asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami masalah

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER
YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI
INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS
TEORI MODEL ADAPTASI ROY
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh :
TATI SETYAWATI PONIDJAN
1306346355
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER
YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI
INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS
TEORI MODEL ADAPTASI ROY
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak
Oleh :
TATI SETYAWATI PONIDJAN
1306346355
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2016
i Ponidjan, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
STiRAT PERNYATAAI\I BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah
ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa Karya
Ilmiah Akhir ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari tsrnyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya
akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
lndonesia kepada saya
Depok,
lUffitgn.e,[ .:::&,i,j
T.EMPEL .,f\,
16 Juni 2016
\
i
\
agTszRorgag+t+to4 \'\UMJ,Z
F --\----a
..L-r'^
i-= n" :. *.?
+ U'=jRUPIAH
'-
'\)
/
1.
ENA[4 RIBU
Tati Setvawati Ponidjan
NPM: 1306346355
n
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINAI.ITAS
Iftrya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujulq telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
Tati Setyawati Ponidjan
].iPM
1306346355
Tanda tangan
'fanggal
M
16 Juni 2016
lil
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh
:
Nama
NPM
:
Tati Setyawati Ponidjan
:
1306346355
Program Studi
:
Ners Spesialis Keperawatan Anak
Judul
: Asuhan
Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah
Nutrisi melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori
Model Adaptasi Roy
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak
pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Supervisor Utama
Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc.
Supervisor
Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An.
Penguji I
dr. Endang Windiastuti, Sp.A (K).
Penguji 2
Nurhidayatun, Ns., Sp.Kep.An.
Disetujui
Pada
,
1
Al=
H
(... . ......... .......
di : Depok
tanggal : 22 Juni 2016
IV
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
....)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
Karya Ilmiah Akhir ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang
Mengalami Masalah Nutrisi Melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori
Model Adaptasi Roy”. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa
penulisan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Allenidekania, SKp., M.Sc., selaku supervisor utama, atas saran, arahan dan
bimbingannya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An., selaku supervisor yang telah memberikan arahan
dan bimbingannya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
3. Dr. Nani Nurhaeni S.Kp., M.N., selaku koordinator utama Praktek Klinik
Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak, yang telah memberikan
motivasi dan bimbingan selama praktik residensi.
4. Dr. Endang Windiastuti, Sp. A (K) selaku penguji yang telah memberikan arahan
dan masukan.
5. Nurhidayatun Ns., Sp.Kep.An. selaku penguji yang telah memberikan arahan dan
masukan.
6. Dra. Junaiti Sahar, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
7. Yeni Rustina, M.App.Sc., Ph.D., selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan saran dan arahan pada penulis selama pendidikan.
8. Ketua Program Studi dan seluruh staff pengajar Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang
telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.
9. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu di Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
v Ponidjan, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
10. Kepala ruangan, pembimbing praktek klinik keperawatan, serta teman sejawat di
ruang perawatan anak non infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSAB
Harapan Kita Jakarta dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang telah membimbing
dan berpartisipasi selama praktek residensi.
11. Keluarga besar, suamiku Dr. Jean H. Raule M.Kes serta anak-anakku tercinta
Enmilia B. Raule dan Jehyeng B. Raule yang senantiasa memberikan motivasi dan
dukungan doa bagi penulis selama pendidikan.
12. Rekan seperjuangan angkatan tahun 2013 lebih khusus pada peminatan
Keperawatan Anak Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Besar harapan penulis, kiranya Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi
kemajuan keperawatan di Indonesia, terlebih khusus pada keperawatan anak.
Depok, 16 Juni 2016
Penulis
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
vi
HALAMAN PER}IYATAAi\I PE,RSETUJUAN PT]BLIKASI
TUGAS AKIIIR UNTUK KEPENTINGAIY AINU)EMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
NPM
Program studi
Departemen
Fakultas
Jenis karya
Tati Setyawati Ponidjan
I 306346355
Ners Spesialis Keperawatan
Keperawatan Anak
Ilmu Keperawatan
Karya Ilmiah Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Noz exclusive Rayalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
:
..ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI
MASALAH NUTRISI MELALUI INTERVENSI PENDIDTKAN KESEHATAN
BERBASIS TEORI MODEL ADAPTASI ROY"
Beserta perangkat yang ada
(ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas lndonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat
Pada
di
tanggal
:
:
Depok
16 Juni 2016
vt1
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
ABSTRAK
Nama
: Tati Setyawati Ponidjan
Program Studi
: Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Judul
: Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah
Nutrisi melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori
Model Adaptasi Roy
Malnutrisi, kaheksia, dan obesitas/overweight merupakan masalah nutrisi yang sering
ditemui pada anak kanker akibat dari proses penyakit dan efek kemoterapi. Karya
Ilmiah Akhir ini bertujuan memberikan gambaran praktek ners spesialis dalam
mengaplikasikan model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak kanker yang
mengalami masalah nutrisi. Praktek ners spesialis dilakukan untuk mencapai
kompetensi sesuai peran perawat. Aplikasi model adaptasi Roy tertuang dalam lima
kasus terpilih dengan masalah yang ditemukan adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan obesitas.
Pendidikan kesehatan berbasis pembuktian ilmiah digunakan sebagai salah satu
intervensi keperawatan untuk meningkatkan adaptasi anak sehingga dapat bertoleransi
terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Evaluasi keperawatan lima kasus tersebut
adalah satu kasus beradaptasi secara integrasi, empat kasus beradaptasi secara
kompensasi. Karya ilmiah ini merekomendasikan teori model adaptasi Roy dapat
diaplikasikan pada asuhan keperawatan anak kanker dengan masalah nutrisi.
Kata Kunci :
Anak kanker, asuhan keperawatan, Model Adaptasi Roy, nutrisi, pendidikan kesehatan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
viii Ponidjan, FIK UI, 2016
ABSTRACT
Name
: Tati Setyawati Ponidjan
Study Program
: Specialist Pediatric Nurse Program, Nursing Faculty in University
of Indonesia.
Title
: Nursing Care in Children Who have Cancer with Nutrition Problems
Through Health Education Intervention Based on Roy Adaptation
Model Theory.
Malnutrition, cachexia, and obesity/overweight, is a common nutritional problem in
children who have cancer as a result of the disease process and the effects of
chemotherapy. The aim of this final assignment was to provide an overview of the
practice specialist nurses by applying the Roy adaptation model in nursing care of
children who have cancer with nutritional problems. Practice spesialis nurses to achieve
competency according the role of nurses. Roy adaptation model was applied in five
selected cases and the nursing problem found was imbalance nutrition less than the
body needs, risk imbalance nutrition less than the body needs and obesity. Health
education is evidence based practice be used as a nursing intervention to improve the
adaptation level of the child so that it can tolerate the fulfillment of nutrition needs.
Nursing evaluation in five selected cases was one case integrated adaptation level and
four cases compensatory adaptation level. This paper recommend Roy adaptation model
theory can be applied to nursing care in children who have cancer with nutrition
problems.
Keywords:
Children who have cancer, nursing care, Roy adaptation model, nutrition, health
education
ix Ponidjan, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………………………………
PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………………………………..
HALAMAN PENGESAHAN……..…………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………………………
ABSTRAK…………………………………………………………………………...
ABSTRAC…………………………………………………………………………...
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………...
DAFTAR SKEMA…………………………………………………………………...
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
x
xii
xiii
xiv
xv
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………….
1.2. Tujuan Penulisan.…………………………………………………………….
1.3. Sistematika Penulisan...……………………………………………………...
1
7
7
2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Gambaran Kasus……….…………………………………………………….
2.2. Tinjauan Teoritis….………………………………………………………….
2.2.1. Kanker pada Anak …………………………………………………….
2.2.2. Nutrisi pada Anak Kanker …………………………………………….
2.3. Integrasi Teori Keperawatan dalam Proses Keperawatan……………………
2.3.1. Model Adaptasi Roy…………………………………………………...
2.3.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy…………………………….
2.4. Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan Anak dengan
kanker……………………………………………………………………….
2.4.1. Pengkajian…………………………………………………………….
2.4.2. Diagnosis Keperawatan……………………………………………….
2.4.3. Tujuan dan Intervensi…………………………………………………
2.4.4. Implementasi dan Evaluasi……………………………………………
3. PENCAPAIAN KOMPETENSI
3.1. Pencapaian kontrak belajar…..…………………………………………..…..
3.1.1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut………….
3.1.2. Kontrak belajar Praktik Klinik Khusus ……………………………...
3.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian
Kompetensi…………………………………………………………………..
3.2.1. Peran Pemberi Asuhan………………………………………………..
3.2.2. Peran Sebagai Advokat.……………………………………………….
3.2.3. Peran sebagai Pendidik ……………………………………………….
3.2.4. Peran Sebagai Peneliti ………………………………………………..
3.2.5. Peran sebagai Inovator………………………………………………...
3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice…………………………….
x
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
9
16
16
24
38
38
40
48
48
51
52
54
70
70
74
75
76
77
78
80
80
81
4. PEMBAHASAN
4.1. Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi………………………….
4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi..
84
96
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan……………………………………………………………………. 99
5.2. Saran………………………………………………………………………… 100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi Ponidjan, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sistem Adaptasi pada Manusia………………………………………
40
Gambar 3.1. Diagram pengetahuan keluarga dalam mengantisipasi mual muntah
karena Kemoterapi ………………………………………………..…
xii
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
83
DAFTAR SKEMA
Skema 2.2. Web of Causation hepatoblastoma menggunakan pendekatan model
adaptasi Roy………………………………………………………….
xiii
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawatixiv
Ponidjan, FIK UI, 2016
47
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada An. H.……………………………………….. 10
Tabel 2.2. Evaluasi Keperawatan pada An. A.N.…………………………………….. 11
Tabel 2.3. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A..…………………..……………….. 13
Tabel 2.4. Evaluasi Keperawatan pada An. G.K.…………………………………….. 14
Tabel 2.5. Evaluasi Keperawatan pada An. S.A.…………………………………….. 16
Tabel 2.6. Kategori Satatus Gizi Anak……………………………………………….. 27
Tabel 2.7. RDA pada Bayi dan Anak…………………………………………………. 28
Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Energi Menggunakan REE………………………… 29
Tabel 2.9. Hasil Pengkajian Perilaku dan Stimulus pada An. M.A……….………….
48
Tabel 2.10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan pada An. M.A……………………… 52
Tabel 2.11. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan pada An. M.A……………………. 54
Tabel 2.12. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. saat Persiapan Pulang …………... 69
xivPonidjan, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Pengkajian Model Adaptasi Roy
Lampiran 2. Kontrak belajar
Lampiran 3. Laporan Proyek Inovasi
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup
xv
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan,
FIK UI, 2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker merupakan suatu penyakit yang berasal dari pertumbuhan sel tubuh yang
progresif dan abnormal. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya perubahan pada
deoxiribonucleid acid (DNA), sehingga sel kehilangan fungsinya secara normal.
Pertumbuhan sel kanker akan berlangsung cepat dan mendesak sel normal tubuh,
sistem pembuluh darah serta organ vital lainnya sehingga menghasilkan berbagai
gejala (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Manifestasi klinis penyakit kanker
tergantung dari jenis kanker, lokasi pada tubuh, luasnya dan umur anak. Bila sel
kanker ini sudah menyebar (metastasis) dan menginfiltrasi organ tubuh yang lain
maka menyebabkan hilangnya fungsi organ secara progresif dan dapat berakhir
dengan kematian (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).
Kanker sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan, karena merupakan salah
satu penyebab utama kematian. Angka kematian penyakit kanker di tingkat dunia
pada tahun 2012, berkisar 8,2 juta orang (WHO, 2014), sedangkan pada tingkat
nasional angka kematian kanker berkisar 5,7 % dari keseluruhan kasus kematian
(Kemenkes RI, 2014). Menurut data dari GLOBOCAN, IARC pada tahun 2012
terdapat 14.067.894 kasus baru kanker pada tingkat dunia. Data dari Riskesdas
Kemenkes RI 2013, penyakit kanker di Indonesia memiliki prevalensi berkisar 1,4
per 1000 penduduk atau sekitar 347.792 penduduk dan menduduki peringkat ke 7
dari seluruh penyebab kematian.
Anak dengan penyakit kanker di Indonesia berkisar 2,5% dari keseluruhan penyakit
kanker yang ada (IARC, 2008). Terdapat 11.000 kasus kanker pada anak setiap
tahunnya dan sepertiga dari kanker anak adalah leukemia (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Marcdante, Kliegmen, Jenson, dan Behrhman (2011), jenis kanker yang
tersering pada anak adalah leukemia dan limfoma, kemudian diikuti dengan tumor
otak/susunan saraf pusat, sarcoma jaringan lunak, dan kanker tulang. Banyak tanda
dan gejala kanker bersifat non spesifik, namun sebagian besar anak dengan
penyakit kanker menunjukkan gejala demam, kelelahan dan anoreksia.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
1 Ponidjan, FIK UI, 2016
2
Anoreksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkurangnya keinginan
makan sehingga menurunkan jumlah asupan nutrisi. Beberapa faktor yang
berkontribusi terjadinya anoreksia, antara lain; masalah psikologis (stres, cemas,
depresi), kemampuan fisik menurun, kelelahan, perubahan rasa/taste dan bau serta
pengobatan yang lama. Selain itu akibat interaksi dengan sel kanker, tubuh
melepaskan hormon; cytokinins termasuk tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan
interleukin 1, yang menghambat selera makan dan berpengaruh terhadap
pengaturan asupan nutrisi (Schoeman, 2015).
Asupan nutrisi yang tidak adekuat pada anak kanker dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Bila keadaan ini berlangsung terus, maka dapat
mengakibatkan terjadinya malnutrisi (undernutrition), yaitu tubuh mengalami
defisiensi energi, protein dan zat nutrient lainnya. Prevalensi malnutrisi pada anak
kanker dilaporkan berkisar antara 8%-60%. Jenis kanker yang berisiko terjadinya
malnutrisi adalah tumor padat, tumor otak dan leukemia nonlymphocytic (Ladas,
Sacks, Brophy & Rogers, 2006). Menurut Nieuwouldt (2011), malnutrisi
(undernutrition) memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada anak
kanker. Efek jangka pendek adalah penurunan massa otot dan lemak tubuh
sehingga merubah komposisi tubuh, respon dan toleransi terhadap kemoterapi
menurun, pengobatan menjadi lama, biokimia tubuh terganggu mengakibatkan
terjadinya anemia dan hipoalbuminemia, serta beresiko tinggi terjadinya infeksi.
Sedangkan efek jangka panjang adalah gangguan pertumbuhan, gangguan
perkembangan saraf (neurodevelopment), kepadatan tulang menjadi tidak normal,
penurunan kualitas hidup dan beresiko terjadinya kanker sekunder.
Kaheksia merupakan malnutrisi berat dan didefinisikan sebagai sindrom
multifaktor yang ditandai dengan hilangnya massa otot skeletal (dengan atau tanpa
kehilangan massa lemak) yang tidak dapat kembali sepenuhnya dengan dukungan
nutrisi biasa/konvensional (Fearon, et al. 2011). Kaheksia pada anak kanker disebut
dengan Cancer cachexia syndrome atau Cancer anorexia cachexia syndrome
(Hopkinson, 2016). Kaheksia ditandai dengan kehilangan berat badan dan
penurunan selera makan/anorexia. Kaheksia merupakan akibat dari keganasan
tumor dan juga merupakan efek samping dari pemberian pengobatan (Tomlinson &
Kline,2010). Pada keganasan tumor ada dua komponen yang mempengaruhi
terjadinya kaheksia yaitu penurunan asupan nutrient oleh karena keterlibatan/
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
3
desakan tumor pada gastrointestinal atau meningkatnya energi akibat pembelahan
sel yang cepat serta perubahan metabolisme karena proses inflamasi secara
sistemik (Akbulut, 2011).
Secara umum pengobatan kanker terdiri dari kemoterapi, radioterapi dan
pembedahan. Ketepatan diagnosa dan pengembangan regimen terapi kanker telah
memberikan perubahan terhadap angka kelangsungan hidup anak. Saat ini
kelangsungan hidup anak kanker dibawah usia 5 tahun adalah 83%, angka ini
meningkat dari 67% pada tahun 1980an (Geiger & Wolfgram, 2013). Pengobatan
kanker yang sering dilakukan adalah kemoterapi. Hal ini disebabkan karena
prevalensi leukemia dan limfoma pada anak lebih tinggi dibandingkan kasus
kanker lainnya, sementara pengobatan leukemia dan limfoma menggunakan
kemoterapi (Permono et al. 2012).
Kemoterapi adalah pemberian obat antineoplastic agent, sedangkan radioterapi
adalah proses penghantaran radiasi pengion, yang keduanya bertujuan untuk
membunuh sel-sel kanker (Marcdante et al. 2011). Kedua pengobatan ini memiliki
efek samping, antara lain terhadap sistem pencernaan yang mempengaruhi status
nutrisi. Diperkirakan 60 % anak yang mendapat mengobatan kanker mengalami
malnutrisi (Montgomery et al. 2013). Menurut James, Nelson, dan Ashwill (2013),
baik radioterapi dan kemoterapi dapat memberikan stimulus terhadap rangsangan
mual muntah. Kemoterapi yang dapat menimbulkan rangsangan mual muntah
antara lain; cisplatin, cyclophosphamide, carmustine, dacarbazin, carboplatin,
ifosfamide, cytarabine, daunorubicin (Geiger & Wolfgram, 2013).
Mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi (chemotherapy induced nausea
and vomiting/CINV) dapat terjadi mulai beberapa menit hingga sampai beberapa
hari setelah pemberian kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian Aapro (2005),
25%-30% anak menderita mual muntah saat mendapat kemoterapi sekalipun sudah
diantisipasi dengan terapi antiemetic. Mual muntah yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan penurunan intake nutrisi dan akhirnya terjadi penurunan berat
badan (Geiger & Wolfgram 2013). Berdasarkan fakta ini maka anak yang
dikemoterapi dengan gejala mual muntah berisiko terjadinya masalah kekurangan
nutrisi.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
4
Selain efek samping mual muntah, diare dapat terjadi pada anak kanker yang
mendapat radiasi di daerah abdomen dan pemberian kemoterapi seperti
prokarbazin, merkaptopurin, metotreksat, dactinomycin (Hockenberry & Wilson,
2009). Mukositis atau kerusakan mukosa dapat terjadi dimanapun sepanjang
saluran gastrointestinal yang menyebabkan hilangnya epitelium intestinal dan
timbul inflamasi sehingga terjadi diare. Mukositis juga dapat terjadi pada daerah
oral yang dapat memperberat gejala anoreksia karena nyeri dan ketidaknyamanan
saat makan (Hockenberry & Wilson, 2009).
Masalah keperawatan terkait nutrisi pada anak kanker tidak hanya masalah nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kurang dari kebutuhan tubuh tetapi
menyangkut
juga
masalah
nutrisi
lebih
dari
kebutuhan
tubuh,
seperti
obesitas/overweight. Menurut Withycombe et al. (2015) obesitas dapat terjadi pada
anak kanker yang mendapat pengobatan, seperti pemberian kemoterapi pada anak
dengan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL). Obesitas terjadi saat program atau
pada akhir program kemoterapi setelah anak mendapat pengobatan kortikosteroid
dalam dosis tinggi yang lama. Data yang didapatkan dari penelitian Withycombe et
al. (2009) 23% anak dengan ALL menjadi obesitas pada akhir program kemoterapi.
Obesitas beresiko terjadi gangguan kardiovasikular dan gangguan metabolik
(Lughetti, Bruzzi, Predieri & Paolucci, 2012).
Masalah nutrisi yang kompleks pada anak kanker memerlukan perhatian perawat.
Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan masukan nutrisi seperti
memberikan pilihan pada anak untuk memilih makanan yang disukai, menyajikan
makanan secara aktraktif, menghindari makanan yang berbumbu kuat dan
menggunakan peralatan yang menarik. Namun walaupun pendekatan seperti ini
sudah dilakukan beberapa anak tetap tidak mau makan sehingga penurunan berat
badan tetap terjadi (Hockenberry & Wilson, 2009). Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
dapat dinilai dari status gizi anak. Status gizi adalah cerminan pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada seseorang, yang diperoleh dari asupan dan penggunaan zat
gizi oleh tubuh. Menilai status gizi anak menggunakan pengukuran antropometri
seperti berat badan, tinggi/panjang badan, dan lingkar lengan atas. Adapun kategori
status gizi anak berada pada rentang normal sampai pada obesitas atau sangat
kurus/gizi buruk (Nasar, Djoko, Hartarti, & Budiwiarti, 2015). Nutrisi memegang
peranan penting pada perawatan anak kanker, karena terpenuhinya kebutuhan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
5
nutrisi dapat menyiapkan tubuh bertoleransi dengan baik terhadap pengobatan
kanker. Selain itu nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatan kualitas hidup anak (Schoeman,
2015).
Mengingat pentingnya kebutuhan nutrisi dan masalah nutrisi yang terjadi pada anak
kanker, maka perawat perlu melakukan penatalaksanaan nutrisi dalam konteks
asuhan keperawatan. Perawat spesialis memegang peranan penting melakukan
tugas sesuai standar kinerja yang telah ditetapkan, dari segi pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Sesuai standar kompetensi yang telah dirumuskan oleh
International Council of Nursing (ICN, 2009) kompetensi seorang ners spesialis
yaitu melakukan praktek secara profesional sesuai etik dan legal, baik dalam
manajemen dan asuhan keperawatan serta mengembangkan kualitas pelayanan
keperawatan. Standar kompetensi diperlukan agar masyarakat mendapatkan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Perawat spesialis dalam memenuhi kompetensi ini
menjalankan praktek sesuai peran perawat antara lain sebagai pemberi asuhan
keperawatan, advokasi, pendidik, peneliti dan inovator (James, Nelson, & Ashwill,
2013).
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi yang dilakukan perawat
dalam menjalankan perannya sebagai pendidik. Menurut Potter dan Perry (2005),
pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap anak dan keluarga dalam memelihara kesehatannya. Intervensi ini juga
mempunyai keterkaitan dengan peran perawat lainnya, seperti pemberian
pendidikan kesehatan dapat membuat keluarga menjadi lebih memahami intervensi
yang dilakukan sehingga koperatif dan ikut terlibat dalam asuhan keperawatan.
Dengan demikian asuhan keperawatan yang diberikan dapat menjadi lebih efektif.
Selain itu, praktek asuhan keperawatan juga harus didasari oleh pengetahuan
keperawatan ilmiah melalui pengembangan dan pemanfaatan teori keperawatan,
salah satunya adalah teori Model Adaptasi Roy yang digunakan dalam Karya
ilmiah Akhir ini.
Model Adaptasi Roy memandang anak sebagai suatu sistem adaptasi. Seorang anak
dalam kehidupnya akan berinteraksi dengan lingkungan dan mendapatkan berbagai
stimulus akibat perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
6
Ada 3 tipe stimulus yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus
residual. Agar dapat mempertahankan kehidupannya seorang anak harus berespon
positif terhadap perubahan lingkungan dengan melakukan adaptasi (Tomey &
Alligood, 2010). Masalah keperawatan muncul ketika anak tidak dapat beradaptasi
terhadap
perubahan
lingkungan
tersebut
sehingga
mempengaruhi
status
kesehatannya. Mekanisme koping dibutuhkan untuk membentuk prilaku adaptif
terhadap
perubahan
lingkungan
sehingga
anak
dapat
mempertahankan
kesehatannya (Alligood, 2014).
Model Adaptasi Roy memberikan arahan bagi perawat dan sebagai landasan
berpikir dalam praktik keperawatan. Perawat menggunakan asuhan keperawatan
sebagai metode pemecahan masalah dengan melakukan intervensi untuk
mendukung mekanisme koping anak agar terjadi adaptasi (Alligood, 2014). Tujuan
penggunaan Model Adaptasi Roy pada karya ilmiah akhir ini dimaksudkan agar
anak dengan kanker dapat beradaptasi terhadap masalah nutrisi yang dialaminya
sehingga meningkatkan toleransi tubuh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Tujuan akhir yang diharapkan dari Model Adaptasi Roy adalah tercapainya sehat,
peningkatan kualitas hidup dan meninggal dengan damai (Tomey & Alligood,
2010).
Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2015), terdapat sekitar 650 kasus kanker anak
setiap tahunnya di Jakarta. Kasus ini tersebar pada beberapa tempat pelayanan
kesehatan di Jakarta termasuk RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita
dan RSPAD Gotot Soebroto. Pengalaman penulis saat praktik di ruang non infeksi
pada ketiga rumah sakit tersebut, sering ditemukan adanya masalah nutrisi pada
anak kanker, baik masalah risiko maupun masalah aktual. Perilaku inefektif yang
sering muncul adalah anoreksia, mual muntah, nutrisi kurang atau lebih dari
kebutuhan tubuh. Menurut Model Adaptasi Roy, nutrisi merupakan salah satu
indikator dalam mode adaptasi fisiologis. Nutrisi merupakan komponen penting
yang diperlukan oleh tubuh harus dipenuhi kebutuhannya. Untuk itu dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi, berbagai informasi mengenai nutrisi dapat diperoleh
anak dan keluarga melalui pendidikan kesehatan sebagai Evidence Based Practice
(EBP).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
7
Berdasarkan gambaran diatas dan fenomena nutrisi yang ada pada anak kanker,
maka penulis menggunakan pendidikan kesehatan sebagai Evidence Based Practice
(EBP) dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker dengan menggunakan
pendekatan teori Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan. Laporan ini terdiri
dari lima kasus kelolaan yaitu kasus Osteosarkoma, Limfoma non hodgkin,
Hepatoblastoma, Tumor wilm’s, dan Leukemia limfoblastik akut. Masalah nutrisi
yang ditemukan pada kasus tersebut adalah satu kasus dengan risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, tiga kasus dengan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan satu kasus dengan
obesitas. Setelah mengaplikasikan EBP dan menggunakan pendekatan model
adaptasi Roy maka hasil evaluasi pada asuhan keperawatan tersebut adalah satu
kasus dapat beradaptasi secara integrasi (masalah nutrisi tidak terjadi) dan empat
kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah nutrisi teratasi sebagian).
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Memberikan
gambaran
pelaksanaan
praktik
ners
spesialis
dalam
mengaplikasikan Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak yang
mengalami masalah nutrisi melalui intervensi pendidikan kesehatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada anak kanker
yang mengalami masalah nutrisi dengan menggunakan aplikasi Model
Adaptasi Roy.
b. Memberikan uraian analisis efektivitas aplikasi Model Adaptasi Roy
pada asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami masalah mutrisi.
c. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi ners spesialis
dalam
praktik spesialis keperawatan anak.
1.3. Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut; Bab 1
adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan
sistematika penulisan. Bab 2 berisikan aplikasi teori keperawatan pada asuhan
keperawatan, yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
8
konsep keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi Model Adaptasi Roy
dalam proses keperawatan anak dengan kanker. Bab 3 merupakan pencapaian
kompetensi ners spesialis yang terdiri dari pencapaian kontrak belajar, pembahasan
praktik spesialis keperawatan anak dan pencapaian kompetensi serta implementasi
evidence based nursing practice. Bab 4 merupakan pembahasan tentang penerapan
Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang
mengalami masalah nutrisi, serta pembahasan tentang praktik ners spesialis
keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi. Bab yang terakhir yaitu bab 5
yang berisikan simpulan dan saran dari penulisan karya ilmiah akhir ini.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
9
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN
Bab ini menguraikan tentang ringkasan 5 kasus kelolaan dengan masalah nutrisi pada
anak kanker di 2 rumah sakit yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan
Kita. Selain itu pada bab ini juga memuat tentang tinjauan teoritis yang digunakan
sebagai acuan dalam kasus kelolaan, yaitu teori mengenai kanker pada anak, nutrisi
pada anak kanker, integrasi teori dan konsep model adaptasi Roy dalam asuhan
keperawatan serta aplikasi teori model adaptasi Roy pada 1 kasus yang terpilih.
2.1. Gambaran Kasus
2.1.1. Kasus 1
An. H. perempuan, usia 16 tahun 5 bulan diagnosis osteosarcoma, masuk RS
pada tanggal 16 Pebruari 2016 jam 10.00,
prokemoterapi. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium (Juni 2015) gambaran histologik sesuai dengan
osteosarkoma konvensional type kondroblastik. Pengkajian dilakukan pada
tanggal yang sama. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; sadar
penuh, frekuensi pernapasan 20x/menit, frekuensi nadi 98x/menit, suhu
badan 36,4oC, tekanan darah 116/72 mmHg. Pemeriksaan fisik; ekstremitas
kiri bawah sudah diamputasi (16/12/2016) oleh karena proses malignan,
mobilisasi klien menggunakan alat penyanggah tubuh (tongkat). Hasil
pemeriksaan laboratorium (10/02/2016); hemoglobin 9,8 g/dl, hematokrit
33,1%, trombosit 752.000/µL, leukosit 10.960/µL. Berat badan 50,5 kg,
tinggi badan 154 cm, lingkar lengan atas 26 cm, BB/TB 50,5/44(114%),
IMT 21,29 dengan kategori status gizi normal. Protokol kemoterapi
osteosarkoma pada an. H adalah siklus 1; Cisplatin 90 mg (IV/drips) perhari
selama 2 hari, Adriamisin 37,5 mg (IV/drips) perhari selama 3 hari.
Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. H. adalah risiko cedera
berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi, risiko infeksi.
Tanggal 18 Februari 2016, klien mengalami muntah 6 kali dan anoreksia
sehingga muncul masalah baru yaitu risiko ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kekurangan volume cairan.
Intervensi yang dilakukan adalah memberikan kemoterapi sesuai protokol,
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
9 Ponidjan, FIK UI, 2016
10
memantau pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada
prosedur tindakan, menggunakan teknik mencuci tangan yang baik,
kolaborasi pemberian antiemetik, edukasi antisipasi mual muntah karena
kemoterapi, memberikan nutrisi 1760 kkal/hari, memberikan cairan sesuai
kebutuhan, monitor masukan dan keluaran cairan serta status hidrasi.
Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 5 hari (16-20 Pebruari 2016)
dan pada tanggal 20 Pebruari 2016 klien pulang. Data evaluasi saat pasien
pulang adalah tanda-tanda vital stabil, tidak ada mual muntah, berat badan
tetap (50,5 kg), status hidrasi baik, tidak terjadi cedera pemberian
kemoterapi.
Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada An.H.
Tanggal
ditegakkan
Hasil
Implementasi
Risiko cedera berhubungan dengan
proses malignan dan kemoterapi
Risiko infeksi
16/02/2016
Risiko ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Risiko kekurangan volume cairan
tidak terjadi.
18/02/2016
Masalah tidak
terjadi
Masalah tidak
terjadi
Masalah tidak
terjadi
Masalah tidak
terjadi
No
1.
2.
3.
4.
Diagnosis Keperawatan
16/02/2016
18/02/2016
Tanggal
Evaluasi
19/02/2016
20/02/2016
20/02/2016
20/02/2016
2.1.2. Kasus 2
Anak A.N. Perempuan usia 4 tahun 8 bulan, masuk RS pada tanggal 3 maret
2016 dengan rencana prokemoterapi setelah selesai fase induksi protokol
pengobatan leukemia akut non limfoblastik pada tanggal 15-25 Januari 2016.
Sesuai pemeriksaan (06/01/2016) ditemukan sel blast 90%, pemeriksaan
aspirasi sum-sum tulang didapatkan kesimpulan AMoL (Acute monoblastic
leukemia) relaps dan pemeriksaan leukemia phenotyping kesan B-lineage
with abberant exp CD 13. Saat masuk RS klien kelihatan lemah, nilai Hb:
5,8 gr/dl. Klien mengalami demam yang naik turun, nyeri pada mata dan
anoreksia. Tanggal 8 maret 2016 klien dipindahkan ke ruang febril
neutropenia oleh karena nilai neutrophil 1%, mielosit 2%. Pengkajian
dilakukan residen pada tanggal 9 maret 2016 (hari perawatan ke 7) jam
08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh,
frekuensi pernapasan 26x/menit, frekuensi nadi 127x/menit, suhu badan
38,3oC, tekanan darah 105/66 mmHg. Pada pemeriksaan fisik, tampak lemah
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
11
dan kurus, proptosis mata kanan dan kiri, penglihatan mata kanan relatif
baik. Berat badan 13,5 kg, tinggi badan 101 cm, lingkar lengan atas 13 cm.
Status gizi kurang, LLA/U 13/16,7 (-3<z<-2), terdapat penurunan berat
badan sekitar 2 kg dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 8 maret 2016 didapatkan hasil; Hb:7,9 gr/dl, Ht:24,6%,
Trombosit: 27.800/µL, Leukosit: 84.300/µL, basophil 0%, eosinofil 0%,
neutrophil 1%, limfosit 2%, monosit 3% dan albumin (7/03/2016) 3,4 gr/dl.
Ibu mengatakan; selera makan anak menurun (anoreksia) dan mata kiri
membesar dengan cepat. Klien mengeluh nyeri pada mata kiri.
Masalah
keperawatan
yang
ditegakkan
pada
an.
A.N.
adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera akibat
profil darah abnormal, risiko infeksi, hipertermia, nyeri akut. Intervensi yang
dilakukan
adalah
memberikan
nutrisi
1530
kkal/hari,
memberikan
pendidikan kesehatan tentang pemberian nutrisi, kolaborasi pemberian
transfusi,
menggunakan
teknik
aseptik
pada
prosedur
tindakan,
menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, memberikan kompres
hangat, kolaborasi pemberian antipiretik, manajemen nyeri.
Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 7 hari (9-15 Maret 2016).
Data evaluasi setelah 7 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil,
peningkatan asupan nutrisi, pengukuran LLA naik (13,2 cm), tidak ada mual
muntah,
klien
dapat
mengontrol
nyeri,
pemeriksaan
laboratorium
(15/3/2016) Hb: 9,2 gr/dl, Ht:29,9%, Trombosit: 84.000/µL, Leukosit:
45.620/µL, neutrophil 3%, limfosit 10%, monosit 0% dan albumin 3,82
gr/dl. Pada tanggal 16 Maret 2016 klien memulai prokemoterapi protokol
limfoma non hodgkin.
Tabel 2.2. Evaluasi Keperawatan pada An.A.N.
No
1.
2.
3.
4.
5.
Diagnosis Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Risiko cedera berhubungan
dengan profil darah abnormal
Risiko infeksi
Hipertermia
Nyeri akut
Tanggal
ditegakkan
09/03/2016
09/03/2016
09/03/2016
09/03/2016
09/03/2016
Hasil
Implementasi
Tanggal
Evaluasi
Masalah teratasi
sebagian
Risiko cedera
15/03/2016
Risiko infeksi
Masalah teratasi
Masalah teratasi
sebagian
15/03/2016
11/03/2016
15/03/2016
15/03/2016
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
12
2.1.3. Kasus 3
An. M.A. laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan, masuk RS pada tanggal 4 maret
2016 dengan keluhan perut semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu,
terdapat penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 4 bulan terakhir. Klien
didiagnosis dengan hepatoblastoma sesuai pemeriksaan CT Scan abdomen
multiphase (02/02/2016) tampak massa morfologi di segmen 4,5,6 hepar,
dengan ukuran 17x10,6x14,7 cm. Klien dipindahkan dari ruang perawatan
bedah ke ruang perawatan anak non infeksi pada tanggal 12 maret 2016
dengan rencana prokemoterapi. Pengkajian dilakukan residen pada tanggal
14 maret 2016 jam 08.00 (hari perawatan ke 11). Data mode adaptasi
fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 22x/menit,
frekuensi nadi 114x/menit, suhu badan 36,6oC, tekanan darah 90/59 mmHg.
Pada pemeriksaan fisik, klien tampak lemah dan kurus, konjungtiva anemis,
iga gambang, ada baggy pants, perut tampak buncit, pergerakan terbatas,
lingkar perut bagian pusat 62 cm dan perut atas 58 cm, berat badan 13,3 kg,
tinggi badan 99 cm, lingkar lengan atas 11,3 cm. Status gizi buruk, LLA/U
11,3/16 (<-3 SD). Hasil pemeriksaan laboratorium (11/3/2016); hemoglobin
9,8 g/dl, hematokrit 30,7%, trombosit 413.000/µL, leukosit 16.680/µL,
eosinofil 0,4%, neutrofil 68,6%, limfosit 19,4%, monosit 11,2%, albumin
3,12 gr/dl. Pemeriksaan urine (11/3/2016) warna kuning keruh, bakteria
positif. Ibu mengatakan; selera makan anak menurun (anoreksia), klien
malas minum, balance cairan: -209 ml, diuresis; 0,78 ml/KgBB/jam Klien
mengeluh ada rasa nyeri pada perut dan pada jam 10.00; Suhu badan 37,9oC.
Masalah
keperawatan
yang
ditegakkan
pada
an.
M.A.
adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan
volume cairan, nyeri akut, risiko keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan, hipertermia. Pada tanggal 16 Maret 2016, muncul masalah
baru yaitu
risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan
kemoterapi. Intervensi yang dilakukan adalah memasang NGT dan
memberikan nutrisi 1490 kkal, memberikan pendidikan kesehatan tentang
pemberian nutrisi melalui NGT, memberikan masukan cairan sesuai
kebutuhan, monitor masukan dan keluaran cairan serta monitor status
hidrasi, manajemen nyeri, stimulasi tumbuh kembang, memberikan kompres
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
13
hangat, kolaborasi pemberian antipirektik, memberikan kemoterapi sesuai
protokol dan memantau pemberian kemoterapi.
Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 10 hari (14-23 Maret 2016),
pada tanggal 23 Maret 2016 klien pulang. Data evaluasi saat pasien pulang
adalah tanda-tanda vital stabil, tidak ada mual muntah, lingkar lengan atas
tetap (11,3 cm), terpasang NGT, status hidrasi baik, keluarga dapat
mengontrol nyeri pada anak, interaksi dan komunikasi anak baik, tidak
terjadi cedera pemberian kemoterapi.
Tabel 2.3. Evaluasi Keperawatan pada An.M.A.
Tanggal
ditegakkan
Hasil
Implementasi
Tanggal
Evaluasi
14/03/2016
3.
Nyeri akut
14/03/2016
4.
Risiko keterlambatan pertumbuhan
dan perkembangan
Hipertermia
Risiko cedera berhubungan dengan
proses malignan dan kemoterapi.
14/03/2016
Masalah teratasi
sebagian
Masalah tidak
terjadi
Masalah teratasi
sebagian
Masalah tidak
terjadi
Masalah teratasi
Masalah tidak
terjadi
23/03/2016
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Risiko kekurangan volume cairan
No
1.
5.
6.
Diagnosis Keperawatan
14/03/2016
14/03/2016
16/03/2016
22/03/2016
22/03/2016
18/03/2016
18/03/2016
18/03/2016
2.1.4. Kasus 4
Anak G.K. Perempuan, usia 2 tahun 2 bulan, masuk RS pada tanggal 3 April
2016 rencana prokemoterapi protokol Acute Lymphoblastic Leukemia
(ALL) 2013 High Risk fase akhir intensifikasi minggu ke 17. Sesuai
pemeriksaan BMP (Bone marrow puncture) dan dianostik molekuler
(29/10/2015), ditemukan sel atopik menyerupai limfoblast 8,5% dan
phenotyping kesan B-lineage. Program kemoterapi yang akan di berikan
adalah: Metotreksat 12 mg/it, Vincristin 0,8 mg/IV, Dexametasone 2x1,6
mg/po (tapering off) dan Cytarabine 45 mg/IV/drips 3x (pemberian selang
sehari). Pengkajian dilakukan oleh residen pada tanggal 4 April 2016 (hari
perawatan ke 2) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh;
kesadaran
penuh,
frekuensi
pernapasan
24x/menit,
frekuensi
nadi
110x/menit, suhu badan 36,5oC, tekanan darah 90/65 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik klien tampak gemuk, berat badan saat ini 16 kg, tinggi
badan 85 cm, lingkar lengan atas 19,3 cm. Berat badan sebelum kemoterapi
10 kg, status gizi obesitas BB/TB 16/11,4 (>+3SD). Ibu mengatakan nafsu
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
14
makan anaknya meningkat. Klien mendapat terapi Dexametasone 2x1,6 mg
/PO. Pemeriksaan laboratorium (03/04/2016); hemoglobin 14,5 g/dl,
hematokrit 44,5%, trombosit 468.000/µL, leukosit 9.520/µL, basofil 0,5%,
eosinofil 0,1%, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 54,8%, limfosit
27,2%, monosit 17,4%. Tanggal 7 April 2016 jam 06.30 Suhu badan klien :
37,9oC.
Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. G.K. adalah obesitas, risiko
cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi, risiko infeksi.
Pada tanggal 7 April 2016, muncul masalah baru yaitu
hipertermia.
Intervensi yang dilakukan adalah memberi makan sesuai program diet 1163
kkal/hari, monitor jumlah masukan nutrisi, pendidikan kesehatan modifikasi
perilaku makan, memberikan kemoterapi sesuai protokol, memantau
pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan,
menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, memberikan kompres
hangat dan kolaborasi pemberian antipiretik.
Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 5 hari (4-8 April 2016).
Data evaluasi setelah 5 hari perawatan adalah tanda-tanda vital
stabil,keluarga dapat mengontrol perilaku makan anak, berat badan tetap (16
kg), tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi,demam naik turun, terakhir
demam dengan suhu badan 38oC. jam 12.00 (08/04/20016). Pemeriksaan
laboratorium (07/04/2016) Leukosit: 4.750/µL, neutrofil batang 0,0%,
neutrofil segmen 70,3%. Pada tanggal 16 April 2016 masalah keperawatan
teratasi semuanya, tidak ada masalah baru dan klien pulang.
Tabel 2.4. Evaluasi Keperawatan pada An.G.K.
No
Diagnosis Keperawatan
Tanggal
ditegakkan
Hasil
Implementasi
Tanggal
Evaluasi
Masalah teratasi
sebagian
Masalah tidak
terjadi
Risiko infeksi
Masalah teratasi
sebagian
08/04/2016
1.
Obesitas
04/04/2016
2.
Risiko cedera berhubungan dengan
proses malignan dan kemoterapi
Risiko infeksi
Hipertermia
04/04/2016
3.
4.
04/04/2016
07/04/2016
08/04/2016
08/04/2016
08/04/2016
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
15
2.1.5. Kasus 5
Anak S.A. Perempuan, usia 5 tahun, masuk RS pada tanggal 12 April 2016
rencana prokemoterapi. Sesuai pemeriksaan Patologi Anatomi massa
jaringan intraabdomen (Juni 2015), dan pemeriksaan USG Abdomen (Juli
2015) menunjukkan gambaran tumor wilms, ginjal kanan membesar dengan
massa besar terutama pole bawah. Sejak 1 September 2015 klien memulai
kemoterapi protokol tumor willms dan kemoterapi terakhir tanggal 22
Pebruari 2016 (minggu ke 25). hasil CT Abdomen tgl 17 Februari 2016;
terdapat perluasan massa ke ruang intraabdomen bawah serta ke region mid
abdomen (ukuran ± 80,7x135x83,3mm) dan ke superior/subhepatik ukuran
(60-70x40x82-83mm). Pengkajian dilakukan residen pada tanggal 13 April
2016 (hari perawatan ke 2) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang
diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 24x/menit, frekuensi nadi
120x/menit, suhu badan 36,7oC, tekanan darah 90/67 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik tampak ada iga gambang, wasting, dan baggy pants. Perut
tampak membuncit, lingkar perut bagian pusat 55 cm, bagian perut atas 59
cm. Berat badan 14 kg, tinggi badan 113 cm, lingkar lengan atas 10 cm.
Sejak sakit, klien mengalami penurunan berat badan ± 6 kg. Status gizi
buruk, LLA/U 10/16,9 (<-3SD), ibu mengatakan nafsu makan anaknya
menurun. Pada kulit perut tampak kemerahan (eritema) bekas garukan, klien
mengeluh ada rasa gatal pada perut. Hasil pemeriksaan laboratorium
(12/04/2016); Hemoglobin 10,6 g/dl,Hematokrit 32,3%, Leukosit 13.900/µL,
neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 82,7%, limfosit 9,6%,Trombosit
510/µL, Albumin 2,7 gr/dl, CRP 13,3 mg/L. Program kemoterapi saat ini
adalah protokol tumor willms (Stad.IV/ relaps) minggu 1: Ifosfamid 1000
mg/IV/hr (5x), Carboplatine 270 mg/IV/hr (2x),Etoposide 65 mg/IV/hr (5 x).
Masalah
keperawatan
yang
ditegakkan
pada
an.
S.A.
adalah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera
berhubungan dengan proses malignasi dan kemoterapi, risiko infeksi dan
risiko kerusakan integritas kulit. Pada tanggal 15 April 2016, muncul
masalah baru yaitu hipertermia dan pada tanggal 18 April 2016 terdapat
masalah kerusakan membran mukosa oral, nyeri akut, dan ketidakefektifan
pola napas. Intervensi yang dilakukan adalah memasang NGT
dan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
16
memberikan nutrisi 1300 kkal, pendidikan kesehatan tentang pemberian
nutrisi melalui NGT, memberikan kemoterapi sesuai protokol, memantau
pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan,
menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, perawatan mulut, perawatan
kulit dan kolaborasi pemberian krim antiinflamasi, memberikan kompres
hangat dan kolaborasi pemberian antipirektik, melakukan manajemen non
farmakologi untuk mengatasi nyeri dan pemberian terapi oksigen.
Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 8 hari (13-20 April 2016).
Data evaluasi setelah 8 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil,
terpasang NGT, terpasang nasal kanul dengan O2 2 ltr/mnt. Lingkar lengan
atas tetap (10 cm), sudah 29 jam bebas demam, integritas kulit perut baik,
mukositis tidak bertambah, tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi,
mendapat terapi MO 4x10 mg/iv/drips/ 1,9 mg/jam. Pemeriksaan
laboratorium (18/04/2016) Leukosit: 8.90/µL, neutrofil batang 0,0%,
neutrofil segmen 73,6%. Pada tanggal 25 April 2016 klien meninggal karena
gagal napas dan mutiple organ failure cc. wilms tumor.
Tabel 2.5. Evaluasi Keperawatan pada An.S.A.
Tanggal
ditegakkan
Hasil
Implementasi
Tanggal
Evaluasi
13/04/2016
4.
Risiko kerusakan integritas kulit.
13/04/2016
5.
6.
Hipertermia
kerusakan membran mukosa oral
15/04/2016
18/04/2016
Masalah teratasi
sebagian
Masalah tidak
terjadi
Masalah tidak
terjadi
Masalah tidak
terjadi
Masalah teratasi
Masalah teratasi
sebagian
20/04/2016
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Risiko cedera berhubungan dengan
proses malignan dan kemoterapi.
Risiko infeksi
7.
Nyeri akut
18/04/2016
20/04/2016
8.
ketidakefektifan pola napas.
18/04/2016
Masalah teratasi
sebagian
Masalah teratasi
sebagian
No
1.
2.
Diagnosis Keperawatan
13/04/2016
13/04/2016
18/04/2016
20/03/2016
20/03/2016
18/03/2016
20/04/2016
20/04/2016
2.2. Tinjauan Teoritis
2.2.1. Kanker Pada Anak
Kanker berawal dari pertumbuhan sel yang abnormal. Pertumbuhan sel
kanker terjadi secara cepat karena sel terus mengadakan proliferasi akibat
perubahan pada deoxyribonucleid acid (DNA) sehingga sel akan kehilangan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
17
fungsinya secara normal. Sel kanker ini dapat mengganggu (invasion)
jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan metastasis yaitu menyebar ke
bagian tubuh yang lebih jauh (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Kanker pada anak berbeda dengan kanker pada orang dewasa. Pada orang
dewasa sel kanker lebih banyak terdapat pada jaringan epithelial dan
berkembang menjadi tumor padat karsinoma. Sedangkan pada anak, sel
kanker lebih banyak berasal dari lapisan embrionik mesodermal, yaitu sel
yang akan bertumbuh menjadi otot, tulang, jaringan ikat, tulang rawan, organ
sesksual, ginjal, pembuluh darah dan limfe, darah dan organ limfoid
(Bowden & Greenberg, 2010). Pertumbuhan sel kanker pada anak lebih
cepat (relatively short period) dibandingkan dengan orang dewasa, anak
yang kelihatan sehat akan nampak sakit dalam beberapa hari atau beberapa
minggu. Pada orang dewasa, kanker merupakan hasil dari kebiasaan makan
dan gaya hidup sedangkan pada pada anak biasanya embryonic; berkembang
sejak dari masa fetus dan oncogenic (Ball, Bindler, & Cowen. 2010).
Kanker yang sering terdapat pada anak adalah leukemia akut, limfoma dan
tumor otak. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), Acute myeloblastic
leukemia (AML), tumor wilms, neuroblastoma, hepatoblastoma dan
retinoblastoma lebih sering pada bayi dan masa kanak-kanak awal. Kanker
tulang, hodgin, keganasan gonad adalah jenis kanker yang tersering didapat
pada masa remaja (Marcdante et al. 2011).
2.2.1.1. Etiologi dan Patofisiologi kanker
Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Kemungkinan penyebab yang mendasari adalah faktor genetik.
Perubahan pada DNA yang normal menjadi faktor predisposisi
berkembang menjadi kanker pada anak. Sebagian kecil dari faktor
genetik berhubungan dengan abnormalitas kromosom. Selain itu,
diduga bahwa kanker juga berkembang dari kegagalan sistem imun
membedakan sel yang normal dan tidak normal (James, Nelson, &
Ashwill, 2013; Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Terpapar dengan
lingkungan diduga dapat memicu terjadinya karsinogenesis pada
anak yang dilahirkan. Lingkungan tersebut seperti radiasi, obatUniversitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
18
obatan, virus, dan alkylating agents. Terpapar bahan ini pada orang
tua sebelum konsepsi terjadi atau pada ibu yang sedang hamil
(Bowden & Greenberg, 2010).
Sistem imun berfungsi sebagai pertahanan tubuh, dimana sel-sel
fagosit akan melindungi tubuh dengan menghancurkan sel yang
tidak normal atau sel yang bersifat kanker. Anak dengan defisiensi
sistem imun akan gagal mempertahankan tubuhnya dan beresiko
mendapat penyakit kanker. Penggunaan obat yang menekan sistem
imun pada anak dapat berkembang menjadi limfoma non hodgkin.
Anak dengan AIDS berisiko tinggi mendapat penyakit hodgkin,
limfoma non hodgin, kaposi sarcoma dan leiomyosarcoma
(Stanescu, Foarfa, Georgescu, & Georgescu, 2007).
Virus dan bahan kimia yang masuk dalam tubuh dapat merubah
system imun dan merubah gen normal yang mengatur pertumbuhan
dan
perkembangan
yang
disebut
dengan
proto-oncogenes.
Perubahan gen ini akan menyebabkan terjadi deviasi sel sehingga
menjadi sel kanker (oncogenes). Jenis kanker yang terkait dengan
perubahan proto-oncogenes menjadi oncogenes adalah leukemia dan
limfoma burkit (Ball, Bindler, & Cowen, 2010; Pillitteri, 2010).
Perubahan gen termasuk juga autosomal dominant, autosomal
recessive, dan X-linked transfer. Perubahan gen seperti ini lebih
agresif dibandingkan dengan mutasi tunggal dari satu gen dan
biasanya muncul pada awal kehidupan karena diwarisi. Jenis kanker
yang dihubungkan dengan perubahan ini adalah retinoblastoma,
tomor wilms, kanker tyroid dan kanker usus. Abnormal kromosom
yang dapat merubah gen yaitu hyperploidy, translokasi, delesi dan
kerusakan kromosom. Perubahan kromosom dihubungkan dengan
peningkatan insidens kanker (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).
2.2.1.2. Jenis Kanker
Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah, dimana sel-sel darah
putih berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali.
Keganasan ini berasal dari sum-sum tulang, sehingga fungsi sel-sel
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
19
lain dapat ikut terganggu. Leukemia yang sering ditemukan pada
anak adalah Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) dan Acute
myeloblastic leukemia (AML). 30-40% keganasan pada masa anakanak adalah leukemia akut. Di negara berkembang, 83% merupakan
ALL dan 17% adalah AML (Permono et al. 2012). Proliferasi sel
pada ALL berawal dari progenitor lymphoid cell, sedangkan AML
dari progenitor myeloid cell (Tomlinson & Kline, 2010).
Ada beberapa jenis kanker yang termasuk dalam kanker jaringan
padat (solid tumor), antara lain; ewing’s sarcoma, osteosarcoma,
tumor
hati,
neuroblastoma,
tumor
wilm’s,
retinoblastoma,
rhabdomysarsoma, dan tumor sel germinal (Tomlinson & Kline,
2010). Osteosarkoma adalah tumor utama pada tulang yang
berkembang dari sel pembentuk tulang mesenchymal. Osteosarkoma
sering ditemukan pada anak remaja karena berhubungan dengan
pertumbuhan yang cepat pada tulang di periode remaja. Lokasi
tumor ini biasanya berada pada tulang femur bagian distal, proximal
tibia dan proximal humerus (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Insiden
osteosarcoma pertahun adalah 2-3 kasus per 1 juta anak usia 15-19
tahun (Bielack, Carrie, & Jost, 2008) dan 5,6 kasus per 1 juta anak
usia dibawah 15 tahun (Caudill & Arndt, 2007).
Hepatoblastoma adalah salah satu jenis tumor pada hepar/hati dan
merupakan jenis tumor hati yang paling sering ditemui pada anak,
dengan perkiraan sekitar 65%. Hepatoblastoma merupakan tumor
besar, tunggal dan dapat merubah bentuk normal dari hati. Tumor
ini biasanya terjadi pada lobus kanan hati (Permono et al. 2012).
Hepatoblastoma merupakan embrional tumor yang muncul pada
bayi dan anak lebih muda dengan 95% kasus dibawah usia 4 tahun
dan 4% kasus didapat saat lahir (Litten & Tomlinson, 2008).
Tumor wilm’s adalah tumor embrional ginjal yang diduga berasal
dari proliferasi blastema metanefrik primitif (Marcdante et al. 2011).
Tumor dapat timbul pada satu atau kedua ginjal dan adanya kelainan
kongenital meningkatkan risiko terjadinya tumor wilm’s (Bowden &
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
20
Greenberg, 2010). Perkembangan blastema untuk membentuk
struktur ginjal terjadi pada janin usia 8-34 minggu. Sekitar 80 %
tumor willm’s muncul pada anak usia dibawah 6 tahun dengan
insiden tertinggi pada usia 2-4 tahun (Permono et al. 2012).
2.2.1.3. Manisfestasi klinis Kanker
Tanda dan gejala yang muncul pada anak kanker dapat nampak jelas
(overt sign) dan ada yang tidak spesifik (covert sign). Manifestasi
klinis yang nampak jelas yaitu; pucat, adanya massa, purpura, berat
badan berkurang, demam berulang atau demam lama, dan muntah
dipagi hari. Sedangkan yang tidak spesifik antara lain; sakit kepala,
nyeri tulang, lymphadenopathy, kelelahan, kelemahan, perubahan
gaya berjalan, perubahan kepribadian dan perubahan keseimbangan
(James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Ball, Bindler, dan Cowen (2010) mejelaskan bahwa umumnya tanda
dan gejala pada anak kanker adalah sebagai berikut;
1) Nyeri; dihasilkan dari efek langsung maupun tidak langsung dari
neoplasma terhadap reseptor saraf, seperti adanya obstruksi,
peregangan atau kerusakan jaringan dan inflamasi.
2) Anemia; akan timbul saat kekurangan zat besi dan adanya
perdarahan kronik. Supresi pada sumsum tulang menyebabkan
pembentukan sel darah merah menjadi berkurang.
3) Kaheksia; adalah sekumpulan gejala dengan karakteristik
anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan, cepat kenyang.
4) Memar/ekimosis; timbul karena jumlah produksi trombosit yang
kurang dalam sum-sum tulang dan akan terjadi perdarahan jika
ada trauma fisik.
5) Infeksi; terjadi ketika adanya penurunan atau imatur dari system
imun karena dihambat maturasinya dalam sum-sum tulang oleh
sel kanker. Kemungkinan infeksi akan muncul pada anak yang
mendapat pengobatan kortikosteroid.
6) Gejala neurological; akan timbul bila sel kanker sudah mengenai
otak atau system saraf, seperti peningkatan tekanan intrakranial,
mata yang tidak normal dan penurunan kesadaran.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
21
7) Teraba ada massa; pada abdominal, mediastinal, pada leher atau
bagian tubuh lainnya.
2.2.1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dan temuan yang dapat muncul pada anak
kanker menurut Bowden dan Greenberg (2010) adalah;
1) Pemeriksaan darah lengkap; peningkatan leukosit, penurunan
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit dan netrofil.
2) Kimia darah; peningkatan kalium,kalsium, magnesium, fosfor,
urea nitrogen darah (pada awal kemoterapi atau sindrom lisis
tumor), tingginya asam urat dan kreatinin dihubungkan dengan
kegagalan ginjal.
3) Urinalisis; infeksi saluran perkemihan, penurunan fungsi ginjal
4) Tumor markers; Alpha-fetoprotein dapat meningkat (pada
hepatoblastoma, tumor sel germinal)
5) Immunophenotyping; menemukan dan membedakan tipe sel
leukemia
6) Pungsi lumbal; menegakkan diagnosa (adanya sel blast) dan
stadium kanker.
7) Bone marrow aspiration; adanya sel blast. Lebih dari 25%
ditemukan pada ALL (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).
8) Radiologi; ditemukan adanya massa yang abnormal pada dinding
dada, paru-paru dan mediastinum.
9) Computerized tomography scanner (CT scan), scan tulang dan
positron emission tomography (PET) ; adanya abnormal massa,
lesi dan pembesaran organ karena adanya tumor atau metastase.
CT scan kepala sebaiknya dilakukan pada anak dengan sakit
kepala persisten, muntah atau adanya gangguan neurologik
(Marcdante et al. 2011).
10) Ultrasound; adanya massa yang abnormal dan pembesaran node
limpha atau pembesaran organ.
11) Biopsi; adanya sel abnormal pada spesimen jaringan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
22
2.2.1.5. Penatalaksanaan Kanker
Terapi modalitas utama pada anak kanker adalah pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi. Selain itu terapi lain yang dapat
digunakan
adalah
biologic
response
modifier
(BRM)
dan
transplantasi stem sel (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Menurut
Bowden dan Greenberg (2010) terapi kanker ditentukan dari tipe
kanker, lokasi tumor dan metastasisnya. Terapi ini dapat dilakukan
secara tunggal atau dikombinasi. Tujuan penatalaksanaan kanker
adalah untuk kuratif, suportif dan atau end of life care. Tindakan
kuratif yaitu pengobatan untuk membunuh pertumbuhan sel kanker.
Tindakan suportif antara lain manajemen nyeri, pemberian transfusi
dan antibiotik, serta tindakan lain untuk pertahanan tubuh dan
kenyamanan. Sedangkan end of life care dilakukan untuk membuat
anak menjadi lebih nyaman (comfort) tanpa adanya tindakan kuratif
(Ball, Bindler & Cowen, 2010).
Pembedahan pada anak kanker bertujuan untuk mengangkat atau
membuang semua penyakit kanker (tumor) yang terlihat, agar fungsi
normal tubuh tetap terpelihara. Prognosis baik pada penyakit kanker
berhubungan dengan pendeteksian dini dan membuang massa tumor
tersebut (Bowden & Greenberg, 2010). Selain membuang seluruh
tumor, pembedahan dilakukan juga untuk mengurangi ukuran massa
tumor, jika pengangkatan seluruh tumor tidak memungkinkan.
Teknik ini disebut dengan debulk (Tomlinson & Kline, 2010).
Pembedahan juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa.
Untuk tujuan ini anak dilakukan biopsi dengan mengambil contoh
(sampel) jaringan untuk diperiksa. Tindakan pembedahan pada anak
kanker temasuk melakukan insersi central venous catheters (CVC)
untuk pemberian kemoterapi, nutrisi parentral, antibiotik atau untuk
mendapatkan spesimen darah (Sean et al. 2010).
Radioterapi adalah terapi dengan menggunakan proses penghantaran
radiasi pengion untuk membunuh sel-sel kanker secara langsung.
Pada umumnya radioterapi menggunakan partikel foton, namun
partikel lain dapat juga digunakan seperti elektron, neutron dan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
23
proton. Radioterapi hanya diberikan pada tumor yang bersifat
radiosensitif (Marcdante et al. 2011). Radiasi merupakan senyawa
bersifat toksik yang dapat merusak sintesis dari asam nukleid
sehingga DNA dari sel yang diradiasi tidak dapat bereplikasi. Efek
samping dari radioterapi adalah rusaknya sel normal pada membran
mukosa, folikel rambut dan sum-sum tulang (Bowden & Greenberg,
2010). Diperkirakan 20% anak kanker memerlukan radioterapi
(Tomlinson & Kline, 2010).
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat/bahan yang
bersifat toksik terhadap sel, sehingga tidak terjadi pembelahan sel
kanker dan menyebaran sel kanker dapat dicegah. Pada umumnya
agen kemoterapi membunuh sel kanker pada siklus fase sel aktif
membelah dengan merusak DNA atau RNA sel (Tomlinson &
Kline, 2010). Ada 4 fase dalam siklus sel dimana sel aktif
membelah, yaitu fase gap pertama (G1), sintesis (S), gap kedua (G2)
dan mitosis (M). Sel kanker tidak dapat memperbaiki kerusakan
pada DNA karena kemoterapi, sedangkan sel normal mampu
memperbaiki dirinya. Pada siklus normal setelah fase mitosis,sel
akan membelah menghasilkan 2 sel, namun hal ini tidak terjadi pada
sel kanker yang dikemoterapi (Bowden & Greenberg, 2010;
Tomlinson & Kline, 2010).
Banyaknya sel kanker yang rusak tergantung dari proporsional dosis
dan kombinasi obat yang diberikan. Kombinasi obat terdiri dari
beberapa jenis obat, yang bekerja pada beda fase pembelahan sel.
Kombinasi obat juga bertujuan untuk mencegah resisten obat. Dosis
obat yang diberikan sesuai dengan luas permukaan tubuh/body
surface area (Bowden & Greenberg, 2010). Kemoterapi dapat
diberikan melalui jalur oral, subkutan, intramuscular, intravena dan
intratekal. Pemberian kemoterapi pada anak dapat berlangsung
berapa bulan sampai tahunan (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Adapun jenis agen kemoterapi yaitu antimetabolit, agen alkilasi,
antibiotik, alkaloid vinca, enzim dan hormon (Kline, 2008; Potts, &
Mandleco, 2011).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
24
Pemberian kemoterapi menggunakan panduan pengobatan yang
disebut dengan protokol. Pengobatan dalam protokol disesuaikan
dengan jenis kanker, stadium, lokasi dan tipe dari sel kanker (Ball,
Bindler & Cowen, 2010). Hampir seluruh kasus tumor padat (solid
tumor) menggunakan kemoterapi sebagai pengobatan karena
memiliki risiko mikrometatastik, kecuali neuroblastoma dan tumor
SSP stadium rendah. Kemoterapi dapat diberikan pada saat tumor
primer masih ada, yang disebut dengan kemoterapi neoadjuvan dan
dapat diberikan setelah pembedahan pengangkatan tumor primer
atau kemoterapi adjuvant (Marcdante et al. 2011).
Kemoterapi adalah pengobatan secara sistemik untuk membunuh sel
yang cepat mereplikasi seperti sel kanker. Namun kemoterapi tidak
dapat membedakan sel kanker dan sel normal lain dalam tubuh yang
cepat
bereplikasi
seperti
sel
pada
sistem
hematopoetik,
gastrointestinal dan sistem integumen. Sel-sel pada sistem ini dapat
ikut terprovokasi sehingga menjadi rusak dan mati (Ball, Bindler &
Cowen, 2010; James, Nelson, & Ashwill, 2013). efek samping yang
ditimbulkan dari pemberian kemoterapi adalah anemia, neutropenia
dan trombositopenia karena supresi pada sum-sum tulang. Mual
muntah, anoreksia, mukositis pada mulut dan perianal, diare dan
konstipasi adalah efek samping pada gastrointestinal. Sedangkan
pada sistem integumen terjadi alopesia, perubahan warna kulit dan
kuku (Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline, 2010;
James, Nelson, & Ashwill, 2013).
2.2.2. Nutrisi pada Anak Kanker
Makanan yang bermanfaat bagi kesehatan diartikan sebagai nutrisi. Makanan
mengandung elemen-elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh yang
disebut dengan nutrient. Ada 2 jenis kategori nutrient berdasarkan
kuantitasnya, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Nutrien yang diperlukan
dalam jumlah yang banyak (gram/hari) disebut makronutrien, seperti
karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan vitamin dan mineral termasuk
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
25
mikronutrien karena diperlukan dalam jumlah sedikit (Sjarif, Lestari,
Mexitalia, & Nasar, 2014).
Menurut Potter dan Perry (2006), nutrisi diperlukan sebagai energi untuk
fungsi organ dan pergerakkan tubuh, mempertahankan stabilitas suhu tubuh,
pertumbuhan dan perbaikan sel. Anak yang dirawat dirumah sakit
memerlukan makanan berkualitas dalam arti cukup energi (karbohidrat,
lemak) dan protein serta tambahan zat gizi lainnya jika diperlukan. Berbagai
faktor dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisi antara lain umur, jenis
kelamin, status gizi, keadaan klinis dan penyakit yang diderita seperti
penyakit kanker (WHO, 2009).
Nutrisi yang adekuat pada anak kanker memegang peranan penting dalam
hasil pengukuran klinis, seperti respon pengobatan dan kualitas hidup.
Namun pada kenyataannya nutrisi pada anak kanker masih kurang
diperhatikan. Ditemukan 5-50% anak kanker dalam keadaan kekurangan gizi
pada saat didiagnosa dan pada saat pemberian terapi, angka malnutrisi ini
dapat meningkat menjadi 40-80%. Anak kanker rentan menjadi malnutrisi
karena meningkatnya kebutuhan berhubungan dengan penyakit, pengobatan
dan tumbuh kembangnya (Niuwouldt, 2011). Dilain sisi, pemberian
pengobatan kanker seperti kortikosteroid dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan (Withycombe et al. 2015). Untuk itu kebutuhan
nutrisi pada anak kanker, baik dengan status gizi normal, kurang atau buruk
dan lebih atau obesitas pada prinsipnya bertujuan agar berat badan menjadi
ideal (Sjarif et al. 2014).
2.2.2.1. Status Gizi
Mengkaji nutrisi pada anak meliputi 4 aspek, yaitu; riwayat nutrisi,
pemeriksaan klinis, antropometri dan data biokimia (Schoeman,
2015).
1) Riwayat nutrisi meliputi data tentang frekuensi dan banyaknya
makanan yang dikonsumsi sebelum dirawat dan saat dirawat.
Selain itu data yang perlu dikaji adalah diet saat ini, obat-obatan
dan suplemen yang dikonsumsi (Nasar et al. 2015).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
26
2) Pemeriksaan klinis adalah riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik yang berhubungan dengan masalah nutrisi, termasuk data
sosial budaya dan lingkungan. Menurut Nasar et al. (2015), data
dari pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan nutrisi antara
lain; asites, menurunnya massa otot, lemak tubuh. Selain itu
anak tampak lemah, menurun kekuatan otot dan edema
(Tomlinson & Kline, 2010).
3) Antropometrik merupakan pengukuran susunan tubuh atau
dimensi tubuh yaitu dimensi tulang, jaringan lemak dan otot
Pengukuran antropometrik meliputi berat badan, tinggi/panjang
badan, lingkar kengan atas (Sjarif et al. 2014). Komponen
antropometrik lainnya adalah indeks masa tubuh (IMT) dan
berat badan per tinggi badan (Tomlinson & Kline, 2010).
4) Data biokimia adalah data hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan fungsi organ yang berhubungan dengan nutrisi.
Data laboratoriun pemeriksaan darah antara lain serum elektrolit,
glukosa darah, blood urea nitrogen (BUN), albumin, protein
total, termasuk pemeriksaan status hidrasi, urine dan faeses
(Tomlinson & Kline, 2010).
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995 tahun 2010,
penilaian status gizi anak mengacu pada standar pertumbuhan anak
WHO 2005 dengan menggunakan parameter antropometri. Indeks
antropometri yang digunakan untuk menentukan status gizi adalah
berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan
menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB), dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Kategori
status gizi anak terdapat pada tabel berikut ini:
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
27
Tabel 2.6. Kategori Status Gizi Anak
Indeks
Berat Badan menurut Umur
(BB/U)
Umur 0-60 Bulan
Panjang Badan atau Tinggi
Badan menurut Umur
(PB/U atau TB/U)
Umur 0-60 Bulan
Berat Badan menurut Panjang
Badan atau Tinggi Badan
(BB/PB atau BB/TB)
Umur 0-60 Bulan
Indeks Masa Tubuh
menurut Umur
(IMT/U)
Umur 0-60 Bulan
Indeks Masa Tubuh
menurut Umur
(IMT/U)
Umur 5-18 Tahun
Kategori Status
Gizi
Ambang Batas
(Z-Score)
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
< -3 SD
-3 SD sampai < -2 SD
-2 SD sampai 2 SD
> 2 SD
< -3 SD
-3 SD sampai < -2 SD
-2 SD sampai 2 SD
> 2 SD
< -3 SD
-3 SD sampai < -2 SD
-2 SD sampai 2 SD
> 2 SD
< -3 SD
-3 SD sampai < -2 SD
-2 SD sampai 2 SD
> 2 SD
< -3 SD
-3 SD sampai < -2 SD
-2 SD sampai 1 SD
> 1 SD sampai 2 SD
> 2 SD
Sumber: Kepmenkes RI No 1995 tahun 2010
Grafik pertumbuhan (Growth Chart) anak dapat digunakan untuk
menentukan status gizi. Pada anak baru lahir sampai 5 tahun
menggunakan grafik pertumbuhan WHO 2006 dan lebih dari 5
tahun sampai 18 tahun menggunakan grafik pertumbuhan Centre for
Disease Control (CDC). Menentukan status gizi lebih akurat
mengunakan indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau
Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB). Menurut Waterlow (1972)
dalam Sjarif et al. (2014), status gizi dapat juga ditentukan dengan
menghitung persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal
dengan kategori sebagai berikut: Obesitas (>120%), Gizi lebih
(>110-120%), Gizi cukup (110-90%), Gizi kurang (70-90%) dan
Gizi buruk (<70%). Pada anak dengan kondisi tertentu seperti
overhidrasi, edema, organomegali, penentuan status gizi dapat
mengunakan standar baku Wolanski yaitu menghitung persentase
Lingkar lengan atas aktual terhadap Lingkar lengan atas ideal
dengan kategori sebagai berikut: Gizi baik (85-100%), Gizi kurang
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
28
(70-<85%), dan <70% adalah Gizi buruk (Abad-Jorge, Morris,
Perks, & Roman, 2011).
2.2.2.2. Kebutuhan Nutrisi pada Anak Kanker
Karbohidrat termasuk salah satu sumber energi yang dibutuhkan
anak dari berbagai makanan. Jumlah energi yang dihasilkan dari 1
gram karbohidrat adalah 4 kkal. Protein dibutuhkan secara biologis
protein atau asam amino minimal untuk mempertahankan kebutuhan
fungsional tubuh. Protein dibutuhkan pada anak sebagai zat
pembangun. Salah satu sumber energi terbesar adalah lemak dan
dalam penyerapan vitamin A,D,E,K dibutuhkan lemak. Jumlah
energi yang dihasilkan dari 1 gram lemak adalah 9 kkal (Nasar et al.
2015).
Kebutuhan energi berbeda pada setiap anak karena bersifat
individual. Namun perhitungan menggunakan RDA (Recommended
daily allowances) merupakan salah satu metode yang dianggap
cukup memadai dalam pemberian nutrisi pada pasien anak secara
umum (Sjarif et al. 2014). Rumusan yang digunakan untuk
perhitungan kebutuhan energi adalah :
Berat badan (BB) ideal x RDA (sesuai usia tinggi/height-age)
Tabel 2.7. RDA pada Bayi dan Anak
Umur (Tahun)
0,0-0,5
0,5-1,0
1-3
4-6
7-10
Laki-laki
11-14
Perempuan
Laki-laki
15-18
Perempuan
Sumber: Sjarif et al. (2014).
Kalori
(kkal/kg)
Protein
(g/kg)
Cairan
(ml/kg)
108
98
102
90
70
55
47
45
40
2,2
1,5
1,23
1,2
1,0
1,0
1,0
0,8
0,8
140-160
125-145
115-125
90-110
70-85
70-85
70-85
50-60
50-60
Menurut Tomlinson dan Kline (2010) pada kondisi akut anak
kanker, perkiraan kebutuhan nutrisi sehari-hari dapat menggunakan
metode REE (Resting energi expenditure) yaitu jumlah energi yang
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
29
dibutuhkan
dalam
keadaan
istirahat
untuk
mepertahankan
hemostatik normal. Perhitungan perkiraan kebutuhan energi
menggunakan metode ini adalah dengan mengalikan hasil REE
dengan nilai faktor stres dan atau faktor aktivitas.
Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Energi Menggunakan REE
Tahap 1 (Perhitungan REE)
Tahap 2 (perkalian dengan faktor
stres/faktor aktivitas)
Usia (Tahun)
REE
(W=BB dalam kg) Kondisi anak :
 Bedrest, gizi baik dengan stres ringanLaki-laki
60,9xW-54
sedang = REE x 1,3
1-3
 Sangat aktif dengan stres ringan-sedang =
Perempuan
61xW-51
REE x 1,5
Laki-laki
22,7xW÷495
 Tidak aktif dengan stres berat (kanker,
3-10
sepsis, trauma, pembedahan) = REE x 1,5
Perempuan 22,5xW÷499
 Sedikit aktivitas dan membutuhkan energi
Laki-laki 17,5xW÷651
tumbuh kejar = REE x 1,5
10-18

Aktif dan membutuhkan energi tumbuh
Perempuan 12,2xW÷746
kejar = REE x 1,7
Laki-laki 15,3xW÷679
 Aktif dengan stres berat = REE x 1,7
18-30
Perempuan 14,7xW÷496
Sumber: WHO (1985) dalam Tomlinson & Kline (2010)
Kebutuhan akan protein pada anak kanker yang sementara terapi
kortikosteroid, kemoterapi dan radiasi, dapat meningkat sekitar 1,52,5 g/kg berat badan atau dua kali RDA (Tomlinson & Kline, 2010).
Kebutuhan akan lemak sekitar 25-30% dari total energi, dan pada
anak kanker sangat dianjurkan akan kecukupan vitamin dan mineral
untuk pemulihan setelah pembedahan dan sebagai antioksidan
(Nasar et al. 2015). Dari beberapa penelitian yang ditemukan
melaporkan bahwa kebutuhan akan energi pada anak kanker dapat
meningkat sekitar 20-90% (Bechard et al. 2006 dalam Tomlinson &
Kline, 2010).
2.2.2.3. Efek Kanker terhadap Asupan Nutrisi Anak
Pemenuhan nutrisi yang adekuat pada anak kenker dapat menjadi
tantangan dalam perawatan. Pada umumnya anak dengan kanker
menunjukkan penurunan asupan nutrisi dan kerusakan penggunaan
nutrient saat pengobatan yang dapat meningkatkan kejadian
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
30
malnutrisi. Kurangnya masukan nutrisi merupakan akibat dari
proses penyakit kanker dan atau karena efek samping pengobatan.
Pada awal terdiagnosa kanker, seorang anak dapat mengalami
penurunan berat badan sekitar ≥ 5%. Masalah nutrisi akan semakin
bertambah jika kehilangan berat badan tersebut disertai dengan
penurunan asupan nutrisi <70% minimal 5 hari, BB/TB atau BMI
<presentil 10 dan saluran cerna mengalami disfungsi lebih dari 5
hari (Tomlinson & Kline, 2010). Kekurangan nutrisi ditemukan
sekitar 0-50% sesuai dengan jenis kanker yang ada pada anak
tersebut (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).
Berbagai faktor dapat menyebabkan anak kanker kekurangan nutrisi,
antara lain perubahan metabolisme berhubungan dengan tingginya
kebutuhan protein yang menyebabkan hilangnya protein tubuh
untuk menghasilkan energi. Faktor lain adalah masalah pada
gastrointestinal karena tumor, nyeri dan stres, hormonal serta
inflamasi (Schoeman, 2015). Tumor pada gastrointestinal yang
dapat menyebabkan obstruksi antara lain tumor lidah, faring dan
esophagus. Adanya obstruksi ini mengakibatkan intake nutrisi
menjadi tidak adekuat.
Menurut Yarbro, Wujcik, dan Gobel,
(2011), kelelahan, situasi rumah sakit seperti isolasi dan menu
makanan rumah sakit secara psikologis dapat menurunkan selera
makan anak. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi berkembang
menjadi malnutrisi pada anak kanker.
Malnutrisi adalah suatu kondisi yang terjadi dimana tubuh tidak
mendapat jumlah yang cukup dari vitamin, mineral dan zat nutrient
lainnya untuk mempertahankan fungsi organ dan jaringan yang
sehat. Defenisi lain dari malnutrisi berfokus pada keseimbangan
energi dan protein yang berupa variasi dari dua tingkatan yaitu
undernitrition dan overnutrition (Niuwouldt, 2011). Malnutrisi
sering dijumpai pada anak dengan kanker jaringan padat (solid
tumor). Masalah yang bisa ditimbulkan karena malnutrisi pada anak
kanker adalah menurunnya toleransi terhadap terapi, risiko
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
31
terjadinya relaps, menurunnya toleransi asupan protein dan kalori
dan risiko infeksi (Selwood, Ward, & Gibson, 2010).
Kaheksia merupakan malnutrisi berat yang dapat terjadi pada anak
kanker karena proses keganasan tumor dan akibat efek samping dari
pengobatan. Penurunan berat badan dan kurang selera makan
merupakan gejala khas dari anak kanker dengan kaheksia atau
disebut dengan Cancer anorexia cachexia syndrome dan Cancer
cachexia syndrome. Menurut Fearon, et al. (2011) kaheksia pada
anak kanker merupakan sindrom multifaktorial yang tidak dapat
sepenuhnya dikoreksi dengan dukungan nutrisi biasa/konvensional
dan dapat menyebabkan kerusakan fungsi tubuh secara progresif.
Kaheksia ditandai dengan hilangnya massa otot skeletal (dengan
atau tanpa kehilangan massa lemak). Karakteristik patofisiologinya
karena kekurangan protein dan energi akibat dari asupan makanan
yang kurang dan metabolisme yang tidak normal.
Ada beberapa mekanisme yang berkontribusi terjadinya kaheksia
pada anak kanker yaitu; pelepasan cytokines oleh tumor, imun dan
stromal sel merubah transmisi sistem saraf dan berefek pada
penurunan nafsu makan anak. TNF-α (tumor necrosis factor-α) dan
IL-1 (Interleukin-1) dapat meningkatkan corticotrophin-releasing
peptide yaitu transmitter sel saraf yang menekan intake makanan.
IL-a (Interleukin-a) akan menghambat (blocking) stimulasi makan
dengan neuropeptide Y sehingga terjadi perubahan signal rasa cepat
kenyang. Terjadi proses katabolisme protein terhadap penyimpanan
cadangan protein tubuh pada sel otot. Bertambahnya kecepatan
lipolysis karena keterlibatan cytokine pada lipoprotein lipase. Tidak
toleransinya glukosa terjadi karena adanya resisten insulin
(Schoeman, 2015).
Selain karena proses malignasi pada penyakit kanker, pemberian
terapi seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi dapat
menyebabkan
pencernaan
terjadi
seperti
malnutrisi.
Pembedahan
laryngectomy,
pada
sistem
pharyngolaryngectomy,
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
32
esophagectomy, gastrectomy, duodenectomy akan mempengaruhi
masukan nutrisi karena efek pembedahan pada kemampuan
menelan, motilitas usus dan malabsorbsi. Penurunan berat badan dan
malnutrisi terjadi pada 90% penderita kanker yang mendapat
radioterapi pada bagian kepala, leher, thorax, abdomen dan pelvic.
Radioterapi
pada
bagian
kepala,
leher
dan
thorax
dapat
menyebabkan malnutrisi karena xerostomia, mukositis, nyeri dan
hypophagia. Radioterapi pada bagian abdomen dapat menyebabkan
malabsorbsi. 50% penderita kanker yang mendapat radioterapi pada
abdomen bagian atas akan mengalami muntah. Mekanisme
terjadinya muntah karena radioterapi berhubungan dengan pelepasan
serotonin oleh sel enterochromaffin pada gastrointestinal (Nicolini
et al. 2013).
Pemberian kemoterapi pada anak dapat menimbulkan efek samping
yang beresiko terjadinya malnutrisi karena menurunnya intake
nutrisi. Efek samping yang ditimbulkan kemoterapi antara lain
adalah
mual
muntah
(Chemotherapy
induced
nausea
and
vomiting/CINV) akibat adanya stimulus pada sistem saraf pusat.
Mual diatur oleh sistem saraf otonom dan muntah diatur pada pusat
muntah yaitu di medulla oblongata. Pusat mual muntah ini
menerima input aferen/stimulus dari lima sumber, salah satunya
adalah chemoreseptor trigger zone. Stimulus ini terjadi karena
aktivasi reseptor oleh serotonin (5-HT) yang dilepaskan oleh sel
enterochromaffin (Rodgers, et al. 2012). Mual muntah dapat terjadi
secara akut, yaitu beberapa menit sampai beberapa jam setelah
pemberian kemoterapi, atau terjadi delayed; 24 jam sampai 7 hari
setelah pemberian kemoterapi. Agen kemoterapi yang sering
menimbulkan
mual
muntah
adalah
cysplatin,
carboplatin,
doxorubicin, cyclophosphamide, oxaliplatin dan antiblastik lainnya
(Nicolini et al. 2013). Menurut Rodgers et al. (2012) mual muntah
dapat berefek secara fisik dan psikologis. Selain dapat menyebabkan
kekurangan nutrisi dan penurunan berat badan, efek lain adalah
dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit tubuh, cemas dan stres.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
33
Pemberian kemoterapi beresiko merusak jaringan mukosa pada
saluran pencernaan yang dapat berkembang menjadi mukositis yaitu
inflamasi pada mukosa. Mukositis dapat terjadi pada sepanjang
saluran pencernaan, seperti stomatitis, esophagitis, gastritis,
enteritis,
colitis
dan
proctitis.
Sonis
(2007),
menjelaskan
patofisiologi mukositis terdiri dari 5 fase, sebagai berikut:
1) Fase initiation yaitu fase pembentukan ROS (Reactive oxygen
species) yang merusak membran sel dan jaringan ikat.
2) Fase Up regulation dan massage generation adalah fase
kerusakan mukosa yang disebabkan oleh kematian sel. Pada fase
ini tejadi aktivasi dari proinflamatory cytokines.
3) Fase Signaling dan amplification merupakan fase perluasan
kerusakan mukosa karena keterlibatan cytokines.
4) Fase Ulceration yaitu fase kerusakan integritas jaringan mukosa
sehingga terjadi lesi, yang merupakan tempat masuknya bakteri.
5) Fase Healing adalah fase pemulihan, terjadi setelah ada
pembentukan sel epitel mukosa baru sekitar hari ke 14 setelah
kemoterapi.
Agen kemoterapi yang berhubungan dengan mukositis antara lain
cisplatin, etoposide, cyclophosphamide, 5-fluorouracil. Manifestasi
yang terjadi pada mukositis yaitu; adanya ulserasi mukosa, nyeri dan
perdarahan (Nicolini et al. 2013). Adanya kondisi ini dapat
menyebabkan intake nutrisi yang buruk karena ketidaknyamanan
saat makan, kesulitan menelan, dan anoreksia Anoreksia diperburuk
dengan perubahan dan kerusakan sensori penciuman dan rasa karena
efek dari agen kemoterapi (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Diare adalah peningkatan jumlah dan frekuensi BAB disertai dengan
perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Diare pada anak kanker
dapat disebabkan karena efek kemoterapi, perubahan diet, inflamasi
pada usus besar dan iskemia pada usus. Agen kemoterapi yang dapat
menginduksi diare antara lain fluorouracil (5-FU) dan irinotecan
(CPT-11). Insiden diare pada anak kanker yang mendapat kedua
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
34
agen kemoterapi ini adalah 80%. Diare pada anak kanker merupakan
predisposisi
terjadinya
gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit, dehidrasi, gagal ginjal dan gangguan integritas kulit.
Selain itu diare dapat menyebabkan kekurangan nutrisi karena
masalah absorbsi pada usus (Tomlinson & Kline, 2010).
Menurunnya aktivitas, kurangnya masukan nutrisi dan nyeri dapat
berkontribusi terjadinya konstipasi pada anak (James, Nelson, &
Ashwill, 2013). Penyebab konstipasi yang paling sering pada anak
kanker adalah pemberian terapi opioids analgesic dan vinca
alcaloids (seperti vincristine dan vinblastine). Kedua terapi ini dapat
menurunkan motilitas otot pada usus. Diperkirakan 50-95% anak
yang diberi terapi opioids analgesic mengalami konstipasi,
sedangkan pada pemberian vinca alcaloids diperkirakan 30%
(Woolery et al. 2006). Konstipasi dapat meningkatkan efek mual
muntah, nyeri pada perut, anoreksia dan penundaan pemberian
kemoterapi (Tomlinson & Kline, 2010).
Selain malnutrisi dan kaheksi, obesitas juga ditemukan pada anak
kanker. Anak kanker dikategorikan obesitas jika Body mass index
(BMI) ≥ 95 persentil (Tomlinson & Kline, 2010). Obesitas
merupakan penumpukkan lemak tubuh yang berlebihan, yang
ditandai dengan BB/TB > 120% (Nasar et al. 2015). Jenis kanker
yang berisiko sering terjadinya kegemukan saat kemoterapi antara
lain ALL. Menurut penelitian Withycombe et al. (2009) peningkatan
berat badan sebesar 50% pada anak ALL dapat terjadi pada akhir
fase konsolidasi dan pada akhir program kemoterapi dapat terjadi
obesitas sebesar 23%. Penelitian lain dari Chow et al. (2007), selain
21,2% obesitas, ditemukan juga 17% overweight anak ALL pada
akhir program kemoterapi.
Risiko obesitas pada ALL sering dihubungkan dengan pemberian
terapi kortikosteroid seperti prednison dan dexametason dengan
dosis yang tinggi dan lama (Tomlinson & Kline, 2010; Schoeman,
2015). Anak kanker yang mendapat kortikosteroid menunjukkan
adanya peningkatan nafsu makan dan mengkonsumsi makanan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
35
berlemak
mengandung
tinggi
garam
dapat
meningkatkan
penimbunan lemak pada jaringan adiposa (Schoeman, 2015). Selain
itu, defisiensi growth hormon dapat terjadi karena gangguan
metabolik akibat glukortikoid. Kurangnya hormon ini berkontribusi
terjadinya obesitas. Pada anak dengan ALL penimbunan lemak lebih
mudah terjadi dari pada anak sehat namun sampai saat ini etiologi
obesitas pada ALL belum sepenuhnya dipahami dengan jelas.
Kurangnya aktivitas fisik pada anak juga akan menambah risiko
obesitas (Lughetti et al. 2012).
Obesitas dapat membahayakan kondisi kesehatan. Anak kanker
dengan obesitas berisiko mendapat gangguan metabolik seperti
penyakit diabetes, penyakit kardiovasikuler, hypertensi, dan
penyakit kanker lain (kanker sekunder). Secara psikologis obesitas
dapat membuat anak menjadi rendah diri dan depresi. Obesitas pada
anak kanker dapat menurunkan kualitas hidup (Withycombe et al.
2015). Penelitian Butturini et al. (2007), melaporkan bahwa obesitas
berhubungan dengan meningkatnya kejadian relaps pada anak ALL
usia ≥ 10 tahun.
2.2.2.4. Penatalaksanaan Nutrisi pada Anak Kanker
Penatalaksanaan nutrisi pada anak kanker dilakukan segera mungkin
untuk mencegah risiko terjadinya masalah nutrisi seperti malnurisi,
kaheksia dan masalah lainnya akibat gizi buruk atau obesitas.
Pendekatan multidisiplin sebagai tim merupakan metode yang baik
untuk memberikan dukungan nutrisi yang efektif pada anak kanker.
Anggota tim ini termasuk dokter, perawat, dan dietisien (Selwood,
Ward, & Gibson, 2010). Dukungan nutrisi diberikan berdasarkan
hasil pengkajian status nutrisi pada anak yang meliputi riwayat
nutrisi, pemeriksaan klinis, antropometrik dan data biokimia.
(Tomlinson & Kline, 2010). Selain itu, menurut Robinson et al.
(2012 data yang perlu dikaji berhubungan dengan nutrisi adalah
informasi pengobatan, riwayat pengobatan, gejala yang dikeluhkan
secara subjektif, masukan oral, profil keluarga termasuk sumber
daya yang tersedia.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
36
Masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada anak kanker
berdasarkan hasil pengkajian nutrisi dapat berupa masalah aktual
maupun risiko. Masalah aktual antara lain ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, berat badan berlebih dan obesitas
(NANDA/North american nursing diagnosis association, 2015).
Sedangkan masalah risiko yaitu risiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Adapun tujuan penatalaksaan nutrisi
pada anak kanker adalah mendukung dan mempertahankan
pertumbuhan yang normal, mengembalikan status nutrisi normal
dari kondisi malnutrisi, mencegah terjadinya malnutrisi, mendukung
prilaku makan yang normal dan meningkatkan kualitas hidup
(Niuwouldt, 2011).
Intervensi masalah nutrisi yang dilakukan pada anak kanker pada
prinsipnya adalah konseling nutrisi, menstimulasi selera makan,
pemberian nutrisi melalui oral, enteral dan parentral (Montgomery
et al. 2013). Secara alamiah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak
kanker dilakukan melalui mulut (oral). Tehnik ini dianggap paling
ideal dan lebih disukai (Bowden & Greenberg, 2010; Sjarif et al.
2014). Intervensi yang dapat dilakukan antara lain kolaborasi obat
antiemetik pada pemberian kemoterapi berisiko mual muntah,
memberikan makanan sesuai kebutuhan dengan porsi sedikit tapi
sering, mengkaji tiap 24 jam masukan nutrisi, mengevaluasi berat
badan dan tinggi badan secara rutin, lakukan perawatan mulut,
tingkatkan asupan serat dan cairan (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).
Edukasi tentang nutrisi yang adekuat perlu diberikan pada anak dan
orang tua, termasuk informasi tentang makanan yang aman serta
efek terapi terhadap nutrisi (Nasar et al.2015).
Penanganan
pada
gizi
buruk
mengacu
pada
pedoman
penatalaksanaan gizi buruk menurut WHO 1999, sebagai berikut;
pengobatan/pencegahan
hipoglikemia,
hipotermia,
dehidrasi,
koreksi defisiensi zat gizi dan gangguan keseimbangan elektrolit,
pengobatan dan pencegahan infeksi, pemberian makanan awal
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
37
(stabilisasi) dan tumbuh kejar (rehabilitasi), stimulasi sensoris dan
dukungan emosional serta persiapan tindak lanjut di rumah.
Sedangkan penanganan pada obesitas mengacu pada 3 prinsip,
yaitu; penatalaksanaan diet, modifikasi perilaku makan dan
peningkatan aktivitas. Penatalaksanaan diet pada anak tetap
memperhatikan pada faktor tumbuh kembang anak. Pada anak usia
0-3 tahun, tidak perlu dilakukan pengurangan kalori, namun cukup
dengan mempertahankan BB atau mengurangi BB yang berlebihan.
Anak usia 4-6 tahun nutrisi diberikan sesuai dengan perhitungan
kebutuhan energi dan melakukan pola makan yang benar. Pada anak
usia 7-19 tahun dilakukan pengurangan asupan secara bertahap dan
target pengurangan BB cukup sampai pada 20% diatas BB ideal
(Nasar et al.2015).
Pada anak yang tidak dapat dipenuhi kebutuhan nutrisi melalui oral
maka perlu dipikirkan pemberian nutrisi enteral (NE) menggunakan
feeding tube seperti Nasogastric tube (Tomlinson & Kline, 2010).
Asupan nutrisi peroral < 70% pada anak kanker perlu dilakukan
pemasangan NGT untuk pemberian nutrisi enteral (Schoeman,
2015). Pemberian nutrisi enteral diberikan pada anak dengan fungsi
gastrointestinal yang masih normal (Sjarif et al. 2014). Namun pada
anak kanker dengan neutropenia memiliki risiko perdarahan karena
insersi NGT. Anak yang tidak mendapat nutrisi adekuat melalui
jalur enteral karena tidak berfungsinya saluran gastrointestinal,
makanan tidak dapat masuk ke dalam saluran gastrointestinal dan
tidak toleran tubuh terhadap nutrisi enteral maka dilakukan
pemberian nutrisi melalui jalur parentral (Montgomery et al. 2013).
Nutrisi parentral (NP) merupakan pemberian makronutrient dan
mikronutrien dalam bentuk cairan melalui pembuluh darah
(intavena). Cairan nutrisi parentral sebaiknya tidak melebihi dari
1.000 mOsm karena osmolaritas yang tinggi dapat merusak
pembuluh darah vena. Komposisi nutrisi parentral dari total energi
biasanya adalah 70% dextrose dan asam amino, 30% lemak
(Tomlinson & Kline, 2010).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
38
Evaluasi perlu dilakukan untuk menilai intervensi nutrisi yang sudah
diberikan. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat di nilai
dari pengamatan perilaku makan, pengukuran antropometri,
pemeriksaan fisik, analisis diet dan pemeriksaan laboratorium.
Evaluasi dilakukan untuk menilai repon jangka pendek dan jangka
panjang. Respon jangka pendek yaitu daya terima makanan/obat,
teleransi saluran cerna dan efek samping dalam saluran pencernaan.
Sedangkan
respon
jangka
panjang
yaitu
respon
terhadap
penyembuhan penyakit dan tumbuh kembang anak. Hasil dari
evaluasi diperlukan juga untuk penataan kembali pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada anak (Sjarif et al. 2014).
2.3. Integrasi Teori Keperawatan dan Konsep Keperawatan dalam Proses
Keperawatan.
2.3.1. Model Adaptasi Roy
Roy mendeskripsikan manusia sebagai suatu sistem adaptasi. Manusia
sebagai sistem adaptasi mempunyai kapasitas untuk berpikir, berperasaan,
kesadaran untuk merubah lingkungan dan dirubah oleh lingkungan. Sistem
adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian yang saling berhubungan yaitu
masukan (input), proses kontrol, keluaran (output) dan umpan balik
(feedback). Masukan bagi manusia diartikan sebagai stimulus. Stimulus
merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan respon (Roy, 2009). Stimulus
berasal dari lingkungan internal dan eksternal yang ada disekitar manusia.
Ada 3 tipe stimulus yang berasal dari lingkungan, yaitu stimulus fokal,
stimulus kontekstual dan stimulus residual. Lingkungan merupakan sumber
berbagai stimulus, dapat mengancam atau mendukung integritas seseorang.
Tugas manusia adalah mempertahankan integritas dari stimulus lingkungan
(Alligood, 2014).
Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses kehidupan. Ada tiga
tingkatan adaptasi yaitu integrasi, kompensasi dan kompromi. Tingkat
adaptasi berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam berespon positif
terhadap situasi (Roy, 2009). Jika seseorang dapat berespon positif terhadap
perubahan lingkungan maka terjadilah adaptasi sehingga tujuan adaptasi
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
39
dapat dicapai yaitu tetap bertahan hidup, dapat bertumbuh, melakukan
reproduksi dan terjadi perubahan pada lingkungan dan orang tersebut.
Adaptasi mendukung integritas seseorang untuk mencapai kesehatan. Namun
jika terjadi respon yang tidak efektif (ineffective) maka dapat mengganggu
integritas seseorang (Tomey & Alligood, 2010).
Ada 2 subsistem yang saling berhubungan yaitu pertama adalah sub sistem
proses kontrol terdiri dari regulator dan kognator. Sedangkan yang kedua
adalah subsistem afektor terdiri dari 4 mode adaptasi yaitu kebutuhan
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Regulator dan
kognator berperan sebagai mekanisme koping. Mekanisme koping adalah
kemampuan yang ada sejak lahir (Innate coping) atau yang didapat
(Acquired coping) untuk berinteraksi terhadap perubahan lingkungan. Innate
coping merupakan proses secara otomatis dan diturunkan secara genetik,
sedangkan Acquired coping diperoleh dari belajar (Tomey & Alligood,
2010).
Koping regulator adalah mode adaptif fisiologi yaitu respon otomatis melalui
persarafan, endokrin dan kimia tubuh. Sedangkan koping kognator adalah
respon dari 4 saluran kognitif dan emosi, yaitu proses informasi persepsi,
belajar, membuat keputusan dan emosi (Tomey & Alligood, 2010). 4 mode
adaptif merupakan satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan. Hubungan dari
keempat mode adaptif ini akan nampak ketika terjadi stimulus yang berefek
terhadap satu atau lebih mode adaptif. Perilaku yang di hasilkan dapat
merupakan stimulus untuk mode adaptif yang lain (Roy, 2009).
Persepsi merupakan interpretasi terhadap stimulus dan persepsi ini
berhubungan dengan regulator. Input terhadap regulator dapat merubah
persepsi dan persepsi adalah proses dari kognator (Tomey & Alligood,
2010). Perilaku seseorang (output) merupakan hasil mekanisme koping dari
masukan stimulus dan tingkat adaptasi. Output dapat berupa perilaku adaptif
dan inefektif. Perilaku yang terjadi dapat merubah tingkat adaptasi. Proses
integrasi dapat berubah menjadi kompensasi bahkan kompromi jika adaptasi
tidak adekuat (Roy, 2009).. Model adaptasi Roy sebagai suatu sistem dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
40
Masukan
Proses kontrol
 Stumulus
 Tingkat
adaptasi
Mekanisme koping
 Regulator
 Kognator
Efektor




Keluaran
Fungsi fisiologis
Konsep diri
Fungsi peran
Interdependensi
 Respon
adaptif
 Respon
inefektif
Umpan balik
Gambar 2.1. Sistem adaptasi pada manusia
Sumber: Tomey & Alligood, (2010).
Model adaptasi Roy berfokus pada manusia. Konsep keperawatan, manusia,
kesehatan dan lingkungan, semuanya saling berhubungan dalam sentral
konsep ini. Kesehatan menurut Roy adalah suatu keadaan dan proses dimana
manusia menjadi terintegrasi dan utuh. Kesehatan merefleksikan bagaimana
seseorang berhasil beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Tujuan dari
keperawatan adalah membantu seseorang beradaptasi agar dapat mencapai
kesehatan dan kualitas hidup yang optimal (Alligood, 2014).
2.3.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah yang
komprehensif, berorientasi kepada tujuan dan dilakukan oleh perawat
kompeten dalam merawat seseorang atau kelompok orang. Menurut Roy
(2009), proses keperawatan berhubungan secara langsung dengan melihat
manusia sebagai sistem adaptasi. Konsep proses keperawatan terdiri dari
enam langkah yang dinamis, bergerak terus secara bersamaan. Enam langkah
tersebut
yaitu
pengkajian
perilaku,
pengkajian
stimulus,
diagnosa
keperawatan, menentukan tujuan keperawatan, intervensi dan evaluasi
(Alligood, 2014). Berikut ini akan dijelaskan enam langkah proses
keperawatan menurut Roy.
2.3.2.1. Pengkajian Perilaku
Perilaku menurut Roy adalah aksi atau reaksi terhadap stimulus.
Perilaku dapat diobservasi melalui mengamatan, pengukuran oleh
perawat atau tidak dapat diobservasi namun dilaporkan oleh orang
lain. Mengeksplorasi perilaku diwujudkan dalam empat mode
adaptasi yang memungkinkan perawat dapat memahami tingkat
adaptasi saat ini dan untuk merencanakan intervensi yang dapat
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
41
meningkatkan tingkat adaptasi. Respon yang muncul dapat berupa
respon adaptif atau inefektif (Alligood, 2014). Menurut Roy (2009);
Tomey & Alligood, (2010), empat mode tersebut sebagai berikut;
1) Mode Adaptasi Fisiologis
Perilaku dalam mode adaptasi fisiologis merupakan manisfestasi
aktivitas fisiologis dari sel, jaringan, organ dan system dalam
tubuh manusia. Mode ini terdiri dari 5 kebutuhan dasar (oksigen,
nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, pelindungan) dan 4
proses kompleks (sensasi, cairan dan elentrolit, fungsi neurologi,
fungsi endokrin) yang terlibat dalam adaptasi fisiologis.
(1) Oksigenisasi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah syok, hipoksia,
gangguan ventilasi dan perfusi jaringan, pertukaran gas dan
transportasi oksigen tidak adekuat, proses pengambilan dan
kompensasi yang kurang dalam perubahan kebutuhan
oksigen. Indikator respon adaptif pada oksigeniasasi adalah
proses ventilasi dan pertukaran gas stabil, transportasi gas
dan proses kompensasi adekuat.
(2) Nutrisi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah mual dan
muntah, anoreksia, penurunan berat badan, nutrisi kurang
atau lebih dari kebutuhan tubuh, strategi koping tidak efektif
terhadap perubahan ingesti. Indikator respon adaptif pada
nutrisi adalah proses pencernaan stabil, asupan nutrisi sesuai
kebutuhan tubuh, kebutuhan nutrisi dan metabolik sesuai
dengan perubahan pada ingesti
(3) Eliminasi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah flatus berlebihan,
diare, konstipasi, retensi urin, inkontinensia urin dan feses,
tidak efektif strategi koping terhadap perubahan eliminasi.
Indikator respon adaptif pada eliminasi adalah efektifnya
proses homeostatik bowel dan formasi urine, eliminasi urin
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
42
dan feses stabil, strategi koping efektif terhadap perubahan
eliminasi.
(4) Aktivitas dan istirahat
Respon inefektif yang dapat muncul adalah intolerans
aktivitas, imobilitas, tidak adekuat pola istirahat dan tidur,
keterbatasan pergerakkan, deprivasi tidur, gangguan pola
tidur. Indikator respon adaptif pada aktivitas dan istirahat
adalah
integrasi
mobilitas,
kondisi
lingkungan
yang
menunjang tidur, pola aktivitas dan istirahat adekuat,
kompensasi pergerakan efektif saat inactive.
(5) Perlindungan/proteksi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah gatal, luka tekan,
kerusakan integritas kulit, lambat sembuh, infeksi, alergi,
perubahan status imun, hipotermia, demam. Indikator respon
adaptif pada perlindungan/proteksi adalah kulit utuh, adekuat
proses penyembuhan, adekuat pengaturan suhu dan daya
tahan tubuh.
(6) Sensasi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah nyeri, gangguan
sensasi primer, gangguan dan penyimpangan sensori,
gangguan komunikasi. Indikator respon adaptif pada sensasi
adalah sensori masukan informasi efektif, proses sensasi
adekuat, pola persepsi stabil, strategi koping efektif pada
perubahan sensasi.
(7) Cairan, Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa
Respon inefektif yang dapat muncul adalah syok, edema,
retensi cairan intraseluler, dehidrasi, kurang atau lebih
elektrolit tubuh, asam basa tidak seimbang. Indikator respon
adaptif pada cairan, elektrolit dan asam basa adalah cairan
dan elektrolit tubuh seimbang, status asam-basa seimbang.
(8) Fungsi Neurologi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah gangguan proses
kognitif, menurun daya ingat, penurunan kesadaran, mood
yang tidak stabil, defisit kognitif dan kerusakan otak
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
43
sekunder. Indikator respon adaptif pada fungsi neurologi
adalah proses perasaan dan berpikir utuh, proses perhatian
efektif, fungsi sistem saraf efektif.
(9) Fungsi Endokrin
Respon inefektif yang dapat muncul adalah stres, regulasi
hormon dan perkembangan reproduksi tidak adekuat,
produksi hormon tidak stabil. Indikator respon adaptif pada
fungsi endokrin adalah strategi koping terhadap stres efektif,
regulasi hormon dan perkembangan reproduksi adekuat,
produksi hormon stabil.
2) Mode Adaptasi Konsep Diri
Konsep diri adalah gabungan antara keyakinan dan perasaan
tentang diri sendiri yang terbentuk dari persepsi internal dan
persepsi akan reaksi orang lain. Mode adaptasi konsep diri
merefleksikan
bagaimana
mengekspresikan
dirinya
seseorang
berasarkan
dalam
kelompoknya
umpan
balik
dari
lingkungan. Komponen dari mode ini adalah fisik diri dan
personal diri. Fisik diri terdiri dari sensasi dan body image,
sedangkan personal diri terdiri dari konsistensi diri, ideal diri,
etika moral dan spiritual. Respon inefektif yang dapat muncul
pada mode ini adalah gangguan body image, kecemasan,
kehilangan, merasa bersalah, tidak berdaya, dan rendah diri.
Indikator respon adaptif pada mode adaptasi konsep diri yaitu
body image positif, keutuhan fisik, kompensasi yang adekuat
terhadap perubahan tubuh, konsistensi diri yang stabil, moral
etika dan spiritual yang efektif, harga diri berfungsi, koping
efektif terhadap kehilangan.
3) Mode Adaptasi Fungsi Peran
Mode adaptasi fungsi peran adalah mode sosial yang berfokus
pada peran seseorang dalam lingkungan
kelompok dan
masyarakat. Peran yang dilakukan dapat berupa peran primer,
sekunder dan tersier. Dalam melakukan peran seseorang
menampakkan perilaku instrumental dan ekpresif. Perilaku
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
44
instrumental adalah perilaku yang menggambarkan secara fisik,
sedangkan perilaku ekspresif menggambarkan perasaan dan
sikap. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah
kegagalan peran, kebingungan peran, konflik peran. Indikator
respon adaptif pada mode adaptasi fungsi peran yaitu peran yang
jelas, perilaku peran instrumental dan ekpresif terintegrasi, peran
primer, sekunder dan tersier yang utuh, pola peran stabil.
4) Mode Adaptasi Interdependensi
Mode adaptasi interdependensi berfokus pada interaksi hubungan
antar
manusia
(individu
atau
kelompok).
Hubungan
interdependen ini terkait dengan kesediaan dan kesanggupan
untuk memberi dan menerima; kasih sayang, rasa hormat, nilai,
memelihara, pengatahuan, dan materi dari orang lain. Ada dua
area perilaku interdependensi yaitu hubungan dengan orang yang
berarti (penting) dan hubungan dengan orang lain sebagai support
system. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah
memberi dan menerima tidak efektif, cemas karena perpisahan,
komunikasi tidak adekuat, mengansingkan diri, kesepian,
dependensi dan interdependensi tidak efektif. Indikator respon
adaptif pada mode adaptasi Interdependensi yaitu menerima dan
memberi kasih sayang, rasa hormat, koping efektif terhadap
perpisahan dan kesendirian, kedewasaan hubungan yang adekuat,
hubungan dan komunikasi efektif, adekuatnya support system.
2.3.2.2. Pengkajian Stimulus
Mengkaji stimulus diperlukan ketrampilan observasi, mengukur, dan
wawancara pada pasien dan orang yang mengetahui situasi yang
terjadi. Stimulus dapat memberikan efek pada seseorang sehingga
menimbulkan respon yang diidentifikasikan sebagai perilaku. Ada
tiga klasifikasi stimulus yaitu; stimulus fokal, kontekstual dan
residual. Stimulus fokal didefenisikan sebagai stimulus yang paling
dekat dan langsung berkonfrontasi dengan sistem adaptif sehingga
menimbulkan
ketidakseimbangan
dan
sakit.
Stimulus
fokal
membutuhkan banyak perhatian dan energi adaptasi. Stimulus
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
45
kontekstual adalah stimulus lain yang muncul dan berkontribusi
pada stimulus fokal. Stimulus kontekstual antara lain adalah
budaya, status sosial ekonomi, suku, kepercayaan, dinamika
keluarga, umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan secara fisik dan
psikologis. Sedangkan stimulus residual adalah faktor lingkungan
yang memberikan efek yang kurang jelas dalan suatu situasi, seperti
sikap dan keyakinan (Roy, 2009; Tomey & Alligood, 2010).
2.3.2.3. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Roy adalah proses membuat suatu
pernyataan/keputusan berdasarkan interpretasi data tentang status
adaptasi dari sistem adaptasi seseorang. Pernyataan diagnosis
menentukan perilaku yang menyebabkan diagnosis dan penilaian
mengenai stimulus yang mengancam atau mendukung adaptasi.
Pernyataan yang dibuat dapat berupa masalah aktual dan potensial
berhubungan dengan adaptasi (Alligood, 2014).
2.3.2.4. Tujuan Keperawatan
Fokus dari tujuan keperawatan adalah meningkatkan perilaku
adaptasi, yaitu dengan merubah perilaku inefektif menjadi perilaku
adaptif dan mempertahankan perilaku adaptif. Tujuan keperawatan
memuat pernyataan hasil yang jelas tentang perilaku yang
diinginkan. Pernyataan tujuan mencerminkan perilaku adaptif
tunggal, dapat dirubah, realistis, terukur serta memiliki waktu
terjadinya perubahan perilaku. (Roy, 2009; Alligood, 2014).
2.3.2.5. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu pendekatan keperawatan yang
dipilih perawat untuk meningkatkan adaptasi dengan merubah
stimulus atau memperkuat proses adaptasi. Meningkatkan adaptasi
dapat dilakukan dengan mengatur stimulus seperti meningkatkan,
menurunkan atau menghilangkan stimulus tersebut. Merubah
stimulus dapat menambah kapasitas dari proses koping sehingga
berespon positif dan menghasilkan perilaku adaptif (Roy, 2009).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
46
2.3.2.6. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap menilai efektivitas dari intervensi
keperawatan
yang sudah dilakukan,
apakah
perilaku
yang
dinyatakan dalam tujuan sudah dicapai atau belum. Intervensi
dikatakan efektif jika perilaku setelah implementasi sudah sesuai
dengan tujuan, sehingga terjadi perilaku adaptasi. Ada tiga tingkatan
adaptasi yaitu integrasi, kompensasi dan kompromi. Dikatakan
Integrasi jika fungsi dan struktur dari proses kehidupan terpenuhi
kebutuhannya. Kompensasi adalah tingkatan dimana kognator dan
regulator diaktifkan oleh penolakan proses integrasi. Sedangkan
kompromi adalah tidak adekuatnya proses integrasi dan kompensasi,
yang menghasilkan masalah adaptasi (Roy, 2009; Tomey &
Alligood, 2010). Jika tujuan keperawatan belum dicapai, maka perlu
cari masalahnya, apakah tujuan yang buat tidak realistik atau tidak
dapat diterima. Mungkin juga intervensi yang dipilih memerlukan
pendekatan yang berbeda. Untuk itu proses keperawatan akan
kembali lagi dari tahap awal/tahap pertama (Roy, 2009).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
47
Skema 2.2. Web of Causation Hepatoblastoma Menggunakan Pendekatan
Model Adaptasi Roy
Lahir prematur
Faktor lingkungan;
orang tua terpapar
radiasi, obat-obatan,
virus, alkylating agen
Genetik :
Trisomi 2,8 &20
Translokasi (1;4), (q12;q34)
Hilangnya heterosigositas 11p15
Beckwits-Wiedeman Syndrome
(BWS), Familial Adenomatous
Polyposis (FAP), Li-Fraumeni
Syndrome, Trisomi 18, Glycogen
storage desease type I.
Faktor predisposisi
Sel prekusor hati
Penurunan
berat badan
(respon
inefektif)
Penggunaan
protein tubuh
untuk
menghasilkan
energi
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Distensi
abdomen
(respon
inefektif)
Proliferasi sel
epitel &
mansenkimal
imatur yang tidak
terkendali
Metabolisme
meningkat
Pembentukan
massa (tumor)
pada lobus hati
Mendesak organ
sekitar
Nosiseptor
terstimulasi
(respon
inefektif)
Pelepasan
cytokines
Risiko
kekurangan
volume
cairan
Hepatoblastoma
Efek samping
(respon inefektif)
Kemoterapi
Metastasis
Risiko cedera
Nyeri
Malas
minum,
anoreksia
(prespon
inefektif)
Pengkajian;
 Perilaku
 Stimulus
Kelemahan
(respon
inefektif
Bone marrow
Eritrosit
Anemia
(respon
inefektif)
Risiko
keterlambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan
Risiko
cedera
Paru-paru
Massa menekan
saluran pernapasan
Leukosit
Trombosit
Leukopenia
(respon
inefektif)
Trombositopenia
(respon inefektif)
Infeksi
(respon
inefektif
)
Risiko
infeksi
Risiko
perdarahan
Obstruksi saluran
pernapasan (respon
inefektif)
Gangguan
pertukaran
gas
Hipertermi
Tujuan : terjadi perubahan perilaku inefektif menjadi perilaku
adaptif dan mempertahankan perilaku adaptif.
Intervensi dan Implementasi; merubah stimulus dan menambah kapasitas proses koping
Integrasi; fungsi dan struktur dari
proses kehidupan terpenuhi
kebutuhannya
Evaluasi
Kompensasi; kognator dan
regulator diaktifkan oleh
penolakan proses integrasi
Kompromi; tidak
adekuatnya proses
integrasi dan kompensasi
Sumber: Hockenberry & Wilson, 2009; Roy, 2009; Tomlinson & Kline, 2010; Permono et al. 2012.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
48
2.4. Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan pada anak dengan
Kanker
Berikut ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan pada anak M.A.I. dengan
hepatoblastoma dan gizi buruk menggunakan pendekatan model adaptasi Roy di
ruang rawat anak non infeksi RSUP DR Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Anak M.A. laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan masuk rumah sakit pada tanggal 4 maret
2016 jam 14.00 dengan keluhan perut semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu
dan terdapat penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 4 bulan. Pengkajian
dilakukan residen pada tanggal 14 maret 2016 jam 08.00 (hari perawatan ke 11).
Sebelum ke RSCM pernah dilakukan USG pada RS. S. B. (Desember 2015),
dengan hasil terdapat massa di subhepar lobus kanan-kiri, hepar tidak membesar,
tumor padat ukuran 11x7x7cm. Selanjutnya pemeriksaan CT Scan abdomen
multiphase
di RSCM (02/02/2016) tampak massa morfologi di segmen 4,5,6
hepar, dengan ukuran 17x10,6x14,7 cm. Klien selanjutnya dirawat di ruang
perawatan bedah anak (BCH), dengan rencana akan dilakukan pembedahan biopsi
hati. Selama di BCH, terdapat demam yang naik turun puncak 37,8oC. Klien sudah
dilakukan transfusi 2 kali (140 cc dan 120 cc, Hb awal 4,9 gr/dl). Klien batal
dilakukan biopsi karena AFP (Alfa Feto Protein) > 400.000 IU/ml dan tidak
mendapat tempat di PICU. Saat ini klien sudah dipindahkan ke ruang perawatan
anak non infeksi gedung A, sejak tanggal 12 Maret 2016 jam 15.00 dengan rencana
kemoterapi. Selama 2 hari di rawat (12-13 Maret 2016), klien mengeluh nyeri pada
daerah perut.
2.4.1. Pengkajian Perilaku dan Stimulus
Tanggal 14 Maret 2016 (hari perawatan ke 11)
Tabel 2.9. Hasil Pengkajian Perilaku dan Stimulus pada An. M.A.
No
Mode
Perilaku
Fokal
Adaptasi
Fisiologis
1. Oksigenisasi Tanda tanda vital : SB 36,6oC, Nadi Anemia
dan Sirkulasi 114x/mnt, RR 22x/m, TD 90/59 mmHg.
Bunyi napas anak vesikuler pada paru
kiri dan kanan, pergerakan dada
simetris, irama teratur. Tidak ada ronchi
dan wheezing, akral hangat, CRT <2
detik, konjungtiva anemis. Bunyi
jantung I dan II reguler, mur-mur dan
Stimulus
Konstektual Residual
Defisiensi
zat
gizi/nutrient
Sistem
adaptif
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
49
2.
3.
4.
5.
gallop
tidak
ada.
Pemeriksaan
laboratorium (terakhir) tanggal 11
Maret
2016
diperoleh
hasil;
Hemoglobin 9,8 g/dl, Eritrosit 4,13
106/µL, MCV/VER 73,1 fL, MCH/HER
23,3 pg, MCHC/ KHER 31,9 g/dL,
Trombosit 413 103/µL. LED 55 mm.
Hasil rotgen thorax (5/3/16): tidak
tampak kelainan, tampak bayangan
jantung mengisi ½ rongga retrosternal,
tidak ada pembesaran KGB.
Nutrisi
Klien tampak kurus, konjungtiva
anemis, iga gambang dan ada baggy
pants. Perut klien tampak buncit,
lingkar perut bagian pusat 62 cm dan
perut atas 58 cm. Pada palpasi perut
teraba ada massa 18x20 cm. Berat
badan 13,3 kg, tinggi badan 99 cm,
lingkar lengan atas 11,3 cm. Status gizi
buruk dengan malnutrisi, BB/U
13,3/15,2 (-1 SD), TB/U 99/99,7 (1<Z<med), BB/TB 13,3/14,9 (-2<Z<-1
SD), LLA/U 11,3/16 (<-3 SD), HA 3
tahun. Skrining gizi (STRONG-KIDS)
: 5 (resiko tinggi), toleransi makan
kurang
baik
(anoreksia).
Klien
mendapat diet makanan biasa 1000 kkal
dan makanan cair F135 4x100 ml,
namun makanan padat hanya dimakan
1/3 porsi dan makanan cair 1x tidak
dihabiskan. Pemeriksaan laboratorium
tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil;
Hemoglobin 9,8 g/dl, Hematokrit
30,7%. Tanggal 5 maret 2015 diperoleh
hasil albumin 3,12 gr/dl.
Eliminasi
Klien buang air kecil 4-5 x perhari,
warna kuning, menggunakan diapers,
tidak ada kesulitan dalam B.A.K.dan
B.A.B 1 x/hari, konsistensi lunak. Kulit
perineal utuh tidak ada iritasi.
Aktivitas
Pergerakan klien terbatas karena perut
dan Istirahat membuncit, kekuatan otot:
5555 5555
5555 5555
Lebih banyak berbaring, lemah,
hemoglobin 9,8 g/dl, barthel index:
ketergantungan total.
Cairan dan
Terdapat stopper pada tangan kiri,
Elektrolit
turgor kulit elastis, membran mukosa
lembab. Klien minum menggunakan
sedotan, jenis cairan yang diminum
adalah F135 4x100 ml. Klien malas
minum, F135 1x tidak dihabiskan (4050%). Masukan cairan jam 06.00-06.00
(24 jam terakhir): 440 ml, haluaran
urine 250 ml + IWL 399 ml = 649 ml.
Gizi buruk,
anoreksia,
anemia
Metabolisme Sistem
meningkat,
adaptif
massa intra
abdomen, zat
gizi kurang.
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Lemah
Anemia, gizi
buruk
Sistem
adaptif
Malas
minum,
Intake cairan
tidak adekuat
Penekanan
daerah
sekitar
massa pada
abdomen
Sistem
adaptif
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
50
Balance cairan: -209 ml, Diuresis; 0,78
ml/KgBB/jam, (klinis tidak ada tanda
dehidrasi).
6. Proteksi dan Klien tidak ada riwayat alergi, personal
Perlindungan hygiene tampak bersih, resiko jatuh
tinggi (Humty Dumty). Tidak ada tanda
flebitis. Pemeriksaan laboratorium
(darah) tanggal 11 Maret
2016
diperoleh hasil; Hemoglobin 9,8 g/dl,
Leukosit 16.68 103/µL, Basofil 0,4%,
Eosinofil 0,4%, Neutrofil 68,6%,
Limfosit 19,4%, Monosit 11,2%.
Pemeriksaan
laboratorium
(urine)
tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil;
warna kuning keruh, bakteria positif,
berat jenis 1.020, PH 6.0, nitrit positif.
Pemeriksaan Immunoserologi tanggal 5
maret 2016: Prokalsitonin 1,07 ng/ml,
CRP (kuantitatif) 170,4. mg/L. Obat
yang diberikan : Cefixime 75 mg 2x1
PO dan Paracetamol 150 mg 3x1 PO.
Jam 10.00; Suhu badan 37,9oC
7. Sensasi
Klien dapat berbicara sederhana, kontak
adekuat, tidak mengalami gangguan
dalam penglihatan, pendengaran, fungsi
penciuman dan pengecapan baik.
Risiko dekubitus sedang (skala braden
19). Klien mengeluh ada rasa nyeri,
skala FLACC: 2-3 Pada palpasi perut
teraba ada massa 18x20 cm. perut
membuncit, dengan lingkar perut atas
58 cm dan pada pusat 62 cm.
8. Fungsi
Klien sadar penuh (compos mentis)
Neurologi
dengan GCS 15, refleks patologis dan
rangsangan meningeal tidak ada.
9. Fungsi
Sejak terjadi pembesaran perut 4 bulan
Endokrin
yang lalu, kondisi klien lemah, aktivitas
terbatas dan sering terbaring di tempat
tidur. Klien tidak ada pembesaran
kelenjar,tampak anemia. Perkembangan
anak saat ini usia 3 tahun 7 bulan
(toddler) dengan BB/TB 13,3/14,9 (2<Z<-1 SD), LLA/U 11,3/16 (<-3 SD).
Fisik diri: klien lebih banyak ditempat
Konsep diri
tidur, bagian tubuh yang lebih banyak
digerakkan adalah tangan, badan sulit
digerakkan karena adanya pembesaran
perut (buncit). Personal diri: klien
kelihatan tenang jika ditemani keluarga,
terutama oleh ibunya.
Klien merupakan anak ke tiga dari tiga
Fungsi Peran
bersaudara. Saat ini klien tidak dapat
melakukan peran primer, seperti
bermain. Bermain kadang dilakukan
bersama dengan kakaknya dirumah.
Saat sakit klien lebih banyak terbaring
Peningkatan
suhu tubuh
Inflamasi
pada sistem
perkemihan
Statis
urine,
kurang
bergerak
Nyeri
Penekanan
daerah
sekitar
massa dalam
abdomen
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Kurang
Pengetahuan
stimulasi
pertumbuhan
dan
perkembangan
Usia ibu:
23 thn
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
51
di tempat tidur karena perut yang
membuncit. Ayah kadang datang
berkunjung dan keluarga berharap
anaknya dapat cepat sembuh.
Klien sangat bergantung pada perawat
Fungsi
Interdependensi dan orang tua dalam perawatannya,
karena kondisi perut yang membuncit
serta umur klien 3 tahun 7 bulan. Klien
lebih sering didampingi ibunya untuk
memenuhi kebutuhan seharinya, antara
lain mengganti diapers,memberi makan.
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Sistem
adaptif
Efek samping;
risiko mual
muntah,
stomatitis,
anafilaktik,
toksitas ginjal,
ototoksitas,
Agen
kemoterapi
Doxorubicin
Cisplatin
Sistem
adaptif
Tanggal 16 Maret 2016
Fisiologis
6. Proteksi dan tanggal 14 Maret 2016 diperoleh hasil;
Perlindungan Hemoglobin 8,7 g/dl, Leukosit 15,28
103/µL, Basofil 0,4%, Eosinofil 0,5%,
Neutrofil 69,6%, Limfosit 21,0%,
Monosit 8,5%. Klien sudah mendapat
transfusi PRC (15 Maret 2016)
sebanyak 192 ml. Protokol kemoterapi
mulai hari ini: Doxorubicin 12,5 mg
(iv), tanggal 16 Maret 2016; Cisplatin
35 mg (iv) tanggal 17 Maret 2016;
Doxorubicin 12,5 mg (iv), tanggal 18
Maret 2016.
2.4.2. Diagnosis Keperawatan
Tanggal 14 Maret 2016
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Risiko kekurangan volume cairan
3) Hipertermia
4) Nyeri akut
5) Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Tanggal 16 Maret 2016
6) Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
52
2.4.3. Tujuan dan Intervensi
Tabel 2.10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan pada An. M.A.
No.
1.
Diagnosis
Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Ketidakseimbangan Setelah diberikan
nutrisi kurang dari perawatan selama 5 x 24
kebutuhan tubuh
jam, terjadi
keseimbangan nutrisi
secara adekuat dengan
kriteria hasil ;
1. Nafsu makan
meningkat
2. Porsi makanan
meningkat secara
bertahap
3. Tidak ada muntah
4. Keinginan untuk
makan selingan
5. Ukuran lingkar lengan
bertambah atau dapat
dipertahankan
6. Albumin; 3,2-4,5 g/dL
Intervensi Keperawatan
 Kaji kemampuan makan klien
 Pantau adanya rasa mual dan muntah
(frekuensi, banyaknya, tingkat
keparahan)
 Kaji ketidaknyamanan dan distensi
abdomen
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
kebutuhan nutrisi sesuai kondisi klien
 Jelaskan pada orang tua tentang
kebutuhan nutrisi pada anak
 Kolaborasi jalur pemberian nutrisi
sesuai kondisi klien
 Pantau jumlah asupan nutrisi yang
dikonsumsi klien
 Menganjurkan orang tua untuk
merelakskan anak saat makan.
 Berikan makanan porsi kecil tapi sering
 Sajikan makanan dengan menarik
 Pantau berat badan secara rutin
 Atur lingkungan yang mendukung selera
makan (kebersihan,kebisingan, bau yang
menyengat)
 Bersihkan mulut sebelum makan
 Atur posisi duduk atau fowler saat
makan
 Kolaborasi pemberian terapi untuk atasi
anemia antara lain transfusi PRC.
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(hemoglobin, hematocrit, SGOT/SGPT,
albumin)
2.
Risiko
kekurangan
volume cairan
Setelah diberikan
perawatan selama 5 x 24
jam, keseimbangan
cairan tubuh dapat
dipertahankan, dengan
kriteria hasil ;
1. Intake peroral adekuat
2. Balance intake dan
output cairan 24 jam
2. BB stabil
3. Turgor kulit elastis
4. Membran mukosa
lembab
5. Tidak ada muntah
6. Tidak ada diare
7. Elektrolit serum (Na:
132-147 mEq, K: 3,35,4 mEq, Cl: 94-111
mEq).
 Mengkaji kebutuhan cairan klien
 Pantau intake dan output cairan
 Pantau status hidrasi (membrane
mukosa, turgor kulit)
 Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan
pernapasan
 Berikan intake cairan sesuai kebutuhan
 Pantau berat badan secara rutin
 Pantau pemberian cairan parentral
 Pantau kadar serum dan elektrolit darah
 Pertahankan pencatatan intake-output
cairan dengan akurat.
 Pantau protein total dan ureum,
kreatinin.
3.
Hipertermia
Setelah diberikan
perawatan selama 5 x 24
 Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk
dan tingkatkan sirkulasi udara ruangan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
53
jam, suhu tubuh dapat
dipertahankan dalam
rentang suhu normal
dengan kriteria hasil ;
1. Suhu tubuh 36,537,5oC
2. Tidak ada keluhan
demam yang naik
turun
 Pantau suhu tubuh secara rutin
 Pertahankan intake cairan dan nutrisi
 Lakukan kompres hangat di dahi, axila
dan lipatan paha
 Lakukan tepid sponge, jika
memungkinkan
 Berikan pakaian yang lembut, tidak
terlalu tebal dan dapat menyerap
keringat.
 Ganti baju klien dengan baju yang
kering jika klien berkeringat banyak
 Kolaborasi pemberian antipirektik
 Kolaborasi pemberian antibiotik
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(urine lengkap, leukosit, CRP)
4.
Nyeri akut
Setelah diberikan
perawatan selama 5 x 24
jam, nyeri dapat
ditoleransi anak, dengan
kriteria hasil ;
1. Anak beristirahat
tenang
2. Melakukan aktivitas
sederhana tanpa ada
keluhan nyeri
3. Skala nyeri berkurang
4. Anak tidak rewel,
menangis atau
merintih
5. Keluarga dapat
melakukan
manajemen nyeri
 Bujuk anak mengungkapkan rasa nyeri
 Kaji nyeri karakteristik nyeri yaitu;
lokasi, kualitas, intensitas, skala, faktor
yang memperberat dan meringankan
nyeri
 Pantau tanda-tanda vital
 Beri anak posisi nyaman
 Pantau tanda-tanda nonverbal dari nyeri,
seperti gelisah/rewel,merintih,menangis,
berhati-hati dengan abdomen, kurang
selera makan
 Identifikasi faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan pasien seperti
kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan.
 Lakukan manajemen non farmakologi
untuk mengatasi nyeri, seperti distraksi
 Melibatkan orang tua dalam manajemen
nyeri non farmakologi
 Kolaborasi pemberian terapi analgetik
sesuai indikasi
 Beri tindakan kenyamanan misalnya
membelai, mengusap.
5.
Risiko
keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan
Setelah diberikan
perawatan selama 5 x 24
jam, klien mampu
mempertahankan
tumbuh kembangnya,
dengan kriteria hasil ;
1. Dapat bermain,
bermain dengan orang
lain
2. Berkomunikasi
dengan orang lain
3. Bergerak sesuai
toleransi
 Membina hubungan saling percaya
dengan klien
 Menginformasikan pada orang tua
tentang tumbuh kembang anak sesuai
usiannya.
 Mendemontrasikan pada keluarga
aktivitas yang dapat menstimulasi
tumbuh kembang anak seperti
mendengarkan lagu, nonton kartun,
sentuhan dan pijat.
 Fasilitasi interaksi anak dengan anak
lain seusiannya
 Dukung aktivitas yang dapat membuat
klien berinteraksi dengan anak lain.
 Berbicara/komunikasi dengan klien
 Melakukan stimulasi tumbuh kembang
dengan bermain.
 Melakukan mobilisasi posisi
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
54
6.
Risiko cedera
berhubungan
dengan proses
malignan dan
kemoterapi
Setelah diberikan
perawatan selama 3 x 24
jam, tidak terjadi
cedera/komplikasi,
dengan kriteria hasil ;
1. Tanda-tanda vital
dalam batas normal
(suhu badan 36,537,5: frekuensi
pernapasan 20-30
x/menit; denyut nadi
90-140 x/menit;
tekanan darah ratarata 95/65 mmHg)
2. Tidak ada sianotis,
mengi dan urtikaria.
3. Mual muntah tidak
ada
4. Tidak ada kemerahan,
bengkak dan nyeri
pada sekitar kateter
IV.
 Beri kemoterapi sesuai pedoman
(protokol)
 Kolaborasi pemberian antiemetic
sebelum pemberian kemoterapi
 Berikan cairan intravena sesuai program
 Observasi anak selama 20 menit
pertama pemberian agen kemoterapi
untuk melihat tanda-tanda anafilaksis
(sianosis, hipotensi, mengi, urtikaria)
 Observasi tanda-tanda vital secara
berkala
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
 Lakukan kebersihan mulut (oral
hygiene) minimal 2x/hari
 Berikan intake cairan peroral, sedikit
tapi sering.
 Obasevasi tanda-tanda infiltrasi pada
sisi intravena; nyeri, rasa tersengat,
bengkak,kemerahan.
 Implementasikan kebijakan institusi
untuk mengatasi infiltrasi
 Hentikan penginfusan obat dan bilas
jalur intravena dengan normal salin, bila
reaksi dicurigai.
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap).
2.4.4. Implementasi dan Evaluasi
Tabel 2.11. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan pada An. M.A.
Tanggal 14 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
Implementasi
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
1
2
1
1,2
3
3
3
Jam 09.00
 Kolaborasi dengan dietiesien kebutuhan
nutrisi pada klien; kebutuhan kalori klien
adalah (RDA) 100 x 14,8 (kgBB ideal);
1480 kkal/hari. Klien mendapat diet
makanan biasa 1000 kkal diberi 2 kali (jam
12.00,18.00)
dan makanan cair F135
4x100 ml (jam 06,00,09.00, 15.00,21.00).
 Mengkaji kebutuhan cairan klien; BB
13,3 kg = 1165 ml
 Menjelaskan pada orang tua pentingnya
usupan nutrisi pada anak kanker
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
Jam 10.00
 Mengukur suhu badan klien; 37,9oC
 Memberikan kompres hangat pada dahi,
axila dan lipatan paha
 Memberikan terapi paracetamol sirup 150
Diagnosis 1
 Respon Adaptif : Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada
muntah. Albumin 3,53 g/dl. Ibu
memahami tentang asupan
nutrisi pada anak kanker.
 Respon Inefektif : Klien
makan ½ porsi diet makanan
biasa, makanan cair 2 kali tidak
dihabiskan (diminum sekitar
60%).
hasil
laboratorium;
hemoglobin 8,7 g/dl, hematokrit
28,1%, Eritrosit 3,89 106/µL,
MCV 72,2 fL, MCH 24,4 pg,
MCHC 31 g/dl, SGOT 119
U/L, SGPT 24 U/L.
 Proses Adaptasi : Klien
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
55



4
4
4
4
5
5
2,3,4
2
3
1
1
2
1
4
1,2
3
5
5
4
4
4
mg (6 ml) PO
Jam 11.00
 Mengkaji karakterstik nyeri; klien tampak
merintih/menangis jika merasa nyeri.
Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien
banyak bergerak, skala nyeri 3.
 Mengajarkan pada orang tua untuk
melakukan
teknik
distraksi
yaitu
mendengarkan musik melalui handphone.
 Memberikan
tindakan
kenyamanan
dengan membelai dan mengusap bagian
perut bawah
 Melakukan evaluasi nyeri;klien dapat
beristirahat tenang, skala nyeri 1
Jam 11.30
 Memberi edukasi pada orang tua tentang
pentingnya stimulasi tumbuh kembang
pada anak
 Menganjurkan pada ayah untuk selalu
datang berkunjung dan terlibat dalam
perawatan anaknya.
Jam 12.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 37oC,
Nadi 112x/mnt, RR 22x/m, TD 96/66
mmHg.
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, akral
hangat, CRT < 2 dtk
 Observasi tanda-tanda infeksi; daerah
sekitar kanul stopper tidak ada tanda
flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri).
Jam 12.30
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
biasa; klien makan ½ porsi.
 Memberikan minum pada klien 50 ml
Jam 13.00
 Mengkaji kemampuan makan klien dan
status nutrisi: klien malas makan
(anoreksia)
dan
tampak
kurus.,
konjungtiva anemis.
 Memberikan terapi paracetamol sirup 150
mg (6 ml) PO
Jam 15.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
Jam 16.00.
 Mengontrol suhu ruangan; 23oC (sejuk)
 Mengajak klien berkomunikasi, bercanda
dan menonton video kartun anak-anak
menggunakan tab
 Memperkenalkan
anak
(pasien)
disamping kiri dan kanan tempat tidur
klien.
Jam 17.30.
 Klien mengeluh nyeri perut, skala nyeri 2
 Memberikan posisi nyaman dengan bantal
disamping kiri-kanan
 Observasi orang tua melakukan tehnik
beradaptasi secara kompromi
terhadap ketidakseimbangan
nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
monitoring nutrisi,manajemen
nutrisi, memenuhi kebutuhan
nutrisi, yaitu makanan biasa
1000 kkal dan makanan cair
F135 4x100 ml. Transfusi PRC.
Diagnosis 2
 Respon Adaptif : turgor kulit
elastis, membran mukosa
lembab, akral hangat, CRT < 2
dtk.
Hasil
laboratorium;
Kreatinin darah 0,20 mg/dl,
Natrium 137 mEq/L, Kalium
5,39 mEq/L, Klorida 97,0
mEq/L.
 Respon Inefektif : balance
cairan 12 jam (06.00-18.00);
masukan 300 ml, haluaran 150
ml, Diuresis 0,93 ml/kgBB
/jam, klien malas minum.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
kekurangan volume cairan.
 Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi,
balance cairan. Berikan cairan
sesuai kebutuhan.
Diagnosis 3
 Respon Adaptif : suhu badan
klien; 37,1oC. sekitar kanul
stopper tidak ada tanda flebitis
(kemerahan,bengkak, nyeri).
 Respon Inefektif : Leukosit
16.14 103/µL, Eosinofil 0,5%,
Pemeriksaan
laboratorium
(urine) tanggal 11 Maret 2016
diperoleh hasil; warna kuning
keruh, bakteria positif, berat
jenis 1.020, PH 6.0, nitrit
positif.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah hipertermia
 Intervensi : lakukan kompres
hangat
dan
berikan
paracetamol sirup 150 mg (6
ml) PO jika ada demam.
Diagnosis 4
 Respon Adaptif : Klien dapat
beristirahat siang,skala nyeri 1
 Respon Inefektif : ; klien
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
56
2
3
1
1
1
1
1
1,2,3,4
1,2,3,4
4
1,2
distraksi dan mengusap-usap perut bagian
bawah
Jam 18.00.
 Menghitung balance cairan 12 jam
(06.00-18.00); masukan 300 ml, haluaran
150 ml, balance cairan 150 ml. Diuresis
0,93 ml/kgBB/jam
 Memberikan terapi antibiotik; Cefixime
75 mg PO (2x1 sejak tanggal 12 Maret
2016).
Jam 18.30.
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
biasa; klien makan ½ porsi
Jam 19.00
 Mengkaji faktor ketidaknyamanan makan;
klien ada rasa nyeri, perut buncit
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah.
 Membersihkan
mulut
klien
dan
menganjurkan pada orang tua untuk
melakukan oral hygiene secara rutin.
Jam 19.30.
 Menerima
hasil
laboratorium;
Hemoglobin 8,7 g/dl, Hematokrit 28,1%,
Eritrosit 3,89 106/µL, Trombosit 466
103/µL. Leukosit 16.14 103/µL, Basofil
0,4%, Eosinofil 0,5%, Neutrofil 69,6%,
Limfosit 21,0%, Monosit 8,5%. LED 72
mm. MCV 72,2 fL, MCH 24,4 pg, MCHC
31 g/dl, SGOT 119 U/L, SGPT 24 U/L,
Albumin 3,43 g/dl. Bilirubin direk 0,40
mg/dl, gula darah sewaktu 72 mg/dl.
Kreatinin darah 0,20 mg/dl, Ureum darah
12 mg/dl, Natrium 137 mEq/L, Kalium
5,39 mEq/L, Klorida 97,0 mEq/L.
 Konsultasi DPJP; klien akan diberikan
transfusi PRC target hb 12 (12-8,7)x4x14
kg = 184 ml. Dianfrak PRC 200 ml.
Jam 20.00
 Memberikan terapi paracetamol sirup 150
mg PO
Jam 21.00.
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
tampak merintih/menangis jika
merasa nyeri. Nyeri hilang
timbul, bertambah jika klien
banyak bergerak, skala nyeri
2-3.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah nyeri
 Intervensi : Melakukan teknik
distraksi,
tindakan
kenyamanan dan pemberian
analgetik.
Diagnosis 5
 Respon Adaptif : Orang tua
mengatakan mengerti tentang
stiimulasi tumbuh kembang
anak.
 Respon Inefektif : aktivitas
terbatas, interaksi klien masih
pasif.
Klien
sedikit
berinteraksi,
respon
komunikasi kurang.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
keterlambatan
pertumbuhan
dan perkembangan
 Intervensi : Stimulasi tumbuh
kembang anak sesuai usia
perkembangan.
Tanggal 15 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
1,2,3,4,5
Implementasi
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
Jam 08.00
 Mengikuti ronde DPJP, hasil;
Diagnosis 1
Edukasi orang tua untuk pemberian  Respon Adaptif : Ibu klien
kemoterapi,
rencana
dilakukan
mengatakan anaknya tidak ada
Echocardiografi, ukur lingkar perut setiap
muntah. Klien tidak anemis.
hari, rencana besok mulai kemoterapi.
Ibu memahami tentang efek
kemoterapi terhadap asupan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
57



2
1
1,2
4
4
1,2,3,4,5
1
1
1
2
2
4
4
1,2
1,2
1,2
1,2
1
1,2
5
5
4
4
 Menghitung balance cairan 24 jam
nutrisi
(06.00-06.00); masukan 500 ml, haluaran
 Respon Inefektif : Klien
350 ml+IWL 399 ml, balance cairan -249
makan 1/2, diet makanan
ml. Diuresis 1,09 ml/kgBB/jam
 biasa, makanan cair 2 kali
tidak dihabiskan (diminum
Jam 09.00
 Mengkaji lingkar perut klien; 64 cm dan 61
sekitar
70-80%).
Ibu
cm.
mengatakan anaknya kurang
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
selera makan
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
 Proses Adaptasi : Klien
merengek, skala nyeri 2
beradaptasi secara kompromi
 Orang tua melakukan tehnik distraksi dan
terhadap ketidakseimbangan
mengusap-usap perut bagian bawah
nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
Jam 10.00.
 Klien
dilakukan
peemeriksaan
monitoring nutrisi, manajemen
Echocardiografi
nutrisi, memenuhi kebutuhan
nutrisi, yaitu makanan biasa
Jam 12.00
 Mengatur posisi semifowler pada klien
1000 kkal dan makanan cair
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
F135 4x100 ml.
biasa; klien makan ½ porsi
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien Diagnosis 2
mengatakan anaknya tidak ada muntah.
 Respon Adaptif : turgor kulit
 Memberikan minum pada klien 50 ml
elastis, membran mukosa
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
lembab, akral hangat, CRT < 2
elastis, membran mukosa lembab, akral
dtk.
hangat, CRT < 2 dtk
 Respon Inefektif : balance
 Memberikan terapi Paracetamol sirup 150
cairan 24 jam (06.00-06.00);
mg PO
masukan 500 ml, haluaran 749
 Memberikan posisi nyaman dengan bantal
ml, balance cairan -249 ml.
disamping kiri-kanan
Diuresis 1,09 ml/kgBB/jam,
klien malas minum.
Jam 12.30
 Menyambung stopper (line1) dengan IVFD
 Proses Adaptasi : Klien
cairan NaCl 0,9%
beradaptasi secara kompensasi
 Melakukan crosschek golongan darah,
terhadap
masalah
risiko
nomor seri transfusi dan tanggal
kekurangan volume cairan.
kadaluwarsa.
 Intervensi : Observasi tanda Memberikan transfusi PRC 192 ml (50
tanda vital, status hidrasi,
ml/jam)
balance cairan. Berikan cairan
sesuai kebutuhan.
Jam 15.00
 Memberikan nutrisi peroral (F135) 100
ml
Diagnosis 3
 Memberikan penjelasan pada orang tua
 Respon Adaptif : suhu
tentang efek kemoterapi terhadap asupan
badan klien; 37,1oC. sekitar
nutrisi
kanul stopper tidak ada tanda
flebitis (kemerahan, bengkak,
Jam 16.30
 Melakukan aff transfusi, membilas dengan
nyeri).
cairan IVFD NaCl 0,9% 50 ml.
 Respon Inefektif : ibu
 Ayah datang berkunjung dan terlibat
mengatakan
jam
04.00
dalam perawatan anaknya.
anaknya ada deman (38,1 oC)
 Observasi ayah melakukan stimulasi
 Proses Adaptasi : klien
tumbuh kembang dengan berkomunkasi,
beradaptasi
secara
membelai, bercanda.
kompensasi terhadap masalah
hipertermia
Jam 17.00.
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
 Intervensi : lakukan kompres
merengek, skala nyeri 2
hangat
dan
berikan
 Observasi orang tua melakukan tehnik
paracetamol sirup 150 mg (6
distraksi (bersenandung) dan mengusapml) PO jika ada demam.
usap perut bagian bawah
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
58
1,2
2,3,4
2
3
3
3
3
1
1
3
1
1,2,3,4,5
2
3
3,4
5
5
1,2
Diagnosis 4
Jam 17.30.
 Aff cairan NaCl 0,9%, stopper di tutup
 Respon Adaptif : Klien dapat
beristirahat baik, skala nyeri 1
Jam 18.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 38,3oC,
 Respon Inefektif : ; klien
Nadi 140x/mnt, RR 28x/m, TD 102/52
tampak
merintih/menangis
mmHg.
jika merasa nyeri. Nyeri
 Menghitung intake-output cairan 12 jam
hilang timbul, bertambah jika
(06.00-18.00); masukan 512 ml, haluaran
klien banyak bergerak, skala
200 ml, Diuresis 1,25 ml/kgBB/jam
nyeri 2. Lingkar perut klien;
 Memberikan kompres hangat pada dahi,
64 cm dan 61 cm.
axila dan lipatan paha
 Proses Adaptasi : klien
 Memberikan terapi paracetamol sirup 150
beradaptasi secara kompensasi
mg (6 ml) PO
terhadap masalah nyeri
 Memberikan terapi antibiotik; Cefixime
 Intervensi
:
Melakukan
75 mg PO
teknik distraksi, tindakan
 Observasi tanda-tanda infeksi; daerah
kenyamanan dan pemberian
sekitar kanul stopper tidak ada tanda
analgetik.
flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri).
Diagnosis 5
Jam 19.00
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Respon Adaptif : Respon
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
anak lebih komunikatif dari
biasa; klien makan ½ porsi
sebelumnya, mau bermain,
 Mengontrol suhu ruangan; sejuk (±22oC).
ayah melakukan stimulasi
tumbuh kembang.
Jam 19.30
 Mengkaji kemampuan makan klien dan
 Respon Inefektif : aktivitas
status nutrisi: klien malas makan
klien terbatas, interaksi klien
(anoreksia), tampak kurus, perut tampak
sedikit, komunikasi belum
buncit.
maksimal.
 Monitoring
kesimpulan
hasil
 Proses Adaptasi : klien
Echocardiografi; Minimal Pericardial
beradaptasi secara kompensasi
Effusion,
tidak
ada
kontraindikasi
terhadap
masalah
risiko
kemoterapi
keterlambatan pertumbuhan
 Memberikan minum pada klien 50 ml
dan perkembangan
 Intervensi : Stimulasi tumbuh
Jam 20.00
 Mengukur suhu badan klien; 37,1oC
kembang anak sesuai usia
 Memberikan terapi paracetamol sirup 150
perkembangan.
mg PO
 Mengajak klien berkomunikasi, bercanda.
 Merubah posisi klien
Jam 21.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
Tanggal 16 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
1,2,3,4,5
2
Implementasi
Keperawatan
Jam 08.00
 Mengikuti ronde devisi HematoOnkologi, hasil;
Kemoterapi dilakukan hari ini dengan
dosis reduksi 30%, mulai dengan
Doxorubicin 2 kali, kemudian Cisplatin
(setelah
pemeriksaan
Otoacoustic
Emission/OAE)
 Menghitung balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 772 ml,
haluaran 530 ml+IWL 399 ml, balance
cairan -157 ml. Diuresis 1,6
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
Diagnosis 1
 Respon Adaptif : Ibu klien
mengatakan anaknya tidak
ada muntah. anak tidak
anemis.
 Respon Inefektif : Klien
makan ½ porsi, diet makanan
biasa, makanan cair 2 kali
tidak dihabiskan (dimimun
sekitar 70-80%). Ibu
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
59
5
1,4
1
1,4
1,2
6
4
4
5
5
3
3
3,4
3
4
1,4
1
2
1
2
1
6
6
2,6
ml/kgBB/jam
Jam 08.30
 Mengajak
klien
berkomunikasi,
bercanda.
 Merubah posisi klien
Jam 09.00
 Mengikuti ronde DPJP; bila nutrisi tidak
adekuat, edukasi orang tua untuk
pemasangan NGT
 Mengkaji lingkar perut klien; 64 cm dan
61 cm.
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
Jam 10.00.
 Klien konsul pemeriksaan OAE
Jam 11.00
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 3
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 11.30
 Mengajak anak bermain ditempat tidur
sambil istirahat. (menggunakan buku
bergambar berwarna)
 Melibatkan ibu bermain bersama
Jam 12.00
 Mengukur suhu badan klien; 38,oC
 Memberikan kompres hangat pada dahi,
axila dan lipatan paha
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
 Observasi tanda-tanda infeksi; daerah
sekitar kanul stopper tidak ada tanda
flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri).
 Memberikan posisi nyaman dengan
bantal disamping kiri-kanan
Jam 12.30
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
biasa; klien makan ½ porsi
 Memberikan minum pada klien 50 ml
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah.
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, akral
hangat, CRT < 2 dtk
Jam 15.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
 Monitoring
kesimpulan
hasil
pemeriksaan OAE; tidak terdapat
gangguan pada sel rambut luar koklea di
kedua telinga.
 Memberi edukasi pada ibu tentang efek
kemoterapi dan antisipasi mual muntah
karena kemoterapi
Jam 16.00
 Memberikan cairan NaCl 0,9% 250 ml +
Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam
mengatakan anaknya kurang
selera makan.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompromi
terhadap ketidakseimbangan
nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
monitoring
nutrisi,
manajemen nutrisi, memenuhi
kebutuhan
nutrisi,
yaitu
makanan biasa 1000 kkal dan
makanan cair F135 4x100 ml.
Diagnosis 2
 Respon Adaptif : turgor kulit
elastis, membran mukosa
lembab, akral hangat, CRT < 2
dtk. Diuresis 1,6 ml/kgBB/
jam.
 Respon Inefektif : balance
cairan 24 jam (06.00-06.00);
masukan 772 ml, haluaran 929
ml, balance cairan -157 ml.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
kekurangan volume cairan.
 Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi,
balance cairan. Berikan cairan
sesuai kebutuhan.
Diagnosis 3
 Respon Adaptif : suhu badan
klien; 37,3oC.
 Respon Inefektif : Orang tua
mengatakan suhu badan
anaknya naik turun, jam
06.00 suhu badan klien teraba
hangat.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi
secara
kompensasi terhadap masalah
hipertermia
 Intervensi : lakukan kompres
hangat
dan
berikan
paracetamol sirup 150 mg (6
ml) PO jika ada demam.
Diagnosis 4
 Respon Adaptif : Klien dapat
beristirahat baik, skala nyeri 1
 Respon Inefektif : ; klien
tampak
merintih/menangis
jika merasa nyeri. Nyeri
hilang timbul, bertambah jika
klien banyak bergerak, skala
nyeri 2-3. Lingkar perut klien;
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
60
4
4
2,3,4,6
3,6
3
6
1,2,6
1,4
1
1
2
6
6
2,6
3
3
3,4
3
6
1,2
3
Jam 16.30
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Observasi orang tua melakukan tehnik
distraksi dan mengusap-usap perut
bagian bawah
Jam 18.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 37,3oC,
Nadi 130x/mnt, RR 24x/m, TD 102/66
mmHg.
 Menghitung Intake-output cairan 12 jam
(06.00-18.00); masukan 525 ml,
haluaran 280 ml, Diuresis 1,7
ml/kgBB/jam
 Memberikan terapi antibiotik; Cefixime
75 mg PO
 Observasi
tanda-tanda
adanya
extravasasi pada lokasi sekitar IVFD;
tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri.
 Klien tidak ada mual muntah
Jam 18.30
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
biasa; klien makan ½ porsi
Jam 19.00
 Mengkaji kemampuan makan klien dan
status nutrisi: klien malas makan
(anoreksia), tampak kurus, perut tampak
buncit.
 Memberikan minum pada klien 50 ml
 Memberikan cairan kumur; minosep
gargle 5 ml
 Observasi
orang
tua
melakukan
perawatan mulut pada klien
Jam 20.00
 Memberikan cairan 2A + K(7 mEq) +
Ca(7mEq) + Mg(3mEq) + Ondancentron
2 mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml, iv
75 ml/jam
 Mengukur suhu badan klien; 39,oC
 Memberikan kompres hangat pada dahi,
axila dan lipatan paha
 Memberikan terapi paracetamol 150 mg
/iv
 Mengganti pakaian klien dengan kain
yang lembut dan dapat menyerap
keringat
 Memberikan
obat
tetes
telinga
Carbogliserine 3 tetes (3x3 tetes sejak
tanggal 16 Maret 2016).
Jam 21.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
 Mengukur suhu badan klien; 37,3oC
64 cm dan 61 cm.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah nyeri
 Intervensi
:
Melakukan
teknik distraksi, tindakan
kenyamanan dan pemberian
analgetik
Diagnosis 5
 Respon Adaptif : Anak
senang bermain di tempat
tidur, ada interaksi aktif
 Respon Inefektif : aktivitas
terbatas, interaksi klien mulai
aktif namun kadang ada pasif,
malas bergerak.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
keterlambatan pertumbuhan
dan perkembangan
 Intervensi : Stimulasi tumbuh
kembang anak sesuai usia
perkembangan
Diagnosis 6
 Respon Adaptif : Klien tidak
ada mual muntah, tidak ada
tanda-tanda extravasasi.
 Respon Inefektif : lingkar
perut 64cm dan 61cm, status
gizi buruk Klien mendapat
kemoterapi Doxorubicin 12,5
mg iv.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
cedera berhubungan dengan
proses
malignan
dan
kemoterapi
 Intervensi : Beri kemoterapi
sesuai
protokol,
lakukan
pencegahan terhadap efek
samping, seperti mukositis,
mual-muntah,
ototoksitas,
gangguan
elektrolit,
dan
extravasasi.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
61
Tanggal 17 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
Implementasi
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
2,6
6
2
3
1,4
1,2
1,2
4
4
5
5
3
3,4
3
4
2,3,4,6
6
Jam 07.30
 Mengkaji riwayat cairan sebelumnya;
- jam 05.00 diberikan Manitol 20% 65 ml
selama 30 menit.
- Jam 06.00 line 1 diberikan NaCl 0,9%
500 ml+Cisplatin 35 mg/IV, 20 ml/jam.
Line 2 cairan 2A+K (7 mEq) + Ca (7
mEq) + Mg(3 mEq) +Ondancentron 2
mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml (IV),
55 ml/jam.
- Klien BAB lembek seperti bubur, warna
kuning kecoklatan sebanyak 4 kali sejak
jam 21.00-06.00. KLien telah diberi Zink
20 mg po (2 hari sekali).
 Observasi pemberian kemoterapi
 Menghitung balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 1385 ml,
haluaran 580 ml+IWL 399 ml, balance
cairan +406 ml. Diuresis 1,8 ml/kgBB/
jam
Jam 08.00
 Mengikuti ronde devisi HematoOnkologi, hasil;
Klien terdapat demam dengan adanya
bakteri dalam urine, berikan antibiotik
cefotaxim.
 Mengkaji lingkar perut klien; 66 cm dan
61 cm.
Jam 09.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml,
anak malas minum (40% dihabiskan)
 Konsul DPJP; pasang NGT
Jam 09.30
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 10.00
 Mengajak klien berkomunikasi, bercanda
(melakukan stimulasi tumbuh kembang)
 Mengajak anak bermain ditempat tidur
sambil istirahat, melibatkan ibu bermain
bersama
Jam 12.00
 Mengukur suhu badan klien; 36,6oC
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
 Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim
350 mg PO
 Memberikan posisi nyaman dengan
bantal disamping kiri-kanan
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 37oC,
Nadi 112x/mnt, RR 24x/m, TD 110/78
mmHg.
 Observasi tanda-tanda ekstravasasi pada
lokasi sekitar IVFD
Diagnosis 1
 Respon Adaptif : Ibu klien
mengatakan anaknya tidak
ada muntah, Klien tidak
anemis, keluarga memahami
dan
koperatif
terhadap
pemasangan NGT, keluarga
memehami cara pemberian
nutrisi melalui NGT, nutrisi
dapat diberikan melalui NGT.
 Respon Inefektif : perut
klien tampak buncit, lingkar
perut 66 cm dan pusat 61 cm,
klien terpasang NGT. Klien
ada BAB ada BAB lembek
seperti bubur 2 kali, semalam
4 kali. Ibu mengatakan
anaknya
kurang
selera
makan.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi
secara
kompensasi
terhadap
ketidakseimbangan nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
monitoring
nutrisi,
manajemen
nutrisi,
memenuhi kebutuhan nutrisi,
yaitu 1480 kkal berupa
makanan cair F135 6x135 ml
dan IVFD.
Diagnosis 2
 Respon Adaptif : turgor kulit
elastis, membran mukosa
lembab, akral hangat, CRT < 2
dtk. balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 1385
ml, haluaran 979 ml, balance
cairan +406 ml. Diuresis 1,8
ml/kgBB/jam.
 Respon Inefektif : Klien ada
BAB ada BAB lembek seperti
bubur 2 kali, semalam 4 kali.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
kekurangan volume cairan.
 Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi,
balance cairan. Observasi
BAB, berikan cairan sesuai
kebutuhan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
62
1
1
2
2
1,6
1,2
1,2
1,2
1
2,6
4
4
5
5
2,3,4,6
2,6
3
6
1,2
Jam 12.30
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi, diet makanan
biasa; klien makan ½ porsi
 Memberikan minum pada klien 40 ml
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, akral
hangat, CRT < 2 dtk.
Klien ada BAB lembek seperti bubur,
warna kuning kecoklatan sebanyak 1 kali
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah
Jam 15.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml,
anak malas minum (30% dihabiskan)
 Edukasi orang tua tentang pemasangan
NGT; orang tua setuju untuk dipasang
NGT
Jam 16.00.
 Klien dilakukan pemasangan NGT
 Konsul dietisien untuk perubahan diet;
kebutuhan kalori klien adalah (RDA)
100 x 14,8 (kgBB ideal); 1480 kkal/hari.
Klien mendapat diet makanan cair F135
8x135 ml.
 Mengganti cairan line 2 dengan 2A+K(7
mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3 mEq) +
Ondancentron 2 mg+ Dexametasone
2mg. 500 ml, (IV) 55 ml/jam
Jam 16.30
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 17.00
 Ayah datang berkunjung dan terlibat
dalam perawatan anaknya.
 Observasi ayah melakukan stimulasi
tumbuh kembang dengan berkomunikasi,
membelai, bercanda
Jam 18.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,4oC,
Nadi 110x/mnt, RR 24x/m, TD 116/85
mmHg.
 Menghitung Intake-output cairan 12 jam
(06.00-18.00); masukan 1100 ml,
haluaran 420 ml, Diuresis 2,6 ml/kgBB/
jam. Klien ada BAB lembek seperti
bubur, warna kuning kecoklatan
sebanyak 1 kali
Klien tidak ada mual muntah
 Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim
350 mg PO.
 Observasi
tanda-tanda
adanya
extravasasi pada lokasi sekitar IVFD;
tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri.
Jam 18.30
 Melakukan edukasi pada orang tua
Diagnosis 3
 Respon Adaptif : suhu badan
klien; 36,3oC.
 Respon Inefektif : Orang tua
mengatakan suhu badan
anaknya naik turun, jam
03.00 suhu badan klien
38,3oC.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara
kompensasi terhadap masalah
hipertermia
 Intervensi : lakukan kompres
hangat
dan
berikan
paracetamol sirup 150 mg (6
ml) PO jika ada demam.
Diagnosis 4
 Respon Adaptif : Klien
dapat beristirahat dengan
baik, skala nyeri 1, orang tua
dapat melakukan menajemen
nyeri distraksi dengan baik
 Respon Inefektif : ; klien
tampak
merintih/menangis
jika merasa nyeri. Nyeri
hilang timbul, bertambah jika
klien banyak bergerak, skala
nyeri 2. Lingkar perut klien
66 cm dan 61 cm.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi
secara
kompensasi terhadap masalah
nyeri
 Intervensi : Melakukan
teknik distraksi, tindakan
kenyamanan dan pemberian
analgetik.
Diagnosis 5
 Respon Adaptif : Anak
senang
bermain,
ada
interaksi, mau berkomunikasi
dengan orang lain, Orang tua
dapat melakukan stimulasi
tumbuh kembang.
 Respon Inefektif : aktivitas
terbatas,
interaksi
klien
sedikit aktif, malas bergerak.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi
secara
kompensasi terhadap masalah
risiko
keterlambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan
 Intervensi
:
Stimulasi
tumbuh kembang anak sesuai
usia perkembangan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
63
1,4
1,2
6
6
3,4
1,2
tentang cara pemberian makanan cair
melalui NGT menggunakan Feeding
Burrete.
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml
melalui NGT dan membilas dengan 30
ml air.
Jam 19.00
 Memberikan cairan kumur; minosep
gargle 5 ml
 Observasi
orang
tua
melakukan
perawatan mulut pada klien
Jam 20.00
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
Jam 21.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml
melalui NGT dan membilas dengan 30
ml air.
Diagnosis 6
 Respon Adaptif : Klien tidak
ada mual muntah. Lokasi
sekitar IVFD; tidak ada
kemerahan, bengkak, nyeri.
Tanda-tanda vital normal,
tidak ada sianotis. Orang tua
dapat melakukan perawatan
mulut anak dengan baik
 Respon Inefektif : Klien ada
BAB ada BAB lembek seperti
bubur 2 kali, semalam 4 kali.
Klien
akan
mendapat
kemoterapi Doxorubicin 12,5
mg iv.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
cedera berhubungan proses
malignan dan kemoterapi
 Intervensi : Beri kemoterapi
sesuai
protokol,
lakukan
pencegahan terhadap efek
samping, seperti mukositis,
mual-muntah,
ototoksitas,
gangguan
elektrolit,
dan
extravasasi.
Tanggal 18 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
Implementasi
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
2,3
2
1,4
1,2
1,2
4
4
2,6
Jam 07.30
 Menerima hasil laboratorium urinalisis;
warna kuning, keruh, leukosit 2-4,
eritrosit 1-2, bakteria +, berat jenis
1.010, PH 0,6. Kesimpulan; ISK
 Menghitung balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 2390 ml,
haluaran 1050 ml+IWL 399 ml,
balance cairan +941 ml. Diuresis 3,3
ml/kgBB/ jam
Jam 08.00
 Mengkaji lingkar perut klien; 67 cm
dan 63 cm.
 Mengukur LLA : 11,3 cm (tetap).
Jam 09.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
30 ml air.
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan teknik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 10.00
 Mengganti cairan line 2 dengan
Diagnosis 1
 Respon Adaptif : Ibu klien
mengatakan anaknya tidak
ada muntah. Makanan cair
F135 6x135 ml, semua dapat
diberikan melalui NGT. BAB
konsistensi lunak 1 kali
(pagi), ukuran LLA tetap
(11,3 cm). Klien sudah mulai
meminta makanan selingan.
 Respon Inefektif : klien
tampak buncit, lingkar perut
67 cm dan pusat 63 cm. klien
terpasang NGT. Ibu klien
mengatakan anaknya kurang
berselera pada makanan biasa.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap ketidakseimbangan
nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
monitoring
nutrisi,
manajemen nutrisi, memenuhi
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
64
5
2
2,6
2,3,6
3,4
3
1,4
1,2
1,6
6
1,2
4
4
2,6
2,3,6
2
3
1,2,6
1
2A+K(7 mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3
mEq) + Ondancentron 2 mg+
Dexametasone 2mg. 500 ml, (IV) 75
ml/jam
 Observasi orang tua stimulasi tumbuh
kembang
dengan
berkomunkasi,
membelai, bercanda.
Jam 12.00
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, akral
hangat, CRT < 2 dtk
 Memberikan cairan NaCl 0,9% 250 ml
+ Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam
(selama 4 jam)
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC,
Nadi 116x/mnt, RR 28x/m, TD 109/68
mmHg.
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
 Memberikan
terapi
antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO
Jam 12.30
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
30 ml air.
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah
Jam 13.00
 Observasi tanda-tanda ekstravasasi
pada lokasi sekitar IVFD cairan NaCl
0,9% 250 ml + Doxorubicin 12,5 mg iv
62,5 ml/jam
Jam 15.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
30 ml air.
Jam 16.30
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 17.00
 Aff line 2 (line 1 sudah di aff jam
16.00), menutup stopper.
Jam 18.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,3oC,
Nadi 120x/mnt, RR 26x/m, TD 101/65
mmHg.
 Menghitung Intake-output cairan 12
jam (06.00-18.00); masukan 1770 ml,
haluaran 920 ml, Diuresis 5,76
ml/kgBB/ jam
 Memberikan
terapi
antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO.
 Monitoring; klien tidak ada mual
muntah
 Klien meminta makanan selingan
kebutuhan nutrisi, yaitu 1480
kkal berupa makanan cair
F135 6 x 135 ml dan IVFD
Diagnosis 2
 Respon Adaptif : turgor kulit
elastis, membran mukosa
lembab, akral hangat, CRT < 2
dtk, klien sudah 2 kali
meminta minum (50-60 ml).
Balance cairan 24 jam (06.0006.00); masukan 2340 ml,
haluaran 1449 ml, balance
cairan +891 ml. Diuresis 3,3
ml/kgBB/jam.
 Respon Inefektif : Ibu
mengatakan anaknya minum
tidak banyak, klien terpasang
NGT.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
kekurangan volume cairan.
 Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi,
balance cairan. Berikan cairan
sesuai kebutuhan.
Diagnosis 3
 Respon Adaptif : suhu badan
klien;
36,3oC.
Ibu
mengatakan sudah tidak ada
peningkatan suhu tubuh.
Peningkatan suhu tubuh
diatas
normal
terakhir
kemarin (17/3/2016) jam
03.00
 Respon Inefektif :  Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara integrasi
terhadap masalah hipertermi
 Intervensi : Diagnosis 4
 Respon Adaptif : Klien dapat
beristirahat baik, skala nyeri
1. Orang tua dapat melakukan
menajemen nyeri distraksi
dengan baik
 Respon Inefektif : ; klien
tampak
merintih/menangis
jika merasa nyeri. Nyeri
hilang timbul, bertambah jika
klien banyak bergerak, skala
nyeri 2. Lingkar perut klien;
67 cm dan 63 cm
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
65
1,4
1,2
6
6
3,4
5
5
1,2
1,2,3
(biscuit)
Jam 18.30
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
Jam 19.00
 Memberikan cairan kumur; minosep
gargle 5 ml
 Observasi orang tua melakukan
perawatan mulut pada klien
Jam 20.00
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg PO
 Ayah datang berkunjung dan terlibat
dalam perawatan anaknya.
 Observasi ayah melakukan stimulasi
tumbuh kembang
Jam 21.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
 Menerima hasil laboratorium analisis
tinja; Makroskopis, mikroskopis dan
pencernaan dalam batas normal
terhadap masalah nyeri
 Intervensi
:
Melakukan
teknik distraksi, tindakan
kenyamanan dan pemberian
analgetik.
Diagnosis 5
 Respon Adaptif : Anak
senang bermain, interaksi dan
komunikasi
baik,
dapat
duduk, Orang tua dapat
melakukan stimulasi tumbuh
kembang.
 Respon Inefektif :  Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara integrasi
terhadap
masalah
risiko
keterlambatan pertumbuhan
dan perkembangan
 Intervensi
:
Stimulasi
tumbuh kembang anak sesuai
usia perkembangan.
Diagnosis 6
 Respon Adaptif : Klien tidak
ada mual muntah, Lokasi
sekitar IVFD; tidak ada
kemerahan, bengkak, nyeri.
Tanda-tanda vital normal,
tidak ada sianotis. Orang tua
dapat melakukan perawatan
mulut anak dengan baik.
IVFD sudah di aff, klien
sudah selesai prokemoterapi
 Respon Inefektif :  Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara integrasi
terhadap
masalah
risiko
cedera berhubungan proses
malignan dan kemoterapi.
 Intervensi : -
Tanggal 21 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
Implementasi
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
1,4
1,2,4
Jam 07.30
Mengkaji perkembangan perawatan pada
hari sebelumnya;
 Lingkar perut klien tanggal 19 maret
2016; 67,5 cm dan 62,5 cm, tanggal 20
Maret 2016;
68,5 cm dan 63cm.
Pengikuran saat ini; 66 cm dan 62 cm.
 Tanggal 19 Maret 2016, menerima hasil
laboratorium; Hemoglobin 8,3 g/dl,
Hematokrit
27%,
Trombosit
279.000/µL, Leukosit 11.780/µL,
Diagnosis 1
 Respon Adaptif : Ibu klien
mengatakan anaknya tidak
ada muntah. Klien tidak
anemis. Makanan cair F135
4x135 ml, semua dapat
diberikan melalui NGT. BAB
konsistensi lunak 1 kali
(pagi). Klien sudah mulai
meminta makanan selingan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
66
1
1,2
1
2
1
1,4
1,2
1,2
4
4
2
2,4
4
1,2
1
2
1,2
Basofil 0,1%, Eosinofil 0,2%, Neutrofil
73,4%, Limfosit 18,4%, Monosit 5,9%,
LED 13 mm, MCV 72,8 fL, MCH 22,4
pg, MCHC 30,7 g/dl, SGOT 80 U/L,
SGPT 19 U/L, Albumin 2,92 g/dl,
Globulin 3,48, Alb.glob.ratio 0,9,
Protein total 6,4.gr/dl, Kreatinin darah
0,20 mg/dl, Ureum darah 24 mg/dl.
 Memberikan Albumin 25%+Lasix 10
mg 50 ml/IV, selama 3 hari (19-20-21
Maret 2016)
 Tanggal 20 Maret 2016 melakukan
transfusi PRC 200 ml
 Ada muntah; tanggal 19 maret 2016 1
kali, 20 maret 2016 1 kali.
 Menghitung balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 1190 ml,
haluaran 1340 ml+IWL 399 ml,
balance cairan -549 ml. Diuresis 4,2
ml/kgBB/jam
Jam 08.00
 Mengikuti ronde devisi metabolik;
kemampuan makan klien mulai
meningkat (makanan selingan/ biskuit
dihabiskan), perubahan diet makanan
menjadi makanan biasa 800 kkal 2 kali,
dan F135 6x135 ml (720 kkal)
Jam 09.00
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah
Jam 09.30
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 12.00
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, akral
hangat, CRT < 2 dtk
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,8oC,
Nadi 110x/mnt, RR 24x/m, TD 102/60
mmHg.
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
 Memberikan
terapi
antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Memberikan klien nutrisi makanan
biasa; klien makan 2/3 porsi
 Memberikan klien minum 70 ml
Jam 15.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
 Respon Inefektif : klien
tampak buncit, lingkar perut
66 cm dan pusat 62 cm. klien
terpasang NGT. klien makan
makanan biasa ½ - 2/3 porsi.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap ketidakseimbangan
nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
monitoring
nutrisi,
manajemen nutrisi, memenuhi
kebutuhan nutrisi, yaitu yaitu
1480 kkal berupa makanan
biasa 800 kkal 2 kali, dan
F135 4x135 ml (720 kkal)
Diagnosis 2
 Respon Adaptif : turgor kulit
elastis, membran mukosa
lembab, akral hangat, CRT < 2
dtk, klien sudah 2 kali
meminta minum (50-60 ml).
Diuresis 4,2 ml/kgBB/jam.
 Respon Inefektif : Ibu
mengatakan anaknya masih
malas minum, klien terpasang
NGT. balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 1190
ml, haluaran 1739 ml, balance
cairan -549 ml.
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap
masalah
risiko
kekurangan volume cairan.
 Intervensi : Observasi tandatanda vital, status hidrasi,
balance cairan. Berikan cairan
sesuai kebutuhan.
Diagnosis 4
 Respon Adaptif : Klien dapat
beristirahat baik, skala nyeri
1. Orang tua dapat melakukan
menajemen nyeri distraksi
dengan baik
 Respon Inefektif : ; klien
tampak
merintih/menangis
jika merasa nyeri. Nyeri
hilang timbul, bertambah jika
klien banyak bergerak, skala
nyeri 2. Lingkar perut klien;
66 cm dan 62 cm
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah nyeri
 Intervensi
:
Melakukan
teknik distraksi, tindakan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
67
1
4
4
2,4
1,2
2
1,4
2
1,2
4
1,2
 Memberikan Albumin 25%+Lasix 10
mg 50 ml/iv.
Jam 17.00
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 18.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC,
Nadi 120x/mnt, RR 26x/m, TD 101/65
mmHg
 Monitoring; klien tidak ada mual
muntah
 Menghitung Intake-output cairan 12
jam (06.00-18.00); masukan 620 ml,
haluaran 350 ml, Diuresis 2,2 ml/kgBB/
jam
 Memberikan
terapi
antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO.
Jam 18.30
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Memberikan klien nutrisi makanan
biasa; klien makan ½ porsi
 Memberikan klien minum 60 ml
Jam 20.00
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
Jam 21.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
kenyamanan dan pemberian
analgetik.
Tanggal 22 Maret 2016
Diagnosis
Keperawatan
Implementasi
Keperawatan
1,2,4
Jam 07.30
 Menerima
hasil
laboratorium;
Hemoglobin 9,5 g/dl, Hematokrit
29,6%, Eritrosit 3,8 106/µL, Trombosit
173.000/µ, Leukosit 15.280/µL, Basofil
0,1%, Eosinofil 0,6%, Neutrofil 88,9%,
Limfosit 8,5%, Monosit 1,9%,LED 15
mm, MCV 76,1 fL, MCH 24,4 pg,
MCHC 32,1 g/dl, Albumin 4,44 g/dl.
 Mengukur lingkar perut; 65 cm dan
61,5 cm.
 Monitoring mual dan muntah; jam
05.00 klien ada muntah 1 kali (isi
cairan).
 Menghitung balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 1200 ml,
haluaran 780 ml+IWL 399 ml, balance
cairan
+21
ml.
Diuresis
2,4
ml/kgBB/jam
Evaluasi
Keperawatan
Jam 21.00
1,4
1,2
2
Diagnosis 1
 Respon Adaptif : Ibu klien
mengatakan selera makan
anaknya mulai meningkat.
Klien tidak anemis. Makanan
cair F135 4x135 ml, semua
dapat diberikan melalui NGT.
Klien meminta makanan
selingan. Albumin 4,44 g/dl.
 Respon Inefektif : klien
tampak buncit, lingkar perut
65 cm dan pusat 61,5 cm.
klien terpasang NGT. klien
makan makanan biasa 2/3
porsi.
Ibu
mengatakan
anaknya ada muntah 1 kali
(jam 05.00).
 Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
68
1,4
1,2
1,2
4
4
2
1,2,4
4
1,4
1
2
1,2
1,2
4
4
1,2,4
1,2
2
1,4
1
2
4
Jam 09.00
 Mengatur posisi semifowler pada klien
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
 Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah
Jam 11.00
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 12.00
 Monitor status hidrasi klien; turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, akral
hangat, CRT < 2 dtk
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,5oC,
Nadi 112x/mnt, RR 22x/m, TD 96/58
mmHg.
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
 Memberikan
terapi
antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Memberikan klien nutrisi makanan
biasa; klien makan 2/3 porsi
 Memberikan klien minum 80 ml
Jam 13.00
 Melakukan discharge planning
Jam 15.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
Jam 16.00
 Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
 Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 18.00
 Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC,
Nadi 118x/mnt, RR 22x/m, TD 98/62
mmHg
 Monitoring; klien tidak ada mual
muntah
 Menghitung Intake-output cairan 12
jam (06.00-18.00); masukan 660 ml,
haluaran 400 ml, Diuresis 2,5 ml/kgBB/
jam
 Memberikan
terapi
antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO.
Jam 18.30
 Mengatur posisi duduk pada klien
 Memberikan klien nutrisi makanan
biasa; klien makan 2/3 porsi
 Memberikan klien minum 70 ml
Jam 20.00
 Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
terhadap ketidakseimbangan
nutrisi.
 Intervensi
:
melakukan
monitoring
nutrisi,
manajemen nutrisi, memenuhi
kebutuhan nutrisi, yaitu yaitu
1480 kkal berupa makanan
biasa 800 kkal 2 kali, dan
F135 4x135 ml (720 kkal)
Diagnosis 2
 Respon Adaptif : turgor kulit
elastis, membran mukosa
lembab, akral hangat, CRT <
2 dtk, balance cairan 24 jam
(06.00-06.00); masukan 1200
ml, haluaran 780 ml+IWL
399 ml, balance cairan +21
ml. diuresis 2,4 ml/kgBB/jam
klien sudah 2 kali meminta
minum
(60-70ml).
Ibu
mengatakan
keinginan
minum
anak
semakin
meningkat
 Respon Inefektif :  Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara integrasi
terhadap
masalah
risiko
kekurangan volume cairan.
 Intervensi : Diagnosis 4
 Respon Adaptif : Klien dapat
beristirahat baik, skala nyeri
1. Orang tua dapat melakukan
menajemen nyeri distraksi
dengan baik. Lingkar perut
menurun bertahap selama 2
hari. (65 cm dan 61,5 cm).
 Respon Inefektif : ; klien
tampak
merintih/menangis
jika merasa nyeri. Nyeri
hilang timbul, bertambah jika
klien banyak bergerak.
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah nyeri
 Intervensi
:
Melakukan
teknik distraksi, tindakan
kenyamanan dan pemberian
analgetik.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
69
1,2
Jam 21.00
 Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.
Tabel 2.12. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. saat Persiapan Pulang
Tanggal 23 Maret 2016 (Jam 10.00 klien pulang/keluar RS)
Diagnosis
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Diagnosis 1 ; Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Jam 09.00
 Respon Adaptif : klien tidak anemis, Makanan cair F135 4x135
ml, semua dapat diberikan melalui NGT. Albumin 4,44 g/dl,
ukuran LLA tetap (11,3 cm) , Klien berkeinginan makanan
selingan. Ibu klien mengatakan selera makan anaknya sudah
meningkat, dan tidak ada muntah.
 Respon Inefektif : klien tampak kurus, perut klien tampak
buncit, lingkar perut menurun bertahap selama 2 hari ( sekarang;
65 cm dan pusat 61 cm). klien makan 2/3 porsi, masih terpasang
NGT.
 Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Diagnosis 4 ; Nyeri
akut
 Respon Adaptif : klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1.
Orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan
baik.
 Respon Inefektif : klien tampak merintih/menangis jika merasa
nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak
bergerak. Lingkar perut 65 cm dan 61 cm.
 Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap
masalah nyeri
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
70
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI
Bab ini menguraikan tentang ringkasan pencapaian kompetensi ners spesialis anak saat
melakukan praktik klinik keperawatan pada beberapa rumah sakit sebagai tatanan
pelayanan kesehatan. Kompetensi menggambarkan kemampuan ketrampilan tehnikal,
intelektual dan interpersonal. Bab ini memuat tentang kompetensi yang ingin dicapai
dalam kontrak belajar dan pencapaiannya, pembahasan pencapaian kompetensi serta
implementasi Evidence Based Nursing Practice yang di gunakan pada asuhan
keperawatan.
3.1. Pencapaian Kontrak Belajar
Kontrak belajar mengambarkan kompetensi yang ingin dicapai melalui praktik
klinik keperawatan ners spesialis anak. Kontrak belajar dibuat dalam 2 tahap
yaitu; Praktek ners spesialis tahap pertama, untuk praktik klinik keperawatan anak
lanjut dan Praktek ners spesialis tahap kedua untuk praktek klinik khusus. Kontrak
belajar dibuat sebelum residen praktik dan dikonsultasikan kepada supervisior dan
supervisior utama. Kontrak belajar meliputi tujuan praktik, aktivitas yang
dikaitkan dengan kompetensi, metode pelaksanaan aktivitas dan waktu atau jadwal
pelaksanaan.
3.1.1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut
Praktik klinik keperawatan anak lanjut terdiri dari; keperawatan anak lanjut
I (perawatan neonatus), keperawatan anak lanjut II (perawatan penyakit
infeksi/akut) dan keperawatan anak lanjut III (perawatan penyakit non
infeksi/kronis).
1) Keperawatan anak lanjut I (perawatan neonatus)
Praktik keperawatan neonatus dilaksanakan dengan target waktu
selama 4 minggu, pada pelayanan neonatus tingkat I, II dan III.
Pelayanan keperawatan neonatus tingkat I adalah neonatus normal,
stabil dan cukup bulan. Pelayanan keperawatan neonatus tingkat II
adalah bayi prematur yang memerlukan resusitasi dan stabilisasi, bayi
dengan penggunaan ventilasi mekanik
jangka waktu singkat.
Sedangkan pelayanan keperawatan neonatus tingkat III adalah
pelayanan
keperawatan
neonatus
intensif,
yang
memerlukan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 70
Ponidjan, FIK UI, 2016
71
pengawasan terus menerus. Untuk itu target kompetensi pengelolaan
kasus yang dibuat residen sesuai dengan tingkat pelayanan neonatus
adalah kasus bayi dengan hiperbilirubin, BBLR dan IRDS (Idiopatik
respiration distress syndrome). Target ketrampilan prosedur pada
perawatan neonatus adalah perawatan metode kangguru, penilaian
masa gestasi, manajemen laktasi, resusitasi bayi, penerapan asuhan
perkembangan,
pemantauan
menggunakan
alat
kardiorespirasi,
pemantauan neonatus dengan terapi sinar.
Praktik ners spesialis keperawatan neonatus dilaksanakan diruang
perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta selama 4 minggu, yaitu pada
tanggal 14 September-9 Oktober 2015. Praktek dilakukan pada ruang
seruni (perawatan neonatus tingkat I dan II) dan ruang kemuning
(perawatan neonatus tingkat III/NICU). Residen melakukan asuhan
keperawatan pada 3 (tiga) neonatus sebagai kasus kelolaan, yaitu
neonatus cukup bulan dengan hiperbilirubinemia, neonatus dengan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR); neonatus kurang bulan (NKB), kecil
masa kehamilan (KMK), neonatus dengan transient tachypnea of the
newborn (TTN), Pada ruang perinatologi ini, residen juga memberikan
asuhan keperawatan pada neonatus dengan berbagai kasus, seperti;
hyaline
membrane
disease
(HMD),
pneumonia,
necrotizing
enterocolitis (NEC), ventricular septal defect (VSD), sepsis awitan
dini, hirschsprung dengan kolostomi, neonatus kurang bulan dengan
sindrom down.
Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan
keperawatan pada ruang perinatologi adalah stabilisasi kondisi bayi,
mengoperasikan inkubator, menilai masa gestasi dengan menggunakan
ballard score, development care, pemberian fototerpy, monitoring
penggunaan alat bantu pernapasan-jantung (ventilator), manajemen
BBLR (perawatan metode kanguru), pemberian nutrisi dan cairan,
pemberian
obat-obatan,
pendidikan
kesehatan
tentang
laktasi,
pendidikan kesehatan tentang penyakit /kondisi klien, discharge
planning dan melakukan dokumentasi keperawatan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
72
2) Keperawatan anak lanjut II (perawatan penyakit infeksi/akut)
Praktik keperawatan penyakit infeksi/akut dilaksanakan dengan target
6 minggu, di ruang perawatan anak infeksi. Lingkup praktek
keperawatan
penyakit
infeksi/akut
adalah
memberikan
asuhan
keperawatan pada anak berbagai usia dengan kondisi/penyakit akut
pada berbagai sistem tubuh, yang menyebabkan perubahan pemenuhan
kebutuhan dasar. Target kompetensi diruang rawat infeksi adalah
merawat
anak dengan
masalah sistem pernapasan,
gangguan
keseimbangan cairan, masalah sistem gastro-hepatologi dan infeksi
sistem persarafan. Untuk itu target kompetensi pengelolaan kasus yang
dibuat residen sesuai dengan target pemberian asuhan keperawatan.
Target kompetensi yang disusun dalam kontrak belajar adalah merawat
anak dengan kasus broncopneumonia, diare dan meningitis.
Praktik ners spesialis dilaksanakan diruang perawatan anak infeksi
(gedung A) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 6 minggu,
yaitu pada tanggal 26 Oktober-4 Desember 2015. Praktek dilakukan
pada semua ruang perawatan anak infeksi dengan rotasi setiap 1
minggu. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3 (tiga) anak
sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan pneumonia aspirasi, anak
dengan diare + riwayat dehidrasi & asidosis metabolik, dan anak
dengan atresia biliary + Infeksi saluran perkemihan (ISK). Pada ruang
perawatan anak infeksi ini, residen juga memberikan asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
berbagai
kasus,
seperti;
Laringomalasia, sepsis, kolestosis, epilepsi, hydrocephalus, atresia ani,
meningitis TB, fungus ball dan human immunodeficiency virus (HIV),
ventricular septal defect (VSD) dan decompensasi cordis, atresia ani
dan gizi buruk, budd chiary syndrome, efusi pleura, hematemesis cc
varices oesofagus.
Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan
keperawatan pada ruang perawatan anak infeksi adalah monitoring
menggunakan Nursing Early Warning Scoring System (NEWSS),
menilai GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, melakukan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
73
suction, mengidentifikasi status nutrisi, memberikan nutrisi melalui
NGT dan Nasojejunal feeding tube (NJFT), memasang NGT,
memberikan terapi oksigen, memberikan terapi inhalasi (nebulizer),
merawat luka, memasang infus, mengambil sampel darah vena,
merawat tracheostomy, merawat colostomy, pendidikan kesehatan
tentang laktasi, pendidikan kesehatan tentang penyakit /kondisi klien,
discharge planning dan melakukan dokumentasi keperawatan.
3) Keperawatan anak lanjut III (perawatan penyakit non infeksi/kronis)
Praktik keperawatan penyakit non infeksi/kronis dilaksanakan di ruang
perawatan anak non infeksi dengan target waktu selama 6 minggu.
Lingkup praktek keperawatan penyakit non infeksi/kronis adalah
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kondisi/penyakit
kronik pada berbagai sistem tubuh, yang menyebabkan perubahan
pemenuhan kebutuhan dasar. Target kompetensi diruang rawat non
infeksi dapat dipilih dari beberapa kasus sebagai berikut; merawat anak
dengan gangguan hematologi, kardiovasikuler, sistem perkemihan,
onkologi dan anak dengan kebutuhan khusus. Untuk itu target
kompetensi pengelolaan kasus yang dibuat residen dalam kontrak
belajar yaitu; merawat anak dengan thalasemia, leukemia limfoblastik
akut dan sindroma nefrotik.
Praktik ners spesialis diruang perawatan anak non infeksi dilaksanakan
di RSPAD Gotot Soebroto selama 6 minggu, pada tanggal 7 Desember
2015-15 Januari 2016. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3
(tiga) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan neuroblastoma,
leukemia mieloblastik akut, limfoma non hodgkin. Pada ruang
perawatan anak non infeksi ini, residen juga memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; leukemia
limfoblastik akut, ewing sarcoma, kanker nasofaring, yolk salk tumor,
kanker
ovarium,
retinoblastoma,
hemophilia,
idiophatic
thrombocytopenic purpura (ITP), diabetes malitus dan hypertensi.
Kompetenesi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan
keperawatan pada ruang perawatan anak non infeksi adalah menilai
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
74
GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, mengidentifikasi
status nutrisi, memberikan nutrisi melalui NGT, memasang NGT,
memberikan terapi oksigen, memberikan terapi inhalasi (nebulizer),
memasang infus, mengambil sampel darah vena, manajemen nyeri
(non farmakologi), kompres, memberikan transfusi darah (PRC dan
TC), perawatan stomatitis, pemberian dan monitoring kemoterapi,
pemberian obat-obatan, terapeutic play, pendidikan kesehatan tentang
penyakit/kondisi
klien,
discharge
planning
dan
melakukan
dokumentasi keperawatan.
3.1.2. Kontrak Belajar Praktik Klinik Khusus
Praktik keperawatan klinik khusus adalah praktek berdasarkan area
peminatan yang diminati oleh residen. Area peminatan yang dipilih oleh
residen adalah non infeksi. Praktek ini dilaksanakan dengan target waktu
11 minggu. Pada praktek klinik khusus, residen dapat menambah
ketrampilan profesionalnya sekaligus dapat melengkapi target yang sudah
ditentukan pada semester sebelumnya, sehingga menjadi lebih percaya diri
pada area peminatan yang diminatinya. Target kompetensi kasus kelolaan
pada praktik klinik khusus ini adalah merawat anak dengan gangguan
nutrisi,
gangguan
pembekuan
darah/kelainan
darah,
gangguan
kardiovasikuler dan gangguan pada sistem perkemihan. Kasus kelolaan
yang disusun oleh residen pada kontrak belajar adalah merawat anak
dengan gangguan nutrisi, merawat anak dengan gangguan kardiovasikuler,
merawat anak dengan gangguan sistem perkemihan, dan merawat anak
dengan gangguan hematologi-onkologi.
Praktik keperawatan klinik khusus oleh ners spesialis diruang perawatan
anak non infeksi dilaksanakan pada 2 rumah sakit, yaitu RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta dilaksanakan selama 6 minggu, yaitu pada tanggal
15 Februari-25 Maret 2016 dan RSAB Harapan kita Jakarta dilaksanakan
selama 5 minggu, yaitu pada tanggal 28 Maret-29 April 2016. Praktek
dilakukan pada ruang perawatan kemoterapi, ruang perawatan netropeni,
ruang perawatan kanker dan ruang perawatan penyakit non infeksi
(kardiovasikuler
dan
perkemihan).
Residen
melakukan
asuhan
keperawatan pada 5 (lima) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
75
osteosarkoma, gagal ginjal kronik, hepatoblastoma + gizi buruk, leukemia
limfoblastik akut + obesitas, tumor willm’s + gizi buruk. Pada ruang
perawatan anak non infeksi ini, residen juga memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; leukemia
limfoblastik akut, leukemia myeloblastik akut, neuroblastoma, limfoma
non hodgkin, yolk salk tumor, retinoblastoma, hemophilia, idiophatic
thrombocytopenic purpura (ITP), hematemesis melena cc. varices
oesofagus, synovio sarcoma, soft tissue tumor region femur, teratoma,
Germ cell tumor, thalasemia, anemia aplastik, sistemik lupus eritematous,
penyakit jantung rematik, sindroma nefrotik resisten steroid (SNRS).
Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan
keperawatan pada ruang perawatan anak non infeksi adalah monitoring
menggunakan NEWSS, menilai GCS, menghitung kebutuhan dan balance
cairan, mengidentifikasi status nutrisi, memasang NGT, memberikan
nutrisi melalui NGT, memberikan terapi inhalasi (nebulizer), memberikan
terapi oksigen, mengambil sampel darah vena, memasang infus,
manajemen nyeri (non farmakologi), kompres, memberikan transfusi darah
(PRC dan TC), manajemen mual muntah (akupresur), perawatan
stomatitis,
melakukan
prosedur
dialisis
ambulatory
peritoneal
dialysis
(CAPD),
menggunakan
pemberian
continous
obat-obatan,
pemberian dan monitoring kemoterapi, terapeutic play, pendidikan
kesehatan tentang penyakit/kondisi klien, discharge planning dan
melakukan dokumentasi keperawatan.
3.2. Pembahasan
Kompetensi
Praktik
Spesialis
Keperawatan
Anak
dan
Pencapaian
Standar kompetensi perawat diartikan sebagai patokan atau ukuran yang
disepakati terhadap kemampuan seorang perawat dalam menyelesaikan tugas atau
pekerjaannnya sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kemampuan
tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diobservasi.
(PPNI, 2010). Standar kompetensi perawat diperlukan untuk memastikan agar
masyarakat sebagai penerima pelayanan mendapatkan asuhan keperawatan yang
aman dan berkualitas.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
76
Standar
kompetensi
perawat
merupakan
pedoman
bagi
perawat
untuk
menjalankan peran profesinya. Menurut International Council of Nursing (ICN,
2009) standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang ners spesialis adalah
melakukan praktek secara profesional sesuai etik dan legal (professional, ethical
and legal practice), melakukan manajemen keperawatan dan memberikan asuhan
keperawatan (care provision and management), mengembangkan kualitas
pelayanan
keperawatan
termasuk
mengembangkan
profesionalisme
dan
personalisme (professional, personal and quality development).
Pencapaian kompetensi perawat ini diperoleh melalui praktek ners spesialis
keperawatan anak dalam 2 tahap, yaitu Tahap pertama dilaksanakan selama 16
minggu, yaitu pada tanggal 14 September 2015-15 Januari 2016 dan tahap kedua
selama 11 minggu, yaitu tanggal 15 Februari 2015-29 April 2016. Praktek ners
spesialis tahap pertama dilaksanakan di RSAB Harapan Kita Jakarta, RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan RSPAD Gotot Soebroto. Sedangkan praktek
ners spesialis tahap kedua dilaksanakan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
dan RSAB Harapan Kita Jakarta. Berikut ini adalah pencapaian kompetensi ners
spesialis anak sesuai peran perawat sebagai pemberi asuhan, advokator, pendidik,
peneliti dan sebagai inovator.
3.2.1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan langsung pada bayi,
anak dan keluarga. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan secara
komprehensif mengacu pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian
keperawatan, menganalisa masalah keperawatan, menegakkan diagnosa
keperawatan, merencanakan dan melakukan intervensi keperawatan serta
melakukan
evaluasi
keperawatan.
Residen
memberikan
asuhan
keperawatan pada anak sesuai standar kompetensi dengan memperhatikan
prinsip tanggung jawab, etik dan legal keperawatan. Penerapan prinsip ini
yaitu dengan
menjaga kerahasiaan informasi dari klien dan keluarga,
memberikan kebebasan pada klien dan keluarga untuk menetukan sendiri
asuhan keperawatan yang diberikan dan menghormati hak-hak dari pada
klien. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis anak dan keluarga, mendampingi keluarga
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
77
sebagai partner sesuai prinsip family centered care, dan bekerja sama
dengan tim kesehatan lainnya dalam meningkatkan kesehatan anak.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan residen pada 3(tiga)
ruangan perawatan anak yaitu perinatologi, anak infeksi dan non infeksi.
Pada ruang perawatan perinatologi residen memberi asuhan keperawatan
pada bayi dengan 10 (sepuluh) kasus yang berbeda. Di ruang perawatan
anak infeksi, pemberian asuhan keperawatan dilakukan residen pada 17
(tujuhbelas) kasus, sedangkan di ruang non infeksi sebanyak 26 (duapuluh
enam) kasus yang berbeda. Pemberian asuhan keperawatan di ruang
perawatan perinatologi sudah sesuai dengan target kompetensi dalam
kontrak belajar, baik untuk pengelolaan kasus maupun ketrampilan
prosedur. Pada ruang perawatan anak infeksi, target pengelolaan kasus
meningitis diganti dengan atresia biliary + Infeksi saluran perkemihan
(ISK) karena kasus meningitis TB ada pada saat 2 hari menjelang selesai
praktik di ruangan tersebut, sehingga kasus meningitis diambil sebagai
kasus resume. Sedangkan pada ruang perawatan non infeksi, target kasus
thalassemia dan sindroma nefrotik tidak di dapatkan pada tahap 1, namun
kasus tersebut dapat dicapai residen pada tahap ke 2. Target kasus kelolaan
untuk penyakit gangguan kardiovasikuler pada tahap 2 di ruang perawatan
non infeksi dicapai residen dengan memberi asuhan keperawatan pada
anak dengan penyakit jantung rematik. Namun target kasus kelolaan dibuat
dalam bentuk resume karena minimnya kasus tersebut di lahan praktek.
Pencapaian ketrampilan prosedur untuk ruang perawatan anak infeksi dan
non infeksi sudah dapat dicapai sesuai target kompetensi.
3.2.2. Peran Sebagai Advokat
Peran sebagai advokat dilakukan oleh residen dengan membantu klien dan
orang tua dalam menginterpretasikan berbagai informasi dalam pemberian
asuhan keperawatan sehingga keluarga dapat menentukan keputusan
sendiri tanpa paksaan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Dalam
melaksanakan peran ini ners spesialis berfungsi sebagai penghubung antara
keluarga dengan tim kesehatan lainya dengan tetap memperhatikan aspek
etik dan legal keperawatan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
78
Permasalahan yang pernah dihadapi oleh residen saat praktik ners spesialis
keperawatan anak yaitu pada saat orang tua klien mempertanyakan tentang
perubahan protokol kemoterapi anaknya. Klien terdiagnosa dengan Acute
myeloblastic leukemia (AML) setahun yang lalu dan dalam menjalani
kemoterapi klien sudah pernah mengalami perubahan protokol kemoterapi
dari protokol AML menjadi protokol Leukemia akut non fimfoblastik. Saat
ini klien dirawat untuk dilakukan kemoterapi mengalami perubahan
protokol lagi menjadi Non hodgkin lymphoma (NHL). Tindakan yang
dilakukan residen terkait dengan peran advokator adalah berupaya
menfasilitasi keluarga dengan berkonsultasi dengan dokter tentang
perubahan protokol kemoterapi tersebut. Dokter kemudian mendatangi
keluarga dan menjelaskan alasan perubahan protokol tersebut yaitu karena
disesuaikan dengan hasil biopsi sebelumnya. Residen tetap mendampingi
keluarga saat penjelasan berlangsung. Setelah mendapatkan penjelasan,
keluarga diminta untuk memutuskan sendiri apakah bersedia atau tidak
bersedia melanjutkan kemoterapi dengan protokol baru tersebut. Residen
dalam menjalankan peran ini berusaha bersikap profesional dan caring
serta menghormati hak-hak klien. Keluarga klien akhirnya memutuskan
bersedia kemoterapi menggunakan protokol Non hodgkin lymphoma.
3.2.3. Peran Sebagai Pendidik
Memberikan pendidikan kesehatan merupakan salah satu peran penting
dari ners spesialis anak. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan
residen pada berbagai tingkatan, yaitu pada klien dan keluarga, mahasiswa
DIII dan S1 keperawatan yang praktek seruangan dengan residen serta
kepada perawat ruangan sebagai teman sejawat. Pendidikan kesehatan
pada klien dan keluarga dilakukan dengan tujuan agar anak dan keluarga
dapat beradaptasi dengan hospitalisasi dan prosedur tindakan serta
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam merawat
anaknya. metode yang digunakan pada anak dan keluarga adalah ceramah
dan diskusi, yang meliputi informasi tentang; manfaat ASI dan teknik
menyusui yang baik, perawatan metode kangguru, pemberian makanan
melalui NGT menggunakan feeding burette, efek kemoterapi, antisipasi
mual dan muntah, mencuci tangan menggunakan 6 langkah WHO,
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
79
perawatan mulut dan mukositis, manajemen nyeri menggunakan teknik
distraksi.
Pendidikan kesehatan pada mahasiswa DIII dan S1 Keperawatan dilakukan
pada saat residen praktik di ruang perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta,
di ruang perawatan infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan di
ruang perawatan non infeksi RSPAD Gotot Soebroto. Saat tersebut,
bertepatan ada mahasiswa keperawatan yang praktek bersama dengan
residen. Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan bedside
teaching.
Pendidikan
kesehatan
meliputi
materi
tentang
asuhan
keperawatan yang terdapat pada ruang perinatologi, infeksi dan non
infeksi, seperti asuhan keperawatan pada anak dengan hyperbilirubin,
BBLR, hydrocephalus, atresia bilier, leukemia (ALL dan AML) dan
kemoterapi.
Kegiatan pendidikan kesehatan tidak terstruktur yang dilakukan residen
pada perawat ruangan dilaksanakan saat selesai operan dinas pagi, yang
dilanjutkan dengan pemberian materi dan diskusi. Pendidikan kesehatan
tentang hasil penelitian dalam jurnal yang dapat diaplikasikan sesuai hasil
pengamatan fenomena yang ada di tempat praktik saat itu. diantaranya
adalah; efektivitas kain putih yang digantung pada sisi lampu fototerapi,
efektivitas posisi prone terhadap residu lambung bayi premature,
pemberian makanan cair melalui NGT menggunakan feeding burette,
menentukan panjang NGT dengan menggunakan metode nose-ear-midumbilicus/NEMU dan manajemen mual muntah karena kemoterapi
menggunakan akupresur.
Pendidikan kesehatan terstrukur dilakukan residen secara tim (3 orang
residen) di ruangan non infeksi (ruang anggrek) RSAB Harapan Kita
Jakarta. Presentasi menggunakan power point dan LCD dengan topik
“Perawatan Paliatif”. Topik ini dipilih karena hanya 1 perawat saja di
ruang anggrek tersebut yang pernah mengikuti seminar perawatan paliatif.
Sementara selama 5 minggu praktik pada ruangan tersebut, terdapat 6
pasien yang dirawat dengan paliatif. Metode yang digunakan pada
pendidikan kesehatan ini adalah ceramah, dan diskusi. Presentasi ini
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
80
dihadiri oleh perawat ruangan, pembimbing praktik, kepala ruangan dan
bagian keperawatan rumah sakit.
3.2.4. Peran Sebagai Peneliti
Penelitian merupakan salah satu metode efektif yang digunakan untuk
mendapatkan intervensi keperawatan yang berdasarkan pada evidence
based practice (pembuktian ilmiah). Sebagai calon perawat spesialis anak,
residen berkewajiban memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Untuk itu residen perlu melakukan penelusuran berbagai jurnal penelitian
yang terkait dengan kasus yang ada agar hasil tersebut dapat diaplikasikan.
Hasil penelitian yang sudah diaplikasikan pada kasus kelolaan antara lain;
a. Pemberian posisi prone untuk menurunkan residu lambung pada bayi
prematur (Chen, Tzeng, Gau, Kuo & Chen, 2013).
b. Menurunkan kadar bilirubin dengan menggunakan kain putih yang
digantung pada sisi lampu fototerapi (Sivanandan, Chawla, Mirsa,
Agarwal & Deorari, 2009).
c. Menentukan panjang NGT dengan menggunakan metode nose-earmid-umbilicus/NEMU lebih akurat dari pada metode nose-earxiphoid/NEX (Ellett, Cohen, Perkins, Croffie, Lane & Austin, 2012).
d. Melakukan intervensi psikoedukasi pada anak yang mendapat
kemoterapi dalam mengendalikan mual dan muntahnya (Chan et al.
2015).
e. Melakukan pengkajian mual pada anak kanker dengan menggunakan
Baxter Retching Faces/BARF (Baxter et al. 2011)
f. Penggunaan terapi massage untuk menurunkan nyeri pada anak kanker
(Manuel & Mota, 2013).
3.2.5. Peran Sebagai Innovator
Peran sebagai innovator merupakan peran residen sebagai change agent
atau sebagai agen pembaharu. Peran sebagai innovator dilaksanakan
residen dengan membuat proyek inovasi. Proyek inovasi dilaksanakan
sebanyak 2 kali pada saat praktek ners spesialis tahap 1 diruang perawatan
anak infeksi dan praktek ners spesialis tahap 2 diruang non infeksi (gedung
A) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada tahap 1, proyek inovasi
dilaksanakan secara berkelompok (3 residen), sedangkan pada tahap 2,
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
81
proyek inovasi laksanakan secara mandiri. Pelaksanaan proyek inovasi ini
disesuaikan dengan kebutuhan pada unit pelayanan dimana residen
melakukan praktik.
Proyek inovasi ini didasarkan pada evidence based practice dan analisis
masalah menggunakan metode PICO yaitu populasi/problem, intervensi,
comparation dan outcome. Setelah masalah diidentifikasikan, maka
disusunlah strategi penyelesaian masalah yang meliputi kegiatan searching
literatur/jurnal, membuat kerangka acuan/proposal, melakukan konsultasi
pada pembimbing dan supervisior, melakukan koordinasi dengan kepala
ruangan/poliklinik, presentasi dan sosialisasi, melakukan implemetasi
intervensi, dan melakukan evaluasi terkait pelaksanan proyek inovasi.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan proyek inovasi menggunakan
pendekatan PDSA (plan, do, study, act). Plan adalah mengidentifikasi
persiapan akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan. Do adalah
melaksanakan kegiatan perubahan. Kegiatan yang dilakukan perlu
dievaluasi pada tahap study untuk mengetahui keberhasilan perubahan, dan
act adalah melakukan tindakan perbaikan sesuai hasil keberhasilan
perubahan.
3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice
Evidence Based Nursing Practice atau praktek keperawatan berbukti ilmiah pada
karya ilmiah ini berorientasi pada pendidikan kesehatan anak dan keluarga di
ruang perawatan terkait dengan pemberian nutrisi pada anak. EBP ini dipilih
sesuai hasil analisa residen terhadap masalah yang terjadi di lahan praktik dan
digunakan sebagai solusi masalah yang dirancang dalam proyek inovasi. Proyek
inovasi diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi pengembangan mutu
kualitas pelayanan keperawatan, lebih khusus pada pelayanan keperawatan anak.
Inovasi pertama yang dilakukan residen adalah tentang pemberian nutrisi
(makanan cair) melalui NGT menggunakan feeding burette. Masalah yang
ditemukan banyaknya kekeliruan yang dilakukan keluarga dalam pemberian
makanan cair melalui NGT dengan menggunakan feeding burette. Hal ini dapat
beresiko terjadinya bahaya aspirasi. Pemberian nutrisi pada klien merupakan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
82
tanggung jawab perawat dengan melibatkan keluarga sebagai aplikasi filosofi
Family centered care. Untuk itu perawat perlu melakukan edukasi agar pemberian
nutrisi ini dapat dilakukan dengan benar. Berdasarkan pengamatan residen di
ruangan infeksi selama 10 hari terdapat 4 pasien pulang dengan terpasang NGT.
Tujuan inovasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
keluarga dalam pemberian nutrisi melalui NGT menggunakan feeding burette.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengedentifikasi pasien anak yang
mendapat nutrisi enteral melalui NGT menggunakan feeding burette. Selanjutnya
ners spesialis melakukan pretest pengetahuan dan ketrampilan dengan
menggunakan lembar pertanyaan dan lembar observasi. Kontrak waktu yang baik
dibuat bersama keluarga untuk pelaksanaan edukasi. Edukasi dilakukan dengan
menggunakan media leaflet berwarna selama 15-30 menit. Evaluasi dilakukan
setelah sehari pelaksanaan edukasi dengan melakukan observasi terhadap
pemberian nutrisi enteral melalui NGT menggunakan feeding burette. Post test
pengetahuan dilakukan dengan mengisi kembali lembar kuesioner. Hasil evaluasi
dari intervensi ini terhadap 16 keluarga didapatkan adanya peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan dalam pemberian nutrisi (makanan cair) melalui
NGT menggunakan feeding burette. Pengetahuan awal sebesar 41,71% dan
sesudah edukasi menjadi 71,59%. Keterampilan awal 55,05% dan sesudah edukasi
menjadi 86,29%.
Inovasi kedua tentang antisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat
kemoterapi di poliklinik hemato-onkologi. Masalah yang ditemukan yaitu
antisipasi mual muntah berupa pemberian terapi antiemetik saja dan intervensi
keperawatan untuk menunjang terapi tersebut kurang dilakukan oleh perawat.
Tujuan inovasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam
mengantisipasi mual muntah karena kemoterapi melalui pendidikan kesehatan
yang dilakukan oleh perawat. Selain itu hasil inovasi ini dapat digunakan sebagai
kajian prosedur tindakan keperawatan yang direkomendasikan dalam praktek
keperawatan. Pendidikan kesehatan menggunakan leaflet yang berisikan informasi
tentang terapi akupresur, perawatan mulut standar, pembuatan larutan garam
(konsentrasi hampir sama dengan NaCl 0,9%) untuk kumur, mengurangi stimulasi
lingkungan dan pengaturan makan minum.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
83
Langkah-kangkah yang dilakukan mengacu pada metode PDSA, yaitu plan,
persiapan pendidikan kesehatan seperti; pasien sheet, Satuan Acara Penyuluhan,
leaflet dan kuesioner pengetahuan. Do (melakukan intervensi), pada hari 0 :
mengidentifikasi klien sesuai kriteria, melakukan pretest, melakukan pendidikan
kesehatan termasuk demontrasi akupesur, pembuatan larutan garam untuk kumur
dan melakukan posttest pengetahuan. Hari ke 1 sampai hari ke 3 : melakukan
kontak melalui telepon/handphone pada keluarga untuk mengetahui intervensi
yang sudah dilakukan dan episode mual muntah. Study, melakukan evaluasi hasil
intervensi yaitu dengan menganalisis perubahan pengetahuan, manajemen non
farmakologi yang sudah dilakukan dan episode mual muntah. Hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut: terjadi peningkatan pengetahuan pada sampel
berjumlah 13 anak setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Tidak terjadi muntah
pada anak yang diedukasi setelah mendapat kemoterapi dengan jenis minimal, low
dan moderate emetic risk. Besarnya perubahan pengetahuan dapat dilihat pada
diagram berikut ini;
Gambar 3.1. Diagram Pengetahuan Keluarga
dalam Mengantisipasi Mual Muntah karena Kemoterapi
Pada tahap Act, diharapkan hasil ini dapat ditindak lanjuti untuk menunjang
keberhasilan program kemoterapi. Hasil ini sudah dipresentasikan oleh residen
pada tanggal 22 Maret 2016 di ruang pertemuan perawat gedung kiara RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sosialisasi ini dihadiri oleh pembimbing praktek
dari institusi dan rumah sakit, kepala ruangan perawatan non infeksi, kepala
perawatan rawat jalan, perawat ruang non infeksi di rawat nginap dan di poliklinik
hemato-onkologi, serta perawat anak di ruangan lain yang tertarik dengan topik
presentasi.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
84
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang pembahasan penerapan model adaptasi Roy dalam asuhan
keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi. Pembahasan
ini dibagi sesuai tahap asuhan keperawatan menurut model adaptasi Roy, yaitu
pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, tujuan, intervensi, dan
implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan. Selain itu pada bab ini juga
membahas praktik ners spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi.
4.1. Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi
Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk
memelihara kehidupan manusia, menunjang pertumbuhan, dan membantu
perbaikan jaringan. Menurut Roy (2009), pemenuhan kebutuhan nutrisi termasuk
salah satu mode adaptasi fisiologis yang dapat dipengaruhi oleh prilaku inefektif
atau adaptif. Salah satu indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat dilihat dari
status gizi anak (Sjarif et al. 2014). Bila asupan nutrisi kurang, dapat berpeluang
terjadinya penurunan berat badan dan akhirnya anak akan menjadi kurus.
Sebaliknya jika asupan nutrisinya lebih, dapat berpeluang terjadinya peningkatan
berat badan dan akhirnya anak akan menjadi gemuk. Untuk itu asupan nutrisi yang
adekuat pada anak harus sesuai atau seimbang dengan pengeluaran energi
(Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2009).
Berikut ini akan dibahas penerapan model adaptasi Roy yang digunakan sebagai
kerangka berpikir dalam asuhan keperawatan pada 5 kasus kelolaan dengan
masalah nutrisi. Adapun diagnosis medis dari 5 kasus kelolaan ini adalah
Osteosarkoma, Limfoma non hodgkin, Hepatoblastoma, Tumor willm’s, dan
Leukemia limfoblastik akut. Kelima kasus memiliki status gizi yang tidak sama,
yaitu 2 kasus dengan status gizi buruk, 1 kasus dengan status gizi kurang, 1 kasus
dengan status obesitas dan 1 kasus dengan gizi normal. Menurut Sjarif et al.
(2014), pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker, baik dengan status gizi
normal, gizi kurang, gizi buruk, gizi lebih atau obesitas pada prinsipnya bertujuan
Universitas Indonesia
84 Ponidjan, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
85
agar berat badan menjadi ideal. Pembahasan pada 5 kasus ini disesuaikan dengan
enam langkah proses keperawatan menurut teori model adaptasi Roy.
4.1.1. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku dapat dilakukan dengan pengukuran, pengamatan dan
laporan dari anak serta keluarga sebagai data subjektif. Ada 4 mode
adaptasi yang digunakan untuk mengkaji perilaku yaitu fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi. Pada adaptasi fisiologis, perilaku
yang perlu dikaji terkait dengan oksigenisasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas
dan istirahat, perlindungan/proteksi, sensasi, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologi dan endokrin (Alligood, 2014).
Sesuai data hasil pengkajian perilaku pada ke 5 kasus menunjukkan adanya
perilaku inefektif sehubungan dengan kebutuhan nutrisi. Pada. anak M.A
(kasus 3) dan S.A (kasus 5) memiliki status gizi buruk/malnutrisi (<-3SD)
yang disertai dengan adanya iga gambang dan baggy pants. Pada kasus 5
ditemukan pula adanya wasting. Sedangkan pada anak A.N. (kasus 2)
memiliki status gizi kurang (-3<z<-2). Penentuan status gizi pada ketiga
anak ini menggunakan pengukuran LLA/U. Menurut Abad-Jorge, et al.
(2011), pada keadaan tertentu yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran
status gizi maka penentuan status gizi tidak menggunakan pengukuran
BB/TB, namun menggunakan pengukuran LL/U. Pada kasus 3 dan 5
terdapat massa intraabdomen yang menyebabkan perut menjadi buncit.
Sedangkan pada kasus 2 terdapat massa pada kedua mata (proptosis). Anak
H (kasus 1) memiliki status gizi normal (IMT 21,29/-1<z<1), namun
beresiko terjadi masalah nutrisi karena perilaku inefektif yang nampak dari
anak H adalah muntah 2 kali pascakemoterapi yang disertai dengan mual
dan anoreksia. Sedangkan pada anak G.K (kasus 4) memiliki status gizi
obesitas (BB/TB: 16/11,4; 140%) dengan perilaku inefektif yaitu
peningkatan selera makan. Menurut Sjarif et al. (2014), status gizi kategori
obesitas jika persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal
>120%.
Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus 3, 5, dan 2, ketiganya mengalami
penurunan berat badan sejak terdiagnosis penyakit kanker. Anak M.A.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
86
(kasus 3) mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 4 bulan
terakhir, anak S.A.(kasus 5) sebanyak 6 kg setahun terakhir dan anak A.N.
(kasus 2) sebanyak 2 kg dalam 3 bulan terakhir. Menurut Tomlinson dan
Kline (2010), pada awal terdiagnosa kanker seorang anak akan mengalami
penurunan berat badan lebih dari 5%. Penurunan berat badan ini disebabkan
karena peningkatan proses metabolisme katabolik, yang berdampak pada
hilangnya jaringan adiposa dan masa otot serta peningkatan (RES) resting
energy expenditure (Tisdale, 2009). Pada anak kanker kebutuhan akan
nutrisi dapat meningkat hingga lebih dari 20 %. Jenis kanker pada anak
M.A., S.A. dan A.N. adalah hepatoblastoma, tumor willms dan limfoma
non hodgin. Ketiga penyakit kanker ini termasuk jenis tumor padat (solid
tumor). Selwood, Ward, dan Gibson, (2010), malnutrisi sering dijumpai
pada anak dengan kanker jaringan padat (solid tumor). Anak dengan solid
tumor dan metastasis mempunyai prognosis yang lebih berat jika terjadi
kekurangan nutrisi, yang berdampak secara signifikan terhadap tingkat
kelangsungan hidup anak (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).
Anak dengan kanker pada umumnya menunjukkan penurunan asupan
nutrisi, hal ini disebabkan karena proses penyakit kanker atau efek samping
pengobatan, salah satunya adalah mual dan muntah (Tomlinson & Kline,
2010), Pada kasus 1 terjadi mual muntah setelah pemberian kemoterapi.
agen kemoterapi yang diberikan salah satunya adalah sisplatin. Menurut
Aseeri et al. (2012), sisplatin termasuk agen kemoterapi golongan high
emetic risk, dengan besarnya risiko adalah 90%. Mual muntah dapat
bervariasi, mulai dari beberapa menit hingga beberapa hari setelah
pemberian kemoterapi. Jenis mual muntah pada anak H. adalah delayed
nausea vomiting, karena sudah lebih dari 24 jam setelah pemberian
kemoterapi (Geiger & Wolfgram 2013). Mual muntah ini bila tidak
diantisipasi dapat menimbulkan masalah nutrisi seperti kekurangan gizi,
kekurangan elektrolit, dehidrasi dan penurunan berat badan dan masalah
psikologis (Rodgers, et al. 2012).
Efek samping lain dari pemberian kemoterapi adalah stomatitis. Stomasitis
adalah inflamasi dan ulserasi pada mukosa oral. Pada anak S.A. (kasus 5)
ditemukan adanya stomatitis pada hari ke 5 setelah pemberian kemoterapi.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
87
Salah satu agent kemoterapi yang diberikan pada anak S.A. adalah
etoposide, Menurut Nicolini (2013) etoposide adalah salah satu agen
kemoterapi yang dapat menyebabkan mukositis/stomatitis. Stomatitis dapat
menyebabkan menurunnya asupan nutrisi karena adanya rasa nyeri,
kesulitan menelan dan rasa tidak nyaman saat makan (James, Nelson, &
Aswill (2013).
Pada kasus 2,3,5 dan 1 dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dan risiko kurang dari kebutuhan tubuh mengalami perilaku inefektif yang
sama yaitu anoreksia. Menurut Marcdante et al. (2011), salah satu gejala
yang ditemukan pada sebagian besar anak kanker adalah anoreksia.
Selanjutnya menurut Muliawati, Haroen, dan Rotty (2012), anoreksia akan
menyebabkan penurunan berat badan dan jika keadaan ini tidak diatasi,
maka anak akan mengalami malnutrition (undernutrition) yaitu tubuh
mengalami defisiensi energi, protein dan zat nutrient lainnya. Malnutrisi
memiliki pengaruh buruk terhadap anak kanker yaitu respon dan toleransi
terhadap kemoterapi menjadi menurun, pengobatan menjadi lama, terjadi
anemia dan hipoabuminemia serta berisiko terjadinya infeksi (Niuwouldt,
2011). Prevalensi malnutrisi pada anak kanker berkisar 8%-60% (Ladas et
al. 2006). Akibat lanjut dari malnutrisi adalah sindroma anoreksia kaheksia
(cancer
anorexia
cachexia
syndrome)
dimana
anak
mengalami
berkurangnya massa otot karena asupan tidak adekuat dan perubahan
metabolik (Hopkinson, 2016).
Efek samping pengobatan pada anak kanker tidak hanya menimbulkan
kekurangan nutrisi seperti malnutrisi, akan tetapi dapat juga menimbulkan
kegemukan/obesitas. Pada kasus 5 dengan leukemia limfoblastik akut,
didapatkan status gizi obesitas setelah mendapat program kemoterapi
(dexamethasone 2 tablet/hari). Sebelum sakit berat badan anak G.K (kasus
4) adalah 11,5 kg, dan pada saat memulai program kemoterapi turun
menjadi 10 kg, setelah mengikuti program kemoterapi sekitar 16 minggu
(tahap akhir fase intensifikasi), berat badan klien menjadi 16 kg. Menurut
Withycombe et al. (2009) Jenis kanker yang berisiko sering terjadinya
kegemukan saat kemoterapi antara lain Leukemia limfoblastik akut.
Peningkatan berat badan sebesar 50% pada anak ALL dapat terjadi pada
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
88
akhir fase konsolidasi dan pada akhir program kemoterapi dapat terjadi
obesitas sebesar 23%. Menurut Tomlinson dan Kline, (2010); Schoeman,
(2015), Obesitas pada ALL berhubungan dengan pemberian terapi
kortikosteroid seperti prednison dan dexametason dengan dosis yang tinggi
dan lama.
Pengkajian perilaku dalam model adaptasi Roy mencakup juga mode
adaptasi konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Komponen konsep
diri adalah fisik diri dan personal diri. Fisik diri terdiri dari sensasi dan
gambaran diri, sedangkan pada personal diri terdiri dari konsistensi diri,
etika moral, ideal diri dan spiritual (Alligood, 2014). Pada anak kasus 4
yang mengalami obesitas dan anak kasus 3 dengan gizi buruk, pengkajian
konsep diri tidak dapat dilakukan karena usia perkembangan anak masih
toddler. Pada usia ini pengkajian konsep diri sulit dinilai karena masih
dalam tahap perkembangan konsep diri (Hockenberry & Wilson, 2009).
Pada anak H. dan A.N tidak terjadi gangguan konsep diri. Sedangkan pada
anak S.A. tidak ada perilaku yang menunjukkan gangguan konsep diri
namun dapat berisiko terjadi gangguan konsep diri karena kondisi kronis
dan gizi buruk. Konsep diri pada anak dapat dipengaruhi oleh interaksi anak
dengan lingkungan dan perkembangan anak (Roy, 2009).
Semua anak pada kasus kelolaan tidak dapat melaksanakan fungsi peran
secara baik dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap orang
lain. Hal ini disebabkan karena faktor fisik dan usia anak yang belum
mampu mandiri sementara kemandirian merupakan indikator fungsi
interdependensi dalam model adaptasi Roy. Data usia anak adalah 1 anak
berusia 5 tahun, 3 anak berusia dibawah 5 tahun dan 1 anak berusia 16
tahun 5 bulan namun mengalami amputasi ekstremitas kiri bawah. Menurut
Roy (2009), mode adaptif dapat menjadi stimulus pada mode adaptif yang
lain. Seperti mode fisiologis (usia, fisik) dapat menjadi stimulus untuk
mode peran dan interdependensi.
4.1.2. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus dilakukan residen untuk mengetahui faktor penyebab
yang mempengaruhi terjadinya perilaku inefektif terkait dengan masalah
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
89
nutrisi. Menurut Roy (2009); Alligood, (2014), ada 3 stimulus yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang sehingga terjadi perilaku inefektif, yaitu
stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal
adalah stimulus yang paling dekat dan langsung berkonfrontasi dengan
sistem adaptif sehingga menimbulkan perilaku inefektif pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
Pada anak kasus 1,2,3 dan 5, memiliki perilaku inefektif yang sama, yaitu
perilaku pemenuhan nutrisi yang kurang dengan stimulus fokal anoreksia.
Namun terdapat stimulus kontekstual yang berbeda. Stimulus kontekstual
pada kasus 1 adalah efek samping kemoterapi, sedangkan pada anak kasus 2
stimulus kontekstualnya adalah proses penyakit kanker. Selain itu pada
kasus 1 terdapat juga stimulus fokal lain yaitu muntah. Menurut Schoeman
(2015), pada proses penyakit kanker terjadi pelepasan cytokines termasuk
tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan interleukin 1 yang dapat menghambat
selera makan sehingga anak menjadi anoreksia. Rasa cepat kenyang timbul
akibat kerja dari IL-a (Interleukin-a) yang menghambat (blocking) stimulasi
makan dengan neuropeptide Y. Menurut Geiger dan Wolfgram (2013),
muntah terjadi karena adanya rangsangan pada pusat muntah (vomiting
center) di otak, yaitu di medulla oblongata. Rangsangan ini disebabkan
karena agen kemoterapi menstimulasi sel dalam saluran pencernaan untuk
melepaskan serotonin sehingga mengaktivasi reseptor. Aktivasi reseptor
akan mengaktivasi pusat muntah melalui jalur averen vagal sehingga terjadi
respon muntah.
Lain lagi dengan anak pada kasus 3 dan 5, selain karena proses penyakit
kanker, terdapat pula stimulus kontekstual lain yang mempengaruhi
anoreksia (stimulus fokal), yaitu adanya penekanan oleh massa tumor
didaerah abdomen. Penekanan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan
nyeri. Keterlibatan/desakan tumor pada system gastrointestinal dapat
menurunkan asupan nutrisi (Akbulut, 2011). Nyeri pada anak M.A (kasus
3), S.A (kasus 5) dan A.N (kasus 2) dikategorikan nyeri akut. Nyeri akut
adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan, dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksikan (NANDA,2015). Nyeri dapat berefek
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
90
tidak baik pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti aktivitas makan.
(James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Anak pada kasus 4 memiliki perilaku inefektif yaitu asupan nutrisi lebih
dari kebutuhan tubuh. Stimulus fokal pada anak ini adalah peningkatan
selera makan akibat efek kemoterapi (dexamethasone) sebagai stimulus
kontekstualnya. Pemberian terapi ini dapat menyebabkan perubahan pada
oksidasi substrat dan energy expenditure serta dapat meningkatkan selera
makan anak. Selain itu terjadi adiposity karena adanya resistensi leptin
akibat dari penekanan sekresi hormon pertumbuhan oleh glukokortikoid
(Lughhetti, et.al. 2012). Penelitian Reilley (2001) dalam Tomlinson dan
Kline, (2010) melaporkan bahwa adiposity rebound pada anak dengan ALL
lebih cepat terjadi dibandingkan dengan anak yang sehat.
4.1.3. Diagnosis Keperawatan
Roy mendefenisikan diagnosis keperawatan sebagai pernyataan/keputusan
berdasarkan interpretasi data tentang status adaptasi dari sistem adaptasi
seseorang. Pernyataan diagnosis menentukan perilaku yang menyebabkan
diagnosis dan penilaian mengenai stimulus yang mengancam atau
mendukung adaptasi. Pernyataan yang dibuat dalam diagnosa keperawatan
dapat berupa masalah aktual dan potensial berhubungan dengan adaptasi
(Alligood, 2014).
Diagnosis keperawatan yang ditegakkan terkait masalah nutrisi pada 5
kasus terdiri dari 4 kasus dengan masalah aktual dan 1 kasus dengan
masalah risiko. Diagnosis keperawatan pada anak kasus 3, 5, dan 2 adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Data penunjang
yang didapatkan untuk menegakkan diagnosis ini adalah status gizi buruk
dengan malnutrisi, status gizi kurang, anoreksia, penurunan berat badan.
Pada kasus 3 dan 5, anak mengalami kaheksia (Cancer anorexia cachexia
syndrome) Gejala khas dari kaheksia adalah penurunan berat badan dan
kurang selera makan (anoreksia). Kaheksia terjadi karena karena proses
keganasan tumor dan akibat efek samping dari pengobatan dengan
karakteristik patofisiologi adanya kekurangan protein dan energi akibat dari
asupan makanan yang kurang dan metabolisme yang tidak normal (Fearon,
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
91
et al. 2011). Pada kasus 2, anak tidak ada kaheksia namun terjadi penurunan
berat badan 2 kg dalam 3 bulan terakhir dengan tatus gizi kurang (LL/U:
13/16,7).
Berbeda dengan ke 4 kasus lainnya, pada anak H (kasus 1) ditegakkan
diagnosis risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Risiko ketidak seimbangan nutrisi ini, disebabkan karena anak H.
mengalami muntah berisikan makanan sebanyak 6 kali. Kondisi ini jika
tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk. Sekalipun status gizi
anak H adalah gizi normal, namun usia anak berada pada masa remaja.
Menurut Hockenberry dan Wilson (2009), masa remaja terjadi pertumbuhan
linear yang cepat. Pada masa ini anak memerlukan asupan nutrisi yang
adekuat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tersebut, sehingga asupan
nutrisi tidak boleh dikurangi namun harus dipertahankan bila berat badan
≥20% dari berat badan ideal (Nasar et al. 2015). Menurut Rodgers et al.
(2012) mual muntah akibat kemoterapi dapat berefek secara fisik dan
psikologis sehingga dapat menurunkan kualitas hidup anak. Diagnosis baru
dapat ditegakkan jika tidak masalah ini tidak ditangani, antara lain risiko
ketidak seimbangan elektrolit, risiko/kekurangan volume cairan tubuh dan
kecemasan.
kasus 4 didiagnosis dengan obesitas karena presentil > ke 95 untuk usia dan
jenis kelamin. Obesitas merupakan penumpukkan lemak tubuh yang
berlebihan. Indikator obesitas adalah BB/TB > 120% (Nasar et al. 2015).
Pada kasus 4, nilai BB/TB; 140,4%, selain itu adanya perilaku inefektif
yaitu asupan nutrisi yang lebih dari kebutuhan tubuh. Menurut Withycombe
et al. (2015), obesitas berisiko terjadinya penyakit kardiovasikuler,
hypertensi, gangguan metabolik seperti penyakit diabetes, dan penyakit
kanker (sekunder) lain. Selain itu obesitas dapat membuat anak menjadi
rendah diri dan depresi.
4.1.4. Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan pada model adaptasi Roy berfokus pada peningkatan
perilaku adaptasi dan mempertahankan perilaku adaptif. Menurut Roy
(2009), meningkatkan perilaku adaptasi dilakukan dengan merubah perilaku
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
92
inefektif menjadi perilaku adaptif. Meningkatkan perilaku adaptasi
dilakukan pada semua mode adaptasi, yaitu mode adaptasi fisiologis,
konsep diri, peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan pada ke 5
kasus dengan masalah nutrisi adalah agar anak dapat beradaptasi terhadap
masalah nutrisi yang dialaminya sehingga meningkatkan toleransi tubuh
terhadap kebutuhan nutrisi (Tomey & Alligood, 2010).
Tujuan keperawatan pada 5 kasus ini, baik masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, risiko nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan obesitas,
pada prinsipnya adalah terjadinya keseimbangan nutrisi antara asupan dan
penggunaan energi tubuh secara adekuat. Menurut Nasar et al. (2007)
tujuan penatalaksanaan nutrisi pada anak kanker adalah mencegah
terjadinya malnutrisi akibat pengobatan atau tindakan medis, mengurangi
terjadinya komplikasi, mencepat proses penyembuhan, mengurangi
lamanya masa perawatan, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu
penatalaksaan nutrisi bertujuan untuk mendukung dan mempertahankan
pertumbuhan normal, mengembalikan status nutrisi normal dari kondisi
malnutrisi, mendukung prilaku makan yang normal dan meningkatkan
kualitas hidup (Niuwouldt, 2011).
4.1.5. Intervensi Keperawatan
Pada tahap ini perawat melakukan upaya meningkatkan perilaku adaptasi
dengan merubah stimulus dan memperkuat proses adaptasi. Menurut
Alligood (2014), meningkatkan perilaku adaptif dapat dilakukan perawat
dengan cara pendidikan kesehatan, perawatan fisik, konseling dan
anticipatory guidance. Upaya asuhan nutrisi yang koprehensif pada anak
memerlukan 3 jenis asuhan, yaitu medical care oleh dokter, nursing care
oleh perawat dan nutritional care oleh dietisien. Ketiga asuhan ini saling
berkaitan, mempunyai perannya masing-masing dan bekerja sama
melakukan 5 kegiatan yang meliputi; menentukan masalah nutrisi,
menetukan kebutuhan nutrisi, memilih cara pemberian zat gizi dan sediaan
zat gizi serta mengevaluasi respon (Sjarif et al. 2014).
Penatalaksanaan nutrisi memegang peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Pada kasus 3 dan 4 (anak M.A. dan G.K) usia
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
93
anak berada pada tahap toddler, kasus 2 dan 5 (anak A.N. dan S) berada
pada tahap prasekolah, sedangkan kasus 1 (anak H) berada pada tahap
remaja. Kebutuhan nutrisi pada anak berbeda dengan orang dewasa, karena
makanan bagi anak selain untuk aktivitas sehari-hari juga untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan dari
pada sel, jaringan, organ dan sistem tubuh memerlukan nutrisi sebagai
sumber energi untuk proses metabolisme. Untuk itu asupan nutrisi yang
adekuat diperlukan anak agar pertumbuhan dan perkembangan menjadi
optimal (Hockenberry & Wilson, 2009).
Pemenuhan nutrisi pada anak pada umumnya dilakukan melalui oral.
Namun akibat kondisi tertentu seperti adanya anoreksia pada kasus 3 dan 5
dilakukan intervensi pemasangan NGT, karena asupan nutrisi hanya
berkisar 50-60% saja. Pemasangan NGT ini dilakukan untuk memberikan
nutrisi yang adekuat. Menurut Schoeman (2015), asupan nutrisi peroral <
70% pada anak kanker perlu dilakukan pemasangan NGT. Pemasangan
NGT sebaiknya dilakukan pada pasien yang memiliki nilai trombosit diatas
50.000//µL untuk mencegah terjadinya perdarahan. Oleh karena itu perawat
harus melakukan validasi nilai trombosit sebelum melakukan pemasangan
NGT (Alba, 2010).
Pada kasus 2, walaupun mengalami penurunan intake nutrisi namun tidak
dilakukan pemasangan NGT. Pada kasus ini residen melibatkan keluarga
dalam menyediakan makanan kesukaan klien dan mendampingi klien saat
makan sehingga terjadi peningkatan asupan nutrisi. Menurut Niven (2012).
Keluarga merupakan salah satu support system dapat membantu stategi
koping anak. Ada 3 macam dukungan yang dapat dilakukan keluarga pada
anak, yaitu dukungan nyata misalnya menyediakan makanan, dukungan
pengharapan, dengan mempengaruhi dari segi persepsi, serta dukungan
emosional seperti pemberian kasih sayang.
Menurut Tipton et al. (2007), Intervensi yang dapat dilakukan pada anak
yang mengalami masalah mual muntah adalah dengan pemberian terapi
antiemetic dan terapi modalitas, antara lain guided imagery, terapi musik,
relaksasi otot, aromaterapi, modifikasi diet, akupuntur, akupresur dan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
94
pemberian pendidikan kesehatan. Pada anak H (kasus 1), residen
melakukan pendidikan kesehatan untuk mengontrol mual muntah akibat
kemoterapi. Pendidikan kesehatan berisikan informasi
antara lain
melakukan akupresur, oral hygiene dan pengaturan makanan. Akupresur
adalah cara pengobatan dengan memberikan rangsangan berupa penekanan
atau pemijatan pada titik tertentu ditubuh untuk menghasilkan efek terapi.
Bagian tubuh yang sering dipijat untuk menurunkan mual dan muntah
adalah titik P6 (Fengge, 2011). Menurut penelitian Chan, el al. (2015) pada
anak
yang
mendapat
edukasi
tentang
pencegahan
mual
muntah
menunjukkan kemampuan mengontral mual muntah lebih baik dari yang
tidak mendapat edukasi. Episode mual muntah pada anak yang tidak
mendapat edukasi lebih tinggi dibandingkan yang mendapat edukasi.
Intervensi pada anak G. (kasus 4), berfokus pada pengendalian perilaku
makan dengan melakukan modifikasi perilaku, antara lain beri minum
sebelum makan, jangan makan saat melakukan kegiatan, mengalihkan rasa
ingin makan pada kegiatan lain seperti bermain. Pada kasus 4 ini, tidak
dilakukan pengurangan kalori karena anak masih mengalami pertumbuhan
linier dan sementara dikemoterapi. Pada anak kanker yang sementara
mengalami pertumbuhan linier dan dikemoterapi, kebutuhan akan nutrisi
dapat meningkat dari kebutuhan normal. Dari beberapa penelitian yang
ditemukan melaporkan bahwa kebutuhan akan energi pada anak kanker
dapat meningkat sekitar 20-90% (Bechard et al. 2006 dalam Tomlinson &
Kline, 2010). Menurut Nasar et al. (2015); Sjarif et al. (2014),
penatalaksanaan diet obesitas pada anak usia 0-3 tahun adalah dengan
memberikan diet seimbang sesuai dengan RDA atau memberikan kalori
sesuai kebutuhan normal.
4.1.6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan. Menurut Roy
(2009), pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data kembali untuk
mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada pasien setelah dilakukan
implementasi sesuai intervensi. Pada tahap ini residen residen melakukan
evaluasi terhadap 5 kasus kelolaan dan diperoleh hasil sebagai berikut 1
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
95
kasus dapat beradaptasi secara integrasi (masalah nutrisi tidak terjadi) dan 4
kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah nutrisi teratasi sebagian).
Pada kasus 2 dengan status gizi kurang dan kasus 4 dengan obesitas, terjadi
perubahan perilaku adaptif pada saat evaluasi. Namun respon adaptif
berbeda pada kedua anak. Pada kasus 2, anak dapat beradaptasi terhadap
anoreksia sehingga terjadi penambahan ukuran LLA. Pada saat pengkajian
awal (09/03/2016) Ukuran LLA anak adalah 13 cm dan setelah 7 hari
perawatan LLA menjadi 13,2 cm. Namun demikian berdasarkan penilaian
status gizi, anak masih berada pada status gizi kurang. Sedangkan pada
kasus 4, anak dapat beradaptasi terhadap peningkatan selera makan dengan
terkontrolnya perilaku makan anak sehingga asupan nutrisi dapat
dikendalikan. Pada kasus 4 tidak terjadi kenaikan berat badan selama 5 hari
perawatan dan anak status gizi anak masih obesitas. Kesimpulan evaluasi
pada kasus 2 dan 4 adalah masalah nutrisi teratasi sebagian. Menurut Roy
(2009) anak pada kasus 2 dan 4 dapat beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah nutrisi.
Pada kasus 3 dan 5 tidak semua perilaku inefektif menjadi adaptif saat
dilakukan evaluasi seperti anak masih terpasang NGT, masih ada stimulus
nyeri pada abdomen. Namun ada perilaku yang menjadi adaptif yaitu
pengukuran LLA stabil dapat dipertahankan, asupan nutrisi menjadi
terpenuhi menggunakan NGT, tidak ada mual muntah, albumin dalam batas
normal. Kesimpulan evaluasi adalah masalah nutrisi teratasi sebagian.
Menurut Roy (2009) anak pada kasus 3 dan 5 beradaptasi secara
kompensasi terhadap masalah nutrisi. Pada kasus 1 dengan masalah risiko,
terjadi perilaku adaptif saat evaluasi, yaitu tidak ada mual muntah, asupan
nutrisi adekuat, berat badan dapat dipertahankan. Kesimpulan evaluasi
adalah masalah risiko tidak terjadi atau anak pada
kasus 1 dapat
beradaptasi secara integrasi terhadap masalah nutrisinya (Roy, 2009).
Tingkat adaptasi pada kasus 2,3, dan 5 (anak A.N, M.A, dan S) berada pada
tingkat kompensasi. Hal ini dipengaruhi antara lain karena proses penyakit
kanker yang menimbulkan dampak anoreksia serta masih adanya rasa nyeri
yang hilang timbul pada bagian tubuh anak. Pada anak A.N. (kasus 2) nyeri
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
96
masih dirasakan dimata (proptosis) serta nyeri masih dirasakan di perut
pada anak M.A, dan S (kasus 3 dan 5). Rasa nyeri ini dapat mempengaruhi
selera makan anak sehingga menurunkan asupan nutrisi.
4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi
Praktik ners spesialis keperawatan anak dilaksanakan residen pada ruang
perinatologi, ruang perawatan anak infeksi dan ruang perawatan anak non infeksi
dengan total waktu 27 minggu yang dibagi dalam 2 tahap. Praktik ini dilaksanakan
pada 3 rumah sakit, yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita
dan RSPAD Gotot Soebroto, dengan tujuan untuk mencapai kompetensi ners
spesialis keperawatan anak.
Kompetensi dalam pemberian asuhan keperawatan dapat dicapai residen pada
ketiga lahan praktik tersebut. Pada ruang perinatologi residen dapat mengelola
kasus pada 3 tingkatan pelayanan kesehatan, dengan total kasus yang dikelola
adalah 10 kasus berbeda. Pada ruang perawatan anak infeksi residen mengelola
kasus sebanyak 17 kasus berbeda, sedangkan pada ruang non infeksi, residen
mengelola 26 kasus yang berbeda. Begitu juga dengan komptensi keterampilan
prosedur sudah tercapai sesuai dengan target pencapaian. Asuhan keperawatan
yang diberikan pada klien, dilakukan residen dengan memperhatikan prinsip
tanggung jawab, etik dan legal keperawatan.
Dari praktik yang sudah dilakukan, residen mendapat pengetahuan dan
keterampilan serta sikap yang dapat meningkatkan konsistensi diri dari residen.
Residen mendapat dukungan dari berbagai pihak saat melakukan praktik ners
spesialis. Dukungan ini diperoleh dari perawat ruangan saat bekerja sama sebagai
tim dalam mengelola asuhan keperawatan dari pasien. Dukungan juga diperoleh
dari kepala ruangan (head nurse) dan supervisior yang membimbing residen
tentang teknis dan manajemen keperawatan yang ada di ruangan. Dukungan lain
datangnya dari pembimbing akademik yang datang ke lahan praktik untuk
melakukan supervisi sekaligus membimbing residen.
Selain peran pemberi asuhan keperawatan, residen melakukan peran lain seperti
peran sebagai advokad. Peran ini dilakukan residen dengan membantu klien dan
orang tua dalam menginterpretasikan berbagai informasi dalam asuhan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
97
keperawatan. Residen berperan sebagai penghubung antara klien dan tim
kesehatan lainnya. Berdasarkan observasi residen, klien dan orang tua merasa
terbantu dengan dilakukannya peran advokat ini sehingga membuat residen
menjadi lebih percaya diri untuk melakukan peran ini pada klien lain.
Peran sebagai pendidik dilakukan residen pada berbagai tingkatan yaitu pada
klien dan keluarga, pada mahasiswa (DIII dan S1) serta pada perawat ruangan
ditempat residen praktik. Pada klien dan keluarga, pendidikan kesehatan
dilakukan saat residen mengelola kasus, sedangkan pada mahasiswa dilakukan
bedside teaching dengan memberikan pengetahuan dan ketrampilan sehubungan
dengan kasus yang ada. Residen merasa lebih terpacu untuk menambah wawasan
ilmu, karena ada beberapa mahasiswa yang berinisiatif meminta untuk dibimbing.
Pada perawat ruangan, residen membagi informasi terbaru tentang evidence based
practice yang diperoleh residen melalui searching berbagai jurnal. EBP yang
dipilih merupakan EBP yang dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan sebagai
alternatif pemecahan masalah di ruangan praktek. Residen pernah diminta untuk
sharing mengenai perawatan paliatif pada perawat ruangan sebagai kegiatan
terstruktur. Sekalipun berupa kegiatan tim, residen berupaya mengembangkan diri
dengan ilmu dan pengetahuan agar dapat membagi pengetahuan dengan rekan
sejawat. Kegiatan tersebut dihadiri oleh perawat ruangan, pembimbing, kepala
ruangan dan bagian keperawatan rumah sakit.
Kompetensi selanjutnya adalah peran sebagai innovator atau agen pembaharu.
Peran sebagai inovator dilakukan residen sebanyak 2 kali dalam kegiatan proyek
inovasi. Topik inovasi dipilih sesuai fenomena masalah yang ada di lahan praktik
dan berorientasi pada pendidikan kesehatan terkait dengan kebutuhan nutrisi.
Informasi dalam inovasi ini didasarkan pada evidence based practice. Hasil
inovasi sudah disosilisasikan di ruangan praktik agar dapat dipertimbangkan
sebagai masukan untuk perkembangan keperawatan. Sesuai informasi dari
pembimbing praktik, salah satu proyek inovasi sudah ditindak lanjuti dan
sementara di proses untuk dijadikan standar operasional prosedur di ruangan
praktik.
Berdasarkan evaluasi yang sudah dilakukan dari praktik klinik keperawatan,
residen dapat melakukan kerja sama dengan rekan sejawat diruangan, namun hal
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
98
ini juga menjadi tantangan bagi residen karena dianggap sebagai perawat dengan
pendidikan spesialis memiliki pengetahuan yang dapat dijadikan sumber
informasi. Hal ini memicu residen untuk selalu berupaya memperbaharui
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menjadi lebih baik. Hambatan yang
dihadapi saat praktik adalah ketika praktik di salah satu rumah sakit dan tidak
menemukan kasus kelolaan sesuai target kompetensi. Upaya solusi yang dilakukan
residen adalah mencari target kompetensi pada praktek tahap berikutnya (tahap 2)
sehingga target kometensi dapat tercapai semuanya.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
99
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Simpulan dari penerapan teori model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak
kanker dengan masalah nutrisi pada karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.
Data pengkajian perilaku yang diperoleh dari 5 kasus adalah kasus 3 dan 5
dengan gizi buruk, kasus 2 dengan gizi kurang, kasus 1 dengan gizi normal,
dan kasus 4 dengan obesitas. Masalah yang ditemukan adalah 3 masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 1 masalah risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan 1 kasus dengan
masalah obesitas. Intervensi yang sudah dilakukan antara lain pemberian
nutrisi yang adekuat, melakukan pendidikan kesehatan terkait nutrisi, seperti
pendidikan tentang; kebutuhan nutrisi, pemberian makan melalui NGT,
mengontrol perilaku makan dan antisipasi mual muntah karena pemberian
kemoterapi.
2.
Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang dapat
digunakan dalam asuhan keperawatan pada anak kanker dengan masalah
nutrisi. Evaluasi aplikasi teori ini pada lima kasus kelolaan menunjukkan
adanya respon adaptif pada anak yang dirawat sehingga dapat meningkatkan
toleransi anak terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Hasil evaluasi yang
diperoleh 1 kasus beradaptasi secara integrasi (masalah tidak terjadi) dan 4
kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah teratasi sebagian). 3 kasus
berhasil pulang dan dirawat jalan, 1 kasus masih dirawat untuk memulai
kemoterapi dengan protokol baru sedangkan 1 kasus masih dirawat dan
kemudian meninggal karena sudah terjadi metastase ke organ lain sehingga
terjadi kegagalan beberapa organ. Respon yang berbeda ini disebabkan karena
jenis kanker dan stadium kanker yang berbeda yang mendasari terjadinya
perubahan adaptasi tubuh dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
3.
Kompetensi yang menjadi target residen dalam praktik ners spesialis dapat
dicapai seluruhnya melalui aplikasi praktik selama 27 minggu di tiga rumah
sakit yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita dan RSPAD
Gotot Soebroto, pada bagian perinatologi, anak infeksi dan anak non infeksi.
Kompetensi
ini
diperoleh
residen
dengan
melakukan
pengalaman
99Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
100
pembelajaran melalui peran perawat sebagai pemberi asuhan, advokat,
pendidik, peneliti dan sebagai agen pembaharu (innovator). Dalam melakukan
peran ini residen tetap memperhatikan prinsip tanggung jawab, etik dan legal
keperawatan. Pencapaian ini mendorong residen untuk lebih percaya diri
dalam melakukan praktik ners spesialis.
5.2. Saran
1.
Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak
kanker dengan masalah nutrisi. Untuk itu disarankan dalam pelayanan
kesehatan agar dapat mengunakan teori ini dalam asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian yang mendalam terhadap perilaku dan stimulus
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan melakukan intervensi perawatan
dengan tepat. Selain itu dalam mendukung mekanisme koping anak terhadap
masalah nutrisi diperlukan pendidikan kesehatan melalui peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan keluarga sehingga dapat terjadi perilaku adaptif.
2.
Pemenuhan kebutuhan nurisi pada anak kanker memerlukan perhatian dari
perawat. Dalam pelayanan kesehatan pada umumnya pemberian nutrisi
melalui NGT dilakukan oleh keluarga. Hal ini dilakukan sebagai
pengaplikasian prinsip Family Centered Care (FCC) agar keluaga ikut terlibat
dalam asuhan keperawatan. Namun pemberian nutrisi ini merupakan tanggung
jawab perawat, untuk itu disarankan bagi perawat agar melakukan pemantauan
secara berkesinambungan terhadap pemberian nutrisi ini. Pemantauan meliputi
posisi NGT, jumlah masukan, lamanya pemberian dan kebersihan feeding
burette. Selain itu, sebelum pemberian nutrisi ini perlu dilakukannya
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang pemberian nutrisi melalui NGT
menggunakan feeding burette. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian
yang tidak diinginkan, seperti aspirasi. Pendidikan kesehatan perlu juga
dilakukan bagi anak dan keluarga yang anak mendapat kemoterapi berisiko
mual muntah. Pendidikan kesehatan tentang antisipasi mual dan muntah
dimaksudkan agar anak dan keluarga dapat melakukan upaya meminimalkan
efek kemoterapi dan menunjang pemberian terapi antiemetic, sehingga dengan
demikian pemenuhan nutrisi dapat menjadi adekuat.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Aapro, M. (2005). Optimising antiemetic therapy: what are the problems and how can
they be overcome. Curr Med Res Opin. 21: 885-89
Abad-Jorge, A., Morris, C.J.A., Perks, P, & Roman, B. (2011). Pediatric Nutrition
Standards of Care Based on The Nutrition Care Process Model. Virginia :
Department of Nutrition Services University of Virginia Health System and
Morrison Management Specialists.
Abla, O. (2010). Handbook of supportive care in pediatric oncology. London: Jones and
Bartlett Publisher.
Akbulut, G. (2011). New perspective for nutritional support of cancer patients:
Enteral/parenteral nutrition. Experimental and Therapeutic Medicine, 2, 675684.
Alligood M.R..(2014). Nursing theorist utilization & application. 5th.ed. St. Louis
Missouri : Mosby Elsevier, Inc.
Aseeri, M., Mukhtar, A., Alkasana, S., Elimam, N., & Jastaniah, W. (2012). A
retrospective review of antiemetic use for chemotherapy-induced nausea and
vomiting in pediatric oncology patients at a tertiary care center. Journal of
Oncology Pharm Practice. 19(2):138-144.
Ball, J.W., Bindler, R.C., & Cowen, K.J. (2010). Child health nursing: Partnering with
child & families, 2nd ed. New Jersey: Pearson Education.
Baxter, A.L., Watcha, M.F., Baxter, W.V., Leong, T, & Wyatt, M.M. (2011).
Development and validation of a pictorial nausea rating scale for children.
Pediatrics, 127, e1542–e1549.
Bauer, J., Jurgens, H., & Fruhwald, M.C. (2011). Important aspects of nutrition in
children with cancer. Adv. Nutrition. 2, 67–77.
Bielack, S.S. Carrie, D., & Jost, L. (2008). Osteosarcoma: ESMO clinical
recommendations for diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology,
19(Suppl 2), ii94-ii96.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M. & Wagner, C.M. (2013). Nursing
intervention classification (NIC). 6th edition. St. Louis, Missouri: Mosby
Elsevier.
Butturini, A.M., Dorey, F.J., Lange, B.J., Henry, D.W., Gaynon, P.S., Fu, C., …
Carroll, W.L. (2007). Obesity and outcome in pediatric acute lymphoblastic
leukemia. J Clin Oncol, 25(15), 2063-2069.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku ajar praktik keperawatan
klinis Kozier & Erb, edisi 5. Jakarta: EGC
Bowden, V.R.., & Greenberg, C.S. (2010). Children and their families: The continuum
of care, 2nd ed. Philadelphia: Lippincott.
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktik klinis. edisi 9.
Jakarta: EGC
Caudill, J.S.C., & Arndt, C.A.S.(2007). Diagnosis and management of bone malignancy
in adolescence. Adolescent Medicine, 18, 62-78.
Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W.,…
Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing
chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology
patients. European Journal of Oncology Nursing. 19: 182-190.
Chen, S.S., Tzeng, Y.L., Gau, B.S,. Kuo, P.C., & Chen, J.Y. (2013). Effects of prone
and supine positioning on gastric residuals in preterm infants: A time series with
cross-over study. International Journal of Nursing Studies, 50, 1459-1467.
Chow, E.J., Pihoker, C., Hunt, K., Wilkinson, K., & Friedman, D.L. (2007). Obesity
and hypertension among children after treatment foe acute lymphoblastic
leukemia. Cancer, 110, 2313-2330.
Ellett, M.L.C., Cohen, M.D., Perkins, S.M., Croffie,J.M.B., Lane, K.A., & Austin, J.K.
(2012). Comparing methods of determining insertion length for placing gastric
tubes in children 1 month to 17 years of age. J. Spec Pediatr Nurs, 17(1), 19-32.
Fearon, K., Strasser, F., Anker, S.D., Bosaeus, I., Bruera, E., Fainsinger, R.L., …
Baracos, V.E. (2011). Definition and classification of cancer cachexia: an
international consensus. Lancet Oncology. 12(5), 489-495.
Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop
Cirle Corp.
Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory
nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized
controlled trial. Trial. 14;103.
Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. 8th.ed.
St Louis: Mosby Elsevier.
Hopkinson, J.B. (2016). Food connection : a qualitative exploratory study of weight and
eating related distress in families affected by advanced cancer. European Journal
of Oncology Nursing. 20, 87-96.
ICN (2009). ICN framework of competencies for the nurse specialist. Switzerland: ICN.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
International Agency for Research of Cancer (2012). Globocan 2012: Estimated Cancer
Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. http://Globocan.iarc.fr.
diunduh pada tanggal 25 April 2016.
International Agency for Research of Cancer (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh
tanggal 26 Pebruari 2016.
James, S.R., Nelson, K.A., & Aswill, J.W. (2013). Nursing care of children: Principles
& practice, 4th ed. St. Louis: Elsevier.
Kemenkes RI (2015). Situasi penyakit kanker. Buletin Pusat data dan informasi
kesehatan. www.depkes.go.id. Diunduh pada tanggal 25 April 2016.
Kemenkes RI (2014) Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id.article/.
Diunduh tanggal 29 Pebruari 2016
Kemenkes RI (2013). Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016
Kemenkes RI (2010). Kepmenkes RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Kline, N. (2008). Essentials of pediatric oncology nursing: A core curriculum, 3rd ed.
Glenview, Illinois: Association of pediatric hematology oncology nurses.
Ladas, E.J., Sacks, N., Brophy, P., & Rogers, P. (2006). Standards of nutritional care in
pediatric oncology: Results from a nationwide survey on the standarts of practice
in pediatric oncology. Pediatric Blood Cancer. 46, 339-344.
Litten, J.B., & Tomlinson, G.E. (2008). Liver tumors in children. The Oncologist, 13,
812-820.
Lughetti, L., Bruzzi, P., Predieri B., & Paolucci, P. (2012). Obesity in patients with
acute lymphoblastic leukemia in childhood. Italian Journal of Pediatrics, 38(4),
1-11.
Manuel, L., & Mota, A.A.S.C. (2013). Massage in children with cancer, effectiveness of
a protocol. Journal of Pediatric, 89(6), 595-600.
Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2011). Ilmu
kesehatan anak esensial, edisi ke 6. Singapore: Saunders Elsevier.
Montgomery, K., Belongia, M., Mulberry, M.H., Schulta, C., Phillips, S., Simpson,
P.M., & Nugent, M.L. (2013). Perseption of nutrition support in pediatric
oncology patient and parents. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 30(2), 9098.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M, & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). 5th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Muliawati, Y., Haroen, H., & Rotty, L.W.A. (2012). Cancer anorexia-cachexia
syndrome. Acta Medica Indonesiana-The Indonesian Journal of Internal
Medicine,
44:
2.
Akses
2
Mei
2016.
http://www.inaactamedica.org/archives/2012/22745148.pdf.
NANDA. (2015). Nursing diagnosis definition and classification, 2015-2017. Oxford:
Wiley-Blackwell.
Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta:
FK Universitas Indonesia.
Nasar, S.S., Prawitasari, T., Lestari, E.D., Djais, J., & Susanto, J. S. (2007). Skrining
malnutrisi pada anak yang dirawat di rumah. Depkes RI.
Nicolini, A., Ferrari, P., Masoni, M.C., Fini, M., Pagani, S., Giampietro, O., Capri, A.
(2013). Malnutrition, anorexia and cachexia in cancer patients: A mini-review on
pathogenesis and treatment. Biomedicine & Pharmacotherapy, 67, 807-817.
Niuwouldt C.H. (2011). Nutrition and child with cancer: Where do we stand and where
do we need to go. S Afr J Clin Nutr, 24(3), 23-26.
Niven, M. (2012). Psikologi kesehatan; pengantar untuk perawat dan profesional
kesehatan lain. Jakarta: EGC.
Permono, H.B., Sotaryo., Urgasena, IGD., Widiastuti, E., & Abdulsalam, M. (2012).
Buku ajar hematologi-onkologi anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Pillitteri, A. (2010). Maternal and child health nursing: Care of the childbearing &
childrearing family (6th ed). Philadelphia: Lippincott.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental keperawatan, ed. 4, vol.1. Jakarta:
EGC.
Potts, N.L. & Mandleco, B.L. (2011). Pediatric nursing: Caring for children and their
families, 2nd ed. New York: Thomson Delmar Learning.
PPNI (2010). Standar profesi & kode etik perawat Indonesia. Jakarta: PPNI.
Robinson, D.L., Loman, D.G., Balakas, K. & Flowers, M. (2012). Nutritional screening
and early intervention in children, adolescents, and young adults with cancer.
Journal of Pediatric Oncology Nursing, 29(6), 346-355.
Rodgers,,C., Kollar, D., Taylor, O., Bryant, R., Crockett, K.,… Hockenberry, M.
(2012). Nausea and vomiting perspective among children receiving moderate to
highly emetogenic chemotherapy treatment. Cancer Nursing. 35(3): 203-210.
Roy, C. (2009). The Roy Adaptation Model. 3rd ed. New Jersey : Upper Saddle River.
Schoeman, J.(2015). Nutritional assessment and intervention in pediatric oncology unit.
Indian Journal of Cancer. 52, 186-190.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Selwood, K., Ward, E., & Gibson, F. (2010). Assestment and management of
nutritional challenges in children’s cancer care: A survey of current practice in
the united kingdom. European Journal of Oncology Nursing, 14, 439-446.
Sean, R., Dariushnia, M.M., Wallace, M.J., Nasir, H., Siddiqi, M.D., Richard, B. …
Cardella, M.D. (2010). Quality improvement guidelines for central venous
access. J. Vasc Interv Radiol, 21, 976-981.
Sivanandan, S., Chawla, D., Mirsa, S., Agarwal, R., & Deorari, A.K. (2009). Effect of
sling application on efficacy of Phototherapy in health term neonates with non
hemolytic jauncide: a randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 46, 23-28.
Sjarif, D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M., & Nasar, S.S. (2014). Buku ajar nutrisi
pediatrik dan penyakit metabolic. Jakarta: IDAI
Sonis, S. (2007). Phatobiology of oral mucositis: novel insight and opportunities. The
Journal of Supportive Oncology, 5,3-11.
Stanescu, L., Foarfa,C., Georgescu, A.C., & Georgescu, I. (2007). Kaposi’s sarcoma
associated with AIDS. Romanian Journal of Morphology and Embryology, 48,
181-187.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2010). Nursing theorist and their work. 7th.ed. St.
Louis Missouri : Mosby Elsevier, Inc.
Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2010). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical
Handbook. 2nd ed. London New York: Spinger.
Tipton, J. McDaniel, R., Barbour, L., Jhonston, M.,Kayne, M., LeRoy, P., & Ripple,
M.L. (2007). Putting evidence into practice: Evidence-based interventions to
prevent, manage and treat chemotherapy-induced nausea and vomiting. Clinical
Journal of Oncology Nursing, 11(1), 69-78.
Tisdale, M.J. (2009). Mechanisms of cancer cachexia. Physiological Reviews, 89 (2),
381–410.
Thompson, L.A., Knapp, C.A., Feeg, V., Madden, V.L., & Shenkman, E.A. (2010).
Pediatricians management practices for chronic pain. Journal of Palliative
Medicine, 13(2),171-178.
Withycombe, J.S., Smith, L.M., Meza, J.L., Markle, C., Faulkner, M.S., Ritter, L., …
Moore, K. (2015). Weight change during childhood acute lymphoblastic
leukemia induction therapy predicts obesity: a report from the children’s
oncology group. Pediatr Blood Cancer. 62(3), 434-439..
Withycombe, J.S., Post-White, J.E., Meza, J.L., Hawks, R.G., Smith, L.M., Sacks, N.,
& Seibel, N.L. (2009). Weight patterns in children with high risk ALL: a report
from the children oncology group (COG). Pediatr Blood Cancer. 53, 1249-1254.
WHO-Depkes. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta :
WHO Indonesia.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Woolery, M., Carroll, E., Feen, E., Wieland, H., Jarosinski, P., Corey, B., Wallen, G.
(2006). A constipation assessment scale for use in pediatric oncology. Journal of
Pediatric Oncology Nursing, 23, 65-74.
World Health Organization (2014). Cancer. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016.
Yabro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, H. B . (2011). Cancer Nursing: Principles and
practice. 7th edition. Canada: Jones and Barlett Publisher.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
FORMAT PENGKAJIAN
PENDEKATAN MODEL ADAPTASI CALLISTA ROY
DATA UMUM
 Identitas Klien
Nomor RM
Nama
Tempat/tgl lahir
Jenis Kelamin
Anak ke
Agama
Pendidikan
Alamat
Tgl Masuk RS
Tgl Pengkajian
Ruang rawat
Diagnosa Medis
: ……………………………
: ……………………………
: ……………………………
: …………………………...
: ……………………………
: …………………………...
: …………………………...
: …………………………...
…………………………...
: …………………………...
: …………………………...
: …………………………...
: …………………………...
 Identitas Penanggung jawab
Sumber data
Nama
Usia
Hubungan
dengan klien
Pendidikan
Agama
Pekerjaan
Suku
Alamat
Tipe Keluarga
Gol. darah
:
Ibu
Ayah
: ………………………………………
: ………………………………………
: ………………………………………
: ………………………………………
: ……………………………………....
: ………………………………………
: ………………………………………
: ………………………………………
……………………………………....
:
Kandung
Adopsi
Asuh
: Ibu……… Ayah…………
RIWAYAT KESEHATAN
 Keluhan Utama/Alasan masuk RS
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
 Riwayat Penyakit Sekarang
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
 Riwayat Kesehatan dahulu
 Prenatal
Kesiapan untuk hamil
:
Kehamilan yang dinginkan
Kegagalan KB
Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan
: di……………………Oleh………………Sejumlah……..
Keluhan yang dirasakan selama hamil
: …………………………………………………………….
Gangguan kehamilan
:
Hyperemesis
Preeklamsi
Eklamsi ………….
Riwayat terkena radiasi
:
Tidak
Ya : ………………………………………..
Riwayat jatuh selama hamil
:
Tidak
Ya : ………………………………………..
Riwayat mengonsumsi obat selama hamil :
Tidak
Ya : ………………………………………..
Riwayat mendapat imunisasi TT
:
Tidak
Ya : ………………………………………..
Riwayat berat badan selama hamil
: …………………………………………………………….
 Intranatal
Persalinan
: Tempat…………….Jenis……………..Penolong………...
Penyulit persalinan
:
Tidak ada
Partus lama
Perdarahan…………..
Komplikasi dialami ibu setelah persalinan :
Tidak ada
Ada : …………………………………
Kematian ibu saat persalinanan
:
Tidak
Ya
 Postnatal
Masa gestasi
: …………Minggu
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
Kondisi setelah lahir
:
Antropometri
APGAR SCORE
Kondisi plasenta dan tali pusat
Pemberian obat-obatan
IMD
Riwayat nutrisi
:
:
:
:
:
:
 Riwayat Tumbuh kembang
Gigi
Perkembangan sesuai tahap usia
UMUR
SOSIAL
 2 bulan
Senyum
 4 bulan
 6 bulan
Senyum
Menggapai mainan
 9 bulan
Bermain ciluk ba
 12 bulan
Minum dengan
cangkir
Menggunakan
sendok
Melepaskan pakaian
Bermain interaktif
Memasang kancing
baju
Memakai baju tanpa
Bantuan
 18 bulan
 2 tahun
 3 tahun
 4 tahun
 5 tahun
: Waktu pertama kali tumbuh……….. Jumlah gigi………..
:
MOTORIK HALUS
MOTORIK KASAR
Mengikuti gerak
Mengangkat kepala 45 o
dari perut
Menggenggam
Membalikkan badan
Memindahkan benda
Duduk
dari tangan satu ke
tangan lainnya
Mengambil benda
Berdiri
dengan ibu jari dan
telunjuk
Menjemput benda
Berjalan
dengan 5 jari
Mencoret-coret kertas
Naik tangga
 Riwayat Penyakit
Riwayat pernah mendapat penyakit
Riwayat pernah mendapat kecelakaan
Riwayat pernah di rawat di Rumah Sakit
:
:
:
Riwayat alergi
Riwayat transfusi
Riwayat operasi
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan/zat/
bahan berbahaya tanpa anjuran dokter
:
 Riwayat Kesehatan Keluarga
 Riwayat penyakit keluarga
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
Langsung menangis
Sianosis
Ikterik
Kejang
Kelainan kongenital : …………………..
BBL……..gr PBL……...cm LK………cm
APGAR(1) ……………..
APGAR(5)………………
…………………………………………………………….
Vit K
Salep mata
Lainya : ………………….
Ya
Tidak
ASI Eksklusif Lain-lain :………………………….
Membuat garis
Meniru membuat garis
Menggambar
Berdiri dengan 1 kaki
Mengayuh sepeda
Melompat dengan 1 kaki
Meniru gambar
Menangkap bola
Tidak
Ya: …………………… Pada umur………
Tidak
Ya: …………………… Pada umur………
Tidak
Ya, sejumlah……kali, Kapan :…...………
…………………………………………………………….
:
Tidak
Ya: Alergen………….Reaksi alergi………
:
Tidak
Ya: Apa………..Reaksi yang timbul……...
:
Tidak
Ya, sejumlah……kali, Kapan :…...………
Tidak
Ya: …………………… Pada umur………
 Genogram
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
A. MODE ADAPTASI FISIOLOGIS
 Oksigenisasi dan sirkulasi
 Pengkajian Perilaku
Tekanan darah : ……/..….mmHg
Respirasi :……x/mnt
Nadi :………x/mnt
Suhu : …….. oC
CRT……..detik
Sianosis
Pergerakan dada
:
Simetris
Retraksi intercostal
Retraksi suprasternal
Irama nafas
:
Reguler
Ireguler
Dyspneu
Kussmoul
Bunyi nafas
:
Vesikuler
Ronchi
Wheezing
Rules
Stredor
Masalah pernapasan lainnya
: - Batuk;
Tidak ada
Ada; Produktif,
Tidak
Ya
- Cuping hidung;
Tidak ada
Ada
- Hemoptesis;
Tidak ada
Ada
- Clubbing kuku;
Tidak ada
Ada
- Bentuk dada;
Normal
Tidak normal………...
Bantuan pada pernapasan
:
Tidak ada
Oksigen(…….l/mnt)
Suctioning
Bunyi jantung
:
Murni
Suara tambahan; ……………………….….
Irama jantung
:
Reguler
Ireguler
Warna kulit
:
Merah muda
Pucat
Akral
:
Hangat
Dingin
Perdarahan
:
Tidak ada
Ada; ………………………………….……
Analisa Gas Darah (Tgl……….)
: PH…..
PaO2….....mmHg
PaCO2 ….….mmHg
HCO3…….mmHg
SaO2……...%
Radiologi (Tgl…………)
: .……………………………………………………………….…..
EKG (Tgl………….)
: .…………………………………………………………………...
CT Scan (Tgl…………..)
: ..…………………………………………………………………..
Laboratorium (Tgl……………)
: …..………………………………………………………………..
Terapi
: ..…………………………………………………………………..
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Kontekstual
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Residual
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
 Nutrisi
 Pengkajian Perilaku
BB :……….kg
TB :………cm
Anoreksia
Sulit menelan
Skala Muntah : …………
Frekuensi makan :….x/hr………...
Jumlah kebutuhan :……….kkal
Keadaan perut
LLA :………..cm
Nyeri menelan
Mual
Muntah;……………….
Jenis makanan : ………………… Cara pemenuhan……….......
Diet khusus:
Tidak
Ya;…………………………………
:
Datar
Cembung
Distensi
Acites
Nyeri tekan
Hepatomegali
Splenomegali
Massa di……………………………
Bising usus…….x/m
Alergi makanan
:
Tidak
Ya;…….. ………………………………………
Masalah pada mulut
:
Somatisis;……………
Labioskizis
Labiopalatoskizis
Warna kulit
:
Kemerahan
Ikterik
Cyanosis
Albino
Pucat
Keadaan kulit
:
Ruam Kering
Lembab
Edema
Petekie/ekimosis
Mukosa
:
Lembab
Kering
Pucat
Lesi
Gusi
:
Perdarahan
Radang
Konjungtiva
:
Tidak anemis
Anemis
Status Gizi
: …………... BB/U;…… TB/U atau PB/U;…… BB/TB;…….
Skrining Gizi (STRONG-KIDS)
: Skor
0(risiko rendah)
1-3(risiko sedang)
4-5(risikoberat)
Asuhan
keperawatan
...,
Tati
Setyawati
Ponidjan,
FIK
UI,
2016
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan
Universitas Indonesia
Parameter
1. Pasien tampak kurus
2. Terdapat penurunan BB selama 1 bulan
terakhir (berdasarkan data objektif BB atau
penilaian subjektif orang tua atau untuk bayi
< 1 thn BB tidak naik selama 3 bln terakhir)
3. Terdapat salah satu kondisi berikut :
Diare ≥ 5x/hr atau muntah > 3x/hr dalam
seminggu terakhir atau asupan makanan
berkurang selama 1 minggu terakhir
4. Terdapat penyakit atau keadaan yang
mengakibatkan beresiko malnutrisi *)
Skor
0=tidak 1=ya
0=tidak 1=ya
0=tidak
1=ya
0=tidak
2=ya
*) Diare kronik (>2 mggu), tersangka penyakit jantung bawaan,
tersangka HIV, tersangka kanker, penyakit hati kronik, penyakit
ginjal kronik, TB paru, luka bakar luas, kelainan anatomi mulut,
trauma, kelainan metabolic bawaan, retardasi mental,
keterlambatan perkembangan, rencana/pasca operasi mayor,
terpasang stoma, lain-lain (berdasarkan pertimbangan dokter)
Laboratorium (Tgl……………)
Terapi
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
 Eliminasi
 Pengkajian Perilaku
 Urine
Frekuensi BAK…………x/hr
BAK spontan
Masalah BAK
Penggunaan alat bantu
Laboratorium (tgl……………)
 Feses
Anus
Frekuensi BAB………….x/hr
Karakteristik feses
Kesulitan BAB
Masalah BAB
Laboratorium (Tgl……………)
Terapi
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
: Hb…….gr/dl
Ht……..%
Gula darah…….mg/dl
Eritrosit……..juta/µL
Trombosit…………ribu/µL
Albumin…….gr/dl
SGOT…….U/l
SGPT……….U/l
: ..…………………………………………………………………..
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Bau……… Warna……… Jumlah……..ml (Diuresis.…..cc/jam)
Kesulitan BAK;……………………………………………
:
Hypospadia
Hidrocel
Letak tesis………………..
Lesi
Distensi
: ……………………………………………………………………
: ……………………………………………………………………
:
Atresia
Fistula/fisura ani
Lecet/ruam
Konsistensi………. Warna………….
:
Darah
Lendir
Lainnya;………………
: ……………………………………………………………………
:
Tanda-tanda prolapsus/polip
Stoma; letak…………….
: ……………………………………………………………………
: ……………………………………………………………………
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
: ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
 Aktivitas dan Istirahat
 Pengkajian Perilaku
Pergerakan
:
Tidak ada hambatan
Ada hambatan;…………………….
Asuhan
keperawatan
...,
Tati
Setyawati
Ponidjan,
FIK
UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan
ROM
:
Tidak terbatas
Terbatas;…………………………...
Kekuatan otot
: ---------------
Keadaan
Penggunaan alat bantu aktivitas
Rekreasi
Skrining status fungsional pada anak
Mandiri (skor 20)
:
Polidikti
Edema
Lesi
Garis sidney
: .…………………………………………………………………..
: Jenis……………………….. Frekuensi……………………….
usia 12-18 thn (Barthel index) :
:
Perlu bantuan;
Ringan (skor12-19)
Sedang (skor 9-11)
Berat (skor 5-8)
Ketergantungan total (skor <5)
Kelemahan
Hemiplegia
Hemiparese
Barthel Index
Indikator
Skor
 Mengendalikan rangsangan BAB ;
0 = Tidak terkendali /tidak teratur (perlu pencahar)
1 = Kadang-kadang tidak terkendali (satu kali/minggu)
2 = Mandiri/tidak mampu mengendalikan
 Mengendalikan rangsangan BAK
0 = Tidak terkendali atau pakai kateter dan tidak mampu mengendalikan
1 = Kadang-kadang tidak terkendali (satu kali/24 jam)
2 = Mandiri
 Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi)
0 = Butuh pertolongan orang lain
1 = Mandiri
 Penggunaan toilet masuk dan keluar
(melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)
0 = Tergantung pertolongan orang lain
1 = Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan, tetapi dapat mengerjakan
kegiatan yang lain
2 = mandiri (masuk dan keluar,berpakaian dan membersihkan diri)
 Makan
0 = Tidak mampu
1 = Perlu ditolong memotong makanan
2 = Mandiri
 Berubah sikap dari berbaring ke duduk
0 = Tidak mampu duduk seimbang
1 = Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan sedikit (verbal dan fisik)
3 = mandiri
 Berpindah/berjalan
0 = Tidak mampu
1 = Bisa(pindah) dengan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 = Mandiri
 Memakai baju
0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misalnya mengancingkan baju)
2 = mandiri
 Naik turun tangga
0 = Tidak mampu
1 = Butuh pertolongan
2 = Mandiri
 Mandi
0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
………..
…………
…………
…………
..……….
…………
…………
………….
…………
…………
Total skor………….
Tidur
Kebiasaan sebelum tidur
Masalah tidur
Terapi
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
:
:
:
:
Durasi;……….jam
Pola tidur;…………………………….
…………………………………………………………………...
…………………………………………………………………...
…………………………………………………………………..
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Asuhan
keperawatan
...,
Tati
Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
 Cairan dan Elektrolit
 Pengkajian Perilaku
Jenis cairan yang dikonsumsi
Cara mengkonsumsi cairan
Jumlah cairan yang dikonsumsi
Turgor kulit
Rasa haus
Mata cekung
Dehidrasi
Laboratorium (Tgl……………)
Terapi
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
 Proteksi dan Perlindungan
 Pengkajian Perilaku
Keadaan umum
Imunisasi
Alergi
Kulit
Personal hygiene
Respon peradangan
Laboratorium (Tgl…………….)
Terapi
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
:
ASI
PASI
Lainnya………… Jika ASI; frekuensi…..
: Menggunakan;
Botol susu
Cup
Lainnya;…………
: ………….ml
Balance Cairan;……………………………
:
Baik(elastis)
Menurun
Jelek
:
Tidak
Ya
:
Tidak
Ya
:
Tidak
Ya;
Ringan
Sedang
Berat
: Elektrolit darah; Natrium………...mmol/l
Kalium….…….mmol/l Chlorida……..…mmol/l
: IVFD; Jenis….……… Jumlah……….tpm Lainnya………….
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………...
:
Hepatitis 0
BCG
Combo 1
Combo 2
Combo 3
Polio 1
Polio 2
Polio 3
Lainnya…………………………………………………………
: Obat…………………… Lainnya……………………………..
: Kebersihan……………. Dekubitus………. Luka…………..
: Tangan………………... Mulut………………………………..
Rambut………………. Genitalia……………………………..
:
Panas
Merah
Bengkak
Nyeri
: CRP………..mg/l Leukosit…………/µl Hitung Jenis; .........
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………...
Risiko Jatuh (Skala Humty Dumty)
Untuk anak usia 12-18 tahun
Umur
Jenis
Kelamin
Diagnosa
4.<3 thn 2.Laki-laki 4.Kelainan neuro
3.3-7 thn 1.Perempuan 3.Perubahan dalam
2.7-13 thn
O2,dehidrasi,anemia
1.>13 thn
anoreksi,sinkop
2.Kelainan psikis/
Perilaku
1.Diagnosa lain
Risiko rendah = skor 7-11, Risiko tinggi = skor ≥12
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Gangguan
Kognitif
3.Tidak sadar
terhadap
keterbatasan
2.Lupa
keterbatasan
1.Mengetahui
Kemampuan
Diri
Faktor
Lingkungan
4.Riwayat jatuh
3.Menggunakan
alat bantu
2.Ditempat tidur
1.Diluar ruang
rawat
Respon
Pembedahan/
Anastesi
3.Dalam 24 jam
2.Dalam 48 jam
dan riwayat
jatuh
1.>48 jam
Penggunaan
Obat
3.Macam-macam
obat sedasi,
hipnotik,barbiturate,
fenotiazin,anti
depresan,laksans/
diuretika,narkotik
2.Salah satu obat
diatas
1.Pengobatan lain
Total skor …………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
 Sensasi
 Pengkajian Perilaku
 Penglihatan
Ketajaman penglihatan
Bola mata
Pupil
Palpebra
Kotoran mata
 Penghidu
Letak hidung
Penciuman
Pengeluaran cairan
 Pendengaran
Ketajaman pedengaran
Kebersihan
Bentuk
Posisi puncak pina
 Pengecapan
Kondisi mulut
 Kulit
Suhu
Masalah pada kulit
Luka
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
:
:
:
:
:
Baik
Asimetris
Reaktif
Cekung
Tidak ada
Menurun (R - L)
Buta (R - L)
Pergerakan bola mata; ………………....……...
Non reaktif (R – L)
Anisokor
Tidak membuka sempurna
Edema
Ada; banyaknya…………………………….
:
:
:
Simetris
Baik
Tidak ada
:
:
:
:
Baik
Menurun (R - L)
Baik
Kotor (R - L)
Simetris
Asimetris
Sejajar kantus mata
Tidak sejajar kantus mata
:
Besih
:
:
:
Teraba hangat
Teraba panas
Teraba dingin
Gatal
Lesi
Erupsi
Eritema Lainnya;…….....
Tidak ada
Ada; luka…………………………………….
Asimetris
Tidak baik
Sekret
Darah
Kebersihan;………….
Kotor Masalah pada mulut;………………
Risiko decubitus (Skala Braden)
Persepsi
Sensori
Kemampuan untuk
merespon ketidak
nyamanan tekanan
1.Tidak berespon
2.Sangat terbatas
3.Sedikit terbatas
4.Tidak ada
Gangguan
Aktivitas
Kelembaban
Sejauh mana kulit
terpapar kelembaban
1.Kelembabab konstan
2.Sering lembab
3.Kadang lembab
4.Jarang lembab
Tingkat aktivitas
fisik
1.Tergeletak di
tempat tidur
2.Tidak bisa
berjalan
3.Berjalan pada
Jarak terbatas
4.Berjalan di
Sekitar ruangan
Mobilitas
Kemampuan untuk
mengubah dan
mengontrol posisi
tubuh
1.Tidak bisa
bergerak
2.Sangat terbatas
3.Sedikit terbatas
4.Tidak ada
batasan
Nutrisi
Friksi dan
Gesekan
Pola asupan
makanan
1.Sangat buruk
2.Kurang adekuat
3.Adekuat
4.Sangat baik
1.Masalah
2.Potensi
masalah
3.Tidak ada
masalah
Total skor…………….
Skor : 6-10(sangat tinggi),11-14(tinggi), 15-19(sedang), 20-23(rendah)
Nyeri
:
Tidak
Ya; Lokasi…………. Intensitas……………....
Perilaku nyeri…………………………………………………….
Skala nyeri; ……… Visual Analog Scale/FACES (anak≥3tahun)
0
2
4
6
8
10
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
FLACC Scale (untuk < anak 3 tahun)
Wajah (Face)
Ekstremitas(Legs)
Gerakan(Activity)
0.Tidak ada ekspresi
khusus
1.Kadang menangis/
mengerutkan dahi,
menarik diri
2.Sering mengerutkan
dahi, rahang
mengatup
0.Posisi relaks
1.Posisi tegang,gelisah
2..Menendang/menarik
diri
0.Berbaring tenang,
bergerak mudah
1.Mengeliat, bolakbalik,tegang
2.Posisi tubuh
meringkuk,kaku/
spasme
Menangis(Cry)
0.Tidak menangis
1.Merintih,merengek
kadang mengeluh
2.Menjerit, menangis
tersedu-sedu
Kemampuan
Ditenangkan
(Consolability)
0.Senang,relaks
1.Dapat ditenangkan
dengan sentuhan,
pelukan atau bicara
2.Tidak dapat /sulit
ditenangkan dengan
sentuhan,distraksi
Total Skor……………..

Terapi
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
 Fungsi Neurologi
 Pengkajian Perilaku
Kesadaran
GCS
Kejang
Refleks primitis
Refleks fisiologi
Iritasi meningeal
Nervus cranial

Tes diagnostic (Tgl……………)
Terapi
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
 Fungsi Endokrin
 Pengkajian Perilaku
Pembesaran kelenjar
Kreatinisme
Gigantisme
Laboratorium (Tgl……………)
Terapi

: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
:
Compos mentis
Apatis
Somnolent
Soporus Coma
: E….., M…..., V……., Total :………………….
:
Tidak
Ya; jumlah……….x/hari, Durasi :………..dt
: Menangis;
Kuat
Lemah
Rooting;
Kuat
Lemah
Sucking;
Kuat
Lemah
Grap;
Kuat
Lemah
Morro;
Kuat
Lemah
: Biseps……/……. Triseps….…/…….. Patella……../………
: Brudzinsky;
Positif
Negatif
Kernig Sign;
Positif
Negatif
Kaku kuduk :
Positif
Negatif
:
Normal
Tidak normal; gambarkan penyimpangannya
…………………………………………………………………..
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
:
:
:
Tidak
Tidak
Tidak
Ya; ……………………………………………...
Ya
Ya
: GDS……..mg/dl GDP…..…mg/dl
GD2JPP……….mg/dl
: …………………………………………………………………..
Pengkajian stimulus
: …………………………………………………………………....
Stimulus Fokal
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual





: …………………………………………………………………....
: …………………………………………………………………....
B. MODE ADAPTASI KONSEP DIRI
Pengkajian Perilaku
 Fisik Diri
Perasaan terhadap penyakit yang
: ……………………………………………….………………......
dialami ?
…………………………………………………………………...
Perasaan terhadap kehilangan
: …………………………………………………………………..
bagian/anggota tubuh ?
……………………………………………………………………
Bagian tubuh yang paling disukai? : ……………………………………………………………………
Bagian tubuh yang tidak disukai?
: ……………………………………………………………………
Bagian tubuh yang paling menarik? : …………………………………………………………………....
Ketidakpuasan terhadap
:
Ukuran tubuh
Fungsi
Penampilan
Komunikasi nonverbal
:
Tidak mau melihat bagian tubuh; …………………………..
Tidak mau menyentuh bagian tubuh;……………………….
 Personal Diri
Adakah perasaan takut
:
Tidak
Ya;………………………………………………..
Perasaan kehilangan orang
:
Tidak
Ya;………………………………………………..
terdekat
Pemahaman anak tentang sakit dan : ……………………………………………………………………
rawat inap
…………………………………………………………………...
Ekspresi perasaan
:
Menyalahkan
Tidak berdaya
Sedih
Norma dan nilai dalam keluarga
: ……………………………………………………………………
Aktivitas keagamaan yang diikuti : ……………………………………………………………………
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
C. MODE ADAPTASI FUNGSI PERAN
Pengkajian perilaku
Tingkat perkembangan saat ini
: ……………………………………………………………………
Peran primer
: ……………………………………………………………………
Peran sekunder
: ……………………………………………………………………
Peran tertier
: ……………………………………………………………………
Suport system dalam keluarga
: ……………………………………………………………………
Hubungan antar anggota keluarga
: ……………………………………………………………………
Pengharapan keluarga
: ……………………………………………………………………
Harapan terhadap diri sendiri
: ……………………………………………………………………
Peran selama sakit
: ……………………………………………………………………
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
Stimulus Residual
D. MODE ADAPTASI FUNGSI INTERDEPENDENSI
Pengkajian Perilaku
Perasaan orang tua saat ini
: ……………………………………………………………………
Pengasuh anak
: ……………………………………………………………………
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
Keterlibatan orang tua

Kecemasan anak karena perpisahan
Kecemasan terhadap orang lain
Kemandirian dan sosialisasi
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal
Stimulus Kontekstual
Stimulus Residual
:
Ibu
Ayah
Berkunjung;
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Menyentuh;
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Memeluk;
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Berbicara;
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Kontak mata;
Ya
Tidak
Ya
Tidak
:
Tidak
Ya; dengan siapa…………………………..
:
Tidak
Ya; dengan siapa…………………………..
: …………………………………………………………………..
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
: …………………………………………………………………....
Asuhan
..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Residensi Kep.Anak 2016
: Tatikeperawatan
S.Ponidjan
UNIVERSITAS INDONESIA
KONTRAK BELAJAR
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT
RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I
Oleh:
Tati Setyawati Ponidjan
NPM. 1306346355
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT I (3 SKS)
Nama Aplikan
NPM
Tempat Praktik
Waktu
No
1
:
:
:
:
Tati Setyawati Ponidjan
1306346355
RSAB Harapan Kita (Perina)
14 September – 9 Oktober 2015
Tujuan Praktik
Kompetensi
Metode
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien neonatus
dengan masalah
infeksi/ metabolisme/
kogenital
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
Hyperbilirubinemia (bukan karena BBLR) meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
(menggunakan teori Adaptasi Roy)
a. Riwayat kesehatan (sepsis, atresia bilier), riwayat
keluarga (resus darah ibu dan anak berbeda), riwayat
persalinan (cepal hematom)
b. Keadaan umum, tanda vital, antropometri
c. Pemeriksaan head to toe, ikterus pada kulit dan selaput
lendir (menilai kadar bilirubin menurut metode
Kremer)
d. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan golongan darah, leukosit, hemoglobin,
bilirubin,warna urine dan feses
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data
hasil pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ;
Risiko cedera (kernikterus), risiko kurang volume
cairan, risiko kerusakan integritas kulit, risiko
hipertermia, resiko cedera karena efek fototerapi,
perubahan peran orang tua, kecemasan orang tua
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Waktu
Pelaksanaan
 14-18
September
2015
Out come
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan.
Mandiri : Observasi tanda-tanda vital secara rutin,
pemberian nutrisi/cairan, fototerapy, antisipasi efek
fototerapy, perawatan integritas kulit, meningkatkan
bonding orang tua-anak, mempertahankan lingkungan
yang tenang, ajak orang tua berpartisipasi dalam
perawatan.
Kolaborasi : asistensi transfuse tukar, pemberian obatobatan.
b. Menerapkan hasil temuan riset.
 Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
diberikan :
Turgor kulit baik dan tidak ada iritasi, tanda-tanda
vital dalam batas normal, warna kuning pada kulit
berkurang/hilang, kadar bilirubin inderek pada darah
kurang dari 12,5 mg/dl (bayi cukup bulan), 10 mg/dl
(bayi kurang bulan), orang tua mau berpartisipasi dan
kecemasan berkurang.
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6 Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak
sesuai etik legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
jurnal reflektif
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
2.
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien neonatus
dengan masalah
respirasi
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan IRDS
(Idiopatik Respiration Distress Syndrome)/ penyakit
membrane hyaline meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
a. Riwayat kesehatan, riwayat keluaraga, riwayat
persalinan.
b. Keadaan umum , tanda vital, antropometri
Pemeriksaan head to toe (sistem pernapasan; status
pernapasan, sianosis, retraksi, edema pada ekstremitas,
tonus otot menurun, gruinting, napas cuping hidung)
c. Pemeriksaan penunjang :
Foto thorax, analisa gas darah, glukosa darah
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan; gangguan
pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan
napas tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, koping keluarga tidak efektif, risiko injuri
karena tidak seimbangnya asam basa, risiko perubahan
peran orang tua.
 Dokumentasi
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan.
b. Mandiri : observasi tanda-tanda vital dan SaO2 secara
rutin, perawatan bayi dalam inkubator, pemberian
oksigen, pemberian nutrisi adekuat, developmental
care, mendukung bonding keluarga, menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
Kolaborasi : CPAP, terapy survaktan, pemberian obatobatan (antibiotik, furosemid, fenobarbital)
 Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 21-25
September
2015
 1 (satu) laporan
asuhan
keperawatan
3
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien neonatus
dengan masalah
thermoregulasi
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
diberikan :
AGD dan SaO2 dalam batas normal, berkurang/tidak
ada tanda-tanda distress pernapasan (retraksi,sianotis,
cuping hidung), suara napas vesikuler, berat badan
sesuai tumbang, warna kulit merah muda, orang tua
melakukan bonding pada anaknya
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
7. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
(menggunakan teori Adaptasi Roy)
a. Riwayat kesehatan, riwayat keluarga, riwayat
persalinan
b. Keadaan umum , tanda vital, berat badan < 2500 gr,
masa gestasi < 37 minggu
Pemeriksaan head to toe, antropometri, tonus otot
menurun, reflex primitif tidak ada/kurang termasuk
menghisap dan menelan, lemak sub kutan kurang,
lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar, puting
susu dan genitalia imatur.
c. Pemeriksaan penunjang :
Glukosa darah, elektrolit serum, analisa gas darah.
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
perkembangan
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 1 (satu) laporan
jurnal reflektif
 28 September  1 (satu) laporan
lengkap asuhan
- 2 Oktober
keperawatan
2015
sebagai kasus
kelolaan
b. Menetapkan masalah keperawatan; hipotermia, risiko
aspirasi, nutrisi kurang kebutuhan tubuh, gangguan
pertukaran gas, risiko infeksi, Resiko cedera
(kernicterus)
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan.
Mandiri : Monitoring tanda-tanda vital dan intake-out
put cairan secara rutin, perawatan bayi dalam
inkubator, Perawatan Metode Kanguru (PMK),
pemberian oksigen, nutrisi adekuat, tindakan
menggunakan prinsip bersih dan steril, mendukung
bonding keluarga, mempertahankan lingkungan yang
tenang dan nyaman, melakukan discharge planning.
Kolaborasi : Pemberian obat-obatan
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
diberikan :
Tanda-tanda vital dan AGD dalam batas normal, berat
badan bertambah, kulit utuh dan warna merah muda,
Tidak ada tanda-tanda infeksi, intake dan out put
seimbang, orang tua melakukan bonding pada anaknya
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak
sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
jurnal reflektif
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
4.
Mahasiswa mampu
melakukan presentasi
kasus Asuhan
keperawatan pada
klien neonatus
dengan masalah
infeksi/kongenital/
metabolisme/
respirasi/
thermoregulasi
 5-9 Oktober
 Presentasi
menggunakan
PPT, diskusi
Presentase kasus kelolaan meliputi; WOC, pengkajian
lengkap, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
 Ceramah/Tanya
jawab
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
jurnal reflektif
Melakukan bimbingan terkait praktik keperawatan di perina
pada mahasiswa magister atau profesi atau D3 keperawatan
 Ceramah/Tanya
jawab
 Daftar hadir
2015
KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT II (4 SKS)
Nama Aplikan
NPM
Tempat Praktik
Waktu
No
1.
:
:
:
:
Tati Setyawati Ponidjan
1306346355
RS Cipto Mangunkusumo (Infeksi)
26 Oktober – 4 Desember 2015
Tujuan Praktik
Kompetensi
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
masalah sistem
pernapasan
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
broncho pneumonia meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
(menggunakan teori Adaptasi Roy)
a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan
riwayat pertumbuhan perkembangan (imunisasi,ASI
dan nutrisi)
b. Keadaan umum, tanda vital.
Metode
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Waktu
Pelaksanaan
 26 Oktober 6 November
2015
Out Come
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan
c. Pemeriksaan head to toe (system pernapasan :
batuk, frekuensi nafas, usaha bernafas, pola nafas,
bunyi nafas, cuping hidung,wheezing, retraksi dada ,
sianosis), status hidrasi, nyeri kepala dan abdomen.
d. Pemeriksaan penunjang; AGD, LED, thorax foto
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; pola nafas
tidak efektif, tidak efektif bersihan jalan napas,
gangguan pertukaran gas,volume cairan kurang dari
kebutuhan tubuh,kecemasan orang tua, kurang
pengetahuan orang tua.
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : Monitoring tanda tanda vital dan status
pernapasan, mengatur posisi pasien, mobilisasi,
pencegahan infeksi, nutrisi dan hidrasi yang
adekuat, mempertahankan lingkungan yang tenang
dan nyaman,menjelaskan proses penyakit pada
orang tua.
Kolaborasi : oksigenasi (terapi oksigen, inhalasi),
fisioterapi dada, pemberian obat-obatan (antibiotika,
antiprektika, analgetik, mukolitik dan ekspektoran)
b. Menerapkan hasil temuan riset
4. Implementasi perencanaan keperawatan
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan
yang diberikan : bunyi napas bersih (tidak ada rales
atau ronki), pernapasan teratur, anak tidak gelisah,
tidak sianosis, intake dan output cairan seimbang,
 Dokumentasi
 Dokumentasi
 Praktik keperawatan
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
suhu badan normal,membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, orang tua memahami proses
penyakit anaknya.
b. Menentukan rencana tindak lanjut
2.
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
gangguan
keseimbangan cairan
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak
sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan diare
meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
(menggunakan teori Adaptasi Roy)
a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat
pertumbuhan perkembangan
b. Keadaan umum, tanda vital (hipertermi, takikardia,
takipnea), BAB, mual dan muntah, anoreksia
c. Pemeriksaan head to toe : turgor kulit jelek, ubunubun dan mata cekung, membrane mukosa kering,
keram abdominal.
d. Pemeriksaan penunjang; kultur tinja, darah (PH,
leukosit, elektrolit)
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; kurang volume
cairan tubuh, risiko gangguan integritas kulit, nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, kurang pengetahuan
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 9 – 20
November
2015
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan
3.
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
infeksi sistem
persarafan
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : Monitoring tanda-tanda vital, rehidrasi,
observasi intake dan output, nutrisi adekuat,
mempertahanakan keutuhan kulit, mempertahankan
lingkungan yang tenang dan nyaman, melakukan
discharge planning.
Kolaborasi : Pemberian obat-obatan (antibiotika),
antiprektika, pedialite atau oralit
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
diberikan : kulit utuh, intake dan output seimbang,
tidak terjadi penyebaran infeksi, BB tidak turun,
peningkatan pengatahuan
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak
sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
Meningitis meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dan riwayat
pertumbuhan perkembangan
b. Keadaan umum, tanda vital , kejang
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 23 November -  1 (satu) laporan
4 Desember
asuhan
2015
keperawatan
c. Pemeriksaan head to toe: sakit kepala, muntah,
mudah terstimulasi perubahan sensori, fotofobia,
kaku kuduk, opistotonus, kernig dan brudzinski
positif, penurunan kesadaran, peteki atau pruritus
(tanda infeksi meningococcal).
d. Pemeriksaan penunjang; punksi lumbal,darah
(leukosit, glukosa, protein), kultur darah.
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; hipertermi,
perubahan perfusi serebral, gangguan pertukaran
gas, tidak efektif bersihan jalan napas, risiko injuri,
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan
 Dokumentasi
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : observasi tanda-tanda vital dan status
neurologi, oksigenasi, mempertahankan hidrasi,
mengatur posisi pasien, mengontrol kejang, nutrisi
adekuat, mempertahankan ventilasi, mengurangi
peningkatan tekanan intracranial, mobilisasi pasif,
memberikan dukungan kepada keluarga.
Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; antibiotika,
antikonfulsan dan terapi suportif
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Dokumentasi
d. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
e. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan
yang diberikan : suhu badan normal, perfusi serebral
adekuat (kesadaran membaik), sakit kepala
berkurang, tidak terjadi injuri (karena kejang), berat
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
badan tidak turun, status pernapasan normal, intake
dan output seimbang.
b. Menentukan rencana tindak lanjut
f. Pendokumentasian asuhan keperawatan
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
4.
Mahasiswa mampu
melakukan proyek
inovasi dalam praktik
klinik keperawatan
sebagai pembaharu
(change agent).
 Dokumentasi
 Observasi
 Dokumentasi
Menyusun instrument
Melakukan pengkajian dan analisa
Menentukan masalah
Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian
masalah
Presentasi rencana proyek inovasi
Implementasi proyek inovasi
Melakukan evaluasi
Presentasi pelaksanaan proyek inovasi
Membuat laporan kegiatan
 Observasi
 Ceramah/Tanya
jawab
 Dokumentasi
Melakukan bimbingan terkait praktik keperawatan di perina
pada mahasiswa magister atau profesi atau D3 keperawatan
 Ceramah/Tanya
jawab
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
 26 Oktober – 4  Laporan inovasi
Desember
2015
 Daftar hadir
KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT III (4 SKS)
Nama Aplikan
NPM
Tempat Praktik
Waktu
No
1.
:
:
:
:
Tati Setyawati Ponidjan
1306346355
RSPAD Gatot Soebroto (non infeksi)
7 Desember 2015 – 15 Januari 2016
Tujuan Praktik
Kompetensi
Metode
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
masalah sistem
Hematologi
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
Thalasemia meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
(menggunakan teori Adaptasi Roy)
a. Riwayat kesehatan (genetika), perjalanan penyakit
dan riwayat pertumbuhan perkembangan
b. Keadaan umum (lemah), tanda vital (sesak napas),
disritmia
c. Pemeriksaan head to toe
Muka pucat dan bentuk mongoloid, perawakan
pendek, tebalnya tulang kranial, pembesaran limpa,
letargia, nyeri tulang dan dada, epistaksis, membrane
mukosa kering,
d. Pemeriksaan penunjang; sel darah merah
(mikrositosis, hipokromia, anisositosis, imatur sel
darah, menurunan Hb dan Ht).
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; perubahan
perfusi jaringan, tidak toleran terhadap aktivitas,
nyeri, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, tidak
efektif koping kelurga.
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Waktu
Pelaksanaan
 7 – 18
Desember
2015
Out Come
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : observasi perfusi jaringan (tanda-tanda
vital, pengisian kapiler, warna kulit, membrane
mukosa), mendukung anak toleran terhadap
aktifitas, memberikan nutrisi yang adekuat,
mempertahankan lingkungan yang tenang dan
nyaman, memberikan dukungan pada keluarga.
Kolaborasi : Pemberian obat-obatan (iron chelating
agent), transfuse.
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
5. Evaluasi
a. Kulit hangat dan warna merah muda, membrane
mukosa lembab, berat badan tidak menurun, anak
tidak mual dan muntah, toleran terhadap aktivitas,
keluarga dapat mengendalikan stres.
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak
sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
2.
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
masalah Onkologi
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
(menggunakan teori Adaptasi Roy)
a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dan riwayat
pertumbuhan
b. Keadaan umum, tanda vital (takipnea, hipertermia,
hipertensi)
c. Pemeriksaan head to toe
Pucat, petechie, purpura, anoxia, penurunan BB,
nyeri pada tulang dan persendian, lymphadenopathy,
hepatosplenomegaly.
d. Pemeriksaan penunjang; pemeriksaan darah tepi
(leukosit imatur), aspirasi sum-sum tulang (BMP),
lumbal punksi
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; risiko infeksi,
resiko injuri, resiko kurang volume cairan tubuh,
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri
 Dokumentasi
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri ; pencegahan risiko infeksi, pencegahan
resiko pendarahan, pencegahan resiko kurang
volume cairan tubuh, nutrisi yang adekuat,
mencegah kerusakan kulit, mengurangi nyeri,
mempertahankan lingkungan yang tenang dan
nyaman.
Kolaborasi : pemberian obat-obatan (kemoterapy)
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 21 Desember 1 Januari 2016
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan
3.
Mahasiswa mampu
memberikan Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
masalah system
perkemihan
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
diberikan : mual dan muntah berkurang, tidak ada
tanda-tanda infeksi, tidak ada tanda-tanda
pendarahan, integritas kulit utuh
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak
sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
 1 (satu) laporan
etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
sindrom nefrotik meliputi:
1. Melakukan Pengkajian
a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat
pertumbuhan perkembangan
b. Keadaan umum, tanda vital (hipertensi), anoreksia,
fatigue.
c. Pemeriksaan head to toe : edema (wajah, abdomen,
genitalia, ekstremitas), berat badan meningkat, nyeri
abdomen.
d. Pemeriksaan penunjang; analisa urine (proteinuria),
pemeriksaan darah (hipoalbuminemia, hiperlipidemia)
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
2. Merumuskan masalah keperawatan
a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; kelebihan
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 4-15 Januari
2016
 1 (satu) laporan
asuhan
keperawatan
volume cairan, kurangnya volume cairan
(intravaskuler), risiko infeksi, gangguan integritas
kulit, intolerans aktivitas, perubahan nutrisi dari
kebutuhan tubuh
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : pencegahan terhadap infeksi, hidrasi secara
adekuat, mencegah cairan overload, menjaga integritas
kulit, nutrisi adekuat
Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; terapi diuretik,
terapi albumin, prednison
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan
 Praktik keperawatan
5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
diberikan : tidak terjadi kerusakan kulit, leukosit
normal, tidak terjadi hipertermia, nyeri abdomen
berkurang, tekanan darah dalam batas normal, balance
intake dan output, Hgb dan Hct dalam batas normal
b. Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik
 Dokumentasi
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Dokumentasi
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek
 Observasi
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
H
ti
(6
G
k
cd
E]
(da
L(6
o_v
,\o
#rH
Eli
E.n
-o
a
E
H
F,- c.I Fi
(B
x
di
d
L-
(l)*i
-(g
=F^
EbF
=Xi
X
s!v
gE
';e
=
3 6:
v.
*
_f;
tsEi-_;
E9
o!w
a
o
'-
!>
0)>
rr
6
x
6^
r.-G
aa
JN!
L::_
xo
..
*
ISo-s
.=l-y
(d_-!q
>'h
=
ix
E AE ELr'A
^r' =+tl^
IsEB-';E
y
J-
E
E
5.-2
c4
= $g
fi E E AE E: H
!.EIgHEiE f :
-._-_y_!E!
N
Ee = g +g;
,>E=9=t=2
"l ryo*;.*'A* i
;{6J(j6J()(J(J(J):;=<s<<==
4-
,w 6
=zz,zzz.z.z.
Es
a
i-;;
d=j oie ob > 8-
Ex
E *'*
E Ad
sqe
fiHp*
FI*E
Eh.FS
> E€{
.+
ll^1
L
C)
o'l
(,)
o.
a0)
I'r
J4
a
o
w
dl
€]
*l6l
>l
rlol
al
FI
'.=t
al
()I
OJ
<l
zl
'J
thl
qt
ot
)
si
o
o
()
€)
,El
?dl
d
.Mt
al
>tJ
ol
ql
AI
TI
I
s
E
g 6J$l
g
AEI \-#t
LI
<l.t
-l
AI
HI
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
KONTRAK BELAJAR
PRAKTIK KLINIK KHUSUS
RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK II
Oleh:
Tati Setyawati Ponidjan
NPM. 1306346355
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS PRAKTIK KLINIK KHUSUS DALAM KEPERAWATAN ANAK (6 SKS)
Nama Aplikan
NPM
Tempat Praktik
Waktu
NO
1.
:
:
:
:
Tati Setyawati Ponidjan
1306346355
Ruang rawat anak non infeksi
1. 15 Februari 2016 25 Maret 2016 (RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta)
2. 28 Maret 2016 – 29 April 2016 (RSAB Harapan Kita Jakarta)
TUJUAN
PRAKTEK
Mahasiswa mampu
memberikan asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
penyakit non infeksi
yang mengalami
masalah nutrisi
menggunakan
pendekatan teori
Model Adaptasi Roy
KOMPETENSI
METODE
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak
dengan penyakit non infeksi menggunakan pendekatan Model
Adaptasi Roy
a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada
klien anak
 Subsistem Regulator
Mode adaptasi Fisiologi
- Oksigenisasi dan sirkulasi; ventilasi,transportasi
oksigen, perfusi jaringan dan kompensasi sesuai
kebutuhan oksigen
- Nutrisi; antropometri, status gizi, penurunan nafsu
makan, mual muntah, kemampuan menelan,
kebutuhan kalori, masalah pada mulut (seperti
stomatisis), skrining gizi (Strong-kids).
- Eliminasi; retensi urine, diare, konstipasi,
inkontinensia bowel atau urine
- Aktivitas dan istirahat; mobilisasi, pergerakan, tidur
- Cairan dan elektrolit; dehidrasi, retensi cairan, asambasa, elektrolit, syok
- Proteksi dan perlindungan; integritas kulit, infeksi,
reaksi alergi, status imun
- Sensasi; nyeri, persepsi, sensori
- Fungsi neurologi; kesadaran,kognitif,memori,perilaku
- Fungsi endokrin; regulasi hormone
 Subsistem Kognator ;
Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, support nutrisi
dari keluarga, kecemasan
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
fisik
 Dokumentasi
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
WAKTU
PELAKSANAAN
 15 Februari – 26
Februari 2016
OUT COME
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan (WOC,
Pengkajian,
intervensi,
implementasi,da
n evaluasi
keperawatan)
Universitas Indonesia
b. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; nyeri, kemoterapi, kompresi pada
abdomen, gangguan pada saluran cerna.
 Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, tingkat
fisik, dinamika keluarga, pengetahuan, status ekonomi,
budaya, lingkungan. riwayat penyakit yang sama.
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu
2. Mampu merumuskan masalah keperawatan
a. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan data hasil
pengkajian yang merupakan perilaku adaptif atau
inefektif serta stimulus stressor
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kanker, sesuai dengan masalah nutrisi yang
ditemukan dan kemungkinan masalah lainya yang
berhubungan, menurut NANDA 2015-1017:
 Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan
tubuh (00002)
 Risiko berat badan berlebih (00234)
 Berat badan berlebih (00233)
 Risiko kekurangan volume cairan (00028)
 Konstipasi (00011)
 Keletihan (00092)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Risiko infeksi (00004)
 Kerusakan membrane mukosa oral (00045)
 Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
 Risiko keterlambatan perkembangan (00112)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Gangguan citra tubuh (00118)
 Defisit perawatan diri (00108)
 Ansietas (00146)
 Hambatan interaksi sosial (00052)
3. Mampu menyusun rencana/intervensi keperawatan dengan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
 Dokumentasi
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
interdependensi, melalui ;
a. Mandiri; pemantauan/monitoring nutrisi, menilai status
gizi, manajemen nutrisi, pemberian enteral tube
feeding/nutrisi enteral, manajemen mual & muntah, oral
hygiene, pendidikan kesehatan, dukungan dalam kegiatan
sehari-hari, menyusun dan memberikan discharge
planning ,menerapkan Family Centered Care
b. Kolaborasi; kebutuhan gizi, terapi nutrisi parentral
terapi cairan, kolaborasi pemeriksaan penunjang
2.
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan
hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan
dengan masalah nutrisi
 Praktik
keperawatan
dan edukasi
5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi
keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,
dan kompromi; peningkatan berat badan/dapat dipertahankan,
selera makan meningkat, tidak ada mual dan muntah.
Mampu menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
fisik
 Dokumentasi
6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
pada klien anak dengan penyakit non infeksi masalah nutrisi
dengan pendekatan teori Model Adaptasi Roy
 Dokumentasi
7. Menerapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak
yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis
kejadian,rencana perubahan)
 Observasi
 Dokumentasi
Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan
memberikan Asuhan
gangguan kardiovaskuler, menggunakan pendekatan Model
keperawatan pada
Adaptasi Roy
klien anak dengan
a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada
gangguan
klien anak
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
fisik
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
2 (dua) laporan
jurnal reflektif
14 Maret 2016 – 25
Maret 2016
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan (WOC,
Universitas Indonesia
kardiovaskuler
(Penyakit Jantung)
menggunakan
pendekatan teori
Model Adaptasi Roy
 Subsistem Regulator
Mode adaptasi Fisiologi
- Oksigenisasi dan sirkulasi; dyspnea, takikardia,
tachypnea, sianosis, napas cuping hidung, retraksi
dada, mur-mur, gallop, bunyi jantung tambahan
(EKG), disritmia/aritmia (ECG), kulit pucat kebiruan,
clubbing finger, cardiomegaly (USG), distensi vena
jugularis, peningkatan CPV
- Nutrisi; berat badan menurun, anoreksia, mual dan
muntah, konjungtiva anemis, hepatomegaly, Hb
menurun
- Eliminasi : BAB tidak teratur, terdapat nyeri abdomen
- Aktivitas dan istirahat; fatigue,kekuatan otot berkurang
- Proteksi dan perlindungan; peningkatan suhu tubuh
- Cairan dan elektrolit; edema, muntah, penurunan
asupan oral
- Proteksi dan perlindungan; hyperthermia, kadar
leukosit darah dapat meningkat.
- Sensasi; nyeri dada
- Fungsi neorologi; kesadaran menurun, irritabilitas,
kejang.
- Sistem endokrin; regulasi hormon
 Subsistem Kognator ;
Perasaan kehilangan, support system, ketakutan,
kecemasan, tidak berdaya, perubahan peran
c. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; gaya hidup, kelainan kongenital
 Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, budaya,
tingkat fisik, dinamika keluarga, riwayat penyakit yang
sama, pengetahuan, status ekonomi,lingkungan.
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu
2. Mampu merumuskan masalah keperawatan
a. Mampu menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian yang merupakan perilaku perilaku adaptif atau
inefektif serta stimulus stressor
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
Pengkajian,
intervensi,
implementasi,
dan evaluasi
keperawatan)
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan gangguan kardiovaskuler dan kemungkinan
masalah keperawatan lainya yang berhubungan, menurut
NANDA 2015-1017:
 Penurunan curah jantung (00240)
 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201
 Gangguan pertukaran gas (00030)
 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Risiko keterlambatan perkembangan (00112)
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
 Risiko infeksi (00004)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Ansietas (00146)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Hambatan interaksi social (00052)
3. Mampu menyusun rencana asuhan/intervensi keperawatan
dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
interdependensi melalui;
a. Mandiri : mempertahankan curah jantung yang adekuat,
pemberian oksigenisasi, pemberian posisi untuk
menunjang ekspansi paru, memberikan hidrasi sesuai
kebutuhan, melakukan aktivitas sesuai kondisi, nutrisi
adekuat, pencegahan infeksi, support tumbuh kembang,
pendidikan kesehatan, menyusun dan memberikan
discharge planning ,menerapkan Family Centered Care
 Dokumentasi
b. Kolaborasi : pemberian obat-obatan; antagonis kalsium,
beta bloker, diuretika, ACE-Inhibitor, aldosterone, digitalis.
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan
hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan
dengan gangguan kardiovasikuler
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
 Praktik
keperawatan
 Edukasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
3.
5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi
keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,
dan kompromi; disritmia terkontrol, menurunnya episode
dyspnea, peningkatan toleransi aktivitas, keseimbangan cairan
intake dan output, tidak ada distress pernapasan, saturasi
oksigen dalam rentang normal, perubahan perilaku yang baru.
Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
fisik
 Dokumentasi
6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
pada klien anak dengan gangguan kardiovaskuler
menggunakan Model Adaptasi Roy
 Dokumentasi
7. Menerapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak
yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis
kejadian,rencana perubahan)
 Observasi
 Dokumentasi
Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan
memberikan Asuhan
gangguan sistem perkemihan, menggunakan pendekatan
keperawatan pada
Model Adaptasi Roy
klien anak dengan
a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada
gangguan sistem
klien anak
perkemihan
 Subsistem Regulator
menggunakan
Mode adaptasi Fisiologi
pendekatan teori
- Oksigenisasi dan sirkulasi; hipertensi, aritmia,
Model Adaptasi Roy
anemia, pernapasan dangkal.
- Nutrisi; berat badan menurun, anoreksia, muntah,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, meningkat BUN
dan kreatinin
- Eliminasi; proteinuria, oliguria
- Aktivitas dan istirahat; fatigue
- Cairan dan elektrolit; edema pada wajah, abdomen,
genitalia dan ekstremitas, hiperkalemia, hipokalsemia
- Proteksi dan perlindungan; iritasi kulit
- Sensasi; nyeri abdomen/pinggang, penurunan sensasi
rasa
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
fisik
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
 14 Maret 2016 – 25
Maret 2016
 1 (satu) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan (WOC,
Pengkajian,
intervensi,imple
mentasi, dan
evaluasi
keperawatan)
Universitas Indonesia
- Fungsi neurologi; kesadaran menurun,irritabilitas,
kejang
- Fungsi endokrin; regulasi hormon
 Subsistem Kognator ;
Ketakutan, kecemasan, tidak berdaya, perubahan peran
b. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; gaya hidup
 Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, budaya,
tingkat fisik, dinamika keluarga, riwayat penyakit yang
sama, pengetahuan, status ekonomi,lingkungan.
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu
2. Mampu merumuskan masalah keperawatan
a. Mampu menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan gangguan sistem perkemihan dan kemungkinan
masalah keperawatan lainya yang berhubungan, menurut
NANDA 2015-1017:
 Kelebihan volume cairan (00026)
 Gangguan eliminasi urine (00016)
 Retensi urine (00023)
 Kurangnya volume cairan (00027)
 Risiko infeksi (00004)
 Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh (00002)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Ansietas (00146)
 Dokumentasi
3. Mampu menyusun rencana asuhan/intervensi keperawatan
dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
 Dokumentasi
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
interdependensi melalui;
a. Mandiri : Monitor berat badan dan tanda-tanda vital,
pemantauan hidrasi dan intake output cairan, pencegahan
terhadap infeksi, hidrasi secara adekuat, mencegah cairan
overload, menjaga integritas kulit, mobilisasi, nutrisi
adekuat, support tumbuh kembang, pendidikan kesehatan,
menyusun dan memberikan discharge planning,
menerapkan Family Centered Care
b. Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; terapi diuretik, terapi
albumin, prednisone, diet rendah garam dan tinggi protein
4.
Mahasiswa mampu
melakukan proyek
inovasi dalam
praktik klinik
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan
hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan
dengan gangguan system perkemihan
 Praktik
keperawatan
 Edukasi
5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi
keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,
dan kompromi; tidak terjadi kerusakan kulit, leukosit normal,
tidak terjadi hipertermia, nyeri abdomen berkurang, tekanan
darah dalam batas normal, balance intake dan output, Hgb dan
Hct dalam batas normal.
Menentukan rencana tindak lanjut
 Observasi
 Wawancara
 Pemeriksaan
fisik
6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
pada klien anak dengan gangguan sistem perkemihan
menggunakan Model Adaptasi Roy
 Dokumentasi
7. Men erapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak
yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
 Observasi
 Dokumentasi
8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis
kejadian,rencana perubahan)
 Observasi
 Dokumentasi
a. Menyusun instrument
b. Melakukan pengkajian dan analisa
c. Menentukan masalah
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
 Observasi
 Praktik
keperawatan
 Ceramah/
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
 2 (dua) laporan
jurnal reflektif
15/2/2016-29/4/2016
Minggu ke:
 Laporan inovasi
1-3
1-3
1-3
Universitas Indonesia
keperawatan
sebagai pembaharu
(change agent) pada
area kebutuhan
nutrisi, topik;
pendidikan
kesehatan
mengantisipasi
mual muntah
kemoterapi
5.
Mahasiswa mampu
memberikan
Asuhan
keperawatan pada
klien anak dengan
Hematologi Onkologi yang
mengalami
masalah nutrisi
dengan pendekatan
teori Model
Adaptasi Roy;
 Keganasan
hematologi
 Neuroblastoma
 Limfoma
 Ca.Nasofaring
 Tumor solid
d. Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian
masalah
e. Presentasi rencana proyek inovasi
f. Implementasi proyek inovasi
g. Melakukan evaluasi
h. Presentasi pelaksanaan proyek inovasi
i. Membuat laporan kegiatan
Tanya jawab
 Dokumentasi
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak kanker:  Observasi
a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat kesehatan
 Wawancara
keluarga
 Pemeriksaan
b.Tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada klien anak
fisik
menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy
 Dokumentasi
 Subsistem Regulator
(Mode adaptasi Fisiologi)
- Oksigenisasi dan sirkulasi; ventilasi,transportasi
oksigen, perfusi jaringan dan kompensasi sesuai
kebutuhan oksigen
- Nutrisi; antropometri, status gizi, penurunan nafsu
makan, mual muntah, kemampuan menelan,
kebutuhan kalori, masalah pada mulut (seperti
stomatisis), skrining gizi (Strong-kids).
- Eliminasi; retensi urine, diare, konstipasi,
inkontinensia bowel atau urine
- Aktivitas dan istirahat; mobilisasi, pergerakan, tidur
- Cairan dan elektrolit; dehidrasi, retensi cairan, asambasa, elektrolit, syok
- Proteksi dan perlindungan; integritas kulit, infeksi,
reaksi alergi, status imun
- Sensasi; nyeri, persepsi, sensori
- Fungsi neurologi; kesadaran,kognitif,memori,perilaku
- Fungsi endokrin; regulasi hormon
 Subsistem Kognator ;
Mode adaptasi konsep diri; gambaran diri, integritas fisik,
prinsip dan ideal diri
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
1-3
4
4-5
6
6
6
 15 Pebruari 2016 –
29 April 2016
 2 (dua) laporan
lengkap asuhan
keperawatan
sebagai kasus
kelolaan (WOC,
Pengkajian,
intervensi,implem
entasi,dan
evaluasi
keperawatan)
 Total 5 (lima)
asuhan
keperawwtan
sebagai kasus
kelolaan KIA
Universitas Indonesia
Mode adaptasi fungsi peran; hubungan social,
Mode adaptasi fungsi interdependensi; nilai,memberi dan
menerima, perpisahan
c. Tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; stimulus yang secara langsung
menyebabkan sakit
 Stimulus kontekstual; kondisi kesehatan, jenis kelamin,
usia, budaya, dinamika keluarga
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu baik efeknya negatif
atau positif
2. Mampu merumuskan masalah keperawatan
a. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan data hasil
pengkajian yang merupakan perilaku adaptif atau inefektif
serta stimulus stressor
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kanker, sesuai dengan masalah nutrisi yang
ditemukan dan kemungkinan masalah lainya, menurut
NANDA 2015-1017:
 Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
 Risiko berat badan berlebih (00234)
 Berat badan berlebih (00233)
 Risiko kekurangan volume cairan (00028)
 Kekurangan volume cairan (00027)
 Gangguan eliminasi urine (00016)
 Konstipasi (00011)
 Keletihan (00092)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
 Ketidakefektifan pola pernapasan (00032)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Gangguan citra tubuh (00118)
 Risiko infeksi (00004)
 Risiko perdarahan (00206)
 Kerusakan membrane mukosa oral (00045)
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
 Dokumentasi
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia










Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
Hipertermia (00007)
Gangguan rasa nyaman (00214)
Nyeri akut (00132)
Risiko keterlambatan perkembangan (00112)
Gangguan proses keluarga (00060)
Gangguan citra tubuh (00118)
Defisit perawatan diri (00108)
Keputusasaan (00124)
Hambatan interaksi social (00052)
3. Mampu menyusun rencana/intervensi keperawatan dengan
tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
interdependensi, melalui ;
a. Mandiri; pemantauan/monitoring nutrisi, menilai status
gizi, manajemen nutrisi, pemberian enteral tube
feeding/nutrisi enteral, manajemen mual & muntah, oral
hygiene, manajemen nyeri, pendidikan kesehatan,
dukungan dalam kegiatan sehari-hari, menyusun dan
memberikan discharge planning , menerapkan Family
Centered Care
b. Kolaborasi; kemoterapi, kebutuhan gizi, terapi nutrisi
parentral, terapi antiemetik, analgetik, antibiotik
terapi cairan & transfusi
 Dokumentasi
4. a. Mampu melakukan implementasi keperawatan
 Praktik
dengan merubah stimulus atau memperkuat proses adaptasi
keperawatan
b. Menerapkan hasil temuan riset
 Edukasi
c. Melakukan edukasi yang berhubungan dengan masalah
nutrisi
5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi
 Observasi
keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,
 Wawancara
dan kompromi; peningkatan berat badan/ berat badan dapat
 Pemeriksaan
dipertahankan,selera makan meningkat,tidak ada mual,muntah
fisik
nyeri berkurang/hilang, intake dan output cairan seimbang.
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
6A
dd
9+
.)()
HH
J4S
oo
AN
aa
-S-
rO\
,(\
an
\or
-l
O\o
ol=
c..l
ke le
!9y9
et
l.'()-
=
ii-
F.'tr z'tr
3T
KT
aa
u\..oa
(B(d(€
l-=lr(lt:-=
6)P=>'()F.l
ri
;t
cl
s
H!U
^YJ
aa
6
O
FE €.q SE
3i
HE -8t
oo oF
on
iE €
aaaaaa
eE* ie
E
=
FEg 5-e ia r
EE
[;
.e
(/E *
dqa
= ;$qlsE
-E EEq E5
i E 3€ -sE- i'E
o-; -i,*
';: Ex=
Pt'= =tr *E=E
E EEE BE
soE
EE EE
i: E*E
[e 5E
IF,* J: EA EE
E EgE ET EE Ei
==
o-i.=
e
(J
-7
5 =
a; 5€
3
o@
F-y
i.!
E XE='zoE E.A sU
q
E:30
6'6
=t
q.E!
=i
E7
=
f
otr
7 a.a
5 s 9
S SEE
E€ EE
€.ii
2'E
2 o- z.Y,
2 oc
Z
A
LA
q-!l
(g()
^(+i
'cg'
S)
\y$.
'-S
.n.e
CU
(.i
lr
lr
,.o
G)
tJi
N
o
,&
0)
l-.,1
o
0)
.l)
'3
f
.E
trI
c!31
'=l
rt5t
5l
:wt
!sl
6)l
al
._l
!l
FI
trl
()t
cil
<t
vl
q
ul
z)
B
fl
63t
ol
o.l
FI
-l
cil
ql
>lJ
al
dI
MI
_t
(l.)t
\€l
ERi
s:JEl
I
ztrl
LI
<l
NI
o
o
.g
c
o
E
;(!
o
o
tr
.u
f
L\
ar
Vj
N
d
\
*t
\
\<
e)
te
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
LAPORAN
PROYEK
INOVASI
OPTIMALISASI PENDIDIKAN KESEHATAN
BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRACTICE
DALAM MENGANTISIPASI MUAL DAN MUNTAH
PADA ANAK YANG MENDAPAT KEMOTERAPI
OLEH :
TATI SETYAWATI PONIDJAN
NPM : 1306346355
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat dan rahmatNya saaya dapat menyelesaikan laporan inovasi ini yang berjudul: “
Optimalisasi Pendidikan Kesehatan Berdasarkan Evidence Based Practice dalam
Mengantisipasi Mual Muntah pada Anak Yang Mendapat Kemoterapi”. Penulisan
laporan inovasi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan
inovasi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc., selaku Supervisor utama atas arahan dan
bimbingannya selama praktik residensi.
2. Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An, selaku Supervisor yang telah memberikan arahan
dan bimbingan selama praktik residensi.
3. Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku Koordinator Utama Praktik Klinik
Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak, yang telah memberikan
motivasi dan bimbingan.
4. Mediana Bangun, Ns., Sp.Kep.An., selaku Pembimbing Praktek Klinik Keperawatan
Program Ners Spesialis Keperawatan Anak di ruang rawat anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
5. Tati Mulyani S.Kep.,Ns., Selaku kepala ruang rawat anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, yang telah memberikan arahan selama praktik residensi.
6. Kepala ruang rawat jalan, kepala ruangan dan perawat poliklinik onkologi RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk praktik.
7. Semua Dosen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
dan seluruh rekan sejawat di ruang rawat anak, lebih khusus ruang non infeksi
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Besar harapan penulis, kiranya inovasi praktik EBP ini dapat memberikan manfaat bagi
kemajuan keperawatan di Indonesia, terlebih khusus pada keperawatan anak.
Jakarta, Maret 2016
Penulis
ii
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… iii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………….
1.2. Tujuan Penerapan…………………………………………………………….
1.3. Manfaat Penerapan…....……………………………………………………..
1
3
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemoterapi…….……….…………………………………………………….
2.2. Mual dan Muntah pada Kemoterapi…………………………………………
2.3. Agen Kemoterapi yang Menimbulkan Mual Muntah…..……………………
2.4. Agen Antiemetik pada Kemoterapi……....………………………………….
2.5. Manajemen Mual dan Muntah……………………………………………….
2.6. Konsep Edukasi………………………………………………………………
5
5
6
7
7
12
3. IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH
3.1. Identifikasi Masalah dengan Menggunakan Analisis Pico……………...…..
3.2. Pertanyaan Masalah……………………………………………………….….
3.3. Penelusuran Jurnal…...………………………………………….…………...
3.4. Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah……………………………….….
3.5. Startegi Penyelesaian masalah……………………………………………….
13
13
13
16
16
4. PLAN OF ACTION (PDSA)
4.1. Plan……………………..…………………………………………………...
4.2. Do……………………………………………………………………...…….
4.3. Study…………………………………………………………………………
4.4. Act…………………………………………………………………………...
4.5. Waktu Pelaksanaan…………………………………………………………..
18
18
19
19
20
5. PELAKSANAAN KEGIATAN
5.1. Pendidikan Kesehatan…………..…………………………………………… 22
5.2. Antisipasi Mual Muntah……….....……………..…….…………………….. 23
5.3. Faktor pendukung dan keterbatasan………………………………………… 24
6. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan………………………..…………………………………………… 25
6.2. Saran……………………………...……………..…….…………………….. 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian. Kasus
kematian oleh karena penyakit ini pada tingkat dunia, berkisar 8,2 juta pertahun
(WHO, 2014). Diperkirakan pada tahun 2020 kematian karena kanker dapat
meningkat hingga 10,3 juta pertahunnya (International Union Agains Cancer,
2009). Di Indonesia, kematian yang disebabkan oleh karena kanker berkisar 5,7 %
dari total kasus kematian (Kemenkes RI, 2014). Sedangkan prevalensi kasus ini,
secara nasional berjumlah 1,4 per 1.000 penduduk atau sekitar 347.792 penduduk.
(Riskesdas, 2013).
Kanker pada anak di Amerika Serikat berkisar 1% dari keseluruhan penyakit
kanker (Marcdante, Kliegmen, Jenson, Behrman, 2011). Namun kasus ini
meningkat di negara berkembang seperti Indonesia. Kanker pada anak di
Indonesia berkisar 2,5% dari keseluruhan penyakit kanker (IARC, 2008).
Prevalensi yang dijumpai pada anak usia dibawah 1 tahun adalah 0,3 per 1000
penduduk. Selanjutnya pada usia 1-4 tahun sejumlah 0,1 perseribu penduduk dan
usia 5-14 tahun 0,1 perseribu penduduk (Riskesdas, 2013). Leukemia dan
lymphoma adalah jenis kanker yang tersering pada anak, selanjutnya diikuti
dengan tumor otak, sarcoma jaringan lunak dan tulang (Marcdante et al. 2011).
Pengobatan utama pada anak dengan kanker adalah menggunakan kemoterapi
selain radioterapi dan pembedahan. Kemoterapi menggunakan obat antineoplastic
agents untuk membunuh sel kanker dan dapat diberikan melalui oral, intravena,
intramuskular, subkutan dan intratekal. Protokol pemberian kemoterapi berbeda
kombinasinya sesuai jenis kanker dan pemberian kemoterapi ini dapat
menimbulkan berbagai efek samping. Kemoterapi yang diberikan dapat juga
memprovokasi sel normal termasuk sel pada saluran pencernaan, sehingga
menimbulkan rangsangan mual dan muntah (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Beberapa agen kemoterapi dapat menimbulkan mual dan muntah. Efek ini dapat di
bedakan sesuai besarnya resiko yaitu; kemoterapi beresiko tinggi mual dan
muntah (Highly Emetogenic Chemotherapy), kemoterapi beresiko sedang mual
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
2
muntah (Moderately Emetogenic Chemotherapy) dan kemoterapi beresiko rendah
mual muntah (Low Emetogenic Chemotherapy). Pemberian Highly Emetogenic
Chemotherapy beresiko 90 % mual muntah dan pemberian
Moderately
Emetogenic Chemotherapy beresiko 30-90 % mual muntah (Schwartzberg, 2007).
Terjadinya mual dan muntah dapat bervariasi mulai dari beberapa menit setelah
pemberian kemoterapi hingga lebih dari beberapa hari setelah pemberian
kemoterapi. Untuk itu pemberian kemoterapi khususnya pada Highly Emetogenic
Chemotherapy dan Moderately Emetogenic Chemotherapy biasanya disertai
dengan terapi antiemetic (Geiger & Wolfgram, 2013). Namun penelitian Aapro
(2005), menemukan bahwa 25-30% mual muntah dapat terjadi sekalipun sudah
mendapat terapi antiemetic.
Efek mual muntah dapat berakibat buruk jika tidak ditangani dengan baik. Akibat
yang dapat ditimbulkan seperti; masalah fisik karena ketidakseimbangan elektrolit,
dehidrasi, kekurangan gizi, kehilangan berat badan, masalah psikologis (stres),
penurunan kualitas hidup, rawat inap lebih lama dan beban kerja petugas
kesehatan bertambah. (Rodgers, et al.
2012). Oleh karena itu pemberian
antiemetic sebaiknya ditunjang dengan tindakan mandiri non farmakologi agar
dapat meningkatkan kualitas terapi antiemetic. Tindakan non farmakologi yang
dapat digunakan antara lain melakukan Acupressure (Bastani, et.al. 2011)
perawatan
mulut
dan
mengurangi
stimulasi
mual
muntah
seperti
suara,lingkungan,bau (Geiger, 2013)
Menurut
Geiger
&
Wolfgram
(2013)
keberhasilan
terhadap
suatu
intervensi/prosedur tergantung juga pada kepatuhan pasien dalam mendukung
terapi tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien adalah
pengetahuan, dengan kata lain kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi
terhadap keberhasilan terapi. Perawat yang merawat anak kanker mempunyai
berbagai peran, salah satunya adalah educator, seperti memberikan pendidikan
kesehatan pada anak dan keluarga dalam melakukan tindakan kontol mual dan
muntah (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama 2 minggu di ruang kemoterapi
RSUPN Ciptomangunkusumo, manajemen mual dan muntah lebih terfokus
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
3
kepada pemberian terapi antiemetic, namun pemberian pendidikan kesehatan
tentang antisipasi mual muntah pada anak perlu juga dilakukan oleh perawat.
Menurut penelitian Chan, el al. (2015) pada anak yang mendapat edukasi tentang
pencegahan mual muntah menunjukkan kemampuan mengontral mual muntah
lebih baik dari yang tidak mendapat edukasi. Episode mual muntah pada anak
yang tidak mendapat edukasi lebih tinggi dibandingkan yang mendapat edukasi.
Untuk itu edukasi manajemen non farmakologik mual muntah dibutuhkan bagi
anak dan keluarga agar dapat melakukan upaya mencegah dan mengontrol mual
muntahnya secara mandiri baik di rumah sakit maupun di rumah. Hal ini lebih
mudah karena edukasi dapat dilakukan oleh semua perawat dan tidak banyak
menambah beban kerja perawat karena anak dan keluarga diberdayakan untuk
melakukan antisipasi sesuai bekal pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan uraian diatas, terkait dengan pentingnya pendidikan kesehatan
terhadap efek kemoterapi mual muntah maka penulis tertarik untuk melaksanakan
proyek inovasi dengan judul “Optimalisasi pendidikan kesehatan berdasarkan
Evidence Based Practice dalam mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang
mendapat kemoterapi”. di ruang rawat anak non infeksi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
1.2. Tujuan Penerapan EBN
1.2.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi efektivitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi
mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
b. Mengetahui episode mual muntah pada anak setelah diberikan
pendidikan kesehatan.
1.3. Manfaat penerapan EBN
1.3.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Proyek inovasi ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dalam kemampuan
memberikan edukasi pada anak dan keluarga mengantisipasi mual dan
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
4
muntah akibat efek kemoterapi. Selain itu proyek inovasi ini dapat juga
dijadikan Evidence Based Practice oleh praktisi keperawatan dalam
mengembangkan praktik pelayanan keperawatan
1.3.2. Bagi Masyarakat
Proyek inovasi ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pasien
dan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
1.3.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Proyek inovasi ini diharapkan dapat dijadikan salah satu kajian prosedur
tindakan keperawatan yang direkomendasikan dalam praktek keperawatan
untuk mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapatkan
kemoterapi.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemoterapi
Kemoterapi adalah suatu cara pengobatan dengan menggunakan obat-obatan anti
kanker (anti neoplastic agent) untuk membunuh sel kanker (James, Nelson, &
Ashwill, 2013). Secara klinis, obat-obatan ini mempunyai efek sitostatika yang
mempengaruhi sintesis dan fungsi DNA dari sel kanker. Pemberian kemoterapi
disesuaikan dengan fase pembelahan sel kanker agar lebih mudah dihancurkan dan
dilakukan secara simultan untuk memaksimalkan kerja obat tersebut pada semua
fase pembelahan sel (Ball, Bindler & Cowen, 2010). Pada umumnya kemoterapi
menggunakan kombinasi terapi (beberapa obat) dengan fungsi dekstruksi pada
titik tangkap yang berbeda. Pemberian kemoterapi dapat menimbulkan efek
samping, hal ini disebabkan karena agen kemoterapi tidak dapat membedakan
pembelahan yang cepat antara sel-sel kanker dan sel-sel normal. Sel-sel yang
paling sering terkena efek ini adalah sel-sel pada sum-sum tulang, gastrointestinal
dan integument. Efek samping yang dapat muncul yaitu: infeksi, perdarahan,
anemia, mual muntah, anorexia dan mukosal ulseration (James, Nelson, &
Ashwill, 2013).
2.2. Mual dan Muntah pada Kemoterapi
Mual adalah perasaan tidak nyaman pada bagian akhir tenggorokan dan
epigatrium yang memungkinkan terjadinya muntah. Mual kadang disertai dengan
peningkatan produksi saliva, berkeringat, perubahan suhu tubuh dan peningkatan
denyut jantung. Sedangkan muntah adalah kontaksi otot abdomen dan mendorong
isi lambung keluar melalui mulut. (American Cancer Society, 2013). Mekanisme
mual muntah diatur dalam system saraf pusat. Muntah terjadi karena adanya
rangsangan pada pusat muntah (vomiting center) di otak, yaitu di medulla
oblongata. Rangsangan ini disebabkan karena agen kemoterapi menstimulasi sel
dalam saluran pencernaan untuk melepaskan serotonin sehingga mengaktivasi
reseptor. Aktivasi reseptor akan mengaktivasi pusat muntah melalui jalur averen
vagal sehingga terjadi respon emetik. Mual dan atau muntah pada kemoterapi
dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe (Geiger & Wolfgram, 2013), yaitu :
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
6
a. Acut nausea vomiting; mual muntah yang terjadi pada beberapa menit sampai
beberapa jam setelah pemberian kemoterapi dan biasanya akan hilang kurang
dari 24 jam.
b.
Delayed nausea vomiting; mual muntah yang terjadi setelah 24 jam
pemberian kemoterapi.
c. Anticipatory nausea vomiting; mual muntah yang terjadi sebelum pemberian
kemoterapi.
d.
Breakthrough nausea vomiting; mual muntah yang terjadi walaupun
pemberian antiemetik sebagai pencegahan telah diberikan.
e. Refractory nausea vomiting; mual muntah yang terjadi karena pemberian
antiemetik tidak lagi memberikan efek.
Efek mual dan muntah dapat mengganggu secara fisik maupun psikologis. Secara
fisik dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit tubuh, dehidrasi, kehilangan berat
badan, kurang gizi. Secara psikologis dapat terjadi stres. kecemasan, serta masalah
lain seperti penurunan kualitas hidup, masalah finansial, rawat inap lebih lama dan
beban kerja petugas kesehatan bertambah (Rodgers, et al. 2012).
2.3. Agen Kemoterapi yang Menimbulkan Mual Muntah
Beberapa agen kemoterapi dapat menimbulkan mual muntah. Efek ini dapat di
bedakan sesuai besarnya resiko (Schwartzberg, 2007), yaitu;
a. Minimal emetic risk : kemoterapi beresiko minimal mual muntah (<10%)
b. Low emetic risk : kemoterapi beresiko rendah mual muntah (10-30%)
c. Moderate emetic risk : kemoterapi beresiko sedang mual muntah (30-90%)
d. High emetic risk : kemoterapi beresiko tinggi mual muntah (>90%)
Tabel. 2.1. Jenis agen kemoterapi sesuai resiko mual muntah
RESIKO *)
High (Level 5)
>90% frekuensi
Moderate-High
(Level 4)
60-90%
frekuensi
AGEN KEMOTERAPI
Carmustine (≥250mg/m2)
Cisplatin (>50 mg/m2)
Busulfan (>4mg/kg/day)
Carboplatin
Carmustine (<250mg/m2)
Cisplatin (<50 mg/m2)
Clofarabine
Cyclophosphamide (7501500mg/m2)
Cytarabine (1000mg/m2)
Cyclophosphamide (>1500mg/m2)
Dacarbazine
Dactinomycin (>1.5mg/m2)
Daunorubicin (>50mg/m2)
Doxorubicin (>60mg/m2)
Epirubicin (>90mg/m2)
Melphalan (iv)
Methotrexate (>1000/ m2)
Mitoxantrone (15mg/m2)
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
7
Moderate
Cyclophosphamide
(Level 3)
(iv ≤7500mg/m2)
30-60% frekuensi Cyclophosphamide p.o.
Dactinomycin (≤1,5mg/m2)
Daunorubicin (<50mg/m2)
Doxorubicin (20-60mg/m2)
Epirubicin (≤90mg/m2)
Low
Asparaginase (all form)
(Level 2)
Cetuximab
10-30% frekuensi Cytarabine (< 1mg/m2)
Docetaxel
Doxorubicin (<20mg/m2)
Etoposide
Minimal
Alemutuzumab
(Level 1)
Arsenic trioxide)
0-10% frekuensi Bleomycin
Busulfan (p.o.4mg/kg/day)
Chlorambucil
Cytarabine (<100mg/m2)
Fludarabine
Hydroxyurea
5-Fluorouracil (≥1000mg/m2)
Idarubicin
Ifosfamide
Irinotecan
Methotrexate (250-1000/ m2)
Mitoxantrone (<15mg/m2)
Oxaliplatin (>75/ m2)
5-Fluorouracil (≥1000mg/m2)
Gemcitabine
Methotrexate (50-250/ m2)
Mitoxantrone (<12mg/m2)
Paclitaxel
Topotecan
Melphalan
Methotrexate (<50/ m2)
Rituximab
Thioguanine
Vinblastine
Vincristine
Vinorelbin
*) Kemungkinan muntah dalam 24 jam, tanpa menggunakan profilaksis antiemetik
Sumber : Aseeri, Mukhtar, Alkasana, Elimam & Jastaniah, 2012.
2.4. Agen Antiemetik pada Kemoterapi
Menurut Dewan, Singhal & Harit (2010), ada beberapa jenis antiemetik yang
diberikan untuk mengantisipasi dan mengatasi mual muntah pada pemberian
kemoterapi. antiemetik ini dapat diberikan tunggal atau dikombinasikan.
Antiemetik tersebut adalah:
a. Serotonin (5-HT3) antagonis; ondansentron, dolasentron, granisentron,
palonosetron.
b. Steroid; Dexamethasone, Methylprednisolone
c. Dopamin Antagonis; metoclopramide,haloperidol, domperidone, clorpromazin.
d. Benzodiazepines; lorazepam, midazolam
e. Lainnya; Cannabinoids.
2.5. Managemen mual dan Muntah
Tindakan non farmakologi bukan untuk menggantikan, namun digunakan untuk
menambah/menunjang tindakan farmakologi. Tindakan ini dapat melibatkan
keluarga sebagai mitra perawat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
keluarga. Intervensi ini perlu diketahui oleh anak dan keluarga agar dapat
dilakukan antisipasi secara mandiri oleh anak dan keluarga. Sesuai prinsip Family
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
8
Centered Care, perawat memampukan keluarga dengan memberikan edukasi
tentang hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi mual-muntah.
2.5.1. Terapi Akupresur
Akupresur merupakan salah satu tindakan nonfarmakologi yang dapat
digunakan untuk mencegah mual muntah karena efek kemoterapi.
Akupresur adalah cara pengobatan dengan memberikan rangsangan berupa
penekanan atau pemijatan pada titik tertentu di tubuh (Fengge, 2011).
Pemijatan ini akan mestimulasi tubuh untuk menghasilkan efek terapi
karena adanya aktivasi dari bagian sistem tubuh, yaitu:
a. Aktivasi sistem opioid yang dapat mengurangi nyeri
b. Konduksi dari sinyal elektromagnetik dapat mendorong endorphin dan
sel imun ketempat tertentu ditubuh yang rusak/cedera karena penyakit
c. Pengeluaran berbagai neotransmiter dan neurohormon oleh karena
adanya perubahan pada zat kimia otak, sensasi dan respon involunter.
Bagian tubuh yang sering dipijat untuk menurunkan mual muntah adalah
pada titik P6 dan St36. Titik P6 adalah titik yang terletak pada pergelangan
tangan, dimana pada titik ini terdapat jalur meridian selaput jantung.
Meridian adalah bagian dari pembuluh darah, system saraf dan saluran
limpa. Jalur meridian ini akan ke ruang bawah perut melintasi lambung dan
usus besar. Sedangkan titik St36 berada di kaki, pada jalur meridian
lambung. Meridian ini memiliki beberapa percabangan termasuk cabang
yang ke limpa dan lambung (Fengge, 2011).
Terapi akupresur dilakukan pada tempat yang tenang. Teknik akupresur
yang sering digunakan adalah pada titik P6 karena mudah menemukan
lokasi titik tersebut. Titik P6 lokasinya bilateral pada lengan kiri dan kanan.
Teknik akupresur pada titik P6 adalah :
a. Tentukan lokasi titik P6 yaitu; pada bagian depan pergelangan tangan,
letakkan 3 jari dibagian atas pergelangan tangan, jari harus sejajar,
tentukan titik diatas 3 jari tersebut (tengah pergelangan).
b. Menekan dengan lembut menggunakan jari jempol atau jari telunjuk
c. Penekanan dilakukan sebanyak 30 kali selama 3 menit, memutar searah
jarum jam.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
9
d. Penekanan dapat dilakukan pada satu pergelangan tangan atau keduanya.
e. Dilakukan 3 kali sehari selama 5 hari berturut-turut, setelah mendapat
kemoterapi atau sesuai kebutuhan ketika merasa mual (Becze, 2010).
Gambar titik akupresur P6
Sumber : Besce (2010)
2.5.2. Perawatan Mulut Standar (Standart Oral care)
Perawatan mulut merupakan suatu tindakan membersihkan mulut,
menyikat gigi dan berkumur, dengan tujuan untuk membersihkan gigi
lidah dan rongga mulut, sehingga dapat mencegah bau dan karies,
mempertahankan mukosa mulut tetap utuh, mempertahankan hidrasi mulut
dan bibir, mencegah peradangan dan infeksi serta untuk kenyamanan
(Timby, 2009).
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
10
Kemoterapi dapat memberikan efek pada membran mukosa termasuk
mukosa mulut. Efek kemoterapi pada mulut nantinya dapat berkembang
menjadi mukositis. Adanya kondisi ini akan memperburuk episode mual
muntah. Berikut ini adalah beberapa teknik perawatan mulut (Caplinger,
Royse, & Marthens, 2010: Swartzentruber & Haveles, 2013).
a. Mengosok gigi dilakukan sesudah makan dan menjelang tidur. Bila
leukosit
kurang dari
1.000/mm3
dan
atau
trombosit
kurang
50.000/mm3, maka sikat gigi tidak dilakukan (Otto, 2001).
b. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut dan bilas dahulu pada air
hangat. Sikat gigi diganti setiap 3 bulan pemakaian.
c. Hindari penggunaan pasta dengan rasa dan pemutih pasta yang kuat.
d. Berkumur tanpa menyikat gigi, dapat dilakukan kapan saja agar mulut
tetap terasa nyaman.
e. Berkumur menggunakan cairan kumur/mouthwash.
g. Berkumur minimal 30 detik.
h. Agar cairan kumur dapat bergerak merata di dalam mulut, berkumur
sebaiknya menggunakan teknik meniup balon dan menggerakkan pipi
seperti menghisap (Cheng, Chang & Yuen, 2004).
Cairan NaCl 0,9% dipercaya dapat mencegah infeksi, membantu granulasi
dan perbaikan jaringan. Cairan ini dapat digunakan untuk pencegahan
mukositis oral dan tidak berbahaya karena komposisinya mirip dengan
cairan tubuh manusia (Harris, Eilers, Harriman, Cashavelly, & Maxwell,
2008). Cairan ini tidak menimbulkan iritasi dan ekonomis dan mudah
disediakan (Saldanha & Almeida, 2014). Cairan NaCl dapat dibuat/diracik
sendiri dengan konsentrasi yang hampir sama dengan NaCl 0,9 %.
Cairan NaCl 0,9% memiliki kandungan 0.9 gram NaCl dalam 100 ml air.
Perhitungan untuk menghasilkan cairan yang konsentasinya sama dengan
NaCL 0,9% yaitu: diketahui kemurnian garam yang ada dipasaran adalah:
99,25%, kemurnian garam berdasarkan SNI minimal adalah 94,7%,
sedangkan
Bulk density of salt adalah 1.154 gr/ml. Agar mudah
pengukurannya kita menggunakan botol air mineral 600 ml dan sendok
obat 5 ml untuk mengukur garam.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
11
NaCl 0,9% = 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air
600 ml air dibutuhkan (6x0,9 gram NaCl) = 5,4 gram NaCl
 Untuk garam meja berdasarkan SNI minimal (konsentrasi 94,7%)
Konsentrasi 94,7% = kadar NaCl yang terkandung pada garam meja
adalah : 0,947 gram.
Membuat larutan garam dalam 600 ml dengan
adalah :
konsentrasi 94,7%
5,4 gr / 0.947 = 5,70 gr. garam meja
Volume : 5,70 gr / 1.154 = 4,94 ml
Jadi 4,94 ml garam meja terdapat dalam 600 ml air menghasilkan
larutan NaCl 0,95%. Agar bisa menjadi 600 ml 0,9% dengan garam
meja 5 ml (1 sendok obat), diperlukan 37 ml tambahan air.
Kesimpulannya adalah untuk membuat larutan NaCl 0,9% dengan 5 ml
(1 sendok obat) garam meja konsentrasi 94,7%, diperlukan air
sebanyak 637 ml.
 Untuk garam meja yang ada dipasaran (konsentrasi 99,25%)
Konsentrasi 99,25% = kadar NaCl yang terkandung pada garam meja
adalah : 0,9925 gram.
Membuat larutan garam dalam 600 ml dengan konsentrasi 99,25%
adalah : 5,4 gr / 0,9925 = 5,44 gr. garam meja
Volume : 5,44 / 1,154 = 4,71 ml
Jadi 4,71 ml garam meja terdapat dalam 600 ml air menghasilkan
larutan NaCl 0,91%. Agar bisa menjadi 600 ml 0,9% dengan garam
meja 5 ml (1 sendok obat), diperlukan 7 ml tambahan air.
Kesimpulan adalah untuk membuat larutan NaCl 0,9% dengan 5 ml (1
sendok obat) garam meja konsentrasi 99,25%, diperlukan air sebanyak
607 ml
Larutan garam untuk berkumur sebaiknya harus hangat. Perhitungan
larutan garam seperti ini pernah dilakukan oleh mahasiswa residensi
keperawatan anak Anggraeni L.D. (2013).
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
12
2.5.3. Tindakan lainnya seperti mengurangi stimulasi :
a. Lingkungan (Geiger, 2013)
 Suara (ribut)
 Penglihatan (kepadatan dan aktivitas orang)
 Penciuman (bau yang merangsang)
b. Makanan dan minuman
Menurut Nasar, et al. (2015) pengaturan makan minum yang sebaiknya
dilakukan untuk mengurangi mual muntah pada anak kanker adalah;
 Hindari makanan yang terlalu manis dan berlemak
 Hindari makanan yang panas dan merangsang
 Makan makanan sesuai suhu ruangan
 Mengunyah makanan secara perlahan-lahan
 Berikan makanan porsi kecil setiap kali makan/2-3 jam
 Memberikan jarak makan dan minum 10-15 menit
2.5. Konsep Edukasi
Pendidikan kesehatan pada pasien telah menjadi salah satu peran yang penting
bagi perawat yang bekerja dipelayanan kesehatan. Perawat harus berupaya
mengantisipasi kebutuhan klien terhadap informasi tertentu berdasarkan kondisi
klien atau rencana perawatan yang akan dijalani. Pendidikan kesehatan dapat
meningkatkan pengetahuan,ketrampilan dan perilaku yang diperlukan untuk
memberikan keuntungan dari intervensi yang dilakukan oleh institusi. Menurut
Potter & Perry (2005), pendidikan yang komprehensif meliputi tiga tujuan penting
yaitu;
a. Untuk memelihara, meningkatkan dan mencegah penyakit
b. Untuk memperbaiki kesehatan
c. Untuk meningkatkan koping terhadap gangguan fungsi
Pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga dan anak yang menjalani
kemoterapi bertujuan agar keluarga dan anak mampu mengantisipasi efek
kemoterapi seperti mual dan muntah. Bekal pengetahuan yang dimiliki anak dan
keluarga dapat digunakan untuk melakukan upaya pencegahan dan pengontrolan
mual dan muntah sekaligus dapat meningkatkan koping anak terhadap mual
muntah.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
13
BAB 3
IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH
3.1. Identifikasi Masalah dengan Menggunakan Analisis PICO
a. Problem
Pengetahuan dan ketrampilan anak dan keluarga mengantisipasi mual dan
muntah akibat efek kemoterapi
b. Intervention
Pemberian
pendidikan
kesehatan
pada
anak
dan
keluarga
dalam
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
c. Comparation
d. Outcome
Efektifitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah
akibat efek kemoterapi.
3.2. Pertanyaan Masalah
Bagaimana efektivitas pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah karena kemoterapi.
3.3. Penelusuran Jurnal
Strategi yang digunakan dalam mencari dan mengumpulkan literature/jurnal
meliputi tahap berikut ini :
3.3.1. Kata Kunci
a. Nausea and vomiting chemotherapy
b. Nausea and vomiting chemotherapy in children
c. Education nausea and vomiting chemotherapy in children
3.3.2. Jenis publikasi yang diinginkan
a. Systematic Review atau Meta-Analysis
b. Clinical Practice Guidelines
c. Critically appraised Research Studies
d. Clinical Practice Guidelines
3.3.3. Batasan Penelusuran Jurnal
a. Usia : anak-anak atau anak usia kurang dari 18 tahun
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
14
b. Tahun : 5 tahun terakhir.
3.3.4. Data base penelusuran jurnal
a. Cochrane
b. EBSCO: CINAHAL
c. Springerlink
d. Proquest
e. Pubmed
f. American Chemical Society
3.3.5. Hasil Penelusuran Jurnal
a. CINAHL: Boling, B., Schub, T., & Pravikoff, D.(2016). ChemotherapyRelated Nausea and Vomiting: Evidence Based Care Sheet.
What we know: Mual dan muntah adalah gejala yang dapat membuat
stres dan potensial menjadi buruk karena pemberian kemoterapi. Mual
dan muntah dapat berakibat terhadap fisik, psikologis, emosional dan
kualitas hidup pasien kanker. Agen kemoterapi dapat dikasifikasikan
pada: resiko tinggi mual muntah, resiko menengah, resiko rendah dan
resiko minimal. Type mual muntah yaitu: acute, delayed, Anticipatory,
breakthrough dan refractory. Beberapa jenis obat dapat digunakan
uttuk mencegah atau mengobati mual muntah karena kemoterapi. Ada
beberapa cara nonfarmakologi yang digunakan untuk mencegah mual
muntah kemoterapi seperti behavioral therapy, hypnosis dan guided
imagery, akupresur, dan relaksasi.
What we can do: Pelajari tentang mual muntah kemoterapi agar dapat
mengatisipasi mual muntah. Berikan antiemetik sesuai indikasi,
Hindari faktor lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap mual
muntah. Hubungi pasien setelah pemberian kemoterapi untuk
mengetahui
perkembangan
efek
samping.
Berikan
pendidikan
kesehatan pada pasien mengenai pengaturan makan.
b. EBSCO: Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng,
K.K.F., Chik, K.W., Chan, H.Y.L., So, W.K.W., Tang, W.P.Y. (2015).
Feasibility of psychoeducational intervention in managing
chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric
oncology patients. European Journal of Oncology Nursing. 19:182190.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
15
Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group, pada
40 pasien anak kanker di Hongkong. Sampel adalah anak usia 4-11
tahun yang akan mendapat kemoterapi. Sampel dibagi dalam 2
kelompok, dengan karakteristik yang sama, masing masing 20
kelompok intervensi dan 20 kelompok kontrol. Kelompok intervensi
yaitu; 10 anak mendapat tindakan relaksasi dan 10 anak mendapat
pendidikan kesehatan tentang pencegahan mual dan muntah. Hasil
penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap kejadian muntah pada kelompok relaksasi (p value = 0,036).
Kejadian muntah lebih rendah pada kelompok intervensi (relaksasi).
Pada kelompok pendidikan kesehatan, episode muntah pada 10 anak
yang diberikan pendidikan kesehatan, lebih rendah dibandingkan
dengan anak dalam kelompok kontrol (tidak mendapat pendidikan
kesehatan). Perbedaan anak yang mendapat pendidikan kesehatan,
dapat dilihat pada tabel berikut :
Intervensi
0
0
1
0
2
3
Hari ke:
3
4
7
7
Kontrol
0
0
7
10
Kelompok
Jumlah anak
yang
muntah
6
5
1
6
2
7
1
6
5
5
c. Bastani, F., Khosravi, M., Barimnejad, L., & Haghani, H. (2011). The
effect of acupressure on chemotherapy Induce nausea and vomiting
among school age children with acute lymphoblastic leukemia.
Complementary Medicine Journal of Arak University. 1(1):1-11.
Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled clinical trial
study, dengan sampel bejumlah 120 anak sekolah
yang mendapat
kemoterapi. Sampel diacak dan dibagi dalam 2 kelompok yaitu
intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi mendapat tindakan
akupresur
pada titik P6 sedangkan kelompok control mendapat
tindakan akupresur pada titik S13 (titik palsu). Pengukuran intensitas
mual menggunakan Visual Analogue Scales (VAS). evaluasi ini
dilakukan 0-1 jam setelah pemberian akupresur. Evaluasi variable mual
muntah dilakukan 12 jam setelah intervensi menggunakan Intervention
Adapted Rhodes Index of Nausea and Vomiting for Pediatrics by child
(IARINVc). Hasil penelitian didapatkan bahwa skor rata-rata intensitas
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
16
mual lebih rendah pada kelompok intervensi (p value < 0,001) pada 1
jam pertama pemberian akupresur. Pada 12 jam setelah intervensi
didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. (p value = 0,064).
d. EBSCO: Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010).
Implementation of an oral care protocol to promote early detection and
management of stomatitis. Clinical Journal of Oncology Nursing.
14(6); 799-802.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dini dan
intervensi oral care protocol pada pasien kanker yang mendapat
kemoterapi dan radiasi. Berdasarkan oral care protocol, intervensi
yang diberikan pada pasien yang belum teridentifikasi stomatitis adalah
memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan mulut, yaitu:
membersihkan mulut 3-4 kali sehari, hindari flossing bila ada tanda
perdarahan dan ketidaknyamanan, berkumur dengan cairan sodium
bicarbonate (air garam) dan hindari cairan kumur yang mengandung
alkohol. Pengumpulan data dilakukan selama 20 hari, evaluasi
dilakukan sebelum dan sesudah implementasi protokol perawatan
mulut. Hasil yang didapatkan bahwa sebelum dilakukan intervensi
protokol perawatan mulut pada 228 pasien terdapat 44 pasien dengan
resiko stomatitis dan setelah intervensi pada 252 pasien resiko
stomatitis menjadi 37 pasien.
3.4. Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah
Masalah diperoleh berdasarakan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15
sampai 26 pebruari 2016 dengan menggunakan metode observasi dan wawancara
pada ruang kemoterapi anak. Identifikasi masalah yang didapat yaitu belum
optimalnya
pendidikan
kesehatan
pada
anak
dan
keluarga
bagaimana
mengantisipasi efek mual dan muntah pemberian kemoterapi.
3.5. Strategi Penyelesaian Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang ditemukan, maka disusunlah strategi
penyelesaian masalah yang dapat dilakukan meliputi;
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
17
3.5.1. Tahap Persiapan
a. Menyusun pertanyaan masalah berdasarkan model PICO, (Problem/
Population / Patient; Intervention; Comparation; dan Outcome)
b. Melakukan searching literatur/jurnal
c. Melakukan appraise literatur/analisa jurnal
3.5.2. Membuat proposal/kerangka kerja proyek inovasi
a. Membuat kerangka acuan proyek inovasi
b. Melakukan konsultasi dengan supervisior dan supervisior utama dari
pendidikan
c. Melakukan konsultasi dengan supervisior dan pihak manajemen One
Day Care / Poliklinik Hemato - Onkologi Anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
d. Melakukan koordinasi dengan kepala ruangan.
3.5.3. Tahap Pelaksanaan
a. Presentasi dan sosialisasi tentang pendidikan kesehatan dalam
mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat kemoterapi
b. Melakukan kordinasi dengan Perawat Associate/pelaksana
c. Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
3.5.4. Tahap Evaluasi
a. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan edukasi
b. Melakukan presentasi dan sosialisasi hasil kegiatan
c. Menyusun laporan proyek inovasi
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
18
BAB 4
PLAN OF ACTION
Proyek inovasi ini dilaksanakan pada ruang rawat anak non infeksi gedung A RSUPN
DR Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan melalui beberapa tahap kegiatan,berdasarkan
metode P-D-S-A, yaitu:
4.1. Plan (Perencanaan)
a. Rencana kegiatan yaitu melakukan Pendidikan kesehatan kepada anak dan
keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek pemberian
kemoterapi.
b. Hasil yang diharapkan : teridentifikasinya efektivitas pendidikan kesehatan
dalam mengantisipasi mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi
c. Langkah-langkah pelaksanan:

Menyiapkan lembar penjelasan prosedur (lampiran 1)

Menyiapkan lembar catatan pelaksanaan perawatan /pasien sheet
(lampiran 2)

Menyiapkan Satuan Acara Pembelajaran/SAP (lampiran 3)

Menyiapkan leaflet. (lampiran 4)

Menyiapkan lembar kuesioner pengetahuan (lampiran 5)
4.2. Do (Intervensi)
a. Hari 0 :

Mengidentifikasikan sampel yang sesuai dengan kriteria, yaitu anak usia 718 tahun (usia sekolah dan remaja), dapat berkomunikasi dengan baik,
tidak ada kontra indikasi terhadap akupresur, tidak mengalami mual
muntah Anticipatory.

Melakukan identifikasi karakteristik demografi sampel (waktu,usia, jenis
kelamin, pendidikan)

Melakukan identifikasi karakterisik lainnya (Diagnosa medis, siklus
pengobatan/protocol, obat yang diberikan)

Menjelaskan prosedur menggunakan lembar prosedur

Melakukan pretest pengetahuan anak dan keluarga tentang antisipasi mual
muntah karena kemoterapi (menggunakan lembar kuesioner)
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
19

Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga tentang
antisipasi mual muntah karena kemoterapi selama 30 menit.

Mendemontrasikan manajemen non farmakologi mual muntah (akupresur)

Simulasi pembuatan larutan garam untuk berkumur

Melakukan post test pengetahuan anak dan keluarga tentang antisipasi
mual muntah karena kemoterapi

Mengidentifikasi nomor telepon/handphone anak atau keluarga.
b. Hari ke I :

Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada
anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi
non farmakologi yang sudah dilakukan.

Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien
c. Hari ke II :

Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada
anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi
non farmakologi yang sudah dilakukan.

Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien
d. Hari ke III :

Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada
anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi
non farmakologi yang sudah dilakukan

Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien
4.3. Study
Mahasiswa akan mengevaluasi hasil intervensi dengan menganalisis perubahan
pengetahuan dan ketrampilan, episode mual muntah , manajemen non farmakologi
yang sudah dilakukan anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah
karena kemoterapi.
4.4. Act
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan anak dan orang tua dalam
mengantisipasi
mual
muntah
dapat
menunjang
keberhasilan
pemberian
kemoterapi. anak dan orang tua akan kooperatif terhadap perawatan sehingga
dapat menurunkan lama rawat dan meningkatkan kualitas hidup anak.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
20
4.5. Waktu pelaksanaan
Tabel 4.1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
N
O.
WAKTU (Minggu)
KEGIATAN
I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
II
Persiapan
pelaksanaan dan
studi literature
(Evidance based
practice), serta
proses konsultasi
Penyusunan dan
konsultasi
proposal
Presentasi
proposal dan
sosialisasi
Perencanaan dan
persiapan
implementasi
Implementasi
Evaluasi proses
kegiatan
Evaluasi hasil
dan penyusunan
laporan
Keterangan :
Minggu I :
Minggu II :
Minggu III :
Minggu IV :
Minggu V :
Minggu VI :
III
IV
V
VI
PENANGGUNG
JAWAB
KEGIATAN
OUT
COME/
KEGIATAN
Mahasiswa
PICO model,
searching
artikel/jurnal
dan appraise
artikel/jurnal
Mahasiswa
Proposal
kegiatan
Mahasiswa, head
nurse,
supervisior,
perawat primer,
Perawat associate
(PA)
Mahasiswa, head
nurse, supervisior
Presentasi
pada perawat
ruang anak
gedung A
Mahasiswa,
Perawat associate
(PA)
Mahasiswa, head
nurse, supervisior
Mahasiswa
Penyediaan
media
edukasi
Hasil
dokumentasi
Laporan
kegiatan
15-19 Peberuari 2016
22-26 Pebruari 2016
29 Pebruari-4 Maret 2016
7-11 Maret 2016
14-18 Maret 2016
21-25 Maret 2016
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
21
BAB 5
PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan inovasi dilaksanakan pada ruang perawatan anak one day care non infeksi,
yaitu di Poliklinik Hemato-Onkologi Gedung Kiara RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Kegiatan inovasi dapat dapat kita lihat pada tabel berikut dibawah ini.
Tabel 5.1. Realisasi Kegiatan Inovasi
NO.
KEGIATAN
TANGGAL
1.
Persiapan; sosialisasi pada kepala perawatan rawat
jalan, kepala ruangan dan perawat Associate/
pelaksana di poliklinik Hemato-onkologi
Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan
keluarga tentang antisipasi mual muntah karena
kemoterapi
Melakukan evaluasi pengetahuan dan ketrampilan
(akupresur, pembuatan larutan garam untuk kumur)
Melakukan evaluasi pelaksanaan akupresur dan
penggunaan larutan garam untuk kumur.
Melakukan evaluasi episode mual muntah pada
anak
11 Maret 2016
2.
3.
4.
14-18 Maret
2016
14-18 Maret
2016
15-21 Maret
2016
Sosialisasi kegiatan inovasi dilakukan oleh mahasiswa residen didampingi oleh
supervisior ruang rawat anak non infeksi, kepada kepala perawatan rawat jalan, kepala
ruangan dan 2 orang perawat Associate/ pelaksana. Selanjutnya kegiatan dilaksanakan
mengacu pada tahap kegiatan yang telah disusun. Pendidikan kesehatan dilaksanakan
selama 5 hari, namun sebelumnya dilakukan identifikasikan sampel yang sesuai dengan
kriteria, yaitu anak usia 7-18 tahun (usia sekolah dan remaja), dapat berkomunikasi
dengan baik, tidak ada kontra indikasi terhadap akupresur, tidak mengalami mual
muntah Anticipatory. Pada tanggal 14 Maret 2016 residen mendapat 3 pasien anak,
tanggal 15 Maret 2016 mendapat 3 pasien anak, tanggal 16 Maret mendapat 3 pasien
anak, tanggal 17 Maret 2016 mendapat 2 pasien anak dan tanggal 18 Maret klien
mendapat 2 pasien anak. Total pasien anak yang dilakukan pendidikan kesehatan
berjumlah 13 anak, dengan karakteristik sebagai berikut:
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
22
Tabel 5.2. Karakteristik pasien
NO. NAMA
USIA
1.
2.
F.J
M.F.
17 tahun
14 tahun
3.
J.M.
7 tahun
4.
A.D.
14 tahun
5.
F.N.
7 tahun
6.
A.A.
6 tahun
7.
R.
9 tahun
8.
D.P.
8 tahun
JENIS
DIAGNOSA
KELAMIN
MEDIS
Laki-laki
Ewing sarkoma
Laki-laki
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (HR)
Perempuan Acute
Lymphoblastic
Leukemia (SR)
Perempuan Ewing
Sarkoma
Laki-laki
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (HR)
Perempuan Acute
Lymphoblastic
Leukemia (SR)
Laki-laki
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (HR)
Laki-laki
Tumor Wilms
9.
R.K.
9 tahun
Laki-laki
10.
A.R.
13 tahun
Laki-laki
11.
A.F.
6 tahun
Laki-laki
12.
D.M.
7 tahun
Laki-Laki
13.
A.D.
6 tahun
Laki-laki
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (SR)
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (HR)
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (SR)
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (SR)
Acute
Lymphoblastic
Leukemia (SR)
JENIS OBAT
KEMOTERAPI
Vincristine 2 mg (iv)
Vincristine 2 mg +
Daunorubicin 40 mg
(iv)
MTX it 12 mg + Dexa
it 1 mg
SIKLUS
KEMOTERAPI
Minggu ke 11
Induksi, Minggu
ke 6
Konsolidasi,
Minggu ke 9
Actinomycin D 0,5
Minggu ke 0
mg
MTX it 12 mg + Dexa Maintenace,
it 1 mg
Minggu ke 90
MTX it 12 mg + Dexa Maintenace,
it 1 mg
Minggu ke 41
Vincristine 1,4 mg
(iv)
Induksi, Minggu
ke 0
Actinomycin D 300
Minggu ke 10
ug, Vincristine 1,3
mg, Adriamisin 50 mg
Vincristine 1,3 mg
Minggu ke 42
(iv)
Vincristine 1,7 mg +
Daunorubicin 35 mg
(iv)
Vincristine 1,3 mg
(iv)
Minggu ke 14
Minggu ke 97
MTX it 12 mg +
Minggu ke 49
Vincristine 1,2 mg
(iv)
MTX it 12 mg + Dexa Minggu ke 20
it 1 mg Vincristine
1,1 mg (iv)
5.1. Pendidikan kesehatan
Pretest dan Post test dilakukan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan,
dengan mengisi kuesioner pertanyaan. Pendidikan kesehatan menggunakan leaflet
dan sekaligus mendemontrasikan langsung pada pasien anak cara melakukan
akupresur dan disaksikan oleh keluarga. Selanjutnya residen melakukan simulasi
cara membuat larutan garam dengan menggunakan peralatan sederhana berupa
sendok obat 5 ml, garam, air mineral 600 ml, alat pengukur cairan. Hasil evaluasi
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
23
pengetahuan dan ketrampilan dari pasien anak dan keluarga pada pre test adalah
rata-rata 31,5%, setelah di lakukan pendidikan kesehatan, post test didapatkan
pengetahuan meningkat rata-rata 86,9%, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini;
Tabel 5.3. Pre dan Post test tentang Pengatahuan dan
Ketrampilan Antisipasi Mual Muntah
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
NAMA
F.J
M.F.
J.M.
A.D.
F.N.
A.A.
R.
D.P.
R.K.
A.R.
A.F.
D.M.
A.D.
USIA
17 tahun
14 tahun
7 tahun
14 tahun
7 tahun
6 tahun
9 tahun
8 tahun
9 tahun
13 tahun
6 tahun
7 tahun
6 tahun
PRETEST
30%
20%
40%
30%
20%
50%
20%
30%
20%
40%
30%
40%
40%
POST TEST
80%
80%
90%
100%
70%
90%
80%
90%
90%
100%
80%
80%
100%
5.2. Antisipasi Mual Muntah
Evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan selama 4 hari di rumah meliputi
pemberian akupresur dan kumur menggunakan larutan garam. Selain itu
mengevaluasi juga episode mual dan muntah anak yang mendapat kemoterapi di
rumah. Berdasarkan self report keluarga, tidak ada pasien anak yang
mengkonsumsi obat antiemetik. Hasil evaluasi pada pasien anak tersebut dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.4. Intervensi dan Episode Mual Muntah
NO. NAMA AKUPRESUR
1.
2.
F.J
M.F.
2x sehari
3x sehari
BERKUMUR
LARUTAN
GARAM
2x sehari
2x sehari
3.
4.
J.M.
A.D.
2x sehari
3x sehari
1x sehari
2x sehari
MUAL
MUNTAH
Hari 1: 2x
Hari 2: 1x
Hari 3: 1x
Hari 1: 2x
Hari 2: 1x
Hari 3: 1x
-
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
24
5.
6.
7.
8.
F.N.
A.A.
R.
D.P.
3x sehari
3x sehari
2x sehari
3x sehari
1x sehari
2x sehari
1x sehari
2x sehari
9.
10.
R.K.
A.R.
2x sehari
3x sehari
2x sehari
1x sehari
11.
12.
13.
A.F.
D.M.
A.D.
2x sehari
2x sehari
3x sehari
2x sehari
2x sehari
2x sehari
Hari 1: 1x
Hari 1: 1x
Hari 1: 2x
Hari 2: 1x
Hari 1: 2x
Hari 2: 1x
Hari 1: 1x
Hari 1: 1x
-
5.3. Faktor Pendukung dan keterbatasan
5.3.1. Faktor pendukung
a. Supervisior dan supervisior utama dari pendidikan, supervisior ruang
rawat anak non infeksi dan pihak manajemen One Day Care/Poliklinik
Hemato-Onkologi yang sangat mendukung kegiatan ini.
b. RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah rumah sakit pendidikan dan
terbuka untuk proses berubah
c. Adanya keinginan dari pihak manajemen keperawatan rumah sakit untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
d. Akupresur dan larutan garam merupakan intervensi yang tidak
membutuhkan banyak peralatan dan bahan tersedia dirumah sehingga
lebih mudah dilakukan oleh anak dan keluarga.
5.3.2.
Keterbatasan
a. Pemberian kemoterapi pada anak di poliklinik Hemato-Onkologi lebih
banyak pada pemberian agen kemoterapi dengan Minimal dan Low
Emetic Risk, walaupun ada juga yang Moderate Emetic Risk, sehingga
efektivitas intervensi menggambarkan sesuai kondisi tersebut.
b. Efektivitas intervensi kurang diketahui pada pemberian agen kemoterapi
dengan dan High Emetic Risk.
c. Data intervensi dan episode mual muntah yang didapatkan bersifat
subjektif, berdasarkan informasi keluarga saja, residen tidak melihat
langsung pelaksanaan intervensi.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
25
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
a. Terjadi peningkatan pengetahuan dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan
muntah akibat efek kemoterapi. Pada pretest (pengetahuan awal) anak dan
keluarga
berkisar
20-50%,
setelah
dilakukan
pendidikan
kesehatan
pengetahuan anak dan keluarga menjadi 70-100%.
b. Terjadi peningkatan ketrampilan keluarga dirumah dalam mengantisipasi mual
muntah akibat efek kemoterapi dengan melakukan akupresur dan kumur
menggunakan larutan garam, yang sebelumnya tidak dilakukan dirumah,
c. Tidak ada episode muntah yang terjadi, anak dan keluarga dapat mengontrol
mual dengan melakukan intervensi antisipasi mual muntah akibat kemoterapi
dengan melakukan akupresur, perawatan mulut standard dan mengurangi
stimulasi mual muntah.
6.2. Saran
a. Pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek
kemoterapi perlu dilakukan oleh perawat, agar pengetahuan yang didapat
dapat digunakan anak dan keluarga untuk mengurangi atau mengontrol mual
dan muntah akibat kemoterapi.
b. Hasil inovasi ini dapat dijadikan sumber informasi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan sesuai dengan evidence based practice.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
26
DAFTAR PUSTAKA
Aapro, M. (2005). Optimising antiemetic therapy: what are the problems and how can
they be overcome. Curr Med Res Opin. 21: 885-897.
Aseeri, M., Mukhtar, A., Alkasana, S., Elimam, N., & Jastaniah, W. (2012). A
retrospective review of antiemetic use for chemotherapy-induced nausea and
vomiting in pediatric oncology patients at a tertiary care center. Journal of
Oncology Pharm Practice. 19(2):138-144.
Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapy-induce
nausea. OnSconnect. 20-21.
Boling, B., Schub, T., & Pravikoff, D.(2016). Chemotherapy-Related Nausea and
Vomiting: Evidence Based Care Sheet. CINAHL
Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care protocol
to promote early detection and management of stomatitis. Clinical Journal of
Oncology Nursing. 14(6); 799-802.
Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W.,…
Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing
chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology
patients. European Journal of Oncology Nursing. 19: 182-190.
Chen, K.K.F., Chang, A.M., Yuen,M.P. (2004). Prevention of oral mucositis in pediatric
patient treated with chemotherapy: A Randomized crossover trial comparing two
protocol of oral care. European Journal of Cancer. 40(8):1208-1216.
Dewan,P., Singhal, S., & Harit, D. (2010). Management of chemotherapy induce nausea
and vomiting. Indian Pediatrics. 47:149-155.
Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop
Cirle Corp.
Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory
nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized
controlled trial. Trial. 14;103.
Harris, D.J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B.J., & Maxwell, C. (2008). Putting
evidence into practice: Evidence based intervention for cancer treatment-related
mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 12(1),141-152.
International Agency for Research of Cancer (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh
tanggal 26 Pebruari 2016.
International Union Againts Cancer. (2009). International congress a convention
association. www.iccawold.com/cnt/proggmdocs/UICC. Di unduh tanggal 1
Maret 2016.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
27
James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children :
principles & practice, 4th ed. St. Louis: Elsevier.
Kemenkes RI (2014) Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id.article/.
Diunduh tanggal 29 Pebruari 2016
Kliegmen, R.M., Stanton, B,F.,Geme, J.W., Schor, N.F., & Behrman, R.E.(2011).
Nelson textbook of pediatrics, 19th.ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2011). Ilmu
kesehatan anak esensial, edisi ke 6. Singapore: Saunders Elsevier.
Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta:
FK Universitas Indonesia.
Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing, 4th ed. St Louis: Mosby.
Potter,P.A., & Perry, A.G. (2005). Fundamental keperawatan. Ed.4,Vol.1. Jakarta: EGC
Rodgers,,C., Kollar, D., Taylor, O., Bryant, R., Crockett, K.,… Hockenberry, M.
(2012). Nausea and vomiting perspective among children receiving moderate to
highly emetogenic chemotherapy treatment. Cancer Nursing. 35(3): 203-210.
Saldanha, S.P. & Almeida, V.D. (2014). A Comparative study to Assess the
effectiveness of turmeric Mouth Wash versus saline mouth wash on treatment
induce oral mucositis (Tiom) in a selected hospital at mangalore. Journal Clinic
Research & Bioethics. 5(6): 200.
Schwartzberg, I. (2007). Chemoterapy induced nausea and vomiting: clinician and
patient perspectives. Journal support oncology. 5(2):5-12.
Swartzentruber, L., & Haveles, E.B.(2013). Oral health care during chemotherapy.
PennWell’s Dental Group. 68-77.
Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concept .9th Ed. Philadelphia.
Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wikins.
World Health Organization (2014). Cancer. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Topik
: Penyuluhan kesehatan pada anak
Pokok bahasan
: Antisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat
kemoterapi
Sub Pokok Bahasan
: 1. Terapi akupuntur
2. Perawatan mulut standar
3. Mengurangi stimulasi mual-muntah
Hari/tanggal
: Jumat,
Maret 2016
Waktu
: 30 menit
Tempat
: Perawatan one day care (poliklinik Hemoato-onkologi)
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penyuluh/pembicara
: Tati Setyawati Ponidjan
Sasaran/Peserta
: Pasien dan Keluarga
I. Tujuan pembelajaran
:
A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, diharapkan pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali dan mampu melakukan tindakan antisipasi
terhadap mual muntah karena kemoterapi.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga mampu:
1. Menjelaskan mual muntah kemoterapi
2. Mejelaskan terapi akupresur pada mual muntah kemoterapi
3. Menjelaskan perawatan mulut standar
4. Menjelaskan pembuatan larutan garam untuk kumur
5. Menjelaskan tindakan mengurangi stimulasi mual muntah kemoterapi
6. Mendemontrasi cata terapi akupuntur pada titik P6.
II. MATERI
1. Mual muntah kemoterapi
2. Terapi akupresur mual muntah pada titik P6
3. Perawatan mulut standar
4. Pembuatan larutan garam untuk kumur
5. Tindakan mengurangi stimulasi mual muntah kemoterapi
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
III. PERSIAPAN PRA PEMBELAJARAN
1. Telaah literatur/pustaka
2. Materi,SAP, media pembelajaran seperti leaflet
3. Sosialisasi pada ruang one day care / poliklinik onkologi anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
IV. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
NO.
KEGIATAN/WAKTU
1.
Pembukaan
(3 menit)
2.
3.
Kegiatan isi/proses
(20 menit)
Evaluasi
(5 menit)
KEGIATAN PEMBICARA
1. Memberikan salam
2. Menjelaskan tujuan
pembelajaran
3. Memberikan gambaran
tentang apa yang akan
disampaikan hari ini
1. Mengevaluasi
pengetahuan awal anak
dan keluarga tentang
antisipasi mual muntah
kemoterapi
2. Memberi penguatan pada
apa yang sudah diketahui
dengan benar
3. Menjelaskan konsep mual
muntah kemoterapi
4. Menjelaskan terapi
akupuntur mual muntah
pada titik P6
5. Menjelaskan perawatan
mulut standar
6. Menjelaskan tentang
pembuatan larutan garam
untuk kumur
7. Menjelaskan tentang
tindakan mengrangi
stimulasi mual muntah
kemoterapi
8. Memberikan kesempatan
pada anak dan keluarga
untuk bertanya
1. Memberikan soal lisan
kepada anak dan keluarga
2. Memberikasn kesempatan
pada anak dan kelurga
untuk menjawab
3. Memberikan penguatan
KEGIATAN
PESERTA
1. Menjawab
salam
2. Memperhatikan
3. Memperhatikan
1. Menjawab
2. Memperhatikan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan
5. Memperhatikan
6. Memperhatikan
7. Memperhatikan
8. Bertanya
1. Memperhatikan
2. Menjawab
3. Memperhatikan
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
4.
Penutup
(2 menit)
1. Menyimpulkan materi
1. Memperhatikan
2. Memberikan
salam 2. Menjawab
penutup
salam
V. SUMBER/DAFTAR PUSTAKA
Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapyinduce nausea. OnSconnect. 20-21.
Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care
protocol to promote early detection and management of stomatitis. Clinical
Journal of Oncology Nursing. 14(6); 799-802.
Chen, K.K.F., Chang, A.M., Yuen,M.P. (2004). Prevention of oral mucositis in
pediatric patient treated with chemotherapy: A Randomized crossover trial
comparing two protocol of oral care. European Journal of Cancer.
40(8):1208-1216.
Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta:
Crop Cirle Corp.
Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory
nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a
randomized controlled trial. Trial. 14;103.
Harris, D.J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B.J., & Maxwell, C. (2008).
Putting evidence into practice: Evidence based intervention for cancer
treatment-related mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 12(1),141152.
Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing, 4th ed. St Louis: Mosby
Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak.
Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Saldanha, S.P. & Almeida, V.D. (2014). A Comparative study to Assess the
effectiveness of turmeric Mouth Wash versus saline mouth wash on treatment
induce oral mucositis (Tiom) in a selected hospital at mangalore. Journal
Clinic Research & Bioethics. 5(6): 200.
Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concept .9th Ed. Philadelphia.
Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wikins.
Residensi Keperawatan
Anak-Ruang
Non Infeksi
RSCM
2016
Universitas Indonesia
Asuhan
keperawatan
..., Tati
Setyawati
Ponidjan, FIK UI, 2016
ANTISIPASI MUAL MUNTAH
KEMOTERAPI
Tindakan non farmakologi digunakan
untuk menunjang tindakan farmakologi
Salah satu tindakan non farmakologi adalah
Terapi akupresur, yaitu penekanan atau
pemijatan pada titik tertentu di tubuh
Akupresur akan menstimulasi tubuh untuk
menghasilkan efek terapi, yaitu
dengan melepaskan zat dan hormon untuk
mengurangi mual-muntah
caranya :
Mual muntah merupakan salah satu efek
samping dari pemberian kemoterapi
Tentukan titik akupresur P6 yaitu; pada
bagian depan pergelangan tangan
Mual muntah dapat terjadi mulai
beberapa menit setelah pemberian
kemoterapi (akut), atau dimulai setelah
24 jam setelah pemberian kemoterapi
(delayed)
letakkan 3 jari dibagian atas pergelangan
tangan, jari harus sejajar, tentukan titik
diatas 3 jari tersebut (tengah pergelangan)
Obat kemoterapi dapat resiko minimal,
rendah, sedang dan tinggi terhadap
mual muntah
Mengantisipasi mual dan muntah
diberikan terapi farmakologi berupa obat
anti mualb.muntah (antiemetik)
tangan atau keduanya.
Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Gambar: Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help
patient self manage chemotherapy-induce nausea.
Menekan dengan lembut
menggunakan jari jempol atau jari
telunjuk
Penekanan dilakukan 30 kali tekanan,
memutar searah jarum jam selama 3
menit
Penekanan dapat dilakukan pada satu
pergelangan atau keduannya
Dilakukan 3 kali sehari
ditempat yang tenang selama 5 hari
berturut-turut setelah mendapat
kemoterapi atau sesuai kebutuhan
ketika merasa mual
Universitas Indonesia
Merawat Mulut Standar
Mengosok gigi dilakukan sesudah
makan dan menjelang tidur.
Gunakan sikat gigi dengan bulu yang
lembut dan diganti setiap 3 bulan
pemakaian
Hindari penggunaan pasta dengan rasa
dan pemutih pasta yang kuat
Berkumur tanpa menyikat gigi, dapat
dilakukan kapan saja agar mulut tetap
terasa nyaman
Berkumur dapat menggunakan cairan
kumur/mouthwash antara lain
menggunakan larutan garam
Membuat Larutan Garam
(konsentrasi hampir sama NaCl
0,9%) Untuk Kumur
Menggunakan garam meja SNI
kemurnian minimal 94,7% :
Campurkan 1 sendok takar obat 5 ml
garam dengan 637 ml air hangat
Menggunakan garam meja pasaran
dengan kemurnian 99,25% :
Campurkan 1 sendok takar obat 5 ml
garam dengan 607 ml air hangat
Pengaturan Makan Minum
Hindari makanan yang terlalu manis
dan berlemak
Hindari makanan yang panas dan
merangsang
Makan makanan sesuai suhu
ruangan
Mengunyah makanan secara
perlahan-lahan
Mengurangi Stimulasi Lingkungan
Suara (ribut)
Berikan makanan porsi kecil setiap
kali makan/2-3 jam
Penglihatan
(kepadatan dan aktivitas orang)
Memberikan jarak makan dan
minum 10-15 menit
Berkumur minimal 30 detik.
Agar cairan kumur dapat bergerak
merata di dalam mulut, berkumur
sebaiknya menggunakan teknik meniup
balon dan menggerakkan pipi seperti
menghisap.
Penciuman
(bau yang merangsang)
Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Terima Kasih
Tati Setyawati
Universitas Indonesia
Lampiran 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
Nama
:
Tempat/tanggal lahir :
Agama
:
:
Alamat
E-mail
:
Status
:
Tati Setyawati Ponidjan
Bitung, 4 agustus 1968
Kristen
Kel. Kombos Timur Kec Singkil Kota Manado
[email protected]
Menikah
B. Riwayat Pendidikan
1. SD RK Bitung, lulus tahun 1980
2. SMP Donbosco Bitung, lulus tahun 1983
3. SMA Donbosco Bitung, lulus tahun 1986
4. Akademi Keperawatan Dep.Kes. Manado, lulus tahun 1989
5. D IV Keperawatan Anak Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun 2001
6. S1 Pendidikan FIP Universitas Negeri Manado, lulus tahun 2002
7. S1 Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 2010
8. Profesi Ners Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 2011
9. S2 Keperawatan Universitas Indonesia, lulus tahun 2015
10. Pendidikan Spesialis Keperawatan Universitas Indonesia
C. Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 1990-1995 : Staf Dinas Kesehatan Kab.Bolaang Mongondow Prop.Sulut.
2. Tahun 1995-sekarang : Staf Pengajar pada Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Manado.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
Download