BAB 2 Landasan Teori Pada bab ini, penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan dalam menganalisis penyakit hiperseksual yang diderita oleh tokoh Yuriko Hirata. 2.1. Teori Penokohan Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2005:hal.165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:hal.165), tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan melalui kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Novel, film, dan karya sastra lainnya terdapat seorang tokoh. Seorang tokoh digambarkan sebagai pelaku di dalam cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dari tokoh tersebut. Tokoh utama sering disebut sebagai Hero, yaitu sebagai tokoh yang baik. Penokohan dan karakter sering juga disamakan dengan perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokohtokoh tertentu dengan watak-watak tertentu di dalam sebuah cerita.(Nurgiyantoro, 2005:hal.165). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Hero merupakan pemeran utama dalam skenario. Apabila pria disebut Hero, sedangkan wanita disebut Heroine, seperti yang diungkapkan oleh Ishihara (2009:hal.42) yang membahas tentang penokohan yaitu sebagai berikut: 7 「ヒーロ」。なんどもいえずカッコいい響きを持つ言葉だ。もともとは 「英雄」といういみなのだが、小説や虚曲、シナリオの「中心人物」の ことも、男性は「ヒーロ」女性ハ「ヒロイン」と言ったりする。 Terjemahan: “Hero” bagaimanapun tidak bisa dikatakan berpenampilan menarik kecuali mempunyai perkataan yang baik. Pada awalnya artinya adalah “eiyuu” (hero), tetapi dalam novel dan drama juga berarti “pemeran utama” dalam skenario. Apabila lelaki disebut “hero”, apabila perempuan disebut “heroine”. Ishihara juga mengungkapkan bahwa tidak hanya tokoh utama yang disebut sebagai orang baik. Penulis dapat menggambarkan bahwa tokoh utama juga dapat sebagai orang yang jahat, seperti yang diungkapkan berikut ini: ところで、いまなにげなく「中心人物」といういい方を使ったが、ぼく たちはまるで当然のように、小説の「作中人物」、しかも中心的な人物 に自分の感情を投影したり、同化したりしながら物語を読みすすめてい く。そして、実はそれが小説という言葉だけの世界では、他の言葉と同 等な、ただの記号であることを忘れてしまっている。 Terjemahan: Sekarang, tidak hanya (tokoh utama) yang disebut orang baik, tetapi penulis memproyeksikan emosi mereka ke dalam tokoh tersebut dan memadukan cerita yang ada di dalam cerita tersebut. Dan ini hanya sebutan yang ada di dunia novel saja. 2.2. Teori Psikologi Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche dan logos. Psyche yang berarti jiwa sedangkan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa (Sarwono, 2010:hal.1). 8 Psikologi memiliki arti yaitu mempelajari ilmu kejiwaan dan juga mempelajari tingkah laku manusia. Ilmu psikologi berkaitan dengan banyak hal, seperti watak, temperamen, sosialisasi, dan lain-lain yang sangat berkaitan dengan kehidupan masingmasing individu. Psikologi juga berkaitan dengan aktivitas, perilaku, reaksi, refleksi, dan introspeksi yang ada pada jiwa seseorang. Dalam cabang ilmu psikologi salah satunya adalah psikologi abnormal. Abnormal berhubungan dengan sikap atau watak seseorang yang tidak normal secara psikologis. Tingkah laku abnormal biasanya dianggap sebagai hal yang tidak wajar bagi sebagian orang. 2.2.1. Teori Psikologi Abnormal Psikologi abnormal berkaitan dengan tingkah laku abnormal. Pada hakekatnya, konsep tentang tingkah laku normal dan tingkah laku abnormal memiliki batas yang samar-samar. Karena kebiasaan-kebiasaan dan sikap hidup yang dirasakan sebagai normal oleh suatu kelompok masyarakat dapat dianggap sebagai abnormal oleh kelompok masyarakat kebudayaan lainnya. Misalnya, apa yang dianggap sebagai abnormal oleh beberapa generasi sebelum kita dianggap sebagai normal pada saat ini (Kartono, 2009:hal.2). Namun demikian, tingkah laku abnormal tadi terkadang begitu mencolok dan berbeda dengan tingkah laku biasa pada umumnya, sehingga hal tersebut bagi sebagian masyarakat menganggap bahwa hal tersebut adalah abnormal. Pribadi yang abnormal pada umumnya memiliki gangguan mental. Pribadi yang abnormal seperti ini selalu diliputi oleh adanya konflik batin, jiwanya tidak stabil, tidak memperhatikan lingkungan, terisolasi dari masyarakat, dan lain-lain. 9 Psikologi abnormal adalah salah satu cabang dari psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa. Ilmu yang dipelajari ini berisi tentang klasifikasi sebab-sebab gangguan pribadi seseorang dan bentuk-bentuk tingkah laku yang bersifat menyimpang (Kartono, 2009:hal.25). Psikologi abnormal juga berkaitan dengan beberapa ilmu disiplin lainnya. Beberapa ilmu tersebut sangat dekat dengan psikologi abnormal dalam bidang profesi atau bidang ilmiahnya. Beberapa ilmu lain yang berkaitan dengan psikologi abnormal secara tidak langsung, antara lain yaitu agama, pendidikan, hukum, sosiologi, antropologi, dan lainnya. 2.2.2. Teori Hiperseksual (Hypersexual) Menurut Kafka (2009:hal.2), Hiperseksual (Hypersexual) berasal dari dua kata, yaitu “Hiper” dan “seksual”. Hiper adalah perilaku seseorang secara “meningkat” atau “berlebihan” yang berkaitan dengan perilaku secara disfungsional, misalnya hiperaktif, hipersomnia, hiperphagia, dan sebagainya. Sedangkan seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan hubungan intim antara pria dengan wanita. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gangguan penyakit hiperseksual (Hypersexual Disorder) adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki gangguan perilaku seksual, dorongan seksual, dan hasrat seksual secara berlebihan. Saat ini, istilah hiperseksual digunakan untuk menggantikan istilah lama, yaitu Satyriasis dan Nymphomania. Satyriasis merupakan suatu kondisi seseorang yang memiliki gangguan perilaku seksual, dorongan seksual dan hasrat seksual secara berlebihan, khususnya pada pria. Sedangkan istilah Nymphomania merupakan suatu 10 kondisi yang memiliki gangguan perilaku seksual, dorongan seksual dan hasrat seksual secara berlebihan, khususnya pada wanita. Berdasarkan jenis kelamin, penyakit gangguan hiperseksual dapat dilakukan baik pria maupun wanita. Kafka (2009:hal.3), memberikan kriteria diagnostik untuk orang yang memiliki tanda-tanda pelaku hiperseksual sebagai berikut: 1. Pelaku akan menghabiskan waktunya dalam hal fantasi seksual, dorongan seksual, maupun perilaku seksual secara berulang-ulang dan mengakibatkan terjadinya gangguan dalam hal kegiatan-kegiatan atau kewajiban penting lainnya. 2. Pelaku terlibat dalam fantasi seksual, dorongan seksual, maupun perilaku seksual dalam hal menanggapi keadaan atau kondisi suasana hati dan perasaan tertekan secara umum, misalnya rasa cemas, depresi, dan lain-lain. 3. Pelaku berupaya untuk melakukan hubungan seksual tetapi gagal untuk mengontrol dirinya sendiri dan tidak mampu mengurangi kegiatan tersebut. 4. Pelaku terlibat dalam hal perilaku seksual dan mengabaikan risiko secara fisik dan emosional bagi dirinya sendiri maupun orang lain. 5. Pelaku memiliki penderitaan pribadi dan memiliki gangguan dalam hal kegiatan sosial, pekerjaan, atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan frekuensi dari fantasi seksual, dorongan seksual, maupun perilaku seksual dalam dirinya. 11 Selain itu, pelaku hiperseksual sering melakukan tindakan seperti masturbasi (onani), melakukan tindakan pornografi, melakukan sesuatu yang berkaitan dengan seksual melalui dunia maya (cybersex), melakukan pembicaraan yang berkaitan dengan seksual di telepon (telephone sex), melakukan tindakan seksual melalui jalur klub seperti prostitusi, melakukan adegan seksual di kelab malam (striptease), dan sebagainya. Pada definisi awal dikategorikan untuk semua jenis kelamin. Akan tetapi, Kartono (2009:hal.242) mengatakan hanya wanita saja yang masuk dalam kategori pelaku hiperseksual. Secara psikologis, penyebab hiperseksual antara lain, yaitu: 1. Kekurangan kasih sayang dan kehangatan emosional pada masa kanak-kanak, sehingga gadis atau wanita tersebut selalu merasa memiliki nafsu terhadap cinta dan seks. 2. Ada perasaan “sexual lag behind”, yaitu merasa selalu kekurangan atau ketinggalan dalam pengalaman seks di masa remaja atau di masa muda, yang perlu dikejar sekarang pada usia dewasa. 3. Selalu diliputi oleh ketegangan-ketegangan emosional yang ingin disalurkan dalam bentuk relasi seks tanpa terkendali. 4. Timbulnya keinginan-keinginan rasional untuk dipuja-puja dan dicintai oleh banyak pria. Ada perasaan cinta terhadap diri sendiri yang ekstrim yang tidak wajar. 5. Sebagai kompensasi pembalasan dendam terhadap ayah sendiri yang dibencinya, atau terhadap pria dari mantan kekasihnya yang tidak setia. (Kartono, 2009:242) 2.3. Konsep Kazoku 12 Dalam bahasa Jepang, keluarga disebut kazoku. Menurut Kiyomi dalam Hashibuan (2001:hal.5), kazoku adalah kelompok yang membentuk hubungan saudara dekat antara kakak, adik, ayah, ibu, sebagai dasar dan dengan didukung oleh rasa kesatuan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan. Pada dasarnya kazoku merupakan keluarga yang adalah perkawinan dan melahirkan suatu keluarga baru yang berasal dari yang tidak memiliki hubungan darah. Keluarga yang memiliki hubungan darah ini dapat dibagi menjadi vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal yang dimaksud adalah hubungan ego antara kakek, ayah, anak dan cucu. Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan horizontal adalah hubungan ego antara saudara kandung atau dengan saudara sepupu. Setelah melihat definisi kazoku di atas mengenai keluarga, maka kazoku merupakan kelompok yang terdiri dari ayah dan anak-anak dengan hubungan suami istri sebagai dasar pembentukan. Hal tersebut bukan berarti bahwa suatu kelompok yang hanya terdiri dari ayah dan anak, atau ibu dan anak tidak dapat disebut kazoku. Setiap kazoku memiliki peranan masing-masing. Hubungan antara individu dalam kazoku didasarkan oleh kasih sayang sebagai kerabat dekat dan kebersamaan dalam kehidupan menimbulkan rasa kesatuan untuk mempertahankan kazoku. Dengan adanya keutuhan kazoku, diharapkan tujuan untuk mencapai kesejahteraan dapat terlaksana sehingga kazoku berfungsi sebagai tempat dilaksanakannya proses sosialisasi anak, alat untuk menstabilkan moril atau materil anggotanya, serta pemenuhan kebutuhan seksual (Hashibuan, 2001:hal.6). Menurut Situmorang (2000:hal.49), di dalam keluarga Jepang ada yang disebut shinrui, enrui, dan enja. Shinrui adalah hubungan keluarga yang dibentuk oleh orangorang yang memiliki hubungan darah langsung berdasarkan garis keturunan patrilineal. 13 Enrui adalah hubungan keluarga yang terjadi antara ego dengan para saudara sepupu. Enja adalah hubungan keluarga yang terjadi karena adanya perkawinan. Sebagai kelompok sosial yang ada di dalam setiap masyarakat bentuknya sangat beragam. Ada tiga bentuk-bentuk kazoku menurut Hashibuan (2001:hal.7), yaitu sebagai berikut: 1. Daikazoku. Daikazoku merupakan suatu keluarga besar, yang keanggotaannya tidak hanya suami, istri, dan anak-anak saja, tetapi juga terdiri dari orang-orang yang dekat dengan mereka, seperti orang tua, saudara sepupu, sampai dengan keponakan. Pada awalnya daikazoku ini terdapat pada masyarakat yang belum agraris dimana mereka hidup dengan mata pencaharian sebagai bertani. Karena untuk mengelola lahan pertanian yang luas, maka diperlukan suatu struktur keluarga yang banyak sehingga melibatkan seluruh anggota keluarga yang tinggal didalamnya. Jadi, walaupun inti dari keluarga daikazoku merupakan keluarga sedarah, namun tidak ada larangan untuk memasukkan keluarga-keluarga yang bukan sedarah sebagai satu anggota keluarga besar. 2. Shokazoku. Shokazoku merupakan keluarga kecil yang anggotanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya yang belum menikah. Pasangan suami istri yang baru dan akan menjadi satu unit keluarga kazoku seperti ini biasanya sifatnya berdiri sendiri dan terpisah dari orang tuanya. Proses ini biasanya akan terus berlangsung dari generasi ke generasi. Kazoku seperti ini banyak dijumpai di dalam masyarakat manapun, terutama di negara-negara maju. Biasanya mereka tidak lagi menjadi masyarakat yang memiliki mata pencaharian bertani, melainkan telah berkembang untuk mengarah menjadi 14 bagian dari kazoku kecil. Kecenderungan ini menyebabkan sulitnya mempertahankan daikazoku atau keluarga besar. 3. Kaku Kazoku. Kaku Kazoku disebut juga sebagai keluarga inti, yang hanya beranggotakan suami, istri, dan anak. Keluarga seperti ini biasanya banyak dijumpai di dalam masyarakat perkotaan. Pada umumnya hubungan keluarga dalam kaku kazoku ini terasa lebih erat karena hanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya yang belum menikah sehingga proses sosialisasi dalam keluarga akan terasa lebih mendalam. 15 16