8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri dari air, bahkan untuk tubuh kita manusia, air menempati sekitar 70 % dari berat tubuh (KLH, 2001). Air seperti halnya energi adalah elemen esensial bagi beragam kegiatan meliputi pertanian, industri dan rumah tangga serta kegiatan produktif lainnya, dengan kata lain air menjadi kebutuhan hampir semua sisi kehidupan terutama manusia. Pertanyaannya adalah apakah air akan hadir pada tempat yang sesuai sepanjang waktu dengan jumlah dan kualitas yang memadai? Gejala penurunan kualitas air perlu menjadi sentral perhatian demi menjamin kesinambungan kehidupan di muka bumi ini. Permasalahan pencemaran air telah lama dibicarakan, sekitar sepuluh tahun lalu, tetapi masih terbatas dalam wacana kalangan tertentu, seperti perguruan tinggi dan jajaran pemerintah. Namun istilah pencemaran air cenderung semakin mengemuka saat ini dan tidak menutup kemungkinan meningkat dimasa mendatang, mengingat persoalan menurunnya kualitas air semakin jelas dan dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat secara keseluruhan. Pengertian ”pencemaran air” didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah adalah ”masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya” (Kep.Men.LH. No.51 tahun 2004)”. Pencemaran air disebabkan oleh banyak faktor, yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni sumber langsung (direct contaminant sources) dan sumber tak langsung (indirect contaminant sources). Sumber langsung didefinisikan sebagai buangan (effluent) yang berasal dari sumber pencemarnya yaitu limbah hasil pabrik industri serta limbah domestik baik cair, tinja serta sampah. Pada pencemaran kategori ini, buangan langsung mengalir ke dalam badan air seperti sungai atau laut. Sedangkan yang dimaksud sumber tak langsung adalah kontaminan yang masuk melalui air tanah akibat adanya 8 9 pencemaran pada air permukaan baik dari limbah industri maupun sumber kegiatan lainnya (KLH, 2001). Sumber pencemaran secara garis besar berasal dari 3 kegiatan utama yang menjadi sumber pencemaran yaitu rumah tangga (domestik), industri dan pertanian. Sumber domestik berasal dari perumahan, perdagangan, perkantoran, hotel, rumah sakit, rekreasi dan aktivitas lainnya. Limbah jenis ini sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, BOD5 dan COD. Penentuan BOD5 dan COD digunakan untuk menduga pencemaran yang disebabkan oleh limbah organik, untuk BOD5 diinkubasi selama 5 hari karena dianggap pada hari kelima dekomposisi bahan organik telah berlangsung 70 - 80 %. Limbah industri terutama akan mempengaruhi kandungan logam berat perairan, sedangkan limbah pertanian berasal dari sedimen akibat erosi lahan dan unsur kimia pestisida (KLH, 2001). Masalah akibat pencemaran air tidak hanya membahayakan makhluk hidup, namun terdapat masalah lain yang berkaitan dengan kualitas air yaitu terjadinya eutrofikasi seperti yang pernah terjadi di Teluk Jakarta. Menurut Mulyono (2000) eutrofikasi dapat terjadi karena adanya dua hal utama yaitu a) Beban (load) zat-zat pencemar dibawa oleh sungai-sungai yang langsung masuk ke perairan laut maupun melalui saluran-saluran pembuangan (outfall) dan b) Proses fisik, kimia dan biolois perairan. 2.2. Pencemaran Laut Menurut Nybakken (1992) secara umum pencemar di Perairan Laut berupa minyak, bahan-bahan kimia, limbah dan sampah. Pencemaran oleh minyak akan melapisi permukaan laut yang dapat mengganggu kehidupan biota laut. Polutan dari bahan-bahan kimia meliputi logam-logam berat serta pestisida, kemudian limbah dan sampah umumnya berasal dari aktivitas domestik dan industri. Pencemaran laut yang seringkali terjadi baik fisika, kimiawi maupun biologis, pada umumnya banyak menghasilkan racun bagi biota laut dan manusia. Sebagai contoh racun-racun dari limbah industri misalnya logam berat, zat-zat organik minyak bumi, zat-zat petrokimia dan pestisida (Palar, 1994), dengan kondisi demikian maka sumberdaya perikanan sangat terancam keberadaannya dengan masuknya zat-zat tersebut ke laut. 10 Pencemaran laut di kawasan DKI Jakarta telah menjadi berita yang sangat gencar akhir-akhir ini, bahkan pencemaran di Teluk Jakarta akibat limbah organik dan logam berat telah melampaui ambang batas sejak tahun 1972. Bukti terbaru adalah fenomena matinya ribuan ikan di Teluk Jakarta belum lama ini. Soekmadi (2004) memaparkan bahwa pencemaran laut yang berasal dari daratan sebagai akibat mengalirnya 13 sungai ke Teluk Jakarta, selain itu terbawa pula sedimen yang masuk Teluk Jakarta. Sungai-sungai dimaksud antara lain Sungai Citarum, Sungai Cikarang, Sungai Bekasi, Sungai Cakung, Sungai Sunter, Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai Krukut dan Sungai Cisadane. Sedangkan dalam lingkup lebih spesifik untuk Perairan Marina sungai yang langsung mengalir ke perairan tersebut adalah Sungai Ciliwung. Bahan atau material yang masuk ke badan perairan laut bila ditinjau dari asalnya dibagi menjadi dua bagian (Sumadhiharga, 1995) yaitu pertama, berasal dari laut itu sendiri misalnya pembuangan sampah dari kapal-kapal, lumpur kegiatan pertambangan di laut dan tumpahan minyak kapal tanki serta dari transportasi laut. Kedua, berasal dari kegiatan-kegiatan di darat, bahkan pencemar dapat masuk melalui udara. Pencemaran laut mulai mendapat perhatian sejak tahun 1953 tepatnya pada saat terjadi kasus Minamata yaitu pencemaran laut yang disebabkan oleh logam berat. Pada periode tahun 1953 hingga 1960 terjadi kasus Minamata di Jepang yang merenggut 146 orang nelayan meninggal dan cacat tubuh akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan yang mengandung Hg. Hingga kini kasus pencemaran logam berat telah menyebar luas termasuk di Indonesia dan kasus di negeri ini yang paling banyak menyedot perhatian adalah kasus pencemaran di Teluk Buyat yang perairannya didominasi kandungan merkuri dan arsen. Said (1997) menyatakan bahwa pencemaran air yang terjadi di Jakarta juga disebabkan oleh limbah dari rumah tangga dan industri yang tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar perairan namun juga berasal dari bagian hulunya, yang dapat digolongkan menjadi tiga sumber yaitu a) industri, b) domestik (rumah tangga) dan c) pertanian. Persoalan semakin komplek, karena pada saat bersamaan kegiatan pembangunan terus berlangsung dengan menomorduakan aspek 11 kelestarian lingkungan. Kondisi yang terjadi di kawasan Marina mengarah pada gejala demikian. 3.3. Sumber Pencemaran Teluk Jakarta Sumber pencemar secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar. Pertama sumber pencemar tertentu (point source), kedua sumber pencemar tak tentu/tersebar (non point source). Sumber pencemar dari kelompok point source misalnya cerobong asap pabrik, saluran limbah industri, knalpot kendaraan dan contoh lainnya. Sedangkan pencemar dari kelompok non point source merupakan gabungan dari point source, sebagai contoh daerah limpasan pertanian yang menggelontorkan nutrien melalui pupuk, limpasan daerah pemukiman dan sebagainya (Kennish, 1997). Dahuri (2005) memaparkan bahwa sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) sumber dari darat (land-based pollution), 2) sumber dari kegiatan di laut (marinebased pollution) dan 3) sumber dari udara (atmospheric deposition). Lebih lanjut disebutkan bahwa sumber pencemaran dari darat merupakan sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan yang berlangsung di darat seperti kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri dan kegiatan pertanian. Kegiatan rumah tangga berasal dari perumahan, perkantoran, hotel, rumah sakit dan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen serta kandungan bahan organik. Menurut Aboejowono (2000) pencemaran di sepanjang Teluk Jakarta terutama diakibatkan oleh buruknya kualitas sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, setidaknya terdapat 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Sungaisungai tersebut adalah Sungai Kamal, Sungai Angke, Sungai Sekretaris, Sungai Grogol, Sungai Ciliwung, Sungai Ancol, Sungai Cakung, Sungai Blencong, Sungai Sunter, Sungai Baru, Sungai Bekasi, Sungai Kramat dan Sungai Citarum/Muara Gembong. Limbah yang berasal dari kegiatan industri tidak hanya mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen dan kandungan bahan organik saja tetapi juga mengubah struktur kimia air yang disebabkan masuknya zat-zat anorganik. Kegiatan pertanian juga merupakan salah satu sumber pencemaran yang berasal 12 dari darat, limbah pertanian ini berasal dari sedimen akibat erosi lahan, unsur kimia limbah hewani atau pupuk (nitrogen dan fosfor) dan unsur kimia dari pestisida yang digunakan (Kennish, 1992). Beragam kegiatan yang dilakukan di laut juga merupakan sumber pencemaran, salah satu kegiatan di laut yang merupakan sumber pencemaran di Teluk Jakarta adalah kegiatan transportasi laut. Kegiatan ini menyebabkan pencemaran minyak di perairan Teluk Jakarta, terlebih lagi di perairan Teluk Jakarta terdapat pelabuhan internasional dengan frekuensi lalu-lintas perhubungan laut yang tinggi. Sumber pencemaran dari udara disebabkan asap hasil pembakaran kegiatan industri atau kendaraan bermotor. Polutan dari udara sangat berbahaya karena bersifat toksik, misalnya logam berat timbal yang berasal dari hasil pembakaran kendaraan bermotor. Contoh lainnya adalah peristiwa revolusi industri di Inggris yang menyebakan pencemaran bukan hanya dari limbah cair yang dihasilkan akan tetapi juga dari asap hasil pembakaran kegiatan industri. Hal ini mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai di Inggris. Sumber pencemaran dari laut antara lain dari kegiatan pertambangan (offshore), perikanan (terutama menggunakan bahan peledak), kegiatan perkapalan dan pembuangan limbah ke laut, sedangkan sumber dari udara akibat pencemaran udara yang mengakibatkan hujan asam (Aboejowono, 2000). Beberapa fakta mengenai kondisi lingkungan perairan Teluk Jakarta telah dilaporkan Waluyo (2005), diantaranya: Polutan dari limbah anorganik sudah berada pada tingkat yang tinggi khususnya Pb dan Cu. Solid waste+/- 1400 m3/hari (2002) naik 2 kali dalam sepuluh tahun terakhir. Kandungan hara naik 10 kali lipat (1982-2002), posfat dan nitrat tinggi pada perairan < 5 km. Produksi ikan tangkap turun dalam lima tahun terakhir yaitu 28.526 ton pada tahun 1999, turun hingga 17.829 ton di tahun 2002. Meningkatnya kekeruhan dan sedimentasi. 13 Pencemaran/tumpahan minyak terjadi berulang yaitu pada Desember 2003 dan April/Mei/Oktober/ Nopember 2004. 2.4. Kualitas Air Menurut Effendi (2003) kualitas air didefinisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Dahuri (2005) menyatakan kondisi kualitas air di suatu perairan dapat menggambarkan apakah perairan tersebut tercemar atau tidak, pengukuran konsentrasi berbagai bahan pencemar merupakan cara untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan, kecerahan. Parameter kimia mencakup pH, DO, BOD5, COD, kadar logam-logam dan lainnya. Sedangkan parameter biologi meliputi keberadaan plankton, benthos atau bakteri. Pemahaman yang baik tentang parameter-parameter kualitas air menjadi penting sebagai bagian dari pemantauan lingkungan perairan untuk melihat perubahan yang terjadi khususnya perairan laut. Pemantauan kualitas air itu sendiri dimaksudkan untuk 1) mengetahui nilai kualitas air dalam bentuk parameter fisika, kimia dan biologi, 2) membandingkan nilai kualitas air yang diperoleh dengan baku mutu yang berlaku sesuai peruntukannya, 3) menilai kelayakan sumber daya air untuk keperluan tertentu. Penanganan kualitas air memerlukan pemahaman mengenai karakteristik dasar dari badan air. Pemahaman tersebut akan memberikan gambaran mengenai akibat-akibat perlakuan manusia terhadap air (Siregar, 2005). 2.5. Hidrodinamika Perairan Estuari Estuari adalah zona pertemuan atau peralihan antara air laut dan air tawar. Pergerakan air di sepanjang estuari dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan aliran air sungai. Pasang surut merupakan gaya eksternal utama yang membangkitkan pergerakan massa air serta pola perubahan tinggi muka air secara dinamis. Arus pasang surut dapat mempengaruhi pergeseran salinitas dan kekeruhan di sepanjang daerah estuari. Kondisi pada saat pasang akan menyebabkan salinitas dan bahan tersuspensi bergerak ke hulu dan saat surut 14 menuju hilir. Hidrodinamika perairan secara umum berperan dalam proses-proses seperti pencampuran (mixing) penyebaran dan proses sedimentasi (Benoit, 1971). Pasang surut dapat menyebabkan terjadinya arus pasang surut yang menimbulkan turbulensi. Proses pengadukan akan semakin besar bila perairan tidak terlalu luas. Pencampuran akan terjadi ke semua arah dan lapisan. Interaksi air laut dan air tawar akan mempengaruhi sirkulasi massa air dan pencampuran yang dibangkitkan oleh perbedaan densitas. Pasang surut mempengaruhi proses pencampuran melalui gesekan (friction) ketika pasang surut mengalir melewati dasar perairan. Gesekan tersebut menimbulkan turbulensi yang pada akhirnya akan menimbulkan proses pencampuran. Menurut Nybakken (1992) kawasan estuari diliputi daratan pada tiga sisi. Hal ini berarti bahwa luas perairan yang di atasnya memungkinkan angin dapat bertiup untuk menciptakan ombak. Kedalaman estuari akan mempengaruhi terbentuknya ombak. Perairan estuari yang dangkal dengan mulut estuari yang sempit akan memperkecil atau menghilangkan ombak, sehingga estuari menjadi kawasan yang tenang. 2.5. Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi Beban pencemar didefinisikan sebagai jumlah total bahan pencemar yang masuk ke lingkungan dalam hal ini perairan baik langsung maupun tidak langsung, dalam kurun waktu tertentu. Beban pencemar berasal dari berbagai aktivitas manusia misalnya industri dan rumah tangga. Besarnya beban masukan limbah sangat tergantung dari aktivitas manusia di sekitar perairan dan di bagian hulu sungai yang mengalir ke arah laut (Suharsono, 2005). Kuantitas beban pencemar selain ditentukan oleh aktivitas manusia, juga dipengaruhi oleh kondisi pasang surut wilayah pantai. Beban masukan limbah sangat kecil saat terjadinya pasang karena sungai akan tertahan oleh peningkatan massa air pantai (Hadi, 2005). Kondisi sebaliknya terjadi yaitu beban limbah ke kawasan pantai akan lebih besar pada saat surut tiba. Hal ini karena aliran dapat menembus masuk tanpa terhalang oleh massa air laut. Perhitungan beban pencemar dapat dilakukan dengan mengalikan konsentrasi dengan debit aliran sungai dalam satuan waktu tertentu. Sebelumnya debit aliran sungai dapat 15 diperoleh dengan mengalikan luas penampang aliran sungai dengan kecepatan aliran sungai. Menurut Nemerow (1991) kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Suatu bahan pencemar misalnya logam berat ketika memasuki perairan akan mengalami tiga macam fenomena, yaitu penyebaran, pengenceran dan pengendapan. Perhitungan kapasitas asimilasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya dengan menggunakan hubungan antara kualitas air dan beban pencemar limbah. Kapasitas asimilasi dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam grafik. Tahap selanjutnya adalah mereferensikan dengan nilai baku mutu yang diperuntukkan bagi biota laut (Rajab, 2005). Nilai yang diperoleh dari titik perpotongan pada grafik inilah yang dimaksud dengan kapasitas asimilasi.