BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena merger dan akuisisi bukanlah hal yang baru di Indonesia. Gelombang merger dan akuisisi di Indonesia mulai dirasakan pada awal dekade 90-an. Selama tahun 1989 sampai dengan tahun 1992 telah terjadi 32 merger dan akuisisi terhadap 79 perusahaan dengan total nilai Rp 5,5 triliun. Dan akuisisi pertama yang terjadi di Pasar Modal Indonesia adalah transaksi akuisisi yang dilakukan oleh PT Jakarta International Hotel Development melalui pembelian 100% saham PT Danayasa Arthatama pada tahun 1990 (Kowanda, 2013). Berdasarkan laporan yang diterbitkan KPMG International, nilai transaksi merger dan akuisisi pada tahun 2007 mencapai US$3,79 triliun atau meningkat 90% dibanding periode yang sama pada tahun 2006. Walaupun tidak sebesar tahun 2007, nilai merger dan akuisisi selama periode 1 Januari 2012 hingga 12 Februari 2013 mencapai US$ 18,73 miliar. Hal ini menunjukkan masih tingginya aktivitas merger dan akuisisi dikalangan pelaku perusahaan. Aktivitas merger dan akuisisi di Indonesia semakin populer dengan merger 4 bank milik pemerintah yang menghasilkan Bank Mandiri. Alasan perusahaan lebih tertarik memilih merger dan akuisisi sebagai strateginya daripada pertumbuhan internal karena merger dan akuisisi dianggap jalan cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan, karena perusahaan tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Merger dan akuisisi juga dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Selain itu merger dan akuisisi dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan biaya produksi. Walaupun akuisisi/merger diyakini akan memberikan sinergi namun menurut Sutrisno dan Sumiarsih (2004) untuk akuisisi/merger internal (akuisisi yang dilakukan dalam satu grup usaha) biasanya tidak diikuti dengan reaksi pasar yang positif dibandingkan dengan akuisisi eksternal. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa motif akuisisi internal bukanlah sinergi. Karena sinergi pada perusahaan dalam satu grup biasanya dilaksanakan dengan mudah tanpa proses akuisisi. Peristiwa akuisisi internal ini biasanya disertai asimetri informasi antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Karena pemegang saham mayoritas mempunyai informasi yang lebih lengkap terhadap target company (karena berasal dari grup yang sama) dan pemegang saham pengendali memegang kontrol atas 2 perusahaan yang bertransaksi maka dapat diduga transaksi tersebut didasarkan pada kepentingan pemegang saham mayoritas, yang dapat mendatangkan kerugian (ekspropriasi) bagi pemegang saham minoritas (Utama, 2006). Salah satu kasus merger dan akuisisi yang merugikan pemegang saham minoritas adalah pada kasus Rumah Sakit Graha Medika yang didirikan oleh 12 orang dokter senior di Jakarta dan PT Pramudhya Barutama yang dimiliki http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 keluarga Ramli dengan kepemilikan PT Baligraha Medikatama sebagai pengelola Graha Medika 50% untuk 12 dokter dan 50% untuk PT Pramudhya Barutama pada tahun 1988 (Kowanda, 2013). Tahun 1991, RS Graha Medika diresmikan dengan modal Rp 24,5 miliar. Modal tersebut berasal dari Rp 3 miliar berupa modal disetor dan Rp 21,5 miliar berasal dari pinjaman. Tahun 1998, Baligraha melakukan IPO sebanyak 55 juta saham ditawarkan dengan harga Rp 500. Akibat IPO tersebut, saham para dokter dan PT Pramudhya Barutama masing-masing mengecil menjadi 35,79% dan sisanya 28,42% di tangan publik (Kowanda, 2013). Hasil IPO, PT Baligraha Medikatama membayar utang ke Bank Lippo dan sisanya untuk membeli peralatan baru. Di Bursa, saham BGMT menjadi rebutan dan nilainya terus naik. Hingga melalui anak perusahaan, Lippo berhasil mendapatkan 30% saham PT Baligraha Medikatama. Di tangan Lippo, kinerja Graha Medika dalam kondisi baik, namun harga saham BGMT mengalami penurunan pada April 2000 setelah Lippo memutuskan PT Baligraha Madikatama merger dengan Siloam Gleneagles, yang didirikan oleh grup Lippo (Kowanda, 2013). Akibat merger, Gleneagles membebani keuangan Graha Medika. Sehingga kepemilikan para dokter sebagai pemilik saham minoritas secara keseluruhan hanya 1,3%. Sepanjang rumah sakit dimilki Lippo, para dokter yang memiliki saham minoritas tidak pernah menerima deviden. Meskipun Graha Medika memiliki kinerja yang baik, namun keuntungan yang diperoleh digunakan untuk menutupi kerugian yang dialami oleh Siloam Gleneagles (Kowanda, 2013). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 Selain itu, dalam pelaksanaan merger dan akuisisi terdapat kondisi yang mendukung adanya tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi. Pada situasi perusahaan pengakuisisi ingin melakukan merger dan akuisisi dengan cara pembayaran lewat saham. Pihak manajemen perusahaan pengakuisisi cenderung akan berusaha meningkatkan nilai laba perusahaannya. Tujuannya adalah selain ingin menunjukkan earning power, agar perusahaan dapat menarik minat perusahaan target untuk melakukan akuisisi dan untuk meningkatkan harga saham perusahaannya (Dharmasetya dan Vonny, 2009). Menurut Ardekani, Younesi, dan Hashemijoo (2012), manajemen laba adalah salah satu alat yang digunakan untuk memanipulasi informasi akuntansi untuk meningkatkan laba pada perdagangan saham di pasar modal. CFO perusahaan kadang-kadang memanipulasi laba sebelumnya pada waktu-waktu tertentu seperti IPO, buyout management, merger dan akuisisi, dan kesepakatan penting lainnya untuk mengurangi biaya mereka. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan merger dan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Pasca merger dan akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger dan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi terutama kinerja keuangan baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan target. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 Dasar logika dari pengukuran berdasar akuntansi adalah bahwa jika skala bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat sehingga kinerja dan nilai perusahaan pasca merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi. Penelitian yang dilakukan Ardekani et.al. (2012) menunjukkan bahwa terdapat manajemen laba pada pengumuman akuisisi sehingga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian perusahaan. Penelitian yang dilakukan Ardiagarini (2011) juga menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang melakukan akuisisi yang diukur dengan Net Profit Margin (NPM), Return On Invesment(ROI), Return On Equity(ROE), DER, Current Rasio (CR), Total Asset Turnover (TATO) dan Earnings Per Share (EPS) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah akuisisi. Hanya CR saja yang menunjukkan perbedaan yang signifikan pada sebelum dan sesudah merger dan akusisi. Selain itu, DER juga menunjukkan perbedaan hanya pada 1 tahun setelah akuisisi. Penelitian-penelitian yang lainnya (Fairfield et.al.(2008); Fakhfakh dan Nasfi (2012); Elias (2013); dan Khanal (2013)), umumnya menggunakan rasio-rasio keuangan untuk mengukur kinerja perusahaan dan menunjukan hasil yang konsisten. Namun, penelitian ini mengukur nilai perusahaan yang melakukan merger dan akusisi dengan menggunakan rasio Tobin’s Q. Karena pengukuran kinerja dengan menggunakan Tobin’s Q tidak hanya memberikan gambaran pada aspek fundamental saja, tetapi juga sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 Tobin’s Q juga mewakili sejumlah variabel yang penting dalam pengukuran kinerja, antara lain aktiva tercatat perusahaan, kecenderungan pasar yang memadai seperti pandangan-pandangan analisis mengenai prospek perusahaan, dan variabel modal intelektual atau intangable asset. Selain itu, umumnya penelitian-penelitian terdahulu (Wijayanti (2011); Ardekani et.al.(2012); Ifonie (2012); Cormier et.al. (2013); Sukeecheep et.al. (2013); Khanal et.al. (2013); Llukani (2013); Njah dan Jarboui (2013); Elias et.al. (2013), melakukan pengukuran manajemen laba menggunakan pendekatan aggregate accruals untuk mengukur adanya tindakan manajemen laba. Pendekatan tersebut berusaha memisahkan total akrual menjadi komponen nondiscretionary accruals (komponen akrual diluar kebijakan manajemen) dan discretionary accruals (komponen akrual yang berada dalam kebijakan manajemen atau manajer melakukan intervensi dalam proses pelaporan keuangan). Dan model yang sering digunakan adalah model modified Jones. Namun dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan melakukan pengukuran manajemen laba menggunakan aktivitas riil. Karena penelitian yang mengukur manajemen laba menggunakan aktivitas riil masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Manajemen Laba dan Asimetri Informasi Terhadap Nilai Perusahaan yang Melakukan Merger dan Akuisisi Di Bursa Efek Indonesia”. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang ada, rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Apakah terdapat pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi ? 2) Apakah terdapat pengaruh asimetri informasi terhadap nilai perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi ? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. 2) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh asimetri informasi terhadap nilai perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. 2. Kontribusi Penelitian 1) Kontribusi teori Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Karena pengujian sebelumnya sudah banyak yang meneliti manajemen laba menggunakan proksi akrual namun masih sedikit yang mengukur manajemen laba dengan proksi aktivitas rill khususnya di Indonesia. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 2) Kontribusi praktik a) Bagi investor Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menilai perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi dari sudut pandang manajemen laba dan asimetri informasi. Selanjutnya, investor dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk melakukan analisis terhadap nilai perusahaan sehingga dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik. b) Bagi manajer perusahaan Penelitian ini dapat digunakan untuk mempertimbangkan keputusan bisnis yang lebih tepat serta kualitas informasi yang dihasilkan agar mampu menarik minat investor untuk berinvestasi. c) Bagi regulator Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan paraturan untuk menciptakan pasar modal yang lebih sehat dan meminimalisir asimetri informasi. http://digilib.mercubuana.ac.id/