28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan desa tersebut merupakan salah satu daerah penghasil jambu biji dan potensial untuk pengembangan tanaman jambu biji di Jawa Barat. Pengambilan data dari bulan Desember 2008 sampai Februari 2009. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan aparat desa, serta wawancara dengan petani dengan panduan daftar kuisoner. Data sekunder diperoleh dari arsip desa, Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, dan literatur lain yang relevan. 4.3 Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan survei ke petani langsung, sebanyak 72 orang. Jumlah tersebut sesuai dengan populasi petani jambu biji merah getas di Desa Ragajaya dan status kepemilikan lahan sewa per tahun. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan kuantitatif, secara kuantitatif data diolah dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan komputer program microsoft excel. Perhitungan yang dilakukan adalah analisis kelayakan finansial dari suatu usahatani jambu biji yang dilakukan petani dan kelayakan dengan memanfaatkan teknologi irigasi tetes. Sedangkan secara kualitatif data yang diolah berupa informasi karakteristik usahatani jambu biji yang dilakukan petani pada lokasi pertanian, yang meliputi beberapa aspek non finansial dan finansial. 29 4.5. Analisis Kelayakan Finansial Untuk menganalisis kelayakan suatu kegiatan usahatani digunakan tiga kriteria investasi, yaitu: Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). 1. Net Present Falue (NPV) NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut: Dimana: Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat diskonto (%) t = Umur proyek (tahun) n = Jumlah tahun Penilaian kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV adalah sebagai berikut: a. NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan. b. NPV = 0, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak rugi ( manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subjektif pengambil keputusan. c. NPV < 0, berarti proyek merugi dan tidak layak dilaksanakan. 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net B/C merupakan perbandingan antara jumlah NPV yang positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang negatif (sebagai penyebut), angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut: 30 Dimana: Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t C = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat diskonto (%) –V t = Umur proyek (tahun) n = Jumlah tahun Jika diperoleh nilai Net B/C > 1, maka proyek layak untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 3. Internal Rate of Return (IRR) IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penenmaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana: i’ = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV' i" = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV" NPV’ = Nilai bersih sekarang yang bernilai positif NPV" = Nilai bersih sekarang yang bernilai negatif Jika diperoleh nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. 4. Payback Period( PBP) Tingkat pengembalian investasi atau payback period, diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Semakin cepat tingkat pengembalian investasi, maka usahatani jambu biji dinilai semakin baik untuk dilaksanakan, payback period menunjukkan berapa tingkat pengembalian dari suatu investasi, makin pendek jangka waktu pengembalian maka semakin baik suatu usaha dijalankan. 31 Total Outflow PP = ---------------------------------------Total Net Benefit Total outflow adalah penjumlahan seluruh biaya dari biaya investasi, operasional dan pajak. Sedangkan Total Net Benefit didapat dari penjumlahan setiap keuntungan bersih per tahun. 4.6. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah kegiatan meneliti kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubahubah. Analisis sensitivitas sangat penting dalam kelayakan usaha karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi dimasa mendatang. 4.7. Asumsi Kelayakan dan Sensitivitas Kelayakan usaha dilakukan selama 10 tahun sesuai umur tanaman mulai dari 0 sampai dengan 10 tahun dikarenakan setelah umur tanaman lebih dari 10 tahun jumlah produksi semakin menurun. Penentuan perubahan dan seberapa besar perubahan yang bisa dilakukan pada suatu penelitian harus didasari asumsiasumsi yang kuat dan rasional. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan antara lain adalah 1. Lahan Luas lahan yang digunakan adalah satu hektar dengan jumlah produksi per lahan telah dikonversi dalam per hektar. Sewa lahan Rp12.000.000 per tahun. 2. Penggunaan Bibit Bibit yang digunakan petani sebagian berasal dari pembelian seharga Rp20.000,- per batang cangkok dan sebagian lagi dari cangkok sendiri setelah usia tanaman berumur dua bulan di lahan. Jumlah cangkokan per tanaman sebanyak 1 cangkokan per cabang tanaman dimana setiap tanaman memiliki 3 cabang. Perlakuan tersebut untuk menghindari kerusakan pada tanaman induk sendiri dan kualitas hasil cangkokan terbaik. 32 3. Jumlah Produksi Jumlah buah jambu biji yang dipanen diasumsikan terjual seluruhnya ke pedagang pengumpul. Tingkat produksi jambu biji merah getas diperoleh dari hasil survei petani langsung ke petani penyakap dan pemilik. Dengan adanya irigasi tetes, jumlah produksi diasumsikan meningkat sebesar 75 persen mengacu pada hasil penelitian terdahulu. Menguji sensitivitas kelayakan terhadap jumlah produksi jambu biji dilakukan dengan cara menurunkan jumlah produksi hingga 10 persen dengan asumsi bahwa adanya kondisi cuaca yang tidak menentu menyebabkan produksi jambu biji terganggu. 4. Harga Output Harga output yang digunakan sebesar Rp3.646,- per kilogram merupakan harga rata-rata dari pembelian oleh pedagang pengumpul per bulan. Harga output diasumsikan mengalami penurunan sebesar 15 persen menjadi Rp 3.091,- per kilogram, penurunan harga output tersebut disebabkan oleh panen raya yang terjadi semua petani jambu biji di Desa Ragajaya. 5. Pestisida dan Pupuk Penggunaan pupuk dan pestisida berdasarkan umur tanaman sesuai hasil survei ke petani Desa Ragajaya. Harga pestisida dan pupuk diperoleh dari survei langsung ke penyedia sarana produksi pertanian. Dengan asumsi kenaikan harga hingga 25 persen, diharapkan masih dapat memberikan keuntungan. Penggunaan pupuk dan pestisida dari tahun ke tahun rata-rata meningkat sebesar 32,97 persen, yang disebabkan oleh rata-rata perbedaan jumlah tanaman per tahun sebesar 32,97 persen, semakin panjang usia tanaman maka semakin tinggi pula tingkat kebutuhan pupuk dan pestisida yang digunakan. Kondisi tersebut diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian dan penelusuran pustaka mengenai budidaya jambu biji dan pemanfaatannya yang dilakukan oleh Parimin pada tahun 2007. 6. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Perhitungan curahan tenaga kerja berdasarkan berapa jam yang dibutuhkan pekerja untuk menyelesaikan satu pekerjaan, 1 HOK 33 adalah 5 jam per hari baik tenaga kerja pria maupun wanita. Sedangkan upah per jam tenaga kerja pria adalah Rp3000 per jam dan tenaga kerja wanita Rp1.500,per jam. 7. Penggunaan Teknologi Irigasi Tetes Waktu penggunaan irigasi tetes disesuaikan dengan kebutuhan air per tanaman. Dengan luas lahan 1 hektar maka biaya tambahan untuk perangkat irigasi tetes tersebut adalah satu unit mesin pompa air Honda dengan kapasitas 300 liter per menit, lima buah torn air berkapasitas 2.000 liter, pipa pvc diameter 4 mm, selang polytube sepanjang 2.648 meter dan bubbler emiter sebanyak 2.500 unit, beban biaya listrik untuk pemakaian selama 1,5 jam per hari Rp720.000 per tahun. 8. Akumulasi Biaya Penyusutan Peralatan dan Mesin Biaya penyusutan terdiri dari biaya peralatan sarana pertanian dan mesin yang digunakan dalam penerapan irigasi tetes. Umur ekonomis diasumsikan selama 10 tahun, dan pada tahun ke-10 tidak ada nilai sisa. 9. Suku Bunga Diskonto Suku bunga diskonto yang digunakan adalah suku bunga bank komersial untuk investasi pada saat awal penelitian bulan Desember 2008, yaitu sebesar 11%. Sebagai antisipasi terhadap kondisi dalam negeri yang tidak kondusif sehingga dikhawatirkan terjadi inflasi, maka penetapan suku bunga kedua adalah 14% dan terakhir 17% sepanjang tahun 2009. Penetapan estimasi penurunan jumlah produksi sebesar 10 persen, penurunan harga output 15 persen dan peningkatan harga pestisida dan pupuk sebesar 25 persen berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Susilawati pada tahun 2001. Sedangkan penetapan tingkat suku bunga diskonto berdasarkan suku bunga bank bulan Desember tahun 2009.