BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994). Obat tradisional telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara maju. Di Republik Rakyat Cina penggunaan obat dan penyembuhan secara tradisional telah dikenalkan berabad-abad yang lalu. Catatan historis tentang pengobatan cina kuno telah dikenal semenjak Dynasty Shang sekitar 1800 tahun sebelum masehi dan telah mempunyai pengalaman sampai sekarang, dan telah memasuki pasar dunia, termasuk Indonesia (Suyono, 1996). Obat tradisional cina / Traditional Chinse Medicine (TCM) memiliki akar sejarah yang lebih tua, dan telah menjadi bagian dari budaya cina. TCM telah cukup lama beredar dan digunakan oleh sebagian masyarkat Indonesia. Produk TCM yang akan diedarkan di indonesia harus terdaftar dan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di indonesia. Bahan dasar TCM adalah menggunakan tanaman atau hewan yang telah dikeringkan dengan sinar matahari secara langsung. TCM juga mengelompokkan simplisia berdasarkan properti yang dimilikinya. Properti tersebut adalah mencakup teknik Universitas Sumatera Utara pengolahan, rasa, organ tubuh yng berhubungan dengan mekanisme kerja, kontraindikasi dan dosis penggunaan (Yanfu, 2003). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisonal haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisioanl yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku (Dirjen POM, 1940). 2.1.1 Penggolongan Obat Tradisional Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) obat bahan alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga golongan yakni: a. Jamu Jamu adalah ramuan dari, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus tetap dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya. b. Obat Herbal Terstandar Obat herbal tersetandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis, dan bahan bakunya telah terstandarisasi. Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional yang biasanya disajikan dalam bentuk ekstrak. c. Fitofarmaka Fitofarmakan adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dengan hewan Universitas Sumatera Utara percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku produknya telah distandarisasi (Wasito, 2011). 2.1.2 Bentuk Sediaan Obat Tradisional Agar lebih mudah diterima dan digunakan oleh masyarakat maka dibuat bentuk sediaan obat tradisional yang beragam untuk tujuan dan penggunaan yang bermacam-macam. Antara lain sebagai berikut: a. Sediaan Padat/Kering Adapun jenis-jenis obat tradisional sediaan padat adalah: Tablet, serbuk,pil, pastiles, kapsul, parem, pilis dan koyok. b. Sediaan Semi Padat Adapun jenis-jenis obat tradisional sediaan padat adalah: Dodol/jenang, krim, salep. c. Sediaan Cair Adapun jenis-jenis sediaan cair adalah: Sirup, emulsi, suspensi, elikisir. 2.2 Batuk 2.2.1 Pengertian Batuk Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi (Halim, 1996). Universitas Sumatera Utara 2.2.2 Penyebab Batuk Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernafasan), alergi(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu), perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Penyebab lain dari batuk antara lain peradangan pada paru-paru dan akibat dari suatu efek samping obat (Tan dan Kirana, 1987). 2.2.3 Jenis-Jenis Batuk 1. Batuk produktif Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu dan sebagainya) dan dahak dari batang tenggorokan. Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan. 2. Batuk Non Produktif Bersifat kering tanpa adanya dahak, batuk kering umumnya muncul menjelang akhir gejala flu atau akibat iritasi debu dan rokok (Tan dan Kirana, 1987). 2.2.4 Pengobatan Batuk Terapi batuk hendaknya dimulai dengan pemberian antibiotik terhadap infeksi bakterial dari saluran pernafasan untuk mengetahui penyebab batuknya. Kemudian dilakukan pertimbangan apakah perlu dilakukan terapi guna menghilangkan atau mengurangi gejala batuk. Universitas Sumatera Utara 2.3 Dekstromethorphan Dekstromethorphan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivat dari morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk sama dengan kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dekstromethorphan tidak memiliki efek analgesik, efek sedatif, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan. Dekstromethorphan efektif untuk mengontrol batuk patologik akut dan kronis. Dekstromethorphan juga memiliki efek antiinflamasi ringan. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP (Munaf, 1994). 2.3.1 Struktur Dekstromethorphan HBr Gambar I : Struktur Dekstromethorphan HBr Nama Kimia : 3-Metoksi-17-Metil-9α, 13α, 14α,-Morfinan Hidrobromida Rumus Empiris : C 18 H 25 NO.HBr. Berat Molekul : 370,33 Universitas Sumatera Utara Pemerian : Hablur hampir putih atau serbuk halus, bau lemah. Melebur pada suhu lebih kurang 126o disertai penguraian. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan kloroform, tidak larut dalam eter (Ditjen POM, 1995). 2.3.2 Efek Farmakologis Dekstromethorphan HBr mempunyai efek antidepresan (penekan batuk) yakni bekerja langsung pada pusat batuk di otak untuk menekan refleks batuk (Harkness, 1989). 2.3.3 Metabolisme Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai pada waktu 30-60 menit setelah pemberian. Metabolisme terutama terjadi di hepar, dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal. 2.3.4 Efek Samping Efek samping yang ditimbulkan ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termenung, pusing, nyeri kepala, dan gangguan pada lambung-usus. 2.3.5 Dosis Dekstromethorphan tersedia dalam bentuk sirup, tablet berisi 10-20 mg/ml. Dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mg/hari. Meninggikan dosis tidak akan membantu kuatnya efek yang diberikan, tetapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali sehari (Munaf, 1994). Universitas Sumatera Utara 2.4 Pemeriksaan Dekstromethorphan HBr Dalam Obat Tradisional Cina Secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Ultraviolet 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahan kimia obat yang terdapat dalam sediaan obat tradisional adalah dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dilanjutkan dengan spektrofotometri UV untuk melihat spektrumnya. Di antara berbagai jenis kromatografi, kromatografi lapis tipis (KLT) yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi (Sthal, 1985). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan peralatan yang digunakan, menurut Rohman, 2007 ada beberapa keuntungan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis yaitu: a. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak. b. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembang konvensional, 2 dimensi, dan pengembang bertingkat. c. Proses KLT dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja Keberhasilan munculnya profil senyawa target dipengaruhi oleh; ketetapan sistem kromatografi yang digunakan yakni, fase diam, fase gerak, jenis pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak kembali dan metode visualisasi yang dipilih. Universitas Sumatera Utara 2.4.1.1 Komponen KLT a. Fase diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KlT dalam shal efisiensinya dan resolusinya (Rohman, 2009). Kebanyakan penjerap yang digunakan adalah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa poliamida dan lain-lain. Dapat dipastikan bahwa silika gel paling banyak digunakan. Namun adahal yang perlu diperhatikan karena silika gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap pemisahanya (Stahl, 1985). b. Fase gerak Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut yang bergeak didalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler pada pengembang secara menaik (ascending) Sistem yang paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. c. Aplikasi (Penotolan) Sampel Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak yang kecil dan sesempit Universitas Sumatera Utara mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. d. Deteksi Bercak Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak bewarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia dengan cara penyemprotan dengan menggunakan reaksi kimia sehingga bercak menjadi jelas. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluoresensi sinar ultraviolet. Lapisan tipis sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak bewarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang, biasanya sinar ultraviolet. Indikator fluoresensi yang paling sering digunakan ialah sulfida anorganik yang mampu memancarkan cahaya jika disinari pada 254 nm (Rohman, 2009). 2.4.2 Spektrofotometri Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditramnisikan atau yang diabsorbsi. Suatu spektrofotometer tersusun Universitas Sumatera Utara dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel blanko dan suatu alat untuk mengukukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkhar, 2008). 2.4.2.1 Spektrofotometri UV Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometri UV biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur panjang gelombang tertentu. Spektrum ultraviolet dan cahaya tampak suatu zat pada umumnya tidak mempunyai derajat spesifikasi yang tinggi. Tetapi, spektrum tersebut sesuai untuk pemeriksaan kuantitatif dapat bermanfaat sebagai tambahan untuk identifikasi (Ditjen POM, 1995). Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Dasar dari spektrofotometri ultraviolet adalah penyerapan molekuler elektronik dalam larutan. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-800 nm. Jadi, spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri Universitas Sumatera Utara atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm. 2.4.2.2 Instrumen Spektrofotometer UV Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang di serap oleh atom atau molekul disebut spektrofotometer. Jenis spektrofotometer yang tersedia berbeda-beda, tergantung pada cahaya yang digunkan, apakah berkas cahaya tunggal atau berkas sampel dan pembanding secara terpisah, dan apakah pengkurannya dilakuakan pada panjang gelombang tetap atau memindai spektrum pada berbagai panjang gelombang (Cairns, 2008). Adapun komponen-komponen dari spektrofotometri UV-Vis menurut Khopkar (2007) antara lain: a. Sumber cahaya: sebagai sumber cahaya atau lampu biasanya digunkan lampu deuterium untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang antara 350-900 nm). b. Monokromator: digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. c. Sel absorbsi: Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa gelas tidak tembus cahaya. Universitas Sumatera Utara d. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang dengan menggunkan alat tabung pengganda elektron. Universitas Sumatera Utara