VACARE DEO Bahan Pengajaran Pertemuan Sel Februari 2014 Minggu 3 DI MANAKAH KEBAHAGIAANKU? (Baca: Flp. 3:7-10) Hari ini Albert diwisuda. Inilah hari yang ditunggu-tunggu! Bayangkan saja, sekolah terus setiap hari sejak TK selama belasan tahun, semuanya demi mencapai hari ini. Namun, entah mengapa hati Albert terasa kosong, tak sesenang yang ia bayangkan sebelumnya. Beberapa kali ia berusaha berkata dalam hatinya, “Aku sarjana, aku sarjana,” namun tidak juga sukacita memenuhi hati. Teringat olehnya kedua orang tuanya yang sering bertengkar dan tidak bahagia. Padahal mereka kaya raya, punya kedudukan tinggi, lalu apa yang dapat membuat manusia bahagia? Sebelum menemukan Tuhan, Santo Agustinus telah berusaha menemukan Tuhan di tempat-tempat lain di luar dirinya. Ia mencari kebahagiaan dalam kenikmatan-kenikmatan dunia ini, dalam pelbagai macam ilmu dan filsafat, tetapi ia tidak menemukan Tuhan dan tidak bahagia juga. Akhirnya Santo Agustinus menyadari, bahwa ia salah mencari Allah di luar dirinya, karena Allah bersemayam dalam lubuk hatinya yang terdalam. Memang, kita diciptakan untuk Allah, sehingga tidak ada apa-apapun yang dapat memuaskan hati kita kecuali Allah sendiri. Hati kita telah diciptakan sedemikian besarnya, sehingga bahkan seluruh alam semesta ini tidak akan dapat memenuhinya. Seandainyapun kita memiliki seluruh dunia, semuanya itu tidak dapat mengisi hati kita, dan hati kita akan tetap kosong saja. Kita telah diciptakan untuk yang tidak terbatas, sehingga hanya yang tidak terbatas saja yang dapat mengisi hati kita dengan sungguh-sungguh. Inilah yang dialami Santo Agustinus, sehingga ia mengungkapkannya dalam sebuah kalimat yang kemudian menjadi terkenal, "Engkau menciptakan kami untukMu, ya Tuhan, dan gelisahlah hati kami sebelum beristirahat di dalam Engkau.” Kita diciptakan untuk yang baka, untuk Allah sendiri, sehingga pengenalan akan Allah saja yang akan dapat memuaskan hati kita. Santo Paulus sebelumnya mengejar kemuliaan duniawi ini. Namun, setelah mengenal Kristus, ia menganggap segala sesuatu sebagai kerugian, ya bahkan semuanya yang sebelum itu amat dihargainya, kini dipandangnya sebagai sampah belaka. Sesungguhnya segala sesuatu di dunia ini akan lenyap. Kita sendiri mengalami, betapa goyahnya hidup manusia di dunia ini. Kemarin ia diagung-agungkan dan disanjung orang, tetapi hari ini ia dihujat dan hidupnya pun tidak aman lagi. Kemarin ia adalah orang yang paling dihormati, tetapi hari ini bisa menjadi buronan. Seperti yang dikatakan Santo Yohanes, dunia ini dengan segala keinginannya akan lenyap, sebaliknya orang yang mengasihi Allah akan tetap selama-lamanya. Oleh karena itu, dia menghimbau kita agar jangan mencintai dunia ini: "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya" (1 Yoh 2:15-17). Sifat dunia yang goyah ini, yang fana, yang cepat berubah dan berlalu, justru mendorong kita untuk mencari yang baka, yang tidak kena perubahan, karena kita diciptakan untuk yang kekal. Mengenal Allah serta mengasihi Dia di atas segala sesuatu, itulah tujuan hidup kita dan itulah satu-satunya yang dapat mengisi hati kita. Sesungguhnya, mengenal Allah dan mengasihi Dia itulah hidup yang kekal, yang sudah dimulai dalam dunia ini dan akan disempurnakan dalam hidup yang akan datang (bdk. Yoh. 17:3). Dan mengenal, dalam bahasa Kitab Suci, lebih-lebih menurut Injil Yohanes, berarti memasuki persekutuan hidup yang mengalir dari Bapa kepada Putera di dalam Roh Kudus dan kembali lagi kepada Bapa dalam Roh yang sama. Karena itu, bagi kita yang terpenting sekarang ini, ialah mengenal dan mengasihi Allah. Segala yang lain tidak ada artinya bila dibandingkan dengan yang ini. Juga bila di dunia ini kita masih harus banyak menderita, itupun tidak ada artinya, sebab "penderitaan zaman sekarang ini tidak ada artinya, bila dibandingkan dengan kemuliaan yang disediakan Allah bagi kita" (bdk Rom 8:18). Seperti Santo Paulus kitapun mau mengejar satu-satunya yang perlu, yaitu pengenalan akan Yesus Kristus yang melampaui segala pengertian (Flp 3:7-8.10-11). Sharing: Sharingkanlah pengalaman Anda ketika mengalami kebahagiaan karena relasi Anda dengan Tuhan. Berbedakah dengan kebahagiaan yang diberikan dunia?