BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit atopi anak

advertisement
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit atopi anak mencakup dermatitis atopi, asma dan rinitis alergi,1 ketiganya
termasuk dalam penyakit kronis anak dengan insidensi yang terus bertambah selama
beberapa dekade terakhir di negara-negara maju dan telah menjadi masalah kesehatan
yang utama di dunia dengan sebab yang masih belum sepenuhnya dipahami.1-3
Prevalensi kejadian penyakit atopi lebih sering ditemukan pada negara maju bila
dibandingkan di negara berkembang.4 Secara umum, terdapat hubungan antara
prevalensi asma dan rinitis. Pada negara dengan prevalensi kejadian asma yang
rendah yaitu kurang dari 5% seperti di Indonesia, Albania, Romania menunjukkan
prevalensi kejadian rinitis yang rendah, sedangkan pada negara dengan prevalensi
kejadian asma yang tinggi yaitu lebih dari 30%, juga menunjukkan prevalensi kejadian
rinitis yang tinggi.5
Suatu penelitian yang dilakukan di Malaysia menyebutkan angka kejadian rinitis
alergi pada kelompok usia 12 – 14 tahun secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
angka kejadian rinitis alergi pada kelompok usia 5-7 tahun.5 Terdapat perbedaan yang
signifikan prevalensi kejadian rinitis antara daerah kota dan pedesaan, akantetapi
prevalensi dan insidensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Pada
suatu penelitian yang dilakukan di Semarang tahun 2003 terhadap anak usia 6 sampai
7 tahun didapatkan angka kejadian rinitis alergi sebesar 11.5%. Sebelumnya pada
tahun 2001 dilakukan penelitian di Semarang terhadap anak usia 13 sampai 14 tahun
dan didapatkan angka kejadian rinitis alergi sebesar 17.3%.6,7 Sebuah penelitian
Universitas Sumatera Utara
retrospektif didapatkan bahwa sekitar 18.5% anak yang mengunjungi poli rawat jalan di
Rumah Sakit Umum kota Denpasar merupakan kasus rinitis alergi.9 Rinitis alergi
merupakan suatu bentuk inflamasi pada mukosa hidung yang diperantarai oleh IgE.3
Berdasarkan penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC) fase 3, dilaporkan bahwa prevalensi rinitis alergi di Indonesia pada anak usia 6
sampai 7 tahun dan 13 sampai 14 tahun masing-masing sebesar 3.6% dan 6.4%.
terdapat perbedaan yang bermakna prevalensi kejadian rinitis alergi antara negara
berkembang dan negara maju. Perbedaan yang terjadi antar negara tersebut, mungkin
dapat menggambarkan bahwa tidak hanya pada perbedaan faktor risiko seseorang
untuk menderita rinitis alergi, tetapi faktor perbedaan yang berhubungan dengan
perbedaan bahasa turut memegang peranan.10,11
Rinitis alergi bukan merupakan penyakit yang mengancam jiwa, namun dapat
menimbulkan morbiditas dan dampak sosial.Kejadian rinitis secara signifikan dapat
mengurangi kualitas hidup seseorang (Quality Of life / QoL), berhubungan dengan
angka kehadiran dan aktivitas di sekolah maupun di tempat kerja. Gejala yang
ditimbulkan pada rinitis alergi termasuk rhinorrhea, hidung tersumbat, gatal-gatal dan
bersin, serta dapat juga dihubungkan dengan gejala alergi pada mata. Rinitis alergi juga
dapat dihubungkan dengan beberapa penyakit penyerta seperti sinusitis dan otitis
media berulang, hipertrofi adenoid, obstructive sleep apnea, dan asma.1,12,13
Inflamasi pada telinga telinga tengah merupakan penyakit yang sering pada anak
setelah infeksi saluran pernapasan.14 Gangguan pada telinga bagian tengah dapat
menyebabkan gejala nyeri, penurunan pendengaran, telinga berdenging, serta perforasi
membran timpani.15
Universitas Sumatera Utara
Sekitar 30% sampai 60% anak pada populasi umum mengalami otitis media akut
(OMA) pada usia satu tahun. Pada anak usia 3 tahun, sekitar 80% mengalami otitis
media akut. Dihubungkan dengan kejadian otitis media dengan efusi, sekitar 80%
sampai 90% anak mengalami minimal satu kali otitis media akut atau efusi telinga
tengah asimptomatik pada anak usia satu tahun.16 Insidensi kejadian otitis media
sekitar 10% sampai 20% setiap tahun sampai usia 6 tahun, kemudian turun secara
dramatis kurang dari 1% sampai usia 12 tahun. Pada suatu studi disebutkan bahwa
alergi turut memegang peranan terhadap terjadinya otitis media. Insidensi terjadinya RA
pada anak dengan otitis media dengan efusi (OME) ditemukan bervariasi antara 14%
sampai 89%.17 Pada literatur lain disebutkan bahwa kejadian otitis media berhubungan
dengan gangguan pada hidung (nasal allergy), dan disfungsi tuba eustasius.18
1.2.
Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut apakah terdapat hubungan antara otitis media dan kejadian rinitis alergi
pada anak
1.3.
Hipotesis
Terdapat hubungan antara kejadian otitis media dan rinitis alergi pada anak.
1.4.
Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Terdapat hubungan antara kejadian otitis media dan rinitis alergi pada anak
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan urutan kelahiran terhadap kejadian rinitis
alergi pada anak
1.5.
Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang
alergi-imunologi anak, khususnya mengenai rinitis alergi dan otitis media pada
anak
2. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan di bidang alergiimunologi anak, khususnya mengenai rinitis alergi pada anak
Universitas Sumatera Utara
Download