, kehilangan berat badan, masalah psikologis (stres), penurunan kualitas hidup, rawat inap lebih lama dan beban kerja petugas kesehatan bertambah. (Rodgers, et al. 2012). Oleh karena itu pemberian antiemetic sebaiknya ditunjang dengan tindakan mandiri non farmakologi agar dapat meningkatkan kualitas terapi antiemetic. Tindakan non farmakologi yang dapat digunakan antara lain melakukan Acupressure (Bastani, et.al. 2011) perawatan mulut dan mengurangi stimulasi mual muntah seperti suara,lingkungan,bau (Geiger, 2013) Menurut Geiger & Wolfgram (2013) keberhasilan terhadap suatu intervensi/prosedur tergantung juga pada kepatuhan pasien dalam mendukung terapi tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien adalah pengetahuan, dengan kata lain kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan terapi. Perawat yang merawat anak kanker mempunyai berbagai peran, salah satunya adalah educator, seperti memberikan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam melakukan tindakan kontol mual dan muntah (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama 2 minggu di ruang kemoterapi RSUPN Ciptomangunkusumo, manajemen mual dan muntah lebih terfokus Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 3 kepada pemberian terapi antiemetic, namun pemberian pendidikan kesehatan tentang antisipasi mual muntah pada anak perlu juga dilakukan oleh perawat. Menurut penelitian Chan, el al. (2015) pada anak yang mendapat edukasi tentang pencegahan mual muntah menunjukkan kemampuan mengontral mual muntah lebih baik dari yang tidak mendapat edukasi. Episode mual muntah pada anak yang tidak mendapat edukasi lebih tinggi dibandingkan yang mendapat edukasi. Untuk itu edukasi manajemen non farmakologik mual muntah dibutuhkan bagi anak dan keluarga agar dapat melakukan upaya mencegah dan mengontrol mual muntahnya secara mandiri baik di rumah sakit maupun di rumah. Hal ini lebih mudah karena edukasi dapat dilakukan oleh semua perawat dan tidak banyak menambah beban kerja perawat karena anak dan keluarga diberdayakan untuk melakukan antisipasi sesuai bekal pengetahuan yang didapat. Berdasarkan uraian diatas, terkait dengan pentingnya pendidikan kesehatan terhadap efek kemoterapi mual muntah maka penulis tertarik untuk melaksanakan proyek inovasi dengan judul “Optimalisasi pendidikan kesehatan berdasarkan Evidence Based Practice dalam mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat kemoterapi”. di ruang rawat anak non infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. 1.2. Tujuan Penerapan EBN 1.2.1. Tujuan Umum Mengidentifikasi efektivitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi 1.2.2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi b. Mengetahui episode mual muntah pada anak setelah diberikan pendidikan kesehatan. 1.3. Manfaat penerapan EBN 1.3.1. Bagi Pelayanan Keperawatan Proyek inovasi ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dalam kemampuan memberikan edukasi pada anak dan keluarga mengantisipasi mual dan Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 4 muntah akibat efek kemoterapi. Selain itu proyek inovasi ini dapat juga dijadikan Evidence Based Practice oleh praktisi keperawatan dalam mengembangkan praktik pelayanan keperawatan 1.3.2. Bagi Masyarakat Proyek inovasi ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pasien dan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi 1.3.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Proyek inovasi ini diharapkan dapat dijadikan salah satu kajian prosedur tindakan keperawatan yang direkomendasikan dalam praktek keperawatan untuk mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapatkan kemoterapi. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemoterapi Kemoterapi adalah suatu cara pengobatan dengan menggunakan obat-obatan anti kanker (anti neoplastic agent) untuk membunuh sel kanker (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Secara klinis, obat-obatan ini mempunyai efek sitostatika yang mempengaruhi sintesis dan fungsi DNA dari sel kanker. Pemberian kemoterapi disesuaikan dengan fase pembelahan sel kanker agar lebih mudah dihancurkan dan dilakukan secara simultan untuk memaksimalkan kerja obat tersebut pada semua fase pembelahan sel (Ball, Bindler & Cowen, 2010). Pada umumnya kemoterapi menggunakan kombinasi terapi (beberapa obat) dengan fungsi dekstruksi pada titik tangkap yang berbeda. Pemberian kemoterapi dapat menimbulkan efek samping, hal ini disebabkan karena agen kemoterapi tidak dapat membedakan pembelahan yang cepat antara sel-sel kanker dan sel-sel normal. Sel-sel yang paling sering terkena efek ini adalah sel-sel pada sum-sum tulang, gastrointestinal dan integument. Efek samping yang dapat muncul yaitu: infeksi, perdarahan, anemia, mual muntah, anorexia dan mukosal ulseration (James, Nelson, & Ashwill, 2013). 2.2. Mual dan Muntah pada Kemoterapi Mual adalah perasaan tidak nyaman pada bagian akhir tenggorokan dan epigatrium yang memungkinkan terjadinya muntah. Mual kadang disertai dengan peningkatan produksi saliva, berkeringat, perubahan suhu tubuh dan peningkatan denyut jantung. Sedangkan muntah adalah kontaksi otot abdomen dan mendorong isi lambung keluar melalui mulut. (American Cancer Society, 2013). Mekanisme mual muntah diatur dalam system saraf pusat. Muntah terjadi karena adanya rangsangan pada pusat muntah (vomiting center) di otak, yaitu di medulla oblongata. Rangsangan ini disebabkan karena agen kemoterapi menstimulasi sel dalam saluran pencernaan untuk melepaskan serotonin sehingga mengaktivasi reseptor. Aktivasi reseptor akan mengaktivasi pusat muntah melalui jalur averen vagal sehingga terjadi respon emetik. Mual dan atau muntah pada kemoterapi dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe (Geiger & Wolfgram, 2013), yaitu : Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 6 a. Acut nausea vomiting; mual muntah yang terjadi pada beberapa menit sampai beberapa jam setelah pemberian kemoterapi dan biasanya akan hilang kurang dari 24 jam. b. Delayed nausea vomiting; mual muntah yang terjadi setelah 24 jam pemberian kemoterapi. c. Anticipatory nausea vomiting; mual muntah yang terjadi sebelum pemberian kemoterapi. d. Breakthrough nausea vomiting; mual muntah yang terjadi walaupun pemberian antiemetik sebagai pencegahan telah diberikan. e. Refractory nausea vomiting; mual muntah yang terjadi karena pemberian antiemetik tidak lagi memberikan efek. Efek mual dan muntah dapat mengganggu secara fisik maupun psikologis. Secara fisik dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit tubuh, dehidrasi, kehilangan berat badan, kurang gizi. Secara psikologis dapat terjadi stres. kecemasan, serta masalah lain seperti penurunan kualitas hidup, masalah finansial, rawat inap lebih lama dan beban kerja petugas kesehatan bertambah (Rodgers, et al. 2012). 2.3. Agen Kemoterapi yang Menimbulkan Mual Muntah Beberapa agen kemoterapi dapat menimbulkan mual muntah. Efek ini dapat di bedakan sesuai besarnya resiko (Schwartzberg, 2007), yaitu; a. Minimal emetic risk : kemoterapi beresiko minimal mual muntah (<10%) b. Low emetic risk : kemoterapi beresiko rendah mual muntah (10-30%) c. Moderate emetic risk : kemoterapi beresiko sedang mual muntah (30-90%) d. High emetic risk : kemoterapi beresiko tinggi mual muntah (>90%) Tabel. 2.1. Jenis agen kemoterapi sesuai resiko mual muntah RESIKO *) High (Level 5) >90% frekuensi Moderate-High (Level 4) 60-90% frekuensi AGEN KEMOTERAPI Carmustine (≥250mg/m2) Cisplatin (>50 mg/m2) Busulfan (>4mg/kg/day) Carboplatin Carmustine (<250mg/m2) Cisplatin (<50 mg/m2) Clofarabine Cyclophosphamide (7501500mg/m2) Cytarabine (1000mg/m2) Cyclophosphamide (>1500mg/m2) Dacarbazine Dactinomycin (>1.5mg/m2) Daunorubicin (>50mg/m2) Doxorubicin (>60mg/m2) Epirubicin (>90mg/m2) Melphalan (iv) Methotrexate (>1000/ m2) Mitoxantrone (15mg/m2) Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 7 Moderate Cyclophosphamide (Level 3) (iv ≤7500mg/m2) 30-60% frekuensi Cyclophosphamide p.o. Dactinomycin (≤1,5mg/m2) Daunorubicin (<50mg/m2) Doxorubicin (20-60mg/m2) Epirubicin (≤90mg/m2) Low Asparaginase (all form) (Level 2) Cetuximab 10-30% frekuensi Cytarabine (< 1mg/m2) Docetaxel Doxorubicin (<20mg/m2) Etoposide Minimal Alemutuzumab (Level 1) Arsenic trioxide) 0-10% frekuensi Bleomycin Busulfan (p.o.4mg/kg/day) Chlorambucil Cytarabine (<100mg/m2) Fludarabine Hydroxyurea 5-Fluorouracil (≥1000mg/m2) Idarubicin Ifosfamide Irinotecan Methotrexate (250-1000/ m2) Mitoxantrone (<15mg/m2) Oxaliplatin (>75/ m2) 5-Fluorouracil (≥1000mg/m2) Gemcitabine Methotrexate (50-250/ m2) Mitoxantrone (<12mg/m2) Paclitaxel Topotecan Melphalan Methotrexate (<50/ m2) Rituximab Thioguanine Vinblastine Vincristine Vinorelbin *) Kemungkinan muntah dalam 24 jam, tanpa menggunakan profilaksis antiemetik Sumber : Aseeri, Mukhtar, Alkasana, Elimam & Jastaniah, 2012. 2.4. Agen Antiemetik pada Kemoterapi Menurut Dewan, Singhal & Harit (2010), ada beberapa jenis antiemetik yang diberikan untuk mengantisipasi dan mengatasi mual muntah pada pemberian kemoterapi. antiemetik ini dapat diberikan tunggal atau dikombinasikan. Antiemetik tersebut adalah: a. Serotonin (5-HT3) antagonis; ondansentron, dolasentron, granisentron, palonosetron. b. Steroid; Dexamethasone, Methylprednisolone c. Dopamin Antagonis; metoclopramide,haloperidol, domperidone, clorpromazin. d. Benzodiazepines; lorazepam, midazolam e. Lainnya; Cannabinoids. 2.5. Managemen mual dan Muntah Tindakan non farmakologi bukan untuk menggantikan, namun digunakan untuk menambah/menunjang tindakan farmakologi. Tindakan ini dapat melibatkan keluarga sebagai mitra perawat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki keluarga. Intervensi ini perlu diketahui oleh anak dan keluarga agar dapat dilakukan antisipasi secara mandiri oleh anak dan keluarga. Sesuai prinsip Family Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 8 Centered Care, perawat memampukan keluarga dengan memberikan edukasi tentang hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi mual-muntah. 2.5.1. Terapi Akupresur Akupresur merupakan salah satu tindakan nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mencegah mual muntah karena efek kemoterapi. Akupresur adalah cara pengobatan dengan memberikan rangsangan berupa penekanan atau pemijatan pada titik tertentu di tubuh (Fengge, 2011). Pemijatan ini akan mestimulasi tubuh untuk menghasilkan efek terapi karena adanya aktivasi dari bagian sistem tubuh, yaitu: a. Aktivasi sistem opioid yang dapat mengurangi nyeri b. Konduksi dari sinyal elektromagnetik dapat mendorong endorphin dan sel imun ketempat tertentu ditubuh yang rusak/cedera karena penyakit c. Pengeluaran berbagai neotransmiter dan neurohormon oleh karena adanya perubahan pada zat kimia otak, sensasi dan respon involunter. Bagian tubuh yang sering dipijat untuk menurunkan mual muntah adalah pada titik P6 dan St36. Titik P6 adalah titik yang terletak pada pergelangan tangan, dimana pada titik ini terdapat jalur meridian selaput jantung. Meridian adalah bagian dari pembuluh darah, system saraf dan saluran limpa. Jalur meridian ini akan ke ruang bawah perut melintasi lambung dan usus besar. Sedangkan titik St36 berada di kaki, pada jalur meridian lambung. Meridian ini memiliki beberapa percabangan termasuk cabang yang ke limpa dan lambung (Fengge, 2011). Terapi akupresur dilakukan pada tempat yang tenang. Teknik akupresur yang sering digunakan adalah pada titik P6 karena mudah menemukan lokasi titik tersebut. Titik P6 lokasinya bilateral pada lengan kiri dan kanan. Teknik akupresur pada titik P6 adalah : a. Tentukan lokasi titik P6 yaitu; pada bagian depan pergelangan tangan, letakkan 3 jari dibagian atas pergelangan tangan, jari harus sejajar, tentukan titik diatas 3 jari tersebut (tengah pergelangan). b. Menekan dengan lembut menggunakan jari jempol atau jari telunjuk c. Penekanan dilakukan sebanyak 30 kali selama 3 menit, memutar searah jarum jam. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 9 d. Penekanan dapat dilakukan pada satu pergelangan tangan atau keduanya. e. Dilakukan 3 kali sehari selama 5 hari berturut-turut, setelah mendapat kemoterapi atau sesuai kebutuhan ketika merasa mual (Becze, 2010). Gambar titik akupresur P6 Sumber : Besce (2010) 2.5.2. Perawatan Mulut Standar (Standart Oral care) Perawatan mulut merupakan suatu tindakan membersihkan mulut, menyikat gigi dan berkumur, dengan tujuan untuk membersihkan gigi lidah dan rongga mulut, sehingga dapat mencegah bau dan karies, mempertahankan mukosa mulut tetap utuh, mempertahankan hidrasi mulut dan bibir, mencegah peradangan dan infeksi serta untuk kenyamanan (Timby, 2009). Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 10 Kemoterapi dapat memberikan efek pada membran mukosa termasuk mukosa mulut. Efek kemoterapi pada mulut nantinya dapat berkembang menjadi mukositis. Adanya kondisi ini akan memperburuk episode mual muntah. Berikut ini adalah beberapa teknik perawatan mulut (Caplinger, Royse, & Marthens, 2010: Swartzentruber & Haveles, 2013). a. Mengosok gigi dilakukan sesudah makan dan menjelang tidur. Bila leukosit kurang dari 1.000/mm3 dan atau trombosit kurang 50.000/mm3, maka sikat gigi tidak dilakukan (Otto, 2001). b. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut dan bilas dahulu pada air hangat. Sikat gigi diganti setiap 3 bulan pemakaian. c. Hindari penggunaan pasta dengan rasa dan pemutih pasta yang kuat. d. Berkumur tanpa menyikat gigi, dapat dilakukan kapan saja agar mulut tetap terasa nyaman. e. Berkumur menggunakan cairan kumur/mouthwash. g. Berkumur minimal 30 detik. h. Agar cairan kumur dapat bergerak merata di dalam mulut, berkumur sebaiknya menggunakan teknik meniup balon dan menggerakkan pipi seperti menghisap (Cheng, Chang & Yuen, 2004). Cairan NaCl 0,9% dipercaya dapat mencegah infeksi, membantu granulasi dan perbaikan jaringan. Cairan ini dapat digunakan untuk pencegahan mukositis oral dan tidak berbahaya karena komposisinya mirip dengan cairan tubuh manusia (Harris, Eilers, Harriman, Cashavelly, & Maxwell, 2008). Cairan ini tidak menimbulkan iritasi dan ekonomis dan mudah disediakan (Saldanha & Almeida, 2014). Cairan NaCl dapat dibuat/diracik sendiri dengan konsentrasi yang hampir sama dengan NaCl 0,9 %. Cairan NaCl 0,9% memiliki kandungan 0.9 gram NaCl dalam 100 ml air. Perhitungan untuk menghasilkan cairan yang konsentasinya sama dengan NaCL 0,9% yaitu: diketahui kemurnian garam yang ada dipasaran adalah: 99,25%, kemurnian garam berdasarkan SNI minimal adalah 94,7%, sedangkan Bulk density of salt adalah 1.154 gr/ml. Agar mudah pengukurannya kita menggunakan botol air mineral 600 ml dan sendok obat 5 ml untuk mengukur garam. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 11 NaCl 0,9% = 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air 600 ml air dibutuhkan (6x0,9 gram NaCl) = 5,4 gram NaCl Untuk garam meja berdasarkan SNI minimal (konsentrasi 94,7%) Konsentrasi 94,7% = kadar NaCl yang terkandung pada garam meja adalah : 0,947 gram. Membuat larutan garam dalam 600 ml dengan adalah : konsentrasi 94,7% 5,4 gr / 0.947 = 5,70 gr. garam meja Volume : 5,70 gr / 1.154 = 4,94 ml Jadi 4,94 ml garam meja terdapat dalam 600 ml air menghasilkan larutan NaCl 0,95%. Agar bisa menjadi 600 ml 0,9% dengan garam meja 5 ml (1 sendok obat), diperlukan 37 ml tambahan air. Kesimpulannya adalah untuk membuat larutan NaCl 0,9% dengan 5 ml (1 sendok obat) garam meja konsentrasi 94,7%, diperlukan air sebanyak 637 ml. Untuk garam meja yang ada dipasaran (konsentrasi 99,25%) Konsentrasi 99,25% = kadar NaCl yang terkandung pada garam meja adalah : 0,9925 gram. Membuat larutan garam dalam 600 ml dengan konsentrasi 99,25% adalah : 5,4 gr / 0,9925 = 5,44 gr. garam meja Volume : 5,44 / 1,154 = 4,71 ml Jadi 4,71 ml garam meja terdapat dalam 600 ml air menghasilkan larutan NaCl 0,91%. Agar bisa menjadi 600 ml 0,9% dengan garam meja 5 ml (1 sendok obat), diperlukan 7 ml tambahan air. Kesimpulan adalah untuk membuat larutan NaCl 0,9% dengan 5 ml (1 sendok obat) garam meja konsentrasi 99,25%, diperlukan air sebanyak 607 ml Larutan garam untuk berkumur sebaiknya harus hangat. Perhitungan larutan garam seperti ini pernah dilakukan oleh mahasiswa residensi keperawatan anak Anggraeni L.D. (2013). Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 12 2.5.3. Tindakan lainnya seperti mengurangi stimulasi : a. Lingkungan (Geiger, 2013) Suara (ribut) Penglihatan (kepadatan dan aktivitas orang) Penciuman (bau yang merangsang) b. Makanan dan minuman Menurut Nasar, et al. (2015) pengaturan makan minum yang sebaiknya dilakukan untuk mengurangi mual muntah pada anak kanker adalah; Hindari makanan yang terlalu manis dan berlemak Hindari makanan yang panas dan merangsang Makan makanan sesuai suhu ruangan Mengunyah makanan secara perlahan-lahan Berikan makanan porsi kecil setiap kali makan/2-3 jam Memberikan jarak makan dan minum 10-15 menit 2.5. Konsep Edukasi Pendidikan kesehatan pada pasien telah menjadi salah satu peran yang penting bagi perawat yang bekerja dipelayanan kesehatan. Perawat harus berupaya mengantisipasi kebutuhan klien terhadap informasi tertentu berdasarkan kondisi klien atau rencana perawatan yang akan dijalani. Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan,ketrampilan dan perilaku yang diperlukan untuk memberikan keuntungan dari intervensi yang dilakukan oleh institusi. Menurut Potter & Perry (2005), pendidikan yang komprehensif meliputi tiga tujuan penting yaitu; a. Untuk memelihara, meningkatkan dan mencegah penyakit b. Untuk memperbaiki kesehatan c. Untuk meningkatkan koping terhadap gangguan fungsi Pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga dan anak yang menjalani kemoterapi bertujuan agar keluarga dan anak mampu mengantisipasi efek kemoterapi seperti mual dan muntah. Bekal pengetahuan yang dimiliki anak dan keluarga dapat digunakan untuk melakukan upaya pencegahan dan pengontrolan mual dan muntah sekaligus dapat meningkatkan koping anak terhadap mual muntah. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 13 BAB 3 IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH 3.1. Identifikasi Masalah dengan Menggunakan Analisis PICO a. Problem Pengetahuan dan ketrampilan anak dan keluarga mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi b. Intervention Pemberian pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi c. Comparation d. Outcome Efektifitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi. 3.2. Pertanyaan Masalah Bagaimana efektivitas pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah karena kemoterapi. 3.3. Penelusuran Jurnal Strategi yang digunakan dalam mencari dan mengumpulkan literature/jurnal meliputi tahap berikut ini : 3.3.1. Kata Kunci a. Nausea and vomiting chemotherapy b. Nausea and vomiting chemotherapy in children c. Education nausea and vomiting chemotherapy in children 3.3.2. Jenis publikasi yang diinginkan a. Systematic Review atau Meta-Analysis b. Clinical Practice Guidelines c. Critically appraised Research Studies d. Clinical Practice Guidelines 3.3.3. Batasan Penelusuran Jurnal a. Usia : anak-anak atau anak usia kurang dari 18 tahun Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 14 b. Tahun : 5 tahun terakhir. 3.3.4. Data base penelusuran jurnal a. Cochrane b. EBSCO: CINAHAL c. Springerlink d. Proquest e. Pubmed f. American Chemical Society 3.3.5. Hasil Penelusuran Jurnal a. CINAHL: Boling, B., Schub, T., & Pravikoff, D.(2016). ChemotherapyRelated Nausea and Vomiting: Evidence Based Care Sheet. What we know: Mual dan muntah adalah gejala yang dapat membuat stres dan potensial menjadi buruk karena pemberian kemoterapi. Mual dan muntah dapat berakibat terhadap fisik, psikologis, emosional dan kualitas hidup pasien kanker. Agen kemoterapi dapat dikasifikasikan pada: resiko tinggi mual muntah, resiko menengah, resiko rendah dan resiko minimal. Type mual muntah yaitu: acute, delayed, Anticipatory, breakthrough dan refractory. Beberapa jenis obat dapat digunakan uttuk mencegah atau mengobati mual muntah karena kemoterapi. Ada beberapa cara nonfarmakologi yang digunakan untuk mencegah mual muntah kemoterapi seperti behavioral therapy, hypnosis dan guided imagery, akupresur, dan relaksasi. What we can do: Pelajari tentang mual muntah kemoterapi agar dapat mengatisipasi mual muntah. Berikan antiemetik sesuai indikasi, Hindari faktor lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap mual muntah. Hubungi pasien setelah pemberian kemoterapi untuk mengetahui perkembangan efek samping. Berikan pendidikan kesehatan pada pasien mengenai pengaturan makan. b. EBSCO: Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W., Chan, H.Y.L., So, W.K.W., Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology patients. European Journal of Oncology Nursing. 19:182190. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 15 Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group, pada 40 pasien anak kanker di Hongkong. Sampel adalah anak usia 4-11 tahun yang akan mendapat kemoterapi. Sampel dibagi dalam 2 kelompok, dengan karakteristik yang sama, masing masing 20 kelompok intervensi dan 20 kelompok kontrol. Kelompok intervensi yaitu; 10 anak mendapat tindakan relaksasi dan 10 anak mendapat pendidikan kesehatan tentang pencegahan mual dan muntah. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kejadian muntah pada kelompok relaksasi (p value = 0,036). Kejadian muntah lebih rendah pada kelompok intervensi (relaksasi). Pada kelompok pendidikan kesehatan, episode muntah pada 10 anak yang diberikan pendidikan kesehatan, lebih rendah dibandingkan dengan anak dalam kelompok kontrol (tidak mendapat pendidikan kesehatan). Perbedaan anak yang mendapat pendidikan kesehatan, dapat dilihat pada tabel berikut : Intervensi 0 0 1 0 2 3 Hari ke: 3 4 7 7 Kontrol 0 0 7 10 Kelompok Jumlah anak yang muntah 6 5 1 6 2 7 1 6 5 5 c. Bastani, F., Khosravi, M., Barimnejad, L., & Haghani, H. (2011). The effect of acupressure on chemotherapy Induce nausea and vomiting among school age children with acute lymphoblastic leukemia. Complementary Medicine Journal of Arak University. 1(1):1-11. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled clinical trial study, dengan sampel bejumlah 120 anak sekolah yang mendapat kemoterapi. Sampel diacak dan dibagi dalam 2 kelompok yaitu intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi mendapat tindakan akupresur pada titik P6 sedangkan kelompok control mendapat tindakan akupresur pada titik S13 (titik palsu). Pengukuran intensitas mual menggunakan Visual Analogue Scales (VAS). evaluasi ini dilakukan 0-1 jam setelah pemberian akupresur. Evaluasi variable mual muntah dilakukan 12 jam setelah intervensi menggunakan Intervention Adapted Rhodes Index of Nausea and Vomiting for Pediatrics by child (IARINVc). Hasil penelitian didapatkan bahwa skor rata-rata intensitas Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 16 mual lebih rendah pada kelompok intervensi (p value < 0,001) pada 1 jam pertama pemberian akupresur. Pada 12 jam setelah intervensi didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. (p value = 0,064). d. EBSCO: Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care protocol to promote early detection and management of stomatitis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 14(6); 799-802. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dini dan intervensi oral care protocol pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi dan radiasi. Berdasarkan oral care protocol, intervensi yang diberikan pada pasien yang belum teridentifikasi stomatitis adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan mulut, yaitu: membersihkan mulut 3-4 kali sehari, hindari flossing bila ada tanda perdarahan dan ketidaknyamanan, berkumur dengan cairan sodium bicarbonate (air garam) dan hindari cairan kumur yang mengandung alkohol. Pengumpulan data dilakukan selama 20 hari, evaluasi dilakukan sebelum dan sesudah implementasi protokol perawatan mulut. Hasil yang didapatkan bahwa sebelum dilakukan intervensi protokol perawatan mulut pada 228 pasien terdapat 44 pasien dengan resiko stomatitis dan setelah intervensi pada 252 pasien resiko stomatitis menjadi 37 pasien. 3.4. Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah Masalah diperoleh berdasarakan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15 sampai 26 pebruari 2016 dengan menggunakan metode observasi dan wawancara pada ruang kemoterapi anak. Identifikasi masalah yang didapat yaitu belum optimalnya pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga bagaimana mengantisipasi efek mual dan muntah pemberian kemoterapi. 3.5. Strategi Penyelesaian Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang ditemukan, maka disusunlah strategi penyelesaian masalah yang dapat dilakukan meliputi; Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 17 3.5.1. Tahap Persiapan a. Menyusun pertanyaan masalah berdasarkan model PICO, (Problem/ Population / Patient; Intervention; Comparation; dan Outcome) b. Melakukan searching literatur/jurnal c. Melakukan appraise literatur/analisa jurnal 3.5.2. Membuat proposal/kerangka kerja proyek inovasi a. Membuat kerangka acuan proyek inovasi b. Melakukan konsultasi dengan supervisior dan supervisior utama dari pendidikan c. Melakukan konsultasi dengan supervisior dan pihak manajemen One Day Care / Poliklinik Hemato - Onkologi Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. d. Melakukan koordinasi dengan kepala ruangan. 3.5.3. Tahap Pelaksanaan a. Presentasi dan sosialisasi tentang pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat kemoterapi b. Melakukan kordinasi dengan Perawat Associate/pelaksana c. Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi 3.5.4. Tahap Evaluasi a. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan edukasi b. Melakukan presentasi dan sosialisasi hasil kegiatan c. Menyusun laporan proyek inovasi Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 18 BAB 4 PLAN OF ACTION Proyek inovasi ini dilaksanakan pada ruang rawat anak non infeksi gedung A RSUPN DR Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan melalui beberapa tahap kegiatan,berdasarkan metode P-D-S-A, yaitu: 4.1. Plan (Perencanaan) a. Rencana kegiatan yaitu melakukan Pendidikan kesehatan kepada anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek pemberian kemoterapi. b. Hasil yang diharapkan : teridentifikasinya efektivitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi c. Langkah-langkah pelaksanan: Menyiapkan lembar penjelasan prosedur (lampiran 1) Menyiapkan lembar catatan pelaksanaan perawatan /pasien sheet (lampiran 2) Menyiapkan Satuan Acara Pembelajaran/SAP (lampiran 3) Menyiapkan leaflet. (lampiran 4) Menyiapkan lembar kuesioner pengetahuan (lampiran 5) 4.2. Do (Intervensi) a. Hari 0 : Mengidentifikasikan sampel yang sesuai dengan kriteria, yaitu anak usia 718 tahun (usia sekolah dan remaja), dapat berkomunikasi dengan baik, tidak ada kontra indikasi terhadap akupresur, tidak mengalami mual muntah Anticipatory. Melakukan identifikasi karakteristik demografi sampel (waktu,usia, jenis kelamin, pendidikan) Melakukan identifikasi karakterisik lainnya (Diagnosa medis, siklus pengobatan/protocol, obat yang diberikan) Menjelaskan prosedur menggunakan lembar prosedur Melakukan pretest pengetahuan anak dan keluarga tentang antisipasi mual muntah karena kemoterapi (menggunakan lembar kuesioner) Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 19 Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga tentang antisipasi mual muntah karena kemoterapi selama 30 menit. Mendemontrasikan manajemen non farmakologi mual muntah (akupresur) Simulasi pembuatan larutan garam untuk berkumur Melakukan post test pengetahuan anak dan keluarga tentang antisipasi mual muntah karena kemoterapi Mengidentifikasi nomor telepon/handphone anak atau keluarga. b. Hari ke I : Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi non farmakologi yang sudah dilakukan. Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien c. Hari ke II : Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi non farmakologi yang sudah dilakukan. Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien d. Hari ke III : Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi non farmakologi yang sudah dilakukan Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien 4.3. Study Mahasiswa akan mengevaluasi hasil intervensi dengan menganalisis perubahan pengetahuan dan ketrampilan, episode mual muntah , manajemen non farmakologi yang sudah dilakukan anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah karena kemoterapi. 4.4. Act Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan anak dan orang tua dalam mengantisipasi mual muntah dapat menunjang keberhasilan pemberian kemoterapi. anak dan orang tua akan kooperatif terhadap perawatan sehingga dapat menurunkan lama rawat dan meningkatkan kualitas hidup anak. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 20 4.5. Waktu pelaksanaan Tabel 4.1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan N O. WAKTU (Minggu) KEGIATAN I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II Persiapan pelaksanaan dan studi literature (Evidance based practice), serta proses konsultasi Penyusunan dan konsultasi proposal Presentasi proposal dan sosialisasi Perencanaan dan persiapan implementasi Implementasi Evaluasi proses kegiatan Evaluasi hasil dan penyusunan laporan Keterangan : Minggu I : Minggu II : Minggu III : Minggu IV : Minggu V : Minggu VI : III IV V VI PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN OUT COME/ KEGIATAN Mahasiswa PICO model, searching artikel/jurnal dan appraise artikel/jurnal Mahasiswa Proposal kegiatan Mahasiswa, head nurse, supervisior, perawat primer, Perawat associate (PA) Mahasiswa, head nurse, supervisior Presentasi pada perawat ruang anak gedung A Mahasiswa, Perawat associate (PA) Mahasiswa, head nurse, supervisior Mahasiswa Penyediaan media edukasi Hasil dokumentasi Laporan kegiatan 15-19 Peberuari 2016 22-26 Pebruari 2016 29 Pebruari-4 Maret 2016 7-11 Maret 2016 14-18 Maret 2016 21-25 Maret 2016 Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 21 BAB 5 PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan inovasi dilaksanakan pada ruang perawatan anak one day care non infeksi, yaitu di Poliklinik Hemato-Onkologi Gedung Kiara RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kegiatan inovasi dapat dapat kita lihat pada tabel berikut dibawah ini. Tabel 5.1. Realisasi Kegiatan Inovasi NO. KEGIATAN TANGGAL 1. Persiapan; sosialisasi pada kepala perawatan rawat jalan, kepala ruangan dan perawat Associate/ pelaksana di poliklinik Hemato-onkologi Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga tentang antisipasi mual muntah karena kemoterapi Melakukan evaluasi pengetahuan dan ketrampilan (akupresur, pembuatan larutan garam untuk kumur) Melakukan evaluasi pelaksanaan akupresur dan penggunaan larutan garam untuk kumur. Melakukan evaluasi episode mual muntah pada anak 11 Maret 2016 2. 3. 4. 14-18 Maret 2016 14-18 Maret 2016 15-21 Maret 2016 Sosialisasi kegiatan inovasi dilakukan oleh mahasiswa residen didampingi oleh supervisior ruang rawat anak non infeksi, kepada kepala perawatan rawat jalan, kepala ruangan dan 2 orang perawat Associate/ pelaksana. Selanjutnya kegiatan dilaksanakan mengacu pada tahap kegiatan yang telah disusun. Pendidikan kesehatan dilaksanakan selama 5 hari, namun sebelumnya dilakukan identifikasikan sampel yang sesuai dengan kriteria, yaitu anak usia 7-18 tahun (usia sekolah dan remaja), dapat berkomunikasi dengan baik, tidak ada kontra indikasi terhadap akupresur, tidak mengalami mual muntah Anticipatory. Pada tanggal 14 Maret 2016 residen mendapat 3 pasien anak, tanggal 15 Maret 2016 mendapat 3 pasien anak, tanggal 16 Maret mendapat 3 pasien anak, tanggal 17 Maret 2016 mendapat 2 pasien anak dan tanggal 18 Maret klien mendapat 2 pasien anak. Total pasien anak yang dilakukan pendidikan kesehatan berjumlah 13 anak, dengan karakteristik sebagai berikut: Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 22 Tabel 5.2. Karakteristik pasien NO. NAMA USIA 1. 2. F.J M.F. 17 tahun 14 tahun 3. J.M. 7 tahun 4. A.D. 14 tahun 5. F.N. 7 tahun 6. A.A. 6 tahun 7. R. 9 tahun 8. D.P. 8 tahun JENIS DIAGNOSA KELAMIN MEDIS Laki-laki Ewing sarkoma Laki-laki Acute Lymphoblastic Leukemia (HR) Perempuan Acute Lymphoblastic Leukemia (SR) Perempuan Ewing Sarkoma Laki-laki Acute Lymphoblastic Leukemia (HR) Perempuan Acute Lymphoblastic Leukemia (SR) Laki-laki Acute Lymphoblastic Leukemia (HR) Laki-laki Tumor Wilms 9. R.K. 9 tahun Laki-laki 10. A.R. 13 tahun Laki-laki 11. A.F. 6 tahun Laki-laki 12. D.M. 7 tahun Laki-Laki 13. A.D. 6 tahun Laki-laki Acute Lymphoblastic Leukemia (SR) Acute Lymphoblastic Leukemia (HR) Acute Lymphoblastic Leukemia (SR) Acute Lymphoblastic Leukemia (SR) Acute Lymphoblastic Leukemia (SR) JENIS OBAT KEMOTERAPI Vincristine 2 mg (iv) Vincristine 2 mg + Daunorubicin 40 mg (iv) MTX it 12 mg + Dexa it 1 mg SIKLUS KEMOTERAPI Minggu ke 11 Induksi, Minggu ke 6 Konsolidasi, Minggu ke 9 Actinomycin D 0,5 Minggu ke 0 mg MTX it 12 mg + Dexa Maintenace, it 1 mg Minggu ke 90 MTX it 12 mg + Dexa Maintenace, it 1 mg Minggu ke 41 Vincristine 1,4 mg (iv) Induksi, Minggu ke 0 Actinomycin D 300 Minggu ke 10 ug, Vincristine 1,3 mg, Adriamisin 50 mg Vincristine 1,3 mg Minggu ke 42 (iv) Vincristine 1,7 mg + Daunorubicin 35 mg (iv) Vincristine 1,3 mg (iv) Minggu ke 14 Minggu ke 97 MTX it 12 mg + Minggu ke 49 Vincristine 1,2 mg (iv) MTX it 12 mg + Dexa Minggu ke 20 it 1 mg Vincristine 1,1 mg (iv) 5.1. Pendidikan kesehatan Pretest dan Post test dilakukan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan, dengan mengisi kuesioner pertanyaan. Pendidikan kesehatan menggunakan leaflet dan sekaligus mendemontrasikan langsung pada pasien anak cara melakukan akupresur dan disaksikan oleh keluarga. Selanjutnya residen melakukan simulasi cara membuat larutan garam dengan menggunakan peralatan sederhana berupa sendok obat 5 ml, garam, air mineral 600 ml, alat pengukur cairan. Hasil evaluasi Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 23 pengetahuan dan ketrampilan dari pasien anak dan keluarga pada pre test adalah rata-rata 31,5%, setelah di lakukan pendidikan kesehatan, post test didapatkan pengetahuan meningkat rata-rata 86,9%, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini; Tabel 5.3. Pre dan Post test tentang Pengatahuan dan Ketrampilan Antisipasi Mual Muntah NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. NAMA F.J M.F. J.M. A.D. F.N. A.A. R. D.P. R.K. A.R. A.F. D.M. A.D. USIA 17 tahun 14 tahun 7 tahun 14 tahun 7 tahun 6 tahun 9 tahun 8 tahun 9 tahun 13 tahun 6 tahun 7 tahun 6 tahun PRETEST 30% 20% 40% 30% 20% 50% 20% 30% 20% 40% 30% 40% 40% POST TEST 80% 80% 90% 100% 70% 90% 80% 90% 90% 100% 80% 80% 100% 5.2. Antisipasi Mual Muntah Evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan selama 4 hari di rumah meliputi pemberian akupresur dan kumur menggunakan larutan garam. Selain itu mengevaluasi juga episode mual dan muntah anak yang mendapat kemoterapi di rumah. Berdasarkan self report keluarga, tidak ada pasien anak yang mengkonsumsi obat antiemetik. Hasil evaluasi pada pasien anak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 5.4. Intervensi dan Episode Mual Muntah NO. NAMA AKUPRESUR 1. 2. F.J M.F. 2x sehari 3x sehari BERKUMUR LARUTAN GARAM 2x sehari 2x sehari 3. 4. J.M. A.D. 2x sehari 3x sehari 1x sehari 2x sehari MUAL MUNTAH Hari 1: 2x Hari 2: 1x Hari 3: 1x Hari 1: 2x Hari 2: 1x Hari 3: 1x - Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 24 5. 6. 7. 8. F.N. A.A. R. D.P. 3x sehari 3x sehari 2x sehari 3x sehari 1x sehari 2x sehari 1x sehari 2x sehari 9. 10. R.K. A.R. 2x sehari 3x sehari 2x sehari 1x sehari 11. 12. 13. A.F. D.M. A.D. 2x sehari 2x sehari 3x sehari 2x sehari 2x sehari 2x sehari Hari 1: 1x Hari 1: 1x Hari 1: 2x Hari 2: 1x Hari 1: 2x Hari 2: 1x Hari 1: 1x Hari 1: 1x - 5.3. Faktor Pendukung dan keterbatasan 5.3.1. Faktor pendukung a. Supervisior dan supervisior utama dari pendidikan, supervisior ruang rawat anak non infeksi dan pihak manajemen One Day Care/Poliklinik Hemato-Onkologi yang sangat mendukung kegiatan ini. b. RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah rumah sakit pendidikan dan terbuka untuk proses berubah c. Adanya keinginan dari pihak manajemen keperawatan rumah sakit untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. d. Akupresur dan larutan garam merupakan intervensi yang tidak membutuhkan banyak peralatan dan bahan tersedia dirumah sehingga lebih mudah dilakukan oleh anak dan keluarga. 5.3.2. Keterbatasan a. Pemberian kemoterapi pada anak di poliklinik Hemato-Onkologi lebih banyak pada pemberian agen kemoterapi dengan Minimal dan Low Emetic Risk, walaupun ada juga yang Moderate Emetic Risk, sehingga efektivitas intervensi menggambarkan sesuai kondisi tersebut. b. Efektivitas intervensi kurang diketahui pada pemberian agen kemoterapi dengan dan High Emetic Risk. c. Data intervensi dan episode mual muntah yang didapatkan bersifat subjektif, berdasarkan informasi keluarga saja, residen tidak melihat langsung pelaksanaan intervensi. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 25 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan a. Terjadi peningkatan pengetahuan dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi. Pada pretest (pengetahuan awal) anak dan keluarga berkisar 20-50%, setelah dilakukan pendidikan kesehatan pengetahuan anak dan keluarga menjadi 70-100%. b. Terjadi peningkatan ketrampilan keluarga dirumah dalam mengantisipasi mual muntah akibat efek kemoterapi dengan melakukan akupresur dan kumur menggunakan larutan garam, yang sebelumnya tidak dilakukan dirumah, c. Tidak ada episode muntah yang terjadi, anak dan keluarga dapat mengontrol mual dengan melakukan intervensi antisipasi mual muntah akibat kemoterapi dengan melakukan akupresur, perawatan mulut standard dan mengurangi stimulasi mual muntah. 6.2. Saran a. Pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi perlu dilakukan oleh perawat, agar pengetahuan yang didapat dapat digunakan anak dan keluarga untuk mengurangi atau mengontrol mual dan muntah akibat kemoterapi. b. Hasil inovasi ini dapat dijadikan sumber informasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sesuai dengan evidence based practice. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 26 DAFTAR PUSTAKA Aapro, M. (2005). Optimising antiemetic therapy: what are the problems and how can they be overcome. Curr Med Res Opin. 21: 885-897. Aseeri, M., Mukhtar, A., Alkasana, S., Elimam, N., & Jastaniah, W. (2012). A retrospective review of antiemetic use for chemotherapy-induced nausea and vomiting in pediatric oncology patients at a tertiary care center. Journal of Oncology Pharm Practice. 19(2):138-144. Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapy-induce nausea. OnSconnect. 20-21. Boling, B., Schub, T., & Pravikoff, D.(2016). Chemotherapy-Related Nausea and Vomiting: Evidence Based Care Sheet. CINAHL Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care protocol to promote early detection and management of stomatitis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 14(6); 799-802. Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W.,… Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology patients. European Journal of Oncology Nursing. 19: 182-190. Chen, K.K.F., Chang, A.M., Yuen,M.P. (2004). Prevention of oral mucositis in pediatric patient treated with chemotherapy: A Randomized crossover trial comparing two protocol of oral care. European Journal of Cancer. 40(8):1208-1216. Dewan,P., Singhal, S., & Harit, D. (2010). Management of chemotherapy induce nausea and vomiting. Indian Pediatrics. 47:149-155. Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop Cirle Corp. Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized controlled trial. Trial. 14;103. Harris, D.J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B.J., & Maxwell, C. (2008). Putting evidence into practice: Evidence based intervention for cancer treatment-related mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 12(1),141-152. International Agency for Research of Cancer (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh tanggal 26 Pebruari 2016. International Union Againts Cancer. (2009). International congress a convention association. www.iccawold.com/cnt/proggmdocs/UICC. Di unduh tanggal 1 Maret 2016. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 27 James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children : principles & practice, 4th ed. St. Louis: Elsevier. Kemenkes RI (2014) Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id.article/. Diunduh tanggal 29 Pebruari 2016 Kliegmen, R.M., Stanton, B,F.,Geme, J.W., Schor, N.F., & Behrman, R.E.(2011). Nelson textbook of pediatrics, 19th.ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2011). Ilmu kesehatan anak esensial, edisi ke 6. Singapore: Saunders Elsevier. Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta: FK Universitas Indonesia. Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing, 4th ed. St Louis: Mosby. Potter,P.A., & Perry, A.G. (2005). Fundamental keperawatan. Ed.4,Vol.1. Jakarta: EGC Rodgers,,C., Kollar, D., Taylor, O., Bryant, R., Crockett, K.,… Hockenberry, M. (2012). Nausea and vomiting perspective among children receiving moderate to highly emetogenic chemotherapy treatment. Cancer Nursing. 35(3): 203-210. Saldanha, S.P. & Almeida, V.D. (2014). A Comparative study to Assess the effectiveness of turmeric Mouth Wash versus saline mouth wash on treatment induce oral mucositis (Tiom) in a selected hospital at mangalore. Journal Clinic Research & Bioethics. 5(6): 200. Schwartzberg, I. (2007). Chemoterapy induced nausea and vomiting: clinician and patient perspectives. Journal support oncology. 5(2):5-12. Swartzentruber, L., & Haveles, E.B.(2013). Oral health care during chemotherapy. PennWell’s Dental Group. 68-77. Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concept .9th Ed. Philadelphia. Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wikins. World Health Organization (2014). Cancer. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016 Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 SATUAN ACARA PENGAJARAN Topik : Penyuluhan kesehatan pada anak Pokok bahasan : Antisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat kemoterapi Sub Pokok Bahasan : 1. Terapi akupuntur 2. Perawatan mulut standar 3. Mengurangi stimulasi mual-muntah Hari/tanggal : Jumat, Maret 2016 Waktu : 30 menit Tempat : Perawatan one day care (poliklinik Hemoato-onkologi) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penyuluh/pembicara : Tati Setyawati Ponidjan Sasaran/Peserta : Pasien dan Keluarga I. Tujuan pembelajaran : A. Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, diharapkan pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali dan mampu melakukan tindakan antisipasi terhadap mual muntah karena kemoterapi. B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga mampu: 1. Menjelaskan mual muntah kemoterapi 2. Mejelaskan terapi akupresur pada mual muntah kemoterapi 3. Menjelaskan perawatan mulut standar 4. Menjelaskan pembuatan larutan garam untuk kumur 5. Menjelaskan tindakan mengurangi stimulasi mual muntah kemoterapi 6. Mendemontrasi cata terapi akupuntur pada titik P6. II. MATERI 1. Mual muntah kemoterapi 2. Terapi akupresur mual muntah pada titik P6 3. Perawatan mulut standar 4. Pembuatan larutan garam untuk kumur 5. Tindakan mengurangi stimulasi mual muntah kemoterapi Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 III. PERSIAPAN PRA PEMBELAJARAN 1. Telaah literatur/pustaka 2. Materi,SAP, media pembelajaran seperti leaflet 3. Sosialisasi pada ruang one day care / poliklinik onkologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. IV. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR NO. KEGIATAN/WAKTU 1. Pembukaan (3 menit) 2. 3. Kegiatan isi/proses (20 menit) Evaluasi (5 menit) KEGIATAN PEMBICARA 1. Memberikan salam 2. Menjelaskan tujuan pembelajaran 3. Memberikan gambaran tentang apa yang akan disampaikan hari ini 1. Mengevaluasi pengetahuan awal anak dan keluarga tentang antisipasi mual muntah kemoterapi 2. Memberi penguatan pada apa yang sudah diketahui dengan benar 3. Menjelaskan konsep mual muntah kemoterapi 4. Menjelaskan terapi akupuntur mual muntah pada titik P6 5. Menjelaskan perawatan mulut standar 6. Menjelaskan tentang pembuatan larutan garam untuk kumur 7. Menjelaskan tentang tindakan mengrangi stimulasi mual muntah kemoterapi 8. Memberikan kesempatan pada anak dan keluarga untuk bertanya 1. Memberikan soal lisan kepada anak dan keluarga 2. Memberikasn kesempatan pada anak dan kelurga untuk menjawab 3. Memberikan penguatan KEGIATAN PESERTA 1. Menjawab salam 2. Memperhatikan 3. Memperhatikan 1. Menjawab 2. Memperhatikan 3. Memperhatikan 4. Memperhatikan 5. Memperhatikan 6. Memperhatikan 7. Memperhatikan 8. Bertanya 1. Memperhatikan 2. Menjawab 3. Memperhatikan Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 4. Penutup (2 menit) 1. Menyimpulkan materi 1. Memperhatikan 2. Memberikan salam 2. Menjawab penutup salam V. SUMBER/DAFTAR PUSTAKA Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapyinduce nausea. OnSconnect. 20-21. Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care protocol to promote early detection and management of stomatitis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 14(6); 799-802. Chen, K.K.F., Chang, A.M., Yuen,M.P. (2004). Prevention of oral mucositis in pediatric patient treated with chemotherapy: A Randomized crossover trial comparing two protocol of oral care. European Journal of Cancer. 40(8):1208-1216. Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop Cirle Corp. Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized controlled trial. Trial. 14;103. Harris, D.J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B.J., & Maxwell, C. (2008). Putting evidence into practice: Evidence based intervention for cancer treatment-related mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 12(1),141152. Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing, 4th ed. St Louis: Mosby Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta: FK Universitas Indonesia. Saldanha, S.P. & Almeida, V.D. (2014). A Comparative study to Assess the effectiveness of turmeric Mouth Wash versus saline mouth wash on treatment induce oral mucositis (Tiom) in a selected hospital at mangalore. Journal Clinic Research & Bioethics. 5(6): 200. Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concept .9th Ed. Philadelphia. Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wikins. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 ANTISIPASI MUAL MUNTAH KEMOTERAPI Tindakan non farmakologi digunakan untuk menunjang tindakan farmakologi Salah satu tindakan non farmakologi adalah Terapi akupresur, yaitu penekanan atau pemijatan pada titik tertentu di tubuh Akupresur akan menstimulasi tubuh untuk menghasilkan efek terapi, yaitu dengan melepaskan zat dan hormon untuk mengurangi mual-muntah caranya : Mual muntah merupakan salah satu efek samping dari pemberian kemoterapi Tentukan titik akupresur P6 yaitu; pada bagian depan pergelangan tangan Mual muntah dapat terjadi mulai beberapa menit setelah pemberian kemoterapi (akut), atau dimulai setelah 24 jam setelah pemberian kemoterapi (delayed) letakkan 3 jari dibagian atas pergelangan tangan, jari harus sejajar, tentukan titik diatas 3 jari tersebut (tengah pergelangan) Obat kemoterapi dapat resiko minimal, rendah, sedang dan tinggi terhadap mual muntah Mengantisipasi mual dan muntah diberikan terapi farmakologi berupa obat anti mualb.muntah (antiemetik) tangan atau keduanya. Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Gambar: Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapy-induce nausea. Menekan dengan lembut menggunakan jari jempol atau jari telunjuk Penekanan dilakukan 30 kali tekanan, memutar searah jarum jam selama 3 menit Penekanan dapat dilakukan pada satu pergelangan atau keduannya Dilakukan 3 kali sehari ditempat yang tenang selama 5 hari berturut-turut setelah mendapat kemoterapi atau sesuai kebutuhan ketika merasa mual Universitas Indonesia Merawat Mulut Standar Mengosok gigi dilakukan sesudah makan dan menjelang tidur. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut dan diganti setiap 3 bulan pemakaian Hindari penggunaan pasta dengan rasa dan pemutih pasta yang kuat Berkumur tanpa menyikat gigi, dapat dilakukan kapan saja agar mulut tetap terasa nyaman Berkumur dapat menggunakan cairan kumur/mouthwash antara lain menggunakan larutan garam Membuat Larutan Garam (konsentrasi hampir sama NaCl 0,9%) Untuk Kumur Menggunakan garam meja SNI kemurnian minimal 94,7% : Campurkan 1 sendok takar obat 5 ml garam dengan 637 ml air hangat Menggunakan garam meja pasaran dengan kemurnian 99,25% : Campurkan 1 sendok takar obat 5 ml garam dengan 607 ml air hangat Pengaturan Makan Minum Hindari makanan yang terlalu manis dan berlemak Hindari makanan yang panas dan merangsang Makan makanan sesuai suhu ruangan Mengunyah makanan secara perlahan-lahan Mengurangi Stimulasi Lingkungan Suara (ribut) Berikan makanan porsi kecil setiap kali makan/2-3 jam Penglihatan (kepadatan dan aktivitas orang) Memberikan jarak makan dan minum 10-15 menit Berkumur minimal 30 detik. Agar cairan kumur dapat bergerak merata di dalam mulut, berkumur sebaiknya menggunakan teknik meniup balon dan menggerakkan pipi seperti menghisap. Penciuman (bau yang merangsang) Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Terima Kasih Tati Setyawati Universitas Indonesia Lampiran 4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Nama : Tempat/tanggal lahir : Agama : : Alamat E-mail : Status : Tati Setyawati Ponidjan Bitung, 4 agustus 1968 Kristen Kel. Kombos Timur Kec Singkil Kota Manado [email protected] Menikah B. Riwayat Pendidikan 1. SD RK Bitung, lulus tahun 1980 2. SMP Donbosco Bitung, lulus tahun 1983 3. SMA Donbosco Bitung, lulus tahun 1986 4. Akademi Keperawatan Dep.Kes. Manado, lulus tahun 1989 5. D IV Keperawatan Anak Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun 2001 6. S1 Pendidikan FIP Universitas Negeri Manado, lulus tahun 2002 7. S1 Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 2010 8. Profesi Ners Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 2011 9. S2 Keperawatan Universitas Indonesia, lulus tahun 2015 10. Pendidikan Spesialis Keperawatan Universitas Indonesia C. Riwayat Pekerjaan 1. Tahun 1990-1995 : Staf Dinas Kesehatan Kab.Bolaang Mongondow Prop.Sulut. 2. Tahun 1995-sekarang : Staf Pengajar pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado. Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016