Strategi Penguatan Kapasitas Tata Kelola

advertisement
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN KAMPUNG (PPK)
DI KAMPUNG URUMUSU
Deskripsi Program Pemberdayaan Kampung (PPK)
Gambaran Umum PPK
Model pembangunan yang menonjolkan konsep pemberdayaan adalah
model yang didasarkan oleh respons terhadap kebutuhan pembangunan di
wilayah
tertinggal
dan
kebutuhan
untuk
mensejahterakan
multi-pihak
(stakeholders) secara merata. Berdasarkan asumsi di atas, maka diperlukan
usaha-usaha perlindungan (jaminan sosial) bagi penduduk yang berkategori fakir
miskin, pemberdayaan bagi penduduk yang berkatogori miskin dan penguatan
bagi penduduk yang berkatogori setengah miskin. Ketiga kategori di atas
membutuhkan konsep penanganan yang berbeda pula. Bagi penduduk miskin
agar mempunyai usaha atau melakukan atau memiliki suatu pekerjaan tertentu
maka dapat di tempu dengan cara memberi peluang atau pekerjaan yang dapat
menambah atau memberikan tambahan penghasilan. Sedangkan bagi yang fakir
miskin disertai dengan jaminan sosial (jaminan hidup) dan perlindungan sosial.
Bagi yang setengah miskin dapat ditempuh dengan penguatan kapasitas usaha
agar usahanya tetap berkelanjutan.
Berdasarkan asumsi di atas, Program Pemberdayaan Kampung (PPK)
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Nabire berkolaborasi dengan Tim
Konsultan Manajemen Kabupaten (KM-Kab) dari Program Pemberdayaan Distrik
(PPD) Provinsi Papua pada tahun 2005. Sesuai nota kesepahaman, Tim
Konsultan Manajemen Kabupaten (KM-Kab) dan seluruh tenaga pendamping PPD
Provinsi
Papua
di
Kabupaten
Nabire
bertanggung
jawab
memberikan
pendampingan di tingkat kampung. Anggaran tidak langsung (biaya operasional)
dalam pelaksanaan PPK seperti biaya transportasi, honor dan lainnya dibiayai
langsung dari PPD Provinsi Papua. Pemda Kabupaten Nabire hanya bertanggung
jawab menyediakan anggaran pemberdayaan langsung. Kolaborasi kedua institusi
dalam program ini berawal dari hasil evaluasi yang menunjukkan keberhasilan
pelaksanaan PPD Provinsi Papua selama 3 tahun di Kabupaten Nabire dalam
memberdayakan masyarakat miskin. Kampung Urumusu menjadi salah satu lokasi
sasaran program PPD yang hasilnya dapat dilihat sampai saat ini adalah masih
74
berdirinya 1 unit Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Sembako, Pusat Kegiatan
Pos Yandu yang pada tahun 2007 ditingkatkan menjadi Polindes serta
terbentuknya 3 kelompok tani.
Dengan ditunjuknya pelaksana Program Pemberdayaan Distrik (PPD)
Provinsi Papua di Kabupaten Nabire sebagai pendamping lapangan (di kampung)
maka disepakati pula bahwa semua aturan (norma), pengorganisasian masyarakat
di tingkat kampung dan prosedur pelaksanaan disesuaikan dengan semua aturan
(norma), pengorganisasian masyarakat di tingkat kampung dan prosedur
pelaksanaan yang berlaku dalam Pemberdayaan Distrik (PPD) Provinsi Papua.
Tujuan PPK
Tujuan dari pada Program Pemberdayaan Kampung (PPK) yang dirumuskan
oleh Pemda Kabupaten Nabire dan Tim Konsultan Manajemen Kabupaten (KMKab), Program Pemberdayaan Distrik (PPD) Provinsi Papua di Kabupaten Nabire
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan peranserta multi-pihak (stakeholders) terutama kelompok miskin
dan perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, pemanfaatan dan pelestarian pembangunan;
2. Melembagakan
pengelolaan
pembangunan
partisipatif
dengan
mendayagunakan sumber daya lokal yang telah dirintis PPD;
3. Mengembangkan kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung dalam
memfasilitasi pengelolaan pembangunan kampung yang berkelanjutan;
4. Menyediakan sarana dan prasarana sosial dasar serta ekonomi yang
diprioritaskan oleh multi-pihak (stakeholders); dan
5. Melembagakan pengelolaan keuangan mikro dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat miskin.
Strategi dan Sasaran PPK
Strategi dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemberdayaan
melalui kelompok. Lokasi sasaran adalah distrik yang memiliki kampung miskin
relatif lebih banyak. Dalam menentukan lokasi yang dianggap kampung miskin,
PPK
menggunakan
dasar
pemikiran
yang
sama
dengan
PPD
yakni:
1) Ketersediaan infrastruktur sosial dasar; 2) Ketersedian infrastruktur ekonomi;
75
dan 3) Kondisi Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan 3 (tiga) pertimbangan
di atas maka Pemda Kabupaten Nabire menetapkan kriteria lokasi sasaran PPK
sebagai berikut: 1) Distrik yang pernah dan telah selesai mendapatkan bantuan
Program Pengembangan Distrik (PPD); 2) Distrik yang termasuk dalam kategori
"distrik bermasalah" yang diukur berdasarkan ketersediaan Kebutuhan Sosial
Dasar Minimum. Kelompok sasaran PPK adalah masyarakat miskin di kampung
sasaran PPK. Kriteria miskin dan warga ketegori miskin ditentukan oleh
masyarakat kampung melalui forum kampung.
Program Bantuan Penguatan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung
Melalui PPK
Lembaga pelaksana adalah Lembaga Kemasyakatan yang berjenjang dari
tingkat kelompok masyarakat, marga, dusun hingga kampung. Hal-hal lain yang
dilaksanakan dalam rangka penguatan kelembangaan Kampung yaitu:
Bantuan Tenaga Pendamping secara Berjenjang
Kelompok masyarakat miskin yang telah teridentifikasi mendapatkan bantuan
teknis dari para personel tenaga pendamping PPD secara berjenjang selama dua
tahun. Bantuan personil tenaga pendamping secara berjenjang adalah sebagai
berikut: 1) Koordinator Provinsi (Korprov) beserta personel Regional Management
Unit (RMU); 2) Tim Konsultan Manajemen Kabupaten (KM-Kab); 3) Fasilitator
Distrik
(FD)
untuk
memfasitasi
perencanaan,
pelaksanaan,
pemanfaatan,
pengawasan dan pemeliharaan; 4) Asisten Fasilitator Distrik (AFD)/Pendamping
Lapangan (PL); dan 5) Fasilitator Kampung (FK); setiap kampung disediakan 2
personel.
Bantuan Pelembagaan Unit Pengelola Kegiatan
Unit Pengelola Keuangan atau Unit Pengelola Kegiatan (UPK) merupakan
lembaga yang bertanggung jawab menandatangani kuitansi pada Bendahara
Proyek di Kantor Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK). UPK selanjutnya
menyalurkan dana tersebut kepada kelompok masyarakat miskin sesuai petunjuk
teknis bupati. Usulan-usulan berupa kegiatan pembangunan prasarana atau
sarana fisik, kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) atau Simpan Pinjam
76
Kelompok
Perempuan
(SPP),
Kesehatan,
Keimanan
dan
ketaqwaan,
Kepemudaan dan lainnya.
Forum-Forum Pengambilan Keputusan dalam PPK dan Pelembagaan Tim
Pemelihara Hasil Kegiatan
Forum atau media musyawarah untuk mengambil keputusan yang lebih
dikenal dengan Lembaga Kemasyarakatan (LK). LK yang berjenjang dari tingkat
kelompok, marga, dusun hingga kampung. Di tingkat kampung ada Badan
Permusyawaratan Kampung (BPK) yang terdiri dari 5 orang. Mereka bertugas
menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat. Tim Pemelihara Hasil Kegiatan (TPHK) merupakan lembaga yang
bertanggung jawab menjamin pemeliharaan. Pelembagaan TPHK diperlukan agar
fasilitas yang telah terbangun dapat dipertahankan daya manfaat atau usia
produktifnya selama mungkin.
Siklus Pelaksanaan PPK
Siklus kegiatan diawali dari penggalian gagasan di tingkat kelompok, marga,
dusun hingga kampung. Dalam setiap jenjang, masing-masing usulan telah
melewati kompetisi secara demokratis. Hal ini dianggap penting untuk memberi
ruang agar kegiatan yang didanai betul-betul kebutuhan riil masyarakat dan telah
melewati tahapan proses penyaringan secara demokratis.
1. Tahapan proses pelaksanaan kegiatan dalam program PPK adalah satu
kesatuan dari pada proses pembangunan Daerah. Tahapan tersebut adalah
sebagai berikut sebagai berikut: 1) Musyawarah Rencana Pembangunan
(Musrenbang) Kampung; 2) Musyawarah Rencana Pembangunan tingkat
Distrik; 3) Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten; 4) BPK lewat
Lembaga Kemasyarakatan maupun secara langsung kepada masyarakat
melalui usaha menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat kepada kepala kampung; 5) Kepala
kampung
menyusun
rancangan
APB
Kampung
berdasarkan
aspirasi
masyarakat yang diterima lewat BPK; 6) Kepala Kampung dan BPK
membahas dan menetapkan APB Kampung melalui Peraturan Kampung;
7) Lembaga Pemberdayaan Kampung (LPK) melaksanakan kegiatan dan di
lain pihak BPK bersama masyarakat mengawasi pelaksanaan APB Kampung;
77
dan 8) Kepala Kampung melaporkan pertangungjawaban penyelenggaraan
pemerintahan kepada Bupati dan kepada BPK dalam musyawarah BPK.
Secara konseptual sesuai petunjuk teknis bupati bahwa pelaksanaan
program PPK mengikuti 13 (tiga belas) tahapan kegiatan sebagaimana diringkas
dalam tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 : Tahapan Kegiatan Program Pemberdayaan Kampung (PPK)
No
01
Tahap Kegiatan
02
Uraian Kegiatan
03
1.
Musyawarah Kampung 1
Memilih Fasilitator Kampung, Tim Teknis, dan sebagainya.
2.
Pelatihan
Kampung
Pelatihan bagi fasilitator pelaksana PPK
3.
Penggalian gagasan
4.
Musyawarah
perempuan
5.
Musyawarah Kampung 2
Memutuskan usulan Kampung
6.
Penulisan usulan
Persiapan usulan kampung dan kelompok perempuan
dengan/tanpa desain serta rencana anggaran.
7.
Verifikasi usulan kegiatan
Kunjungan verifikasi atau kelayakan
masukan kepada masyarakat kampung.
Fasilitator
Menggali, menampung, menghimpun dan merumuskan
aspirasi oleh Fasilitator Kampung.
khusus
Musyawarah Kampung
khusus
perempuan untuk
memutuskan usulan kelompok perempuan di tingkat
organisasi masyarakat setempat.
untuk
memberi
• Merangking usulan kegiatan.
8.
Musyawarah Kampung 2
• Fasilitator Kampung (FK) dan Pendamping Teknis (TK)
membantu persiapan desain dan anggaran bagi usulan
yang diprioritaskan.
• Alat Bantu: Formulir Village Visioning.
• Memilih kegiatan kampung yang akan didanai.
• Pembentukan Tim Pelaksanaan dan Pemantau kegiatan.
9.
Musyawarah Kampung 3
10.
Pencairan dana di BPD via
Kepala Bagian Keuangan
SETDA Kab. Nabire
11.
Monitoring dan evaluasi
• Supervise pelaksanaan
kampung-kampung.
12.
Musyawarah Kampung
Serah Terima
Musyawarah serah terima pekerjaan dan
pertanggungjawaban pengeluaran keuangan.
13.
Pembentukan Tim
Pemelihara
• Persiapan dan Pelaksanaan Kegiatan rekrutmen tenaga
kerja, pengadaan bahan, dan sebagainya.
Penyaluran Dana dan Pelaksanaan Kegiatan kepada
kelompok masing-masing.
• Musyawarah Pertanggungjawaban Keuangan.
kegiatan,
kunjungan
• Pemeliharaan (untuk kegiatan pembangunan
prasarana/sarana fisik)
• Pengembalian pinjaman (khusus UEP/SPP).
Sumber: Kantor Pemberdayaan Masyarakat Kampung Kabupaten Nabire, 2006
ke
78
Jenis Kegiatan dan Jumlah Anggaran Yang Didanai PPK
Dana PPK disediakan lewat APBD. Pemda sebesar Rp 35.000.000,00 bagi
setiap kampung yang menjadi lokasi sasaran PPK dengan rincian sebagai berikut:
1. Iman dan Ketaqwaan
Rp 5. 250. 000, 00
2. Pendidikan
Rp 5. 250. 000, 00
3. Kesehatan
Rp 7. 000. 000, 00
4. Ekonomi Kerakyatan
Rp 7. 000. 000, 00
5. Pembangunan Infrastruktur
Rp 8. 700. 000, 00
6. Operasional Kampung
Rp 1. 800. 000, 00
Evaluasi Umum Realisasi Program Pemberdayaan Kampung
Penyelenggaraan program PPK adalah kolaborasi antara PPD Papua dan
Pemda Kabupaten Nabire. Namun kenyataan tidak demikian, seperti yang
diunggapkan oleh mantan Fasilitator PPD Distik Uwapa, Frids Agapa berikut ini.
”Pencairan dana dan pendampingan masyarakat tidak sesuai dengan
ketentuan yang disepakati Tim Konsultan Manajemen Kabupaten (KM-Kab),
Program Pemberdayaan Distrik (PPD) Provinsi Papua di Kabupaten Nabire
dan Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire. Kantor Pemberdayaan
Masyarakat Kampung (BPMK) sebagai penanggung jawab program, sangat
tertutup dan tidak ingin ada kerjasama dengan pendamping PPD di distrik.
Pencairan dana dilakukan sekali, yang seharusnya dilakukan tiga kali secara
bertahap. Setiap tahapan dilakukan proses perencanaan, pengawasan dan
pengendalian program. Khusus Kampung Urumusu, saya mengumpulkan
masyarakat untuk mengarahkan bahwa melaksanakan program didahului
dengan perencanaan penggunaan anggaran. Namun sebelum rapat, dana
sudah terbagi sama rata secara tunai bagi setiap Kepala Rumah Tangga.
Pada saat pengarahan maupun pembagian dana, BPMK tidak mengarahkan
maupun memberi informasi kepada aparat kampung bahwa penggunaan
dana tersebut akan didampingi oleh PPD. Disini saya melihat bahwa Kepala
Kantor BPMK berkeinginan menghilangkan sebagian anggaran. Distrik
Uwapa tidak terjadi demikian, tetapi di Distrik Kamu, Kamu Utara, Sukikai
dan Siriwo, setiap kampung menerima jauh di bawah jumlah anggaran yang
ditetapkan Pemda Kabupaten Nabire. Alasan yang digunakan adalah
sebagian uang kas yang dibawakan dalam kantong terbawah arus sungai
pada saat menyeberangi di Sungai Kasuari. Hal ini tidak logis karena saat itu
musim kemarau panjang dan tidak ada laporan kecelakaan dari Kepolisian
Resort Mapia”.
79
Realisasi atas daya pemberdayaan yang berasal dari APBD sebesar
Rp 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) bagi Kampung Urumusu di
realisaikan sebagaimana disajikan pada tabel 11 berikut ini.
Tabel: 11
Perbandingan Rencana dan Realisasi Dana Kegiatan PPK
NO
1
2
3
4
5
6
RENCANA
BIDANG
Keimanan dan
Ketaqwaan
Pendidikan
Kesehatan
Ekonomi
Kerakyatan
Pemb.
Infrastruktur
Operasional
Kampung
TOTAL
REALISASI
ALOKASI
%
5,250,000
15
5,250,000
7,000,000
15
20
7,000,000
20
7000,000
25
1,800,000
5
35,000,000
100
BIDANG
Keimanan dan
Ketaqwaan
Pendidikan
Kesehatan
Ekonomi
Kerakyatan
Pemb.
Infrastruktur
Operasional
Kampung
TOTAL
ALOKASI
%
3,000,000
9
-
-
31,200,000
89
-
-
800,000
2
35,000,000 100
Sumber: Olahan hasil wawancara dari berbagai sumber, 2006
Evaluasi Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Kampung
Realisasi penetapan kelompok sasaran (target group) PPK tidak tepat
sasaran karena program yang dikhususnya untuk kelompok marginal di kampung
tidak terlaksana karena dana dibagi sama rata kepada 78 Kepala Keluarga di
Kampung Urumusu. Menanggapi realisasi tersebut, Agapetus Gobay, Sekretaris
Kampung Urumusu mengatakan bahwa:
”Masyarakat takut bahwa uang tersebut kalau tertahan lebih dari satu hari
maka akan hilang karena ada pengalaman sebelumnya. Dengan demikian
penggunaan dana dalam bentuk kelompok (kolektif) tidak memungkinkan.
Apararat Kampung ingin melaksanakan sesuai petunjuk teknis namun
keingin masyarakat juga didukung oleh Badan Permusyawaratan Kampung.
Pos lain kami hilangkan, karena kalau hanya membagi dari pos ekonomi
kerakyatan hanya tersedia dana Rp 7. 000.000. Setiap Kepala Keluarga
mendapat dana sebesar Rp 400.000. Kami sudah sarankan untuk setiap
Kepala Keluarga menambah unit usaha baru namun saya yakin sebagian
besar dana tersebut sudah digunakan untuk kepentingan konsumsi”.
Menanggapi kegagalan PPK dalam mencapai sasaran, Petrus Petege dari
LSM-Project Concern International (PCI) yang sedang melakukan pendampingan
bidang kesehatan di Distik Uwapa, termasuk di Kampung Urumusu berkomentar
sebagai berikut:
80
”PPK belum ada model pendampingan terpadu dan berkelanjutan sampai ke
masyarakat kampung. Tidak ada usaha untuk memandirikan masyarakat.
Masalah pokok yang dihadapi di jajaran Pemda yakni lingkaran pengambil
keputusan di bawah Bupati belum sepenuhnya memahami pemperdayaan,
partisipasi, penguatan kapasitas dan kemandirian masyarakat. Banyak
penjabat yang menganggap bahwa pemberdayaan adalah memberikan uang
kepada masyarakat. Akibatnya adalah Program Pemberdayaan Kampung
(PPK) ini pun banyak salah sasaran. Seharusnya masyarakat harus
diarahkankan untuk mendorong kemauan dan penyadaran, kemudian
barulah pengetahuan dan ketrampilan. Mengajarkan masyarakat mengikuti
proses hingga mencapai keberdayaan jauh lebih penting daripada
mempraktekkan program pemberdayaan yang bernuasa politik namun tidak
ada hasilnya. Program pemberdayaan dikatakan berhasil jika dapat merubah
pola dan prilaku masyarakat secara terencana sehingga masyarakat yang
konsumtif menjadi masyarakat yang produktif”.
Evaluasi Pencapaian Tujuan Program Pemberdayaan Kampung
Evaluasi pencapaian program diukur menurut masing-masing point tujuan
pelaksanaan Program Pemberdayaan Kampung adalah sebagai berikut:
Evaluasi Tujuan PPK Dalam Meningkatkan Peranserta Masyarakat.
Tujuan meningkatkan peranserta masyarakat terutama kelompok miskin dan
perempuan
dalam
pengambilan
keputusan
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan, pemanfaatan dan pelestarian pembangunan tidak tercapai dalam
realisasi program ini. Bukti kegagalan pencapaian tujuan ini terlihat jelas dari
tahapan proses perencanaan dimana tidak dilaksanakannya proses-proses yang
seharusnya dilalui seperti: 1) Musyawarah Rencana Pembangunan
Kampung
secara partisipatif; 2) Badan Permusyawatan Kampung (BPK) lewat Lembaga
Kemasyarakatan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menggali,
menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat
kepada kepala kampung; 3) Kepala Kampung tidak pernah menyusun rancangan
APB Kampung secara partisipatif; dan 4) Kepala Kampung bersama BPK tidak
pernah menetapkan APB Kampung melalui Peraturan Kampung.
Sedangkan pada tahapan proses pengawasan dapat dilihat dari tidak
terlaksananya proses seperti:1) BPK bersama masyarakat tidak diberikan ruang
untuk mengawasi pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan PPK; 2) Kepala
Kampung
tidak
pernah
mempertanggungjawabkan
penyelenggaraan
pemerintahan kepada Bupati dan kepada BPK dalam musyawarah BPK dan
81
3) BPK tidak pernah memanfaatkan haknya dalam mengajukan pertanyaan,
mengajukan usul dan pendapat.
Evaluasi Tujuan PPK Dalam Pelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Lokal
Tujuan PPK dalam melembagakan pengelolaan pembangunan secara
partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal yang telah dirintis PPD
tidak tercapai karena dana belum adanya peningkatan pendapatan, penambahan
unit usaha baru serta belum teratasinya masalah hama dan penyakit yang
menyerang kakao sebagai sumber pendapatan utama masyarakat kampung.
Selain itu belum ada penambahan unit usaha ekonomi produktif milik kampung.
Evaluasi Tujuan PPK Dalam Pengembangan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan
Kampung Yang Berkelanjutan
Tujuan
pengembangan
kapasitas
Pemerintahan
Kampung
dalam
penyelenggaran tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang
berkelanjutan tidak tercapai karena:
a. Pemerintah Kampung tidak dapat mengotimalkan pelaksanaan kewenangan
teknis Kampung untuk mengsingkronisasikan dengan visi, misi dan Rencana
Strategi Pembangunan Kabupaten.
b. Tidak tercapai usaha peningkatan kapasitas tata kelola pemerintahan
kampung melalui optimalisasi ketatalaksanaan adminitrasi dan pengembangan
budaya organisasi pada Pemerintahan Kampung Urumusu.
c. Tidak tercapai usaha peningkatan kapasitas SDM aparat pemerintahan dan
masyarakat kampung karena pelaksanaan PPK tidak menjadi sarana proses
belajar kepemimpinan dan pengorganisasian masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan bagi aparat kampung dan masyarakat di kampung.
d. Tidak
dapat
mengoptimalkan
penerimaan
dan
pengelolaan
keuangan
kampung melalui pelaksanaan PPK untuk mengatasi kebutuhan nyata
masyarakat, penyempurnaan manajemen keuangan, penyempurnaan sistem
penganggaran serta melaksanakan pertanggungjawaban keuangan kampung.
e. Tidak
dapat
mengoptimalkan
pelaksanaan
PPK
untuk
meningkatkan
ketersedian sarana dan prasarana pemerintahan kampung dalam rangka
menunjang
Urumusu.
pelayanan
kepada
multi-pihak
(stakeholders)
di
Kampung
82
f.
Tidak dapat meningkatkan efektivitas fungsi perencanaan, melalui proses
Musrenbang dan APB Kampung secara partisipatif serta mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK)
dan lembaga kemasyarakatan lainnya sebagai lembaga perencana dan
pelaksana dalam kegiatan PPK.
g. Tidak
mengalami
peningkatan
efektivitas
fungsi
pengawasan
Pemda
Kabupaten Nabire, masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan di
kampung dalam pelaksanaan PPK.
h. Tidak mengalami peningkatan kualitas ketatalaksanaan dan ketatausahaan
administrasi kampung melalui pelaksanaan PPK.
i.
Tidak
dapat
mengoptimalkan
fungsi
artikulasi
dan
agregasi
Badan
Permusyawaratan Kampung (BPK) sebagai lembaga permusyawaratan yang
bertugas menggali, menyaring, menampung, merumuskan dan menyalurkan
aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan PPK kepada pemerintah kampung.
j.
Tidak
dapat
mengoptimalkan
fungsi
legislasi
BPK
sebagai
unsur
penyelenggara pemerintahan kampung, seperti membahas dan menetapkan
berbagai Peraturan Kampung yang berhubungan dengan PPK bersama
Kepala Kampung.
Evaluasi Tujuan PPK Dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Ekonomi serta
Sarana dan Prasarana Sosial Dasar.
Tujuan PPK untuk menyediakan sarana dan prasarana sosial dasar serta
ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat melalui pelaksanaan PPK tidak
terlaksana karena 89 persen dana PPK digunakan untuk membagi secara tunai
untuk kepentingan pengembangan ekonomi kerakyatan dengan mengorbankan
penyediaan kebutuhan sarana sosial lainnya.
Evaluasi Tujuan PPK Dalam Melembagakan Pengelolaan Keuangan Mikro
Tujuan PPK dalam melembagakan pengelolaan keuangan mikro dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin tidak tercapai karena tidak
terbentuk Unit Pengelola Keuangan atau Unit Pengelola Kegiatan (UPK) yang
diharapan adanya pengelolaan dana bergulir.
Menanggapi kegagalan pencapaian tujuan PPK, mantan Fasilitator PPD
Distik Uwapa, Frids Agapa mengatakan bahwa:
83
”Saya dan masyarakat, khususnya masyarakat Kampung Urumusu tidak
berdaya menghadapi pola-pola pemberdayaan yang dilakukan setahun
sebelumnya sudah mengajarkan cara perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pemanfaatan dan pemeliharaan secara partisipatif. Namun hal
ini tidak perlu dipersalahkan kepada masyarakat karena pengalaman saya,
masyarakat di kampung-kampung, termasuk aparat kampung, sangat patuh
kepada pemerintah. Dengan demikian, yang salah adalah yang mengarahan,
yakni BPMK. Kasus kehilangan di beberapa distrik, sudah diketahui oleh
aparat kampung sehingga Pemerintah Kabupaten Nabire ikut merusak
mentalitas aparat kampung yang lugu dengan tindakan-tindakan tidak terpuji
yang diperlihatkan di depan mata aparat dan masyarakat kampung. Dari
sistem yang dikembangkan, saya melihat bahwa ada pembiaran dan
malahan diajari bertumbuhnya mental korupsi di tingkat aparat kampung.
Sebernarnya hal yang paling penting adalah mengubah mentalitas konsumtif
orang Papua, termasuk masyarakat di Kampung Urumusu melalui proses
yang memberdayakan. Segalanya sudah disiapkan oleh alam. Kami
dimanjakan oleh sumber daya alam yang berlimpah. Alam Papua yang serba
tersedia, kami terbiasa berpikir untuk makan hari ini. Mentalitas ini sangat
berpengaruh terhadap semua program pemberdayaan. Seharusnya Pemda
sebagai yang empunya program hanya ikut mendampingi dan memberikan
tools bukan ikut mengambil kabijakan yang bersifat teknis. Biarlah
masyarakat yang menetapkan program yang sesuai kebutuhannya. Inikan
hal teknis. Kita memberikan kail untuk mencari ikan, kita tidak
memberdayakan jika kita hanya memberikan ikan. Program pemberdayaan
seperti ini tetap dipertahankan maka tidak menutup kemungkinan
menciptakan masyakakat bermental pengemis. Kerena keinginan hati ingin
menolong masyarakat miskin malahan akan kehilangan kreasi untuk
mempertahan hidup dan menjadi tidak berdaya. Kalau sudah tidak berdaya,
maka selanjutnya akan selalu mengharapkan bantuan dari Pemerintah ”.
Evaluasi Realisasi Siklus Pelaksanaan PPK
Pelaksanaan program PPK mengikuti 13 (tiga belas) tahap kegiatan namun
pada kenyataan tidak terrealisasi. Hal ini menggindikasikan bahwa masyarakat
kampung kehilangan kesempatan untuk membangun demokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, khususnya dalam mengatasi masalah sosial dikampungnya
secara demokratis.
Menanggapi kegagalan menerapkan siklus pelaksanaan PPK, Kepala Kantor
Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Nabire, Thomas Tigi mengatakan bahwa:
Pada tingkat Distrik sudah kami mengatakan tentang perubahan paradigma
perencanaan bahwa perencanaan dimulai dari bawah. Tetapi jajaran di
distrik belum menyesuaikan diri dengan paradigma baru tersebut. Masalah
yang dihadapi dalam hal penerapan PPK adalah kemampuan SDM pada
kantor distrik dan Kampung. Kebijakan Bupati cukup tepat, implementasinya
yang perlu dibina lebih lanjut. Selain masalah SDM di tingkat kampung dan
distrik, masalah lain yang tidak kalah pentingnnya adalah kurang adanya
kerjasama antar instansi terkait, yakni Bappeda, Kantor Pemberdayaan
Masyarakat Kampung, Bagian Keuangan Setda dan Kantor Distrik. Kita jalan
84
masing-masing
dengan
kepentingannya
sendiri-sendiri.
Program
Pemberdayaan Kampung yang dilakukan di Kabupaten Nabire, saya menilai
baik tapi belum ada koordinasi yang baik antar instansi teknis.
Evaluasi PPK Terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal
Evaluasi Dampak PPK Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat.
Peningkatan Pendapatan Keluarga secara berkelanjutan dan pertumbuhan
ekonomi masyarakat tidak begitu nampak kerena pembagian dana PPK
diperkirakan digunakan untuk konsumsi. Dampak
yang ditimbulkan dari
keputusan di atas adalah antara lain:
1. Hilangnya kesempatan mengakumulai modal usaha secara kolektif dan
hilangnya sarana mengakses modal secara berkelanjutan.
2. Hilangnya kesempatan menambah unit usaha baru (investasi) maupun
perawatan dan perluasan unit usaha yang lama.
3. Tingkat produksi tanaman kakao terus mengalami penurunan karena tidak
dapat membelanjakan obat hama dan penyakit serta pembersihan lahan kakao
melalui bantuan dana PPK.
Menanggapi adanya anggapan bahwa PPK tidak memberikan dampak positif
terhadap pengembangan ekonomi lokal, menurut Kepala Distrik Uwapa, Yunus
Wenda, bahwa:
”Saya melihat penyelewengan dana dalam jumlah yang tidak banyak tetapi
proyek salah sasaran jauh lebih banyak. Masalah pokok yang dihadapi
dalam pelaksanaan PPK ialah minimnya kualitas SDM aparat pemerintahan
kampung yang berdampak pada pengelolaan dana PPK, pertanggungjawaban administrasi dan pelaporan penggunaan dana. Setiap usaha
transformasi, termasuk PPK menjalani tahap perkembangan, mulai dari
pengenalan, penerapan, pembelajaran dari pengalaman, pengambilan
keputusan untuk perbaikan. Menurut saya Program PPK baru memasuki
tahap pengenalan. Saya kurang setuju kalau dikatakan bahwa PPK tidak
berhasil. Ini merupakan tahun pertama dan tahun pengenalan. PPK harus
diadakan secara berkelanjutan. Masyarakat dan pemerintah akan
memperbaikinya dari kesalahan”.
85
Evaluasi Modal Sosial dan Pengorganisasian Masyarakat Kampung Urumusu
Dalam PPK
Lemahnya kapasitas masyarakat dalam mengorganisir dirinya sendiri dalam
PPK adalah cerminan lemahnya modal sosial untuk mengatasi masalah sosial
secara kolektif. Lemahnya modal sosial seperti lemahnya nilai dan norma, tidak
saling percaya, kelemahan dalam membangun jaringan secara vertikal dan
horizontal mempunyai kontribisi besar dalam kegagalan program PPK di Kampung
Urumusu. Kelemahan kapasitas modal sosial ini terkoreksi di dalam aktualisasi
dari lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada seperti PKK, Pos Yandu,
Kelompok Tani, Organisasi Kepemudaan, Keagamaan dan Pemerintahan
Kampung. Kelemahan kapasitas modal sosial ini mengakibatkan ketidakmampuan
dalam mengambil keputusan secara kolektif dan demokratis pada saat
menghadapi masalah seperti yang terjadi pada pelaksanaan PPK. Lembagalembaga kemasyarakatan yang menaungi dan mengkoordinir masyarakat pun
kurang
berwibawa.
PPK
merupakan
peluang
yang
tersia-siakan
untuk
memperkuat kembali kualitas modal sosial pada multi-pihak (stakeholders) di
Kampung Urumusu yang mulai menurun.
Lemahnya kapasitas multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dalam
mengorganisir
dirinya
sendiri,
tidak
terlepas
dari
lemahnya
kapasitas
kepemimpinan. Kepala Kampung sebagai kepala pemerintahan dan juga sebagai
pembina
lembaga-lembaga
kemasyarakan
di
kampung
belum
mampu
mengaktualisasi dirinya sebagai pemimpin yang baik. Beberapa indikator lain yang
menjadi ukuran bahwa kapasitas kepemimpin Kepala Kampung masih lemah
dalam pelaksanan PPK adalah:
1. Kurang mampu mengamankan kebijakan daerah (perintah atasan).
Realisasi PPK, khususnya dalam pembagian dana menurut bidang-bidang
tertentu tidak direalisasikan sesuai Petunjuk Pelaksanaan PPK dari Bupati. Hal
ini sebagai bukti ketidakmampuan mengambil kebijakan teknis berdasarkan
petunjuk
Bupati.
Akibatnya
adalah
kekegagalan
menerapakan
prinsip
mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan), seperti fakir miskin, cacat fisik
permanen, janda dan jompo miskin dan penyandan masalah sosial lainnya.
2. Kurang mampu berpikir realitis, inisiatif dan kreatif.
Kejanggalan berawal dari ketidakpatutan BPMK Kabupaten Nabire dalam
merealisasikan PPK sesuai dengan kontrak kerjasama di antara Bupati Nabire
86
dan PPD Papua. Namun demikian Kepala Kampung kurang berinisiatif dalam
meminta saran dan pendapat kepada koodinator PPD Distrik Uwapa. Selain
itu kurang realistis dan kurang kreatif dalam menterjemahkan tujuan
pelaksanaan PPK. Dengan demikian ia tidak dapat mengaktualisasikan dirinya
menjadi agen pembahuruan dan agen pembangunan yang baik.
3. Kurang mampu membangun tim kerja.
Realisasi PPK di Kampung Urumusu tidak dilaksanakan atau dikoordinir oleh
satu tim kerja yang solit. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang kurang
jelas. Hal ini ini berhubungan erat dengan kurangnya intensitas rapat aparat
kampung sendiri maupun dengan multi-pihak (stakeholders) di Kampung
Urumusu untuk melaksanakan koordinasi kerja. Dengan demikian Kepala
Kampung tidak dapat menjadi komunikator, fasilitator dan penasehat yang baik
dalam mengoptimalkan hasil dari PPK.
4. Kurang Percaya Diri.
Kurangnya rasa percaya diri pada Kepala Kampung telah membuatnya
menjadi pemimpin yang selalu tidak tegas dan ragu-ragu dalam setiap
pengambilan keputusan. Selain itu ia tidak dapat mengkoordinir dan
mengarahkan multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dengan penuh
wibawah sebagai seorang pemimpin.
Rangkuman Evaluasi PPK di Kampung Urumusu
Program PPK dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Nabire bekerjasama
dengan PPD Papua pada tahun 2005. Kampung Urumusu menjadi salah satu
lokasi sasaran program PPK. Secara konsepsi Program Pemberdayaan Kampung
(PPK) mengandung pengertian suatu gerakan yang tumbuh dari, oleh dan untuk
masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya belum menerapkan prinsip-prinsip
pengembangan masyarakat secara optimal. Pelaksanaan PPK yang tidak
demokratis, tidak prosedural dan tidak terorganisir sehingga telah memberikan
kontribusi yang besar dalam kekegagalan program PPK di Kampung Urumusu.
PPK menjadi program yang sia-sia jika diukur menurut tujuan yang ingin dicapai,
artinya PPK tidak membawa dampak yang berarti bagi pengembangan ekonomi
kerakyatan yang berkelanjutan, memperkuat modal sosial serta penguatan
kelembagaan pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan di kampung.
87
Dampak
PPK
terhadap
pengembangan
ekonomi
kerakyatan
yang
berkelanjutan tidak tercapai dana yang dikucurkan Pemda menjadi sia-sia karena:
1)
Multi-pihak
di
Kampung
Urumusu
telah
kehilangan
kesempatan
mengakumulasikan modal usaha secara kolektif dan hilangnya sarana mengakses
modal secara berkelanjutan; 2) multi-pihak di Kampung Urumusu telah kehilangan
kesempatan menambah unit usaha baru (investasi) maupun perawatan dan
perluasan unit usaha yang lama; dan 3) multi-pihak di Kampung Urumusu telah
kehilangan kesempatan mengatasi masalah hama dan penyakit kakao melalui
bantuan dana PPK.
Begitupun halnya dengan pengembangan modal sosial tidak tercapai karena
lemahnya kapasitas masyarakat dalam mengorganisir dirinya sendiri dalam PPK.
Hal ini juga merupakan cerminan lemahnya modal sosial untuk mengatasi
masalah sosial secara kolektif. Lemahnya modal sosial seperti lemahnya nilai dan
norma, tidak saling percaya, kelemahan dalam membangun jaringan secara
vertikal dan horizontal mempunyai kontribisi besar dalam kegagalan program PPK
di Kampung Urumusu.
PPK
menjadi peluang
yang
tersia-siakan
untuk
memperkuat kembali kualitas modal sosial yang mulai menurun.
Secara politik adanya indikasi proses pembiaran dan pembodohan karena
multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu kehilangan kesempatan belajar
mengatasi masalah secara mandiri serta PPK telah mengabaikan roh (prinsip) dari
konsep pemberdayaan, yakni keberpihakan pada peningkatan kualitas hidup,
keterbukaan
(transparansi),
keterlibatan
aktif
dalam
berbagai
kegiatan
(partisipasi), bersaing secara baik (kompetisi sehat atau demokrasi), pembagian
wewenang dan tanggung jawab (desentralisasi), pertanggungjawaban pekerjaan
(akuntabilitas) dan keberlanjutan (pelestarian) sehingga pengembangan kapasitas
pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan masyarakat kampung tidak tercapai.
Kepentingan penguatan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung juga
tidak tercapai karena: 1) Pemerintah Kampung tidak dapat mengotimalkan
kewenangan teknisnya untuk mengsingkronisasikan dengan visi, misi dan
Rencana Strategi Pembangunan Kabupaten, 2) Tidak tercapai usaha peningkatan
kapasitas tata kelola pemerintahan kampung melalui optimalisasi ketatalaksanaan
adminitrasi dan pengembangan budaya organisasi pada pemerintahan kampung;
3) Tidak tercapai usaha peningkatan kapasitas SDM aparat pemerintahan dan
masyarakat kampung karena pelaksanaan PPK tidak menjadi sarana proses
belajar kepemimpinan bagi aparat kampung dan masyarakat di kampung; 4) Tidak
88
dapat mengoptimalkan penerimaan dan pengelolaan keuangan kampung melalui
pelaksanaan PPK untuk mengatasi kebutuhan nyata masyarakat, penyempurnaan
manajemen
melaksanakan
keuangan,
penyempurnaan
pertanggungjawaban
sistem
keuangan
penganggaran
kampung;
5)
Tidak
serta
dapat
mengoptimalkan pelaksanaan PPK untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan
prasarana pemerintahan kampung dalam rangka menunjang pelayanan kepada
masyarakat; 6) Tidak dapat meningkatkan efektivitas fungsi perencanaan, melalui
proses Musrenbang dan APB Kampung secara partisipatif serta mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK) dan
lembaga kemasyarakatan lainnya sebagai lembaga perencana dan pelaksana
dalam kegiatan PPK; 7) Tidak mengalami peningkatan efektivitas fungsi
pengawasan Pemda Kabupaten Nabire, dan multi-pihak di Kampung Urumusu
dalam
pelaksanaan
PPK;
8)
Tidak
mengalami
peningkatan
kualitas
ketatalaksanaan dan ketatausahaan administrasi kampung (pelayanan publik)
melalui pelaksanaan PPK; 9) Tidak dapat mengoptimalkan fungsi artikulasi dan
agregasi BPK sebagai lembaga permusyawaratan yang bertugas menggali,
menyaring, menampung, merumuskan dan menyalurkan aspirasi multi-pihak di
Kampung Urumusu dalam pelaksanaan PPK kepada pemerintah kampung; dan
10) Tidak dapat mengoptimalkan fungsi legislasi Badan Permusyawaran Kampung
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan kampung, seperti merancang,
membahas dan menetapkan berbagai Peraturan Kampung yang berhubungan
dengan PPK bersama kepala kampung.
Download