Awas, Babak Kedua Krisis Global! Jumat, 31 Oktober 2008 | 02:41 WIB Ekonomi global sudah akan pulih 2009? Jangan terlalu yakin dulu! Sejumlah ekonom dunia, termasuk peraih Hadiah Nobel Ekonomi Paul Krugman yang awalnya optimistis ekonomi Amerika serikat tak akan sampai mengalami resesi pun, tak menutup kemungkinan kondisi masih akan memburuk. Hal ini terutama dikaitkan dengan perkembangan terakhir di negara berkembang, di mana dampak krisis global telah menyeret perekonomian dalam krisis nilai tukar yang berpotensi berkembang menjadi krisis mata uang terbesar yang pernah ada (istilah Krugman the mother of all currency crisis). Di Eropa Timur, dampak krisis global mengakibatkan resesi di sejumlah negara. Rontoknya nilai tukar akibat penarikan dana oleh investor, yang dibarengi dengan anjloknya penerimaan ekspor dan tingginya inflasi, memunculkan risiko kebangkrutan seluruh ekonomi Eropa Timur. Sejauh ini, sudah enam negara di Eropa Timur yang meminta uluran tangan Dana Moneter Internasional, yakni Hongaria, Eslandia, Rusia, Ukraina, Turki, dan Belarus. Nasib sama dialami emerging market di Amerika Latin, dengan Argentina berpotensi terpuruk dalam krisis utang lagi. Di Asia, baru Pakistan yang mengajukan permintaan dana darurat dari IMF. Krugman dan analis valas di Morgan Stanley, Stephen Jen, mencemaskan akan terjadinya kejatuhan tajam (hard landing) nilai aset-aset dan perekonomian emerging markets dan ini berpotensi menjadi pemicu (episentrum) krisis global baru (setelah krisis finansial AS) dalam beberapa bulan mendatang. Dampak krisis ini juga akan sangat memukul negara maju dan perekonomian global. ”Ini ibarat pemerintah bertempur dalam peperangan yang tak mungkin mereka menangi. Pengambil kebijakan di kawasan (Eropa Timur) dihadapkan pada situasi seperti Asia tahun 1997 dan Nordik tahun 1997, usaha gagah berani, tetapi hampir tak ada efeknya,” ujar spesialis emerging market Danske Bank, Lars Christensen, mengenai langkah yang ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan rupiah, perbankan, dan ekonomi. PHK massal Di AS sendiri, dampak krisis mulai menyebar ke seluruh penjuru ekonomi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal mulai terjadi, baik di perusahaan swasta maupun pemerintah. Seperti sudah diantisipasi, AS sekarang ini memasuki resesi terburuk sejak Depresi Besar tahun 1930. Ekonom JP Morgan Chase memperkirakan produk domestik bruto (PDB) AS hanya akan tumbuh 0,5 persen pada triwulan ketiga tahun ini dan mengalami penurunan 4 persen pada triwulan terakhir 2008 (penurunan tertajam sejak resesi 1981-1982). Angka pengangguran diprediksi sebesar 8-8,5 persen pada akhir tahun. Lima sektor dengan angka PHK terbesar adalah sektor finansial, otomotif, pemerintahan/organisasi nirlaba, transportasi, dan ritel. Separuh lebih industri peleburan baja sudah tutup karena anjloknya permintaan. Belanja konsumen juga terus terpuruk. Pemulihan ekonomi AS dan negara maju lain diperkirakan belum akan terjadi dalam waktu dekat. Kendati Fed (diikuti bank-bank sentral negara lain) kemarin kembali menurunkan suku bunga antarbank ke titik terendah sejak krisis dot.com tahun 2003 (1 persen), perbankan masih enggan menyalurkan kredit ke sektor riil dan masyarakat. Ekonomi AS saat ini, menurut ekonom terkemuka Joseph Stiglitz, dihadapkan pada krisis likuiditas, krisis solvensi, dan problem makroekonomi sekaligus. Kemerosotan ekonomi sekarang ini ibaratnya baru fase pertama penurunan ekonomi secara tajam (downward spiral) yang harus dilalui AS dalam proses penyesuaian yang tak terelakkan sampai harga rumah kembali ke level ekuilibrium dan utang eksesif yang menopang ekonomi AS selama ini teratasi. Rekapitalisasi perbankan yang akan ditempuh pemerintah sekarang ini juga baru satu tahap dari lima tahap yang harus ditempuh untuk keluar dari krisis finansial. Langkah lainnya, meredam gelombang kebangkrutan dan penyitaan rumah. Selain itu, kebijakan stimulus untuk menggerakkan ekonomi termasuk dengan meningkatkan tunjangan pengangguran serta investasi di infrastruktur dan teknologi. Langkah lainnya adalah memulihkan kepercayaan pasar melalui perbaikan regulasi pasar finansial serta membentuk badan multilateral yang efektif untuk mengawasi jalannya sistem finansial global. Sejauh ini, langkah stimulus yang ditempuh pemerintah baru menyangkut sektor industri. Pemerintahan Bush mengungkapkan, kemungkinan memperluas jangkauan bail out ke sektor asuransi, dengan nilai total dana talangan lebih dari 2 triliun dollar AS. Namun, tak sekali pun mereka menyebut kemungkinan dikeluarkannya paket penyelamatan bagi jutaan warga yang terancam kehilangan pekerjaan, rumah, dan tabungan. Artinya, masih banyak yang harus dilakukan sebelum ekonomi AS benar-benar pulih. Bagi perekonomian global dan negara berkembang, ini tentu kabar buruk sekaligus pesan untuk menjaga stamina menghadapi kemungkinan resesi berkepanjangan. Sebelumnya, IMF memprediksikan akan terjadi perlambatan ekonomi global beberapa triwulan ke depan. Pemulihan ekonomi baru akan terjadi tahun 2010 dengan pertumbuhan ekonomi global menciut dari 5 persen (2007) menjadi 3,9 persen tahun 2008 dan 3 persen tahun 2009. Di AS sendiri, ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,1 persen tahun 2009. (tat)