202 ISSN 2252-5416 196 EFEKTIVITAS KRIM

advertisement
JST Kesehatan, April 2013, Vol.3 No.2 : 196 – 202
ISSN 2252-5416
EFEKTIVITAS KRIM EKSTRAK BIJI MIMBA 10% PADA PENDERITA
SKABIES
The Effectiveness of 10% Neem Seed Extract Cream for Scabies
Nasriyani Zainal, Farida Tabri, Sri Vitayani Muchtar, Khairuddin Djawad
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
(E-mail: [email protected])
ABSTRAK
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau
Sarcoptes scabiei dan produknya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas pemberian krim
ekstrak biji mimba 10% pada penderita skabies. Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS jejaring, pesantren dan panti asuhan di
Makassar dengan metode penelitian yang digunakan adalah uji klinis before-after single blind
randomized clinical trial. Sampel penelitian sebanyak 40 penderita skabies, terbagi atas 20 orang
kelompok 1 adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim ekstrak biji mimba 10% dan 20
orang kelompok 2 adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim permetrin 5%. Dilakukan
pemeriksaan dermoskopis untuk melihat jumlah tungau dengan menggunakan alat handyscope, serta
menilai keadaan klinis pasien dan diberikan perlakuan selama satu kali seminggu sebanyak dua kali
pemberian yang dioleskan pada seluruh tubuh. Kemudian evaluasi dilakukan pada hari ke-0, hari ke7 dan hari ke-14. Hasil penelitian menunjukkan dari segi kesembuhan klinis krim permetrin 5% lebih
efektif dibandingkan krim ekstrak biji mimba 10% (p<0,05), dan dari segi hasil dermoskopis antara
krim permetrin dan mimba tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). Jadi disimpulkan
bahwa krim ekstrak biji mimba 10% tidak lebih efektif jika dibandingkan krim permetrin 5%.
Kata Kunci: Skabies, Permetrin, Mimba
ABSTRACT
Scabies is highly contangious disease of the skin caused by infestation and sensitation of Sarcoptes
scabiei var. hominis and his products.The aim of this study to determine the effectiveness of 10%
neem seed extract cream in scabies patients. The study was conducted at the Dermatology Clinic of
the Dermatology and Venereology Department Wahidin Sudirohusodo hospital Makassar, hospital
networks, schools and orphanages in Makassar by using the before-after method of single-blind
randomized clinical trial. The research sample were 40 patients with scabies who were grouped into
two treatment groups: 20 patients group 1 provided with 10% neem seed extract cream and 20
patients group 2 using 5% permethrin cream. Dermoskopis examination to see the number of mites
by using handyscope tool, and assess the patient's clinical condition and then treatment given once a
week for two times of administration applied to the entire body. Then the evaluation performed at
day 0, day 7 and day 14. The results showed in terms of clinical cure 5% permethrin cream is more
effective than 10% neem seed extract cream (p <0.05), and in terms of dermoskopis results between
5% permethrin cream and 10% neem seed extract cream showed no significant differences (p> 0.05).
We concluded that 10% neem seed extract not effective if compare with 5% permethrin cream.
Keywords: Scabies, Permethrin, Neem
196
Skabies, Permetrin, Mimba
ISSN 2252-5416
untuk ulkus, dan masih banyak lagi
kegunaan lainnya (Bhowmik, dkk.,
2010).
Minyak mimba telah digunakan di
berbagai negara untuk pengobatan anti
parasit, anti skabies. Charles et al.,
(1992) melakukan penelitian menggunakan pasta campuran minyak mimba dan
kunyit pada penderita skabies, dan
hasilnya 97% memberikan perbaikan
pada 814 pasien setelah terapi selama 3 –
15 hari. Studi yang dilakukan oleh
Tabassam et al., (2008) menunjukkan
efektivitas ointment methanol dengan
ekstrak biji mimba 20% terhadap
infestasi Sarcoptes scabiei pada domba.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas krim ekstrak biji
mimba 10% pada penderita skabies.
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei
dan produknya. Sinonim atau nama lain
skabies adalah kudis, the itch, gudig,
budukan dan gatal agogo. Skabies terjadi
baik pada laki-laki maupun perempuan,
pada semua kelompok usia, ras dan kelas
sosial. Namun menjadi masalah utama
pada daerah yang padat dengan gangguan
sosial, sanitasi yang buruk, dan negara
dengan keadaan perekonomian yang
kurang. Skabies ditularkan melalui
kontak fisik langsung dengan penderita
(skin-to-skin) maupun tidak langsung
(pakaian, handuk dan tempat tidur yang
dipakai bersama) (Binic et al., 2010;
Stone et al., 2008).
Penatalaksanaan terhadap penderita
skabies adalah secara menyeluruh yaitu
seluruh anggota keluarga harus diobati
dan memenuhi syarat pengobatan seperti
efektif membunuh pada semua stadium
tungau skabies, tidak menimbulkan iritasi
atau toksisitas, tidak berbau atau merusak
pakaian dan mudah diperoleh serta murah
harganya. Jenis obat yang digunakan
seperti sulfur presipitatum, benzyl
benzoate, permethrin, krotamiton dan
sebagainya (Khartikeyan, 2005).
Akhir-akhir ini telah dikembangkan
berbagai terapi sistemik maupun topikal
untuk penanganan skabies. Terapi
sistemik pada skabies hanya diindikasikan untuk skabies berat. Oleh karena
itu, penggunaan terapi topikal merupakan
terapi utama pada skabies.
Tanaman
mimba
(Azadirachta
indica A. Juss) merupakan tanaman yang
cukup dikenal masyarakat Indonesia.
Tanaman mimba merupakan tanaman
yang serba guna. Selain produk kayunya,
tanaman mimba sangat potensial sebagai
penghasil obat (biofarmaka). Sudah lebih
dari 4000 tahun minyak mimba (MM)
digunakan secara tradisional (Pankaj et
al., 2011). Kegunaan mimba diantaranya
sebagai anti bakteri, insek-tisida, anti
fungal, anti malaria, anti inflamasi, anti
piretik, anti histamin, anti protozoa,
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan rancangan penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RS Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, RS jejaring,
Pesantren dan Panti Asuhan di Makassar,
pada bulan Januari- Februari 2013. Jenis
penelitian yang dilakukan penelitian uji
klinis before-after single blind control
trial untuk mengetahui apakah krim
ekstrak biji mimba 10% efektif untuk
penderita skabies.
Populasi dan sampel
Sampel penelitian sebanyak 40
penderita skabies, terbagi atas 20 orang
kelompok 1(kasus) adalah penderita
skabies yang mendapat terapi krim
ekstrak biji mimba 10% dan 20 orang
kelompok 2 (pembanding) adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim
permetrin 5%.
Sampel penelitian ini adalah semua
penderita skabies yang telah didiagnosis
secara klinis yang memenuhi kriteria
penerimaan sampel penelitian. Kriteria
inklusi kelompok kasus: Penderita
skabies laki-laki atau perempuan, usia >2
tahun, dengan gejala klinis yang khas dan
hasil pemeriksaan penunjang dengan
dermoskopis, ditemu-kan adanya tungau
197
Nasriyani Zainal
ISSN 2252-5416
Sarcoptes
scabiei,
pasien
tidak
menggunakan prefarat topikal lainnya,
bersedia ikut dalam penelitian dan
menandatangani
formulir
informed
concent. Kriteria eksklusi: penderita yang
menderita peny-akit inflamasi kulit lain
yang ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis, penderita yang
sementara dalam perlakuan mengalami
efek samping obat, tidak setuju untuk
ikut dalam penelitian.
laki dan 1 orang (5%) perempuan,
dengan usia 6-10 tahun (5%), 11-15
tahun (90%) dan >15 tahun (5%).
Sedangkan kelompok pembanding terdiri
dari 18 orang (90%) laki-laki dan 2 orang
(10%) perempuan, dengan usia 6-10
tahun (5%), 11-15 tahun (70%), dan >15
tahun (25%).
Data dari penelitian ini tidak
terdistribusi normal, dengan jumlah sampel < 50 dan p< 0,05 dari uji ShapiroWilk, sehingga untuk menguji efektifitas
krim sebelum dan sesudah pemberian
pada kelompok kasus digunakan uji
Wilcoxon Signed Rank Test. Dan untuk
menguji perbandingan efektifitas antara
kelompok kasus dan kelompok pembanding digunakan uji Mann Whitney
test.
Berdasarkan tabel 1, dari segi hasil
pemeriksaan dermoskopis terdapat perbedaan yang signifikan p< 0,05 sebelum
dan sesudah diberi krim ekstrak biji
mimba 10%. Pada tabel 2 untuk hasil
perbaikan klinis pada kelompok kasus
sebelum dan sesudah pemberian krim
ekstrak biji mimba 10%, terdapat
perbedaan yang signifikan p<0,05. Begitu
pula halnya pada tabel 3 yang menunjukkan hasil perbaikan klinis pada
kelompok pembanding sebelum dan
sesudah pemberian krim permetrin 5%,
terdapat perbedaan yang signifikan
p<0,05. Pada tabel 4 didapatkan bahwa
perbaikan klinis sesudah pemberian krim
ekstrak biji mimba 10% bila dibandingkan dengan pemberian krim permetrin 5% secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan dengan p<0,05.
Sehingga untuk perbaikan klinis pada
penderita skabies yang diberi terapi krim
permetrin 5% masih lebih efektif bila
dibandingkan dengan pemberian krim
ekstrak biji mimba 10%. Sementara pada
tabel 5 menunjukkan perbandingan hasil
dermoskopis sesudah pemberian antara
krim ekstrak biji mimba 10% dengan
krim permetrin 5% tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Metode
Seluruh subjek yang telah memenuhi kriteria penelitian diminta mengisi
kuesioner mengenai data pribadi dan
riwayat penyakit, dilakukan pemeriksaan mikroskopis (scrapping), penilaian klinis dan pengambilan gambar lesi
kulit dengan menggunakan kamera
digital dan pemeriksaan dermoskopis
dilakukan dengan menggunakan alat
handyscope
yang
disambungkan
dengan iphone.
Analisis statistik
Data
diolah
menggunakan
Statistical Package for Social Science
(SPSS) versi 12. Metode statistik yang
digunakan adalah perhitungan nilai
rerata, simpang baku, sebaran frekuensi
dan uji statistik. Uji statistik yang
digunakan adalah Wilcoxon Signed
Rank Test dan Mann Whitney test
dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
HASIL
Selama periode penelitian, diperoleh
40 jumlah sampel yang terbagi dalam 2
kelompok
yaitu
kelompok
kasus
(penderita skabies yang diterapi dengan
krim ekstrak biji mimba 10%) dan
kelompok pembanding (penderita skabies
yang diterapi dengan krim permetrin 5%)
terdiri dari 37 orang (92,5%) laki-laki
dan 3orang (7,5%) perempuan yang
memenuhi kriteria penelitian dengan ratarata usia 11-15 tahun. Untuk kelompok
kasus terdiri dari 19 orang (95%) laki-
198
Skabies, Permetrin, Mimba
ISSN 2252-5416
Tabel 1. Perubahan hasil dermoskopis selama pengasmatan pada kelompok kasus (krim
ekstrak biji mimba 10%)
Hasil dermoskopis
n
Min
Max
median
Mean ± SD
Hari 0
20
10
44
21,50
23,15 ± 9,184
Hari 7
20
5
32
13,50
15,15 ± 6,368
Hari 14
20
2
20
8,50
9,00 ± 4,413
Uji Wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
p*
p=0,000
p=0,000
Tabel 2. Perubahan hasil perbaikan klinis selama pengamatan pada kelompok kasus (krim
ekstrak biji mimba 10%) (Uji Wilcoxon)
Perbaikan klinis
n
Min
Max
median
Hari 0
20
2
3
3,00
Hari 7
20
2
3
2,00
Hari 14
20
1
2
2,00
Uji wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
Mean ± SD
2,85 ± 0,366
2,15 ± 0,366
1,75 ± 0,444
p*
0,000
0,000
Tabel 3. Perubahan hasil perbaikan klinis selama pengamatan pada kelompok pembanding
(krim permetrin 5%)
Perbaikan klinis
n
Min
Max
Median Mean ± SD
Hari 0
20
2
3
3,00
2,75 ± 0,444
Hari 7
20
1
2
2,00
1,85 ± 0,366
Hari 14
20
1
2
1,00
1,40 ± 0,503
Uji wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
p*
0,000
0,000
Tabel 4. Perbandingan hasil perbaikan klinis sesudah pemberian krim permetrin 5%
dengan krim ekstrak biji mimba 10%
Kelompok
Hari 7
Mimba
Permetrin
Hari 14
Mimba
Permetrin
Perbaikan klinis
median
n
Min
Max
20
20
2
1
3
2
2,00
2,00
0,016
20
20
1
1
2
2
2,00
1,00
0,027
199
p*
Nasriyani Zainal
ISSN 2252-5416
Tabel 5. Perbandingan hasil dermoskopis sesudah pemberian krim permetrin 5% dengan
krim ekstrak biji mimba 10%
Kelompok
Hari 7
Mimba
Permetrin
Hari 14
Mimba
Permetrin
n
Min
Max
Hasil dermoskopis
median
20
20
5
2
32
25
13,50
14,00
0,489
20
20
2
2
20
18
8,50
5,00
0,150
p*
digunakan untuk penderita skabies yaitu
krim permetrin. Pada tabel 1 selama
pengamatan sebelum dan setelah pemberian krim ekstrak biji mimba 10%
menunjukkan perbedaan yang signifikan
dari segi hasil dermoskopisnya, ini berarti
bahwa pemberian krim ekstrak biji
mimba 10% mampu mengurangi banyaknya tungau setelah pemberian terapi.
Namun pada kelompok yang diterapi
dengan permetrin 5% memberikan hasil
pengurangan jumlah tungau yang jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan
pemberian ekstrak biji mimba 10%.
Sementara pada tabel 5 yang menunjukkan perbandingan hasil dermoskopis
antara kelompok sebelum dan setelah
pemberian krim ekstrak biji mimba 10%
dengan permetrin 5% tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p>0,05).
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan
karena masih rendahnya kadar ekstrak
biji mimba yang digunakan dalam
penelitian ini (10%) sehingga dalam hal
efektifitas dan potensi sebagai anti
skabies yang dikandungnya tidak setara
dengan kadar anti skabies dalam
permetrin 5%. Hal ini sesuai dengan studi
yang dilakukan oleh Tabassam et al.,
2008 yang menunjukkan efektifitas
ointment methanol dengan ekstrak biji
mimba 20% terhadap infestasi Sarcoptes
scabiei pada domba (Tabassam et al.,
2008).
Sedangkan untuk perbaikan klinis
pada tabel 2, 3 dan 4 diperoleh data
bahwa perbaikan klinis dengan krim
permetrin 5% sudah terlihat maksimal
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilaporkan
efektifitas krim ekstrak biji mimba 10%
pada penderita skabies. Dengan menilai
perbaikan klinis dengan memperhatikan
keluhan dan gejala klinis pasien serta
melakukan pemeriksaan dermoskopis
dengan menggunakan alat handyscope
sebelum dan sesudah terapi pemberian
krim ekstrak biji mimba 10% dan krim
permetrin 5%. Penelitian dilakukan
selama 14 hari dengan memberikan
perlakuan terapi yang berbeda antara
kelompok kasus dengan krim ekstrak biji
mimba 10% dan kelompok pembanding
dengan krim permetrin 5%.
Skabies dapat menyerang semua
orang dan banyak ditemukan pada usia
anak serta remaja. Penularan terjadi
akibat kontak langsung dengan kulit
pasien atau kontak tidak langsung dengan
benda yang terkontaminasi tungau
sehingga skabies dapat mewabah pada
daerah padat penduduk seperti daerah
kumuh, penjara, panti asuhan, panti
jompo dan sekolah asrama (pesantren).
Akhir-akhir ini telah dikembangkan
berbagai terapi sistemik maupun topikal
untuk penanganan skabies. Terapi
sistemik pada skabies hanya diindikasikan untuk skabies berat. Oleh karena
itu, penggunaan terapi topikal merupakan
terapi utama pada skabies (Mumcuoglu,
dkk., 2009; Khartikeyan, 2005).
Pada penelitian ini digunakan terapi
topikal dari tanaman herbal yaitu ekstrak
biji mimba yang dibandingkan dengan
terapi topikal yang selama ini banyak
200
Skabies, Permetrin, Mimba
ISSN 2252-5416
sejak penggunaan minggu 1 yang dapat
dilihat pada hasil klinis hari ke-7.
Sementara dengan krim ekstrak biji
mimba 10% hasil pada hari ke-7 tidak
menunjukkan perbaikan klinis yang
cukup
berbeda
dengan
sebelum
pengobatan. Perbaikan klinis yang setara
dengan krim permetrin 5% hari ke-7
untuk penggunaan ekstrak biji mimba
10% diperoleh setelah penggunaan
minggu ke-2 yakni pada hari ke-14. Dari
hasil ini dapat terlihat bahwa perbaikan
klinis secara optimal telah dicapai pada
hari ke-7 untuk penggunaan permetrin
5% sementara perbaikan klinis secara
optimal untuk penggunaan krim ekstrak
biji mimba 10% baru dapat tercapai
setelah hari ke-14. Hal ini tentu saja
sangat tergantung pada konsentrasi
komponen aktif obat yang digunakan,
oleh karena optimalisasi dan potensi
efektifitas terapi topikal sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya konsentrasi
zat aktif yang terkandung dalam obatobatan topikal. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyebutkan bahwa
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu formulasi, aplikasi dan
subjek terhadap penyerapan obat adalah
konsentrasi obat, dosis total, ketebalan
aplikasi, pH formulasi, lipopilisitas obat,
lipopilisitas
vehikulum,
temperatur,
hidrasi atau oklusi dan faktor pasien
seperti umur, jenis kelamin, lokasi
aplikasi (Shah VP et al., 1992).
Efektifitas dari minyak mimba untuk
terapi skabies pernah diteliti oleh Charles
et al., (1992) dengan menggunakan pasta
campuran minyak mimba dan kunyit
pada penderita skabies, dan hasilnya 97%
memberikan perbaikan pada 814 pasien
setelah terapi selama 3 – 15 hari. Selain
itu penggunaan mimba untuk terapi head
lice juga pernah diteliti oleh Gaffhar et
al., (2007), dengan menggunakan sampo
mimba untuk 66 anak (4-15 tahun) dan
memberikan efektifitas 86% - 97%
setelah sekali aplikasi. Tidak ada efek
samping yang ditimbulkan.
Studi yang dilakukan oleh Bachewar
et al., (2009), membandingkan efektifitas
antara benzyl benzoate, permetrin dan
ivermectin menunjukkan invermectin
memberikan angka kesembuhan ±100%
setelah dua minggu terapi. Sementara
permetrin menurunkan pruritus 76% di
akhir minggu pertama. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Saqib et al.,
(2012) yang membandingkan efikasi
antara permetrin topikal dan ivermectin
oral menunjukkan hasil pada kedua grup
66,7% memberikan kesembuhan dan
hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara permetrin dan ivermectin.
Selama terapi secara keseluruhan,
krim ekstrak biji mimba 10% dan krim
permetrin 5% dapat ditoleransi dengan
baik, dimana selama terapi tidak ada
dilaporkan atau ditemukannya keluhan
efek samping (iritasi, rasa terbakar,
maserasi) atau reaksi alergi dari
pengobatan pada seluruh penderita dari
kedua kelompok.
Ada beberapa keterbatasan dari
penelitian ini, yaitu kepatuhan penderita
dengan pengobatan tidak dapat dievaluasi, sehingga tidak dapat diketahui
apakah penderita menggunakan, mengaplikasikan obatnya secara tepat seperti
yang telah dijelaskan sebelum terapi.
Selain itu tidak ada penelitian yang sama
sebagai pembanding dari hasil penelitian
ini untuk memperkuat hasil penelitian ini.
Keterbatasan lain kemungkinan disebabkan karena konsentrasi dari krim ekstrak
biji mimba yang diberikan 10%, sementara penelitian sebelumnya yang pernah
dicobakan pada konsentrasi 20%, hal ini
dikarenakan keterbatasan dalam pembuatan krim dengan konsentrasi yang lebih
tinggi. Kemungkinan dengan peningkatan
konsentrasi krim akan membuat efek
krim ekstrak biji mimba terhadap
penderita skabies menjadi lebih baik.
Keterbatasan pemeriksaan dermoskopik non kontak adalah pemeriksaan
tidak dapat mendeteksi telur atau feses
tungau yang juga dapat menunjang
diagnosis pasti skabies. Pemeriksaan
dermoskopik non kontak juga memerlukan pengamatan lesi dari jarak yang
dekat sehingga pemeriksaan di daerah
201
Nasriyani Zainal
ISSN 2252-5416
genitalia dapat menimbulkan kondisi
yang kurang nyaman bagi pasien dan
pemeriksa. Selain itu pemeriksaan
dermoskopis harus dilakukan dengan
penuh ketelitian, keakuratan dari
pemeriksa.
(2010). Herbal Remedies of
Azadirachta indica and its medicinal
application. J.Chem. Pharm. Res.
2(1): 62-72.
Binic, I., Jankovic, A., Jovanovic, D. &
Ljubenovic, M. (2010). Crusted
(Norwegian) Skabies Following
Systemic and Topical corticosteroid
therapy. J Korean Med Sci. 52: 188191.
Charles, V. & Charles, S. (1992). The use
and efficacy of Azadirachta indica
ADR ('Neem') and Curcuma longa
('Turmeric') in skabies. A pilot
study. Trop Geogr.Med. 44: 178-81.
Khartikeyan, K. (2005). Treatment of
skabies:
newer
perspectives.
Postgrad. Med. J. 81: 7-11.
Mumcuoglu, K.Y., Gilead, L. & Ingber,
A. (2009). New insight in pediculosis and scabies. Expert Rev.
Dermatol. 4(3): 285-302.
Pankaj, S., Lokeshwar, T., Mukesh, B. &
Vishnu, B. (2011). Review of Neem
(Azadirachta indica): Thousand
problems one solution. Int. Research
J. Pharmacy. 2(12): 97-102.
Saqib M., Malik L.M., Jahangir M.,
(2012). A Comparison of efficacy of
single topical permetrhin and single
oral ivermectin in the treatment of
scabies. J Pakistan Ass. Dermatol.
22: 45-9.
Shah V.P., Behl C.R., Flynn G.L.,
Higuchi W.I., Schaefer H. (1992).
Principles and criteria in the
development and optimization of
topical therapeutic products. Int. J
Pharma. 82: 21-8.
Stone, S. P., Goldfarb, J. N. & Bacelieri,
R. E. (2008). Skabies, other mites
and pediculosis. Fitzpatrick's Dermatology In General Medic. 7th ed.
USA, McGrawHill.
Tabassam, S., Iqbal, Z., Jabbar, A.,
Sindhu, Z. & Chattha, A. (2008).
Efficacy of crude neem seed kernel
against infestation of Sarcoptes
scabiei var.ovis. J. Ethnopharmacol.
115(2): 284-7.
KESIMPULAN DAN SARAN
Efektivitas krim ekstrak biji mimba
10% secara kesembuhan klinis untuk
terapi skabies berbeda bermakna dibandingkan dengan krim permetrin 5%.
Namun secara dermoskopis efektifitas
krim ekstrak biji mimba 10% untuk terapi
skabies tidak berbeda dibandingkan
dengan krim permetrin 5%. Sehingga
untuk lebih mengetahui efektifitas krim
ekstrak biji mimba ini sebaiknya dapat
dicobakan dalam konsentrasi yang lebih
tinggi dan perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih besar dan waktu pengamatan yang
lebih lama sehingga hasil penelitian yang
diperoleh lebih akurat untuk memperkuat
hasil penelitian ini. Dan untuk pemeriksaan dermoskopis perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut guna menentukan
keandalan dermoskopis pada populasi
dengan karakteristik sosiodermografi
yang lebih heterogen serta penelitan
selanjutnya mengenai keandalan dermoskopis pada berbagai derajat keparahan
skabies.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Ghaffar F., Semmler M. (2007).
Efficacy of neem seed extract
shampoo on head lice of naturally
infected humans in Egypt. Parasitol
Res. 100(2): 329-32.
Bachewar N.P., Thawani V.R, Mali S.N.,
Gharpure K.J., Shingade V.P.,
Dekhale G.N. (2009). Comparison
of safety, efficacy, and cost
effectiveness of benzyl benzoate,
permetrhin, and ivermectin in
patients of scabies. Indian J of
Pharma. 41(1): 9-14
Bhowmik, D., Chiranjib, Yadav J.,
Tripathi K.K & Kumat K.P.S.
202
Download