BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan (Neufeldt & Guralnik, 1996). Menurut World Health Organization (WHO), disebutkan bahwa remaja adalah individu yang berkembang dari saat pertama kali ditunjukkannya tanda-tanda seksual sekunder sampai saat tercapainya kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian. Masa remaja dimulai antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Menurut Hurlock (2004), perubahan fisik dalam masa remaja lebih pesat daripada masa kanak-kanak, sehingga menimbulkan respon tersendiri berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya. Mereka juga percaya bahwa mencapai bentuk tubuh yang ideal akan memastikan kesuksesan dan kebahagiaannya. Remaja putri yang mengalami perkembangan fisik lebih dahulu dari teman-temannya mungkin akan merasa sangat berorientasi pada dirinya sendiri, dan mencoba untuk menghentikan pertumbuhan lemak tubuh normal dengan berdiet (Ambrose & Deisler, 2011). Penelitian di Inggris menyebutkan bahwa wanita ingin menjadi lebih kurus daripada keadaan mereka saat ini (Grogan, 2008). Hal ini menyebabkan gangguan citra tubuh pada remaja putri. 1 2 Citra tubuh adalah gagasan kompleks dan meliputi kesadaran, emosi, dan tindakan seseorang yang berkenaan dengan tubuhnya (Cash & Pruzinsky, 1990). Menurut Fallon (1990) dalam Kim & Lennon (2007), citra tubuh adalah gambaran mental yang dimiliki pada tubuhnya sendiri. Citra tubuh tidak hanya mengenai bagaimana seseorang menilai dirinya, namun juga mengenai bagaimana perasaan mereka terhadap persepsi tersebut (Kim & Lennon, 2007). Citra tubuh terbangun sebagian sebagai fungsi budaya dalam menanggapi kecantikan ideal dalam masyarakat (Rudd & lennon, 2001). Masyarakat berpatokan pada standar komunitas dalam menentukan konsep pribadi mengenai kecantikan ideal (Polivy, Garner, & Garfinkel, 1986 dalam Pinhas, et al, 1998). Persepsi ini didukung oleh adanya evaluasi dan perbandingan dengan orang lain, seperti anggota keluarga, teman sebaya, teman sekelas, dan gambar-gambar pada media (Thompson & Stice, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Thompson dan Heinberg (1999), memperlihatkan dengan jelas bahwa media cetak dan televisi mempengaruhi bagaimana pandangan sesorang tentang tubuh mereka. Media dan industri pakaian telah dipersalahkan karena telah meningkatkan kejadian gangguan perilaku makan dengan mempromosikan model-model yang kurus sebagai suatu bentuk tubuh yang ideal. Konten-konten tersebut menyebabkan remaja membandingkan tubuhnya dengan tubuh model sehingga dapat menyebabkan depresi, kemarahan, gangguan citra tubuh (Heinberg & Thompson, 1995), dan rendahnya kepercayaan diri (Martin & Kennedy, 1993). Kurangnya hubungan antara kenyataan dan persepsi ideal mengenai tubuh mereka dan keinginan untuk membentuk tubuh 3 agar sesuai dengan konsep sosial mengenai makna kurus adalah beberapa alasan utama yang menyebabkan remaja mengalami gangguan citra tubuh yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gangguan perilaku makan. Perilaku makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan tata krama makan, frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan, dan pemilihan makanan (Fradjia, 2008). Gangguan perilaku makan adalah suatu sindrom psikiatrik yang ditandai dengan pola makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan (Lisal, 2008). Kelebihan maupun kekurangan makanan selama masa remaja dapat menimbulkan masalah khusus. Pada saat remaja mengalami peningkatan berat badan dan penyimpanan lemak sebagai bagian dari pertumbuhan yang normal, remaja putri sering memaksakan diri untuk menjadi ramping dan mulai melakukan tindakan menurunkan asupan nutrisi yang mengakibatkan terjadinya defisiensi nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan remaja putri tersebut (Levin & Becker, 2010). Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), gangguan perilaku makan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Anorexia Nervosa (AN), Bulimia Nervosa (BN), serta Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS) (Levin & Becker, 2010). Anorexia Nervosa adalah gangguan perilaku makan yang berupa suatu kesengajaan dalam menurunkan berat badan jauh melebihi rentang normal penurunan berat badan (Lemberg, 1999). Bulimia Nervosa merupakan sebuah gangguan perilaku makan dimana makanan digunakan sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhan batin (Lemberg, 4 1999). Kategori EDNOS diperuntukkan bagi gangguan perilaku makan lain yang tidak dapat diklasifikasikan dalam dua gangguan perilaku makan lainnya, yaitu AN maupun BN (Norring & Palmer, 2005). Gangguan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu Binge Eating Disorder (BED) dan Night Eating Syndrome (NES) (Strunkard dan Allison, 2003 dalam Stuart & Laraia, 2005). Lebih dari 70 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan perilaku makan. Insiden tetap dari gangguan perilaku makan ini adalah kelompok usia remaja dalam rentang usia 15-16 tahun atau dalam usia remaja pertengahan (Becker, 2002). Sebuah studi nasional di Inggris yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Harvard dan Rumah Sakit McLean ditemukan bahwa selama masa hidupnya, sekitar 0,9 % wanita dan 0,3% pria pernah menderita AN. Ditambahkan pula bahwa sekitar 1,5% wanita dan 0,5% pria pernah mengalami BN, serta sekitar 3,5% wanita dan 2% pria pernah mengalami EDNOS. Menurut National Eating Disorder Assotiation (NEDA), terdapat sekitar sepuluh juta wanita dan satu juta pria di Amerika Serikat menderita AN atau BN, sedangkan jutaan lainnya mengalami EDNOS (Costin, 2007 dalam Ambrose & Deisler, 2011). Diketahui jumlah pasien dengan gangguan perilaku makan telah meningkat secara global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk BN, dan 500.000 wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk AN (Academy for Eating Disorder, 2006). Terdapat insiden perilaku makan menyimpang sebesar tujuh kasus per 100.000 populasi di negara-negara barat (Treasure dan Murphy, 2005 dalam Gibney, et al, 2005). 5 Di Benua Asia sendiri, dilaporkan peningkatan jumlah kasus gangguan perilaku makan yang terjadi. Pada kebudayaan Cina, misalnya, obesitas dianggap sebagai lambang kekayaan, sehingga terdapat gangguan dalam perilaku makan masyarakatnya yang menyebabkan banyak orang yang mengalami obesitas (Lee, 1991). Berbeda dengan keadaan di Cina, penelitian yang dilakukan di Hongkong menyebutkan bahwa terdapat 3-10% perempuan mengalami kecenderungan gangguan makan disebabkan oleh keinginan untuk menjadi kurus akibat tayangan media (2001). Di Jepang dilaporkan bahwa pasien dengan gangguan perilaku makan banyak dijumpai di kota-kota besar daripada di pedesaan (Nadaoka, et al, 1996). Data mengenai prevalensi gangguan perilaku makan di Indonesia masih belum mencukupi, penelitian yang dilakukan mengenai masalah ini pun masih minim dilakukan. Menurut penelitian oleh Hapsari (2009), terlihat bahwa dari 61 remaja perempuan pada sebuah sekolah model di Jakarta, sebanyak 38 orang (58,5%) responden mengalami gangguan perilaku makan. Remaja dengan AN sebanyak 3,1%, BN sebanyak 1,5%, dan EDNOS sebanyak 50,8%. Kota Denpasar merupakan ibu kota Provinsi Bali yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan, serta pusat perekonomian. Letaknya yang cenderung strategis sangat menguntungkan, karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupatenkabupaten lainnya. Sebagai pusat pendidikan di Provinsi Bali, Kota Denpasar memiliki total 289 sekolah dengan perbandingan 142 sekolah negeri dan 147 6 sekolah swasta, dimana terdapat delapan SMA negeri dan 47 SMA swasta serta 5 SMK Negeri dan 24 SMK Swasta (BPS Provinsi Bali, 2013). Karakteristik siswa-siswi pada SMA dan SMK baik negeri maupun swasta umumnya memiliki keragaman yang serupa (Bali Post, 2013), namun berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Dwijendra Denpasar, terdapat delapan dari sepuluh siswi yang memberikan perhatian lebih pada bentuk tubuhnya dan enam diantaranya memilih membatasi asupan makanan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan bentuk tubuhnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2012), pada SMA tersebut terlihat adanya tingkat depresi yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut, tingkat depresi yang tinggi ini disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri pada siswa-siswinya. Kepercayaan diri yang dimiliki oleh siswa-siswi tersebut menyangkut pula mengenai kepercayaan diri terhadap bentuk tubuhnya masing-masing. Depresi, sebagai akibat dari kurangnya tingkat kepercayaan diri, merupakan salah satu pencetus terjadinya gangguan perilaku makan pada remaja, sehingga SMA Dwijendra tersebut dipertimbangkan untuk menjadi lokasi dilakukannya penelitian ini. Gangguan perilaku makan yang tidak ditangani akan menimbulkan efek yang dapat merusak tubuh. Perawatan pada awal penyakit dapat mencegah terjadinya kerusakan permanen (Ambrose & Deisler, 2011). Beberapa dampak medis dari gangguan perilaku makan dapat membaik apabila malnutrisi yang terjadi dapat tertangani dengan baik. Namun terdapat pula efek yang tidak dapat hilang setelah adanya perbaikan gizi, antara lain retardasi pertumbuhan, struktur 7 otak yang berubah, perlambatan masa pubertas, serta peningkatan risiko terjadinya osteoporosis dan fraktur (Golden, et al, 2003). Anorexia Nervosa dapat menyebabkan masalah yang berdampak luas, mulai dari serangan flu berulang hingga kondisi yang mengancam nyawa seperti serangan jantung dan gagal ginjal (Ambrose & Deisler, 2011). Hofland dan Dardis (1992) dalam Lemberg (1999) mengungkapkan secara spesifik bahwa penderita BN dapat mengalami erosi enamel gigi, ketidakseimbangan asam basa metabolis, hipokloremia, hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesia, hipokalemia, hiperuricemia, ulcer esophageal, dan edema. Efek samping dari pemakaian laksatif yang berlebihan termasuk konstipasi, malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut didalamnya, perdarahan gastrointestinal, prolaps rektal, penipisan kadar kalsium dan potassium, serta peningkatan risiko kanker kolon. Eating Disorder Not Otherwise Specified sendiri dapat menyebabkan obesitas, yang juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah, penyakit jantung, diabetes, dan masalah lainnya (Ambrose & Deisler, 2011). Selain berdampak pada kondisi fisik, gangguan perilaku makan juga berakibat pada mental seseorang. Sekitar 50% penderita AN, BN, dan EDNOS mengalami depresi. Depresi dapat mengakibatkan gejala fisik pula, seperti durasi tidur yang terlalu panjang, insomnia, ataupun kesulitan berkonsentrasi. Depresi tersebut biasanya disebabkan oleh gangguan perilaku makan, namun orang yang sudah mengalami depresi juga rentan mengalami gangguan perilaku makan (Ambrose & Deisler, 2011). Berbagai komplikasi medis dari gangguan perilaku 8 makan tersebut tentunya berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian pada remaja (Lemberg, 1999). Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu “Apakah terdapat hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat citra tubuh dengan perilaku makan pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar b. Mengidentifikasi citra tubuh pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar c. Mengidentifikasi perilaku makan pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar d. Menganalisis hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar 9 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui gambaran dan informasi sebagai masukan untuk memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan tentang citra tubuh dan perilaku makan pada remaja putri. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan kerangka pemikiran pada penelitian yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan citra tubuh dan perilaku makan pada remaja. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak seperti guru SMA bersangkutan agar mendapatkan gambaran tentang remaja putri yang mengalami masalah dalam citra tubuh dan perilaku makan sehingga mampu membantu siswi-siswi melalui program pembinaan dan bimbingan dengan pendekatan yang tepat. b. Bagi guru kelas, sebagai masukan agar dapat mengetahui permasalahan yang dialami oleh siswa sehingga pihak sekolah dapat mengusahakan suatu kegiatan yang membantu meningkatkan citra tubuh dari siswinya dalam usaha pencegahan terjadinya gangguan perilaku makan pada remaja putri. c. Bagi remaja putri pada umumnya, diharapkan dapat membantu mengidentifikasi perilakunya sendiri sehingga dapat mencari tenaga medis sebelum terjadi gangguan perilaku makan yang aktual. 10 d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk petugas penyelenggara pelayanan kesehatan, yaitu petugas kesehatan dari Puskesmas I Denpasar Utara bidang pelaksanaan pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), dalam memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan khususnya tentang citra tubuh dan perilaku makan pada remaja putri. e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam bidang kesehatan sebagai upaya mengatasi dan menanggulangi permasalahan remaja berkaitan dengan citra tubuh dan perilaku makan pada remaja putri.