TINJAUAN PUSTAKA Taman Rekreasi

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas
Taman Rekreasi Margasatwa (TRMS) Serulingmas terletak di hutan kota
Banjarnegara yang dihijaukan sejak tahun 1994. Taman ini berada kurang lebih
satu kilometer dari pusat kota Banjarnegara dan terletak tidak jauh dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara (PNRI 2007). TRMS Serulingmas
diresmikan pada tanggal 21 Agustus 1997 oleh Jenderal TNI Susilo Sudarman,
ketika menjabat sebagai Ketua Paguyuban Seruan Eling Banyumas (Serulingmas).
Pendirian TRMS Serulingmas bertujuan sebagai sarana rekreasi yang sehat
bernuansa edukasi, riset, dan konservasi. TRMS Serulingmas pada awalnya
merupakan obyek wisata yang dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Tingkat II
Banjarnegara dengan nama Taman Rekreasi Ki Ageng Selamanik. Selanjutnya
pada tahun 1997 diganti nama menjadi Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas
yang masih menjadi nama sampai saat ini. TRMS Serulingmas kini dikelola oleh
Unit Pengelola Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Banjarnegara (Serulingmas 2009).
Lebih dari 100 satwa berada di TRMS Serulingmas yaitu singa Afrika,
harimau Benggala, gajah Sumatera, buaya, orang utan, dan berbagai jenis burung
serta kera (Sumarwoto 2009). Jumlah satwa yang tercatat saat ini di TRMS
Serulingmas adalah ± 161 satwa. Satwa-satwa tersebut terdiri dari 21 spesies
burung, 21 spesies mamalia, dan 5 spesies reptil (Serulingmas 2009). Selain dapat
melihat berbagai jenis satwa langka, pengunjung juga dapat menikmati berbagai
fasilitas yang terdapat di tempat ini. Fasilitas-fasilitas yang ada di TRM
Serulingmas meliputi kolam renang, taman bermain anak-anak, dan berkeliling
taman dengan naik gajah tunggang (Sumarwoto 2009)
Unta Punuk Satu (Camelus dromedarius)
Unta adalah spesies hewan berkuku genap yang banyak terdapat pada
daerah yang beriklim kering. Hewan ini ada dua jenis, yaitu unta punuk satu
(C. dromedarius) yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika bagian utara serta
unta punuk ganda (C. bactrianus) yang berasal dari daerah gurun di Asia bagian
4
timur. Unta punuk satu memiliki klasifikasi sebagai berikut. kingdom Animalia,
filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili
Camelidae, genus Camelus serta spesies Camelus dromedarius (Naumann 1999).
Gambar 1 Unta punuk satu (C. dromedarius) jantan yang dipelihara di
TRMS Serulingmas
Unta punuk satu (C. dromedarius) atau lebih dikenal dengan unta arab
memiliki karakteristik tubuh sebagai berikut: leher panjang yang melengkung,
dada yang sempit, kakinya panjang dan ramping, bibir atas membelah, nostril
hidung dapat menutup, bulu matanya panjang, dan mempunyai punuk berjumlah
satu (Gambar 1). Punuk ini berisi lemak yang dibatasi dengan jaringan fibrosa dan
berfungsi sebagai cadangan makanan pada saat dibutuhkan. Ukuran punuk ini
bervariasi sesuai dengan status gizi unta. Punuk akan menjadi lebih kecil dan
condong ke salah satu sisi di saat kondisi kelaparan. Kaki unta mempunyai
bantalan (pad) yang sangat cocok untuk berjalan di atas pasir. Pad ini mudah
terluka jika terkena batu tajam serta tidak cocok untuk berjalan di jalan yang licin
dan berlumpur (Naumann 1999, Huffman 2004).
Unta punuk satu (C. dromedarius) mempunyai kemampuan adaptasi yang
luar biasa terhadap lingkungan gurun yang sangat ekstrim. Mata unta dilengkapi
dengan dua lapis bulu mata, sehingga bisa melindungi dari pasir maupun debu.
Selain itu, saat badai pasir hidung unta dapat menutup sehingga pasir atau debu
tidak bisa masuk ke lubang hidung. Unta mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan air dalam tubuhnya melalui berbagai jalan. Air di dalam tubuh
akan tetap terjaga meskipun suhu tubuh unta berfluktuasi antara 34 0C hingga
41,5 0C, maupun suhu lingkungan yang naik, karena unta tidak berkeringat.
5
Adaptasi unta terhadap lingkungannya sangat baik, sehingga hewan ini dapat
bertahan hidup meskipun kehilangan lebih dari 30% air tubuhnya (Naumann
1999).
Penyebaran unta punuk satu yaitu di daerah gurun Afrika utara serta Asia
barat. Selain itu terdapat pula di kawasan Australia bagian tengah, di daerah
Australia tengah ini juga merupakan kawasan kering. Peta penyebaran unta dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta penyebaran unta punuk satu (Huffman 2004)
Sistem pencernaan unta punuk satu termasuk ke dalam pseudo ruminant
atau ruminansia tidak sejati karena hanya memiliki tiga bagian lambung saja.
Bagian pertama memiliki struktur seperti rumen yang terbagi menjadi bagian
kanan dan kiri. Lambung bagian pertama ini tersusun dari otot yang kuat dan
kelenjar mukus. Pada bagian ini pakan dicampur dengan air dan mukus yg
dihasilkan oleh kelenjar mukus. Lambung bagian kedua juga sering disebut
honeycomb. Bagian ini mirip dengan struktur retikulum pada hewan ruminansia.
Lambung bagian kedua juga tersusun atas kelenjar yang menghasilkan mukus.
Lambung bagian ketiga disebut sebagai lambung kelenjar. Lambung kelenjar ini
mirip dengan abomasum pada ruminansia dan lambung monogastrik hewan
lainnya (gambar 3A). Usus halus unta memiliki panjang kurang lebih 40 meter.
6
Bentuk sekum dan kolon hampir sama dengan sapi yaitu membentuk gulungan
spiral atau sering disebut ansa spiralis coli (gambar 3B). Panjang sekum dan
kolon ini kira-kira 19.5 meter (Mukasa-Mugerwa 1981).
9b
a
A
B
Gambar 3 Sistem pencernaan unta punuk satu A. bagian-bagian lambung
(1. lambung bagian pertama sebelah kiri, 2. lambung bagian
pertama sebelah kanan, 3 & 4. kantung air, 5. esofagus, 6.
lambung bagian kedua, 7. lambung bagian ketiga, 8. duodenum)
B. usus halus dan usus besar (9. usus halus, 9a. yeyunum, 9b.
ileum, 10. sekum, 11. kolon asendens, 12. kolon desendens,
13. rektum) (Modifikasi Mukasa-Mugerwa 1981)
Saluran pencernaan merupakan habitat sebagian besar cacing parasitik.
Cacing parasitik yang ditemukan pada saluran pencernaan unta punuk satu
sebagian besar sama dengan cacing parasitik pada hewan domestik laennya seperti
sapi dan domba. Contoh cacing parasitik yang ditemukan pada lambung bagian
ketiga unta yaitu: Haemonchus contortus, Teladorsagia circumcincta serta
Trichostrongylus axei. Di bagian usus halus sering ditemukan T. colubriformis,
Monieza benedeni dan M. expansa. Pada bagian usus besar unta sering ditemukan
Oesophagostomum venulosum, O. columbianum, Trichuris ovis, dan T. globulosa
(Taylor et al. 2007)
7
Unta punuk satu mempunyai masa kawin antara bulan Mei hingga
Oktober. Masa kebuntingan unta sekitar 12-13 bulan dan biasanya bunting anak
tunggal. Anak unta akan disusui hingga umur 18 bulan. Unta mulai kawin pada
umur 3-4 tahun. Umur hewan ini dapat mencapai 40-50 tahun (DEWHA 2009).
Cacing Parasitik
Parasit merupakan suatu organisme yang hidupnya menumpang pada
organisme lain (inang definitif). Parasit dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang berada di luar atau
permukaan tubuh inang, sedangkan endoparasit adalah parasit yang berada di
dalam tubuh inang (Dyah 2008).
Helminthologi merupakan cabang ilmu endoparasit yang mempelajari
tentang cacing khususnya cacing parasitik. Cacing dibagi dalam tiga filum yaitu
Platyhelminthes, Nemathelminthes serta Acanthocephala. Filum Platyhelminthes
terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda sedangkan filum
Nemathelminthes hanya ada satu kelas yaitu Nematoda. Ketiga kelas inilah yang
sering menjadi parasit pada hewan maupun manusia. Filum Acanthocephala
jarang dibahas karena jarang menimbulkan masalah pada hewan domestikasi.
1. Cestoda Parasitik
Cestoda termasuk filum Platyhelminthes. Cacing ini lebih dikenal dengan
sebutan cacing pita. Beberapa spesies cestoda merupakan parasit pada hewan dan
manusia. Cestoda merupakan cacing yang struktur tubuhnya sederhana
(Kusumamihardja 1995). Kelas Cestoda dibagi dalam dua ordo yaitu
Cyclophyllidea dan Pseudophyllidea. Ordo Cyclophyllidea dibagi ke dalam tujuh
famili
yaitu
Taeniidae,
Hymenolepididae,
Anoplocephalidae,
Mesocestoididae
serta
Dilepididae,
Thysanosomidae.
Davaineidae,
Adapun
ordo
Pseudophylliea hanya memiliki satu famili yaitu Diplhyllobothriidae. Beberapa
contoh cestoda yang penting diantaranya genus Taenia dan Echinococcus dari
famili Taeniidae, genus Monieza dari famili Anoplocephalidae serta genus
Diphyllobothrium dari famili Diplhyllobothriidae.
8
a. Morfologi Cestoda
Cestoda memiliki ciri-ciri morfologi tubuh memanjang yang pipih
dorsoventral, panjang beruas-ruas, tidak memiliki saluran pencernaan, dan tidak
memiliki rongga tubuh. Badan Cestoda terdiri dari kepala, sejumlah segmen dan
di antara kepala dan segmen terdapat leher. Setiap segmen biasa disebut
proglotida. Pada bagian kepala cestoda terdapat dua hingga empat batil hisap dan
pada beberapa jenis cestoda dilengkapi rostelum atau kait (Gambar 4). Badan
cestoda dilapisi dengan tegumen yang merupakan alat penyerapan utama pada
cacing pita (Kusumamihardja 1995, Taylor et al 2007).
Sistem syaraf cestoda tersusun dari beberapa ganglion, sedangkan sistem
ekskresinya terdiri dari sel api atau solenosit dan saluran ekskresi utama. Disebut
sebagai sel api karena memiliki silia yang bergerak menyerupai nyala api (Levine
1977). Cestoda merupakan cacing yang bersifat hermafrodit atau memiliki organ
kelamin ganda. Dalam setiap segmen biasanya terdapat satu atau dua pasang alat
kelamin jantan dan betina (Gambar 4) (Kusumadiharja 1995). Perkawinan cacing
cestoda dapat terjadi dalam satu segmen maupun perkawinan silang antar segmen
(Taylor et al 2007).
Rostelum
kait
Batil hisap
ovarium
Lubang
kelamin
uterus
testis
Sauran
ekskretoris
a
b
Gambar 4 Morfologi cestoda a. kepala dengan kait dan batil hisap, b. skema
segmen cestoda dengan dua alat kelamin (hermafrodit) (Hosie
2000)
9
b. Siklus Hidup Cestoda
Siklus hidup cestoda adalah secara tidak langsung atau memerlukan satu
atau lebih inang definitif. Cestoda dewasa secara umum ditemukan dalam usus
halus inang definitif dan telurnya akan dikeluarkan bersama tinja. Telur cestoda
sangat khas yaitu terdapat embrio heksakan yang diselimuti dengan dua lapis
membran (Gambar 5). Telur yang termakan oleh inang antara akan menetas
karena bereaksi dengan sekresi saluran pencernaan. Telur yang menetas disebut
oncosphere, akan melakukan penetrasi di mukosa usus untuk dapat mencapai
pembuluh darah, pembuluh limfe maupun di rongga tubuh pada invertebrata.
Oncosphere yang telah tumbuh disebut metacestoda dan jika termakan oleh inang
definitif, skoleks akan menempel pada mukosa usus dan berkembang hingga
dewasa untuk menghasilkan telur (Gambar 6) (Taylor et al 2007).
Cestoda sering sekali menimbulkan masalah pada hewan maupun manusia.
Kasus kecacingan oleh cestoda juga dilaporkan pada unta diantaranya oleh Banaja
dan Gandhour (1994) yang melaporkan jenis cacing cestoda yang paling sering
menyerang
C. domedarius di Riyadh Arab Saudi adalah Moniezia expansa,
M. benedeni, Avitellina centripunctata, Stilesia vittata. Sementara itu Anwar dan
Hayat (1999) melaporkan kasus kecacingan oleh cestoda di Pakistan disebabkan
oleh M. expansa, M. benedeni serta S. globipunctata. Begitu juga Mohammed et
al (2007)
menemukan kasus kecacingan oleh cestoda yang disebabkan oleh
Moniezia sp di Nigeria
Gambar 5 Morfologi telur Taenia spp. dengan embrio heksakan (anak
panah) (CDC 2010a)
10
Gambar 6 Siklus hidup Taenia saginata dan T. solium pada manusia
(CDC 2010a)
2. Trematoda Parasitik
Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes. Trematoda sendiri
dibagi menjadi dua sub kelas yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas yang
menimbulkan masalah bagi vertebrata adalah Digenea. Sub kelas Digenea dibagi
ke dalam 15 famili. Beberapa contoh yang sering menimbulkan masalah
kesehatan pada hewan diantaranya Fasciola sp., Paramphistomum sp. dan
Schistosoma sp. Jenis Fasciola sp. dan Schistosoma sp. merupakan cacing yang
bersifat zoonosis (Taylor et al 2007).
a. Morfologi Trematoda
Trematoda biasa disebut sebagai cacing daun karena bentuknya oval
seperti daun, tubuhnya pipih dorsoventral, tidak bersegmen, memiliki dua batil
hisap yaitu batil hisap anterior yang terletak di anterior tubuh dan batil hisap
ventral yang terletak di sepertiga badan bagian bawah. Cacing daun dilapisi
tegumen pada bagian luar tubuhnya yang berfungsi sebagai pembungkus badan
dan merupakan struktur yang dinamis secara faali dan bertanggung jawab dalam
11
memasukkan makanan (Kusumamihardja 1995). Trematoda mempunyai alat
pencernaan yang sederhana meliputi mulut, faring, esofagus serta sepasang
saluran usus (Gambar 7). Trematoda pada umumnya bersifat hermafrodit kecuali
famili Schistosomatidae (Taylor et al 2007). Sistem ekskresi trematoda adalah sel
api (sel ekskresi berupa kantung yang mengumpulkan sisa-sisa metabolisme) dan
hanya memiliki susunan syaraf yang sederhana (Levine 1977).
Batil hisap anterior
mulut
faring
Batil hisap ventral
testis
usus
ovarium
vitelaria
uterus
Gambar 7 Morfologi trematoda dengan dua batil hisap, saluran pencernaan
dan dua alat kelamin (hermafrodit) (Tubitak 2002)
b. Siklus Hidup Trematoda
Sub kelas monogenea mempunyai daur hidup secara langsung sedangkan
sub kelas Digenea tidak langsung atau memerlukan inang antara untuk daur
hidupnya. Telur trematoda Digenea biasanya dikeluarkan melalui feses dan urin
dengan ciri khas yaitu terdapat operculum pada salah satu kutubnya (Gambar 8a).
Sub kelas Digenea merupakan trematoda yang paling sering menyerang pada
hewan ternak maupun satwa liar. Trematoda dewasa biasanya ditemukan pada
saluran empedu serta saluran pencernaan (Taylor et al 2007). Telur Schistosoma
mempunyai ciri khusus yang agak berbeda dibandingkan telur trematoda pada
umumnya, yaitu terdapat spina yang menjadi dasar identifikasi telur Schistosoma
(Gambar 8b). Telur yang keluar dari inang definitif akan tumbuh menjadi larva
bersilia yang disebut sebagai mirasidium. Mirasidium akan mencari inang antara
(siput) sebagai tempat untuk pertumbuhan selanjutnya menjadi sporokista.
Sporokista tumbuh menjadi redia dan bermigrasi ke hepatopankreas yang
12
kemudian tumbuh menjadi larva, disebut serkaria. Serkaria ini mempunyai ekor
yang berfungsi untuk berenang di air menuju rumput. Serkaria yang melepaskan
ekornya dan membentuk kista disebut sebagai metaserkaria. Serkaria dan
metaserkaria adalah larva infektif bagi trematoda, jika larva masuk ke dalam
inang definitif, larva akan tumbuh menjadi trematoda dewasa (Gambar 9) (Taylor
et al 2007).
operkulum
a
b
spina
Gambar 8 Telur trematoda dengan operculum (a) dan telur Schistosoma sp
yang memiliki spina (b) (CDC 2010b)
Gambar 9 Siklus hidup trematoda (Fasciola hepatica) (CDC 2010b)
13
Trematoda merupakan cacing yang paling banyak menimbulkan masalah
pada hewan ruminansia. Trematoda ini juga sering menimbulkan masalah pada
unta punuk satu. Beberapa contoh kasus kecacingan pada unta punuk satu yang
ditimbulkan oleh trematoda diantaranya telah dilaporkan oleh Banaja dan
Gandhour (1994) di Jeddah Arab Saudi akibat infestasi F. gigantica dan S. bovis.
Infeksi F. gigantica lebih sering dibanding S. bovis. Di Pakistan juga temukan
kasus kecacingan oleh trematoda pada unta punuk satu, seperti dilaporkan oleh
Anwar dan Hayat (1999) bahwa unta punuk satu di Pakistan yang terinfeksi
cacing trematoda mencapai 4,3 %. Infeksi trematoda ini meliputi Parampistomum
cervi, Carmyierius spatious dan Gastrothylax crumenifer.
3. Nematoda Parasitik
Kelas nematoda termasuk dalam filum Nemathelminthes. Memiliki lima
Superfamili. Contoh nematoda yang biasa menyerang ruminansia diantaranya
Trichuris spp, Cooperia sp dan Trichostrongylus sp. (Taylor et al 2007).
a. Morfologi Nematoda
mulut
bibir
rahang
Papila kelamin
a
ovarium
spikula
a
b
Gambar 10 Morfologi nematoda a. jantan dengan testis dan spikula (kiri),
betina dengan ovarium (kanan), b. penampang mulut nematoda
(Hosie 2000)
Badan nematoda berbentuk gilig meruncing pada kedua ujungnya. Cacing
ini tidak bersegmen dan memiliki kutikula yang tebal. Jenis kelamin pada
kebanyakan nematoda terpisah, biasanya ukuran jantan lebih kecil dari pada
betina (Kusumamihardja 1995). Sistem saraf nematoda terdiri dari sejumlah
14
ganglia dan syaraf. Sistem ekskresi berupa alat ekskresi maupun osmoregulasi.
Cacing ini tidak memiliki rongga badan sejati sehingga disebut pseudoseloma.
Nematoda juga tidak mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan
(gambar 10) (Levine 1977).
b. Siklus Hidup Nematoda
Siklus hidup dari nematoda ada dua yaitu langsung dan tidak langsung.
Stadium infektif nematoda dapat berupa telur maupun larva tergantung kepada
jenis nematodanya. Nematoda yang memiliki siklus langung diantaranya jenis
Strongylidae dan Trichostrongylidae sedangkan yang tidak langsung contohnya
Metastrongylidae dan Habronema spp. Stadium infektif larva biasanya pada
stadium ketiga (L-3). Larva stadium ketiga ini berkembang dari telur yang
menetas pada kondisi lingkungan yang mendukung. Jika stadium infektif berupa
telur, larva yang dikandung biasanya adalah larva stadium kedua (L-2). Stadium
infektif baik telur maupun larva akan masuk ke tubuh inang melalui saluran
pencernaan, namun stadium infektif larva dapat aktif menembus melalui kulit.
Setelah masuk ke dalam tubuh inang definitif, nematoda segera menuju dan
menetap di mukosa usus dan berkembang menjadi stadium dewasa. Stadium
dewasa akan mengeluarkan telur yang mempunyai tiga lapisan akan keluar
besama tinja dari inang definitif (Gambar 11) (Levine 1977).
Gambar 11 Siklus hidup nematoda (Trichuris spp) pada manusia
merupakan siklus langsung (CDC 2010c)
15
Trichuris spp merupakan nematoda yang berbentuk seperti cambuk, salah
satu ujungnya tebal dan ujung lainnya panjang dan tipis seperti cemeti. Cacing ini
mempunyai siklus hidup secara langsung. Telur nematoda akan berkembang di
tanah hingga mengandung larva stadium 3. Telur infektif (berisi larva stadium
ke 3) sangat resisten di lingkungan dan dapat bertahan beberapa bulan atau tahun.
Telur infektif yang masuk ke dalam tubuh hewan akan menetas di duodenum.
Larva cacing akan berkembang di dalam vili-vili duodenum. Setelah dewasa,
Trichuris akan menuju ke kolon. Cacing ini bersifat soil borne desease atau
penularannya berasal dari tanah yang tercemar oleh telur infektif (Olsen 1974)
Kasus kecacingan pada unta punuk satu yang disebabkan oleh nematoda
pernah dilaporkan di beberapa tempat. Cacing Haemonchus longistipus,
H. contortus, Trichuris spp, Parabonema skrjabini, Camelostrongylus mentulatus,
Trichostrongylus spp., Nematodirus spp. dilaporkan sering menyerang unta punuk
satu di Saudi Arabia (Banaja dan Gandhour 1994). Selain itu musim dan keadaan
tempat hidup unta juga mempengaruhi status kecacingan. Jumlah infeksi
kecacingan nematoda tertinggi terjadi saat bulan Oktober hingga Januari.
Kecacingan disebabkan oleh nematoda diantaranya oleh Haemonchus longistipes,
H. contortus, T. ovis, T. globulosa, Trichostrongilus probolurus, C. mentulatus,
Ostertagia circumcincta, Chabertia ovina dan Oesophagustomum venulosum juga
pernah dilaporkan di Pakistan oleh Anwar dan Hayat (1999). Kasus kecacingan
tertinggi disebabkan oleh H. contortus serta T. ovis. Sementara, Mohammed et al
(2007) juga melaporkan tentang kasus kecacingan pada unta punuk satu di
Nigeria. Nematoda yang menginfeksi yaitu Trichuris sp. serta Strongylus sp.
Infeksi kecacingan pada unta di Nigeria tertinggi bila dibandingkan dengan parasit
lainnya yaitu mencapai 70-80%. Unta terinfeksi selama musim kering dan akan
terlihat infeksi terberat pada musim hujan karena periode pertumbuhan maksimal
dari nematoda terjadi pada awal musim penghujan.
Download