Melindungi otak dari HIV Oleh: Sean R. Hosein, CATIE, 12 Desember 2006 Pada saat menyerang tubuh, virus yang umum biasanya ditangkap oleh sel dalam sistim kekebalan tubuh dan dibawa ke kelenjar getah bening yang dekat. Sesaat virus sudah berada di dalam kelenjar getah bening, maka proses pemberian sinyal tentang adanya benda asing yang menyerang mulai disampaikan ke seluruh sistim kekebalan tubuh. Selama beberapa minggu sistim kekebalan digerakkan, dan sel penyerang virus (misalnya sel CD8 dan makrofag) diaktifkan, dan secara bertahap infeksi dapat dikendalikan. Sistim kekebalan tubuh dan HIV HIV bukan virus yang umum. Sistim kekebalan tubuh mempunyai beberapa jenis sel yang berbeda dengan fungsi saling tumpang tindih, dan HIV dapat menularkan dan melumpuhkannya. Sebagai contoh, sel yang memperingati tubuh apabila terjadi infeksi (sel dendritik, makrofag) terinfeksi. Sel yang dapat memperkuat tanggapan kekebalan (sel dendritik, makrofag dan sel CD4) dapat juga terinfeksi HIV. Akhirnya, sel yang digunakan oleh tubuh untuk mencari dan menghancurkan sel yang terinfeksi HIV (CD8, makrofag, sel pembunuh alami) juga diserang oleh HIV. Setelah ada di dalam tubuh, HIV menyebar secara cepat ke banyak kelenjar getah bening serta juga otak. Infeksi HIV jangka panjang mengakibatkan pertahanan tubuh menurun dan menjadi semakin tidak berfungsi. Akhirnya, kekebalan terhadap banyak mikroba menurun (misalnya, bakteri, jamur, parasit, virus dan tumor disebabkan oleh virus), dengan mengarahkan pada komplikasi yang mengancam jiwa – tanda-tanda AIDS. Fokus pada makrofag Salah satu organ/sistim yang terpengaruh oleh HIV adalah susunan saraf pusat (SSP), yaitu otak dan saraf tulang belakang. SSP berkomunikasi dengan organ/sistim lain, termasuk sistim kekebalan tubuh. Makrofag dapat memasuki SSP dan biasanya melepaskan zat yang mengirim sinyal ke jaringan saraf otak dan membantu mempertahankan kesehatan sel otak. Keadaan dengan makrofag yang terinfeksi HIV adalah berbeda. Berbeda dengan sel-T, makrofag pada umumnya hidup lebih lama dan tidak cepat mati ketika terinfeksi HIV. Pada saat berada dalam otak, makrofag yang terinfeksi HIV melepaskan protein virus dan senyawa beracun lain. Ketika terpajan oleh zat kimia yang tidak sehat, sel otak dapat mati, dan komunikasi antara sistim kekebalan tubuh dengan otak tidak berfungsi lagi. Disfungsi ini dan kematian jaringan saraf dapat mendasari komplikasi neurologis yang ditemukan terkait HIV/AIDS. Demensia mundur Sebelum terapi antiretroviral (ART) tersedia, demensia sebagai salah satu komplikasi neurologis akibat infeksi HIV umum terjadi. Di negara maju, satu laporan memberi kesan bahwa kasus demensia yang baru menurun sebanyak 50 persen sejak ART mulai dipakai. Kasus demensia ringan dan sedang terkait AIDS juga semakin jarang terjadi. Justru, beberapa ilmuwan menemukan bahwa demensia ringan berangsur sembuh dengan ART. Tetap ada pertanyaan Walaupun ini kabar baik, masih terdapat beberapa masalah. Setidaknya dua penelitian menemukan bahwa kesulitan kognitif tingkat rendah, yaitu kesulitan berpikir jernih serta mengingat dan berkonsentrasi tetap, tetap terjadi pada beberapa pengguna ART. Belum jelas mengapa hal ini terjadi, tetapi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk yang di bawah ini: • Jumlah obat anti-HIV dalam otak mungkin terlalu rendah untuk menekan HIV sepenuhnya. Hal ini dapat terjadi karena otak dikelilingi oleh lapisan pelindung sawar darah-otak yang dilapisi dengan Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Melindungi otak dari HIV pompa molekul kecil yang secara terus menerus membilas obat anti-HIV dan senyawa lain yang mencoba masuk dan menetap di dalam otak. • Walau banyak obat anti-HIV bekerja dengan baik untuk menekan HIV dalam sel T, hal ini tidak selalu benar dalam sebuah sel lain yang terinfeksi HIV, yaitu makrofag. Dan makrofag berjalan menuju dan tinggal dalam otak. • Koinfeksi dengan virus hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan otak. • Mungkin ada masalah terdahulu yang masih berlanjut akibat penggunaan narkoba pada beberapa Odha Ringkasan: Protecting the brain from HIV Sumber: 1. Jones C and Power C. Regulation of neural cell survival by HIV-1 infection. Neurobiology of Disease 2006 Jan;21(1):1-17. 2. McArthur JC, Brew BJ and Nath A. Neurological complications of HIV infection. Lancet Neurology 2005 Sep;4(9):543-55. 3. Scharko AM, Perlman SB, Pyzalski RW, et al. Whole-body positron emission tomography in patients with HIV-1 infection. Lancet 2003 Sep 20;362(9388):959-61. 4. Yeung H, Krentz HB, Gill MJ and Power C. Neuropsychiatric disorders in HIV infection: impact of diagnosis on economic costs of care. AIDS 2006 Oct 24;20(16):2005-9. 5. Anthony IC, Ramage SN, Carnie FW, et al. Influence of HAART on HIV-related CNS disease and neuroinflammation. Journal of Neuropathology and Experimental Neurology 2005 Jun;64(6):529-36 6. Llewellyn N, Zioni R and Zhu H, et al. Continued evolution of HIV-1 circulating in blood monocytes with antiretroviral therapy: genetic analysis of HIV-1 in monocytes and CD4+ T cells of patients with discontinued therapy. Journal of Leukocyte Biology 2006 Nov;80(5):1118-26. 7. Nath A and Sacktor N. Influence of highly active antiretroviral therapy on persistence of HIV in the central nervous system. Current Opinion in Neurology 2006 Aug;19(4):358-61. 8. Chiang MC, Dutton RA, Hayashi KM, et al. 3D pattern of brain atrophy in HIV/AIDS visualized using tensor-based morphometry. Neuroimage 2007 Jan 1;34(1):44-60. 9. Thompson PM, Dutton RA, Hayashi KM, et al. Thinning of the cerebral cortex visualized in HIV/AIDS reflects CD4+ T lymphocyte decline. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 2005 Oct 25;102(43):15647-52. –2–