BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara produsen minyak sawit terbesar dunia. Pada tahun 2015 produksi minyak sawit adalah ± 33 juta ton [1][2]. Selain menghasilkan minyak sawit, pabrik kelapa sawit (PKS) juga menghasilkan limbah cair yang biasa disebut dengan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) ± 82,5 juta ton [3]. Secara umum LCPKS yang keluar dari fat fit suatu PKS adalah bersuhu sekitar 80-90 oC, bersifat asam dengan pH berkisar 4,7 [7]. Kandungan yang terdapat pada LCPKS merupakan zat organik seperti karbohidrat, protein, lemak serta komponen nitrogen dan mineral [8]. Dengan kandungan LCPKS, banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai produksi biogas dari LCPKS. Biogas merupakan hasil dari proses digestasi anaerobik. Proses digestasi anaerobik adalah proses penguraian dari substrat-substrat organik tanpa kehadiran oksigen, melalui aktivitas mikroorganisme, berupa campuran metana (50-75%), karbon dioksida (30-40%) dan sedikit komponen-komponen lain seperti hidrogen, hidrogen sulfida, siloksan dan lain-lain [45][46]. Biogas merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan semakin menipisnya persediaan sumber energi [47]. Tahapan metabolisme untuk memproduksi metana dari limbah cair adalah hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [46]. Karena nutrisi dan kebutuhan pertumbuhan bakteri asam dan metan berbeda, sistem dua tahap dapat dioperasikan untuk memberikan kondisi yang optimal bagi mikroorganisme dalam setiap tahap. Tahap pertama adalah tahap fermentasi asam. Tahap kedua adalah produksi metana [48]. Pada umumnya penelitian mengenai produksi biogas dilakukan pada digestasi anaerob satu tahap. Akan tetapi, terdapat kelemahan pada proses fermentasi satu tahap karena proses hidrolisa yang merupakan proses degradasi senyawa kompleks polisakarida menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti disakarida dan monosakarida dilaksanakan secara bersamaan pada satu fermentor [9]. Akibatnya proses hidrolisa kurang efektif karena kondisi operasi pertumbuhan antara mikroorganisme pembentukan asam (hidrolisis dan asidogenesis) dan pembentukan metana (asetogenesis dan metanogenesisi) berbeda [10]. 1 Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, banyak peneliti melakukan upaya untuk memisahkan proses digestasi anaerob menjadi dua tahap yang masing-masing tahap dilaksanakan pada berbeda. Tahap pertama meliputi proses hidrolisis dan asidogenesis sedangkan tahap kedua meliputi proses asetogenesis dan metanogenesis [11]. Pada tahapan methanogenesis yaitu tahapan mengubah senyawa antara menjadi produk akhir yang lebih sederhana, terutama CH4 dan CO2 oleh dua kelompok mikroorganisme metanogen: kelompok pertama mengkonversi asetat menjadi metana dan karbon dioksida (methanogen aceticlastic) dan kelompok kedua menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2 sebagai akseptor untuk menghasilkan metana (methanogen hydrogenotrophic) [13]. pH merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan dan pengendalian digestasi anaerobik, karena pH rendah pada proses digestasi anaerobik dapat menghambat aktivitas mikroorganisme [8]. Sehingga pada penelitian ini perlu dilakukan variasi pH pada proses asidogenesis dengan menggunakan LCPKS pada temperatur ambient dengan reaktor batch untuk meningkatkan efektivitas proses digestasi anaerobik. 1.2 Perumusan Masalah Pada penelitian yang dilakukan oleh Margarita Andreas, Dareioti, Aekaterini Ioannis Vavouraki, Michael Kornaros (2014), melaporkan dengan menggunakan air limbah industri pertanian (55% olive mill wastewater, 40% cheese whey dan 5% liquid cow manure), operasi batch dengan volume reaktor 1 L, rentang pH 4,5-7,5, temperatur mesofilik (37°C) dan kecepatan pengadukan 150 rpm. Hasil produk akhir yang teridentifikasi adalah asetat, propionat, butirat, laktat, dan etanol. Konsentrasi VFA maksimum (13,43 g/L) pada pH 6,5. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Jianguo Jiang, Yujing Zhang, Kaimin Li, Quan Wang, Gong Changxiu, Menglu Li (2013). Menggunakan limbah makanan (35% beras, 45% kubis, 16% daging babi dan 4% tofu), operasi batch dengan volume 4,5 L, variasi pH 5, 6, 7 dan tidak dikontrol 35°C, kecepatan pengadukan 250 rpm. VFA terdiri dari asetat, propionat, iso-butirat, nbutirat, iso-valerat dan n-valerat. Dihasilkan yields VFA tertinggi.Oleh karena itu perlu dilakukan variasi pH pada proses konversi LCPKS menjadi VFA menggunakan reaktor batch pada kondisi ambient. 2 Universitas Sumatera Utara 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: • Mempelajari pengaruh variasi pH pada proses konversi LCPKS menjadi VFA menggunakan reaktor batch pada kondisi ambient • Mempelajari data kinetika pada proses konversi LCPKS menjadi senyawa VFA menggunakan reaktor batch pada kondisi ambient 1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: • Mendapatkan data mengenai pengaruh pH pada proses konversi LCPKS menjadi VFA menggunakan reaktor batch pada kondisi ambient • Mendapatkan data mengenai data kinetika pada proses konversi LCPKS menjadi senyawa VFA menggunakan reaktor batch pada kondisi ambient 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah LCPKS dari Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III. Penelitian dilakukan fokus hanya sampai proses asidogenesis digesti anaerobik menggunakan digester jenis reaktor batch dengan volume 6 liter. Adapun variabelvariabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: • Variabel tetap: • Starter yang digunakan berasal dari olahan penelitian sebelumnya. • Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan adalah LCPKS dari Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III • Kecepatan pengadukan: 250 rpm. • Temperatur fermentor : kondisi ambient • Variabel divariasikan: pH dari fermentor divariasikan 5 ; 5,5 ; dan 6 3 Universitas Sumatera Utara Analisis yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi analisis pada bahan baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan waktu analisa awal (t 0) limbah dan waktu analisa setiap pengambilan (ti) limbah. Adapun analisis cairan ini terdiri dari : a. Analisis Cairan • Pengukuran pH • Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi) • Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat) • Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat) • Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat) • Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat) • Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka) • Analisis Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD) (Metode Reflux Terbuka) • Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi) Analisis pH, M-Alkalinity, TS, VS, TSS, dan VSS dilakukan setiap hari, sedangkan analisis COD, SCOD dan VFA dilakukan satu kali dalam 4 hari sampai data konstan. b. Analisis Gas : Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO2 dan H2S 4 Universitas Sumatera Utara