BAB II LANDASAN TEORI PENELITIAN

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI PENELITIAN
A. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan
dari tempatnya bekerja. Menurut Rivai (2005:475) kepuasan kerja pada
dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan
sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya
terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan
evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang
atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Luthans (Almigo, 2004) mengemukakan bahwa kepuasan kerja
adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka
dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang
diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting.
Kepuasan kerja adalah hasil dari perbedaan antara imbalan yang
dianggap pantas (yang diharapkan), dengan imbalan yang sesungguhnya
diperoleh. Ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka mempunyai
motivasi untuk berkerja yang tinggi, mereka lebih senang dalam
melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah
10
11
mereka yang malas berangkat ke tempat bekerja dan malas dengan
pekerjaan dan tidak puas (Herzberg, 1959).
Davis (1995: 105), menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan perasaan senang dan tidak
senang yang relatif, yang berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan
perilaku.
Locke (1969) mengemukakan bahwa :
“job satisfaction is the appraisal of one’s job as attaining or
allowing the attainment of one’s important job values, providing
these values are congruent with or help fulfill one’s basic needs”.
Kepuasan kerja adalah penilaian terhadap pekerjaan seseorang
sebagai pencapaian satu nilai-nilai tugas penting, dimana nilai-nilainya
dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar seseorang.
Howell dan Dipboye (Munandar, 2001: 350) memandang kepuasan
kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka tidak suka tenaga
kerjanya terhadap aspek dalam pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan
mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
Wexley dan Yukl (Mangkunegara, 2005: 117) mengemukakan
bahwa:
“job satisfaction is the way an employee feels about his or her
job”.
Kepuasan kerja adalah cara karyawan merasakan dirinya atau
pekerjaannya. Dapat diartikan juga bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang
12
berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya,
kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain,
penempatan kerja, dan struktur organisasi.
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap
yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para
karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja, termasuk di dalamnya upah,
kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis.
2. Teori - Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk ( 1977 ) dalam bukunya yang
berjudul Organisational behaviour And Personnel Psychology halaman
99 yang dikutip Moch. As’ad ( 1995 : 105 ), pada dasarnya teori – teori
tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu :
a. Discrepancy theory
Discrepancy
menjelaskan
theory
yang
dipelopori
oleh
Porter
bahwa kepuasan kerja seseorang diukur dengan
menghitung selisih apa yang seharusnya diinginkan dengan kenyataan
yang dirasakan. Kemudian Locke dalam moch. As’ad (1995 : 105 )
menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada
perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang menurut
persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Orang akan puas
apabila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan
persepsinya atas
kenyataan,
karena
batas
minimum
yang
13
diinginkan
terdapat
maka orang
“discrepancy”,
akan menjadi lebih puas lagi walaupun
tetapi
merupakan
positif
discrepancy.
Sebaliknya, semakin jauh dari kenyataan yang dirasakan itu dibawah
standar minimum sehingga menjadi negatif discrepancy, maka
makin besar pula ketidakpuasan terhadap pekerjaannya.
b. Equity theory
Equity theory dikembangkan oleh Adams (1963). Adapun
pendahulu dari teori ini adalah Zaleznik (1958) dikutip dari Locke
(1969). Dalam equity theory, kepuasan kerja seseorang tergantung
apakah
ia merasakan keadilan atau tidak atas situasi. Perasaan
keadilan atau ketidakadilan atas suatu situasi diperoleh
dengan
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor
maupun di tempat lain.
Menurut teori ini, elemen - elemen dari equity ada tiga yaitu :
input, out comes, dan comparation person (Wexley dan Yulk, 1977)
dalam bukunya Moch. As’ad (1995:105). Yang dimaksud dengan input
adalah
sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai/ karyawan
sebagai sumbangan terhadap pekerjaannya, seperti pendidikan,
pengalaman kerja, dan kecakapan. Out comes adalah sesuatu yang
berharga yang dirasakan pegawai/ karyawan sebagai hasil dari
pekerjaannya,
seperti
gaji,
status,
symbol,
dan
penghargaan.
Comparation person adalah dengan membandingkan input, out comes
terhadap orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi
14
menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula
tidak. Akan tetapi bila
perbandingan itu
tidak
seimbang
dan
merugikan, akan menimbulkan ketidakpuasan (Moch. As’ad 1995 :
105 ).
Kelemahan dari teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan
kerja seseorang juga
ditentukan
oleh
individual
differences
(misalnya pada waktu orang melamar kerja apabila ditanya tentang
besarnya upah/ gaji yang diingnkan). Selain itu, tidak liniernya
hubungan antara besarnya kompensasi sengan tingkat kepuasan
lebih banyak bertentangan dengan kenyataan
(Locke,1969) yang
dikutip oleh Moch. As’ad (1995 : 105)
c. Two factor teory
Menurut two factor theory, kepuasan kerja itu merupakan dua
hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan itu bukan merupakan suatu variable kontinyu. Herzberg
dalam Moch. As’ad (1995:105) membagi situasi yang mempengaruhi
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok
yaitu kelompok satisfiers atau motivator yang terdiri dari prestasi
pengakuan, tanggungjawab. Dan yang kedua yaitu kelompok sebagai
sumber ketidakpuasan atau dissatisfiers yang terdiri dari
kerja, upah atau gaji, hubungan antar karyawan/ pegawai.
prosedur
15
3. Faktor – Faktor Penentu Kepuasan Kerja
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor
penentu kepuasan kerja. Harold E. Burt dalam bukunya Moh. As’ad
(1995:112) mengemukakan pendapatnya tentang faktor - faktor
yang dapat menimbulkan kepuasan kerja antara lain :
a) Faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara
pimpinan dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja,
hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman kerja,
emosi dan situasi kerja.
b) Faktor individual, antara lain sikap kerja seseorang terhadap
pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, serta jenis kelamin
karyawan.
c) Faktor - faktor dari luar (ekstern ) antara lain keadaan keluarga
karyawan, rekreasi, pendidikan (training, up grading dan lainlain).
Menurut
pendapat
Moh.
As’ad
(1995:115),
faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja antara lain :
a) Faktor psikologis, merupakan
kejiwaan pegawai
faktor yang berhubungan dengan
yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap
terhadap kerja, perasaan kerja.
b) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan,
16
pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan
pegawai.
c) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian,
jaminan sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi
dan lain-lain.
Menurut Luthans (1998:145-146) faktor-faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :
a) Pekerjaan
Unsur ini menjelaskan pandangan karyawan mengenai
pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, melalui pekerjaan
tersebut karyawan memperoleh kesempatan untuk belajar, dan
memperoleh peluang untuk menerima tanggung jawab. Menurut
Robbins (2001:149) “karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaanpekerjaan
yang
memberi
mereka
kesempatan
menggunakan
ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas,
kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
bekerja.…”. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan dan
kemampuan karyawan diharapkan mampu mendorong karyawan untuk
menghasilkan kinerja yang baik.
17
b) Upah atau gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadaan yang
dirasakan dari upah atau gaji.
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan
promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan
segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil
yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu,
dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan
dihasilkan kepuasan”. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan,
maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut
melakukan perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang
sama di luar perusahaan. Jika gaji yang diberikan perusahaan lebih
rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku di perusahaan yang
sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan
kerja karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan
sedemikian rupa agar kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan)
merasa sama-sama diuntungkan. Karena karyawan yang merasa puas
dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan kepuasan kerja
yang diharapkan berpengaruh pada kinerja karyawan (Robbins : 2001).
c) Kesempatan promosi yaitu keadaan kesempatan untuk berprestasi.
Promosi akan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang
meningkat. Apabila promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan
mampu memberikan kepuasan kepada karyawan (Robbins : 2001).
18
d) Penyelia atau pengawasan kerja yaitu merupakan kemampuan penyelia
untuk memberikan bantuan secara teknis maupun memberikan
dukungan.
e) Rekan
kerja
yaitu
sejauhmana
rekan
kerja
bersahabat
dan
berkompeten.
Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan sekerja atau
kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara
individual. Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan,
nasehat atau saran, bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok
kerja yang baik mambuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya
hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian
pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat
keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas
interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang
mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para
pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama
berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok
dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan.
f) Kondisi kerja
Apabila kondisi kerja karyawan baik (bersih, menarik, dan
lingkungan kerja yang menyenangkan) akan membuat mereka mudah
menyelesaikan pekerjaannya.
19
B. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin merupakan kata yang sering diartikan sebagai ketentuan
berupa peraturan-peraturan yang secara eksplisit perlu juga mecakup
sangsi-sangsi yang akan diterima jika terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk lebih jelasnya penulis akan
memberikan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli.
Disiplin kerja adalah kesadaran dan ketaatan seseorang
terhadap peraturan perusahaan/ lembaga dan norma sosial yang
berlaku (Hasibuan, 2001 : 193).
Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai,
patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar
tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Gibson et. al, 2001:
188).
Menurut Wursanto (1984:108), disiplin kerja yaitu keadaan yang
menyebabkan / memberikan dorongan kepada pegawai untuk berbuat dan
melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma / peraturan yang
telah ditetapkan.
20
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak
bahwa disiplin pada dasarnya merupakan usaha dari manajemen
organisasi untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat
memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam
suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib
atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3)
adanya sanksi bagi pelanggar.
2. Tipe – Tipe Disiplin Kerja
T. Hani Handoko (1994:208) membagi disiplin kerja menjadi 3 yaitu:
a) Displin preventif
yaitu kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan
aturan, sehingga penyelewengan dapat dicegah.
b) Disiplin korektif yaitu kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran
terhadap
aturan-aturan
yang
mencoba
untuk
menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan
korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan
pendisiplin. Contohnya dengan tindakan skorsing terhadap
karyawan.
c) Disiplin progresif yaitu kegiatan memberikan hukuman-hukuman
yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang.
Tujuan dari disiplin progresif ini agar karyawan untuk mengambil
tindakan-tindakan korektif sebelum mendapat hukuman yang lebih
serius. Contoh dari
tindakan
disiplin
progresif
antara lain:
21
teguran secara lisan oleh atasan, teguran tertulis, skorsing dari
pekerjaan selama beberapa hari, diturunkan pangkatnya, dan
terakhir dipecat.
3. Faktor-faktor Disiplin Kerja
Disiplin
kerja
merupakan
suatu
sikap
dan
perilaku.
Pembentukan perilaku jika dilihat dari formula Kurt Lewin adalah
interaksi antara faktor kepribadian dan faktor lingkungan (situasional).
a. Faktor Kepribadian
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah
sistem nilai yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan
langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang
diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, dan masyarakat akan
digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di
tempat kerja. Sistem nilai akan terlihat dari sikap seseorang. Sikap
diharapkan akan tercermin dalam perilaku.
Perubahan sikap ke dalam perilaku terdapat 3 tingkatan
menurut Kelman (Brigham, 1994):
1) Disiplin karena kepatuhan Kepatuhan terhadap aturan-aturan
yang didasarkan atas dasar perasaan takut. Disiplin kerja dalam
tingkat ini dilakukan semata untuk mendapatkan reaksi positif
dari
pimpinan
atau
atasan
yang memiliki
wewenang.
Sebaliknya, jika pengawas tidak ada di tempat disiplin kerja
22
tidak tampak. Contoh: pengendara sepeda motor hanya
memakai helm jika ada polisi.
2) Disiplin karena identifikasi Kepatuhan aturan yang didasarkan
pada identifikasi adalah adanya perasaan kekaguman atau
penghargaan pada pimpinan. Pemimpin yang kharismatik
adalah figur yang dihormati, dihargai, dan seagai pusat
identifikasi. Karyawan yang menunjukkan disiplin terhadap
aturan-aturan
organisasi
bukan
disebabkan
karena
menghormati aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan
pada atasannya. Karyawan merasa tidak enak jika tidak
mentaati peraturan. Penghormatan dan penghargaan karyawan
pada pemimpin dapat disebabkan karena kualitas kepribadian
yang baik atau mempunyai kualitas profesional yang tinggi di
bidangnya. Jika pusat identifikasi ini tidak ada maka disiplin
kerja akan menurun, pelanggaran meningkat frekuensinya.
3) Disiplin karena internalisasi Disiplin kerja dalam tingkat ini
terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai pribadi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini,
orang dikategorikan telah mempunyai disiplin diri. Misalnya:
walaupun dalam situasi yang sepi di tengah malam hari ketika
ada lampu merah, si sopir tetap berhenti. Walaupun tergeletak
uang di atas meja dan si majikan sedang pergi, si pembantu
tidak mengambil uang.
23
b. Faktor Lingkungan
Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi
merupakan suatu proses belajar yang terus-menerus. Proses
pembelajaran agar dapat efektif maka pemimipin yang merupakan
agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsisten, adil
bersikap positif, dan terbuka.
Konsisten adalah memperlakukan aturan secara konsisten
dari waktu ke waktu. Sekali aturan yang telah disepakati dilanggar,
maka rusaklah sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah
memperlakukan seluruh karyawan dengan tidak membeda-bedakan.
Bersikap positif dalam hal ini adalah setiap pelanggaran yang dibuat
seharusnya dicari fakta dan dibuktikan terlebih dulu. Selama fakta
dan bukti belum ditemukan, tidak ada alasan bagi pemimpin untuk
menerapkan tindakan disiplin. Dengan bersikap positif, diharapkan
pemimpin dapat mengambil tindakan secara tenang, sadar, dan tidak
emosional. Upaya menanamkan disiplin pada dasarnya adalah
menanamkan nilai-nilai. Oleh karenanya, komunikasi terbuka
adalah kuncinya. Dalam hal ini transparansi mengenai apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, termasuk di dalamnya sanksi dan
hadiah apabila karyawan memerlukan konsultasi terutama bila
aturan-aturan dirasakan tidak memuaskan karyawan.
24
4. Indikator Disiplin Kerja
Menurut Soejono (1997 : 67) ada beberapa indikator disiplin
kerja, antara lain :
a) Ketepatan waktu
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur,
dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.
b) Menggunakan peralatan kantor dengan baik.
Sikap
kantor,
hati - hati
dapat
dalam
menggunakan
peralatan
menunjukkan bahwa seseorang memiliki
disiplin kerja yang baik, sehinga peralatan kantor dapat
terhindar dari kerusakan.
c) Tanggung jawab yang tinggi.
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang di
bebankan
kepadanya
sesuai
dengan
prosedur
dan
bertanggungjawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan
memiliki disiplin kerja yang baik.
d) Ketaatan terhadap aturan kantor.
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu
tanda pengenal/ identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor,
juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi.
25
C. Kerangka Pikir
Dalam suatu organisasi, sumber daya manusia dalam hal ini
adalah para karyawan yang bekerja harus memiliki pikiran, perasaan dan
keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikapnya terhadap pekerjaannya.
Untuk itu sikap-sikap positif dari setiap karyawan harus selalu diperhatikan
oleh para penyelia dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu
sikap-sikap positif yang harus diperhatikan itu adalah kepuasan kerja
karyawan. Menurut Rivai (2005:475) kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.
Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan
individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan
demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam
bekerja.
Menurut Herzberg (1959), ciri perilaku pekerja yang puas adalah
mereka yang mempunyai motivasi untuk berkerja yang tinggi, mereka lebih
senang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang
puas adalah mereka yang malas berangkat ke tempat bekerja dan malas
dengan pekerjaan dan tidak puas. Karyawan yang malas erat hubungannya
dengan disiplin. Disiplin kerja pegawai merupakan faktor yang sangat penting
dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Menurut Soegeng Prijodarminto
(1992) bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk
26
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketenteraman, ketearturan, dan ketertiban.
Menurut Rivai (2005:443) kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen
sumber daya manusia yang terpenting. Semakin baik disiplin karyawan pada
sebuah perusahaan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Sebaliknya tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan mencapai
hasil yang maksimal.
Maka berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui gambaran
kepuasan kerja dan disiplin kerja pada karyawan. Selain itu peneliti juga ingin
mengetahui bagaimana interaksi antara kepuasan kerja dan disiplin kerja.
Selanjutnya alur kerangka berpikir tersebut dituangkan dalam bagan berikut
ini:
Bagan 2.1
Kerangka Pikir
Kepuasan kerja
Disiplin Kerja
Download