BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan guna menghindari gangguan sedini mungkin dan segala sesuatu yang membahayakan terhadap kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, karena kehamilan bersifat dinamis. Walaupun kehamilan merupakan peristiwa yang normal, namun secara tiba-tiba dapat menjadi beresiko tinggi dan merupakan keadaan yang sangat berbahaya serta mungkin menjadi penyebab kematian ibu yang sedang hamil tersebut (Depkes RI, 2006). Angka kematian dan kesakitan ibu meningkat drastis selama masa kehamilan, melahirkan dan pasca lahir. Oleh karena itu, setiap keadaan selama hamil yang menggangu kesehatan dan keselamatan jiwa ibu maupun janin haruslah diketahui sedini mungkin sehingga dapat dilakukan pencegahan ataupun pengobatan yang sebaik-baiknya. Pemeriksaan kehamilan merupakan cara yang terbaik. Penyebab kematian ibu hamil menurut Mc Carthy dan Maine terdiri dari penyebab langsung (proximate) dan penyebab antara (intermediate) serta penyebab tidak langsung (distant). Penyebab langsung adalah kejadian kehamilan, komplikasi kehamilan dan persalinan. Penyebab antara adalah status kesehatan, status reproduksi, Universitas Sumatera Utara akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku sehat dan faktor lain yang tidak diketahui. Penyebab tidak langsung berupa status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan status masyarakat. Layanan antenatal merupakan penyebab antara, karena kurangnya kualitas pelayanan antenatal menyebabkan akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promtif dan preventif. Tujuan pelayanan antenatal adalah dicapainya keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Kehamilan dengan gejala dan keluhan fisik dan psikis minimal, 2. Persalinan dengan status kesehatan ibu dan bayi dalam keadaan yang prima. 3. Lahirnya bayi sehat tanpa kelainan. 4. Tertanamnya kebiasaan hidup sehat yang memberi manfaat bagi anggota keluarga yang lain. 5. Penyesuaian yang baik terhadap keadaan pasca melahirkan. Kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan atau K1 bertujuan untuk mendapatkan pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan Universitas Sumatera Utara pelayanan antenatal minimal 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2008), terlihat bahwa cakupan pelayanan KI setiap tahunnya mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2004, cakupan KI sebesar 88,09%, pada tahun 2005 sebesar 88,60%, tahun 2006 sebesar 90,38%, tahun 2007 sebesar 91,23%, dan pada tahun 2008 sebesar 92,65%. Cakupan K4 di Indonesia juga mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2004, cakupan KI sebesar 77,00%, pada tahun 2005 sebesar 77,10%, tahun 2006 sebesar 79,63%, tahun 2007 sebesar 80,26%, dan pada tahun 2008 sebesar 86,04%. Namun, angka-angka tersebut (KI dan K4) setiap tahunnya belum mencapai target yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI yaitu 95%. Pada tahun 2007, cakupan K1 tertinggi pada provinsi DKI Jakarta, yaitu; 99,40% dan cakupan K4 tertinggi pada provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu 93,31% (Depkes RI,2Ô07). Pada tahun 2008, cakupan K1 dan K2 tertinggi pada provinsi DKI Jakarta yaitu 99,76% untuk cakupan K1 dan 95,78% untuk cakupan K4 (Depkes RI, 2008). Sementara itu, untuk Provinsi Sumatera Utara, cakupan KI mengalami kenaikan dan 90,29% pada tahun 2007, menjadi 92,18% pada tahun 2008. Untuk cakupan K2 juga mengalami kenaikan dari 83,80% pada tahun 2007 menjadi 85,53% pada tahun 2008. Cakupan KI di Provinsi Sumatera Utara walaupun mengalami kenaikan, namun masih di bawah target cakupan KI provinsi di Indonesia yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2008, yaitu 93%. Hal yang sama Universitas Sumatera Utara terjadi pada cakupan K4 yang walaupun mengalami kenaikan, namun masih berada di bawah target provinsi, yaitu 87% (Depkes RI, 2008). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 menunjukkan, kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan cakupan KI tertinggi adalah Kabupaten Pakpak Barat dan Karo sebesar 100% dan terendah adalah Kota Tanjung Balai sebesar 65,5%. Cakupan K4 tertinggi pada Kota Sibolga sebesar 92,56% dan terendah pada Kabupaten Samosir sebesar 52,77%. Namun, data ini hanya didapat dari Puskesmas yang ada di tiap kabupaten/kota, artinya belum terdapat pencatatan yang lengkap dari rumah sakit maupun praktek dokter atau bidan. Pemanfaatan pelayanan antental dapat dibedakan menurut kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas adalah bila hanya melihat jumlah kunjungan atau frekuensi kunjungan, juga memperhitungkan beberapa variabel lain yang sedikit banyak mampu menggambarkan kualitas pemanfaatan suatu pelayanan antenatal. Pemanfaatan suatu jenis pelayanan kesehatan selalu diharapkan menghasilkan peningkatan atau perbaikan status kesehatan dan si pemakai pelayanan kesehatan tersebut. Dalam pelayanan antenatal, diharapkan pemanfaatannya dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya sehingga kelak ibu dapat melahirkan dengan selamat dan bayi berada dalam keadaan yang sehat (WHO, 1998). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian Universitas Sumatera Utara perinatal dan neonatal. Angka BBLR secara nasional belum tersedia, walaupun demikian, proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (Depkes RI, 2008). Penambahan berat badan yang terjadi selama kehamilan disebabkan oleh peningkatan ukuran berbagai jaringan reproduksi, adanya pertumbuhan janin, dan terbentuknya cadangan lemak dalam tubuh ibu. Resiko melahirkan BBLR meningkat pada kenaikan berat badan yang kurang selama kehamilan. Untuk menghindari terjadinya kelahiran bayi BBLR atau di bawah 2500 gram, seorang ibu harus menjaga kondisi fisiknya dengan mencukupkan kebutuhan gizinya. Di samping itu harus berusaha menaikkan berat badannya sedikitnya 11 Kg (bertahap sesüai dengan usia kehamilan (Maulana, 2009). Menurut Solihin (2003), status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat memengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Banyak faktor pengaruhi terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR). Seharusnya pelayanan antenatal, yang bertujuan sebagai salah satu prosedur yang mampu menentukan apakah ibu hamil termasuk kelompok beresiko, melalui tindakan intervensi, mampu menurunkan angka BBLR, atau bila mungkin mencegah terjadinya BBLR. Sebaliknya, ibu hamil yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya Universitas Sumatera Utara diasumsikan akan menghadapi resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Budiarto, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, mendata berat badan bayi baru lahir, tidak semua bayi diketahui berat badan hasil penimbangannya. Bayi yang diketahui berat badan lahir hasil penimbangan waktu baru lahir, 11,5% lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram atau BBLR. Tiga provinsi dengan BBLR tertinggi adalah Papua sebesar 27%, Papua Barat sebesar 23,8%, dan NTT sebesar 20,3%. Tiga provinsi dengan BBLR terendah adalah Bali sebesar 5,8%, Sulawesi Barat sebesar 7,2%, dan Jambi sebesar 7,5%. Persentase BBLR hasil SDKI tahun 2002-2003 menunjukkan 7,6% bayi lahir dengan BBLR, dan Riskesdas tahun 2007 seperti disebutkan di atas sebesar 11,5%. Sampai saat ini BBLR masih menjadi salah satu masalah kesehatan penting di negara-negara berkembang. Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 35 per 1000 kelahiran hidup dan BBLR merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain merupakan faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan angka kesakitan dan kematian bayi, BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan belajar, retardasi mental, masalah perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Sekitar 45% kematian bayi terjadi pada bayi yang berumur kurang bulan terutama disebabkan BBLR (Depkes RI, 2008). Universitas Sumatera Utara Penelitian lain di AS menyatakan resiko kematian neonatal pada bayi dengan BBLR hampir 40 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan cukup (Institute of Medicine, 1990). Data epidemiologi di Inggris dan berbagai negara maju lainnya menunjukkan setelah menjadi dewasa, bayi yang BBLR akan lebih mudah terkena penyakit kronis, misalnya Diabetes Mellitus Tipe 2 atau penyakit kardiovaskuler (Kramer, 2003). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, kabupaten/kota dengan persentase BBLR tertinggi adalah Kota Tanjung Balai sebesar 4,88%, dan terendah adalah Kota Padang Sidempuan sebesar 0,12%. Kota Medan, sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki persentase BBLR sebesar 0,99% pada tahun 2007 (Dinkes Provsu, 2007). Mengingat bahwa pelayanan antenatal merupakan pelayanán yang telah tersedia untuk masyarakat sejak tahun 1952, padahal kejadian BBLR masih tinggi di Indonesia, maka yang menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh pelayanan antenatal yang ada, sudah mampu membantu menurunkan angka kejadian BBLR. Kota Medan adalah kota terbesar yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai kota terbesar, sudah semestinya Kota Medan memiliki berbagai kemajuan di berbagai bidang dibandingkan daerah lain di Sumatera Utara, termasuk dalam hal pelayanan kesehatan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu pelayanan kesehatan penting yang dituntut baik dari segi kuantitas dan kualitasnya adalah pelayanan antenatal. Namun, ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan Universitas Sumatera Utara pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) di rumah bersalin yang ada di Kota Medan, masih ada yang melahirkan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR). Berdasarkan survei awal di rumah bersalin di Kota Medan pada tahun 2010 terdapat 301 bayi (0,6%) dari 52.613 bayi yang lahir. Penelitian ini dibatasi pada 4 kecamatan yang ada di kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Barat 54 orang (6,9%) dari 783 bayi yang lahir, Kecamatan Medan Helvetia 76 orang (6,2%) dari 1217 bayi yang lahir, Kecamatan Medan Deli 55 orang (9,1%) dari 604 bayi yang lahir dan Kecamatan Medan Labuhan 69 orang (6,7%) dari 1035 bayi yang lahir yang merupakan daerah yang memiliki jumlah BBLR terbanyak dengan jumlah 254 bayi (6,9%) dari 3639 bayi yang lahir. Oleh karena masih banyaknya angka BBLR tersebut, maka peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh dari pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi ibu hamil terhadap luaran BBLR tersebut. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: apakah ada pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran bayi berat lahir rendah (BBLR) di rumah bersalin Kota Medan tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran bayi berat lahir rendah (BBLR) di rumah bersalin Kota Medan tahun 2010. Universitas Sumatera Utara 1.4. Hipotesis Ada pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran bàyi berat lahir rendah (BBLR) di rumah bersalin Kota Medan tahun 2010. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan. penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk mengambil kebijakan terutama berkaitan dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dalam upaya menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR). 2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini untuk perbaikan dan pengembangan model promosi kesehatan tentang pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi ibu hamil. Universitas Sumatera Utara