Orang yang Berdukacita Ditulis oleh Manati I. Zega Senin, 27 April 2009 23:19 "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5:4) Dukacita yang bagaimanakah, yang membuat Kristus memberkati mereka yang merasakannya? Dalam Injil Matius 5:4, konteksnya sangat jelas. Mereka yang akan mengalami penghiburan, bukan karena mereka berdukacita karena kehilangan sesuatu yang dikasihinya (dapat berupa benda, cita cita atau seseorang), melainkan mereka yang berdukacita karena kehilangan keadaan tidak bersalah mereka, kebenaran mereka, dan harga diri mereka. Yang dimaksud Yesus Kristus di sini bukan dukacita akibat kematian, melainkan dukacita akibat penyesalan. Ini merupakan tingkat kedua dalam pemberkatan spiritual. Miskin dihadapan Allah serta mengakuinya, itu adalah satu hal. Tetapi berdukacita dan menangisinya, itu hal lain. Merasa miskin berarti pengakuan sedangkan berdukacita adalah penyesalan. Menurut Yesus, hidup Kristiani bukan semata-mata terdiri dari kegembiraan dan gelak tawa. Ada orang Kristen yang menyangka bahwa jika hidupnya dipenuhi Roh Kudus, akan selalu mengulum senyum meriah terus menerus, tak satu detikpun berhenti dari bibir mereka, dan mereka harus tertawa dan berhaleluya senantiasa. Ini justru tidak alkitabiah. Lukas memberikan catatan tentang khotbah di Bukit dengan menambahkan peringatan serius yang berbunyi "Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa" (Lukas 6:25). Yang benar adalah bahwa ada air mata Kristiani, dan terlalu sedikit dari antara kita yang pernah mencucurkannya. Yesus mencucurkan air mata karena dosa-dosa orang lain, karena akibatnya yang pahit getir, yaitu penghukuman dan kematian juga karena kota Yerusalem yang tidak mau menerima Dia. Kita juga seharusnya mencucurkan air mata karena jahatnya dunia ini, seperti yang dilakukan orang-orang saleh milik Allah pada zaman Alkitab. "Air mataku berlinang seperti aliran air, karena orang tidak berpegang pada Taurat-Mu" (Mazmur 119:36). Yehezkiel mendengar segelintir umat Allah yang setia dilukiskan sebagai "orang-orang yang berkeluh kesah karena segala perbuatan keji yang dilakukan di Yerusalem " (Yeh 9:4). Rasul Paulus, ketika mengamati tingkah laku para guru palsu dan apa yang diajarkannya berkata kepada jemaat Filipi, "kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang hidup sebagai seteru salib Kristus" (Fil 3:18). Tapi bukan hanya dosa-dosa orang lain saja yang harus menyebabkan kita mencucurkan air mata; sebab kita juga mempunyai dosa-dosa sendiri yang harus ditangisi. Apakah dosa-dosa itu tak pernah membuat kita berdukacita? Apakah Ezra keliru kalau ia berdoa dan mengaku dosa "sambil menangis dengan bersujud di depan rumah Allah" (Ezra 10:1)? Apakah Paulus salah ketika ia merintih "Aku manusia celaka! Siapakah yang dapat melepaskan aku dari tubuh maut ini?" (Roma 7:24) dan menulis kepada jemaat Korintus yang berdosa itu "Tidakkah lebih patut kami berdukacita?" (I Kor 5:2 bdd 2Kor 12:21). Seorang hamba Tuhan yang bernama Cranmer, ketika ia berada dalam kebaktian 1/2 Orang yang Berdukacita Ditulis oleh Manati I. Zega Senin, 27 April 2009 23:19 Perjamuan Suci mengatakan "Kami mengakui dan menangisi dosa-dosa dan kejahatan kami yang berlipat ganda?" Karena terlalu ditekankannya arti anugerah dalam hidup orang Kristen, seringkali membawa akibat menyepelekan arti dosa sehingga tidak ada rasa dukacita akibat perbuatan dosa tersebut. Di antara orang Kristen tidak cukup hidup dukacita atas dosa-dosa yang telah dan masih diperbuatnya. Kita seharusnya lebih banyak memberi kesempatan kepada dukacita ilahi, supaya penyesalan kristiani membawa akibat yang mendalam dalam batin kita. Batin kita dibuat-Nya peka dan menyerupai Kristus dari waktu ke waktu. Seorang misionaris abad ke 18, David Brainerd, yang diutus ke suku suku India Amerika, yang menulis dalam buku hariannya pada tgl 18 Oktober 1740, "Dalam ibadah pagi, jiwa saya semakin larut dalam dukacita dan rasa bersalah yang pahit atas aib dan kejahilan saya yang semakin menjadi". Air mata yang seperti ini adalah ibarat air suci yang seperti dikatakan pemazmur dalam Maz 56:9 "ditaruh Allah dalam kirbat-Nya" Orang-orang berdukacita seperti ini, yang menangisi dosa-dosa dan kejahatan mereka, akan dihibur dengan hiburan satu-satunya yang dapat melepaskan mereka dari sengsaranya, yaitu pengampunan Allah yang tidak menuntut imbalan, yang boleh diterima dengan cuma-cuma. "Penghiburan" menurut para nabi dalam Perjanjian Lama merupakan salah satu pemberian jasa Mesias. Dialah yang akan menjadi "Sang Penghibur" yang telah diurapi untuk "merawat orang-orang yang hatinya remuk" (Yes 61:1; bnd 40:1). Itulah sebabnya mengapa orang-orang saleh Allah seperti Simeon, dikatakan mendambakan dan menantikan "penghiburan bagi Israel" (Lukas 2:25). Dan Kristus memang menuangkan minyak penawar ke dalam luka-luka kita dan mengucapkan kata-kata damai kepada hati nurani kita yang perih dan tercabik-cabik. Namun kita masih tetap berdukacita atas malapetaka penderitaan dan maut yang disebarkan dosa di seluruh pelosok dunia. Sebab baru pada tahap kemuliaan terakhir, penghiburan Kristus akan lengkap, sebab baru pada saat itulah dosa akan ditiadakan dan "Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka" (Wahyu 7:17). Solo, 10 Oktober 2002 Manati I Zega 2/2