X. KESIMPULAN 10.1. Kesimpulan Berbagai hasil yang diperoleh

advertisement
X. KESIMPULAN
10.1. Kesimpulan
Berbagai hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan dalam
beberapa pokok bahasan serta implikasi kebijakan. Penelitian terhadap persepsi,
strategi penghidupan dan keinginan kembali peternak sapi perah di lereng selatan
gunungapi Merapi pasca erupsi 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Persepsi peternak sapi perah di lereng selatan gunungapi Merapi terhadap
risiko bahaya pasca erupsi 2010 pada KRB III dan KRB II termasuk dalam
kategori tinggi. Mayoritas peternak sapi perah di lereng selatan gunungapi
Merapi sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai risiko bahaya yang
bersumber dari gunungapi Merapi, atau dengan kata lain gunungapi Merapi
dipersepsikan berbahaya. Rata-rata nilai skor persepsi peternak di KRB III
sama besarnya jika dibanding dengan peternak di KRB II dikarenakan baik
peternak di KRB III maupun KRB II mengalami shock atau guncangan yang
sama hebatnya sebagai dampak menghadapi secara langsung erupsi
gunungapi Merapi 2010. Masih terdapat sebagian peternak di KRB III dan
KRB II yang memiliki persepsi yang rendah terhadap risiko bahaya. Faktor
ekonomi; dalam hal ini kepemilikan dan usaha sapi perah, masih menjadi
salah satu faktor yang membentuk persepsi sebagian peternak di KRB III dan
147
KRB II untuk kurang mematuhi tanda peringatan bahaya dari pemerintah dan
instansi terkait.
2. Faktor yang berpengaruh terhadap keinginan peternak untuk kembali ke
lokasi dusun semula sesudah erupsi 2010 adalah: 1) Kepemilikan sapi perah,
2) Pendidikan, 3) Budaya, dan 4) Informasi. Faktor budaya dan kekerabatan
dengan saudara dan tetangga memiliki nilai kecenderungan yang tertinggi
untuk mempengaruhi keinginan peternak untuk kembali ke dusun semula
sesudah erupsi 2010.
3. Terdapat sembilan komponen strategi yang dipilih oleh peternak sapi perah
dalam mempertahankan sumber penghidupan guna menjamin penghidupan
yang berkelanjutan, yaitu: 1) Kombinasi pemanfaatan aset finansial, fisik dan
sumber daya alam dengan mempertahankan usaha sapi perah, 2) Kombinasi
pemanfaatan aset fisik dan sosial, akses sosial serta diversifikasi usaha, 3)
Pemanfaatan akses sosial, 4) Pemanfaatan bantuan dan akses sosial secara
timbal balik, 5) Pemanfaatan liquid aset dan modal sosial, 6) Kombinasi
faktor psikologis dengan pemanfaatan akses sosial dan finansial, 7)
Pemanfaatan aset dan akses finansial serta penggunaan waktu jeda, 8)
Pemanfaatan modal sosial, dan 9) Diversifikasi usaha peternakan. Peternakan
sapi perah menjadi pilihan strategi yang paling dominan bagi peternak sapi
perah di lereng selatan gunungapi Merapi pasca erupsi 2010 karena terbukti
mampu bertahan terhadap goncangan (erupsi gunungapi Merapi), meskipun
memerlukan waktu jeda. Peternakan sudah diadopsi oleh masyarakat lereng
Merapi secara turun-menurun dan secara relatif tidak merusak sumber daya
148
alam, karena hanya memanfaatkan apa yang tersedia di lingkungan sekitar,
tanpa menimbulkan kerusakan untuk hutan rakyat dilereng gunungapi
Merapi; baik
sebagai sumber diversifikasi flora fauna maupun daerah
tangkapan air.
10.2.
Implikasi Kebijakan
Berdasar hasil penelitian yang telah didapat, penulis memberikan
beberapa rekomendasi bagi pemerintah daerah dan pusat, terkait dengan
peternakan sapi perah di lereng selatan gunungapi Merapi.
1. Mempertahankan dan meningkatkan peran aset kelembagaan berupa
kelompok ternak dan koperasi yang sudah ada dalam rangka pengembangan
kegiatan peternakan di lereng selatan gunungapi Merapi untuk menjamin
kelangsungan sumber mata pencaharian maupun sosialisasi kebijakan
pemerintah terkait mitigasi bencana gunungapi Merapi.
2. Sosialisasi mengenai risiko bahaya gunungapi Merapi harus terus dilakukan
secara teratur dan berkelanjutan bagi penduduk di area yang memungkinkan
terkena dampak erupsi khususnya di lereng selatan gunungapi Merapi.
Sosialisasi sebaiknya tidak hanya pada saat gunungapi Merapi menunjukkan
tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik, tetapi juga pada saat gunungapi
Merapi dalam kondisi aktif normal. Sosialisasi yang dimaksud meliputi
149
berbagai aspek kebencanaan, antara lain: sumber risiko bencana, wilayah
KRB dan ancamannya, tahapan dan peringatan bahaya, prosedur evakuasi
serta potensi bahaya gunungapi Merapi di masa yang akan datang.
Kampanye informasi melalui kelembagaan masyarakat yang sudah ada
seperti kelompok ternak, koperasi dan media massa yang dilakukan secara
terus menerus secara berkelanjutan, diharapkan mampu meningkatkan
persepsi peternak dan membentuk sikap yang tepat dalam menghadapi risiko
bahaya gunungapi Merapi.
3. Sosialisasi mengenai Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 tahun 2011 tentang
”Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi” dan pemberian sangsi tegas
bagi warga yang membuat hunian tetap di daerah yang dilarang. Apabila
tidak ada sangsi tegas dari pemerintah, dikhawatirkan akan semakin banyak
bangunan baik semi permanen maupun permanen yang kembali dibangun di
area berbahaya, apalagi jika gunungapi Merapi tidak menunjukkan aktivitas
yang cukup berarti dalam waktu relatif lama. Kondisi ini dikhawatirkan akan
mendukung pembenaran atas “sifat lupa” masyarakat secara kolektif untuk
kembali tinggal di lokasi berbahaya, seperti kasus Dusun Turgo. Keadaan
tersebut
dapat
meningkatkan kerentanan
mereka, dan mempersulit
pemerintah dan instansi terkait apabila suatu saat harus mengevakuasi
mereka kembali jika bencana terjadi.
4. Pemerintah daerah perlu memikirkan pola pengembangan wilayah dan
strategi penanggulangan bencana dalam jangka pendek dan jangka
150
menengah, khususnya terkait dengan aspek peternakan sebagai salah satu
basis ekonomi penting di lereng selatan gunungapi Merapi. Perlu dilakukan
persiapan dan penggadaan kandang evakuasi ternak yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak seperti
ketersediaan air bersih dan pakan ternak pada lokasi tertentu yang khusus
direncanakan untuk evakuasi ternak di masa mendatang manakala terjadi
erupsi gunungapi Merapi.
151
Download